KONFLIK KEHIDUPAN SEORANG CLUBBER (Sebuah Tinjauan Studi Kasus)
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persayaratan Ujian Sarjana Psikologi
oleh :
SEVIRIA MARLINA PANJAITAN 051301132
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GENAP, 2009/2010
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus) Seviria Marlina Panjaitan dan Ari Widiyanta, M.Si., Psi.
ABSTRAK Konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia (Deutsch, 1994). Berdasarkan Lahey (2003) konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling mengganggu satu sama lain. Tipe-tipe konflik yaitu: Konflik antara Daya-Daya yang Menimbulkan Pergerakan, yang terdiri dari Konflik Mendekat-Mendekat, Konflik Menjauh-Menjauh, Konflik Mendekat-Menjauh, dan Konflik MendekatMenjauh Ganda; Konflik antara Daya yang Menggerakkan dan Daya yang Menghambat; serta Konflik antara Daya yang berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya yang Berasal dari Orang Lain (Lindzey & Hall, 1985; Sarwono, 1998). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi pada saat wawancara. Partisipan penelitian berjumlah satu orang laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan partisipan mengalami Konflik antara DayaDaya yang Menimbulkan Pergerakan, yaitu Konflik Menjauh-Menjauh, Konflik Mendekat-Menjauh, dan Konflik Mendekat-Menjauh Ganda; Konflik antara Daya yang Menggerakkan dan Daya yang Menghambat; serta mengalami Konflik antara Daya yang berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya yang Berasal dari Orang Lain.
Kata kunci : konflik, clubber.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, rahmat, dan keajaibanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus) ini. Penulis mengucapkan terimakasih pada: 1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A (K) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU. 2. Bapak Ari Widiyanta, M.Si., Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar, telah meluangkan waktu, pikiran dan memberikan arahan, saran, semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si, Psi., sebagai pembimbing akademis, Ibu Dra. Rika Eliana, M. Psi, Psi dan Ibu Ridhoi Meilona Purba, M. Si. (makasih ya kakak cantik) sebagai penguji skripsi, Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., Psi, dan Ibu Filia Dina, M.Pd, terima kasih untuk masukan, saran, kesempatan dan waktunya untuk membimbing saya. 4. Keluarga tersayang, almarhumah Bapak tercinta Ir. M. B. Panjaitan, Mama tersayang M. M. A. Sirait (ini semua kupersembahkan untukmu Ma), abang-abangku Bang Ojak, Bang Andy, Bang Benny, Bang Niel, Bang Mando (adik terkecilmu sudah besar bang, terimakasih buat semua), kakak-kakakku Kak Maria, Kak Ade, Kak Ratna, Kak Khatty, Kak Karen (terimakasih kakak-kakakku semua), keponakan-keponakanku Titan, Ansy, Nanda, Rafa, Jessie, sepupu tercintaku Iet (kita selalu sama Yet, terimakasih buat prinsip-prinsipnya), dan semua sanak saudara. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
5. Keluarga besar Psikologi USU. Pak Iskandar, Pak Aswan, Kak Ari,, Bang Ronal (terimakasih ulead nya bang), dan Kak Ade. Terima kasih untuk waktu dan bantuannya. 6. Rendy Petrus Hendrawan Sirait, yang dengan penuh kesabaran telah memberikan kasih sayang, kebijaksanaan, pendewasaan, semangat, dan energi sehingga penulis dapat bertahan (terimakasih buat semua Bun, sama-sama berjuang kita ya..) 7. Sahabat-sahabat penulis Acid (=’), Enoq, Kinan, Mbak Roro, Mamak, Eca, Mirna, Mitha, Pikey (terimakasih untuk semua kisah dan cerita), Wahyu (Sevi pergi ya, Yudhistira), Bang Yosi, Mario (yakinkanlah hatimu), Gege, Oek (sama-sama kita berjuang dek), Gaza, Ata’, Nidya, Dika, teman-teman angkatan 2005, dan para senior (terutama kak Indih), terimakasih brainstorming, dan dukungannya.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan penelitian ini, penulis berharap kiranya hasil dari penelitan ini nantinya dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi.
Medan, Maret 2009 Penulis
Seviria Marlina Panjaitan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................. 18 C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 19 D. Manfaat Penelitian................................................................................ 19 1. Manfaat Teorits .............................................................................. 19 2. Manfaat Praktis .............................................................................. 19 E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 20 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 22 A. Clubber................................................................................................ 22 1. Pengertian Clubbing........................................................................ 22 2. Elemen Konstitutif dari Clubbing................................................... 23 3. Clubber ........................................................................................... 26 B. Konflik ................................................................................................ 26 1. Pengertian Konflik ....................................................................... 26 2. Teori Lapangan ............................................................................. 26 Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
a. Lapangan Kehidupan ................................................................28 b.Tingkah Laku dan Lokomosi .....................................................29 c. Daya (Force) ……………………………………………….... 31 d. Ketegangan (Tension) ……………………………………….. 33 3. Tipe-Tipe Konflik ......................................................................... 34 a. Konflik antara Daya-Daya yang Menimbulkan Pergerakan (Conflict between Two or More Driving Forces) ........................ 35 a.
1.
Konflik
Mendekat-Mendekat
(Approach-Approach
Conflict) .................................................................................. 35 a.
2.
Konflik
Menjauh-Menjauh
(Avoidance-Avoidance
Conflict) .................................................................................. 36 a.
3.
Konflik
Mendekat-Menjauh
(Approach-Avoidance
Conflict) .................................................................................. 38 a. 4. Konflik Mendekat-Menjauh Ganda (Multiple ApproachAvoidance Conflict) ................................................................ 40 b. Konflik antara Daya yang Menggerakkan dan Daya yang Menghambat (Conflict between Driving Forces and Restraining Forces) ......................................................................................... 41 c. Konflik antara Daya yang berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need Forces and Induced Forces) ........................................................ 43
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
C. Paradigma Penelitian ........................................................................... 44 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 45 A. Studi Kasus .......................................................................................... 45 B. Partisipan Dan Lokasi Penelitian ........................................................ 47 1. Partisipan Penelitian ........................................................................ 47 a. Karakteristik Partisipan ............................................................ 47 b. Jumlah Partisipan Penelitian .................................................... 47 c. Prosedur Pengambilan Partisipan ............................................. 47 2. Lokasi Penelitian ............................................................................ 48 C. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 48 1. Wawancara ..................................................................................... 49 2.Observasi ......................................................................................... 49 D. Alat Bantu Pengumpulan Data ............................................................ 50 1. Alat Perekam (Tape Recorder) ...................................................... 50 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 50 E. Prosedur Penelitian .............................................................................. 51 1. Tahap Persiapan Penelitian ............................................................ 51 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 52 3. Tahap Pencatatan Data ................................................................... 52 4. Analisis Data .................................................................................. 52 BAB IV HASIL ANALISA DATA .................................................................... 55 A. Bagaimana Konflik yang Dihadapi Seorang Clubber ......................... 55 1. Hasil Analisa Data Partisipan......................................................... 55 Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
B. Tipe-Tipe Konflik Apa yang Dihadapi Seorang Clubber.................... 57 1. Hasil analisa data partisipan ........................................................... 57 C.
Bagaimana
seorang
clubber
menghadapi
konflik
di
dalam
kehidupannya ........................................................................................... 60 1. Hasil analisa data partisipan ………………………………….….. 60 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN …………………………..... 63 A. Kesimpulan .......................................................................................... 63 1. Konflik Kehidupan Seorang Clubber ............................................. 63 2. Tipe-Tipe Konflik yang Dialami Seorang Clubber ....................... 65 3. Bagaimana Seorang Clubber Menghadapi Konflik Di Dalam Kehidupannya .................................................................................... 66 B. Diskusi ................................................................................................. 68 C. Saran ................................................................................................... 69 1. Saran Praktis .................................................................................. 69 2. Saran Penelitian Lanjutan .............................................................. 70 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71 LAMPIRAN
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Paradigma Penelitian ........................................................................ 44
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A Pedoman Wawancara LAMPIRAN B Pedoman Observasi LAMPIRAN C Lembar Persetujuan LAMPIRAN D Verbatim Wawancara LAMPIRAN E Identitas, Tanggal Wawancara dan Observasi Partisipan
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dunia malam. Dua patah kata ini rasanya semakin sering beredar di telinga kita, dan semakin banyak pula sosok-sosok yang melakoni kehidupan dalam dunia malam tersebut. Hal tersebut tampak wajar, karena seiring dengan berjalannya waktu, kota-kota besar di Indonesia seperti Medan, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya telah mengalami berbagai perkembangan sebagai cerminan dari sebuah keberhasilan ekonomi nasional, dan bersamaan dengan kemajuan pertumbuhan kota tersebut, bermunculanlah berbagai sarana hiburan, yang menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat (Ghazali, 2004). Demi mengimbangi kebutuhan masyarakat yang haus akan hiburan, hadirlah berbagai macam sarana hiburan, terutama sarana hiburan dunia malam, mulai dari kelas bawah sampai yang mewah, seperti klub-klub malam atau diskotik, pub, kafe, dan lain sebagainya yang muncul bak menjamur di kota-kota besar tersebut. Dewasa ini, aktivitas malam telah menjadi bagian yang sangat penting dalam konsumsi hidup anak muda (Hollands, 1995; Chatterton and Hollands, 2001; dalam Malbon, 1999). Demi menghilangkan kejenuhan atau justru telah menjadi sebuah kebiasaan, mendatangi tempat hiburan malam tentunya membawa kepuasan tersendiri bagi para penikmatnya. Salah satu tempat yang banyak dipilih oleh kawula muda adalah diskotik. Untuk saat ini diskotik masih menjadi pilihan utama dalam industri hiburan malam (Stevenio, 2007). Diskotik, menurut Mintel Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
(1996) sering juga disebut sebagai klub malam atau nightclub (dalam Malbon, 1999) dan tidak membedakan klub malam (nightclub) dengan diskotik ketika mengukur luasnya pasar dan mendefenisikan keduanya sebagai ‘bangunan yang menawarkan musik, minuman, makanan, tempat berdansa dan tempat dudukduduk (bersantai) dalam satu atap’. Aktivitas mengunjungi klub malam tersebut kerapkali didengungkan orang-orang dengan istilah clubbing. Berdasarkan kamus online (2008), disebutkan bahwa clubbing adalah perilaku menghadiri klub atau mengikuti kegiatan-kegiatan di dalam klub atau ikut serta di dalam tujuan tertentu dari klub. Clubbing, sebuah kata kerja yang berasal dari kata Club, berarti pergi ke klubklub pada akhir pekan untuk mendengarkan musik (biasanya bukan live music) di akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dan semua beban ritual sehari-hari. Di Indonesia, clubbing sering juga disebut dugem (dunia gemerlap) karena tidak lepas dari kilatan lampu disko yang gemerlap dan dentuman musik techno yang dimainkan oleh para DJ (Disc Jockey) yang terkadang datang dari luar negeri (dalam ‘Psychemate’, 2007). Clubbing dan club cultures sering disebut juga ‘raving’, ‘dance culture’, dan ‘nightclubbing’ (Malbon, 1999). Untuk selanjutnya, peneliti akan menggunakan istilah clubbing. Bagi
sebagian
orang,
aktivitas
clubbing
sangat
penting
dalam
kehidupannya. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Jackson (2003), bahwa clubbing merupakan fenomena jasmani dan mendalam, hal tersebut adalah aktivitas kesenangan yang memungkinkan kita untuk menggoyangkan tubuh dalam kehidupan sehari-hari dan merekreasikan pengalaman kita tentang dunia. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Clubbing merupakan alternatif untuk mengisi waktu di akhir pekan. Biasanya, mereka duduk-duduk di kafe, mendengarkan musik di pub, bernyanyi di rumah karaoke, menari di diskotik atau berjalan-jalan keliling kota lalu duduk-duduk di tempat tertentu hingga menjelang pagi (Ruz, 2006). Clubbing telah menjadi sebuah bentuk kesenangan masyarakat kota, dan kini telah menjadi budaya industri utama di Inggris (Lovatt, 1996, dalam Malbon, 1999). Di Indonesiapun demikian. Hasil survey (Max, 2002) menunjukkan sebesar 40% remaja kota-kota besar di Indonesia suka melakukan aktivitas dugem (Badriah, 2005). Clubbing yang lebih diidentikkan dengan kehidupan di klub dan tempat bersenang-senang anak muda lainnya, merupakan dimensi kehidupan dunia yang tergolong baru bagi Indonesia. Meskipun baru, budaya barat ini mulai menebarkan pesona dan janji kesenangan (Parahita, 2008), sehingga pada akhirnya banyak yang terpesona akan janji kesenangan yang disuguhkan oleh kehidupan malam tersebut. Penyebaran budaya clubbing terlihat sangat cepat, dan kini telah melanda kalangan menengah di Jakarta, juga kota-kota besar lain di Indonesia. Hal ini ditandai dengan berdirinya banyak klub baru. Jumlah klub musik di Jakarta hampir mencapai 30 buah (Kuswardono, 2003). Di Medan, party dan clubbing, sudah merupakan santapan sehari-hari, dan seks serta narkoba merupakan lem pengerat bagi kehidupan itu (Putra, 2008). Berdasarkan hasil observasi peneliti, banyak klub-klub malam atau diskotik yang kini bertaburan di Medan, mulai dari yang kelas atas dan menengah, seperti Retro, The Song, Selecta, Jet Plane, M. City, Soccer, Tobasa, dan lain-lain; sampai dengan klub-klub malam pinggir jalan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
yang sebagian besar tidak membuat nama pada bangunannya, seperti yang terdapat di pasar III, jalan baru (ring road) daerah Sunggal, simpang halvetia, dan daerah krakatau, yang hanya memainkan musik dengan bantuan keyboard atau VCD (Video Compact Disc) player dan DVD (Digital Versatile Disc) player. Sebagai dasar dalam menentukan aktivitas clubbing, Malbon (1999) menarik kesimpulan bahwa terdapat lima elemen konstitutif dari clubbing, yakni music, dancing, performance, crowds, dan communality. Orang-orang yang mengunjungi club atau aktif di dalam club sering disebut dengan istilah clubbers. Clubbers diarahkan kepada mereka yang memiliki hobi yang sama dan membentuk kelompok atau komunitas yang terorganisir, sebagai pengunjung setia sejumlah pub, diskotik, dan bar (Hendra&Erna, dalam Sriwijaya Post, 9 April 2006). Terdapat banyak alasan atau motif mengapa seseorang menjadi clubber, salah satunya seperti yang diungkapkan oleh Rani, seorang clubber remaja yang masih merupakan seorang siswi kelas 3 di salah satu SMA Negeri di Medan pada wawancara yang dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2008 berikut ini:
“Yah, pertamanya sih ikut party-party gitu, kak. Ya, kakak tau lah, karena pengaruh kawan. Aku diajak-ajak terus. Daripada gak enak, ya udah, aku ikut aja. Tapi, lama kelamaan jadi ketagihan clubbing. Setiap ada kawankawan yang ngajak ‘masuk’ rame-rame, ya aku ikutlah” (Komunikasi Personal, Medan, 22 Agustus 2008)
Secara sosial, seseorang yang memiliki status dan hobi atau kepentingan yang sama akan bergabung dan membentuk kelompok-kelompok. Khususnya clubbers yang menjadi tren saat ini, juga berdasarkan kepentingan dan hobi yang Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
sama dengan jenis-jenis musik seperti house musik, dan lain sebagainya. Fenomena ini merupakan gejala masyarakat perkotaan yang sudah modern (Joko Siswanto, dalam Sriwijaya Post, 9 April 2006). Seperti yang dijelaskan oleh Mutmainah (2007) (dalam Ruz, 2006), anak muda memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan berkomunitas. Mereka paling senang berkumpul bersama kelompok dan teman-teman sebayanya. Dalam bergaul ini, selalu ada tekanan dari dalam diri si anak untuk melakukan hal yang sama dengan teman satu kelompok. Tekanan itu akan membuat dia mempertanyakan kembali nilai yang selama ini telah tertanam dalam dirinya. Adanya kecenderungan merubah perilaku, keyakinan terhadap tekanan atau permintaan kelompok, atau dengan kata lain menyerah terhadap tekanan kelompok dapat kita jelaskan dengan teori konformitas. Menurut Kiesler (dalam Sarwono, 2001) konformitas adalah perubahan perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang sungguh-sungguh ataupun dibayangkan. Selain itu, Malbon (1999) menyebutkan dalam penelitiannya pada sejumlah klub malam di Inggris, bahwa motif yang mendorong seseorang untuk clubbing adalah musik (45%), sosialisasi (37%), mendapatkan suasananya (35%), dancing (27%), penggunaan obat-obatan (22%), dan bertemu partner seks (6%). Berbagai macam motif telah mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas clubbing, namun di sisi lain clubber harus dihadapkan dengan berbagai macam persepsi masyarakat tentang aktivitas clubbing tersebut. Untuk mengetahui bagaimanakah persepsi masyarakat tentang fenomena clubbing dan terhadap clubber sendiri, peneliti mengambil data awal dengan melakukan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
wawancara dengan empat orang masyarakat yang berasal dari kalangan yang berbeda (mahasiswa, ibu rumah tangga, pramusaji, dan pendeta). Dari hasil wawancara, terdapat dua responden yang menyatakan setuju terhadap aktivitas clubbing yakni sebagai berikut:
“Saya sih setuju-setuju aja. Karena biarpun saya tidak suka, tapi masih banyak orang yang suka, dan itu masalah pribadi masing-masing.” (Komunikasi Personal, Medan, 15 November 2008) “Saya setuju saja. Karena itu merupakan sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan normal. Namun, perlu ada pengawasan.” (Komunikasi Personal, Medan, 15 November 2008)
Sedangkan,
dua
orang
responden
yang
lain,
menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap aktivitas tersebut, yang terlihat dari penggalan wawancara berikut:
“Saya tidak setuju. Karena lambat laun, clubbing akan merusak moral atau kehidupan masyarakat terutama bagi generasi penerus bangsa Indonesia.” (Komunikasi Personal, Medan, 15 November 2008) “Saya tidak setuju, karena clubbing akan merusak generasi masa depan bangsa” (Komunikasi Personal, Medan, 15 November 2008)
Walaupun
terdapat
perbedaan
persepsi
terhadap
kesetujuan/ketidaksetujuan mereka terhadap clubbing, namun keempat responden tetap mengatakan bahwa clubbing identik dengan hal-hal yang negatif. Beberapa hal negatif tersebut dapat berupa mabuk-mabukan, penggunaan obat-obatan terlarang, seks bebas, dan lain-lain, sehingga diperlukan adanya penanganan atau pengawasan terhadap tempat-tempat clubbing tersebut. (Komunikasi Personal, Medan, 15 November 2008). Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Lebih lanjut, berdasarkan survei yang dilakukan Jawapos online (dalam Art&Nor, 2008) terhadap sejumlah respondennya yang merupakan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), memperlihatkan hasil bahwa; prestasi belajar teman mereka yang hobi clubbing jadi menurun (58,3 %), dan responden juga merasa dirugikan dengan kebiasaan tersebut (75,1 %). Alasannya; bisa terpengaruh ikut clubbing (39,5 %), (27,8 %), dan bisa ikut dicap nakal (14,9 %). Selain respon-respon sosial tersebut di atas, Ghazali (2004) dalam Studi Analisis Munculnya Daerah Rawan Seksual juga menyatakan, bahwa berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat saat ini sebagai dampak dari pesatnya pembangunan sarana hiburan antara lain adalah meningkatnya pergaulan seksual bebas, peredaran narkotik, eksploitasi seksual serta terjadinya komersialisasi seks di kalangan anak usia remaja. Selanjutnya,
Syahri, direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Yayasan Intan Maharani (YIM) menjelaskan berdasarkan penelitian di wilayah Palembang, yakni di Bukit Besar, Plaju, rumah susun, Sukarami, Sekip, dan wilayah Kampus, terdapat 1300 responden pelajar, mahasiswa dan remaja yang memiliki hobi clubbing, pernah melakukan hubungan seks (Ypha, dalam Koran Sindo, 2008). Bahkan, berdasarkan hasil Studi Analisis Munculnya Daerah Rawan Seksual di beberapa kota besar di Indonesia, dimana ada tempat berkumpul anak muda, baik diskotik, mal, kafe, tempat makan, salon, dan tempat lainnya, maka di situlah akan muncul sebagian kecil anak muda yang mencari peruntungan dengan menjadi penjaja seks (Ghazali, 2004).
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Sejak dahulu diskotik memiliki fungsi tambahan yaitu sebagai tempat orang melakukan aktivitas seks. Dan para pelakunya biasanya sudah dalam keadaan setengah sadar, pandangan semacam ini bertambah banyak apabila waktu kian merambat pagi (Stevanio, 2007). Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil pengamatan peneliti di sebuah klub malam di Medan, pada tanggal 20 Agustus 2008, mulai pukul 11.15 WIB sampai dengan tanggal 21 Agustus 2008 pukul 01.20 dini hari. Para pengunjung klub tersebut tidak segan-segan lagi untuk melakukan aktivitas seksual di tengah hiruk pikuk kerumunan orang-orang dan musik yang berdetak keras, mulai dari sekedar kissing, necking, touching, dan lain-lain, yang tidak dapat penulis amati secara terperinci. Penulis sendiri sempat melihat adegan dimana seorang wanita dikerumuni oleh beberapa lelaki. Selain minuman beralkohol dan seks, diskotik dan tempat hiburan malam umumnya juga 'dekat’ dengan narkoba. Perkembangannya mulai terjadi pada tahun 1996, ketika pil ekstasi atau inex mulai masuk ke Indonesia. Pil yang bisa mendorong euforia itu hanya cocok dikonsumsi dengan iringan musik yang keras. Fenomena ini mendorong makin banyak orang mendatangi diskotik, untuk mendengarkan
musik
house.
Menurut
seorang
clubber
berpengalaman,
penggunaan inex mampu menstimulasi seseorang menyatu dengan musik house (Kuswardono, 2003). Dalam kehidupan malam di kota Medan, ekstasi muncul sekitar tahun 1994. Kemudian, tahun 1998 – 1999 muncullah demam shabu-shabu (Putra, 2008). Lebih lanjut, Siswanto (2006) (dalam Sriwijaya Post, 2006), seorang pengamat sosial, mengatakan bahwa sudah tidak asing lagi dunia gemerlap atau Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
kehidupan malam sangat kental dengan dunia narkoba. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan responden bernama Kana (bukan nama sebenarnya), pada wawancara yang dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2008: “Iya, kita pakai inex. Aku sendiri paling sedikit setengah butir, paling banyak tiga setengah butir. Harga per butirnya mahal, sekitar Rp. 180.000,- sampai Rp. 200.000,-“ (Komunikasi Personal, Medan, 22 Agustus 2008)
Image sebagian besar orang tentang clubbing memang cenderung buruk, namun kita tidak bisa menutup mata bahwa tidak selamanya yang namanya clubbing tersebut buruk. Dari clubbing, ada juga hal yang bisa diambil hikmahnya. Sosialisasi dan mengerti kehidupan di luar, menjadi salah satu hal positif yang bisa diambil dari dunia clubbing. Sebagai contoh, rasa persaudaraan, empati, dan solidaritas dari orang-orang di dunia malam cukup tinggi. Tetapi di sisi lain, tetap saja banyak persoalan yang muncul manakala kita memasuki dunia malam (Tari & Susanto A., 2008). Sebagai contoh adalah persoalan manakala dicap negatif oleh masyarakat, dan persoalan kelompok-kelompok atau geng-geng di dalam klub itu sendiri, seperti yang diungkapkan responden bernama Bito (nama samaran) saat penulis melakukan wawancara personal pada bulan Februari 2008: “Ya maksudnya kan, gimana ya, kita mati besok juga gada yang tau kan..selama hidup kita uda gini, masak mati dikenang sebagai orang yang gini..” (Komunikasi Personal, Medan, 18 Februari 2009) “Apa yah, ya itu sih...masalah kubu..” (Komunikasi Personal, Medan, 18 Februari 2009) “Kayak geng-geng gitu..Kelompok ini kelompok itu..Makanya Bito memutuskan bersolo karir..” (Komunikasi Personal, Medan, 18 Februari 2009) Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Dengan kata lain, ada dilema yang kita dapatkan manakala kita memasuki dunia clubbing. Indonesia sebagai penganut budaya timur, sangat bertentangan arus dengan aktivitas clubbing yang diserap dari budaya barat tersebut. Budaya dunia malam di Indonesia adalah sasaran yang mudah untuk diselubungkan dengan citra negatif. Pengikutnya seringkali dianggap sebagai segerombolan anak muda yang hedonis dan penganut sekularisme. Pendek kata, glamor itu salah, kesenangan adalah dosa (Marisaduma, 2007). Sehingga, segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia malam seringkali dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan harus dihindari. Lebih lanjut, Marisaduma (2007) menyatakan bahwa kita bisa melihat adanya sebuah kontradiksi: di satu sisi mereka dieksploitasi oleh industri sebagai orang yang ‘cool’, sukses, gambaran konsumen masa kini; di sisi lain, dicap oleh masyarakat sebagai hedonis, penganut seks bebas dan orang yang suka menghambur-hamburkan uang. Suatu hal yang tidak dapat kita pungkiri, bahwa sampai sekarang masih tetap ada stigma bahwa mereka yang bergaul dalam kehidupan malam, pasti tak lepas dari sisi negatif. Seks bebas, narkoba, prostitusi atau apapun yang membuat pikiran orang terlanjur dikotori. Tapi mungkin bukan hal bijaksana bila kita kemudian membuat generalisasi di sana. Bahwa memang masih ada hal-hal negatif, memang harus diakui. Tetapi bahwa ada banyak orang yang tetap lurus dalam koridor dan memang hanya sekadar melepas kepenatan, tak bisa juga kita lupakan. Banyak juga komunitas yang berkecimpung di dunia malam masih memegang teguh norma yang berlaku. Tetapi di sinilah letak Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
tantangan kehidupan malam, juga bagi mereka yang coba bergelut di dalamnya (Kandores, 2006). Budaya malam adalah alat peer-pressure atau tekanan dari teman sebaya dimana mereka mempelajari suatu susunan nilai yang baru, bukan pada apa yang benar atau salah, tetapi lebih kemampuan mereka mengikuti perkembangan jaman. Ini adalah saat dimana mereka berkembang dan menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Pilihan mereka sendiri terpapar di depan mereka: apakah mereka mau mengkonsumsi ekstasi, minum alkohol sampai mabuk, menemukan cinta, atau hanya mendengarkan musik, dan mungkin menghabiskan uang mereka. Pilihan itu ada di tangan mereka sendiri, dan apapun yang mereka pilih, apapun konsekuensi yang mereka ambil, itu akan membentuk karakter mereka (Marisaduma, 2007). Hal tersebut terjadi pada responden penelitian bernama Bito (nama samaran) yang terungkap pada saat penulis melakukan wawancara di bulan Februari 2009: “Habis itu aku tetap juga di Jakarta, tanpa ada pekerjaan sama sekali. Yaa, aku banyak dapat kawan disana, merekalah yang mengajari aku apa yang namanya kehidupan, inilah yang namanya kehidupan.” (Komunikasi Personal, Medan, 09 Februari 2009) “Maksudnya aku tau dunia malam, aku tau obat-obatan, aku tau seks bebas, pokoknya yang bisa menyenangkan diri aku.” (Komunikasi Personal, Medan, 09 Februari 2009)
Terpampangnya berbagai macam pilihan dalam kehidupan seseorang, terutama yang berkaitan dengan dunia clubbing ini, tentunya melibatkan berbagai macam unsur psikologis dalam rangka mencapai suatu tindakan atau tingkah laku. Lewin (dalam Sarwono, 2002) menyebutkan bahwa persepsi dan tingkah laku Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
seseorang tidak hanya ditentukan oleh bentuk keseluruhan atau sifat totalitas dari rangsang atau emergent, tetapi ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (forces) yang ada dalam lapangan psikologis (psychological field) seseorang. Lapangan psikologis ini terdiri dari rangsang-rangsang di luar maupun sistem motivasi dan dorongan-dorongan di dalam diri orang yang bersangkutan. Tiap-tiap unsur dalam lapangan psikologis itu, baik berupa objek maupun dorongan dalam diri, mempunyai vector (vektor), yaitu semacam nilai, positif atau negatif. Saling pengaruh-mempengaruhi
antara
vektor-vektor
inilah
yang
menghasilkan
kekuatan-kekuatan (forces) tersebut. Ada kalanya vektor-vektor di dalam lapangan kehidupan seseorang saling bertentangan dan tarik-menarik, sehingga seseorang dapat mengalami konflik (pertentangan batin) (Sarwono, 2002). Demikian halnya yang dialami clubber, di atas berbagai konsekuensi negatif dari clubbing yang kerapkali dihubungkan dengan citra, image, atau persepsi masyarakat terhadap clubber, di dalam diri clubber itu sendiri juga terdapat pertentangan atau penolakan ketika mereka mulai menapaki pintu gerbang dunia malam. Hal tersebut terungkap dalam wawancara dengan responden bernama Bito (nama samaran) yang dilakukan pada tanggal 09 Februari 2009: “Masuk aja, liat-liat dulu keadaan. Tapi aku perhatiin mereka koq nyantai gitu. Yah pertamanya diri aku nolak, hati aku tuh nolak.” (Komunikasi Personal, Medan, 09 Februari 2009)
Demikian juga ketika para clubber telah menekuni dunia clubbing tersebut sebagai santapan sehari-harinya, kadangkala clubber masih merasakan adanya konflik di dalam jiwa mereka, seperti halnya yang diungkapkan Bito (nama Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
samaran), masih dalam wawancara yang dilakukan pada tanggal 09 Februari 2009: “Ya itu, aku tuh menolak, enggak, gak mau lagi. Hatinya sih pengen, tapi jiwaku nolak.” (Komunikasi Personal, Medan, 09 Februari 2009)
Menurut Lewin, konflik adalah suatu keadaan dalam lapangan kehidupan seseorang dimana adanya daya-daya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama. Konflik itu sendiri terjadi karena adanya tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan. Konflik ini kalau tidak segera diselesaikan dapat menyebabkan frustasi dan ketidakseimbangan kejiwaan (Sarwono, 2002). Konflik merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan manusia (Deutsch, 1994). Konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling mengganggu satu sama lain (Lahey, 2003). Kita cenderung mendekati (approach) hal yang kita inginkan, dan, menghindari (avoidance) hal yang tidak kita inginkan. Ada empat jenis utama konflik (Lewin, 1931; Miller, 1944 dalam Lahey, 2003), yaitu approachapproach conflict, avoidance-avoidance conflict, approach-avoidance conflict, dan multiple approach-avoidance conflict, yang selanjutnya akan penulis jelaskan di Bab 2. Berangkat dari pemaparan di atas peneliti tertarik dan memfokuskan arah penelitian ini berdasarkan satu kasus yang menyangkut kehidupan seorang clubber yang bernama Bito (nama samaran). Bito adalah seseorang yang sudah
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
sejak awal tahun 2006 menjadi seorang clubber. Penulis meminta kesediaan subjek pada waktu perkenalan, dan subjek setuju untuk diwawancarai lebih lanjut. Bito adalah seorang lelaki berumur 23 tahun, berkulit putih, bertubuh tinggi besar dengan tinggi 180 cm, dan berat 90 kg, hidung mancung, berambut hitam, memiliki tahi lalat di pipi sebelah kiri, dan bola mata berwarna cokelat tua. Bito saat ini tidak lagi menjalani perkuliahan dan juga tidak sedang memiliki pekerjaan tetap. Bito kini tinggal di sebuah kamar kost-kostan di Medan dengan 2 (dua) orang penghuni lain di dalam kamarnya. Kedua orangtua Bito tinggal di Banda Aceh. Ayahnya adalah seorang pegawai negeri, dan Ibunya dulu berdagang namun sekarang menjadi seorang Ibu rumah tangga biasa. Bito adalah anak bungsu dari empat orang bersaudara. Ia memiliki dua saudara perempuan dan satu saudara laki-laki yang semuanya telah menikah dan memiliki anak. Bito mengakui bahwa ia jarang berkomunikasi dengan keluarganya, dan hubungannya dengan saudara-saudaranya juga biasabiasa saja. Bito juga mengakui bahwa semasa kecil ia merasa kesepian serta kurang kasih sayang dari orangtuanya, karena kesibukan kedua orangtuanya yang bekerja. Ia lebih sering menjalani kesehariannya ditemani pembantu atau tantenya. Masa kecil sampai SMA dijalani Bito bersama orangtuanya di Banda Aceh. Setelah itu, ia melanjutkan kuliah di Medan, yang kemudian berhenti karena Bito dikuasai oleh rasa malas. Awal tahun 2006 Bito memutuskan untuk mencari kerja di Jakarta. Kemudian ia menyetujui kontrak kerja dengan salah satu perusahaan agency model di Jakarta sebagai pengurus bagian administrasi. Empat bulan setelahnya ia pulang ke Aceh untuk mengunjungi keluarganya, dan Bito pun Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
ikut menjadi korban Tsunami. Setelah itu, ia kembali lagi ke Jakarta untuk meneruskan kontrak kerjanya, dan sehabis kontrak dengan agency model tersebut, Bito melanjutkan pekerjaan sebagai seorang bell boy di salah satu hotel di Jakarta. Karena kinerjanya dianggap bagus oleh pihak hotel, lantas Bito mengikuti ujian dan lulus menjadi resepsionis di hotel tersebut. Di sela-sela kesibukan pekerjaannya, Bito menyempatkan diri bergaul dengan teman-teman yang dikenalnya di Jakarta. Teman-teman sepergaulannyalah yang akhirnya mengenalkan Bito kepada dunia malam. Pada awalnya Bito menolak untuk mengikuti segala kegiatan di dalam klub malam yang dikunjunginya bersama teman-temannya. Akan tetapi, didorong oleh rasa ingin tahu dan rasa penasaran, serta rasa haus akan penghasilan yang berlebih, Bito pun akhirnya ketagihan menggeluti dunia clubbing. “Masuk aja..liat-liat dulu keadaan..tapi aku perhatiin mereka, koq nyantai gitu..yah, pertamanya diri aku nolak, hati aku tuh nolak..tapi kupikir-pikir, dengan gaji yang hanya 2 juta, itu kurang..lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan..dari situlah aku berani terjun ke dunia malam tersebut..” (S. W1/b. 126-132/hal. 5) “Ya aku kepengen nyoba gitu..karena aku pikir aku uda dewasa, aku pengen..gimana sih dunia malam? Gimana sih dugem itu? Gimana sih rasanya? Aku kan kepengen coba..tiap orang kan pasti ada rasa..mh..penasaran..tapi aku jadi ketagihan..hehe..” (S. W1/b. 146150/hal. 6)
Meski pada awalnya Bito masih diliputi oleh rasa takut, namun lama kelamaan Bitopun akhirnya mengikuti jejak teman-temannya dengan menjalankan aktivitas-aktivitas clubbing tersebut. “Iyah, aku tuh sebenarnya takut..abis itu yah, sekali dua kali aku masih takut, tapi yang ketiga kali dan seterusnya, aku uda terbiasa, dan aku ngikutin jejak mereka..” (S. W1/b. 193-196/hal. 7) Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
“Aku..pertama kali coba, eh, shabu..karena aku heran, kawan aku koq bisa sih satu maleman koq ga tidur..” (S. W1/b. 198-200/hal. 7) “Dari shabu, aku coba pil..ecstacy..” (S. W1/b. 210/hal. 7) “Haha..kalau minum itu udah kayak air putih..”(S. W1/b. 230/hal. 7) “Yah,ujung-ujungnya, pasti...bercinta..” (S. W1/b. 239/hal. 8)
Bito akhirnya merasa ketagihan, dan kemudian tidak bisa lepas dari dunia clubbing. Hari-harinya lantas dipenuhi dengan segala aktivitas clubbing tersebut. Bito tidak pernah absen memasuki klub malam. Di dalam dunia itulah Bito mengaku mendapatkan kesenangan, dan ketenangan jiwa di tengah-tengah rasa stres dan kesulitan-kesulitan hidupnya. Bito pun menyukai pergaulan orang-orang di dalam klub malam tersebut. “Ya, pertama kali aku tahu dunia clubbing itu, menurut aku, hm, apalagi kita punya kegiatan, kerja ya, yang stres, yang..pokoknya yang buat ribet lah, rumit, kita bisa melampiaskannya disitu, gitu..” (S. W2/b. 18-25/hal. 15) ”Jadi terlepas dari beban, apalagi kalau uda pakai minuman dan obatobatan..” (S. W2/b. 27-29/hal. 15) ”Yaa..yg Bito suka di clubbing itu, satu pergaulannya, pergaulannya orang itu tidak munafik gitu. Trus, kalau misalnya musiknya itu bisa membuat kita itu tenang, kacau-kacau, masalah pekerjaan tu tenang, pokoknya kita tu bahagia disana..” (S. W5/b. 3-10/hal. 31)
Bito menikmati musik, dan menari (dancing) sebagai bagian dari clubbing, namun merasa hal tersebut tidak lengkap tanpa obat-obatan dan minuman keras. ”Kalau menurut Bito, kalau cuma sekedar musiknya aja, itu biasa aja..tapi kalau udah ‘itu’ (minum dan obat-obatan), kita bisa menikmati sampai ke darah..darah pun ikut bermain..” (S. W2/b. 33-39/hal. 15-16)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Suatu waktu, Bito merasakan bahwa lama-kelamaan teman-temannya memanfaatkan dia untuk dijual, sehingga iapun akhirnya menjalankan ‘bisnis dunia malam’, sama seperti yang dilakukan teman-temannya. “Akhirnya aku pindah dari kostan, ke rumah susun..pertama rasa dendam aku ada, aku harus lebih dari mereka..” (S. W1/b. 299-301/hal. 9) “Aku jual pacar aku sendiri..” (S. W1/b. 313/hal. 9) “Ya kalau ada tawaran mau aku, kenapa nolak? Kenapa? Rejeki gak halal? Aduh, gak usah cerita halal gak halal deh zaman sekarang ini..” (S. W1/b. 366-368/hal. 10)
Lama-kelamaan, akibat pergaulannya akhirnya Bito menjadi seorang biseksual, dan menjalin hubungan dengan seorang pria pengedar narkoba. Mereka hidup berdua di dalam rumah susun tersebut. Pasangan Bito menginginkan Bito berhenti bekerja, karena ia sanggup membiayai kehidupan Bito, sehingga akhirnya Bito pun tidak bekerja lagi. Walaupun demikian, sekarang Bito tetap merasakan adanya penolakan di dalam dirinya, dan merasakan adanya penyesalan atas semua perbuataanya, sehingga Bito ingin berubah. “Aku tuh uda nyesal..aku tuh pengen berubah sedikit demi sedikit..” (S. W1/b. 507-508/hal. 13) “Satu ya, Bito tuh pengen berubah karena dorongan diri..Aku tuh pengen menunjukkan sesuatu yang berbeda, kita kan gak tahu kapan ajal..dari situ Bito ingin berubah..” (S. W2/b. 45-51/hal. 16) “Aku target berubah aku umur 30 tahun, target menjadi dewasa 30 tahun, gak akan mengulangi kelakuan aku lagi yang sekarang.” (S. W1/b. 517-519/hal. 13) “Iya, stop clubbing, stop obat, stop seks bebas..tapi yang gak bisa aku hilangkan, rokok aku tu..hehe..” (S. W1/b. 521-522/hal. 14) Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
“Aku tuh pengen berubah, ya karena mamaku..Mamaku selalu nasehatin, memang sih sudah aku langgar, tapi aku kepingin ngebahagiain orangtuaku, di saat-saat tuanya..” (S. W2/ b. 58-65/hal. 16) “Sangat menyesal..Kenapa sih Bito bisa terjun ke dunia itu..Tapi memang sih menyesal itu datangnya belakangan..Tapi Bito gak mau menyesal untuk penyesalan yang sangat besar, penyesalan kedua..” (S. W2/b. 207-214/hal. 19)
Banyak hal yang terjadi di dalam kehidupan Bito sebagai seorang clubber, terutama konflik yang terjadi di dalam kehidupannya, dan konflik hanya dapat dipahami oleh orang yang mengalaminya, sehingga peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai konflik yang dialami clubber tersebut. Peneliti berharap akan dapat tergali lebih banyak lagi mengenai konflik kehidupan seorang clubber khususnya Bito, dan bagaimana ia mengatasinya, sehingga dapat menambah informasi dan menjadi sesuatu yang bermanfaat.
B.
PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui beberapa hal yang
dirumuskan dalam beberapa pertanyaan di bawah ini : 1. Bagaimana konflik yang dihadapi seorang clubber. 2. Tipe-tipe konflik apa yang dihadapi seorang clubber. 3. Bagaimana seorang clubber menghadapi konflik di dalam kehidupannya.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
C.
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh pemahaman
mengenai konflik kehidupan seseorang clubber.
D.
MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis, antara
lain: 1. Dapat memberikan masukan dan sumber informasi bagi disiplin ilmu psikologi terutama pada bidang sosial, mengenai konflik kehidupan seorang clubber. 2. Dapat menjadi masukan bagi para peneliti lain yang tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai konflik kehidupan seorang clubber.
2.
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara
lain: 1. Menggambarkan bagi pembaca mengenai konflik kehidupan seorang clubber. 2. Menjadi sumbangan informasi bagi keluarga atau lingkungan sekitar clubber agar dapat memberikan pengawasaan dan dukungan yang positif hingga para clubbers dapat mencegah dan menghindari dampak-dampak negatif dari aktivitas clubbing. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
3. Memberikan informasi kepada pengamat sosial. 4. Memberikan informasi kepada Departemen Sosial. 5. Memeberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan kepada Dinas Pariwisata. 6. Dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini.
E. Sistematika Penulisan Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penelitian sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan Bab I berisi tentang uraian singkat mengenai latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II
:
Landasan Teori
Bab II berisi uraian teori yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Clubber, yang terdiri dari pengertian clubbing, elemen konstitutif dari clubbing, dan pengertian clubber, serta teori konflik, yang terdiri dari pengertian konflik, teori lapangan, dan tipe-tipe konflik.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
BAB III
:
Metode Penelitian
Dalam bab ini akan dijelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah metode penelitian kualitatif, partisipan dan lokasi penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian, teknik pengambilan sampel, alat bantu pengumpulan data, lembar observasi partisipan, kredibilitas (validitas) penelitian, prosedur penelitian serta teknik dan proses pengolahan data.
Bab IV
:
Analisa Data dan Hasil Analisa Data Bab ini menguraikan mengenai hasil analisa data wawancara yang berupa analisa data partisipan yang meliputi kondisi sebelum partisipan menjadi clubber, dan saat menjalani kehidupan sebagai clubber.
Bab V
:
Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Bab ini menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai konflik kehidupan seoreang clubber. Kesimpulan berisikan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan dan terdapat diskusi terhadap data-data yang tidak dapat dijelaskan dengan teori atau penelitian sebelumnya karena merupakan hal baru, serta saran yang berisi saran-saran praktis sesuai dengan hasil dan masalahmasalah
penelitian
serta
saran-saran
metodologis
penyempurnaan penelitian lanjutan. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
untuk
BAB II LANDASAN TEORI
A. CLUBBER 1. Pengertian Clubbing Clubbing adalah pengalaman yang sangat spesial, sangat sulit untuk menggambarkannya. Klub menawarkan pengalaman sensori secara total. Cahaya lampu, musik yang keras dan berkelanjutan, alkohol, dan apapun yang digunakan untuk mendukung atmosfernya (Barry, 2005). Jackson (2003) menyatakan bahwa clubbing merupakan fenomena jasmani dan mendalam, hal tersebut adalah aktivitas kesenangan yang memungkinkan kita untuk menggoyangkan tubuh dalam kehidupan sehari-hari dan merekreasikan pengalaman kita tentang dunia. Sedangkan menurut O’Hara&Brown (2006), clubbing hanyalah mengenai sekelompok orang yang datang bersama-sama untuk mendengarkan musik pada waktu dan tempat tertentu. Clubbing adalah sebuah kata kerja yang berasal dari kata club. Dapat kita simpulkan bahwa clubbing adalah bergabung, berkumpul dalam sebuah kelompok atau klub untuk tujuan tertentu; dalam hal ini bergabung atau berkumpul di nightclub.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
2. Elemen Konstitutif Dari Clubbing Malbon (1999) menyebutkan lima elemen konstitutif dari clubbing, yakni: 1. Music Pengalaman clubbing terutama berbicara mengenai musik dan pemahaman clubber terhadap musik tersebut. Pada satu pemahaman, musik muncul sebagai suatu esensi dari clubbing, mengenai apa sebenarnya clubbing itu dan apa yang dilalui dan ada di sekeliling clubbers. Musik menunjukkan hubungan yang kuat kepada struktur sosial, tidak hanya merepresentasikan hubungan sosial, tapi juga sekaligus menetapkannya (van Leeuwen, 1988). Musik memainkan peran yang penting dalam pembentukan identitas dan komunitas (Firth, 1996), dimana anak muda terutama menggunakan musik untuk mengkondisikan diri mereka melalui sejarah, budaya, politik (Firth, 1992), dan style (Malbon, ,1999).
2. Dancing Dancing adalah bentuk ekspresif utama dimana musik dipahami dan dinikmati selama pengalaman clubbing. Tidak dapat dipisahkan dari musik, dancing adalah mengenai apa sebenarnya clubbing itu, dan merupakan hal yang kebanyakan clubber lakukan selama clubbing. Dancing adalah model dari perilaku dimana hubungan antara pergerakan dan pikiran (motion dan emotion) itu penting, bahkan jika hubungan ini sulit diungkapkan para dancer dan menjadi masalah bagi peneliti untuk mendefenisikannya. Dancing adalah bentuk utama dari komunikasi atau Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
bahasa tubuh dan model ekspresi, suatu penampilan dimana komunikasi verbal ditambah dan terkadang digantikan, secara intensif maupun berulang-ulang. Dancing di dalam clubbing dapat dikonsepsualisasikan sebagai bentuk ekspresif dari pemikiran, penalaran, perasaan, dan proses yang dapat dibangun melalui hubungan yang kuat antara clubber dan clubbing crowd, dan selanjutnya antar clubbing crowd dengan society dimana itu ada. Dancing dapat menjadi bentuk dari ritual seks (McRobbie, 1991), bentuk ekspresi (Storr, 1992), jenis exercise (McRobbie, 1994), bentuk individuasi juga bentuk kesatuan (Frith, 1996), bahasa (Shepherd, 1991), bahasa yang tidak tertulis (Frith, 1995). Dancing dalam clubbing bisa mengenai kesenangan, melarikan diri, mengenai bersama-sama atau terpisah, menganai interaksi seksual atau penampakan diri, mengenai mendengar musik, dan bahkan bentuk perwujudan dari resistansi dan sumber vitalitas personal dan sosial.
3. Performance Performance juga merupakan bagian penting dalam clubbing karena individual belajar tidak hanya tentang komoditas dan kegunaan serta artinya, namun juga tentang gaya dari presentasi diri, teknik ekspresi tubuh, dan kompetensi serta keahlian.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
4. Crowds Menurut Canetti (1973), crowds memungkinkan pengalaman ‘kehilangan diri’ (loss of self) diantara mereka yang berada di dalam crowds tersebut. Bagi Canetti, crowds adalah mengenai kepemilikan dan kekuatan yang disediakan oleh rasa kepemilikan ini. Clubbing crowds merupakan dasar dalam
pembentukan
kepemilikan
(belongings)
dan
indentifikasi
(indentification), seperti menjadi kumpulan untuk kenikmatan tubuh dalam mengikuti musik dan pergerakan yang secara luas membangun pengalaman clubbing.
5. Communality Sosialisasi adalah lem perekat bagi komunitas sementara, seperti ketika bersama-sama di lantai dansa (tanpa membuat komunitas). Sementara, komunitas mengacu pada pengembangan pemahaman dari clubbing untuk mengasumsikan perbedaan dari clubbers dalam crowds; proses konformitas dan kesamaan sosial. Yang menjadi esensi komunitas adalah bahwa clubber memahami kerumunan (crowds) dimana mereka menjadi bagian, menjadi berbeda, dan menemukan pemahaman tersebut dalam pengalaman mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Mutmainah (2007) (dalam Ruz, 2006), anak muda memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan berkomunitas. Dalam bergaul ini, selalu ada tekanan dari dalam diri si anak untuk melakukan hal yang sama dengan teman satu kelompok. Tekanan itu akan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
membuat dia mempertanyakan kembali nilai yang selama ini telah tertanam dalam dirinya
3. Clubber Orang yang mengunjungi klub atau aktif di dalam klub sering disebut clubber. Clubbers disebut juga sebagai orang-orang yang sering mengunjungi klub (Wikipedia, 2008). Clubbers diarahkan kepada mereka yang memiliki hobian yang sama dan membentuk kelompok atau komunitas yang terorganisir, sebagai pengunjung setia sejumlah pub, diskotik, dan bar (Hendra&Erna, dalam Sriwijaya Post, 9 April 2006). Tidak terdapat batasan tersendiri untuk mendefenisikan seorang clubber, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa clubbers adalah istilah bagi orang-orang yang secara aktif mengunjungi klub atau dengan kata lain, mengunjungi klub dalam frekuensi yang tinggi.
B. KONFLIK 1. Pengertian Konflik Berdasarkan Lahey (2003) konflik adalah keadaan dimana dua atau lebih motif tidak dapat dipuaskan karena mereka saling mengganggu satu sama lain. Dalam penelitian ini, pengertian konflik merujuk pada defenisi yang dikembangkan oleh Kurt Lewin. Dalam Lindzey & Hall (1985) dinyatakan bahwa konflik adalah keadaan dimana daya di dalam diri seseorang berlawanan arah dan hampir sama kekuatannya. Kedudukan psikologis dari konflik muncul ketika berada di bawah tekanan untuk merespon secara simultan dua atau lebih daya Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
yang tidak sejalan. Dalam studi psikologi, konflik biasanya diklasifikasikan berdasarkan nilai positif atau negatif dari pilihan. Lindzey & Hall (1985), mengacu pada Lewin, menambahkan bahwa konflik terjadi pada lapangan kehidupan seseorang. Lapangan kehidupan seseorang terdiri dari orang itu sendiri (person) dan lingkungan psikologis (psychological environment) yang ada padanya pada suatu saat tertentu (Lewin, dalam Sarwono, 1998). Konflik itu sendiri terjadi karena seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan. Bila dua motif saling bertentangan, kepuasan motif yang satu akan menimbulkan frustasi pada motif yang lain. Misalnya, seorang siswa mungkin tidak berhasil memperoleh pengakuan sebagai atlet terkenal, tetapi berhasil mencapai nilai yang dibutuhkan untuk dapat diterima di fakultas hukum. Bahkan, meskipun hanya melibatkan satu macam motif, konflik bisa timbul jika tujuan dapat dicapai melalui berbagai cara. Misalnya, seseorang yang dapat melanjutkan pendidikannya di berbagai perguruan tinggi, tetapi pemilihan perguruan tinggi mana yang akan dimasuki bisa menimbulkan situasi konflik. Meskipun akhirnya tujuan itu dapat dicapai, gerak ke arah tujuan itu terganggu oleh keharusan untuk menentukan pilihan. Kadang-kadang konflik dapat timbul antara motif dan norma internal seseorang, dan bukan antara dua tujuan eksternal. Hasrat seksual seseorang bisa bertentangan dengan normanya tentang perilaku sosial yang pantas. Seringkali konflik antara motif dan norma internal lebih sulit diselesaikan dibandingkan konflik antara dua tujuan eksternal (Atkinson dkk, 1999). Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Sebelum konsep mengenai konflik dibahas lebih jauh, terlebih dahulu perlu dipahami konsep lapangan kehidupan. Berikut ini akan diuraikan teori Kurt Lewin (1951) mengenai Lapangan Kehidupan berikut konsep-konsep yang mendasarinya, diikuti dengan uraian mengenai berbagai tipe konflik.
2. Teori Lapangan Teori Lapangan (Field Theory) terutama dikembangkan oleh Kurt Lewin. Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran Psikologi Gestalt, sehingga tidak heran jika teori lapangan juga mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau bagianbagian di dalam studinya tentang jiwa manusia (Sarwono, 1998). Konstruk yang terpenting dari teori ini tentunya adalah lapangan itu sendiri, yang dalam psikologi diartikan sebagai lapangan kehidupan (life space).
a. Lapangan Kehidupan Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari orang itu sendiri (person) dan lingkungan psikologi (psychological environment) yang ada padanya suatu saat hanya memperhitungkan hal-hal yang ada bagi individu yang bersangkutan. Artinya, apa yang ada bagi individu belum tentu ada secara obyektif, sedangkan apa yang ada secara obyektif belum tentu ada secara subyektif. Disini tampak bahwa yang lebih dipentingkan adalah deskripsi yang subyektif. Lapangan kehidupan terbagi-bagi dalam wilayah-wilayah (region) atau disebut juga lingkungan kehidupan (life-sphere). Lingkungan kehidupan ini ada Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
yang sifatnya nyata (reality) seperti ibu, teman, pekerjaan, dan ada pula yang maya (irreality) seperti cita-cita atau harapan. Jadi, lapangan kehidupan memiliki dimensi nyata-maya (dimensi R-I). Dimensi kedua dari lapangan kehidupan adalah kecairan (fluidity) dari region-region di atas. Kecairan berarti dapat terjadi gerak, perpindahan dari suatu wilayah ke wilayah lain. Dan hal ini tergantung pada keras atau lunaknya dindingdinding pembatas dari masing-masing region dalam lapangan kehidupan itu. Perlu pula dicatat, lingkungan psikologi (psychological environment) tidak sama dengan lingkungan fisik. Lingkungan psikologi seseorang harus dipahami dari sudut pandang orang itu sendiri, atau dengan kata lain: seperti adanya bagi orang itu pada waktu tertentu (as it exists for him at the time). Lingkungan psikologi itu sendiri mencakup unsur-unsur yang berada di sekitar orang tersebut, baik disadari maupun tidak disadari.
b.Tingkah Laku dan Lokomosi Menurut Lewin (dalam Sarwono, 1998), tingkah laku adalah lokomosi (locomotion) yaitu perubahan atau gerakan pada lapangan kehidupan. Lokomosi terjadi karena adanya “komunikasi” antara dua wilayah dalam lapangan kehidupan seseorang. Komunikasi antara dua wilayah itu menimbulkan ketegangan (tension) pada salah satu wilayah. Ketegangan menimbulkan kebutuhan (need) dan kebutuhan inilah yang menyebabkan tingkah laku. Penjabaran mengenai kebutuhan dan pemuasannya, dijelaskan oleh Maslow (dalam Schultz, 1994) dalam bentuk Hirarki Kebutuhan, yaitu: Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
I. Psychological needs (kebutuhan fisiologis), meliputi: kebutuhan untuk makan, minum, udara, tidur, seks. II. Safety needs (kebutuhan rasa aman), meliputi: kebutuhan untuk merasa aman, stabil, bebas dari rasa takut dan cemas. III. Belongingness and love needs (kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki). Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam beberapa cara, melalui hubungan yang dekat dengan teman, kekasih atau pasangan, atau melalui hubungan sosial yang dibentuk dalam suatu kelompok. IV. Esteem needs (kebutuhan akan penghargaan), meliputi: kebutuhan untuk merasa dihormati dalam bentuk status, pengenalan, ataupun, kesuksesan dalam lingkungan sosial. V. Need for self actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri), meliputi: kebutuhan akan pemenuhan potensi dan kemampuan diri. Di samping lima kebutuhan dasar di atas, Maslow juga memasukkan dua kebutuhan lainnya ke dalam cognitive needs yaitu need to know (kebutuhan untuk mengetahui) dan need to understand (kebutuhan untuk memahami). Lewin sendiri (dalam Sarwono, 1998) merepresentasikan kebutuhan (need) sebagai suatu sistem yang berada dalam keadaan ketegangan, dan pemuasan kebutuhan sebagai pelepasan ketegangan sistem tersebut. Sebelum kebutuhan bisa menimbulkan lokomosi, masih ada batas-batas (barrier) dari wilayah-wilayah yang bersangkutan. Kalau batas itu kaku dan kenyal, maka batas itu akan sukar ditembus oleh daya (force) yang ada dalam lapangan kehidupan sehingga sulit terjadi lokomosi. Sebaliknya kalau batas itu Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
lunak maka terjadi pertukaran daya antar wilayah sehingga wilayah-wilayah yang berkomunikasi itu berada dalam tingkat ketegangan yang seimbang kembali. Menurut Lewin (dalam Sarwono, 1998), karakteristik utama dari perilaku adalah: a) perilaku selalu terjadi dalam lingkungan psikologis tertentu; dan b) perilaku bersifat terarah atau memiliki arah. Konsep arah (direction) mengacu pada perubahan suatu aktivitas ke aktivitas lain. Aktivitas itu sendiri merupakan wilayah (region) dalam lapangan kehidupan orang yang bersangkutan, pada saat berlangsungnya perilaku. Oleh karena itu, konsep arah melibatkan dua wilayah. Wilayah pertama merupakan wilayah bagi aktivitas yang sedang berlangsung, dan wilayah kedua adalah wilayah yang membuat seseorang bergerak untuk mendekati dan menjauhinya.
c. Daya (Force) Defenisi daya adalah suatu hal yang menyebabkan perubahan. Perubahan dapat terjadi jika pada suatu wilayah ada valensi (valence) tertentu. Valensi dapat bersifat negatif atau positif tergantung pada daya tarik atau daya tolak yang ada pada wilayah tersebut. Kalau suatu wilayah mempunyai valensi positif, maka akan menarik daya-daya dari wilayah-wilayah lain untuk bergerak menuju ke arahnya bersifat negatif atau positif tergantung pada daya tarik atau daya tolak yang ada pada wilayah tersebut. Kalau suatu wilayah mempunyai valensi positif, maka akan menarik daya-daya dari wilayah-wilayah lain untuk bergerak menuju ke arahnya. Sebaliknya, jika valensi yang ada pada suatu wilayah negatif, maka daya-daya yang ada akan menghindar atau menjauhi wilayah tersebut. Valensi itu sendiri Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menghambat. Salah satu faktor yang dapat menghambat kekuatan valensi adalah “jarak psikologis”. Jarak psikologis tidak identik dengan jarak fisik walaupun keduanya sering saling berkorelasi. Namun, yang lebih dipentingkan adalah jarak psikologis, bukan jarak fisik. Lewin (dalam Lindzey & Hall, 1985; Sarwono, 1998) membagi daya dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Daya yang mendorong (driving forces), yaitu daya yang mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah tertentu. 2. Daya yang menghambat (restraining forces), yaitu batas-batas (barrier) fisik atau sosial yang dapat menghambat pergerakan. Daya ini tidak mengarahkan terbentuknya lokomosi, tetapi mempengaruhi efek dari driving forces. 3. Daya yang berasal dari kebutuhan sendiri (forces corresponding to a person’s own needs), yaitu daya yang merefleksikan kehendak seseorang untuk melakukan sesuatu, seperti pergi ke rumah makan, menonton di bioskop, dan lain-lain. 4. Daya yang berasal dari orang lain (induced forces), yaitu daya yang berhubungan dengan kehendak orang lain, seperti perintah orang tua atau harapan teman. 5. Daya yang impersonal (impersonal forces), yaitu daya yang tidak berasal dari kehendak sendiri maupun orang lain, melainkan berasal dari situasi misalnya norma sosial yang menghambat orang sehingga tidak bicara keras-keras di tengah malam buta. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
d. Ketegangan (Tension) Lewin (dalam Lindzey & Hall, 1985) mendefenisikan ketegangan (tension) sebagai keadaan dari suatu sistem yang berhubungan dengan keadaan dari sistem-sistem lain di sekelilingnya. Pada seseorang (person), tension mengacu pada keadaan suatu region dalam dirinya yang berhubungan dengan keadaan dari region-region lain dalam dirinya pula. Ketegangan (tension) cenderung untuk disetarakan. Artinya, jika region a dalam keadaan ketegangan yang tinggi sedangkan region b, c, dan d dalam keadaan rendah, maka ketegangan cenderung untuk menyebrang dari a ke b, c, d sehingga keempat region itu berada dalam keadaan ketegangan yang setara. Meredakan ketegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama sekali (dalam keadaan nol), melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari suatu region (wilayah) ke region (wilayah) lain dalam lapangan kehidupan. Dengan kata lain, peredaan ketegangan berarti tercapainya equilibrium (keseimbangan) diantara wilayah-wilayah. Dengan demikian ketegangan di suatu daerah tertentu bisa mereda, tetapi secara umum ketegangan di seluruh lapangan kehidupan belum tentu mereda. Salah satu faktor penting yang dapat menurunkan ketegangan adalah ketembusan (permeability), yaitu seberapa jauh batas-batas suatu wilayah dapat ditembus oleh daya dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Jika batas suatu wilayah demikian kerasnya sehingga tidak tertembus, maka peredaan ketegangan tergantung kepada substitusi, yaitu adanya wilayah lain yang kira-kira senilai dengan wilayah pertama yang dapat ditembus oleh daya. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Substitusi lebih dimungkinkan jika antara dua wilayah yang bersangkutan terdapat banyak persamaan. Selain itu, substitusi lebih mudah terjadi pada orangorang dengan lapangan kehidupan yang cukup berdiferensiasi, berkembang, atau bercabang-cabang, asalkan batas-batas wilayah yang ada dalam lapangan kehidupan tersebut masih cukup tertembus oleh daya-daya yang akan masuk. Faktor lain yang juga berpengaruh pada peredaan ketegangan adalah kejenuhan. Kalau kebutuhan-kebutuhan yang mendasari daya itu yang sudah dipuaskan sampai jenuh, maka ketegangan tersebut akan berkurang dengan sendirinya.
3. Tipe-Tipe Konflik Lewin mendefenisikan konflik sebagai suatu keadaan dimana ada dayadaya yang saling bertentangan arah, tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama (dalam Lindzey & Hall, 1985; Sarwono, 1998). Berdasarkan jenis daya yang terlibat di dalamnya, konflik dibagi menjadi beberapa tipe. Tipe-tipe tersebut adalah: (1) Konflik antara daya-daya yang menimbulkan pergerakan, (2) Konflik antara daya yang menimbulkan pergerakan dan daya yang menghambat, dan (3) Konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain. Untuk memudahkan pemahaman, ketiga tipe konflik ini akan diuraikan satu persatu.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
a. Konflik antara Daya-Daya yang Menimbulkan Pergerakan (Conflict between Two or More Driving Forces) Konflik tipe pertama ini adalah konflik antara dua atau lebih driving forces (daya yang mendorong). Dalam hal ini, seseorang (person) berada antara dua valensi positif atau negatif yang masing-masing terpisah satu sama lain. Pada tipe pertama ini, dapat terjadi empat kemungkinan situasi konflik. Keempatnya akan diuraikan di bawah.
a. 1. Konflik Mendekat-Mendekat (Approach-Approach Conflict) Dalam konflik ini, seseorang (P) berada diantara dua valensi positif yang sama kuat. Contohnya, seorang anak harus menonton film ke bioskop (GI+) atau mengunjungi teman lama yang telah lama ia rindukan (G2+). Konflik terjadi jika daya menuju ke G1+ sama kuatnya dengan daya menuju ke G2+. Kekuatan salah satu daya akan meningkat jika valensi wilayah yang dituju menguat dan jarak psikologis menuju wilayah itu berkurang. Jika hal tersebut terjadi, maka konflik ini terselesaikan. Dalam perilaku nyata, penyelesaian konflik di atas berlangsung dalam dua bentuk. Pertama ,konflik diselesaikan dengan memuaskan / memenuhi tujuan di satu wilayah terlebih dahulu, baru kemudian ke wilayah lain. Sebagai contoh, anak di atas akan mengunjungi temannya terlabih dahulu, baru kemudian menonton film ke bioskop. Kedua, konflik diselesaikan dengan memilih salah satu wilayah dan meninggalkan wilayah yang lain. Dibandingkan tipe konflik lainnya, konflik sepertiini biasanya tidak berlangsung lama dan mudah untuk dipecahkan. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Sebab, begitu P bergerak ke salah satu arah, maka daya menuju arah tersebut akan menguat dan daya yang menuju arah yang lain akan melemah. Konflik ini juga tidak stabil karna mudah terpecahkan oleh pengaruh tambahan apapun yang dapat membawa P lebih dekat ke salah satu arah.
a. 2. Konflik Menjauh-Menjauh (Avoidance-Avoidance Conflict) Dalam konflik ini,P berada di antara dua valensi negatif yang sama kuat. Contohnya, seorang sopir yang bermaksud beristirahat sejenak. Di dalam bar, ia ingin memesan bir agar kelihatan seperti orang yang berkelas (G1-) namun ia tidak ingin menjadi mabuk karena akan menimbulkan resiko yang besar bagi pekerjaannya (G2-). Daya-daya dalam kehidupan P semua menjauhi G1- maupun G2-. Namun jika P mengikuti daya pertama yang menjauhi G1-(menerima anggapan orang lain bahwa ia bukanlah orang yang berkelas),maka daya tersebut akan berbenturan dengan daya kedua yang menjauhi G2-(menjadi mabuk dan menimbulkan resiko pada pekerjaanya). Demikian pula sebaliknya. Dengan demikian P berada dalam konflik antara menghadapi keadaan tidak dapat minum bir (dengan konsekuensi menerima anggapan orang lain bahwa ia bukanlah orang yang berkelas) atau minum bir dan diangaap berkelas (dengan konsekuensi ia akan menjadi mabuk dan menimbulkan risiko kecelakaan pada waktu menyetir kendaraannya). Konflik ini bisa bertahan lama jika ia tetap berada di tengah-tengah G1dan G2-, dan keadaan semacam ini disebut keadaan keseimbangan yang semu
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
(quasi state of equilibrium). Dua bentuk perilaku dapat muncul sebagai akibat keadaan ini. Bentuk pertama adalah kebimbangan perilaku dan pemikiran. Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan P; P terombang-ambing antara satu hal dengan hal yang lain. Kebimbangan terjadi karena kuatnya daya suatu wilayah akan meningkat begitu P bergerak mendekatinya. Ketika P mendekati salah satu wilayah yang bervalensi negatif, P akan merasakan adanya peningkatan daya tolak dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu. Namun ketika ini dilakukan secara bersamaan P justru mendekati wilayah kedua yang juga bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal ini membuat konflik menjadi stabil. Kemungkinan bentuk yang kedua adalah tindakan meninggalkan wilayah terjadinya konflik (leaving the field). Dalam kondisi ini, jumlah daya yang dihasilkan justru menggerakkan P ke arah yang secara simultan meninggalkan dua wilayah bervalensi negatif tersebut. Secara teoritis, seseorang dapat menyelesaikan konflik menjauh-menjauh dengan cara seperti ini. Namun seringkali tindakan ini justru memiliki konsekuensi yang lebih buruk dari alternatif yang sudah ada. Terakhir dapat disebutkan bahwa leaving the field menggambarkan keadaan dimana seseorang lari dari kenyataan (flight from reality), dan sering menjadi ciri dari perilaku orang-orang yang terperangkap dalam konflik pelik semacam ini. Banyak keadaan emosi yang intens dibangkitkan oleh konflik menjauhmenjauh. Jika kedua wilayah yang bervalensi negatif memproduksi rasa takut dan bersifat mengancam, seseorang dapat terperangkap diantara keduanya dan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
mengalami ketakutan. Atau kebalikannya, ia menjadi marah dan benci terhadap situasi yang memerangkapnya.
a. 3. Konflik Mendekat-Menjauh (Approach-Avoidance Conflict) Dalam konflik ini, P menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama. Contohnya, gadis (P) yang ingin sekali mengikuti kontes menyanyi padahal ia sadar kemampuan menyanyinya tidak begitu baik. Sebagian daya mengarahkan P untuk mendaftarkan diri pada kontes menyanyi tersebut (G1+), namun sebagian daya lain menghambat P karena ia khawatir akan ditertawakan orang lain karena kemampuannya yang tidak baik (G2-). P akan mendatangi tempat pendaftaran kontes nyanyi, tetapi berikutnya ia tetap diam, dan tidak bergabung dalam antrian panjang orang-orang yang juga ingin mendaftarkan diri. Hal ini menunjukkan adanya keadaan keseimbangan (equlibrium), dan menyebabakan konflik mendekat-menjauh menjadi konflik yang stabil. Konflik ini merupakan konflik yang paling sulit untuk dipecahkan. Penyebabnya, orang yang bersangkutan tertarik sekaligus menghindari satu wilayah yang sama. Karena wilayah tersebut bervalensi positif, P mendekatinya: tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada di wilayah itu menjadi lebih kuat. Jika pada suatu titik ketika P mendekati wilayah itu, valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, P akan berhenti mencapai wilayah tersebut. Karena wilayah yang menjadi tujuan tidak bisa dicapai, P bisa mengalami frustasi. Seperti halnya konflik menjauh-menjauh, kebimbangan juga kerap terjadi pada konflik mendekat-menjauh. Artinya, seseorang berada dalam konflik ini Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai suatu saat valensi negatifnya menjadi lebih kuat, dan ia mundur. Namun demikian, seringkali pula valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya untuk mendekati wilayah tersebut. Dalam hal ini, orang tersebut dapat mencapai wilayah yang dituju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu-ragu ketimabang jika wilayah tersebut tidak bervalensi negatif. Ketika wilayah yang dituju akahirnya bisa dicapai, kemungkinan frustasi tetap ada. Bahkan pada beberapa waktu setelah tujuan itu tercapai, orang tersebut mungkin masih merasa tidak nyaman karena valensi negatif yang tetap melekat di wilayah itu. Baik seseorang mengalami frustasi karena ia mencapai tujuan dengan lambat maupun karena tidak mencapai tujuan sama sekali, reaksi emosional seperti takut, marah, dan benci, biasanya menyertai konflik mendekat-menjauh. Konflik menjauh-menjauh dan mendekat-menjauh, hanya dapat terjadi kalau ada batas-batas (barrier) yang kokoh pada lapangan kehidupan orang yang bersangkutan sehingga tidak ada daya yang bisa keluar dari wilayah-wilayah terjadinya konflik. Dengan demikian, kestabilan konflik sebetulnya akan lebih cepat terpecahkan jika terjadi beberapa perubahan situasi. Pertama, jika batas tidak kuat dan ada wilayah lain yang bervalensi positif, maka daya akan berpindah ke wilayah yang terakhir ini. Terjadilah substitusi dan konflikpun berakhir. Kedua, salah satu daya berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan (lokomosi)pun terjadi mengikuti arah daya tersebut.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
a. 4.
Konflik Mendekat-Menjauh Ganda (Multiple Approach-Avoidance
Conflict) Konflik mendekat menjauh ganda mengindikasikan seseorang yang berada diantara dua wilayah, yang masing-masing memiliki valensi positif dan negatif sekaligus. P menghadapi valensi positif dan negatif pada satu jurusan, dan menghadapi pula valensi positif dan negatif pada jurusan lain. Dalam Morgan (1986), banyak keputusan-keputusan besar dalam hidup yang melibatkan konflik semacam ini. Sebagai contoh, seorang wanita yang hendak menikah. Pernikahan tersebut memiliki valensi positif baginya karena dapat memebrikan stabilitas dan rasa aman, di samping ia juga mencintai pria yang akan ia nikahi nanti. Di lain pihak, pernikahan tersebut juga memiliki valensi negatif karena dengan begitu ia harus melepaskan tawaran pekerjaan yang sangat menarik di kota lain. Karena memiliki minat berkarir, ia tertarik pada tawaran itu tetapi juga tidak ingin hal tersebut menjadi masalah bagi perkawinannya (Cahyatama, 1999). Penyelesaian konflik ini, tergantung pada kekuatan relatif dari seluruh daya yang mendekat dan menjauh. Jika selisih antara valensi positif dan negatif pada wilayah “karir” memiliki nilai lebih besar ketimbang selisih antara valensi positif dan negatif pada wilayah “pernikahan”, wanita di atas mungkin akan membatalkan pernikahannya. Atau sebaliknya, jika selisih valensi-valensi di wilayah “pernikahan” lebih besar nilainya ketimbang selisih di wilayah “karir”, ia mungkin akan ragu sesaat, menimbang-nimbang,kemudian memilih menikah. Dengan demikian apa yang seseorang lakukan untuk menyelesaikan konflik ini
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
tergantung pada kekuatan relatif dari seluruh valensi positif dan negatif yang terlibat di dalamnya. Valensi negatif konflik semacam ini, yang menjadi penghambat dalam mencapai tujuan, umumnya merupakan hal yang sudah terinternalisasi dalam diri orang yang bersangkutan (Morgan, 1986). Hambatan internal ataupun valensi negatif internal, biasanya dihasilkan dari pendidikan atau penanaman nilai-nilai sosial yang diterima oleh orang tersebut. Wanita pada contoh di atas mungkin diajarkan untuk menghargai nilai kebebasan berkarir, dan nilai tersebut kemudian menimbulkan konflik ketika ia hendak menikah. Yang lebih sering terjadi, hambatan internal itu adalah nilai-nilai sosial yang membentuk hati nurani. Saat seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu, ia mungkin terhambat oleh nilainilai yang dipegangnya mengenai apa yang “benar” dan “salah” (Cahyatama, 1999). Hambatan internal umumnya lebih sukar diatasi ketimbang yang eksternal. Seseorang mungkin dapat menemukan cara untuk mengatasi hambatan eksternal atau lingkungan, tetapi akan lebih sulit baginya untuk lepas dari hambatan internal yang berada dalam dirinya sendiri.
b. Konflik antara Daya yang Menggerakkan dan Daya yang Menghambat (Conflict between Driving Forces and Restraining Forces) Tipe konflik yang kedua adalah konflik antara driving forces (daya yang menggerakkan) dan restraining forces (daya yang menghambat). Konflik ini berbeda dengan konflik mendekat-menjauh yang telah dijelaskan sebelumnya. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Pada konflik mendekat-menjauh, dan konflik-konflik lainnya yang berada dalam tipe pertama, semua daya yang terlibat merupakan driving forces. Driving forces adalah daya yang mengarahkan pergerakan atau lokomosi ke wilayah tertentu. Sedangkan restraining forces adalah batas-batas (barrier) fisik atau sosial yang dapat menghambat pergerakan. Artinya, daya ini sama sekali tidak mengarahkan pergerakan, namun berpengaruh terhadap driving forces. Terkadang, seseorang (P) terhalang oleh batas-batas (barrier) tertentu dari upayanya untuk mendekati suatu goal bervalensi positif atau untuk menghindari wilayah yang bervalensi negatif. Dalam situasi seperti ini, P akan berulangkali mencoba mengitari dan kemudian melintasi barrier tersebut – dengan kata lain “bernegosiasi” – untuk mencapai (valensi positif) atau meninggalkan (valensi negatif) wilayah yang bersangkutan. Jika upaya itu gagal, barrier itu sendiri lama kelamaan akan bervalensi negatif. Upaya P untuk mendekati barrier cenderung makin berkurang dan perlahan-lahan ia akan meninggalkan wilayah itu (leaving the field). Ia mungkin akan kembali dan mencoba lagi, tetapi jika tetap saja gagal, ia akan secara permanen meninggalkan wilayah tersebut. Lewin menambahkan, gagalnya negosiasi untuk keluar dari barrier wilayah bervalensi negatif sering menghasilkan keadaan ketegangan emosional yang tinggi.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
c. Konflik antara Daya yang berasal dari Kebutuhan Sendiri dan Daya yang Berasal dari Orang Lain (Conflict between Own Need Forces and Induced Forces) Tipe konflik pertama dan kedua di atas biasanya merupakan pertentangan antara dua daya yang berasal dari kebutuhan orang yang bersangkutan (force corresponding to a person’s own needs), atau dua daya yang berasal dari orang lain (induced forces). Adapun tipe konflik yang ketiga, merupakan pertentangan antara sebuah daya yang bersifat own need force dan sebuah daya lain yang bersifat induced force. Sebagai contoh, keinginan seorang anak (P) bertentangan dengan harapan orangtuanya (O). Orangtua (O) memiliki kekuasaan yang lebih besar, oleh karenanya O dapat menciptakan induced driving / restraining forces yang sesuai dengan kehendak O sendiri. Si anak (P) dapat berupaya melawan atau meruntuhkan kekuasaan orangtuanya, setidaknya di dalam area konflik tersebut. Namun jika upaya ini gagal, P mungkin akan mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain. Atau mungkin juga, P akan berhenti melawan karena kekuatan O terlalu besar.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
C. PARADIGMA PENELITIAN
Dunia Malam
Clubbing
Clubber
Lapangan Kehidupan
Wilayah (region)
Wilayah (region)
Ketegangan (Tension)
Daya (Force)
Driving Forces
Restraining Forces
Forces Corresponding to a Person’s Own Needs
Induced Forces
Konflik???
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Impersonal Forces
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bagian pendahuluan, telah dijelaskan bahwa tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bagaimana proses pengambilan keputusan pada clubber. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan yang akan dipakai, metode pengambilan data, lokasi penelitian, responden penelitian, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan metode analisis data. Sesuai dengan pendapat Poerwandari (2007) yang menyatakan bahwa salah satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti dan sebagian besar aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen dan angka sehingga akan lebih ’etis’ dan kontekstual bila diteliti dalam setting alamiah. Artinya tidak cukup mencari ”what” dan ”How Much” tetapi perlu juga memahaminya (”Why” dan ”How”) dalam konteksnya.
A. STUDI KASUS Menurut Yin (1996) secara umum metode studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan How atau Why. Poerwandari (2007) menambahkan yang didefinisikan sebagai studi kasus adalah fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
sepenuhnya jelas. Kasus itu dapat berupa individu, peran, kelompok kecil, organisasi, komunitas, atau bahkan suatu bangsa. Kasus dapat berupa keputusan, kebijakan, proses, atau suatu peristiwa khusus tertentu. Beberapa tipe unit yang dapat diteliti dalam bentuk studi kasus : individu-individu, karakteristik atau atribut dari individu-individu, aksi dan interaksi, peninggalan atau artefak perilaku, setting, serta peristiwa atau insiden tertentu (Punch dalam Poerwandari, 2007). Pendekatan studi kasus membuat peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus khusus tersebut. Studi kasus dapat dibedakan dalam beberapa tipe (Poerwandari, 2007): 1. Studi kasus intrinsik Penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep/teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi. 2. Studi kasus instrumental Penelitian pada suatu kasus unik tertentu, dilakukan untuk memahami isu dengan lebih baik, juga untuk mengembangkan, memperhalus teori. 3. Studi kasus kolektif Suatu studi kasus instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus. Tujuannya adalah untuk mempelajari fenomena/ populasi/ kondisi umum dengan lebih mendalam. Karena menyangkut kasus Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
majemuk dengan fokus baik di dalam tiap kasus maupun antar kasus, studi kasus ini sering juga disebut studi kasus majemuk, atau studi kasus komparatif. Dalam hal ini, peneliti menggunakan studi kasus intrinsik. Peneliti berharap dapat menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar partisipan penelitian beserta konteksnya berupa kata-kata tertulis atau lisan dari subjek penelitian (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 2000).
B. PARTISIPAN DAN LOKASI PENELITIAN 1. Partisipan penelitian a. Karakteristik partisipan Karakteristik partisipan secara spesifik dipaparkan dibawah ini: 1. Clubber (sering melakukan aktivitas clubbing, min. 1x seminggu) 2. Memenuhi lima elemen konstitutif dari clubbing (music, dancing, performance, crowds, dan communality) 3. Berdomisili di kota Medan.
b. Jumlah partisipan penelitian Jumlah partisipan dalam penelitian ini adalah 1 orang.
c. Prosedur pengambilan partisipan Prosedur pengambilan partisipan dalam penelitian ini diawali dengan peneliti mencari informasi tentang kasus yang diambil, menelusuri pihak-pihak Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
yang dianggap mengetahui informasi lebih banyak tentang kasus dan menemukan satu partisipan yang terlibat dengan kasus tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas prosedur pengambilan partisipan dalam penelitian ini termasuk dalam snowball/ chain sampling yaitu mengidentifikasi kasus yang akan diteliti dari orang yang mengetahui siapa orang yang memiliki kasus yang dapat memberikan informasi yang kaya (Gay, 2003).
2. Lokasi penelitian Peneliti akan melakukan penelitian di kota Medan karena berdasarkan kasus diketahui partisipan merupakan orang Medan dan bertempat tinggal di Medan, oleh karena itu lokasi penelitian akan disesuaikan dengan kesepakatan partisipan dan peneliti.
C. METODE PENGUMPULAN DATA Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Teknik pengambilan responden dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball / chain sampling (pengambilan bola salju / berantai). Pengambilan sampel dilakukan secara berantai dengan meminta informasi pada orang yang telah
diwawancarai
atau
dihubungi
sebelumnya,
demikian
seterusnya
(Poerwandari, 2007). Responden dipilih berdasarkan kriteria khusus yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar sampel bersifat representatif yang artinya dapat mewakili fenomena yang dipelajari. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
1. Wawancara Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut.(Banister dkk, 1994). Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi-terstruktur (semi-structured) yaitu peneliti sebelumnya telah menetapkan daftar pertanyaan yang terdapat di dalam pedoman wawancara hanya saja urutan pertanyaan bisa saja tidak seperti dalam pedoman wawancara tetapi disesuaikan dengan situasi saat wawancara berlangsuang (Gay & Airaisan, 2003). Pedoman wawancara ini berisi ”open-ended question” yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka tetapi tetap terarah pada tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).
2. Observasi Observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut. Deskripsi harus akurat, faktual sekaligus teliti tanpa harus dipenuhi berbagai hal yang tidak relevan (Poerwandari, 2001).
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Dalam penelitian ini akan digunakan observasi non-partisipan, dimana peneliti yang juga adalah observer hanya bertindak sebagai peneliti total dan tidak terlibat dalam peristiwa tersebut.
D. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA 1. Alat perekam (Tape Recorder) Alat perekam digunakan sebagai alat bantu pengumpulan data agar peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi subjek kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas. Dengan adanya alat perekam ini peneliti akan memperoleh data yang utuh karena sesuai dengan yang disampaikan partisipan dalam wawancara. Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan seizin partisipan (Poerwandari, 2001)
2. Pedoman wawancara Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan menjadi daftar pengecek apakah semua pertanyaan peneltian telah ditanyakan. Pedoman wawancara ini juga sebagai alat bantu untuk mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap analisis data lainnya. Pedoman wawancara ini berisikan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan tema penelitian dimana urutan pertanyaan akan bersifat fleksibel karena akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
E. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap persiapan penelitian Pada tahap persiapan penelitian, peneliti melakukan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2000) yaitu sebagai berikut: 1. Mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dan Pornoaksi. a. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan clubbing dan clubber. b. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan teori yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan. 2. Menyusun pedoman wawancara Peneliti menyusun butir-butir pertanyaan berdasarkan kerangka teori untuk menjadi pedoman dalam proses wawancara. 3. Persiapan untuk mengumpulkan data Peneliti mencari beberapa orang partisipan yang sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan, meminta kesediaannya untuk menjadi partisipan dan mengumpulkan informasi tentang calon partisipan tersebut. 4. Membangun rapport Setelah memperoleh kesediaan dari partisipan penelitian, peneliti meminta kesediaan untuk bertemu dan mulai membangun rapport sekaligus melakukan informed consent dimana peneliti menjelaskan penelitian secara umum mliputi tujuan dan manfaat penelitian serta aktivitas dan pera partisipan dalam penelitian ini, apa yang diharapkan dari partisipan dan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
disampaikan bahwa informasi yang mereka berikan hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian serta identitas partisipan terjamin kerahasiaannya. Setelah itu peneliti dan partisipan mengadakan kesepakatan tentang pelaksanaan penelitian yang meliputi waktu dan lokasi wawancara.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Setelah diadakan kesepakatan maka peneliti akan melaksanakan penelitan dengan melakukan wawancara dengan berpedoman pada pedoman wawancara. Wawancara akan dilakukan di lokasi yang telah disepakati dengan partisipan penelitian. Percakapan selama wawancara akan direkam dengan alat perekam mulai dari awal hingga akhir. Pelaksanaan penelitian akan dilangsungkan sejak bulan November 2008.
3. Tahap Pencatatan Data Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada subjek untuk merekam wawancara yang akan dilakukan. Untuk memudahkan pencatatan data, peneliti menggunakan alat perekam sebagai alat bantu agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Setelah wawancara dilakukan, peneliti kemudian membuat verbatim dari wawancara tersebut.
4. Analisis Data Metode analisis data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut (Poerwandari, 2001) : Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
a. Koding Peneliti memberikan koding pada data-data yang telah terkumpul yang didapatkan dari hasil wawancara dengan membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar data-data tersebut lebih sistematis dan detail. Terdapat tiga tahap koding yang akan dilakukan, yaitu : pertama, peneliti menyusun transkipsi verbatim (kata demi kata) sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kanan transkrip tersebut. Kedua, peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip tersebut. Ketiga, peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode yang dipilih adalah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat mewakili berkas tersebut dan selalu membubuhkan tanggal disetiap berkas, seperti S1. W1. Nama Tempat. 01Aug08. kode ini menunjukkan bahwa data tersebut adalah data subjek 1 pada wawancara pertama yang dilakukan di tempat yang disesuaikan pada tanggal 01 Agustus 2008.
b. Organisasi Data Setelah melakukan koding, peneliti lalu mengorganisasikan data-data tersebut dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah data mentah (kaset hasil rekaman), transkrip wawancara, data yang sudah ditandai/dibubuhi kode-kode khusus dan dokumentasi umum yang kronologis mengenai perkumpulan data dan langkah analisis (Highlen dan Finley dalam Poerwandari, 2001). Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
c. Analisis Tematik Selanjutnya peneliti melakukan analisis tematik untuk menemukan pola yang terdapat dalam data-data yang sudah terkumpul. Analisis tematik ini dilakukan dengan mengkode informasi yang dapat menghasilkan model tema yang terkait dengan tujuan penelitian. Tema yang ditemukan adalah tema yang dapat mendeskripsikan fenomena dan memungkinkan melakukan interpretasi terhadap fenomena tersebut. Tema yang diambil dalam penelitian ini adalah tema yang diambil dari teori lalu dikembangkan lagi berdasarkan tema baru yang ditemukan dalam penelitian ini yang tetap mengarah pada tujuan penelitian.
d. Tahapan Interpretasi Interpretasi dalam penelitian ini hanya mengacu pada pemahaman diri pastisipan penelitian yang divalidasi dalam kerangka pastisipan penelitian tersebut, setelah dilakukan koding dan interpretasi peneliti kembali menemui partisipan dan mengkonfirmasi ulang apa yang pernah partisipan sampaikan saat wawancara berlangsung.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
BAB IV HASIL ANALISA DATA
Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi.
A. Bagaimana Konflik yang Dihadapi Seorang Clubber 1. Hasil Analisa Data Partisipan Berkembang pesatnya dunia hiburan malam di Indonesia ditandai dengan hadirnya berbagai macam klub malam yang semakin menjamur, terutama di kotakota besar di Indonesia. Dengan menjamurnya berbagai sarana dan fasilitas hiburan malam tersebut, menjamur juga segala bentuk aktivitas, kegiatan, dan bisnis dunia malam yang mendorong rasa ingin tahu partisipan untuk terjun ke dunia malam tersebut. Walaupun demikian, pada awalnya rasa ingin tahu dan rasa penasaran partisipan untuk mencoba clubbing masih dihadapkan dengan rasa penolakan di dalam dirinya, karenanya terjadilah konflik di dalam diri partisipan. Adanya dua daya yang saling bertentangan, yakni daya penolakan, takut, atau merasa berdosa di dalam diri partisipan harus dihadapkan dengan daya akan rasa ingin tahu atau penasaran di dalam dirinya. Disertai keinginan yang kuat untuk mencicipi berbagai rasa yang dapat partisipan temui di dalam dunia clubbing, adanya pengaruh teman-temannya, serta aroma materi yang sangat menjanjikan membuat partisipan menyampingkan konflik yang tetap ada dalam dirinya dan tetap berjalan dalam ketagihan dunia malam (S. W1/b. 126-132/hal. 5; S. W1/b. 184-186/hal. 6-7; S. W1/b. 188-190/hal. 7; S. W1/b. 193-196/hal. 7). Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Berbagai masalah kemudian partisipan temui di saat ia menjalani hariharinya sebagai seorang clubber. Salah satunya ialah, konflik yang ia hadapi dengan teman-temannya, tatkala ia merasa terpaksa mengikuti kemauan temantemannya untuk melakukan hal yang tidak ia kehendaki, dan merasa terus dimanfaatkan oleh teman-temannya (S. W1/b. 260-281/hal. 8-9; S. W1/b. 291297/hal. 9). Selain itu, partisipan juga kerapkali tetap merasa ada sebongkah penolakan di dalam jiwanya, namun ia masih tetap melaksanakan kegiatan-kegiatannya sebagai clubber dikarenakan masih dikuasai oleh kesenangan semu, dan juga merasa tidak ada yang tahu atau mengawasi perbuatannya Partisipan merasa di dalam dunia clubbing lah ia merasa lepas, tenang dan senang, serta terhindar dari stres, sehingga meski masih ada penolakan di jiwanya, ia tetap melakukannya (S. W1/b. 401-402/hal. 11; S. W2/b. 128-133/hal.17; S. W3/b. 94-97/hal. 22; S. W3/b. 104-112/ hal. 22; S. W3/b. 263-266/hal. 25). Waktu terus berlalu, dan lama-kelamaan partisipanpun merasa bosan dan jenuh akan dunianya. Partisipan ingin berubah dari kesehariannya sebagai seorang clubber, namun masih susah untuk menolak hasratnya kembali kepada dunia malamnya. Ia masih susah menolak ajakan teman-temannya dan perkataan temantemannya yang menganggapnya sombong dan munafik jika ia tidak menjalani kegiatan clubbing lagi. Partisipan juga masih merasa ketergantungan dengan materi yang bisa didapatnya dari bisnis dunia malam tersebut. Begitulah seterusnya, konflik di dalam dirinya berlangsung (S. W4/b. 68-70/hal. 27; S. W4/b. 94-98/hal. 28; S. W4/b. 132-147/hal. 28-29). Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Partisipan ingin menjalin hubungan dengan seseorang, dengan lawan jenisnya. Ia ingin menjalin hubungan serius, berumah tangga, memiliki anak dan membentuk keluarga, seperti orang normal lainnya, namun partisipan masih merasakan konflik di dalam dirinya, karena ia takut untuk membeberkan masamasa suramnya (S. W2/b. 158-162/hal. 18).
B. Tipe-Tipe Konflik Apa yang Dihadapi Seorang Clubber 1. Hasil analisa data partisipan Partisipan mengalami konflik antara dua valensi negatif yang sama kuatnya. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) terjadi ketika partisipan tidak ingin dicap sebagai orang yang kurang pergaulan, namun tidak ingin juga menjadi salah pergaulan; serta ketika ia tidak ingin lagi menjalani aktivitas-aktivitas clubbingnya, namun juga tidak ingin dicap munafik dan sombong oleh teman-temannya (S. W4/b. 94-98/hal. 28). Partisipan ingin clubbing, dan memasuki dunia malam dengan segala aktivitasnya agar kelihatan seperti seseorang yang luas pergaulan (G1-), namun tidak ingin salah pergaulan karena akan dicap sebagai seseorang yang tidak baik (G2-). Begitu pula dengan kondisi ketika ia tidak ingin lagi menjalani aktivitas-aktivitas clubbingnya (G1-), namun juga tidak ingin dicap munafik dan sombong oleh teman-temannya (G2-). Daya-daya dalam kehidupan partisipan semua menjauhi G1- maupun G2-. Namun jika P mengikuti daya pertama yang menjauhi G1-, maka daya tersebut akan berbenturan dengan daya kedua yang menjauhi G2-. Demikian pula sebaliknya. Dengan demikian partisipan berada dalam konflik antara menghadapi keadaan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
tidak clubbing (dengan konsekuensi menerima anggapan orang lain bahwa ia bukanlah orang yang memiliki pergaulan yang luas), atau clubbing dan dianggap bergaul (dengan konsekuensi ia akan terjerumus ke dalam pergaulan yang salah dan dianggap tidak baik); serta dalam konflik antara menghadapi keadaan tetap clubbing (dengan konsekuensi dicap negatif dan perasaan dosa serta jenuh yang menghantuinya), atau tidak clubbing lagi (dengan konsekuensi dicap sombong dan munafik oleh teman-temannya). Pada dasarnya, konflik utama yang dialami partisipan adalah konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict), ketika partisipan menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama, yakni dalam hal clubbing itu sendiri (S. W1/b. 126-132/hal. 5; S. W1/b. 184-186/hal. 6-7; S. W1/b. 188190/hal. 7; S. W1/b. 193-196/hal. 7). Ia ingin sekali clubbing, padahal ia sadar aktivitas-aktivitas di dalamnya tidak baik dan menyimpang. Sebagian daya mengarahkan partisipan untuk pergi clubbing (G1+), namun sebagian daya lain menghambat partisipan karena ia khawatir akan perasaan berdosa (G2-). Konflik ini merupakan konflik yang sangat sulit untuk dipecahkan karena partisipan tertarik sekaligus menghindari satu wilayah yang sama. Karena wilayah tersebut bervalensi positif, partisipan mendekatinya: tetapi begitu didekati, valensi negatif yang ada di wilayah itu menjadi lebih kuat. Jika pada suatu titik ketika partisipan mendekati wilayah itu, valensi negatif menjadi lebih kuat dari valensi positif, partisipan akan berhenti mencapai wilayah tersebut. Kebimbangan kerap terjadi pada konflik mendekat-menjauh. Artinya, partisipan akan berupaya mencapai wilayah yang dituju sampai suatu saat valensi negatifnya menjadi lebih kuat, dan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
ia mundur. Namun demikian, seringkali pula valensi negatif yang ada tidak cukup kuat untuk menolak upaya untuk mendekati wilayah tersebut. Dalam hal ini, partisipan dapat mencapai wilayah yang dituju, tetapi dengan lebih lambat dan ragu-ragu ketimbang jika wilayah tersebut tidak bervalensi negatif. Pada beberapa waktu setelah tujuan tercapai, partisipan masih merasa tidak nyaman karena valensi negatif yang tetap melekat di wilayah itu. Reaksi emosional seperti takut, merasa berdosa, merasa bersalah, kerapkali menyertai partisipan. Sebuah pilihan, antara tetap menjadi clubber dengan tidak menjadi clubber menimbulkan konflik bagi partisipan (S. W4/b. 132-147/hal. 28-29). Konflik mendekat
menjauh
ganda
(multiple
approach-avoidance
conflict)
mengindikasikan seseorang yang berada diantara dua wilayah, yang masingmasing memiliki valensi positif dan negatif sekaligus. Partisipan menghadapi valensi positif dan negatif pada satu jurusan (clubber), dan menghadapi pula valensi positif dan negatif pada jurusan lain (non-clubber). Menjadi clubber memiliki valensi positif baginya karena dapat memeberikan ketenangan dan kesenangan, serta materi yang berlebih. Di lain pihak, tetap menjadi clubber juga memiliki valensi negatif karena dengan begitu ia harus hidup tidak sehat dan dicap negatif oleh teman-temannya yang lain dan keluarga serta masyarakat. Sementara itu, dengan tidak menjadi clubber, partisipan dapat hidup sehat dan memiliki image yang positif, namun di sisi lain tetap ada valensi negatif, yakni kekurangan materi dan dicap sombong serta munafik oleh teman-temannya. Partisipan mengalami konflik antara daya yang menggerakkan dan daya yang menghambat (conflict between driving forces and restraining forces), ketika Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
daya dorongan untuk clubbing dihambat oleh daya ketakutan akan dosa (S. W4/b. 169/hal. 29); dan daya untuk berubah dihambat oleh kebutuhan materi dan pengaruh teman (S W4/b. 171-172/hal. 29). Adakalanya konflik yang dialami partisipan terjadi antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain (conflict between own need forces and induced forces), yakni ketika ia mengalami konflik dengan teman-temannya (S. W1/b. 260-281/hal. 8-9; S. W1/b. 291-297/hal. 9); juga ketika ia mengalami konflik batin karena merasa berasalah tidak menyanggupi harapan orangtuanya (S. W1/b. /hal. 486-487/hal. 13).
C. Bagaimana seorang clubber menghadapi konflik di dalam kehidupannya 1. Hasil analisa data partisipan Partisipan memiliki berbagai cara dan sikap dalam menghadapi dan menyelesaikan konflik-konfliknya. Dalam konflik menjauh-menjauh (avoidanceavoidance conflict), partisipan mengalami kebimbangan perilaku dan pemikiran. Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan partisipan; partisipan terombang-ambing antara satu hal dengan hal yang lain. Kebimbangan terjadi karena kuatnya daya suatu wilayah akan meningkat begitu partisipan bergerak mendekatinya. Ketika partisipan mendekati salah satu wilayah yang bervalensi negatif, partisipan akan merasakan adanya peningkatan daya tolak dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu. Namun ketika ini dilakukan secara bersamaan partisipan justru mendekati wilayah kedua yang juga bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal ini membuat Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
konflik menjadi stabil, namun partisipan tetap mengacuhkan adanya konflik ini karena masih tertutupi oleh kesenangan yang dirasakannya (S. W1/b. 193-196/hal. 7; S. W3/b. 94-97/hal. 22; S. W3/b. 104-112/hal. 22). Pada konflik mendekat-menjauh, salah satu daya, yaitu clubbing itu sendiri berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan (lokomosi)pun terjadi mengikuti arah daya tersebut (S. W1/b. 193-196/hal. 7; S. W3/b. 9497/hal. 22; S. W3/b. 104-112/hal. 22). Menghadapi situasi konflik mendekat menjauh ganda (multiple approachavoidance conflict) serta konflik antara daya yang menggerakkan dan daya yang menghambat (conflict between driving forces and restraining forces), dilakukan partisipan dengan mulai bergerak menuju perubahan untuk tidak lagi menjadi seorang clubber (S. W2/b. 45-51/hal. 16; S. W4/b. 76-79/hal. 27; S. W4/b. 109112/hal. 28). Partisipan mulai mencoba sedikit demi sedikit mengurangi frekuensi clubbing dan konsumsi obat-obatan terlarangnya, juga berhenti untuk melakukan aktivitas seks. Partisipan juga memberikan perngertian kepada teman-temannya yang menganggapnya munafik ketika ia ingin berubah. Meski adakalanya partisipan mengalami reaksi seperti takut, dan menutup dirinya untuk menjalin hubungan dengan seseorang, karena takut seseorang tersebut tidak dapat menerima dirinya apa adanya (S. W2/b. 170-172/hal. 18). Ketika terjadi konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain (conflict between own need forces and induced forces), yakni ketika ia mengalami konflik dengan teman-temannya, ia hadapi dengan mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain, atau Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
merefleksikan rasa dendam akan teman-temannya terhadap orang lain, yang ia lakukan dengan berusaha menjadi lebih hebat dari teman-temannya dengan cara menjadi seorang germo (S. W1/ b. 303-304/hal. 9). Sementara itu, di dalam perasaan bersalah terhadap Ibunya, partisipan akhirnya berhenti melawan, dan bertekad untuk berubah (S. W2/b. 58-65/hal. 16; S. W4/b. 150-154/hal. 29). Partisipan sebenarnya sadar bahwa segala perbuatannya melanggar norma sosial, namun ia merasa bahwa semua sudah terjadi, dan kini partisipan berusaha menghadapi segala konfliknya dengan tenang dan lebih santai (S. W4/b. 193196/hal. 30; S. W4/b. 208-209/hal. 30).
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah dikemukakan pada Bab I yaitu bagaimana konflik kehidupan seorang clubber, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut :
1. Konflik Kehidupan Seorang Clubber Konflik yang dialami partisipan sebagai seorang clubber, pada awalnya terjadi ketika rasa ingin tahu dan rasa penasaran partisipan untuk mencoba clubbing masih dihadapkan dengan rasa penolakan di dalam dirinya. Adanya dua daya yang saling bertentangan, yakni daya penolakan, atau takut, atau merasa berdosa di dalam diri partisipan harus dihadapkan dengan daya akan rasa ingin tahu atau penasaran di dalam dirinya. Setelah ia menjalani kehidupan sebagai seorang clubber, partisipan pun lantas megalami konflik dengan teman-temannya, tatkala ia merasa terpaksa mengikuti kemauan teman-temannya untuk melakukan hal yang tidak ia kehendaki, dan merasa terus dimanfaatkan oleh teman-temannya. Konflik batin yang partisipan rasakan saat menjalani kehidupan sebagai seorang clubber, tetap ada. Tatkala ia tetap merasa ada sebongkah penolakan di dalam jiwanya, namun ia masih tetap melaksanakan kegiatan-kegiatannya sebagai clubber dikarenakan masih dikuasai oleh kesenangan semu, dan juga merasa tidak Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
ada yang tahu atau mengawasi perbuatannya Partisipan merasa di dalam dunia clubbing lah ia dapat merasa bebas, lepas, tenang dan senang, serta terhindar dari segala stres yang membelenggu kehidupannya, sehingga meskipun masih ada penolakan di jiwanya, ia tetap melakukannya. Pada akhirnya, waktu telah mengikis segala kesenangan semu yang ia rasakan sebagai seorang clubber, dan partisipan pun merasa jenuh dan bosan akan kehidupan dunia malamnya tersebut. Partisipan ingin berubah dari kesehariannya sebagai seorang clubber, namun masih susah untuk menolak hasratnya kembali kepada dunia malamnya. Ia masih susah menolak ajakan teman-temannya yang kerapkali mempengaruhinya untuk tidak meninggalkan dunia clubbing dan perkataan teman-temannya yang menganggapnya sombong dan munafik jika ia tidak menjalani kegiatan clubbing lagi. Partisipan juga masih merasa ketergantungan dengan materi yang bisa diraupnya dengan mudah dari bisnis dunia malam tersebut. Konflik di dalam dirinya masih terus berlanjut hingga sekarang. Hal tersebutpun kemudian membawa dampak bagi hubungan dengan lawan jenisnya. Partisipan ingin sekali menjalin sebuah hubungan yang serius, membangun rumah tangga,
memiliki
anak
dan
membentuk
keluarga,
seperti
orang-orang
padaumumnya, namun ia menolak dirinya sendiri untuk melangsungkan hal itu, karena di hatinya masih tetap ada konflik yang berkecamuk. Partisipan takut untuk membeberkan masa-masa suramnya dulu kepada pasangannya, karena takut pasangannya tidak dapat menerima dirinya apa adanya.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
2. Tipe-Tipe Konflik yang Dialami Seorang Clubber Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict) terjadi ketika partisipan tidak ingin dicap sebagai orang yang kurang pergaulan, namun tidak ingin juga menjadi salah pergaulan; serta ketika ia tidak ingin lagi menjalani aktivitas-aktivitas clubbingnya, namun juga tidak ingin dicap munafik dan sombong oleh teman-temannya. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) terjadi ketika partisipan menghadapi valensi positif dan negatif pada jurusan yang sama, yakni dalam hal clubbing itu sendiri. Ia ingin sekali clubbing, padahal ia sadar aktivitasaktivitas di dalamnya tidak baik dan menyimpang. Konflik ini merupakan konflik yang sangat sulit untuk dipecahkan karena partisipan tertarik sekaligus menghindari satu wilayah yang sama. Sebuah pilihan, antara tetap menjadi clubber dengan tidak menjadi clubber menimbulkan konflik bagi partisipan, yakni sebagai konflik mendekat menjauh ganda (multiple approach-avoidance conflict)
Partisipan menghadapi valensi
positif dan negatif pada satu jurusan (clubber), dan menghadapi pula valensi positif dan negatif pada jurusan lain (non-clubber). Menjadi clubber memiliki valensi positif baginya karena dapat memeberikan ketenangan dan kesenangan, serta materi yang berlebih. Di lain pihak, tetap menjadi clubber juga memiliki valensi negatif karena dengan begitu ia harus hidup tidak sehat dan dicap negatif oleh teman-temannya yang lain dan keluarga serta masyarakat. Sementara itu, dengan tidak menjadi clubber, partisipan dapat hidup sehat dan memiliki image Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
yang positif, namun di sisi lain tetap ada valensi negatif, yakni kekurangan materi dan dicap sombong serta munafik oleh teman-temannya. Partisipan mengalami konflik antara daya yang menggerakkan dan daya yang menghambat (conflict between driving forces and restraining forces), ketika daya dorongan untuk clubbing dihambat oleh daya ketakutan akan dosa, dan daya untuk berubah dihambat oleh kebutuhan materi dan pengaruh teman Adakalanya konflik yang dialami partisipan terjadi antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain (conflict between own need forces and induced forces), yakni ketika ia mengalami konflik dengan teman-temannya, juga ketika ia mengalami konflik batin karena merasa berasalah tidak menyanggupi harapan orangtuanya.
3.
Bagaimana
Seorang
Clubber
Menghadapi
Konflik
Di
Dalam
Kehidupannya. Partisipan
memiliki
berbagai cara dan sikap
dalam
menghadapi dan
menyelesaikan konflik-konfliknya. Dalam konflik menjauh-menjauh (avoidanceavoidance conflict), partisipan mengalami kebimbangan perilaku dan pemikiran. Artinya ada inkonsistensi pada apa yang dilakukan dan dipikirkan partisipan; partisipan terombang-ambing antara satu hal dengan hal yang lain. Kebimbangan terjadi karena kuatnya daya suatu wilayah akan meningkat begitu partisipan bergerak mendekatinya. Ketika partisipan mendekati salah satu wilayah yang bervalensi negatif, partisipan akan merasakan adanya peningkatan daya tolak dan akibatnya ia bergerak menghindari wilayah itu. Namun ketika ini dilakukan secara Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
bersamaan partisipan justru mendekati wilayah kedua yang juga bervalensi negatif. Sebagai akibatnya, ia akan mengalami hal yang sama. Hal ini membuat konflik menjadi stabil, namun partisipan tetap mengacuhkan adanya konflik ini karena masih tertutupi oleh kesenangan yang dirasakannya. Pada konflik mendekat-menjauh, salah satu daya, yaitu clubbing itu sendiri berkembang menjadi lebih dominan, sehingga pergerakan (lokomosi)pun terjadi mengikuti arah daya tersebut. Menghadapi situasi konflik mendekat menjauh ganda (multiple approachavoidance conflict) serta konflik antara daya yang menggerakkan dan daya yang menghambat (conflict between driving forces and restraining forces), dilakukan partisipan dengan mulai bergerak menuju perubahan untuk tidak lagi menjadi seorang clubber. Partisipan mulai mencoba sedikit demi sedikit mengurangi frekuensi clubbing dan konsumsi obat-obatan terlarangnya, juga berhenti untuk melakukan aktivitas seks. Partisipan juga memberikan perngertian kepada temantemannya yang menganggapnya munafik ketika ia ingin berubah. Meski adakalanya partisipan mengalami reaksi seperti takut, dan menutup dirinya untuk menjalin hubungan dengan seseorang, karena takut seseorang tersebut tidak dapat menerima dirinya apa adanya. Ketika terjadi konflik antara daya yang berasal dari kebutuhan sendiri dan daya yang berasal dari orang lain (conflict between own need forces and induced forces), yakni ketika ia mengalami konflik dengan teman-temannya, ia hadapi dengan mengarahkan agresivitasnya pada orang atau obyek lain, atau merefleksikan rasa dendam akan teman-temannya terhadap orang lain, yang ia Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
lakukan dengan berusaha menjadi lebih hebat dari teman-temannya dengan cara menjadi seorang germo. Sementara itu, di dalam perasaan bersalah terhadap Ibunya, partisipan akhirnya berhenti melawan, dan bertekad untuk berubah. Partisipan sebenarnya sadar bahwa segala perbuatannya melanggar norma sosial, namun ia merasa bahwa semua sudah terjadi, dan kini partisipan berusaha menghadapi segala konfliknya dengan tenang dan lebih santai.
B. Diskusi Konflik kehidupan seorang clubber yang peneliti jadikan sebagai bahan analisa ternyata tidak hanya menghasilkan kesimpulan yang telah peneliti jelaskan sebelumnya, tetapi peneliti juga menemukan hal lain yang menarik untuk menjadi bahan diskusi. Berikut ini adalah temuan yang peneliti dapatkan dari kasus tersebut : Motif partisipan melaksanakan aktivitas clubbing untuk pertama kali adalah karena ingin memuaskan rasa ingin tahunya, dan memenuhi ajakan teman. Selanjutnya, motif yang membuat partisipan tetap menjalani aktivitas clubbing adalah pengaruh teman-temannya, dan ingin meraup materi berlebih. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Malbon (1999) pada sejumlah klub malam di Inggris yang menyebutkan, bahwa motif yang mendorong seseorang untuk clubbing adalah musik, sosialisasi, mendapatkan suasananya, dancing, penggunaan obat-obatan, dan bertemu partner seks.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
C. Saran Dengan melihat hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Saran Praktis 1. Dalam bersosialisasi, individu hendaknya lebih berhati-hati dalam memilih teman karena teman memiliki peran dan membawa pengaruh yang cukup besar dalam tingkah laku kita. Sebaiknya individu memilih teman yang dapat memberikan pengaruh positif, dan bukannya akan menjerumuskan individu tersebut ke dalam hal-hal negatif dan menyimpang. 2. Peran orang tua juga sangat besar untuk mencegah terjadinya berbagai tindakan sosial menyimpang dalam dunia clubbing, seperti seks bebas, penggunaan
obat-obatan
terlarang,
dan
mengkonsumsi
minuman
beralkohol. Penanaman nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral yang kuat, serta pendidikan seks, adalah cara-cara yang dapat dilakukan orangtua dalam mencegah berbagai tindakan negatif tersebut. Orangtua juga diharapkan dapat memberikan perhatian dan kasih sayang yang memadai kepada anak, agar sang anak tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. 3. Peran pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadapa klub-klub malam, dan berbagai sarana hiburan malam yang lain sangat dibutuhkan. Hendaknya pemerintah juga menegakkan hukum yang berlaku kepada para pelaku tindakan yang sudah melanggar hukum yang berlaku. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
2. Saran Penelitian Lanjutan 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada seorang clubber. Hendaknya penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan melihat perbedaan konflik pada karakteristik sampel yang berbeda sehingga lebih banyak ditemukan temuan-temuan yang memperkaya penelitian. 2. Disarankan untuk juga menggali informasi tidak hanya melalui partisipan saja namun juga melibatkan pihak-pihak yang terkait seperti keluarga dan teman agar informasi yang didapatkan lebih akurat.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
Art&Nor. (2008). Addict Hiburan Malam: Prestasi Merosot, Bawa Dampak Negatif buat Teman. [online]. http://cache.search.yahooht2.akadns.net/search/cache?ei=UTF8&p=dunia+gemerlap+remaja.www.ja wapos.co.id/deteksi/index.php%3Fact%3Ddetail%26nid%3D9267&w=duni a+gemerlap+remaja&d=Va3KYy72RJRx&icp=1&.intl=us. Badriah, Fase. (2005). Boyz Only. Jakarta: Gema Insani Banister, P. (1994). Qualitative Methods in Psychology A Research Guide. Buckingham: Open University Press. Baron & Byrne. (2005). Social Psychology (10th ed). Pearson Education, Inc.
Barry, Monica. (2005). Youth Policy and Social Inclusion. Eysenck, M. W. & Keane, M. T. (2001). Cognitive Psychology 4th ed. Philadelphia: Taylor & Francis Inc. Gay, L. R., & Airisian, P. (2003). Educational Research: Competence for Analysis & Aplication 7th ed. New Jersey : Merril Prentice Hall. Ghazali, R. (2004). Studi Analisis Munculnya Daerah Rawan Seksual, Kasus Komersialisasi Seks Kalangan Anak Baru Gede (ABG) Di Beberapa Kota: Jakarta, Medan, Bandung, Jogjakarta, Surabaya. Pusat Penelitian Permasalahan Kesejahteraan Sosial, Badan Pelatihan Dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI. Hendra&Erna. (2006). Menjadi Penikmat Hiburan Malam. Sriwijaya Post. Minggu, 9 April 2006. Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. Jackson. P. (2003). Inside Clubbing: Sensual Experiments in the Art of Being Human. New York: Berg.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Kandores, Y. (2006). Potret Dunia Malam di Manado. [online]. http://www.hariankomentar.com/arsip/arsip_2006/jun_24/kota03.html. Tanggal Akses: 10 November 2008 Kartono, K. (2005). Patologi Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kuswardono, A. A. (2003). Joget Kebayoran sampai Kota. Tempo: Majalah Berita Mingguan. Edisi 15 September 2003. Malbon, B. (1999). Clubbing: Dancing, Ecstasy, and Vitality. London: Routledge. Marisaduma. (2007). Indonesia’s Dance Culture: The Society’s Scapegoat. [online]. http://journal.marisaduma.net/2007/04/30/mengenai-budayaclubbing-dan-rave-indonesia. Tanggal Akses: 8 Agustus 2008.
Moleong, L. J. Dr. MA. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif (Cet. 13). Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya. Parahita, G. D. (2008). Tuhan di Dunia Gemerlapku; Sebuah Buku Reportase. Yogyakarta: Impulse.
Poerwandari, E, K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia: Lembaga Pembangunan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Psychemate. (2007). Chatarsis With Clubbing. [online]. http://psychemate.blogspot.com/2007/12/chatarsis-with-clubbing.html. Tanggal Akses: 11 Agustus 2008. Putra, N. (2008). Diskotik, Malam, Medan, Seks: Ini Medan Bung..!. [online]. http://nirwansyahputra.wordpress.com/2008/02/05/ini-medan-bung-2/. Tanggal Akses: 18 November 2008. Rachman, E. & Omar, P. (2004). Gaul, Meraih Lebih Banyak Kesempatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Ruz. (2006). Pendapat Sebagian Orang Tentang Kebiasaan Dugem. [online]. http://raditzone.blogspot.com/2007_05_01_archive.html. Tanggal Akses: 13 Agustus 2008. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Sarwono, S. W. (1983). Teori – Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.
Sarwono, S. (2001). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Stevanio, A. (2007). Under Seventeen (Mengungkap Kehidupan Malam Remaja Metropolitan). Yogyakarta: Pustaka Anggrek (Anggota IKAPI). Thornton, S. (1995). Club Cultures: Music, Media, and Subcultural Capital. Cambridge: Polity Press. Tary,
Susanto A. (2008). Remaja Dan Godaan Dugem. [online]. http://kakak.org/home.php?page=artikel&id=71. Tanggal Akses: 11 Oktober 2008.
Wikipedia. (2008). [online]. http://en.wikipedia.org/wiki/Nightclub.
Yin, R. K. (1996). Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Ypha. (2008). 90% Remaja Pernah Berhubungan Seks. Sinar Indonesia (Sindo). Edisi 8 Mei 2008.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA
A. Latar Belakang Subjek : 1. Bagaimana identitas subjek? 2. Bagaimana keadaan keluarga subjek? 3. Bagaimana subjek dibesarkan dalam lingkungan keluarga? 4. Bagaimana keadaan perekonomian subjek? 5. Bagaimana kondisi keagamaan subjek dan keluarganya? 6. Bagaimana lingkungan sosial subjek?
B. Proses menjadi clubber: 1. Bagaimana keadaan sebelum subjek menjadi clubber? 2. Bagaimana keadaan subjek ketika pertama sekali memasuki klub? 3. Mengapa subjek pertama sekali mau clubbing? 4. Mengapa subjek tetap meneruskan aktivitas clubbing atau menjadi seorang clubber? 5. Hal-hal apa yang dialami dan dilakukan subjek ketika menjadi seorang clubber?
C. Proses terjadinya konflik : 1. Bagaimana keadaan saat subjek pertama sekali merasakan konflik? 2. Mengapa subjek merasakan konflik? 3. Bagaimana konflik yang dirasakan subjek? 4. Bagaimana subjek menghadapi konflik kehidupannya?
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
LAMPIRAN B PEDOMAN OBSERVASI
Partisipan : Hari/Tanggal : Waktu : Tempat :
Hal-hal yang diobservasi : 1. Penampilan fisik partisipan 2. Tempat wawancara 3. Perilaku partisipan saat wawancara 4. Perilaku pastisipan kepada peneliti yang mewawancarai 5. Perubahan ekspresi wajah selama wawancara berlangsung
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
LAMPIRAN C LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian
: Konflik Kehidupan Seorang Clubber
Peneliti
: Seviria Marlina Panjaitan
NIM
: 051301132
Nama Subjek
: Bito
Saya yang bertandatangan di bawah ini, secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun, bersedia berperan serta dalam penelitian ini.
Saya telah diminta dan telah menyetujui untuk diwawancarai sebagai subjek dalam penelitian mengenai konflik kehidupan seorang clubber.
Peneliti telah menjelaskan tentang tujuan dan manfaat penelitian ini, serta kerahasiaan akan indentitas diri dan informasi yang diberikan, yang hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian saja. Dengan demikian, saya menyatakan tidak keberatan dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Medan, 08 Februari 2009
Subjek,
Bito
Peneliti,
Seviria Marlina Panjaitan
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
LAMPIRAN D Wawancara I Tanggal Waktu Lokasi Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
: 09 Februari 2009 : 20.45 – 22.55 : Mc.D Iter/Itee IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE
Transkrip Wawancara Hi Bito.. Hi Sevi..dah lama? belum koq..darimana tadi emangnya? itu,nemenin saudara jauh..sepupu dan tante dari Aceh.. Ooh..capekla ya? Ia nih,capek banget.. Jadi gapapa nih, kita wawancara? Gapapa koq..(tersenyum).. Yaudah,,hmm,,bito sekarang tinggal dimana nih? Di jalan kapten muslim.. Tinggal sama siapa? Ngekos..satu kamar 3 orang.. Orangtua dimana? Di banda aceh.. Ceritain tentang keluarga donk.. Aku anak ke 4 dari 4 bersaudara,anak 1 cowo,ke2 cewe,ke3 cowo, ke4 saya sendiri..hehe..papaku pegawai negeri,,mamaku dulu dagang, sekarang ibu rt Pendidikan terakhir kamu? Aku tamat sma, sempat sih kuliah, tapi karena saking enaknya aku gak kuliah lagi.. Enaknya bagaimana? Hehe..udah males kuliah..hehe.. Sma nya dimana? Di medan,,di amir hamzah.. Waktu itu tinggal sama siapa? Sama nenek aku... Kuliahnya dimana? Di ibbi.. Keadaan keluarga gimana? Sebenarnya papa mamaku fun-fun aja. Tp karena jarang berkomunikasi, itulah, aku SMA di medan. Aku dengan keluargaku sama dari aku kecil,
Kesimpulan
Subjek tinggal satu kamar 3 orang (1) Subjek anak bungsu (2)
Subjek tidak melanjutkan kuliah karena malas (3)
Subjek jarang ber komunikasi
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
IR IE
IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE
sampai aku SMP.. Hubungan dengan saudara? Hubungan dengan saudara-saudaraku bisa dibilang, biasa aja. Ya siapa loe siapa gue. Aku gak ganggu mereka, dan mereka jangan ganggu aku.. Kalau dengan ayah mama? Kalau masalah uang sih, ayah ya..hehe..kalau curhat, lebih sering ke mama.. Berarti sampai sekarang masih tetap keep contact? Dengan mama, masih..tapi kalau dengan papa, sekedar aja.. Hmm..keadaan ekonomi keluarga kira-kira bagaimana? Yah..cukuplah.. Tadi kecil di aceh, trus ke medan, trus pindah lagi ga? Aku kepengen kerja, trus hijrah ke jakarta.. Disana ngapain aja? Yah, pertamanya sih, aku kepengen senangsenang, pengen jalan-jalanlah ke jawa..dan pada suatu hari aku dapat kerja, aku kerja di hotel, eh, salah, sebelum di hotel aku kerja di agency model, namanya centra agency Jadi model? Bukan, di bagian administrasi.. Ooh..terus? Aku sempat kerja disana selama 4 bulan sebelum tsunami..terus aku balik ke banda aceh, dan terjadilah musibah tsunami itu.. Oh, jadi kena tsunami kemaren..gimana ceritanya? Iya..aku pas mau balik ke jakarta lagi tuh..paginya kan beli sarapan, balik ke rumah, trus gempa kuat kali..tiba-tiba orang pada lari sambil teriak-teriak “air..air...”, tiba-tiba datanglah air tinggi sekali dari 3 arah, depan samping kanan dan kiri..karena uda gak tau mau gimana lagi, akhirnya kami berpelukan aja..dan terpisahlah aku, mama, papa, dan nenek..2 hari aku ketemu papa di camp pengungsian, mama 3 hari, dan nenek hilang.. Oh ya? Turut berduka ya.. Yaudah, pasca tsunami itu, aku balik lagi untuk meneruskan kontrak kerjaku disana..
dengan orangtua dan saudarasaudaranya (4)
Keadaan ekonomi keluarga berkecukupan (5)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127
IR IE IR IE IR IE IR IE
IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
Terus, kerja yang di hotel tadi? Habis kontrak aku kerja jadi bell boy, karena kerja aku bagus, aku ikut ujian, aku terpilih jadi receptionist di hotel itu.. Berapa bulan kerjanya? Itu 6 bulan.. Setelah itu kemana lagi? Habis itu aku tetap juga di jakarta, tanpa ada pekerjaan sama sekali..ya, aku banyak dapat kawan disana..merekalah yang mengajari aku apa yang namanya kehidupan, inilah yang namanya kehidupan.. Maksudnya gimana? Yang gimana gitu, maksudnya, aku tau dunia malam, aku tau obat-obatan, aku tau seks bebas, pokoknya yang bisa menyenangkan diri aku.. Berarti itu semua awalnya tau dari temen-teman di jakarta? Ya..dari teman-teman di Jakarta.. Waktu itu Bito tinggal dimana? Awalnya aku nge kos rame-rame ama teman, tapi karena aku pengen bersolo karir, aku pisah dari mereka, dari situlah aku mulai ngejalanin bisnis lah.. Maksudnya bisnis apa? Ya..aku jual obat, sambil jual obat aku jual teman-teman aku.. Oo.. Secara waktu aku tinggal ama mereka, aku yang dibuat begitu.. Oo.. Itu gimana ceritanya? Ya..sebelum aku pindah, pisah dari mereka, aku tau dunia obat-obatan, dunia dugem, seks bebas itu dari mereka..aku tanya,”bagaimana sih, koq uang kalian berlebih, secara gaji kan gak cukup untuk kehidupan di jakarta ini”..kata mereka,”kita punya tampang kan, kenapa tampang kita ini gak kita pergunakan? Sekarang ginilah, gak usah kita mikir dosa, dosa itu kita gak berbuat pun uda dosa. Ya kita sering kan ejek-ejekan ma kawan, itu juga dosa, dosa kecil sama dosa besar pun sama aja, hukumnya tu sama..” Oo..itu teman-teman pada bilang kayak gitu ya? Ya..karena akunya masih lugu, masih bodoh dulunya..aku terikut dengan mereka..yah, aku masuk ke club..tapi pertama kalinya aku gak
Subjek mengenal dunia malam dari temantemannya (6)
Subjek menjalani bisnis obatobatan terlarang dan prostitusi (7)
Subjek
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173
IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE IR IE IR IE
IR IE
berani.. Berarti pertama kali ke club masuk aja gitu? Masuk aja..liat-liat dulu keadaan..tapi aku perhatiin mereka, koq nyantai gitu..yah, pertamanya diri aku nolak, hati aku tuh nolak..tapi kupikir-pikir, dengan gaji yang hanya 2 juta, itu kurang..lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan..dari situlah aku berani terjun ke dunia malam tersebut.. Oo..itu tahun berapa? Itu awal 2006 Jadi sebelum itu belum pernah clubbing? Jujur aku tuh belum pernah sama sekali, yang namanya ke dunia malam itu, aku ga pernah..waktu tahun 2004, retro kan udah ada, aku diajakin teman-teman, “retro yok!”, aku tanya, “apa tuh retro?”, “dugem..dugem..”,”enggak ah”, karena aku tahu, itu aku masih sekolah, disitu tuh aku gada duit, tapi mereka maksa, biarpun mereka maksa tuh aku gak mau.. Terus yang di jakarta ini, kenapa jadinya mau? Ya aku kepengen nyoba gitu..karena aku pikir aku uda dewasa, aku pengen..gimana sih dunia malam? Gimana sih dugem itu? Gimana sih rasanya? Aku kan kepengen coba..tiap orang kan pasti ada rasa..mh.. Penasaran ya.. Ha..penasaran..tapi aku jadi ketagihan..hehe.. Hehe..pertama kali ‘masuk’ di club mana? Aku pertama kali di stadium.. Disitu bito ngapain aja? Pertama kali masuk ya, aku distempel tangannya, terus yaudah aku duduk, gitu..temen-temen aku pada keluar, ada yang dibooking..temen-temen aku ada cewek cowok, semuanya..taulah kegiatan mereka ngapain, demi mendapatkan selembar uang kertas...(tersenyum miris) Duh, bahasanya..hehe..berarti disitu bito masih duduk diam aja? Iya..aku tuh perhatikan gitu, apa sih kegiatan mereka..kenapa sih satu malam itu mereka bisa menghasilkan segini, gitu..aku kan pengen kan nunjukin aku tuh berubah..gausah jauh-jauh, kita kan pengen, handphone kita gini, trus kita liat, pengen handphone yang lebih, kenapa sih mereka
mengalami pergolakan batin ketika pertama kali clubbing (8)
Subjek ingin merasakan dunia malam karena menganggap dirinya telah dewasa (9)
Subjek hanya duduk mengamati kegiatan temantemannya dan suasana klub ketika pertama kali memasuki klub (10)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219
IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
IR IE IR IE IR IE
IR
dalam waktu segini mereka bisa ganti-ganti handphonenya,,itulah pekerjaan mereka.. Gimana sih pekerjaan nya? Ada yang jual obat, ada yang di booking, ada yang dibooking tante-tante, ada yang dibooking om-om, dan ada juga yang dibooking, laki-laki dengan laki-laki..tapi yah, kalau uda mabok, ya dengan teman terdekat, kadang-kadang satu apartemen itu mereka bisa party, tukar-tukaran pasangan..padahal itu pasangan teman-teman mereka juga.. Orgy ya? Iya... Oo.. Nah, disitu aku belum berani, tapi lama-kelamaan aku harus coba..kenapa mereka bisa aku gak bisa, gitu.. Tadi bito bilang di hati bito ada penolakan ya? Iya, nolak sih ada..cuma aku harus tahu, gimana sih kehidupan di sana..gimana sih di dalam ruangan itu, gitu.. Sampai di tempatnya gimana, masih tetap raguragu atau bagaimana? Iyah, aku tuh sebenarnya takut..abis itu yah, sekali dua kali aku masih takut, tapi yang ketiga kali dan seterusnya, aku uda terbiasa, dan aku ngikutin jejak mereka.. Hmm..nyoba apa dulu pertamanya? Aku..pertama kali coba, eh, shabu..karena aku heran, kawan aku koq bisa sih satu maleman koq ga tidur.. Itu shabu efeknya apa? Banyak yang bilang sih dopping..biar tahan..tapi pertama kali aku make itu, diri aku tuh yang lemes gitu..masih belum bisa menerima gitu, aku jatuh..tanpa makan, kalau nyabu tuh gada selera makan..bawaan haus.. Oo..tapi rokok uda dari dulu? Kalau merokok uda dari sma.. Oo..habis nyabu, apa lagi? Dari shabu, aku coba pil..ecstacy.. Itu efeknya apa? Bawaanya lebih enjoy, gitu..eh,,pengen goyang aja..nyantailah, enjoy dalam semua kegiatan..dugem itu lebih enak.. Terus?
Teman-teman subjek menjalani bisnis obatobatan terlarang dan prostitusi (11)
Subjek mengalami penolakan dalam batin,namun lama-lama terpengaruh temantemannya (12)
Subjek merasa takut pertama kali, namun menjadi ketagihan (13) Subjek menggunakan obat-obatan terlarang (14)
Subjek sudah merokok sejak SMA (15)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265
IE
IR IE IR IE IR IE IR IE
IR IE
IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE
IR IE
IR IE
Tapi yang gak mau aku coba sampai sekarang tuh, suntikan..karena aku trauma, temen aku ada yang meninggal.. Oh ya..kenapa? Od.. Oo..hm, harga obat-obatannya berapa? Tergantung, mulai dari 50ribu-150ribu.. Itu dapet darimana pertamanya? Pertama kali aku dapetin itu, dari kawan.. Gratis? Ia..dia kasi aja, kasi, kasi aja, pertamanya,, abis itu, ya kita uda kecanduan, gak mungkin kita gak beli.. Hmm..kalau minum? Haha..kalau minum itu udah kayak air putih.. Hehe..awalnya dibayarin juga? Iya.. Biasanya minum apa? Banyak, tequila, red label, casanova, banyak deh merk-merknya..tapi aku lebih suka ngobat daripada minum..aku kalau uda ngobat gak kan minum lagi..sayang uangnya..hehe.. Setelah minum, ngobat..? Yah,ujung-ujungnya, pasti...bercinta.. Dengan siapa pertama kali? (tersenyum) jujur ya, pertama kali yang bayar aku, senilai 3 juta, aku ml dengan laki-laki umurnya 48 tahun... Oo..dimana tuh kejadiannya? Di apartemen dia, di mall taman anggrek.. Itu tuh, pas dugem keberapa? Itu dugem ke-5.. Gimana ceritanya? Aku tuh mabuk, dia memang uda merhatiin aku pas dari pertama kali masuk stadium, dan nanya ke temen-temen aku,”itu siapa”.. Teman-teman uda kenal? Udah kenal, karena dia membernya stadium..jadi, bapak itu ngincar aku dari pertama kali, dari pertama dia uda ngerasa kepengen nyobain..aku yang gak mau, dan pokoknya tanpa aku tahu, kenapa sih aku gak pernah bayar tuh karena dibayarin dia.. Ooh..terus-terus.. Sebenarnya sih aku nolak, tapi temen-temen bilang, “koq gitu sih lo, kan bapak itu yang
Subjek sudah terbiasa minumminuman keras (16)
Subjek melakukan seks bebas (17)
Subjek menolak, namun terpaksa menuruti teman-
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311
IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE IR IE
bayarin lo”..aku kaget, koq bisa gitu..”Aduh to, di jakarta ini gada yang gratislah..buang air kecil aja kita bayar, apalagi minuman gini..emangnya bapak lo presiden?bapak lo presiden aja lo bayar masuk sini, lo tuh dibayar loh, bukan gratisan, bukan nasi uduk yang harganya 10rb, lo mau dibayar 3 juta”, “aku harus gimana?”,”ya lo terima la ajakan dia”. Karena aku ngerasa berhutang budi sama bapak itu, ya hutang budinya negatif ya, akhirnya aku nerima ajakan dia..yaudah deh..disitu, dia dengan tenang, dia bawa aku keliling-keliling jakarta, itu dari jam 4 pagi..di dalam mobilnya lengkap dengan semua minuman, dia gak mabuk, pokoknya dia mabukmabukin aku, sampai diatas apartemen dia, terjadilah hal itu....besok paginya, dia nanya, “kamu seneng gak?”, aku cuma jawab, “aku gak bisa bilang, aku senang atau enggak, tapi yang kurasakan sakit” Hmm..setelah itu? Kalau hubungan aku dengan dia, gak sampai disitu sih, tapi aku gak mau terima lagi ajakan dia..aku bilang ke dia, “pak, aku ngelakuin ini karena terpaksa, aku gak tahu, aku ngerasa berhutang budi” Terus dibayarnya gimana? Dia bayar pakai cek.. Uangnya dikemanain? Uang itu, setengah buat aku, setengah buat teman-teman aku..gitulah, aku yang disodorsodorin terus..ada yang tante-tante, ada yang bapak-bapak..dari umur 18 tahun sampai 40an, mereka kasih ke aku..itulah akhirnya terjadi konflik dengan teman-teman aku, kenapa sih aku terus yang disodorin.. Lalu? Akhirnya aku pindah dari kostan, ke rumah susun..pertama rasa dendam aku ada, aku harus lebih dari mereka.. Dalam hal? Ya..aku akan berganti posisi..aku yang akan manfaatin orang..jadinya jahat.. Oo..di rumah susun, sendirian? Aku sendirian, gak ada sama sekali sanak saudara..lokasinya juga brutal lah, preman dimana-mana..serem..
temannya untuk ’menemani’ seorang bapak, karena merasa berhutang budi (18)
Subjek mengalami konflik dengan temantemannya (19)
Subjek merefleksikan rasa dendam terhadap temantemannya dengan memanfaatka n orang lain (20)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357
IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
Itu di jakarta mana? Jakarta timur.. Oo..nah, tadi kan bito pengen lebih dari mereka,,terus apa yang bito lakukan? Aku jual pacar aku sendiri.. Terus? Bukan pacar sih sebenarnya, aku dulu mantan dia..dia uda tau aku gimana, tapi aku gak suka ama dia karena dia munafik.. Maksudnya munafik? Dia tuh di belakang aku lebih dari itu..karena, obsesi aku lebih dari mereka, aku jual dia.. Hemm..itu gimana prosesnya? Waktu itu kita sama-sama lagi membutuhkan uang, jadi dia telepon aku minjem duit, dia masih panggil aku sayang, biarpun kita cuma teman, “sayang, boleh pinjem uang ga?”,”buat apa?”, “aku mau ke salon nih”, “ke salon?gak ada..aku gada duit”,”koq gada sih, uang kamu kan banyak..!”, “loh, kalau uangku banyak, emangnya harus kukasi ama kamu, secara hubungan kita uda gada apa-apa lagi, cuma teman. Gini aja deh, kalau ada, kamu mau pinjam berapa?”, “ya aku mau pinjam 1 juta”, “kamu bisa lebih dari itu, tapi ada syaratnya, mau ga nemenin temen aku?”,”hah?maksudnya?aku kerja....?Enggak!!”,”oh, yaudah, kalau gak mau, gada”..akhirnya dia nelepon lagi, “yauda deh, aku terima tawaranmu”. Dia memang masih virgin, dia memang sering keluar malam, tp belum pernah ml..aku tuh dapet uang dari dia 5 juta, untuk dia 3 juta, dia dibayar 8 juta.. Oo.. Dia dari keluarga yang kurang mampu, tapi karena kehidupan di jakarta tu kawannya wow, diapun terikut..namanya vivi.. Oo..dapat pelanggannya darimana? Ya aku ngajak dia ke stadium..aku ketemu dengan temen-temen aku juga, mereka bilang, “uda sukses ya sekarang, bisa jalan sendiri”,”iya donk, tiap kehidupan kan harus ada perubahan,emangnya kalian aja yang bisa”, yaudah kami pecah kongsi tu..hehe.. Hehe..terus.. Yauda, aku tu jalan ma vivi gandengan tangan emang, trus ada bapak-bapak yang nanya, “itu
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403
IR IE IR IE
IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE
siapa”, “temen..”,”bisa?”,”oo..bisa, tapi bayarannya tinggi”,”berapa?”,”10”,”ah,,enggak ah..”,”gak nyesel?”,”emangnya dia masih virgin?”,”sumpah dia masih virgin”,”okelah kalau gitu, tapi jangan 10 deh”, yaudah akhirnya 8juta, kami ke atm, aku bawa dia..itu pertama kali aku jual orang.. Abis itu? Abis itu aku ke kawan-kawan aku yang lain, butuh uang-butuh uang, ya aku nolongin.. Nah, bito sendiri? Ya kalau ada tawaran mau aku, kenapa nolak? Kenapa? Rejeki gak halal? Aduh, gak usah cerita halal gak halal deh zaman sekarang ini.. Hehe..tarif bito berapa? Pernah gak dibayar, karena aku suka. Tapi dia belanjain aku, apa yang aku suka dibeliin..salah satu istri pejabat di jakarta.. oo..kalau bayaran tertinggi berapa? Aku pernah dibeliin motor..motornya uda kujual lagi, aku beli tiger..hehe.. Ok..setelah itu, di jakarta ngapain lagi? Beberapa bulan di jakarta, aku balik ke medan tahun 2007..disitu aku yang menutup diri dari, bisa dikatakan, germo..tapi, dunia malam itu udah jadi darah daging ke aku..tp sekarang, kalau narkotika ada, tapi ga kayak dulu.. Frekuensi ke club malam dulu berapa kali? 100%.. Setiap hari berarti? Iya, setiap hari.. kalau sekarang di medan ini? 60%, ya 3 x seminggu lah..beda, di jakarta tuh buka tiap hari, 24 jam..disini kadang mau tutup..retro, lg, soccer, tobasa, tapi dulu tobasa gak ada, tahun 2008 baru ada..aku satu malam tu bisa 3 tempat, kalau lagi obat..lagi on-on nya.. Sekarang seringnya ke klub mana? Ke tobasa sih.. Oo..terus tahun 2008 gimana? Aku tuh tidak terlalu open.. Maksudnya? Aku masih tetap menyalurkan, tapi pengen berubah.. Maksudnya? Ya itu, aku tuh menolak..enggak, gak mau
Subjek dulunya rutin setiap hari pergi clubbing, dan sekarang berkurang frekuensinya (21) Subjek ingin merubah perilakunya (22) Subjek bingung menentukan antara
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449
IR IE IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
IR IE IR
IE
IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE
lagi..hatinya sih pengen, tapi jiwaku nolak.. Jadinya gimana? Akhirnya, aku banyak dicap, “lu munafik banget, dulu lu gini, gitu”,banyak deh..banyak yang make aku cina, gak cowok gak cewek..aku hanya bilang, “lain dulu lain sekarang” Itu stop total atau gimana? Gak stop sih, dunia malam tu, ampe sekarangpun aku gada stopnya, tapi kalau dunia seks bebas itu, aku tuh harus.....dan satu ya, aku gak mau punya penyakit.. Kalau berhubungan pakai pengaman? Aku pakai pengaman, ada sih mereka yang gak suka..dan aku pernah, menemukan orang yang hyper.. Oh..bagaimana ceritanya? Itu, aku 3 hari disekap di kamar. Ntar deh kita ketemu lagi, aku kasi liat diri aku dulu ama yang sekarang..beda banget.. Foto maksudnya? Ia..sekarang tuh aku uda tegap, uda besar, uda gemuk.. Oh ya?hehe..gak kebayang gimana kurusnya..ntar bawa yah..terus-terus, yang hyper tadi gimana ceritanya? Aku disekap di puncak, di kamar selama 3 hari..aku keluar dari kamar mandi..dari lubang angin itu.. Hoo..ada sadisnya gak dia? Tau gak cambuk?? Iya.. Aku dipukul pakai cambuk.. Berarti dia sadism.. Bukan sadis lagi, tapi pembunuhan.. Ya ampun, ketemu dimana ama orang itu? Ketemu di klub juga.. Dibayar berapa? Aku dibeliin handphone, aku dibeliin emas, aku dibeliin, pokoknya segala yang kuminta...tapi mereka memang lihat muka aku, banyak sih kawan-kawan aku yang agamanya kuat, aku sering curhat dengan mereka, yang paling aku balik ke mereka juga, mereka tahu pekerjaan aku apa , tapi mereka bilang, “kami gak bisa bilang apa-apa, kembalilah ke jalan yang baik”. Ya sekarang gini aja, dari kita dulu. Kita gak kan bisa
keinginan hatinya dengan penolakan jiwanya (23)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495
IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE
berubah, kalau kita nya gak mau berubah.. Ya..kalau agama di keluarga bito bagaimana? Kalau mama sih taat, kalau papa, hangat-hangat taik ayam..kapan mau sholat, sholat, kapan engga, ya engga.. Kalau abang dan kakak? Abang dan kakak ya sama aja.. Bito sendiri? Kalau puasa, insya allah, biarpun aku tinggal di jakarta, dalam sebulan tuh aku gak kan berbuat yang diharamkan oleh allah.. Kalau sehari-hari? Ya..bolong-bolonglah sholatnya..tapi kalau jumat, aku tetap sholat jumat.. Oo, sekarang masih tetap ‘nyalurin’? Gak lagi, kalau ada itu aku suka sama suka..tapi, selama aku kerja di jakarta, gak pernah uang itu aku kasi ke ponakan aku..ke mama aku juga, aku gak pernah ngasi uang hasil jual diri aku, gak pernah..gaji aku 2 juta setengah, itu yang aku kirim.. Oo..dari hasil kerja administrasi model? Bukan, yang dari hotel, resepsionis.. Oo..gak ditanya-tanyain? Mamaku nanya, kan tante aku tahu kalau gaji aku memang 2 juta setengah..kalau dikirim semua, bagianku apa gt..mamaku nanya,”gajimu kan 2 juta setengah, koq dikirim semuanya?”,”gpp ma, aku ada uang masuk sendiri koq, aku nyanyi”..dari dulu aku dah ikut-ikut nyanyi, dari dulu bakat aku nyanyi..piala aku banyak banget..kalau gak kena tsunami, satu lemari kaca tuh uda penuh, aku nyanyi dari kelas 1 sd.. Oh ya,,sama donk hobi kita,,tapi pialaku masi hehe..terus..? Mama cuma berpesan, “jangan sampai salah gaul” Itu gimana perasaannya? Ya sedih sih, tapi apa boleh buat..nasi udah jadi bubur, gak mungkin kan jadi nasi lagi.. Oo..yaya..ini Bito ada pacar? Ada sih yang suka ama aku, tapi aku gak suka..padahal dia baik banget..dia nerima aku apa adanya, katanya dia gak mau tahu masa lalu aku..tapi aku gak mau nyakitin, karena aku gak suka..
Subjek selalu puasa di saat bulan puasa, dan tetap sholat jumat (24) Subjek sekarang sudah tidak menjual orang lagi (25)
Subjek sedih membohongi orangtuanya, namun merasa sudah terlanjur (26)
Teman-teman sekumpulan subjek ada yang normal, homoseksual,
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528
IR IE
IR IE
IR IE IR IE IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE IR
Oo..kalau teman-teman sekumpulan Bito darimana aja sih? Ada yang BK (Belok Komuniti), ada yang lesbian, ada yang normal juga..ada teman sma, ada yang kenal dari kawan ke kawan, dari chatting juga.. Oh, gitu.. Tapi aku pernah nyaman banget ngerasa sama seorang cowok..kami tuh tinggal bareng waktu di rumah susun itu..aku sayang banget ke dia..dia tuh perhatian banget, dewasa..tapi akhirnya dia putusin aku dan nikah, karena dia bilang hubungan sesama jenis tuh gak kan berhasil.. Perasaan bito sekarang gimana? Aku tuh uda nyesal..aku tuh pengen berubah sedikit demi sedikit.. Berubahnya bagaimana caranya? Ya..frekuensi sama teman-teman dikurangi, trus obat-obatan sedikit mengurangi.. Emangnya dulu berapa kadarnya? Kadang-kadang sehari itu bisa 10 butir.. Sekarang? 6 butir.. Oohh..terus target ke depan apa lagi? Aku target berubah aku umur 30 tahun, target menjadi dewasa 30 tahun, gak akan mengulangi kelakuan aku lagi yang sekarang Berarti, stop clubbing? Iya, stop clubbing, stop obat, stop seks bebas..tapi yang gak bisa aku hilangkan, rokok aku tu..hehe.. Hehe..susah ya..ini aja daritadi kita ngobrol da habis berapa batang ya?hehe.. Tak terkira..haha.. Yaudah deh, itu aja dulu..ntar kita jumpa lagi ya..thanks bito.. Ok d..kabarin aja ya..
lesbian, dan ada yang biseksual (27)
Subjek menyesali perbuatannya dan ingin berubah, salah satunya dengan mengurangi pemakaian obat-obatan (28)
Subjek memiliki target untuk berhenti di umur 30 tahun (29)
IE
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Wawancara II
Tanggal Waktu Lokasi
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
: 12 Februari 2009 : 20.30 – 21.45 WIB : Killiney
Refleksi
Iter/Itee IR IE IR IE IR IR
IE IR
IE
IR IE
IR
IE
Transkrip Wawancara Hi To.. Hoi.. Sudah makan belum? Udah tadi.. Ya sudah, mau pesan apa? (subjek memesan minuman) Langsung ajalah ya..Kemaren kan kita udah cerita-cerita tentang pertama kali Bito clubbing..Nah, sebenarnya apa sih yang membuat Bito pergi clubbing? Rasa ingin tahu..dorongan jiwa sih.. Setelah mengetahui dunia clubbing, bagaimana pemikiran Bito mengenai itu? Ya, pertama kali aku tahu dunia clubbing itu, menurut aku, hm, apalagi kita punya kegiatan, kerja ya, yang stres, yang..pokoknya yang buat ribet lah, rumit, kita bisa melampiaskannya disitu, gitu.. Melampiaskan, maksudnya? Jadi terlepas dari beban, apalagi kalau uda pakai minuman dan obat-obatan.. Kalau tentang musik dan dancing nya sendiri, bagaimana? Kalau menurut Bito, kalau cuma sekedar musiknya aja, itu biasa aja..tapi kalau udah
Analisa
Subjek pertama kali clubbing karena rasa ingin tahu dan dorongan jiwa (30)
Subjek melampiaskan stress di dunia clubbing, terutama dengan minuman keras dan obat-obatan (31)
Subjek merasa musik dan dancing hanya sekedar saja, namun bisa dinikmati dengan minum minuman keras dan memakai
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
IR
IE
IR IE IR IE
IR
IE
IR IE
‘itu’ (minum dan obatobatan), kita bisa menikmati sampai ke darah..darah pun ikut bermain.. oo..Terus, kemarin kan kita cerita kalau Bito itu ingin berubah karena udah capek, jenuh..Nah, itu sebabnya kenapa? Satu ya, Bito tuh pengen berubah karena dorongan diri..Aku tuh pengen menunjukkan sesuatu yang berbeda, kita kan gak tahu kapan ajal..dari situ Bito ingin berubah.. Berarti Bito tahu yang Bito lakukan itu salah? Tahu sih, tapi mau gimana lagi, udah terlanjur.. Terus kenapa lagi ingin berubah? Aku tuh pengen berubah, ya karena mamaku..Mamaku selalu nasehatin, memang sih sudah aku langgar, tapi aku kepingin ngebahagiain orangtuaku, di saat-saat tuanya.. Ooh..Bagaimana penanaman nilai-nilai dan keagamaan di keluarga Bito? Ada sih, memang ada, cuma namanya masih anak-anak, ya udah, ngaji tu sekedar tahu.. Berarti enggak terlalu dipantau juga ya? (menggeleng) Sebenarnya sih Bito tu udah salah duluan, tapi..gimana ya, rasa ingin tahu itu, apalagi waktu masa-masa pubernya, itu gak bisa ditolak gitu, yaudalah Bito jalanin dulu, gimana sih rasanya hidup di
obat-obatan terlarang (32) Subjek ingin berubah karena dorongan diri (33) Subjek tahu yang ia lakukan salah (34) Subjek ingin berubah karena Ibunya (35)
Penanaman nilai-nilai keagamaan di keluarga subjek hanya sekedar saja (36)
Subjek kurang kasih sayang (37)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127
IR
IE
IR IE IR IE IR IE
IR IE
IR IE IR
IE
dunia malam, pengen cobacoba, tapi yaa, ketagihan.. Apakah keluarga selalu mengajarkan nilai-nilai moral tentang yang salah dan yang benar? Ada sih, tapi dulu tuh memang keluarga sibuk sendiri..Bito tuh dari kecil, sebenarnya kurang kasih sayang.. Oh..memangnya orangtua Bito kemana? Mama dagang, papa kerja..Bito seringnya ke pembantu.. Kakak-kakak dan abangabang? Sering keluar.. Jadi Bito sering sendirian di rumah? Iya..terus waktu Bito SMP, memang mama ada, cuma mama tu ada sekedar yang misalnya, ambil rapor gitu, pokoknya kebanyakan ama yang bukan keluarga dekat, bukan kandung gitu, Bito lebih dekat ke tante, om.. Berarti dulu orangtua kurang perhatian sama Bito ya? Ya dulunya sih kurang, tapi gak tau ya, apa karena mama itu, yah, feeling seorang Ibu kan lebih kuat daripada feeling seorang anak, apa dia sudah tahu, Bito tuh anak malam, sekarang sih lebih sering nelepon atau sms.. Karena udah jauh juga kali ya? Iya.. Hmm..Apakah ada pergolakan batin setiap kali Bito melakukan ‘hal-hal itu’? Ya, setiap kali aku
Subjek merasakan pergolakan batin
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173
IR IE IR
IE
IR IE IR
IE
IR IE IR IE IR IE IR
IE
melakukan itu, pasti ada..kenapa sih aku kayak gini, gitu..tapi, di sisi lainnya, kalau gak kayak gini, aku stress.. Stress kenapa? Stress karena kerjaan, karena hubungan dengan seseorang.. Tapi kan Bito tetap melakukannya, jadi kenapa tiba-tiba akhirnya memutuskan untuk berubah? Hmm..faktor usia..Bito tuh gak mungkin gitu, ya contohnya lah, ya selebritis aja la, yang tua uda ga dipake lagi, kalau Bito terlalu mengekspos sekarang, ntar kan jatuh sendiri, dan image akan jelek..darisitulah Bito ingin berubah.. Berarti Bito mikirin image di masa tua juga ya? (mengangguk) Berarti Bito juga ingin menikah, membentuk keluarga, dsb? Intinya itu, tapi sampai sekarang belum ada yang pas buat Bito. Biarpun ada, tapi Bitonya yang belum bisa. Bito tuh takut.. Takut kenapa? Satu takut nyakitin dia, satu lagi karena Bito belum siap.. Belum siap secara apa? Secara mental.. Kenapa? Ya, Bito belum berani untuk jujur ke dia, siapa Bito... Sekarang bagaimana pandangan Bito tentang dunia gemerlap ini? Yah, Bito hanya berpikir, anak-anak sekarang gitu, “bang ayok dugem, ayok
di saat melakukan halhal menyimpang (38)
Salah satu faktor yang menyebabkan subjek ingin berubah adalah faktor usia (39) Subjek memikirkan image dirinya di masa tua (40)
Subjek ingin menjalin hubungan dengan seseorang, namun takut menyakitinya dan takut menungkap masa lalunya (41)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214
IR IE
IR IE
IR IE
IR IE
dugem”, “bukannya abang sombong ya, abang tuh udah capek, dunia gini tuh udah capek” Capeknya, bagaimana tuh? Ya, di kehidupannya itu, jenuh gitu..Karena ujungujungnya minum, narkoba, seks, ujung-ujungnya pasti itu.. Kalau misalnya kita dugem ujung-ujungnya kita dapat duit, siapa sih yang gak mau?Anak kecil aja mau..Tapi ujung-ujungnya kita pasti ke obat-obatan, minum gitu, nafsu kita tuh pasti naik, otomatis melenceng lagi kan? Berarti Bito yakin sudah ingin berubah? Yakin 100%..Tapi, Bito tuh gak munafik, Bito hanya manusia biasa ya, gak bisa menahan nafsu, tapi insya Allah, Bito akan coba, walaupun itu sangat berat.. Bito menyesal? Sangat menyesal..Kenapa sih Bito bisa terjun ke dunia itu..Tapi memang sih menyesal itu datangnya belakangan..Tapi Bito gak mau menyesal untuk penyesalan yang sangat besar, penyesalan kedua.. Ok deh..itu aja dulu untuk kali ini ya..Ntar Sevi tanyatanyain lagi yang kurang ya..makasi Bito.. Ok deh, makasi Sevi..
Subjek takut untuk jujur (42)
Subjek jenuh akan kehidupan malam yang akhirnya berarah ke minuman keras, narkoba, dan seks (43)
Subjek yakin ingin berubah (44)
Subjek menyesal (45)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Wawancara III Tanggal Waktu Lokasi Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Refleksi
: 18 Februari 2009 : 10.05 – 11.30 : Lontong kak Ririn
Iter/Itee IR
Transkrip Wawancara Analisa Kenapa akhirnya memutuskan untuk pergi ke Jakarta? IE Ya, Bito memutuskan ke Jakarta Subjek ingin kepengen cari pengalaman di mencari kota.. pengalaman IR Kemarin Bito bilang, dari dulu hidup sehingga sampai Bito SMA itu kurang gaul, berdomisili bagaimana akhirnya bisa berubah? keluar kota (46) Itu makanya kepingin hijrah ke IE Jakarta itu, dari sosok yang kita Keinginan subjek lihat di TV aja gitu kan, Jakarta tu untuk pindah tempatnya, bisa dikatakan hidup sendiri metropolitan, ya..tempat artis, dipengaruhi oleh orang yang jelek aja kalau beduit faktor media (47) bisa cantik. Bito tu pengennya gitu, apa karena tren aku bisa berubah.. Berarti memang benar-benar ingin IR ada perubahan ya? Iya..perubahan di dalam diri.. IE Nah, apa yang Bito rasakan ketika IR terjadi perubahan dari hidup bersama orangtua menjadi hidup sendiri di Medan dan Jakarta? Pertama kali ada tekanan-tekanan Subjek IE gitu, masih belum bisa mandiri. merasakan Tapi lama kelamaan, ya Bito bawa tekanan dalam enjoy aja.. menghadapi Berarti penyesuaian diri pada perubahan dalam IR awalnya....?? kehidupannya Ya..masih meraba-raba gitu..aku (48) IE ikutin aja alur jalan hidupku disana gitu..gimana aku bisa hidup, gimana aku bisa gaul..gitu aja.. IR Bito katakan kemarin kan temanteman di Jakarta yang awalnya ngajarin Bito apa itu kehidupan, itu maksudnya bagaimana? IE Ya, gimana ya..Kalau dibilang Subjek merasa mendapatkan ya Seorang kita iniClubber hidup, gitu.Tinjauan Seviria Marlina Panjaitan kehidupan, : Konflik Kehidupan (Sebuah Studi Kasus),arti 2009 USU Repository © 2009
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
IR IE IR
IE
IR
IE IR IE
IR
IE
Maksudnya, kehidupan yang memang betul-betul bukti dari segala sisi kehidupan. Dicoba kedewasaan kita, sanggupkah kita diuji. Ya, ginilah, di kasitau kawan gitu, “kamu mau tau gak kehidupan di Jakarta, kehidupan pahit senangnya tu gimana?”, di situ aku, “emangnya kekmana?”, apalagi masih muda gitu kan, pengen tahu.. Hmm..dengan kata lain hidup Bito juga benar-benar berubah ya? (mengangguk) total.. Berarti di dalam proses penyesuaian diri dalam kehidupan yang baru, akhirnya Bito bertemu teman-teman, dan akhirnya Bito mengikuti arus mereka, begitu ya? Iya..Gini, eh, Bito tuh sebenarnya ya, kalau memang Bito gak ngikutin arus mereka, sebenarnya gak papa, cuma dari Bito nya kepengen gitu, apalagi dengan pekerjaan Bito, yang penghasilannya pas-pas an gitu, ngeliat kehidupan mereka, koq bisa gitu, bisa beli ini, bisa beli itu, sewa apartemen, gitu..Jadi Bito tuh pengenlah kayak mereka.. Jadi sebenarnya alasan utama memasuki dunia malam karena rasa ingin tahu, atau penghasilan itu? Keduanya.. Yang paling utama atau pertamanya karena apa? Penasaran dulu, tiba-tiba dibumbui oleh rasa, “ih,koq bisa ya mereka dapat gitu..” Bagaimana perasaan Bito ketika pertama kali melihat kenyataan dunia malam atau di dalam klub itu? Yah, pertamanya sih kaget..Bito
kehidupan dan rasa ingin tahu terhadap dunia malam dari teman-temannya (49)
Subjek benarbenar merasakan perubahan dalam hidupnya (50)
Subjek sendiri yang tidak kuat menahan godaan untuk mengikuti kelakuan temantemannya di dunia clubbing (51)
Alasan utama subjek memasuki dunia clubbing adalah karena rasa ingin tahu, dan kemudian didukung oleh keinginan berpenghasilan lebih (52)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132
IR IE
IR
IE
IR IE
IR IE IR IE IR
IE
dari seorang yang cupu, gak tahu sama sekali tentang dunia malam menjadi Bito yang gaul, yang super hebat, drastis kan? Tapi lama kelamaan Bito bawa enjoy.. Pada awalnya ada tidak perasaan kalau itu salah? Iya..pasti kepikiran, gak bisa enggak..Tapi toh Bito yang jalanin..Selagi orang gak tahu perbuatan aku disini.. Hmm..Bito kan mengatakan ada penolakan di dalam batin, nah bagaimana Bito mengahadapinya sehingga akhirnya tetap memutuskan menjadi seorang clubber? Gimana ya, ya..satu, karena itu ada gitu, pertamanya sih nolak, terjun ke dunia itu tuh nolak, cuma ya gimana, di dunia itulah otot-otot dan pikiran-pikiran rumit yang ada di diriku tuh lepas, tenang, dan enjoy..Makanya Bito tetap ngejalanin.. Pikiran-pikiran rumit apa? Yah, kepengen mendapat penghasilan lebih juga, dan ternyata aku kepengen mendapatkan seseorang yang menyayangi Bito, dan di dunia ini Bito mendapatkan.. Pikiran tentang keluarga ada? (mengangguk) hmm..ingin mendapatkan perhatian lebih.. Maksudnya yang tidak diberikan keluarga gitu? (mengangguk) Hoo..terus, kan pada akhirnya Bito bilang Bito dimanfaatin ama teman-teman Bito, lalu Bito ingin membalas dendam. Kenapa Bito harus balas dendamnya jadi jahat ke orang lain? Eh, gini, Bito berpikir, kalau Bito balas dendam ke mereka gak
Subjek selalu memikirkan kesalahannya, namun tetap melakukannya, karena tidak ada pengawasan terhadap dirinya (53)
Subjek mengalami konflik batin ketika menjadi clubber, namun merasa tenang dan terlepas dari pikiran jika clubbing, sehingga ia tetap melakukannya (54)
Subjek kurang mendapatkan perhatian keluarga, namun ia mendapatkannya di dunia clubbing (55)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178
IR IE IR
IE
IR IE
IR IE
IR
IE
IR IE
IR
mungkin, toh yang ngajarin Bito mereka, masternya tu mereka. Bito sebenarnya gak niat dendam, cuma Bito kepingin Bito tuh bisa seperti mereka. Menunjukkan diri ya? Nunjukin diri (sambil mengangguk).. Lantas, perasaan Bito saat pertama kali menjual mantan pacar Bito bagaimana? Gini, pertamanya Bito sedih, penyesalan tetap datang terakhir ya, cuma aku tu gak mau dimanfaatin cewek gitu.. Dalam hal? Apa yang dia inginkan, harus dikabulkan. Pekerjaan, aku yang kerja, aku yang banting tulang, koq mereka sih yang nikmatin, kalau mau duit kerja dong.. Selanjutnya bagaimana perasaan Bito ketika ‘menyalurkan’ orang? Gini, Bito tuh gak maksa, Bito tuh take and give, dia butuh aku beri gitu kan..Ya, kalau misalnya dia gak butuh ya udah ngapain aku beri..Ya, bukan nyalurkan kalau bisa dibilang, nyariin.. Kemarin Bito bilang gak usah cerita gak halal, tapi kenapa Bito tetap gak mau ngirim atau ngasi uang dari hasil ‘begitu’ ke keluarga? Bito emang sekalipun gak pernah sama sekali ngirim duit hasil itu, gak pernah sama sekali.. Hmm..gada perasaan dosa atau gimana gitu? Ya kalau perasaan dosa, pasti ada lah..Cuma Bito lagi happy-happy nya gitu, koq mikirin dosa gitu, udah kita gak kerja-kerja..seharian di rumah aja, berdoa, berdoa, berdoa, berdoa..hehe.. Lalu, kenapa pada akhirnya Bito
Subjek ingin mendapatkan pengakuan diri (56)
Subjek merasa berdosa namun tetap melakukan pekerjaan tidak halal karena dikuasai perasaan senang dan karena ingin mendapatkan penghasilan lebih (57)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224
IE IR IE
IR
IE
IR IE
IR IE IR IE IR
IE
IR
IE IR IE IR
IE
memutuskan kembali ke Medan lagi? Satu ya, Bito mau ngilangin masa lalu Bito.. Pada saat itu udah ada keinginan untuk berubah? Ya, keinginan untuk berubah sih ada..Bito pengen aja untuk hidup normal lagi, tapi belum bisa drastis.. Ooh..lalu hingga sekarang, apa saja yang sudah berhasil Bito ubah? Ya..Bito tuh jarang menjual, terus obat-obatan ada sih ada, tapi ga terlalu kayak dulu, minuman juga jarang.. Itu kalau masuk atau ngumpul sama teman-teman ya? Iya..Ya Sevi sendirilah, kalau Sevi ulang tahun, itu tuh nyediakan, dikasi...gak enaklah nolak.. Ooh..tapi kalau sendirian gimana? Enggaklah.. Gak ngobat, gak minum, dsb? (menggeleng) Hmm..kemarin Bito katakan Bito ingin berhenti karena Bito jenuh di dunia malam tersebut. Maksudnya? Ya bosan..itu-itu aja gitu loh..lama-lama jenuh juga..capeklah..(tersenyum) Hmm..tapi masih adakah para clubber yang masih tetap,hm, ‘baik’ lah istilahnya.. Dari 100%,paling Cuma 20%.. Tapi ada ya? Jarang sekali lah.. Ooh..terus Bito juga menyinggung soal ‘ajal kan siapa yang tahu’, itu maksudnya apa? Ya maksudnya kan, gimana ya, kita mati besok juga gada yang tau kan..selama hidup kita uda gini, masak mati dikenang sebagai
Subjek ingin berubah, namun belum bisa total (58) Saat ini, subjek sudah tidak menjadi germo lagi, dan mengurangi konsumsi obatobatan serta minuman keras (59)
Ketika sendiri, subjek sama sekali tidak minum dan ngobat (60) Subjek bosan, capek, dan jenuh dengan segala rutinitas clubbing (61) Ada 20% clubber yang ‘baik’ (62)
Subjek juga memikirkan image nya di mata masyarakat (63) Subjek malu, namun berusaha tidak memikirkan
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270
IR IE IR
IE IR
IE
IR
IE IR
IE
IR
IE IR IE
IR IE IR IE IR
orang yang gini.. Berarti Bito juga memikirkan image ya? (mengangguk) Hmm..bagaimana tanggapan Bito terhadap respon masyarakat tentang dunia clubbing ini? Hmm..gimana ya, malu sih..tapi ya, aku berusaha cuek aja gitu.. Kemarin kan Bito cerita temanteman Bito yang lain takut dicap negatif kalau dekat-dekat Bito..Bagaimana tanggapan Bito? Sedih sih..Tapi aku harus ngertilah kenapa mereka gitu..Karena itu jugalah aku mau berubah.. Hoo..menurut Bito, clubbing itu budaya bertentangan dengan Timur gak? Sangatlah..(dengan tegas) Hoo..hehe..jangan marah..hehe..Jadi sekarang, kalau dari segi agama udah melakukan perubahan apa nih? Yah, walaupun masih bolongbolong, sholatnya masih adalah, lebih rajin..Kalau dulu waktu masih fun-fun nya, sama sekali gak ada loh.. Ooh..yaya..Hmm,ada persoalan lain lagi gak ketika memasuki kehidupan clubbing itu? Apa yah, ya itu sih...masalah kubu.. Maksudnya kubu? Kayak geng-geng gitu..Kelompok ini kelompok itu..Makanya Bito memutuskan bersolo karir.. Ooh..kalau persoalan lain ada gak? Gada kayaknya..namanya juga lagi happy-happy nya..hehe.. Hehe..tapi pertentangan batin selalu ada ya? Ada lah, tapi ya uda tertutupi sama rasa senang-senangnya.. Hehe.. oklah, sekian dulu..
(64)
Subjek sedih karena temantemannya ada yang menjauh karena tidak ingin dicap negatif (65) Subjek merasa clubbing sangat bertentangan dengan budaya timur (66) Subjek sudah meningkatkan kuantitas sholatnya (67)
Salah satu persoalan di dalam klub adalah mengenai kelompokkelompok clubber (68)
Subjek selalu merasakan pertentangan batin namun masih tertutupi rasa senang (69)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
271 272 273 274 275
terimakasih Bito..tetap semangat ya! Ok..thanks Sevi..kabarin aja lagi kalau mau ketemuan ya..dagh.. Ok d..dagh...
IE IR
Wawancara IV Tanggal Waktu Lokasi
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Refleksi
: 20 Februari 2009 : 15.00 – 16.15 : Qatari
Iter/Itee IR IE IR IE IR IE
IR IE IR IE
IR IE IR IE IR IE
Transkrip Wawancara Hei..Apa kabar kita? (tersenyum) Aduh, gak taulah Sevi, aku stres kali ni.. Loh..Kenapa? Aduh..(masih tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala) Yah..kenapanya? Gini, kemarin kan ada yang nelepon aku, bapak-bapak..Dia bilang, “Ini Bito kan?”, “Iya, siapa ni?”, “Bisa cariin aku cewek gak?Aku berani bayar tinggi”..katanya.. Oya..terus? Yaudahlah.. Bito cariin gitu? (tersenyum) kebetulan ada kawan aku yang dari Aceh, yaudah, kuhubungi dia..Aduuhh.. Duh..kalau kau lah memang..kenapa gak ditolak aja? Duh, gimana ya..secara aku lagi butuh kali.. Dasar..!Hehe.. Hehehe..tunggu ya..(menjawab telepon) Siapa To? Si perempuan itu lah, yang mau kubawa nanti malam ke
Analisa Subjek sedang merasa stress (70)
Subjek melakukan ‘penyaluran orang’ lagi, karena sedang sangat membutuhkan uang (71)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75
IR IE IR IE IR IE IR
IE
IR IE IR IE IR IE
IR IE IR
IE
IR IE IR IE
Tobasa..haha.. Oh, mau kemari? Iya.. Gak papa nih kita sambil ceritacerita? Ah, gak papanya tu, mana tau-tau dia itu..bodoh nya dia..hahaha.. Haha..kau ni lah..Jadi ceritanya nanti malam masuk lagi ni? (menaikkan alis) Ikut ya nanti.. Hehe..Okelah, hmm..gimana tuh ceritanya jadi ‘nyalurin orang’ lagi nih? Ya gitu lah...Kali ini aja lah..hehe..berhubung mau ke Aceh juga.. Tapi kemarin katanya gak mau lagi, gimana tuh? Iya Sevi, tapi cemana..butuh kali..hehe.. Bagaimana perasaanmu? Sedih sih, tapi yah...cemana lagi.. Masih tetap ada penolakan gitu? Adalah..pertamanya aku uda mikir, gimana ya, terima gak ya, tapi kupikir pikir lagi, secara aku butuh duit, dan dia pun bayarannya tinggi, diatas 3 juta, yaudalah.. Hmm.. Jadi orang baik itu sulit loh..sulit kali.. Iya ya..hmm..yaudalah, gini To..Kemarin kan kita udah ceritaceria tentang konflik batin yang Bito rasakan..Nah, boleh ceritain lagi gak? Hmm..gimana ya..Ya gitulah, Bito tuh pengen berubah, tapi pengen ‘gitu’ juga.. Berarti ada dilema lah ya? He egh..kedua pilihan itu, saling bertentangan gitu.. Hoo..terus itu bagaimana menghadapinya? Susahlah, hehe..ya sekarang ini
Subjek merasa sedih, namun tetap melakukannya karena membutuhkan uang (72)
Subjek merasakan konflik antara ingin berubah, namun masih ingin tetap melaksanakan kegiatan dunia malamnya (73) Subjek menghadapinya dengan mengurangi frekuensi clubbing& kegiatan-
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121
IR
IE IR
IE
IR IE
IR IE
IR IE IR IE
IR
uda mulai mengurangi aja..tapi sekali-sekali masih tetap tergoda, hehe.. Hehe..Terus, ada kebingungan gak dalam memilih hal-hal yang pingin dihindari? Maksudnya? Hmm..contoh kejadian sehariharinya, kalau kita sakit gigi tuh kan harus ke dokter gigi biar sembuh, tapi kita gak mau karena takut disuntik. Nah, itu kan kita antara gak mau sakit gigi, ama gak mau disuntik, tapi kita tetap harus memilih salah satu, sementara kedua hal tersebut kita hindari, gitu loh.. Oh..hmm, contohnya, gimana ya, Bito gak pengen ‘masuk’ lagi, tapi gak pengen juga dicap munafik atau sombong ama teman-teman.. Ooh..gitu ya..ada lagi? Ya..yang waktu awal-awal itu lah..Gak pengen sebenarnya jadi rusak, tapi gak pengen juga Bito terus-terusan jadi orang cupu, Bito harus tau kehidupan tuh gimana semuanya, baik buruknya, dunia malam tuh gimana, kan penasaran.. Hoo..terus, menghadapinya? Kalau yang pertama tadi, Bito jelasin ke mereka, gitu..”aku tuh lagi gak pengen, jadi jangan dipaksa”, gitu.. Oh, jadi Bito kasi pengertian ke teman-teman lah ya? (mengangguk) Terus mereka mengerti gak? Ya..kadang-kadang ngerti, kadang sih tetap maksa. Tapi aku biarin aja..Karena sekarang uda males..Kecuali ya, kalau ada ulang tahun gitu, ya gak enakla ya kan?! Oh, yaya..Nah, kalau sampai sekarang, Bito rasa konflik apa
kegiatannya (74)
Subjek merasakan konflik antara tidak ingin clubbing lagi, namun tetap tidak ingin dicap sombong dan munafik oleh teman-temannya; serta tidak ingin rusak, namun tidak ingin ketinggalan jaman (75)
Subjek menghadapi konfliknya dengan memberikan pengertian kepada temantemannya (76)
Teman-teman subjek terkadang tidak memahami, namun subjek mengacuhkannya (77)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167
IE IR IE
IR IE
IR
IE
IR
IE IR IE
yang paling kompleks yang terjadi di kehidupan Bito, terutama sebagai seorang clubber? Ha, Maksudnya? Yang paling parah, gitu? Iya..melibatkan keputusan besar untuk jalan hidup Bito lah..hehe.. Ya itu lah..saat-saat aku udah jenuh ini..pengennya berubah, mengembalikan citra Bito, biar hidup sehat juga, tapi kadang masih butuh duit, kan darisana bisa cepat dapat duitnya. Kadang kan, kek sekaranglah, aku gada job, sampai gak makan aku, darimana coba?? Terus kadang masih susah nolak ajakan temanteman. Takut dicap sombong, munafiklah, sementara kalau gitu terus, ya akunya lah yang makin dicap gak enak ama orang-orang, ya gak?! Hehe..iya-iya..Jadi, gimana tuh menghadapinya? Ya kadang stres sendiri..Tapi, aku bawa enjoy ajalah..Kadang ingat mama juga, kan sedih..Tapi, aku tuh harus berubah..meski butuh proses.. Yaya..Nah, coba kita rangkum semua tentang konflik dan pertentangan batin yang Bito rasakan ini ya..Dorongan apa yang Bito rasakan sehingga mau menjadi clubber dengan segala macam aktivitas-aktivitasnya, dan mau berubah sekarang? Rasa ingin tahu pertamanya,materi kedua. Kalau berubah, uda capek..uda menyesal.. Ada gak sesuatu yang menghambat Bito melakukan aktivitas dunia malam itu? Takut dosa.. Kalau berubah? Masih butuh duit..karena kawan
Subjek merasakan konflik terbesarnya di kala ia ingin berubah, hidup sehat, dan mengembalikan citranya, namun masih membutuhkan materi, dan tidak ingin dicap sombong dan munafik oleh teman-temannya (78)
Subjek merasa stress dan sering mengingat Ibunya, namun dihadapi dengan santai (79)
Subjek merasakan dorongan rasa ingin tahu, dan materi sehingga ingin clubbing; juga rasa capai dan jenuh sehingga ingin berhenti (80) Subjek merasa dosa lah yang menghambatnya untuk melakukan perbuatanperbuatan yang
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213
IR
IE IR IE
IR
IE IR IE IR
IE
IR IE IR IE IR IE IR IE IR
IE
juga.. Hm,lalu, kebutuhan pribadi apa yang akhirnya mendorong Bito untuk melakukan semua ini? Materi lah..rasa kesenangan juga, tenang, lepas.. Akhirnya mau berubah? Yaa, mau insaf..hehe..Memperbaiki citra diri Bito di masa lalu..Pengen hidup sehat juga.. Ok, terus..Apakah ada harapan orang lain yang ingin Bito penuhi makanya Bito melakukan semuanya? Yaa..kawan-kawanlah.. Kalau untuk perubahan? Mama lah terutama.. Apakah Bito memikirkan dan mempertimbangkan tentang norma sosial? Yah, gimana ya..ada sih..tapi aku toh gak ganggu siapa-siapa..ya mereka jangan ganggu aku.. Tapi sekarang kan mau berubah, ada gak mikirin itu? Ya..ada lah..aku tau itu salah koq..hehe.. Hehe..oke-okelah..boleh kita tarik satu kesimpulan gak? Maksudnya? Inti dari semua ini..hehe.. Ya itu, kepingin berubah, tapi masih butuh.. Hehe..menghadapinya? Ngadapinnya sekarang ya nyantai ajalah...hehe.. Hehe..okelah To..sekianlah dulu perbincangan kita ya..hehe..ntar kita calling-calling-an lagi ya..Kelen mau kemana ni?’Langsung’?hehehe.. Mau ke rumah dulu lah, masih pagi kalee kalau mau masuk..ngepel-ngepelah kita..hehe..
salah di dunia malam; dan kebutuhan akan materi serta ajakan teman menghambat keinginannya untuk berubah (81) Subjek clubbing, dan melakukan segala aktivitas dunia malam demi memenuhi kebutuhan materi dan psikologisnya; dan kebutuhan kesehatan serta memperbaiki citra diri sehingga mau berubah (82) Subjek ingin memenuhi harapan temantemannya sehingga ia clubbing, dan sebagainya, dan ingin memenuhi harapan Ibunya sehingga ia mau berubah (83) Subjek tahu yang ia lakukan salah secara sosial, namun pada awalnya ia mengacuhkannya (84) Subjek ingin berubah, namun
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
214 215 216 217 218 219
IR
IE IR
Hehe..okelah, ntar malam kita bekabarlah ya..Makasi banyak lo..He.. Oke deh, sama-sama Sevi..Mpe jumpa ntar ya.. Oke..Sampai jumpa..
masih butuh (85) Subjek menghadapinya dengan santai (86)
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Wawancara V Tanggal Waktu Durasi
: 27 Februari 2009 : 08.15 – 08.45 : 30 menit
Baris Refleksi Iter/Itee Transkrip Wawancara Analisa 1 IR Apa sih yang Bito suka di 2 clubbing itu? IE 3 Yaa..yg Bito suka di clubbing itu, 4 satu pergaulannya, pergaulannya 5 orang itu tidak munafik gitu. Trus, 6 kalau misalnya musiknya itu bisa 7 membuat kita itu tenang, kacau8 kacau, masalah pekerjaan tu 9 tenang, pokonya kita tu bahagia 10 disana.. 11 Heem.. IR 12 Ya taulah kita misalnya pusing IE 13 gitu masalah pekerjaan, kita bisa 14 meluapkannya disana gitu, ya 15 dengan minum, ya dengan ya apa 16 yang kita coba disanalah, 17 semuanya ada kan?! 18 Kalau tentang dancingnya? IR 19 Iya..dancing, minum..ya kalau di IE 20 klub itu gak hanya dancing aja kan, kita bisa membuat hal-hal lain 21 22 disana.. 23 Kalau penampilan? IR 24 IE Ya, itu nomor satu sih..Itu gimana 25 ya, itulah senjata kita, penarik 26 kita.. 27 IR Ooh..kalau frekuensi, dulu setiap 28 hari ya? 29 Woh..dulu tiap hari lah.. IE 30 IR Sekarang? 31 IE Sekarang uda kurang sih, tiga kali 32 lah.. 33 IR Sekarang suka kemana? 34 IE Ke Tobasa.. 35 IR Kenapa suka kesana? 36 IE Tobasa tuh, gimana ya, eh, satu 37 temaptnya murah, gitu. Satu lagi, 38 disitu banyak temen, banyak 39 channel, gausah pakai biaya 40 Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan pun,kita bisa(Sebuah happyTinjauan disana. Seviria Seorangtuh Clubber Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86
IR IE
IR
IE
IR IE IR IE IR
IE IR IE
IR IE IR
IE
IR
Kalau isinya sendiri? Kalau tempatnya, ya kalau Tobasa dibandingkan yang lain, Retro, ya biasa-biasa aja, ya cuman, eh, satu karena banyak teman aku disana, di Tobasa daripada di Retro.. Oh, gitu ya..nah, yang kemarin kan Bito ada sebutin kerjanya habis dari bellboy ke resepsionis tu..Nah, kenapa berhenti dan ga lanjut aja jadi resepsionis? Iya..karena Bito tuh, satu kepengen menikmati masa muda, secara, ada yang membiayai hidupku, gitu kan disana, jadi, aku keluar aja..Ada yang menyayangi Bito, kamu tau sendiri kan siapa? Ya kata dia,”gausah kerja lagi, aku aja yang membiayai kamu”, yaudah, aku ikutin saran dia. Ooo..gitu.. Ya masi mau happy-happy nya gitu.. Tapi, pada awalnya masih kerja ya? Masih..8 bulan Bito kerja.. Oh..Kalau tentang keluarga nih, pandangan Bito mengenai papa tu gimana? Ya..cuek, gitu.. Kalau mama? Ya, hm, memang perhatiannya ada, tapi masih sibuk dulu kan, tapi sekarang udah beda, apa karena faktor umur, namanya juga orangtua kita gak tau.. Kakak sama abang? Cuek juga.. Dulu sebelum masuk ke dunia malam ini, tau clubbing itu, informasinya darimana? Ya pertama sih, tau dari kawan, gitu kan..gimana sih clubbing itu..gitu.. Tapi kalau dari dalam keluarga, gada yang ‘bersentuhan’ dengan
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108
IE IR
IE
IR IE IR IE
dunia malam ya? Engga..sama sekali engga.. Kemarin ada kata-kata Bito, kalau clubbing itu udah jadi darah daging Bito, benar seperti itu? Yoa..Tapi, ya sekarang ginilah, tiap orang kan ingin ada perubahan dalam hidupnya..Dulu memang, ya bisa dikatakan memang clubber sejati, tiada hari tanpa clubbing disana, sekarang ya, satu faktor ekonomi juga, faktor usia, dan satu lagi, faktor keluarga ya. Yang pertama sih keluarga, kedua usia, ketiga ekonomi.. Faktor yang mendukung untuk berubah ya? Iya.. Hmm..Okelah, sekian dulu ya..Thanks To.. Ok, kalau masih kurang, tanya aja lagi..
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
LAMPIRAN E IDENTITAS, TANGGAL WAWANCARA & OBSERVASI PARTISIPAN
1. Identitas Diri NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
DIMENSI Nama Jenis Kelamin Usia Pendidikan Terakhir Agama Status Urutan Kelahiran
DESKRIPSI PARTISIPAN I Bito (Nama Samaran) Pria 23 Tahun SMA (Sekolah Menengah Atas) Islam Belum Menikah Anak bungsu dari empat bersaudara
Tanggal Wawancara : Wawancara berlangsung selama 4 (empat) kali di tempat yang berbeda yang masing-masing digambarkan dibawah ini : 1. Hari Senin, tanggal 09 Februari 2009 mulai pukul 20.45 – 22.55 WIB berlokasi di Mc.D. 2. Hari Kamis, tanggal 12 Februari 2009 pukul 20.30 – 21.45 WIB berlokasi di Killiney. 3. Hari Rabu, tanggal 18 Februari 2009 pukul 10.05 – 11.30 WIB berlokasi di Lontong Kak Ririn. 4. Hari Jumat, tanggal 20 Februari 2009 pukul 15.00 – 16.15 WIB berlokasi di Qatari.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
2. Data Observasi Demi kepentingan membangun rapport, sebelum melakukan wawancara pertama, peneliti mengadakan pertemuan dengan partisipan di salah satu restoran di kota Medan. Pada saat itu, partisipan memakai T-Shirt berwarana biru muda bercorak kuning, memakai kalung besi bergambar tengkorak, memakai celana jeans biru muda, dan sepatu keds berwarna hujau muda. Perbincangan peneliti dengan partisipan berlangsung kurang lebih selama tiga jam, dimana obrolan yang berlangsung seputar identitas diri, mengenai temanteman partisipan yang juga teman peneliti, mengenai penelitian ini sendiri, ceritacerita partisipan tentang kehidupan sehari-harinya, dan lain sebagainya. Pada saat obrolan berlangsung, partisipan terus menerus merokok. Kemudian, peneliti membuat janji dengan partisipan untuk melakukan wawancara pertama. Wawancara pertama dilakukan pada malam hari dan berlokasi di Mc.D, sesuai dengan keinginan partisipan. Saat itu Bito memakai T-Shirt ketat bermotif loreng-loreng hijau, celana jeans biru, dan sepatu keds berwarna hijau. Bito juga memakai aksesoris berupa kalung manik-manik warna-warni hitam, merah, kuning, dan orange, juga cardigan hitam yang dikalungkan Bito di lehernya sehingga menyerupai syal. Rambut Bito di gel, dan dibentuk spike. Sebelum wawancara berlangsung, Bito terlebih dahulu memesan makanan dan kemudian makan di restoran tersebut. Wawancara berlangsung sekitar 2 (dua) jam lebih, dan Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
di awal wawancara Bito tidak merokok, namun kemudian permisi sebentar untuk membeli rokok di mini market sebelah restoran, sehingga Bito terus merokok di sisa wawancara. Wawancara kedua dilakukan pada sebuah coffe shop,yakni Killiney. Saat itu, Bito memakai baju cokelat lengan panjang, celana jeans biru, dan sepatu sandal kulit berwarna cokelat. Bito tidak lagi membubuhkan gel di rambutnya karena mengaku ingin berganti-ganti gaya. Sebelum wawancara dimulai, Bito memesan segelas susu cokelat. Bito kemudian kembali membeli rokok di mini market di samping coffe shop tersebut, dan selama wawancara Bito tak henti merokok. Wawancara dilakukan dengan sedikit mengecilkan volume suara, karena jarak antara satu meja pengunjung dengan meja pengunjung lainnya sangat rapat, sehingga memungkinkan pengunjung di meja yang satu mendengarkan obrolan di meja lainnya. Wawancara juga agak terganggu dengan suara ribut oleh pengunjung yang berada di tempat yang sama. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 1 (satu) jam lebih. Wawancara ketiga dilakukan pada waktu pagi hari, di salah satu tempat sarapan di kompleks TASBIH (Taman Setia Budi Indah), yaitu Lontong Kak Ririn. Saat itu, Bito memakai T-Shirt biru muda, celana jeans biru, dan sepatu sandal kulit berwarna cokelat. Rambut Bito kembali di-spikey dengan gel rambut. Pada waktu itu, mata Bito terlihat merah, karena Bito mengakui bahwa dirinya tidak tidur semalaman. Muka Bito juga terlihat sedikit pucat, dan Bito juga mengakui bahwa dirinya tidak makan selama 1 (satu) hari sebelum wawancara berlangsung. Bito kemudian memesan bubur dan segelas teh manis sebagai Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
sarapan. Setelah menghabiskan makanannya, Bito kembali permisi untuk membeli rokok di toko kelontong tak jauh dari tempat itu, lalu mulai merokok hingga wawancara usai. Bito mengakui selain tidak makan, ia juga tidak merokok selama 1 (satu) hari sebelum wawancara berlangsung, karena Bito sedang tidak memiliki uang. Selama wawancara, sesekali Bito mengedip-ngedipkan mata seperti ingin mengembalikan kesadarannya, dan mengaku agak gamang. Wawancara agak terganggu oleh bunyi-bunyian di kala yang empunya tempat sedang beres-beres mau tutup. Wawancara berlangsung kurang lebih sekitar 1 (satu) setengah jam. Sebelum wawancara keempaat berlangsung, Bito mengajak peneliti ke rumah kost-an nya. Rumah tersebut terletak di sebuah gang di belakang salah satu Runah Sakit di kota Medan. Pagar rumah berwarna hijau, dan dinding rumah di cat berwarna kuning muda, namun bagian dapur berwarna hijau muda. Rumah memiliki 5 (lima) kamar tidur, dan kamar Bito terletak paling depan berhadapan dengan ruang tamu dan berada di posisi sebelah kanan ketika kita memasuki rumah. Kamar tersebut memiliki luas 3 x 4 m2 dan berdinding kuning muda. Ketika memasuki kamar, di sebelah kiri terdapat TV (Televisi) 21 inchi, kemudian di sebelah TV terdapat lemari kayu 2 pintu berwarna cokelat, kemudian di sebelahnya terdapat dispenser berisi air mineral. Di tengah terdapat meja tempat kaset berwarna cokelat muda yang beralaskan karpet tipis berwarna cokelat. Dan di bagian kanan terdapat 3 (tiga) kasur tempat tidur yang diletakkan di atas lantai, yang satu berwarna hitam putih, yang di tengah berwarna hijau, dan yang ketiga berwarna pink. Tepat di atas kasur tempat tidur terdapat jendela berbingkai hijau.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Wawancara tidak dilangsungkan di rumah partisipan karena partisipan merasa tidak enak dengan pemilik rumah, sehingga wawancara dilangsungkan di sebuah rumah makan Aceh di dekat rumah Bito bernama Qatari. Suasana tempat tersebut sangat sepi pada waktu itu. Saat itu, Bito memakai T-Shirt berwarna biru tua bergambar Teddy Bear, celana jeans biru, dan sepatu keds hijau muda. Bito juga menggunakan kalung besi bermotif tengkorak. Bito kemudian memesan segelas susu cokelat dingin, dan seperti biasa, sebungkus rokok. Saat wawancara berlangsung Bito banyak tertawa. Wawancara sedikit terganggu karena Bito berulang-ulang menerima telepon, sehingga kadang konsentrasinya buyar. Di akhir wawancara, Bito permisi sebentar untuk menjemput temannya yang sudah sampai di depan rumah makan tersebut. Wawancara pun disaksikan oleh teman Bito tersebut, namun Bito tetap menjawab pertanyaan demi pertanyaan dengan lancar dan mengaku tidak merasa terganggu oleh kehadirannya. Wawancara berlangsung sekitar 1 jam lebih. Setelah wawancara keempat, partisipan mengajak peneliti untuk ikut masuk ke salah satu klub di kota Medan. Peneliti menyetujui ajakan tersebut, dan meminta ijin untuk membawa salah seorang teman. Partisipan pun kemudian menyetujuinya dengan syarat tidak membawa banyak orang. Pada saat tengah malam, peneliti menerima telepon dari partisipan untuk menetapkan lokasi pertemuan. Akhirnya sekitar jam 01.30 dini hari, peneliti beserta seorang teman peneliti menyusul partisipan di sebuah klub. Peneliti menelepon partisipan untuk menjemput peneliti dengan teman peneliti di depan
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
klub tersebut. Saat itu, Bito masih sadar karena mengaku masih minum segelas kecil minuman keras. Klub tersebut memiliki luas kira-kira sekitar 20 x 30 m2. Di bagian dalam klub, terdapat ruangan-ruangan kecil seluas kira-kira 3 x 3 m2 mengelilingi seluruh ruangan, dengan menggunakan tirai sebagai penutupnya. Ruangan tersebut biasa disebut cello. Di bagian depan klub terdapat sebuah stage tempat DJ memainkan musiknya, lalu di depannya terdapat lantai kosong tempat menari dan berdansa yang sering disebut dengan dance floor. Dan di tengah serta sekeliling klub tersebut terdapat meja-meja dengan kursi di sekelilingnya. Penerangan klub tersebut sangat minim, namun dipenuhi oleh lampu-lampu bercahaya warna-warni yang kerap beraganti-ganti. Suasana klub sangat hingar bingar dan ribut oleh berbagai macam suara musik dan suara orang-orang yang hilir mudik dan beraktivitas, sehingga tidak memungkinkan satu dengan yang lainnya untuk berbicara dengan volume kecil. Ketika memasuki klub, peneliti dan teman peneliti langsung diajak partisipan untuk duduk di cello. Di tempat tersebut sudah ada seorang wanita, yang dikenali peneliti sebagai teman partisipan pada saat wawancara keempat, dan dua lelaki setengah baya. Partisipan mengenalkan peneliti dan teman peneliti kepada tiga orang tersebut sebagai teman partisipan. Kemudian partisipan menunjuk empat lelaki lain dan seorang wanita lagi yang sedang menari di dance floor, sebagai orang-orang yang masuk bersamanya malam itu. Merekapun bergantian masuk dan keluar cello untuk menari, dan memakai obat-obatan terlarang, yaitu inex. Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
Saat itu, peneliti bersama teman peneliti hanya memesan dua botol kecil air mineral. Di atas meja di dalam cello terdapat tiga botol minuman keras beremerek Red Label, Casanova, dengan Jack Daniel. Minuman tersebut hanya diminum oleh partisipan seorang diri, dan kemudian partisipan mengajak temannya yang ditemuinya di luar cello untuk minum bersamanya. Partisipan terlihat tidak menggunakan obat-obatan terlarang pada saat itu. Pada tegukan gelas pertama, kedua, dan ketiga, partisipan masih sesekali mengobrol dengan lancar bersama peneliti dan temannya, namun memasuki gelas keempat dan seterusnya, omongan partisipan sudah mulai ngelantur kemana-mana. Saat itu pula partisipan mulai berjalan-jalan ke luar cello, dan menemui teman-teman lainnya yang dikenalnya di dalam klub itu. Kemudian partisipan terlihat meminta uang dari salah seorang lelaki paruh baya yang pergi bersamanya malam itu, lelaki tersebut memberinya, dan sejenak kemudian partisipan mendatangi DJ untuk membawakan lagu selamat ulang tahun dan lagu permintaan partisipan, kemudian menyelipkan uang ke tangan DJ tersebut. Setelah itu, partisipan kembali mondarmandir menyapa dan tertawa bersama teman-temannya yang lain, lalu kemudian dengan sempoyongan terlihat mendatangi seorang Ibu setengah baya yang memakai jilbab. Partisipan terlihat mengatakan sesuatu kepada sang Ibu, dan sang Ibu tampak tersenyum, namun teman-teman partisipan menarik partisipan yang sudah dalam keadaan setengah sadar untuk kembali bersama mereka. Sementara itu, dua orang wanita dan enam orang lelaki setengah baya yang datang bersama partisipan terlihat sudah setengah sadar, dan terus menerus berjoget, menari, mondar-mandir, dan melakukan aktivitas seksual, seperti Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009
kissing, necking, touching dengan para wanita itu. Mereka terus berjoget dan tertawa-tawa seakan tidak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Begitulah seterusnya partisipan dan teman-temannya yang asyik dengan kegiatan mereka masing-masing. Ketika jam sudah menunjukkan pukul 3 lewat 15 menit dini hari, teman-teman partisipan pun beranjak keluar. Partisipan yang dalam keadaan setengah sadar sangat susah untuk diajak keluar, sehingga membutuhkan bantuan petugas keamanan untuk membopong partisipan keluar. Partisipan pun akhirnya dinaikkan ke dalam sebuah mobil kijang krista, dan menyusul 8 (delapan) orang temannya yang lain. Peneliti dan teman peneliti akhirnya pamit pulang. Dari keterangan yang peneliti dapatkan sehari setelah hari itu, ternyata mereka tidak pulang, namun kembali melanjutkan malam ke klub lain, ke warung kopi, dan berakhir di sebuah hotel. Tapi partisipan mengakui bahwa partisipan sudah tidak mengetahui lagi aktivitas mereka, karena sesaat setelah partisipan dibopong ke dalam mobil, partisipan tertidur di mobil sampai keesokan harinya.
Seviria Marlina Panjaitan : Konflik Kehidupan Seorang Clubber (Sebuah Tinjauan Studi Kasus), 2009 USU Repository © 2009