Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Mario Caisar NIM: 1111051100013
KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 April 2017
Mario Caisar
ABSTRAK Mario Caisar NIM 1111051100013 Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik Melalui foto jurnalistik, segala peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan nantinya dapat mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan perlu diketahui banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita. Membaca dan memahami makna yang ada pada sebuah foto membutuhkan interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam mengaji karya foto tersebut merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode dalam memaknai tanda atau simbol. Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai pesan pada khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa. Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau Ndana yang menjaga kedaulatan Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana yang terletak di Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto ANTARA M. Agung Rajasa. Dari latar belakang di atas penulis ingin mengetahui apa makna denotasi, konotasi, dan mitos pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com?, apa makna patriotisme pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika model Roland Barthes yang mengacu terhadap dua tanda (konotasi dan denotasi) kemudian menghasilkan mitos agar bisa memahami makna pada delapan dari 11 foto pada foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah www.antarafoto.com pada September 2015. Selanjutnya, penulis menambahkan dengan temuan makna yang mengarahkan pada patriotisme. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, diperoleh beberapa hasil, yaitu: makna denotasi yang memberikan gambaran bagaimana kehidupan para prajurit TNI di pulau paling selatan di Indonesia yang hanya dihuni oleh para prajurit TNI tersebut. Untuk analisis pada makna konotasi, Sementara makna konotasi dari keseluruhan rangkaian foto cerita jurnlistik tersebut ialah perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulataan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski dalam keterbatasan dan kesederhanaan mereka tetap melaksanakan tugas negara dengan baik. Seperti apa yang ditunjukan oleh Panglima Besar TNI Jendral Sudirman pada masa penjajahan dan pendudukan sekutu. Pada makna mitos adalah nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh Jendral Sudirman diharapkan bisa menular pada setiap prajurit TNI. Sementara nilai patriotisme yang tergambar adalah keberanian, kesetiakawanan sosial dan rela berkorban. Dengan hasil penelitian ini pula disimpulkan bahwa sebuah foto bukan hanya sekadar sebuah alat pengabadi momen namun dapat pula menjadi media penyampai pesan yang baik dan menarik. Melalui foto-foto yang ditampilkan oleh M. Agung Rajasa pula memperlihatkan bahwa para Prajurit TNI yang bertugas memiliki nilai-nilai patriotisme yang seharusnya juga dimiliki oleh seluruh Warga Negara Indonesia Kata Kunci: Foto Jurnalistik, Semiotika Roland Barthes, Patriotisme. i
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirrabilalamin. Segala puji dan syukur penulis sampaikan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpah dan tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW semoga kita adalah umat yang dapat syafaatnya di hari akhir. Aamiin ya rabbalalamin. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang diselesaikan penulis pada semester 12 ini bukan suatu yang sempurna dan juga bukan suatu skripsi yang telat selesai, penulis percaya bahwa kelulusan di semester 12 ini nantinya akan bermanfaat untuk penulis sendiri dan orang lain. Maka dalam kata pengantar ini ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan semesta alam, yang hadir dalam kehidupan penulis sebagai sesuatu yang penulis percaya keberadaan-Nya dan menghadirkan penulis di dunia ini dan di akhirat kelak. 2. Secara khusus kepada Ramania Laode dan Ari Wahyudi, orang tua penulis, yang senantiasa melapangkan jalan kehidupan dengan doa, perhatian, dan kasih sayang, dan Reza Setiadi, adik penulis. Terimakasih Ibu, Bapak, Ja! 3. Dr. Arief Subhan, MA, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Suparto, M.Ed Ph.D Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.A Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Suhaimi, M.Si, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
ii
4. Kholis Ridho, M.Si, dan Dra. Hj. Musfira Nurlaily, M.A, Ketua dan Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik. 5. Fita Fathurokhmah, M.Si, dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan waktu, meberikan ilmu serta nasihat sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. 6. M. Agung Rajasa, yang sudah rela meluangkan waktunya untuk penulis wawancarai, juga berbagi cerita tentang bagaimana menjadi fotografer profesional. Semoga semakin sukses dan makin banyak karya dan prestasinya. 7. Kawan-kawan keluarga besar Lembaga Pers Mahasiswa Journo Liberta, Riski Solehudin, Khoirur Rozi, Ardiansyah, Algifari, Miftah Farid, Rheza Alfian, Bisri, Fakhri, Denny, Fathtra dan seluruh anggota redaksi dari angkatan I sampai V yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Sukses terus dan terus berkarya sebebas kalian. 8. Faizah Irani, yang selalu sabar, selalu buat ketawa, selalu memberi doa, waktu, semangat, dan dukungannya kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Makasih ya Neng cantik! 9. Kawan-kawan seperjuangan Jurnalistik 2011, Ozzy, Karim, Yudha, Ama, Eko, Dito, Katherine, Ayu, Dian, Gani, dan akan kepanjangan kalau disebutkan satu per satu, yang berproses bersama di dalam dan luar kampus. 10. Hanggi Tyo, Sayyid, dan Agsa, terima kasih atas saran dan masukkannya selama penulis mengerjakan skripsi ini.
iii
11. Kawan-kawan Naga Hitam, Qumz, Jali, Kun, Manggala, Fikri, Ali Bazdawi, Mukhlas, Kahfi, Acim dan masih banyak yang lainnya tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih , See You on Top Man!!! 12. Kawan-kawan Pelatihan Jurnalistik Bulutangkis Mahasiswa 2015 bersama Harian Bola dan Djarum Foundation. Terima kasih atas ilmu dan pengalamannya. 13. Serta semua pihak yang turut membantu, baik terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT menggantinya dengan rahmat dan karunia kepada kita semua. Penulis menyadari skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyelesaikannya dengan sebaik-baiknya. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk pembaca.
Jakarta, 1 April 2017
Mario Caisar
iv
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK .........................................................................................................i KATA PENGANTAR .......................................................................................ii DAFTAR ISI ......................................................................................................v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah..........................................................6 C. Tujuan Penelitian ...............................................................................7 D. Manfaat Penelitian .............................................................................7 E. Metodologi Penelitian ........................................................................8 1. Paradigma Penelitian ....................................................................8 2. Pendekatan Penelitian ...................................................................8 3. Metode Penelitian .........................................................................9 4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................9 5. Teknik Analisis Data .....................................................................10 6. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................12 7. Subjek dan Objek Penelitian ..........................................................12 F. Tinjauan Pustaka ..................................................................................13 G. Sistematika Penulisan ..........................................................................14 BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Ruang Lingkup Semiotika .................................................................16
v
1. Pengertian Semiotika ................................................................16 2. Semiotika Model Roland Barthes .............................................17 B. Ruang Lingkup Fotografi ...................................................................25 1. Pengertian Fotografi ..................................................................25 2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi ........................................27 3. Aliran-aliran Fotografi ...............................................................28 C. Foto Jurnalistik ..................................................................................32 1. Karakteristik Foto Jurnalistik ....................................................31 2. Jenis Foto Jurnalistik .................................................................33 3. Foto Essay dan Foto Cerita ........................................................37 D. Konsep Patriotisme .............................................................................40 BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lembaga Kantor Berita Nasional(LKBN) ANTARA ...............................................................................................................46 1. Profil LKBN ANTARA ...............................................................46 2. Profil Antara Foto ........................................................................49 B. Profil M. Agung Rajasa ........................................................................51 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Data Foto I .............................................................................55 B. Analisis Data Foto II ............................................................................59 C. Analisis Data Foto III ...........................................................................63 D. Analisis Data Foto IV ...........................................................................67 E. Analisis Data Foto V ............................................................................70 F. Analisis Data Foto VI ...........................................................................75 vi
G. Analisis Data Foto VII .........................................................................79 H. Analisis Data Foto VIII ........................................................................82 I. Interpretasi ............................................................................................85 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..........................................................................................87 B. Saran ....................................................................................................88 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini, masyarakat sulit terpisah dengan informasi. Informasi dibutuhkan masyarakat demi memenuhi kebutuhan pengetahuan serta mengetahui situasi dan kondisi yang sedang terjadi di sekitar mereka. New Media salah satunya internet menjadi salah satu pilihan masyarakat luas demi melengkapi kebutuhannya akan informasi seiring dengan perkembangan zaman. Melalui internet, masyarakat diberi kemudahan dalam pencarian informasi di mana saja mereka berada dan kapan saja mereka membutuhkannya. Pada kenyataannya saat ini banyak portal berita yang memberikan beragam pilihan berita pada masyarakat yang dapat diakses secara cuma-cuma. Hanya saja dalam mengakses internet, masyarakat harus memiliki perangkat keras seperti komputer, laptop, atau gadget lainnya yang terhubung dengan jaringan internet. Terlebih lagi melalui media digital, berita-berita yang disajikan dalam portal berita dapat ter-update setiap saat dan memberi keuntungan lebih bagi pembacanya. Informasi yang disajikan pada masyarakat dapat berupa tulisan dan juga foto. Salah satu media online yang menyajikan informasi berita dengan beragam foto adalah www.antarafoto.com. Fotografi sebagai sebuah karya seni semakin diminati oleh khalayak dari waktu ke waktu. Hasil karya foto dapat dijadikan andalan khalayak dalam pencerminan kembali realitas. Melalui foto cerita, khalayak diajak untuk
1
2
melihat, menikmati, dan berimajinasi lebih dalam mengenai sebuah peristiwa. Melihat hal tersebut, penulis tertarik meneliti sebuah judul foto cerita untuk dianalisis makna dan pesan jurnalistiknya. Foto mampu memberikan pesan berita tersendiri bagi para penikmat foto. Foto juga dapat mendukung berita ketika tulisan dalam sebuah berita tidak mampu menggambarkan realita yang terjadi. Foto semakin dianggap penting dalam dunia jurnalistik yang semakin berkembang di Indonesia. Melalui foto jurnalistik, segala peristiwa tidak akan hilang begitu saja di benak kita dan nantinya dapat mengingatkan khalayak atas peristiwa bersejarah yang pernah terjadi. Foto jurnalistik berperan penting dalam pelaporan suatu peristiwa yang penting dan perlu diketahui banyak orang, karena menyangkut kehidupan di sekitar kita1. Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press)2. Secara khusus karena objek dan fungsinya yang tidak sekadar mendokumentasikan tetapi juga karena apa yang terekam itu juga harus diketahui secara umum, maka lahirlah apa yang disebut press photograph atau fotografi jurnalistik.3
1
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 3 2 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, h. 5 3 Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Penerbit UniversitasTrisakti, 2006), h.133
3
Foto bukan hanya sekadar hasil karya yang menarik secara bentuk, namun foto memiliki kedalaman dan makna. Foto sebagai ungkapan berita harus mengandung unsur 5W + 1H (what, who, where, when, why, dan how) untuk kelayakan berita setiap helainya.4 Fotografer berperan dalam pemilihan objek yang akan diambil, pemilihan ini dapat terjadi sebelum atau pada saat pengambilan objek. Tiap fotografer memiliki dua pilihan pendekatan saat ia mengambil gambar, yaitu pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan objektif ialah saat fotografer berusaha dengan sadar untuk menyajikan gambaran menurut kenyataan, tanpa mengungkapkan pendapat pribadinya. Sedangkan pendekatan subjektif ialah cara mengabadikan gambar di saat fotografer dengan sengaja berusaha mengungkapkan perasaan pribadi terhadap apa yang dilihatnya.5 Pada dasarnya fotografer jurnalistik dituntut untuk menghasilkan karya foto yang objektif, namun demi menghasilkan gambar yang baik biasanya fotografer menggunakan nalurinya untuk memotret. Foto jurnalistik di Indonesia diatur dalam kode etik jurnalistik, khususnya pada pasal 2 dan 3.6 Menurut Paul Messaris seperti dikutip Seno Gumira Adjidarma dalam bukunya Kisah Mata, gambar-gambar yang dihasilkan oleh manusia, termasuk fotografi, bisa dipandang sebagai suatu keberaksaraan visual.7 Dapat dikatakan bahwa, gambar-gambar itu bisa dibaca, sehingga hasil dari pendapat tersebut
4
Atok Sugiarto, Indah Itu Mudah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 110 Andreas Freininger, Unsur Utama Fotografi, (Semarang: Dahara Prize, 1999) h. 16-17 6 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 9 7 Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 26 5
4
gambar-gambar pun merupakan bagian dari suatu cara berbahasa. Editor majalah Life, Wilson Hicks mengatakan bahwa unit dasar dari foto jurnalistik adalah foto tunggal dengan teks yang menyertainya, selain itu ada pula foto seri atau foto esai, merupakan foto-foto yang terdiri atas lebih dari satu foto tetapi temanya satu. Hal tersebut mendukung keberadaan foto jurnalistik di media massa untuk melibatkan perasaan dan menggugah emosi khalayak.8 Membaca dan memahami makna yang ada pada sebuah foto membutuhkan interpretasi dari para penikmat foto, secara mendalam mengaji karya foto tersebut merujuk pada kajian semiotika yang merupakan sebuah metode dalam memaknai tanda atau simbol. Hal ini berhubungan juga dengan pesan sang fotografer melalui foto-foto yang diambilnya kepada khalayak, apakah pesan tersebut dapat dimaknai dengan baik oleh khalayaknya. Karya foto sebagai komunikasi visual merujuk pada rekonstruksi atas realitas, yang berarti penggambaran kembali realitas yang terjadi. Pemahaman dan pemaknaan pesan dalam sebuah karya foto jurnalistik dapat berbagai macam hasilnya yang bergantung pada perspektif para penikmat foto. Keberadaan sebuah foto tidak ditentukan oleh apa atau siapa objeknya, melainkan oleh bagaimana “subjek yang memandang" dan memberi makna kepada foto tersebut.9
8
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 5 9 Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 13
5
Foto jurnalistik membutuhkan suatu medium penyampai pesan pada khalayak, lebih dalam medium tersebut dapat berupa media massa. Kantor berita nasional ANTARA merupakan salah satu medium yang menyajikan teks atau gambar kepada khalayak mengenai realita yang terjadi di sekitar. Portal online www.antarafoto.com yang juga merupakan bagian dari Kantor berita nasional ANTARA, sebagai distributor foto jurnalistik di Indonesia baik untuk media nasional maupun media internasional,
menyajikan beragam karakter foto
jurnalistik mulai dari foto tunggal hingga foto cerita. Www.antarafoto.com mencoba menyajikan gambaran sejumlah pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut Pulau Ndana yang menjaga kedaulatan Republik ini dari klaim negara lain di Pulau Ndana yang terletak di Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui foto cerita jurnalistik yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang dipotret oleh seorang pewarta foto Antara, yaitu M. Agung Rajasa. Ketika seseorang memotret, pilihan atas apa yang dipotret merupakan suatu konstruksi budaya, yang merupakan suatu pembacaan atas peristiwa yang intuitif dan berlangsung cepat sekali untuk memutuskan segera pilihan atas objeknya, dimana pemilihan ini sangat ditentukan oleh situasi sosial dan kehidupan pemotret.10
10
Seno Gumira Adjidarma, Kisah Mata, Fotografi antara Dua Subjek:Perbincangan tentang Ada, (Yogyakarta: Galang Press, 2003), h. 30
6
Dengan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini berjudul: Makna Patriotisme Pada Foto Cerita Jurnalistik B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada foto cerita Jurnalistik karya M. Agung Rajasa di media online www.antarafoto.com yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah pada 4 September 2015. Foto karya M. Agung Rajasa tersebut bercerita tentang bagaimana kehidupan Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau Ndana menjaga kedaulatan negara ini dari klaim negara lain. Penulis hanya mengambil delapan dari 11 foto karena menurut penulis empat foto tersebut sudah mewakili apa yang ingin disampaikan oleh fotografer. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: a) Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga
Indonesia
www.antarafoto.com?
dari
Pulau
Ndana,
pada
7
b) Apa makna patriotisme pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan memahami makna denotasi, konotasi, dan mitos yang terkandung pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com. 2. Untuk mengetahui dan memahami makna patriotisme pada foto cerita jurnalistik karya M. Agung Rajasa yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, pada www.antarafoto.com.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi kontribusi bagi keilmuan komunikasi, khususnya keilmuan jurnalistik dalam membaca tanda yang terkandung dalam foto cerita jurnalistik melalui kacamata semiotika. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat berupa wawasan dan pengetahuan bagi fotografer, juga dapat dijadikan sebagai referensi bagi studi fotografi dokumenter dan jurnalistik.
8
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma penelitian merupakan suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosisalisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukan pada mereka apa yang penting, absah dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan ekstensial atau epistimologi yang panjang.11 Penelitian
ini
menggunakan
paradigma
konstruktivis.12
Paradigma yang memandang bahwa kenyataan itu hasil konstruksi atau bentukan dari manusia itu sendiri. Kenyataan itu bersifat ganda, dapat dibentuk, dan merupakan satu keutuhan. Kenyataan ada sebagai hasil bentukan dari kemampuan berpikir seseorang. Pengetahuan hasil bentukan manusia itu tidak bersifat tetap tetapi berkembang terus. 2. Pendekatan Penelitian Dalam memaparkan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriktif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
11
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2003), h.9. 12
Zainal Arifin, Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h.140.
9
perilaku yang dapat diamati.13 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapat pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyatan-kenyataan tersebut.14 3. Metode penelitian Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian analisis semotik Roland Barthes, yang dalam memaknai sebuah foto melalui tiga tahapan, yaitu : denotasi, konotasi, dan mitos. 4. Teknik Pengumpulan Data Penulis melakukan pengumpulan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Copy File Foto Untuk mendapatkan foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana penulis mengkopi file dari portal online www. Antarafoto. com. Foto inilah yang kemudian akan menjadi bahan untuk dianalisis dalam penelitian ini.
13
Lexy J. Maleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000) h.3 14
Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.125.
10
b. Wawancara Wawancara
atau
interview
merupakan
teknik
pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan dan bertatap muka secara langsung antara seorang atau beberapa orang yang diwawancarai.15 Dalam penelitian ini, penulis akan mewawancarai fotografer Antara yang memotret foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yaitu M. Agung Rajasa. c. Studi Kepustakaan Untuk
melengkapi
penelitian
penulis
juga
mengumpulkan dan mempelajari data melalui literatur dan sumber bacaan, seperti buku-buku yang relevan dengan
masalah
yang
dibahas
dan
mendukung
penulisan. 5. Teknik Analisis Data Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data semiotika model Roland Barthes. Pada model ini, pemilahan tandatanda denotatif dan konotatif dilakukan dengan menggunakan semiotika sehingga dapat dikaji dan bisa mendapatkan makna sebenarnya yang terdapat dalam foto, bagaimana pesan jurnalistik dalam foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana
15
Wardi Bahtiar, Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, (Jakarta: logos, 1997), h.71
11
melalui tanda-tanda yang ada. Merujuk pada pemaknaan foto, khususnya foto jurnalistik maka penulis menggunakan prosedur Roland Barthes dalam memaknai foto cerita tersebut, yang terdiri dari: Peta tanda Roland Barthes Tabel 1 Signifier Signifiet (Penanda) (petanda) Denotative sign (tanda denotatif) CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
6. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini akan dilakukan di Galeri Foto Jurnalistik Antara yang terletak di Jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Penelitian ini dilakukan antara Januari sampai Februari 2016. 7. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini adalah foto cerita jurnalistik di www. antarafoto. com, dan subjek penelitiannya adalah foto cerita jurnalistik karya pewarta foto LKBN Antara, M. Agung Rajasa dengan judul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana yang diunggah www. antarafoto. com pada September 2015.
12
F. Tinjauan Pustaka Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan bukubuku yang membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi mengenai analisis semiotika yang menjadi acuan di antaranya: Nilai Budaya Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotik Foto Headline di Surat Kabar Harian Kompas Edisi Ramadan 1434 H./2013 M.) oleh Faradilla Nurul Rahma, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil analisis skripsi tersebut menemukan bahwa dengan analisis semiotik model Roland Barthes tidak hanya menemukan makna denotasi, konotasi, dan mitos dari sebuah foto, tetapi juga dapat menemukan nilai budaya dalam foto. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi tersebut adalah terletak pada jenis media yang menerbitkan foto dan jenis fotonya. Pada skripsi karya Faradilla Nurul Rahma merupakan foto dalam media cetak atau koran dan merupakan foto tunggal sedangkan pada skripsi ini adalah media online dan merupakan foto cerita. Makna Bencana Dalam Foto Jurnalistik (Analisis Semiotika Foto Terhadap Karya Kemal Jufri Pada Pameran Aftermath: Indonesia In Midst Of Catastrophes tahun 2012) oleh Isye Naisila Zulmi, Konsentrasi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Hasil dari skripsi karya Isye Naisila Zulmi menemukan bahwa bencana alam tidak hanya menimbulkan dampak pada kerusakan infrastruktur saja tetapi mental serta psikologis para korban juga mengalami dampak cukup besar terutama pada anak-anak. Persamaan dan
13
perbedaan dengan skripsi ini adalah foto yang dianalisis pada skripsi tersebut sama-sama merupakan rangkaian foto jamak atau cerita, dan bedanya adalah foto-foto tersebut dipublikasi dalam sebuah pameran sedangkan dalam skripsi ini dipublikasi pada media online. Yang terakhir adalah Analisis Semiotik Isi Pesan Esai Foto Jurnalistik dalam Foto-foto Perjuangan Sumarsih Belum Berakhir Karya Pewarta Foto Antara pada Buku Kilas Balik 2009-2010 oleh Herka Yanis Pangaribowo, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2012. Hasil dari skripsi karya Herka Yanis Pangaribowo adalah menemukan pesan di balik rangkaian esai foto. Persamaan dan perbedaannya dengan skripsi ini adalah sama-sama merupakan analisis dari foto jamak, dan merupakan foto hasil jepretan perwarta foto dari Antara Foto. Sedangkan bedanya yakni foto tersebut dipublikasi pada buku foto dan
foto
yang
penulis
analisis
dipublikasi
pada
media
online
www.antarafoto.com. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, penelitian ini memiliki perbedaan objek dari penelitian sebelumnya yaitu foto cerita jurnalistik “Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana” karya pewarta foto Antara M.Agung Rajasa.
14
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan dibagi ke dalam lima bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang
Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang ruang lingkup teori semiotika, semiotika model Roland Barthes, fotografi, foto cerita jurnalistik, dan pejelasan tentang nilai patriotisme. BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini, penulis menggambarkan atau menjelaskan mengenai profil pewarta foto yang bernama M Agung Rajasa, dari mulai pendidikan yang ia jalani, hingga karya dan prestasi-prestasi yang telah ia dapatkan selama menjadi seorang pewarta foto. Serta profil dari LKBN ANTARA dan juga www.antarafoto.com. BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini akan melaporkan hasil temuan atau penelitian penulis sesuai dengan model Analisis semiotika untuk memaknai foto cerita karya M Agung Rajasa yang yang berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana, yang diunggah media online www. antarafoto. com pada September 2015 dengan menggunakan model Roland Barthes.
15
BAB V : PENUTUP Bab terakhir laporan yang berisi kesimpulan serta saran sekaligus menjawab pertanyaan dari perumusan masalah dan menyampaikan lampiran-lampiran yang terkait dengan penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Ruang Lingkup Semiotika 1.
Pengertian Semiotika Menurut Eco, dalam buku Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framming yang dikutip oleh Alex Sobur secara etimologis, istilah semiotika atau semiologi berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berati “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.1 Eco juga menjelaskan, secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda.2 Sedangkan menurut Benny H. Soed dalam bukunya Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial dan masyarakat dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang kita beri makna.3
1
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framming, (Bandung: PT.Rosdakarya, 2004), h. 95 2 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framming, h. 95 3 Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.3
16
17
Dalam perkembangannya, semiotika memiliki dua tokoh sentral yang mempunyai latar belakang berbeda. Adalah Charles Sanders Pierce dan Ferdinand De Saussure dua pilar sentral keilmuan semiotika. Saussure berpandangan bahwa semiotika merupakan sebuah kajian yang memperlajari tentang tanda-tanda yang menjadi bagian dari kehidupan sosial.4 Berbeda dengan Saussure yang memiliki latar belakang keilmuan linguistik. Menurut Pierce yang berlatar belakang keilmuan filsafat, tanda adalah perwakilan atau ‘sesuatu’ yang mewakili ‘sesuatu’, ‘sesuatu’ yang pertama adalah tanda yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia, sedangkan ‘sesuatu’ berikutnya adalah menghubungkan ‘sesuatu’ yang awal dengan hal-hal yang telah berpacu pada suatu ilmu atau pemahaman manusia yang melihat ‘sesuatu yang awal’ tersebut, di mana nantinya akan menghasilkan suatu penafsiran atau interpretant.5 Proses yang disebutkan Pierce tersebut disebut dengan nama segitiga semiotik. 2. Semiotika Model Roland Barthes Karena penelitian ini menggunakan teori semiotik model Roland Barthes maka penulis akan membahas lebih jauh tentang semiotika model ini. Lahir pada 1915 dari keluarga kelas
4 Arthur Asa Berger, Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010), h. 4 5 Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.4
18
menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat Pantai Atlantik di sebelah Barat Daya Perancis. 6 Barthes adalah anak dari seorang perwira angkatan laut, dan setelah sepeninggalan dari ayahnya, Barthes hidup dengan ibunya yang bekerja sebagai penjilid buku. Kepintarannya bukan tanpa sebab, melainkan antara 1943 sampai 1947 ia menderita sebuah penyakit yang memaksanya untuk beristirahat. Dari istirahat itulah Barthes banyak membaca buku hingga berhasil membuat artikel.7 Semasa hidupnya Barthes telah banyak menulis buku, di antaranya adalah le degree zero de l’ecriture atau “nol derajat di bidang menulis” (diterjemahkan ke dalam bahasa inggris, writing degree zero 1977). Barthes menyempurnakan teori semiotik Saussure yang hanya berhenti pada pemaknaan penanda dan petanda saja (denotasi). Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan (two way of signification), yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Yasraf
Amir
Piliang
menjabarkan
dalam
bukunya
Hipersemiotika, Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda atau antara
6 7
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h.63 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.64
19
tanda dan rujukannya pada realitas yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.8 Sementara konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makan-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis seperti perasaan, emosi atau keyakinan.9 Model Barthes ini dikenal dengan signifikasi dua tahap (two way of signification) seperti yang terlihat dalam gambar di bawah.
Peta Tanda Roland Barthes Tabel 2 10
Signifier Signifiet (Penanda) (petanda) Denotative sign (tanda denotatif) CONNOTATIVE SIGNIFIER (PENANDA KONOTATIF)
CONNOTATIVE SIGNIFIED (PETANDA KONOTATIF) CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)
8 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, ( Bandung: Jalasutra, 2003), h. 261 9 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, h. 261 10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69
20
Dari peta tanda Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan penanda (2). Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda ‘singa’, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin. Jadi dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekadar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.11 Selain denotatif dan konotatif, semiotika Roland Barthes juga tidak akan lepas dari adanya mitos. Mitos berasal dari bahasa Yunani yaitu mutos, yang berarti cerita. Biasanya mitos kita pakai untuk menunjuk cerita yang tidak benar, cerita buatan yang tidak mempunyai kebenaran historis. Meskipun demikian, cerita semacam itu tetap dibutuhkan agar manusia dapat memahami lingkungan dan dirinya.12 Mitos oleh Barthes disebut sebagai tipe wicara. Ia juga menegaskan bahwa mitos merupakan sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Hal ini memungkinkan kita untuk berpandangan bahwa mitos tak bisa menjadi sebuah objek, konsep atau ide; mitos adalah cara penandaan (signification),
11 12
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.69. Sunardi, Semiotika Negativa, (Yogyakarta: Kanal, 2002), h.103
21
sebuah bentuk. Segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan disajikan oleh sebuah wacana.13 Teori tentang mitos tersebut kemudian diterangkannya dengan mengetengahkan konsep konotasi, yakni pengembangan segi signifed (petanda) oleh pemakai bahasa. Pada saat konotasi menjadi mantap, ia akan menjadi mitos, dan ketika mitos menjadi mantap, ia akan menjadi ideologi. Akibatnya, suatu makna tidak lagi dirasakan oleh masyarakat sebagai hasil konotasi.14 Seperti pada gambar di bawah: Tatanan Penandaan Barthes Tabel 3
Penanda
Konotasi
Denotasi
Petanda
Realitas
Mitos
Tanda
Tatanan Pertama
Kultur
Tatanan Kedua
Dua tatanan pertandaan Barthes. Pada tatanan kedua, sistem tanda dari tatanan pertama disisipkan ke dalam sistem nilai budaya.15
13
Roland Barthes, Mitologi, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009) h. 208. Benny H. Soed, Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2008), h.22 15 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.70 14
22
Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.16 Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotatif dan denotatif sebagai berikut:17 Perbandingan Antara konotatif dan Denotatif Tabel 4 KONOTATIF Pemakaian figur Petanda Kesimpulan Memberi kesan tentang makna Dunia mitos
DENOTATIF Literatur Penanda Jelas Menjabarkan Dunia keberadaan/ eksistensi
B. Ruang Lingkup Fotografi 1.
Pengertian Fotografi Fotografi merupakan sebuah ilmu tentang melukis dengan cahaya. Kata fotografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu photos dan graphein. Photos memiliki arti cahaya sedangkan graphein berarti melukis. Istilah tersebut pertama kali dikemukakan oleh Sir John Herschell seorang ilmuan asal Inggris tahun 1839.18 Fotografi erat kaitannya dengan cahaya. Sebab cahaya adalah unsur paling penting dalam
16
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004) h.71 Arthur Asa Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media second Edition, (Yogyakarta Universitas Atmajaya, 2000), h.55 18 Darmawan Ferry, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 1920 17
23
sebuah pengambilan gambar. Apabila cahaya kurang mencukupi, maka gambar yang terekam akan terlihat kurang jelas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata fotografi merupakan seni dan proses penghasilan gambar melalui cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan.19 Melalui tahapan pada bagian kamera, sebuah objek dengan dukungan cahaya akan menjadi sebuah foto yang kemudian menjadi bentuk visual. Fotografi adalah seni, yaitu pemotretan yang menghasilkan karya foto yang indah dan bernilai seni tinggi.20 Selain sebagai media komunikasi, foto juga bernilai estetika yang semakin menguatkan pesan dan mendukung makna yang terkandung. Setelah melewati pengertian bahwa cahaya sangat berpengaruh dalam fotografi, pengertian selanjutnya tentang fotografi tidak dapat berhenti pada titik ini. Fotografi tidak sekadar perkara cahaya, namun terdapat banyak komponen atau unsur yang ada dalam penjelasan terhadap fotografi itu sendiri. Seno Ajidarma Gumira dalam buku Kisah Mata Fotografi menjelaskan bahwa foto adalah suatu pesan yang dibentuk oleh sumber emisi, saluran transmisi dan titik resepsi. Struktur sebuah foto bukanlah sebuah struktur yang terisolasi, karena selalu berada dalam komunikasi dengan struktur lain, yakni teks tertulis, judul, keterangan, artikel, yang selalu mengiringi foto. Dengan demikian pesan keseluruhannya dibentuk oleh ko-operasi dua struktur yang berbeda.21
19
Griand Giwanda, Panduan Praktis Belajar Fotografi, (Jakarta: Puspa Swara, 2001), h.
20
Ferry Darmawan, Dunia dalam Bingkai, cet 1 (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 21 Seno Ajidarma Gumira, kisah mata fotografi, (Yogyakarta: Galang Press, 2002), h. 27
2 21
24
Sementara Tubagus P.Svarajati dalam bukunya Phōtagōgós, mengemukakan bahwa fotografi adalah proses dari seni melihat atau art of seeing yang berpondasi pada kemampuan dalam menuangkan kreativitas seorang fotografer.22 2. Sejarah dan Perkembangan Fotografi Pada 1558 ilmuan Italia, Giambasista Della Forta menyebut kamera ‘Camera obscura’ pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar. Suatu fakta bahwa fotografi lahir sebagai upaya menyempurnakan karya seni visual dan bentuk prototif sebuah kamera yang disebut camera obscura. Meski percobaan alat rekam gambar sudah mencapai taraf yang menguntungkan dan perkembangan dari saat ke saat semakin berhasil, tetap saja belum bisa disebut proses fotografi karena media perekam gambarnya masih belum bisa membuat gambar permanen.23 Sedangkan peralatan modern dalam bentuk Kodak dan gulungan film seperti yang digunakan sekarang, baru mulai ditemukan oleh George Eastman pada 1877, di New York. Ketika itu dia sedang bekerja sebagai seorang karyawan bank di Rochester, New York. Eastman kemudian mengembangkan temuannya itu, hingga pada 1889 ia membuka usaha dalam bidang fotografi yang lebih modern. Ketika itu
Tubagus P. Svarajati, PHŌTAGŌGÓS: Terang-Gelap Fotografi Indonesia, (Semarang: Suka Buku, 2013), h. 21 22
23
Ray Bachtiar, Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial, h.8
25
ia memperkenalkan film transparan dalam bentuk flexibel film. Bentuk kamera kecil mulai popular di Amerika pada 1920-an.24 Fotografi yang berkembang saat ini jauh berbeda dengan fotografi di awal era kemunculannya. Hal ini terlihat dari pandangan secara teknis kamera dan bentuk kamera. Bayangkan saja seseorang dapat duduk, berbaring, bahkan berdiri selama 10 detik lebih untuk menghasilkan sebuah foto diri atau selfie yang saat ini sedang menjadi trend di Indonesia bahkan di dunia. Hal tersebut diperjelas Erik Prasetya dalam bukunya yang berjudul On Street Photography, bahwa hingga abad ke19 fotografi tidak bekerja dengan cepat, melainkan baru abad ke-20 lah fotografi cepat yang lebih kecil dan mudah dibawa ditemukan.25 Dalam buku tersebut juga disisipkan hasil foto cetak pertama di dunia yang dibuat oleh fotografer berkebangsaan Prancis, Joseph Nicephore Niepce pada 1826. Di Indonesia, Yudhi Soerjoatmodjo dalam bukunya berjudul IPPHOS mencatat, Mendur bersaudara, Alex Impurung (1907-1984) dan Frans Soemarto (1913-1971) adalah dua orang yang berpengaruh dalam perkembangan fotografi di Indonesia, di mana mereka merekam peristiwa sebelum dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia.
24 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1999), h. 100. 25 Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia], 2014.), h.17
26
3. Aliran-aliran Fotografi Dalam fotografi terdapat beberapa aliran, Bagas Darmawan dalam bukunya Fotografi dengan Kamera DSLR mengategorikan foto-foto dalam bidangnya. Aliran-aliran itu antara lain journalism photography, potrait photography, foto comercial advertising, wedding photography, fashion photography, food photography, landscape photography, cinemagraph photography, wildlife photography, street photography, underwater photography, infrared photography, macro photography.26 Foto jurnalistik menurut Guru Besar Universitas Missouri, AS, Cliff Edom yang dikutip Audy Mirza Alwi dalam buku Foto Jurnalistik adalah pantuan kata words dan pictures. Sementara menurut editor foto majalah Life dari 1937-1950, Wilson Hicks, kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan satu kesatuan komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan dan sosial pembacanya.27 Potrait photography adalah dimana sang fotografer menunjukan penuh bagian muka objek atau subjek yang diambil bahkan hampir tanpa latar belakang.28 Dalam fotografi potret, hubungan antara fotografer dengan subjek yang difoto adalah hal yang sangat penting dan berpengaruh pada hasil foto.
26 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h.80 27 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 4 28 National Gheograpic, Ultimate Field Guide To Photography, (China: National Gheograpic Society, 2009), h.122
27
Foto comercial advertising ditujukan untuk promosi sebuah produk atau iklan.29 Dalam aliran ini, peran software pengolahan foto cukup penting. Sebab untuk kepentingan iklan dalam prosesnya tidak hanya memerlukan keterampilan menggunakan kamera tetapi juga keahlian dalam penggunaan software pengolahan foto. Wedding photography adalah aliran yang biasa dilakukan oleh fotografer yang sudah ahli atau profesional karena dalam aliran ini dibutuhkan kecepatan dan ketepatan di setiap momen-momennya yang penting.30 Seperti namanya aliran ini ada dalam seluruh aktivitas pernikahan. Fashion photography hampir mirip dengan aliran foto comercial advertising yaitu untuk mempromosikan pakaian atau perlengkapanperlengkapan berbusana.31 Perbedaan dari aliran foto comercial advertising ialah objek yang ditampilkan berupa busana dan aksesoris tubuh lainnya. Aliran ini juga menggunakan model untuk penarik iklan tersebut. Food photography dibutuhkan untuk iklan sebuah makanan atau minuman serta pengemasannya. Selain untuk dipromosikan atau diiklankan, biasanya foto-foto aliran ini dipakai untuk tampilan menu.32 Landscape photography adalah fotografi yang menampilkan berbagai pemandangan seperti alam, pedesaan dan perkotaan.
29
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h. 81 30 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h. 82 31 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 86 32 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografi dengan Kamera DSLR, h. 87
28
Pendekatan fotografi ini biasanya digunakan oleh para traveller atau wisatawan. Lalu tentang fotografi kontemporer, dalam kamus Bahasa Indonesia kontemporer berarti masa kini.33 Cinemagraph photography adalah aliran yang menampilkan foto yang mampu bergerak.34 Aliran ini memerlukan keahlian khusus dalam pengambilan dan pengolahan fotonya. Wildlife photography merupakan aliran yang menampilkan foto-foto aktivitas hewan dalam keseharian baik pagi maupun malam.35 Aliran ini hampir sama dengan landscape photography, di mana kedua aliran ini bersinggungan dengan alam. Namun, aliran wildlife photography lebih terfokus pada kehidupan hewan liar yang berada di alam bebas. Street photography adalah suatu aliran atau pendekatan fotografi yang menampilkan foto-foto di ruang publik seperti taman kota, terminal, mal, pedestrian dan lainnya.36 Ditambahkan oleh Wilsen Way dalam Human Interest Photography, aliran ini mempunyai sifat foto yang diambil diam-diam atau orang biasa menyebutnya snapshoot, lokasinya tentu di mana sana tapi tentunya di luar ruangan.37 Underwater photography menampilkan foto-foto di bawah laut. Aliran underwater photography memiliki dua golongan yaitu macro photographer yang menggambarkan keadaan laut secara dekat dan
33
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 805 34 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.89 35 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h.90 36 Erik Prasetya, On Street Photography, (Jakarta: KPG[Kepustakaan Populer Gramedia], 2014.), h. 12-15 37 Wilsen Way, Human Interest Photography, (Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2014), h. 6
29
detail seperti ikan, siput, rumput laut dan wide angle photographer yang menampilkan keindahan pemandangan bawah laut secara luas.38 Infra red photography agak sulit dilakukan karena tidak semua kamera bisa melakukannya dan harus ada perubahan-perubahan pengaturan di dalam kamera yang harus memiliki sensitif pada cahaya inframerah.39 Macro photography yaitu aliran yang menampilkan foto-foto dengan jarak sangat dekat dan menampilka sangat detail bagian tertentu dari objek.40 Aliran ini memerlukan lensa khusus untuk makro. Objek fotografi makro dapat berupa serangga, bunga, bulir air atau benda lain yang jika di-closeup-kan akan menghasilkan detail yang menarik.
C. Foto Jurnalistik Awal mula fotografi masuk dalam halaman surat kabar adalah sejak Mathew Brady membuat gambaran realis, yang melukiskan suasan perang, gambar tersebut ternyata menarik perhatian para pembaca surat kabar sekaligus membangun kesan tentang peristiwa.41 Sejarah mencatat surat kabar harian Daily Graphic, pada Senin 16 April 1877 memuat gambar yang berisi berita kebakaran hotel dan salon pada halaman satu seperti yang disebutkan Taufan Wijaya dalam bukunya Foto Jurnalistik, merupakan
38
Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.92 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, h.93 40 Bagas Dharmawan, Belajar Fotografo dengan Kamera DSLR, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press), h.95 41 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, (Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1999), h.100 39
30
embrio dari foto jurnalistik.42 Lalu pada 1937-1950 terbitlah majalah Life, majalah tersebut menampilkan foto dalam porsi yang lebih besar dari pada tulisan dalam penyajiannya. Perkembangan foto jurnalistik sampai pada era foto jurnalistik modern yang dikenal dengan golden age. Di era itu muncul nama-nama jurnalis foto seperti Robert Capa, Alferd Eisenstaedt, Margaret BourkeWhite, David Seymour dan W. Eugene Smith. Taufan Wijaya menjelaskan dalam www.1000kata.com, Pada 1947 Henry Cartier-Bresson, bersama Robert Capa, David Seymour, dan George Rodger kemudian mendirikan Magnum Photos. Magnum adalah agensi foto berita pertama yang menyediakan foto jurnalistik dari berbagai isu dan belahan dunia. Para pendirinya yang ‘alumni’ Life kemudian membagi area kerja yaitu, Afrika dan Timur Tengah, India dan Cina, Eropa, serta Amerika.43 Robert Capa dikenal sebagai fotografer yang memotret secara dekat dalam medan perang dengan kalimat yang sangat terkemuka,“ Jika gambar Anda tidak cukup bagus, Anda tidak cukup dekat.” Salah satu fotonya yang sangat terkenal berjudul The Falling Soldier menceritakan tentang seorang prajurit yang gugur karena tertembak dalam perang Spanyol pada 5 September 1936 di Cerro Muriano.44 Di Indonesia foto jurnalistik berawal pada 1841, ialah Juriaan Munich, seorang utusan kementerian kolonial lewat jalan laut di Batavia.
42 43
Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh, (Jakarta: CV.Sahabat,2011), h.1 http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ (diakses pada 8 Februari
44
Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), h.137-
2016) 140
31
Seorang anak Indonesia yang diangkat oleh pasangan Belanda bernama Kassian Cephas dikenal dengan hasil fotonya pada 1875. 45 Dalam buku IPPHOS karya Yudhi Soerjoatmodjo, Oscar Motuloh mengungkapkan, pada 2 Oktober 1946 Justus Umbas bersama Frans “Nyong” Mendur, Alex Mamusung serta Oscar Ganda, mereka mendirikan IPPHOS, yang tercatat sebagai kantor berita foto independen pertama di Indonesia.46 Hingga pada 1992 Lembaga Kantor Berita Negara Antara mendirikan Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), galeri pertama yang fokus
pada
foto
jurnalistik.
Dengan
kelas
foto
jurnalistiknya, Antara menjadi katalis lahirnya jurnalis foto muda. Lewat jalur pendidikan mereka mengembangkan minat dan wawasan jurnalistik.47 1. Karakteristik Foto Jurnalistik Foto jurnalistik merupakan bagian dari komunikasi massa, adapun yang membedakan sebuah foto sehingga dapat dikategorikan sebagai foto jurnalistik, yaitu di dalamnya mengandung unsur berita, serta mencantumkan keterangan foto yang memuat informasi 5W+1H. Seperti yang dikutip Alwi dalam bukunya Foto Jurnalistik, Frank P. Hoy menjelaskan ada delapan karaketer foto jurnalistik, yaitu:48
45
Taufan Wijaya, Foto Jurnalistik, h.7 Yudhi Soerjoatmodjo, IPPHOS Indonesian Press Photo Service, (Jakarta: Galeri Foto Jurnalistik Antara, 2013), h.220 47 http://www.1000kata.com/2014/07/sejarah-foto-jurnalistik/ (diakses pada 8 Februari 2016) 48 Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5 46
32
a. Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Komunikasi
yang
dilakukan
akan
mengekspresikan pandangan pewarta foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi. b. Medium foto jurnalistik adalah koran atau majalah, media kabel atau satelit, juga internet seperti kantor berita (wire service). c. Kegiatan foto jurnalistik adalah melaporkan berita d. Foto jurnalistik adalah panduan foto dan teks. e. Foto jurnalistik mengacu pada manusia. Manusia adalah subjek sekaligus pembaca foto jurnalistik. f. Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Berati pesan yang disampaikan harus singkat dan segera disegera diterima orang yang beraneka ragam. g. Foto jurnalistik merupakan hasil kerja editor foto. h. Tujuan
foto
jurnalistik
adalah
memenuhi
kebutuhan mutlak penyampaian informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan bicara dan kebebasan pers (freedom of speech and freedom of press). Karena
foto
jurnalistik
merupakan
sebuah
unsur
pemberitaan, maka dari itu harus memenuhi nilai berita, yaitu:
33
a. aktual, b. luar biasa, c. penting, d. mengandung unsur ketokohan, e. memiliki kedekatan dengan pembaca, f. berkaitan dengan kemanusiaan, dan g. bersifat universal.
2. Jenis Foto Jurnalistik Organisasi foto jurnalis yang kerap menjadi acuan para fotografer dunia, World Press Photo mengategorikan beberapa foto berita, antara lain:49 a. Spot photo atau foto berita Adalah foto tunggal yang menyajikan satu peristiwa yang berdiri sendiri.50 Dengan kata lain tanpa keterangan yang rumit pembaca surat kabar memahami
kesan
adanya
peristiwa
yang
mempunyai nilai berita. Jenis foto ini, seorang fotografer membutuhkan keberuntungan dalam hal posisi, keberadaan, serta keberanian saat membuat foto. Memperlihatkan emosi subjek yang difotonya sehingga memancing juga emosi pembaca. Contohnya seperti pada saat aksi baku 49 50
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5 R.M. Soelarko, Pengantar Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT.Karya Nusantara, 1985), h.77
34
tembak antara polisi dan teroris di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta, Januari lalu. b. General news photo Jenis foto ini menjelaskan tentang foto-foto yang diambil secara umum atau peristiwa yang sudah biasa terjadi. Objek pada sejenis foto ini bermacam-macam biasanya seperti politik, sosial, ekonomi, humor dan lain sebagainya. Contohnya foto Presiden Jokowi yang sedang melantik Jaksa Agung di Istana Negara. c. People in The News Photo Jenis foto ini biasanya tentang orang atau masyarakat dalam suatu berita. Objek dalam foto ini tidak hanya orang yang memiki popularitas, namun setelah foto tersebut dipublikasikan, objek akan menjadi lebih terkenal dari sebelumnya. Contohnya adalah foto Ponari, seorang bocah yang
bisa
menyebuhkan
penyakit
dengan
mecelupkan batu ajaibnya ke dalam air pasiennya. d. Daily Life Photo Jenis foto jurnalistik ini berkaitan erat dengan masalah-masalah
kemanusiaan
dan
kemasyarakatan atau human interest. Pesan kemanusian adalah salah satu pesan kuat yang
35
ingin disampaikan melalui foto jenis ini.51 Berbeda dengan spot photo jenis foto ini bisa ditayangkan kapan saja karena sifatnya yang tidak mudah
basi.
Contohnya
foto
kehidupan
masyarakat di bantaran Sungai Cisadane. e. Potrait photo Jenis foto yang menampilkan wajah seseorang secara close up dan bergaya. Sasaran utamanya adalah wajah manusia dan segala ekspresinya.52 f. Sport photo Jenis foto yang diambil dari peristiwa olah raga. Dalam jenis foto ini fotografer haruslah sangat cekatan dan cepat dalam menangkap momenmomen yang rata-rata berkecapatan tinggi.53 Oleh karena ada jarak tertentu antara atlet, penonton, dan fotografer juga diperlukan kecepatan dalam mengambil gambar, maka sport foto biasanya menggunakan lensa telle untuk mendapatkan hasil yang bagus. Namun ada beberapa cabang olah raga yang dalam pengambilan gambarnya
51
R.M. Soelarko, Pengantar Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT.Karya Nusantara, 1985), h.77
52
Isroi, Fotografi Asyik dengan Kamera Saku, (Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET, 2013),
h. 14 53
Rita Gani dan Ratri Rizki Kusumalestari, Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosis Rekatama Media, 2013), h. 221
36
fotografer dilarang menggukan lampu kilat atau flash, seperti pada cabang olah raga bulu tangkis dan tenis. Karena dapat menggangu konsentrasi atlet saat bertanding. Contoh sport photo adalah ekspresi pemain sepak bola usai mencetak gol. g. Science and technology photo Jenis foto yang diambil dari kejadian yang ada kaitannya
dengan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi. Contohnya seperti foto beberapa siswa SMK di Solo yang memamerkan mobi hasill karya mereka sendiri. h. Art and culture photo Jenis foto yang diambil dari peristiwa seni dan budaya. Contohnya seperti foto pertunjukan dari Teater Koma di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. i. Social and environment photo Jenis foto yang diambil dari kehidupan sosial masyarakat serta lingkungannya. Contohnya foto kehidupan masyarakat pesisir Utara Jakarta. j. Feature photo Foto feature menurut Yuniadhi Agung dalam Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, bukan sekedar snapshot, tapi usaha wartawan untuk memilih sudut pandang yang khas dan bukan
37
sekadar didikte oleh peristiwa itu sendiri, sehingga memberi makna lebih dalam terhadap sebuah peristiwa. Sebagai contoh, saat terjadi kebakaran, wartawan tidak hanya memotret api yang menyala dan petugas pemadam kebakaran yang berusaha menjinakkan api, tapi juga memotret ekspresi pemilik rumah yang sedih. kehilangan tempat tinggal.54 k. Essay photo Jenis foto yang merupakan kumpulan beberapa foto features yang dapat bercerita ini dibangun melalui sebuah imaji, yaitu foto-foto yang bercerita secara sequentatif dan teks yang menyertainya.55 Jenis foto ini sering disebut sebagai ‘otaknya’ foto jurnalistik. 3. Foto Essay dan Foto Cerita Bercerita dengan cahaya adalah salah satu pilihan penyampaian informasi yang diminati. Selain narasi, foto jurnalistik mampu menampilkan realitas yang diinginkan pembaca dengan apa adanya. Foto jurnalistik terbagi dalam foto tunggal (single picture), foto seri (story photo) dan foto esai (essay photo). Esai foto bisa juga dibuat dengan jalan menggabungkan beberapa foto tunggal, yang penting satu sama 54 55
Yuniadhi Agung, Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, (Jakarta:T,pn, 2004), h.23 Fotomedia, Foto Jurnalistik Gabungan Foto dan Kata, April 2003, h.24
38
lain
harus
mampu
memberi
kekuatan
sehingga
secara
keseluruhan foto-foto tersebut jadi lebih kuat.56 Foto-foto ini lazimnya terdapat di koran mingguan atau majalah. Foto jenis ini pembuatannya memakan waktu yang cukup lama, sehingga jarang dilakoni fotografer jurnalis. Namun, keduanya memudahkan fotografer untuk menjelaskan suatu peristiwa dalam beberapa foto, tidak hanya foto tunggal. Akan tetapi foto seri dan foto esai memiliki pengertian yang berbeda. Gerald D. Hurley dan Angus McDougall berpendapat, seperti yang dikutip Alwi dalam Foto Jurnalistik. Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, bahwa foto esai lebih mengutamakan penyampaian argumentasi daripada narasi. Argumentasi disini tidak hanya menceritakan peristiwa yang terekam namun menguatkan maksud berita. Foto esai lebih mengandung unsur pendidikan dan menganalisis peristiwa secara kedua belah pihak. Penggambarannya juga berbeda dengan foto seri, yaitu tiap-tiap foto esai tidak bergantung satu sama lain. Foto seri biasanya menggambarkan peristiwa secara urut.57 Menururt Soeprapto Soedjono dalam bukunya Pot-Pourri Fotografi, karya foto jurnalistik berupa esai foto bernilai sebagai suatu narrative-text karena cara menampilkannya yang disusun berurutan secara serial sehingga memberikan kesan sebuah cerita
56 Atok Sugiarto, Indah itu Mudah. Buku Panduan Fotografi, (Jakarta: PTGramedia Pustaka Utama, 2006), h.82 57 Audy MirzaAlwi, Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h.6
39
yang berkesinambungan antara gambar yang satu dengan yang lain. Bahasa gambar yang tertuang dalam karya fotografi tersebut menyiratkannya sebagai media komunikasi pictorial dalam mengisahkan sebuah kejadian atau peristiwa secara visual dengan teknik fotografi.58 4. Proses Teknik Foto Jurnalistik Seorang fotografer jurnalistik harus mengetahui beberapa proses teknik foto jurnalistik yang baik, yang dimaksud dengan proses teknik foto jurnalistik yaitu urutan atau tahapan pengambilan objek yang dilakukan oleh fotografer sehingga menghasilkan sebuah karya foto yang dapat dinikmati, melibatkan perasaan dan menggugah emosi pembaca. Foto jurnalistik yang baik tidak hanya sekadar fokus secara teknis, namun juga fokus secara cerita. Fokus dengan teknis adalah gambar mengandung tajam dan kekaburan yang beralasan.59 Ini dalam artian memenuhi syarat secara teknis fotografi. Fokus secara cerita, kesan, pesan dan misi yang akan disampaikan kepada pembaca mudah dimengerti dan dipahami. Sementara dari konsep pemaknaan sudut pengambilan gambar yang dikutip dari konvensi menurut Berger Teknik-teknik Analisis Media, sebagai berikut:60
58
Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, (Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti,
2006),h.41 59 SK Patmono, Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996), h.109 60 Arthur Asa Berger, Tehnik-teknik Analisis Media, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya. 2000), h. 33
40
Tabel 5 Signifier (Penanda) Sudut Pengambilan Foto Close Up (CU) Medium Shoot (MS) Long Shoot (LS) Full Shoot (FS) Low Angle (LA) High Level (HL) Eye Level
Definisi Hanya wajah Hampir seluruh tubuh Setting dan karakter Keseluruhan Kamera melihat ke bawah Kamera melihat ke atas Kamera sejajar dengan mata objek
Signified (Petanda) Keintiman Hubungan personal Konteks, skope, jarak publik Hubungan sosial Kekuasaan, kekuatan Kelemahan, ketidakberdayaan Kesejajaran
D. Konsep Patriotisme Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata patriotisme adalah kata sifat yang memiliki arti sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya; semangat cinta tanah air.61 Suprapto dan kawan-kawan dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA 1 menyatakan bahwa patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang rela mengorbankan segala-galanya untuk
kejayaan dan
kemakmuran tanah airnya.62 Patriotisme merupakan jiwa dan semangat cinta tanah air yang melengkapi eksistensi nasionalisme.63 Sekelompok manusia yang menghuni bumi Indonesia wajib bersatu, mencintai dengan sungguh-sungguh, dan rela berkorban membela tanah
61
http://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Patriotisme (diakses pada 27 Januari 2017) Suprapto dan kawan-kawan, Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA1, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h.38 63 Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 144 62
41
air Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.64 Lebih jauh lagi, Bakry dalam Pendidikan Pancasila menyatakan bahwa patriotisme adalah bagian dari paham kebangsaan dalam nasionalisme Indonesia.65 Patriotisme meliputi sikap-sikap bangga akan pencapaian bangsa, bangga akan budaya bangsa, adanya keinginan untuk memelihara ciriciri bangsa dan latar belakang budaya bangsa. Rashid dalam bukunya Patriotisme menyebutkan beberapa nilai patriotisme, yaitu: kesetiaan, keberanian, rela berkorban, serta kecintaan pada bangsa dan negara.66 Staub membagi patriotisme dalam dua bagian yaitu blind patriotisme atau patriotisme buta dan constructive patriotism atau patriotisme konstruktif. Patriotisme buta didefinisikan sebagai sebuah keterikatan pada negara dengan ciri khas tidak mempertanyakan segala sesuatu , loyal dan tidak toleran terhadap kritik.67 Sementara patriotisme konstruktif didefinisikan sebagai sebuah keterikatan pada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya pertanyaan dan kritik dari anggotanya terhadap berbagai kegiatan yang dilakukan atau terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai kesejahteraan bersama.68
64
Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, h.144 Noor Ms Bakry, Pendidikan Pancasila, h. 145 66 Abdul Rahim Abdul Rashid, Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, (Kuala Lumpur: Utusan, 2004), h.5 67 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah (2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.7 68 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah (2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.7-8 65
42
Eyal Lewin kemudian membagi lagi patriotisme konstruktif menjadi dua bagian yaitu patriotisme konstruktif politik dan patriotisme konstruktif moral.69 Patriotisme konstruktif politik didefinisikan sebagai patriotisme yang tetap menerima kritikan namun berdasar pada motivasi dasar bahwa tidak ada yang bisa dilakukan pada isu-isu susila dan moralitas. Sedangkan patriotisme konstruktif moral diartikan sebagai patriotisme yang menerima kritikan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan keadilan Berdasarkan pemaparan di atas penulis menarik beberapa poin nilainilai patriotisme yakni: 1. Keberanian Menurut Peter Irons keberanian adalah suatu tindakan memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya. Sedangkan menurut Paul Findley keberanian
adalah
suatu
sifat
mempertahankan
dan
memperjuangkan apa yang dianggap benar dengan menghadapi segala bentuk bahaya, kesulitan, kesakitan, dan lain-lain.70 2. Rela Berkorban Anis
Matta
menjelaskan
dalam
sikap
rela
Mencari
Pahlawan
berkorban
adalah
Indonesia sikap
yang
mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan
69 Jurnal Andita Trias Nur Azizah, PERBANDINGAN NILAI-NILAI PATRIOTISME DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah (2010) dan Film Sang Kiai (2013)), h.8 70 Peter Irons, Keberanian Mereka yang Berpendirian, (Bandung: Angkasa,2003), h.21
43
sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat berupa hartanya, keluarganya, orang yang dicintainya maupun badan dan nyawanya sendiri. Rela berkorban artinya kesediaan untuk mengalami penderitaan atau siksaan demi kepentingan atau kebahagiaan orang lain maupun orang banyak.71 Keke T. Aritonang memaparkan dalam Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok Gie, nilai-nilai kerelaan berkorban demi negara dapat dilihat dari nilai-nilai : 72 a. Mengutamakan
kepentingan
bersama
daripada
kepentingan diri sendiri. b. Berupaya menghindari sikap egois, apatis, dan masa bodoh. c. Memberikan sesuatu yang dimilikinya untuk membantu orang lain. d. Mempunyai kesetiaan terhadap bangsa dan negara dengan memberi perhatian pada kepentingan umum.
3. Pantang Menyerah. Masih dalam Mencari Pahlawan Indonesia Anis juga menjelaskan bahwa pantang menyerah adalah sebuah wujud
71
Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61 Keke T. Aritonang, Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok Gie, (Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010), h.81 72
44
kepribadian seseorang yang gigih, tanpa bosan bangkit dari satu kegagalan ke kegagalan yang lain dan akhirnya mencapai keberhasilan.
Seseorang
yang
pantang
menyerah
akan
melakukan hal yang sama walaupun telah gagal sebelumnya. Seseorang yang pantang menyerah senantiasa berusaha memberi jawaban atas tantangan yang dihadapi.73 4. Kesetiakawanan Sosial Kesetiakawanan sosial mengandung aspek-aspek solidaritas, empati dan bukan sebaliknya tak acuh, masa bodoh dengan orang lain atau egois.74 Solidaritas adalah kata lain dari kasih, yang menggerakkan kaki, tangan, hati dan seluruh kepribadian manusia. Tujuan dari solidaritas adalah berbagi kehidupan dengan sesama yang menderita,dan menolong kebangkitannya untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan hak serta martabatnya.75 5. Toleransi Toleransi berasal dari bahasa latin yaitu tollerare yang artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain dan berhati lapang terhadap orang-orang yang mempunyai pendapat yang berbeda.76
73
Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia,, h. 61 Darmadi, Kesetiakawanan Tetap Diperlukan. http : //www.suaramerdeka.com edisi 20 Desember 2004, (diakses 25 Maret 2017) 75 I. Sandyawan Sumardi, Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), h. 87 76 Ahmad Masykur, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, www.elcom.umy.ac.id, (diakses 25 Maret 2017) 74
45
Seorang patriot harus mempunyai toleransi yang tinggi demi menjaga kesatuan dan persatuan bangsanya. Ia harus toleran terhadap kritik dan evaluasi dari anggotanya agar perjuangan yang ia lakukan tetap berada di jalur yang benar.
BAB III A. Gambaran Umum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA 1. Profil LKBN ANTARA a. Sejarah Singkat LKBN ANTARA1 Kantor Berita ANTARA didirikan pada 13 Desember 1937 oleh Adam Malik, Soemanang, A.M. Sipahoetar dan Pandoe Kartawagoena, ketika semangat kemerdekaan nasional digerakkan oleh para pemuda pejuang. Keberhasilan ANTARA menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia adalah wujud kecintaan dan baktinya yang besar bagi perjuangan bangsa Indonesia. Akhirnya pada 1962, ANTARA resmi menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional yang berada langsung di bawah Presiden Republik Indonesia. Selama lebih dari setengah abad, ANTARA sebagai salah satu kantor berita terbesar di dunia bertekad untuk selalu menghadirkan berita dan foto mengenai peristiwa-peristiwa penting dan mutakhir secara cepat dan lengkap ke seluruh dunia. Didukung teknologi informasi terkini, ANTARA memiliki jaringan komunikasi yang menjangkau berbagai pelosok tanah air dan dunia. ANTARA memiliki biro di setiap propinsi serta
1
Diolah dari http://www.antara.net.id/index.php/2011/10/09/sejarah-singkat/id/ (diakses pada 8 Pebruari 2016)
46
47
perwakilan di beberapa kotamadya/kabupaten. Agar dapat menyajikan berita luar negeri dengan persepsi nasional, ANTARA mengendalikan biro atau perwakilan di New York, Canberra, Kuala Lumpur, Kairo dan Sana’a. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi global, ANTARA juga menjalin kerjasama, baik secara komersial maupun non-komersial, dengan kantor-kantor berita di seluruh dunia, seperti AAP (Australia), Reuters (Inggris), AFP (Perancis), DPA (Jerman), Kyodo (Jepang), Bernama (Malaysia), Xinhua (PR China), CIC (Columbia), NAMPA (Namibia) dan lain-lainnya. ANTARA aktif dalam berbagai organisasi regional dan international, seperti ANEX (ASEAN News Exchange), OANA (Organization of Asia Pacific News Agencies) dan NANAP (NonAligned News Agencies Pool). Tak kurang dari 3000 berita luar negeri yang berasal dari para mitra kerjanya dan 250 berita hasil liputan wartawannya sendiri disebarluaskan setiap hari melalui teknologi komunikasi terkini, seperti VSAT dan DVB, serta berbagai teknologi berbasis Internet, seperti situs web, email dan ftp (file transfer protocol). Selain melayani berita dan foto, ANTARA juga menawarkan produk dan jasa lainnya seperti layanan data dan informasi pasar uang dan saham (Indonesia Market Quote/IMQ), penyebarluasan
48
rilis pers (PRWire) dan pendidikan jurnalistik (Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA). ANTARA juga bekerjasama dengan mitra-mitra asing seperti Reuters, Bloomberg dan Bridge-Telerate dalam menjual layanan data dan informasi pasar global. Dengan kantor-kantor berita asing di Asia Pasifik, ANTARA membentuk konsorsium Asia Pulse dalam memberikan layanan informasi bisnis Asia, dan membentuk konsorsium Asia Net dalam menyebarluaskan rilis pers secara global. Sebagai bagian dari misi sosial budayanya, ANTARA mengelola sebuah galeri foto jurnalistik (GFJA). Galeri ini telah banyak dikunjungi dan telah dikenal di mancanegara. Belanda dan Australia pernah memberi sumbangan fotro-foto berharga untuk dipamerkan di GFJA. Gedung ANTARA di Pasar Baru merupakan bangunan bersejarah
karena
pernah
menyebarluaskan
Proklamasi
Kemerdekaan RI. Layaknya museum, gedung ini menyimpan dan memamerkan berbagai benda peninggalan wartawan sejak 1945 sampai 1950 yang dapat dikunjungi oleh siapa pun yang berminat. b. Visi dan Misi LKBN ANTARA Sebagai sebuah kantor berita dan juga Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ANTARA tentunya memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya.
49
Visinya adalah Penyedia jasa informasi Multimedia, pencerah, dan duta informasi Indonesia. Sedangkan misinya adalah:2 1) Penyedia jasa informasi dan komunikasi yang berorientasi pasar untuk berbagai pemangku kepentingan yang dijalankan dengan tata kelola yang baik dan berstandar internasional; 2) Menjalankan Aktivitas pembangunan karakter masyarakat berbasis pengetahuan; 3) Menyiarkan informasi untuk pencitraan Indonesia di luar negeri; 4) Mengembangkan jurnalisme Indonesia 2.
Profil Antara Foto3 Adalah divisi pemberitaan foto mandiri yang menjadi
bagian internal dari Lembaga Kantor Berita Nasional ANTRA. Divisi otonom ini menyediakan beragam variasi produk visual khususnya di bidang fotografi jurnalistik serta dokumentasi foto arsip bersejarah untuk kebutuhan pers dan berbagai kalangan lainnya. Antara Foto merupakan ujung tombak foto jurnalistik modern yang eksistensi yang telah hadir sebelum kelahiran Republik Indonesia. Pada masa revolusi perjuangan salah seorang
2
Diolah dari http://www.antara.net.id/index.php/2011/10/09/visi-misi/id/ (diakses pada 8 Februari 2016 3 Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara.
50
pewarta fotonya, Abdoel Wahab sempat mengabadikan peristiwa perobekan bendera Belanda di menara Hotel Oranye pada peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya. Ketika itu Antara Foto dikenal dengan nama Biro Foto Antara, yang ikut hijrah ke Yogyakarta pada 1949 bersama-sama dengan pemerintahan Republik Indonesia. Biro Foto sempat ditutup pada 1958 dengan alasan merugi, bahkan pada akhir 1965, setelah peristiwa G30S seluruh koleksi arsip foti Kantor Berita Antara musnah dibakar oleh seorang prajurit penerangan Angkatan Darat di depan Gedung Antara di Jalan Antara, Pasar Baru, Jakarta. Biro Foto beroperasi kembali pada 1972 yang di bawah Direktorat Logistik. Baru pada 1976 produksi murni Biro Foto berupa pelayan paket foto berita dalam negeri kembali diluncurkan dengan mengambil momentum berlangsungnya KTT ASEAN pertama di Bali. Pada 1978 Biro Foto bergabung kembali ke jajaran Direktorat Redaksi ditandai dengan pemuatan foto hasil liputan peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober di Senayan. Dua puluh satu tahun kemudian Biro Foto bersama dengan Museum dan Galeri Foto Jurnalistik Antara dioperasikan sebagai salah satu unit usaha strategis Antara di bawah kendali Direktorat Usaha dan Pemasaran. Kantor redaksi Biro Foto kemudian juga dipindahkan dari lantai 19 Wisma Antara ke Gedung Antara Pasar Baru yang bersejarah tersebut.
51
Akhirnya pada 2005, Biro Foto Antara digabungkan kembali dengan Direktorat Redaksi Kantor Berita Antara. Sementara itu pada April 2007, nama Antara Foto resmi digunakan sebagai sebutan baru menandai statusnya sebagai kantor berita Foto Antara yang mandiri dan memiliki otonomi penuh dalam menjalankan fungsi pelayanan dan operasi pemberitaan foto yang independen. Dewasa ini, Antara Foto didukung penuh oleh 27 pewarta foto tetap, 102 pewarta foto lepas, di 27 kota potensi berita foto di Indonesia. 10 penyunting berita foto profesional dan 15 personel pendukung yang menjalankan roda perusahaan. Kehadiran mereka adalah demi memajukan harkat dan peradaban foto jurnalistik Indonesia dengan pelayanan berita foto yang cepat, berkarakter, dan terpercaya. Antara Foto memiliki misi, melayani dan informasi visual yang bermartabat, serta mendorong pengembangan dan pelestarian budaya foto jurnalistik yang diselenggarakan seluas-luasnya untuk kemajuan peradaban bangsa dan negara. Sementara visinya adalah menjadi kantor berita foto global terpercaya.4 B. Profil M.Agung Rajasa Muhammad Agung Rajasa lahir di Jakarta pada 10 September 1983 dari kedua orang tua yang berdarah Minang. Mulai belajar seeius fotografi saat ia kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
4
Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara
52
sebelumnya ia memliki pengetahuan dasar fotografi dari belajar secara otodidak. Baru pada 2005 atau saat kuliahnya menginjak semester lima, Agung yang mengambil kuliah jurusan Perbandingan Agama mulai berpikir setelah lulus ingin bekerja sebagai apa. Dari pemikiran itu awalanya ia memutuskan untuk serius belajar fotografi di Kalacitra, UKM fotografi yang ada di kampusnya. Di situ ia mendalami fotografi sampai menunda kelulusannya kurang lebih selama dua tahun, untuk menjadi pengurus Kalacitra. Hingga pada 2008 Agung menyelesaikan masa studinya di UIN Jakarta. Setelah lulus kuliah, Agung sempat bekerja di Koran Indonesia Bisnis Today. Tidak lama kemudian, masih pada 2008 Ia pindah ke majalah mingguan Gatra. Hanya bertahan setahun di Gatra, pria berdarah Minang ini kembali hengkang. Kali ini Agung memilih memilih bekerja di sebuah portal berita online inilah.com, di sini Ia pun hanya bertahan setahun. Hingga kemudian lelaki bertinggi badan 172 sentimeter ini bergabung dengan Antara Foto pada 2011. Di tahun itu bisa dibilang sebagai tahun terbaik untuk karirnya sebagai pewarta foto. Beberapa penghargaan bergengsi di dunia fotografi Indonesia Ia raih, di antaranya Juara 1 Lomba Foto Anugerah Jurnalistik AJI, Juara Foto of The Year Anugerah Pewarta Foto Indonesia, Juara 1 Lomba Foto Kategori Spot News Anugerah Pewarta Foto Indonesia, dan Juara 1 Lomba Foto Kategori Daily Life Anugerah Pewarta Foto Indonesia. Puncaknya adalah ketika foto karyanya terpilih menjadi juara Anugerah Adinegoro 2011. Di situ Agung meyakinkan ibunya bahwa Ia
53
serius menggeluti dunia fotografi. Sebelum itu ibunya meminta ia untuk melanjutkan kuliah ke jenjang strata dua dan menjadi dosen. Sampai saat ini Ia menjadi pewarta foto tetap di Antara Foto, dan aktif menjadi pengurus di Pewarta Foto Indonesia.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS Pada bab ini penulis memaparkan data dan hasil penulisan dari skripsi yang berjudul Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik. Penulis menggunakan pisau analisis semiotika Roland Barthes yang merujuk pada makna denotatif, konotatif, dan mitos yang terkandung dalam foto berita yang diteliti. Guna mengembangkan hasil temuan, selanjutnya penulis melihat hasil pemaknaan foto dan mengarahkannya pada kajian tentang patriotisme.
54
55
A. Analisis data foto I Gambar 1. Foto Koordinasi Prajurit
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII berkoordinasi sebelum melakukan patroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
1. Makna Denotasi Makna denotasi ialah makna sebenarnya. Dengan kata lain, makna yang paling nyata dari tanda. Makna denotasi lazimnya diberikan penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan apa yang kita lihat, cium, dengar rasakan dan pengalaman lainnya.
56
Foto ini terlihat menggunakan cahaya tambahan (flash), ini dilihat dari cahaya yang tidak merata. Dalam foto tersebut terlihat dua orang di dalam sebuah ruangan sedang menunjuk ke satu titik pada sebuah peta. Kedua orang tersebut mengenakan baju loreng, satu orang memakai baret warna hijau dan satu lainnya memakai baret warna nila. Di dalam ruangan yang tersebut juga terdapat peta yang nampak seperti peta Provinsi Nusa Tenggara Timur, bendera merah putih, bendera dengan motif horisontal merah putih, di sebelah kanan terlihat seperti bagan struktur organisasi. Di bagian atas terpasang foto Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan foto lambang negara Garuda Pancasila. 2. Makna Konotasi Makna konotasi merupakan makna yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang ditimbulkan oleh penulis atau pembaca. Dapat dikatakan bahwa konotasi itu ialah makna dari hasil pemikiran atau ideologi seseorang dalam memahami pesan yang disampaikan. Dalam foto tersebut, dua orang dalam foto tersebut merupakan prajurit TNI ini dilihat dari pakaian yang mereka kenakan. Namun kedua prajurit tersebut berasal dari dua kesatuan yang berbeda, dilihat dari baret yang mereka kenakan. Dalam Tentara Nasional Indonesia warna baret menandakan dari kesatuan mana dia berasal, , prajurit berbaret nila berasal dari kesatuan Marinir Angkatan Laut, sedangkan prajurit yang berwarna hijau berasal dari kesatuan Komando Strategis Angkatan Darat(Kostrad).
57
Dua
orang
prajurit
menjalakan tugas
tersebut
sedang
berkoordinasi
dalam
patroli, ini terlihat dari kedua prajurit tersebut
menunjuk dengan telunjuk ke sebuah titik pada peta yang akan menjadi konsentrasi patroli mereka juga sedikit dijelaskan pada caption data foto I. Adanya objek seperti peta, foto presiden dan wakil presiden, foto Garuda Pancasila, Bendera Merah Putih, bendera dengan motif horisontal merah putih, dan sebuah bagan struktur organisasi di sini menandakan bahwa kedua prajurit TNI tersebut sedang berada di dalam pos penjagaan di wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Kedekatan
kedua
prajurit
TNI
yang
berbeda
kesatuan
mengisyaratkan sikap kesetiakawanan sosial yang mengandung aspekaspek solidaritas. Tujuan dari solidaritas adalah berbagi kehidupan dengan sesama yang menderita,dan menolong kebangkitannya untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan hak serta martabatnya.1
3. Makna Mitos Pada tahap ini, penulis menangkap makna mitos pada foto ini yaitu kerjasama, gotong royong, kesetiakawan sosial yang dijalin dari kedua anggota prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII di Pulau Ndana. Dalam menjalankan tugas mengamankan dan menjaga wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan tugas setiap anggota Tentara Nasional Indonesia. 1
I. Sandyawan Sumardi, Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), h. 87
58
Walaupun berbeda kesatuan, kedua prajurit tersebut bahu-membahu untuk berpatroli mengamankan Pulau Ndana dari klaim negara lain. Kerjasama antar kesatuan TNI ini sangat diperlukan mengingat makin maraknya pencaplokan atas pulau-pulau terluar milik Indonesia yang diklaim oleh negara lain. Seperti yang terjadi pada 2002, kasus perebutan kepemilikan Sipadan dan Ligitan di Kalimatan Utara. Pada kasus tersebut Indonesia bersengketa dengan Malaysia untuk merebutkan kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Hasilnya Mahkamah Internasional (International Court of Justice) di Den Haag, Belanda, memutuskan Malaysia menjadi pihak yang berhak atas kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan.
59
B. Analisis data foto II Gambar 2. Foto Prajurit Patroli
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII melakukan patroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Denotasi adalah hubungan antara penanda dengan petanda dalam sebuah tanda yang mengacu terhadap realitas eksternalnya. Dalam mengungkap makna denotatif dari sebuah foto bisa melalui tahapan perseptif, dengan cara meransformasi gambar ke dalam kategori verbal atau verbalisasi gambar. Maksudnya makna paling nyata dari sebuah tanda yang artinya makna sesungguhnya dan yang digambarkan terhadap sebuah objek.
60
Pada foto tersebut, tidak menggunakan cahaya tambahan (flash). Di foto ini terdapat tiga orang yang sedang berjongkok dengan mengenakan pakaian loreng dan baret berwarna nila. Terlihat satu orang di antara mereka sedang memegang sebuah alat yang ditaruh di depan matanya, sedangkan dua lainnya memandang ke depan. Dari latar tempat ketiga orang ini berada di antara rerumputan di depan mereka ada pasir putih, dan di kejauhan nampak gulungan ombak. Foto ini diambil pada siang hari dilihat dari cahaya cahaya dan warna langit dan awan yang terlihat begitu cerah.
2. Makna Konotasi Ketiga orang tersebut merupakan prajurit TNI dari kesatuan Marinir Angkatan Laut ini didapat dari pakaian loreng dan baret yang mereka kenakan. Mereka sedang berjongkok di antara rerumputan sembari memandang ke arah depan memiliki arti bahwa mereka sedang berpatroli memantau keberadaan musuh. Ketiganya menghadap laut dan berlindung di antara ilalang dan rerumputan yang tinggi. Salah satu dari mereka mengintai dengan menggunakan binokular2, ini dimaksudkan agar dapat memantau objek dari kejauhan. Dua prajurit lainnya, yaitu yang di tengah dan di paling kanan terlihat seolah-olah sedang berbincang, ini terlihat dari gerakan
2
Alat yang dipegang dengan tangan dan dipakai untuk membesarkan benda jauh dengan melewati tampilan dua rentetan lensa dan prisma yang berdampingan. Prisma dipergunakan untuk mengembalikan tampilan dan memantulkan cahaya lewat refleksi internal total. Binokular menghasilkan bayangan yang benar dan tidak terbalik seperti teleskop. dapat dikatakan binokular adalah dua teleskop yang dijadikan satu,menghasilkan penglihatan 3 dimensi bagi pemakainya. Sumber dari https://id.wikipedia.org/wiki/Binokular (diakses pada 27 Februari 2017).
61
tangan dari prajurit yang berada di tengah, sedangkan prajurit yang paling kanan menyondongkan badan dan telinganya seolah-olah sedang mendegarkan apa yang sedang diucapkan si prajurit yang di tengah. Adanya unsur ilalang dan rerumputan, penulis juga melihat ada makna lain, yaitu sebagai alat kamuflase dari penglihatan musuh. Warna langit yang cerah, pasir pantai, dan gulungan ombak di laut memiliki makna latar tempat dan waktu dari foto ini, selain itu juga bisa juga berarti bahwa prajurit TNI siap menjaga wilayah kedaulatan Republik Indonesia baik dari dari darat, laut, dan udara. Ini juga menunjukan sikap keberanian yang dimiliki oleh para prajurit TNI dalam menjaga wilayah batas negara yang berbatasan langsung dengan laut negara Australia. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Peter Irons bahwa keberanian adalah suatu tindakan memperjuangkan sesuatu yang dianggap penting dan mampu menghadapi segala sesuatu yang dapat menghalanginya karena percaya kebenarannya. 3. Makna Mitos Penjagaan pulau-pulau terluar merupakan antisipasi lepasnya sebuah pulau dan menghidari klaim kepemilikan pulau Indonesia oleh negara lain. Ini juga diungkapkan oleh sang fotografer yang mengambil foto ini, “Beberapa waktu pulau ini pernah mau diakui oleh Australia makanya patroli itu terus. Nah ini ga ada penjaga, ga ada
62
kehidupan di sini hanya prajurit yang tinggal di sana,” tutur Agung Rajasa.3 Hal ini juga sempat terjadi pada beberapa pulau di wilayah Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, yaitu Pulau Bidadari, Kanawa, dan Sebayur. Ketiga pulau tersebut bukan diklaim asing melaikan dikelolah dan dimanfaatan oleh pihak asing akibat tidak berpenghuni. Seperti yang dikutip dari tempo.co, Tidak berpenghuni, sebanyak tiga pulau di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, diketahui telah dikelola oleh pihak asing. Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dulla mengatakan tiga pulau tersebut adalah Pulau Bidadari, Kanawa, dan Sebayur. "Yang saya tahu, hanya tiga pulau itu yang tidak berpenghuni dan dikelola orang asing," katanya kepada Tempo, Selasa, 10 Februari 2015.4 Dari hal tersebut tersebut pemerintah melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) berusaha jangan sampai ada pulau yang diklaim atau dimanfaatkan oleh asing, maka Pulau Ndana dihuni dan dijaga oleh para prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII.
3
Wawancara pribadi dengan M. Agung Rajasa pada 28 Maret 2017 https://bisnis.tempo.co/read/news/2015/02/11/090641608/tak-berpenghuni-3-pulau-dintt-dikuasai-asing (diakses pada 14 April 2017) 4
63
C. Analisis data foto III Gambar 3. Foto Prajurit Berpatroli
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Sejumlah prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII berpatroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Dalam foto ini tidak menggunakan cahaya tambahan (flash). Pada foto ini terdapat siluet dari enam orang yang sedang berjalan melewati padang rumput atau ilalang di siang hari terlihat dari teriknya cahaya matahari yang menyebabkan siluet dari keenam orang tersebut. Di kejauhan nampak juga bangunan kecil menyerupai pos pantau dan
64
sebuah tiang bendera dengan bendera yang sedang berkibar menandakan bahwa foto tersebut diambil di sebuah daerah yang merupakan bagian dari penjagaan.
2. Makna Konotasi Keenam orang yang terlihat siluet ini merupakan prajurit TNI yang sedang berpatroli mengelilingi Pulau Ndana, hal ini bisa dilihat dari beberapa dari mereka yang nampak membawa seperti senjata di tangannya. Pos pantau dan bendera yang berkibar juga menandakan bahwa meraka merupakan prajurit TNI yang sedang berjaga di Pulau Ndana. Ini juga dikuatkan oleh keterangan foto yang menyatakan bahwa para prajurit tersebut sedang berpatroli. Dalam foto ini tersirat makna bahwa para prajurit yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII ini siap berjuang sampai mati dalam mengamankan wilayah teritorial Indonesia. Hal ini penulis lihat dari para prajurit TNI yang seolah-olah bergerak ke arah kiri, arah kiri bisa memiliki makna pulang. Dalam foto ini juga frame didominasi oleh langit yang bisa mempunyai arti tempat di mana surga berada, jika dirangkai dengan makna para prajurit yang berjalan ke arah kiri tersebut. Hal tersebut makin memperkuat makna bagaimana para prajurit TNI tersebut siap berjuang sampai mati dalam mengamankan wilayah teritorial Indonesia.
65
Ini menggambarkan bagaimana para prajurit tersebut mempunyai sikap rela berkorban. Nilai ini terlihat dari bagaimana para prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi menggamankan dan menjaga pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara Australia ini. Tidak hanya mengorbankan jiwa dan raga, para prajurit tersebut juga rela menahan rindu dengan keluarga dan sanak saudara mereka dalam kurun waktu tertentu. Seperti juga yang dikatakan oleh Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia, sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat berupa hartanya, keluarganya, orang yang dicintainya maupun badan dan nyawanya sendiri.5 3. Makna Mitos Adapun mitos yang terkandung dalam foto ini ke tiga ini. Para prajurit yang tampil dalam foto dengan warna hitam, karena membelakangi sumber cahaya atau siluet menghadirkan mitos mengenai warna hitam yang diangkap elegan, misterius, kuat, dan tanpa identitas. Dalam budaya Barat warna hitam juga kesedihan dan kematian.
5
Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
66
Di bagian atas foto terlihat langit siang yang cerah dengan awanawan tebal. Hal tersebut menimbulkan persepsi mitos mengenai ancaman yang digambarkan oleh awan tebal yang bisa saja membahayakan bagi para prajurit siluet tersebut. Awan menjadi perantara
yang
melindungi
atau
bahkan
mengancam
untuk
mengantarkan para prajurit siluet tersebut sampai di langit. Di mana langit dipercaya kebanyakan masyarakat Indonesia merujuk pada sang pencipta, tempat di mana surga berada, dan tempat keabadian. Secara keseluruhan mitos yang tersirat dalam foto ini adalah bagaimana perjuangan dari prajurit yang menjaga dan mengamankan wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia mempertaruhkan seluruh jiwa dan raga mereka.
67
D. Analisis data foto IV Gambar 4. Foto Prajurit Memasak
Sumber: http://www.antarafoto.com/foto-cerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII melakukan aktivitas memasak di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Dalam foto tersebut kita dapat makna denotatif foto tersebut yaitu seorang yang sedang berjongkok dengan mengenakan pakaian kaos motif loreng, celana pendek, dan memakai sandal jepit di dalam sebuah ruangan dengan pencahayaan yang kurang baik. Dalam ruangan tersebut terdapat tumpukan kayu bakar, dua buah kompor, sebuah kompor dengan menggunakan kayu bakar, dan juga nampak beberapa alat masak. Terdapat pula tiang penyangga yang menjadi
68
foreground dari foto ini. Dalam foto ini terlihat juga kepulan asap hasil pembakaran kayu bakar dari kompor. 2. Makna Konotasi Orang dalam foto ini adalah prajurit TNI yang bisa dilihat dari pakaian yang dia kenakan. Prajurit tersebut sedang memasak dengan menggunakan kompor dan kayu bakar aktivitas memasak bisa dilihat dari api yang menyala dan asap yang dihasilkan dari kompor dan pembakaran kayu bakar tersebut. Ini dikuatkan juga oleh caption dari foto yang menyebutkan bahwa prajurit tersebut sedang memasak. Dari suasana dan alat masak yang terdapat dalam ruangan tersebut menyiratkan makna keadaan yang serba terbatas dari kehidupan para prajurit yang berada di Pulau Ndana. Para prajurit TNI di Pulau Ndana harus survive dalam menjalankan aktivitas keseharian mereka di sana, dengan keadaaan yang serba terbatas. Dari itu tersirat bahwa para prajurit TNI di Pulau Ndana memiliki sikap rela berkorban, menurut Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia sikap rela berkorban adalah sikap yang mencerminkan adanya kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri. Sesuatu yang dimiliki tersebut dapat berupa hartanya, keluarganya, orang yang dicintainya maupun badan dan nyawanya sendiri6. Mereka rela meninggalkan anak, istri, keluarga, dan kampung
6
Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
69
halaman untuk menjaga sebuah pulau paling selatan di republik ini dari klaim negara lain. 3. Makna Mitos Dalam buku Demokrasi Keintiman Ratna Batara Munti mengutip perkataan salah satu tokoh feminis UGM Nunuk Murniati, mengatakan bahwa budaya patriarkis yang masih melekat pada masyarakat terutama pada kaum laki-laki, yang menganggap perempuan hanya berkutat dalam hal-hal domestik (domestifikasi perempuan). Hal tersebut erat kaitannya dengan mitos perempuan yang identik dengan 3M, yaitu masak (memasak), manak (melahirkan), dan macak (merias diri).7 Para prajurit TNI yang bertugas di Pulau Ndana memecahkan mitos bahwa urusan dapur atau memasak adalah hanya merupakan urusan perempuan. Dalam masa tugasnya, prajurit tersebut secara bergantian berbagi tugas baik memasak maupun kegiatan lainnya.
7
Ratna Batara Munti, Demokrasi Keintiman: Seksualitias di Era Global, (Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h.99
70
E. Analisis Data Foto V Gambar 5. Foto Plang Pulau Ndana
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Suasana pos penjagaan Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII melakukan patroli di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Secara denotatif foto ini memiliki makna, terdapat papan nama berwarna merah dan bertuliskan ‘Base Camp Ndana Island’ yang artinya pos penjagaan Pulau Ndana. Di sebelah kanan nampak sebuah bangunan dengan warna tembok bermotif loreng dan beberapa orang dengan berpakaian loreng di depannya. Di foto sebelah kiri sebuah tiang bendera beserta bendera merah putih yang sedang berkibar.
71
Dengan latar belakang langit yang cerah dan birunya samudra yang nampak jauh terlihat dari foto ini, juga berbukitan nampak pada bagian belakang foto. 2. Makna Konotasi Dari makna denotasi di atas dapat diambil makna konotasi yaitu, papan nama yang bertuliskan ‘Base Camp Ndana Island’ merupakan sebuah identitas dari pulau ini, diperjelas lagi dengan adanya tiang bendera dan bendera merah putih yang merupakan bendera dari Indonesia menandakan bahwa pulau tersebut merupakan milik dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di pulau ini hanya ditinggali oleh para prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yang merupakan gabungan dari Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau Ndana. Di atas pulau seluas 12 hektare itu berdiri barak TNI seluas 500 meter persegi, yang nampak pada bagian kanan foto. Yonif 5 Marinir adalah sebuah pasukan marinir TNI Angkatan Laut yang merupakan bagian dari Brigade Infanteri 1/Marinir yang bermarkas di Surabaya. Mereka harus menempuh jarak Surabaya ke Kupang yang merupakan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu kurang lebih 1.900 km. Ditambah jarak Pulau Ndana dengan Kupang kurang lebih 120 mil atau sekitar 193 km, sedangkan dengan Pulau Rote sekitar 4 mil atau kurang lebih 6 km, yang dapat dicapai dengan menggunakan kapal
72
motor. Untuk mencapai Pulau Ndana, perjalanan yang ditempuh dari Pelabuhan Tenao, Kupang dengan kapal laut ke Kabupaten Rote Ndao di Ba’a selama kurang lebih dua setengah jam. Kemudian menggunakan angkutan darat dari Ba’a ke Desa Bo’a atau Desa Oenggaut selama kurang lebih satu setengah jam, selanjutnya dari Desa Oenggaut atau Desa Bo’a dengan perahu motor ke Pulau Ndana selama kurang lebih 35 menit dengan kecepatan kurang lebih 6 knot atau bila dikonversi sekitar 11 km per jam.8 Jarak yang cukup jauh dari tempat asal mereka menunjukan bahwa prajurit TNI berada pada tempat yang jauh dari jangkauan keluarga. Mereka rela meninggalkan keluarga dan kampung halaman untuk menjaga wilayah NKRI pada posisi pulau paling luar. Artinya para prajurit berada pada kondisi yang harus menerima segala keadaan yang sulit bagi dirinya. Dengan demikian secara konotasi plang nama pulau tersebut menunjukkan jarak yang harus ditempuh oleh prajurit untuk kembali ke kampung halamannya. Artinya mereka harus memiliki jiwa rela berkorban. Makna Mitos Pulau Ndana ini merupakan pulau yang tidak berpenghuni, artinya tidak ada penghuni yang secara permanen tinggal di pulau, sehingga di sana ditempatkan personel TNI. Sejak 2006 telah dibangun Pos dan Barak untuk prajurit TNI seluas 500 meter persegi. Pos tersebut dibangun atas kerjasama Kementerian Pertahanan didukung Lantamal 8
http://www.ppkkp3k.kkp.go.id/direktoripulau/index.php/public_c/pulau_info/433 (diakses pada 14 April 2017)
73
VII Kupang beserta Pemerintah Kabupaten Rote Ndao. Di pulau ini terdapat padang savana serta bukit karang berhutan yang menjadi habitat rusa Timor (Cervus timorensis). Saat ini Pulau Ndana menjadi tempat konservasi rusa Timor oleh pemerintah Nusa Tenggara Timur.9 Letaknya yang berada paling selatan Indonesia dan potensi alam yang cukup bagus, membuat pulau ini rentan akan klaim ataupun pemanfaatan oleh negara lain. Pulau Ndana yang berpasir putih sempat dikelola oleh seorang pengusaha dari Australia untuk kegiatan pariwisata beberapa tahun lalu. Namun TNI kemudian menempatkan prajuritnya di pulau tersebut untuk mencegah pencaplokan pulau tersebut.10 Oleh karena itu bagi prajurit letak kepulauan tidak hanya dilihat sebagai letak geografis tetapi sebagai wilayah yang harus mereka jaga dari serangan luar. Perlu diingat bahwa salah satu tugas TNI dalam PPPA TNI AD TA 2014 (No.57 Tgl 16-12-2013) yang tertuang dalam lampiran Peraturan Kasad Nomor Perkasad /57/XII/2013 Tanggal, 16 Desember 2013 disebutkan bahwa, menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan11 negara lain dan pulau-pulau terluar, yaitu dengan melakukan segala upaya, pekerjaan dan kegiatan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa di
9
http://www.batasnegeri.com/pulau-ndana-pulau-terluar-bagian-selatan-indonesia/ (diakses pada 14 April 2017) 10 http://www.antaranews.com/berita/523134/dedikasi-para-penjaga-ujung-selatanindonesia (diakses pada 14 April 2017) 11
https://tniad.mil.id/index.php/sample-page-2/tugas/(diakses pada 26 Februari 2017)
74
wilayah perbatasan darat dengan negara lain dan di pulau-pulau terluar dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran, dengan prioritas.
75
F. Analisis Data Foto VI Gambar 6. Foto Patung Jenderal Sudirman
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Patung Jendral Sudirman di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Sebuah patung berwarna hitam yang menjulang tinggi dengan beberapa keterangan yang terdapat di bawahnya. Patung dalam foto ini adalah sosok Jendral Sudirman yang merupakan Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia, dan juga menjadi salah satu jendral bintang lima. Patung ini terlihat di tengah sebuah lapangan, dan pagar besi yang sedikit berkarat. Dengan latar belakang birunya langit dan sedikit awan, di sebelah kanan terdapat sebuah bangunan. Di belakang patung juga terlihat sebuah bukit.
76
2. Makna Konotasi Patung tersebut adalah sosok seorang panglima besar TNI yaitu Jendral Sudirman, ini diperkuat dari keterangan dari data foto VI. Angle dalam foto ini menyiratkan akan bagaimana kekuatan dari seorang panglima besar TNI. Sudirman merupakan sosok pahlawan yang menjadi tauladan bagi seluruh prajurit TNI. Foto tentang Patung Jendral Sudirman menyiratkan makna perjuangan tiada akhir bagi maasyarakat
Indonesia,
prajurit
TNI
untuk
memertahankan
kemerdekaan dan wilayah NKRI. Pagar yang sedikit berkarat dalam foto ini menyiratkan bahwa kegigihan perjuangan para pahlawan dalam memertahankan wilayah kedaulatan Indonesia dari tangan para penjajah pada masa lalu. Pada 2010 pemerintah melakukan pembangunan patung Jenderal Sudirman yang dibangun di atas taman seluas satu hektare. Patung ini diresmikan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso pada 2 Agustus 2010. Bupati Rote Ndao, Lens Haning menyatakan, dengan adanya Patung Sudirman di tengah-tengah pulau Ndana, memberikan bukti bahwa tidak akan ada klaim dari pihak manapun untuk merebut pulau itu dari NKRI.12 Sosok Sudirman dengan segala kegigihan dan keberanianya dalam menghadapi musuh untuk membela dan mempertahankan tanah air Indonesia dari tangan para penjajah inilah yang diharap menjadi motivasi bagi para prjurit yang bertugas di Pulau Ndana. 12
http://www.batasnegeri.com/pulau-ndana-pulau-terluar-bagian-selatan-indonesia/ (diakses pada 14 April 2017)
77
3. Makna Mitos Jendral Sudirman merupakan sosok pahlawan nasional yang menjadi tauladan bagi para prajurit TNI di masa kini. Dia lahir pada 24 Januari 1916 di
Purbalingga, tepatnya di Dukuh Rembang. Sang
Jendrak lahir dari sosok ayah yang bernama Karsid Kartowirodji, dan seorang ibu yang bernama Siyem. Ayah dari Sudirman ini merupakan seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang. Sudirman dirawat oleh Raden Tjokrosoenarjo dan istrinya yang bernama Toeridowati.13 Hingga pada 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Sudirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Dengan ditandu, Sudirman berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya Sang Jendral Bintang Lima tersebut selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.
13
Hermansyah Sihombing, Sejarah - Biografi Jendral Soedirman, https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_Jendral_Sudirman?auto= download (diakses pada 14 April 2017)
78
Surat kabar harian Yogyakarta, Kedaulatan Rakjat, menulis bahwa Indonesia telah kehilangan seorang "pahlawan yang jujur dan pemberani". Tokoh Muslim Indonesia, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, menggambarkan sosok Soedirman sebagai "lambang dari kebangunan jiwa pahlawan Indonesia".14 Hal ini menunjukan bahwa para prajurit yang bertugas menjaga perbatasan di pulau terluar, seperti di Pulau Ndana harus memiliki semangat berjuang seperti Jendral Sudirman. Mereka harus tetap menjalankan tugasa walaupun dalam keadaan yang serba terbatas.
14 Hermansyah Sihombing, Sejarah - Biografi Jendral Soedirman, https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_Jendral_Sudirman?auto= download (diakses pada 14 April 2017)
79
G. Analisis Data Foto VII Gambar 7. Foto Prajurit Mengantre Mandi
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII menunggu antrean kamar mandi di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Pada foto ini terdapat sebuah bilik dari kayu berwarna hijau , dengan sebuah pintu yang berwarna hijau juga, di dalam bilik tersebut dilihat ada sepasang kaki, sandal berwarna kuning, sebuah dan tampak terlihat basah pada bagia lantainya. Hal tersebut menunjukan bahwa bilik tersebut menunjukan sebuah kamar mandi. Di samping atau pada bagian kiri foto terdapat sepasang sepatu berwarna hitam, dan nampak juga sebuah tulisan pada kertas warna
80
putih menempel pada bilik tersebut. Di belakang bilik tersebut terdapat sebuah pohon besar. Di bagian kanan belakang terlihat agak samar seorang sedang duduk di bawah pohon menghadap ke arah kamera. Dari caption foto menerangkan bahwa Prajurit TNI menunggu antrean kamar mandi. 2. Makna Konotasi Bilik tersebut bisa menyiratkan sebuah kamar mandi jika melihat objek yang ada pada sekelilingnya. Hal tersebut penulis melihat dari sepasang kaki yang tidak beralas, lantai bagian dalam bilik yang terlihat basah sampai mengalirkan air ke luar bilik, dan sebuah benda warna biru yang terlihat dari bawah pintu nampak seperti bejana atau wadah air. Sepatu hitam di samping bilik tersebut juga menandakan sepatu seorang prajurit TNI, yang sedang berada di dalamnya. Caption
foto
juga
memperkuat
bahwa
foto
tersebut
menggambarkan aktivitas seorang Prajurit yang sedang mandi, sementara di belakang nampak seseorang sedang duduk, caption juga menjelaskan bahwa orang tersebut sedang menunggu antrean untuk mandi. Hal tersebut bisa dilihat dari gesture orang tersebut yang terlihat seperti orang menunggu. Pohon besar menjadi peneduh dari teriknya matahari di Pulau Ndana ini bisa dilihat pada bagian belakang foto yang nampak cahaya matahari yang begitu terik. Dalam tugasnya mengamankan dan menjaga Pulau Ndana para prajurit yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII
81
juga beraktivitas sehari-hari seperti orang pada umumnya yaitu, mandi dan mencuci. Kamar mandi yang sederhana dan dengan jumlah terbatas menggambarkan bagaimana keterbatasan kehidupan dari para prajurit
yang bertugas di sana.
Hal ini menunjukan sikap
kerelaberkorbanan para prajurit TNI yang menjaga kedaulatan dan wilayah teritorial Indonesia 3. Makna Mitos Dari makna konotasi bisa didapatkan mitos bahwa para prajurit yang bertugas harus bersedia dan menerima di manapun mereka ditugaskan. Mereka juga harus menerima keadaan dari wilayah tempat mereka ditugaskan, karena pada dasarnya menjaga kedaulatan dan memertahankan wilayah Indonesia merupakan tugas pokok dari TNI. Ini sesuai dengan apa yang menjadi tugas pokok dari Tentara Nasional Indonesia, yaitu:15 Sebagai bagian dari TNI, tugas pokok TNI AD adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
15
https://tniad.mil.id/index.php/2012/07/tugas/ (diakses pada 18 April 2017)
82
H. Analisis Data Foto VIII Gambar 8. Foto Prajurit Menyuling Air
Sumber: http://www.antarafoto.com/fotocerita/v1441360511/menjagaindonesia-dari-pulau-ndana Caption: Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII mendapat giliran piket menyuling air untuk MCK di Pulau Ndana, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur. 1. Makna Denotasi Seorang dengan kepala plontos sedang menunangkan air ke dalam wadah yang diletakan pada sebuah pohon, dari wadah tersebut . Di depannya sebuah gerobak yang di atasnya terisi
tiga buah drum
berwarna biru yang salah satunya dimasukan selang ke dalam drum tersebut. Dari caption foto ini tertulis bahwa prajurit tersebut sedang menyuling air untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK) mereka.
83
2. Makna Konotasi Dari perpaduan foto dan caption ini menyiratkan bahwa kehidupan yang serba terbatas di Pulau Ndana. Demi mendapatkan air untuk keperluan sehari-hari mereka, para prajurit secara bergiliran bertugas menyuling air laut untuk dijadikan air tawar. Ini menandakan kehidupan yang serba terbatas, mereka rela melakukan usahas lebih keras untuk mendapatkan air bersih dengan cara menyulingnya untuk dipakai keperluan sehari-hari. Hal tersebut menggambarkan sikap rela berkorban untuk menyuling air laut menjadi air tawar, walaupun bukan hanya untuk kebutuhan pribadi semata. Menyuling air adalah kegiatan untuk memperbaiki kualitas air agar dapat digunakan untuk keperluan seharihari, prinsip penyulingan air laut menjadi air yang tawar dan layak untuk diminum sama seperti halnya siklus air. Alat yang diperlukan untuk menyuling yaitu wadah untuk tempat menaruh air yang ingin disuling, selang, dan kompor untuk memanaskan air tersebut. Seperti kata Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia yang menjelaskan bahwa, sikap rela berkorban adalah kesediaan dan keikhlasan memberikan sesuatu yang dimiliki untuk orang lain, walaupun akan menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri.16 3. Makna Mitos Air merupakan sumber kehidupan, yang memiliki banyak fungsi dalam hidup ini. Selain untuk minum air juga dipakai untuk
16
Anis Matta, Mancari Pahlawan Indonesia, (Jakarta: Tarbawi Center, 2004), h. 61
84
menunjang kegiatan sehari-hari. Bahkan pada 2016 tema Hari Air Sedunia ialah “Water and Jobs atau Air dan Pekerjaan”. Dikutip dari laman National Geographic Indonesia bahwa, Hari ini, hampir setengah dari jumlah pekerja di dunia sebesar 1,5 miliyar orang bekerja di dalam pekerjaan yang memiliki hubungannya dengan air dan hampir seluruh pekerjaan bergantung pada air. Namun, dari jutaan orang yang bekerja di dalam bidang yang memiliki kaitannya dengan air sering kali tidak mendapatkan pengakuan atau perlindungan dari hak dasar sebagi buruh.17 Air adalah anugrah sekaligus petaka. Penyair Ismaiil Marzuki merangkumnya dalam syair “Kulihat ibu pertiwi/ Sedang bersusah hati/ Air matamu berlinang Mas intanmu terkenangHutan gunung sawah lautan. Simpanan kekayaan. Kini ibu sedang lara/Merintih dan berdoa” Syair tersebut mengandung makna tersirat bahwa kekayaan Indonesia ada di setiap tempat. hutan, gunung, sawah lautan. Dan tempat-tempat tersebut tak pernah nihil akan air. Sejatinya begitu. Di sisi lain, air menjadi simbol kepedihan sebuah negara yang tengah dalam kondisi kesusahan. Bisa jadi, Ismail Marzuki menggambarkan kondisi air di negeri ini dengan air juga.
17
http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/03/makna-dibalik-hari-air-sedunia
85
I. Interpretasi Setelah melakukan analisis delapan dari 11 foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana. Foto cerita tersebut menggambarkan bagaimana kehidupan para prajurit TNI yang menjaga perbatasan RI dengan negara Australia yakni Pulau Ndana. Selain itu, penulis menangkap sikap patriortisme yang ditunjukan oleh prajurit yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yaitu sikap keberanian, kesedian, keikhlasan, kesetiakawanan sosial dan rela berkorban. Hal tersebut menggambarkan bagaimana perjuangan prajurit TNI dalam menjaga pulau terluar seperti Pulau Ndana yang tidak. Mereka jauh dari keluarga, sanak saudara, dan kamupung halaman, inilah salah satu yang mereka korbankan. Jauh dari hingar bingar dan gemerlap lampu kota, para prajurit TNI hidup dalam kesederhanaan dan keterbatasan fasilitas, mereka rela meninggalkan semua itu demi menjalakan tugas negara yakni menjaga wilaya teritorial Indonesia. Dengan ikhlas mereka bahu membahu mengerjakan kegiatan sehari-hari seperti, memasak, menyuling air, sertu tugas utama mereka yakni berpatroli keliling pulau. Dari analiasis foto cerita ini menunjukan bahwa sebuah foto menjadi medium penyampaian pesan yang yang efektif. Efektif dalam hal memberikan segala yang tidak dapat diperoleh orang secara langsung. Hal ini juga merupakan karakteristik dari foto jurnalistik. Seperti yang dikutip Alwi dalam bukunya Foto Jurnalistik, Frank P. Hoy menjelaskan ada
86
delapan karaketer foto jurnalistik yang di antaranya, yaitu:18 Foto jurnalistik adalah komunikasi melalui foto. Komunikasi yang dilakukan akan mengekspresikan pandangan pewarta foto terhadap suatu subjek, tetapi pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi, dan foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak (mass audiences). Berati pesan yang disampaikan harus singkat dan segera disegera diterima orang yang beraneka ragam. Melalui foto cerita, khalayak diajak untuk melihat, menikmati, dan berimajinasi lebih dalam mengenai sebuah peristiwa. Dari rangkaian foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana didapat makna lain dari sekadar apa yang bisa dilihat dengan mata. Penulis membaca bahwa foto ini memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana sikap patriotisme dari para prajurit TNI yang menjaga kedaulatan dan wilayah Indonesia di pulau paling selatan yaitu Pulau Ndana.
18
Audy Mirza Alwi, Foto Jurnalistik, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h.5
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan penelitian ini yang berjudul Makna Patriotisme pada Foto Cerita Jurnalistik, yaitu yang didapat dari foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana karya pewarta foto Antara yang diunggah pada portal online www.antarafoto.com pada 4 September 2015. 1. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos. Dari penelitian yang menganalisis delapan dari sebelas foto ini dapat disimpulkan bahwa makna denotasi dari foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana adalah bagaimana gambaran kehidupan prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Pengamanan Pulau terluar XVII yang menjaga dan mengamankan pulau paling selatan Indonesia dari klaim negara lain. Sementara makna konotasi dari keseluruhan rangkaian foto cerita jurnlistik tersebut ialah perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulataan wilayah teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia, meski dalam keterbatasan dan kesederhanaan mereka tetap melaksanakan tugas negara dengan baik. Seperti apa yang ditunjukan oleh Panglima Besar TNI Jendral Sudirman pada masa penjajahan dan pendudukan sekutu. Yang terakhir makna mitos yang bisa disimpulkan dari foto cerita jurnalistik karya M.Agung Rajasa ini adalah nilai-nilai perjuangan yang diwariskan oleh Jendral Sudirman diharapkan bisa menular pada setiap prajurit TNI di mana pun bertugas, khusus di Pulau Ndana yang merupakan pulau terluar di bagian selatan Indonesia. Di pulau ini dibangun patung Jendral Sudirman untuk menyutikan
87
88
semangat perjuangan dari Sang Jendral kepada para prajurit TNI yang bertugas mengamankan tapal batas negeri ini. 2. Makna Patriotisme Secara keseluruhan penulis menyimpulkan nilai patriotisme dari foto cerita jurnalistik berjudul Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana karya pewarta foto ANTARA M. Agung Rajasa adalah nilai keberanian, kesetiakawanan sosial dan rela berkorban. Foto cerita tersebut menggambarkan bagaimana para prajurit TNI yang mengamankan sebuah pulau paling selatan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dari klaim negara tetangga. Mereka berani mempertaruhkan seluruh jiwa dan raganya untuk keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu mereka juga rela meninggalkan keluarga, anak, istri, serta kampung halaman demi menjaga sebuah pulau paling selatan di Indoensia dari gangguan asing. B. Saran Dari penelitian yang telah disimpulkan pada bab ini, maka adapun saran agar penelitian ini tidak berhenti pada analisis ini saja, dan dapat terus berkembang di kalangan mahasiswa progam studi jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan khalayak umum yang menyukai dunia fotografi khususnya fotografi Jurnalistik, sebagai berikut: 1. Semakin banyaknya peminat fotografi dan penelitian terhadap foto diharapkan kepada perpustakaan, baik Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi maupun
Perpustakaan
Utama
UIN
Syarif
Hidayatullah
Jakarta
untuk
memperbanyak buku-buku yang berkaitan dengan fotografi apa saja, karena peminat foto tidak hanya terdapat dalam satu jenis kategori foto.
89
2. Analisis menggunakan metode semiotika banyak diminati oleh para mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah khususnya mahasiswa konsentrasi Jurnalistik, hal ini dilihat dari banyaknya mahasiswa yang membuat skripsi dengan metode analisis tersebut, oleh karena itu penulis memberi saran agar diadakannya mata kuliah semiotika atau materi tentang analisis semiotika di fakultas ini khususnya pada Konsentrasi Jurnalistik, minimal satu semester. 3. Diharapkan ke depannya agar menambah porsi mata kuliah yang berkaitan dengan fotografi. Tidak hanya satu semester saja, bahkan minimal dua atau tiga semester. Untuk menghasilkan calon-calon pewarta foto yang handal dan mampu bersaing dalam dunia kerja nantinya. 4. Untuk pihak Kampus khususnya Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi penulis menyarankan agar menyediakan sarana di bidang fotografi, seperti studio foto dan berbagai kelengkapannya. Mengingat meningkatnya minat fotografi di kalangan mahasiswa terlebih bagi mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik yang memang lebih spesifik mempelajari mata kuliah fotografi jurnalistik. Selain itu juga sebagai penunjang bagi mahasiswa dalam memeraktikan materi yang didapat di kelas.
DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Adjidarma,
Seno
Gumira.
Kisah
Mata,
Fotografi
antara
Dua
Subjek:Perbincangan tentang Ada, Yogyakarta: Galang Press, 2003. Agung, Yuniadhi. Makalah Pengantar Fotografi Jurnalistik, Jakarta:T,pn, 2004. Alwi, Audy Mirza. Foto Jurnalistik: Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004. Arifin, Zainal. Penelitian, Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Bachtiar, Ray. Ritual Fotografi, Chip foto video edisi spesial. Bahtiar, Wardi. Metodologi Penulisan Ilmu Dakwah, Jakarta: logos, 1997. Bakry, Noor Ms. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Barthes, Roland. Mitologi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009. Berger, Arthur Asa. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2010. Berger, Arthur Asa. Tehnik-tehnik Analisis Media second Edition, Yogyakarta Universitas Atmajaya, 2000. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kuantitaif, Jakarta: Kencana, 2008. Company profile Antara Foto, Galeri Foto Jurnalistik Antara. Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif : ANALISIS DATA, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010. Ferry, Darmawan. Dunia dalam Bingkai, cet 1, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Fotomedia, Foto Jurnalistik Gabungan Foto dan Kata, April 2003 Freininger, Andreas. Unsur Utama Fotografi, Semarang: Dahara Prize, 1999.
Gani, Rita dan Kusumalestari, Ratri Rizki. Jurnalistik Foto Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosis Rekatama Media, 2013. Giwanda, Griand. Panduan Praktis Belajar Fotografi, Jakarta: Puspa Swara, 2001. Hoed, Benny H. Semiotika dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Depok, 2008. Irons,
Peter.
Keberanian
Mereka
yang
Berpendirian,
Bandung
:
Angkasa,2003. Irons, Peter. Keberanian Mereka yang Berpendirian, Bandung: Angkasa,2003. Isroi, Fotografi Asyik dengan Kamera Saku, Yogyakarta: C.V. ANDI OFFSET, 2013. Maleong, Lexy J. Metodologi penelitian kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Matta, Anis. Mancari Pahlawan Indonesia, Jakarta: Tarbawi Center, 2004. Matta, Anis. Mancari Pahlawan Indonesia, Jakarta: Tarbawi Center, 2004. Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan teori dan praktek, Jakarta: logos
Wacana Ilmu, 1999.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003. Munti, Ratna Batara. Demokrasi Keintiman: Seksualitias di Era Global, Jakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005. National Gheograpic, Ultimate Field Guide To Photography, China: National Gheograpic Society, 2009. Patmono, SK. Teknik Jurnalistik Tuntunan Praktis untuk Menjadi Wartawan, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1996. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Bandung: Jalasutra, 2003.
Prasetya, Erik. On Street Photography, Jakarta: KPG(Kepustakaan Populer Gramedia), 2014. Rashid, Abdul Rahim Abdul. Patriotisme: Agenda Pembinaan Bangsa, Kuala Lumpur: Utusan, 2004. Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003. Sumardi, I. Sandyawan. Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, Jakarta: PT. Grasindo, 2005. Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Analisis Untuk Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framming, Bandung: PT.Rosdakarya, 2004. Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2009. Soedjono, Soeprapto. Pot-Pourt Fotografi, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti, 2007. Soelarko, R.M. Pengantar Foto Jurnalistik, Jakarta: PT.Karya Nusantara, 1985. Soerjoatmodjo,Yudhi. IPPHOS Indonesian Press Photo Service, Jakarta: Galeri
Foto Jurnalistik Antara, 2013.
Sugiarto, Atok. Indah Itu Mudah, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006. Sumardi, I. Sandyawan. Melawan Stigma Melalui Pendidikan Alternatif, Jakarta: PT.Grasindo, 2005. Sunardi, Semiotika Negativa., Yogyakarta: Kanal, 2002. Suprapto dan kawan-kawan. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X SMA/MA1,
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.
Svarajati, PHŌTAGŌGÓS: Terang-Gelap Fotografi Indonesia, Semarang: Suka Buku, 2013.
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. Way, Wilsen. Human Interest Photography, Jakarta: PT Alex Media Komputindo, 2014. Wijaya, Taufan. Foto Jurnalistik dalam Dimensi Utuh, Jakarta: CV.Sahabat, 2011. B. Sumber Jurnal Aritonang, Keke T. Menghidupkan Kembali Semangat Nasionalisme Soe Hok Gie, (Jurnal Pendidikan Penabur - No.14/Tahun ke-9/Juni 2010 Jurnal
Andita
Trias
Nur
Azizah,
PERBANDINGAN
NILAI-NILAI
PATRIOTISME DALAM FILM (Analisis Isi Perbandingan Nilai-Nilai Patriotisme dalam Film Sang Pencerah (2010) dan Film Sang Kiai (2013)) C. Sumber Internet Darmadi,
Kesetiakawanan
Tetap
Diperlukan,
http
:
//www.suaramerdeka.com http://kbbi.kemdikbud.go.id http://www.1000kata.com http://www.antara.net.id https://id.wikipedia.org Masykur,
Ahmad.
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan,
www.elcom.umy.ac.id https://bisnis.tempo.co/ http://www.ppkkp3k.kkp.go.id http://www.batasnegeri.com http://www.antaranews.com Hermansyah
Sihombing,
Sejarah
-
Biografi
Jendral
Soedirman,
https://www.academia.edu/10887779/Biografi_dan_Sejarah_Perjuangan_J endral_Sudirman?auto=download http://nationalgeographic.co.id
https://tniad.mil.id/ D. Wawancara Wawancara pribadi dengan M. Agung Rajasa pada 28 Maret 2017
Narasi foto cerita Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana Matahari mulai menampakkan wujudnya di ujung Timur Indonesia, di mana biru langit menyatu dengan birunya Samudera Hindia. Terik mentari mencapai 38 celcius mulai membakar kulit seiring kapal nelayan mulai membelah ombak melintasi perairan pulau paling Selatan Indonesia. Tidak mudah melintasi laut Selatan Indonesia. Hanya nelayan yang mengerti dan lihai menaklukkan hantaman ombak serta derasnya arus selat Pulau Lando dan Pulau Ndana yang dapat melintasinya. Pulau Ndana merupakan salah satu pulau terluar Indonesia, berbatasan langsung dengan negara Australia. Secara geografis, pulau Ndana berada di selatan Pulau Rote yang dapat ditempuh selama satu jam menggunakan perahu nelayan. Secara administrasi masuk dalam Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Walau berupa pulau kecil tidak berpenghuni, Pulau Ndana aman dari potensi klaim negara lain sebab pulau ini dijaga dan diduduki oleh Satgas Pengamanan Pulau Terluar XVII Yonif 5 Marinir, Yonif 743/PSY Angkatan Darat dan Pangkalan Angkatan Laut pulau Ndana. Di atas pulau seluas 12 hektare itu berdiri barak TNI seluas 500 meter persegi. Ada patung Jenderal Sudirman yang berdiri di atas lahan seluas satu hektare. "Tugas pokok kami di sini adalah menjaga dan menduduki pulau ini dan mengamankan secara fisik," kata Komandan Satgas Marinir Pengamanan Pulau Terluar XVII Kapten (Mar) Wahid Hasyim saat ditemui di pulau Ndana, pekan lalu. Menurut Wahid pasukan yang menjaga pulau Ndana ini mendapat tugas selama sembilan bulan dan kemudian berganti dengan pasukan khusus lainnya. Dalam kesehariannya mereka silih berganti berjaga, mengelilingi pulau tersebut. Meski hidup di pulau terluar dan jauh dari peradaban tidak membuat para prajurit itu melupakan aktivitas sehari-hari yang bermanfaat untuk mereka. Di sela-sela tugas negara menjaga keutuhan dan keamanan pulau terluar, mereka mengisi waktu dengan berbagai kegiatan menarik. Wahid yang sudah tiga kali menjaga pulau terluar di wilayah Indonesia membagi tugas kepada para prajurit untuk menanam sayur mayur, menyuling air, dan memancing ikan. "Kalau sudah ada yang mencoba masuk daerah territorial Indonesia maka wajib kita hajar," katanya.
Oleh: M. Agung Rajasa
Naskah Wawancara Nama
: M. Agung Rajasa
Pekerjaan
: Pewarta foto ANTARA
Tempat
: Menteng, Jakarta Pusat.
Tanggal
: 28 Maret 2017
Pukul
: 17.00 WIB
Keterangan
: Wawancara untuk data penelitian Pemaknaan Nilai Patriotisme pada www.antarafoto.com
Daftar Pertanyaan 1. Apa yang bisa Anda ceritakan dari foto pertama, kedua, ketiga, dan keempat? Kalau foto pertama itu sebenernya menceritakan tentang dua prajurit TNI yang sedang memantau peta Pulau Ndana dan wilayah sekitarnya. Nah pulau ini pulau yang paling selatan di Indonesia. Sebenernya orang banyak tahu Pulau Rote, tapu di bawah Pulau Rote itu paling selatan dekat Australia itu ada namanya Pulau Ndana. Pulau Ndana itu hanya ditempati oleh marinir dan Angkatan Laut. Merek berjaga keliling dengan waktu yang tidak ditetapkan agar musuh tidak tahu kapan dia berjaga atau keliling. Nah foto pertama ini hanya memantau peta yang ada di peta pulau sekitarnya dan mereka berkoordinasi antar prajurit ketika sebelum patroli, kira-kira gitu foto pertama. Foto kedua ada tiga prajurit marinir yang sedang memantau pesisir atau pantai yang menjurus langsung ke Australia. Biasanya banyak nelayan atau kapal yang melintas di situ. Tapi saat waktu dia pantau memang tidak ada, tapi ini memang sesekali mereka memantau dengan teropong (ketiga orang) ini. Maka saya ambil dari belakang biar keliatan suasana laut yang luas, kemudian mereka harus berjaga di pulau. Beberapa
waktu pulau ini pernah mau diakui oleh Australia makanya patroli itu terus. Nah ini ga ada penjaga, ga ada kehidupan di sini hanya prajurit yang tinggal di sana. Foto ketiga, ini beberapa prajurit yang memang sedang patroli di kawasan Pulau Ndana. Nah pulau ini memang sama kayak tadi terus dijaga dan yang kita tidak tahu itu adalah semaunya komandannya ketika memberikan instruksi patroli. Jadi, ketika misalkan memang bisa dua hari sekali, bisa tiga hari sekali, bisa satu hari sekali, dan itu bisa ganti-gantian, siang-malam ,siang-malam. Kira-kira gitu. Ini suasana patroli aja, menceritakan tentang suasana patroli. Foto keempat. Nah, prajurit-prajurit Marinir yang telah lama tinggal, biasanya mereka ditugaskan enam sampai delapan bulan di Pulau Ndana ini abis itu mereka berganti dengan pasukan Marinir yang lainnya. Nah kira-kira foto keempat ini menceritakan mereka apa namanya mereka memasak dengan apa adanya yang terdapat di Pulau Ndana itu. Mereka masak pakai kayu, mereka kalau bikin misalkan untuk sama-sama untuk bareng-bareng, mereka gentian piketnya. Nah ini suasana mereka ketika memang ditugaskan di Pulau Ndana. Mereka bercocok tanam juga, mereka mencari air juga, mereka kadang juga apa namanya berburu dan mereka ya seperti ini kehidupan, saya pribadi pengen nunjukin sisi lain selain mereka berjaga bahwa ada kehidupan yang lain, ada acara mereka berhidup seperti manusia biasa.
2. Apa yang Anda ingin sampaikan dari foto-foto tersebut? Bahwa ada marinir, ada tentara yg menjaga pulau di wilayah paling selatan Indonesia. Pulau itu tetap dijaga sama prajurit TNI yang setia sama NKRI. Nah orang-orang jarang yang melihat, jarang yang tahu kalau mereka di pulau paling selatan yang pulau paling dekat dengan Australia. Banyak negara tetangga yang ingin mengakui pulau-pulau yang terdapat di Indonesia, salah satunya misalkan ada di deket Filipina itu Pulau
Miangas, ada yang di perbatasan darat di Papua, ada yg di Timor di NTT itu nah itu mereka pasti akan berjaga setiapa saat karena kalau yg selatan ini kan berbatasan dengan laut juga berbatasan langsung sama apa namanya sama daratan nah karena memisahkan laut makanya mereka memang harus berpatroli dan musuh tidak tahu kapan waktunya patroli, nah kira-kira gitu.
3. Dalam angle pengambilan foto-foto tersebut adakah maksud lain yang ingin Anda sampaikan? Di satu sisi mereka berpatroli bahwa ada kehidupan lain bahwa seorang laki-laki ya harus masak dan mereka juga harus tahu bagaimana caranya membakar kayu. Mereka survive, mau di tempat manapun mereka survive intinya dari foto ini ya mereka survive, bagaimana dia bertahan hidup dari kan ada yang cocok tanam juga foto saya, mereka seperti itu. Terus ini, yang ini hanya sekadar foto patroli bahwa mereka pasti keliling pulau dan pulau itu ga kecil tapi besar. Nah ini, jarang punya foto ini karena mereka apa namanya memang mantau langsung keadaan laut tapi ada sebenernya yang memang wilayahnya bukit, cuma itu batu-batuan karang gede. Mereka pasti jaga di situ cuma ga kelihatan kalau mereka memang berjaga di semak-semak. Sebenernya ada yang di situ, Cuma karena foto ini lebih ngena karena mereka bisa saat-saat mantau tidak dengan duduk tapi dengan tidur, terus bisa mantau langsung pakai teropong. Tapi lebih pada kapal laut yang dipantau, kapal yang melintas.
4. Menurut Anda, sikap patriotisme apa yang tergambar dari para prajurit TNI dalam foto cerita jurnalistik Menjaga Indonesia dari Pulau Ndana? Mereka bisa bertahan sama apa namanya, merek ditugaskan ke pulau yang mana di pulau itu tidak ada siapa-siapa, mereka tinggal di sana terus mereka juga hidup bareng
makan bareng masak bareng dengan satu tujuan, pulau itu tidak direbut sama asing, pulau itu tidak direbut sama negara asing atau negara tetangga karena kalau sudah direbut, malu lah kita. Makanya menurut saya sikap kepahlawanan mereka yang ditunjukkan adalah mereka berani dan rela berkorban, meninggalkan keluarga, meninggalkan anak istri demi untuk menjaga sebuah pulau kecil. Padahal itu cuma pulau kecil tapi itu harga diri buat mereka. Pulau itu p ulau Indonesia itu yang harus dipertahankan karena pada dasarnya daratan yang dikuasai militer itu ya basenya si negara itu, tidak bisa direbut. Beda sama dulu, kalau dulu kan orang datang perang, kalah direbut nah sekarang dijaga. Kalau ga dijaga berarti mereka sama aja dia tidak menjaga negaranya sendiri. 5. Ada lagi ga sih maksud secara keseluruhan dari foto cerita tersebut? Di foto-foto saya kan ini sebenernya ada yang ditampilkan sisi lain ya, selain dia menjaga bahwa TNI di pulau ya pasti kan menjaga pulau tapi coba menampilkan sisi lain dari mereka, seperti misalkan mereka masak, terus mereka kalau beli apa-apa harus pakai, kadang mereka pakai perahu, mereka harus muter pulau untuk belanja ke kota beli masakan, telor dan lain segala macam, minyak, sayur, selain mereka tanam mereka juga ada, mereka belanja sama nelayan. Terus ini kan ada patung Soedirman karena ini simbolnya bahwa ini negara Indonesia gitu. Ini menunjukkan bahwa ini pulau kepunyaan Indonesia, terus ya mereka kalau lagi tidak piket ya mereka santai gitu. Kadang-kadang mau di pohon untuk melepas kangen aja sama keluarga. Mereka nyuling, bukan dari laut yang di pantai tapi yang di darat, daratan diini sama dia, disaring karena masih ada kandungan garamnya. Mereka sholat, ya kalau ya tetap mereka beribadah, mereka ga akan melupakan itu. Paling itu, gaada yang lain.
Foto penulis dengan narasumber M. Agung Rajasa setelah sesi wawancara: