Kode/Nama Bidang Ilmu: 699 Bidang Ilmu : Kepariwisataan
LAPORAN AKHIR PELAKSANAAN KEGIATAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
EVALUASI DAMPAK KEGIATAN WISATA PESISIR TERHADAP PEREKONOMIAN MASYARAKAT DI PULAU NUSA PENIDA KECAMATAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG
TIM PENGUSUL Ida Bagus Suryawan, ST, M.Si
(NIDN: 0029127802)
Made Sukana, SST. Par.,M.Par.
(NIDN: 0031127904)
I Gede Anom Sastrawan, S.Par.
(NIK: 517103050392001)
PROGRAM STUDI S1 DESTINASI PARIWISATA FAKULTAS PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA 2015
i
DAFTAR ISI Lembar Pengesahan .............................................................................i Daftar isi.............................................................................................. ii Daftar Tabel........................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3
Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4
BAB II METODE PENELITIAN 2.1
Jenis Penelitian ............................................................................................ 6
2.2
Data Penelitian ............................................................................................ 6
2.3
Variabel Penelitian ...................................................................................... 6
2.4
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...................................... 7
2.5
2.4.1
Definisi Operasional ........................................................................ 7
2.4.2
Pengukuran Variabel ....................................................................... 8
Teknik Analisis Data ................................................................................. 10
BAB III REALISASI PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1
Perkembangan Kegiatan 70%.................................................................... 12 3.1.1.
Realisasi Kegiatan 70%............................................................. 12
3.1.2.
Realisasi Anggaran ...................................................................... 13
3.2. Perkembangan Kegiatan 100%...................................................................... 14 3.2.1.
Realisasi Kegiatan .................................................................. 14
3.2.2.
Realisasi Anggaran ..................................................................... 15
BAB IV KAJIAN TEORITIS 4.1
Pariwisata ................................................................................................... 17
4.2.
Potensi Wisata ........................................................................................... 18 iii
4.3.
Pariwisata Kerakyatan .............................................................................. 19
4.4.
Pembangunan Ekonomi Pariwisata ........................................................... 25
4.5.
Penelitian sebelumnya ............................................................................... 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.
Profil Pariwisata Nusa Penida ................................................................... 33
5.2.
Pariwisata dan Kehidupan Masyarakat ...................................................... 38
5.3.
Kontribusi Masyarakat............................................................................... 41
BAB VI PENUTUP 6.1.
Kesimpulan ................................................................................................ 50
6.2.
Rekomendasi ............................................................................................ 52
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan .......................................................... 13 Tabel 3.2. Realisasi Anggaran Dana ....................................................................... 13 Tabel 3.3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan ............................................................ 15 Tabel 3.4. Rencana Realisasi Anggaran ................................................................ 15
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bagaimana seharusnya mengelola pariwisata, sangat tergantung siapa dan
ingin ke mana konsep pengembangan pariwisata diarahkan.Banyak praktisi dan akademisi telah mencoba mensintesa beberapa konsep dengan mengkombinasikan ilmu pariwisata modern dengan kebiasaan dan tradisi lokal. Bila dicermati, bahwa kecenderungan trend pariwisata dunia ke depan adalah back to nature, to the indigenous. Modernisasi, kapitalisme, dan globalisasi akan memakan dirinya sendiri dan orang akan mencari sesuatu yang hilang, yaitu keunikan lokal. Konsep yang bisa dijadikan landasan pendukung pariwisata kerakyatan yang salah satunya bermotifkan pelestarian alam adalah konsep yang sudah ada sejak dahulu di Bali sebagai filosofi kehidupan , yaitu konsep “Tri Hita Karana “. Dalam modul pembelajaran “Tropical Plant Curriculum Project (Made S.Utama dan Kohdrata, 2011), “Tri Hita Karana” (THK) berasal dari bahasa sansekerta, dimana Tri berarti tiga, Hita berarti sejahtera, dan Karana berarti penyebab. Tri Hita karana memiliki arti tiga hubungan harmonis yang menyebabkan kebahagiaan. Pengelolaan pariwisata lebih cenderung memanfaatkan sumber daya local yang ada baik sumber daya berbasis alam, budaya maupun buatan. Kajian tentang hubungan antara penduduk dengan sumberdaya alam dan lingkungan mempunyai arti penting, karena pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan oleh
penduduk
apabila
kurang
memperhatikan
karakteristiknya,
akan
mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya dan lingkungan (Verstappen, 1983; Dietz, 2000). Kearifan lokal erat kaitannya dengan pencapaian konsep “Ajeg Bali” yang sampai saat ini keberhasilannya belum juga terlaksana dengan maksimal. Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam tema “Menggali Kearifan Lokal untuk AjegBali” dalam http://www.balipost.co.id (2003) ;bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hokum
1
adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacammacam.Jika dilihat dari sudut kacamata budaya, Fuad Hasan menyampaikan bahwa budaya Nusantara yang plural merupakan kenyataan hidup (living reality) yang tidak dapat dihindari.Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan dipertentangkan.Keberagaman ini merupakan manifestasi gagasan dan nilai sehingga saling menguat dan untuk meningkatkan wawasan dalam saling apresiasi. Kebhinekaannya menjadi bahan perbandingan untuk menemukan persamaan pandangan hidup yang berkaitan dengan nilai kebajikan dan kebijaksanaan (virtue and wisdom). Dalam pandangan sosial dan budaya, peran kearifan lokal pada sektor pariwisata kerakyatan khususnya di kancah pariwisata sangatlah penting. Menurut pandangan penulis, kunci penting dari keberhasilan pelaksanaan pariwisata kerakyatan adalah sinergi antara dua golongan, yaitu partisipasi antara pemerintah dan
masyarakat.
Pencapaian
sukses
tidak
akan
terwujud,
jika
hanya
diimplementasikan pada satu sisi golongan saja. Berikutnya adalah kontinyuitas dari program-program penunjang pariwisata kerakyatan perlu diperhatikan. Tanpa memperhatikan kontinyuitas, maka program akan tidak berjalan dengan baik sesuai harapan kita bersama. Pada kasus sejumlah daerah, sector pariwisata memberikan kontribusi ekonomi yang cukup bagi sebuah daerah. Dampak pariwisata secara umum dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu dampak
terhadap devisa denagara
secara makro dan dampak ekonomi mikro terhadap masyarakat dan daerah. Terhadap masyarakat dan daerah, pariwisata memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan sektor swasta, pembangunan infrastruktur, mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Nizar, 2011). Hubungan komplementer perdagangan dan pariwisata dapat diperlihatkan dengan hubungan substitusi sebagai bentuk wujud nyata perdagangan antar daerah. Wisata untuk tujuan berlibur dikatakan dapat mempengaruhi perdagangan akibat adanya kebutuhan konsumsi wisatawan yang tidak ada di tempat tujuan wisata. Hal ini mendorong kebutuhan impor bagi daerah tujuan wisata dari daerah lain untuk memenuhi
2
kebutuhan wisatawan (Gallego, 2011). Hal yang sangat berbeda dijabarkan oleh Kadir dan Yusoff (2010) yang menjabarkan bahwa tidak terdapat hubungan jangka panjang antara perdagangan dengan pariwisata, namun diperoleh hubungan satu arah (pengaruh kausalitas) dari perdagangan terhadap pariwisata. Shan dan Wilson (2001) berpendapat bahwa ada hubungan saling mempengaruhi antara perjalanan dengan perdagangan. Dengan sejumlah teori dan pendapat para pakar tersebut, diharapkan kegiatan pariwisata berpengaruh atau bahkan memberikan kontribusi positif terhadap kegiatan ekonomi masyarakat yang ada disekitar daya tarik wisata.
1.2
Rumusan Masalah Banyak
pendapat
dari
berbagai
kalangan
kurang memperhatikan
pentingnya peranan pariwisata kerakyatan sebagai tonggak mewujudkan kemajuan sektor pariwisata di Bali yang berkelanjutan. Hal ini disebabkan belum maksimalnya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan program penerapan pariwisata kerakyatan. Pulau Nusa Penida didominasi oleh kegiatan wista berbasis wisata pesisir. Dengan kegiatan ini, pengelolaan wisata pantai harus mengacu kepada kaidah pembangunan berkelanjutan yang terdiri atas keberlanjutan secara ekonomi, lingkungan dan social (susilo, 2003). Mengacu kepada perkembangan kepariwisataan di Nusa Penida, sejumlah permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kegiatan wisata yang ada di Nusa Penida ? 2. Sejauh mana korelasi antara pariwisata dengan kehidupan masyarakat Pulau Nusa Penida ? 3. Apakah kegiatan wisata pesisir di Nusa Penida telah memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat ? 1.3
Tujuan Penelitian Hingga saat ini, sektor pariwisata merupakan sektor yang menjadi andalan
perekonomian di Bali. Perlu ditindak lanjuti suatu program yang kontinyu
3
berbasis ekowisata untuk lebih memantapkan perkembangan sektor ini. Peran serta masyarakat dan pemerintah yang dapat
mewujudkan keberhasilan ini,
dengan bergerak secara sinergis, sehingga akan lebih memberikan manfaat positif terhadap kehidupan masyarakat khususnya manfaat ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kegiatan wisata yang ada di Nusa Penida sebagai dasar penentuan besaran potensi ekonomi yang ada. 2. Hubungan antara pariwisata dengan kehidupan masyarakat Pulau Nusa Penida baik dari sector industry, pengelolaan dan kelembagaan potensi wisata 3. Informasi terkait kontribusi pariwisata terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat mulai kebutuhan terendah hingga kebutuhan yang lebih tinggi.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan bisa diambil dalam penelitian ini dalam aspek teoritis, secara global akan bisa memberikan awareness pada semua pihak yang bergerak pada sektor perekonomian pariwisata khususnya. Diketahuinya dampak kegiatan pariwisata terhadap ekonomi masyarakat diharapkan sekaligus dapat menjawab kondisi ideal yang diharapkan bahwa setiap kegiatan pariwisata yang berkembang disebuah daerah, memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan: 1. Menggali potensi wisata dan pengggambaran kegiatan pariwisata yang ada dan peran serta masyarakat dalam perkembangannya 2. Meningkatkan kesadaran pemerintah dan masyarakat akan pentingnya suatu sinergi dalam keberhasilan sektor pariwisata yang dapat memberikan kontribusi nyata baik pihak yang ada didalamnya 3. Dengan memadukan proteksi destinasi wisata pada pengembangan ekonomi pariwisata, yaitu berupa undang-undang atau kebijakan tertentu
4
yang dikeluarkan dari pemerintah, maka pembangunan ekonomi pariwisata yang berkelanjutan akan tercapai.
5
BAB II METODE PENELITIAN 2.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan metode campuran (mixed method), yang mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk kualitatifdan bentuk kuantitatif. Dalam pendekatan ini akan mengandung asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan kuantitatif, serta pencampuran kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian (Creswell dan Clark, 2007). Penelitian ini juga menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel independen (variabel kegiatan pariwisata) dengan variabel dependen (sumber daya pariwisata, proteksi destinasi wisata dan dampak ekonomi pariwisata).
2.2
Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berasal dari
data primer di lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari hasil survey lapangan, data instansional maupun survey sekunder dari buku / dokumen teknis. 2.3
Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel yang tidak dapat diukur secara
langsung atau unobserved variable yang sering juga disebut dengan variabel laten atau konstruk. Variabel penelitian ini meliputi : A. Variabel Kegiatan Pariwisata 1. Atraksi Wisata a. Atraksi alam b. Atraksi budaya c. Atraksi buatan 2. Aksesbilitas wisata a. Sarana transportasi
6
b. Prasarana Transportasi 3. Ancilary a. Kelembagaan adat b. Kelembagaan profesional 4. Amenities a. Akomodasi b. Pendukung pariwisata B. Variabel kehidupan masyarakat 1. Karakteristik demografi a. Jumlah penduduk b. Pekerjaan penduduk c. Tingkat pendidikan penduduk 2. Kegiatan Ekonomi a. Penghasilan penduduk b. Pengeluaran penduduk c. Penguasaan kegiatan ekonomi C. Variabel kebutuhan masyarakat 1. Kebutuhan fisik (Physiological need). 2. Kebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need), 3. Kebutuhan bermasyarakat (social need), 4. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), 5. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan 2.4
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
2.4.1
Definisi Operasional Berdasarkan kerangka konsep penelitian, terdapat variabel eksogen dan
endogen dalam penelitian ini. Definisi operasional dalam penelitian ini, dapat dijelaskan sebagai berikut :
7
1. Kegiatan
pariwisata
yang
dimaksud
dalam
penellitian
ini
didefinisikan menjadi sejumlah variable yaitu : Atraksi Wisata yang dibagi menjadi atraksi alam, atraksi budaya, atraksi buatan. Tiap jenis atraksi akan dibagi kedalam tipologi atraksi yaitu atraksi berbasis site / lokasi dan atraksi berbasis even / kegiatan. Aksesbilitas wisata terdiri atas sarana transportasi dan prasarana transportasi yang memuat informasi kwalitas dan kuantitas. Ancilary yang didefinisikan kedalam kelembagaan yang ada di Nusa Penida terkait dengan pengelolaan potensi wisata baik kelembagaan adat maupun kelembagaan professional. Amenities yang dijabarkan terkait dengan ketersediaan dan lokasi akomodasi dan fasilitas pendukung pariwisata 2. Definisi kehidupan masyarakat lebih ditekankan pada karakteristik demografi
dan
kegiatan
demografi
dijabarkan
ekonomi
menjadi
masyarakat.
jumlah
Karakteristik
penduduk,
pekerjaan
penduduk dan tingkat pendidikan penduduk. 3. Kebutuhan masyarakat di definisikan kedalam kebutuhan fisik (Physiological
need),
ebutuhan
memperoleh
keamanan
atau
keselamatan (security or safety need), kebutuhan bermasyarakat (social need), kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan 2.4.2
Pengukuran Variabel Dalam penelitian terdapat 2 (dua) jenis angket yaitu angket terbuka dan
angket tertutup. Penelitian ini menggunakan angket tertutup, yaitu angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa, sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan memberikan tanda silang (x) atau tanda check list (v). Check list atau daftar cek adalah suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang diamati (Riduwan, 2008: 99-100). Angket ini disebarkan kepada masyarakat yang bergerak pada sektor pariwisata di Nusa Penida. Pengukuran merupakan hal yang wajib
8
dilaksanakan dalam penelitian ilmiah, karena pengukuran adalah jembatan untuk menuju observasi. Penelitian selalu mengharuskan pengukuran variabel dalam bidang yang diteliti. Prosedur pengukuran variabel dimulai dari pembuatan definisi operasional variabel. Di dalam kerangka pemikiran telah dikemukakan mengenai variabel-varibel penelitian.Untuk mempermudah analisis data, maka variabel yang digunakanharus terukur terlebih dahulu, pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan skala likert.
Skala Likert adalah skala
pengukuran dengan lima kategori respon yang berkisar antara “sangat tidak setuju” hingga “sangat setuju” yang mengharuskan responden menentukan derajat persetujuan atau ketidak setujuan mereka terhadap masing-masing dari serangkaian pernyataan mengenai obyek stimulus (Malhotra, 2005: 298). Skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dengan lima tingkat degradasi nilai. Alternatif jawaban mempunyai bobot atau skor nilai sebagai berikut: Sangat Tidak Setuju (STS)
= diberi skor 1
Tidak Setuju (TS)
= diberi skor 2
Netral (N)
= diberi skor 3
Setuju (S)
= diberi skor 4
Sangat Setuju (SS)
= diberi skor 5
Indikator- indikator yang terukur dapat dijadikan landasan untuk membuat item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab oleh responden yang bersangkutan. Penggunaan skala likert pada variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian dijadikan sebagai ukuran untuk menyusun instrument berupa pertanyaan atau pernyataan. Skala likert ini kemudian menskala individu yang bersangkutan dengan menambah bobot dari jawaban
dipilih.
Nilai
rata-rata
dari
masing-masing
responden
dapat
dikelompokkan dalam kelas interval dengan jumlah kelas = 5, sehingga interval tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
9
Nilai maksimum - nilai minimum Interval = Jumlah kelas = 5 – 1 / 5 = 0,80 Dari informasi diatas diketahui kriteria pendapat responden mengenai penerapan pariwisata kerakyatan, partisipasi masyarakat dan pemerintah, potensi wisata, proteksi destinasi wisata , dan pembangunan ekonomi pariwisata,adalah sebagai berikut: a. Nilai jawaban 1 ,00 - 1 ,79 = Sangat Tidak Setuju b. Nilai jawaban 1 ,80 - 2,59 = Tidak Setuju c. Nilai jawaban 2,60 - 3,39 = Netral d. Nilai jawaban 3,40 - 4, 1 9 = Setuju e. Nilai jawaban 4,20 - 5,00 = Sangat Setuju 2.5
Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam
penelitian ini adalah analisis SEM. Penelitian ini diolah menggunakan program SPSS dan AMOS. SPSS digunakan untuk input data yang diperoleh dari hasil penelitian, sedangkan aplikasi AMOS digunakan untuk tampilan hasil penelitian yang mudah agar bisa dilihat hubungan antar variabelnya. Adapun asumsi-asumsi penggunaan SEM menurut Ferdinand (2002: 51), bahwa asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur pengumpulan dan pengolahan data yang dianalisis dengan pemodelan SEM adalah sebagai berikut: 1.
Ukuran Sampel Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan ini adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan 5 observasi untuk setiap estimated parameter. Karena itu bila kita mengembangkan model dengan 20 parameter, maka minimum sampel yang harus digunakan adalah sebanyak 100 sampel.
2.
Normalitas dan Linearitas
10
Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji normalitas ini perlu dilakukan
baik
untuk normalitas terhadap data tunggal maupun normalitas multivariat dimana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir. Uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. Dengan menggunakan kriteria critical ratio sebesar ± 2,58, pada tingkat signifikansi 0, 01 (1%) dapat disimpulkan bahwa berdistribusi normal (Ferdinand, 2002: 174). 3.
Outliers Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat
maupun
multivariat
yaitu
yang
muncul
karena
kombinasi
kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. Evaluasi outliers univariat yang mempunyai zscore ≥ 3.0 akan dikategorikan sebagai outliers, sedangkan evaluasi outliers multivariat memiliki tingkat signifikansi 0,001 berdasarkan nilai chi-square pada derajad bebas yang ditentukan (Ferdinand, 2002: 174-175). 4.
Multicollinearity dan Singularity Multikolinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians sangat kecil (extremely small) memberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas. Nilai determinan matriks kovarians sampel yang jauh dari angka nol mencerminkan bahwa tidak ada mutikolinearitas atau singularitas (Ferdinand, 2002: 176).
BAB III REALISASI PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1
Perkembangan Kegiatan 70%
3.1.1. Realisasi Kegiatan 70% Berdasarkan usulan kegiatan penelitian yang telah diajukan pada bulan Februari 2015, pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan selama 8 bulan kalender. Hingga bulan Juli tahun 2015 terhitung, pelaksanaan kegiatan telah berlangsung selama 5 bulan. Sejumlah kegiatan yang telah dilakukan hingga bulan kelima ini adalah sebagai berikut : 1. Kegiatan persiapan administrasi berupa penyusunan surat survey dan kegiatan administrasi rencana kegiatan survey dan penyebaran questioner yang akan dilakukan 2. Penjajagan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. 3. Kegiatan pengumpulan data sekunder berupa data terkait dengan karakteristik fisik, social, ekonomi, kegiatan kepariwisataan, akomodasi wisata dan tinjauan terkait dengan kebijakan Kabupaten Klungkung terkait dengan Nusa Penida dimasa yang akan datang. 4. Survey instansional ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Klungkung untuk pengumpulan data terkait Rencana Detail tata Ruang Kawasan Pariwisata Nusa Penida 5. Survey instansional ke Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Klungkung untuk mencari data terkait dengan daftar akomodasi wisata yang telah memiliki ijin di Kecamatan Nusa Penida 6. Survey instansional ke Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung untuk pengumpulan data terkait karakteristik dasar Kecamatan Nusa Penida 7. Analisa terkait dengan isu, potensi dan permasalahan di Nusa Penida
Tabel 3.1. Realisasi Pelaksanaan Kegiatan
3.1.2.
1.
Penjajagan
2.
Pengumpulan Data
3.
Pengolahan Data
4.
Draf Laporan
5.
Lokakarya/Seminar
6.
Penyusunan Laporan
7.
Laporan Akhir dan Penggandaan
OKT
SEP
AGS
JUL
JUN
MEI
JENIS KEGIATAN
APR
NO
MAR
TAHUN 2015
Realisasi Anggaran Berdasarkan kontrak pelaksanaan penelitian antara Ketua Tim peneliti dengan Dekan
Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, mekanisme pencairan dana akan dilakukan dengan 2 kali termin yaitu 70% untuk termin pertama dan 30% untuk termin kedua. Termin pertama sebesar 70% atau sejumlah Rp14.700.000,- (empat belas juta tujuh ratus ribu rupiah) dicairkan pada tanggal 23 Juli tahun 2015. Penggunaan dana terkait dengan dana termin I digambarkan dengan table sebagai berikut : Tabel 3.2. Realisasi Anggaran Dana
URAIAN PERSONIL 1 Ketua Peneliti (1 orang, 8 bulan) 2 Anggota Peneliti (2 orang, 8 bulan) 3 Pengolah Data (1 penelitian) BAHAN HABIS PAKAI DAN PERALATAN Alat Tulis Kantor 1 Kertas HVS A4 70 gram Cap Sinar Dunia 500 lbr Dunia isi 500isilbr 2 Bateray Alkaline AA
ANGGARAN BIAYA
REALISASI BIAYA
7,500,000.00 2,400,000.00
3,500,000.00 1,500,000.00
3,800,000.00
2,000,000.00
1,300,000.00
8,000,000.00
8,000,000.00
800,000.00
800,000.00
100,000.00
100,000.00
3 4 5 6 7 8 9
CD-RW isi 5 buah Ballpoint Biasa Merk Pilot Isi 12 Map Box File Bantex Map Holder Plastik Buku Kwitansi Besar Isi 100 Binder Clips Tinta HP Laserjet C8061 X Colour 10 Tinta HP Laserjet C8061 X Black 11 Kertas C.D. Folio 12 Kertas F4 Sinar Dunia 70 gram PERJALANAN
90,000.00 30,000.00 200,000.00 200,000.00 60,000.00 70,000.00
1 Sewa Kendaraan (Kota Denpasar- Kab.Klungkung) (3 3hari/bulan, 8 bulan) 2 orang, Sewa Boat Penyebrangan Sanur – Nusa Penida
2,000,000.00 3,700,000.00 350,000.00 400,000.00 2,500,000.00
3,700,000.00 350,000.00 400,000.00 1,155,000.00
1,650,000.00
1,155,000.00
850,000.00
LAIN-LAIN (administrasi, publikasi, lokakarya/seminar, laporan) 1 Administrasi Kelembagaan 2 Publikasi (Jurnal Nasional, Internasional, HaKI) 3 Seminar 4 Laporan
TOTAL
90,000.00 30,000.00 200,000.00 200,000.00 60,000.00 70,000.00 2,000,000.00
3,000,000.00
400,000.00
100,000.00 1,000,000.00
100,000.00
1,000,000.00 900,000.00
300,000.00
21,000,000.00 13,055,000.00
3.2. Perkembangan Kegiatan 100% 3.2.1. Realisasi Kegiatan Sesuai dengan jadwal pelaksanaan kegiatan, target waktu pelaksanaan kegiatan penelitian yang dirancang hingga bulan Oktober 2015 akan menjadi waktu akhir pelaksanaan kegiatan penelitian. Sisa waktu pelaksanaan penelitian selama 3 bulan akan dilakukan sejumlah kegiatan yaitu : 1. Penyebaran quisioner terhadap 100 orang responden di wilayah Nusa Penida yang ditargetkan selesai pada akhir agustus 2. Lanjutan survey lapangan ke Nusa Penida 3. Wawancara terkait dengan kegiatan pariwisata di Nusa Penida terhadap 6 orang narasumber yang terdiri atas pengusaha pariwisata, pengusaha non pariwisata, tokoh masyarakat dan pemuka agama yang ada di Nusa Penida
4. Rekapitulasi questioner dan analisis data questioner yang telah disebar sebanyak 100 orang responden 5. Penyusunan Laporan Penelitian 6. Pelaksanaan kegiatan SENASTEK yang diselenggarakan oleh LPPM Unud sebagai bentuk sosialisasi akademis hasil penelitian 7. Pelaksanaan Seminar Hasil Penelitian Tabel 3.3. Rencana Pelaksanaan Kegiatan
1.
Penjajagan
2.
Pengumpulan Data
3.
Pengolahan Data
4.
Draf Laporan
5.
Lokakarya/Seminar
6.
Penyusunan Laporan
7.
Laporan Akhir dan Penggandaan
OKT
SEP
AGS
JUL
JUN
MEI
JENIS KEGIATAN
MAR
NO
APR
TAHUN 2015
3.2.2. Realisasi Anggaran Berdasarkan kontrak pelaksanaan penelitian, dana penelitian yang disetujui untuk kegiatan penelitian ini adalah sebesar Rp21.000.000,-. Hingga akhir pelaksanaan kegiatan penelitian, sejumlah dana akan dialokasikan terkait dengan pembayaran gaji personil, biaya perjalanan untuk kegiatan survey lapangan dan biaya publikasi, seminar dan penyusunan laporan penelitian yang akan dilakukan. Gambaran mengenai rencana realisasi dana hingga akhir kegiatan diuraikan sebagai berikut : Tabel 3.4. Rencana Realisasi Anggaran
URAIAN
PERSONIL 1 Ketua Peneliti (1 orang, 8 bulan) 2 Anggota Peneliti (2 orang, 8 bulan)
ANGGARAN BIAYA
RENCANA REALISASI
7,500,000.00 2,400,000.00
3,300,000.00 900,000.00
3,800,000.00
1,800,000.00
3 Pengolah Data (1 penelitian) BAHAN HABIS PAKAI DAN PERALATAN Alat Tulis Kantor 1 Kertas HVS A4 70 gram Cap Sinar Dunia Dunia isi 500 lbr isi 500 lbr 2 Bateray Alkaline AA 3 CD-RW isi 5 buah 4 Ballpoint Biasa Merk Isi 12File Bantex 5 Pilot Map Box 6 Map Holder Plastik 7 Buku Kwitansi Besar Isi 8 100 Binder Clips 9 Tinta HP Laserjet C8061 X Colour 10 Tinta HP Laserjet C8061 X BlackC.D. Folio 11 Kertas 12 Kertas F4 Sinar Dunia 70 gram PERJALANAN
1,300,000.00
600,000.00
8,000,000.00 800,000.00 100,000.00 90,000.00 30,000.00 200,000.00 200,000.00 60,000.00 70,000.00 2,000,000.00 3,700,000.00 350,000.00 400,000.00
2,500,000.00
1,345,000.00
1 Sewa Kendaraan (Kota DenpasarKab.Klungkung) (3 2 Sewa Boat Penyebrangan orang, –3hari/bulan, 8 Sanur Nusa Penida bulan)
1,650,000.00
495,000.00
850,000.00
850,000.00
LAIN-LAIN (administrasi, publikasi, lokakarya/seminar, laporan)
3,000,000.00
2,600,000.00
100,000.00 1,000,000.00
1,000,000.00
1,000,000.00 900,000.00
1,000,000.00 600,000.00
21,000,000.00
7,245,000.00
1 Administrasi Kelembagaan 2 Publikasi (Jurnal Nasional, Internasional, 3 HaKI) Seminar 4 Laporan
TOTAL
BAB IV KAJIAN TEORITIS
4.1
Pariwisata Secara etimologi, pariwisata terdiri dari dua kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti
banyak, lengkap, berkali-kali, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Maka pariwisata artinya adalah suatu perjalanan yang dilakukan secara berkali-kali. Definisi pariwisata telah banyak dikemukakan oleh para ahli di bidang pariwisata, namun dalam definisi tersebut masih terdapat beberapa perbedaan dalam pendefinisian. Beberapa pengertian atau definisi pariwisata yang pernah dikemukakan oleh para ahli dalam bidang pariwisata, antara lain: 1.
Menurut Hunzieker dan Kraf (1942), pariwisata adalah keseluruhan fenomena dan hubungan-
hubungan yang ditimbulkan oleh perjalanan dan persinggahan manusia di luar tempat tinggalnya, dengan maksud bukan untuk menetap di tempat yang disinggahinya dan tidak berkaitan dengan pekerjaan yang menghasilkan upah. Perjalanan yang dilakukan biasanya didorong oleh rasa ingin tahu untuk keperluan yang bersifat rekreatif dan edukatif. (dalam Kohdyat, 1996:2)
2.
Menurut McIntosh dan Gupta (1980:8), pariwisata didefinisikan sebagai gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah, serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.
3.
Menurut Wahab (1996), pariwisata merupakan suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orangorang di dalam negara itu dan daerah lain (daerah tertentu) untuk sementara waktu dalam mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya
di
tempat
ia
memperoleh
pekerjaan
tetap
(dalam
Andy
Aryawan,2002:10).
Dari beberapa pengertian pariwisata di atas terdapat satu kesamaan dalam pengertian tentang pariwisata yaitu bahwa kegiatan ini merupakan fenomena yang ditimbulkan oleh salah satu bentuk kegiatan manusia yaitu kegiatan perjalanan/travelling. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas, kegiatan manusia yang dilakukan dalam rangka rekreasi atau untuk mencari menikmati suasana yang berbeda membutuhkan suatu obyek atau tempat untuk singgah.
Pemandangan alam, dalam hal ini adalah pemandangan rawa berperan sebagai suatu obyek atau atraksi untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam melakukan kegiatan wisata. Segala hal yang berhubungan dengan kegiatan wisata dengan obyek pemandangan alam berupa perairan selanjutnya dapat disebut sebagai pariwisata air. Definisi luas tentang pariwisata yaitu perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara dan dilakukan oleh perorangan maupun kelompok sebagai usaha untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dan dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (Kodhyat dalam Spillane, 1987:35). Dalam UU No.10/2009 tentang kepariwisataan , dinyatakan bahwa pariwisata adalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Dalam undang – undang yang sama dinyatakan bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas pada dasarnya pariwisata timbul sebagai akibat dari aktivitas manusia yang berkaitan dengan kebutuhan manusia yaitu perjalanan. Perjalanan yang dilakukan adalah bersifat sementara waktu, tidak untuk melakukan pekerjaan tetap dan tidak dalam usaha untuk mencari upah/nafkah. 4.2. Potensi Wisata Dalam perekonomian masyarakat yang sedang berkembang, arti kebudayaan dalam keseluruhannya akan terkait juga dengan identitas masyarakat yang menghasilkannya. Masalah tersebut menjadi perlu mendapat perhatian jika dikaitkan dengan dan dimasukkan dalam perspektif pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, tidak terkecuali bagi kita, sebagai masyarakat post-colonial, kebudayaan yang merupakan bagian inti mempunyai peran dannilai-nilai atau konsep-konsep dasar yang memberikan arah bagi berbagai tindakan. Nilai-nilai budaya bercitra Indonesia karena dipadu dengan nilai-nilai lain yang sesungguhnya diderivasikan dari nilai-nilai budaya lama yang terdapat dalam berbagai sistern budaya etnik local.Kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan bagi pernbentukan jatidiri bangsa secaranasional.Kearifan-kearifan lokal merupakan indikator yang membuat suatu budaya bangsa memiliki akar.Pengembangan pariwisata
kerakyatan yang relevan dan kontekstual memiliki arti penting bagi berkembangnyasuatu bangsa.Dalam sudut ketahanan budaya, di samping juga mempunyai arti penting bagi identitas daerah itu sendiri.Karya-karya seni budaya yang digali dan sumber-sumber lokal menjadi potensi yang mampu membangkitkan potensi pada sektor ekonomi pariwisata dari berbagai pengaruh yang merintangi jalan berkembangnya sektor ini. Beberapa faktor yang menentukan dari kearifan lokal yang menjadikannya berpotensi untuk dijadikan daya tarik wisata, bisa ditinjau dari sudut ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi (Kallayanamitra, 2012: 8): - Bernilai ekonomis bagi wisatawan (produk unik dan harga yang murah) - Pengembangan pariwisata berbasis kemasyarakatan(keunikan sosial) - Pengembangan budaya lokal (mengangkat budaya khas suatu daerah) - Kelestarian alam (menyajikan keindahan desa atau alam) 4.3. Pariwisata Kerakyatan Prinsip dasar kepariwisataan berbasis masyarakat adalah menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama melalui pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan kepariwisataan, sehingga kemanfaatan kepariwisataan sebesar-besarnya diperuntukkan bagi masyarakat.Sasatan utama pengembangan kepariwisataan haruslah meningkatkan kesejahteraan masyarakat (setempat).Konsep Community Based Development lazimnya digunakan oleh para perancang pembangunan pariwisata srategi untuk memobilisasi komunitas untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan sebagai patner industri pariwisata.Tujuan yang ingin diraih adalah pemberdayaan sosial ekonomi komunitas itu sendiri dan meletakkan nilai lebih dalam berpariwisata, khususnya kepada para wisatawan. Community Based Development adalah konsep yang menekankan kepada pemberdayaan komunitas untuk menjadi lebih memahami nilai-nilai dan aset yang mereka miliki, seperti kebudayaan, adat istiadat, masakan kuliner, gaya hidup. Dalam konteks pembangunan wisata, komunitas tersebut haruslah secara mandiri melakukan mobilisasi asset dan nilai tersebut menjadi daya tarik utama bagi pengalaman berwisata wisatawan.Melalui konsep Community Based Tourism, setiap individu dalam komunitas diarahkan untuk menjadi bagian dalam rantai ekonomi pariwisata, untuk itu para individu diberi keterampilan untuk mengembangkan small business. Menurut Suansri (2003) ada beberapa prinsip dari community based tourism yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut : 1. Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat dalam
pariwisata. 2. Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan pariwisata dalam berbagai aspeknya. 3. Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas bersangkutan. 4. Meningkatkan kualitas kehidupan. 5. Menjamin keberlanjutan lingkungan. 6. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal. 7. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya. 8. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia. 9. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara proporsional kepada anggota masyarakat. 10. Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan yang diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat. 11. Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungannya. Dalam pembangunan community based tourism ada 5 aspek yang harus diberdayakan, yakni : 1) sosial asset yang dimiliki oleh komunitas tersebut, seperti : budaya, adat-istiadat, sosial network, gaya hidup; 2) sarana dan prasarana, bagaimana sarana dan prasaran objek wisata tersebut apakah sudah ideal dalam rangka memenuhi kebutuhan wisatawan; 3) organisasi, apakah telah ada organisasi masyarakat yang mampu secara mandiri mengelola objek dan daya tarik wisata tersebut; 4) aktivitas ekonomi, bagaimanakan aktivitas ekonomi dalam rantai ekonomi pariwisata di komunitras tersebut, apakah secara empiris telah menimbulkan distrinbution economic benefit di antara penduduk lokal, ataukah manfaat tersebut masih dinikmakti oleh kelompok-kelompok tertentu; 5) proses pembelajaran, satu hal yang tak kalah pentingnya dari komunitas tersebut dalam mewujudkan objek dan daya tarik wisata. Meskipun menuntut banyak prasyarat dan prakondisi, pergulatan untuk menjadikan perkembangan pariwisata dunia berkelanjutan (sustainable) bagi negara-negara Dunia III melalui pembangunan pariwisata berbasis komunitas bukan hanya merupakan sebuah harapan melainkan sebuah peluang. Ia memperoleh rasionalnya di dalam properti dan ciriciri unik yang dimilikinya, yang antara lain dan terutama meliputi paling sedikit empat hal berikut (Nasikun, 2001):
1. Pertama, oleh karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, jenis pariwisata ini pada dasarnya merupakan suatu jenis pariwisata yang bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang berskala massif. 2. Kedua,
pariwisata
berbasis
komunitas
memiliki
peluang
lebih
mampu
mengembangkan obyek-obyek dan atraksi-atraksi wisata berskala kecil, dan oleh karena itu dapat dikelola oleh komunitas-komunitas dan pengusaha-pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk diterima oleh masyarakat. 3. Ketiga, berkaitan sangat erat dan sebagai konsekuensi dari keduanya, lebih dari pariwisata konvensional yang bersifat massif pariwisata alternatif yang berbasis komunitas memberikan peluang yang lebih besar bagi partisipasi komunitas lokal untuk melibatkan diri di dalam proses pengambilan keputusankeputusan dan di dalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, dan oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat. 4. Keempat, “last but not least”, pariwisata alternatif yang berbasis komunitas tidak hanya memberikan tekanan pada pentingnya “keberlanjutan kultural” (cultural sustainability), akan tetapi secara aktif bahkan berupaya membangkitkan penghormatan para wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan. Dalam pembangunan pariwisata berbasis komunitas, yang terpenting adalah bagaimana memaksimalkan peran serta masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan pariwisata itu sendiri. Masyarakat diposisikan sebagai penentu, serta keterlibatan maksimal masyarakat mulai dari proses perencanaan sampai kepada pelaksanaannya. Masyarakat berhak menolak jika ternyata pengembangan yang dilakukan tidaklah sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan demikian tidaklah berlebihan pariwisata berbasis masyarakat dijadikan sebagai salah satu bentuk paradigma baru pembangunan pariwisata yang mengusung prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development) demi pencapaian pendistribusian kesejahteraan rakyat secara lebih merata. Model pendekatan masyarakat (community approach) menjadi standar baku bagi proses pengembangan pariwisata di daerah pinggiran, dimana melibatkan masyarakat didalamnya adalah faktor yang sangat penting bagi kesuksessan produk wisata. D’amore
memberikan guidelines model bagi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, yakni; Mengidentifikasi prioritas pembangunan yang dilakukan penduduk lokal (resident), Mempromosikan dan mendorong penduduk local, Pelibatan penduduk lokal dalam industry, Investasi modal lokal atau wirausaha sangat dibutuhkan, Partisipasi penduduk dalam event-event dan kegiatan yang luas, Produk wisata untuk menggambarkan identitas local, Mengatasi problem-problem yang muncul sebelum pengembangan yang lebih jauh Poin-poin diatas merupakan ringkasan dari community approach.Masyarakat lokal harus “dilibatkan”, sehingga mereka tidak hanya dapat menikmati keuntungan pariwisata dan selanjunya mendukung pengembangan pariwisata yang mana masyarakat dapat memberikan pelajaran dan menjelaskan secara lebih rinci mengenai sejarah dan keunikan yang dimiliki. Kemudian mengembangkan
pada produk
1990-an,
seiring
pariwisata
yang
dengan
pengembangan
berkesinambungan,
interest
dalam
kebutuhan
untuk
menggunakan bentuk partisipasi masyarakat menjadi sesuatu yang sangat urgen. Bentuk partisipasi masyarakat menjadi esensil bagi pencapaian pariwisata yang berkelanjutan dan bagi realisasi pariwisata yang berkualitas.Getz dan Jamal (1994) mengembangkan pondasi teorintis pelibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata dan menganalisis watak dan tujuan dari model kolaborasi (collaboration) yang berbeda dari model kerjasama (cooperation). Mereka berdua mendefinisikan kolaborasi sebagai “sebuah proses pembuatan keputusan bersama diantara stakeholders otonom dari domain interorganisasi untuk memecahkan problem-problem atau me-manage isu yang berkaitan dengan pariwisata (Getz dan Jamal, 1994: 155). Proses kolaborasi meliputi ; 1) Problem Setting dengan mengidentifikasi stakeholders kunci dan isu-isu. 2) Direction Setting dengan berbagi interpretasi kolaboratif, mengapresiasi tujuan umum. 3) strukturisasi dan implementasikan, 4) institusionalisasi. Pariwisata kerakyatan merupakan konsep pariwisata alternatif sebagai antisipasi teerhadap pariwisata konvensional. Pariwisata alternatif (alternative tourism) mempunyai pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan pariwisata konvensional. Di sisi lain dianggap sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda dari pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan (Kodyat, 1997). Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisatayang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan (id.wikipedia.org).
Ekowisata dimulai ketika dirasakan adanya dampak negatif pada kegiatan pariwisata konvensional.Dampak negatif ini bukan hanya dikemukakan dan dibuktikan oleh para ahli lingkungan tapi juga para budayawan, tokoh masyarakat dan pelaku bisnis pariwisata itu sendiri.Dampak berupa kerusakan lingkungan, terpengaruhnya budaya lokal secara tidak terkontrol, berkurangnya peran masyarakat setempat dan persaingan bisnis yang mulai mengancam lingkungan, budaya dan ekonomi masyarakat setempat, serta banyak lagi efek negatif lainnya. Local genius dan kearifan lokal mengambil peranan penting dalam pengembangan ekowisata.
Dalam disiplin antropologi dikenal istilah local genius, Local genius ini
merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog membahas secara panjang lebar pengertian local genius ini (lihat Ayatrohaedi, 1986). Antara lain Haryati Soebadio mengatakan bahwa localgenius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asingsesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Beberapa contoh yang bisa mendukung pernyataan tersebut, yaitu: 1. mampu bertahan terhadap budaya luar. 2. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. 3. mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli. 4. mempunyai kemampuan mengendalikan. 5. mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Beberapa bentuk kearifan lokal yang berkaitan dengan pelestarian alam juga diungkapkan oleh Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam http://www.balipost.co.id (2003), bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam. Beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu: 1. Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. 2. Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup, konsep kanda pat rate.
3. Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, misalnya pada upacara saraswati, kepercayaan dan pemujaan pada pura Panji. 4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 5. Bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat. 6. Bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian. 7. Bermakna etika dan moral, yang terwujud dalam upacara Ngaben dan penyucian roh leluhur. 8. Bermakna politik, misalnya upacara nangluk merana dan kekuasaan patron Client Sejumlah kasus pengelolaan pariwisata berbasis alam telah menjadi pelajaran yang berharga bagi hubungan antara manusia dengan lingkungan. Rodger et al. (2007) menyoroti kebutuhan untuk lebih memahami pertemuan antara pengunjung dan satwa liar. Mereka mencatat bahwa pemahaman tentang konteks sosial dan lingkungan, pariwisata satwa liar umumnya harus memberikan kontribusi penting bagi keberlanjutan satwa liar. Wells (1997) membedakan antara dampak ekonomi dari wisata alam, yang ia mendefinisikan sebagai jumlah uang yang dihabiskan oleh alam turis dalam perekonomian tentang wisata, akomodasi, makanan, souvenir, dll, dan nilai ekonomi total, yang meliputi manfaat ekonomi luas, konservasi yang dapat dikaitkan dengan tujuan wisata alam. Penggunaan langsung oleh wisatawan adalah hanya salah satu dari nilai-nilai ekonomi yang mengalir dari tujuan wisata alam '(Wells, 1997). Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut tampak betapa luas ranah kearifan lokal, mulai dari yang sifatnya sangat teologis sampai yang sangat pragmatis dan teknis. Pada kenyataannya semua hal dalam kehidupan masyarakat Hindu-Bali khususnya, tidak bisa lepas dari peranan kearifan lokal. Pariwisata kerakyatan hendaknya pengetahuan dasar yang diperoleh dari hidup dalam menjaga keseimbangan alam. Hal ini terkait dengan budaya dalam masyarakat yang terakumulasi dan diteruskan. Kebijaksanaan ini dapat menjadi abstrak dan konkret, tetapi karakteristik penting adalah bahwa itu berasal dari pengalaman atau kebenaran yang diperoleh dari kehidupan. Kebijaksanaa yang nyata dari pengalaman mengintegrasikan tubuh, jiwa dan lingkungan. Ini menekankan menghormati orang yang lebih tuadan pengalaman kehidupan mereka. Selain itu, nilai-nilai moral lebih dari hal-hal materi (Nakorntap etal. dalam Mungmachon, 2012: 176). Penerapan pariwisata kerakyatan pada sektor ekowisata di era globalisasi, merupakan masalah terbesar manusia untuk dihadapi zaman sekarang, dimana adanya ketidakmampuan untuk mengoptimalkan pelestarian alam. Kemampuan ini dapat berasal
dari menggunakan kearifan lokal. Masyarakat yang tinggal dikota-kota modern harus mempelajari kearifan lokal lama dan disesuaikan dengan keadaan mereka (Na Thalang dalam Mungmachon, 2001: 177). Masalah yang ditimbulkan oleh globalisasi memprovokasi banyak orang untuk mencari cara-cara untuk lebih baik mengelola hidup mereka. Ini merupakan cara berbeda tergantung pada pilihan yang dibuat oleh individu. Sifat yang bijaksana dan berpengetahuan yang sangat diperlukan untuk penelitian ini, sehingga memungkinkan untuk memilih kerangka yang tepat bagi masyarakat untuk belajar hidup bertanggung jawab dan bijaksana. Selain itu, efek langsung adalah hanya salah satu dari tiga kelas efek multiplier dalam perekonomian: dua lainnya adalah efek tidak langsung yang timbul dari pendirian yang menerima barang pembelian pengeluaran wisatawan dan jasa dari sektor-sektor lain dalam ekonomi lokal; dan efek yang terjadi dari penduduk lokal menghabiskan mereka upah, gaji, laba didistribusikan, sewa dan bunga atas barang dan jasa dalam perekonomian lokal (Cooper et al., 1998) diinduksi. Dengan pendayagunaan aspek sosial, budaya, dan pelestarian pada lingkungan berbasis ekowisata, maka akan bisa meningkatkan minat bagi wisatawan untuk mengunjungi suatu objek wisata. Akan menambah nilai tersendiri bagi masyarakat Bali umumnya, bahwa perekenomian yang berkembang dan bermutu adalah perekonomian yang selalu berpegang pada dasar penjagaan lingkungan yang menjadi penggerak pariwisata kerakyatan. 4.4. Pembangunan Ekonomi Pariwisata Pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin ekonomi penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara tidak terkecuali di Indonesia. Namun demikian pada prinsipnya pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. Berdasarkan beberapa jenis pengembangan pariwisata oleh Pearce (1992), destinasi merupakan gabungan dari produk dan pelayanan yang tersedia di satu lokasi yang dapat menarik pengunjung diluar wilayah bersangkutan. Franch and Martini menjelaskan pengertian manajemen destinasi: as the strategic, organizational and operative decisions taken to manage the process of definition, promotion and commercialisation of the tourism product [originating from within the destination], to generate manageable flows of incoming tourists that are balanced, sustainable and sufficient to meet the economic needs of the local actors involved in the destination (2002:5). Inti pemikiran diatas menegaskan bahwa manajemen destinasi
berkenaan dengan keputusan strategis, organisasional dan operatif yang dilakukan untuk mengelola proses pendefinisian, promosi dan komersialisasi produk pariwisata untuk mewujudkan arus turis yang seimbang, berkelanjutan dan berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi disuatu destinasi. Segala sesuatau yang berhubungan dengan pengembangan, pemasaran, layanan dan aktivitas pendukung harus diidentifikasi secara tepat sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam perencanaan wisata. Perencanaan tersebut tentunya jangan sampai menghilangkan keunikan dari kawasan wisata, yaitu pemandangan alam, kawasan perairan, taman-taman, dan lain-lain. Diharapkan secara bersama-sama, para pelaku tersebut dapat membangun serta mengembangkan elemenelemen kepariwisataan sesuai dengan peran, tanggungjawab, dan motivasi masing-masing. Pariwisata akan terwujud dengan adanya suasana dan fasilitas pendukung, lingkungan alam dan sosial ekonomi serta masyarakat dan pengunjung dengan berbagai macam ketertarikan. Ada lima pendekatan untuk perencanaan wisata yang diidentifikasikan oleh para ahli. Lima pendekatan ini dapat diterapkan pula dalam perencanaan wisata air. Empat diantaranya dikemukakan oleh Getz (1987:45) dan ditambah lagi satu pendekatan yang dikemukakan oleh Page (1995:185). Pendekatan-pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Boosterism. Merupakan suatu pendekatan sederhana yang melihat pariwisata sebagai suatu atribut positif untuk suatu tempat dan penghuninya. Obyek-obyek yang terdapat di suatu lingkungan ditawarkan sebagai aset bagi pengembangan kepariwisataan tanpa memperhatikan dampaknya, yang menurut Hall (1991:22) nyaris dapat dikatakan bukan sebagai suatu bentuk dari perencanaan pariwisata. Masyarakat setempat tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan daya dukung wilayah yang ada tidak begitu dipertimbangkan.
2.
The Economic-Industry Approach. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang sangat luas digunakan oleh kota-kota yang menganggap pariwisata sebagai suatu industri yang
dapat
mendatangkan
manfaat-manfaat
ekonomi
bersama-sama
dengan
penciptaan lapangan kerja serta munculnya kesempatan- kesempatan dalam pembangunan. Konsep pariwisata dengan pendekatan ini adalah sebagai suatu ekspor bagi sistem perkotaan, dan pemasaran digunakan untuk menarik pengunjung yang merupakan pembelanja tertinggi.
Tujuan-tujuan ekonomi lebih dinomorsatukan daripada tujuan-tujuan sosial dan lingkungan, yaitu dengan menetapkan sasaran utama berupa pengalaman menarik bagi pengunjung dan tingkat kepuasan yang dialami oleh
para wisatawan. 3.
The Physical-Spatial Approach
Pendekatan ini didasarkan pada tradisi “penggunaan lahan” geografis dan perencana- perencana dengan pendekatan rasional untuk perencanaan lingkungan perkotaan. Kepariwisataan
dilihat di dalam suatu range
konteks, tetapi dimensi lingkungan dianggap juga sebagai isu kritis dari daya dukung sumber daya wisata di dalam kota. Strategi-strategi perencanaan yang berbeda berdasarkan prinsip-prinsip keruangan digunakan di sini, misalnya pengelompokan pengunjung di kawasan-kawasan utama, atau pemecahan untuk menghindarkan terlalu terkonsentrasinya pengunjung di satu kawasan, dan pemecahan untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya konflik-konflik. Hanya saja satu kritik bagi pendekatan ini adalah masih kurang mempertimbangkan dampak sosial dan kultural dari wisata perkotaan. 4.
The Community Approach
Merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada pentingnya keterlibatan maksimal dari masyarakat setempat di dalam proses perencanaan. Perencanaan tradisional top-down, dimana perencana menetapkan agenda yang perlu dimodifikasi untuk memasukkan kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal di dalam proses perencanaan dan penentuan keputusan. Jadi, community tourism planning ini menganggap penting suatu pedoman pengembangan pariwisata yang dapat diterima secara sosial (social acceptable).
Pendekatan ini menekankan pada pentingnya manfaat-manfaat sosial dan kultural bagi masyarakat lokal bersama-sama dengan suatu range pertimbangan ekonomi dan lingkungan. Menurut Haywood (1988), dalam penerapan rencana, “bentuk politis” dari proses perencanaan tersebut seringkali terjadi penurunan derajat misalnya dari kemitraan (partnership) menjadi penghargaan (tokenism).
5.
Sustainable Approach (Sustainable tourism planning)
Pendekatan ini adalah pendekatan yang diidentifikasi oleh Page, merupakan pendekatan keberlanjutan berkepentingan dengan masa depan yang panjang atas sumber daya dan efek-efek pembangunan ekonomi pada lingkungan yang mungkin juga menyebabkan gangguan kultural dan sosial untuk memantapkan pola-pola kehidupan dan gaya hidup individual. Dalam konteks perencanaan pariwisata, pembangunan berkelanjutan didasarkan pada beberapa prinsip yang ditetapkan oleh the World Commission on the Environment and Development (the Brundtland Commission) pada tahun 1987 yang menurut Hall (1991) berhubungan dengan eguity, the needs of economically marginal
populations, and the idea of technological and social limitations on the ability of the environment to meet present and future needs. Untuk menindaklanjuti adanya beberapa prinsip tersebut diatas, Dutton dan Hall (1989) mengidentifikasikan mekanisme-mekanisme yang dapat digunakan sebagai pedoman pencapaian suatu pendekatan berkelanjutan yang realistik untuk perencanaan pariwisata, yaitu sebagai berikut: 1. Mendorong kerjasama dan saling perhatian untuk meningkatkan manfaat dari setiap pendekatan, sehingga perencanaan pariwisata harus kooperatif dan didasarkan pada sistem pengendalian terpadu. 2. Mengembangkan mekanisme koordinasi industri. 3. Meningkatkan kepedulian konsumen mengenai pilihan-pilihan yang berkelanjutan dan
tidak-berkelanjutan, termasuk manfaat-manfaat dari manajemen pengunjung. 4. Meningkatkan kepedulian produsen atas manfaat-manfaat perencanaan pariwisata yang
berkelanjutan. 5. Menggantikan
pendekatan-pendekatan
perencanaan
konvensional
dengan
perencanaan
strategik, untuk ini disyaratkan semua pihak yang berkepentingan membuat komitmen
yang pasti untuk tujuan-tujuan yang berkelanjutan. 6. Memberi perhatian yang lebih besar atas keperluan perencanaan kualitas pengalaman
wisatawan, dengan suatu pandangan atas keberlanjutan jangka panjang dari produk wisata, bersama-sama dengan memantapkan atraksi dari kawasan tujuan wisata.
Pariwisata berkelanjutan dapat dikatakan sebagai pembangunan yang mendukung secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi, juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Artinya, pembangunan pariwisata berkelanjutan merupakan upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup dengan cara mengatur penyediaan, pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya alam dan budaya secara berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai pembangunan kepariwisataan
yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan dengan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberi manfaat baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang (Puslitbang BP. Budpar, 2003). Pariwisata budaya mempunyai peran penting dalam membantu masyarakat lokal mencapai potensi penuh mereka. Adanya kesepakatan tentang tantangan dan peluang yang dihadapi masyarakat setempat dalam menggunakan pariwisata sebagai alat untuk
pengembangan ekonomi, budaya dan sosial. Pemerintah perlu aktif membantu masyarakat lokal untuk mencapai pembangunan pariwisata berkelanjutan. Menurut laporan Konferensi Internasional WTO (2006: 21-23) tentang pariwisata budaya dan komunitas lokal, terdapat beberapa unsur yang direkomendasikan untuk memperluas penggunaan pariwisata budaya sebagai alat yang efektif dalam pembangunan ekonomi lokal, yaitu: 1. Membantu masyarakat dan pejabat publik dalam memahami sifat sistem pariwisata alam. 2. Membantu masyarakat dan pejabat publik agar bisa menentukan pengalaman pengunjung dengan lebih baik. 3. Mengadopsi proses analisis dan dokumentasi yang menyangkut masyarakat yang memiliki beragam ukuran. 4. Mengembangkan proyek interdisipliner meneliti isu yang membawa kapasitas dan batasan-batasan dalam pertumbuhan. 5. Meningkatkan basis pengetahuan yang ada tentang pariwisata budaya dan masyarakat lokal. 6. Mengembangkan perencanaan berbasis masyarakatdan teknik manajemen. 7. Mengembangkan kasus persatuan pariwisata budaya berbasis bantuan masyarakat. 8. Mengadaptasikan model tujuan wisata kewisata budaya di masyarakat daerah. Dari penjelasan tersebut dapat diuraikan, bahwa masyarakat memiliki kendali utama dalam pengembangan sektor pariwisata yang berbasis ekowisata. Sebagian besar fasilitas wisata disediakan oleh masyarakat, dimana semua fasilitas tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Apabila semua ruang lingkup bersatu padu, maka system ekonomi pariwisata yang berkelanjutan akan berjalan dengan baik. Masyarakatlah pemegang kunci utama perkembangan ekonomi pariwisata berbasis ekowisata. Dapat dikatakan bahwa masyarakat berperan sebagai jumlah keseluruhan pengalaman wisatawan yang berwisata pada suatu daerah. Berdasarkan beberapa wacana dalam konferensi tersebut, maka peran pariwisata kerakyatan dalam pembangunan ekonomi pariwisata , dapat dijabarkan sebagai berikut: -
Penambahan pada pendapatan penduduk lokal
-
Adanya banyak peluang bagi penduduk yang masih remaja maupun yang belum bekerja
-
Menyebabkan peningkatan permintaan produk lokal
-
Adanya budaya revitalisasi
-
Menyebabkan peningkatan kebanggaan masyarakat
4.5.
Peningkatan kapasitas dalam pengambilan keputusan masyarakat
Penelitian sebelumnya Konferensi internasional WTO (2006) melaporkan tentang “Pariwisata Budaya dan
Komunitas Lokal telah meneliti dan menghasilkan suatu deskripsi tentang peluang yang ditawarkan oleh kegiatan wisata budaya berkelanjutan untuk kontribusi ekonomin pembangunan; kewajiban etis untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan, dan kebutuhan untuk melestarikan nilai-nilai spiritual, seni dan budaya situs warisan dan tradisi yang ada disemua negara.Dari sudut pandang komunitas, tujuan penting dari pembangunan pariwisata diharapkan bisa menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan arus devisa. Setiap perkembangan tersebut juga diharapkan bisa melindungi lingkungan dan terutama budaya lokal, wisatawan yang tertarik di tempat pertama yang mereka kunjungi. Potensi wisata budaya di masyarakat lokal diharapkan bisa menjadi pertimbangan utama dalam diskusi mengenai kebijakan tentang pengentasan kemiskinan. Vipriyanti (2008) meneliti mengenai “Banjar Adat dan Kearifan Lokal”, yang menjelaskan tentang norma ketegasan adalah faktor yang paling penting untuk sukses dari Bali untuk mempertahankan ruang publik yang dikelola oleh masyarakat. Ketegasan norma cenderung untuk mendorong kelanjutan kegiatan dalam kehidupan sosial, sumber daya, dan pelestarian lingkungan hidup, serta kepercayaan pada Tuhan. Frekuensi dalam kegiatan umum di Bali pada masing-masing banjar adat minimal 12 kali selama enam bulan. Ini membuat fungsi kontrol sosial secara efektif terutama pada perilaku anggota banjar adat yang menyimpang atau kerusakan pada sumber daya properti umum yang memiliki oleh banjar adat. Secara garis besar kegiatan pariwisata didominasi pertukaran barang dari daerah asal menuju ke daerah tujuan wisata. Dengan kondisi ini seharusnya perkembangan kegiatan ekonomi tidak hanya berlangsung di sumber wisatawan tetapi juga terjadi di daerah tujuan wisatawan. Namun, ini dampak positif dari pengganda ekonomi hanya merupakan cerminan sebagian dari nilai ekonomi total wisata alam karena ada juga nilainilai non-penggunaan yang signifikan untuk menambahkan ke dalam persamaan. Nilainilai ini termasuk nilai eksistensi yang merupakan jumlah individu akan siap untuk membayar untuk mengetahui bahwa daerah atau spesies terus ada (Tisdell, 2003). Penelitian Pendleton dan Rooke (2006) menunjukkan bahwa nilai-nilai non-pasar untuk scuba-diving atau snorkeling hari di perairan hangat rangers dari US $ 3 sampai US $ 199 per hari untuk snorkeling dan US $ 31 sampai US $ 319 per hari untuk scuba-diving,
dengan surplus konsumen untuk non-penduduk umumnya melebihi bahwa bagi warga mereka mengutip karya leeworthy et al. Dengan cara yang sama bahwa efek langsung dan tidak langsung dapat dilihat dalam manfaat ekonomi pariwisata satwa laut demikian juga, yang mereka terwujud dalam biaya membangun dan mempertahankan tujuan wisata alam dan atraksi. Biaya langsung adalah mereka yang terlibat dalam 'pembelian tanah, penyusunan rencana pengelolaan, belanja modal, pengembangan dan pemeliharaan jalan dan fasilitas, dan semua manajemen dan administrasi biaya berulang' (Wells, 1997, hal. 21). Biaya tidak langsung menyangkut dampak negatif yang timbul, seperti kerusakan properti atau cedera pribadi yang disebabkan oleh satwa liar. Sementara ini mungkin kurang jelas daripada di lokasi terestrial mana kerusakan tanaman dan predasi ternak di pinggiran Taman Nasional telah banyak didokumentasikan (lihat, misalnya Newmarket al., 1994). Keprihatinan menggambarkan kekuatan diferensial nyata tidak hanya antara berbagai jenis pemangku kepentingan tetapi juga di dalam masyarakat lokal itu sendiri, itu jauh dari membangun homogen dan, sebagai Burkey (1993) berpendapat, ada kebutuhan untuk mengungkap model keharmonisan masyarakat hidup. Anggota masyarakat dibedakan oleh etnis, kelas, jenis kelamin dan usia. Tidak hanya ada ditandai perpecahan antara orang-orang di masyarakat dengan status istimewa dan miskin, tetapi bahkan di antara orang miskin, baris divisi yang tajam ditarik sesuai dengan acces ke sumber daya, pasar dan lapangan kerja, baik formal maupun informal. Dalam kasus perikanan pesisir di negara-negara berkembang, misalnya, situasinya mungkin mirip dengan yang dijelaskan oleh Ellis dan Allison (2004) untuk danau dan lahan basah di Afrika di mana rumah tangga wealtheir aset sendiri yang berkaitan dengan perikanan (kapal, jaring, perangkap), serta lahan pesisir dan bisnis, dan mungkin memiliki kontrol atas daerah memancing terbaik. Salah satu cara di mana marginalisasi lapisan masyarakat, termasuk orang tua dan cacat, dapat berbagi di ambil dari pendapatan ekowisata adalah melalui penjualan cinderamata wisata. Healy (1994) merangkum keuntungan dari rumah dan produksi kerajinan berbasis desa di bawah lima judul: kompatibilitas dengan kegiatan pedesaan; manfaat ekonomi (khususnya distribusi yang lebih adil); pengembangan produk, keberlanjutan; dan pendidikan wisata. Mungmachon (2012) dalam penelitiannya yang mempunyai tema “Pengetahuan dan Kearifan Lokal”, menjabarkan bahwa terabaikan pentingnya pengetahuan dan kearifan
lokal. Dalam usia pendidikan sekolah,
pengembangan globalisasi berfokus pada
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menguji pengetahuan dankearifan lokal di masyarakat dengan masalah akibat pembangunan. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa orang-orang tidak sadar karena pengaruh yang masuk dan kemudian menyebar di dalam masyarakat. Pengaruh ini menyebabkan banyak masalah lingkungan dan sosial, termasuk hilangnya pengetahuan tradisional dan kearifan. Era globalisasi telah tiba, namun dampak negatif yang dirasakan. masalah mereka perlu dipelajari secara kolektif untuk memulihkan kearifan tradisional dan pengetahuan yang tetap,dan mengintegrasikan pengetahuan baru. Kemasyarakatan merupakan suatu kekayaan, dan memiliki dampak lingkungan dan sosial yang positif. Sutarso (2012: 505) menyampaikan tentang kaitan kearifan lokal dengan dunia pariwisata dengan tema “Menggagas Pariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal”, yang memberikan pendapat bahwa nilai lokal disamping mampu menginspirasi tumbuhnya kearifan lokal (local indigeneus), di satu sisi tumbuh menjadi nilai-nilai kehidupan yang memberi makna pada kehidupan dan interaksi sesama mereka. Nilai strategis budaya lokal telah menginpirasi berbagai daerah untuk mengembangkan potensi lokalitas dalam pengembangan
pariwisata.
Dengan
pertimbangan
tersebut,
dijelaskan
bahwa
pengembangan pariwisata tidak boleh meminggirkan budaya dan spirit lokal.Perlu adanya gagasan pengembangan pariwisata yang sejalan dengan pengembangan budaya dan semangat manusia beserta cipta, rasa dan karsanya. Gagasan tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pembangunan daya tarik wisata didasarkan pada pembangunan masyarakat dan budayanya.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Profil Pariwisata Nusa Penida Kabupaten Klungkung merupakan Kabupaten yang paling kecil dari 9 (sembilan) Kabupaten dan Kodya di Bali, terletak diantara 115 ° 27 ' - 37 '' 8 ° 49 ' 00 ''. Lintang Selatan dengan batas-batas disebelah utara Kabupaten Bangli. Sebelah Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kabupaten Gianyar, dan sebelah Selatan Samudra India, dengan luas : 315 Km ². Wilayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( 112,16 Km ²) terletak diantara pulau Bali dan dua pertiganya ( 202,84 Km ² lagi merupakan kepulauan yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Menurut penggunaan lahan di Kabupaten Klungkung terdiri dari lahan sawah 4.013 hektar, lahan kering 9.631 hektar, hutan negara 202 hektar, perkebunan 10.060 hektar dan lain-lain 7.594 hektar. Kabupaten Klungkung dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Klungkung diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kabupaten Klungkung melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat, peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan/kekhususan daerah, serta efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kabupaten Klungkung dewasa ini telah mengalami Perkembangan pembangunan yang terintegrasi dengan kepentingan masyarakat, hal ini ditandai dengan penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung kegiatan masyarakat mulai dari terbangunnya infrastruktur Perhubungan, Pertanian, Pendidikan, Kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya lainnya. Hal ini membuktikan bahwa Pemerintah Kabupaten Kungkung telah memberikan kesempatan kepada masyarakat, pihak swasta, investor untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, sehingga tercipta masyarakat yang dinamis, kondusif, berkeadilan dan bermartabat. Hal ini sejalan dengan visi Kabupaten Klungkung yakni : ”TERWUJUDNYA KLUNGKUNG YANG UNGGUL DAN SEJAHTERA”
Dengan pengertian bahwa Kabupaten Klungkung yang selama ini ditopang oleh potensi yang sangat besar dengan tingkat heterogenitas tinggi serta adat budaya bernilai luhur, harus mampu dibangun guna mencapai keunggulan daerah dengan kondisi kesejahteraan wilayah dan masyarakat. Visi ini menekankan pada minimalisasi gap (jurang pemisah) antar komponen masyarakat ataupun antar wilayahnya, dengan segala gerak langkah yang merujuk pada konsep kemitraan-kebersamaan. Klungkung yang Unggul dan Sejahtera mengandung pengertian wilayah Kabupaten Klungkung yang memiliki sumber-sumber daya yang unggul (lebih tinggi dari wilayah lainnya) dengan masyarakatnya yang aman sentosa. Menciptakan Klungkung yang Unggul dan Sejahtera mengandung pengertian usaha menciptakan keunggulan di sektor tertentu guna menciptakan masyarakat yang cukup pangan, sandang, papan dan kualitas hidupnya meningkat secara lahir batin menuju suatu peradaban manusia yang unggul, sosial ekonomi yang lebih baik, atau yang lebih modern sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945. Klungkung Yang Unggul dimaksudkan terwujudnya Klungkung sebagai pusat pengembangan kegiatan kesenian dan budaya unggulan daerah yang didukung oleh kualitas SDM dan sumber sumber daya keunggulan lokal meliputi pengembangan pusat pasar Bali Timur, menjadikan RSUD Klungkung sebagai pusat rujukan Bali Timur dan pengembangan potensi sosial ekonomi Nusa Penida sebagai kawasan Wisata terpadu. Klungkung yang Sejahtera diwujudkan melalui peningkatan kesejahteraan sosial dan kesejahteraan ekonomi serta daya saing daerah seluruh masyarakat Kabupaten Klungkung meliputi peningkatan pendapatan perkapita, penurunan angka kemiskinan, dan peningkatan IPM (peningkatan derajat kesehatan, mutu pendidikan dan paritas daya beli). Guna mewujudkan visi tersebut diatas maka beberapa misi yang akan dijalankan adalah: A. Menguatkan dan meningkatkan eksistensi adat budaya Bali di Kabupaten
Klungkung. B.
Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusiaKabupaten Klungkung.
C.
Meningkatan kesejahteraan sosial melalui pemberdayaan ekonomimasyarakat.
D. Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan denganmengedepankan
konsepsi kemitraan.
E.
Mewujudkan kepastian hukum agar terwujud ketentraman danketertiban masyarakat.
F.
Mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip goodcoorporate governance.
G. Mengembangkan jasa layanan kepada masyarakat yang lebih baik. H. Mewujudkan pembangunan daerah yang selaras dan seimbang I.
Mewujudkan pelestarlan sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam pemanfaatannya yang berkelanjutan.
J.
Menyediakan sarana dan prasarana wilayah yang mengakomodir perkembangan wilayah dan kebutuhan masyarakat.
K. Menguatkan stabilitas politik dan keamanan di seluruh wilayah Kabupaten
Klungkung. Kabupaten Klungkung merupakan dataran pantai sehingga potensi perikanan laut.Panjang pantainya sekitar 90 Km yang terdapat di Klungkung daratan 20 Km dan Kepulauan Nusa Penida 70 Km. Permukaan tanah pada umumnya tidak rata, bergelombangbahkan sebagian besar berupa bukit-bukit terjal yang kering dan tandus.Hanya sebagian kecil saja merupakan dataran rendah. Tingkat kemiringan tanah diatas 40 % (terjal) adalah seluas 16,47 Km2 atau 5,32 % dari Kabupaten Klungkung. Bukit dan gunung tertinggi bernama Gunung Mundi yang terletak di Kecamatan Nusa Penida. Sumber air adalah mata air dan sungai hanya terdapat di wilayah daratan Kabupaten Klungkung yang mengalir sepanjang tahun. Sedangkan di Kecamatan Nusa Penida sama sekali tidak ada sungai. Sumber air di Kecamatan Nusa Penida adalah mata air dan air hujan yang ditampung dalam cubang oleh penduduk setempat. Kabupaten Klungkung termasuk beriklim tropis. Bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering antara Kecamatan Nusa Penida dan Kabupaten Klungkung daratan sangat berbeda. Kecamatan Klungkung Kecamatan Klungkung merupakan kecamatan terkecil dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas disebelah Utara Kabupaten Karangasem, sebelah Timur Kecamatan Dawan, sebelah Barat Kecamatan Banjarangkan dan sebelah Selatan dengan Selat Badung, dengan luas 2.095 Ha, secara persis semua terletak di daerah daratan pulau Bali.
Kecamatan Banjarangkan Kecamatan Banjarangkan merupakan Kecamatan yang terletak paling Barat dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung, dengan batas-batas, sebelah Utara Kabupaten Bangli, sebelah Timur Kecamatan Klungkung, sebelah Barat Kabupaten Gianyar dan sebelah Selatan Selat Badung, dengan luas 45,73 Km ². Secara administrasi Kecamatan Banjarangkan terdiri dari 13 Desa, 55 dusun, 26 Desa Adat, dalam usaha untuk memajukan perekonomian di wilayah ini telah didukung dengan beberapa sarana seperti, pasar umum, koperasi, KUD, dan bank, RPD yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memajukan perekonomian desa. Kecamatan Dawan Kecamatan Dawan merupakan Kecamatan yang terletak paling Timur dari 4 (empat) Kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung dengan batas-batas, sebelah Utara dan Timur Kabupaten Karangasem, sebelah Barat Kecamatan Klungkung dan sebelah Selatan Samudra Hindia dengan luas 37,38 Km ². Menurut penggunaannya luas wilayah Kecamatan Dawan terdiri 16,21 % lahan sawah, 17,26 % lahan tegalan, 35,50 % lahan perkebunan, 6,93 % lahan pekarangan 0,21 % kuburan dan lainnya 23,89 %. Kecamatan Nusa Penida Kecamatan Nusa Penida terdiri dari tiga kepulauan yaitu pulau Nusa Penida, Pulau Lembongan dan Pulau Ceningan, terdiri dari 16 Desa Dinas, Dengan Jumlah Penduduk 46,749 Jiwa (8.543 KK). Pulau Nusa Penida bisa ditempuh dari empat tempat yaitu lewat Benoa dengan menumpang Quiksilver/Balihai ditempuh +1 jam perjalanan, lewat Sanur dengan menumpang perahu jarak tempuh + 1,5 Jam perjalanan. Lewat Kusamba dengan menumpang Jukung jerak tempuh +1,5 jam perjalanan. sedangkan kalau lewat Padangbai dengan menumpang Kapal Boat yang jarak tempuh + 1 jam perjalanan. Secara umum kondisi Topografi Nusa Penida tergolong landai sampai berbukit. Desa - desa pesisir di sepanjang pantai bagian utara berupa lahan datar dengan kemiringan 0 - 3 % dari ketinggian lahan 0 - 268 m dpl. Semakin ke selatan kemiringan lerengnya semakin bergelombang. Demikian juga pulau Lembongan bagian Utara merupakan lahan datar dengan kemiringan 0- 3% dan dibagian Selatan kemiringannya 3-8 %. Sedangkan Pulau Ceningan mempunyai kemiringan lereng bervariasi antara 8-15% dan 15-30% dengan kondisi tanah bergelombang dan berbukit. Mata pencaharian penduduk adalah pertanian dan sektor perikanan merupakan mata
pencaharian utama oleh 6,68% tersebar pada desa-desa pesisir yaitu Suana, Batununggul, Kutampi Kaler, Ped dan Desa Toyapakeh. Di Pulau Lembongan 16,80% penduduk bergerak dibidang perikanan, dan Ceningan 12,88% mengingat kondisi dan topografi daerah maka yang cocok dikembangkan adalah Sektor Pertanian, dan Sektor Pariwisata. Perairan Nusa Penida, sebuah pulau yang terpisah dengan daratan Bali, secara administratif masuk Kabupaten Klungkung memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan dalam dan luar negeri untuk menikmati panorama alam bawah laut. Pelancong menikmati panorama alam bawah laut dengan menyelam maupun atraksi air laut lainnya, dan selama ini turis luar negeri ternyata lebih banyak menikmati lokasi wisata tersebut jika dibandingkan dengan pelancong Nusantara. Dewa Nyoman Putra menunjukkan data hasil pencatatan Dinas Pariwisata Bali bahwa turis dalam dan luar negeri yang berkunjung ke Nusa Penida bertambah ramai dari sekitar 185.909 orang pada tahun 2013 menjadi 220.761 orang pada tahun 2014. "Mereka (turis) yang datang dan menikmati keindahan alam bawah laut itu sebagian besar adalah turis asing yakni sebanyak 206.457 orang selama 2014, sedangkan sisanya wisatawan dalam negeri sebanyak 14.294 orang," katanya. Masyarakat internasional yang berkunjung ke Pulau Nusa Penida yang memiliki pesisir pantai selatan yang terbentang dari timur sampai barat menjadi tempat wisatawan menikmati snorkeling maupun diving. Kepulauan Nusa Penida terdiri atas Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, yang dihuni sekitar 65.000 jiwa secara administratif masuk wilayah Kabupaten Klungkung, sekitar 80 km tenggara Denpasar. Kepulauan Nusa Penida yang terdiri atas satu kecamatan memiliki luas 363 kilometer persegi atau dua pertiga dari wilayah Kabupaten Klungkung. Hanya sepertiga wilayah Kabupaten Klungkung yang menjadi satu dengan daratan Bali. Masyarakat di Nusa Penida selama ini menyeberang ke daratan Pulau Bali menggunakan perahu motor atau kapal roro dari Pelabuhan Padangbai. Pulau Nusa Penida dan dua nusa lainnya dikeliling oleh lautan yang memiliki panorama alam bawah laut dengan terumbu karang yang lestari tempat bersarangnya ratusan jenis ikan hias yang berwarna-warni. Pemandangan alam bawah laut sangat dinikmati wisatawan mancanegara yang selama ini untuk menjangkau lokasi itu menggunakan kapal wisata dari pelabuhan Benoa, berangkat pagi hari dan kembali sore harinya. Nusa penida terletak di sebelah tenggara Bali, yang dipisahkan oleh Selat Badung. pulau ini memasuki kawasan kabupaten klungkung, Bali. Di dekat pulau ini terdapat juga pulau-pulau kecil lainnya yaitu Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Nusa Lembongan. Di kawasan Nusa Penida terdapat banyak obyek spiritual serta tempat rekreasi wisata tirta.
Yang paling terkenal objek spiritual adalah Pura Goa Giri Putri, Pura Dalem Ped dan Pura Pucak Mundi, sedangkan Kawasan objek Kawasan Rekreasi tirta yang sangat menarik untuk dinikmati oleh para wisatawan, yaitu kawasan bahari dengan tumbuhan karang yang amat indah dan bermacam-macam jenis ikan yang berwarna-warni Perairan pulau Nusa Penida juga terkenal dengan kawasan selamnya diantaranya terdapat di Penida Bay, Manta Point, Batu Meling, Batu Lumbung, Batu Abah, Toyapakeh dan Malibu Point. Sebagai daerah kepualauan kecil, Pulau Nusa Penida hanya bisa diakses melalui jalur laut. Sementara jalur udara belum memungkinkan karena belum tersedia fasilitas Bandara. Titik pemberhentiannya pun sebagian besar berpusat di bagian utara dan timur Pulau sedangkan di bagian selatan dan barat sulit disinggahi kapal karena berbatasan langsung dengan tebing curam (cliff) dan ganasnya ombak dari Samudra Hindia. Setidaknya ada lebih dari 6 pintu penyeberangan di Nusa Penida dengan tujuan area pendaratan yang berbeda di daerah daratan Bali. Untuk menuju pulau ini melewati beberapa jalur, diantaranya dari tanjung benoa, sanur, kusamba dan pelabuhan padang bai. Beberapa alternative biaya penyebrangan murah dengan menggunakan sampan (perahu) tradisional dengan mesin tempel yang memiliki kekuatan sekitar 120 PK, biaya menengah dengan kapal roro Nusa Jaya Abadi ( transportasi utama), dan biaya tinggi menggunakan boat cepat dan bisa juga menggunakan kapal cruise. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing transportasi sangat bervariasi mulai dari 20 menit sampai ada yang harus sampai 1,5 jam tetapi perlu diingatkan bahwa semua juga tergantung dari situasi dan kondisi alam (arus, ombak, angin dan hal teknis lainnya). Anda bisa menentukan sendiri transportasi yang anda pakai yang pasti menyesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan anda. Kapal akan mendarat di Pelabuhan utama “Pelabuhan Nusa Penida” yang berada di pusat kota kecamatan. 5.2. Pariwisata dan Kehidupan Masyarakat Kawasan Nusa Penida merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Kabupaten Klungkung. Kawasan Nusa Penida memiliki daya tarik utama berupa keanekaragaman laut yang tinggi. Kawasan Nusa Peida merupakan bagian dari kawasan segitiga terumbu karang dunia ( the coral triangle). Nusa Penida
ditetapkan sebagai
Kawasan Konservasi Perairan oleh Bupati Klungkung melalui Peraturan Bupati Klungkung No.12 tahun 2010 dengan luas 20.057 hektar. Daya tarik wisata utama di Nusa Penida terdiri atas serangkaian kegiatan wisata pada daerah pesisir di Nusa Penida seperti : melihat ikan mola – mola (sunfish) terutama pada bulan juli sampai dengan september pada
sejumlah lokasi cleaning station, melihat ikan Ikan Pari Manta (manta-ray) pada dua lokasi manta point di Nusa Penida, kegiatan snorkling dan diving untuk melihat kehidupan bawah laut seperti terumbu karang, padang lamun dan serangkaian topografi bawah laut di Kawasan Nusa Penida. Bilamana dilihat dari sisi karakteristik daya tarik wisata yang ada di Nusa Penida, disamping wisata alam dengan keunggulan kawasan pesisir, juga terdapat kegiatan wisata berbasis budaya seperti wisata religius pada sejumlah pura yang ada di Nusa Penida. Guna menunjang kegiatan wisata di Nusa Penida, terdapat sejumlah akomodasi wisata yang ada di Nusa Penida seperti resort, villa, bungalow dan homestay yang tersebar disejumlah kawasan di Nusa Penida. Keberadaan potensi bahari yang ada di Kawasan Nusa Penida oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung ditindaklanjuti dengan membentuk Kelompok Kerja (POKJA) Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida. POKJA yang dibentuk ini menjalankan rencana kerja untuk mewujudkan KKP Nusa Penida yang dikelola dengan efektif. Kolaborasi antara Kabupaten Klungkung, Coral Triangle Center (CTC), dan pemegang kepentingan lainnya berhasil melahirkan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida yang kemudian disahkan dengan Peraturan Bupati Klungkung No.12 tahun 2010. Keberadaan KKP Nusa Penida diharapkan dapat menjaga keanekaragaman hayati di kawasan Nusa Penida dan juga menciptakan ekowisata laut, perikanan, dan mata pencaharian masyarakat lokal yang berkelanjutan. Jumlah penduduk di Nusa Penida tahun 2013 sebanyak 45.340 orang yang terdiri atas 22.550 penduduk laki – laki dan 22.790 penduduk perempuan (Klungkung dalam angka 2014). Tingkat kepadatan penduduk di Nusa Penida adalah 224 jiwa / km2 dengan pertumbuhan penduduk rata – rata pertahun sekitar 5%. Kemampuan baca tulis penduduk usia 10 tahun keatas hingga tahun 2013 tercatat 92,35% penduduk sehingga masih terdapat sebanyak 7,65% penduduk yang belum bisa membaca dan menulis. Berdasarkan hasil quisioner yang telah disebar terhadap 100 orang responden di Nusa Penida, diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Data responden menurut daerah asal diperoleh hasil sebanyak 1 orang responden menyatakan bahwa daerah asal tempat tinggal adalah di daerah Bandung dan Buleleng, 2 orang menyatakan berasal dari lombok dan sebanyak 96 orang menyatakan berasal dari Nusa Penida 2. Tingkat
pendidikan
responden
dinyatakan
dengan
11
orang
responden
berpendidikan sarjana, 2 orang berpendidikan SD, 69 orang berpendidikan
SMA/SMK dan 18 orang berpendidikan SMP 3. Status menikah responden dinyatakan sebanyak 61 orang dan 39 responden menyatakan belum menikah 4. Pekerjaan utama responden dinyatakan sebanyak 21 orang merupakan guide, 51 orang bekerja di hotel, villa, bungalow, 13 orang bekerja di earung, warung makan atau restoran dan sebanyak 15 orang bekerja sebagai sopir baik sopir kendaraan bermotor atau sebagai pengemudi boat. 5. Terkait dengan infromasi status pekerjaan utama, sebanyak 100 responden menyatakan bahwa mereka sebagai pekerja 6. Berdasarkan kepemilikan pekerjaan sampingan, terdapat 14 responden yang memiliki pekerjaan sampingan. Terhitung sebanyak 4 orang memiliki pekerjaan sampingan sebagai nelayan, 1 orang memiliki pekerjaan sampingan sebagai ojek dan 9 orang menyatakan memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani 7. Berdasarkan status pekerjaan sampingan, tercatat sebanyak 14 orang yang memiliki pekerjaan sampingan berstatus sebagai pemilik 8. Hasil quisioner terkait dengan pemenuhan kebutuhan fisik diperoleh informasi bahwa : a. Pemenuhan kebutuhan pangan diperoleh hasil 76 orang responden menyatakan sangat setuju dan 24 orang menyatakan setuju b. Pemenuhan kebutuhan papan diperoleh hasil 68 orang responden menyatakan sangat setuju dan 32 orang menyatakan setuju c. Pemenuhan kebutuhan sandang diperoleh hasil 71 orang responden menyatakan sangat setuju , 22 orang menyatakan setuju dan 7 menyatakan cukup setuju 9. Hasil quisioner terkait dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman diperoleh informasi bahwa : a. Pemenuhan kebutuhan rasa aman akan harta diperoleh hasil 75 orang responden menyatakan sangat setuju dan 25 orang menyatakan setuju b. Pemenuhan kebutuhan rasa aman akan jiwa diperoleh hasil 73 orang responden menyatakan sangat setuju , 22 orang menyatakan setuju dan 5 menyatakan cukup setuju 10. Hasil quisioner terkait dengan pemenuhan kebutuhan bermasyarakat diperoleh informasi bahwa : a. Pemenuhan kebutuhan penerimaan dalam masyarakat diperoleh hasil 69
orang responden menyatakan sangat setuju dan 31 orang menyatakan setuju b. Pemenuhan kebutuhan rasa hormat dalam masyarakat diperoleh hasil 76 orang responden menyatakan sangat setuju, 20 orang menyatakan setuju dan 4 menyatakan cukup setuju c. Pemenuhan kebutuhan untuk maju diperoleh hasil 72 orang responden menyatakan sangat setuju , 22 orang menyatakan setuju dan 6 menyatakan cukup setuju d. Pemenuhan kebutuhan untuk ikut serta dalam masyarakat diperoleh hasil 70 orang responden menyatakan sangat setuju, 22 orang menyatakan setuju dan 8 menyatakan cukup setuju e. Pemenuhan kebutuhan rasa aman akan jiwa diperoleh hasil 68 orang responden menyatakan sangat setuju, 31 orang menyatakan setuju dan 1 menyatakan cukup setuju 11. Pemenuhan kebutuhan akan rasa hormat dari masyarakat dari orang lain, sebanyak 73 responden menyatakan sangat setuju dan 27 responden menyatakan setuju 12. Pemenuhan rasa kebanggaan dengan bekerja di bidang pariwisata di cerminkan dengan sebanyak 77 orang responden menyatakan sangat setuju dan 23 orang menyatakan setuju 5.3. Kontribusi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan mereka sendiri.Di dalam hal ini, masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan, merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasikan program-program kesehatan
masyarakatnya.Institusi
kesehatan
hanya
sekadar
memotivasi
dan
membimbingnya (Notoatmodjo, 2007). Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan, dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku tersebut.Ada enam jenis tafsiran mengenai partisipasi masyarakat tersebut antara lain:
1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek atau program pembangunan tanpa ikut serta dalam pengambil keputusan. 2) Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menangapi proyek-proyek atau program- program pembangunan. 3) Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu. 4) Partisipasi adalah penetapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek/program agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial. 5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri. 6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka. Conyer dalam Soetomo (2006), mengemukakan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Ada lima cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu: 1) Survei dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan. 2) Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan. 3) Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi. 4) Perencanaan melalui pemerintah lokal. 5) Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development) Menurut Slamet (2003), berdasarkan pengertian partisipasi, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi lima jenis : 1) Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input tersebut dan ikut menikmati hasilnya. 2) Ikut memberi input dan menikmati hasilnya. 3) Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung. 4) Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input. 5) Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menerima hasilnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), di dalam partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan. Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat berbentuk daya (tenaga) dan ide (pemikiran). Dalam hal ini dapat diwujudkan di dalam 4 M, yakni manpower (tenaga), money (uang), material (benda-benda lain seperti kayu, bambu, beras, batu, dan sebagainya), dan mind(ide atau gagasan). Menurut Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003), beberapa pendekatan untuk memajukan partisipasi masyarakat yaitu: 1) Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan dan sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat vertical. 2) Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal, contohnya pelatihan dan kunjungan. 3) Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan kesempatan untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. 4) Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat. Sikap dalam Ajzen 2005 didefinisikan sebagai sebuah disposisi atau kecenderungan untuk menanggapi hal-hal yang bersifat evaluatif, disenangi atau tidak disenangi terhadap objek, orang, institusi atau peristiwa. Karakteristik paling utama yang membedakan sikap dengan variabel lain adalah bahwa sikap bersifat evaluatif atau cenderung afektif (Fishbein & Ajzen, 1975). Afek merupakan bagian dari sikap yang paling penting, dimana afek mengacu pada perasaan dan penilaian seseorang akan objek, orang, permasalahan atau peristiwa tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Ajzen (2005) menambahkan, sikap terhadap tingkah laku ditentukan oleh keyakinan (belief) akan akibat dari tingkah laku yang akan dilakukan. Keyakinan ini disebut sebagai behavioral belief. Setiap behavioral belief menghubungkan tingkah laku dengan konsekuensi tertentu dari munculnya tingkah laku tersebut, atau kepada beberapa atribut lain seperti kerugian yang mungkin muncul ketika melakukan tingkah laku tersebut. Sikap terhadap tingkah laku ditentukan oleh evaluasi akibat tingkah laku dan seberapa kuat konsekuensi tersebut diasosiasikan dengan tingkah laku.
Sikap merupakan predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sikap lebih suatu proses kesadaran yang sifatnya individual. Sikap yang positif akan memicu sesorang untuk melakukan tindakan. Sidarta (2002) mengungkapkan bahwa pariwisata akan mempercepat perubahan, karena wisatawan yang datang dengan berbagai budaya yang berbeda dan lebih lanjut akan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Allport (1954),menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu : 1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
Sikap adalah ancang-ancang untuk
bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu : 1) Menerima (Receiving). Bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. 2) Merespon (Responding). Memberikan jawaban bila ditanya.
Mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide itu. 3) Menghargai (Valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4) Bertanggung jawab (Responsible). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang mungkin timbul. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Secara langsung dapat di tanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan- pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.Dimana dapat dilihat, menurut penelitian Qomarudin (2013) perubahan sosial yang terjadi dalam pengembangan pariwisata dibagi kedalam dua aspek.Pertama, perubahan sosial yang positif dapat merubah tingkat
pendapatan menjadi lebih meningkat, majunya pola pikir sebagai hasil interaksi, dan meningkatnya kesadaran untuk melindungi ekowisata.Sedangkan perubahan sosial yang negatif dilihat dari perubahan pola hidup kebersamaan menjadi matrealisme, dan individualistik, serta tingginya tingkat pencemaran akbiat wisata. Retnowati (2004) mengungkapkan bahwa pariwisata berpotensi memicu terjadinya perubahan perilaku masyarakat, nilai dan norma sosial, identitas masyarakat, konflik sosial, perubahan mata pencaharian, serta kerusakan lingkungan. Adapun faktor yang mempengaruhi sikap adalah : 1) Jenis kelamin. Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian secara fisik dan melakukan pekerjaan sehari-hari.
Umumnya wanita lebih
memperhatikan penampilan dari pada pria. 2) Lingkungan.
Lingkungan
merupakan
seluruh
kondisi
disekitar
manusia
dan
mempengaruhi perkembangan dan sikap seseorang. Melalui interaksi timbal balik akan mempengaruhi praktek seseorang dalam melakukan hygiene sanitasi disekitarnya. 3) Pekerjaan. Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Makin cocok jenis pekerjaannya yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh. Orang yang bekerja disektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan. 4) Kebudayaan. Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan, Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan. 5) Faktor emosional. Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap. Contoh : Prasangka (sikap tidak toleran) Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2004, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang relevan, valid, dan reliable, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat adalah sebagai berikut : 1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; 2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratifyang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; 3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya); 4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; 5) Tanggungjawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan; 6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada mayarakat; 7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan; 8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; 9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; 10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan; 11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; 12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; 13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; 14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Secara alamiah manusia mempunyai kebutuhan yang membentuk tingkatan atau hirarki.Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi untuk menjalani hidup dan kehidupannya.Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan
kesehatan.Teori ini menggambarkan realitas banyak dari pengalaman pribadi.Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa memahami pendapat Maslow.Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman mereka atau perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak pernah dimasukkan ke dalam kata-kata. Secara humanis, maslow tidak percaya bahwa manusia yang mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari rangsangan dan bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis). Kebutuhan humanis berfokus pada potensi.Aliran ini percaya bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas kemampuan.Manusia mencari batasbatas kreativitas, tertinggi mencapai kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label “orang berfungsi penuh”, “kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini, “aktualisasi diri orang. ” Berdasarkan teorinya Marslow menyatakan bahwa kebutuhan memenuhi yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting.Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.Kebutuhan pokok manusia yang dijabarkan menurut A Maslow dijabarkan sebagai berikut : a. Kebutuhan fisik (Physiological need), b. Kebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need), c. Kebutuhan
bermasyarakat
(social
need),
atau
kebutuhan
untuk
menerima/bekerjasama dalam kelompok (affiliation or acceptance need), yaitu kebutuhan untuk berkelompok dan bermasyarakat. d. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need) e. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan (Self actualization need) Pembangunan kepariwisataan yang berbasis kerakyatan merupakan salah satu bentuk dari pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.Aspek keberlanjutan yang dimaksudkan dijabarkan oleh Siska Anggraeni (2014) yaitu aspek sosial-budaya (pertanian, gotong royong, dan kegiatan-kegiatan keagamaan), lingkungan (sumber daya alam) dan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal (peran serta masyarakat dalam proses perencanaan,
pembangunan,
pelestarian
dan
penilaian
terhadap
pembangunan
pariwisata).Berdasarkan konsepsi pariwisata kerakyatan, Suansri (2003) menjabarkan bahwa penerapan prinsip pariwisata kerakyatan seharusnya menerapkan prinsip yang berhubungan dengan kebutuhan masyarakat yaitu : 1. Meningkatkan kualitas kehidupan (pemenuhan kebutuhan fisik berdasarkan teori marslow)
2. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat local (pemenuhan kebutuhan kehormatan dan kebanggan berdasarkan teori marslow) 3. Mengembangkan
pembelajaran
lintas
budaya
(pemenuhan
kebutuhan
bermasyarakat berdasarkan teori marslow) 4. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia (pemenuhan kebutuhan kebanggaan dan kebutuhan bermasyarakat berdasarkan teori marslow) 5. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara proporsional kepada anggota masyarakat (pemenuhan kebutuhan fisik berdasarkan teori marslow) 6. Memberikan kontribusi dengan presentase tertentu dari pendapatan yang diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat (pemenuhan kebutuhan fisik berdasarkan teori marslow) 7. Menonjolkan keaslian hubungan masyarakat dengan lingkungannya (pemenuhan kebutuhan keamanan atau keselamatan berdasarkan teori marslow) Penjabaran hubungan teoritis ini diperkuat oleh penelitian Komsan Suriya dengan judul “Impact of Community-based Tourism in a Village Economy in Thailand: An analysis with VCGE model”. Dalam penelitiannya Konsam Suriya menjelaskan bahwa pelayanan jasa home stay yang dilakukan oleh masyarakat yang lebih kaya memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan masyarakat yang lebih miskin. Pada akhir penelitiannya Komsan Suriya menegaskan bahwa kegiatan pariwisata yang dilakukan yang berbasis masyarakat dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi masyarakat.Irianto (2011) menjabarkan bahwa kegiatan pariwisata telah memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan ekonomi masyarakat dan pendapatan daerah berdasarkan penelitian yang dilakukan di Gili Trawangan.Adanya kegiatan wisata juga telah memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat seperti peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja, dan peluang usaha (Achadiat Dritasto, 2013).mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan wisata terhadap perekonomian masyarakat lokal dibagi menjadi dua tipe, yaitu (Vanhove, 2005): 1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan berapa besar pengeluaran pengunjung berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal. 2. Ratio Incorne Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran pengunjung berdampak terhadap
perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung dan dampak lanjutan (indirect). Penelitian menggambarkan bahwa perkembangan pariwisata telah mengakibatkan perubahan social dan ekonomi yang terdiri atas perubahan pekerjaan dan pendapatan, pola pembagian kerja, kesempatan kerja dan berusaha, perubahan lingkungan mencakup perubahan pola guna lahan.
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Kegiatan Pariwisata yang ada di Pulau Nusa Penida di dasarkan atas pemanfaatan potensi pariwisata yang ada di dalamnya. Secara umum kegiatan wisata yang ada di wilayah ini dibedakan atas dua macam yaitu kegiatan wisata pesisir dan kegiatan wisata bahari. Pemanfaatan potensi alam laut dan pantai menjadi ujung tombak kegiatan pariwisata di daerah ini. Dalam pemanfaatan potensi wisata dan pengembangan kegiatan pariwisata, telah dilakukan serangkaian pemaketan produk wisata baik sebagai paket produk wisata berbasis kegiatan alam, berbasis site / lokasi alam atau kegiatan wisata berbasis budaya baik berupa lokasi / site atau kegiatan. Penelitian ini memfokuskan pada bagaimana kegiatan pariwisata yang ada, yang terdiri atas unsur 4A (Atraksi, Aksesbilitas, Amenitas dan Ancillary) dapat memberikan kontribusi yang cukup kepada ekonomi masyarakat mencakup 6 (enam) kebutuhan pokok dari A Maslow. Konsepsi umum yang terjadi diperoleh bahwa kegiatan pariwisata berpengaruh signifikan terhadap kwalitas ekonomi masyarakat. Partisipasi masyarakat dan pemerintah yang sinergis, akan merumuskan suatu bentuk kerjasama yang memperkuat/melindungi budaya maupun lingkungan itu sendiri dari pengaruh budaya lain yang merugikan. Ada beberapa hal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dengan pemerintah yaitu: a. Sikap masyarakat terhadap destinasi pariwisata b. Kepuasan penduduk terhadap pengelolaan pariwisata c. Sikap penduduk terhadap peran serta pemerintah d. Partisipasi penduduk terhadap pengembangan destinasi pariwisata Sangat banyak seni budaya yang dapat digali dan sumber-sumber lokal menjadi potensi yang mampu membangkitkan potensi pada sektor ekonomi pariwisata dari berbagai pengaruh yang merintangi jalan berkembangnya sektor ini. Beberapa faktor yang menentukan dari pariwisata kerakyatan yang menjadikannya berpotensi untuk dijadikan daya tarik wisata, bisa ditinjau dari sudut ekonomi, sosial, budaya, dan ekologi: a. Bernilai ekonomis bagi wisatawan (produk unik dan harga yang murah) b. Pengembangan pariwisata berbasis kemasyarakatan(keunikan sosial) c. Pengembangan budaya lokal (mengangkat budaya khas suatu daerah)
d. Kelestarian alam (menyajikan keindahan desa atau alam) Dalam konferensi internasioanal WTO tahun 2006, dijelaskan beberapa langkahlangkah perlindungan yang dicantumkan dalam artikel tersebut, dapat diperoleh faktorfaktor yang mendukung perlindungan terhadap budaya lokal, yaitu: a. Melakukan peninjauan untuk memperoleh informasi situasi b. Melakukan kontrol pada pengembangan warisan lokal c. Pengembangan rencana dan kebijakan dari pemerintah d. Mendukung aksi masyarakat dan pemerintah dalam pengembangan budaya lokal. Perkembangan kegiatan pariwisata yang berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat berdampak signifikan terhadap peningkatan pemenuhan kebutuhan masyarakat. Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang. Artinya, jika kebutuhan pertama yaitu kebutuhan fisiologi telah terpenuhi maka kebutuhan tingkat kedua yaitu kebutuhan keamanan dan keselamatan akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi maka kebutuhan tingkat ketiga yaitu kebutuhan sosial akan muncul menjadi kebutuhan utama dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri. Terkait dengan penerapan teori maslow dalam hubungannya dengan dampak kegiatan wisata pesisir di Nusa Penida, pemenuhan kebutuhan tertinggi ternyata berada pada rasa kebanggaan dari responden dengan bekerja di sektor pariwisata (77%) kemudian diikuti oleh rasa hormat, kebutuhan rasa aman, kebutuhan fisik dan kebutuhan dalam kehidupan bermasyarakat. Kebutuhan rasa kebanggan menjadi faktor tertinggi diakibatkan bahwa dengan bekerja di sektor pariwisata masyarakat memperoleh status yang berbeda bahwa mereka dianggap orang yang memiliki wawasan yang luas, kemampuan komunikasi yang baik dan adanya perasaan yakin bahwa dengan bekerja di sektor pariwisata akan memiliki masa depan yang lebih baik. Tingginya rasa kebanggaan ini juga di dukung dengan tingkat pendidikan mayoritas responden masih ditingkat SMA/SMK dan status belum menikah masih cenderung tinggi sehingga kebutuhan rasa bangga dalam upaya memperlihatkan aktualisasi diri menjadi hal utama.Konsep dasar yang digunakan dalam analosgi ini adalah bahwa bagaimana kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi sebagai sebuah tolak ukur dari tingkat
ekonomi
masyarakat.
Abraham
Maslow
adalah
ahli
jiwa
(psikologis)
mengembangkan teori motivasi yang di kenal dengan hirarki daripada kebutuhan (The hierarchy of needs). Ia melihat kebutuhan manusia itu di atur dalam bentuk yang bertingkat-tingkat (hirarki), yaitu dimulai dari kebutuhan yang rendah sampai kepada kebutuhan tertinggi. Apabila kebutuhan yang rendah telah terpenuhi, maka menyusul
kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Kebutuhan pokok manusia menurut A Maslow sesuai dengan tingkat-tingkatannya (hirarki) yang penting adalah sebagai berikut. a. Kebutuhan fisik (Physiological need), yaitu kebutuhan pokok untuk memelihara kelangsungan hidupnya, seperti sandang, pangan, dan papan. b. Kebutuhan memperoleh keamanan atau keselamatan (security or safety need), yaitu c. Kebutuhan yang bebas dari bahaya, ketakutan, ancaman kehilangan pekerjaan, miliknya, pakaian atau perumahan. d. Kebutuhan
bermasyarakat
(social
need),
atau
kebutuhan
untuk
menerima/bekerjasama dalam kelompok (affiliation or acceptance need), yaitu kebutuhan untuk berkelompok dan bermasyarakat. Manusia suka berkelompok bersama-sama untuk maksud-maksud kehidupan yang beraneka ragam. Mereka memerlukan bergaul, termasuk didalamnya untuk menerima dan diterima menjadi anggota kelompok, untuk menyintai dan dicintai. e. Kebutuhan untuk memperoleh kehormatan (Esteem need), yaitu kebutuhan memperoleh riputasi/kemasyuran, terhormat dan di hormati. Mereka membutuhkan pujian, penghargaan dan pengakuan atas kedudukannya (status). f. Kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan (Self actualization need), yaitu kebutuhan
untuk
membuktikan
dirinya
sebagai
seorang
yang
mampu
mengembangkan potensi bakatnya, sehingga mempunyai prestasi yang dapat di banggakan. Menurut Maslow kebutuhan yang terakhir ini adalah kebutuhan manusia yang tertinggi menurut hirakhi. 6.2. Rekomendasi a. Penerapan standar pelayanan wisata di Nusa Penida kepada sleuruh tenaga kerja yang bergerak dibidang pariwisata. Upaya ini perlu dilakukan agar setiap tenaga kerja dibidang pariwisata memiliki standar kemampuan sehingga upah yang diterima dapat bersaing dengan pekerjaan dibidang lain b. Masyarakat Nusa Penida seharusnya mengembangkan unit usaha pariwisata yang terpadu sehingga nantinya dapat menjadi media perdagangan (sejenis koperasi). Dengan berkembangnya pariwisata di Nusa Penida, unit usaha bersama ini akan menjadi sebuah motor penggerak ekonomi masyarakat c. Perkembangan pariwisata jelas memberikan kontribusi yang positif terhadap pemenuhan kebutuhan. Tetapi, perlu dikembangkan MoU atau kesepakatan atau aturan lokal agar penyerapan tenaga kerja lokal menjadi sebuah keharusan
d. Pengembangan kwalitas SDM para pemuda / pekerja pariwisata di Nusa Penida agar nantinya mampu menduduki jabatan yang lebih baik dibandingkan saat ini. e. Pelatihan penguasaan bahasa sebagai media komunikasi
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat Dritasto.
Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan
Masyarakat Di Pulau Tidung. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional. 2013. Adhisakti, Laretna T. 2004. Peran Lembaga-lembaga Yang Menangani Objek Budaya Sebagai Aset Pariwisata. Jakarta. Anonim. 2003. Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali. http://www. balipost. co. id/balipostcetak/2003/9/17/bd1hl. htm. Anonim. 2013. Ekowisata. http://id. wikipedia. org/wiki/Ekowisata. Buckley, R. (2003) Case Studies in Ecotourism.CAB International, Wallingford, UK. Chien-Chiang Lee, Chun-Ping Chang.Tourism Development and Economic Growth : A Closer Look at panels. Tourism Management Vol 29. 2008. Elsevier. Cooper, C. , Fletcher, J. , Gilbert, D. , Shepherd, R. And Wanhill, S. (1998) Tourism: Principles and Practice. Prentice-Hall, Harlow, UK> Dritasto A, Anggraeni AA. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat Di Pulau Tidung. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional.XX (X). [internet]. [dikutip tanggal 5 November 2013]. Malang [ID] : Institut Teknologi Nasional. Hal 1-8. Dapat diunduh dari :http://portalgaruda. org/download_article. php?article=57445. Fachruddin Hari A. P. , Achmad Fahrudin, Niken T M Pratiwi, Setyo Budi S. Kajian Kejerlanjutan Pengelolaan Wisata Pantai di Pantai Pasir Putih Bira, Bulukumba Sulawesi Selatan.Jurnal kepariwisataan Indonesia.Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif.Vol 8 Nomor 3 September 2013. Ferdinand, A. 2002. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen. Semarang : Fakultas Ekonomi Undip. Gallego, Maria SantanaRodriguez, Francisco J. Ledesma. , and rodriguez, Jorge V. Perez (2011).On The Relationship Between Tourism and Trade, In Fabio Cerina, Anil Markandya andMichael McAleer (Eds. ) Economics of Sustainable Tourism, Newyork : Routledge. Healy, R. (1994) Tourist merchandise as a means of generating local benefits from ecotourism. Journal of Sustainable Tourism 2(3), 137-151. http ://komunikasi. unsoed. ac. id/sites/default/files/35. joko-sutarso-ums. pdf http://fspu. uitm. edu. my/cebs/images/stories/cebs/6jabsv2n5apr2012a5. pdf. diakses 15 April 2015 pukul 20. 41 Wita
Http://perencanaankota. blogspot. com. 2012. Perencanaan Kota Indonesia, Community Based Tourism. Jakarta http://www. sciencedirect. com/science/article/pii/S0261517707001501 diakses 15 April 2015 pukul 20.41 Wita I Wayan Tagel Sidarta. 2002. Dampak Perkembangan Pariwisata terhadap Kondisi Lingkungan, Sosial dan Ekonomi Masyarakat (studi kasus : kawasanPariwisata Sanur Denpasar – Bali). Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Diponegoro Semarang. Irianto. Dampak pariwisata terhadap kehidupan social dan ekonomi masyarakat di Gili Trawangan Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara.Jurnal Bisnis dan Kewirausahaan Vol 7 No. 3. November 2011. Isnaini Muallisin. 2007. Model Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Di Kota Yogyakarta. Jurnal Penelitaian Bappeda Yogyakarta. No. 2 Desember 2007. ISSN 1978-0052 Kadir, N.and Jusoff K. (2010). The Cointegrasion and causality test for tourism and trade in Malaysia.International Journal of Economics and Finance.Vol 2(1) Kallayanamitra, C. 2012. Sustainability of Community-Based Tourism: Comparison of Mae Kam Pong Village at Chiang Mai Province and Ta Pa Pao Village. Lamphun Province. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.2003. Cetak Biru Pariwisata Indonesia. Jakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. King, P. 2000. Protecting Local Heritage Places. Australian Heritage Commission.Planning Excellence Award 1999-2000. Kongprasertamorn, K. 2007. Local Wisdom, Environmental Protection and CommunityDevelopment : The Clam Farmers In Tambon Bangkhunsai, Phetchaburi Province, Thailand. MANUSYA: Journal of Humanities 10. 1. Mansfeld, Y. (1992). Group-Differentiated Perceptions of Social Impacts Related to Tourism Development. Professional Geographer. Mungmachon, M. R. 2012. Knowledge and Local Wisdom: Community Treasure. International Journal of Humanities and Social Science.Ubon Ratchathani University, Thailand. Vol. 2 No. 13. Newmark, W. D., Manyanza, D.N. , Gamassa, D. -G. M. and Sariko, H. I. (1994) The conflict between wildlife and local people living adjacent to protected areas in Tanzania: human density as a predictor. Conservation Biology 8, 249-255. Nizar, Muhammad Afdi.(2011, Juni) Pengaruh Pariwisata Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.
Norman McIntyre. Coastal Tourism Development.Annal Tourism Research Vol. 36 Issue 2 (A Social Sciences Journal). ISSN 0160-7383. Elseiver Ltd. 2010. Pedleton, L. H. and Rooke, J. (2006) Understanding the potential economic impact of SCUBA diving and snorkelling: California. Available at: http://linwoodp. bol. ucla. edu/dive. pdf Peter Mason. 2003. Tourism Impacts, Planning and Management. Butterworth Heimann. ISBN 07506 5970X. Burlington, MA 01803 Putra, K. G. D. 2009. Tinjauan Strategis, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya dan Masyarakat Lokal di Indonesia. http://kgdharmaputra. blogspot. com/2009/08/tinjauan-strategis-peluang-dan. html. Qomarudin. 2013. Perubahan Sosial dan Peran Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Karimun Jawa. Jurnal Of Educational Social Studies.2(1).[internet]. [dikutip tanggal 20 November 2013]. Semarang [ID] : Universitas Negeri Semarang. Hal 41-46. Dapat diunduh dari :http://journal. unnes. ac. id/sju/index. php/jess. Retnowati, Eulis. 2004. Ekoturisme di Indonesia: Potensi dan Dampak. Prosiding Ekspose Hasil-hasil Penelitian Pemanfaatan Jasa Hutan dan Non Kayu Berbasis Masyarakat Sebagai Solusi Peningkatan dan Pelestarian Hutan. Bogor [ID]: Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Hal. 71-79. Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika. Bandung : Alfabeta Robin Nunkoo. Developing A Community Support Model For Tourism. Annal Tourism Research Vol 38 Issue.3 (A Social Sciences Journal). ISSN 0160-7383. Elseiver Ltd. 2011. Rodger, K. , Moore, S. A. and Newsome, D. (2007) Wildlife tours in Australia: characteristics, the place of science and sustainable futures. Journalof SustainableTourism 15(2), 160-179. Schoorl, J. W. 1991. Modernisasi Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang.Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Setiawina, N. D.2013. Sistem Ekonomi Kerakyatan. Denpasar: Universitas Udayana. Shan J. and Wilson K. (2001) Causality between trade and tourism : empirical evidence from china. Applied Economics Letters.Vol. 8 pp 279 – 283 Sidarta, IWT. 2002. Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Kondisi Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi Masyarakat. [tesis]. [internet]. [dikutip 13 November 2013]. Semarang [ID] : Universitas Diponegoro. 129 hal. Dapat diunduh dari :http://eprints. undip. ac. id/10986/1/2002MIL1729. pdf SIRGY M. J. (1985). Using Self-Congruity And Ideal Congruity To Predict Purchase Motivation. Journal of business research, 13, 195 – 200. Siska Anggraeni. Peran Pembangunan Kawasan Wisata Jawa Timur Park II Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitarnya. Jurnal Ilmiah Jurusan Ekonomi. Universitas Brawijaya. Malang. 2014
Soebagyo. 2012. Strategi Pengembangan Pariwisata Di Indonesia. Jurnal Liquidity. [internet]. [dikutip 5 November 2013]. Jakarta [ID] : Fakultas Ekonomi Universitas Pancasila. 1 (2). Hal. 153-158. Dapat diunduh dari :http://www. liquidity. stiead. ac. id/wp-content/uploads/2012/10/8-_Soebagyo-LiquiditySTIEAD. pdf. Suansri, P. 2003. Community Based Tourism Handbook. Bangkok, Thailand : Responsible Ecological Social Tours Project (REST). Sumarwoto, Jarot. 1995. An Alternative Tourism Model in Indonesia. Proceedings of Indonesia-Swiss on Culture and International Tourism. Yogyakarta, Indonesia Susilo, S. B.(2003), Keberlanjutan pembangunan pulau – pulau kecil : Studi kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari Kepulauan Seribu (Disertasi). Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2003. 233p Sutarso, J. t. t. MengagasPariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal. Tisdell, C. (2003) Economic aspects of ecotourism: wildlife-based tourism and its contribution to nature. Sri Lankan Journal of Agricultural Economics 5(1), 83-95. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Utama, M. S. dan Kohdrata, N. 2011. Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal (Modul Pembelajaran). Denpasar: Universitas Udayana. Vanhove, N. 2005. The Economics of Tourism Destinations. Elsevier ButterworthHelnemann, Oxford University. United Kingdom. Vipriyanti, N. U.2008. Banjar Adat and Local Wisdom : Community Management for Public Space Sustainability in Bali Province. Konferensi Biennial IASC ke12.England 14-18 Juli. Wells, M. P. (1997) Economic perspectives on nature tourism, conservation and development.Environment Department Papers No.55. Environmental Economic Series. Environmentally Sustainable Development.The World Bank.Available at: http://www. icrtourism. org/publications/Economicperspectivestourism. pdf Wisnawa, M. B. 2012. Pariwisata Kerakyatan. http://madebayu. blogspot. com/2012/02/pariwisata-kerakyatan. html. World Tourism Organization. 2006. Cultural Tourism and Local Communities. UNWTO International Conference on Cultural Tourism and Local Communities.Yogyakarta 8-10 Februari.