Bidang Unggulan
: Kesehatan dan Obat-obatan
Kode/Nama Bidang Ilmu: Kesehatan Masyarakat
LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI
TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKEMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR. TIM PENGUSUL Rina Listyowati, SSiT, M.Kes
(197105292008122001)
dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH
(198311041008012005)
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA JANUARI 2015
RINGKASAN
Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang 2 5 mengandung etil alkohol atau etanol (C H OH) yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Di Bali, masyarakat menyebut minuman tradisional yang mengandung alkohol dengan istilah arak. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Namun dalam peredarannya di pasar, terdapat beberapa arak yang di dalamnya terdapat kandungan metanol. Kesalahan dalam proses distilasi akan menyebabkan adanya kandungan metanol yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggapan bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama dengan etanol. Banyak kasus terkait dengan keracunan arak metanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian. Dalam hal ini petugas kesehatan di tingkat pertama yaitu puskesmas perlu mengetahui dan memahami bagaimana manajemen atau tindakan penanganan pasien kasus keracunan arak metanol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas mengenai manajemen penatalaksaaan korban keracunan arak metanol. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 106 orang staff petugas puskesmas yang berprofesi dokter dan perawat di 13 puskesmas. Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada 13 orang penyedia pelayanan kesehatan yang dipilih secara purposive sampling. Data kuantitatif dianalisis secara deskriptif dan data kualitatif dianalisis dengan analisis tematik
BAB 1 PENDAHULUAN Minuman
beralkohol
tradisional
adalah
minuman
beralkohol
yang
2 5
mengandung etil alkohol atau etanol (C H OH) yang dibuat secara tradisional dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Beberapa daerah di negara kita bahkan memiliki minuman beralkohol tradisional khas, salah satunya yang terkenal adalah Arak Bali. Arak Bali asli berasal dari fermentasi beras ketan mirip dengan cukrik atau fermentasi dari sari kelapa dan buah-buahan lain yang memiliki kadar alkoholnya 3750% (BPOM, 2014). Salah satu desa di daerah Karangasem, yaitu Desa Merita dikenal sebagai kampung produsen arak Bali yang telah memproduksi arak sejak era 1700. Minuman tradisional merupakan salah satu aspek yang penting dalam upacara ritual, khususnya dalam upacara keagamaan Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan. Hal ini dikarenakan, minuman alkohol yang di import dari beberapa negara di Indonesia harga cukup mahal. Namun, dalam peredarannya terdapat beberapa arak yang memiliki kandungan metanol. Ada beberapa hal yang menyebabkan minuman tersebut memiliki kandungan alkohol, diantaranya adalah karena kesalahan dalam proses distilasi dan adanya beberapa penjual/pedagang yang menjual minuman beralkohol/keras (miras) oplosan. Miras oplosan merupakan minuman keras yang terdiri dari berbagai campuran, diantaranya dicampur dengan metanol, alkohol teknis (>55% etanol), obat-obatan, minuman bersoda / softdrink, suplemen kesehatan, bahkan ada juga yang dicampur dengan bahan kimia. Metanol sering disalahgunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh
kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggaban bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama, sehingga orang yang sudah kecanduan minuman keras dan kurang memiliki dana untuk membeli minuman keras yang legal cenderung membuat atau membeli minuman keras yang illegal yaitu minuman keras oplosan yang dicampur dengan metanol. Didalam tubuh metanol mudah terabsorbsi dan dengan cepat akan terdistribusi kedalam cairan tubuh. Keracunan Metanol dapat menimbulkan gangguan kesadaran (inebriation). Metanol sendiri sebenarnya tidak berbahaya, yang berbahaya adalah metabolitnya dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan yang permanen serta kematian dapat terjadi setelah periode laten selama 6 – 30 jam. Banyak kasus terkait dengan keracunan arak methanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian beberapa turis wisatawan asing. Pada tahun 2012, 36 orang yang berasal dari Bangli harus mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Sanglah setelah mengkonsumsi arak metanol dan mengalami beberapa gejala keracunan metanol, seperti: penglihatan rabun, sulit bergerak dan muntah-muntah. Dalam kasus ini mengakibatkan 2 (dua) orang meninggal dan 8 orang mendapatkan perawatan dan harus melakukan hemodialisis untuk mencegah gagal ginjal akut (Dinkes Prov. Bali, 2012). Selain itu, terjadi lagi kasus di Desa Munduk Banyuatis, Kabupaten Buleleng pada tanggal 11 Januari 2014. Dilaporkan bahwa terdapat 55 orang mengalami keracunan methanol, 3 orang meninggal, 2 orang dirawat inap, dan 50 orang rawat jalan (Dinkes Prov. Bali, 2014). Dan masih banyak lagi kasus yang terjadi namun tidak terlaporkan. Hal ini perlu segera untuk ditindak lanjuti, mengingat kasus keracunan minuman keras oplosan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Para petugas kesehatan khususnya mereka yang berada di fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu mengetahui dan memahami dan bagaimana manajemen atau tindakan penanganan pasien untuk kasus keracunan arak metanol. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui
tingkat
pengetahuan
tenaga
kesehatan
mengenai
manajemen
penatalaksanaan korban keracunan arak metanol di Kabupaten Gianyar, mengingat banyak wilayah di Kabupaten Gianyar merupakan daerah wisata dimana konsumsi dan tingkat penjualan minuman keras cukup tinggi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minuman Beralkohol Tradisional Minuman beralkohol tradisional adalah minuman yang mengandung 2 5
etil alkohol atau etanol (C H OH) yang diproses secara tradisional dan turunmenurun dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan (BPOM, 2014). Dari definisi ini terlihat jelas bahwa jenis alkohol yang diizinkan dalam minuman beralkohol adalah Etanol. Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 71/M-Ind/ PER/7/2012 tentang Pengendalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol, batas maksimum etanol yang diizinkan adalah 55%. Etanol dapat dikonsumsi karena diperoleh atau diproses dari bahan hasil pertanian melalui fermentasi gula menjadi etanol yang merupakan salah satu reaksi organik. Jika menggunakan bahan baku pati/karbohidrat, seperti beras/ketan/tape/singkong, maka pati diubah lebih dahulu jadi gula oleh amylase untuk kemudian diubah menjadi etanol. Menurut Kartika dkk (1992), ada beberapa macam persyaratan minuman beralkohol diantaranya adalah : a. Kandungan metil alkoholnya maksimal 0,1% dari alkohol absolutnya. b. Zat warna yang digunakan tidak berbahaya. c. Tidak mengandung logam berbahaya, misalnya Pb, Cu, Hg, Ag. d. Kandungan zat pengawet yang diijinkan adalah sebagai berikut: -
SO3 maksimal 200 ppm
-
SO2 bebas maksimal 50 ppm.
-
Benzoat maksimal 300 ppm.
e. Kandungan asam volatile maksimal 0,2% yang dinyatakan dalam asam asetat. f. Bau dan rasa normal.
Salah satu minuman beralkohol tradisional yang cukup popular dan diminati dikalangan wisatawan domestik maupun manca negara di Indonesia adalah Arak Bali. Salah satu desa di daerah Karangasem, yaitu Desa Merita dikenal sebagai kampung produsen arak Bali yang telah memproduksi arak sejak era 1700. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Arak tidak berwarna dan mengadung alkohol yang cukup tinggi. Minuman keras ini dibuat dari proses distilasi tuak. Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan. Namun, banyak di pasaran terdapat beberapa minuman beralkohol tradisional yang mengandung metanol. Salah satu penyebabnya adalah karena kesalahan dalam proses destilasi, dimana suhu yang diperlukan untuk 0
o
menghasilkan etanol adalah 78 C, bila suhu dalam destilasi rendah (≤64,7 C) maka yang dihasilkan adalah metanol. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggaban bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama, sehingga orang yang sudah kecanduan minuman keras dan kurang memiliki dana untuk membeli minuman keras yang legal cenderung membuat atau membeli minuman keras yang illegal yaitu minuman keras oplosan yang dicampur dengan metanol. Didalam tubuh metanol mudah terabsorbsi dan dengan cepat akan terdistribusi kedalam cairan tubuh. Keracunan Metanol dapat menimbulkan sakit kepala, parkinson, mual-muntah, kejang-kejang, sesak bernafas, penglihatan kabur, diare, dan gangguan kesadaran (inebriation). Metanol sendiri sebenarnya tidak berbahaya, yang berbahaya adalah metabolitnya dan dapat menyebabkan asidosis metabolik, kebutaan yang permanen serta kematian dapat terjadi setelah periode laten selama 6 – 30 jam. Menurut Kraut & Kurtz (2008) menyatakan bahwa, intoksikasi metanol di Amerika Serikat jarang dijumpai, berkisar 1000-2000 kasus setiap
tahun (kira kira 1% dari semua keracunan). Dosis fatal metanol yang diminum berkisar 30-240 mL (20-150 g). Dosis toksik minimum berkisar 100 mg/kg. Peningkatan kadar metanol dalam darah pernah dilaporkan setelah pemaparan hebat pada kulit dan inhalasi berlebihan. Rekomendasi ACGIH merekomendasikan workplace exposure limit (TLV-TWA) untuk inhalasi adalah 200 ppm dalam waktu rata rata 8 jam, dan kadar yang dianggap berbahanya untuk kehidupan atau kesehatan adalah 25.000 ppm (Olson, 1994). Di literatur lain disebutkan jumlah metanol yang dapat menyebabkan toksisitas berkisar 15-500 ml dari larutan 40% sampai 60-600 ml dari metanol murni (Anderson, 1994). B. Manajemen Penatalaksanaan Keracunan Arak Metanol Metanol 1. Menurut Kraut & Kurtz (2008) dan Anderson (1994), untuk lebih memastikan apabila seseorang mengalami keracunan metanol, maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: -
Kadar metanol dalam darah diukur dengan menggunakan gas kromatografi. Kadar metanol serum >20 mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar >40 mg/dL dianggap sangat berbahaya. Kadar metanol yang rendah atau tidak terdeteksi tidak menyingkirkan intoksikasi.
-
Apabila tidak tersedia pengukuran metanol, maka dapat digunakan osmolal gap serum sebagai pengganti.
-
Osmolalitas darah dapat meningkat atau normal. Konsentrasi metanol 50 mg/dL akan meningkatkan osmolalitas sekitar 15 mOsm/L.
-
Anion gap tinggi asidosis metabolic (pH darah 6,8-7,3) sebagai akibat akumulasi formate.
-
Asidosis laktat, sebagai akibat gangguuan respirasi sel yang disebabkan oleh formate atau meningkatnya pembentukan NADH selama metabolism metanol.
-
Hiperkloremik asidosis metabolic.
-
Pemeriksaan laboratorium lain yang diperlukan seperti elektrolit, kadar gula darah, BUN, kreatinin, serum osmolaritas dan osmolar gap, analisa gas darah, kadar etanol dan laktat.
2. Untuk penatalaksanaan emergensi dan suportif yang dapat dilakukan adalah: -
Jaga jalan nafas dan bantuan ventilasi apabila diperlukan
-
Penatalaksanaan koma dan kejang apabila ditemukan.
-
Atasi asidosis metabolik dengan sodium bikarbonat intravena. Korekksi asidosis harus berdasarkan analisa gas darah (Kraut & Kurtz, 2008).
3. Obat spesifik dan antidotum bila terjadi intoksikasi metanol, yaitu: -
Etanol: mulai pemberian oral atau infuse intrevena etanol untuk mensaturasi pembentukan
enzim dari
alkohol metabolit
dehidrogenase toksik
dan
metanol.
mencegah
Terapi
etanol
diindikasikan pada pasien dengan adanya riwayat meminum metanol, saat kadar metanol darah tidak bias didapatkkan segera dan osmolal gap >5 mOsm/L; asidosis metabolic dan osmolal gap > 5-10 mOsm/L yang tidak disebabkan oleh etanol; konsentrasi metanol darah >20 msOsm/L. -
Folic
acid
dapat
meningkatkan
konversi
formate
menjadi
karbondioksida dan air. Dosis yang dianjuurkan 50 mg IV setiap 4 jam. -
Fomepizole (4-methylpyrazole), menginhibisi alkohol dehidrogenase dan mencegah metabolism metanol (Henderson & Brubacher, 2002).
4. Dekontaminasi: menunjuukkan
dilakukan adsobsi
kumbah metanol
lambung secara
arang
efisien.
aktif
tidak
Arang
dapat
memperlambat absorbs apabila intoksasi secara oral. 5. Meningkatkan eliminasi : hemodislisis secara cepat dapat membersihkan metanol (waktu paruh berkurang menjadi 3-6 jam) dan formate. Indikasi untuk dialysis apabila dicurigai keracunan metanol dengan asidosis metabolic, osmolal gap >10 mOsm/L, pengukuran konsentrasi metanol darah >40 mg/dL. Dialisis harus diteruskan sampai konsentrasi metanol <20 mg/dL. Infus etanol harus ditingkatkan selama dialisis. The American Academy
Toxicology
merekomendasikan
penggunaan
etanol
fomepizole unruk terapi intoksikasi metanol berdasarkan kriteria berikut:
-
Konsentrasi metanol plasma > 20 mg/dL
atau
-
Riwayat baru meminum metanol dengan osmolal gap serum > 10 mg/dL
-
Kecuurigaab klinis kuat dari keracunan metanol dengan sedikitnya 3
duua dari berikut: pH arteri < 7,3, HCO < 20 mEq/L, dan osmolal gap > 20 mOsm/L (Abramson & Singh, 2000). The American Academy Toxicology merekomendasikan hemodialisis dapat dilakukan apabila dijumpai asidosis metabolik (pH darah 7,257,30), abnormalitas visual, gagal ginjal, gangguan elektrolit yang tidak respons terhadap terapi konvensional dan/atau konsentrasi metanol serum > 50 mg/dL. Hemodialisis dapat membersihkan metanol secara cepat, mungkin dengan meningkatkan pembersihan formate, dan dapat menghasilkan basa untuk mengkoreksi asidosis. Pemberian basa direkomendasikan untuk mengobati asidosis metabolik dan meningkatkan pembersihan formate melalui ginjal (Levine & Terabar, 2002).
BAB III METODE PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar dan pengumpulan data akan dilakukan selama 6 bulan. 2. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Dilihat dari waktu penelitiannya, penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional yaitu data dikumpulkan pada suatu waktu tertentu untuk menggambarkan keadaan dan kegiatan pada waktu tertentu. 3. Populasi dan Sampel a. Data Kuantitatif Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh staff Puskesmas yang terdapat di Kabupaten Gianyar. Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Adapun kriteria yang menjadi responden adalah: 1. Staff puskesmas yang berprofesi sebagai dokter umum ataupun perawat.
2. Bersedia menjadi responden dan bersifat kooperatif. Setelah dilakuukan pemilihan sampel berdasarkan kriteria diatas, maka selanjutnya dilakukan perhitungan besar sampel penelitian. Menurut Sastroasmoro dan Ismael (2011), perhitungan besar sampel untuk data nominal dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: n = Jumlah Sampel Za = Tingkat kemaknaan (1,96) P = Proporsi adalah 0,5 (Lukiono, 2010) Q = 1-P (0,5) d = Tingkat Ketepatan yang diinginkan atau nilai presisi (10%) Perhitungan:
sampel Dari perhitungan besar sampel di atas, maka diperoleh jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak 96 orang, tetapi untuk menghindari drop out maka perlu ditambahkan 10 % dari jumlah sampel yang didapat (Chandra, 2009). Sehingga atas pertimbangan tersebut, maka besar sampel penelitian menjadi 106 sampel. Berikut merupakan besar sampel yang diteliti untuk masing-masing puskesmas berdasarkan Proportionate stratified sample:
Tabel 1 Besar Sampel Tiap Puskesmas No.
Strata
Populasi
Sampel
1.
Puskesmas I Sukawati
21
12
2.
Puskesmas II Sukawati
10
6
3.
Puskesmas I Tegalalang
15
9
5.
Puskesmas II Tegalalang
12
7
6.
Puskesmas I Blahbatuh
12
7
7.
Puskesmas II Blahbatuh
16
9
8.
Puskesmas I Tampaksiring
5
3
9.
Puskesmas II Tampaksiring
21
12
10.
Puskesmas I Gianyar
17
10
11.
Puskesmas II Gianyar
6
3
12.
Puskesmas I Ubud
21
12
13
Puskesmas II Ubud
10
6
Jumlah
185
106
b. Data Kualitatif Populasi data kualitatif adalah seluruh staff yang termasuk dalam bidang manajemen pelayanan di puskesmas. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan purposive sampling. Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Rutu et all (2012) purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam penelitian kualitatif ini, prinsip pengambilan sampel yang digunakan adalah prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy). Kesesuaian berarti informan dipilih yang berkaitan informan dengan topik penelitian. Sedangkan untuk kecukupan, data yang diperoleh dari informan dapat menggambarkan fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian dan informasi yang diperoleh memadai untuk mendukung analisis penelitian. Dalam hal ini peneliti akan memilih 13 responden yang merupakan seorang Kepala Puskesmas.
4. Instrument Penelitian Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner kepada staff/petugas khususnya dokter dan perawat kesehatan di 13 puskesmas yang terdapat di Kabupaten Gianyar serta menggunakan pedoman wawancara mendalam untuk melakukan wawancara mendalam kepada pihak manajemen di Puskesmas. 5. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara secara langsung dan pengisian kuesioner oleh responden yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder dilakukan dari laporan jumlah tenaga kesehatan di masing-masing Puskesmas di Kabupaten Gianyar. 6. Teknik Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat.
Analisis
univariat
diperlukan
untuk
menjelaskan
atau
mendiskripsikan data secara sederhana melalui cara penyajian berupa prosentase atau tabel distribusi frekuensi, batang (bar), diagram map, maupun diagram pie (Budiharto, 2006). Pengolahan data diawali dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan menggunakan skala Guttman. Untuk jawaban benar diberi skor 1 dan untuk jawaban salah diberi skor 0 pada setiap pertanyaan. Langkah selanjutnya ialah menghitung skor akhir untuk pertanyaan di setiap aspek pengetahuan yang diteliti dan menghitung skor akhir dari seluruh pertanyaan dalam kuesioner dengan menggunakan rumus yang diadopsi dari Rahda (2012), yaitu:
Setelah data diolah, baru kemudian dilakukan analisis terhadap hasil dari perhitungan skor akhir diatas untuk menginterpretasikan tingkat pengetahuan petugas kesehatan terkait dengan manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol, sesuai dengan kategori tingkatan pengetahuan menurut Arikunto (2006) yang dikutip dalam Prihatiningsih (2012) di bawah ini:
1. Pengetahuan baik jika jawaban benar 76-100%. 2. Pengetahuan cukup jika jawaban benar 56-75%. 3. Pengetahuan kurang jika jawaban benar kurang dari 56%. Sedangkan untuk data yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data dengan menggunakan teknik analisis tematik (thematic content analysis). Menurut Boyatzis dalam Poerwandari (2009) mendefinisikan analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, sehingga memungkinkan penerjemahan informasi kualitatif menjadi data kualitatif seperlu kebutuhan peneliti. Adapun tahapan dalam melakukan analisis tersebut adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan studi kepustakaan/penelusuran dokumen. 2. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam, kemudian dibuatkan transkrip data yaitu dengan mencatat atau menuliskan kembali seluruh data yang diperoleh tanpa membuat kesimpulan. 3. Hasil pencatatan dan penulisan kembali data yang telah diperoleh dari hasil wawancara tersebut, kemudian direduksi ke dalam matriks. 4. Melakukan pemilahan data dengan mengelompokkan data dalam subtropik atau variabel yang diperlukan. 5. Dilanjutkan dengan interpretasi data hasil penelitian. Analisis data secara deskriptif dengan membandingkannya pada teori yang diperoleh dari studi kepustakaan dan penelusuran dokumen.
IV. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN 4.1 BIAYA
1
Gaji dan upah
Biaya yang diusulkan (Rp) Rp. 7.500.000
2
Bahan habis pakai dan peralatan
Rp. 8.520.000
3
Perjalanan
Rp. 4.500.000
4
Lain-lain (publikasi, seminar, laporan)
Rp. 4.480.000
No
Jenis Pengeluaran
Total Rp. 25.000.000
4.2. JADWAL KEGIATAN N o 1 . 2 .
4 . 5 .
Kegiatan Persiapan a. Pengembangan proposal b. Pembuatan kuesioner Pelaksanaan a. Validasi kuesioner b. Uji validitas dan reabilitas kuesioner c. Pengisian kuesioner dan wawancara mendalam d. Analisa data Penulisan laporan Publikasi nasional
Bulan Mei
Juni
Juli
Agustus
Septem ber
Okto ber
16
BAB V HASIL PENELITIAN A. Riwayat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran pengetahuan petugas kesehatan puskesmas di Kabupaten Gianyar, yang dilihat dari tingkat
pengetahuan
petugas
kesehatan
puskesmas
mengenai
manajemen
penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, dimana metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter serta perawat mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam kepada kepala puskesmas di Kabupaten Gianyar sebanyak 13 orang yang telah ditentukan berdasarkan asas kesesuaian dan kecukupan. Namun, karena keterbatasan waktu penelitian, wawancara mendalam hanya dapat dilakukan terhadap 10 orang informan penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini terhitung mulai saat melakukan validasi kuesioner berlangsung selama 37 hari yaitu dari tanggal 28 September sampai tanggal 04 November 2015. Pengambilan data secara kuantitatif dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada dokter serta perawat di 13 puskesmas di Kabupaten Gianyar yang sesuai dengan kreteria inklusi yang telah ditentukan peneliti selama waktu penelitian berlangsung. Jumlah sampel dalam penelitian ini yaitu sebanyak 106 sampel. Pengisian kuesioner akan diisi sendiri oleh responden (self administered) dan bersifat sukarela, dimana pertanyaan pada kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan tertutup. Sedangkan pengambilan data secara kualitatif dilakukan setelah pengambilan data secara kuantitaf, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan yang ditentukan telah ditentukan sebelumnya yaitu sebanyak 10 orang informan, dimana wawancara ini dilakukan untuk mendukung data kuantitatif yang telah didapatkan. Durasi wawancara yaitu berlangsung rata-rata selama 15 menit. Proses wawancara dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari informan, kemudian direkam menggunakan alat perekam.
17
B. Hasil Kuesioner 1. Karakteristik Responden Dalam penelitian ini responden yang terpilih sebanyak 106 responden yang merupakan petugas puskesmas yang terdiri dari dokter dan perawat yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi responden penelitian. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Karakteristik Petugas Puskesmas di Kabupaten Bangli 1.
Variabel Umur
2.
Jenis Kelamin
3.
Pendidikan Terakhir
4.
Pekerjaan
Kategori 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun Perempuan Laki-laki D-III
Frekuensi 31 47 20 8 74 32 54
29,25% 44,34% 18,87% 7,55% 69,81% 30,19% 50,94%
S-1 Dokter Perawat
52 30 76
49,06% 28,30% 71,70%
Dari tabel 1 dapat diketahui jika dilihat karakteristik responden berdasarkan kelompok umur persentase tertinggi sebanyak 44,34% terdapat pada kelompok umur 31-40 tahun sedangkan untuk kelompok umur dengan persentase terendah terdapat pada kelompok umur 51-60 yaitu sebanyak 7,55%. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, responden dengan jenis kelamin perempuan mempunyai persentase lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dimana responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 69,81% dan untuk responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 30,19%. Berdasarkan pendidikan terakhir responden, sebagian besar responden penelitian memiliki tingkat pendidikan terakhir D-III yaitu sebanyak 50,94%, dan sebanyak 49,06% orang responden dengan pendidikan terakhir S-1. Jika dilihat jumlah responden
18
berdasarkan pekerjaaan, persentase paling tinggi yaitu responden dengan profesi perawat yaitu sebanyak 71,70%, dan untuk dokter sebanyak 28,30%.
2. Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Tingkat pengetahuan dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian yaitu distribusi tingkat pengetahuan petugas puskesmas mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak methanol secara umum serta distribusi tingkat pengetahuan responden berdasarkan karakteristik responden. Dalam hal ini tingkat pengetahuan responden tersebut berkaitan dengan jawaban responden terhadap setiap pertanyaan dalam angket. Jawaban responden secara umum yang dapat dilihat dalam lampiran 5 . Berdasarkan tabel yang terdapat pada lampiran 5, dari 20 pertanyaan mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan methanol dapat dilihat petugas puskesmas yang mampu menjawab pertanyaan dengan tepat rata-rata memiliki persentase lebih dari 56% pada setiap poin pertanyaan. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen penatalaksanaan korban keracunan methanol sudah cukup diketahui oleh petugas puskesmas. Dalam hal ini yang paling tidak diketahui oleh petugas puskesmas yaitu pada poin pertanyaan mengenai penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat dimana dari 106 orang responden, sebanyak 91,51% menjawab dengan salah. a. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Secara Umum
Distribusi tingkat pengetahuan responden mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan methanol secara umum diperoleh dengan melakukan pengolahan data terhadap seluruh poin pertanyaan dalam angket. Dari pengolahan data tersebut diperoleh pengetahuan kategori kurang, cukup
19
dan baik. Berikut merupakan distribusi tingkat pengetahuan responden dengan kategori tersebut.
Tabel 2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai 3 Aspek Pengetahuan Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol No. 1 2. 3.
Aspek Pengetahuan Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol Gejala Keracunan Methanol Cara Penanganan Keracunan
kurang f % 11 10,38
cukup f % 48 45,28
baik f % 47 44,34
total f % 106 100
13
12,26
0
0
93
87,74
106
100
17
16,04
65
61,32
24
22,64
106
100
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa persentase pengetahuan responden dengan kategori cukup dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol mendominasi yaitu sebesar 45,28%, kemudian dalam aspek gejala keracunan methanol didominasi oleh responden dengan pengetahuan kategori baik yaitu sebesar 74,77% sedangkan pada aspek cara penanganan keracunan responden mayoritas memiliki pengetahuan cukup.
b. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Mengenai Manajemen Penatalaksanaan
Korban
Keracunan
Arak
Methanol
Berdasarkan
Karakteristik Responden Distribusi tingkat pengetahuan responden berdasarkan karakteristik responden diperoleh dengan cara melakukan tabulasi silang antara karakteristik responden dan tingkat pengetahuan mengenai manajemenen penatalaksanaan korban keracunan methanol secara umum. Berikut merupakan distribusi tingkat pengetahuan kurang, cukup dan baik.
20
Tabel 3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur Umur (Tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 Total
Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Kurang f % 4 12,90 4 8,51 3 15,00 0 0 11 10,38
Cukup f 12 19 12 5 48
Baik
% 38,71 40,43 60,00 62,50 45,28
f 15 24 5 3 47
% 48,39 51,06 25,00 37,50 44,34
Total f 31 47 20 8 106
% 100 100 100 100 100
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa dari responden yang berumur 21- 30 tahun dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 48,39%, sebanyak 38,71% memiliki pengetahuan cukup dan sebanyak 12,90% responden memiliki pengetahuan kurang. Pada responden yang berumur 31- 40 tahun mayoritas responden juga memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 51,06%, 40,43% berpengetahuan cukup dan sebanyak 8,51% berpengetahuan kurang. Responden yang berumur 41-50 mayoritas memiliki pengetahuan cukup dalam aspek ini yaitu sebesar 60%, 25% berpengetahuan baik dan 15% memiliki pengetahuan kurang. Responden dengan umur 51-60 tahun mayoritas memiliki pengetahuan cukup dengan persentase 62,50%,. sebanyak 37,50% memiliki pengetahuan baik dan tidak terdapat responden yang memiliki pengetahuan kurang.
Tabel 4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Gejala Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur Umur (Tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 Total
Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Kurang f % 6 19,35 4 8,51 2 10,00 1 12,50 13 12,26
Cukup f 0 0 0 0 0
Baik % 0 0 0 0 0
f 25 43 18 7 93
% 80,65 91,49 90,00 87,50 87,74
Total f 31 47 20 8 106
% 100 100 100 100 100
21
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa responden dari semua kategori umur memiliki persentase paling besar pada pengetahuan kategori baik dalam aspek pengetahuan gejala keracunan methanol yaitu sebesar 80,65% pada umur 21- 30 tahun, pada umur 31- 40 tahun sebanyak 91,49%, sebanyak 90% pada umur 41-50 tahun, dan sebanyak 87,50% pada umur 51-60 tahun.
Tabel 5 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Kelompok Umur Umur (Tahun) 21-30 31-40 41-50 51-60 Total
Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Kurang f % 8 25,81 5 10,64 3 15,00 1 12,50 17 16,04
Cukup f 15 31 12 7 65
% 48,39 65,96 60,00 87,50 61,32
Baik f 8 11 5 0 24
% 25,81 23,40 25,00 0 22,64
Total f 31 47 20 8 106
% 100 100 100 100 100
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa dari responden yang berumur 21- 30 tahun dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu dengan persentase 48,39%, pada umur 31-40 tahun didominasi pengetahuan cukup yaitu sebesar 65,96%, begitu juga pada umur 41-50 tahun yaitu 60,00s% dan 51-60 tahun juga didominasi responden dengan pengetahuan cukup yaitu 87,50%. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan umur seperti yang terlihat pada tabel 3 – tabel 5 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Diketahui pada rentangan umur 21-30 tahun paling banyak menjawab salah mengenai prinsip pertolongan pada keracunan yaitu dengan persentase 54,84%. Pada responden dengan rentang umur 31-40 tahun dan 41-50 tahun paling banyak menjawab salah mengenai penatalaksanaan korban intoksikasi methanol dengan persentase 93,62% dan 75% sedangkan pada responden dengan rentang umur 51-60 tahun banyak menjawab salah mengenai tujuan dilakukannya hemodialisis pada korban keracunan methanol dengan persentase 100%. Jawaban responden menurut kategori umur yang terinci pada lampiran 6.
22
Tabel 6 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Jenis Kelamin Kurang Cukup Baik Total F % f % f % f % Perempuan 7 9,46 33 44,59 34 45,95 74 100 Laki-Laki 4 12,50 15 46,88 13 40,63 32 100 Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100 Dari tabel 6 dapat diketahui responden dengan jenis kelamin perempuan terdapat sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu sebesar 45,95% dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol, untuk pengetahuan cukup sebesar 44,59% dan sebanyak 9,46% untuk pengetahuan kurang. Sementara itu pada responden laki-laki sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 46,88%, sebanyak 40,63% berpengetahuan baik dan 12,50% memiliki pengetahuan kurang. Tabel 7 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Jenis Kelamin Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % Perempuan 5 6,76 0 0 69 93,24 74 100 Laki-Laki 8 25,00 0 0 24 75,00 32 100 Total 13 12,26 0 0 93 87,74 106 100 Dari tabel 7 dapat diketahui dalam aspek pengetahuan gejala
keracunan
methanol responden dengan jenis kelamin perempuan dan jenis kelamin laki-laki sebagian besar mempunyai pengetahuan baik yaitu sebanyak 93,24% pada responden perempuan. dan sebanyak 75% pada responden laki-laki.
Tabel 8 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Jenis Kelamin Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Jenis Kelamin Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % Perempuan 10 13,51 47 63,51 17 22,97 74 100 Laki-Laki 7 21,88 18 56,25 7 21,88 32 100 Total 17 16,04 65 61,32 24 22,64 106 100
23
Dari tabel 8 dapat diketahui responden dengan jenis kelamin perempuan sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu 63,51% yakni dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol. Pada responden laki-laki sebagian besar juga mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 56,25%. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin seperti yang terlihat pada tabel 6 – tabel 8 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Pada responden dengan jenis kelamin perempuan dan laki – laki diketahui paling banyak menjawab salah mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol dimana pada responden perempuan sebesar 90,54% dan pada responden dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 93,75%. Jawaban responden menurut kategori umur yang terinci pada lampiran
Tabel 9 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Pendidikan Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % D-III 5 9,26 24 44,44 25 46,30 54 100 S-1 6 11,54 24 46,15 22 42,31 52 100 Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100
Dari tabel 9 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D-III dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 46,30%. Pada responden dengan pendidikan terakhir S-1 mayoritas memiliki pengetahuan cukup dalam aspek ini yaitu sebesar 46,15%.
24
Tabel 10 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan Terakhir Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Pendidikan Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % D-III 9 16,67 0 0 45 83,33 54 100 S-1 4 7,69 0 0 48 92,31 52 100 Total 13 12,26 0 0 93 87,74 106 100
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D-III maupun S-1 dalam aspek pengetahuan tentang gejala keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebesar 83,33% pada responden dengan pendidikan D-III dan sebesar 92,31% pada responden dengan pendidikan S-1.
Tabel 11 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Pendidikan Terakhir Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Total Kurang Cukup Baik Pendidikan f % F % f % f % D-III 10 18,52 32 59,26 12 22,22 54 100 S-1 7 13,46 33 63,46 12 23,08 52 100 Total 17 16,04 65 61,32 24 22,64 106 100
Dari tabel 11 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan terakhir D-III maupun S-1 dalam aspek pengetahuan cara penanganan keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 59,26% dan pada responden dengan pendidikan terakhir S-1 sebesar 63,46%. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan pendidikan terakhir responden seperti yang terlihat pada tabel 5.9 – tabel 5.11 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Pada responden dengan pendidikan terakhir D-III dan S-1 dapat diketahui paling banyak menjawab salah pada pertanyaan mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol dengan persentase sebesar 94,44% pada responden dengan pendidikan D-III,
25
dan sebesar 88,46% pada responden dengan pendidikan S-1. Jawaban responden menurut kategori umur terinci pada lampiran 8.
Tabel 12 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Menurut Profesi Aspek Pengetahuan (Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol) Pekerjaan Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % Dokter 1 3,33 13 43,33 16 53,33 30 100 Perawat 10 13,16 35 46,05 31 40,79 76 100 Total 11 10,38 48 45,28 47 44,34 106 100 Dari tabel 12 diatas dapat diketahui responden yang berprofesi sebagai dokter dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 53,33%. Untuk responden yang berprofesi sebagai perawat, sebagian besar responden mempunyai pengetahuan cukup yaitu sebesar 46,05%.
Tabel 13 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Menurut Profesi Aspek Pengetahuan (Gejala Keracunan Methanol) Profesi Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % Dokter 2 6,67 0 0 28 93,33 30 100 Perawat 11 14,47 0 0 65 85,53 76 100 Total 13 12,26 0 0 93 87,74 106 100 Dari tabel 13 diatas dapat diketahui responden yang berprofesi sebagai dokter dalam aspek pengetahuan gejala keracunan methanol sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu dengan persentase 93,33%. Begitu juga dengan responden yang berprofesi sebagai perawat sebagian besar responden mayoritas berpengetahuan baik yaitu dengan persentase 85,53%.
26
Tabel 14 Distribusi Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Menurut Profesi Aspek Pengetahuan (Cara Penanganan Keracunan Methanol) Profesi Kurang Cukup Baik Total f % f % f % f % Dokter 3 10,00 20 66,67 7 23,33 30 100 Perawat 14 18,42 45 59,21 17 22,37 76 100 Total 17 16,04 65 61,32 24 22,64 106 100
Dari tabel 14 diatas dapat diketahui responden yang berprofesi sebagai dokter dalam aspek pengetahuan tentang penanganan keracunan methanol mayoritas meiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 66,67%. Pada responden yang berprofesi sebagai perawat sebagian besar juga memiliki pengetahuan cukup yaitu sebesar 59,21%. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan dengan profesi responden seperti yang terlihat pada tabel 12 – tabel 14 diatas tentu berkaitan dengan jawaban responden pada setiap poin pertanyaan yang terdapat pada angket. Pada responden yang bekerja sebagai dokter maupun perawat diketahui paling banyak menjawab salah pada pertanyaan mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol dengan persentase sebesar 90% pada responden yang bekerja sebagai dokter, dan pada responden yang bekerja sebagai perawat sebesar 92,11%. Jawaban responden menurut kategori umur yang terinci pada lampiran 9. C. Hasil Wawancara 1. Keracunan Arak Metanol Mengkonsumsi minuman beralkohol atau minuman keras sudah menjadi hal yang umum bagi masyarakat di Bali. Arak merupakan minuman keras tradisional Bali yang khas yang digunakan sebagai sajian bersama-sama dengan brem dan tuak pada upacara adat dan keagamaan disamping itu juga untuk dikonsumsi. Minuman beralkohol juga menjadi bagian penting dan harus ada dalam sebuah perayaaan misalnya pada saat acara pesta perkawinan, acara ulang tahun, perayaan kegamaan atau acara kedukaaan. Hal tersebut diungkapkan dalam wawancara dengan informan sebaga berikut :
27
“…jadi di wilayah kami dengan jumlah enam desa ini ya, jadi penduduknya secara spesifik mungkin ya… ada juga yang… pemuda-pemudanya khususnya itu… ada yang minum-minuman keras, ya apakah itu golongan arak atau yang lain ya, jadi secara khusus saya tidak tahu jumlah yang minum arak, tetapi itu pasti ada.” (informan 4) “…menurut saya sih memang betul bahwa eee arak hanya diminum hanya pada upacara, kemudian kalau ada kegiatan upacara, jadi masyarakat kalau misalnya ada perayaan tahun baru… ulang tahun.” (informan 3) Minuman keras kini kerap di campur dengan bahan lain yang kini disebut miras oplosan yang dijual dengan harga yang lebih murah sehingga dapat menarik minat para penikmat minuman keras. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Karena toksisitasnya, metanol dapat menyebabkan asidosis metabolik, gejala neurologis dan bahkan kematian apabila tertelan. Ini merupakan konstituen dari banyak industri pelarut tersedia secara komersial dan minuman keras yang tercemar buruk. Toksisitas metanol masih menjadi masalah umum di banyak bagian dunia berkembang, terutama di kalangan anggota kelas sosial ekonomi rendah. Namun, sampai saat ini belum ditemukannya kasus keracunan arak yang dicampur dengan metanol di Kabupaten Gianyar, seperti kutipan wawancara berikut : “kalau pasien mabuk sih kesini ada… tapi cuma gak sampai keracunan arak metanol… kalau saya pikir sih kayaknya disini jarang deh kalau yang sampai nyampur arak dengan metanol karenaaa eee disini kan daerah pariwisata, minuman kerasnya kemungkinan bukan arak yang tradisional gitu yaa… yang biasanya dicampur dengan metanol… disini paling sering sih mabuknya bir atau wine yang red label itu.” (informan 7) Gejala awal pada keracunan metanol adalah adanya gangguan pada tajam pengelihatan. Gangguan tajam pengelihatan umumnya terjadi dalam 18 sampai 24 jam setelah 24 jam terpapar metanol. Namun, dari hasil wawancara dengan informan penetitian mengemukakan bahwa hingga saat ini puskesmas belum pernah menangani pasien korban keracunan arak metanol dikarenakan belum
28
adanya kasus keracunan arak metanol yang terdata di puskesmas. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan wawancara berikut : ”Belum… kita kan rawat jalan, selama rawat jalan dari 6 tahun lalu saya disini belum pernah menangani keracunan metanol, rujuk belum pernah, mudahmudahan enggak.” (informan 9) “Eee untuk kasusnya secara pasti keracunan metanol, kita belum pernah eee mendapatkan dan laporan menangani, tetapi petugas kami sudah dilatih, ya dilatih untuk menangani kasus-kasus itu ya menurut ukuran emergency dilakukan penanganannya di puskesmas.” (Informan 4)
2. Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol Keracunan dapat dikonfirmasi dengan uji format sederhana apabila keracunan metanol dari arak dengan gejala yang dapat terjadi 12 jam setelah paparan seperti sakit kepala, penglihatan kabur, napas cepat atau mendalam, kebingungan setelah meminum arak. Memberikan etanol untuk pasien keracunan arak metanol dapat dilakukan karena toksisitas ini dapat menghalangi keracunan lebih lanjut. Dosis untuk orang dewasa 1.8ml/kg (untuk 70kg orang dewasa tiga tembakan 40ml). Alkohol seperti vodka, whisky dengan dosis pemeliharaan 0.40ml/kg (untuk dewasa 70kg satu tembakan 40ml) per jam. Pemberian etanol untuk mengurangi toksisitas pasien keracunan metanol belum dapat dilakukan di Puskesmas dikarenakan belum adanya izin untuk penyimpanan alkohol sebaga antidote, sehingga langkah awal yang dilakukan dalam menangani pasien keracunan arak metanol sama seperti penanganan pasien keracunan pada umumnya. Berikut kutipan wawancara dengan informan : “Ya standar terapi yang ada di puskesmas melakukan SOP, kayak mungkin eee seperti obat-obatan yang ada disini gitu aja. SOPnya kan ada untuk keracunan secara umum, standar operasional pelayanan ya kita buat disini dokter-dokter sama petugas terapi tetapi keracunan secara umum.” (Informan 1). “…keracunan arak metanol… ya itu ABC, setiap tindakan apapun itu kita tekankan kepada staf bahwa basic daripada petugas gawat darurat adalah ABC, airway, breathing, circulation, lakukan saja itu, itu saja yang pokok sebenarnya,
29
entah dia nanti antidotenya apa… entah… ya itu masalah belakang dulu.” (Informan 5)
Petugas kesehatan di puskesmas belum pernah menangani pasien korban keracunan arak metanol dikarenakan belum adanya korban keracunan arak metanol yang mendatangi dan tercatat di puskesmas. Penanganan korban keracunan arak metanol dilakukan sesuai dengan prosedur korban keracunan pada umumnya, seperti kutipan dengan informan berikut ini : “Kalau ada kejadian kita tangani sesuai dengan proses, proses rujukan kita. Selama ini kita memang proses rujukan… menangani orang yang keracunan metanol kita temukan kita tangani sesuai prosedur abcnya dalam proses perjalanan kita berikan antidotenya kalau bisa kita dalam proses itu ambil darahnya untuk pemeriksaan darahnya. Dalam penanganan mandiri puskesmas belum bisa pasti rujukan.” (Informan 6)
Namun, masih terdapat keraguan dalam hal kemampuan petugas dan staf puskesmas untuk menangani pasien korban keracunan arak metanol dikarenakan belum terdapatnya pelatihan mengenai penatalaksanaan korban keracunan arak metanol, seperti kutipan wawancara dengan informan berikut ini : “Nah itu... itu yang diragukan, kan karena kemarin kan cuma sosialisasi jadi kita berharapnya sih... eee ada pelatihannya jadi memang kasarnya begini jadi memang ada bener-bener pelatihannya… pelatihan lah, pelatihan yang sebenarnya lah... itu dokter dan petugas di UGD… itu… kalau memang ada satu orang yang dokter dan petugas yang sudah dilatih ee saya yakin bisa karena kan dokternya kan bisa on call maksudnya kan memandu gitu lah kasarnya.” (Informan 7)
Kendala yang dihadapi dalam penanganan pasien korban keracunan arak metanol adalah pemberian antidote yang berupa minuman beralkohol kepada pasien keracunan arak metanol belum dapat disediakan oleh manajemen puskesmas dikarenakan belum adanya izin dalam penyediaan minuman beralkohol di puskesmas, seperti kutipan wawancara dengan informan beikut ini :
30
“Kendala mungkin dalam hal regulasi karena penyediaan vodka itu kan harus ada dasar hukumnya karena penyediaan di tempat pelayanan, kalau itu memang harus menunggu kebijakan dari Dinas, aturan dari Dinas, baru turun dari kita, baru kita bisa menyediakan, untuk saat ini eee belum bisa kita menyediakan karena terhalang… terhambat oleh aturan eee paraturan yang dibikin.” (Informan 2) “Kendalanya yang pertama perizinan, jadi izin untuk meyediakan antidotenya etanolnya, karena itu kan minuman keras yang harus berizin, yang jadi kendala paling besar adalah itu.” (Informan 3)
Selain kendala dalam hal perizinan penyediaan etanol, beberapa informan juga menyatakan bahwa terdapat kendala dalam menangani pasien korban keracunan arak metanol pada keterampilan petugas puskesmas karena petugas hanya mendapatkan sosialisasi dan belum mendapatkan pelatihan dalam menangani pasien keracunan arak metanol. Hal tersebut diungkapkan dalam kutipan wawancara berikut : “Mungkin karena kasusnya jarang ya keterampilan kita tidak begitu tergantung beratnya kasus yang dihadapi, kedua kan keterampilan kita itu semakin sering melihat makin terampil kita nangani ya, kemudian makin sering denger apa… sosialisasi mungkin ilmunya juga makin nambah, kayaknya ini belum… ndak terlalu populer sih jadinya ndak terlalu ini… gitu, kalau di puskesmas kan termasuk jarang, jarang sekali.” (Informan 1)
Antidote untuk pasien yang mengalami keracunan arak metanol adalah dengan pemberian etanol yang merupakan minuman beralkohol yang dapat menghambat toksisitas dari keracunan metanol. Namun, dari hasil wawancara dengan informan penelitian, informan tersebut tidak mengetahui dosis pemberian etanol tersebut, seperti kutipan wawancara berikut : “Nah kalau saya ya itu, saya gak tahu lagi cuma itu saja etanol, memang betul itu, nah sekarang etanol yang berapa persen itu yang saya nggak tahu, dosisnya berapa apakah yang 70% kita pakai apa perlu diencerkan menjadi 5% atau 2.5%, itu yang dilatih kayaknya tahu, yang di UGD kayaknya kemarin saya dengar sudah tahu semua, saya nggak tahu sebab yang saya tahu cuma etanol saja sebagai antidotenya.” (Informan 5)
31
Etanol sebagai antidote dipandang perlu untuk disediakan di puskesmas, namun sampai saat ini etanol belum tersedia karena belum adanya izin untuk penyediaan etanol di puskesmas. Apabila penanganan korban keracunan arak metanol dilakukan sesuai dengan prosedur yaitu dengan pemberian etanol yang merupakan minuman beralkohol, tetapi belum tersedianya izin untuk penyediaan etanol, pemberian etanol tidak dapat dilakukan. Berikut kutipan wawancara dengan informan penelitian : “Sebagai antidote perlu, iya eee peraturan terbaru kalau… saya tidak tau nomernya tentang emmm peredaran minuman beralkohol, jadi itu ada hubungannya dengan kepolisian, eee BPOM, eee pemda, mau gak memberikan perlindungan payung hukum ceritanya untuk puskesmas menyediakan itu.” (Informan 3) “…itu harus betul-betul di apa… dibuatkan suatu payung hukum bahwa itu memang dibenarkan terus dibuatkan SOPnya bagaimana seharusnya penyimpanan dan pengawasannyan kan gitu gak sembarangan naruhnya, sebenernya oramg emergensi bisa cuma tempatnya harus satu terllihat kan gitu memenuhi syarat untuk penyimpana kan gitu.” (Informan 8)
Penyediaan etanol sebagai antidote pasien korban keracunan metanol tidak dapat disediakan tanpa adanya izin untuk penyediaan etanol di Puskesmas. Upaya yang dapat dilakukan agar etanol dapat tersedia di puskesmas adalah dengan adanya kebijakan dari Dinas bahwa puskesmas perlu menyediakan etanol sebagai antidote pasien keracunan metanol, seperti kutipan wawancara dengan informan berikut ini : “…yang pertama saya eee minta kepala dinas memberikan izin menyediakan itu dalam hal protap dalam menangani eee intoksitasi etanol e metanol, jadi dengan berdasarkan protap itu saya pertama menyusun protapnya dulu kemudian antidotenya yang dipakai untuk menangani itu ya sama dengan obat-obatan yang disediakan untuk penyakit lain itu harus disiapkan.” (Informan 4) “Eee... kalau saya sih dari dines dulu, ada kebijakan dari ibu kadis bahwa itu bagian dari habis pakai atau life saving yang harus ada di UGD. Kami rasanya gak masalah, kita kan BLUD jadi pembelanjaan fleksibel sesuai dengan kebutuhan jadi yang penting ada peraturannya bahwa kita harus menyediakan itu rasanya sih ee tidak masalah kita masukkan di perencanaan pengadaan bahan habis pakai karena itu habis pakai sebenarnya gitu.” (Informan 7)
32
BAB VI PEMBAHASAN A. Gambaran Umur dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Hasil penelitian menunjukan persentase tertinggi untuk pengetahuan kategori baik dalam aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol terdapat pada umur 21-30 tahun. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Prawita (2013) dimana kelompok umur 41-55 tahun cenderung memiliki pengetahuan kurang dibandingkan dengan kategori umur yang lebih muda yaitu 2640 tahun. Dalam skripsi Prawita (2013), Hurlock (2004) berpendapat bahwa semakin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mental ini tidak secepat ketika berumur belasan tahun. Dilihat dari pengetahuan responden dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol dan gejala keracunan methanol persentase tertinggi pengetahuan baik dimiliki oleh responden dengan kategori 31-40 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Notoatmojo (2003) dimana umur mempengaruhi daya tangkap serta pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya umur akan menyebabkan meningkatnya daya tangkap dan pola pikir, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Dari jawaban responden menurut kategori umur diketahui responden mayoritas menjawab salah pada pertanyaan mengenai prinsip pertolongan pada keracunan, pentalaksanaan korban dengan intokasi methanol serta tujuan dilakukannya hemodialisis. Kurangnya pengetahuan tersebut dipengaruhi karena masih banyaknya responden yang belum mengetahui penatalaksanaan korban keracunan methanol dengan baik. Hal ini berkaitan dengan berbagai faktor, diantaranya responden penelitian belum pernah mengikuti pelatihan penatalaksanaan korban keracunan methanol dan pada puskesmas tidak tersedia fasilitas hemodialisis.
33
B. Gambaran Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan petugas puskesmas dengan jenis kelamin perempuan memiliki persentase lebih besar pada pengetahuan baik dalam ketiga aspek pengetahuan yaitu tentang keracunan methanol, gejala dan penanganan keracunan merthanol. Menurut Suma’mur (2009), mengatakan perempuan sangat cocok dengan pekerjaan yang ringan tidak memerlukan banyak kekuatan otot, pekerjaan yang monoton, karena pada umumnya perempuan pada pekerjaan monoton lebih terampil dari laki-laki. Selain itu tenaga kesehatan sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin responden pada penelitian ini tidak dapat menentukan tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki, dan belum ada teori pasti yang menyebutkan ada hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pengetahuan seseorang seperti hasil penelitian Prihyugiarto (2008) bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai infeksi menular seksual. Penelitian yang dilakukan oleh Chiuman (2009) diperoleh hasil dimana berdasarkan uji pengetahuan berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat pengetahuan dengan jenis kelamin. C. Gambaran Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Baiknya pengetahuan tenaga kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya
pendidikan
tenaga
kesehatan,
pendidikan
sangat
mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang karena pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran pola pikir seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari jenjang pendidikan ini lah dapat diketahui pola pikir seseorang, semakin tinggi pendidikan maka ilmu yang diperoleh akan semakin banyak (Marliyani, 2010). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Notoatmojo (2007) dimana pendidikan merupakan proses untuk mempelajari dan meningkatkan ilmu yang diperoleh, pendidikan yang lebih tinggi secara otomatis akan berbanding lurus dengan pengetahuan yang dimiliki. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan S-1 memiliki persentase tertinggi pengetahuan baik dalam aspek gejala keracunan methanol dan aspek cara penanganan keracunan methanol, dan D-III memiliki persentase lebih besar
34
dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol. Ditinjau dari jawaban responden, responden dengan pendidikan D-III maupun S1 paling jawab menjawab salah pada penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol yang tepat. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh responden disebabkan karena sebagian besar dari responden tidak pernah mengikuti pelatihan dan ilmu mengenai penanganan keracunan methanol merupakan ilmu baru dimana sebagian besar petugas kesehatan tidak pernah mengikuti pelatihan penanganan keracunanan methanol selama menempuh pendidikan.
D. Gambaran Pekerjaan Dengan Tingkat Pengetahuan Petugas Puskesmas Dalam Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Methanol Berdasarkan hasil penelitian diketahui responden yang bekerja sebaga dokter memiliki persentase tertinggi pada pengetahuan baik kedalam aspek pengetehauan tentang keracunan methanol, aspek pengetahuan tentang gejala keracunan methanol dan dalam aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol.Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Arini (2011) dimana diperoleh hasil persentase tertinggi pengetahuan kategori baik tedapat pada responden yang berprofesi sebagai dokter hal tersebut cenderung disebabkan karena tenaga medis memiliki pengetahuan yang lebih mendalam khususnya dalam hal keracunan methanol. Responden sebagian besar tidak mengetahui mengenai cara penanganan keracunan methanol khuhusnya mengenai penatalaksanaan korban dengan intoksikasi methanol yang tepat methanol. Faktor yang menyebabkan kurang tahunya responden dalam hal tersebut tidak terlepas karena sebagian besar responden tidak pernah mengikuti pelatihan penatalaksanaan korban keracunan arak methanol pada saat pendidikan profesi. Pelatihan sangat penting untuk diberikan, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Joeharno (2008) bahwa pelatihan yang diberikan kepada petugas kesehatan memberi pengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dalam memberikan pelayanan kepada korban. Pendapat yang dikemukakan oleh Joeharno (2008) sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Paryanti (2007) yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat mengenai suction sebagian besar dalam kategori tinggi (68,2%) dan paling sedikit dalam kategori rendah (4,5%) hal tesebut tidak terlepas dari upaya rumah sakit dalam memberikan pelatihan ICU kepada perawat (36,4%). Menurut Ismail (2007)
35
selain melalui pendidikan formal, pengetahuan seseorang dapat juga dipengaruhi oleh pelatihan – pelatihan atau seminar keseheatan yang pernah ia ikuti, dengan adanya pelatihan seseorang dapat lebih terampil dalam melakukan suatu pekerjaan karena dengan pelatihan dan tugas-tugas yang terkait dengan kemampuan koginitif dapat mempengaruhi perilaku dan pola pikir yang lebih positif.
E. Keracunan Arak Metanol Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap 10 orang informan penelitian yang merupakan kepala puskesmas, sebagian besar informan penelitian menyatakan bahwa masih banyak masyarakat yang mengonsumsi arak di wilayah kerja masing-masing puskesmas. Informan penelitian mengemukakan alasan masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi arak yaitu dikarenakan arak masih banyak terjual bebas di beberapa tempat di Kabupaten Gianyar. Masih banyaknya masyarakat yang mengonsumsi arak juga dikarenakan arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa, dimana arak tidak berwarna dan mengadung alkohol yang cukup tinggi. Minuman keras ini dibuat dari proses distilasi tuak. Arak biasannya dikonsumsi oleh masyarakat Bali yang tinggal di daerah pegunungan. Arak bisa disimpan dalam beberapa tahun, sehingga minuman ini terdapat di pasar luar negeri. Sebagai tempat destinasi para wisatawan, arak dijual secara luas dan bebas untuk para wisatawan Informan juga menyebutkan bahwa arak merupakan minuman yang biasa dikonsumsi oleh pemuda-pemuda desa setempat dalam merayakan hari raya keagamaan dan tahun baru. Pernyataan informan tersebut sesuai dengan pendapat Setiawan (2013) yang mengemukakan bahwa minuman beralkohol menjadi bagian penting dan harus ada dalam sebuah perayaaan misalnya pada saat acara pesta perkawinan, acara ulang tahun, perayaan kegamaan atau acara kedukaaan. Arak Bali kini kerap dimodifikasi dengan bahan lain seperti susu, minuman bersoda, hingga spiritus (metanol). Banyak di pasaran terdapat beberapa minuman beralkohol tradisional yang mengandung metanol. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah
36
juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut. Haryadi (2014) menjelaskan bahwa gejala yang timbul apabila seseorang keracunan arak methanol pada awalnya akan merasakan adanya gangguan yang terjadi pada saluran pencernaan seperti sakit perut, mual dan muntah – muntah dimana gejala tersebut kemudian dilanjutkan dengan adanya depresi susunan saraf pusat dan terlihat gejala mirip dengan korban keracunan alkohol seperti sakit kepala, sakit otot, badan terasa lemah dan kejang-kejang. Namun, dari hasil wawancara dengan 10 informan penelitian, seluruh informan penelitian menyatakan bahwa tidak pernah terjadi kasus keracunan arak metanol di wilayah kerja mereka. Informan penelitian mengungkapkan bahwa masih terdapat masyarakat yang mabuk karena mengonsumsi minuman beraklohol tetapi bukan kasus keracunan arak metanol. Seluruh informan penelitian juga mengungkapkan bahwa puskesmas di wilayah mereka belum pernah menangani pasien kasus keracunan arak metanol. Informan penelitian mengungkapkan bahwa petugas puskesmas sama sekali tidak pernah menangani pasien keracunan arak metanol. Hal tersebut bisa dikarenakan tidak adanya kasus keracunan arak metanol yang terjadi di Kabupaten Gianyar. Berbeda halnya dengan di Kabupaten Buleleng dan Bangli yang pernah terjadi kasus keracunan arak metanol, dimana di Kabupaten Buleleng pada awal Januari 2014 telah terjadi kasus keracunan arak methanol sebanyak 55 orang yang 3 orang diantaranya meninggal dunia sedangkan di Kabupaten Bangli sendiri, menurut informasi yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada bulan September 2012 terdapat 41 kasus keracunan dan belum lagi kasus – kasus yang belum terekspos (Pemerintah Provinsi Bali, 2012).
F. Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian mengungkapkan bahwa langkah awal yang perlu dilakukan dalam menangani kasus keracunan arak metanol adalah sama dengan penanganan kasus pada umumnya. Informan tersebut menjelaskan bahwa ketika menangani pasien keracunan arak metanol dilakukan sesuai dengan standar operasinal prosedur penanganan pasien keracunan yaitu dengan mengecek airway, berathing, dan circulation dari pasien terlebih dahulu. Hal tersebut tidak sesuai dengan manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol menurut Kraut & Kurtz (2008) dan Anderson
37
(1994), dimana langkah awal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan laboratorium kadar metanol dalam darah diukur dengan menggunakan gas kromatografi. Kadar metanol serum >20 mg/dL sudah dianggap toksik dan kadar >40 mg/dL dianggap sangat berbahaya. Hingga saat ini belum terdapat korban keracunan arak metanol yang tercatat dan terdata di puskesmas. Apabila suatu saat terdapat pasien korban keracunan arak metanol yang mendatangi puskesmas, maka diharapkan petugas kesehatan sudah mampu untuk menangani masalah tersebut dikarenakan sudah mendapat sosialisasi mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. Informan penelitian mengungkapkan bahwa kendala yang dihadapi dalam penanganan pasien korban keracunan arak metanol adalah izin pemberian antidote. Antidote dari pasien korban keracunan arak metanol adalah dengan pemberian etanol. Sebagian besar informan penelitian mengetahui bahwa etanol merupakan antidote untuk kasus keracunan arak metanol. Etanol digunakan untuk menghambat kerja alkohol dehydrogenase secara kompetitif sebab etanol dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada methanol dan etilen glikol serta hasil akhir berupa CO2 dan H2O. Toksisitas ini dapat menghalangi keracunan lebih lanjut. Dosis untuk orang dewasa 1.8ml/kg (untuk 70kg orang dewasa tiga tembakan 40ml). Alkohol seperti vodka, whisky dengan dosis pemeliharaan 0.40ml/kg (untuk dewasa 70kg satu tembakan 40ml) per jam. Hal ini akan menghentikan keracunan menjadi semakin buruk. Apabila pasien mengantuk atau tidak sadar, perlindungan jalan nafas dengan intubasi dan hiperventilasi harus dilakukan jika mungkin. Apabila tidak memungkinkan, pasien harus diberikan etanol lisan dalam cara paling aman, yang akan mencakup duduk pasien dalam keadaan tegap dan pemberian etanol melalui selang nasogastrik (Monaghan, 2010). Dari hasil wawancara dengan informan penelitian, sebagian besar informan menyatakan bahwa etanol perlu disediakan di puskesmas sebagai antidote kasus keracunan arak metanol. Informan tersebut juga menjelaskan bahwa etanol harus disediakan dalam jumlah kecil di puskesmas. Penyediaan etanol menjadi sangat penting di puskesmas dikarenakan pemberian etanol kepada pasien yang mengalami kasus keracunan arak metanol merupakan standar operasional prosedur yang harus dilakukan untuk mengurangi toksisitas dari keracunan metanol. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Monaghan (2010) yaitu memberikan ethanol kepada pasien keracunan arak metanol untuk diminum dapat
38
menghalangi toksisitas atau keracunan yang disebabkan oleh metanol lebih lanjut. Upaya yang perlu dilakukan agar etanol dapat tersedia di puskesmas adalah dengan adanya regulasi mengenai penyediaan etanol di puskesmas. Informan penelitian mengemukakan bahwa perlu adanya izin dari Dinas Kesehatan terkait mengenai penyediaan etanol sebagai antidote korban keracunan arak metanol di puskesmas. Informan penelitian juga menjelaskan bahwa etanol merupakan jenis minuman beralkohol, oleh karena itu izin penyediaannya juga harus diketahui oleh sektor kepolisian terkait.
39
BAB VII PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa persentase pengetahuan dengan kategori cukup dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol mendominasi yaitu sebesar 45,28%, kemudian dalam aspek gejala keracunan methanol didominasi oleh responden dengan pengetahuan kategori baik yaitu sebesar 87,74% dan pada aspek cara penanganan keracunan responden mayoritas berpengetahuan cukup dengan persentase yaitu sebesar 61,32%. Adapun kesimpulan yang diperoleh hasil gambaran pengetahuan responden dengan karakteristik responden yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan sebagai berikut : 1. Gambaran pengetahuan responden menurut kelompok umur dalam aspek pengetahuan tentang keracunan methanol dan gejala persentase tertinggi terdapat pada umur 31-40 tahun yaitu sebesar 51,06% pada pengetahuan keracunan dan 91,49% pada gejala dan aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol diperoleh hasil mayoritas pengetahuan baik terdapat pada responden dengan kategori umur 21-30 tahun dengan persentase 25,81%. 2. Pada karakteristik jenis kelamin persentase yang lebih tinggi untuk pengetahuan baik dalam ketiga aspek pengetahuan tentang keracunan methanol. Sebesar 45,95% mengenai pengetahaun keracunan, 93,24% mengenai gejala dan sebanyak 22,97% mengenai cara penanganan. 3. Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan untuk kategori pengetahuan baik persentase paling tinggi dalam 2 aspek pengetahuan terdapat pada responden dengan pendidikan terakhir S-1 yaitu sebesar 92,31% pada aspek pengetahuan pengetahuan tentang gejala keracunan methanol dan sebesar 23,08% pada aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol. Untuk aspek pengetahuankeracunan methanol terdapat pada responen dengan pendidikan terakhir D-III yaitu sebesar 46,30%. 4. Berdasarkan karakteristik profesi untuk
kategori pengetahuan baik
persentase paling tinggi dalam ketiga aspek pengetahuan terdapat pada responden
dengan profesi dokter yaitu sebesar 53,33% dalam aspek
40
pengetahuan tentang keracunan methanol, sebesar 93,33% pada aspek tentang gejala keracunan methanol dan pada aspek pengetahuan tentang cara penanganan keracunan methanol sebesar 23,33%.
B. Saran Adapun saran yang dapat diajukan Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar sebaiknya memberikan pelatihan penatalaksanaan korban keracunan methanol kepada petugas puskesmas untuk menekan kasus keracunan methanol.
41
DAFTAR PUSTAKA
Abramson S, singh A.K. Treatment of the Alcohol Intoxication: Ethylene Glycol, Methanol and Isopropanol. Curret Opinion in Nephrology and Hypertension. 2009;9; 695-701 Anderson I.B. Methanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.e, Osterloh J.D, Woo O.F. (1994). Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of America, P215-217. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2014). Menilik Regulasi Minuman Beralkohol di Indonesia. Retrieved from: Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2012). Laporan Kejadian Keracunan Minum Arak, Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali Dinas Kesehatan Provinsi Bali. (2014). Laporan Kejadian Keracunan Minum Arak, Bali: Dinas Kesehatan Provinsi Bali Henderson W.R, Bruubacher J. (2002). Methanol and Ethylene Glycol Poisoning: A Case Study and Review of Current Literature. Janvier (4):34-40 http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/03 14.pdf
Kraut J.A, Kurtz I. (2008). Toxic Alcohol Ingestions: Clinical Features, Diagnosis and Management. Clin J Am Soc Nephrol (3): 208-225 Levine
M.D, Terabar A. www.medscape.com
Alcohol
Toxicity.
2012.
Available
from:
Olson K.R. Ethanol. In: Anderson I.B, Benowitz N.L, Keamey T.e, Osterloh J.D, Woo O.F. (1994). Poisoning & Drug Overdose. A Lange Clinical Medical Manual. United States of America P160-161 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol. Poerwandari. E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Rutu, Yohana. N. O., et all. (2012). Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perawat di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman. Jurnal Medika Respati 4. Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis (IV.). Jakarta: CV. Sagung Seto.
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1. Justifikasi Anggaran Judul
: Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol di Kabupaten Gianyar
Skema Hibah Perguruan Tinggi Peneliti Pelaksana Nama Ketua NIDN Nama Anggota I Tahun Pelaksanaan Dana Tahun Berjalan Dana mulai diterima tanggal
; : : : : : : : :
1. Honor Honor
Hibah Unggulan Program Studi Universitas Udayana Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes 0029057104 dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH Tahun ke-1 dari rencana satu tahun Rp. 25.000.000,00
Honor/jam (Rp)
Ketua Anggota I
Waktu (jam/minggu)
22.500 15.000
Minggu
200 200
32 32 Sub Total (Rp.)
Honor pertahun Tahun I 4.500.000 3.000.000 7.500.000
2. Peralatan Habis Pakai Material Foto copy & jilid proposal Foto copy kuesioner Foto copy lembar persetujuan wawancara Foto copy TOR Buku ekspedisi Buku Kwarto Bolpen Flashdisk CD
Kertas A4
Justifikasi/Pemakaian Untuk memperbanyak / penggandaan proposal dan jilid Untuk memperbanyak / penggadaan kuesioner Penggandaan
Penggandaan Untuk mencatat laporan penelitian Untuk mencatat dan merekap data wawancara Untuk responden menjawab kuesioner Untuk menyimpan laporan penelitian Untuk menyimpan laporan yang nantinya akan disetorkan ke LPPM,FK, PSKM, Dinkes & Kesbangpol Gianyar Untuk print proposal
Kuantitas 10
Harga satuan (Rp.)
Harga Peralatan Penunjang (Rp.) Tahun I
15.000
150.000
400 lbr
200
80.000
13 lbr
150
2.000
73 lbr
200
15.000
2 pcs
25.000
50.000
1 pcs
25.000
25.000
10 box
12.000
120.000
1 pcs
50.000
50.000
20 pcs
8.000
160.000
3 rim
40.000
120.000
44 Tinta Printer Canon Leaflet
Banner
Pulsa HP Map Amplop Spidol snowman 5 warna Alat perekam Batu Baterai
Materai 3000 Materai 6000 Pengurusan ijin penelitian Pengurusan ethical clearence
Untuk prin out proposal dan kuesioner Untuk diberikan di masingmasing puskesmas dan dinas kesehatan gianyar Untuk diberikan di masingmasing puskesmas dan dinas kesehatan gianyar Untuk biaya telp perjanjian ke puskesmas dan dinkes Gianyar Untuk wadah distribusi TOR ke puskesmas dan dinas kesehatan Untuk mengirim surat Untuk meganalisa data kualitatif
Survey kuantitatif
Survey dan wawancara mendalam
4. Laporan Material Kertas A4 Tinta Print Canon Fotocopy dan Jilid Fotocopy dan jilid
270.000
540.000
14 pcs
200.000
2.800.000
14 pcs
100.000
1.400.000
2x pembelian
220.000
220.000
20 pcs
5.000
100.000
1 box
20.000
20.000
10
7.000
70.000
2 pcs
1.000.000
2.000.000
4 pcs
10.000
40.000
6 pcs
3.000
18.000
15 pcs
6.000
90.000
1
50.000
50.000
1
400.000
400.000
Sub Total (Rp)
8.520.000
Harga satuan (Rp.)
Harga Peralatan Penunjang (Rp.)
4
150.000
600.000
26
100.000
2.600.000
13
100.000
1.300.000
Sub Total (Rp)
4.500.000
Harga satuan (Rp.)
Harga Peralatan Penunjang (Rp.)
2 rim
40.000
80.000
1 pcs
300.000
300.000
8 paket
60.000
480.000
13 paket
60.000
780.000
Untuk merekam wawancara mendalam Untuk membantu alat perekam untuk merekam wawancara mendalam Untuk surat kontrak penelitian & kwitansi Kesbangpolimas di Gianyar Untuk pengurusan ijin penelitian ke Litbang FK UNUD
3. Biaya Perjalanan Material Justifikasi/Pemakaian Survey pendahuluan
2 pcs
Perjalanan survey data pendahuluan dari Denpasar ke Puskesmas dan Dinkes Kab.Gianyar Perjalanan kegiatan penelitian dari Denpasar ke Puskesmas dan Dinkes Kab.Gianyar Perjalanan kegiatan penelitian dari Denpasar ke Puskesmas dan Dinkes Kab.Gianyar
Justifikasi/Pemakaian Untuk print laporan penelitian Untuk print laporan hasil penelitian Laporan LPPM, FK dan IKM Laporan untuk 13
Kuantitas
Kuantitas
45
Fotocopy dan jilid Fotocopy dan Jilid
5. Diseminasi Pendaftaran Senastek Unud Desiminasi hasil di Dinas Kesehatan Jurnal artikel Poster Ilmiah
puskesmas Laporan untuk Dinkes Gianyar Laporan untuk kesbangpolinmas
Untuk mempublikasi hasil penelitian Mendesiminasikan hasil kepada stakeholder Untuk publikasi penelitian Untuk publikasi penelitian
2 paket
60.000
120.000
2 paket
60.000
120.000
Sub Total
1.880.000
1 kali
1.000.000
1.000.000
1 kali
1.000.000
1.000.000
1 kali 1 pcs
500.000 100.000 Sub Total Total
500.00 100.000 2.600.000 25.000.000
46
Lampiran 2. A. Kuesioner Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol di Kabupaten Gianyar. TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR KUESIONER Nama : Umur : Jenis kelamin : Pendidikan terakhir : Pekerjaan : 1. Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali : a. Senyawa kimia yang didapatkan dari distilasi destruktif kayu b. Methanol banyak dipakai dalam cairan pembersih c. Methanol berbau,tidak berasa,tidak berwarna d. Metanol merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia C2H5OH 2. Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali a. b. c. d.
Bukan dikonsumsi sebagai minuman, karena sifatnya yang lebih beracun dan dipakai sebagai bahan bakar seperti spiritus Metanol banyak dipakai dalam cairan pembersih Bisa diperoleh dari hasil fermentasi buah-buahan atau gandum dan lain-lain, dan banyak dikonsumsi sebagai minuman berakohol seperti bir, anggur (wine), brandy dan lain-lain. Metanol tidak berbau, tidak berasa, tidak bewarna
3. Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi arak methanol, kecuali : a. Arak yang dicampur dengan bahan lain b. Arak yang terlalu lama disimpan c. Kesalahan dalam proses pembuatan arak d. Arak yang bahan dasarnya tidak jelas 4. Intoksikasi methanol sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara : a. Terhirup b. Tertelan c. Diserap kulit d. Semua benar 5. Dibawah ini mana yang bukan merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? a. Pankreastitis b. Kesadaran menurun
47
c. Pengelihatan kabur hingga buta d. Keram perut 6. Pemeriksaan yang spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keracunan methanol adalah… a. Pemeriksaan mata b. Pemeriksaan nadi c. Pemeriksaan asam format dalam darah d. Pemeriksaan kimia darah 7. Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan : a. Asam citrate c. Infus b. Etanol d. Parapin 8. Apakah bahaya dari keracunan methanol? Kecuali : a. Merusak retina mata sehingga pandangan kabur hingga buta permanen b. Metanol dimetabolisme oleh hati dan menghasilkan asam format c. Gangguan fungsi mitokondria pada saraf optic d. Gangguan saluran pencernaan 9. Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? kecuali a. Pemberian ethanol sesuai dosis b. Pemberian asam folat/folinic acid c. Memaksa untuk muntah d. Melakukan tindakan hemodialisis 10. Penatalaksanaan awal pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? a. Mengahalangi metabolisme methanol didalam darah menjadi asam format b. Untuk proses penyembuhan pasien c. Mengeluarkan ion asam d. Mengurangi rasa sakit 11. Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu? a. Cathartic atau menguras isi lambung dengan menggunakan kateter lambung sebelum 3 jam b. Neutralizer atau menetralkan racun dengan pemberian antidote khusus c. Mengencerkan bahan racun yang terkonsumsi d. Semua jawaban salah 12. Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu: a. Resusitasi, pemberian etanol b. Hemodialisis, ,membilas isi lambung c. Terapi bikarbonat, hemodialisis d. Resusitasi, Hemodialisis 13. Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu : a. Pemberian etanol secara oral maupun intravena b. Hemodialisis c. Menguras isi lambung
48
d. Pemberian infus 14. Apakah tujuan dilakukannya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? a. Untuk menggantikan fungsi ginjal yang mengalami kerusakan untuk mengganti darah yang mengalami kerusakan akibat keracunan b. Mengatasi gejala asidosis dengan mengeluarkan ion asam c. Memberikan tranfusi darah pada saat hemodialisis untuk mengganti darah yang mengalamin keracunan d. Untuk mengeleminasi asam format 15. Hemodialisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi….. a. 20mg/dL b. 40mg/dL c. 50mg/dL d. 70mg/dL 16. Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? a. Menghentikan ADH b. Proteksi jalan nafas,oksigen,cairan c. Koreksi terhadap asidosis d. Degradasi asam format 17. Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? a. Lambung b. Hati c. Usus d. Pankreas 18. Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: a. Kena mata : irigasi dengan air bersih /nacl 0,9% b. Kulit : segera guyur dengan air c. Pakaian terkontaminasi jangan dilepas d. Pencernaan : pengosongan lambung 19. Berikut ini adalah hal penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu: a. Bekerja sama dengan pihak berwajib untuk merazia penjual miras b. Memberikan penyuluhan mengenai bahaya alcohol dan methanol c. Melarang menjual miras di daerah Gianyar d. Membuat perda tentang pelarangan alkohol dan minuman keras lainnya 20. Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon atau prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu: a. Mengurangi edema papil saraf optik yang terjadi pada fase akut sehingga diharapkan mencegah terjadinya kebutaan b. Menghambat terjadinya asidosis metabolic c. Memperlambat metabolisme asam format d. Menggantikan fungsi ginjal yang mengalami kerusakan akibat keracunan methanol
49
Lampiran 4 Kunci Jawaban Angket Penelitian 1. D 2. C 3. B 4. D 5. A 6. C 7. B 8. D 9. B 10. A 11. C 12. A 13. B 14. E 15. C 16. B 17. B 18. C 19. B 20. A
50
B. Lembar Informasi Wawancara Tenaga Kesehatan Mengenai Bahaya Keracunan Arak Metanol Di Seluruh Puskesmas Kabupaten Gianyar Bapak/Ibu sebagai petugas fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas) di Kabupaten Gianyar, saya harapkan partisipasinya dalam wawancara ini untuk mengetahui “Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol” Latar Belakang dan Tujuan Penelitian Minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang mengandung etil 2 5 alkohol atau etanol (C H OH) yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan. Di Bali, masyarakat menyebut minuman tradisional yang mengandung alkohol dengan istilah arak. Arak Bali sudah terkenal sejak lama sebagai minuman keras yang luar biasa. Namun dalam peredarannya di pasar, terdapat beberapa arak yang di dalamnya terdapat kandungan metanol. Kesalahan dalam proses distilasi akan menyebabkan adanya kandungan metanol yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Metanol sering disalah gunakan sebagai bahan pembuat minuman keras. Metanol digunakan sebagai pengganti etanol karena disamping harganya yang relatif lebih murah juga akibat ketidak pahaman akan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kedua zat tersebut, sehingga banyak yang beranggapan bahwa sifat dan fungsi metanol adalah sama dengan etanol. Banyak kasus terkait dengan keracunan arak metanol sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini yang mengakibatkan terjadinya keracunan pada beberapa wisatawan dan penduduk setempat, bahkan terdapat beberapa kasus hingga menyebabkan kematian. Dalam hal ini petugas kesehatan di tingkat pertama yaitu puskesmas perlu mengetahui dan memahami bagaimana manajemen atau tindakan penanganan pasien kasus keracunan arak metanol. Sehubungan dengan hal diatas, maka peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas mengenai manajemen penatalaksaaan korban keracunan arak metanol. Pertanyaan dalam Wawancara Bapak/Ibu akan diberikan beberapa pertanyaan yang terdapat di pedoman wawancara. Adapun pertanyaan tersebut terdiri dari pertanyaan-pertanyaan mengenai manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. Waktu yang dibutuhkan untuk wawancara ini adalah sekitar ±30 menit. Privasi dan Kerahasiaan Informasi Keikutsertaan Bapak/Ibu dalam wawancara ini bersifat sukarela. Keikutsertaan Bapak/ibu sebagai responden sangat saya harapkan, namun Bapak/Ibu berhak untuk menolak untuk ikut serta sebagai responden tanpa menimbulkan konsekuensi apapun. Identitas Bapak/Ibu dalam memberikan informasi akan saya jaga kerahasiaannya.
51
C. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Formulir Persetujuan Penelitian (Informed Consent) TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKESMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSANAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
:
Umur
:
Jenis kelamin
: Laki-laki / Perempuan
tahun
Pendidikan terakhir : Pekerjaan
:
Alamat Puskesmas
:
Setelah mendapatkan penjelasan dan informasi dari peneliti mengenai maksud dan tujuan diadakannya penelitian ini, yaitu untuk mengetahui “Tingkat Pengetahuan Petugas Kesehatan Puskesmas Tentang Manajemen Penatalaksanaan Korban Keracunan Arak Metanol di Kabupaten Gianyar”, dengan ini, maka saya bersedia untuk menjadi informan kunci / responden penelitian untuk diwawancarai. Saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti menurut pengetahuan dan pengalaman sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh dengan kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Gianyar , …………………..2015 Responden Penelitian,
(…………………………………...)
52
D. Pedoman Wawancara Petunjuk Pelaksanaan 1. Perkenalkan diri dan sampaikan salam serta ucapan terimakasih kepada informan atas ketersediaanya meluangkan waktu untuk diwawancarai. 2. Menjelaskan tujuan wawancara, yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan petugas kesehatan puskesmas tentang manajemen penatalaksanaan korban keracunan arak metanol. 3. Menjelaskan bahwa informasi ini akan digunakan untuk kepentingan penelitian. “Untuk itu, saya mohon kesediaan saudara untuk diwawancarai. Identitas Saudara dalam wawancara ini akan dijamin kerahasiaannya dan semua informasi yang diperoleh dari wawancara ini hanya akan dipergunakan untuk penelitian”. 4. Sampaikan bahwa informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, harapan serta saran-saran yang berkaitan dengan topik penelitian. 5. Minta kepada responden untuk menandatangani informed consent. 6. Catat seluruh pembicaraan yang ada dan untuk membantu proses pencatatan gunakan tape recorder untuk merekam seluruh isi pembicaraan. 7. Apabila informan memiliki waktu yang terbatas, mintalah waktu lain untuk melanjutkan wawancara sesuai dengan ketersediaan informan Identitas Responden Data umum yang perlu dicatat setiap kali melakukan wawancara adalah : Nomor urut responden : Nama responden : Jenis Kelamin : Tempat wawancara : Tanggal wawancara :
Topik Keracunan arak metanol
Pertanyaan Wawancara Pertanyaan 1. Apakah diwilayah kerja anda banyak masyarakat yang mengkonsumsi arak? 2. Apakah pernah terjadi keracunan arak metanol diwilayah kerja anda? 3. Apakah puskesmas ini pernah menangani pasien yang mengalami keracunan arak metanol ?
Manajemen pelaksanaan korbankeracunanarak metanol
1. Langkah awal apa yang perlu dilakukan oleh petugas kesehatan setempat, apabila terdapat
pasien/korban
Probing
53
keracunan arak metanol? 2. Apakah para staf&petugas kesehatan diwilayah kerja anda mampu menangani pasien tersebut? 3. Apakah terdapat kendala yang anda hadapi ketika menangani pasien yang mengalami keracunan arak? 4. Menurut anda apakah terdapat obat/antidote untuk pasien yang mengalami keracunan metanol? 5. Menurut beberapa para ahli, etanol (minuman beralkohol) merupakan salah satu antidote, menurut pendapat anda apakah perlu menyediakan etanol di setiap puskesmas? 6. Mengingat etanol merupakan minuman beralkohol/minuman keras, menurut saudara upaya apakah yang perlu dilakukan agar etanol dapat disediakan di puskesmas?
54
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti
1. Ketua Peneliti a. Nama b. NIP/NIDN c. Golongan Pangkat d. Jabatan fungsional e. Jabatan Struktural f. Fakultas/Program Studi g. Perguruan Tinggi h. Bidang Keahlian i. Waktu untuk penelitian 2. Anggota Peneliti 1
: Rina Listyowati,SSiT,MKes : 197105292008122001/0029057104 : IIIb : Asisten ahli : Sekretaris Bagian AKK : Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat : Universitas Udayana : Kesehatan masyarakat : 12 Jam/minggu
a. Nama b. NIP/NIDN c. Golongan Pangkat d. Jabatan fungsional e. Jabatan Struktural f. Fakultas/Program Studi g. Perguruan Tinggi h. Bidang Keahlian i. Waktu untuk penelitian
: dr. Ni Made Sri Nopiyani,MPH : 198311042008012005/0004118301 : IIIb : Asisten ahli :: Kedokteran/Ilmu Kesehatan Masyarakat : Universitas Udayana : Kesehatan masyarakat : 7 Jam/minggu
55
Lampiran 4. Riwayat Hidup Peneliti 1.
Ketua Peneliti
Rina Listyowati. Perum Nikki Mutiara Estate E10, Jl. A. Yani Utara , Denpasar, Bali Indonesia Mobile: +628122935921 Curriculum Vitae Personal Details Name Place & Date of birth
: : Rina Listyowati, S.SiT, M.Kes. : Kendal, 29 May 1971
Address
: Perum Nikki Mutiara Estate E10 – Jln. A. Yani Utara - Denpasar. Bali - Indonesia : +62 8122935921 :
[email protected]
Mobile Email
Educational Backround : 2006 – 2008, Master of Public Health in Concetration of Mother & Child Health Management, Faculty of Public Health, Diponegoro University, Semarang, Central Java, Indonesia. 2004 – 2005, Bachelor of Applied Science in Midwife Educater, School of Health Science, Semarang, Central Java, Indonesia. 2001 – 2004, Diploma 3th of Midwifery, Panti Wilasa Midwifery Academy, Semarang, Central Java, Indonesia. 1993 – 1994, Diploma 1th of Midwifery Program, Semarang , Central Java, Indonesia. Short Courses and Workshops Pelatihan Buku Ajar Bagi Dosen Universitas Udayana th 2009, Penyelengara UPT Penerbit Universitas Udayana, tempat di Universitas Udayana Denpasar. Tanggal 6-7 Oktober 2009.
English Language course “English for Academic Purposes at BELT level” at IALF (Indonesia Australia Language Foundation), Conducted by IALF Education for Development ALA -Bali. Denpasar-Bali, Period attended: 30 November 2009 to 15 February 2010.
Workshop 4 “Tapping the Research Potential”. Conducted by Australia Awards Alumni Professional Development. Australia Indonesia Partnership. Bali 22 April 2010.
Distance Learning Course of Partograph, Conducted by Department of Making Pregnancy Safer(WHO) and Udayana University and Kitasato University for Nursing Career
56
Development and Research, and Tokyo Development Learning Center. Period attended : 19 April dan 28 April 2010
International Short Course Healthy Aging, “Strengthening Public Health leadership to Address Healthy Ageing”. Conducted by Burnet Melbourne Australia, Melbourne Australia. 12 - 28 July 2010.
In Field Research Trainee Program (FRTP) Workshop on Introduction to Advanced Statistical Techniques and Research Methods. Di Udayana University Bali and National Center In HIV Epidemiology and Clinical Research (NCHECR) UNSW , 17-18 January 2011.
Lokakarya Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kementrian Pendidikan Nasional Universitas Udayana & PS IKM Fakultas kedokteran. Tgl 21 & 28 Januari 2010.
Pelatihan penelitian “Norma, praktik dan Nilai di Kalangan LSl Medan, Surabaya, Bali” di Surabaya tgl 5 – 7 Juni 2012. (pelatihan nasional)
Pelatihan penelitian “Norma, Praktik dan Nilai di Kalangan LSl Medan, Surabaya, Bali” di Sanur Bali, tgl – Juni 2012. (pelatihan internasional).
Pertemuan ilmian/ lokakarya internasional “data Analysis Workshop, tahun 2012 di Sanur Bali
Acara kuliah umum “Penanganan Kependudukandan Keluarga Berencana Dalam Upaya Pencapaian Target MDG’s 2015”. Di selenggarakan di Bali oleh FE Universitas Udayana dan BKKBN Bali & Forum Kependudukan dan Keluarga Berkualitas Provinsi Bali. 26 April 2010. (peserta)
Sosialisasi HKI “ Melalui Peningkatan Kegiatan HKI Kita Tingkatkan Kualitas Intelektual UNUD Untuk Menuju World Class University”. Di selenggarakan oleh HKI Universitas Udayana di FK Unud, 5 Mei 2010. (peserta)
Seminar Nasional “Seminar Nasional Urbanisasi dan Kesehatan”, diselenggarakan oleh PSIKM Fk UNUD dan IAKMI Bali, tgl 2 Oktober 2010 di Denpasar Bali. (panitia)
Seminar Nasional HKN ke 47 Kab.Karangasem “Kebijakan & Strategi Pemkab Karangasem Dalam Upaya Pencapaian MDG’s Bidang Kesehatan. Diselenggarakan oleh Dinkes Kab.Karangasem, tgl 11 November 2011. (Nara sumber)
Seminar Nasional “Sosialisasi Angka Kredit FK UNUD” diselenggarakan oleh FK UNUD di Denpasar, 6 November 2012. (peserta)
Seminar Internasional “ Evidence-based Programmes for Reproductive Healh and HIV Interventions” . diselenggarakan oleh PSIKM FK Unud dg IAKMI Bali, support by Kirby
57
institute – Australia Indonesia Partnership - Sanofi Pasteur. Bali, tgl 25 Juni 2011. (panitia)
“Good Clinical Practice (GCP) Workshop” Diselenggarakan oleh PSIKM FK UNUD dengan Badan POM RI, support by Kirby Institute UNSW Australia. Bali, 16 – 17 July 2012.
Prequel Webinar Konferensi HPEQ “Identify Local Wisdom To Strengthen A Public Health / Education Institution. Diselenggarakan tgl 30 Oktober 2012 oleh Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI, sebagai peserta.
International Seminar and Symposium “Social Determinant of Health – The MDG’s and Beyond”, tanggal 29 – 30 Agustus 2013. Diselenggarakan oleh PS.IKM FK Unud, support by IKK/IKP FK Unud, MIKM Unud dan IAKMI Bali. sebagai panitia.
Seminar Nasional dan Simposium “Penyakit Tidak Menular” diselenggarakan tanggal 11 – 12 September 2014 oleh PSKM FK Universitas Udayana, sebagai panitia.
Seminar Nasional dan Simposium “Kesehatan Pariwisata “ Tantangan di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN” diselenggarakan tanggal 11 – 12 September 2015 oleh PSKM FK Universitas Udayana, sebagai panitia.
General English course of TOEFL , Conducted by Negeri Semarang University, Semarang, Period attended: 06/12/2012 (Test date)
Working Experiences :
Dec 2008 – present, Lecturer of Health Policy & Administration Department, School of Public Health, Udayana University.
2003 – 2008, Lecturer of Midwifery at Abdi Husada Midwifery Academy.
1997 – 2002, Midwife at Kedung Mundu General Hospital, Semarang, Central Java.
1994 – 1997, Midwife at Public Health Central Boyolali, Central Java.
1990 – 1993, Nurse at Telogorejo Hospital, Semarang, Central Java.
Membership and Affiliation :
2012 – present, Member of Udayana Community Development Program, Udayana University – Bali.
2009 – present, Member of Public Health Assosiation (IAKMI), Bali
2009 – present, Member of Indonesian Midwifery Assosiation ( IBI), Bali.
58
Past Research :
Evaluasi Proses Pelaksanaan Badan Layanan Umum (BLU) Puskesmas di Kabupaten Gianyar Tahun 2013. Dana : PS.IKM FK Unud. Sebagai Ketua.
Pengembangan Mutu Pelayanan Kesehatan Dasar Kebijakan Puskesmas 24 Jam yang Berstatus BLU (Studi Kasus di Kab.Gianyar) Tahun 2013. Dana : BOPTN(Hibah Bersaing), sebagai anggota.
Pratik Perawatan Kehamilan, Persalinan dan Masa Nifas Pada Ibu-ibu di Wilayah Kelompok Cangkeng Dusun Muntigunung Kab.Karangasem Bali Tahun 2012. Dana : PS.IKM FK UNUD, sebagai anggota.
Peran serta Bidan Praktek Swasta dalama Program Jaminan Persalinan di Denpasar tahun 2012. Dana : DIPA, sebagai anggota. (Participation of Private Practice Midwives (CPM) in the Labor Insurance Program (JAMPERSAL) in Denpasar In 2012, funded DIPA)
Survei Analisis Situasi Angka Kematian Anak di Desa Muntigunung Karangasem Tahun 2009. Dana : PS.IKM FK UNUD, sebagai anggota. (Field worker (interviewer), Situation Analyze Survey of Child Mortality Rate in Munti Gunung Regency, Held by: School of Public Health, Udayana University, 2009)
Survei Analisis HIV/AIDS di Bali Tahun 2009. Dana : PS.IKM FK UNUD, sebagai anggota. (Field worker (interviewer), Survey of HIV / AIDS in Bali, Held by: School of Public Health, Udayana University, 2009).
Researcher of thesis Analysis of The Factors Related To Midwife’s Work Performance In Handling Neonatal Asphyxia Cases in Distric of Demak, Central Java, 2008.
Researcher of minor thesis Coralation Between Type Of IUD and Portio Erotion Women’s in Public Health Central Sumowono District, Ambarawa Regency, Central Java, 2005.
Community Services : Pendidikan Kesehatan Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Flu Burung” lokasi : Br.Kemulan, Desa Jagapati – Badung. Sebagai anggota, Dana : DIPA/PNBP, 30 Agustus 2009
Pelatihan dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Flu Burung di Desa Taro TegallalangGianyar. Sebagai anggota, dana : DIPA PNBP. 18 September 2010. (Health Education for Flu Bird prevention in Taro Village, Tegallalang Gianyar, 18 September 2010)
Pembinaan Pedagang Tahu di Pasar Badung Mengenai Bahaya Penyalahgunaan Formalin
59
Pada Pengolahan Makanan di Kumbasari Denpasar. Sebagai anggota, dana : DIPA / PNBP. 18 – 19 Oktober 2010. (Health Education of Tofu Sellers about Formalin Abused In Food Processing at Badung Market - Kumbasari Denpasar - Bali. 18-19, 2010).
Pemberdayaan Anak SD Dalam Upaya Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium di Desa Apuan, Kec.Susut Kab.Bangli. Sebagaia anggota, dana : DIPA/PNBP. 21 Oktober 2010. (Empowering Primary School Students on Increasing consumption of Iodium salt in Apuan Village, Susut District and Bangli Region, 2010).
Pelatihan Bidan Tentang PMTCT Tahun 2012 di Ruang Pertemuan Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung. Sebagai anggota, dana : DIPA/PNBP. 11 Agustus 2011.
Pembinaan Ibu Balita Melalui Peningkatan Pengetahuan Sikap dan Tindakan Ibu Tentang Gizi Seimbang Bagi Balita di Serangan Densel. Sebagai anggota, dana : DIPA/PNBP.12 Agustus 2011.
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Tentangi Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara di Desa Kuwuh, Kec.Mengwi Kabupaten Badung. Sebagai anggota, dana : DIPA/PNBP.tgl 20 Maret 2012.
Pengenalan Nugget Tempe Dalam Upaya Penganekaragaman Makanan Bergizi dan Aman Bagi Anak Sekolah di Desa Baturiti Kab.Tabanan,. Sebagai anggota, dana Dipa/PNBP. 27 Juli 2013
Peningkatan Pengetahuan Pasangan Usia Subur di Desa Muntigunung Kab.Karangasem Mengenai Program Jaminan Persalinan, dana : PS.IKM FK Unud, sebagai anggota. 3 Agustus 2013
Publication : Jurnal article : Pande Putu Januraga, Chriswardani Suryawati, Rina Listyowati, Made Sri Nopiyani " Per Capita Analysis Cost for Cost Control Efforts Advocacy Health Insurance Program , Jembrana ", Publisher Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol 13, No 01, Maret 2010, ISSN: 1410-6515. (bahasa : Analisis Biaya Per Kapita Sebagai Upaya Advokasi Pengendalian Biaya Program Jaminan Kesehatan Jembrana) Jurnal article : IL Putu Suariyani, IK Tangking Widarsa, NP Widarini, NK Sutiari, Rina Listyowati "Socioeconomic Infant Mortality Factors in Muntigunung Kab.Karangasem, Prov.Bali ". Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Vol 1, No 03, November 2010, Publisher FKM Unsri (bahasa : Faktor Sosial Ekonomi Kematian Bayi di Desa Muntigunung Kabupaten Karangasem Provinsi Bali)
Abstract book : Indrayathi,P.A., Nopiyani,N.M.S., Listyowati,R. “Informal Workers and Its Role In Jaminan Kesehtan Nasional In Denpasar City : Feasible Model For Collecting
60
Revenue To The Achievement Of Universl health Coverage”, Publisher Abstract book Ina HEA. 2ND Indonesian Health Economics Association Congress 2015. Health Financing and Economics of Nutrition.
Denpasar, Januari 2015
Rina Listyowati,S.SiT,M.Kes
61
2.
Anggota Peneliti
Curriculum Vitae Name: Ni Made Sri Nopiyani Citizenship: Indonesia th
Place and date of birth: Denpasar, 4 November 1983 Mailing Address: Jln. Gunung Bromo XIV/6, Denpasar Barat (Postal Code: 80119), Bali, Indonesia Home: +62 361 480767) Mobile: +6281236327788 Email:
[email protected]
Education Master of public health (2010-2012) The University of Melbourne, Australia
Master by coursework with minor thesis (major in Health Program Evaluation). Related courses:
Health Policy Health Economic & Program Evaluation System for Global Health
Medical Doctor (2001-2007) Faculty of Medicine, Udayana University, Bali, Indonesia Working experiences Health Program Evaluator (January 2012-current)
External consultant for a summative/end of project evaluation of Making Pregnancy Safer Program in Bener Meriah District, Aceh Province (March-April 2013) Commissioner: Medecins du Monde/Dokters Van Der Wereld (Netherland) Evaluation team: Luh Putu Lila Wulandari, Ni Made Sri Nopiyani Responsibilities: Planning the evaluation: choosing the evaluation design and data collection methods (Focus group discussions – with participatory learning & action excercise, In-depth interviews, collation of secondary data); developing instruments (FGD guides, interview guides); collecting and analysing the data; writting the report; disemination of evaluation findings.
62
External consultant for a process-outcome evaluation of Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (The group of students who care for AIDS and Drugs) Program in Bali (October – December 2012) Commissioner: Bali Provincial AIDS Committee-HCPI Evaluation team: Luh Putu Lila Wulandari, Ni Made Sri Nopiyani, Dinar Lubis Responsibilities: Planning the evaluation: developing logical framework of the program; choosing the evaluation design and data collection methods (Questionaire Survey, Focus group discussions, In-depth interviews, collation of secondary data); developing instruments (questionaire, FGD guides, interview guides); collecting and analysing the data; writting the report; disemination of evaluation findings. External evaluator for a process evaluation of Kader Desa Peduli AIDS (Village AIDS Cadres) Program in Denpasar, Bali (January – July 2012) Commissioner: Denpasar District AIDS Committee Evaluator: Ni Made Sri Nopiyani Responsibilities: Planning the evaluation: developing logical framework of the program; choosing the evaluation design (descriptive) and data collection methods (in-depth interviews, collation of secondary data); developing instruments (interview guides); collecting and analysing the data; writting the report; disemination of evaluation findings.
Lecturer (Jan 2008-current) School of Public Health, Faculty of Medicine, Udayana University Responsibilities include:
Teaching for health policy, health program evaluation, primary health care, and health system courses. Supervising students in conducting research projects in the areas of health program evaluation and primary health care. Supervising students’ field works in community health centers.
Research assistant (working with Burnet Indonesia): May 2008 – January 2009 Improved Sexual, Reproductive, Maternal and Newborn Health by Promoting the Involvement of Men in Antenatal and Postnatal Visits (phase 1) - funded by Ford Foundation Responsibilities: Coordinating the preparation, data collection, and data analysis
63 Research projects The Analysis of Human Resources Sub-system Regarding The Implementation of Test and Treat on Female Sex Workers in Bali Using Workload Indicators of Staffing Need and Qualitative Study (July 2013-now)- National AIDS Committee/HIV Cooperation Program for Indonesia Ni Made Sri Nopiyani, L.P.L Wulandari, I Ketut Suarjana Acceptability, Utilization and Adoption of HIV Prevention Program Through Village AIDS Cadres from The Perspective of Community (July 2013-now)-Udayana University Ni Made Sri Nopiyani, Putu Ayu Indrayathi, D.P. Yuli Kurniati Feasibility Study of Couple HIV Counselling and Testing among High Risk Population in Bali (March 2013-now)-Kirby Institute,UNSW/School of Public Health Udayana University
P.A. Swandewi Astuti, Ni Made Sri Nopiyani, Dinar S.M. Lubis, L.P.L. Wulandari, A.A.S. Sawitri, Partha muliawan A summative/end of project evaluation of Making Pregnancy Safer Program in Bener Meriah District, Aceh Province (March-April 2013)-Medecins du Monde/Dokters Van Der Wereld (Netherland) L.P.L. Wulandari, Ni Made Sri Nopiyani A process-outcome evaluation for Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (The group of students who care for AIDS and Drugs) Program in Bali (October – December 2012)-Bali Provincial AIDS Committee-HIV Cooperation Program for Indonesia L.P.L. Wulandari, Ni Made Sri Nopiyani, Dinar S.M. Lubis A process evaluation of Kader Desa Peduli AIDS (Village AIDS Cadres) program in Denpasar, Bali, Indonesia (Jan-Jun 2012) Ni Made Sri Nopiyani Development of Comprehensive Primary Health Care-based Services for FSW in Bali : sounding out the possibility of community social order in preventing HIV/AIDS (2008-2009)- National AIDS Committee/HIV Cooperation Program for Indonesia Pande Putu Januraga, L.P.L Wulandari, Ni Made Sri Nopiyani Improved Sexual, Reproductive, Maternal and Newborn Health by Promoting the Involvement of Men in Antenatal and Postnatal Visits (phase 1) (May 2008 – January 2009) Research assistant, worked with Burnet Indonesia, funded by Ford Foundation Profile of New Family Planning Acceptors at Community Health Centre (Puskesmas) Ubud I and Private Midwifes in Ubud Village, Year 2006 (2006)
64 Ni Made Sri Nopiyani Publications & Conference Presentations
International seminaron Social Determinants of Health: The MDGs and Beyond. Bali, 29-30 August 2013. Ni Made Sri Nopiyani. The implementation of kader Desa Peduli AIDS Program in Bali: Waht Lessons Can be Learned? (Oral presentation) International Congress on AIDS in Asia and the Pacific 10th, 26-30 August 2011, BEXCO, Busan, Korea. Januraga, PP., Wulandari, LPL., Nopiyani, MS. Setiawan, M. The Feasibility of Involving Puskesmas in Providing Sustainable HIV Interventions in Bali . (Poster presentation).
16th International Union Against Sexually Transmitted Infections (IUSTI) Asia Pacific Conference. Bali, May 4-6 2010. Januraga, PP., Wulandari, LPL., Nopiyani, MS. Barriers of seeking for health services for STDs and HIV/AIDS in Kurniati Puskesmas experienced by female sex workers, between needs and demands. (Poster presentation) Improved knowledge, attitude, behaviour towards smoking in High School Student in Penatih Village. Ekawati, Kurniati, Nopiyani, Purnama, Subrata, Dewa Alit. Published on Journal ‘Udayana Mengabdi’ Udayana University, vol. 8, no.1, 2009. ISSN 1412 0925 Cost per capita analysis to control the cost of Jembrana health insurance. Pande Putu Januraga, Chriswardani Suryawati, Rina Listyowati, Made Sri Nopiyani Published on Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan No. 01 Maret. 2010
Expectant fathers: Men should be more involved in maternal and newborn health care Inside Indonesia. Weekly articles (99): Jan-Mar 2010 Wendy Holmes, Brad Otto, Marcia Soumokil, Sri Nopiyani Made and Sang Gede Purnama Awards and achievements Australian Development Scholarship (2010) Australian Leadership Award (ALA) Fellowships: Round 3 – 2008 (2008) The Best Student of Faculty of Medicine Udayana University (2007) Denpasar, 20 Februari 2014
dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH
65
Lampiran 5. SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya: 1. Nama Lengkap NIP Fakultas/P.S Status dalam penelitian/Pengabdian
:Rina Listyowati,SSiT,M.Kes :197129052008122001 :FK/IKM :Ketua
2. Nama Lengkap NIP Fakultas/P.S Status dalam penelitian/Pengabdian
:dr.Ni made Sri Nopiyani,MPH :198304112008012005 :FK/IKM :Anggota
Menyatakan bahwa kami secara bersama-sama telah menyusun proposal pengabdian yang berjudul “ TINGKAT PENGETAHUAN PETUGAS KESEHATAN PUSKEMAS TENTANG MANAJEMEN PENATALAKSAAN KORBAN KERACUNAN ARAK METANOL DI KABUPATEN GIANYAR. ” dengan jumlah usulan dana sebesar Rp. 25.000.000. Apabila proposal ini disetujui maka kami secara bersama-sama akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian nin sampai tuntas sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam surat kontrak perjanjian. Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dan ditandatangani bersama sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya. Bukit Jimbaran,
(Rina Listyowati,SSiT,.MKes)
(dr.Ni Made Sri Nopiyani,MPH
66
Lampiran 5 No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pertanyaan Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali? Intoksikasi methanol sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara? Apakah bahaya dari keracunan Methanol?kecuali Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? Berikut ini adalah hal penting yang penting dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu? Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol kecuali? Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi methanol kecuali? Gejala Keracunan Methanol Yang mana yang bukan merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? Cara Penanganan Keracunan Methanol Pemeriksaan spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keacunan methanol adalah? Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan? Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat?kecuali Penatalaksanaan awal psdien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian ethanol,apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu? Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu? Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu? Apakah tujuan dilakukan hemodialisis pada pasien keracunan methanol? Hemodialisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi? Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol?
Salah f %
Benar f %
21 12
19,81 11,32
85 94
80,19 88,68
43 8
40,57 7,55
63 98
59,43 92,45
42 49
39,62 46,23
64 57
60,38 53,77
23
21,70
83
78,30
18
16,98
88
83,02
7 97 1
6,60 91,51 0,94
99 9 105
93,40 8,49 99,06
68
64,15
38
35,85
5 38 52 47 43
4,72 35,85 49,06 44,34 40,57
101 68 54 59 63
95,28 64,15 50,94 55,66 59,43
67
No.
11. 12.
Pertanyaan
Salah F %
Cara Penanganan Keracunan Methanol Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol, kecuali? 11 Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan 14 memberikan metilprednisone. Adapun tujuan pemberiannya yaitu?
10,38 13,21
Benar f % 95 92
89,62 86,79
68
Lampiran 6 Kategori Umur No.
Pertanyaan S
1.
2.
3.
4.
5.
Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol Berikut merupakan 7 pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali? Intoksikasi methanol 5 sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara ? Apakah bahaya dari 13 keracunan methanol?kecuali Proses methabolisme 5 methanol menjadi asam format dilakukan dimana? Berikut ini adalah hal 7 penting yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan methanol,yaitu?
21-30 % B
22,58
24
%
77,42
S
7
31-40 % B
%
S
41-50 % B
%
S
51-60 % B
18,89
40
85,11
5
25,00
15
75,00
2
25,00
6
%
75,00
16,13
26
83,87
4
8,51
43
91,49
0
0
20
100
3
37,50
5
62,50
41,94
18
58,06
17
36,17
30
63,83
10
50,00
10
50,00
3
37,50
5
62,50
16,13
26
83,87
1
2,13
46
97,87
2
10,00
18
90,00
0
0
8
100
77,42
8
17,02
39
82,98
6
30,00
14
70,00
2
25,00
6
75,00
22,58
24
69
Kategori Umur No.
Pertanyaan S
6.
7.
1.
1.
2.
Pengetahuan Tentang Keracunan Methanol Dibawah ini adalah 14 pernyataan yang benar tentang methanol kecuali? Berikut merupakan 11 perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi methanol kecuali? Gejala Keracunan Methanol Yang mana yang bukan 6 merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? Cara Penanganan Keracunan Methanol Pemeriksaan spesifik 10 untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keacunan methanol adalah? Antidot keracunan 3 methanol yaitu femopizole dan?
21-30 % B
45,16
17
31-40 % B
%
S
54,84
17
36,17
41-50 % B
%
S
%
30
63,83
10
50,00
20
50,00
S
1
51-60 % B
%
12,50
7
87,50
35,48
20
64,52
22
46,81
25
53,19
12
60,00
8
40,00
4
50,00
4
50,00
19,35
25
80,65
4
8,51
43
91,49
2
10,00
18
90,00
1
12,50
7
87,50
32,26
21
67,74
4
8,51
43
91,49
2
10,00
18
90,00
2
25,00
6
75,00
9,68
28
90,32
1
2,13
46
97,87
2
10
18
90,00
1
12,50
7
87,50
70
Kategori Umur No.
Pertanyaan S
3.
4.
5.
6.
7.
CaraPenanganan Keracunan Methanol Apakah penatalaksanaan 30 pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? Kecuali Penatalaksanaan awal 1 pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? Berikut merupakan 17 prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu? Penatalaksanaan definitif 3 untuk keracunan methanol yaitu? Penatalaksanaan definitif 15 untuk keracunan methanol yaitu?
21-30 % B
96,77
3,23
54,84
9,68
48,39
1
30
14
28
16
31-40 % B
%
S
3,23
44
93,62
96,77
0
0
45,16
29
90,32
51,61
41-50 % B
%
S
6,38
15
75,00
47
100
0
0
61,70
18
38,30
14
70,00
6
30,00
1
2,13
46
97,87
1
5,00
19
95,00
13
27,66
34
72,34
7
35,00
13
65,00
3
51-60 % B
%
S
5
25,00
8
100
0
0
20
100
0
0
8
100
100
0
0
0
0
8
100
3
37,50
5
62,50
8
%
71
Kategori Umur No.
Pertanyaan S
8
9
10
11
12
CaraPenanganan Keracunan Methanol Apakah tujuan dilakukaknya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? Hemodilalisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi? Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon dan prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu?
21-30 % B
13
41,94
15
48,39
15
48,39
1
3,23
5
16,13
18
16
16
30
26
31-40 % B
%
S
58,06
22
46,81
51,61
22
51,61
96,77
83,87
41-50 % B
%
S
25
53,19
9
45,00
46,81
25
53,19
7
21
44,68
26
55,32
7
14,89
40
10,64
42
5
51-60 % B
%
S
11
55,00
8
100
0
0
35,00
13
65,00
3
37,50
5
62,50
7
35,00
13
65,00
0
8
100
85,11
3
15,00
17
85,00
0
0
8
100
89,36
4
20,00
16
80,00
0
0
8
100
0
%
72
Lampiran 7 JenisKelamin No.
Pertanyaan S
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan tentang keracunan methanol Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali? Intoksikasi methanol sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara Apakah bahaya dari keracunan methanol?kecuali Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? Berikut ini adalah hal penting yang penting dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu: Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol kecuali? Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi methanol kecuali? Gejala Keracunan Methanol Yang mana yang bukan merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? Cara Penanganan Keracunan Pemeriksaan yang spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keracunan methanol adalah? Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan? Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? Kecuali Penatalaksanaan awal pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu? Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu?
Perempuan (%) B (%)
S
Laki-Laki % B
%
11 5
14,86 6,76
63 69
85,14 93,24
10 7
31,25 21,88
22 25
68,75 78,13
30 6 16
40,54 8,11 21,62
44 68 58
59,46 91,89 78,38
13 2 7
40,63 6,25 21,88
19 30 25
59,38 93,75 78,13
30 37
40,54 50,00
44 37
59,46 50,00
12 12
37,50 37,50
20 20
62,50 62,50
5
6,76
69
93,24
8
24
75,00
8
10,81
66
89,19
10
31,25
22
68,75
5 67
6,76 90,54
69 7
93,24 9,46
2 30
6,25 93,75
30 2
93,75 6,25
1
1,35
73
98,65
0
0
32
100
50
67,57
24
32,43
18
56,25
14
43,75
3
4,05
71
95,95
2
6,25
30
93,75
25,00
73
Jenis Kelamin No.
Pertanyaan S
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Cara Penanganan Keracunan Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu? Apakah tujuan dilakukaknya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? Hemodilalisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi? Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon dan prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu?
Perempuan (%) B (%)
S
Laki-laki % B
%
25 36
33,78 48,65
49 38
66,22 51,35
13 16
40,63 50,00
19 16
59,38 50,00
31
41,89
43
58,11
16
50,00
16
50,00
27 6
36,49 8,11
47 68
63,51 91,89
16 5
50,00 15,63
16 27
50,00 84,38
10
13,51
64
86,49
4
12,50
28
87,50
74
Lampiran 8 Pendidikan No.
Pertanyaan S
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pengetahuan tentang keracunan methanol Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali? Intoksikasi methanol sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara Apakah bahaya dari keracunan methanol?kecuali Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? Berikut ini adalah hal penting yang penting dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu: Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol kecuali? Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi methanol kecuali? Gejala Keracunan Methanol Yang mana yang bukan merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? Cara Penanganan Keracunan Pemeriksaan yang spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keracunan methanol adalah? Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan? Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? Kecuali Penatalaksanaan awal pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu? Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu?
D-III (%) B
S-1 (%)
S
%
B
%
9 7
16,67 12,96
45 47
83,33 87,04
12 5
23,08 9,62
40 47
76,92 90,38
21 5 8
38,89 9,26 14,81
33 49 46
61,11 90,74 85,19
22 3 15
42,31 5,77 28,85
30 49 37
57,69 94,23 71,15
19 24
35,19 44,44
35 30
64,81 55,56
23 25
44,23 48,08
29 27
55,77 51,92
9
16,67
45
83,33
4
48
92,31
7
12,96
47
87,04
11
21,15
41
78,85
5 51
9,26 94,44
49 3
90,74 5,56
2 46
3,85 88,46
50 6
96,15 11,54
1
1,85
53
98,15
0
0
52
100
34
62,96
20
37,04
34
65,38
18
34,62
3
5,56
51
94,44
2
3,85
50
96,15
7,69
75
Pendidikan No.
Pertanyaan S
7. 8. 9. 10. 11. 12.
Cara Penanganan Keracunan Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu? Apakah tujuan dilakukaknya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? Hemodilalisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi? Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon dan prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu?
D-III (%) B
S-1 (%)
S
%
B
%
20 30
37,04 55,56
34 24
62,96 44,44
18 22
34,62 42,31
34 30
65,38 57,69
25
46,30
29
53,70
22
42,31
30
57,69
20 6
37,04 11,11
34 48
62,96 88,89
23 5
44,23 9,62
29 47
55,77 90,38
8
14,81
46
85,19
6
11,54
46
88,46
76
Lampiran 9 Pekerjaan No.
Pertanyaan S
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1.
1. 2. 3. 4. 5.
Pengetahuan tentang keracunan methanol Berikut merupakan pernyataan yang benar tentang methanol, kecuali? Intoksikasi methanol sangat berbahaya bagi manusia, dan dapat masuk kedalam tubuh manusia dengan cara Apakah bahaya dari keracunan methanol?kecuali Proses metabolisme methanol menjadi asam format dilakukan dimana? Berikut ini adalah hal penting yang penting dapat dilakukan untuk mengurangi kasus keracunan arak metanol, yaitu: Dibawah ini adalah pernyataan yang benar tentang methanol kecuali? Berikut merupakan perubahan yang terjadi dari arak ethanol menjadi methanol kecuali? Gejala Keracunan Methanol Yang mana yang bukan merupakan gejala yang tampak pada korban keracunan methanol? Cara Penanganan Keracunan Pemeriksaan yang spesifik untuk dapat menentukan bahwa pasien mengalami keracunan methanol adalah? Antidot keracunan methanol yaitu femopizole dan? Apakah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi methanol yang tepat? Kecuali Penatalaksanaan awal pasien dengan suspek keracunan methanol adalah pemberian etanol. Apakah fungsi pemberian ethanol tersebut? Berikut merupakan prinsip pertolongan pada keracunan. Yang tidak dilakukan pada pasien keracunan methanol yaitu?
Dokter (%) B
(%)
S
Perawat % B
%
5 2
16,67 6,67
25 28
83,33 93,33
16 10
21,05 13,16
60 66
78,95 86,84
9 0 9
30,00 0 30,00
21 30 21
70,00 100 70,00
34 8 14
44,74 10,53 18,42
42 68 62
55,26 89,47 81,58
11 11
36,67 36,67
19 19
63,33 63,33
31 38
40,79 50,00
45 38
59,21 50,00
2
6,67
28
93,33
11
65
85,53
2
6,67
28
93,33
16
21,05
60
78,95
0 27
0 90,00
30 3
100 10,00
7 70
9,21 92,11
30 6
100 7,89
0
0
30
100
1
1,32
75
98,68
19
63,33
11
36,67
49
64,47
27
35,53
14,47
77
6.
Penatalaksanaan pasien keracunan methanol yang dapat dilakukan di puskesmas yaitu?
7. 8.
Penatalaksanaan definitif untuk keracunan methanol yaitu? Apakah tujuan dilakukaknya hemodialisis pada pasien dengan keracunan methanol? Hemodilalisis dapat dilakukan apabila kadar methanol dalam darah melebihi? Apakah terapi suportif untuk intoksikasi methanol? Berikut ini adalah penatalaksanaan pasien dengan intoksikasi metanol, kecuali: Selain dilakukan hemodialisis, penatalaksanaan keracunan methanol dapat dilakukan dengan memberikan metilprednisolon dan prednisone. Adapun tujuan pemberiannya, yaitu?
9. 10. 11. 12.
1
3,33
29
96,67
4
5,26
72
94,74
10 13
33,33 43,33
20 17
66,67 56,67
28 39
36,84 51,32
48 37
63,16 48,68
12
40,00
18
60,00
35
46,05
41
53,95
13 4
43,33 13,33
17 26
56,67 86,67
30 7
39,47 9,21
46 69
60,53 90,79
2
6,67
28
93,33
12
15,79
64
84,21
78
Lampiran 10
79
80
81
.
ta
klp_umur
persen_gejala,
row
Key frequency row percentage
RECODE of umur
RECODE of kurang
gejala baik
Total
21-30
6 19.35
25 80.65
31 100.00
31-40
4 8.51
43 91.49
47 100.00
41-50
2 10.00
18 90.00
20 100.00
51-60
1 12.50
7 87.50
8 100.00
Total
13 12.26
93 87.74
106 100.00
82 . ta klp_umur persen_cara_penanganan, row
Key frequency row percentage
RECODE of umur
RECODE of cara_penanganan kurang cukup baik
Total
21-30
8 25.81
15 48.39
8 25.81
31 100.00
31-40
5 10.64
31 65.96
11 23.40
47 100.00
41-50
3 15.00
12 60.00
5 25.00
20 100.00
51-60
1 12.50
7 87.50
0 0.00
8 100.00
Total
17 16.04
65 61.32
24 22.64
106 100.00
. ta klp_umur persen_gejala, row
Key frequency row percentage
RECODE of umur
RECODE of gejala kurang baik
Total
21-30
6 19.35
25 80.65
31 100.00
31-40
4 8.51
43 91.49
47 100.00
41-50
2 10.00
18 90.00
20 100.00
51-60
1 12.50
7 87.50
8 100.00
Total
13 12.26
93 87.74
106 100.00
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107