Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
MEMPELAJARI PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT DENGAN PENANAMAN JAMUR COPRINUS CINEREUS DAN PENGGUNAANNYA UNTUK PAKAN TERNAK (The Utilization of Palm Oil Waste for Cattle Feed Using Coprinus cinereus) E. SUWADJI, B.H. SASANGKA dan SRI UTAMI* Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN ABSTRACT
The utilization of palm oil waste for cattle feed, after mushroom was growing on waste, were conducted in the laboratory and greenhouse in 3 series of experiments. In the first experiment, one gram of ground EFB fiber with 13% and 100% humidity, after being irradiated at the doses of 0,10, 20, 30 and 40 kGy, were determined for initial number of microorganisms. In the second experiment, the effect of sterilization (autoclave heating and irradiation), cotton addition (0%, 5%, and 10%) to growth medium, and incubation time (10 days, 20 days, and 30 days) on fungi growth were treatments used on the experiment. In the third experiment, EFB as bag log medium after fungi growing were tested as semi in-vitro. Result of the experiment showed that bacteria were more radioresistant up to 40 kGy than fungi which lethal dose is 10 kGy. Sterilization at dose of 10 kGy effected on total fiber content decrease compared to autoclave heating (45.96% and 42.89%). Effect of cotton addition 0%, 5%, and 10% significantly increased total N 0.74%, 0.85%, and 0.90%. Incubation 10 days, 20 days, and 30 days significantly increased total N 0,45%, 0,78%, and 0,85%. Dry matter of EFB degestion rate (semi in vitro) increased during 6, 12, 24, and 48 hours from 9,92% to 15,43% (irradiation) and 16,53% to 17,79% (autoclave heating). Organic matter of EFB digestion rate increased to both treatments from 7,46% to 12,65% (irradiation) and 12,83% to 14,88% (autoclave heating). Key words: Irradiation, microorganism, palm oil waste, rumen digestion ABSTRAK Telah dilakukan percobaan pemanfaatan limbah kelapa sawit setelah penanaman jamur Coprinus cinereus dalam limbah sawit, dan penggunaannya sebagai makanan ternak ruminan. Percobaan dilakukan di dalam rumah kaca dan laboratorium. Dalam percobaan seri 1, sebanyak 1 g TKS yang telah dihaluskan dalam keadaan kering (kadar air 13%) dan basah diradiasi pada dosis 0, 10, 20, 30, dan 40 kGy, untuk dianalisa kandungan awal bakteri dan kapang, Pada percobaan seri 2, percobaan dilakukan untuk melihat pengaruh faktor sterilisasi pemanasan dengan otoklaf dan iradiasi, penambahan kapas ke dalam medium jamur pertumbuhan jamur sebanyak 0%, 5% dan 10% dan waktu inkubasi penanaman jamur 10 hari, 20 hari dan 30 hari dalam kantong jamur (bag log), terhadap kandungan N total dalam kantong (bag log) kemudian diuji terhadap efisiensi kecernaan dalam lambung kerbau sacara semi in-vitro. Hasil percobaan menunjukkan bakteri lebih resisten pada dosis 40 kGy terhadap iradiasi dibanding jamur (10 kGy). Pada bag log sisa jamur , sterilisasi dosis 40 kGy berpengaruh pada penurunan kadar serat dibanding dengan pemanasan otoklaf (45,96% dan 42,89%). Pada bag log sisa jamur penambahan kapas limbah pada medium jamur (0%, 5%, dan 10%) berpengaruh nyata pada kenaikan kadar N total 0,74%, 0,85%, dan 0,90%. Waktu inkubasi 10 hari , 20 hari, dan 30 hari, berpengaruh nyata pada kenaikan N total 0,45%, 0,78%, dan 0,85%. Laju kecernaan bahan kering TKS secara semi in-vitro dalam lambung kerbau selama 6, 12, 24, dan 48 jam naik dari 9,92% menjadi 15,43%
308
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
(irradiasi) dan dari 16,53% menjadi 17,79% (pemanasan otoklaf). Untuk bahan organik, laju kecernaan TKS naik secara nyata pada kedua perlakuan dari 7,46% menjadi 12,65% (iradiasi) dan 12,83% menjadi 14,88% (pemanasan otoklaf).
Kata kunci: Iradiasi, mikroorganisme, limbah kelapa sawit, pakan ternak, efisiensi kecernaan PENDAHULUAN Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada saat ini telah mencapai 1.460.763 ha (ANONIM, 1992). Sebagai akibat perluasan perkebunan ini produksi minyak kelapa sawit telah mencapai hasil yang diharapkan dalam bentuk minyak sawit (crude palm oil), meskipun demikian sebagai akibatnya telah diproduksi limbah kelapa sawit sebagai hasil sampingan produksi utamanya. Komponen limbah industri kelapa sawit tersebut antara lain tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang merupakan limbah utama berasal dari tandan buah segar yang mengandung serat diantaranya lignin (22,27%) dan selulosa (54,60%) (ANONIM, 1996; KUME, 1993). Selulosa terbentuk dari polimer glukosa dalam ikatan glikosidik 1-4, dengan berat molekul 500.000, dimana lignin terbentuk dari rantai karbon komplek dengan berat molekul yang tidak terbatas. Selulosa dan hemiselulosa adalah polisakarida yang mudah dicerna dibandingkan lignin (KUME et al., 1993). TKS merupakan bagian komponen limbah sawit yang sulit didegradasi sehingga menimbulkan masalah terutama untuk lingkungan. Pemanfaatan TKS sebagai penutup tanah atau sebagai penggembur tanah (soil conditioner) maupun sebagai pupuk organik kurang berhasil dari kegunaannya meskipun setelah melalui pengomposan. Hal ini disebabkan limbah TKS cukup lama dalam proses pembusukannya sehingga harus dipertimbangkan baik dari segi biaya, tenaga maupun keefektifannya. Pada proses pembakaran TKS sebaliknya akan dihasilkan polusi terbuka sebagai akibat diproduksinya karbon monooksida ke udara. Beberapa usaha kearah pemanfaatan TKS yang dapat mengurangi beban limbah lingkungan antara lain ialah penggunaan limbah TKS untuk berbagai tujuan antara lain sebagai media jamur dan pemanfaatan sisa media jamur sebagai tambahan pakan ternak ruminansia. Media jamur dari TKS dapat diwadahi dalam kantong plastik (bag log) ukuran 1-1,5 kg. Pembuatan media jamur diawali dengan proses pengomposan TKS ialah merupakan peruraian senyawa polisakarida melalui proses mikrobiologi, kimia dan fisik. Dengan proses peruraian atau fermentasi ini senyawa polisakarida yang kompleks ini akan disederhanakan melalui beberapa senyawa sederhana seperti hemiselulosa, pati, dan gula-gula sederhana sebagai sumber energi mikroba (KUME et al., 1993; KIRK et al., 1980). Penambahan kapur (CaCO3), dedak, P, dan pupuk N, pada pembuatan media jamur dari TKS, dapat mempercepat proses pengomposan disebabkan bahan-bahan tersebut berguna sebagai sumber energi, mineral dan vitamin untuk pertumbuhan mukroorganisme (SUPRAPTI, 1988; DARMAWI et al., 1996). Makanan ternak umumnya terdiri atas tanaman hijauan ataupun hasil samping limbah pertanian. Seperti diketahui produk pertanian mengandung 50-75% karbohidrat dari berat keringnya. Ternak ruminansia dapat mencerna secara efisien 50-90% serat total dengan sistem pencernaanya yang mengandung mikroba rumennya (MAYNARD et al., 1969; ARORA, 1989). Fermentasi melalui mikroba rumen dapat memanfaatkan N dari serat menjadi senyawa asam amino. Jamur Coprinus cinereus yang umumnya terdapat dalam limbah TKS di perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk kemungkinan meningkatkan kadar N serat sawit. Dalam percobaan ini jamur C. cinereus digunakan untuk menginokulasi serat TKS pada pembuatan media jamur dan sisa media jamur akan dimanfaatkan untuk pakan ternak tambahan (SUWADJI, 1999; SUWADJI 1999).
309
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
MATERI DAN METODE Bahan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas TKS, kapas, CaCO3 (1%), pupuk P (0,5%) dan N (0,25%), dan dedak (10%). Sebelum digunakan untuk media jamur TKS terlebih dahulu dikomposkan selama 10 hari. Hasil pengomposan TKS setelah ditambah bahan-bahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak 1 kg. Untuk melihat tata kerja selengkapnya dapat dilihat dalam Gambar 4.Penelitian ini terdiri dari serangkaian kegiatan sbb. : Percobaan 1, Pengaruh iradiasi pada jumlah awal bakteri dan kapang dalam TKS Sebanyak 1 gram TKS yang sudah dihaluskan pada kelembaban 13% dan basah, setelah diiradiasi pada dosis 0, 10, 20, 30, dan 40 kGy direndam dalam air. Kemudian sampel larutan ditanamkan dalam cawan petri selama 24 jam pada suhu 37oC untuk bakteri dan 30oC untuk jamur. Jumlah kandungan awal bakteri dan kapang diujikan dalam agar PDA (Potato Dextrose Agar) dan NA (Nutrient Agar) (KUME, 1993). Msing-masing perlakuan dilakukan secara duplo. Percobaan 2, Pengaruh sterilisasi, penambahan kapas, dan waktu inkubasi pada pertumbuhan jamur dalam bag log Jamur C. cinereus ditumbuhkan dalam media TKS dalam bag log. Perlakuan yang diberikan dalam pembuatan media jamur terdiri atas: a) Pemanasan media TKS pada 121oC dan pada tekanan 1,5 atm selama 2 jam. b) Iradiasi pada dosis 30 kGy. c) Penambahan limbah kapas pada tahap 0%, 5%, dan 10%. d) Waktu inkubasi selama 10, 20, dan 30 hari. Percobaan dilakukan di dalam rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan. Parameter percobaan terdiri atas analisis total lemak (%), total N (%), bahan ekstrak tanpa N, total serat (%), dan rendemen (%) (KUME, 1996; AOAC, 1980). Percobaan 3, Percobaan efisiensi kecernaan pada rumen kerbau TKS yang berasal dari bag log yang sudah digunakan sebagai sisa pertumbuhan jamur, dilakukan uji efisiensi kecernaan pada rumen kerbau secara semi in-vitro dalam perut kerbau yang sudah dilakukan fistula. Sebanyak 5 g TKS dimasukkan ke dalam perut kerbau selama 6, 12, 24, dan 48 jam. Setelah masa inkubasi kemudian dilakukan analisis pada berat bahan kering dan bahan organik dibandingkan dengan rumput sebagai makanan basal ternak ruminan (IBRAHIM et al., 1995; ARORA, 1989). HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh iradiasi pada jumlah awal bakteri dan kapang dalam TKS Hasil percobaan menunjukkan bahwa bakteri lebih tahan terhadap iradiasi sinar gamma (radioresisten) dibandingkan kapang. Bakteri tahan sampai dengan dosis 40 kGy, sedangkan kapang hanya tahan sampai 10 kGy, seperti terlihat pada Gambar 2. Bakteri lebih tahan terhadap iradiasi 310
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
disebabkan oleh dinding selnya yang lebih tebal dan elastis dibandingkan dengan dinding sel kapang (3). Hasil penelitian pada percobaan ini digunakan untuk percobaan lebih lanjut yaitu pemakaian dosis 30 kGy untuk sterilisasi medium jamur dalam bag log. Dengan sterilisasi secara iradiasi semua kapang dan jamur yang tidak diinginkan dapat dihilangkan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan jamur yang diinokulasikan. Percobaan 2. Pengaruh sterilisasi, penambahan kapas, dan waktu inkubasi pada pertumbuhan jamur dalam bag log Bahan tandan kosong kelapa sawit Pada Tabel 1 dapat dibandingkan antara hasil analisis TKS sebelum dan sesudah mengalami pengomposan. Serat total berkurang dari 87,78% menjadi 72,06% sesudah pengomposan, dan kandungan lemak total berkurang dari 2,57% menjdai 0,62%. Kandungan protein total meningkat dari 1,22% menjadi 3,53% dan bahan ekstrak tanpa N (BETN) meningkat dari 2,00% menjadi 15,71%. Protein total dan BETN meningkat setelah melalui pengomposan yang kenaikannya disebabkan oleh peningkatan jumlah populasi mikroba setelah masa inkubasi (IBRAHIM et al., 1995). Tabel 1. Analisa proksimat TKS sebelum dan sesudah dikomposkan Material TKS (%) Protein total
Kompos TKS (%)
3,4
6,7
Serat total
87,78
72,06
Lemak total
2,57
0,62
Abu
2,00
9,08
Bahan Ekstrak Tanpa N
2,00
15,71
Kandungan serat total Perlakuan sterilisasi, penambahan kapas limbah, dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap kandungan serat total yang berasal dari bag log sisa penanaman jamur (Tabel 2, 3, 4). Dosis sterilisasi 30 kGy menurunkan kandungan serat total (42,59%) dibandingkan sterilisasi dengan otoklaf (45,96%). Penambahan kapas limbah menurunkan kandungan serat total dimana keadaan ini disebabkan akibat peruraian selulosa menjadi gula-gula sederhana akibat fermentasi mikroba selama pengomposan (WOOD, 1974); KIRK et.al., 1980. Serat kapas mengandung selulosa murni sehingga serat ini akan membantu proses pengomposan. Penambahan serat kapas 0%, 5%, dan 10% dalam medium pertumbuhan jamur berpengaruh pada berkurangnya kandungan serat total berturut-turut 47,29%, 44,82%, dan 41,67%. Waktu inkubasi (fermentasi) 10, 20, dan 30 hari atau lamanya waktu pemanasan jamur C. cinereius dalam bag log berpengaruh pada berkurangnya kandungan serat total masing–masing 44,82%; 42,46% dan 41,67%. Degradasi serat TKS dalam bag log setelah masa penanaman 30 hari, tidak berpengaruh terhadap % rendemen seperti terlihat pada Tabel 2, 3, dan 4. Kemungkinan hal ini disebabkan periode 30 hari yang kurang lama untuk mendegradasi serat TKS dalam bag log.
311
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
Kandungan nitrogen total Perlakuan sterilisasi iradiasi dan otoklaf, penambahan kapas limbah, dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap meningkatnya kandungan N total (% N Total) dalam TKS seperti terlihat pada Tabel 2, 3, dan 4 dan Gambar 1. Dalam hal ini N total ialah sebagai pembentuk asam amino esensial yang terjadi setelah penanaman jamur dalam sisa serat bag log. Umumnya serat TKS mengandung N total yang semakin meningkat setelah pengomposan yaitu dari 0,23% menjadi 0,42% (Tabel 1). Pengaruh penambahan 0%, 5%, dan 10% kapas dalam medium jamur (bag log) mempunyai pengaruh nyata dalam peningkatan N total 0,74%; 0,89%; dan 0,90% (Tabel 3). Waktu inkubasi 10, 20, dan 30 hari meningkatkan secara nyata N total serat TKS 0,45%; 0,78% dan 0,85% (Tabel 4). Tabel 2. Pengaruh sterilisasi pada analisis komponen TKS setelah penanaman jamur Perlakuan
Serat total (%)
N total (%)
Rendemen (%)
BETN (%)
Lemak total (%)
Otoklaf
42,89
0,99
95,25
27,98
0,33
Iradiasi
45,96
0,67
96,16
27,56
0,55
*
**
**
n.s
**
F-hit.
Keterangan: *Berbeda nyata P<0,005, **Berbeda nyata P<0,01, n.s.= tidak nyata
Tabel 3. Pengaruh penambahan kapas limbah ke dalam medium pada hasil analisis TKS sisa bag log Perlakuan (% kapas)
Serat total (%)
Ntotal (%)
Rendemen (%)
BETN (%)
Lemak total (%)
0
47,29
0,74
95,60
30,16
0,50
5
44,82
0,85
94,40
27,31
0,42
10 F-hit.
41,67 **
0,90 **
94,14 n.s
26,77 *
0,41 **
Keterangan: *Berbeda nyata P<0,05, n.s. = tidak nyata, **Berbeda nyata pada P<0,01
Tabel 4. Pengaruh waktu inkubasi dalam TKS sisa bag log Waktu inkubasi (hari)
Serat total (%)
Ntotal (%)
Rendemen (%)
BETN (%)
Lemak total (%)
10
44,82
0,45
96,90
28,31
0,49
20
42,46
0,78
94,44
28,23
0,48
30
41,67
0,85
94,80
26,78
0,36
**
**
n.s.
n.s
**
F- calc
Keterangan: *Berbeda nyata P<0,05, n.s.= tidak nyata,.** Berbeda nyata P<0,01
312
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
1
serat total x100
Kadar (%)
0.8
N total
0.6 Lemak total
0.4 0.2 0 10
20
30
Waktu inkubasi (jam) Gambar 1. Pengaruh waktu inkubasi (fermentasi) (hari) pada N total, lemak total, dan serat total dalam bag log sisa media jamur
Lemak total Setelah pengomposan 10 hari, kandungan lemak total menjadi berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh konsumsi lemak oleh mikroba yang tumbuh dalam media kompos TKS (CHANG and MILE, 1989). Kandungan lemak total yang tinggi umumnya kurang baik untuk pakan ternak disebabkan adanya bau tengik (rancidity) selama penyimpanan. Pada perlakuan dengan waktu fermentasi yang berbeda, kandungan lemak total selama 10, 20, dan 30 hari berturut-turut berkurang dari 0,49%; 0,48% dan 0,36% (Tabel 4, Gambar 2). Selain untuk sumber energi lemak juga berguna untuk meningkatkan selera makan ternak (Suwadji et al., 1999).
Kadar (%)
1 0.8
Serat total x 100
0.6
N total
0.4 Lemak total
0.2 0 0
5
10
Waktu inkubasi (jam)
Gambar 2. Pengaruh penambahan kapas limbah (%) dalam bag log sisa media jamur pada kadar N, serat, dan lemak total
Bahan ekstrak tanpa N (BETN) BETN adalah kandungan komponen karbohidrat dan pati setelah dikurangi kandungan air, protein total, serat total , lemak dan abu. Karbohidrat dan pati sangat penting sebagai nutrisi jamur (WOOD, 1974); SUHADI et al., 1989). Waktu inkubasi dan perlakuan sterilisasi tidak berpengaruh pada kandungan BETN (Tabel 2). Selama pengomposan 10 hari terlihat BETN meningkat dari 2,0% 313
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
menjadi 15,0% (Tabel 1). Proses pencernaan dalam lambung ternak ruminan sangat ditentukan oleh keberadaan dan aktifitas bakteri rumen. N bukan protein dapat disintesakan oleh bakteri rumen menjadi sumber N yang dapat dimanfaatkan. Tabel 5. Pengaruh sterilisasi pada analisis bahan kering, bahan organik dan abu dalam TKS sisa jamur dalam bag log Perlakuan
Bahan kering (%)
Bahan organik (%)
Abu (%)
Iradiasi *
97,22
87,91
12,09
otoklaf *
97,36
88,62
11,38
Rumput
89.62
82,61
17,39
Keterangan: * TKS dalam bag log sisa pertumbuhan jamur
Table 6. Efisiensi kecernaan TKS (semi in-vitro) sisa serat bag log jamur dalam bahan organik dan bahan kering (%) selama 16-48 jam bahan organik (%) Perlakuan
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
TKS iradiasi*
7,46± 1,22
12,86 ± 0,59
11,98 ± 0,79
12,66 ± 0,13
TKS otoklaf*
12,83 ±1,83
13,04± 0,59
14,28± 0,47
14,88± 0,13
Rumput
30,63± 0,43
39,90 ±1,01.
43,54± 0,20
43,92 ± 0,51
bahan kering (% Perlakuan
6 jam
12 jam
24 jam
48 jam
TKS iradiasi*
9,92 ± 0,17
15,31± 0,40
15,72 ± 0,74
13,43± 0,12
TKS otoklaf*
16,53± 1,74
17,14± 0,97
18,74± 0,47
17,79± 1,46
Rumput
22,13± 0,49
33,48± 0,66
37,50 ± 0,27
43,16 ± 0,70
Keterangan: * TKS dalam bag log sisa pertumbuhan jamur
Percobaan 3, Efisiensi kecernaan Efisiensi kecernaan (%) seperti terlihat dalam Tabel 6 menunjukkan bahwa bahan kering TKS meningkat selama masa inkubasi dari 6, 12, 24, dan 48 jam baik yang diperlakukan dengan sterilisasi cara radiasi maupun dengan pemanasan secara otoklaf. Secara sterilisasi iradiasi dari 9,92% menjadi 15,43% dan secara pemanasan otoklaf dari 16,53% menjadi 17,79%. Rumput sebagai pakan basal ternak ternyata dicerna baik sekali dibandingkan TKS yaitu dari 22,13% menjadi 43,16%. Tabel 6 juga menunjukkan laju efisiensi kecernaan semakin meningkat pada bahan organik TKS yaitu 7,46% menjadi 12,65% pada perlakuan iradiasi, dari 12,83% menjadi 14,88% pada pemanasan otoklaf. Efisiensi kecernaan bahan organik pada rumput ialah 30,63% menjadi 43,92% selama waktu inkubasi dari 6 sampai dengan 48 jam. Berdasarkan nilai hasil efisiensi kecernaan tersebut, TKS kemungkinan dapat digunakan sebagai pakan tambahan disamping rumput sebagai pakan utama.
314
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
jamur (TKS kering)
x 107 sel/g TKS
6 5 4
jamur (TKS basah)
3
Bakteri (TKS kering)
2 1 0 0
10
20
30
40
Bakteri (TKS basah)
Dosis irradiasi
Eff. kecernaan BK (%)
Gambar 3. Pengaruh dosis iradiasi terhadap jumlah bakteri dan kapang dalam TKS kering dan basah. TKSserat tandan kosong kelapa sawit
50 40 irr. TKS oto. TKS rumput
30 20 10 0 6
12
24
48
Waktu inkubasi (jam) Gambar 4. Efisiensi kecernaan terhadap bahan kering dalam percobaan semi in-vitro (%) untuk 6, 12, 24 dan 48 jam dari TKS dan rumput. Ir. TKS-TKS yang berasal dari bag log jamur pada perlakuan iradiasi. Oto. TKS- idem otoklaf. TKS-tandan kosong kelapa sawit.
Serat TKS *analisis proksimat untuk protein, lemak, abu, dan BETN TKS dikomposkan (10 hari) ditambah dedak, CaCO3, dan pupuk N Bibit jamur C. cinereus diinokulasikan ke bag log untuk waktu inubasi 30 hari Sisa TKS dalam bag log setelah inkubasi 30 hari digunakan untuk pakan ternak dan pupuk *analisis kimia Gambar 5. Diagarm alir pertumbuhan jamur dalam serat tandan kosong kelapa sawit
315
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
KESIMPULAN Bakteri lebih bersifat toleran tahan iradiasi sampai dengan 40 kGy, disamping kapang (10 kGy). Perlakuan penambahan 0%, 5%, dan 10% berpengaruh pada semakin berkurangnya kandungan serat berturut–turut 47,29%, 44,82% dan 41,67%. Inkubasi (fermentasi) jamur dalam bag log 10, 20, dan 30 hari berpengaruh pada semakin berkurangnya kandungan serat total masing-masing 44,82%; 42,46%dan 41,67%. Berkurangnya kadar serat dapat meningkatkan koefisien cerna dalam rumen ternak yang berarti pemanfaatan serat sawit dapat lebih efisien. Kandungan N serat TKS semakin meningkat setelah pengomposan dari 0,23% menjadi 0,42%. Pengaruh penambahan kapas limbah dan waktu inkubasi 10, 20, dan 30 hari secara nyata dapat meningkatkan N total 0,45%; 0,78% dan 0,85%.Hasil peningkatan N ini dapat menunjang nutrisi pakan . Efisiensi meningkat selama masa inkubasi dari 6, 12, 24, dan 48 jam. Secara sterilisasi iradiasi dari 9,92% menjadi 15,43% dan secara pemanasan otoklaf dari 16,53% menjadi 17,79%. Rumput sebagai pakan basal ternak ternyata dicerna baik sekali dibandingkan dengan TKS yaitu dari 22,13% menjadi 43,16%. Laju efisiensi kecernaan semakin meningkat pada bahan organik TKS yaitu 7,46% menjadi 12,65% pada perlakuan iradiasi dari 12,83% menjadi 14,88% pada pemanasan otoklaf. Efisiensi kecernaan bahan organik pada rumput ialah 30,63% menjadi 43,92% selama waktu inkubasi dari 6 sampai dengan 48 jam. Dengan hasil tersebut diharapkan serat TKS dapat digunakan sebagai pelengkap pakan selain rumput. DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1980. Official Method of Analyses of The Assosiation of Official Agriculture Chemists. (AOAC) Washington DC. 132–220. ARORA, S.P. 1989. Microbe Digestion in ruminant cattle. Gajah Mada Univ. Press, p.12 ANONIM. 1992. Statistik Perkebunan Indonesia 1980-1992. Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia, Jakarta. ANONIM. 1996. Palm Oil, farm operation, utilization and marketing. Penebar Swadaya, Jakarta. p. 86. CHANG, S.T. and P.G. MILES. 1989 Edible Mushroom and Their Cultivation. 2 nd Edition CRC. Press Inc Florida. 482p. DARMAWI dan E. SUWADJI. 1996. Pertumbuhan jamur kayu pada beberapa limbah pertanian yang diiradiasi dengan sinar gamma. Risalah Pertemuan Ilmiah APISORA-BATAN, 9-10 Januari, Jakarta. DARMAWI dan E. SUWADJI. 1996. Pertumbuhan jamur kayu pada beberapa limbah pertanian yang diiradiasi dengan sinar gamma. Risalah Pertemuan Ilmiah APISORA-BATAN, 9-10 Januari, Jakarta. IBRAHIM, G., N. LELANANINGTYAS, I. IRAWAN, E. RUSYAM dan SRI UTAMI. Pengaruh sinar gamma dan inokulasi jamur terhadap koefisien cerna serat TKS. Risalah Ilmiah Jabatan Fungsional II, 28 Maret, Jakarta. KIRK T.K., T. HIRUGUCHI and H.M. CHANG. 1980. Lignin Biodegradation. Chemical and Potential Appliction. CRC Press Inc. Florida 378p. KUME, T,S. MATSUHASHI and S. HASHIMOTO. 1993. Utilization of agro–resources by radiation treatment. Production of animal feed and mushroom from oil palm wastes. Radiat. Phys. Chem. 42 (4-6): 727–730.
316
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2001
MAYNARD, L.A. and J.K. LOOSLI. 1969. Animal Nutrition. Sixth ed McGraw–Hill Book Co, Inc New York, 137–165. SUPRAPTI, S. 1988. Pertumbuah jamur tiram dalam serbuk gergaji dari 5 jenis kayu. J. Pen. Hasil Hutan 5(4): 207–210. SUHADI, H., NASTITI dan TAJUDIN 1989. Biokonversi pada pemanfaatan limbah agroindustri. IPB Bogor p.12 SUWADJI, E. 1996. Pertumbuhan jamur Coprinus JP dan Coprinus sp. Dalam tandan kosong kelapa sawit. Seminar Mikrobiologi Lingkungan II, Bogor, 9-10 Oktober. SUWADJI, E., DARMAWI dan ISMIYATI SUTARTO. 1999. Reutilization of irradiated Agricultural by-products for mushroom cultivation. Journal Stigma. Universitas Andalas. Vol. VIII. WOOD, D.A. 1974. Microbiology for composts. Mushroom J.p.14–17.
DISKUSI Pertanyaan: Apakah yang anda maksudkan dengan efisiensi kecernaan ? Apakah jamur C. cinereus tidak mengandung toksin untuk digunakan sebagai bahan kompos serat sawit Jawaban: Persentase perubahan pakan setelah dicerna oleh hewan ruminansia (sapi, kambing) menjadi badan organik dan bahan kering selama waktu inkubasi tertentu. Jamur C. cinereus bersifat kosmopolitan dan tidak mengandung toksin yang berbahaya pada proses pengomposan serat sawit.
317