UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS OTAK (BRAINCOMPATIBLE MATHEMATICS) : SUATU PENDEKATAN PRAKTEK
Makalah Ini Disusun sebagai Syarat Pengajuan Perpanjangan Beasiswa
Disusun oleh : Mulawarman (NIM : 311501751) Agus Budi Hartono (NIM : 3115071761 ) Dewi Annnisa (NIM : 3115071765) Ayu Sekardini (NIM : 3115071767) Agung Nugroho (NIM : 3115071771)
Prodi Pendidikan Matematika Reguler 2007 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta November 2009
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH MENENGAH DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS OTAK (BRAIN-COMPATIBLE MATHEMATICS) : SUATU PENDEKATAN PRAKTEK
Abstrak Keberagaman cara pikir siswa dalam menangkap materi-materi matematika adalah suatu hal yang patut disadari oleh para guru atau para pendidik matematika. Keberagaman cara pikir tersebut bisa jadi merupakan anugerah yang besar, namun bisa juga merupakan tantangan tersendiri bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran matematika yang efektif dan efisien. Sayangnya, tidak semua guru mengetahui pendekatan pembelajaran yang mampu mengakomodasi segala kemampuan pikir siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dinilai mampu mengakomodasikan kemampuan pikir siswa dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak (Brain-compatible Mathematics Learning), yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada kemampuan pikir siswa dalam membelajarkan diri mereka, khususnya dalam kemampuan mengolah dan mensintesis suatu pengetahuan atau informasi-informasi matematika berdasarkan pemahaman mengenai cara kerja otak. Berawal dari pemikiran ini, maka penulis ingin mengetahui lebih jauh mengenai pendekatan ini berikut penerapannya melalui sebuah karya tulis. Adapun perolehan data dalam karya tulis ini dilakukan dengan cara studi pustaka dari berbagai literatur dan datadata dari internet. Data-data dan fakta-fakta disusun dan diolah sedemikian rupa sehingga informasi yang didapat tidak diragukan lagi kebenarannya. Karya tulis ini disusun untuk memberikan informasi pada para guru khususnya dan para pembaca pada umumnya mengenai pendekatan pembelajaran berbasis otak yang difokuskan pada materi-materi matematika dan penerapannya. Dengan berbekal pengetahuan mengenai cara kerja otak dalam memproses beragam informasi, maka kegiatan belajar mengajar matematika yang dilakukan di dalam kelas akan lebih efektif dan efisien.
Kata kunci : pendekatan, pembelajaran, matematika, dan brain-compatible mathematics learning.
I.
Pendahuluan I. 1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan upaya untuk mentransfer pengetahuan atau
informasi dari pengajar kepada siswa. Dalam pentransferan ini, terjadi aktivitas berpikir siswa yang kemudian mengarahkan siswa dalam proses untuk mengkonstruksi pengetahuan sehingga terjadilah proses belajar. Menurut pandangan teori konstruktivistik, proses belajar merupakan proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutakhiran struktur kognitif. Pembelajaran yang baik hendaknya memerhatikan unsur-unsur dalam proses belajar yaitu pembelajar atau guru, peserta didik, kurikulum, dan pesan berupa materi pembelajaran. Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendukung terjadinya proses belajar adalah : suasana belajar, minat, keadaan fisik/fisiologis dan mental siswa, lingkungan belajar, tujuan pembelajaran, kurikulum pembelajaran, dan pendekatan pembelajaran. Pembelajaran
yang
efektif
adalah
pembelajaran
yang
mampu
menyeimbangkan seluruh potensi berpikir siswa. Dengan kata lain, pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu menyeimbangkan antara potensi otak kanan dan otak kiri siswa. Jika pembelajaran dalam kelas tidak melibatkan kedua fungsi otak itu, ketidakseimbangan kognitif akan terjadi bagi diri siswa yaitu potensi salah satu bagian otak akan melemah dikarenakan tidak digunakannya fungsi bagian otak tersebut. Jika hal ini dibiarkan, maka yang terjadi adalah siswa yang mengalami sikap kegagalan, dalam artian siswa akan menganggap bahwa materi yang dipelajarinya tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Kondisi ini jelas merupakan sebuah hal yang kontraproduktif terhadap terciptanya kegiatan pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Perlunya memahami pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi segala potensi berpikir siswa adalah suatu keharusan bagi para pengajar, terutama para pengajar materi dengan abstraksi tinggi seperti matematika. Salah satu pendekatan yang mampu memfasilitasi segala potensi berpikir siswa, khususnya dalam pembelajaran matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak (brain-compatible mathematics learning). Dengan memahami pendekatan pembelajaran tersebut, keefektifan pembelajaran matematika akan mudah tercapai.
I. 2 Pertanyaan Penelitian Dari uraian diatas, dapat ditemukan masalah-masalah sebagai berikut:
Apakah
yang
dimaksud
pendekatan
pembelajaran
matematika
berbasis otak (brain-compatible mathematics learning)?
Bagaimanakah penerapan pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak pada pembelajaran kelas?
I. 3 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:
Guru mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang memadai tentang pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak.
Guru mampu menerapkan pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak (brain-compatible mathematics) sehingga pembelajaran matematika dalam kelas akan lebih efektif, lebih efisien, dan lebih bermakna.
II.
Kajian Pustaka
Belajar dan Hasil Belajar Matematika Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku yang bersifat relatif permanen, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun ranah psikomotorik. Perubahan tingkah laku dalam proses belajar bersifat permanen dan terukur melalui beragam tes. Belajar, menurut teori kognitif adalah kegiatan pemrosesan informasi yang bermuara pada perubahan persepsi dan pemahaman atau perubahan struktur kognitif melalui rangkaian proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan (C. Asri Budingsih, 2005: 34). Dalam teori belajar sibernetik, belajar didefinisikan sebagai proses pengolahan informasi. Beda teori ini dengan teori kognitif adalah teori belajar sibernetika menjelaskan tentang bagaimana pemrosesan informasi terjadi dalam proses belajar. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa terdapat tiga komponen penting komponen pemrosesan informasi yakni sensory receptor, working memory, dan long term memory. Dalam proses belajar apapun, termasuk proses belajar matematika terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir bila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar matematika selalu melakukan kegiatan mental. Dalam proses berpikir itu, sesorang melakukan pemilihan, pemilahan, dan pencarian
hubungan antara informasi-informasi yang ada sehingga menimbulkan suatu pengertian/pemahaman dan kesimpulan. Khusus mengenai belajar matematika, diperlukan pemahaman konsep-konsep matematika terlebih dahulu sebelum informasi-informasi atau fakta-fakta matematis itu dapat dimengerti atau dipahami. Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu.1
Segala proses belajar memuat tujuan belajar. Menurut taksonomi Bloom, tujuan belajar adalah perubahan tingkah laku dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Demikian juga proses belajar matematika. Belajar matematika juga menimbulkan perubahan tingkah laku, hanya saja perubahan yang terjadi tidak terlalu terlihat. Belajar matematika bertujuan untuk memberikan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah peran kreativitas dibutuhkan. Pembelajaran matematika yang terlalu mementingkan pemecahan masalah yang terinci akan menimbulkan pemahaman konsep matematika yang dangkal, sehingga dalam membelajarkan matematika pada siswa dibutuhkan adanya penyeimbangan antara kreativitas dan pemikiran logis dan sistematik. Arti dan Definisi Brain-Compatible Mathematics Otak merupakan organ terpenting dalam sistem syaraf manusia. Otak merupakan salah satu sistem syaraf pusat sebagai organ pusat berpikir yang tersusun atas lebih kurang lima milyar sel dan jaringan-jaringan yang terkoordinasi dan terhubung dengan semua organ tubuh. Disinilah, tempat segala
aktivitas
mental dilakukan─mendapatkan
informasi, memanipulasi
informasi, merekam informasi, mengingat, dan memangggil kembali informasi yang ada. Pada tahun 1970, Paul McClean mulai memperkenalkan konsep “Triune Theory” yang mengacu pada proses evolusi tiga bagian otak manusia. Dalam hipotesisnya, McClean menyatakan bahwa otak manusia terdiri dari tiga bagian penting— otak besar (neokorteks), otak tengah (sistem limbik), dan otak kecil (otak reptil)— dengan fungsi masing-masing yang khas dan unik. Otak besar (neokorteks) memiliki fungsi utama untuk berbahasa, berpikir, belajar, memecahkan masalah, merencanakan, dan mencipta. Kemudian, otak tengah (sistem limbik) berfungsi untuk interaksi sosial, emosional, dan ingatan jangka panjang. Otak kecil (otak
1
Herman Hudojo. Mengajar Belajar Matematika. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988) h.3-4
reptil) sendiri menjalani fungsi mempertahankan diri, dan ritualis.2
untuk
bereaksi,
naluriah,
mengulang,
Neurolog Amerika Paul McClean tersebut adalah seorang pendukung dari mikrogenesis, suatu pandangan bahwa struktur dari otak manusia mencerminkan evolusi selama berabad-abad. McClean percaya bahwa kepala manusia tidak hanya berisi satu otak tetapi tiga otak, seperti pernyataan di atas. Setiap otak berkorespondensi pada suatu tahap yang berbeda dari evolusi. Setiap otak dihubungkan dengan keduanya yang lain, namun setiap otak bekerja secara individual dengan “kepribadian” yang berbeda-beda. Ketiga komponen dari otak satu sama lain menghasilkan apa yang kemudian disebut sebagai perilaku manusia. Masing-masing adalah unit yang mandiri yang dapat hasir tanpa kehadiran yang lain. Keluwesan dari model McClean ini adalah pemisahan secara rapi antara perilaku mekanis, emosional, dan rasional.
Gambar Susunan Otak dalam Teori Truine Brain dan fungsinya
Jika dilihat secara saksama, ketiga fungsi bagian otak merupakan gabungan proses yang terjadi dalam proses belajar. Dalam belajar, seseorang tidak akan lepas dari pengaruh lingkungan belajarnya, tidak akan lepas dari proses berpikir, dan tidak akan lepas dari kegiatan retensi dalam perjalanan hidupnya. Jika konsep ini diaplikasikan pada dunia pendidikan, maka segala proses pembelajaran haruslah mampu memfasilitasi setiap peserta didik untuk mendayagunakan seluruh potensinya. Artinya, segala potensi yang dimiliki siswa,
2
Asep Sapa’at. Brain Based Learning (- : -, -), h. -, [ON LINE] Tersedia: http://matematika.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=24%3Abrainbased-learning&catid=14%3Apendidikan-matematika&Itemid=2
seperti otak kanan, sistem limbik, dan otak kiri haruslah diseimbangkan penggunaannya dalam rangka proses pembelajaran dan membelajarkan siswa. Konsep Paul McLean erat kaitannya dengan kegiatan pembelajaran bermakna, dalam hal ini pembelajaran yang sesuai dengan kapabilitas berpikir siswa (brain-based learning). Brain-based learning dapat didefinisikan sebagai pendekatan interdisipliner sebagai jawaban atas pertanyaan “apakah mekanisme pembelajaran otak yang paling efektif. ”Brain-based learning can be defined as an interdisciplinary answer to the question of “what is the most effective way of the brain’s learning mechanism”(Jensen, 1998).3
Jika konsep “Triune Theory” diaplikasikan pada pembelajaran kelas, maka pembelajaran kelas merupakan pembelajaran yang memacu aktivitas berpikir siswa (student centered) dan juga pembelajaran yang dilakukan bukan bertujuan untuk menjadikan siswa hafal akan materi tertentu, tetapi siswa mampu berpikir kreatif, kritis, dan sistematis sehingga menjadikannya mampu memecahkan persoalan dalam kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran kelas yang ada pada saat ini bukan hanya bertentangan dengan keberagaman pemikiran siswa, tetapi juga mematikan segi kreativitas siswa. Pembelajaran dengan cara kerja otak menyediakan waktu yang cukup pada siswa untuk berpikir, memberikan umpan balik dengan segera, interaksi yang dinamis, dalam suasana kelas yang rileks. ”Much of what goes on in schools not only fails to be brain-compatible, but is actually brain antagonistic. The brain functions best with adequate time, the absence of threat, immediate feedback, dynamic interaction, with global contexts as well as delineation of parts, and in a state of relaxed alertness.” 4
Perbandingan Pembelajaran Brain-Compatible dengan Pembelajaran Brain Antagonistic dalam Suasana Pembelajaran Kelas Pembelajaran yang sesuai cara kerja otak (brain-compatible) memiliki banyak perbedaan dengan pembelajaran yang bertentangan dengan cara kerja otak (brain antagonistic). Perbedaan yang tampak signifikan adalah suasana pembelajaran (learning environment) antara keduanya. Perbandingan antara 3
Muhammet Ozden dan Mehmet Gultekin. The Effects of Brain-Based Learning on Academic Achievement and Retention of Knowledge in Science Course. (Turkey : Electronic Journal of Science Education, 2008), h. 1, [ON LINE] Tersedia: http://ejse.southwestern.edu/volumes/v12n1/articles/art1-ozden.pdf 4 ___. Brain-Compatible Teaching and Learning (- : -, -), h. -, [ON LINE] Tersedia: http://74.125.153.132/search?q=cache:p9HfT0c3Rn4J:ozpk.tripod.com/higher+brain+co mpatible&cd=3&hl=en&ct=clnk
suasana pembelajaran brain-compatible dengan pembelajaran brain antagonistic dapat dilihat pada tabel berikut:
The Brain-compatible Learning Environment5 Brain-compatible
Brain Antagonistic
“Relaxed alertness” Caine & Caine
Physical or perceived psychologicall stress
Sense of belonging through social
Sense of social isolation; learning is a and threat
interactions and cooperative learning Self efficacy through choices
solitary endeavor. No choices; no sense of personal control
Patterning building: the big picture, andNo pattern building: fragmentation of essential understandings are all madeinformation; lots of factoids! clear to learners. Adequate time for reflection and
Inadequate time for reflection and
consolidation of new information
processing new information; must cover the curriculum!
Personally relevant or potentially relevantNo perceived relevance and meaning content
for students
New learning is embedded in meaningful,New learning is isolated and derelevant contexts
contextualized.
Students wonder,
“What’s this for?” Varied learning modalities:
Limited modalities, often only verbal
Visual, auditory, kinesthetic and
linguistic and logical mathematical
Varied multiple intelligences: visual
spatial,
musical,
interpersonal,
intrapersonal, etc.
5
___.The Brain-compatible Learning Environment (- : -, -), h. -, [ON LINE] Tersedia: http://curriculum.risd41.org/committee/best_practices/04-05/EIS_day1_2_Handouts.pdf
Pembelajaran brain-compatible dicirikan dengan suasana kelas yang rileks, pembelajaran yang konstruktivistik, pembelajaran yang menekankan aspek kerjasama antar siswa, adanya cukup waktu bagi siswa untuk merefleksikan materi yang telah diterimanya, pembelajaran yang bermakna dan kontekstual, dan adanya variasi pendekatan pembelajaran. Sedangkan pembelajaran brainantagonistic dicirikan dengan adanya suasana kelas yang penuh tekanan, pembelajaran yang tidak menekankan aspek kerjasama
antar siswa, tidak
adanya cukup waktu bagi siswa untuk merefleksikan materi yang telah diterimanya karena terdesak untuk mengejar kurikulum, pembelajaran yang menyisakan pertanyaan dalam benak siswa “apa guna kita belajar ini”, dan pendekatan pembelajaran yang hanya difokuskan untuk siswa yang memiliki kecerdasan matematis-logis dan linguistis. III.
Metode Penulisan Pada penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan kajian pustaka
dan kajian pemikiran yang penulis lakukan. Adapun data yang diperoleh dalam penulisan karya tulis ini adalah berasal dari berbagai literatur dan artikel-artikel yang diperoleh dari internet. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan karya tulis ilmiah ini antara lain: 1. Menemukan dan mengidentifikasikan masalah Adanya suatu ketimpangan pada pembelajaran matematika, khusunya pembelajaran matematika tingkat menengah
hanya berpusat pada
penghafalan algoritma dan tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir kreatif. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mencoba untuk memperkenalkan pendekatan yang mengkombinasikan pemikiran sistematis dengan penyaluran segi kreatif siswa yaitu pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak (brain-compatible mathematics). Dengan pendekatan tersebut, diharapkan keefektifan pembelajaran matematika, terutama pembelajaran matematika di sekolah dasar akan lebih efektif, efisien, dan optimal. 2. Mencari berbagai literatur yang relevan dengan penulisan karya tulis.
Kegiatan ini dilakukan dengan harapan akan adanya suatu pedoman literatur yang relevan dan terkait dengan pemecahan permasalahan dalam penyusunan karya tulis ini. 3. Mengadakan kajian kepustakaan dan mencari artikel-artikel yang relevan. Pada langkah ini, penulis mencoba untuk mengkaji, menganalisa, dan menkorelasikan pemikiran penulis sehingga penyusunan karya tulis ini dapat terlaksana. 4. Merumuskan alternatif pemecahan masalah. 5. Menyusun karya tulis
IV.
Pembahasan Pendekatan
pembelajaran
brain-compatible
merupakan
kulminasi
pembelajaran yang menggabungkan beberapa pendekatan pembelajaran antara lain : pembelajaran sosial yang dicetuskan oleh Jean Piaget, pendekatan pembelajaran konstrukivis yang dikemukakan oleh Jerome Bruner, dan pendekatan pembelajaran yang didasarkan penelitian otak dan segala potensi yang dimilikinya yang dilakukan oleh Michael Gardner. Pendekatan pembelajaran brain-compatible juga memandang bahwa setiap individu memliki kecerdasan yang
berbeda.
Artinya,
pendekatan
pembelajaran
otak
dipengaruhi oleh teori kecedasan majemuk Howard Gardner.
sedikit
banyak
Selain itu, dalam
rangka menggali dan mengembangkan potensi otak siswa, maka pendekatan pembelajaran brain-compatible menggunakan pembelajaran berbasis proyek (project based learning) sebagai metode pembelajarannya.
Prinsip Pembelajaran dan Pendekatan Pembelajaran Brain-compatible Pembelajaran brain-compatible merupakan pembelajaran yang mampu memberikan ruang pada siswa untuk berpikir dengan lapang tanpa tekanan, lingkungan belajar yang mendukung, dan penuh stimulus yang memacu kreativitas berpikir. Dalam
proses pembelajaran brain-compatible, siswa
diperlakukan sebagai subjek belajar yang memiliki potensi besar, yaitu sebuah makrokomputer/otak yang memiliki sejumlah besar jaringan syaraf yang amat sangat berharga untuk dikembangkan. Adapun prinsip pembelajaran dan pembelajaran brain-compatible antara lain:
Otak adalah sebuah prosesor parallel, dalam artian otak dapat melakukan beberapa pekerjaan sekaligus seperti merasakan dan mencium. Pembelajaran melibatkan aspek fisiologi. Emotions are critical to patterning. The search for meaning is innate. The search for meaning comes through patterning. The brain processes wholes and parts simultaneously. Pembelajaran melibatkan perhatian yang fokus dan persepsi peripheral. Pembelajaran melibatkan proses berpikir secara sadar dan secara tidak sadar. Terdapat dua jenis memori dalam otak: spatial dan rote. We understand best when facts are embedded in natural, spatial memory. Pembelajaran diperkuat dengan tantangan dan dikekang oleh tekanan/ancaman. Setiap otak adalah unik.6
Pendekatan
pembelajaran
brain-compatible
adalah
pendekatan
pembelajaran yang melandaskan pembelajarannya pada prinsip-prinsip berikut: visual, interaktif, dan menantang.
Visual Pendekatan pembelajaran brain-compatible adalah pendekatan pembelajaran
yang
menekankan
pada
penggunaan
media
pembelajaran dan alat bantu pembelajaran dengan berbagai bentuk dan warna yang menarik.
Interaktif Salah satu ciri pembelajaran kelas brain-compatible adalah adanya keterlibatan mental siswa dalam proses belajar-mengajar.
Menantang Dalam pembelajaran brain-compatible, guru memperlakukan siswa kedalam suasana pembelajaran yang kompleks, dimana siswa dituntut untuk saling bekerjasama dalam memperoleh pengetahuan dan untuk mencapai tingkat berpikir yang tinggi (High Order Thinking Skills).
Dalam
aplikasinya
pada
pembelajaran
kelas,
lingkungan
belajar
merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses belajar siswa. Setiap pendekatan pembelajaran memiliki karakteristik lingkungan belajar yang berbeda. Adapun karakteristik lingkungan belajar yang merupakan lingkungan belajar yang menggunakan pendekatan brain-compatible antara lain:
6
___.Brain-based Learning (- : -, -), h. -, http://www.funderstanding.com/content/brain-based-learning
[ON
LINE]
Tersedia:
Tidak adanya suasana tegang (absence of threat). Materi pembelajaran yang penuh makna (meaningful content). Lingkungan belajar yang diperkaya (enriched environment). Adanya pilihan (choices). Adanya kerjasama antar siswa (collaboration). Adanya umpan balik (immediate feedback). Adanya cukup waktu bagi siswa untuk berpikir dan berefleksi (adequate time for reflection and integration of new knowledge). Adanya penilaian yang menyeluruh pada tingkat tertentu (mastery at the application level). Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajarannya (active involvement in the 7 learning).
Proses pembelajaran brain-compatible didasarkan atas hasil penelitian Polio tahun 1984 dan Mc Keachie tahun 1986. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian Mc Keachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perhatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir.8
Dari hasil penelitian Polio dan Mc Keachie, dapat ditarik kesimpulan bahwa keterlibatan mental siswa dalam proses pembelajaran adalah syarat mutlak bagi sebuah pembelajaran bermakna. Selain Polio dan Mc Keachie, terdapat data yang menunjukkan arti pentingnya proses mental dalam pembelajaran. Win Menger menyatakan bahwa proses mental yang terjadi pada tiap individu akan lebih cepat dibanding pengalaman sadarnya. Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13).9
Dari hasil penelitian ini, jelas sekali bahwa pembelajaran yang menekankan pada keterlibatan mental siswa akan menjadikan pembelajaran kelas
menjadi
optimal, efektif, dan berdayaguna sehinga siswa akan mampu meraih prestasi dengan hasil maksimal. Pendekatan brain-compatible adalah sebuah pendekatan
7
___.Multiple Methods of Assessment (- : -, -), h. -, [ON LINE] Tersedia: http://xnet.rrc.mb.ca/glenh/newpage124.htm 8 Hartono. Strategi Pembelajaran Active Learning (- : -, 2008), h. -, [ON LINE] Tersedia: http://edu-articles.com/ 9 Ibid.
yang memandang siswa sebagai subjek aktif dalam proses belajar. Dengan kata lain, pendekatan ini sangat menekankan pada keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Proses Pembelajaran Brain-compatible Eric Jensen, dalam karyanya yang berjudul “Teaching with The Brain in Mind” menyatakan bahwa pembelajaran otak memiliki 3 fase kegiatan proses pembelajaran antara lain: fase awal (apersepsi) yang dilakukan 10% waktu proses pembelajaran, fase kegiatan inti yang dilakukan selama 80% waktu proses pembelajaran, dan fase akhir yang dilakukan selama 10% waktu proses pembelajaran.
Dia
menggambarkan
proses
belajar
yang
mengunakan
pendekatan pembelajaran otak dalam diagram berikut:
Gambar Proses Pembelajaran Brain-compatible
Adapun kegiatan-kegiatan pembelajaran pada tiga fase tersebut antara lain: 1) Fase Persiapan (Apersepsi) Fase ini berlangsung lebih kurang 10% dari keseluruhan proses pembelajaran, yakni sekitar 9 s.d. 10 menit tiap awal tatap muka.
Pendidik yang hendak mengajar dengan pendekatan Brain-compatible mempersiapkan minat, fisik, dan mengkondisikan siswa sedemikian rupa sehingga mereka siap menerima pelajaran. Pada apersepsi ini, siswa dikondisikan sehingga kondisi fisik dan mental merek optimal saat belajar. Kegiatan yang bisa dilakukan guru pada saat apersepsi ini antara lain: mengajukan pertanyaan yang menggugah rasa ingin tahu siswa atau memotivasi siswa sebagai pijakan awal untuk proses selanjutnya. 2) Fase Kegiatan Inti Fase ini berlangsung lebih kurang 80% dari keseluruhan proses pembelajaran, yakni berlangsung sekitar 72 s.d. 80 menit tiap tatap muka. Dalam proses ini siswa dibelajarkan dengan menggunakan 5 prinsip utama “tumbuh, bentuk, capai, elaborasi, dan hubung”. Prinsip pertama yaitu “tumbuh” berarti penanaman minat siswa pada materi yang hendak diajarkan dengan menumbuhkan emosi positif siswa atau merangsang rasa igin tahu siswa. Pemberaian motivasi atau pengajuan pertanyaan yang menantang merupakan contoh aplikasi dari prinsip ini. Prinsip kedua yaitu “bentuk” berarti pembentukan konsep berpikir yakni pembentukan konsep-konsep materi yang disesuaikan dengan cara kerja berpikir siswa. Pembentukan konsep ini dapat dilakukan
dengan
mind map, bagan-bagan, skema-skema
pemikiran untuk mempermudah siswa memahami konsep-konsep penting. Prinsip ketiga yaitu “capai” merupakan prinsip paling penting dalam kegiatan inti pembelajaran. Prinsip ini mengandung arti bahwa penekanan tujuan pembelajaran amat dipentingkan. Disinilah guru/pendidik sebagai maestro yang menentukan berhasil atau gagalnya keseluruhan proses pembelajaran. Gagal atau tidaknya sebuah proses pembelajaran ditentukan oleh tercapa
atau
tidaknya
tujuan
pembelajaran
yang
telah
direncanakan sebelumnya. Prinsip keempat yaitu “elaborasi”. Prinsip ini berarti bahwa siswa diperlakukan
sedemikian
rupa
sehingga
siswa
memiliki
pengetahuan yang dalam mengenai apa yang dipelajarinya
sekaligus siswa memiliki kecakapan dalam membuat diagnosa kesalahan yang mungkin ada. Untuk itu, pembagian siswa menjadi
kelompok-kelompok
belajar
harus
senantiasa
diperhatikan oleh pendidik yang ingin menerapkan pendekatan pendekatan pembelajaran brain-compaitible dalam pembelajaran kelas. Prinsip
kelima
yaitu
“hubung”.
Prinsip
ini
berarti
bahwa
pembelajaran yang hendak dilaksanakan hendaknya mendorong siswa dalam membuat hubungan-hubungan atau keterkaitanketerkaitan antara materi yang satu dengan materi-materi yang lain, baik dalam lingkup satu disiplin ilmu maupun antar disiplindisiplin ilmu. 3) Fase Penutup Fase ini berlangsung lebih kurang 10% dari keseluruhan proses pembelajaran, yakni sekitar 9 s.d. 10 menit tiap akhir tatap muka. Pada fase ini siswa diberi waktu yang cukup untuk mereview kembali materi yang telah diajarkan dan mengaplikasikan konsep materi yang telah mereka dapatkan.
Pembelajaran Matematika dengan Brain-compatible Mathematics Piaget merupakan salah satu pakar pembelajaran brain-compatible sekaligus juga sebagai pencetus teori perkembangan kognitif, menekankan beberapa hal pokok dalam pembelajaran matematika pada siswa antara lain: 1.
2.
Pembelajaran matematika tidak boleh melalaikan peran kegiatan-kegiatan, terutama bagi anak kecil. Pada masa ini kegiatan terhadap objek sangat penting dalam pengembangan dan pemikiran aritmatika dan relasi geometri. Pengalaman fisis dan pengalaman matematis-logis sangat penting dalam pengembangan pengalaman, baik fisis maupun matematis. Beberapa prinsip psikologis yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika: Pemahaman yang sungguh-sungguh akan suatu pengertian atau suatu teori menuntut suatu penemuan kembali teori itu. Dapat terjadi bahwa meskipun siswa dapat memecahkan persoalan, ia tetap belum memahami persoalan itu. Siswa belum mengerti segala unsur yang tersangkut meskipun ia dapat menggunakan rumus tersebut. Oleh karena itu, siswa memerlukan latihan dalam mengungkapkan gagasan.
Formulasi sebaiknya setelah pengertiannya dikenal, lebih baik menggunakan intuisi lebih dulu daripada aksiomatisasi Pembelajaran mulai dari yang kualitatif baru numerik dan metrik.10
Instruksi Pembelajaran Matematika dengan Brain-compatible Mathematics Berdasarkan kesembilan karakteristik suasana kelas brain-compatible, maka instruksi pembelajaran dengan pendekatan brain-compatible mathematics dapat dijabarkan sebagai berikut : Penghilangan Tekanan (Absence of Threat) Ciptakan pembelajaran yang penuh saling percaya, apresiasi, penuh empati, sikap positif, penuh semangat, interaksi yang penuh dukungan dan rasa aman. Buat
pembelajaran
keterampilan
hidup:
pembelajaran
yang
memerhatikan aspek kepedulian (caring), kerjasama tim (teamwork), tanggungjawab (responsibility), usaha keras (effort), inisiatif (initiative), perseverance, dan common sense. Kerjasama (Collaboration) Buat siswa kedalam kelompok untuk mengerjakan tugas atau suatu proyek tertentu. Lingkungan yang Diperkaya (Enriched Environment) Pengalaman nyata: tempatkan siswa pada situasi yang nyata sehingga siswa dapat menggunakan hampir semua pancainderanya. Gunakan media pembelajaran yang penuh warna. Sebagai contoh, dalam pembelajaran pecahan gunakan warna yang berbeda untuk penyebut dan pembilang. Lakukan aktivitas pembuatan prakarya berupa pembuatan objek manipulatif, seperti pembuatan balok dari karton yang rusuk-rusuknya diketahui. Nyanyikan lagu setiap kali mengajarkan fakta-fakta matematika.
10
Octa Reni Setiawati. Aplikasi Pendidikan Melalui Proses Kognitif (- : -, 2008) h. -, [ON LINE] Tersedia: http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&jd=Aplikasi+Pendidikan+Melalui+Pros es+Kognitif&dn=20080721232403
Bawa emosi positif siswa kedalam suasana belajar karena emosi turut memengaruhi perhatian siswa yang akan menentukan jalannya proses pembelajaran. Gunakan buku-buku sumber dan undang pengajar dari bidang studi yang berbeda pada sesekali waktu. Umpan Balik (Immediate Feedback) Pendidik/guru menyediakan sejumlah contoh yang cukup dan praktek untuk memantapkan proses belajar yang dilakukan. Pengecekan pemahaman: pendidik memonitor siswa melalui observasi, penilaian informal, dan teknik menanggapi setiap siswa pada setiap pertemuan kelas, bukan hanya pada saat tes harian atau tes semester. Materi Pembelajaran yang Penuh Makna (Meaningful Content) Gunakan
pembelajaran
yang
aplikatif
atau
pembelajaran
yang
kontekstual. Hubungan kurikulum: konsep matematika yang ada hendaknya mampu dipakai dan diaplikasikan pada materi pelajaran yang lain. Salah satu jenis pembelajaran yang mengunakan pendekatan brain-compatible adalah pembelajaran tematik. Design pembelajaran yang kreatif, bermanfaat, dan emosional. Salah satu contohnya adalah dianjurkannya konsep pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Materi pembelajaran yang disesuaikan dengan umur siswa sehingga mampu menarik minat siswa. Pilihan Cara Belajar (Choice/Multiple Intelligences) Fasilitasi semua jenis kecerdasan siswa: linguistic, logical-mathematical, spatial-visual,
musical-rhythmic,
naturalistic,
intra
personal,
interpersonal, bodily-kinaesthetic [emotional, spiritual]. Berikan pilihan bagi siswa untuk mengatur waktu mereka. Modus pembelajaran hendaknya bersifat visual, auditori, dan kinestetik. Gaya belajar: concrete sequential, concrete ransom, abstract sequential, abstract random. Waktu yang Cukup (Adequate Time) Pengenalan pola: tolong siswa melihat segala pola informasi dan proses generalisasi.
Materi yang tidak padat adalah materi yang terbaik untuk diajarkan: tidak mengejar padatnya kurikulum, pemahaman materi dan hubungan antar materi-materi lebih diutamakan. Aspek Penguasaan Materi (Mastery at the Application Level) Penilaian 3C: complete, correct, dan comprehensive. Penguasaan materi: siswa hendaknya mampu mengajarkan temannya sebagai hasil dari belajar mereka dan dinilai sebagai pekerjaan dari apa yang mereka lakukan pada proses belajarnya.
V.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan Salah satu pendekatan yang mampu memfasilitasi segala potensi berpikir siswa itu, khususnya dalam materi-materi matematika adalah pendekatan pembelajaran matematika berbasis otak (brain-compatible mathematics). Pendekatan
pembelajaran
brain-compatible
adalah
pendekatan
pembelajaran yang melandaskan pembelajarannya pada prinsip-prinsip berikut: visual, interaktif, dan menantang. Setiap pendekatan pembelajaran memiliki karakteristik lingkungan belajar yang berbeda. Adapun karakteristik lingkungan belajar yang merupakan lingkungan belajar yang menggunakan pendekatan brain-compatible antara lain:
Tidak adanya suasana tegang (absence of threat).
Materi pembelajaran yang penuh makna (meaningful content).
Lingkungan belajar yang diperkaya (enriched environment).
Adanya pilihan (choices).
Adanya kerjasama antar siswa (collaboration).
Adanya umpan balik (immediate feedback).
Adanya cukup waktu bagi siswa untuk berpikir dan berefleksi (adequate time for reflection and integration of new knowledge).
Adanya penilaian yang menyeluruh pada tingkat tertentu (mastery at the application level).
Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajarannya (active involvement in the learning).
Rekomendasi 1.
Guru sebaiknya mengetahui kondisi mental seluruh siswa di kelas agar proses pentransferan ilmu dapat berjalan dengan baik sehingga apa yang dimaksud guru akan sama dengan apa yang ditangkap atau dimengerti siswa.
2.
Guru
sebaiknya
pembelajaran
mengetahui
matematika
dan
berbasis
menerapkan otak
pendekatan
(brain-compatible
mathematics) sehingga pembelajaran matematika dalam kelas akan lebih efektif, lebih efisien, dan lebih bermakna. 3.
Guru sebaiknya menciptakan kondisi kelas yang nyaman dan rileks agar
siswa
tidak
tegang
sehingga
pembelajaran
menjadi
menyenangkan. 4.
Guru sebaiknya mengajar dengan cara yang bervariasi selama baik dan efektif untuk pemahaman siswa. Hal ini sangat bermanfaat agar pembelajaran matematika tidak monoton dan membosankan bagi siswa seperti dengan pendekatan ceramah. Dengan cara belajar yang bervariasi, pembelajaran akan menyenangkan dan efektif bagi siswa.
Daftar Pustaka Budiningsih, C. Asri, Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, 2005. Hartono. Strategi Pembelajaran Active Learning, 2008. [ON LINE] Tersedia: http://edu-articles.com/ Herman Hudojo, Mengajar Belajar Matematika, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta ,1988. Jensen, Eric, Teaching with The Brain in Mind : 2nd Edition, Association for Supervision and Curriculum Development, 2005. Mulawarman,dkk, Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar dengan Metode Pengajaran Matematika Berbasis Otak (Braincompatible Mathematics), Seminar Matematika Nasional Universitas Negeri Jakarta, 2009. Ozden, Muhammet dan Gultekin, Mehmet, The Effects of Brain-Based Learning on Academic Achievement and Retention of Knowledge in Science Course, Electronic Journal of Science Education ,1, 2008. [ON LINE] Tersedia: http://ejse.southwestern.edu/volumes/v12n1/articles/art1-ozden.pdf Reni Setiawati,Octa,Aplikasi Pendidikan melalui Proses Kognitif, 2008.[ONLINE]Tersedia:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=13&j d=Aplikasi+Pendidikan+Melalui+Proses+Kognitif&dn=20080721232403 Sapa’at, Asep, Brain Based Learning. [ON LINE] Tersedia: http://matematika.upi.edu/index.php?option=com_content&view=article&id=2 4%3Abrain-based-learning&catid=14%3Apendidikan matematika &Itemid=2 Zulkaida, Anita, P. Dewi, Mahargyantari, dan Prabowo, Hendro, Pendekatan Mengajar dengan Menstimulasi Otak Kiri dan Otak Kanan, Proceeding Seminar Nasional PESAT, Jakarta, 2005. ___. Brain-based Learning. [ON LINE] http://www.funderstanding.com/content/brain-based-learning
Tersedia:
___. Brain-Compatible Teaching and Learning. [ON LINE] Tersedia: http://74.125.153.132/search?q=cache:p9HfT0c3Rn4J:ozpk.tripod.com/high er+brain+compatible&cd=3&hl=en&ct=clnk ___.Multiple Methods of Assessment. http://xnet.rrc.mb.ca/glenh/newpage124.htm
[ON
LINE]
Tersedia:
___. The Brain-compatible Learning Environment. [ON LINE] Tersedia:http://curriculum.risd41.org/committee/best_practices/0405/EIS_da y1_2_Handouts.pdf