PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG WINDU Penneus monodon Fab.
MEILYTATU ATIE LIDAENNI
SIrnIPSI
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN MEILYTATU ATlE LIDAENNI. Pengaruh Pemberian Bakteri Probiotik Vibrio SKT-b dengan Dosis yang Berbeda terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Udang Windu Penaeus n~onodon Fab. Dibimbing oleh WIDANARNI dan DINAMELLA WAHJUNINGRUM Ketersediaan benur dapat menjadi salah satu faktor penentu dalarn budidaya udang windu. Ketersediaan benur dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tinggi rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva. Salah satu ha1 yang dapat menyebablcan rendahnya kelangsungan hidup larva adalah adanya penyakit vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio harveyi, yang biasailya menyerang larva pada stadia a\zal hingga postlarva. U l n ~ ~ m ~u11t~rk l y a nle~langa~li penyakit ini adalah dengan menggunakan antibiotik. Akan tetapi ha1 iili justru l~ieilin~bulkan lnasalah baru yaitu l n ~ ~ ~ i c u l ~strain l y a bakteri patogen yang resisten terhadap antibiotik. Sehingga, saat ini telah ba~iyalcdikembangkan cara lain yang lebih aman, yaitu dengan penggunaan probiotik. Salah satu bakteri kandidat probiotik yang telah diuji malnpu menekan ~nortalitaslarva udang windu adalah bakteri probiotik lfibrio SI
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG WINDU Penne~rsmonodolorz Fab.
SKRIPSI Sebagai salali satu syarat tl~jtukmemperoleh gelar Sarjana Perilcanan pada Fakultas Perilcanan dan l l ~ Kelautan n~~ lnstitut Pertanian Bogol-
Olell : Rleilytatu Atie Lidaenni C13103048
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vi6rio SKT-b DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP IWLANGSUNGAN HIDUP DAN PERTURIBUHAN LARVA UDANG WINDU Peirneiis rnotrodon Fab adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan merupakan bagian dari penelitian Hibah Bersaing dengan judul: Balcteri probiotilc dalam budidaya udang: Seleksi, mekanisme aksi, karakterisasi, dan aplikasinya sebagai agen biokontrol. Semua sumber data dan inforniasi yang berasal atau dikutip dari karpa yang diterbitkali maupun tidak diterbitkan dari pell~ilislain telah disebutkan dalaiu teks dail dicnntunikan dalaln Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Jaliuari 2008
MEILYTATU ATIE LIDAENNI C14103048
Judul skripsi
: PENGARUH PEMBERIAN BAKTERI PROBIOTIK Vibrio SKT-b DENGAN DOSIS YANG BERBEDA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG WINDU Penaeus nzono[lo~o,l Fab
Nama mahasiswa
: Meilytatu Atie Lidaenni
Nomor pokok
: C 14103948
Pembimbing I
Dr. Widanarni NIP: 132 101 009
Dr.Diriarnella Waliiuninorum NIP: 132 234 940
an dan Ilmu Kelautan
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orangtua atas curahan doa dan kasih sayang ltepada penulis. Kepada kakalku dan kedua adikku atas bantuan moriil dan tenaga selama penulis rnenpelesaikan skripsi. Terimakasih yang setinggi-tingginya penulis ucapltan ltepada Dr. Widanarni selaku dosen pembi~nbillgpertama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan bantuan kepada p e n ~ ~ lselalna is penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Dr. Dinamella Wahjuningrum selaku dosen pembilnbing kedua yang banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Pak Ranta, Pak Jajang, Mas Adna, Kang Abe, atas bantuan yang diberikan selama penelitian. Talc l~tpajuga kepada "l'robiolic crell1 (Mba' Ade, Mba' Eva, Icool, WR)" terimakasih atas masultan clan bantuannya selama penelitian, LKI crew atas kebersan~aannyaselama ini clan tsman-teman BDI' '40 serta selnua pihalt yang tidab dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak lnetnbatltu penulis dari awal penelitian hingga sltripsi ini selesai. Penulis menyadari bahwa hasil karya ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritikan dan masultan dari selnua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap selnoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1985 dari Ayah Asnan dan Ibu Sunarsih. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis diawali di SDN Petir 1 Bogor lulus pada tahun 1997. Kemudian penulis n~elanjutka~l ke SLTPN 5 Serpollg dan lulus pada tahun 2000. Setarnat SLTP, penulis melal~jutkanke SMU Negeri 9 Bogor dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Budidaya Perairan tlengan Program Studi Telcnologi dan Ma~lajerne~l Altuakultur melalui jalur SPMB (Selelcsi Penerimaali Mahasiswa B a n ~ ) . Selalna nlellgikuti perkuliahan. penulis pernah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada tahun 2006 dengan komoditas Ikan Gurame Osphronemus gozrrnnzy dan Clzernx qzrtrdricrtrinntz~~. Pen~llisjuga per~lahme~?jadiasistell mata kuliah Avertebrata Air (200512006). Penyaltit Ikan (2006/2007), dan Dasar-Dasar Milcrobiologi Akuatik (200612007). Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dall I~IIILI Icelautan, penulis melakukan penelitia~i yang berjudtil "Pengaruh 1'ernbel.ian
Bakteri
Probiotik Vibrio SKT-b dengan Dosis yang Berbeda terhadap Kelangsungan H i d u p dan Pertumbuhan Larva Udang Windu Perloerrs nzotzorlorz Fab".
DAFTAR IS1 Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
1
......... ii DAFTAR IS1.................................................................................................. iii RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR
.........
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
I.
v vi vii
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................................
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.2 2.3 2.4
Biologi IJdang Windu ........................ . . ..................................... Probiotih sebagai Age11Biokontrol dalam Altualcultur ................... Vibrio SKT-b .................................... Kualitas \ir .....................................................................................
111. METODOLOGI 3.1 M'aktu dan Tempat .......................................................................... 3.2 Alat dan F3ahan 3.2.1 Alal .. ........... 3.2.2 Balian 3.2.2.1 Media Pemeliharaan Udang ....................................... 3.2.2.2 Larva Udalig Windu .................................................. . . 3.2.2.3 Bakteri Prob~otlk....................................................... 3.2.2.4 Media Kultur Bakteri ................................................ 3.2.2.5 Pakan ............................ ............................................. 3.3 Metode Pcnelitian 3.3.1 Penyukuran I
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kelaligsungan Hidup Larva Udang Wilidu ............................ 4.1.2 Pertumbuhan Larva Udang Windu ........................................
4.1.3 Populasi Vibrio SKT-b dalam Tubuh Larva ........................ 4.1.4 P o p ~ ~ l aVibrio si SKT-b pada Media Pemeliharaan ................. 4.1.5 Kualitas Air ............................................................................ 4.2 Pembahasan .................................................................................
V
.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................... . . . . ..................................................... LAMPIRAN ..................................................................................................
DAFTAR TABEL No
.
Teks
Halaman
1. Populasi Vibrio SKT-b dalam Tubuh Larva Udang Windu .......................
17 2 . Nilai Parameter Kualitas Air Selama Pemeliharaa~l................................... 17
DAFTAR GAMBAR No .
Teks
Haiaman
1. Kelangsungan I-lidup (%) Larva Udang Windu pada Akhir
............................................................ 14 Pemeliharaan ............................ . . 2. Pertumbuhan Panjang Larva Udang Windu ...............................................
15
3 . Pertumbuhan Bobot Larva Udang Windu .................................................. 16 4 . Populasi Vibr-io SI
17
DAFTAR LAMPIRAN No
.
Halaman
Teks
1
Wadah pemeliharaan larva udang uji .................................................... 28
2
Komposisi dan cara pembuatan media seawarer complete-agar (SWC-agar) clan Thiosul/~ha/eCirrate Bile-sali Sucrose (TCBS-agar) ....
29
3
Cara pengenceran serial metode turbidinletrib .....................................
31
4
Cara pengulturan ltonsentrasi baltteri menggunaltan spelttrofotometer....
32
5
Metode pengenceran serial dan penyebaran pada media agar..................
33
6
Pengllitungan bakteri dengan metode cawan sebar ...............................
34
7
Tingkat kelangsungan liidup larva udang ............. . .............................
35
8
Nasil analisa sidik ragam tingkat Itelangsungan hidup larva ~idang.......
36
9
Panjang rata-rats dan pertunlbuhan panjang larva ................................
37
10 I-Iasil analisa sidilc ragam pertumbuhan panjang larva ~ldang.................
38
1 1 Bobot rata-rata dan pertumbuhan bobot larva ......................................
39
12 Hasil analisa sidik ragam pertumbuhan bohot lar\:a .................................
40
\ \ ~ I I ~ .......................... LI
41
13 Populasi SKT-b di air pemeliharaan larva udany
I. PENDAHULUAN 1.1 L a t a r Belakang Salah satu faktor utama yang menunjang keberhasilan budidaya adalah ketersediaan benur dalam kuantitas dan kualitas yang terjamin. Ketersediaan benur dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah tinggi rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva. Altan tetapi menurut Murtidjo (2003) ada beberapa kendala yang dihadapi pada pembenihan udang windu diantaranya adalah, kurangnya stok induk, pakan yang kurang cocok, teknik pemeliharaan dan pengelolaan larva yang lcurang memadai termasuk adanya serangan penyakit. Salal~satu penyakit baltterial yang banyalt menyerang larva udang windu adalah vibriosis yang disebabkail oleh balcteri Vibrio harveyi, penyakit ini sering juga disebut penyakit udang menyala. Serangan penyakit ini dapat me~iimbulkan inortalitas tinggi pada pembenihan udang windu (Lavilla-Pittogo et al., 1990). Biasanya stadia ynrlg diserang mulai dari stadia zoea sa~npaiawal pascalarva (Rukyani: 1992; Masiyono, 2006). Um~lmnya,
L I I I ~ L L ~inengantisipasi
penyaliil tersebut adalah deilgan
~neilgaplikasikana~~libiotilt. N~IIILIII, liasil yang diperoleh seringkali masih tetap dibawah perkiraan juinlali yang ditargetkan atan bahkan terjadi nlortalitas ~nassal hingga 100% (Lavilla-pitogo
CI
01..
1990). Pencegahan penyakit dengan
menggunakan antibiotik sebenarnya merupakan cara yang tidak disarankan. Hal ini karena, penggunaan antibiotik dapat menimbulkan strain patogell yang resisten terhadap antibiotik (Haryanti et al., 2000). Sehingga dalam jangka waktu lama, penggunaannya tidak lagi efektif. Ole11 ltarena itu, saal ini telah banyalt diken~bangkanmetode lain yang mungkin lebih aman d a ~ iefektif pait11 salah satunya adalah dengan penggunaan bakteri probiotik sebagai agen biokontrol. Penelitian inengenai penggunaan probiotik dalam peiubenihan udang windu telah banyak dilakukan (Haryanti et al., 2000; Rengpipat
el
al., 1998). Salah satu bakteri ltandidat probiotik yang telah
diuji mampu menekan mortalitas larva udang windu adalah bakteri probiotik
Vibrio SKT-b (Widanami et al, 2003). dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa probiotik Vibrio SKT-b dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva udang windu baik ketilca diberikan lewat pakan maupun
diberikan langsung ke media pemeliharaan larva. Selain itu juga diketahui bahwa probiotik Vibrio SKT-b tidak bersifat patogen pada larva udang windu (Widanarni et al.,2003; Juliantok, 2002; Malau, 2003; Elly, 2003; Guntur, 2006).
Akan tetapi, sejauh ini masih belum ada informasi metlgenai dosis probiotik yang efektif untuk larva udang witldu. Dosis probiotik yang telah diketahui biasanya hanya berdasarkan kemampuan perlind~lngan probiotik terhadap patogen saat dilaltultan uji tantang. Namun. untuk dosis probiotik Vibrio SKT-b, belum ada informasi llieligenai dosis yang tepat untuk aplikasi pada larva udang windu tallpa uji tantang. Sehingga perlu diketahui dosis terendah yatig efektif terhadap pel-tumbuhan dan tingkat kelallgsutlgan hidup larva ~ ~ d a l ldan g melihat pengaruh dari bakteri probiotik Vibrio SKT-b terhadap larva udallg windu jika diberikan dalaln dosis tinggi. Sehingga ha1 inilah yang melatarbelakangi dilakukannya penelitiall ini.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bert~~juan untulc me~igetahi~i pengaruh pemberian bakteri probiotik Vibrio Sl
11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Udang Windu Icedudukan ~ ~ d a nwindu g dalam sistem klasifikasi menurul Barnes (1963) adalah sebagai berikut : Phylum
: Arthrophoda
Class
: Crustacea
Sub class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub ordo
: Natantia
Family
: Penaeidae
Genus
: Petiaeus
Spesies
: Per7treus n7onodon
Udang penaeid terniasuk ~ ~ d a n\vindu g seperti Ilalnya Cr~~stacea lainnya adalah binatang air beruas-ruas dimana pada tiap ruasnya terdapat sepasang anggota badan (Martosoedarmo & Ranoemihardjo, 1980). Struktur tubuh udang windu terdiri ata\ dua bagian )aitu kepala yang meu),aul denyan dada (cephalothoras) dan bagian perut (abdomen). Bagian cephalotl~oraxterlindung oleh kulit chitin yang tebal yang dinamakan carapace (Martosoedarmo & Ranoemihardjo, 1980) dan juga terdapat rostrum yang mempunyai tujuh duri dorsal dan tiga duri ventral (Mudjiman, 1982). Sebagaimana halnya udang penaeid lainnya: udang windu juga telmasuk hewan heterosexual yaitu mempunyai jenis kelamin jantan dan betina yang terpisah dan dapal dibedakan dengall jelas. Induk udang windu jantan menyalurkan sperma ke thelicum betina dengan ~lle~lggunaka~i petasma. Kopulasi antara induk jantan dan betina terjadi setelah i n d ~ ~ betina k ganti kulit (Martosoedarmo & Ranoemihard,jo, 1980). Pasangan induk yang selesai memijah akan menghasilkan telur yang berbentuk bulat, berwarna hijau kekuningan, dan berukuran sangat kecil dengan diameter berkisar 0.27-0.31 mm (Soeseno, 1983 ; Suyanto & Mudjiman, 2003). Telur yang menetas akan menjadi larva yang masih bersifat planktonis dan bergerak mengikuti arus air. Dalam perkembangan pertumbuhannya, larva udang penaeid mengalami perubahan bentuk berkali-kali atau metamorfosa dan ganti
kulit. Stadia pertania setelah telur menetas adalali stadia nauplius yang terdiri dari enam substadia. Stadia nauplius berlangsung sekitar 46-50 jam. Pada stadia ini, larva belum menga~nbilmakanan dari luar dan niasih menggunakan kuning telur sebagai sumber energinya. Ke~nudiandari nauplius akan berkembang menjadi stadia zoea yang terdiri dari tiga substadia. Stadia zoea berlangsung sekitar empat hari. Pada stadia ini kuning telur mulai habis sehingga dibutuhltan diatom-diatom sebagai makanannya. Kemudian setelah stadia zoea selesai niaka stadia selanjutnya adalah stadia mysis. Stadia ini terdiri dari tiga substadia yang berlangsung sekitar 4-5 hari. Selanjutnya setelah niysis tingkat teralchir lalu menjadi post larva (PL-1) yang Limumnya telali menipunyai pleopoda yang berambut (setae) untuk berenang. Ketiiudian setelah mencapai PL-I0 (berumur 10 hari) baru ditebar kc. tambak (Martosoedarmo & Ranoeniihardjo, 1980) . Tingkat kelangsungan hidup i~ntuklarva udang windu yang baru menetas sampai mengalanii nietaniorfosis berkisar antara 3 1.60%
(Kurata, 1975).
Sedangkan menurill Arilin (2006) tingltat Itelangsungan hidup rata-rata untuk pemelil~araannaupli~~s sa~ilpaiPLs.lo szkitar 20-30% dan L I ~ ~ L I I pemeliharaan ; PLlo sampai diatas PLzz (tokolan) biasanya memiliki tingkat ltelangsungan hidup ratarata 80%.
2.2 Probiotik sebagai Agen Biokontrol dalam Akuakultur Pada awalnya, probiotik hanya diaplikasikan pada nianusia dan hewan ternak yang diberikan sebagai suplemen makanan. Namun pada akhir tahun 1980 muncul publikasi pcrta~iiamengenai kontrol biologi dalam altuakultur. dan sejak itu penelitian tentally probiotik dalam abuakultur terus iiieningltat (Verschuere et nl., 2000). Parker (1974) dalam Fuller (1992) mendefinisiltan probiotik sebagai organisme dan substansi yang niemberikan kontribusi terhadap keseimbangan mikroba usus. Keniudian Fuller (1992) mendefinisikan kembali probiotik sebagai suplemen
mikroba
hidup
dalam
pakan
yang
memberikan
efek
yang
menguntungkan terhadap liewan inang dengan memperbaiki keseimbangan mikroba ususnya. Selanjutnya Havenaar er al., (1992) niendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme yang dapat dibudidayakan secara kultur murni atau
campuran yang diberikan kepada hewan atau manusia yang meniberikan efek menguntungkan
pada
inang dengan
lnemperbaiki
komponen
indigenous
mikroflora. Ketiga defi~iisidiatas hanya lneligacu kepada probiotik untulc manusia dan hewan darat. Sedangkan probiotik dalani akualtultur nienurut Moriarty (1999) meliputi penambahan bakteri kedalam tangki dan kolam dimana hewan air hidup, karena bakteri tersebut me~nodifikasiko~nposisibakteri d a l a ~ nair dan sedimen. Selanjutnya Verscliuere ef nl., (2000) ~nenambahkan penjelasan bahwa pada hewan akuatik, selain saluran pencemaan, air disekeliling organisme tersebut juga memegang peranail penting, sehingga probiotilc untuk hewan akuatik adalah agen mikrob liidup yang meinberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi koniunitas miltrob atau berasosiasi dengan inang, Inenjamin perbaikan
dalan~ penggunaan pakan atau
memperbailci nilai
nutrisinya,
memperbaiki respon inang terhadap penyakit, atau melnperbaiki kualitas lingkungan ambaug~iya. Biokontrol digambarkan sebagai penggunaan m u s ~ ~ l alanii i untuk nieligura~igikerusakan yang disebabkan oleh organisme iilerugikan sampai batas yang dapat ditolerniisi (Debach Kr Rosen; 1991 dalani Gomez-Gill, 2000) atau lebih tepatnya, kontrol atau pengendalian populasi yang nierusak dengan menggunakan musuh alami (Smith, 1991 dalatn Gomez-Gill, 2000). Menurut Gomez-Gill et nl., (2000) probiotik tidak semestinya disebut sebagai agen kontrol biologi. selama mikroorganisnie probiotik tidak melawan agen merugikan (palogen). Dala~iiha1 ini tentunya tidak iiienjadi niusuh alanli dari patogen, tetapi hanya mencegah kerusakan pada inang yang disebabkan oleh patogen, biasaliya inelalui kompetisi tetapi pada Llmumnya dengan memproduksi zat yang nienghambat pertunibuhan atau peleltatan dari organisme berbahaya. Austin et nl., (1992) menegaskan bahwa bakteri biokontrol berperan dalam mengontrol penyakit dan pencegahan dan tidak diniaksudltan untuk pengobatan. Jadi, dasar pendekatannya adalah dengan nienggunakan aktivitas mikroorganisme yang dapat menekan atau menghambat pertumbuhan organisme patogen tanpa menimbulkan dampak buruk terhadap sistem keseimbangan eltologis mikroba.
Menurut Verschuere el al., (2000) iilekanisme kerja probiotik meliputi (1) produksi senyawa inhibitor, (2)kompetisi ulituk senyawa atau sumber energi yang tersedia, (3) kompetisi untuk tempat pelekatan, (4) peniligkatan respon immun (kekebalan), ( 5 ) perbaikan kualitas air, (6) interaksi dengan fitoplankton, (7) sumber makro dan mikro nutrien, (8) ltontribusi enzim untuk pencemaan. (2000) setiap hari rnenginokulasikan bakteri BY-9 kedalam Haryanti el d., wadah pemeliharaan udang \vindu selalua 20 hari, sampai PL 10 dengan konsentrasi bakteri
lo6 CFUIml. Pada alchir masa pemeliharaan tingkat
kelangsuiigan hidup larva yang diberi BY-9 lebih tinggi (59,3%) dibandiilgkan dengan kontrol (14.7%). Pernberian BY-9 juga r n a ~ n pmenekan ~~ pertumbuhan
Vibrio spp di media perneliharaan larva pada ltonsentrasi 10' CFUIrnl dan tidak ada serangan bakteri berpendar. Penggunaan strain BY-9 pada perneliharaan larva dapat meningkatka~ipertunibulian pascalarva-10 udang wilidu serta menipunyai efek penghambatan terhadap llm1inescet7t vibriosis (Haryanti et al., 1999). Pernberian
probiotik
pada
usaha
buclitlaya
udang
windu
dapat
meningkatkan kelallgs~lrlgan /lidup tiail tlapat mcnekan per-l~~lnbuhalibakteri patogen sehingga ~iidapaikualitas dan produksi udang \\.indu \.ang lebih baik (I-faryanti e f nl., 1999; Haryanti el ~ 1 . .2000; Haryanti dan S~lgama.2002; Moriarty, 1999 dan Rengpipat e/ 01.. 1998). Menurut Fuller (1992) faktor yang niempengaruhi respoli ina~igterhadap probiotik antara lain: komposisi niiltroflora iiitestinum iiiang, dosis yang digunakan, umur dan spesies atau strain hewall inang, kualitas probiotik dan cara preparasi probiotik. Pada percobaali yang berbeda dengan menggunakai pprbiotik yang sama mungkin dapat ~nenggunakandosis yang berbeda. Mesltip~rndosis minimum yang efbktif b e l ~ r ~diketahui. n namun dapat dilceiahui bahwa efek probiotik akan hilal~ysetelah penglientian dosis atau pada dosis yang tinggi. Beberapa penelitian mengenai probiotik dengan menggunakan berbagai dosis telah banyak dilakukan. Rengpipat et a1 (1998) lneiiggunakan pakan
Arfemia yang diperkaya dengan probiotik Brrcillus strain S l 1 deligall dosis lo4 sellml. Hasil penelitian menunjukkan peningltatan kelangsungan liidup lama udang yang diberi pakan tersebut. Dosis yang tinggi ternyata tidak menjamin respon yang lebih baik dari iilang terhadap probiotik yang diberikan.
Nikoskelainen et ul (2001) menggunakan probiotik LaclobuciNus rhanlnosus dengan dosis lo9 CFUlg paltan dan 1012 CFUIg pakan untuk menanggulangi Furunculosis pada ilcan Rainbow trout Onchoryncus mykiss, ltelangsungan hidup tertinggi justru diperoleh pada perlalcuan probiotik dengan dosis lo9 CFUIml. Kemudian, Naik el a1 (1999) dalam Irianto (2003) ~nenggunakan G-probiotic untuk suplemen pnlcan ikan nila dengan konsentrasi 5; 7,j; dan 10 glkg pakan, ternyata penggunaan konsentrasi G-probiotic sebesar 7.5 glkg pakan memberikan hasil yang terbaik lerhadap keragaan, konversi pakan dan rasio efisiensi protein. Demikian pula dcngan liasil penelitian Halinian dan Wiba~ba (2002) yang menggunakan bak~erifotosi~itesisstrain MW-4sebagai lcompetitor Vibrio spp dengan dosis 50, 100, dan 150 ppm, terliyata dosis 100 ppiii menunjukkan hasil yalig terbaik dibandingka~idengan perlakuan lainnya.
2.4 Vibrio SI
(Tliioszllpl7~1/e C'ilr.~i/eBile-.rtil/ ,Yllci.o.\.e). riiotil. clapat inemanfaatlcan glukosa dan sukrosa, tapi tidalt lalttosa serta memproduksi protease dan amilase, tapi tidak memproduksi kitinase.
Vibrio SKT-b merupaka~i salah satu bakteri yang dapat nienekan pel-tumbuhan
V.htrrveyi dan pada u.ji tantang in 1~it.o ternyata mampu
meningkatkan kelangsungan hidup larva udang wind~l(Suliantok. 2002). Malau (2003) dala~iipelielitiannya juga menggunakan bakteri SKT-b dan BL542 serta kombinasi keduanya lnenunjukkan bahwa tingltat Itelangsungan liidup larva udang windu yang tertinggi terdapat pada perlakuan yang diberi bakteri SKT-b (90%) dengan konsentrasi lo6 CFUIni1 dan diinfeksi I/. hcrnjeyi setelah 6 jam dengan konsentrasi lo3 CI:U/ml. Selain niampu nienekan serangan I/. hnrixyi, bakteri SKT-b juga diduga dapat ~neningkatkankebugaran larva ~ ~ d a windu. ng Elly (2003) dan Guntur (2006) dalani penelitiannya juga telah melakukan pengujian terhadap patogenisitas Vibrio SKT-b pada Arlenzin dan pasca larva udang windu dan didapatkan bahwa penggunaali Kbrio SKT-b aman bagi
individu-individu tersebut. Selaili itu dalani penelitiannya juga dapat dibuktikan bahwa Vibrio SKT-b mampu lneningkatkali laju pel-tumbuhan harian pasca larva udang windu. Bakteri Vihrio SKT-b telah diidentifikasi sebagai Vibrio algynolyticus (Widanarni
et
al., 2003). Beberapa pelielitian menunjukkan bahwa bakteri Vibrio
alginolyticus dapat digunakan sebagai probiotik (Garriques and Arrevalo, 1995; Griffith, 1995; Vanilenberghe el LII: 1999 dalam Irianto, 2003). 2.5 Kualitas Air
Air media pemeliharaan udang merupaltan ruang li~igkuptelnpat hidup udang sehingga kondisinya liarus baik. Beberapa paraliieter ltualitas air yalig perlu diperhatikan antara lain oltsigen terlarut (DO), su11~1,pH, salinitas, amoniak, dan nitrit. Udang windu bersifat euryhalinl terutalna pada w a k t ~masih ~ berupa benih sehingga udang
\ Y ~ I I ~ Lsangat I
tahan terhadap perubahan ltaclar garam (Suyanto &
Mudjiman, 2003). ('clang u:indu dapat turnbull optimal pada kisal-an salinitas 1030 ppt, aka11 tetapi. larva udang sebaiknya dipelihara dalam air yang bersali~iitas 28-35 ppt (Boyd, 199 1). Selalljutnya. Parado-estel~ael 01 ( 1 996) menyebutkan bahwa salinitas yang optinial untuk pert~lnibuhanlarva udalig windu adalal~30-36 PPt. Selain bersifat euryhaline, uda~igjuga bersifat eurythermal atau dapat bertahan pada kisaran nilai suhu yang luas, sehingga dapat hidup pada kisaran suhu 22'-31'
C (Suyanto & Mudjiman. 2003). Altan tetapi. kisaran suhu optimal
ulituk pertumbuhan udang adalah 25"-32" C. Untuk pasca lar\.a. Itisaran suhu yang
C ( T ~ ~ I ~ s o I I ~ ~1980 L I sdalam I ~ I ~ Syafiuddin, ~, 2000).
dianjurkan adalali 76'-32' Kemudian Parado-estepa
el
01.. (1996) menyebutkan bahwa
S U ~ L optiliial I
untuk
larva udang windu adalah 27'-30' C. Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu faktor utama yang penting dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ~ldang.Menurut Boyd (1991) kelarutali oksigen dipengaruhi ole11 s u h ~dan ~ salinitas, semakin tinggi suhu dan salinitas niaka kelarutan oksigeli akan berkurang. Parado-estepa et
al., (1996) menyarankan agar mempertahankan oksigen terlarut tidak kurang dari
5 ppm untuk menjamin kehidupan ~ldang.Ulitult pasca larva dan stadia diatasnya oksigen terlarut yang optimum dibutuhkan adalah 4-8 ppm (Tiensongrusmee, 1980 dalam Syafiuddin, 2000). Jilta berada pada perairan dengan kandungan oksigen < 1 ppm selama beberapa jam, udang aka11 mengalami ltematian (Boyd, 1982). Nilai pH (derajat keasaman) lnenentukan layak tidaknya suaru lingkungan perairan bagi udang, karena pH rne~ilpeligaruhi laju realtsi kimia serta tekanan osn~osisyang terjadi diperairan dali t ~ ~ b uudang h (Wardoyo, 1998 dalani Guntur, 2006). Nilai pH yang rendali dapat liiengganggu perturnbullan dan ltelangsungan hidup udang, Itarena d a p a ~menyebabkan ~ ~ d a nine~i.jadi g stres dan ltarapas udang menjadi lenibek. 1.aju perturnbuhan ~ ~ d a nakan g menurun sebesar 60% pada koi~disipH 6.4 dan menyebablta~ilteniatia~ipada pH < 4 atau pH >I 1 (Wickins, 1976 dalani Guntur. 2006). Parado-estepa et nl., (1996) menyeb~~tltan bahwa pH optimal untuk pert~~liibuhali larva ~1da11g \vindu adalah 7.5-8.5. Ammonia y n g ferclapat di perairan ~erdiridari 2 ber~iuk~ yailu ammonia tidak terionisasi @I 1): dan ion ammonium (NI-I,+) (Boyd: 1991). Ammonia dapat berasal dari sisa mc~abolismeuciang, sisa paltan, dan bahan organik tersuspelisi (Boyd, 1982). ICaiiilungan ammonia yang mampu dilolerir oleh ~ldangadalah 0.5 mgll (Tiensongrusmee, 1980 dalam Syafiuddin. 2000). M e n ~ ~ rWickins ~lt (1976) dalani Guntur (2006) kandungan ammonia 0.1 mpll dapat ~iienyusutkan pertumbuhan 1-2% dan 0.45 mgll dapat menyusutkan pertunibuhan 50%. Pasca larva udang windu yang diekspose pada ammonia dengan konsentrasi 5.71 mgll selama 24 jam d a ~ ikonsentrasi 1.26 mgll selama 96 jam llie~igalaliiikematian sebesar 50%. Toksisitas ammol~iatidalc terionisasi aliali semaltin inenil~gkatpada pH yang lebih tinggi. Toltsisitas arn~iioniatidak terio~iisasibiasanya ditunjukkan dengan menurunnya laju pertumb~~lian (Boyd, 1991). Udang memiliki toleransi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrit. Namun kadar nitrit yang aman bagi pertumbuha~iudang sebaiknya tidak lebih dari
4.5 ppm. Konsentrasi nitrit yang mematikan 50% populasi (LCjo) udang windu adalah 45 ppm dalam waktu 96 jam (Boyd, 1990). Sela~ijutnya,menurut Paradoestepa et al., (1906) nienyebutkali bahwa kadar nitrit yang optimal untuk pertumbuhan larva udang windu adalah kura~igdari 0.02 ppm.
111. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Oktober 2007, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalarn penelitian ini meliputi toples kaca bervolume
3 liter, peralatan ael-asi, selang siphon, akuarium, tandon volume I .5 ton, Hi-blow, pemanas (heater). therniometer, refraktometer, saringanlseroltan, botol air mineral, timbangan digital, aluminium foil, pipet mikro, erlenmeyer, tabung eppendorf, mikrotil). cawan petri, gelas ukur, gelas piala, corong, tabung reaksi, autoclave, oven, bunsen, jarum ose. pipet volurnetrik, rak tabung reaksi, vorteks, spektrofotometer, batang penyebar? rak eppendorf (mikroplate). penggerus, incubator, shaker \caterbath, rnilli~neterblock .
3.2.2 Bahan 3.2.2.1 Media Pemeliharaan Udang Media pemeliharaan larva udang beri~paair laut diperoleh dari toko ikan hias di Sindangbarang Loji dan ditampung di tandon. Sebelum digunakan, air laut tersebut disterilkan dengan lnenggunakan kaporit dengan dosis 30 ppm kemudian dinetralkan dengan Na-Thiosulfat sebanyak 10-15 ppm. Air laut diaerasi kuat sela~iia3 hari untuh tnenghilangltan residu ltaporit.
3.2.2.2 Lama Udang Windu Larva udang windu stadia postlarva-1 diperoleh dari hatchery skala rumah tangga didaerah Labuan, Banten. Benih tersebut sebelum ditebar ltedalam wadah pemeliharaan, diaklilnatisasi terlebih dahulu dalam akuarium. Kemudian ditebar kedalam wadah pemeliharaan dengan kepadatan 20 ekorlliter. Tata letak wadah pemeliharaan larva udang windu dapat dilihat pada lampiran 1.
3.2.2.3 Bakteri Probiotik Probiotik yalig digunakan adalah isolat Vibrio SKT-b yang diisolasi dari media pemeliharaan Skeletonenla sp. dilingkungan pembenihan udang windu, Labuan Banten (Widanarni et al.,, 2003).
3.2.2.4 Media ICultur Bakteri Bakteri probiotik dipelihara dalam media Sea Water Complete (SWCagar) dan dikultur dalam media SWC cair. Sedangkan untuk penghitungan bakteri digu~iakanmedia Tl7iosulphate Citrate Bile-salt Sucrose (TCBS-agar). Komposisi dan cara pembuatan Media SWC dan TCBS agar dapat dilihat di lanipiran 2.
3.2.2.5 Pakan Paka~iyang diberikan adalah ~iaupliiArlerlzia. Pelnberia~ipakan dilakukan setiap 6 jam sekali yaitu pada pukul 06.00, 12.00, 18.00, dan 00.00. Jumlah pakan yang diberikan sebanyak 5-10 ind/larva/hari. Pemberian pakan dilakukan secara a d libitzrn7 u~itukmcncegah kanibalisme.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengukuran I
3.3.2 Perlakuan Pemberian Probiotik pada Udang
Probiotik diberikan pada saat larva udang memasuki stadia postlarva-1 (PLI) atau pada awal petneliharaan. Dosis yang diberikan berbeda-beda untuk setiap perlakuan yaitu A (lo3 CFUIml), B ( I o ~ F u / ~C~(10' ) , CFUIml), D (lo6 CFUIml) dan kontrol (0 CFUIml). Probiotik yang diberikan adalah bakteri probiotik yang telah dishaker selama I8 jam, dimana telah dilakukan pengukuran kepadatan bakteri probiotik tersebut sebelurnnya. Pemberian probiotik langsung dimasukltan kedalarn media pemeliliaraan larva dengan tnenggunakan mikropipet. 3.4 Parameter yang diarnati 3.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Udarlg (%)
Tingkat kelangsungan hidup udang dihitung dengan tnenggunakan ru~iius: A't
SR = -s100% No
(Effendie, 1997)
Keterangan:
SR = Szc~~cvnl Rule (%) Nt = juriilali udang yang liidup pada akliir pengamatan (ekos) No = ji~mlaliudang >ang liidup pada a\\,al pcngariia~an(eltor) 3.4.2 Pertombuhan Hariarl
Laju pertunibulian parijang dan bobot liarian larva udang windu dihitung
={(e
dengan rumus:
i)rloo%]
da~i =
{(g-
1) r loo%] (Effendie, 1997)
Keterangan: u
=
Laju pertumbulian harian udang (%)
t
=
Lama waktu pemeliliaraan udang (hari)
Lt
=
Parijang rata-rata altliir udang (cm)
Lo
=
Pa~ijangrata-rata awal udang (cm)
Wt
=
Bobot rata-rata akhir udang (mg)
Wo
=
Bobot rata-rata awal udang (mg)
3.4.3 Populasi Vibrio SKT-b dalam Tubuh Larva Penghitungan bakteri SKT-b dalam tubuh larva dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Larva yang diambil dari tiap wadah adalah sebanyak 1 ekor. Larva kemudian diinasukkan kedalarn eppendorf steril yang berisi air laut steril. Selanjutnya, larva digerus dan dilakuka~i pengenceran serial dan hasil pengenceran serial disebar pada media TCBS. Cara pengenceran serial dan penyebaran pada media TCBS dapat dilihat pada lampiran 5. Metode penghitungan baktel-i dapat dilihat pada lampiran 6 3.4.4 Populasi Vibrio SKT-b pada Media Pen~eliharaanLat-va
Penghitungan bakteri probiotik pada media pemeliharaan dilakukan selama lnasa pemeliharaa~idan penghitungan dilakukan setiap hari ~ ~ n t umelibat k banpaknya probiotik yang dapat dialiibil oleh larva. Air sampel diambil dari masing-masing wcldali pemeliharaan sebanyak 1
1111,
k e m ~ ~ d i adilakukan ~i
pengenceran serial dan disebar pada media TCBS. Cara pengenceran serial d a ~ i penyebarall pada media TCBS dapat dilihat pada lampirac 5. Metode penghilungan baktcl-i clapat dilihat pada lampiran 6
3.4.5 Kualitas Air
Parameter hiialitas air yang diukur melip~~ti DO (oksigen terlarut), kadar salinitas, I, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan ammonia, kadar nirrit, S L I ~ L pada awal dan akhir pemeliharaan.
3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data Hipotesis Pemberian tlosis probiotik lfihrio SKT-b yang berbeda diduga dapat rneniligkatkan kelanysungan hidup dan perturnbullan larva ~~clany windu Pencreus
monodon. Rancangan Percobaan Percobaan ini mellggu~laka~irancaligan acak lengkap (RAL) karena kondisi unit percobaan yang digullakan relatif homogel1 d a ~hanya i ada satu faktor yang mempengaruhi hasil percobaan (Hanafiah, 2005; Mattjik dan Sumertajaya,
2002). Rancangan acak leligkap yalig digunakan terdiri dari 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangali yaitu : 1. Kontrol
: Tanpa pernberian probiotik
2. Perlakuan A : Pcmberian Probiotik dosis lo3 CFUIml
3. Perlakuan B : Pemberian Probiotik dosis lo4 CFUIml
4. Periakuan C : Pcmberian Probiotik dosis 10' CFU/ml 5. Perlakuan D : I'cmberian Probiotik dosis
lo6 C
F U ~ ~ I
Analisa Data Hasil penelitian yang nieliputi kelangsungan h i d ~ ~dan p periunibulian larva udang dianalisa dengan uji ANOVA, kare~iadata hanya dibedakali oleh perlakuan yang diterapkan seliingga perlak~lanpang diberikan berasal dari faktor tunggal dan unit contoh iliasumsikan homogen (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Peligujian dilakuhan niellgguliakan perangkat a~ialisa data Minitab 14.0. Ke~iiudialidilakulian uji lanjut Tukey jilta hasil uji berbeda nyata. Uji Ianjut dilakukali untuk rnc~~gzialiui perbedail11tlari tiap perlnk~iaiiyang diberikan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Kelangsungan Hidup L a w a Udang Windu
Tingkat kelangsungan hidup larva udang windu pada berbagai dosis pemberian probiotik disajikan pada gambar berikut :
Perlakuan Kelerangan: - Huruf kecil d;ilam bar.).ang berbeda menu~?jukhanadu perbedaan (p
Gambar 1. Kelangsungan hidup (%) larva ~ ~ d a nwindu g pada dosis probiotik yalig berbeda selama rnasa pemelihai.aan Dari gambar 1 dan Lampiran 7 dapat dilihat bahwa penambahan probiotik dapat i~leningkatkankelangsungan hidup larva udang windu. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kelangsungan hidup yang meningltat pada perlakuan penambahan probiotik dibandinfikan dengan kontrol. Tingltat kelangsungan hidup tertinggi adalah pada perlak~~an B yaitu pemberian probiotik SKT-b dengan dosis 10" CFUImI yakni sebesar 94.17 %. Sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah adalah pada perlakuan kontrol y a i t ~sebesar ~ 76.67 %. Akan tempi kelangsungan hidup larva mengalami penurunan pada dosis yang lebih tingyi dari 10" CFUIni1 yaitu mulai perlakuan C (10' CFU!ml). Setelah di~iji statistik ternyata tingkat kelangsungan hidup larva menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) antara perlaltuan dengan kontrol.
Hal ini dapat dilihat pada lampiran 8. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan lo4 CFUiml berbeda nyata dengan perlaltuan kontrol (0 CFUIml), dan perlakuan lo6 CFUlml, akan tetapi, tidak berbeda nyata dengan perlakuan lo5 CFU!ml dan perlakuan 10' CFU!ml. Sedangkan perlakuan lo5 CFUIml berbeda
nyata dengan perlaltuan ltontrol dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya.
4.1.2 Pertumbuhan Lama Udang Windu Pertumbuhan panjang dan bobot larva udang windu selama masa pemeliharaan diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan bobot larva pada awal penelitian dan akhir penelitian. Nilai laju pertumbuhan panjang harian yang diperoleh berkisar antara 7.80-8.20 % u n t ~ ~perlakuan k A (penambahan probiotik dosis 10' CFUIml). 7.80-8.59% untuk perlakuan B (penamballan probiotik dosis lo4 CFUIrnl), 7.39-8.20% untuk perlak~ianC (penambahan probiotik dosis lo5
CFUlmI), 7.60-8.0 1 % untuk perlaleuan D (penambahan probiotilc dosis lo6 CFUlmI). Sedangkan pada perlakuan lcontrol, pertumbuhan larva berkisar 7.607.80% (Lampiran 9). Nilai rata-rata dari data tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Y_
K
A
B
C
D
Perlakuan
Keterangan: Huruf kecil dnlam bar.yang berbeda ~nenuti.iukkanada perbrdaan (p
-
Gambar 2. Peitumbuhan panjang larva udang windu pada dosis probiotik yang berbeda selama inasa pemeliharaan. Dari gambar 2 dan laiupiran 9 dapat dilihat baliwa pertumbuhan panjang yang tertinggi adalnh pada perlakuau B (penambahan probiotik dosis lo4 CFUIml) dengan nilai rata-mta sebesar 8.26 %. Hasil analisis beda raga111 dengan uji Ianjut tukey dengan selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa laju pertumbuhan panjang larva tidak berbeda nyata (pzO.05) antar senlua perlakuan dengan kontrol (lampiran 10). Pertumbuhan bobot larva udang windu mengalami peningkatan ketika diberi perlakuan probiotik sampai dosis lo4 CFUIml. Dari hasil perhitungan data bobot awal dan akhir larva udang windu, diperoleh kisaran pertumbuhan bobot larva udaig windu (Lanipiran 11). Pertumbuhaii bobot yang diperoleh berkisar
3.51-1 1.48 % u n t d perlakuan A (penambahan probiotik dosis 10' CFUIml), 8.9311.83 % untuk perlakuan B (penarnbahan probiotik dosis lo4 CFUJIIII), 1.64-8.93 % untuk perlakuan C (penambahan probiotik dosis 10' CFU/ml), 3.51-6.53%
untuk perlakuan D (penambahan probiotik dosis lo6 CFU/ml). sedangkan pada perlakuan kontrol, pertumbuhan bobot yang diperoleh berkisar 3.5 14.93%. Nilai rata-rata laju pertumbuhan bobot harian dapat dilihat pada gambar 3.
Perlakuan
Gambar 3. Pertumbllhan bobot larva ~ ~ d a nwindu g pada dosis probiotik yang berbeda selama masa pemeliharaan Dari yambar 3 dan lampirat1 I I dapat dilihat bahwa pertumbuhan bobot tertingyi adalah pail~iperlak~lanB (penambahan probiotik dosis 10" CFUlml) yaitu rata-rata sebesar 11.48%. Sedangkan pertumbuhan bobot terlcecil adalah pada perlalcuan D (penambahan probiotik dosis lo6 CFUlmI). Nasil analisis beda ragam dengan uji lanjut trtkey dengan selang ltepercayaan 95% ~~lenunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot larva tidak berbeda nyata (P>O.Oj) antar semua perlakuan dengan kontrol (lampiran 12). Akan tetapi, secara umum dapat dikatakan bahwa penambahan
prohiotik
sampai
dosis
10" CFU/ml
dapat
meningkatkan
pertumbuhan bobot larva udang windu. Hal ini dapat dilihat jika lnembandingkan laju pertumbuhan bobot harian pada ltontrol denyan perlalcuan A dan perlakuan B seperti terlihat pada gambar diatas.
4.1.4 Populasi Vibrio SKT-b dalam T u b u h L a w a Penghitungan populasi bakteri SKT-b dalam tubuh larva dilaltukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Hasil perhitungan populasi SKT-b dalam tubuh larva disajikan pada tabel 1 berikut.
TabeI 1. Populasi 1 'ibrio SKT-b dala~ntubuh larva udang windu
r r -
Ju~nlallSKT-b (CFUIlarva) pada perlakuan
Pada tabel I dapat dilihat bahwa pada dosis pemberian bakteri probiotik yang lebili tinggi dari lo4 C F U U ~ jutillah I ~ I . bakteri yang terdapat dalam tubuh larva justru lebili rendah.
4.1.5 Populasi Vibrio SKT-b pada Media Pemeliha~.aan I-Iasil perhilungan bakteri SKT-b pada media pemeliharaan dilakukan untuk mengetahui berapa banyak bakteri yang dapat diambil ole11 larva. Hasil perhitungan populasi SKT-b pada media pemeliharaan disajikan pada grafik berikut.
hari ke
Keteranga~i: K= 0 (:FU/mI. A = 10' CFU/mI. 13 = 104CFUIml. C = 10' CFU/mI. D = 10' CFUIml
-
Gambar 4. Populasi I'ihrio SKT-b pada media pemeliharaan 4.1.6 l
Pengukuran ltualitas air dilaltukan pada awal dati akhir pemeliharaan. Beberapa parameter kualitas air yang diultur meliputi DO. suhu, salinitas, pH, ammonia dan nitrit seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Nilai parameter kualitas air selama pemeliharaan Perlakuan
29-30"..
DO (mgll)
pH
6.49-6.53 6.49-6.74 6.49-6.61 6.49-6.63 6.49-6.64
8.13-8.04 8.13-7.87 8.13-7.96 8.13-7.88 8.13-8.07
Salinitas (ppt) 28-30 28-30 28-30 28-30 28-30
NO2 (mgll)
NH, (mgll)
0.279-1.471 0.279- 1.447 0.279-1.410 0.279-1.377 0.279-1.2 19
0.014-0.076 0.0 14-0.079 0.014-0.1 14 0.014-0.079 0.014-0.073
Dari hasil pengukuran tiap parameter kualitas air meliunjukkan bahwa kualitas air pemeliliaraan mendukung untuk kelangsungan hidup larva udang windu.
4.2 Pembahasan Probiotik merupakan agen mikroba hidup yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pert~unbuhan atau status ltesehatan hewan akuatik. Dari hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa dosis probiotik Vibrio SICT-b yang berbeda dapat memberikau pengaruh pang berbeda-beda pada kelangsungan hidup dan pert~unbuhanlarva udang windu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fuller (1092) bahwa faktor yang mempengarulii respon inang terhadap probiotik antara lain: ko~llposisi milcroflora intestinum inang, dosis yang digunakan, ulnur dali spesies atau strain hewan inang, kualitas probiotik dan cara preparasi probiotik. Secara
Iceseluruhan,
hasil
yaiig
diperoleh
rnenuni~~kkanbahwa
kelangsungan hidui~larva udanp I\-intill ineninpkat pada perlalcuan yang diberi probiotik Vibrio ShT-b. Tingkat kelanpsungan liidup yang tertingyi adalah pada perlakuan penambalian probiotik dengan closis 10" CFUirul yaitu sebesar 94.17%. Hasil tersebut berbeda jauli dengan nilai kelangsungan hidup yang diperoleh pada perlakuan kontrol y i t u hanya sebesar 76.67%. Hal ini menu~i.iukltanbaliwa ada peran probiotik Vihrio SKT-b dalam menghanibat bakteri patogen yang mungkin ada yang dapat menginfeksi larva ~ ~ d a nwindu g dan meningkatkan kebugaran larva udang \vindu sehingga dapat meningkatltan kelangsungan hidup larva udang windu. Hasil yans berbeda jauh ini yaitu sebesar 17.5% mungkin tidak berpengaruh nyata dalam sltala laboratoriu~il,akan tetapi jika ha1 ini diaplikasikan pada skala hatchery, ~iilaitersebut dapat sangat berperan dalaln meningkatkan hasil produksi. Hasil penelitian Juliantok (2002) l~ienunjukltan bahwa bakteri probiotik Vibrio SI
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dikataltan bahwa dosis optimal
Vibrio SKT-b yang dapat diberikan adalah
lo4 CFUIml. Seperti yang dapat dilihat
pada gambar 1 dan lampiran 7, mulai dosis
lo5 CFUIml terjadi
penurunan nilai
kelangsungan hidup. Hal ini diduga karena penambahan bakteri kedalam media pemeliharaan telah mengganggu kesei~nbangan mikroba dalatn tubuh larva maupun media pemeliharaannya. Hal ini dapat ditunjukkan dengan jumlah bakteri li udang pada tabel I. Dari hasil perhitungan julnlah probiotik dalam t ~ ~ b ularva bakteri probiotik dalatn larva i~dangdapat diltetaliui bahwa jumlah bakteri yang i l o 4 CFUI~I terdapat dalam tubuh larva pada dosis probiotilc yang lebih t i ~ i g gdari justru lebih rendah. I-la1 ini menunjukkan bahwa tidak semua bakteri probiotik yang ditambahkan kedalaln media peliieliharaan dapat dia~nbiloleh larva. Selain itu, dapat diduga bah\va bakteri probiotik dalaln tubuh larva mengalami seleksi alam, dan berkompetisi dengan bakteri lai~uiyadimana bakteri yang kalah berkonipetisi.
kcmungkinan iiiati atau terlepas
kembali
kedalam
media
pemeliharaan. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4 dan lampiran 13, pada gainbar tersebut dapat dilillat adanja baktrri " i l ~ r i o SKT-b pada media pemeliliaraan. Jumlah l/ibrio SIiT-b lpatla media pemeliharaan tersebut diduga berasal dari bakteri yaiig tidali tera~iihiloleh 1ari.a daii balaei-i yang lerlepas dari tubuli larva. Sehingga pada dosis yang lebili tinggi dari l o 4 CFUI1n1. terjadi lconipetisi yang lebih ketat karena jumlali bakteri yang iiias~lklebih banyak dan mengganggu keseilnbangan mikroba dalam tubuh larva. Sehingga dapat dikatakan bahwa angka maksiiiium aku~iiulasijumlali bakteri dalam tubuh larva adalah 1 0 " ~ ~ l m l , walaupun dosis a\\al yang diberikan lebih tinggi dari lo" CFUItnl. Dilihat dari nilai kelangsungan hidup larva. pada dosis yang lebih tinggi justru terjadi penurunali tingliat Icelangsungan hidup \\~alnupunnilainya masih lebih tinggi dari kontrol. Nikoskelainen er trl (2001) mengeliiukakan bahwa penggunaan probiotik dalaln dosis tinggi ternyata tidak ~iie~i.jami~i perlindungan yang lebih baik terhadap hewan inang. I-la1 ini dit~ili.julika~i pula pada hasil yang diperoleh Naik e l uI(1999) dalam Irianto (2003) bahwa penggunaan G-probiotic untuk suplemen pakan ikan nila dengan konsentrasi 5; 7,s; dan 10 glkg pakan, ternyata menghasilkan keragaan, konversi pakan dan rasio efisiensi protein yang lebih baik, dan penggunaan konsentrasi G-probiotic sebesar 7,5 glkg pakan memberikan hasil
yang terbaik. Deinihian pula dengan hasil penelitian Halirnan dan Wibawa (2002) yang menggunakan bakteri fotosintesis strain MW-4 sebagai Itompetitor Vibrio spp dengan dosis 50, 100, dan 150 ppm, ternyata dosis 100 ppm menunjukkan hasil yang terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hasil analisis sidik ragam antar perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terliadap nilai kelangsungan hidup larva udang windu, seperti terlihat pada lainpiran 8. I-Ial ini menu~ij~ikkan bahwa perbedaan dosis yang diberikan memang memberikan pengaruh yang berbeda pada larva udang windu. Bakteri yang digunaltan adalah balcteri Vibr-io SKT-b yang telah teridentifikasi sebagai Vibrio ~lgii~olyticus (CVidanami el tri., 2003). Beberapa penelitiali lain yang menggunakan strain Vibr-io trlgii~olj~/icu.r sebagai probiotik telah juga niemhuktikan bahwa beberapa strain bakteri tersebut manlpu meningkatkan kelangsungan hid~lplarva udang windu. Garriq~~es and Arrevalo (1995) dalam Irialito (2003) menggunakan Vibrio nlgit7ol.yricus pada tangki pembeniliaii L ~ [ I O / I L ' I ~ NI ~LC 'III I~ .( YI I I I ~dan I secara la~igsur~gtr~:jacli perbaikan Iteragaan larva diseriai deligan menurunnya iiisideli iiifeksi dan althirnya mengurangi pengguiiaan antibiotik selaiiia masa pemeliharaan larva. Begitu juga dengall Vandenberglie e/ 01.. (1999) dalani lrialito (2002) yang menguji 39 probiotik dan mendapatkan 23 isolat yang teridenlifikasi sebagai Vibrio
nlginol~lticzrsyang terbtikti dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva udang. Pertumbuhan larva yang diberi perlakuan penanibahan probiotik sampai dosis tertentu
cciiderung ~iieni~igkatjika
dibalidi~igltan dengall
kontrol.
Perturnbuha~inierupakan pertanibahan ukuran paiijang atau bobot dalam suatu waktu tertentu (El'kndic, 1997). I'ada gambar 2 dan lampiran 9 dapat dilihat bahwa pertumbuhan paiijang tertinggi adalah pada perlakuan 10" CFUIml yaitu sebesar 8.26 %. Begitupula untuk pertumbuhan bobot, hasil tertinggi adalah pada perlakuan penamballan probiotik dengan dosis lo4 C F U I ~ Iyaitu I sebesar 9.90% (gambar 3 d a i la~npiran 11). Pertumbuhan panjang dan bobot pada perlakuan yang diberi probiotik sampai dosis lertentu cenderuiig lebih tinggi dari kontrol. Hal ini menunjukkan adanya peranan dari probiotik terhadap pertumbuhan larva udang windu. Peranan yang diberikan diduga adalah karena adanya kontribusi enzim untuk pencerliaan yailg n~e~iyebabltan larva udang wilidu dapat inencema
pakan dengan lebih baik sehingga nutrisi yang diserap larva udang juga akan lebih banyak dan pertu~nbuhan larva udang akan lebih baik.
Enzim yang diduga
berperan dalam melnbantu pencernaan larva adalah protease dan arnilase. Sesuai dengan pernyataan Widanarni er crl., (2003) bahwa Vibrio SKT-b memproduksi protease dan amilase. Selain itu juga diduga mampu memperbailti kornunitas mikrob sehingga dapat meningkatltan kebugaran larva udang dan diduga pula memberikan tambahan nutrien sehingga melengkapi nutrisi pang tnungltin kurang dalam Ar-remia sebagai pakan ridang sehingga dapat memacu pert~~rnbuhan larva udang windu. Altan tetapi, pada dosis yang lebih tinggi dari 10'' CFUIml terjadi penurunan pertumbuhan. Hal ini diduga karena adanya senyawa atau enzim lain yang dilceluarkan oleh probiotik yang bersifat antagonis terhadap lcerja enzitn dari
Arte17zia yang dapat mempengaruhi pertumbuhan. Hasil analihis ragam terhadap perturnbullan larva. rnen~~njultkan bahwa pertu~nbuhan larva tidak berbeda nyata (pO.05) antar perlakuan pemberian probiotik i/ibl.io S1
dikemukakan oleh Parado-estepa el ul., (1996) bahwa suhu optimal untuk larva udang windu adalah 27'-30' C. Oksigen terlarut (DO) merupakan salah satu parameter kualitas air yang sangat mempengaruhi kehidupan udang Itarena dibutuhkan dalam proses respirasi dan pembakaran zat-zat makanan yang ada dalam tubuh larva udang windu. Oksigen terlarut (DO) selama masa pemeliharan berkisar antara 6.64-6.93 mgll. Kondisi ini optimum untuk pertumbuhan larva ~ ~ d a nwindu, g lcarena untuk pasca larva dan stadia dia~asnyaoksigen terlarut yang optimum dibutuhkan adalah 4-8 ppm (Tiensongl.us~nee, 1980 clalam Syafiuddin. 2000). Oksigen terlarut dibutuhkan oleh larva udang windu
L I ~ ~ mengliasilkan L I ~
energi dari paltan yang
masuk kedalam tubuhnya. Sehingga jika DO dalam kondisi optimunl maka metabolisme dalam tubuh larva akan optimal dan energi yang dihasilkan akan banyak, sehingga alan banyak terdapat kelebihan energi pang dapat digunakan ~ ~ n t upertumbuhan k larva. Nilai pI-I air pemeliharaan adalah 8.13 pads awal pemeliliaraan dan 7.878.07 pada akhir penleliharaan. Nilai 111-1 ini berada pada Icisaran optimulil ~tntuk pemeliharaan larva i~dangwindu karena nilai pl-i yang optinial untuk pertumbuhan udang adalah 7.5-8.5 (Parado-estepa
el
(11.. 1996). Nilai 111-1 dapat menipengaruhi
laju reaksi serta tekanan osmosis dalam tubuh larva udang. sehingga secara tidak langsung dapat meli~pengaruhipertumbuhan larva udang (\A1ardoyo. 1998 dalam Guntur, 2006). Salinitas air pemeliharaan adalah 28 ppt pada awal pemeliharaan dan 30 ppt pada althir pemeliharaan. Nilai salinitas ini berada pada lcisaran optimum untuk pemeliharaan larva ~ ~ d a nwindu. g Seperti yang dikemukakan oleh Boyd (1991) bahwa larva udang sebaik~iyadipelihara dalam air yang bersalinitas 28-35 ppt. Salinitas dapiil berpengar~~h pada pertumbuhan larva udang windu, pada salinitas diluar kisaran optimumnya larva udang windu akan mengeluarkan energi yang lebih banyak ~111tuk proses osmoregulasi sehingga energi yang tersedia untuk pertulnbuhan akan menjadi lebih sedikit. Oleh karena itu, apabila salinitas menyimpang terlalu besar dari kisaran optimumnya, hewan akan mati karena tidak dapat melakukan hotneostasis (Boyd, 1990).
Nilai nitrit air pemeliharaan adalah 0.279 mgll pada awal pemeliharaan dan berkisar 1.219- 1.477 pada akhir pemeliharaan. Icondisi ini masih aman untuk kehidupan dan pertumbuhan larva udang windu karena udang memiliki toleransi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrit. Namun ltadar nitrit yang aman bagi pertumbuha~ludang sebaiknya tidak lebih dari 4.5 ppm. Konsentrasi nitrit yang mematikan 50% populasi (LCjo) udang windu adalah 45 ppm dalam waktu 96 jam (Boyd, 1990). Kadar amonia air pemeliharaan larva udang windu adalah 0.014 mg/l pada awal penieliharaal? dan berkisar 0.073-0.1 14 mgll pada akhir pemeliharaan. Kondisi ini masih aman unluk kehidupan dan pel-tumbuhan larva udang windu karena kandungan aninlonia yang rnampu ditolerir oleh udang adalah 0.5 mgll (Tiensongrusmee, 1980 dalam Syafiuddin, 2000). Dari liasil prngukuran. nilai lcualitas air selania masa pemeliharaan berada dalam kondisi yang optin~alu n t ~ ~kehidupan k larva ~ ~ d a windu. ng Sehingga ha1 ini tidak mempengaruhi kelangsungan Iiidi~plarva uciang ivindu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dosis bakteri probiotik SKT-b yang berbeda ternyata memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kelangsungan hidup. Dosis optimal yang dapat ditambahkan kedaiam media pemeliharaan larva udang windu adalah lo4 CFUfmI. Kelangsungan hidup larva udang windu tel-tinggi dicapai pada dosis tersebut yaitu sebesar 94.17 %. Namun pemberian probiotik tersebut belum nlenghasilkan perturnbullan yang berbeda nyata dengan kontrol 5.2 Saran
segi ekonomis disarankau untuk menggunakan 1. Dengan me~llpertilllba~lgkan probiotik ifibrio SICT-b dengan dosis lo4 CFUl1111 ulltuk aplilcasi pada
hatchery udang windu. 2. Disaranlcan untuk melakukan penelitian iebih Ianjut lnengenai penambahan
probiotik dengan dosis yang berbeda lidak langstlng Ice media pemeliharaan, tetapi melalui p:~lcanlarva.
DAFTAR PUSTAKA Arifin, MS. 2006. Pembenihan Udang Windu Penaeus nzonodon di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Laporan magang. Dept BDP. FPIK. IPB Austin B, Baudet E & Stobie M. 1992. Inhibition of Fish Pathogens by Tetraselmis suecica. Journal of fish disease (1 5): 55-61 1963. Barnes, RD. Philadelphia.
Invertebrates Zoology.
WB Saunders Company.
Boyd CE. 1982. IVuter Qualily Manugeinent for Pond Fish Czr1tzlr.e. Elsevier Scientific I'ublication Company, Iiic. Netherland. Boyd CE. 1990. Il'utei, Q~icllityin Pond for Aquuc~ilture. Alaba~iiaAgricultural Experiment Station. Auburn University. Alabama. Boyd CE. 1991. Water Quality Managenlent and Aeration in Shrimp Farming. Pedoliian Teknis dari Proyek Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. S2p Effendie MI. 1997. Biologi Perikct~~nn.Yayasan P~lstaltaNusatama. Yogyakarta. Ellp.
2003. Pengaruh Pelilberian Bakteri Probiotik I'ibrio SKT-b Melalui Arternici Tcrhadap Pertumbulian dan Kelangsungan I-lidup Larva Udang Windu (I'o7uezrs monodon Fab.). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Fuller R. 1992. History atid Development of probiotics. Di dalam ~ u l l e fr i (ed.). Probiofics: the Scientific Basis. Chapman & Hall, New York. Gomez-Gill Bruno. Ana roque. JF Turnbull. 2000. The Use and Selection of Probiotic 13acteria for Use in the Culture of Larval Aquatic Organisms. Aquacu1tul.e (1 9 1): 259-270 Guntur. 2006. Pengaruh Pernberian Bakteri Probiotik Vibrio SKT-b Melalui Arternin 'l'erhadap Kelangsungan Hidup Pasca Larva Udang Windu Yang Diinfeksi i'ibiio hurvejii. Sk~.ipsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Banafiah, KA DR. 2005. Rancangan Percobaan Aplihtif Kondisional Bidang Pertanaman, Peternakan, Perikanan, Indusfri dun Hayati. PT. Raja Grafindo Perltasa. Jakarta Havenaar R, Bart Ten Brink and Jos H.J.Huis In't Veld. 1992. Selection of Strains for Probiotic Use. Di dalam Fuller R (ed.). Probiotics: the Scientific Basis. Chapman & Hall, New York.
Haliman WR dan Vi'ibawa HB. 2002. Photosynthetic Bacterium as a Competitor for Vibrio sp. In Shrimp Penaeus tnonodon Hatchery: a Field Test. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Periltanan Indonesia. Vol IX (1 j: 19-27 Haryanti, Sugama K, Tsumura S. 1999. Penggunaan Bakteri BY-9 dan Rhodopse~~domonas2-4 Pada Pemeliharaan Larva udang Windu Penaeus n~onodon.Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Telu~ologiBudidaya Laut dan Pantai Jakarta, 2 Desember 1999. Pusat penelitian dan Pengembangan Perikanan Bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA ATA-379). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Haryanti, Sugama K, Tsumura S, Nishijima T. 2000. Potentiality of Bacteria Isolated from Seawater as Biological Control Agent for Vibriosis in riionodu~zLarvae. Di dalani: Mardjito, L. Black Tigcr Shrimp Pe~~aezrs (Editor). Proceedings of International Symposium on Marine Biotechnology (ISMB 2000). Center for Coastal on Marine Resources Studies, IPB, Bogor, Indonesia, 29-3 1 May 2000, hlm 182-189 Haryanti dan Sugnma K. 2002. Prospek Pemanfaatan Bakteri Probiotik Alteromonas BY-9 Dibandingkan Osytetracycline dalam Pemeliharaan Larva Udnng Windu Penrre~rsrno1lodo17.Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia Vol 1X (1 j: 19-27 lrianto A. 2003. Probio~ik Ak~rcrlc~cI/ui.. Gajah Mada Uni~ersity Press. Yogyakar~a Juliantok E. 2002. Isolasi dan Seleksi Bakteri Jfibrio sp. sebagai Biokontrol untuk Penyakit Kunang-ICunang pada Larva Udang Wind11 Penaeus monodon I.'ab. Skripsi. Bogor. lnstitut Pertanian Bogor Kurata H. 1975. Culture of marine fish. Di dalam: outline of aquacnlture. JICA Tokaii Regional Fisheries Research Laboratory. Japan. Lavilla-Pittogo CR. Baticados MCL, Cruz-Lacierda ER, dan De La Pena LD. 1990. Occurrence of Luminous Bacterial Disease of Po7cren.r. 17ionodon Larvae in the Philippines. Aquaculture 91 : 1 - 13 Malau DJH. 2003. Penggunaan Bakteri U I I L L I ~Bioltontrol Penyaltit ICunangkunang pada Larva Udang Windu Penaeus nfonodon Fab. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor Mariyono, Wahyudi Agus, Sutomo. 2006. Teknik Penanggulangan Penyakit Udang Menyala Melalui pengendalian Populasi Bakteri di Laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. Vol 7 (I): 25-27 Martosudamo dan Ranoemihardjo. 1980. Pedornan Penibenihan Udang Penaeid. Balai Budidaya Air Payau Jepara.
Mattjik AA dan Made S. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab: Jilid 1. IPB Press. Bogor Mudjiman. 1982. Budidaya Udang Windzr. Penebar Swadaya. Jakarta Murtidjo, BA. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kanisius. Yogyakarta Moriarty DJW. 1999. Disease Control in Shrimp Aquaculture with Probiotic Bacteria. Di dalam: Bell CR, Brylinsky M, Johnson-Green P. (eds). Proceedings of the 8"' International Sytnposiu~non Microbial Ecology. Atlantic Canada Society for Microbial Ecology, Halifax, Canada. Nikoskelainen S, Ouwehand A, Sal~ninenS, Bylund G. 2001. Protection of Rainbow Trout Onchorynch~is nijlkiss fiorn Furunc~ilosis by Lactobacill~ts~ ~ l z a ~ i ~ i ~Aquacult~ire os~is. 198: 229-236 Parado-estepa FD. ET Quinitio, EL Borlongan. 1996. Prawn Hatchery Operations. Aquaculture Departruent, Southeast Asian Fisheries Develop~iicntCenter. Tigbauan, Iloilo. Philippines. Rengpipat S, Rul~l~ratanpornS. Piyaliratilivol.alal S. Menas\.eta P. 1998. Probiotic in Aquaculture: A Case St~ldyof Probiotic b r Lar\.ae of The Black Tigcr Shrimp Penctelis rnonodon. Di dalam: Flegel T\V (Editor), Advances in Shrimp Biotechnolog!.. Natiolial Center for Genetic Engineering and Bioteclinology. Bangkok. 177- IS 1 p Rukyani, A. 1992. Penyakit Kunang-Kunang: Da~npakTerhadap Prod~iltsiBenur .[~lrnal Litbang Udang \I'indu dan Upaya Pe~la~igg~ila~lgannya. Pertanian. Vol XI (2): 32-36 Soeseno S. 1983. Ijudidnycr Ikon dctn Udang dalam Tambak. Gralnedia. Jakarta Suyanto R dan Mudjinian. 2003. Budidaya Udar~gWir~dlr.Penebar Swadaya. Jakarta Syafiuddin. 2000. I
Lampiran I . Wadah I'emeliharaan Larva Udang Uji dan Penempatannya Secara Acak untuk Setiap Perlakuan dan Ulangan
Keterangan :
K
= Wadah
perlakuan Kontrol
A
= Wadah
perlakuan A (dosis 10' CFUIml)
B
=
C
= Wadah
perlakuan C (dosis 10' CFUImI)
D
= Wadah
perlakuan D (dosis lo6 CFUIml)
Wadah pcrlakuan B (dosis 10" CFUIml)
1,2,3 = Ulangan dari setiap perlakuan
Lampiran 2. Komposisi dan cara pembuatan media Sea Water Complete agar (SWC) dan TCBS-agar
1. Media Sea Water Complete agar (SWC)
>
Komposisi bahan-bahan SWC Agar 1. Bacto peptone
0.5 grI100 ml
2. Yeast extract
0.1 grll00 ml
3. Bacto agar
2.0 grI100 ~ n l
4. Glycerol
0.3 m11100 111771
5. Air laut
75 ml
6. Akuades
25 ml
G Cara pemb~~atan media SWC
Seluruh baha~idiatas dipanaskan sampai larut, kemudian disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 12 1°C selama 15 menit. Ket: Untuk liiembuat SWC-cair Bacto agar tidak disertakan pada komposisi di atas 2. Media Thiosltll~hrtreciirrtie bile-sali slroo.re (TCBS-agar)
>
Komposisi ballan-bahanTCBS Agar 1 . lvledia TCI3S
8.9 g1.ll00 ml
Formulasi TC'BS: J
Yeast eltract
0.5 gr
J
Proteose peptone No.3
I .Ogr
J
Sodium citrate
I .O gr
J
S o d i ~ ~thiosulfate m
I .O gr
J
Oxgall
0.8 gr
J
Saccharose
2.0 gr
J
Sodium chloride
1.0 gr
J
Ferric ammonium citrate
0.1 gr
J
Bromthymol blue
0.004 gr
J
Thymol blue
0.004 gr
J
Agar
1.5 gr
2. Akuades steril
I00 ml
Lanjutan lampiran 2 9 Cara pembuatan media TCBS
Akuades disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121' C selama 1 menit. Kemudian media TCBS dimasukkan kedalam akuades steril dan dipanaskan hingga larut
Lampiran 3. Cara Pengenceran Serial Metode Turbidimetrik
Biakan bakteri
3 rnl
3 ml ---+
--C
' k . .
I:I
(Tidak diencerkan)
3 ml -----+
-
-
- -
1:2
1:4
I :S
[:I6
(masing-masing tabung berisi 3 ml SWC cair)
Blanko
Lampiran 4. Cara Pengukuran Itonsentrasi bakteri menggunakan spektrofotometer
1. lsolat Vibrio SKT-b yang berumur 24 jam diambil sebaliyak satu ose secara aseptik dan dikultur pada media SWC cair kemudian dishaker selama 18 jam agar bakteri dapat tumbuh optimal. 2. Setelah 18 jam, media SWC cair yang berisi bakteri dialnbil untult dilakukan
pengukuran OD (Oplical De~~silji) dengan menggunakan spektrofotometer.
3. Lima belas ~nenitsebelum digunakan, spektrofotometer dihidupkan terlebili dahulu dengnn meneltan to~nbolpower s~vitchdala~nposisi on. 4. Pa~ijanggelombang diatur sa~npai 620 nm dengan memutar to~iibolyatig terletak di bagian atas.
5. Nilai transmisi diatur pada 0% (0% T) dengan memutar tombol pengatur sebelah kanan. disesuaikan ke itanan atau Ice ltiri.
6. Sampel liasil pengenceran serial yang aka11 diukur seperti pada lampiran 6 disiapkan d a ~diberi i label. 7. Tabung blanlio dibersililta~iterlebili dahulu dengan inenyeka bagian bawahnya tanpa meni~iggalkan serat-serat kotoran dan salnpai kering kemudian diletaltkan paila ruang sampel.
8. Ruang sampel ditutup dan atur liingga indiltator menu~ijukkanpada anglta 100% T.
9. Tabung blanko dikeluarltan dari ruang sampel ke~iivdiandimasukkan tabung yang berisi biakan bakteri yang ingin diukur kekeruhannya. Setiap pergantian i liarus berada pada angka 0% sampel, tabung sampel dibersihkan d a ~indikator kkan sampel baru. T sebelum di~nasu 10. Nilai %T yalig didapat kemudian dikonversi me~ijadinilai o j ~ l i c a density l
(OD) menggu~iakanrulnus: OD = 2 Log %T 11. Konsentrasi Vibrio SKT-b dalam media SWC cair diperoleh dengan memasukkan nilai kekeruhan bakteri ke dalam persamaan untuk mencari konsentrasi bakteri pada biakan murni.
12. Setelah konsentrasi bakteri dala~ii~nediaSWC cair diltetahui maka dapat diambil biakan bakteri dengan konsentrasi yang diinginkan.
Lampiran 5. Metode Pengenceran Serial dan Penyebaran pada Media Agar
Biakan Bakteri
(masing-masing iab111igtelali berisi 9 ml larutan fisiologis NaCl 0.85%)
Lampiran 6. Penghi~unganbakteri dengan tnetode cawan sebar 1. Biakan bakteri ataupun sampel air dan udang yang telah digerus diambil
sebanyak I0 ml secara aseptik dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi (sketsa dapat dilihat pada lampiran 6). 2. Icemudian sainpel tersebut diltocok sarnpai kekeruliannya rata, diambil 1 ml
secara aseptik dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisi 9 ml larutan fisiologis 0,85%. Pengenceran dilakukan seterusnya sesuai dengan serial yang diltehendaki.
3. Media SWC-agar disiapltan dalaln cawan petri kemudian diambil 0,l ml secara aseptik dari hasil pengenceran tersebut dan disebar rnenjadi beberapa titik. 4. Langkah teraltliir adalali ~nerataltan larutan sampel di atas media agar
menggunakan
batang penyeba;. yang telah
disterilisasi
dengan cara
mencelupltaniiya lke dala~iialltohol 96% kemuclian clibakar. 5 . Setelah
diil~lkubasi selama
setnalam
aka11 tumb~lh koloni
Penghit~~ngan bakteri dilakukan dengan rumus:
Ni
= Jutillah
sel bakteri per ml biakan bakteri (CFUInil)
No
= Junilah
koloni bakteri yang tumbuh dalam cawan
fp
= fakkor pengenceran
asal salnpel tersebut
bakteri.
Lampiran 7. T i n g k a ~Kelangsungan Hidup Larva Udang Windu
I
SR (%)
Kode Perlakuan
I
Keterangan:
77G
I
rata-rata (%)
K = Kotitrol (tanpa penatlibahan bakteri) A = prliatliballa~iprobiotik dosis I @ CFUIml B = pcliambahan probiotik dosis lo4 CFUIml C = penatliballan probiotik dosis 10' CI7U/~nl D = penamballan probiotilc dosis 106C F U J ~ I
Lampiran 8. Hasil analisa sidik ragam tingkat kelangsungan hidup larva udang windu 4 Hasil uji ANOVA
r--''K /
df
Galat
10
95.83
~ o t s
14
658.33
I
/
SS
MS
1
Fhit
/
P
1
1
9.58
-
Keterangan : P<0.05 menunjukkan ada perbedaan yang signifikan anlar perlakuan J
Hasil Uji Lanjut dengan Uji Tultey
Tukey Sitnultaneous Tcsts Response Variable SR All Pairwise Comparisons among Levels of bakteri bakteri = 0 subtractctl from: SE of Adjusted Difference bakteri of Means Difference T-Value P-Value 3 14.167 2.528 5.605 0.0016' 4 17.500 2.528 6.923 0.0003' 5 I 1.667 2.528 4.6 16 0.0066' 6 6.667 2.528 2.638 0.1359 bakteri = 3 subll.aclctl fro~ii: Difference bakteri of Means 4 3.333 5 -2.500 6 -7.500
SE of Difference 2.528 2.528 2.528
T-Value 1.319 -0.989 -2.967
Adjusted P-Value 0.6869 0.8544 0.0825
balderi = 4 subtractctl from: bakteri 5 6 bakteri
Difference of Means -5.83 -30.83 =5
SE of Adjusted Difference T-Value P-Value 2.528 -2.308 0.21 92 2.528 -4.286 0.0108'
subtracted from:
Difference bakteri of Means 6 -5.000
SE of Adjusted Difference T-Value P-Value 2.528 -1.978 0.3410
Ket : P<0.05 menunjukkan ada perbedaan yang signitikan antar perlakuan
I
I
!
Lampiran 9. Panjang rata-rata dan pertumbuhan panjang larva
T) Perlakuan
Keterangan:
K = I<mntrol (tanpa penamballan bakteri) A = pc~~anibahan probiotik tlosis 10' CFUlml B = pc~iambalianprobiotik dosis 10' CFUIml C = pc~iambalinnprobiotik dosis 10' CFUlmI D = pu~~ambalian probiotik dosis 10" CFUlnil
Lampiran 10. Hasil analisa sidik ragam pertumbuhan panjang larva udang windu J
Hasil Uji ANOVA df
SS
MS
Fhit
P
4
0.868
0.217
1.85
0.196
Glat
10
1.171
0.117
I.&
14
2.039
SK ~akteri
.-
Keterangali : P>0.05 menu~ijukkanticlak ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan
1I
! i
Iceterangan: K = KOIIII.~~([anpa penamballan bakteri) A = pennmbalin~iprobiotik dosis 10' CFUlml B = penzunbahan probiotik dosis 10' CFUlmI C = pen;tinballnn probiotih dosis 10' CFUl~ill D = pen;irtibaIiail probiotih tlosis 10" CFU/IIII
Lampiran 12. Hasil analisa sidik ragarn perturnbuhan bobot larva
4 Hasil Uji ANOVA
SK
df
SS
MS
Fhit
P
Baliteri
4
53.1
13.3
1.21
0.365
~:;lat
10
109.5
10.9
Tolal
14
162.5
Keterangan : P>0.05 nienunjukkan tid;il< a d a perbedaati y a n g signitikan antar perlakuan
/ I
Lampiran 13. Populasi SI
Keterangan:
K A
B C D
--
Kontrol (tanpa penamballan bakteri) penambnhan probiotik dosis 10' CFUtml '-penamballan probiotik dosis lo4 CFUIml penamballan probiotik dosis 10' CFUImI penambohan pl-obiotih-tlosis lo6CFUInil =