LAPORAN
GELAR TEKNOLOGI USAHATANI JAGUNG PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
LAPORAN
GELAR TEKNOLOGI USAHATANI JAGUNG PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Awaludin Hipi Yul Alfian Hadi M. Zairin Sri Hastuti M. Rasyid Ridho
DEPARTEMEN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA BARAT
2007
LEMBAR PENGESAHAN
1.
Judul Kegiatan
:
2.
Unit Kerja
:
3.
Alamat Unit Kerja
:
4.
Penanggung jawab
:
a. N a m a
:
Awaludin Hipi
b. Pangkat/golongan
:
Penata Muda/III c
c. Jabatan : Struktural
:
Kasie Yantek
:
Peneliti Muda
Fungsional
GELAR TEKNOLOGI USAHATANI JAGUNG PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH DAN LAHAN KERING DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTB Jl.Raya Peninjauan Narmada;Telepon: (0370) 671312;Fax. : (0370) 671620
5.
Lokasi Kegiatan
:
6.
Status Kegiatan
:
Agroekosistem Lahan Kering Desa Perigi Kecamatan Suela Kab. Lotim Baru
7.
Tahun Mulai
:
2007
8.
Tahun ke ..
:
-
9.
Biaya TA. 2006
:
10.
Sumber Dana
:
Satker BPTP Nusa Tenggara Barat Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian TA. 2007. Mataram,
Mengetahui, Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat
Dr. Ir. Dwi Praptomo S, MS NIP. 080 065 973
Desember 2007
Penanggung Jawab Kegiatan
Awaludin Hipi NIP. 080 124 857
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Seiring dengan meningkatnya kebutuhan jagung nasional, peluang agribisnis jagung masih terbuka melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Pada tahun 2003, produksi jagung nasional tidak cukup memenuhi kebutuhan, sehingga masih diperlukan import sebesar 1,354 juta ton dan pada tahun 2004 menurun menjadi 900 ribu ton (Dirjen Tanaman Pangan, 2005). Jumlah import diperkirakan akan meningkat hingga tahun 2010 yang jumlahnya akan mencapai 2,2 juta ton (Kasryno, 2002). Di Nusa Tenggara Barat, jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan yang cocok dan banyak diusahakan petani di lahan kering pada musim hujan. Luas panen jagung di NTB pada tahun 2005 seluas 39.380 ha dengan produktivitas 2,45 t/ha (Dinas Pertanian Prov. NTB, 2005), masih rendah dibanding produktivitas nasional 3,1 t/ha. Sebagian besar areal tersebut terdapat di kabupaten Lombok Timur yaitu seluas 12.623 ha dengan produktivitas rata-rata 2,46 t/ha.
Hasil penelitian Balai Penelitian Serealia yang
memadukan varietas unggul bermutu baik dari jagung bersari bebas ataupun hibrida dengan teknologi inovatif yang lebih berdaya saing dengan pendekatan PTT, telah dapat mencapai produktivitas jagung sebesar 7 – 9 t/ha (Saenong dan Subandi, 2002), sementara hasil yang diperoleh petani dengan penerapan paket rekomendasi teknologi dapat mencapai hasil 5 – 6 t/ha (Wahid et al, 2002). Selanjutnya hasil kajian di lahan kering Sambelia Lombok Timur manunjukkan bahwa perbaikan teknologi budidaya dengan mengintroduksi varietas unggul bersari bebas Lamuru dapat mencapai potensi hasil 7,87 t/ha, lebih tinggi dibanding teknologi petani 4,81 t/ha (Zubactirodin, 2004). Kesenjangan hasil yang relatif tinggi ini disebabkan oleh sistem pengelolaan tanah dan teknologi budidaya yang masih terbatas di tingkat petani. Petani umumnya belum menggunakan benih bermutu dari varietas unggul, pemupukan tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, pemeliharaan kurang intensif dan penanganan pasca panen yang masih sederhana. Pemanfaatan potensi lahan yang ada guna meningkatkan produktivitas jagung melalui penekanan kesenjangan hasil dapat ditempuh dengan melakukan identifikasi berbagai permasalahan baik bio-fisik maupun sosial ekonomi dan budaya melalui pendekatan partisipatif, serta mengatasi permasalahan aktual dengan menerapkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) spesifik lokasi.
Komponen teknologi
produksi yang diterapkan disesuaikan dengan kondisi biofisik, sosial ekonomi dan budaya
1
setempat. Dengan penerapan teknologi ini, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Dalam upaya untuk memenuhi permintaan jagung, sangat dibutuhkan teknologi usahatani yang dapat meningkatkan produktivitas dan produksi serta layak untuk dikomersilkan. Hasil kajian di Sambelia dengan menggunakan jagung bersari bebas Lamuru, potensi hasil yang dicapai 5,45 – 6,02 t/ha (Hipi, et al, 2004). Upaya lain untuk meningkatkan produktivitas jagung adalah dengan menghasilkan varietas unggul jagung yang berdaya hasil tinggi dan adaptif dengan lingkungan. Disadari bahwa kehadiran varietas introduksi baik dari jenis hibrida maupun bersari bebas telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi. Peran varietas unggul sangat strategis, karena terkait dengan beberapa hal penting yakni : (a) peningkatan hasil persatuan luas tanam, (b) ketahanan terhadap hama dan penyakit tertentu, (c) daya adaptasi atau kesesuaian pada wilayah atau ekosistem spesifik, dan (d) merupakan komponen teknologi yang relatif paling mudah/cepat diadopsi oleh petani (Subandi, 2003). Namun demikian distribusi varietas unggul tersebut berjalan lambat. Pada tahun 2001 dapat mencapai 80 % yang terdiri dari 24 % hibrida dan 56 % jagung bersari bebas (Pingali, 2001). Sementara Nugraha dan Subandi (2002), melaporkan bahwa dari 19 propinsi yang disurvey, jumlah penggunaan varietas unggul baru mencapai 75% yang terdiri dari 48% bersari bebas dan 27% hibrida. Dari 27% penggunaan hibrida sebagian menggunakan benih hibrida hasil regenerasi. Hingga saat ini telah banyak dihasilkan varietas jagung unggul baik bersari bebas maupun hibrida. Dari jenis bersari bebas seperti Arjuna, Bisma, Lamuru, Gumarang,dan Lagaligo,dll maupun varietas hibrida (Bisi-2, C7,Semar-10,Bima-1, NK33, Jaya 1, dll). Namun varietas yang dihasilkan tersebut masih banyak yang tidak toleran terhadap kondisi kekeringan terutama dari jenis hibrida. Untuk mendapatkan varietas jagung yang adaptif dan mempunyai produktivitas tinggi, maka perlu diadakan gelar teknologi budidaya jagung untuk memperbaiki budidaya ditingkat petani. Diharapkan lokasi kajian ini menjadi tempat belajar bagi petani maupun petugas dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas jagung.
1.2. Tujuan • Memberikan pengalaman kepada petani koperator untuk menerapkan teknologi unggulan, untuk informasi kepada petani lain.
2
• Mendapatkan umpan balik tentang kesesuaian teknologi dengan kebutuhan petani, kemampuan modal, dan tenaga kerja. • Menyediakan peragaan bagi pengambil kebijakan untuk penilaian terhadap kemungkinan pemanfaatan teknologi yang digelar dalam program pembangunan pertanian daerah. 1.3. Keluaran • Data dan informasi tentang keunggulan teknologi dan respon petani terhadap teknologi yang digelar • Umpan balik terhadap teknologi kedepan untuk penyempurnaan rekomendasi dan kegiatan pengkajian ke depan • Tersedianya tempat belajar bagi petani tentang teknologi budidaya jagung, yang dapat dimanfaatkan oleh Pemda dalam pengambilan kebijakan pembangunan pertanian di daerah
3
II. METODOLOGI 2.1. Pendekatan Kajian ini merupakan kegiatan program diseminasi hasil pengkajian, dengan pendekatan gelar teknologi, dimana dilakukan demonstrasi plot terhadap teknologi. Petani dan stake holder lainnya dapat menilai dan merekomendasi teknologi yang sesuai dengan agroekosistem setempat. Hasil penilaian atau persepsi petani akan menjadi umpan balik untuk perbaikan teknologi. Dalam melakukan inovasi teknologi, digunakan pendekatan proses pengambilan keputusan (The innovation decision process) (Roger, 1983).
Proses inovasi teknologi
dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan pengenalan teknologi, pemilihan komponen teknologi oleh petani, pengambilan keputusan terhadap paket teknologi yang sudah diperbaiki, implementasi paket teknologi, dan proses terakhir modifikasi teknologi berdasarkan umpan balik. Hal ini berarti bahwa kegiatan gelar adalah untuk penyempurnaan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi agroekosistem setempat. Kegiatan lapang dilaksanakan secara on farm, di mana petani terlibat langsung dalam usahataninya sejak tahapan perencanaan serta evaluasi dan dikawal oleh petugas secara intensif. 2.2. Lokasi, Skala Kegiatan, dan Waktu Pelaksanaan Gelar teknologi telah dilaksanakan di lahan petani pada agroekosistem lahan sawah dan lahan kering. Lokasi kajian merupakan sentra produksi jagung dilahan kering dan lahan sawah dan merupakan wilayah program Poor farmers di kabupaten Lombok Timur. Dilahan sawah dilaksanakan pada dua lokasi yaitu Desa Batuyang kecamatan Pringgabaya seluas 5 ha dan Desa Kembang Kerang dengan skala kegiatan seluas 3 ha yang melibatkan 6 petani yang tergabung dalam satu kelompok tani. Sementara untuk lahan kering dilaksanakan di Desa Wanasaba kecamatan Wanasaba, pada skala luasan 5 ha yang melibatkan 5 orang petani dalam satu kelompoktani. Penentuan lokasi dan kelompoktani binaan menggunakan metoda purposive sampling (secara sengaja), berdasarkan pada lahan terluas yag ditanami jagung. 2.3.
Paket teknologi yang digelar Teknologi yang digelar fokus pada teknologi budidaya dengan
komponen varietas
untuk mendapatkan preferensi petani. Untuk lahan sawah akan diperkenalkan varietas jagung hibrida baik produksi Badan Litbang (Bima1, Bima2 dan Bima-3) dan hibrida yang sudah dikenal masyarakat (Bisi 2, NT10, N35, NK33, dll). Sedang untuk lahan kering akan
4
diperkenalkan varietas Lamuru, Sukmaraga dan Srikandi kuning-1 dengan pembanding varietas hibrida turunan yang biasa ditanam petani. Paket teknologi jagung yang akan digelar adalah : Penyiapan lahan tanpa olah tanah (TOT),
dengan menggunakan herbisida ramah
lingkungan dari golongan glifosat (Round Up, Grestin, dll) dengan takaran 2 ltr/ha dan paraquat (Gramoxone, Noxone, dll) dengan takaran 1ltr/ha. Herbisida glifosat diaplikasikan seminggu sebelum tanam, sedangkan herbisida paraquat diaplikasikan 4 hari setelah aplikasi herbisida glifosat. Untuk mempercepat waktu tanam, sehari setelah aplikasi herbisida paraquat dapat dilakukan penanaman. Penyemprotan dilakukan setelah embun di daun mengering (+ jam 09.00) pagi. Benih berkualitas (daya tumbuh minimal 90% dan vigornya cukup tinggi) Benih dengan kualitas prima diperlukan untuk memacu keseragaman dan kecepatan pertumbuhan. Benih dengan kualitas fisiologi yang tinggi lebih toleran terhadap kondisi biofisik yang kurang optimal dan lebih efektif dalam memanfaatkan pupuk dan unsur hara lain dalam tanah. Kebutuhan benih 20 kg/ha untuk varietas jagung biji besar, 15 – 18 kg/ha untuk varietas jagung biji kecil. Penanaman dengan jarak tanam 75 x 40 cm (2 tanaman/rumpun) untuk dilahan kering, dan 70 x 20 cm (1 tanaman/rumpun) untuk lahan sawah. Penanaman dilakukan dengan menggunakan tugal Pemupukan : (dilakukan pada saat kondisi tanah lembab) 1. Pupuk organik (pupuk kandang/kompos) 1,5 t/ha aplikasi pada saat tanam sebagai penutup lubang tanam ( + 1 genggam/lubang) 2.
Pupuk dasar : Urea : NPK pelangi = 50 : 150 (kg/ha); aplikasi pada umur 7 – 10 hari setelah tumbuh (HST), di tugal + 5 cm dari rumpun tanaman
3.
Pupuk susulan : Urea 150 kg/ha ; aplikasi 4 – 5 minggu setelah tumbuh (MST), di tugal + 10 cm dari rumpun tanaman.
Penyiangan : Penyiangan
dilakukan
Penyiangan hendaknya
berdasarkan dilakukan
pemantauan
kepadatan
gulma
sebelum aplikasi pupuk susulan.
dilapangan.
Anjuran untuk
penyiangan adalah : •
Pada saat tanaman berumur 14 HST
•
Pada saat tanaman berumur 30 HST sekaligus pembumbunan
5
Pengendalian hama/penyakit sesuai konsep PHT. Diadakan tindakan preventif untuk mengantisipasi serangan belalang dengan menggunakan furadan 3G dengan takaran 6 kg/ha. Aplikasi dilakukan pada saat tanam dengan memasukkan kedalam lubang tanam 5 – 6 butir furadan. Pemangkasan bagian atas tongkol jagung •
Dilakukan pada saat tanaman jagung berumur + 85 HST atau 2 minggu sebelum panen.
•
Dimaksudkan untuk mempercepat proses pengeringan
•
Pangkasan tanaman dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
•
Dilakukan bila cuaca memungkinkan (cerah) hingga waktu panen.
Panen dan pascapanen Panen dilakukan pada saat kelobot jagung berwarna kuning, biji jagung mengkilap dan jika ditekan tidak meninggalkan bekas. Jagung yang dipanen dikupas dan dipipil, kemudian dijemur hingga kadar air mencapai 15 %. Untuk lebih efisien dianjurkan menggunakan mesin pemipil. 2.4. Tahapan kegiatan • Identifikasi Lokasi Lokasi terpilih merupakan sentra produksi jagung di Kabupaten Lombok Timur. Kriteria lokasi kajian : (a). Mudah diakses oleh petani, (b) Bukan wilayah langganan banjir dan c) bukan lokasi endemis hama dan penyakit. • Sosialisasi Kegiatan Sosialisasi dilakukan dengan cara koordinasi dengan Dinas setempat , PPL setempat dan kelompok tani. Penetapan pemilihan lokasi juga atas pertimbangan PPL setempat. Materi sosialisasi meliputi seluruh komponen teknologi yang digelar. Output yang diharapkan adalah umpan balik dan penyamaan persepsi terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan.. • Penentuan petani Kooperator dan penjelasan teknis Petani kooperator dipilih dengan pertimbangan areal usaha yang dimiliki satu hamparan, bersedia melaksanakan rekomendasi teknologi sejak perencanaan hingga evaluasi serta bersedia menyampaikan teknologi yang dilaksanakan kepada petani lainnya.
6
•
Pendampingan teknologi Pendampingan dilakukan oleh petugas lapang (teknisi) dan PPL di Desa serta P4MI yang ada di desa. Peneliti dan penyuluh merupakan narasumber teknologi, dan senantiasa melakukan
monitoring
dan
pengamatan
terhadap
perkembangan
tanaman. •
Temu lapang Temu lapang dipergunakan sebagai ajang diseminasi terhadap teknologi yang digelar, dimana petani, penyuluh dan peneliti bertemu dan berdiskusi. Luaran dari kegiatan ini adalah umpan balik dan preferensi petani terhadap teknologi yang di gelar.
•
Pengumpulan dan analisa data Pengumpulan data dilaksanakan sebelum dan selama pengkajian berlangsung. Data dan informasi yang diperlukan seperti data sosial ekonomi, kelembagaan, sistem pemasaran, di kumpulkan menggunakan daftar pertanyaan melalui wawancara informal dan Focus Group Discussion. Data yang terkumpul di analisis dengan analisis kualitatif, kuantitatif dan deskriptif.
•
Pelaporan, seminar dan diseminasi Laporan perkembangan pengkajian dilakukan sebulan sekali selama periode pengkajian berlangsung. Sedang laporan hasil pengkajian yang merupakan media yang memuat seluruh hasil pengkajian yang siap dimanfaatkan untuk berbagai keperluan akan disajikan pada akhir pengkajian. Guna menunjang percepatan adopsi teknologi, maka melalui diseminasi dilakukan temu lapang dengan menghadirkan pengambil kebijakan dari Pemda (Dinas Instansi terkait), kelompoktani, KID, PPL, dan pengusaha benih yang diliput oleh media elektronik (Televisi dan radio) serta rekaman DVD/VCD. Sementara untuk media tercetak disiapkan bahan untuk pembuatan liptan dan leaflet.
2.5. Jenis dan prosedur pengumpulan data •
Data
yang
dikumpulkan
adalah : (1) Respon petani, pedagang dan penyuluh
Pertanian; (2) Kendala dan masalah usahatani; (3) Kinerja teknologi; dan (4) Inputoutput usahatani. •
Data-data dikumpulkan melalui wawancara langsung dilapangan menggunakan alat bantu kuesioner dan pengumpulan pencatatan harian petani (FRK). Untuk data pendukung lainnya akan dilakukan pengumpulan ke dinas/instansi terkait.
7
2.6. Metode Analisis • Data keragaan tanaman dikumpulkan melalui observasi langsung maupun dengan cara desk studi, sedang data-data sosek dikumpulkan dengan metode survai yaitu dengan cara wawancara langsung melalui fokus group diskusi (Muhajir, 2000; Mulyana, 2001) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur (Bailey, 1978). • Data yang terkumpul ditabulasi kemudian dianalisis. Data dan informasi kualitatif dianalisis dengan metode analisis kualitatif, sedang data kuantitatif dianalisis secara deskriftif. Untuk menganalisis pendapatan dan kelayakan usahatani digunakan analisis biaya dan pendapatan dan B/C Ratio (Malian et al, 1987), serta analisis titik impas (break even point) (Riyanto, 1995). • Untuk dapat mengukur manfaat dan dampak kegiatan pada musim yang sama, dipergunakan pendekatan Zero One Relationship yang membagi petani kooperator maupun petani non kooperator, sedang dampak setelah pengkajian dapat diukur dengan pendekatan before and after. Data hasil analisis disintesis untuk pedoman pelaksanaan kegiatan selanjutnya.
8
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Karakteristik lokasi Lokasi pelaksanaan gelar adalah merupakan sentra produksi jagung di Lombok
Timur.
3 (tiga) lokasi pelaksanaan yang terpilih yaitu Desa Batuyang kec. Pringgabaya,
Desa Kembang Kerang, kec. Aikmel dan Desa Wanasaba, kec. Wanasaba.
Penanaman
dilakukan pada MK. I di Batuyang, sementara lokasi Kembang Kerang dilaksanakan pada MK II (mulai September), dan lokasi Wanasaba
dilaksanakan pada MH 2007 (bulan
Nopember). Penentuan petani kooperator dengan pendekatan kelompoktani, dimana petani kooperator merupakan anggota kelompoktani dan aktif dalam usahataninya. Di Batuyang terdapat 11 petani kooperator dengan luas 5 ha, yang tergabung dalam kelompoktani Pade Girang, di Kembang Kerang terdapat 6 petani kooperator dengan luas 3 ha, yang tergabung dalam kelompoktani Nyiur Sundung I, dan di Wanasaba terdiri atas 6 petani kooperator dengan luas 5 ha, yang tergabung dalam kelompoktani Montong Tekik I. Lokasi Batuyang Lokasi Batuyang merupakan salah satu sentra produksi jagung di lahan sawah di Lombok Timur. Pola tanam sejak dahulu yang dilakukan oleh petani di Batuyang adalah padi – padi - cabe, dan padi – tembakau - cabe. Sejak 7 tahun terakhir pola tanam tersebut bergeser dengan masuknya komoditas jagung. Pola tanam setelah mengalami perubahan adalah padi – tembakau - jagung; padi – jagung – jagung/kacang-kacangan/sayuran; dan padi – jagung - jagung. Pada tahun 2007, karena terjadi keterlambatan curah hujan, sehingga terjadi perubahan pola tanam, dimana sebagian petani menggunakan pola tanam jagung – jagung – jagung. Varietas jagung yang banyak digunakan adalah varietas BISI-2 sejak tahun 2000, sebelumnya petani menggunakan varietas lokal (hibrida yang sudah regenerasi bertahun-tahun) dan Arjuna. Pemilihan petani terhadap varietas BISI-2, karena pedagang pengumpul memberikan harga yang relatif tinggi terhadap varietas BISI-2 yaitu lebih tinggi Rp. 2.000/kw dibanding varietas lainnya. Hal ini disebabkan karena varietas BISI-2 berdasarkan pengalaman pedagang pengumpul mempunyai rendemen yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya hingga mencapai 60% dari hasil jagung saat panen, sementara rendemen varietas lainnya berkisar antara 50 – 58%. Penggunaan benih jagung berkisar 16 – 30 kg/ha, dengan jarak tanam 80 x 40 cm dan 75 x 40 cm 2 biji/lubang tanam. Produktivitas rata-rata berkisar antara 7 – 9,58 t/ha
9
tongkol panen, dimana semua hasil panen dijual kepada pedagang pengumpul dalam bentuk tongkol saat panen. Di lokasi Batuyang, beberapa varietas jagung hibrida yang diuji yaitu Bima-1, Bima-2, dan Bima-3 (asal Badan Litbang Pertanian), N-35 dan NT-10 (Produksi PT. Pertani), BISI-2 dan C7. Diharapkan agar petani dapat memilih varietas unggul hibrida yang sesuai dan berpotensi hasil tinggi, karena selama ini petani hanya mengenal hibrida BISI-2. Tempat kegiatan tersebut sudah dijadikan obyek kunjungan bagi petani dan petugas baik dari Desa Batuyang maupun dari luar desa/kecamatan. Lokasi Kembang kerang Aikmel Pola tanam yang umum di lakukan adalah padi-padi-padi dan padi-padi-jagung. Varietas yang banyak dikembangkan oleh petani adalah BISI-2 dan C7. Sementara varietas lain relatif Belum dikenal oleh petani. Pemilihan petani terhadap varietas BISI-2, karena pedagang pengumpul memberikan harga yang relatif tinggi terhadap varietas BISI-2 yaitu lebih tinggi Rp. 2.000/kw dibanding varietas lainnya. Hal ini disebabkan karena varietas BISI2 berdasarkan pengalaman pedagang pengumpul mempunyai rendemen yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya hingga mencapai 60% dari hasil jagung saat panen, sementara rendemen varietas lainnya berkisar antara 50 – 58%. Varietas jagung yang diperkenalkan lepada petani adalah varietas jagung hibrida Bima 2, N-35, Bima-3, Jaya-1 dan CPI-2 dibandingkan dengan varietas yang biasa ditanam petani BISI-2 dan C7. Lokasi Wanasaba Lokasi Wanasaba adalah lahan kering, sehingga penanaman dilaksanakan pada musim hujan.
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur jagung dan tumpang sari
jagung dengan kacang gude. Varietas yang dikenal dan dibudidayakan petani adalah hibrida BISI-2.
Alasan pemilihan petani terhadap varietas BISI-2, karena pedagang pengumpul
memberikan harga yang relatif tinggi terhadap varietas BISI-2 yaitu lebih tinggi Rp. 2.000/kw dibanding varietas lainnya. Hal ini disebabkan karena varietas BISI-2 berdasarkan pengalaman pedagang pengumpul mempunyai rendemen yang lebih tinggi dibanding varietas lainnya hingga mencapai 60% dari hasil jagung saat panen, sementara rendemen varietas lainnya berkisar antara 50 – 58%.
Namun dilahan kering agak beresiko jika
menggunakan varietas hibrida karena selain umur dalam, juga membutuhkan input yang cukup tinggi, sementara petani dilahan kering tidak dapat memenuhi kebutuhan input terutama pupuk dan benih.
10
Hanya sebagian kecil dari petani menanam benih unggul bersertifikat, selebihnya adalah menggunakan benih hibrida hasil regenerasi. Varietas yang diperkenalkan lepada petani adalah Bima-1, Lamuru, Bisma , C7 dan Sukmaraga.
3.2. Keragaan agronomis dan ekonomis Lokasi Batuyang Aspek Agronomis Keragaan agronomis tanaman jagung di lokasi Batuyang berupa tinggi tanaman dan tinggi letal tongkol. Rata-rata tinggi tanaman untuk berkisar antara 239 – 298 cm, dimana terlihat bahwa varietas BISI-2 lebih tinggi dibanding varietas lainnya pada penerapan teknologi introduksi (Tabel 1). Sementara jika dilihat pada pertanaman petani disekitarnya dengan teknologi eksisting. Tabel 1. Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol umur 70 HST dari beberapa varietas jagung hibrida di Batuyang. Pringgabaya Lombok Timur. MK. 2007 Petani Haerudin Makmun A. Hamdi
A. Rosidi A. Junaedi A. Fit A.Mahar Muksin A.Rosihan A. Hus Nursehan
Varietas N35 Bima-1 N35 Bima-3 N35 BISI-2 C7 Bima-2 N-35 NT-10 NT10 BISI-2 Bima-2 C7 NT10 C7 C7
Tinggi tanaman (cm) 254 273 266 253 264 298 276 239 267 262 254 273 252 250 264 249 265
Tinggi letak tongkol (cm) 122 148 141 134 140 198 150 131 147 154 142.5 157 135 120 137 124 141
Demikian juga untuk tinggi letak tongkol, konsisten dimana varietas BISI-2 lebih tinggi dibanding lainnya yaitu 198 cm. Kisaran rata-rata tinggi letak tongkol adalah 122 – 198 cm. Letak tongkol merupakan ukuran untuk mengefisienkan kegiatan pemanenan. Dari segi produktivitas, terlihat bahwa semua varietas yang dicoba dapat memberikan hasil diatas 9 t/ha, dimana varietas introduksi Bima 1, Bima 2, NT-10 dan Bima
11
3 mampu memberikan hasil yang relatif lebih tinggi di banding varietas lain (Gambar 1). Terlihat bahwa varietas jagung hibrida Bima 2 mampu mencapai potensi hasil tertinggi yaitu sebesar 9,45 t/ha pipilan kering, Sementara hasil terendah dicapai oleh varietas C-7 yaitu sebesar 9,08 t/ha. Varietas lain seperti Bima 1, Bima 3, dan NT-10 juga dapat memberikan hasil yang tinggi dan dapat dijadikan alternatif varietas yang dapat dikembangkan dilahan sawah di Batuyang dan wilayah lahan sawah lainnya di Lombok Timur.
Gambar 1. Potensi hasil beberapa varietas jagung hibrida di Batuyang. MK.I. 2007 9,500
Produktivitas (t/ha)
9,400 9,300 9,200 9,100 9,000 8,900 8,800 Bima 1
Bima 2
Bima 3
NT-10
N-35
C7
BISI-2
Varietas jagung hibrida
Aspek ekonomis Di lokasi Batuyang, penjualan jagung umumnya dalam bentuk tongkol, dimana pembeli sendiri yang melakukan panen dan meproses lebih lanjut.
Penjualan dihitung
berdasarkan bobot panen. Secara umum perbaikan teknologi budidaya jagung dengan mengintroduksi varietas unggul baru dan perbaikan pemupukan, dapat memberikan tambahan pendapatan dan keuntungan petani akibat peningkatan produksi (Tabel 2).
12
Tabel 2. Analisis usahatani jagung per ha di Batuyang. MK.I 2007 Uraian Benih Urea NPK/SP-36 Pupuk kandang Insektisida (Curacron ) Insektisida (Yasidrin ) Herbisida1 (Basmilang) Herbiisda 2 (Round up) herbiisda 2 ( Sida up) Biaya lain-lain (pajak) Biaya lain-lain (Iuran) Total Saprodi Tenaga kerja Luar keluarga 1. Persiapan lahan - Pria - Wanita 2. Pengolahan tanah 3. Penyemprotan - Pria - Wanita 4. Penanaman - Pria - Wanita 5. Pemupukan I - Pria - Wanita 6. Pemupukan II - Pria - Wanita 7. Penyiangan I - Pria - Wanita 8. Penyiangan II dan bumbun - Pria - Wanita
TOTAL BIAYA Pendapatan Keuntungan Titik impas produksi Titik impas harga B/C MBCR
Jumlah (Rp)
Jumlah (Rp)
Fisik (kg,ltr,ha)
Rp/Unit
29,000 1,400 1,750 300 42,000 15,000 35,000 42,500 36,500
487,200 280,000 437,150 451,800 8,400 3,000 101,500 27,200 31,025 31,500 122,890 1,981,665
16.4 543.0 86.0
27,000 1,400 1,750
2.000 1.0 1.5
42,000 48,000 35,000
0.5
36,500
1.50 4.00
20,000 20,000
30,000 80,000
2.0 3.0
20,000 20,000
40,000 60,000
1.00
20,000
3.0 7.0
20,000 20,000
7.00 6.50
20,000 20,000
5.0 1.5
20,000 20,000
4.00 5.50
20,000 20,000
4.0 2.0
20,000 20,000
2.50 1.00
20,000 20,000
2.5
20,000
11.00 1.50
20,000 20,000
20,000 140,000 130,000 80,000 110,000 50,000 20,000 220,000 30,000
12.0 2.5
20,000 20,000
60,000 140,000 100,000 30,000 80,000 40,000 50,000 240,000 50,000
4.0
20,000
80,000
Fisik (kg,ltr,ha)
Rp/Unit
16.80 200.00 249.80 1,506 0.20 0.20 2.97 0.64 0.85
2.00
11,494
20,000
950
40,000 -
2,931,665 10,919,364 7,987,699 3086 255 2.72 5.81
10,018
950
442,800 760,200 150,500 84,000 48,000 52,500 18,250 55,560 143,950 1,755,760
2,725,760 9,516,793 6,791,033 2869 272 2.49
13
Dari hasil analisis usahatani, terlihat bahwa perbaikan teknologi dapat meningkatkan produksi sebesar 15 % dibanding tanpa penerapan teknologi introduksi. Harga pembelian pedagang di Batuyang berkisar antara Rp.90.000– 100.000/kw dengan harga rata-rata Rp. 95.000/kw. Keuntungan yang diperoleh petani yang menerapkan teknologi introduksi adalah sebesar Rp. 7.984.742/ha, atau 17,5 % lebih tinggi disbanding petani non kooperator, dengan nilai B/C 2,72. Sementara untuk mengukur layak tidaknya teknologi introduksi adalah dengan nilai MBCR, dimana pada penerapan teknologi ini, nilai MBCR adalah 5,81, sehingga termasuk dalam kategori layak untuk diterapkan oleh petani. Dari aspek penggunaan tenaga kerja, dapat dilihat bahwa kontribusi tenaga kerja wanita relatif besar dalam setiap tahapan kegiatan budidaya. Namun belum berperan secara penuh dalam pengambilan keputusan terutama dalam hal penerapan teknologi. Lokasi Kembang Kerang Kecamatan Aikmel Aspek Agronomis Rata-rata pengamatan terhadap tinggi tanaman dan tinggi tongkol menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman cukup baik dengan kisaran tinggi tanaman 215 -278 cm dan tinggi letak tongkol 112 -162 cm. Tabel 3. Tinggi tanaman dan tinggi letak tongkol pada kajian budidaya jagung. Kembang Kerang. Aikmel. 2007 Tinggi (cm) Petani H. Yusron
H. Mawardi
Muhidin
Varietas Bima 2 N-35 C-7 Bima-3 Bisi-2 Jaya-1 Bima 2 N-35 C-7 Bima-3 Bisi-2 Jaya-1 Bima 2 N-35 C-7 Bima-3 Bisi-2 Jaya-1
1 220 280 210 210 273 260 228 274 224 222 265 271 222 276 246 213 260 248
2 234 285 228 215 272 257 223 283 240 210 268 256 234 262 238 218 275 232
Tanaman 3 4 240 233 272 278 224 222 235 216 262 270 252 256 240 244 278 292 244 232 234 216 277 268 252 262 226 224 276 270 235 240 215 210 268 280 251 264
5 230 243 230 224 276 257 230 265 237 218 275 245 243 260 234 220 266 248
Rata2 231.40 271.60 222.80 220.00 270.60 256.40 233.00 278.40 235.40 220.00 270.60 257.20 229.80 268.80 238.60 215.20 269.80 248.60
1 120 165 107 123 136 120 130 143 116 129 162 142 117 140 130 127 170 110
2 122 145 110 120 155 136 122 159 122 121 170 135 120 125 132 116 148 127
Tongkol 3 4 138 135 144 153 110 105 132 127 157 158 121 145 138 123 155 165 133 121 105 114 163 151 118 133 135 144 145 151 110 127 112 115 153 152 128 140
5 122 158 132 128 154 124 107 144 120 115 168 108 125 126 128 130 157 118
Rata2 127.40 153.00 112.80 126.00 152.00 129.20 124.00 153.20 122.40 116.80 162.80 127.20 128.20 137.40 125.40 120.00 156.00 124.60
14
Gambar 2. Rata-rata Produktivitas Jagung Hibrida di Kembang Kerang Aikmel Lotim. MK.II. 2007
Produktivitas (t/ha)
8,000
6,000
4,000
2,000
Bima2
Bima 3
C-7
Bisi-2
N35
Jaya-1
CPI-2
Varietas Jagung Hibrida
Dari segi produktivitas terlihat bahwa varietas Bima-2 dapat mencapai hasil tertinggi yaitu 7,9 t/ha dibanding varietas yang lain. Sementara hasil yang terendah adalah pada varietas BISI-2 yaitu 4,46 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul baru dengan perbaikan teknologi budidaya, dapat meningkatkan produktivitas jagung. Aspek ekonomis Analisis usahatani jagung disajikan pada Tabel 4.
Penggunaan saprodi
terutama Urea pada teknologi petani relatif tinggi, sementara penggunaan pupuk SP-36 dan KCl sangat minim. Dari hasil analisis usahatani, terlihat bahwa perbaikan teknologi dapat meningkatkan produksi sebesar 45 % dibanding tanpa penerapan teknologi introduksi. Harga pembelian pedagang di Batuyang berkisar antara Rp.95.000 – 105.000/kw dengan harga rata-rata Rp. 100.000/kw. Keuntungan yang diperoleh petani yang menerapkan teknologi introduksi adalah sebesar Rp. 3,726,111/ha, atau 48 % lebih tinggi dibanding petani non kooperator, dengan nilai B/C 1.48. Sementara titik impas produksi dapat dicapai pada 2522 kg pada petani kooperator dan 1845 kg pada petani pembanding. Untuk titik impas harga pada petani kooperator dengan harga Rp.404/kg sedang pada petani pembanding sebesar Rp.423/kg.
15
Tabel 4. Analisis usahatani jagung di Kembang Kerang Aikmel. 2007 Uraian Benih Urea SP 36 KCl NPK/ Phonska Pupuk kandang Insektisida (sinbus) Insektisida (Furadan) herbiisda 2 ( Round up) herbiisda Biaya lain-lain (pajak) Biaya lain-lain (Iuran) Tenaga kerja Luar keluarga penyemprotan - Pria - Wanita penanaman - Pria - Wanita Pemupukan I - Pria - Wanita Pemupukan II - Pria - Wanita Penyiangan dan bumbun - Pria - Wanita Total Biaya Pendapatan Keuntungan B/C MBCR Titik impas produksi Titik impas harga
Kooperator (n = 6) Harga/Unit (Rp) Fisik Total (Rp) 20 30,000 600,000 200 1,200 240,000 250 1,800 450,000 1,559 500 779,630 1 37,500 27,778 4 10,000 40,000 2 45,000 90,000 45,000 2 10,000 20,000 6.5 10,000 65,000 1 10,000 10,000 5 10,000 50,000 2 10,000 20,000 4 10,000 40,000 1.5 10,000 15,000 3 10,000 30,000 2,522,407 6,249 1,000 6,248,519 3,726,111 1.48 1,47 2,522 403.68
Fisik 15 390 41 -
6 8 -
2 2 7 3 1 2 2 2 -
4,358
Kooperator (n =4) Harga/Unit (Rp) Total (Rp) 30,000 454,128 1,200 467,890 2,000 82,569 37,500 225,000 45,000 360,000 45,000 10,000 20,000 10,000 20,000 10,000 70,000 10,000 30,000 10,000 10,000 10,000 20,000 10,000 20,000 10,000 20,000 1,844,587 1,000 4,357,798 2,513,211 1.36 1,845 423.28
Lokasi Wanasaba Aspek Agronomis Pertumbuhan vegetatif tanaman terlihat relatif baik, namun pada saat tanaman pada fase pengisian tongkol, terjadi angin kencang sehingga sebagian dari tanaman ada yang rebah. Hal ini mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan pengisian tongkol karena proses fotosintesis tidak berjalan dengan baik.
Rata-rata tinggi tanaman pada saat tanaman
berumur 41 HST, terlihat bahwa varietas sukmaraga lebih tinggi dibanding varietas lainnya. Selain untuk produksi biji, penanaman jagung dilahan kering juga untuk pakan ternak.
16
Tabel 5. Tinggi tanaman umur 41 hari setelah tumbuh (HST) pada kajian budidaya jagung di lahan kering. Wanasaba. 2007 Nama Petani Aq. Supar
H. Abd Sudais
Aq. Mashuri
Varietas
Tinggi Tanaman (cm) 1
2
3
4
5
Rata2
Bima-1
101
92
104
93
102
98.40
Bisma
110
121
118
124
127
120.00
C-7
100
105
101
103
99
101.60
Sukmaraga
127
132
134
132
145
134.00
Lamuru
137
142
138
140
147
140.80
Bima-1
89
99
107
109
116
104.00
Bisma
140
130
135
127
136
133.60
C-7
106
104
102
107
107
105.20
Sukmaraga
140
129
138
142
142
138.20
Lamuru
138
139
142
144
144
141.40
Bima-1
106
112
114
108
119
111.80
Bisma
137
134
132
136
140
135.80
C-7
104
100
99
106
100
101.80
Sukmaraga
148
150
144
150
130
144.40
Lamuru
148
145
140
139
140
142.40
Aspek ekonomi Analisis usahatani dilahan kering Wanasaba di sajikan pada Tabel 6. Terlihat bahwa pada teknologi petani, penggunaan pupuk masih didominasi oleh urea, sementara pupuk lainnya belum menjadi perhatian petani. Penggunaan pupuk kandang juga belum dilakukan, padahal hampir semua petani memelihara ternak sapi. Dari hasil analisis usahatani, terlihat bahwa perbaikan teknologi dapat meningkatkan produksi 28 % dari teknologi petani. Harga pembelian pedagang di Wanasaba berkisar antara Rp.68.000– 74.000/kw dengan harga rata-rata Rp. 70.000/kw. Keuntungan yang diperoleh petani yang menerapkan teknologi introduksi adalah sebesar Rp. 1,972,521/ha, atau 46 % lebih tinggi dibanding petani non kooperator, dengan nilai B/C 0.9. Sementara titik impas produksi dapat dicapai pada 3.133 kg pada teknologi introduksi dan 2708 kg pada petani pembanding.
Untuk titik impas harga pada petani kooperator dengan harga
Rp.368,5/kg sedang pada petani pembanding sebesar Rp.409/kg.
17
Tabel 6. Analisis usahatani jagung di Wanasaba. MH. 2007/2008 Uraian Benih Urea NPK/ Phonska Pupuk kandang Insektisida (sinbus) Insektisida (Furadan) herbisida1 (Basmilang) herbiisda 2 ( Round up) herbiisda Biaya lain-lain (pajak) Tenaga kerja 1. persiapan tanan - Pria - Wanita 3. penyemprotan - Pria - Wanita 4. penanaman - Pria - Wanita 5. Pemupukan I - Pria - Wanita 7. Penyiangan dan bumbun - Pria - Wanita 8. penyiangan 2 - Pria - Wanita Total Biaya Produksi Pendapatan B/C MBCR Titik impas produksi Titik impas harga
Kooperator (n=6) Harga/Unit Fisik Total (Rp) (Rp) 20 15,000 300,000 200 1,200 240,000 250 1,800 450,000 1,500 300 450,000 4 10,000 41,026 2 45,000 92,308 1 30,000 30,000 2 15,000 26,923 2 15,000 26,923 1 15,000 15,000 4 10,000 40,000 12 10,000 120,000 5 10,000 49,000 6 10,000 62,000 3 10,000 30,000 8 10,000 80,000 14 10,000 140,000 2,193,179 5,951 700 4,165,700 1,972,521 0.90 3.1 3,133 368.54
Non kooperator (n=5) Harga/Unit Fisik Total (Rp) (Rp) 24 30,000 720,000 383 1,200 459,600 26 1,800 46,957 5 45,000 225,000 1 30,000 30,000 4 15,000 60,000 2 15,000 30,000 1 15,000 15,000 4 10,000 39,130 8 10,000 80,000 3 10,000 26,087 10,000 3 10,000 26,087 9 10,000 90,000 5 10,000 47,826 1,895,687 4,634 700 3,243,800 1,348,113 0.71 2708 409.08
3.3. Respon petani, pedagang dan penyuluh lapang Respon petani Dilokasi Batuyang, dari komponen teknologi yang diintroduksi untuk perbaikan teknologi petani, penggunaan VUB, pemupukan dengan kompos, NPK Phonska, merupakan komponen teknologi yang dirasakan petani mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan produktivitas dan pendapatan. Penggunaan kompos dapat mengatasi kekurangan dan keterlambatan suplay air irigasi. Dari pengamatan petani secara visual,
18
dengan keterlambatan suplay air irigasi selama 3 minggu, penampilan tanaman yang menggunakan kompos belum menununjukkan tanda-tanda layu, sementara pada tanaman tanpa menggunakan kompos, tanda-tanda layu sudah mulai terlihat dengan jelas seperti daun terkulai. Dari segi pilihan terhadap VUB yang di introduksi, sebagian besar petani kooperator (85%) memilih VUB hibrida Bima-2, Bima-3 dan NT-10, dengan alasan tanaman tegak, tongkol seragam, warna biji kuning mengkilap, produktivitas lebih tinggi dibanding C-7 dan BISI-2. Dilokasi Kembang Kerang, VUB yang banyak dipilih oleh petani (95%) adalah Bima2, dan Bima-3, dengan alasan tanaman relatif seragam dan tegap, tongkol besar dan relatif seragam, dan produktivitas lebih tinggi dibanding VUB hibrida yang diuji lain termasuk varietas yang biasa di tanam petani (BISI-2). Penggunaan pupuk NPK Phonska, dapat diterima dengan baik karena selama ini penggunaan pupuk P belum diterapkan dan SP-36 termasuk pupuk langka dengan harga yang relatif mahal. Sementara dilokasi Wanasaba, dari komponen teknologi yang diintroduksi, terlihat bahwa penggunaan VUB mendapat respon yang cukup baik, karena dapat meningkatkan produktivitas dibanding turunan hibrida yang biasa ditanam petani. Varietas yang dipilih adalah hibrida Bima-1, Bisma dan Lamuru, dengan alasan penampilan tanaman sejak fase vegetatif relatif baik dan tegap, tongkol sebagian besar besar dan berisi penuh, dan produktivitas lebih tinggi di banding petani disekitar. Komponen lain yang mendapat perhatian petani adalah penggunaan kompos. Dari pengamatan visual petani, terlihat bahwa tanaman yang menggunakan kompos dapat tahan walaupun hujan tidak turun selama 2 – 3 minggu. Sementara untuk penggunaan pupuk NPK Phonska merupakan pelajaran baru bagi petani karena selama ini mereka hanya menggunakan Urea saja. Kendala petani secara umum untuk pengembangan jagung di lokasi gelar dan alternatif pemecahannya : a. Kendala teknis : ketersediaan pupuk kompos di masing-masing lokasi masih sangat terbatas. Dari tiga lokasi tersebut yang berpotensi untuk pembuatan kompos insitu adalah di Wanasaba. Pembinaan dan demontrasi pembuatan kompos telah dilakukan, selanjutnya akan ditangani kelompok untuk prosesing dalam skala besar. Sementara di dua lokasi lainnya Batuyang dan Aikmel), pembuatan insitu tidak dapat dilakukan karena kepemilikan ternak sangat kecil atau tidak punya sama sekali. Olehnya diharapkan jika
19
menggunakan kompos, dapat diakses melalui produsen yang ada disekitar. Dari VUB yang dipilih dan disenangi, tidak tersedia benihnya di lokasi. Hal ini dapat diatasi dengan membuat benih tersebut di tingkat petani dengan menyediakan benih sumber. Strategi perbanyakan benih adalah dengan memproduksi di lahan sawah pada MK, dan selanjutnya benih tersebut untuk suplay di lahan kering pada musim hujan. b. Kendala penyediaan modal usahatani Modal usahatani yang terbatas merupakan kendala dalam penerapan teknologi secara intensif. Sebagai contoh, pemupukan akan terlambat jika tidak tersedia sesuai dengan kebutuhan di lapang, akibatnya tanaman tidak akan tumbuh dan berproduksi dengan maksimal.
Selama ini sumber modal petani adalah dengan meminjam ke tetangga
ataupun pelepas uang yang ada di desa dengan perjanjian yang kurang berpihak ke petani. Alternatif pemecahannya adalah 1) berusaha mengakses sumber modal dari lembaga keuangan formal; 2) menjalin kemitraan dengan pengusaha yang dapat menyediakan sarana produksi dan menjamin pemasaran hasil; dan 3) mengupayakan sistem pengembalian modal dari sarana produksi pengkajian yang dikelola oleh kelompok. Namun alternatif ke 3 ini hanya dapat melayani petani kooperator pengkajian saja, belum menjangkau anggota kelompok secara keseluruhan. Di Batuyang, sistem ini sudah berjalan dengan baik dimana sudah dapat mengatasi kesulitan tenaga pengolahan tanah. Modal pengembalian dari petani kooperator dijadikan modal untuk mengadakan 1 unit traktor yang dikelola oleh kelompok. Respon pedagang dan penyuluh lapang Rekomendasi teknologi budidaya jagung yang di introduksi, merupakan perbaikan teknologi yang eksis di tingkat petani. Lokasi pengkajian merupakan tempat belajar bagi petani dan penyuluh lapang. Lokasi-lokasi kajian telah digunakan oleh PPL sebagai tempat kunjungan petani dari kelompok lain maupun PPL dari desa lain untuk studi banding teknologi. Beberapa komponen teknologi yang mendapat perhatian khusus adalah penggunaan VUB jagung dan penggunaan pupuk kompos. Pada umumnya di Lombok Timur, preferensi pedagang jagung dalam memilih dan menentukan harga jagung adalah rendemen biji, keseragaman tongkol, warna biji dan produktivitas. Dari beberapa VUB jagung hibrida dan bersari bebas yang di introduksi hampir semua memenuhi preferensi pedagang, sehingga semua hasil panen dapat dibeli dengan harga yang relatif tinggi pada saat panen.
20
VI. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN •
Perbaikan teknologi budidaya jagung di lahan sawah dan di lahan kering, dapat meningkatkan produktivitas hingga mencapai 15 - 46 %, dan meningkatkan pendapatan sebesar 17,5 % - 48 %.
•
Penerapan komponen teknologi varietas unggul baru jagung hibrida, diharapkan menjadi pilihan petani terutama di lahan sawah, sehingga petani dapat memilih varietas yang berdaya hasil tinggi dengan acuan pengujian teknologi tersebut.
•
Penggunaan varietas unggul jagung hibrida memerlukan kondisi lahan yang optimal dan input yang optimal pula, sehingga diharapkan introduksi varietas ini pada lahan sawah dengan pengairan yang intensif dengan dukungan input yang tersedia sesuai rekomendasi. Sementara untuk jagung varietas bersari bebas seperti Lamuru, Sukmaraga, dan Bisma pengembangannya diarahkan kepada lahan kering dengan kemampuan modal petani yang terbatas.
•
Perlu adanya kebijakan penetapan harga jagung di tingkat petani, sehingga petani dapat menerima harga sesuai dengan jerih payahnya.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2005. Program Kebijakan dan Pengembangan Agribisnis Jagung. Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya jagung nasional. Makasar 29 – 30 September 2005. Hipi Awaludin, Kunto Kumoro, A. Suriadi, Yul Alfian Hadi, dan Mashur. 2004. Kajian peningkatan produktivitas lahan kering berbasis jagung melalui penerapan teknologi spesifik lokasi di kabupaten Lombok Timur. Makalah hasil-hasil penelitian. Belum diterbitkan. Hipi Awaludin, Sri Hastuti, Yohanes G. Bulu dan I. Putu Cakra. 2005. Baseline survey di Desa Perigi Kecamatan Suela Lombok Timur. Belum dipublikasi. Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia selama Empat dekakde yang lalu dan Implikasinya bagi Indonesia. Makalah disampaikan pada Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Di Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang Pertanian.
21
Pingali, P.L. and S. Pandey. 2001. Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector. Dalam: Pingali, P.B. (Ed.) Meeting World Maize Needs: Technological Opportunities and Priorities for the Public Sector. Saenong S., dan Subandi. 2002. Konsep PTT pada Tanaman Jagung. Makalah disampaikan pada pembinaan Teknis dan Manajemen PTT Palawija di Balitkabi. Malang 21 – 22 Desember 2002. Subandi. 2003. Peranan Benih Berkualitas Varietas Unggul dalam Meningkatkan Produksi Jagung. Makalah di samapikan pada pada acara “ Sosialisasi Produksi Benih Jagung Unggul Nasional dan Distribusinya”. Maros, 15-21 Desember 2003 Wahid. A. S., Zainuddin, dan Sania Saenong. 2002. Laporan Pelaksanaan analisis Usahatani Pemupukan NPK Pelangi pada Tanaman Jagung di Kab. Gowa. Sulawesi Selatan pada MK. I. 2002. Studi Kasus Desa Pa’bundukang, Kab. Gowa. Sulsel. Kerja sama BPTP Sulsel dengan PT. Panen Mas Agromandiri dan PT. Pupuk Kaltim. Zubachtirodin, Sania Saenong, Subandi, dan Awaludin Hipi. 2004. Budidaya Jagung Pada Lahan Kering Beriklim Kering Melalui Pendekatan Pengelolaan Sumberdaya dan Tanaman Terpadu (PTT). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pemberdayaan Petani Miskin di lahan Marginal Mellalui Penerapan Teknologi Tepat Guna. Mataram 31 Agustus – 01 September 2004.
22
Lampiran Foto-Foto : Lokasi Batuyang
23
Lokasi Kembang Kerang
24
Lokasi Wanasaba
25