Tantangan Pendidikan Islam —
Lembaga Pendidikan Islam dan Tantangan Masyarakat Muslim dalam Era Global Oleh Muslih Usa
Peneliti dan Stafpada Departemen Agama Kqdya Yogyakarta
P
erubahan merupakan suatu
niisia sendiri. Bahkan, sejak mariu-
' proses aktu'al yang tidak pernah hilang selama.martusia
siamulai meng^^lingkungandan kebudayaah/pembahari justru men-
masih hidup di mu-
jiadi satu kebutuh-
ka bumi ini. Keha-
an.
rusan- ini dimungkinkan karena ma-
nusia pada daisamya adal^ makhluk kreatif sebagai sunatullah atas cipta, rasa dan karsa yang diberlkan maha pencipta kepadanya. Proses kreatif ini,
sekaligus merupa kan prakarsa positif dalam upaya mengantarkan dirinya
perubahan yang berlangsung, tidak
bisa sepenuhnya membawa dampak positif. Di . d^amnya juga. terkandtmg dmnpak negatif,
b^ l^gkungahy balk sosial
mauptm alam
Sisi yang menjadi persoalan adalah, bahwa perubah^ ari yang' berlangsung, tidak bisa- sepenuhnya membawa dampak, positif. Di dalairinya juga
terkandung dampak negatif bagi lingkungan, baik sosial maupun alam. -Lebih dari itu, perubahan bahkan juga
untuk meninggalkan keterbela- merubah prariata sosial yang telah kangan {underdevelopment of back- ' mapansekalipun. Aspek negatif yang ivardness), di bidang sosial budaya, demikian ini, tidak pernah.bisa diT politik, ekonoini, dan lam sebagai- hindari secara sempuma olehb^gnya. Untuk itu, maka perubahan samanapunjuga, apalagi bagi bang-
dapat dinalar menurut asumsiposi- sa-bangsa yang sedang dalam mativethinking,karenaheTdaTTLpakpo- sa-masa transisi seperti yang sesitifbagi kemajuanperadaban ma- dang dialami bangsa .Indonesia, 54
SPlFakultds Tarbiyah UII, VoU TH.IIMei 1997
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
dari agraris ke industrial, di tengah perkembangan dunia yang demiklan pesat. Dalam masyarakat yang demlkian, biasanya akan terjadi perubahan struktural dan kultural serta keterkejutan budaya secara tidak sejalan, atau bahkan saling berbenturan, sehingga terjadi anomie terhadap perangkat nilai yang berlaku {Durkheim, 1964;353).
Dalam konteks tersebut, bagaimanakah keberadaan umat bera-
kehidupan sosial, telah memberikan kebaikan yang luar biasa bagi umat manusia. Hal ini tampak seperti pada sektor-sektor baik sosial, ekonomi, maupun politik. Tetapi di babk semua kemajuankemajuan yang ada, pembahan juga sekaligus memboncaig pengaruh ne
gatif yang tidak mungkin dihindari, dan berdampak luas bagi kehidupan sosial, temtama terhadap kehidupan umat beragama. Sebagaimana yang dikatakan Emile Durldmim yang dikutip di atas, bahwa perubahan
gama, sebagai makhluk yang mempunyai keharusan universal untuk percaya, tunduk, dan patuh pada struktural dan kultural dalam kehi penciptanya? Dan apa pula yang ha dupan sosial, mempunyai pengaruh kuat terhadap terdpms dilakukan, agar tanya proses pengadampak-dampak Tetapi di^ balik semua singan perangkat nilai negatif yang lahir kemajuan-kemaju^ yang berlaku dalam bersamaan dengan yang positif dari suyang ada, perubahan kehidupan sosial. Penyebabnya, kaatu pembahan ter juga sekallgus hadap kehidupan ta Kuntowijoyo (1987:membonceng pengaruh 11), karena pemba umatberagama, agar negatif y^g tid^ tidak justru menhan yang menyummungkin dihindari, dan jadi bumerang bagi bangkan kemajuan berdampak luas bagi di berbagai sektor kehidupan manukehidupan spsial, sia yang ditakdiritu, juga menciptaterutama terhadap kan sebagai makh kan kesenjangankehidupan umat luk yang cenderung kesenjangan antara beragama beragama? Dan terindividu dan antara bidang-bidang da akhir, bagaimanalam kehidupan sosial itu sendiri. kah keberadaan lembaga pendi dikan Islam dalam konteks terse Akibatnya, masyarakat manusia yang ada di dalamnya akan saling but? bersaing dan berpacu dengan metode-metode pilihan yang dapat Posisi Umat Beragama Suatu hal yang cukup jelas kita mempercepat pencapaian tujuan saksikan adalah bahwa pembahan dalam upaya mobilisasi yang dityang terjadi di setiap pelosok empuhnya.
mFakultas Tarbiyak UU, Vol.3 TH.IIMei 1997
55
Muslih Usa> Lembaga Pendidikan
Situasi kompetitif ini, selanjutnya dapat kita sebut sebagai suatu proses mengaktualisasi diri dalam perubahan dan umat beragama yang ada di dalamnya, justru terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, pihak yang memegang teguh sistem nilai yang mereka anut dan sejak lama diakui kebenarannya. Bagi mereka, menunjukkan kepatuhan dan mengedepankan konsistensi terhadap acuan kebahagiaan akhirat, merupakan tinjauan utama dalam mengelola perspektif kehi-
dianggapnya telah melakukan pelecehan terhadap sistem nilai dalam suatu sistem keyakinan yang dianut. Hal ini akan semakin tegang,
manakala kelompok kedua justru tidak menanggapi atau mengabai-. kan kritik kelompok pertama, yang kemudian memunculkah aiiggapan bahwa mereka berdiri, berjalan, dan berkehidupan sebagai pembuka kehancuran kehidupan umat beraga ma.
Indikasi tersebut akan mempu-
nyai arti sebagai awal lahimya kon flik, karena di dalam kehidupan dupannya. Kedua, kalangan yang lebih me- bersama telah terjadi perbedaan kerpentingan. Da ngutamakan keberlam kaitan dengan hasilan dalam mokonflik atau adanya hal tersebut, Johan bilisasi. Oleh karenaketidakselarasan Galtung (1991:133) nya, mereka cendekepentingan sangat menjelaskan, bah rung mengabaikan penting diyakini wa konflik atau nilai yang berlaku, adanya ketidaksela terutama yang dibermula dari rasan kepentingan anggap dapat mengperbedaan sangat penting di halangi proses penkepentingan yang yakini bermula dari capaian tujuan. Pro kemudian perbedaan kepen ses ini sesuai dengan melahirkan living tingan yang kemu pergeseran wilayah condition atau syarat dian melahirkan liv pemikiran dan panhidup yang sangat ing condition atau dangan mereka da lam menafsirkan se-
berbeda
suatu yang lebih cenderung menurut nalar, dan atas pendekatan rasional-fungsional. Di sini kemudian akan timbul
ketegangan-ketegangan dan antara satu dengan yang lainnya akan saling menghakimi. Kelompok pertama, akan cenderung mengecam secara pedas kelompok kedua, yang
56
syarat hidup yang sangat berbeda an tara masing-masing anggota masyarakat yang sekaligus sebagai umat beragama. Ini menjadi faktor yang menciptakan keadaan berseberangan yang lebih jauh. Di luar kasus bidang sosiologis seperti yang diuraikan di atas, eksistensi umat beragama dalam
JPI Fakultas Tarbiyah UII. Vol,3 TH.IIMei 1997
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
kaitan dengan keteguhan terhadap sistem keyakinannya, juga terserang oleh virus yang lahir dari kemajuan teknologl informasi. Dalam hal ini, eksposer budaya asing dalam berbagai formulasi termasuk yang utama, seksual dan kekerasan,
•dalam kehidupannya. Suasana yang diinginkan adalah tercapainya tingkat kepuasan dan mobilitas yang beranjak dari yang sebelumnya. Pada tahap ini maka sesuatu yang dianggap menghambat (dinilai tidak fungsional), akan lebih secara "over dosis" dibawa melalui mudah terlanggar atau bahkan terberbagai madia massa (baik cetak lupakan kekuatannya dalam mengmaupun elektronik) dan sampai adili manusia pada kehidupan sedengan cepat ke segenap pelosok telah mati. terasing sekalipun, mempunyai anDalam konteks inilah kemudian dil yang besar bagi perubahan peri- ditemukan jawaban, bahwa sesunglaku masyarakat. guhnya posisi kehidupan umat Aspek tersebut juga menjadi beragama dalam era perubahan variabel kunci bagi gugatan atau global masa kini dan masa datang, pendobrakan konsangatlah riskan dan sistensi "umat beramengkhawatirkan. indikator semakin gama terhadap sis Sebab, indikator sema meluasnya tem keyakinannya. kin meluasnya pem Sebab, aksentuasi bangkangan terha sistem nilai, baik yang aspek negatifnya ju dap sistem nilai, baik bersumber daii ga bermuara pada yang bersumber dari peninggalan leluhur pembentukan bu peninggalan leluhur maupun yang berasal dari daya global yang lemaupun yang bera sistem keyakinan bih universal dan sal dari sistem keya seseotang, b^tu mtidah kinan seseorang, bemelemahkan perberada di bawah tahanan norma bu gitu mudah berada pengaruh dan daya lokal. Dari sidi bawah pengaruh kun^omgan peradaban ni, maka lahirlah dan kungkungan pe baru. pembangkangan radaban baru yang (dissident) masya lebih menjanjikan rakat luas terhadap "birokrasi" nilai diiniawiyah, yang secara luas men dan sekaligus norma agama yang jadi dambaan dalam setiap ikhtiar telah lama dianutnya. segenap lapisan masyarakat. Untuk Kalangan tertentu, dan diduga itu, maka hal ini jelas harus dianjumlahnya lebih besar, akan lebih tisipasi dengan langkah dan strategi cenderung bersikap demikian, apa- yang konsisten serta lebih bersalagi bersamaan dengan itu muncul haja. Artinya, keharusan dan keampula kejenuhan terhadap rutinitas piihan antisipasi haruslah nyata JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.II Met 1997
57
MuslihUsa, Lembaga Pendidikan
dan tidak sekadar berpijak pada. sident (pembangkangan) terhadap asumsi moral dan keampuhan nilai ajaran Tuhannya. ilahiyah yang dikandung agama yang haq sekalipun. Saya kira, Tu- Langkah Antisipasi Memahami tentang betapa sulit han juga akan marah bila agamadan betapa besarnya tantangan Nya tidak dijaga, tidak dipelihara, dan tidak dipatuhi lagi secara kon- yang dihadapi umat beragama di sisten oleh kebanyakan umat manu- masa kini dan masa datang, maka mau tidak mau, problema ini harus sia di muka bumi ini. dihadapi dengan suatu antisipasi Agama apapun di dunia ini, ti dak memiliki keampuhan apa-apa yang dapat diterapkan secara kondalam melindimgi umatnya agar sisten. Sekalipun diyakini bahwa dampak negatif yang terikutsersenantiasa berada dalam kualitas iman dan taqwanya. Hal ini baru takan dalam proses pembaharuan mimgkin manakala umat itu sendiri (untuk beranjak pada kehidupan selalu rrienempatkan diri pada wi- yang lebih baik) tidak bisa dihindari dan diselesaikan se layah sadar untuk cara sempuma, ikhmemenuhi keharusan konsistensinya
terhadap sistem keyakinannya, dengan selalu tunduk dan
patuh pada ajaran agama yang dianutnya.
Ini sejalan de ngan dinamika fenomena yang lahir dalam kehidupan manusia yang me-
nantang dan bahkan
Ini dipahami sebagai tantangan berat, karena dalam kenyataannya manusia selsagai umat beragama, tidak pemah bisa menghindarinya
mengedepan. Untuk itu, peran
penting tokoh-tokoh dalam kehi
secara sempuma,
dupan sosial, harus
sehingga dia lepas atau tetjauhkan dari tmsur
didayakan secara bersahaja dalam su atu keterpaduan kerjasama yang je-
dissident
(pembangkangan) terhadap ajaran Tuhannya
selalu melahirkan
dorongan yang kontradiktif ter hadap terhadap nilai ajaran. Ini dipahami sebagai tantangan berat, karena dalam kenyataannya ma nusia sebagai umat beragama, ti dak pernah bisa menghindarinya secara sempuma, sehingga dia le-
pas atau terjauhkan dari unsur dis-
58
tiar kearah itu haruslah senantiasa
las. Dalam hal ini, keberadaan insti-
tusi-institusi dalam
jajaran kekuasaan (negara), juga harus saling mendukung, baik sebagai motivator, fasilitator, maupun mediator, sekaligus sebagai filter terhadap halhal kohtroversial menurut pandangan agama dan budaya masyarakat.
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Voi3 TH.II Mei 1997
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
Dalam kaitannya dengan keperanan para tokoh yang sekaligus sebagai pihak yang operasional, dapat dipersempit menjadi tokoh agama, pendidikan, dan keluarga. Kebefadaan mereka dalam menghadapi masalah tersebut, mempunyai korelasi yang cukup tinggi dalam menciptakan penghindaran, perbaikan, dan pemantapan nilai aqidah seseorang. Tidak disinggungnya masyarakat luas sebagai variabel penting lain kalangan yang disebutkan di
secara kuat bagi sebagian besar ma syarakat. Untuk itu, maka peran ka langan ini tidak boleh terabaikan dari urusan mempersiapkan umat menghadapi kelanjutan era global-
atas, lebih dikarenakan bahwa
satuan dan motivasi yang tinggi ter-
isasi.
Pada masa lampau, kewibawa an tokoh agama justru sangat tinggi dalam masyarakat, bahkan melebihi kekuasaan sekulef (Negara).
Dalam masyarakat Aceh misalnya, kenyataan ini dapat dilihat dalam masa perjuangannya melawan kaum imperialis. Pada masa ini, per-
payahnya situasi umat beragama hadap perjuangan melawan pensebagaimana yang jajah justru tercipta terlihat sekarang karena faktor penga Tokoh-tokoh agama atau ini, justru lahir dari ruh kuat kaum ula ulama, sampai sikap umnm mere ma. penghujung dasawarsa ka yang mendua. Di ~ Dalam kekuasa terakhir abad ke-20 ini, samping itu, untuk an sekuler, kita juga ciri kasus yang lahir dari pengaruh negatif perubahan, kiranya harus diantisipasi dengan identifikasi keteladanan
yang jelas, bukan global sebagaimana yang diharapkan pada masyarakat se-
masih diakui keberadaan
oleh masyarakat luas. Kekuasaan moral, keteladanan, dan kewibawaan yang mereka miliki, masih memberikan pengaruh
secara kuatba^ sebagian besar masyarakat
melihat betapa besamya penghormatan yang ditunjukkan Sultan Iskandar Muda
kepada ulama dalam masa pemerintahannya (1607-1636), dan jauh di atas kaum uleebalang sendiri. Bahkan, keberhasil-
kul keberadaan oleh masyarakat lu
an pembangunan di Aceh masa Prof. A. Madjid Ibrahim (wafat tahim 1981) dan masa Prof. Dr. Ibrahim Hasan (1987-1993), tidak terpisahkan dari kerjasama dengan para
as. Kekuasaan moral, keteladanan,
ulama. .
dan kewibawaan yang mereka miliki, masih memberikan pengaruh
Kasus-kasus lain juga dapat kita temui dalam kehidupan sosial di
cara luas.
Tokoh-tokoh agama atau ulama, sampai penghujung dasawarsa terakhir abad ke-20 ini, masih dia-
JPI Fakultas Tarbiyak UIl. Vol.3 TH.IIMei 1997
59
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
tanah Jawa masa lampau. Salah satunya adalah peran yang dapat diambil Sunan Kudus, sebagaimana yang diceritakan Graaf (1985:26), dalam masa pergolakan politik kerajaan Demak pasca Sidtan Trenggana (1546). Dalam kasus tersebut, keberadaan Sunan Kudus lebih dimak-
sudkan sebagai pendamai dalam pertikaian politik antara elite kerajaan suksesor Demak seperti an tara ]aka Tingkir dari Pajang dengan Aria Penangsang dari Jipang. Dalam meredam pertikaian ini, Sunan Ku dus memanggil kedua elite kerajaan
melampaui wibawa elite politik (negara). Di penghujung abad ke-21 ini, kita tidak ingin menggambarkan tinggi wibawa ulama sebagaimana
yang dialami para ulama Aceh masa lampau atau Sunan Kudus. Tetapi yang jelas, kedudukan ulama dewasa ini tidak serendah seperti yang uraikan Elza Peldi Taker dalam sebuah tulisannya (Kompas, 9/12/ 1988). Tetapi dalam masyarakat in dustrial ini, ulama (tokoh agama) masih tampak sangat berwibawa, disegani, dan dihormati masyara kat. Untuk itu maka peran melalui
tersebut untuk da-
kelesanan, ketela-
tang kepadanya. Se-
danan, dan partisipasinya secara konsisten dalam pembangunan spiritual masyarakat bangsa, masih menempatkannya sebagai kom-
telah "mendamai-
kan" dengan memarahi keduanya, lalu disuruh pulang de ngan membawa nasihatnya imtuk tidak melanjutkan perselisihan ini.
dalam masyarakat industrial ini, ulama (tokoh agama) masih tampak sangat berwibawa, disegani, dan
ponen yang sangat
penting, baik secara universal maupun di kalangan terba-
Hal ini merupakan contoh tentang dibormati betapa tingginya tas. masyarakat wibawa dan pengaSelanjutnya ada ruh seorang ulama lah lingkungan pen terhadap masyaradidikan. Lembaga kat. Dalam suatu analisisnya Fach- yang kita maksud ini adalah lem ry. All (1996:65) menggambarkan baga yang mengorganisir proses bahwa dalam kasus di atas terlihat sosialisasi secara terencana, apapun secara mencolok terjadi demon- jenis dan tingkatannya, kecuali strasi supremasi kekuasaan (pe- Pondok Pesantren yang memang ngaruh) seorang tokoh spiritual, telah diakui keampuhannya dalam dan menunjukkan betapa ting masalah tersebut. Dalam lingkung ginya wibawa ulama, yangbahkan an lembaga pendidikan, pengor-
60
JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
MusUh Usa, Lembaga Pendidikan
ganisasian peran dapat dilakukandengan mengoptimalkan peran guru agama sebagai komponen
pihak yang akan mengisi kehidupan sosial di masa datang, yaitu se
pokok. Mereka tentu hams dalam
bagai masa yang sama sekali berbeda dengan masa yang dijalani
kualitas tertentu untuk mensosiali-
orangtuanya.
sasi ajaran-ajaran agama kepada
Dalam posisi yang demikian, orangtua tidaklah terbedakan secara nyata antara yang berpendidikan tinggi dengan yang rendah.
anak didiknya dan tidak hanya aspek kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotor. • Aspek penunjang utama untuk Sebab, terutama masalah idenmencapai keberhasilan ini adalah tifikasi keteladanan, pertama kali dengan mendayakan selumh gum diperoleh anak justm dari orang atau tenaga pengajar lain dalam tuanya, sekalipun ia bukan sebagai suatu lembaga pendidikan. Mereka orang yang terpelajar. Bahkan, ter dituntut untuk dapat melaksana- biasanya anak mengambil sesuatu kan tugas juga dengan pendekatan .dari orang lain dengan tangan kanan, diperoleh atau dike yang agamis, apatahui anak dari pen pun pelajaran yang terbiasanya anak didikan keluargadiampunya. Keternya, bukan dari se mengambil paduan ini, akan sakolah atau ulama. ngat membantu pensesuatu dari orang Optimalisasi pe capaian terget sosilain dengan tangan ran (orangtua) yang alisasi nilai atau ajarkanan, diperoleh dimaksud adalah an agama kepada atau diketahui anak dldik sesuai
anak dari
dengan sistem keyakinannya masing-masing. Dalam hal ini, tanggungjawab gum sama tingginya antara aspek kedinasan dengan
pendidikan keluarganya, bukan dari sekolah atau ulatna
tanggungjawab moral. Sebagai pihak yang paling tinggi tanggungjawabnya dan sekaligus sebagai pelengkapnya adalah faktor orangtua (keluarga). Di sini dituntut langkah optimalisasi peran orangtua dalam proses pembentukan kepribadian anak, sebagai JPI Fa&ultas Tarbiyah UII, Vol.3 TH.IIMei 1997
keterlibatan keluar
ga dalam pendidik an anak, sekalipun ti dak secara langsung berdiri sebagai pendidik dan terdidik.
Sebab, pembiasaanpembiasaan atau as
pek afektif dan psikomotor anak, temtama terhadap tatakrama dan nilai ajaran agama secara keselumhan sebagai pelurus budi peker-
tinya, hanya mungkin berhasil apabila secara nyata di dukung de ngan arahan dan dorongan dalam keluarganya.
61
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
Ketiga kalangan yang dikemukakan di atas, kiranya menjadi komponen yang sangat penting dalam mempersiapkan umat beragama menghadapi era perubahan yang tidak menentu ini. Apalagi, dalam millenium kedua nanti, seba-
gaimana yang diperkirakan Naisbit (1990:7), masyarakat dunia akan menghadapi persoalan-persoalan yang lebih kompleks dari yang sekadar dibayangkan.
Sedangkan untuk jangka panjang, penekanannya adalah bahwa lem baga pendidikan tersebut harus mampu melahirkan ulama, pendidik, dan orangtua yang secara konsisten menunjukkan kemampuan dalam mengarahkan dan menun tun anaknya agar menjadi generasi berkemajuan dunia atas landasan keakhiratan. Untuk menjawab tantangan ini, lembaga pendidikan Is lam bagaimanakah yang kita butuhkan?
Posisi Lembaga Pendidikan Islam Berpijak pada kenyataan bahwa negeri Indonesia dihimi oleh sekitar 85% komunitas mus-
Dalam menjelaskan kelembagaan untuk masa datang tersebut, kiranya masih tetap perlu dihindari kerangka idealis,
lim, maka tidak ter-
hindarkan lagi bah wa dalam hal ini ke-
beradaan lembaga pendidikan Islam sangatlahjelas. Sebagai sosok lembaga yang menuntun terdidik
secara kuat dengan
Berpijak pada kenyataan bahwa negeri Indonesia dihuni oleh sekitar 85% komunitas
muslim, maka tidak
terhindarkan lagi bahwa dalam h^ ini
mengingat penetapan-penetapan as-
peknya senantiasa tidak terlepas dari kebijakan dan penerapanpolitik pendi dikan di negeri ini. Namun demikian, batas kesederhana-
dan menunhin anak didik secara
an yang dianut.ada. lah batas yang dapat menempatkan lembaga pendidik an sekurang-kurangnya setara dengan perkembangan persoalan di sekitar masalah kehidupan sosial keagamaan masyarakat. Sisi pertama yang cukup tertantang adalah masalah kualifikasi
massal, untuk menjadi umat beragama (Islam) yang mampu menghadapi dan menjalani perubahan.
tenaga kependidikan. Aspek tersebut menimtut para pengampu lembaga pendidikan Islam, masa seka-
azas normatif, maka
untuk masa yang panjang lembaga pendidikan ini terbe-
keberadaan lembaga pendidikan Islam sangadah jelas
bankan tanggungjawab yang sangat berat.
Dalam memenuhi target jangka pendek, lembaga pendidikan Islam harus mampu memberikan arahan
62
JPI Fakultas Tarbiyah Ull. Vol.3 TH.IIMei 1997
Muslih Usa, Lembaga Pendidikan
rang dan masa mendatang adalah mereka yang tidak hanya sekadar menguasai ajaran agama secara
kontekstual, tapi juga tekstual dan perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Di sini hams ada kualifikasi yang cukup jelas mengenai kualitas yang hams dicapai. Sasaran peninjauan utama adalah lembaga-lembaga yang memproduk tenaga kependidikan Islam. Sisi lainnya adalah bahwa para pengampu yang qualified tersebut, harus
membuktikan
dilingkari oleh tanggungjawab un tuk mewujudkan tujuan pendi dikan nasional yang sangat tegas menunjukkan sasaran moral, keterampilan, dan kecerdasan. Ini mempakan tantangan yang hams terlebih dahulu dijawab. Jika persoalan-tersebut dapat di atasi, maka diduga inovasi-inovasi dalam mengantarkan masyarakat beragama (Islam) pada umumnya, akan lebih tertanggulangi. Bukankah selama ini kita berasumsi, bahwa
pembahan itu perlu dan menjadi wujud perbaikan kualitas hidup yang harus dicapai umat manusia. Tetapipeiubahanmemberi dampak negatif dalam masyarakat, Dalam konteks ini, kemam-
puannya dengan menghindarkan proses pembelajarannya pada semata-mata penca-
paian target kognitif. Sebab, aspek afektif dan psikomotor merupakan penentu tersosialisasikannya ajaranajaran moral dan budi pekerti pada perkembangan perilaku anak didik,
sebagai calon ulama, calcaipendidikan, dan orangtua di masa datang.
itu lebih dikarenakan
maka keberadaan para pengampu
disetiap jenjang pendidikan, lebih kuat tuntutan
tanggungfawab moral dibanding tanggungjawab kedinasan
Dalam konteks
ini, maka keberadaanpara pengam pu disetiap jenjang pendidikan, lebih kuat tuntutan tanggungjawab moral dibanding tanggungjawab kedinasan. Jabatannya memang untuk mencari nafkah sebagaimana juga profesi-profesi lain (Nasution, 1982:132), tapi keberadaannya JPI Fakultas Tarbiyah UII, Vol3 TH.IIMei 1997
oleh ketidaksiapan masyarakat itu sendiri, sehingga terjadi keterkejutan-keterkejutan yang paradoks dengan nilai budaya dan sistem keyakinan. Kepustakaan Ali, Fachry, 1996, "Kewibawaan Pen
didikan Islam Sebagai Fenomena Pemberdayaan Umat"" dalam Jurnal Pendidikan Islam
Nomor 2 tahun I 1996, Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah UII
Yogyakarta. de'Graaf, H J., 1985,Awal Kebangkitan Mataram, Masa Pemerintahan Se-
63
Pemherdayaan
nopati Jakarta : PT Graffiti Pers. E>urkheim, Emile, 1964, The Division of Labor in Society^ New York :
The Free Press
Galtung, Johan, "Suatu Teori Struk-// . t rr. . T . 1.
tural TerHang Imperialisme ,
dalamAmirEfendiSiregar(Edi-
Kuntowijoyo, 1987, Budaya dan Masyarakat, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Naisbit, John dan Patricia Abur-
ft"®' Megatrennd 2000, Jakarta: Bmarupa Aksara. g., 1982, Sosiologi Pendi-
Bandung :Jemmars
-tor), 1991, Arus Pemikiran Eko- Xaher, Elza Peldi, "Pudarnya Citra
54
nomi PolitiK Yogyakarta ; Tiara
Ulama" dalam KOMPAS, 09/
Wacana.
12/1988.
SFlFakultasTarbiyah UII, 2/1/96