LAPORAN HASIL PENELITIAN
GAMBARAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN KELUARGA (FAMILY DECISION MAKING) UNTUK MENGAPRESIASI PENINGGALAN BUDAYA DI MUSEUM NASIONAL MELALUI PROGRAM AKHIRPEKAN@MUSEUMNASIONAL
Gita Widya Laksmini Soerjoatmodjo, M.A., M.Psi., Psi. (08.0711.049) Veronica Anastasia Melany, S.Psi., M.Si. (08.0211.037)
Pusat Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat (P2M) Universitas Pembangunan Jaya 201
1
PENDAHULUAN
Museum adalah institusi permanen nirlaba yang memberi layanan pada masyarakat melalui kajian dan edukasi terhadap bukti-bukti material manusia dan lingkungannya (Hakiwai, 2005). Apabila dikaitkan dengan kehidupan kota, museum merupakan reservoir dari akumulasi lapisan demi lapisan sejarah yang merangkum berbagai kualitas yang dianggap penting bagi lingkungan urban (Giebelhausen, 2003). Museum memiliki peran manajemen peninggalan budaya (heritage management) yakni merawat dan mengembangkan peninggalan budaya secara berkala dengan merawat dan mempertahankannya demi generasi mendatang (Ndoro & Pwiti, 2005). Peninggalan budaya (cultural heritage) sendiri mencakup artefak, karya seni dan barang-barang lain yang penting secara historis atau kultural (Gilmour, 2007). Pengelolaan peninggalan budaya bertujuan memelihara identitas bangsa, menghormati keberagaman kebudayaan dan menghargai kreativitas (Corsane, 2005). Selain itu, masyarakat mendapatkan rasa aman (sense of security) di tengah dunia yang serba tak pasti ini karena peninggalan budaya memberi persepsi keabadian yang tak lekang oleh zaman (Prentice, 2005). Peninggalan budaya dan aktivasi kenangan akan sejarah (historical memory) yang dilakukan museum berdampak pada pikiran, perasaan dan perilaku manusia (Weiten, 2010). Oleh karena itu, museum mengambil posisi sebagai ruang yang memfasilitasi komunikasi, diskusi, pertukaran dan interaksi (Mason, 2005). Museum dapat menjadi akselerator budaya (cultural accelerator) dengan menjadi pusat berbagai upaya penciptaan masyarakat madani (civil society) demi mewujudkan toleransi, penghormatan terhadap hak asasi manusia dan diskusi terbuka antara berbagai elemen masyarakat (Lord, 2007). Museum juga berperan membangun sumber daya
manusia
(human
capital)
melalui
pengembangan
pengetahuan,
2
keterampilan, kompetensi dan sikap individu yang nantinya memfasilitasi tercapainya kesejahteraan pribadi, sosial dan ekonomi (Newman, 2005). Terhadap pendidikan, museum memberikan kontribusi berupa pembelajaran informal (informal learning). Pembelajaran informal dipahami sebagai pengalaman pembelajaran yang menekankan pada interaksi dengan pengalaman yang sebelumnya sudah dimiliki individu (Newman, 2005). Pembelajaran di museum (museum learning) merupakan pengalaman transformatif dimana individu mengembangkan sikap, minat, keyakinan atau nilai secara informal dan sukarela dan fokus pada konteks tertentu yakni obyek koleksi museum (Lord, 2007). Psikolog, guru, pemerhati pendidikan dan penggiat museum sepakat museum memberi pengalaman belajar yang penting untuk anak. Beberapa bahkan meyakini belajar di museum lebih efektif dibandingkan belajar di sekolah dan berdampak
positif
pada
pembelajaran
seumur
hidup
(lifelong
learning),
kecerdasan sosial (social intelligence) dan berpikir kreatif (creative thinking) (Haas, 2007). Pembelajaran di museum memberikan beragam pengalaman, momen kontemplasi terhadap berbagai obyek yang ditata berdasarkan sistem yang mendorong pengunjung mengekspresikan reaksi kekaguman (amazement), mistifikasi (mystification), penyadaran (realization) dan keterikatan personal (personal connection) (Leibhardt & Crowley, 2009). Dalam melindungi, mempromosikan dan menafsirkan sumber daya budaya (cultural resources) yang menjadi koleksi milik museum, partisipasi publik terbilang penting
(Hoffman,
1997).
Dalam
melibatkan
publik,
museum
berupaya
menjangkau keluarga dan sekolah sebagai konsumen utama (Haas, 2007). Tantangan yang dihadapi museum di Indonesia terkait partisipasi publik adalah kesulitan menyusun program-program yang bisa melibatkan para pengunjung dan menjawab kebutuhan mereka (Munandar, 2011).
3
Hal inilah yang dilakukan Museum Nasional Jakarta melalui program AkhirPekan @MuseumNasional bekerjasama dengan @Museum dan Teater Koma. Museum Nasional, dikenal sebagai Museum Gajah, adalah museum yang mengkoleksi artefak arkeologis, historis, etnografis dan budaya dari berbagai wilayah di Indonesia dan sepanjang periode dua abad (Rosi, 1998). Sekalipun biaya tiket terjangkau (Rp 7.000 untuk dewasa dan Rp. 5.000 untuk anak), pengunjung museum ini hanya 235.000 ribu berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2008 (Mariana, 2013). Program
AkhirPekan@MuseumNasional
bertujuan
menciptakan
interaksi
museum-pengunjung (Soerjoatmodjo, 2015). Berbekal informasi dari halaman Facebook (Facebook page) “Akhir Pekan di Museum” dan akun Twitter @museum_weekend, keluarga datang pada hari Minggu untuk menikmati 3 (tiga) kali pertunjukkan menonton Teater Koma mementaskan penuturan cerita (storytelling) untuk anak selama 15-20 menit. Cerita tersebut mengambil inspirasi dari artefak museum yaitu “Keris Puputan Klungkung” (Teater Koma, 2013, 11 September), “Samurai Bersepeda” (Teater Koma, 2013, 26 September), “Karamnya Kapal Tek Sing” (Teater Koma, 2013, 11 Oktober), “Raibnya Celengan Majapahit” (Teater Koma, 2014b, 24 Januari), “Kuda Perang Pangeran Diponegoro” dan “Raksasa Bhairawa Pengasah Parang” (Teater Koma, 2014a, 24 Januari). Berdasarkan kajian survey program, keluarga merupakan pengunjung terbanyak selain komunitas. Temuan ini menarik dikaji lebih lanjut demi mendapatkan gambaran di tingkat keluarga tentang proses pengambilan keputusan yang mereka lakukan. Hal ini karena kegiatan keluarga berkunjung ke museum mengapresiasi peninggalan budaya khususnya di Jakarta dan sekitarnya, berkompetisi dengan berbagai alternatif aktivitas waktu luang lainnya misalnya ke mall atau bercengkerama di rumah.
4
Penelitian ini diharapkan dapat menjawab masalah tentang bagaimana keluarga yang menjadi partisipan program AkhirPekan@MuseumNasional mengambil keputusan untuk berkunjung dan mengapresiasi peninggalan budaya. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini dirumuskan seperti di bawah ini, dirumuskan secara terbuka sesuai desain penelitian yaitu deskriptif kualitatif untuk studi kasus berpendekatan interpretative phenomenology analysis: Bagaimana proses pengambilan keputusan oleh keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya di Museum Nasional melalui program AkhirPekan @MuseumNasional? Kajian
terhadap masalah
di
atas
diharapkan dapat
berkontribusi
pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pengembangan prototipe gambaran proses pengambilan keputusan keluarga mengapresiasi peninggalan budaya yang berkontribusi pada bidang ilmu: 1. Psikologi khususnya a. Perilaku Konsumen tentang pengambilan keputusan keluarga b. Psikologi Pendidikan tentang pembelajaran informal dan pembelajaran di museum c. Psikologi Perkembangan tentang dinamika keluarga d. Psikologi Sosial tentang kebijakan, strategi dan program melibatkan publik 2. Ilmu Budaya khususnya proses apresiasi budaya dan peninggalan budaya, teater dan teknik penuturan cerita atau storytelling serta kajian budaya (cultural studies) 3. Kajian Museum khususnya bagaimana museum melibatkan publik untuk mengapresiasi peninggalan budaya 4. Kajian
Perkotaan
khususnya
peran
museum
dalam
kehidupan
dan
pertumbuhan kota serta gaya hidup keluarga urban.
5
Dapat dilihat bahwa luaran penelitian ini berkontribusi pada visi, misi dan tujuan universitas dengan mengembangkan kajian lintas disiplin demi menyumbang pada pengembangan perkotaan dan gaya hidup di lingkungan urban. Pada tatanan praktis, penelitian ini bertujuan menyusun rekomendasi kepada tim @Museum juga Museum Nasional Jakarta sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam program AkhirPekan@MuseumNasional. Sekalipun rekomendasi ini berbasis pada program ini sebagai studi kasus, hikmah ajar (lessons learned) yang diperoleh diharapkan dapat juga dikaji oleh berbagai museum yang ada di Indonesia. Munandar et al (2011) mencatat ada 262 museum di Indonesia yang dikelola oleh pemerintah dan swasta serta terdapat sejumlah upaya untuk mengajak masyarakat mengunjungi museum, yang dicanangkan melalui Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) tahun 2010 dan diikuti oleh berbagai komunitas seperti Komunitas Jelajah Budaya (KJB), Komunitas Historia Indonesia (KHI) dan Sahabat Museum hingga sekarang. Dari segi kemuktahiran, penelitian ini menggali fenomena yang memiliki nilai kekinian yang kuat. Hal ini karena program AkhirPekan@MuseumNasional merupakan proyek uji coba (pilot project) tahun 2013 dan akan dilaksanakan lagi di bulan Mei-Desember 2014. Inisiatif menggunakan penuturan cerita lewat teater untuk melibatkan publik mengapresiasi peninggalan budaya juga merupakan inovasi yang terbilang baru. Dengan demikian, inisiatif menggunakan studi kasus program AkhirPekan@MuseumNasional ini belum diteliti sehingga berkontribusi pada tingginya orisinalitas penelitian. Dengan mengetahui proses yang terjadi saat keluarga mengambil keputusan untuk berpartisipasi pada program ini, temuan-temuan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik pada pihak museum terkait penyusunan kebijakan, strategi dan program pelibatan publik, pada pihak organisasi yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program juga pada kajian perkotaan khususnya gaya hidup keluarga urban.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Keluarga, Museum dan Pembelajaran Informal Keluarga adalah kelompok individu yang saling terkait satu sama lainnya secara emosional, kognitif dan perilaku melalui komitmen bersama tanpa memandang keterikatan aspek legal, orientasi seksual, gender maupun fisik (Crosbie-Burnett & Klein, 2013). Keluarga terdiri sedikitnya 2 (dua) orang: pengelola rumah tangga (householder) dan orang lain yang terkait dengan pengelola rumah tangga berdasarkan hubungan darah, perkawinan, atau adopsi (Peter & Olson, 2010). Karena keluarga merupakan kelompok utama pengunjung museum, museum perlu memosisikan dirinya terhadap keluarga. Museum sebaiknya mengenali dan mengakomodasi agenda, gaya hidup dan sumber daya yang dimiliki keluarga dalam berperan sebagai sumber daya (resources) keluarga untuk belajar (Ellenbogen, 2002). Dengan mengkaji hal ini, museum dapat menciptakan berbagai situasi dan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan keluarga. Keluarga merupakan unit yang unik karena terdiri dari anggota-anggota yang berasal dari generasi berbeda dengan kebutuhan berbeda pula. Keluarga diketahui memiliki daya adaptasi dan respon yang baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan museum sehingga menumbuhkan aktivitas pembelajaran yang fleksibel (Hike, 1989). Berkunjung ke museum mengapresiasi peninggalan budaya pun diyakini memiliki dampak positif, khususnya pada anak yang merupakan anggota penting dalam keluarga. Eksplorasi keluarga menjadi pola pembelajaran yang berlangsung di museum (Falk & Dierking, 2000). Pembelajaran informal ini dilakukan berdasarkan interaksi dengan orang dewasa, sebagaimana dijelaskan Jensen (1999) berikut ini. Dalam interaksinya, anak butuh orang dewasa untuk memahami apa itu museum dan bagaimana museum memiliki koleksi peninggalan budaya yang datang dari periode waktu yang berbeda. Oleh karena itu, pengalaman pembelajaran museum anak perlu fokus pada artefak yang menarik dan relevan saja.
7
Fokus selektif dan terbatas membantu anak membangun penguasaan (sense of mastery) dalam lingkungan yang mungkin asing bagi dirinya. Untuk remaja, kebutuhan mereka adalah kesempatan belajar yang mendukung kemandirian. Bagi remaja, mempelajari latar belakang sebuah artefak dari aspek kekuasaan, konflik, peran, perjuangan demi keadilan maupun kehidupan asmara membantu mereka memahami isu-isu yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka sendiri. Ulasan atas literatur di atas adalah bahwa museum dapat menjadi tempat keluarga melakukan kegiatan pembelajar informal yang sesuai menurut usia. Jika dilakukan dengan tepat, maka pembelajaran seperti ini bisa memberikan dampak positif pada keluarga, terutama anak. II.2. Pengambilan Keputusan Keluarga tentang Waktu Luang Dalam melakukan proses di atas, keluarga melakukan pengambilan keputusan. Keputusan (decision) merupakan perilaku memilih antara dua atau lebih alternatif tindakan (Peter & Olson, 2010). Keputusan selalu membutuhkan pilihan-pilihan perilaku yang berbeda. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen (consumer decision making) merupakan proses integrasi dimana berbagai pengetahuan (knowledge) digunakan untuk mengevaluasi dua atau lebih alternatif perilaku untuk memilih salah satu. Apabila konsumen bermaksud guna mencapai tujuan tertentu, maka konsumen melakukan proses pengambilan keputusan dengan tujuan menyelesaikan masalah (problem solving), sehingga perilaku yang dipilih adalah yang bisa membawa mereka pada pencapaian tujuan. Dengan kata lain, pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan oleh tujuan (goal-directed) yang ingin dicapai (Peter & Olson, 2010). Pengambilan keputusan keluarga (family decision making) merupakan proses yang kompleks, situasional dan dinamis sehingga perlu dipahami sebagai kesatuan utuh (Butler, Robinson & Scanlan, 2005). Hal ini karena pengambilan keputusan keluarga mencakup bagaimana anggota keluarga saling berinteraksi dan mempengaruhi satu dengan lainnya saat mengambil keputusan terkait
8
dengan kehidupan keluarga (Peter & Olson, 2010). Oleh karena itu, pengambilan keputusan terkait pemanfaatan waktu luang (leisure time) - yaitu waktu luang merupakan waktu yang dicurahkan tidak untuk melakukan tugas-tugas demi mencari nafkah – pun terbilang kompleks. Hal ini termasuk menentukan menentukan ‘apa’ yang keluarga lakukan di waktu luang dan ‘kemana’ keluarga pergi untuk mengisi waktu luang (Jenkins & Pigram, 2004). Hal ini karena anggota keluarga punya peran-peran yang berbeda (Peter & Olson, 2010). Mengkaji pengambilan keputusan keluarga membutuhkan telaah terhadap interaksi sosial di antara anggota keluarga dan pola resiprokal dari pengaruh antara satu anggota keluarga dengan lainnya. Dalam proses pengambilan keputusan keluarga, peran-peran tersebut adalah: 1. Influencer yaitu peran penyedia informasi untuk anggota keluarga lain terkait produk atau jasa tertentu 2. Gate-keeper yaitu peran pengendali arus informasi kepada keluarga terkait produk atau jasa 3. Decider yaitu peran penentu produk atau jasa yang dipilih keluarga 4. Buyer yaitu peran pembeli produk atau jasa yang dipilih keluarga 5. User yaitu peran pengguna produk atau jasa yang dipilih keluarga 6. Disposer yaitu peran penghentian penggunaan produk dan jasa yang dipilih keluarga Dalam proses pengambilan keputusan yang bersifat generik pada keluarga tradisional yang terdiri dari orang tua dan anak, orang tua hampir selalu dipandang menjadi penentu akhir (the final say) dalam menimbang keputusan yang diambil, aturan yang digunakan dalam mengambil keputusan (Butler, Robinson & Scanlan, 2005). Khususnya untuk perilaku konsumen, orang tua dan anak berada dalam posisi interaksi dua arah dimana orang tua dan anak sama-sama saling mempengaruhi (Marshall, 2010).
9
Terkait dengan pilihan aktivitas waktu luang termasuk berlibur dan berkunjung ke museum, diketahui bahwa ibu memainkan peran utama dalam mengidentifikasi alternatif pilihan dan berperan sebagai penjaga pintu gerbang (gate-keeper) dalam memulai diskusi, mengumpulkan informasi serta mengerjakan proses-proses yang bersifat teknis seperti memesan transportasi dan sebagainya. (Mottiar & Quinn, 2003). Terkait dengan keputusan seputar liburan dan waktu luang, keluarga cenderung membuat keputusan secara bersama-sama (Solomon, 2013). Analisis mendalam terhadap pengambilan keputusan keluarga mengkaji identitas keluarga (family identity), yang terkait dengan ritual, naratif (cerita yang disampaikan oleh anggota keluarga tentang keluarga mereka) serta interaksi setiap hari yang mempertahankan struktur dan karakter keluarga serta memperjelas hubungan anggota keluarga yang satu dengan yang lain (Solomon, 2011). Identitas keluarga inilah yang diperkuat oleh produk dan jasa tertentu, termasuk aktivitas keluarga untuk mengisi waktu luang. Ulasan terhadap literatur di atas adalah sebagai berikut. Dalam keseharian, keluarga
membuat
keputusan
demi
keputusan
termasuk
di
dalamnya
pemanfaatan waktu luang. Keputusan yang dibuat mencerminkan kebutuhan atau persoalan yang ingin dicapai oleh keluarga dan dipengaruhi oleh peran-peran anggota keluarga. Proses ini terbilang kompleks serta dinamis juga perlu dipahami secara utuh. II.3. Keluarga dan Pengalaman Budaya Salah satu di antara aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan oleh keluarga di waktu luang adalah pengalaman budaya (cultural experience) - termasuk di dalamnya berkunjung ke museum untuk mengapresiasi peninggalan budaya. Dalam hal konsumsi budaya (cultural consumption) atau transaksi finansial untuk membeli, berlangganan atau menyewa perangkat maupun konten budaya, termasuk di dalamnya pengalaman, keluarga memainkan peran penting (Rizzo & Mignosa, 2013).
10
Faktor kelas sosial juga mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga yang memilih pengalaman budaya (cultural experience). Tren pada keluarga kelas menengah ke atas adalah mengkonsumsi pengalaman (misalnya liburan dan aktivitas waktu luang keluarga) dibandingkan mengkonsumsi barang (Shiffman, Kanuk & Wisenblit, 2010). Hal ini termasuk aktivitas budaya seperti menonton teater yang menjadi pilihan kegiatan di waktu luang pada keluarga kelas menengah ke atas. Terkait keputusan memilih pengalaman budaya, keluarga sebagai konsumen mempertimbangkan faktor-faktor seperti lokasi, kenyaman serta partisipasi dalam pengalaman tersebut. Keputusan ini juga dipengaruhi oleh rekomendasi teman dan komunitas melalui media sosial yang lebih kuat dibandingkan rekomendasi media. Menurut Kolb (2013), proses yang terjadi terdiri dari tahap-tahap yang membentuk sebuah siklus, yakni sebagai berikut: 1. mengenali kebutuhan (need recognition), misalnya apa yang akan keluarga lakukan di akhir pekan mendatang 2. mencari informasi (information search) yang dibutuhkan, salah satunya melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter, agar keluarga tidak perlu menghadapi risko berpartisipasi dalam aktivitas yang tidak mereka butuhkan 3. mengevaluasi alternatif (evaluation of alternatives), mulai dari harapan terhadap pengalaman budaya sampai kemudahan tempat parkir di lokasi, sebelum akhirnya keluarga membuat keputusan 4. mengambil keputusan (decision making), contohnya keluarga memutuskan untuk membeli tiket 5. mengevaluasi pasca pengambilan keputusan (post-decision making evaluation) saat keluarga memutuskan apakah harapan mereka terpenuhi atau justru mereka kecewa.
11
Terkait dengan keputusan mengapresiasi peninggalan budaya di museum, keluarga berhadapan dengan berbagai pilihan aktivitas waktu luang seperti berkunjung ke mall atau bercengkerama di rumah. Hal-hal yang penting bagi keluarga pengunjung museum adalah interaksi sosial (social interaction), partisipasi aktif (active participation) dan nilai-nilai hiburan (entertainment values) (Hood, 2008). Hal-hal tersebut yang menjadi pertimbangan keluarga dalam mengambil keputusan. Ulasan terhadap kajian literatur di atas adalah bahwa saat memilih berkunjung ke museum sebagai aktivitas waktu luang, ada sejumlah faktor yang terkait antara lain kelas sosial keluarga tersebut dan lingkungan sosial keluarga mulai dari teman sampai media sosial. Dalam menjalankan proses pengambilan keputusan, keluarga mementingkan interaksi sosial, partisipasi aktif dan nilai-nilai hiburan. II.4. Program AkhirPekan@MuseumNasional Bagian
ini
bertujuan
untuk
menggambarkan
program
AkhirPekan@
MuseumNasional. Museum Nasional atau lazim dikenal dengan Museum Gajah adalah museum dengan koleksi lebih dari 140.000 artefak dari berbagai daerah di Indonesia selama kurun waktu dua abad (Rosi, 1998). Sekalipun koleksinya terbilang luar biasa, harga tiket terjangkau yaitu Rp. 7.000 untuk dewasa dan Rp 5.000 untuk anak, serta lokasi di jantung ibukota yaitu di Jakarta Pusat, Museum Nasional yang sudah berusia 237 tahun ini hanya dikunjungi oleh 208.000 orang di tahun 2011 – sebuah angka yang tergolong kecil dibandingkan dengan 847.000 pengunjung National Museum of Singapore per tahun maupun 10 juta pengunjung per tahun untuk Louvre Museum di Perancis (Mariani, 2013). Program AkhirPekan@MuseumNasional adalah program percontohan (pilot project) yang dikelola oleh konsultan @Museum dari bulan September sampai Desember 2013, yang dilanjutkan di tahun 2014 dari bulan Mei sampai Oktober 2014. Tujuan dari program ini adalah membangun interaksi antara museum dan pengunjung dengan cara menciptakan pengalaman. Mengutip Siregar (2013), hal
12
ini dilakukan oleh @Museum dengan cara memproduksi sesi pentas dongeng berdurasi 15-20 menit yang diinspirasi dari koleksi museum dan diperankan oleh Teater Koma. Menurut Soerjoatmodjo (2015), cerita dikembangkan oleh produser @Museum yang menyusun plot berdasarkan materi yang disediakan oleh tim dari Museum Nasional dalam bentuk kajian dan laporan penelitian. Sumber-sumber informasi ini mencakup informati faktual tentang artefak koleksi museum, konteks sejarah, bagaimana artefak ini ditemukan pertama kali, bahan baku artefak itu sendiri dan detil-detil teknis dan/atau kronologis lainnya. Produser @Museum kemudian membangun plot cerita fiksi dengan menggunakan informasi faktual tersebut sebagai jangkar. Plot kemudian dikembangkan berdasarkan situasi dan peristiwa imajiner yang dibayangkan mungkin terjadi di konteks dan kurun waktu tersebut. Untuk memastikan bahwa cerita fiksi ini masuk akal, maka plot dikonsultasikan dengan tim riset Museum Nasional. Masih mengutip Soerjoatmodjo (2015), setelah plot selesai dikembangkan, sinopsis cerita singkat kemudian diberikan kepada tim Teater Koma. Tim ini kemudian menyusun skenario berupa serangkaian monolog atau dialog untuk diperankan oleh para narator. Cerita-cerita yang dibangun mengikuti struktur narasi sebagai berikut: pemaparan situasi, diikuti oleh peristiwa yang membuat narator memunculkan aksi tertentu, kemudian terjadi titik balik ketika narator mengatasi peristiwa tersebut sampai akhirnya peristiwa tersebut berhasil diselesaikan dan situasi kembali memasuki kondisi harmonis. Soerjoatmodjo (2015) menjelaskan bahwa proses ini bersifat kolaboratif dan partisipatif. Tim @Museum dan Teater Koma sama-sama terlibat memilih dan memilah kata dalam naskah yang didiskusikan baik lewat pertemuan maupun via email. Untuk menambahkan muatan hiburan, naskah ini dibubuhi guyonan populer yang jadi tren saat itu – misalnya diambil dari berita infotainment maupun talkshow dengan melibatkan penonton untuk diajak bersahut-sahutan, metode yang juga dapat ditemukan di teater tradisional Betawi.
13
Program AkhirPekan@MuseumNasional ini dilakukan di hari Minggu pagi pukul 09:00, 10:00 dan 11:00 bertepatan dengan momen Car Free Day. Setiap program dipertunjukkan di lokasi tak jauh dari artefak yang menjadi sumber inspirasi. Setelah pertunjukkan selesai, semua anggota tim mulai dari produser sampai manajer panggung mengajak para penonton untuk menyerukan yel “Museum Nasional Hebat” agar dapat didokumentasikan di akhir sesi. Kemudian penonton diarahkan untuk mengikuti pemandu wisata yang bertugas untuk menyampaikan informasi terkait dengan artefak yang menjadi sumber inspirasi. Di akhir pertunjukkan, penonton kemudian dapat mengisi kuesioner yang ditukar dengan pin. Informasi terkait program ini dikelola melalui halaman Facebook dan Twitter juga YouTube – di antaranya jadwal pertunjukan, lokasi sampai informasi yang terkait dengan konteks artefak seperti informasi tentang legenda seputar artefak, bagaimana artefak ditemukan dan dirawat dan sebagainya. Perlu dicatat bahwa program AkhirPekan@MuseumNasional di tahun 2013 mencakup 6 (enam) pentas dongeng yaitu “Keris Puputan Klungkung,” “Samurai Bersepeda,” “Karamnya Kapal Tek Sing,” “Raibnya Celengan Majapahit,” “Kuda Perang Pangeran Diponegoro” dan “Raksasa Bhairawa Pengasah Parang.” Keenam pentas dongeng ini telah diulas dalam penelitian Soerjoatmodjo (2015). Sebagai penelitian lanjutan, maka penelitian ini fokus pada pentas dongeng yang dilakukan di Mei-November 2014 yaitu “Raksasa Bhairawa Pengasah Parang” (Teater Koma, 2014a, 24 Januari), “Monalisa dari Singhasari” (Teater Koma, 2014a, 4 November), “Semerbak Penggoda Raja Kelana” (Teater Koma, 2014b, 4 November) “Tenggelamnya Kapal Tek Sing” (Teater Koma, 2013, 11 Oktober) “Kuda Perang Pangeran Diponegoro”, “Wayang Kalijaga, si Brandal Lokajaya” (Teater Koma, 2014c, 4 November), “Nenek Moyangku Orang Pelaut” (Teater Koma, 2014e, 4 November), “Ribut-Ribut si Bumbung dan Si Coak” (Teater Koma, 2014c, 4 November) dan “Habis Gelap Terbitlah Terang” (Teater Koma, 2014e, 4 November).
14
Sebagai tambahan, di tahun 2014, program AkhirPekan@MuseumNasional berkesempatan mempertunjukkan pentas dongeng di luar Museum Nasional yakni di Museum Sejarah Jakarta atau lazim dikenal sebagai Museum Fatahillah, hal yang dimungkinkan karena adanya konteks yang terkait: Kapal Tek Sing dalam pentas dongeng “Tenggelamnya Kapal Tek Sing” mengarah ke Batavia yang disimbolisasikan dengan Museum Sejarah Jakarta dan Pangeran Diponegoro dalam pentas dongeng “Kuda Perang Pangeran Diponegoro” pernah ditahan di penjara bawah tanah yang ada di Museum Sejarah Jakarta. Tentang sinopsis, lihat Tabel 1 di bawah ini.
Tabel
1
Pentas
Dongeng
AkhirPekan@MuseumNasional
tahun
2014
(Soerjoatmodjo, 2014).
No Tempat dan
Judul
Sinopsis
Ruang
Raksasa
Di situs cagar budaya Padang Roco, seorang
Kertarajasa,
Bhairawa
arkeolog muda berbagi cerita tentang
Museum
Pengasah
penemuan arca raksasa Bhairawa. Kisahnya
Nasional,
Parang
membawa kita kembali ke masa lalu saat
Tanggal 1
18 Mei
Bhairawa menjadi bagian dari upacara
2014
mengerikan, ‘lima ma.’ Sebuah dongeng tentang peran arkeolog, antropolog dan konservator museum dalam menggali dan melestarikan pengetahuan masa lampau untuk generasi penerus. Kisah ini terinspirasi oleh patung Bhairawa.
15
2
3
Ruang
Monalisa
Leiden, 1978. Seorang kurator Belanda
Pamer
dari
bersedih hati. Patung Prajnaparamita yang
Temporer
Singhasari
selama bertahun-tahun dirawat di Rijkmuseum
Gedung
Volkenkunde bakal dikembalikan ke Indonesia.
Baru
Renungannya membawa khayal ke zaman
Museum
Singhosari dan kisan Ken Dedes yang konon
Nasional,
menjadi inspirasi bagi arca indah tersebut.
25 Mei
Kisah ini terinspirasi oleh patung
2014
Prajnaparamita.
Ruang
Semerbak
Sejarah panjang perdagangan rempah-rempah
Kertarajasa,
Penggoda
yang membawa arus pedagang Cina, India dan
15 Juni
Raja Kelana
Arab serta penjelajahan bangsa Eropa di
2014
Nusantara. Dikisahkan ulang dengan penuh humor melalui dua sudut pandang: seorang nenek masa kini yang sedang mengajarkan cucunya masak serta seorang bangsawan abad ke-15 dan juru masaknya yang kebingungan mencari bumbu-bumbu masak nan lezat dari Nusantara untuk pesta makan. Teater Kuliner pertama di Indonesia ini menampilkan bumbu-bumbu dan kudapan Nusantara. Kisah ini terinspirasi oleh peralatan masak dan makan tradisional.
4
Museum
Karamnya
Kapal Tek Sing tenggelam di Selat Gaspar,
Sejarah
Kapal Tek
kepulauan Bangka Belitung, dalam
Jakarta,
Sing
perjalanannya ke Batavia, 1822. Sekitar 35,000
Kotatua
potong keramik dan 2,000 penumpang turut
Creative
karam – termasuk sang bendahara kapal yang
Festival, 21
mengisahkan ulang peristiwa tragis itu serta
Juni 2014
kondisi ekonomi yang mengakibatkan ribuan
16
bangsa Fukien mencari nafkah ke Hindia Belanda. Koleksi ini terinspirasi oleh keramik kapal Tek Sing. 5
6
Museum
Kuda
Tua dan sakit-sakitan, Kyai Gentayu
Sejarah
Perang
merindukan kembali masa mudanya saat ia
Jakarta,
Pangeran
menemani Pangeran Diponegoro di medan
Kotatua
Diponegoro
tempur. Sebuah kisah tentang Perang Jawa
Creative
yang dituturkan dari sudut pandang kuda
Festival, 22
perangnya. Kisah ini terinspirasi oleh tombak
Juni 2014
dan pelana kuda Pangeran Diponegoro.
Ruang
Wayang
Hikayat Raden Sahid, putra bangsawan yang
Pamer
Kalijaga, si
tumbuh menjadi si “Brandal Lokajaya.”
Temporer
Brandal
Pertemuannya dengan Sunan Bonang
Gedung
Lokajaya
membuatnya kembali ke ajaran Islam dan
Lama
bergabung dengan Wali Songo. Sebagai
Museum
Sunan Kalijaga, ia pun dikenal karena
Nasional,
khotbahnya dilakukan dengan cara mendalang.
13 Juli 2014
Untuk pertama kali, pentas dongeng dikisahkan melalui media Wayang Tavip yang dibuat menggunakan plastik daur ulang. Kisah ini terinspirasi oleh berbagai koleksi wayang.
7
Ruang
Ribut-Ribut
Si Bumbung dan si Coak, dua Meriam berusia
Kertarajasa
si Bumbung
ratusan tahun, beradu pendapat soal
Museum
dan si Coak
kehebatan masing-masing. Ribut-ribut
Nasional 24
keduanya menguak sejarah meriam yang
Agustus
menaklukkan raja-raja Nusantara: sebagai
2014
senjata mematikan sekaligus tahyul yang menghanyutkan. Kisah ini terinspirasi oleh berbagai koleksi Meriam.
17
8
9
Ruang Ilmu
Nenek
Tiga kelasi muda gegap gempita saat akan
dan
Moyangku
berlayar jauh. Pertemuan tak sengaja dengan
Teknologi,
Orang
seorang pelaut tua membuktikan mereka tak
Gedung
Pelaut
tahu apa-apa soal laut. Si Kakek pun
Baru Lantai
mengisahkan kembali tradisi kelautan yang
2 Museum
sudah berlangsung ribuan tahun di Nusantara:
Nasional,
dari kehebatan armada Sriwijaya dan
21
Majapahit, bajak laut Papua, hingga ekspedisi
September
kapal Snellius ke laut timur. Kisah ini
2014
terinspirasi oleh berbagai koleksi kelautan.
Ruang
Habis Gelap
Seorang “Kartini” remaja nan modern dan R.A.
Kertarajasa,
Terbitlah
Kartini dari abad ke-19 melintasi zaman,
19 Oktober
Terang
disatukan oleh sebuah karya batik yang kini
2014
menjadi koleksi penting Museum. Pergulatan keduanya melahirkan kesadaran bersama: membuat batik tulis ibarat melakoni hidup seutuhnya. Sebuah titik yang kita toreh, setiap kesalahan gambar yang membentuk garis baru dan setiap tahap yang memunculkan dan mengikat warna pada selembar kain polos mencerminkan perjalanan manusia yang dibentuk oleh rencana, keberhasilan dan kegagalannya.
Ulasan atas literatur di atas adalah bahwa program Akhir Pekan @ Museum Nasional menjadi salah satu pengalaman budaya di waktu luang yang dipilih oleh keluarga.
18
III. PETA JALAN (ROADMAP) TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN Tujuan dan manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab masalah tentang bagaimana keluarga mengambil keputusan untuk berkunjung ke museum dan mengapresiasi peninggalan budaya. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan penelitian pada keluarga yang menjadi partisipan program AkhirPekan@MuseumNasional. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini dirumuskan seperti di bawah ini, diformulasikan secara terbuka sesuai dengan desain penelitian deskriptif kualitatif untuk studi kasus berpendekatan interpretative phenomenology analysis: Bagaimana
proses
pengambilan
keputusan
oleh
keluarga
untuk
mengapresiasi peninggalan budaya di Museum Nasional melalui program AkhirPekan@MuseumNasional? Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas. Dari upaya tersebut, penelitian ini diharapkan membuahkan manfaatmanfaat yang diuraikan sebagai berikut. Dari segi kemuktahiran, penelitian ini menggali fenomena yang memiliki nilai kekinian yang kuat. Hal ini karena program AkhirPekan@MuseumNasional yang menjadi obyek penelitian ini merupakan kelanjutan proyek uji coba (pilot project). Inisiatif menggunakan penuturan cerita lewat teater untuk melibatkan publik mengapresiasi peninggalan budaya juga merupakan inovasi yang terbilang baru. Dengan demikian, inisiatif menggunakan studi kasus program AkhirPekan@MuseumNasional ini belum diteliti sehingga berkontribusi pada tingginya orisinalitas penelitian. Hal ini termasuk dalam manfaat dari penelitian ini. Hal tersebut karena manfaat utama penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pengembangan prototipe, untuk nanti dikembangkan menjadi model, tentang gambaran proses pengambilan keputusan keluarga mengapresiasi peninggalan budaya yang berkontribusi pada bidang ilmu (1) Psikologi khususnya Perilaku Konsumen
19
tentang
pengambilan
keputusan
keluarga,
Psikologi
Pendidikan
tentang
pembelajaran informal dan pembelajaran di museum, Psikologi Perkembangan tentang dinamika keluarga dan Psikologi Sosial tentang kebijakan, strategi dan program melibatkan publik; (2) Ilmu Budaya khususnya proses apresiasi budaya dan peninggalan budaya, teater dan teknik penuturan cerita atau storytelling serta kajian budaya (cultural studies), (3) Kajian Museum khususnya bagaimana museum melibatkan publik untuk mengapresiasi peninggalan budaya; serta yang terakhir namun tak kalah penting adalah (4) Kajian Perkotaan khususnya peran museum dalam kehidupan dan pertumbuhan kota serta gaya hidup keluarga urban – yang juga menjadi visi, misi dan tujuan universitas dengan mengembangkan kajian lintas disiplin demi menyumbang pada pengembangan perkotaan dan gaya hidup di lingkungan urban. Pada tatanan praktis, penelitian ini bertujuan menyusun rekomendasi kepada tim @Museum juga Museum Nasional Jakarta sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam program AkhirPekan@MuseumNasional. Sekalipun rekomendasi ini berbasis pada program ini sebagai studi kasus, hikmah ajar (lessons learned) yang diperoleh diharapkan dapat juga dikaji oleh berbagai museum yang ada di Indonesia. Munandar et al (2011) mencatat ada 262 museum di Indonesia yang dikelola oleh pemerintah dan swasta serta terdapat sejumlah upaya untuk mengajak masyarakat mengunjungi museum, yang dicanangkan melalui Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) tahun 2010 dan diikuti oleh berbagai komunitas seperti Komunitas Jelajah Budaya (KJB), Komunitas Historia Indonesia (KHI) dan Sahabat Museum hingga sekarang. Dengan mengetahui proses yang terjadi saat keluarga mengambil keputusan untuk berpartisipasi pada program ini, temuantemuan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik pada pihak museum terkait penyusunan kebijakan, strategi dan program pelibatan publik, pada pihak organisasi yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program juga pada kajian perkotaan khususnya gaya hidup keluarga urban. Hal ini selaras dengan tujuan Universitas Pembangunan Jaya untuk mengembangkan kajian-kajian dalam bidang urban development dan urban lifestyle.
20
Khusus untuk tujuan dan manfaat penelitian, perlu dijelaskan bahwa penelitian ini sendiri telah menghasilkan luaran sebagai berikut. Penelitian ini dipresentasikan dalam konferensi internasional yaitu Konferensi Internasional tentang Kualitas Kehidupan atau AMER International Conference on Quality of Life (AicQol 2015) yang berlangsung Jakarta 25-27 April 2015. Konferensi ini diikuti oleh lebih dari 50 persen non warga Negara Indonesia, sehingga forum ini memenuhi kaidah sebagai ajang internasional. Penelitian ini dipresentasikan dalam sesi Cultural Heritage bersama-sama dengan para peneliti dari berbagai bidang ilmu, seperti Arsitektur Seni Kuliner dan Manajemen Bisnis. Dengan demikian, kontribusi pada pengetahuan, sebagaimana dijelaskan pada bagian Tujuan dan Manfaat, telah berhasil dicapai oleh penelitian ini sebagai salah satu bentuk luaran (lihat Lampiran). Konferensi ini sendiri bekerjasama dengan Elsevier yaitu lembaga publikasi internasional. Makalah penelitian ini diterbitkan dalam Bahasa Inggris dalam Procedia yang diharapkan terbit dalam periode tahun 2015 (lihat Lampiran). Publikasi internasional tersebut juga menjadi bentuk luaran yang dihasilkan dari penelitian ini. Selain itu, bentuk publikasi lainnya adalah berupa jurnal. Pada saat laporan ini dibuat, penelitian ini juga tengah dalam proses pertimbangan (under review) untuk masuk ke dalam jurnal internasional yaitu Journal of Asian Behaviour Studies. Hal ini karena International Scientific Committee pada konferensi internasional yang dijelaskan di atas juga duduk pada komite seleksi jurnal tersebut dan memberikan rekomendasi agar penelitian ini dapat diteruskan ke jurnal internasional tersebut. Tentu saja masih ada proses yang teramat panjang yang perlu dilalui demi mendapatkan luaran publikasi yang disebut terakhir ini.
21
IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif kualitatif karena bertujuan untuk memahami dan mendapatkan gambaran mengenai pengalaman subyektif manusia (subjective human experience) (Gilgun, 2005). Fokus penelitian kualitatif adalah pada makna yang diberikan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sepanjang kehidupan, termasuk interpretasi yang dibuat oleh individu atas diri mereka (Gilgun, 2013). Merriams (2009) menjelaskan bahwa metode kualitatif ini memiliki keterbatasan karena temuan-temuannya tidak dapat digeneralisasikan pada populasi umum, akan tetapi sampai derajat tertentu hasil-hasil penelitian kualitatif dapat ditransfer ke lingkup lain yang serupa. Strategi penggalian (strategy of inquiry) yang digunakan untuk penelitian ini adalah studi kasus (case studies) karena memiliki kekuatan dari segi kedalaman (depth), pemahaman terhadap konteks dan proses, pemahaman tentang hal-hal apa yang menyebabkan terjadinya fenomena melalui keterkaitan antara sebab dan akibat, serta mendorong terbentuknya hipotesis dan pertanyaan riset baru (Flyvbjerg, 2011). Kumar (2011) juga menambahkan bahwa studi kasus berguna untuk mengeksplorasi area-area dimana peneliti bermaksud mendapatkan pemahaman yang holistik terhadap suatu kasus, proses dan dinamika interaksional dalam sebuah unit kajian. Metode yang digunakan adalah interpretative phenomenology analysis yang fokus pada pengalaman yang dijalani (lived experience) serta pemahaman terhadap individu yang berada di dalam konteks keluarga, komunitas dan institusi (Gilgun, 2005). Pada saat individu melibatkan diri dengan ‘sebuah pengalaman’ tentang hal tertentu dalam hidupnya, maka individu tersebut mulai berrefleksi atas makna pengalaman tersebut – dan inilah yang menjadi fokus dari interpretative phenomenology analysis (Smith, Flowers & Larkin, 2009) Tujuan metode ini adalah eksplorasi mendetil tentang bagaimana individu memberi makna pada dunia pribadi dan sosial dalam konteks tertentu dengan cara mengkaji makna dari pengalaman, peristiwa, obyek, persepsi atau kondisi tertentu (Smith & Osborn,
22
2008). Pendekatan ini sesuai dengan perspektif yang memandang museum sebagai institusi kenangan (a memory institution) dimana masa lalu diingat menurut periode waktu, berdasarkan lokasi, serta dengan cara mengaitkan gagasan atau gambaran pola pikir dengan kelompok sosial tertentu. Memori akan hanya jadi sejarah apabila tidak dikaitkan dengan pengalaman yang dijalani (lived experience) (Russo, 2013). Selama bulan Mei-Desember 2014, terdapat 9 (sembilan) pentas dongeng AkhirPekan@MuseumNasional (lihat Tabel 2 pada bab sebelumnya). Penelitian ini memilih untuk fokus pada 7 (tujuh) pementasan dongeng yang berlangsung di Museum Nasional saja (2 (dua) lainnya berlangsung di Museum Sejarah Jakarta atau Museum Fatahillah). Hal ini dilakukan demi menjaga fokus konteks penelitian. Dengan demikian, maka pentas dongeng diteliti adalah sebagai berikut: 1. Raksasa Bhairawa Pengasah Parang 2. Monalisa dari Singhasari 3. Semerbak Penggoda Raja Kelana 4. Wayang Kalijaga, Si Brandal Lokajaya 5. Ribut-ribut si Bumbung dan si Coak 6. Nenek Moyangku Orang Pelaut 7. Habis Gelap Terbitlah Terang Adapun tiap pentas dongeng disajikan masing-masing sebanyak 3 (tiga) kali dalam satu hari pementasan. Dengan demikian, total jumlah pentas dalam penelitian adalah 21 (dua puluh satu) pentas dongeng. Partisipan yang diwawancara dan diobservasi adalah mereka berpartisipasi dalam program AkhirPekan@MuseumNasional. Definisi operasional untuk keluarga yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kelompok individu yang terdiri dari minimal 2 (dua) orang; terdiri dari anggota yang kelompok usia anak (mulai dari usia sekolah sampai usia remaja atau adolescence maksimal 20 tahun) dan kelompok usia dewasa (adult atau 20 tahun ke atas) dan memiliki hubungan darah di antara
23
keduanya. Dengan demikian, hal ini berlaku untuk relasi ayah-ibu-anak, pamantante-keponakan dan kombinasi relasional marital lainnya yang sesuai, termasuk juga keluarga non tradisional. Identifikasi terhadap relasi keluarga dilakukan oleh peneliti pada saat reservasi dan pembelian tiket program. Pengambilan sampel secara purposif seperti ini memenuhi kaidah dari interpretative phenomenology analysis
yang
mensyaratkan sampel relatif
homogen dengan karakteristik dan pengalaman yang sama dalam jumlah kecil demi memungkinkan peneliti memotret pemaknaan secara mendetil (Smith & Osborn,
2009).
Hal
ini
karena
interpretative
phenomenology
analysis
memungkinkan fokus idiografis (idiographic focus) dalam mengeksplorasi bagaimana seseorang tertentu, dalam konteks tertentu, memaknai (make sense) fenomena tertentu dan membuka pintu pada peneliti untuk melakukan kajian yang mendetil atas pengalaman dan aktivitas pemakaan tersebut (Smith, Flowers & Larkins, 2009). Adapun prosedur pengambilan sampel dilakukan sebagai berikut. Berdasarkan data yang diberikan oleh tim @Museum, keluarga-keluarga yang mendaftar untuk menonton pentas dongeng dapat diidentifikasi. Pada hari pelaksanaan pentas dongeng, peneliti bersama-sama dengan tim @Museum menyambut keluarga yang telah mendaftar sebelumnya. Peneliti membangun hubungan saling percaya (rapport) dengan memperkenalkan diri dan melakukan percakapan pembuka (icebreaking) terkait dengan pentas dongeng dan manfaat untuk anak-anak. Peneliti kemudian melanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar keluarga. Keluarga yang memiliki anak pada usia sekolah (6-12 tahun) menjadi prioritas dari penelitian ini, mengingat penelitian ini memiliki keterkaitan dengan pembelajaran informal melalui museum (museum learning). Peneliti kemudian menjelaskan tujuan penelitian dan menanyakan apakah keluarga tersebut tidak berkeberatan untuk menjadi subyek penelitian ini.
24
Keluarga yang bersedia kemudian mengisi lembar kesediaan (informed consent) untuk diisi dengan tanda kesediaan dan biodata singkat serta kontak seperti nomor telpon genggam, alamat email dan lain-lain. Peneliti melakukan wawancara dengan 1 (satu) keluarga untuk total 21 pementasan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan 21 keluarga sebagai narasumber. Pengumpulan data untuk penelitian
ini
menggunakan
wawancara
semi-terstruktur
(semi-structured
interview) yang dilakukan secara tatap muka (face-to-face) dengan orang tua sebagai pihak dewasa utama yang berbicara mewakili kepentingan keluarga. Wawancara semi-terstruktur ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang disusun berdasarkan urutan tertentu sehingga jawaban satu orang dapat diperbandingkan dengan orang lain, akan tetapi tetap ada ruang fleksibilitas untuk melakukan penggalian informasi lebih lanjut misalnya dengan melakukan pertanyaan penggalian (probing) maupun menambahkan pertanyaan-pertanyaan baru ke dalam daftar (Kothari, 2004 dan Stewart & Cash, 2006). Pengumpulan data dilakukan guna menemukan jawaban terhadap pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana proses pengambilan keputusan oleh keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya di Museum Nasional melalui program AkhirPekan @MuseumNasional? Pertanyaan penelitian tersebut diturunkan ke dalam beberapa topik yang akan digali dalam wawancara. Topik-topik ini nantinya dirumuskan menjadi daftar pertanyaan wawancara untuk memandu proses pengumpulan data. Topik-topik yang akan dieksplorasi adalah:
Data-data seputar keluarga seperti jumlah anggota keluarga, latar belakang pendidikan dan profesi, dll.
Pengalaman keluarga ke museum, mengapresiasi peninggalan budaya dan mengikuti program apresiasi budaya seperti storytelling dan teater.
25
Kebutuhan, aspirasi, pembelajaran yang ingin dicapai oleh keluarga melalui aktivitas tersebut
dan alternatif
yang dipertimbangkan oleh keluarga
dibandingkan dengan aktivitas tersebut
Sumber informasi yang dijadikan referensi keluarga untuk mengambil keputusan dan pihak yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga terkait dengan aktivitas tersebut
Wawancara semi terstruktur tatap muka dalam durasi sekitar 30-60 menit. Hasil wawancara ini direkam menggunakan perekam audio (audio recorder). Dokumen audio (audio file) tersebut kemudian dibuat transkripsinya. Transkripsi ini kemudian dibaca secara cermat dengan peneliti seraya melakukan tahap-tahap sebagaimana disarankan oleh Smith (2009) yaitu: 1. Membaca transkrip untuk menemukan makna dan tema utama 2. Mengidentifikasi dan memberi catatan terhadap tema 3. Mengaitkan tema satu dengan lainnya 4. Mengambil kesimpulan Berdasarkan pembacaan kritis dan pengkajian kembali, peneliti kemudian melakukan seleksi subyek penelitian. Hal ini dimungkinkan dalam penelitian kualitatif dimana subyek-subyek yang akhirnya dipilih dari kelompok sampel adalah mereka yang paling merepresentasikan konstruk yang diteliti. Hal ini dilakukan dengan menelaah hasil transkripsi dan melakukan refleksi terhadap pengalaman wawancara dengan keluarga-keluarga tersebut. Dalam wawancara, terdapat sejumlah keluarga yang mampu mengartikulasikan pengalaman yang mereka alami, menguraikan proses secara rinci dan deskriptif, melakukan refleksi terhadap pengalaman tersebut kemudian mengelaborasikan proses pemberian makna yang mereka lakukan atas pengalaman tersebut. Peneliti kemudian memilih keluarga-keluarga tersebut atas pertimbangan di atas, selaras dengan prinsip sampel yang homogen berdasarkan pendekatan interpretative phenomenology analysis.
26
Dari proses tersebut, diperolehlah 7 keluarga dengan gambaran yang dirangkum dalam Tabel 3 di bawah ini. Adapun keseluruhan ayah dan ibu yang diwawancara berusia minimal 40 tahun. Tabel 2. Deskripsi Keluarga Keluarga Gambaran Keluarga 1 Latar Belakang Pendidikan
2
3
4
5
6
7
Ayah
S1
S2
S1
S2
S2
S1
S1
Ibu
S2
S2
S1
S1
S2
S2
S1
Ayah
Swasta
Swasta
LSM Internasional
Swasta
Wirausaha
PNS
Swasta
Ibu
Swasta
Swasta
Tidak Bekerja
PNS
Swasta
Swasta
Wirausaha
Jumlah Anggota Keluarga
3
4
4
3
4
4
3
Sumber Informasi Pentas Dongeng
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Jejaring media sosial
Latar Belakang Profesi
Refleksi dan pengkajian kembali dilakukan secara terus menerus terhadap transkripsi demi memastikan hubungan antara tema yang berhasil diidentifikasi. Demi menghindari bias maka proses pengolahan data dilakukan secara bersamasama dalam tim. Tahap-tahap pengambilan keputusan yang dilakukan di sepanjang
penelitian
juga
dikonsultasikan
dengan
teman
sejawat
demi
mendapatkan perspektif yang lebih luas. Hal ini dilakukan demi memastikan validitas dan reliabilitas dari data-data kualitatif yang terkumpul.
27
V. URAIAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berupaya untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya di Museum Nasional melalui program AkhirPekan@MuseumNasional. Proses pengambilan keputusan ini nantinya dibuat sebagai model proses bagaimana keluarga-keluarga ini mengambil keputusan, yang memetakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut.
Diharapkan gambaran proses pengambilan keputusan oleh keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya dapat memberikan kontribusi pada pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya pengembangan prototip gambaran proses pengambilan keputusan keluarga mengapresiasi peninggalan budaya untuk nantinya dikembangkan sebagai model teoretis.
Hasil penelitian ini menunjukkan tahap-tahap dari siklus proses pengambilan keputusan
dalam
keluarga
yang
dijalani
oleh
subyek-subyek
penelitian.
Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, tahap pertama adalah mengakui adanya kebutuhan keluarga untuk melewatkan waktu luang bersama.
Analisis terhadap hasil wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menemukan tahap-tahap yang dipertimbangkan oleh keluarga-keluarga yang menjadi subyek penelitian. Tahap-tahap ini disebutkan secara eksplisit dalam wawancara serta mendapatkan penekanan pemaknaan oleh subyek-subyek wawancara sehingga penting untuk dipertimbangkan secara tersendiri.
Hal tersebut adalah aspirasi keluarga (family aspiration) dan pengalaman keluarga sebelumnya
(family
prior
experience).
Ketujuh
keluarga
semuanya
mengungkapkan dalam refleksi mereka atas proses pengambilan keputusan yang mereka jalani bahwa aspirasi merupakan tahap yang terbilang penting.
28
Dalam tahap ini, orang tua memiliki aspirasi keluarga bahwa anak-anak mereka dapat memiliki kecintaan terhadap budaya. Aspirasi keluarga ini tercermin paling tegas dalam kutipan berikut ini, sebagaimana diungkapkan oleh ibu dari keluarga kedua pada saat ia melakukan napak tilas pada proses pemaknaan yang ia lakukan: “Kami ingin anak-anak kami mengetahui akar diri mereka. Sejarah tidak hanya penting di bangku sekolah. Sejarah adalah bagian dari identitas saya, suami saya dan anak-anak kami. Artefak-artefak peninggalan budaya ini merupakan jejak langkah perjalanan kita semua. Koleksi museum ini merupakan bagian dari siapa kita. Kami punya cita-cita bahwa anak-anak kami dapat menghargai peninggalan budaya Indonesia.” Berdasarkan analisa terhadap hasil wawancara yang dilakukan terhadap ketujuh keluarga yang menjadi subyek penelitian, terdapat tahap berikut yang juga menjadi kunci dalam proses pembuatan keputusan keluarga. Tahap tersebut adalah pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Sebelum berpartisipasi dalam program AkhirPekan@MuseumNasional, keluarga-keluarga yang diwawancarai telah memiliki eksposur pada program-program yang kurang lebih serupa, baik terkait dengan peninggalan budaya, teater maupun museum.
Bentuk-bentuk eksposur pengalaman ini dapat berupa pengalaman menonton teater di masa lalu atau sebelumnya pernah terlibat di program edukasi yang diselenggarakan oleh museum, atau pengalaman serupa lainnya seperti berkunjung ke galeri seni. Pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh ayah dan/atau ibu dari keluarga inilah yang berperan dalam pengambilan keputusan untuk mengajak seisi keluarga ke museum.
Dalam kesempatan ini, orang tua bermaksud untuk memberikan eksposur pengalaman yang sama kepada anak-anak mereka. Hal ini tercermin dengan jelas dalam penuturan ayah dari keluarga ketujuh. Dalam upayanya menarik hikmah (insights) terhadap proses pengambilan keputusan yang berlangsung dalam keluarga, subyek ini melakukan konstruksi makna yaitu sebagai berikut:
29
“Ketika kami sekeluarga pindah ke luar negeri karena saya dan istri saya melanjutkan pendidikan S2 kami di Wina, kami sering pergi ke museummuseum yang ada di kota itu di akhir pekan untuk menyaksikan programprogram untuk anak-anak seperti pertunjukkan boneka dan pementasan dongeng. Ketika kami berdua sama-sama masih duduk di bangku kuliah S1, kami berdua juga aktif dalam berbagai kegiatan seni dan budaya. Jadi begitu kami mengetahui tentang program AkhirPekan@MuseumNasional dari teman-teman kami, apa yang pernah kami alami di masa lalu membantu kami memutuskan untuk datang ke sini.” Tampak bahwa aspirasi dan pengalaman sebelumnya yang dimiliki oleh keluarga sama-sama berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan yang mereka lakukan untuk berpartisipasi dalam program apresiasi peninggalan budaya. Hal ini menyiratkan bahwa hal-hal yang ada di masa depan, dalam bentuk aspirasi, dan hal-hal yang ada di masa lalu, dalam bentuk pengalaman sebelumnya, samasama memiliki daya yang berkontribusi pada bagaimana mereka memutuskan untuk melewatkan waktu luang mereka di museum.
Setelah melewati kedua tahap di atas, yaitu berrefleksi tentang aspirasi di masa depan dan pengalaman di masa lalu, keluarga mengungkapkan adanya kebutuhan untuk melewatkan waktu luang di akhir pekan secara bersama-sama dalam bentuk apresiasi peninggalan budaya di museum.
Hal ini terungkap secara gamblang terutama pada keluarga keempat, baik ayah maupun ibu sama-sama mengungkapkan hal-hal berikut yang mencerminkan bagaimana keluarga mereka butuh aktivitas waktu senggang sebagai satu keluarga, yaitu sebagai berikut: “Waktu luang adalah hal yang penting bagi keluarga kami. [Waktu luang tersebut] kesempatan bagi kami semua untuk mengisi “baterei” [penekanan dengan pemberian “ “ (tanda petik) diberikan oleh penulis] kami dan sama-sama kembali menjadi satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, kami ingin melewatkan waktu luang di akhir pekan ini dengan melakukan hal-hal yang sebisa mungkin bermakna bagi kami.” [ayah]
30
“Sebagai satu keluarga, kami membutuhkan satu hal yang bisa dinikmati bersama-sama. Pergi ke museum sebagai satu keluarga untuk menikmati peninggalan budaya adalah hal yang menyenangkan bagi kami serta punya nilai pendidikan buat semua.” [ibu] Dari telaah reflektif terhadap temuan ini, maka terdapat kemungkinan untuk menarik hal-hal tersebut ke atribut-atribut seperti latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan maupun latar belakang sosial budaya dari keluarga tersebut. Latar belakang keluarga tersebut membuat mereka mampu mengkonstruksikan makna terhadap aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga sebelumnya, serta berrefleksi secara kritis atas kontribusi dari kedua hal tersebut pada bagaimana mereka mengambil keputusan.
Tahap berikutnya adalah mencari informasi yang dibutuhkan. Dari hasil wawancara dengan keluarga-keluarga subyek penelitian, maka diketahui bahwa mereka
mendapatkan
informasi
melalui
jejaring
media
sosial.
Mereka
memanfaatkan jejaring ini untuk menggali informasi terkait aspek-aspek teknis dari pentas yang akan mereka tonton, seperti durasi pentas dan narasi apa yang disampaikan dalam pentas dongeng. Jejaring media sosial ini juga mereka gunakan untuk mencari informasi tentang latar belakang sejarah dari artefak yang menjadi sumber informasi pentas dongeng.
Tampak bahwa keluarga-keluarga yang bersedia menjadi subyek penelitian ini merupakan pengguna jejaring media sosial untuk berbagi informasi sekaligus mencari informasi. Hal tersebut secara jernih dan eksplisit diutarakan oleh ibu dari keluarga kelima sebagaimana dikutip dalam uraian berikut ini:
31
“Pertama-tama, saya mengetahui tentang AkhirPekan@MuseumNasional dari pesan Whatsapp yang dikirim teman. Saya cari informasi tambahan di Facebook – tentang jadwal pentas dongeng, foto-foto dari pentas dongeng sebelumnya sekaligus tentang latar belakang sejarah dari peninggalan yang dipentaskan. Saya menunjukkan informasi ini ke seluruh keluarga saat kami makan malam bersama lalu kita berdiskusi. Saya menghubungi penyelenggara pentas dongeng melalui Twitter untuk cari tahu hal-hal teknis seperti rute menuju Museum karena jalan yang ditutup karena Car Free Day di hari Minggu.” Jejaring media sosial yang disebutkan oleh subyek tersebut, antara lain Whatsapp, Facebook dan Twitter, mencerminkan bahwa jejaring media sosial menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan subyek sehari-hari. Hal yang sama ditemukan juga pada ketujuh keluarga.
Tahap berikutnya yang dilalui oleh keluarga adalah mengevaluasi berbagai alternatif kegiatan waktu senggang yang tersedia dengan mempertimbangkan lokasi dan jadwal keluarga. Hal-hal ini dilakukan oleh tiap-tiap keluarga, masingmasing dengan kekhasan sendiri yang mencerminkan kompleksitas pengambilan keputusan keluarga, dimana anggota-anggotanya punya kebutuhan dan keinginan yang berbeda. Kesamaan dari seluruh keluarga yang diwawancara adalah proses tersebut dilakukan melalui diskusi.
Tahap selanjutnya adalah pembuatan keputusan, dimana tindakan menelpon atau mengirimkan email dilakukan oleh ayah dan/atau ibu dari keluarga-keluarga ini, demi memastikan agar keluarga mendapatkan tempat – mengingat program ini bersifat bebas biaya. Ibu dari keluarga pertama menjelaskan pertimbanganpertimbangan yang ia jadikan bahan pemikiran sebelum mengambil tindakan. Berikut paparan yang ia sampaikan kepada peneliti dalam kesempatan wawancara, dimana ia merekonstruksi dan memaknai kembali langkah-langkah yang ia lalui dalam mengambil keputusan untuk kepentingan keluarga, yaitu sebagai berikut:
32
“Kami memilih pergi ke museum karena berbagai pertimbangan. Program ini punya nilai edukasi dan budaya serta dapat dinikmati oleh seluruh anggota keluarga. Tambahan lagi, pergi ke museum murah, berbeda dengan pergi ke mall. Ke museum di hari Minggu juga menyenangkan – tidak ada kemacetan yang menyiksa karena waktunya bersamaan dengan Car Free Day. Kami juga bisa menggabungkan kunjungan ini dengan kegiatan-kegiatan lain yang juga menyenangkan, misalnya naik tur bis tingkat keliling pusat kota. Kesimpulannya, aktivitas ini merupakan alternatif yang win-win buat semua orang.” Tahap terakhir adalah mengevaluasi pasca pengambilan keputusan. Tahap ini adalah tahap ketika keluarga memutuskan apakah harapan mereka terpenuhi atau justru mereka kecewa. Proses refleksi yang kritis semacam ini tercermin secara jernih dalam kutipan yang diungkapkan oleh ibu dari keluarga ketiga yang menjadi subyek penelitian ini. Adapun ungkapan berikut mencerminkan bagaimana ia memberi nilai atas pengalaman yang diperoleh bersama sebagai satu keluarga. Kutipan tersebut adalah sebagai berikut: “Setelah pentas dongeng selesai, kami akan makan siang bersama dan ngobrol tentang acara hari ini sambil lihat-lihat foto-foto pentas dongeng juga foto-foto koleksi museum. Kami akan saling bertukar pendapat tentang apa-apa yang menarik dari pentas tadi. Kami merasa sangat senang – anak-anak terhibur dan kami bisa punya pengetahuan baru tentang peninggalan budaya. Kami juga senang bahwa ternyata banyak juga keluarga lain yang punya minat sama seperti kami. Seru melihat bahwa orang-orang lain datang juga ke acara seperti ini.” Dapat dilihat bahwa nukilan-nukilan kutipan berbagai pendapat yang terungkap dalam wawancara merupakan potret dari langkah-langkah yang diambil oleh keluarga saat mengambil keputusan. Apabila dibandingkan dengan pemaparan pada bab teori di bagian sebelumnya, maka ada beberapa persamaan tetapi ada juga beberapa perbedaan. Hal ini dirangkum dalam Gambar 1 di bawah ini yang mencakup keseluruhan tahap dalam siklus pembuatan keputusan keluarga dalam berpartisipasi dalam program apresiasi peninggalan budaya, sebagai berikut:
33
Gambar 1. Tahap-tahap dalam Siklus Proses Pembuatan Keputusan
Evalusi Pasca Pembuatan Keputusan
Aspirasi Keluarga
Pengalaman Keluarga Sebelumnya
Pembuatan Keputusan
Evaluasi Berbagai Alternatif
Mengenali Kebutuhan
Pencarian Informasi
Dapat dilihat bahwa ada dua tambahan tahap yang diketahui dari temuan penelitian ini yakni aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga sebelumnya. Telaah lebih jauh khusus untuk dua tahap tambahan ini memunculkan hal-hal yang menjadi harapan dan cita-cita keluarga sebagaimana dirangkum dalam aspirasi; juga hal-hal yang pernah menjadi kenangan atas pengalaman di masa lalu. Kedua tahap tersebut dirangkum dalam Tabel 4 berikut ini
34
Tabel 3. Aspirasi Keluarga dan Pengalaman Keluarga Sebelumnya
Aspirasi Keluarga
Pengalaman Keluarga Sebelumnya
Keluarga memiliki aspirasi agar anak- Keluarga pernah memiliki pengalaman anak
memahami
mereka,
identitas
mengetahui
akar
budaya langsung maupun tidak langsung pada sejarah pertunjukan teater, musik, tari, bentuk
mereka, memiliki kebanggaan nasional seni
kontemporer
lainnya
seperti
seabgai warga Indonesia, membangun pameran poster, animasi dll, serta apresiasi terhadap peninggalan budaya pernah melakukan kunjungan baik ke dari
nenek
moyang,
memiliki museum, galeri atau tempat-tempat
pengetahuan dan wawasan yang luas seni alternatif lainnya seperti pameran lebih
dari
sekedar
pelajaran
yang di taman sebagai salah satu bentuk
diberikan oleh guru di sekolah.
Selanjutnya,
penelitian
ini
ruang publik.
juga
mengungkapkan
temuan-temuan
berikut.
Berdasarkan telaah kritis dari hasil wawancara, diketahui bahwa proses pengambilan keputusan keluarga memiliki dinamika tersendiri antara pihak ayah dan pihak ibu. Baik ayah dan ibu sama-sama terlibat dalam proses pengambilan keputusan keluarga terkait partisipasi dalam kegiatan apresiasi peninggalan budaya. Akan tetapi perlu untuk dicermati bahwa pihak ibulah yang memainkan peran dominan.
Hal ini dapat dilihat pada tahap pengambilan keputusan. Pada tahap-tahap seperti pencarian informasi, evaluasi terhadap berbagai alternatif juga melakukan tindakan dimana keputusan diambil, pihak ibu memainkan peran kunci.
Pihak
ayah memainkan peran pendukung. Bentuk dukungan yang diberikan oleh pihak ayah adalah memberikan ruang dan waktu kepada pihak ibu untuk untuk melakukan tahap-tahap tersebut di atas.
35
Temuan ini memunculkan bahwa dalam pengambilan keputusan keluarga, pihak ibu punya peran penting. Sementara hal ini selaras dengan teori tentang kegiatan keluarga di waktu luang yang dijelaskan sebelumnya, penelitian ini memberikan afirmasi tentang peran ibu. Penelitian ini memberikan rincian bahwa untuk kegiatan apresiasi peninggalan budaya yang dilakukan oleh keluarga di waktu luang, pihak ibu memegang peran penting dalam siklus pengambilan keputusan.
Dalam pengambilan keputusan tersebut, hal-hal yang menjadi pertimbangan ibu adalah sebagai berikut. Manfaat bagi anak adalah hal utama, dimana dirinci lebih jauh pada manfaat dari segi pendidikan dan nilai-nilai budaya. Hal ini juga memiliki kaitan dengan temuan sebelumnya tentang aspirasi dan pengalaman keluarga sebelumnya – dimana ada hubungan antara keduanya.
Dapat dilihat bahwa aspirasi masa depan dan kenangan akan pengalaman keluarga di masa lalu menjadi faktor-faktor kognitif dan afektif, pihak ibulah yang melanjutkan ke dalam faktor perilaku dengan mengambil peran dominan. Ibu yang menjadi pihak yang mengubah intensi menjadi aksi dengan cara mengambil porsi kunci dalam proses pembuatan keputusan keluaga. Untuk lebih jauhnya, lihat pada Tabel 5 di bawah ini dimana perbedaan peran antara pihak ayah dan ibu diuraikan secara lebih detil.
36
Tabel 4. Peran Ayah dan Ibu dalam Pengambilan Keputusan Keluarga
No
Tahap
Peran Dominan Ayah
Ibu
1
Aspirasi Keluarga
X
X
2
Pengalaman Keluarga Sebelumnya
X
X
3
Mengenali Kebutuhan
X
X
4
Pencarian Informasi
X
5
Evaluasi Berbagai Alternatif
X
6
Pembuatan Keputusan
X
7
Evaluasi Pasca Pembuatan Keputusan
X
X
Tabel di atas memperlihatkan bahwa pihak ayah dan ibu sama-sama berperan dalam proses pengambilan keputusan. Hanya saja pada tahap-tahap tertentu, pihak ibulah yang berperan dominan, dengan dukungan dari pihak ayah.
Kajian lebih mendalam terhadap peran ibu memunculkan hal-hal berikut. Dalam berperan kunci saat mengambil keputusan keluarga, maka peran yang diambil oleh ibu adalah sebagai influencer, gatekeeper juga sebagai decider dan buyer. Peran influencer dan gatekeeper dilakukan ibu pada tahap pencarian informasi dan evaluasi berbagai alternatif. Sedangkan peran sebagai decider dan buyer juga dilakukan oleh ibu pada tahap berikut yakni pembuatan keputusan. Dalam menjalankan peran-peran tersebut, keluarga melalui proses diskusi dimana pihak ibu menjadi fasilitator yang memungkinkan keseluruhan tahap dari siklus pengambilan keputusan berjalan. Dengan demikian, sekalipun basis pengambilan keputusan adalah konsensus, pihak ibu punya kontribusi penting dengan memainkan peran-peran tersebut di atas pada tahap-tahap dimana pihak ayah memilih mengambil posisi sebagai pendukung. Untuk jelasnya, lihat Gambar 2 yang memvisualisasikan peran ibu dalam siklus pembuatan keputusan keluarga.
37
Gambar 2. Peran Ibu dalam Pembuatan Keputusan
Gatekeeper
Influencer
Decider
Ibu
Buyer
Gambar di atas merangkum bagaimana pihak ibu dalam keluarga berperan dalam proses
pengambilan
keputusan
keluarga
terkait
dengan
partisipasinya
mengapresiasi peninggalan budaya yang menjadi koleksi museum nasional melalui program AkhirPekan@MuseumNasional.
38
VI. URAIAN HASIL DAN KEBARUAN DALAM BIDANG PENELITIAN
Hasil-hasil yang ditemukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut. Sementara tahap-tahap siklus pengambilan keputusan keluarga terkait waktu luang tercermin juga dalam penelitian ini, terdapat dua tambahan tahap yang ditemukan dari analisis terhadap hasil wawancara.
Adapun tahap tersebut adalah aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga sebelumnya. Kedua tahap ini tidak memiliki kontribusi pada siklus pengambilan keputusan keluarga terkait waktu luang seperti pergi ke mall. Dapat dilihat bahwa untuk
mengapresiasi
peninggalan
budaya
di
museum
melalui
program
AkhirPekan@MuseumNasional, maka tahap-tahap pengambilan keputusan yang dilakukan oleh keluarga menjadi sedikit berbeda.
Kajian reflektif terhadap hasil wawancara menggunakan pendekatan interpretative phenolenology analysis ini mengungkapkan hal-hal berikut. Ada pemberian makna atau sense-making yang berbeda pada pengambilan keputusan keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya sebagaimana dipotret oleh penelitian ini. Hal ini dapat dijelaskan lebih lanjut berikut ini.
Pergi ke mall tidaklah mensyaratkan adanya aspirasi keluarga seperti menyadari akar
budaya
Indonesia
atau
menyadari
kekayaan
peninggalan
sejarah
sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini. Keluarga cukup mengenali adanya kebutuhan akan waktu senggang bersama-sama sebagai keluarga. Aspirasi tentang cita-cita ideal di masa mendatang yang dianggap berharga untuk dicapai oleh keluarga tampaknya tidak memiliki kontribusi pada keputusan pergi ke mall. Ke mall adalah aktivitas waktu luang yang tidak diputuskan oleh keluarga atas dasar aspirasi. Hal serupa juga tampak pada tahap berikutnya yakni pengalaman keluarga sebelumnya. Pengalaman serupa keluarga di masa lalu tampaknya tidak memiliki kontribusi pada keputusan keluarga untuk pergi ke mall.
39
Pendekatan interpretative phenomenology analysis terhadap analisis atas hasil wawancara membuka pintu bahwa ada keluarga-keluarga tersebut, dalam konteks berpartisipasi
dalam
program
apresiasi
peninggalan
budaya
AkhirPekan@MuseumNasional, memberikan makna tersendiri terhadap kegiatan waktu luang tersebut.
Yang juga menarik untuk dilihat lebih lanjut adalah bahwa pemaknaan yang berbeda tersebut membawa keluarga-keluarga tersebut menuju ke tahap berikut yaitu kebutuhan. Ketika keluarga-keluarga yang bersedia menjadi subyek penelitian ini diminta untuk melibatkan diri pada pengalaman “proses pembuatan keputusan
keluarga
untuk
mengapresiasi
peninggalan
budaya
melalui
AkhirPekan@MuseumNasional”, pengalaman yang dijalani menjadi direfleksikan dan keluarga-keluarga tersebut melakukan eksplorasi tentang bagaimana mereka memberi makna pada pengalaman tersebut. Analisis atas hasil wawancara menunjukkan adanya jukstaposisi makna: antara “aspirasi” dan “memori”, antara “angan-angan” dan “kenangan” serta antara “masa depan” dengan “masa lalu”.
Dalam penelitian ini, jukstaposisi ini memunculkan keragu-raguan pada peneliti untuk menentukan sekuens antara tahap aspirasi keluarga dan tahap pengalaman keluarga sebelumnya. Apakah pengalaman keluarga sebelumnya membuat keluarga tersebut membangun aspirasi atau aspirasi muncul sebagai stimulus untuk memanggil pengalaman tertentu dari ruang penyimpangan kenangan? Pertanyaan selanjutnya yang juga menimbulkan keraguan pada peneliti adalah: apakah kedua tahap ini berlangsung secara serial berurutan atau secara paralel bersamaan? Peneliti kemudian mengambil diskresi untuk mendahulukan aspirasi keluarga sebelum pengalaman keluarga – dengan mempertimbangkan bahwa subyek-subyek yang diwawancarai semuanya menyebutkan terlebih aspirasi keluarga baru kemudian pengalaman mereka sebelumnya. Asumsi peneliti adalah aspirasi memiliki makna yang lebih tinggi, besar, berarti dan penting bagi keluarga, dibandingkan pengalaman.
40
Temuan ini juga kemudian dikaitkan dengan temuan lain dalam penelitian ini yakni peran ibu dalam proses pembuatan keputusan keluarga. Dalam wawancara dan analisis hasil menggunakan pendekatan interpretative phenomenology analysis, tampak bahwa ketika mereka diminta untuk memberikan makna, maka posisi ibu dimaknai sebagai influencer, gatekeeper, decider dan buyer – dan berperan kunci pada tahap pencarian informasi, evaluasi terhadap berbagai alternatif dan akhirnya pada tahap pembuatan keputusan itu sendiri.
Dalam proses pemaknaan ini, hikmah yang dipetik dari proses berpikir reflektif yang dijalani oleh para subyek mengungkapkan makna “ibu” dalam dunia sosialnya sebagai satu unit keluarga – terutama dalam mempertimbangkan kepentingan anak dari segi edukasi maupun nilai-nilai budaya. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ibu memainkan peran dominan dalam pengambilan keputusan atas nama kepentingan dari anak.
Dalam analisis interpretative phenomenology analysis, tampak bahwa terdapat lagi-lagi jukstaposisi – yaitu antara “ibu” dan “museum.” Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, museum memainkan peranan membangun sumber daya manusia melalui pengembangan pengetahuan, keterampilan, kompetensi dan sikap dan menjadi pusat dan akselerator dari berbagai upaya penciptaan masyarakat madani. Makna “ibu” yang dikonstruksikan oleh keluarga-keluarga yang terlibat dalam wawancara ini kurang lebih serupa dengan “museum” – yakni mempertimbangkan anak, yang nota bene generasi berikut. Dengan kata lain, “ibu” menjadi bentuk personifikasi dari “museum” itu sendiri.
Dari uraian hasil penelitian tersebut di atas, penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang dapat dipertimbangkan sebagai kebaruan dalam bidang penelitian. Kebaruan dalam bidang penelitian ini berangkat dari adanya jukstaposisi atas makna-makna sebagaimana di jelaskan di atas.
41
Makna-makna tersebut boleh jadi berbeda, kontras bahkan bertolak belakang. Peran “Ibu” berbeda dengan peran “Museum”, “Aspirasi” tidak sama dengan “Memori”, “Angan-angan” kontras dengan “Kenangan” dan “Masa Depan” bertolak belakang dengan “Masa Lalu.” Akan tetapi refleksi atas pembacaan terhadap hasil wawancara melalui proses analisis berpendekatan interpretative phenomenology analysis ini memunculkan bagaimana makna-makna tersebut pada akhirnya membuahkan pada satu kesatuan makna yang dikonstruksi oleh keluarga terhadap peninggalan budaya.
Peninggalan budaya dipersepsikan sebagai salah satu bentuk ekspresi aspirasi juga ekspresi memori, bentuk representasi angan-angan juga representasi kenangan, ikon masa depan sekaligus masa lalu juga simbolisasi peran ibu dan peran museum itu sendiri. Intensi yang ada pada keluarga terhadap peninggalan budaya yang dikoleksi oleh museum, yang kemudian muncul dalam proses pengambilan keputusan keluarga, bertolak dari makna-makna yang saling terjukstaposisi tersebut.
Peneliti mencoba memvisualisasikan hal tersebut dalam Gambar 3 berikut ini. Gambar 3 ini dimaksudkan oleh peneliti sebagai prototipe proses konstruksi makna (meaning-making process) yang implisit terdapat dalam siklus proses pembuatan keputusan keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya di museum,
dalam
konteks
partisipasi
mereka
dalam
program
AkhirPekan@MuseumNasional.
42
Gambar 3 Prototipe Proses Pemaknaan Keluarga terhadap Peninggalan Budaya
Aspirasi | Memori Angan-angan | Kenangan Masa Depan | Masa Lalu Peran Ibu | Peran Museum
Peninggalan Budaya
Keluarga
Museum
Prototipe di atas membutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut agar dapat disempurnakan lebih jauh menjadi model teoretis. Nantinya diharapkan model teoretis dari konstruksi makna atas peninggalan budaya oleh keluarga dapat dibangun dan digunakan sebagai basis untuk berbagai inisiatif peningkatan apresiasi.
43
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana proses pengambilan keputusan oleh keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya di Museum Nasional melalui program AkhirPekan@MuseumNasional? Penelitian ini mengungkapkan bahwa menurut tujuh keluarga yang menjadi subyek penelitian ini, proses tersebut diawali dari adanya aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga di masa lalu, dilanjutkan dengan adanya pengakuan terhadap kebutuhan keluarga, kemudian keluarga melakukan pencarian informasi yang kemudian membawa ke langkah berikutnya yaitu evaluasi terhadap berbagai alternatif. Tahap berikutnya adalah pembuatan keputusan dan akhirnya ditutup dengan evaluasi pasca pembuatan keputusan. Dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap di atas adalah tahap-tahap pengambilan keputusan
yang diambil oleh keluarga. Dari temuan tersebut, penelitian ini
mengidentifikasi adanya tambahan tahap yakni aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga. Kedua tambahan tahap ini merupakan tambahan dari pengambilan keputusan yang biasanya berlaku pada transaksi barang dan jasa. Dari kedua tahap ini, terdapat jukstaposisi makna antara “aspirasi” dan “memori”, “anganangan” dan “kenangan”, “masa lalu” dan “masa depan.”
Dikaitkan dengan peran ibu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam proses pembuatan keputusan keluarga untuk mengapresiasi peninggalan budaya, terdapat perbedaan peran antara pihak ayah dan pihak ibu. Dengan demikian, terdapat relasi kait mengait antara makna-makna yang diidentifikasi. Ibu, dalam penelitian ini, berperan dalam setiap tahap proses pembuatan keputusan keluarga - kemudian secara khusus memainkan peran dominan pada tahap-tahap tertentu yaitu pencarian informasi, evaluasi berbagai alternatif dan pembuatan keputusan dengan mengambil peran sebagai influencer, gate-keeper, decider dan buyer. Latar belakang dari peran ibu ini adalah demi kepentingan pengasuhan atas anak yang merupakan generasi mendatang. Hal ini memunculkan jukstaposisi makna antara “peran ibu” dan “peran museum.”
44
Kesimpulan-kesimpulan di atas diperoleh dari analisis atas temuan-temuan dalam penelitian. Hal-hal tersebut dapat digunakan untuk memberikan rekomendasi pada tatanan praktis. Mengingat ibu punya peran dominan dalam proses pengambilan keputusan keluarga terkait apresiasi peninggalan budaya, maka sebaiknya museum menyusun program-program yang menarik bagi ibu. Nantinya ibulah yang kemudian membawa keluarga untuk berkunjung ke museum demi mengapresiasi peninggalan budaya. Dalam menyusun program tersebut, museum dapat memberikan penegasan pada manfaat-manfaat yang dapat dipetik oleh anak. Selain itu, museum dapat juga menyentuh pengalaman-pengalaman keluarga sebelumnya terutama berupa eksposur pengalaman budaya – misalnya dengan membuat program yang memadukan bentuk-bentuk ekspresi budaya antara lain pertunjukan tari atau pameran lukisan dengan koleksi artefak museum. Penggambaran tentang museum sendiri juga dapat disampaikan dengan bentukbentuk pencitraan yang dekat dengan figur ibu, mengingat adanya jukstaposisi makna antara ibu dengan museum. Hal ini dapat meningkatkan keakraban (familiarity) pihak ibu dengan museum, dimana nantinya pihak ibu akan datang membawa seisi keluarga.
Selain rekomendasi pada tatanan praktis, penelitian ini juga membuahkan sejumlah saran dalam bentuk usulan penelitian lanjutan di masa mendatang. Penelitian-penelitian yang dapat dilakukan dengan berpijak pada temuan-temuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Penelitian tentang aspirasi keluarga dan pengalaman keluarga sebelumnya penting untuk digali dalam kesempatan lain di masa mendatang. Perbandingan antara peran pihak ibu dan pihak ayah juga dapat dijadikan penelitian terpisah yang berkontribusi pada pengembangan psikologi keluarga. Selain orang tua, penelitian-penelitian berikut juga dapat mengembangkan fokus pada bentuk-bentuk keluarga dan peran-peran orang dewasa yang lain.
45
Penelitian yang bersifat membandingkan antara museum dengan galeri juga dapat dilakukan, dimana keduanya berpijak pada peninggalan budaya. Selain itu, penelitian-penelitian lainnya dapat melihat bagaimana peninggalan budaya dibandingkan dengan pameran yang bersifat lebih kontemporer – apa persamaan dan perbedaan di antaranya dalam hal pengambilan keputusan keluarga untuk mengapresiasi bentuk-bentuk budaya tersebut. Selain itu, penelitian-penelitian lain juga dapat dikembangkan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok lain yang juga menjadi konsumen museum, antara lain siswa dan guru sekolah.
Selain itu, area-area yang dapat dikembangkan dalam penelitian selanjutnya adalah penggunaan bentuk-bentuk kreatif untuk membangun apresiasi. Penelitian ini melihat penggunaan teater, hal ini dapat dilanjutkan dengan bentuk-bentuk lain misalnya seni poster, musik sampai tari dan lainnya. Perbandingan efektivitas dapat dilakukan dengan menelaah perbedaan-perbedaan ekspresi penyajian. Selain itu, apresiasi peninggalan budaya ini dapat dikaitkan dengan kualitas kehidupan, terutama di dalam ruang lingkup urban.
Terakhir,
penelitian
ini
bersifat
kualitatif
dan
temuan-temuannya
dapat
diterjemahkan ke dalam indikator-indikator yang bersifat kuantitatif. Penelitian lanjutan dengan metode tersebut dapat dilakukan demi menghasilkan temuantemuan yang dapat digeneralisasikan, sehingga manfaat dan dampak dapat membidik cakupan yang lebih besar.
46
VIII. DAFTAR PUSTAKA Butler, I., Robinson, M. & Scanlan, L. (2005) Children and Decision Making London: National Children’s Bureau for the Joseph Rowntree Foundation. Corsane, G. (2005) “Issues in Heritage, Museums and Galleries” dalam Corsane, G. (editor) Heritage, Museums and Galleries: An Introductory Reader London Routledge. Crosbie-Burnett, M. & Klein, D.M. (2013) “The Fascinating Story of Family Theories” dalam Bray, J.H., Stanton, M. The Wiley-Blackwell Handbook of Family Psychology Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Ellenbogen, K.M. (2011) “Museums in Family Life: An Ethnographic Case Study” dalam Leinhardt, Crowley & Knutson (editor) Learning Conversation in Museums New Jersey: Taylor & Francis e-Library. Falk, J.H. & Dierking, L.D. (2000) Visitor Experiences and the Making of Meaning California: AltaMira Press. Flyvbjerg, B. (2011) “Case Study” dalam Denzin, N.K & Lincoln, Y.S. (eds) The SAGE Handbook of Qualitative Research edisi ke-4 London: SAGE Publication. Giebelhausen, M. (2003) Introduction: the Architecture of the Museum – Symbolic Structures, Urban Contexts New York: Palgrave. Gilgun, J.F. (2013) in “Qualitative Family Research: Enduring Themes and Contemporary Variations” dalam Peterson, G.W. & Bush, K.R. (editor) Handbook of Marriage and the rd Family 3 edition New York Spinger Science+Business Media. Gilgun, J.F. (2005) “Qualitative Research and Family Psychology” dalam Journal of Family Psychology Vol. 19, No. 1, halaman 40-50. Gilmour, T. (2007) Sustaining Heritage: Giving the Past a Future Sydney: Sydney University Press. Haas, C. (2007) “Families and Children Challenging Museums” dalam Lord, B. (editor) The Manual of Museum Learning Lanham: AltaMira Press. Hakiwai, A.T. (2005) “The Search for Legitimacy: Museums in Aotearoa, New Zaeland – a Maori Viewpoint” dalam Corsane, G. (editor) Heritage, Museums and Galleries: An Introductory Reader London Routledge. Hike, D.D. (1989) “The Family as a Learning System: An Observational Study of Families in Museums” dalam Marriage and Family Review Vol. 13 Issue 3-4, 1989, halaman 101129. Hoffman, T.L. (1997) ‘The Role of Public Participation: Arizona’s Public Archaeology Program” dalam Jameson, J.H. (editor) Presenting Archaeology to the Public: Digging for Truths California: AltaMira Press. Hood, M.G. (1989) “Leisure Criteria of Family Participation and Nonparticipation in Museums” dalam Marriage and Family Review Vol. 13 Issue 3-4, 1989, halaman 151-169.
47
Jenkins, J. & Pigram, J. (2004) Encyclopedia of Leisure and Outdoor Recreation London: Routledge. Jensen, N. (1999) “Children, Teenagers and Adults in Museums: a Developmental Perspective” dalam Hooper-Greenhill, E. (editor) The Educational Role of the Museum London: Routledge. Kothari, J. (2004) Research Methodology: Methods and Techniques New York: New Age International. Kolb, B.M. (2013) Marketing for Cultural Organizations: New Strategies for Attracting and rd Engaging Audiences 3 edition New York Taylor & Francis Kumar, R. (2011) Research Methodology: a Step-by-Step Guide for Beginners London: Sage. Leinhardt, G. & Crowley, K. (2009) “Objects of Learning, Objects of Talk: Changing Minds in Museums” dalam Paris, S.G. (editor) Perspectives of Object-Centered Learning in Museums New Jersey: Taylor & Francis e-Library. Lord, B. (2007) ‘Introduction’ dalam Lord, B. (editor) The Manual of Museum Learning Lanham: AltaMira Press. Mariani, E. (2013) Telling Tales at the National Museum terbit di The Jakarta Post 11 Oktober 2013 dan diakses dari http://www.thejakartapost.com/news/2013/10/11/tellingtales-national-museum.html pada tanggal 20 Februari 2014. Marshall, D. (2010) Understanding Children as Consumers London: Sage Publication. Merriam, S.B. (2009) Qualitative Research: a Guide to Design and Implementation 2 edition San Francisco: John Wiley & Sons.
nd
Mottiar, Z. & Quinn, D. (2003) “Couple Dynamic in Household Tourism Decision Making: Women as the Gatekeepers?” dalam Journal of Vacation Marketing April 2004 Vol. 10 No. 2 halaman 149-160. Munandar, A.A. et al (2011) Sejarah Permuseuman di Indonesia Jakarta: Direktorat Permuseuman Newman, A. (2005) “Understanding the Social Impact of Museums, Galleries and Heritage through the Concept of Capital” dalam Corsane, G. (editor) Heritage, Museums and Galleries: An Introductory Reader London Routledge. Prentice, R. (2005) “Heritage: the Key Sector in the ‘New’ Tourism” dalam Corsane, G. (editor) Heritage, Museums and Galleries: An Introductory Reader London Routledge. th
Peter, J.P. & Olson, J.C. (2010) Consumer Behavior and Marketing Strategy 9 edition New York: McGraw-Hill International Edition Rizo, I. & Mignosa, A. (2013) Handbook on the Economics of Cultural Heritage Massachusetts: Edward Elgar Publishing Limited.
48
Rosi, A. (1998). Museum Nasional Guide Book. Jakarta: PT Indo Multi Media,Museum Nasional and Indonesian Heritage Society. Russo, A. (2012) “The Rise of the ‘Media Museum: Creating Interactive Cultural Experiences through Social Media” dalam Giaccardi, E. (editor) Heritage and Social Media: Understanding Heritage in a Participatory Culture New York: Routledge. th
Shiffman, L.G., Kanuk, L.L & Wisenblit, J. (2010) Consumer Behavior 10 edition New York: Pearson Prentice Hall. Smith, J.A., Flowers, P. & Larkin, M. (2009) Interpretative Phenomenological Analysis: Theory, Method and Research London: Sage Publications. Smith, J.A. & Osborn, M. (2008) “Interpretative Phenomenological Analysis” dalam Smith, J.A. (editor) Qualitative Psychology: A Practical Guide to Research Methods London: Sage Publications. Siregar, L. (2013) ‘Ibu’ Asks Questions of Who We Serve dipublikasikan 30 Oktober 2013 dan diakses http://www.thejakartaglobe.com/features/ibu-asks-questions-of-who-weserve/ pada tanggal 20 Februari 2014. Soerjoatmodjo, G.W.L (2015) Storytelling, Cultural Heritage and Public Engagement in AkhirPekan@MuseumNasional Procedia Social and Behavioral Science Vol. 184, pp. 8794 doi: 10.1016/j.sbspro.2015.05.057 Soerjoatmodjo, Y. (2014) Presentasi Laporan Museum Nasional manuskrip tidak diterbitkan. th
Steward, C.J. & Cash, W.B. (2006) Interviewing: Principles and Practices 11 edition New York: McGraw-Hill International Edition
Solomon, M.R. (2011) Consumer Behavior: Buying, Having and Being edisi ke-9 New York: Pearson Prentice Hall. Teater Koma (2013, 11 September) AkhirPekan@MuseumNasional - Keris Puputan Klungkung [Dokumen Video] diakses dari http://www.youtube.com/watch?v=_ZSCi4dYRqI Teater Koma (2013, 26 September) AkhirPekan@MuseumNasional - Samurai Bersepeda [Dokumen Video] diakses dari http://www.youtube.com/watch?v=Ve6aq1EXrws Teater Koma (2013, 11 Oktober) AkhirPekan@MuseumNasional - Tenggelamnya Kapal Tek Sing [Dokumen Video] diakses dari http://www.youtube.com/watch?v=DwnpjQVmeck Teater Koma (2014a, 24 Januari) AkhirPekan@MuseumNasional - Raksasa Bhairawa Pengasah Parang [Dokumen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=D5L2yd_mQ8s Teater Koma (2014b, 24 Januari) AkhirPekan@MuseumNasional - Raibnya Celengan Majapahit [Dokumen Video] diakses dari http://www.youtube.com/embed/h-Mz98lT168 Teater Koma (2014a, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Monalisa dari
49
Singhasari [Dokumen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=B5RA2RnA3BY Teater Koma (2014b, 4 November) Akhir Pekan@Museum Nasional – Semerbak Penggoda Raja Kelana [Dokumen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=yeRfzsFXhUU Teater Koma (2014c, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional - Wayang Kalijaga Parang [Dokumen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=2xf0mtChXRE Teater Koma (2014d, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Ribut-Ribut si Bumbung dan si Coak [Dokumen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=cbllGz7Td-E Teater Koma (2014e, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Nenek Moyangku Orang Pelaut [Dokmen Video] diakses dari https://www.youtube.com/watch?v=vy8vatCtFI&list=PL2gonoMwL3W1kkvnzjBiS4yr-LH81TKfO&index=24
50
IX. LAMPIRAN
51
52
1. Background Quality of life is a multi-faceted concept encompasses not only sustainable environmental development but also economic, social and cultural - including cultural heritage. Hence, cultural heritage preservation plays key roles in quality of life. This would, first, require appreciation of cultural heritage. The following is an example of a program designed to develop cultural heritage appreciation. AkhirPekan@MuseumNasional or Weekend at Museum Nasional is a Sunday 15-to-20-minute theatre for family organized by a museum consultancy, @Museum, in collaboration with the renowned Teater Koma for Indonesia’s National Museum. Despite of its prime location in the heart of Jakarta and highly affordable ticket prices (Rp 7,000 or 0.54 USD for adult and Rp 5,000 or 0.39 USD for children), this 237-year-old museum has a meagre 208,000 visitors in 2011 – rather insignificant compared to 847,000 visitors per year for National Museum of Singapore or 10 million visitors per year for Louvre Museum in France (Mariana, 2013). Taking the inspiration from more than 140,000 museum artefacts, this freeof-charge program is performed at the specific gallery where the related collection is on display to bring the audience in close proximity to the items. These performances of Keris Puputan Klungkung (The Klungkung Daggers) (Teater Koma, 2013, 11 September), Samurai Bersepeda (The Cycling Samurai) (Teater Koma, 2013, 26 September), Karamnya Kapal Tek Sing (The Drowning of the Tek Sing Junk) (Teater Koma, 2013, 11 October), Raibnya Celengan Majapahit (The Disappearance of the Majapahit Piggy Bank) (Teater Koma, 2014a, 4 November), Kuda Perang Pangeran Diponegoro (Prince Diponegoro’s War Horse) (Teater Koma, 2014a, 24 January) and Raksasa Bhairawa Pengasah Parang (Bhairawa, the Blade Wielding Giant) (Teater Koma, 2014b, 24 January), are showcased from September to December 2013 and promoted via social media networks. Research done by Soerjoatmodjo (2014) highlights how storytelling be used to cultivate public engagement to appreciate cultural heritage. The program continues in May-October 2014, encompassing Raksasa Bhairawa Pengasah Parang (Bhairawa, the Blade Wielding Giant) (Teater Koma, 2014b, 24 January), Monalisa dari Singhasari (Monalisa from Singhasari) (Teater Koma, 2014a, 4 November), Semerbak Penggoda Raja Kelana Pelaut (The Fragrance that Launched a Thousand Ships) (Teater Koma, 2014b, 4 November), Wayang Kalijaga, si Brandal Lokajaya (Kalijaga’s Shadow Puppet, The Thug from Lokajaya) (Teater Koma, 2014c, 4 November), Ribut-Ribut si Bumbung dan si Coak (Bumbung and Coak’s Salvo Serenade) (Teater Koma, 2014d, 4 November), Nenek Moyangku Orang Pelaut (Sailors are My Ancestors) (Teater Koma, 2014e, 4 November) and Habis Gelap Terbitlah Terang (Through the Darkness Into the Light). This writing is a follow up from previous research done by Soerjoatmodjo (2014) on AkhirPekan@MuseumNasional in September-December 2013. As it
53
focuses on the same program on its May-October 2014 period, it investigates further. This writing zooms in on the decision-making process which leads to family participation in the program. The purpose of this research is to uncover the decision-making process undertaken by families to take part in appreciating cultural heritage. The objective of the writing is to address the following research question: how families undertake their decision-making process to appreciate cultural heritage through AkhirPekan@MuseumNasional program? 2. Literature Review Previous research done by Soerjoatmodjo (2014) on AkhirPekan@MuseumNasional program showcases how storytelling is used to create public engagement with cultural heritage. It resonates with Simşek & Kesici (2012) that creative approaches can effectively be used in museum learning by developing a sense of belonging. Günay (2012) as well as Shamsidar, Abbas, Yusof & Taib (2013) have documented how appreciation of cultural heritage contributes to children’s intellectual, physical, emotional, cognitive, social and aesthetical developments. It can be concluded that museums bring families together for quality interaction. It is no surprise that museums target families as main consumers (Haas, 2007). Shamsidar, Abbas, Yusof & Taib (2014) zoom in on museum learning, in which parents can shape children’s understanding about museum collection, duration of stay in the museum and the overall learning experience as facilitators. Relation of this study to previous research is that despite of the abovementioned benefits of museum learning and heritage appreciation programs, Lupu, Laurentiu & Norel (2013) capture that parents prefer spending their time with their children in other leisure activities rather than taking part in cultural variants. Meanwhile, research on museum family programs in Teo, Khan & Rahim (2013) focuses only on the family duration of stay and spending behaviour in the museum. Hence, further studies are needed to examine how families get involved in cultural heritage appreciation in museums, as highlighted by Aslan & Aslan (2012). Better understanding of this process would hopefully contribute to museums all over Indonesia - a total of 262 (Munandar et al., 2011). From literatures reviewed, issue of this research is the decision-making process undertaken by families participating in AkhirPekan@MuseumNasional. Family comprises of at least two individuals – a householder and another individual related to him/her - based on blood, marriage or adoption ties (Peter & Olson, 2010). A family comprises of members from different generations with different needs and wants - all interacting and influencing each other. Hence, family decision-making is a complex, situational as well as a dynamic process which needs to be understood as a whole.
54
Families, according to Tanksale, Neelam & Venkatachalam (2013), are consumers undertaking decision-making process in choosing goods and service – including leisure activities such as heritage programs. Rizzo & Mignosa (2013) affirm that families play key roles in cultural consumption or financial transaction to purchase, subscribe or obtain cultural contents including experience. Decision itself is defined as a goal-directed, problem-solving motivated act of choosing amongst two or more alternatives (Peter & Olson, 2010). In terms of consuming cultural experience, family looks for social interaction, active participation as well as entertainment values. To achieve family goals in participating in leisure time activities, they go through stages of Kolb (2013) decision-making process cycle, as follow: 1. Problem or need recognition, e.g. what the family needs to do in leisure time. 2. Information search, e.g. researching for information on through websites. 3. Evaluation of alternatives, e.g. considering factors such as parking space and available events. 4. Decision-making, e.g. reserving tickets for the family 5. Post decision-making evaluation, e.g. discussing the experience to assess whether it matches family expectation or not. In family decision-making process, parents and children take on different roles, yet there is a two-way interaction between both. Regarding the decisionmaking process undertaken by families regarding leisure activities, all members of the family play different roles. According to Peter & Olson (2010), those roles are as follow: 1. Influencer - who is the information provider regarding particular product or service to the family. 2. Gatekeeper - who controls the flow of information to the family on product or service. 3. Decider - who decides product or service to be chosen by the family. 4. Buyer - who purchases product or service to be consumed by the family. 5. User - who use the product or service chosen by the family. 6. Disposer - who takes the role of terminating the use of product or service selected by the family. Borrowing the findings from Mottiar & Quinn (2003) from leisure decisionmaking process, mothers are known to play dominant roles in those stages, by taking up parts as influencer to disposer from need recognition to post-decisionmaking evaluation stage. Solomon (2013) highlights that, even though, the
55
process is participatory involving parents and children, mothers are the ones who start the discussion, gather information up to take action in technical aspects such as ticket reservation. It is clear that while cultural heritage appreciation, museum learning and their benefits are widely documented, families might not put it as a priority, partly due to other leisure activities available as alternatives. Understanding the decisionmaking process undertaken by families who took part in AkhirPekan@MuseumNasional would contribute to the development of the body of knowledge regarding cultural heritage, which contributes to the advancement of quality of life. 3. Methodology Methodology used in this research is as follow. The objective of the research requires qualitative method. Quoting Keegan (2009), qualitative research is particularly well suited to the exploration of research areas, including new products and services at various stage of development – which applies to AkhirPekan@MuseumNasional as a new program developed for cultural heritage appreciation. This type of research also opens doors to a description of subjective human experience. This writing adopts case study as strategy of inquiry on AkhirPekan@MuseumNasional. It is because case study offers strength in terms of depth, understanding in both context and process, on causal factors of certain phenomena tied in cause-and-effect relationship. Also, as argued by Kumar (2011), case study is a useful design in exploring an area in order to have a holistic view of the phenomenon or group as it provides an overview and in-depth understanding of a case, process and interactional dynamics within a unit of study. The author realizes limitations of this methodology, in which, as Merriams (2009) explains, findings cannot be generalized to a general population, yet it can be transferable to another similar setting in some degree. Data gathering tool of this writing is semi-structured interview to allow comparisons between subjects while opening doors to flexibility (Steward & Cash, 2006). This is done by devising a list of interview questions using decision-making stages and roles as framework. Questions are also designed to enable expansion of queries to accommodate probing for further investigation. Face-to-face interview are done with parents of the families while children are welcome to add their point of views if they have any. Audio recording are then transcribed in verbatim. Next, transcripts are analysed into coding. Approach used in coding is interpretative phenomenology analysis (IPA) as it allows idiographic focus to explore how a given person, in a given context, makes sense of a given phenomenon and enables a close examination of the experiences and meaning-making activities (Smith, Flowers & Larkins, 2009) Procedures of this research are as follow. Based on data provided by @Museum team, the author identifies families who registered for AkhirPekan@MuseumNasional. On the day of the performance, the author greets
56
representatives of the attending families with children in their school years (6-12 years old or elementary schools), since children from this age group are key beneficiaries of museum learning. The author explains the research purpose, provides informed consent forms to be signed and then conducts 30-to-60 minute face-to-face interviews with the families who participated in this purposive sampling. This is in line with Smith & Osborn (2008) who suggests using a reasonably homogenous pool of participants in qualitative designs, especially in interpretative phenomenological analysis, especially since the purpose is to capture the essential sense making of the participating subjects in details. Analysis of transcribed interview is done according to stages as proposed by Storey (2007) in Pearce, Filep & Ross (2011): (1) initial readings of in order to find coherent meaning and themes, (2) theme identification and labelling, (3) establishing theme linkages and (4) producing a summary table of themes with illustrative quotations; with constant reflection and re-examination done throughout the process to gain insights. 4. Findings Throughout May-October 2014, the author interviewed 21 families, or 1 for each performance sessions. Interviews then transcribed and analysed, resulting in the author to pick selected families based on the level of clarity and elaboration expressed in describing the decision-making process they undertake, which are in line with homogenous participant principle of interpretative phenomenology analysis. This results in seven families being chosen for this writing. All parents interviewed are in their middle adulthood of 40 years old and above. Findings are derived from seven families interviewed, as described in Table 1 below: Table 1. Subjects
Family Descriptions Education background
Father Mother
Professional background
Father Mother
Family Size Source of information
1 Under grad Post grad Private sector Private sector 3 Social media network
2 Post grad Post Grad Private sector Private sector 4 Social media network
3 Under Grad Under Grad Intl NGO Not employed 4 Social media network
Family 4 Post Grad Under Grad Private sector Public servant 3 Social media network
5 Post Grad Post Grad Entrepreneur Private sector 4 Social media network
6 Under grad Post grad Public servant Private sector 4 Social media network
7 Under Grad Under Grad Private sector Entrepreneur 3 Social media network
Findings of this research show stages of family decision-making process they undertake. In the interviews, family expresses aspiration as part of their decisions to choose cultural heritage appreciation in National Museum through AkhirPekan@MuseumNasional is based on the second stage, family aspiration parents aspire that the children appreciate culture heritage. This is best captured
57
by the following quote, expressed in the reflection by the mother of Family #2 as she engages in meaning making process: “We want our kids to know their roots - not only because history is important in education but because it is part of their identities. Our cultural heritage is part of who we are. We wish our children appreciate cultural heritage.” Next stage is family prior experience. Parents of the participating family are exposed to similar past experiences such as watching and taking part in theatres or taking part in museum educational programs. Hence parents would like to expose the children to similar opportunities, as expressed in the reflection provided by the father of Family #7. This quote represents his sense-making insights of the process: “When we brought our family abroad as we pursued our post-graduate degrees in Vienna, we often went to museums during the weekend for children’s programs such as puppet plays and story-telling sessions. We were also active in arts and cultural activities when we were university students. So once we heard about AkhirPekan@MuseumNational from our friends, our past experience helped us decided to come.” Reflection of family aspiration and family prior experience imply relationship with family background, be it educational, professional as well as social. Such aspiration and prior experience contribute to considering taking part in the program. After these stages are expressed, then the families move forward to need recognition, in which the family recognizes the need to spend leisure time in the weekend. Both father and mother of Family#4 expressed the following reflective quote elaborating how their family recognises the need to have a leisure activity as a family: “Leisure time is important for our family. It is when we all recharge and regroup as a unit. Hence, we want to spend it as meaningful as possible.” [father] “That is why we as a family need to have something that can be enjoyed by the whole family. Going to the museum as a family to appreciate cultural heritage is something fun and educational for everybody.”[mother] The next step is for the parent to conduct information search via social media networks, not only technical aspects of the performance such as duration and content of the performance, but also the artefacts’ historical background. Mother of Family#5 expresses the following quote elaborating how she uses social media to find out more about the program:
58
“At first, I found out about AkhirPekan@MuseumNasional from a Whatsapp message sent by a friend. I looked for further information from Facebook page – about the schedule of the performance, pictures of the past performance as well as related historical artefacts. I showed this information to the whole family on family dinner time to be discussed. I reach out to the organizer of the event through Twitter account in order to find out more about more technical information, such as the best route to go to the museum on Sunday.” Families then go to the next stage of evaluating alternatives by considering location and schedule. Decision-making is done afterward, in which reservations via phone calls or emails are made by the parents of the participating families. Mother of Family#1 explains her reasons as quoted below: “We chose to go to the museum because of several considerations. It had educational and cultural values and it was suitable for the whole family. Also, unlike going to the malls, museum trip was very inexpensive. Going to the museum on Sunday was also pleasant – no notorious traffic jam as it coincided with Car Free Day program. We could also combine the trip with other leisure activities, such as taking a city bus tour downtown. All in all, it was a win-win leisure activity alternative for the whole family.” The last stage is post decision-making evaluation. Reflection of the sensemaking insights over family-decision-making process is elaborated by the quote below, expressed by the mother of Family #3: “After this, we will have lunch and discuss about the performance, look at the pictures taken throughout the show as well as with the artefacts in the museum and talk about them, exchange views on what is interesting from the performance. We were very happy with it – the kids were entertained and we were able to find out more about our cultural heritage. We were also happy that there were other families who share the same interests with us, it was fun to come together in an event like this.” The quote above captures how the family undertakes the final stage, which is discussing the experience to assess whether it matches their expectation. As a whole, the overall stages of family decision-making process in participating in cultural heritage appreciation can be captured in the following Figure 1 below:
59
Figure 1. Stages of Family Decision-Making Process
Post DecisionMaking Process
Family Aspiration
Decision
Family Prior Experience
Making
Evaluation of Alternatives
Need Recognition
Information Search
Compared to the existing theory on the cycle of family decision-making process stages on leisure goods and services, this finding captures that in the context of cultural heritage appreciation, family aspiration, and prior experience are two additional stages. Subjects’ reflections on the family decision-making experience uncover aspiration and prior experience of family interviewed for this research, encapsulated in the Table 2 below: Table 2. Identified Family Aspiration and Family Prior Experience
Family Aspiration Children to be aware of their cultural identity, to understand their historical roots, to build strong national pride as Indonesians, to develop cultural appreciation
Family Prior Experience Theatre, music, dance, other contemporary art forms, museum/gallery visits.
Findings from this research also show that fathers and mothers participate differently in the process. The table shows how mothers are key decision makers in stages such as information search, evaluation of alternatives as well as decision-making while fathers play supporting roles. Key concerns of mothers in going are the benefits of the program to the children, specifically educational and socio-cultural values. In reflection, this can be related with the abovementioned family aspiration and prior experience. This pattern emerges even though fathers and mothers sampled in the research have varied educational and professional backgrounds. This is captured in the following Table 3.
60
Table 3. Dominant Decision Makers in Stages of Family Decision-Making Process Stages
Dominant Decision-Makers Father Mother X X X X X X X X X X X
Family Aspiration Family Prior Experience Need Recognition Information Search Evaluation of Alternatives Decision-Making Post-Decision-Making Evaluation
Further analysis of the roles of mothers shows that as consumers, they take the roles as influencer, gatekeepers, deciders as well as buyers for the family. In terms of users and disposers, based on the information provided in the interview, the family would come to a consensus on those issues – also facilitated by mothers. Roles of mothers are captured in the Figure 2 below.
Figure 2. Roles of Mothers in Family Decision-Making Stages
Gatekeeper
Influencer
Mothers
Decider
Buyer
This research uncovers the stages of informing, influencing, consensus building and making the final decision undertaken by the family. Mothers play key roles in all those stages while fathers take the more supporting roles. Throughout the stages of decision making process, children are being consulted, bearing in mind that the educational and socio-cultural benefits serve as anchors of the overall process.
61
5. Discussion and Analysis Findings of this current research provide contextual understanding as follow. Going back to the research question on how families undertake their decision-making process to appreciate cultural heritage through AkhirPekan@MuseumNasional program, findings confirm the following. Families undertake their decision-making process by going through a cycle of stages of (1) family aspiration, (2) family prior experience, (3) need recognition, (4) information search, (5) evaluation of alternatives, (6) decision-making and finally, (7) post decision-making evaluation. Family decision-making process uncovered in this research provides opportunities to be explored further by museums to engage better with families as its consumers. Family aspiration and family prior experience are two added stages discovered in this research – covering issues such as educational and socio-cultural benefits as key concerns. Findings of this research also zoom in on the roles of mothers as powerful agents in family decision-making process regarding cultural heritage appreciation. Roles as influencer, gatekeeper, decider and buyer are played by mothers in all stages of family decision-making process. Fathers take part partially in the family decision-making process by playing supporting roles. By understanding how families undertaken decision-making process to appreciate cultural heritage, it is expected that this would provide feedbacks to other similar initiatives which promote the appreciation of cultural heritage. It is hoped that understanding family from the point of view of consumer behaviour would lead to increased museum visits, better appreciation of cultural heritage, continuous advancement sustainable development and ultimately, improvement of quality of life. 6. Conclusion and Recommendation Based on retrospective evaluation, this current research contributes to better understanding of family decision-making process to a cultural heritage appreciation program offered by the National Museum. Findings of this research lead to the identification of two additional stages – family aspiration and family prior experience, in which both fathers and mothers are involved. This offers yet another opportunity to the museum to engage with the family – by exploring issues regarding aspirations as well as tapping their prior experience in the past. Also, since mothers show a more prominent role in family decision-making process to participate in cultural heritage program, this opens up avenues for museums or their consulting agencies to engage families as consumers. Recommendations for improving the situations regarding meagre number of museum visitors are for the museums to design programs specifically targeted to appeal for mothers, who will later on play dominant decision makers in bringing the whole family.
62
New directions for further research are as follow. Further research can also takes the avenue of quantitative research with larger number of subjects sampled. Once sufficient qualitative information is gathered on family decision making process to participate in cultural heritage program, be it in museums or other similar venues, follow-up research can complete the picture by adopting numbers to measure it further – e.g. which artefacts appeal the most to specific group of audience, level of engagement of museum visitors, changed perspective toward the roles of museum and so forth. Acknowledgement This research is made possible by Hibah Penelitian Fundamental research grant from Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Pembangunan Jaya, Tangerang Selatan, Indonesia. For the sake of transparency, it should be mentioned that the author of this writing is married to @Museum producer. The objectivity of the writing is attempted as follow. As @Museum team provides access, the author works independently in data gathering as well as data analysis process throughout the implementation of AkhirPekan@MuseumNasional program. Meanwhile the level of attention to its idiosyncratic complexity of the data is ensured from the author’s role as researcher in the previous research regarding the same program. It should be taken into consideration that the author also discusses the process and shares the writing to colleagues of Department of Psychology Pembangunan Jaya University for peer reviews and the author is grateful for their inputs.
References Aslan, N. & Aslan, K. (2012) What is leisure for Turkish parents? Procedia Social and Behavioral Sciences 55 (2012) 390-398 doi:10.1016/j.sbspro.2012.09.517 Günay, B. (2012) Museum concept from past to present and importance of museums as centers of art education Procedia Social and Behavior Sciences 55 (2012) 1250-1258 doi:10.1016/j.sbspro.2012.09.622 Haas, C. (2007) Families and children challenging the museum in Lord B. (editor) The manual of museum learning Lanham: AltaMira Press Keegan, S. (2009) Qualitative research: good decision making through understanding people, cultures and making London: Kogan Page Kolb, B. M. (2013) Marketing for cultural organizations: new strategies for attracting and engaging audiences 3rd edition New York: Taylor & Francis. Kumar, R. (2011) Research methodology: a step-by-step guide for beginners London: Sage.
63
Lupu, D., Laurentiu, A.R. & Norel, M. (2013) Parents ask: what should we do with preschool children in their spare time? Procedia – Social and Behavioral Sciences 127 (2014) 21-25 doi: 10.1016/j.sbspro.2014.03.205 Mariani, E. (2013) Telling tales at the National Museum published in The Jakarta Post October 11, 2013 and accessed from http://www.thejakartapost.com/news/2013/10/11/telling-tales-nationalmuseum.html on February 20, 2014.
Merriam, S.B. (2009) Qualitative research: a guide to design and implementation 2nd edition San Francisco: John Wiley & Sons. Munandar, A.A. et al (2011) Sejarah Permuseuman di Indonesia Jakarta: Direktorat Permuseuman. Mottiar, Z. & Quinn, D. (2003) Couple dynamic in household tourism decision making: women as the gatekeepers? Journal of vacation marketing April 2004 Vol. 10 No. 2 pp. 149-160. Peter J.P. & Olson, J.C. (2010) Consumer Behavior and Marketing Strategy 9th edition New York: McGraw-Hill International Edition. Pearce, P., Filep, S. & Ross, G. (2011) Tourists, tourism and the good life. New York: Routledge. Ruso, L. & Topdal, E.B. (2014) The use of museums for educational purposes using drama method Procedia Social and Behavioral Science 141 (2014) 628-632 doi: 10.1016/j.sbspro.2014.05.110 Shamsidar, A., Abbas, M.Y., Yusof, W.Z.M. & Taib, M. Z.M. (2013) Museum learning: using research as best practice in creating future museum exhibition Procedia Social and Behavioral Sciences 105 (2013) 370-382. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.11.039 Shamsidar, A., Abbas, M.Y., Yusof, W.Z.M. & Taib, M. Z.M. (2014) Adapting museum visitor as participants benefits their learning experience? Procedia Social and Behavioral Sciences 168 (2015) 156-170. doi: 10.1016/j.sbspro.2014.10.221 Simşek, G. & Kesici, E. (2012) Heritage education for primary school children through drama: the case of Aydin, Turkey Procedia Social and Behavioral Sciences 46 (2016) 3817-3824 doi: 10.1016/j.sbspro.2012.06.153 Solomon, M.R. (2013) Consumer Behavior: Buying, Having and Being 9th edition New York: Pearson Prentice Hall.
64
Soerjoatmodjo, G.W.L. (2014) Storytelling, cultural heritage and public engagement in AkhirPekan@MuseumNasional manuscript submitted for publication for Procedia - Social and Behavioral Science 5th Arte Polis International Conference and Workshop “Reflections on Creativity: Public Engagement and The Making of Place”, Arte-Polis 5, 8-9 August 2014, Bandung, Indonesia. Smith, J.A., Flowers, P. & Larkin, M. (2009) Interpretative phenomenology analysis: theory, method and research. London: Sage Publications. Smith, J.A. & Osborn, M. (2008) Interpretative phenomenology analysis in Smith, J.A. (Ed) Qualitative Psychology: A Practical Guide to Research Methods London: Sage Publication. Steward, C.J. & Cash, W.B. (2006) Interviewing: principles and practices 11th edition New York: McGraw-Hill International Edition Tanksale, D., Neelam, N. & Venkatachalam, R. (2014) Consumer decision making styles of young adult consumers in India Procedia Social and Behavioral Sciences 133 (2014) 211-218 doi: 10.1016/j.sbspro.2014.04.186 Teo, C.B.C., Khan, N.R.M. & Rahim, F.H.A. (2013) Understanding cultural heritage visitor behavior: the case of Melaka as world heritage city Procedia Social and Behavioral Sciences 130 (2014) 1-10 doi: 10.1016/j.sbspro.2014.04.001 Appendix
AkhirPekan@MuseumNasional Audio Visual Documentations: Teater Koma (2013, 11 September) AkhirPekan@MuseumNasional - Keris Puputan Klungkung [Video file] Retrieved from http://www.youtube.com/watch?v=_ZSCi4dYRqI
Teater Koma (2013, 26 September) AkhirPekan@MuseumNasional - Samurai Bersepeda [Video file] Retrieved from http://www.youtube.com/watch?v=Ve6aq1EXrws
Teater Koma (2013, 11 October) AkhirPekan@MuseumNasional - Tenggelamnya Kapal Tek Sing [Video file] Retrieved from http://www.youtube.com/watch?v=DwnpjQVmeck
Teater Koma (2014a, 24 January) AkhirPekan@MuseumNasional - Raksasa Bhairawa Pengasah Parang [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=D5L2yd_mQ8s
65
Teater Koma (2014b, 24 January) AkhirPekan@MuseumNasional - Raibnya Celengan Majapahit [Video file] Retrieved from http://www.youtube.com/embed/h-Mz98lT168
Teater Koma (2014a, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Monalisa dari Singhasari [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=B5RA2RnA3BY
Teater Koma (2014b, 4 November) Akhir Pekan@Museum Nasional – Semerbak Penggoda Raja Kelana [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=yeRfzsFXhUU Teater Koma (2014c, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional - Wayang Kalijaga Parang [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=2xf0mtChXRE Teater Koma (2014d, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Ribut-Ribut si Bumbung dan si Coak [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=cbllGz7Td-E Teater Koma (2014e, 4 November) AkhirPekan@MuseumNasional – Nenek Moyangku Orang Pelaut [Video file] Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=vy8vatCtFI&list=PL2gonoMwL3W1kkvnzjBiS4yr-LH81TKfO&index=24
66