TRANSFORMASI GENETIK PADI (Oryza sativa L.) DENGAN GEN PaCS PENYANDI SITRAT SINTASE MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens
RUDI WARDANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya bersama saya dengan komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Rudi Wardana NIM G353120061
RINGKASAN Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh SUHARSONO dan UTUT WIDYASTUTI. Peningkatan produksi padi (Oryza sativa L.) dapat dilakukan dengan menerapkan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Penerapan ekstensifikasi pertanian terkendala oleh berkurangnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi lahan perindustrian, perumahan, dan perkantoran. Pemanfaatan lahan marginal terutama tanah jenis ultisol dapat menjadi alternatif untuk menerapkan ekstensifikasi pertanian. Tetapi, tanah ultisol bersifat masam dan berpotensi mengandung Al yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Perakitan tanaman padi yang toleran cekaman aluminium dapat dilakukan dengan mengintroduksi gen yang berkaitan dengan aktifitas toleransi terhadap cekaman aluminum. Sitrat sintase (CS) terlibat dalam biosintesis asam sitrat. Sitrat memiliki kemampuan mengkelat Al paling kuat diantara asam organik lain. Pada beberapa tanaman, ekspresi gen CS meningkatkan toleransinya terhadap cekaman Al. Penelitian ini bertujuan untuk mentransformasi genetik padi dengan gen penyandi sitrat sintase menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens. Transformasi genetik dilakukan dengan perendaman selama 10 menit kalus embriogenik umur 3 minggu yang berasal dari embrio biji padi kultivar Kasalath dan Nipponbare dalam suspensi Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang mengandung plasmid pMSH1-PaCS dengan gen penanda seleksi higromisin. Kokultivasi dilakukan selama tiga hari pada kondisi gelap. Seleksi kalus transgenik menggunakan media yang mengandung higromisin 20 mg/L. Kalus yang resisten higromisin diregenerasikan di media 2N6R yang mengandung 5 mg/L kinetin. Subkultur dilakukan setiap 2 minggu sekali pada media yang sama. Eksplan kalus yang digunakan untuk transfomasi pada padi kultivar Kasalath sebanyak 135 kalus dan Nipponbare sebanyak 240 kalus. Kalus kultivar Kasalath dan Nipponbare yang tahan higromisin sebanyak 2 % dan 35,8% dari jumlah eksplan kalus yang ditransformasi. Terdapat 13 kalus dari kultivar Nipponbare yang beregenerasi menghasilkan tunas dan masing-masing kalus menghasilkan tanaman padi transgenik putatif, sedangkan kalus padi kultivar Kasalath yang diregenerasikan tidak ada yang menghasilkan tunas. Penambahan antibiotik cefotaksim sebanyak 200 mg/L pada media regenerasi dapat menurunkan daya regenerasi dari kedua kultivar. Konfirmasi gen penanda seleksi higromisin dengan primer 35S-F dan hpt-R pada sepuluh nomor kultivar Nipponbare transgenik putatif menghasilkan amplikon dengan ukuran 1100 pb. Konfirmasi gen PaCS dengan menggunakan primer forward 35S-F dan PaCS-R menghasilkan amplikon dengan ukuran 1630 pb untuk padi kultivar Nipponbare transgenik nomor 10, sedangkan untuk padi kultivar Nipponbare transgenik nomor 1 sampai 9 menghasilkan amplikon 900 pb. Kata kunci: Agrobacterium tumefacien, transformasi genetik
Oryza
sativa
L.,
sitrat
sintase,
SUMMARY Genetic Transformation of Rice (Oryza sativa L.) with PaCS Gene Encoding for Citrate Synthase mediated by Agrobacterium tumefaciens. Supervised by SUHARSONO and UTUT WIDYASTUTI.
Enhancement in rice (Oryza sativa L.) production can be done by implementation of agricultural intensification and extensification. Implementation of agricultural extensification is constrained by reduction of agricultural land due to land conversion into industries, residentials, and offices. Utilization of marginal lands, especially those with ultisol soil types, can be an alternative to implement agricultural extensification. However, ultisol soil is acidic and potentially containing Al which can inhibit plant growth. Rice tolerant can be generated by introducing gene related to tolerant activity to aluminum stress. Citrate synthase (CS) is involved in citric acid biosynthesis. Citrate has been known to have the most powerful Al-chelating ability among other organic acids. In some plants, the CS gene expression increase plants tolerance to Al stress. This study aims to perform the genetic transformation of rice with gene encoding citrate synthase mediated by Agrobacterium tumefaciens. Genetic transformation was conducted by immersion of 3-weeks-old embryogenic callus developed from rice seed embryo of cultivar Kasalath and Nipponbare, for 10 minutes in Agrobacterium tumefaciens LBA4404 strain suspension containing pMSH1-PaCS plasmid with hygromycin selection marker gene. Co-cultivation had been done for three days under dark conditions. Selecion of transgenic callus was conducted using media containing hygromycin 20 mg/L. Hygromycin resistant callus was regenerated in 2N6R media containig 5 mg/L kinetin, then was sub-cultured every 2 weeks to the same media. The result showes that only 2% from 135 cultivar Kasalath callus and 35.8% from 240 Nipponbare callus were hygromycin resistant. There were 13 cultivar Nipponbare callus regenerated and produced shoots, where each callus generated putative transgenic rice plants. Meanwhile, there was no regenerating shoot formation from the regenerated cultivar Kasalath rice callus. The addition of 200 mg/L cefotaxime antibiotic on regeneration medium could decrease the regeneration of both cultivars. Confirmation of hygromycin selection marker gene was conducted using the 35S-F and hpt-R primer on ten numbers of putative transgenic cultivar Nipponbare, which generated amplicons with size of 1100 bp. Confirmation of PaCS gene using the 35S-F and PaCS-R primer resulted amplicons with size of 1630 bp in number 10 of cultivar Nipponbare transgenic rice, and amplicons with size of 900 bp in number 1 to 9. Keywords: Agrobacterium tumefaciens, citrate synthase, genetic transformation, Oryza sativa L.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TRANSFORMASI GENETIK PADI (Oryza sativa L.) DENGAN GEN PaCS PENYANDI SITRAT SINTASE MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens
RUDI WARDANA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis : Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens Nama : Rudi Wardana NIM : G353120061
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Anggota
Prof Dr Ir Suharsono, DEA Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 29 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens. Penelitian ini didanai oleh Proyek Penelitian Desentralisasi Baru IPB dengan kontrak no: 48/IT3.11/LT/2014 atas nama Prof Dr Ir Suharsono, DEA. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Suharsono, DEA dan Dr Ir Utut Widyastuti, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi nasihat, saran dan bimbingan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis, dan Dr Ir Miftahudin, MSi selaku ketua Program Studi Biologi Tumbuhan (BOT). Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Pepi Elvavina dan Nia Dahniar, SP selaku teknisi laboratorium Biorin dan kultur jaringan yang telah memberikan arahan dan bantuan selama proses penelitian. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Asep, Adi Supardi, Sairi dan Ibu Sara yang telah membantu dalam tahapan aklimatisasi di rumah kaca. Kepada Bapak Mulya, penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan peyediaan bahan kimia dan peralatan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada warga Biorin, Kultur jaringan dan teman-teman BOT 2012 yang telah banyak memberikan kenangan serta motivasi selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Agustus 2014 Rudi Wardana
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Transformasi Genetik Padi Cekaman Aluminiun dan Mekanisme Toleransi Asam Sitrat dan Enzim Sitrat Sintase
3 3 4 6
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian
7 7 7 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Uji Integrasi Transgen pMSH1-PaCS pada Padi Transgenik Putatif T0
10 10 16
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
19 19 19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 Persentase kalus padi Kasalath dan Nipponbare yang tahan higromisin 2 Perbandingan daya regenerasi padi Kasalath dan Nipponbare
13 14
DAFTAR GAMBAR 1
Model respon toksisitas dan mekanisme toleransi cekaman Al pada sel tumbuhan 2 Peta fisik daerah T-DNA dari vektor pMSH1-PaCS 3 Tahap transformasi genetik padi 4 Tahapan pembentukan kalus sebagai eksplan di media induksi kalus yaitu media 2N6 5 Tahapan transformasi 6 Perkembangan kalus non-transgenik di media seleksi (2NBKC) 7 Tahapan regenerasi Oryza sativa L 8 Tahapan aklimatisasi tanaman padi transgenik putatif 9 Hasil PCR padi Nipponbare untuk gen aktin dan gen hpt 10 Hasil analisis PCR padi OsNCS
5 7 8 11 12 14 15 16 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Komposisi media dasar N6 Komposisi media AB plate Komposisi media dasar Murashige-Skoog (MS) Komposisi vitamin Kao-MiChayluk (KM) Komposisi media 2NBKCH20 (seleksi)
27 28 29 30 31
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Produksi padi di Indonesia naik dari tahun 2012 sampai 2013, dengan persentase peningkatan produksi padi sekitar 0,31%. Total produksi padi tahun 2013 mencapai 38 juta ton sedangkan kebutuhan padi hanya 33 juta ton (PBS 2013). Intensifikasi dan ekstensifikasi merupakan langkah yang paling signifikan dalam hal menaikkan produksi padi. Langkah intensifikasi seperti penggunaan bibit unggul, pemupukan serta perbaikan teknologi pascapanen terbukti dapat meningkatkan produksi padi (Setyono 2010; Suardana et al. 2013). Menurut Marlina (2012), penggunaan pupuk organik dan pestisida organik mampu menaikkan produksi padi hingga mencapai 5,57 ton/ha. Upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui intensifikasi tidak akan mampu mencapai target yang maksimal apabila tanpa diimbangi dengan ekstensifikasi. Ekstensifikasi merupakan langkah yang sangat signifikan untuk menaikkan produksi padi, tetapi langkah ekstensifikasi terkendala oleh konversi lahan pertanian menjadi lahan perindustrian, perumahan, dan perkantoran yang akan berimplikasi terhadap berkurangnya lahan pertanian produktif (Kusnadi et al. 2011). Usaha yang bisa dilakukan adalah dengan memanfaatkan lahan marginal yang tersebar luas di Indonesia, yang terdiri atas tanah kering dengan luas total sekitar 102,8 juta ha dan lahan rawa masam sekitar 34,78 juta ha. Tanah ultisol merupakan jenis tanah masam yang paling luas, yaitu sekitar 41,9 juta ha atau 25% dari luas total tanah di Indonesia (Mulyani 2004). Tanah ini berpotensi sebagai lahan pertanian, akan tetapi tanah ultisol bersifat masam (pH <5.5) dan mengandung ion Al3+. Kondisi pH masam pada tanah akan menyebabkan terjadinya proses pencucian (leached) basa-basa seperti N, P, K, Ca dan Mg yang mendukung tingkat kesuburan tanah (Prasetyo dan Suriadikarta 2006). Al pada pH rendah <5.0 akan berbentuk Al3+ atau (Al(H2O)63+) yang bersifat toksik, dan akan mengalami deprotonasi menjadi Al(OH)2+ seiring dengan naiknya pH. Al dengan bentuk Al(OH)2+ tidak bersifat toksik. Sedangkan pada pH netral akan berbentuk Al(OH)3 yang akan larut dan mengendap membentuk Al(OH)4- pada larutan basa (Delhaize & Ryan 1995). Secara konvensional, usaha untuk meningkatkan produksi padi di lahan masam bisa dilakukan dengan cara pengapuran untuk meningkatkan pH tanah, tetapi tingkat efisiensinya rendah dan tidak ekonomis (R’bia et al. 2011). Salah satu alternatif yang paling tepat yaitu dengan menggunakan tanaman padi yang toleran pada lahan asam dengan toksisitas Al tinggi. Terdapat dua mekanisme toleransi tanaman terhadap toksisitas Al, yaitu mekanisme eksternal (eksklusi Al) dan mekanisme internal. Mekanisme eksternal dilakukan dengan penghambatan Al pada dinding sel, pengaturan pH di sekitar rizosfer atau apoplasma, selektifitas Al oleh membran plasma, dan mengkelat Al oleh senyawa-senyawa yang disekresikan tanaman. Pada mekanisme internal, Al dikelat di sitosol, diakumulasikan di dalam vakuola, diikat oleh protein yang disintesis tanaman (Taylor 1991). Pada tanaman, Al mengganggu pertumbuhan akar. Akumulasi Al terjadi pada ujung akar, terutama di daerah zona transisi (ZT). Tanaman sensitive mengakumulasikan Al lebih tinggi daripada tanaman yang toleran terhadap
2 cekaman Al (Poschenrieder et al. 2008; Matsumoto & Motoda 2012). Al3+ dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan tanaman meskipun dengan konsentrasi rendah (Sharma & Dubey 2008). Mekanisme toleransi cekaman Al pada beberapa jenis tanaman berkaitan dengan aktivitas eksudasi Asam organik, yang terdiri dari oksalat, malat, dan asam sitrat (Ryan et al. 1995, Ryan et al. 2009; Ma et al. 2001). Kemampuan sitrat untuk mengkelat Al lebih tinggi daripada malat, dengan perbandingan pengkelatan Al-sitrat 1:1 sedangkan Al-malat 1:3 (Hue et al. 1986; Ma et al. 2001). Menurut Appanna et al. (2002) pengkelatan Al oleh asam organik dapat meningkatkan pH di dalam sel. Isolasi gen sitrat sintase bisa dari tanaman (Koyama et al. 1999), maupun dari bakteri terutama genus Pseudomonas. Menurut de la Fuente et al. (1997), bakteri Pseudomonas aeruginosa mampu meningkatkan sekresi sitrat pada saat mengalami cekaman Al. Selain itu P. fluorescens juga mampu meningkatkan sekresi sitrat apabila mengalami cekaman Al (Mailloux et al. 2008). Isolasi gen sitrat sintase yang berasal dari bakteri Pseudomonas aeruginosa telah berhasil dilakukan, dengan ukuran gen 1287 pb (Donald et al. 1989). Gen ini kemudian disebut dengan gen PaCS. Isolasi gen PaCS juga berhasil dilakukan yang kemudian diintroduksi pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) dan jarak pagar (Jatropha curcas). Tanaman tembakau transgenik yang mengandung gen PaCS memperlihatkan toleransinya terhadap cekaman Al daripada tanaman non-transgenik (Tistama 2012). Menurut Deng et al. (2009), eksudasi sitrat pada akar tanaman tembakau transgenik meningkat apabila mengalami cekaman Al. Introduksi gen PaCS juga berhasil dilakukan pada rumput laut jenis K. alvarezii (Daud 2013). Menurut Wang et al. (2013), ekspresi berlebih gen CS pada tanaman Brassica napus dapat meningkatkan toleransinya terhadap cekaman Al dan defisiensi P, sebab ekspresi gen CS tidak hanya meningkatkan sintesis dan eksudasi sitrat, tetapi juga terjadi perubahan pada metabolisme malat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mentransformasi genetik padi (Oryza sativa L.) kultivar Kasalath dan Nipponbare dengan gen PaCS penyandi sitrat sintase menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman padi (Oryza sativa L.) kultivar Kasalath dan Nipponbare yang terintegrasi dengan gen PaCS, sehingga tanaman tersebut toleran terhadap cekaman Al.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Transformasi Genetik Padi Padi adalah tanaman serealia yang masuk dalam genus Oryza. Jenis padi yang banyak dibudidayakan di Asia yaitu Oryza sativa L. Berdasarkan letak geografinya Oryza sativa diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu indica, japonica (Kato et al. 1928) dan javanica (Morinaga & Kuriyama 1958). Padi sub spesies indica tersebar luas di wilayah Asia Tenggara, japonica di area yang dingin seperti Cina, Korea dan Jepang, sedangkan padi javanica khusus berada di wilayah Indonesia (Yoshida 1981). Padi japonica umumnya lebih responsif pada kultur in vitro dan transformasi dibandingan padi indica. Kasalath adalah kultivar dari subspesies padi indica sedangkan Nipponbare adalah kultivar dari subspesies padi japonica. Kedua kultivar tersebut memiliki respon yang baik dalam kultur in vitro dan banyak digunakan sebagai tanaman model untuk transformasi genetik (Nishimura et al. 2006; Hiei & Komari 2008). Beberapa metode yang digunakan dalam transformasi genetik padi yaitu: elektroporasi (Zhang et al. 1988), polyethylene glycol (PEG) (Li et al. 1990), microprojectile bombardment (Cao et al. 1992), dan Agrobacterium tumefaciens (Hiei & Komari 1994). Transformasi genetik dengan menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens memiliki beberapa keuntungan diantaranya: menghasilkan salinan transgen tunggal (Paz et al. 2004), efisiensi tinggi, dan dapat membawa gen sisipan berukuran besar (Hiei et al. 1997). Metode lain seperti elektroporasi dan microprojectile bombardment memiliki kendala seperti banyaknya jumlah salinan transgen (Allen et al. 1993), dan tidak mengikuti kaidah pewarisan sifat mendelian (segregasi) (Spencer et al. 1995). Menurut Hiei et al. (1997), terdapat beberapa faktor yang mendukung keberhasilan transformasi genetik padi dengan perantara Agrobacterium yaitu, tipe dan tahapan dari jaringan yang diinfeksi, jenis vektor, genotipe padi, kondisi kultur jaringan, dan kokultivasi. Genotipe dan eksplan merupakan faktor penting untuk menghasilkan kalus embriogenik dan regenerasi tanaman padi (Rueb et al. 1994). Kalus embriogenik tanaman padi dapat diinduksi dari berbagai jaringan dan organ seperti helai daun (Yan & Zhao 1982), akar (Abe & Futsuhara 1985), embrio biji matang (Masuda et al. 1989), dan embrio yang belum matang (Koetije et al. 1989). Penggunaan eksplan embrio biji matang memiliki kelebihan daripada embrio belum matang, salah satunya yaitu kalus embriogenik yang diinduksi dari embrio matang lebih mudah preparasinya dan lebih efektif jika digunakan untuk transformasi genetik (Li et al. 1990; Hiei et al. 1994). Kondisi kultur jaringan dan pemilihan jenis media dasar seperti LS, MS dan N6 untuk induksi kalus padi, menghasilkan penampilan kalus embriogenik yang bervariasi meliputi jumlah, warna, ukuran, bentuk, dan lama induksi (Lee et al. 2002). Selain itu, pemilihan vektor dan strain penting dilakukan untuk kultivar yang sulit ditransformasi, misalnya pemilihan A. tumefaciens strain LBA4404 yang mampu untuk meningkatkan efisiensi transformasi genetik padi (Hiei et al. 1997). Penelitian transformasi genetik pada tanaman padi telah banyak dilakukan, diantaranya introduksi gen resisten terhadap herbisita (PPT) (Datta et al. 1992), gen cryIA(b) dan cryIA(c) untuk ketahanan terhadap serangga hama (Cheng et al.
4 1997), gen kitinase untuk ketahanan terhadap patogen kapang (Lin et al. 1995; Yamamoto et al. 2000), dan gen Bt (Aguda et al. 2001). Selain itu, transformasi genetik padi untuk ketahanan terhadap kekeringan dan aluminium juga dilakukan dengan introduksi gen manganese superoxide dismutase (MnSOD) (Wang et al. 2005), gen Nrat1 (Nramp aluminum transporter 1) (Xia et al. 2010), gen Magnesium Transporter OsMGT1 (Chen et al. 2012), gen Cu/ZnSOD (Davis 2012), gen Metallothionein Tipe II (MaMt2) (Fitriah 2013). Cekaman Aluminium dan Mekanisme Toleransi Cekaman abiotik seperti aluminium adalah faktor pembatas utama dalam pertumbuhan tanaman di lahan masam. Toksisitas aluminium meningkat seiring dengan menurunnya pH tanah (Miyasaka et al. 2006). Pada tanah masam dengan pH <5.0, Al tersedia dalam bentuk hexaaquaaluminum (Al(H2O)6)3+ atau Al3+ bereaksi dengan ligan di sekitar tanah masam dengan membentuk ikatan kimia tertentu (Kinraide 1990). Seiring dengan peningkatan pH pada tanah, Aluminium mengalami hidrolisis dan berbentuk Al(OH)2+ atau Al(OH)+2 (Abreu et al. 2003). Pada pH mendekati netral, Al akan berbentuk padat Al(OH)3 (gibsit), sedangkan pada kondisi sedikit basa Al akan membentuk spesies amfoter Al(OH)-4 (Aluminat) (Delhaize & Ryan 1995). Banyak akar tanaman pertanian yang sensitif terhadap Al3+ walaupun dengan konsentrasi rendah (konsentrasi mikromolar), gejala awal yang dapat diamati yaitu terhambatnya perpanjangan akar dalam waktu kurang dari satu jam (Matsumoto & Motoda 2012). Sebagai akibatnya, terjadi gangguan terhadap penyerapan air dan nutrisi lainnya (Kochian 1995), yang juga dapat menurunkan kualitas produksi gabah pada tanaman sereal (Raman et al. 2002). Tingkat toksisitas aluminium yang sangat tinggi dapat menyebabkan perpanjangan akar sepenuhnya berhenti, dan tanaman mulai mati tanpa pemulihan. Penghambatan pemanjangan akar juga disertai dengan perubahan morfologi yaitu kekakuan dinding sel di bagian apeks akar (Kopittke et al. 2008). Pemendekan pada zona elongasi akar gandum disebabkan oleh penurunan panjang sel dan peningkatan diameter sel di bagian korteks yang dapat menyebabkan pecahnya lapisan epidermis (Sasaki et al. 1996). Faktor utama yang menyebabkan kekakuan pada dinding sel gandum adalah peningkatan lignin pada dinding sel oleh aktifitas pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) melalui reaksi katalitik dismutasi ion superoksida (O2-) oleh Cu-Zn-superoksida dismutase (SOD) yang dibantu oleh NAD(P)H oxidase (Babourina et al. 2006). Efek fisiologis lain yang penting dari cekaman Al pada sel tumbuhan yaitu terjadi perubahan membran, gangguan enzimatik, serta gangguan pada sintesis DNA (Meriga et al. 2004; Achary & Panda 2010). Pada tumbuhan yang mengalami cekaman Al, Al dapat menggantikan ion Ca2+ pada membran plasma, sehingga dapat mengganggu sinyal Ca2+ dari sitosol dan memblokade saluran pompa ion (Rengel & Zhang 2003), seperti yang dijelaskan dalam ilustrasi (Gambar 1) sebagai berikut :
5 Toksisitas Al
8
Toleransi Al
3 6
11 2
4
10
13
8 5
9 7 1
12
Gambar 1 Model respon toksisitas dan mekanisme toleransi cekaman Al pada sel tumbuhan. 1) Produksi ROS dalam kloroplas, 2) penggantian ion Ca2+ pada membran plasma oleh Al, 3) blokade saluran pompa ion, 4) gangguan sitoskeleton, 5) penghambatan pembelahan sel oleh Al3+, 6) induksi ACC (asam 1-aminocyclopropane-1-karboksilat) oksidase oleh Al3+ yang merangsang pembentukan etilen sehingga pertumbuhan akar terhambat, 7) ekspresi gen untuk transportasi membran protein dan sintesis enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), peroksidase (POD) dan glutathione-S-transferase (GST), 8) kematian sel terprogram (PCD), 9) kompleksasi dari Al dengan anion asam organik, 10) eksudasi anion asam organik dan kompleksasi dengan Al dalam rhizosfer, 11) transportasi Al3+ di membran plasma, 12) kompartementasi kompleks Al-asam organik dalam vakuola, 13) jalur pemulungan dalam sel tanaman (sistem enzim antioksidan). Tanda tanya (?) menunjukkan rute metabolik tidak diketahui (Inostroza-Blancheteau et al. 2012)
Terdapat dua mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman Al yaitu mekanisme eksternal dan internal. Mekanisme eksternal diantaranya menghabat masuknya Al melalui dinding sel, selektifitas membran plasma terhadap Al, induksi pH di daerah perakaran atau apoplasma, eksudasi asam organik sebagai senyawa pengkelat Al, sedangkan mekanisme internal meliputi pengkelatan Al di sitosol, pengurungan Al di vakuola, pengikatan Al oleh protein, akumulasi protein tertentu (Taylor 1991). Beberapa jenis tanaman mampu mendetoksifikasi Al di daerah rizosfer melalui eksudasi asam organik (Li et al. 2002; Panda et al. 2007). Eksudasi terjadi di ujung akar yang peka terhadap toksisitas Al, sebab di daerah tersebut terjadi perpanjangan dan pembelahan sel yang terus menerus (Jones & Ryan 2004; Mossor-Pietraszewska 2001). Tingkat dan jumlah eksudasi asam organik bervariasi untuk masing-masing tanaman (Eticha et al. 2005; Yang et al. 2008). tanaman toleran dapat menghasilkan asam organik lebih tinggi daripada tananam yang sensitif, hal ini berkaitan dengan mekanisme resistensi terhadap Al (Delhaize & Ryan 1995). Pada tanaman yang sensitif seperti T. aestivum dapat mengakumulasi Al di jaringan korteks sebanyak 5-10 kali dibanding dengan tanaman yang toleran (Delhaize et al. 1993). Beberapa asam organik, seperti
6 sitrat, oksalat dan malat, membentuk kompleks stabil dengan Al (Jones & Ryan 2004; Ma et al. 2001; Guo et al. 2007), dengan kemampuan pengkelatan Al-sitrat >Al-oksalat >Al-malat (Jones & Ryan 2004), hal ini disebabkan oleh afinitas Al untuk donor oksigen dengan ligan (Barcelo´ & Poschenrieder 2002). Eksudasi asam organik dari sel-sel ujung akar dimediasi oleh saluran ion dalam membran plasma yang juga diinduksi oleh Al (Ma el al. 2001; Zhang el al. 2001). Peningkatan akumulasi dan effluks sitrat dapat dilakukan dengan meningkatkan produksi sitrat atau dengan mengurangi katabolisme sitrat (Neumann et al. 2000). Peningkatan sintesis sitrat bisa dicapai dengan meningkatkan aktivitas enzim yang terlibat dalam sintesis sitrat seperti sitrat sintase (CS), malat dehidrogenase (MDH), dan fosfoenolpiruvat karboksilase. Peralihan sitrat menjadi bentuk lain bisa dikurangi dengan menurunkan aktivitas enzim yang terlibat dalam pemecahan sitrat seperti akonitase (ACO) dan dehidrogenase isocitrate (Anoop et al. 2003).
Asam Sitrat dan Enzim Sitrat Sintase Siklus asam sitrat memiliki beberapa nama, diantaranya siklus asam trikarboksilat (TCA) dan siklus Krebs (setelah ditemukan oleh Hans Krebs). Siklus asam sitrat menyebabkan oksidasi bertahap yang merubah piruvat menjadi karbon dioksida, dan elektron yang dihasilkan ditransfer ke NAD dan FAD, selain itu satu molekul ATP disintesis langsung dari ADP dan Pi. Semua reaksi ini terjadi di dalam matriks mitokondria (Hopkins 2006). Sitrat dikeluarkan dari mitokondria oleh protein pembawa trikarboksilat (Barbier-Brygoo et al. 2000), dan kelebihan sitrat di sitoplasma akan dikeluarkan dari sel untuk mencegah turunnya pH di sitoplasma (Massonneau et al. 2001). Enzim yang berperan dalam siklus TCA adalah enzim sitrat sintase. Menurut Yang et al. (2012), terdapat beberapa enzim pada siklus TCA tanaman Citrus grandis yang aktifitasnya meningkat jika mengalami cekaman Al, diantaranya enzim NAD malat dehidrogenase, sitrat sintase, akotinase dan NAD-isositrat dehidrogenase. Enzim sitrat sintase banyak ditemukan di dalam matriks mitokondria dan peroksisom pada organisme eukariotik (Beeckmans 1984), tetapi aktivitas sitrat sintase di peroksisom lebih rendah daripada di dalam mitokondria (Papke & Gerhardt 1996). Ukuran sitrat sintase pada tanaman lebih besar daripada sitrat sintase pada bakteri. Sitrat sintase pada tanaman berukuran 464-472 asam amino (Deng et al. 2009), sedangkan pada bakteri 430 asam amino (Donald et al. 1989). Donald et al (1989), berhasil mengisolasi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa pertama kali. Gen sitrat sintase pada Pseudomonas aeruginosa memiliki dua tipe yaitu CSI dan CSII, di mana CSI lebih banyak ditemukan selama fase eksponensial pertumbuhan, sedangkan CSII didominasi selama fase stasioner (Mitchell et al. 1996). Menurut Rosenkrantz et al. (1986) bakteri S. cerevisiae juga memiliki dua tipe gen sitrat sintase yaitu Cit-I dan Cit-II. Protein sitrat sintase (Cit-I) terletak di sitoplasma dan terlibat dalam biosintesis glutamat, sedangkan protein sitrat sintase (Cit-II) terletak di mitokondria, yang terlibat dalam produksi energi dan pemanfaatan sumber karbon non-fermentasi. Sitrat sintase Cit-II memberikan kontribusi sebesar 90% dari total aktivitas sitrat sintase.
7
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2013 sampai dengan Februari 2014 di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia–The Netherlands (BIORIN) dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman (BMST), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Bogor.
Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi dari kultivar Kasalath yang merupakan subspesies indica dan kultivar Nipponbare merupakan subspesies japonica. Bakteri Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang membawa plasmid pMSH1-PaCS dengan promoter 35S-CaMV. Peta fisik daerah T-DNA dari vektor pMSH1-PaCS disajikan pada Gambar 2.
RB
LB
Gambar 2 Peta fisik daerah T-DNA dari vektor pMSH1-PaCS. RB= Right Border, LB= Left Border dari T-DNA; NPTII= gen neomycin phosphotransferase II; HPT= gen hygromycin phosphotransferase, P35S = promoter 35S dari cauliflower mosaic virus (CaMV); PNOS= promoter gen nopalin synthase; PaCS= gen Citrate Sintase dari Pseudomonas aeruginosa; T= terminator gen nopalin synthase (Tistama 2012) Deteksi keberadaan gen PaCS di bawah kendali promoter 35S-CaMV dan terminator TNos yang terintegrasi di genom tanaman padi transgenik menggunakan primer spesifik. Primer spesifik yang digunakan untuk identifikasi gen PaCS adalah 35S-F (5‘-AAA CCT CCT CGA TTC CAT T-3‘), PaCS-F (5’ATG GCT GAC AAA AAA GCG CAG-3’), PaCS-R (5’-TCA GCC GCG ATC CTT GAG GGC-3’). Primer yang digunakan untuk identifikasi gen ketahanan higromisin hpt adalah 35S-F dan hpt-R (5‘-ACT ATC GGC GAC TAC TTC TAC A-3‘). Pasangan primer untuk identifikasi gen aktin padi adalah 3UTRact-F (5‘TCG GAC CCA AGA ATG CTA AG-3‘), dan 3UTRact-R (5‘-GCC GGT TGA AAA CTT TGT CC-3‘). Pasangan primer untuk promoter sampai terminator adalah 35S-F dan TNos-R (5‘-CTC ATA AAT AAC GTC ATG CAT TAC A-3‘). Pasangan primer untuk gen half PaCS adalah 35S-F dan half PaCS-R (5’GGA TGC AGT TCC CAG GTT GA-3’).
8 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: a) persiapan eksplan padi matang kultivar Kasalath dan Nipponbare , b) transformasi genetik padi dengan menggunakan perantara bakteri Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404, c) dan uji integrasi gen pMSH1-PaCS pada padi transgenic putatif. Adapun tahapan penelitian secara skematis disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut:
Gambar 3 Tahapan transformasi genetik padi Persiapan eksplan padi Kulit biji padi dibuang kemudian disterilisasi dengan cara direndam dalam etanol 70% selama 1 menit, kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 2 kali dan selanjutnya direndam dalam larutan sodium hipoklorit (NaOCl) 2% yang dicampur dengan 1 tetes Tween-20 selama 60 menit kemudian digoyang. Biji padi selanjutnya dibilas dengan air steril sebanyak lima kali, dan ditiriskan pada tissue steril. Biji padi ditanam pada media 2N6 (media dasar N6, myo-inosol 0.1 g/L, sukrosa 30 g/L, casamino acid 0,5 g/L, prolin 0,5 g/L, 2,4-D 2 mg/L, gelrite 4 g/L, dan pH 5,8) selama 7 hari di ruang gelap dengan suhu 28oC (Hiei & Komari 2008). Media dasar N6 disajikan pada Lampiran 1. Kalus dipisahkan dari endosperm dan tunas, dan ditanam kembali pada media 2N6 baru selama 14 hari di ruangan terang pada suhu 28oC. Sebelum kalus ditransformasi dengan perantara bakteri A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-PaCS, kalus disegarkan dengan cara 1 kalus dipotong menjadi berdiameter akhir 5 mm dan ditanam pada media 2N6 baru.
Transformasi genetik padi dengan A. tumefaciens Prosedur transformasi mengikuti (Hiei & Komari 2008). Untuk perbanyakan, bakteri A. tumefaciens LBA4404 yang membawa plasmid pMSH1-
9
PaCS disebar pada media AB plate (Lampiran 2) yang mengandung antibiotik streptomisin, kanamisin, dan higromisin dengan konsentrasi masing-masing 50 mg/L, dan diinkubasi pada suhu 28oC di ruang gelap selama 3 hari. Satu ose dari koloni yang tumbuh disuspensikan di media MSLA (media dasar MS, vit KM, sukrosa 20 g/L, asetosiringon 20 mg/L), hingga OD600 mencapai nilai 0,01. Media dasar MS dan vitamin KM disajikan pada Lampiran 3 dan 4. Eksplan kalus direndam dalam suspensi tersebut selama 10 menit, kemudian ditiriskan pada tissue steril dan ditanam pada media Ko-Kultivasi N6-As (media 2N6 yang mengandung, sukrosa 20 g/L, glukosa 10 g/L, asetosiringon 20 mg/L). Eksplan kemudian diinkubasi selama 3 hari pada suhu 28oC di ruang gelap.
Pencucian dan Seleksi Setelah 3 hari di media ko-kultivasi, eksplan dicuci dengan akuades steril sebanyak 5 kali. Selanjutnya direndam selama 15 menit di dalam akuades yang mengandung 200 mg/L cefotaxime. Kalus kemudian ditiriskan pada tissue steril dan dipindahkan pada media seleksi 2NBKCH20 (Lampiran 5) selama 20 hari pada ruangan terang dengan suhu 25oC (Hiei & Komari 2008).
Regenerasi Kalus yang bertahan hidup pada media seleksi dengan ciri-ciri berwarna putih kekuningan, berukuran 0.5 – 1.5 mm ditanam di media regenerasi 2N6R (media dasar N6, sukrosa 30 g/L, sorbitol 30 g/L, prolin 0.5 g/L, casamino acid 0,5 g/L, myo-inosol 0.1 g/L, FeEDTA 10 ml/l, kinetin 5 mg/L, gelrite 4 g/L, AA acid 50 ml/l, pH media 5.8) selama 8 minggu pada ruang terang (3000 lux) secara kontinyu dengan suhu 28oC. Subkultur dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunkan media yang sama (2N6R) hingga kalus tersebut beregenerasi membentuk tunas dan akar. Pada 2 minggu pertama, media regenerasi ditambah dengan 200 mg/L cefotaxim. Tanaman padi yang sudah beregenerasi kemudian dipindah pada media MS0 (media dasar MS, sukrosa 30 g/L, gelrite 4 g/L, pH media 5,8) yang ditumbuhkan pada suhu 25oC dengan penyinaran kontinyu (3000 lux) selama 2 minggu.
Aklimatisasi Tanaman transgenik putatif ditanam pada media arang sekam selama 2 minggu tanpa terpapar sinar matahari secara langsung. Tanaman tersebut kemudian ditanam pada pot yang berisi campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1. Pot yang berisi padi transgenik putatif T0 tersebut diletakkan dirumah kaca dan dipelihara sampai menghasilkan biji.
10 Isolasi DNA Genom dan Uji Integrasi Transgen pMSH1-PaCS Padi Transgenik T0 Isolasi DNA genom tanaman padi transgenik menggunakan metode CTAB (Suharsono dan Widyastuti 2006). Deteksi integrasi gen PaCS pada tanaman padi menggunakan PCR dengan kombinasi primer spesifik yaitu 3’UTRact-F dan 3UTRact-R, 35S-F dan hpt-R, 35S-F dan PaCS-R, PaCS-F dan PaCS-R, PaCS-F dan TNos-R, 35S-F dan half PaCS-R. Komposisi yang digunakan dalam reaksi PCR terdiri dari 100 ng DNA genom, 0.5 mM primer forward dan 0.5 mM primer reverse, 10 µl Dream TaqTM Green PCR Master Mix, ditambah dengan ddH2O hingga volume 20 µl. Amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR (Applied Biosystem). Kondisi PCR yang digunakan meliputi pra-PCR 95oC selama 4 menit; denaturasi 94oC selama 30 detik; anneling primer 58oC selama 45 detik; extension 72oC selama 2 menit; siklus ini diulang sebanyak 40 kali, dan extension akhir 72oC selama 5 menit; serta pasca-PCR 20oC selama 5 menit. Hasil PCR dielektroforesis dalam gel agarose 1% selama 30 menit dengan voltase 100 volt, kemudian gel direndam dalam ethidium bromida (0.5 µg/ml) selama 10 menit untuk memberikan pewarnaan, selanjutnya direndam dalam akuades selama 5 menit (Paz et al. 2006). Visualisasi dilakukan pada UV transilluminator dan didokumentasikan dengan gel doc.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Genetik Padi (Oryza sativa L.) dengan Gen PaCS Penelitian transformasi genetik Oryza sativa L. dengan gen PaCS ini menggunakan kalus yang berasal dari embrio biji padi matang dari Kasalath dan Nipponbare. Kalus diperoleh dengan cara menginduksi biji padi di media 2N6 yang mengandung 2,4-D 2 mg/l sebagai zat pengatur tumbuh. Menurut Meneses et al. (2005), hormon auksin terutama 2,4-D dapat menginduksi sel untuk membentuk kalus serealia dan memacu terbentuknya kalus embriogenik secara optimal. Hal ini berkaitan dengan fungsi 2,4-D yang mampu memacu hipermethilasi pada DNA. Biji mulai membentuk kalus pada hari ke 3 setelah ditanam di media induksi kalus. Setelah dipisahkan dari endosperma dan tunas, kalus yang dibiakkan pada media yang sama selama 3 minggu membentuk kalus embriogenik dengan ciri-ciri berwarna putih kekuningan dan berbentuk globular dengan ukuran diameter kalus 0,5 – 1 cm. Ciri kalus embriogenik ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Zuraida et al. (2011). Kombinasi auksin seperti 2,4-D dan sitokinin dengan konsentrasi yang rendah dapat menginduksi kalus embriogenik (Sellars et al. 1990). Selain itu penambahan nitrogen (N) organik yang berasal dari asam amino dapat meningkatkan keberhasilan terbentuknya kalus embriogenik (Purnamaningsih 2006). Efisiensi terbentuknya kalus embriogenik sekitar 90-95%. Hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh Sahoo et al. (2011) dengan efisiensi kalus embriogenik sebesar 92-97%. Menurut Wanichananan et al. (2010), induksi kalus akan lebih efektif jika diletakkan pada ruang gelap, karena cahaya dapat mempengaruhi bentuk, ukuran dan warna kalus, walaupun mekanisme dari pengaruh cahaya terhadap pembentukan kalus embriogenik masih belum
11
diketahui. Kalus embriogenik yang diperoleh dipotong kecil-kecil dengan ukuran diameter kalus ± 5 mm dan disubkultur pada media yang sama selama 3 hari di ruang terang, dengan tujuan untuk penyegaran kalus, sehingga kualitas kalus akan lebih bagus sebelum di ko-kultivasi.
1 cm
A
1 cm
B
1 cm
C
Gambar 4 Tahapan pembentukan kalus sebagai eksplan di media induksi kalus yaitu media 2N6. A) biji yang ditanam di media induksi kalus; B) kalus yang terbentuk, umur 5 hari setelah tanam (HST); C) kalus embriogenik dengan diameter kalus 0,5 – 1 cm, umur 25 HST Transformasi genetik dilakukan dengan merendam kalus di suspensi MSLA yang mengandung 20 mg/l asetosiringon dan A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-PaCS. Metode perendeman merupakan metode yang banyak dipakai, sebab memiliki efisiensi yang tinggi dalam proses transformasi genetik ke dalam sel tanaman (Hong et al 2007, Sharma et al. 2009, Ozawa & Takaiwa 2010). Kondisi gelap pada saat ko-kultivasi dapat meningkatkan efisiensi infeksi Agrobacterium ke dalam sel inang. Hal ini disebabkan oleh pengaruh cahaya yang dapat menghambat kerja operon flaABC untuk membentuk flagelin sehingga jumlah flagella yang terbentuk juga berkurang dan akhirnya menyebabkan kemampuan bergerak Agrobacterium juga menurun (Oberpichler et al. 2008). Penambahan asetosirigon pada media ko-kultivasi dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan transformasi genetik, sebab asetosiringon memiliki kemampuan untuk menginduksi gen virA pada Agrobacterium tumefaciens sehingga dapat menginfeksi kalus yang kemudian akan mentrasfer T-DNA-nya ke dalam genom tanaman padi. Ko-kultivasi selama 3 hari pada suhu 28oC dan dengan OD600 = 0.04 dapat meningkatkan frekuensi transformasi (Ozawa K 2009), akan tetapi jika lebih dari 3 hari dapat menyebabkan pertumbuhan Agrobacterium menjadi overgrowth, sehingga akan berdampak pada penurununan frekuensi transformasi (Shrawat et al. 2007). Ko-kultivasi di media 2N6-As akan menyebabkan tumbuhnya A. tumefaciens di sekitar kalus (Gambar 5A), sehingga pencucian dengan menggunakan antibiotik cefotaksim perlu dilakukan untuk menghilangkan pertumbuhan A. tumefaciens berlebih pada kalus. Pertumbuhan berlebih A. tumefaciens pada kalus yang ditransformasi akan menurunkan persentase jumlah kalus transgenik yang dihasilkan, sebab kalus akan bertekstur lembek dan busuk (Gambar 5C). Pencegahan overgrowth dengan temperatur yang tinggi (30-32oC) (Toki et al. 2006), dan konsentrasi antibiotik yang tepat (Saika & Toki 2010) dapat meningkatkan efisiensi transformasi. Konsentrasi dan durasi cefotaksim
12 yang dipakai dalam pencucian kalus ini adalah 200 mg/l dan direndam selama 1520 menit. Cefotaksim memiliki spectrum aktivitas yang luas untuk menghambat pertumbuhan bakteri (gram positif maupun negatif) dengan konsentrasi rendah serta memiliki efek toksisitas yang rendah untuk organisme eukariotik, aktivitasnya yaitu dengan cara memblokade biosintesis dinding sel mucopeptida dan menghambat ikatan peptidoglikan dengan cara mengikat dan menginaktifasi transpeptidase (Mathias & Boyd 1986). Penggunaan cefotaksim dengan konsentrasi yang tinggi dan dengan durasi yang lama akan menyebabkan keracunan pada kalus, sehingga kalus akan berwarna kecoklatan yang kemudian mati. Pernyataan serupa disampaikan oleh Pipatpanukul et al. (2004), bahwa penggunaan antibiotik carbenicillin dan cefotaksim dengan konsentrasi sebesar 250 mg/l dapat menghambat regenerasi kalus padi cv. RD6. Seleksi kalus transgenik dilakukan pada media seleksi yang mengandung higromisin 20 mg/l selama 4 minggu. Subkultur dilakukan setiap 2 minggu sekali pada media yang sama untuk memaksimalkan kerja higromisin. Kalus nontransgenik akan terseleksi dengan memperlihatkan ciri-ciri kalus berwarna coklat, kering serta tidak berproliferasi, sedangkan kalus transgenik tetap hidup dengan ciri-ciri kalus berwarna kuning cerah dan berproliferasi (Gambar 5B). Berdasarkan hasil perhitungan jumlah kalus yang tahan higromisin dibagi dengan jumlah total eksplan yang ditransformasi, maka diperoleh efisiensi transformasi Kasalath sebanyak 2%, sedangkan Nipponbare sebanyak 35,8% kalus (tabel 1). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriah (2013), yang menunjukkan bahwa padi kultivar indica kurang efisien daripada kultivar Japonica dengan efisiensi transformasi Kasalath 14,04%, sedangkan Nipponbare 19,39%.
1 cm
A
1 cm
B
1 cm
C
Gambar 5 Tahapan transformasi. A) ko-kultivasi selama 3 hari (kondisi gelap) di media 2N6-AS; B) kalus tahan higromisin 20 mg/L (berproliferasi dan berwarna kuning cerah) dan kalus tidak tahan higromisin 20 mg/L (berwarna coklat dan kering) di media seleksi (2NBKCH20); C) over growth A. tumefaciens dapat membusukkan kalus
13
Tabel 1 Persentase kalus padi Kasalath dan Nipponbare yang tahan higromisin Seleksi Jumlah Higromisin Persentase Jumlah Persentase Kultivar eksplan 20 mg/L kalus kalus kalus padi mulatahan bertunas bertunas Tidak mula Tahan tahan Kasalath 135 27 108 2% 0% Nipponbare 240 86 154 35,80% 13 15,10% Beberapa faktor yang mampu meningkatkan efisiensi transformasi diantaranya adalah pemilihan kultivar, tipe dan umur eksplan yang tepat untuk diinfeksi, penggunaan vektor yang tepat, kondisi kultur in-vitro dan juga kondisi ko-kultivasi (Hiei et al. 1997). Berdasarkan data yang diperoleh terbukti bahwa Nipponbare lebih efisien daripada Kasalath (Tabel 1), sebab menurut Zhang et al. (1998) menyatakan bahwa padi Kasalath masuk pada indica grup I yang sering disebut dengan “true indica rice”. Kultivar ini bersifat rekalsitran yang berpengaruh buruk terhadap efisiensi transformasi dan regenerasi (Wünn et al. 1996). Sifat rekalsitran ini akan berdampak pada menurunnya kemampuan pembentukan kalus embriogenik, mengurangi kemampuan kalus beregenerasi, serta terjadi perubahan warna kalus menjadi kecoklatan sampai hitam dan akhirnya mati setelah melewati tahapan ko-kultivasi (Lin & Zhang 2005; Ramesh et al. 2009). Sifat rekalsitran padi Kasalath dikaitkan dengan kandungan poliamin yang lebih rendah daripada Nipponbare (Dewi dan Purwoko 2008). Poliamin dapat meningkatkan sintesis DNA dan aktivitas mitosis sel (Kaur-sawhney et al. 1979). Menurut Robie & Minocha (1989), peningkatan biosintesis poliamin (spermidin dan spermin) dapat membentuk kalus embriogenik, sebab spermidin mampu menghambat prekursor ACC (1-AminoCyclopropane-1-Carboxylic acid) untuk membentuk etilen. Sebaliknya, peningkatan biosintesis etilen dapat menurunkan biosintesis poliamin dengan menghambat aktivitas ADC (arginine decarboxylase) (Roustan et al. 1990). Etilen dapat menghambat pengembangan tanaman melalui penghentian dalam pembelahan sel. Selain itu, penggunaan antibiotik dengan konsentrasi tinggi memiliki pengaruh terhadap penurunan efisiensi transformasi padi indica, hal ini disebabkan oleh efek antibiotik yang dapat meracuni kalus, yang pada akhirnya kalus menjadi kecoklatan dan mati (Khanna & Raina 1999). Pengaruh penggunaan antibiotik terhadap perkembangan kalus dapat diamati dengan penanaman kalus non-transgenik di media seleksi (2NBKC) yang terbagi menjadi 3 jenis media, yaitu media seleksi tanpa penambahan antiboiotik, media seleksi dengan penambahan cefotaksim 200 mg/l dan media seleksi dengan penambahan cefotaksim 200 mg/l dan higromisin 20 mg/l. Berdasarkan perlakuan antibiotik yang diberikan, didapatkan hasil bahwa kalus yang ditanam pada media jenis ketiga mengalami kematian setelah 14 hari, dengan ciri-ciri kalus berwarna hitam. Kalus yang berada di media jenis pertama dan kedua tetap hidup, berproliferasi dan berwarna putih kekuningan. Kalus dari media seleksi jenis pertama ditanam di media regenerasi (2N6R) tanpa cefotaksim, sedangkan kalus dari media seleksi jenis kedua ditanam di media regenerasi yang mengandung 200 mg/l cefotaksim. Kalus yang berasal dari media seleksi tanpa penambahan
14 antibiotik menunjukkan ciri regenerasi tahap awal, yaitu munculnya bintik hijau pada kalus setelah 7 hari berada di media 2N6R.
1 cm
A
1 cm
B
1 cm
C
Gambar 6 Perkembangan kalus non-transgenik di media seleksi (2NBKC). A) kalus di media seleksi tanpa antibiotik; B) kalus di media seleksi ditambah cefotaksim 200 mg/L; C) kalus di media seleksi ditambah cefotaksim 200 mg/L dan higromisin 20 mg/L Tabel 2 Perbandingan daya regenerasi padi Kasalath dan Nipponbare 2N6R tanpa Cefotaksim Kultivar Persentase Jumlah padi % Jumlah Spot eksplan hijau Kasalath 30 8 26,6% Nipponbare 30 27 90%
2N6R + Cefotaksim 200 mg/L Jumlah eksplan
Jumlah Spot hijau
30 30
0 9
Persentase % 0% 30%
Berdasarkan hasil pengamatan daya regenerasi kalus di atas menunjukkan bahwa penambahan antibiotik cefotaksim sebanyak 200 mg/l pada media regenerasi dapat menurunkan daya regenerasi kalus padi Nipponbare dan Kasalath. Semakin tinggi konsentrasi cefotaksim pada media, dapat menurunkan efisiensi regenerasi tanaman (Kazemi et al. 2014). Penggunaan 500 µg/L cefotaksim dapat menurunkan daya regenerasi pada kalus tembakau, hal ini dihubungkan dengan peningkatan metilasi pada DNA (Schmitt et al. 1997). Cefotaksim memiliki aktifitas yang sama dengan hormon mirip auksin pada media tanpa ZPT, walaupun jalur metabolismenya belum bisa dijelaskan (Holford & Newbury 1992). Hormon auksin dapat memacu terjadinya hipermetilasi pada DNA, sehingga akan menyebabkan dediferensiasi sel yang dapat menurunkan daya regenerasi kalus (Meneses et al. 2005). Daya regenerasi Nipponbare lebih tinggi daripada Kasalath (Tabel 2). Perbandingan daya regenerasi ini membuktikan bahwa padi Kasalath memiliki sifat rekalsitran, sehingga untuk meningkatkan efisiensi regenerasi perlu dilakukan optimasi pada media regenerasi yang digunakan. Kalus transgenik yang dihasilkan ditanam pada media regenerasi (2N6R) untuk menghasilkan tanaman transgenik putatif. Kalus dari kedua kultivar mengalami perubahan yaitu munculnya bintik hijau pada permukaan kalus setelah
15
1 minggu di media 2N6R (Gambar 7A). Tunas akan muncul dari bintik hijau tersebut setelah 2 minggu di media 2N6R (Gambar 7B). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, tidak semua bintik hijau yang muncul akan membentuk tunas, bahkan beberapa bintik hijau yang terbentuk, berubah menjadi kecoklatan dan kemudian mati. Kalus juga akan mengalami dediferensiasi yang menyebabkan pembelahan sel tidak terkontrol (Lestari dan Yunita 2008). Pembelahan sel yang tidak terkontrol ini disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon eksternal dan internal sel (Thorpe 1984). Tanaman transgenik putatif yang dihasilkan ada 13 tanaman dari Nipponbare, sedangkan untuk Kasalath tidak terdapat tanaman yang dihasilkan. Perbedaan daya regenerasi kalus dapat dipengaruhi oleh, beberapa faktor seperti genotipe tanaman, karakter fisiologis eksplan, takaran dan campuran garam yang sesuai serta penggunaan zat pengatur tumbuh (zpt) pada media juga dapat mempengaruhi potensi dalam induksi dan regenerasi kalus tanaman padi (Ge et al. 2006). Perbedaan genotipe antara subspesies japonica (Nipponbare) yang lebih responsif daripada subspesies indica (Kasalath), berhubungan dengan tingginya kandungan etilen dan ACC serta aktifitas ACC oksidase pada subspesies indica. Oleh karena itu, jumlah kalus yang terbentuk dan daya regenerasi yang dihasilkan lebih tinggi japonica daripada indica (Dewi dan Purwoko 2008). Daya regenerasi juga dipengaruhi oleh pemilihan jenis gel dan konsentrasinya. Menurut Sahoo et al. (2011) penggunaan gel jenis agarose 1% dapat meningkatkan efisiensi regenerasi sebesar 84-92% untuk kalus non-trasnforman dan 42-59% untuk kalus transgenik.
1 cm
A
1 cm
B
1 cm
C
Gambar 7 Tahapan regenerasi Oryza sativa L. A) muncul bintik hijau pada kalus setelah 14 hari dimedia 2N6R; B) tunas muncul dari bintik hijau setelah 5 hari; C) multiplikasi daun dan akar terjadi setelah 1 bulan di media 2N6R Kalus embriogenik beregenerasi dengan membentuk tunas dan akar secara serentak setelah 14 hari di media 2N6R. Menurut Purnamaningsih (2006), regenerasi kalus embriogenik melewati tahapan pendewasaan dan perkecambahan dengan membentuk calon maresitem akar dan tunas secara serentak. Tanaman hasil regenerasi di tanam di media MS0 selama 14 hari hingga tanaman tumbuh secara optimal. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman sebelum ditanam pada kondisi yang sebenarnya. Media yang digunakan adalah arang sekam yang direndam air selama ± 15 menit agar memiliki kelembapan yang cukup. Aklimatisasi dilakukan selama 14 hari diluar ruangan yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Tanaman tersebut selanjutnya ditanam di media
16 tanah yang dicampur kompos (1:1). Tanaman dipelihara sampai menghasilkan biji yang kemudian disebut dengan biji padi transgenik T1.
2 cm
A
2 cm
B
5 cm
C
Gambar 8 Tahapan aklimatisasi tanaman padi transgenik putatif. A) tanaman padi di media MS0; B) tanaman padi di media arang sekam; C) tanaman padi di media tanah dicampur kompos (1:1) Uji Integrasi Transgen pMSH1-PaCS pada Padi Transgenik Putatif T0 Konfirmasi gen PaCS pada tanaman padi transgenik T0 dimulai dengan konfirmasi higromisin sebagai gen penanda seleksi pada plasmid pMSH1-PaCS. Terdapat 13 tanaman transgenik putatif yang dihasilkan dari Nipponbare. Isolasi DNA genom hanya bisa dilakukan untuk 10 tanaman, sedangkan sisanya masih berada dalam kultur jaringan. Tanaman padi transgenik ini kemudian disebut dengan OsNCS. PCR dengan primer 35S-F dan hpt-R menunjukkan bahwa 10 tanaman transgenik putatif Nipponbare OsNCS mengandung promoter 35SCaMV dan gen hpt dengan ukuran 1100 pb. Padi Nipponbare non-transgenik (NT) tidak mempunyai fragmen DNA tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa primer adalah spesifik untuk mengamplifikasi gen hpt di bawah kendali promoter 35SCaMV. Amplifiksi gen aktin (3’UTR actin) padi juga dilakukan untuk mengetahui kualitas DNA genom tanaman hasil isolasi, sebab gen aktin merupakan housekeeping gene yang selalu ada d dalam sel. PCR menggunakan primer aktin menghasilkan amplikon dengan ukuran 109 pb untuk semua tanaman termasuk tanaman non-transgenik. Hal ini menunjukkan bahwa DNA genom hasil isolasi berkualitas baik. M NT 1 2
3 4 5
6 7
8
M P NT 1 2 3 4 5
9 10
6 7
8
9 10
1100pb 250 pb 109 pb
1000pb
Gambar 9 Hasil PCR padi Nipponbare untuk gen aktin dan gen hpt. A) PCR untuk gen aktin, B) PCR untuk gen hpt. M= marka DNA 1kb, P= plasmid pMSH1-PaCS, NT= padi non-transgenik, 1-10= OsNCS
17
Ketelitian hasil PCR tergantung dari kualitas DNA yang digunakan sebagai cetakan. Semakin tinggi tingkat kontamininasi pada DNA cetakan seperti senyawa fenolik, dan senyawa metabolik sekunder lain pada tumbuhan semakin rendah ketelitiannya. Bahan-bahan tersebut dapat mempengaruhi hasil PCR khususnya mengganggu penempelan primer pada DNA cetakan sehingga primer tidak menempel secara spesifik pada DNA template (Nkongolo et al. 1998). Konsentrasi DNA cetakan yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan hasil PCR yang tidak spesifik, sehingga DNA cetakan perlu diencerkan. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer 35S-F dan PaCS-R terhadap 10 galur OsNCS menunjukkan bahwa hanya satu galur OsNCS10 yang mengandung gen PaCS di bawah kendali promoter 35S-CaMV dengan ukuran 1630 pb (Gambar 10A). Hasil amplifikasi tersebut sesuai dengan ukuran gen PaCS dan promoter 35S-CaMV yang berukuran 1630 pb yang terdapat di plasmid pMSH1-PaCS. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer yang sama pada sembilan galur OsNCS lainnya menunjukkan bahwa kesembilan galur tersebut mengandung potongan gen PaCS yang berukuran 900 pb. Amplifikasi dengan menggunakan primer PaCS-F dan PaCS-R menghasilkan amplikon yang berukuran 1287 pb untuk galur OsNCS10 yang sama dengan ukuran gen PaCS di pMSH1-PaCS, sedangkan sembilan galur OsNCS lainnya menghasilkan amplikon sebesar 600 pb (Gambar 10B). M P NT 1
2 3 4 5 6 7
M P NT 1 2 3
8 9 10
4 5
6 7
8
9 10
1287pb
1630 pb 1500 pb
1000pb 600 pb
750 pb
A M P NT 1 2 3 4 5
6 7
8
750 pb
9 10
2000 pb 1800 pb
B M
P NT 1 2 3
4
5 6
7
8 9
800 pb
1500 pb
C
750 pb
D
Gambar 10 Hasil analisis PCR padi OsNCS. A) menggunakan primer 35S-F dan PaCS-R, B) menggunakan primer PaCS-F dan PaCS-R, C) menggunakan primer PaCS-F dan TNos-R, D) menggunakan primer PaCS-F dan half PaCS-R. M= marka DNA 1kb, P= plasmid pMSH1PaCS, NT= non-transgenik, 1-10= OsNCS Berdasarkan hasil tersebut, gen PaCS yang terintegrasi ke dalam genom tanaman galur OsNCS nomor 1 sampai 9 diduga mengalami delesi pada bagian tengah gen. Pembuktian terhadap dugaan tersebut dilakukan dengan mendesain primer pada bagian tengah gen PaCS. Amplifikasi dengan primer 35S-F dan half PaCS-R pada pMSH1-PaCS menghasilkan amplikon yang berukuran 800 pb, sedangkan pada OsNCS nomer 1 sampai 9 tidak menghasilkan amplikon. Hasil ini membuktikan bahwa gen PaCS yang terintegrasi ke dalam genom OsNCS
18 mengalami pemotongan pada bagian tengah. Amplifikasi menggunakan primer PaCS-F dan TNos-R menghasilkan amplikon sebesar 1800 pb pada galur OsNCS10 (Gambar 10C), sedangkan pada galur OsNCS nomor 1 sampai 9 tidak menghasilkan amplikon sehingga gen PaCS yang terintegrasi ke dalam genom kesembilan galur OsNCS ini terpotong di daerah hilir dan terminator Nos. Pemotongan ini dapat terjadi akibat aktifitas enzim DNA nuklease yang memotong daerah hilir TDNA yang tidak dilindungi oleh gen virE2 pada saat proses masuknya gen dari bakteri ke dalam sel tanaman atau pada saat integrasi gen ke dalam kromosom tanaman. Fenomena terpotongnya gen PaCS dibagian tengah tersebut masih belum bisa dijelaskan. Menurut Tzfira et al. (2004), T-DNA di dalam nukleus akan membentuk utas ganda (DS), yang kemudian terpotong menjadi dua yaitu TDNA1 dan T-DNA2. Potongan tersebut bereligasi dengan double-stranded breaks DSBs dengan bantuan DNA-repair proteins (DSB-RP). Diduga pemotongan tersebut berada tepat di gen PaCS, sehingga pada saat terjadi religasi terdapat pasang basa yang hilang akibat peristiwa tersebut. Tanaman padi transgenik yang dihasilkan masih perlu diuji tantang dengan cekaman aluminium untuk mengetahui aktifitas gen PaCS. Ekspresi gen PaCS akan menghasilkan asam sitrat yang dapat mengkelat aluminium. Kemampuan asam sitrat untuk mengkelat Al3+ dikaitkan dengan tiga gugus karboksil yang dimilikinya. Asam sitrat akan membentuk ion sitrat dengan cara melepaskan proton H+ pada gugus karboksilnya. Sitrat dalam bentuk ion ini akan cenderung mengikat kation logam seperti Al3+ dengan membentuk struktur cincin yang komplek, sehingga struktur tersebut memiliki ikatan yang erat dan sulit bereaksi dengan unsur lain (Marwati et al. 2007). Eksudasi asam sitrat di daerah rhizosfer adalah mekanisme ekslusi Al3+ tumbuhan terhadap cekaman aluminium. Menurut Delhaize & Ryan (1995), terdapat tiga kemungkinan mekanisme ekslusi Al yaitu, interaksi antara Al dengan protein kanal secara langsung, interaksi dengan reseptor spesifik pada permukaan membran, dan Al memasuki sitoplasma kemudian mengaktifkan jalur transduksi sinyal untuk membuka protein kanal. Selain itu, analisis dengan Southern Blot juga perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah copy gene, sebab jumlah copy dapat mempengaruhi pola pewarisan gen. Tanaman dengan copy gene tunggal dapat digunakan dengan lebih mudah untuk menghasilkan tanaman homozigot. Usaha untuk mendapatkan tanaman padi dengan sifat agronomis yang lebih baik dapat diperoleh melalui perkawinan silang antara tanaman transgenik dengan tanaman yang memiliki sifat lebih agronomis seperti padi cv IR64 atau Ciherang.
19
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Transformasi genetik padi dengan gen PaCS telah berhasil dilakukan, dengan efisiensi transformasi dan regenerasi tunas yaitu sebesar 35,8% dan 15,1% untuk Nipponbare sedangkan Kasalath 2% dan 0%. Penambahan cefotaksim sebesar 200 mg/L pada media regenerasi (2N6R) dapat menurunkan daya regenerasi tunas padi. Gen PaCS yang terintegrasi ke dalam genom padi Nipponbare transgenik berhasil dikonfirmasi pada nomor 10, sedangkan nomor 1 sampai 9 mengalami pemotongan pada bagian tengah, dengan menghasilkan amplikon setengah (900pb) dari ukuran sebenarnya (1630pb). Hasil amplifikasi dari promoter 35S-CaMV sampai pada terminator Nos pada gen PaCS menghasilkan amplikon sebesar 1800 pb untuk tanaman transgenik nomor 10, sedangkan pada tanaman transgenik nomor 1 sampai 9 tidak mengamplifikasi kombinasi primer tersebut. Saran Peningkatan efisiensi regenerasi kalus menjadi tunas transgenik putatif perlu dilakukan dengan menggunakan media regenerasi tanpa penambahan antibiotik baik higromisin atau cefotaksim. Uji tantang tanaman padi transgenik dengan cekaman aluminium perlu dilakukan untuk mengetahui aktifitas gen PaCS. Pada konstruksi vektor ekspresi gen, sebaiknya gen target ditempatkan pada posisi bagian kanan (right border) dari T-DNA untuk memastikan supaya gen target dapat terintegrasi terlebih dahulu pada genom tanaman.
DAFTAR PUSTAKA [PBS]. Badan Pusat Statistik (ID). 2013. Tanaman Pangan. [online]. http://www.pbs.go.id/tnmn_pgn.php Abe T, Futsugara Y. 1985. Efficient plant regeneration by somatic embryogenesis from root callus tissues of rice. J Plant Physiol. 121: 111–118 Abreu CH, Muraoka T, Lavorante AF. 2003. Exchangeable aluminum evaluation in acid soils. Sci Agric. 60:543–548. Achary VMM, Panda BB. 2010. Aluminium-induce DNA damage and adaptive response to genotoxic stress in plant cells are mediated through reactive oxygen intermediates. Mutagenesis. 25:201–209 Aguda RM, Datta K, Tu J, Datta SK, Cohen MB. 2001. Expression of Bt genes under control of different promoters in rice at vegetative and flowering stages. IRRN. 26(1). Allen GC, Hall GE, Childs LC, Weissinger AK, Spiker S, Thompson WF. 1993. Scaffold attachment regions increase reporter gene expression in stably transformed plant cells. Plant Cell. 5:603–613.
20 Anoop VM, Basu U, McCammon MT, McAlister-Henn L, Taylor GJ. 2003. Modulation of citrate metabolism alters aluminium tolerance in yeast and transgenic canola overexpressing a mitochondrial citrate synthase. Plant Physiol. 132:2205-2217. Appana VD, Hamel RD, Levasseur R. 2002. The metabolism of aluminum citrate and biosynthesis oxalic acid in Pseudomonas flourescens. Curr Microbiol 47(1):32-39. Ariani, Mewa. 2010. Diversifikasi konsumsi pangan pokok mendukung swasembada beras. Proseding pecan serealia Nasional. Banten: PBTP. ISBN:978-979-8940-29-3. Babourina O, Ozturk L, Cakmak I, Rengel Z. 2006. Reactive oxygen species production in wheat roots is not linked with changes in H+ fluxes during acidic and aluminum stresses. Plant Signal Behav. 1:70–75. Barbier-Brygoo H, Vinauger M, Colcombet J, Ephritikhine G, Frachisse JM, Maurel C. 2000. Anion channels in higher plants: functional characterization, molecular structure and physiological role. Biochim Biophys Acta. 1565:199– 218. Barcelo´ J, Poschenrieder C. 2002. Fast root growth responses, root exudates, and internal detoxification as clues to the mechanisms of aluminium toxicity and resistance: a review. Environ Exp Bot. 48:75–92. Beeckmans S. 1984. Some structural and regulatory aspects of citrate syntase. Int J Biochem. 16(4): 341-351. Cao J, Duan X, McElroy D, Wu R. 1992. Regeneration of herbicide resistant transgenic rice plants following microprojectile-mediated transformation of suspension culture cells. Plant Cell. 11:586- 59. Chen ZC, Yamaji N, Motoyama R, Nagamura Y and, Ma JF. 2012. Up-regulation of a magnesium transporter gene OsMGT1 is required for conferring aluminum tolerance in rice. Plant Physiol. 159(4):1624-1633. Cheng X, Sardana R, Kaplan H, Altosaar I. 1997. Agrobacterium-transformed rice plants expressing synthetic cryIA(b) and cryIA(c) genes are highly toxic to striped stem borer and yellow stem borer. PNAS. 95(6):2767–2772. Christou P, Ford TL, Kofron M. 1991. Production of transgenic rice (Oriza sativa L.) plants from agronomically important indica and japonica varieties via electric discharge particle acceleration of exogenous DNA into immature zygotic embryos. Nat Biotechnol. 9:957-962. Datta SK, Datta K, Soltanifar N, Donn G, Potrykus I. 1992. Herbicide-resistant Indica rice plants from IRRI breeding line IR72 after PEG-mediated transformation of protoplasts. Plant Mol Biol. 20(4):619-629. Daud RF. 2013. Introduksi gen sitrat sintase ke dalam rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium tumefaciens [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Davis LMM. 2012. Transformasi genetik padi japonica (Oriza sativa L. Subsp. japonica) dengan gen penyandi superoksida dismutase dari Melastoma malabatricum menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. de la Fuente JM, Ramire-Rondriguez V, Cabrera-Ponce JL, Harrere-Estrell L. 1997. Aluminum tolerance in transgenic plant by alteration of citrate synthesis. Science. 276:1566-1568.
21
Delhaize E, Ryan P, Randall P. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.) II. Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root apices. Plant Physiol. 103:695–702 Delhaize E, Ryan PR, 1995. Aluminum toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol. 107:315-321. Deng W, Luo K, Li Z, Yang Y, Hu N, Wu H. 2009. Overexpression of Citrus junos mitochondrial citrate synthase gene in Nicotiana benthamiana confers aluminum tolerance. Planta. 230(2):355-365. Dewi, I.S. dan B.S. Purwoko. 2008. Role of polyamines in inhibition of ethylene biosynthesis and their effects on rice anther culture development. Indo J. Agric Sci. 9(2):60-67. Donald LJ, Molgat GF, Duckworth HW. 1989. Cloning, sequencing, and expression of the gene for NADH sensitive citrate synthase of Pseudomonas aeruginosa. J. of Bact. 171(10):5542-5550. Eticha D, Staß A, Horst WJ. 2005. Localization of aluminium in the maize root apex: can morin detect cell wall-bound aluminium? J. Exp Bot. 56:1351–1357. Fitriah N. 2013. Transformasi genetik padi (Oriza sativa L.) dengan gen penyandi metallothionein tipe II dari Melastoma malabatricum L. menggunakan perantara Agrobacterium tumefaciens [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ge, Chu XZ, Lin Y, Wang S. 2006. A tissue culture system for different germplasms of Indica rice. Plant Cell Rep. 25:392-402. Guo P, Bai G, Carver B, Li R, Bernardo A, Baum M. 2007. Transcriptional analysis between two wheat near-isogenic lines contrasting in aluminum tolerance under aluminum stress. Mol Genet Genomics. 277:1–12. Hiei Y, Komari T and Kubo T. 1997. Transformation of rice mediated by Agrobacterium tumefaciens. Plant Mol Biol. 35:205-218. Hiei Y, Komari T. 2008. Agrobacterium-mediated transformation of rice using immature embryos or calli induced from mature seed. Nature Protocols 3(5):824-834. Hiei Y, Ohta S, Komari T, Kumashiro T. 1994. Efficient transformation of rice (Oriza sativa L.) mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the T-DNA. Plant J. 6(2):271-282. Hong HP, Zhang H, Olhoft P, Hill S, Wiley H, Toren E, Hillebrand H, Jones T, Cheng M. 2007. Organogenic callus as the target for plant regeneration and transformation via Agrobacterium in soybean (Glycine max (L.) Merr.). In Vitro Cellular & Developmental Biology Plant. 43:558-568. Hopkins, William G. 2006. Photosynthesis and Respiration. Chelsea House. Publishers. New York. 168 p. Holford P, Newbury HJ. 1992. The effects of antibiotics and their breakdown products on the in vitro growth of Antirrhinum majus, Plant Cell. 11:93-96. Hue NV, Craddock GR, Adam F. 1986. Effect of organic acids on aluminum toxicity in Subsoil. Soil Sci Am J. 20: 28-34. Inostroza-Blancheteau C, Rengel Z, Alberdi M, de la Luz Mora M, Aquea F, Arce-Johnson P, Reyes-Dı´az M. 2012. Molecular and physiological strategies to increase aluminum resistance in plants. Mol Biol Rep. 39:2069–2079
22 Jones DL, Ryan PR. 2004. Nutrition/aluminum toxicity. In: Murphy D, Murray B, Thomas B (eds) Encyclopedia of Applied Plant Science. Academic Press, London, pp 656–664. Kato S, Kosaka H, Hara S. 1928. On the affinity of rice varieties as shown by the fertility of hybrid plants. Bull Sci Facult Terkult Kyushu Imp Univ. 3:132-147. Kaur-sawhney R, Flores HE, Galston AW. 1979. Polyamine-induced DNA synthesis and mitosis in oat leaf Protoplasts. Plant Physiol. 65:368-371. Kazemi EM, Jonoubi1 P, Majd A, Pazhouhandeh M. 2014. Reduction of negative effects of cefotaxime in tomato transformation by using FeEDDHA. Intl J. Farm & Alli Sci. 3(5):538-542. Khanna HK, Raina SK. 1999. Agrobacterium-mediated transformation of indica rice cultivars using binary and super binary vectors. Aust. Plant Physiol. 26:311-324. Kinraide TB. 1990. Assessing the rhizotoxicity of the aluminate ion, Al(OH)-4. Plant Physiol. 94:1620–1625. Kochian LV. 1995. Cellular mechanisms of aluminum toxicity and resistance in pland. Annu Rev Plant Biol. 46:237-260. Koetije DS, Grimes HD, Wang YC, Hodes TK. 1989. Regeneration of indica rice (Oryza sativa L.) from primary callus derived from immature embryos. Plant Physiol. 135:184–190. Kopittke PM, Blamey FPC, Menzies NW. 2008. Toxicities of soluble Al, Cu, and La include rupture on rhizodermal and root critical cells of cowpea. Plant Soil 303:217–227. Koyama H, Takita E, Kawamura A, Harai T, Shibata D. 1999. Overexpression of mithochondria citrate synthase gene improves the growth of carrot cells in Alphosphate medium. Plant Cell Physiol. 40(5): 482-488. Kusnadi N, Tinaprilla N, Susilowati SH, Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi usahatani padi di beberapa sentra produksi padi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. 29(1):25–48. Lee K, Jeon H, Kim M. 2002. Optimization of a mature embryo-based in vitro culture system for high-frequency somatic embryogenic callus induction and plant regeneration from japonica rice cultivars. Plant Cell. 71:237–244. Lestari EG, Yunita R. 2008. Induksi Kalus dan Regenerasi Tunas Padi Varietas Fatmawati. Bul Agron. 36(2):106–110. Li XF, Ma JF, Matsumoto H. 2002. Aluminum-induced secretion of both citrate and malate in rye. Plant Soil. 242:235–243. Li Z, Burow MD, Murai N. 1990. High frequency generation of fertile transgenic rice plants after PEG-mediated protoplast transformation. Plant Mol Biol. 8(4):276-291. Lin W, Anuratha CS, Datta K, Potrykus I, Muthukrishnan S, Datta SK. 1995. Genetic Engineering of Rice for Resistance to Sheath Blight. Nature Biotechnology. 13:686-691. Lin YJ, Zhang Q. 2005. Optimising the tissue culture conditions for high efficiency transformation of Indica rice. Plant Cell Rep. 23:540-547. Ma JF, Ryan PR, Delhaize E. 2001. Aluminum tolerance in plants and the complexing role of organic acids. Trend in Plant Sci. 6(6): 273-278.
23
Mailloux RJ, Lemire J, Kalyuzhnyi S, Appanna V. 2008. A novel metabolic network leads to enhanced citrate biogenesis in Pseudomonas flourescens exposed to aluminum toxicity. Extremophiles. 12: 451-459. Marlina N, Saputro EA, Amir N. 2012. Respon tanaman padi (Oryza sativa L.) terhadap takaran pupuk organik plus dan jenis pestisida organik dengan system of rice intensification (SRI) di lahan pasang surut. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(2):138-148. Marwati T, Rusli MS, Mulyono E. 2007. Pemucatan minyak daun cengkeh dengan metode khelasi menggunakan asam sitrat. J. Tek Ind Pert. 17(2),61-68. Massonneau A, Langlade N, Leon S, Smutny J, Vogt E, Neumann G, Martinoia E. 2001. Metabolic changes associated with cluster root development in white lupin (Lupinus albus L.): relationship between organic acid excretion, sucrose metabolism and energy status. Planta. 213:534–542. Masuda K, Kudo-Shiratori A, Inoue M. 1989. Callus transformation and plant regeneration from rice protoplasts purified by density gradient centrifugation. Plant Sci. 62:337–246. Mathias RJ, Boyd LA. 1986. Cefotaxime stimulates callus growth, embryogenesis and regeneration in hexaploid bread wheat (Triticum aestivum L. EM. THELL). Plant Sci. 46:217-223. Matsumoto H, Motoda H. 2012. Aluminum toxicity recovery processes in root apices. possible association with oxidative stress. Plant Sci 185-186:1-8. Meneses A, Flores D, Munoz M, Arrieta G, Espinosa AM. 2005. Effect of 2.4-D, Hydric stress and light on indica rice (Oryza sativa) somatic embryogenesis. Rev Biol Trop (Int J) 53(3-4):361-368. Meriga B, Reddy BK, Rao KR, Reddy LA, Kishor Kavi PB. 2004. Aluminuminduced production of oxygen radicals, lipids peroxidation and DNA damage in seedling of rice (Oryza sativa). J. Plant Physiol. 161:63–68. Mitchell CG. 1996. Identification of multienzyme complex of the tricarboxylic acid cycle enzymes containing citrate synthase isoenzymes from Pseudomonas aeruginosa. Biochem J. 313:769-774. Miyasaka SC, Hue NV, Dunn MA. 2006. Aluminum. In Baker AV, Pilbeam DJ (eds). Handbook of Plant Nutrition. CRC Press. 632 pp. Morinaga T, Kuriyama H. 1958. Intermediate type of rice in the subcontinent of India and Java. Jap. J. Breeding 7:253-259. Mossor-Pietraszewska T. 2001. Effect of aluminum on plant growth and metabolism. Acta Biochim Pol. 3:367–686. Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2004. Karakteristik dan potensi tanah masam lahan kering di Indonesia. hlm. 1-32 dalam Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Neumann G, Massonneau A, Martinoia E, Romheld V. 1999. Physiological adaptations to phosphorous deficiency during proteoid root development in white lupins. Planta. 208:373–382. Nishimura A, Aichi I, Matsuoka M. 2006. A protocol for Agrobacteriummediated transformation in rice. Nature Protocols. 6(1):2796-2802 Nkongolo KK, Klimaszewka K, Gratton WS. 1998. DNA yields and optimization of RAPD patterns using spruce embryogenic lines, seedlings, and needles. Plant Mol Biol. 16:1-9.
24 Oberpichler I, Rozen R, Rasouly A, Vugman M, Ron EZ, Lamparter T. 2008. Light affects motility and infectivity of Agrobacterium tumefaciens. Envir Microb. 10(8):2020-2029. Ozawa K, Takaiwa F. 2010. Highly efficient Agrobacterium-mediated transformation of suspension-cultured cell clusters of rice (Oryza sativa L.). Plant Science. 179:333–337. Ozawa K. 2009. Establishment of a high efficiency Agrobacterium-mediated transformation system of rice (Oryza sativa L.). Plant Science. 176:522–527. Panda SK, Matsumoto H. 2007. Molecular physiology of aluminum toxicity and tolerance in plants. Bot Rev. 73:326–347. Papke I, Gerhardt B. 1996. Demonstration of citrate synthase peroxisomes in nonglyoxysomal. Plant Science. 116:131-140. Paz MM, et al. 2004. Assessment of condition affecting Agrobacterium-mediated soybean transformation using cotyledonary node explants. Euphytica. 1136:167-179. Paz MM, Martinez JC, Kalvig AB, Fonger TM, Wang K. 2006. Improved cotyledonary node method using an alternative explants derived from mature seed ffor efficient Agrobacterium-mediated soybean transformation. Plant Cell Rep. 25:206-213. Pipatpanukul T, Bunnag S, Theerakulpisut P, Kosittrakul M. 2004. Transformation of indica rice (Oryza sativa L.) cultivar RD6 mediated by Agrobacterium tumefaciens. Songklanakarin J Sci Technol. 26(1):1-13. Poschenrieder C, Gunse B, Corrales I, Barchelo J. 2008. A glance into aluminum toxicity and resistance in plants. Sci of the Tot Envir. 400:356-368. Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. J LitBang Pert. 25(2):39-46. Purnamaningsih R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. J AgroBiogen 2(2):74-80. R’bia O, Horchani F, Smida I, Mejri M, Aschi-Smiti S. 2011. Aluminum phytotoxicity and plant acclimation to acidic soils. Int J of Agric Res. 6(3):194208. Raman H, Moroni SJ, Sato K, Read B. 2002. Identification of AFLP and microsatellite markers linked with an aluminum tolerance gene in barley (Hordeum vulgare L.). Theor Appl Genet. 105:458–464 Ramesh M, Murugiah V, Gupta AK. 2009. Efficient in vitro plant regeneration via leaf base segment of indica rice (Oryza sativa L.). Indian J Exp Bio. 47:68-74. Rengel Z, Zhang WH. 2003. Role of dynamics of intracellular calciumin aluminum-toxicity syndrome. New Phytol. 159:295–314. Robie CA, Minocha SC. 1989. Polyamines and somatic embryogenesis in carrot. I. the effects of difluoromethylornithine and difluoromethylarginine. Plant Science. 65:45-54. Rosenkrantz M, Alam T, Kim K, Clark BJ, Srere PA, Guarente LP. 1986. Mitochondrial and nonmitochondrial citrate synthases in Saccharomyces cerevisiae are encoded by distinct homologous genes. Mol Cell Biol. 6:4509-4515. Roustan JP, Latche A, Fallot J. 1990. Control of carrot somatic embryogenesis by agno s, an inhibitor of ethylene action: effect on arginine decarboxylase activity. Plant Science. 67:89-95.
25
Rueb S, Leneman M, Schilperoort RA, Hensgens LAM. 1994. Efficient plant regeneration through somatic embryogenesis from callus induced on mature rice embryos (Oryza sativa L.). Plant Cell Tiss Org Cult. 36:259–264. Ryan PR, Ditamaso JM, Kochian LV. 1995. Aluminum toxicity in root: an investigation of spatial sensitivity and of the root cap. J Exp Bot. 44: 437-446. Ryan PR, Raman H, Gupta S, Horst WJ, Delhaize E. 2009. A second mechanism for aluminum resistance in wheat relies on the constitutive efflux of citrate from root. Plant Physiol. 149: 340-351. Sahoo K, Tripathi AK, Pareek A, Sopory SK, Singla-Pareek SL. 2011. An improved protocol for efficient transformation and regeneration of diverse indica rice cultivars. Plant Methods. 7:49 Saika H, Toki S. 2010. Mature seed-derived callus of the model indica rice variety kultivar Kasalath is highly competent in Agrobacterium-mediated transformation. Plant Cell Rep. 29:1351–1364. Sasaki M, Yamamoto Y, Matsumoto H. 1996. Lignin deposition induced by aluminum in wheat (Triticum aestivum) roots. Physiol Plant. 96:193–198. Schmitt F, Oakeley EJ, Jost JP. 1997. Antibiotics induce genome-wide hypermethylation in cultured Nicotiana tabacum plants. J Biol Chem. 272:1534–1540. Sellars RM, Southward GM, Philips GC. 1990. Adventitious somatic embryogenesis from culture immature zygotic embryos of peanut and soybean. Crop Sci.30:408-413. Setyono, A. 2010. Perbaikan teknologi pascapanen dalam upaya menekan kehilangan hasil padi. Pengembangan Inovasi Pertanian. 3(3):212-226. Sharma MK, Solanke AU, Jani D, Singh Y, Sharma AK (2009) A simple and efficient Agrobacterium-mediated procedure for transformation of tomato. J Biosciences. 34:423-433. Sharma P, Dubey RS. 2008. Mechanism of aluminum toxicity and tolerance in higher plants. In: Hemantaranjan A (ed) Advances in plant physiology 10. Scientific Publishers (India), Jodhpur, pp 145–179. Shrawat AK, Becker D, Lo¨rz H. 2007. Agrobacterium tumefaciens-mediated genetic transformation of barley (Hordeum vulgare L.). Plant Science. 172:281–290. Suardana PA, Antara M, Alam MN. 2013. Analisis produksi dan pendapatan usahatani padi sawah dengan pola jajar legowo di desa Laantula Jaya kecamatan Witaponda kabupaten Morowali. e-J Agrotekbis. 1(5):477-484. Suharsono, Widyastuti U. 2006. Penuntun Praktikum Latihan Dasar Pengklonan Gen. Institute Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response; the physiological basis of tolerance. Curr Topics Plant Biochem Physiol. 10: 57-93. Thorpe TA, Patel RR. 1984. Clonal propagation adventitious buds. In I.K Vasil (Ed.) Cell Culture and Somatic Cell Genetic of Plants. 1(49-58). Laboratory Practical and Their Application. Acad Press Inc London. Tistama R. 2012. Isolasi dan introduksi gen sitrat sintase dari Pseudomonas aeruginosa ke dalam tanaman untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman aluminium [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26 Toki S, Hara N, Ono K, Onodera H, Tagiri A, Oka S, Tanaka H. 2006. Early infection of scutellum tissue with Agrobacterium allows high-speed transformation of rice. Plant J. 47:969–976. Tzfira T, Li J, Lacroix B, Citovsky V. 2004. Agrobacterium T-DNA integration: molecules and models. Trends Genet. 20:375-383 Wang FZ, Wang QB, Kwon SY, Kwak SS, Su WA. 2005. Enhanced drought tolerance of transgenic rice plants expressing a pea manganese superoxide dismutase. J of Plant Physiol. 162(4):465–472. Wang Y, Xu H, Kou J, Shi L, Zhang C, Xu F. 2013. Dual effects of transgenic Brassica Napus overexpressing CS Gene on tolerances to aluminum toxicity and phosphorus deficiency. Plant Soil. 362:231–246. Wanichananan P, Teerakathiti T, Roytrakul S, Kirdmanee C, Peyachoknagul S. 2010. A highly efficient method for Agrobacterium mediated transformation in elite rice varieties (Oryza sativa L. spp. Indica). Afr J Biotechnol. 9(34):54885495. Wünn J, Kloti A, Burkhardt PK, Biswass GCG., Launis K, Iglesias VA, Potrykus I. 1996. Transgenic Indica rice breeding line IR-58 expressing a synthetic cryIAb gene from Bacillus thuringiensis provides effective insect pest control. Biol Technol. 14:171-176. Xia J, Yamaji N, Kasai T, Ma JF. 2010. Plasma membrane-localized transporter for aluminum in rice. PNAS. 107(43):18381–18385. Yamamoto T, Iketani H, Ieki H, Nishizawa Y, Notsuka K, Hibi T, Hayashi T, Matsuta N. 2000. Transgenic grapevine plants expressing a rice chitinase with enhanced resistance to fungal pathogens. Plant Cell. 19(7):639-646. Yan CJ, Zhao QH. 1982. Callus induction and plantlet regeneration from leaf blade of Oryza sativa L. subsp indica. Plant Sci Lett. 29:175–182. Yang JL, Li YY, Zhang YJ, Zhang SS, Wu YR, Wu P, Zheng SJ. 2008. Cell wall polysaccharides are specifically involved in the exclusion of aluminum from the rice root apex. Plant Physiol. 146:602–611. Yang LT, Chen LS, Peng HY, Guo P, Wang P, Ma CL. 2012. Organic acid metabolism in Citrus grandis leaves and roots is differently affected by nitric oxide and aluminum interactions. Sci Holticult. 133:40-46. Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Los Banos, Laguna, Philippines: The International rice research institute. Zhang HM, Yang H, Rech EL, Golds TJ, Davis AS, Mulligan BJ, Cocking EC, Davey MR. 1988. Transgenic rice plants produced by electroporation-mediated plasmid uptake into protoplasts. Plant Cell. 7:379-384. Zhang S, Song W-Y, Chen L, Ruan D, Taylor N, Ronald P, Beachy R and Fauquet C. 1998. Transgenic elite indica rice varieties, resistant to Xanthomonas oryzae pv. Oryzae. Mol Breed. 4:551-558. Zhang WH, Ryan PR, Tyerman SD. 2001. Malate-permeable channels and cation channels activated by aluminum in the apical cells of wheat roots. Plant Physiol. 125:1459–1472 Zuraida AR, Naziah B, Zamri Z, Sreeramanan S. 2011. Efficient plant regeneration of Malaysian indica rice MR 219 and 232 via somatic embryogenesis system. Acta Physiol Plant. 33:1913–1921.
27
Lampiran 1 Komposisi media dasar N6 Komposisi Bahan N6 Major Salt KNO3 (NH4)2SO4 CaCl2.2H2O KH2PO4 MgSO4.7H2O N6 Minor Salt MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KI FeEDTA FeSO4.7H2O Na2.EDTA N6 Vitamin Glycine Nicotinic acid Pyridoxine-HCl Thiamine- HCl
Konsentrasi mg/L 283 463 166 400 185 4.4 1.5 1.6 8.0 27.8 37.3 2.0 0.5 0.5 1.0
28 Lampiran 2 Komposisi media AB plate Komposisi Bahan AB Salt NH4Cl KCL MgSO4.7H2O CaCl2.2H2O FeSO4.7H2O AB Buffer NaH4PO4 KH2PO4 Glukosa Bacto Agar *diatur pada pH 7
Konsentrasi mg/L 1000 150 300 13.25 2.5 1000 3000 5000 15000
29
Lampiran 3 Komposisi media dasar Murashige-Skoog (MS) Komposisi Bahan Garam Makro KNO3 NH4NO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 Garam Mikro Na2EDTA FeSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 KI Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O COCl2.6H2O Vitamin MS Myo-inositol Glysine Nicotinic acid Pyridoxine-HCl Thiamine-HCl
Konsentrasi mg/L 1900 1650 440 370 170 37.3 27.8 22.3 8.6 6.2 0.83 0.025 0.025 0.025 100 2.0 0.5 0.5 0.1
30 Lampiran 4 Komposisi vitamin Kao-MiChayluk (KM) Komposisi Bahan Asam folat Asam L-askorbat Asam p-amino benzoat Cyancobalamin (vit B12) D-biotin D-kalsium pantotenat Kolin klorida Myo-inositol Nicotinamide Pyridoxine-HCl Riboflavin Thiamine-HCl Vitamin A
Konsentrasi mg/L 40 200 2.0 2.0 1.0 100 100 10000 100 100 2.0 100 1.0
31
Lampiran 5 Komposisi media 2NBKCH20 (seleksi) Komposisi Bahan N6K Major Salt KNO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 B5 Minor Salt MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2MoO4.2H2O CoCl2.6H2O H3BO3 KI B5 Vitamin Myo-inositol Thiamine hyfrochloride Pyridoxine hyfrochloride Nicotinic acid AA Amino Acid Glutamine Aspartic acid Arginin Glycine FeEDTA FeSO4.7H2O Na2.EDTA Maltose 2,4 D Hygromisin Cefotaxime Gelrite *diatur pada pH 5.8
Konsentrasi mg/L 2022 166 185 40 13.2 2.0 0.025 0.25 0.025 3.0 0.75 100 10 1.0 1.0 876 266 174 7.5 27.8 37.3 30000 2 20 200 4000
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Probolinggo, Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1989 sebagai putra dari pasangan Bapak Senin dan Ibu Lilik. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Probolinggo dan pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jember dan selesai pada tahun 2010 dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd). Selama mengikuti perkuliahan di Universitas Jember, penulis pernah aktif sebagai anggota dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Biologi. Di bidang akademik, penulis pernah menjadi asisten Praktikum Kimia Dasar pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011 penulis bekerja sebagai tenaga pengajar di beberapa sekolah swasta di Probolinggo, kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan strata dua (S2) di Mayor Biologi Tumbuhan (BOT) Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor dengan sponsor dari program Beasiswa Unggulan Dikti (BU DIKTI) tahun 2012.