Kooperatif tipe NHT (number head together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPA TERPADU DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT (NUMBER HEAD TOGETHER) UNTUK MELATIHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA TEMA GUNUNG BERAPI Fadiah1), Suliyanah2), dan Dyah Astriani3) 1)
Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Sains, FMIPA UNESA. E-mail:
[email protected] 2) Dosen Jurusan Fisika FMIPA UNESA. 3) Dosen Program Studi Pendidikan Sains FMIPA UNESA. Abstrak
Penelitian ini dilatar belakangi oleh pembelajaran IPA yang seharusnya diajarkan secara terpadu sesuai amanat kurikulum secara utuh belum dilaksanakan di lapangan dan dari hasil pra-penelitian yang dilakukan pada 32 siswa MTs Kanjeng Sepuh Sidayu diketahui bahwa 51,3% siswa masih memiliki kemampuan berpikir kurang kritis. Hal tersebut juga didukung dengan hasil observasi bahwa sebanyak 56,25% siswa menyatakan bahwa pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang sulit sehingga diperlukan model pembelajaran yang menarik untuk mengubah pendapat siswa tentang mata pelajaran IPA dan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa pada pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) dengan tema gunung berapi di kelas VIII D MTs Kanjeng Sepuh Sidayu. Metode penelitian ini adalah penelitian pre-eksperimental dengan One Group Pretest Posttest Design. Subjek penelitian adalah 32 siswa kelas VIII D MTs Kanjeng Sepuh Sidayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran yang diberikan terlaksana dengan sangat baik dengan skor 3,27. Hasil pretest dan posttest berorientasi kemampuan berpikir kritis yang diperoleh dan dilakukan uji t-berpasangan menghasilkan nilai thitung sebesar 7,12 dan thitung lebih besar dibanding ttabel yang menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, kemudian nilai pretest dan posttest tersebut dianalisis gain skor untuk mengetahui kriteria kemampuan berpikir kritis siswa dan diperoleh hasil sebanyak 59,38% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, 18,75% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis sedang dan 21.87% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Kesimpulannya bahwa implementasi pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) mampu melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa pada tema gunung berapi dengan respons baik siswa tentang pembelajaran tersebut sebanyak 96,88%. Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Number Head Together), Kemampuan Berpikir kritis Siswa, Gunung berapi. Abstract The background of this research is that learning science that should be taught in an integrated manner as mandated by the curriculum as a whole has not been implemented in the field and from the results of the pre-research conducted on 32 students of MTs Kanjeng Sepuh Sidayu known that 51,3% of students still lack critical thinking skills. That was also supported by the results of the observation that as many as 56,25% of students stated that science was a difficult subject so interesting learning models necessary to change student's opinions about science subjects and can improve critical thinking skills and one of them was the type of cooperative learning NHT (Number Head Together). This research can used to describe student's critical thinking skills of an integrated science learning with cooperative learning model NHT (Number Head Together) on the theme of the volcano in class VIII D MTs Kanjeng Sepuh Sidayu. The method in this research was a pre-experimental with a one group pretest posttest design. Subjects were 32 students of class VIII D MTs Kanjeng Sepuh Sidayu. The result of this research was explaned that learning science carried out by a good category with 3,27 score and pretest and posttest results oriented critical thinking skills acquired paired t-test with a result of 7,12 and t-count greater than t-table which showed a significant difference, then the value of the pretest and posttest gain scores were analyzed to determine the criteria of critical thinking skills student and obtained the results as much as 59,38% of students have a higher critical thinking skills, 18,75% of students have critical thinking skills and 21,87% of students have the low critical thinking skills. The conclusion that the implementation of an integrated science learning with cooperative learning model NHT (Number Head Together) capable trying critical thinking skills of students on the theme of the volcano with a good response to the students about learning as much as 96,88%. Keywords : Cooperative Learning type NHT (Number Head Together), Critical Thinking Skills, Volcano
213
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, 213-221. ISSN: 2252-7710
PENDAHULUAN Dalam dunia pendidikan di Indonesia, sering kita mendengar adanya pergantian kurikulum mulai tahun 1984 hingga 2006 dan yang terdengar saat ini adalah kurikulum 2013. Dalam pergantian kurikulum ini pastilah mempunyai tujuan yang sama guna meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Kurikulum yang masih digunakan saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Belajar (KTSP), Kurikulum ini merupakan hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari kurikulum yang telah berlaku sebelumnya yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi. Meskipun pada tahun ini dilakukan uji bahan publik tentang pengembangan kurikulum 2013, akan tetapi esensinya tetap sama yakni membuat manusia menjadi berkualitas dengan peningkatan mutu pendidikan yang melanjutkan pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara terpadu (Kemendiknas,2012). Pada Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah sederajat di Indonesia telah dicanangkan pembelajaran IPA (sains) secara terpadu sesuai dengan amanat kementrian pendidikan nasional 2012, sehingga nantinya dapat menjadi bekal kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik, akan tetapi karena kurikulum yang berlaku hingga saat ini yakni KTSP 2006 masih terpisah antara materi Fisika, Kimia dan Biologi tentunya pembelajaran di lapangan juga masih belum terpadu hal ini diperkuat berdasarkan wawancara dengan guru IPA di MTs kanjeng Sepuh yang mengatakan bahwa pembelajaran IPA masih belum terpadu akan tetapi sedikit di terpadukan dengan pemberian pengayaan-pengayaan saja, untuk bahan ajar yang digunakan masih belum terpadu, disamping itu kemampuan berpikir kritis siswa disekolah tersebut masih kurang. Hal ini diperkuat dengan pemberian tes awal kepada 32 siswa MTs Kanjeng Sepuh yang menunjukkan hasil 51,3% siswa memiliki kemampuan berpikir kurang kritis. Berdasarkan angket respons yang diberikan kepada siswa tentang minat belajar mata pelajaran IPA diperoleh 56,25% siswa mengatakan IPA sulit dipelajari dan 43,7% siswa mengatakan hal tersebut dikarenakan pembelajaran kurang menarik dan banyak hafalan. Guna mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa terhadap mata pelajaran IPA di sekolah maka dilakukan penelitian yang berjudul “Implementasi pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran koopertaif tipe NHT (Number Head Together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa pada tema gunung berapi”. Penelitian ini bertujuan:
1) Mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi. 2) Mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkannya pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi. 3) Mendeskripsikan respons siswa terhadap penerapan pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) sering disebut Sains, dalam Bahasa Inggris “Science”. IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. (Mitarlis,2009). Pembelajaran IPA Terpadu merupakan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memadukan beberapa konsep dan kajian IPA dalam suatu pokok bahasan tertentu atau dengan kata lain mengkaji suatu konsep dari sisi mata pelajaran serta dalam tema atau topik. Pembelajaran ini dapat memberi pengalaman langsung sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri suatu konsep IPA yang bermakna dan otentik (Fogarty,1991). Dalam penelitian ini menggunakan IPA terpadu dengan model keterpaduan webbed yang menurut Fogarty (1991) menyatakan bahwa suatu keuntungan dari keterpaduan webbed adalah faktor motivasi berkembang karena adanya pemilihan tema yang didasarkan pada minat siswa. Mereka dapat mudah melihat bagaimana kegiatan yang berbeda dan ide yang berbeda dapat saling berhubungan, kemudahan untuk lintas semester dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sangat mendukung untuk dapat dilaksanakannya model pembelajaran ini. Selain itu, tipe keterpaduan tersebut lebih mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman dan memudahkan dalam perencanaan. Teori-teori yang mendukung pembelajaran diantaranya teori pemrosesan informasi, dimana setiap informasi yang masuk akan diproses oleh alat indera dari register penginderaan untuk masuk ke memori jangka pendek dan jangka panjang (Nur, 2008) selanjutnya teori motivasi, dimana siswa akan termotivasi untuk belajar dengan membuat pelajaran menarik, dan menyenangkan sehingga tugas penting bagi guru adalah merencanakan bagaimana guru akan mendukung motivasi belajar, kemudian teori konstruktivisme yang merupakan pembelajaran berpusat pada siswa atau menuntut siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran (Nur, 2008). Teori belajar konstruktivisme merupakan teori utama yang
Kooperatif tipe NHT (number head together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis
mendukung pembelajaran dalam melatihkan kemampuan berpikir kritis karena teori belajar ini membangun pengetahuan siswa dari dalam dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Number Head Together adalah suatu pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut (Ibrahim, 2010): Langkah 1: Penomoran Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. Langkah 2: Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Langkah 3: Berpikir Bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Langkah 4: Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Kemampuan berpikir merupakan kemampuan yang sangat penting dalam segala aspek termasuk pekerjaan dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan. Pada penelitian ini menggunakan indicator kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (dalam Filsaisme, 2008) yang dikelompokkan menjadi lima aktivitras antara lain sebagai berikut. 1. Memberikan penjelasan sederhana, yang terdiri atas menfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan. 2. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. 3. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau kegiatan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan. 4. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi. 5. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain Kajian materi dalam penelitian ini adalah gunung berapi yang merupakan salah satu bagian dari
pegunungan yang sewaktu-waktu dapat meletus ketika gunung tersebut masih dianggap aktif, dan gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dalam materi IPA terpadu dengan tema gunung berapi ini mengintegrasikan tekanan-tekanan yang terjadi pada saat gunung berapi meletus yang dipadukan dengan unsur dan senyawa yang ada akibat terjadinya letusan gunung berapi yang meliputi gas-gas vulkanik sebagai berikut CO, CO2, SO2, HCl, H2S, HF, H2, NH3, CH4 ditambah dengan pengetahuan tentang ekosistem di sekitar gunung berapi yang meliputi ekosistem pegunungan alpine (kawasan puncak). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran yang nyata dan mampu meningkatkan motivasi siswa dalam belajar sehingga dapat digunakan untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu sikap atau gaya berpikir tentang suatu masalah-masalah dengan menggunakan penalaran logis untuk memeriksa setiap pengetahuan asumtif berdasarkan bukti-bukti yang nantinya dapat ditarik kesimpulan dari bukti pendukung tersebut dengan mengacu pada indikator-indikator tertentu untuk menentukan penilaiannya, dan untuk indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Ennis yakni kemampuan memberikan penjelasan sederhana, kemampuan membangun keterampilan dasar, kemampuan menyimpulkan, kemampuan memberi penjelasan lanjutan dan kemampuan mengatur strategi dan teknik. Pada penelitian ini menggunakan indikator menurut Ennis disebabkan karena, lima aktivitas yang tercantum dalam indikatornya sesuai dengan perkembangan siswa SMP/MTs yang dijadikan subjek penerapan pembelajaran ini, disamping itu indikator ini mudah untuk diterapkan sesuai dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) yang digunakan dalam penelitian ini. METODE Metode penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan one group pretest posttest design. Subjek penelitian adalah 32 siswa kelas VIII D MTs Kanjeng Sepuh Sidayu. Waktu dan tempat penelitian ini pada tanggal 2 sampai dengan 9 Maret 2014 tahun ajaran 2013/2014 dengan alokasi waktu pembelajaran adalah 6x40 menit. Instrument penelitian adalah alat yang digunakan dalam mengumpulkan data agar pekerjaan mengumpulkan data tersebut menjadi lebih mudah dengan hasil yang baik serta data lebih mudah diolah 215
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, 213-221. ISSN: 2252-7710
(Arikunto,2006). Instrumen yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Lembar obervasi keterlaksanaan pembelajaran. Data dari keterlaksanaan pembelajaran ini digunakan untuk menganalisis kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dalam kelas dengan menggunakan rata-rata aspek dari jumlah pertemuan yang telah dilaksanakan. Nilai tersebut dikonversi dengan kategori sebagai berikut. Tabel 1. Kriteria dalam keterlaksanaan pembelajaran Nilai Keterangan 1,00 – 1,75 Kurang 1,76 – 2,50 Cukup 2,51 – 3,25 Baik 3,26 – 4,00 Sangat baik (Puskur Balitbang Depdiknas, 2006) 2. Lembar observasi aktivitas siswa. Perhitungan aktivitas siswa yang dominan diamati dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dianalisis dengan persentase sebagai berikut. P(%) = Skor yang diperoleh tiap aspek x 100% Skor maksimum 3. Lembar penilaian kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa ditentukan dengan tes objektif dengan soal pretest dan posttest yang beroirentasi kemampuan berpikir kritis siswa. Nilai pretest dan posttest siswa ditentukan dengan menggunakan rumus: Nilai = Skor yang diperoleh siswa x 100 Skor Maksimum Nilai pretest yang diperoleh dilakukan uji normalitas dengan rumus chi kuadrat sebagai berikut. x2 = Σ (Oi - Ei ) (Sudjana, 2005) Ei Keterangan: x2 = distribusi chi-kuadrat Oi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi teoritik Kriteria pengujian data adalah tolak H0 jika 2 2 x ≥ x (1-α) (k-3) dengan taraf nyata α = 0,05. Dalam hal lain H0 diterima yang berarti data berdistribusi normal. Hasil pretest dan posttest selanjutkan dilakukan uji t-berpasangan yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest dengan rumus sebagai berikut.
(Arikunto, 2009) √
Keterangan: diperoleh dari nilai xd = d – Md = mean dari perbedaan pretest dan posttest Xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md) ∑X2 = jumlah kuadrat deviasi N = jumlah subjek pada sampel dk = Ditentukan dengan nilai n-1 H0 ditolak jika t hitung> t tabel yang berarti ada perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest. Disamping uji statistik di atas untuk dapat mengetahui kriteria masing-masing siswa dapat dilihat melalui analisis Gain (Hake,1999) dengan perhitungan: (posstest - pretest) g= (100 - pretestmax) Selanjutnya skor siswa dikonversi dengan kriteria sebagai berikut: g > 0,7 = tinggi 0,7 < g < 0,3 = sedang g < 0,3 = rendah 4. Lembar penilaian hasil belajar siswa yang meliputi penilaian afektif dan psikomotor. Hasil belajar siswa yang meliputi penilaian kinerja (afektif dan psikomotor) diamati sesuai dengan lembar penilaian 2 dan 3 dengan skor dan rubrik yang tersedia. Nilai tersebut dirata-rata setiap pertemuannya. Siswa dikatakan tuntas dalam penilaian kinerja jika nilai lebih dati 75. 5. Angket respons siswa terhadap pembelajaran. Angket ini disusun berdasarkan Skala Guttman yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Angket tersebut dinilai dengan menggunakan kriteria skala yang dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Kriteria Skala Guttman Respons Siswa Jawaban Ya Tidak
Nilai/Skor 1 0
(Riduwan, 2011) Data hasil respons siswa dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan mendeskripsikan persentase dalam setiap pertanyaan dengan perhitungan persentase setiap kategori sebagai berikut.
Dengan keterangan : P : persentase jawaban respons siswa F : jumlah jawaban ya/tidak dari responden (siswa) N : jumlah responden (siswa)
Kooperatif tipe NHT (number head together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis
Berdasarkan hasil analisis angket akan diperoleh data yang kemudian dikonversikan dalam 5 kriteria respons, yaitu : Tabel 3. Kriteria skor respons siswa Persentase (%) 0-25 26-50 51-75 76-100
Kriteria Jelek Kurang Cukup Baik
(Riduwan, 2011) Pembelajaran IPA Terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) tema gunung berapi dinyatakan mendapatkan respons yang baik dari siswa apabila persentase yang diperoleh dari analisis data sebesar ≥ 75%. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut ini peneliti sajikan data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan di MTs Kanjeng Sepuh Sidayu Gresik antara lain sebagai berikut. 1. Keterlaksanaan pembelajaran IPA terpadu terkait aktivitas guru seperti terlihat pada gambar berikut : Rata-rata Skor
Rata-rata Pertemuan II
Rata-rata Pertemuan I
Skor
4.00 2.00 0.00 1
2
3
4
5
6
Aspek yang diamati
Gambar 1. Grafik Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (number Head Together) tema Gunung Berapi
2.
dan
Rata-rata Skor Pertemuan I
Skor
Keterangan gambar: 1) Persiapan 2) Pendahuluan (Fase 1: Motivasi penyampaian tujuan pembelajaran. 3) Kegiatan inti (Fase 2, 3, 4 dan 5) 4) Penutup (Fase 6) 5) Pengelolaan waktu 6) Suasana kelas
suasana kelas, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengkondisikan siswa belajar terutama pada saat pengkondisian kelompok belajar. Pembelajaran kooperatif tipe NHT ini melibatkan banyak siswa dengan pengajuan pertanyaan yang memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran (Ibrahim, 2010) sehingga membutuhkan pengelolaan waktu yang baik. Pada pertemuan berikutnya pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini mengalami peningkatan semakin baik, hal ini disebabkan setelah pembelajaran pada pertemuan pertama selesai peneliti berdiskusi dengan guru mata pelajaran terkait untuk melakukan evaluasi dan mengenal karakter siswa agar pertemuan selanjutnya lebih baik dan pengelolaan waktunya semakin baik. Namun sekalipun peneliti berusaha untuk dapat mengelola waktu dengan baik, akan tetapi peningkatannya tidak terlalu signifikan, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif ini perlu dilatihkan kembali dengan pertemuan yang lebih banyak (lebih dari 2 kali pertemuan) terutama untuk memperbaiki pengelolaan waktu yang kurang baik. Secara keseluruhan proses pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi di kelas VIII D MTs Kanjeng Sepuh berlangsung secara efektif, karena skor rata-rata tiap aspek pengelolaan pembelajaran pada kedua pertemuan tersebut berada pada rentang 2,50 - 4,00 yang termasuk kategori baik dan sangat baik. Hal ini disebabkan siswa secara keseluruhan memiliki motivasi sebagai suatu proses internal yang mengaktifkan, membimbing dan mempertahankan perilaku dalam rentang waktu tertentu dalam proses pembelajaran (Nur, 2008) sehingga pembelajaran berlangsung baik. Aktivitas siswa dalam pembelajaran seperti ditunjukkan gambar berikut.
Hasil pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi terkait aktivitas guru telah dilaksanakan dengan sangat baik. Namun berdasarkan pengamatan bahwa rata-rata skor untuk aspek pengelolaan waktu sebesar 2,83 (cukup baik) hal ini dikarenakan peneliti masih belum terbiasa dengan
Rata-rata Skor Pertemuan II
4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 1
2
3
4
5
6
7
8
Aspek yang diamati
Gambar 2. Grafik Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa
217
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, 213-221. ISSN: 2252-7710
Hasil pengamatan aktivitas siswa dalam pembelajaran dapat diketahui bahwa siswa termasuk cukup aktif dalam pembelajaran dan semakin aktif lagi ketika pertemuan kedua. Aspek yang memiliki persentase keaktifan terendah dalam pelaksanaan pembelajaran adalah mendiskusikan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar, dan bertukar pendapat antar teman. Hal ini dikarenakan siswa lebih cenderung bermain ketika dilakukan kerja kelompok. Selain itu dapat juga karena teori belajar konstruktivis yang menyatakan bahwa siswa itu sendiri yang harus secara pribadi menemukan dan menerapkan informasi kompleks, mengecek informasi baru dan memperbaiki aturan lama apabila tidak sesuai lagi (Nur, 2008) sehingga memungkinkan siswa kurang dalam berdiskusi. Namun masih terdapat sekitar 3-4 siswa tiap kelompok yang masih mendiskusikan masalah bersama-sama. Dalam proses pembelajaran tersebut peneliti melakukan pendekatan secara personal kepada siswa-siswi yang cenderung bermain dan bekerja sendiri, untuk mengikuti diskusi dan bertukar pendapat antar teman sehingga pembelajaran dapat berlangsung sesuai yang direncanakan. 3.
Kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest adalah sebagai berikut. Nilai pretest yang diperoleh siswa rata-rata adalah 58 yang kemudian dilakukan uji normalitas dengan hasil pada tabel 4 yang menyatakan bahwa Nilai x2 hitung tersebut lebih kecil dari nilai x2 tabel pada tabel, yaitu 15,50. Hal tersebut menunjukkan bahwa data yang diuji berdistribusi normal, di bawah ini tabel perhitungan uji normalitas. Tabel 4. Perhitungan Uji Normalitas Subjek
S
x2 hitung
x2 tabel
32
0,05
16,51
13,50
15,50
Nilai hasil pretest dan posttest tersebut kemudian
dilakukan uji t-berpasangan dengan hasil yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan posttest yang telah dilakukan. hasil uji t-berpasangan adalah sebagai berikut. Tabel 5. Perhitungan Uji t-berpasangan Subjek
Σd
Md
ΣX2d
t
32
679
21,22
8810,03
7,12
Kemampuan berpikir kritis siswa secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3 sebagai berikut.
Persentase
Keterangan gambar: 1 = Memperhatikan apa yang disampaikan guru 2 = Menjawab pertanyaan dari guru 3 = Mengerjakan LKS yang diberikan guru 4 = Bekerjasama dengan teman satu kelompok 5 = Mendiskusikan masalah yang dihadapi 6 = Bertukar pendapat antar teman dalam kelompok 7 = Mempresentasikan jawaban di depan kelas 8 = Merespons jawaban teman
70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
Tinggi Sedang Rendah Tinggi Sedang Rendah
Tingkat kemampuan berpikir kritis siswa Gambar 3. Grafik Tingkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa setelah dilatihkan kemampuan berpikir kritis siswa selama proses pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi, sebesar 59,38% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, 18,75% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis sedang dan 21,87% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Hal ini menunjukkan bahwa siswa kelas VIII D MTs Kanjeng Sepuh memiliki kemampuan berpikir kritis setelah dilatihkan kemampuan berpikir kritis melalui pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) sesuai dengan kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe ini yakni mampu mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (Nur, 2011). Pada penelitian ini dapat dikatakan pula bahwa pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) mampu melatihkan kemampuan berpikir kritis siswa dan mampu membuat siswa berpikir kritis tinggi sesuai dengan teori. Teori tersebut menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran harus difokuskan pada pemahaman konsep dengan berbagai pendekatan model-model
Kooperatif tipe NHT (number head together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis
pembelajaran tertentu daripada keterampilan prosedural (Fruner dan Robin dalam Muhfaroyin, 2009) dan salah satu model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together). Hasil angket respons siswa Seperti ditunjukkan diagram dibawah ini :
Persentase respons siswa
4.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa siswa memberikan respons yang baik pada pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi. 96,88% responden menyatakan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) menarik dan menyenangkan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran model ini dengan tema gunung berapi mampu membuat siswa termotivasi dan berminat dalam belajar sehingga respons yang diberikan baik. Namun pada angket ini juga didapatkan hanya 65,53% responden menyatakan bahwa IPA terpadu dengan praktikum dan pembelajaran kooperatif tipe NHT membuat siswa senang dan termotivasi untuk berpikir kritis, 62,50% siswa mengatakan LKS yang dibagikan mudah dipahami, hal ini dikarenakan 40% siswa kurang dapat memaknai model pembelajaran yang diberikan dan bahkan dapat diketahui dari pengamatan aktivitasnya, siswa kurang dalam berdiskusi dan bertukar pendapat antar teman sehingga membuat mereka kurang merespons pernyataan tersebut. Pada hasil angket respons siswa ini juga hanya 65,63% siswa mengatakan pada saat mengajar guru tidak cenderung mengutamakan salah satu pelajaran, hal ini dikarenakan pada saat pembelajaran dilakukan banyak siswa yang kurang memahami satu sub-materi yang disampaikan dalam keterpaduan sehingga membuat peneliti lebih menjelaskan dan membimbing materi tersebut. Disamping itu terdapat siswa yang kurang dapat memahami makna dari pernyataan angket respons yang diberikan sehingga membuat mereka menjawab seadanya. Pada hasil angket respons siswa terhadap pembelajaran ini diketahui bahwa sekitar 40% siswa mengatakan 75 LKS yang diberikan tidak mudah dipahami, namun dalam nilai posttest yang diperoleh siswa cukup tinggi. Hal ini dapat dikarenakan siswa memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks sehingga mampu mengerjakan soal posttest sesuai pernyataan nomor ke-empat pada angket, disamping itu LKS yang diberikan kemungkinan dipelajari kembali setelah pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dapat mengerjakan posttest dengan baik.
120.00% 100.00% 80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pernyataan respons siswa terhadap pembelajaran
Gambar 4. Grafik Hasil Angket Respons Siswa pada Pembelajaran IPA Terpadu tema Gunung Berapi dengan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Number Head Together)
Keterangan gambar: 1) Proses pembelajaran IPA terpadu yang dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipa NHT (Number Head Together) menarik dan menyenangkan 2) Pembelajaran sistematis dan jelas 3) IPA terpadu dengan praktikum dan penerapan pembelajaran kooperatif tipa NHT (Number Head Together) membuat saya senang dan termotivasi untuk berpikir kritis. 4) Pembelajaran yang dilakukan membuat saya mudah untuk berpikir tentang masalah-masalah kompleks sehingga membuat saya mampu mengerjakan soal evaluasi dengan baik 5) Pembelajaran bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari 6) Materi yang diajarkan jelas 7) Masalah yang dimunculkan dekat dengan kehidupan sehari-hari 8) Pada saat mengajar, guru tidak cenderung mengutamakan salah satu pelajaran 9) Buku ajar yang diberikan jelas dan menarik 10) LKS yang dibagikan mudah dipahami 11) Tes yang diberikan sesuai dengan yang disampaikan saat pembelajaran 12) Saya berminat untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar berikutnya dengan menerapkan pembelajaran IPA terpadu
219
Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, 213-221. ISSN: 2252-7710
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Keterlaksanaan pembelajaran IPA Terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi berjalan dengan sangat baik dengan rata-rata skor total dari kedua pertemuan tersebut sebesar 3,27 dan keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan tiap pertemuan dari 72,81% menjadi 83,44% secara keseluruhan. 2. Kemampuan berpikir kritis siswa setelah dilaksanakannya pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi diketahui bahwa 59,38% siswa mampu berpikir kritis cukup tinggi. 3. Respons siswa terhadap implementasi pembelajaran IPA terpadu dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together) pada tema gunung berapi secara keseluruhan mendapat kategori baik dengan persentase 96,88%.
DAFTAR PUSTAKA
Saran Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Sebaiknya guru menciptakan suasana yang akrab dalam proses belajar mengajar, agar siswa tidak malu untuk bertanya dan mengungkapkan pendapatnya di depan kelas serta siswa lebih antusias dalam berdiskusi dengan teman ketika melakukan kegiatan atau kerja kelompok sehingga tidak ada lagi kemungkinan bagi mereka untuk bermain-main dalam kelas. 2. Sebaiknya siswa diberikan soal-soal tertulis atau tugas awal tertulis yang aplikatif untuk dipahami di luar jam pelajaran, sehingga materi yang diberikan dipahami dan membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya selain latihan yang dipandu oleh guru dalam kelas. 3. Penekanan pada pelatihan berpikir kritisnya diperjelas sehingga siswa mampu berpikir kritis dan hasil evalusi atau posttest yang berorientasi kepada kemampuan berpikir kritisnya mendapat hasil yang memuaskan.
Mitarlis dan Sri Mulyaningsih. 2009. “Pembelajaran IPA Terpadu”. Surabaya: Unesa University Press.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi Revisi, cetakan kesepuluh. Jakarta: Bumi Aksara.S Desi, Ajeng. 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI IPA 2 Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta pada Pembelajaran Matematika. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta. Ennis, H.Robert. 1993. Critical Thinking Assessment. Vol 32, pp. 178-186. Diakses melalui (http://www3.qcc.cuny.edu/WikiFiles/file/Enni s%20Critical%20Thinking%20Assessment.pdf ) The Ohio University pada tanggal 18 November 2013. Filsaisme, Dennis K. 2008. Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Jakarta: Prestasi Pustakarya Fogarty, Robin. 1991. How to integrate the curicula. Palatine: IRI/Skylight Publishing,Inc Ibrahim, Muslimin dkk. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Surabaya: Unesa University Press. Ibrahim,
Muslimin dkk. 2010. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University Press.
Muhfaroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis. Diakses melalui (http://muhfahroyin.blogspot.com/2009/01/ber pikir-kritis.html).Pada tanggal 23 Desember 2013. Nur,
Muhammad. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. Edisi Kedua, cetakan kedua. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa.
Nur, Muhammad dan Wikandari, Retno P. 2008. Pengajaran Berpusat pada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Nur, Muhammad, Wikandari, Sugiarto. 2008. TeoriTeori Pembelajaran Kognitif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah Unesa. Pusat
kurikulum, Balitbang. (2006). Panduan Pengembangan Pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs: Depdiknas.
Kooperatif tipe NHT (number head together) untuk melatihkan kemampuan berpikir kritis
Pristianti, Rika. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Number Head Together) dengan Media Physicround pada Materi Cahaya di SMPN 4 Ponorogo. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya Unesa. Riduwan. 2011. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Widyaningrum, Sri. 2012. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII A SMP Negeri 1 Rengel-Tuban dalam Pembelajaran IPA Terpadu Model Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) pada Materi Bunyi dan Telinga. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya Unesa. Zakiyah, Ismatus. 2013. Penerapan Pembelajaran IPA Terpadu tipe Webbed pada Tema Kebakaran Hutan untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Surabaya Unesa.
221