Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
MEMBANGUN PERADABAN DENGAN PENDIDIKAN YANG BERBASIS KARAKTER DAN NILAI-NILAI NILAI BUDAYA BANGSA Agoes Hendriyanto PBSI STKIP PGRI Pacitan Email:
[email protected] ABSTRAK Kemajuan Pendidikan di Indonesia sangat tergantung kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung mauoun tidak langsung. Modal yang paling utama semua pihak yang terlibat dalam Bidang Pendidikan harus punya Integritas yang tinggi dalam rangka mempe memperbaiki rbaiki sistem, struktur, dan proses pendidikan yang korup, menuju masa depan yang penuh perubahan mendorong terwujudnya satu Sistem Pendidikan Nasional yang mengarah kepada peningkatan Keimanan dan Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam da rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan karakter harus dilaksanakan dengan sungguh sungguh-sungguh sungguh di mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini sehingga perlu menanamkan nilai-nilai nilai luhur bangsa sebelum siswa diajarkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini sebagai bekal peserta didik untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi yang akan diajarkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan karakter wajib diberikan kepada peserta didik agar kelak menjadi seorang ilmuan, pemimpin, anggota DPR, PR, guru, dosen, dan profesi yang lainnya yang punya sikap dan karakter yang mandiri, tanggung jawab, jujur, penuh integritas, disiplin, rela berkorban, suka menolong dan nilai nilai-nilai nilai luhur yang erupakan ciri khas bangsa Indonesia. Untuk itu diperlukan sua suatu tu terobosan baru dalam pengajaran untuk penanaman nilai-nilai nilai luhur bangsa yang merupakan jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah dan memiliki kepribadian yang luhur. Guru, Dosen, dan Pemimpin baik formal maupun informal yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam sistem pendidikan harus memahami filosofi dari Ki Hadjar Dewantara yaitu: Ing Ngarso Sung Tulado, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Untuk itu diperlukan suatu sistem dan proses perekrutan guru yang transparan transparan,, dan tidak adanya KKN di dalamnya dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia yang uggul u dan berbudi pekerti luhur. Kata Kunci:: Pendidikan Karakter, Ing Ngarso Sung Tulado, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan Nasional yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Undang-undang undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan agar pemerintah 77
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat konstitusi di atas dengan tegas memberikan mberikan perhatian yang besar akan pentingnya pendidikan karakter dan nilai-nilai nilai budaya bangsa yang akan membentuk peserta didik menjadi manusia berbudaya yang berhati nurani luhur karena keteladanan, bimbingan, arahan, dan dorongan dari pendidik yang benar-benar benar menjalankan profesinya dengan menggunakan hati. Selain yang tersebut di atas pendidikan diharapkan membantu membumikan nilai nilainilai agama dan mewujudkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. hari. Selain itu juga pendidikan harus senantiasa berdasar berdasarkan nilai-nilai nilai sosial budaya masyarakat. mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang diajarkan kepada seluruh peserta didik di lembaga pendidikan formal dan informal. Dengan demikian tugas setiap elemen bangsa angsa yang terlibat dalam pendidikan wajib hukumnya untuk mengembangkan sistem pendidikan yang berkarakter, berhati nurani, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berlandaskan nilai sosial budaya yang mengandung filosofi yang sangat luar biasa. Hal ini semakin emakin diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), nomer 20 tahun 2003, menegaskan kembali fungsi dan tujuan pendidikan nasional kita seperti yang telah diamanatkan dalam UUD 1945. Pada pasal 3 Undang-Undang SISDIKNAS ditegaskan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yangg beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dilihat dari kacamata pendidikan, peningkatan tersebut haruslah diterjemahkan secara ecara operasional dan diimplementasikan melalui proses pembelajaran yang memadai. Pembelajaran yang memadai bukan hanya mengembangkan salah satu kecerdasan, akan tetapi seluruh kecerdasan manusia. Dengan demikian pembelajaran harus direncanakan dan diwujudkan dkan dalam rangka meningkatkan ketiga kecerdasan yaitu; pengetahuan, sikap, dan hasil karya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu strategi dan teknik pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengembangkan ketiga kecerdasan. Peran dari lembaga sekolah, guru, murid m dan wali siswa sangat diperlukan dalam rangka pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan ketiga kecerdasan. Lebih jelasnya kecerdasan manusia secara operasional dapat digambarkan melalui tiga dimensi, yakni kognitif, psikomotorik, dan afektif. if. Melalui pengembangan kognitif, kapasitas berpikir manusia harus berkembang. Melalui pengembangan psikomotorik, kecakapan hidup manusia harus tumbuh. Melalui pengembangan afektif, kapasitas sikap manusia harus mulia. Hal ini sejalan dengan dasar pendidikan kan Indonesia, yakni mencerdaskan bangsa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Dengan kata lain, peserta didik bersekolah bukan hanya untuk menghadapi bahasan soal-soal soal ujian, peserta didik bersekolah merupakan strategi untuk mempersiapkan dirinya diri memasuki kehidupan di masa kini dan masa yang akan datang yang lebih baik. Secara empiris, pelaksanaan pembelajaran masih diarahkan kepada pencerdasan yang bersifat kognitif, hal ini bisa kita lihat di sekolah-sekolah sekolah umum. Pada tataran ini pun, kecerdasan rdasan intelektual yang bersifat kognitif masih terbatas kepada pengembangan kemampuan menghafal atau transfer pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan soal-soal soal ujian. 78
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
Pengembangan kognitif yang lainnya masih diabaikan, misalnya, pengembangan kognitif untuk ntuk meningkatkan daya kritis. Walaupun sejak tahun 2010 yang lalu, pendidikan karakter telah dicanangkan untuk dijadikan gerakan nasional di seluruh tingkat pendidikan yaitu PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sampai dengan perguruan tinggi. Menteri Pendidi Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) saat itu mengeluarkan PERMENDIKNAS (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) tentang pendidikan karakter. Ada 18 nilai budaya dan karakter bangsa yang seharusnya ditanamkan pada peserta didik. 18 nilai budaya dan karakter bangsa itu mencakup Jujur, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat (komunikatif), cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Pendidikan karakter yang dilakukan di Indonesia tidak diberi bobot nilai, tetapi dijadikan pembiasaan keseharian di sekolah sehingga membudaya. Anak yang melanggar nilai-nilai nilai karakter yang telah disepakati kendalanya pada saat pelaksanaan an dan penindakan bagi yang melaggar. Tidak bisa dipungkiri bahwa guru mempunyai perasaan yang tidak sama terhadap anak-anak anak pejabat yang sekolah di lembaga pendidikan tertentu pasti mendapatkan perlakuan yang lebih baik jika dibandingkan dengan lainnya. Contoh yang kurang baik ini akan membekas pada hati anak didik yang pada akhirnya akan menciptakan karakter pendendam kepada orang lain. Pada mulanya ingin membuat sikap yang baik menjadi suatu kebiasaan malah kita sendiri yang malah mencontohkan karakterr yang tidak baik pada siswa yang mendapatkan perlakuan yang berbeda atau diskriminasi. Kenyataan seperti ini sering terlihat pada sekolah sekolahsekolah yang anak didiknya banyak dari
orang tuanya berpengaruh di suatu daerah tertentu. Untuk itu maka diperlukan guruguru yang profesional yang mendidik dengan hati, yang pandai untuk membuat keteladanan, dorongan, motivasi, dan pujian kepada anak didiknya yang berprestasi, serta tidak membedakan perlakuan terhadap peserta didiknya. Sehingga proses pembelajaran akan an menyenangkan dan tidak menimbulkan persoalan baru yang berhubungan dengan perasaan peserta didik. Dalam mengajarkan pendidikan karakter tersebut guru harus bisa memainkan 3 (tiga) peran yaitu, pemberi perhatian, panutan, dan sekaligus pembimbing bagi peserta serta didik. Pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran tambahan. Nilai-nilai nilai budaya dan karakter bangsa yang terdiri dari 18 tersebut yang akan diintegrasikan kepada siswa melalui mata pelajaran yang disampaikan oleh gurunya. Guru juga turut mengidentifikasikan identifikasikan nilai-nilai nilai budaya dan karakter bangsa tersebut yang terdapat pada mata pelajaran yang diampu. Maka dari itu, guru harus mampu merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) berbasis karakter, Silabus berbasis karakter, dan bahan ajar berbasis basis karakter. Hal ini sangat berlawanan dengan penerapan Kurikulum 2013 yang dilaksanakan Juli 2013 mendatang bersifat pemaksaan seperti diwartakan oleh Tribunnews.com tanggal 21 April 2013. Penyusunan kurikulum 2013 bukan berasal dari penyempurnaan dari dar kurikulum KTSP 2006 melainkan kebijakan yang bersifat Top Down dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementeriaan Pendidikan dan kebudayaan Nasional. Kurikulum ini mengkebiri hakhak hak dari sekolah dan guru yang mengetahui secara mendetail kondisi pembelajaran, pembelaja sarana prasarana, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Dengan Kurikulum 2013 sekolah dan guru akan mengalami kesulitan dalam merancang pembelajaran yang berbasis 79
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
sosial budaya masyarakat dan karakter. Padahal yang mengetahui kondisi realitas pembelajaran lajaran dan sosial budaya bukan orang yang menentukan kebijakan dari pusat melainkan guru dan sekolah. Dengan kondisi yang demikian perencanaan pendidikan nasional bukannya direncanakan dari bawah melanikan dari atas atau Top Down. Kurikulum 2013 amat sen sentralistik, bertentangan dengan semangat reformasi yang menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi pengelolaan pendidikan. Belum ada riset dan evaluasi yang mendalam dan sungguh-sungguh sungguh tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), baik berdasarkan kan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi maupun Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Hal ini sangat berbeda sekali dalam pembuatan Kurikulum KTSP 2006 yang dikembangkan berdasarkan pedoman dan rambu-rambu yang ng ditetapkan oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), yang menghargai otonomi guru dan sekolah serta keanerakagaman budaya dan konteks setempat. Pada Kurikulum model KTSP memberi peluang bagi guru dengan harapan model KTSP dapat menjadi pedoman bagi guru dalam menyusun silabus yang sesuai dengan kondisi sekolah dan potensi daerah masing-masing masing yang diberikannya kewenangan kepada sekolah untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan pendidikan. Hal ini berlawanan dalam proses Penyusunan Kurikulum ulum 2013 tidak berdasarkan kajian yang mendalam dan transparan terhadap situasi yang menjadi alasan kuat perlunya kurikulum 2013. Rumusannya amat sangat normatif berdasarkan spekulasi tanpa dukungan hasil riset dan ujicoba inovasi di lapangan. Perlu kita renungkan bersama rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia disebabkan salah satunya sistem pendidikan yang seakan-akan akan sudah terurus tapi masih kurang tepat penanganannya,
seperti orang sakit kepala dikasih obat penurun panas. Seringkali kebijakan tersebut hanya coba-coba coba atau eksperimen dengan demikian hasilnya ada dua kemungkinan yaitu berhasil dan gagal atau baik dan buruk. Anak didik dan guru merupakan laboratorium berjalan, yang harus selalu siap untuk menerima kebijakan dalam dunia pendidikan yang selalu berubah-ubah ubah disesuaikan dengan selera yang mempunyai kekuasaan Dengan melihat permasalahan bangsa yang semakin hari semakin rumit marilah kita yang terlibat dalam bidang pendidikan untuk mencari solusi dan sedikit memberikan sesuatu yang berharga kepada bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu fungsi utama dari dunia pendidikan kita harus mempunyai niat yang tulus dalam rangka memajukan pendidikan Indonesia. Peningkatan yang real dan tidak manipulatif, dan koruptif yang akan menumbuhkan pendidikan ndidikan yang luar biasa akan melahirkan generasi yang akan datang yang mempunyai karakter dan nilai-nilai nilai budaya yang luhur. Untuk itu peran dari bapak ibu guru, dosen sangat dibutuhkan dalam rangka terwujudnya tujuan tersebut. Hal ini sangat berlawanan dengan pelaksanaan Kurikulum 2013 yang merupakan pemaksaan kehendak dari pemerintah pusat, karena kurikulum 2013 bukan hasil dari evaluasi yang menyeluruh dari pelaksanaan kurikulum KTSP 2006. Peran Guru dan sekolah seperti dikebiri oleh pemerintah, seakan-akan akan tampak jelas peran guru dan sekolah tapi kenyataannya perannya dipangkas. Kurikulum 2013, perencanaan maupun penyusunan silabus serta penyusunan dan penerbitan buku pelajaran ditentukan serta dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian n Pendidikan dan Kebudayaan (sentralisasi). Tanpa kesungguhan, perubahan kurikulum hanya mengutak-atik atik apa yang ada dengan dibumbui pengantar yang 80
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
muluk. Kurikulum Pendidikan yang Mencerdaskan. Seperti diamanatkan ddalam UU Sikdiknas No 20 Tahun 2003 Bab X mengenai bentuk kurikulum yaitu pasal 36 ayat 1 yang berbunyi ”Pengembangan Kurikulum Di Lakukan Dengan Mengacu Pada Standar Nasional Pendidikan Untuk Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional”dilanjutkan ayat 2 “Kurikulum Pada Semua Jenjang Dan Jenis Pendidi Pendidikan Di Kembangkan Dengan Prinsip Diverisifikasi Sesuai Dengan Satuan Pendidikan, Potensi Daerah, Dan Peserta Didik”,dan ayat 3 berbunyi “kurikulum disusun usun dengan jenjang pendidikan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan katan iman dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional onal dan nilai nilai-nilai keagamaan. Diakui atau tidak, tolok ukur bangsa berkualitas di pandang dari sejauh mana pendidikan mampu melahirkan manusia manusiamanusia yang handal. Bangsa akan menjadi berkualitas apabila manusianya yang berkualitas. Ini tidak dapat di pungkiri dan harus diakui secara bersama. ersama. Oleh karena itu, sebagai bangsa yang ingin menuju pada bangsa berkualitas pun harus mampu melaksakan peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu perlu suatu proses perenungan dan saling mengkoreksi diri setiap yang terlibat dalam dunia pendidikan. ikan. Bukan hanya mencari mencari-cari kambing hitam jika menjumpai atau menemui suatu persoalan marilah persoalan itu kita pecahkan bersama. bersama.. Kurikulum KTSP yang pencapaiannya belum maksimal diganti kurikulum baru yang pelaksanaannya pada tahun 2013. Kurikulum baru ini pasti menyerap anggaran yang luar biasa dalam
pembuatannya, pelaksanaanya, dan evaluasinya. Kita sebagai pemerhati pendidikan kadang-kadang kadang berpikir negatif bahwa kebijakan-kebijakan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah khususnya Departemen pendidikan Nasional Nas hanya mencairkan anggaran pendidikan yang sangat tinggi dari APBN yang mencapai 20 % dari Anggaran APBN yang jumlahnya sekitar 40 Trilyun Rupiah, jumlah yang sangat fantastik. Rendahnya penyerapan anggaran pada sektor pendidikan akhirnya digunakan untuk ntuk sarana mencoba-coba mencoba suatu kebijakan, kalau kita lihat negara lain yang sudah tidak merubah suatu kebijakan tapi hanya mengevaluasi dan memperbaiki yang masih kurang, dan fokus pada penggarapan pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana belajar mengajar yang mencapai tingkat yang standar nasional bahkan international, dalam rangka mempersiapkan pilar-pilar pilar bangsa yang akan menghadapi tantangan yang semakin luar biasa. . Sebaiknya negara kita dalam membuat kebijakan harus mengumpulkan ahli-ahli pendidikan yang mempunyai hati nurani yang luhur yang mempunyai itikad yang baik, iklas untuk kemajuan pendidikan di Indonesia untuk membuat suatu konsep bagi pendidikan di Indonesia yang harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya kita. Sehingga tidak akan ada lagi kebijakan yang menyalahi aturan di atasnya sehingga ada yang menggugat akan dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945. Carut marutnya pendidikan di Indonesia sudah mencapai klimaknya, dimana pemerintah memaksakan Ujian Nasional serentak ak yang dianggap gagal.. Kegagalan pertama; pelaksanaan Ujian Nasional setingkat SMA yang jadwalnya serentak tanggal 15 April 2013 di 13 Propinsi khususnya di Indonesia Bagian Barat ditunda sampai hari rabu tanggal 18 April 2013. Kedua pengunduran selama 2 81
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
hari itu juga mengalami permasalahanya dimana jumlah soalnya untuk beberapa Kabupaten di 11 propinsi tersebut masih kurang sehingga diperbolehkan untuk menggandakan soal dengan cara Fotocopy. Dari fenomena yang terlihat akhir akhirakhir ini bahwa kebijaksanaann Mendikbud hanya merupakan kebijakan yang hanya coba-coba coba dan tidak dipikirkan secara matang terlihat jelas pada Pelaksanaan Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan SMP yang banyak timbul permasalahan, padahal pelaksanaannya rutin dilaksanakan selama bertahun-tahun. tahun. Selain itu banyak sekali produk hukum yang hanya mewakili suatu kelompok tertentu seperti peraturan Menteri yang mengatur Perguruan Tinggi yang merugikan keberadaan Perguruan Tinggi Swasta, RSBI yang dibubarkan, pemaksaan pelaksanaan Kurikulum 201 2013 untuk SMA wajib hukumnya dilaksanakan pada bulan Juli 2013 dan peraturan lainnya yang dibuat berdasarkan keinginan kelompok tertentu saja.. Seperti pernyataan yang menjadi peringatan bagi kita yang terlibat dalam Pendidikan, Bapak Busyro Muqodas mengatakan kan bahwa sukses di masa depan sangat tergantung dalam mempersiapkan segala kebijakan diperlukan integritas yang tinggi dalam rangka memperbaiki sistem, struktur, dan proses politik yang korup. Inilah fakta yang harus kita hadapi apakah para petinggi-peetinggi inggi di negeri ini sudah menjalankan kewajibannya sebagai warga negara, marilah kita saling merenung dan merefleksikan diri kita masing masing-masing, jangan mencari kambing hitam, ibaratkan bahwa pabrik cat sekarang lebih bayak memproduksi cat yang berwarna put putih sehingga tidak ada yang perlu dikambing hitamkan. Berdasarkan latar belakang di atas maka kami tertarik untuk mengambil judul makalah “Membangun Peradaban Dengan Pendidikan Yang Berbasis sis Karakter Dan Budaya Bangsa.”
2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka kami mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: a. Apakah Pendidikan yang berbasis Karakter dapat diandalkan dalam menghadapi persaingan Global? b. Bagaimanakah seharusnya Peran Guru dan Dosen dalam menyikapi pelaksanaan Kurikulum 2013? B. PENDIDIKAN IKAN YANG BERBASIS KARAKTER DAPAT DIANDALKAN DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN GLOBAL Menurut Hamzah B. Uno ( 2007: 1) pendidikan sebagai suatu sistem yang bertujuan untuk mencerdasan anak bangsa, dewasa ini dihadapkan pada berbagai persoalan yang semakin rumit dan wajib untuk segera diselesaikan agar persoalan tersebut tidak semakin menggunung yang barakibat pada terganggunya proses pendidikan. Dewasa ini seringnya terjadi tawuran antar pelajar, pemecahan masalahnya tidak sampai pada akar masalahnya tapi hanya menangkap anakanak anak yang tawuran oleh pihak kepolisian. Seharusnya lembaga yang menangani pendidikan harus merubah sistem, dan proses pendidikan yang ada dengan lebih mengedepankan pembelajaran dalam peningkatan aspek (sikap) afektif, dan (hasil) psikomotorik. orik. Dengan mengevaluasi secara menyeluruh kelemahan kurikulum KTSP 2006 yang melibatkan ahli-ahli ahli pendidikan, yang dilakukan bertahun-tahun bertahun membuat kurikulum baru yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. Pendidikan menurut UndangUndang Undang Sikdiknas no. 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk mempersiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan agar peserta didik tersebut berperan dalam 82
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
kehidupannya. Berdasarkan pengertian di atas terlihat bahwa se seseorang yang memposisikan dirinya sebagai pendidik mempunyai umur lebih tua jika dibandingkan dengan peserta didik. Dengan demikian seseorang yang mempunyai usia lebih muda berhak untuk mengajar peserta didik yang usianya di atasnya karena mempunyai kompetensi tensi yang diinginkan oleh lembaga pendidikan Pendidikan pada hakikatnya seperti dinyatakan para ahli psikologi pendidikan seperti Chaplin (1972), Tardif (1987), dan Reber (1988), adalah pengembangan potensi atau kemampuan menusia secara menyeluruh yang pelaksanaannya laksanaannya dilakukan dengan cara mengajarkan berbagai pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri. Menurut pendapat ahli di atas terlihat jelas bahwa pendidikan merupakan suatu cara atau kegiatan yang dilakukan untuk mengembangkan potensi atau kemampuan manusia yang pelaksanaannnya dilakukan oleh manusia dalam hal ini guru atau dosen. Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character)) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave” (Ryan and Bohlin Bohlin, 1999: 5). Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1987: 214). Berdasarkan arti kata seperti yang disebutkan di atas bahwa karakter adalah mengukir, melukis, memahatkan, bahkan menggoreska menggoreskan sesuatu yang bersifat abstrak kepada diri seseorang. Sifat baik yang sifatnya abstrak yang diukirkan, dilukiskan, dipahatkan, serta digoreskan kepada seseorang harus dilakukan oleh seorang yang benar benar-benar profesional. Kalau bukan seorang profesional dikawatirkan kawatirkan hasil dari karyanya malah akan merusak pemandangan yang sudah ada. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan tabiat,
sifat-sifat sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter Karakt juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008: 682). Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, cil, dan juga bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80). Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona. Menurutnya karakter adalah “A A reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya Lickona menambahkan, menam “Character Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior” behavior (Lickona, 1991: 51). Menurut Lickona, karakter mulia (good character)) meliputi pengetahuan tentang kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap erhadap kebaikan, dan akhirnya benar-benar benar melakukan kebaikan. Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), ( sikap (attitides), ), dan motivasi (motivations), ( serta perilaku (behaviors)) dan keterampilan (skills). Dari pengertian tian di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilainilai nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma norma agama, hukum, 83
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
tata karma, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian karakter tersebut sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk berinteraksi dengan sesama, sehingga akan tercipta suatu keselarasan, keseimbangan, sikap saling menghormati antar sesama. Dengan demikian seseorang yang mempunyai karakter memiliki kecenderungan mudah beradaptasi terhadap lingkungan disekitarnya, bahkan akan menjadi panutan dalam penanaman nilai nilainilai karakter di daerahnya. Dengan sangat pentingnya karakter maka muncul konsep pendidikan karakter (character character education education). Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. an. Thomas Lickona ona dianggap sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.. Melalui bukunya, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), ), mencintai kebaikan (desiring the good), ), dan melakukan kebaikan (doing the good)) (Lickona, 1991: 51). Untuk melengkapi pengertian tentang karakter ini akan dikemukakan juga pengertian akhlak, moral, dan etika. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab “al “al-akhlaq” yang merupakan bentuk jamak dari kata “al “alkhuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah ah laku, atau tabiat (Hamzah Ya’qub, 1988: 11). Berdasarkan pegertian di atas karakter identik dengan aklak setiap individu. Aklak disini merupakan sifat baik yang dimiliki oleh seseorang yang rutin dilakukankannya, yang mempunyai efek positif bagi lingkungan. ngan. Dalam mengajarkan pendidikan karakter tersebut guru harus bisa memainkan 3 (tiga) peran yaitu, pemberi perhatian, panutan, dan sekaligus pembimbing bagi peserta didik.
Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran. Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada pikiran (Rahmat Djatnika, 1996: 27). Dalam khazanah perbendaharaan bahasa Indonesia kata yang setara maknanya dengan akhlak adalah moral dan etika. Pada dasarnya secara konseptual kata etika dan moral mempunyai pengertian serupa, erupa, yakni samasama sama membicarakan perbuatan dan perilaku manusia ditinjau dari sudut pandang nilai baik dan buruk. Akan tetapi dalam aplikasinya etika lebih bersifat teoritis filosofis sebagai acuan untuk mengkaji sistem nilai, sedang moral bersifat praktis prak sebagai tolok ukur untuk menilai perbuatan yang dilakukan oleh seseorang (Muka Sa’id, 1986: 23-24). Undang Dasar Negara Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat Undang-Undang Undang Dasar 1945 jelas mengatur bahwa pendidikan diarahkan untuk membimbing, mengarahkan, rahkan, dan mengajarkan kepada anak didik untuk: pertama, keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan hanya memeluk agama tetapi menjadi insan yang bertaqwa yang menjalankan dan mengaplikasikan di kehidupan kemasyarakatan; kedua, pendidikan ditujukan ujukan untuk membentuk karakter peserta didik untuk memiliki akhlak mulia; dan ketiga, mencerdaskan 84
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
anak didik dengan mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Menteri Pendidikan Nasional (MENDIKNAS) saat aat itu mengeluarkan PERMENDIKNAS (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional) tentang pendidikan karakter. Ada 18 nilai budaya dan karakter bangsa yang seharusnya ditanamkan pada peserta didik. 18 nilai budaya dan karakter bangsa itu mencakup jujur, religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat (komunikatif), cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. PERMENDI PERMENDIKNAS di atas jangan hanya sebagai pajangan saja marilah diimplementasikan di lapangan dengan penuh integritas yang tinggi sehingga akan membuahkan hasil nyata. Sehingga tidak akan kita jumpai bentuk bentukbentuk kekerasan, pemaksaan kehendak, keputusan didasarkann pada suara terbanyak, sehingga yang kawannya banyak walaupun salah akan menang dalam forum diskusi. Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebias kebiasaan (habituation)) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Karakter merupakan nilai-nilai nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan bangsa sertaa negaranya. Pendidikan ini tidak menyulap anak didik menjadi pintar saja, melainkan juga membentuk pribadi yang baik pada diri anak didik tersebut. Keberhasilan dari pendidikan karakter ini dapat diketahui melalui pencapaian indikator yang telah ditentuk ditentukan oleh masing-masing masing sekolah bersama dengan peserta didik yaitu terlihat jelas pada tingkah laku anak didiknya seperti
terjadi peningkatan tanggung jawab, disiplin, menghargai pendapat orang lain, senang bekerjasama, cinta kasih, suka menolong, kesederhanaan naan dan kejujuran yang semakin meningkat. Keberhasilan lainnya juga terdapat pada tataran sekolah guru, dosen, dan petugas sekolah semakin tingginya akhlaknya, sehingga akan semakin menjadi teladan bagi peserta didiknya. Selain itu terbentuknya pada budaya ya sekolah yaitu perilaku yang luhur, tradisi, dan kebiasaan keseharian yang selalu mengedepankan akhlak mulia. Dengan demikian pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. Pendidikan karakter harus ditempatkan tkan pada posisii yang sama dengan pendidikan pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian pendidikan karakter harus mendapatkan penilaian yang sama dan jangan hanya sebagai pelengkap saja. Selain fungsi di atas guru harus memahami makna filosofi dalam ajaran aja Ki Hadjar Dewantara yang sangat populer yaitu Tut Wuri Handayani. Mengenai makna dari Tut Wuri belakng, dan handayani memberikan dorongan, motivasi dan semangat kepada peserta didik agar menjadi insang yang mulia, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan pribadi-pribadi pribadi yang luhur yang bekerja dengan hatinya. Ing Ngarso Sung Tulado, seorang guru an dosen harus selalu berada di garis terdepan harus bisa memberikan contoh, dan suri tauladan yang baik bagi muridnya. Ing Madya Mangun Karso, seorang guru harus senantiasa untuk memperbaiki perilaku, mampu melaksanakan nilai-nilai nilai budaya, mampu memecahkan masalah bukan untuk membuat suatu persoalan baru, komitmen untuk mencerdaskan muridnya, dan mengutamakan kepentingan masyarakat atau umum. Tutt Wuri Handayani: seorang Guru dan Dosen harus selalu berada di tengah muridnya dalam rangka memberi 85
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
motivasi, semangat, dan stimulus atau penghargaan bagi yang berprestasi. Pendidikan karakter bukanlah sebuah mata pelajaran tambahan oleh karena iu harus dimasukkan imasukkan dalam pembelajaran jangan disisipkan dalam pengajaran ilmu pengetahuan. Hal ini akan berdampak bahwa pendidikan karakter hanya sebuah sisipan pelajaran dengan demikian jangan mengharapkan karakter anak akan terjadi peningkatan. Oleh karena itu kita sebagai dosen harus mengajarkan karakter pada mahasiswa dan harus mendapatkan penilaian tersendiri yang akan mempengaruhi nilai akhir mata kuliah, berarti harus normatif dan disampaikan pada awal kuliah. Nilai-nilai nilai budaya dan karakter bangsa tersebut ut yang akan diintegrasikan kepada siswa melalui mata pelajaran yang disampaikan oleh guru harus melalui identifikasi yang harus terdapat pada mata pelajaran yang diampu. Maka dari itu, guru harus mampu merancang RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) berb berbasis karakter, Silabus berbasis karakter, dan bahan ajar berbasis karakter. Dengan demikian peran guru sangat luar biasa dalam merancang, merencanakan, dan pembelajaran yang berbasis karakter, dengan diberlakukannnya kurikulum 2013 yang memangkas kewenangann guru dalam merencanakan pembelajaran yang berbasis karakter akan membawa dampak yang kurang baik bagi pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan untuk masa depan bangsa Indonesia yang telah kehilangan jatidiri sebagai bangsa yang santun, ramah dan berbudi pekerti yang luhur. Dewasa ini bangsa kita telah keluar dari jati diri tersebut menjadi bangsa yang beringas, terkorup nomer 3 di dunia, tingkat kriminalitas yang tinggi, dan moral yang sangat rendah. Dengan fenomena tersebut seharusnya menjadi di warning bagi Mendikbud untuk lebih serius dalam penanganan karakter bangsa. Kementrian
pendidikan dan Kebudayaan harus benarbenar benar di isi oleh orang-orang orang pilihan dengan karakter yang luar biasa sehingga akan menghasilkan suatu putusan yang luar biasa dalam rangka untuk mengembalikan jatidiri bangsa yang telah hilang dari bumi Indonesia. Pendidikan jangan dicampuradukan dengan dunia politik. Hal ini akan memperparah pendidikan di Indonesia yang seakan-akan akan tidak terusus kenyataannya diurus dengan mengalokasikan alokasikan anggaran 20 % dari APBN. Kriminalitas yang tinggi setiap harinya, kerusakan lingkungan akibat ulah tangan manusia, kehidupan ekonomi masyarakat yang konsumtif, masyarakat senang kepada budaya yang instan, dan kehidupan politik yang tidak lagi produktif cenderung keluar dari etika politik yang bersih, jujur, berwibawa, dan bermartabat. Penyebabnya karena disorientasi dan belum dihayatinya Nilai-Nilai Nilai Pancasila, pergeseran nilai etika dalam semangat nasionalisme dan patriotisme, serta pudarnya kesadaran sadaran terhadap nilai-nilai nilai budaya bangsa. Suksesnya pendidikan karakter ini nanti akan berdampak kepada bangsa sendiri, akan menjadikan bangsa yang kuat dan berwibawa. Demi kelancaran program pemerintah khususnya bidang pendidikan karakter ini, diperlukan an kerja sama dari semua pihak untuk suksesnya program ini, baik dari tenaga fungsional maupun struktural. Membangun budaya sekolah inilah yang butuh keterlibatan semua warga sekolah dalam pembelajaran karakter. Keterlibatan semua warga sekolah dalam perawatan, pemanfaatan, pemeliharaan sarana dan prasarana pembelajaran serta lingkungan sekolah. Nilai-nilai nilai pra-kondisi pra sebagai pembentuk pendidikan karakter ini juga mesti diperhatikan. Nilai nilai prakondisi tersebut seperti nilai keagamaan, budaya sekolah, olah, pengembangan proses pembelajaran, dan identifikasi nilai budaya dan karakter bangsa. 86
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
Pendidikan karakter anak usia dini (masa golden age) diperlukan dikarenakan saat ini bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter pada diri anak bangsa. Oleh karena rena itu diperlukan suatu tindakan nyata di lapangan dalam merealisasikan pndidikan karakter pada anak usia emas yaitu pada anak yang sekolah di PAUD. Pendidikan karakter inilah diharapkan lahirnya generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernafaskan nilainilai luhur bangsa serta agama. Attitude (dalam bahasa Inggris) berarti sikap dalam bahasa Indonesia. Attitude terus berkerut, krisis moral dan akhlak yang terjadi berkepanjangan. Subjek dari krisis tersebut adalah manusianya (generasinya). erasinya). Setiap generasi memiliki tanggung jawab atas zamannya. Maka dari itu, salah satu usaha di bidang pendidikan dengan dicanangkan pendidikan karakter. Beberapa tahun terakhir pendidikan karakter mulai membuming. Ini semua dilakukan, sebagai salah satu atu upaya dalam mengembalikan moralitas bangsa. Nilainilai budaya dan karakter bangsa tersebut akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran hingga tercapai dari tujuan pendidikan karakter itu sendiri, siswa tidak hanya pintar melainkan juga berkarakter (berkepribadian berkepribadian yang baik). Diharapkan dengan adanya pendidikan karakter ini dapat membantu dalam mengembalikan sejatinya moralitas bangsa secara bertahap. Akan lahir generasi-generasi generasi yang mampu menempatkan hak dan kewajiban sesuai dengan tempatnya. Berkur Berkurangnya atau bahkan tidak ada lagi kasus korupsi yang dilakukan sendiri maupun secara berjamaah terjadi yang dipertontonkan di media setiap harinya. Nilai-nilai nilai budaya dan karakter bangsa tersebut akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran hingga tercapai dari tujuan pendidikan karakter itu sendiri, siswa tidak hanya pintar melainkan juga berkarakter (berakhlak yang baik)
Selain faktor tersebut di atas kita lihat bahwa terdapat suatu ketimpangan yang sangat mencolok antara fasilitas pendidikan di sekolah-sekolah ekolah perkotaan yang dekat dengan kekuasaan akan senantiasa mendapatkan fasilitas yang berlebih jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah sekolah di pelosok. Ini mengambil contoh dilapangan untuk pelaksanaan ujian Nasional dimana bahasa Inggris yang menggunakan Listening, istening, bagi daerah kota yang sudah terdapat laboratorium dan ruang kelasnya audionya lebih modern akan berpengaruh terdapat kemampuan bahasa Inggris siswa khususnya listening. Pada kurikulum 2013 bahasa Inggris tidak diajarkan di tingkat SD hal ini akan berdampak pada kemampuan lulusan Indonesia tidak dapat bersaing dengan tenaga-tenaga tenaga asing. Dengan demikian kurikulum 2013 sangat tidak efektif untuk segera diterapkan karena tidak mengadopsi kepentingan bangsa yang lebih luas yaitu bagaimana mengurangi tingkat korupsi, menumbuhkan moralitas yang tinggi kepada masyarakat, pemerintahan, dan legislator. Kesemuanya bermuara pada bagaimana pemerintah serius dalam merencanakan, dan menyelenggarakan Sistem Pendidikan yang berorientasi Sumber Daya manusia Indonesia nesia seperti yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Undang Dasar 1945. C. PERAN GURU DAN DOSEN DALAM MENYIKAPI PELAKSANAAN KURIKULUM 2013. Sebelum kita membahas lebih jauh marilah kita baca Undang-Undang Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,, yaitu manusia terdidik yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, berakhlak Mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Seharusnya dalam pelaksanaannya di lapangan harus terintegrasi teri sehingga 87
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
setelah 9 tahun berjalan undang undang-undang tersebut harus terlihat hasilnya. Kenyataannya Indonesia berdasarkan hasil Studi PISA (Program for International Student Assesment) menunjukkan peringkat Indonesia 10 terbawah dari 65 Negara. Dengann demikian peraturan, kebijakan yang dibuat seolah-olah olah tidak perlu dilaksanakan tapi perlu dilanggar. Melihat kondisi yang seperti ini kita kadang-kadang kadang miris terhadap kondisi pendidikan di Indonesia. Oleh karenanya memerlukan suatu energi yang luar biasa asa untuk merubah pendidikan Nasional sehingga proses yangtelah dilakukan bertahun-tahun tahun yang membutuhkan anggaran yang luar biasa akan menghasilkan suatu masyarakat eperti yang tertuang dalam Undang-undang undang dasar 1945. Para pendiri bangsa dengan susah banyak membuat Undang-undang undang dasar sebagai acuan generasi penerusnya dalam membangun Sistem Pendidikan yang berkualitas menuju cita-cita cita nasional. Kalau kita melihat akan diberlakukannnya kurkulum 2013 kadangkala kita tertawa, apakah pendidikan kita sebagai panggung anggung drama, ketoprak atau pertunjukan lainnnya, sehingga ada orang yangbtertawa, sedih, bahkan bahagia pada saat diberlakukannya Kurikulum 2013 tersebut. Sedangkan menurut Ketua Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Wuryadi terdapat kelemahan an dalam kurikulum 2013, yaitu bertentangan dengan Undang-Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis. Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi uasi dari pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan. Apalagi di dalam Kurikulum 2013 2013, pemerintah melihat semua guru dan siswa memiliki kapasitas yang sama baik sekolah
di pedesaan maupun di perkotaan, walaupun kenyataannya sangat berbeda dimana kualitas guru, sarana dan siswa di sekolah perkotaan lebih baik. Selain itu juga, guru g juga tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013. Padahal kurikulum menunjukkan inti usaha reformasi pendidikan dan penekanannya pada arti penting kualitas belajar dibandingkan kuantitas belajar. r. Dengan demikian kualitas pembelajaran harus ditingkatkan berdasarkan kondisi tekstual dan kontekstual di satuan pendidikan endidikan masing-masing. masing. Sebetlnya kurikulum KTSP dulu sudah bagus perlu penyempurnaan sehingga akan terjadi suatu kesinambungan sistem yang berdampak pada kelancaran proses menuju reformasi pendidikan. Guru atau dosen merupakan salah satu profesi yang memegang peranan yang sangat tinggi dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia. Untuk itu diperlukan guru yang profesional, bukan guru yang kelihatan profesional yang hanya dilihat dalam bentuk portofolio saja, melainkan guru atau dosen yang kualitasnyaa diakui oleh anak didiknya atau mahasiswa sebagai pendidik bukan penilaian dari yang lainnya. Guru yang profesional merupakan guru yang mempunyai empat kompetensi dan kualifikasi yang telah dipersyaratkan sebagai guru yang profesional. Untuk itu guru haruss dapat menjadi contoh bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan dan panutan bagi peserta didik. Menurut hamzah Umno (2007: 17) seorang ang guru sangat berpengaruh terhadap hasil belajar peserta diidik, untuk itu ia seharusnya dapat selalu meningkatkan wawasan pengetahuan akademis dan praktis melalui jalur pendidikan berjenjang. Dengan senantiasi memperbaharui pengetahuan baik di bidang ilmu i 88
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
pengetahuan dan teknologi juga meningkatkan karakter pribadi agar nantinya dapat dijadikan panutan peserta didiknya. Sebagai contohnya: guru menginginkan anak didiknya mempunyai perilaku, sopan-santun santun sedangkan banyak guru yang tidak berperilaku yang tidak baik, guru menyuruh anak didiknya untuk menulis sedangkan gurunya tidak ada karya tulis. Dengan demikian Guru dan Dosen jangan sampai menyalahkan sistem yang ada salahkanlah diri kita karena yang terlibat dalam pendidikan, Ubahlah niat kita untuk mengabdi ngabdi pada Nusa Bangsa dan Negara, dan yakinlah bahwa Tuhan Yang Maha Esa akan selalu menolong hambanya yang berjalan membela kebenaran, dan menebarkan kebenaran di muka bumi. Oleh karena itu marilah kita mencoba untuk memperbaiki niat kita untuk mengabd mengabdi pada dunia pedidikan demi terciptaya generasi emas yang nantinya dapat membawa perubahan bangsa kearah yang luar biasa dengan mengembalikan jati diri bangsa sebagai bangsa yang bermartabat, sopan santun, dan moralitas yang tinggi. . Dengan tantangan ya yang sangat luar biasa beratnya baik dari dalam negeri maupun dari negara-negara negara luar negeri pada masa globalisasi, sehingga diperlukan sosok-sosok sosok pendidik yang profesional yang mempunyai niat yang btulus untuk meningkatkan kemampuan pesrta didik baik darii segi: kognitif (pengetahuan), Afektif (sikap), dan psikomotorik hasil atau karya. Pendidik yang profesioanal harus mempunyai empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial, serta mempunyai kualifikasi sebagai sarjana ppendidikan. Pendidik yang profesional tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan baik tingkat SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi menjadi pribadi-pribadi pribadi yang pandai, ulet, sabar, jujur, tangguh, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta berbudaya
yang dapat pat menghadapi tantangan dalam kehidupan yang semakin berat. PribadiPribadi pribadi yang tangguh tersebut diharapkan sebagai generasi penerus yang mandiri, berjiwa wirausaha, mempunyai komitmen tinggi dalam pembangunan bangsa dan negara demi kemajuan dan kesejahteraan kesejaht seperti yang telah dirumuskan oleh pendiri negara ini. Untuk menghasilkan pendidik yang profesional tidak semudah membalikkan telapak tangan, diperlukan suatu kerja keras pantang mundur, mulai dari proses pendidikannya, perekutannya, dan pembinaan guru uru yang dilakukan dengan niat yang tulus, kesungguhan, serta tanggung jawab.. Kita sadar bahwa anak-anak anak didik kita sudah banyak keluar dari kaidah-kaidah kaidah pendidikan di mana tawuran antar pelajar sudah menjadi tradisi, sekolah merupakan kegiatan rutinitass hanya sekedar mencari ijazah yang hanya mengakui kemampuan kognitif saja tanpa menyentuh dua kemampuan lainnya yaitu afektif dan psikomotorik. Sekolah berusaha semaksimal mungkin agar nilai-nilai nilai ebtanas tinggi dengan diadakannya bimbingan tes sehingga banyak lembagalembaga bimbingan yang menjamur karena permintaan pasar yang tinggi. Dengan mengejar nilai ebtanas. Banyak lembaga sekolah yang mengajri anak didiknya berbuat curang Dengan kondisi yang seperti pada uraian di atas maka kita jangan saling menyalahkan nyalahkan marilah kita yang terlbat dalam dunia pendidikan mulai intropeksi diri masing-masing, masing, kita sebagai guru apakah kita sudah menjadi guru yang baik, kita menjadi dosen apakah sudah menjadi dosen yang baik, kita menjadi siswa apakah telah menjadi siswa wa yang baik, kita sebagai pembuat kebijakan apakah kita telah membuat kebijakan yang baik, kita sebagai wali murid apakah sudah menjadi wli murid yang baik, marilah kita mulai dari diri kita masing-masing. 89
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
Anak-anak anak didik diajarkan dengan hanya mengerjakan soal-soal soal yang akan diajarkan pada saat ebtanas, ujian masuk Perguuan tinggi, maupun test CPNS. Dengan adanya kegiatan yang hanya mementingkan kemampuan kognitif maka akan timbul generasi penerus yang mempunyai karakter lemah. Jika mereka kelak ak sudah dewasa sukanya yang instan tidak mau berproses tapi menghasilkan uang yang banyak, sehingga praktek praktek-praktek curang selalu dijadikan kegiatan mereka. Hal ini akan semakin memperburuk nilai nilainilai karakter yang dihasilkan oleh proses pembelajaran yangg kurang baik. Pendidikan karakter harus direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu dan holistik sehingga mutu lulusannya akan mempunyai karakter yang luar biasa. Seorang guru dan dosen yang berhadapan langsung dengan peserta didik dan mahasiswa dimana proses pembelajarannya harus menggunakan metode pembelajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pekerjaan siswa dihargai mulai dari proses, dan bagaimana siswa mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dari pelajaran di kelas. Sistem evaluasi uasi yang disusun seharusnya mengevaluasi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik, atau mahasiswa. Sehingga siswa yang bertindak curang akan kelihatan yang pada akhirnya akan membentuk pribadi-pribadi pribadi yang tekun, ulet, disiplin, jujur, dan memilki tanggung jawab. Dengan kondisi yang demikian ini peserta didik akan menjadi pribadi pribadi-pribadi yang kuat mentalnya, sehingga jika telah deasa akan menjadi pribadi yang mandiri, bertanggungjawab, bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan jujur. Seharusnya harusnya evaluasi untuk penentuan nilai siswa harus menggabungkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa yang diharapkan siswa akan termotivasi dan
merasa nyaman yang berakibat pada peningkatan prestasi di sekolah maupun. Ironi sekali jika anak-anak anak didik yang merupakan hasil dari proses pendidikan kita yang salah urus walaupun kelihatannya sudah benar menduduki jabatan-jabatan jabatan strategis maka yang dilakukannya hanya untuk melindungi dan memperkaya kelompok atau golongannya tanpa berpikir bahwaa negara ini merupakan hasil perjuangan kita bersama oleh karena itu semua kegiatan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Manurut Hamzah Umno (2012: 42) jabatan guru adalah jabatan profesional, untuk itu guru harus bekerja secara profesional. Bekerja sebagai gai seorang profesional berarti bekerja dengan keahlian hanya dapat diperoleh melalui pendidikan khusus yaitu pendidikan keguruan dan ilmu pengetahuan. Keahlian dalam bidang pendidikan dengan telah didapatkan sertifikat mengajar atau akta mengajar maka guru ru berhak untuk melaksanakan proses belajar mengajar di sekolah. Kenyataannya jika berasal dari jurusan sarjana non kependidikan walaupun sudah punya akta mengajar, seharusnya lebih banyak melakukan praktek mengajar baik di lembaga formal maupun non-formal formal. Selain peran di atas guru merupakan seorang publik figur yang mulia dan dimuliakan oleh masyarakat. Kehadiran guru ditengah-tengah tengah masyarakat yang merupakan pengayom dan dapat membantu masyarakat dalam memecahkan persoalan di tengah masyarakat. Guru menjadi njadi sosok yang ditiru dan diteladani tingkah laku di masyarakat. Hal ini berlaku sejak jaman sebelum Masehi, dimana dengan adanya guru manusia akan berkembang kearah yang lebih baik dan maju, dan norma. budaya, dan agama berkembang disesuaikan dengan kemampuan mampuan guru. Guru di daerah diibaratkan sosoknya sebagai seorang yang serba bisa yang dapat menjawab setiap persoalan yang timbul dimasyarakat. Pak 90
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
guru dan bu Guru harus selalu siap sedia tenaganya untuk membantu masyarakat di Desa baik untuk menjadi ppanitia-panitia setiap event di Desa maupun anggota lembaga di desa. Namun kenyataannya sekarang ini sangat sulit untuk mengajak guru dalam kepanitiaan di desa dengan alasan kesibukannya atau alasan lainnya. Guru merupakan orang pertama yang mencerdaskan manusia, dimana peran guru memberikan bekal pengetahuan, pengalaman, dan menanamkan nilai nilai-nilai, budaya dan agama terhadap anak didik, dalam proses pendidikan. Dengan adanya guru terdapat sebuah peradaban manusia yang dicatat dan dituliskan dalam bentuk prasasti, dimana peran guru dalam perkembangan peradaban manusia sangat luar biasa. Sulit dibayangkan tanpa adanya guru maka peradapan manusia masih dalam taraf yang kuno dimana hukum alam masih berlaku. Tetapi berkat guru maka ilmu pengetahuan akan semak semakin berkembang menuju kesejahteraan umat manusia. Guru merupakan jabatan professional yang memerlukan berbagai keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka harus memenuhi kriteria professional sebagai berikut: pertama pertama, fisik maksudnya adalah guru harus sehatt jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang dapat menimbulkan cemoohan atau rasa kasihan dari peserta didik; kedua kedua, mental atau kepribadian, maksudnya adalah guru memiliki kepribadian yang baik; mencintai bangsa dan sesama manusia serta rasa kas kasih saying kepada peserta didik; berbudi pekerti yang luhur; berjiwa kreatif; mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa; mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi; bersikap terbuka, peka, dan inovatif; menunjukkan rasa cinta kepada profesinya; ya; taat kepada disiplin; dan memiliki sense of humor humor; ketiga, keilmiahan atau pengetahuan, maksudnya adalah guru harus memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu
menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik; keempat, memahami, menguasai, dan mencintai ilmu pengetahuan yang diajarkan; kelima, memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang bidang yang lain; senang membaca buku-buku buku yang ilmiah; Keenam, mampu memecahkan persoalan secara sistematis; dan ketujuh, memahami prinsip-prinsip prinsip pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, prinsip-prinsip prinsip profesionalitas guru dan dosen harus menguasai berbagai aspek keguruan dan disiplin ilmu harus dimiliki. Oleh karena itu, guru perlu ditempa kepribadiannya dan diasah penguasaan penguasaa materinya sehingga menjadi tenaga yang professional. Yang paling penting yang mengambil kebijakan di Kementerian Pendidikan nasional mengetahui secara menyeluruh dan holistik kekurangan sistem Pendidikan di Indonesia sehingga kebijakannya selalu untuk memperbaiki me kualitas pendidikan, jangan kebijakan yang hanya coba-coba coba yang akan dikorbankan adalah guru, dosen, masyarakat, dan bangsa Indonesia, yang harus kelihatan hasilnya setelah kebijakan tersebut berjalan. Oleh karena jadilah guru dan dosen yang profesional fesional yang bekerja dengan hati, bukan berdasarkan kekuasaan maupun hasrat duniawi yang semu ini. Berdasarkan uraian di atas maka sikap kita sebagai guru dan dosen dalam menanggapi kurikulum 2013 marilah kita koreksi kurikulum 2013 dengan duduk bersama antara pihak-pihak pihak yang terlibat di dalam proses Pendidikan nasional untuk merumuskan suatu kebijaksanaan Pendidikan Nasional yang bukan coba-coba coba tapi nyata menghasilkan suatu perubahan yaitu eningkatan kualitas lulusan baik tingkat SD/Mi, SMP/MTsN, SMA/Ma/SMK, Ma/SMK, dan Perguruan Tinggi, dengan menjadi manusia yang cerdas, berilmu, berakhlak mulia, dan bertaqwa kepa Tuhan Yang Maha Esa.
91
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
pengetahuan dan teknologi karena nilainilai nilai karakter pada anak usia 17 tahun tidak mudah untuk dirubah, oleh karena itu marilah kita yang terlibat dalam dunia pendidikan sungguh--sungguh untuk mengajarkan nilai-nilai nilai budi pekerti yang luhur. 6. Jadilah guru dan dosen yang profesional yang bekerja dengan hati, bukan berdasarkan kekuasaan maupun hasrat Duniawi yang semu ini. Seorang Guru harus memahami filosofi dari Ki Hadjar Dewantara yaitu: a. Ing Ngarso Sung Tulado, seorang guru u yang berada di garis terdepan harus bisa memberikan contoh, dan suri tauladan yang baik bagi masyarakat dan anak didiknya. b. Ing Madya Mangun Karso, seorang guru harus senantiasa untuk memperbaiki perilaku, mampu melaksanakan nilai-nilai nilai budaya, mampu memecahkan cahkan masalah bukan untuk membuat suatu persoalan baru, komitmen untuk mencerdaskan peserda didiknya dan selalu mengutamakan kepentingan masyarakat atau umum. c. Tut Wuri Handayani: seorang guru harus selalu berada di tengah peserta didik dalam rangka memberi ri motivasi, semangat, dan stimulus atau penghargaan bagi peserta didik yang berprestasi.
D. KESIMPULAN 1. Pendidikan di Indonesia akan maju sangat tergantung kepada unsur yang terlibat dalam Pendidikan di Indonesia haruss punya Integritas yang tinggi dalam rangka memperbaiki sistem, struktur, dan proses politik yang korup. 2. kebijaksanaan Pendidikan Nasional yang bukan coba-coba coba tapi nyata menghasilkan suatu perubahan yaitu eningkatan kualitas lulusan baik tingkat SD/Mi, SMP/MTsN, MP/MTsN, SMA/Ma/SMK, dan Perguruan Tinggi, dengan menjadi manusia yang cerdas, berilmu, berakhlak mulia, dan bertaqwa kepa Tuhan Yang Maha Esa. 3. Semua yang terlibat di dunia pendidikan harus saling intropeksi diri dan mengakui kesalahannya, untuk membuat suatu uatu perubahan yang akan mendorong terwujudnya satu sistem pendidikan nasional yang mengarah kepada peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. 4. Pendidikan karakter harus dilaksanakan ksanakan dengan sungguh-sungguh sungguh karena telah lunturnya nilai-nilai nilai keluhuran budi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sehingga nilai luhur bangsa akan semakin menipis berdampak pada Nilai-nilai nilai karakter peserta didik. 5. Pendidikan karakter harus dilaksana dilaksanakan sebelum siswa di ajarkan ilmu
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Undang-Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 20.. Jakarta: Penerbit Sinar Grafika. Hanzah, Umno. 2007. Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan an ReformasiPendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Darmiyati Z, Zuhdan; dan Muhsinatun. 2011. Pengembangan Model Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan Komprehensif, Terpadu Dalampembelajaran Bahasa Indonesia, sia, Ipa, Dan Ips Di Sekolah Dasar. Diunduh 02. mar, 2011 by staf_lppm 92
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Dalam Rangka Dies Natalis Ke 37 Universitas Sebelas Maret
Echols, John M. dan Hassan Shadily. (1987). Kamus Inggris Indonesia. Indonesia Jakarta: Gramedia. Cet. XV. Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Cet. I. Hamzah, Ya’qub. (1988). Etika Islam: Pembinaan Pengantar).Bandung: CV Diponegoro. Cet. IV
Akhlaqulkarimah
(Suatu
Kevin Ryan & Karen E. Bohlin. (1999). Building Character in Schools: Practical Ways to Bring Moral Instruction to Li Life. San Francisco: Jossey Bass Lickona, Thomas. (1991). Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility Responsibility.. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books Muka Sa’id. (1986). Etika Masyarakat Indonesia Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Bahasa Indonesia. Indonesia Jakarta: Pusat Bahasa. Cet. I. Rachmat Djatnika. (1996). Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka Panjimas.
93