1. Mahkota Cita-cita Umur para da‟i, pejuang agama Allah lebih pendek dari dakwah ini sendiri. Tetapi azzam dan cita-cita mereka akan tetap hidup selamanya, menginspirasi generasi-generasi berikutnya. Sekian generasi berganti menjelajah ditiap jengkal masa. Dan saat itu pula dakwah dikemas disana, dakwah menjadi hal yang fenomenal. Mengapa ? sebab dakwah adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Sesuatu yang sangat prinsip bahwa dakwah ini akan terus hidup dengan atau tanpa kita para da‟i tetapi kita dan umat ini akan „mati‟ tanpa adanya dakwah. Karena dakwah merupakan seruan kita untuk menyampaikan kehendak-kehendak Allah SWT. Dan pemilik hakiki kehidupan ini adalah Allah SWT. Bukankah misi yang kita internalisasikan dalam dakwah ini adalah bahwa kita ingin meraih ridho Allah SWT.dengan beribadah kepadaNya. Dan, ibadah itu berupa menerapkan dan menyemai seluruh kehendak-kehendak Allah SWT.yang Ia turunkan dalam bentuk syariat (agama) dalam kehidupan kita sebagai individu, masyarakat, dan negara. Maka, kerja kita dalam dakwah ini adalah membangun sebuah kehidupan berdasarkan disain Allah SWT. Membangun sebuah kehidupan yang islami, dengan begitu, adalah cita-cita dakwah kita. Melihat segala kerja-kerja kita selama ini dan hasil yang telah dibuahkan, maka yakin dan percaya Ikhwatifillah cita-cita besar ini sebentar lagi ada dalam gapaian , Seonggok Harapan monumental dan sepejal Impian agung. Bahwa sebentar lagi akan digelar perayaan termulia yang diusung generasi-generasi mulia, dengan gerak langkah yang menggantung amanah Risalah, dengan jemari yang terhimpun kesatuan ummat, dengan kepala yang mengemas ilmu para alim, dengan jiwa membara yang mengumpulkan gelora para syahidin. Tekad itu sudah terpatri sangat dalam dan kuat, bahwa kita tak kan pernah berhenti, sekali berhenti maka itulah labuhan terakhir yakni Al Jannah. Mengapa ? sebab pandangan kita sudah tegak kedepan sana, karena akan digelar pergelaran Peradaban yang sesungguhnya sudah sejak lama dijanjikan dan direkonstruksi para Arsitek-arsitek peradaban. Kita tak akan berhenti hanya pada limit wacana dan sekedar bermimpi. Tapi cita-cita ini perlu kita selesaikan agar tak menjadi harapan yang berkepanjangan. Dengan begitu perlu ada beberapa strategi yang harus kita tunaikan.
1. Pengorganisasian Organisasi berfungsi sebagai wahana strategis guna pengefektifan dan sarana penyusunan langkah-langkah strategis dakwah. Didalamnya dibutuhkan fungsi manajerial yang utuh dan profesional. Olehnya organisasi tersebut mesti digerakkan oleh sumber daya yang profesional pula. Organisasi adalah tulang punggung dakwah dan karenanya harus kuat memikul beban berat dalam waktu yang panjang. Bukankah Islam telah mewajibkan kepada umatnya supaya berperaturan dalam segala hal untuk mencapaiposi yang lebih sempurna dan berguna. Masih segar ingatan kita akan perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa kebenaran yang tak terorganisir akan diruntuhkan oleh kejahatan yang terorganisir. Dakwah yang dilakukan secara personal tidak akan efektif
bagi tugas seorang da‟i sebagai pengemban dan
stimulan bagu umat. “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebaikan, menyuruh pada yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali Imran : 104)
Dalam ayat tersebut Allah telah mengisyaratkan tentang wajibnya melaksanakan dakwah secara bersama (berjamaah) atau berorganisasi. Sebab ikhtiar individualis tidak akan mampu memikul segala tugas dan tanggung jawab dakwah dan tidak akan berdaya melaksanakan segala tuntutan perjuangan dakwah dalam rangka memberantas segala kejahatan yang ada dimuka bumi dan menghancurkan akar-akar jahiliyah. Persoalannya adalah bagaimana agar tercipta organisasi yang rapi sehingga tujuannya dapat tercapai? Ada beberapa syarat mutlak bagi organisasi yang bergerak dalam aktivitas Islami adalah memilki sistem organisasi yang lengkap, kepemimpinan yang gesit, aktivitasnya mencerminkan peraturan dan garis-garis yang telah ditentukan oleh organisasi serta berjalan sesuai dengan program.
Kemudian sebagai manifestasi ciri-ciri pengorganisasian yang paling jelas dan perlu mendapat perhatian, adalah melalui dasar-dasar berikut : -
Bekerja keras, serius, gigih, dan potensial dalam menjalankan seluruh tugas gerakan
-
Manajemen yang rapi dan sistematik, serta disiplin yang rapi ala militer.
-
Petunjuk pelaksanaan kerja yang jelas.
-
Pembagian tanggung jawab yang jelas bagi masing-masing pimpinan
-
Menentukan sistem komunikasi anghota dan pimpinan yang bertanggung jawab dimasing-masing peringkat kepemimpinan.
-
Komitmen penuh dengan apa yang telah ditetapkan oleh organisasi melalui pihakpihak yang bertanggung jawab terhadapnya.
2. Bermasyarakat (Ijtima‟i) Seperti yang telah kita pahami bersama ikhwah, bahwa salah satu tahapan dakwah yang ada pada grand design fase dakwah kita adalah masyarakat. Dalam konsep „perbaikan‟ kita,risalah yang akan dijadikan suplemen „kesadaran‟ tak hanya secara eksklusif bagi „kebutuhan‟ komunitas kita sendiri, tapi sesungguhnya Ia mesti membahana dan terguyurkan pada ladang „karakter‟ umat yang perlahan mulai kerontang. Dakwah ini harus menjamah seluruh pelosok pribadi Insani, Ia mesti menjelma dalam setiap kesadaran unsur pemerintahan (vertikal) dan pula Ia tersemai merata pada masyarakat kita (horisontal). Dalam dunia masyarakat inilah segala keinginan,strategi dan rekayasa yang telah kita matangkan akan diuji keefektifannya, apakah metode yang kita idekan selama ini ampuh dalam merubah paradigma (fikriyah) dan perilaku (akhlak) mereka. Yang namanya masyarakat, sesuai dengan hukum zaman barangkali, kondisi masyarakat baik disekeliling kita ataupun bukan ,kondisinya tidak konstan tapi Ia terus berubah-ubah mengekori era. Perubahan ini meliputi berbagai aspek kehidupan; seperti di dalam lapangan kehidupan dunia materi,ilmu,pengetahuan dan penemuan,keruhanian, perilaku dan keyakinan. Dan dalam setiap masyarakat manusia terdapat berbagai sarana yang dapat mendorong terjadinya perubahan tersebut. Ilmu-ilmu modern dn berbagai sarana kehidupan modern berpengaruh sangat luas dan efektif dalam menumbuhkan perubahan diri manusia. Karena itu para pendukung berbagai idologi memanfaatkan sarana-sarana perubahan
tersebut
utnuk
menanamkan
ideologi,
mereka
ditangah-tengah
masyarakat.Tetapi memang dakwah ini begitu „unik‟, Ia tak pernah kehabisan akal. Ia laksana aliran air yang menjalar mengikuti celah zaman. Seperti halnya Islam yang terus bergulir mengikuti kemana masa men-drive peradaban.
Masyarakat yang kita targetkan memiliki karakter yang berbeda-beda. Ada kelompok masyarakat yang sangat mudah kita „pengaruhi‟ tapi pun sebaliknya ada yang sangat sulit kita „ajak‟ bahkan bisa berbalik menyerang,mencemooh. Tapi demikianlah memoar dakwah ini pun sudah mengisahkan perjalanannya. Bukankah para Nabi terdahulu pun mengecap rintangan yang lebih pedih-perih, terbunuh oleh kaumnya sendiri. Demi keberlangsungan dakwah yang kita cintai ini, kebutuhan akan adanya pendukung sangat kita inginkan, dan dukungan itu kita inginkan dari masyarakat tersebut. Sebaik dan sematang apapun konsep perbaikan yang telah kita rencanakan jika tiada pendukungnya maka akan menjadi permasalahan yang lebih rumit. Sejenak kita berselayang pandang pada retas dakwah Rasulullah saat di Mekkah dan Madinah. Saat di Mekkah dukungan dakwah sangat minim bahkan dibenci namun sebaliknya ketika umat muslim berhijrah ke Madinah, afiliasi penduduk Madinah saat itu begitu antusias, Rasulullah dan beberapa muhajirin diberi kebebasan berdakwah disana. Akhirnya,hasil yang menakjubkan bukan. Umat muslim meroket berlipat ganda jumlahnya. Menjelma gelombang monumental yang akan memulai konstruksi peradaban. Kalau pemimpin yang hebat mendapat dukungan publik yang luas, maka akan terbentuklah sebuah kekuatan dakwah yang dahsyat. Begitulah kita menciptakan sinergi antara pemimpin dan umatnya, antara kualitas dan kuantitas. Kedua-duanya mempunyai peranan yang sama strategisnya. Karakter masyarakat yang kita inginkan dibentuk melalui media massa dan tokoh publik. Yang ingin kita capai disini adalah terbentuknya opini publik yang islami, struktur budaya dan adab-adab sosial yang islami, dominasi figur dan tokoh islam dalam masyarakat. Olehnya, seorang kader dakwah mesti memiliki kemampuan dalam bersosialisasi dengan masyarakat,mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dapat menyentuh hati dan perhatian mereka. Saat ini saya merasa senang melihat beberapa wajihah tandzhim memprogramkan sekaligus merealisasikan agenda „Dauroh Ijtima‟i”. Dan itu sudah menjadi hal yang lazim untuk saat ini. Itu bearti kegelisahan akhirnya menimbulkan perhatian lebih yang harus segera „dijinakkan‟. Baiklah, barangkali ada baiknya saya sampaikan beberapa kiat-kiat dan strategi berkomunikasi efektif ,sebuah „resep‟ praktis bagaimana mempengaruhi orang lain agar mereka mahu mengikuti gagasan yang kita „jual‟ : 1. Attention (perhatian)
2. Need (Kebutuhan) 3. Satisfaction (Pemuasan) 4. Visualization (Visualisasi) 5. Action (Tindakan)
Jadi, bila Anda ingin mempengaruhi orang lain, rebut lebih dulu perhatiannya, selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian yang diperoleh bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan Anda, Doronglah ia untuk bertinda. Contoh sederhan. Bila ia anda berkata pada teman anda, „lihat rambutmu!” Anda berada pada tahap pertama. Bila kemudian anda menyatakan bahwa rambut itu perlu dipotong, Anda berusaha meyakinkan dia akan kebutuhannya sendiri. Katakan bahwa sudah saatnya memotong rambut. Ini pemuasan. Anda tentu akan menjelaskan, bila tidak dipotong cepat-cepat, rambut itu akan mengganggunya, menyebabkan ia kelihatan tidak rapi; sedangkan bila dipotong, ia akan tampak gagah, sopan, rapi, dan tampan. Ini usaha visualisasi. “ayo, cukurlah rambutmu sekarang”. Adalah saran anda supaya komunikate melakukan tindakan. Selain itu perlu juga diperhatikan beberapa tips dibawah ini :
Langkah I Kenalilah tujuan Anda Kenalilah pendengar Anda Kenalilah pendekatan Anda
Langkah II Apa yang akan saya bicarakan Siapa yang terlibat Dimana sesi tersebut Kapan sesi tersebut disampaikan Mengapa sesi disampaikan Bagaimana saya melakukan Langkah III
Carilah kisi-kisi yang merealisasi tujuan Carilah kisi-kisi yang berhubungan dengan pendengar Carilah pendekatan yang tepat
3. Institusi Setelah dakwah ini mulai dapat menginternalisasi dalam hiruk mesyarakat, maka berikutnya para kader dakwah sudah harus mampu menggelayutkan dakwah ini melalui lembaga-lembaga formal, disana dakwah akan menjadi nafasnya. Namun disini dibutuhkan Sumber Daya kader yang mampu pula menembus orbit ini,bekerja secara profesional didalamnya, mendayagunakan institusi sebagai wasilah agar dakwah dapat diterjemahkan disetiap lembar-lembar konsep, menyisip dalam program-program kerja dan berfungsi pengarah (manhaj). Sekian banyak lembaga-lembaga strategis yang dapat kita “masuki” yang juga berfungsi strategis untuk sekedar “berbicara” mengenai kehendak-kehendak Allah pada khalayak. Lembaga-lembaga yang tersedia seperti lembaga ilmiah, ekonomi, sosial, dan militer. Dengan demikian dakwah yang kita bawa selama ini tidak hanya tersampaikan melalui media mimbar tapi juga dimeja-meja rapat, dihadapan para profesional. Sehingga kita dapat melihat, ada Al Qur‟an berjalan di perkantoran,gedung-gedung instansi, ada Al Qur‟an yang berbicara program kerja, ada Al Qur‟an yang sibuk dengan pelbagai penyusunan platform kelembagaan. Dengan begitu terbentuklah jaringan kader diseluruh institusi strategis. Ini merupakan pranata yang dibutuhkan untuk menata kehidupan bernegara yang islami.
4. Pemerintah (Kebijakan Politik) Ikhwatifillah... Seperti halnya menyimak history eksistensi Islam disetiap ruang era maka kita pun akan menyaksikan Al Islamu ya‟lu wala yu‟la alaih, Islam itu tinggi dan tiada yang melebihi ketinggiannya. Cerahlah ingatan kita bagaimana dahulu Rasulullah dengan sikap politisnya mencanangkan sebuah tata aturan perdana bagi dunia saat itu yang mana dapat
menghadiran suatu atmosfir lingkungan kehidupan sosial-menegara yang solid, khitmat, Jaya dan kokoh, itulah Piagam Madinah. Terbayang kembali kredibilitas para khalifah yang mampu menggenggam 2/3 dunia berabad-abad. Maka tugas kita sekarang adalah mngembalikan kejayaan itu dihadapan dunia, kita jadikan syariat sebagai corak terindah yang akan dilukiskan diatas wajah kanvas negara. Khilafah. Negara adalah sarana, bukan tujuan. Dan, negara merupakan intstitusi terkuat dan terbesar dalam masyarakat. Inilah saatnya dakwah menemukan jalurnya kepada alur ekspansi vertikal. Agar korelasi kekuatan dan strategi kita dapat sebanding maka pada tahap ini diperlukan pula Kader yang matang dalam siyasah. Ia mengerti betul bagaimana berpolitik, bagaimana berhadapan dengan „pesaing‟ politik, tentang bagaimana meng-goal-kan keinginanneinginan kita sebab hakikat politik sendiri adalah bagaimana mempengaruhi serta menguasai paradigma, sikap, dan lingkungan orang lain agar mengikuti keinginan kita. Kebaikan-kebaikan kolektif harus segera tersampaikan secara formal agar efektif dan menyeluruh. Kebenaran mesti memiliki kekuatan dan Ia berhak diberikan tempat yang paling tinggi, dan itulah negara. Jika kita hanya menunggu takdir kemenangan maka disitulah kesalahan kita sebab takdir kemenangan adalah takdir syar‟i yang wajib „diikhtiarkan‟. Jika tidak maka kebatilanlah yang akan terus bertengger dipanggung politik dan sekali lagi sebuah kesalahan besar bagi kita yang „paham‟ kalau tidak segera mengkudetanya.hal inilah yang menjadi pancang obsesi Imam Syahid Hasan Al Banna : “Adalah sangat mengherankan sebuah paham seperti komunisme memiliki negara yang melindunginya, yang mendakwahkan ajarannya, yang menegakkan prinsip-prinsipnya, dan menggiring masyarakat untuk menuju kesana. Demikian juga paham fasisme dan nazisme, keduanya memiliki bangsa yang mensucikan ajarannya, berjuang untuk menegakkannya, menanamkan kebanggaan kepada para pengikutnya, menundukkan seluruh ideologi bangsa-bangsa untuk mengekor kepadanya. Dan lebih mengherankan lagi, kita dapati berbagai ragam ideologi sosial politik didunia ini bersatu untuk menjadi pendukung setianya. Mereka perjuangkan tegaknya dengan jiwa, pikiran, pena, harta benda, dan kesungghan yang paripurna, hidup dan mati dipersembahkan untuknya. Namun sebaliknya, kita tidak mendapatkan tegaknya suatu pemerintahan Islam yang bekerja untuk menegakkan kewajiban dakwah Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif yang ada diseluruh aliran ideologidan menmbuang sisi negatifnya. Lalu ia
persembahkan itu kepada seluruh bangsa sebagai ideologi alternatif dunia yang memberi solusi yang benar dan jelas bagi seluruh persoalan umat manusia.” (Majmu Rasail 1 : 184). Dinyatakan pula dalam kesempatan lain oleh beliau, “Sesungguhnya seorang muslim tidak sempurna keislamannya kecuali jika ia bertindak sebagai politisi. Pandangannya jauh kedepan terhadap persoalan umatnya, memperhatikan dan mengnginkan kebaikannya. Meskipun demikian, dapat juga saya katakan bahwa pernyataan ini tiodak dinyatakan oleh Islam. Setiap organisai Islam hendaknya menyatakan dalam programprogramnya bahwa ia memberi perhatiankepeda persoalan politik ummatnya. Jika tidak demikian, maka ia sendiri yang sesungguhnya butuh untuk untuk memahami makna Islam.”
Amal siyasi (politik) bukanlah sekedar untuk meraih kekuasaan dan mencapai kedudukan-kedudukan tinggi dalam pemerintahan, tetapi semata-mata ditujukan bagi penegakan hukum-hukum Allah SWT di dalam masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keadilan yang telah digariskanNya. Inilah rukun ikhlas yang akan menjauhkan aktivis dakwah dari perangkap kediktatoran, korupsi, dan kesombongan tatkala meraih suatu kedudukan dalam kekuasaan.