BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Analisis Ketimpangan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
dihitung menggunakan data PDRB Provinsi Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun juga mempengaruhi PDRB per kapita yang diperoleh dari pembagian antara PDRB Provinsi Jawa Timur dengan jumlah penduduk.
0.6
Nilai CVW
0.58 0.56 0.54 0.52 0.5 0.48 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2001-2010 (diolah)
Gambar 5.1 Trend Ketimpangan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010 Trend ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur diamati melalui indeks ketimpangan antar wilayah yang dihitung dengan teori Williamson (Lampiran 5). Nilai tersebut kemudian digambarkan dalam sebuah grafik. Grafik pada Gambar 5.1 yang berfluktuasi menunjukkan adanya perbedaan ketimpangan pendapatan yang berbeda setiap tahun. Trend ketimpangan pada
45
gambar cenderung menurun meskipun terjadi peningkatan pada tahun 2002. Namun mulai tahun 2004 hingga 2009 trend ketimpangan cenderung terlihat stabil pada nilai 0,54. Hasil akhir analisis trend ketimpangan berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan mengalami penurunan sebesar 0,015 pada akhir periode analisis yaitu tahun 2010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan, meskipun masih termasuk dalam karakteristik ketimpangan dengan taraf tinggi. Nilai Indeks Williamson yang kecil menggambarkan tingkat kesenjangan rendah ataupemerataan yang baik, dan sebaliknya nilai Indeks Williamson yang besar maka tingkat kesenjangan semakin tinggi. Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur menunjukkan nilai lebih dari 0,5 yang berarti ketimpangan ekonomi di daerah tersebut tinggi. Nilai indeks tertinggi diperoleh pada tahun 2003 sebesar 0,59. Namun nilai Indeks Williamson dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hal ini menandakan adanya peningkatan pemerataan antar wilayah di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan nilai Indeks Williamson yang terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,52. Meskipun masih dalam taraf kesenjangan yang tinggi, tetapi Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengurangi ketimpangan yang terjadi di daerahnya.
5.2
Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Pola pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur
dianalisis menggunakan Tipologi Klassen.Tipologi Klassen dilakukan dengan cara membandingkan PDRB per kapita masing-masing kabupaten/kota dengan
46
PDRB per Kapita Provinsi Jawa Timur dan membandingkan laju pertumbuhan ekonomi masing-masing kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data pada lampiran 6, Provinsi Jawa Timur dapat dibagi menjadi empat klasifikasi Tipologi Klassen sebagai berikut: Tabel 5.1 Klasifikasi Pola Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Menurut Tipologi Klassen PDRB per kapita (y) y1> y y1< y Laju Pertumbuhan (r) r1> r
r1< r
Daerah maju dan pertumbuhan cepat: Kab. Gresik Kota Malang Kota Probolinggo Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya
Daerah maju tetapi tertekan: Kab. Sidoarjo Kota Kediri
Daerah berkembang cepat: Kab. Pacitan Kab. Tulungagung Kab. Malang Kab. Mojokerto Kab. Jombang Kab. Bojonegoro Kab. Lamongan Kota Batu Kota Blitar Daerah relatif tertinggal: Kab. Ponorogo Kab. Trenggalek Kab. Blitar Kab. Kediri Kab. Lumajang Kab. Jember Kab. Banyuwangi Kab. Bondowoso Kab. Situbondo Kab. Probolinggo Kab. Pasuruan Kab. Nganjuk Kab. Madiun Kab. Magetan Kab. Ngawi Kab. Tuban Kab. Bangkalan Kab. Sampang Kab. Pamekasan Kab. Sumenep Kota Pasuruan
47
Berdasarkan Tabel 5.2, terdapat enam daerah yang masuk dalam klasifikasi daerah maju dan pertumbuhan cepat. Lima daerah yang termasuk ke dalam daerah maju dan pertumbuhan cepat merupakan wilayah perkotaan dan satu wilayah kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa daerah perkotaan bertumbuh lebih cepat dan maju daripada daerah kabupaten. Sedangkan pada daerah relatif tertinggal didominasi oleh daerah kabupaten. Terdapat 21 wilayah yang masuk ke dalam daerah relatif tertinggal, 20 wilayah merupakan daerah kabupaten dan satu daerah perkotaan, yaitu Kota Pasuruan. Daerah relatif tertinggal memiliki persentase sebesar 55,26 persen. Sedangkan daerah maju dan pertumbuhan cepat memiliki persentase sebesar 15,80 persen. Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah berkembang cepat ada 23,68 persen atau sebanyak sembilan daerah. Sisanya berada pada kategori daerah maju tapi tertekan, yaitu sebesar 5,26 persen. Dari perbandingan persentasi pada masing-masing kategori wilayah, terlihat bahwa jumlah daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur masih sangat banyak, sedangkan hanya beberapa daerah saja yang maju. Hal ini membuktikan bahwa ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur masih tinggi.
5.3
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi PDRBDaerah Tertinggal di Provinsi Jawa Timur Fokus utama yang dianalisis pada penelitian ini adalah melihat seberapa
besar pengaruh kualitas pendidikan, kesehatan, jumlah pekerja, panjang jalan, produksi air yang disalurkan, luas pertanian teririgasi, tabungan, dan anggaran pembangunan pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur yang diperoleh dari hasil analisis Tipologi Klassen. Faktor-faktor yang mempengaruhi
48
laju PDRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dianalisis agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada daerah tersebut. Sehingga daerah-daerah relatif tertinggal dapat memacu pertumbuhan ekonominya dengan membuat kebijakan yang sesuai dan pada akhirnya dapat mengurangi kesenjangan yang terjadi di Provinsi Jawa Timur. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi PDRB Kabupaten/kota yang termasuk dalam daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur diestimasi menggunakan metode data panel. Keunggulan dari metode data panel adalah model ini memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk melihat heterogenitas tiap unit cross section dari contoh penelitian. Heterogenitas unit cross sectionyang ditunjukkan oleh perbedaan antar kabupaten/kota dapat diperoleh dengan pendekatan fixed effect ataupun pendekatan random effect. Uji Chow tidak digunakan dalam penelitian ini karena apabila menggunakan pendekatan pooled least square, heterogenitas tiap unit cross section tidak dapat diestimasi. Dasar statistika untuk memutuskan apakah akan menggunakan pendekatan fixed effect atau random effect menggunakan Uji Hausman. Nilai probabilitas Uji Hausman sebesar 0,0000, lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Artinya tolak H0, maka model yang digunakan adalah model fixed effect. Tabel 5.2 Hasil Uji Hausman Chi-Sq. Statistic 32.934585
Chi-Sq. d.f. 8
Prob. 0,0001
Hasil estimasi menggunakan fixed effect model dapat dilihat pada Tabel 5.4. Berdasarkan tabel tersebut, terdapat lima variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik terhadap PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur.
49
R-squared (R²) atau koefisien determinasi pada hasil estimasi sebesar 0,466575 yang menunjukkan PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas dalam model sebesar 46,66 persen. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pada tingkat kepercayaan 95 persen (taraf nyata 5 persen), nilai probabilitas F-statistic yaitu 0,000000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat dan dapat dinyatakan pula bahwa hasil estimasi tersebut mendukung keabsahan model. Uji signifikansi individu (uji t) menggunakan t-statistik dengan taraf nyata 5 persen yang dibandingkan dengan nilai mutlak t-statistik dari hasil estimasi, menunjukkan bahwa empat variabel penjelas signifikan mempengaruhi variabel terikat. Satu variabel penjelas lainnya signifikan pada taraf nyata 10 persen dan terdapat tiga variabel yang tidak signifikan dari delapan variabel bebas yang digunakan. Tabel 5.3 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju PDRB di Daerah Relatif Tertinggal menggunakan Fixed Effect Model Variabel LNAIR LNDIK LNJLN LNKES LNPEM LNPTN LNTAB LNTK C
∗ **
Koefisien Std. Error 0,146504 0,094421 -0,380196 0,119492 0,300261 0,190789 -0,417015 0,094195 0,083601 0,029128 -0,114202 0,249117 -0,028604 0,016568 1,364902 0,275378 -17,98781 5,378209 Kriteria Statistik
R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic) Durbin-Watson stat Signifikan pada taraf nyata 5 persen Signifikan pada taraf nyata 10 persen
t-Statistik 1,551596 -3,181757 1,573783 -4,427126 2,870121 -0,458425 -1,726493 4,956470 -3,344573
Prob. 0,1225 0,0017* 0,1173 0,0000* 0,0046* 0,6472 0,0860** 0,0000* 0,0010 Nilai 0,466575 0,384056 5,654159 0,000000 1,453012
50
Menurut Gujarati (2003), untuk memperoleh model yang baik harus memenuhi asumsi regresi klasik, model harus terbebas dari masalah-masalah dalam regresi yaitu heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Untuk mengetahui
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas,
diberikan
perlakuan
Generalized Least Square (GLS) dan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Karena model fixed effect yang digunakan telah diberi perlakuan GLS dengan Crosssection weights maka asumsi adanya heteroskedastisitas dapat dihilangkan. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai probabilitas t-statistik dan nilai probabilitas F-statistik. Dari hasil regresi, empat variabel bebas signifikan pada taraf nyata 5 persen dan satu variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen, sedangkan nilai probabilitas F-statistik signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga asumsi adanya multikolinearitas dapat diabaikan. Untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi, maka dideteksi dengan melihat nilai Durbin-Watson statistik. Nilai Durbin-Watson sebelum diberi bobot dibandingkan dengan nilai sesudah diberi bobot. Apabila nilai Durbin-Watson setelah diberi bobot lebih besar, maka asumsi adanya autokorelasi dapat diabaikan. Berdasarkan estimasi dan pengujian asumsi regresi klasik terhadap model fixed effect, maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil estimasi model data panel dengan menggunakan fixed effect setelah melalui serangkaian uji, maka diperoleh model terbaik dengan hasil estimasi sebagai berikut:
51
LPDRBit
= 0,1465 LNAIRit – 0,3802 LNDIKit + 0,3003 LNJLNit – 0,4170 LNKESit + 0,0836 LNPEMit – 0,1142 LNPTNit - 0,0286 LNTABit + 1,3649 LNTKit - 17,9878 + [CX=F] + eit
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel yang signifikan mempengaruhi laju PDRB daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur antara lain : kualitas pendidikan (LNDIK), kesehatan (LNKES), jumlah pekerja (LNTK), anggaran pembangunan (LNPEM), dan tabungan (LNTAB). Sedangkan interpretasi dari hasil estimasi adalah sebagai berikut: Tabel 5.4 Notasi Variabel Bebas dan Deskripsi pada Model Estimasi Laju PDRB di Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur
1.
Notasi Variabel LNDIK
2.
LNKES
Setiap peningkatan rasio jumlah penduduk terhadap dokter sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,4170 satuan (ceteris paribus).
3.
LNTK
Setiap peningkatan jumlah pekerja sebesar 1 orang maka laju PDRB akan meningkat sebesar 1,3649 satuan (ceteris paribus).
4.
LNPEM
Setiap peningkatan anggaran pembangunan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan meningkat sebesar 0,0836 satuan (ceteris paribus).
5.
LNTAB
Setiap peningkatan tabungan sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus).
6.
LNAIR
Produksi air bersih tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.
7.
LNJLN
Panjang jalan tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.
8.
LNPTN
Lahan pertanian teririgasi tidak berpengaruh nyata terhadap laju PDRB di daerah relatif tertinggal.
No.
Deskripsi Setiap peningkatan rasio murid terhadap guru sebesar 1 satuan maka laju PDRB akan berkurang sebesar 0,3802 satuan (ceteris paribus).
52
5.4
Implikasi Kebijakan untuk Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah Relatif Tertinggal di Provinsi Jawa Timur
1.
Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan modal bagi pertumbuhan ekonomi karena
berhubungan dengan faktor produksi. Pekerja merupakan salah satu modal dalam pembangunan ekonomi. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian ini, jumlah pekerja memberikan pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan jumlah pekerja akan mampu meningkatkan produktivitas, sehingga pertumbuhan ekonomi dapat dipacu. Agar jumlah pekerja dapat meningkat, maka perlu meningkatkan lapangan kerja. Pemerintah daerah sebaiknya memperhatikan sektor apa saja yang memiliki potensi. Sehingga sektorsektor yang berpotensi tersebut dapat dikembangkan dengan baik agar memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Tabel 5.5 Peranan Sekotor-sektor Perekonomian Daerah Relatif Tertinggal Provinsi Jawa Timur 2006 37,79
2007 37,34
Tahun 2008 37,24
Perdagangan, Hotel, dan Restauran
22,69
23,43
23,41
23,65
23,92
Industri Pengolahan
13,13
13,08
14,24
14,16
14,06
Lainnya
26.39
26,15
25,11
25,39
25,95
Lapangan Usaha Pertanian
2009 36,80
2010 36,07
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 (diolah)
Sektor-sektor yang menjadi unggulan di Provinsi Jawa Timur adalah sektor perdagangan, hotel, dan restauran, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan. Namun pada daerah relatif tertinggal, pertanian masih menjadi sektor yang memiliki peranan cukup besar terhadap perekonomian. Oleh karena itu, pengembangan pada sektor pertanian perlu dilakukan oleh pemerintah agar dapat
53
meningkatkan daya saing daerah relatif tertinggal. Selain itu, peranan dari industri kecil juga perlu ditingkatkan, karena industri kecil berbasis padat karya sehingga membutuhkan jumlah pekerja yang lebih banyak. Kebijakan yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah yaitu mengembangkan lapangan pekerjaan di sektor pertanian dengan basis padat karya agar dapat mempekerjakan orang lebih banyak. Peningkatan jumlah pekerja dinilai mampu meningkatkan laju PDRB bagi daerah relatif tertinggal, namun peningkatan ini juga harus diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia berhubungan dengan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Agar kualitas sumber daya manusia membaik dan memiliki potensi dalam memajukan perekonomian daerahnya maka kualitas pendidikan dan kesehatan harus ditingkatkan. Jumlah guru di daerah tertinggal harus ditingkatkan, sehingga rasio murid terhadap guru akan berkurang dan memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Agar jumlah guru di daerah tertinggal dapat meningkat, maka pemerintah daerah dapat memberikan insentif bagi guru-guru yang berkenan mengajar di daerah tersebut. Misalnya memberikan rumah dinas, kendaraan dan fasilitas-fasilitas lainnya agar banyak guru yang mau mengajar di daerah tertinggal. Berdasarkan Departemen Pendidikan Nasional, rasio murid terhadap guru di Indonesia yaitu sebesar 1:14, sedangkan rasio murid terhadap guru di daerah relatif tertinggal Provinsi Jawa Timur yaitu 1:16. Oleh karena itu perlu dilakukan penambahan jumlah guru agar rasionya berkurang. Pemerataan jumlah guru juga
54
perlu dilakukan, agar guru-guru tidak terpusat di wilayah perkotaan saja, tetapi juga di daerah pedalaman yang sulit dijangkau. Hal ini perlu dilakukan agar kualitas pendidikan di daerah tertinggal dapat merata. Kebijakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu memberikan beasiswa kepada murid-murid berprestasi untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun dengan syarat apabila telah lulus, mereka akan mengabdi di daerah asalnya sebagai guru. Dengan begini jumlah guru di daerah tertinggal dapat mengalami peningkatan. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pemerintah sebaiknya memberikan fasilitas yang memadai, misalnya dengan mengadakan program pelatihan kerajinan agar masyarakat memiliki kemampuan khusus dan memiliki daya saing tinggi. Kualitas kesehatan juga turut mempengaruhi potensi sumber daya manusia, apabila kesehatan pekerja memburuk, maka dapat mengurangi produktivitas. Sehingga peningkatan pelayanan kesehatan perlu dilakukan agar proses produksi tidak terganggu dan berjalan lancar. Kualitas kesehatan diukur menggunakan rasio jumlah penduduk terhadap dokter. Rasio jumlah penduduk terhadap dokter di Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar 1:12458, sedangkan rasio ini di daerah tertinggal mencapai 1:15000. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan jumlah dokter di daerah tertinggal. Upaya peningkatan laju PDRB dapat dilakukan melalui penambahan jumlah dokter pada setiap rumah sakit maupun puskesmas di daerah tertinggal. Agar banyak dokter yang tertarik untuk betugas di puskesmas, maka pemerintah dapat memberikan insentif seperti rumah dinas, kendaraan, ataupun tunjangan kepada dokter yang mau bertugas di daerahnya. Pemerintah juga sebaiknya memberikan
55
penyuluhan mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan bagi masyarakat. Apabila kualitas kesehatan baik, maka hal ini akan memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 2.
Anggaran Pembangunan Anggaran pembangunan berguna untuk memberdayakan berbagai sumber
ekonomi yang mampu meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan memberikan peranan penting dalam sektor perekonomian dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Daerah
dengan
pembangunan yang
maju
dapat
meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, karena fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan masyarakat telah tersedia sehingga dapat menunjang produktivitas di daerah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebaiknya meningkatkan anggaran pembangunan untuk mengembangkan daerahnya. Pemasukan untuk anggaran pembangunan dapat ditingkatkan melalui penggalian potensi-potensi sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Anggaran ini dapat digunakan untuk meningkatkan infrastruktur ataupun kualitas pendidikan dan kesehatan di daerah tertinggal agar pertumbuhan ekonomi di daerah ini dapat melaju dengan cepat dan tinggi. 3.
Tabungan Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan
penting dari persediaan modal. Jika tingkat tabungan tinggi, maka perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi. Namun pada penelitian ini, tabungan signifikan berpengaruh negatif terhadap laju PDRB. Hal ini mungkin terjadi karena peningkatan tabungan berarti mengurangi
56
konsumsi, apabila konsumsi berkurang maka hasil kegiatan produksi tidak memberikan keuntungan sebesar dahulu. Sehingga PDRB akan menurun dan laju pertumbuhan ekonomi juga menurun. Pemerintah sebaiknya berinvestasi dalam bentuk selain tabungan, misalnya investasi pada sektor-sektor yang memiliki potensi yang besar terhadap perekonomian seperti pertanian. Pemerintah dapat memberikan modalnya untuk mengembangkan agribisnis dari hulu ke hilir agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. 4.
Infrastruktur Infrastruktur merupakan penunjang utama terselenggaranya proses usaha,
pembangunan, proyek, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, infrastruktur diukur melalui panjang jalan, produksi air yang disalurkan, dan luas pertanian teririgasi. Ketiga variabel tersebut belum mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju PDRB pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Jalan merupakan penunjang bagi proses mobilisasi barang dan jasa. Apabila mobilitas barang dan jasa lancar, maka kegiatan perdagangan antar wilayah akan berkembang dengan baik dan migrasi tenaga kerja akan berjalan lancar. Sehingga kelebihan produksi di suatu wilayah dapat disalurkan ke wilayah lain agar memperoleh keuntungan. Migrasi tenaga kerja yang berjalan lancar dapat mengurangi efek negatif dari kelebihan penawaran tenaga kerja, sehingga kelebihan tenaga kerja di suatu daerah dapat disalurkan ke daerah lain yang membutuhkan. Namun pada penelitian ini, panjang jalan tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini mungkin terjadi karena masih banyak jalan-jalan yang rusak di daerah tertinggal. Jumlah jalan yang rusak di daerah relatif
57
tertinggal mencapai 30 persen. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya memperbaiki jalan-jalan di daerah tertinggal dan menambah jumlahnya agar dapat meningkatkan perekonomian di daerah tersebut. Penyediaan air bersih merupakan salah satu infrastruktur yang dapat menunjang proses produksi di suatu daerah. Air bersih juga digunakan dalam kegiatan produksi. Penyediaan air bersih dapat meningkatkan produktivitas, sehingga air bersih ikut memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Namun pada penelitian ini produksi air bersih tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal. Hal ini mungkin terjadi karena produksi air yang disalurkan lebih banyak digunakan untuk konsumsi masyarakat saja, bukan untuk penunjang proses produksi suatu komoditi. Sehingga produksi air tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Pertanian teririgasi merupakan salah satu infrastruktur yang turut menunjang perekonomian di suatu daerah. Pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB. Oleh karena itu, peningkatan infrastruktur pada sektor pertanian mampu memberikan pengaruh positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi pada daerah relatif tertinggal di Provinsi Jawa Timur. Namun pada penelitian ini lahan pertanian teririgasi tidak memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah lahan pertanian teririgasi hanya sekitar 10 persen dari seluruh luas lahan pertanian. Lahan pertanian tidak hanya dilihat dari besarnya jumlah sawah teririgasi, tetapi ada pula lahan pertanian
58
bukan sawah. Sehingga lahan pertanian teririgasi tidak mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah relatif tertinggal. Pemerintah daerah sebaiknya mengalokasikan anggaran pembangunan untuk mengembangkan atau memperbaiki infrastruktur di daerah tertinggal. Agar infrastruktur yang ada dapat efektif memberikan pengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di daerah relatif tertinggal. Selain itu, bantuan dana dari pemerintah pusat juga diperlukan agar daerah tertinggal dapat meningkatkan kualitas infrastruktur di daerah tersebut.