Working Paper Series No. Bulan 20..
Penetapan Prioritas Dalam Pengalokasian Dana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD): Studi Kasus Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu Dan Angka Kematian Bayi Di Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 20072009
Laila Faulia, Mubasysyir Hasanbasri, Lutfan Lazuardi Abstract Background: Some activities are put on priority as effort to accelerate maternal mortality rate (MMR) and infant mortality rate (IMR) reduction at the Province of West Nusa Tenggara. Local Budget as one of financial sources for health development at the Province of West Nusa Tenggara is limited in quantity. Decentralization gives anautonomy to manage the use of Local Budget. Considering limited allocation of Local Budget proposed activities are those prioritized according to the mission to achieve the goal of West Nusa Tenggara Provincial Health Office. Objective: To identify priority setting in the allocation of Local Revenue and Expenditure Budget (LREB) of West Nusa Tenggara Provincial Health Office directed toward MMR and IMR reduction at West Nusa Tenggara Provincial Health Office 2007–2009. Methods: This was a qualitative case study. Budget allocation compared to set programme priorities at West Nusa Tenggara Provincial Health Office was studied. Data were obtained through indepth interviews with 10 stakeholders and 11 staff and document study of Document Local Budget 2007 – 2009. Results: Irrelevance between priority setting and Local Budget was caused by inoptimum utilization of planning documents, limited time and political intervention in budgeting. Local Budget for MMR and IMR reduction was minimum due to availability of other financial sources outside Local Budget, nonflexible procedure in the utilization and administration of Local Budget and high operational cost of activities. Conclusion: Priority proposition and determination used limited rationality approach. Budgeting used incremental budgeting system. High commitment could not be fully implemented in budgeting. Local Budget for MMR and IMR reduction was minimum. Priority determination had to be made intensively using the forum available effectively and supported by planning capacity empowerment. The health office was expected to be able to manage the limited Local Budget at its best. Keywords: priority setting, budget allocation, local revenue and expenditure budget
PENDAHULUAN Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu instrumen kebijakan bagi Pemerintah Daerah dan merupakan perencanaan strategik yang memiliki ukuran-ukuran kinerja. APBD dapat digunakan sebagai acuan dalam mengevaluasi apakah program yang telah dilakukan oleh Pemerintah daerah telah sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati (Peraturan Daerah APBD)1. APBD Dinas Kesehatan Propinsi NTB mengalami peningkatan tetapi secara kualitas tidak menunjukkan hal yang berarti karena secara keseluruhan belum memecahkan masalah kronis dalam pembiayaan kesehatan, yaitu belum mencapai tingkat kebutuhan normatif, kurang biaya operasional, tidak fleksibel dalam penggunaannya sehingga tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan2. 1
Working Paper Series No. Bulan 20..
Rencana Strategis Daerah NTB tahun 2004-2008 dan tahun 2009-2013 berfokus pada upayaupaya untuk meningkatkan tingkat IPM yang diuraikan dalam Pokok-pokok Program. Fokus kebijakan program diarahkan pada upaya maksimal: (1) menurunkan kasus kematian ibu dan kasus kematian bayi (2) peningkatan status gizi masyarakat (3) menurunkan kasus penyakit menular. Propinsi NTB sebagai propinsi dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terendah. Menurut Badan Pusat Statistik NTB, masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan penyumbang terbesar terhadap rendahnya IPM di NTB. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI Propinsi NTB adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup, masih di atas angka AKI nasional yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil SDKI 2005 AKB Propinsi NTB sebesar 61 per 1000 kelahiran hidup dan masih tinggi jika dibandingkan AKB nasional yaitu 29 per 1000 kelahiran hidup3. Kondisi itu cukup memprihatinkan, sehingga perlu bangkit untuk melakukan langkah-langkah kongkrit percepatan penurunan AKI dan AKB4. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan difokuskan terutama untuk pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak5. Hasil penelitian Woman Research Institute tahun 2007 menyatakan terdapat korelasi antara besaran belanja kesehatan dengan tingkat kematian ibu dan anak6. Dinas Kesehatan nampaknya belum cukup serius untuk menangani masalah tersebut. Anggaran daerah untuk Program Kesehatan Ibu dan Anak pada tahun 2007 mendapatkan alokasi dana sebesar Rp. 34 juta atau 0,24% dari belanja langsung, tahun 2008 sebesar Rp. 46 juta atau 0,26% dari belanja langsung dan tahun 2009 sebesar Rp.35 juta atau 0,24% dari belanja langsung. Pembiayaan kesehatan ditujukan untuk pelayanan kesehatan dengan prioritas yaitu masalah yang menimbulkan beban besar (disease burden) dan masalah yang dapat diatasi dengan intervensi cost effective sesuai dengan saran WHO seperti program KIA yang merupakan masalah vital dalam investasi sumber daya manusia (human capital investment)2. Pengelolaan APBD diperlukan perencanaan yang tepat agar tidak terjadi alokasi anggaran yang salah sasaran7. Penentuan prioritas dengan memahami ketersediaan sumber daya yang bermanfaat dan tingkat kebutuhan disesuaikan dengan visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai8. Hasil observasi awal, usulan penggunaan dana daerah mengikuti usulan atau perencanaan tahun sebelumnya (historical budget) dan belum dilakukan analisis situasi secara menyeluruh. Disebagian besar organisasi kesehatan, proses pengambilan keputusan didasarkan pada pengeluaran tahun sebelumnya dan bergulir ke tahun berjalan, dengan beberapa penyesuaian9. Berkaitan dengan upaya mengatasi masalah masih tingginya AKI dan AKB serta ketersediaan APBD Dinas Kesehatan Propinsi NTB, maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana penetapan prioritas dalam pengalokasian dana APBD Dinas Kesehatan Propinsi NTB pada tahun 2007-2009. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian adalah studi kasus deskriptif10, dianalisa secara kualitatif11. Penentuan subyek penelitian dengan sampling purposive11, karena adanya perbedaan kebijaksanaan pada tingkatan manajemen dan perbedaan jangka waktu perencanaan12. Informan sebanyak 21 orang, terdiri dari pejabat struktural sebanyak 10 orang dan staf pengelola sebanyak 11 orang, tidak melibatkan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Penelitian dilakukan di Dinas Kesehatan Propinsi NTB, Jalan Amir Hamzah Nomor 103 dan Jalan Swaramahardika Nomor 16 Mataram. Peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Informan mengetahui kehadiran peneliti statusnya sebagai peneliti. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan telaah rekaman arsip/studi dokumentasi yaitu Dokumen Pelaksanaan Anggaran Dinas Kesehatan tahun 2007-2009.
2
Working Paper Series No. Bulan 20..
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1. Perkembangan Dinas Kesehatan di era desentralisasi Dinas Kesehatan bergabung dengan Kantor Wilayah Kesehatan menjadi Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara administratif dikoordinasikan oleh Asisten Administrasi Umum dan Kesejahteraan Rakyat. APBD Dinas Kesehatan (tidak termasuk UPTD) tahun 2007–2009 terlihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. APBD Dinas Kesehatan (tidak termasuk UPTD) tahun 2007-2009 dalam ribuan (.000) Uraian
Tahun 2007 Tahun 2008 Rp. % Rp Belanja Tidak Langsung 15.793.580 77 14.860.160 Belanja Langsung 4.759.385 23 7.093.834 Total Belanja 20.552.966 100 21.953.994 Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi NTB (2007-2009)13,14,15
% 68 32 100
Tahun 2009 Rp 14.716.934 7.988.671 22.705.606
% 65 35 100
Tabel 1 memperlihatkan bahwa Dinas Kesehatan sebagai pelaksana pemerintahan di bidang kesehatan dengan alokasi Belanja tahun 2007 sebanyak Rp.20,5 milyar, tahun 2008 meningkat 7% menjadi Rp. 21,9 milyar, tahun 2009 menjadi sebanyak Rp. 22,7 milyar atau meningkat sebanyak 3%. Peningkatan ini menyebabkan perubahan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Langsung pada tahun 2007 sebanyak Rp. 4,7 milyar, meningkat 49% menjadi Rp. 7 milyar di tahun 2008. Tahun 2009 meningkat sebanyak 13% menjadi Rp.7,9 milyar. Belanja Tidak Langsung tahun 2007 sebanyak Rp.15,7 milyar, menurun 6% menjadi Rp.14,8 milyar pada tahun 2008. Pada tahun 2009 mengalami penurunan sekitar 1% menjadi Rp.14,7 milyar, disebabkan penurunan persentase acress pada penghitungan Belanja Tidak Langsung dengan tujuan: (1) meningkatkan realisasi penyerapan dana Belanja Tidak Langsung; (2) memperbesar alokasi Belanja Langsung. Tabel 1 memperlihatkan proporsi Belanja Langsung meningkat dari 23% dari jumlah Belanja pada tahun 2007, menjadi 32 % dari jumlah Belanja pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 menjadi sebanyak 35% dari jumlah Belanja. Proporsi untuk Belanja Tidak Langsung lebih besar dari pada proporsi untuk Belanja Langsung sebagai indikasi anggaran lebih banyak dialokasikan untuk biaya operasional. 2. APBD Dinas Kesehatan untuk upaya penurunan AKI dan AKB Telaah Dokumen Pelaksanaan Anggaran 2007-2009 memperlihatkan kegiatan untuk penurunan AKI dan AKB secara eksplisit hanya teralokasi pada Program Kesehatan Ibu dan Anak (Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan dan Anak, nomenklatur sesuai Permendagri Nomor 13 tahun 2006). Anggaran untuk penurunan AKI dan AKB terlihat pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. APBD untuk penurunan AKI dan AKB tahun 2007-2009 dalam ribuan (.000)
3
Working Paper Series No. Bulan 20..
Uraian Alokasi Dana Kegiatan untuk penurunan AKI/ AKB Belanja Langsung
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
34.335
46.798
35.227
4.759.385
7.093.834
7.988.671
% kegiatan penurunan AKI/ AKB 0,7 0,6 0,4 thd Belanja Langsung Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi NTB (2007-2009)13,14,15 Tabel 2 memperlihatkan anggaran untuk penurunan AKI dan AKB pada tahun 2007 sebanyak Rp.34,3 juta dan meningkat 36% pada tahun 2008 menjadi sebanyak Rp.46,7 juta, akan tetapi pada tahun 2009 menurun 25% menjadi sebanyak Rp.35,2 juta. Belanja Langsung mengalami peningkatan namun alokasi untuk upaya penurunan AKI dan AKB terhadap alokasi Belanja Langsung mengalami penurunan. Pada tahun 2007 sebanyak 0,7% dari alokasi Belanja Langsung, pada tahun 2008 sebanyak 0,6% dari alokasi Belanja Langsung dan pada tahun 2009 hanya sebanyak 0,4% dari alokasi Belanja Langsung. Pengalokasian dana seharusnya didasarkan atas skala prioritas yang telah ditetapkan. Upaya penurunan AKI dan AKB merupakan program prioritas, sehingga alokasi upaya penurunan AKI dan AKB seharusnya memperoleh porsi dana yang lebih besar dibandingkan kegiatan bukan prioritas. 3. Faktor yang mempengaruhi APBD untuk penurunan AKI dan AKB Alokasi Belanja Langsung selama tahun 2007-2009 mengalami peningkatan dan kegiatan upaya penurunan AKI dan AKB merupakan program prioritas tetapi alokasi anggaran daerah untuk kegiatan tersebut tidaklah besar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi proses pengalokasian dana APBD untuk kegiatan penurunan AKI dan AKB tersebut, diuraikan dengan penjelasan sebagai berikut: Prioritaskah Penurunan AKI dan AKB? Dokumen rencana kerja 2007-2009 menunjukkan bahwa program prioritas yang diusulkan untuk mendapatkan alokasi dana APBD lebih banyak belum mengarah pada upaya penurunan kasus kematian ibu melahirkan dan kematian bayi. Terlihat prioritas program dengan usulan alokasi dana APBD dalam Renja Dinas Kesehatan Propinsi NTB tahun 2008 pada tabel 3 berikut:
a. b. c. d. e. f. g. h.
Tabel 3.Prioritas program dengan persentase usulan APBD tahun 2008 Prioritas program pelayanan kesehatan % usulan Peningkatan kemampuan manajerial dan tata hubungan kerja dalam bidang 44.8 kesehatan Penurunan angka kesakitan masyarakat 26.9 Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan 10.2 Peningkatan status gizi masyarakat 6.9 Peningkatan pemerataan, kompetensi dan keterampilan tenaga kesehatan 6.2 Peningkatan pelayanan kesehatan pada penduduk miskin 4.3 Penurunan kasus kematian bayi dan ibu melahirkan 0.4 Penyehatan dan Perbaikan Mutu lingkungan 0.3 Jumlah usulan APBD (dalam ribuan .000 rupiah) 13.033.282
Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi NTB (2008)14
4
Working Paper Series No. Bulan 20..
Tabel 3 memperlihatkan bahwa anggaran terutama untuk peningkatan kemampuan manajerial/tata hubungan kerja dan penurunan angka kesakitan masyarakat. Penurunan kasus kematian bayi dan ibu melahirkan hanya mendapatkan 0,4 % dari porsi usulan APBD yang tertera dalam dokumen Renja. Kesimpulannya adalah penurunan kasus kematian bayi dan ibu melahirkan bukan merupakan prioritas yang utama untuk mendapatkan dana APBD. Program prioritas dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Sebagai salah satu dokumen penganggaran, DPA dapat digunakan untuk melihat program apa saja yang menjadi prioritas untuk mendapatkan alokasi dana APBD, seperti terlihat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Persentase dana untuk Program dalam DPA Tahun 2007-2009 % alokasi dana 2007 2008 2009 No Program % uruta % uruta % Uruta n n n 1. Pelayanan administrasi perkantoran 19,4 2 21,8 2 12,4 2 2. Peningkatan sarana dan prasarana 8,4 5 8,6 4 5,4 5 aparatur 3. Peningkatan disiplin aparatur 0,2 17 4,9 6 3,3 11 4. Peningkatan kapasitas sumber daya 0,5 15 1,5 11 2,0 12 aparatur 0,0 18 0,2 18 0,1 19 5. Peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan 6. Obat dan perbekalan kesehatan 9,8 3 6,5 5 3,7 10 7. Upaya kesehatan masyarakat 5,4 6 3,4 10 3,9 8 8. Pengawasan obat dan makanan 0,9 11 0,6 14 0,3 16 9. Pengembangan obat asli Indonesia 0,5 16 0,3 16 0,2 17 10 Promosi kesehatan dan pemberdayaan 3,3 9 4,8 7 4,5 7 masyarakat 11 Perbaikan gizi masyarakat 3,8 8 14,8 3 5,4 6 12 Pengembangan lingkungan sehat 1,4 10 0,8 12 1,7 13 30,3 3 13 Pencegahan dan penanggulangan 1 22,3 1 8,1 penyakit menular 14 Standarisasi pelayanan kesehatan 0,7 13 0,4 15 0,4 15 15 Pelayanan kesehatan penduduk miskin 0,0 19 0,0 19 38,1 1 16 Peningkatan pelayanan kesehatan lansia 0,9 12 0,3 17 0,2 18 17 Peningkatan keselamatan ibu 0,7 14 0,7 13 0,4 14 melahirkan dan anak 18 Kebijakan dan manajemen 5,3 7 3,9 9 6,1 4 pembangunan kesehatan 19 Sumber daya manusia 8,4 4 4,3 8 3,8 9 Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi NTB (2007-2009)13,14,15 Tabel 4 memperlihatkan bahwa program yang mendapat anggaran paling banyak pada tahun 2007-2008 adalah program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular, sedangkan pada tahun
5
Working Paper Series No. Bulan 20..
2009 program pelayanan kesehatan penduduk miskin mendapatkan alokasi dana paling banyak. Urutan berikutnya, anggaran dialokasikan paling banyak untuk program pelayanan administrasi perkantoran. Prioritas anggaran daerah di Dinas Kesehatan Propinsi NTB adalah untuk upaya menurunkan kasus penyakit menular dan kegiatan operasional administrasi. Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak selama tahun 2007-2009 hanya urutan ke 13 atau 14 dalam pengalokasian APBD yang mengindikasikan kegiatan upaya menurunkan kasus kematian ibu dan kasus kematian bayi bukanlah program atau kegiatan prioritas untuk mendapatkan anggaran daerah. Keselarasan Rencana Kerja dan alokasi anggaran Prioritas program atau kegiatan yang tertuang dalam Rencana Kerja tidak seluruhnya terakomodir oleh dana APBD atau sebaliknya, seperti terlihat pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Persentase kegiatan Rencana Kerja DPA tahun 2007-2009 Kegiatan di Rencana Kerja Kegiatan di DPA % Ada Ada 16 Ada Tidak ada 61 Tidak ada Ada 23 Sumber: Data diolah Tabel 5 memperlihatkan bahwa kegiatan dalam Rencana Kerja dan terakomodir dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) hanya 16%. Kegiatan yang tertera di Renja tetapi tidak terakomodir DPA sebanyak 61%, hal ini karena kegiatan tersebut pada proses penganggaran dibiayai oleh sumber dana lain selain APBD seperti APBN atau BLN. Ada hal yang menarik, yaitu kegiatan yang terakomodir dalam DPA dan mendapatkan alokasi dana tetapi tidak tertera dalam Rencana Kerja atau dengan kata lain kegiatan tersebut tidak termasuk dalam dokumen perencanaan sebanyak 23%. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut. “Penganggaran tidak sesuai dengan renja. Renja dibuat tapi tidak digunakan dalam penganggaran, sehingga terjadi proses penyusunan anggaran lebih dulu sebelum tersusunnya renja”. Hal ini mengindikasikan bahwa pengusulan anggaran tidak selalu sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah disusun, mengingat banyak faktor yang mempengaruhi proses penganggaran diantaranya adalah pengaruh politik16. Mengapa anggaran upaya penurunan AKI dan AKB minim? Anggaran daerah untuk Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tergolong minim karena adanya sumber dana lain yang cukup besar, mengingat program ini adalah program prioritas berkaitan dengan tingginya AKI dan AKB Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh informan berikut: “APBD untuk KIA kecil, tapi cukup tinggi dana dari luar, itu yang dilihat. Pengalokasian APBD berdasarkan ada atau tidaknya dukungan dana dari luar suatu program. Kalau dukungan dari Pusat atau dari luar besar, maka dari APBD kecil sehingga apa pemerataan..” Tabel 6 memperlihatkan alokasi dana untuk Program KIA dari berbagai sumber.
6
Working Paper Series No. Bulan 20..
Tabel 6. Dana untuk Program KIA di Dinas Kesehatan tahun 2007-2009 dalam ribuan rupiah (.000) Sumber dana Th. 2007 Th. 2008 Th. 2009 APBD 34.335 46.798 35.227 APBN (dana Dekonsentrasi) 5.386.845 1.521.030 4.728.115 BLN/donor lain ada 355.700 22.680 - UNFPA ada 340.154 Ada - GTZ 15,17,18 Sumber: Dinas Kesehatan Propinsi NTB (2007-2009) Tabel 6 memperlihatkan anggaran daerah tidak difokuskan untuk program KIA. Program KIA sudah mendapatkan anggaran yang banyak dari sumber dana lainnya seperti APBN (dana dekonsentrasi) dan donor lain seperti UNFPA dan GTZ. Sesuai dengan kebijakan yang diberlakukan pada proses penganggaran, jika suatu program telah mendapatkan sumber dana lain maka alokasi dari APBD-nya diberikan sedikit agar terjadi pemerataan dengan program yang tidak mempunyai dana APBN atau sumber dana lain. Pagu Belanja Langsung telah ditetapkan pada tahun tersebut tidak berubah atau tidak meningkat sehingga anggaran suatu program tidak dapat dinaikkan atau diturunkan begitu saja. Peningkatan anggaran kegiatan untuk penurunan AKI dan AKB sangat berpengaruh terhadap alokasi dana untuk kegiatan lainnya seperti yang dikemukakan oleh informan berikut: “kita dituntut untuk mengalokasikan lebih banyak dana untuk kegiatan menurunkan AKI dan AKB. Jumlah total anggaran tetap, akibatnya ada kegiatan-kegiatan lain yang terpaksa dikurangi. Jadi tidak bisa menghilangkan begitu saja kegiatan yang lain” Fleksibilitas APBD Fleksibilitas dana APBD merupakan salah satu alasan yang menyebabkan tidak efisien penggunaannya dan rendahnya pengalokasian APBD untuk program KIA. Fleksibiltas tersebut berkaitan dengan: (1) aturan penggunaan dana dan administrasi yang sangat rumit dan berbelit-belit dibandingkan sumber dana lainnya, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: “Adanya pembatasan kegiatan sesuai aturan main APBD yang menyebabkan kegiatan yang diusulkan itu-itu saja seperti perjalanan dinas.” (2) APBD tidak sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut: “Kegiatan yang dibutuhkan KIA seperti pengadaan Hb Sahli dan mikro nutrient/suplemen yang sangat mahal dan tidak teralokasikan oleh APBN. Diusulkan lewat APBD, tapi karena menyedot dana APBD yang sangat besar sehingga tidak terealisasi.” Pengaruh politik dalam keterbatasan APBD Proses penganggaran diwarnai dengan pengaruh politik, yang terlihat dari hasil “koordinasi” antara lembaga eksekutif dan legislatif. Dinas Kesehatan “harus bersedia” mengalokasikan anggaran untuk kegiatan dari institusi lain (disebut saja sebagai kegiatan “titipan”). Seperti yang diungkapkan oleh informan berikut:
7
Working Paper Series No. Bulan 20..
“kita tidak bisa berbuat apa-apa dengan kegiatan titipan. Itu kebijakan Pemda yang ditempelkan pada unit teknis terkait yang dianggap menjadi leading dari institusi atau lembaga dimaksud. Sebenarnya itu mengurangi alokasi Dinas.“ Kegiatan “titipan” sangat besar menyedot anggaran APBD, padahal alokasi belanja langsung dari APBD sangat terbatas jumlahnya, terlihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Alokasi kegiatan “titipan” dalam DPA tahun 2007-2009 dalam ribuan (.000) 2007 2008 Uraian Rp. Rp. Alokasi Program Pencegahan P2M (A) 1.443.962 1.584.016 Alokasi kegiatan titipan pada Program pencegahan 1.075.000 1.000.000 P2M (75%) (63%) Alokasi Program Perbaikan Gizi (B) Alokasi kegiatan titipan pada program perbaikan gizi Alokasi Program promosi kesehatan (C) Alokasi kegiatan titipan pada Program promkes Alokasi Program pelayanan kesehatan penduduk miskin (D) Alokasi Belanja Langsung Total alokasi kegiatan titipan (A+B+C+D) % alokasi kegiatan titipan thd belanja langsung
2009 Rp. 644.265 -
181.789 9.249 (5%) 158.994 2.825 (2%) -
1.047.833
431.630
338.486 -
356.390 -
-
3.046.160
4.759.385 1.087.074 23
7.093.834 1.000.000 14
7.988.671 3.046.160 38
Tabel 7 memperlihatkan bahwa kegiatan “titipan” pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular tahun 2007 menggunakan alokasi program sebanyak 75%, dan menurun menjadi sebanyak 63% di tahun 2008. Kegiatan “titipan” pada program perbaikan gizi menggunakan 5% alokasi dana untuk program tersebut. Begitu pula pada program promosi kesehatan, kegiatan “titipan” menggunakan sebanyak 2% alokasi dana untuk program tersebut. Program pelayanan kesehatan penduduk miskin dianggarkan pada tahun 2009, merupakan realisasi kampanye gubernur terpilih, menyedot dana Belanja Langsung sebanyak 38%. Kegiatan “titipan” secara keseluruhan pada tahun 2007 menggunakan dana sebanyak 23% dari Belanja Langsung, lalu turun menjadi 14% dari Belanja Langsung pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 38% dari Belanja Langsung.
8
Working Paper Series No. Bulan 20..
Besarnya alokasi kegiatan “titipan” dalam APBD mengindikasikan penyusunan anggaran tidak berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, dan tidak menumbuhkan profesionalisme kerja di Dinas Kesehatan. Pengaruh kegiatan “titipan” terhadap penganggaran suatu program sangat besar. Bagaimana dengan upaya penurunan AKI dan AKB?. Ini dapat dimanfaatkan jika program upaya penurunan AKI dan AKB dijadikan juga sebagai kegiatan ‘titipan” dalam arti tekanan politik dari legislatif dan eksekutif ikut serta dalam penganggaran program upaya penurunan AKI dan AKB. Adanya tekanan tersebut program upaya penurunan AKI dan AKB mendapatkan perhatian yang lebih banyak dalam proses penganggaran di Pemerintah Daerah termasuk di Dinas Kesehatan Propinsi NTB dan sektor/dinas lainnya. Pembahasan Dinas Kesehatan Propinsi NTB sebagai administrator publik dengan pendekatan rasionalitas terbatas, yang menyatakan bahwa untuk menetapkan suatu keputusan manajer hanya mempunyai waktu dan sumber lainnya (termasuk informasi) yang terbatas, sehingga mereka hanya dapat melakukan analisis non-komprehensif 19.
Penetapan prioritas dalam pengalokasian APBD Penentuan prioritas dan penyusunan perencanaan belum sepenuhnya berpedoman pada kebijakan yang tertuang Rencana Strategis, seharusnya Rencana Strategis itu dijadikan sebagai salah satu pedoman atau panduan yang memberikan arah untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas yang lebih besar9. Dengan mempergunakan Rencana Strategis, organisasi mempunyai sasaran dan pengarahan yang jelas dan meminimumkan kemungkinan kesalahan atau kemungkinan tidak dapat dikerjakan, terutama dalam organisasi dimana periode waktu yang panjang antara suatu keputusan manajer dan hasilnya12. Penyebabnya adalah Rencana Strategis di Dinas Kesehatan Propinsi NTB belum tersosialisasi dengan optimal dan penyusunan Rencana Kerja yang tidak tepat waktu. Visi dalam Rencana Strategis harus didefinisikan secara jelas dan dikomunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan9. Perencanaan strategik formal memerlukan investasi dalam waktu, uang dan orang yang cukup besar dan terkadang cenderung membatasi organisasi hanya terhadap pilihan prioritas yang paling rasional dan bebas resiko 12. Beberapa kelemahan yang ada dalam penetapan prioritas adalah kurangnya pemahaman dan komitmen terhadap keadilan, tidak tepatnya informasi yang ada tentang kebutuhan kesehatan dan pelayanan kesehatan, struktur penganggaran yang kompleks, kurangnya keterampilan dalam penyusunan anggaran, dan adanya intervensi dari pihak luar (pengaruh politik) dan birokrasi20. Pengaruh politik dalam birokrasi publik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Perlu menawarkan alternatif atau setidaknya penjelasan mengapa manuver politik yang dibenci keputusan administsratif, mungkin tidak seburuk seperti yang muncul19. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana pengaruh tersebut cukup rasional dan terukur sehingga bermanfaat untuk mengembangkan sistem administrasi publik dan pelayanan umum yang baik, bukan justru sebaliknya21. Alokasi dana APBD untuk upaya penurunan AKI dan AKB Upaya penurunan AKI dan AKB merupakan masalah prioritas yang harus segera ditanggulangi dan diharapkan mendapat porsi yang besar dalam penganggaran. Faktanya tidak 9
Working Paper Series No. Bulan 20..
demikian, alokasi untuk kegiatan tersebut cukup minim. Alokasi untuk Program Kesehatan Ibu dan Anak sekitar 0,4 – 0,7% dari belanja langsung. Keadaan di Dinas Kesehatan mempunyai kesamaan dengan Glenngård (2007) yang menemukan pengalokasian anggaran dan pengeluaran tidak sesuai dengan tujuan kebijakan. Kegagalan menggunakan dana yang tersedia secara proporsional, realokasi dana antar program atau kegiatan, lemahnya sistem di tingkat lokal dan keterlambatan pencairan dana di tingkat pusat menciptakan kesenjangan antara tujuan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan22. Dinas Kesehatan dengan sistem penganggaran dimana draft APBD sudah terlebih dahulu ada dan merupakan pengulangan dari kegiatan tahun sebelumnya. Sistem perencanaan anggaran yang selama ini dilakukan Pemerintah Daerah ialah penganggaran inkremental, dipakai asumsi bahwa semua kegiatan akan berulang, baik dari sisi pendapatan, maupun dari sisi pembelanjaan23. Dengan pendekatan rasional terbatas, maka proses penganggaran adalah penganggaran inkremental19. Dengan pendekatan inkremental ini penentuan besarnya anggaran untuk setiap kegiatan didasarkan pada perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum24. Sistem ini dapat diterima karena sistem ini dapat memberikan jaminan akan keberlangsungan satu program tertentu karena dengan adanya pengulangan berarti ada kepastian dana untuk tahun selanjutnya. Penganggaran inkremental mempunyai beberapa keunggulan yaitu membantu mengatasi rumitnya proses penyusunan anggaran, tidak memerlukan pengetahuan yang terlalu tinggi untuk memahami program baru dan dapat mengurangi konflik24. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dinas Kesehatan Propinsi NTB sebagai pengelola administrasi publik masih mengikuti polapola lama penyelenggaraan pemerintahan dengan pendekatan rasionalitas terbatas, termasuk dalam penetapan prioritas dalam pengalokasian APBD yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Anggaran untuk penurunan AKI dan AKB tergolong minim. Pada tahun 2007 sebanyak Rp. 34,3 juta (0,7% dari alokasi Belanja Langsung), tahun 2008 sebanyak Rp. 46,7 juta ( 0,6% dari alokasi Belanja Langsung) dan tahun 2009 menurun 25% menjadi sebanyak Rp. 35,2 juta (0,4% dari alokasi Belanja Langsung). Penyebab minimnya anggaran daerah untuk penurunan AKI dan AKB adalah adanya dukungan sumber dana lain (APBN dan BLN) untuk Program KIA yang cukup besar, kurang fleksibelnya penggunaan dan administrasi APBD serta adanya pengaruh politik dalam pengalokasian untuk kegiatan tertentu. Proses penganggaran mengikuti penganggaran inkremental, kegiatan yang diusulkan relatif sama dari tahun ke tahun. 2. Penetapan prioritas kegiatan pada penganggaran dengan pendekatan rasionalitas terbatas ditandai dengan pemanfaatan dokumen perencanaan yang belum maksimal dan adanya pengaruh politik. Penganggaran kegiatan merupakan pengulangan dari tahun sebelumnya akibatnya pembaruan (up date) prioritas tidak berjalan dengan baik. Keterbatasan waktu dan sumber daya lainnya dalam penetapan prioritas mengakibatkan analisis non-komprehensif. Saran Dinas Kesehatan sebagai pengelola administrasi publik sudah seharusnya merespon dengan melakukan perubahan-perubahan pada penetapan prioritas dalam pengalokasian dana APBD untuk penurunan AKI dan AKB di Dinas Kesehatan, untuk itu peneliti merekomendasikan sebagai berikut: 1. Penyusunan dan penetapan prioritas mengacu pada dokumen perencanaan, dilakukan bersamasama dengan memanfaatkan forum yang telah ada secara efektif dan tepat waktu serta melakukan sosialisasi dokumen perencanaan secara intensif ke semua unit. 10
Working Paper Series No. Bulan 20..
2. Penguatan kapasitas perencana di Dinas Kesehatan dalam memanfaatkan pendekatan top down dalam proses perencanaan dan penganggaran dengan mengedepankan prioritas, melakukan pendampingan pada proses penganggaran sehingga tujuan perencanaan dapat tercapai. 3. Dinas Kesehatan dapat mengelola keterbatasan dana APBD dan kelemahan sistem penganggaran inkremental dengan menelaah kembali pengalokasian dana untuk semua kegiatan agar sesuai dengan tujuan organisasi. 4. Dinas Kesehatan perlu melakukan advokasi dan sosialisasi secara intens kepada Pemerintah Daerah dengan memanfaatkan pengaruh politik sebagai upaya untuk meningkatkan alokasi APBD Dinas Kesehatan, sehingga kegiatan upaya penurunan AKI dan AKB mendapatkan alokasi yang lebih banyak dan memadai tanpa mengurangi alokasi untuk kegiatan lainnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Seputro, Hery (2008a) Modul 2 Manajemen Keuangan Daerah [Internet]. Available from: netLibrary http://www.scribd.com (Accessed 12 Mei 2009) 2. Gani, A. (2006). Reformasi Pembiayaan Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Sistem Desentralisasi. Naskah dipresentasikan dalam Pertemuan Nasional Desentralisasi Kesehatan, Bandung. 3. BAPPEDA Provinsi NTB (2009) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi NTB 2008-2013, 2009. 4. Maulana. O.F, (2007) Kematian ibu dan bayi tinggi. Kompas Online, 6 Juli 2007 5. Supari, S.F., (2008) Menkes: Penurunan angka kematian ibu dan bayi jadi program prioritas tahun 2009. Republika Online, 24 Mei 2008. 6. Noerdin, E (Woman Research Institute). (2008). Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk sektor kesehatan. Final Report. 7. Gani, A. (2004) Anggaran Kecil dan Salah Sasaran. Abacus [Internet], Maret. Available from
8. Seputro, Hery (2008b) Modul 3 Konsep Penentuan Prioritas [Internet]. Available from: netLibrary http://www.scribd.com (Accessed 12 Mei 2009) 9. Teng,F., Mitton, C. & MacKenzie,J. (2007) Priority setting in the provincial health services authority: survey of key decision makers. BMC Health Services Research, Vol. 7. 10. Yin, RK (2008) Studi Kasus Desain dan Metode. Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 11. Sugiyono (2008) Memahami Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta, Bandung 12. Handoko. TH., (2008) Manajemen. Edisi 2, BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta 13. Dinas Kesehatan Provinsi NTB (2007) Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2007 14. Dinas Kesehatan Provinsi NTB (2008) Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2008 15. Dinas Kesehatan Provinsi NTB (2009) Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2009 16. Mardiasmo (2002) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Offset. Yogyakarta 17. Dinas Kesehatan Provinsi NTB (2007) Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2007 18. Dinas Kesehatan Provinsi NTB (2008) Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Provinsi NTB, 2008 19. Lindblom, C.E (1969) The Science of “Muddling Through”. In: Etzioni, A. ed. Readings on Modern Organizations. USA : Prentice-Hall, Inc, pp.154 20. Green A., Ali. B., Naeem. A., & Roos. D.,(2000) Resource allocation and budgetary mechanisms for decentralized health system: experiences from Balochistan, Pakistan. Bulletin World Health Organization. Vol 78. No.8. pp.1024-1035
11
Working Paper Series No. Bulan 20..
21. Wahyuni, ED (2007) Akuntabilitas Birokrasi Publik: Potret dari Pertanggungjawaban Administratif dan Politik. In: Halim, A.ed. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. 22. Glenngård. AH., & Maina.TM., (2007) Reversing the trend of weak policy implementation in the Kenyan health sector? – a study of budget allocation and spending of health resources versus set priorities. Health Research Policy and Systems. Vol. 5:3 23. Yunizar (2007) Penjaringan Pendapat Masyarakat dan Zero Based Budgeting (Tawaran Sistem Penganggaran Keuangan Daerah). In: Halim, A.ed. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta : UPP STIM YKPN, pp.153 24. Mokoginta, A (2007) Penyusunan Anggaran Tahunan. In: Halim, A.ed. Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
12