KONSTRUKSI VEKTOR BINER DAN TRANSFORMASI GEN LISOZIM PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens
TRI HANDAYANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim Pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens” adalah benar karya bersama saya dan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Tri Handayani NIM C151100281
RINGKASAN TRI HANDAYANI. Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacerium tumefaciens. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan UTUT WIDYASTUTI. Penyakit ice-ice merupakan salah satu permasalahan besar dalam budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii. Penyakit ini diduga disebabkan oleh infeksi bakteri dan diinduksi oleh perubahan kualitas air secara drastis. Infeksi ice-ice dapat menyebar luas, menyebabkan kerusakan talus hingga mencapai 60-80% dan menyebabkan penurunan produksi. Lisozim memiliki aktivitas bakterisidal yang mampu menghidrolisa ikatan β-1,4-glikosida dari peptidoglikan yaitu antara asam N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan penyusun dinding sel bakteri Gram positif dan beberapa bakteri Gram negatif. Lisozim ayam telah dilaporkan memiliki aktivitas litik terhadap Micrococcus lysodeikticus, Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla dan Vibrio anguillarum. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid biner pembawa gen lisozim ayam dan mentransformasikan pada talus K. alvarezii melalui vektor A. tumefaciens. Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan menggunakan pMSH1. Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis menggunakan PCR dengan primer spesifik gen lisozim ayam. Plasmid pMSH-1 dan gen lisozim produk PCR dipotong dengan enzim NotI dan SpeI. Gen lisozim diligasi ke dalam vektor ekspresi pMSH1 dan selanjutnya ditransformasi ke Escherichia coli DH5α menggunakan kejutan suhu. Plasmid pMSH1-Lis ditransformasi ke A. tumefaciens LBA4404 melalui triparental mating. Sebanyak 225 talus diinokulasikan dengan A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-Lis di bawah kendali promoter 35S CaMV dan terminator Nos. Kokultivasi berlangsung selama 3 hari pada media PES (Prevasoli’s Enriched Seawater) yang mengandung 200 mg/L asetosiringon. Talus transforman diseleksi pada media PES yang mengandung 20 mg/L higromisin. Konstruksi plasmid biner pMSH1 yang mengandung gen lisozim telah berhasil dilakukan dan ditransformasikan ke E. coli DH5α dan A. tumefaciens LBA4404. Jumlah talus K. alvarezii tahan higromisin sebanyak 53 talus atau 23,56% dari jumlah talus yang diinfeksi. Jumlah talus yang bertunas sebanyak 6 talus dengan efisiensi tunas putatif sebesar 11,32%. Analisis molekuler terhadap talus yang tahan higromisin dengan PCR menggunakan kombinasi primer spesifik gen lisozim, promoter 35S CaMV dan terminator Nos menunjukkan bahwa 3 tunas yang terbentuk dari 3 talus mengandung gen lisozim. Persentase transformasi dalam penelitian ini adalah 23,56%. Berdasarkan nilai persentase transformasi, maka protokol transformasi masih perlu dimantapkan agar diperoleh transforman dan tunas putatif lebih banyak. Selanjutnya, rumput laut transforman perlu diuji untuk mengevaluasi tingkat toleransinya terhadap infeksi bakteri dan stres lingkungan. Kata kunci: Kappaphycus alvarezii, lisozim, Agrobacterium tumefaciens, transformasi genetik.
SUMMARY TRI HANDAYANI. Binary Vector Construction and Transformation of Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Agrobacterium tumefaciens-mediated Transfer. Supervised by ALIMUDDIN and UTUT WIDYASTUTI. Ice-ice disease is the biggest problem in the cultivation of seaweed Kappaphycus alvarezii. The disease is caused by bacterial infection and induced by drastic changes of water quality. Lysozyme has the ability to break down bacterial cell wall. Lysozymes are well-characterized hydrolases, which cleave beta-1,4 linkages of N-acetylglucosamine (GlcNAc) homopolymers and beta-1,4 linkages of the bacterial cell wall component GlcNAc-N-acetylmuramic acid peptidoglycan. Chicken lysozyme had lytic activities against Micrococcus lysodeikticus, Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla and Vibrio anguillarum. The purpose of this research was to construct of a binary vector pMSH1-Lis carrying chicken lysozyme (Lis) gene and introduce pMSH1-Lis on K. alvarezii. Lysozyme gene was amplified from pJfKer-Lis using PCR with specific primers for chicken lysozyme gene. Plasmid pMSH-1 and PCR product of lysozyme gene was cut with enzymes NotI and SpeI. Lysozyme gene was ligated into the expression vector pMSH1 to design a binary expression vector of pMSH1-Lis. The pMSH1-Lis was transformed to Escherichia coli DH5α by heat shock, cultured and then the plasmid was isolated. The binary vector expression was transformed into Agrobacterium tumefaciens LBA4404 by tri-parental mating. Thallus was inoculated with A. tumefaciens carrying pMSH1-Lis and then the transformed thallus was selected by adding 20 mg/L hygromycin to the culture medium. PCR analysis showed that the construction of the binary plasmid pMSH1Lis was established. Percentage of transformation of pMSH1-Lis on K. alvarezii was 23.56%, while the efficiency of putative bud was 11.32%. PCR analysis showed that three of the regenerated thallus contained lysozyme gene. Thus, transgenic K. alvarezii was produced successfully and this can be useful for studying the mechanisms of seaweed defense against bacterial infection. Based on the percentage of the transformation, the transformation protocols need to be established for increasing transformants and regenaration thallus. Test bacterial resistance and environmental stress is necessary to examine the transformants tolerance. Keywords: Kappaphycus alvarezii, lysozyme, Agrobacterium tumefaciens, genetic transformation
©Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KONSTRUKSI VEKTOR BINER DAN TRANSFORMASI GEN LISOZIM PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens
TRI HANDAYANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian tesis: Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si.
Judul Tesis : Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens Nama : Tri Handayani NIM : C151100281
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Alimuddin, SPi MSc Ketua
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Enang Harris, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 19 April 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacerium tumefaciens” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dibiayai oleh proyek kerjasama Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros dengan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, a.n. Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc dan Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan serta kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si selaku penguji luar komisi atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. sebagai Ketua Program Studi/ Mayor Ilmu Akuakultur Pascasarjana IPB. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk menempuh program Pascasarjana (S2) bagi Peneliti. Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan FPIK, di Laboratorium Biorin PPSHB serta teman-teman AKU 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada suami Samino dan ananda Kamilia Salsabila atas dukungan, kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibu dan Bapak yang senantiasa memberi inspirasi, semangat, dukungan dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan tugas belajar di Pascasarjana IPB. Sebagian dari tesis ini sudah ditulis dalam bentuk artikel dan dikirimkan ke BIOTROPIA dengan judul “Binary Vector Construction and Transformation of Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Agrobacterium tumefaciens-mediated Transfer”. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama dapat memberikan informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia terutama masyarakat Indonesia.
Bogor, Mei 2013 Tri Handayani
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Halaman ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Gen Lisozim Transgenesis Konstruksi DNA Rekombinan Transformasi Gen Melalui Agrobacterium tumefaciens
4 4 6 6 7 9
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan Rumput Laut dan Bakteri Konstruksi Vektor Biner Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dan Analisis PCR Transformasi pMSH1-Lis pada Talus Kappaphycus alvarezii. Identifikasi Talus Transforman dengan Metode PCR
13 13 13 14 15 15 16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi Plasmid Biner pMSH1-Lisozim Transformasi pMSH1-Lisozim ke Agrobacterium tumifaciens Transformasi Gen Lisozim pada Talus Kappaphycus alvarezii
17 17 18 19
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
24 24 24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
35
DAFTAR GAMBAR Halaman Siklus hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii 5 Proses transformasi genetik menggunakan perantara 11 Agrobacterium tumifaciens 3 Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan) 13 4 Peta plasmid pJfKer-Lis 13 5 Pola pemotongan plasmid pMSH1-Lis menggunakan enzim NotI dan SpeI dan identifikasi Escherichia coli DH5α transforman pembawa gen lisozim 17 6 Triparental mating (TPM) 18 7 Identifikasi transforman Agrobacterium tumefaciens hasil triparental mating (TPM) 19 8 Tahapan transformasi genetik rumput laut Kappaphycus alvarezii 11 9 Tahapan perkembangan talus Kappaphycus alvarezii. 22 10 Hasil analisis PCR DNA rumput laut hasil transformasi dengan 23 gen Lisozim 1 2
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kompisisi media PES (Prevasoli’s Enriched Seawater) stok 2 Komposisi media Lurria Bertani (LB) Agar 3 Komposisi larutan 1, 2, dan 3 untuk isolasi plasmid 4 Komposisi bufer 1x TAE 5 Komposisi bufer ekstraksi CTAB
Halaman 30 31 32 33 34
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Sentra produksinya mulai dari Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Kupang, Maluku, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Aceh, Riau, Lampung, Bangka-Belitung, Banten, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Banyuwangi, dan Madura (Sulistijo 1998). Rumput laut ini merupakan sumber kappa-karaginan yang dimanfaatkan dalam berbagai industri, antara lain: makanan, tekstil, kosmetik, farmasi, dan fotografi (Yu et al. 2002). Kappa-karaginan banyak dimanfaatkan sebagai stabilisator, bahan pengental, pembentuk gel dan pengemulsi (Bixler 1996). Permintaan pasar terhadap K. alvarezii sekitar delapan kali lebih banyak dari jenis lainnya (Sulistijo 2002). Upaya peningkatan produksi dilakukan dengan memperluas penanaman rumput laut pada daerah pantai yang cocok untuk budidaya dan dengan divertifikasi teknologi budidaya. Namun demikian, serangan penyakit ice-ice merupakan kendala paling merugikan karena sulit ditanggulangi dan waktu penyebarannya relatif cepat. Infeksi ice-ice dapat menyebar luas hanya dalam waktu sekitar satu minggu, dan dapat menyebabkan kerusakan talus hingga mencapai 60-80% dalam waktu 1-2 bulan (Sulistijo 2002). Penyakit ice-ice juga menyebabkan penurunan kandungan karaginan (Amiluddin 2007). Fenomena demikian sangat merugikan bagi pembudidaya, bahkan dapat menyebabkan kebangkrutan dalam usaha budidaya rumput laut (Yulianto dan Mira 2009). Bakteri yang diduga sebagai agen penyakit ice-ice adalah Pseudomonas nigricaciens, P. fluorescens, Vibrio granii, Bacillus cereus, dan V. agarliquefaciens. Hasil uji patogenitas terhadap kelima bakteri tersebut menunjukkan bahwa patogenitas tertinggi dimiliki oleh V. agarliquefaciens (Nasution 2005). Selain itu, Largo (2002) juga menemukan bakteri Vibrio pada talus yang terserang ice-ice. Aris (2011) melaporkan lima jenis bakteri pada talus K. alvarezii yang terserang ice-ice, yaitu Flavobacterium meningosepticum, V. alginoliticus, Pseudomonas cepacia, P. diminuta, dan Plesiomonas shigelloides. Sementara itu, Nurjana (2008) mengidentifikasi bakteri pada rumput laut yang terserang ice-ice, yaitu Chromobacterium, Acinetobacter, Flavocytofaga dan Vibrio. Rekayasa genetik diketahui dilaporkan dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan organisme budidaya terhadap infeksi bakteri patogen (Yazawa et al. 2006; Burge et al. 2007; Fletcher et al. 2011). Pada rumput laut, penelitian awal terkait pengembangan metode transfromasi dan uji aktivitas promoter telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Huddy et al. (2012) telah berhasil mentransformasi gen LacZ ke dalam talus Gracilaria gracilis menggunakan metode tembakan partikel, demikian juga dengan Takahashi et al. (2010) untuk gen glukuronidase pada talus Porphyra yezoensis. Promoter yang umum digunakan dalam produksi rumput laut transgenik adalah 35S CaMV (cauliflower mosaicvirus) pada Laminaria japonica (Qin et al. 2005),
2 Kappaphycus alvarezii (Rajamuddin 2010), Porphyra yezoensis (Takahashi et al. 2010), dan Gracilaria gracilis (Huddy et al. 2012). Metode yang umum digunakan dalam produksi tanaman transgenik adalah dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens. Penggunaan A. tumefaciens dalam transformasi pada rumput laut telah berhasil dilakukan pada Porphyra yezoensis (Cheney et al. 2001). Namun demikian, hingga saat ini penggunaan A. tumefaciens dalam transformasi gen pada K. alvarezii belum ada yang melaporkan. Transformasi menggunakan A. tumefaciens memiliki beberapa keuntungan antara lain adalah biaya relatif lebih murah, jumlah salinan gen sedikit dan teknik pengulangan percobaan memberikan hasil serupa (reproducible) (Hiei et al. 1997). Agrobacterium tumefaciens mengandung vektor ekspresi biner. Vektor pertama merupakan bagian virulen dari A. tumefaciens, tetapi tanpa TDNA, dan vektor kedua yang berukuran lebih kecil mengandung T-DNA dan gen yang akan disisipkan (Loeidin 1998). Gen yang sudah banyak diteliti dalam usaha mengatasi infeksi bakteri pada organisme budidaya adalah gen lisozim. Lisozim dipergunakan untuk membuat transgenik ikan tahan infeksi bakteri, seperti ikan zebra (Yazawa et al. 2006), udang (Litopenaeus vannamei) (Burge et al. 2007) dan ikan salmon (Salmo salar L.) (Fletcher et al. 2011). Lisozim memiliki aktivitas bakterisidal yang mampu menghidrolisis ikatan β-1,4-glikosida dari peptidoglikan yaitu antara asam Nasetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan penyusun dinding sel bakteri Gram positif (Li et al. 2008). Namun demikian, lisozim juga memiliki aktivitas litik pada beberapa bakteri Gram negatif. Lisozim ayam telah dilaporkan memiliki aktivitas litik terhadap Micrococcus lysodeikticus, Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla dan Vibrio anguillarum (Yazawa et al. 2006). Lisozim mampu membunuh bakteri Gram negatif, yang ditemukan pada bivalvia dan udang (Li et al. 2008). Aktivitas litik dari lisozim pada F2 ikan salmon transgenik adalah 40% lebih besar daripada ikan salmon bukan transgenik (Fletcher et al. 2011). Transgenik ikan zebra yang mengekspresikan lisozim ayam menunjukkan bahwa F2 ikan transgenik 65% tahan infeksi F. columnare dan 60% tahan terhadap infeksi Edwardsiella tarda, sedangkan 100% ikan zebra kontrol tidak tahan terhadap infeksi bakteri tersebut (Yazawa et al. 2006). Kemampuan lisozim ayam dalam merusak dinding sel bakteri Gram positif dan beberapa bakteri Gram negatif ini merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan resistensi rumput laut terhadap bakteri patogen, terutama infeksi bakteri yang diduga sebagai penyebab penyakit ice-ice. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengkonstruksi plasmid rekombinan pembawa gen lisozim untuk transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens 2. Mengevaluasi persentase transformasi dan integrasi gen lisozim yang diintroduksikan pada talus rumput laut Kappaphycus alvarezii melalui Agrobacterium tumefaciens.
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas Agrobacterium tumefaciens dalam transformasi dan integrasi gen lisozim. Selanjutnya rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dihasilkan dapat menjadi varietas tahan infeksi bakteri.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) yang banyak dibudidayakan. Rumput laut jenis ini dikenal juga dengan nama Eucheuma cotonii (Atmadja et al. 1996; Lewmanomont dan Ogawa 1995; Trono dan Ganzonfortes 1988; Wei dan Chin 1983) dan nama dagangnya adalah cotonii. Berdasarkan pada karakter biokimia, dimana kandungan kappa karaginan yang lebih dominan dari pada iota dan beta karaginan yang ditemukan oleh seorang ahli dari Filipina bernama alvares, maka nama ilmiah dari E. cottonii berubah menjadi Kappaphycus alvarezii (Atmadja et al. 1996; Silva et al. 1996). Atmadja et al. (1996) mengklasifikasikan rumput laut ini sebagai berikut: Kingdom : Thalophyta Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solierace Genus : Kappaphycus Spesies : Kappaphycus alvarezii Kappaphycus alvarezii memiliki talus silindris, permukaan licin, berduri tidak teratur dan melingkari talus, duri-duri talus runcing dan agak memanjang (Doty 1973). Talus bersifat cartilagenous, warna hijau, hijau kekuningan, abu-abu atau merah. Penampakan talus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Duri-duri pada talus terdapat juga sama seperti halnya dengan E. denticulatum tetapi tidak bersusun melingkari talus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal. Tumbuh melekat ke substrat dengan alat pelekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk (Atmadja et al. 1996). Perkembangbiakan K. alvarezii secara alami melalui proses pergantian generasi antara seksual dan aseksual. Reproduksi (perkembangbiakan) seksual berlangsung melalui perkawinan antara sel betina (karpogonia) dari gametofit betina dan sel jantan (spermatia) dari gametofit jantan yang kemudian tumbuh menjadi tumbuhan “karpospora” (fase karposporofit) yang masih menempel pada tumbuhan induknya. Reproduksi aseksual berlangsung dengan cara penyebarluasan spora yang dihasilkan oleh karposporofit yang kemudian tumbuh menjadi “sporofit” (fase tetrasporofit) yang akan memproduksi spora sebagai cikal-bakal “gametofit” jantan dan betina. Demikianlah terus berulang-ulang membentuk suatu siklus perkembangbiakan silih berganti antara gametofit, karposporofit dan tetrasporofit (Atmadja et al. 1996). Siklus perkembangbiakan rumput laut K. alvarezii disajikan dalam Gambar 1.
5
Gambar 1. Siklus hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii. Siklus hidup K. alvarezii meliputi fase gametofit, karposporofit dan tetrasporofit (Atmadja et al. 1996). Proses perbanyakan yang umum dilakukan dalam budidaya berlangsung tanpa melalui perkawinan. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh menjadi rumput laut muda yang mempunyai sifat seperti induknya. Perkembangan dengan vegetatif lebih umum dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang talus yang muda, masih segar, warna cerah, dan memiliki percabangan yang rimbun serta terbebas dari penyakit (Parenrengi dan Sulaeman 2007). Metabolit primer berupa senyawa hidrokoloid yang dihasilkan oleh K. alvarezii disebut karaginan (carrageenan) sehingga disebut pula rumput laut carrageenophyte (karaginofit). Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam yaitu: iotakaraginan, kappa-karaginan dan lambda-karaginan, ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap protein (Rajamuddin 2010). Karaginan yang terdapat pada K. alvarezii termasuk dalam kelompok kappa-karaginan (Spagnoulo et al. 2005). Terdapat tiga strain pada K. alvarezii berdasarkan warnanya, yaitu strain hijau, merah dan coklat. Masing-masing strain memiliki kandungan karaginan yang berbeda. Kandungan karaginan tertinggi ditemukan pada strain hijau (40,7±3,6%), selanjutnya strain coklat (37,5 ± 1,1 %), dan terendah pada strain merah (32,7 ± 3,9%) (Munoz et al. 2004). Selain sebagai penghasil karaginan, rumput laut ini juga kaya nutrisi, antara lain vitamin, mineral, protein dan asam amino esensial, serta rendah lemak (Kotiya et al. 2011).
6 Gen Lisozim Lisozim termasuk kelompok ubiquitous dan merupakan enzim antibakteri yang menghidrolisis ikatan β-1,4 glikosida dari peptidoglikan penyusun dinding sel bakteri Gram positif (Li et al. 2008). Lisozim merupakan enzim yang terdistribusi secara luas, ditemukan pada serum, mukus dan beberapa jaringan vertebrata tingkat tinggi (Yazawa et al. 2006). Beberapa studi menunjukkan bahwa lisozim juga mampu membunuh bakteri Gram negatif, yang ditemukan pada bivalvia dan udang. Aktivitas anti protozoa dan anti fungi dari lisozim disebabkan karena pemecahan N-asetil glukosamin pada khitin. Lizosim mampu membunuh bakteri dengan aktivitas enzimatis. Sehingga, lisozim disebut sebagai komponen penting dalam pertahanan imun terhadap serangan infeksi mikrobia (Li et al. 2008). Terdapat beberapa tipe lisozim yang telah berhasil dimurnikan, di antaranya adalah chicken-type (c-type), goose-type (g-type) dan invertebrate-type (i-type) (Li et al. 2008). Thammasirirak et al. (2006) mengklasifikasikan lisozim menjadi tiga, yaitu chicken-type (c-type), goose-type (g-type) dan T4-type. Hikima et al. (2003) membagi lisozim menjadi 6 tipe, yaitu chicken-type (c-type), goose-type (g-type), invertebrate-type (i-type), plant, bacterial, T4 phage lysozyme (phage-type). Lisozim tipe c (chicken lysozyme) merupakan tipe lisozim yang paling banyak digunakan pada biota budidaya (Li et al. 2008). Lisozim tipe c disintesis oleh saluran telur ayam (Nguyen-Huu et al. 1979). Aktivitas litik dari lisozim pada F2 ikan salmon transgenik adalah 40% lebih besar daripada ikan salmon bukan transgenik (Fletcher et al. 2011). Aktivitas lisozim pada ikan zebra transgenik menunjukkan bahwa 65% generasi F2 ikan zebra transgenik tahan terhadap infeksi Flavobacterium columnare dan 60% tahan terhadap infeksi Edwardseilla tarda, sedangkan ikan zebra kontrol (nontransgenik) 100% tidak tahan terhadap infeksi bakteri tersebut (Yazawa et al. 2006). Aktivitas gen lisozim dalam merusak dinding sel bakteri bervariasi pada spesies yang berbeda dan variasi aktivitas setiap spesies kemungkinan berpengaruh terhadap ketahanan inang (Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan enzim antimikrobia yang diduga berperan penting pada imunitas ikan (Fletcher et al. 2011). Lisozim yang diisolasi dari telur ayam (hen egg white lysozyme) menunjukkan aktivitas litik yang kuat terhadap E. tarda dan Streptococcus sp. Aktivitas lisozim pada ikan flounder sangat lemah pada E. tarda dan Streptococcus sp. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas bakterial dari lisozim sangat bervariasi pada spesies yang berbeda. Variasi tersebut diduga dipengaruhi oleh hubungan antara inang dan patogen dalam pertahanan bawaan pada inang (Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan enzim antimikrobia yang diyakini memainkan peran penting dalam imunitas bawaan (innate immunity) (Fletcher et al. 2011). Transgenesis Transgenesis merupakan proses transfer gen-gen asing ke inang yang baru (Lutz 2001), dengan memasukkan DNA asing ke dalam nukleus suatu sel target
7 dan menggabungkannya ke genom inang. Teknik ini digunakan untuk mengintroduksi karakter-karakter genetik yang baru atau over-ekspresi ke suatu individu dan diharapkan dapat diwariskan ke keturunannya. Analisis organisme transgenik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, visual, histokimia dan molekuler. Pengamatan secara visual antara lain dilakukan jika T-DNA yang terintegrasi memiliki gen pelopor seperti GFP (green fluorencense protein). Dengan menggunakan gen pelopor, pengamatan dapat dilakukan tanpa merusak jaringan atau sel. Sedangkan analisis molekuler dapat dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction). Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi DNA sederhana (Ananda 2004; Wulandari 2005). Teknik PCR ini dapat digunakan untuk mengetahui integrasi dan ekspresi gen sisipan pada organisme hasil transformasi. Integrasi gen sisipan pada organisme hasil transformasi dapat dilakukan dengan teknik isolasi DNA (Ananda 2004; Wulandari 2005). Analisis ekspresi gen sisipan dapat dilakukan dengan isolasi RNA dan dilanjutkan dengan sintesis cDNA (Lubis 2008). Gen yang disisipkan ke dalam genom tanaman harus dapat diekspresikan sehingga menghasilkan protein yang diinginkan serta harus stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Gen-gen yang diekspresikan pada tanaman pada awalnya adalah gen-gen asli dari sumbernya: bakteri, jamur, hewan, tetapi kebanyakan ekspresi dari gen tersebut di dalam tanaman sangat rendah. Penambahan enhancer dikombinasikan dengan penggunaan promoter kuat atau promoter spesifik dapat meningkatkan ekspresi gen pada tanaman (Rajamuddin 2010). Salah satu penentu keberhasilan transgenesis adalah kemampuan promoter yang digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen yang diintroduksikan. Promoter yang umum digunakan dalam produksi rumput laut transgenik adalah promoter 35S CaMV (cauliflower mosaicvirus), seperti pada Gracilaria gracilis (Huddy et al. 2012), Kappaphycus alvarezii (Rajamuddin 2010), Laminaria japonica (Qin et al. 2005) dan Porphyra yezoensis (Takahashi et al. 2010). Konstruksi DNA Rekombinan Teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetika) pada prinsipnya adalah proses kloning gen. Kloning gen memungkinkan sejumlah gen dari sumber berbeda disatukan dan membentuk DNA rekombinan. Kegiatan ini meliputi beberapa tahap, yaitu penyisipan fragmen DNA yang mengandung gen target ke dalam molekul DNA vektor (pembentukan DNA rekombinan), vektor rekombinan dimasukkan ke dalam sel inang, perbanyakan DNA rekombinan di dalam sel inang melalui pembelahan sel inang. Pembelahan sel inang ini berlangsung terus menerus sehingga akan membentuk koloni yang masing-masing sel penyusunnya membawa DNA rekombinan (Brown 1996). Rekombinasi DNA plasmid meliputi lima langkah kegiatan. Langkah pertama ialah mengkultur bakteri yang mengandung plasmid vektor dan plasmid yang membawa DNA sisipan. Kultur dilakukan secara terpisah dan menggunakan antibiotik yang sesuai sebagai penyeleksi (Brown 1996). Isolasi DNA dilakukan
8 terhadap kedua jenis kultur. Prinsip isolasi ialah melakukan lisis sel dan memisahkan bagian plasmid dari RNA dan protein (Mullis 1990). Langkah kedua ialah memotong kedua plasmid dengan enzim restriksi yang sama. Penggunaan enzim restriksi yang sama bertujuan untuk memudahkan ligasi DNA vektor dengan DNA sisipan melalui proses ligasi. Enzim yang mampu memotong utas DNA secara tepat dan konsisten digolongkan ke dalam tipe II endonuklease restriksi. Enzim ini mendegradasi DNA dengan memecah ikatan fosfodiester yang menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida lainnya pada untaian DNA. Hasil pemotongan DNA dengan menggunakan enzim ini ada dua yaitu ujung tumpul (blund end) dan ujung lekat (sticky end). Ujung tumpul terjadi karena enzim membuat potongan untai ganda sederhana pada pertengahan urutan pengenal. Ujung lekat terjadi karena enzim restriksi menghasilkan potongan berbentuk zig-zag atau dengan belok tajam melampaui dua atau empat nukleotida. Fragmen DNA yang dihasilkan mempunyai tonjolan untai tunggal pendek pada tiap ujung (Brown 1996). Langkah ketiga ialah rekombinasi DNA yaitu menggabungkan DNA vektor dengan DNA sisipan melalui proses ligasi menggunakan enzim T4 DNA ligase. Proses ligasi ini dipengaruhi oleh suhu, kemurnian dan konsentrasi DNA. Hasil ligasi berupa vektor yang telah membawa gen sisipan. Ligasi utas DNA berujung lekat jauh lebih efisien dibandingkan ligasi ujung tumpul. Hal ini disebabkan karena pada kedua ujung lekat terdapat pasangan basa yang sesuai. Kedua ujung dapat menyatu melalui ikatan hidrogen sehingga membentuk struktur yang lebih stabil. Pada DNA ujung tumpul enzim ligasi tidak mudah menyatukan keduanya. Untuk mendapatkan kemungkinan terjadinya penyambungan, jumlah DNA yang diligasi perlu diperbanyak (Brown 1996). Langkah keempat ialah transformasi (memasukkan) DNA rekombinan ke dalam inang. Tujuan transformasi ini ialah untuk memperbanyak DNA plasmid rekombinan. Sel inang yang umum digunakan adalah Escherichia coli. Alasan penggunaan E. coli antara lain proses pembelahan selnya sangat cepat (setiap 22 menit) sehingga pada waktu kurang dari 11 jam akan dihasilkan milyaran sel bakteri, dan pada setiap sel dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan copy DNA plasmid rekombinan (Mullis 1990). Langkah kelima adalah seleksi terhadap sel inang hasil transformasi pada E. coli. Seleksi ini berdasarkan pada keberadaan gen-gen penyeleksi dalam plasmid (Mullis 1990). Gen penyeleksi pada plasmid pMSH1 ialah npt II (neomycin phosphotransferase II) adalah gen marka seleksi terhadap antibiotik kanamisin dan hpt (hygromycin phosphotransferase) adalah gen marka seleksi terhadap antibiotik higromisin (Hannum 2013). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transfer gen yaitu konstruksi gen dan bagaimana gen yang ditransformasikan dapat terintegrasi dan terekspresi pada jaringan target yang diinginkan, kemampuan jaringan target untuk menerima gen asing dan kemampuan beregenerasi dari jaringan target. Keberhasilan transformasi genetik tanaman ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi tanaman. Untuk pembuktian terintegrasinya gen asing, umumnya digunakan penanda dan dapat dilakukan dengan menggunakan marka seleksi, yang paling banyak dipakai yaitu seleksi terhadap antibiotik dan herbisida (Hiei et al. 1997). Selain menggunakan
9 seleksi terhadap antibiotik dan herbisida, integrasi gen sisipan pada tanaman hasil transformasi dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR. Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit, dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi sederhana (Brown 1996). Tansfer dengan sistem Agrobacterium ini biasanya menggunakan vektor ganda (binary-vector). Sistem ini menggunakan 2 plasmid yaitu plasmid pertama mengandung bagian virulen dari plasmid Ti dari Agrobacterium tetapi tanpa TDNA dan plasmid kedua yang lebih kecil mengandung T-DNA dan gen yang disisipkan. Alasan penggunaan vektor ganda adalah sulitnya menemukan sisi pemotongan yang unik dengan enzim restriksi pada plasmid Ti yang berukuran sangat besar (Loedin 1994). Transformasi Gen Melalui Agrobacterium tumefaciens Agrobacterium adalah bakteri Gram negatif yang hidup bebas dalam tanah. Bakteri ini hidup optimum pada suhu 28-30oC, bakteri ini tidak dapat membentuk spora (endospora) (Buchanan dan Gibbons 1974), dan dapat menimbulkan penyakit pada tumbuhan yang terinfeksi. Dalam budidaya pertanian, penyakit ini tergolong penting dan sebagian besar terjadi pada tanaman dikotil (Draper et al. 1993). Menurut Miller dan Bassler (2001) terdapat dua spesies Agrobacterium yang bersifat patogen yaitu A. tumefaciens sebagai penyebab penyakit tumor (crown gall) dan A. rhizogenes sebagai penyebab penyakit akar rambut (hairy root) pada berbagai tanaman dikotil yang peka. Escobar dan Dandekar (2003) menyebutkan ada beberapa spesies Agrobacterium yang menyebabkan penyakit pada tanaman, antara lain: A. tumefaciens (crown gall disease), A. rhizogenes (hairy root disease), A. rubi (cane gall disease) dan A. vitis (crown gall of grape). Sistem transformasi yang paling umum digunakan pada tanaman adalah transformasi menggunakan A. tumefaciens. Bakteri ini merupakan bakteri tanah yang bersifat patogen dan dapat melakukan transformasi genetik ke sel inangnya, hingga menyebabkan tumor (crown gall). Selama ini interaksi antara Agrobacterium dengan sel tanaman yang diketahui merupakan suatu fenomena alami transpor T-DNA dari Agrobacterium tipe liar ke dalam inti sel tanaman (Songstad et al. 1995). Ketika Agrobacterium menginfeksi tanaman, bagian dari molekul DNAnya yang disebut T-DNA terintegrasi pada DNA kromosom tanaman (Loedin 1994). Transformasi menggunakan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan antara lain relatif lebih murah, jumlah salinan gen sedikit dan teknik pengulangan percobaan memberikan hasil serupa (reproducible) (Hiei et al. 1997). Terdapat tiga komponen utama pada Agrobacterium yang berperan dalam transfer DNA ke dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky 1996). Ketiga komponen tersebut adalah T-DNA, virulence (Vir: A, B, C, D, E, G,H) dan gen chromosomal virulence (chv), yang terdiri atas chvA, chvB, pscA dan att (Broek dan Vanderleyden 1995, Tzfira dan Citovsky 2003). Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium. (Sheng dan Citovsky 1996; Gelvin 2000). Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara kimiawi
10 dimana sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula, asam, asam amino atau senyawa fenol (Winans 1992). Adanya senyawa tersebut menginduksi Agrobacterium untuk bergerak aktif menuju ke sel sasaran. Gerakan yang bersifat kemotaksis ini dipandu oleh senyawa yang disekresikan oleh sel tanaman rentan yang luka. Interaksi dilanjutkan dengan adanya kontak antara Agrobacterium dengan sel tanaman sasaran. Untuk memperkuat kontak tersebut Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit yaitu β-1-2-glukan. Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB, dan exoC. Gen lain pada kromosom yang berperan seperti ketiga gen tersebut adalah cel, produk cel berperan penting dalam sintesis senyawa selulosa fibril (Douglas et al. 1985; Gelvin 2000). Induksi faktor virulensi (vir) yang akan mengatur proses pemotongan dan transfer T-DNA ke sel tanaman. Beberapa metabolit yang disekresi oleh tanaman, akan menginduksi faktor virulensi. Metabolit tersebut adalah asetosiringon, hidroksi asetosiringon, koniferil alkohol dan etil piruvat (Winans 1992). Aktivasi gen vir dimulai dengan penerimaan sinyal oleh VirA. VirA merupakan protein sensor trans-membran yang berfungsi mendeteksi molekul sinyal berupa senyawa fenolik seperti asetosiringon. Selain itu, beberapa jenis monosakarida juga berfungsi sebagai sinyal. Deteksi monosakarida dimungkinkan oleh adanya interaksi dan asosiasi antara protein VirA dengan ChvE yang berfungsi sebagai protein pengikat gula (glukosa/galaktosa) pada periplasma (de la Riva et al. 1998). Protein dari VirA ini akan menginduksi VirG melalui fosforilasi, yang selanjutnya VirG akan mengaktifkan ekspresi berbagai Vir lainnya (Winans 1992). Induksi protein-protein Vir dikontrol oleh dua komponen sistem yaitu VirA/G (Rosen & Ron 2011). Proses transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens dijelaskan pada Gambar 2. Protein yang dihasilkan oleh gen Vir berperan untuk memotong dan mentransfer T-DNA ke inang. Proses perpindahan T-DNA ke sel tanaman diawali dengan pemotongan utas T-DNA dari plasmid Ti. Protein VirD1 dan VirD2 yang memiliki aktivitas endonuklease akan mengenali sekuen batas T-DNA dan memotong utas DNA pada posisi tersebut dan melepaskan utas tunggal T-DNA. Setelah pemotongan, protein VirD2 tetap terikat secara kovalen pada ujung 5’ utas T-DNA (batas kanan). Asosiasi VirD2 melindungi T-DNA dari aktivitas eksonuklease pada ujung 5’ T-DNA dan juga berfungsi membedakan ujung 5’ TDNA (batas kanan) sebagai ujung yang akan ditransfer terlebih dahulu ke sel tanaman. Sintesis utas T-DNA dimulai dari batas kanan T-DNA dan berlangsung dalam arah 5’ ke 3’. Kompleks utas tunggal T-DNA-VirD2 diselubungi oleh VirE2. Asosiasi protein ini mencegah serangan nuklease dan berfungsi membentangkan utas kompleks T-DNA sehingga bentuknya menjadi lebih ramping dan mudah melintasi kanal membran (de la Riva et al. 1998). Transpor kompleks T-DNA dan protein Vir lainnya (VirE2 dan VirF), dari bakteri menuju ke sel inang melalui sistem sekresi tipe IV. Sistem sekresi tipe IV adalah kanal penghubung bakteri-inang yang tersusun atas protein VirD4 dan 11 jenis protein VirB (Tzfira & Citovsky 2002; Judd et al. 2005). Protein-protein VirB membentuk kanal membran dan juga berfungsi sebagai ATPase yang menyediakan energi untuk pembentukan kanal maupun proses ekspor T-DNA.
11 VirD4 berperan menunjang interaksi kompleks T-DNA-VirD2 dengan komponen sekresi VirB (Gelvin 2003). VirD2 pada kompleks T-DNA akan mengarahkan pergerakan kompleks menuju ke protein VirD4 pada kanal sekresi dan akhirnya menuju ke sitoplasma sel inang.
Gambar 2. Proses transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens (Tzfira & Citovsky 2002), terdiri 8 tahap utama: (1) pengenalan dan pelekatan Agrobacterium pada sel inang, (2) pengindraan sinyal tanaman yang spesifik oleh dua komponen sistem transduksi sinyal pada Agrobacterium yaitu VirA/VirG, (3) aktivasi gen vir yang memulai proses transfer T-DNA, (4) salinan T–DNA yang akan dipindahkan ke inang diproduksi oleh kerja protein VirD1/D2, (5) T-DNA dihantarkan dalam bentuk kompleks VirD2DNA, bersama-sama dengan beberapa protein vir lainnya ke dalam sitoplasma sel inang, (6) Vir E2 berasosiasi dengan utas T-DNA dan bergerak menuju sitoplasma sel inang, (7) kompleks T-DNA dimasukkan ke dalam inti sel inang melalui proses impor aktif dan (8) di dalam inti, T-DNA dibawa menuju ke titik tempat integrasi DNA pada kromoson, kemudian protein-protein pengawal T-DNA terlepas dan DNA akhirnya terintegrasi ke dalam genom inang. Kompleks T-DNA ditargetkan menuju ke nukleus melintasi membran inti. Sinyal lokasi inti atau nuclear location signals (NLS) yang terdapat pada protein VirD2 dan VirE2 mengarahkan kompleks menuju ke inti sel. Protein VirF juga diduga berperan dalam penargetan T-DNA ke nukleus (de la Riva et al. 1998).
12 Penghantaran kompleks T-DNA menuju nukleus dibantu oleh perangkat transpor intraseluler yang dimiliki oleh sel inang. Dynein dan mikrotubula pada sel tanaman target diduga memfasilitasi transpor T-DNA melintasi sitoplasma. Kompleks T-DNA masuk ke dalam inti sel melalui kompleks pori nukleus atau nuclear-pore complex (NPC) (Tzfira & Citovsky 2006). Proses masuknya T-DNA ke dalam inti sel melibatkan kerja sama antara faktor-faktor inang seperti karyopherin α (KAPα) dan protein interaksi VirE2 1 atau VirE2-interacting protein1 (VIP1); dengan faktor-faktor asal bakteri seperti VirD2, VirE2 dan VirE3 (Tzfira et al. 2002). Integrasi T-DNA ke dalam genom inang merupakan tahap paling menentukan dalam transformasi genetik. Mekanisme molekuler yang mendasari integrasi T-DNA masih belum jelas. Integrasi T-DNA diduga terjadi melalui rekombinasi yang difasilitasi oleh perangkat perbaikan DNA sel inang. Utas tunggal T-DNA diubah menjadi molekul intermediat berutas ganda. Molekul intermediat tersebut akan dikenali sebagai fragmen DNA yang putus, dan kemudian akan digabungkan kembali ke dalam genom inang (Tzfira & Citovsky 2006). Hal penting dalam proses transformasi melalui A. tumefaciens ini adalah transfer T-DNA ke inti tanaman target yang diinduksi oleh ekspresi gen-gen vir serta ekspresi gen-gen yang tertransformasi (Liu et al. 1992). Selain itu, integrasi T-DNA yang membawa transgen ke dalam genom resipien, akan mengalami sedikit pengaturan kembali secara intra dan intermolekuler, untuk memulihkan sistem transkripsi dan translasi genom tanaman resipiennya. Transformasi melalui Agrobacterium lebih menjamin kestabilan genom tanaman resipien (Sheng dan Citovsky 1996).
13
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the Netherland) Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Bahan Rumput Laut dan Bakteri Talus K. alvarezii warna hijau dipotong sekitar 3 cm, disterilisasi menggunakan larutan iodin 1% dan detergen, kemudian dikultur dalam media Prevasoli’s Enriched Seawater (PES) (Lampiran 1) cair hingga siap untuk ditransformasi. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli DH5α yang membawa plasmid pMSH1 (Gambar 3), E. coli DH5α yang membawa plasmid pJfKer-Lis (Gambar 4), E. coli DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404.
Gambar 3. Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan). NPT II adalah gen marka seleksi neomycin phosphotransferase II, HPT adalah gen marka seleksi hygromycin phosphotransferase, MCS adalah daerah penyisipan gen target yang dikontrol oleh promoter cauliflower mosaic virus 35S (CaMV 35S) dan terminator (T) nopaline synthase (Nos), menyandikan XbaI, XhoI, SacI, SmaI, KpnI, SpeI, NotI, BamHI.
Gambar 4. Peta plasmid pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005). Gen lisozim ayam dikontrol oleh promoter keratin (Keratin) ikan flounder Jepang (Paralichthys olivaceus). SV40 adalah terminator simian virus 40. NPT II = neomycin phosphotransferase, GFP = green flourescent protein.
14 Konstruksi Vektor Biner Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005) menggunakan PCR dengan primer F: 5’-GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT CTT TGC-3’ dan R: 5’- TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC-3’. Ujung 5’ primer forward ditambahkan situs restriksi (huruf tebal dan garis bawah) SpeI dan pada primer reverse dengan NotI untuk membantu dalam ligasi ke vektor biner pMSH-1 (pemberian Dr. Yokota, NAIST, Japan). Plasmid pMSH-1 dan gen lisozim produk PCR dipotong dengan enzim NotI dan SpeI. Reaksi restriksi diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam. Vektor pMSH-1 hasil restriksi diligasi dengan gen lisozim mengikuti metode Sambrook et al. (1989). Sebanyak 4 µL 80 ng/µL pMSH-1 dicampur dengan 3 µL 40 ng/µL gen lisozim, 1 µL larutan bufer ligasi 10x, 0,5 µL enzim T4 DNA ligase dan 1,5 µL ddH2O. Inkubasi reaksi ligasi dilakukan pada suhu 4oC selama 16 jam, kemudian produk ligasi dipakai untuk proses transformasi. Proses transformasi mengikuti metode Suharsono et al. (2002). Sebanyak 50 µL sel kompeten E. coli DH5α ditambahkan dengan 10 µL DNA plasmid hasil ligasi, diinkubasi di dalam es selama 30 menit. Selanjutnya diberi kejutan panas pada suhu 42oC selama 45 detik dan diinkubasi lagi di dalam es selama 5 menit. Volume akhir dijadikan 160 µL dengan menambahkan 100 µL 2xYT cair dan dikocok menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 160 µL campuran tersebut disebar secara merata di media LA (Lurria Bertani Agar) (Lampiran 2) yang ditambah dengan kanamisin 50 mg/L dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam. Koloni bakteri yang terbentuk diambil dan selanjutnya digunakan dalam PCR untuk mendapatkan koloni transforman yang membawa pMSH1-Lis. Transforman dikultur kembali pada media LB (Lurria Bertani) (Lampiran 2) dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 mg/L dan higromisin 50 mg/L. Isolasi DNA plasmid dari kultur cair bakteri dilakukan dengan metode lisis alkalis (Sambrook et al. 1989). Bakteri E. coli yang membawa plasmid pMSH-1 dikultur dalam media LB (Lurria Bertani) selama 18 jam. Hasil kultur 1,5 mL disentrifugasi 5000 rpm (Jouan Centrifuge BR4i) 4oC selama 4 menit. Pelet ditambah dengan 150 μL larutan I (Lampiran 3) dan diresuspensi kembali. Resuspen ditambahkan 200 μL larutan II (Lampiran 3), bolak-balik 7-8 kali dan diinkubasi selama 5 menit di suhu ruang, kemudian ditambah dengan 250 μL larutan III (Lampiran 3) dan dibolak-balik 7-8 kali, kemudian disimpan di atas es selama 10 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 15 menit. Supernatan dipindah ke tabung eppendorf baru, kemudian ditambah dengan fenol: kloroform: isoamilalkohol (PCI, 25:24:1) dan dilanjutkan dengan divorteks kuat dan disentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 10 menit. Pada tahap ini akan terbentuk 3 lapisan, lapisan atas diambil dan dipindahkan ke eppendorf baru, kemudian ditambah etanol absolut 2x volume lapisan atas dan dilanjutkan dengan inkubasi pada -20oC selama 3 jam. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi pada 10.000 rpm 4oC selama 15 menit. Endapan yang terbentuk dicuci dengan 1 mL etanol 70%, selanjutnya disentrifugasi pada 10.000 rpm 40C selama 15 menit. Supernatan dibuang, sedangkan plasmid (pelet) dikeringkan dengan cara divacum selama 15 menit. Plasmid dilarutkan dalam 20 μL ddH2O dan RNAse 4 μL 1 mg/mL, kemudian diinkubasi pada 37oC selama 10 menit. RNAse diinaktivasi
15 dengan inkubasi pada 70oC selama 10 menit. Plasmid yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu -20oC untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Keberhasilan penyisipan gen lisozim dalam pMSH1 diuji dengan memotong plasmid menggunakan enzim restriksi NotI dan SpeI (Fermentas). Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dan Analisis PCR Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dilakukan dengan cara triparental mating (TPM) (Liberty et al. 2008). Transformasi menggunakan tiga macam bakteri, yaitu E. coli yang membawa plasmid pMSH1-Lis, bakteri helper DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404. Setiap bakteri tersebut sebanyak 20 μL dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 36 jam. Bakteri yang tumbuh di media LA ini ditumbuhkan dalam media seleksi LA mengandung kanamisin 50 mg/L, higromisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L, diinkubasi pada suhu ruang selama 36 jam. Analisis transforman A. tumefaciens dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer 35S-F: 5’-ATG GCT GGA GTA TTA GCT GGG-3’ dan Lis-R: 5’-TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC -3’ serta Lis-F: 5’GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT CTT TGC-3’ dan Nos-R: 5’-CTC ATA AAT AAC GTC ATG CAT TAC A-3’. Proses PCR dijalankan pada suhu predenaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 1 menit, dan final ekstensi 72oC selama 5 menit. Produk PCR diseparasi dengan teknik elektroforesis pada gel agarosa 2% (b/v) menggunakan bufer TAE 1x (Lampiran 4), dengan voltase 50 V selama 50 menit. Pengamatan dilakukan terhadap pola pita DNA hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA marker berukuran 100 pb. Transformasi pMSH1-Lis pada Talus Kappaphycus alvarezii Kultur A. tumefaciens hasil konjugasi Satu koloni A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-Lis ditumbuhkan pada media LB mengandung streptomisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan higromisin 50 mg/L, dikocok menggunakan shaker (kecepatan 200 rpm) selama 36 jam pada suhu ruang. Setelah dilakukan subkultur selama 18 jam, bakteri diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dalam 25 mL media PES cair dan penambahan 100 µM asetosiringon hingga mencapai optical density (OD) 0,5-1,0. Transformasi dan regenerasi rumput laut Transformasi dilakukan mengikuti metode Cheney (2000). Transformasi menggunakan talus rumput laut yang telah dipotong sepanjang 1-2 cm dan dikultur selama 3 hari, kemudian dilukai menggunakan jarum steril. Sampel direndam dalam media infeksi yang berisi A. tumefaciens dan 100 µM asetosiringon selama 30 menit dengan penggoyangan. Talus dikeringkan dengan
16 tisu steril dan dipindahkan ke media ko-kultivasi (media PES 0,8% dan 100 µM asetosiringon) selama 3 hari di ruang gelap. Eksplan hasil ko-kultivasi dicuci dengan cefotaxim 200 mg/L, dibilas dengan air laut steril sebanyak 3 kali. Eksplan dikeringkan di atas tisu steril, kemudian dipindahkan ke media recovery (PES 0,5% tanpa asetosiringon) selama 7 hari. Selanjutnya eksplan dipindahkan ke media seleksi (PES 0,5% yang mengandung higromisin 20 mg/L) dan diinkubasi selama 2 minggu di ruang terang (intensitas cahaya antara 1000-1500 lux) pada suhu 26oC. Pengamatan dilakukan pada media seleksi yang mengandung higromisin. Variabel yang diukur adalah: 1) jumlah eksplan hidup pada media seleksi higromisin, dan 2) jumlah eksplan bertunas putatif. Identifikasi Talus Transforman dengan Metode Polymerase Chain Reaction DNA diisolasi menurut Doyle & Doyle (1987): 0,1 g sampel dihancurkan, kemudian ditambahkan 600 µL CTAB 2% (b/v) (Lampiran 5) dan 1,2 µL mercapto etanol 0,2% dan diinkubasi pada suhu 65oC selama 30 menit. Larutan ditambahkan 600 µL CI (chloroform : isopropanol; 24:1) dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm (Jouan Centrifuge BR4i) selama 5 menit pada 4oC, kemudian ditambahkan dengan 600 µL PCI (phenol : chloroform : isopropanol; 25:24:1), dan disentrifugasi kembali pada 10000 rpm selama 5 menit pada 4oC. Supernatan ditambahkan dengan 0,1x volume dengan 2 M NaOAc pH 5,2 dan 2x volume dengan etanol absolut, kemudian diinkubasi pada suhu -20oC selama 3 jam. Selanjutnya disentrifugasi kembali pada 10000 rpm 4oC selama 5 menit. Pelet ditambahkan dengan 500 µL etanol 70% (v/v), selanjutnya disentrifugasi 10000 rpm 4oC selama 5 menit. Pelet dikeringkan dengan vacum, dilarutkan dalam 20 µL ddH2O dan 4 µL 1 mg/mL RNAse, dan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Aktivitas RNase diinaktivasi menggunakan suhu 70oC selama 10 menit. Amplifikasi DNA hasil ekstraksi dilakukan menggunakan mesin PCR. Primer yang digunakan adalah F Lis – R Lis, F 35S - R Lis dan F Lis – R Nos. Proses PCR dijalankan pada suhu predenaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 1 menit, dan final ekstensi 72oC selama 5 menit. Untuk melihat pita DNA yang terbentuk, hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 2% dalam larutan penyangga TAE 1x (Lampiran 4) dengan voltase 50 V selama 50 menit. Pengamatan dilakukan terhadap pola pita DNA hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA marker berukuran 100 pb.
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pMSH1-Lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pMSH1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom 1). Bakteri transforman yang membawa plasmid pMSH1-Lis diidentifikasi menggunakan PCR dengan pasangan primer Lis-F dan Lis-R; 35S-F dan Lis-R; serta Lis-F dan Nos-R. Hasil analisis PCR dengan pasangan primer tersebut menghasilkan amplikon masing-masing berukuran 460 pb, 670 pb dan 580 pb (Gambar 5B).
Gambar 5. A. Pola pemotongan plasmid pMSH1-Lis menggunakan enzim NotI dan SpeI. M = marka DNA 1 kb ladder (Fermentas), kolom 1 = pasmid pMSH1-Lis, kolom 2 = plasmid pMSH1-Lis yang sudah dipotong dengan NotI dan SpeI, dan kolom 3 = gen lisozim (Lis). B. Identifikasi Escherichia coli DH5α transforman pembawa gen lisozim menggunakan PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R (kolom 1, 2 dan 3), 35S-F dan Lis-R (kolom 4 dan 5) dan Lis-F dan Nos-R (kolom 6 dan 7). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), kolom 1, 4 dan 6 adalah DH5α hasil transformasi pMSH1-Lis, kolom 2 = kontrol plasmid pJfKer-Lis, kolom 3, 5 dan 7 adalah kontrol negatif (DH5α non-transforman). Verifikasi terhadap E. coli yang mengandung plasmid biner (pMSH1 yang mengandung gen lisozim) juga dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi terhadap sampel DNA plasmid yang membawa gen lisozim. Berdasarkan hasil restriksi dengan NotI dan SpeI dihasilkan dua fragmen berukuran 12.986 pb dan 460 pb (Gambar 5A kolom 2). Fragmen 12.986 pb merupakan ukuran dari plasmid pMSH1, dan 460 pb merupakan fragmen gen lisozim. Hal tersebut membuktikan bahwa vektor biner pMSH1-Lis berhasil dibuat. Transformasi gen lisozim yang terdapat pada plasmid pMSH1 ke dalam bakteri E.coli DH5α telah berhasil dilakukan. Keberhasilan transformasi ini dapat dilihat dari transforman E. coli DH5α yang tumbuh pada media seleksi kanamisin (50 mg/L) dan higromisin (50 mg/L). Kemampuan transforman ini tumbuh pada media seleksi tersebut dikarenakan adanya gen nptII (neomycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik kanamisin dan hpt (hygromycin phosphotransferase) penyandi ketahanan terhadap antibiotik
18 higromisin pada plasmid pMSH1. Keberhasilan transformasi ini dilakukan dengan amplifikasi gen lisozim yang dikendalikan oleh promoter 35S CaMV dan terminator Nos menggunakan PCR, serta pengujian menggunakan enzim restriksi. Keberhasilan transformasi gen lisozim ke dalam E. coli DH5α, dapat digunakan untuk transformasi ke dalam A. tumefaciens. Transformasi pMSH1-Lisozim ke Agrobacterium tumefaciens Plasmid pMSH1-Lis ditransformasikan ke dalam A. tumefaciens dengan cara triparental mating (TPM). Proses TPM telah berhasil dilakukan untuk mengintroduksikan plasmid pMSH1-Lis ke dalam A. tumefaciens (Gambar 6). Plasmid pMSH1-Lis yang terdapat pada E. coli DH5α hasil transformasi (sebagai donor) dipindahkan ke dalam A. tumefaciens (sebagai resipien) melalui proses konjugasi dengan bantuan pRK2013 dalam E. coli DH1. Donor E. coli DH5α resisten terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin, tetapi rentan terhadap antibiotik streptomisin dan resipien A. tumefaciens yang resisten terhadap antibiotik streptomisin, tetapi rentan terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin. Bakteri yang mampu tumbuh pada media seleksi ini hanya A. tumefaciens yang telah mengandung plasmid pMSH1-Lis hasil TPM (Gambar 6B). Kemampuan A. tumefaciens untuk tumbuh di media seleksi ini disebabkan karena di dalam sel bakteri ini telah membawa gen resistensi terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin yang terdapat pada pMSH1-Lis.
Gambar 6. Triparental Mating (TPM). A. Hasil TPM yang tumbuh pada media LA tanpa antibiotik. B. Agrobacterium tumefaciens LBA 4404 transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L. C. LBA 4404 non-transforman pada media seleksi higromisin 50 mg/L, kanamisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L. Hasil analisis PCR menunjukkan bahwa koloni dari hasil TPM positif membawa gen lisozim. PCR dengan primer Lis-F dan Lis-R menghasilkan amplikon 460 pb, dengan primer 35S-F dan Lis-R menghasilkan amplikon sebesar 670 pb, sedangkan PCR dengan primer Lis-F dan Nos-R menghasilkan amplikon sebesar 580 pb (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa A. tumefaciens tersebut sudah mengandung gen lisozim dan dapat digunakan untuk percobaan transformasi gen lisozim ke dalam genom rumput laut K. alvarezii.
19
Gambar 7. Identifikasi transforman Agrobacterium tumefaciens hasil tri-parental mating (TPM) menggunakan tiga jenis primer untuk gen lisozim (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M= marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah A. tumefaciens LBA4404 pembawa pMSH1-Lis, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (DH5α hasil transformasi pMSH1-Lis), 3 =6 =9 adalah kontrol negatif (LBA4404 non-transforman).
Transformasi gen lisozim pada talus Kappaphycus alvarezii Transformasi gen lisozim pada talus K. alvarezii yang sebelumnya diadaptasikan pada media kultur PES cair dan padat. Sebanyak 225 talus digunakan dalam transformasi. Talus yang telah diinfeksi dengan A. tumefaciens diseleksi pada media PES yang mengandung higromisin 20 mg/L selama 2 bulan. Tahapan transformasi genetik K. alvarezii dapat dilihat pada Gambar 8. Talus rumput laut yang mampu bertahan di media seleksi higromisin sebanyak 53 talus, dengan persentase sebesar 23,56%. Talus yang berhasil bertunas putatif berjumlah 6, dengan efisiensi sebesar 11,32% (Tabel 1). Efisiensi talus bertunas putatif ditentukan berdasarkan rasio jumlah talus bertunas putatif terhadap jumlah talus yang mampu bertahan di media seleksi higromisin. Efisiensi tunas putatif talus yang ditransformasi lebih rendah daripada efisiensi tunas pada talus kontrol positif yang tidak ditransformasi (22%). Rendahnya efisiensi tunas putatif diduga disebabkan oleh perlakuan infeksi Agrobacterium dan seleksi antibiotik yang mengakibatkan penurunan daya regenerasi talus untuk bertunas putatif. Hal ini sejalan dengan pendapat Suma et al. (2008) penambahan antibiotik dalam media seleksi dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan kalus. Pembentukan tunas dari talus yang tahan higromisin mulai teramati pada minggu keempat setelah infeksi. Pembentukan tunas diawali dengan munculnya titik-titik coklat pada talus. Setelah 2 minggu, titik coklat membesar dan membentuk tunas (Gambar 8C). Tunas yang terbentuk, secara umum muncul dari bagian talus yang dipotong. Talus yang mampu bertahan dimedia seleksi higromisin, selanjutnya diaklimatisasi skala kecil di media PES cair (Gambar 8D). Analisis molekuler terhadap talus yang tahan higromisin dengan PCR menggunakan kombinasi primer spesifik gen lisozim, promoter 35S CaMV dan terminator Nos menunjukkan bahwa tiga tunas yang terbentuk dari tiga talus mengandung gen lisozim. Tidak semua tunas yang terbentuk mengandung gen lisozim (Tabel 1), hal ini diduga disebabkan oleh tidak semua sel pada satu talus berhasil ditransformasi dengan gen lisozim. Analisis molekuler terhadap tunas
20 yang berasal dari sel-sel yang mengandung gen lisozim akan mengandung gen lisozim juga. Sedangkan tunas yang secara molekuler tidak mengandung gen lisozim, kemungkinan berasal dari sel-sel yang tidak mengandung gen lisozim. Persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 23,56% (Tabel 1). Persentase transformasi ini lebih rendah dibandingkan dengan persentase transformasi gen LacZ pada Gracilaria changii menggunakan metode tembakan partikel (particle bombardment) yaitu sebesar 80-94%. Rendahnya persentase transformasi yang diperoleh pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh perbedaan metode yang digunakan dalam proses transformasi. Selain itu, kemungkinan juga disebabkan karena masih kurang optimalnya tahapan dalam proses transformasi menggunakan A. tumefaciens, terutama pada tahap infeksi dan ko-kutivasi. Tabel 1. Persentase transformasi dan tunas putatif rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan gen Lisozim. Perlakuan
Jumlah Talus
Jumlah Talus Tahan Higromisin
Persentase Transformasia)
Jumlah Tunas Putatif
Jumlah Positif PCR
Efisiensi Tunas Putatif
Transformasi 225 53 23,56% 6 3 11,32%b) Kontrol -1) 50 0 0 0 0 0 2) Kontrol + 50 0 11 0 22% a) Jumlah talus tahan higromisin/jumlah kalus awal x 100% b) Jumlah talus yang bertunas putatif / jumlah kalus tahan higromisin x 100% 1) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media seleksi higromisin 2) Talus non-transgenik yang ditumbuhkan pada media PES tanpa higromisin Hasil transformasi menunjukkan bahwa penambahan 100 µM asetosiringon dengan OD 0,5-0,8 selama masa infeksi 30 menit di media PES yang mengandung A. tumefaciens menunjukkan pertumbuhan eksplan pada media seleksi (Gambar 8). Menurut James et al. (1993), penambahan asetosiringon ke dalam media kokultivasi efektif meningkatkan efisiensi transformasi. Penambahan asetosiringon mampu menginduksi gen vir yang berfungsi mentransfer T-DNA ke dalam sel tanaman dan mempertinggi efektivitas infeksi A. tumefaciens sehingga meningkatkan jumlah sel transforman (Rashid et al. 2010). Selain itu, perlakuan lama ko-kultivasi (inkubasi) antara bakteri dan eksplan sangat mempengaruhi efektivitas infeksi bakteri. Inkubasi yang terlalu cepat dapat mempengaruhi keberhasilan transformasi, karena bakteri belum sempat menginfeksi sel-sel eksplan secara sempurna. Menurut Alimohammadi & Bagherieh-Najjar (2009) keberhasilan transfer gen oleh A. tumefaciens sangat ditentukan oleh ada tidaknya luka/perlukaan, kerapatan bakteri (optical density), lama inokulasi dan lama kokultivasi. Talus transforman dapat tumbuh di media seleksi higromisin 20 mg/L, sedangkan talus non-transforman tidak mampu tumbuh pada media seleksi higromisin (Gambar 9). Kemampuan talus transforman tumbuh di media seleksi higromisin disebabkan adanya gen ketahanan terhadap higromisin yaitu hpt (hygromycin phosphotransferase) pada T-DNA yang ditransformasikan ke talus transforman. Sedangkan pada talus non-transforman tidak memiliki gen ketahanan tersebut sehingga talus tidak resisten terhadap higromisin dan mengalami
21 kematian. Talus non-transforman mengalami kematian secara bertahap pada media seleksi higromisin. Kematian talus non-transforman mulai teramati pada minggu ketiga di media seleksi higromisin 20 mg/L. Kematian talus diawali dengan memutihnya warna talus dan tekstur talus lebih rapuh. Setelah 12 minggu di media seleksi higromisin, seluruh talus non-transforman mengalami kematian (Gambar 9). Warna talus hijau menunjukkan talus masih hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mengalami kematian (Gambar 9B, 9E dan 9H).
Gambar 8. Tahapan transformasi genetik rumput laut Kappaphycus alvarezii. A. Talus rumput laut pada media ko-kultivasi; B. Talus rumput laut pada media recovery; C. Talus rumput laut pada media seleksi higromisin 20 mg/L; D. Talus positif PCR yang mengandung gen lisozim yang telah diaklimatisasi skala kecil. Konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dilakukan dengan PCR. Pasangan primer yang digunakan adalah Lis-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 460 pb, 35S CaMV-F dan Lis-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 680 pb serta Lis-F dan Nos-R dengan ukuran fragmen amplikon yang dihasilkan sebesar 570 pb. Plasmid pMSH1-Lis digunakan sebagai kontrol positif, sedangkan rumput laut tipe liar digunakan sebagai kontrol negatif. Hasil PCR menunjukkan bahwa rumput laut hasil transformasi terbukti positif sebagai rumput laut transgenik (Gambar 10), sedangkan rumput laut non transgenik tidak menunjukkan amplifikasi fragmen tersebut.
22
Gambar 9. Tahapan perkembangan talus Kappaphycus alvarezii. Talus transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/L, masingmasing umur empat (A), delapan (D) dan 12 minggu (G). Talus non-transforman pada media seleksi higromisin 20 mg/L, masingmasing umur empat minggu (B), delapan minggu (E) dan 12 minggu (H). Talus non-transforman pada media tanpa higromisin, masing-masing umur empat minggu (C), delapan minggu (F) dan 12 minggu (I). Pada B, E, dan H, warna talus hijau menunjukkan talus hidup, sedangkan warna talus putih menunjukkan talus mati. Keberhasilan transformasi genetik pada rumput laut ditandai dengan terintegrasinya gen yang diintroduksikan ke dalam genom rumput laut dan terekspresi serta tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi rumput laut. Untuk mengetahui integrasi gen lisozim ke dalam rumput laut K. alvarezii dapat dilakukan dengan menggunakan marka seleksi terhadap antibiotik higromisin dan dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR. Berdasarkan kemampuan talus K. alvarezii tumbuh di dalam media seleksi (media PES dengan penambahan higromisin) (Tabel 1) dan konfirmasi rumput laut transgenik melalui keberadaan gen lisozim pada talus rumput laut hasil transformasi dengan PCR (Gambar 10), menunjukkan bahwa gen lisozim telah terintegrasi ke dalam genom rumput laut.
23
Gambar 10. Hasil analisis PCR DNA rumput laut hasil transformasi dengan gen Lisozim menggunakan tiga jenis primer (kolom 1, 2 dan 3 dengan primer Lis-F dan Lis-R; 4, 5 dan 6 dengan primer 35S-F dan Lis-R; 7, 8 dan 9 dengan primer Lis-F dan Nos-R). M = marka DNA 100 pb ladder (Fermentas), 1 = 4 = 7 adalah rumput laut transgenik, 2 = 5= 8 adalah kontrol positif (plasmid pMSH1-Lis), 3 = 6 = 9 adalah kontrol negatif (rumput laut non-transforman). Kappaphycus alvarezii transgenik ini dapat dimanfaatkan untuk mempelajari mekanisme pertahanan rumput laut terhadap infeksi bakteri penyebab penyakit ice-ice. Uji tantang K. alvarezii terhadap bakteri penyebab iceice dapat dilakukan setelah diperoleh talus yang berasal dari subkultur tunas yang mengandung gen lisozim. Selain itu, ketika K. alvarezii transgenik ini telah tahan terhadap penyakit ice-ice, dapat berguna untuk meningkatkan produksi rumput laut di musim pada saat penyakit ice-ice sering menginfeksi. Metode transformasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan untuk menghasilkan rumput laut transgenik lainnya yang mengekspresikan protein yang mengatur sifat penting dalam akuakultur.
24
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Vektor biner pMSH1 pembawa gen lisozim telah berhasil dikonstruksi dengan ukuran sebesar 13.449 pb. Gen lisozim telah terintegrasi ke dalam genom rumput laut K. alvarezii. Transformasi genetik pada K. alvarezii dengan gen lisozim menghasilkan 3 talus rumput laut transgenik. Efisiensi tunas putatif dari talus tahan higromisin sebesar 11,32%, sedangkan persentase transformasi genetiknya sebesar 23,56%. Saran Protokol transformasi genetik pada rumput laut Kappaphycus alvarezii masih perlu dimantapkan agar efisiensi transformasi dan jumlah talus transforman dapat ditingkatkan. Pegujian rumput laut transgenik dengan infeksi bakteri kandidat penyebab ice-ice dan stres lingkungan perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransinya terhadap infeksi bakteri dan stres lingkungan setelah rumput laut mengandung gen lisozim.
25
DAFTAR PUSTAKA Alimohammadi M, Bagherieh-Najjar M. 2009. Agrobacterium-mediated transformination of plants: basic principles and influencing factors. Afr J Biotechnol. 8 (20): 5142-5148. doi: 10.5897/AJB09.011. Amiluddin NM. 2007. Kajian pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang terkena penyakit ice-ice di perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Ananda RRWU. 2004. Studi transformasi pada tebu dengan perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260 (pMA) serta regenerasi kalus transgenik. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Aris M. 2011. Identifikasi, patogenitas bakteri dan pemanfaatan gen 16S-rRNA untuk deteksi penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan jenis-jenis rumput laut di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Bixler H. 1996. Recent developments in manufacturing and marketing carrageenan. Hydrobiologia. 326/327: 35-57. Doi: 10.1007/BF00047785. Broek AV, Vanderleyden J. 1995. The role of bacterial motility, chemotaxis, and attachment in bacteria-plant interactions. Mol Plant Microbe In. 8 (6): 800810. doi: 10.1094/MPMI-8-0800. Brown TA. 1996. Gene cloning an introduction. Chapman & Hall. Buchanan RE, Gibbons NE. 1974. Bergeys manual of determination bacteriology. Eight edition. The Williams and Wilkins co. Burge EJ, Madigan DJ, Burnett LE, Burnett KG. 2007. Lysozyme gene expression by hemocytes of Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei, after injection with Vibrio. Fish Shellfish Immun. 22: 327-339. doi: 10.1016/j.fsi.2006.06.004. Cheney D P. 2000. Agrobacterium-mediated genetic transformation of multicellular marine algae, resultant strains and their products. Northeastern University. United States. [internet]. [diacu 2012 Agustus 29]. Tersedia dari: http://www. patentlens.net/patentlens/patents.htmL?patnums. Cheney DP, Metz B, Stiller J. 2001. Agrobacterium-mediated genetic transformation in the macroscopic marine red algae Porphyra yezoensis. J Phycol. 37: 11-12. doi/10.1111/j.1529-8817.2001.jpy37303-22.x. de la Riva GA, Gonzalez-Cabrera J, Vazquez-Padron R, Ayro-pardo C. 1998. Agrobacterium tumefaciens: a natural tool for plant transformation. Electron J Biotechnol. 1 (3): 1-16. doi: 10.2225/vol1-issue3-fulltext-1. Doty MS. 1973. Eucheuma farming for carrageenan. Univ. Hawai Sea Grant Report. UNIHI SEAGRANT-AR. 73: 02-21. Douglas CJ, Stanloni RJ, Rubin RA, Nester EW. 1985. Identification and genetic analysis of an Agrobacterium tumefaciens chromosomal virulence region. J Bacteriol. 161: 850-860. [internet]. [diacu 2012 Agustus 29]. Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2982791.
26 Doyle JJ, Doyle JL. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem. Bull. 19: 11-15. [internet]. [diacu 2013 Januari 30]. Tersedia dari: http://www. Mendeley.com/research-papers/. Draper J, Scott R, Armitage P, Walden R. 1993. Plant genetic transformation and gene expression. A laboratory manual hand book. Blackwel Sci. Publ. Escobar MA, Dandekar AM. 2003. Agrobacterium tumefaciens as an agent of disease. Trends Plant Sci. 8 (8): 380-386. doi: 10.1016/S13601385(03)00162-6. Fletcher GL, Hobbs RS, Evans RP, Shears MA, Hahn AL, Hew CL. 2011. Lysozyme transgenic Atlantic salmon (Salmo salar L.). Aquacult Res. 42: 427-440. Doi: 10.1111/j.1365-2109-2010.02637.x. Gelvin SB. 2000. Agrobacterium and plant genes involved in T-DNA transfer and integration. Annu Rev Plant Physiol Mol Biol. 51: 223-256. doi: 10.1146/annurev.arplant.51.1.223.
Hannum S. 2012. Isolasi, pengklonan, dan analisis ekspresi gen penyandi Cooper/zinc superoxide dismutase (CuZn-SOD) dari Melastoma malabrathricum L. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Hiei Y, Komari T, Kobu T. 1997. Transformation of rice mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol Biol. 35: 205-218. doi: 10.1023/A:1005847615493 Hikima S, Hikima JI, Rojtinnakorn J, Hirono I, Aoki T. 2003. Characterization and function of kuruma shrimp lysozyme possessing lityc activity against Vibrio species. Gene. 316: 187-195. doi: 10.1016/S0378-1119(03)00761-3. Huddy SM, Meyers AE, Coyne VE. 2012. Transformation of lacZ using different promoters in the commercially important red alga, Gracilaria gracilis. Afr J Biotechnol. 11(8): 1879-1885. doi: 10.5897/AJB11.2641. James DJ, uratsu S, Cheng J, Negri P, Viss P, Dandekar AM. 1993. Acetosyringone and osmoprotectants like betaine or proline synergistically enhance Agrobacterium-mediated transformation of apple. Plant Cell Rep. 12: 559-563. doi: 10.1007/BF00233060. Judd PK, Mahli D, Das A. 2005. Moleculer characterization of the Agrobacterium tumefaciens DNA transfer protein VirB6. Microbiology. 151: 3483-3492. doi: 10.1099/mic.0.28337-0. Kotiya AS, Gunalan B, Parmar HV, Jaikumar M, Tushar D, Solanki JB, Makwana NP. 2011. Growth comparison of seaweed Kappaphycus alvarezii in nine different coastal areas of Gujarat Coast, India. Adv App Sci Res. 2 (3): 99106. [internet]. [diacu 2012 Maret 16]. Tersedia dari: http://www.pelagiaresearchlibrary.com. Largo DB. 2002. Recent developments in seaweed diseases. Proceeding of the National Seaweed Planning Workshop. Pp 35-42. Lewmanomont K, Ogawa H. 1995. Common seaweeds and seagrasses of Thailand. Faculty of Fisheries, Kasetsart University. Bangkok. Li H, Parisi MG, Toubiana M, Cammarata M, Roch P. 2008. Lysozyme gene expression and hematocyte behaviour in the Mediterranean mussel, Mytilus galloprovincialis, after injection of various bacteria or temperature stresses. Fish Shellfish Immun. 25 (1-2): 143-152. doi: org/10.1016/j.fsi.2008.04.001.
27 Liberty, Herman M, Wattimena GA. 2008. Konstruksi plasmid biner pembawa gen Cry1Ab dan transformasi plasmid biner dengan metode tri parental mating. Zuriat. 19 (2): 130-139. [internet]. [diacu 2012 November 22]. Tersedia dari: http://www.scribd.com. Liu CN, Li QX, Gelvin SB. 1992. Multiple copies of virG enhance the transient transformation of celery, carrot and rice tissue by Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol Biol. 20 (6): 1071-1087. doi: 10.1007/BF00028894. Loeidin IHS. 1994. Transformasi genetik pada tanaman: beberapa teknik dan aspek penting. Hayati. 1 (2): 66-67. [internet]. [diacu 2012 April 24]. Tersedia dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/29677. Lubis RA. 2008. Ekspresi gen Gα dan peroksidase pada kedelai kultivar lumut yang mendapat cekaman aluminium. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Lutz CG. 2001. Practical genetic for aquaculture. fishing new biiks. Blackwell Science Company. USA. Miller MB, Bassler BL. 2001. Quorum sensing in bacteria. Ann Rev Microbiol. 55: 165-199. doi: 10.1146/annurev.micro.55.1.165. Mullis KB. 1990. Recombinant DNA technology and molecular cloning. Blackwell Pubishing. Munoz J, Freile-Pelegrin Y, Robledo D. 2004. Mariculture of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Solieraceae) color strains in tropical waters of Yucatan, mexico. Aquaculture. 239: 161-177. Doi: 10.1016/j.aquaculture.2004.05.043. Nasution MH. 2005. Patogenitas beberapa isolat bakteri terhadap rumput laut Kappaphycus alvarezii asal Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Fakultas Biologi Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Nguyen-Huu MC, Stratmann M, Groner B, Wurtz T, Land H, Giesecke K, Sippel AE, Schutz G. 1979. Chicken lysozyme gene contains several intervening sequences. Proc Natl Acad Sci. 79(1): 76-80. [internet]. [diacu 2012 April 2]. Tersedia dari: http://www.pnas.org/content/76/1/76.full.pdf. Nurjana. 2008. Identifikasi bakteri yang diisolasi dari rumput laut yang terserang penyakit ice-ice. Bul Tek Lit Akuakultur. 7 (1): 79-81. [internet]. [diacu 2012 November 22]. Tersedia dari: http://www.rca-prpb.com. Parenrengi A, Sulaeman. 2007. Mengenal rumput laut Kappaphycus alvarezii. Media Akuakultur. 2 (1): 142-146. [internet]. [diacu 2012 April 25]. Tersedia dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.htmL. Qin S, Jiang P, Tseng C. 2005. Transforming kelp into a marine bioreactor. Trends Biotehcnol. 23 (5): 264-268. doi:10.1016/j.tibtech.2005.03.010. Rajamuddin MAL. 2010. Introduksi dan ekspresi gen GFP (green fluorescens protein) dengan promoter berbeda pada sel embrio somatik rumput laut Kappaphycus alvarezii. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Rashid H, Afzal A, Khan MH, Chaudhry Z, Malik SA. 2010. Effect of bacterial culture density and acetosyringone concentration on Agrobacterium mediated transformation in Wheat. Pak J Bot. 42 (6): 4183-4189. [internet]. [diacu 2013 Maret 24]. http://www.pakbs.org/pjbot/PDFs/42(6)/PJB42(6)4183.pdf. Rosen R, Ron EZ. 2011. Proteomics of a plant pathogen: Agrobacterium tumefaciens. Proteomics. 11: 3134-3142. doi: 10.1002/pmic.201100019.
28 Sambrook J, Frithsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning: a laboratory manual. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Sheng J, Citovsky V. 1996. Agrobacterium-plant cell DNA transport: have virulence protein, will travel. The Plant Cell. 8: 1688-1710. doi: 10.1105/tpc.8.10.1699. Suharsono U, Fujisawa Y, Kawasaki T, Iwasaki Y, Satoh H, Shimamoto K. 2002. The heterotrimeric G protein α subunit acts upstream of the small GTPase Rac in disease resintance of rice. Proc Natl Acad Sci. 99: 13307-13312. doi:10.1073/pnas.192244099. Silva PC, Basson PW, Moe RL. 1996. Cataloque of the benthic marine algae of the Indian Ocean. University of California Press. Spagnoulo PA, Dalgleish DG, Golf HD, Morris ER. 2005. Kappa-carrageenan interactions in systems containing casein micelles and polysaccharide stabilizers. Food Hydrocolloid. 19: 371-377. doi: 10.1016/j.foodhyd.2004.10.003. Songstad DD, Somers DA, Grusbach RJ. 1995. Advanced in alternatif DNA delifery techniques. Plant Cell Tissue Organ Cult. 40: 1-15. doi: 10.1007/BF00041112. Sulistijo. 1998. Perkembangan budidaya rumput laut di Indonesia. Di dalam: Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Satari, editor. Pengenalan jenis-jenis rumput laut Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta. Sulistijo. 2002. Penelitian budidaya rumput laut (algae makro/seaweed) di Indonesia. Pidato Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Bidang Akuakultur, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Suma B, Keshavachandran K, Nybe EV. 2008. Agrobacterium tumefaciens mediated transformation and regeneration of ginger (Zingiber officinale Rosc.). J Trop Agri. 46 (1-2): 38-44. [internet]. [diacu 2013 Februari 6]. Tersedia dari: http://www.jtropag.in/index.php/ojs/article/viewFile/465/211. Takahashi M, Uji T, Saga N, Mikami K. 2010. Isolation and regeneration of transiently transformed protoplasts from gametophytic blades of the marine red alga Porphyra yezoensis. Electron J Biotechn. 13 (2): 1-4. doi: 10.2225/vol13-issue2-fultext-7. Thammasirirak S, Ponkham P, Preecharram S, Khanchanuan R, Phonyothee P, Daduang S, Srisomsap C, Araki T, Svasti J. 2006. Purification, characterization and comparison of reptile lysozymes. Comp Biochem Physiol. 143: 209-217. doi: 10.1016/j.cbpc.2006.02.004. Trono JRCC, Ganzonfortes ET. 1988. Philipine Seaweed. Technology ND Livelihood Recourse Centre, Net. Book store Inc. Metro. Manila. Tzfira T, Citovsky V. 2002. Partners-in-infection: host proteins involved in the transformation of plant cells by Agrobacterium. Trends Cell Biol. 12 (3): 121-129. doi:10.1016/S0962-8924(01)02229-2. Tzfira T, Citovsky V. 2003. The Agrobacterium-plant cell interaction: taking biology lessons from a bug. Plant Physiol. 133: 943-947. doi: 10.1104/pp.103.032821
29 Tzfira T, Citovsky V. 2006. Agrobacterium-mediated genetic transformation of plants: biology and biotechnology. Curr Opin Plant Biotechnol. 17: 147154. doi: 10.1016/j.copbio.2006.01.009. Tzfira T, Vaidya M , Citovsky V. 2002. Increasing plant susceptibility to Agrobacterium infection by overexpression of the Arabidopsis nuclear protein VIP1. Cell Biol. 99 (16): 10435-10440. doi: 10.1073/pnas.162304099. Wei TL, Chin WY. 1983. Seaweeds of Singapore. Singapore University Press, Singapore. Winans SC. 1992. Two-way chemical signaling in Agrobacterium-plant interactions. Microbiol Rev. 56 (1): 12-31 [internet]. [diacu 2012 April 22]. Tersedia dari: http://mmbr.asm.org/. Wulandari I. 2005. Studi beberapa metode transformasi genetik tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dengan gen fitase melalui perantara Agrobacterium tumefaciens GV 2260. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Yazawa R, Hirono I, Aoki T. 2005. Characterization of promoter activities of four different Japanese flounder promoters in transgenic zebrafish. Mar Biotechnol. 7: 625-633. doi: 10.1007/s10126-005-0011-1 Yazawa R, Hirono I, Aoki T. 2006. Transgenic zebrafish expressing chicken lysozyme show resistance against bacterial diseases. Transgenic Res. 15: 385-391. doi: 10.1007/s11248-006-0009-0. Yu G, Guan H, Ioanoviciu AS, Sikkander SA, Thanawiroon C, Tobacman JK, Toida T Linhardt RJ. 2002. Structural studies on k-carrageenan derived oligosaccharides. Carbohyd Res. 337: 433-440. doi: 10.1016/S0086215(02)00009-5. Yulianto K. Mira S. 2009. Budidaya makroalgae Kappaphycus alvarezii (Doty) secara vertikal dan gejala penyakit “ice-ice” di Perairan Pulau Pari. OLDI 35 (3): 323-332.
30 Lampiran 1. Komposisi media PES (Prevasoli’s Enriched Seawater) stok. Bahan
Kandungan
NaNO3 Β-gliserophosphat Fe PII metal Vitamin B12 Thiamin (Vitamin B1) Biotin (Vitamin B6) Tris Akuades Steril
3,5 g 0,5 g 25 mL (1 mol) 250 mL 100 µg 5 mg 5 µg 5 mg 1000 mL
Komposisi PII metal: H2EDTA FeCl3 H3BO3 MnCl2 ZnCl2 CaCl2 Akuades steril
250 mg 2,5 mg 10 mg 10 mg 1,25 mg 0,25 mg 500 mL
31 Lampiran 2. Komposisi media Lurria Bertani (LB) Agar. Bahan Kimia Bacto Agar Bacto Yeast NaCl Agar
g/L 10 5 10 25
32 Lampiran 3. Komposisi larutan 1, 2, dan 3 untuk isolasi plasmid. Larutan I Glukosa : 50 mM Tris pH 8 : 25 mM EDTA pH8 : 10 mM
Larutan II NaOH : 0,2 N 20 µl SDS : 1% 100 µl H2O : 880 µl
Larutan III KAc 5 M 49,1 g H2O 100 mL
33 Lampiran 4. Komposisi bufer 1x TAE. Tris base Asam asetat glasial EDTA pH 8 0,5M ddH2O
Bahan
4,84 g 1,14 mL 2 mL 800 mL
Kandungan
34 Lampiran 5. Komposisi bufer ekstraksi CTAB. Bahan
NaCl CTAB EDTA pH 8 Disodium etilendiamin tetra asetat 2H2O Tris-HCl pH 8 Trisma Bese Sodium klorida PVP
4,1 g 10 g 0,5 M 18,61 g 1M 12,11 g 29,22 g 3%
Kandungan
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukoharjo Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 03 September 1980 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Sarwo Diharjo dan Ibu Wiji. Pada tahun 1999 penulis lulus dari SMU Negeri I Sukoharjo dan kemudian melanjutkan studi di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret dan lulus pada tahun 2004. Penulis bekerja sebagai Peneliti Bidang Sumberdaya Laut di Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun 2006 hingga sekarang. Tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Program Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia.