KONTRIBUSI KELINCAHAN DAN KELENTUKAN PERGELANGAN TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN DRIBBLING PADA PEMAIN BOLA BASKET Abdul Gafur
JPOK FKIP Unlam Jl. Taruna Praja Raya Banjarbaru E-mail:
[email protected]
Abstract: Contribution to agility and flexible the wrist Against the ability of Dribbling On the country JUNIOR basketball player 1 Kusan Hilir. The purpose of this research is to find out whether or not there are: 1) the contribution towards agility ability dribbling a basketball player basketball JUNIOR Home Affairs 1 Kusan Hilir; 2) wrist kelentukan Contribution to the ability of dribbling on the country JUNIOR basketball player 1 Kusan Hilir; 3) contribution to agility and flexible the wrist together against the ability of dribbling on the country JUNIOR basketball player 1 Kusan Hilir. The methods used in this research is a method of ex post facto. The technique used is to test techniques. The population in this research is the whole basketball player state of SMP 1 Kusan Hilir Prince who follow basketball extracurricular activities that aggregate 37 people. Sample as many as 37 people with engineering total sampling. The conclusions of this study are that: 1) there is a contribution towards agility ability dribbling on the country JUNIOR basketball player 1 Kusan Hilir; 2) there is a contribution flexible wrist against dribbling ability in basketball basketball player state of SMP 1 Kusan Hilir; 3) there is a contribution to agility and flexible the wrist together against the ability of dribbling on the country JUNIOR basketball player 1 Kusan Hilir. Key words: agility, flexible wrist, basketball dribbling skills Abstrak: Kontribusi Kelincahan Dan Kelentukan Pergelangan Tangan Terhadap Kemampuan Dribbling Pada Pemain Bola Basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya: 1) Kontribusi kelincahan terhadap kemampuan dribbling bola basket padapemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir; 2) Kontribusi kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir; 3) Kontribusi kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ex post facto. Teknik yang digunakan adalah dengan teknik tes. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir putera yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler bola basket yang berjumlah37 orang. Sampel sebanyak 37 orang dengan teknik total sampling. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, bahwa: 1) Ada kontribusi kelincahan terhadap kemampuan dribbling pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir; 2) Ada kontribusi kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling pada pemain bola basket bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir; 3) Ada kontribusi kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Kata Kunci: basket.
kelincahan, kelentukan pergelangan tangan, kemampuan dribbling bola
73
74 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
PENDAHULUAN Bola basket merupakan salah satu cabang olahraga prestasi yang banyak diminati kalangan peserta didik, terbukti dengan banyaknya sekolah-sekolah menengah yang mengadakan kegiatan ekstrakurikuler bola basket untuk meningkatkan kemampuan bermain mereka. Salah satu tim yang telah melaksanakan latihan dan pembinaan bola basket di sekolah adalah tim bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang menggelar latihan rutin ekstrakurikuler 2 kali seminggu yaitu masing-masing pada hari Selasa untuk putri yang beranggotakan 16 orang dan hari Rabu untuk putra yang beranggotakan 37 orang bertempat di lapangan bola basket umum yang dilaksanakan dari pukul 16.00 WITA–17.30 WITA. Tim bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir mampu bersaing dengan tim-tim lain di dalam setiap pertandingan bahkan pernah menyumbangkan beberapa prestasi seperti juara 1 O2SN bola basket putra tingkat kabupaten Tanah Bumbu secara berturutturut dari tahun 2009–2011. Prestasi yang dihasilkan tim bola basket SMPNegeri 1 Kusan Hilir tidak terlepas dari pengawasan dan latihan yang diberikan oleh pelatih Afriadi Norman, S.Pd. (alumni JPOK angkatan tahun 1999) yang juga sebagai guru Pendidikan Jasmani di SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang memang berkompeten di bidang bola basket itu sendiri. Seorang pemain bola basket perlu menguasai teknik dasar dalam permainan bola basket yang meliputi passing, catching, dribbling, lay up dan shooting. Kemampuan ini merupakan dasar yang harus dikuasai setiap pemain basket yang
handal. Akan tetapi pada kenyataanya masih terdapat pemain bola basket di SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang belum menguasai teknik dribbling bola basket yang merupakan salah satu teknik dasar yang harus dikuasaidngan baik oleh seorang pemain bola basket. Berdasarkan pengamatan sementara dari Peneliti, hal itu antara lain disebabkan karena mereka kurang memiliki kelincahan dan kurangnya kelentukan pergelangan tangan yang baik untuk melakukan gerakan dribblingbola. Pada saat melakukan dribbling gerakannya kurang lincah dan pergelangan tangan yang nampak masih kaku untuk memainkan bola, sehingga untuk meningkatkan kemampuan guna pencapaian suatu prestasi menjadi terhambat. Saat ini belum ada data mengenai faktor fisik kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan, serta kemampuan dribbling bola basket pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Permainan olahraga bola basket mengedepankan kepada kepandaian pemain dalam memainkan bola dengan kedua tangan, dengan tujuan memasukkan bola ke dalam keranjang lawan sebanyakbanyaknya. Untuk dapat bermain dengan baik tentu saja seorang pemain seperti telah disebutkan di atas harus menguasai teknik dasar dalam permainan bola basket yang meliputi passing, catching, dribbling, lay up dan shooting. Untuk dapat menguasai teknik-teknik tersebut sebelumnya harus melewati masa latihan yang lama, dengan program latihan yang tepat di bawah bimbingan seorang pelatih yang berkompeten. Selain berlatih teknik, yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah pada dukungan faktor fisik dalam olahraga bola basket seperti faktor kecepatan, kelincahan, kelentukan pergelangan tangan, kekuatan dan daya
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 75
ledak otot baik otot tangan ataupun kaki yang turut menunjang. Khusus untuk faktor kelincahan diperlukan karena dalam permainan bola basket dengan lapangan yang diperlukan relatif kecil dan dalam lapangan tersebut seperti diungkapkan oleh Sodikun (1992:8) bahwa. Dimainkan dengan tangan bola boleh dioper (dilempar ke teman), boleh dipantulkan ke lantai (di tempat atau sambil berjalan) dan tujuannya adalah memasukkan bola ke basket (keranjang) lawan. Bila seorang pemain kurang lincah bergerak tentu saja ia akan kesulitan untuk menyerang sambil mendribble bola menerobos pertahanan lawan, dan sebaliknya juga mampu dengan cepat bertahan menghadang serangan lawan.Kelincahan sendiri adalah kemampuan seseorang mengubah posisi di area tertentu dari satu posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik (Sajoto.1988:59). Untuk kelentukan pergelangan tangan diperlukan karena saat mendribble bola seorang pemain diperbolehkan membawa bola lebih dari satu langkah asal bola dipantulkan ke lantai, baik dengan berjalan maupun berlaridan harus menggunakan satu tangan. Untuk melakukan ini tentu saja diperlukan gerakan tangan yang luwes (lentuk) agar dapat menguasai bola, jika tangan pemain bergerak dengan kaku maka bola akan sulit dikontrol dan mudah terlepas dari penguasaan pemain. Berkenaan dengan latar belakang masalah itulah peneliti secara khusus berupaya mencari informasi lebih jauh dengan melakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi
kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling bola basket, sebagai salah satu solusi permasalahan tersebut di atas dan untuk meningkatkan kemampuan pemain bola 3 basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ex post facto. Teknik yang digunakan adalah teknik tes. Terkait dengan mtode ex post facto sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dantes (2012:59) bahwa: Ex post facto merupakan suatu pendekatan pada subjek penelitian untuk meneliti yang telah dimiliki oleh subjek penelitian secara wajar tanpa adanya usaha yang sengaja memberikan perlakuan untuk memunculkan variabel yang ingin diteliti.
X1 Y
X2 Gambar 1.
Rancangan Penelitian
Keterangan: X1 : Kelincahan X2 : Kelentukan pergelangan tangan Y : Kemampuan dribbling bola basket : Garis kontribusi parsial (sendiri-sendiri) : Garis kontribusi multipel (gabungan) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pemain bola basket SMP Negeri 01 Kusan Hilir putera yang mengikuti
76 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
kegiatan ekstrakurikuler bola basket yang berjumlah 37 orang. Sampel sebanyak 37 orang dengan teknik total sampling. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh dikemukakan oleh Sugiyono (2010:68) yang mengatakan: Bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Berkenaan dengan cara pengambilan data penelitian, ada tiga instrumen yang dipergunakan dalam prosesnya, yaitu: 1. Instrumen untuk mengambil kelincahan menggunakan tes kelincahan Zig-Zag Run (Nurhasan, 2007:132).
3,0 5m Strat / 4,88 Finish m Gambar 2. Diagram Tes Kelincahan Zig-Zag Run (Nurhasan, 2007:132) 2.
Instrumen untuk mengukur kelentukan pergelangan tangan menggunakan geniometer (Peni Mutalib, 1988:37).
Gambar 3. Giniometer
3.
Instrumen untuk data kemampuan dribbling bola basket menggunakan tes keterampilan dribbling bola basket (Nurhasan, 2007:240).
Gambar 4. Diagram Tes Kemampuan Dribbling Bola Basket Rancangan analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Uji Normalitas menggunakan Uji Lilliefors (Sudjana, 1992:466 – 468) 2. Uji Homogenitas menggunakan Uji Bartlett (Sudjana, 1992:262 – 264) 3. Uji Keberartian dan Linieritas Regresi menggunakan Analisis Varians (ANAVA) Regresi Sederhana (Sudjana, 1992:314 – 336), yang sekaligus dapat digunakan sebagai indikator dari hipotesis penelitian. 4. Penghitungan kontribusi relatif dan efektif dalam statistika menggunakan rumus: (Sutrisno Hadi, 1983:41-46)
Kontribusi X1
a1x1 y a1x1 y a 2 x 2 y
x R2 x 100%
Kontribusi X2
a 2x2y a1x1 y a 2 x 2 y
x R² x 100%
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 77
HASIL PENELITIAN Variabel bebas yang telah ditentukan dalam penelitian ini adalah kelincahan (X1), kelentukan pergelangan tangan (X2) dan sebagai variabel terikat adalah kemampuan dribbling bola basket
(Y) pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. Data hasil penelitian kemudian diubah menjadi t-skor yang dapat dilihat pada lampiran 23, 24, 25 halaman 67-72.
Tabel 1. Data penelitian dan t-skor kelincahan (X1), kelentukan pergelangan tangan (X2) dan kemampuan dribbling bola basket (Y) pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir.
No. Subyek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Kelincahan: X1 (detik) Hasil 7.46 7.26 6.93 7.78 7.37 6.79 6.80 7.04 6.76 7.05 6.96 8.17 7.27 7.81 7.10 8.32 6.75 7.70 7.22 7.78 7.38 7.88 6.90 7.49 6.73 6.57 6.86 7.00 6.70 7.12 6.89 6.97
T-Skor 44.65 49.30 56.98 37.21 46.74 60.23 60.00 54.42 60.93 54.19 56.28 28.14 49.07 36.51 53.02 24.65 61.16 39.07 50.23 37.21 46.51 34.88 57.67 43.95 61.63 65.35 58.60 55.35 62.33 52.56 57.91 56.05
kelentukan pergelangan Dribbling Bola Basket: Y tangan: X2 (skor) (derajat) Hasil T-Skor Hasil T-Skor 85 50.13 13 58.44 94 64.25 12 54.53 84 48.56 12 54.53 81 43.85 8 38.91 80 42.28 8 38.91 83 46.99 12 54.53 95 65.82 14 62.34 93 62.68 9 42.81 91 59.54 14 62.34 82 45.42 7 35.00 81 43.85 11 50.63 94 64.25 10 46.72 82 45.42 9 42.81 80 42.28 7 35.00 85 50.13 11 50.63 83 46.99 6 31.09 87 53.27 13 58.44 81 43.85 10 46.72 81 43.85 12 54.53 82 45.42 6 31.09 82 45.42 11 50.63 85 50.13 7 35.00 82 45.42 12 54.53 92 61.11 14 62.34 89 56.41 14 62.34 86 51.70 10 46.72 85 50.13 12 54.53 80 42.28 13 58.44 96 67.39 14 62.34 76 36.00 8 38.91 70 26.58 13 58.44 86 51.70 13 58.44
78 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
Lanjutan No. Subyek 33 34 35 36 37
kelentukan pergelangan Dribbling Bola Basket: Y tangan: X2 (skor) (derajat) T-Skor Hasil T-Skor Hasil T-Skor 49.53 71 28.15 7 35.00 57.91 95 65.82 11 50.63 40.23 86 51.70 13 58.44 41.40 95 65.82 14 62.34 50.70 82 45.42 11 50.63 1852.56 3142 1849.94 401 1849.69
Kelincahan: X1 (detik) Hasil 7.25 6.89 7.65 7.60 7.20 267.40
Untuk perhitungan analisa (Y) di atas, maka dari data yang kontribusi dari variabel-variabel bebas telahdiubah ke dalam tyaitu kelincahan (X1) dan kelentukan scoretersebutdiketahui nilai-nilai berikut pergelangan tangan (X2) terhadap variabel ini: terikat kemampuan dribbling bola basket X1 = 1852,56 X2 = 1849,94 Y = 1849,69 2 2 2 X1 = 96428,34 X2 = 96088,76 Y = 96054,96 X 1 = 50 X 2 = 50 2 S1 = 102,01 S22 = 99,86 Sd1 = 10 Sd2 = 10 Untuk mendeskripsikan data variabel kelincahan (X1), kelentukan pergelangan tanga (X2) dan kemampuan dribbling bola basket (Y) pemain bola basket bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang telah diubah menjadi t-score tersebut di atas dapat diuraikan hasil-hasil sebagai berikut. 1. Kelincahan (X1) Data hasil tes kelincahan (X1) pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang telah dijadikan tscore didapat skor tertinggi yang diperoleh sampel 65,35 dan yang terendah adalah 24,65 sedangkan rataratanya adalah 50 dengan simpangan baku 102,01 dan standar deviasi data sebesar 10. 2. Kelentukan Pergelangan Tangan (X2)
= 50 Y 2 S3 = 99,62 Sd3 = 10 Data hasil tes kelentukan pergelangan tangan (X2) pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang telah dijadikan t-score didapat skor tertinggi yang diperoleh sampel adalah 67,39 dan yang terendah adalah 26,58 sedangkan rata-ratanya adalah 50 dengan simpangan baku 99,86 dan standar deviasi data sebesar 10. 3. Kemampuan Dribbling Bola Basket (Y) Data hasil tes kemampuan dribbling bola basket (Y) pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir yang telah dijadikan t-score didapat skor tertinggi yang diperoleh sampel adalah 62,34 dan yang terendah adalah 31,09 sedangkan rata-ratanya adalah 50 dengan simpangan baku 99,62 dan standar deviasi data sebesar 10,
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 79
Pengujian Persyaratan Analisis Sebelum melakukan analisa terhadap hipotesis penelitian terlebih dahulu dilakukan langkah pengujian persyaratan analisis. Adapun pengujianpengujian persyaratan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas menggunkan Uji Lilliefors, uji homogenitasmenggunakan Uji Tabel 2. Hasil Uji Normalitas No Variabel Lhitung (L0) 1 X1 0,095 2 X2 0,135 3 Y 0,133 Keterangan: X1 : Nilai variabel kelincahan X2 : Nilai variabel kelentukan pergelangan tangan Y : Nilai variabel dan kemampuan dribbling bola basket Lhitung : Harga L terbesar hasil perhitungan Ltabel : Harga L tabel Nilai Kritis untuk Uji Lilliefors pada taraf nyata α = 0,05 Uji kenormalan distribusi populasi ini menggunakan Uji Lilliefors yaitu untuk menguji hipotesis nol (H0) bahwa sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Untuk menerima atau menolak H0 dilakukan dengan membandingkan antara nilai Lhitung (L0) dengan harga mutlak nilai kritis pada tabel (Ltabel) pada taraf signifikansi α = 0,05.Kriteria pengujian yang digunakan adalah: “Tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika L0 yang diperoleh dari data
Bartlett,serta uji keberartian dan linieritas regresi menggunakan Uji Analisa Varian Sederhana (Anava). 1. Uji Normalitas Hasil-hasil pengujian normalitas data dari masing-masing variabel dirangkum dalam bentuk tabel di bawah ini.
Ltabel 0,146 0,146 0,146
Hasil Uji Normal Normal Normal
pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima”. (Sudjana, 1992:467). Hasil uji normalitas untuk kelincahan (X1) hasil yang diperoleh untuk Lhitung = 0,097 sedangkan nilai Ltabel = 0,146s ehingga berdasarkan hasil tersebut harga Lhitung < Ltabelatau 0,097 < 0,146 jadi dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan sampel diambil dari populasi berdistribusi normal.Proses perhitungan uji normalitas untuk kelincahan (X1) ini dapat dilihat pada lampiran 26 halaman73. Hasil uji normalitas untuk kelentukan pergelangan tangan (X2) (X2) hasil yang diperoleh Lhitung = 0,135 sedangkan nilai Ltabel = 0,146 sehingga berdasarkan hasil tersebut Lhitung < Ltabel atau 0,135 < 0,146 jadi dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan sampel diambil dari populasi berdistribusi normal.
80 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
Selanjutnya hasil uji normalitas untuk kemampuan dribbling bola basket (Y) hasil yang diperoleh untuk Lhitung = 0,133 sedangkan nilai Ltabel = 0,146 sehingga berdasarkan hasil tersebut maka didapat harga Lhitung < Ltabel atau 0,133 < 0,146 jadi dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Hasil Uji Homogenitas Hipotesis Dk 2 2 2 H0 : X1 = X2 = Y 2 H1 : X12≠X22 ≠Y2
sampel diambil dari populasi berdistribusi normal. Proses perhitungan uji normalitas untuk kemampuan dribbling bola basket (Y) ini dapat dilihat pada lampiran 28 halaman 77. 2. Uji Homogenitas
Tabel 3.
Keterangan: X12 : varians data kelincahan 2 X2 : varians data kelentukan pergelangan tangan Y2 :varians data kemampuan dribbling bola basket Dk : derajat kebebasan χ2hitung :chi-kuadrat hasil perhitungan χ2tabel (0,05) : chi-kuadrat dari tabel dengan taraf kepercayaan 1 – α = 0,95% Uji homogenitas varians populasi penelitian ini menggunakan Uji Bartlett dengan statistik ChiSquare (Chi-Kuadrat). Uji homogenitas adalah untuk menguji hipotesis nol (H0) bahwa varians populasi adalah homogen. Untuk menerima atau menolak H0 adalah dengan membandingkan harga χ2 dari hasil perhitungan dengan harga mutlak χ2 pada tabel dengan taraf signifikansi yang diinginkan. Kriteria yang digunakan adalah: “Dengan taraf nyata α, kita tolak
χ2hitung
χ2tabel (0,05)
Kesimpulan
0,0062
5,99
Homogen
hipotesis H0 jika χ2 χ2(1 – α)(k-1) dimana χ2(1 – α)(k-1) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1 – α) dan dk = (k – 1)”. (Sudjana, 2005:263). Nilai-nilai dari S12, S22, dan S32 kemudian dimasukkan ke dalam tabel formula Uji Bartlett sebagai dasar perhitungan. Hipotesis uji homogenitas gabungan tersebut adalah: H0 : X12 = X22 = Y2 H1 : X12≠X22 ≠Y2 Dari hasil perhitungan dengan dk = 2, didapat χ2hitung = 0,0062 dan nilai χ2tabel (2) (0,05) = 5,99 sehingga diketahui χ2hitung< χ2tabel dan dapat disimpulkan populasi homogen. Secara lebih lengkap perhitungan uji homogenitas varians gabungan ini dapat dilihat pada lampiran 29 halaman 79. 3. Uji Keberartian dan Linieritas Regresi a. Uji Keberartian Regresi Kriteria uji: “Hipotesis H0 : = 0 ditolak jika F F(1-) (n – 2) dan diterima dalam hal lainnya”. (Sudjana, 1992:328).
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 81
Tabel 4. Daftar analisis varians untuk uji keberartian regresi kelincahan (X1) terhadapkemampuan dribbling bola basket (Y). (Y = 23,58 + 0,53 X1). Sumber Variasi Dk JK RJK F0 Ft (0,05) Total 37 96054.98 96054.98 Regresi (a) 1 92468.75 92468.75 Regresi (b/a) 1 1022.19 1022.19 13.95 4.12 Residu 35 2564.03 73.26 Keterangan: dk : derajat kebebasan JK : Jumlah kuadrat RJK : Rata-rata jumlah kuadrat F0 : Fhitung Ft (0,05) : F table Untuk hasil uji keberartian regresi kelincahan (X1) terhadap
kemampuan dribbling bola basket (Y) didapat F0 = 13,95 dengan α = 0,05 dan db pembilang = 1 db penyebut = 35 didapat nilai Ft = 4,12 ternyata didapat F0 > Ftabel atau 13,95 > 4,12 sehingga dapat disimpulkan regresi kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) regresinya berarti.
Tabel 5. Daftar analisis varians untuk uji keberartian regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) (Y = 27,69+ 0,45 X2). Sumber Variasi Dk JK RJK F0 Ft (0,05) Total 37 96054.98 96054.98 Regresi (a) 1 92468.75 92468.75 Regresi (b/a) 1 715.36 715.36 8.72 4.12 Residu 35 2870.87 82.02 Keterangan : dk : derajat kebebasan JK : Jumlah kuadrat RJK :Rata-rata jumlah kuadrat F0 : Fhitung Ft (0,05) : F table Untuk hasil uji keberartian regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan
dribbling bola basket (Y) didapat nilai F0 = 8,72 dengan α = 0,05 db pembilang = 1 db penyebut = 35 didapat nilai Ft = 4,12 ternyata F0 > Ftabel atau 8,72 > 4,12 sehingga dapat disimpulkan regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadapkemampuan dribbling bola basket (Y) regresinya berarti.
Tabel 6. Daftar Analisis Varians Untuk Uji Keberartian Regresi Kelincahan (X1) Dan Kelentukan Pergelangantangan (X2) Secara Bersama-Sama Terhadapkemampuan Dribbling Bola Baket (Y) Sumber Variasi JK F0 Ft (0,05) KR (Reg) 803,13 KR (Res) 58,23 13,79 3,28
82 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
Keterangan : JK : Jumlah kuadrat KR (Reg) : Jumlah kuadrat regresi KR (Res) : Jumlah kuadrat sisa F0 : Fhitung Ft (0,05) : F table Hasil uji keberartian regresi kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangantangan (X2) secara bersama-sama terhadapkemampuan dribbling bola baket (Y) didapat F0 = 13,79dan dengan α = 0,05 db pembilang = 2,db penyebut = 34 didapat harga Ft = 3,28. Sehingga dapat diketahui F0 > Ftabel atau 13,79 > 3,28 dan dapat disimpulkan regresi kelincahan (X1) dan
kelentukan pergelangan tangan (X2) secara bersama-sama terhadapkemampuan dribbling bola baket (Y) regresinya berarti. Secara lebih lengkap perhitungankeberartian regresikelincahan (X1) dan kelentukan pergelangantangan (X2) secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola baket (Y) ini dapat dilihat pada lampiran 33 halaman 88. b. Uji Linieritas Regresi Untuk uji linieritas kriteria uji adalah: “Tolak hipotesis model regresi linier jika F F(1-)(k-2, n-k). (Sudjana, 1992:332)
Tabel 7. Daftar analisis varians untuk uji linieritas regresi kelincahan (X1) terhadapkemampuan dribbling bola basket (Y). (Y = 23,58 + 0,53 X1). Sumber Variasi Dk JK RJK F0 Ft (0,05) TC 33 2427.33 73.56 1.08 19.47 Galat 2 136.70 68.35 Keterangan: dk : derajat kebebasan JK : Jumlah kuadrat RJK : Rata-rata jumlah kuadrat F0 : Fhitung Ft (0,05) : F tabel TC : Tuna Cocok Uji kelincahan
linieritas (X1)
regresi terhadap
kemampuan dribbling bola basket (Y) diperoleh F0 = 1,08 dan dengan α = 0,05 db pembilang = 33 dan db penyebut = 2 didapatFt = 19,47 sehingga diketahui F0 < Ftabel atau 1,08 < 19,47 maka dapat disimpulkan regresi kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) model regresinya linier.
Tabel 8. Daftar analisis varians untuk uji linieritas regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). (Y = 27,69 + 0,45 X2). Sumber Variasi Dk JK RJK F0 Ft (0,05) TC 15 647.44 43.16 0.39 2.20 Galat 20 2223.43 111.17
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 83
Keterangan: dk : derajat kebebasan JK : Jumlah kuadrat RJK : Rata-rata jumlah kuadrat F0 : Fhitung Ft (0,05) : F tabel TC : Tuna Cocok Uji linieritas regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) diperoleh F0 = 0,39dan dengan α = 0,05 db pembilang = 15 dan db penyebut = 20 didapat harga Ft = 2,20 sehingga F0 < Ftabel atau 0,39 < 2,20 maka dapat disimpulkan regresi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) model regresinya linier. Untuk hasil tes kemampuan dribbling bola basket (Y) atas kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan (Y atas X1 dan X2) tidak dilakukan uji linieritas, akan tetapi hanya menghitung persamaan regresinya saja. Untuk regresi linier ganda dengan 2 (dua) variabel bebas digunakan persamaan: ^
Y = a0 + a1x1 + a2x2 Koefisien-koefisien a0, a1, dan a2 dapat dihitung dengan
menggunakan rumus persamaan-persamaan:
dari
a0 = Y a1 X1 a 2 X 2 a1 = (x 22 ) (x1y) (x1x 2 ) (x 2 y) (x12 ) (x 22 ) ( x1x 2 ) 2
a2 = (x12 ) (x 2 y) (x1x 2 ) (x1y) (x12 ) (x 22 ) ( x1x 2 ) 2
Dari hasil perhitungan diperoleh model regresi linier ganda Y atas X1 dan X2 sebagai berikut: ^
Y = 5,02+0,49X1+ 0,40X2 Secara lengkap proses perhitungan regresi multipel ini dapat dilihat pada lampiran 33 halaman 88. Uji Hipotesis Untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y), dapat ditinjau dari seberapa besar derajat keberartian variabel-variabel bebas X1 dan X2 tersebut terhadap variabel terikat Y dengan indikator yang digunakan adalah uji keberartian regresi masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Tabel 9. Hasil ujikeberartian regresi kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) sebagai indikator kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Variabel Fhitung Ftabel Keterangan X1 terhadap Y 13,95 4,12 Kontribusi berarti X2 terhadap Y 8,72 4,12 Kontribusi berarti X1dan X2 terhadap Y 13,79 3,28 Kontribusi berarti
84 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
Dari hasil-hasil yang terdapat pada tabel di atas dapat diuraikan hasil uji hipotesis berikut ini: 1. Kontribusi kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Hipotesis: H0 : K X1Y = 0 H1 : K X1Y ≠ 0 Kriteria: H0 : F0 < Ftabel H1 : F0 > Ftabel Untuk variabel kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) diketahui F0 > Ftabel atau 13,95 > 4,12 sehingga dapat disimpulkan ada kontribusi yang berarti dari kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Dimana setiap kenaikan skor kelincahan (X1) akan diikuti oleh kenaikan yang berarti pada skor kemampuan dribbling bola basket (Y) dengan persamaan regresi yang muncul Y = 23,58 + 0,53 X1. 2. Kontribusi kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Hipotesis: H0 : K X2Y = 0 H1 : K X2Y ≠ 0 Kriteria: H0 : F0 < Ftabel H1 : F0 > Ftabel Untuk variabel kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) diketahui F0 > Ftabel atau 8,72 > 4,12 sehingga dapat disimpulkan ada kontribusi yang berarti dari kelentukan pergelangan tangan (X2) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Dimana setiap kenaikan skor kelentukan pergelangan tangan (X2) akan diikuti oleh kenaikan yang berarti pada skor kemampuan dribbling bola basket (Y) dengan mengikuti
persamaan regresi Y = 27,69 + 0,45 X2. 3. Kontribusi kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X1) secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Hipotesis: H0 : K X2Y = 0 H1 : K X2Y ≠ 0 Kriteria: H0 : F0 < Ftabel H1 : F0 > Ftabel Untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi kedua variabel bebas yaitu kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X1) secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) terlebih dahulu menghitung koefisien korelasi R2. Berdasarkan regresi linier ganda dengan nilai JK (Reg) = 1606,26 dan y2 = 3586,23 dapat dihitung nilai R2 sebagai koefisien korelasi sebesar 0,4479. Selanjutnya dari hasil uji diketahui F0 > Ftabel atau 13,79 > 3,28sehingga dapat disimpulkan ada kontribusi yang berarti dari kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X1) secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Kemudian untuk lebih jelasnya dapat dilakukan perhitungan kontribusi dari masing-masing variabel dan didapat hasil-hasil sebagai berikut. Untuk kontribusi kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) relatif sebesar 59,62% dan efektif sebesar 26,70%. Untuk kontribusi kelentukan pergelangan tangan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) relatif sebesar 40,38% dan efektif sebesar 18,03%. Kemudian kontribusi
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 85
kelincahan (X1) dan kelentukan pergelangan tangan (X1) secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y) efektif sebesar 44,79%. PEMBAHASAN Berdasarkan dari hipotesis yang diajukan pada Bab II halaman 17 yaitu: 1. Ada kontribusi kelincahan (X1) terhadap kemampuan dribbling bola basket (Y). Dari hasil analisa data penelitian diketahui bahwa nilai F0 > Ftabel atau 13,95 > 4,12 dimana hasil ini menunjukkan bahwa kontribusi kelincahan terhadap kemampuan dribbling bola basket berarti atau nyata. Seperti yang disampaikan oleh Remmy Muchtar (1992:91) tentang kelincahan: “kemampuan seseorang untuk mengubah arah dengan cepat dalam keadaan bergerak tanpa kehilangan keseimbangan”. Hasil penelitian ini mendukung teori tersebut dimana seorang pemain yang memiliki kelincahan yang tinggi yakni mampu bergerak mengubah arah dengan cepat dalam keadaan bergerak tanpa kehilangan keseimbangan kemampuan menggiring (dribbling) bola basketnya juga lebih baik dibanding dengan pemain yang kurang lincah. Dalam permainan bola basket fungsi utama menggiring (dribbling) bola basket adalah sebagai upaya untuk menyerang, balik bertahan atau menghindari hadangan lawan, sehingga gerak yang gesit dan berubah-rubah arah sambil tetap membawa bola tanpa kehilangan
kontrol terhadap bola hanya dapat dilakukan oleh pemain yang memiliki kelincahan yang tinggi. Apabila pemain tidak lincah maka gerakannya juga cenderung lambat, tidak gesit dan dapat hilang keseimbangan yang mengakibatkan kurangnya kemampuan untuk mengontrol bola sehingga bola mudah lepas dan mudah direbut lawan atau dengan kata lain dribbling tidak sempurna. Dari uraian tersebut di atas dan hasil anaisa data penelitan dapat dikatakan bahwa kelincahan memberikan kontribusi yang berarti (signifikan) terhadap kemampuan dribbling bola basket dan hipotesis penelitian ini dapat diterima. 2. Ada kontribusi kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling bola basket. Dari hasil analisa data penelitian diketahui bahwa nilai F0 > Ftabel atau 8,72 > 4,12 dimana hasil ini menunjukkan bahwa kontribusi kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling bola basket berarti atau nyata. Kelentukan adalah bagian yang sangat penting bagi semua cabang olahraga, dimana menurut Wahjoedi (2000:85) peranan dari kelentukan bagi anggota gerak dijelaskan sebagai berikut: “kelentukan berperan nyata hampir pada seluruh gerak manusia sehingga pada aktivitas olahraga sangat penting untuk menopang kinerja dan keindahan gerak (art of movement)”. Hasil penelitian ini mendukung teori tersebut dimana seorang pemain yang memiliki kelentukan yang tinggi kemampuan
86 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 73-87
menggiring (dribbling) bola basketnya juga lebih baik dibanding dengan pemain yang pergelangan tangannya kurang lentuk. Dalam melakukan gerakan dribbling bola basket tangan berfungsi untuk memantul-mantulkan bola ke lantai dan untuk mengontrol bola agar tidak lepas saat dipantulkan ke lantai dan untuk itu diperlukan kelentukan pergelangan tangan yang baik..Apabila tangan pemain bergerak dengan kaku maka bola akan sulit dikontrol dan mudah terlepas dari penguasaan pemain tersebut. Dari uraian tersebut di atas dan hasil anaisa data penelitan dapat dikatakan bahwa kelntukan prgelangan tangan memberikan kontribusi yang berarti (signifikan) terhadap kemampuan dribbling bola basket dan hipotesis penelitian ini dapat diterima. 3. Ada kontribusi kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan secara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket. Dari hasil analisa data penelitian diketahui bahwa nilai F0 > Ftabel atau 13,79 > 3,28 dimana hasil ini menunjukkan bahwa kontribusi kelincahan dan kelentukan pergelangan tangansecara bersama-sama terhadap kemampuan dribbling bola basket berarti atau nyata. Kelincahan (agilitas) menurut Sajoto (1988:59) adalah: “Kemampuan seseorang dalam berubah arah, dalam posisi-posisi tertentu di area tertentu, seorang yang mampu merubah suatu posisi ke posisi yang berbeda, dengan kecepatan tinggi dan koordinasi gerak yang baik”. Sedangkan kelentukan
menurut Wahjoedi (2000:85) dikatakannya bahwa: “kelentukan berperan nyata hampir pada seluruh gerak manusia sehingga pada aktivitas olahraga sangat penting untuk menopang kinerja dan keindahan gerak (art of movement)”. Hasil penelitian ini juga mendukung kedua teori tersebut bahwa apabila seorang pemain memiliki kelincahan (agilitas) yang tinggi namun tangannya kaku untuk mengontrol bola maka hasilnya tidak baik, demikian juga sebaliknya. Dan apabila seorang pemain bola baket memiliki kelincahan yang tinggi dan didukung oleh pergelangan tangan yang lentuk maka kemampuan dribbling bola basket pemain tersebut juga lebih baik. Dari pendapat ini dapat kita analogikan sebagai kemampuan pemain untuk bergerak lincah yaitu mampu berubahrubah arah dengan cepat tanpa kehilangan kontrol terhadap bola yang didukung oleh kelentukan pergelangan untuk memantul-mantulkan bola ke lantai dan untuk kontrol bola agar tidak lepas saat dipantulkan ke lantai dari tangannya. Kedua hal tersebut yakni kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan diperlukan secara bersamaan dan berlangsung secara harmonis dan saling menunjang (terkoordinasi) untuk memaksimalkan kemampuan gerak tertentu yakni untuk melakukan dribbling bola basket. Dari uraian tersebut di atas dan hasil analisa data penelitian dapat dikatakan bahwa kelincahan dan kelentukan pergelangan tangansecara berama-sama (multiple) ada memberikan kontribusi yang berarti
Abdul Gafur, Kontribusi Kelincahan dan … 87
(signifikan) terhadap kemampuan dribbling bola basket dan hipotesis penelitian ini dapat diterima. KESIMPULAN Berdasarkan data hasil penelitian, dan analisa terhadap data tersebut serta tinjauan teoritis untuk menguji hipotesis akhirnya dapat disimpulkan: 1. Ada kontribusi kelincahan terhadap kemampuan dribbling pada pemainbola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. 2. Ada kontribusi kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling pada pemainbola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir. 3. Ada kontribusi kelincahan dan kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan dribbling secara bersama-sama pada pemain bola basket SMP Negeri 1 Kusan Hilir.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Nuril. 2007. Permainan Bola Basket. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Alwi, Hasan, dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Sudjana,
1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono, 2010. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Dantes,
Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi. Harsono.1988. coaching Dan Aspek – Aspek Psikologis Dalam coaching. Jakarta. Kusaini, Muhamad. 2011. Fasilitas Olahraga. Banjarmasin. Ma’mun & Saputra, 2000. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak. Jakarta: Depdikbud. Muthalib, Peni. 2009. Mengukur Kemampuan fisik pengolahragaan secara sederhana. Jakarta: Arcan. Muchtar, Remy. 1992 Olahraga Pilihan Sepakbola. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Directorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Nurhasan. 2007. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan IKIP Bandung. Oliver, John. 2007. Dasar-Dasar Bola Basket. Bandung: PT Intan Sejati Pakar Raya. Sodikun, Imam. 1992. Olahrga Pilihan Bola Basket. Jakarta: Depdikbud Dikti PPTK Sajoto, Muhammad. 1988. Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Jakarta: Depdikbud. Sutrisno Hadi. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi. Wahjoedi. 2000. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: PT Raja grafindo Persada.
PENGARUH LATIHAN SQUAT DAN LEG PRESS TERHADAP STRENGTH DAN HYPERTROPHY OTOT TUNGKAI Aryadi Rachman Ahmad Yani Km. 32 Rt. 13 Loktabat Utara Kota Banjarbaru Email:
[email protected] Abstract: Strength is one of the basic components biomotor that is needed in every sport field. In order to achieve optimal performance achievement, then the power should be increased as the underlying basis of the formation of other biomotor components. Exercise increases muscle strength to cope with the load during exercise and the affects muscle hypertrophy. Exercise powers properly implemented will affect the quality and quantity improvement in print sportsmen. The exercise that is used to improve strength and hypertrophy leg muscle is by using weight training method exercise. This study aim to investigate the differences squat exercise and leg press in order to improve strength and hypertrophy leg muscle for student JPOK FKIP UNLAM Banjarbaru class 2011/2012. This type of quantitative research with quasi-experimental methods. The study design using a matching-only design. The population in this study was student JPOK FKIP UNLAM Banjarbaru class 2011/2012 which totaled 40 people, under the provisions of the study sample was 36 people, samples were divided into 3 groups, each group sharing is done through the match subject design. The division is based on the results of the experimental group pretest limb muscle strength using a back and leg dynamometer. Each group numbered 12 people for group I (squats), 12 to group II (leg press exercises) and 12 for the control group. Results of the research: methods squats and leg press exercises significant increase in limb muscle strength and hypertrophy (sig. 0.000 <α = 0.05). Group I, II and III had significant differences (sig. 0.000 <α = 0.05). The average increase in strength for the I = 36.16 kg = 26.83 kg II, and III = 3.83 kg. The average increase in muscle hypertrophy for group I = 0.66 cm, II = 0:41 cm, and III = 0:08 cm. Conclusion: there is a significant effect of exercise squats and leg press to increase in leg muscle strength and hypertrophy. Squat exercise greater influence than the leg press and a control group to increase in leg muscle strength and hypertrophy Key words: Squat, leg press, strength and hypertrophy of leg muscle. Abstrak: Pengaruh Latihan Squat Dan Leg Press Terhadap Strength Dan Hypertrophy Otot Tungkai. Kekuatan merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga. Untuk dapat mencapai penampilan prestasi yang optimal, maka kekuatan harus ditingkatkan sebagai landasan yang mendasari dalam pembentukkan komponen biomotor lainnya. Latihan kekuatan meningkatkan daya otot untuk mengatasi beban selama beraktivitas dan berpengaruh terhadap hypertrophy otot. Latihan kekuatan yang dilaksanakan dengan sistematis akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas dan kuantitasnya dalam mencetak olahragawan. Latihan yang digunakan untuk meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai adalah dengan metode latihan weight training. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan latihan squat dan leg press dalam upaya meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai pada Mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012. Penelitian ini jenis kuantitatif dengan metode quasi eksperimen. Rancangan penelitian menggunakan matching-only design. Populasi dalam penelitian adalah ini mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012 yang berjumlah 40 orang, berdasarkan ketentuan dalam penelitian maka sampel berjumlah 36 orang,
88
Sampel dibagi menjadi 3 kelompok, pembagian masing-masing kelompok dilakukan melalui match subject design. Pembagian kelompok eksperimen didasarkan pada hasil pretest strength otot tungkai menggunakan back & leg dynamometer. Setiap kelompok berjumlah 12 orang untuk kelompok I (latihan squat), 12 orang untuk kelompok II (latihan leg press) dan 12 orang untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian: metode latihan squat dan leg press signifikan terhadap peningkatan strength dan hypertrophy otot tungkai (sig. 0.000 < α=0,05). Kelompok I, II dan III memiliki perbedaan yang signifikan (sig. 0.000 < α=0,05). Rata-rata peningkatan strength untuk kelompok I = 36.16 kg, II = 26.83 kg, dan III = 3.83 kg. Rata-rata peningkatan hypertrophy otot untuk kelompok I = 0.66 cm, II = 0.41 cm, dan III = 0.08 cm. Simpulan: terdapat pengaruh yang signifikan latihan squat dan leg press terhadap peningkatan strength dan hypertrophy otot tungkai. Latihan squat lebih besar pengaruhnya daripada leg press dan kelompok kontrol terhadap peningkatan strength dan hypertrophy otot tungkai. Kata Kunci : Squat, leg press, strength dan hypertrophy otot tungkai.
PENDAHULUAN Kondisi fisik merupakan syarat mutlak yang diperlukan dalam pencapaian prestasi olahraga, karena setiap atlet harus memiliki fisik yang prima untuk dapat berprestasi. Unsur kondisi fisik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga berbeda-beda. Oleh karena itu kondisi fisik seorang atlet perlu ditingkatkan melalui latihan yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu. Melalui latihan fisik, kesegaran jasmani atlet akan meningkat sehingga dapat menunjang tercapainya prestasi yang optimal. Kondisi fisik adalah suatu kesatuan yang utuh dari komponen-komponen yang tidak dapat dipisahkan begitu saja, baik peningkatan maupun pemeliharaannya (Sajoto, 1995:8). Artinya di dalam usaha peningkatan kondisi fisik maka seluruh komponen tersebut harus dikembangkan, meskipun pengembangannya dilakukan dengan skala prioritas sesuai dengan kebutuhan. Unsur-unsur atau komponen kondisi fisik tersebut meliputi: kekuatan (strength), daya tahan, daya ledak, kecepatan, daya lentur, kelincahan, koordinasi, keseimbangan, ketepatan dan reaksi. Salah satu komponen kondisi fisik yang penting guna mendukung komponen-komponen lainnya adalah komponen kekuatan otot (Sajoto,
1995:59). Kekuatan merupakan basis dari semua komponen kondisi fisik, karena kekuatan merupakan daya penggerak dari setiap aktivitas fisik (Harsono, 1988: 177). Kekuatan (strength) merupakan salah satu komponen dasar biomotor yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga. Untuk dapat mencapai penampilan prestasi yang optimal, maka kekuatan harus ditingkatkan sebagai landasan yang mendasari dalam pembentukkan komponen biomotor lainnya. Sasaran latihan kekuatan adalah untuk meningkatkan daya otot dalam mengatasi beban selama aktivitas olahraga berlangsung (Sukadiyanto, 2011:90). Oleh karena itu, latihan kekuatan yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan berpengaruh terhadap peningkatan kualitas dan kuantitasnya dalam proses mencetak olahragawan. Manfaat dari latihan kekuatan bagi olahragawan, diantaranya untuk: (1) meningkatkan kemampuan otot dan jaringan, (2) mengurangi dan menghindari terjadinya cedera pada olahragawan, (3) meningkatkan prestasi, (4) terapi dan rehabilitasi cedera pada otot, dan (5) membantu mempelajari atau penguasaan teknik (Sukadiyanto, 2011:90). Latihan kekuatan berpengaruh terhadap: hypertrophy (pembesaran) otot, 89
90 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
perubahan secara biokimia, perubahan komposisi otot, dan perubahan kelentukan (Sukadiyanto, 2011:100). Salah satu tujuan dari latihan kekuatan untuk meningkatkan ukuran besarnya serabut otot atau yang disebut dengan hypertrophy otot (Sukadiyanto, 2011:101). Terjadinya hypertrophy otot sebagai akibat dari: bertambahnya jumlah myofibril pada setiap serabut otot, meningkatnya densitas (kepadatan) kapiler pada setiap serabut otot, meningkatnya jumlah protein, dan bertambahnya jumlah serabut otot. Kekuatan (strength) sebagai landasan yang mendasari dalam pembentukkan komponen biomotor, diperlukan komponen fisik yang penting agar tercapainya prestasi optimal salah satunya yaitu kekuatan otot tungkai, karena sebagian besar cabang olahraga memerlukan otot tungkai dalam gerakannya, sebagai contoh untuk cabang atletik nomor lari dan lompat, bola voli, bola basket, sepak bola dan sebagainya, otot tungkai memegang peranan utama keberhasilan dalam berbagai cabang olahraga. Untuk meningkatkan dan mengembangkan kondisi fisik seorang atlet, dibutuhkan sebuah latihan, latihan yang secara terus-menerus agar menghasilkan gerakan yang maksimal. Jenis latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai diantaranya adalah latihan berbeban (weight training). Program latihan yang menggunakan beban pemberat di luar tubuh (weight training) akan mempercepat proses terjadinya hypertrophy pada otot (Sukadiyanto, 2011:101). Menurut Harsono (1988) weight training adalah latihan-latihan yang sistematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah tahanan terhadap kontraksi otot guna mencapai berbagai tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan dan menjaga kondisi
fisik, kesehatan, kekuatan atau prestasi dalam suatu cabang olahraga tertentu. Bentuk latihan untuk mendapatkan kekuatan otot tungkai dalam latihan beban adalah dengan latihan squat dan leg press. Latihan squat adalah jenis latihan beban untuk meningkatkan mengembangkan kekuatan terutama pada otot-otot kaki, dan beban adalah sebagai dasar pokok latihan. Latihan squat ini dilakukan dengan cara membebani organ tubuh dengan suatu barbel dengan intensitas, set, frekuensi dan lama latihannya dapat menimbulkan suatu efek latihan yaitu berupa peningkatan kekuatan (strength), daya ledak serta daya tahan otot. Dengan meningkatkan kekuatan (strength), daya ledak dan daya tahan otot, kemampuan fisik akan bertambah secara umum. Latihan squat dapat dilakukan dengan dua macam yakni dengan smith machine dan beban bebas (free weight), smith machine sangat membantu menyeimbangkan beban dengan baik juga bagi si pemula sehingga dapat berkonsentrasi dengan otot yang sedang dilatih (Riadi, 2010:146). Latihan leg press perlu dipelajari mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit serta penambahan beban-beban yang diperlukan dalam latihan dari yang paling ringan ditingkatkan secara bertahap ke program yang lebih berat. Pada saat belajar dan kemudian beban yang makin berat untuk memperoleh hasil yang memuaskan, mengatur pelatihan beban juga memberikan kesempatan yang terbaik untuk belajar secara tepat tanpa takut cedera (Baechle, 2000:13). Latihan leg press menurut Baechle dan Groves (2003:144) latihan ini menyangkut penggunaan mesin leg press jenis puli, pivot atau cam. Pelatihan leg press sangat baik untuk pembentukan kekuatan otot kaki, membantu stabilitas persendian lutut dan panggul serta memadatkan otot (Baechle, 1997:137).
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 91
Dari uraian di atas, peneliti mengedepankan masalah yang nantinya untuk dijawab dalam sebuah penelitian dan pengukuran. Fokus dari penelitian ini adalah “Pengaruh Latihan Squat dan Leg Press terhadap Strength dan Hypertrophy Otot Tungkai” (Studi eksperimen pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan FKIP Unlam Banjarbaru). METODE Penelitian ini jenis kuantitatif dengan metode quasi eksperimen (ekspermen semu). Rancangan penelitian menggunakan matching-only design (Maksum, 2012: 100).
M
T11 X1 T12 X2 T13 (Maksum, 2012:100)
T21 T22 T23
Keterangan: M : Matching T11 : Pretest Kelompok Eksperimen 1 T12 : Pretest Kelompok Eksperimen 2 T13 : Pretest Kelompok Kontrol X1 : Latihan Squat X2 : Latihan Leg Press T21 : Posttest Kelompok Eksperimen 1 T22 : Posttest Kelompok Eksperimen 2 T23 : Posttest Kelompok Kontrol Populasi dalam penelitian adalah ini mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012 yang berjumlah 40 orang. Untuk menjadi sampel harus memenuhi ketentuan-ketentuan sesuai dengan tujuan penelitian. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah: 1. Berjenis kelamin laki-laki. 2. Bersedia menjadi sampel penelitian. 3. Berminat untuk mengikuti latihan beban.
4.
Tidak melakukan aktivitas atau latihan fisik lain yang terprogram. Dari hasil ketentuan tersebut didapat sebanyak 36 orang sampel yang digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok, pembagian masing-masing kelompok dilakukan melalui match subject design. Pembagian kelompok eksperimen didasarkan pada hasil pretest strength otot tungkai menggunakan back & leg dynamometer. Setiap kelompok berjumlah 12 orang untuk kelompok I (latihan squat), 12 orang untuk kelompok II (latihan leg press) dan 12 orang untuk kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (JPOK) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), selama 8 minggu dari tanggal Pebruari – Maret 2014, dengan rincian 8 minggu untuk perlakuan (treatment) dengan frekuensi 24 kali pertemuan yang dilaksanakan 3 kali dalam seminggu. 1. Pengukuran strength otot tungkai menggunakan back & leg dynamometer (Ambarukmi, dkk., 2005:23) 2. Pengukuran hypertrophy otot tungkai menggunakan pita ukur (Johnson & Nelson, 1988:189) Sesuai dengan hipotesis dan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka analisis statistik yang digunakan adalah uji-t paired sample test dan Analisis of Varians (Anova) dengan taraf signifikansi 5 % menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) 20.0. untuk mengetahui pengaruh latihan squat dan leg press terhadap strength dan hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012.
92 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
dilakukan pada masing-masing kelompok dihitung berdasarkan kelompok dan jenis latihan yang diterapkan.
HASIL PENELITIAN Pada deskripsi hasil penelitian ini membahas tentang rerata dan standar deviasi yang diperoleh dari hasil tes yang Data hasil Squat 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Pretest Strenght
Postest Strenght
Pretest Hypertrophy
Postest Hypertrophy
Berdasarkan hasil pengukuran dalam tabel di atas pada kelompok I (squat) dapat dilihat bahwa terdapat sebuah peningkatan nilai rerata antara pretest dan posttest pada variabel dependent. Hal ini terbukti dari nilai rerata posttest dan nilai rerata pretest. Dimana dapat di lihat bahwa nilai rerata untuk strength otot tungkai hasil pengukuran posttest (202.75), ini terlihat lebih
tinggi dibanding dengan hasil pengukuran pretest (166.58) dan hypertrophy otot tungkai dari hasil pengukuran posttest (54.5), ini terlihat lebih tinggi dibanding dengan hasil pengukuran pretest sebesar (53.83). Dalam pemberian treatment pada kelompok I (squat) dapat meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai.
Data hasil Leg Press 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
12
6
7
8
9
10
11 12
pretest Strenght
Postest Strenght
Pretest Hypertrophyi
Postest Hypertrophy
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 93
Berdasarkan hasil pengukuran dalam tabel di atas pada kelompok II (leg press) dapat dilihat bahwa terdapat sebuah peningkatan nilai rerata antara pretest dan posttest pada variabel dependent. Dimana dapat di lihat bahwa nilai rerata untuk strength hasil pengukuran posttest (193.33), ini terlihat lebih tinggi dibanding dengan hasil pengukuran pretest (166.5) dan hypertrophy otot tungkai dari hasil pengukuran posttest (54.08), ini terlihat lebih tinggi dibanding dengan hasil pengukuran pretest sebesar (53.66). Dalam pemberian treatment pada kelompok II (leg
press) dapat meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai. Pengujian Hipotesis Untuk menjawab hipotesis yang telah diajukan, maka uji analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah uji beda rerata (uji beda mean) dengan menggunakan analisis uji-t paired t-test. Nilai yang digunakan dalam penghitungan uji-t paired t-test adalah nilai pretest dan posttest dari masing-masing kelompok (kelompok I, kelompok II, dan kelompok III), dengan penyajian datanya hasil perhitungan uji-t paired t-test adalah sebagai berikut:
Strength Otot Tungkai pre-test Kelompok I post-test pre-test Kelompok II post-test pre-test Kelompok III post-test
Mean 166.58 202.75 166.50 193.33 168.00 171.83
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,000
Signifikan
0,000
Signifikan
0.020
Signifikan
Hypertrophy Otot Tungkai pre-test Kelompok I post-test pre-test Kelompok II post-test pre-test Kelompok III post-test
Mean 53.83 54.50 53.66 54.08 53.75 53.83
Sig. (2-tailed)
Keterangan
0,001
Signifikan
0,017
Signifikan
0.339
Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel di atas hasil perhitungan uji beda rerata sampel berpasangan menggunakan uji-t paired ttest sebagai berikut: Kelompok I (Squat) dan Kelompok II (Leg Press) Hasil perhitungan uji-t paired t-test pada pemberian latihan squat dan leg press dengan melihat nilai Sig. (2-tailed) 0,000 terhadap strength dan nilai Sig. (2-tailed) 0,001 untuk squat dan nilai Sig. (2-tailed)
0,017 untuk leg press terhadap hypertrophy otot tungkai, Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima karena nilai Sig. < nilai α = 0,05. Dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan dari pemberian latihan squat dan leg press terhadap strength dan hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012.
94 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
Uji Beda Rerata antar Kelompok (Anova) Pengujian beda rerata antar kelompok secara serempak dilakukan dengan menggunakan analisis varian (Anova). Menurut Maksum (2012:182) one way anova adalah teknik statistik parametrik Sumber Variasi Antar Kelompok Dalam Kelompok Total
Df
yang digunakan untuk menguji perbedaan antara tiga atau lebih kelompok data. Tabel hasil perhitungan uji beda antar kelompok strength dan hypertrophy otot tungkai sebagai berikut:
F hitung
F hitung
Sig.
Sig.
Keterangan
90.641
5.218
0,000
0,011
Signifikan
2 33 35
Berdasarkan tabel di atas hasil perhitungan uji beda antar kelompok menggunakan one way anova dapat disimpulkan bahwa terdapat hasil rerata yang beda antar kelompok, karena hasil perhitungan menunjukkan nilai Sig. 0,000 < nilai α = 0,05 dan nilai Sig. 0,011 <
nilai α = 0,05, maka dapat dikatakan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan kata lain bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil latihan kelompok squat, kelompok leg press, dan kelompok kontrol terhadap strength dan hypertrophy otot tungkai.
Perhitungan Post Hoc Test Multiple Comparisons Dependent Variable: Strength Otot Tungkai (I) Kelompok Latihan LSD
Squat Leg Press Kontrol
(J) Kelompok Latihan Leg Press Kontrol Squat Kontrol Squat Leg Press
1) Kelompok squat dan leg press mempunyai nilai sig. 0,000 < nilai α = 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima berarti ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yaitu sebesar 9.33333. 2) Kelompok squat dan kontrol mempunyai nilai sig. 0,000 < nilai α = 0,05 berarti H0 ditolak
Mean Difference (I-J) 9.33333 31.00000 -9.33333 21.66667 -31.00000 -21.66667
Std. Error 2.36237 2.36237 2.36237 2.36237 2.36237 2.36237
Sig. 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
dan H1 diterima berarti ada perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 31.00000. 3) Kelompok leg press dan kontrol mempunyai nilai sig. 0,000 < nilai α = 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima berarti ada perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 21.66667.
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 95
Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa hasil latihan squat, leg press dan kontrol ternyata berbeda secara signifikan. Nilai perbedaan rerata yang dihasilkan menunjukkan bahwa latihan squat
mempunyai pengaruh yang lebih baik dari pada latihan leg press dan kelompok kontrol terhadap strength otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012.
Multiple Comparisons Dependent Variable: Hypertrophy Otot Tungkai (I) Kelompok Latihan LSD
Squat Leg Press Kontrol
(J) Kelompok Latihan Leg Press Kontrol Squat Kontrol Squat Leg Press
1) Kelompok squat dan leg press mempunyai nilai sig. 0,177 > nilai α 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok yaitu sebesar 0.25000. 2) Kelompok squat dan kontrol mempunyai nilai sig. 0,003 < nilai α = 0,05 berarti H0 ditolak dan H1 diterima berarti ada perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 0.58333. 3) Kelompok leg press dan kontrol mempunyai nilai sig. 0,075 > nilai α = 0,05 berarti H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada perbedaan yang signifikan yaitu sebesar 0.33333. Berdasarkan uraian di atas menunjukan bahwa hasil latihan squat, leg press dan kontrol ternyata bervariasi. Nilai rerata yang dihasilkan menunjukkan bahwa latihan squat mempunyai pengaruh yang berbeda secara signifikan dari kelompok kontrol tetapi tidak berbeda secara signifikan dari latihan leg press begitu juga dengan latihan leg press tidak berbeda secara signifikan dari kelompok
Mean Difference (I-J) .25000 .58333 -25000 .33333 -.58333 -.33333
Std. Error 0.18119 0.18119 0.18119 0.18119 0.18119 0.18119
Sig. 0,177 0,003 0,177 0,075 0,003 0,075
kontrol terhadap hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012. Dengan hasil deskriptif di atas menyatakan bahwa pemberian latihan pada kelompok I dan II dapat meningkatkan hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012 PEMBAHASAN Pengaruh Pelatihan terhadap Peningkatan Strength Otot Tungkai Berdasarkan hasil pengujian hipótesis, ternyata latihan squat dan leg press memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan strength otot tungkai. Pengaruh latihan squat lebih besar dibandingkan latihan leg press dan kontrol. Latihan squat mempunyai peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan latihan leg press. Hal ini disebabkan terdapatnya perbedaan karakteristik antara latihan squat dan leg press dimana pada latihan squat beban tersebut berada pada pundak sehingga
96 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
saat melakukan gerakan naik dan turun kompleksitas otot yang terlibat lebih banyak, dibandingkan dengan latihan leg press. Latihan leg press pemusatan bebannya terletak pada telapak kaki sehingga saat melakukan gerakan mendorong komponen otot yang terlibat hanyalah komponen otot kaki. Squat dan leg press merupakan jenis latihan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan khususnya pada otot tungkai. Kekuatan (strength) sebagai landasan yang mendasari dalam pembentukkan komponen biomotor, diperlukan komponen fisik yang penting agar tercapainya prestasi optimal. Ambarukmi, dkk., (2008:69) menjelaskan tujuan dari latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin. Latihan squat dan leg press merupakan metode pelatihan menggunakan beban. Pelatihan beban adalah suatu penekanan terhadap fisik menggunakan beban luar berupa beban mesin dan beban bebas (seperti barbell dan dumbel) secara dominan untuk meningkatkan kinerja maupun prestasi olahraga (Bompa & Haff, 2009; Baechle & Grove, 2003). Latihan beban apabila dilaksanakan dengan benar, selain dapat memperbaiki kesehatan fisik secara keseluruhan, juga dapat mengembangkan kekuatan (strength), kecepatan, power, dan daya tahan (Harsono, 1988:186). Menurut Sajoto (1988:114) program latihan peningkatan kekuatan otot yang paling efektif adalah latihan dengan menggunakan beban atau “weight training program”. Dipertegas pula oleh Nala (1998:53) “agar proses latihan dapat berjalan dan berhasil dengan baik dalam meningkatkan kekuatan ototnya, maka latihan harus menggunakan beban”. Sedangkan menurut Riadi (2010) latihan beban adalah latihan yang bersifat kekhususan atau spesifik dalam artian
latihan yang dilakukan secara bagianbagian dari masing-masing kelompok otot. Pelatihan beban dengan metode yang salah dapat mengakibatkan gerakan yang kaku dan lamban serta dapat menimbulkan cedera dan menurunkan prestasi atlet (Fox & Mathews, 1981). Metode pelatihan sangat penting dalam mempengaruhi hasil pelatihan (Bompa, 2009). Kekuatan maksimal sangat dipengaruhi oleh tujuh faktor, yakni: (1) Jumlah motor unit yang terlibat (reqruitment). (2) Jumlah motor unit yang terstimulasi (rate coding). (3) Jumlah motor unit yang singkronisasi. (4) Siklus pemendekan pada peregangan otot. (5) Derajat inhibisi saraf otot. (6) Jenis serabut otot. (7) Derajat hypertrophy otot (Bompa & Haff, 2009:Hoeger, 2009). Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan latihan beban squat dan leg press dapat meningkatkan strength otot tungkai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan squat dan leg press memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan strength otot tungkai Pengaruh Pelatihan terhadap Peningkatan Hypertrophy Otot Tungkai Berdasarkan hasil pengujian hipótesis dapat dijelaskan bahwa pengaruh latihan squat dan leg press memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hypertrophy otot tungkai. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa latihan squat dan leg press merupakan jenis latihan beban. Tujuan khusus pelatihan beban yang paling popular, adalah: kekuatan maksimal, daya ledak otot, daya tahan otot, hypertrophy otot, dan komposisi tubuh (Chandler & Brown, 2008;ASCA, 2010;ACSM, 2002;Bompa & Haff, 2009;Ratames, dkk., 2009;Bird, dkk., 2005).
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 97
Latihan beban merupakan aktivitas olahraga menggunakan barbell, dumbell, peralatan mekanis, dan lain sebagainya dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan dan memperbaiki penampilan fisik (Baechle, 2000:1). Latihan beban merupakan suatu bentuk latihan yang menggunakan media alat beban untuk menunjang proses latihan dengan tujuan untuk meningkatkan kebugaran, kekuatan otot, kecepatan, pengencangan otot, hypertrophy otot, rehabilitasi, maupun penambahan dan pengurangan berat badan (Irianto, 2000:59). Dengan latihan squat dan leg press yang dilaksanakan secara sistematis akan berpengaruh terhadap peningkatan hypertrophy otot tungkai. Program latihan yang menggunakan beban pemberat di luar tubuh (weight training) akan mempercepat proses terjadinya hypertrophy pada otot (Sukadiyanto, 2011:101). Pelatihan beban meningkatkan kekuatan dan volumen otot paha yang signifikan (Willoughby & Pelsue, 2000). Hypertrophy otot terjadi akibat tiga rangsangan yang variatif (ketegangan mekanik, kerusakan otot, dan tekanan metabolic) (Schoenfeld, 2010). Seseorang yang memiliki lebih banyak serat otot cenderung lebih besar dan lebih kuat dibanding yang memiliki serat otot lebih sedikit (Fox & Mathews, 1981). Metode pelatihan yang tepat dapat meningkatkan kemajuan fisiologis (Kavanaugh, 2007). Hypertrophy serat otot rangka ditandai satu atau lebih perubahan berikut: (a) peningkatan jumlah dan ukuran myofibril per-serat otot; (b) peningkatan jumlah protein kontraktil, partikel dalam filament myosin; (c) peningkatan densitas kapiler per-fiber; (d) peningkatan jumlah dan kekuatan connective, tendon, dan ligament; dan (e) peningkatan jumlah serat otot (Fox & Mathews, 1981; Bompa, 1999). Peningkatan ukuran serat otot dan jumlah filament myosin (seperti: Elizabeth, 2008;
Fox & Mathews, 1981; Loenneke, 2012; Willoughby & Pelsue, 2000; Hikida, dkk., 1998). Pemulihan antara sesi pelatihan, tubuh akan mengisi ulang protein dalam otot melebihi tingkat awal, hingga meningkatkan ukuran serat otot (NSCA, 2007). Dari uraian di atas jelaslah bahwa metode latihan beban dengan squat dan leg press dapat meningkatkan hypertrophy otot tungkai. Hal ini juga diperkuat hasil dengan penelitian bahwa latihan squat dan leg press memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan hypertrophy otot tungkai. Perbedaan Pengaruh Pelatihan Pengaruh latihan squat, leg press dan kontrol memiliki perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan strength dan hypertrophy otot tungkai. Pengaruh latihan squat memiliki pengaruh yang lebih besar secara signifikan dibandingkan latihan leg press dan kontrol. Semakin banyak serat otot yang bekerja, semakin banyak pula sistem syaraf dan biokimia tubuh yang berkembang, sehingga semakin besar tenaga otot yang dikerahkan, akibatnya semakin baik peningkatan unsur-unsur fisik (Baechle & Grove, 2003;NSCA, 2007). Gerakan squat akan menyebabkan beban yang lebih berat karena adanya beban luar dan berat badan sendiri sehingga latihan squat lebih sukar atau sulit akibat adanya proses jongkok sedangkan latihan leg press gerakan terfokus terhadap pusat pembebanan yang diberikan. Dapat dijelaskan bahwa latihan dengan penggunaan beban bebas memungkinkan bentuk latihan yang lebih efektif dari pada menggunakan beban mesin. Nala (1998:40) menjelaskan berlatih meningkatkan kekuatan otot tungkai dengan cara mengangkat halter jongkok-berdiri (squat) berulang-ulang hasilnya akan lebih tinggi dibandingkan
98 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
dengan cara (leg press) kedua telapak kaki mendorong beban berulang-ulang kedepan. Squat dan leg press merupakan jenis latihan beban yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan khususnya pada otot tungkai. Kekuatan (strength) sebagai landasan yang mendasari dalam pembentukkan komponen biomotor, diperlukan komponen fisik yang penting agar tercapainya prestasi optimal. Program latihan yang menggunakan beban pemberat di luar tubuh (weight training) akan mempercepat proses terjadinya hypertrophy pada otot (Sukadiyanto, 2011:101). Dengan hasil penelitian ini dapat disimpulkan latihan squat lebih baik dalam meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012. Gerakan squat akan menyebabkan beban yang lebih berat karena adanya beban luar dan berat badan sendiri sehingga latihan squat lebih sukar atau sulit akibat adanya proses jongkok sedangkan latihan leg press gerakan terfokus terhadap pusat pembebanan yang diberikan. Dapat dijelaskan bahwa latihan dengan penggunaan beban bebas memungkinkan bentuk latihan yang lebih efektif dari pada menggunakan beban mesin. Nala (1998:40) menjelaskan berlatih meningkatkan kekuatan otot tungkai dengan cara mengangkat halter jongkok-berdiri (squat) berulang-ulang hasilnya akan lebih tinggi dibandingkan dengan cara (leg press) kedua telapak kaki mendorong beban berulang-ulang kedepan. Dengan hasil penelitian ini latihan squat lebih baik dalam meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai pada mahasiswa JPOK FKIP Unlam Banjarbaru kelas Mandiri angkatan tahun 2011/2012.
KESIMPULAN Dari penelitian yang dilakaukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut; 1. Program latihan squat dapat meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai. Latihan squat menghasilkan peningkatan strength sebesar 21.70%, dan peningkatan hypertrophy otot tungkai sebesar 1.22%. 2. Program latihan leg press dapat meningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai. Latihan leg press menghasilkan peningkatan strength sebesar 16.11%, dan peningkatan hypertrophy otot tungkai sebesar 0.76%. 3. Terdapat perbedaan pengaruh antara squat dan leg press terhadap strength dan hypertrophy otot tungkai. Latihan squat lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan latihan leg press terhadap peningkatkan strength dan hypertrophy otot tungkai. DAFTAR PUSTAKA ACSM (American College of Sport Medicine). 2002. “Position Stand: Progression Models in Resistance Training for Healty Adults”. Medicine & Science in Sports & Exercise. 34; 364-380. ACSM (American College of Sport Medicine). 2012. Foundation of Strength Training and Conditioning. USA: American College of Sport Medicine. Anderson, D., Tharp, T., Elsberry, C., Beste, A., Barr, R., & Legg, B. 2011. “High Schoal Strength Training”. IOA High School Athletic Association (IHSAA). (515) 432. Ambarukmi, dkk. 2005. Penetapan Parameter Tes Pada Pusat
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 99
Pendidikan Dan Pelatihan Pelajar Dan Sekolah Khusus Olahragawan. Jakarta: Kemenegpora. Ambarukmi, dkk. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta: Kemenegpora. Ambarukmi, dkk. 2008. Pedoman dan Materi Pelatihan Pelatih Tingkat Dasar. Jakarta: Kemenegpora. Arief, N. A. 2012. Pengaruh Latihan Power Lengan dan Kekuatan Otot Tungkai Terhadap Ketepatan Pukulan Jumping Smash Bulutangkis. Tesis. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. ASCA (Australian Strength & Conditioning Association). 2010. International Conference on Applied Strength and Conditioning. Australia: ASCA. Baechle, T.R, dan Groves, B.R. 1997. Weight Training Step to Success. Razi Siregar, Penerjemah Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Baechle, T.R, dan Groves, B.R. 2000. Latihan Beban. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Baechle, T.R, dan Groves, B.R. 2002. Bugar Dengan Latihan Beban. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Baechle, T.R, dan Groves, B.R. 2003. Latihan Beban, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. XVII. Bird, S.P., Tarpenning, K.M., & Marino, F.E. 2005. “Designing Resistance Training Programmes to Enhance Muscular Fitness a Review of the Acute Programme Variables”. Sports Medicine. 35 (10): 841-851. Blumenstein, B.L.R. and Tenenbaum, G. 2007. Psychology of Sport Training. United Kingdom: Meyer and Meyer Sport. Bompa, T.O. 1999. Periodezation Training for Sport. York University: Human Kinetics.
Bompa, T.O. and Haff, G.G. 2009. Periodezation Theory and Methodology of Training. United States. Human Kinetics. Brown, L.E. 2007. Strength Training: National Strength and Conditioning Association (NSCA). United States. Human Kinetics. Campos, G.E.R., Luecke, T.J., Wendeln, H.K., Toma, K., Hagerman, F.C., Murray, T.F., Ragg, K.E., Ratamess, N.A., Kraemer, W.J., & Staron, R.S. 2002. “Muscular Adaptations in Response to Three Different Resistance-Training Regimens: Specificity of Repetition Maximum Training Zones”. European Journal of Applied Physiology. 88. 50-60. Chandler, T.J., & Brown, L.E. 2008. Condotioning for Strength and Human Performeance. Wolter Kluwer. Lipincott Williams & Wilkins. Dudley, G.A., Tesch, P.A., Miller, B.J., & Buchanan, P. 1991. “Importance of Eccentric Actions in Performance Adaptations to Resistane Training”. Aviat Space Environ Med. 62: 543-550. Elizabeth, Q. 2008. Muscle Hipertrofi Definition. http://sportsmedicine.about. com/od/glossary/g/HpertrophyDef.htm di unduh 10/3/2014. Fox, E.L., & Mathews, D.K. 1981. The Physiological Basic of Physical Education and Athletics. Thirtd Edition. New York: ABS Collage Publishing. Furqan, H, M. 1995. Teori Umum Latihan. Terjemahan: Josef Nossek. General Theory of Training. Surakarta Glenn, L. 2007. Best Leg Exercise. California.
100 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
http://www.musclemagfitness.com/ bodybuilding/exercises/best-legexercise.html Diunduh tanggal 5September 2013. Hadiwijaya, Satimin. 2002. Ekstrimitas Inferior. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Harsono. 1988. Coaching dan AspekAspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLTK. Harsono. 2001. Latihan Kondisi Fisik. Bandung: Pusat Ilmu Olahraga. Hather, B.M., Tesch, P.A., Buchanan, P., & Dudley, G.A. 1991. “Influence of Eccentric Action on Skeletal Muscle Adatations to Resistance Training”. Acta Physiological Scandinavica. 143, 177-185. Hewitt, M.J. 2003. “Growing Older. Staying Strong Preventing Sarcopenia through Strength Training”. International Longevity Center-USA. www.ilcusa.org. Hikida, R.S., Walsh, S., Barylski, N., Campos, G., Hagerman, F.C., & Staron, R.S. 1998. “Is Hipertrofi Limited in Elderly Muscle Fiber? A Comparison of Elderly and Young Strength-Trained Men”. Basic Appl. Myol. 8 (6): 419-427. Hoeger, W.W.K. & Hoeger, S.A. 2009. Lifetime Physical Fitness and Wellness: A Personalized Program, Tenth Edition. USA; Wadswoeth, Cengage Learning. Irianto, D.P. 2000. Panduan Latihan Kebugaran (yang efektif dan aman). Yogyakarta: Lukman Offset. Irianto, D.P. 2004. Pedoman Praktis Berolahraga. Yogyakarta: Andi Offset. Johnson, L.B and Nelson, K.J. 1988. Practical Measurements For Evaluation In Physical Education. Fourth Edition.
Kavanaugh, A. 2007. “The Role of Progressive Overload in Sports Conditioning. Conditioning Foundamentals”. NSCA’s Performance Training Journal. Vol. 6 No. 1. Kemmler, W.K., Lauber, D., Engelke, K., & Weineck, J. 2004. “Effects of Single vs. Multiple Set Resistance Training on Maximum Strength and Body Composition in Trained Postmenopausal Women”. J. Strength Cond. Res. 18 (4): 000±000. Kraemer, W.J., & Ratamess, N.A. 2000. “Physiology of Resistance Training: Current Issues”. Orthopedics & Physical Therapy Clinics in North America: Exercise & Technology Philadelphia, P.A: W.B. Saunders, 9: 4, Pp. 467-513. Kraemer, W.J., & Knuttgen, H.G. (Eds.). 2003. “Strength Training Basics Designing Workouts to Meet Patients’ Goal. Exercise Physiology Series Editor”. The Physician and Sportsmedicine. Vol. 31, No. 8. Krieger, J.W. 2010. “Single vs. Multiple Sets of Resistance Exercise for Muscle Hipertrofi: A MetaAnalysis”. J. Strength Cond Res. 24 (4): 1150-1159. Loenneke, J.P. 2012. “Skeletal Muscle Hipertrofi: How Important is Exercise Intensity”. Journal of Trainology. 2: 28-31. Maksum, Ali. 2012. Metodologi Penelitian Dalam Olahraga. Surabaya: Unesa University Press Muliarta, Wayan, I. 2010. Pengaruh Latihan Interval Anaerob Dan Power Otot Tungkai Terhadap Kecepatan Renang Gaya Dada 50 Meter. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Studi Ilmu
Aryadi Rachman, Pengaruh Latihan Squat … 101
Keolahragaan Universitas Sebelas Maret Surakarta Nala, Ngurah. 1998. Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga. Denpasar: Program Pascasarjana Studi Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Denpasar NSCA (National Strength and Conditioning Association). 2007. Plyometrics. Performance Training Journal. Volume 6. No. 5. www.nsca-life.org. Phillips, W.T., Benton, M.J., Wagner, C.L., & Riley, C. 2006. “The Effect of Single Set Resistance Training on Strength and Functional Fitness in Pulmonary Rehabilitation Patients”. Journal of Cardiopulmonary Rehabilitation. 26: 330-337. Program Pascasarjana. 2012. Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi. Surabaya:Unesa. Rahimi, R. 2005. “Effect of Different Rest Intervals on the Exercise Volume Completed during Squat Bouts”. Journal of Sport Science and Medicine. 4. 361-366. Ratamess, N.A., Alvar, B.A., Evetoch, T.K., Housh, T.J., Kibler, W.B., Kraemer, W.J., & Triplett, N.T. 2009. “American College of Sports Medicine Position Stand: Progression Models in Resistance Training for Healthy Adults”. Medicine and Science in Sport and Exercise. 41. 678-708. Rhea, M.R., Alvar, B.A., Ball, S.D., & Burket, L.N. 2002. “Three Sets of Weight Training Superior to 1 Set with Equal Intensity for Eliciting Strength”. J. Strength Cond. Res. 16 (4): 525-529. Riadi, Mastur. 2010. Raih Kebugaran Jasmani Melalui Latihan Beban (Weight Training). Mataram: Insitut Keguruan Ilmu Pendidikan Mataram.
Riyadi, Slamet. 2008. Pengaruh Metode Latihan dan Kekuatan Terhadap Power Otot Tungkai. Tesis. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Sajoto. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dalamOlahraga. Semarang: Dahara Prize Sandler, D. 2005. Sports Power. United States. Human Kinetics Schoenfeld, B.J. 2010. “The Mechanisms of Muscle Hipertrofi and Their Application to Resistance Training”. Journal of Strength and Conditioning Research. 24 (10), 2857-2875. Sudarsono, Slamet. 2011. Penyusunan Program Pelatihan Berbeban Untuk Meningkatkan Kekuatan, Jurnal Ilmiah SPIRIT, ISSN; 1411-8319 Vol. 11 No. 3 Sugiono. 2005. Statistik Non Parametik. Bandung: Al Fabeta Suharjana. 2007. Latihan Beban: Sebuah Metode Latihan Kekuatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Olahraga, MEDIKORA, Vol. III, No.1, 80101. Sukadiyanto. 2011. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta: CV. Lubuk Agung. Sumosardjuno, Sadoso. 1996. Pengetahuan Praktis Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: PT Gramedia Sri Widhari. Y.P. 2011.Perbedaan Pengaruh Metode Latihan Beban Leg Press Dan Squat Terhadap Peningkatan Prestasi Lari 100 Meter Ditinjau Dari Waktu Reaksi. Tesis. Surakarta: Program Studi Ilmu Keolahragaan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Uchida, M.C., Aoki, M.S., Navarro, F., Tessutti, V.D., & Bacurau, R.F.P. 2006. “Effects of different
102 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 88-102
Resistance Training Protocols over the Morphofunctional, Hormonal and Immunological Parameters”. Rev Bras Med Esporte. Vol. 12, No. 1. 18-22. Willoughby, D.S., & Pelsue, S. 2000. “Effects of High-Intensity Strength Training on Steady State Myosin Heavy Chain Isoform
MRNA Expression”. Journal of Exercise Physiology (JEPon). 3 (4): 13-25. Wilmore. Jack H., Costil. David. L. 1988. Training for Sport and Activity The Physiological Basis of The Conditioning Process. Dubuque. IOWA: Wm C. Brown Publishers.
EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN GERAK DASAR LOMPAT MELALUI MODIFIKASI ALAT
Bahrun & Mashud
SDN Pandulangan I Kecamatan Tapin Tengah Kabupaten Tapin E-mail:
[email protected] Abstract: The effectiveness of learning basic movement jump through modification tool learners class V SDN Pandulangan I District of central Tapin regency of Tapin. Purpose of reseach this is to increase the effectiveness of learning basic movement jump on learners class V SDN Pandulangan I. The subject of research is the learners class V SDN Pandulangan I totalling 20 people comprising 13 men and 7 learners learner's daughter. The methods used in this research is a method of action class (PTK). Results of the study revealed that, in the initial observations of 20 learners there are only 4 people who meet the ketuntasan study on motion learning basic jump. After teridenfikasi some causes of the problem then compiled the planning of learning that are applied or applied at the cycle I and cycle II. On first cycle there were 14 people who are having the learners ketuntasan his studies. After going through the stage of the class action research ranging from planning, implementation, observation and reflection on the cycle I, then the cycle II contained 19 people who are having the learners learning complete. This indicates that the action is given by the teacher/researchers that learning through modification tools give a positive impact on learning outcomes for learners. The existence of positive impact of improved learning outcomes learner, then it can be said the research class action is successful. Keywords: Effectiveness, learning basic jump motion, modification tools.
Abstrak: Efektifitas pembelajaran gerak dasar lompat melalui modifikasi alat peserta didik kelas V SDN Pandulangan I Kecamatan Tapin Tengah Kabupaten Tapin. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran gerak dasar lompat pada peserta didik kelas V SDN Pandulangan I . Subyek penelitian adalah peserta didik kelas V SDN Pandulangan I yang berjumlah 20 orang terdiri dari 13 peserta didik putra dan 7 peserta didik putri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tindakan kelas (PTK). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa, pada pengamatan awal dari 20 peserta didik hanya ada 4 orang yang memenuhi ketuntasan belajar pada pembelajaran gerak dasar lompat. Setelah teridenfikasi beberapa penyebab permasalahnnya maka disusun perencanaan pembelajaran yang diterapkan atau diaplikasikan pada siklus I dan siklus II. Pada siklus pertama terdapat 14 orang peserta didik yang mengalami ketuntasan belajarnya. Setelah melalui tahapan penelitian tindakan kelas mulai dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi pada siklus I, maka pada siklus II terdapat 19 orang peserta didik yang mengalami ketuntasan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang diberikan oleh guru/peneliti yaitu pembelajaran melalui modifikasi alat memberikan dampak positif untuk hasil belajar peserta didik. Adanya dampak positif peningkatan hasil belajar peserta didik, maka dapat dikatakan penelitian tindakan kelas ini berhasil. Kata Kunci: Efektifitas, pembelajaran gerak dasar lompat, modifikasi alat
103
104 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
PENDAHULUAN Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adalah bagian dari proses pendidikan yang dilaksanakan melalui aktivitas jasmani untuk mencapai tujuan pendidikan. Seperti halnya dengan mata pelajaran lain, melalui proses pengajaran pendidikan jasmani diharapkan terjadi perubahan perilaku sebagai hasil belajar pada diri peserta didik. Melalui pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan kita berharap agar peserta didik dapat menguasai berbagai keterampilan gerak dasar dan memiliki kesegaran jasmani yang baik agar dapat mendukung upaya pencapaian prestasi belajar di sekolah. Salah satu keterampilan gerak dasar yang diharapkan dapat dikuasai peserta didik berdasarkan kompetensi dasar dalam kurikulum 2013 sekolah dasar adalah mempraktikan gerak dasar lompat. Oleh karena itu melalui proses pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, penguasaan gerak dasar lompat idealnya harus dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Kenyataan yang terjadi pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah Kabupaten Tapin, khususnya dalam mengajarkan keterampilan gerak dasar lompat belum dapat mencapai hasil pembelajaran yang oftimal. Fakta menunjukkan, penguasaan keterampilan gerak dasar lompat peserta didik SDN Pandulangan 1 masih rendah. Beberapa hal yang menyebabkan permasalahan tersebut dapat terjadi antara lain karena alat dan fasilitas pembelajaran yang tersedia kurang memadai. Sebagai salah satu faktor pendukung suksesnya
kegiatan belajar mengajar, alat dan fasilitas merupakan sarana yang idealnya harus terpenuhi untuk kebutuhan guru dan peserta didik. Permasalahan kurang tersedianya alat dan fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah dasar merupakan hal yang merata dihadapi oleh tiap sekolah, sehingga hal ini sering kali dikeluhkan oleh guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Penyebab lain yang terjadi adalah pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan yang dilaksanakan tidak mengacu pada konsep pendidikan jasmani. Model pembelajaran yang digunakan kurang dapat memberikan kesempatan seluruh peserta didik untuk aktif bergerak. Kecenderungan untuk menugaskan peserta didik secara satu persatu melakukan gerakan akan membuat pembelajaran menjadi kurang menarik, peserta didik menjadi kurang gembira , sehingga pada akhirnya pembelajaran tidak akan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Untuk itu perlu adanya suatu pendekatan pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep pendidikan jasmani agar hasil pembelajaran dapat memenuhi harapan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan hasil pembelajaran gerak dasar lompat pada peserta didik SDN Pandulangan 1 adalah dengan modifikasi alat. Modifikasi alat sebagai upaya untuk meningkatkan hasil pembelajaran gerak dasar lompat di SDN Pandulangan 1 merupakan inti dari penelitian yang akan dilaksanakan. Dalam pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di SDN Pandulangan 1,
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 105
penguasaan keterampilan gerak dasar lompat idealnya harus dikuasai peserta didik dengan baik. Keterampilan gerak dasar lompat tersebut antara lain gerakan awalan, gerakan menumpu, gerakan melayang dan gerakan saat mendarat Berdasarkan hal hal tersebut diatas, peneliti akan mengadakan suatu penelitian tindakan kelas (PTK) dalam pembelajaran gerak dasar lompat pada peserta didik SDN Pandulangan 1. Penelitian ini dilakukan dengan cara memberikan tindakan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran. Adapun tindakan yang dilakukan tersebut adalah melaksanakan pembelajaran dengan modifikasi alat untuk mengajarkan gerak dasar lompat. Hasil yang diharapkan dari tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah terjadinya peningkatan keterampilan gerak peserta didik dalam melakukan gerakan dasar lompat dan meningkatnya pencapaian nilai hasil pembelajaran. Untuk mengetahui hasil tindakan dilakukan dengan mengevaluasi keterampilan peserta didik dan keberhasilan pembelajaran sebagai hasil tindakan. METODE Menurut Kemmis & Carr (dalam Lelono, 2009) rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang melalui refleksi diri dan beberapa siklus dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar dapat meningkat. Subyek penelitian adalah peneliti sendiri sebagai guru Penjasorkes dan peserta didik kelas V SDN Pandulangan 1
Kecamatan Tapin Tengah. Dimana jumlah peserta didik yang ada dikelas V SDN Pandulangan 1 sebanyak 20 peserta didik dengan rincian 13 orang peserta didik putera dan 7 orang peserta didik puteri Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Silabus 2. Rencana pembelajaran Dasar lompat 3. Pedoman observasi pembelajaran bagi guru pendidikan jasmani 4. Pedoman observasi dan penilaian pembelajaran dasar lompat gaya jongkok bagi peserta didik. Rancangan tindakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 tahap. Adapun tahap–tahap tersebut adalah: 1. Perencanaan Tindakan Rencana tindakan berupa langkah– langkah tindakan secara sistematis dan rinci. Rencana tindakan meliputi: (a) materi/bahan ajar, (b) metode/teknik mengajar, (c) Teknik instrument, observasi dan evaluasi, (d) kendala yang mungkin timbul pada saat implementasi dan (e) alternative pemecahan masalah. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan adalah tahap pengimplementasian tindakan dan mengamati hasilnya. Pada tahap ini pengajar berperan ganda, yaitu sebagai praktisi (pelaksana pembelajaran) dan sekaligus sebagai peneliti (pengamat). Pelaksanaan tindakan mengacu peda Silabus dan RPP yang telah disiapkan sebelumnya. 3. Pengamatan Tindakan Kegiatan observasi ini dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini data – data tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang
106 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
sudah dibuat serta dampaknya terhadap proses dan hasil pembelajaran dikumpulkan dengan bantuan instrument pengamatan yang dikembangkan. Kehadiran pengamat pembantu ini menjadikan PTK bersifat kolaboratif. 4. Refleksi Tindakan Tahap ini meliputi kegiatan : menganalisis, memaknai, menjelaskan dan menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan (bukti empiris) serta mengaitkannya dengan teori yang digunakan. Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk menyusun perencanaan tindakan siklus selanjutnya. Pada saat penelitian, Peneliti berperan sebagai: 1. Fasilitator yaitu memfasilitasi semua kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik dengan memberikan sarana pembelajaran. 2. Pelaku tindakan yaitu peneliti sebagai guru pendidikan jasmani yang memberikan tindakan/perlakuan kepada peserta didik dalam pembelajaran. Pengumpulan data yang digunakan terdiri dari observasi, wawancara, dukomentasi dan catatan lapangan. 1. Observasi Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi langsung. Observasi ini dilakukan secara langsung dengan melihat, mengamati sendiri dan mencatat perilaku/kejadian yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. 2. Wawancara Wawancara ini digunakan untuk memenuhi kekurangan/kelebihan proses pembelajaran dan dapat digunakan untuk
pedoman melakukan refleksi. Wawancara ini dilakukan setelah proses pembelajaran. 3. Dokumentasi Dokumentasi dalam penelitian ini berupa skenario pembelajaran. Daftar nama peserta didik, rubrik penilaian, gambar/foto saat pelaksanaan pembelajaran. Dokumentasi ini sangat penting digunakan dalam keperluan penelitian sebagai bukti penelitian. 4. Catatan Lapangan Catatan lapangan merupakan pencatatan pada saat proses pembelajaran berlangsung antarakegiatan guru dan peserta didik yang berkaitan dengan tindakan yang diberikan. Pencatatan dilakukan dalam format rekaman data. Analisis data pada penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan mendiskripsikan temuan – temuan yang ada selama proses pembelajaran berlangsung yaitu unjuk kerja dalam: 1. Rencana pelaksanaan pembelajaran dasar lompat gaya jongkok. 2. Kinerja guru dan peserta didik saat proses pembelajaran. 3. Catatan Lapangan. 4. Hasil evaluasi pembelajaran dasar lompat gaya jongkok. 5. Mendiskripsikan hasil evaluasi pembelajaran dasar lompat gaya jongkok dengan menggunakan rumus milik Sujana (2004:65) Adapun rumus tersebut adalah sebagai berikut : 𝐹 P= x 100% 𝑁 Keterangan : P : persentasi F : frekuensi N :jumlah responden
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 107
HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Data Pengamatan Awal Pengamatan awal sudah dilaksanakan pada hari rabu tanggal 15 Oktober 2014. Dari hasil pengamatan awal pada peserta didik kelas v Sekolah Dasar Negeri Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah, pada saat pembelajaran gerak dasar
lompat belum sesuai dengan harapan. Pada pengamatan awal pembelajaran dilaksanakan tanpa menggunakan alat bantu untuk mempermudah anak melatih gerakan melompat sehingga dari 20 peserta didik hanya ada 4 orang yang mendapat nilai diatas KKM yang ditetapkan yaitu 72.
Tabel 1. Persentase Ketuntasan Belajar Peserta Didik Melakukan Keterampilan Gerak Dasar Lompat Pada Pelaksanaan Pengamatan Awal. Tuntas / Persentase No Nama Nilai Tidak Tuntas Ketuntasan 1 Abdullah Syafi’i 75,00 Tuntas 2 Abdurrahman 62,50 Tidak Tuntas 3 Lutfi Aulia 62,50 Tidak Tuntas 4 Marpuah 50,00 Tidak Tuntas 5 Muhammad Anwar 62,50 Tidak Tuntas 6 Muhammad Anwar Hadi 75,00 Tuntas 7 Muhammad Arsyad 62,50 Tidak Tuntas 8 Muhammad Azkiya 68,75 Tidak Tuntas 9 Muhammad Nasrullah 75,00 Tuntas 10 Muhammad Riyan 62,50 Tidak Tuntas 11 Muhammad Saidi 68,75 Tidak Tuntas 20% 12 Muhammad Sulaiman 56,25 Tidak Tuntas 13 Muhammad Zaini Zahri 50,00 Tidak Tuntas 14 Norjanah 50,00 Tidak Tuntas 15 Rabiatul Adawiyah 56,25 Tidak Tuntas 16 Saidi 68,75 Tidak Tuntas 17 Siti Aminah 56,25 Tidak Tuntas 18 Siti Norhalisah 50,00 Tidak Tuntas 19 Umi Alkamkah 75,00 Tuntas 20 Yuliana Zahra 56,25 Tidak Tuntas Rata – rata 62,18 Berdasarkan tabel data pengamatan awal keterampilan gerak dasar lompat di atas dapat diketahui bahwa hanya ada 4 orang peserta didik yang tuntas (20%) dan 16 peserta didik yang belum tuntas (80%). Berdasarkan masalah yang dihadapi guru diatas, diperlukan suatu solusi yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut sehingga bisa meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran. Mengingat apabila tidak diperbaiki, hal itu akan menghambat proses pembelajaran sehingga tujuan awal pembelajaran tidak bisa tercapai dengan baik.
108 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 105-126
2. Deskripsi Data Siklus I pertemuan pertama Setelah dilaksanakan pembelajaran pada siklus I pertemuan pertama, hasil perhitungan nilai rata-rata menunjukan adanya peningkatan keterampilan
peserta didik dalam melakukan gerak dasar lompat, dengan nilai rata-ratanya 68,43. Sedangkan persentase ketuntasan belajar dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Persentase Ketuntasan Belajar Peserta Didik Melakukan Gerakan Gerak Dasar Lompat Pada Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Pertama Tuntas / Persentase No Nama Nilai Tidak Tuntas Ketuntasan 1 Abdullah Syafi’i 75,00 Tuntas 2 Abdurrahman 68,75 Tidak Tuntas 3 Lutfi Aulia 68,75 Tidak Tuntas 4 Marpuah 62,50 Tidak Tuntas 5 Muhammad Anwar 75,00 Tuntas 6 Muhammad Anwar Hadi 75,00 Tuntas 7 Muhammad Arsyad 68,75 Tidak Tuntas 8 Muhammad Azkiya 75,00 Tuntas 9 Muhammad Nasrullah 81,25 Tuntas 10 Muhammad Riyan 68,75 Tidak Tuntas 11 Muhammad Saidi 75,00 Tuntas 40% 12 Muhammad Sulaiman 62,50 Tidak Tuntas 13 Muhammad Zaini Zahri 62,50 Tidak Tuntas 14 Norjanah 56,25 Tidak Tuntas 15 Rabiatul Adawiyah 62,50 Tidak Tuntas 16 Saidi 75,00 Tuntas 17 Siti Aminah 62,50 Tidak Tuntas 18 Siti Norhalisah 56,25 Tidak Tuntas 19 Umi Alkamkah 75,00 Tuntas 20 Yuliana Zahra 62,50 Tidak Tuntas Rata – rata 68,43 Dari tabel hasil penilaian diatas dapat diketahui bahwa pada pembelajaran siklus I pertemuan pertama sudah ada 8 peserta didik (40%) yang sudah tuntas dan masih ada 12 peserta didik (60%) yang masih belum tuntas. Persentase ketuntasan belajar klasikal pada pembelajaran siklus ini adalah: 8
𝑃 = 20 × 100%
𝑃 = 40 % Pembelajaran siklus I pertemuan pertama ini dilaksakan melalui tahapantahapaan sebagai berikut 1. Perencanaan Berdasarkan hasil identifikasi masalah yang dihadapi guru pada kelas V SDN Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah yaitu dari 20 orang peserta didik
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 109
hanya ada 4 orang yang tuntas belajar ketika melakukan keterampilan gerak dasar lompat. Dengan adanya masalah diatas, maka peneliti melakukan diskusi dengan teman sejawat untuk mencari alternatif pemecahan masalah dalam upaya melakukan perbaikan pembelajaran. Adapun hasil diskusi ini tersusunlah sebuah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pendidikan jasmani,olahraga dan kesehatan dengan sub.pokok bahasan gerak dasar lompat sebagai berikut: a. Penyusunan RPP sub pokok bahasan keterampilan gerak dasar lompat untuk kelas V SDN Pandulangan 1 yang meliputi: kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator dan strategi pembelajaran. b. Pendahuluan terdiri dari Streching aktif, pemanasan dengan permainan kecil. c. Inti pembelajaran meliputi latihan gerak dasar lompat mulai dari awalan, tumpuan, melayang dan mendarat. d. Penutup berupa permainan kecil. 2. Pelaksanaan Pembelajaran keterampilan gerak dasar lompat pada siklus I pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 19 Nopember 2014 dengan kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan awal Proses pembelajaran gerak dasar lompat dilaksanakan pada jam pelajaran yaitu 08.00-09.45. Kegiatan pembelajaran diawali dengan membariskan peserta didik menjadi 2 saf, berdoa, presentasi perseta didik, dan pemanasan stretching aktif. Kemudian dilanjutkan dengan
b.
permainan kecil yang bertujuan untuk menciptakan suasana kelas yang gembira dan peserta didik senang dalam pembelajaran. Inti Pembelajaran Dalam inti pembelajaran guru memberikan contoh keterampialan gerak dasar lompat mulai dari awalan, tumpuan, melayang hingga mendarat dengan menggunakan media kardus jadi tidak dilakukan pada bak lompat karena di SDN Pandulangan 1 tersebut tidak tersedia bak lompat. Selanjutnya guru mencontohkan satu persatu tahapan gerakan melompat dalam pembelajaran ini guru memulai dengan mencontohkan/ memparaktikkan gerakan melompati kardus tanpa awalan gerakan ini melatih bagaimana cara melakukan tumpuan dan mendarat yang benar tapi tujuan utamanya adalah melatih cara melakukan tumpuan yang benar, Setelah peserta didik memperhatikan guru mencontohkan selanjutnya masing-masing peserta didik disuruh mencoba melakukan sambil diawasi oleh guru untuk mengarahkan peserta didik yang belum bias melakukan dengan benar. Gerakan berikutnya yang dicontohkan/dipraktikkan oleh guru adalah gerakan melompati kardus dengan awalan lari 3, 5, dan 7 langkah gerakan ini bertujuan melatih cara melakukan awalan, tumpuan, melayang dan mendarat dengan benar. Setelah memperhatikan guru mencontohkan kemudian peserta didik mencoba melakukan gerakan tersebut dibawah bimbingan guru
110 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
bagi peserta didik yang belum bias melakukan dengan benar. Setelah melakukan kegiatan diatas selanjutnya guru mencontohkan gerakan melompat dengan media matras sebagai pengganti bak lompat pada latihan ini lintasan awalan lebih panjang, mula-mula guru berdiri di satu titik untuk bersiap melakukan lari sebagai awalan setelah ada abaaba guru mulai berlari kemudian melakukan tumpuan/tolakan, melayang dan mendarat diatas matras. Selanjutnya dengan arahan guru satu persatu peserta didik disuruh melakukan seperti yang dicontohkan guru tersebut. c. Kegiatan Akhir Pada kegiatan ini peserta didik melakukan permainan kecil serta memberikan evaluasi pada peserta didik tentang pembelajaran keterampilan gerak dasar lompat untuk memperoleh informasi untuk menyempurnakan proses pembelajaran yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. 3. Observasi Dalam pembelajran siklus I pertemuan pertama, dilakukan observasi oleh guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (pengamat) terhadap peneliti. Adapun hasil observasi tersebut adalah: Observasi untuk peserta didik: a. Dengan penggumaan alat yang dimodifikasi peserta didik tampak semangat dalam pembelajaran b. Sebagian besar peserta didik terlihat sudah percaya diri dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat.
c.
Semua peserta didik terlihat senang dalam proses pembelajaran. d. Dengan penggunaan alat yang dimodifikasi sebagian besar peserta didik sudah mulai berani saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. e. Setiap peserta didik berusaha untuk memperbaiki kesalahan dalam proses pembelajaran. f. Peserta didik mudah menerima penyampaian materi dalam proses pembelajaran. g. Dalam proses pembelajaran sebagian besar peserta didik selalu berlatih gerak dasar lompat. h. Kerja sama antara peserta didik pada proses pembelajaran sudah mulai berjalan dengan baik. Observasi Untuk Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan. a. Secara umum sistematika pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani berjalan baik. b. Suara guru saat mengajar jelas, sehingga peserta didik mudah dalam menerima materi pembelajaran. c. Perilaku guru selama pembelajaran sopan. d. Guru selalu melakukan koreksi terhadap keselahan setiappeserta didik saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. e. Penempatan posisi guru dalam proses pembelajaran sudah bagus yaitu berada dibelakang peserta didik sehingga mempermudah peserta didik dalam menerima inti pembelajaran. f. Guru selalu memberikan contoh materi dengan peragaan saat pelaksanaan pembelajaran.
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 111
g.
Guru tampak mempunyai rasa percaya diri pada saat pembelajaran berlangsung. h. Guru Tampak bersemangat dalam menyampaikan materi pembelajaran i. Variasi pembelajaran masih kurang. j. Guru sudah memberikan evaluasi pada pembelajaran keterampilan gerakan gerak dasar lompat. k. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah sesuai dengan RPP. 4. Catatan Lapangan Catatan lapangan dari pengamat dalam pembelajaran siklus I pertemuan pertama adalah: a. Sebagian besar peserta didik posisi gerakan tangan, badan, dan kaki pada saat melakukan tumpuan belum pas. b. Sebagian besar peserta didik posisi gerakan tangan, badan dan kaki pada saat melayang belum pas. c. Sebagian besar peserta didik posisi gerakan tangan, badan, dan kaki pada saat mendarat belum pas. 5. Refleksi a. Dari pengamat 1. Latihan gerak dasar lompat pada tekhnik tumpuan, melayang dan mendarat perlu dilakukan lagi secara berulang-ulang. 2. Pada saat melakukan gerakan gerak dasar lompat masih banyak peserta didik yang kaku dalam melakukannya. 3. Sebagian besar peserta didik kurang serius dalam melakukan berbagai variasi latihan gerak dasar lompat. b. Dari peserta didik 1. Sebelum materi inti di ajarkan, peserta didikterlihat senang
dengan berbagai permainan yang diberikan. 2. Sebagian besar peserta didik mengatakan sudah tidak takut lagi dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat karena menggunakan matras. 6. Analisis pada Siklus I pertemuan pertama Dalam pembelajaran yang sudah dilakukan kali ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari pembelajaran kali ini adalah: a. Pembelajaran sudah menyenangkan bagi peserta didik. b. Sebagian besar peserta didik tidak takut lagi dan mulai percaya diri dalam melakukan keterampilan gerakan gerak dasar lompat. c. Sudah mulai ada peserta didik yang sudah benar dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat, meskipun masih perlu perbaikan lagi. Adapun kekurangan yang terdapat dalam pembelajaran ini adalah: a. Sebagian besar peserta didik dalam melakukan tumpuan gerakan tangan, badan, dan kaki masih belum pas. b. Sebagian besar peserta didik dalam melakukan gerakan melayang gerakan tangan, badan, dan kaki masih belum pas. c. Sebagian besar peserta didik dalam melakukan gerakan mendarat gerakan tangan, badan, dan kaki masih belum pas.
112 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
Dari hasil penilaian tersebut dapat diketahui bahwa pada pembelajaran siklus I pertemuan pertama sudah ada 8 peserta didik (40%) yang sudah tuntas dan masih ada 12 peserta didik (60%) yang masih belum tuntas. Maka akan dilanjutkan ke siklus berikutnya:
3.
Deskripsi Data Siklus I pertemuan kedua Pada pembelajaran ini yaitu siklus I pertemuan kedua, diperoleh nilai ratarata sebesar 73,43 meningkat bila dibanding dengan siklus I pertemuan pertama dan persentase ketuntasan belajar gerakan gerak dasar lompat dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Persentase Ketuntasan Belajar Peserta Didik Melakukan Gerakan Gerak Dasar Lompat Pada Pelaksanaan Siklus I Pertemuan Kedua Tuntas / Persentase No Nama Nilai Tidak Tuntas Ketuntasan 1 Abdullah Syafi’i 81,25 Tuntas 2 Abdurrahman 75,00 Tuntas 3 Lutfi Aulia 75,00 Tuntas 4 Marpuah 62,50 Tidak Tuntas 5 Muhammad Anwar 81,25 Tuntas 6 Muhammad Anwar Hadi 81,25 Tuntas 7 Muhammad Arsyad 75,00 Tuntas 8 Muhammad Azkiya 75,00 Tuntas 9 Muhammad Nasrullah 87,50 Tuntas 10 Muhammad Riyan 75,00 Tuntas 11 Muhammad Saidi 81,25 Tuntas 70% 12 Muhammad Sulaiman 62,50 Tidak Tuntas 13 Muhammad Zaini Zahri 62,50 Tidak Tuntas 14 Norjanah 56,25 Tidak Tuntas 15 Rabiatul Adawiyah 62,50 Tidak Tuntas 16 Saidi 81,25 Tuntas 17 Siti Aminah 75,00 Tuntas 18 Siti Norhalisah 62,50 Tidak Tuntas 19 Umi Alkamkah 81,25 Tuntas 20 Yuliana Zahra 75,00 Tuntas Rata – rata 73,43 Siklus I pertemuan kedua demikian dalam pembelajaran kali ini dilaksanakan pada hari rabu tanggal peneliti menekankan pada keterlibatan 26 Nopember 2014. Dalam secara aktif peserta didik dalam pembelajaran sebelumnya peserta pembelajaran gerak dasar lompat didik masih terkesan canggung dalam terutama pada posisi gerakan tangan. pembelajaran, dan guru dalam Adapun kegiatan pada pembelajaran penyampaian pembelajaran kurang siklus I pertemuan kedua ini adalah: variatif dan masih monoton. Dengan
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 113
1. Perencanaan Dengan adanya permasalahan atau kekurangan pada pembelajaran sebelumnya maka peneliti melakukan diskusi dengan guru pendidikan jasmani (teman sejawat) untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Dalam diskusi tersebut disusunlah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Adapun RPP tersebut tersusun sebagai berikut: a. Pendahuluan terdiri dari Streching aktif, pemanasan dengan permainan kecil. b. Inti pembelajaran meliputi latihan gerak dasar lompat dari awalan, tumpuan, melayang, dan mendarat dengan berbagai variasi. c. Penutup berupa permainan kecil. 2. Pelaksanaan Pembelajaran gerak dasar lompat pada siklus I pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 26 Nopember 2014 dengan kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan awal Proses pembelajaran gerak dasar lompat dilaksanakan pada jampelajaran yaitu 08.00-09.45. Kegiatan pembelajaran diawali dengan membariskan peserta didik menjadi 2 saf, berdoa, presentasi perseta didik, dan pemanasan stretching aktif. Kemudian dilanjutkan dengan permainan kecil yang bertujuan untuk menciptakan suasana kelas yang gembira dan peserta
didik senang dalam pembelajaran. b. Inti Pembelajaran Dalam inti pembelajaran guru memberikan contoh keterampialan gerak dasar lompat mulai dari awalan, tumpuan, melayang hingga mendarat dengan menggunakan media kardus jadi tidak dilakukan pada bak lompat karena di SDN Pandulangan 1 tersebut tidak tersedia bak lompat. Selanjutnya guru mencontohkan satu persatu tahapan gerakan melompat dalam pembelajaran ini guru memulai dengan mencontohkan/memparaktikka n gerakan melompati kardus tanpa awalan gerakan ini melatih bagaimana cara melakukan tumpuan dan mendarat yang benar tapi tujuan utamanya adalah melatih cara melakukan tumpuan yang benar, Setelah peserta didik memperhatikan guru mencontohkan selanjutnya masing-masing peserta didik disuruh mencoba melakukan sambil diawasi oleh guru untuk mengarahkan peserta didik yang belum bias melakukan dengan benar. Gerakan berikutnya yang dicontohkan/dipraktikkan oleh guru adalah gerakan melompati
114 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
kardus dengan awalan lari 3, 5, dan 7 langkah gerakan ini bertujuan melatih cara melakukan awalan, tumpuan, melayang dan mendarat dengan benar. Setelah memperhatikan guru mencontohkan kemudian peserta didik mencoba melakukan gerakan tersebut dibawah bimbingan guru bagi peserta didik yang belum bisa melakukan dengan benar. Setelah melakukan kegiatan diatas selanjutnya guru mencontohkan gerakan melompat dengan media matras sebagai pengganti bak lompat pada latihan ini lintasan awalan lebih panjang, mula-mula guru berdiri di satu titik untuk bersiap melakukan lari sebagai awalan setelah ada aba-aba guru mulai berlari kemudian melakukan tumpuan /tolakanmelayang dan mendarat diatas matras. Selanjutnya dengan arahan guru satu persatu peserta didik disuruh melakukan seperti yang dicontohkan guru tersebut. c. Kegiatan Akhir Pada kegiatan ini peserta didik melakukan permainan kecil serta memberikan evaluasi pada peserta didik tentang pembelajaran keterampilan gerakan gerak dasar lompat untuk memperoleh informasi untuk menyempurnakan proses pembelajaran yang akan dilakukan pada siklus II.
3. Observasi Dalam pembelajran siklus I pertemuan kedua, dilakukan observasi oleh guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (pengamat) terhadap peneliti. Adapun hasil observasi tersebut adalah: Observasi untuk peserta didik: a. Dengan penggumaan alat yang dimodifikasi peserta didik tampak semangat dalam pembelajaran b. Sebagian besar peserta didik terlihat sudah percaya diri dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat. c. Semua peserta didik terlihat senang dalam proses pembelajaran. d. Dengan penggunaan alat yang dimodifikasi sebagian besar peserta didik sudah mulai berani saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. e. Setiap peserta didik berusaha untuk memperbaiki kesalahan dalam proses pembelajaran. f. Peserta didik mudah menerima penyampaian materi dalam proses pembelajaran. g. Dalam proses pembelajaran sebagian besar peserta didik selalu berlatih gerak dasar lompat. h. Kerja sama antara peserta didik pada proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Observasi Untuk Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan: a. Secara umum sistematika pelaksanaan pembelajaran yang
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 115
dilakukan oleh guru pendidikan jasmani berjalan baik. b. Suara guru saat mengajar jelas, sehingga peserta didik mudah dalam menerima materi pembelajaran. c. Perilaku guru selama pembelajaran sopan. d. Guru selalu melakukan koreksi terhadap keselahan setiap peserta didik saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. e. Penempatan posisi guru dalam proses pembelajaran sudah bagus yaitu berada dibelakang peserta didik sehingga mempermudah peserta didik dalam menerima inti pembelajaran. f. Guru selalu memberikan contoh materi dengan peragaan saat pelaksanaan pembelajaran. g. Guru tampak mempunyai rasa percaya diri pada saat pembelajaran berlangsung. h. Guru tampak bersemangat dalam menyampaikan materi pembelajaran. i. Variasi pembelajaran gerak dasar lompat sudah banyak dilakukan. j. Guru sudah memberikan evaluasi pada pembelajaran keterampilan gerakan passing atas. k. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah sesuai dengan RPP. 4. Catatan Lapangan Catatan lapangan dari pengamat dalam pembelajaran siklus II adalah:
1.
Peserta didik terlihat lebih semangat mencoba melakukan gerakan gerak dasar lompat. 2. Peserta didik sudah tidak canggung lagidalammelakukan gerakan gerak dasar lompat. 3. Secara keseluruhan pembelajaran sudah berjalan cukup baik. 5. Refleksi a. Dari pengamat 1. Kesalahan gerakan gerak dasar lompat yang masih kurang pas oleh sebagian peserta didik sebaiknya segera diperbaiki dengan memberikan contoh gerakan yang benar. 2. Pemberian motivasi dan perbaikan gerakan pada peserta didik yang masih belum benar dalam melakukan gerak dasar lompat. b. Dari peserta didik 1. Peserta didik terlihat senang dengan berbagai permainan yang diberikan. 2. Sebagian besar peserta didik mengatakan sudah tidak takut lagi dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat karena menggunakan media matras. 6. Analisis pada Siklus I pertemuan kedua Dalam pembelajaran yang sudah dilakukan kali ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari pembelajaran kali ini adalah:
116 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
a. Pembelajaran sudah menyenangkan bagi peserta didik. b. Sudah ada 14 peserta didik yang dapat melakukan gerakan gerak dasar lompat dengan baik dan benar. Adapun kekurangan yang terdapat dalam pembelajaran ini adalah: a. Masih ada 6 peserta didik yang belum bisa melakukan gerakan gerak dasar lompat. b. Kesalahan dasar terjadi pada saat melakukan tumpuan kaki kurang ditekuk dan pada saat mendarat kaki tidak mengeper. Setelah dilaksanakan pembelajaran pada siklus I pertemuan kedua, menunjukan adanya peningkatan keterampilan peserta didik dalam melakukan gerak dasar lompat, yaitu terdapat 14 peserta didik (70 %) yang sudah tuntas belajar dan masih ada 6 peserta didik (30%)
yang belum tuntas. Persentase ketuntasan belajar secara keseluruhan pada siklus ini adalah: 14
𝑃 = 20 × 100% 𝑃 = 70 % Maka akan dilanjutkan ke siklus berikutnya. 4. Deskripsi Data Siklus II pertemuan pertama Dari hasil perhitungan nilai pada penelitian yang dilakukan pada siklus II pertemuan pertama diperoleh nilai rata-rata sebesar 80,36. Dan persentase ketuntasan keterampilan gerak dasar lompat juga telah dapat dikuasai oleh 19 orang peserta didik dari 20 orang peserta didik , itu artinya penguasaan gerak sudah 95 % dapat dikuasai oleh peserta didik. Yang dapat kita lihat pada tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Persentase Ketuntasan Belajar Peserta Didik Melakukan Gerakan Gerak Dasar Lompat Pada Pelaksanaan Siklus II Pertemuan Pertama Tuntas / Persentase No Nama Nilai Tidak Tuntas Ketuntasan 1 Abdullah Syafi’i 87,50 Tuntas 2 Abdurrahman 93,75 Tuntas 3 Lutfi Aulia 87,50 Tuntas 4 Marpuah 81,25 Tuntas 5 Muhammad Anwar 93,75 Tuntas 6 Muhammad Anwar Hadi 93,75 Tuntas 7 Muhammad Arsyad 93,75 Tuntas 95% 8 Muhammad Azkiya 81,25 Tuntas 9 Muhammad Nasrullah 93,75 Tuntas 10 Muhammad Riyan 81,25 Tuntas 11 Muhammad Saidi 87,50 Tuntas 12 Muhammad Sulaiman 87,50 Tuntas 13 Muhammad Zaini Zahri 81,25 Tuntas 14 Norjanah 68,75 Tidak Tuntas
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 117
15 16 17 18 19 20
Rabiatul Adawiyah 75,00 Saidi 93,75 Siti Aminah 81,25 Siti Norhalisah 87,50 Umi Alkamkah 87,50 Yuliana Zahra 87,50 Rata – rata 86,25 Dalam siklus II pertemuan pertama ini guru tidak lagi mengoreksi keaktipan peserta didik, karena peserta didik sudah beradaptasi dengan penggunaan alat yang dimodifikasi dan variasi pembelajaran yang dirancang oleh guru tetapi lebih menekankan pada kesalahan mendasar pada saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. Adapun kegiatan dalam siklus II pertemuan pertama ini adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan Dengan adanya permasalahan atau kekurangan pada pembelajaran sebelumnya maka peneliti melakukan diskusi dengan guru pendidikan jasmani (teman sejawat) untuk mencari alternatif pemecahan masalah. Dalam diskusi tersebut disusunlah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Adapun RPP tersebut tersusun sebagai berikut: a. Pendahuluan terdiri dari Streching aktif, pemanasan dengan permainan kecil. b. Inti pembelajaran meliputi latihan gerak dasar lompat dari awalan, tumpuan, melayang dan mendarat. Dengan lebih menekankan pada perbaikan kesalahan mendasar dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat. c. Penutup berupa permainan kecil.
Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas 2. Pelaksanaan Pembelajaran gerak dasar lompat pada siklus II pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 03 Desember 2014 dengan kegiatan sebagai berikut: a. Kegiatan awal Kegiatan pembelajaran diawali dengan membariskan peserta didik menjadi 2 saf, berdoa, presentasi perseta didik, dan pemanasan stretching aktif. Kemudian dilanjutkan dengan permainan kecil yang bertujuan untuk menciptakan suasana kelas yang gembira dan peserta didik senang dalam pembelajaran. b. Inti Pembelajaran Dalam inti pembelajaran guru memberikan contoh keterampialan gerak dasar lompat mulai dari awalan, tumpuan, melayang hingga mendarat dengan menggunakan media kardus jadi tidak dilakukan pada bak lompat karena di SDN Pandulangan 1 tersebut tidak tersedia bak lompat. Selanjutnya guru mencontohkan satu persatu tahapan gerakan melompat dalam pembelajaran ini guru memulai dengan mencontohkan/ mempraktikkan
118 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
gerakan melompati kardus tanpa awalan gerakan ini melatih bagaimana cara melakukan tumpuan dan mendarat yang benar tapi tujuan utamanya adalah melatih cara melakukan tumpuan yang benar, Setelah peserta didik memperhatikan guru mencontohkan selanjutnya masing-masing peserta didik disuruh mencoba melakukan sambil diawasi oleh guru untuk mengarahkan peserta didik yang belum bias melakukan dengan benar. Gerakan berikutnya yang dicontohkan/dipraktikkan oleh guru adalah gerakan melompati kardus dengan awalan lari 3, 5, dan 7 langkah gerakan ini bertujuan melatih cara melakukan awalan, tumpuan, melayang dan mendarat dengan benar. Setelah memperhatikan guru mencontohkan kemudian peserta didik mencoba melakukan gerakan tersebut dibawah bimbingan guru bagi peserta didik yang belum bias melakukan dengan benar. Setelah melakukan kegiatan diatas selanjutnya guru mencontohkan gerakan melompat dengan media matras sebagai pengganti bak lompat pada latihan ini lintasan awalan lebih panjang, mula-mula guru berdiri di satu titik untuk bersiap melakukan lari sebagai awalan setelah ada aba-aba
guru mulai berlari kemudian melakukan tumpuan/tolakan, melayang dan mendarat diatas matras. Selanjutnya dengan arahan guru satu persatu peserta didik disuruh melakukan seperti yang dicontohkan guru tersebut. c. Kegiatan Akhir Pada kegiatan ini peserta didik melakukan permainan kecil serta melakukan evaluasi dengan cara pengamatan pada peserta didik dalam melakukan keterampilan gerakan gerak dasar lompat. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa hanya ada 1orang peserta didik yang belum bisa melakukan gerakan gerak dasar lompat dengan benar. 3. Observasi Dalam pembelajran siklus II pertemuan pertama, dilakukan observasi oleh guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (pengamat) terhadap peneliti. Adapun hasil observasi tersebut adalah: Observasi untuk peserta didik: a. Dengan penggunaan alat yang dimodifikasi peserta didik tampak semangat dalam pembelajaran b. Semua peserta didik terlihat sudah percaya diri dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat. c. Semua peserta didik terlihat senang dalam proses pembelajaran.
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 119
d. Dengan penggunaan alat yang dimodifikasi semua peserta didik sudah mulai berani saat melakukan gerakan gerak dasar lompat. e. Peserta didik mudah menerima penyampaian materi dalam proses pembelajaran. f. Kerja sama antara peserta didik pada proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik. Observasi Untuk Guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan kesehatan: a. Secara umum sistematika pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani berjalan sangat baik. b. Suara guru saat mengajar jelas, sehingga peserta didik mudah dalam menerima materi pembelajaran. Perilaku guru selama pembelajaran sopan. c. Penempatan posisi guru dalam proses pembelajaran sudah bagus yaitu berada dibelakang peserta didik sehingga mempermudah peserta didik dalam menerima inti pembelajaran. d. Guru selalu memberikan contoh materi dengan peragaan saat pelaksanaan pembelajaran. e. Guru tampak mempunyai rasa percaya diri pada saat pembelajaran berlangsung. f. Guru tampak bersemangat dalam menyampaikan materi pembelajaran g. Guru sudah memberikan evaluasi pada pembelajaran
keterampilan gerakan gerak dasar lompat. h. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru sudah sesuai dengan RPP. 4. Catatan Lapangan Catatan lapangan dari pengamat dalam pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut: a. Pembelajaran sudah berjalan baik. b. Hanya ada 1 orang peserta didik yang tidak mampu melakukan gerakan gerak dasar lompat dengan baik dan benar. 5. Refleksi c. Dari pengamat 1. Kesalahan mendasar peserta didik dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat sudah tidak terlihat lagi. 2. Tujuan pembelajaran yang diharapkan sudah 95% tercapai. d. Dari peserta didik 1. Keterampilan gerakan gerak dasar lompat dengan menggunakan alat yang dimodifikasi membuat peserta didik aktif dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat. 2. Dengan penggunaan alat yang dimodifikasi menimbulkan antusias peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. 6. Analisis pada Siklus II pertemuan pertama Dari hasil perhitungan nilai pada penelitian yang dilakukan pada siklus II pertemuan pertama
120 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
diperoleh nilai rata-rata sebesar 80,36. Dan persentase ketuntasan keterampilan gerak dasar lompat juga telah dapat dikuasai oleh 19 orang peserta didik dari 20 orang peserta didik , itu artinya penguasaan gerak sudah 95 % dapat dikuasai oleh peserta didik. Persentase ketuntasan klasikal pada siklus II pertemuan pertama ini adalah: 19
𝑃 = 20 × 100% 𝑃 = 95 % % Bila dilihat dari hasil pengamatan dan evaluasi pembelajaran yang menyatakan bahwa 95% peserta didik kelas V SDN Pandulangan 1 sudah benar dalam melakukan gerak dasar lompat maka pembelajaran pada siklus II pertemuan pertama ini telah berhasil. Dengan demikian pembelajaran gerak dasar lompat tidak lagi dilanjutkan pada siklus berikutnya dan dinyatakan selesai. Dengan demikian tindakan yang dilakukan dalam penelitian
ini yaitu penggunaan alat yang dimodifikasi dinyatakan menunjukkan efektifitas pembelajaran gerak dasar lompat pada peserta didik SDN Pandulangan 1. PEMBAHASAN Pada pengamatan awal peneliti melakuakan observasi terhadap peserta didik dalam melakukan keterampilan gerak dasar lompat dan didapatkan hasilnya dari 20 orang peserta didik hanya ada 4 orang yang nilainya mencapai KKM dan diperoleh nilai rata-rata 62,18. Kemudian setelah dilakukan pembelajaran dari siklus I pertemuan pertama, siklus I pertemuan kedua dan siklus II pertemuan pertama jumlah peserta didik yang mencapai KKM semakin meningkat demikian juga nilai rata-rata yang diperoleh juga meningkat. Untuk mengetahui perbandingan hasil penilaian keterampilan gerak dasar lompat dari sebelum penelitian sampai sesudah penelitian bisa dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5. Data Nilai Rata-Rata Penguasaan Tugas Keterampilan Gerak Dasar Lompat Yang Diberikan Guru Kepada Peserta Didik Pada Pengamatan Awal, Siklus I Pertemuan Pertama, Siklus I Pertemuan Kedua Dan Siklus II Pertemuan Pertama. Nilai rata-rata No Pembelajaran Keterangan peserta didik 1 Pengamatan awal 62,18 Tidak tuntas 2 Siklus I pertemuan pertama 68,43 Tidak tuntas 3 Siklus I pertenuan kedua 73,43 Tuntas 4 Siklus II pertemuan pertama 86,25 Tuntas Keterangan: 1. Nilai 62,18 adalah nilai rata-rata 2. Nilai 68,43 adalah nilai ratapeserta didik dalam melakukan rata peserta didik dalam gerakan gerak dasar lompat pada saat melakukan gerakan gerak dasar pengamatan awal.
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 121
lompat pada saat pembelajaran siklus I dilaksanakan. 3. Nilai 73,43 adalah nilai ratarata peserta didik dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat pada saat pembelajaran siklus II dilaksanakan. 4. Nilai 86,25 adalah nilai ratarata peserta didik dalam melakukan gerakan gerak dasar
lompat pada saat siklus III dilaksanakan. Pada data tabel di atas menunjukan nilai rata-rata penguasaan gerak dasar lompat yang diberikan guru kepada peserta didik dengan memodifikasi alat yang peningkatannya dapat ditunjukkan melalui gambar grafik berikut ini.
Gambar 1. Grafik Nilai Rata-Rata Penguasaan Tugas Gerak Dasar Lompat Yang Diberikan Guru Kepada Peserta Didik Dari Pengamatan Awal, Siklus I Pertemuan Pertama, Siklus I Pertemuan Kedua, Dan Siklus II Pertemuan Pertama 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Pengamatan Awal
Siklus I Pertemuan 1
Siklus I Pertemuan 2
Siklus II pertemuan 1
Grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan nilai rata-rata dalam pembelajaran keterampilan gerak dasar lokpat. Pada pengamatan awal gerakan hanya sebagian kecil peserta didik dalam melakukan gerakan gerak dasar lompat yang benar yaitu hanya 4 orang dari 20 orang peserta didik, pada siklus I Pertemuan pertama terjadi perbaikan gerakan sehingga mengalami peningkatan, pada siklus I pertemuan kedua juga mengalami peningkatan lagi dan pada siklus II peserta didik kelas V SDN Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah rata-rata baik dan sesuai dengan harapan peneliti. Karna dalam pembelajaran siklus II sebagian besar peserta didik yaitu 19 orang dari 20 orang peserta didik sudah tuntas(mencapai nilai KKM) maka penelitian tidak lagi dilanjutkan ke siklus berikutnya.
122 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 103-123
Sedangkan untuk persentase pertama, siklus I pertemuan kedua, ketuntasan pembelajaran dari dan siklus II pertemuan pertama dapat pengamatan awal, siklus I pertemuan di lihat sebagai berikut: Tabel 6. Data Persentase ketuntasan peserta didik per individu Persentase Keterangan ketuntasan 1 Pengamatan awal 20% Tidak tuntas 2 Siklus I pertemuan pertama 40 % Tidak tuntas 3 Siklus I pertemuan kedua 70 % Tidak tuntas 4 Siklus II pertemuan pertama 95 % Tuntas Dari tabel persentase ketuntasan pembelajaran di atas dapat digambarkan dalam sebuah grafik: Gambar 2. Grafik peningkatan persentase ketuntasan No
Pembelajaran
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
20% 40.00% 70.00% 95% Pengamatan Awal
Siklus I pertemuan pertama
Grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan persentase ketuntasan pembelajaran. Pada pengamatan awal hanya 4 orang peserta didik yang tuntas (20%), pada siklus I pertemuan pertama terjadi perbaikan sehingga ada 8 peserta didik yang tuntas (40%), pada siklus I pertemuan kedua juga mengalami peningkatan lagi sehinnga ada 14 peserta didik yang tuntas (70%) dan pada siklus II menjadi 19 orang dari 20 orang peserta didik kelas V SDN Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah yang tuntas (95%).
Siklus I pertemuan kedua
Siklus II pertemuan pertama
Kegiatan pembelajaran yang efektif tidak dapat muncul dengan sendirinya tetapi guru yang menciptakan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mencapai tujuan yang ditetapkan secara optimal. Guru dituntut untuk bisa menciptakan situasi pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar dalam diri peserta didik. Pemilihan alat pembelajaran yang pas untuk peserta didik juga merupakan salah satu kreatifitas guru. Peningkatan dari belum ada yang tuntas belajar sampai semua
Bahrun & Mashud, Efektifitas Pembelajaran … 123
peserta didik tuntas belajar ketika melakukan keterampilan gerak dasar lompat dari sebelum dan sesudah dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mengindikasikan bahwa penggunaan alat pembelajaran yang dimodifikasi dan ditambah dengan kreatifitas guru dalam mengajar akan membuat peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran. Ababila peserta didik aktif maka akan terjadi perubahan baik secara jasmaniah maupun psikologi. KESIMPULAN Dari penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan dalam tiga siklus di peroleh kesimpulan sebagai berikut: Melalui modifikasi alat dapat meningkatkan efektifitas hasil belajar gerak dasar lompat pada peserta didik kelas V Sekolah Dasar Negeri Pandulangan 1 Kecamatan Tapin Tengah Kab. Tapin. Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut; 1. Bagi peserta didik: pada setiap mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan hendaknya terus perperan aktif, lebih disiplin, menghargai teman,dan saling bekerja sama. 2. Bagi Guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan: agar dalam melakukan pembelajaran selalu dengan peneh tanggung jawab,kretif dan professional sehingga bisa membuat siswa aktif bergerak, semangat dan bergembila pada saat mengikuti pembelajaran, salah satunya dengan cara penggunaan alat yang dimodifikasi
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3. Bagi Sekolah: agar dapat lebih mendukung pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan dengan cara melengkapi alatalat pembelajaran sehingga pembelajaran bisa berjalan dengan optimal. 4. Bagi maha siswa: agar dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam lagi sehingga dapat memecahkan berbagai permasalahan yang terjadi pada pembelajaran penjasorkes. DAFTAR PUSTAKA Athar & Mashud, 2013. Gerak Dasar Lokomotor Dengan Pendekatan Pakem. Kediri: CV DHAHA PUSTAKA. Djumidar, 2001. Dasar-dasar Atletik. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka Lelono, Djoko, 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Banjarbaru: JPOK-FKIP Universitas Lambung Mangkurat (http://dansite.wordpress.com/2009/03/28 /pengertian-efektifitas). Lutan, Rusli, 2002. Asas-asas pendidikan jasmani: Pendekatan pendidikan gerak di sekolah dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga, Depdiknas. Lutan, Rusli, 2002. Mengajar pendidian jasmani: Pendekatan pendidikan gerak di sekolah dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga, Depdiknas. Sudijono, Anas. 2014. Pengantar Statistika Pendidikan. Jakarta: PT. Rajawali Pers
STATUS GIZI DAN STATUS KESEGARAN JASMANI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR NEGERI BANUA PADANG KECAMATAN BUNGUR KABUPATEN TAPIN Denker Sandra Amicetya SDN Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin E-mail:
[email protected] Abstract: Nutritional Status And The Status Of Physical Freshness Of Primary School Learners Banua Districts Of The Country, Lagerstroemia Tapin Regency.The purpose of this research is to determine the nutritional status and statuswithkeseg ran physical SDN Banua Padang District of Bungur Regency of Tapin. Research methods used in this research is quantitative descriptive technique of measurement and test. Populasi in this research is SDN Banua Padang District of Bungur Regency of Tapin Lagerstroemia. Lagerstroemia totalling 143 people. The research sample is learners classes V and VI which was 10-12 years amounted to 40 people. Sampling using the technique of sampling purpossive. Research results revealedthat overall nutritional status learners SDN Banua Padang District of Bungur Regency of Tapin. Lagerstroemia in the category either (B). D's to the status of physical freshness within the classification Being (S). Keywords: Nutritional Status, Status of Physical Freshness. Abstrak: Status Gizi Dan Status Kesegaran Jasmani Peserta Didik Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan status gizi dan status kesegaran jasmani peserta didik Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengukuran dan tes. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin yang berjumlah 143 orang. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas V dan VI yang berumur 10-12 tahun berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik purpossive sampling. Hasil penelitian diketahui, bahwa secara keseluruhan status gizi peserta didik SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin berada pada kategori Baik (B). Dan untuk status kesegaran jasmani berada dalam klasifikasi Sedang (S). Kata Kunci:
Status gizi, status kesegaran jasmani.
PENDAHULUAN Setiap orang tentu berharap sepanjang hidupnya memiliki tubuh yang sehat dan segar agar dapat beraktivitas dengan baik untuk memenuhi segala kebutuhan hidup tanpa adanya halangan berarti akibat terganggunya metabolisme dalam tubuh sehingga menyebabkan sakit yang menghambat kemampuan untuk
beraktivitas secara normal. Apalagi bagi kalangan anak-anak dan remaja, utamanya dalam pembahasan di sini adalah pada kalangan anak-anak di tingkat sekolah dasar, dimana pada tingkatan ini secara umum adalah masa tumbuh dan berkembangnya individu baik dari segi fisik dan mental. Faktor
124
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 125
pemenuhan kebutuhan gizi dan kesegaran jasmani anak-anak atau peserta didik merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan agar mereka dapat memiliki tubuh yang sehat sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Selain itu peserta didik akan lebih mudah mencapai prestasi belajar sesuai dengan yang diharapkan. Baik harapan orang tua, guru dan peserta didik itu sendiri. Seperti halnya pada peserta didik di Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Orang tua dan pihak penyelenggara sekolah tentu berharap agar anak-anak dan para peserta didiknya adalah anakanak yang sehat jasmani dan rohaninya. Agar selain bisa menjalankan rutinitas belajar dan bermain tanpa ada gangguan kesehatan, mereka juga bisa meraih prestasi belajar. Akan tetapi kondisi saat ini di Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin, peserta didik sering merasa cepat lelah saat pelajaran penjas berlangsung, latar belakang kehidupan orang tua yang kurang memahami akan status gizi dan seperti umumnya yang terjadi pada kalangan anak-anak antara lain adalah kurangnya kesadaran peserta didik sendiri untuk menjaga kesehatan mereka. Sebagian peserta didik kurang rajin berolahraga agar selain memiliki tubuh yang sehat juga segar. Pihak penyelenggara sekolah juga tidak memiliki data yang akurat mengenai keadaan gizi dan status kesegaran jasmani peserta didik. Dan sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian secara khusus untuk mendata status gizi dan status kesegaran jasmani para peserta didik
Sekolah Dasar Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut di atas, maka hendaknya dilakukan pendataan dengan cara melakukan penelitian tentang status gizi dan status kesegaran jasmani peserta didik setiap awal atau akhir semester. Dengan dilakukannya penelitian secara rutin maka akan lebih mudah bagi orang tua, guru serta peserta didik itu sendiri untuk mengetahui perkembangan status gizi dan status kesegaran jasmaninya. Sehingga bisa dilakukan upaya untuk meningkatan status gizi atau status kesegaran jasmani jika berada pada status yang kurang baik. Di sini peneliti kemudian akan melakukan penelitian status gizi dengan menggunakan indikator grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) Anak Tingkat Sekolah Dasar dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin tahun 2013 dan status kesegaran jasmani dengan menggunakan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) tahun 2010 untuk umur 10-12 tahun yang dikeluarkan oleh Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional. Pada peserta didik Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin agar dapat diketahui status gizi dan status kesegaran jasmani mereka. METODE Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengukuran dan tes. Mengenai metode deskriptif kuantitatif dijelaskan oleh Wiratna Sujarweni (2014:11) bahwa yang dimaksud dengan
126 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai masing-masing variabel, baik satu variabel atau lebih sifatnya independen tanpa membuat hubungan maupun perbandingan dengan variabel yang lain. Variabel tersebut dapat menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Sedangkan penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara lain dari kuantifikasi (pengukuran) Wiratna Sujarweni (2014:39). Sejalan dengan pendapat tersebut Kasiram dalam Wiratna Sujarweni (2014:39) penelitian kuantitatif adalah “suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menganalisis keterangan mengenai apa yang ingin diketahui”. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin yang berjumlah 143 orang. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas IV, V dan VI yang berumur 10-12 tahun berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik purpossive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan atau kriteria tertentu Wiratna Sujarweni (2014:72) Instrumen pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Penentuan Status gizi menggunakan indikator grafik Kartu Menuju Sehat Hasil yang dicapai oleh peserta tes baik untuk peserta didik putera dan peserta
(KMS) Anak Tingkat Sekolah Dasar dari Departemen Kesehatan Kabupaten Tapin tahun 2013, berdasarkan data hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. 2. Data kesegaran jasmani menggunakan hasil Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) untuk anak umur 10-12 tahun. (Departemen Pendidikan Nasional. 2010). Analisa status gizi dilakukan dengan cara data hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang disubstitusikan ke dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) Anak tingkat Sekolah Dasar dengan prosedur sebagai berikut: a) Bubuhkan titik yang merupakan perpotongan hasil penimbangan berat badan (BB) dan pengukuran tinggi badan (TB). b) Bubuhkan titik seperti butir 1 pada pengukuran BB dan TB bulan-bulan berikutnya. c) Hubungkan titik yang diperoleh pada saat ini dengan titik pada pengukuran sebelumnya, sehingga membentuk garis d) Apabila garis: - Berada di atas P97 berarti gizi lebih (gemuk), - Berada di antara P3 – P97 berarti gizi baik. - Di bawah P3 berarti gizi kurang Langkah selanjutnya yakni menghitung persentase berdasarkan klasifikasi, menggunakan rumus: f P= x 100% (Anas S, 2014:43) n Keterangan: P : Persentase f : frekuensi sampel sesuai klasifikasi yang ditentukan n : jumlah sampel penelitian didik puteri dari pelaksanaan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI)
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 127
diberi nilai yang mengacu pada nilai Tes Kesegaran Jasmani Indonesia dari Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani
Departemen (2010:24-25).
Pendidikan
Nasional
Tabel 1. Nilai Tes Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk Anak Umur 10 – 12 Tahun Putera. Lari 40 Meter Gantung Siku Baring Duduk Loncat Lari 600 No. Nilai (detik) Tekuk (detik) 30 detik Tegak (cm) Meter (menit) 1 s.d – 6.3” 51”keatas 23 keatas 46 keatas s.d- 2’09” 5 2
6.4” – 6.9"
31” – 50”
18 – 22
38 – 45
2’10”_2’30
4
3
7.0” – 7.7”
15”- 30”
12 – 17
31 – 37
2’31”-2’45”
3
4
7.8” – 8.8”
8” – 14”
4 – 11
24 – 30
2’46”-3’44”
2
5
8.9” – dst
4” – dst
0–3
23 – dst
3’45” - dst
1
Tabel 2. Nilai Tes Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk Anak Umur 10–12 Tahun Puteri Lari 600 Lari 40 Meter Gantung Siku Baring Duduk Loncat No. Meter Nilai (detik) Tekuk (detik) 30 detik Tegak (cm) (menit) 1 s.d – 6.7” 40”keatas 20 keatas 42 keatas s.d – 2’32” 5 2 6.8” – 7.5” 20” – 39” 14 – 19 34 – 41 2’33”-2’54” 4 3 7.6”-8.3” 8” – 19” 7 – 13 28- 33 2’55”-3’28” 3 4 8.4” – 9.6 2” – 7” 2–6 21 – 27 3’29”-4’23” 2 5 9.7” – dst 0” – 1” 0–1 20 – dst 4’23”-dst 1 Sumber: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional (2010:24-25). a. Klasifikasi Status Kesegaran Jasmani Untuk menentukan status dalam Norma Klasifikasi Tingkat kesegaran jasmani peserta didik yaitu Kesegaran Jasmani yang terdiri dari dengan cara menjumlah nilai total hasil Baik Sekali (BS), Baik (B), Sedang tes kesegaran jasmani masing-masing (S), Kurang (K), dan Kurang Sekali peserta didik dan dikonversikan ke (KS) seperti tercantum di bawah ini. Tabel 3. Klasifikasi Kesegaran Jasmani Indonesia Untuk Anak Umur 10-12 Tahun Putera dan Puteri. No Jumlah Nilai Klafikasi 1 22 – 25 Baik sekali (BS) 2 18 – 21 Baik (B) 3 14 – 17 Sedang (S) 4 10 – 13 Kurang (K) 5 5–9 Kurang sekali (KS) Sumber: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani Departemen Pendidikan Nasional (2010:24-25).
128 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
HASIL PENELITIAN 1. Status Gizi Setelah dilakukan pengukuran dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) tahun 2013 pada peserta
didik umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4. Data Status Gizi peserta didik kelas V umur 10–12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Berat Tinggi No Nama Pa/Pi Grafik KMS Status Badan Badan 1 Akmad Jailani Pa 43 149 P 90 Baik 2 M Faisal A Pa 41 149 P75 Baik 3 A Jamaluddin Pa 38 146 P90 Baik 4 M Luthfi Pa 38 147 P50 Baik 5 M Kamaluddin Pa 39 146 P90 Baik 6 Rizali Pa 39.5 148 P90 Baik 7 Wahyudin Pa 44 150 P90 Baik 8 M Rizqi Pa 30 145 P10 Baik 9 Rizky Fajar H Pa 34 146 P25 Baik 10 M Rifa’i Pa 44 150 P90 Baik 11 Fitriyani Pi 32 146 P10 Baik 12 Aulia Azizah Pi 28 143 P03 Baik 13 Azizah Amelia Pi 38 146 P50 Baik 14 Marsa Ananda Pi 35 144 P50 Baik 15 Norhaidah Pi 33 144 P25 Baik 16 Nurul F Pi 42 143 > P97 Gemuk 17 Raudatul J Pi 29 141 P10 Baik 18 Rabiatul A Pi 31 142 P25 Baik 19 Siti Norhalisa Pi 40 149 P50 Baik 20 Juwariyah Pi 39 147 P50 Baik Keterangan : Pa/Pi : Putera/Puteri Status : P (persentil) > P97 (gemuk) P03 – P97 ((gizi baik) < P03 (gizi kurang) Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pada peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun Sekolah Dasar Negeri
Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin status gizi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) sebanyak 19 orang berada pada kategori status gizi yang “baik” dan hanya 1 orang peserta didik yang berada pada kategori status gizi “gemuk”. Tidak ada peserta didik yang berada pada kategori status gizi “kurang”.
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 129
Tabel 5. Data Status Gizi peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Berat Tinggi Grafik No Nama Pa/Pi Status Badan Badan KMS 44 148 P97 1 Akhmad T Pa Baik 2 Khairil Ahda Pa 44 150 P90 Baik 3 M. Padlian N Pa 42 148 P90 Baik 4 Rahmat M Pa 40.5 147 P90 Baik 5 Akh. Farhan M Pa 44 150 P90 Baik 6 A Permana K Pa 39 145 P90 Baik 7 Amat Rifani Pa 34 141 P75 Baik 8 M. Bilal H Pa 41 148 P90 Baik 9 M. Rizky Pa 38 149 P50 Baik 10 M. Riduan Pa 36 142 P90 Baik 11 Annisya N S. Pi 32 147 P10 Baik 12 Nadia Fitri M Pi 38 147 P50 Baik 13 Nurul Hadijah Pi 38 146 P50 Baik 14 Syifa Fadila Pi 39 147 P50 Baik 15 Sahibul Firda Pi 33.5 147 P25 Baik 16 Saybah Pi 36 149 P25 Baik 17 Siti Nafisa R Pi 36.5 148 P25 Baik 18 Seftina Pi 32 149 P10 Baik 19 Amanda Dwi Pi 31 141 P25 Baik 38 138 ˃ P97 20 Rabiatul R Pi Gemuk Keterangan : Pa/Pi : Putera/Puteri Status : P (persentil) > P97 (gemuk) P03 – P97 ((gizi baik) < P03 (gizi kurang) Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pada peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua
Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin status gizi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan Kartu Menuju Seat (KMS) sebanyak 19 orang berada pada kategori status gizi yang “baik” dan hanya 1 orang peserta didik yang berada pada kategori status gizi “gemuk”. Tidak ada peserta didik yang berada pada kategori status gizi “kurang”.
Tabel 6. Data Status Gizi peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Berat Tinggi Grafik No Nama Pa/Pi Status Badan Badan KMS 1 Akmad Jailani Pa 43 149 P 90 Baik 2 M Faisal A Pa 41 149 P75 Baik 3 A Jamaluddin Pa 38 146 P90 Baik 4 M Luthfi Pa 38 147 P50 Baik 5 M Kamaluddin Pa 39 146 P90 Baik
130 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Rizali Wahyudin M Rizqi Rizky Fajar H M Rifa’i Fitriyani Aulia Azizah Azizah Amelia Marsa Ananda Norhaidah Nurul F Raudatul J Rabiatul A Siti Norhalisa Juwariyah Akhmad T Khairil Ahda M. Padlian N Rahmat M Akh. Farhan M A Permana K Amat Rifani M. Bilal H M. Rizky M. Riduan Annisya N S Nadia Fitri M Nurul Hadijah Syifa Fadila Sahibul Firda Saybah Siti Nafisa R Seftina Amanda Dwi Rabiatul R
Pa Pa Pa Pa Pa Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pa Pa Pa Pa Pa Pa Pa Pa Pa Pa Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi Pi
Keterangan : Pa/Pi : Putera/Puteri Status : P (persentil) > P97 (gemuk) P03 – P97 ((gizi baik) < P03 (gizi kurang)
39.5 44 30 34 44 32 28 38 35 33 42 29 31 40 39 44 44 42 40.5 44 39 34 41 38 36 32 38 38 39 33.5 36 36.5 32 31 38
148 150 145 146 150 146 143 146 144 144 143 141 142 149 147 148 150 148 147 150 145 141 148 149 142 147 147 146 147 147 149 148 149 141 138
P90 P90 P10 P25 P90 P10 P03 P50 P50 P25 > P97 P10 P25 P50 P50 P97 P90 P90 P90 P90 P90 P75 P90 P50 P90 P10 P50 P50 P50 P25 P25 P25 P10 P25 ˃ P97
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Gemuk Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Gemuk
Berdasarkan data-data dari tabel di atas maka dapat dikatakan status gizi peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 131
Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin sebanyak 38 orang berada pada kategori status gizi yang “baik” dan hanya 2 orang peserta didik yang berada pada kategori status “gemuk” dan tidak ada peserta didik yang berada pada kategori status gizi “kurang”. 2. Status Kesegaran Jasmani
Setelah dilaksanakan tes terhadap subyek atau sampel dengan menggunakan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) 2010 yang meliputi tes lari 40 meter, gantung siku tekuk, baring duduk 30 detik, loncat tegak, dan lari 600 meter, data-data hasil tes tersebut dirangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel 7. Status Kesegaran Jasmani peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Nama Skor TKJI Status 1 Akmad Jailani 15 S 2 M Faisal Akbar 17 S 3 A Jamaluddin 19 B 4 M Luthfi 20 B 5 M Kamaluddin 13 K 6 Rizali 11 K 7 Wahyudin 14 S 8 M Rizqi 12 K 9 Rizky Fajar H 18 B 10 M Rifa’i 21 B 11 Fitriyani 14 S 12 Aulia Azizah 9 KS 13 Azizah Amelia 18 B 14 Marsa Ananda 19 B 15 Norhaidah 15 S 16 Nurul Fatimatuz 15 S 17 Raudatul Jannah 17 S 18 Rabiatul A 14 S 19 Siti Norhalisa 22 BS 20 Juwariyah 18 B Keterangan: Klasifikasi status kesegaran jasmani: BS : Baik Sekali B : Baik S : Sedang K : Kurang KS : Kurang Sekali Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pada peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten
Tapin. Peserta didik yang status kesegaran jasmaninya berada pada klasifikasi “Baik Sekali” (BS) sebanyak 1 orang, berada pada klasifikasi “Baik” (B) sebanyak 7 orang, berada pada klasifikasi “sedang” (S) sebanyak 8 orang, berada pada klasifikasi “Kurang” (K) sebanyak 3 orang, dan berada pada klasifikasi “Kurang Sekali” (KS) sebanyak 1 orang. Jadi dapat kita simpulkan bahwa status kesegaran jasmani peserta didik kelas
132 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten
Tapin berada pada status kesegaran jasmani “Sedang” (S).
Tabel 8. Status Kesegaran Jasmani peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Nama Skor TKJI Status 1 Akhmad Taufik 8 KS 2 Khairil Ahda 17 S 3 M. Padlian Noor 14 S 4 Rahmat Maulidi 15 S 5 A Farhan M 19 B 6 Aldi Permana K 15 S 7 Amat Rifani 13 K 8 M. Bilal Hidayat 14 S 9 M. Rizky 19 B 10 M. Riduan 15 S 11 Annisya Nur S. 17 S 12 Nadia Fitri M 19 B 13 Nurul Hadijah 17 S 14 Syifa Fadila 16 S 15 Sahibul Firda 15 S 16 Saybah 16 S 17 Siti Nafisa R 14 S 18 Seftina 14 S 19 Amanda Dwi 14 S 20 Rabiatul R 10 K Keterangan: Klasifikasi status kesegaran jasmani: BS : Baik Sekali B : Baik S : Sedang K : Kurang KS : Kurang Sekali Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa pada peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Peserta didik yang status kesegaran
jasmaninya berada pada klasifikasi “Baik” (B) adalah 3 orang, berada pada klasifikasi “sedang” (S) sebanyak 14 orang, berada pada klasifikasi “kurang” (K) sebanyak 2 orang, dan berada pada klasifikasi “kurang sekali” (KS) sebanyak 1 orang. Jadi dapat kita simpulkan bahwa status kesegaran jasmani peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin berada pada status kesegaran jasmani “Sedang” (S).
Tabel 9. Status Kesegaran Jasmani peserta didik kelas V dan VI SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Nama Skor TKJI Status 1 Akmad Jailani 15 S 2 M Faisal Akbar 17 S 3 A Jamaluddin 19 B
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 133
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
M Luthfi M Kamaluddin Rizali Wahyudin M Rizqi Rizky Fajar H M Rifa’i Fitriyani Aulia Azizah Azizah Amelia Marsa Ananda Norhaidah Nurul Fatimatuz Raudatul Jannah Rabiatul A Siti Norhalisa Juwariyah Akhmad Taufik Khairil Ahda M. Padlian Noor Rahmat Maulidi Akh. Farhan M Aldi Permana K Amat Rifani M. Bilal Hidayat M. Rizky M. Riduan Annisya Nur S. Nadia Fitri M Nurul Hadijah Syifa Fadila Sahibul Firda Saybah Siti Nafisa R Seftina Amanda Dwi Rabiatul R
Keterangan: Klasifikasi status kesegaran jasmani: BS : Baik Sekali B : Baik S : Sedang K : Kurang KS : Kurang Sekali
20 13 11 14 12 18 21 14 9 18 19 15 15 17 14 22 18 8 17 14 15 19 15 13 14 19 15 17 19 17 16 15 16 14 14 14 10
B K K S K B B S KS B B S S S S BS B KS S S S B S K S B S S B S S S S S S S K
Berdasarkan data-data yang kita peroleh dari tabel di atas maka dapat kita ketahui bahwa pada peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin yang berjumlah 40 orang. Peserta didik yang status kesegaran jasmaninya berada pada klasifikasi “Baik
134 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
Sekali” (BS) sebanyak 1 orang, berada pada klasifikasi “Baik” (B) sebanyak 10 orang, berada pada klasifikasi “sedang” (S) sebanyak 22 orang, berada pada klasifikasi “kurang” (K) sebanyak 5 orang, dan berada pada klasifikasi “kurang sekali” (KS) sebanyak 2 orang. Jadi dapat kita simpulkan bahwa status kesegaran jasmani peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin berada pada status kesegaran jasmani “Sedang” (S).
Analisa Data Berdasarkan data dari hasil pengukuran status gizi dan tes kesegaran jasmani peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin, maka dapat dikelompokkan status gizi dan status kesegaran jasmaninya berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan dalam nilai persentase masingmasing kelompok. Hasil perhitungan nilai persentase masing-masing kelompok tersebut dirangkum dalam bentuk tabel di bawah ini:
Tabel 10. Persentase status gizi peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Status Gizi Jumlah Sampel Persentase (%) 1 Gemuk 1 5 2 Baik 19 95 3 Kurang 0 0 Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin dengan status gizi yang termasuk dalam
kategori gemuk adalah sebanyak 1 orang atau 5%. Peserta didik dengan status gizi yang baik adalah sebanyak 19 orang atau 95%. Tidak terdapat peserta didik dengan status gizi kurang (K) atau 0%,
Tabel 11. Persentase status gizi peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Status Gizi Jumlah Sampel Persentase (%) 1 Gemuk 1 5 2 Baik 19 95 3 Kurang 0 0 Jumlah 20 100 Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin dengan status gizi yang termasuk dalam
kategori gemuk adalah sebanyak 1 orang atau 5%. Peserta didik dengan status gizi yang baik adalah sebanyak 19 orang atau 95%. Tidak terdapat peserta didik dengan status gizi kurang (K) atau 0%.
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 135
Tabel 12. Persentase status gizi peserta didik gabungan kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. No Status gizi Jumlah Sampel Persentase (%) 1 Gemuk 2 5 2 Baik 38 95 3 Kurang 0 0 Jumlah 40 100 Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk gabungan peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin dengan status gizi yang termasuk dalam kategori gemuk adalah sebanyak 2 orang atau 5%. Peserta didik dengan
status gizi yang baik adalah sebanyak 38 orang atau 95%. Tidak terdapat peserta didik dengan status gizi kurang (K) atau 0%. Sehingga dapat disimpulkan status gizi peserta didik SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin secara keseluruhan berada pada kategori baik.
Tabel 13. Persentase status kesegaran jasmani peserta didik kelas V umur 10–12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Status Kesegaran Jumlah Persentase No Rentang Nilai Jasmani Sampel (%) 1 22-25 Baik Sekali (BS) 1 5% 2 18-21 Baik (B) 7 35 % 3 14-17 Sedang (S) 8 40 % 4 10-13 Kurang (K) 3 15 % 5 5-9 Kurang Sekali (KS) 1 5% Jumlah 20 100% Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk peserta didik kelas V umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin dengan status kesegaran jasmani yang baik sekali (BS) dengan prolehan skor TKJI antara 22-25 adalah sebanyak 1 orang atau 5%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang baik (B) dengan prolehan skor TKJI antara 18 – 21 adalah sebanyak 7 orang atau 35%. Peserta didik dengan status kesegaran
jasmani yang sedang (S) dengan perolehan skor TKJI antara 14 – 17 adalah sebanyak 8 orang atau 40%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang kurang (K) dengan prolehan skor TKJI antara 10 – 13 adalah sebanyak 3 orang atau 15%, Sedangkan untuk peserta didik dengan tingkat kesegaran jasmani yang kurang sekali (KS) dengan perolehan skor TKJI antara 5 - 9 sebanyak 1 orang atau 5% dari jumlah peserta didik sebagai sampel penelitian sebanyak 20 orang.
136 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
Tabel 14. Persentase status kesegaran jasmani peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Status Kesegaran Jumlah Persentase No Rentang Nilai Jasmani Sampel (%) 1 22-25 Baik Sekali (BS) 0 0% 2 18-21 Baik (B) 3 15 % 3 14-17 Sedang (S) 14 70 % 4 10-13 Kurang (K) 2 10 % 5 5-9 Kurang Sekali (KS) 1 5% Jumlah 20 100% Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk peserta didik kelas VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin tidak ada yang berstatus kesegaran jasmani yang baik sekali (BS) atau 0%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang baik (B) dengan prolehan skor TKJI antara 18 – 21 adalah sebanyak 3 orang atau 15%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang sedang (S)
dengan prolehan skor TKJI antara 14 – 17 adalah sebanyak 14 orang atau 70%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang kurang (K) dengan prolehan skor TKJI antara 10 – 13 adalah sebanyak 2 orang atau 10%, Sedangkan untuk pemain dengan status kesegaran jasmani yang kurang sekali (KS) dengan perolehan skor TKJI antara 5 – 9 sebanyak 1 orang atau 5% dari jumlah peserta didik sebagai sampel penelitian sebanyak 20 orang.
Tabel 15. Persentase status kesegaran jasmani gabungan peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin. Status Kesegaran Jumlah Persentase No Rentang Nilai Jasmani Sampel (%) 1 22-25 Baik Sekali (BS) 1 2,5 % 2 18-21 Baik (B) 10 25 % 3 14-17 Sedang (S) 22 55 % 4 10-13 Kurang (K) 5 12,5 % 5 5-9 Kurang Sekali (KS) 2 5% Jumlah 40 100% Dari tabel di atas dapat diuraikan hasil-hasil penelitian sebagai berikut: Untuk gabungan peserta didik kelas V dan VI umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin dengan status kesegaran jasmani yang baik sekali (BS) dengan prolehan skor TKJI antara 22-25 adalah sebanyak 1 orang atau 2,5%. Peserta didik dengan
status kesegaran jasmani yang baik (B) dengan prolehan skor TKJI antara 18 – 21 adalah sebanyak 10 orang atau 25%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang sedang (S) dengan prolehan skor TKJI antara 14 – 17 adalah sebanyak 22 orang atau 55%. Peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang kurang (K) dengan prolehan skor TKJI antara 10 – 13
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 137
adalah sebanyak 5 orang atau 12,5%, Sedangkan untuk peserta didik dengan status kesegaran jasmani yang kurang sekali (KS) sebanyak 2 orang atau 5% dari jumlah peserta didik sebagai sampel penelitian sebanyak 40 orang. Sehingga dapat disimpulkan status kesegaran jasmani peserta didik secara keseluruhan berada pada klasifikasi status kesegaran jasmani Sedang (S). PEMBAHASAN Dari hasil analisa data tersebut di atas dapat kita kemukakan bahwa status gizi dan status kesegaran jasmani peserta didik umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin masih cukup baik. Secara keseluruhan jika diambil dari ratarata status gizi peserta didik hampir semuanya dalam kodisi yang baik (95%) hanya ada 2 orang peserta didik yang berada dalam kategori gemuk (5%). Untuk status kesegaran jasmaninya secara keseluruhan rata-rata skor yang diperoleh peserta didik adalah 15,55 maka status kesegaran jasmani peserta didik umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin berdasarkan klasifikasi Kesegaran Jasmani Indonesia untuk anak umur 10 – 12 tahun berada dalam klasifikasi Sedang (S). Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa kondisi peserta didik umur 10 – 12 tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin cukup sehat, ditinjau dari kecukupan zat gizi yang masih baik dan kesegaran jasmaninya bisa dikatakan pada level sedang. Hal ini mungkin dikarenakan peserta didik umur 10 – 12
tahun SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin yang notabene bertempat tinggal di daerah pinggiran kota. Sehingga asupan bahan makanan yang mereka terima kebanyakan adalah bahan olahan alami, tidak seperti di daerah perkotaan yang banyak orang berjualan makanan dengan menggunakan bahan makanan yang diolah sedemikian rupa menggunakan zatzat penyedap rasa, pewarna dan pengawet makanan dari bahan kimia. Selain itu pola hidup sehari-hari anak-anak yang gemar bermain di daerah pinggiran kota kebanyakan permainan yang mereka lakukan adalah permaian dengan banyak menggunakan aktivitas gerak. Sehingga setelah selesai bermain mereka cenderung merasa lapar dan tidak susah untuk disuruh makan oleh orang tuanya di rumah. Dengan keadaan gizi yang baik jika tidak diimbangi oleh aktivitas gerak dan berolahraga maka tidak akan mempengaruhi atau bisa meningkatkan kesegaran jasmani. Jadi sangatlah perlu bagi peserta didik untuk lebih meningkatkan aktifitas gerak sesuai dengan tingkatan usianya. Bisa dalam bentuk permainan-permainan seperti berlari-larian, bermain bola, bersepeda dan lain sebagainya. Sehingga status kesegaran jasmani peserta didik SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin yang pada saat ini berada pada kategori sedang (S) bisa meningkat pada kategori yang lebih baik lagi. Dengan cara memberikan sarana dan prasarana olahraga di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal mereka, misalnya dengan tersedianya lapangan olahraga atau lapangan bermain. Agar
138 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 124-139
mereka lebih mudah, tertarik dan leluasa untuk melakukan aktifitas gerak. KESIMPULAN Secara keseluruhan status gizi peserta didik SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin berada pada kategori Baik (B). Sedangkan status kesegaran jasmani berada dalam klasifikasi Sedang (S). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka, peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut; 1. Bagi peserta didik SD Negeri Banua Padang Kecamatan Bungur Kabupaten Tapin agar dapat menjaga status gizi yang sudah baik saat ini dengan menjaga pola makan seharihari. Dan meningkatkan kesegaran jasmaninya dengan lebih rajin berolahraga atau aktivitas fisik lain yang bermanfaat untuk menjaga kondisi fisik mereka. 2. Bagi orang tua peserta didik, agar lebih memperhatikan pola makanan yang dihidangkan di rumah untuk anak-anak misalnya dengan membiasakan anak makan sayursayuran atau bahan makanan lain yang bergizi. 3. Bagi guru Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan Sekolah Dasar Negeri Banua Padang, agar dapat memberikan materi pengetahuan tentang gizi dan kebutuhan mereka akan gizi. Serta menyediakan sarana dan prasran untuk peserta didik aktif bermain dan berolahraga. 4. Bagi pihak Sekolah Dasar Negeri Banua Padang Kabupaten Tapin agar dapat lebih mendukung terhadap upaya untuk mempertahankan status
gizi peserta didik dan upaya untu meningkatkan status kesegaran jasmani peserta didik, agar menjadi manuasia yang berkualitas, sehat jasmani, rohani dan mampu menjadi generasi yang handal dalam membangun bangsa dan negara Indonesia dimasa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Anas Sudijono, Anas, 2014. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Almatsier, Sunita, (2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Basuki, Basuki, 2013. Ilmu Gizi. Banjarbaru: JPOK FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Departemen Pendidikan Nasional. (2010). Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Dikutip: http://digilib.unimus.ac.id. Diakses pada 11 Mei 2014 pukul 15.36 Wita, Mandurian Dikutip:http://penjasorkeszone.blogspot.com/2011/12/defini si-pendidikan-jasmani.html. Diakses pada 07 Mei 2014 pukul 14.22 Wita, Mandurian Dikutip:http://staff.uny.ac.id/status%20gi zi. Diakses pada 15 Mei 2014 pukul 16.02 Wita, Mandurian Dinas Kesehatan Kabupaten Tapin, (2013). Kartu Menuju Sehat. Tapin. Direktorat Olahraga Pelajar dan Mahasiswa. (2002). Instrumen Pemanduan Bakat Atletik. Jakarta: Depdiknas.
Denker SandraAmicetya, Status Gizi … 139
Hanifa. N, Luthfeni, (2006). Makanan Yang Sehat. Bandung: Azka Press. Lutan, Lutan, 2002. Azas-azas Pendidikan Jasmani (Pendekatan Pendidikan Gerak di Sekolah Dasar). Jakarta: Depdiknas. Lutan, Hartoto & Tomoliyus. (2003). Pendidikan Kebugaran Jasmani (Orientasi Pembinaan di Sepanjang Hayat). Jakarta: Depdiknas. Lutan, Iberahim, Suherman, & Saputra. (2002). Supervisi Pendidikan Jasmani: Konsep dan Praktek. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Qonita Alya, Qonita, 2009. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Sekolah
Dasar. Jakarta: PT. Indahjaya Adi Pratama. Sudarno, (1992). Pendidikan Kesegaran Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Soehendro, Bambang, 2006. Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta: BP. Dharma Bhakti. Supariasa, Nyoman et.al. (2002). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Kedokteran EGC. Wahjoedi. (2001). Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. Jakarta: PT. Raja Grafido Persada. Wiratna Sujarweni. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
PENGARUH LATIHAN SPLIT SQUAT JUMP TERHADAP PENINGKATAN KECEPATAN TENDANGAN LURUS PADA ATLET PERGURUAN PENCAK SILAT PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur JPOK FKIP Unlam Banjarbaru Kalimantan Selatan E-mail:
[email protected] Abstract: Effect of Exercise Split Squat Jump Kick Against Increased Speed Straight In Athletes Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. The purpose of this study was to determine whether there is the effect of exercise Split Squat Jump to the increased speed straight kick in martial arts college athletes Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. The method used in this study was a quasi-experimental method (QuasiExperimental Reaserch). Design or design of the study using the one-group pretestposttest design. Measurements were taken before and after treatment was given. Treatment effect is measured from the difference between the initial measurement / pretest (Y1) and the final measurement / posttest (Y2). The population in this study is the Athlete Pencak Silat Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin, amounting to 35 people, and that the research samples are athletes who never played and often follow the practice amounted to 10 people with technical considerations porposif sampling or sample. Based on the conclusion of the study showed that: There was an increase in the speed of a straight kick in martial arts college athletes Brotherhood Terate Setia Hati (PSHT) Banjarmasin. Keywords: Split squat jump, speed martial arts kick straight Abstrak: Pengaruh Latihan Split Squat Jump Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Lurus Pada Atlet Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui ada tidaknya pengaruh latihan Split Squat Jump terhadap peningkatan kecepatan tendangan lurus pada atlet perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (Quasi Eksperimental Reaserch). Desain atau rancangan penelitian menggunakan The one group pretest-posttest design. Pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran awal/pretest(Y1) dan pengukuran akhir/posttest (Y2). Populasi dalam penelitian ini adalah Atlit Pencak Silat Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin yang berjumlah 35 orang, dan yang menjadi sampel penelitian adalah atlit yang pernah bertanding dan sering mengikuti latihan berjumlah 10 orang dengan teknik porposif sampling atau sampel pertimbangan. Berdasarkan kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa: Ada peningkatan kecepatan tendangan lurus pada atlet perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Kata Kunci: Split squat jump, kecepatan tendangan lurus pencak silat
Saat ini, pencak silat sendiri sudah dipertandingkan diberbagai ajang kompetisi olahraga nasional maupun
PENDAHULUAN Pencak silat merupakan beladiri asli Indonesia yang sudah di akui dunia.
140
H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur, Pengaruh Latihan … 141
internasional. Pencak silat sendiri tidak hanya sebagai suatu cabang olahraga, tetapi juga cerminan budaya Indonesia untuk mempertahankan diri dari bahayabahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan hidupnya, pencak silat sangat dipengaruhi oleh falsafah, budaya dan kepribadian bangsa Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh Johansyah Lubis (2004:1) bahwa: pencak silat merupakan salah satu budaya asli bangsa Indonesia para pendekar dan pakar pencak silat meyakini bahwa masyarakat melayu menciptakan dan menggunakan ilmu beladiri ini sejak pra sejarah. Karena masa itu manusia harus menghadapi alam yang keras untuk tujuan survive dengan melawan binatang buas. Pada akhirnya manusia mengembangkan gerakan-gerakan beladiri. Masyarakat Indonesia sangat mementingkan harmoni keserasian hubungan antar pribadi, ketentraman, keamanan dan kedamaian. Kondisi ini selanjutnya membentuk norma tata nilai dimana pencak silat hanya boleh digunakan bila dalam keadaan terancam atau terdesak, kondisi budaya tersebut mendorong pencak silat menemukan jati dirinya sebagai cara pembelajaran diri bangsa Indonesia yang lebih mendahulukan unsur-unsur pembelaan dari pada unsur-unsur penyerangan. Kini pencak silat telah berkembang di berbagai daerah di Indonesia dengan berbagai wujud dan corak yang beraneka ragam namun tetap memiliki aspek-aspek yang sama. Setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Dimulai dari jurus hingga gaya bertanding. Dengan adanya
perbedaan ini, menyebabkan adanya berbagai macam gerakan. Untuk menjadi seorang pesilat yang handal, maka terlebih dahulu harus masuk kesuatu perguruan Pencak Silat dan ikut berlatih disana, di Kalimantan Selatan banyak terdapat perguruan Pencak Silat, salah satunya yaitu perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate yang berpusat di Madium Jawa Timur dengan pendirinya Ki Hadjar Hardjo Oetomo pada tahun 1922. SH Terate termasuk salah satu 10 perguruan silat yang turut mendirikan Ikatan Pencak Silat (IPSI) pada kongres pencak silat tanggal 28 mei 1948 di Surakarta. SH Terate memiliki cabang dan ranting yang tersebar diseluruh dunia salah satunya di Banjamasin Ranting SMPN 11 Banjarmasin. Tendangan merupakan gerakan serangan yang paling mudah dan paling efektif. Macamnya sangat beraneka ragam. Adapun beberapa macam teknik tendangan meliputi: tendangan Lurus, tendangan sabit, tendangan T, dan tendangan belakang. Penguasaan teknikteknik dasar sangat dituntut pada setiap atlet, tidak terkecuali teknik dasar tendangan yang dipandang masih kurang diperagakan oleh setiap atlet pemula. Pada dasarnya teknik tendangan pencak silat merupakan teknik yang lebih mampu dan efisien untuk mendapat poin, sebab sasaran yang diharapkan lebih terfokus. Dalam rangka menciptakan penguasaan teknik tendangan secara sempurna dan berlanjut pada peningkatan prestasi seorang pesilat untuk mencapai prestasi yang maksimal, serta memberlakukan sistem pembinaan dengan konsep ilmiah dalam mengembangkan kemampuan
142 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 140-149
teknik menendang pada para pesilat perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin maka perlu diadakan suatu penelitian. Seorang pesilat selain harus memiliki kemampuan fisik yang baik Karena tendangan lurus merupakan salah satu teknik yang sering digunakan untuk memulai ataupun mendahului serangan lawan dan dianggap sangat efisien untuk melakukan serangan jarak dekat dan kurang memiliki resiko untuk ditepis oleh lawan dan memiliki poin yang lebih tinggi dari serangan pukulan yang dimaksud dengan tendangan lurus menurut Johansyah Lubis (2004:12) yaitu: Tendangan lurus adalah serangan yang menggunakan sebelah kaki dan tungkai, lintasannya kearah depan dengan posisi badan menghadap kedepan, dengan kenaannya pangkal jari-jari kaki bagian dalam, dengan sasaran ulu hati dan dagu. Bila kita mampu menendang dalam arti memasukkan tenaga dengan benar yaitu tendangan ke arah tubuh (bagian badan) lawan pastilah harus mengangkat paha. Paha akan terangkat datar baru dilanjutkan dengan tendangan sesuai dengan bentuk dan lintasannya. Dengan sendirinya teknik sangat berkaitan dengan posisi dan sikap kedudukan lawan. Bila kita lancarkan tendangan, kaki akan berdiri / bertumpu pada satu kaki dan memerlukan kekuatan tumpuan, keseimbangan dan kecepatan yang baik pula. Dalam olahraga pencak silat penggunaan variasi bagian kaki terdiri dari: punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki dan sisi kaki. Untuk mencapai
mestinya juga harus memiliki kemampuan teknik dasar yang baik pula. Objek kajian dalam penelitian ini adalah tendangan lurus, tendangan ini mendapat posisi istimewa dalam pencak silat. semua itu berbagai bentuk gerakan adalah dengan latihan yang baik, terarah, teratur dan terprogram. Khusus latihan tendangan dalam prosesnya perlu untuk memperhatikan berbagai cara pelaksanaan tendangan termasuk komponen kekuatan tungkai. Kekuatan merupakan salah satu dasar pada setiap manusia yang harus dimiliki. Kekuatan otot tungkai adalah kemampuan otot tungkai dalam menggunakan tenaga semaksimal mungkin, kekuatan di dalam penelitian ini adalah kemampuan seorang pesilat dalam melakukan pergerakan tungkai menggunakan tenaga semaksimal mungkin. Kekuatan tungkai pada cabang olahraga pencak silat khususnya disaat melakukan gerakan tendangan lurus akan mempengaruhi hasil yang dicapai. Untuk menggerakkan tungkai dan extensor pergelangan kaki adalah otot quadriceps extensor, gastrocnemius dan gluteus maximus. Quadriceps femoris terdiri atas tiga macam otot yaitu rectus femoris, vastus lateralis, dan vastus medialis. Otot ini mempunyai peran untuk mendorong ke depan. Imam Suyudi, (dalam http://imamsuyudihardi76.blogspot.com.. Sedangkan Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan secara sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Harsono, 1988:216). Dalam penelitian ini dijelaskan
H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur, Pengaruh Latihan … 143
bahwa kecepatan yang dimaksud kecepatan reaksi tungkai melakukan tendangan sebelum lawan terlebih dahulu menyerang, karena tendangan yang tidak memiliki kecepatan berpotensi besar memiliki resiko untuk ditangkap kemudian dibanting oleh lawan. Tendangan lurus lebih mudah mengenai sasaran, karena lintasannya lurus ke depan dan perkenaannya pada ujung telapak kaki. Kelemahan dari tendangan ini adalah jika gerak balikan tidak cepat maka sangat mudah untuk ditangkap. Kondisi fisik sangat mendukung terhadap kecepatan tendangan lurus, sehingga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal. Tujuannya adalah agar diperoleh hasil tendangan yang benarbenar optimal, karena metode latihan tendangan lurus yang selama ini diterapkan belum mengarah pada peningkatan kecepatan tendangan yang lebih baik, sehingga perlu solusi yang tepat sesuai dengan kondisi yang ada. Selain itu juga, terbatasnya jam latihan kurang dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa komponen yang sangat mendukung kecepatan tendangan diantaranya dengan latihan berbeban. Karena untuk meningkatkan kecepatan tendangan akan didukung pula dengan terbentuknya power. Seperti yang dikemukakan oleh Harsono (1988:200) menyatakan bahwa: “Power adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat”. Power bisa didefinisikan kecepatan dikalikan dengan jarak. Sehingga dengan latihan beban akan menambah power, secara otomatis kekuatan (daya ledak) akan terbentuk dengan disertai kecepatan. Salah satu
bentuk latihannya Split Squat Jumps yang mengandung unsur kekuatan, kecepatan, power, daya ledak dan kelenturan, serta belum pernah ada latihan fisik untuk meningkatkan kecepatan melalui latihan Split Squat Jumps pada atlet perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Maka dari itu program latihan adalah suatu cara yang bagus untuk menjadi seorang pesilat yang tangguh dan harus mempunyai kemampuan teknik menendang yang baik agar mendapatkan hasil prestasi yang diinginkan. Seorang atlit akan mudah melakukan dan menjalankan teknik tendangan dalam pencak silat. Apabila aspek latihan kekuatan dan kelentukkan otot kaki dijalankan dan terprogram sesuai dengan prinsip-prinsip latihan dari uraian diatas bahwa teknik pencak silat seperti tendangan pada saat bertanding membutuhkan tendangan yang sangat cepat dan kuat untuk mendapatkan poin menjadi seorang pemenang. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapatlah di identivikasikan masalahnya. METODE Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra eksperimen . Tujuan pra eksperimen semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan memanipulasi semu variabel yang relevan (Sugiyono, 2010:110). Adapun rancangan dalam penelitian ini menggunakan The One Group Pretest-Posttest Design, yang maksudnya sekelompok subjek dikenai perlakuan untuk jangka waktu tertentu,
144 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 140-149
sedangkan pengukuran dilakukan sebelum antara pengukuran awal (T1) dan dan sesudah perlakuan diberikan dan pengukuran akhir (T2), dengan skematis pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan sebagai berikut: Tabel 1. Bentuk Desain Penelitian (Sugiyono, 2010:110) Y1 X Y2 Tes Awal
Perlakuan
Keterangan: Y1 : Pretest (tes awal Kecepatan Tendangan Lurus) X : Perlakuan berupa bentuk - bentuk Latihan Split squat Jumps Y2 : Posttest (tes akhir Kecepatan Tendangan Lurus) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel menurut Sugiono (2014:118) adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh atlet pencak silat perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin yang berjumlah 35 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah atlet Pencak Silat Perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Berkenan dengan pemilihan sampel teknik yang digunakan untuk
Tes Akhir
pengambilan sampel menggunakan sampling purposive. Karena dilihat sebagian atlet banyak yang pemula dan banyak yang dibawah usia 12 tahun atau usia dini apalagi ada beberapa atlet yang belum pernah bertanding kemudian juga dilihat sering atau tidaknya mengikuti latihan diperguruan, dengan pertimbangan umur yang harus dipilih berusia minimal 12-19 tahun yang pernah mengalami bertanding, maka dipilihlah beberapa atlet dengan pertimbangan yang sering turun latihan, kemudian pernah mengalami ikut pertandingan dan dipilihlah dengan pertimbangan yang ada usia/umur 12 tahun sampai 19 tahun, sehingga dipilih sampel 10 orang. Menurut Sugiono (2014:124) Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Instrument yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah menggunakan tes dan pengukuran kecepatan tendangan lurus yang mana untuk mengetahui hasil tendangan lurus atlet pencak silat (Johansyah Lubis, 2004:47).
Gambar 1. Tes Kecepatan Tendangan Keterampilan Atlet (Johansyah, 2004: 49)
H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur, Pengaruh Latihan … 145
Tabel 3. Penilaian Kecepatan Tendangan Lurus Keterampilan Atlet (Johansyah, 2004: 49) Katagori Penilaian Putri Putra Baik Sekali >23 >25 Baik 19 – 22 20 – 24 Cukup 14 – 18 15 – 19 Kurang 8 – 13 10 – 14 Kurang Sekali <7 <9 HASIL PENELITIAN Perbandingan hasil tes awal dan kecepatan tendangan lurus setelah diberi tes akhir kecepatan tendangan Lurus latihan split squat jumps dan dapat dilihat pencak silat. Peningkatan kemampuan pada tabel 4 berikut ini: Tabel 2. Perbandingan Data Tes Awal dan Tes Akhir Kecepatan Tendangan Lurus Latihan Split Squat Jumps Pada Atlit Pencak Silat PSHT Banjarmasin. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Nur Fitratun Mutia Agustina Indah Lestari Rizka Ayu Ananda Gusti Khairunnisa Ahmad Fendi Faturrahman M. Risky M. Hafiz Ashari M. Syahri Jumlah Rata-rata Standar Deviasi
Hasil tes Awal Kecepatan Tendangan Lurus (kali) 22 23 24 24 26 28 29 29 30 30 265 26,5 3,06
Sebelum mengadakan analisis dengan menggunakan uji hipotesis, penelitian terlebih dahulu mengadakan uji persyaratan analisis. Uji persyaratan analisis yang dilakukan meliputi: uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan program Microsoft Office Excel 2007.
Hasil tes akhir Kecepatan Tendangan Lurus (kali) 36 39 40 42 43 46 47 47 50 53 442 44,3 5,25
Selisih 14 16 16 18 17 18 18 18 20 23
1. Uji Normalitas Agar dapat mengetahui data sampel berdistribusi normal atau tidak perlu dilakukan suatu pengujian yaitu uji kenormalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan Uji Lilliefors. Hasil Uji Lilliefors tersebut dapat dilihat pada tabel 5 berikut dibawah ini:
146 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember i 2014 hlm. 140-149
Kriteria Uji: Hipotesis nol ditolak apabila harga mutlak dari perhitungan (Lo) lebih besar atau sama dengan harga mutlak
tabel dengan taraf signifikan α = 0,05 dalam hal lain hipotesis diterima.
Tabel 3. Uji normalitas data tes awal dan tes akhir pengaruh kecepatan tendangan lurus latihan split squat jumps pada atlet pencak silat PSHT Banjarmasin. No
Variabel
Lo
Ltabel (α = 0,05) (10)
Kesimpulan
1
X1
0,071
0,258
Normal
2
X2
0,057
0,258
Normal
Keterangan : X1 : variabel hasil tes awal kecepatan tendangan lurus X2 : variabel hasil tes akhir kecepatan tendangan lurus Lo : Harga mutlak yang terbesar Pada tabel di atas hasil uji kenormalan dengan menggunakan uji Lilliefors dapat disimpulkan bahwa data hasil tes awal dan tes akhir berdistribusi normal. i. Uji Homogenitas Untuk mengetahui apakah dua data
sampel itu homogen atau tidak perlu dilakukan uji homogenitas dan sampel dalam penelitian ini. Hasil dari uji homogenitas dalam penelitian dilakukan uji homogenitas data sampel dalam penelitian ini. Hasil dari uji homogenitas ini dapat dilihat pada tabel 4 berikut dibawah ini: Kriteria pengujian: “tolak 2 2 hipotesis Ho jika χ ≥ χ (1- α) (k-1), dimana χ2 (1- α)(k-1) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1α) dan dk = (k-1), (Sudjana, 2002 : 263)”
Tabel 4. Uji homogenitas gabungan varians populasi tes awal dan tes akhir kecepatan tendangan lurus degan latihan split squat jumps pada atlit pencak silat PSHT Banjarmasin. Hipotesis Ho : σχ1= σχ2 Hi : σχ1 ≠ σχ2
dk
2 Χ0
Χ02 (α=0,05)
Kesimpulan
1
1,04
2,49
Homogen
Keterangan: Ho : Hipotesis Nol (0) Hi : Hipotesis Alternatif σX1 : varians populasi variable tes awal (X1) σX2 : varians populasi variable tes akhir (X2) dk : dearajat kebebasan 2 χo : Chi-kuadrat hasil perhitungan
χ2 (α = 0,05)(1) : Chi-kuadrat tabel dengan taraf signifikan α = 0,05 Pengujian Hipotesis Untuk mempermudah menarik kesimpulan maka dilakukan perhitungan dengan cara statistik, yaitu dengan melakuakan uji rata-rata atau uji t, untuk menerima atau menolak hipotesis nol
H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur, Pengaruh Latihan … 147
akan membandingkan harga t perhitungan dengan harga tabel, dengan taraf α = 0,05, kriteria pengujian “Terima Ho jika t < t0 – α dan tolak Ho jika t mempunyai hargaharga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t ialah (n1 + n2 – 2) dengan
peluang (1 – α), (Sudjana, 2002 : 143)”. Hasil pengujian uji hipotesis dari data pengaruh kecepatan tendangan lurus latihan split squat jumps pada atlet pencak silat PSHT Banjarmasin dirangkumkan pada table 5 di bawah ini:
Tabel 5. Uji Hipotesis Dua Rata-rata dengan Uji Satu Pihak Terhadap Pengaruh Kecepatan Tendangan Lurus Melalui Latihan Split Squat Jumps Pada Atlit Pencak Silat Perguruan Persaudaraan Setia Hati Hat Iterate (PSHT) Banjramasin. Hipotesis H0 : σ x1 = σ x2 Hi : σ x1 ≠ σ x2
Df
To
<α
Kesimpulan
18
0,00000000144
0,05
Ho Ditolak
Keterangan : Ho : Hipotesis Nol (0) Hi : Hipotesis Alternatif μ X1 : rata-rata populasi Variabel tes awal (X1) μ X2 : Rata-rata populasi Variabel tes akhir (X2) Dk : Derajat kebebasan To : Uji-t hasil Perhitungan tα = 0,05) : Uji-t tabel dengan taraf signifikan ( α = 0,05) PEMBAHASAN Hasil pengujian persyaratan analisis menunjukkan bahwa populasi penelitian berdistribusi normal dan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan statistic uji T hasilnya signifikan atau latihan Split Squat Jump berpengaruh terhadap kecepatan tendangan lurus pada atlet pencak silat perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Hal ini dapat diketahui karena T hitung (To) = 0,00000000144 > T table (α = 0,05 dan n = 10).
Pada tes awal kecepatan tendangan lurus sebelum diberikan perlakuan dengan latihan Split Squat Jump pada Atlet Pencak Silat Perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Banjarmasin nilai rata-rata tes awal (X1) = 26,5. Setelah diberikan perlakuan latihan Split Squat Jump kemudian dilakukan tes akhir kecepatan Tendangan Lurus (X2) mengalami peningkatan sebesar = 44,5. Dengan hasil tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa dengan latihan Split Squat Jump dapat meningkatkan kecepatan tendangan lurus dan dapat dikatakan bahwa hasil tersebut mendukung teori, dengan latihan plyometris yang salah satunya split squat jump dapat meningkatkan kecepatan tendangan lurus pencak silat. Karena latihan split squat jump yang gerakannya mengarah kepada proses tendangan lurus pencak silat maka dipilihlah latihan tersebut untuk mengukur apakah ada peningakatan sebelum dan sesudah latihan split squat
148 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 140-149
jump diberikan. Dan hasil yang diperoleh ada peningkatan kecepatan dengan latihan split squat jump. Dengan intensitas tinggi dalam latihan Split Squat Jump ini hampir semua atlet dapat melakukan semua bentuk latihan tersebut dengan maksimal dan kondisi fisik yang bagus tidak terlihat kelelahan yang berarti oleh karena faktor kebiasaan dan mendapatkan pengalaman latihan yang banyak serta sudah mengikuti latihan yang panjang sehingga terlihat jelas terjadinya peningkatan yang maksimal, dari 10 atlet yang hampir ratarata berada dikategori baik. Teknik kecepatan tendangan yang baik dapat memperbanyak point, dengan kecepatan tendangan yang baik dapat memaksimalkan atlet dalam setiap pertandingan untuk mendapatkan point. Dapat disimpulkan dari 10 atlet yang dilatih, mengalami peningkatan kecepatan tendangan dengan latihan Split Squat Jump pada taraf masing-masing kategori diatas rata-rata cukup. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa: Latihan Split Squat Jumps memberikan pengaruh yang signifikan terhadap Kecepatan Tendangan Lurus pada Atlit Pencak Silat Perguruan Persaudaraan Setia Hati Hati Terate (PSHT) Banjarmasin. Terkait dengan kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini maka, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut; 1. Bagi atlet, menambah wawasan dan pengetahuan untuk meningkatkan kecepatan tendangan lurus dengan latihan Split Squat Jump.
2. Bagi Pelatih Atlet hendaknya menggunakan latihan Split Squat Jumps karena dapat meningkatkan kecepatan tendangan lurus pada atlet pencak silat 3. Bagi perguruan pencak silat persaudaraan setia hat iterate (PSHT), hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mendapatkan atlet yang berprestasi dan sebagai bahan masukan untuk menyusun program latihan serta pelatihan-pelatihan yang terkait untuk meningkatkan kualitas pelatih. 4. Bagi peneliti selanjutnya dapat dijadikan acuan bagi penelitinya agar dapat melakukan dan mengembangkan penelitian – penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini sehingga penelitian yang diperoleh akan lebih baik dan sempurna sehingga dapat membantu peneliti untuk dapat menjadi seorang pelatih. DAFTAR PUSTAKA Ambarukmi, D.H. 2007. Pelatihan Pelatih Level 1. Jakarta. Berry, Norman. 07/10/2014. (http://carapedia.com/pengertian_d efinisi_pengaruh_info2117.html) Chu, Donald A. Jumping Into Plyometrics. H.M. Yusuf Hadisasamita, Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta: Depdibud & Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Proyek Pendidikan Akademi. Harsono. 1988. Coaching dan Aspekaspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: CV.Tambak Kusuma.
H. Syamsul Arifin & Wahyudin Nur, Pengaruh Latihan … 149
Jumiyatun. 10/07/2014 (http://engkoskosasih.wordpress.c om/author/engkoskosasih/page/2/) Lubis, Johansyah. 2004. Instrumen Pemanduan Bakat Pencak Silat. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Olahraga. Lubis, Johansyah. 2013. Panduan Praktis Penyusunan Program Latihan. Jakarta: Kharisma Putra Utama Offset. Mayasari, Endang. 2012. Skripsi, Pengaruh Latihan Plyometrics Terhadap Kecepatan Tendangan Sabit Pada Atlet Pencak Silat Perguruan Panca Warna Banjarmasin. JPOK Fkip Unlam Pesurney, Paulus. 2006. Latihan Fisik Olahraga. Komisi Pendidikan & Penataran Koni Pusat. PB IPSI. 1999. Latihan Kondisi Fisik Bagi Atlit Pencak Silat. Jakarta. PB IPSI. 2012. Peraturan Pertandingan Pencak Silat. Jakarta. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2014. Banjarbaru. JPOK FKIP UNLAM Sajoto. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik Dalam
Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Shadiqin, AR. 2001. Pengaruh Latihan Aerobik Intensif Interval Terhadap Respons Imun di Titik Defleksi Denyut Nadi. Program Pascasarjana, Unair-Surabaya. Sucipto. 2001. Pendekatan Keterampilan Taktis Dalam Pembelajaran Pencak Silat Konsep & Metode. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Olahraga. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sukardi. 2003. Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: PT. Bumi Aksara. Sukadiyanto. 2005. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik. Yogyakarta: FIK, UNY. W.J.S Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka. Wikipedia 15/07/2014 (http://id.wikipedia.org/wiki/Ikata n_Pencak_Silat_Indonesia
EVALUASI PEMBINAAN OLAHRAGA RENANG DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BANJARMASIN Nurdiansyah Jl. Taruna Praja Raya No 1 A Banjarbaru Kota Banjarbaru E-mail:
[email protected] Abstract: The purpose of this study are (1) assess the achievement of coaching swimming program in South Kalimantan, (2) assessing the implementation of training programs in South Kalimantan swimmer, (3) examine the role of the coach in improving swimmer in South Kalimantan Province, (4) examine the role of regional board helps to improve performance in sports in swimming in South Kalimantan, (5) assess the facilities and infrastructure owned by the swimmer in South Kalimantan, (6) assessing the community and government support to the provincial sports performance enhancement in athletes swimming in South Kalimantan Province, (7) examines owned swimming achievements by athletes in the province of South Kalimantan. This type of research is the study of evaluation, using a survey method. Evaluation research model used is the model CIPP (context, input, process, and product). Analysis data using the flow model methods. The validity of data from the results of the evaluation carried out by testing the credibility of the data, testing the data transferability, dependability test data, and test the data confirmability.The results of the study with the CIPP model evaluation showed that (1) Context, show support KONI, the Government and people still need to be increased again. (2) Input, trainer resources, facilities, training programs still need improvement. (3) process, needs improvement process select activities ranging from training to implementation (4) Product, needs to increase more as a national achievement as an indicator of the well has not been achieved. The conclusions of the research is the process of coaching swimming in South Kalimantan in general is low, either from views of Context, Input, Process and Product. Based on the 1-4 scale ratings were in the range of 2.8 Context of less categories, input is in the range 2.4 less category, process is in the range 2.6 less category, and the Product is in the range 2.1 less category. Key words: Evaluation, developing, sports, swimming Abstrak: Evaluasi Pembinaan Olahraga Renang Di Provinsi Kalimantan Selatan Banjarmasin. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengkaji program pembinaan prestasi renang di Kalimantan Selatan, (2) mengkaji pelaksanaan program latihan atlet renang di Kalimantan Selatan, (3) mengkaji peran pelatih dalam meningkatkan atlet renang di Provinsi Kalimantan Selatan, (4) mengkaji peran pengurus daerah dalam ikut meningkatkan prestasi olahraga renang di Kalimantan Selatan, (5) mengkaji sarana dan prasarana yang dimiliki oleh atlet renang di Kalimantan Selatan, (6) mengkaji dukungan masyarakat dan pemerintah provinsi terhadap peningkatan prestasi olahraga renang pada atlet di Provinsi Kalimantan Selatan, (7) mengkaji prestasi renang yang dimiliki oleh atlet di Provinsi Kalimantan Selatan. Jenis penelitian adalah penelitian evaluasi, dengan menggunakan metode survey. Model penelitian evaluasi yang digunakan adalah model CIPP (context, input, process, and product). Context meliputi aspek pemerintah, organisasi, klub, dan masyarakat. Input meliputi aspek pelatih, atlet, sarana, program latihan dan kepelatihan. Analisis data dengan menggunakan model metode alir. Keabsahan data dari hasil evaluasi dilakukan dengan cara uji kredibilitas data, uji transferabilitas data, uji depentabilitas data, dan uji konfirmabilitas data. Hasil penelitian dengan evaluasi model CIPP menunjukkan bahwa (1) Context, menunjukkan dukungan KONI, Pemerintah dan masyarakat masih perlu di tingkatkan lagi. (2) Input, sumber daya pelatih, sarana, program latihan masih perlu peningkatan. (3) Process, perlu peningkatan proses kegiatan mulai dari perseleksian sampai pelaksanaan pelatihan (4) Product, perlu peningkatan yang lebih karena prestasi nasional sebagai indikator
150
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 151
belum tercapai dengan baik. Simpulan dari penelitian adalah proses pembinaan renang di Kalimantan Selatan secara umum masih rendah, baik dilihat dari Context, Input, Process dan Product. Berdasarkan penilaian skala 1-4 maka Context berada pada rentang 2,8 kategori kurang, Input berada pada rentang 2,4 kategori kurang, Process berada pada rentang 2,6 kategori kurang, dan Product berada pada rentang 2,1 kategori kurang. Kata Kunci: Evaluasi, pembinaan, olahraga, renang
PENDAHULUAN Ada beberapa faktor yang diperoleh peneliti sebagai survei awal yang dapat dijadikan pengembangan dalam kajian evaluasi peneliti. Pertama pendekatan ilmiah berbasis Iptek yang berkembang pada saat ini tidak lepas sebagai pengkajian dan penelitian, demikian juga untuk mencapai prestasi nasional di cabang olahraga renang, sejauh ini dalam pembinaannya di Kalimantan Selatan (Kalsel) masih belum memanfaatkan hal tersebut. Kedua, pemassalan olahraga sejak dini yang ada di Kalsel masih belum melibatkan berbagai potensi diri anak-anak. Ketiga, sarana di Kalsel terkait pengembangan olahraga renang masih minim, padahal di Kalsel dikenal sebagai kota seribu sungai, yang artinya masyarakat sudah hidup dengan air, terbiasa dengan air, otomatis secara geografis alam sudah mendidik masyarakat untuk bisa berenang sejak dini, tetapi fakta justru berkata lain. Maka seharusnya program pembinaan khusus yang ada di Kalsel tidak terlepas dari sorotan dan kajian evaluasi pembinaan prestasi olahraga renang yang sudah menyatu dengan masyarakat dan kondisi geografisnya, sehingga wilayah tersebut merupakan bagian yang tidak terlepaskan untuk dievaluasi. Keempat, di Kalsel ada universitas yang memiliki potensi pengembangan olahraga, karena
ada jurusan yang mengembangkan ilmu keolahragaan, namun apa yang terjadi keberadaannya masih belum maksimal untuk membantu pembinaan di cabang olahraga renang di Kalsel. Dari masalah-masalah yang merupakan temuan dari peneliti, dapat dijadikan acuan mengapa evaluasi pembinaan olahraga menjadi penting dilakukan di Kalsel. Diketahui bahwa untuk pembinaan atlet olahraga prestasi khususnya olahraga renang, diperlukan dukungan dari semua pihak. Selain itu ada kajian lain yang disampaikan oleh Ketua PRSI Kalsel bahwa masa keemasan atlet renang dan loncat indah Kalsel harus kita raih kembali, seiring makin bertambahnya sarana-prasarana olahraga renang di daerah (KONI Kalsel, 2010). Dari pernyataan Ketua PRSI Kalsel diambil suatu makna bahwa Kalsel pernah berjaya di cabang olahraga renang, ingin bangkit lagi, artinya ada pembinaan yang kurang tepat sehingga kejayaan itu justru pernah lepas dari Kalsel, ini peran strategis yang sangat fundamental perlunya evaluasi pembinaan olahraga renang di Kalimantan Selatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dituliskan beberapa tujuan dalam penelitian ini antara lain adalah utnuk: 1. Mengkaji program pembinaan prestasi renang di Kalsel.
152 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
2. Mengkaji pelaksanaan program latihan atlet renang di Kalsel.. 3. Mengkaji peran pelatih dalam meningkatkan atlet renang di Kalsel 4. Mengkaji peran pengurus daerah dalam ikut meningkatkan prestasi olahraga renang di Kalsel. 5. Mengkaji sarana dan prasarana yang dimiliki oleh atlet renang di Kalsel. 6. Mengkaji dukungan masyarakat dan pemerintah Provinsi terhadap peningkatan prestasi olahraga renang pada atlet di Kalsel. 7. Mengidentifikasi prestasi renang yang dimiliki oleh atlet di Kalsel. METODE Penelitian ini menerapkan rancangan penelitian evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan metode survei. Model atau disain evaluasi yang dipilih adalah model Context, Input, Process dan Product (CIPP) (Slamet, 1999, Arikunto, Cepi 2004, Wirawan, 2009, Sufflebeam, 1983). Fenomena yang diamati ditafsirkan dan diberi makna. Desain ini dipilih karena model CIPP merupakan model evaluasi program yang mencakup seluruh komponen sistem pengelolaan pelatihan (Setiono, 2005), termasuk renang, sehingga hasil evaluasi dapat menyajikan informasi tentang kekurangan dan keunggulan setiap komponen sistem yang ada. Komponen context sangat menentukan proses pembinaan atlet, sebab prestasi atlet tidak terbatas sebagai suatu prestasi individu tetapi sebagai prestasi daerah dengan melihat potensi masyarakat, klub, pengurus dan pemerintah. Komponen input calon pelatih dan calon atlet sangat mutlak
untuk persyaratan awal pembinaan prestasi pelatih atlet renang sehingga sangat diperlukan input yang memenuhi kriteria calon pelatih renang. Sedang input atlet juga sangat menentukan pengembangan program pembinaan renang. Komponen input yang lain berkaitan dengan pelatihan pelatih untuk menunjang pencapaian kompetensi pelatih dan prestasi atlet renang profesional. Komponen process menganalisis berbagai hasil yang diperoleh dari input dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan dengan didasari kajian dan validasi ahli. Komponen product merupakan efektivitas hasil pengolahan komponen context, input dan process. Product juga sebagai gambaran dari kualitas penyelenggaraan program latihan pelatih dan pelatihan atlet. Penelitian dilakukan di Provinsi Kalimantan Selatan yang meliputi 13 Kabupaten dan Kota, yaitu: Banjarmasin, Martapura/Banjar, Banjarbaru, Rantau/ Tapin, HSS/Kandangan, HSU/Amuntai HST/Barabai, Tala/Plaihari, Balangan, Tanah Bumbu, Tanjung/Tabalong, Marabahan/Batola, dan Kotabaru. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kinerja pelatih dan program pembinaan atlet renang yang menjadi sasaran penelitian. Informasi mengenai kinerja pelatih ini dimanfaatkan sebagai starting point dalam melakukan evaluasi terhadap sistem pelatihan atlet renang baik menyangkut CIPP. Penentuan responden atau sumber data seperti dalam penelitian ini mengacu pendapat Arikunto (2004) disebut dengan
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 153
model “Tiga P” yaitu: Person (orang), Paper (sumber tertulis) dan Place (tempat). Adapun subjek penelitian adalah sebagai berikut: Subjek penelitian ini ditetapkan atas dasar tujuan penelitian (purposive). Sumber data penelitian diperoleh dari seluruh aspek yang terkait dengan penyelenggaraan komponen sistem pelatih dan atlet renang di Provinsi Kalimantan Selatan. a) Ada empat jenis instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Angket, digunakan untuk mengungkap data (kepengurusannya, pelatih, dan atlet) dalam pembinaan olahraga renang di Provinsi Kalimantan Selatan. b) Observasi, digunakan untuk mengungkap data yang lebih rinci terkait dengan kondisi sarana prasarana dan proses pembinaan atlet renang. c) Dokumentasi, sebagai data sekunder diperoleh melalui arsip data yang dimiliki KONI PRSI Kalimantan Selatan. d) Wawancara cara pengumpulan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan. Angket dan lembar observasi yang mencakup aspek, pengurus/ pembina, pelatih, atlet dan program pengurus/pembina, pelatih, atlet dan program latihan renang untuk atlet. Ada 160 butir pertanyaan yang ada dilakukan penyeleksian pertanyaan yang melibatkan beberapa pelatih renang yang ada di Kalimantan Selatan, kemudian dilanjutkan dengan melakukan validasi ahli pada beberapa pakar. Beberapa pakar tersebut antara lain Dr. Sugeng Purwanto dari FIK UNY Yogyakarta dan Drs. Athar Zawawi, M.Kes dari FKIP UNLAM
Banjarmasin (Pelatih Senior Renang dan Sekretaris PRSI Kalimantan Selatan). Dengan tujuan untuk memvalidasi setiap butir instrumen yang ada dan untuk lembaran validasi oleh para ahli terlampir. Peneliti mengambil data pada subjek penelitian melalui angket. Setiap kelompok subjek penelitian mengisi angket untuk memberikan penilaian tentang kualitas program pelatihan pelatih dan atlet renang. Dalam tahap ini penilaian didasarkan pada pendapat subjek penelitian tentang kualitas pelatihan yang mencakup: (a) kondisi context pelatihan; (b) kondisi input pelatihan; (c) kualitas process, terutama proses pelatihan yang diselenggarakan di Pelatihan pelatih renang. (d). Kualitas output dilihat dari kompetensi pasca pelatihan. Teknik pengisian angket pada tahap survei dilakukan dengan cara serempak (bersama-sama) untuk seluruh subjek penelitian. Teknik pengisian secara bersama-sama dan dipandu langsung oleh peneliti, dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan persepsi terhadap substansi angket dan meniadakan pengisian yang tidak benar, sehingga akan diperoleh kebenaran data. Sasaran angket adalah angket untuk para pelatih, kemudian angket untuk para atlet dan angket untuk pengurus renang yang ada di setiap kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan. Data yang diperoleh dari angket untuk para pelatih adalah data diri berupa profil pelatih, sertfikasi pelatih, kompetensi pelatih, pengetahuan yang dimiliki pelatih Data untuk atlet yang diperoleh meliputi identitas atlet, data
154 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
persiapan atlet, data berupa proses pelatihan atlet. Tahap Observasi Pada tahap ini, peneliti melakukan penelusuran kelengkapan data melalui observasi. Observasi dalam menggunakan instrumen check list untuk mencatat hasil amatan. Observasi dilakukan oleh penelili, dengan dibantu oleh observer pembantu dua orang. Observer pembantu adalah tenaga akademisi dari program studi pendidikan olahraga minimal berkualifikasi pendidikan S-2. Untuk observasi diperoleh beberapa data meliputi kondisi sarana selama pelatihan yang digunakan atlet, kegiatan pelatihan yang dilakukan pelatih, dan program latihan yang dirancang pelatih, serta profil pengelola di setiap kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan selatan yang mengacu pada pedoman observasi. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Adapun data yang diperoleh dari tahap dokumentasi berbentuk tulisan misalnya catatan harian pelatih dan pengelola, sejarah kehidupan (life histories) pelatih dan atlet, kriteria seleksi atlet oleh pelatih, biografi pelatih, peraturan selama pelatihan untuk atlet, serta kebijakan yang dikeluarkan oleh pengelola atau pengurus. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto kegiatan pelatihan, gambar hidup berupa video pelatihan. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif dengan menggunakan alat berupa daftar checklist. Analisis data menggungakan model Alir (Purwanto, 2011), meliputi
kegiatan mengerjakan data, menatanya, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mencari pola, menemukan apa yang akan dilaporkan. Analisis data dapat dilakukan setiap saat pengumpulan data di lapangan secara berkesinambungan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi, dilanjutkan dengan langkah abstraksi teoretis terhadap informasi lapangan, dengan melihat hasil pernyataan-pernyataan yang sangat memungkinkan dianggap mendasar dan universal. PEMBAHASAN Berdasarkan analisis data yang diperoleh secara umum digambarkan bahwa kondisi pembinaan olahraga renang yang ada di Kalimantan Selatan pada umumnya masih kurang, baik dari sisi Context, Input, Process maupun Product. Grafik, Gambaran Umum Evaluasi Pembinaan Olahraga Renang di Kalsel 4 3 2 1 0
Baik Cukup Kurang
1. Contexts Berdasarkan hasil pada temuan maka kalau diambil rata-rata dalam 4 dimensi, Contexts dapat diambil suatu garis besar, pertama bahwa klub yang ada di Kalsel mempunyai potensi yang besar untuk dapat dikembangkan secara lebih luas, dan dapat ditingkatkan dengan cara
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 155
memperluas jangkauan kepada masyarakat untuk berolahraga khususnya olahraga renang Kedua dukungan masyarakat dalam olahraga renang, ada harapan untuk bisa dijadikan kebanggaan, Kalsel dapat dijadikan pusat unggulan pengembangan prestasi renang nasional. Tingkat kesadaran masyarakat terus ditingkatkan sampai menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang bangga dengan olahraga renang dan prestasi renang. Ketiga dukungan pemerintah daerah yang terus menggelorakan olahraga renang menjadi hal yang menarik, apalagi ada program dari Gubernur Kalsel untuk seluruh masyarakat di Kalsel untuk bebas berenang seluruh kolam renang yang ada tanpa biaya atau gratis dua bulan untuk pelajar. Secara konteks baik dari masyarakat, pemerintah, dan georafis yang ada sangat mendukung, potensi itu apalagi Kalsel pernah meraih kejayaan di olahraga renang. Maka evaluasi dari konteks memang masih rendah, namun masih dapat ditingkatkan dan dikembangkan dengan berbagai strategi. Keempat dukungan pengurus dalam hal PRSI masih perlu dikuatkan lagi, dengan kondisi klub yang ada menunjukkan bahwa peran PRSI harus lebih kuat lagi untuk banyak melahirkan klub yang baik, membina dengan proses yang tepat dan standarisasi yang tepat, termasuk klub lama yang perlu disegarkan lagi dengan sentuhan dari PRSI, jika empat peran penting dalam input yakni klub, pemerintah, masyarakat, pengurus bersinergi maka secara konteks akan mampu memberikan kontribusi besar untuk melahirkan input yang baik dan profesional.
Dari penjelasan tentang Contexts, maka dapat diambil suatu ringkasan bahwa perlu peningkatan peran pemerintah, masyarakat, klub dan pengurus untuk menggalakkan renang di Kalimantan Selatan sehingga masyarakat makin kenal renang dan berujung pada partisipasi masyrakat yang tinggi yakni datangnya calon atlet yang berkualitas tinggi. Input Hasil evaluasi pada komponen input juga rendah, hal tersebut tidak lepas dari empat komponen utama yakni atlet, pelatih, sarana dan program. Pertama adalah komponen pelatih, kalau melihat pemaparan data yang ada menunjukkan beberapa pelatih renang yang tersebar di beberapa Kabupaten di Kalsel, ada 25 pelatih renang yang tersebar di Kalsel, dan hanya ada 22 yang berlisensi, dan hanya satu orang saja yang berlisensi B, sedangkan lainnya berlisensi C. Untuk ukuran kabupaten maka lisensi C setidaktidaknya harus berapa orang agar bisa membantu pembibitan calon atlet renang yang bisa bertaraf nasional dan internasional. Sementara itu dari 22 pelatih tersebut yang memiliki pelatih berlisensi B hanya 1 orang, pertanyaan yang muncul adalah apakah di satu provinsi apakah cukup hanya 1 pelatih yang berlisensi nasional untuk mendukung terbentuknya atlet berpotensi nasional. Setidak-tidaknya dari PRSI atau Menpora atau KONI di skala nasional memiliki target per kabupaten/kota atau provinsi seharusnya ada berapa pelatih yang ideal untuk level B dan C. Jika memang ada target ideal maka agar mencapai target ideal tersebut diperlukan
156 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
pelatihan serfikasi pelatih yang konsisten, salah satu dimensi kepelatihan adalah kemampuan olahraga (Shafiei and Goodarzi, 2009), dibuktikan dengan sertifikat, hal tersebut terbuka bagi semua pelatih baik provinsi maupun kabupaten kota. Kalau merujuk pada Kriteria 1 sampai 7 yang ada di pembinaan olahraga renang di NCCP Swimming Canada (CSCTA (Canadian Swimming Coaches and Teachers Association, 2011)., maka kriteria 1 adalah fokus pada kompetensi pelatih, dengan demikian pelatih yang ada di Kalsel masih perlu ditingkatkan dengan peningkatan level sertifikat pelatih atau penyegaran konsep-konsep kepelatihan yang baru di renang. Kedua adalah komponen atlet, program pembinaan cabang olahraga renang di Kalsel sesuai program kerja PB PRSI, yang telah dijabarkan kepada Pengurus Provinsi, Pengurus kabupaten dan kota se-Kalsel yang diintegrasikan dengan program pembinaan masingmasing. Adapun kegiatan sistem pembinaan secara berurutan ditampilkan sebagai berikut: (1) pemassalan, (2) pembibitan, (3) pemanduan bakat, dengan memperhatikan kelompik umur perenang (Pedro, dkk, (4) pembinaan dan (5) sistem latihan. Sistem pembinaan olahraga renang mempunyai sistem pembinaan olahraga berdasarkan piramida olahraga. Sistem pembinaan berdasarkan piramida adalah suatu pembinaan yang berjenjang dari lapisan bawah (pemassalan), kemudian dilanjutkan secara berkesinambungan ke lapisan tengah (pembibitan terus berjenjang ke atas ke puncak piramida (pembinaan prestasi) (Bompa, 1994).
Untuk 1 Provinsi hanya memiliki 9 atlet dan mampu menorehkan prestasi dengan hasil yang memadai hanya 1 orang, maka dari sudut input masih kurang dalam hal pembinaan olahraga renang di Kalsel, kalau mengkaji pembinaan olahraga nasional di Indonesia dilakukan melalui beberapa jalur, yaitu: (1) mulai Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi, (2) induk organisasi cabang-cabang olahraga, (3) organisasi olahraga profesional dan (4) organisasi olahraga yang ada di masyarakat. Program pembinaan olahraga renang di Kalsel difokuskan kepada usia dini melalui sekolah-sekolah, sejauh mana hal tersebut berhasil? Dengan jumlah pelatih yang ada dan jumlah atlet yang terseleksi untuk ikut nasional menunjukkan bahwa pembinaan atlet walaupun ada di level SD sampai PT masih sangat kurang. Olahraga pretasi dilaksanakan melalui proses pembinaan dan pengembangan secara terencana, berjenjang, dan berkelanjutan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan, oleh karena itu untuk memajukan olahraga prestasi khususnya untuk mendapatkan input atlet yang baik maka perlu peran pemerintah, pemerintah daerah, dan atau masyarakat dengan cara mengembangkan: (1) perkumpulan olahraga; (2) pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan; (3) sentra pembinaan olahraga prestasi; (4) pendidikan dan pelatihan tenaga keolahragaan; (5) prasarana dan sarana olahraga prestasi; (6) sistem pemanduan dan pengembangan bakat olahraga; (7) sistem informasi keolahragaan; dan (8)
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 157
melakukan uji coba kemampuan prestasi olahragawan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional sesuai dengan kebutuhan (UU SKN pasal 20 ayat 3-5). Atlet renang yang berprestasi di tingkat nasional, ada 9 atlet yang mengikuti kejuaran nasional namun hanya 1 orang yang berhasil meraih medali dalam kejuaraan nasional. Dari jumlah pelatih dan jumlah atlet berprestasi tidak sebanding dengan prestasi yang diraih, maka pembinaan atlet secara berjenjang, kompetensi pelatih terus harus dikembangkan di Kalsel agar bisa mengubah prestasi atlet menjadi lebih baik lagi. Dari kondisi prestasi atlet tersebut maka seharusnya seorang pelatih bisa mengantarkan 2 atau 3 atlet untuk bisa mencapai prestasi nasional, apabila ada 25 pelatih minimal ada 50-60 atlet yang bisa bergabung di ajang nasional. Melihat kondisi atlet kalau merujuk pada kriteria yang dikembangkan dalam pembinaan olahraga renang NCCP yakni National Certification Coach Program masuk dalam kriteria 6 yakni mendeteksi dan memperbaiki kesalahan keterampilan dasar. Atas dasar itulah maka peran pelatih begitu penting untuk prestasi atlet. Ketiga adalah komponen sarana prasarana, dari data yang diperoleh terlihat di setiap kabupaten hanya ada 1 kolam renang, dan ada 1 kabupaten yang tidak ada kolam renang sama sekali, dengan jumlah penduduk, dan sarana yang ada tentu untuk melahirkan atlet sangat sulit penyeleksiannya, dan hanya merangkul beberapa klub saja. Atas dasar itulah maka komponen sarana harus ditambah dan diperbanyak.
Komponen ke empat adalah program latihan, atlet dan pelatih dengan dukungan sarana yang memadai akan maksimal dengan program latihan yang baik, namun program latihan yang baik tanpa didukung sarana yang memadai akan sulit, maka atas dasar itulah perlunya pengembangan sarana yang memadai untuk mendukung penjaringan atlet. Dari pemaparan tentang input maka dapat diambil suatu ringkasan bahwa peran pelatih begitu besar untuk melahirkan atlet yang berkualitas melalui program latihan yang memadai dengan dukungan sarana prasarana yang cukup. Sehingga perlu ada peningkatan pelatih, pengembangan sarana dan kualitas program latihan sehingga diperoleh atlet yang bagus, dengan pembinaan yang bagus pula. Proses. Proses dari hasil evaluasi dinilai rendah, ada empat komponen yakni, pertama system seleksi atlet, kalau merujuk pada hasil analisis tentu ada penyebabnya, proses dinilai rendah bisa dilihat dari hasil berupa perolehan medali dalam berbagai ajang kompetisi nasional dan kondisi pelatih, dari dua hal tersebut sudah dapat dijadikan indikasi betapa masih perlunya proses pembinaan yang bagus. Kalau mengkaji penjelasan UUSKN sistem pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional ditata sebagai suatu bangunan sistem keolahragaan yang pada intinya dilakukan pembinaan dan pengembangan olahraga yang diawali dengan tahapan pengenalan olahraga, pemantauaan dan pemanduan, serta pengembangan bakat dan peningkatan prestasi. Pentahapan tersebut
158 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
diarahkan untuk pemassalan dan pembudayaan olahraga, pembibitan, dan peningkatan prestasi olahraga pada tingkat daerah, nasional dan internasional. Jadi dari konsep tersebut untuk seleksi atlet diawali dari proses yang cukup panjang tidak asal seleksi, namun melalui tahapan pengenalan, pemantauan, dan pemanduan serta pengembangan. Kedua adalah komponen pembuatan program, mencermati lebih jauh mengenai program pembinaan olahraga renang di Kalimantan Selatan sebenarnya menjanjikan. Namun sayangnya hal itu baru berhenti pada tataran kuantitas, belum secara signifikan mengarah pada wilayah kualitas. Bagaimana tidak? Data yang berhasil dihimpun menunjukkan minimal ada 10 kabupaten/kota yang sampai saat ini aktif melakukan kegiatan pembinaan. Dengan hitungan kasar setiap tahun akan ada berapa atlet potensial yang akan terlahir di Kalsel. Sekali lagi sayangnya potensi secara kwantitas yang ada belum mampu diaktualisasikan menjadi potensi dalam artian kualitas. Hampir bisa dikatakan justru ditengah begitu besarnya potensi sumber daya yang ada, prestasi yang dicapai oleh PRSI Kalsel senatiasa belum memberikan hasil yang menggembirakan. Program latihan sudah disusun dengan menggunakan prinsip-prinsip latihan, Hasil langsung dari sistem dan program latihan yang berkualitas tinggi dapat meningkatkan prestasi menjadi lebih tinggi (Bompa, 1994). Kualitas latihan tidak tergantung pada pelatih saja melainkan oleh banyak faktor. Oleh karena itu, semua faktor dapat meningkatkan kualitas latihan lebih efektif dan secara tetap diperbaiki, seperti
fasilitas dan kemampuan atlet, termasuk program latihan. Ketiga adalah komponen keterlaksanaan program, di dalam klub olahraga dan pengurus olahraga renang (PRSI) terdapat proses kegiatan pembinaan olahraga yang menjadi dasar serta melandasi pembinaan pada tingkat organisasi yang lebih besar. Pembinaan olahraga yang ada pada klub olahraga antara lain: a) penerimaan anggota baru berupa atlet junior yang berperan sebagai kader penerus kelangsungan peningkatan prestasi olahraga, b) tempat pembinaan latihan mulai tingkat pengenalan teknik gerak dasar sampai latihan olahraga untuk menuju prestasi, c) klub olahraga tempat wadah penelitian dan pengembangan ilmu olahraga, d) klub olahraga wadah para pelatih dan ilmuwan olahraga untuk mengaplikasikan ilmu yang dimiliki, e) klub olahraga merupakan unsur dan unit organisasi pembinaan olahraga yang terkecil untuk membina pembinaan dan manajer olahraga yang akhirnya dikembangkan dan ditingkatkan pada strata pembina dan manajer yang bertaraf nasional maupun internasional. Program adalah rancangan mengenal asas-asas (dasar cita-cita) serta usaha-usaha yang akan dijalankan. Program latihan adalah seperangkat kegiatan dalam berlatih yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh atlet, baik mengenai jumlah beban latihan maupun intensitas latihannya. Latihan adalah proses yang sistematis dan berlatih yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan serta intensitas latihannya. Usaha untuk mencapai prestasi optimal di pengaruhi
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 159
oleh kualitas latihan, sedangkan kualitas latihan ditentukan oleh berbagai faktor pendukung antara lain: (1) kemampuan dan kepribadian pelatih; (2) fasilitas dan peralatan; (3) hasil-hasil penelitian; (4) kompetisi; dan (5) kemampuan atlet yang meliputi bakat dan motivasi, serta pemenuhan gizi dan gaya hidup atlet. Program latihan olahraga renang di Kalsel umumnya berbasis pada keberadaan Pelatprov Sentralisasi “Wasaka” Kalsel. Menjawab permasalahan prestasi renang di Kalimantan Selatan yang cenderung menurun hal tersebut terjadi salah satunya karena kurangnya fasilitas sarana dan prasarana. Fenomena kontradiktif sekali lagi muncul dalam bidang ini. Ketika pengurus ditanya mengenai program, renstra, serta beberapa kelengkapan orientasi organisasi yang lain, ternyata dikatakan belum sempat disusun. Hal ini agak aneh kiranya bahwasannya sebuah organisasi yang relatif sudah mapan secara formal, ternyata belum mempunyai rencana program pembinaan yang bisa dikatakan jelas. Selama ini, program pelatihan dilakukan secara mandiri di kabupaten/kota dibawah koordinasi pengurus masing-masing. Pihak PRSI Kalimantan Selatan hampir bisa dikatakan tidak mempunyai data yang relatif valid tentang kondisi, program, serta keberadaan potensi dan situasi yang berlangsung di masing-masing kabupaten/kota. Dari penjelasan tersebut menjadi makin yakin bahwa dalam konteks proses memang masih kurang, program latihan yang dikembangkan dalam NCCP merujuk pada kriteria 7 dengan mengembangkan program latihan dalam
kurun waktu beberapa minggu atau beberapa bulan. Komponen keempat adalah analisis program, olahraga renang termasuk jenis olahraga air yang menuntut kekuatan fisik, ketangkasan, koordinasi gerakan kaki dan tangan serta pengambilan nafas juga dituntut kepercayaan diri bagi anggotanya. Hal ini harus disadari benar oleh para pelatih. Dalam analisis banyak difokuskan pada teknik gerak dan analisis gerak, kesalahan teknik gerak dan upaya meningkatkannya demikian salah satu cara menganalisis melihat dari beberapa kriteria versi NCCP. Terdapat banyak dimensi dalam unsur kepelatihan olahraga renang antara lain tantangan dalam persaingan, dimensi peningkatan diri, peningkatan kemampuan, menjaga dan memelihara kewibawaan, terampil berkomunikasi, cermat mengambil keputusan, dan masih banyak lagi dimensi pendukung yang kesemuaanya bermuara pada upaya untuk sukses dalam tugas sebagai pelatih. Pelatih harus memahami bahwa latihan yang sistematis merupakan konsep yang komplek. Lingkungan latihan dan melatih adalah suatu konsep dan pekerjaan yang sangat komplek. Mulai dari bagaimana merancang latihan, mengorganisasikan latihan, melaksanakan latihan, yang semuanya harus dilaksanakan dalam sebuah tatanan yang metodis dan sistematis. Proses kerja ini harus dilakukan dan senantiasa ditingkatkan secara bertahap dan progresif. Hubungan antar pelatih dan atlet serta pola latihan yang tidak cocok telah menyebabkan prestasi renang menurun.
160 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
Semestinya satu dengan yang lain saling mendukung tetapi justru saling menyalahkan dan mencari menang sendiri. Kondisi ini sempat diketahui oleh atlet, sehingga atlet merasa tidak nyaman berada pada suasana pelatih yang kurang kondusif. Jadi dapat diambil suatu ringkasan bahwa dari sisi proses mulai dari komponen seleksi, pembuatan program, keterlaksanaan program, sampai analisis program belum berjalan dan belum dibuat sampai pada tahap analisis, atas dasar itulah maka penguatan konsep dan skill pelatih menjadi penting untuk dilakukan. Product Ada tiga komponen terkait product yakni prestasi pelatih, prestasi atlet dan ketercapaian target. Perihal menurunnya prestasi renang di even nasional khususnya di PON beberapa temuan penting tentang pembinaan renang di Provinsi Kalimantan Selatan. Temuan penting tersebut adalah komunikasi antara kabupaten/kota dan objektivitas pembinaan. Komunikasi antar kabupaten/kota selama ini sudah jarang dilakukan. Padahal komunikasi itu sangat penting dalam istilah banjar, silaturrahmi/musyawarah dan dengan komunikasi dapat diketahui keperluan apa yang dinginkan oleh PRSI di tiap kabupaten/kota. Pertama adalah prestasi pelatih, dari dimensi pelatih sangat dipengaruhi oleh unsur subjektivitas masing-masing personal. Padahal sebenarnya prestasi itu tentu akan baik hasilnya dengan cara berlatih yang berkelanjutan. Sebagai pijakan dari beberapa Kejurnas seperti Kejurnas renang KU, KRAPSI, Kejuaraan
BIMP EAGA dan sebagainya, atlet-atlet Provinsi Kalimantan Selatan selalu mendapat medali, dan itu memenuhi syarat untuk ikut serta di PON. Dalam kontek pembinaan olahraga, semestinya pembinaan menitikberatkan pada prestasi. Artinya ketika memilih atlet dan pelatih juga harus yang berprestasi. Ada baiknya perlu dicari SDM yang berprestasi. Dan itu yang menjadi masalah di pembinaan renang di Kalimantan Selatan, kepentingan pribadinya sangat kental. Personal dengan riwayat prestasi yang baik perlu diberi kesempatan baik sebagai atlet maupun sebagai pelatih. SDM yang berprestasi hendaknya sesuai dengan bidangnya. Disamping itu, KONI Provinsi Kalimantan Selatan juga memfasilitasi atlet renang dalam even PON, tetapi KONI juga mengharapkan permasalahan renang PRSI Kalimantan Selatan harus dapat diselesaikan secara internal, apabila tidak berakhir damai maka tidak akan diikutsertakan di Pra-PON. Untuk menjadi pelatih renang tidak sekedar memiliki track record yang baik selama di renang tetapi juga harus pandai memotivasi atletnya baik saat latihan apalagi saat bertanding. Perkembangan renang di Indonesia metode kepelatihannya hamper sama, perbedaannya tinggal bagaimana caranya pelatih memotivasi atlet. Tetapi sebaliknya jika yang melatih yang tidak memiliki riwayat sebagai atlet maka tidak akan bisa maksimal dalam memberi motivasi. Kedua komponen prestasi atlet, dalam kurun waktu 10-15 tahun belakang ini prestasi atlet renang Kalimantan
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 161
Selatan terus saja menurun. Belum lagi ditambah dengan pengelolaan organisasi yang belum ditata secara baik. Ini mengakibatkan kelemahan yang terdapat pada pembinaan renang di Kalimantan Selatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi para perenang Kalimantan Selatan adalah sarana dan prasarana latihan. Seorang pelatih akan mengalami kesulitan dalam memberikan bentuk latihan jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung keberhasilan pembinaan olahraga, yang harus tersedia bagi setiap upaya peningkatan prestasi sebagai tujuan utama pembinaan olahraga. Di Provinsi Kalimantan Selatan terdapat 12 kabupaten/kota yang masih aktif membina perenang antara lain ada Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar, Rantau/Tapin, Kandangan, Plaihari, Balangan, Tanah Bumbu, Tanjung/Tabalong, Marabahan, Kotabaru, Hulu Sungai Utara/Amuntai. Dengan kata lain banyak pembinaan renang membantu proses pembinaan menjadi lebih dinamis. Komponen ketiga adalah ketercapaian target, sampai saat ini berdasarkan data dan fakta yang ditemui dari penjelasan di Bab IV dan BabV maka target masih jauh dari harapan, untuk mencapai target tersebut maka diperlukan beberapa peningkatan baik sisi pelatih, atlet dan sarana serta pendukung lainnya. Dari penjelasan komponen product, maka dapat diambil suatu ringkasan bahwa prestasi pelatih harus ditingkatkan, prestasi atlet juga ditingkatkan, sehingga target bisa tercapai. Tentu banyak cara untuk
meningkatkan prestasi bagi pelatih dan atlet. Hasil Kajian Di Lapangan Dengan Temuan Penelitian Terkini. Berdasarkan hasil temuan di lapangan oleh peneliti, maka ada banyak kelemahan-kelemahan, apalagi apabila merujuk pada beberapa hasil penelitian olahraga renang yang terkait teknologi, selama ini teknologi renang menggunakan alat berupa stop watch untuk menilai performa perenang, dalam dekade terakhir penilaian performa renang dengan video yang disinkronisasikan dengan komputer (analog to digital conversion). Dengan pendekatan teknologi yang baru tentu akan mengubah pola pembinaan, program latihan, peningkatan kapasitas pelatih dan juga sarana pendukung. Evaluasi akan membantu bagian mana yang dapat diubah apabila di Kalimantan Selatan menggunakan teknologi tersebut, kenapa tidak? Banyak manfaat bagi pelatih dengan teknologi tersebut, untuk klarifikasi data sehingga pelatih mudah menginstruksikan kepada perenang, sedang manfaat bagi perenang, data kuantitatif mudah diidentifikasikan oleh atlet. Kompetensi pelatih. Pada saat ini adalah era tehnologi/era digital, maka seharusnya para pelatih renang dalam menilai kemampuan atletnya, menggunakan pendekatan IPTEK /digital, salah satunya menurut penelitian Rod Havrlluk, (2011) dalam menilai kemampuan renang atlet dengan cara analog digital conversion yaitu rekaman video atlet yang sedang latihan/bertanding dapat ditransfer ke komputer dalam
162 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
bentuk data-data kuantitatif yang akan sangat berguna bagi pelatih dan atlet itu sendiri. Dengan teknologi tersebut maka peran Menpora, PB PRSI Pusat dan Daerah dapat menggunakan teknologi tersebut untuk peningkatan prestasi renang, tentu hal tersebut perlu transfer IPTEK dalam bentuk diklat dan pelatihan kepada para tenaga terampil yang direkrut secara khusus. Apabila hal tersebut dapat diwujudkan merupakan suatu lompatan pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi renang yang berbasis IPTEK, sehingga berpeluang sejajarnya prstasi olahraga renang di Kalimantan Selatan dengan provinsi lain. Apalagi struktur geografis Kalimantan Selatan sangat mendukung, dukungan sarana dan prasrana, peran universitas khususnya program studi Pendidikan Olahraga yang ada di Banjarmasin sangat mendukung tersedianya tehnologi tersebut, maka dukungan dan kerjasama selama stakeholder yang terkait dengan prestasi renang menjadi sebuah keharusan. Temuan dari Masing-Masing Komponen Evaluasi Konteks Perlunya peningkatan peran pemerintah, masyarakat, klub dan pengurus untuk menggalakkan renang di Kalimantan Selatan sehingga masyarakat makin kenal renang dan berujung pada partisipasi masyarakat yang tinggi yakni munculnya calon atlet yang berkualitas tinggi. Input Peran pelatih begitu besar untuk melahirkan atlet yang berkualitas melalui
program latihan yang memadai dengan dukungan sarana prasarana yang cukup. Sehingga perlu ada peningkatan pelatih, pengembangan sarana dan kualitas program latihan sehingga diperoleh atlet yang berprestasi, dengan pembinaan yang baik pula. Proses Dari sisi proses mulai dari komponen seleksi, pembuatan program, keterlaksanaan program, sampai analisis program belum berjalan dan belum dibuat sampai pada tahap analisis, atas dasar itulah maka penguatan konsep dan skill pelatih menjadi penting untuk dilakukan. Produk Prestasi pelatih harus ditingkatkan, prestasi atlet juga ditingkatkan, sehingga target bisa tercapai. Tentu banyak cara untuk meningkatkan prestasi bagi pelatih dan atlet. KESIMPULAN Berdasarkan masalah, tujuan penelitian, hasil dan analisis data maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Proses pembinaan renang di Kalimantan Selatan secara umum masih rendah, baik dari dilihat dari Context, Input, Process dan Product. Berdasarkan penilaian skala 1-4 maka Context berada pada rentang 2,8 kategori kurang, Input berada pada rentang 2,4 kategori kurang, Proses berada pada rentang 2,6 kategori kurang, dan Product berada pada rentang 2,1 kategori kurang. 2. Pelaksanaan program pelatihan olahraga renang secara umum di Kalimantan Selatan berada pada
Nurdiansyah, Evaluasi Pembinaan Olahraga … 163
3.
4.
5.
6.
7.
kategori kurang, dilihat dari komponen Proses yang berada pada rentang 2,6. Artinya perlunya perubahan desain program latihan yang lebih baik, mulai dari perencanaan program yang berkualitas, melaksanakan program secara sungguh-sungguh dan menganalisisnya dengan pendekatan yang ilmiah. Peran pelatih secara umum dalam pembinaan olahraga renang di Kalimantan Selatan berada pada kategori kurang yakni 2,4 pada komponen Input. Artinya kualitas pelatih masih jauh dari harapan, peningkatan dan pengembangan kualitas pelatih dengan memperbanyak pelatih dan mengembangkan kualitas pelatih dengan sertifikasi. Peran pengurus secara umum masuk dalam Context, dan peran ini berada pada rentang 2,8 artinya mendekati baik walaupun masih dalam kategori kurang. Artinya masih perlu perbaikan dalam hal sinergisitas antara pengurus dengan kompenen lainnya yang terkait yakni pemerintah, masyarakat, dan klub. Sarana dan prasatana berada dalam Proses, yang berada pada rentangan kurang yakni 2,6. Artinya masih perlu ada peningkatan yang signifikan pada kebutuhan sarana prasarana olahraga renang dan yang terkait lainnya. Dukungan pemerintah dan masyarakat dalam kategori kurang namun mendekati baik yakni 2,8 pada komponen Context. Artinya peran dan dukungan pemerintah serta masyarakat masih perlu dikuatkan lagi. Prestasi olahraga renang berada pada rentangan terendah yakni 2,1 di
komponen Product, Artinya prestasi atlet, prestasi pelatih harus ditingkatkan lagi, dengan menerapkan target yang lebih realistis sesuai dengan kondisi dan pendukung lainnya. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi dan Cepi Safruddin Aj. 2004. Evaluasi Program Pendidikan; Pedoman Teoritis Bagi Praktisi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara. KONI. 2010. Program Kerja Bidang Pembinaan Prestasi. Provinsi Kalimantan Selatan: KONI. M. Shafiei And M. Goodarzi, 2009, Determining National Coaches Selection Criteria In Swimming, Diving And Water Polo By Coaches' Viewpoints World Journal Of Sport Sciences 2 (4): 241-247. Pedro Morouço*, José Sacadura, Nuno Amaro And Rui Matos, 2010, Evaluation Of Age Group Swimmers: A In Field Proposal, The Open Sports Sciences Journal, 3, Halaman 38-40. Purwanto. 2011. Pembinaan Cabang Olahraga Karate di Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi tidak dipublikasikan. Rod Havrlluk, Ph.D, 2011, Journal of the International Society of Swimming Coaching. Shafiei, Goodarzi, 2009, Determining National Coaches selection Criteria in Swimming, Diving, and Water Polo by Coaches’ Viewpoints, World Journal of Sport Sciences Vol. 2. No. 4 Halaman 241-247. Setiono, Hari, 2005. Disertasi, Evaluasi Proses Pembelajaran dan Pelatihan Sekolah Menengah Khusus Olahragawan. Pasca Sarjana UNESA, Surabaya.
164 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 150-164
Slamet, 1999. Evaluasi Program. Makalah. Training of Trainer Widyaiswara. 18 s/d 31 Agustus Yogyakarta: TPTK IKIP Yogyakarta. Stufflebeam, D.L., Scriven M.S., Madaus, G.F., Nijhoff, K. 1983. Evaluation Models, Viewpoints on Educational and Human Services Evaluation, Publishing, Boston The Hague Dordrecht Lancaster. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung, Alfabeta.
Undang-Undang RI No. 3, 2005. Tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Jakarta. Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional. 2005. IPTEK Keolahragaan. Kemenegpora. Jakarta. Wiriawan Oce. 2009. Evaluasi Kinerja Pelatih dan Pelatihan Atlet di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bulu Tangkis di Jawa Timur. Disertasi tidak dipublikasikan.
PERBANDINGAN PENGARUH PELATIHAN SENAM JANTUNG SEHAT SERI II DAN SENAM KESEGARAN JASMANI 2000 TERHADAP KEBUGARAN JASMANI Muhammad Mulhim Jl. Taruna Praja Raya Loktabat Utara Banjarbaru
[email protected] Abstract: The Comparation of Improved Cardiovascular Health Part Two and Physical Fitness 2000 Gymnastics On Effect of Aerobic Endurance. Gymnastic Physical Fitness aims to increase the quality of the Indonesian health, and it is important part for developing human resurces, in tern of supporting the success of the Indonesian. Cardiovascular Health Part Two Activities is one of promotif-preventif and rehabilitatif activities for maintening the health of heart and improving the society health. By doing those activites, the participants do a set of exercises that have been organized in a package followed by a music, and designed nationally. Recently, in the field of sports medicient development it has been designed the newest gymnastics called Physical Fitness 2000 Gymnastics by Menpora office as the continuesing gymnastic physical fitness of there is a new product in sport fitness material, then the society tend to be owner of it. It means that the old one as thought unused properly, but the fact that the purpose of the sport physical material in order to provide aclonce in choosing it. Nevertheless, the gymnastic physical fitness should be tested through an experiment in order to know its advantage. It should be done by compacing it with Cardiovascular Health Part Two Activities, and hold to the basic principle of aerobic trainning. Source problems are proposed to in this research namely (1) is the Cardiovascular health Part Two Activities able to increase physical fitness ? (2) is the Physical Fitness 2000 Gymnastic able to increase physical fitness ? (3) is the Cardiovascular health Part Two Activities able to more increase physical fitness than that of Physical Fitness 2000 Gymnastic? To solve the above problems, the research is designed with experimental design “Randomize Pre Test Post Test Group Design” and it was carried in the school of health nursery at Martapura in acadymic year 2000/2001 on sample of 40 students out of 47 students in the population. The sample drawn with random sampling technique. Cardiovascular Health Part Two Activities by the experiment group 1 (K1), and Physical Fitness 2000 Gymnastic by the experiment group 2 (K2). To answer the problems proposed in the research in based on result of increament physical fitness score which is analysed by one way anova with 95 % level of significant level (α = 0,05). For experimental group 1 (K1) with Cardiovascular Health Part Two Activities, the F probability is 0,0000 while for the experimental group 2 (K2) with Physical Fitness 2000 Gymnastic the F probability is 0,0000. Both of F values are less than α = 0,05 which means there is significance differences, whiles for compariting the effect of Cardiovascular Health Part Two Activities and Physical Fitness 2000 Gymnastic. The pvalue was 0,4250 for the pre-test and 0,3518 for post-test. Both of the p-value for both treatment are not significant which means that Cardiovascular Health Part Two Activities is able to increase the physical fitness as good as Physical Fitness 2000 Gymnastic. Some conclusions can be drawned from the above results namely (1) Cardiovascular Health Part Two Activities is able to increase the physical fitness for students of school health nursery at Martapura. (2) Physical Fitness 2000 Gymnastic is able to increase the physical fitness for students of the school health nursery at Martapura. (3) Physical Fitness 2000 Gymnastic is able to increase the physical fitness as good as Cardiovascular Health Part Two Activities for students of the school health nursery at Martapura.
165
Keywords: Cardiovascular Health Part Two Activities, Physical Fitness 2000 Gymnastics, Aerobic Endurance. Abstrak: Senam Kebugaran Jasmani pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia dan merupakan bagian penting dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional yang kita dambakan. Senam Jantung Sehat seri II (SJS seri II) merupakan salah satu upaya kegiatan promotif-preventif dan rehabilitatif dalam membina kesehatan jantung, peningkatan pembinaan kebugaran jasmani masyarakat. Dengan melakukan aktivitas gerak senam tersebut para peserta melakukan rangkaian gerakan yang telah tersusun dalam satu paket yang diiringi dengan musik dan telah dirancang secara nasional. Perkembangan khasanah olahraga kesehatan sekarang ini telah diciptakan senam terbaru yaitu Senam Kesegaran Jasmani 2000 (SKJ 2000) oleh Kantor Menpora yang merupakan lanjutan dari senam kebugaran jasmani. Namun apabila ada materi senam kebugaran yang baru diproduksi, maka terdapat kecenderungan untuk memiliki produk tersebut. Hal ini seakan materi senam terdahulu tidak layak pakai, padahal tujuan senam kebugaran jasmani adalah untuk memperbanyak perbendaharaan jenis senam untuk memberikan peluang untuk memilih agar tidak membosankan dalam pelatihan. Namun demikian SKJ 2000 tersebut perlu diuji melalui penelitian untuk mengetahui tingkat manfaat dan sebagai pembandingnya adalah SJS seri II dengan berpatokan pada prinsip dasar pelatihan aerobik. Dalam penelitian ini dirumuskan masalah sebagai berikut : (1) Apakah pelatihan SJS seri II dapat meningkatkan kebugaran jasmani, (2) Apakah SKJ 2000 dapat meningkatkan kebugaran jasmani dan (3) apakah pelatihan SJS seri II lebih meningkatkan kebugaran jasmani dibanding pelatihan SKJ 2000? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini dirancang dengan rancangan eksperimental “Randomize Pre-test Post-test Group Design” dan dilaksanakan di Sekolah Perawat Kesehatan Martapura tahun ajaran 2000/2001 pada subjek sampel sebesar 40 orang siswi dari 47 subjek populasi yang diambil dengan tehnik “random sampling”. Terhadap kelompok eksperimen 1 (K1) dengan pelatihan SJS seri II dan kelompok eksperimen 2 (K2) dengan pelatihan SKJ 2000.Untuk menjawab masalah penelitian, berdasarkan hasil analisis data peningkatan besar skor kebugaran jasmani , dengan menggunakan anilisis varians satu arah dengan taraf kepercayaan 95 % atau α 5 % = 0,005 untuk kelompok eksperimen 1 dengan pelatihan SJS seri II terdapat perbedaan yang sangat bermakna yaitu F prop. = 0,0000, kelompok eksperimen 2 dengan pelatihan SKJ 2000 didapatkan F prop.= 0,0000. Kedua nilai tersebut lebih lebih kecil dibanding dengan α 0,05 artinya terdapat perbedaan yang sangat bermakna. Sedangkan untuk perbandingan pengaruh pelatihan SJS seri II dengan SKJ 2000 terhadap peningkatan kebugaran jasmani pada tes awal didapatkan harga p= 0,4250 dan pada tes akhir didapatkan harga p= 0,3518. Berdasarkan harga dari p dari kedua senam kebugaran tersebut tidak terdapat perbedaan yang bermakna, artinya kedua senam kebugaran tersebut sama baiknya dan sebanding dalam meningkatkan kebugaran jasmani. Kata Kunci: Senam Jantung Sehat seri II, Senam Kesegaran Jasmani 2000, Kebugaran Jasmani.
PENDAHULUAN Senam kebugaran jasmani (SKJ) pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani rakyat Indonesia, sehingga pembangunan yang kita dambakan akan lebih terjamin (Depdikbud, 1984:Menpora 1988:1993:1996:1999). Hal ini sejalan dengan upaya kegiatan promotif-
preventif dan rehabilitatif klub Jantung Sehat dalam upaya pembinaan kesehatan jantung, peningkatan pembinaan kebugaran jasmani masyarakat (Yayasan Jantung Indonesia, 1991). Upaya untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengetahuan yang baik, terutama pengetahuan tentang kebugaran jasmani,
166
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 167
meliputi proses yang dilandasi pemahaman konsep yang bermakna. Walaupun tujuan tersebut di atas telah mencerminkan makna yang bermanfaat terhadap kebugaran jasmani, namun di lapangan masih dijumpai kesalahan terutama dalam proses pelatihan yang metodis. Dengan demikian proses pelatihan kebugaran jasmani tersebut di atas masih belum memberikan hasil yang memuaskan. Kondisi tersebut di atas antara lain disebabkan oleh materi yang tersedia untuk meningkatkan kebugaran sangat bervariasi, sehingga menarik perhatian masyarakat untuk memiliki sementara manfaat penting dari materi tersebut belum didapatkan. Sedangkan kebugaran jasmani pada hakikatnya dapat dicapai melalui suatu pelatihan yang tepat dan proporsional. Kenyataan di lapangan baik di lingkungan pendidikan maupun di instansi pemerintah serta di masyarakat, kegiatan senam kebugaran jasmani sangat bervariasi. Namun apabila ada materi senam kebugaran yang baru diproduksi, maka terdapat kecenderungan untuk memiliki produk tersebut. Hal ini berarti, seakan materi senam terdahulu sudah tidak layak pakai atau kadaluarsa, padahal tujuan produk materi senam kebugaran jasmani adalah untuk memperbanyak perbendaharaan jenis senam untuk memberi peluang memilih agar tidak membosankan. Dengan kata lain, senam yang baru dipromosikan tersebut belum terdapat jaminan lebih baik dibanding dengan materi terdahulu. Atas dasar alasan tersebut masih perlu dilakukan penelitin untuk melakukan perbandingan tentang
manfaat dari berbagai materi senam kebugaran jasmani. Awal perkembangannya SKJ dinamakan senam pagi Indonesia (SPI). Sampai sekarang SKJ sudah mengalami perkembangan, yang pada awalnya SPI seri A, B, C, dan D, SKJ 84, SKJ 88, SKJ 92, SKJ 96, SKJ usia sekolah dasar, SKJ untuk pelajar (SMP dan SMU), SKJ untuk usia remaja dan yang terbaru adalah SKJ 2000. Di samping ini juga banyak berkembang jenis senam, meliputi senam jantung sehat, senam tera, senam tai chi, senam aerobik dan lain-lain. Perkembangan ini pada dasarnya bertujuan untuk memberikan pilihan yang lebih banyak kepada masyarakat agar program pembinaan kebugaran jasmani di masyarakat terus berlangsung. Sehubungan dengan pencapaian tujuan tersebut di atas Irianto (1994) antara lain menyebutkan bahwa, beban intensitas latihan SKJ 84 lebih tinggi dibanding SKJ 88 dan SKJ 92 dan SKJ 88 lebih tinggi dari SKJ 92. Daerah sasaran pelatihan aerobik bila berlatih dengan SKJ adalah pada SKJ 84 dengan frekuensi 2 set baik untuk perempuan maupun laki-laki. Dan untuk SKJ 88 baru memasuki sasaran pelatihan aerobik setelah melakukan SKJ dengan frekuensi 3 set (untuk laki-laki). Sesuai dengan kutipan tersebut di atas terdapat berbagai variasi untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Bukti lain Seminar Nasional pada kilas Pendidikan Jasmani 50 tahun Indonesia Merdeka dinyatakan, bahwa SPI seri D dapat lebih meningkatkan derajat kebugaran jasmani anggota masyarakat (bukan olahragawan) dibandingkan
168 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
dengan SPI seri A, B, dan C (Rahardjani, 1995:7). Hari (1992) menyatakan, bahwa jika Senam Jantung sehat seri II yang dilakukan dengan benar menunjukkan hasil efektif untuk peningkatan kebugaran jasmani pada berbagai tingkat usia. Perkembangan khasanah olahraga kesehatan semakin diramaikan dengan hadirnya SKJ 2000. Namun demikian SKJ 2000 tersebut perlu diuji melalui penelitian untuk mengetahui tingkat manfaat dan dibandingkan dengan materi senam terdahulu, yakni SJS seri II dengan berpatokan pada prinsip dasar latihan aerobik. Brooks (1985:325) menjelaskan, bahwa kriteria pelatihan aerobik untuk meningkatkan kebugaran jasmani paling sedikit melibatkan 50 % dari otot tubuh secara berirama, durasi 15 -20 menit berada pada zona aerobic dengan frekuensi 3-5 kali perminggu serta intensitas 60-70% DNM (denyut nadi maksimal). Zona pelatihan aerobik berkisar antara 60-90% DNM (Janssen, 1993:59), dan untuk orang dewasa sehat intensitas latihan diawali pada kisaran 60% atau 70% DNM (Pate, 1991:98). Intensitas pelatihan sering didasarkan atas fungsi sistem kardiovaskuler dengan denyut nadi sebagai indikator, karena adanya korelasi linier antara denyut nadi dengan intensitas kerja (Janssen, 1993:20). Untuk menjawab masalah penelitian, maka tingkat kebugaran jasmani yang diakibatkan pelatihan SKJ harus segera diungkap. Atas dasar alasan tersebut, maka yang menjadi materi pelatihan dalam penelitian ini adalah SKJ 2000 dan SJS seri II. Perbandingan antara kedua materi senam tersebut dapat memberikan jawaban tentang tingkat kebugarn jasmani sebagai akibat
penerapan 3 kali perminggu selama 8 minggu. Dengan demikian manfaat kedua materi senam tersebut dapat diungkap. METODE Berdasarkaan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimen. Metode ini digunakan atas dasar pertimbangan dari sifat penelitian ini yaitu melakukan percobaan perlakuan. Menurut Surakhmad (1980:149) bahwa, “Dalam arti yang luas bereksperimen adalah mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil. Hasil tersebut akan menegaskan bagaimana kedudukan hubungan kausal antara variabel-variabel yang diselidiki”. Sedagkan mengenai metode eksperimen Kartono (1986:248) menjelaskan bahwa, “metode eksperimen adalah suatu prosedur penelitian yang sengaja dipakai untuk mengetahui dari suatu kondisi, yang sengaja diadakan terhadap suatu gejala sosial yang berupa kegiatan-kegiatan dan tingkah laku seorang ataupun kelompok. Penelitian dengan metode eksperimen ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan SJS seri II dan SKJ 200 terhadap kebugaran jasmani. Dengan mengadakan perlakuan terhadap dua kelompok, kemudian dilakukan pengujian pada tiap kelompok, maka hipotesis dapat diuji untuk diterima atau ditolak. Sedangkan teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomize Pre-test
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 169
Post-test
Group
Design
(Suharsimi,
1989:261).
K1 → PRT → SJS seri II → P1 → SJS seri II → P2 R→S K2 → PRT → SKJ 2000 → P1 → SKJ 2000 → P2 Keterangan: b. Pelatihan SKJ 2000 dengan R = Random frekuensi 3 kali dalam seminggu. S = Sampel 2. Variabel terikat adalah tingkat K1 = Kelompok-1 kebugaran jasmani hasil dari Tes Naik K2 = Kelompok-2 Turun Bangku Metode Sharkey. PRT = pre-test 3. Variabel-variabel kendali dalam SJS seri II = senam jantung sehat penelitian ini adalah, status kesehatan, seri II frekuensi latihan.. SKJ 2000 = senam kesegaran Dalam penelitian ini digunakan jasmani 2000 tes kebugaran jasmani yang telah baku P1 = post-test 1 yaitu Tes Naik Turun Bangku Metode P2 = post-test 2 Sharkey, dengan alat perlengkapan; bangku setinggi 33 cm untuk wanita, Populasi penelitian ini adalah stop watch, metronom, timbangan badan. siswi kelas III Sekolah Perawat Pelaksanaan tes sebagai berikut: Kesehatan Martapura tahun ajaran 20001. Peserta ditimbang berat badannya. 2001 berjumlah 47 orang. Sampel 2. Peserta diharuskan naik turun diambil dengan teknik Random bangkudengan irama 90 kali ketukan Sampling, yaitu dengan cara diundi. permenit selama 5 menit. Sampel adalah 40 orang diambil 3. Cara melakukan naik turun bangku berdasarkan tabel penentuan sampel yaitu peserta menaikkan kaki kanan yang dikemukakan oleh Krejcie dan pada bangku setelag diberi aba-aba Morgan dalam Issac dan Michael W.B “mulai” (stop watch dihidupkan), (1981). Kemudian sampel tersebut kemudian naikkan kaki kiri di dijadikan 2 kelompok masing-masing 20 samping kaki kanan, lalu turunkan orang dengan diundi yaitu semua sampel kaki kanan dan diikuti kaki kiri. mengambil undian isinya SJS seri II dan Demikian seterusnya dan naik turun SKJ 2000. Bagi yang dapat undian SJS sesuai dengan irama metronom. seri II menjadi anggota kelompok SJS 4. Pada saat tes berlangsung badan harus seri II (K1) dan yang mendapat undian tetap tegak dan seluruh telapak kaki SKJ 2000 menjadi anggota kelompok menginjak di atas bangku. SKJ 2000 (K2). 5. Setelah selesai tes (5 menit), 15 detik Variabel penelitian ini terbagi kemudian denyut nadi pemulihan dalam tiga jenis, yaitu: dihitung selama 15 detik. 1. Variabel bebas 6. Penilaian. Hasil yang dicapai a. Pelatihan SJS seri II dengan dikonversi pada tabel 2.1 kemudian frekuensi 3 kali dalam seminggu. ke tabel 2.2.
170 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
7. Untuk kriteria penilaian kebugaran
jasmani
digunakan
tabel
Tabel 1. Data tes denyut nadi pada uji coba SJS seri II DENYUT NADI LATIHAN/MENIT No. Nama/umur 1 set 2 set 3 set 1 2 1 2 1 2 Siti Nur Sa’diah/17 150 156 168 174 1 156 180 Nispia Laila/17 150 162 174 168 2 150 174 Ratna Susanti/17 120 162 168 172 3 132 176 140 160 170 172 Mean 146 176 Grand mean 143 165 174 Keterangan : DNI = denyut nadi istirahat
No. 1 2 3
2.3
DNI 70 72 68 70
Tabel 2. Intensitas kerja dan persentase zona pemulihan tiap set SJS seri II Intensitas sasaran (Zona latihan) Jumlah set Intensitas kerja 60%−70% 70%−90% 1 54,89% Tidak Masuk Tidak Masuk 2 71,43% Masuk Masuk 3 75,94% Masuk Masuk
Tabel 3. Data tes denyut nadi pada uji coba SKJ 2000 DENYUT NADI LATIHAN/MENIT 1 set 2 set 3 set No. Nama/umur 1 1 1 2 2 2 Ati Nor Afifah/17 150 156 168 1 156 162 168 Hadis/17 150 156 174 2 150 168 168 Yuni Fitria/18 132 150 168 3 144 168 174 144 154 170 Mean 150 166 170 Grand mean 147 160 170 Keterangan: DNI = denyut nadi istirahat
DNI
68 66 70 68
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 171
No. 1 2 3
Tabel 4. Intensitas kerja dan persentase zona pemulihan tiap set SKJ 2000 Intensitas sasaran (Zona latihan) Jumlah set Intensitas kerja 60%−70% 70%−90% 1 58,52% Tidak Masuk Tidak Masuk 2 68,15% Masuk Tidak Masuk 3 75,00% Masuk Masuk
Keterangan: Denyut nadi maksimal (DNM) adalah 220-umur. Denyut nadi istirahat dihitung pada pagi hari sebelum melakukan aktivitas Intensitas kerja pelatihan bagi pemula dianjurkan 70-90 % dari denyut nadi maksimal. Pelatihan bagi pemula dianjurkan 60-70 % (Pate,1991) Rumus intensitas kerja (Karnoven, 1982). Berdasarkan hasil pengukuran beban pelatihan SJS seri II dan SKJ 2000 1 set, masih menggambarkan intensitas kerja / pelatihan di bawah beban kerja 60-70 % untuk pelatihan aerobik. Pada prekuensi 2 set untuk SJS seri II pada intensitas yang sama, sudah masuk pada daerah pelatihan dan juga untuk 3 set. Sedangkan untuk pelatihan SKJ 2000
pada prekuensi 2 set tidak masuk pada daerah sasaran pelatihan 60-70 % dan untuk prekuensi 3 set sudah masuk pada daerah sasaran pelatihan di atas 70 %. Pate (1991) menjelaskan program pelatihan yang ditujukan untuk peningkatan kebugaran jasmani, dimulai dengan frekuensi 1 set dalam satu minggu, dengan intensitas kerja 60-70 % denyut nadi maksimal (DNM). Hal ini sebagai tahap penyesuaian agar dapat beradaptasi menuju pelatihan yang lebih berat. Pelatihan baru mencapai intensitas 70-90 % DNM pada saat frekuensi 2 dan 3 set dan seterusnya. Berkaitan dengan intensitas dan denyut nadi seperti yang disajikan dalam tabel 3.1 dan 3.3 di atas, intensitas zona pelatihan tersebut masih masuk kategori sedang (Bompa, 1983 : 61), sesuai tabel berikut.
Tabel 5. Intensitas latihan berdasarkan denyut nadi Zona Klasifikasi Intensitas 1 Rendah 2 Medium 3 Tinggi 4 Maksimal Pelaksanaan perlakuan dalam penelitian ini dibagi dalam 2 kelompok, dengan uraian sebagai berikut; 1. Kelompok 1 dengan perlakuan SJS seri II dan kelompok 2 dengan perlakuan SKJ 2000 masing-masing
Denyut Nadi 120-150 150-170 170-185 < 185
dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 8 minggu (24 kali pertemuan) dimulai 21 September 2000 dan setelah perlakuan 4 minggu dilakukan post test-1 dari kedua kelompok tersebut pada 8 Oktober 2000,
172 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
2. kemudian perlakuan diteruskan 4 minggu dilakukan lagi post test-2 pada tanggal 4 Nopember 2000. Foto pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada lampiran. 3. Perlakuan setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu dimulai dari jam 06.15 sampai selesai Tabel 6. Program pelatihan SJS seri II Minggu Pelatihan Beban Ke Ke pelatihan 1
2
3
4
− 5
6
7
8
−
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 − 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 −
Satu set Satu set Satu set Dua set Dua set Dua set Tiga set Tiga set Tiga set Dua set Dua set Dua set − Tiga set Tiga set Tiga set Empat set Empat set Empat set Lima set Lima set Lima set Empat set Empat set Empat set −
Pelaksanaan pelatihan dari kedua senam tersebut diawasi dan dipantau secara terus menerus dari awal sampai akhir oleh peneliti dan guru Penjas SPK Martapura. Program pelatihan disusun dengan peningkatan beban bertahap sebagaimana tercantum dalam tabel 3.6
Total waktu 13 menit
Presentasi Intensitas <60% DNM
Tahap Penyesuaian
19 menit
60 – 70 % DNM
1
25 menit
70 – 90 % DNM
2
19 menit
60 – 70 % DNM
3
− 70 – 90 % DNM
Post test 1 4
32 menit
70 – 90 % DNM
5
38 menit
70 – 90 % DNM
6
32 menit
70 – 90 % DNM
7
−
Post test 2
− 25 menit
−
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 173
Keterangan: Frekuensi pelatihan Lama pelatihan Set
: 3 kali seminggu : 8 minggu : Set adalah ukuran gerakan selama pelatihan yang diiringi musik SJS seri II. Satu set SJS seri II waktunya adalah pemanasan 3’ 40”, inti 6’ 22” dan pendinginan 2’ 21”.
Tabel 7. Program pelatihan Senam Kebugaran Jasmani 2000 Minggu Pelatihan Beban Total Presentasi Tahap Ke Ke pelatihan waktu Intensitas <60% 1 1 Satu set 13 menit Penyesuaian DNM 2 Satu set 3 Satu set 2 4 Dua set 19 menit 1 60 – 70 % 5 Dua set DNM 6 Dua set 3 7 Tiga set 25 menit 2 70 – 90 % 8 Tiga set DNM 9 Tiga set 4 10 Dua set 19 menit 3 60 – 70 % 11 Dua set DNM 12 Dua set − − − − Post test 1 − 5 13 Tiga set 25 menit 4 70 – 90 % 14 Tiga set DNM 15 Tiga set 6 16 Empat set 32 menit 5 70 – 90 % 17 Empat set DNM 18 Empat set 7 19 Lima set 38 menit 6 70 – 90 % 20 Lima set DNM 21 Lima set 8 22 Empat set 32 menit 7 70 – 90 % 23 Empat set DNM 24 Empat set − − − − Post test 2 − Frekuensi pelatihan : 3 kali seminggu Lama pelatihan : 8 minggu Set : Set adalah ukuran gerakan selama pelatihan (1 set terdiri dari pemanasan 4’ 49”, gerakan inti 6’ 02” dan pendinginan 2’ 50”) yang diiringi dengan musik SKJ 2000.
174 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
HASIL PENELITIAN Hasil pengukuran serta pengumpulan data yang dilakukan terhadap kelompok I (SJS seri II), dan kelompok II (SKJ 2000) meliputi variabel umur (U), berat badan (BB) dan denyut nadi istrirahat (DNI), serta denyut nadi latihan (DNL). Data yang dihasilkan merupakan dasar perhitungan untuk mendapatkan hasil baru, yang merupakan skor kebugaran jasmani. Jadi skor kebugaran jasmani dalam penelitian ini berasal dari hasil perhitungan yang melibatkan unsur variabel tersebut di atas (U;BB;DNL). Secara keseluruhan dalam penelitian ini, pengukuran dilakukan pada tes awal (Ta), post test 1(P-1) dan post test 2 (P-2), dilakukan pada waktu (jam) yang sama, tempat yang sama dan menggunakan peralatan pendukung serta petugas yang sama.
Sedangkan urutan uji statistic yang dilakukan dalam penelitian ini adalah, uji normalitas; uji homogenitas; dan uji anava satu jalur, dengan taraf kepercayaan 95 % dan alpa 5 %. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk meyakinkan peneliti, bahwa hasil pengukuran yang dilakukan terhadap kelompok I (SJS seri II), dan kelompok II (SKJ 2000) memperoleh data dengan sebarang normal. Untuk upaya tersebut, maka dilakukan uji Kolmogrov Smirnov (K-S). Hasil uji terhadap kedua kelompok tersebut di atas menunjukkan distribusi normal, sebagaimana disajikan dalam tabel 4.1 pada halaman ini dan perhitungan statistiknya pada lampiran 9,10 dan 11.
Tabel 8. Uji Normalitas TES KELOMPOK I KELOMPOK II Mean Median SD P Mean Median SD p Tes 32,75 33 2,593 0,2 33,35 33 2.084 0,2 awal Pos 36,2 36 2,285 0,1705 38,4 37,5 3,067 0,105 tes 1 Pos 38,35 38 2,033 0,1034 39,05 39 2,625 0,2 tes 2 Keterangan: Uji Homogenitas Mean = nilai rerata Uji homogenitas dalam penelitian Median = nilai tengah ini dilakukan untuk mengetahui apakah SD = simpangan baku kedua kelompok eksperimen berada Α = 0, 05 (taraf signifikan) dalam keadaan yang mirip sama atau Tabel tersebut menunjukkan, bahwa data homogen. Untuk upaya tersebut hasil pengukuran terhadap kedua dilakukan uji varians, yang hasilnya kelompok berdistribusi normal. disajikan dalam tabel 4.2.
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 175
Tabel 4.2 Uji homogenitas kelompok 1 dan kelompok II TES AWAL Kelompok Mean SD p SJS seri II 32,75 2,593 0,36 SKJ 2000 33,35 2,0844 Keterangan : Dalam upaya untuk mengetahui Tabel tersebut di atas menunjukkan, perbedaan kebugaran jasmani setelah tidak terdapat perbedaan antara kedua Pemberian perlakuan, maka dilakukan kelompok, atau kedua kelompok adalah uji Anava terhadap data pada post test-1 homogen. dan post test-2. Rangkaian uji tersebut disajikan dalam tabel 9 berikut perhitungan statistiknya pada lampiran Uji Beda 13 dan 14. Tabel 9. Ringkasan hasil uji Anava terhadap post test 1 dan post test 2 SJS seri 2 SKJ 2000 TES A. F. Mean SD Mean SD Prob Post test 1 36,2 2,285 38,4 3,067 0,0141 Post test 2 38,35 2,033 39,05 2,625 0,3518 Keterangan: Tabel 9 menunjukkan tidak terdapat Selanjutnya dilakukan uji Anava untuk perbedaan kebugaran jasmani antara mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kedua kelompok, baik pada post test-1 kesegaran jasmani kedua kelompok. maupun pada post test-2. Ringkasan uji tersebut lihat tabel 10. Tabel 10. Pengaruh SJS seri 2 dan SKJ 2000 terhadap kebugaran jasmani (Ringkasan uji Anava). SJS seri 2 SKJ 2000 Source Mean Mean F. Prob B. F. Prob Squares Squares Between Groups 159,6167 194,7167 0,0000 0,0000 Within Group 5,3596 6,8825 Keterangan : α = 0.05 Selanjutnya dilakukan uji Anava Tabel 10 menunjukkan terdapat untuk mengetahui perbedaan pengaruh pengaruh yang signifikan antara kedua perlakuan SJS seri II dan SKJ 2000. kelompok eksperimen terhadap Ringkasan uji tersebut disajikan dalam kebugaran jasmani. tabel 11.
176 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
Tabel 11. Uji beda pengaruh antara SJS seri 2 dan SKJ 2000 terhadap kebugaran jasmani. TES AWAL TES AKHIR KEL Mean SD p Mean SD p SJS-seri 2 32,75 2,593 38,35 2,033 0,425 0,3518 SKJ 2000 33,35 2,0844 39,05 2,625 Keterangan: dari populasi siswi kelas III Sekolah Tabel 11 menunjukkan tidak terdapat Perawat Kesehatan Martapura perbedaan pengaruh atau sebanding Kalimantan Selatan tahun ajaran 2000antara SJS seri II dengan SKJ 2000 2001 berjumlah 47 orang. Sampelnya dalam meningkatkan kebugaran jasmani diambil dengan teknik random sampling, yang dilakukan selama 2 bulan. yaitu dengan cara diundi. Jumlah sampel sebanyak 40 orang diambil berdasarkan tabel penentuan sampel yang PEMBAHASAN dikemukakan oleh Krejcie dan Morgan Pembahasan Metode Penelitian dalam Issac dan Michael WB (1981). Dipilihnya metode eksperimen Nasution (1982:116) mengatakan bahwa, dalam penelitian ini karena ingin tidak ada aturan yang tegas tentang membuktikan pengaruh dua jenis besarnya sampel yang dipersyaratkan, perlakuan, maka dilakukan penelitian begitu juga tentang sampel besar dan eksperimen dengan rancangan yang sampel kecil. Namun menurut pendapat digunakan “Randomize pre test post test Higgin dan Klimbaun 1985 dikutip group design”. Berdasarkan rancangan Nurhasan (1997:79) bahwa besarnya tersebut, penelitian ini memenuhi kriteria sampel tersebut dianggap telah sebagai penelitian eksperimen. Hal memenuhi syarat mewakili populasinya, tersebut sesuai dengan yang karena telah mencapai lebih kurang 40% dikemukakan Nasir (1988:75) bahwa dari jumlah populasi. Kemudian jumlah tujuan penelitian eksperimen adalah sampel tersebut dijadikan 2 kelompok untuk menyelidiki ada tidaknya yang sama yaitu setiap kelompok 20 hubungan sebab akibat serta berapa besar orang dengan cara diundi dan kedua hubungan sebab akibat tersebut dengan kelompok tersebut adalah kelompok cara memberikan perlakuan-perlakuan eksperimen 1 (SJS seri II) dan keompok tertentu pada beberapa kelompok. Di eksperimen II (SKJ 2000). samping hal tersebut Nasir juga Sebelum memulai perlakuan menmyatakan bahwa dalam penelitian kedua kelompok eksperimen melakukan eksperiman seringkali ada kritik-kritik tes awal yaitu tes kebugaran jasmani yang dilontarkan oleh karena interpretasi dengan tes naik turun bangku metode yang salah dari hasil percobaan, atau Sharkey, berdasarkan data skor salahnya asumsi yang digunakan atau kebugaran jasmani dari rata-rata setiap karena design percobaan yang kurang kelompok yaitu kelompok eksperimen 1 sempurna. ( SJS seri II) dengan mean 32,7500 dan Subjek sampel yang digunakan kelompok eksperimen 2 (SKJ 2000) dalam penelitian ini adalah yang berasal
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 177
mean 33,3500, berdasarkan skor rata-rata kedua kelompok tersebut diperoleh p 0,36. Berarti bahwa kedua kelompok berangkat dari keadaan yang sama (ekuivalen) sehingga apabila terdapat perbedaan peningkatan kebugaran jasmani setelah diberikan perlakuan, hal ini semata-mata sebagai akibat dari perlakuan yang berbeda dari kedua kelompok. Seperti uraian di atas, selanjutnya Zainuddin (1988) menjelaskan, bahwa walaupun rancangan penelitian ini termasuk rancangan yang baik, tidak terlepas dari beberapa kelemahan, antara lain: 1. Rancangan seperti ini tidak dapat memberikan informasi analisis terjadi pengaruh tes awal terhadap proses perlakuan, akan tetapi karena tes awal dan dimulainya perlakuan mempunyai jarak istirahat yang cukup yaitu (4 hari = 4 x 24 jam), maka sekalipun efek tes tersebut ada pengaruhnya, akan hilang setelah 48 jam (Cooper, 1982). Untuk mengatasi kelemahan rancangan penelitian ini terhadap kemungkinan adanya variabel yang disebabkan contemporary history, kepada orang coba diberikan pengertian dan petunjuk agar dalam proses pelatihan selama 8 minggu, tidak melakukan hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, seperti melakukan aktivitas di luar kegiatan pelatihan, baik yang sama maupun yang melebihi intensitas pada saat perlakuan. 2. Rancangan ini tidak mampu menganalisa kemunkinan masuknya variabelitas yang disebabkan oleh
proses maturasi pertumbuhan fisik. Peneliti belum mendapatkan literatur yang menerangkan tentang proses maturasi yang terjadi pada usia 16-18 tahun dalam kurun waktu 8 minggu, oleh karena itu peneliti berasumsi bahwa proses maturasi pertumbuhan fisik dalam kurun waktu tersebut dapat diabaikan. 3. Untuk menghindari kemungkinan timbulnya problem-problem yang dialami oleh kedua kelompok eksperimen pada saat dilakukan baik pre tes, post test 1 maupun post test 2, maka berkaitan dengan tempat tes dilakukan ditempat yang sama dan waktu yang sama. Juga tes menggunakan alat dan petugas (pembantu penelitian) yang sama serta pembahasan dan petunjuk pelaksanaan tes juga tidak diubah dari pre test, post test 1 dan post test 2. Pembahasan Tes Kebugaran Jasmani Dalam penenelitian ini dilakukan pengukuran kebugaran jasmani menggunakan tes naik turun bangku metode Sharkey. Tes ini adalah yang dikembangkan oleh banyak ahli telah memodifikasi tes Harvard dengan jalan menurunkan tinggi bangkunya, memperlambat irama naik turunnya, namun cara pelaksanaanya sama dengan tes Harvard. Juga tes ini sesuai dengan treatment yang diberikan dalam penelitian yaitu seri SJS seri II dan SKJ 2000, yang tujuan utamanya untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Sebelum pelaksanaan tes, alat yang digunakan telah dikalibrasi dengan pemeriksaan laboratorium oleh badan metrologi Banjarmasin. Alat tersebut
178 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
yaitu timbangan berat badan, stop watch dan meteran. Surat keterangan lihat pada lampiran 2. Pembahasan Program Pelatihan SJS seri II dan SKJ 2000 merupakan metode pelatihan untuk meningkatkan atau mempertahankan kebugaran jasmani. Akan tetapi program yang bagaimana sehingga senam kebugaran tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan kebugaran jasmani. Pate (1991) mengatakan bahwa bila beban diberikan terlalu ringan, maka pelatihan tidak akan bermanfaat, bila beban diberikan secara sedang (moderat) yaitu berkisar antara ambang rangsang, maka pelatihan akan sangat bermanfaat, tetapi bila beban terlalu berat akan merugikan. Sementara Fox (1988) mengatakan bahwa respon denyut nadi dapat digunakan sebagai pedoman beban pelatihan, untuk menaksir efek pelatihan dan untuk mengembangkan efektivitas program pelatihan dalam menerapkan prinsip beban lebih. Berdasarkan hasil pengukuran beban latihab SJS seri II dan SKJ 200 dengan 1 set, 2 set dan 3 set (penelitian pendahuluan), denyut nadi pelatihan inti menggambarkan bahwa presentasi intensitas pelatihan menggunakan rumus karvonen (1982) yang dicapai dengan frekuensi 1 set dari kedua senam kebugaran tersebut ternyata di bawah beban kerja 60 % untuk pelatihan aerobik. Sedangkan untuk frekuensi 2 set beban berada di atas 60 %, namun untuk SKJ 2000 belum mencapai 70 %, tetapi untuk SJS seri II bebannya sudah mencapai atau melebihi 70 % pelatihan aerobik, dan frekuensi 3 set keduanya
sudah masuk pada pelatihan 70 %. Dalam program pelatihan yang dirancang untuk penelitian ini beban pelatihan diawali dari frekuensi 1 set selama satu minggu. Walaupun beban ini belum mencapai beban kerja 60 %, tetapi sebagai penyesuaian pelatihan. Menurut Pate (1991) pelatihan aerobik untuk pemula dapat dimulai dengan beban kerja 60-70% dari DNM. Jadi sebenatnya pelatihan baru mencapai intensitas kerja aerobik pada saat frekuensi 2 set (minggu kedua) dan bebannya ditingkatkan secara bertahap atau pembebanan secara tidak linier. Berdasarkan hasil penelitian Tono (2000) bahwa pembebanan secara tidak linier lebih besar pengaruhnya terhadap peningkatan kebugaran jasmani dibanding dengan pembebanan secara linier. Program peningkatan beban secara bertahap merupakan metode penambahan beban secara tidak terus menerus, mengingat bahwa individu memerlukan periode adaptasi terhadap beban yang diterima. Dengan demikian ada saat beban ditingkatkan dan ada saat beban diturunkan, ekmudian beban ditingkatkan lagi. Brooks dan Fahey(1984) mengemukakan bahwa daptasi terhadap rangsang dalam tubuh terjadi pada saat beban pelatihan diturunkan intensitasnya, dan selanjutnya beban ditingkatkan lagi. Dalam program ini beban dimulai pada beban 1 set sebagai program penyesuaian, pada tahap pertama, dan selanjutnya setiap 3 kali pelatihan beban ditingkatkan 2 set sampai 3 set. Pada tahap keempat beban diturunkan sebagai periode regenerasi, dan pada periode berikutnya beban ditingkatkan hingga 4 set. Idealnya siklus
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 179
atau periode peningkatan dan penurunan beban pelatihan dalam sub siklus (micro cycle) tidak dilakukan satu kali, namun karena keterbatasan waktu penelitian, maka peneliti hanya menerapkan periode adaptasi hanya dua kali. Dalam penelitian ini bertitik tolak pada pengaruh peningkatan kebugaran jasmani dan perbedaan pengaruh kebugaran jasmani dari SJS seri II dan SKJ 2000, maka program yang dibuat sama, sehingga apabila terjadi peningkatan nilai kebugaran jasmani pada tiap kelompok, tidak lain karena pengaruh dari kedua senam kebugaran tersebut. Pengujian hipotesis penelitian Pelatihan dilakukan selama 2 bulan atau 8 minggu, menurut Pate (1991) bahwa lama pelatihan 6–8 minggu akan memberikan efek yanbg cukup berarti bagi yang berlatih. Dan program dirancang secara cermat dan benar sesuai kajian pustaka dan prinsip-prinsip pelatihan, akan memberikan pengaruh pada pelakunya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Hasil analisis statistik dengan Anava satu jalur telah membuktikan hipotesis yang diajukan pada bab III dan hasil diskripsi datanya disajikan pada bab IV. Adapun pembuktian tersebut didukung oleh beberapa teori yang telah dikemukakan pada bab II baik yang menyangkut metode pelatihan kebugaran, intensitas pelatihan, lama pelatihan, frekuensi pelatihan, peningkatan beban pelatihan (progressive overload) dan sebagainya. Begitu pula teori yang berhubungan dengan perubahan fisiologis akibat dari pelatihan kedua senam kebugaran
tersebut, terutama berpengaruh pada sistem jantung, fungsi pernapasan dan perubahan serabut otot. Berdasarkan pengolahan data pre test, post test 1 dan post test 2 dan uji statistik terhadap data tersebut yang disajikan pada bab IV dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut. Pengujian hipotesis 1. Pelatihan SJS seri II dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Dari hasil analisis data pada tabel 4.4 dengan Analisis Varians bahwa skor kebugaran jasmani dengan pelatihan SJS seri II rata-rata hasil pre test, dan post test 2 terdapat perbedaan yang sangat bermakna yaitu F prob = 0,0000 < α 5% + 0,05 dengan demikian maka pelatihan dengan perlakuan SJS seri II dapat meningkatkankebugaran jasmani bagi siswi SPK Martapura. Pengujian hipotesis 2. Pelatihan dengan SKJ 2000 dapat meningkatkan kebugaran jasmani. Dari hasil analisis data pada tabel 4.4 dengan Analisis Varians bahwa skor kebugaran jasmani dengan pelatihan SKJ 2000 rata-ratapre tes dan post test 2 terdapat perbedaan yang sangat bermakna juga yaitu F prob = 0,0000 < α 5% = 0,05 dengan demikian maka pelatihan dengan perlakuan SKJ 2000 dapat meningkat kebugaran jasmani bagi siswi SPK Martapura. Sedangkan untuk pengujian hipotesis ke 3. Pelatihan SJS seri II lebih meningkatkan kebugaran jasmani dari pada pelatihan SKJ 2000. Dari hasil analisis data pada tabel 4,5 dengan Analisis Varians bahwa skor kebugaran jasmani dengan pelatihan SJS seri II dan pelatihan SKJ 2000 pada tes awal
180 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
diperoleh harga p 0,425 dan pada tes akhir diperoleh harga p 0,3618. Berdsarkan harga p dari pre test dan post test 2 dari kedua senam kebugaran tersebut maka tidak terdapat perbedaan terhadap peningkatan kebugaran jasmani. Artinya kedua senam kebugaran tersebut sebanding dalam meningkatkan kebugaran jasmani Untuk memperjelas uraian dari pengujian hipotesis ketiga, disajikan grafik peningkatan skor rata dari pre test dan post test 2 dari SJS seri II dan SKJ 2000 dalam penelitian seperti gambar berikut: Dari grafik dapat terlihat bahwa SJS seri II dari pre test ke post test 2 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu 5,40 sedangkan untuk SKJ 2000 dari pre test ke post test 2 terjadi peningkatan sebesar 5,80. Berdasarkan selisih peningkatan skor rata-rata dari kedua senam kebugaran tersebut bahwa tidak terdapat perbedaan peningkatan kebugaran jasmani. Dari grafik dapat dipahami bahwa untuk SJS seri II dari pre test ke post 1 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu 3,45, namun dari post test 1 ke post test 2 sebesar 2,15, sedangkan untuk SKJ 2000 dari pre test ke post 1 terjadi peningkatan sebesar 5,05 dan dari post test 1 ke post test 2 terjadi peningkatan sebesar 0,65. Berdasarkan selisih peningkatan skor rata-rata dari kedua senam kebugaran tersebut dapat diprediksi kalau pelatihan terus dilakukan dan dites lagi maka SJS seri II lebih meningkatkan kebugaran jasmani dibandingkan dengan SKJ 2000. KESIMPULAN Baerdasarkan pengujian hipotesis dan uraian dalam pembahasan, maka
dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa; 1. Pelatihan SJS seri II meningkatkan kebugaran jasmani siswi SPK Martapura 2. Pelatihan SKJ 2000 meningkatkan kebugaran jasmani bagi siswi SPK Martapura 3. Pelatihan SKJ 2000 meningkatkan kebugaran jasmani sebanding dengan pelatihan SJS seri II bagi siswi SPK Martapura Sehingga dari kesimpulan ini, peneliti memberikan rekomendasi dan saran sebagai berikut; 1. Dalam upaya pemeliharaan atau peningkatan kebugaran jasmani dimasyarakat bisa menggunakan pelatihan dengan SJS seri II atau SKJ 2000 dan bisa dikombinasikan dengan jenis senam lainnya dalam membuat program pelatihan yang bervariasi sesuai dengan prinsip-prinsip pelatihan untuk membangkitkan motivasi supaya melakukan gerakan dengan penuh semangat dan tidak membosankan. 2. Bagi guru pendidikan jasmani, para instruktur atau pemandu dan pelaku serta pemerhati senam kebugaran jasmani dalam rangka pemeliharaan atau peningkatan kebugaran jasmani hendaknya terprogram, sehingga apa yang menjadi tujuan akan dapat menjadi kenyataan. DAFTAR PUSTAKA AAHPERD, 1999. Physical Education for Lifelong Fitness, (The Physical Best Teacher’s Guide). New York. American Alliance Human Kinetics.
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 181
Abdullah, Arma. Manadji, Agus. 1994. Dasar-dasar Pendidikan Jasmani. Jakarta P2TK. Dirjen. Dikti, Depdikbud. Anon, I.M. 1983. Fisiologi Olahraga: Aplikasi Prinsip-prinsip Dalam Kegiatan Olahraga, Program Akta Mengajar V-B No.23-POK. Jakarta. Depdikbud Dirjen Dikti. Atwi, S dan Soeharto. 2000. Kesegaran Jasmani dan Kesehatan Mental. Jakarta. Lembaga administrasi Republik Indonesia. Bompa, TO. 1990. Theory and Methodology of Training, (The Key to Athletic Performance) 2nd ed. Dubuque. Kendall/Hunt Publishing Company. Bowers RW, Fox EL. 1992. Sports Physiology, 3rd ed. Dubuque. Wm. C. Brown Publishers. Brooks GA, Fahey TD. 1985. Exercise Physiology: Human Bionergeties and its Applications. New York MacMillan Publishing Company. Bucher, Charles, A. 1983. Foundation of Physical Education and Sports. 9th edition. St. Louis. The CV Mosby Company. Burke Ej (ed). 1990. Toward and Understanding of Human Performance, 2nd ed. New York. Mouvement Publication. Cooper. 1997. Gangguan pernapasan (Pedoman Latihan Lengkap). Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. Depdikbud. 1982. Senam Pagi Indonesia seri D. Jakarta. Proyek Pembinaan Olahraga Bagi Seluruh Anggota Mayarakat.
--------------. 1984. Senam Kebugaran Jasmani . Jakarta. Proyek Pembinaan Olahraga Bagi Seluruh Anggota Mayarakat. Departemen Kesehatan RI. 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani. Jakarta. Fox EL, Bowers RW, And Foss ML. 1988. The Physiology Basics of Physical Education and Athletics, 4th, Philadelphia. Saunders College Publishing. Giam CK, The KC. 1992. Ilmu Kedokteran Olahraga, terjemahan Satmoko, H. (1993) Jakarta. Bina Aksara Giriwijoyo, S. 1992. Ilmu Faal Olahraga. FPOK IKIP Bandung. Harsono. 1988. Coaching dan Aspekaspek psikologis dalam Coaching. Jakarta. Depdikbud Dirjen Dikti. Issac, S. And Michael, W.N. 1982. Hand Book in Research and Evaluation for Education and the Behavioral Science. 2nd edition. California. Edits Publisher. Janssen, Peter, G.J.M. 1989. Latihan Laktat Denyut Nadi. Pringgoatmojo dan Mutafib, 1993. Jakarta. Penterjemah. KONI DKI JAYA. Kantor Menpora. 1988. Petunjuk Pelaksanaan Senam Kebugaran Jasmani 88. Jakarta. --------------------. 1992. Petunjuk Pelaksanaan Senam Kebugaran Jasmani ’92. Jakarta. --------------------. 1996. Petunjuk Pelaksanaan Senam Kebugaran Jasmani ’96. Jakarta.
182 Jurnal Multilateral, Volume 13, No. 2 Desember 2014 hlm. 165-183
--------------------. 1999. Petunjuk Pelaksanaan Senam Kebugaran Jasmani 2000. Jakarta. Kartono. 1986. Metode research (Penelitian Ilmiah). Bandung. Jemmars. Kravitz, Len. 1997. Bugar Total. Sumoesardjuno, S. Penterjemah. Jakarta. Raja Grapindo Persada. Mc Ardle WD, Katch FI, Katch VL. 1996. Exercise Physiology, Energy, Nutrition, and human Performance, 2nd ed. Philadelphia. Lea and Febiger. Nurhasan. 1997. Pengaruh Latihan Aerobik Intensif dan Anaerobik Ekstensif terhadap Kapasitas Kerja Maksimal Serta Ambang Anaerobik, (Tesis). Surabaya. Pascasarjana Universitas Airlangga. Pate RR, et al. 1991. Guidelines for Exercise Testing and Prescription, 4th ed. Philadelphia. Lea adn Febiger. Pusat Kebugaran Jasmani dan Rekreasi. 1995. Kebugaran Jasmani. Buletin, edisi 3.Th.II/1995. Jakarta. Depdikbud. Pusat Kebugaran Jasmani dan Rekreasi. 1997. Pedoman dan Modul Penataran pelatih Fitness Center Tingkat Dasar. Jakarta. Depdikbud. Rushall, B.S. 1990. Training for Sport and Fitness, Melbourne: The MacMillan Company of Australia Pty Ltd. Sajoto, Moch. 1988. Peningkatan dan Pembinaan kondisi Fisik dalam Olahraga. Jakarta. Dahara Prize.
Sastro Panular, R. 1993. Pembinaan dan peningkatan Kebugaran Jasmani. Jakarta. Medika No. 2 Th. 19 Pebruari. 16. Setiono H, dkk. 1992. Studi Percobaan Tentang Efektivitas Latihan Senam Jantung Sehat Seri II terhadap Kebugaran Jasmani Pada Usia Di atas 40 Tahun. Surabaya. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Sharkey. B.J. 1984. Physiology of Fitness, 2nd ed. University of Montana human Kinetics Publishers, Inc. Sibernagl. 2000. Fisiologi. (Edisi 4 : Bahasa Indonesia) alih bahasa : Handoyo Y. Jakarta. Hipokrates. Soekarman. 1991. Energi dan Sistem Predominan pada Olahraga. Koni Pusat. Jakarta. Soemantri. 1993. Kegunaan Olahraga. Jakarta. Medika, No. 1 Th. 9 Januari. Soempeno. B. 1993. Kesehatan Olahraga, Pendidikan Kepelatihan Program dasar Klub Jantung Sehat. Yogyakarta: Dinas Kesehatan DIY, 444. Subiyono. 1998. Pengaruh Latihan Side Step Berompi dengan Beban Linier dan Tidak Linier terhadap Kelincahan. Progres. Jurnal Ilmu Keolahragaan. Volume 1 Nomor 1. 2000. Semarang. Sudarno. 1991. Pendidikan Kebugaran Jasmani. Jakarta. Proyek Pembinaan tenaga Kependidikan, Dirjen, Dikti. Depdikbud. Suharsimi, Arikunto. 1989. Manajemen Penelitian. Jakarta. Depdikbud. Dirjen. Dikti P2LPTK.
Muhammad Mulhim, Perbandingan Pengaruh … 183
Suharto. 1997. Pedoman dan Modul Penataran Pelatih Fitness Center Tingkat Dasar. Jakarta. Depdikbud Penjaskesrek. Sumusardjuno, S. 1985. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Sumusardjuno, S. 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Sumusardjuno, S. 1996. Sehat dan Bugar. Jakarta. Gramedia pustaka Utama. Sumusardjuno, S. 1997. Petunjuk Praktis Kesehatan Olahraga. Jakarta. Pustaka Karya Grafika Utama. Surakhmad, Winarno. 1986. Dasar dan Teknik Research, Pengantar Metodologi Ilmiah. Bandung. Tarsito. Tim Penyusun Karya Ilmiah Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian). Depdiknas. Malang. UM Press. Tono, S. 2000. Pengaruh Pelatihan Senam Kesegaran Jasmani 1996 dengan Peningkatan Beban Linier dan peningkatan Beban Tidak Linier Terhadap Peningkatan Kesegaran Jasmani. (Tesis). Universitas Negeri Surabaya. Vander AJ, Sherman JH, Luciano DS. 2001. Human Physiology, 8th edition. New York. McGraw-Hill Book Co. Yessis & Trubo, 1988. Rahasia Kebugaran dan Pelatihan Olahraga Soviet. Ardina Purbo, Penterjemah. Bandung. ITS Press. Zainuddin M. 1988. Metodologi Penelitian. Surabaya. Impress.