MANGROVE
Kebijakan, Ekologi, Identifikasi, Persemaian, Rehabilitasi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Modul Kegiatan Peningkatan Kompetensi Bidang Mangrove Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Dinas Kehutanan Propinsi Riau Tanggal 18 s/d 21 Nopember 2014
Oleh TIM BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MANADO 2014
1
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Kata Pengantar
Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki banyak keunikan dan menarik untuk dikaji. Namun kondisi dewasa ini mengalami banyak perubahan karena alih fungsi dan deforestasi sehingga menyebabkan degradasi dan abrasi pantai. Hal ini sangat mengancam kawasan pesisir khusunya pulau – pulau kecil. Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikan modul pendidikan dan pelatihan peningkatan kompetensi bidang mangrove. Bersama ini kami sampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan modul ini, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai laporan ini dapat tersusun dengan baik. Kami menyadari bahwa penyusunan buku ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan isi buku. Harapan kami semoga buku ini dapat bermanfaat. Manado,
Nopember 2013
Tim Penulis
ii
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Daftar Isi
Contents KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE .......................................................... 1
1.
Peraturan Pengelolaan Hutan Mangrove ..................................................................... 1
A.
B. Pedoman Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove .................................. 2 C. Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional .................................................................... 4 EKOLOGI HUTAN MANGROVE .............................................................................................. 9
2. A.
Pengertian dan Ruang Lingkup Mangrove ............................................................................... 9
B.
Zonasi Ekosistem Mangrove ........................................................................................... 9
C.
Peran Mangrove Bagi Manusia ................................................................................................ 11 Pengenalan Jenis Mangrove ................................................................................................. 15
3. A.
Kenakeragaman Flora Mangrove............................................................................................. 15
B.
Ciri Khusus Ekosistem Mangrove ............................................................................................. 15
C.
Keanekaragaman dan Identifikasi Jenis Mangrove ................................................ 17
4.
TEKNIK PERSEMAIAN MANGROVE ................................................................................... 31
5.
TEKNIK REHABILITASI MANGROVE .................................................................................. 39 A.
Kajian lokasi rehabilitasi .......................................................................................................... 39
B.
Perencanaan rehabilitasi.......................................................................................................... 39 PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU ................................................................ 43
6. A.
Bahan Pangan dan Minuman ........................................................................................ 43
B.
Bahan Pembersih ............................................................................................................. 51
C.
Pupuk .................................................................................................................................. 51
D.
Kosmetik............................................................................................................................. 52
E.
Potensi sebagai obat alami ............................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................. 54
iii
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
1. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE A. Peraturan Pengelolaan Hutan Mangrove Pengelolaan hutan mangrove telah diatur dalam peraturan pemerintah dengan nomor PP 73 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Disebutkan bahwa ekosistem mangrove merupakan sumberdaya lahan basah wilayah pesisi dan sistem penyangga kehidupan dan kekayaan alam yang nilainya sangat tinggi, oleh karena itu perlu upaya perlindunga, pelestarian dan pemanfaatan secara lestarai untuk kesejahteraan masyarakat. Pengelolaannya merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dengan daerah aliran sungai, sehingga diperlukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi lintas sektor, instansi dan lembaga. Tujuan diterbitkan PP 73 Tahun 2012 yaitu untuk mensinergikan kebijakan dan program pengelolaan ekosistem mangrove meliputi bidang ekologi, sosial ekonomi, kelembagaan dan peraturan perundang-undagan untuk menjamin fungsi dan manfaat ekosistem mangrove secara berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat. SNPEM dilaksanakan secara koordinasi sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, pelaku usaha, dan masyarakat. PP 73 Tahun 2012 dilandasi oleh peraturan peraturan pemerintah yang telah ada yaitu : 1.
UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
2.
UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati.
3.
UU No. 6 Tahun 1994 tentang Konsvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai Perubahan Iklim
4.
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
5.
UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.
6.
UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
7.
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
8.
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
9.
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
10. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 11. PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan. 12. PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 13. PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 14. PP No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan
1
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
B. Pedoman Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove (SNPEM) didefinisikan sebagai upaya dalam bentuk kebijakan dan program untuk mewujudkan pengelolaan ekosistem mangrove lestari dan masyarakat sejahtera berkelanjutan berdasarkan sumber daya yang tersedia sebagai bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional. SNPEM telah menitikberatkan pada pengelolaan berkelanjutan yaitu dengan melihat ekosistem mangrove sebagai satu kesatuan antara komunitas vegetasi mangrove yang bersosiasi dengan fauna dan mikro organisme sehingga dapat berkembang pada daerah sepanjang pantai pada daerah pasang surut, laguna, muara sungai yang terlindungi dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir dalam membentuk keseimbangan lingkungan hidup. Upaya yang dilakukan berupa perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari melalui proses terintergrasi, sehingga fungsi eksosistem tetap lestari bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya ini direalisasikan dengan membentuk Tim Koordinasi Nasional dengan membentuk Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional, Kelompok Kerja Tingkat Propinsi, dan Kelompok Kerja Tingkat Kabupaten/Kota. Ketiga Kelompok kerja ini memiliki hubugan yang erat yang bersifat koordinatif dan konsultatif. Pendanaan dilakukan menggunakan APBN, APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai peraturan perundang – undangan. 1. Arah Kebijakan ditetapkan sebagai berikut: -
Pengendalian pemanfaatan dan konversi ekosistem mangrove dengan prinsip kelestarian (no net loss).
-
Peningkatan fungsi ekosistem mangrove dalam perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan garis pantai dan sumberdaya pesisir serta peningkatan produk yang dihasilkan sebagai sumber pendapatan bagi negara dan masyarakat.
-
Pengelolaan ekosistem mangrove sebagai bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) terpadu.
-
Komitmen politik dan dukungan kuat pemerintah, pemerintah daerah, dan para pihak.
-
Koordinasi dan kerjasama antar instansi dan para pihak terkait secara vertikal dan horizontal untuk menjamin terlaksananya kebijakan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Pengelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat untuk meningkatkan dan melestarikan nilai penting ekologis, ekonomi dan sosial budaya, guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
-
Peningkatan kapasitas Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangan dan kewajiban pengelolaan ekosistem mangrove sesuai dengan kondisi dan aspirasi lokal. 2
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
-
Pengembangan riset, iptek dan sistem informasi yang diperlukan untuk memperkuat pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.
-
Pengelolaan ekosistem mangrove melalui pola kemitraan antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat dengan dukungan lembaga dan masyarakat internasional, sebagai bagian dari upaya mewujudkan komitmen lingkungan global.
2. Asas yang dianut dalam SPNEM yaitu -
Transparansi, yaitu bisa diakses oleh semua pihak dan terbuka untuk ditinjau ulang.
-
Partisipatif, yaitu mengakomodasi semua komitmen politik negara, komitmen lokal dan akomodatif bagi semua pihak serta isinya dapat diterapkan secara partisipatif untuk mewujudkan pengelolaan yang efektif dan efisien.
-
Akuntabilitas, yaitu disosialisasikan kepada publik dan dikaji secara menyeluruh, ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan.
-
Responsif, yaitu mampu mengantisipasi perubahan komitmen lokal, nasional, dan global terhadap ekosistem mangrove.
-
Efisien, yaitu mempunyai kemampuan untuk menserasikan kebijakan (Pusat dan Daerah) dengan menganut asas harmonis hubungan horizontal, vertikal dan diagonal.
-
Efektif, yaitu dapat dilaksanakan tepat sasaran oleh para pihak baik pemangku kepentingan maupun masyarakat atas dasar kerjasama yang harmonis.
-
Berkeadilan, yaitu mampu memberikan manfaat sesuai dengan tanggung jawab para pihak dengan memperhatikan asas kesetaraan untuk memperoleh kemakmuran bersama.
3. Visi Terwujudnya pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. 4. Misi yang menjadi dasar kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yaitu : -
Melakukan konservasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.
-
Meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatkan nilai manfaat sumberdaya mangrove dan pemanfaatan ekosistem mangrove yang bijak.
-
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Menegakkan peraturan perundang-undangan dalam rangka pengelolaan ekosistem mangrove.
5. Sasaran dalam pengelolaan ekosistem mangrove antara lain :
3
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
-
Tercapainya peningkatan kualitas dan kuantitas ekosistem mangrove pada kawasan lindung dan kawasan budidaya.
-
Tersedianya data dan informasi kondisi ekosistem mangrove di Indonesia yang handal, dipercaya, dan disepakati oleh para pihak.
-
Terciptanya kesamaan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan, status, fungsi dan manfaat ekosistem mangrove.
-
Terciptanya peran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Tersedianya model-model pengelolaan ekosistem mangrove yang ramah lingkungan, berbasis masyarakat dan memberikan manfaat peningkatan pendapatan dan sosial ekonomi masyarakat.
-
Terlaksananya pemanfaatan ekosistem mangrove berkelanjutan yang sesuai dengan iptek dan kearifan lokal.
-
Terciptanya mekanisme kerja yang sinergis antar para pihak dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Terciptanya koordinasi dan integrasi program antar para pihak yang terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Tercapainya peningkatan kapasitas institusi pusat, daerah dan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
-
Terakomodasikannya ekosistem mangrove dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
-
Terlaksananya penegakan hukum dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
C. Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional Kelompok Kerja Mangrove Tingkat Nasional (KKMTN) telah berhasil menyusun Strategi dan Program dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia yang terbit melalui Buku I pada Mei 2013 setebal 30 Halaman. Buku ini mengangkat 4 isu penting dalam pengelolaan Ekosistem Mangrove secara lestari yaitu -
Isu Ekologi, menyebutkan beberapa hal 1. Lebih dari 50% kondisi mangrove Indonesia rusak, sehingga meningkatkan resiko bencana
alam, 2. Kegiatan
Rehabilitasi belum optimal dan mengimbangi laju kerusakannya, 3. Wilayah Indonesia rawan bencana dan dampak perubahan iklim. Capaian sasaran tersebut adalah: 1. Tercapainya peningkatan kualitas dan kuanititas ekosistem mangrove pada kawasan lindung dan budaya. Strategi yang dilakukan yaitu : a. Menetapkan ekosistem mangrove sebagai kawasan yang berfungsi lindung dan atau berfungsi budidaya sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah dan rencana zonasi wilayah pesisir. Strategi diimplementasikan melalui 4
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
program : 1). Penyusunan kriteria kawasan lindung, 2). penetapan dan pemasangan batas kawasan serta 3). Inventarisasi kondisi ekologi.
b. Pengendalian konversi ekosistem mangrove. Strategi ini diimplementasikan kedalam 2 program yaitu : 1). Pemerintah daerah menyusun rencana pengelolaan sumber daya mangrove daerah sebagai bagian dari rencana zonasi wilayah, dan 2). Penetapan mekanisme proses konversi.
c. Meningkatkan
upaya
rehabilitasi
ekosistem
mangrove
dengan
mengoptimalkan berbagai sumberdaya. Optimalisasi rehabilitasi dilakukan melalui 5 program yaitu 1). Penyusunan pedoman rehabilitasi, 2). Pengembangan riset dan iptek pembibitan dan penanaman, 3). Pelaksanaan rehabilitasi, 4). Pemberian insentif terhadap institusi/perorangan yang berhasil dalam konservasi dan rehabilitasi mangrove, 5). Menggalang dukungan para pihak dan masyarakat internasional.
d. Memprioritaskan ekosistem mangrove dalam upaya perlindungan pesisir, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan resiko bencana. Strategi ini cukup berat, program yang mendukung tercapainya yaitu : 1). Pengembangan riset dan Iptek perlindungan pesisir, adaptasi, perubahan iklim, dan pengurangan resiko bencana. dan 2). Desiminasi dan penerapan hasil penelitian.
2. Tersedianya data dan informasi kondisi ekosistem mangrove di Indonesia yang terandalkan dapat dipercaya dan disepakati oleh multipihak. Sasaran ini dicapai melalui strategi : a. Mengembangan IPTEK dibidang Pemetaan Ekosistem Mangrove. Program kegiatan yang dilakukan : 1). Penetapan standardisasi metode pemetaan dan iventarisasi, 2). Membangun jejaring kerja (nasional dan Internasional) dalam mengembangkan IPTEK pemetaan, 3). Desiminasi IPTEK.
b. Membangun Data Base Ekosistem Mangrove untuk konservasi dan rehabilitasi. Strategi ini dicapai melalui program kegiatan : 1). Inventarisasi potensi dan pemetaan sumberdaya, 2). Pertukaran data informasi, 3). Membangun sistem informasi pengelolaan ekosistem mangrove, 4). Menyediakan saran dan prasarana dara base mangrove dan peningkatan SDM.
5
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
-
Isu Sosial Ekonomi, menyebutkan beberapa hal : 1. Perbedaan persepsi tentang nilai dan fungsi ekosistem mangrove dan pentingnya rehabilitasi, 2.
Belum
optimalnya partisipasi masyarakat, 3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir tergolong miskin, 4. Pemanfaatan mangrove ramah lingkungan belum berkembang, 5. Masih terus dilakukan alih fungsi karena tekanan pertumbuhan penduduk. Beberapa capaian yang menjadi sasaran dari isu ini antara lain : 1. Terciptanya kesamaan pemahaman antar multi pihak terhadap keberadaan, status, fungsi dan manfaat ekosistem mangrove. Sasaran ini diperoleh melalui 2 strategi yaitu : a. Mengembangkan forum dialog tentang pengelolaan ekosistem mangrove. Dilakukan melalui program : 1). Penguatan peran tim koordinasi pengelolaan ekosistem mangrove, 2). Penguatan kelompok kerja mangrove Nasional dan Daerah, 3). Melakukan sosialisasi SPNEM di Daerah, 4). Melaksanakan pertemuan nasional dan internasional.5). Menyelenggarakan gerakan cinta mangrove. b. Melaksanakan Penyuluhan, pendidikan dan pelatihan tentang pengelolaan ekosistem mangove. Bentuk realisasi dilapangan dilakukan melalui program 1). Penyususnan materi (modul/pedoman/penyelenggaraan) penyuluhan, pelatihan dan pendidikan lingkungan ekosistem mangrove, 2). Peningkatan SDM tentang pengelolaan mangrove, 3). Pengembangan stasiun stasiun kegiatan pengelolaan mangrove sesuai dengan karakteristik daerah.
2. Terciptanya peran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Sasaran ini diperlukan strategi melalui pemberdayaan kelompok masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove. Adapun program kegiatan yang mendukung antara lain : 1). Menyusun kriteria peran masyarakat dalam pengelolan mangrove, 2). Fasilitasi dan pendampingan masyarakat dalam pengelolaan, 3). Penguatan dan peningkatan peran masyarakat lokal dalam pengelolaan mangrove, 4). Peningkatan dalam alternatif mata pencaharian, 5). Memfasilitasi terbentuknya kelompok pemerhati mangrove. 3. Tersedianya model – model pengeloaan ekosistem mangrove yang ramah lingkungan berbasis masyarakat dan memberikan manfaat peningkatan pendapatan dan sosial ekonomi. Sasaran ini dapat dilakukan melalui strategi pengembangan model pengelolaan ekosistem mangrove, adapun program kegiatan antara lain : 1). Penyusunan pedoman model pengelolaan ekosistem mangrove ramah lingkungan berbasis masyarakat, 2). Penyusunan pedoman 6
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
umum pemanfaatan sumber daya hutan mangrove, 3). Pelaksanaan model budidaya ikan ramah lingkungan, 4). Pelaksanaan model budidaya hutan mangrove berkelanjutan berbasis masyarakat, 5). Pelaksanaan model ujicoba adaptasi perubahan iklim dan mitigasi bencana berbasis masyarakat, 6). Penyusunan pedoman pengelolaan hutan mangrove berbasis unit manajemen (KPH), 7). Penggalangan kerjasama nasional dan internasional dalam pengembangan model model pengelolaan ekosistem mangrove.
4. Terlaksananya pemanfaatan ekosistem mangrove lestari sesuai IPTEK dan kearifan lokal. Pemanfaatan ekosistem mangrove harus memiliki strategi khusus karena
kelestarian
merupakan
indikator
utama.
Strateginya
adalah
mengembangkan IPTEK melalui riset. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mendukung sasaran ini adalah : 1). Inventarisasi kearifan lokal dalam pemanfaatan ekosistem mangrove, 2). Melaksanakan kajian dan valuasi ekonomi mangrove. 3). Penyebarluasn IPTEK dan Kearifan Lokal melalui media cetak dan elektronik. 4). Penguatan kearifan lokal dalam pengelolaam ekosistem mangrove.
-
Isu Kelembagaan, menyebutkan beberapa hal : 1. Belum efektifnya koordinasi antar lembaga (Multi Pihak), 2. Kebijakan antar sektor belum sinergis, 3. Kurangnya kapasitas SDM dalam menginteprestasikan dan mengimplementasikan, 4. Belum terintegrasi data ekosistem mangrove secara nasional. Isu memiliki sasaran yang ingin dicapai antara lain : a. Terciptanya mekanisme kerjasama yang sinergis antara para pihak dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Target sasaran ini dapat diperoleh melalui strategi mengembangkan mekanisme kerjasama yang sinergis. Implementasi program antara lain : 1). Peningkatan kerjasama yang sinergis antara pemerintah, swasta, LSM, masyarakat dan perguruan tinggi, 2). Pembentukan lembaga dan media komunikasi (cetak/eletronik) para pihak. b. Terciptanya koordinasi dan integrasi program multipihak yang terkait. Demi tercapainya sasaran ini perlu dilakukan koordinasi dan integrasi program antar para pihak yang terkait dalam pengelolaan mangrove. Program yang harus dikembangkan yaitu 1). Peningkatan peran institusi yang terkait dengan pengelolaan mangrove, 2). Peningkatan koordinasi, integrasi dan singkronisasi lintas sektor yang harmonis dalam pengeloaan ekosistem mangrove.
c. Meningkatnya kapasaitas Institusi Pusat, Daerah, dan Masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Program yang sebaikanya dilakukan antara 7
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
laian : 1) Peningkatan peran institusi Pusat dan Daerah dalam kegiatan pengelolaan, 2). Penyelenggaran pelatian dan studi banding pengelolan, 3). Peningkatan peran lembaga penelitian (Perguruan Tinggi, LSM, Pakar) dalam pengelolan. 4). Peningkatan partisipasi dan peran lembaga donor (dalam/luar negeri) dalam pengelolaan, 5). Peningkatan efektifitas koordinasi dan kerjasama Tim Koordinasi Nasional dan POKJA Mangrove nasional. -
Isu Peraturan Perundangan, menyebutkan beberapa hal : 1. Belum optimalnya implementasi dan integrasi peraturan perundangan pengelolaan ekosistem mangrove, 2. Penegakan hukum dalam pengelolaan ekosistem mangrove belum efektif. Berdasar hal tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai dari isu ini antara lain : a. Mantapnya kebijakan bersama dalam pengelolaan ekosistem mangrove Indonesia. Sasaran ini dapat dicapai melalui strategi pemantapan kebijakan bersama dalam pengelolaan melalui beberapa progam : 1). Sosialisasi perundangan dan 2). Fasilitasi penyusunan peraturan daerah tentang pengelolaan mangrove. b. Terakomodasinya ekosistem mangrove dalam RTRW pesisir dan pulau pulau kecil. Strategi yang digunakan untuk mencapai sasaran yaitu mengakomodir status ekosistem mangrove dalam perencanaan RTRW dan Zonasi wilayah pesiri dan pulau kecil. Namuan perlu dilakukan 1). Penyamaan kriteria penggunaan ruang ekosistem mangrove dalam menyusun RTRW dan zonasi, 2). Penyusunan strategi pengelolaan ekosistem mangrove daerah. c. Terlaksananya pentaatan dan penegakan hukum dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Program yang mendukung yaitu 1). Pelaksanaan konsensus hukum pengelolaan, 2). Penguatan pengawasan keberadaan sumberdaya mangrove melibatkan masyarakat. 3). Pelaksanaan penegakan hukum pengelolaan ekosistem mangrove.
8
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
2. EKOLOGI HUTAN MANGROVE
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Mangrove Referensi tertua pengertian istilah mangrove menurut Karsten (1890) adalah kata yang umum di Suriname untuk menyebut jenis pohon Rhizophora mangle. Saat ini istilah ini mengalami perubahan-perubahan dan menurut Badan organisasi pertanian dunia atau FAO (1952), mangrove adalah pohon dan semak-semak yang tumbuh di bawah ketinggian air pasang tertinggi dan merupakan varietas besar dari family tumbuhan dan beradaptasi secara spesifik sesuai karakter habitat. Definisi yang telah banyak ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baek, sehingga dapat kita fahami bahwa mangrove adalah tipe hutan yang memiliki toleransi terhadap salinitas (kadar garam) atau disebut tumbuhan Hallofit dan tumbuh pada daerah yang spesifik di pesisir laut baik pada daerah berlumpur, berpasir, laguna, muara sungai yang masih dipengaruhi oleh air pasang surut. Scope atau Ruang lingkup mangrove menurut Kusmana et all (2003) terdiri dari lima ruang yaitu : (1) jenis tumbuhan yang hanya tumbuh terbatas hanya pada habitat mangrove. (2) jenis tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove dan non-mangrove, (3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove, (4) adanya proses alamiah berperan dalam mempertahankan ekosistem baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, dan (5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau.
B. Zonasi Ekosistem Mangrove Vegetasi penyusun ekosistem mangrove memiliki cirri khusus berdasarkan formasi jenis. Adanya ciri khusus ini dipengaruhi oleh adanya karakteristik tipe perakaran mangrove yang berbeda-beda dan kondisi habitat (frekuensi tergenang, kedalam lumpur dan salinitas). Pembagian zonasi menurut Bengen (2001) salah satu zonasi ekosistem mangrove daerah tropis dibagi dalam 4 bagian yaitu : (1) Zona paling ujung yang dekat dengan laut atau ada yang juga yang menyebut Zona Proksimal yang mana memiliki substrat berpasir ditemukan jenis-jenis Avicennia spp berasosiasi dengan Sonneratia spp bila dijumpai adanya lumpur.
9
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
(2) Zona selanjutnya atau banyak disebut Zona middle ditemukan jenis-jenis :
atau zona pertengahan
Rhizophora spp sering dijumpai berasosiasi dengan
Bruguiera spp dan Xylocarpus spp (3) Zona berikutnya didominasi Bruguiera spp (4) Zona transisi yang terjauh dari laut atau terbelakang sebelum hutan dataran rendah/atau hutan pantai banyak dijumpai jenis Nypa fruticans dan beberapa jenis palma seperti : Pongamia sp, Xylocarpus sp, Pandanus sp, Heriteria littoralis dan Hibiscus tiliaceus. Beberapa orang menyebut daerah ini sebagai zona distal. Beberapa penulis dan para ahli lainnya mengatakan dalam pembagian zonasi mangrove menghilangkan zona dominan Bruguiera spp, sehingga hanya terdapat 3 zona. Sebagai contoh pembagian zonasi sederhana digambarkan sebagai berikut
Gambar 1. Zonasi ekosistem mangrove (sumber wulansanti, 2011) Pada gambar 1 di atas nampak pembagian jenis yang jelas formasi dari ujung pantai ke daratan berturut-turut yaitu Avicennia spp, Sonneratia spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Nypah spp. Pembentukan formasi ini harus difahami terlebih dahulu dalam mempelajari ekosistem mangrove dan sering juga dijumpai pada beberapa ekosistem mangrove tidak selalu mengikuti system zonasi sebagaimana di atas. Hal ini karena respon vegetasi terhadap lingkungan yang tidak sama terhadap adanya salinitas, pasang surut dan kondisi substrat. Kondisi substrat akan sangat berpengaruh terhadap penyebaran flora fauna. Avicennia dan Sonneratia memiliki karakteristik habitat berpasir yang merupakan jenis pioner karena mampu hidup pada kondisi miskin hara dengan genangan berfrekuensi tinggi. Menurut Wulansanti (2011) Avicennia spp mampu memberikan kesempatan tumbuh untuk vegetasi lain, hal ini karena cabang dan ranting Avicennia spp mudah tumbuh dan walaupun patah takkan mengganggu batang pohon, sehingga akan mampu menahan hempasam ombak dan pasir selain itu bersifat toleran terhadap kadar garam tinggi. Rhizophora pada habitat tanah lembek, berlumpur dan kaya akan humus, Bruguiera lebih menyukai daerah berlempung dengan sedikit organik dan agak keras karena semakin jarang terendam pasang surut. 10
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
C. Peran Mangrove Bagi Manusia Mangrove merupakan ekosistem yang utama sebagai perlindungan khususnya pada daerah perbatasan antara daratan dan perairan laut, Peran dalam kehidupan dapat dibedakan dalam fungsi dan manfaat sebagai berikut:
Biologis/ ekologis Langsung
Tidak langsung
Manfaat Mangrove Fungsi SosialEkonomi
Fisik
Gambar 2. Skema Manfaat dan Fungsi Mangrove Manfaat mangrove dapat dibedakan menjadi langsung dan tidak lansung. Sebagaimana gambar 2 di atas, terlihat bahwa pada titik pemanfaatan tidak langsung memiliki bentuk yang lebih besar dibanding pemanfaatan langsung. Pemanfaatan langsung adalah pemanfaatan yang dapat dirasakan oleh indra manusia dan dapat dikuantitatifkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia misalnya kayu, buah, daun, dan kulit kayu. Sedangkan pemanfaatan tidak langsung adalah pemanfaatan yang sulit dikuantitatifkan dan sulit dirasakan indra manusia seperti manfaat sebagai perlindungan intrusi air laut, perlindungan terhadap ombak dan angin laut, pendidikan, sumberdaya hayati plasma nutfah dan masih banyak lainnya. Menurut Kusmana et. all (2003), manfaat mangrove memiliki dua tingkatan yaitu 1). Tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan antara lian sebagai lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam dan lahan pariwisata.,
11
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
2). Tingkat ekosistem komponen biotic utama dibagi menjai Flora atau tumbuhan dan Fauna atau satwa. Keanekaragaman flora telah disebutkan sedangkan keanekaragaman fauna / satwa yang dapat dijumpai dan menjadikan diekosistem mangrove sebagai rumah di Sulawesi Utara menurut Gunawan (1998) antara lain dari bangsa reptile dan amphibi ada 12 satwa, 3 jenis mamalia, 53 jenis burung di sekitar hutan Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage. Pada ekosistem mangrove yang masih utuh di Sulawesi merupakan habitat rusa timor, anoa dataran rendah dan monyet. Fungsi mangrove berdasar gambar 1 dikategorikan dalam 3 fungsi yang saling berkaitan dan mempengaruhi, antara lain : (1) Fungsi Sosial Ekonomi yaitu bahwa adanya ekosistem mangrove mampu mempengaruhi cara pandang masyarakat sekitarnya sehingga berpengaruh terhadap budaya, social dan berpengaruh penting terhadap ekonomi masyarakat. Karena mangrove memiliiki potensi pemanfaatan langsung hasil kayu dan non kayu, sehingga mempengaruhi mata pencaharian masyarakat. Sebagai contoh sumber pakan binatang ternak, bahan baku konstruksi, kayu bakar, kerajinan, obat-obatan, bahan dasar makanan, pariwisata dan lain sebagainya. Melihat potensinya yang sangat tinggi perlu pemahaman yang baik dalam pengelolaan kawasan mangrove agar diperoleh keberlanjutan fungsinya. (2) Fungsi Fisik yaitu fungsi sebagai perlindungan bagi daratan terhadap abras, intrusi, angin, penahan lumpur, sehingga mampu menjaga keutuhan garis pantai dan mampu memperluas daratan. Fungsi-fungsi ini dipengaruhi oleh perakaran yang khas yaitu akar pasak, akar tunjang, akara lutut dan akar papan. (3) Fungsi Biologis / Ekologis yaitu merupakan komponen utama dalam rantai makanan sebagai pioneer yang mampu memberikan pakan bagi tingkatan diatasnya, sehingga mampu tercipta kehidupan yang stabil. Selain itu merupakan rumah atau component inti bagi ikan, udang, burung dan mamalia lainnya. Hasil identifikasi Kusama dkk (2003) diolah dari Soemodihardjo (1966), Kartawinata (1979), Sabar et al. (1979), Budiman dan Darnaedi (1984), Mustafa et.al (1979) jenis fauna aquatik yang dapat dijumpai pada ekosistem mangrove ditunjukan pada Tabel 1, 2, 3, sedangkan untuk Aves atau burung menurut Kodra dkk (1990) dalam Kusamana dkk (2003) ditunjukan pada Tabel 4.
12
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Tabel 1. Jenis dari bangsa Gastropoda (hewan lunak yang berjalan menggunakan perut) No 1 2 3 4 5 6 7
Famili
Potamidida e
Cassidvia aurisfelis Bruguire C. lutescens Butot C. mustelina Deshayes C. triparietalis (Martens) C. sulculosa (Musson) Auriculastra subula (Quoy et Gaimard)
16
Ellobium aurisjudae Linnaeus E. aurismidae (Linnaeus) E. polita
Amphibolidae
64 65 66 67
L. carinifera (Menke) L. intermedia Philippi L. melanostoma Gray L. undulata Gray
Neritidae
48 49 50 51
61 62 63
Littorina scabra (Linnaeus) Littorinidae
Neritidae
Thriaridae
57 58 59 60
Phytia plicata (Ferussac) P. trigona (Troschel) P. pantherina Melampus singaporensis (Pfeiffer) M. pulchellus Petit M. semisulcatus Mousson
25 26 27
N. zigzag Lamarck
46 47
53 54 55 56
E. tornatelliforme (Petit)
21 22 23 24
Jenis N. turrha (Gmelin) N. bicanaliculata
Cerithidae
68 69 70 71 72
Nerita planospira Anto N. albicilla Linnaeus N. chameleon Nerritina violaceae (Gmelin)
N. variegata Lesson N. auriculata Lamarck Clithon corona (Linnaeus) C. ovalaensis Melanoides riqueti (Grateloup) M. tuberculata (Muller) Melanoides riqueti (Grateloup) M. tuberculata (Muller) Salinator burmana (Blanford) S. fragilis (Lamarck) Cerithium morum Lamarck C. patulum Clypeomorus granosum
52
A. elongata Ellobiidae
Famili
44 45
C. cingulata (Gmelin)
12 13 14 15
32 33 34 35 36
39 40 41 42 43
C. wayersi Datzenberg
10 11
28 29 30 31
No 37 38
C. quadrata Sowerby
8 9
17 18 19 20
Jenis Terebralia polustris (Linnaeus) T. sulcata (Born) Telescopium telescopium Linnaeus T. mauritsi Butot Cerithidea djadjarensis (Martin) C. alata (Philippi) C. obtusa (Lamarck)
Melangenida e
Ocypodidae
Melangena galeodes Lamarck M. telescopicus Owen M. tridentatum M. definitus Adam et White Ocypoda ceratophthalamus (Phallas) O. arenaria De Man O. cardimana Ilyoplax delsmani De Man I. orientalis De Man
Trochidae
Assimineidae
Stenothyridae Muricidae Nassariidae
Tylodiplax indian Monodonta labio (Linnaeus) Syncera breviculata (Pfeiffer) S. javana (Thielf) S. nitida (Pease) S. woodmasoniana (Nevill) Stenothyra glabrata (A.Adams) Chicoreus adustus Drupa margariticola Nassa olivaceae Alectrion taenia
Tabel 2. Bivalvia / Pelecypoda (hewan lunak berkaki putih / kerang-kerangan) N o 1 2 3 4 5
Famili Corbiculida e
Jenis Polymesoda coaxans Gmelin P. expansa (Mousson)
Veneridae
Gafrarium tumidum Roding
Anomiidae Ostreidae
Enigmonia aenigmatica (Chemnitz) Crassostrea cucullata Born
N o 6 7 8 9
Famili Chamidae Mytilidae Spondylida e
Jenis Chama fragum Brachyodontes bilocularis
Arcidae
Anadara antiquata Linnaeus
Spondylus hystrix
13
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Tabel 3. CRUSTACEA (hewan lunak kelompok udang - udangan) N o 1 2 3 4 5 6
Famili
E. edwarsii
7 8 9 10 11
S. bataviana De Man
Grapsidae
S. moeschi S. cumolpe De Man S. smithi H. Milne-Edwards S. bocourti A. Milne-Edwards
12 13 14
S. fasciata Lancherter S. palawensis S. videns De Hans
15 16
S. onychophora De Man S. rousseuauxi H. MilneEdwards S. erythrodeactylum Hess s. longipes (Krauss) Metapograpsus latifrons (White)
17 18 19 20 21
Jenis Sarmatium indicum S. crassum Metaplax elegans M. crassipes Sesarma taeniolata White S. meinerti De Man
Ocypodida e
N o 22 23 24 25 26 27 28
Famili
Ocypodidae
29 30 31 32 33 34 35 36 37
Portunidae Gegarcinidae Thalassinida e
Thalassina anomala Herbst Alpheus crassimanus Heller
Alpheidae 38 39 40
Jenis U. lactea (De Hans) U. signatus (Hess) U. consobrinus (De Man) U. annulipes (H. Milne-Edwards) U. consobrinus (De Man) U. annulipes (H. MilneU. dussumiera (H. MilneEdwards) U. triangularis (A. MilneEdwards) U. marionis U. coartatus U. rosea Macrophthalmus convexsus Stimpso Scylla serrata (Forskal) Cardisoma carnifex (Herbst)
Paguridae Balanidae
41
A. bisincisus De Man Coenobita cavipes Stimpson Balanus spp. Clibanarius spp.
Uca vocans Linnaeus
Tabel 4. Aves (burung) yang dapat dijumpai pada ekosistem mangrove yaitu : No 1 2 3 4 5 6
Jenis Anas gibberifrons (Itik kelabu) Ardeola speciosa (Blekok sawah) Ardea purpurea (Cangak merah) Biteroides striatus (Kokokan laut) Egretta alba (Kuntul putih besar) E. intermedia (Kuntul perak)
No 23 24 25 26 27 28
E. garzetta (Kuntul perak kecil)
29
8
E. sacra (Kuntul karang)
30
9
Nycticorak nycticorax (Kowak)
31
7
Famili Anatidae
Ardeidae
10 11 12
Ciconidae
13 14
Alcedinidae
15 16 17 18
Charadriidae
Ixobrychus sinensis (Bambangan kuning) Ciconia episcopus (Sandang lawe) Leptoptilos javanicus (Bangau tontong) Mycteria cinerea (Walangkadak) Alcedo caerulescens (Burung udang) Halcyon chloris (Cekakak) Charadrius alexandrinus (Cerek kalung patah)* C. leschenaultii (Cerek besar)* C. mongolus (Cerek mongol)*
32
Famili
Scolopacidae
Jenis Actitis hypoleucos (Trinil pantai)* Calidris alba (Kedidi putih)* C. canutus (Kedidi merah)* C. ferruginea (Kedidi golgo)* C. ruficollis (Kedidi leher merah)* Gallinago gallinago (Sanip biasa)* Heteroscellus brevipes (trinil ekor kelabu)* Limocola falcinellus (Trinil paruh lebar)* Limosa lapponica (Biru laur ekor blorok)* L. limosa (Biru laut)*
33
Numenius arguata (Gajahan besar)*
34
N. minutus (Gajahan kecil)*
35
N. phaeopus (Gajahan)*
36
Tringa glareola (Trinil semak)*
37
T. nebularia (Trinil betis hijau)*
38
T. stagnatilis (Trinil rawah)*
39 40
T. totanus (Trinil)* Xenus cinereus (Trinil terik)*
14
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
19
Pluvialis fulva (Trulek kli-it)*
41
20
P. squatarola (Trulek kli-u-I)*
42
21 Amaurornis phoenicurus (Kareo) Rallidae 22 Porzana fusca (Mata merah) Ali Kodra et al. (1990) dalam Kusmana dkk, 2003
Sternidae
43 44
Geochelidon nilotica (Dara laut paruh lebar) Chlidonias leucopterus (Dara laut sayap putih) Sterna albifrons (Dara laut kecil) Sterna bergii (Dara laut jambul besar)
3. Pengenalan Jenis Mangrove
A. Kenakeragaman Flora Mangrove Jenis-jenis mangrove menurut Tomlinson (1986) di bagi dalam tiga kelompok besar yaitu kelompok Mayor, Kelompok Minor dan Kelompok Asosiasi Mangrove. Pembagian ini berdasarkan karakteristik morfologi khususnya pada akar napas dan fisiologi pohon seperti gutasi garam. Jenis-jenis pada kelompok Mayor sebagai contoh Avicennia,
Rhizophora,
Bruguiera,
Ceriops,
Kandelia,
Sonneratia,
Lumnitzera,
Laguncularia dan Nypa. Kelompok Minor antara lain Aegiceras, Xylocarpus, Exoecaria dan kelompok asosia merupakan komunitas mangrove yang banyak tumbuh di darat antara lain Chalophylum, Terminalia, Baringtonia, Pongamia, Sesuvium dan Pongamia. Keanekaragaman ekosistem mangrove menurut Noor, Khazali, dan Suryadiputra, (2006), Indonesia memiliki sedikitnya 202 jenis tumbuhan, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Ekosistem mangrove berdasarkan fungsi menurut Chapman (1984) dikelompokan menjadi a). Mangrove inti yaitu jenis-jenis mangrove yang mempunyai peran ekologi utama dalam penyusun ekosistem mangrove terdiri dari Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Kandelia, Soneratia, Avicenia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera, Scyphuphora, dan Dolichandron. b). Mangrove pinggiran (Pheripheral) merupakan jenis-jenis tumbuhan mangrove yang mendukung ekologi mangrove dan hutan lain, jenis-jenisnya antara lian Exoecaria agalloca, Acrosticum auerum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus tilliaceus.
B. Ciri Khusus Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan ekosistem asli yang sangat adaptif. Beberapa adapatasi yang dilakukan yaitu Adaptasi terhadap kadar garam dan terhadap genangan atau lumpur. Tumbuhan mangrove beradaptasi melalui berbagai proses, menurut Kusmana et all (2003) proses adaptasi terhadap kandungan garam melalui : 1). Saltexcretting diantaranya jenis Avicennia, Aegiceras, dan Aegialitis; 2). Non Salt-excretting diantaranya jenis Rhizophora, Bruguiera, Sonneratia, dan lain-lain. Berdasarkan Hutching dan Saenger (1987) dalam Kusmana et all. (2003) dijelaskan bahwa 3 cara adaptasi vegetasi mangrove yaitu
15
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
(1) Sekresi garam (Salt extrusion) menyerap air berkadar garam tinggi kemudian mengekskresikan kandungan garam melalui kelenjar garam yang ada di daun dilakukan oleh Avicennia, Sonneratia, Aegiceras, Aegialitis, Acanthus, Laguncularia dan Rhizophora; (2) Mencegah masuknya garam (Salt exclusion) melalui saringan (ultra filter) yang terdapat pada akar dilakukan oleh jenis Rhizophora, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Osbornia, Bruguiera, Excoecaria, Aegiceras, Aegalitis, dan Acrostichum; (3) Akumulasi garam (Salt accumulation) menyimpan Na dan CL pada bagian kulit kayu. akar dan daun tua yang kemudian digugurkan dilakukan oleh Excoecaria, Lumnitzera, Avicennia, Osbornia, Rhizophora, Sonneratia dan Xylocarpus. Adaptasi terhadap substrat dan kondisi genangan air dilakukan melalui modifikasi sehingga membentuk beberapa tipe akar atau sering disebut Pneumatofor. Pada prinsipnya, vegetasi memerlukan oksigen untuk metabolisme, sehingga dalam kondisi tergenang melalui akar akar tersebut dapat mendapat suplay oksigen. Selain fungsi fisiologi, akar tersebut juga mampu memberikan fungsi ekologis. Tipe perakaran vegetasi mangrove antara lain: (1) Akar pasak (pneumatophore) Akar pasak berupa akar yang muncul dari sistem akar kabel dan memanjang keluar ke arah udara seperti pasak. Akar pasak ini terdapat pada Avicennia, Xylocarpus dan Sonneratia. (2) Akar lutut (knee root) Akar lutut merupakan modifikasi dari akar kabel yang pada awalnya tumbuh ke arah permukaan substrat kemudian melengkung menuju ke substrat lagi. Akar lutut seperti ini terdapat pada Bruguiera spp. (3) Akar tunjang (stilt root) Akar tunjang merupakan akar (cabang-cabang akar) yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini terdapat pada Rhizophora spp. (4) Akar papan (buttress root) Akar papan hampir sama dengan akar tunjang tetapi akar ini melebar menjadi bentuk lempeng, mirip struktur silet. Akar ini terdapat pada Heritiera. Lebih jelasnya keempat tipe akar diatas dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini, selain itu mangrove memiliki Akar gantung (aerial root) yaitu akar yang tidak bercabang yang muncul dari batang atau cabang bagian bawah tetapi biasanya tidak mencapai substrat. Akar gantung terdapat pada Rhizophora, Avicennia dan Acanthus.
16
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Gambar 3. Tipe-tipe perakaran tumbuhan mangrove (sumber: Faturohman. 2011)
C. Keanekaragaman dan Identifikasi Jenis Mangrove Ekosistem mangrove memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Hasil identifikasi menurut Noor dkk (2006) di Indonesia terdapat sedikitnya 43 jenis mangrove sejati dan 22 jenis mangrove ikutan, sebagaimana terlampir pada Tabel di bawah ini : Tabel 5. Jenis mangrove sejati pada ekosistem mangrove No 1 2 3 4
No 16 17 18 19
No 31 32 33 34
5 Aegiceros floridum
Nama Latin Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera hainessii Bruguiera parviflora Bruguiera sexangula Camptostemon 20 philippinense
6 7 8 9
21 22 23 24
Camptostemon schultzii Ceriops decandra Ceriops tagal Exoecaria agallocha
35 Sarcolobus globosa Scyphiphora 36 hydrophyllaceae 37 Sonneratia alba 38 Sonneratia caseolaris 39 Sonneratia ovata
25 26 27 28 29 30
Gymnanthera paludosa Heritiera littoralis Kandelia candel Lumnitzera racemosa Nypa fruticans Osbornia octodonta
10 11 12 13 14 15
Nama Latin Acanthus ebracteatus Acanthus ilicifolius Acrostichum aureum Aegialitis annulata
Amyema anisomeres Amyema gravis Amyema mackayense Avicennia alba Avicennia eucalyptifolia Avicennia lanata Avicennia marina Avicennia officinalis Bruguiera cylindrica Bruguiera exaristata
40 41 42 43
Nama Latin Phempis acidula Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa
Xylocarpus granatum Xylocarpus mekongensis Xylocarpus moluccensis Xylocarpus rumphii
17
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Tabel 6. Jenis mangrove ikutan pada ekosistem mangrove. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Latin No Nama Latin Barringtonia asiatica 9 Ipomoea pes-caprae Calophyllum inophyllum 10 Melastoma candidum Calotropis gigantea 11 Morinda citrifolia Carbera manghas 12 Pandanus odoratissima Clerodendrum inerme 13 Pandanus tectorius Derris trifoliata 14 Passiflora foetida Finlaysonia maritima 15 Pongamia pinnata Hibiscus tiliaceus 16 Ricinus communis
No 17 18 19 20 21 22
Nama Latin Scaevola taccada Sesuvium portulacastrum Stachytarpheta jamaicensis Terminalia cattapa Thespesia populnea Wedelia biflora
Berbagai jenis mangrove terbagi dalam beberapa Genus. Identifikasi jenis – jenis mangrove menurut menurut Stenis et al. (2008) sebagai berikut : (1). Rhizophoraceae (Bangsa Bakau), terdiri dari 3 Genus yaitu Bruguiera, Rhizophora dan Ceriops. Identifikasi untuk membedakan ketiga genus tersebut yaitu : > a. Bunga berdiri sendiri, pada pangkal kelopak tidak ada daun pelindung yang bersatu menjadi pembalut. Kelompak bertaju 12 – 15. Batang kerapkali dikelilingi oleh akar nafas yang muncul di atas lumpur, karena membengkok seperti lutut. 1. Bruguiera b. Bunga tidak berdiri sendiri. Daun pelindung pada pangkal kelopak bersatu menjadi pembalut. Kelopak bertaju 4 – 5. Batang tidak dikelilingi akar napas yang berbentuk lutut. > a. Bunga berbilang empat, daun mahkota tepi rata, tidak bersambungan satu dengan yang lain. Benang sari 8, didepan tiap daun kelopak dan tiap taju kelopak satu. Bakal buah beruang 2, daun pada sisi bawah bertitik cokelat.
2. Rizhophora
b. Bunga berbilang lima, Daun mahkota melekuk ke dalam hubungan satu dengan yang lin cukup erat. Benang sari 10 pasangan di depan tiap daun mahkota. Bakal buah beruang 3. Daun tidak berbinting cokelat
3. Ceriops
18
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Daun dan Bunga Buah Gambar 4. Daun, bungan dan buah dari Bruguiera gymnorrhiza
Pohon
Buah
Bunga dan Daun
Gambar 4. Pohon, bunga, daun, dan buah dari Bruguiera parviflora
Pohon
Buah
Bunga dan Daun
Gambar 5. Pohon, bunga, daun, dan buah dari Bruguiera cylindrica 19
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Bunga
Daun
Buah
Gambar 6. Bunga, daun, dan buah dari Rhizophora mucronata
Daun dan Bunga
Buah
Gambar 7. Bunga, daun, dan buah dari Rhizophora stylosa
Daun
Bakal Bunga
Buah
Gambar 8. Daun, bakal buah dan buah dari Rhizophora apiculata
20
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Buah
Daun dan bunga Gambar 8. Buah, bunga, dan daun, dari Ceriops tagal
Buah
Daun dan Bunga
Gambar 9. Buah, bunga, dan daun dari Ceriops decandra
21
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
(2). Sonneratiaceae merupakan pohon dengan tinggi 1 s/d 15 meter, akar napas muncul dari tanah dan lurus, buah memiliki kelopak yang menyerupai bunga matahari, identifikasi menggunakan panduaan Steenis et.al. (2008) sebagai berikut : >. a. Kuncup bungan oval lebar, lebar kurang dari 2x panjang. Daun mahkota kuncup lanset sempit, merah tua. Tabung kelopak tidak atau hampir berusuk , taju sisi dalam tdak merah. Kelopak buah datar ata u piring yang tidak dalam Sonneratia caseolaris Engl. Tinggi pohon 5 – 15 meter, daun bulat telur terbalik atau memanjang dengan ujung membulat atau tumpul, kelopak bunga tingginya 3 – 4,5 cm, benang sari berwarna merah. Banyak pada areal yang kurang salinitasnya.
Bunga
Buah dan Daun
Gambar 10. Buah, bunga, dan daun dari Sonneratia caseolaris Engl b. Kuncup bunga memanjang, termasuk pangkal yang berbentuk gasing, panjang 2 – 3 x lebar. Daun mahkota bentuk benang, putih atau merah muda. Tabung kelopak jelas berusuk, taju sisi dalam merah. Kelopak buah bentuk gasing. Sonneratia alba J.E. Sm Tinggi pohon 1 – 15 m. Daun berbentuk bulat terbalik dengan ujung membulat lebar, Kelopak bunga lebih pendek daripada tabungnya, benang sari berwarna putih, banyak pada pantai laut, muara sungai.
22
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Bunga
Buah
Gambar 10. Buah, bunga, dan daun dari Sonneratia alba J.E. Sm
(3) Verbenaceae (bangsa jati) : Daun tunggal, pohon dari hutan pasang surut, akar nafas tumbuh lurus ke atas, Bunga kuning, serupa bongkol tertekan pada percabangan karangan bunga serupa malai. Buah kotak berkatup 2, berbiji 1. Biji berkecambah sebelum rontok. Avicennia marina, A. alba, A. lanata.
Buah
Bunga
Daun
Gambar 11. Buah, bunga, dan daun dari Avicennia marina
23
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Daun
Buah
Bunga
Gambar 11. Daun, buah, dan bunga dari Avicennia alba
Buah dan Daun
Bunga
Gambar 12. Buah, bunga, dan daun dari Avicennia lanata
(4) Acanthaceae : merupakan tumbuhan setengah perdu berumpun banyak, kuat, tegak, gundul, tinggi 0,5 – 3 m. Batangnya bulat silindris, sering lemas, dengan duri panjang, dan runcing, dekat pada setiap daunnya. Tangkai daun pendek, helaian daun lanset. Membentuk akar hawa. Sering muncul pada ekosistem bakau yang telah ditebang Acanthus ilicifolius L. dan A. ebracteatus Vahl.,
24
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Daun dan bunga
Buah
Gambar 13. Buah, bunga, dan daun dari Acanthus ilicifolius L
Daun
Bunga dan buah
Gambar 14. Daun, bunga, dan daun dari Acanthus ebracteatus Vahl. (5) Combretaceae : merupakan famili yang terdiri dari pohon, perdu hingga liana, dengan daun tunggal, tanpa daun penumpu. Bunga dalam tandan atau bulir, beraturan, biasanya protoginis. Tajuk kelopak 4 – 5 atau tidak ada. Benang sari 4 – 10,tangkai putik 1. Buah kering, bersegi atau bersayap, beruang 1, berbiji 1, tidak membuka atau sedikit membuka. Menurut Steenis (2008) teridentifikasi sebagai berikut :
25
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
1. a. Mahkota tida ada. Pohon
1. Terminalia
b. Mahkota ada, kerap kali sangat kecil
2.
2. a. Tabung kelopak (diatas bakal buah) 3,5 – 8 cm. Perdu memanjat ranting tua dengan duri tangkai daun
2. Quisqualis
b. Tabung kelopak lebih pendek daripada 1,5 cm. Perdu tegak atau pohon kecil; tanpa duri
3. Lumnitzera
Pada suku Combretaceae yang termasuk dalam ekosistem mangrove adalah genus Lumnitzera memiliki 2 jenis yaitu : -
Lumnitzera racemosa Willd. Perdu atau pohon kecil, tanpa akar napas, tinggi 2 – 8 meter. Buah batu berbentuk memanjang, pipih, panjang 1 – 1,5 cm, ada kelopak. Dalam mangrove, sepanjang selokan pantai dan kolam ikan.
Daun
Bunga
Buah
Gambar 15. Buah, bunga, dan daun dari Lumnitzera racemosa Willd. -
Lumnitzera littorea Voigt Jenis tanaman sebangsa akar napas berbentuk lutut dengan daun dan mahkota besar, merah cerah. Hanya terdapat di Jawa separuh dari pantai selatan
26
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Daun
Bunga
Buah
Gambar 16. Buah, bunga, dan daun dari Lumnitzera littorea Voigt (6) Polypodiaceae (Pakuan-pakuan sejati) paku tanah atau epifit. Tidak ada batang yang sesungguhnya, daun mempunyai hubungan beruas. Jenis yang terasuk kedalam ekosistem mangrove yaitu Acrostichum speciosum. Memiliki cirikhas Sporangia tersebar rata seluas sisi bawah dan fertil atau anak daun fertil, kadang kadang bagian jalur sempit sepanjang ibu tulang daun atau tepi daun bebas dari sporangi, tidak terkumpul menjadi timbunan, tidak ada selaput penutup. Daun steril dengan banyak urat daun yang berjalan menjadi satu, sehingga terbentuk jala urat daun dengan mata jala, mata jala dengan urat yang bebas atau tidak. Daun bercangap atau menyirip tunggal. Paku rawa dengan akar rimpang tegak. Tergambar sebagai berikut.
Gambar 17. Bentuk pakuan Acrostichum speciosum (7) Meliaceae (Tanaman berkayu berkelenjar damar atau minyak), daun penumpu tidak ada, bunga beraturan, kebanyakan berkelamin 2. Jenis vegetasi mangrove yaitu 27
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
1. Xylocarpus granatum Koen dengan ciri ciri : pohon kerap kali dengan batang yang beruang, penumpu batag yang besar dan akar napas yang berbentuk batang mucul di atas tanah, panjang, merayap dan melengkung seperti lutut. Anak daun 2 atau 4, bulat telur berbalik memanjang, dengan ujung membulat dan pangkal meruncing, tepi rata. Buah berbentuk bola berdiameter 10 – 20 cm, berbiji 6 – 16 dan
Buah
Daun
Gambar 18. Buah dan daun dari Xylocarpus granatum Koen 2. Xylocarpus molucensis memiliki ciri ciri mirip dengan X. granatum dengan perbedaan cirikhas beranak daun 4 – 7, pada atau di bawah tengah yang terlebar, meruncing pendek, tabung benang sari dengan gigi 8.
Daun
Buah Gambar 18. Buah dan daun dari Xylocarpus molucensis
(8) Myrsinaceae merupakan Suku yang banyak terdiri dari pohon atau perdu tegak atau memanjat. Daun tersebar tunggal, sering dengan bintik bintik atau gari syang 28
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
tembu cahaya atau berwarna. Daun penumpu tidak ada. Jenis yang termasuk dalam ekosistem mangrovr yaitu Aegiceras corniculatum Blanco dan A. floridum R. & S. Aegiceras corniculatum Blanco Merupakan semak tinggi 1 – 4 meter, daun tersusun spiral, bulat telur terbalik, bertepi rata, gundul, dengan ukuran 7,5 – 11 x 4 – 6 cm. Buah membalut memanjang, sangat lengkung, bertaji, hijau atau ros, berbiji 1 ], dimahkotai oleh tangkai putik, panjang 5 – 6,5 cm. Bagian tidak lebat dari mangrove.
Bunga
Buah
Gambar 19. Bunga, buah dan daun dari Aegiceras corniculatum Blanco Aegiceras floridum R. & S. Biji berkecambah dalam buah yang belum jatuh (vivipar), kecambah sebenarnya menembus setelah diniding buah rontok. Mempunyai karangan yang jelas bentuk tandan.
Bunga
Buah
Gambar 20. Bunga, buah dan daun dari Aegiceras floridum R. & S.
29
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
(9) Palmae merupakan bangsa tanaman monokotil, dengan batang tidak bercabang, memiliki bekas daun berbentuk cincin, kadang kadang dari batang yang terletak di atas tanah atau akar rimpang dapat keluar beberapa batang (rumpun). Jenis yang termasuk dalam ekosistem mangrove yaitu Nypa fruitican. Memiliki cirikhas : palem menyirip, Bunga betina tanpa tenda bnga yang lengkap, bungan jantan dengan 3 benang sari
Pohon
Bunga
Buah
Gambar 21. Pohon, buah dan daun dari Nypa fruitican
30
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
4. TEKNIK PERSEMAIAN MANGROVE
Pembangunan persemaian merupakan persemaian sementara untuk mendukung rehabilitasi, namun tidak menutup kemungkinan menjadi persemaian tetap karena kebutuhan bibit, sehingga perencanaan harus matang. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain : 1) Kebutuhan bibit Jarak tanam untuk tujuan rehabilitasi berbeda dengan jarak tanam pada pengayaan suatu ekosistem. Pada tanaman rehabilitasi jarak tanam rapat belum tentu lebih tinggi keberhasilannya dibanding dengan jarak tanam longgar. Hasil penelitian menunjukan bahwa arah penanaman lebih berperan terhadap keberhasilan tanaman menghadapi terjangan ombak daripada jarak penanaman. Arah penanaman yang memberikan hasil terbaik pada penelitian kami adalah arah serong atau zig-zag terhadap garis pantai dibanding jarak tanam kotak, persegi maupun mengumpul, namun keberhasilan tertinggi bila tanaman di tanam dan diikat pada akar napas atau batu karang yang ada. 2) Pemilihan Jenis Vegatasi Keberhasilan dalam rehabilitasi ekosistem pantai dipengaruhi oleh penggunaan jenis dan kualitas bibit tanaman. Mangrove merupakan ekosistem asli sehingga cukup sulit untuk merubah karakteristik habitat, sehingga walaupun jenis vegetasi mangrove tidak terlalu banyak, namun setiap jenis tersebut memiliki kharakteristik adaptasi yang berbeda-beda. Mangrove yang habitat aslinya tumbuh pada daerah muara sungai akan mengalami gangguan pertumbuhan jika dipindah pada ekosistem mangrove di pulau tanpa sungai. Hal ini menunjukan bahwa jenis terbaik untuk merehabilitasi pantai adalah jenis asli yang pernah ada di suatu lokasi dan bila memungkinkan mengembangkan jenis yang tersisa dalam suatu ekosistem. 3) Pemilihan Lokasi Persemaian Pembangunan
persemaian
tidaklah
sulit,
dapat
dilakukan
dimanapun bahkan dalam kondisi tanpa adanya air garampun mampu hidup. Dalam penelitan yang kami lakukan menunjukan bahwa persemaian dikebun tanpa adanya siraman air laut memiliki persen jadi paling tinggi pada umur 31
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
semai 0 – 2 bulan, selanjutnya mengalami hambatan dalam pertumbuhan. Sedangkan pada persemaian yang dibangun pada habitat sumber benih menunjukan pertumbuhan paling tinggi dan dengan kegagalan paling sedikit kedua setelah persemaian di kebun. Berdasarkan penelitian ini, lokasi yang dapat menghasilkan bibit unggul adalah memiliki syarat sebagai berikut : -
Area yang terkena pasang surut dengan frekuensi
-
Topografi datar
-
Bebas dari gangguan ternak
-
Bebas angin dan ombak kencang
-
Dekat dengan lokasi penanaman
-
Dekat dengan tenaga kerja
-
Lokasi mudah dijangkau
-
Dekat dengan sumber media Penentuan lokasi tidak semudah yang dibayangkan, karena setiap
ekosistem mangrove memiliki karakter masing-masing, namun yang harus diperhatikan adalah tingkat resiko kerusakan oleh adanya ombak dan angin dipilih yang paling kecil untuk. Selanjutnya untuk penyiraman, media dan beberapa faktor lainya dapat dimodifikasi. Penelitian Nugroho (2006) menyebutkan bahwa media top soil yang dicampur dengan kompos dan penyiraman air garam 10gr/liter memberikan dampak pada percepatan pertumbuhan bibit pada diameter, tinggi dan jumlah daun. Didalam sebuah persemaian, selain adanya bedeng-bedeng tanaman, harus dibuat juga jalan inspeksi dan pengangkutan serta gubuk kerja. Proporsi luas areal persemaian dan sarana prasarana yaitu 60 : 40. 4) Bahan dan Alat Beberapa bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan persemain mangrove yaitu : Bambu atau Kayu sebagai penyekat dan tiang peneduh, sarlon atau paranet atau daun-daunan palem sebagai peneduh, lumpur atau tanah, Polibag atau plastik es, Biji atau propagul yang masih segar dengan masa pengunduhan maksimal 3-7 hari. Biji atau propagul bersifat rekalsitran karena hewan banyak yang menyukai sebagia makan, sehingga propagul yang segar akan meningkatkan nilai kecambah bibit tanaman. 32
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Peralatan yang digunakan antara lain sepatu boot, peralatan pertukangan dan pertanian seperti, gergaji, parang, cangkul, skop, gerobak. Kebutuhan peralatan ini tergantung dengan kebutuhan dilapangan.
Gambar 22. Contoh persemaian mangrove sederhana 5) Pembuatan bedangan Ukuran
bedangan
disesuaikan
dengan
kondisi
dan
ruang
persemaian sebagai contoh 1 x 10 meter atau 1 x 8 meter. Bedengan diarahkan menuju utara selatan agar penyinaran matahari seragam. Bedengan dibuat dengan menggali tanah yang telah datar sedalam 5 cm sehingga polibag ukuran 12 x 15 akan diperoleh ruang untuk 2.550 pada bedeng berukuran 1 x 10 meter. Galian tanah bedengan dapat digunakan sebagai media semai, sehingga tidak perlu banyak mengangkut tanah dari luar areal persemaian. Media tumbuh menurut Nugroho (2006) media topsoil dan pencampuran topsoil dengan kompos akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, jumlah daun dan diameter tanaman. Topsoil dan kompos menunjukan pertumbuhan yang lebih tinggi, namun dalam pembibitan untuk rehabilitasi yang dibutuhkan adalah kekuatan adaptif tanaman terhadap kondisi asli dilapangan, sehingg dalam pembuatan persemaian rehabilitasi sebaiknya media murni diambil dari daerah sekitar lokasi rehabilitasi.
6) Pembuatan naungan
33
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Pembuatan naungan dapat menggunakan sarlon atau paranet, namun juga dapat diguanakan daun nypah atau daun kelapa. Ketebalan naungan sekitar 50% sinar matahari masuk dalam persemaian. 7) Pemilihan Benih Berkualitas Pemilihan benih merupakan salah satau faktor utama dalam mendapatkan bibit yang berkualitas. Petunjuk pemanen bibit yang berkualitas tergambar sebagai berikut :
Tabel 5. Ciri – ciri buah masak pada jenis jenis mangrove No Jenis 1
Bakau Rhizophora spp
Ciri Ciri buah masak
Musim Berbuah
Bakau merah R. mucronata: kotiledon berwarna kuning, panjang minimal hipokotil : 50 cm
September
-
Nopember
Bakau minyak R. apiculata : kotiledon berwarna merah kekuningan, panjang minimal hipokotil: 20 cm 2
Ceriops tagal
Kotiledon telah tumbuh sepanjang 11,5 cm, panjang minimal hipokotil: 20 Cm
Agustus
3
Bruguiera spp
Kotiledon berwarna coklat
Juli – Agustus
34
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
kemerahan, panjang minimal hipokotil: 20 cm
4
Sonneratia spp
Diameter minimal buah: 4 September cm, Desember terapung di air
5
Avicennia spp
Warna buah hijau kekuningan, berat 1,5 gr
–
Januari
35
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Propagul dipilih dari pengunduhan buah dan dipilih yang telah masak. Penyimpanan buah atau propagul maksimal 7 hari pada kondisi kamar untuk mendapatkan nilai kecambah yang tinggi. Namun bila disimpan pada ruang dengan pengatur suhu ruangan, menurut Kustanti (2011) propagul dapat disimpan selama 4 minggu pada suhu 19-20oC dengan kelembaban 62-82% . 8) Cara pembibitan Pembibitan propagul R. mucronata sangatlah mudah, yaitu hanya dengan menancapan ujung lancip yang berada di bawah atau disebut radikula. Pada polibag 12x15 cm penancapan dilakukan sedalam 10-12 cm, sehingga akan lebih kuat menahan tanah pada polibag. Tabel 6. Cara melakukan pembibitan pada beberapa jenis mangrove No Jenis Cara Menanam R. mucronata 1 Ditancapkan sedalam 7 cm R. apiculata Ditancapkan sedalam 5 cm Langsung ditanam di polibag C. tagal 2 Ditancapkan sedalam 5 cm langsung dalam polibag B. gymnorhiza 3 Ditancapkan sedalam 5 cm langsung dalam polibag Sonneratia spp 4 Ditancapkan hingga 1/3 bagian benih, dikecambahkan pada bedeng tabur. Bisa juga secara langsung di polibag, namun bedeng sapihnya sebaiknya diberi sungkup plastic Avicennia spp 5 Ditancapkan separo biji. Bagian tumpul yang dibenamkan dalam media. Langsung ditanam di polibag
Avicennia spp
Rhizophora spp
Sonneratia spp
Xylocarpus spp
Gambar 23. Ilustrasi penanaman beberapa benih mangrove 36
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
9) Bibit Berkualitas Bibit yang dihasilkan dari persemian harus dipilih yang bagus dan perlu dilakukan perlakuan adaptasi sebelum ditanam di lapangan. Bibit yang bagus adalah bibit yang memiliki perawakan yang bagus, biasa ditandai dengan adanya jumlah daun yang banyak, segar, tinggi dan diameter batang besar dan kokoh. Hasil penelitian membandingkan umur tanaman rehabilitasi 2 dan 6 bulan nampak tidak ada perbedaan yang nyata, sedangkan menurut Anwar (2004) umur tanaman R. mucronata yang dianjurkan adalah 4-5 bulan, memiliki daun 4 helai atau 2 pasang, tinggi 55 cm diukur dari titik pertumbuhan. Menurut Kusmana dan Samsuri (2009), kualitas bibit beberapa jenis mangrove sebagai berikut : Tabel 7. Spesifikasi bibit mangrove siap tanam di lapangan No
Jenis
Ciri Bibit Siap Tanam dan Berkualitas Baik
1
Rh. mucronata
Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 55 cm
2
Rh. apiculata
Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 30 cm
3
B. gymnorrhiza
Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 35 cm
4
C. tagal
Jumlah daun minimal 4 lembar, tinggi bibit minimal 20 cm
5
S. alba
Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 30 cm
6
A. marina
Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 15 cm
7
X. granatum
Jumlah daun minimal 6 lembar, tinggi bibit minimal 40 cm
10) Transportasi Bibit Bibit yang telah diproduksi dilakukan pendistribusian sangat perlu perhatikan karena pengangkutan bibit sealu mempunyai pengaruh terhadap kondisi bibit, sehingga perlu dihindari pengangkutan terhadap bibit dengan kriteria sebagai berikut : -
Media semai rusak
-
Batang patah
-
Bibit layu
Untuk menghindari pengaruh negatip daripada pengangkutan terhadap kondisi bibit, perlu diketahui bahwa : 1. Kerusakan media selama proses transportasi bibit, dipengaruhi oleh : a. Jenis dan komposisi media. 37
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
b. Tingkat kebasahan media. c. Teknik seleksi dan pengepakan semai. d. Teknik muat-bongkar semai dari alat transportasi. e. Tingkat goncangan selama transportasi. 2. Batang semai patah, pada banyak kejadian disebabkan kecerobohan dalam muat bongkar dan penyusunan bibit di atas alat angkutan. 3. Tingkat kelayuan selama transportasi dipengaruhi oleh : a. Jenis/spesies tanaman. b. Tingkat kebasahan media dan atau semai. c. Sengatan panas matahari d. Tiupan angin kencang dalam transportasi. e. Tingkat kerusakan media. Bibit yang telah didistribusikan ada kemungkinan tidak segera ditanam karena berbagai faktor, sehingga lokasi penampungan perlu diperhatikan dengan persyaratan harus teduh dan dekat sumber air untuk memudahkan pemeliharaan selama di penampungan berupa penyiraman (10 ltr/m2) agar kondisi bibit tetap segar. Tempat penampungan di tempat penampungan bisa mencapai 4 – 5 hari apabila kondisinya memenuhi syarat, lebih daripada itu kesegaran dan kesehatan bibit mulai menurun.
38
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
5. TEKNIK REHABILITASI MANGROVE
Kegiatan rehabilitasi sering mengalami kegagalan lebih banyak disebabkan oleh ketidak mampuan bibit beradaptasi pada kondisi berbeda. Perlu diperhatikan bahwa kelompok mangrove memiliki sensitivitas tinggi pada akar, sehingga gangguan sedikit akan mangakibatkan gangguan pada pertumbuhan bahkan menyebabkan kematian tanaman. Hasil uji coba yang dilakukan pada jenis R.. mucronata, B. gymnorrhiza dan A. maritime
di Pulau Talise 100 % mati.
Rehabilitasi menggunakan bibit tanaman dari luar pulau (dibuat di lahan extambak) didapatkan keberhasilan paling tinggi 80% pada habitat sumber benih dan pada areal terabrasi hanya 0% dengan jenis B. gymnorrhiza namun R.. mucronata memiliki keberhasilan 30%, sedangkan keberhasilan tertinggi diperoleh dari bibit R. apiculata yang mencapai 53% pada areal terabrasi. Tahapan umum dalam melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove yang telah rusak diawalai dengan kajian lokasi, perencanaan dan aksi yang meliputi pembangunan persemaian sebagai penyiapan bibit berkualitas, penanaman pada areal terabrasi menggunakan teknik tertentu dan pemeliharaan A. Kajian lokasi rehabilitasi Pemahaman tentang lokasi yang akan direhabilitasi merupakan faktor keberhasilan tertinggi dalam upaya merehabilitasi ekosistem mangrove. Kajian terhadap faktor penentu keberhasilan rehabilitasi mangrove yang harus dilakukan antara lain : 1) Tingkat salinitas air laut, 2) Kekuatan hempasan ombak, 3) Kondisi substrat, 4) Posisi lokasi terhadap sungai, 5) Garis pantai, dan 6) Topografi. 7) Luas lokasi
B. Perencanaan rehabilitasi Data-data hasil kajian lokasi rehabilatasi merupakan dasar untuk membuat perencanaan rehabilitasi yang meliputi : 39
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
1) Penentuan lokasi prioritas. 2) Penentuan Jenis vegetasi yang mampu tumbuh di lokasi 3) Penentuan jarak tanam dan arah penanaman, 4) Penentuan jumlah kebutuhan bibit tanaman rehabilitasi, 5) Penentuan lokasi pembuatan bibit atau persemaian dan perencanaan persemaian (luas lokasi, jumlah sdm, kebutuhan biji, kebutuhan polibag) 6) Perencanaan kebutuhan sarana-prasarana (pacul, skop, sarlon atau paranet atau peneduh dari daun palem-paleman, tali, bambu atau kayu,
ruang
penyimpan biji atau propagul. 7) Penentuan teknik penanaman di lapangan tergantung kondisi tapaknya : Tapak berombak besar sebagai penguat tanaman hasil persemaian dapat dilakukan penanaman melalui beberapa cara antara lain (Anwar, 2004) : -
Menggunakan Tiang Pancang
-
Menggunakan beton bois atau bambu besar
-
Menggunakan bangunan pemecah ombak
Gambr 24. Teknik penanaman menggunakan tiang pancang, bois dan bambu besar (sumber : Anwar 2004) Tapak berlumpur dalam atau genangan dalam (Kusmana dan Samsuri, 2009). Pada lokasi seperti ini dapat dilakukan penanaman dengan membuat guludan yang terbuat dari cerucuk bambu dan atau kayu. Tinggi tanah sebagai media dibuat lebih tinggi 10 cm dari tinggi rata-rata pasang harian. Penanaman sebaiknya menggunakan Rhizophora spp.
40
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Gambr 25. Teknik penanaman pada genangan tinggi (Kusmana dan Samsuri, 2009) Menurut Suryawan dkk (2013) rehabilitasi pada pulau kecil memiliki keberhasilan lebih tinggi jika menggunakan propagul sebagai bahan tanaman rehabilitasi dibanding dari persemaian. Adanya ombak besar diperlukan perlakuan tambahan pada propagul yang akan di tanam yaitu : -
Propagul ditanam dan diikat dengan akar napas
-
Propagul ditanam dan diikat dengan pancang yang membentuk kurungan
-
Propagul ditanam dan diikat dengan bambu yang dibentuk seperti jepitan dan ditambah pancang. Bentuk bentuk tersebut sebagaimana gambar di bawah ini.
Keterangan (berlawanan jarum jam) 1. Propagul diikat pad akar napas 2. Propagul dijepit 3. Propagul diikat pada kurungan bambu
Teknik
Gambar 26. Teknik penanaman propagul langsung di pulau (Suryawan dkk, 2013) 41
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Teknik yang dilakukan Suryawan dkk (2013) memiliki persen keberhasilan mencapai 78 % pada tahun pertama dengan tinggi tanaman telah mencapai + 130 cm. Metode penanaman yang memiliki pertumbuhan terbaik menurut Halidah (2010) yaitu : Jarak tanam berpengaruh terhadap keberhasilan tanaman dengan jarak terbaik 2 x 1,5 m memiliki keberhasilan tertinggi 98,88% dibanding 0,5 x 0,5 m hanya 70,22%. 8) Evaluasi penanaman rehabilitasi meliputi penghitungan persen jadi tanaman Perlu dilakukan untuk menentukan keberhasilan rehabilitasi yang telah dilakukan.
42
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
6. PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU Pemanfaatan buah – buahan mangrove di Indonesia telah dilakukan oleh masyarakat secara tradisional dan sebatas mencukupi kebutuhan pangan saat krisis. Dewasa ini sengan penelitian dan pengembangan telah didapat diversifikais produk dari hasil hutan bukan kayu mangrove sebagai mulai dari sumber karbohidrat hingga bahan pembersih. S. gymnorrhiza bila dijadikan tepung, kandungan korbohidratnya dominan dan memiliki kandungan amilosa sebesar 17%, hampir sama dengan tepung beras dan memiliki warna yang khas.
A. Bahan Pangan dan Minuman Pemanfaatan sebagai bahan baku makanan telah dibanyak dipublikasikan. Beberapa contoh resep pengolahan buah mangrove sebagai sumber pangan menurut jenis mangrove (Priyono et. al, 2010) yaitu : 1) Api – Api (A. marina dan A. lanata) -
Tepung Agar – Agar Bahan
: Buah A. marin atau A. lanata dibuang mata tunasnya, Daun atau Batang Cincau Hati ditumbuk halus, Tepung agar – agar
Cara
: Biji api – api direndam selama 7 hari menggunakan abu dapur dan setiap hari diganti. Cuci bersih kemudian diukus dan dikeringkan. Biji kering ditumbuk halus dan dicampur dengan cincau halus dan tepung agar. Kemudian dibuat agar agar atau dikemas.
-
Kue Bolu Bahan
: 300 gr bauh api-api, 200 gr gula pasir, 150 gr tepung terigu, 200 gr mentega, 7 butir telur, ½ st vanili, dan ½ st SP
Alat
: Mixer, blender, baskom plastik, spatula, loyang, oven dan kompor
Cara
: Buah api – api diolah terlebih dahulu kemudian di blender sampai lembut. Gula, telu dan SP di mixer hingga lembut atau 20menit, kemudian tepung terigu dan adonan buah api-api dimasukan campuran telur dan gula. Tambahkan vanili dan mentega cair kemudian diaduk pelan sampai rata. Adonan dituang dalam loyang ukuran 22 x 20 cm kemudian dioven selama 30 menit.
-
Kue Bolu Agar Agar Bahan
: ¼ kg terigu, 4 butir telur, ½ kg gula pasir, 1 bungkus agar-agar, ½ st vanili, dan ½ st baking powder, ½ st TBM, pasta pandan secukupnya, 1 sendok sayur margarin, ¼ ons api – api yang sudah dihaluskan. 43
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Cara
: Api – api yang telah diolah diblender. Campurkan gula putih, baking powder, TBM telur dan vanili lalu kocok hingga mengembang. Setelah mengambang api – api yang sudah halus dicampur dan diaduk hingga rata. Masukan tepung terigu ½ gelas dan margarin yang sudah dipanskan lalu diberi pasta pandan. Setelah adonan rata bisa dipanggang dan didinginkan. Larutkan agar – agar dan gula dengan 3 gelas air dan didihkan. Kemudian didinginkan hingga hangat kuku dan disiramkan di atas bolu yang sudah dingin. Setelah dingin, siap dihidangkan.
-
Onde onde Bahan
: 1,5 kg buah api-api, 1 kg gula merah, 0,5 kg tepung ketan, ¼ kg tepung beras, 2 butir kelapa parut, garam, kapur sirih dan air secukupnya.
Alat
: Panci, blender, baskom plastik, tirisan, parutan, sendok kayu, kompor.
Cara
: Blender buah api-api sampai lembut, setelah itu sisihkan. Masukan tepung beras, tepung ketan, garam, kapur sirih ke dalam buah api – api yang telah di blender menjadi adonan yang dibulatkan. Adonan dibuat bulatan dan diisi gula merah selanjutnya direbus di air mendidih hingga mengapung dan ditiriskan dan digulingkan di atas parutan kelapa. Onde- onde siap dihidangkan.
-
Bingka Bahan
: 500 gr bauh api-api, 500 gr tepung terigu, 1 butir kelapa diambil santannya, ½ st garam, 500 gr gula merah, 1 butir telur.
Bahan santan kental : 1 sm tepung maizena, santan dari ½ butir kelapa dan ½ st garam Alat
: Panci, blender, cetakan bingka, sendok plastik, parutan, sendok kayu dan kompor.
Cara membuat santan kental : masukan santan dan masak hingga mengental sambil diaduk menggunakan sendok kayu, masukan tepung maizena dan garam. Terus diaduk hingga mendidih. Cara
: Buah api-api yang telah diolah diblender sampai lembut. Santan dimasak hingga mengental, kemudian masukan tepung terigu, gula merah, garam dan telur, diaduk terus hingga mendidih selama 10 menit. Adonan di tuang dalam cetakan kemudian diberi santan kental diatasnya. Adonan dilanjutkan dengan dipanggang hingga matang (15 menit).
-
Ketimus Api Bahan
: 2 ons buah api – api yang telah diolah dan dihaluskan, 1 ons tepung tapioka, ½ gelas gula merah, parutan kelapa dan garam secukupnya. 44
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Cara
: semua bahan dicampur dan diaduk hingga rata, dan dibungkus dengan daun pisang kemudian di kukus sampai matang. Setelah matang, daun dibuka dan dibubuhi parutan kelapa. Siap dihidangkan.
-
Combro Bahan
: 300 gr buah api api yang telah diolah, 1 batang daun bawang, 1 buah oncom, 2 buah cabe merah, 3 buah cabe rawit,, 2 siung bawang merah, 100 gr tepung terigu, 2 sdm mentega / margarin, daun seledri secukupnya, udan secukupnya, penyedap rasa jika perlu.
Cara
: Tumbuk api api dan bahan diatas, kemudian campurkan hingga rata. Bentuk adonan sesuai selera kemudian digoreng hingga matang. Combro siap hidangkan.
-
Dawet / Cendol Bahan
: 1 ½ ons buah api – api yang telah diolah dan halus, 2 sdm tepung sagu, 1 ½ kg gula merah, 1 gelas santan, 4 lembar daun jeruk purut, garam secukupnya.
Cara
: Halusan api-api dan tepung sagu di aduk sampai rata. Masak air secukupnya, setelah mendidih tekan – tekan adonan di atas, saring dengan air mendidih (bisa dengan saringan yang memiliki ukuran mata saring yang besar. Setelah mengapung, angkat dan letakan di air dingin yang sudah matang. Gula merah, santan ecer dan jeruk purut direbus sampai kental lalu diangkat. Masukan dawet / cendol ke dalam gelas, tambahkan santan dan es batu.
-
Keripik Bahan
: 200 gr buah api – api. 50 gr gula pasir, 50 gr gula merah, minyak sayur dan garam
Cara
: Buah api – api diolah terlebih dahulu kemudian ditiriskan dan dijemur hingga kering. Setelah kering, bisa langsung di goreng. Selanjutnya gula merah dan gula pasir dimasak lalu campurkan keripik yang sudah digoreng sampai menyatu dan siap hidangkan.
-
Kerupuk Bahan
: 300 gr bauh api-api, 1 butir bawang putih, garam dan penyedap rasa secukupnya
Cara
: Buah api – api diolah terlebih dahulu kemudian ditirskan. Haluskan bawang putih dan garam. Panasakan minyak untuk menggoreng buah api api yang 45
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
telah ditirkan hingga matang. Angkat dan tiriskan lalu campur dengan bumbu dinginkan dan siap disajikan. -
Gemblong Bahan
:
Cara
: Buah api – api diolah terlebih dahulu kemudian di blender sampai lembut. Gula, telu dan SP di mixer hingga lembut atau 20menit, kemudian tepung terigu dan adonan buah api-api dimasukan campuran telur dan gula. Tambahkan vanili dan mentega cair kemudian diaduk pelan sampai rata. Adonan dituang dalam loyang ukuran 22 x 20 cm kemudian dioven selama 30 menit.
-
Puding Bahan
: 300 gr buah api – api. 2 bungkus agar warna hijau, 400 gr gula pasir, ½ sdt garam. 600 ml santan dari 1 butir kelapa.
Alat
: Panci, blender, cetakan pudding, mangkuk, parutan, sendok kayu dan kompr.
Cara
: Olahan buah api api di blender hingga halus, Masak santan hingga mendidik, masukan garam dan gula pasir sambil diaduk hingga mendidih, Masukan api – api halus kedalam campuran santan gula dan garam sambil terus diaduk. Kocok 2 butir telur di tempat terpisah, Angkat adonan agar agar, setelah agak dingin, masukan kocokan telur sambil terus diaduk. Setelah tercampur, adonan dituang dalam cetakan. Biarkan mengeras dan siap disajikan.
-
Keu Talam Bahan
: ½ Kg tepung beras, ¼ tepung sagu, ½ kg gula merah, kelapa goreng, bawang goreng, api – api secukupnya.
Cara
: Tepung beras, sagu dan api – api yang telah diolah diaduk jadi satu, setelah adonan merata, masukan ke dalam loyang lalu dikukus hingga setengah matang. Kemudian taburkan kelapa dan bawang goreng lalu dimasak lagi sampai matang. Setelah dingin, kue siap dihidangkan.
-
Lala Api - Api Bahan
: Api – api 300 gr.
Peralatan: Blender, wajan, parutan, sendok kayu, dan kompor. Cara
: Buah api – api yang telah diolah ditiriskan lalu disisihkan. Masak santan dari 1 butir kelapa, aduk menggunakan sendok kayu hingga mengental dan masak. Masukan maizena, merica bubuk dan garam kedalam santan 46
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
yang mengental sambil terus diaduk sampai semua bahan tercampur dan mendidih. Dinginkan 10 menit dan siap disajikan.
-
Candil Bahan
: 1 kg Api – api, ¼ sagu, ¼ sagu merah, ¼ butir kelapa.
Cara
: Buah api yang telah di olah kemudian ditumbuk halus dan dicampur dengan sagu, setelah itu dibuat bulatan kecil. Panaskan gula dan didihkan santan bersamaan daun pandan, lalu campurkan bulatan api api kedalam air santan dan gula. Setelah mendidih, angkat dan siap dihidangkan.
-
Keu Bugis Bahan
: 1 kg Api – api, ¼ sagu, ¼ sagu merah, ¼ butir kelapa.
Cara
: Buah api yang telah di olah kemudian ditumbuk halus dan dicampur dengan sagu, setelah itu dibuat bulatan kecil. Panaskan gula dan didihkan santan bersamaan daun pandan, lalu campurkan bulatan api api kedalam air santan dan gula. Setelah mendidih, angkat dan siap dihidangkan.
2) Sonneratia spp -
Wajik Bahan
: 18 buah Sonneratia yang sudah masak, ½ kg gula putih, 1 gelas tepung sagu, 1 bungkus agar-agar.
Cara
: Kupas buah Sonneratia dan buang sebagaian bijinya, campur tepung sahu dengan 2 gelas air lalu saring. Gula putih, buah pedada dan cairan sagu diaduk hingga rata lalu dipanaskan. Setelah matang, tambahkan agar – agar, aduk lagi hingga arata, kemudian angkat dan bungkus dengan plastik, siap disajikan.
-
Lempok Bahan
: 1 kg buah Sonneratia matang, ½ kg gula putih, ½ kg gula merah, 1 bungkus vanili ½ sdt garam dan 3 liter air.
Cara
: Kupas buah Sonneratia, ambil daging dan dicucu dengan air kemudian diblender. Setalah halus, saring bijinya, campurkan perasaan air pedada dengan gula, vanili dan garam, masukan kedalam panci dan panaskan diaduk hingga mengental. Angkat adonan dan bentuk bulat lalu bungkus dengan pasltaik atau bahan lainnya. Siap dihidangkan.
-
Jus Bahan
: 1 buah Sonneratia matang 47
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Cara
: masukan langsung ke blender dengan es dan air, tambahkan gula sesuai selera, bisa ditambah daun mint untuk aroma, siap dihidangkan.
-
Cocktail Bahan
: 1 buah Sonneratia, 1 gelas soda, gula pasir dan es batu
Cara
: Buah Sonneratia diambil dagingnya saja, kemudian diblender dengan gula,es batu hingga rata. Masukan soda dan siap dihidangkan
-
Permen Bahan
: 10 buah Sonneratia, ½ kg gula putih, 1 bungku agar agar.
Cara
: Kupas buah Sonneratia dan diambil dagingnya saja, lalu campur dengan gula dan agar agar dengan menambahkan air secukupnya, Adonan dimasak hingga mengntal, setelah dingin, lalu dicetak dan dibungkus dengan kerta plastik.
-
Dodol Bahan
: 1 bungkus tepung beras, ¼ kg tepung ketang, 1 ½ kg gula merah, 2 butir kelapa dan 8 buah Sonneratia.
Cara
: Blender daging Sonneratia lalu saring dan ambil airnya saja, campur dengan tepung beras dan ketan, lalu aduk dengan air santan hingga rata, masukan gula merah yang sudah dicarikan lalu masak adonan hingga mengental, bisa dibentuk cetakan sesuai selera.
-
Minuman Instan Bahan
: 1 kg Sonneratia caseolaris matang tanpa biji, 1 kg gula pasir, ½ sdt asam sitrat halus, 3 gelas air minum.
Cara
: Blender Sonneratia caseolaris matang dengan 1 gelas air lalu disaring, sisa perasan diblender dengan air 1 gelas lalu disaring diulang sekali lagi dan diendapkan. Rebus air S. caseolaris tanpa endapan dengan 1 kg gula pasir dengan api kecil aduk jika sudah berbuah. Jika sudah berbuih menuju kristal, api dikecilkan dan diaduk terus sampai benar – benar kristal dan matikan api. Dinginkan adonan lalu dicampur dengan bubuk asam sitrat dan diayak, Bahan siap dikemas. (catataan : alat tidak boleh menggunakan alumunium atau stenless stell, alat pengaduk dari kayu)
-
Sirup Bogem Bahan
: Sonneratia caseolaris matang diambil daging buah lalu dgiling halus. Gula pasir, asam sitrat dan asam benzoat.
Cara
: Rebus S. caseolaris, lalu digiling dengan gula pasir danasam sitart sampai mendidih maksimal, sambil di aduk lalu angkat dari api. Jika sudah dingin, masukkan asam benzoat apabila diperlukan pengawetan yang lebih lama. 48
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Untuk pengemasan, rebus botol supaya steril, lalu dinginkan, kemas sirup dalam botol dengan tutup rapat. 3) Nypa frutican -
Gula Nipa Bahan
: Nira segar dari nipah. Kulita batang Ceriops tagal atau akar Mengudu Morindra citrifolia
Cara
: Sebelum melakukan penyadapan nira, tangkai tandan buah harus dibengkokkan dan dipukul pukul setiap hari selama satu bulan. Niara diambil dengan cara penyadapan tangkai buah dan diambil 2 kali sehari. Pengambilan nira dapat dilakukan selama 2 bulan. Masukan batang C. tagal atau M. citrifolia kedalam tempat penampungan nira, berfungsi sebagai penghambat fermentasi yang akan merusak mutu gula merah. Masak nira dalam wajan untuk menghasilkan gula, setelah mengental dicetak dnegan tempurung kelapa atau bambu. Nira nipah juga dapat diminum langsung, jika dibiarkan dalam botol selama 44 hari akan menjadi cuka makanan.
-
Gula Nipah Bahan
: 10 buah Nipah, ¼ kg gula merah, 2 sdm gula putih, 1 ruas jahe, kelapa sebesar ibu jari dan garam secukupnya.
Cara
: Kupas buah Nipah lalu diparut. Rebus gula merah lalu disaring. Parut jahe, campurkan parutan nipah, jahe dan rebusan gula merah jadi satu, tambahan garam secukupnya. Masak dalam wajan/kuali sampai mengental. Ketika dingin bisa dibungkus dengan plastik atau dibentuk loyang sesusi selera.
-
Kolak Bahan
: Buah Nipah muda secukupnya, 1 buah kelapa, ¼ kg gul amerah, garam secukupnya.
Cara
: Potong buah Nipah kecil kecil , lalu direbus hingg lunak. Parut kelapa dan ambil santannya, tambahkan gula merah dan garam secukupnya. Masak santan, campurkan gula merah, dan buah nipah bersama – sama hingga matang. Siap disajikan.
-
Wedang Instan
49
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Bahan
: 1 kg Nypa fruitican dipotong kecil, 1,5 kg gula pasir, 1 sdm bubuk zitrunzuur, air 6 gelas belimbing, 250 gr jahe potong kecil kecil, 10 batang serai dicincang halus.
Cara
: Potongan Nypa fruitican, jahe serai direbus dengan 6 gelas air untuk dijadikan 4,5 gelas dan sudah disaring. Bahan yang sudah disaring, lalu direbus di wajan bersama dengan gula dan diaduk searah jarum jam sampai menjadi kristal. Kristal ditumbuk halus dan dicampurkan dengan Zitrunzuur, lalu disaring dan dikemas.
4) Bruguiera gymnorrhiza -
Tepung Bahan
: Buah Bruguiera gymnorrhiza yang telah masak, dikupas dan dipotong kecil, Air dan arang.
Cara
: Potongan B. gymnorrhiza direndam denagn air dan arang selama 1 hari. Potongan dicucui bersih lalu direndam kembali selama 4 – 7 hari. Setelah itu B. gymnorrhiza dicuci bersih, ditiriskan lalu dikukus lalu dikeringkan dan digiling halus. Tepung siap dikemas.
5) Hibiscus tiliaceus Waru Laut -
Tempe Bahan
: 3 kg kedelai lokal, 0,25 gr ragi tempe, 90 lembar daun Hibiscus tillaceus.
Cara
: Kedelai dicuci bersih lalu direndam selama 6 jam. Lalu direbus 30 menit sampai mendidih. Kulit ari dikupas dengan tangan atau mesin dan hindari pengupasan dengan cara diinjak. Kedelai dicuci bersih, lalu direndam selama 6 jam, selanjutnya di rebus selama 20 menit sampai mendidih. Kedelai ditiriskan lalu didinginkan dan ditaburi ragi, diaduk merata. Adonan dibungkus dengan daun H. tiliaeceus. Bungkusan tempe ditata satu persatu supaya jamur berkembang. Setelah sehari atau dua hari, bungkus tempe dibuka lalu dikeringkan. Bekas bungkus tempe yang kering dihaluska, lalu disaring dan siap dijadikan ragi tempe dalam proses membuat tempe berikutnya. Ragi ini cocok untuk membuat bahan tempe yang dioleh menjadi keripik tempe.
50
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
B. Bahan Pembersih 1). Sonneratia spp. -
Sabun Pasta Bahan
: 500 gr buah Sonneratia alba direbus dan dihaluskan, 500 gr lidah buaya direbus lalu diambil daging buahnya dan dihaluskan, 8 butir ragi tape.
Cara
: Semua bahan dihaluskan lalu disimpan dilastik putih, kemudian dibungkus dengan plastik hitan selama 3 hari serta hindari sinar matahari, Setelah 3 hari bahan dibuka, apabila telah menjadi pasta dan tidak bau, maka proses ferementasinya berhasil, bila masih berbau maka diulangi lagi hingga tidak berbau
-
Sabun Cair Bahan
: 500 gr pasta sabun cair, 250 garam beryodium, 10 cc air jeruk nipis, 4-5 liter air matang.
Cara
: Pasta dan garam dicampur, lalu dimasukan air sedikit demi sedikit sambil diaduk rata. Kemudian dimasukan air jeruk nipis dan air daun suji diaduk rata. Setelah itu campuran daisaring dan dibiarkan selama 12 jam sampai dengan endapan turun kebawah. Sabun cair yang dikemas adalah yang berwarna jernih. Apabila ingin berwarna maka dicampurkan dengan warna alami seperti daun suji yang direbus.
C. Pupuk -
Bakom Bahan Biocomposting dari Sonneratia caseolaris. Bahan
: 500 gram buah Sonneratia caseolaris matang yang belum jatuh, 500 gram sampah kulit jeruk atau buah jeruk, 16 butir ragi tempe, 2 sdm ragi tempe, 20 liter air mineral, 16 sdm gula pasir.
Cara
: Buah Sonneratia caseolaris dan sampah kulit jeruk dipotong-potong kecil, lalu dicampurkan ragi tape dan ragi tempe lalu dihaluskan. Bahan yang sudah halus dimasukan ke dalam tepat tembus pandang kemudian dituangkan air dan gula diaduk rata. Adonan ditutup dengan sedikit celah udara, lalu dibiarkan selama 2 hari. Jika adonan muncul langit langit, maka adonan sudah siap dipanen. Namun apabila tidak muncil maka proses ferementasi gagal. Cara memanen langit langi yaitu dengan menyisihkan lalu diambil cairan jernisnya saja tanpa endapan. Langit langit siap dikemas tertutup rapat dengan cara disaring terlebih dahulu. Proses selanjutnya yaitu langit – langit dimasukan dan ditambah bahan awal,diaduk rata lalu dibiarkan selama 2 hari dan dipanen. Demikian seterusnya. 51
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
Keterangan : 500 ml bakom Sonneratia caseolaris dijual Rp 4.000,-, Sekali panen adalah 22 botol denganisi 500 ml Rp 88.000,- dengan modal awal Rp 16.000,-.
Bakom
berfungsi
mempercepat
composting
dengan
perbandingan 1 : 10 air. Menghilangkan bau busuk atau bau bangkai disiram langsung, sebagai pupuk cair dengan perbandingan 1 : 20 air.
D. Kosmetik 1) Xylocarpung granatum -
Bedak Dingin Bahan
: 1 buah Xylocarpus granatum, diambil bijinya, 1 genggam akar rumput teki potong tipis, 1 genggam bunga melati kering, 1 buah arang sebesar kepalan tangan.
Cara
: Biji X. Granatum direndam dengan air dan arang selama 1 hari, akar rumput teki kering dihaluskan dengan bunga melati kering. Biji X. granatum dipotong tipis lalu dikeringkan, setelah kering dihaluskan dan disaring bersama dengan akar rumput teki yang telah halus dan melati kering halus, campur jadi satu.
Bedak
siap dikemas atau dipakai langsung
dengandituangkan air sedikit, aduk rata lalu lulurkan pada wajah dan biarkan kering selama ½ jam sampai dengan 1 jam. Basuh dengan air hangat kemudian basuh kembali dengan air dingin. -
Lulur Mandi Bahan
: 1 buah X. Granatum ambil bijinya, rendam 1 hari dengan air dan arang, potong tipis – tipis lalu blender. 1 buah avocado-mentega yang telah matang, 1 genggam melati segar, 1 sdm madu asli, 5 sdm kelapa susu sapi murni (susu sapi murni dituang 1 sdm cuka, ambil gumpalan atasnya) 1 sdm minyak zaitun.
Cara
: X. granatum halus dicampur dengan avocado-mentega, melati segar, madu, kepala susu dan minya zaitun kemudian diblender. Adonan siap digunakan sebagai lulur mandi, jika ingin dikemas, adonan ditambahkan dengan asam benzoat 1 sdm.
52
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
E. Potensi sebagai obat alami Beberapa jenis mangrove memilik fungsi sebagai obat alami menurut Purnobasuki (2004) antara lain : Tabel 27. Potensi sebagai obat alami dari beberapa jenis mangrove. No Jenis Status Lokasi mangrove 1 Acanthus ilicifolius *** Aphrodisiac (perangsang libido), asma, (buah); diabetes, diuretic, hepatitis, leprosy (buah, daun dan akar); neuralgia, , cacing gelang, rematik, penyakit kulit, sakit perut (kulit batang, buah dan daun). Antifertilitas, penyakit kulit, tumor, borok (resin). 2 Avicennia alba *** Rematik, cacar, borok (batang). 3 Avicennia marina *** Aphrodiasiac, diuretic, hepatitis (buah), leprosy (kulit batang). 4 Avicennia offinalis *** Hepatitis (buah, daun dan akar). 5 Bruguiera *** Anti tumor (kulit batang), Sakit mata (buah). cylindrical 6 Bruguiera *** Menahan pendarahan (kulit batang). exaristata 7 Bruguiera *** Infeksi telinga (bunga) gymnorrhiza 8 Ceriops tagal * Disengat ubur-ubur (daun) 9 Hisbiscus tiliaceus * Anti fertilitas, asma, diabetes, dipatuk ular (buah). 10 Ipomoea pes-capre * Asma, diabetes, kusta, rematik, dipatuk ular (daun, buah). 11 Lumnitzera ** Demam (daun, akar); borok (daun); rematik, kudis racemosa (daun, tunas); 12 Nypa fructicans *** sinusitis (kulit batang, batang). 13 Pluchea indica ** Anti muntah, antiseptik, diare, haemostatic (kulit batang); hepatitis (kulit batang, bunga, buah, daun); menghentikan perdarahan, typhoid (kulit batang). 14 Rhizophora *** Beri-beri, febrifuge, haematoma (kulit batang); apiculata hepatitis (kulit batang, 15 Rhizophora *** bunga, daun, akar); borok (kulit batang). mucronata 16 Sonneratia alba *** Bengkak dan keseleo (buah) Sumber : Bandaranayake (1998). Keterangan: *** mangrove sejati, ** mangrove minor, * mangrove assosiasi
53
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014
DAFTAR PUSTAKA Anwar, C. (2004). Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegrasi. Ekspos Penerapan Hasil Litbang Hutan dan Konservasi Alam (pp. 53-64). Palembang: Badan Litbang Kehutanan. Anwar, C. (2007). Pertumbuhan Anakan Mangrove pada Berbagai Jarak Tanam dan Tingkat Penggenangan Air Laut di Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Volume IV nomor 4 , 353 - 364. Anwar, C. (2010). RPI Pengelolaan Hutan Mangrove. Jakart: Badan Litbang Kehutanan. Halidah. (2010). PENGARUH TINGGI GENANGAN DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN ANAKAN Rhizophora mucronata Lam. DI PANTAI BARAT mucronata Lam. DI PANTAI BARAT. Jurnal Penelitian Hutan dan KOnservasi Alam Vol VII No 1, 25 -34. Kehutanan, K. (2013). Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta: Kementerian Kehutanan. Kusmana C. dan Samsuri. (2009). Rehabilitasi Mangrove pada Tapak Tapak Khusus. Kusmana et al. (2003). Teknik Rehabilitasi Mangrove. Bogor: IPB Press. Noor. Y.R., Khazali M. dan Suryadiputra,I.N.N. . (2006). Panduan Pengenalan Jenis Mangrove di Indonesia. IPB: Wetland International Indonesia Program. Nugroho, A. Y. (2006). Pengaruh Media Semai dan Kadar Garam Air Siraman Terhadap Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata. Bogor: IPB. Priyono, A. (2010). Panduan Praktis Rehabilitasi Mangrove di Kawasan Pesisir Indonesia. Semarang: Kesemat. Purnobasuki, H. (2004). Potensi Mangrove Sebagai Tanaman Obat. Biota Vol IX No 2 (Short Communication), 125 - 126. Sonjaya, J. A. (2007). Kebijakan Untuk Mangrove " Mengkaji Kasus dan Merumuskan Kebijakan. UK: IUCNPublications Services Unit. Stanley O. D. & R. R. Lewis. (2009). Strategies for Mangrove Rehabilitation in an Eroded Coastline Of Selangor, Peninsular Malaysia. Journal of Coastal Development Volume 12, Number 3,, 142 154. Steenis, C.G.G.J., S. Bloembergen dan P.J. Eyma. (2008). FLORA. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Suryawan A., N. A. Ostim dan R. Mamonto. (2013). Teknik Penanaman Pada Areal Terabrasi Dan PulauPulau Kecil(Teknik Rehabilitasi Hutan Mangrove Dan Hutan Pantai Terabrasi) Laporan Hasil Penelitian . Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado (tidak dipublikasikan).
54
Materi Kegiatan Peningkatan Kompetensi Aparatur Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Riau dalam Program Rehabilitasi Kawasan Pesisir, Manado 18 – 20 Nopember 2014 df
1