BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan faktor kunci dalam rangka mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera. Berkaitan dengan hal tersebut, aspek kesehatan memegang salah satu peran utama disamping aspek pendidikan dan ekonomi. Pada kenyataannya sampai saat ini masyarakat Indonesia masih menghadapi berbagai masalah kesehatan besar yang berdampak buruk pada tingkat kesejahteraan masyarakat seperti angka kematian (ibu, bayi dan anak) dan angka kesakitan penyakit infeksi yang masih tinggi serta angka kesakitan penyakit non infeksi yang terus meningkat. Disamping itu situasi determinan atau faktor-faktor risiko yang berkontribusi terhadap masalah kesehatan seperti faktor perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan juga masih tinggi. Khusus untuk faktor risiko lingkungan, fakta menunjukkan kondisi sanitasi di Indonesia masih buruk. Beberapa parameter kesehatan lingkungan antara lain dalam sektor air limbah memperlihatkan akses rumah tangga pada sanitasi yang layak baru mencapai 55,55% dan 45 jiwa penduduk masih buang air besar sembarangan. Selanjutnya pada sektor persampahan memperlihatkan sampah permukiman yang benar-benar terangkut per harinya hanya mencapai 28,7% dan 98% tempat penggelolaan sampah akhir (TPA) masih dioperasikan secara open dumping. Sementara itu pada sektor drainase menunjukkan saluran permukiman yang berfungsi dengan baik dan lancar hanya sekitar 52,83% dan terdapat 22.500 Ha genangan air di kawasan strategis yang tersebar di 100 kota. Implikasi dari keadaan diatas, kerugian akibat kondisi sanitasi yang buruk sekitar 56 triliun rupiah atau setara dengan 2,3% produk domestic bruto (PDB) dan menempatkan Indonesia di urutan ke 7 dalam hal cakupan layanan sanitasi di kawasan ASEAN dibawah Vietnam dan Myanmar. Disamping itu untuk memperbaiki kondisi sanitasi tersebut diperlukan investasi Rp. 47.000 per kapita, sedangkan kondisi saat ini baru bisa dicapai Rp. 5.000 per kapita.
Berkenaan dengan masalah diatas, pemerintah telah meluncurkan program percepatan pembangunan sanitasi permukiman (PPSP). PPSP pada dasarnya merupakan upaya terobosan / percepatan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi dari pembangunan sektor lainnya. Tahapan dalam pelaksanaan PPSP meliputi 6 tahapan yakni : 1. Tahap 1 : kampanye edukasi dan pendampingan 2. Tahap 2 : pengembangan kelembagaan dan peraturan 3. Tahap 3 : penyusunan rencana strategi sanitasi kabupaten (SSK) 4. Tahap 4 : penyusunan memorandum program 5. Tahap 5 : Implementasi 6. Tahap 6 : pemantauan, pembimbingan, evaluasi dan pembinaan Khusus dalam penyusunan SSK, tampilan SSK harus bersifat komprehensif & lintas sektor, berskala kota/kawasan, berdasarkan data empiris, bersifat dari, untuk dan oleh kabupaten serta top down meets bottom up. Untuk maksud tersebut, sebagai acuan penyusunan SSK adalah buku putih sanitasi (BPS). Adanya keharusan berdasarkan data empiris tersebut, maka dalam penyusunan BPS diperlukan data riil/primer di masyarakat menyangkut risiko kesehatan lingkungan termasuk sanitasi yang diperoleh melalui suatu studi langsung ke masyarakat yang dikenal dengan Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA). Disamping dari data hasil studi EHRA, dalam BPS nantinya juga dimasukkan pula data lain menyangkut situasi sanitasi masyarakat dari data sekunder yang bersal dari sumber-sumber data yang ada dan opini atau pendapat dari organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 2011 (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SKK).
Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa Sementara studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti: 1. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup: a. Sumber air minum, b. Layanan pembuangan sampah, c. Jamban, d. Saluran pembuangan air limbah. 2. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: a. Buang air besar b. Cuci tangan pakai sabun, c. Pengelolaan air minum rumah tangga, d. Pengelolaan sampah dengan 3R e. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan)
1.2 Tujuan dan Manfaat a. Tujuan 1. Mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3. Menyediakan dasar informasi yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan b. Manfaat Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penyusunan Buku Putih Sanitasi Kota dan Strategi Sanitasi Kota (SSK)
1.3 Waktu dan Pelaksanaan Studi EHRA Pelaksanaan studi EHRA berlangsung mulai dari2013 sampai dengan Juni 2013. Kegiatan dalam studi EHRA mencakup persiapan, pelaksanaan pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi data serta penyusunan laporan akhir dan desiminasi informasi hasil studi. Tabel 1.1. Waktu dan Pelaksanaan Studi EHRA 1.
2 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kegiatan Persiapan studi EHRA a. Penyusunan TIM EHRA b. Penentuan area survey / klastering c. Disinformasi dan finalisasi klastering d. Rekrutmen Supervisor dan Enumerator e. Pelatihan Supervisor f. Pelatihan Enumerator g. Pelatihan Entry data Pengumpulan Data ke Lapangan Entry data Pengolahan dan analisis data Penyusunan laporan Workshop hasil EHRA Konsultasi Publik Finalisasi Hasil EHRA
Target 30-Apr 2013 1-4 Mei 2013 8- Mei 2013 5-11 Mei 2013 13- Mei 2013 14- Mei 2013 25- Mei 2013 15-5 Juni 2013 25 Mei-8 Juni 2013 9-12 Juni 2013 13-17 Juni 2013 19-20 Juni 2013 25 Juni 2013 26-27 Juni 2013
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA
2.1. Penentuan Target dan Area Survey (Klustering Kecamatan dan Desa) Dalam penelitian ini metoda penentuan target area survey secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan
sampel
dilakukan
secara
random
sehingga
memenuhi
kaidah
”Probability Sampling” sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama.Kriteria utama adalah kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan studi EHRA 2013. Kriteria utama penetapan klaster adalah sebagai berikut: Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
Penduduk Miskin Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% Total Penduduk
Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Selanjutnya hasil dari proses klastering wilayah dalam kabupaten Tasikmalaya menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel . Wilayah (desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA dengan metoda EHRA 2013 akan bisa memberikan peta area berisiko dalam skala kabupaten/kota. Tabel 2.1 Katagori Klaster Berdasarkan Kriteria Indikasi Lingkungan Berisiko Kategori Klaster Klaster 0
Klaster 1
Kriteria Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko di atas, baik kriteria utama maupun kriteria tambahan. Wilayah (kecamatan/desa/kelurahan) yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 5
Wilayah (kecamatan/ desa/ kelurahan) yang memenuhi semua kriteria indikasi lingkungan berisiko, baik kriteria utama maupun kriteria tambahan.
Penentuan
klaster
di
KabupatenTasikmalaya
dilakukan
dengan
cara
mengelompokkan tiap desa di seluruh di Kabupaten Tasikmalaya (351 desa) kedalam masing-masing kriteria. Dari hasil klustering desa. Tabel 2.2 Hasil Klustering Desa No
Kluster
1. 2. 3. 4. 5.
0 1 2 3 4
Sebaran Wilayah Total Jumlah Desa 40 116 152 42 1
Jumlah Kec 19 35 37 18 1
Sebaran Wilayah Studi Jumlah Desa 6 18 24 6 1
Jumlah Kec 5 14 18 5 1
Adapun rincian kategori desa menurut kriteria dan klusternya sebagaimana tampak pada lampiran
2.2. Penentuan Jumlah dan Besar Responden Berdasarkan kaidah statistik, dalam penentuan ukuran sampel dalam satu kabupaten/kota memperhatikan hal-hal berikut: a. Tingkat presisi yang diharapkan (CI = Confidence Interval), b. Tingkat kepercayaan (CL = Confidence Level), c. Prosentase baseline (bila tidak ada = 50%), d. Perkalian faktor efek dari desain (Desain Effect; maksimal 2), e. Antisipasi untuk sampel gagal (5%–10%). f. Besar/jumlah populasi Dalam penelitian ini, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten menggunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
477.292 = --------------------------477.292 x (0.05)2 + 1 = 399.67 (di bulatkan menjadi 400)
Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi rumah tangga (RT) d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) karena menggunakan
Asumsi tingkat kepercayaan 95%,
=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian
dibulatkan menjadi Z=2. P adalah proporsi populasi
Asumsi keragaman populasi yang dimasukan dalam
perhitungan adalah P(1-P), dimana P = 0,5 Dengan menetapkan Design effect = 2 dan antisipasi untuk sampel gagal sebesar 10%, maka dalam penelitian ini jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah : 400 x2 + 0.1 (400) = 840 sampel. Dalam pelaksanaannya di lapangan, sampel yang dialokasikan dalam penelitian ini sebanyak 2200 rumah tangga. Dengan demikian, merujuk pada perhitungan besar sampel dari Slovin seperti diatas, jumlah sampel penelitian ini sudah sangat memadai.
2.3.Penentuan Kecamatan dan Desa Survey Dalam menentukan desa area survei adalah dengan menentukan jumlah sampel responden yang akan digunakan berdasarkan alokasi anggaran biaya survei pada skala kabupaten/kota yang telah tersusun sebelumnya. Adapun langkah-langkahnya seperti berikut ini: 1. Dalam penyusunan rencana anggaran (DPA) untuk Studi EHRA (sebelum pelatihan pelaksana EHRA) dialokasikan sampel sebanyak 2200 rumah tangga. 2. Sehubungan dengan ketentuan bahwa setiap desa yang terpilih sebagai sampel diambil 40 rumah tangga dimana setiap desa sampel diambil minimal 8 Rukun Tetangga dan setiap Rukun Tetangga diambil 5 rumah tangga, maka dengan alokasi sampel sebanyak 2200 rumah tangga, maka studi EHRA ini mencakup : 2200/40 = 55 desa.
3. Dari hasil kustering terhadap keseluruhan desa sebanyak 351 desa di wilayah Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan 4 kriteria utama, didapatkan proporsi jumlah desa masing-masing kluster sebagai berikut : Tabel 2.3 Proporsi Desa Per- Kluster No
Kluster
Total Desa
% thd Total Desa
1
0
40
11.40
2
1
116
33.05
3
2
152
43.30
4
3
42
11.97
5
4
1
0.28
Jumlah
351
100.00
4. Selanjutnya dari 55 desa yang menjadi sasaran studi dibagi ke setiap kluster sesuai proporsinya masing-masing terhadap jumlah keseluruhan desa sehingga didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 2.4 Desa Sasaran Studi No
Persentase
Jumah Desa Sasaran
(%)
Studi
40
11.40
11.40 x 55 = 6
1
116
33.05
33.05 x 55 = 18
2
152
43.30
43.30 x 55 = 24
3
42
11.97
11.97 x 55 = 6
4
1
0.28
0.28 x 55 = 1
351
100.00
Kluster
Jumlah Desa
0
Jumlah Total
55
Untuk selanjutnya penentuan desa mana yang akan menjadi area survey di tiap klasternya dilakukan secara random dengan menggunakan Tabel Acak. Adapun hasil randomisasi desa yang menjadi area survey sebagai mana tampak pada table dibawah :
Tabel 2.5 Desa Area Studi EHRA Hasil Randomisasi
! " " $" ' " % " " &
#
" " & ( " ( $ %" * ) +" " " , ' $ % '" " " ' ( " " + % $ % +"
$ % " " " ' $ ) & " & ( %' ' " $" ' # '"
"
& %
" "
(
" (
%
% ( " " % # " & ! & " . ' % " ," ( %
2.4. Penentuan RT/RW dan Responden Di Lokasi Survey a. Penentuan RT/RW Lokasi Survey Masing-masing desa terpilih diinventarisir kampung, dusun, RW dan RT oleh enumerator. Selanjutnya seluruh RT yang telah terinventarisir diberi nomor urut dari nomor satu sampai nomor terakhir. Kemudian dibikin lintingan kertas kecil yang telah diberi nomor sebanyak jumlah RT yang ada di desa tersebut. Selanjutnya lintingan kertas kecil tersebut dikocok dan diambil secara acak sebanyak 8 lintingan. Nomor-nomor yang tertera di kedelapan lintingan kertas yang terambil tersebut merupakan RT terpilih sebagai sampel.
b. Penentuan Responden dilokasi survey Pemilihan Sampel rumah tangga di RT terpilih yaitu dengan cara pemetaan dengan arah acak pada survey cepat: Dari rumah ketua RT tentukan arah acak dengan pelemparan koin Lakukan pemetaan rumah tangga yang ada tepat di kiri-kanan jalan, sampai batas RT. Bila ada simpangan, tentukan arah dengan koin. Pemilihan rumah tangga pertama dilakukan secara acak. Pemilihan rumah tangga berikutnya (sampai 5 rumah) dilakukan dengan metode rumah terdekat.
2.5. Karakteristik Enumerator dan Supervisor Serta Wilayah Kerjanya Untuk menjamin kualitas data yang dikumpulkan , petugas pengumpul data atau enumerator dalam studi EHRA ini, disaring dengan kriteria pendidikan dan pengalaman dalam pengumpulan data. Untuk tingkat pendidikan dipersyaratkan minimal Diploma-III dan diutamakan mereka yang pernah melakukan pengumpulan data primer ke lapangan. Hasil dari penjaringan enumerator sebagiama tampak pada tabel-tabel dibawah ini. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar berpendidikan sarjana (S-1), sedangkan dilihat dari jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Tabel 2.6 Karakteristik Enumerator Studi EHRA Menurut Tingkat Pendidikan
Tk. Pendidikan Diploma (D- III) Sarjana (S-1) Total
Jumlah
Persentase (%)
4 16 20
20 80 100
Tabel 2.7 Karakteristik Enumerator Studi EHRA Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
7 13 20
35 65 100
Laki-laki Perempuan Total
Dilihat dari usianya berkisar antara 20 tahun sampai dengan 36 tahun dengan proporsi terbesar mereka yang berusia 26 tahun – 30 tahun. Sementara itu jenis pendidikan dari para enumerator seluruhnya berlatar belakan pendidikan kesehatan dengan spesifikasi terbanyak adalah bidang kesehatan masyarakat.
Tabel 2.8 Karakteristik Enumerator Studi EHRA Menurut Usia
Tabel 2.9 Karakteristik Enumerator Studi EHRA Menurut Jenis Pendidikan
! / / / /
" " " "
0 '
& #
" "
!
BAB III HASIL STUDI EHRA 3.1. Informasi responden Dilihat dari usianya, secara umum sebagian besar responden berusia lebih dari 45 tahun (36%) dan sebagian kecil yang berusia dibawah 20 tahun (2%). Gambaran masing-masing klaster menunjukkan pola yang hampir sama, dimana tertinggi pada usia diatas 45 tahun dan terendah dibawah 20 tahun.
Grafik 3.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Secara Umum
Grafik 3.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Di Masing-Masing Klaster
Rumah yang ditempati responden umumnya milik sendiri (88.45%) diikuti kemudian rumah milik orang tua (9.55%).Gambaran dalam masing-masing klaster menunjukkan pada klaster 0, klaster 1 dan klaster 2, kepemilikan rumah cukup bervariasi dibandingkan dengan klaster 3 dan 4. Bahkan pada klaster 4 kepemilikan rumah seluruhnya milik sendiri
Grafik 3.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Rumah yang Ditempati Secara Umum
Grafik 3.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Rumah yang Ditempati di Masing-Masing Klaster
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden berpendidikan setingkat sekolah dasar (67.17%) dan sebagian kecil yang berpendidikan tinggi setingkat diploma atau sarjana (2.23%).Sementara yang tidak pernah mengecap pendidikan formal sebanyak 4.18%. Pola yang sama ditunjukkan pada masingmasing klaster yakni makin tinggi tingkat pendidikan proporsinya makin kecil. Pada klaster 3 proporsi responden yang tidak sekolah formal sebanyak 6.3% atau tertinggi dibanding dengan yang terdapat di klaster-klaster lainnya. Grafik 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Secara Umum 1
1
1
Grafik 3.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di Masing-Masing Klaster
1 2 % ! #$
1
#*
1
# 3 4 %
5*
Sebanyak 36.7% responden memiliki kartu asuransi kesehatan masyarakat miskin / askeskin (Jamkesmas, Jamkesda). Didalam masing-masing klaster, proporsi
pemegang kartu askeskin di klaster 0 mencapai 47.5% sedangkan di klaster 4 hanya 15%. Sementara jika dibandingkan antar klaster proporsi pemegang kartu askeskin tertinggi di klaster 2 (46.5%). Grafik 3.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Anak di rumah Yang Ditempati Di Dalam MasingMasing Klaster
Grafik 3.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Anak di rumah Yang Ditempati Antar Klaster
Sebanyak 2010 keluarga (91.4%) memiliki anak dan sebarannya di masingmasing klaster umumnya diatas 90% kecuali pada klaster 4 yakni 80%. Dari total keluarga yang memiliki anak, proporsi terbesar terdapat di klaster 2 (43.5%). Grafik 3.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Anak Yang Ditempati Dalam Masing-Masing Klaster
Grafik 3.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepemilikan Anak Yang Ditempati Antar Klaster
Jumlah anak laki-laki yang tinggal dikeluarga responden berkisar antara 2 -8 orang, dimana responden dengan jumlah anak 2 proporsinya paling tinggi (19.9%).
Sementara itu kisaran jumlah anak pada kelompok usia<2 tahun adalah 1-2 anak, kelompok usia 2-5 dan 6-112 tahun masing-masing 1-5 anak serta kelompok usia >12 tahun adalah 1-6 anak. Pada masing-masing klaster dan kelompok usia, proporsi terbesar adalah mereka dengan jumlah anak 1. Tabel 3.1
Tabel 3.2
Jumlah Anak Laki-Laki Yang Tinggal Di Keluarga Responden Pada Masing -Masing Klaster
Jumlah Anak Laki-Laki Berikut Kelompok Usia Yang Tinggal Di Keluarga Responden Pada Masing -Masing Klaster KELOMPOK
JUMLAH
KLASTER
USIA
ANAK
Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4
B7. Kurang dari 2 tahun B7. 2-5 tahun
B7. 6-12 tahun
B7. Lebih dari 12 tahun
(%)
Total
%
1
13
43
47
8
1
112
2
0
0
2
0
0
2
.1
1
36
78
107
34
2
257
11.7
2
0
2
3
0
0
5
.2
3
0
0
1
0
0
1
.0
5
0
1
0
0
0
1
.0
1
70
155
214
46
8
493
22.4
2
6
18
16
1
0
41
1.9
3
0
0
1
0
0
1
.0
5
0
1
0
0
0
1
.0
1
76
242
326
82
18
744
33.8
2
24
73
115
24
4
240
10.9
3
1
19
36
12
0
68
3.1
4
2
5
9
1
1
18
.8
5
0
0
1
0
0
1
.0
6
0
2
2
0
0
4
.2
Jumlah anak perempuan yang tinggal dikeluarga responden berkisar antara 1 -8 orang, dimana responden dengan jumlah anak 1 proporsinya paling tinggi (40.6%). Sementara itu kisaran jumlah anak pada kelompok usia <2 tahun dan 2-5 tahun masing-masing adalah 1-2 anak, kelompok usia 6-12 tahun adalah 1-3 anak dan >12 tahun berkisar 1-6 anak. Pada masing-masing klaster dan kelompok usia, proporsi terbesar adalah mereka dengan jumlah anak 1.
5.1
Tabel 3.3 Jumlah Anak Perempuan Yang Tinggal Di Keluarga Responden Pada Masing-Masing Klaster
Total
KLASTER
JUMLAH
Tabel 3.4 Jumlah Anak Perempuan Berikut Kelompok Usia Yang Tinggal Di Keluarga Responden Pada MasingMasing Klaster KELOMPOK
(%)
ANAK Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4 112
284
375
103
18
892
40.6
2.00
40
136
167
36
8
387
17.6
3.00
5
37
62
12
2
118
5.4
4.00
1
13
22
5
1
42
1.9
5.00
0
2
2
0
0
4
.2
6.00
0
0
1
0
0
1
.0
8.00
1
0
0
0
0
1
.0
(%)
ANAK Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4
B8. Kurang dari 2 tahun
1.00
Total
KLASTER
JUMLAH
USIA
B8. 2-5 tahun B8. 6-12 tahun
B8. Lebih dari 12 tahun
1
13
37
36
12
2
100
2
1
0
1
0
0
2
.1
1
28
83
101
20
2
234
10.6
2
1
0
0
1
0
2
.1
1
48
142
191
54
10
445
20.2
2
3
10
9
3
0
25
1.1
3
0
0
1
0
0
1
.0
1
75
210
295
74
13
667
30.3
2
19
80
104
24
5
232
10.6
3
1
20
25
5
1
52
2.4
4
1
3
16
0
1
21
1.0
5
0
1
0
0
0
1
.0
6
0
0
1
0
0
1
.0
Selanjutnya jumlah anak laki-laki dan perempuan dirumah yang ditempati responden secara umum berkisar antara 1-11 anak dengan proporsi terbesar mereka dengan jumlah anak 2. Begitupula di dalam masing-masing klaster proporsi terbesar adalah mereka dengan jumlah anak 2. Tabel 3.5 Distribusi Frekuensi Responden Dengan Jumlah Anak Laki-Laki Dan Perempuan Yang Tinggal Di Keluarga Responden Pada Masing-Masing Klaster JUM LA H A NA K
Klu s te r 1
Klu s te r 2
(% )
To ta l
KL ASTER Klu s te r 0
Klu s te r 3
4.5
Klu s te r 4
1 .0 0
67
211
238
69
6
591
2 .0 0
99
225
299
81
23
727
2 6 .9 3 3 .1
3 .0 0
44
98
170
31
5
348
1 5 .8
4 .0 0
10
73
90
14
2
189
8 .6
5 .0 0
5
33
31
6
2
77
3 .5
6 .0 0
1
11
25
10
0
47
2 .1
7 .0 0
1
3
10
3
0
17
.8
8 .0 0
0
3
5
0
0
8
.4
9 .0 0
0
1
0
0
0
1
.0
1 0 .0 0
1
0
0
0
0
1
.0
1 1 .0 0
0
0
1
0
0
1
.0
3.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Secara umum kondisi masalah kebersihan di lingkungan rumah tangga responden utamanya ditandai dengan banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan (25.6%) dan banyak nyamuk (27%).Disusul kemudian dengan banyak tikus berkeliaran dan banyak lalat di sekitar tumpukan sampah serta banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah. Grafik 3.11 Kondisi Kebersihan Di Lingkungan Tempat Tinggal Responden
Gambaran di masing-masing klaster menunjukkan, di bandingkan dengan klaster 0 dan 4, pada klaster 1, 2 dan 3 lebih banyak dihadapkan dengan kondisi banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan, banyak nyamuk , banyak tikus berkeliaran dan banyak lalat di sekitar tumpukan sampah serta banyak kucing dan anjing mendatangi tumpukan sampah, sebagaimana terlihat pada grafik. Secara spesifik, masalah-masalah yang menonjol di masing-masing klaster, yakni klaster 0 kondisi banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan (10.4%), klaster 1 banyak nyamuk (29.6%), klaster 2 banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan (29.2), klaster 3 banyak nyamuk (40.8%) dan klaster 4 banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan (5%).
Grafik 3.12 Gambaran Di Tiap Masalah Spesifik Kebersihan Di Lingkungan Tempat Tinggal Responden Dalam Masing-Masing Klaster
Kondisi banyak sampah berserakan di sekitar lingkungan proporsinya cukup menonjol di semua klaster.Begitupula kondisi banyak lalat di sekitar tumpukan sampah cukup menonjol di semua klaster kecuali klaster 4. Kondisi banyak tikus berkeliaran dan banyak nyamuk menonjol di semua klaster. Sementara kondisi banyak kucing & anjing mendatangi tumpukan sampah menonjol di klaster 1, 2 dan 3 tapi kurang menonjol di klater 0 dan 4. Kondisi bau busuk yang mengganggu, saluran drainase tersumbat dan ada anak-anak yang bermain di sekitar rumah menjadi masalah yang kurang menonjol di semua klaster. Tabel. 3.6 Kondisi Persampahan Situasi persampahan Halaman bersih dari sampah Sampah dipilah
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
82,50
75,94
71,35
72,92
97,50
1643
74,7
9,17
6,95
17,92
33,33
,00
324
14,7
Ada tempat untukm bikin kompos
,83
3,89
2,61
5,00
,00
67
3,0
Ada kompos yg sdh dapat dipakai
100,00
50,00
48,00
83,33
,00
38
56,7
Tabel.3.7 Pemilahan Sampah Sasaran pemilahan sampah A. Sampah organic/sampah basah B. Plastik
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Tabel.3.8 Pemanfaatan Sampah Klaster 4
n
%
31,82 81,82
96,00 86,00
90,70 77,91
98,75 10,00
,00 ,00
290 203
89,5 62,7
C. Gelas/kaca
9,09
30,00
37,79
18,75
,00
97
29,9
D. Kertas/kardus
9,09
30,00
54,65
12,50
,00
121
37,3
E. Besi/logam
4,55
20,00
17,44
,00
,00
41
12,7
,00
10,00
13,95
,00
,00
29
9,0
F. Lainnya
Pemanfaatan kompos
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3
%
A. Pupuk tanaman hias
,0
71,4
25,0
10,0
36,8
B. Pupuk tanaman buah
100,0
92,9
100,0
100,0
97,4
C. Dijual
,0
,0
8,3
10,0
5,3
D. Tidak dimanfaatkan
,0
,0
8,3
,0
2,6
Sebagian besar sampah yang dipilah adalah berupa sampah organik/ sampah basah sebesar 89.5%, yang dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk tanaman buah (97.4%) dan pupuk tanaman hias (36.8%), sedangkan sisanya untuk sampah jenis plastik (62.7%), gelas (29.9%), kertas/ kardus(37.3%), besi (12.7%) biasanya diambil atau dijual ke pengempul (5.3%). Penanganan sampah yang dilakukan di rumah tangga dilihat dari sisi pelayanan persampahan baik yang diselenggarakan pemerintah maupun non pemerintah, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kelompok penerima layanan persampahan dan kelompok non penerima layanan persampahan. a. Penerima layanan Secara umum rumah tangga penerima layanan persampahan masih sangat kecil yakni hanya 4.59%.Gambaran pada masing-masing klaster memperlihatkan hanya di klaster 0, klaster 1 dan klaster 2 yang terdapat layanan persampahan. Grafik. 3.13 Gambaran Rumah Tangga Penerima Layanan Persampahan Secara Umum
Grafik3.14 Gambaran Rumah Tangga Penerima Layanan Persampahan Pada Masing-Masing Klaster
Dari rumah tangga yang menerima layanan persampahan (101 rumah tangga), cara pengelolaan sampah yang utama adalah dengan mengumpulkan dan
membuang ke TPS. Di klaster 0, sebagian besar cara pengelolaan sampahnya adalah dengan dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang. Sementara di klaster 1 dan klaster 2, sebagian besar dikelola dengan cara dikumpulkan dan dibuang ke TPS. Grafik 3.15
Gambaran Pengelolaan Sampah Pada Rumah Tangga Penerima Layanan Persampahan Secara Umum
Grafik 3.16
Gambaran Pengelolaan Sampah Pada Rumah Tangga Penerima Layanan Persampahan Di Masing-Masing Klaster
Dari sampah rumah tangga yang dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang (25 keluarga), kurang dari 50% rumah tangga yang melakukan pemilahan terhadap masing-masing jenis sampah. Gambaran di masing-masing klaster menunjukkan di klaster 0 pemilahan sampah plastik proporsinya paling rendah, di klaster 2 dan klaster 3, pemilahan tiap jenis sampah hampir merata, seperti tampak pada grafik.
Grafik 3.17 Gambaran Pemilahan Sampah Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Didaur Ulang Oleh Kolektor Informal Secara Umum
Grafik 3.18 Gambaran Pemilahan Sampah Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Didaur Ulang Oleh Kolektor Informal di Masing-Masing Klaster
Selanjutnya frekuensi pengangkutan sampah pada rumah tangga yang sampahnya dikumpulkan oleh kolektor informal umumnya sekali dalam seminggu (64%). Begitupula jika dilihat di masing-masing klaster, pada klaster 0 dan klaster 1 hampir seluruhnya sekali dalam seminggu, sedangkan pada klaster 2, banyak pula yang diangkut beberapa kali dalam seminggu (46.7%). Grafik 3.19 Frekuensi Pengangkutan Sampah Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Dikumpulkan Oleh Kolektor Informal Secara Umum
Grafik 3.20 Frekuensi Pengangkutan Sampah Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Dikumpulkan Oleh Kolektor Informal Di Masing-Masing Klaster
Ditinjau dari ketepatan waktu pengangkutannya, secara umum tepat waktu.Begitupula gambaran per klasternya, di masing-masing klaster (klater 0, klaster 1 dan klaster 2) sebagian besar tepat waktu.
Tabel 3.9 Ketepatan Waktu Pengangkutan (absolut) pada rumah tangga yang sampahnya diangkut Secara rutin #
!
$"
Tabel 3.10 Ketepatan Waktu Pengangkutan (%) pada rumah tangga yang sampahnya diangkut secara rutin Di masing-masing klaster Ketepatan Waktu
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2
Tepat waktu
2
6
14
22
88.0
Tepat waktu
100.0
75.0
93.3
Sering terlambat
0
2
0
2
8.0
Sering terlam bat
.0
25.0
.0
Tidak tahu
0
0
1
1
4.0
Tidak tahu
.0
.0
6.7
Dari rumah tangga yang sampahnya diangkut secara rutin (baik tepat waktu maupun sering terlambat) secara umum sebagian besar membayar biaya pengangkutan sampah (92%), begitupula gambaran di masing-masing klasternya sebagian besar membayar biaya pengangkutan sampah. Secara umum pihak yang melaksanakan pemungutan uang sampah dilakukan oleh pihak RT (73.9%). Pada klaster 0 dan klaster 2 seluruhnya dilakukan oleh pihak RT, sedangkan pada klaster 1, disamping oleh pihak RT adapula yang dilakukan oleh perusahaan atau kelurahan. Tabel 3.11 Pelaksana Pemungutan Uang Sampah (absolut) Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Diangkut Secara Rutin
Pihak Pemungut Biaya
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Jumlah
Tabel 3.12 Pelaksana Pemungutan Uang Sampah (%) Pada Rumah Tangga Yang Sampahnya Diangkut Secara Rutin Di Masing-Masing Klaster
%
Pihak Pemungut Biaya
Pemungut uang sampah dari RT
2
1
14
17
73.9
Pemungut uang sampah dari RT
Pemungut uang sampah dari Kelurahan
0
1
0
1
4.3
Pemungut uang samapah dari Perusahaan
0
5
0
5
21.7
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 100.0
14.3
100.0
Pemungut uang sampah dari Kelurahan
.0
14.3
.0
Pemungut uang samapah dari Perusahaan
.0
71.4
.0
b. Non Penerima Layanan Sementara itu di kalangan rumah tangga yang tidak menerima layanan persampahan, secara umum cara pengelolaan sampah yang utama adalah dengan cara dibakar. Begitupula jika dilihat di masing-masing klaster pengelolaan terbanyak adalah dengan dibakar. Pada klaster 0 dan 4 urutan berikutnya adalah dengan cara dibuang ke kali/sungai disusul kemudian dengan cara dibuang ke lahan kosong/kebun dan dibiarkan membusuk. Sementara pada klaster 1, 2 dan 3 urutan
berikutnya adalah dengan caradibuang ke lahan kosong/kebun dan dibiarkan membusuk disusul kemudian dengan cara dibuang ke kali/sungai Grafik 3.21 Gambaran Pengelolaan Sampah Pada Rumah Tangga Non Penerima Layanan Persampahan Secara Umum
Tabel 3.13 Gambaran Pengelolaan Sampah Pada Rumah Tangga Non Penerima Layanan Persampahan Di Masing-Masing Klaster Cara Pengelolaan Dibakar
Kluster 0 Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3 Kluster 4
53.2
66.4
55.4
60.4
87.5
Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah
.8
.7
.4
.0
2.5
Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah
3.0
1.9
3.5
4.6
.0
Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
20.7
12.6
12.8
10.0
7.5
Dibiarkan saja sampai membusuk
.0
.1
.0
.0
.0
Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk
16.9
15.4
20.1
24.6
2.5
Lain-lain
4.6
2.4
7.3
.4
.0
Gambaran secara umum, tempat pengumpulan sampah di dapur sebagian besar masih berpotensi dihinggapi serangga penular penyakit seperti lalat dan kecoa karena bersifat terbuka.Sebagian besar tempat pengumpulan sampah sementara di dapur berupa keranjang terbuka dan kantong plastik terbuka. Begitupula gambaran per klaster sejalan dengan gambaran umum, hanya saja pada klaster 3 dan 4, proporsi terbesar pada kantong plastik terbuka, sedangkan pada klaster 0,1 dan 2 adalah keranjang terbuka.
Grafik 3.22 Tempat Pengumpulan Sampah di dapur
8 ! ( , *
%' %' ' '
Tempat pengumpulan
6 70
6 " "' " " " "'
6 6 6 6 6
Tabel 3.14 Tempat Pengumpulan sampah di dapur
6
6
6
6
6
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
A. Kantong plastik tertutup
19,58
12,52
21,77
29,17
32,50
429
19,51
B. Kantong plastik terbuka
16,25
22,25
24,90
48,33
37,50
569
25,88
C. Keranjang sampah terbuka
43,33
38,66
41,67
45,00
27,50
901
40,97
D. Keranjang sampah tertutup
7,92
6,26
5,42
5,83
2,50
131
5,96
E. Lainnya
15,00
6,95
12,19
15,83
,00
241
10,96
F. Tidak ada
1,67
12,10
10,73
2,92
2,50
202
9,19
3.3. Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia Dan Lumpur Kebiasaan buang air besar (BAB) berkaitan erat dengan transmisi penyakitpenyakit saluran cerna seperti diare dan hepatitis A. BAB ditempat yang tepat dan sehat akan mencegah terjadinya pencemaran bakteri tinja ke badan-badan air yang pada akhirnya akan mencegah terjadinya penularan penyakit diare dan penyakit saluran cerna lainnya. Kebiasaaan anggota keluarga yang sudah dewasa pada rumah tangga responden yang utama adalah di jamban pribadi, WC helicopter dan MCK umum. Disemua klaster polanya sama kecuali pada klaster 4, tidak ada yang BAB di WC helikopter. Grafik 3.23
Tabel 3.15
Gambaran Tempat Dimana Anggota Keluarga Yang Sudah Dewasa Bila Ingin Buang Air Besarsecara Umum
Gambaran Tempat Dimana anggota Keluarga Yang Sudah Dewasa Bila Ingin Buang Air Besar Di MasingMasing Klaster
Tempat BAB
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
A. Jamban pribadi
61.25
66.76
59.79
76.67
77.50
1416
64.39
B. MCK/WC Umum
14.17
10.85
13.85
4.58
17.50
263
11.96
C. Ke WC helikopter
25.00
26.43
35.94
23.33
.00
651
29.60
D. Ke sungai/pantai/laut
1.25
3.76
1.04
3.33
.00
48
2.18
E. Ke kebun/pekarangan
.00
.00
.10
.00
.00
1
.05
F. Ke selokan/parit/got
.00
.00
.21
.00
2.50
3
.14
G. Ke lubang galian
.42
.00
.00
.00
.00
1
.05
H. Lainnya,
.83
1.53
1.98
.00
2.50
33
1.50
I. Tidak tahu
.42
.83
.00
.00
.00
7
.32
Diluar anggota keluarga rumah tangga responden, ternyata masih banyak orang di sekitar rumah tangga responden yang memiliki kebiasaan sering BAB di tempat
terbuka. Dari berbagai kelompok usia dan jenis kelamin, perempuan dewasa dan lakilaki dewasa menempati porsi terbesar. Grafik 3.24 Gambaran Kebiasaan Orang Di Luar Anggoata Keluarga Yang Sering BAB Di Tempat Terbuka Secara Umum
Tabel 3.16 Gambaran Kebiasaan Orang Di Luar Anggota Keluarga yang Sering BAB di Tempat Terbuka di Masing-Masing Klaster
Orang di luar anggota keluarga Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
A. Anak laki-laki umur 5-12 tahun
19.6
7.5
3.2
20.8
.0
182
8.3
B. Anak perempuan umur 5-12 th C. Remaja laki-laki
18.8 17.9
6.0 5.4
3.1 6.3
15.8 20.4
.0 .0
156 191
7.1 8.7
D. Remaja Perempuan
17.9
6.1
5.7
18.8
.0
187
8.5
E. Laik-laki dewasa
24.2
14.0
10.8
30.0
.0
335
15.2
F. Perempuan dewasa
25.8
14.2
10.9
29.2
.0
339
15.4
G. Laki-laki tua
15.8
4.0
2.8
10.0
.0
118
5.4
H. Perempuan tua
15.8
3.3
1.5
3.8
.0
85
3.9
I. Tidak jelas siapa
5.4
6.1
8.4
7.5
.0
156
7.1
J. Lainnya,
.0
1.8
7.3
.8
2.5
86
3.9
K. Tidak ada
56.7
69.8
49.5
35.0
90.0
1233
56.1
Sementara itu dilihat dari aspek kepemilikan jamban, sebagian besar rumah tangga responden memiliki jamban pribadi (69,8%). Sebaran kepemilikan jamban per klasternya, paling besar berada di klaster 3 dan terendah pada klaster 0. Kepemilikan jamban pribadi akan mempermudah akses BAB ke jamban. Tabel 3.17 Gambaran Kepemilikan Jamban Pribadi Secara Umum dan Di Masing-Masing Klaster Kepemilikan
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
Punya
63.8
70.8
67.1
82.1
80.0
1535
69.8
Tidak Punya
36.3
29.2
32.9
17.9
20.0
664
30.2
Lebih jauh ditinjau dari jenis kloset dari mereka yang memiliki jamban pribadi, gambaran secara umum (79,7%) maupun sebaran di masing-masing klaster didominasi oleh kloset jongkok leher angsa. Jenis kloset yang lain seperti kloset duduk leher angsa, plengsengan dan cemplung hanya sebagian kecil. Sementara yang tidak memiliki kloset hanya 6,4%. Sebaran di masing-masing klaster dari yang tidak
memiliki kloset terbesar di klaster 2 (8,5%) disusul kemudian klaster 3 (8,1%), sedangkan proporsi yang terendah di klaster 0 (0,7%). Grafik 3.25 Gambaran Jenis Kloset Dari Jamban Pribadi Secara Umum
Tabel 3.18 Gambaran Jenis Kloset Dari Jamban Pribadi Di Masing-Masing Klaster
Klaster Klaster Klaster Klaster 0 1 Klaster 2 3 4 n
Jenis Kloset Kloset jongkok leher angsa Kloset duduk leher
85.6 81.1
76.1
%
81.7 90.6 1224 79.7
5.9
2.6
.6
2.0
.0
angsa Plengsengan
30 2.0
2.0
5.3
10.9
3.0
6.3 108 7.0
Cemplung
5.9
5.9
3.9
5.1
.0
74 4.8
Tidak punya kloset
.7
5.1
8.5
8.1
3.1
99 6.4
Sebagian besar dari setiap kluster, kloset yang digunakan masyarakat adalah kloset jongkok leher angsa (79,7%) sedangkan sisanya sebesar 7% menggunakan kloset duduk leher angsa, 6,4% tidak punya kloset. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat sudah merasa nyaman untuk buang air besarnya di dalam rumah, dan menunjukkan ada sebagian masyarakat yang tidak mempunyai kloset. Tabel 3.19 Kondisi Jamban Pada Rumah Tangga Responden Kondisi Jamban
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
A. ada sabun di dalam atau di dekat jamban
55,42
71,77
71,35
91,67
B. Tidak ada jentik nyamuk dalam bak air/ember
92,50
96,66
89,58
82,92
92,50
C. lantai dan dinding jamban bebas dari tinja
67,08
77,05
78,65
88,33
92,50
65,00
77,47
4,39
68,33
82,50
D. jamban bebas dari kecoa dan lalat
92,50
Kondisi jamban yang paling baik ada pada kluster 4 karena sebagian besar kondisi jambannya baik dengan rata-rata 90%. Sedangkan untuk kondisi jamban yang paling rendah ada pada kluster 2 dengan rata-rata 60,8%. Sebagian besar jarak septik tank dari sumber air yang lebih dari 10 meter ratarata sebesar 34,3% sedangkan sisanya sebesar 65,7% kurang dari 10 m. hal tersebut mencerminkan bahwa apabila kondisi jarak sumber air dengan septik tank <10 m maka besar kemungkinan sumber penyakit dari kotoran akan masuk kedalam sumber
air tersebut, yang akhirnya akan menimbulkan penyakit seperti diare, penyakit kulit dll. Tabel 3.20 Jarak Septik Tank Dari Sumber Air Jarak septic tank
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
%
910 m
50.83
34.35
32.60
26.67
20.00
34.3
:10 m
49.17
65.65
67.40
73.33
80.00
65.7
Grafik 3.26 Gambaran Tempat Penyaluran Buangan Air Tinja Dari Rumah Tangga Secara Umum
Tabel 3.21 Gambaran Tempat Penyaluran Buangan Air Tinja Dari Rumah Tangga Di Masing-Masing Klaster Tempat Penyaluran Tangki septik
Klaster Klaster Klaster Klaster 0 1 Klaster 2 3 4
n
%
8.3
9.6
10.0
14.2
20.0
227
.8
.1
.0
.8
.0
5
.2
36.7
32.8
23.4
37.9
35.0
654
29.7
Langsung ke drainase
.8
.1
.1
.0
.0
4
.2
Sungai/danau/pantai
8.3
7.4
8.3
5.0
17.5
172
7.8
Kolam/sawah
8.8
19.1
23.1
23.8
7.5
440
20.0
.0
.0
.1
.0
.0
1
.0
36.3
29.2
34.2
18.3
20.0
677
30.8
.0
1.7
.7
.0
.0
19
.9
Pipa sewer Cubluk/lobang tanah
Kebun/tanah lapang Tidak tahu Lainnya
10.3
Gambaran tempat penyaluran buangan air tinja dari rumah tangga sebagian besar masyarakat masih tidak tahu (30.8%) untuk pembuangan air tinjanya, sedangkan untuk cubluk/ lubang tanah sebesar 29.7%.Untuk pembuangan air tinja yang memenuhi syarat (tangki septik, pipa sewer, cubluk/ lobang tanah) klaster 4 mempunyai rata-rata paling baik dibanding dengan kluster lainnya, sedangkan klaster dengan pembuangan air tinja yang tidak sehat ada di klaster 2.
Grafik 3.27 Gambaran Usia Tangki Septik Sejak Dibangunpada Jamban Pribadi Secara Umum
Tabel 3.22 Gambaran Usia Tangki Septik Sejak DibangunPada Jamban Pribadi di Masing-Masing Klaster
Lama dibuat
Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster n 0 1 2 3 4
0-12 bulan yang lalu
5.0 11.6
6.3
1-5 tahun yang lalu
35.0 43.5
58.3
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu Lebih dari 10 tahun
40.0 21.7
16.7
.0 12.5
40 17.6
20.0 17.4
16.7
.0 12.5
33 14.5
2.1
.0 12.5
Tidak tahu
.0
5.8
2.9
.0
%
16
7.0
97.1 62.5 131 57.7
7
3.1
Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar usia tangki septik dibangun 1 – 5 tahun yang lalu, < 1 tahu sebesar 7%, > 5 – 10 tahun sebesar 17,6%, > 10 tahun sebesar 14,5% dan sisanya sebesar 7% menyatakan tidak tahu. Apabila dilihat dari lama penggunaan tanki septik klaster 0 (20%) telah menggunakan septik tank > 10 tahun hal tersebut menandakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat telah baik untuk membuang kotorannya kedalam tangki septik tank tersebut. Grafik 3.28 Gambaran Waktu Pengosongan Tangki Septik Pada Jamban Pribadi Secara Umum
Tabel 3.23 Gambaran Waktu Pengosongan Tangki Septik Pada Jamban Pribadi Di MasingMasing Klaster Klaster Klaster n Waktu dikosongkan Klaster Klaster 0 1 Klaster 2 3 4
%
0-12 bulan yang lalu
.0
.0
1.0
.0
.0
1
.4
1-5 tahun yang lalu
.0
4.3
4.2
.0
.0
7
3.1
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu Tidak pernah
.0
2.9
4.2
.0
.0
6
2.6
100.0
89.9
86.5 100.0
87.5 206 90.7
.0
2.9
4.2
12.5
Tidak tahu
.0
7
3.1
Sebagian besar (90,7%) masyarakat tidak pernah mengosongkan/ menguras tangki septik tanknya, sebesar 3,1% mengosongkan antara 1 – 5 tahun yang lalu, sebesar 2,6% mengosongkan/ menguras septik tanknya > 5 – 10 tahun. Gambaran sebaran pada masing-masing klaster menunjukkan, hanya di klaster 0, klaster 1 dan
klaster 2 yang pernah mengosongkan tanki septik, sementara di klaster 3 dan klaster 4 seluruhnya tidak pernah mengosongkan atau tidak tahu. Dilihat dari waktu pengosongan, dibandingkan antar klaster maka klaster 1 lebih baik dibandingkan dengan klaster lainnya yaitu sebesar 4,3% tangki septik tanknya dikosongkan atau dikuras antara 1 – 5 tahun yang lalu.Sementara itu pelaksanaanpengosongan tanki septik sebagian besar diserahkan kepada pihak lain yakni kepada pemberi layanan sedot tinja (28,6%) dan kepada tukang yang dibayar (23,8%). Hanya sebagian kecil yang dilakukan sendiri (14,3%) dan yang tidak tahu dengan jelas siapa yang mengosongkan tanki septik sebanyak 33,3%. Grafik 3.29 Gambaran Pelaksana Pengosongan Tangki Septik Pada Jamban Pribadi Secara Umum
Tabel 3.24 Gambaran Pelaksana Pengosongan Tangki Septik Pada Jamban Pribadi Di Masing-Masing Klaster
Klaster Klaster n Pelaku pengosongan Klaster Klaster 0 1 Klaster 2 3 4
%
Layanan sedot tinja
.0 28.6
30.8
.0
.0
6 28.6
Membayar tukang
.0 42.9
15.4
.0
.0
5 23.8
Dikosongkan sendiri
.0
.0
23.1
.0
.0
3 14.3
Tidak tahu
.0 28.6
30.8
.0 100.0
7 33.3
Dilihat dari sasaran pembuangan lumpur tinja pada saat tangki septik dikosongkan cukup berpotensi menularkan penyakit-penyakit saluran cerna. Sebanyak 23,8% dibuang ke sungai dan hanya 4,8% yang dikubur. Sementara 47,6% tidak tahu/tidak jelas dibuang kemana. Pembuangan lumpur tinja ke sungai sangat beresiko menyebarkan berbagai kuman yang terdapat di dalam tinja kepada siapa saja yang menggunakan air sungai tersebut. Masyarakat sendiri masih banyak menggunakan air sungai untuk berbagai aktifitas kehidupan sehari-hari seperti untuk memasak, mencuci peralatan makan, mencuci pakaian dan sebagainya.
Grafik 3.30 Gambaran Sasaran Pembuangan Lumpur Tinja Saat Tangki Septik Dikosongkan Pada Jamban Pribadi Secara Umum
Tabel 3.25 Gambaran Sasaran Pembuangan Lumpur Tinja Saat Tangki Septik Dikosongkan Pada Jamban Pribadi Di Masing-Masing Klaster
Sasaran pembuangan
Klaster Klaster Klaster Klaster n 0 1 Klaster 2 3 4
%
Sungai, sungai kecil
.0 42.9
15.4
.0
.0
5 23.8
Dikubur di halaman
.0
.0
7.7
.0
.0
1 4.8
Lainnya
.0
.0
38.5
.0
.0
5 23.8
Tidak tahu
.0 57.1
38.5
.0 100.0 10 47.6
Sementara itu pada kebiasaan anak balita buang air besar di lantai, di kebun atau dengan kata lain di tempat terbuka masih cukup banyak di rumah tangga responden. Sebanyak 10,8% anak balita punya kebiasaan (sangat sering dan kadang-kadang) buang air besar di lantai dan di kebun. Hanya 23,7% yang tidak terbiasa buang air besar di lantai dan di kebun dan sisanya (65,5%) ibu dari anak balita tidak mengetahui dengan jelas anak balitanya memiliki kebiasaan buang air besar di lantai atau di kebun. Grafik 3.31 Gambaran Kebiasaan Anak Balita di Rumah Responden yang Masih Terbiasa Buang Air Besar di Lantai, di Kebun, Secara Umum
Tabel 3.26 Gambaran Kebiasaan Anak Balita di Rumah Responden Yang Masih Terbiasa Buang Air Besar di Lantai, Di Kebun, di Masing-Masing Klaster
Kebiasaan
Klaster Klaster Klaster Klaster n 0 1 Klaster 2 3 4
%
Sangat sering
4.6
5.0
2.9
2.5
.0
81
3.7
Kadang-kadang
5.4
9.7
6.5
4.6
.0 156
7.1
Tidak biasa
25.8 16.8
23.6
35.0 70.0 522 23.7
Tidak tahu
64.2 68.4
67.0
57.9 30.0 1440 65.5
Dalam hal pembuangan tinja anak balita yang masih buang air besar di tempat terbuka, ternyata tidak semua ibu-ibu rumah tangga membuang tinja anak balita tersebut ke tempat yang benar.Hal ini meningkatkan risiko kontaminasi tinja ke makanan dan minuman oleh serangga penular penyakit (vector).Secara umum hanya 23 % ibu rumah tangga yang membuang tinja anak balita ke WC/jamban.
Selanjutnya dilihat gambaran per klasternya menunjukkan ibu rumah tangga yang membuang tinja anak balita ke WC/jamban paling rendah terdapat pada klaster 1 (16,8%) dan tertinggi di klaster 4 (72,5%). Grafik 3.32 Gambaran Lokasi Tempat Ibu Membuang Tinja Anak Secara Umum
Tabel 3.27 Gambaran Lokasi Tempat Ibu Membuang Tinja Anak di Masing-Masing Klaster Tempat pembuangan Ke WC/Jamban
Klaster Klaster Klaster Klaster 0 1 Klaster 2 3 4
n
%
26.7
16.8
21.0
37.1
72.5
505
23.0
Ke tempat sampah
.4
1.1
.4
.8
.0
15
.7
Ke kebun/ pekarangan/ jalan Ke sungai/ selokan/ got
.0
1.0
1.5
1.3
.0
24
1.1
2.5
4.7
3.5
2.5
.0
80
3.6
.0
137
6.2
27.5 1438
65.4
Lainnya Tidak tahu
7.9
7.2
6.8
.4
62.5
69.1
66.8
57.9
3.4.Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir a. Kondisi saluran air hujan di sekitar rumah Salah satu pilar penting sanitasi lingkungan adalah tersedianya saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat di lingkungan permukiman. Tersedianya drainase lingkungan di sekitar permukiman, tempat-tempat umum akan menghindarkan munculnya genangan-genangan air yang berisiko menjadi tempat perkembangan serangga penular penyakit maupun agent penyakit itu sendiri. Di lingkungan permukiman sekitar rumah tangga responden umumnya tidak terdapat adanya genangan air (91,4%). Dari rumah tangga yang terdapat genangan air, sebagian besar berada di halaman rumah (80,3%). Sementara asal genangan air tersebut sebagian besar dari air hujan (79,2%), disamping air limbah dari kamar mandi (12,1%) dan air limbah dari dapur (12,1%).
Tabel.3.28 Keberadaan Genangan Air Sekitar Rumah Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum dan Per Klaster Klaster 0
Genangan air Ada genangan Tidak ada genangan
Klaster 1
Klaster 2
64,29
B. Di dekat dapur
n
%
8,54
7,92
22,50
189
8,6
94,17
93,18
91,46
92,08
77,50
2010
91,4
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Tempat air biasa tergenang
Klaster 4
6,82
Tabel 3.29 Tempat Air Biasa Tergenang Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster
A. Dihalaman rumah
Klaster 3
5,83
n
Tabel 3.30 Asal Genangan Air Di Sekitar Rumah Rumah Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster
%
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Asal genangan air
85,71
81,71
63,16
100,00
139
80,3
A. Air limbah kamar mandi
21,43
20,41
6,10
15,79
,00
n
% 21
12,1
14,29
4,08
19,51
10,53
,00
22
12,7
B. Air limbah dapur
7,14
12,24
14,63
10,53
,00
21
12,1
C. Di dekat kamar mandi
,00
10,20
6,10
5,26
,00
11
6,4
C. Hujan
78,57
83,67
78,05
63,16 100,00
135
79,2
D. Di dekat bak penampungan
7,14
,00
6,10
5,26
,00
7
4,0
D. Air limbah lainnya
,00
8,16
4,88
5,26
,00
9
5,2
E. Lainnya
7,14
10,20
4,88
,00
,00
10
5,8
E. Tidak tahu
,00
2,04
2,44
,00
,00
3
1,7
Selanjutnya kondisi drainase lingkungan dipengaruhi pula oleh kebersihan di sekitar lingkungan rumah. Lingkungan permukiman yang bersih akan mendukung terciptanya kondisi saluran pembuangan yang lancar dan berfungsi dengan optimal. Gambaran kondisi kebersihan lingkungan rumah tangga responden sebagian besar halamannya bersih dari benda yg dapat menyebabkan air tergenang (84,4%). Sementara keadaan saluran air hujan yang terdapat di sekitar rumah sebagian besar terbuka (54,3%), sedangkan yang tidak terlihat 31,1% dan tertutup & tidak terlihat 14,6%. Tabel 3.31 Kondisi Halaman Rumah Dari Benda-Benda Yang Dapat Menyebabkan Genangan Air Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Kondisi halaman
n
Tabel 3.32 Keadaan Saluran Air Hujan Yang Terdapat Disekitar Rumah Saluran air hujan
%
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
Halaman bersih dari benda
87,92
88,60
83,54
74,58
65,00
1855
84,4
Terbuka
83,33
52,43
51,77
47,50
17,50
1195
54,3
Halaman penuh dengan benda
12,08
11,40
16,46
25,42
35,00
344
15,6
Tertutup, tidak terlihat
4,58
15,99
14,38
14,58
55,00
321
14,6
Tidak terlihat
12,08
31,57
33,85
37,92
27,50
683
31,1
Ditinjau dari arus air pada saluran air hujan dekatrumahmenunjukkan, sebanyak 37,4% rumaha tangga tidak terdapat saluran air dan 60,8% rumah tangga kondisi arus air di saluran air hujannya dalam keadaan mengalir (60,8%).
Sementara kebersihan saluran air hujan dari cemaran sampah, sebanyak 40,8% rumah tangga kondisinya bersih atau hampir selalu bersih dari sampah. Tabel 3.33 Kondisi Arus Air Di Saluran Air Hujan Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum dan Per Klaster Kondisi air di saluran
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Mengalir
n
Tabel 3.34 Kondisi Kebersihan Saluran Air Hujan Dari Sampah Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum dan Per Klaster Kebersihan saluran dari sampah
%
75.00
66.76
53.96
52.08
85.00
1337
60.8
Tidak mengalir
.83
.56
1.56
.00
.00
21
1.0
Tidak dapat dipakai, saluran kering
.42
.42
1.46
.00
.00
18
.8
23.75
32.27
43.02
47.92
15.00
823
37.4
Tidak ada saluran
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
Bersih atau hampir selalu bersih
57,08
46,04
32,08
37,92
77,50
898
40,8
Tidak bersih dari sampah, tapi masih dapat mengalir
11,67
20,31
22,50
14,17
7,50
427
19,4
Tidak bersih dari sampah, saluran tersumbat
1,67
,14
,21
,00
,00
7
,3
Tidak bersih dari sampah, tapi saluran kering
3,75
1,67
2,60
,42
2,50
48
2,2
Tidak ada saluran
25,83
31,85
42,60
47,50
12,50
819
37,2
b. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga Untuk mewujudkan lingkungan rumah tangga yang sehat, keberadaan saluran pembuangan air limbah sangat penting untuk mengalirkan buangan bekas aktifitas sehari-sehari agar tidak berdampak buruk bagi kesehatan. Dilihat dari kepemilikan SPAL di rumah tangga, menunjukkan secara keseluruhan masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki SPAL yakni sebesar 42% dengan sebaran pada masingmasing klaster tertinggi pada klaster 0 (50,4%), disusul kemudian klaster 1 (44,9%) dan klaster 2 (41,6%), sebagaimana tampak pada grafik dibawah. Grafik 3.33 Gambaran Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Secara Umum
Grafik 3.34 Gambaran Kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Di Masing-Masing Klaster
Selanjutnya dilihat dari asal air bekas buangan/limbah selain tinja yang dibuang ke masing-masing sasaran pembuangan memperlihatkan:
1. Sungai mendapatkan buangan air bekas buangan/limbah selain tinja yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel dari sejumlah besar rumah tangga dengan proporsi masing-masing 59,8%, 70,1%, 66,0% dan 23,6%. 2. Proporsi rumah tangga yang membuang limbah selain tinja dari keempat sumber tersebut ke jalan/halaman dan halaman, saluran terbuka,saluran tertutup, pipa saluran pembuangan, pipa IPAL sanimas proporsinya kecil dengan kisaran kurang dari 10%. 3. Lubang galian mendapatkan buangan air bekas buangan/limbah selain tinja yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel dari sejumlah kecil rumah tangga dengan kisaran 5,1% - 11,7%. Grafik 3.35 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Sungai
Grafik 3.36 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Ke Sungai
Grafik 3.37 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Jalan, Halaman
Grafik 3.38 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Jalan, Halaman
Grafik 3.39 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Ke Saluran Terbuka
Grafik 3.40 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Ke Saluran Terbuka
Grafik 3.41 Asal Air Bekas Buangan /limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Saluran Tertutup
Grafik 3.42 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang ke Saluran Tertutup
Grafik 3.43 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Lubang Galian
Grafik 3.44 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Lubang Galian
Grafik 3.45 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Pipa Saluran Pembuangan Secara Umum
Grafik 3.46 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja yang Dibuang ke Pipa Saluran Pembuangan Per Klaster
Grafik 3.47 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Ke Pipa IPAL Sanimas Secara Umum
Grafik 3.49 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Tidak Tahu Ke Mana
Grafik 3.48 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Ke Pipa IPAL Sanimas Per Klaster
Grafik 3.50 Asal Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Yang Dibuang Tidak Tahu Ke Mana
Selanjutnya dilihat dari sasaran lokasi pembuangan air bekas buangan/limbah selain tinja yang berasal dari dapur, kamar mandi, tempat cuci pakaian dan wastafel secara keseluruhan atau secara umum memperlihatkan, air bekas buangan/limbah selain tinja yang berasal baik dari dapur,kamar mandi, tempat cuci pakaian maupun wastafel, dibuang oleh sebagian besar rumah tangga ke sungai, dengan proporsi masing-masing : Dari dapur sebanyak 59,8% rumah tangga Dari kamar mandi sebanyak 70,1% rumah tangga Dari tempat cuci pakaian sebanyak 90,6% rumah tangga Dari wastafel sebanyak 23,6% rumah tangga
Grafik 3.51 Sasaran Pembuangan Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Dari Dapur Secara Umum
Tabel 3.36 Sasaran Pembuangan Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Dari Dapur Per Klaster
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
Sasaran
n
%
A. Ke sungai/kanal
37.8
61.9
59.0
66.9
90.6
769
59.80
B. Ke jalan, halaman
6.7
6.3
8.6
2.2
.0
85
6.61
C. Saluran terbuka
7.6
4.3
5.9
1.7
3.1
63
4.90
D. Saluran tertutup
10.9
6.3
7.1
.6
3.1
80
6.22
E. Lubang galian
9.2
6.8
9.3
16.3
3.1
120
9.33
F. Pipa saluran pembuangan
7.6
2.3
2.0
.0
.0
29
2.26
G. Pipa IPAL Sanimas
.8
.0
.0
.0
.0
1
0.08
H. Tidak tahu
.0
.0
.2
.0
.0
1
0.08
Tabel 3.37 Sasaran Pembuangan Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Dari Kamar Mandi Secara Umum Dan Per Klaster Sasaran A. Ke sungai/kanal
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
50.4
72.0
70.4
75.3
84.4
901
70.1
B. Ke jalan, halaman
7.6
6.6
7.8
3.4
.0
85
6.6
C. Saluran terbuka
9.2
4.5
7.1
3.4
3.1
76
5.9
D. Saluran tertutup
10.9
7.1
6.4
.6
3.1
79
6.1
E. Lubang galian
18.5
8.3
11.4
16.9
6.3
151
11.7
7.6
3.0
2.1
.0
.0
33
2.6
G. Pipa IPAL Sanimas
.8
.0
.0
.0
.0
1
.1
H. Tidak tahu
.0
.0
.0
.0
.0
0
.0
F. Pipa saluran pembuangan
Tabel 3.38 Sasaran Pembuangan Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja Dari Tempat Cuci Pakaian Secara Umum Dan Per Klaster Sasaran A. Ke sungai/kanal
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
49.6
71.5
64.0
66.9
90.6
849
66.0
B. Ke jalan, halaman
7.6
6.6
7.3
3.4
.0
82
6.4
C. Saluran terbuka
9.2
4.5
5.5
1.7
3.1
64
5.0
D. Saluran tertutup
10.9
7.1
5.9
.6
3.1
76
5.9
E. Lubang galian
18.5
8.3
9.1
15.7
3.1
135
10.5
7.6
3.0
2.1
.0
.0
33
2.6
G. Pipa IPAL Sanimas
.0
.0
.0
.0
.0
0
.0
H. Tidak tahu
.0
.0
.0
.0
.0
0
.0
F. Pipa saluran pembuangan
Tabel 3.39 Sasaran Pembuangan Air Bekas Buangan /Limbah Selain Tinja DariWastafel Secara Umum Dan Per Klaster Sasaran
Klaster 0
A. Ke sungai/kanal
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
32.8
24.2
24.1
12.4
37.5
304
23.6
B. Ke jalan, halaman
6.7
2.5
2.3
.6
.0
32
2.5
C. Saluran terbuka
6.7
1.3
3.0
1.1
3.1
33
2.6
D. Saluran tertutup
10.9
3.5
3.2
.0
3.1
46
3.6
E. Lubang galian
10.9
2.5
5.2
6.7
3.1
65
5.1
7.6
2.3
1.8
.0
.0
28
2.2
G. Pipa IPAL Sanimas
.8
.3
.0
.0
.0
2
.2
H. Tidak tahu
.0
.5
.2
.0
.0
3
.2
F. Pipa saluran pembuangan
Kepernahan terjadinya banjir hanya sedikit dirasakan oleh rumah tangga responden, secara keseluruhan 97,77% rumah tangga tidak pernah mengalami banjir. Sebaran di masing-masing klaster menunjukkan, rumah tangga yang pernah mengalami banjir terbanyak di klaster 4 (22,5%), sedangkan diklaster lainnya proporsinya hanya 5%. Grafik 3.52 Gambaran Kepernahan Dan Frekuensi Banjir Di Rumah Tangga Responden Secara Umum
Grafik 3.53 Gambaran Kepernahan Dan Frekuensi Banjir Di Rumah Tangga Responden Per Klaster
Dari rumah tangga yang pernah mengalami kebanjiran, secara umum frekuensi rutin (57,14%) lebih besar dibanding yang tidak rutin. Selanjutnya distribusi di masing-masing klaster memperlihatkan pada klaster 0 dan klaster 4, sebagian besar rutin bahkan di klaster 4 semuanya bersifat rutin banjirnya. Sementara itu di klaster 1, klaster 2 dan klaster 3, sbagian besar bersifat tidak rutin banjirnya, di klaster 3 seluruhnya bersifat tidak rutin. Dilihat dari sifat banjirnya sendiri, rumah tangga yang kebanjiran sampai masuk ke dalam rumah proporsinya lebih kecil dibanding yang tidak memasuki rumah meskipun selisihnya kecil.
Berdasarkan sebaran tiap klasternya, pada klaster 3 dan klaster 4, kejadian banjirnya seluruhnya memasuki rumah. Tabel 3.40 Gambaran Rutinitas Kepernahan Banjir Di Rumah Tangga Responden Secara Umum Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Jumlah
Rutinitas
Tabel 3.41 Gambaran Rutinitas Kepernahan Banjir Di Rumah Tangga Responden Per Klaster (%)
Rutin
11
4
4
0
9
28
57.14
Tidak Rutin
2
5
13
1
0
21
42.86
Jumlah
13
9
17
1
9
49
100.00
Rutinitas
Tabel 3.42 Gambaran Kepernahan Banjir Yang Memasuki Rumah Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Memasuki rumah
Ya Tidak
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Jumlah
2 11
6 3
4 13
1 0
9 0
22 27
(%)
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
Rutin
84.6
44.4
23.5
.0
100.0
Tidak Rutin
15.4
55.6
76.5
100.0
.0
Tabel 3.43 Gambaran Kepernahan Banjir Yang Memasuki Rumah Pada Rumah Tangga Responden Per Klaster Memasuki rumah Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
44.9
Ya
15.4
66.7
23.5
100.0
100.0
55.1
Tidak
84.6
33.3
76.5
.0
.0
Dari keluarga yang pada saat banjir yang airnya memasuki rumah (22 rumah tangga), ketinggian airnya sebagian besar hanya setumit orang dewasa. Atau dengan kata lain cukup dangkal. Begitupula gambaran di masing-masing klaster sebagian besar hanya setinggi tumit orang dewasa. Grafik 3.54 Gambaran Ketinggian Air Banjir Yang Melanda Rumah Tangga Responden Secara Umum
Grafik 3.55 Gambaran Ketinggian Air Banjir Yang Melanda Rumah Tangga Responden Per Klaster
Dilihat dari potensinya dalam penyebaran kuman penyakit ke sekelilingnya, secara umum rumah tangga yang pernah kebanjiran, sebagian besar terendam kamar mandi dan WC nya. Hanya 27,3% yang tidak pernah terendam. Bahkan pada klaster 3 dan klaster 4 seluruhnya merendam kamar mandi/WC dengan frekuensi
yang berbeda-beda. Sementara jika ditinjau dari durasi banjirnya, secara umum berlangsungnya paling banyak 1-3 jam.Pada klaster 0 dan klaster 3, durasinya setengah hari sampai dengan 1 hari, sedangkan klaster lainnya bervariasi antara kurang dari 1 jam sampai dengan setengah hari. Grafik 3.56 Kejadian Banjir Yang Merendam Kamar Mandi Wc Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum
Grafik 3.58 Lama Kejadian Banjir Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum
Grafik 3.57 Kejadian Banjir Yang Merendam Kamar Mandi Wc Pada Rumah Tangga Responden Per Klaster
Grafik 3.59 Lama Kejadian Banjir Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum
3.5. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Secara umum sumber air utama yang digunakan rumah tangga untuk keperluan minum utamanya berasal dari sumur gali terlindungi, sumur gali tidak terlindungi, mata air terlindungi dan air isi ulang. Rumah tangga yang menggunakan air minum bersumber dari air isi ulang ternyata proporsinya (11,8%) melebihi dari rumah tangga
yang menggunakan air bersumber sistem perpipaan (3,7%). Berdasarkan sebaran per klasternya, proporsi rumah tangga dengan sumber air minum dari sumur gali terlindungi , sangat tinggi di klaster 0 (71,7%) dan klaster 4 (82,5%), sedangkan pengguna air minum dari sumber mata air baik yang terlindungi maupun yang tidak, terbanyak di klaster 2 (30,3%) dan rumah tangga yang menggunakan air minum dari system perpipaan (air ledeng PDAM, hidran umum, kran umum) proporsinya sangat kecil rata-rata dibawah 3% kecuali di klaster 1 proporsinya 6,9%. Tabel 3.44 Jenis Sumber Air Yang Digunakan Untuk Minum Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster Jenis S umber A ir
Klas ter 0
Klas ter 1
Klas ter 2
Klas ter 3
Klas ter 4
%
A. Air botol kem as an
4.2
7.9
3.9
6.3
.0
5.4
B. Air is i ulang
2.9
19.1
10.8
4.6
2.5
11.8
C . Air Leden g dari PD AM
.0
3.3
2.1
.0
.0
2.0
D . Air hidran u m um - PD AM
.0
2.6
.2
.4
2.5
1.0
E. Air kran um um -PD AM/PR OYEK
.4
1.0
.2
2.1
.0
.7
2.5
1.8
1.3
1.3
2.5
1.6
F. Air s um ur pom pa tangan G. Air s um ur gali te rlindungi
71.7
57.0
48.4
60.8
82.5
55.8
H . Air s um ur gali td k terlindungi
10.0
12.1
10.9
9.2
7.5
11.0
I. Mata a ir terlin dungi
1.7
8.3
22.8
6.3
.0
13.6
10.4
10.0
7.5
12.5
.0
9.0
K. Air hu ja n
.0
.1
.6
.4
.0
.4
L. Air dari s ung ai
.4
.3
.2
.4
.0
.3
M. Air dari w a duk/da nau
.0
.0
.1
.0
.0
.0
N . Lainnya
.0
1.8
6.5
13.8
2.5
5.0
J. Mata air tdk terlind ungi
Pola yang hampir sama ditunjukkan pada jenis sumber air yang digunakan rumah tangga untuk memasak .secara umum sumber air yang digunakan utamanya berasal dari sumur gali terlindungi, sumur gali tidak terlindungi, mata air terlindungi dan mata air tidak terlindungi. Hanya bedanya pada penggunaan air untuk memasak, sumber air yang berasal dari system perpipaan (4%) lebih banyak digunakan diibanding dari air isi ulang (0,7%). Sementara itu penggunaan air untuk cuci piring dan gelas polanya sama dengan jenis sumber air yang digunakan untuk memasak, dimana sumber air utamanya berasal dari sumur gali terlindungi, sumur gali tidak terlindungi, mata air terlindungi dan mata air tidak terlindungi dengan proporsi masing-masing sebesar 55,4%, 10,4%, 12,1% dan 8,5%. Pola sebaran di masing-masing klaster sama dengan pola secara umum, hanya saja di klaster 4 tidak ada rumah tangga yang menggunakan air yang berasal dari mata air.
Tidak berbeda dengan penggunaan air untuk cuci piring dan gelas, penggunaan air untuk cuci pakaian utamanya berasal dari sumur gali terlindungi, sumur gali tidak terlindungi, mata air terlindungi dan mata air tidak terlindungi.
Tabel 3.45 Jenis Sumber Air Yang Digunakan Untuk Memasak Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster Klaster 0
Jenis Sumber Air
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
%
A. Air botol kem as an
.0
.0
.2
1.3
.0
B. Air is i ulang
.8
1.3
.3
.4
2.5
.7
C. Air Ledeng dari PDAM
.0
4.0
2.1
.0
.0
2.2
D. Air hidran um um - PDAM
.0
3.1
.2
.4
2.5
1.2
E. Air kran um um -PDAM/PROYEK
.4
.8
.2
2.1
.0
.6
2.5
2.1
1.4
1.3
2.5
1.7
F. Air s um ur pom pa tangan
.2
G. Air s um ur gali terlindungi
72.5
58.0
49.5
60.8
82.5
56.6
H. Air s um ur gali tdk terlindungi
10.0
12.5
10.5
9.6
7.5
11.0
I. Mata air terlindungi
1.7
8.8
22.7
6.3
.0
13.6
10.8
10.3
7.8
12.5
.0
9.3
K. Air hujan
.0
.3
.8
.4
.0
.5
L. Air dari s ungai
.8
.4
.4
.4
.0
.5
J. Mata air tdk terlindungi
M. Air dari waduk/danau
.0
.0
.1
.0
.0
.0
N. Lainnya
.4
1.5
6.8
13.8
2.5
5.0
Tabel 3.46 Jenis Sumber Air Yang Digunakan Untuk Cuci Piring Dan Gelas Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster Jenis S um ber A ir
Klas ter 0
Klas ter 1
Klas ter 2
Klas ter 3
Klas ter 4
%
A. Air botol kem as an
.0
.0
.0
.0
.0
B. Air is i ulang
.4
.3
.2
.0
.0
.2
C . Air Leden g dari PD AM
.0
3.5
2.1
.0
.0
2.0
D . Air hidran u m um - PD AM
.0
3.1
.2
.4
2.5
1.2
E. Air kran um um -PD AM/PR OYEK
.4
.4
.2
.0
.0
.3
2.1
1.9
1.5
1.7
2.5
1.7 55.5
F. Air s um ur pom pa tangan
.0
G. Air s um ur gali te rlindungi
67.9
57.6
49.0
58.8
82.5
H . Air s um ur gali td k terlindungi
10.0
11.3
9.7
11.7
7.5
10.4
I. Mata a ir terlin dungi
1.7
8.5
19.7
5.4
.0
12.1
J. Mata air tdk terlind ungi
7.1
9.9
7.9
10.0
.0
8.5
.4
1.1
1.1
.8
.0
1.0 3.5
K. Air hu ja n L. Air dari s ung ai
10.8
3.2
2.4
2.1
2.5
M. Air dari w a duk/da nau
.4
.1
.3
.0
.0
.2
N . Lainnya
.8
2.1
9.2
13.8
2.5
6.3
Tabel 3.47 Jenis Sumber Air Yang Digunakan Untuk Cuci Pakaian Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster Jenis S um ber A ir
Kla s te r 0
Klas te r 1
Klas ter 2
Klas ter 3
Kla s te r 4
%
A. Air b oto l ke m a s a n
.0
.0
.0
.0
.0
.0
B. Air is i u lan g
.4
.1
.2
.0
.0
.2
C . Air Le de ng da ri PD AM
.0
3 .5
2 .1
.0
.0
2 .0
D . Air hid ra n u m um - PD AM
.0
3 .1
.2
.4
2.5
1 .2
E. Air kra n u m um -PD AM/PR OYEK
.4
.4
.2
.0
.0
.3
2 .1
1 .9
1 .5
1.7
2.5
1 .7
G. Air s u m ur ga li te rlin du ng i
67 .5
57 .3
49 .1
5 8.3
8 2.5
55 .4
H . Air s u m ur ga li td k terlind un gi
10 .0
11 .3
9 .7
1 1.3
7.5
10 .4
I. Mata a ir te rlin du ng i
1 .7
8 .5
19 .7
5.4
.0
12 .1
J. Ma ta a ir td k te rlin du ng i
7 .5
9 .9
7 .8
1 0.0
.0
8 .5
.4
1 .0
1 .1
.8
.0
1 .0
10 .8
3 .1
2 .4
2.5
2.5
3 .5
F. Air s um u r p om p a ta ng an
K. Air hu jan L. Air d ari s u ng ai M. Air da ri w ad uk/d an au
.4
.1
.3
.0
.0
.2
N . La inn ya
.8
2 .4
9 .5
1 3.8
2.5
6 .5
Untuk keperluan gosok gigi, sebagian besar rumah tangga menggunakan air yang berasal dari air sumur (terlindungi dan tidak terlindungi), mata air (terlindungi dan tidak terlindungi) dan sistem perpipaan (air ledeng PDAM, hidran umjum, kran umum), sebagaimana tampak pada tabel dibawah.
Tabel 3.48 Jenis Sumber Air Yang Digunakan Untuk Gosok Gigi Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster Jenis Sum ber Air
Klas ter 0
Klas ter 1
Klas ter 2
Klas ter 3
Klas ter 4
%
A. Air botol kem as an
.0
.0
.0
.0
.0
B. Air is i ulang
.4
.3
.2
.0
.0
.2
C . Air Ledeng dari PD AM
.0
3.3
2.1
.0
.0
2.0
D . Air hidran um um - PD AM
.0
2.9
.2
.4
2.5
1.1
E. Air kran um um -PD AM/PR OYEK
.4
.4
.2
.0
.0
.3
2.5
2.2
1.5
1.7
2.5
1.9 55.7
F. Air s um ur pom pa tangan
.0
G. Air s um ur gali terlindungi
70.0
57.3
49.3
57.9
82.5
H . Air s um ur gali tdk terlindungi
10.4
11.3
10.5
11.3
7.5
10.8
I. Mata air terlindungi
1.7
8.6
19.8
5.0
.0
12.2
J. Mata air tdk terlindungi
8.8
10.0
7.7
10.0
.0
8.7
.4
.7
1.1
.8
.0
.9
4.2
2.4
1.7
2.5
.0
2.2
K. Air hujan L. Air dari s ungai M. Air dari w aduk/danau
.0
.1
.4
.0
.0
.2
N . Lainnya
.0
2.6
8.5
13.8
2.5
6.1
Menyangkut kesulitan air yang mungkin dirasakan oleh rumah tangga, secara umum sebagian besar (71,5%) rumah tangga merasa tidak pernah mengalami kesulitan air dan hamper seperempat dari total rumah tangga (24,3%) merasakan pernah mengalami kesulitan air dengan lama waktu selama seminggu.
Grafik 3.60 Lama Waktu Kesulitan Air Yang Dialami Oleh Responden Secara Umum ' 1 , 1
1
1
'
%
"
%' '
%
"
%
"
1
1
0
Tabel 3.49 Lama Waktu Kesulitan Air Yang Dialami Oleh Responden Per Klaster
Jangka waktu kesulitan Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
%
Tidak pernah
75.8
72.3
73.1
55.8
85.0
71.5
Beberapa jam saja
.4
1.0
1.7
.0
.0
1.1
Satu sampai beberapa hari Seminggu
.8
4.9
1.5
.0
.0
2.3
.4
.3
.1
.0
.0
.2
22.5
20.4
23.2
43.8
15.0
24.3
.0
1.1
.4
.4
.0
.6
Lebih dari seminggu
"
Tidak tahu
Tabel 3.50 Kepuasan Responden Terhadap Kualitas Air Yang Digunakan Secara Umum Dan Per Klaster
'"
Tabel 3.51 Jarak Sumber Air Ke Tempat Penampungan/ Pembuangan Tinja Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster "
1
Puas
92.5
94.3
84.1
76.3
85.0
87.5
Kurang 10 m Lebih 10 m
Tidak
7.5
5.7
15.9
23.8
15.0
12.5
Tidak tahu
32.5
30.6
36.6
45.8
17.5
34.8
48.8
52.0
39.2
42.1
62.5
45.2
18.7
17.4
24.2
12.1
20.0
20.0
Selanjutnya dilihat dari potensi pencemaran sumber air dari sumber pencemar (tempat penampungan/pembuangan tinja), memperlihatkan masih cukup besar potensi pencemaran air terhadap sumber air yang digunakan rumah tangga untuk keperluan sehari-hari. Sebanyak 34,8% total rumah tangga, jarak sumber air minum dengan tempat penampungan dan pembuangan tinja kurang dari 10 m. Namun demikian menurut persepsi responden, sebagian besar (87,5%) menyatakan puas atas kualitas air yang digunakan. Secara umum para ibu rumah tangga mengolah/menangani air sebelum digunakan untuk minum dan masak (97,8%). Begitupula gambaran di tiap klasternya, sebagian besar mengolah terlebih dahulu air yang digunakan untuk minum. Cara pengolahan/penanganan airnya hampir seluruhnya dengan cara direbus (99%).
Tabel 3.52 Pengolahan / Penanganan Air Sebelum Digunakan Untuk Minum Dan Masak Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster
$
1
Diolah
97.1
96.4
98.6
99.2
97.5 97.8
Tidak diolah
2.9
3.6
1.4
.8
2.5 2.2
Tabel 3.53 Cara Pengolahan / Penanganan Air Sebelum Digunakan Untuk Minum Dan Masak Pada Rumah Tangga Responden Secara Umum Dan Per Klaster
%
Direbus Ditam bahkan kaporit Lainnya Tidak tahu
99.1
99.0
98.8
99.6
100.0
99.0
.0
.3
.7
.4
.0
.5
.4
.7
.3
.0
.0
.4
.4
.0
.1
.0
.0
.1
Selanjutnya air yang telah diolah disimpan umumnya di tempat yang aman, hanya 1,3% rumah tangga yang tidak melakukan penyimpanan air di tempat yang aman setelah diolah. Tabel 3.54 Tempat Responden Menyimpan Air Yang Sudah Diolah Di Tempat Yang Aman Secara Umum Dan Per Klaster & #
# '
$
)
# %' "
$ ) " "' 5 ,
5)
5
%
+
"
0 "
Kemudian perilaku ibu rumah tangga dalam pengambilan air untuk minum, cuci piring& gelas dan gosok gigi dari tempat penyimpanan air, secara umum cukup positif khususnya dalam mencegah terjadinya kontaminasi kuman atau bakteri ke dalam air karena sebagian besar menggunakan gayung (70,5%) dan gelas (23,4%). Begitupula gambaran di tiap klaster, sebagian besar menggunakan gayung. Tabel 3.55 Cara Responden Mengambil Air Untuk Minum, Masak, Cuci Piring & Gelas Dan Gosok Gigi Dari Tempat Penyimpan Air %
#
0
(
)
" '
#
"
#
"
"
0 "
Khusus dalam mengambil air untuk minum dan masak dari wadah penyimpanan air, sebagian besar (87,31%) ibu rumah tangga tidak menyentuh air atau dengan kata lain menggunakan alat. Hal ini cukup positif untuk menghindarkan kontaminasi kuman yang dapat menyebabkan penyakit ke dalam air minum
Grafik 3.61 Cara Pengambilan Air Minum Dan Memasak
Tabel 3.56 Cara Pengambilan Air Minum Dan Masak
Cara pengambilan Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
Tangan menyentuh air
2.08
15.02
14.90
1.67
15.00
266
12.10
Tangan tidak menyentuh air Tidak tahu
97.92
83.73
84.69
98.33
85.00
1920
87.31
.00
1.25
.42
.00
.00
13
.59
Untuk tempat menyimpan air minum di dapur, secara umum sebagian besar (75,44%) rumah tangga menyimpannya dalam panci tertutup, sedangkan yang tidak disimpan sebanyak 8,46%. Begitupula gambaran di masing-masing klaster, di semua klaster sebagian besar rumah tangga menyimpan air minum di dapur dalam panci tertutup. Grafik 3.62 Tempat Menyimpan Air Minum di Dapur
Tabel. 3.57 Tempat Penyimpanan Air Minum Tempat menyimpan Tidak disimpan
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
4.58
12.24
6.88
6.25
15.00
186
8.46
Dalam panci terbuka
15.83
5.84
9.17
10.83
22.50
203
9.23
Dalam panci tertutup
74.17
80.11
72.29
77.92
60.00
1659
75.44
5.42
1.81
11.56
5.00
2.50
150
6.82
.00
.00
.10
.00
.00
1
.05
lainnya Tidak tahu
3.6. Perilaku Hygiene Perilaku pemakaian sabun pada hari ini atau kemarin, baik secara umum maupun di masing-masing klaster menunjukkan sebagian besar memakai sabun.
Tabel 3.58 Perilaku Pemakaian Sabun Pada Hari Ini Atau Kemarin, Baik Secara Umum Maupun Di Masing-Masing Klaster Menunjukkan Sebagian Besar Memakai Sabun
Perilaku
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
% Total
Memakai
99.2
99.6
99.4
99.6
100.0
99.5
Tidak
0.8
0.4
0.6
0.4
0.0
0.5
Dilihat tujuannya, secara umum pemakaian sabun dilakukan dalam kegiatan mandi (99%), mencuci peralatan (96.9) dan mencuci pakaian (96.1%). Sementara untuk kegiatan mencuci tangan sendiri hanya 69.3%. Begitupula kegiatan memandikan anak, mencuci tangan anak dan menceboki pantat anak proporsinya dibawah 50%. Grafik 3.63 Pemakaian Sabun
Dilihat dari gambaran masing-masing klaster, pada klaster 0, klaster 1, klaster 2 dan klater 3, penggunaan sabun untuk mandi, mencuci peralatan dan mencuci pakaian, proporsinya sudah sangat tinggi diatas 90%. Selanjutnya untuk tujuan menceboki pantat anak dan mencuci tangan anak, pada klaster 0 proporsinya masih cukup tinggi
yakni diatas 60%, sementara pada klaster 1, klaster 2, klaster 3 dan klaster 4 cukup rendah dibawah 50%. Grafik 3.64 Penggunaan Sabun Per Kluster
Sementara itu kebiasaan anggota keluarga biasa mencuci tangan ditempattempat yang diharapkan secara umum masih rendah, umumnya dibawah 50% kecuali mencuci tangan di kamar mandi (58.1%). Grafik 3.65 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tempat Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan
Dilihat dari gambaran di masing-masing klaster, pada klaster 0 sampai dengan klaster 4 kebiasaan mencuci tangan anggota keluarga di dekat kamar mandi, di dekat jamban dan di sekitar penampungan sampah, masih sangat rendah dengan proporsi dibawah 10%.
Grafik 3.66 Perbandingan Tempat Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan Per - Kluster
Secara umum perilaku cuci tangan sudah cukup tinggi hanya pada kebiasaan cuci tangan sebelum makan (60,8%) dan sesudah makan (80,6%). Sementara kebiasaan cuci tangan pada aktifitas kehidupan yang lain masih rendah seperti setelah menceboki anak, setelah buang air besar, sebelum menyuapi anak, sebelum menyiapkan masakan, setelah memegang hewan dan sebelum sholat. Dilihat dari sebaran pada masing-masing klaster, pada klaster 0 dalam beberapa aktifitas kehidupan sehari-hari memiliki kebiasaan cuci tangan yang relatif lebih baik di banding klater-klaster lainnya.
Grafik 3.67 Kebiasaan Ibu Rumah Tangga Mencuci Tangan Dengan Menggunakan Sabun Secara Umum
Tabel 3.59 Kebiasaan Ibu Rumah Tangga Mencuci Tangan Dengan Menggunakan Sabun Di Masing-Masing Klaster Kebiasaan cuci tangan A. Sebelum ke toilet
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 % Total 6.7
1.1
1.6
.8
.0
1.9
B. Setelah menceboki bayi/anak C. Setelah dari buang air besar D. Sebelum makan
48.8
21.1
15.5
14.6
42.5
21.4
94.6
53.0
47.0
44.2
60.0
54.1
75.4
55.5
57.5
81.7
22.5
60.8
E. Setelah makan
97.1
84.8
75.6
80.8
25.0
80.6
F. Sebelum memberi menyuapi anak G. Sebelum menyiapkan masakan H. Setelah memegang hewan I. Sebelum sholat
53.3
17.7
11.3
12.5
2.5
17.9
53.8
16.3
15.5
30.8
5.0
21.4
56.3
21.6
28.6
43.8
62.5
31.6
76.7
16.8
20.0
41.7
20.0
27.5
.8
4.2
10.9
10.4
.0
7.4
J. Lainnya
Sarana cuci tangan yang ada di dapur, secara umum masih kurang saniter kondisinya. Rumah tangga dengan sarana cuci tangan yang tersedia air dan sabun kurang proporsinya dari 50%. Begitupula jika dilihat sebaran per klasternya, menunjukkan seluruh klaster proporsinya kurang dari 50% kecuali di klaster 3 dengan proporsi terseddia air 82,08% dan tersedia sabun 81,25%. Tabel 3.60 Sarana Cuci Tangan Sarana cuci tangan
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
n
%
Tersedia air
33,33
40,06
46,56
82,08
10,00
1016
46,20
Tersdia sabun
30,00
46,59
44,48
81,25
12,50
1034
47,02
Dalam melindungi makanan dari serangga (lalat, kecoa, cicak, semut dan serangga lainnya), sebagian besar rumah tangga melindunginya dengan menyimpan diatas meja dan ditutup (42,81%) dan disimpan di lemari tertutup rapat (33,67%).
Grafik 3.68 Perlindungan Makanan Dari Serangga
Tabel 3.61 Perlindungan Makanan dari Serangga Pengamanan makanan
Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4
n
%
Disimpan di atas ditutup
52,08
42,06
45,00
27,92
37,50
941
42,81
Disimpan dalam lemari makan
8,33
12,81
9,48
16,25
17,50
249
11,33
Disimpan dalam lemari yang tertutup Di dalam kulkas
30,42
32,31
31,35
48,75
42,50
740
33,67
,83
1,11
,10
1,67
2,50
16
,73
lainnya
5,42
9,05
11,04
1,25
,00
187
8,51
Tidak ditutup
2,92
2,65
3,02
4,17
,00
65
2,96
3.7. Kejadian penyakit Diare Secara umum (total sampel) Penyakit Diare menjangkiti 21.7% keluarga yang terjadi sejak hari saat wawancara sampai lebih dari 6 bulan yang lalu. Sebagian besar waktu kejadiannya lebih dari 6 bulan yang lalu (11.5%) dan yang paling sedikit munculnya pada hari saat wawancara (0.5%). Grafik 3.69 Proporsi Keluarga Yang Mengalami Kejadian Diare Menurut Waktu Kejadian Penyakitnya Secara Umum
Gambaran waktu kejadian diare pada rumah tangga yang mengalami diare dimasing-masing klaster, menampakkan pola yang hampir sama, dimana di semua klaster proporsi tertinggi kejadian diarenya pada lebih dari 6 bulan yang lalu, sedangkan proporsi terendah pada hari saat wawancara.
Grafik 3.70 Proporsi Keluarga Yang Mengalami Kejadian Diare Menurut Waktu Kejadian Penyakitnya Dalam Masing-Masing Klaster
Dilihat dari jenis kelamin dan kelompok usianya secara umum, sebagian besar diderita oleh anggota keluarga dewasa perempuan (37.9%) diikuti kemudian dengan anak-anak balita (28.5%) dan dewasa laki-laki (17.4%). Gambaran yang sama ditunjukkan di masing-masing klaster kecuali di klaster 0. Di klaster 1, klaster 2, klaster 3 dan klaster 4 sebagian besar diderita oleh anggota keluarga dewasa perempuan diikuti kemudian dengan anak-anak balita dan dewasa laki-laki. Sementara pada klaster 0, proporsi tertinggi pada dewasa perempuan diikuti kemudian dewasa laki dan selnjutnya anak-anak balita.
Grafik 3.71 Proporsi Penderita Diare Di Keluarga Responden Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Usia Secara Umum
Grafik 3.72 Proporsi Penderita Diare Di Keluarga Responden Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Usia Di Masing-Masing Klaster
3.8. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Gambaran faktor risiko lingkungan dapat dilihat dari indeks risiko sanitasinya. Pada faktor risiko sumber air secara umumindeks risiko sanitasi tertinggi yakni pada sumber air terlindungi dengan nilai total indeks risikonya 69,5 dan terendah pada penggunaan sumber air tidak terlindungi dengan nilai total indeks risikonya 22,5%. Begitupula sebaran di tiap klasternya, sumber air terlindungi dan penggunaan sumber air tidak terlindungi masing-masing menempati indeks risiko tertinggi dan terendah di tiap klasternya. Pencemaran karena SPAL memiliki indeks risiko sanitasi tertinggi pada faktor risiko air limbah domestic secara keseluruhan, juga di tiap klaster kecuali klaster 4. Sementara indeks risiko sanitasi terendahnya baik secara keseluruhan maupun tiap klasternya adalah tangki septik suspek aman.Bahkan pada klaster 3, indeks risiko sanitasi untuk tangki septik suspek aman sangat kecil dibawah 1. Begitupula indeks risko sanitasi untuk pencemaran karena pembuangan isi tangki septik, sangat kecil dibawah 1 di klaster 0 dan klaster 3. Namun di klaster 4, indeks risikonya sangat besar (100). Indeks risiko tertinggi untuk faktor risiko persampahan secara keseluruhan terletak pada pengelolaan sampah (95,4) dan terendah pada ketepatan waktu pengangkutan sampah (12,0). Berdasarkan sebaran per klasternya, indeks risiko tertinggi pada klaster 2, klaster 3 dan klaster 4 terletak pada pengelolaan sampah dan pada klaster 0 dan klaster 1 terletak pada frekuensi pengangkutan sampah. Sementara indeks risiko terendah disemua klaster terletak pada ketepatan waktu pengankutan sampah. Pada faktor risiko genangan air, secara umum maupun gambaran per klasternya menunjukkan indeks risiko sanitasinya rendah. Nilai total indeks risiko sanitasi secara umum 9,4 dan indeks risiko tiap klasternya berkisar 7,9 – 22,5. Perilaku hidup bersih sehat, indeks risiko tertinggi secara umum terletak pada CTPS di lima waktu penting (90,1) dan terendah pada pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air (12,7). Berdasarkan sebaran per klasternya menunjukkan pola yang hampir sama dengan pola secara keseluruhan yang mana di
masing-masing klaster, indeks risiko sanitasi tertinggi ada pada CTPS di lima waktu penting, sedangkan indeks risiko sanitasi terendah pada pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air kecuali di klaster 4. Pada klaster ini, lantai dan dinding jamban tidak bebas dari tinja serta tidak terlihat sabun di dalam atau dekat jamban mempunyai nilai indeks risiko sanitasi terendah. Tabel 3.62 Indeks Risiko Sanitasi Per Kluster 0
1
Klaster 2
3
4
1.1 Sum ber air terlindungi
68.8
70.2
64.2
87.1
85.0
1.2 Penggunaan s um ber air tidak terlindungi.
15.4
25.0
23.0
22.1
7.5
22.5
1.3 Kelangkaan air
23.8
26.7
25.2
44.2
15.0
27.4
Variabel 1. SUMBER AIR
69.5
2. AIR LIMBAH DOMESTIK 2.1 Tangki s eptik s us pek am an
5.0
4.2
3.1
.0
7.5
3.4
2.2 Pencem aran karena pem buangan is i tangki s eptik
.0
71.4
69.2
.0
100.0
71.4
86.7
91.4
91.8
94.2
95.0
91.4
95.4
2.3 Pencem aran karena SPAL 3. PERSAMPAHAN 3.1 Pengelolaan s am pah
98.8
92.8
95.2
100.0
100.0
3.2 Frekuens i pengangkutan s am pah
100.0
100.0
53.3
.0
.0
72.0
.0
25.0
6.7
.0
.0
12.0
90.8
90.5
80.7
64.2
100.0
83.6
10.8
7.9
9.9
8.3
22.5
9.4
5.1 CTPS di lim a waktu penting
60.0
92.2
95.3
91.7
100.0
90.1
5.2.a. Lantai dan dinding jam ban tidak bebas dari tinja
32.9
22.9
21.4
11.7
7.5
21.8
5.2.b. Jam ban tidak bebas dari kecoa dan lalat
35.0
22.5
32.8
31.1
17.5
29.2
5.2.c. Penggelontor tidak berfungs i
36.3
27.4
35.5
23.3
10.0
31.2
5.2.d. Tidak terlihat ada s abun di dalam atau di dekat jam ban
44.6
28.2
28.6
8.3
7.5
27.6
2.1
16.3
15.3
1.7
15.0
12.7
42.1
45.8
53.9
33.8
30.0
47.3
3.3 Ketepatan waktu pengangkutan s am pah 3.4 Pengolahan s am pah s etem pat 4. GENANGAN AIR 4.1 Adanya genangan air 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT
5.3 Pencem aran pada wadah penyim panan dan penanganan air 5.4 Perilaku BABS
Selanjutnya secara kumulatif dari kelima variable risiko sanitasi, klaster 1 mempunyai indeks risiko sanitasi tertinggi (nilai :233) di ikuti dengan klaster 4 ( nilai : 210), klaster 2 (nilai : 207), klaster 0 (nilai 182) dan klaster 3 (nilai : 167). Berdasarkan indeks risiko sanitasi yang tertinggi per variable pada masing-masing klaster adalah sebagai berikut : a. b. c. d. e.
Klaster 0 adalah persampahan Klaster 1 adalah persampahan Klaster 2 adalah persampahan Klaster 3 adalah sumber air Klaster 4 adalah air limbah domestic
Tabel 3.63 Kumulatif Indeks Risiko Sanitasi /
)
%-
0 12 , 0 , -,12 .1 &, 0 0 1 0 0* * , 0 30 ,,*,
,&
&.& - ,
,
, , .
*
,&
&
%-
&
%-
&
%-
&
%-
&
,
Grafik 3.73 +", " " ) # & " ' Indeks Risiko Sanitasi Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2013
$7.;0* 3 <;+;7 7 !* * ; * ; +7 * +*
*;.
$7. *#$*<* *;. 0;#,*< !=#7 3#,7. *;.
(03
7.
(03
7.
(03
7.
(03
7.
(03
7.
;
Gambar 3.1 Peta Desa Di Wilayah Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Hasil Klustering Desa Studi EHRA 2013
Dari proses klastering pada seluruh
desa di wilayah
kabupaten Tasikmalaya (351 desa) diperoleh peta klaster desa sebagai berikut: a. 40 desa tergolong klaster 0 (11,4%) b. 116
desa
tergolong
klaster 1 (33,0%) c. 152
desa
tergolong
klaster 2 (43,3%) d. 42 desa tergolong klaster 3 (12,0%) e. 1 desa tergolong klaster 4 (0,3%) Adapun kabupaten menurut
peta
wilayah
Tasikmalaya klaster
desa
sebagaimana tampak pada gambar 3.1
Dari hasil pengumpulan dan analisa data EHRA, didapatkan nilai total indeks risiko sanitasi berkisar antara 167 sampai dengan 223 dengan interval 14. Berdasarkan capaian nilai indeks risiko sanitasi per klasternya, maka peta wilayah kabupaten Tasikmalaya berdasarkan risiko sanitasinya: -
42 desa masuk kategori kurang berisiko (dari desa klaster 3) 40 desa masuk kategori berisiko sedang (dari desa klaster 0) 153 desa masuk kategori risiko tinggi (dari desa klaster 2 dan 4) 116 desa masuk kategori risiko amat tinggi(dari desa klaster 1)
Gambar 3.2 Peta desa di wilayah Kabupaten Tasikmalaya Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi 2013
N W
>. > > > *%
E S
Tabel 3.64 Kategori Area Berisiko Berdasarkan Skor dan Nilai IRS (Indeks Resiko Sanitasi) Katagori Area Berisiko Kurang Berisiko Berisiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi
Skor EHRA 1 2 3
Range Nilai IRS 167-181 182-196 197-211
4
212-226
Klaster 3 0 2 4 1
Nilai IRS 167 182 207 210 223
Jumlah Desa 42 40 152 1 116
BAB IV
PENUTUP
Kegiatan studi EHRA dalam pelaksanaannya melibatkan pelaku-pelaku di tingkat lapangan baik unsur petugas kesehatan maupun masyarakat. Adanya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini sedikit banyak dirasakan telah membantu kelancaran dalam pelaksanaan di lapangan. Disamping itu dengan melibatkan kader atau unsur masyarakat disamping petugas kesehatan dalam studi EHRA ini, secara tidak langsung memberikan manfaat promosi sekaligus pembelajaran ke masyarakat luas menyangkut aspek-aspek kesehatan lingkungan serta urgensinya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pengenalan terhadap indikator-indikator ataupun aspek-aspek kesehatan lingkungan bermanfaat bagi masyarakat untuk mengidentifikasi situasi kesehatan lingkungan di wilayahnya masing-masing, seperti fasilitas sanitasi mencakup: a. Sumber air minum, b. Layanan pembuangan sampah, c. Jamban, d. Saluran pembuangan air limbah. Kemudian perilaku yang terkait dengan higiene dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: a. Buang air besar b. Cuci tangan pakai sabun, c. Pengelolaan air minum rumah tangga, d. Pengelolaan sampah dengan 3R e. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) Meningkatnya wawasan maupun cara pandang masyarakat terhadap berbagai determinan yang berhubungan dengan derajat kesehatan masyarakat termasuk determinan/faktor lingkungan akan mendorong percepatan terciptanya perilaku hygiene personal dan sanitasi lingkungan yang lebih baik serta terciptanya kondisi sanitasi lingkungan yang lebih sehat.
Selanjutnya hasil dari studi EHRA ini diharapkan dapan dimanfaatkan sebagai bahan advokasi kepada para stakeholder dalam rangka pengarustamaan pembangunan sanitasi, yang sampai saat ini masih dirasakan tertinggal. Ketertinggalan pembangunan sanitasi di Indonesia termasuk di Kabupaten Tasikmalaya berkaitan erat dengan kurangnya perhatian dan kesadaran akan arti penting sanitasi dalam menopang peningkatan indeks pembangunan manusia khususnya pada kesehatan. Banyak alasan yang mendasari terciptanya situasi tersebut, diantaranya kurangnya advokasi pembangunan sanitasi kepada stakeholder terkait. Advokasi sanitasi ke para stake holder terkait sangat diperlukan untuk merubah cara pandang dan pola pikir sasaran advokasi yang lebih baik sehingga diperoleh dukungan yang memadai. Selama ini data dan informasi menyangkut sanitasi yang dibutuhkan untuk memahami masalah sanitasi di masyarakat masih sangat kurang. Akibatnya tidak sedikit upaya ataupun kegiatan/program pengembangan sanitasi kurang mendapat perhatian di kalangan decision maker. Melalui studi EHRA ini, data dan informasi menyangkut kondisi sanitasi dan permasalahannya akan menjadi semakin jelas dan jika diadvokasikan dengan baik kepada para stakeholder/decision maker diharapkan dapat menumbuhkan dukungan bagi upaya-upaya pembangunan sanitasi. Disamping untuk menumbuhkan dukungan, untuk kepentingan pembangunan sanitasi sanitasi itu sendiri mutlak harus didasarkan pada kebutuhan dan situasi riil di lapangan yang didukungan dengan data dan informasi yang lengkap, valid dan relevan. Sebagaimana dalam program percepatan pembangunan sanitasi (PPSP) yang diluncurkan oleh pemerintah dewasa ini, dalam pelaksanaannya harus mengacu pada kebutuhan dan situasi riil sanitasi di masyarakat serta strategi sanitasi yang tercermin dari data dan informasi yang lengkap dan akurat serta dapat dipertanggungjawabkan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam pogram PPSP ini sebelum implementasi proyek dilakukan penyusunan strategi sanitasi kabupaten/kota (SSK). Khusus dalam penyusunan SSK, tampilan SSK harus bersifat komprehensif & lintas sektor, berskala kota/kawasan, berdasarkan data empiris, bersifat dari, untuk dan oleh kabupaten serta top down meets bottom up. Untuk maksud tersebut, sebagai acuan penyusunan SSK adalah buku putih sanitasi (BPS). Adanya keharusan berdasarkan data empiris tersebut, maka dalam penyusunan BPS diperlukan data riil/primer di masyarakat menyangkut risiko kesehatan lingkungan termasuk sanitasi yang diperoleh melalui suatu studi
langsung ke masyarakat yang dikenal dengan Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA). Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 2011 (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Disamping dari data hasil studi EHRA, dalam BPS nantinya juga dimasukkan pula data lain menyangkut situasi sanitasi masyarakat dari data sekunder yang bersal dari sumber-sumber data yang ada dan opini atau pendapat dari organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait. Dengan demikian upaya penyediaan data maupun informasi khususnya menyangkut situasi sanitasi riil yang lengkap/komprehensif dan akurat serta berkesimbungan dari waktu ke waktu memegang peran yang penting dalam pelaksananaan program PPSP kedepannya. Untuk menjamin kesinambungan dalam penyediaan base line data dan informasi sanitasi yang lengkap dan komprehensif, kegiatan studi EHRA atau kegiatan sejenis perlu dilakukan secara berkala untuk base line data program percepatan pembangunan sanitasi dan baseline studi EHRA selanjutnya. Disadari bahwa situasi sanitasi masyarakat dari waktu ke waktu terus berubah atau bersifat dinamis. Implikasinya bahwa baseline data khususnya situasi sanitasi dan umumnya kesehatan lingkungan perlu terus divalidasi melalui studi EHRA secara berkala ataupun studi-studi lainnya. Namun demikian karena sifatnya yang incidental dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, survey atau studi EHRA hanyalah merupakan pelengkap dari data atau informasi yang sudah ada menyangkut gambaran situasi sanitasi. Untuk itu Surveillans kesehatan lingkungan termasuk sanitasi, harus tetap ditingkatkan dan menjadi sumber data utama sanitasi. Disamping itu, kualitas pelaksanaan studi EHRA nya juga harus ditingkatkan baik dari aspek metodologi, substansi dan operasionalisasinya. Dari pengalaman pelaksanaan studi EHRA yang pertama ini dirasakan masih terdapat berbagai
keterbatasan atau kelemahan yang perlu diperbaiki. Berbagai hambatan dan kendala tersebut diatas diantaranya : a. Pelatihan studi EHRA dilaksanakan setelah penyusunan anggaran kegiatan (DIPA) disahkan, sehingga pada saat penyusunan rencana anggaran biaya, banyak item kegiatan yang harus dianggarkan (secara normatif) tidak terpikirkan sebelumnya, begitupula volume dan anggarannya. Akibatnya anggaran biaya yang tercantum pada DIPA yang disahkan, beberapa diantaranya tidak sesuai tidak sesuai dengan kebutuhan riil biaya kegiatan maupun tahapan pelaksanaan kegiatan EHRA. b. Ketersediaan data-data dasar (baseline data) yang diperlukan untuk proses klastering desa masih lemah dan sulit untuk didapatkan sehingga sebagian dilakukan dengan pendekatan-pendekatan lain. Akibatnya waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan/melengkapi data dasar menjadi bertambah lama. c. Tiap item pertanyaan dalam kuesioner tidak dijelaskan dengan definisi operasional yang jelas dan tertulis sehingga membuka peluang munculnya berbagai interpretasi. Implikasinya dalam analisa data bisa menimbulkan misinterpretasi. d. Petunjuk dalam instrumen data (kuesioner) yang masih kurang sehingga memungkinkan inkonsistensi data jika enumerator atau supervisor tidak memperhatikan dengan seksama, diantaranya kesesuaian jawaban atas pertanyaan: - B.7 dengan D.10 - C.2 dengan EO.2.1 - C.3 dengan EO 2.3 - D.5 dengan EO1.1 - E.1 dengan DO 3 e. Masih ditemukan beberapa kesulitan dalam mengatasi gangguan (trouble) dari software sistem pemograman komputer khususnya setelah data dicleaning f. Masih ditemukan data-data isian yang meragukan lolos dari pengamatan supervisor dan baru diketahui saat pengolahan dan analisis data sehingga memperlambat waktu pengolahan dan analisis data. Berkenaan dengan pelaksanaan dan hambatan serta kendala yang dihadapi dalam studi EHRA ini, beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian untuk perbaikan ke depannya antaralain :
1. Sebelum rencana anggaran biaya disusun dan DIPA kegiatan Studi EHRA disahkan, terlebih dulu diadakan pelatihan teknis studi EHRA 2. Meningkatkan
koordinasi
dengan
instansi-instansi
pemerintah
yang
memiliki/menyimpan data dasar (baseline data) yang relevan dengan studi EHRA, agar diperoleh data dasar yang diperlukan secara lengkap dan valid dalam rangka menyusun atau memperbaiki proses klastering desa yang lebih akurat 3. Instrument pengumpulan data (kuesioner) agar dilampiri dengan petunjuk operasional yang lengkap dan tertulis termasuk definisi operasional tiap item pertanyaan yang digunakan dalam studi EHRA 4. Jika instrument data (kuesioner) yang digunakan masih tetap, untuk menghindari kemungkinan inkonsistensi jawaban yang lolos dari pengamatan enumerator atau supervisor, perlu dicantumkan petunjuk agar memperhatikan dengan seksama kesesuaian jawaban atas pertanyaan: - B.7 dengan D.10 - C.2 dengan EO.2.1 - C.3 dengan EO 2.3 - D.5 dengan EO 1.1 - E.1 dengan DO 3 5. Software komputer yang digunakan untuk entri, pengolahan dan analisa data perlu ditingkatkan kearah yang lebih sederhana dan mudah serta sesuai dengan spesifikasi program komputer yang lazim digunakan saat ini 6. Dalam perekrutan tenaga supervisor agar benar-benar dipilih dari mereka yang memahami substansi teknis EHRA disamping penguasaan situasi lapangan dan integritas individu yang tinggi terhadap pekerjaan. 7. Data dan informasi yang dari hasil Studi EHRA ini perlu disosialisasikan ke berbagai pihak terkait agar mendapatkan masukan-masukan untuk perbaikan dan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam penyusunan buku putih sanitasi khususnya dan dalam perencanaan dan evaluasi program percepatan pembangunan sanitasi umumnya.