November 2015 – 1
Laporan Bulanan Fund Manager Summary
DAFTAR ISI Tinjauan Ekonomi Tinjauan Pasar Saham Tinjauan Pasar Obligasi Data Ekonomi
TINJAUAN EKONOMI Surplus terjaga Surplus neraca perdagangan mencatat penurunan dari USD1,454 mn di Sep15 menjadi USD1,380mn di Oct15. Penurunan ini terutama disebabkan oleh berkurangnya surplus di sektor nonmigas. Sektor nonmigas mencatat surplus sebesar USD1,397mn di Oct15, menurun dari USD1,489mn di Sep15. Sementara itu, defisit di sektor migas juga menurun dari USD459bn di Sep15 menjadi USD378mn di Oct15. Di sektor nonmigas, ekspor nonmigas turun sebesar 3.9%MoM menjadi USD10,705mn di Oct15 (-16.9%YoY) dipicu oleh penurunan ekspor perhiasan (-32.2%MoM) dan ekspor bijih, kerak dan abu logam (85.0%MoM), sementara ekspor lemak dan minyak hewan/nabati masih tumbuh positif sebesar 8.5%MoM. Di sisi lain, impor nonmigas mencatat penurunan yang lebih lambat, yaitu sebesar 3.5%MoM menjadi Indonesia trade data
Source: Central Bureau of Statistics (BPS)
USD9,309mn di Oct15, sehingga menyebabkan berkurangnya surplus di sektor nomigas selama bulan tersebut (-6.2%MoM). Di sektor migas, ekspor turun sebesar 5.1%MoM (-44.1%YoY), sementara impor turun lebih tajam sebesar 8.1%MoM (-50.9%YoY). Hal ini menyebabkan penurunan deficit di sektor migas menjadi USD378mn di Oct15 dari USD459mn di Sep15. Terhadap total impor, impor barang konsumsi turun paling tajam yaitu 6.2%MoM (-24.9%YoY), diikuti oleh impor bahan baku (-5.1%MoM atau -28.8%YoY). Sementara itu, impor barang modal masih mengalami sedikit pertumbuhan yaitu 0.2%MoM (-24.6%YoY) di bulan tersebut. Impor bahan baku masih mengambil proporsi terbesar dari total impor yaitu 74.5% di Oct15. Secara kumulatif untuk 10 bulan di tahun 2015, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD9,058mn di 10M15 dari deficit sebesar USD1,648mn di 10M14 seiring menurunnya deficit di sektor migas dan meningkatnya surplus di sektor nonmigas. Defisit di sektor migas tercatat sebesar USD5,296mn di 10M15, menurun secara tajam dari USD10,726mn di 10M14. Lebih rendahnya harga minyak telah membawa dampak positif terhadap kinerja sektor migas. Rata-rata harga minyak Brent tercatat sebesar USD57.1/barrel di 10M15, menurun secara berarti dari rata-rata sebesar USD104.3/barrel di 10M14. Sementara itu, kinerja di sektor nonmigas juga meningkat tajam
Fund Manager Summary | November 2015 – 2
menjadi USD13,570mn (+49.5% YoY) di 10M15 karena adanya penurunan tajam dalam impor selama periode tersebut sebagai akibat dari melemahnya Rupiah dan perlambatan perekonomian domestik. Inflasi di Nov15, suku bunga BI dipertahankan Inflasi tercatat sebesar 0.21%MoM di bulan Nov15, sehingga membawa inflasi YoY menjadi 4.89% (menurun dari 6.25% di Oct15). Inflasi di Nov15 terutama berasal dari inflasi makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (+0.47%MoM), kesehatan (+0.44%MoM) dan bahan makanan (+0.33%MoM). Ketiga sektor ini menyumbang 0.17ppt terhadap total inflasi bulanan. Penyumbang inflasi di bulan Nov15 berdasarkan tipe pengeluaran adalah sebagai berikut: bahan makanan (+0.33%MoM), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (+0.47%MoM), perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (+0.15%MoM), sandang (-0.23%MoM), kesehatan (+0.44%MoM), pendidikan (+0.05%MoM) dan transportasi (+0.06%MoM). Sementara itu, laju inflasi inti tercatat sebesar 4.77%YoY di Nov15, lebih rendah dibandingkan Oct15 yang sebesar 5.02%YoY. BI mempertahankan suku bunga acuannya di 7.50% di bulan Nov15. IDR mengalami depresiasi dan harga minyak mengalami penurunan The Bloomberg-JP Morgan Asia Dollar Index (ADXY), yang mengikuti pergerakan 10 mata uang teraktif selain JPY mengalami penurunan menjadi 107.45 di Nov15 dari 108.5 di Oct15. Rupiah mengalami depresiasi sebesar 1.1%MoM menjadi Rp13,841/USD di Nov15. Harga minyak Brent turun menjadi USD44.61/barrel di Nov15 dari USD49.56//barrel di bulan sebelumya. Cadangan devisa sedikit mengalami penurunan menjadi USD100.2bn di akhir Nov15 dibandingkan dengan USD100.7bn di akhir Oct15. Berita penting lainnya :
●
Data penjualan bulanan: penjualan otomotif menurun namun penjualan semen meningkat tajam Di bulan Oct15, penjualan mobil tercatat sebanyak 88,325 units (-5.1% MoM, -16.1%YoY), membawa penjualan kumulatif 10M15 menurun menjadi 853,008 unit atau turun sebesar 17.8% YoY. Sementara itu, penjualan motor domestik tercatat sebanyak 602,882 unit (-0.04% MoM; -10.8%YoY), sehingga membawa penjualan kumulatif 10M15 menjadi 5,424,073 units (-19.4%YoY). Penjualan semen tercatat sebesar 6,471mn ton di Oct15 (+11.7% MoM atau +12.2% YoY). Hal ini membawa penjualan kumulatif sebesar 49,863 mn ton di 10M15 (+1.7%YoY).
●
Pertumbuhan PDB tercatat sebesar 4.7% YoY di 3Q15 Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4.7%YoY di 3Q15. Pertumbuhan konsumsi swasta relatif stabil di kisaran 5.0%YoY, sementara pengeluaran pemerintah dan investasi tumbuh masingmasing sebesar 6.6%YoY dan 4.6% YoY di 3Q15, meningkat dari 2.3% YoY dan 3.6% YoY di 2Q15.
●
Paket stimulus ekonomi ke-6 diumumkan Pemerintah mengumumkan paket stimulus ekonomi yang keenam yang terdiri dari (1) pemberian berbagai insentif pajak untuk investasi di 8 kawasan ekonomi khusus, (2) penegasan kembali ijin kepada perusahaan swasta untuk mengelola water resources dan (3)
penerapan sistem perijinan impor online untuk impor obat dan makanan.
●
Defisit neraca pembayaran sebesar USD4.6bn tercatat di 3Q15 Neraca pembayaran 3Q15 mencatat deficit sebesar USD4.6bn, dipicu oleh deficit transaksi berjalan (CAD) sebesar USD 4.0bn (1.9% of GDP), surplus neraca modal sebesar USD 1.2bn dan net errors & omission sebesar -USD1.7bn. Surplus neraca modal ini turun dari USD2.2bn di 2Q15 karena adanya arus keluar dari investasi portofolio secara signifkan di triwulan tersebut.
●
Proyek Kereta Cepat “bullet train” Jakarta-Bandung akan segera dimulai Proyek Kereta Cepat "Bullet Train" Jakarta-Bandung direncanakan akan dimulai pembangunannya awal 2Q16 menurut Presiden Direktur PT Pilar Synergy BUMN Indonesia, Bapak Hanggoro. PT Wijaya Karya, PT Perkebunan Nusantara VIII dan PT Jasa Marga merupakan anggota dari konsorsium.
●
BNI telah menyelesaikan studi revaluasi aktiva tetap BNI telah menyelesaikan studi revaluasi aktiva tetap dan berharap peningkatan sebesar Rp10-12tn dalam asset. Sebagai dampaknya, Tier 1 CAR BNI akan meningkat dari 14.7% saat ini menjadi 17.4%.
●
Pertumbuhan kredit sebesar 12-14%YoY diproyeksikan di tahun 2016 Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit sebesar 12-14% YoY di tahun 2016, sedikit lebih tinggi dari perkiraan tahun ini yang sebesar 11% YoY. BI memproyeksikan perbaikan dalam lingkungan perekonomian global, iklim investasi dan konsumsi domestik yang lebih kondusif di tahun 2016.
TINJAUAN PASAR SAHAM Moving Back and Forth Pasar saham global masih bergerak tak menentu akibat sentimen terkait ketidakpastian naiknya suku bunga acuan AS dan lambatnya pertumbuhan ekonomi global. Berkebalikan dengan data non-farm payroll job yang lemah di bulan Oktober, job data di bulan November menunjukan hasil yang sangat baik, dengan adanya penambahan 211,000 pekerjaan baru, tingkat pengangguran yang berada di angka 5% (terendah sejak 7 tahun terakhir sejak 2008) dan average hourly earnings yang naik sebesar 0.4%, kenaikan tertinggi sejak 2009. Jobs report dianggap merupakan indikator terakhir dalam pengambilan keputusan final dari The Fed tahun ini. Pencapaian jobs data di bulan November dianggap sebagai indikator “lebih dari cukup” yang membuat probabilitas naiknya suku bunga acuan meningkat ke level 58% dari 30% bulan lalu. Pasar saham negara berkembang bergerak secara volatil dengan kemungkinan naiknya suku bunga acuan AS di bulan Desember dan lemahnya ekomi China yang masih terus berlanjut. Kondisi manufaktur China terus melemah, ke level terendah dalam tiga tahun terakhir. Berdasarkan data dari statistik nasional, angka PMI China turun ke level 49.6 di bulan November, terendah sejak Agustus 2012. Sebaliknya, pasar saham Eropa bergerak secara positif di bulan November dengan ekspektasi akan adanya stimulus ekonomi dari ECB yang diekspektasikan untuk dirilis awal Desember. Pasar komoditas masih mengalami banyak tekanan dengan hampir semua jenis komoditas diperdagangkan di level terendahnya sepanjang tahun akibat
Fund Manager Summary | November 2015 – 3
JCI November 2015
Yield curve changes November 2015
Source: Bloomberg,BNP Paribas
lemahnya permintaan. Nikel turun 6.4% ke $8,175/ton di London – level terendah sejak 2003. Begitu pula dengan emas, gold future delivery turun 0.9% di pasar London dan bursa dengan underlying asset berupa emas jatuh ke angka terendahnya sejak 2009 silam. Baltic Dry Index, yang mengukur harga shipping bulk commodities seperti batu bara dan bijih besi berada di level 628, yang merupakan angka terendahnya sejak pertama kali diluncurkan tahun 1985. Jakarta Composite kembali terkoreksi setelah rally yang cukup kuat bulan lalu. IHSG ditutup di angka 4446 di bulan November (turun -0.2% MoM). IHSG terkoreksi signifikan pada hari terakhir perdagangan di bulan November karena adanya efek rebalancing dari MSCI, dimana koreksi terutama terjadi pada saham berkapitalisasi besar pada sesi auction menjelang penutupan. Rupiah terdepresiasi ke level Rp 13,874/$ atau turun -1.2% dibandingkan bulan lalu, sementara 10Y Government Bond Yield turun ke 8.61% (-27 bps MoM). PMI indeks berada di level 46.9 di bulan November, turun dibandingkan bulan lalu yang berada pada angka 47.8. Pada bulan ini pemerintah kembali mengeluarkan paket stimulus ekonomi ke 6 yang mencakup diantaranya 1) Memberikan beberapa insentif pajak bagi investasi di 8 zona ekonomi special 2) Memberikan izin bagi pihak swasta untuk mengelola penyediaan sumber daya air, 3) Simplifikasi perizinan BPOM berupa system online khususnya untuk obat-obatan dan makanan impor. Sementara itu, belanja negara 10 bulan kebelakang baru mencapai 36% dari total budget pengeluaran sebesar Rp 99Tn. Aktivitas pasar rata-rata di November adalah sebesar $356 juta atau turun sebesar -28% MoM. Investor asing mencatatkan penjualan bersih sebesar USD244 juta di bulan Oktober, yang sebagian besar terjadi di penghujung bulan. Kinerja bulanan negatif relatif pada JCI disebabkan oleh Plantation (-10.33%), Mining (-9.70%), Trade and Services (4.06%), Finance (-0.81%), dan Miscellaneous Industry (-0.04%). Sementara kinerja positif diatribusikan oleh Basic Industry (7.60%), Infrastructure & Telecom (3.97), Consumer (1.88%), dan Property and Construction (1.22%).
TINJAUAN PASAR OBLIGASI RESILIENT MARKET November adalah bulan yang baik bagi pasar obligasi Indonesia di mana perkembangan dalam negeri lebih banyak memberikan dukungan, ketimbang prospek pertumbuhan global yang terus-menerus suram. Gejolak pasar bulan ini secara umum lebih disebabkan oleh kondisi eksternal, seperti perbedaan kebijakan bank sentral serta data ekonomi China yang mengecewakan. Namun, kali ini, pasar obligasi
lokal Indonesia terbukti lebih tangguh dari sebelumnya, karena didukung oleh angka makro yang membaik, kebijakan Bank Indonesia ("BI") yang akomodatif dan kondisi pasokan yang mendukung hingga akhir tahun ini. Data inflasi November menurun lebih lanjut ke tingkat 4,89% YoY (0,21% MoM) yang membawa inflasi tahunan saat ini menjadi 2,73%. Meskipun data ini sedikit lebih tinggi dari konsensus 4,85% YoY (0,17% MoM), pasar merespon dengan baik karena inflasi dianggap masih terkendali dengan baik. Sementara inflasi inti juga melambat menjadi 4,77% YoY (Oktober: 5,02% YoY). Perdagangan Oktober mencatat surplus lebih tinggi dari yang diperkirakan sebesar USD 1.02bn (konsensus: USD 750mn) karena impor turun lebih dalam dari ekspor. Karena meningkatnya stabilitas makroekonomi, BI memutuskan untuk menurunkan GWM Bank menjadi 7,5% dari 8%, efektif mulai 1 Desember, sementara tetap menjaga suku bunga acuan BI Rate pada 7,5%. Sementara masing-masing suku bunga deposit FASBI dan pinjaman FASBI tetap berada pada 5,5% dan 8%. Dengan ini Bank Indonesia mengindikasikan bias untuk melakukan pelonggaran ke depannya. Di sisi pasokan obligasi, bulan Desember ini pemerintah melakukan lelang obligasi mata uang lokal yang terakhir untuk tahun ini. Dari penerbitan dalam negeri , Kementerian Keuangan menjual sejumlah Rp 18tn dari lelang obligasi konvensional biasa bulan ini. Tekanan pada sisi pasokan obligasi domestik berkurang lebih lanjut karena pemerintah menyatakan bahwa pre-funding 2016 APBN akan dilakukan melalui penerbitan obligasi global yang pada bulan Desember. Di pasar sekunder, ketidakpastian terus menerus yang terjadi seputar kebijakan Fed memicu gejolak pasar. Bulan ini dibuka dengan lemahnya rilis data dari AS pada akhir Oktober sehingga menciptakan risiko lingkungan yang positif bagi pasar obligasi. Namun, sentimen positif tersebut mengambil penurunan pada minggu pertama bulan November ketika Yellen menyampaikan pesan yang relatif hawkish, mengisyaratkan tetap adanya rencana kenaikan tingkat bunga di bulan Desember. Selanjutnya, meningkatnya kemungkinan stimulus moneter baru oleh ECB dan melemahnya mata uang Yuan karena rilis data China yang mengecewakan membuat mata uang USD menguat sehingga mengurangi minat risiko terhadap aset Emerging Market. Untungnya bagi pasar obligasi domestik, tren minat risiko terlihat membaik meskipun berita utama global kurang konstruktif. Meningkatnya fundamental yang didukung relaksasi GWM oleh BI menjadi katalis positif. Pengurangan RRR oleh BI menghasilkan tambahan likuiditas di pasar sebesar Rp 18tn memberikan dorongan sentimen pasar obligasi. Pada akhir bulan, kinerja pasar obligasi seperti yang ditunjukkan oleh Indeks Obligasi HSBC yang mengukur total return mencapai angka 746,339, menyiratkan peningkatan bulanan sebesar 2,35%. Kurva imbal hasil bergeser ke bawah untuk 5Y, 10Y,
Fund Manager Summary | November 2015 – 4
15Y, dan obligasi pemerintah 20Y menyebabkan kurva ditutup masingmasing pada tingkat 8,42% (-25bps), 8.56% (-25bps), 8,70% (-38bps), dan 8,77% (-35bps). Total investasi investor luar negeri pada obligasi local meningkat menjadi sebesar Rp 548.52tn pada 30 November 2015 (+ Rp 19.75tn), yang mewakili 38,15% (+ 1,05% pt).
Fund Manager Summary | November 2015 – 5
KEY ECONOMIC DATA
Fund Manager Summary | November 2015 – 6
Disclaimer MUTUAL FUND INVESTMENTS CONTAIN RISK. PROSPECTIVE INVESTORS MUST READ AND COMPREHEND THE PROSPECTUS PRIOR TO INVESTING IN MUTUAL FUND. PAST PERFORMANCE DOES NOT REPRESENT FUTURE PERFORMANCE. This material is issued and has been prepared by PT. BNP Paribas Investment Partners a member of BNP Paribas Investment Partners (BNPP IP)**. This material is produced for information purposes only and does not constitute: 1. an offer to buy nor a solicitation to sell, nor shall it form the basis of or be relied upon in connection with any contract or commitment whatsoever or 2. any investment advice. This material makes reference to certain financial instruments (the “Financial Instrument(s)”) authorized and regulated in its/their jurisdiction(s) of incorporation. No action has been taken which would permit the public offering of the Financial Instrument(s) in any other jurisdiction, except as indicated in the most recent prospectus, offering document or any other information material, as applicable, of the relevant Financial Instrument(s) where such action would be required, in particular, in the United States, to US persons (as such term is defined in Regulation S of the United States Securities Act of 1933). Prior to any subscription in a country in which such Financial Instrument(s) is/are registered, investors should verify any legal constraints or restrictions there may be in connection with the subscription, purchase, possession or sale of the Financial Instrument(s). Investors considering subscribing for the Financial Instrument(s) should read carefully the most recent prospectus, offering document or other information material and consult the Financial Instrument(s)’ most recent financial reports. The prospectus, offering document or other information of the Financial Instrument(s) are available from your local BNPP IP correspondents, if any, or from the entities marketing the Financial Instrument(s). Opinions included in this material constitute the judgment of PT. BNP Paribas Investment Partners at the time specified and may be subject to change without notice. PT. BNP Paribas Investment Partners is not obliged to update or alter the information or opinions contained within this material. Investors should consult their own legal and tax advisors in respect of legal, accounting, domicile and tax advice prior to investing in the Financial Instrument(s) in order to make an independent determination of the suitability and consequences of an investment therein, if permitted. Please note that different types of investments, if contained within this material, involve varying degrees of risk and there can be no assurance that any specific investment may either be suitable, appropriate or profitable for a client or prospective client’s investment portfolio. Given the economic and market risks, there can be no assurance that the Financial Instrument(s) will achieve its/their investment objectives. Returns may be affected by, amongst other things, investment strategies or objectives of the Financial Instrument(s) and material market and economic conditions, including interest rates, market terms and general market conditions. The different strategies applied to the Investment Products may have a significant effect on the results portrayed in this material. Past performance is not a guide to future performance and the value of the investments in Financial Instrument(s) may go down as well as up. Investors may not get back the amount they originally invested. The performance data, as applicable, reflected in this material, do not take into account the commissions, costs incurred on the issue and redemption and taxes. * PT BNP Paribas Investment Partners (address: World Trade Center Building, 5th Floor, Jl. Jend Sudirman Kav.29-31, Jakarta 12920 INDONESIA). ** “BNP Paribas Investment Partners” is the global brand name of the BNP Paribas group’s asset management services. The individual asset management entities within BNP Paribas Investment Partners if specified herein are specified for information only and do not necessarily carries on business in your jurisdiction. For further information, please contact your locally licensed Investment Partner . .