September 2015 – 1
Laporan Bulanan Fund Manager Summary
Aug15, sehingga mengakibatkan surplus sektor nonmigas mengalami penurunan di bulan tersebut (-55.2%MoM).
DAFTAR ISI
Di sektor migas, ekspor tumbuh sebesar 7.7%MoM (-41.1YoY), sementara impor turun sebesar 8.1%MoM (-38.0%YoY). Hal ini menyebabkan penurunan defisit sektor migas menjadi USD577mn di Aug15 dari USD1,384mn di Jul15.
Tinjauan Ekonomi Tinjauan Pasar Saham Tinjauan Pasar Obligasi Data Ekonomi
Terhadap total impor, impor dari barang konsumsi tumbuh paling tinggi yaitu 52.9%MoM (-7.4%YoY), diikuti oleh impor barang modal (+23.0%MoM or -18.2%YoY) dan bahan baku (+18.6%MoM or -17.8% YoY). Impor bahan baku masih mengambil proporsi terbesar dari total impor, yaitu 74.6% dari total impor di Aug15.
TINJAUAN EKONOMI Masih surplus, walaupun menurun
Secara kumulatif untuk 8 bulan pertama di tahun ini, Indonesia mencatat surplus neraca perdagangan sebesar USD6,332mn dibandingkan dengan deficit neraca perdagangan sebesar USD1,398mn di 8M14 akibat menurunnya deficit di sektor migas. Defisit di sektor migas tercatat sebesar USD4,459mn di 8M15, menurun secara signifikan dari USD8,588mn di 8M14.Turunnya harga minyak membawa dampak positif terhadap kinerja sektor migas. Rata-rata harga minyak Brent tercatat sebesar USD59.1/barrel di 8M15, menurun secara tajam dibandingkan rata-rata sebesar USD107.8/barrel di 8M14. Sementara itu, kinerja sektor nonmigas juga membaik dengan surplus tercatat sebesar USD10,791 (+50.1% YoY) di 8M15 karena adanya
Surplus neraca perdagangan mengalami penurunan menjadi USD434mn di Aug15 dari USD1,384mn di Jul15. Defisit sektor migas sesungguhnya berkurang dari USD873mn di Jul15 menjadi USD577mn di Aug15, namun penurunan ini tidak dapat mengkompensasi penurunan tajam pada surplus nonmigas (menjadi USD1,011mn di Aug!5 dari USD2,256mn di Jul15), sehingga mengakibatkan surplus neraca perdagangan mengalami penurunan di bulan tersebut. Untuk sektor nonmigas, ekspor nonmigas tumbuh sebesar 11.2%MoM menjadi USD11,172mn di Aug15 (-6.0%YoY) terutama dipicu oleh peningkatan ekspor karet (+16.8%MoM). Namun, impor nonmigas tumbuh lebih tinggi sebesar 30.5%MoM menjadi USD10,161mn di Indonesia trade data Jul-15
Aug-15
%MoM
Aug-14
% YoY
Ytd14
Ytd15
11,466
12,703
10.8%
14,482
-12.3%
117,430
102,632
11,172 1,531 12,269 10,161 2,108
11.2%
11,884
-6.0%
96,651
89,591
-7.3
7.7%
2,598
-41.1%
20,780
13,040
-37.2
21.7%
14,793
-17.1%
118,829
96,300
-19.0
30.5%
11,394
-10.8%
89,460
78,801
-11.9
Oil&gas-Imports (US$mn)
10,044 1,422 10,082 7,788 2,294
-8.1%
3,399
-38.0%
29,368
17,499
-40.4
Trade balanc e (US$mn)
1,384
434
-68.7%
-312
NM
-1,398
6,332
NM
Non oil and gas
2,256
1,011
-55.2%
490
106.5%
7,190
10,791
50.1%
Oil&gas balanc e
-873
-577
NM
-801
NM
-8,588
-4,459
NM
Exports (US$mn) Non-oil&gas Exports (US$mn) Oil&gas-Exports (US$mn) Imports (US$mn) Non-oil&gas Imports (US$mn)
Source: Central Bureau of Statistics (BPS)
% YoY -12.6
Fund Manager Summary | September 2015 – 2
penurunan impor yang tajam selama periode tersebut, sebagai akibat dari melemahnya Rupiah dan melambatnya perekonomian domestik. Deflasi di Sep15, suku bunga BI dipertahankan Deflasi sebesar 0.05%MoM tercatat di Sep15, sehingga membawa inflasi YoY menjadi 6.83% (menurun dari 7.18% di Aug15). Deflasi di Sep15 terutama berasal dari deflasi di bahan makanan (-1.07% MoM) dan transportasi (-0.40% MoM). Kedua sektor ini menyumbang 0.32ppt dari total deflasi bulanan. Sementara itu, sektor lainnya sesungguhnya mencatat inflasi di bulan tersebut. Penyumbang deflasi bulan Sep15 berdasarkan tipe pengeluaran adalah bahan makanan (-1.07%), makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (+0.39%), perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (+0.20%), sandang (+0.83%), kesehatan (+0.44%), pendidikan (+0.89%) dan transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (-0.40%). Sementara itu, inflasi inti tercatat sebesar 5.07% YoY di Sep15, lebih tinggi dari 4.92%YoY di bulan Aug15. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BInya di 7.5% di Sep15. Rupiah kembali melemah, harga minyak juga menurun The Bloomberg-JP Morgan Asia Dollar Index (ADXY), yang mengikuti pergerakan 10 mata uang teraktif selain JPY turun ke 107.07 di bulan Sep15 dari 107.41 di bulan Aug15. Rupiah melemah sebesar 4.2%YoY menjadi Rp14.653/USD pada akhir Sep15. Harga minyak Brent menurun menjadi USD48.37/barrel di bulan Sep15 dari USD54.15/barrel di bulan sebelumnya. Cadangan devisa mengalami penurunan menjadi USD101.7bn pada akhir Sep15 dari USD105.3bn pada akhir Aug15. Berita penting lainnya :
● Data penjualan bulanan: peningkatan tajam dalam penjualan
otomotif dan semen Pada bulan Aug15, penjualan mobil tercatat sebanyak 90,534 unit (+62.8% MoM, -6.3%YoY), mengakibatkan penjualan kumulatif 8M15 menjadi sebesar 671,641 unit atau turun sebesar 19.1%YoY. Sementara itu, penjualan motor domestik tercatat sebanyak 622,089 unit (+47.5% MoM; +2.1%YoY), sehingga membawa penjualan kumulatif 8M15 menjadi sebesar 4,218,089 unit (-21.1%YoY). Penjualan semen tercatat sebesar 5,463mn ton di bulan Aug15 (+52.6% MoM atau +15.5% YoY). Hal ini membawa penjualan kumulatif sebesar 37,527mn ton di 8M15 (-0.1%YoY).
●
Beberapa peraturan baru diluncurkan oleh BI dan pemerintah Bank Indonesia meluncurkan beberapa peraturan baru sebagai langkah-langkah untuk menstabilkan Rupiah. BI akan masuk ke forward market dengan menawarkan SBI berdenominasi mata uang asing, memperpendek “minimum holding period” SBI dan menurunkan tarif pajak untuk deposito yang berasal dari hasil ekspor yang disimpan di bank local. Secara terpisah, pemerintah juga mengumumkan beberapa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yang mencakup (1) memberikan subsidi suku bunga kredit mikro dari 22-23% menjadi 12%, (2) menghapuskan PPN atas galangan kapal, kereta api dan pesawat (3) mempercepat proses ijin investasi dari 8 hari menjadi 3 jam (4) mempercepat realisasi proyek nasional dengan mengurangi birokrasi dan menyederhanakan peraturan serta (5) membangun program perumahan untuk masyarakat berpendapatan rendah.
● Asumsi makro untuk RAPBN FY16 telah ditetapkan
DPR telah menyetujui asumsi RAPBN untuk tahun 2016, sebagai berikut: pertumbuhan PDB sebesar 5.3%, nilai tukar sebesar Rp13,900/USD, laju inflasi sebesar 4.7% dan tingkat pengangguran sebesar 5.2-5.5%.
● Pertamina untuk mengurangi impor BBM
Pertamina akan mengurangi impor BBM RON88 sejak November, karena perusahaan akan memperoleh tambahan produksi dari pengilangan minyak Cilacap (30k barrel/hari) dan Trans Pacific Petroleum Indonesia (61k barrel/hari).
● Tiga Bank BUMN memperoleh kredit dari CDB
Tiga bank BUMN (Bank BRI, Bank Mandiri dan Bank BNI) telah menandatangani perjanjian pinjaman dengan tenor 10 tahun sejumlah $3bn dengan the China Development Bank (CDB) untuk membiayai proyek infrastruktur. Masing-masing bank ini akan menerima pinjaman sebeesar $1bn.
TINJAUAN PASAR SAHAM Negative Sentiment Persist The Fed masih menunggu waktu yang tepat untuk menaikan suku bunga acuan AS. Pada meeting September lalu, The Fed memutuskan untuk menjaga suku bunga acuan di level saat ini. Pertimbangan akan keputusan tersebut berdasarkan akan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya negara-negara berkembang, yang mengakibatkan tidak stabilnya kondisi pasar keuangan dunia. The Fed juga merevisi target pertumbuhan ekonomi menjadi 2.1% (sebelumnya 1.9%) dan target pengangguran level di tingkat 5% hingga akhir tahun ini. Disisi lain, melambatnya perekonomian Cina terus berlanjut. Indeks PMI di bulan September berada di level 49.8, atau dengan kata lain Indeks telah berada di bawah level 50 selama tujuh bulan berturut-turut yang menunjukan adanya kontraksi di sektor manufaktur Cina. Sementara itu, zona Eropa mengalami deflasi di bulan September sebesar -0.1%YoY, yang utamanya disebabkan oleh turunnya harga energi sebesar 8.9%YoY. Ini merupakan deflasi pertama kalinya di Eropa sepanjang tahun ini yang membuat semakin tingginya jarak (gap) dengan target inflasi yang ditetapkan ECB di level 2%. Presiden ECB, Mario Draghi, memberi sinyal bahwa paket stimulus lanjutan mungkin dibutuhkan untuk mendorong kepercayaan dan pertumbuhan di zona Eropa bila terjadi deflasi lanjutan. Kinerja indeks global selama September : NASDAQ (-3.27%), S&P 500 (-2.64%), Brazil IBOV (3.36%), Spanish IBEX (-6.81%), Euro Stoxx (-5.17%), Deutsche Dax (5.84%), Stockholm OMX (-5.61%), Japan Nikkei (-7.95%), Shanghai Shcomp (-4.78%), SG STI (-4.47%), dan HK Hang Seng (-3.80%). Sentimen negatif masih menyelimuti Indonesia di bulan September yang membuat JCI kembali turun ke level 4224 atau turun -6.34% pada akhir bulan. Rupiah kembali terdepresiasi ke level Rp14,653/$ (4.2%MoM). Dikombinasikan dengan depresiasi rupiah, return indeks telah turun sebesar -24.14% dalam USD selama 9 bulan di tahun 2015. Indeks Kepercayaan Konsumen turun ke level 98, menyentuh level terendah sejak tahun 2009. Penurunan tersebut sebagian besar disebabkan oleh isu pengangguran, ekpektasi akan naiknya harga dan turunnya pendapatan. Berdasarkan Kementrian Ketenagakerjaan, jumlah angka pengangguran meningkat di tahun ini akibat melambatnya
Fund Manager Summary | September 2015 – 3
JCI September 2015
Yield curve changes September 2015
Source: Bloomberg,BNP Paribas
perekonomian negara. Disisi lain, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan stimulus di bulan September yang bertujuan untuk menjaga dan menarik devisa asing agar masuk ke Indonesia demi mencegah depresiasi lebih jauh terhadap Rupiah. Selain itu, upaya juga dilakukan oleh Bank Indonesia dengan memberikan pengecualian pada beberapa sektor stratejik lainnya seperti pembiayaan proyek infrastruktur (konstruksi airport dan power plant). Dari bidang politik, Partai Amanat Nasional (PAN) mengumumkan untuk bergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat, yang memperkuat posisi politik Jokowi. Aktivitas pasar rata-rata $304 juta di September atau turun sebesar -19% dari bulan lalu. Investor asing kembali mencatatkan penjualan bersih sebesar USD498 juta, sehingga total penjualan bersih tercetak sebesar $2.00 milyar sejak awal tahun ini. Kinerja bulanan negatif relatif pada JCI disebabkan oleh Finance sectors (-3.70%), Miscellaneous Industry (1.73%), dan Infrastructure & Telecommunication (-0.55%). Sedangkan sektor yang memimpin berasal dari Mining sector (8.07%), Plantation (8.05%), Consumer (2.10%), Trade and Services (1.26%), Infrastructure and Telecommunication (1.26%), dan Property and Construction (1.02%).
TINJAUAN PASAR OBLIGASI Pasar obligasi Indonesia terus menunjukkan penurunan di September dimana kemungkinan kenaikan suku bunga Fed tetap menjadi penggerak utama pasar modal dunia di bulan ini. Antisipasi pasar akan permulaan normalisasi suku bunga Fed melemahkan mata uang di sebagian besar pasar berkembang sehingga memberikan tekanan besar atas aset berisiko. Penurunan peringkat Brazil oleh lembaga pemeringkat S&P juga membuat negara berkembang menjadi sorotan. Sentimen pasar melemah setelah Fed menunda kenaikan suku bunga di September. Arah kebijakan Fed yang dovish ini menimbulkan pertanyaan mengenai kesehatan perekonomian dunia. Penundaan tersebut memperpanjang ketidakpastian sehingga meningkatkan volatilitas pasar modal dimana Indonesia turut terimbas. Tingginya volatilitas pasar bahkan menutupi perbaikan data perekonomian dalam negeri yang seharusnya berdampak positif. Dari sisi domestik, bulan September mencatatkan deflasi di 6,8% YoY (0,05% MoM) melambat dibandingkan dengan konsensus di 7,0% YoY disebabkan oleh penurunan harga bahan pangan. Sementara inflasi inti tercatat sedikit naik di 5,07% YoY (Agustus: 4,92% YoY). Neraca perdagangan bulan Agustus kembali mencatatkan surplus USD 434juta (konsensus: USD 776juta) turun dari angka bulan Juli yaitu surplus sebesar USD 1,39miliar. Penurunan ini disebabkan oleh peningkatan impor. Berdasarkan data perekonomian diatas serta mempertimbangkan
proyeksi pertumbuhan perekonomian dunia, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga BI di 7,5% dengan suku bunga simpanan FASBI dan suku bunga pinjaman FASBI masing-masing di 5,5% dan 8%. Tekanan dari sisi suplai menjadi lebih ringan saat pemerintah mengumumkan rencana penerbitan obligasi ritel (ORI12) berjangka waktu tiga tahun dengan tingkat kupon 9% yang diharapkan mencapai penjualan setidaknya Rp 20triliun. ORI12 yang diharapkan terbit di bulan Oktober akan memiliki holding period selama dua bulan. Sementara dari lelang terjadwal obligasi konvensional, pemerintah berhasil menerbitkan obligasi sebesar Rp 16,75triliun. Dengan ini pemerintah telah mengumpulkan 86,48% dari target penerbitan obligasi (net) di tahun 2015. Menimbang sisa target penerbitan yang hanya Rp 37triliun di 4Q15, dari sisi suplai hal ini dapat menjadi katalis positif bagi pasar obligasi. Di pasar sekunder, pasar tetap rentan terhadap perkembangan pasar global. Tingginya fluktuasi harga sepanjang bulan ini diperparah oleh rendahnya likuiditas pasar. Setelah mencatatkan kenaikan di minggu pertama yang dilatarbelakangi membaiknya angka inflasi, sentimen pasar berbalik karena perkembangan pasar global ditengah penguatan Dolar Amerika Serikat. Sentimen negatif begitu kuat sehingga mengalahkan pengumuman neraca perdagangan yang kembali surplus serta peluncuran paket stimulus ekonomi oleh pemerintah. Pengeringan likuisitas Rupiah di akhir bulan memberikan tekanan besar atas pasar obligasi sehingga membukukan kinerja negatif terlepas dari intervensi berkelanjutan dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Di akhir bulan kinerja pasar obligasi yang diindikasikan oleh indeks obligasi HSBC yang mengukur total return ditutup di 686,962, mencerminkan penurunan bulanan sebesar -4,25%. Kurva imbal hasil bergerak naik dimana obligasi pemerintah bertenor 5, 10, 15, dan 20 tahun ditutup masing-masing di 9,41% (+91bps), 9,55% (+84bps), 9,74% (+54bps), dan 9,82% (+76bps). Penurunan minat investor asing dibulan ini tercermin dari penurunan posisi kepemilikan asing yang tercatat di Rp 523,38triliun per 30 September 2015 (-Rp 2.30triliun), setara dengan 37,59% (-0,16%pt) dari total obligasi pemerintah berdenominasi Rupiah yang dapat diperdagangkan.
Fund Manager Summary | September 2015 – 4
KEY ECONOMIC DATA
Fund Manager Summary | September 2015 – 5
Disclaimer MUTUAL FUND INVESTMENTS CONTAIN RISK. PROSPECTIVE INVESTORS MUST READ AND COMPREHEND THE PROSPECTUS PRIOR TO INVESTING IN MUTUAL FUND. PAST PERFORMANCE DOES NOT REPRESENT FUTURE PERFORMANCE. This material is issued and has been prepared by PT. BNP Paribas Investment Partners a member of BNP Paribas Investment Partners (BNPP IP)**. This material is produced for information purposes only and does not constitute: 1. an offer to buy nor a solicitation to sell, nor shall it form the basis of or be relied upon in connection with any contract or commitment whatsoever or 2. any investment advice. This material makes reference to certain financial instruments (the “Financial Instrument(s)”) authorized and regulated in its/their jurisdiction(s) of incorporation. No action has been taken which would permit the public offering of the Financial Instrument(s) in any other jurisdiction, except as indicated in the most recent prospectus, offering document or any other information material, as applicable, of the relevant Financial Instrument(s) where such action would be required, in particular, in the United States, to US persons (as such term is defined in Regulation S of the United States Securities Act of 1933). Prior to any subscription in a country in which such Financial Instrument(s) is/are registered, investors should verify any legal constraints or restrictions there may be in connection with the subscription, purchase, possession or sale of the Financial Instrument(s). Investors considering subscribing for the Financial Instrument(s) should read carefully the most recent prospectus, offering document or other information material and consult the Financial Instrument(s)’ most recent financial reports. The prospectus, offering document or other information of the Financial Instrument(s) are available from your local BNPP IP correspondents, if any, or from the entities marketing the Financial Instrument(s). Opinions included in this material constitute the judgment of PT. BNP Paribas Investment Partners at the time specified and may be subject to change without notice. PT. BNP Paribas Investment Partners is not obliged to update or alter the information or opinions contained within this material. Investors should consult their own legal and tax advisors in respect of legal, accounting, domicile and tax advice prior to investing in the Financial Instrument(s) in order to make an independent determination of the suitability and consequences of an investment therein, if permitted. Please note that different types of investments, if contained within this material, involve varying degrees of risk and there can be no assurance that any specific investment may either be suitable, appropriate or profitable for a client or prospective client’s investment portfolio. Given the economic and market risks, there can be no assurance that the Financial Instrument(s) will achieve its/their investment objectives. Returns may be affected by, amongst other things, investment strategies or objectives of the Financial Instrument(s) and material market and economic conditions, including interest rates, market terms and general market conditions. The different strategies applied to the Investment Products may have a significant effect on the results portrayed in this material. Past performance is not a guide to future performance and the value of the investments in Financial Instrument(s) may go down as well as up. Investors may not get back the amount they originally invested. The performance data, as applicable, reflected in this material, do not take into account the commissions, costs incurred on the issue and redemption and taxes. * PT BNP Paribas Investment Partners (address: World Trade Center Building, 5th Floor, Jl. Jend Sudirman Kav.29-31, Jakarta 12920 INDONESIA). ** “BNP Paribas Investment Partners” is the global brand name of the BNP Paribas group’s asset management services. The individual asset management entities within BNP Paribas Investment Partners if specified herein are specified for information only and do not necessarily carries on business in your jurisdiction. For further information, please contact your locally licensed Investment Partner . .