Renungkanlah, Wahai Pengusaha Bukan harta yang diharapkan Dien Kita, Tapi ketaatan kita sepenuhnya pada Islam!
Rasulullah SAW bersabda : Semua umatku akan masuk surga, kecuali orang yang enggan. Sahabat bertanya, Siapa yang enggan itu? Beliau menjawab, Barangsiapa yang taat kepadaku, maka ia masuk surga dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itu enggan. Al Hadits
0|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) GTP, et.al. Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
POKOK-POKOK PANDUAN IMPLEMENTASI SYARIAH DALAM BISNIS Cetakan pertama, Juli 2010
Penulis : Muhammad Rosyidi Aziz Bey Laspriana Ichsan Salam Fahmi Shadry Muhammad Karebet Widjajakusuma Kontributor Utama : Yahya Abdurrahman Mohammad Arif Yunus KH Siddiq Al Jawiy (Khusus Bab Syirkah) Editor Ahli : KH. Rohmat S Labib, MEI KH. Hafidz Abdurrahman, MA KH. Muhammad Ismail Yusanto, MM Penata Letak & Gaya : Hussein Assa’di
1|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Pengantar Aktivitas bisnis tak pernah lepas dari kisah kehidupan manusia. Dari bangun tidur hingga tidur lagi, setiap kita selalu bersentuhan dengan produk bisnis, baik itu berupa barang maupun jasa. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semua menggunakan perangkat yang dihasilkan bisnis. Dari yang sederhana hingga yang paling canggih sekalipun. Pendek kata, bisnis selalu menyertai hidup dan kehidupan kita. Sampai di sini, tak ada yang perlu dikritisi. Semua biasa saja. Namun, ketika bisnis terkait dengan amal perbuatan, terlebih ia akan membawa konsekuensi tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat, mulailah kita akan mengkritisinya. Bisnis seperti apa yang akan mengamankan perjalanan kita di akhirat kelak. Selain amal, bisnis juga pasti terkait dengan sesuatu yang dimanfaatkan, bisa berbentuk barang atau bisa juga jasa. Di sini, mulailah kita juga mengkritisinya. Barang dan jasa seperti apa yang akan memberi kontribusi keamanan bagi perjalanan di akhirat nanti. Terakhir, bisnis pasti akan memberi manfaat dan manfaat apapun itu hanya akan tampak pada dua opsi, yakni manfaat yang semu atau manfaat yang hakiki. Manfaat semu hanya nampak ‘besar’ di dunia namun tak berkah. Manfaat hakiki nampak manfaatnya selagi di dunia dan memberi kebahagiaan di akhirat. Nah, bisnis kita ini bisnis yang membawa pada manfaat jenis yang mana? Sekadar banyak namun semu manfaatnya atau banyak bahkan berlimpah lagi memberi manfaat yang hakiki. Sejalan dengan visi dan misi hidup kita sebagai muslim terbaik, kini saatnya mengkritisi bisnis kita untuk memastikan agar dengannya kita selamat dan bahagia di dunia. Kita juga mesti memastikan agar bisnis kita menjadi salah satu wasilah kita menuju kehidupan bahagia di akhirat kelak. Sebuah pekerjaan yang tidak ringan, terlebih dalam sistem hidup yang kapitalistik sekuler ini yang telah mencampakkan aturan syariah sedemikian kejinya. Mempertimbangkan itu semua, kami memberanikan diri membuat Buku Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis. Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk memberikan panduan pokok mengimplementasikan tata aturan syariah yang khas pada setiap bisnis kita, agar bisnis kita tak hanya mendapat ‘berkat’ dalam bentuk profit yang tumbuh dan sinambung, namun juga mampu meraih berkah. Bisnis yang membahagiakan di dunia dan akhirat. Kehadiran buku ini moga dapat memperkaya atau mengkomplementasi buku-buku serupa yang sudah ada di tengah umat. Atas hadirnya buku ini, diucapkan jazakallahu khairan katsira kepada Ustadz Yahya Abdurrahman dan Ustadz Ir. Mohammad Arif Yunus atas kontribusi materi dan konsultasi intensnya bagi terwujudnya buku ini. Juga kepada KH. Rohmat S Labib, MEI, KH. Hafidz Abdurrahman, MA dan Ust. Muhammad Ismail Yusanto, MM yang telah bersedia meluangkan sebagian waktunya yang ‘super’ padat sebagai editor ahli buku ini. Kesediaan beliau bertiga telah sangat berarti bagi keberadaan dan kegunaan buku ini bagi umat. Moga Allah Swt memberkahi niat dan amal pembuatan buku ini sebagai salah satu wasilah dakwah bagi penyadaran umat agar kembali bangkit mengembalikan aturan syariat Islam dalam aspek penyelenggaraan bisnisnya dan lebih dari itu menegakkan kembali tatanan kehidupan yang diridlaiNya. Amin.
Bogor, 30 Mei 2010 Tim Penulis
2|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Daftar Isi Pengantar - ii Daftar Isi – iii Mukaddimah - xi Muhasabah - 6 Pokok Panduan dalam Aspek Akad Bisnis – 8 Pokok Panduan dalam Aspek Muamalah Keuangan Syariah – 12 Pokok Panduan dalam Aspek Kerjasama Usaha (Syirkah) – 12 Pokok Panduan dalam Aspek Investasi – 6 Telaah Kasus Bisnis Pilihan Bercermin dari Pengusaha Didikan Nabi SAW - 8 Daftar Pustaka
3|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Mukadimah : Mengapa Bisnis Harus Sesuai Syariah ? Pertanyaan di atas sering terlontar dalam banyak forum temu bisnis atau workshop bisnis syariah. Menjawabnya insya Allah tidaklah susah. Kiranya cukup dengan kalimat berikut : “Bisnis tak lepas dari amal keseharian kita dan amal – apapun itu – mesti terikat dengan syariah. Terikat? Yap, karena kita ingin berbisnis penuh ‘berkat’ dan berkah, agar bisnis kita menjadi salah satu jalan kita meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.” Insya Allah. Tetapi, selesaikah sampai di sini? Ooo… tidak! Pertanyaan masih bergulir. Setidaknya, masih ada tiga pertanyaan penting berikutnya. Pertama, bagaimana sesungguhnya anatomi bisnis yang sesuai dengan syariah itu? Kedua, saat Islam tegak menjadi tatanan hidup dunia semenjak masa Nabi SAW hingga runtuhnya Daulah Islam era Turki Utsmani tahun 1924, tak pernah ada istilah bisnis syariah atau bisnis Islami, lalu mengapa kini mesti muncul istilah itu? Ketiga, bisakah bisnis Islami berjalan sempurna dalam sistem saat ini ? Baiklah, teruskan membaca karena kita akan temukan jawabannya sesaat lagi, jadi jangan kemanamana…
Pertama, Anatomi Bisnis Islami Bisnis dengan segala macam aktivitasnya terjadi dalam kehidupan kita setiap hari, sejak bangun pagi hingga tidur kembali. Alarm jam weker yang membangunkan kita dini hari, sajadah alas shalat kita, susu instan yang “aku dan kau” minum, sepeda motor yang mengantarkan kita ke kantor serta semua kebutuhan rumah tangga kita, seluruhnya adalah produk yang dihasilkan, didistribusikan, dan dijual oleh para pelaku bisnis. Uang yang dibelikan beragam produk tersebut juga – salah satunya - diperoleh dari bekerja pada suatu bisnis. Contoh di atas menunjukkan betapa komprehensifnya cakupan bisnis. Bila semua cakupan bisnis ini dicoba diterjemahkan, maka akan muncul pengertian yang komprehensif pula. Mari kita lihat. Kamus Bahasa Indonesia mengartikan bisnis sebagai “usaha dagang, usaha komersial di dunia perdagangan, dan bidang usaha”. Skinner (1992) mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti (1996) bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and services”. Sementara, dalam pandangan Straub dan Attner (1994), bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat diindera), sedangkan jasa adalah aktivitas-aktivitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya. Dari semua definisi yang digali dari fakta bisnis tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu organisasi/pelaku bisnis akan melakukan aktivitas bisnis dalam bentuk: (1) memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan/atau jasa, (2) mencari profit dengan menjual, menyewakan, mengerjakan sesuatu, mendistribusikan, dan aktivitas sejenis lainnya, dan (3) mencoba memuaskan keinginan konsumen. Dari pengertian tersebut di atas juga dapat dipahami bahwa setiap organisasi bisnis akan melakukan fungsi dan aktivitas yang sama. Dengan hantaran pengamatan terhadap definisi yang digali dari fakta bisnis yang ada, sepintas, banyak dari kita akan beranggapan “kalau begitu lalu apanya yang beda? Kan faktanya sama, fungsinya sama dan aktivitasnya juga sama!” Anggapan ini bisa dimaklumi jika kita berhenti sampai di sini. Namun jika kita bedah anatomi bangunan bisnisnya, 4|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
barulah kita akan melihat bedanya? Penasaran? Mari kita bedah! Bangunan bisnis Islami jika didalami sebenarnya bisa dibandingkan dalam sejumlah aspeknya dengan bisnis non Islami. Pembandingan ini akan memudahkan pemahaman terhadap faktanya sedemikian sehingga memudahkan kita untuk melihat perbedaannya dan juga meluruskan dalam mempraktikkannya. Berikut ikhtisar anatomi bisnis Islami vs bisnis yang tidak Islami (konvensional sekuler) : (1) Asas : Aqidah Islam (nilai-nilai transendental) vs asas Sekularisme (nilai-nilai material). (2) Motivasi : Dunia - akhirat vs Dunia. (3) Orientasi : Profit dan Benefit (non materi/qimah), Pertumbuhan, Keberlangsungan, dan Keberkahan vs Orientasi : Profit, Pertumbuhan, dan Keberlangsungan. (4) Strategi Induk : Visi dan misi organisasi terkait erat dengan misi penciptaan manusia di dunia vs Visi dan misi organisasi ditetapkan berdasarkan pada kepentingan material belaka. (5) Manajemen/Strategi Fungsional Operasi/Proses : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor syariah vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran, Mengedepankan produktivitas dalam koridor manfaat. (6) Manajemen/Strategi Fungsional Keuangan : Jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan vs Tidak ada jaminan halal bagi setiap masukan, proses dan keluaran keuangan. (7) Manajemen/Strategi Fungsional Pemasaran : Pemasaran dalam koridor jaminan halal vs Pemasaran menghalalkan cara. (8) Manajemen/Strategi Fungsional SDM : SDM profesional dan berkepribadian Islam, SDM adalah pengelola bisnis, SDM bertanggung jawab pada diri, majikan dan Allah SWT vs SDM profesional, SDM adalah faktor produksi, SDM bertanggung jawab pada diri dan majikan. (9) Sumberdaya : Halal vs Halal dan haram.
Jika sembilan karakter bangunan bisnis Islami ini diringkas, maka pembedanya dengan bisnis yang tidak Islami adalah pada aspek Keberkahan. Berkah adalah ridlo Allah Swt atas amal bisnis, yaitu ketika bisnis dijalankan sesuai dengan syariah-Nya. Karenanya, aktivitas bisnis Islami tidak dibatasi kuantitas kepemilikan hartanya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Nah!
Kedua, Mengapa Harus Disebut Bisnis Syariah? Benar, saat Islam tegak menjadi tatanan hidup dunia semenjak masa Nabi SAW hingga runtuhnya Daulah Islam era Turki Utsmani tahun 1924, tak pernah ada istilah bisnis syariah atau bisnis Islami. Itu terjadi - sederhana saja - karena sistem hidup yang digunakan adalah sistem Islam, bukan sistem kapitalisme atau juga sosialisme komunisme. Jadi wajar saja, kalau terma yag digunakan cukup ‘bisnis’ karena secara otomatis pengertiannya akan merujuk pada sistem yang dianut saat itu. Begitu pula dengan saat ini, jika disebut kata ‘bisnis’ saja tanpa embel-embel apapun, konotasinya pasti mengarah pada sistem yang diterapkan saat ini, maka pengertiannya akan menjadi ‘bisnis kapitalis’ atau ‘bisnis konvensional’ yang pasti tidak Islami atau jauh dari syariat Islam. Ini sama sederhananya dengan dikotomi ‘perbankan syariah’ vs ‘perbankan konvesional’, ‘pendidikan Islami’ vs ‘pendidikan sekuler’ dlsb.
5|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Atas dasar itu, menjadi penting penggunaan istilah ‘bisnis Islami’ atau ‘bisnis syariah’ untuk menegaskan sifat bangunan bisnis yang dilakukan dan memberi efek edukasi pada masyarakat luas bahwa kita memang tengah hidup dalam sistem yang tidak islami.
Ketiga, Bisakah Bisnis Islami Berjalan Sempurna Dalam Sistem Saat Ini ? Pertanyaan ketiga ini harus dijawab dengan renungan yang dalam sambil mencermati fakta bisnis yang ada di sekitar kita. Mari kita mulai… Bisnis yang sukses umumnya adalah bisnis yang mendapat ‘berkat” (profit, tumbuh dan sinambung), tapi tidak atau belum tentu berkah. Lalu, kalau pun ada yang ‘berkat’ dan berkah, jumlahnya sedikit dan sulit berkembang optimal, karena terhambat perilaku bisnis sekuler yang menghalalkan segala cara. Mulai dari uang pelicin saat perizinan usaha, kickbak yang diminta saat berhasil memenangkan tender, menyimpan uang dalam rekening koran yang berbunga, hingga iklan yang tidak senonoh. Suka tidak suka, ini semua karena bisnis kita hari ini hidup dalam sistem kapitalistik, sistem yang tidak ideal lagi destruktif… Bisnis Islami hanya akan hidup secara ideal dan sistem dan lingkungan yang Islami pula. Sebaliknya bisnis non Islami juga hanya akan hidup secara ideal dalam sistem dan lingkungan yang sekuler/sosialis. Itu semua karena - bagaimanapun - aktivitas bisnis akan sangat bergantung pada sistem dan lingkungan ada. Jadi, apa yang mesti kita lakukan? Cukupkah kita berpuas diri dengan kondisi bisnis syariah hari ini yang tumbuh berkembang tidak ideal? Pengusaha mesti bersatu wujudkan sistem Islam (syariah dan khilafah)? Atau … jangan-jangan kita masih pragmatis saja seraya terus mencari alternatif lain selain Islam? Dan kalau ini yang terjadi, lalu apa kata akhirat?
6|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Ali ra berkata, Andai tidak ada 5 perkara, seluruh manusia tentu menjadi orang shaleh: (1) Merasa puas dengan kebodohan (2) Terlalu fokus terhadap dunia (3) Bakhil terhadap harta (4) Riya dalam beramal (5) Membanggakan diri sendiri Nasha’ih al-‘ibad, hal 32
7|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
MUHASABAH BISNIS KITA Bisnis yang Sukses umumnya adalah bisnis yang mendapat ‘berkat” (profit, tumbuh dan sinambung), tapi tidak atau belum tentu berkah. Berkah adalah ridlo Allah Swt atas amal bisnis, yaitu ketika bisnis dijalankan sesuai dengan syariah-Nya. Kalau pun ada yang ‘berkat’ dan berkah itu sedikit dan sulit berkembang optimal, karena terhambat perilaku bisnis sekuler yang menghalalkan segala cara (suap, kickback, dll). Ini semua karena bisnis kita hari ini hidup dalam sistem kapitalistik, sistem yang tidak ideal lagi destruktif… Karenanya… kini saatnya kita muhasabah : Berapa jam sehari kita jalankan bisnis kita sesuai dengan tuntunan syariah ? Sudahkah kita selalu bertanya tentang hukum syariah terkait apa yang akan kita lakukan dalam menjalankan bisnis ? Sudahkan kita kaji sebelum berbuat sampai kita tenteram bahwa hukum syariah yang kita ambil adalah yang paling shawab? Patut direnungkan pernyataan Imam Malik : Siapa yang tidak mempelajari hukum-hukum jual beli niscaya ia memakan riba, suka atau enggan. Syariah telah menetapkan sejumlah hukum terkait bisnis kita. Karena bisnis kita terkait dengan amal perbuatan, maka bisnis kita harus jelas aspek hukumnya. Kaidah Ushul menyatakan, Hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’ . Karena bisnis kita terkait dengan sesuatu, maka sesuatu yang kita bisniskan juga harus jelas hukumnya. Kaidah Ushul menyatakan, Hukum asal dari sesuatu (benda/barang/jasa) adalah mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkan. Karena bisnis kita jalankan untuk mendapatkan kemaslahatan dalam bentuk profit yang tumbuh dan sinambung dan berkah, maka bisnis yang kita jalankan harus selalu sesuai dengan tuntunan syariah, Kaidah Ushul menyaatakan, Apabila ada hukum syara’ diterapkan maka akan ada kemashlahatan. Ayat dan hadits berikut semoga makin menguatkan kehendak agar amal bisnis kita benar-benar terjaga dalam koridor syariah. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. QS. An Nisa : 29 Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah), hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan. HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra Sungguh akan datang kepada manusia masa dimana seseorang tidak lagi peduli dengan cara apa ia mengambil harta, apakah cara itu halal ataukah haram. HR. Bukhari
8|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Jangan membuatmu takjub, seseorang yang memperoleh harta dari cara haram, jika dia infakkan atau dia sedekahkan maka tidak diterima, jika ia pertahankan maka tidak diberkahi dan jika ia mati dan ia tinggalkan harta itu maka akan jadi bekal dia ke neraka. HR. ath-Thabarani, ath-Thayalisi dan al-Baihaqi, lafal ath-Thabarani Allah menolak kepadaku untuk memasukkan ke dalam surga daging yang tumbuh dari yang haram, neraka lebih layak untuknya. HR. al-Hakim Harta ini sungguh hijau laksana sayuran segar lagi manis, siapa saja yang mengambilnya dengan kemurahan hati maka akan diberkahi, dan siapa saja yang mengambilnya dengan ketinggian hati maka tidak akan diberkahi, dan itu laksana orang yang makan tapi tidak kenyang, dan tangan diatas lebih baik dari tangan di bawah. HR. Bukhari Muslim Seorang laki-laki berambut kusut dan berdebu menengadahkan kedua tanganya ke langit: “Ya Rabbi, ya Rabbi”, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan yang haram, maka bagaimana doanya bisa dikabulkan? HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi
9|Pokok-Pokok Panduan Implementasi Syariah Dalam Bisnis
Siapapun yang taat kepada Allah di dunia, maka kemuliaan Allah menyelamatkannya di akhirat nanti. Qatadah bin Da’amah Ulama Besar Generrasi Tabi’in
10 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
POKOK – POKOK PANDUAN ASPEK AKAD BISNIS Tuntunan syariah bagi bisnis terkategori dalam Fiqih Muamalah. Fiqih Muamalah terdiri dari dua kata, Fiqih dan Muamalah. Fiqih secara bahasa (etimologis) berarti al-fahmu (memahami). Secara istilah (terminologis) berarti ilmu tentang hukum-hukum syara' yang amaliah yang digali dari dalildalilnya yang terperinci. Fiqih Muamalah mencakup segala hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan pengelolaan harta benda (tasharruf fi al-maal). Maka itu fiqih muamalah sering juga disebut FIQIH MUAMALAH MALIYAH. Karenanya, Fiqih Muamalah tidak mencakup hukum-hukum ibadah, seperti sholat dan haji. Juga tidak membahas hukum-hukum uqubat (jinayat), seperti qishash, hukum-hukum munakahat, seperti talak dan ruju, serta tidak juga mencakup hukum-hukum siyasah, seperti hukum khilafah.
Macam Muamalah Dilihat Dari Aspek Akad 1. Muamalah tanpa akad (dilakukan sepihak, tanpa perlu ijab kabul), seperti seperti hawalah (pengalihan utang kepada yang wajib menanggungnya), dhoman (penjaminan), kafalah (penjaminan utang), wasiat, dll. 2. Muamalah dengan akad (dilakukan para pihak yang berakad dan harus ada ijab qabul), seperti jual beli, ijarah (pemanfaatan sesuatu (barang/jasa) dengan kompensasi tertentu, seperti sewa atau upah), syirkah (kerjasama usaha), dll.
Pengertian Akad Akad menurut bahasa artinya ikatan (ar-rabthu), pengukuhan (al-ihkam), penguatan (at-taqwiyah). Aqada al-hablaini, artinya dia mengikat yang satu dengan yang lain. Akad menurut istilah syar’i artinya ikatan ijab dengan kabul yang sesuai hukum syara’ yang menimbulkan akibat hukum pada objek akad.
Rukun Akad Rukun akad ada tiga : (1) Al-Aqidani (pihak yang berakad), (2) Mahallul Aqad (sesuatu yang menjadi objek akad) dan adanya (3) Shighat Aqad (pernyataan ijab kabul).
Ketentuan tentang Al-Aqidani (1) Harus layak melangsungkan akad, yakni baligh dan berakal, atau minimal mumayyiz tapi tergantung izin dari pihak yang bertanggungjawab atasnya. (2) Secara syar’i berwenang melangsungkan akad. (3) Salah satu atau keduanya bisa atas nama dirinya sendiri atau mewakili pihak lain. 11 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Ketentuan tentang Mahallul Aqad Sesuatu yang di dalamnya ditetapkan berlaku implikasi akad dan hukum-hukumnya. Seperti, barang yang dijual dalam akad bay’ (jual beli), utang yang dijamin dalam akad kafâlah, proyek/kegiatan bisnis untuk mendapat keuntungan dalam akad syirkah (kerjasama usaha).
Ketentuan tentang Sighat Aqad (Ijab Kabul) (1) Ungkapan timbal balik yang menunjukkan kesepakatan kedua pihak. (2) Redaksi lafzhiyah yang mengungkapkan kehendak kedua pihak dalam melangsungkan akad. (3) Harus dinyatakan secara jelas. (4) Ijab harus menunjukkan kepastian, karenanya biasa menggunakan lafal lampau (mâdhi). Jadi tidak menggunakan kalimat masa depan, seperti ‘saya akan membeli’. (5) Bisa dengan ucapan, tulisan, praktek yang menunjukkan deal/kesepakatan (bi at-ta’âthâ), dengan isyarat, dsb. (6) Ijab dan kabul harus bertaut, dalam satu majelis. Tidak boleh ada jeda antara ijab dan kabul.
Status Hukum Syarat Dalam Akad (1) Syarat yang sah dan mengikat a. Syarat yang diharuskan oleh akad, seperti syarat jaminan terhadap ketiadaan cacat pada barang yang dijual, syarat penyerahan upah, dsb. b. Syarat untuk kemaslahatan salah satu pihak, dimana ia tidak mau menerima akad kecuali syarat itu terpenuhi. Misalnya, syarat tentang karakteristik obyek, waktu dan cara pembayaran. c. Syarat bukan muqtadha al-‘aqd (tidak termasuk ketentuan akad) atau tidak menyalahi muqtadha al-’aqd dan bagi salah satu atau kedua pihak terdapat maslahat di dalamnya. Misalnya, seseorang menjual mobil dan mensyaratkan ia kendarai sampai tempat tertentu baru diserahterimakan. Di masa Nabi SAW, misalnya pada kasus Jabir bin Abdullah yang mensyaratkan untuk mengendarai unta yang dijualnya kepada Nabi SAW.
(2) Syarat yang batil, tetapi akadnya tetap sah Yaitu syarat yang menyalahi hukum dan muqtadha al-’aqd, seperti syarat dari penjual agar pembeli tidak menghibahkan barang yang dibeli. Karenanya, syarat seperti ini diabaikan saja, karena hak kepemilikan dan pengelolaan barang itu sudah berpindah dari penjual ke pembeli.
(3) Syarat yang yang membatalkan Akad a. Syarat yang membatalkan akad sejak asalnya. Yaitu syarat yang berupa akad lain. Misalnya, saya jual barang ini dengan syarat Anda menjadi makelar saya untuk cari pelanggan. Sebuah hadits menyebut, Tidak halal salaf (jual beli pesanan) dan jual beli dan tidak pula dua syarat dalam satu jual beli (HR. Nasai, Tirmidzi dan Daruquthni).
12 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
b. Syarat yang dengannya tidak terakadkan akad (masih berupa komitmen). Misalnya, syarat dalam kasus ‘aqd al-mu’allaq (akad pengaitan), ‘saya jual tanah saya ini jika orangtua saya setuju’. c. Syarat yang tak jelas dan tak tertentu. Misalnya, jual beli sesuatu dengan syarat bisa mengembalikannya kapan saja tanpa ada batasan waktu yang jelas. Tak jelas, sebab ini jual beli atau pinjam meminjam. Tak tertentu, sebab jika jual beli, ia mengharuskan ijab kabul dalam satu majelis tanpa ada jeda waktu.
Konsekuensi atas Pemenuhan Ketentuan Rukun Akad (1) Jika akad bisnis yang terjadi memenuhi syarat dan rukun akad tersebut di atas, maka akadnya sah. Namun jika tidak memenuhi syarat dan rukun akad tersebut, maka akadnya tidak sah. (2) Akad yang tidak sah berimplikasi pada diterima atau tidaknya akad, yakni : a. Akad batil, yaitu akad yang cacat pada rukun akad, cacat salah satu rukunnya, atau cacat pada syarat yang wajib melekat pada rukun akad. Akad seperti ini menjadi batal dengan sendirinya. b. Akad fasid (fasad), akad yang cacat di luar rukun-rukun akadnya. Akad seperti ini menjadi sah setelah fasad-nya diperbaiki.
Akad-akad yang Batil (1) Akad batil karena larangan terhadap akadnya sendiri •
Bay’ al-Munâbadzah, jual beli dengan ketentuan bahwa sighat atau kesepakatan jual beli terjadi dengan cara saling melempar barangnya.
•
Bay’ al-Mulâmasah, jual beli dengan cara meraba atau dengan ketentuan siapa yang memegang/menyentuh barangnya maka ia harus membayar. Di sini tidak terjadi atau tidak ada hak khiyar (hak memilih dan menentukan jadi membeli atau tidak).
•
Bay’ al-Hishah, jual beli dengan ketentuan bahwa sighat atau kesepakatan jual beli terjadi dengan cara melemparkan batu kerikil pada barang yang ditawarkan.
•
Akad pada pekerjaan/bisnis maksiat (pekerjaan/bisnis yang melanggar ketentuan syariat, terkait judi, riba, pelacuran, dll).
(2) Akad batil karena larangan atas rukun akadnya •
Bay’ al-Malâqîh, jual beli hewan yang masih berada di dalam perut induknya (zatnya masih belum jelas)
•
Bay’ al-Madhâmîn, jual beli sperma yang masih berada di sulbi hewan jantan dimana pembeli (pemilik hewan betina) membeli sperma kepada penjual (pemilik hewan jantan) dan anaknya menjadi milik pembeli.
•
Bay’ al-Janin, jual beli janin hewan. Ini juga jual beli yang barangnya terkategori majhul (tidak jelas).
•
Bay’ al-Haml, jual beli janin. Statusnya sama dengan di atas.
(3) Akad batil karena terdapatnya gharar (ketidakjelasan yang tetap ada, sementara transaksi tetap berlangsung sehingga menyebabkan perselisihan) dan sebagainya, seperti jual beli susu yang masih belum diperah (masih dalam ambing hewan). 13 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Akad-akad yang Fasad (1) Akad fasad karena kemajhulan (ketidakjelasan) harga/kompensasi. Seperti, jual beli dengan harga yang belum jelas, ijarah (ijaratul ajiir) atau pemanfaatan jasa seseorang yang upahnya tidak disebutkan. (2) Akad fasad karena ketidakjelasan waktu. Misalnya, ijarah sampai datang musim hujan, jual beli hewan sampai melahirkan.
14 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Dua telapak kaki manusia akan selalu tegak (di hadapan Allah), hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia pergunakan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia korbankan. HR. Tirmidzi dari Abu Barzah ra
15 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
POKOK – POKOK PANDUAN DALAM ASPEK MUAMALAH KEUANGAN SYARIAH
Al Bay’ (Jual Beli)
Definisi Mubâdalah mâl bi mâlin tamlîkan wa tamallukan ‘alâ sabîl at-tarâdhiy atau pertukaran harta dengan harta sebagai pertukaran pemilikan berdasarkan kerelaan.
Rukun Rukun akad ada tiga : (1) Al-Aqidani (pihak yang berakad, penjual dan pembeli), (2) Mahallul Aqad (sesuatu yang menjadi objek akad (al ma’qud alayh), yaitu al-mabii atau barang yang dijualbelikan) dan adanya (3) Shighat Aqad (pernyataan ijab kabul jual beli).
Syarat-Syarat Bay’ •
Syarat al-’Aqid, ia harus berakal atau minimal mumayyiz. Akad anak kecil yang mumayyiz sah tetapi bergantung kepada izin dari wali, mushi atau orang yang bertanggung jawab terhadapnya.
•
Syarat al-Ma’qûd ‘alayh : (1) Suci zatnya (2) Secara syar’i bisa dimanfaatkan (3) Merupakan kepemilikan al-’âqid –kecuali dalam bay’ as-salaf atau al-istishnâ’ (4) Kemampuan al-’âqid untuk menyerahkannya (5) Jelas (ma’lûm) (6) Memenuhi ketentuan tentang al-qabdh
Jenis-Jenis Bay’ Dari Sisi Harga Dan Tawar Menawar •
Bay’ al-Mu’athâ, yaitu bay’ dimana tidak perlu ada tawar menawar karena harga sudah diketahui secara umum. Biasanya untuk barang yang tidak mahal. Seperti terjadi di mini market atau super market.
•
Bay’ al-Musâwamah, yaitu bay’ yang bersifat tawar menawar. Umumnya terjadi di pasar tradisional.
•
Bay’ al-Amânah yaitu bay’ dimana harga dikaitkan dengan harga awal/modalnya. Macamnya: (1) Bay’ al-Wadhî’ah, yaitu bay’ dengan harga awal disertai kerugian yang disepakati penjual dan pembeli
16 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
(2) Bay’ at-Tawliyah, yaitu bay’ dengan harga pembelian awal. (3) Bay’ al-Murâbahah, yaitu bay’ dengan harga awal dan keuntungan yang disepakati penjual dan pembeli
Jenis-Jenis Bay’ dari Sisi Cara Pembayaran •
Bay’ un hâlun, dimana jual beli terjadi secara kontan, barang dan harga diserahkan pada saat akad di majelis akad.
•
Bay’ as-Salaf atau Bay’ as-Salam, dimana harga dibayarkan pada saat akad dan barang dengan spesifikasi yang dijamin oleh penjual diserahkan setelah tempo tertentu. Hanya untuk barang yang termasuk al-ma’dûd (dihitung) wa al-makîl (ditakar) wa al mawzûn (ditimbang). Saat aqad ditentukan (1) sifat/spesifikasi barang, (2) tempo dengan jangka atau waktu, bukan kondisi, dan (3) harga, dihindari ghabn fakhisy (penipuan harga, misalnya karena ketidaktahuan harga pasar). Biasanya untuk produk hasil pertanian.
•
Bay al Istishna’, pesan sesuatu yang termasuk barang shinâ’ah (dibuat lebih dahulu), dimana harga dibayar oleh mustashni’ (pemesan) pada saat akad baik seluruhnya atau sebagiannya dan lunas saat serah terima barang, sedangkan barang dengan spesifikasi yang dijamin oleh Shâni’ diserahkan setelah tempo tertentu. Pembayaran dapat di muka, dicicil atau di akhir. Biasanya untuk produk manufaktur.
•
Bay’ bi ad-Dayn wa bi at-Taqsîth (Jual Beli Kredit), dimana barang diserahkan di depan pada saat akad, sedang harga dibayar setelah tempo tertentu baik sekaligus atau dengan diangsur. Yang harus diperhatikan adalah (1) diperbolehkan memberi dua harga atau tawar menawar sebelum terjadi akad jual beli, (2) tidak diperbolehkan terjadi 2 akad jual beli dalam satu transaksi (bay’ataani fii bay’ah) dan (3) setiap tambahan dari pembayaran yang disepakati adalah riba.
•
Bay’ al-Murâbahah, yaitu bay’ dengan harga awal dan keuntungan yang disepakati penjual dan pembeli.
Penggunaan Rahn (jaminan) pada Bay’ bi ad-Dayn Rahn adalah jaminan, maka dalam jual beli ini terjadi situasi dimana penjual menahan salah satu harta milik si pembeli sebagai jaminan atas pinjaman (pembayaran yang dicicil) yang diterima. Ketentuannya adalah sebagai berikut : (1) Agunan harus barang lain, bukan barang yang dibeli. Sebab jika barang yang dibeli diagunkan kembali kepada penjualnya, terjadi hal-hal berikut : a. Belum pasti ada dayn (utang) b. Harga belum pasti menjadi hak penjual karena barang belum sempurna menjadi milik pembeli c. Jika dalam akad bay’ bi ad-dayn itu, disyaratkan barang yang dibeli diagunkan kepada penjualnya, maka sama saja mensyaratkan pembatasan tasharruf (hak pengelolaan) pembeli terhadap barang yang dibelinya. Syarat demikian adalah syarat yang batil. (2) Eksekusi terhadap agunan dilakukan dengan ketentuan: a. Debitor sudah tidak sanggup bayar sesuai akad dan kreditor tidak memberi kelonggaran. b. Agunan dijual dengan izin debitor melalui penjualan yang wajar menurut pasar. 17 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
c. Hasil penjualan ditujukan untuk melunasi utang, jika ada kelebihan dikembalikan kepada debitor, dan jika masih kurang, maka kekurangannya tetap menjadi tanggung jawab debitor. Nabi berwasiat, Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang telah mengagunkannya. Ia berhak atas kelebihan (manfaat)-nya, dan wajib menanggung kerugian (penyusutan)-nya (HR. Syafi’i, al-Bayhaqi, al-Hakim, Ibn Hibban dan ad-Daraquthni).
Ijarah Ijarah adalah pemilikan hak atas manfaat dari penggunaan sebuah sesuatu (barang/jasa) yang dikompensasi dengan pembayaran (sewa) atau fee (gaji/ongkos). Ijarah pada barang tetap disebut ijarah. Ijarah pada jasa seseorang disebut dengan Ijaratul ajiir.
Macam Ijaratul Ajiir (1) Wakalah, yakni pekerjaan dengan mewakili pihak yang memiliki pekerjaan tersebut dan sebagai kompensasinya berhak mendapatkan fee. (2) Kafalah, yaitu akad pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga (pemilik proyek) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (nasabah) atau yang ditanggung (nasabah). (3) Hawalah, yaitu akad pengalihan hutang/piutang dari orang yang berhutang/berpiutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
Utang Piutang Utang harta dibedakan dalam 2 jenis : (1) Dayn, yakni utang harta yang terkategori ghairu mitsliyan atau harta yang tidak bisa dicari padanannya, seperti hewan, pakaian yang sudah dipakai, kendaraan yang sudah dipakai dan properti yang sudah dipakai dll. Ketentuannya, dibolehkan pengembalian dengan kualitas yang lebih baik asal tidak disyaratkan di awal. Seperti hewan dengan umur yang lebih dewasa dan kualitas lebih baik; pakaian baru dan kendaraan yang dikembalikan setelah dicuci dan ditambah isian BBM-nya. (2) Qardhun atau qard, yaitu harta yang terkategori mitsliyan atau harta yang bisa dicari padanannya, seperti uang, emas, perak, beras dll. Utang dalam bentuk ini harus dikembalikan apa adanya berupa harta yang sama, baik jenis, jumlah maupun sifatnya. Setiap tambahan pengembalian darinya terkategori riba. Dari Ali Ra, “Sesungguhnya Nabi SAW telah melarang utang yang menarik suatu manfaat.” (HR Al Harits).
18 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Nabi Saw bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni
19 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
POKOK – POKOK PANDUAN DALAM ASPEK KERJASAMA USAHA (SYIRKAH) Pengertian Syirkah Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat (Kamus AlMunawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya (AnNabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).
Hukum Dan Rukun Syirkah Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Saw berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Saw membenarkannya. Nabi Saw bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan adDaruquthni]. Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989: 13) : (1) akad (ijab-kabul), disebut juga shighat; (2) dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta); (2) obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl). Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu (An-Nabhani, 1990: 146): (1) obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akadakad, misalnya akad jual-beli; (2) obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).
20 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Macam-Macam Syirkah Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam: yaitu: (1) syirkah inân; (2) syirkah abdan; (3) syirkah mudhârabah; (4) syirkah wujûh; dan (5) syirkah mufâwadhah (An-Nabhani, 1990: 148). An-Nabhani berpendapat bahwa semua itu adalah syirkah yang dibenarkan syariah Islam, sepanjang memenuhi syarat-syaratnya. Pandangan ini sejalan dengan pandangan ulama Hanafiyah dan Zaidiyah. Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inân, abdan, mudhârabah, dan wujûh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan mudhârabah. Menurut ulama Syafi’iyah, Zahiriyah, dan Imamiyah, yang sah hanya syirkah inân dan mudhârabah (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, 4/795). Syirkah Inân Syirkah inân adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148). •
Contoh syirkah inân: A dan B insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut. Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada saat akad.
•
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, "Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah)." (An-Nabhani, 1990: 151).
Syirkah ‘Abdan Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya) (An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal (Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35). •
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151). Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, "Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun." [HR. Abu Dawud dan alAtsram]. Hal itu diketahui Rasulullah Saw dan beliau membenarkannya dengan taqrîr beliau (AnNabhani, 1990: 151).
•
Contohnya: A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
•
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu.
21 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa pemburu sepakat berburu babi hutan (celeng). •
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Syirkah Mudhârabah Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl) (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr Nabi Saw) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). •
Contoh: A sebagai pemodal (shâhib al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalam usaha perdagangan umum (misal, usaha toko kelontong).
•
Ada dua bentuk lain sebagai variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya, A dan B) sama-sama memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan konstribusi kerja saja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan konstribusi modal, tanpa konstribusi kerja. Kedua bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (AnNabhani, 1990: 152).
•
Dalam syirkah ini, kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
•
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun demikian, pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).
Syirkah Wujûh Syirkah wujûh disebut juga syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah alIslâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja (‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154). •
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154).
22 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
•
Misal: A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).
•
Dalam syirkah wujûh kedua ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani, 1990: 154).
•
Hukum kedua bentuk syirkah di atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnya termasuk syirkah mudhârabah, sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan. Syirkah mudhârabah dan syirkah ‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariat Islam (An-Nabhani, 1990: 154).
•
Namun demikian, An-Nabhani mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksud dalam syirkah wujûh adalah kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur, atau suka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia dianggap memiliki kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).
Syirkah Mufâwadhah Syirkah mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inân, ‘abdan, mudhârabah, dan wujûh) (An-Nabhani, 1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam pengertian ini, menurut An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990: 156). •
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
•
Contoh: A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
•
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
23 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Seorang laki-laki berambut kusut dan berdebu menengadahkan kedua tanganya ke langit: “Ya Rabbi, ya Rabbi”, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan dengan yang haram, maka bagaimana doanya bisa dikabulkan? HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi
24 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
POKOK – POKOK PANDUAN DALAM ASPEK INVESTASI Prinsip Umum Investasi •
Uang harus senantiasa beredar, tidak diperbolehkan ditimbun.
•
Karena itu, ketika seseorang memiliki modal (setelah seluruh kebutuhan pokok dan kewajibannya terpenuhi), ia diwajibkan mengelola modal tersebut sehingga memiliki andil dalam perekonomian.
•
Pada saat seseorang memiliki modal namun tidak mampu mengelolanya sendiri, Islam mendorong melakukan syirkah atau kerjasama bisnis lainnya.
•
Investasi hanya dibenarkan pada usaha yang transaksinya dihalalkan oleh syariah.
Investasi Bidang Pertanian •
Investasi berupa tanah untuk dijual kembali di kemudian hari diperbolehkan sepanjang peruntukan tanah tersebut bukan untuk pertanian.
•
Tanah pertanian sebagai investasi diwajibkan untuk dikelola hingga produktif. Tanah pertanian yang terlantar lebih dari 3 tahun, menurut hukum Islam akan diambil alih oleh negara dan diserahkan kepada orang yang sanggup mengelolanya.
•
Tanah pertanian dilarang untuk disewakan.
•
Pemilik tanah diperkenankan menjalin syirkah (muzara’ah) dengan syarat memberikan andil berupa modal di luar tanah atau ikut sebagai pengelola. Semata-mata andil berupa tanah tidak diperkenankan.
Investasi Bidang Perdagangan •
Perdagangan yang diperbolehkan di antaranya jual beli, salam, istishna’ dan sharf.
•
Perdagangan yang dilarang di antaranya adalah riba (bunga), tadlis, ghabn fakhisy (penipuan harga), penimbunan barang dagangan (ihtikar) dan pematokan harga (harga atap atau harga dasar).
•
Perdagangan yang mengandung unsur spekulasi dilarang. Misalnya perdagangan saham, perdagangan valuta asing dan ijon.
•
Perdagangan hanya diperkenankan pada obyek barang yang halal saja.
Investasi berbasis Bunga •
Bunga adalah sama dengan riba, hukumnya terlarang.
•
Riba adalah tambahan yang terjadi pada barter (tukar menukar) beberapa jenis barang tertentu yang sudah dibatasi oleh syara’, baik dengan sebab berlebih ketika terjadi tukar-menukar dua
25 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
barang sejenis di majlis aqad (riba fadhl) atau dengan sebab terlambat menyerahkan barang oleh satu pihak (riba nasi’ah). •
Yang termasuk dalam riba adalah produk bank konvensional meliputi tabungan, giro, deposito dan kredit.
Investasi Simpanan Emas •
Emas dan perak dalam pandangan Islam adalah uang sehingga harus difungsikan sebagaimana uang.
•
Investasi dengan menimbun emas (menyimpan tanpa tujuan apapun) hukumnya haram.
•
Menyimpan emas sebagai saving diperbolehkan karena hanya menunda belanja di kemudian hari.
Investasi di Bursa Saham dan Valas •
Investasi di bursa saham hukumnya haram karena beberapa alasan: (1) dalam bursa saham terdapat spekulasi yang masuk dalam kategori money game/judi; (2) Saham yang diperdagangkan merupakan produk syirkah musahamah (perseroan terbatas) yang batil dalam pandangan Islam.
•
Investasi di bursa valas hukumnya haramnya karena beberapa alasan: (1) menggunakan uang sebagai alat spekulasi; (2) terjadi perbedaan waktu penyerahan uang, padahal pertukaran uang mensyaratkan tunai; dan (3) pertukaran sharf di money changer hukumnya boleh sepanjang tunai.
26 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. QS. An Nisa : 29
27 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
POKOK – POKOK PANDUAN TELAAH KASUS BISNIS PILIHAN
1. Bay’ al-Murâbahah li al-Âmir bi asy-Syirâ’ Kasus Yang Banyak Terjadi : Si A ingin membeli barang milik si C tetapi uangnya tidak cukup, lalu ia datang kepada si B, dan si A berjanji (berkomitmen) jika B mau membeli barang dari C lalu menjualnya secara kredit maka A berjanji akan membelinya dari B secara kredit. Si B setuju dan berjanji akan membeli barang dari si C dan akan menjualnya secara kredit kepada A. Lalu B membeli barang si C dan setelah itu menjualnya secara kredit kepada si A Analisis Fakta yang Terjadi Di sini : •
Tahap kesepakatan saling berkomitmen –marhalah at-tawâ’ud–
•
Tahap pembelian barang oleh si B dari si C
•
Tahap si B menjual barang secara kredit atau murabahah secara kredit kepada si A
Yang Harus Diperhatikan Dalam Kasus Ini & Solusinya : 1. Tentang Janji (Komitmen) itu: •
Tidak bersifat mengikat (ghayr mulzim), maka tidak bersifat wajib untuk diikuti.
•
Tidak dinilai di dalam akad jual beli yang terjadi nanti.
•
Karena tidak mengikat, jika ada sejumlah uang yang dibayar sering disebut uang muka, tidak boleh disepakati jika batal uang itu untuk pedagang (B). Tetapi orang yang berkomitmen (A) boleh memberi B sebagai hibah, untuk penawar hati karena tidak jadi membeli.
2. Pembelian B kepada C: •
Harus sah dan sempurna bukan hanya formalitas dan barang sempurna berpindah kepemilikannya dari C kepada B.
3. Penjualan B Kepada A: •
Barang harus sudah sah dan sempurna menjadi milik B.
•
Tidak harus dengan alasan komitmen sebelumnya, artinya B boleh saja menjualnya kepada orang lain.
•
Si A dan si B sama-sama memiliki hak khiyar.
•
Tidak memperhitungkan komitmen sebelumnya.
28 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
•
Boleh terjadi tawar menawar. Boleh kontan ataupun kredit. Jika kredit harus memenuhi ketentuan jual beli secara kredit.
•
Boleh secara murabahah baik kontan ataupun kredit, dan harus memenuhi ketentuan murabahah.
•
Begitu sempurna transaksi jual belinya, kepemilikan barang berpindah dari B kepada A.
2. Leasing (Sewa beli atau Sewa Guna usaha) Kasus (Definisi) Kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala (kep. Menkeu no. 1169/KMK.01/1999 tentang Kegiatan Sewa-Guna-Usaha (Leasing)).
Macam : •
Operating lease
•
Finance Lease : Dengan hak Opsi atau Tanpa hak Opsi
Yang umum dilakukan •
Finance Lease dengan hak Opsi, dimana di akhir jangka waktu leasing pemilikan barang otomatis berpindah dari Lessor kepada Lessee
•
Sering dikatakan sebagai kredit atau jual beli kredit.
Ketentuan Leasing –umumnya- : 1. Lessor (lembaga pembiayaan) sepakat mengadakan Barang sesuai yang diminta oleh Lessee (nasabah) 2. Lessor sepakat setelah Barang dia beli, dia sewakan kepada Lessee selama jangka waktu Leasing 3. Lessor sepakat bahwa setelah jangka waktu Leasing dan seluruh angsuran lunas dibayar, Lessee akan langsung memiliki Barang itu. 4. Selama jangka waktu Leasing sampai seluruh angsuran lunas, Barang itu milik Lessor. Setelah berakhir jangka waktu Leasing dan seluruh angsuran lunas, pemilikan Barang langsung berpindah kepada Lessee 5. Selama jangka waktu leasing semua resiko ditanggung Lessee 6. Barang dijadikan jaminan secara Fidusia untuk transaksi Leasing tersebut 7. Jika Lessee (Fulan) telat mengangsur dikenakan denda dan ganti kerugian.
29 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Analisis Muamalah Leasing seperti ini secara syar’i batil, karena : 1. Terjadi dua transaksi dalam satu akad (shafqatayn fî shafqah wâhidah), yaitu akad ijârah (sewa) dan akad tamlîk (pemindahan pemilikan) baik dalam bentuk bay’, hibah atau hadiah. 2. Akad tamlîk bukan dalam bentuk ‘aqd al-munjaz, tetapi dalam bentuk ‘aqd al-mu’allaq sekaligus ‘aqd al-mudhâf. Secara syar’i akad tamlîk harus dalam bentuk ‘aqd al-mujaz. 3. Selama jangka waktu leasing diberlakukan akad ijârah, tapi dalam praktek menyalahi ketentuan akad ijârah yaitu barang yang disewakan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemiliknya yaitu pihak yang menyewakan. 4. Denda keterlambatan angsuran adalah riba nasiah. 5. Uang muka tidak jelas sebagai uang muka sewa atau uang muka pembelian. 6. Menyalahi ketentuan syariah tentang rahn (agunan). a. Rahn harus dipastikan ada dayn, sementara dalam Leasing ini tidak ada dayn. b. Eksekusi agunan menyalahi ketentuan syariat tentangnya. 7. Sewa menyewa sesuatu yang belum dimiliki oleh al-Muajjir (Lessor) dan memindahkan pemilikan sesuatu (secara bay’, hibah atau hadiah) yang belum dimiliki oleh penjual, pemberi hibah atau hadiah.
Solusi Pilihlah diantara dua, jual beli saja atau sewa menyewa saja.
3. Ijarah Muntahiya Bi Tamlik (Leasing Syariah) Kasus yang Banyak Terjadi : Akad sewa (ijarah) : Akad antara bank dengan nasabah, di mana bank menyewakan aset dan nasabah membayar uang sewa pada masa tertentu. Jenis 1. Operating lease/ijarah 2. Ijarah muntahiya bit tamlik
: pada masa akhir sewa, aset dikembalikan : pada masa akhir sewa, aset dipindahtangankan/dimiliki penyewa
Cara Perpindahan Kepemilikan 1. 2. 3. 4.
Pemberian (hibah) Penjualan pada akhir masa sewa Penjualan sebelum masa sewa berakhir Penjualan bertahap
30 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Masa Sewa 1
2
3
4
5
6
7
8
Akhir Sewa
Mekanisme
1
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SW
Aset dihibahkan
NE = 0
2
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SW
SW
Aset dijual
Harga jual = NE (1)
3
SW
SW
SW
SW
SW
Sisa NE (2)
Aset dijual
Harga jual = NE (2)
4
SW
SW
SW
SW
SW
NE
Aset dijual
Harga jual = 3 x NE
(bulan)
NE
NE
Akad Jual Beli Analisis Jika pada Leasing konvensional terjadi aktivitas bunga, sewa (SW) dan beli sekaligus (2 akad dalam 1 transaksi), maka dalam Leasing syariah yang terjadi % RoI, sewa lalu “opsi” jual beli/hibah. Tampak juga di sini terjadi 2 transaksi dalam 1 akad.
Solusi Gunakan 1akad 1 transaksi. Misalnya menggunakan konsep jual beli murabahah.
4. PT Definisi Berdasarkan UU nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, diketahui hal-hal yang terkait dengan keberadaan suatu PT, sbb : 1. Perseroan Terbatas atau selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 2. Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. 3. Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. 4. Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta 31 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 5. Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. 6. Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 7. Perseroan Publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pendirian Pada pasal 7 UU ini disebutkan bahwa 1. Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. 2. Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. 3. Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. 4. Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. 5. Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut. 6. Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ketentuan pada ayat (5), serta ayat (6) tidak berlaku bagi: a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam undang undang tentang Pasar Modal.
Modal 1. Modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham, namun tidak menutup kemungkinan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal mengatur modal Perseroan terdiri atas saham tanpa nilai nominal. 2. Modal dasar Perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud harus ditempatkan dan disetor penuh. Modal ditempatkan dan disetor penuh sebagaimana dimaksud dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah. 3. Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh. 32 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
4. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. 5. Penambahan modal Perseroan dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS. 6. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk: (1) menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; (2) menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; (3) menjalankan hak lainnya berdasarkan undang- undang ini. 7. Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama. 8. Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain: (1) saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; (2) saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; (3) saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; (4) saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; (5) saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi.
Analisis Beberapa fakta terkait PT: 1. Seluruh pesero hanya memiliki andil sebagai pemodal sehingga yang terjadi adalah peseroan saham. Hal ini dapat dilihat dari hak suara ditentukan oleh proporsi modal/saham, bukan oleh jumlah pesero. 2. Tidak ada pengelola usaha yang masuk dalam kategori pesero. Jajaran direksi yang mengelola PT tidak mendapatkan bagi hasil namun gaji karena statusnya sebagai karyawan. Kalaupun ada direksi yang di memiliki saham sehingga dia menjadi pesero, tetap saja statusnya sebagai direksi adalah karyawan dan terpisah dengan statusnya sebagai pesero. 3. Perubahan kepemilikan saham dapat dilakukan kapan saja dan siapa saja tanpa persetujuan pesero lain, utamanya jika dilakukan di mekanisme pasar modal.
Berdasarkan hal tersebut, terdapat beberapa hal yang menyebabkan PT menjadi perseroan yang batil yaitu: 1. Tidak adanya pesero yang bertindak sebagai pengelola (mudharib) berarti tidak memenuhi rukun adanya pengelola. 2. Proses perpindahan kepemilikan saham tidak memenuhi rukun adanya ijab qabul.
Solusi PT hanya digunakan dalam konteks formalitas kelembagaan (isman) di Indonesia. Dalam hal operasionalnya tetap menggunakan konsep syirkah sesuai jenis syirkah yang dipilih. Jadi, setidaknya harus ada pesero yang menjadi pengelola (misal menjabat direksi) dan diberikan bagi hasil baginya bukan sistem gaji.
33 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
5. Asuransi Definisi “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. (UU tentang Usaha Perasuransian yaitu UU No. 2 tahun 1992 pasal 1)
Praktek/Implementasi Umum yang Terjadi A. Akad 1. Antara tertanggung (nasabah) dan penanggung (perusahaan asuransi) 2. Obyek akad : janji/komitmen penanggung B. Penjaminan/Pertanggungan: 1. Tertanggung : Nasabah 2. Penanggung : perusahaan asuransi 3. Yang mendapat pertanggungan: nasabah atau yang ditunjuk 4. Janji penanggung untuk memberikan penggantian karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kpp pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung (nasabah) yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan 5. Penanggung dapat kompensasi berupa premi dari tertanggung (nasabah)
Analisis Praktek muamalah seperti ini tergolong batil, karena: 1. Menyalahi ketentuan akad syar’i: •
Obyek akad syar’i harus berupa barang atau jasa.
•
Obyek akad asuransi adalah janji/komitmen, dan itu bukan barang ataupun jasa, karena tidak bisa diambil manfaatnya baik dikonsumsi atau disewakan
•
Obyek akad adalah rukun akad, dan ketentuannya dilanggar, karena itu akad asuransi adalah batil
2. Menyalahi ketentuan adh-dhamân •
Tidak ada dhammu dzimmah ilâ dzimmah (memasukkan tanggungan orang lain ke dalam tanggung jawab penjamin/penanggung) karena tertanggung tidak punya kewajiban finansial yang wajib ia tunaikan kepada siapapun
•
Penanggung dapat kompensasi laba
34 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
•
Ada gharar, sebab nasabah tak tahu pasti berapa yang akan dia bayar. Juga bersifat gambling sebab klaim bisa terjadi dan bisa juga tidak
Solusi Kembalilah pada ketentuan akad penanggungan (adh-dhaman).
6. Asuransi Syariah Definisi (1) Usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah (DSN-MUI) Maksud dari Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), perjudian, riba, penganiayaan/kezaliman, suap, barang haram dan maksiat. (2) Sistem menyeluruh yang pesertanya mendonasikan (derma) sebagian atau seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. (AAOIFI)
Praktek Umum Asuransi Syariah Non Saving 1. Seluruh premi nasabah jadi dana tabarru’. Pengelolaan dana tabarru’ dan aktifitas takaful dijalankan oleh perusahaan asuransi dengan akan wakalah bil ujrah 2. Akad yang ada: a. Tabarru’ takafuli (1) Dananya adalah tabarru’ yaitu hibah (donasi) untuk takaful (saling menanggung) (2) Nasabah bisa mendapat pembayaran dari dana tabarru’ sesuai ketentuan b. Wakalah bil ujrah / ijarah (1) Seluruh nasabah : musta’jir (majikan) (2) Perusahaan asuransi: ajir (pekerja) (3) Ujrah (upah)
Praktek Umum Asuransi Syariah yang Disertai Saving 1. Premi nasabah dibagi dua : bagian dana tabarru’ dan bagian –biasanya lebih besar- investasi. Dana tabaruu’ dikelola perusahaan dengan akad wakalah bil ujrah, dana investasi dikelola dengan mudharabah/mudharabah musytarakah 2. Akad yang ada: a. Tabarru’ takafuli (1) Nasabah menyetor dana tabarru’. Setiap nasabah bisa dapat dana pertanggungan dari dana tabaruu’ sesuai ketentuan 35 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
b. Wakalah bil ujrah (1) Nasabah: musta’jir; perusahaan: ajir; ada ujrah c. Mudharabah/mudharabah musytarakah (1) Nasabah: shahibul mal; perusahaan: mudharib (atau sekaligus shahibul mal) (2) Keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati (3) Sebagian keuntungan nasabah disisihkan untuk dana tabarru’ (4) Perusahaan asuransi tidak mengelola langsung investasi dalam kegiatan riil (karena asuransi adalah LKBB)
Analisis Tentang Penjaminan (dhaman) Penjamninan adalah dhammu dzimmah adh-dhâmin ilâ dzimmah al-madhmûn ’anhu fî iltizâm alhaqq (memasukkan jaminan penjamin pada tanggungan pihak yang dijamin dalam kewajiban menunaikan hak) Kepada Nabi saw. pernah didatangkan sesosok jenazah agar beliau menshalatkannya. Lalu beliau bertanya, “Apakah ia punya hutang?” Para Sahabat berkata, “Benar, dua dinar.” Beliau bersabda, “Shalatkan teman kalian!” Kemudian Abu Qatadah berkata, “Keduanya (dua dinar itu) menjadi kewajibanku, ya Rasulullah.” Nabi saw. pun lalu menshalatkannya (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i dan al-Hakim)
Rukun Penjaminan (1) Rukun a. Sesuatu yang dijamin (al-madhmûn bihi) b. Penjamin (adh-dhâmin) c. Pihak yang dijamin (al-madhmûn ‘anhu), tidak boleh majhul (artinya harus diketahui) d. Pihak yang menerima jaminan (al-madhmûn lahu), tidak boleh majhul
2. Harus ada dhammu dzimmah ilâ dzimmah (memasukkan jaminan kepada jaminan pihak lain). Tidak ada jika al-madhmûn ‘anhu (yang dijamin) punya : a. Hak yang wajib ditunaikan dan terbukti ada dalam tanggungan (haqqun wâjibun tsâbitun fî adz-dzimmah) b. Hak yang nantinya wajib ditunaikan dan terbukti ada dalam tanggungan (haqqun yaûlu ilâ alwâjib wa tsâbit fî adz-dzimmah) 3. Harus tanpa kompensasi untuk penjamin karena merupakan tabarru’
Dalam praktek umum muamalah asuransi syariah terdapat hal-hal “bermasalah”: 1. Terjadi dua akad dalam satu transaksi (shafqatayn fî shafqah). Statusnya bisa batil 36 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
2. Tabarru’ secara syar’i merupakan hibah. Hibah merupakan pemindahan kepemilikan tanpa kompensasi. Pada asuransi syariah, nasabah ikut karena mengharap bisa dapat dana pertanggungan yang tentu saja jauh lebih besar dari total premi yang dibayarkan. Dan itu tertuang dalam klausul kontrak asuransi yang sifatnya mengikat. Disamping, dalam asuransi non saving juga ada pengembalian dana kpd nasabah dari kelebihan pengelolaan dana tabarru’ (surplus underwriting) 3. Dari sisi ketentuan adh-dhamân, tidak terpenuhi: Tidak ada dhammu dzimmah ilâ dzimmah. Sebab nasabah tidak punya kewajiban finansial apapun kepada sesiapapun. 4. Status perusahaan dalam akad mudharabah Perusahaan tidak mengelola langsung dana investasi, melainkan diinvestasikan melalui bank
Solusi Kembalilah pada ketentuan akad penanggungan (adh-dhaman) seutuhnya.
7. Tabungan Haji Definisi dari Praktik Umum Tabungan merupakan salah satu produk perbankan dalam bentuk tabungan (saving) dengan peruntukan sebagai biaya haji. Akad yang digunakan dalam perbankan adalah mudharabah atau wadi’ah. Sebagai daya tarik, bank dapat menyediakan dana talangan dengan akad qardhul hasan dan rahn bil ujrah.
Analisis Terkait hal ini, ada dua permasalahan yang perlu dibahas: 1. Akad tabungan Akad tabungan di perbankan syariah perlu dicermati dalam hal: - Jika akadnya adalah mudharabah, maka perlu disepakati mekanisme memasukkan dana dan penggunaannya agar sesuai dengan sistem mudharabah. - Jika akadnya adalah wadi’ah maka tidak diperbolehkan mendapatkan bonus karena termasuk riba nasi’ah. 2. Akad talangan Akad talangan dengan akad rahn yang dibarengi biaya penyimpanan barang yang dijaminkan adalah batil karena ada dua aqad sekaligus di dalamnya.
Solusi Penggunaan tabungan haji diperuntukkan hanya untuk menyimpan dana.
37 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
8. MLM Definisi Dari Praktik Umum MLM Dari situs mlm-worker.blogspot.com diperoleh penjelasan sbb : 1. MLM ialah singkatan dari Multi Level Marketing. Istilah ini merujuk kepada sebuah sistem bisnis, dimana pemasaran produk atau jasa dilakukan oleh individu yang independen (artinya tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan pengelola bisnisnya). Individu ini lalu membentuk sebuah jaringan kerja untuk memasarkan produk atau jasa. Dari hasil penjualan pribadi dan jaringannya, setiap bulan perusahaan akan memperhitungkan bonus atau komisi sebagai hasil usahanya. 2. Karena MLM dijalankan menggunakan mekanisme pemasaran secara jaringan, maka MLM disebut juga dengan Network Marketing. Para pelaku MLM disebut Networker. Kesimpulannya, Networker adalah orang-orang yang menjalankan Network Marketing melalui perusahaan MLM yang diikuti. Apakah individu ini yang disebut juga sebagai distributor MLM ? Betul sekali. Di luar penyebutan itu, ada juga yang menyebutnya sebagai pengusaha mandiri, anggota, member, atau dealer mlm. di beberapa MLM, istilah yang sering digunakan ialah mitra usaha. 3. Mengapa disebut mitra usaha ? Artinya, seseorang yang bergabung dengan perusahaan MLM tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan tersebut. Distributor MLM merupakan mitra perusahaan yang bekerja satu sama lain untuk dapat menghasilkan dengan sistem kerjasama dan saling menguntungkan, baik itu dalam penjualan produk maupun pembagian keuntungan. para distibutor ini biasanya bekerja dengan sistem jaringan dan diberikan peringkat/level untuk masing-masing orang sesuai dengan hasil kerjanya. dalam perkembangan jaringan ini, biasanya perusahaan juga menyediakan dukungan/bantuan berupa pelatihan/seminar yang bertujuan melatih mental dan skill para distributornya untuk bertahan dan dapat memperoleh kesuksesan dalam pekerjaannya. Hal ini disebut juga dengan istilah "support system". 4. Apakah jaringan kerja di atas yang dimaksud dengan multi level ? Sangat tepat. Secara harfiah, multi level marketing berarti pemasaran banyak tingkat. Namun, terkadang MLM disebut juga sebagai network marketing (pemasaran secara jaringan). Artinya, sama saja, yaitu pemasaran produk atau jasa oleh seseorang atau sekelompok orang independen yang membentuk jaringan kerja secara bertingkat/berjenjang. 5. Upline dan downline, apa maksudnya ? Upline ialah orang yang mengajak dan mendaftarkan seseorang (misalnya, anda) menjadi anggota atau distributor sebuah perusahaan MLM. Downline ialah orang yang diajak. ketika anda menjadi distributor aktif dan mengajak orang lain untuk menjadi anggota pula, maka anda segera disebut sebagai upline dari orang (downline) yang anda ajak. 6. Praktek-praktek bisnis yang mengaku sebagai MLM, apa saja ? Banyak sekali ragamnya. di antaranya arisan berantai. Sekadar mengingatkan, ingatkah anda dengan kasus arisan ongko, danasonic, susu langrose yang terjadi di indonesia pada akhir dekade 1980-an sampai awal 1990an? Mereka ini mengaku sebagai bisnis MLM, padahal bukan! Yang lain, ada pula permainan uang (money game), yang cukup berkembang di indonesia sejak akhir 1990-an. Permainan uang ini lebih mengarah pada perputaran uang dengan praktek-praktek perekrutan anggota seperti yang dilakukan dalam bisnis MLM. Sebagai contoh, bisnis kospin yang mengakibatkan terbakarnya kota Pinrang, di Sulawesi Selatan, tahun 1998. Ada pula praktek-praktek binari, seperti penjelasan money game di atas, lebih mengutamakan perputaran uang daripada pemasaran produk. Pada umumnya, praktek-praktek usaha yang mengaku mlm ini lebih 38 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
menitikberatkan pada perekrutan seseorang untuk menaruh uang pada sebuah perusahaan yang dikatakan menjalankan bisnis secara MLM. Padahal aktivitas menjual produk/jasanya hampir tidak ada. Sekiranya ada, sebenarnya hanyalah sebagai kamuflase. 7. Sejumlah perbedaan bisnis DS/MLM dengan money game : (1) Biaya pendaftaran. MLM : tidak terlalu mahal (masuk akal). Money game : sangat tinggi, biasanya disertai dengan pembelian produk yang harganya sangat mahal. (2) Produk. MLM : ada produk/jasa yang dijual. Kualitas produk/jasa dapat dipertanggung jawabkan. Money game : tidak ada produk/jasa yang dijual. Kalau ada, hanya sebagai kedok dan kualitasnya dipertanyakan. (3) Peluang keberhasilan. MLM : semua anggota berpeluang sama. Money game : yang mendaftar lebih dulu berpotensi mendapat keuntungan dengan mengorbankan anggota yang bergabung belakangan. (4) Penentu keberhasilan. MLM : Berdasarkan hasil penjualan produk/jasa yang nyata serta pengembangan jaringan. Perlu kerja keras untuk mencapai keberhasilan. Money game : berdasarkan banyaknya uang yang disetor oleh sejumlah orang yang direkrut. tidak perlu kerja apa-apa. hanya setor uang dan tunggu hasilnya.
Analisis Beberapa hal yang perlu diperhatikan: 1. Adanya 2 akad dalam satu transaksi yaitu akad sebagai karyawan (mendapat gaji) dengan simsar/makelar (mendapat komisi), atau sebagai penjual (mendapat margin keuntungan) dengan simsar sekaligus. Apabila terdapat kondisi seperti ini maka MLM menjadi akad yang batil. 2. Adanya akad simsar ‘ala simsar (makelar yang memakelari makelar lain). Terjadinya misalnya seorang downline yang berfungsi sebagai makelar upline yang posisinya juga sebagai makelar uplinenya lagi. Dalam kondisi seperti ini, MLM menjadi akad yang batil. Solusi Untuk menghindarkan hal tersebut di atas, maka MLM harus dijalankan sebagai: 1. Ada obyek barang yang diperjualbelikan secara riil untuk menghindarkan money game seperti arisan berantai. 2. Anggota MLM berposisi sebagai penjual saja, makelar saja atau karyawan saja dan tidak berposisi ganda yang saling terikat. Jika sebagai penjual, anggota melakukan pembelian terlebih dahulu baru dijual kembali dengan discount khusus. Jika sebagai simsar, ia menjadi simsar langsung perusahaan dengan komisi yang disepakati.
9. Pasar Modal Syariah Definisi –
Kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh investor terhadap emiten
39 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
– –
Untuk memberdayakan emiten dalam melakukan kegiatan usahanya Investor berharap memperoleh keuntungan tertentu
Efek Adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derifatif dari Efek.
Analisis Beberapa hal yang menyebabkan pasar modal batil adalah: 1. Obyek yang diperjualbelikan yaitu saham berasal dari syirkah yang batil (PT) 2. Terdapat spekulasi/judi/maysir
Solusi Pasar modal difungsikan sebagai pusat informasi untuk mendapatkkan modal perdana dalam pendirian syirkah
10. Pasar Uang Syariah Definisi
Analisis Pasar uang dalam hal sharf (money changer) diperbolehkan dengan syarat tunai dan nominalnya sama untuk mata uang yang sama. Pasar uang dalam konteks bursa valas merupakan transaksi yang batil karena: 3. Terdapat maysir/spekulasi di dalamnya 4. Terjadi pertukaran yang tidak on spot (uang secara fisik tidak diterima langsung).
Solusi Pasar uang tidak dijadikan media investasi.
40 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Siapa saja yang bangun pagi hari dan ia hanya memperhatikan masalah dunianya, maka orang tersebut tidak berguna apa-apa di sisi Allah, dan Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk golongan mereka. HR. Thabrani
41 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
JADILAH PENGUSAHA PEJUANG SYARIAH BERCERMIN DARI PENGUSAHA DIDIKAN NABI SAW : ABDURRAHMAN BIN AUF Muslimpreneur yang setia dan tak kenal putus asa, ada satu pertanyaan yang sering terlontar dalam berbagai forum temu pengusaha dan workshop bisnis syariah. Pertanyaan ini muncul tatkala forum mulai memahami keharusan berbisnis sesuai syariah. “Saya setuju untuk berbisnis sesuai aturan syariah. Setuju sekali! Tapi ada tidak rujukan hidup yang bisa saya teladani?” atau “Siapa pebisnis Muslim yang bisa kita tiru? Yang bisnisnya berjalan mulus, dakwahnya ‘kenceng’ dan kedermawanannya juga mantap? Sebab rasa-rasanya dalam sistem sekuler seperti ini jarang sekali ada sosok yang seperti itu!” Adakah sosok-sosok pebisnis seperti itu? Muslimpreneur yang selalu berharap akan ‘berkat’ dan berkah Allah swt, sungguh dalam rentang 14 abad Islam menaungi 2/3 belahan dunia, merahmati alam raya, peradaban Islam telah banyak melahirkan pribadi-pribadi yang mengguncang dunia. Salah satunya adalah sahabat Abdurrahman bin Auf yang telah mengguncang dunia melalui keteladanannya sebagai muslim sejati, termasuk dalam berbisnis yang dilakukannya pada abad 1 Hijriah. Abdurrahman bin Auf termasuk generasi sahabat yang masuk Islam sangat awal, menjadi orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar. Beliau termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Nah, dari sebegitu banyaknya sosok-sosok rujukan yang dihasilkan Islam, beliaulah yang dalam buku ini akan dijadikan sosok pebisnis rujukan. Sungguh banyak teladan yang dapat direngkuh dari sepak terjang bisnis beliau. Salah satunya adalah pada aspek prinsip manajemen bisnis yang dipegang kuat dan diterapkan secara konsisten dan penuh komitmen. Beberapa prinsip beliau yang telah dikenal luas adalah bahwa beliau hanya berbisnis barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun; keuntungan bisnis yang didapat dinikmati dengan menunaikan hak keluarga dan hak Allah, untuk perjuangan di jalan Allah; dan menjadikan harta perniagaan sebagai sesuatu yang dikendalikannya, bukan yang mengendalikannya. Prinsip-prinsip manajemen bisnis itu pun dibuktikan. Sejarah pun tak luput mencatatnya. Diantaranya adalah : (1) Berbisnis barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun. Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga sahabat lainnya, Utsman bin Affan ra. yang juga pengusaha sukses dan sudah sangat kaya pun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkah”. (2) Keuntungan bisnis yang didapat dinikmati dengan menunaikan hak keluarga dan hak Allah, perjuangan di jalan Allah. Ketika Rasullullah SAW membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang sedang musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan 50 dinar) sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah SAW “ Sepertinya Abdurrahman 42 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
berdosa kepada keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?”, “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya. Subhanallahu. Pada bagian lain, suatu saat ketika Rasullullah SAW berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya senilai 2.000 Dinar. Atas infaq ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah SAW : “Semoga Allah melimpahkan berkah-Nya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.”
(3) Menjadikan harta perniagaan sebagai sesuatu yang dikendalikannya, bukan yang mengendalikannya. Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan antara lain 40.000 Dirham, 40.000 Dinar, 200 uqiyah emas, 500 kuda, dan 1.500 unta. Banyak dan sering sekali, beliau menggunakan hartanya untuk diinfaqkan. Sampai- sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”. Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun beliau masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Artinya, kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2.560.000 Dinar. Angka ini jika dikonversi ke rupiah setara dengan 3.8 triliun (1 dinar = 4,25 gram emas). Nilai yang begitu fantastis diraih di masa yang sederhana, belum ada internet dengan bisnis onlinenya. Subhanallahu… Allahu akbar!!! Muslimpreneur yang merindukan kembalinya kehidupan Islam, Islam sebagai agama yang sempurna dan hadir dengan sistemnya yang sempurna telah melahirkan pebisnis-pebisnis yang mantap layaknya Abdurahman bin Auf. Inilah salah satu sosok muslim terbaik yang bisa kita rujuk. Agar kita bisa mendekati, menyamai dan bahkan mengungguli beliau agar bisnis yang berjalan mulus, dakwah yang kencang dan kedermawanan yang juga mantap. So, tidak usah menunggu esok. Kita mulai dari sekarang untuk berbisnis penuh ‘berkat’ dan berkah serta peduli dan aktif terlibat dalam dakwah untuk mengembalikan kehidupan Islam. Ya dari sekarang!
43 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
Daftar Pustaka An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm. Cetakan IV. Beirut: Darul Ummah. Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Bank Indonesia & Tazkia Institute. Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah. Juz III. Cetakan I. Beirut: Darul Fikr. Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah wa al-Qânûn al-Wâdh‘i. Beirut: Mua’ssasah ar-Risalah. —————. 1989. Asy-Syarîkât fî Dhaw’ al-Islâm. Cetakan I. T.Tp. Darus Salam. As-Sabatin, Yusuf. 2009. Bisnis Islami dan Kritik atas Praktik Bisnis ala Kapitalis. Terjemahan. Bogor : Al-Azhar Press. Az-Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul Fikr. Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam (Partnership and Profit Sharing in Islamic Law). Terjemahan oleh Fakhriyah Mumtihani. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa. Vogel, Frank E. & Samuel L. Hayes III. 1998. Islamic Law and Finance: Religion, Risk and Return. Denhag: Kluwer Law International. Yusanto, M. Ismail dan M.K. Widjajakusuma. 2002. Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Press. Yusanto, M. Ismail dan M. Arif Yunus. 2009. Pengantar Ekonomi Islam. Bogor: Al Azhar Press.
44 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s
WAHAI PENGUSAHA, Mari Kita Satukan Tekad dan Sinergikan Langkah… Mulai Saat Ini, Dengan Mengucap Bismillahirrahmaanirrahiim Kita Wujudkan Bisnis yang Penuh ‘Berkat’ dan Berkah Kita Pastikan Bisnis Kita Berkontribusi Maksimal Bagi Terwujudnya Keluarga Kita yang Sakinah Mawaddah warahmah Kita Wujudkan Diri Sebagai Pebisnis yang Peduli dan Terlibat Aktif Dalam Perjuangan di Jalan Allah, Dakwah Membangkitkan Umat untuk Melanjutkan Kembali Kehidupan Islam Demi Kebahagiaan yang Hakiki, Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
45 | P o k o k - P o k o k P a n d u a n I m p l e m e n t a s i S y a r i a h D a l a m B i s n i s