MANAJEMEN TEMPAT TUMBUH TANAMAN Eucalyptus pellita DI PT PERAWANG SUKSES PERKASA INDUSTRI, RIAU
PUSPITA LAKSMI MAHARANI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Tempat Tumbuh Tanaman Eucalyptus pellita di PT Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Puspita Laksmi Maharani NIM E44100040
ABSTRAK PUSPITA LAKSMI MAHARANI. Manajemen Tempat Tumbuh Tanaman Eucalyptus pellita di PT Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau. Dibimbing oleh Dr Ir PRIJANTO PAMOENGKAS, MSc F Trop. Eucalyptus sp. merupakan jenis yang dikembangkan dalam pengelolaan kayu serat. Kayu serat untuk pulp and paper sangat penting, sehingga perlu mengetahui manajemen tempat tumbuh untuk mendapatkan pertumbuhan optimal Eucalyptus pellita di PT Perawang Sukses Perkasa Industri. Penelitian manajemen tempat tumbuh E. pellita di PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) bertujuan mengetahui manajemen pemupukan dan pemeliharaan yang ada di PT PSPI. Penelitian menggunakan metode Forest Health Monitoring (FHM) untuk mengambil data pertumbuhan. Satu Cluster terdiri atas 4 plot lingkaran. Sampel penelitian adalah E. pellita umur 1-4 tahun. Manajemen pemupukan di PT PSPI adalah pupuk dasar (CIRP/Crismast Rock Island Phosphate dan NPK) dan pupuk susulan (NPK-1, NPK-2, NPK-3). Manajemen pemeliharaan di PT PSPI adalah buka piringan, penyemprotan herbisida dan pembabatan. Manajemen pemeliharaan dan pemupukan diberikan sesuai dengan kondisi lingkungan dan faktor umur. Riap pertumbuhan yang terbaik adalah petak P2 yaitu riap diameter 4.14 dan riap tinggi 5.72. Kata kunci: Eucalyptus pellita, Forest Health Monitoring, Hutan Tanaman Industri, manajemen tempat tumbuh, manajemen pemeliharaan, manajemen pemupukan
ABSTRACT PUSPITA LAKSMI MAHARANI. Site Management Eucalyptus pellita at PT Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau. Supervised by Dr Ir PRIJANTO PAMOENGKAS, MSc F Trop. Eucalyptus sp. is one of the species which be developed in the management of wood fiber plantation. Wood fiber for pulp and paper is important, so need to known the management of site to obtain the optimal growth of Eucalyptus pellita at PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI). This research intended to observe fertilization management and maintenance management at PT PSPI. This research used Forest Health Monitoring (FHM) method to take data of plant growth. The cluster had 4 plot Iike circle. The sample was E. pellita 1-4 years. Fertilization management at PT PSPI were basic fertilizer (CIRP/Cristmast Island Rock Phosphate and NPK) and supplementary fertilizer (NPK-1, NPK2, NPK-3). Maintenance Management at PT PSPI were ring weeding, sport spray of herbicide and slash. Maintenancing and fertilizing were given to the plot according to the environmental conditions and the age factor. The best growth increment was in plot P2. P2 had 4.14 diameter increment and 5.72 height increment. Keywords: Eucalyptus pellita, Forest Health Monitoring, industrial forest, site management, maintenance management, fertilization management
MANAJEMEN TEMPAT TUMBUH TANAMAN Eucalyptus pellita DI PT PERAWANG SUKSES PERKASA INDUSTRI, RIAU
PUSPITA LAKSMI MAHARANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Manajemen Tempat Tumbuh Tanaman Eucalyptus pellita di PT Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau Nama : Puspita Laksmi Maharani NIM : E44100040
Disetujui oleh
Dr Ir Prijanto Pamoengkas, MSc F Trop Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah manajemen tempat tumbuh, dengan judul Manajemen Tempat Tumbuh Tanaman Eucalyptus pellita di PT. Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Prijanto Pamoengkas MSc F Trop, selaku pembimbing atas arahan dan bimbingannya. Selain itu, ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Ir Jladri Budi Puspita (Ayah), Muryati (Mami), ketiga adik penulis, Puspita Hanung Palupi, Jladri Qobus DM dan Puspita Zakiya Mumtaza atas segala doa, kasih sayang dan kesetiaannya dalam menemani Iika-liku hidup. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jhoni Purnomo, SHut dan Bapak Khafid Sudrajat, STp, beserta Staff PT. Perawang Sukses Perkasa Industri, atas saran, nasihat dan bantuannya dalam pengumpulan data, sahabat tersayang Yahdiyani Silmi, Evita Sari, serta Nisfi Yuniar dan Resananda Efrilia yang membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada keluarga besar Pondok Alia dan teman-teman Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya dan sahabat Silvikultur 47 IPB pada khususnya atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Puspita Laksmi Maharani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Penelitian
2
Prosedur Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
Kualitas Tapak
6
Manajemen Tempat Tumbuh
9
Pertumbuhan E. pellita
10
Kurva Pertumbuhan
12
Penyebaran Kelas Tinggi dan Diameter
13
Uji Normalitas Tanaman E. pellita
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Kondisi Lokasi Penelitian 2 Data tanah hasil penelitian di petak tegakan E. pellita umur 1–4 tahun 6 Kondisi tajuk, serasah dan kandungan bahan organik tanah 8 Manajemen pemupukan 9 Manajemen pemeliharaan taman pada lokasi penelitian 10 Pertumbuhan E. pelita 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Desain cluster dalam metode Forest Health Monitoring Kondisi serasah di bawah tegakan E. pellita Bentuk tajuk tegakan E. pellita Kurva pertumbuhan Kurva Riap Kurva Penyebaran Tinggi Kurva Penyebaran Diameter Kurva Uji Normalitas
3 6 8 12 13 14 14 15
DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta lokasi penelitian
20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan HTI merupakan upaya strategis dalam mengatasi kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik Indonesia. Kebutuhan bahan baku kayu industri perkayuan nasional sekitar 39.2 juta m3 (Mindawati 2011). Departemen Kehutanan menerapkan kebijakan soft landing yaitu mengurangi peran hutan alam produksi sebagai pemasok kayu untuk industri pulp and paper, dan secara berangsur-angsur diganti peranannya oleh HTI kayu pulp antara lain mencakup jenis Acacia mangium dan Eucalyptus sp. (Roliadi et al. 2010). Eucalyptus sp. merupakan salah satu jenis prioritas yang dikembangkan dalam pengelolaan HTI yang diperuntukkan sebagai kayu serat. Kriteria jenis hutan tanaman pulp and paper, yaitu jenis cepat tumbuh, produktivitas tinggi, daur pendek dan memiliki sifat (kimia dan fisika) kayu sesuai dengan persyaratan bahan baku industri pulp and paper (Mindawati 2010). Kayu pulp and paper harus memiliki serat yang panjang, kandungan lignin yang relatif rendah, rendemen yang tinggi serta kekuatan pulp and paper yang dihasilkan tinggi (Pasaribu dan Tampubolon 2007). Eucalyptus sp. cocok dikembangkan di daerah tropis (Leksono 2010), dipanen pada umur 6–7 tahun (Quilho 2006), dan layak untuk bahan baku pulp pada umur 4–5 tahun (Sihite 2008). Salah satu jenis Eucalyptus sp. yang dikembangkan di HTI adalah jenis Eucalyptus pellita. Jenis ini merupakan salah satu spesies endemik Indonesia yang tumbuh di Papua sampai dengan ketinggian di atas 800 mdpl dengan curah hujan 900–2.100 mm/tahun dan iklim kering yang jelas. Dalam rangka pengembangan benih unggul jenis ini pada tahun 1996 telah dibangun kebun benih E. pellita di beberapa lokasi yaitu di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Riau (Sondang 2009). Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan HTI dalam tercapainya hasil yang tinggi adalah kegiatan sebelum penanaman yaitu manajemen persemaian dan kegiatan setelah penanaman yaitu manajemen terhadap tempat tumbuh. Manajemen tempat tumbuh sangat mempengaruhi produktivitas. Salah satu bentuk dari manajemen tempat tumbuh adalah manajemen pemeliharaan dan manajemen pemupukan. Penelitian untuk mengetahui manajemen tempat tumbuh terhadap tanaman E. pellita ini dilakukan di PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI). PT PSPI ditunjuk sebagai lokasi penelitian karena PT PSPI merupakan salah satu perusahaan penyuplai kayu untuk bahan baku pulp and paper dengan tanaman pokoknya adalah E. pellita. Alasan memilih jenis E. pellita untuk diteliti karena E. pellita merupakan jenis yang cepat tumbuh dan banyak dikembangkan di HTI pulp and paper karena E. pellita merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada kondisi tanah yang tidak subur meskipun demikian, pertumbuhan E. pellita yang optimal adalah pada tanah yang subur. Hal ini yang menyebabkan adanya manajemen tempat tumbuh yang diberikan pada tanaman agar hasil yang diperoleh optimal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan tempat tumbuh pada E. pellita di PT PSPI.
2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menentukan manajemen yang akan diberikan terhadap tempat tumbuh tanaman E. pellita di PT PSPI.
METODE Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HT PT PSPI, RIAU mulai dari tanggal 1 Maret sampai 14 April 2014. Lokasi penelitian adalah di petak tanam E. pellita umur 1–4 tahun. Pengambilan data dilakukan pada 4 petak dengan menggunakan Cluster Forest Health Monitoring (FHM), dalam satu petak terdapat satu Cluster yang terdiri dari empat plot. Data yang diambil, lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi lokasi penelitian Petak Umur (Tahun) Jenis Tanaman Luas (Ha) P1 1 E. pellita 9 P2 2 E. pellita 8.3 P3 3 E. pellita 9.9 P4 4 E. pellita 3.5 Sumber : Data Planning & Survey PT PSPI
Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah peta petak penelitian E. pellita umur 1– 4 tahun, GPS, kompas, meteran, tali tambang, phiband, Vertex, Transponden, penggaris, parang, pita, densiometer, alat tulis, tally sheet, kertas, kamera, laptop, MS. Excel. Bahan yang digunakan adalah tanaman E. pellita umur 1–4 tahun dan sampel tanah yang berada di bawah tegakan E. pellita umur 1–4 tahun. Data sekunder yang digunakan adalah data kondisi umum lokasi penelitian dan data manajemen pemeliharaan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen milik PT PSPI. Prosedur Penelitian Pengambilan data penelitian dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan pengambilan data primer dimulai dari tahap persiapan penelitian, pengambilan data dan analisis data, sedangkan data sekunder diambil dari dokumen-dokumen milik PT PSPI. Informasi yang dapat menunjang penelitian juga diperoleh dari hasil wawancara. Narasumber adalah karyawan PT PSPI atau para pekerja. Tahap Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian manajemen tempat tumbuh terdiri dari beberapa tahap yaitu, penentuan petak penelitian, cluster dan plot penelitian tegakan E. pellita umur 1–4 tahun, studi pustaka tentang penelitian dan kondisi petak di PT PSPI, latihan dalam penggunaan alat dan cara membaca peta yang benar, serta mencari informasi tentang lokasi penelitian.
3 Tahap Pengambilan Data Data yang diambil merupakan data diameter, tinggi, kualitas tapak dan kerapatan tajuk tegakan E. pellita dari umur 1–4 tahun pada cluster penelitian manajemen tempat tumbuh. Cluster adalah kumpulan dari beberapa plot. Penelitian manajemen tempat tumbuh menggunakan cluster yang digunakan dalam metode Forest Health Monitoring (FHM), yang dapat dilihat pada Gambar 1. Azimuth 1-2 3600 Azimuth 1-3 1200 Azimuth 1-4 2400
Annular Plot Jari-jari 17.95 m
Jarak antara tiap titik pusat plot (36.6 m)
Gambar 1 Desain cluster dalam metode Forest Health Monitoring Metode FHM merupakan metode untuk menilai kesehatan hutan, dalam metode ini cluster terdiri dari 4 plot. Plot FHM berbentuk lingkaran terdiri dari empat 4 plot yaitu annular plot, sub plot dan micro plot (Yuniar 2014). Penelitian manajemen tempat tumbuh menggunakan annular plot saja karena data yang diambil adalah data pertumbuhan pohon. Data pertumbuhan yang diambil adalah data tegakan umur 1–4 tahun. Data–data yang diambil dalam penelitian manajemen tempat tumbuh E. pellita yaitu, a. Data Diameter Tegakan E. pellita Alat untuk pengambilan data diameter tegakan E. pellita adalah phiband. Pengukuran diameter tegakan dilakukan pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah. b. Data Tinggi Tegakan E. pellita Pengukuran tinggi tegakan menggunakan vertex dan transponden. Transponden dipasang pada tegakan E. pellita dengan ketinggian 130 cm, sebelum melakukan pembidikan pada transponden, pastikan terlebih dahulu bahwa vertex dan transponden sudah saling terhubung. Kemudian bidik transponden menggunakan vertex lalu, arahkan vertex pada pucuk tajuk tegakan E. pelita setelah itu, tekan tombol Ok, kemudian nilai tinggi tegakan akan muncul secara otomatis. c. Pengukuran Kerapatan Tajuk Densiometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kerapatan tajuk. Pengukuran kerapatan tajuk dilakukan pada 4 titik yaitu pada azimuth 90°, 180°, 270°, dan 360°. Cara menghitung persentase kerapatan tajuk
4 adalah dengan menghitung jumlah kotak yang tertutup tajuk E. pellita dan membaginya dengan jumlah kotak keseluruhan lalu dikali 100 %. Prosedur Analisis Data Analisis data perlu dilakukan untuk mengetahui hasil dari penelitian yang dilakukan. Analisis data yang dilakukan adalah perhitungan riap rata-rata tahunan (Mean Annual Increment) diameter dan tinggi pohon dan penyebaran kelas diameter dan tinggi. Riap Rata-Rata Tahunan (MAI) Diameter Tegakan Riap rata-rata tahunan diameter ini mengacu pada rumus riap tahunan ratarata (MAI). Rumus riap tahunan rata-rata tersebut adalah sebagai berikut, 𝐼𝑑𝑖 =
𝑑𝑖⁄ 𝑡𝑖
Keterangan : 𝐼𝑑𝑖 : riap diameter rata-rata pada tahun ke-i (cm/tahun) 𝑑𝑖 : diameter pohon rata-rata pada tahun ke-i (cm) 𝑡𝑖 : umur pohon rata-rata pada tahun ke-i (tahun) Riap Rata-Rata Tahunan (MAI) Tinggi Tegakan Riap rata-rata tahunan tinggi ini mengacu pada rumus riap tahunan rata-rata (MAI). Rumus riap tahunan rata-rata tersebut adalah sebagai berikut, 𝐼ℎ𝑖 =
ℎ𝑖⁄ 𝑡𝑖
Keterangan : 𝐼ℎ𝑖 : riap tinggi rata-rata pada tahun ke-i (cm/tahun) ℎ𝑖 : diameter pohon rata-rata pada tahun ke-i (cm) 𝑡𝑖 : umur pohon rata-rata pada tahun ke-i (tahun) Penyebaran kelas diameter dan tinggi Analisis penyebaran kelas diameter dan tinggi menggunakan Ms. Excel 2007 dengan mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar, untuk mempermudah pengoalahan data, kemudian untuk menentukan jumlah kelas (k) menggunakan rumus Sturges (k) = 1 + 3.3 log n, dan untuk menentukan range (r) yaitu dengan menggunakan rumus range (r) = Xk – X1, dengan ketentuan Xk adalah data terbesar dan X1 adalah data terkecil dan untuk menentukan interval kelas adalah dengan rumus, interval kelas (i) = (r)/(k). Frekuensi dihitung dengan cara menghitung jumlah data pada setiap kelas (Mutia 2013). Uji Normalitas Penyebaran Diameter dan Tinggi Penyebaran diameter dan tinggi diuji kenormalannya dengan menggunakan software minitab 16. Uji normalitas Kolmogorof-Sminorv dilakukan untuk mengetahui normal atau tidaknya penyebaran diameter dan tinggi tegakan pada taraf uji 0.05%. Penyebaran tinggi dan diameter normal apabila P-Value >0.050 dan penyebaran tak normal apabila P-Value <0.050.
5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian PT PSPI merupakan perusahaan yang disahkan berdasarkan SK IUPHHKHTI Nomor 249/Kpts-II/1998 tanggal 27 Pebruari 1998 dengan luas area konsesi 50725 Ha. PT PSPI terbagi menjadi dua distrik yaitu Distrik Lipat Kain seluas 30700 Ha (Blok I seluas 24022 Ha dan Blok II seluas 6678 Ha) dan Distrik Batu Telangkah, Petapahan seluas 20025 Ha. Penelitian manajemen tempat tumbuh terhadap tanaman E. pellita dilaksanakan di PT PSPI Distrik Lipat Kain. HTI PT PSPI Distrik Lipat Kain secara astronomis terletak pada 100055’–101020’ Bujur Timur dan 0020 LU–0010 LS. Secara geografis, PT PSPI Blok I sebelah Utara berbatasan dengan bekas HPH PT Kulim Company dan lahan masyarakat, sebelah Timur berbatasan dengan Perkebunan PT Pertisa dan bekas HPH PT Kulim Company, sebelah Selatan dan Barat berbatasan dengan lahan masyarakat, sedangkan Blok II secara geografis sebelah Utara, Timur, Selatan dan Barat berbatasan dengan lahan masyarakat. Secara administrasi pemerintah, areal hutan tanaman PT PSPI terletak di Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Topografi PT PSPI sangat bervariasi yaitu topografi datar (0%─8%) seluas 23523 Ha, landai (8%─15%) seluas 6145 Ha, agak curam (15%─25%) seluas 1032 Ha. Jenis tanahnya adalah tanah mineral yaitu jenis Podsolik Merah Kuning dan Organosol. Seluruh kawasan PT PSPI Distrik Lipat Kain memiliki tipe iklim A (Schmidt & Ferguson). Curah hujan rata-rata tahunan mencapai 3343,3 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 140 hari hujan/tahun. Suhu udara rata-rata bulanan di sekitar areal kerja berkisar antara 26.5─27.9°C dengan rata-rata tahunan sebesar 27.1°C. Kelembaban relatif bulanan berkisar antara 71.4─75.1% dengan rata-rata tahunan 73%. Areal konsesi yang terdapat di PT PSPI Distrik Lipat Kain terletak dalam DAS Kampar Kiri dan 4 SUB DAS lainnya yaitu SUB DAS Lipai, SUB DAS Paku, SUB DAS Gelawan dan SUB DAS Assam, selain itu, terdapat juga 15 mata air yang terletak di Sei Paku, Sei Lipai, dan Sei Assam serta memiliki waduk atau DAM yaitu Bendungan Sei Paku. Kawasan PT PSPI dapat dilihat pada peta yang terlampir pada Lampiran 1. Klasifikasi tata ruang di areal konsesi IUPHHK-HTI berdasarkan peruntukannya dibagi menjadi Kawasan lindung (KL) seluas 10% dari suatu unit areal, areal untuk kegiatan sarana dan prasarana seluas 5 %, areal tanaman pokok (TP) berupa tanaman E. pellita dan A. mangium seluas 70%, areal tanaman unggulan (TU) seluas 10% yang merupakan kawasan untuk tanaman yang mempunyai daya saing nilai jual di pasar dan daya tumbuh yang baik di suatu tempat dan secara teknis telah dikuasai teknik-teknik silvikulturnya sehingga dapat dikembangkan sebagai unit usaha mandiri, dan tanaman kehidupan (TK) sebesar 5% yang digunakan untuk tanaman dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat berupa tanaman pokok yang menghasilkan hasil hutan kayu atau hasil hutan bukan kayu. Jumlah penduduk yang terdapat di sekitar kawasan IUPHHK-HTI PT PSPI adalah 5320 penduduk. Seluruh penduduknya beragama Islam. Mata pencaharian
6 penduduk adalah petani (97%), jasa/berdagang (1%), industri/kerajinan (2%). Fasilitas pendidikan yang ada di antaranya yaitu SD sebanyak 7 unit, SLTP 2 unit, SLTA 2 unit, sedangkan untuk tempat ibadah terdapat 12 masjid dan 8 musholla. Kualitas Tapak Kualitas tapak tanah dapat dinilai dari ketebalan serasah, keasaman tanah, kapasitas tukar kation, tekstur dan struktur tanahnya. Menurut Munawar (2011), tanah merupakan komponen sistem lahan yang salah satu fungsi esensialnya adalah sebagai tempat hidup (habitat) organisme, dari tingkat rendah (jasad renik) sampai tingkat tinggi. Tanah berperan penting dalam memasok unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Forth dan Ellis (1997), mendefinisikan kesuburan tanah sebagai status yang menunjukkan kapasitas untuk memasok unsurunsur esensial dalam jumlah yang mencukupi pertumbuhan tanaman. Tabel 2 Data tanah di petak tegakan E. pellita umur 1–4 tahun Petak P1 P2 P3 P4
Struktur Granular Granular Granular Granular
Tekstur Pasir berlempung Pasir berlempung Pasir berlempung Pasir berlempung
pH 4,2 4,2 4,3 4,5
KTK (meq/100gram) 4,38 5,91 6,74 6,87
Sumber : Laporan pelaksanaan izin lingkungan PT PSPI 2014
Jenis tanah yang terdapat di PT PSPI merupakan jenis tanah Podsolik Merah Kuning, tanah ini memiliki ciri-ciri permeabilitas rendah, stabilitas agregat baik, pH rendah, kandungan Al tinggi, KTK rendah, N, P, Ca, Mg sangat rendah, (Sudjadi 1984). Berdasarkan Soepardi (1983), nilai pH sangat masam adalah <4.5 dan pH masam 4.5-5.5 sedangkan KTK sangat rendah <5 (me/100 gram) dan KTK rendah 5-16 (me/100 gram). Tabel 2 menunjukkan bahwa pH di petak penelitian tergolong sangat masam kecuali petak P4 yang nilai pH-nya masam. pH tanah sangat mempengaruhi persediaan unsur hara bagi tanaman, hal ini terkait dengan perubahan tingkat kelarutan senyawa dari unsur-unsur tersebut. Nilai KTK P2-P4 termasuk rendah sedangkan KTK P1 tergolong sangat rendah. Produktivitas serasah di hutan hujan tropis adalah yang tertinggi dibanding dengan wilayah-wilayah lain. Produktivitas serasah yang tinggi, memberikan keuntungan bagi vegetasi untuk meningkatkan produktivitas karena tersedianya sumber hara yang banyak. Kondisi serasah mempengaruhi proses dekomposisi, sedangkan proses dekomposisi dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah oksigen, bakteri dan bahan organik. Kondisi serasah di petak penelitian dapat di lihat pada Gambar 2.
a
b
7
c
d
Gambar 2 Kondisi serasah di bawah tegakan E. pellita (a) Umur 1 tahun (b) Umur 2 tahun (c) Umur 3 tahun (d) Umur 4 tahun Berdasarkan Gambar 2 terlihat kondisi serasah pada setiap petak penelitian manajemen tempat tumbuh E. pellita. Ketebalan serasah pada petak penelitian tidak menentu. Ketebalan serasah ditentukan oleh kerapatan tajuk. Kerapatan tegakan hutan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan produktivitas tempat tumbuh pada tegakan hutan yang sudah ada. Hal ini penting karena kerapatan tegakan hutan merupakan faktor utama yang dapat dimanipulasi dalam rangka pengembangan tegakan (Daniel et al. 1987). Serasah yang terdapat di lokasi penelitian didominasi oleh dedaunan dan ranting-ranting tegakan E. pellita. Petak P4, E. pellita banyak yang tumbuh berdampingan dengan Akasia liar. Akasia liar dibiarkan tumbuh berkembang di petak P4 karena akasia liar memiliki kandungan serat yang cocok untuk bahan baku pulp and paper, sehingga akasia liar biasanya ikut dipanen ketika pemanenan E. pellita. Akasia liar merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tebalnya serasah di petak P4, jika dibandingkan dengan petak P1 dan P3. Ketebalan serasah ke dua adalah petak P2, hal ini diduga tegakan pada petak P2 tumbuh dengan tajuk yang rapat sehingga serasahnya tebal. Selain daun, serasah banyak yang berasal dari ranting. Hal ini disebabkan jarak tanam yang rapat yaitu 3 m x 2 m menyebabkan terjadinya pemangkasan secara alami sehingga banyak ranting-ranting yang jatuh ke lantai hutan. Cahaya langsung, berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran (Daniel et al. 1978). Kerapatan tajuk mempengaruhi intensitas, kualitas dalam penyinaran terhadap tanaman. Jarak tanam E. pellita adalah 3 cm x 2 cm. Jarak tanam yang dibuat rapat bertujuan untuk menghindari kegiatan pemangkasan cabang pada tanaman E. pellita, hal ini dapat mengurangi kerapatan tajuk yang terbentuk pada cabang. Fotosintesis pohon dalam lingkungan harus memperhitungkan masalah kompleks ketersediaan cahaya dalam tajuk pohon dan perubahan cahaya serta lama penyinaran harian dan musiman. Intensitas cahaya sangat mempengaruhi kecepatan fotosintesis sedangkan lama penyinaran mempengaruhi karbohidrat yang diproduksi. Hal ini akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman (Ronco 1973).
8
b
a
Gambar 3 Bentuk tajuk tegakan E. pellita (a) Tegakan umur 2 tahun (b) Tegakan umur 4 tahun Berdasarkan Gambar 3, E. pellita ditanam secara rapat sehingga, pemangkasan terjadi secara alami, selain itu tanaman akan tumbuh tinggi-tinggi dan lurus. E. pellita merupakan jenis tanaman yang bersifat intoleran yaitu tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat terbuka, tanpa penaungan tegakan lainnya, sehingga cahaya matahari secara leluasa diterima tajuk tegakan. E. pellita memiliki bentuk tajuk yang sedikit ramping dan ringan, percabangannya membentuk kerucut dan daunnya tidak begitu lebat (Muliawan 2009). Kerapatan tajuk, ketebalan serasah serta kandungan bahan organik pada petak penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kondisi tajuk, serasah dan kandungan bahan organik di petak penelitian Petak P1 P2 P3 P4
Tajuk (%) 52.40 60.70 56.60 59.90
Serasah (cm) 4.00 5.00 4.80 6.90
C (%) 1.48 2.05 1.11 1.60
N (%) 0.14 0.18 0.19 0.17
Sumber : Laporan pelaksanaan izin lingkungan PT PSPI 2014
Kadri et al. (1992), membedakan tegakan hutan berdasarkan kerapatan tajuk yaitu, a. Tegakan hutan rapat, yaitu tegakan yang penutupan tajuknya lebih dari 70%. b. Tegakan hutan cukup, yaitu tegakan hutan yang penutupan tajuknya 40– 70%. c. Tegakan hutan jarang, yaitu tegakan hutan yang penutupan tajuknya kurang dari 40%. Sesuai dengan data yang diperoleh dari petak penelitian, maka dapat dikatakan bahwa petak-petak penelitian termasuk ke dalam tegakan hutan cukup karena kerapatan tajuknya berkisar antar 52.40% sampai 60.70%. Keterbukaan tajuk mendukung pertumbuhan gulma. Pada petak penelitian, urutan pertumbuhan gulma dari paling banyak ke yang paling sedikit jika dibandingkan antar petak penelitian adalah petak P1, P3, P2 dan diikuti P4.Tabel 3 juga menunjukkan bahwa kandungan bahan organik pada petak penelitian tergolong rendah. Menurut Soepardi (1983), nilai C-Organik 1.00-2.00 tergolong rendah, sedangkan 2.01-3.00
9 tergolong sedang. Nilai C-Organik P1, P3 dan P4 tergolong rendah sedangkan P2 tergolong sedang. Nilai N-Organik 0.10-0.20 tergolong rendah, dengan demikian nilai N-Organik yang di petak penelitian tergolong rendah. Rendahnya kandungan C-organik dan bahan organik tanah akan menyebabkan proses-proses biokimia yang berhubungan dengan transformasi dan dinamika unsur hara di dalam tanah menjadi terhambat oleh karena mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut tidak mendapatkan cukup energi. Kerapatan tegakan, mempengaruhi kerapatan tajuk, tajuk yang rapat menyebabkan serasah menjadi tebal. Dekomposisi serasah sempurna akan mempengaruhi pasokan hara yang masuk ke dalam tanah. Tanaman Eucalyptus sp. adalah jenis tanaman non legum yang kecepatan pelapukan serasahnya terjadi lebih lama yaitu 24 bulan sedangkan untuk tanaman legum kecepatan pelapukannya adalah selama 12 bulan. Tabel 3 menunjukkan tajuk yang rapat memiliki serasah yang tebal dan menyebabkan nilai C-Organik lebih tinggi dibandingkan petak lainnya. Hal ini terlihat pada petak P2 yaitu kerapatan tajuk 60.70% menghasilkan serasah setebal 5 cm dan memiliki C-Organik 2.05 %. Manajemen Tempat Tumbuh Manajemen tempat tumbuh merupakan pengelolaan terhadap tempat tumbuh suatu tanaman. Pohon akan tumbuh lebih besar pada tempat tumbuh yang subur dari pada tempat tumbuh yang jelek dan miskin hara (Indriyanto 2010). Pupuk dasar diberikan bersamaan pada waktu tanam, pupuk yang digunakan adalah NPK (150 gram/batang) dan Crismast Island Rock Phosphate/CIRP (300 gram/batang). CIRP adalah pupuk yang berasal dari batuan phosphate yang berfungsi merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Fosfor berfungsi sebagai bahan pembentuk protein, membantu asimilasi serta mempercepat pembentukan bunga, pematangan biji dan buah. Pemberian pupuk di hutan biasanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan tegakan. Manajemen pemupukan di PT PSPI dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Manajemen pemupukan pada petak penelitian E. pellita umur 1–4 tahun Petak P1 P2 P3 P4
Pupuk Dasar CIRP NPK (g/batang) (g/batang) 300 150 300 150 300 150 300 150
NPK-1 (g/batang) 150 150 150 100
Pupuk Susulan NPK-2 NPK-3 (g/batang) (g/batang) 0 0 200 0 200 250 100 250
Sumber : Dokumen Laporan Kerja Plantation PT PSPI
Pupuk susulan NPK 1, petak P1 diberikan pada saat tanaman berumur 3 bulan, P2 berumur 2 bulan, P3 berumur 3 bulan dan P4 berumur 4 bulan. Pupuk susulan NPK 2 diberikan pada petak P2 berumur 8 bulan, P3 berumur 7 bulan, P4 berumur 5 bulan. Pupuk susulan NPK 3 diberikan pada umur tanaman 7 bulan dan P4 berumur 14 bulan. Pupuk susulan NPK diberikan di antara 2 tanaman. Pupuk CIRP dimasukkan ke dalam lubang tanam kemudian ditutup dengan top soil, setelah itu lubang ditugal lagi untuk menanam bibit. Pupuk NPK dimasukkan ke dalam lubang
10 yang telah disediakan khusus untuk pupuk NPK yaitu di kanan dan kiri tanaman dengan jarak 15 cm dari tanaman. Pupuk susulan yang diberikan adalah pupuk NPK. Produktivitas lahan hutan pada umumnya diartikan sebagai kualitas tempat tumbuh yang diukur berdasarkan hasil kayu maksimal yang dapat diproduksi oleh lahan hutan dalam waktu tertentu (Daniel et al. 1987). Selain pemupukan, PT PSPI melakukan kegiatan buka piringan, penyemprotan herbisida dan pembabatan. Buka piringan bertujuan untuk meminimalisir tumbuhnya gulma di sekitar tanaman dan mempermudah kegiatan penyemprotan herbisida agar tanaman tidak terkena herbisida sehingga menyebabkan keracunan dan kematian. Penyemprotan herbisida dilakukan tergantung kondisi gulma dalam petak penelitian manajemen tempat tumbuh E. pellita sedangkan pembabatan biasanya dilakukan ketika gulma tingginya sudah lebih dari 1 m. Kegiatan pembabatan biasanya diikuti dengan kegiatan penyemprotan herbisida. Hal ini bertujuan agar penyemprotan lebih efektif. Kegiatan penyemprotan herbisida, pembabatan dan buka piringan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Manajemen pemeliharaan tanaman pada lokasi penelitian Petak
Penyemprotan Gulma
Babat Gulma
Buka piringan
P1 P2 P3 P4
4 kali 5 kali 5 kali 6 kali
0 1 kali 1 kali 2 kali
1 kali 1 kali 1 kali 1 kali
Sumber : Dokumen Laporan Kerja Plantation PT PSPI
Tabel 5 menjelaskan bahwa buka piringan dengan radius 75 cm dilakukan pada setiap tanaman. Buka piringan dilakukan sebelum kegiatan penyemprotan herbisida pertama. Buka piringan dilakukan untuk memperkecil angka kematian tanaman akibat keracunan herbisida. Penyemprotan dilakukan di areal tanam yang terdapat banyak gulma dengan penutupan gulma ≥10%, kecuali untuk alang-alang penyemprotan wajib dilakukan meskipun gulmanya <10%. Penyemprotan menggunakan sprayer dengan dosis tergantung penutupan gulma. Gulma ≤30% dosis herbisida maksimal 2 l/ha dan untuk >30% dosis 2─3 l/ha, khusus untuk hamparan dosis maksimal 5 l/ha. Hal ini menyebabkan jumlah penyemprotan herbisida di setiap petak penelitian tidak sama. Pembabatan biasanya dilakukan ketika tinggi gulma sudah mencapai lebih dari 1 m, kegiatan pembabatan biasanya akan diikuti oleh kegiatan penyemprotan herbisida. Pertumbuhan E. pellita Menurut Gardner et al. (2008), pertumbuhan dalam arti sempit adalah pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Menurut Mutia (2013), kedua faktor proses tersebut memerlukan sintesis protein dan merupakan proses yang tidak dapat balik. Pertumbuhan tegakan merupakan fungsi umur tegakan, tetapi sistemnya bergantung pada jenis dan kualitas tempat tumbuh. E. pellita merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan cepat tumbuh yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam HTI. Jenis tanaman kehutanan ini
11 tidak menuntut persyaratan dalam tempat tumbuhnya. Pada dasarnya tanaman E. pellita membutuhkan tingkat kesuburan yang tinggi untuk tempat hidupnya, hal ini menyebabkan E. pellita yang ditanam pada tempat tumbuh yang tidak subur perlu adanya manajemen tempat tumbuh yang baik agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Meskipun demikian E. pellita ini dapat tumbuh pada tanah yang dangkal, berbatu-batu, lembah, berawa, dengan variasi kesuburan tanah mulai dari yang mempunyai kandungan hara kurang sampai tanah yang baik dan subur (Muliawan 2009). Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik). Faktor eksternal meliputi iklim (cahaya, temperatur, air, panjang hari,angin dan gas), edafis/tanah (tekstur, struktur, bahan organik,kapasitas tukar kation, pH, kejenuhan basa, dan ketersediaan nutrien), dan biologi (gulma, serangga, organisme penyebab penyakit nematoda, herbivora dan mikroorganisme). Faktor internal meliputi ketahanan terhadap tekanan iklim, tanah dan biologis, laju fotosintetis, respirasi, pembagian asimilasi dan N, pengaruh langsung gen dan diferensiasi. Hasil pengamatan pertumbuhan tanaman E. pellita dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Pertumbuhan E. pellita Petak
Umur (tahun)
P1 P2 P3 P4
1 2 3 4
Rata-rata Diameter Tinggi (cm) (m) 6.65 7.85 8.79 12.13 10.47 17.34 9.55 17.38
Riap tahunan rata-rata Diameter Tinggi (cm/tahun) (m/tahun) 6.65 7.85 4.36 6.02 3.48 5.77 2.38 4.34
∑ Sampel 501 482 510 512
Sumber : Hasil perhitungan peneliti
Tabel 6, menunjukkan rata-rata pertumbuhan dan rata-rata riap (MAI) E. pellita per tahun tanam. Pertumbuhan diameter tertinggi adalah pada petak P3 yaitu 10.47 cm sedangkan terendah adalah pada petak P1 yaitu 6.65 cm. Pertumbuhan tinggi tegakan yang tertinggi adalah pada petak P4 yaitu 17.38 m dan terendah pada petak P1 yaitu 7.85. Rata-rata diameter petak P4 lebih rendah dibandingkan P3 diduga adanya persaingan antara tanaman E. pellita dengan Akasia liar yang hidup berdampingan. Riap menurut Arief (2001) adalah pertambahan volume tegakan per satuan waktu tertentu, tetapi ada kalanya untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan baik diameter maupun tinggi per tahun. Menurut Latifah (2004), riap diameter dan tinggi dihasilkan per tahun tanam. riap diameter dan tinggi menunjukkan pertambahan diameter dan tinggi per tahun. riap diameter dan tinggi merupakan salah satu komponen yang penting dalam menentukan riap volume. Riap pada petak P1 tinggi diduga, pertumbuhan tanaman terjadi sangat cepat pada tahun pertama. Riap diameter yang terbaik adalah petak P2 jika dibandingkan dengan petak lainnya yaitu, dengan riap diameter 4.36 cm/tahun dan riap tinggi 6,02 cm/tahun. Pertambahan diameter per tahunnya adalah sebesar 4.36 cm dan pertambahan tinggi per tahunnya adalah 6.65 cm. Pertambahan riap P2 lebih tinggi diduga kandungan bahan organik yang terkandung dalam petak P2 lebih tinggi yaitu dengan kandungan C-Organik 2.05%.
12 Kurva Pertumbuhan Kurva pertumbuhan tanaman secara khas dicirikan oleh suatu kurva yang berbentuk sigmoid. Pola kumpulan sigmoid merupakan ciri semua organisme, organ, jaringan dan bahkan penyusun sel. Apabila masa pertumbuhan (berat kering), volume, luas daun tinggi dan penimbunan bahan kimia digambarkan terhadap waktu, suatu garis yang dapat ditarik dari data secara normal akan berbentuk sigmoid. Kurva berbentuk S akan terbentuk karena adanya laju pertumbuhan sepanjang daur hidupnya (Mutia 2013). Kurva tetumbuhan E. pellita dapat dilihat pada Gambar 4. Kurva Tinggi
15,00 10,00
6,66
20,00
9,13
5,00 0,00
16,64
3
4
11,43
15,00 10,00
16,38 7,90
5,00 0,00
1
a
8,27
9,86
Tinggi (m)
Daiameter (cm)
Kurva Diameter
2 Umur (tahun)
3
1
4
b
2
Umur (tahun)
Gambar 4 Kurva pertumbuhan E. pellita (a) diameter (b) tinggi Gambar 4 menunjukkan pertumbuhan E. pellita pada petak P1, P2, P3 dan P4. Kurva tidak bisa dikatakan meningkat atau menurun karena data yang diperoleh adalah data pada petak tanam yang berbeda dengan umur yang berbeda. Data dapat dikatakan meningkat atau menurun apabila data diperoleh dari pertumbuhan tanaman pada suatu petak yang diamati mulai tanaman umur 1 tahun sampai tanaman berumur 4 tahun. Kurva diameter memperlihatkan diameter tanaman umur 4 tahun lebih rendah dibandingkan umur 3 tahun, sedangkan pada kurva tinggi, tinggi tanaman umur 4 tahun lebih tinggi dari tanaman umur 3 tahun. Hal ini diduga adanya persaingan antara tanaman E. pellita dan Akasia liar yang tumbuh berdampingan, yang menyebabkan jarak tanam menjadi lebih rapat, dugaan lainnya adalah perbedaan dosis pupuk susulan NPK yang diberikan, lebih rendah, sedangkan persaingan antar tanaman tinggi. Pada dasarnya dosis yang diberikan adalah sama karena pupuk susulan diberikan pada saat tanaman berumur <2 tahun. Umur tanaman >2 tahun tidak diberi pupuk susulan lagi. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kurva pertumbuhan yang diperoleh tidak membentuk kurva sigmoid. Riap tegakan dibentuk oleh pohon-pohon yang masih hidup. Riap tegakan berbeda dengan riap pohon. Riap tegakan adalah riap dari beberapa pohon dalam tegakan, dalam hal ini pohon bisa saja mati, busuk atau ditebang sedangkan riap pohon adalah riap dari satu pohon saja. Kurva riap tinggi dan diameter tidak bisa dikatakan meningkat atau menurun karena riap yang diperoleh berasal dari petak yang berbeda dan tidak saling berhubungan. Kurva riap tinggi dan diameter yang diperoleh dari petak penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.
13
Riap Tinggi
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
10,00 4,14 3,29 2,28
MAI Tinggi
MAI Diameter
Riap Diameter 6,66
7,90
8,00
5,72
6,00
5,46 4,15
4,00 2,00 0,00
1
2
3
Umur (tahun)
(a)
4
1
2
3
4
Umur (tahun)
(b)
Gambar 5 Kurva riap E. pellita (a) riap diameter (b) riap tinggi Gambar 5 memperlihatkan kurva riap diameter dan riap tinggi tanaman. Bentuk kurva berbeda dengan bentuk kurva pada literatur Gambar 5. Pada kurva hasil penelitian, petak dengan riap yang baik adalah petak umur 2 tahun, sedangkan riap tertinggi adalah petak umur 1 tahun, karena pertumbuhan yang cepat pada tanaman terjadi pada tahun pertama. Penyebaran Kelas Diameter dan Tinggi Tegakan seumur merupakan tegakan yang dibangun dalam waktu bersamaan pada luasan tertentu, kelas diameter pada tegakan seumur cenderung seragam dalam masa waktu penanaman sehingga jumlah kelas diameter dapat dibedakan menurut jumlah tahun tanamnya. Bentuk penyebaran tegakan seumur akan menyerupai lonceng terbalik, yaitu mendekati penyebaran normal yang dapat miring ke arah diameter yang lebih kecil untuk jenis toleran dan diameter yang besar untuk jenis intoleran. Struktur tegakan hutan pada hutan tanaman merupakan penyebaran jumlah pohon per hektar pada berbagai kelas umur. Bentuk penyebaran ini akan menyerupai lonceng terbalik yaitu mendekati penyebaran normal (Daniel et al. 1987). Hutan tanaman dengan jenis toleran memiliki bentuk kurva yang cenderung ke arah tinggi dan diameter yang lebih kecil sedangkan untuk jenis intoleran bentuk kurva cenderung ke arah tinggi dan diameter yang lebih besar. E. pellita merupakan jenis tanaman intoleran. Jenis intoleran pertumbuhannya akan terganggu jika tanaman ternaungi oleh tanaman lain. Jenis intoleran merupakan jenis yang sangat membutuhkan cahaya matahari untuk kelangsungan hidupnya. Persaingan antar tanaman dalam merebutkan cahaya matahari, unsur hara, sangat tinggi. Hal ini, dapat menghasilkan penyebaran tinggi dan diameter memiliki selang kelas penyebaran yang berbeda-beda dari setiap petak penelitian. Kurva penyebaran tinggi E. pellita umur 1-4 tahun dapat dilihat pada Gambar 6.
14 Penyebaran Tinggi Umur 2 Tahun
200 150 100 50 0
162 146 89 54 3 11 12 18
5
1
Frekuensi
Frekuensi
Penyebaran Tinggi Umur 1 Tahun 350 300 250 200 150 100 50 0
321
1
5
(a)
69
150 50
116
90
100 3
31 43
2 14
22
1
0
23,9-26,1
21,6-23,8
19,3-21,5
4 17-19,2
14,7-16,9
12,4-14,6
10,1-12,3
7,8-10
31 31 43 35 5 21
168
200
Frekuensi
89
5,5-7,7
0
Penyebaran Tinggi Umur 4 Tahun
154
3,2-5,4
3
(b)
Penyebaran Tinggi Umur 3 Tahun Frekuensi
5
Kelas Tinggi
Kelas Tinggi
200 150 100 50 0
66
8 17 28
Kelas Tinggi
Kelas Tinggi
(c)
(d)
Gambar 6 Penyebaran kelas tinggi (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4 Berdasarkan Gambar 6, kurva penyebaran tinggi yang terbaik adalah kurva petak P4 dibandingkan dengan kurva penyebaran tinggi pada petak lainnya tetapi kurva tidak membentuk kurva normal. Secara umum kurva pada petak lainnya mengikuti kaidah penyebaran hutan tanaman jenis intoleran yaitu cenderung ke tinggi yang lebih besar. Hal yang sama terjadi pada penyebaran diameter yang dapat dilihat pada Gambar 7. Penyebaran Diameter Umur 2 Tahun
1 0,70-1,9
0
3
Kelas Diameter
(a)
30
Kelas Diameter
(b)
11-12,2
5
65 0 12,3-13,5
8 15 13 14
37 9 10 21
8,4-9,6
59
157
9,7-10,9
50
50
124
5,8-7
100
200 150 100 50 0
7,1-8,3
150
4,5-5,7
181
3,3-4,4
153
Frekunsi
Frekuensi
200
2-3,2
Penyebaran Diameter Umur 1 Tahun
15 Penyebaran Diameter Umur 4 Tahun
123
2 17,9-19,6
14,3-16
Kelas Diameter
7 16,1-17,8
12,5-14,2
50
10,7-12,4
7,1-8,8
8,9-10,6
5,3-7
19
51 43 34
61
Frekuensi
92
3,5-5,2
140 120 100 80 60 40 20 0
1,7-3,4
Frekuensi
Penyebaran Diameter Umur 3 Tahun
128 132
140 120 100 80 60 40 20 0
77
61
49
19
8 13
3
0
Kelas Diameter
(c)
(d)
Gambar 7 Penyebaran Diameter (a) P1 (b) P2 (c) P3 (d) P4 Bentuk kurva pada penyebaran diameter yang terlihat pada Gambar 7, penyebaran diameter tegakan E. pellita petak P4 lebih baik dibandingkan dengan petak lainnya tetapi belum mebentuk kurva normal. Sesuai dengan pernyataan Daniel et al. (1987), bahwa penyebaran diameter pada tanaman intoleran berbentuk lonceng terbalik dan lebih berat ke diameter yang lebih besar. Manajemen tempat tumbuh yang dilakukan pada petak P4 yaitu penyemprotan gulma 6 kali, babat gulma 2 kali dan buka piringan disaat penanaman menghasilkan kurva penyebaran yang lebih baik dibandingkan petak lainnya. Uji Normalitas Tanaman E. pellita Manajemen yang diberikan pada setiap tempat tumbuh berbeda-beda hal ini dipengaruhi oleh faktor umur dan kondisi petak penelitian. Kualitas dari tempat tumbuh itu sendiri dan memberi pengaruh yang besar pada pertumbuhan tanaman. Pada lokasi penelitian, kondisi tanah secara umum adalah sama yaitu dengan struktur tanah yang berbentuk granular, tekstur pasir berlempung memiliki pH kisaran 4–4,8 dan memiliki KTK rendah. pH dan KTK rendah maka akan berdampak pada unsur hara tanaman. Pasokan hara dari bahan organik hasil dekomposisi serasah tidak memberikan pengaruh besar pada penyebaran diameter dan tinggi E. pellita. Hal ini terlihat dari Gambar 8 yang menunjukkan penyebaran tinggi dan diameter tanaman tidak normal. 99,9
Mean StDev N KS P-Value
99
95
90
90
80
80
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
(a)
20
20 10
10
5
5
1
1
0,1
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
Percent
95
99,9
10,42 3,538 482 0,107 <0,010
0,1
0
5
10 Diameter
15
20
0
5
10
15
20 Tinggi
25
30
35
17,30 4,731 482 0,144 <0,010
16 99,9
Mean StDev N KS P-Value
99
95
90
90
80
80
70 60 50 40 30
(b)
20
10
10
5
5
1
1
0,1
0
10
20
30 40 Diameter
50
60
70
80
99,9
Mean StDev N KS P-Value
99 95
15
20
Mean StDev N KS P-Value
95
17,30 4,731 482 0,144 <0,010
80
(c)
Percent
Percent
10 Tinggi
90
70 60 50 40 30
70 60 50 40 30
20
20
10
10
5
5 1
1
0,1
0
5
10 Diameter
15
20
0
5
10
15
20
25
30
35
Tinggi
99,9
Mean StDev N KS P-Value
99 95
99,9
9,538 4,177 490 0,212 <0,010
95
80
(d)
20
Percent
90
80 70 60 50 40 30
Mean StDev N KS P-Value
99
90
70 60 50 40 30 20 10
10
5
5
1
1
0,1
0,1
5
99
80
Percent
0
99,9
10,42 3,538 482 0,107 <0,010
90
0,1
12,24 2,345 462 0,129 <0,010
70 60 50 40 30
20
0,1
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
Percent
95
99,9
9,096 4,372 462 0,265 <0,010
0
10
20
30 40 Diameter
50
60
70
80
5
10
15
20
25
30
Tinggi
Gambar 8 Hasil uji normalitas E. pellita pada penyebaran diameter dan tinggi (a) umur 1 tahun (b) 2 tahun (c) 3 tahun (d) 4 tahun Hasil uji normalitas pada Gambar 8 memperlihatkan kurva tidak normal karena nilai P-Value <0.010 sedangkan tanaman dikatakan normal ketika nilai PValue >0.050. Manajemen pemeliharaan dan pemupukan yang diberikan pada setiap petak tanaman tidak memperoleh hasil yang optimal. Bentuk kurva penyebaran dan uji normalitas tinggi dan diameter tidak normal diduga karena adanya beberapa faktor yaitu faktor manajemen pupuk, pemeliharaan dan kualitas tapak. Dari hasil penelitian diketahui bahwa dengan manajemen pemupukan yang diberikan pada petak P1 yaitu pupuk dasar CIRP (300 gram/batang) dan NPK (150 gram/batang) dan pupuk susulan NPK-1 (150 gram/batang) dan pemeliharaan penyemprotan gulma 4 kali dan buka piringan memperlihatkan riap diameter tanaman sebesar 6.66 cm/tahun dan riap tinggi sebesar 7.90 cm/tahun.
17,39 3,122 490 0,103 <0,010
17 Manajemen yang diberikan pada petak P2 yaitu pupuk dasar CIRP (300 gram/batang), NPK (150 gram/batang), pupuk susulan NPK-1 (150 gram/batang), NPK-2 (200 gram/batang), NPK-3 (250 gram/batang) dan pemeliharaan 5 kali penyemprotan, babat gulma 1 kali dan buka piringan 1 kali menghasilkan riap yang lebih besar dibandingkan petak lainnya. Hal ini diduga petak P2 memiliki kondisi tapak yang lebih baik dibandingkan petak lainnya dengan kandungan C-Organik 2.05% yang termasuk kategori sedang. Manajemen yang diberikan pada petak P3 yaitu CIRP (300 gram/batang), NPK (150 gram/batang), pupuk susulan NPK-1 (150 gram/batang), NPK-2 (200 gram/batang), NPK-3 (250 gram/batang) dan pemeliharaan penyemprotan gulma 5 kali, babat gulma 1 kali dan buka piringan 1 kali menghasilkan riap yang lebih rendah dibandingkan petak P2 tetapi lebih tinggi dibandingkan petak P4. Manajemen yang diberikan pada petak P4 yaitu CIRP (300 gram/batang), NPK (100 gram/batang), pupuk susulan NPK-1 (150 gram/batang), NPK-2 (200 gram/batang), NPK-3 (200 gram/batang) dan pemeliharaan penyemprotan gulma 6 kali, babat gulma 2 kali dan buka piringan 1 kali mengasilkan riap yang paling rendah dibandingkan petak lainnya. Hal ini diduga dosis pupuk susulan yang diberikan lebih rendah sedangkan tanaman E. pellita banyak yang tumbuh berdampingan dengan Akasia liar sehingga persaingan menjadi semakin tinggi. Penyebaran yang lebih baik adalah pada petak P4 jika dibandingkan petak lainnya. Hal ini diduga perawatan yang diberikan lebih intensif. Pada petak ini sebaiknya tanaman akasia liar tidak dibiarkan tumbuh berdampingan dengan tanaman E. pellita selain itu seharusnya pemupukan tidak hanya diberikan samapai tanaman berumur 2 tahun saja karena semakin tinggi umur tanaman diduga kebutuhan haranya lebih tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Manajemen pemeliharaan di PT PSPI adalah buka piringan, penyemprotan herbisida. Manajemen pemupukannya adalah pupuk dasar (CIRP dan NPK) dan pupuk NPK susulan diberikan 3 kali yaitu NPK1, NPK2, dan NPK3. Manajemen peeliharaan dan pemupukan pada E. pellita belum menghasilkan pertumbuhan yang optimal (sebaran tidak normal). Petak P2 dengan manajemen pemupukan yang sesuai (pupuk dasar CIRP dan NPK, pupuk susulan NPK-1, NPK-2 NPK-3) dan kualitas tapak yang mengandung C-Organik sedang, menghasilkan riap lebih besar dibandingkan petak P3 dan P4. Saran Saran untuk penelitian ini adalah perlu dilakukannya analisis tanah yang lengkap untuk melihat kandungan hara dan nutrisi pada tanah. Selain itu, perlu dilakukan penelitian untuk menaikkan pH tanah pada PT PSPI untuk melihat pengaruh manajemen tempat tumbuh pada tanaman jika pH dalam keadaan baik.
18 Penelitian untuk mengetahui kehilangan unsur hara pada E. pellita dan unsur hara yang dihasilkan dari serasah E. pelita juga perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Arief A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. Daniel WT, Helms AJ, Baker FS. 1987. Principe-Prinsip Silvicultur. Marsono D, penerjemah; O Soeseno H, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Silvicultural Principles. Ed ke-2. Foth HD, Ellis BG. 1997. Soil fertility. Ed ke-2. Boca Raton (US): Lewis Publisher. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Indriyanto. 2008. Pengantar Budi Daya Hutan. Lampung (ID): Bumi Aksara. Kadri et al. 1992. Manual Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Lathifah S. 2004. Pertumbuhan dan hasil tegakan Eucalyptus grafis di hutan tanaman industri [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Leksono B. 2010. Efisiensi seleksi awal pada kebun benih semai Eucalyptus pellita. Jurnal Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman. 7(1): 1-13. Mindawati N, A Indrawan, I Mansur, dan O Rusdiana. 2010. Kajian pertumbuhan tegakan di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 7(1): 39-50. Mindawati N. 2011. Kajian kualitas tapak hutan tanaman Eucalyptus urogandis sebagai bahan baku industri pulp dalam pengelolaan hutan lestari (Studi kasus di PT Toba Pulp Lestari, Simalungun, Sumatera Utara) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Muliawan. 2009. Pengaruh media semai terhadap pertumbuhan Eucalyptus pellita [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press Mutia L. 2014. Hubungan lebar jalur tanam dengan pertumbuhan Meranti Merah (Shorea leprosula Miq) dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pasaribu RA, Tampubolon. 1997. Persyaratan Teknis Bahan Baku, Air, dan Bahan Penolong untuk Industri, Kertas dan Rayon. Diktat Pelatihan Verivifikasi Eksportir Terdaftar Produk Industri Kehutanan (ETPIK). Puslitbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Quilhó T, I Miranda, H Pereira. 2006. Within-tree variation in wood fiber biometry and basic density of the urograndis eucalyptus hybrid (Eucalyptus grandis x E. Uropylla). IAWA Jurnal. 27 (3): 243254. Roliadi H, Dussalam, Anggaraini D. 2010. Penentuan daur teknis optimal pada faktor eksploitasi kayu hutan tanaman jenis Eucalyptus hybrid sebagai bahan kayu pulp kertas [Artikel]. Bogor (ID): Pusat Litbang Keteknikan dan Pengolahan Hasil Hutan. Ronco F. 1973. Food reserve of Englemann spruce planting stock. For Science. 19(3): 123-219.
19 Sihite O. 2008. Hubungan umur pohon sp. dengan kandungan Pentosan bahan baku pulp pada PT Toba Pulp Lestari [Tesis]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara Press. Sondang. 2009. Uji Infeksi Mycospaerella spp. terhadap bibit Eucalyptus spp. [Skripsi]. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Sudjadi M. 1984. Problem soils in Indonesia and their management. In : T.C. Juang (ed). Ecology and management of Problem Soils in Asia. FFTC ASPAC. Cina. P 58 – 73. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Yuniar N. 2014. Praktek Kerja Profesi Hama pada Persemaian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
20 Lampiran 1 Peta lokasi penelitian di PT PSPI, RIAU
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal, Jawa Tengah, pada tanggal 1 Maret 1992 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Jladri Budi Puspita dan Muryati. Pada tahun 2010, penulis lulus dari SMA N 1 Duri dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan, yaitu Anggota Koperasi Mahasiswa IPB 2010-2011, Anggota Himpunan Profesi Tree Grower Community periode 2011-2013, Anggota Keputrian Lembaga Dakwah Fakultas Ibaadurrahman, Anggota kepanitiaan Belantara Divisi Medis (2012), Panitia Salam ISC untuk Penyambutan Mahasiswa Baru IPB (2012). Dibidang Akademik penulis pernah menjadi asisten Pendidikan Agama Islam (2012) dan pernah meraih medali emas dalam bidang Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) tahun 2012. Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Cermai (2012), Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi (2013), serta Praktek Kerja Profesi di IUPHHK-HT PT. Perawang Sukses Perkasa Industri, Riau (2014). Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Manajemen Tempat Tumbuh Tanaman Eucalyptus pellita di PT. Perwang Sukses Perkasa Industri, Riau” dibawah bimbingan Dr Ir Prijanto Pamoengkas MSc F Trop.