KONSTRUKSI REALITAS PEMBERITAAN PERANG HIZBULLAH-ISRAEL DALAM MAJALAH EDISI KHUSUS (Analisis Framing Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI/2006)
Skripsi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Jenjang Pendidikan Strata Satu (S 1) Program Studi Broadcasting
Oleh : Reza Wahinda 04100-056
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Nama
: Reza Wahinda
NIM
: 04100-056
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Bidang Studi
: Broadcasting
Judul Skripsi
: Konstruksi Realitas Pemberitaan Perang Hizbullah-Israel Dalam Majalah Edisi Khusus (Analisis Framing Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI/2006 )
Mengetahui, Jakarta, September 2007
Pembimbing I
Pembimbing II
(Feni Fasta SE, M,si)
(Ponco Budi sulistyo, S,sos, M,comm.)
i
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING
LEMBAR TANDA LULUS SKRIPSI Nama
: Reza Wahinda
NIM
: 04100-056
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Bidang Studi
: Broadcasting
Judul Skripsi
: Konstruksi Realitas Pemberitaan Perang Hizbullah-Israel Dalam Majalah Edisi Khusus (Analisis Framing Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI/2006 )
Jakarta, 9 Oktober 2007 Ketua Sidang Nama
: Drs. Riswandi, M.Si
(……………………….)
: Afdal Makuraga Putra, MM
(……………………….)
: Feni Fasta, M,si
(………………………..)
Penguji Ahli Nama Pembimbing I Nama Pembimbing II Nama
: Ponco Budi Sulistyo, M.comm (……………………….)
i
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama
: Reza Wahinda
NIM
: 04100-056
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Bidang Studi
: Broadcasting
Judul Skripsi
: Konstruksi Realitas Pemberitaan Perang Hizbullah-Israel Dalam Majalah Edisi Khusus (Analisis Framing Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI/2006 )
Jakarta, 5 Desember 2007 Disetujui dan diterima oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
(Feni Fasta, M,si)
(Ponco Budi Sulistyo, M.comm) Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi Jurnalistik
(Dra. Diah Wardhani, M.si)
(Drs. Riswandi, M.si)
i
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING Reza Wahinda (04100-056) Konstruksi Realitas Pemberitaan Perang Hizbullah-Israel Dalam Majalah Edisi Khusus (Analisis Framing Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI/2006 )
iv + 74 + 1 Lampiran Penelitian ini dilatar belakangi bahwa dalam suatu berita mengenai pertempuran, perang di Libanon ini, banyak sudut pandang yang menarik untuk dibahas oleh media massa. Antara lain, peristiwa itu berlangsung di kawasan yang terkenal dengan daerah konflik, yaitu kawasan Timur Tengah, yang seringkali berujung pada konflik terbuka dengan melibatkan militernya. Di tempat itu juga, kerap membuat negara-negara di dunia ini berkumpul lalu mendiskusikan solusi terbaik, walaupun itu hanya bertahan sebentar lalu konflik terbuka terjadi lagi, tak heran bila kontroversi selalu muncul. Selain itu, perang yang terjadi di Libanon ini, mempertemukan Hizbullah yang merupakan sayap militer dari sebuah partai di Libanon harus menghadapi militer yang memiliki reputasi dan pengalaman bertempur yang tinggi dengan didukung persenjataan canggih dan modern. Dan yang paling penting, perang juga selalu menimbulkan korban jiwa dan kerugian meteri yang tak sedikit. Maka, wajar bila perang merupakan suatu peristiwa yang sangat memilukan. Tak terkecuali, dengan majalah edisi khusus yang memiliki keunikan dalam membahas suatu isu. Maka tujuan dari penelitian adalah ingin mengetahui pembingkaian tentang Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel yang terjadi di Libanon, pada 12 Juli 2006-14 Agustus 2006. Adapun kerangka pemikirannya adalah seperti yang dikatakan oleh William L.Rivers, di dalam bukunya Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua bahwa majalah khusus mengungkap lagi fakta-fakta yang selama ini belum diperhatikan, maupun menganalisa lebih mendalam fakta-fakta yang selama ini baru diketahui di permukaan saja. Karena, ciri kekhususannya itu yang mengakibatkan majalah tersebut hanya membahas sedikit sudut pandang namun dengan pembahasan yang mendalam. Meski begitu menurut kaum konstruksionis, realitas bukan ditulis begitu saja oleh pekerja media. Namun, telah dikonstruksi. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan pendekatan framing Robert N.Entman. Menurut Entman, Framing yaitu seleksi isu, lalu penempatan secara menonjol suatu isu yang dibahas oleh media. Hasil penelitian bahwa Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang HizbullahIsrael, yaitu perang yang terjadi merupakan perang yang tidak berimbang. Karena, Hizbullah harus mengahadapi tentara Israel yang dari segi persenjataan lebih canggih dan modern. Tetapi, Hizbullah dapat keluar sebagai pemenang.
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, berkat Rahmat dan Karunia Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat maupun nikmat rizki-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan kuliah ini. Shalawat serta salam dihaturkan kepada Rasulullah SAW, karena jejak perjuangan Beliau, membuat saya termotivasi untuk menyelesaikan segala tantangan dan cobaan dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga saya berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Kepada Ibu Feni Fasta SE, M,si
sebagai Pembimbing I, yang selalu
menyediakan waktu untuk membimbing saya dan mengingatkan saya, “ya ampun 04100 lho, Za”. Terima kasih bu, atas kebaikannya. 2. Kepada Mas Ponco Budi sulistyo, S,sos, M,comm sebagai Pembimbing II, yang juga bersedia meluangkan waktunya buat saya, di sela-sela kesibukannya yang luar biasa. Terima kasih Mas. 3. Kepada Ayah dan Bunda yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk kuliah serta dengan sabar menunggu kelulusan saya. Serta kepada dua adikku tercinta, Saskya dan Dika . 4.
Kepada Band of Jakarta, terima kasih atas pengertiannya kepada saya untuk berkonsentrasi menyelesaikan kuliah, sehingga lama kita tidak kumpul-kumpul bareng lagi. Next Time kita hibur lagi The Jakarta’s.
5. Kepada teman-teman Ang. 2000 yang sudah memberikan kenangan manis di Mercu Buana, khususnya Veronica, Uthe, Rahmat, Welly, Datuk, Eko, Yessi dan semuanya yang tidak akan pernah saya lupakan. Ve makasih buku Analisis Framing-nya.
v
6.
Kepada brother’s & sister’s di JS’01. Khususnya, Panjang, Dede, Ijun, Ronal, Anto, Aza, Adi, Deni, chika dan lain-lain. Untuk JS’04, love U all.
7. Serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu di sini. Terima kasih karena kalian banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Demikianlah kata pengantar ini. Bila ada kesalahan dalam penulisan skripsi ini saya mohon maaf. Besar harapan, skripsi ini dapat berguna untuk semuanya. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalam,
Peneliti
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
………………………………….. i
LEMBAR TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI ……………………………………... ii LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI ………………………………….. iii ABSTRAKSI ……………………………………………………………………. …… iv Kata Pengantar ………………………………………………………………………….. v Daftar Isi .……………………………………………………………………………….. vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………………...1 1.2. Pokok Permasalahan………………………………………………………..10 1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………………………..10 1.4. Signifikansi ………………………………………………………………...10 1.4.1.
Signifikansi Akademis………………………………………....10
1.4.2.
Signifikansi Praktis……………………………………….........10
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Media Massa ………………………………………………… ...12 2.2. Fungsi Media Massa………………………………………………………...15 2.3. Pengertian Berita …………………………………………………………...17 2.4. Konstruksi Media Terhadap Realitas ……………………………………... 19 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Media Massa …………….. 24 2.6. Pendekatan Framing ………………………………………………………..27 2.6.1.
Pengertian Framing ……………………………………………27
v
2.6.2.
Efek Framing…………………………………………………..29
2.7. Pengertian Majalah …………………………………………………………31
BAB III METODOLOGI 3.1. Sifat Penelitian ………………………………………….………………… 33 3.2. Metode Penelitian ………………………………………………………… 33 3.3. Tehnik Pengumpulan Data ……………………………………………….. 34 3.3.1.
Data Primer ………………………………………………….. 34
3.3.2.
Data Sekunder ………………………………………………...34
3.4. Unit Analisis ………………………………………………………………34 3.5. Fokus Penelitian …………………………………………………………..35 3.6. Analisis Data …………………………………………………………… ..35
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan ……………………………………………38 4.2. Analisis Data ……………………………………………………………..40 4.2.1. Frame Perang Hizbullah-Angkasa …………………………... .41 4.2.1.1. Define Problem (Pendefinisian Masalah) ………………….42 4.2.1.2. Diagnose Causes (Memperkirakan Penyebab Masalah) …………………..…. 60 4.2.1.3. Make Moral judgement (Buat Keputusan Moral) …………………………………….65 4.2.1.4. Treatment recommendation (Menekankan Penyelesaian) ……………………………… ..68 4.3. Pembahasan …………………………………………………………….. 74
v
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan …………………………………………………………….. 78 5.2. Saran …………………………………………………………………… 79
LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA TENTANG PENULIS
i
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah Penemuan mengenai berbagai macam perangkat teknologi, khususnya
teknologi komunikasi massa, semakin memudahkan manusia untuk mengakses berbagai informasi yang terjadi di belahan dunia lainnya. Dunia pun terasa sempit, suatu peristiwa menarik yang terjadi di suatu negara dengan mudah diketahui oleh khalayak di negara lain melalui media massa. Sebagai bagian dari komunikasi massa, informasi yang dimuat oleh media massa ditujukan kepada khalayak secara luas. Adapun, pengertian dari komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa (mass media communication). Dalam hal ini yang termasuk media massa adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film.1 Perkembangan media massa yang sedemikian pesat setidaknya telah membawa perubahan pada tingkat perhatian khalayak terhadap media itu sendiri. Di setiap harinya, sebagian besar khalayak tak mungkin dilepaskan dari interaksi dengan media massa, khususnya berita. 1
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung : 1997, hal 9
1
Manusia membutuhkan berita karena naluri dasar, yang disebut sebagai naluri kesadaran. Mereka perlu mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya, untuk menyadari berbagai kejadian di luar pengalaman mereka. Dengan berita khalayak dapat memperoleh informasi tentang pergantian peristiwa, isu dan tokoh di luar. Pengetahuan tentang sesuatu memberi mereka rasa aman, membuat mereka bisa merencanakan dan mengatur hidup mereka. Saling tukar informasi ini menjadi dasar untuk menciptakan komunitas, membuat ikatan antar manusia.2 Tidak setiap peristiwa dapat dimuat sebagai berita. Suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai berita bila memiliki nilai berita (news value). Yaitu, berbagai unsur yang digunakan untuk menilai layak tidaknya suatu kejadian dalam masyarakat diberitakan oleh pers, atau bernilainya kejadian tersebut bagi pers. Unsur
tersebut adalah
significance
(kejadian
yang
berkemungkinan
mempengaruhi kehidupan orang banyak), magnitude (kejadian yang menyangkut jumlah angka yang besar), timeliness (kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi), proximity (kejadian yang menyangkut kedekatan secara geografis ataupun psikologis buat khalayak), prominence (kejadian yang melibatkan beberapa namanama yang dikenal oleh khalayak),3 dan human interest (kejadian yang memberikan sentuhan perasaan bagi khalayak). Selain itu masih ada beberapa unsur lainnya, yaitu seks, konflik (kejadian yang menyangkut pertentangan antara beberapa pihak),
2
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme : Apa yang Seharusnya diketahui Wartawan dan yang diharapkan Publik, Institut Studi Arus Informasi, Jakarta : 2004. Hal 16-17 3 Ashadi Siregar dkk, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, Penerbit Kanisius, Yogyakarta : 1998. Hal 27-28
2
kontroversi, dan unique (kejadian yang menyangkut hal-hal spektakuler dalam kehidupan manusia yang dapat memberikan motivasi kepada pihak lain).4 Diantaranya, berita yang mendapatkan perhatian besar dari dunia adalah pecahnya perang antara gerilyawan Hizbullah dengan tentara Israel di Libanon, pada 12 Juli 2006 - 14 Agustus 2006. Peristiwa itu, kemudian membuat peneliti tertarik untuk membahasnya. Alasannya, peristiwa tersebut memiliki nilai berita yang tinggi. Adapun unsur berita yang terdapat pada peristiwa itu, antara lain pertama mengandung unsur konflik. Di mana, peristiwa itu merupakan perang terbuka. Selain itu, pertempuran tersebut terjadi di kawasan yang selalu terjadi konflik, yaitu Timur Tengah. Sebelum serangan ke Libanon, Israel juga melancarkan serangannya ke berbagai fasilitas otoritas Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Bahkan di Libanon, berulang kali Israel melancarkan serangan militer. Misalnya, Operasi Litani di tahun 1978, Operasi Damai untuk Galilea di 1982, Operasi Grapes of Wrath di tahun 1996. Sebab, sejak tahun 1970, Libanon dijadikan tempat tinggal para pengungsi Palestina setelah terusir dari Yordania, setelah sebelumnya penduduk Palestina terusir dari negaranya sendiri oleh Israel. Kedua mengandung unsur unique. Mengutip Ninok Leksono, bahwa perang yang berkecamuk antara Hizbullah dengan Israel merupakan konflik asimetri. Istilah itu digunakan untuk melukiskan ketidakseimbangan yang ada antara militer Israel yang bersenjatakan lebih canggih melawan Hizbullah yang hanya mengandalkan
4
Masduki, Jurnalistik Radio, LKiS, Yogyakarta : 2001. Hal 23
3
roket darat5. Bahkan, Hizbullah bukanlah angkatan perang resmi Libanon, tapi hanya sayap militer sebuah partai di Libanon. Meski begitu, Hizbullah berhasil mengubah keterbatasan yang dimilikinya menjadi kekuatan yang mampu menggempur balik serangan Israel. Kemenangan yang diraih Hizbullah sontak mendapatkan pujian dari negaranegara Arab. Selain itu, Hizbullah juga menjadi simbol baru kemenangan bagi negara-negara di Timur Tengah. Terlebih, selama puluhan tahun militer Israel tidak terkalahkan. Seperti yang diakui oleh Presiden Suriah Bashar Assad bahwa hasil perang adalah kegagalan bagi Israel, dan para sekutunya. Selain itu, Assad juga mengakui telah terjadi perubahan di kawasan Timur Tengah. Ketiga mengandung unsur human interest, mengutip harian Kompas 16 Agustus 2006, perang ini telah mengakibatkan Libanon kehilangan 1110 jiwa tewas, 3700 luka-luka, serta 900.000 orang mengungsi. Kebanyakan dari korban adalah rakyat sipil. Unsur magnitude, Libanon harus menderita kerugian lebih dari 2,5 miliar dollar AS akibat sarana dan prasarana yang rusak. Keempat mengandung unsur kontroversi bila dilihat dari penyebabnya, Israel mengklaim menyerang Libanon karena ingin membebaskan dua tentaranya yang ditangkap oleh Hizbullah pada 12 Juli 2006. Bila itu alasannya, bukankah pertukaran tawanan antara kedua pihak seringkali dilakukan di masa lalu. Tetapi, Israel malah memutuskan mengirimkan kekuatannya secara masif menyerang Libanon. Bukan
5
Ninok Leksono, Konflik Asimetri : Roket Katyusha lawan F-16I Sufa, Kompas, Senin 7 Agustus 2006. Hal 42
4
mustahil, Israel memiliki tujuan yang lebih besar dari sekedar pembebasan dua tentaranya. Sebab, majalah Amerika Serikat (AS), The New Yorker, dalam artikelnya yang ditulis Seymour Hersh, wartawan AS pemenang Pulitzer6, menuliskan pemerintah AS terlibat dalam merencanakan serangan militer terhadap Hizbullah di Libanon. Bahkan, rencana tersebut dibuat sebelum Hizbullah menyandera dua tentara Israel. Kelima mengandung unsur prominence, di mana konflik Timur Tengah selalu mendapatkan perhatian yang besar dari berbagai negara di dunia, khususnya para tokoh-tokoh pengambil kebijakan. Perdebatan sengit antara anggota-anggota di Dewan Keamanan PBB, yang melibatkan berbagai negara kerap terjadi apabila masalah yang dibahas berkaitan Timur Tengah, termasuk dengan pertempuran yang terjadi pertengahan Juli-Agustus lalu di Libanon. Sebab, Amerika Serikat sebagai pihak yang pro terhadap Israel sempat mengeluarkan veto7 terhadap keputusan PBB untuk mengecam aksi serangan Israel ke Libanon. Perang tersebut juga diakhiri dengan keluarnya keputusan Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa No. 1701 pada tangggal 14 Agustus 2006. Selain itu terdapat unsur proximity, di mana setiap aksi militer Israel selalu disambut dengan demonstrasi mengecam oleh masyarakat di dunia, khususnya negara-negara yang mayoritas muslim, termasuk di Indonesia.
6
Amerika Serikat Ikut Rencanakan Serangan, Kompas, Senin 14 Agustus 2006, hal 8 Veto adalah hak atau kekuasaan yang dimiliki oleh suatu badan (pemerintah) atau orang untuk melarang seterusnya atau sementara pelaksanaan suatu keputusan dari badan, lembaga, atau perseorangan lainnya. Lihat, J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta : 1994 7
5
Hampir keseluruhan media massa di Indonesia pada saat itu mengangkat peristiwa tersebut sebagai berita. Termasuk, majalah Angkasa. Bahkan, Angkasa sampai mengeluarkan edisi khusus hanya untuk membahas masalah ini. Yaitu, di majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, terbit pada bulan November 2006. Majalah dalam membahas suatu masalah bisa melakukannya dalam waktu lama, bahkan nyaris tidak terbatas waktu selama masih ada peminat. Majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Sejak lama, aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan atau analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Kecenderungan ini menguat sejalan makin spesialisasinya majalah. Majalah-majalah khusus laku karena menyajikan analisis panjang-lebar.8 Orang tak bisa lagi mengharapkan agar sebuah majalah menjadi “supermarket”, yang bisa menyediakan 1001 hal yang dibutuhkannya. Orang Indonesia akan disodori berbagai hal yang mungkin berbeda dari sebelumnya, yakni majalah-majalah yang hanya membahas sesuatu hal, tapi sama sekali tidak membahas semua hal. Bahkan Arswendo Atmowiloto menyatakan, “Majalah Ayam dan Telur bukan tak mungkin akan mendapat saingan. Mungkin nanti akan ada majalah sejenis
8
William L. Rivers, Jay W. Jensen, dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta : 2003, hal 212
6
yang memberikan tekanan khusus pada ayam jantan, ayam potong atau ayam kampung sehingga isinya makin khusus”9. Menarik untuk disimak, yaitu majalah edisi khusus. Bila, majalah biasa memiliki kelebihan dibandingkan media cetak lainnya, seperti surat kabar, yaitu dalam menganalisa secara mendalam suatu kasus, berarti majalah edisi khusus dalam melakukan fungsi tersebut harus lebih dari apa yang dilakukan oleh majalah biasa. Ciri khas kekhususan ini yang menjadikan majalah lebih segmentatif dan hanya fokus ke satu masalah saja di setiap edisinya, serta pembahasan harus lebih panjang-lebar. Majalah khusus juga bertugas untuk lebih mengungkap lagi fakta-fakta yang selama ini belum diperhatikan, maupun menganalisa lebih mendalam lagi faktafakta yang selama ini baru diketahui di permukaan saja.10 Meski begitu, fakta dalam berita bukan merupakan peristiwa dalam arti yang riil. Di sini realitas bukan ditulis begitu saja sebagai berita. Namun, telah melalui proses konstruksi. Hal itu merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem kerja media massa. Karena, wartawan hidup dalam institusi media dengan seperangkat aturan, dan aktivitas masing-masing yang seringkali mengontrol wartawan melihat peristiwa dalam kemasan tertentu, atau bisa juga terjadi wartawan sebagai bagian dari anggota komunitas menyerap nilai-nilai yang ada dalam komunitasnya. Selain itu, redaktur juga menentukan apakah laporan si wartawan akan dimuat atau tidak, dan menentukan judul apa yang akan diberikan. Petugas tata muka, dengan 9
Kurniawan Junaedhie, Rahasia Dapur Majalah Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 1995, hal 194 10 Perbedaan Majalah Umum dengan Majalah Khusus, Detik.Com, 15 September 2006
7
atau tanpa berkonsultasi dengan para redaktur, menentukan apakah teks berita itu perlu atau tidak diberi aksentuasi foto, karikatur, maupun ilustrasi lain. Bahkan, proses konstruksi tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tapi juga antara pihakpihak bersengketa yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang
ingin
ditonjolkan
(sambil
menyembunyikan
sisi
lain),
sambil
mengaksentuasikan kesahihan pandangannya dengan mengacu pada pengetahuan, ketidaktahuan, dan perasaan pembaca. Pada akhirnya, proses framing menjadikan media massa sebagai arena di mana informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.11 Maka, analisis Framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.12 Pendapat senada juga dikatakan oleh Robert N. Entman, yang menyatakan konsep framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Framing memberi tekanan lebih pada 11
Alex Sobur, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 2002. Hal 165-166 12 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, LKiS , Yogyakarta : 2002. Hal 68
8
bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam, seperti penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan atau belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan dan lain-lain, sehingga membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna atau lebih mudah diingat oleh khalayak. Sebagai majalah edisi khusus, Edisi Koleksi Angkasa hendaknya menguraikan lebih lengkap dan jelas lagi setiap peristiwa yang diangkat. Meski begitu, majalah ini juga tak lepas dari proses konstruksi. Seperti diketahui, Angkasa yang terbit pada tahun 1950, awal mulanya merupakan majalah internal dari anggota TNI AU. Lalu, sejak 5 Oktober 1990 mulai dijual bebas di pasaran. Bahkan, majalah ini menempatkan Pemimpin Umum dan Wakilnya berlatar belakang dari TNI AU, yaitu Marsda ( Pur) R.J. Salatun dan Marsma TNI Daryatmo. Adapun alasan peneliti memilih majalah Edisi Koleksi Angkasa, majalah ini hanya fokus ke satu masalah pada setiap edisinya yang dibahas secara panjang lebar. Walau demikian, sesungguhnya dari penulisan yang kompleks tersebut pada hakikatnya majalah khusus hanya penjelasan secara panjang lebar dari sedikit sudut pandang saja. Tak heran, bila para pengkritisi majalah menyebut apa yang disampaikan majalah tidak lepas dari perspektif itu saja. Maka, peneliti ingin mengetahui sudut pandang yang menonjol pada majalah ini.
9
1.2.
Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah dalam penelitian,
bagaimana konstruksi realitas majalah Edisi Koleksi Angkasa mengenai pemberitaan Perang Hizbullah-Israel pada bulan Juli-Agustus 2006 ?
1.3.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konstruksi realitas
majalah Edisi Koleksi Angkasa mengenai pemberitaan Perang Hizbullah-Israel pada bulan Juli-Agustus 2006.
1.4. 1.4.1.
Signifikansi Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
komunikasi, khususnya di bidang jurnalistik dalam kajian mengenai realitas media dan dapat memberikan pengayaan di bidang penelitian analisis teks media. 1.4.2. Signifikansi Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat mengenai konflik Timur Tengah, khususnya Libanon-Israel. Serta, memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang konstruksi realitas yang dilakukan majalah Edisi Koleksi Angkasa dalam pemberitaannya. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan semacam kontrol sosial bagi pengelola Edisi Koleksi
10
Angkasa dalam memandang setiap isu yang diangkat, khususnya mengenai konflik Timur Tengah.
11
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian Media Massa Dengan mengacu secara etimologis pada istilah medium massa “mass
medium” diartikan sebagai beberapa sarana, perantara/perwakilan (agency), atau alatalat yang mengkomunikasikan ide-ide, sikap, kesan, atau bayangan (images) harapan kepada sejumlah besar masyarakat luas. Dengan demikian bentuk-bentuk media meliputi bukan hanya saja bentuk-bentuk cetakan dan elektronika yang umumnya diklasifikasikan sebagai media massa : koran, majalah, radio, televisi, film, dan bukubuku, tetapi juga meliputi bentuk-bentuk lain secara luas seperti komik, drama, pertunjukan boneka, grafiti, dan sebagainya. Definisi media massa berasal dari istilah “medium” yang artinya sarana apa saja yang membawa atau memuat pesan-pesan di antara manusia. Namun, medium yang kita artikan medium massa adalah media yang membawa pesan-pesan yang bukan saja dari satu orang kepada orang lain, tetapi dari satu orang atau salah satu pihak kepada ribuan atau jutaan lainnya. Secara garis besar, media massa dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu media massa cetak yang meliputi surat kabar, majalah dan buletin. Serta, media massa elektronika mencakup media “audio” (suara) seperti radio, dan media “audio visual ” (suara dan gambar) yaitu televisi dan film.13 13
Henny S.W dan Alexander Rumondor, Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta : 2004. Hal 3.2 – 3.6
12
Lebih lanjut, untuk memudahkan pemahaman bentuk media massa, yaitu surat kabar, majalah, buletin, tabloid, radio, televisi, dan film, batasan dari definisi media massa tidak dapat dilepaskan dari komunikasi massa. Menurut Defleur dan Dennis, definisi dari komunikasi massa yaitu proses di mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesan-pesan secara luas dan terus-menerus menciptakan makna-makna, yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbeda-beda. Adapun, karakteristik media massa meliputi tujuh aspek yaitu :14 1. Komunikasi massa meliputi media massa pada dasarnya ditujukan kepada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis dan kultural. Yang di maksud heterogen, massa tidak dibatasi oleh latar belakang pendidikan, penghasilan, ataupun status sosialnya. Khalayaknya juga satu sama lain tidak saling mengenal serta tersebar dan tidak mengenal batas usia, tempat tinggal, golongan, batasanbatasan lainnya. 2. Bentuk kegiatan komunikasi melalui media massa bersifat umum, artinya melibatkan banyak orang. Selain itu, isi pesan yang disampaikan juga menyangkut kepentingan orang banyak, tidak hanya kepentingan perorangan atau pribadi.
14
Onong, op.cit. hal 35
13
3. Media massa juga disebut sebagai messages multiplier
(memiliki
kemampuan menyampaikan pesan secara cepat dan menjangkau khlayak luas) 4. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung bersifat satu arah. Umpan balik atau tanggapan dari pihak penerima (khalayak) lazimnya bersifat tertunda. 5. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terencana, dan terorganisir. Artinya, komunikator pada media massa bekerja melalui aturan organisasi dan pembagian kerja yang jelas. 6. Penyampaian pesan melalui media massa memiliki jadwal secara teratur. 7. Isi pesan yang disampaikan media massa dapat meliputi berbagai aspek kehidupan manusia (sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lain-lain).
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil benang merah dari definisi media massa yaitu sarana atau alat yang digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan dari komunikator kepada khalayak luas yang sifatnya heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis maupun kultural, dengan tujuan mempengaruhi khalayaknya. Proses pembentukan pesan hingga penyebaran pesannya pun melibatkan banyak orang yang terorganisir, dan sifatnya terus-menerus atau terjadwal. Serta, isi pesannya meliputi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
14
2.2.
Fungsi Media Massa Media massa di masyarakat memiliki empat fungsi, yaitu tiga di antaranya
oleh Wilbur Schramm disebut sebagai penjaga, forum, dan guru. Sebagai penjaga, yaitu media massa berfungsi untuk memantau kondisi lingkungan dan mendeteksi berbagai ancaman dan masalah, juga berbagai peluang dan dukungan, serta memberitahukannya kepada para warga masyarakat agar dapat menyesuaikan diri. Sebagai forum dan ajang diskusi, yaitu perubahan acapkali tak dapat dielakkan. Masyarakat harus berembuk sejauh mana dan seperti apa perubahan yang dapat diterima. Tanpa adanya kesepakatan, organisasi sosial bisa runtuh. Komunikasi pula yang memungkinkan segenap individu dan kelompok bertindak secara kompak sebagai sebuah masyarakat. Dalam masyarakat sederhana, kesepakatan bisa dicapai secara langsung. Sedang, masyarakat modern yang kompleks harus mengandalkan media massa. Sebagai guru, yaitu media massa berfungsi untuk menyampaikan warisan sosial (nilai-nilai, norma) dari seseorang ke orang lain, atau bahkan dari generasi ke generasi. Selain itu, Charles Wright menambahkan media massa juga berfungsi sebagai sumber hiburan.15 Sedangkan, Onong Uchjana Effendi mengatakan fungsi pers sebagai berikut : 1.
Fungsi Menyiarkan Informasi. Khalayak membaca media cetak, mendengar radio, ataupun menonton televisi karena membutuhkan
15
William L. Rivers. op.cit. Hal 33-34
15
informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di berbagai belahan dunia. 2. Fungsi Mendidik. Sebagai sarana pendidikan massa (mass education) media massa memuat pesan yang mengandung berbagai pengetahuan sehingga khalayak bertambah pengetahuannya. 3. Fungsi Menghibur. Dalam hal ini media massa juga mengandung sesuatu yang jenaka sehingga mampu menghibur khalayak. Bukan hanya berita atau artikel saja yang sifatnya formal atau serius saja. 4. Fungsi Mempengaruhi. Dalam hal ini pesan yang disampaikan di media massa hendaknya bertujuan nutk mempengaruhi khalayaknya. Maka, pengelola media harus mengemas pesan yang ditampilkan di media massa semenarik mungkin.16 Selain itu, pada dasarnya ada beberapa hal yang membedakan media massa dengan institusi pengetahuan lainnya, yaitu :17 1. Media
massa
memiliki
fungsi
pengantar
bagi
segenap
macam
pengetahuan. 2. Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkungan publik. Pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas, sukarela, umum, dan murah.
16 17
Ibid. Hal 149-150 Dennis Mc Quail, Teori Komunikasi : Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta : 1987. Hal 5
16
3. Media massa menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya dan dianggap sudah sejak dulu “mengambil alih” peranan sekolah, orang tua, agama.
2.3.
Pengertian Berita Berita adalah isi dari media massa yang terpenting buat khalayak. Bisa jadi,
iklan yang juga merupakan isi dari media massa menjadi penting, namun umumnya khalayak membaca media cetak, baik itu surat kabar, atau majalah, ataupun mendengar radio maupun menonton televisi karena beritanya. Manusia memerlukan berita karena perlu mengetahui apa yang terjadi di belahan dunia ataupun untuk mendapatkan pengetahuan tentang sesuatu, serta untuk menyadari berbagai kejadian di luar pengalaman mereka. Pengetahuan tentang sesuatu memberi mereka rasa aman, membuat mereka bisa merencanakan dan mengatur hidup mereka. Saling tukar informasi ini menjadi dasar untuk membuat ikatan antar manusia.18 Tidak setiap kejadian bisa dijadikan berita jurnalistik. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dipenuhi agar suatu kejadian atau suatu peristiwa dalam masyarakat dapat diberitakan pers. Ini disebut sebagai kriteria layak berita (news value) , yaitu layak tidaknya suatu kejadian dalam masyarakat diberitakan oleh pers atau bernilainya kejadian tersebut bagi pers.19
18 19
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, op.cit. Hal 16-17 Ashadi Siregar, loc, cit.
17
Adapun, kejadian yang memiliki nilai berita harus memiliki beberapa unsur berikut ini: 1. Significance (penting), yaitu kejadian yang memiliki pengaruh atau akibat kepada orang banyak. 2. Magnitude (besar), kejadian yang menyangkut angka-angka yang menarik dan berarti bagi khalayak. 3. Timeliness (waktu), kejadian yang menyangkut hal-hal yang baru terjadi. 4. Proximity (kedekatan), kejadian yang dekat bagi pembaca, baik secara geografis maupun emosional. 5. Prominence (tenar), kejadian yang menyangkut hal-hal yang terkenal. 6. Human Interest (manusiawi), kejadian yang memberi sentuhan perasaan bagi pembaca, kejadian yang menyangkut orang biasa dan situasi luar biasa, atau orang besar dalam situasi biasa.
Selain itu, ada beberapa unsur lain yang menjadikan suatu peristiwa itu dapat diberitakan, yaitu :20 1. Seks, yaitu kejadian meyangkut pelecehan terhadap perempuan maupun tips-tips mengenai hubungan intim. 2. Unique (sensasional), yaitu keanehan, keganjilan, dan hal-hal yang spektakuler dalam kehidupan manusia, selain memiliki hiburan dapat juga
20
Masduki, loc,cit.
18
memberikan dorongan prestasi sekaligus penyadaran dalam dinamika kehidupan. 3. Conflict (konflik), yaitu kontroversi antar tokoh, peristiwa perang, bentrokan, maupun peristiwa kriminal sangat menarik perhatian khalayak. 4. Kontroversi, yaitu di luar dari kesepakatan umum.
2.4.
Konstruksi Media Terhadap Realitas Suatu realitas yang dituliskan dalam berita diharapkan mampu memberikan
informasi yang layak dan memadai kepada publik dengan tetap memegang prinsip objektifitas, kejujuran, keadilan dan keberimbangan serta tentu saja kepatutan21. Namun menurut pendekatan konstruksionis, sebuah teks berupa berita tidak bisa kita samakan seperti sebuah copy dari realitas. Berita adalah rekonstruksi tertulis dari apa yang terjadi. Karenanya, sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi sangat berbeda satu sama lain.22 Konsep mengenai konstruksionisme diperkenalkan oleh sosiolog interpretatif, Peter L. Berger. Menurutnya, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi, sebaliknya ia dibentuk dan dikonstruksi. Setiap orang bisa memiliki konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan
21
Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi, Industri Pers dan Aspek Kebebasannya , No 5. Oktober 2000. Hal 18 22 Ashadi Siregar. op.cit. Hal 19
19
pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing.23 Menurut Ann N. Crigler ada dua pandangan besar dalam studi media dan komunikasi, yaitu pandangan efek media dan pendekatan konstruksionis. Sedang, John Fiske menyebut dua pandangan besar dalam studi komunikasi, yaitu pendekatan proses dan pendekatan semiotik. Meskipun mempunyai istilah yang berbeda, pengertian yang ditunjuk sama. Apa yang disebut Crigler sebagai pandangan efek media, atau oleh John Fiske disebut sebagai pendekatan proses, mempunyai pengertian sebangun dengan pendekatan positivis. Sedang, apa yang disebut Fiske sebagai
pendekatan
semiotik,
sebangun
pengertiannya
dengan
pendekatan
konstruksionis.24 Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Sebagai berikut : 1. Fakta / peristiwa adalah hasil konstruksi Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. Fakta atau realitas bukanlah sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan berita. Melainkan, ada dalam benak kita. Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan. Mengutip Water Lippman, bahwa dunia objektif yang dihadapi manusia itu “tak terjangkau, tak
23 24
M. Najib Azca, Hegemoni Tentara, LKis, Yogyakarta : 1994. Hal 16-17 Eriyanto. op.cit. Hal 37, footnote nomor 1
20
terlihat, dan tak terbayangkan”. Karenanya, manusia menciptakan sendiri dunia di pikirannya dalam upayanya sedikit memahami dunia objektif tersebut.
Pikiran
dan
konsepsi
kitalah
yang
membentuk
dan
mengkreasikan fakta. Fakta yang sama bisa menghasilkan fakta yang berbeda-beda ketika ia dilihat dan dipahami dengan cara yang berbeda. 2. Media adalah agen konstruksi Menurut pandangan konstrusionis, media bukanlah sarana yang bebas dan netral. Atau, bukan hanya menyampaikan sama seperti yang disampaikan oleh sumber berita seperti menurut pandangan positivis. Melainkan, sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Berita yang kita
baca
bukan
hanya
menggambarkan
realitas,
bukan
hanya
menunjukkan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Media memilih, realitas mana yang diambil dan mana yang tidak diambil. Media juga memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, serta berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa. 3. Berita bukan refleksi dari realitas. Ia hanyalah konstruksi dari realitas Menurut pandangan konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai. Proses pemaknaan selalu melibatkan nilai-nilai tertentu sehingga mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas. Realitas yang sama bisa jadi
21
menghasilkan berita yang berbeda, karena ada cara melihat yang berbeda. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak. 4. Berita bersifat subjektif / konstruksi atas realitas Menurut pandangan konstruktivis, hasil kerja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid seperti halnya positivis. Sebab, berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan realitas yang berbeda pula. Karenanya, ukuran yang baku dan standar tidak bisa dipakai. Kalau ada perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan mereka atas realitas. Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain, menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain, liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain, tidak berimbang dan secara memihak satu kelompok. Kesemuanya tidaklah dianggap sebagai kekeliruan atau bias, namun dianggap memang itulah praktik yang dijalankan oleh wartawan. Karena itu, untuk mengerti kenapa praktik jurnalistik bisa semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi mengarahkan pada bagaimana peristiwa tersebut dikonstruksi.
22
5. Wartawan bukan pelapor. Ia agen konstruksi realitas Dalam pandangan konstruksionis, wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalm pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya. Dalam banyak kasus, topik apa yang akan diangkat dan siapa yang diwawancarai, disediakan oleh kebijakan redaksional tempat wartawan bekerja, bukan semata-mata bagian dari pilihan profesional individu. Wartawan juga dipandang sebagai aktor atau agen konstruksi. Wartawan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu saja. Sebab, realitas bukanlah sesuatu yang “berada di luar” yang objektif, yang benar, yang seakan-akan ada sebelum diliput oleh wartawan. Tetapi, realitas itu bersifat subjektif yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif dari wartawan. Dalam konsep konstruksionis, wartawan tidak mungkin membuat jarak dengan objek yang hendak diliput. Karena ketika ia meliput suatu peristiwa dan menuliskannya, ia secara sengaja atau tidak menggunakan dimensi perseptuilnya ketika memahami masalah. Dengan begitu, realitas yang kompleks dan tidak beraturan ditulis dan dipahami, dan untuk semua proses itu melibatkan pemahaman yang mau tidak mau sukar dilepaskan dari unsur subjektivitas.
23
6. Etika, pilihan moral, dan keberpihakkan wartawan adalah bagian yang integral dalm produksi berita Dalam pandangan konstruksionis, wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakkan pada satu kelompok atau nilai tertentu – umumnya dilandasi oleh keyakinan tertentu – adalah bagian yang integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas. Wartawan di sini bukan hanya pelapor, karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektifitas dalam publik. Karena fungsinya tersebut, wartawan menulis berita bukan hanya sebagai penjelas, tetapi mengkonstruksi peristiwa dari dalam dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.25
2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Media Massa Proses pembentukan berita (news room) bukanlah ruang yang hampa, netral, dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat, tak lebih tak kurang. Proses pembentukkan berita merupakan proses yang rumit dan banyak faktor yang berpotensi untuk mempengaruhinya. Karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.
25
Ibid.Hal 20
24
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, mengidentifikasi ada lima faktor yang mempengaruhi kebijakan media, yaitu : 1. Faktor individual Level individual melihat bagaimana pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan khalayak, seperti jenis kelamin, umur, agama, pendidikan, status sosial, bagian dari suatu kelompok tertentu dan sebagainya. 2.
Rutinitas media Setiap media umumnya memiliki ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Selain itu, rutinitas media juga berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk, seperti siapa yang ditugaskan untuk meliput, melalui proses dan tangan siapa saja tulisan sebelum sampai ke proses cetak, siapa penulisnya, editornya, dan seterusnya.
3.
Level organisasi Di dalam organisasi media, selain redaksi ada juga bagian pemasaran, bagian iklan, bagian sirkulasi, bagian umum, dan seterusnya. Semua ini juga turut dalam mempengaruhi berita.
25
4.
Level ekstramedia Meski berada di luar organisasi, hal-hal di luar organisasi media ini sedikit banyak mempengaruhi pemberitaan media. Di antaranya : a) Sumber berita Sumber
berita
seringkali
mempunyai
kepentingan
untuk
mempengaruhi media dengan berbagai alasan, antara lain memenangkan opini publik, atau memberi citra tertentu kepada khalayak, dan sebagainya. Pengelola media seringkali tidak sadar melalui tehnik yang canggih, sebetulnya orientasi pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber berita. b) Sumber penghasilan media Media harus survive, untuk itu kadangkala media harus berkompromi dengan sumber daya yang menghidupi mereka. Pihak pengiklan tak jarang memiliki strategi untuk memaksakan versinya pada media. Ia tentu saja ingin kepentingannya dipenuhi, itu dilakukan di antaranya dengan cara memaksa media untuk mengembargo berita yang buruk mengenai mereka. Tema tertentu yang menarik dan terbukti mendongkrak penjualan, akan terusmenerus diliput media. c) Pihak eksternal Campur tangan pemerintah dan lingkungan bisnis terkadang juga menentukan pemberitaan.
26
d) Level ideologi Ideologi di sini diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan elemen sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Ia berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas. Pada level ideologi akan dilihat lebih kepada yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukan.26
2.6. Pendekatan Framing 2.6.1. Pengertian Framing Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah caracara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan
26
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LKis, Yogyakarta : 2001. Hal 7-12
27
fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.27 Menurut Todd Gitlin, frame media adalah bagian yang pasti hadir dalam praktik jurnalistik. Setiap hari jurnalis berhadapan dengan beragam peristiwa, dengan berbagai pandangan dan kompleksitasnya. Lewat frame, jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu menjadi peristiwa yang dapat dipahami, dengan perspektif tertentu dan lebih menarik perhatian khalayak. Laporan berita yang akhirnya ditulis oleh wartawan pada akhirnya menampilkan apa yang dianggap penting, apa yang perlu ditonjolkan, dan apa yang perlu disampaikan oleh wartawan kepada khalayak. Frame media dengan demikian adalah bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian, dari seleksi, penekanan, dan pengucilan dengan menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual.28 Pendapat senada juga didefinisikan oleh Robert N. Entman. Proses framing digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasiinformasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta / realitas. Pemilihan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, 27
Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, Institut Studi Arus Informasi, Jakarta : 1999. Hal 21 28 Eriyanto. op.cit, Hal 68
28
dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu, dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lainnya. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu : penempatan yang mencolok (menempatkan di headline atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambaran dan sebagainya.29
2.6.2. Efek Framing Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sedehana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Khalayak bukan disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil, konstektual, berarti bagi dirinya dan dikenal dalam benak mereka.
29
Ibid. Hal 69-70
29
Framing juga berkaitan dengan opini publik. Maka, framing atas suatu isu umumnya banyak dipakai dalam literatur gerakan sosial. Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu seringkali ditandai dengan menciptakan masalah bersama, musuh bersama, dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, khalayak bisa digerakkan dan dimobilisasi. Semua itu membutuhkan frame, bagaimana suatu isu dikemas, bagaimana peristiwa dipahami, dan bagaimana pula kejadian didefinisikan dan dimaknai. Selain itu, Framing juga menggiring khalayak pada ingatan tertentu. Caranya, dalam peristiwa yang dramatis dan digambarkan media secara dramatis pula dapat mempengaruhi pandangan khalayak tentang realitas. W. Lance Bennet dan Regina G. Lawrence menyebut sebagai ikon berita (news icon). Menurutnya, sebuah ikon umumnya adalah berupa gambar atau foto yang menggambarkan secara dramatis suatu peristiwa. Entah karena keberhasilan gambar itu mengabadikan kejadian atau dramatisasi dari peristiwa, ikon tersebut mudah diingat terus oleh khalayak. Sebuah ikon juga dapat didefinisikan sebagai sebuah simbol dan citra yang timbul dari peristiwa yang diberitakan media dan tertanam kuat di benak publik. Ikon-ikon yang diciptakan dalam pemberitaan membatasi pandangan khalayak, seakan ia adalah potret yang sempurna dalam menggambarkan orang atau peristiwa, atau kelompok tertentu. Karena digambarkan secara sempurna dan dramatis, ketika ada peristiwa serupa ia selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dengan pola pandangan yang sama.30 30
Ibid. Hal 139-152
30
2.7.
Pengertian Majalah Majalah dalam membahas suatu masalah bisa melakukannya dalam waktu
lama, bahkan nyaris tidak terbatas waktu selama masih ada peminat. Majalah lebih dahulu melakukan jurnalisme interpretatif ketimbang koran ataupun kantor-kantor berita. Bagi majalah, interpretasi justru menjadi sajian utama. Sejak lama, aneka majalah sengaja menyajikan tinjauan atau analisis terhadap suatu peristiwa secara mendalam, dan itulah hakikat interpretasi. Kecenderungan ini menguat sejalan makin spesialisasinya majalah. Majalah-majalah khusus laku karena menyajikan analisis panjang-lebar.31 Bila majalah biasa memiliki kelebihan dibandingkan media cetak lainnya, seperti surat kabar, yaitu dalam menganalisa secara mendalam suatu kasus, berarti majalah edisi khusus dalam melakukan fungsi tersebut harus lebih dari apa yang dilakukan oleh majalah biasa. Ciri khas kekhususan inilah yang menjadikan majalah ini lebih segmentatif dan hanya fokus ke satu masalah saja di setiap edisinya, serta pembahasan harus lebih panjang-lebar. Majalah khusus juga bertugas untuk lebih mengungkap lagi fakta-fakta yang selama ini belum diperhatikan, maupun menganalisa lebih mendalam lagi fakta-fakta yang selama ini baru diketahui di permukaan saja.32 Dengan adanya penerbitan majalah edisi khusus, orang tak bisa lagi mengharapkan agar majalah di setiap edisinya menjadi “supermarket”, yang bisa
31 32
William, loc,cit, Detik.com,loc.cit
31
menyediakan 1001 hal yang dibutuhkannya, seperti komputer, lingkungan, majemen, artis, pertanian, dan sebagainya. Namun, majalah yang memberikan penekanan khusus yang hanya membahas satu masalah saja. Kekuatan yang muncul dari penerbitan khusus adalah pasar yang spesifik. Majalah-majalah khusus itu umumnya adalah majalah-majalah yang membidik para hobbyist dan para peminat ulung sebagai pembaca utamanya.33
33
Kurniawan, loc,cit
32
BAB III METODOLOGI
3.1.
Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun
penelitian yang bersifat deskriptif yaitu hanya menggambarkan atau memaparkan suatu situasi atau peristiwa secara jelas dan terinci. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi34. Sedangkan, pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang berupaya mengkaji kejadian-kejadian atau fenomena-fenomena secara kritis, bukan secara perhitungan matematis.35
3.2.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah analisis framing, di mana untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Adapun, model yang akan digunakan adalah model Robert N. Entman36. Model ini melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok memiliki kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas. 34
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 2000. Hal 24 35 A.Chaedar Alwasilah, Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda, Jakarta : 2002, Hal 19 36 Eriyanto, loc,cit.
33
3.3.
Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan ada dua yaitu :
3.3.1. Data Primer Data primer, yang diperoleh penulis dari majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, terbit pada bulan November 2006.
3.3.2. Data Sekunder Data sekunder, data pendukung penulis dari bacaan-bacaan yang digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.
3.4.
Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah meneliti teks dan gambar dalam
artikel yang termuat dalam Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah – Israel. Adapun artikel yang teks dan gambarnya akan dibahas oleh peneliti, yaitu Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, Mengapa Mereka Berperang ?, Saling Jegal Dalam 34 Hari, Serangan Baalbel Terkepungnya Pasukan Komando, Bint Jbeil Yang Menegangkan, dan Kandasnya INS Ahi-Hanit, Keberpihakan AS dan PBB, Ketika Babak Blaming Game Dimainkan, perang 34 Hari Hizbullah-Israel, Draf Resolusi PBB 1701 (2006), Kemampuan Militernya Sangat Terlatih, Hit and Hide Gaya Hizbullah, benarkah Iran dan Suriah Dukung Hizbullah ? , Roket Melawan Jet Tempur, Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi, The Israeli War Machines, Hujan Roket Hizbullah, Tak Hanya Kaliber 23 mm, RPG
34
Mulai DiTinggalkan, Katalog Arsenal, Pasukan PBB berlomba-lomba Mendamaikan Libanon, Indonesia pun Mengirim Batalion Mekanis, Perang yang Mengerosi Mesin Perang Israel.
3.5.
Fokus Penelitian Fokus penelitian yang akan dibahas oleh peneliti adalah artikel yang dimuat
oleh majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah – Israel, yang terbit pada bulan November 2006.
3.6.
Analisis Data Analisis data dalam penelitian menggunakan formula Robert N. Entman.
Konsep framing, oleh Robert N. Entman. digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Proses Seleksi berhubungan dengan pemilihan fakta. Dari realitas yang kompleks dan beragam itu, aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan. Tidak semua aspek atau bagian dari isu ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu dari suatu isu. Sedangkan, penonjolan aspek tertentu dari isu berhubungan dengan penulisan fakta. Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu tersebut telah dipilih, untuk kemudian dituliskan berkaitan dengan pemakaian kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu untuk ditampilkan kepada khalayak. Lebih lanjut, dalam proses menjelaskan suatu peristiwa, Entman menyebutkan ada empat cara yang sering dilakukan oleh media. Keempat cara itu merupakan
35
strategi media, dan membawa konsekuensi tertentu atas realitas yang terbentuk oleh media, yaitu37 :
Define problems
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat ? Sebagai
(Pendefinisian Masalah) Diagnose causes
apa ? Atau sebagai masalah apa ? Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa ? Apa
(Memperkirakan
masalah yang dianggap sebagai penyebab dari suatu
atau sumber masalah)
masalah ? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai
Make moral judgement
penyebab masalah ? Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan
(Buat keputusan moral)
masalah ? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi
dan
mendelegitimasikan
suatu
Treatment
tindakan ? Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi
recommendation
masalah/isu ? Jalan apa yang ditawarkan dan harus
(Menekankan
ditempuh untuk mengatasi masalah ?
penyelesaian)
Menurut peneliti, konsep framing yang ditawarkan Robert N. Entman lebih tepat untuk menganalisa media yang diinginkan oleh tema dalam penelitian ini, yaitu Edisi Koleksi Angkasa
XXXVI : Perang Hizbullah – Israel. Seperti diketahui,
majalah edisi khusus dalam mengemas suatu isu memiliki perbedaan dengan majalah biasa. Ciri khas kekhususan inilah yang menjadikan majalah ini lebih segmentatif dan
37
Eriyanto, op.cit, hal 188-189
36
hanya fokus ke satu masalah saja di setiap edisinya, namun pembahasan harus lebih panjang-lebar. Maka, sesungguhnya dari penulisan yang kompleks tersebut pada hakikatnya majalah khusus hanya penjelasan secara panjang lebar dari sedikit sudut pandang saja. Tak heran, bila para pengkritisi majalah menyebut apa yang disampaikan majalah tidak lepas dari perspektif itu saja. Sejalan itu, konsep Entman menawarkan proses seleksi dan penonjolan isu. Selain itu, suatu konflik yang berujung perang terbuka bukanlah suatu peristiwa yang terjadi begitu saja. Namun, ada apa dan siapa penyebabnya, bagaimana berlangsungnya dan apa penyelesaiannya. Sepertinya bagi peneliti, konsep Entman yang melalui analisis framing-nya yang menawarkan
define problems
(Pendefinisian masalah), diagnose causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah), make moral judgement (Membuat keputusan moral), dan treatment recommendation (Menekankan penyelesaian), sangat tepat untuk menganalisis Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah – Israel.
37
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1.
Gambaran Umum Perusahaan Angkasa terbit pada tahun 1950, awal mulanya merupakan majalah internal
dari anggota TNI AU. Baru pada November 1989, dari kelompok Penerbit Gramedia bekerjasama dengan Dispen (Dinas Penerangan) TNI AU, menerbitkan majalah Angkasa untuk dijual secara umum. Majalah spesifik ini secara sadar tampak ingin tampil popular, dengan berusaha menampilkan porsi foto atau gambar, yang seimbang dengan porsi tulisan. Mengantar edisi perdananya, berkata redaksinya dalam rubrik Dari Kokpit yaitu , Majalah Angkasa yang ada di tangan Anda, ingin berbuat sesuatu untuk membantu menampung, menyalurkan, dan mengembangkan tingkatan minat akan kedirgantaraan yang luar biasa itu. Majalah ini ingin membumikan berbagai hal yang tampaknya tinggi untuk dimengerti begitu saja, misalnya mengenai asal teknologi kedirgantaraan, ruang angkasa, dan semacamnya yang mungkin terasa agak asing atau agak rumit bagi sebagian kita. Tapi sebaliknya, majalah ini pun berniat mengangkasakan hal-hal yang selama ini kurang muncul di permukaan, seperti sejarah penerbangan, profil tokoh-tokoh kedirgantaraan, olahraga kedirgantaraan.38 Baru di tahun 2003, Angkasa mengeluarkan Edisi Koleksi Angkasa. Majalah terbaru yang dikeluarkannya tersebut, terbit pada setiap bulannya pula. Tetapi, secara isi berbeda. Edisi Koleksi Angkasa bisa dikatakan majalah yang berformat edisi
38
Kurniawan Junaedhie, loc.cit
38
khusus. Sebab, di setiap penerbitannya masalah yang dibahas hanya satu permasalahan saja, dengan pembahasan yang mendalam. Selain itu, sisi kedirgantaraan yang menjadi ciri khas dari Angkasa, pada Edisi Koleksi Angkasa-nya seakan sudah tidak terlalu mendominasi lagi. Edisi Koleksi Angkasa juga membahas dari sisi-sisi lain, seperti politik, hukum, dan sebagainya. Bahkan, majalah ini pun pernah menampilkan edisi yang tidak ada sama sekali kaitannya dengan kedirgantaraan, misal membahas tentang Sniper (penembak jitu), Artileri, Tank, dan sebagainya. Meski begitu, masalah yang diangkat masih berkaitan dengan militer. Saat ini, keredaksian dari majalah yang beroplah 10.000 eksemplar ini berkantor di Gedung Gramedia Majalah, Jl. Panjang 8A, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Adapun keredaksian dari majalah Edisi Koleksi Angkasa, yaitu - Pemimpin Umum
: Marsda (Pur) R.J. Salatun I
- Wakil Pemimpin Umum : Marsma TNI Daryatmo, S.IP - Penanggung Jawab /Pemimpin Redaksi
: Adrianus Darmawan
- Pemimpin Perusahaan
: Ninok Leksono
- Redaktur Pelaksana
: Adrianus Darmawan
- Redaktur Senior
: RB.
Sugiantoro,
Sudibyo - Redaktur Artistik
: Goro Susanto
- Fotografer
: Didi Nur Yusuf
39
Ninok
Leksono,
Dudi
4.2.
Analisis Data Penelitian ini mencoba melihat bagaimana majalah Edisi Koleksi Angkasa
mem-framing mengenai Perang Hizbullah-Israel, yang terjadi di Libanon, pada 12 Juli 2006 – 14 Agustus 2006. Tulisan mengenai peristiwa tersebut dimuat pada majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, yang terbit pada bulan November 2006. Untuk mengetahui bagaimana Edisi Koleksi Angkasa membingkai kasus yang terjadi di Libanon itu, peneliti menggunakan konsep Robert Entman. Sesuai konsep Entman yang menyebutkan ada empat cara yang sering dilakukan oleh media dalam proses menjelaskan suatu peristiwa. Keempat cara itu merupakan strategi media, dan membawa konsekuensi tertentu atas realitas yang terbentuk oleh media, yaitu : define problems (Pendefinisian masalah), diagnose causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah), make moral judgement (Membuat keputusan moral), dan treatment recommendation (Menekankan penyelesaian). 39 Adapun data yang akan dianalisa merupakan judul artikel yang dituliskan di majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI, yaitu : Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, Mengapa Mereka Berperang ?, Saling Jegal Dalam 34 Hari, Serangan Baalbel Terkepungnya Pasukan Komando, Bint Jbeil Yang Menegangkan, dan Kandasnya INS Ahi-Hanit, Keberpihakan AS dan PBB, Ketika Babak Blaming Game Dimainkan, perang 34 Hari Hizbullah-Israel, Draf Resolusi
39
Eriyanto, op.cit, hal 188-189
40
PBB 1701 (2006), Kemampuan Militernya Sangat Terlatih, Hit and Hide Gaya Hizbullah, benarkah Iran dan Suriah Dukung Hizbullah ? , Roket Melawan Jet Tempur, Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi, The Israeli War Machines, Hujan Roket Hizbullah, Tak Hanya Kaliber 23 mm, RPG Mulai DiTinggalkan, Katalog Arsenal, Pasukan PBB berlomba-lomba Mendamaikan Libanon, Indonesia pun Mengirim Batalion Mekanis, Perang yang Mengerosi Mesin Perang Israel.
4.2.1. Frame Perang Hizbullah-Israel Define problems
Majalah ini mengkonstruksinya bahwa perang
(Pendefinisian Masalah)
yang terjadi antara Hizbullah-Israel merupakan pertempuran yang tidak berimbang di antara kedua belah pihak.
Hizbullah yang hanya
mengandalkan kemampuan daratnya harus menghadapi tentara Israel yang memiliki kekuatan udaranya yang canggih. Namun, Hizbullah bisa memenangkan pertempuran tersebut. Majalah
Diagnose causes (Memperkirakan
masalah
ini
mengkonstruksinya
bahwa
Hizbullah adalah pihak yang memulai perang
atau sumber masalah) pada 12 Juli 2006-14 Agustus 2006, di Libanon. Make moral judgement
Majalah ini mengkonstruksinya bahwa perang
(Buat keputusan moral)
merupakan suatu peristiwa yang lebih sering menghasilkan kesia-siaan. Hal itu diperkuat
41
dengan
ditampilkannya
kerugian
yang
diakibatkan oleh perang di Libanon tersebut, seperti jumlah korban tewas dan luka-luka, Treatment
serta jumlah kerugian materi. Majalah ini mengkonstruksikan bahwa solusi
recommendation
yang paling penting adalah perdamaian yang menyeluruh menyangkut persoalan di Timur-
(Menekankan
Tengah, khususnya Palestina dan Israel. Maka,
penyelesaian)
masing-masing pihak harus berupaya untuk meredefinisikannya
lagi
kepentingannya
mengingat telah banyak menimbulkan korban jiwa di kawasan tersebut. Selain itu, para Juru runding yang mencarikan solusi hendaknya dalam posisi netral.
4.2.1.1. Define Problem (Pendefinisian Masalah) Konstruksi majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI mengenai konflik yang terjadi di Libanon pada 12 Juli 2006-14 Agustus 2006, pembahasannya lebih banyak pada aspek kemiliteran. Bahkan, majalah ini dengan jelas menuliskan dari tujuan pembahasan mengenai Perang Hizbullah-Israel pada Edisi Koleksi Angkasa XXXVI dalam artikel berjudul Saling Jegal Dalam 34 Hari sebagai berikut : Di luar dari akibat perang yang memilukan ini, fakta lain dari medan perang juga menarik untuk telusuri dalam kaca mata militer. Tentu tulisan ini tidak bermaksud mengangkangi nilai-nilai kemanusian yang begitu luhur sehingga menjadi berkacamata kuda seolah-olah aspek militer lebih berharga dari sebuah kehidupan.40 40
Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, PT Gramedia, Jakarta : 2006. Hal 17
42
Pada halaman yang memuat tulisan itu, majalah ini memuat foto F-16I Sufa yang sedang bermanuver miring ke kiri sehingga menampakkan sisi bawahnya yang dipenuhi berbagai bom, serta gambar sebuah jembatan di Libanon yang hancur akibat pemboman dengan tata letak di atas secara mencolok. Tetapi, chapter dari gambar itu dimuat pada halaman 16 di bawah foto pesawat tanpa awak serta foto petugas dari Libanon yang sedang mengevakuasi korban tewas, yang di sisi kirinya tampak juga foto bangunan yang hancur. Pada chapter tersebut, dituliskan dengan kata lain dalam perang menghadapi Hizbullah, Israel mengerahkan seluruh kemampuan militernya, seperti F-16I Sufa, tank Merkava, dan juga UAV (Unmanned Aerial Vehicle) atau wahana tanpa awak. Meski begitu, Israel tidak mampu memenangi perang. Kekuatan militernya hanya mampu menghancurkan kerusakan total pada infrastruktur social dan ekonomi. Dari tulisan yang dihiasi dengan gambar tersebut, seakan memperkuat majalah ini terkait dengan pembahasan aspek militer. Meski begitu, aspek kemanusiaan yang diakibatkan oleh perang dituliskan juga dalam majalah ini, di antaranya jumlah korban yang jatuh akibat perang tersebut. Namun, pembahasan aspek militer lebih tampak menonjol dalam majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI, seperti teknologi persenjataan, kemampuan personel militer dan taktik bertempur. Mengenai perang yang terjadi antara Hizbullah-Israel dibingkai oleh majalah ini sebagai perang asimetri. Mengenai perang asimetri yang terjadi antara Hizbullah
43
dengan Israel dijelaskan oleh majalah ini dalam artikel yang berjudul Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, sebagai berikut : Ketika Perang Hizbullah-Israel pecah, tak satupun pengamat militer internasional merasa yakin bahwa Hizbullah akan meraih kemenangan atau paling tidak mampu bertahan. Pendapat tersebut tak berlebihan. Apalagi, dari segi persenjataan dan kemampuan tempur, apa yang dimiliki para pejuang Hizbullah benar-benar asimetrik alias tak seimbang dengan yang dimiliki seterunya. AB Israel memiliki segala-galanya, mulai dari roket dan rudal tercanggih, kendaraan tempur yang unggul dan pesawat-pesawat tempur yang paling mematikan di dunia. Persenjataan Israel bahkan banyak yang lebih canggih ketimbang yang dimiliki AS. Dengan persenjataan seadanya, Hizbullah bahkan bukan merupakan angkatan perang “sungguhan”. Mereka hanyalah sayap militer dari Partai Hizbullah –salah satu partai yang berkuasa di Libanon.41 Dari tulisan di atas, majalah ini menjelaskan bahwa perang asimetri yang dimaksud adalah ketidakberimbangan pada persenjataan yang dimiliki kedua belah pihak. Di mana, Hizbullah harus menghadapi tentara Israel yang dari persenjataan jauh lebih modern. Mengenai kecanggihan persenjataan Israel tersebut, dibahas oleh majalah ini dalam dua artikelnya yang berjudul Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi dan The Israeli War Machines , tulisannya sebagai berikut : … misalnya memodifikasi bom bakar MK-5B/Napalm. Dalam pemasangan di pesawat bom tersebut dipasang terbalik (menghadap ke belakang) serta memotong stabilizer agar bom kalau dilepas dari pesawat menjadi tidak stabil. Inilah yang dicari yaitu tidak menstabilkan bom sehingga akan memberikan efek ledakan lebih luas. Israel juga menciptakan fuse (hulu ledak bom) yang dapat aktif lebih dari satu minggu setelah dijatuhkan.42 Secara Teknis F-16I tak lain merupakan varian bertempat duduk ganda, F-16D Block 52. Kode I di belakang mengindikasikan pihak pabrikan memang meraciknya untuk keperluan AU Israel.
41 42
Ibid. Hal 3 Ibid. Hal 76
44
Keistimewaan tadi lantas diwujudkan dalam bentuk opsi tambahan. Mulai dari tanki cadangan pada CFT (Conformal Fuel Tank) yang mendongkrak radius operasinya hingga 1500 km, sampai kemampuan melontarkan rudal jarak sedang, AIM-120 AMRAM Dari sekian banyak kesaktian itu, ada satu yang tak dimiliki armada F-16 lain di dunia. Sampai sekarang F 16I merupakan satu-satunya keluarga besar Fighting Falcon yang mampu membopong beragam senjata udara-udara atau udara-darat hingga 23,6 ton. … sejumlah pabrikan lokal Israel juga ambil bagian mengasah kesaktian F-16I. Elbit System misalnya, memasok kebutuhan helm pintar berlabel Dash IV. Asal tahu saja, helm canggih ini juga dipesan AS bagi keperluan jet-jet tempur generasi akhir miliknya macam F 22 Raptor dan JSF F 35 Lightning II.43 Dari tulisan di atas, majalah ini mengkonstruksi dengan kata lain Israel merupakan negara yang maju serta pintar dalam membuat dan memodifikasi persenjataan, bahkan melebihi dari negara sekutunya, yaitu Amerika Serikat. Terbukti, keunggulan F-16I Sufa milik Israel yang telah dimodifikasi sehingga lebih unggul dibanding dari negara pembuatnya, yaitu Amerika Serikat yang juga negara maju dan memiliki jumlah persenjataan yang banyak di dunia. Bahkan mengenai helm saja untuk pilot pesawat-pesawat terbarunya, Amerika Serikat sampai memesan dari Israel. Keunggulan dari helm itu adalah cukup dengan menatap sasaran maka sang pilot maupun operator senjata (WSO) otomatis bisa mengunci target. Di halaman 72-73, dengan judul artikel Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi , majalah ini menonjolkan dua halaman penuh sebagai latar belakang tulisan gambar F16I Sufa yang dikelilingi bermacam rudal canggihnya. Di halaman berikutnya, yaitu 74, majalah ini menampilkan dua foto lagi di dalam box gambar F-16I Sufa dengan rudalnya yang sedang dipasang oleh teknisinya, serta gambar F-16I Sufa sedang 43
Ibid. Hal 77-78
45
terbang sehingga terlihat sisi bawah samping kiri dengan rudalnya yang begitu jelas. Di halaman 75, majalah ini juga menampilkan gambar F-16I Sufa sedang terbang sambil melepaskan bom di udara. Lalu di situ juga ada foto kecil dalam box yang memperlihatkan efek ledakan bom tersebut. Mengenai bom bakar MK-5B/Napalm majalah ini menampilkan sketsa yang menggambarkan cara kerja bom tersebut. Sedangkan di halaman 78, mengenai keunggulan F-16I Sufa majalah ini menampilkan gambar pesawat tersebut yang dilengkapi dengan persenjataan yang sedang keluar dari hangar. Selain itu, majalah ini juga membingkai mengenai kekuatan daratyang dimiliki Israel. Yaitu, dengan ujung tombaknya pada kendaraan lapis bajanya (tank) Merkava. Majalah ini menyebut Merkava sebagai tank yang mencerminkan kekuatan Angkatan Darat (AD) Israel. Sebab, telah dimodifikasi dari desain hingga keamanan para personelnya secara maksimal. Meski begitu, gambar yang ditampilkan di halaman 95 itu, mengenai Merkava tak begitu menonjol seperti pesawat F16I. Sebab, gambarnya hanya berupa foto kecil di bawah tulisan. Lalu, gambar itu ditampilkan dalam artikel yang berjudul Hancurnya Ujung Tombak AD Israel. Kemudian, di halaman 94, tank Merkava ditampilkan kembali tetapi dengan warna hitam-putih . Majalah ini juga menampilkannya dalam judul Perang yang Mengerosi Pamor Mesin Perang Israel. Bahkan, dalam chapter tertulis Hancurujung Tombak AD Israel yang hancur pamornya akibat terjangan rudal Israel.
46
Dari tampilan mengenai tank Merkava, makin memperjelas bahwa majalah ini mengkonstruksi bahwa keunggulan militer Israel pada perang di Libanon kali ini bukanlah pada kekuatan daratnya. Namun, pada kekuatan udaranya. Sebab, penggambaran yang dilakukan majalah ini begitu kontras, antara kekuatan daratnya dengan udaranya. Selain itu, majalah ini juga menuliskan tentang kemampuan para penerbang Israel ketika pertempuran berlangsung. Dituliskan bahwa kebebasan mengembangkan taktik merupakan hal yang diperbolehkan oleh para pimpinan tentara Israel, seperti termuat dalam artikel berjudul Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi sebagai berikut : Kebebasan pengembangan taktik diserahkan kepada prajurit di lapangan asalkan dapat memenangkan pertempuran. Jenderal Israel sadar bahwa prajurit lah yang lebih tahu kondisi lapangan saat itu. Para penerbang Israel dalam misi operasional tidak dikenal adanya leader, deputy leader ataupun wingman dalam strata kepemimpinan. Semua pelaku atau penerbang operasional yang terlibat penugasan dapat bertindak sebagai leader, tinggal siapa yang kebetulan di depan saat itu.44 Masih di halaman yang sama, majalah ini juga menuliskan tentang strategi yang dipakai oleh penerbang Israel ketika bertempur, yaitu : Tidak pernah pesawat tempur Israel saat melaksanakan operasi udara tidak dilengkapi dengan bahan bakar dan amunisi penuh, semua dimaksimalkan demi tujuan operasional. Salah satu taktik penyerangan atas permukaan yang diajarkan kepada penerbang Israel sangatlah sederhana, mudah dilakukan, mengurangi resiko dan terpenting berhasil atau mission a complised. Tengok metode atau taktik yang dikenal dengan Pattern Alpa. Dalam taktik ini terdapat empat pesawat tempur yang harus menghancurkan sasaran berupa landasan dalam sekali serang. Tidak ada perhitungan yang sulit dipahami bahkan bagi penerbang muda sekalipun. 44
Ibid. Hal 75-76
47
Bahkan radio komunikasi pun hampir tidak pernah digunakan dalam setiap misi operasi udara. Mereka sangat tahu bahwa penggunaan frekuensi radio ibaratnya memberitahu musuh akan posisi mereka dan itu berarti bunuh diri. Bahkan sewaktu akan mendarat pun jarang digunakan radio… Kebalikkan dengan Israel, Hizbullah lebih mengunggulkan kemampuan persenjataan daratnya, yaitu roket atau rudal permukaan-permukaan, yaitu dari darat ke darat. Mengenai kekuatan udaranya, jelas Hizbullah sangat lemah bila dibandingkan dengan Israel. Seperti yang dikontruksi oleh Edisi Koleksi Angkasa XXXVI dalam artikelnya yang berjudul Roket Melawan Jet Tempur, sebagai berikut : Sementara dari pihak Hizbullah, senjata yang paling sering disebut adalah roket Katyusha. Secara historis, memang ini nama yang mengingatkan orang pada desain lama, bahkan dari sejak era Perang Dunia II. Hanya saja terlalu naïf untuk mengatakan semua roket yang digunakan Hizbullah adalah dari jenis Katyusha. … Hizbullah kini bahkan diberitakan sudah punya roket balistik nirkendali. Selain dari Rusia, Hizbullah sering disebut mendapatkan roket dari Iran, termasuk untuk tipe Fajr, yakni Fajr-3 dan Fajr-5. Adapun roket balistik nirkendali yang disebut sudah dimiliki Hizbullah adalah Zelzal-2.45 Selain itu, Hizbulah juga memiliki persenjataan yang amat efektif untuk menghancurkan persenjataan di darat yang paling dibanggakan oleh Israel, yaitu tank Merkava. Seperti yang dituliskan oleh majalah ini mengutip pendapat pengamat militer dari Pusat Kajian Strategis Jafee Yiftah Shapir, sebagai berikut : Kemungkinan besar Merkava dihancurkan oleh rudal antitank buatan Rusia, yaitu dari tipe Metis-M dan Kornet. Senjata antitank Rusia lain, Sagger, juga telah diproduksi Iran dan diyakini telah dimiliki Hizbullah. Senjata-senjata tersebut mampu menembus lapisan baja setebal sampai satu meter dan memiliki jangkauan 1,5 sampai 5 km.46
45
Ibid. Hal 70
46
Ibid.Hal 94
48
Mengenai persenjataan Hizbullah yang hanya menghandalkan roket maupun rudal permukaan makin diperjelas lagi oleh majalah ini dalam tulisannya di artikel yang berjudul Hujan Roket Hizbullah, sebagai berikut : Selama pertempuran, sedikitnya ada 3.970 roket Katyusha diluncurkan Hizbullah. Sementara total jumlah roket dan rudal permukaan-permukaan yang dimiliki diperkirakan mencapai 13.000-14.000 unit.47 Dalam artikel tersebut, majalah ini membahas mengenai berbagai roket dan rudal permukaan yang dimiliki oleh Hizbullah. Adapun yang dituliskan adalah dari mulai nama, pengembangan roket atau rudal itu, kemampuan, hingga jarak jangkaunya. Artikel itu juga dihiasi dengan foto rudal Zelzal II buatan Iran yang juga dimiliki oleh Hizbullah. Rudal dengan kaliber 610 mm tersebut memiliki daya jangkau 100-200 km. Selain itu, mengenai jumlah roket dan rudal yang dimiliki Hizbullah juga dituliskan oleh majalah ini dengan artikel yang berjudul Hit and Hide Gaya Hizbullah, tulisannya sebagai berikut : Sebuah sumber yang dipublikasikan asd-network.com menyebut, sebelum perang pecah pada 12 Juli 2006, Hizbullah mengantongi tidak kurang 12.000 roket dalam inventori arsenalnya. Sumber lain menyebut, Hizbullah menyimpan lebih 15.000 roket. Sebanyak 10.000 roket merupakan produk Iran berkaliber 107 mm dan 122 mm dengan jarak jangkau kurang dari 20 km. Sebagian roket lainnya, adalah roket berkaliber 220 mm dengan jarak jangkau 30 km pemberian Suriah. Kemudian masih ada roket Fajr-3 dan Fajr-5 dengan jarak jangkau masing-masing 43 km dan 75 km.48
47 48
Ibid. Hal 80 Ibid. Hal 64
49
Penulisan tersebut ditampilkan oleh majalah ini seakan-akan untuk makin memperkuat bahwa kekuatan Hizbullah pada perang dengan Israel saat itu bertumpu pada rudal dan roketnya. Dalam artikel itu juga, menampilkan beberapa foto berbagai rudal dan roket milik Hizbullah yang sedang diluncurkan. Begitu pula dalam artikel berjudul RPG Mulai Ditinggalkan, majalah ini kembali membahas mengenai rudal permukaan yang dimiliki oleh Hizbullah. Namun, dalam artikel itu lebih difokuskan pada rudal antitank, seperti AT-3 Sagger, AT-3 Metis, AT-4 Kornet.49 Tulisannya sebgai berikut : Tipe pertama adalah AT-3 Sagger. Punya kode asli 9M14 Malyutka (bayi kecil), senjata ini tergolong lawas. Masuk dinas operasional AB Soviet pada tahun1963, daya hantamnya tergolong konvensional. Maklum hulu ledak masih menggunakantipe HEAT (High Explosive Anti-Tank). Pada varian produksi Iran, yaitu RAAD-T kesaktiannya terdongkrak dengan kemampuannya menjebol lapisan antitank aktif (ERA-Explosive Reactive Armour). Tipe selanjutnya yang disinyalir juga dimiliki Hizbullah adalah AT-13 Metis (9K1152). Masuk dinas operasional tahun1992, wajar saja bila teknologi yang diusungnya lebih maju ketimbang Sagger. Kemampuan menjebol lapisan ERA dengan hulu ledak thermobarik bagi sasaran lunak macam pasukan maupun ranpur ringan telah dimiliki sejak lahir. Punya jarak hantam antara 800 m hingga 1,5 km, Metis memakai kabel sebagai system pemandu (wire-guided). Sementara kemampuan operasi malam dan segala cuaca didukung teropong thermal (pencium panas) pada unit peluncur. Selain Sagger dan Metis, Hizbullah dipercaya pula memiliki AT-14 Kornet (9M113). Soal model, jelas lebih maju ketimbang kedua jenis rudal tadi. Masuk dalam kategori rudal berat, Kornet punya jarak jangkau antara 100 m hingga 5,5 km. Sementara urusan daya jebol, bisa dibilang setara Metis. Satu-satunya perbedaan terdapat pada sistem penuntun. AT-14 sudah menyomot penuntun laser. Pada penulisan itu, majalah ini juga menambahnya dengan grafis. Gambar diletakkan amat mencolok berupa serombongan pasukan yang didukung tank. Lalu, tampak terlihat satu orang personel yang fotonya diambil close-up sedang mengusung
49
Ibid. Hal 82-83
50
peluncur roket dibahunya. Pada gambar tersebut, majalah ini juga menyelipkan gambar dalam box berupa rudal AT-3 Sagger dilengkapi dengan spesifikasinya. Gambar tersebut seolah-olah ditampilkan oleh majalah ini untuk memperkuat penulisan. Namun, kekuatan udara Hizbullah adalah kelemahan dari keunggulan sayap militernya. Seperti yang dibahas dalam artikel berjudul Tak Hanya Kaliber 23 mm. Dalam artikel itu, dijelaskan Hizbullah masih menggunakan meriam antipesawat laras ganda ZU-23/2 kaliber 23 mm, senapan mesin berat KPV kaliber 14,5 mm atau senapan mesin DShK caliber 12,7 mm. Senjata-senjata itu bisa dikategorikan persenjataan klasik lantaran sudah dipakai dalan konflik-konflik senjata dengan Israel sejak tahun 1980-an. Untuk tingkat akurasinya pun kurang dipertanggungjawabkan. Sebab, masih dioperasionalkan secara konvensional tidak melalui sistem pemandu. Masih di artikel sama, Angkasa secara tidak langsung menyebutkan bahwa senjata antipesawat yang dimiliki Hizbullah memiliki perkembangan. Sebab, Hizbullah telah memiliki rudal SA-14 Gremlin (Strela-3) dan SA-18 Grouse (Igla) yang memiliki kemampuan canggih, baik daya jangkaunya, kecepatan, dibekali sistem pemandu antiacak (anti-jamming), hingga dilengkapi sistem pemandu. Namun, kehebatan rudal-rudal udara yang dimiliki oleh Hizbullah tak satupun terbukti kehebatannya. Sebab, serangan udara Israel melalui F-16I Sufa tak satupun yang dapat dipatahkan dengan persenjataan tersebut. Walau hanya mengandalkan serangan permukaan-permukaan, Hizbullah mampu tampil sebagai pemenang dari pertempuran yang terjadi pada 12 Juli 2006-14
51
Agustus 2006. Mengenai faktor yang menyebabkan kemenangan di pihak Hizbullah dikonstruksi oleh Edisi Koleksi Angkasa XXXVI dikarenakan makin majunya taktik dan persenjataan yang dimiliki Hizbullah saat ini, seperti yang ditampilkan dalam artikel berjudul Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, sebagai berikut : Dengan segala kecerdikan dan taktik perang yang telah direncanakan secara matang, gerilyawan Hizbullah berhasil mengunci sejumlah titik keunggulan Israel.50 Bahkan, majalah ini juga makin menguatkannya dengan mengutip tulisan dari Editorial harian Kompas, 9 Agustus 2006, yang kemudian di majalah ini diletakkan dalam artikel yang berjudul Kemampuan Militernya Sangat Terlatih. Tulisannya sebagai berikut : Hizbullah telah membuktikan diri sebagai kelompok yang tangguh. Perlawanan mengejutkan Hizbullah ini didukung oleh kemajuan arsenal dan taktik yang makin berkembang...51 Mengenai taktik gerilya yang dipakai Hizbullah, makin dipertegas dengan kalimat pada artikel Hit and Hide Gaya Hizbullah, sebagai berikut : Menyadari dirinya tidak mempunyai kekuatan udara , Hizbullah lebih bertumpu pada kekuatan darat untuk memukul Israel. … Hizbullah melakukan perlawanan sambil bersembunyi. Hit and hide, begitulah kira-kira. Akibatnya, Israel merasa frustasi untuk menemukan basis persembunyiannya.52
50
Ibid. Hal 3 Ibid. Hal 62 52 Ibid. Hal 65 51
52
Edisi Koleksi Angkasa menonjolkan taktik perang, dan persenjataan yang semakin maju merupakan kunci kemenangan Hizbullah pada saat ini. Bahkan dari tulisan di atas, majalah ini menyebut Hizbullah dengan istilah gerilyawan, serta menjalankan taktik Hit and Hide atau menyerang dan bersembunyi. Taktik perang gerilya umumnya digunakan oleh tentara yang lemah dengan menyerang musuh dengan kesatuan yang kecil, memberi pukulan, lalu mengundurkan diri lagi. Keberanian adalah modal utamanya, sebab tentara yang lemah ini umumnya menyerang dengan jumlah pasukan yang kecil dengan persenjataan terbatas menyerang pasukan yang dalam jumlah lebih besar dengan didukung persenjataan yang lebih memadai.53 Mengenai kehebatan pasukan Hizbullah banyak dituliskan oleh majalah ini. Bahkan, majalah ini juga menurunkan tiga judul artikel yang menggambarkan tentang kehebatan tersebut. Yaitu, Serangan Baalbel Terkepungnya Pasukan Komando, Bint Jbeil Yang Menegangkan, dan Kandasnya INS Ahi-Hanit. Serangan Baalbel disusun oleh Israel guna memburu tokoh-tokoh kunci, mencari data intelijen, dan menandai target-target penting. Pada serangan itu IDF (Israeli Defence Force) menurunkan pasukan elit komando. Operasi ini mulai digelar pada tengah malam dengan menurunkan sejumlah pasukan komando dari helikopter di Rumah Sakit Dar al-Hekmah, yang diduga bermukim tokoh Hizbullah. Namun
53
P.K. Ojong , Perang Pasifik, Penerbit Buku Kompas, Jakarta : 2005. Hal 189
53
Hizbullah dapat mematahkan rencana Israel, seperti yang dituliskan majalah ini, antara lain kalimatnya : Mereka (Israel) turun dan menyusup untuk mengatur taktik. Tanpa dinyana, kehadiran yang telah diatur itu sudah diketahui pejuang Hizbullah. Hanya dalam waktu singkat, pasukan komando Israel ini segera terjebak dan terkepung secara ketat. Karena terdesak, helikopter Israel memberikan bantuan tembakan rudal dan senapan mesin berat dengan maksud mengusir para pejuang dari lokasi. Tidak hanya helicopter, kegagalan pasukan komando ini juga membuat komando pusat Israel harus menurunkan beberapa pesawat tempur untuk menggempur kedudukan Hizbullah.54 Tak hanya itu, majalah ini juga mengkonstruksi serangan ke Bint Jbeil yang makin membuktikan kehebatan dari Hizbullah. Bint Jbeil adalah ibu kota Libanon Selatan sekaligus ibu kota Hizbullah. Di kota ini, banyak tokoh-tokoh penting Hizbullah bertempat tinggal, sekaligus sebagai gudang senjata dari Hizbullah. Pertempuran di Bint Jbeil (sekitar 4 km dari perbatasan Israel-Libanon) pada 26 Juli dilukiskan sabagai salah satu perang darat teralot dalam Perang Israel-Hizbullah baru lalu. Pasukan darat Israel dibuat kewalahan. Buktinya setelah kejadian ini, kabinet Israel segera bertemu dan memutuskan untuk menghentikan ekspansi serangan ke Libanon. Dalam pertempuran di kota itu, Israel menderita kerugian terbesar setelah melakukan serangan 16 hari. Sembilan tentara dari satuan elit Brigade Golani tewas dan 27 terluka dalam perang dengan posisi berhadapan. Selain itu, tank Merkava dan kendaraan pengangkut personel juga jadi korban Hizbullah.55 Di tempat itulah, Israel menderita kekalahan terbesar dalam perang ini. Betapa tidak, karena kekalahan tersebut, para petinggi negara Israel langsung mengadakan sidang kabinet. Hal itu disebabkan sembilan personel dari pasukan elit Golani tewas
54 55
Ibid. Hal 19 Ibid.Hal 20
54
dan 27 lainnya luka-luka. Belum lagi, 34 tank Merkava yang merupakan senjata andalan Israel di darat menjadi korban pula. Tentang hancurnya tank merkava itu, Edisi Koleksi Angkasa memperjelasnya dalam artikel yang berjudul Hancurnya Ujung Tombak AD Israel, sebagai berikut: Kesalahan awal yang telah dilakukan militer Israel adalah karena mereka telah menganggap sebelah mata kekuatan Hizbullah. Mereka telah melancarkan serangan roket antitank dengan amat efektif dan berhasil mengunci titik keistimewaan Merkava. … Hizbullah telah mengetahui titik lemah Main Battle Tank (MBT) modern yang tergolong paling handal di dunia itu. Rudal-rudal Metis-M dan Kornet yang menjadi handalan Hizbullah berhasil menembus dan merusak lapisan baja aktif dan pelindung Merkava…56 Dari artikel di atas, majalah ini seakan mengkonstruksi tentang kecerdikan sekaligus makin modernnya senjata yang dimiliki oleh Hizbullah, meskipun hanya bermodalkan senjata permukaan yaitu rudal darat ke darat. Betapa tidak, Merkava yang diturunkan di Libanon kali ini adalah hasil modifikasi terbaru, khususnya dengan tambahan lapis bajanya yang makin tebal. Tak hanya itu, sambungan kubah ke badan tank juga dilengkapi rantai plus bandul-bandul baja. Tetapi, pada sambungan inilah yang kemudian menjadi titik lemah dari tank tersebut. Sebab hancurnya Merkava justru karena tembakan rudal Hizbullah yang tepat mengenai bagian itu. Selain itu, hancurnya tank Merkava, tak lepas dari lemahnya intelijen yang
56
Ibid. Hal 95
55
dimiliki Israel. Karena mereka tidak memiliki data bahwa persenjataan Hizbullah juga dilengkapi dengan rudal Metis-M dan Kornet. Mengenai kehebatan Hizbullah juga ditampilkan oleh majalah ini dalam artikel yang berjudul Kandasnya INS Ahi-Hanit.Dalam artikel tersebut dituliskan bahwa pada tanggal 14 Juli 2006, kapal perang rudal korvet Eilat (Saar 5) class INS Ahi-Hanit yang memiliki sistem perlindungan otomatis yang mumpuni ini telah diterjang rudal antikapal C-802, yang terbakar setelah menghantam bagian buritan dari kapal tersebut. Tulisannya sebagai berikut : Dalam serangan itu, sebenarnya ada dua rudal yang ditembakkan Hizbullah. Satu diarahkan ke atas dan satu lagi ke permukaan. Sepertinya tembakkan pertama dimaksudkan sebagai pancingan (decoyed). Dan memang pada akhirnya rudal kedua yang melesat mendatar berhasil menghantam Ahi-Hanit.57 Kemudian majalah ini mengkonstruksi Iran merupakan salah satu negara yang melatih para gerilyawan Hizbullah. Sebut saja, pasukan komandonya yang bisa disejajarkan dengan pasukan elit yang dimiliki sebuah negara. Tulisan tersebut, ditampilkan majalah ini dalam artikel yang berjudul Kemampuan Militernya Sangat Terlatih, sebagai berikut : Mereka dilatih di basis Marinir Iran dan memperdalam tehnik komando dan intelijen. Para anggota dinas intelijen Iran, berperan penting dalam pembentukan pasukan ini. Dalam keadaan tenang, para personel Pasukan Komando Hizbullah melaksanakan tugas sebagai pasukan penjaga pemimpin Hizbullah. Sementara dalam kondisi bertempur, mereka beroperasi di belakang garis musuh (Behind Enemy Lines).58
57 58
Ibid. Hal 22 Ibid. Hal 63
56
Tak hanya melatih sumber daya manusianya, Iran juga dikonstruksi sebagai negara yang memasok berbagai rudal yang menjadi ujung tombak Hizbullah untuk memukul Israel. Selain itu, Suriah pun merupakan negara kedua yang memasok persenjataan buat Hizbullah. Pada artikel tersebut, majalah ini mengkonstrusikannya dengan menampilkan gambar di dalam box yang menjelaskan rudal-rudal yang dimiliki oleh Hizbullah beserta daya jangkaunya. Mengenai keterlibatan Iran dan Suriah sehingga gerilyawan Hizbullah memiliki kemampuan yang hebat makin diperkuat oleh majalah ini dalam artikel yang berjudul Benarkah Iran dan Suriah Dukung Hizbullah. Tulisannya sebagai berikut : Dukungan Iran terhadap Hizbullah, tampak dari segi moril dan material, demikian juga halnya dengan Suriah. Dari segi moril kedua negara sama-sama siap terjun ke medan perang membantu Hizbullah. Sedangkan dari segi material tampak pada bantuan persenjataan dan finansial… asal-usul berbagai jenis rudal itu sendiri hampir semuanya buatan Rusia. Baru kemudian dibeli Iran dan Suriah serta selanjutnya didistribusikan kepada kelompok Hizbullah. Rudal-rudal yang telah dibeli tak hanya didiamkan saja tapi dimodifikasi sehingga daya tempurnya makin tinggi dan canggih.59 Pada halaman yang memuat tulisan tersebut, menampilkan dua foto yang diletakkan sejajar, yaitu foto Pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah yang sedang berada di podium dengan lambaian tangan kanan di atas seperti menandakan salam. Foto kedua adalah Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad sedang hormat. Dari dua
59
Ibid. Hal 67
57
tampilan di atas seakan dikontruksi oleh majalah ini bahwa kedua pemimpin tersebut saling menghormati satu sama lain. Seperti yang dijelaskan di atas, dalam pertempuran yang tidak berimbang tersebut antara Hizbullah yang hanya mengandalkan kemampuan rudal dan roketnya melawan Israel yang bertumpu pada serangan udaranya, Hizbullah mampu tampil sebagai pemenang. Meski begitu, kemenangan yang diperoleh Hizbullah itu dikonstruksi oleh majalah ini sebagai suatu ancaman buat Israel. Sebab, dapat menginspirasi bangsa-bangsa Arab lainnya untuk angkat senjata menyerang Israel dengan persenjataan murah. Tulisan itu ditampilkan majalah ini dalam artikel berjudul Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, tulisannya sebagai berikut : Katakan saja itu mirip dengan efek domino. Dalam kaitan ini, yang perlu dicermati adalah bahwa kemenangan dan kegigihan Hizbullah bukan tak mungkin akan memberi inspirasi dan memacu semangat baru dalam diri kelompo-kelompok militant Arab yang telah merasa kehabisan akal dalam mengusir Israel dari tanah Arab Palestina. Keberhasilan perang asimetrik seperti yang dilakukan Hizbullah akan membuka upaya baru untuk menyerang Israel dengan persenjataan-persenjataan murah.60 Efek domino adalah perumpamaan yang dipakai oleh majalah ini dalam mengambarkan kemenangan itu. Seperti kartu domino yang bersusun ke atas di mana satu sama lain saling bergantungan, bila satu kartu jatuh maka seluruh kartu pun akan jatuh. Artinya, Israel adalah negara yang dianggap “duri” di kawasan Timur Tengah. Sebab, keberadaan negara Israel telah mengambil sebagian tanah dari bangsa Arab,
60
Ibid. Hal 5
58
seperti Palestina.
Sedangkan
dalam mempertahankan
eksistensi
kedaulatan
negaranya, Israel mengandalkan kemampuan militernya yang didukung dengan persenjataan canggih dan modern sehingga bangsa-bangsa Arab harus berpikir dua kali untuk berperang melawan Israel. Namun, Hizbullah telah mematahkan anggapan bahwa Israel akan selalu memenangkan pertempuran. Hizbullah telah membuktikan walau dengan senjata yang tidak sebanding mampu menandingi kekuatan militer Israel. Hal itulah yang kemudian dikhawatirkan dapat menginspirasi bangsa-bangsa Arab lainnya untuk angkat senjata mengambil lagi wilayahnya yang diduduki Israel. Selain itu, terkait dengan kekalahan Israel itu yang ditandai dengan hancurnya simbol kekuatan daratnya, yaitu tank Merkava, dituliskan oleh majalah ini juga merupakan ancaman bagi kekuatan militer lainnya yang dibanggakan Israel. Melihat perkembangan persenjataan yang dipakai Hizbullah yang makin berkembang, yang. Seperti yang dituliskan majalah ini dalam artikelnya berjudul Perang yang Mengerosi Pamor Mesin Perang Israel, sebagai berikut : Zaman tampaknya telah berubah. Aliran kemajuan teknologi yang masuk ke tangan kelompok seperti Hizbullah secara perlahan telah menggerogoti kehebatan militer Israel. Jadi meskipun secara menyeluruh Israel masih memiliki arsenal yang amat menggetarkan, tetapi efektivitasnya di medan tempur tampak susut. Kalau misalnya saja kelak Hizbullah juga bisa memiliki rudal antipesawat yang sama hebatnya seperti Metis-M dan Kornet untuk antitank, bukan tak mungkin F-16I pun akan kehilangan kedahsyatannya. Tulisan di atas oleh majalah ini juga dikonstruksi dengan dihiasi foto dua pesawat tempur F-16I milik Israel yang sedang terbang. Pada chapter, tak terdugaDalam perang kadang muncul hal tak terduga. Setelah Merkava, boleh jadi Israel
59
akan “kehilangan” pula jet tercanggihnya, F-16I.
Gambar itu seakan untuk
memperkuat peringatan dari majalah ini akibat kekalahan Israel pada perang di Libanon 12 Juli 2006-14 agustus 2006 lalu. Selain itu, penonjolan pada aspek militer oleh majalah ini seakan makin dipertegas dengan ditampilkan empat halaman yang diberi judul Katalog Arsenal. Tampilan dalam halaman itu berupa foto-foto persenjataan yang ditata dalam box berbeda-beda dengan penjelasannya yang secara spesifik. Di antaranya, rudal Fateh110 milik Hizbullah. Senjata itu juga dilengkapi dengan gambar, adapun penjelasannya dengan kata lain rudal tersebut merupakan tandingan senjata berpemandu laser yang disuplai AS kepada Israel. Fateh-110 adalah rudal balistik jarak pendek dengan panjang 8,86 m, diameter 0,61 m, jarak jangkau maksimal 200 km, bobot hulu ledak 500 kg, bobot rudal 3,4 ton. Rudal ini dikembangkan Iran sehingga memiliki kemampuan nuklir.
4.2.1.2. Diagnose Causes (Memperkirakan Penyebab Masalah) Majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI menuliskan bahwa perang yang terjadi di Libanon pada 12 Juli 2006 -14 Agustus 2006, diawali oleh penculikan terhadap dua tentara Israel, yaitu Ehud Goldwasser dan Eldad Regev, oleh Hizbullah. Adapun kontruksi dari majalah ini, serangan Israel ke Libanon yang telah menewaskan ribuan warga sipil serta menghancurkan sarana dan prasarana di wilayah Libanon, merupakan serangan balasan dari Israel yang berusaha untuk membebaskan
60
tentaranya serta untuk membalas serangan Hizbullah yang terus-menerus menyerang wilayah Israel. Terbukti, Majalah ini menuliskan penyebab terjadinya perang Hizbullah melawan Israel dengan mengutip majalah terbitan Amerika Serikat, Time, terbitan 24 Juli 2006. Di majalah tersebut, judul artikelnya adalah Why They Fight ?. Majalah Edisi Koleksi Angkasa juga memberi judul yang sama, namun diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yaitu Mengapa Mereka Berperang ? Dalam lead artikel itu, dituliskan : Perang terbaru Timur Tengah itu dipicu oleh penawanan dua prajurit Israel oleh kaum pejuang Hizbullah. Israel yang berusaha membebaskan kedua tentaranya lalu melakukan tindakan militer yang benar-benar di luar dugaan dan di luar proporsi dengan menyerang Libanon, menghancurkan prasarana dan sarana umum serta membunuhi penduduk sipil dengan bom-bomnya. Sementara pihak Hizbullah pun melawan dengan sengit dan menghujani wilayah utara Israel dengan roket tanpa henti.61 Dalam artikel itu, Majalah Time dipilih oleh Edisi Koleksi Angkasa sebagai referensi untuk membingkai perang yang terjadi di Libanon. Time adalah majalah yang terbit di Amerika Serikat. Di mana, negara yang merupakan sekutu Israel, yang seringkali membela kepentingan Israel. Artikel tersebut menilai bahwa Hizbullah dengan sengaja lebih dulu memulai untuk mengajak Israel berperang. Unsur kesengajaan itu dari kata dipicu yang digunakan oleh majalah tersebut. Militer Israel dalam artikel tersebut di- frame hanya berusaha untuk membebaskan dua prajuritnya yang ditahan oleh Hizbullah. Meski
61
Ibid. Hal 7
61
harus menghancur leburkan sarana dan prasarana serta membunuhi warga sipil, itu sesungguhnya tidak pernah diduga dan diluar pertimbangan akan dilakukan oleh Israel. Alibi bahwa Israel bukan pihak yang salah dalam perang itu seakan makin diperkuat dengan kalimat sementara pihak Hizbullah pun melawan dengan sengit dan menghujani wilayah utara Israel dengan roket tanpa henti, yang seakan dikonstruksi bahwa apa yang dilakukan Israel hanya membela diri. Kontruksi terhadap pihak Hizbullah yang lebih dulu memulai perang tersebut diperjelas lagi dalam artikel Saling Jegal Dalam 34 Hari, sebagai berikut : Tindakan penangkapan ini sejalan dengan rencana Hizbullah yang disebut yang disebut sebagai Operasi Truthful Promise (“Janji yang jujur”). Operasi ini bertujuan untuk membebaskan warga Libanon yang ditawan Israel dengan melalui pertukaran tawanan. Peristiwa ini kemudian berlanjut dengan serangan Hizbullah ke wilayah Israel yang menghasilkan delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang. Karena aksi militer Hizbullah terus berlanjut, akhirnya Israel memberikan perlawanan dengan menggelar Operasi Just Reward (“Balasan yang Adil”), lalu namanya diubah menjadi Operasi Change of Direction (“Perubahan arah”). Serangan balasan ini meliputi tembakan roket yang ditujukan ke arah Libanon dan pemboman oleh israel ... 62 Dari teks di atas, majalah ini mengkonstruksi bahwa sesungguhnya penangkapan terhadap dua tentara Israel itu, merupakan suatu aksi yang sudah terencana oleh Hizbullah yang bertujuan untuk pertukaran tawanan. Tak hanya itu, aksi Hizbullah pun berlanjut dengan menyerang wilayah Israel yang berakibat delapan orang tentara Israel tewas dan melukai lebih dari 20 orang. Maka, Israel pun melakukan serangan balasan.
62
Ibid. Hal 14
62
Padahal dalam artikel itu pula, majalah ini menuliskan penangkapan yang dilakukan oleh Hizbullah itu karena terbukti tentara Israel telah menyusup ke daerah sekitar Aita al Chaab, Libanon Selatan, pada 12 Juli 2006. Namun, terhadap penyusupan itu majalah ini sama sekali tidak membahasnya, yang jelas-jelas penyusupan itu merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah negara lain, dan penangkapan merupakan konsekuensinya. Selain itu, kekalahan Israel dikontruksi oleh majalah ini seolah-olah Israel sengaja mengalah mengingat banyaknya korban sipil Libanon yang tewas. Seperti yang dituliskan oleh majalah ini dalam halaman yang sama, sebagai berikut : Walau kelompok pengamat yang objektif mencoba mengatakan bahwa kekalahan Israel belumlah bisa dikatakan final. Alasannya, pejuang Hizbullah dalam melancarkan serangannya berbaur dengan masyarakat sipil sehingga jalannya perang sulit dikendalikan. Israel pun akibatnya bertindak masa bodoh dengan memberangus target-terget yang diidentifikasi ditempati para pejuang, meski jelas-jelas di sana banyak warga sipil. Akibatnya tak peduli anak kecil dan wanita, jadi korban bombom mematikan yang diluncurkan jet-jet tempur Israel. Israel memang terkesan tidak perduli dengan jatuhnya korban dikalangan sipil. Tulisan di atas seakan makin menyudutkan Hizbullah yang menyebabkan tewasnya korban sipil dengan memulai terlebih dahulu perang dengan Israel. Sebab, serangan Hizbullah terhadap Israel dilakukan ditengah-tengah warga sipil, sehingga sulit buat tentara Israel untuk melancarkan serangan balasan dengan tepat sasaran, karena angkatan udara yang menjadi ujung tombak Israel tak dapat memburu dengan tepat lawan-lawannya. Selain itu, konstruksi majalah ini seakan kekalahan Israel itu dikarenakan pertimbangan jatuhnya korban sipil yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan perang tersebut.
63
Selain itu, pembenaran atas serangan Israel ke Libanon, khususnya serangan udaranya, juga dituliskan oleh majalah ini dalam artikelnya berjudul Kekuatan Israel dan Filosofi Yahudi63, sebagai berikut : Jelas roket Katyusha bukan senjata untuk merontokkan pesawat tempur, tetapi senjata atas sasaran permukaan ini dapat ditujukan untuk mengganggu kepentingan Israel. Dengan demikian wajar bila Israel marah. Tulisan
di atas, seakan menjelaskan kontruksi dari majalah ini bahwa
serangan Israel yang menghandalkan persenjataaannya yang canggih, khususnya pesawat tempurnya merupakan serangan balasan yang setimpal. Sebab, Hizbullah juga telah melancarkan serangannya yang ditujukan bukan kepada militer Israel, namun untuk mengganggu stabilitas nasional dari negara Israel. Masih dalam artikel yang sama, majalah ini juga mengkonstruksi kepemilikan serta pengerahan kemampuan militer secara maksimal, baik persenjataan maupun personelnya, oleh Israel seakan merupakan konsekuensi yang harus dilakukan negara ini mengingat kondisi geografis dan politik di antara negara-negara yang memusuhinya. Penggambaran kondisi Israel itu diperkuat dengan mengutip bahasa Ibrani yang berbunyi Katan ma Sukan yang artinya kecil namun berisi. Israel sadar kalau kecil namun harus berisi. Ibaratnya binatang, Israel seperti seekor udang di tengah kelompok singa dan rajawali serta binatang buas lainnya. Tetapi sang udang harus berbuat sesuatu agar tidak dimakan binatang lainnya. Untuk itulah mereka berbuat agar singa dan rajawali
63
Ibid. Hal 72
64
tahu bahwa udang tersebut adalah udang beracun. Udang tidak dapat membunuh singa atau rajawali tetapi mereka juga tidak mau memakan udang beracun. Maka, berbagai upaya dan pelatihan militer yang dilakukan oleh Israel mengacu pada filosofi tersebut.
4.2.1.3. Make Moral Judgement (Membuat Pilihan Moral) Meski Edisi Koleksi Angkasa XXXVI lebih menekankan pada pembahasan aspek militer, namun majalah ini juga menyatakan pendapatnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, bahwa perang merupakan suatu peristiwa yang memilukan. Seperti yang ditampilkannya dalam artikel berjudul Kemenangan Hizbullah dan Prospek Perdamaian di Timur Tengah, sebagai berikut : Kalah jadi abu, menang jadi arang. Kemenangan dari sebuah peperangan toh hanyalah berhenti di tatanan politik dan meraih simpati, tetapi rakyat atau warga sipil dari kedua belah pihak akan tetap selalu jauh dari kedamaian seperti yang mereka inginkan Dentuman meriam, hantaman rudal, dan ledakan bom hanya akan menciptakan kematian, penderitaan, kerusakan, dan kemacetan pada roda perekonomian. Perang pada akhirnya memang lebih sering meraih kesia-siaan. Dari tulisan di atas, terlihat konstruksi majalah ini yang menyatakan bahwa perang merupakan sesuatu yang lebih banyak menimbulkan kerugian daripada keuntungannya yang didapat. Sebab, selama perang itu berlangsung rakyat dan warga sipil yang lebih banyak menanggung akibatnya. Tak ada kedamaian yang ada hanya ketakutan, kerusakan, kematian dan terganggunya aktivitas perekonomian.
65
Kerugian yang harus ditanggung akibat perang tersebut, makin diperjelas lagi oleh Edisi Koleksi Angkasa XXXVI dengan ditampilkannya satu halaman penuh dengan diberi judul Perang 34 Hari Hizbullah-Israel. Majalah ini menampilkannya pada halaman 29, dengan grafis latar belakang peta negara Libanon yang sebagian besar kota-kotanya tampak tergambar api untuk menunjukkan serangan dari Israel yang begitu hebat. Adapun teks dalam halaman tersebut dituliskan dalam box. Tulisan pada box pertama berjudul Korban Peperangan, isinya adalah pada pihak Libanon 1110 orang tewas, 3700 orang luka-luka, 900.000 orang mengungsi, serta menimbulkan kerugian materi berjumlah 2,5 Milyar dollar AS. Sedangkan pada pihak Israel, 157 orang tewas, 1000 orang luka-luka, 300.000 orang mengungsi, dan menimbulkan kerugian materi senilai 1,5 milyar dollar AS. Pada box kedua, diberi judul Bantuan Kemanusiaan Untuk Libanon. Tertera negara-negara yang memberikan bantuannya kepada Libanon beserta jenis dan jumlah bantuannya. Yaitu, Perancis mengirim kapal pemabawa air dan obat-obatan, Yunani mengirim 20.000 kotak obat-obatan dan paramedis, Uni Eropa memberikan uang senilai 12,6 juta dollar AS, Spanyol memberikan 1,26 juta dollar AS, Maroko memberikan 5 juta dollar AS, Arab Saudi memberikan 50 juta dollar AS, dan Uni Emirat Arab memberikan 20 juta dollar AS. Pada box ketiga, tertulis bahwa Israel telah menyerang 7000 target di Libanon, dengan angkatan lautnya menembakkan 2500 bom di wilayah tersebut. Sedangkan, Hizbullah telah menembakkan 3970 roket ke wilayah Israel. Akibat
66
serangan Israel, sebanyak 15.000 rumah warga Libanon hancur. Serta, 15.000 ton minyak tumpah ke pantai sekitar Libanon, teks itu dimuat pada box keempat dengan dihiasi grafis citra satelit pantai Libanon yang tercemar. Sikap majalah ini yang secara tidak langsung menyatakan bahwa perang berdampak pada penderitaan terhadap kemanusiaan ditunjukkan dengan mengutip pernyataan Ketua Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan M. Fadjroel Rachman dari harian Kompas, yang kemudian ditempatkan dalam artikel berjudul Ketika Babak Blaming Game Dimainkan. Dikatakannya, sesungguhnya sebagian orang Israel atau Hizbullah yang mencintai kekerasan dan kematian itu berperang, mereka bersalah karena mencabut nyawa manusia, serta menimbulkan penderitaan pada manusia. Tulisan diatas dihiasi dengan grafis oleh majalah ini. Grafis ditata sebagai latar belakang dari tulisan ini, yaitu gambar berupa beberapa koran terbitan Libanon yang memuat foto-foto kondisi Libanon ketika perang tersebut pecah. Seakan tampilan ini makin memperkuat konstruksi dari majalah ini bahwa perang itu berdampak sangat mengerikan bagi umat manusia.
4.2.1.4. Treatment Recommendation (Menekankan Penyelesaian) Mengenai Treatment Recommendation dalam perang antara Hizbullah-Israel, majalah ini menampilkan pada halaman 30-31 yaitu Draf Resolusi Persatuan Bangsa Bangsa 1701 Tahun 2006. Isinya antara lain memutuskan untuk gencatan senjata mengingat ribuan korban telah tewas dan terluka. Dalam draf itu, PBB juga
67
memutuskan untuk mengirimkan pasukan perdamaian yang terdiri dari berbagai negara di dunia untuk menjaga keamanan dan perdamaian di perbatasan LebanonIsrael. Tentang negara-negara yang dikirim ke perbatasan Lebanon-Israel, majalah ini menampilkannya dalam artikel berjudul Pasukan PBB Berlomba-Lomba Mendamaikan Lebanon. Pada artikel itu dituliskan, PBB akan mengirim 15.000 pasukan perdamaian. Adapun negara-negaranya adalah Indonesia mengirim 1000 pasukan dengan diberi nama Kontingen Garuda XXIII A, Italia yang diberi mandat untuk memimpin pasukan PBB mengirim 3000 pasukan, Perancis mengirim 2000 personel, Finladia mengirim 250 personel, Spanyol mengirim 1000 personel, Polandia mengirim 500 tentara, Belgia mengirim 400 pasukan, termasuk pakar ranjau dan tim medis. Masih dalam artikel tersebut, dituliskan ada tiga negara yang hanya membantu logistik dan pengamanan luar Libanon tanpa mengirimkan pasukannya. Yaitu, Jerman dan Belanda akan membantu pengamanan laut Libanon. Sedangkan, Amerika Serikat hanya mengirimkan logistik pasukan PBB. Selain Indonesia, beberapa negara asia lainnya juga turut serta mengirimkan pasukannya. Seperti, Malaysia telah menyiapkan satu batalion zeni, Bangladesh menawarkan dua battalion zeni dan Nepal menyiapkan 1000 personel. Dalam artikel berjudul Pasukan PBB Berlomba-Lomba Mendamaikan Lebanon yang ditampilkan oleh majalah ini, juga didukung dengan grafis yang sangat mencolok. Yaitu, logistik pasukan atas nama UN (United Nations), berupa helm, tas
68
ransel dan tas peluru di pinggang, terpal tidur dan senapan jenis rifle yang seakan untuk memperkuat tulisan mengenai pasukan perdamaian PBB yang akan di kirim ke Libanon. Mengenai keterlibatan Indonesia, lebih lanjut dijelaskan oleh majalah ini dalam artikel berjudul Indonesia Pun Mengirim Batalion Mekanis. Dituliskan, pada apel kesiapan di Halim Perdanakusuma pada Jum’at, 11 Agustus 2006, Indonesia telah menyiapkan 4.276 personel. Dari jumlah itu, 850 personel dari Batalion Infantri Mekanis yang akan dikirim ke Libanon. Sisanya, sebanyak 3.426 merupakan pasukan yang siap untuk diterjunkan untuk penanggulangan bencana di tanah air. Dalam gelar pasukan itu, TNI juga menampilkan ranpur-ranpur lapis baja, mulai dari V150 Commando/AP/Intai/VAB, Panhard hingga BTR 80A. Sementara untuk persenjataan, selain mortar artileri, juga dibawa beberapa senapan jarak jauh berbagai kaliber, serta senapan serbu standar TNI SS-1. Mengenai jumlah pasukan Indonesia dari ketiga angkatan, serta keseluruhan peralatan pendukungnya, majalah ini menjelaskan dalam tulisan di dalam box pada halaman 93, dengan diberi judul Komposisi Pasukan Perdamaian TNI ke Libanon. Selain itu, Pengiriman pasukan ke Libanon itu, juga menelan dana 380 miliar rupiah.. Majalah ini juga menuliskan pendapat dari Komandan Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI Brigjen TNI Suwarno (Dan Pussenkav), yang antara lain dikatakan selama bertugas di Libanon agar pasukan Indonesia selalu waspada terhadap pelanggaran mengenai gencatan senjata, penculikan, pembunuhan, serangan dadakan
69
hingga penggunaan senjata biologi atau kimia. Intinya, pasukan Indonesia tidak terjebak dalam situasi di luar tugas yang telah ditetapkan. Selain itu dalam membingkai mengenai penyelesaian di Timur Tengah, majalah ini menuliskan dalam artikel berjudul Mengapa Mereka Berperang, tulisannya sebagai berikut : Perang dahsyat di Libanon bulan Juli-Agustus kemarin tidaklah dapat dilihat sebagai peristiwa yang berdiri sendiri, melainkan tetap terikat dengan keseluruhan masalah di Timur Tengah. Selama masing -masing pihak yang berseteru tidak bersedia menunjukkan sikap melunak, krisis demi krisis akan tetap berlangsung di kawasan ini. Sementara itu campur tangan pihak luar yang merasa punya kepentingan di wilayah itu, seperti Amerika Serikat, juga tidak menambah dinginnya suasana.64 Dari tulisan di atas, majalah ini melihat bahwa sesunguhnya perang yang terjadi di Libanon itu tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan masalah di wilayah Timur Tengah, khususnya Israel dengan Palestina dan Suriah. Seperti diketahui, hingga kini sebagian wilayah Palestina masih diduduki oleh Israel, bahkan Palestina pun hingga saat ini belum juga dapat membentuk negara berdaulat sendiri. Suriah yang memiliki dataran tinggi Golan yang strategis, juga tetap menginginkan kembali wilayahnya yang diduduki Israel. Maka Suriah dengan segala cara, termasuk berdiri di belakang Hizbullah yang langsung berhadapan dengan Israel, berusaha untuk mewujudkan keinginannya. Hizbullah sendiri juga ingin membuktikan dirinya adalah patriot Libanon dalam menghadapi ancaman Israel, mengingat pemerintah resmi Beirut belum memiliki cukup kekuatan dalam menghadapi ancaman Israel. Sedangkan, Iran secara
64
Ibid.Hal 13
70
psikologis sangat dekat dengan Hizbullah. Sebab, perjuangan Hizbullah mengacu pada Revolusi Iran pimpinan Imam Ayatollah Ruhollah Khomeini. Bahkan, ideologi Hizbullah mengacu pada Willayat al Faqih yang dikembangkan Ayatollah Khomeini. Mengenai hubungan AS dengan konflik Timur Tengah, dituliskan dalam majalah ini pada artikel berjudul Keberpihakan AS dan PBB65, sebagai berikut : Dalam hal AS, semua orang tahu, bahwa adidaya ini pada dasarnya memang merupakan pendukung Israel tanpa reserve. Israel benar atau salah, dan kejam sekalipun, AS akan mendukungnya. Dari tulisan di atas, majalah ini juga menampilkan salah satu bukti, yaitu di saat serangan udara Israel yang menggunakan jet canggih F-16I Sufa masih berlangsung dahsyat, dunia bereaksi. Dari 192 negara anggota PBB, 189 mendukung gencatan senjata segera untuk mengakhiri krisis. Sementara AS, Israel, dan Inggris menolaknya. Bahkan, AS sempat mengancam mengeluarkan hak veto yang dimilikinya. Mengenai penyelesaian perang antara Hizbullah-Israel yang juga harus dicarikan solusi mengenai keseluruhan masalah di Timur Tengah makin dipertegas oleh majalah ini dalam halaman yang sama di atas, yaitu : Namun pada sisi lain, perlu juga dimasukkan dalam lingkup pembicaraan bahwa Libanon hanya satu sisi dari problem yang ada di Timur tengah. Jadi kalau yang diinginkan adalah perdamaian yang lebih kokoh, maka masalah pokok yang ada juga harus diselesaikan. Tentu paling sentral di sini adalah menyangkut negara Palestina yang merdeka yang hidup berdampingan secara damai dengan Israel. Masalahnya, di sana-sini visi perdamaian yang disepakati oleh pihak-pihak yang bermusuhan dalam banyak hal masih belum sama. Tidak ada jalan lain untuk tercapainya perdamaian seperti itu selain pihak-pihak yang bermusuhan mau berunding dengan tulus, mengakomodasi kepentingan semua pihak. 65
Ibid. Hal 24-25
71
Majalah ini juga menuliskan negara-negara yang tergabung dalam PBB hendaknya bersikap netral dalam mencarikan solusi mengenai masalah PalestinaIsrael. Seperti yang dituliskan di artikel yang sama di majalah ini, yaitu : Kuasa eksternal yang selama ini dalam posisi sebagai juru damai, sebaiknya juga bisa bersikap adil, tidak membela satu pihak secara membabi buta. Karena tanpa ketulusan penengah ini, akan sulit pula dicapai perdamaian sejati di Timur Tengah. Edisi Koleksi Angkasa juga menawarkan solusi di artikelnya yang berjudul Ketika Babak Blaming Game Dimainkan, dengan mengangkat kembali tulisan dari Broto Wardoyo, pengajar Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, di rubrik Opini harian Kompas, 27 Juli 2006 : … dibutuhkan komitmen untuk tidak datang dengan permintaan. Dengan kata lain, masing-masing pihak harus bisa meredefinisi kepentingannya untuk tidak memberikan permintaan (list of demands), tetapi memunculkan daftar ketakutan (list of fear). Pertukaran ketakutan ini akan memudahkan masing-masing pihak, atau pihak ketiga yang menjembatani, mendekatkan titik temu (resistance point) dari masing-masing pihak.66 Dengan kata lain, sifat keras kepala yang dimiliki masing-masing pihak dalam demi mencapai tujuannya, merupakan penghalang tercapainya perdamaian. Baik Hizbullah dan Israel masing-masing menegaskan perang suci yang diyakininya. Israel merasa yakin berperang melawan teroris, sementara Hizbullah meyakini perang melawan kaum kafir. Perang suci, baik dalam pemahaman holy war atau just war, dengan mudah digunakan sebagai kedok. Disadari atau tidak, pembenaran terhadap keyakinan di masing-masing pihak telah menciptakan beragam tembok hingga menghalangi penyelesaian masalah. Di 66
Ibid. Hal 26-27
72
samping itu, AS sebagai sekutu Israel, yang memveto draf resolusi DK PBB yang meminta penghentian aksi saling tembak adalah salah satu bentuk paling nyata dari tembok penghalang penyelesaian masalah. AS telah membuat PBB tidak berdaya dalam hal ini. Sementara itu, dukungan tanpa henti dari Iran terhadap Hizbullah juga menjadi penghalang bagi negara-negara Arab untuk tidak bersatu melawan Israel. Kemudian yang terjadi, hadirnya blaming game (permainan saling menyalahkan). Masing-masing pihak merasa tuntutannya benar dan pihak lain adalah salah. Maka, masing-masing pihak hendaknya menyamakan tuntutan yang diinginkannya dengan mengingat korban jiwa maupun kerugian secara material akibat perang tersebut sudah besar sekali. Selain itu, Wardoyo juga menyarankan agar dibentuk semacam konsorsium perdamaian dengan anggota yang lebih beragam. Dengan catatan, konsorsium ini tidak menjadi pion-pion baru dari pihak-pihak yang bertikai.
4.3. PEMBAHASAN Menurut William L. Rivers, dari penulisan kompleks pada majalah khusus, sesungguhnya hanya penjelasan secara panjang lebar dari sedikit sudut pandang saja. Majalah khusus bertugas untuk lebih mengungkap lagi fakta-fakta yang selama ini belum diperhatikan, maupun menganalisa lebih mendalam lagi fakta-fakta yang selama ini baru diketahui dipermukaan saja. Tak heran, bila para pengkritisi majalah menyebut apa yang disampaikan oleh majalah tidak lepas dari perspektif itu saja.67 67
William, op.cit. Hal 212
73
Meski demikian, media massa tak lepas dari proses kontruksi yang dilakukan oleh para pekerja media dalam setiap pemberitaannya. Maka, Robert N. Entman mengatakan framing
merupakan suatu pendekatan
yang
digunakan untuk
menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan isu tertentu dari realitas oleh media. Pemilihan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain. Lalu, bagaimana fakta yang dipilih disajikan kepada khalayak, misalnya penempatan yang mencolok, pemakaian grafis tertentu untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pengulangan atas suatu kalimat untuk menggiring khalayak kepada suatu isu. Lebih lanjut, dalam proses menjelaskan suatu peristiwa, Entman menyebutkan ada empat cara yang sering dilakukan oleh media, yaitu define problems (Pendefinisian masalah), diagnose causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah), make moral judgement (Membuat keputusan moral), dan treatment recommendation (Menekankan penyelesaian). Kemudian ketika peneliti menggunakan pendekatan framing menurut Robert N. Entman dalam menganalisis majalah Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, yang terbit pada bulan November 2006, majalah mengkonstrusinya sebagai berikut : Majalah ini lebih menonjolkan aspek militer dalam mengkontruksi perang yang terjadi di Libanon itu. Bahwa perang tersebut merupakan perang atau perang yang tidak berimbang. Hal itu dikarenakan, Hizbullah harus menghadapi Israel yang dari segi persenjataan jauh lebih modern. Mengenai persenjataan yang dipakai,
74
majalah ini mengkonstruksi bahwa Israel menjadikan kekuatan udaranya sebagai ujung tombak, sedang Hizbullah lebih mengandalkan pada kekuatan daratnya, yaitu berupa roket dan rudal permukaan. Bahkan, arah pembahasan yang akan dibahas pada Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, oleh majalah ini dituliskan secara langsung dalam artikel berjudul Saling Jegal Dalam 34 Hari, pada halaman 17 sebagai berikut : Di luar dari akibat perang yang memilukan ini, fakta lain dari medan perang juga menarik untuk telusuri dalam kaca mata militer. Tentu tulisan ini tidak bermaksud mengangkangi nilai-nilai kemanusian yang begitu luhur sehingga menjadi berkacamata kuda seolah-olah aspek militer lebih berharga dari sebuah kehidupan. Kemudian, hal itupun dibuktikan oleh majalah ini dari judul-judul artikel yang ditampilkannya, seperti Saling Jegal Dalam 34 Hari, Serangan Baalbel Terkepungnya Pasukan Komando, Bint Jbeil Yang Menegangkan, dan Kandasnya INS Ahi-Hanit, Kemampuan Militernya Sangat Terlatih, Hit and Hide Gaya Hizbullah, The Israeli War Machines, Tak Hanya Kaliber 23 mm, RPG Mulai DiTinggalkan, Katalog Arsenal, Perang yang Mengerosi Mesin Perang Israel. Selain itu, foto-foto yang ditampilkannya juga banyak dari segi kekuatan militer kedua belah pihak, semisal pesawat tempur, roket dan rudal, tank. Begitu juga dengan tulisan yang ditampilkan dalam artikelnya, penonjolan terhadap kontruksi aspek militer sangat terlihat, antara lain pengisahan jalannya perang yang lebih ke arah tentang keberhasilan salah satu pihak menghancurkan pihak lain, menjelaskan spesifikasi persenjataan.
75
Dari aspek kemanusiaan memang majalah ini juga menyinggungnya. Namun, tidak semenonjol aspek militer yang dibahas. Aspek kemanusiaan yang dibahasnya hanya berupa tulisan mengenai jumlah korban, maupun kerugian materi yang timbul disebabkan perang tersebut. Sedangkan, pendapat dari warga sipil mengenai gambaran suasana saat perang, meliputi ketakutan serta kesedihan, sama sekali tidak dituliskan. Kalaupun ada tampilan itu, hanya berupa grafis bangunan-bangunan hancur, dan evakuasi korban. Itupun pada penulisan chapter-nya, penggambarannya tidak menonjolkan pada aspek kemanusiaannya. Paling penggambaran dari aspek kemanusiaannya ditampilkan pada hal 26-27, berupa ditampilkannya koran-koran terbitan Libanon yang memuat foto-foto akibat yang timbul dari perang tersebut, sebagai latar belakang tulisan dari majalah ini. Dari penjelasan masalah di atas, menandakan apa yang dilakukan oleh majalah ini sejalan dengan pernyataan William L. Rivers, yang menyebutkan bahwa majalah edisi khusus hanya membahas dari sedikit sudut pandang saja dengan secara mendalam. Tak heran, bila para pengkritisi majalah menyebut apa yang disampaikan majalah tidak lepas dari perspektif itu saja.68 Selain itu, penonjolan mengenai suatu aspek merupakan hal yang sering dilakukan oleh media. Sebab, proses pembentukan berita (news room) bukanlah ruang yang hampa, netral, dan seakan-akan hanya menyalurkan informasi yang didapat, tak lebih tak kurang. Proses pembentukkan berita merupakan proses yang
68
William, loc,cit,
76
rumit dan banyak faktor yang berpotensi untuk mempengaruhinya. Karena banyak kepentingan dan pengaruh yang dapat mengintervensi media, sehingga niscaya akan terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam presentasi media.69
69
Agus Sudibyo, Loc.cit
77
BAB V PENUTUP 5.1.
Kesimpulan Tujuan penelitian ini seperti yang dituliskan di atas yaitu untuk mengetahui
konstruksi realitas majalah Edisi Koleksi Angkasa mengenai pemberitaan Perang Hizbullah-Israel pada 12 Juli- 14 Agustus 2006. Maka hasil dari analisa yang sudah dilakukan dan bisa ditarik kesimpulan adalah majalah ini membawa isu mengenai pemberitaan perang yang terjadi di Libanon itu lebih menekankan pembahasan pada aspek militer. Dituliskannya, bahwa perang yang terjadi itu merupakan perang asimetris atau perang yang tidak berimbang. Hal itu dikarenakan, Hizbullah harus menghadapi Israel yang dari segi persenjataan jauh lebih modern. Mengenai persenjataan yang dipakai, majalah ini mengkonstruksi bahwa Israel menjadikan kekuatan udaranya sebagai ujung tombak, sedang Hizbullah lebih mengandalkan pada kekuatan daratnya, yaitu berupa roket dan rudal permukaan. Memang, perang merupakan salah satu peristiwa yang paling memilukan. Sebab, dalam kondisi itu rasa ketakutan, rasa sakit, kesedihan dan duka, bercampur menjadi satu. Meski begitu, perang terkadang memunculkan sesuatu yang tidak bisa diduga. Tak selamanya, suatu pihak yang memiliki reputasi militer yang tinggi dengan didukung perlengkapannya yang modern dan canggih dapat tampil sebgai pemenang. Hal itualah yang telah dibuktikan oleh Hizbullah.
78
5.2.
Saran Bagi majalah Edisi Koleksi Angkasa, hendaknya lebih berimbang lagi dalam
melihat persoalan di Timur Tengah. Selain itu, sudut pandang yang dibahas juga lebih menyeluruh, khususnya lebih menonjolkan lagi mengenai aspek kemanusiaannya, seperti pendapat dari warga sipil, meliputi ketakutan serta kesedihan.
79
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.Chaedar. Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif, PT Dunia Pustaka Jaya dan Pusat Studi Sunda, Jakarta : 2002, Azca, M. Najib. Hegemoni Tentara, LKis, Yogyakarta : 1994 Badudu, J.S, dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta : 1994 Effendi, Onong Uchjana , Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek, Remaja Rosdakarya, Bandung : 1997 Eriyanto, Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, LKiS , Yogyakarta : 2002. Hal 68 Junaedhie, Kurniawan Rahasia Dapur Majalah Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta : 1995 Kovach, Bill, dan Tom Rosenstiel, Elemen-Elemen Jurnalisme : Apa yang Seharusnya diketahui Wartawan dan yang diharapkan Publik, Institut Studi Arus Informasi, Jakarta : 2004. Mc Quail, Dennis, Teori Komunikasi : Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta : 1987 Masduki, Jurnalistik Radio, LKiS, Yogyakarta : 2001 Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, Institut Studi Arus Informasi, Jakarta : 1999 Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 2000 Rivers, William L, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta : 2003
Sobur, Alex, Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan --Analisis Framing, PT Remaja Rosdakarya, Bandung : 2002. Siregar dkk, Ashadi, Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa, Penerbit Kanisius, Yogyakarta : 1998 Sudibyo, Agus, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LKis, Yogyakarta : 2001 S.W, Henny, dan Alexander Rumondor, Manajemen Media Massa, Pusat Penerbitan Universitas --Terbuka, Jakarta : 2004
Edisi Koleksi Angkasa XXXVI : Perang Hizbullah-Israel, PT Gramedia, Jakarta : 2006 Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi, Industri Pers dan Aspek Kebebasannya , No 5 Oktober 2000 Kompas, Senin 7 Agustus 2006 Kompas, Senin 14 Agustus 2006 Detik.Com, 15 September 2006
TENTANG PENULIS
Reza Wahinda lahir dari rahim Bunda di sebuah Rumah Sakit di Jakarta Barat bernama Kartika Chandra, pada 27 Oktober 1981. Putra yang dilahirkannya ini merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 1986, kedua orang tuanya mulai menyekolahkan sang putra di Taman Kanak-Kanak Seruni yang tak jauh dari tempat tinggalnya di sebuah kawasan di daerah Larangan. Kemudian 1987, sang putra mulai melanjutkan di Sekolah Dasar Budi Luhur, Karang Tengah. Tahun demi tahun berganti, sang putra beranjak besar, tinggkat SD pun ditinggalkannya. Sebuah SMP di kawasan mayestik, Jakarta Selatan yang ditujunya, yaitu SMP Negeri 11. Lalu, sekolah tingkat lanjutan atas
berhasil diraihnya, SMU Budi Luhur dan SMU Cendrawasih II
memberikan pelajaran dan kenangan yang sangat berharga bagi sang putrai. Setelah lulus, sang putra melanjutkan ke perguruan tinggi. Universitas Mercu Buana berhasil memikat sang putra untuk belajar di sana. Broadcasting merupakan pilihan hatinya, berharap sang putra mampu menjadi seseorang yang berguna di bidang itu kelak nanti. Sedangkan, ketertarikan sang putra mengenai Timur Tengah bermula saat aktif di kegiatan remaja Islam untuk mengisi waktu luangnya sejak tahun 2001. Hingga berhasil meraih posisi puncak di Organisasi tersebut, IRINA, ketertarikan terhadap masalah yang terjadi Timur Tengah tidak pudar hingga saat ini. Selain itu, sang putra juga tertarik dengan dunia kemiliteran, didorong ketertarikannya dengan perkembangan peralatanperalatannya yang canggih, meskipun tak pernah sedikit pun terlintas untuk menjadikannya sebagai karir.