KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI
Kajian Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi Maisah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstrak: Reformasi adalah suatu proses untuk meningkatkan, memperbaiki, mengubah pengetahuan, keterampilan dan sikap tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mencerdaskan kehidupan manusia melalui kegiatan bimbingan pengajaran dan pelatihan diantaranya ada sembilan perubahan pendidikan Islam untuk meningkatkan sumber daya manusia. Proses ini menunjukan adanya aktivitas dalam bentuk tindakan aktif di mana terjadi intraksi dinamis dan dilakukan secara sadar dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. Kata-kata Kunci: Pendidikan Islam dan Globalisasi.
Pendahuluan. Fenomena globalisasi memang tidak bisa dihindari lagi. Kolonialisme berwajah baru tersebut tengah memasuki berbagai sendi kehidupan manusia, baik aspek ekonomi, politik, budaya, tatanan sosial bahkan dalam aspek pendidikan. Dinamika masyarakat dari masyarakat industri menjadi masyarakat yang didominasi oleh informasi dan teknologi serta ilmu pengetahuan ini telah berlangsung dan proses transformasinya selalu meningkat, Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
439
440 MAISAH yang belum pernah ditemukan dalam sejarah diera sebelumnya. Dinamika tersebut menciptakan pergerseran paradigma dan perubahan tngkah laku manusia yang mencerminkan telah hilangnya nilai-nilai agama. Dalam konteks ini menurut James Petras, globalisasi dapat dipahami sebagai sebuah serangkaian proses yang saling terkait dan terjadi dalam struktur-struktur sistem kerja yang dibangun di atas model-model produksi kapitalis global.1 Pada saat ini masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya telah berada pada masa krisis, di mana mereka telah dihadapkan dengan suatu tatanan masyarakat baru dengan formasi kapitalis yang sering disebut globalisasi. Dalam perspektif pendidikan, era globalisasi memang memiliki keterkaitan dengan pendidikan, karena globalisasi merupakan proses, dinamika atau perkembangan masyarakat yang sebelumnya memang belum terjadi, yang menciptakan polapola baru dalam struktur sosial masyarakat. Maka dari itu, kondisi pendidikan Islam jauh ketinggalan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk mengejar suatu ketertinggalan tersebut. Pendidikan Islam perlu membuka diri dan mereformasi pendidikan Islam sesuai dengan era globalisasi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermuatan Islami, agar predikat manusia muslim menjadi pemimpin dibuka bumi dapat terwujud, dan berimbang antara ilmu dunia dengan ilmu akhirat. Menurut Zainudin, pendidikan merupakan suatu aspek yang mendasar dalam usaha mempersiapkan sumber daya manusia dalam menghadapi proses dan dinamika kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara ditengah-tengah pluralitas. Pendidikan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, terusmenerus dan berlangsung seumur hidup (long life education) dalam rangka mewujudkan manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.2 Maka dari itu indikator kebesaran dan tingkat peradaban suatu bangsa dapat dilihat dari kualitas sumber daya manusianya. Hal itu tidak akan bisa lepas dari tinggi rendahnya tingkat kualitas Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI pendidikan, sehingga pengembangan pendidikan merupakan kebutuhan mutlak karena berpengaruh pada hidup dan kehidupan suatu bangsa. Semakin tinggi tingkat dan kualitas pendidikan seseorang berpengaruh pada semakin luas cerdas pola pikir, pola tindakan, pola lakunya termasuk tingkat peradabannya. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan nasional harus mampu menginovasi serta menjamin pemerataan kesempatan pendidikan Islam, peningkatan mutu dan relevansi serta efektivitas manajemen pendidikan Islam. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan Islam diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahfikir, olahrasa, dan olahraga memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan Islam dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan Islam dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan Islam secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.
Hakikat Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat, Istilah pendidikan berasal dari kata ”didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “kan”, Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
441
442 MAISAH mengandung arti “perbuatan”. Istilah pendidikan ini semulanya berasal dari bahasa “Yunani”, “pedagogie”, yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan. Dengan demikian, pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.3 Pendidikan Islam dapat ditinjau dari sisi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi sebagaimana berikut ini: Pertama, Pendidikan Islam ditinjau dari sisi ontologi berarti persoalan tentang hakikat pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan selalu berada dalam hubungannya dengan eksistensi kehidupan manusia. Sedangkan kehidupan manusia ditentukan asal-mula dan tujuannya. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ontologi pendidikan berarti pendidikan dalam hubungannya dengan asal-mula, eksistensi, dan tujuan kehidupan manusia. Tanpa manusia, pendidikan tak pernah ada. Kedua, Pendidikan Islam ditinjau dari sisi Epistimologi berarti yang menjadi persoalan pokoknya adalah pengetahuan yang benar tentang pendidikan atau keberadaan pendidikan, dan sekaligus bagaimana “cara” penyelenggaraannya secara benar. Pemahaman aspek epistimologi pendidikan Islam berfungsi sebagai landasan dasar pengembangan potensi intelektual, sehingga pada waktunya dapat membuahkan kematangan inteligensi. Kematangan inteligensi ini berposisi sentral dan karenanya juga bernilai guna di dalam dan bagi kelangsungan hidup sehari-hari. Karena sepanjang kehidupan sehari-hari, diperlukan keahlian khusus, kecakapan dan keterampilan untuk memastikan sesuatu hal bisa dikerjakan atau tidak. Jika menurut perhitungan dapat membuahkan hasil dan bisa mencukupi kebutuhan seharihari, maka harus dilakukan, dan jika tidak, harus tidak dilakukan. Karena sasaran epistimologi pendidikan adalah keahlian dan keterampilan, maka pendidikan lebih menjadi tanggung jawab Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI institusional persekolahan. Epistimologi Ilmu pengetahuan mempersoalkan secara ilmiah tentang objek, metode, dan sistem untuk memperoleh nilai kebenaran. Oleh sebab itu, pada bagian ini pembahasan epistimologi pendidikan meliputi objek pendidikan, metode dan sistem penyelenggaraan pendidikan, serta pengetahuan tentang kebenaran pendidikan itu sendiri. Ketiga, Pendidikan Islam ditinjau dari sisi Aksiologis adalah kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar sebaikbaiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu, nilai ilmu pendidikan tidak hanya bersifat intrinsik sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek melalui kontrol terhadap pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan.4 Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam adalah usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, dan menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.5 Lebih lanjut, Ahmad Tafsir, menjelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar ia berkembang secara maksimal sesuai ajaran Islam, atau dengan kata lain, Pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar dia menjadi muslim semaksimal mungkin.6 Arifin, mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.7 Ramayulis, menjelaskan bahwa Pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan membangun segala aspek kepribadian manusia dan segala potensi dan dayanya. Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
443
444 MAISAH Juga mengembangkan segala segi kehidupan dalam masyarakat, seperti sosial budaya, ekonomi, politik, dan berusaha turut serta menyelesaikan masalah-masalah masyarakat masa kini dan bersiap menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memilihara sejarah dan kebudayaan.8 Pendidikan Rasulullah adalah pendidikan yang telah diterapkan Nabi Muhammad kepada para pengikutnya dalam membina mereka dimana sistem, metode, materi, kurikulum dan susunannya berdasarkan wahyu Allah yang diturunkan melalui perantaraan malaikat jibril berupa Alqur’an yang diturunkan sesuai dengan tahapan-tahapan pendidikan. Sebagaimana pendidikan pada zamannya, pendidikan Rasulullah bukan seperti institusiinstitusi pendidikan modern dengan segala kelengkapannya, namun jika dibandingkan dengan seluruh pendidikan sezamannya, baik pendidikan bangsa Romawi, Yunani, Persia, Mesir dan lainnya, maka pendidikan Rasulullah adalah pendidikan yang terunggul, baik dari tujuan, sistem, kurikulum ataupun hasilnya. Karena sejarah kemudian membuktikan bahwa pendidikan Rasulullah telah melahirkan manusia-manusia yang mampu membangun sebuah peradaban dunia yang mengalahkan peradaban bangsabangsa tersebut, bahkan lebih jauh mereka mampu mengawinkan semua peradapan dunia menjadi peradaban baru yang akhirnya menjadi tonggak peradaban barat modren. Jadi pada hakikatnya pendidikan ini adalah pendidikan terbaik dan tersempurna yang diberikan Allah Sang Pencipta kepada manusia di muka bumi melalui perantaraan Nabi utusan-Nya. Karena apa-apa yang di lakukan dan diperkatakan Rasulullah bukanlah atas sebabnya pendidikan sendiri, melainkan wahyu dari Allah SWT. Keberhasilan sebuah pendidikan dinilai dari kemampuannya untuk mencetak manusia-manusia unggul yang bermanfaat bagi dunia dan kehidupannya. Semakin banyak manusia unggul yang dicetak oleh sebuah lembaga pendidikan berarti semakin baik pula lembaga pendidikan tersebut.
Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI
Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam Dasar pendidikan di suatu negara disesuaikan dengan dasar filsafat negaranya. Oleh karena itu, dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila, sebagai berikut: a. Dasar Ideal Pendidikan Dasar ideal adalah dasar dari falsafah negara, yaitu “Pancasila”, dengan sila pertamanya Ketuhanan yang Maha Esa. Ini mengandung pengertian bahwa seluruh bangsa Indonesia harus percaya kepada Tuhan Maha Esa atau tegasnya haruslah beragama. b. Dasar Struktural Pendidikan Dasar struktur adalah UUD 1945; dalam Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2 berbunyi: “ (1) Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa, (2) Negara Menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaan itu. c. Dasar Operasional Pendidikan Dasar operasional adalah dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan di sekolah-sekolah. Pendidikan di bumi nusantara ini telah beberapa kali perubahan, dimulai zaman Hindu/Budha, masa penjajahan sampai pada Indonesia mardeka, maka dasar operasional harus dilihat dari berbagai aspek. Kemudian Indonesia memiliki penduduk yang beraneka etnis, suku, ras, budaya, bahasa, dan agama. Berikut ini dibagikan dalam beberapa aspek, yaitu; 1. Dasar Historis Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan maupun berupa tradisi dan ketetapannya yang dapat dijadikan landasan historis pendidikan. 2. Dasar Sosiologis Dasar berupa kerangka budaya di mana pendidikannya itu bertolak dan bergerak, seperti memindahkan budaya, memilih dan mengembangkannya. 3. Dasar Ekonomi Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
445
446 MAISAH
Dasar yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia, keuangan, materi, persiapan yang mengatur sumber keuangan dan bertanggung jawab terhadap anggaran pembelajaan. 4. Dasar Politik dan Administrasi Dasar yang memberi bingkai ideologi (akidah) dasar yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat. 5. Dasar Psikologis Dasar yang memberi informasi tentang watak peserta didik, metode yang terbaik dalam praktek, pengukuran dan penilaian bimbingan dan penyuluhan. 6. Dasar Filosofis Dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi arah suatu sistem yang mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar operasional lainnya.9 Menurut Zakiah Daradjat, Dasar pendidikan dilihat dari segi pendidikan Agama Islam terdiri atas: a. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut AQIDAH, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH. b. As-Sunnah. As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan sajakejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah AL-Qur’an. Sunnah juga berisi aqidah dan syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. c. Ijtihad Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan syari’at Islam untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan sunnah. Ijtihad dalam bidang pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgen dan mendesak, tidak saja di bidang materi atau isi, melainkan juga di bidang sistem dalam artinya yang luas.10
Tujuan Pendidikan Islam Menurut Zakiah Daradjat, Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Karena pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan.11 Dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.12 Menurut Tilaar, ada dua tujuan pendidikan nasional yang tersirat di dalam UUD 1945: 1) Pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa, 2) Pendidikan adalah hak seluruh rakyat. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang berdiri sendiri, bangsa Indonesia yang merdeka yang dapat memanfaatkan sumber daya alam dan sumber kebudayaan Indonesia yang kaya raya untuk meningkatkan mutu kehidupan individu maupun masyarakat Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
447
448 MAISAH secara keseluruhan. Bangsa yang cerdas juga adalah bangsa yang dapat memilih dari berbagai alternatif yang disodorkan oleh dunia modern. Manusia Indonesia yang merdeka adalah manusia Indonesia yang dapat mewujudkan kepribadiannya atau akhlaknya sebagai bangsa Indonesia yang berdasarkan kebudayaan Indonesia.13 Menurut Abu Ahmadi dalam Ramayulis, ada beberapa tujuan Pendidikan Islam meliputi: 1. Tujuan Tertinggi/terakhir Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan berlaku umum, karena sesuai dengan konsep ketuhanan yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Tuhan, sebagaimana firman Allah SWT surat Al-Zhariat ayat 56 berbunyi: Artinya; “Dan Aku (Allah) tidak menjadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembahku”.
Ayat lain surah Al-Baqarah ayat 21 berbunyi: Artinya; “ Dan diantara mereka ada orang yang mendoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat dan piliharalah kami dari siksa neraka. Mereka itulah orang-orang yang dapat bahagia dari apa yang mereka, dan Allah sangat cepat perhitungannya”.
Sabda Rasulullah SAW berbunyi: Artinya; “Bekerjalah untuk urusan dunia seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk urusan akhirat seolah-olah engkau akan mati esok hari ”. 2. Tujuan Umum Tujuan ini lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik. 3. Tujuan Khusus Tujuan khusus ini bersifat relatif sehingga dimungkinkan Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI untuk diadakan perubahan di mana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi/terakhir dan umum itu. Pengkhususan tujuan tersebut dapat di dasarkan pada: 1) Kultur dan cita-cita bangsa, 2) Minat, bakat, dan kesanggupan peserta didik, 3) Tuntutan Situasi, Kondisi pada Kurun Waktu Tertentu. 4. Tujuan Sementara Tujuan ini merupakan tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Lebih lanjut dikatakan bahwa, tujuan pembelajaran umum dan khusus, dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda.14
Reformasi Pendidikan Islam Menurut Hamzah B. Uno, Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokrasi sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air. Karena sistem birokrasi selalu menempatkan kekuasaan sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengembilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi yang “Menggurita” sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah, bahkan terkesan semakin buruk dalam era desentralisasi ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikkendalikan”. Merekalah yang seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan objektif di masingmasing sekolah. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa kekuasaan birokrasi persekolahan telah membuat sistem pendidikan kita tidak pernah terhenti dari keterpurukan.15 Kekuasaan birokrasi jugalah yang menjadi faktor sebab Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
449
450 MAISAH dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memilihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah tersebut. Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan, karena sekolah adalah sepenuhnya miliki masyarakat yang senantiasa bertanggung jawab dalam pemiliharaan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu. Namun, keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan “rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya “bertanggung jawab”, mulai berubah menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap pendidikan, selanjutnya masyarakat menjadi “asing” terhadap sekolah. Semua sumber daya pendidikan ditanggung oleh pemerintah dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisifasi apalagi bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Menurut Tilaar, Sejak era reformasi, terjadi loncatan-loncatan besar di dalam kehidupan bangsa Indonesia seperti: 1. Bidang politik, ekonomi, sosial, dan juga dalam bidang pendidikan terjadi perubahan-perubahan yang sangat besar. 2. Demokrasi berkembang dengan sangat cepat sampai seakanakan menuju kepada demokrasi kebebasan. 3. Kesadaran akan hak asasi manusia bahkan menimbulkan Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI kecurangan satu dengan yang lainnya. 4. Demokrasi telah menyadarkan pula akan identitas kelompok bahkan golongan sendiri sehingga nasionalisme tampaknya mulai meredup. 5. Lahirnya berbagai sekolah bertaraf internasional yang ternyata hanya diperuntukkan bagi kelompok yang berduit. 6. Pendidikan tinggi berebutan menjadi “ world class university” yang pada hakikatnya menjauhkan pendidikan tinggi dari jangkaun anak-anak dari keluarga miskin. 7. Lahirnya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 13 UU tersebut memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial. 8. Perubahan pengelolaan pendidikan nasional yang bersifat sentralistik menjadi desntralistik,16 sebagaimana penjelasan berikut ini: Desentralisasi pendidikan. Manajemen pendidikan yang telah diserahkan kepada otonomi daerah tentunya sangat menguntungkan bagi masyarakat. Dengan demikian pendidikan dapat di sesuaikan dengan kebutuhan riil dari masyarakat yang tercermin di dalam penyusunan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan tingkat satuan pendidikan. Pelaksanaan KTSP sungguhsungguh merupakan suatu loncatan yang sangat berarti baik di lihat dari segi ilmu pendidikan maupun dari politik dalam pertumbuhan demokrasi dalam masyarakat Indonesia. Namun demikian penyusunan KTSP yang kemudian diatur melalui Keputusan Menteri ternyata kurang dipersiapkan pelaksanaannya di daerah. Demikian pula kurikulum yang seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan daerah ternyata sangat bersifat sentralistik dan intelektualistik. Pendidikan dasar yang seharusnya di dasarkan dan terarah kebutuhan daerah dan budaya daerah ternyata hanya mempunyai alokasi waktu sangat minim. Apalagi para pelaksana (guru, kepala sekolah) tidak persiapkan di dalam penyusunan dan Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
451
452 MAISAH pelaksanaan KTSP tersebut. Selain itu, pelaksanaan ujian nasional yang sentralistik telah mematikan roh KTSP yang diarahkan kepada kebutuhan lokal. Kemudian pada tahun 2013 ini kurikulum mengalami perubahan lagi, hal ini tentunya akan dialami oleh lembaga pendidikan Islam se Indonesia, yang belum tentu juga dapat dilaksanakan secara optimal. Salah satu unsur penting di dalam menjalankan suatu organisasi adalah pembiayaannya. Dengan adanya komitmen pemerintah mulai tahun 2009 untuk mengalokasikan dana APBN sekurang-kurangnya 20% maka diharapkan akan terjadi loncatan-loncatan besar di dalam refomasi pendidikan nasional sampai ke daerah. Prioritas pokok pengalokasian dana tersebut selain dari perbaikan pendidikan kondisi sosial ekonomi profesi guru/dosen, juga diarahkan kepada perbaikan fasilitas belajar seperti gedung, buku-buku pelajaran, teknologi pendidikan. Dan tidak kurang pentingnya pula adanya perbaikan di dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan yang lebih bermakna di dalam perkembangan peserta didik.
Pendidikan Swasta. Pendidikan nasional mengakui pendidikan yang dibiyai oleh masayrakat (lembaga-lembaga pendidikan swasta) sebagai mitra pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan rakyat. Hingga saat ini antara lembaga pendidikan negeri dan swasta belum berada di dalam mitra kesetaraan. Seharusnya pendidikan swasta mempunyai status komplementer dari upaya pemerintah untuk memberikan pendidikan yang gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Sesuai dengan bunyi UUD serta UU sistem pendidikan nasional masyarakat diberikan kesempatan untuk menyelenggarakan pendidikan bagi kelompoknya sendiri di dalam struktur sistem pendidikan nasional. Sudah tentu manajemen pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat harus berdiri di atas kemampuannya sendiri. Namun demikian pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap sumbangan masyarakat dalam memberikan
Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI
pendidikan yang bermutu terhadap kelompoknya. Sudah dapat dimengerti biaya untuk pendidikan swasta relatif akan lebih mahal tetapi karena itu adalah pilihan dari warga negara untuk memperoleh pendidikan yang khusus bagi anaknya maka hal tersebut merupakan tanggung jawab keluarga. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindunginya sesuai dengan kemampuan pemerintah.17 Melihat pada gejala-gejala tersebut di atas sudah dapat digambarkan bagaimana manajemen pendidikan nasional dewasa ini. Keadaan semrawut di dalam manajemen pendidikan nasional dewasa ini perlu ditata kembali dan diarahkan sesuai dengan jiwa UUD 1945 yang pro kepentingan rakyat banyak. Agar pendidikan islam tidak terjebak pada sikap menutup diri yang berakibat ketertinggalan zaman, maka pendidikan Islam kembali pada dasar Al-Qur’an dan Hadis sebagai landasan pendidikan Islam, yang menjadi semua sumber ilmu pengetahuan yang lebih luas untuk dipelajari dan dipedomani dalam kehidupan baik di dunia maupun diakhirat. Pandangan Masa depan Masyarakat. Menurut Tilaar, Masyarakat Indonesia saat ini sedang mengkaji sosok masa depan, tentunya dapat dilihat dari berbagai segi yaitu masayarakat industri dengan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan, maupun nilai-nilai yang ingin diciptakan bagi kelanggenggan kehidupan masyarakat yang di citacitakan yaitu nilai-nilai “Pancasila”. Dalam era pembangunan harus menyiapkan masayarakat agar dapat “survive” dalam masyarakat industri yang: 1. Mementingkan kualitas. 2. Sangat mengutamakan persaingan untuk mencapai kualitas yang semakin meningkat. 3. Sejalan dengan munculnya nilai untuk mencapai yang terbaik. 4. Kehidupan politik berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang lebih matang, kesatuan dalam keragaman budaya semakin Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
453
454 MAISAH meningkat. 5. Meningkatnya kualitas hidup yang lebih merata dengan terpenuhinya kebutuhan dasar. 6. Munculnya tata nilai baru seperti intelektualisme kreatif.18
Inovasi dalam Pendidikan Islam Van de van (1994:471) mengemukakan bahwa inovasi merupakan suatu ide baru yang dapat diaplikasikan dengan harapan dapat menghasilkan atau dapat memperbaiki sebuah produk, proses maupun jasa. Menurut Hamzah B. Uno (2008:9) ada sembilan inovasi pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia pada masa yang akan datang yaitu: 1. Pendidikan Sebagai Proses pembebasan Pendidikan kita masih terkesan sebagai pendidikan yang membelenggu. Pembelengguan ini bersumber dari ketidak jelasan visi dan misi pendidikan kita, juga adanya praktik sentralisasi dan uniformitas, serta sistem pendidikan dengan konsep sistem penyampaian atau pemberitaan. Di sini terjadi praktek pendidikan yang mengalir dari atas ke bawah (topdown), yang kurang memperhatikan faktor hak-hak anak secara demokratis dan kreatif, serta kurangnya pemberian kesempatan kepada mereka untuk melakukan rekayasa dalam aktivitas pendidikannya. Sistem pendidikan yang membelenggu ini pada gilirannya akan menghasilkan manusia yang penurut, tidak kreatif, bahkan memiliki ket ergantungan tinggi. Hal tersebut akan membuat mereka menjadi beban sosial, tidak mandiri, bahkan tidak memiliki jati diri. Pendidikan demikian dapat dinyatakan sebagai sistem pendidikan tertutup, kurang memberikan kebebasan dan pengalaman kepada para pembelajar untuk berkreasi. 2. Pendidikan Sebagai Proses Pencerdasan Banyak pihak mengecam pendidikan kita dirasakan sebagai sebuah proses pembodohan. Hal ini tidak hanya terbatas Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI di sekolah saja, tetapi juga terasa sekali dalam praktik kehidupan masyarakat. Yang menjadi masalah adalah mereka yang menjadi penyebab kebodohan ini tidak merasakan bahwa ia telah melakukan kebodohan kepada masyarakat. Pemutarbalikan fakta yang dilegitimasi melalui lembagalembaga formal adalah contoh pembodohan masyarakat yang paling riil, pembodohan di sekolah terjadi dari praktik instruksional yang sama, yakni dengan interaksi verbal vertikal. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa sistem belajar di antara siswa, baik pada jurusan matematika, ilmu pengetahuan alam, bahasa, maupun sasional ternyata tidak berbeda. Padahal seharusnya dengan latar belakang jurusan tersebut di antara mereka memiliki sistem yang berbeda. 3. Pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak. Di negara kita hak-hak anak terkesan dirampas. Hal ini disebabkan karena masyarakat menjadikan sekolah sebagai panggung pentas, bukan sebagai tempat latihan maupun laboratorium belajar. Pembelajar di sekolah diharapkan oleh orang tuanya memperoleh rangking atas, sehingga anak dikursuskan di luar sekolah. Anak di haruskan mendapat nilai yang baik. Mereka harus naik kepanggung pentas dengan nilai terbaik, tetapi tidak untuk belajar dengan baik. Oleh karena itu, sistem rangking di sekolah memacu masyarakat untuk memperoleh persepsi yang salah tentang pendidikan di sekolah. 4. Pendidikan menghasilkan tindakan perdamaian. Melihat munculnya berbagai tawuran di antara pembelajar sekarang ini merupakan bukti nyata bahwa pendidikan menghasilkan tindakan kekerasan. Mereka tidak memiliki pengalaman memecahkan konflik secara damai, secara kreatif. Namun sebaliknya setiap konflik dipecahkan dengan kekarasan. Hal ini merefleksikan pengalaman-pengalaman mereka sendiri, mulai dari kehidupan mereka di rumah, di sekolah, dan di masayarakat. Kemasan seni pertunjukan Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
455
456 MAISAH kita terkesan menonjolkan kekerasan dalam setiap cara penyelesaikan konflik, seperti dalam ketoprak, sinetron, dan lain-lain. Di dalam kehidupan keluarga, konflik suami istri, orang tua, anak, juga mengesankan kekerasan dalam cara penyelesainnya. Transaksi emosional di antara mereka sering diabaikan. Anak menjadi sasaran orang tua, terdenggar dalam praktik kehidupan sehari-hari. Di sekolah, konflik antara guru dengan siswa sering mencuat kepermukaan, yang mengambarkan kita tidak memperoleh pengalaman bagaimana setiap konflik itu dapat diselesaikan dengan damai. Kejujuran sering menjadi sumber kemarahan sehingga menipu lebih selamat dari pada jujur. Anak yang belum memahami suatu pelajaran, terlalu cepat untuk dinyatakan sebagai anak bodoh yang menjadi penyebab mereka kehilangan jati diri. Padahal, pendidikan adalah proses pemberdayaan, yang diharapkan mampu memberdayakan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, manusia yang berilmu dan berpengetahuan, serta manusia terdidik. Pemberdayaan siswa, misalnya dilakukan melalui proses belajar, proses latihan, proses memperoleh pengalaman, atau melalui kegiatan lainnya. Melalui proses belajar mereka diharapkan memperoleh pengalaman memecahkan masalah, pengalaman etos kerja, dan ketuntasan bekarja dengan hasil yang baik. Melalui proses belajar, mereka juga diharapkan memperoleh pengalaman mengembangkan potensi mereka serta melakukan pekerjaan dengan baik, dan mampu bekerja sama dalam kemandirian. 5. Pendidikan Anak berwawasan Integratif. Bahwa mata pelajaran masih terkesan terkotak-kotak, itulah kenyataan yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Kurikulum belum mampu menjadikan anak memiliki wawasan integratif. Tujuan pada setiap satuan pendidikan belum diperoleh mereka. Ia belum menjadi manusia terdidik yang berilmu dan berpengetahuan, yang sekaligus sebagai manusia beriman. Integritas dari keseluruhan itu seharusnya Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI menjadikan pembelajar sebagai manusia yang utuh. Di mana pun, kapan pun ia dapat menampilkan diri sebagai sosok yang menampilkan satuan psikofisik, bukan sebagian-sebagian. Di mana pun, kapan pun, ia membawa kesatuan dari manusia terdidik, sebagai manusia berilmu dan berpengetahuan dari manusia terdidik, sebagai manusia berilmu dan berpengetahuan, serta sebagai manusia beragama. Ia tidak hanya anti terhadap orang lain yang bertindak kejahatan, tetapi walaupun ia memiliki kesempatan untuk itu, ia tidak akan berbuat kejahatan tersebut. 6. Pendidikan membangun watak persatuan. Pendidikan belum mampu menghasilkan manusia yang mampu hidup dalam perbedaan. Setiap perbedaan dalam masyarakat dapat menjadi pemiju konflik, yang pemecahannya dilaksanakan dengan kekerasan. Mereka tidak memiliki pengalaman belajar dalam kelompok dengan partisifasi integratif, yang masing-masing dapat secara aktif memainkan perannya dalam kelompok itu. Mereka tidak pernah mengalami dan menghadapi perbedaan, juga belum pernah cara menyikapi terjadinya perbedaan itu. Seberapa jauh perbedaan itu cukup disikapi dengan toleransi, dan seberapa jauh perbedaan itu perlu disikapi dengan diskusi, dan kapan batas diskusi diakhiri yang penyelesaiannya ditentukan oleh mereka sendiri, mereka tidak memiliki pengalaman. Oleh karena itu, belajar dengan perbedaan kelompok memiliki peranan penting. Pendekatan belajar sekarang dirasa masih didominasi dengan belajar kontektual yang tidak mampu membangun kesadaran dan sikap, lebih-lebih tindakan. Pelajaran sejarah yang seharusnya mampu dimanfaatkan sebagai alat pendekatan mengenai karakteristik bangsa masih terlalu menjadi bahan hafalan. Pelajaran geografi yang seharusnya mampu membangun kesadaran untuk memahami karakteristik tanah air dan cinta tanah air, juga masih menjadi bahan hafalan. Dari proses belajar maupun bahan pelajaran belum mampu membangun sikap dan kesadaran persatuan. Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
457
458 MAISAH 7. Pendidikan menghasilkan manusia demokratis. Pendidikan kita masih terkesan otoriter, baik manajemen, interaksi, proses, kedudukan, maupun substansinya. Tidak mungkin kondisi demikian menghasilkan manusia demokratis. Apabila kita semua menjadi pejabat, maka seakan-akan kita telah memiliki modal”benar” dalam segala hal; berhak mengoreksi, berhak memberikan petenjuk, berhak menyalahkan bawahan, dan seterusnya. Pengawasan melekat menjadikan atasan otoriter. Padahal justru informasi bawahan kebanyakan membawa kebenaran. Transaksi pendidikan kita masih satu arah dan vertikal, sumber informasi didominasi oleh para guru. Pembelajar jarang didudukan sebagai sumber informasi alternatif sehingga menyebabkan tidak terjadinya interaksi harizontal. Pengalaman demokratis tidak pernah diperoleh pembelajar dalam hidup sehari-hari. Mereka hanya memahaminya secara tekstual. Dalam praktek, kedudukan substansi dan proses pembelajaran kita masih berorintasi vertikal, yakni dari atas ke bawah. Pengetahuan (tekstual)masih berpola pada guru-siswa, yang seharusnya guru dan pembelajar bersamasama menghadapi persoalan pengetahuan yang konseptual bukan tekstual. Proses pembelajar masih didasarkan atas kerapian administrasi pendidikan dari pada fungsionalnya dalam praktik. Pada hal funsionalnya proses pembelajaran (instruksional) ini yang akan menghasilkan perolehan tujuan instruksional. Bagaimana cara yang dilakukan pembelajar dalam mencapai konsep keilmuan itulah selanjutnya yang akan mewarnai perolehan pendidikan. 8. Pendidikan menghasilkan manusia yang peduli terhadap lingkungan. Sikap otoriter dalam sistem pendidikan, membuat anak menjadi manusia yang patuh. Namun disisi lain, sistem yang membelenggu itu pun akan berakibat anak menjadi pemberontak. Lalu yang di salahkan adalah budi pekerti. Anak tidak terangsang untuk peduli lingkungan, karena sumber Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI pendidikan satu-satunya adalah teks. Pengalaman anak yang begitu beragam dan sangat berharga, jarang dimanfaatkan sebagai sumber belajar. Evaluasi hasil belajar juga sangat ditentukan oleh ukuran tekstual, bukan konseptual. Sehingga anak dijadikan sebagai korban kurikulum, bukan kurikulum untuk anak. Dapat dimaknai bahwa anak diarahkan pada tekstual sentris, yang menjauhkan diri mereka dari keadaan nyata di lingkungan. Inilah yang masih terjadi dalam sistem pendidikan kita. 9. Sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan. Dalam pelaksanaannya kurang di perhatikan oleh pihak pemerintah, dan tidak di evaluasi sejauhmana pelaksanaan sistem pendidikan nasional itu tercdapai. Maka dari itu, perlu adanya inovasi baik dalam bidang evaluasi maupun pengawasan.19 Berdasarkan uraian di atas, menurut penulis ada beberapa bentuk pendidikan Islam kita saat ini yang perlu di Inovasi seperti: 1. Standar proses pembelajaran, dalam hal ini guru benar-benar dituntut mampu untuk menerapkan metode dan strategi yang bervariasi terhadap siswa. 2. Standar Kelulusan siswa, dalam hal ini pemerintah dapat membedakan standar kelulusan siswa yang belajar di pusat, provinsi dan kabupaten, karena taraf perkembangan anak tersebut sangat berbeda dan didukung oleh sarana dan prasarana yang berbeda pula 3. Standar pembiayaan, pemerintah harus menyamaratakan antara pendidikan Negeri dan Swasta, baik yang berada di bawah lingkungan Kementerian Pendidikan Nasional maupun di bawah Lingkungan Kementerian Agama. 4. Standar Sarana dan Prasarana pendidikan, pemerintah harus memberikan perhatian yang sama terhadap pendidikan Swasta. Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
459
460 MAISAH 5. Standar pengelolaan, dalam hal ini pihak pendidikan Swasta harus mampu bersaing dengan pendidikan Negeri, tinggalkan sifat kekuargaan dalam rekrutmen guru sesuai dengan kebutuhan mata pelajaran. Merujuk Hersey, pimpinan organisasi atau lembaga pen didikan Islam seharusnya memiliki keterampilan, pengetahuan dan pelatihan dalam dua bidang yaitu diagnosis dan penerapan dalam rangka memahami perubahan, pimpinan harus dapat mengidentifikasi masalah, menganalisis dan melakukan penerapan.20 Gibson dalam Suwanto, mengartikan bahwa inovasi adalah kekuatan dorongan yang ada dalam diri akan mengarahkan prilaku.21 Menurut Muhajir, seorang Inovator adalah orang yang aktif mencari ide-ide baru dan memiliki wawasan luas melalui jaringan kerja yang biasanya berada diluar sistem sosialnya, juga mampu mengatasi masalah yang terjadi dalam proses pelaksanaan ide-ide baru tersebut.22 Untuk itu, menuju pembaharuan dan perubahan dilakukan oleh manusia dengan menyesuaikan strategi, tuntutan lingkungan serta banyak hal yang menjadi ciri dari perubahan itu sendiri dan tergantung pada waktu-waktu tertentu hal ini disebut keinovatifan. Ciri-ciri lain keinovatifan adalah sebagai berikut: 1. Penghasilan gagasan; melakukan analisis atau sintesis terhadap informasi 2. Mengusahakan atau mempelopori; mengenali, mengusulkan, mendorong dan menunjukkan suatu gagasan 3. Kepemimpinan; merencanakan dan mengkoordinasikan beragam kegiatan 4. Mengatur informasi; menunjukkan dan menyalurkan informasi tentang perubahan 5. Menseponsori; membimbing dan mengembangkan karyawan yang kurang berpengalaman. Menurut Drucker, ciri-ciri keinovatifan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Susunan pembaharuan menganalisis peluang Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI 2. Pembaharuan adalah perpaduan antara konsepsi dan persepsi 3. Pembaharuan itu efektif, sederhana dan dipusatkan pada sesuatu 4. Pembaharuan yang efektif dimulai dari yang kecil 5. Keberhasilan tujuan terletak pada kepemimpinan Selain itu ditambahkan adanya tiga kondisi yang diperlukan di dalam pembaharuan yaitu: a) pembaharuan adalah pekerjaan, b) supaya berhasil para pembaharu harus bekerja keras, c) pembaharuan berdampak pada ekonomi dan masyarakat.23 Dengan demikian yang dimaksud dengan keinovatifan adalah pembaharuan dalam hubungannya dengan penerimaan (pengadopsian), penciptaan (membuat) dan penerapan (melakukan tindakan pada hal-hal yang baru dengan indikator gagasan, layanan alat dan pengetahuan tentang pekerjaan setiap pegawai.
Kesimpulan Pendidikan Islam selalu mempunyai hubungan yang erat dengan upaya peningkatan wawasan dan pandangan, proses perubahan pendidikan Islam yang dikehendaki masa depan masyarakat bukan hanya aktivitas pembelajaran antara siswa dengan gurunya. Namun bagaimana siswa berksempatan menerjemahkan dan menjelaskan problem-problem nyata yang sedang dihadapi dirinya. Di sinilah, pendidikan Islam memiliki makna sebagai upaya membebaskan diri dan membebaskan yang lain dari penindasan dan belenggu kebodohan, sehingga pendidikan Islam benar-benar dapat membekali diri dalam menghadapi kehidupan nyata. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh Bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah manusia yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan Islam yang bermutu.
Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
461
462 MAISAH Catatan: 1 2 3 4
James Petras dan Hendri Veltmeyer, Globalization Unmasked, terj, (Yokyakarta: Kreasi Wacana, 2002), h, 8.
Zainuddin, Reformasi Pendidikan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2008. h, 1 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 1.
Nunu Heryanto, Makalah, Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi pendidikan (Suatu Tinjauan Filsafat Sains), Bogor: PPS Institut Pertanian, 2002, 8.
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 1994, h, 72. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. h, 32 7 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Jakarta: Bumi Aksara, 1994, h. 32 8 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006, h. 35 9 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 2006,h. 72. 10 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 1994, h, 19 11 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, 1994, h, 29 12 Sisdiknas, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem 5 6
Pendidikan Nasional
13 Tilaar, Mengugat Manajemen Pendidikan Nasional, Jakarta:
Lembaga Manajemen UNJ, 2008, h. 8.
14 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, 2006,h. 66 15 Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan (Problem, Solusi, dan
Reformasi Pendidikan di Indonesai, Jakarta: Bumi Aksara. 2008. 83. 16 H.A.R. Tilaar, Mengugat Manajemen Pendidikan Nasional, 2008, h. 20. 17 H.A.R. Tilaar, Mengugat Manajemen Pendidikan Nasional, 2008, h. 22. 18 H.A.R, Tilaar, Kebijakan Pendidikan (Pengantar untuk memahami Kebijakan pendidikan dan Kebijakan sebggai Kebijakan Publik) Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008, h. 78. 19 Uno, Hamzah B. Profesi Kependidikan (Problem, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di IndonesaiI) 2008,h. 9 20 Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, Manajemen Perilaku
Organisasi; Pendaygunaan Sumber daya manusia, terjemahan agus Dharma, Jakarta: Erlangga, 1986, h. 316 21 Suwanto, Prilaku keorganisasian, Yagyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 1999, h. 77. 22 Noeng Muhajir, Identifikasi Factor-factor Opinion Leader Inovatif bagi pembangunan Masyarakat, Yokyakarta: Rake Sarasih, 2002. h, 17 23 Drucker Peter F, Innovation Entrepreneurship alih bahasa Rusydi Naib, Jakarta: Erlangga, 1999, h. 77
Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
KAJIAN PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGANGLOBALISASI DAFTAR PUSTAKA Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000). A. Van de van, “Control Problems in the management Innovation” dalam Manageing Todey Rabbins, 1994 Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan: Problem, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesai, (Jakarta: Bumi Aksara. 2008). Noeng Muhajir, Identifikasi Factor-factor Opinion Leader Inovatif bagi pembangunan Masyarakat, (Yokyakarta: Rake Sarasih, 2002). Nunu Heryanto, Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan Bagi pendidikan: Suatu Tinjauan Filsafat Sains, (Bogor: Makalah seminar di PPS Institut Pertanian, 2002). Peter F. Drucker, Innovation Enterepreneurship (Terj.oleh Rusydi Naib), (Jakarta: Erlangga, 1999). Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994). ___________, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006). Tilaar, Mengugat Manajemen Pendidikan Nasional, (Jakarta: Lembaga Manajemen UNJ, 2008). ___________, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk memahami Kebijakan pendidikan sebagai Kebijakan Publik, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2008). Donelly Jr., James H., James L. Gibson, dan John M. Ivancevich, Fundamentals of management, (Chicago: Richard D. Irwin, 1999). Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, Manajemen Perilaku Organisasi; Pendayagunaan Sumber daya manusia (Terj. Agus Dharma), (Jakarta: Erlangga, 1986). Suwanto, Prilaku keorganisasian, (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya, 1999). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional. Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013
463
464 MAISAH Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 1994). Zainuddin, Reformasi Pendidikan, (Yogkyakarta, Pustaka pelajar, 2008). James Petras dan Hendri Veltmeyer, Globalization Unmasked (Terj.), (Yogkyakarta: Kreasi Wacana, 2002).
Media Akademika, Vol. 28, No. 4, Oktober 2013