Seminar Nasional Fisika 2010 Universitas Negeri Semarang 2 Oktober 2010 ISBN 987-602-97835-0-6
KOMPARASI HASIL BELAJAR PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN OUTDOOR ACTIVITY DAN PROBLEM SOLVING PADA SISWA SMP KELAS VIII POKOK BAHASAN CAHAYA Lina Kurniawati*, Hadi Sutanto, Ellianawati Jurusan Fisika FMIPA UNNES Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, Gedung D.7Lt.2 Kode Pos 50229, Indonesia Email :
[email protected]
ABSTRAK Salah satu faktor yang menjadi penyebab kurang optimalnya hasil belajar siswa adalah model pembelajaran yang digunakan. Materi pembelajaran akan lebih dapat dipahami, jika siswa aktif dan dilibatkan secara langsung dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain outdoor activity dan problem solving. Pada model pembelajaran outdoor activity siswa diajak belajar langsung ke lapangan, sedangkan untuk model pembelajaran problem solving, siswa diberikan permasalahan dan berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan membandingkan dan menganalisis model pembelajaran manakah diantara outdoor activity dan problem solving yang tepat diterapkan pada siswa kelas VIII SMP N 6 Pati pokok bahasan cahaya supaya hasil belajar lebih optimal. Pada penelitian dipilih dua kelas. Kelas eksperimen dengan model pembelajaran outdoor activity dan kelas kontrol dengan model pembelajaran problem solving. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran outdoor activity baik untuk meningkatkan hasil belajar psikomotorik, dan model pembelajaran problem solving baik untuk meningkatkan hasil belajar kognitif, dan afektif siswa. Jadi keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga untuk mendapatkan hasil belajar yang lebih optimal, kedua model pembelajaran ini dapat dipadukan dan dikombinasikan. Kata kunci: model pembelajaran outdoor activity, problem solving, hasil belajar siswa. PENDAHULUAN Salah satu materi yang terdapat dalam IPA adalah fisika. Kemampuan berpikir yang runut selalu dilibatkan dalam mempelajari fisika. Pembelajaran fisika lebih berkesan dan terasa nyata jika siswa dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran. Menurut Whirta dan Rapi (2008 :17) pada masa lalu pembelajaran untuk mata pelajaran fisika kurang fokus pada siswa. Mengajar masih menjadikan siswa sebagai obyek pembelajaran yang pasif. Tujuan pembelajaran seharusnya bukan hanya sekedar memahami konsep dan prinsip saja tetapi siswa juga harus memiliki kemampuan untuk berbuat sesuatu dengan menggunakan konsep dan prinsip yang telah dipahami. Hasil observasi di SMP Negeri 6 Pati menunjukkan terdapat beberapa materi pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa dan salah satunya
yaitu materi fisika pokok bahasan cahaya. Guru mata pelajaran fisika menyatakan bahwa nilai ratarata mata pelajaran fisika pokok bahasan cahaya kurang dari tujuh. Sesungguhnya materi cahaya merupakan materi yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang menganggap materi cahaya ini sebagai materi yang paling susah dipahami. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai belajar karena siswa kesulitan memahami konsep. Penerapan model pembelajaran juga berpengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai. Model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar baik pada hasil belajar ranah kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Hasil belajar akan lebih optimal jika model pembelajaran yang digunakan membuat siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung. Salah satu cara menarik minat siswa yaitu
Seminar Nasional Fisika 2010 Universitas Negeri Semarang 2 Oktober 2010 ISBN 987-602-97835-0-6
melaksanakan pembelajaran di luar ruang kelas dengan menerapkan model pembelajaran outdoor activity. Model pembelajaran outdoor activity merupakan suatu model pembelajaran dimana guru mengajak siswa belajar di luar kelas untuk melihat peristiwa langsung di lapangan dengan tujuan untuk mengakrabkan siswa dengan lingkungan (Widayanti, 2009). Pada model pembelajaran ini, proses belajar cenderung fleksibel, lebih mengutamakan kreativitas dan inisiatif berdasarkan daya nalar siswa dengan menggunakan alam sebagai media. Upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa juga dapat dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran problem solving atau pemecahan masalah. Palumbo (1990) dalam Portoles menyatakan bahwa “problem solving as a situational and context-bound process that depends on the deep structures of knowledge and experience” Menurut definisi tersebut, problem solving dapat dikatakan sebagai suatu model pembelajaran yang merupakan proses kognitif untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara memecahkan permasalahan yang bergantung pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Sedangkan menurut Suparno (2007:98) model pembelajaran problem solving atau disebut juga dengan model pembelajaran dengan pemecahan masalah merupakan cara menyajikan bahan pelajaran dengan memberikan persoalan untuk dipecahkan oleh siswa dan bukan hanya melihat hasil akhirnya Dalam pemecahan masalahnya, menurut Polya (1957:5-6) empat langkah yang harus dilakukan yaitu memahami masalah, merencanakan pemecahannya, menyelesaikan masalah sesuai rencana, memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back) Jadi, kedua model pembelajaran tersebut memiliki kesamaan yaitu merupakan suatu model pembelajaran yang membuat siswa aktif, dapat membuat siswa termotivasi dan tertantang dalam melaksanakan. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini akan dibandingkan hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Pati tahun ajaran 2009/2010 dengan penerapan model pembelajaran outdoor activity dan problem solving pada materi fisika pokok bahasan cahaya.
kelas VIII-A sampai VIII-F yang masing-masing kelasnya kira-kira terdiri dari 32 siswa. Sedangkan sampel diambil dua kelas dan akan dijadikan sebagai subyek penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIB (kelas eksperimen) dan siswa kelas VIII-E (kelas kontrol) SMP Negeri 6 Pati tahun ajaran 2009/2010 yang masing-masing kelasnya berjumlah 32 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi untuk mendapatkan data-data siswa yang meliputi profil siswa, prestasi, dan hasil belajar. Metode tes (pretest dan posttest) untuk mengetahui hasil belajar kognitif. Metode observasi digunakan untuk mengetahui hasil belajar afektif dan psikomotorik siswa seperti aktivitas belajar siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan untuk mengetahui respon siswa mengenai pembelajaran yang berlangsung, peneliti menggunakan angket respon siswa baik untuk kelas eksperimen dengan model pembelajaran outdoor activity maupun kelas kontrol dengan model pembelajaran problem solving. Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan kali ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan membandingkan hasil belajar antara model pembelajaran outdoor activity dan problem solving. Dari kedua model pembelajaran tersebut dapat diketahui model pembelajaran manakah yang lebih baik diterapkan untuk pokok bahasan cahaya. Konsep dari materi cahaya ini dapat dituliskan dalam bagan di bawah ini :
METODE PENELITIAN Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 6 Pati tahun pelajaran 2009/2010. Kelas VIII terdiri dari enam kelas yaitu
Gambar 1. Diagram Alur Materi cahaya
dalam
Penelitian ini terdiri dari empat pertemuan proses pembelajarannya dan dua
Seminar Nasional Fisika 2010 Universitas Negeri Semarang 2 Oktober 2010 ISBN 987-602-97835-0-6
pertemuan untuk pretest dan posttest. Hal tersebut berlaku baik pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran outdoor activity maupun pada kelas kontrol dengan model pembelajaran problem solving.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian mencakup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil Belajar Kognitif Tabel 1. Data hasil belajar kognitif siswa
Hasil Belajar Afektif Tabel 2. Data hasil belajar afektif siswa
Selama proses pembelajaran, observasi dilaksanakan sebanyak tiga kali. Hasil Belajar Psikomotorik Tabel 3. Data hasil belajar psikomotorik siswa
Selama proses pembelajaran, observasi dilaksanakan sebanyak tiga kali. Respon Siswa Respon atau tanggapan siswa mengenai pembelajaran yang diberikan dapat dilihat dari hasil pengolahan angket respon siswa. Untuk kelas eksperimen yang mendapatkan model pembelajaran outdoor activity total persentase tanggapan siswa mencapai 86,25% dan ini termasuk dalam kategori baik sekali, sedangkan pada kelas kontrol yang mendapatkan model pembelajaran problem solving total persentase tanggapan siswa mencapai 85,31% dan ini
termasuk dalam kategori baik sekali. Jadi respon siswa pada kedua kelas menunjukkan hasil yang positif terhadap model pembelajaran yang digunakan. Pembahasan Setelah dilakukan pembelajaran pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran outdoor activity dan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran problem solving, terlihat bahwa hasil belajar kedua kelompok tersebut berbeda secara nyata. Pada penelitian didapatkan hasil bahwa rata-rata nilai posttest pokok bahasan cahaya untuk kelas eksperimen adalah 70,09 dan untuk kelas kontrol adalah 72,13. Sedangkan rata-rata hasil belajar afektif pada kelas eksperimen sebesar 71,56 dan untuk kelas kontrol sebesar 75,36. Selanjutnya untuk rata-rata hasil belajar psikomotorik pada kelas eksperimen sebesar 73,13 dan untuk kelas kontrol sebesar 71,98. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa model pembelajaran outdoor activity yang diterapkan pada kelas eksperimen lebih unggul pada aspek psikomotorik. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran outdoor activity siswa belajar di lapangan dan langsung mempraktikkan materi pembelajaran yang didapatkan. Oleh sebab itu keterampilan siswa juga terus berkembang selama pembelajaran. Adapun alasan mengapa kemampuan kognitif dan afektif lebih baik jika diterapkan dengan model pembelajaran problem solving, hal ini dikarenakan model pembelajaran problem solving adalah suatu model pembelajaran yang membutuhkan kemampuan kognitif yang lebih pada saat memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain itu kelas kontrol yang dikenai model pembelajaran problem solving ini melaksanakan pembelajaran di ruang kelas dan di laboratorium sehingga pada waktu pembelajaran lebih mudah dikontrol dan tidak menghabiskan banyak waktu selama proses pembelajaran. Aspek afektif dengan model pembelajaran ini juga berkembang karena siswa diarahkan untuk dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi dengan cara mandiri sehingga siswa termotivasi dan keaktifan siswa mulai terbentuk. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Portoles (2007) bahwa problem solving dapat dikatakan sebagai suatu model pembelajaran yang merupakan proses kognitif untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara memecahkan permasalahan yang bergantung pada ilmu pengetahuan dan pengalaman yang pernah dimiliki. Jadi selama pembelajaran berlangsung aspek kognitif, afektif,
Seminar Nasional Fisika 2010 Universitas Negeri Semarang 2 Oktober 2010 ISBN 987-602-97835-0-6
psikomotorik siswa berkembang walaupun aspek psikomotorik kurang berkembang maksimal. Pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran outdoor activity, proses pembelajarannya membutuhkan banyak waktu karena pembelajaran dilaksanakan di alam terbuka sehingga untuk mengkondisikan dan mengontrol siswa juga memerlukan waktu yang lebih lama dan pada akhirnya waktu yang dapat digunakan untuk menyampaikan, mendiskusikan, dan membahas materi yang sedang dipelajari berkurang sehingga penyampaian materinya juga kurang. Namun selama proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat berminat dan antusias dalam mempelajari pelajaran fisika pokok bahasan cahaya ini. Hal ini sejalan dengan ungkapan Popov (2006) “the goal of the outdoor activity: to increase students’ interest and motivation to study physics, to provide opportunities for learning authentic ways of knowledge acquisition” sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran outdoor activity tercapai walaupun untuk hasil belajarnya masih kurang maksimal. Hasil Observasi Selama penelitian, pada pembelajaran pokok bahasan cahaya yang mencakup materi pemantulan, pembiasan, dan dispersi cahaya dilaksanakan dalam empat kali pertemuan. Dari keempat pertemuan ini dilaksanakan observasi sebanyak tiga kali. Observasi ini digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam ranah afektif dan psikomotorik. Observasi dilakukan pada pertemuan pertama, kedua, dan keempat. Adapun pertemuan ketiga tidak dilaksanakan observasi karena pada pertemuan ini digunakan untuk pendalaman materi, diskusi, dan demonstrasi sedangkan observasi dilaksanakan jika siswa melaksanakan praktikum sederhana, diskusi, dan menyampaikan hasil praktikum. Hambatan. Solusi, dan Respon siswa Pada kelas eksperimen, hambatan yang paling mendasar adalah kegiatan belajar di luar kelas yang kadang-kadang membuat siswa malas. Salah satu contohnya yaitu setelah turun hujan, tanahnya becek sehingga siswa malas diajak belajar di luar ruang kelas. Hal ini dapat diatasi dengan cara guru memberikan motivasi kepada siswa sehingga siswa tertarik mengikuti pembelajaran walaupun keadaan lingkungan juga kurang mendukung. Pada kelas kontrol hambatan yang dihadapi adalah sulitnya mengkondisikan siswa untuk mandiri secara kelompok dalam melaksanakan pemecahan masalah. Pada kasus
ini guru masih menjadi pembimbing saat melakukan pemecahan masalah. Respon dan tanggapan siswa diperlukan dalam penelitian yang dilaksanakan. Oleh karena itu, peneliti menyediakan angket respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Angket ini diberikan di akhir pertemuan dan dijadikan sebagai koreksi bagi peneliti dan guru. Dari perhitungan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tanggapan atau respon siswa dari kelas eksperimen terhadap model pembelajaran ourdoor activity dan kelas kontrol dengan model pembelajaran problem solving adalah baik sekali.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pokok bahasan cahaya pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran outdoor activity lebih baik untuk ranah psikomotorik daripada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran problem solving. Untuk ranah kognitif dan afektif lebih bagus kelas kontrol. Jadi kedua model pembelajaran ini efektif untuk diterapkan pada kegiatan pembelajaran di sekolah dengan keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing model pembelajaran. Hasil pembelajaran dapat lebih optimal jika kedua model pembelajaran ini dikombinasikan karena keduanya saling melengkapi, membuat siswa aktif dalam belajar, menarik minat siswa, dan siswa dapat belajar secara langsung. Cara mengkombinasikan kedua model pembelajaran tersebut yaitu dengan cara memadukan unsurunsur dan tahap-tahap pembelajarannya ke dalam suatu pembelajaran yang nyata.
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyusunan paper ini, penulis juga banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada. 1. Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES yang telah memberikan kelancaran administrasi dalam penyusunan paper ini. 2. Drs. Hadi Susanto, M.Si, dan Ellianawati, S.Pd. M.Si selaku dosen pembimbing yang penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan paper ini.
Seminar Nasional Fisika 2010 Universitas Negeri Semarang 2 Oktober 2010 ISBN 987-602-97835-0-6
3. Seluruh Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 4. Drs. Priyono, selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 6 Pati yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian. 5. Kiswanto, S.Pd dan Samsuri, S.Pd selaku guru mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VIII-B dan VIII-E di SMP Negeri 6 Pati yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian. 6. Seluruh siswa kelas VIII-B dan VIII-E SMP Negeri 6 Pati tahun ajaran 2009/2010 yang telah menjadi subyek penelitian. 7. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberikan dukungan hingga terselesaikannya paper ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Polya, George. 1957. How To Solve It. Amerika : Stanford University [2] Popov, Oleg. 2006. Journal of Physics Education Online : Developing Outdoor Activities And A Website As Resources To Stimulate Learning Physics In Teacher Education. [3] Portoles, Joan Josep Solaz, Vicent Sanjosé López. 2007. Journal of Physics Education Online : Cognitive Variables In Science Problem Solving: A Review Of Research. [4] Suparno, Paul. 2007. Metode pembelajaran Fisika. Yogjakarta : Universitas Sanata Darma. [5] Wirtha, Made dan Ni Ketut Rapi. 2008. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan : Pengaruh Model Pembelajaran Dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan Sikap Ilmiah Siswa Sma Negeri 4 Singaraja. Lembaga Penelitian Undiksha [6] Widayanti, Ninik. 2009. Efektifitas Pembelajaran Geografi Melalui Metode Out Door Study Dalam Upaya Meningkatkan Minat Belajar Siswa.