Kerja dalam proses
Memecah Belenggu Korupsi Sistemik Menggunakan Teknik Perencanaan Proyek Berorientasi Tujuan untuk Mengkaji Strategistrategi Anti-Korupsi Secara Mendalam
Richard Holloway Penasehat Program Anti-KKN Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia Agustus 2002
1
DAFTAR ISI Latar Belakang………………………………………………………..
3
Pohon Masalah Korupsi di Indonesia………………………………. Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Indonesia …………….
7 8
Tahap 1: Sektor-sektor Umum……………………………………. (Pohon Masalah, Pohon Tujuan, Ide-ide Program) Manajemen Sumber Daya Manusia…………………………… Manajemen Pengeluaran Publik ………………………………. Manajemen Lingkungan Tata Peraturan ……………………… Sikap dan Perilaku………………………………………………..
9
Tahap 2: Sektor-sektor Tata Pemerintahan…………………….. (Pohon Masalah, Pohon Tujuan, Ide-ide Program) Kepegawaian……………………………………………………… Sektor Peradilan………………………………………………….. Bisnis………………………………………………………………. Lembaga Legislatif……………………………………………….. Partai Politik………………………………………………………. Pemerintah Daerah………………………………………………. Masyarakat Sipil………………………………………………….. Lembaga Audit Publik……………………………………………. Lampiran 1: Lampiran 2:
Strategi Beraras Banyak (Multi Pronged)…………….. Akibat-akibat Korupsi pada Indonesia dan pada orang Indonesia………………………………
10 13 16 19 22 23 26 29 31 34 37 40 43 46 49
2
Memecah Belenggu
Korupsi Sistemik
Menggunakan Teknik Perencanaan Proyek Berorientasi Tujuan untuk Mengkaji Strategi-strategi Anti-Korupsi Secara Mendalam
Latar Belakang Dalam melaksanakan kegiatannya Kemitraan seringkali dihadapkan pada masalah bahwa korupsi di Indonesia telah menyatu dengan sistem (sistemik), bahwa sistem tersebut tampaknya tak dapat ditembus, dan bahwa tampaknya tidak mudah untuk menemukan cara untuk menembus sistem tersebut dan menghancurkannya1. Banyak usulan strategi anti-korupsi dari pengalaman negara-negara lain, atau teori anti-korupsi, namun tampaknya tak ada yang efektif2. Penting bagi kita untuk menemukan teknik merancang strategi anti-korupsi yang (a) berdasar pada realitas Indonesia, dan (b) dapat memecahkan belenggu yang seolah tak dapat ditembus dari sistem yang tertutup tersebut. Untuk memberi gambaran akan apa yang saya katakan, ijinkan saya mengambil contoh para pegawai negeri yang mencuri aset Negara untuk dimasukkan ke dalam kantong pribadi mereka sendiri. Pendapatan sangat besar yang diserap para pegawai negeri dari penebangan liar dapat menjadi model sistem yang jungkir-balik tersebut. Jika kita dapat menemukan orang semacam itu, dapat dipastikan bahwa: • •
•
•
• •
1
Perilaku orang tersebut dibiarkan (bahkan mungkin malah dibantu) oleh atasannya yang menerima sebagian dari uang yang didapat. Sangat mungkin pula sang atasan telah membantu terciptanya sistem perilaku yang korup dengan menjual kepada pegawai yang bersangkutan posisi yang kini didudukinya, sehingga (secara implisit) mendorong sang pegawai negeri untuk memulihkan investasi yang telah dikeluarkannya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang korup. Kemungkinan besar beberapa persen dari pendapatan ilegal tersebut juga disalurkan kepada pejabat-pejabat yang lebih senior dalam Departemen – orang yang seharusnya menunjukkan komitmen politik untuk menghentikan praktek-praktek korup. Jika seseorang ditemukan telah melakukan korupsi, tidak ada insentif bagi bagian audit internal untuk menanganinya karena mereka seringkali juga mengandalkan pendapatan dari menerima suap untuk mengabaikan kasuskasus semacam itu. Jika pelaku korupsi tersebut diseret ke pengadilan, masyarakat sudah mengetahui bahwa para hakim dapat dibeli oleh penawar tertinggi. Bila masyarakat bergerak dan mengajukan tuntutan-tuntutan melalui DPR, pengalaman memperlihatkan bahwa para anggota DPR juga dapat dibeli, dan bahwa kalangan Eksekutif telah berpengalaman dalam menyepakati
Menghancurkan atau menumbangkan (kata Inggris subvert): Robert Klitgaard, guru para aktifis anti-korupsi, belakangan ini telah bergeser dari “mengontrol korupsi” ke “menghancurkan korupsi,” menggunakan analogi penghancuran kerajaan-kerajaan kriminal atau mafia. 2 Indonesia dalam hal korupsi diperbandingkan dengan negara-negara bekas Uni Soviet (FSU). Negara-negara tersebut tampaknya juga mengalami korupsi sistemik. Bank Dunia belum lama berselang mengakui bahwa strategi mereka dalam memerangi korupsi di FSU tidak berjalan dengan baik dan perlu diperbaiki.
3 •
•
pembaruan, tetapi kemudian menunda-nunda dan praktis menetralisir pembaruan semacam itu. Pada saat yang sama retorika anti-korupsi disebarluaskan secara nasional, namun sarana efektif untuk memerangi korupsi tidak disediakan, atau disediakan tetapi tidak diberi dana atau hanya diberi dukungan hukum yang tidak efektif. Akhirnya, hanya ada sedikit sekali lembaga yang tidak dipenuhi praktekpraktek korup, dan sebagai akibatnya hanya ada sedikit model tentang bagaimana lembaga dapat berjalan dengan integritas.
Dihadapkan pada situasi semacam ini, apa yang dapat dilakukan para aktifis antikorupsi? Kami beranggapan bahwa jalan untuk memecahkan belenggu ini masih ada namun harus didasarkan pada (a) (b) (c)
suatu analisis logis atas realitas korupsi yang kita temukan sehari-hari kemampuan berpikir ke depan melampaui saat ini menuju dunia yang bersih dari korupsi sebagaimana kita kehendaki, dan kemampuan merancang proyek-proyek yang sesuai dengan (a) dan sekaligus mempertimbangkan (b).
Teknik yang umum dikenal sebagai “Perencanaan Proyek Berorientasi Tujuan” memberi kita perangkat untuk melakukan ini. Karya ini masih dalam tahap ”kerja dalam proses”: banyak hal baru akan disumbangkan oleh pihak-pihak lain, dan pembaca yang tertarik diundang untuk turut memberikan sumbangannya. Halamanhalaman berikut menyajikan contoh-contoh untuk bekerja melalui Masalah, Tujuan dan Program-program untuk isu-isu yang termasuk “sektor umum” dan kemudian sektor lembaga-lembaga tata pemerintahan yang penting. Banyak program yang menawarkan cara-cara mengurangi korupsi mulai dengan model atau contoh-contoh masyarakat atau lembaga-lembaga yang bersih dan mencoba menguraikan dari model-model itu – dengan menyesuaikan mereka dengan konteks Indonesia (atau negara lain)3. Menurut saya ini adalah cara memulai yang keliru. Kita perlu memulai dari masalah-masalah aktual yang disebabkan oleh korupsi di Indonesia, meninjau akibat-akibat yang ditimbulkan oleh masalah-masalah ini, mengkaji apa yang akan terjadi dalam konteks Indonesia dan akhirnya mencoba merancang program-program yang merefleksikan baik masalahmasalah tersebut maupun keadaan di masa depan yang kita inginkan. Ada dua hal yang telah membantu saya dengan proses seperti di atas. Yang pertama adalah serangkaian kegiatan yang didukung Kemitraan dalam beberapa waktu belakangan ini, yang telah mengidentifikasi bagaimana korupsi berlangsung di Indonesia. Hal kedua adalah kerja ADB yang sangat berharga dalam Penilaian Tata Pemerintahan Indonesia 2002 yang ditulis oleh Staffan Synnerstrom dan Owen Podger4. Kegiatan Kemitraan telah membantu mengklarifikasi cara bagaimana korupsi yang busuk dan meluas berlangsung serta siapa saja pihak-pihak pendukung fanatiknya. Sementara itu kerja ADB telah menyajikan analisis teliti atas struktur-struktur pendukung korupsi yang tidak selalu mudah dipahami. 3
Untuk contoh ini, silahkan melihat model beraras banyak (multi-pronged) yang dipergunakan Bank Dunia di negara-negara bekas Uni Soviet, dalam Lampiran 1. 4 Masih dalam bentuk rancangan.
4 Kerja Kemitraan Kemitraan telah menerbitkan 16 esai tentang berbagai aspek dari praktek-praktek korup di Indonesia dalam keempat volume bukunya “Mencuri dari Kaum Miskin”. Kemitraan juga telah menghasilkan suatu survai persepsi dan pengalaman akan korupsi dari rumah tangga, kalangan bisnis, dan pegawai negeri Indonesia. Lebih lanjut lagi Kemitraan telah melahirkan suatu studi penelitian aksi spesifik atas akibatakibat korupsi terhadap kalangan penghuni daerah kumuh perkotaan yang sangat miskin, dan persepsi mereka tentang korupsi. Kemitraan juga telah membentuk tim penasehat yang kuat dan meminta pandangan mereka atas titik-titik masuk ke dalam isu korupsi yang meluas, dan akhirnya lembaga ini telah mengumpulkan pendapat lebih dari 600 orang dari semua provinsi di Indonesia melalui rangkaian enam lokakarya di tingkat daerah5, yang selanjutnya melahirkan “Suatu Rencana Tindak (Action Plan) untuk Memerangi Korupsi di Indonesia”6 Kerja ADB ADB telah mengkaji faktor-faktor umum dari perilaku korup, khususnya pada Pemerintah Indonesia, dan telah menemukan asal-muasal korupsi pada kegagalan untuk menerapkan standar-standar yang kompeten dalam Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Pengeluaran Publik, dan Manajemen Lingkungan Tata Peraturan. ADB kemudian juga memperlihatkan bagaimana keterbatasan pada semua aspek manajemen tersebut telah menimbulkan masalah pada sektor-sektor yang biasanya membentuk tata pemerintahan yang baik dalam sebuah negara, termasuk Indonesia – Sektor Peradilan, Kepegawaian, Sektor Bisnis, Lembaga Legislatif, dll. ADB tidak meninjau dengan seksama Sikap-sikap dan Perilaku orang Indonesia – norma-norma dan pola hidup harian, dan standar-standar etis yang berlaku maupun tidak berlaku. Oleh karena itu, karya saya melengkapi kerja ADB dengan mengkaji korupsi melalui empat sektor umum: • • • •
Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Pengeluaran Publik Manajemen Lingkungan Tata Peraturan Sikap dan Perilaku
dan kemudian mengamati bagaimana korupsi berevolusi dari sektor-sektor umum ini ke dalam masalah-masalah spesifik dalam delapan sektor tata pemerintahan yang penting: • • • • • • • 5
Kepegawaian Peradilan Bisnis Lembaga legislatif Partai-partai politik Pemerintah Daerah and Desentralisasi Masyarakat Sipil
Laporan tentang lokakarya-lokakarya ini tersedia di Kemitraan dalam bahasa Inggris dan Indonesia: “Apa yang dapat dilakukan untuk memberantas KKN menurut Indonesia” 6 Juga tersedia di Kemitraan
•
5 Lembaga-lembaga Audit Publik
Salah satu alat analisis yang saya lihat sangat berguna adalah pembagian korupsi oleh Bank Dunia menjadi Korupsi State Capture dan Korupsi Administratif. Korupsi State Capture akan tercipta bila orang-orang korup menguasai proses pengaturan dan, dari atas, menciptakan hukum-hukum, kebijakan dan peraturan-peraturan yang secara khusus akan menguntungkan diri mereka sendiri. Korupsi Administratif lahir dari kelicikan dan keserakahan orang dengan cara mendistorsikan hukum-hukum, kebijakan-kebijakan dan peraturan yang berlaku untuk menguntungkan diri mereka sendiri. Buku ini dibagi dalam tiga bagian, dan ditulis sepenuhnya dalam diagram: 1.
Sektor-sektor Umum: • Pohon Masalah (Sebab, Masalah Utama, Akibat), • Pohon Tujuan (Sebab, Tujuan Utama, Hasil), • Ide-ide Program (Sasaran, Maksud, Output/Program)
2.
Sektor-sektor Tata Pemerintahan: • Pohon Masalah (Sebab, Masalah Utama, Akibat), • Pohon Tujuan (Sebab, Tujuan Utama, Hasil), • Ide-ide Program (Sasaran, Maksud, Output/Program)
Ide-ide program berfokus pada seperangkat masalah, dan terinspirasi oleh apa yang mungkin. Pada tahap ini kita menjawab pertanyaan “Apa yang mungkin dilakukan” tanpa mengulas “Bagaimana ini akan dilakukan”. Penting diperhatikan bahwa tahap ini juga memberikan asumsi-asumsi yang harus kita buat jika kita berpandangan masih ada kemungkinan untuk mencapai tujuan program-program ini. Bila diteliti secara realistik asumsi-asumsi tersebut wajar-wajar saja, mengingat kompleksitas dan saling keterkaitan dari korupsi di Indonesia Mereka yang tidak asing dengan metodologi akan mengenalnya sebagai GOPP (Goal Oriented Project Planning – Perencanaan Proyek Berorientasi Hasil) atau ZOPP (Ziel Orientiert Proyek Planung). Metode ini memberi orang kesempatan untuk memfokuskan diri pada program yang sesuai dengan keunggulan komparatif organisasi mereka dan lebih lanjut menyempurnakan Output dan Input yang perlu. Semoga booklet ini dapat membantu pembaca untuk bergerak mengatasi kesulitankesulitan yang melekat pada korupsi di Indonesia yang begitu kompleks, saling kaitmengkait serta meluas, dan kemudian merumuskan kemungkinan-kemungkinan program yang lebih spesifik, yang lahir dari pengkajian atas masalah-masalah nyata. Akibat-akibat Korupsi pada Indonesia Pada awal booklet saya menyajikan suatu diagram menyeluruh dari situasi korupsi di Indonesia, yang memperlihatkan (dari bawah ke atas) sektor-sektor umum, sektorsektor tata pemerintahan, korupsi state capture dan administratif, masalah utama dan kemudian akibat-akibat. Karena antusiasme untuk memerangi korupsi di Indonesia akan datang dari orang-orang Indonesia yang prihatin dengan akibatakibat korupsi di negara mereka, wajarlah bila kita meninjau lebih dekat akibat-akibat ini, khususnya karena penelitian Kemitraan telah memperlihatkan bahwa sejumlah orang di negara ini tidak terlalu peduli dengan korupsi, dan bahkan memetik
6 keuntungan dari korupsi . Ini selanjutnya diikuti dengan Pohon Masalah secara keseluruhan di mana kita merumuskan situasi di masa depan yang kita kehendaki. 7
Sumber-sumber Masalah-masalah yang disajikan diidentifikasi dari: • • • • • • •
7
Keempat buku “Mencuri dari Rakyat” yang disunting oleh Yayasan Aksara “Survei Korupsi Nasional” yang diterbitkan oleh Kemitraan bersama INSIGHT “Kaum Miskin Bersuara” diterbitkan oleh Kemitraan dan Bank Dunia, Indonesia “Penilaian Korupsi Partisipatif” oleh Kemitraan dan Bank Dunia di Indonesia “Country Governance Assessment Report” diterbitkan oleh Bank Pembangunan Asia, Indonesia (masih dalam konsep) Enam Lokakarya regional Anti-KKN yang diselenggarakan Kemitraan Kerja Komite Pengarah Kemitraan untuk Program Anti-KKN Kemitraan
Lihat Lampiran 2
7
Akronim dan APBD ADB AGO Anti-KKN AusAID BAWASDA BKN BPK BPKP BUMN Bupati CSO Depkeu DPR DPRD FCGI GOI GONGOs GTZ IBRA IrJen KKN LAN LSM non-sipil MENPAN MPR MPs Orde Baru Ormas Pemda SOE TCP3 WB
Singkatan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bank Pembangunan Asia Kejaksaan Agung Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Bantuan bilateral Australia Badan Waspada Daerah – lembaga audit tingkat Kabupaten Badan Kesejahteran Nasional Badan Pemeriksaan Keuangan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan Badan Usaha Milik Negara Pimpinan Eksekutif tertinggi di tingkat Kabupaten Civil Society Organisation – Organisasi Masyarakat Departemen Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Forum Tata Pemerintahan Perusahaan di Indonesia Pemerintah Indonesia LSM milik pemerintah Bantuan Teknis Pemerintah Jerman BPPN = Badan Penyehatan Perbankan Nasional Inspektorat Jendral – lembaga audit internal dalam departemen pemerintah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme – seruan Reformasi yang diacu oleh Parliamentary Stipulation of 1998 Lembaga Administrasi Negara LSM yang bekerja secara destruktif dan bukan demi pembangunan, misalkan LSM keagamaan yang radikal Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara Majelis Perwakilan Rakyat Anggota DPR Periode di bawah pemerintahan Soeharto Organisasi Masyarakat (atau Kemasyarakatan) Pemerintah Daerah State Owned Enterprise = BUMN RUU yang diusulkan DPR untuk mendorong partisipasi publik dalam mendiskusikan RUU-RUU baru World Bank = Bank Dunia
8
Pohon Masalah Korupsi
di Indonesia
Akibat Modal Finansial - Aset-aset finansial negara telah dicuri - Terus pindahnya asetaset negara ke tangantangan pribadi - Rendahnya pemasukan - Hilangnya investasi luar negeri langsung (DFI) - Informasi keuangan yang tak dapat diandalkan
Modal Sosial - Sistem peradilan telah rusak - Lembaga-lembaga negara tidak efektif - Penguasa dahulukan pendapatan pribadi daripada negara - Kurang pemahaman atau kesepakatan tentang praktek tata pemerintahan yang baik - Ketidakpercayaan pada institusiinstitusi publik - Informasi yang tidak dapat diandalkan tentang keadilan dan wewenang dalam organisasi
-
-
Modal Fisik Banyak Sumber Daya Alam telah hilang SDA yang ada alami erosi sehingga tak berkelanjutan Merosotnya infrastruktur nasional Konstruksi bermutu rendah karena korupsi standar bangunan Informasi yang tidak dapat diandalkan
Modal Manusia - Kemiskinan meningkat - Orang miskin tak dapat akses pelayanan pemerintah - Keresahan & vigilantisme - Kaum kriminal/preman beraliansi dengan partai politik - Orang tak dapat ambil bagian dalam tata pemerintahan - Penggunaan ketrampilan yang ada tidak efisien - Informasi yang tidak dapat diandalkan tentang kondisi masyarakat
BERLANGSUNGNYA PRAKTEKPRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIK DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama
Sebab-Sebab
-
State Capture
Korupsi Administratif
Aksi-aksi ilegal oleh perusahaan-perusahaan ataupun individu untuk mempengaruhi penyusunan hukum-hukum, kebijakan, peraturanperaturan demi keuntungan mereka
Pemberlakuan secara sengaja (baik oleh negara maupun pelaku non-negara) distorsi dalam hukumhukum, kebijakan, peraturan-peraturan yang ada demi keuntungan pribadi
Penegakkan Hukum Keadilan diperdagangkan Kurang Anggaran Campur tangan politik Yurisdiksi
Kepegawaian - Sistem patronase - Skala gaji yang kacau balau - Kelebihan pegawai - Jual-beli posisi - Dua anggaran
Bisnis - Campur tangan politik - Manajemen buruk - Perusahaan-perusahaan besar mempunyai sejarah kebal hukum
Lembaga Legislatif - Anggota DPR menerima suap - Anggota DPR tidak punya kode etik - Anggota DPR tidak mewakili pemilih - Tiada pengawasan
Manajemen Sumber Daya Manusia Kelemahan dalam: • Perekrutan • Peningkatan karir • Staffing • Pelatihan • Pendelegasian
Manajemen Pengeluaran Publik Kelemahan dalam: • Anggaran • Pembukuan • Audit • Staffing • Supervisi
Partai Politik - Kontribusi tidak dipantau - Memeras uang dari bisnis - Tidak ada kebijakan
Audit Publik - Konflik kepentingan di Irjen menghentikan upaya menangkap korupsi - Tidak ada tindak lanjut atas temuan-temuan BPK - BPKP melahirkan konflik kepentingan
Masyarakat Sipil - Campur tangan politik - Modalitas yayasan digunakan dengan lancung - LSM plat merah dan LSM non-sipil
Pemerintah Daerah - Mewarisi korupsi dari pemerintah pusat - Golongan Eksekutif menyuap legislatif - Tidak dapat melakukan supervisi terhadap Eksekutif
Manajemen Lingkungan Tata Peraturan Kelemahan dalam: • Menyusun hukum, kebijakan, peraturanperaturan • Mengkomunikasikan hal yang sama • Anggaran • Supervisi
Sikap dan perilaku Kelemahan dalam: • Menerima standarstandar etik • Bertoleransi terhadap perilaku ilegal • Menerima adanya kebal hukum • Menjalankan kekuasaan
9
Pohon Tujuan
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Hasil
Modal Finansial - Aset-aset finansial negara sebagian besar dapat dikuasai kembali - Diakhirinya perpindahan aset negara ke tangan pribadi - Pendapatan lebih tinggi - Meningkatnya investasi luar negeri langsung (DFI) - Informasi keuangan yang dapat diandalkan.
Modal Sosial - Meninggalkan sistem Peradilan yang rusak - Lembaga negara yang efektif - Penguasa memprioritaskan tujuan-tujuan negara di atas pendapatan pribadi - Pemahaman yang jelas dan konsensus tentang praktek tata pemerintahan yang baik - Kepercayaan pada institusi publik - Informasi yang dapat diandalkan tentang keadilan dan kekuasaan dalam organisasi
Tujuan Utama
Modal Manusia - Kemiskinan berkurang - Kaum miskin mulai akses pelayanan pemerintah - Situasi umum yang lebih damai - Partai politik tidak melibatkan para preman - Masyarakat ikut ambil bagian dalam tata pemerintahan - Ketrampilan yang ada dimanfaatkan dengan efisien - Informasi handal tentang kondisi masyarakat
Modal Fisik - Banyak Sumber Daya Alam dipulihkan - Erosi dari SDA yang tersisa dihentikan - Restorasi infrastruktur nasional - Peningkatan kualitas konstruksi - Informasi yang dapat diandalkan
JARANG TERJADINYA PRAKTEKPRAKTEK KORUP DI INDONESIA
Sebab-Sebab Tidak ada lagi Korupsi State Capture Penyusunan hukum-hukum, kebijakankebijakan, peraturan-peraturan demi kepentingan pribadi dihindarkan dengan komite-komite pengawas publik
Penegakkan Hukum - Keadilan tidak dijual beli - Cukup anggaran - Tiada campur tangan politik - Yurisdiksi yang jelas
Kepegawaian - Manajemen Sumber Daya yang profesional - Gaji dan fasilitas yang transparan - Staffing yang efisien - Perekrutan yang kompetitif - Satu anggaran
Bisnis - Tiada campur tangan politik - Manajemen yang baik - Tidak ada perusahaan besar kebal hukum
Lembaga Legislatif - Tidak ada suap - DPR punya Kode Etik - Anggota-anggota DPR mewakili para pemilih - Ada struktur pengawasan yang jelas
Manajemen Sumber Daya Manusia Kekuatan dalam: • Perekrutan • Peningkatan karir • Staffing • Pelatihan • Pendelegasian
Manajemen Pengeluaran Publik Kekuatan dalam: • Anggaran • Pembukuan • Audit • Staffing • Supervisi
Tidak ada lagi Korupsi Administratif Pemantauan publik atas penerapan sengaja dari distorsi-distorsi pada hukum-hukum, kebijakankebijakan, peraturan-peraturan demi keuntungan pribadi
Partai-partai Politik - Kontribusi terpantau - Tidak memeras perusahaan - Kebijakan yang jelas
Audit Publik - Irjen mencoba tangkap korupsi - Tindak lanjut dari temuan-temuan BPK - Tiada konflik kepentingan di BPKP
Masyarakat Sipil - Tiada campur tangan politik - Keterbukaan yang jelas dalam hal identitas hukum - LSM-LSM untuk kepentingan publik - Gerakan LSM
Pemerintah Daerah - Pembaruan korupsi dari pemerintah pusat - Kalangan Eksekutif tidak menyuap DPR - DPR dan DPRD melakukan supervisi terhadap Eksekutif
Manajemen Lingkungan Tata Peraturan Kekuatan dalam: • Membuat hukum-hukum, kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan • Mengkomunikasikan yang sama • Anggaran • Supervisi
Sikap dan perilaku Kekuatan dalam: • Menerima standarstandar etis • Menerapkan perilaku yang legal • Menentang kekebalan hukum • Menjalankan kekuasaan
10
Tahap 1: Pohon Masalah, Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi dan IdeIde Program untuk Sektor-sektor Lintas Bidang: • • • •
Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Pengeluaran Publik Manajemen Lingkungan Tata Peraturan Sikap dan Perilaku
11
Pohon Masalah Sektor Manajemen Sumber Daya Manusia Banyak pegawai negeri menghabiskan waktu mereka untuk mencari proyek-proyek yang mendatangkan penghasilan daripada mengerjakan pekerjaan mereka
Akibat-akibat
Banyak pegawai negeri tidak kompeten dalam mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada mereka
Masalah Utama
Banyak pegawai negeri dipekerjakan dengan tidak produktif
Pemerintah-pemerintah Daerah dibebani dengan jumlah pegawai yang tidak rasional dan yang sebenarnya tidak diminta
Para patron (pegawai negeri senior) menguasai hidup para klien (bawahan) dan menyuap mereka agar mendiamkan praktekpraktek korup
Banyak waktu dan talenta pegawai negeri tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIK DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Manajemen Sumber Daya Manusia Pegawai negeri yang ada (a) terlalu banyak dan sistem pangkat & golongan tidak berfungsi (b) ada posisi-posisi yang diperjualbelikan (c) training tidak berhubungan dengan fungsi: (d) sistem gaji yang kompleks dan pilih kasih
Kemungkinan Pembaruan Internal MENPAN, BKN, LAN belum tertarik pada pembaruan-pembaruan mendasar. Ada terlalu banyak kepentingan yang lebih menginginkan status quo. Kemungkinan Pembaruan Eksternal Banyak donor asing sangat tertarik untuk membantu pembaruan kepegawaian
Sebab-Sebab Perekrutan dan pemberian kerja tidak didasarkan atas kesesuaian antara kebutuhan dan ketrampilanketrampilan
Desentralisasi telah memperlihatkan adanya staffing yang tidak merata dan tidak masuk akal Ada sangat banyak pegawai honorer (kontrak) yang digaji sangat rendah dan tidak mempunyai hak sama sekali Gaji terdiri dari gaji pokok dan berbagai tunjangan – sebagian besar tergantung patron
Prosedur-prosedur perekrutan pegawai baru, mempekerjakan pegawai, promosi, evaluasi yang ada tidak profesional dan mengandung banyak peluang untuk nepotisme
Sistem kepangkatan dan golongan yang distandarisasi secara berlebihan sehingga menyebabkan alokasi SDM yang tidak rasional
Terlalu banyak pelatihan formal yang diarahkan untuk membina kesetiaan, tidak berhubungan dengan tuntutan tugas
Mereka yang dapat posisi dengan membeli harus memeras atau mencuri untuk memulihkan uang yang mereka pakai
Penggajian diambil dari anggaran rutin maupun anggaran pengembangan sehingga seringkali tak berkaitan langsung dengan kinerja
Hanya ada sedikit pelatihan untuk tugastugas dan peran-peran baru berkaitan dengan reformasi dan desentralisasi
Perekrutan tenaga baru, posisi-posisi, promosi dan pindah tempat di kalangan pegawai negeri diperjualbelikan oleh staf senior
Pelatihan yang bersifat etis telah dikalahkan oleh sistem patronase (pimpinan saja deh)
Masuk pegawai negeri perlu membayar suap
Sumpah pegawai sering diabaikan
12
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Manajemen Sumber Daya Manusia Pegawai negeri (pemerintah) menggunakan waktunya untuk mencoba melayani publik dan melaksanakan pembangunan
Hasil-hasil
Para pegawai negeri kompeten dalam melakanakan tugasnya
Pegawai negeri turut berkontribusi terhadap pembangunan
Pegawai negeri dipekerjakan dengan produktif
Distribusi pegawai negeri yang rasional sesuai dengan kebutuhan setiap daerah
Pegawai dengan hak-hak finansial dan hukum yang jelas yang tidak berada di bawah kebijaksanaan para pimpinan mereka
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama Manajemen Sumber Daya Manusia Sistem kepegawaian yang disusun berdasarkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan diberi penghargaan (gaji) serta susunan staf yang sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen Sumber Daya Manusia yang profesional
Kemungkinan Pembaruan Internal MENPAN, BKN, LAN tertarik dalam menerapkan langkah-langkah pembaruan Kemungkinan Pembaruan Eksternal Banyak donor asing sangat antusias untuk membantu dalam pembaruan kepegawaian
Sebab-sebab
Penunjukkan orang untuk tugas-tugas didasarkan pada kesesuaian antara kebutuhan dan ketrampilan
Kebutuhan staf berkaitan dengan desentralisasi dipertimbangkan dan diformulasikan ulang
Sistem pangkat dan golongan yang formal, melandasi adanya alokasi sumber daya manusia yang rasional
Pegawai honorer diintegrasikan ke dalam sistem kepegawaian yang formal
Kinerja dikaitkan dengan jelas pada kerja rutin atau kerja pembangunan, dan gaji dibayarkan sesuai dengan ini
Komposisi gaji transparan dan jelas, dan dijauhkan dari segala bentuk kebijaksanaan siapapun juga
Prosedur-prosedur perekrutan, pemberian pekerjaan, promosi, dan evaluasi ditangani secara profesional dan tanpa nepotisme
Pelatihan formal yang berkaitan dengan tugas yang dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas Diberikan pelatihan kembali untuk tugas dan peran-peran baru pegawai dalam kaitan dengan reformasi dan desentralisasi
Diberikan pelatihan etika dan pegawai negeri diwajibkan memegang Kode Etik pegawai
Pegawai negeri mentaati sumpah jabatan mereka
Posisi-posisi dalam sistem kepegawaian pemerintah tidak melibatkan investasi keuangan yang kelak harus didapat kembali Seluruh fungsifungsi manajemen sumber daya manusia dikelola dengan profesional dan tanpa suapmenyuap
Masuk menjadi pegawai negeri bersifat kompetitif
13
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk meningkatkan keprofesionalan pegawai negeri dengan menerapkan prinsip-prinsip dan praktek-praktek manajemen sumber daya manusia (SDM)
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Untuk menciptakan kepegawaian yang sesuai fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan diberi penghargaan serta dilengkapi dengan staf berdasarkan prinsipprinsip SDM Output/Program 1. Pemerintah-pemerintah daerah menegaskan apa dan berapa banyak pegawai negeri yang dibutuhkan dan mewujudkan kuota ini
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi Pegawai negeri diberi gaji yang setara dengan pegawai di sektor swasta
Pegawai negeri yang produktif dan efektif dalam hal pembiayaan serta memiliki semangat kerjay yang tinggi
Indonesia dapat menangani implikasi politik dari pengurangan pegawai negeri dengan baik
Daerah memiliki pegawai negeri yang terjangkau dari segi pembiayaan dan sesuai kebutuhan mereka
Tidak ada reaksi politik negatif yang menjadi penghalang
2. Revisi sistem eselon sedemikian rupa sehingga struktur dan posisi mengikuti fungsi dan kebutuhan
Para pegawai negeri bekerja dalam sebuah sistem yang diarahkan untuk menciptakan efisiensi dan produktivitas
Tidak ada reaksi politik negatif yang menjadi penghalang
3. Pelatihan pegawai negeri diperbarui agar lebih memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan
Semua pegawai negeri mendapat pelatihan yang mereka butuhkan untuk tugas yang harus mereka jalankan
Ada cukup banyak pelatih/ fasilitator untuk pelatihanpelatihan baru tersebut
4. Pelantikan pegawai negeri secara khusus menyinggung soal korupsi dan kode etik
Para pegawai negeri benar-benar memahami batas-batas perilaku yang dapat diterima
Ada yang bertindak sebagai semacam polisi untuk mengawasi pelanggaran kode etik
5. Ujian masuk menjadi pegawai negeri disupervisi untuk menghapus suap-menyuap
Para pegawai negeri mengetahui bahwa mereka memperoleh pekerjaan secara kompetitif. Negara memperoleh pegawai negeri yang lebih berkualitas
Ada mekanisme pengawasan yang ditetapkan
6. Jual-beli posisi-posisi pegawai negeri dihentikan
Pegawai negeri tidak berhutang budi pada patron ataupun terpaksa melakukan praktekpraktek korup untuk memulihkan kembali investasi mereka
Tidak ada reaksi politik negatif yang menjadi penghalang
14
Pohon Masalah Sektor Manajemen Pengeluaran Publik Akibat-akibat
Pendapatan dari luar anggaran yang bersifat tergantung atasan menciptakan sistem patronase
Institusi-institusi publik tidak mau melepaskan pendapatan gelap mereka
Lembaga legislatif (pusat maupun daerah) tidak terlalu mengetahui dan tidak mampu bertanggung jawab atas keuangan negara
Penguasaan BUMN-BUMN secara politis menjadi lebih penting daripada keuntungan atau produktivitas mereka Sulit untuk mengetahui biasa sesungguhnya dari programprogram
Tanpa pemasukan yang lebih besar dari pajak, tidak ada cukup sumber daya untuk menjalankan institusi publik tanpa pendapatan dari luar anggaran
Sangat sulit memperoleh pembeli untuk memprivatisasi BUMN
BUMN-BUMN menemui kesulitan untuk menjadi badan usaha yang menguntungkan karena dana-dana mereka sering diambil pemerintah
Baik lembaga legislatif (pusat/daerah) dan para pejabat Eksekutif berkolusi untuk memperoleh pengh
Negara hanya memperoleh nilai dan produktivitas yang buruk atas uangnya
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama
Manajemen Pengeluaran Publik Anggaran dan pengeluaran pemerintah RI tidak cukup disupervisi dan ini menyebabkan banyaknya peluang untuk perilaku korup
Kemungkinan Pembaruan Internal Sedikit/upaya-upaya pembaruan yang tidak efektif oleh Depkeu & Meneg BUMN Kemungkinan Pembaruan Eksternal Kecil kemungkinan mempengaruhi kecuali menunda bantuan
Sebab-sebab DPR/DPRD tidak melihat ataupun menyetujui anggarananggaran yang tidak resmi DPR/DPRD hanya menyetujui anggaran resmi: BPK hanya mengaudit anggaran resmi
Tidak ada Komisi “Rekening Publik” di DPR
Kolusi antara Pemda dan DPRD untuk setuju me-mark up anggaran APBD
Pendapatan dari luar anggaran dianggarkan dan dihitung dengan diam-diam
Pendapatan dari luar anggaran digunakan sebagai tambahan pendapatan pribadi dan menutup kekurangan program
Pendapatan dari luar anggaran tidak diaudit dan dipertanggungjawabkan kepada publik Institusi publik mencari dan menerima pendapatan dari BUMN-BUMN, mengelola bisnis sendiri (legal dan ilegal), dan pemerasan dari publik dan bisnis
Banyak peluang untuk praktekpraktek korup
Anggaran resmi tidak mencantumkan semua biaya program
Anggaran dengan sengaja dipisahkan ke dalam pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan Mata anggaran tidak berkaitan langsung dengan tujuan-tujuan kinerja
Manajemen keuangan yang tersebar di 30,000 rekening Tradisi dan praktek umum pembiayaan institusi publik dari sumber-sumber selain Departemen Keuangan
Sistem pengontrolan dan manajemen keuangan lemah
Korupsi sistematik dalam pengadaan barang dan manajemen proyek-proyek publik
Kolusi di antara para peserta lelang
Kegiatan program yang diproyekkan mengaburkan garis perintah & menciptakan biaya pengelolaan staf yang lebih tinggi
Mata anggaran dimark-up untuk menaikkan biaya guna memberikan pendapatan illegal baik bagi DPR/DPRD maupun pegawai negeri
Orang tidak mempunyai titik akses untuk memberi komentar atas rancanganrancangan anggaran
15
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Manajemen Pengeluaran Publik Hasil-hasil Manajemen tunjangan untuk staf dalam departemen-departemen pemerintah menjadi profesional dan berdasarkan peraturan Institusi-institusi publik menerima bahwa negara harus memiliki hanya satu anggaran
DPR tahu tentang sumbersumber daya milik Negara dan mampu bertanggungjawab atas keuangan negara
Pendapatan BUMN-BUMN dimanfaatkan untuk usaha lebih lanjut atau disalurkan ke anggaran negara
Pemerintah RI mengetahui biaya berbagai programnya
Pendapatan dari pajak ditingkatkan untuk menutupi kekurangan dana jika anggarananggaran tidak resmi dihapuskan
Pembeli tertarik mengambil alih BUMN yang menguntungkan untuk diswastanisasi
BUMN berhenti menjadi sapi perahan bagi pihak lain dan berhasil menjadi bisnis yang menguntungkan
DRR/DPRD dan Eksekutif bekerja sama dalam topiktopik pembangunan
Negara memperoleh keuntungan yang bagus dan produktivitas yang baik bagi uangnya
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Manajemen Pengeluaran Publik Anggaran dan pengeluaran Pemerintah RI mendapat supervisi yang memadai dan kesempatan berlaku korup dibatasi
Kemungkinan Pembaruan Internal Hanya ada sedikit upaya pembaruan yang tidak efektif oleh BKN dan MENPAN Kemungkinan Pembaruan Eksternal Ada tawaran bantuan dari Bank Dunia dan ADB
Sebab-sebab DPR memastikan bahwa semua sumber dana dimasukkan ke dalam anggaran resmi DPR menyetujui satu anggaran yang akan diaudit BPK. Tidak ada sumber pendanaan yang lain Ada “Komite Rekening Publik” di DPR yang mengawasi anggaran dan pembukuan pemerintah
Pemda dan DPRD bekerja sama untuk menciptakan anggaran yang efektif
Tidak ada pendapatan dari luar anggaran untuk institusi publik
Kecil kemungkinan timbulnya praktek-praktek korup
Seluruh pendapatan yang diperoleh institusi publik sah, disalurkan melalui Departemen Keuangan, dan disetujui oleh DPR
Anggaran resmi mencantumkan seluruh biaya program-program
Seluruh anggaran sektor publik disalurkan melalui Departemen Keuangan
Proses pengadaan barang dan jasa (procurement) dan manajemen proyek-proyek publik ditangani dengan integritas tinggi
Peserta tender berkompetisi berdasar aturan dan tanpa kolusi Aturan-aturan menyangkut pengeluaran dari anggaran rutin atau anggaran pembangunan jelas dan ditaati
Kegiatan-kegiatan program hanya melibatkan staf manajemen dan supervisor yang memang benar-benar
Mata anggaran berkaitan dgn tujuan kinerja (performance) Rekening bank menjadi lebih sedikit dan lebih terkelola baik Adanya sistem pengontrolan dan manajemen keuangan yang kuat
Setiap mata anggaran mencerminkan biaya program yang sesungguhnya Publik memperoleh akses yang sah untuk memberi masukan pada rancangan anggaran
16
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Manajemen Pengeluaran Publik dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI:
untuk menciptakan Hukum-Kebijakan-Peraturan (HKP) pengeluaran publik yang lebih mempunyai kekuatan dan menjamin agar perangkat ini mendapat supervisi (termasuk pengawasan publik)
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi Mereka yang merancang, menerapkan dan melakukan supervisi HKP untuk manajemen pengeluaran publik bukan orangorang yang korup
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Menjamin agar anggaran dan pengeluaran pemerintah disupervisi dengan memadai, mudah diakses publik, dan membatasi peluang timbulnya perilaku korup
Semua pengeluaran yang direncanakan pemerintah disepakati dalam satu anggaran yang terpadu. Publik mempunyai pengaruh/ suara dalam meneliti anggaran.
DPR dan pemerintah setuju untuk secara efektif menghapus keuangan yang berasal dari luar anggaran dan membuka proses penentuan anggaran kepada publik
Output/Program 1. Penelitian dan publikasi atas besar dan meluasnya anggaran yang tidak resmi
Masyarakat mengetahui parahnya masalah anggaran tak resmi ini dan kerugian yang ditimbulkannya
Departemen-departemen pemerintah mau membuka rahasia-rahasia mereka
2. Pemerintah menyusun dan DPR meneliti satu anggaran terpadu
Satu anggaran disetujui DPR/DPRD
DPR dan pemerintah yakin bahwa ini semua demi kepentingan Indonesia
3. Membentuk Komite Rekening Publik di DPR/DPRD
Komite Rekening Publik mengawasi anggaran dan pembukuan pemerintah di DPR dan DPRD
DPR/DPRD memandang ini semua sebagai yang terbaik bagi kepentingan bersama. Ada tenaga trampil yang mampu duduk dalam Komite.
4. Menyusun peraturan dan ketetapan yang lebih baik menyangkut pengadaan barang/jasa dan membentuk badan pemantau untuk mengawasi penerapannya.
Tender diumumkan, penawaran diterima, dan para kontraktor dipilih dengan penuh integritas dan jujur
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan proses ini.
5. Para pegawai pemerintah mengelola proyek dengan efisien dan dengan staf pengawas minimal yang perlu dan dengan perkiraan anggaran yang jujur
Program-program mencapai tujuan dengan efisien dan biaya yang efektif
Mereka yang selama ini memetik keuntungan dari “pemroyekkan” (para pimpinan proyek) tidak mengacaukan proses ini
6. Para manajer BUMN membuat perusahaan menguntungkan
BUMN-BUMN memberi pemasukan kepada negara baik melalui keuntungan atau penjualan kepada investor
Mereka yang biasa memanfaatkan BUMN sebagai sumber perahan tidak mengacaukan proses ini
17
Pohon Masalah Sektor Manajemen Lingkungan Tata Peraturan NB: HKP = Hukum-hukum/Kebijakan-kebijakan/Peraturan-peraturan Akibat-akibat Publik marah dan frustrasi. Dalam hal kaum miskin, mereka menjadi semakin miskin
HKP baru mengabaikan keprihatinan-keprihatinan publik
Aset-aset negara beresiko tercaplok HKP baru yang disusun oleh orangorang korup.
HKP baru tidak mendapat dukungan publik
Korupsi menjadi norma dan hasil alamiah yang diharapkan dari HKP baru
Kemampuan untuk merevisi dengan efektif bagianbagian HKP baru yang tidak berfungsi terbatas
Biaya berbisnis meningkat
Publik (termasuk bisnis) dieksploitasi dan diperas oleh para ‘penjaga gawang’
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIK DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah-masalah Utama Penyusunan Kebijakan & Lingkungan Tata Peraturan HKP menawarkan kesempatan korupsi melalui manajemen yang lemah atau supervisi yang lemah yang sengaja dirancang untuk tujuan-tujuan korup (state capture)
Kemungkinan Pembaruan Internal Prosedur pembaruan yang ada tak cukup untuk menangani masalah yang teridentifikasi Kemungkinan Pembaruan Eksternal Donor-donor asing tidak tahu dari mana harus memulai
Sebab-sebab Kurangnya makalah-makalah posisi untuk diskusi sebelum diundangkan
Beberapa HKP sulit, atau bahkan tidak mungkin untuk ditegakkan
Besar kemungkinan perilaku korup akan tertanam dalam institusi-institusi baru
Kurangnya konsutasi sistematik dengan publik atau kelompok-kelompok kepentingan untuk HKP baru
HKP yang ada saling tumpang tindih, berlawanan dan dibiarkan adanya keleluasaan untuk menginterpretasi
Beberapa HKP memang sengaja dirancang untuk menciptakan peluang korupsi
Hal-hal yang seharusnya ditentukan hukum malah diatur dalam peraturan dan keputusan pemerintah
Ada kesenjangan2 besar dalam HKP
Banyak HKP yang perlu belum dipersiapkan
Tidak ada proses untuk menganalisis dampak hukumhukum atau peraturan baru
Pemerintah paksa institusi baru untuk mencari sendiri pendapatan di luar anggaran mereka
Pemerintah mengalokasikan anggaran yang tidak cukup
Pemerintah tidak miliki proses untuk mempertimbangkan konsekuensi anggaran atau implikasi hukum dari HKP yang baru
Para penjaga gawang memliki kesempatan dan menganggap diri berhak menuntut biaya pelayanan yang lebih tinggi dari yang resmi
Rincian, khususnya implikasi biaya dari HKP-HKP tidak diketahui oleh publik
18
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Manajemen Lingkungan Tata Peraturan (Catatan: HKP = Hukum-hukum, Kebijakan-kebijakan, Peraturan-peraturan)
Hasil-hasil Masyarakat dapat menerima biaya yang ditetapkan
HKP baru menampung keprihatinankeprihatinan publik
Ada badan-badan perlindungan dan pengawasan yang akan menjamin bahwa HKP tidak ditunggangi oleh orang-orang korup
HKP baru memiliki mekanisme untuk diskusi publik
Biaya bisnis dapat diperkirakan dan terbatas
HKP yang disusun berdasarkan kepentingan pihak tertentu disusun ulang atau dihapuskan untuk mengurangi kesempatan korupsi
HKP tersusun dengan baik sehingga kemungkinan korupsi diperkecil
Publik termasuk kalangan bisnis jelas tentang biaya-biaya yang berkaitan dengan HKP
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama Lingkungan Penyusunan Kebijakan dan Tata Peraturan HKP disusun, dikelola dan diawasi dengan baik dan korupsi state capture diberantas
Sebab-sebab
Dikeluarkan Makalah-makalah posisi untuk diskusi sebelum HKP baru diluncurkan
Masyarakat atau kelompok-kelompok kepentingan diberi ijin resmi untuk berpartisipasi dalam diskusi tentang HKP yang baru
Hal-hal penting ditentukan oleh UU, bukan dekrit atau peraturan pemerintah
HKP disusun ulang untuk menjamin agar realistik dan mungkin diterapkan
HKP yang ada disusun ulang untuk menjamin tidak ada saling tumpang tindih; kontradiksi serta diskresi diminimalisir
Kesenjangan dalam HKP tinggal sedikit
Semua HKP yang dibutuhkan telah dipersiapkan
Kemungkinan bahwa perilaku korup merasuki institusi-institusi baru dicegah
HKP dikaji dengan seksama untuk melihat apakah sengaja disusun untuk menciptakan peluang korupsi dan hal ini dihalangi
Ada proses-proses untuk mengkaji dampak HKP yang baru
Kemungkinan Pembaruan Internal Prosedur-prosedur pembaruan yang ada tidak memadai untuk menangani masalah-masalah yang telah diidentifikasikan Kemungkinan Pembaruan Eksternal Ada kemauan baik dari para donor luar negeri namun mereka paham bahwa praktek-praktek korup telah mengakar dalam
Pemerintah menerima bahwa anggaran suatu departemen harus cukup untuk operasional tanpa mencari uang ekstra
Penjaga pintu (perijinan) meminta pembayaran yang resmi sesuai yang digariskan HKP
Pemerintah sediakan anggaran cukup untuk tugastugas yang perlu dilakukan
Masyarakat mengetahui biayabiaya yang berkaitan dengan HKP
Pemerintah RI memiliki proses untuk mengkaji anggaran yang dibutuhkan dan implikasi hukum dari HKP yang baru
19
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Manajemen Lingkungan Tata Peraturan dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: meningkatkan rancangan, manajemen dan supervisi hukum, kebijakan dan peraturan melalui ketrampilan manajemen yang lebih besar dan partisipasi masyarakat
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Memperbaiki rancangan, manajemen dan supervisi proses penyusunan hukum-hukum, kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi Pembaruan-pembaruan dapat disepakati, diloloskan dan dilaksanakan
Hukum, kebijakan dan peraturanperaturan yang telah dikembangkan dengan baik dan diperiksa di berbagai tingkat untuk kemungkinan suksesnya
Pemerintah melihat nilai peningkatan-peningkatan ini bagi Indonesia dan dapat mengatasi kerakusan serta keserakahan pribadi-pribadi yang korup
Masyarakat hanya membayar apa yang wajib mereka bayar secara hukum.
“Para penjaga pintu” disupervisi untuk menjamin agar mereka hanya meminta biaya-biaya ini.
2. Membentuk suatu sistem untuk meneliti implikasi anggaran dan implikasi hukum dari HKP baru sebelum dirancang dan dijadikan hukum.
Hanya HKP yang mungkin diterapkan (feasible) yang akan disetujui.
Sistem untuk meneliti ini akan melibatkan sebanyak mungkin pihak yang berkepentingan.
3. Membentuk sistem untuk meneliti peluang korupsi dari HKP baru sebelum dirancang dan dijadikan hukum.
Peluang korupsi melalui HKP baru diminimalisir.
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan proses ini. Sistem untuk meneliti ini akan melibatkan sebanyak mungkin pihak yang berkepentingan.
4. Membentuk sistem untuk melibatkan masyarakat dalam mendiskusikan HKP baru (TCP3).
HKP-HKP baru akan menangani keprihatinan-keprihatinan masyarakat.
Ada pihak-pihak berkepentingan dari publik yang dapat diidentifikasikan.
5. Membentuk sistem untuk meriset dan membongkar praktek-praktek korup dari HKPHKP yang ada.
Meluasnya atau tingkat parahnya korupsi state capture akan diketahui umum dengan baik
Dapat menemukan penelitipeneliti.
6. Menyusun ulang HKP yang ada yang tidak sesuai kepentingan bersama dan korup.
HKP-HKP yang kontra produktif dihapus atau disusun ulang
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan proses ini.
Output/Program 1. Mempublikasikan biaya-biaya berbagai pajak dan pungutan yang ada dan yang sudah disepakati.
20
Pohon Masalah Sektor Sikap dan Perilaku Akibat-akibat Masyarakat merasa bahwa reformasi/ pembaruan kian lama kian berlangsung dengan sangat terbatas
Meningkatnya frustrasi, kesinisan dan ketidakpuasan karena korupsi baik yang terjadi di masa lalu maupun sekarang tetap didiamkan saja
Masalah Utama
Sebab-sebab Masyarakat tidak mengetahui bagaimana harus melaporkan korupsi (atau kepada siapa)
Meningkatnya kemarahan kelas menengah pada berlanjutnya korupsi kecil-kecilan dalam pelayanan publik
Para pemimpin agama semakin mengapresiasi krisis moral di Indonesia
Tolerasi terhadap perilaku korup para pemimpin masyarakat
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Sikap dan Perilaku Sementara di satu sisi ada desakan kuat dari masyarakat untuk adakan pembaruan, khususnya di kalangan pegawai negeri, orang bersikap ambivalen terhadap korupsi, bertoleransi terhadap korupsi dan sekaligus mempraktekkannya
Hanya ada sedikit orang ataupun organisasi yang dapat dijadikan teladan bersih dari korupsi
Korupsi tidak dianggap sama dengan mencuri
Para pemimpin etis masyarakat tidak mengkampanyekan anti korupsi
Ketakutan akan balas dendam (yang beralasan) bagi orang yang membongkar korupsi
Bahasa yang digunakan untuk praktek-praktek korup bersifat toleran dan “abuabu” – tidak hitam dan putih
Ajaran agama Islam di Indonesia jarang memberikan petunjuk yang kuat dalam hal korupsi
Tak ada kurikulum etika di sekolah dan hanya sedikit organisasi yang mempunyai Kode Etik
Anak belajar perilaku-perilaku korup dari para orangtua mereka
Orang-orang yang lakukan korupsi tidak merasa malu dan tidak dipermalukan oleh masyarakat
Orang tidak dapat menyampaikan keluhan atau keprihatinan melalui wakil mereka dalam sistem partai
Adanya tradisi panjang pemerintah yang membuat informasi menjadi tidak transparan terhadap publik
Adanya tradisi kekebalan dan perlindungan terhadap pejabatpejabat publik
Media massa sering bongkar kasus korupsi tetapi kurang memberi petunjuk tentang langkah selanjutnya
Feodalisme, penjajahan Belanda, dan 32 tahun Orde Baru telah mengkondisikan orang untuk menerima korupsi sebagai normal Tradisi di kalangan pegawai negeri bahwa penghargaan berlaku untuk semua pekerjaan di luar tugas dasar rutin
Kemungkinan Pembaruan Internal Desakan publik untuk pembaruan kuat sementara kefrustrasian masyarakat meningkat karena tekanan semacam itu tampak tak efektif Kemungkinan Pembaruan Eksternal Donor asing tidak bekerja dalam bidang ini
Masyarakat tidak mempunyai gambaran jelas tentang apa yang bisa dianggap sebagai korupsi
Masyarakat tidak mengetahui dampak dan nilai dari hukum/ kebijakan/peraturan baru
Orang tidak mempercayai organisasiorganisasi yang diciptakan untuk menerima laporan korupsi
Orang-orang yang membongkar atau menentang korupsi seringkali menanggung konsekuensikonsekuensi sosial tertentu
Banyak bentuk perilaku yang di tempat lain dianggap memalukan di tempat yang berbudaya malu kuat ini malah tidak
Banyak organisasi masyarakat sipil tidak mempunyai pandangan soal korupsi ini
21
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Sikap dan Perilaku Hasil-Hasil
Semakin tumbuh kepercayaan di kalangan warga Indonesia bahwa upaya memerangi korupsi mulai mengalami kemajuan
Masyarakat semakin merasa bahwa reformasi mulai menampakkan hasilnya
Kemarahan kelas menengah pada korupsi yang terus berlangsung dalam penyediaan pelayanan digunakan untuk pembaruan praktek-praktek
Para pemimpin agama berada di garda depan dalam membongkar krisis moral di Indonesia
Media dengan sistematis mendidik publik tentang dampak menghancurkan dari korupsi
Koruptor-koruptor dipermalukan oleh warga
Mereka yang membongkar atau melawan korupsi benar-benar dilindungi
Kebebasan informasi diterapkan
Sedikit toleransi atas perilaku korup bahkan untuk orang-orang bergaji rendah
“Koruptor Kakap” dituntut/diseret ke pengadilan
PRAKTEK-PRAKTEK KORUP MENJADI LANGKA DALAM TATA PEMERINTAHAN DI INDONESIA
Tujuan Utama Sikap dan Perilaku Masyarakat menjadi sadar akan dampak menghancurkan dari korupsi pada masa depan Indonesia dan sebagai konsekuensi lebih lanjutnya menjadi siap untuk merubah perilaku mereka
Kemungkinan Pembaruan Internal Tekanan publik yang kuat menjelma menjadi pandangan politik yang diterima umum bahwa pemerintah harus serius menuntut para koruptor Kemungkinan Pembaruan Eksternal Pihak donor luar negeri siap bekerja sama dalam bidang ini
Sebab-sebab Informasi yang jelas kepada publik tentang bagaimana melaporkan korupsi Sistem pemilu baru berdasarkan pemilih yang membuat pemilih dapat menyampaikan keluhan
Media publik membongkar kasus-kasus korupsi sekaligus berkampanye untuk proses pengadilannya Masyarakat mempercayai lembaga-lembaga yang diciptakan untuk menerima laporan-laporan tentang korupsi
Diskusi publik yang semakin luas tentang cara-cara HKP menciptakan dan menyokong korupsi
Transparansi lebih besar dalam hal informasi pemerintah kepada publik
Kepemimpinan politik dalam era reformasi membuat menjadi jelas bahwa korupsi tidak dapat diampuni lagi
Sistem pemberian imbalan kepada pegawai negeri didasarkan pada produktivitas
Tekanan publik dan upaya mempermalukan yang diarahkan pada para koruptor
Korupsi didefinisikan dengan jelas dan dipublikasikan
Ada lebih banyak orang dan organisasi yang berintegritas dan hal ini dipublikasikan
Benar-benar ditunjukkan bahwa tradisi kebal hukum dan perlindungan bagi pejabat sudah berlalu
Korupsi dianggap sama dengan mencuri
Para pemimpin etik masyarakat berkampanye melawan korupsi
Para pemimpin masyarakat memakai bahasa yang jelas dan tegas dalam hal korupsi
Para guru agama Islam memberi pengarahan yang keras tentang korupsi
Orang-orang yang membongkar kasus korupsi dilindungi hukum
Etika (khususnya anti-korupsi) diajarkan di sekolah-sekolah
Ada kode etik dalam organisasiorganisasi
Para orangtua mendidik anak mereka bahwa korupsi adalah perbuatan tercela
Sebagian besar organisasi masyarakat sipil mempunyai dasar dan kebijakan antiKKN yang kuat
22
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Sikap dan Perilaku dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat Indonesia sehubungan dengan korupsi sehingga masyarakat menghargai dan mempraktekkan prinsip integritas, akuntabilitas dan keterbukaan
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Untuk mengajak warga Indonesia merubah sikap dan perilaku mereka dalam hal praktek-praktek korup. Output/Program 1. Kasus-kasus korupsi dipublikasikan oleh media yang juga berkampanya agar kasus-kasus tersebut dimejahijaukan.
Asumsi-asumsi Orang-orang Indonesia yang selama 32 tahun telah terkondisi oleh korupsi sekarang dapat merubah perilaku mereka
Orang-orang Indonesia jarang bertindak korup
Ada cukup banyak orang Indonesia yang benar-benar khawatir atas dampak destruktif korupsi
Publik sadar sepenuhnya akan luas dan dalamnya (parahnya) korupsi.
Pekerja-pekerja media tidak mendapat serangan fisik ketika sedang melakukan ini.
2. Media dengan sistematis mendidik publik tentang dampak destruktif korupsi dan apa yang dapat mereka lakukan untuk mengatasinya.
Publik sadar akan dampak destruktif korupsi dan akan apa yang dapat mereka lakukan untuk melawannya.
Orang-orang media tidak diserang.
3. Kepemimpinan politik yang kuat yang menggiatkan semangat anti korupsi.
Tercipta suatu fokus nasional dalam memerangi korupsi.
Para pemimpin politik meng-anggap ini sebagai kepentingan mereka sendiri.
4. Pemerintah mengadili koruptorkoruptor kelas kakap
Orang percaya bahwa tak ada satu orang pun yang kebal terhadap hukum
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan proses ini. Ada hakim dan jaksa yang mau bekerja dengan integritas dan sesuai hukum.
5. Mengeluarkan UU perlin-dungan bagi orang-orang yang membongkar korupsi.
Publik akan mengungkap praktekpraktek korup.
6. Para pemimpin agama di tingkat nasional mempromosikan perang atas korupsi.
Orang-orang Indonesia merasa harus memerangi korupsi seperti disarankan agama.
Para pemimpin agama di tingkat nasional merupakan pribadi-pribadi yang terhormat.
7. Lebih banyak orang menolak membayar pungutan-pungutan liar dan membuat sikap tegas mereka dilihat publik.
Publik merasa bahwa mereka dapat bergabung dalam suatu pergerakan populer untuk membasmi korupsi.
Orang-orang semacam itu tidak mendapat serangan.
8. Membuat dan menggunakan bahan-bahan pelajaran tentang korupsi untuk pendidikan formal maupun informal.
Publik memiliki bahan referensi untuk mengacu.
Dapat menemukan penulis-penulis untuk membuat karya semacam ini.
9. Membuat panduan-panduan yang jelas yang menguraikan tentang tata pemerintahan yang baik dan yang buruk untuk sektor-sektor kunci.
Ada kejelasan dan ada bahanbahan referensi.
Alat-alat ini akan dipergunakan.
Budaya rahasia dalam peme-rintah akan mengijinkan ini dapat terlaksana
23
Tahap 2: Pohon-pohon Masalah, Pohon-pohon Tujuan dan Ide-ide program untuk Sektor-sektor Tata Pemerintahan • • • • • • • •
Kepegawaian Sektor Peradilan Bisnis Swasta Lembaga Legislatif Partai-partai Politik Pemerintah Daerah Masyarakat Sipil Lembaga-lembaga Audit Publik
24
Pohon Masalah Sektor Kepegawaian Akibat-akibat
Sistem pegawai negeri lebih memilih orangorang yang di bawah optimal
Penghargaan diberikan kepada siapa saja yang mau membayar, tidak peduli bagaimana kompetensi mereka
“Sanksi-sanksi administratif” untuk perilaku korup berarti bahwa banyak dari pegawai negeri yang ada sudah diberi sanksi semacam itu di masa yang lalu
Bangun aliansi dengan unsurunsur kriminal untuk menguasai fungsi-fungsi “penjaga pintu”
Berlanjutnya perilaku feodal patron/klien di mana yang berkuasa memiliki kekuasaan sewenangwenang atas kehidupan para bawahannya
Adanya kepercayaan yang meluas bahwa jika punya uang orang dapat mengabaikan hakhak atau supremasi hukum
Orang-orang yang baik tidak dapat mengakses pelayanan pemerintah karena mereka menolak untuk membayar suap Kaum miskin tidak dapat mengakses pelayanan pemerintah karena mereka tidak mampu membayar suap
Standar pelayanan yang rendah dan dampak yang buruk pada pembangunan
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama Kepegawaian Struktur gaji, praktek-praktek administrasi dan manajemen yang secara sistematis mendorong orang untuk korupsi
Birokrasi karir dan sistem pengangkatan yang tertutup membuka peluang perekrutan dan penempatan yang korup
Sebab-sebab Insentif yang ada untuk memaksimalkan pendapatan baik dari sumber resmi maupun tidak resmi
Gaji pokok yang rendah
Kemungkinan Pembaruan Internal Prakarsa Pemerintah untuk memperbaruai sistem kepegawaian nasional tidak cukup dan tidak dilaksanakan dengan ketat Kemungkinan Pembaruan Eksternal ADB, GTZ dan WB menawarkan bantuan
Jual-beli posisi: investasi yang dikeluarkan diperoleh kembali melalui pemerasan
Jaringan patronase yang membiarkan adanya tambahan penghasilan baik legal maupun ilegal sesuai kebijaksanaan sang patron
Minimnya insentif atau penghargaan atas hasil kerja yang kompeten atau dampak pembangunan yang lebih besar
Pembagian anggaran yang sewenang-wenang dalam pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin, memberi peluang korupsi khususnya dalam hal gaji sampingan
Kegiatan-kegiatan kepegawaian yang rutin sebisa mungkin “diproyekkan”, mengacaukan manajemen dan memberi kesempatan untuk korupsi
Praktek-praktek perekrutan, evaluasi personal dan promosi yang curang dan nepotis, berhubungan dengan jaringan patronase
Kurangnya praktek-praktek manajemen profesional – khususnya struktur keorganisasian dan manajemen sumber daya manusia
Percaya akan kekebalan terhadap tuntutan hukum karena orang jarang dihukum karena praktek-praktek yang korup
Para pegawai negeri sadar bahwa pimpinan mereka terlibat dalam praktekpraktek korup tetapi tak pernah dituntut hukum
Takut pembalasan dendam jika membongkar praktekpraktek korup – khususnya takut tidak dapat bagian dari penghasilan sampingan
Fungsi-fungsi “Penjaga pintu” dari posisi pegawai negeri dimanfaatkan untuk menarik pungutan-pungutan liar
25
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Pegawai Negeri Hasil-hasil Segala bentuk hubungan dengan kaum kriminal diusut secara hukum
Pegawai terbaik diberi penghargaan
Penghargaan diberikan kepada yang berhak
Mereka yang membongkar praktek-praktek korup diberi penghargaan
Tidak ada kemajuan karir bagi pegawai negeri yang telah diberi sangsi karena korupsi
Pegawai negeri mendahulukan produktivitas dan dampak daripada pendapatan
Digunakan sistem manajemen yang meritokratis dan profesional
Adanya kepercayaan yang meluas bahwa hak-hak dan hukum dijunjung tinggi
Pemberian pelayanan yang baik dan dampak pembangunan yang tinggi Hak-hak kaum miskin atas pelayanan pemerintah dipenuhi
Biaya-biaya resmi dipasang dan ditaati
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama Kemungkinan Pembaruan Internal Pemerintah serius dan antusias berupaya mereformasi pegawai negeri Kemungkinan Pembaruan Eksternal Pemerintah RI menerima dan bekerja sama dengan Bank Dunia, ADB dan GTZ
Pegawai Negeri Struktur gaji, administrasi dan praktek-praktek manajemen secara sistematis mendorong terciptanya integritas
Sebab-sebab
Informasi jelas tentang hak-hak disampaikan dan dipenuhi
Gaji pokok yang memadai
Tidak diijinkan memeras
Posisi-posisi diperebutkan dengan kompetitif
Aturan-aturan tunjangan yang jelas dan obyektif diterapkan
Diberikan insentif untuk integritas, kinerja dan produktivitas
Diterapkan adanya pemisahan yang jelas antara anggaran rutin dan anggaran pembangunan
Kegiatan-kegiatan rutin pegawai negeri dilaksanakan melalui struktur staf yang sudah ada
Biaya-biaya dibayar sesuai tarif yang berlaku
Digunakan praktek-praktek kepegawaian yang obyektif, meritokratis dan profesional
Para manajer menggunakan praktek-praktek manajemen yang profesional
Kesadaran bahwa para koruptor ditangkap, dimejahijaukan dan diganjar hukuman
Perlindungan bagi orang yang mengungkapkan ada penyimpangan
Kesadaran pada pegawai negeri bahwa para pimpinan mereka yang korup bisa ditangkap dan diadili
26
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Kepegawaian dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: bekerja dengan orang-orang dalam pemerintahan yang berorientasi reformasi, terutama dalam beberapa kementerian dan departemen terpilih yang serius dan antusias mencoba mengadakan pembaruan dalam sistem kepegawaian mereka.
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran
Dapat mengembangkan pulaupulau integritas.
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Maksud Menjamin agar struktur gaji pegawai negeri, administrasi dan praktek-praktek manajemen di kementerian-kementerian terpilih secara sistematis dapat mendorong integritas.
Kementerian-kementerian atau departemen terpilih beroperasi dengan tingkat korupsi yang amat rendah.
Kementerian-kementerian terpilih yang berorientasi reformasi dan tertarik melaksanakan program ini dapat teridentifikasi. Kementerian terpilih tidak terlibat dalam masalah pendapatan dan pengeluaran luar anggaran.
Output/Program 1. Menyediakan gaji pokok yang memadai.
Gaji pegawai negeri setara dengan sektor swasta.
Anggaran nasional memungkinkan untuk ini.
2. Informasi yang jelas tentang hak-hak disampaikan kepada pegawai negeri dan hak-hak tersebut dipenuhi.
Hak-hak pegawai negeri setara dengan sektor swasta.
Anggaran nasional memungkinkan untuk ini.
3. Para manajer menerapkan praktek-praktek kepegawaian yang obyektif, profesional dan meritokratis.
Orang terbaik akan terekrut, dipekerjakan, dievaluasi dan dipromosikan.
Para manajer sadar akan hakekat praktek-praktek semacam ini.
4. Orang-orang yang korup ditangkap, ditayangkan ke publik, diadili dan dihukum.
Mayoritas pegawai percaya bahwa orang-orang yang korup tidak akan ditolerir.
Otoritas pengadilan menjalankan tugas mereka dengan penuh integritas.
5. Orang-orang yang membongkar kasus korupsi dilindungi.
Mereka yang membongkar praktek-praktek korup diberi penghargaan
Kementerian terpilih dapat menawarkan perlindungan semacam ini dari penjahat.
6. Biaya-biaya yang ditarik sesuai dengan tarif yang resmi dan tercantum.
Biaya-biaya yang resmi dicantumkan dan ditaati.
Hal ini dapat dipantau.
27
Pohon Masalah Sektor Peradilan Akibat
Publik tidak berharap terhadap peradilan dan sinis terhadap mereka yang berkaitan dengannya Kepercayaan publik terhadap lembagalembaga penegakkan hukum memudar
Orang-orang yang bersalah lolos dari jerat hukum
Proses penegakkan hukum hanya dapat diakses orang kaya tetapi tidak bagi orang miskin Banyak orang tidak bersalah harus bayar suap jika tidak ingin diperlakukan tak adil
Kurangnya pemahaman publik akan dampak korupsi pada negara
Kerugian negara karena korupsi tidak didapat kembali atau didapat kembali secara ilegal
Persepsi publik akan seriusnya masalah korupsi semakin merosot
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama Lembaga Penegakkan Hukum (Pengadilan, Polisi/Kejagung) secara sistematis sudah korup dan jarang mengadili serta menghukum kasus-kasus korupsi
Kemungkinan Pembaruan Internal Hanya sedikit prakarsa pembaruan dari dalam sistem peradilan dan itupun tidak efektif Kemungkinan Pembaruan Eksternal Sulit karena sektor peradilan korup seluruhnya
Sebab-sebab Korupsi terlembagakan dalam Pengadilan
Sedikit kasus korupsi yang bertahan
Definisi legal korupsi tidak jelas
Mudah membawa kasus-kasus ke pengadilan lebih tinggi untuk membalikkan keputusan yang sudah adil Praktek-praktek korup biasanya tidak dihukum oleh pengadilan
Proses pengadilan dapat dihindarkan dengan menyuap
Keputusan-keputusan dapat dibeli
Korupsi terlembagakan dalam Kepolisian
Hanya sedikit kasus anti korupsi dibawa Polisi ke pengadilan Polisi tidak punya cukup staf antikorupsi atau ahli anggaran
Polisi hanya miliki sedikit akuntan
Polisi mendapat pendanaan besar dari luar anggaran yang sebagian berasal dari pemerasan & kegiatan ilegal lainnya
Posisi-posisi dalam kepolisian diperjualbelikan dan investasi ini bisa kembali melalui pemerasan
Korupsi terlembagakan dalam Kejaksaan Agung
Proses pengadilan atas kasus-kasus korupsi yang besar ditentukan oleh politik
Proses pengadilan para pejabat negara yang korupsi harus disetujui para pemimpin politik
Tiada pengawasan lokal atas Polisi
Tidak ada pembagian yurisdiksi yang jelas antara Polisi dan Kejagung, mereka tidak saling mempercayai dan tidak saling berkoordinasi dalam pekerjaan mereka
Pendapatan luar anggaran yang sebagian diperoleh dari pemerasan dan sarana-sarana ilegal lainnya
28
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Peradilan Hasil-hasil Publik bisa berharap adanya keadilan dan memantau mereka yang terlibat dalam sektor ini
Proses penegakan hukum sama terjangkaunya bagi kaum kaya maupun kaum miskin Masyarakat memahami dampak korupsi pada negara
Kepercayaan publik atas lembaga-lembaga penegak hukum semakin diperkuat
Orang yang tidak bersalah tak perlu membayar suap Negara memperoleh kembali kerugiankerugian akibat korupsi
Orang-orang yang bersalah dimejahijaukan dan dihukum sesuai undang-undang
Masyarakat memahami seriusnya masalah korupsi
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Sektor peradilan Pengadilan, polisi, kejaksaan bebas dari korupsi dan siap menuntut kasuskasus korupsi, bahkan kasus-kasus korupsi “kelas kakap”
Kemungkinan Pembaruan Internal Prakarsa-prakarsa pembaruan berasal dari dalam sistem peradilan sendiri Kemungkinan Pembaruan Eksternal Tekanan dan bantuan yang ditawarkan dari banyak lembaga bantuan
Sebab-sebab Pengadilan bebas dari korupsi dan mengadili praktek-praktek yang korup
Banyak kasus korupsi dibawa ke pengadilan
Korupsi didefinisikan dengan jelas secara hukum
Ada struktur pengawasan atas kegagalan peradilan
Keputusan pengadilan dicatat dan dipublikasikan
Para hakim diberi gaji kompetitif/ tinggi
Praktek-praktek korup pada umumnya diganjar hukuman oleh pengadilan
Proses pengadilan tak dapat dihindari melalui penyuapan
Keputusan berdasar undang-undang
Pengadilan yang lebih tinggi tidak rutin membalik keputusan-keputusan pengadilan di bawahnya
Kepolisian bebas dari korupsi dan mengusut praktek-praktek korup
Polisi membawa banyak kasus korupsi ke pengadilan Polisi memiliki staf dan anggaran anti korupsi yang memadai
Anggaran polisi hanyalah terdiri dari anggaran yang telah disetujui DPR
Posisi-posisi dalam kepolisian diperoleh melalui ujian-ujian yang kompetitif
Kejaksaan bebas dari korupsi dan melakukan penuntutan atas praktek-praktek korup
Kasus-kasus korupsi yang besar diadili sesuai undang-undang yang berlaku
Pejabat negara yang melanggar hukum dapat diseret ke pengadilan
Polisi memiliki cukup banyak tenaga akuntan Ada struktur pengawasan bagi polisi
Polisi dan kejaksaan memiliki yurisdiksi yang jelas di antara mereka, percaya satu sama lain dan saling berkoordinasi dalam melaksanakan tugas mereka
Seluruh anggaran kejaksaan disetujui oleh DPR
29
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Sektor Peradilan dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk meningkatkan pemahaman hukum akan korupsi dan sumber-sumber daya yang terdapat pada sektor peradilan sedemikian rupa sehingga mereka dapat membersihkan lembaga sendiri dan mengadili pihak-pihak lain
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Ketiga instansi yang tergabung dalam sektor peradilan memiliki integritas dan memproses kasus-kasus korupsi dengan adil
Orang-orang yang sedang menduduki jabatan di ketiga instansi dapat diyakinkan untuk berubah
Pengadilan dan pemberian hukuman atas kasus-kasus korupsi yang penting dan peningkatan rasa percaya publik pada sektor peradilan.
Orang-orang yang sedang menduduki jabatan di ketiga instansi dapat diyakinkan untuk berubah. Depkeu dapat mengganti dana-dana yang selama ini diperoleh melalui pemerasan
Maksud Untuk membebaskan ketiga instansi sektor peradilan dari praktek korup dan membuat lebih banyak lagi kasus-kasus korupsi (termasuk yang kakap) diadili sesuai hukum
30 Output/Program 1. Disepakatinya definisi hukum yang jelas atas korupsi dan ada yurisdiksi yang jelas sehubungan dengan siapa yang memproses apa secara hukum 2. Kejaksaan Agung dan Peng-adilan mengadili dan memberi hukuman atas kasus-kasus korupsi tingkat tinggi, termasuk yang melibatkan pejabat negara 3. Polisi jelas akan peran mereka dalam memerangi korupsi dan mempunyai dana serta sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakannya 4. Ada struktur pengawasan bagi tata pemerintahan Pengadilan, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk menangani praktek-praktek yang tidak semestinya 5. Kejaksaan mengetahui dengan jelas peran mereka dalam memerangi korupsi dan mempunyai cukup sumber daya finansial & manusia untuk melaksanakannya 6. Hakim digaji secara kompetitif dan dihukum bila korupsi 7. Keputusan-keputusan pengadilan direkam dan dipublikasikan
Semua pihak memahami arti hukum dari korupsi dan siapa yang bertanggungjawab memprosesnya secara hukum
DPR siap bekerja dalam hal ini
Masyarakat melihat orang-orang yang terkenal sebagai koruptor kakap dihukum. Orang percaya bahwa pemerintah serius dalam menghukum para koruptor Polisi menyeret banyak koruptor ke pengadilan
Campur tangan politik dapat dihindarkan
Publik jelas tentang kepada siapa mereka dapat melaporkan korupsi dalam sektor peradilan
Depkeu mempunyai cukup dana untuk mengganti dana luar anggaran polisi yang diperoleh melalui pemerasan Ujian-ujian tanpa jualan pekerjaan Ketiga instansi setuju dengan hal ini
Kejaksaan membawa banyak kasuskasus korupsi penting ke pengadilan
Depkeu mempunyai cukup dana untuk mengganti dana-dana luar anggaran Kejaksaan yang didapat dari pemerasan
Para hakim tidak memeras dari penggugat Kegagalan peradilan dapat diidentifikasikan
Depkeu akan menyediakan pendanaannya Tersedia staf yang dapat mengerjakan ini
31
Pohon Masalah Sektor Bisnis Swasta Akibat-akibat Investasi pada perusahaan2 Indonesia dilihat sebagai sesuatu yang beresiko Investor-investor tidak mengetahui status investasi mereka
Sulit menswastakan BUMN-BUMN karena mereka tidak dapat memberikan laporan keuangan yang dapat dipercaya
Publik melihat sektor bisnis sebagai korup dan pendukung pemerintah yang korup
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama Badan-badan Korporasi Pengaturan badan-badan korporasi selama ini lemah, dan beberapa badan korporasi (bank-bank, BUMN, koperasi) terkenal sangat korup
Kemungkinan Pembaruan Internal Tekanan untuk pembaruan yang ada selama ini belum diterjemahkan ke dalam perangkat hukum Kemungkinan Pembaruan Eksternal Sedikit pengaruh dari perusahaan2 multinasional pada dunia bisnis di Indonesia
Sebab Bank terbiasa menerima petunjuk dan campur tangan politis
Bank memperlihatkan ketrampilan manajemen keuangan yang buruk, standar etika rendah, dan sering melanggar aturan perbankan
Koperasi sering mengalami campur tangan pemerintah dan politik
Banyak koperasi terbiasa melaksanakan praktekpraktek korup dalam kegiatan operasional harian mereka
Penerapan hukum-hukum perdagangan rentan terhadap suap-menyuap
BPPN telah membiarkan banyak badan korporasi lepas dari akuntabilitas dan hukuman
Pembukaan informasi tentang perusahaan kepada pemegang saham dan pejabat berwenang tidak diawasi dengan efisien (baik di tingkat pusat maupun daerah)
Nasib para pekerja, mitra, pelanggan, kreditor berada di tangan manajemen yang buruk dan tidak jujur
Status keuangan sebagian besar BUMN tak jelas Banyak BUMN tidak memisahkan kegiatan komersial dan nonkomersial mereka
Banyak BUMN digunakan sebagai sapi perah untuk dana luar anggaran departemen-departemen pemerintah RI
Banyak perusahaan dan BUMN menjadi sumber pendanaan bagi partaipartai politik
Banyak perusahaan tergantung pada hubungan patronase dengan pemerintah untuk perlindungan, ijin-ijin dan persetujuan atas bisnisbisnis yang patut dipertanyakan
32
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Bisnis Swasta Hasil-hasil Pendapatan pemerintah dari pajak yang dibayar oleh sektor swasta Indonesia meningkat banyak Investasi dalam perusahaan Indonesia tidak dipandang sebagai sesuatu yang penuh resiko Para pihak yang berkepentingan menerima laporan keuangan yang jelas dan tepat waktu dari perusahaan
Masyarakat menilai bahwa sektor bisnis telah membayar pajak dengan sepantasnya
Bisnis membayar pajak wajib mereka
Masyarakat memahami pentingnya sektor bisnis yang kuat yang berjalan tanpa campur tangan pihak pemerintah
Audit yang transparan atas BUMN-BUMN dipublikasikan
Uang yang dicuri dikembalikan kepada negara dan orang yang bersalah dihukum
Undang-undang yang menyangkut bisnis diterapkan dengan ketat
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Sebab-sebab Bank-bank dilindungi dari pemerintah RI, pengaruh politik dan campur tangan
Bank-bank beroperasi sesuai dengan peraturanperaturan perbankan
Badan-badan Korporasi Ditegakkan dan dipantaunya peraturan-peraturan yang tegas atas bisnis swasta dan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan yang diwajibkan oleh peraturanperaturan tersebut
Koperasi-koperasi dilindungi dari pemerintah RI dan campur tangan politik
Koperasi menjadi organisasi yang memiliki integritas
Kemungkinan Pembaruan Internal Dikeluarkan perangkat-perangkat hukum untuk mendukung reformasi Kemungkinan Pembaruan Eksternal Bekerja sama dengan programprogram FCGI, Bank Dunia, ADB
Semua bisnis yang dikelola BPPN harus bertanggungjawab atas kejahatan mereka di masa lalu
Kewajiban penyingkapan informasi bagi perusahaan-perusahaan dituangkan dengan jelas, ditaati dan dipantau
BUMN-BUMN dibuat menjadi lebih profesional layaknya bisnis atau diprivatisasikan
Dalam laporan keuangan ada pemisahan jelas antara kegiatan-kegiatan yang komersil dan non komersil
Rekening BUMN-BUMN diaudit dan dipublikasikan
Hukum-hukum dagang diterapkan dengan ketat dan sah secara hukum
Pekerja, mitra, pelanggan, dan para kreditur memiliki beberapa hak pengawasan yang sah
Segala bentuk pendanaan bagi partai politik diumumkan kepada publik
Perusahaan tidak tergantung patronase pemerintah
33
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Sektor Bisnis Swasta dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: berupaya menyusun aturan-aturan hukum yang akan melindungi para pekerja, mitra, pelanggan dan kreditur dari pemilik/pengelola bisnis yang busuk dan melindungi pemilik/pengelola bisnis dari campur tangan pemerintah dan partai politik dalam kerja mereka.
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
UU dapat diloloskan dan diterapkan
Maksud Untuk menjamin agar pengaturan yang tegas atas bisnis ditegakkan dan dipantau dan kegiatankegiatan dalam kerangka pengaturan ini dilaksanakan
Bisnis diijinkan mengejar keuntungan dan kepuasan pelanggan
Bisnis benar-benar menginginkan adanya kompetisi yang sehat (level playing field)
Pihak-pihak berkepentingan lain terlindung dari kejahatan
Pengadilan akan mengusut dengan adil perusahaanperusahaan yang tidak jujur
1. Bank-bank, perusahaan, koperasi, dan BUMN-BUMN dilindungi dari campur tangan pemerintah atau politik
Bisnis sektor swasta diijinkan mengejar keuntungan
Bank-bank, perusahaan, koperasi, dan BUMN-BUMN benar-benar menginginkan adanya kompetisi yang sehat
2. Semua bisnis yang dimiliki BPPN diminta bertanggung jawab atas kejahatan-kejahatan mereka di masa lalu
Uang yang dicuri dikembalikan kepada negara dan orang-orang yang bersalah dihukum
BPPN menerapkan hukum dan dalam berbuat demikian tidak dihalangi oleh para politisi atau suap dari perusahaan
3. BUMN-BUMN diletakkan di atas landasan yang benar-benar bisnis atau diprivatisasikan
BUMN-BUMN menguntungkan atau dijual
Lembaga-lembaga pemerintah yang memanfaatkan BUMNBUMN sebagai sapi perah akan membiarkan hal ini terjadi
4. Syarat-syarat penyingkapan informasi dijabarkan dengan jelas, dilaksanakan dan dipantau
Pihak-pihak yang berkepentingan menerima laporan keuangan yang jelas dan tepat waktu
Ada badan-badan yang bertanggung jawab yang akan memantau dan memberi sanksi jika perlu
5. Bisnis membayar pajak-pajak yang wajib mereka setorkan
Penerimaan pajak pemerintah dari kalangan bisnis Indonesia meningkat banyak
Kantor pajak bekerja dengan legal dan tanpa pemerasan
Output/Program
34
Pohon Masalah Sektor Lembaga Legislatif Akibat
Publik kehilangan kepercayaan pada Institusi Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif menarik orang-orang yang mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan publik
Indonesia tidak mendapatkan UU yang efektif dan efisien karena UU yang lahir belum tentu bebas dari suap-menyuap
Lembaga legislatif hanya memberikan sedikit akuntabilitas kepada publik Orang-orang yang korup ditempatkan di kantor publik
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama
Lembaga Legislatif Lembaga legislatif di tingkat pusat dan daerah telah terbiasa menerima bayaran untuk tugas-tugas yang seharusnya mereka lakukan, khususnya bayaran untuk persetujuan mereka atas para pejabat yang terpilih (politik uang)
Kemungkinan Pembaruan Internal Ketidaksenangan publik belum meningkat menjadi tekanan untuk pembaruan Kemungkinan Pembaruan Eksternal Tidak ada pihak luar yang serius menangani korupsi di lembaga legislatif
Sebab-sebab Tugas utama anggota legislatif untuk menyusun UU sekarang ini sering menjadi ajang suap Diskusi isu-isu oleh Elected officials anggota legislatif to bribe legislators menjadi approvesinyal their bahwa mereka siap performance disuap
Para wakil rakyat mewakili partai dan bukan para pemilih
Para anggota legislatif mengangkat pejabatpejabat korup untuk kantor-kantor publik Para calon pejabat menawarkan suap agar dipilih
Departemen-departemen menyuap anggota legislatif untuk meloloskan UU
Tidak ada oposisi formal dalam lembaga legislatif, sehingga segala keputusan yang sifatnya supervisi terbuka untuk disuap
Para anggota legislatif menentukan sendiri tunjangan-tunjangan bagi diri mereka, jauh di atas yang dapat dianggap wajar oleh publik
Tidak ada Kode Etik yang diterima dan mengikat bagi para anggota legislatif
Tidak ada komite-komite pengawas untuk isu-isu pertentangan kepentingan
Laporan akuntabilitas dari pihak Eksekutif mungkin saja disertai dengan suap Pembukaan informasi dari pihak pemerintah kepada legislatif masih terbatas, khususnya di daerah
35
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Lembaga Legislatif Ada struktur bagi DPR untuk memberi pertanggung jawaban kepada publik
Hasil-hasil
Masyarakat kian menaruh kepercayaan pada lembaga legislatif
DPR menarik orangorang yang sungguh ingin bekerja demi kepentingan publik
DPR menelurkan perangkat hukum yang berguna dan efektif berdasarkan kebutuhan negara
Kantor pemerintah diisi orang-orang yang jujur dan berdedikasi
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Lembaga Legislatif Anggota DPR dan DPRD tidak menerima pembayaran untuk tugas yang sudah menjadi kewajiban mereka, khususnya pembayaran berkait dengan pemilihan pejabat (politik uang)
Kemungkinan Pembaruan Internal Tekanan yang berasal dari ketidaksenangan publik membawa pembaruan Kemungkinan Pembaruan Eksternal Lembaga-lembaga dari luar negeri terlibat dalam masalah korupsi dalam DPR
Sebab-sebab Tugas utama para anggota DPR untuk mengeluarkan UU dilaksanakan tanpa suap-menyuap
Para anggota DPR Elected officials tidak menawarkan bribe legislators to diri untuk disuap approve their
Para wakil rakyat mewakili para pemilih, bukan partai
Para calon pejabat dipilih tanpa suap
Para anggota DPR mengeluarkan UU yang benar-benar bernilai bagi negara
Ada oposisi formal yang mengkritisi keputusan-keputusan pemerintah
Tunjangan-tunjangan yang diputuskan DPR bagi para anggotanya dapat diterima publik dan sesuai dengan produktivitas mereka
Ada Kode Etik yang diterima dan mengikat para anggota lembaga legislatif
Ada komite-komite pengawas untuk isu-isu konflik kepentingan Laporan pertanggungjawaban dari pihak Eksekutif bebas dari suap Ada penyingkapan (disclosure) yang terbuka dari pihak pemerintah terhadap DPR
36
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Lembaga Legislatif dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk meyakinkan para anggota DPR akan dampak merugikan dari perilaku korup yang ada di DPR dan DPRD sekarang, sedemikian rupa sehingga mereka mau memperbarui diri mereka sendiri
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Lembaga legislatif terdorong untuk membersihkan dirinya sendiri
Maksud Para anggota DPR yang jujur yang melakukan pengawasan atas praktek-praktek pemerintah
Wakil-wakil lembaga legislatif dapat melepaskan diri mereka dari suap yang biasa mereka terima
1. Memperkenalkan Kode Etik yang mengikat bagi DPR dan DPRD
Para anggota DPR bekerja dalam Kode Etik yang disepakati
Ada badan pengawas yang akan memberi sanksi bagi pelanggaran
2. Semua tunjangan bagi anggota DPR harus disetujui oleh suatu kelompok pengawas publik
Para anggota DPR menerima gaji dan tunjangan yang disetujui masyarakat dan masyarakat menghormati mereka
Kelompok semacam ini dapat dibentuk
3. Pemberian uang bagi anggota DPR untuk pencalonan pejabat, voting hal tertentu dan loloskan UU dianggap melanggar hukum (politik uang)
Para anggota DPR melakukan pekerjaan yang menjadi tugas mereka
Dibentuk sebuah lembaga yang bertugas layaknya polisi untuk mengawasi hal ini
Untuk menghentikan praktekpraktek korup dalam lembaga legislatif (khususnya politik uang) dan menjadikan lembaga ini pengawas atas korupsi pihak lain
Output/Program
37
Pohon Masalah Sektor Partai-partai Politik Akibat-akibat Publik memandang politisi sebagai terkait dengan korupsi
Masalah Utama
Publik menilai partaipartai politik sebagai institusi korup yang membagi-bagikan hadiah kepada para pengikut dan pengurusnya
Publik tidak dapat menghubungkan antara partai politik dengan penerapan kebijakan tertentu
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Partai-partai Politik Partai-partai politik terlibat pemerasan atas anggaran negara yang resmi maupun tidak resmi, di samping “investasi” dari perorangan atau bisnis yang berharap mendapatkan perlakuan khusus
Kemungkinan Pembaruan Internal Partai-partai politik tidak berupaya memperbarui struktur tata pemerintahan mereka Kemungkinan Pembaruan Eksternal Para donor tidak banyak mempunyai pandangan dalam hal pendanaan legal partai-partai politik ini
Sebab-sebab Partai-partai yang terkait pemerintah memanfaatkan anggaran negara dengan korup untuk tujuan politik Partai-partai yang terkait pemerintah memanfaatkan pendapatan di luar anggaran publik untuk tujuan politik
Partai-partai politik tidak mengeluarkan Manifesto dan tidak dipilih berdasar kebijakan melainkan berdasar figur-figur
Partai-partai seringkali tidak kompak dalam hal kebijakan atau caloncalon sehingga terjadi “dagang sapi” yang korup Penyelesaian sengketa intra-partai menggunakan praktek-praktek korup
Kalangan bisnis harus menutup pembiayaan partai-partai politik dan mereka berharap agar investasi mereka menghasilkan sesuatu
Kampanye Pemilu partaipartai politik tidak diaudit, atau jika diaudit, hasil audit tidak diterbitkan untuk umum
Calon-calon pemegang jabatan politik membayar untuk pencalonan diri mereka dan berharap agar investasi mereka kembali
UU tentang pelaporan kepada publik atas kontribusi untuk partaipartai politik dan kampanye partai tidak diikuti
38
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Partai Politik Hasil-hasil Publik mengetahui siapa yang harus dimintai pertanggung jawaban atas praktek-praktek korup partai
Para politisi dipandang publik sebagai aktoraktor pembangunan
Partai politik dipandang publik sebagai organisasi politik berdedikasi dan terkait dengan tujuantujuan pembangunan serta kesejahteraan bagi Indonesia secara keseluruhan
Publik jelas mengetahui kebijakan-kebijakan apa yang terkait dengan partai tertentu dan dapat meminta mereka bertanggung jawab
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Partai-partai Politik Pribadi-pribadi dan kalangan bisnis menyumbang partai politik dengan sukarela berdasarkan keputusan mereka sendiri dan di bawah aturan penyingkapan (disclosure) yang jelas. Partai politik tidak memeras dana dari pihak manapun.
Kemungkinan Pembaruan Internal Partai-partai politik berupaya memperbarui struktur-struktur tata pemerintahan mereka Kemungkinan Pembaruan Eksternal Para donor mendukung pembaruan pemilu
Sebab-sebab Ada aturan-aturan yang jelas dan ditaati menyangkut penggunaan dana pemerintah oleh partai politik Pendanaan partai dilakukan secara transparan dan terbuka untuk umum
Semua partai politik mengumumkan kebijakan mereka sebelum pemilu dan dapat diminta mempertanggungjawabkannya oleh para pemilih Para pemilih memilih seseorang untuk mewakili mereka dan orang ini dapat dituntut akuntabilitasnya jika kelas ada praktek-praktek korup
Pertentangan antar partai dipecahkan tanpa suapmenyuap
Aturan-aturan ketat menyangkut kontribusi politik kalangan bisnis
Kampanye-kampanye pemilu partai-partai politik diaudit dan hasil audit dipublikasikan kepada masyarakat luas
Tidak ada jual-beli jabatan politik Ada UU menyangkut pelaporan pemberian sumbangan pada partai politik dan kampanye partai yang jelas dan benar-benar diterapkan
39
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Partai Politik dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk membawa partai politik ke dalam lingkungan tata peraturan dan hukum
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Partai-partai politik setuju pada Kode Etik dan terikat olehnya
Partai politik melihat bahwa reputasi yang berintegritas akan menarik suara dalam pemilu yang bebas dan adil
Pendanaan partai politik dibuka sepenuhnya
Partai-partai politik percaya bahwa mereka akan memperoleh dana cukup tanpa melalui pemerasan
Seluruh audit atas partai-partai politik terbuka terhadap publik
Para auditor mendapat pendanaan dari sumber mandiri dan tidak ada konflik kepentingan Partai-partai politik menerima yurisdiksi pengadilan Partai politik melihat bahwa mereka sendiri akan beruntung bila melaksanakan praktek ini DPR/MPR siap memperbarui sistem pemilu yang ada sekarang ini
Maksud Membentuk sistem di mana pribadi-pribadi dan kalangan bisnis menyalurkan dana dengan bebas kepada partai politik tanpa ada pemerasan
Output/Program 1. Membentuk suatu struktur audit yang dapat dimanfaatkan oleh partai-partai politik 2. Menyusun seperangkat prinsip etik dan praktek yang disepakati untuk menjalankan partai politik dengan sanksi-sanksi yang jelas terhadap pelanggaran 3. Para pemilih memilih seorang pribadi sebagai wakil mereka yang dapat mereka mintai pertanggungjawaban bila ada praktek-praktek korup
“Aturan main” menyangkut partaipartai politik jelas
Para pemilih mengetahui kepada siapa mereka dapat melaporkan kasus-kasus korupsi
40
Pohon Masalah Sektor Pemerintah Daerah Akibat-akibat Tujuan-tujuan pemerintah daerah menjadi pendorong reformasi dan aspek keadilan (equity) menghilang
Warga tidak mempunyai hak mengawasi APBD Pemerintah daerah menjadi terpolitisir sejalan dengan partaipartai politik yang berebutan pendapatan yang ada
Pemerintah daerah tidak memperhatikan kebutuhan-kebutuhan kaum miskin
DPRD-DPRD menjadi sarang korupsi dan kehilangan kepercayaan dari masyarakat
Pemerintah daerah menjadi “kerajaan kecil” yang dikuasai segelintir orang kuat
Daerah terpolarisasi menjadi daerah yang sangat kaya dan sangat miskin
Pajak-pajak yang dibutuhkan pemerintah daerah untuk pembangunan lari atau dirampok oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan pribadi
Kekayaan daerah dicuri dari pemerintah yang sah
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI
Masalah Utama Pemerintah Daerah Walaupun pengambilan keputusan menjadi lebih dekat ke masyarakat, desentralisasi telah meneruskan praktekpraktek korup pemerintah pusat dan sekaligus memperkenalkan peluangpeluang baru untuk korupsi
Kemungkinan Pembaruan Internal Peraturan yang ada tidak jelas, dan tidak mencakup politik uang Kemungkinan Pembaruan Eksternal Banyak lembaga dari luar bersimpati pada desentralisasi dan otonomi daerah
Sebab-sebab Administrasi pemerintah daerah meneruskan pola korupsi dari pemerintah pusat Daerah-daerah baru dijual
Pajak dan pungutanpungutan dapat dicuri dan tidak sampai kepada pemerintah daerah
Dibuat pajak-pajak dan pungutan menyimpang yang membuka peluang korupsi
Posisi-posisi diperjual-belikan
Kebijakan-kebijakan dan peraturan diperdagangkan
Daerah-daerah diberi sumber-sumber daya yang sangat bervariasi (dalam hal keuangan, staf, dsb.) sehingga sulit membandingkan kinerja antar berbagai daerah
Perluasan politik uang di mana calon gubernur atau bupati membayar suap agar dipilih dan menyogok DPRD agar mendapat persetujuan untuk bertahan di kursi mereka
Penyusunan APBD diwarnai kolusi antara DPRD dan Pemda
Warga daerah tidak mempunyai hak mengawasi APBD
DPRD-DPRD tidak mampu membuat kepala daerah akuntabel terhadap kebijakan dan praktek pemerintahan kecuali mengeluarkan mosi tidak percaya
Aturan-aturan akuntabilitas membatasi pengungkapan (disclosure) dan kekuasaan DPRD untuk bertindak terhadap kinerja pemerintah yang buruk
41
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Pemerintah Daerah
Hasil-hasil
Desentralisasi dan Pemerintah Daerah menjadi pendorong reformasi dan keadilan
Pendapatan yang ada tidak diambil oleh partai-partai politik sebagai pendapatan mereka
Di daerah DPRDDPRD menjadi wadah yang berintegritas dan dipercaya warga
Pemerintah Daerah memikirkan juga kebutuhan-kebutuhan kaum miskin
Pemerintah Daerah mencerminkan praktekpraktek demokratis yang kompetitif
Daerah-daerah tidak terpolarisasi menjadi daerah yang sangat kaya dan daerah yang sangat miskin
Kekayaan daerah dimanfaatkan untuk meningkatkan standar kehidupan warga di daerah tersebut
Ada kesepakatan atas pajak-pajak yang merata dan adil dan menguntungkan mayoritas warga
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama
Pemerintah Daerah Desentralisasi memberi ruang pada pemilih untuk lebih berpartisipasi dalam menyusun kebijakan-kebijakan serta praktek-praktek tata pemerintahan sehingga mengurangi korupsi yang diwarisi dari pemerintah pusat dan mencegah timbulnya korupsi baru
Kemungkinan Pembaruan Internal Politik uang dengan jelas diidentifikasikan sebagai masalah dan diciptakan UU untuk membatasi hal tersebut Kemungkinan Pembaruan Eksternal Banyak lembaga eksternal membantu pembaruan pemerintah daerah
Sebab-sebab Administrasi pemerintah daerah putus hubungan dengan pola korupsi yang diwarisi dari pemerintah pusat
Pajak-pajak dan pungutan baru dapat dicuri dan tidak mencapai pemerintah daerah
Seluruh pajak dan pungutan baru dinilai oleh DPRD apakah mengandung peluang menciptakan korupsi
Para Gubernur dan Bupati dipilih dengan bebas untuk jabatan mereka tanpa adanya politik uang
Posisi-posisi tidak dijual
Penyusunan APBD melibatkan pengawasan warga dan menghindarkan adanya peluang korupsi yang direncanakan
Kebijakan-kebijakan dan hukum-hukum tidak dijual
Tidak ada kolusi antara Pemda dan DPRD dalam menyusun APBD
Provinsi-provinsi baru tidak dijual
DPRD dapat secara teratur meminta pertanggungjawaban para pimpinan daerah atas kebijakan dan praktek
Lembagalembaga warga “mengawasi” DPRD dan Pemda
42
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Pemerintah Daerah dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk melibatkan organisasi-organisasi warga masyarakat dalam fungsi-fungsi pengawasan untuk mengurangi korupsi pada pemerintah daerah
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Melibatkan masyarakat dalam menyusun kebijakan dan praktek tata pemerintahan daerah sehingga mengurangi korupsi yang diwariskan dari pemerintah pusat dan korupsi baru Output/Program 1. Pemerintah daerah meneliti korupsi yang ada, mempublikasi dan memberinya sanksi
Asumsi-asumsi Desentralisasi dilihat publik dan para pemimpin daerah sebagai lebih dari sekedar peluang adanya kesempatan korupsi
Komite-komite pengawas warga rutin bekerja dengan efektif
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan gagasan semacam ini
Praktek-praktek korupsi yang ada dibuka kepada publik dan dihentikan
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan gagasan semacam ini
2. APBD didiskusikan dengan kelompok-kelompok warga selagi masih dalam rancangan
Warga memberikan masukan dalam penyusunan APBD
Warga dapat memahami APBD
3. DPRD membentuk suatu struktur untuk menilai implikasi hukum, anggaran dan implikasi korupsi dari semua peraturan baru
DPRD mengetahui kemungkinan peraturan baru akan efektif atau tidak
Kepentingan pribadi/kelompok tidak mengacaukan gagasan semacam ini
4. DPRD secara rutin mengadakan pengawasan atas Pemda
DPRD memantau dan menjaga Pemda agar terhindar dari eksesekses negatif
Hal ini diijinkan sebagai revisi atas UU No. 22 and No. 25/99. DPRD sendiri tidak berkolusi dalam ekses-ekses Pemda
5. Warga membentuk organisasiorganisasi “pengawas” untuk memantau APBD, DPRD, dan kegiatan-kegiatan Pemda, dan berhubungan dengan media
Organisasi-organisasi pengawas menjaga agar isu-isu penting tetap menjadi perhatian publik
Komite warga yang bermutu dapat disusun dan komite ini tidak takut ancaman kepentingan pribadi/kelompok
43
Pohon Masalah Sektor Masyarakat Sipil Meningkatnya sinisme donor asing terhadap LSM-LSM
Akibat-akibat
Tidak semua sektor masyarakat yang korup mempunyai organisasi masyarakat “pemantau” yang mengawasi mereka
Masalah Utama
Kredibilitas ormas nirlaba dan ormas yang mengejar kemashlahatan sosial merosot
Standar perilaku organisasi masyarakat sipil dikompromikan oleh kaum oportunis yang korup
Publik Indonesia tidak siap mendanai LSM pembangunan Indonesia, dan lebih memilih organisasi-organisasi keagamaan
Meningkatnya sinisme publik Indonesia terhadap LSM-LSM
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masyarakat Sipil Organisasi masyarakat sangat beragam termasuk mereka yang korup dan mereka yang memerangi korupsi. Sektor Masyarakat Sipil tidak mempunyai batas yang jelas ataupun Kode Etik
Kemungkinan Pembaruan Internal Banyak organisasi masyarakat anti-KKN tetapi masih kurang dalam hal konstituen dan mandat Kemungkinan Pembaruan Eksternal Banyak dana masuk ke organisasi masyarakat, tetepi tidak ada strategi yang menyeluruh
Sebab-Sebab Tidak semua ormas memiliki program antikorupsi untuk publik
Bagi banyak ormas antikorupsi belum menjadi prioritas utama
Organisasi yang memerangi korupsi tidak semua memiliki pemahaman yang baik akan topik ini
Dana pemerintah untuk ormas direbut oleh LSM pemerintah atau para pejabat pemerintah Pendanaan pemerintah untuk ormas, khususnya koperasi, bercampur aduk dengan patronase politik
Ormas tidak mempercayai institusi pemerintah yang dibentuk untuk perangi korupsi
Banyak organisasi memilih badan hukum yayasan untuk menumpuk pendapatan
Banyak departemen pemerintah memanfaatkan struktur yayasan untuk pendapatan dan pengeluaran di luar anggaran
Ormas siap berkompromi dalam hal standar akuntabilitas berhadapan dengan aturan pendanaan donor
Organisasi anti-korupsi tidak menangani semua sektor di mana tata pemerintahan korup
Banyak organisasi masyarakat tradisional belum melihat peran potensial mereka dalam memerangi korupsi
Kurang jelasnya pemahaman akan masyarakat sipil, seringkali hanya membatasinya pada LSM; peran potensial asosiasi-asosiasi profesional, serikat buruh, asosiasi keagamaan dan adat, dan organisasi massa dalam hal pembaruan korupsi tidak diperjelas
Organisasi yang bergerak dalam hal kepentingan publik dan pembaruan tata pemerintahan tak memiliki kode etik yang disepakati
Kurangnya standarstandar profesional dan kode etik untuk memisahkan antara ormas yang sipil dari yang non-sipil Tumbuhnya ormas “non-sipil” yang dicipta dan didanai partai politik dan “pendemo bayaran” untuk berbagai kepentingan politik
44
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Masyarakat Sipil Hasil-hasil
Ormas-ormas antikorupsi menerima dana pemerintah untuk memerangi korupsi
Ormas-ormas sipil mengadakan pengawasan atas hampir semua aspek tata pemerintahan
Ormas nirlaba dan yang bergerak demi kepentingan sosial memiliki kredibilitas publik
Tujuan Utama
Sebab-sebab Sebagian besar Ormas mendukung upaya memerangi korupsi
Ormas-ormas anti-korupsi memiliki gagasan jelas akan strategi dan program mereka
Donor-donor luar negeri mendukung Ormas anti-korupsi sepenuh hati
Ormas-ormas yang bekerja bagi kepentingan publik mampu bertindak sebagai polisi bagi anggota mereka
Ormas anti-korupsi memiliki kredibilitas di mata publik
Masyarakat Indonesia siap mendanai Ormasormas anti-korupsi
Praktek-praktek korup menjadi jarang dalam tata pemerintahan di Indonesia
Masyarakat Sipil Kode Etik dan pendaftaran Ormas yang jelas yang memisahkan antara Ormas yang bergerak demi kemaslahatan publik dari lainnya. LSM-LSM anti-korupsi aktif “mengawasi” seluruh aspek tata pemerintahan dengan kompeten.
Ormas-ormas bekerjasama dengan pemerintah untuk memerangi korupsi
Pemisahan jelas antara pendanaan pemerintah bagi Ormas dan patronase politik
Ada banyak dan berbagai macam Ormas sipil ikut ambil bagian dalam memerangi korupsi
Ormas untuk kepentingan umum memiliki identitas hukum yang jelas
Semua Ormas setuju adanya pelaporan transparan atas rekening mereka
Kemungkinan Pembaruan Internal Ormas-ormas anti-KKN yang kuat yang memiliki konstituen, mandat dan profesionalitas Kemungkinan Pembaruan Eksternal Ada suatu strategi yang jelas berkaitan dengan pendanaan Ormas.
Ormas-ormas yang didanai asing dan para donor sepakat atas standarstandar pembukuan keuangan yang dapat diterima umum
Ada Ormasormas yang “mengawasi” seluruh bidang tata pemerintahan yang lemah
Kode Etik jelas yang diterima dan disepakati oleh Ormasormas yang bekerja demi kemaslahatan publik
Lebih sedikit Ormas yang diciptakan untuk tujuantujuan “nonsipil”
45
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: Memperbaiki lingkungan kebijakan di mana Ormas-ormas anti korupsi bekerja dan membantu mereka meningkatkan kerja mereka agar mempunyai jangkauan yang lebih luas dan lebih dalam.
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan Sasaran Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia Maksud Untuk mendorong pertumbuhan, mutu, perluasan dan jangkauan ormas-ormas anti korupsi, dan untuk memisahkan mereka dari ormas-ormas korup Output/Program 1. Sebagian besar ormas di Indonesia memegang suatu posisi publik atas korupsi
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Ormas sendiri mempraktekkan tata pemerintahan yang baik dan memantau praktek-praktek tata pemerintahan sektor-sektor lain
Ormas-ormas yang tertarik memantau praktek tata pemerintahan yang baik setuju akan standar-standar bersama
Ormas-ormas yang bermutu baik “mengawasi” seluruh sektor tata pemerintahan
Ormas-ormas anti korupsi setuju akan kode etik dan standarstandar umum bagi diri mereka
Pernyataan-pernyataan publik dari ormas-ormas
Ormas-ormas yang bergerak dalam bidang lain dapat diyakinkan akan pentingnya masalah korupsi Pemerintah dapat diyakinkan bahwa ormas-ormas anti korupsi secara politik sebenarnya malah membantu mereka Ormas-ormas anti korupsi siap bekerja dalam lingkungan hukum dan perencanaan, dan mau berpegang pada kode-kode etik yang umum Departemen-departemen pemerintah dan sektor bisnis siap memberikan ruang bergerak bagi Ormas
2. Ormas-ormas bekerja sama dengan pemerintah dalam memerangi korupsi
Ormas-ormas menerima dana dari pemerintah untuk memerangi korupsi
3. Ormas-ormas anti korupsi memiliki strategi-strategi dan program yang kompeten
Ormas-ormas anti korupsi mendapat dukungan bagi program-programnya
4. Ormas-ormas “mengawasi” semua bidang tata pemerintahan yang masih buruk
Setiap kelompok kerja tata pemerintahan memiliki wakil dari Ormas
46
Pohon Masalah Sektor Lembaga Audit Publik Akibat-akibat
Publik kehilangan kepercayaan pada kemampuan pemerintah untuk menjaga diri sendiri dalam hal korupsi Tidak ada cukup banyak kasus praktek-praktek korup yang diaudit secara investigatif
Banyak pegawai negeri merasa bahwa mereka tidak akan terkena proses hukum berkait dengan korupsi yang mereka lakukan Banyak kasus di mana lembaga audit memberi rekomendasi berdasarkan temuantemuannya tentang korupsi namun tidak dilanjutkan ke pengadilan
Dalam banyak kasus lembaga-lembaga audit mengalami konflik kepentingan dengan badan yang lebih tinggi ataupun klien mereka
BERLANGSUNGNYA PRAKTEK-PRAKTEK KORUP YANG SISTEMATIS DAN BESAR-BESARAN DI INDONESIA
Masalah Utama Lembaga-lembaga Audit Publik Mereka tidak menerima cukup pendanaan, kekurangan staf yang terlatih untuk mengadakan audit investigatif atas praktekpraktek korup, khususnya di daerah
Kemungkinan Pembaruan Internal Tekanan untuk membuat kinerja audit berstandar internasional sebagian besar berasal dari donor asing Kemungkinan Pembaruan Eksternal Donor-donor asing ingin ada perubahan-perubahan di BPK dan BPKP
Sebab-sebab BPK tidak mampu melaksanakan fungsi Otoritas Audit Tertinggi
BPK tidak mendapat dana yang memadai untuk menutup biaya operasional auditaudit yang dilaksanakannya BPK meminta dana dari lembagalembaga yang diauditnya
BPK tidak memiliki cukup auditor yang terlatih dalam hal investigasi
BPK tidak memiliki kekuasaan untuk memaksa agar rekomendasinya dilaksanakan – BPK hanya melaporkan ke DPR yang praktis tak mampu berbuat banyak untuk menindaklanjutinya BPK terutama melaksanakan audit pemenuhan aturan (compliance) bukan audit kinerja (performance) BPK tidak memiliki kapasitas untuk mengaudit seluruh kegiatan pemerintah
BPKP tidak mampu menjamin adanya pemenuhan atas rekomendasi rekomendasi yang dibuat berdasarkan temuan-temuannya
Inspektorat jenderal jarang melaporkan isu-isu korupsi dan jarang mengusut secara hukum
BPKP melaporkan temuannya kepada pemerintah dan secara teratur mengeluh bahwa rekomendasi tidak pernah diikuti
Auditor internal tiap departemen (Inspektur Jenderal) hanya melaksanakan audit pemenuhan atas peraturan (compliance)
BPKP tak mendapat cukup dana untuk seluruh pekerjaan yang harus dilakukan dan meminta dana dari lembaga-lembaga yang diauditnya BPKP adalah sebuah organisasi audit internal bagi pemerintah RI, dan secara implisit mengandung konflik kepentingan
Sebagian besar auditor daerah, Badan Pengawasan Daerah, belum berfungsi efektif, dan tidak melaksanakan audit kinerja
47
Pohon Tujuan Pemberantasan Korupsi di Sektor Lembaga Audit Publik Hasil-hasil Publik percaya bahwa pemerintah RI bertindak sebagai polisi atas diri sendiri Semua kasus yang dicurigai mengandung unsur korupsi harus dikenai audit yang bersifat penyelidikan
Pegawai negeri tidak memiliki kekebalan dari proses hukum atas kasus-kasus korupsi
Rekomendasirekomendasi lembaga audit yang berdasarkan temuan-temuan atas korupsi harus ditindaklanjuti ke pengadilan
Tidak ada konflik kepentingan antara para auditor dan klien, dan klien tidak dipungut bayaran atas layanan audit yang diberikan
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Tujuan Utama Lembaga-lembaga Audit Publik Mereka memiliki dana cukup, staf pegawai terlatih yang cukup untuk segala bentuk audit, termasuk audit yang bersifat penyelidikan, dan aktif di daerah. Temuantemuan mereka bermuara pada proses hukum
Sebab-sebab
BPK mampu melaksanakan fungsinya sebagai Lembaga Audit Tertinggi
BPK memiliki cukup dana untuk melakukan kegiatan yang ingin dilakukannya BPK memiliki cukup dana untuk kegiatan audit yang dilakukan
BPK memiliki cukup auditor terlatih dalam melaksanakan audit penyelidikan (investigative)
DPR menerima, memperdebatkan, dan mengambil tindakan atas laporan rutin BPK tentang korupsi yang ditemukan dalam auditnya atas kantorkantor pemerintah
Bila diperlukan BPK dapat melaksanakan audit kinerja
BPK dapat mengaudit semua kegiatan pemerintah yang perlu
Kemungkinan Pembaruan Internal Tekanan agar tercipta peningkatan kinerja audit datang dari pemerintah Kemungkinan Pembaruan Eksternal Bank Dunia, ADB dan Ausaid berniat membantu pembaruan dalam sektor ini
BPK mengetahui bahwa temuantemuannya akan diperlakukan dengan serius dan ditaati
Inspektorat Jenderal memberi sangsi mereka yang terbukti korupsi
Pemerintah menanggapi temuan-temuan BPKP
Inspektorat Jenderal menyelidiki dengan serius kasus-kasus korupsi dalam departemen mereka
BPKP memiliki cukup sumber daya untuk melaksanakan audit internal atas kantor-kantor pemerintah sesuai rencana
BPKP hanya bekerja sebagai suatu auditor internal
Badan Pengawasan Daerah mengaudit kantor-kantor pemerintah lokal dengan efektif
48
Strategi-strategi, Ide-ide Program dan Asumsi-asumsi Pembaruan Lembaga-lembaga Audit Publik dalam Rangka Memberantas Korupsi STRATEGI: untuk bekerja dengan BPK, BPKP, Irjen, dan Badan Pengawasan Daerah sedemikian rupa sehingga masing-masing mampu dan berkomitmen untuk melakukan pekerjaan yang menjadi tugas mereka
Tujuan/Hasil/Asumsi Tujuan
Indikator Keberhasilan
Asumsi-asumsi
Sasaran
Lembaga-lembaga audit publik profesional dan memiliki integritas
Praktek-praktek korup menjadi langka dalam tata pemerintahan di Indonesia
Maksud Untuk menjamin agar lembagalembaga audit publik memiliki dana dan staf terlatih yang cukup untuk melakukan segala jenis audit, termasuk audit yang bersifat penyelidikan (investigative audit)
Audit memperlihatkan temuantemuan yang berkaitan dengan korupsi
Para auditor dalam badan-badan ini sendiri tidaklah korup Lembaga-lembaga audit siap untuk tidak memperlakukan siapapun dengan istimewa
Output/Program 1. BPK mempunyai cukup dana dan cukup staf terlatih untuk menjalankan mandatnya sebagai Institusi Audit Tertinggi 2. DPR menerima, memperdebatkan dan bertindak berdasarkan laporan rutin BPK atas korupsi yang ditemukan pada audit mereka atas kantorkantor pemerintah 3. BPKP memiliki dana memadai untuk menjadi auditor internal bagi pemerintah 4. Pemerintah menanggapi baik temuan-temuan BPKP berkaitan dengan korupsi 5. Irjen menyelidiki sungguhsungguh kasus-kasus korupsi dalam kementerian mereka masing-masing 6. Badan Pengawasan Daerah (BPD) mengaudit kantor-kantor pemerintah daerah dengan efektif
Pemenuhan (compliance) dan audit investigatif dilaksanakan sesuai kebutuhan dan pihak teraudit tidak dimintai bayaran untuk pelayanan ini Kasus-kasus yang diangkat oleh BPK ditindaklanjuti secara hukum (dimejahijaukan)
BPKP siap memberikan beberapa staf dan sejumlah dana kepada BPK. Depkeu siap menambah anggaran BPK Kejaksaan Agung menerima petunjuk DPR dan menyelidiki kasus-kasus berdasarkan permintaan DPR
BPKP tidak perlu meminta bayaran dari pihak teraudit atas pelayanannya Kasus-kasus yang diangkat oleh BPKP ditindaklanjuti secara hukum (dimejahijaukan)
Depkeu siap menambah anggaran BPKP
Kasus-kasus yang diangkat oleh Irjen ditindaklanjuti secara hukum (dimejahijaukan) Kasus-kasus yang diangkat oleh BPD ditindaklanjuti secara hukum (dimejahijaukan)
Pemerintah siap mengijinkan pegawai negeri yang ditemukan korupsi oleh BPKP untuk dimejahijaukan Pemerintah siap mengijinkan pegawai negeri yang ditemukan korupsi oleh Irjen untuk dimejahijaukan Kantor-kantor pemerintah daerah menerima peran BPD dan mengijinkan mereka mengakses semua rekening dan catatan
49
Lampiran 1: Strategi Multi Segi Para pengamat membandingkan korupsi di Indonesia dengan korupsi yang terjadi di bekas negara-negara yang dahulu tergabung dalam Uni Soviet. Di negara-negara tersebut kontrol yang kuat dari pusat telah digantikan dengan instrumen-instrumen demokrasi (persaingan antar partai politik, desentralisasi kekuasaan ke pemerintah daerah, pers yang bebas), namun warisan dari sistem dan struktur yang ada sebelumnya begitu kuat dan mengalahkan dorongan untuk menerapkan demokrasi. Ada suatu instrumen analisis yang lahir dari studi atas negara-negara bekas Uni Soviet yang berupa pembagian korupsi menjadi dua jenis – State Capture dan Korupsi Administratif. Instrumen ini sangat relevan bagi Indonesia. Korupsi State Capture: “tindakan-tindakan pribadi-pribadi, kelompok, ataupun lembaga dalam sektor publik maupun swasta untuk mempengaruhi penyusunan hukum, peraturan, keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan pemerintah lainnya demi keuntungan mereka sendiri dengan cara memberikan suap kepada pejabat-pejabat publik”. Sebagai contoh seseorang, atau suatu kelompok ataupun lembaga bisa menyuap lembaga legislatif, eksekutif atau yudikatif untuk mengeluarkan suatu peraturan atau keputusan yang menguntungkan mereka. Soeharto mewajibkan semua perusahaan pemegang HPH membayar beberapa persen dari pendapatan mereka untuk Dewan Kehutanan yang sebenarnya masuk ke kantongnya sendiri. Pada saat ini para calon gubernur dan bupati membayar sejumlah uang kepada DPRD untuk memberi persetujuan atas pencalonan mereka sehingga mereka kelak dapat memperoleh pendapatan haram dari jabatan itu. Korupsi Administratif: “penyimpangan-penyimpangan secara sengaja dalam penerapan hukumhukum, peraturan dan ketetapan-ketetapan yang ada demi menguntungkan pelaku-pelaku dari pihak negara maupun non-negara, sebagai hasil dari memberikan suap kepada para pejabat publik”. Sebagai contohnya polisi pada saat ini seperti juga di era Orde Baru meminta uang keamanan dari para pemilik toko, dengan alasan sebagai kontribusi untuk dana keamanan wilayah. Untuk mengatasi masalah ini negara-negara bekas Uni Soviet disarankan untuk menerapkan strategi multi segi dengan melaksanakan hal-hal berikut ini: • • • • •
Akuntabilitas Politik Sektor Swasta yang Kompetitif Manajemen Sektor Publik Partisipasi Masyarakat Sipil Pengontrolan Kelembagaan
“Segi-segi” ini seringkali digambarkan seperti dalam diagram di halaman berikut:
Banyak dari antara “segi-segi” tersebut relevan bagi Indonesia, dan secara prinsip sebagian besar telah disetujui oleh Pemerintah – namun banyak dari mereka menghadapi situasi atau tanggapan yang khas Indonesia sehingga penerapannya terhambat. Dalam banyak hal reformasi telah disepakati secara prinsip, tetapi dalam penerapannya terjadi banyak distorsi: hal ini seringkali dilakukan dengan sengaja seperti ketika kepentingan nasional atau lokal tertentu mencoba mempengaruhi penyusunan UU atau kebijakan, dan ini seringkali disebabkan karena dampak UU atau kebijakan-kebijakan tersebut tidak dipikirkan atau dipertimbangkan dengan mendalam.
50 Strategi Multi-Segi: Meninjau Korupsi State Capture dan Korupsi Administratif Akuntabilitas Politik: - Adanya kompetisi politik, dengan partai-partai politik yang dapat dipercaya - Transparansi dalam pembiayaan partai - Penyingkapan voting-voting di DPR - Pengumuman harta kekayaan, ada aturan-aturan menyangkut konflik kepentingan
Pengontrolan Kelembagaan - Peradilan yang mandiri dan efektif - Pengawasan atas DPR - Penuntutan (jaksa) dan penerapan hukum yang mandiri
Partisipasi Masyarakat Sipil - Kebebasan Informasi - Public hearing atas RUU - Peran untuk LSM-LSM media
ANTIKORUPSI
Sektor Swasta yang Kompetitif - Pembaruan kebijakan ekonomi - Restrukturisasi monopoli yang kompetitif - Penyederhanaan ijin masuk - Transparansi dalam tata pemerintahan perusahaan - Asosiasi-asosiasi bisnis kolektif
Manajemen Sektor Publik - Sistem pegawai negeri yang meritokratis, dengan gaji dalam bentuk uang yang memadai - Manajemen anggaran (cakupan, bendahara, pengadaan, audit) - Pajak dan Bea Cukai - Pemberian pelayanan sektoral - Desentralisasi yang mengandung akuntabilitas
Sumber: “Anti-korupsi dalam Transisi – suatu kontribusi untuk debat kebijakan” BANK DUNIA, 1999 (dan dicetak ulang beberapa kali di beberapa tempat)
Marilah kita meninjau tiga contoh pembaruan yang, dalam teori, jika diterapkan akan mengurangi korupsi, tetapi yang pada kenyataannya telah mengalami distorsi di Indonesia sehingga kita perlu mencari cara kerja yang lain. Ketiga contoh tersebut adalah: • • •
“Peran bagi LSM-LSM media” “Kompetisi politik dengan partai-partai politik yang dapat dipercaya” “Desentralisasi yang disertai Akuntabilitas”
Peran bagi LSM-LSM media: Indonesia pada saat ini, setelah Reformasi, telah memiliki pers bebas yang seringkali membongkar kasus-kasus korupsi. Walaupun demikian, hal ini tidak juga dapat mengurangi korupsi karena alasan-alasan di bawah ini: • • •
Setelah dibongkar di media massa tidak langsung diikuti dengan penuntutan (prosekusi), sehingga setelah hiruk-pikuk yang ditimbulkan memudar, keadaan kembali ke status quo seperti sediakala Pembongkaran kasus korupsi hanya terbatas untuk kasus-kasus tertentu saja: pers tidak meninjau korupsi yang sistematis, tidak memberi petunjuk-petunjuk kepada pembaca bagaimana mereka dapat turut serta dalam reformasi Media, bahkan LSM-LSM Media, rentan terhadap suap dan dengan senang hati bersedia menerima uang publik maupun swasta untuk mengangkat ataupun menjatuhkan orang. Media komersil sebagian besar dikuasai pemilik koran dan stasiun TV yang mempunyai hubungan dengan kelompok-kelompok pemegang kekuasaan politik, dan yang akan memastikan bahwa pembongkaran kasus korupsi ditujukan lebih kepada musuh-musuh politik dan bukannya teman mereka.
Kompetisi politik dengan partai-partai politik yang dapat dipercaya: Indonesia saat ini, setelah Reformasi, memiliki partai-partai politik dan telah mengadakan pemilu yang bebas dan adil pada tahun 1998. Hal ini ternyata tidak juga dapat mengurangi korupsi – dan ini alasannya: •
Para pemilih tidak mempunyai wakil yang bisa mereka pilih dan kepada siapa mereka bisa menyampaikan keluhan-keluhan. Mereka hanya memilih partai, dan diberi salah seorang
51
• • • •
anggota partai yang belum tentu mempunyai hubungan yang langsung dengan para pemilihnya (konstituen) Partai-partai politik tidak mengeluarkan manifesto apapun atau mengumumkan dukungan mereka atas kebijakan-kebijakan tertentu Peraturan-peraturan menyangkut pendanaan kampanye pemilu telah diumumkan, tetapi tidak pernah ditaati, atau tidak ada hasil audit yang dipublikasikan Sudah ada peraturan yang mewajibkan pegawai negeri melaporkan harta kekayaan mereka, namun lembaga yang diberi tanggungjawab tidak memiliki kekuasaan untuk menuntut mereka yang asetnya tampak diperoleh melalui korupsi Para anggota partai yang terpilih dengan segera menjadi sasaran penyuapan baik oleh kalangan Eksekutif pemerintahan maupun oleh bisnis – terutama dalam meminta persetujuan DPR pusat maupun DPRD atas rencana-rencana mereka.
Desentralisasi yang disertai Akuntabilitas: Indonesia telah memulai suatu proses desentralisasi besar-besaran yang diharapkan akan dapat memberikan suara yang lebih besar kepada warga di daerah dan berbeda dengan kebijakan top down yang sentralistis dari Orde Baru. Hal ini telah membawa dampak-dampak negatif berikut: •
• • •
DPRD hanya mempunyai kewenangan terbatas untuk mensupervisi atau memeriksa kerja eksekutif setempat, terbatas hanya pada memberikan suara setuju atau tidak setuju pada laporan pertanggungjawaban tahunan. Dalam banyak kasus kaum eksekutif menyuap DPRD untuk memberi persetujuan atas laporan pertanggungjawaban tersebut. Oknum-oknum ataupun lembaga-lembaga setempat yang mempunyai pengaruh besar telah membeli kesetiaan baik kalangan eksekutif maupun legislatif Sebagian besar dari perangkat kepemerintahan diwariskan dari pusat dan masih dikontrol dari pusat Masyarakat tidak mempunyai hak untuk membahas RUU sebelum rancangan tersebut disahkan menjadi UU, ataupun hak untuk menyampaikan pandangan mereka atas anggaran pemerintah.
Semua hal di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa kita membutuhkan suatu pendekatan yang lebih spesifik yang dibangun berdasarkan realitas khas Indonesia. Ada sejumlah masalah khas yang dihadapi Indonesia yang timbul dari upaya menghalangi pembaruan secara sengaja (walau seringkali dengan berpura-pura mendukung pembaruan) dan struktur-struktur historis atau tradisional yang tidak dapat dengan mudah mengakomodasi pembaruan, bahkan jikapun benar-benar diinginkan.
52
Lampiran 2: Dampak Korupsi pada Indonesia dan penduduk Indonesia Hilangnya Modal Finansial Sebagian besar kekayaan Indonesia telah dicuri oleh para koruptor – terutama oleh keluarga Suharto dan mereka yang mencuri dana BLBI. Karena itulah Indonesia tidak mempunyai uang untuk memberikan pelayanan publik yang dibutuhkan warganya – kesehatan, pendidikan, kesejahteraan. Indonesia kemudian meminjam dari sumbersumber asing dan menempatkan warganya dalam hutang selama paling kurang dua generasi setelah ini. Pencurian sumber-sumber daya negara tidak berhenti sampai dengan terjadinya Krismon saja, tetapi terus berlangsung dengan bagian terbesarnya menjadi suap untuk para pejabat pemerintah, kaum pebisnis dan anggota DPR. Salah satu hal penting dari biaya finansial korupsi adalah bahwa korupsi merampok pendapatan resmi negara dari pajak yang sangat dibutuhkan. Pejabat-pejabat kantor pajak berupaya keras agar uang pajak masuk ke kantong mereka dan bukannya ke kas negara. Dana yang dibutuhkan Indonesia untuk menciptakan pendapatan, yakni investasi asing di Indonesia – tidak masuk karena keseluruhan iklim keuangan yang tidak sehat dan maraknya praktek-praktek korup. Pada tingkat individu, tentu saja, korupsi membuat kaum miskin semakin miskin – merampok dari mereka sedikit uang yang mereka miliki. Hilangnya Modal Sosial Modal sosial adalah jaringan hubungan dan kepercayaan yang membuat suatu negara dapat berjalan. Sampai sejauh tertentu kita berharap bahwa lembagalembaga negara akan melakukan hal yang menjadi tanggung jawab mereka – kita juga berharap bahwa tetangga atau anggota masyarakat kita pada suatu saat akan membantu kita bila dibutuhkan. Di Indonesia sistem peradilan sendiri sudah rusak. Masyarakat sama sekali tidak mempercayai sistem peradilan dan beranggapan keadilan hanyalah komoditas yang diperjual belikan untuk penawar tertinggi. Lama-kelamaan masyarakat mencari mekanisme-mekanisme alternatif untuk menyelesaikan pertentangan. Publik merasa hal seperti ini berlaku juga bagi lembaga-lembaga negara lain seperti Kepolisian – lambat laun masyarakat semakin lebih memilih main hakim sendiri dan berusaha untuk tidak berurusan dengan polisi. Struktur sosial negara kian lama kian memburuk. Tak banyak yang dapat diharapkan masyarakat dari pegawai negeri selain perilaku yang korup dan tidak terhormat dan masyarakat menghadapi hal ini secara cerdik dengan mencoba membangun hubungan patron-klien. Sebagian besar orang telah menjadi begitu terbiasa dengan korupsi sehingga tidak dapat memahami mengapa korupsi bisa berbahaya bagi negara, walaupun mereka mengetahui bahwa korupsi benar-benar telah merugikan mereka. Orang Indonesian
53 menggunakan berbagai macam istilah sinis dan lucu untuk korupsi, tetapi jarang memakai bahasa yang keras seperti “mencuri” dan “maling”. Hilangnya Modal Fisik Hutan-hutan Indonesia hampir hancur lebur karena praktek-praktek korup yang terburuk yang pernah ada di muka bumi; di mana-mana sungai-sungai menjadi rusak dan tanah adat milik masyarakat mengalami erosi, seperti juga bukit dan lembahlembah. Infrastruktur nasional, yang sering dibangun di bawah standar karena korupsi, juga mengalami kehancuran perlahan-lahan. Jalan-jalan raya, jaringan jalan kereta api, jembatan-jembatan, saluran irigasi, dan banyak lagi bagian penting dari kehidupan ekonomi negara berada dalam keadaan terlantar, tetapi korupsi membuat para pejabat lebih memilih membangun sarana baru dan gedung-gedung baru, bukannya memelihara yang sudah ada. Di kota-kota kegagalan dalam penyediaan air bersih dan pengumpulan sampah disebabkan karena korupsi – begitu pula kegagalan dalam menangani polusi. Hilangnya Modal Manusia Kemampuan orang Indonesia untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya serta untuk berkontribusi pada kesejahteraan negara menjadi berkurang karena korupsi. Kemiskinan mereka kian meningkat karena kaum kaya dan berkuasa terus saja merampok uang yang seharusnya dapat dipergunakan untuk memberikan pelayanan sosial dan memperluas kesempatan kerja. Pemerintah terus saja meminta pembayaran atas pelayanan umum dan para pegawainya mencuri sebagian untuk diri mereka sendiri. Kemampuan orang Indonesia untuk mendesak para pemimpin agar menangani situasi ini dengan sungguh-sungguh menjadi berkurang karena perilaku menyedihkan para anggota DPR dan DPRD, di mana orang-orang yang seharusnya mewakili kepentingan masyarakat malah lebih bersemangat untuk meningkatkan penghasilan pribadi mereka dengan korupsi – bahkan kalau perlu bekerja sama dengan para penjahat. Walaupun desentralisasi telah dan sedang berlangsung, kesempatan warga untuk berpartisipasi dalam proses-proses yang melahirkan aturan-aturan yang mengatur kehidupan mereka masihlah sangat minim – dan sebagian besarnya hal ini disebabkan karena para pemegang kekuasaan tidak ingin memberikan sedikit pun dari kekuasaan yang telah membantu mereka memperkaya diri.