Syai’in KEGIATAN ZIARAH MAKAM GUS DUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT Oleh : Syai’in *
Since the death of Gus Dur and was buried in the family graveyard of Pesantren Tebuireng the many pilgrims who come to Tebuireng. It is quite an impact on the community and surrounding Tebuireng. Many traders and various efforts popping up to fulfill the needs and facilities of the pilgrims. In the future, the government plans to conjure tomb Wahid became "religious tourism park". Therefore, as a means of supporting the terminal will be built and stand for traders. The number of pilgrims who come to have an influence on economic empowerment Tebuireng and surrounding communities. Until now a pilgrimage to the tomb of activities Wahid no reflux, thus stretching the local economy and surrounding Tebuireng increasingly able to enjoy the benefits. So inevitably, a list of the names of the traders every day growing acreage alley meet Gus Dur. Keywords: Pilgrimage, Tomb of Gus Dur, Economic Empowerment
*
Dosen pada Fakultas Syari’ah Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang
98 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in A. Pendahuluan
Ziarah kubur bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang lumrah. Bahkan tidak hanya di Indonesia, pada kenyataannya ziarah kubur adalah gejala universal. Artinya, ia dilakukan oleh bangsa mana pun, agama apa pun, ras apa pun, suku apa pun, dan di belahan bumi mana pun. Melalui ziarah kubur, manifestasi rasa hormat kepada yang diziarahi menemukan tempatnya.1 Ziarah kubur adalah salah satu bentuk kegiatan keagamaan dalam Islam. Menurut syari’at Islam, ziarah kubur bukan hanya sekedar menengok kubur, atau untuk mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang ke kubur adalah dengan maksud mendoakan kepada muslim yang dikubur dan mengirim doa untuknya dengan wasilah bacaan ayat-ayat al-Qur’an dan kalimah t}ayyibah, seperti tahli>l, tah}mi>d, tasbi>h}, salawat dan lain-lain. Ziarah kubur hukumnya sunah, sebagaimana hadis riwayat Ahmad, Muslim dan as}h}a>b al-sunan dari Abdullah bin Buraidah yang diterima dari bapaknya bahwa Rasulullah SAW. bersabda :
:َع َعا َع تُع َعذ ِّ ُعر
ِع َّن اُع َع َعْب َع َع َع تَعَن ْب َعه ُعد ِعِف ُّاد ْبَنَع
َع َّن َع ُع ْب َعا اِع َع َّن:َع ِع اْب ِع َع ْب ُع ْب ٍد َع ِع اُع َعْب ُع َع ِع ِع ِع َعإ َنَّن َع. ُع ْب ُع َنَع َع ْبُع ُع ْب َع ْب ِعَع َع اْب ُع ُعَن ْب َعَنُع ْب ُع ْب اْب ُع ُعَن ْب َع 2 ِع ْب آلَعرَع
“Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda : Dulu aku melarang kalian ziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah. Karena ziarah kubur membuatmu zuhud terhadap dunia dan dapat mengingatkan akhirat”.
1
Abdul Fatah, Munawir, Tuntunan Ziarah Kubur Walisongo Hingga Makam Rasul (Surabaya:Pustaka Pesantren, 2010), 27. 2 Al-Da>ruqut}ny, Sunan Al-Da>ruqut}ni, 136
99 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
Sejak wafatnya KH. Abdurrahman Wahid pada hari Rabu, 30 Desember 2009, umat Islam Indonesia bila melakukan ziarah kubur ke wali sembilan atau wali lima pasti ada tambahannya, yaitu makam Gus Dur. Hal itu tertulis dalam sepanduk kendaraan mereka yang berbunyi “ ziarah wali songo plus Gus Dur “. Gus Dur merupakan tokoh fenomenal dan referensi yang tak pernah kering, bahkan setelah meninggalnyapun beliau tetap menjadi daya tarik yang terus dikunjungi oleh banyak peziarah dari berbagai kalangan.3 Fenomena Gus Dur apabila dibandingkan dengan pendahulunya dapat dibilang memiliki kharisma tersendiri sehingga banyak peziarah yang datang ke kuburan beliau. Banyaknya peziarah yang datang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya Gus Dur berbada dengan kiyai-kiyai sebelumnya. Kiyai-kiyai sebelumnya referensinya satu arah, hanya untuk kaum tertentu saja, sedangkan Gus Dur bersifat universal, untuk semua golongan. Pada saat pendahulu (KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, dan KH. Bisri Syansuri) belum meninggal, pertarungan idiologi antara kelompokkelompok muslim masih panas, terutama dalam konteks ziarah kubur, sampai-sampai Kiyai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) melarang ziarah kubur, sementara Kyai Hasyim Asy’ari dengan kultur nahdiyinnya memperbolehkan bahkan menganjurkan ziarah kubur. Dua kondisi itu berbeda dengan era Gus Dur, dimana pada saat beliau meninggal kondisi masyarakat sudah berubah, dunia sudah terbuka, kontrol rasional dan supra rasional sudah semakin berkembang, ramalan-ramalan di TV sudah banyak, pembuktian bahwa yang dulunya tidak 3
Nahdhah, Media Pencerahan Ummat, NU Jombang, edisi 10/Oktober-Desember 2010, 27.
100 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
rasional sudah bisa dinalar secara rasional, kebiasaan mengkafirkan atau memusyrikkan sudah mencapai titik jenuh. Singkatnya sisi-sisi agama semakin terbukti dengan rasionalitas. Di sisi yang lain, Gus Dur memiliki kepribadian yang terbuka, dekat dengan semua orang dan semua lapisan masyarakat, pemikirannya bisa diterima semua golongan. Di samping itu semasa hidupnya beliau dipandang memiliki jasa, beliau sendiri banyak melakukan ziarah kubur dan memiliki kemakrifatan tentang makam para tokoh, sehingga banyak sekali makam para tokoh tersebut yang “dihidupkan” kembali oleh beliau, efek berikutnya makam tersebut banyak dikunjngi orang. B. Ekonomi Kerakyatan Pembangunan di banyak negara berkembang sejak perang dunia II ternyata tidak banyak membawa dampak yang menyentuh kepentingan golongan d}u’afa, baik yang berada di desa-desa maupun yang berada di kota-kota. Beberapa gejala yang secara umum terlihat adalah : Pertama, pembangunan cenderung mengarah pada kegiatan produksi, penyediaan jasa dan pemanfaatan sumber alam yang lebih menguntungkan mereka yang lebih kuat ekonominya ketimbang golongan miskin dan kaum d}u’afa. Hal ini tidak disukung dengan adanya kebijakan dan program-program pembangunan untuk mengangkat derajat kaum d}u’afa. Kedua, pembangunan industri dalam skala besar yang berlangsung di kota-kota tanpa disertai usaha peningkatan kemampuan dan penyertaan kepentingan golongan miskin sebagai salah satu kriteria dalam pemilihan dan pengelolaannya. Tentu saja hal ini dapat menyebabkan timbulnya urbanisasi yang mengarah pada terjadinya pengangguran dan kriminalitas. Ketiga, perkembangan pembangunan meluas ke seluruh wilayah tanpa disertai program penyelamatan 101 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
lingkungan dan perlindungan terhadap usaha rakyat. Akibatnya, pembangunan tersebut seringkali mengarah pada pemanafaatan sumber daya alam yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan tergusurnya para pemilik dan penghuni setempat.4 Dalam sistem ekonomi yang demikian bebas, dimana persaingan sangat kompetitif konomi rakyat sulit diharapkan untuk keluar sebagai pemenang dalam persaingan tersebut kecuali jika ekonomi rakyat kita memiliki daya kreasi, inovasi, tingkat produktivitas tinggi, dan kemampuan membaca peluang yang lebih baik. Ini adalah salah satu ciri dari ekonomi rakyat yang berbasiskan pada keunggulan kompetitif. Jika tipologi usaha kecil atau ekonomi rakyat kita sudah demikian, maka sangat mungkin bersaing dalam pasar bebas.5 Untuk bisa bersaing dalam perekonomian nasional dan untuk memberdayakan industri kecil terutama memperbesar peranannya dalam struktur perekonomian nasional, maka langkah-langkah berikut perlu dipertimbangkan : 1. Peningkatan akses pada aset produktif, masalah yang mendasar dalam rangka perluasan iklim usaha kecil ini adalah akses pada dana. 2. Memperkuat posisi transaksi dan memperkuat kemitraan usaha antara industri kecil dan usaha menengah atau besar. Peningkatan posisi ini bias dilakukan melalui pengembangan dan pembangunan prasarana dan sarana perhubungan yang akan memperlancar produknya. 4
M. Dawam Rahardjo, Reformasi Politik, Dinamika Politik Nasional dalam Arus Politik Global (Jakarta: PT. Inter Masa, 1997). Cet. I, 283. 5 Budi Santoso, Birokrasi Pemerintah Orba Perspektif Kultural dan Struktural (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1995), 19.
102 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
3. Kebijakan pengembangan indusri harus mengarah pada penguatan industri kecil. Proses industrialisasi harus mengarah pada pedesaan dengan memanfaatkan potensi setempat. 4. Kebijakan ketenagakerjaan yang merangsang tumbuhnya tenaga kerja mandiri sebagai cikal bakal lapisan wirausaha baru yang berkembang menjadi wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan saling menunjang. 5. Adanya perangkat peraturan perundangan yang benarbenar melindungi dan mendukung pengembangan industri kecil yang ditujukan khusus rakyat kecil.6 C. Metode Penelitian Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis melalui rancangan studi kasus (case study). Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan (1) wawancara mendalam, (2) observasi partisipatif, dan (3) studi dokumen. Sumber data atau informan diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dipadukan dengan snow ball sampling. Data yang diperoleh berupa kata-kata, kejadian, catatan, laporan, dokumen, buku dan majalah tentang Gus Dur. Adapun teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam pemeriksaan keabsahan data digunakan teknik triangulasi, pengecekan kebenaran informasi kepada para informan, mendiskusikan dan menyeminarkan dengan teman sejawat dan perpanjangan waktu penulisan. Dengan cara ini diharapkan data yang diperoleh betulbetul lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan.7 6
Ibid, 26-27. Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitaitf (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 90. 7
103 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
D. Deskripsi Makam Gus Dur Sebelum meninggalnya Gus Dur, Tebuireng sering didatangi para peziarah dari berbagai daerah untuk ziarah ke makam KH. Hasyim Asy’ari. Setiap Minggu ada saja rombongan satu sampai dua bus yang datang ke Tebuireng. Karena tingkat kedatangan rombongan peziarah tidak menentu, maka dampak terhadap ekonomi masyarakat Tebuireng tidak begitu tampak. Sepengetahuan penulis, hanya ada seorang ibu dari dusun Seblak yang berjualan nasi setiap ada rombongan peziarah datang ke Makam KH. Hasyim Asy’ari. Sebelum jualan, terlebih dulu dia melihat-lihat dengan mengendarai sepeda mini ke tempat parkir kendaraan peziarah, waktu itu tempat parkirnya di kawasan Masjid Ulul Albab atau di depan pabrik gula Cukir (selatan Pesantren). Jika melihat ada rombongan peziarah datang dia bergegas pulang untuk mengambil dagangannya kemudian dijajakan di tempat parkir, dan ada toilet umum dan penginapan yang dibuat khusus untuk menyediakan peziarah Namun begitu Gus Dur meninggal dan dimakamkan di komplek makam keluarga Pesantren Tebuireng, para peziarah yang datang ke Tebuireng membludak. Bukan hanya satu dua bus yang datang, tapi berpuluh bus setiap harinya. Pada saat pemakamannya, Tebuireng menjadi lautan manusia. Mulai dari Masjid Ulul Albab sampai ke tempat pemakaman, dari lapangan Diwek sampai ke pesantren, dan dari desa Blimbing sampai desa Cukir, penuh sesak oleh peta’ziah. Semua orang berdesakdesakan berebut ingin masuk ke lokasi pemakaman atau ke dalam pesantren, saling dorong-mendorong sehingga mengakibatkan tembok pagar sebelah selatan pintu masuk pesantren, rubuh ke sebelah timur membuat orang-orang banyak yang terjatuh ke sungai. Dari sisi barat lokasi pemakaman, banyak peta’ziah yang nekat naik pagar yang tingginya lebih dari dua meter, saat itu prosesi 104 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
pemakaman secara militer dimulai yang langsung dipimpin oleh Bapak Presiden Republik Indonesia. Sekalipun sudah ada pengamanan yang ketat dari TNI dan Polri, namun tidak mampu membendung antusias peta’ziah yang ingin menyaksikan langsung prosesi pemakaman Gus Dur sebagai penghormatan yang terakhir. E. Dampak Ekonomi Masyarakat Pepatah mengatakan dimana ada gula di situ ada semut. Ungkapan ini lebih pasnya demikian buat wisata ziarah makam Gus Dur. Hal ini karena sejak meninggalnya, banyak orang yang datang untuk ziarah. Pada masa awal meninggalnya, lebih dari 8 ribu orang setiap harinya datang ke makam Gus Dur, rata-rata 120 bus. Hal itu terjadi dari 7 hari hingga 40 harinya. Pada acara tujuh harinya pengunjung diperkirakan mencapai 10 ribu orang. Sedangkan dari 40 hari sampai 100 harinya rata-rata 70 bus setiap harinya. Pada acara 1000 harinya tanggal 27 September 2012, diperkirakan mencapai 20 ribu orang, menjelang acara dimulai komplek Pesantren Tebuireng sudah dipenuhi orang sehingga terpaksa pintu gerbang depan dan samping ditutup. Sementara bagi mereka yang tidak bisa masuk terpaksa mencari tempat duduk di dekat pengeras suara atau duduk di depan layar yang telah disediakan panitia di luar komplek pesantren. Mereka datang dari berbagai daerah, dan lapisan masyarakat. Bagi pejabat, tokoh, masyarakat, Kiyai dan orang-orang besar dari elemen bangsa ini datang ke makam Gus Dur sekaligus bersilaturrahim kepada keluarga untuk mengucapkan belasungkawa. Bagi masyarakat umum mereka ada yang lebih dari dua kali bahkan ada yang sampai lima belas kali ke makam Gus Dur. Mereka bukan hanya dari kalangan muslim tapi juga banyak pula yang dari lintas agama, seperti Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Selain itu mereka bukan 105 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
hanya dari kalangan masyarakat awam, tapi dari kalangan intelektual yang selalu mengedepankan rasionalitas juga mau singgah di makam Gus Dur. Bahkan setiap menjelang ujian nasional mulai dari tingkat SD sampai SLTA membanjiri komplek pemakaman keluarga pesantren Tebuireng. Dengan adanya kegiatan peziarah yang datang ke makam Gus Dur begitu banyak dan tidak ada surutnya sampai sekarang ini, maka dampak secara ekonomi sangat tampak bagi masyarakat Tebuireng dan sekitarnya. Dampak dari adanya kegiatan ziarah makam Gus Dur saja, secara ekonomi dapat dilihat dari banyaknya pedagang yang berjualan dan munculnya berbagai usaha jasa lainnya yang berkaitan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan fasilitas peziarah. Pada awal-awal meninggalnya Gus Dur, pintu masuk-keluar makam lewat pintu belakang pesantren dan parkir kendaraan harus masuk ke lokasi masjid Ulul Albab, maka dari areal parkir sampai sepanjang jalan menuju pintu makam telah berdiri warung nasi dan pedagang lapak kaki lima yang menjual berbagai makanan dan minuman ringan berbagai merk dan khas makanan dari berbagai daerah terutama yang ada di jawa. Untuk makanan ringan sebagai jajanan oleh-oleh yang telah diidentifikasi penulis antara lain makanan khas Malang, makanan olahan dari buah apel yang terdiri dari krupuk atau kripik apel, jenang apel dan minuman sari apel. Ada juga makanan yang berasal dari Kediri, seperti gethuk pisang, tahu taqwa, krupuk tahu dan krupuk asin. Lalu dari Kudus yang terkenal adalah jenang kudusnya. Dari Tuban terkenal dengan peyek udangnya. Ada wingko dari Babat Lamongan. Kemudian dodol Garut dan rangginang jumbo dari Solo. Setelah terjadi kerusakan pada jembatan menuju lokasi masjid Ulul Albab yang tidak kuat menanggung beban kendaraan besar dan banyak, maka areal parkir meluber ke 106 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
pinggir-pinggir jalan sepanjang dari pertigaan Cukir sampai Tebuireng utara. Kemudian pintu keluar-masuk makam dipindah di samping utara pesantren yang langsung bertemu dengan gang kampung sampai sekarang. Untuk jalur ini, masyarakat Tebuireng dan sekitarnya telah memberi nama yang cukup populer dan familier yaitu “Gang Gus Dur” yang terkenal macet, berjubel-jubel. Hingga saat ini terkesan gang tersebut bukan sebagai jalan lagi tapi lebih tepatnya stand UKM makam Gus Dur. Dari hasil penelusuran penulis bahwa pelaku ekonomi masyarakat Tebuireng dan sekitarnya dampak dari adanya kegiatan ziarah makam Gus Dur ini dapat digolongkan menjadi tiga golongan: 1. Sebagai loper 2. Pedagang lapak kaki lima 3. Pedagang Asongan Tabel 1 Perbandingan Pelaku Ekonomi Masyarakat Setempat Dengan Masyarakat Sekitar No. 1 2 3 4 5
Alamat atau Asal Masyarakat Setempat Tetangga Dusun/Desa Tetangga Kecamatan Tetangga Kabupaten Tetangga Propinsi
Jumlah 53 orang 25 orang 11 orang 15 orang 2 orang
Bila ditinjau dari jenis barang atau dagangan yang dijual, penulis mencatat 11 orang menjual pakaian, 30 orang menjual makanan dan minuman ringan, 9 orang membuka warung makan, 6 orang menjual kaset dan buku, 7 orang menjual suvenir dan asesoris, 5 orang menjual kopyah, tasbih, dan minyak wangi, lalu 5 orang menjual gorengan yang langsung digoreng di tempat. 107 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
Pada gerbang utama makam Gus Dur ada 7 stand yang khusus yang diperuntukkan bagi pengurus pesantren, di antaranya adalah untuk Bu Nyai, LSPT (Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng) yang banyak menyebar kotak amal di sekitar makam Gus Dur, jasa boga, koperasi pesantren, dan BPS pesantren.8 F. Nilai Ekonomis Kegiatan Ziarah Makam Gus Dur Masyarakat Tebuireng dan sekitar dalam memanfaatkan ekonomi terkait dengan adanya kegiatan ziarah makam Gus Dur. Ada dua jenis usaha yang dijalankan oleh para pelaku usaha di sekitar makam Gus Dur: 1. Usaha Jasa Untuk usaha jasa, dari identifikasi penulis telah menemukan sembilan jenis usaha jasa, yaitu : a. Jasa Parkir kendaraan besar Dari hasil penulisan, pada awal-awal meninggalnya Gus Dur ada enam tempat parkir kendaraan besar yang dikelola masyarakat, diantaranya adalah: 1) Halaman Pabrik Gula Tjoekir. 2) Wilayah Masjid Ulul Albab. 3) Wilayah Kwaron (buk grujuk) ke barat ke arah Desa Keras. 4) Wilayah pinggir jalan utara pesantren. 5) Wilayah pinggir jalan depan pesantren Tebuireng. 6) Wilayah pinggir jalan selatan pesantren sampai pertigaan Cukir. b. Jasa Penitipan Sepeda. Dari hasil identifikasi penulis ada enam tempat penitipan sepeda di antaranya: 8
Wawancara dengan Bpk. Udin pada tanggal 25 Agustus 2012
108 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
1) Teras kantor BRI Unit Cukir. 2) Depan rumah Bapak Qosim. 3) Tempat Bapak Lukman. 4) Tempat Bapak Khotib. 5) Tempat Bapak Tatan Wijaya. 6) Tempat Bapak Bambang. c. Jasa Toilet Umum dan Kamar Mandi Dari hasil identifikasi penulis dilapangan untuk usaha jasa toilet umum dan kamar mandi ada delapan tempat di sekitar areal makam Gus Dur yang dikelola masyarakat setempat, yaitu : 1) Milik Bapak Tatan Wijaya, yang dikelola sendiri sambil menerima penitipan sepeda, dan jumlah sebanyak 4 kamar. 2) Milik Bapak Abu Hasan Sholeh, lokasinya diareal pedagang gang makam Gus Dur. Dia memiliki enam kamar. 3) Milik Bapak H. Mudhakir, ada tiga kamar. 4) Milik Bapak Ismail yang letaknya dibelakang Bapak Mudhakir. Keduanya lokasinya dekat dengan pintu masuk makam Gus Dur. Jumlahnya ada empat kamar. 5) Milik Bapak Lukman. Tempat ini persis dibelakang rumah Bapak Juli. 6) Milik Bapak Bambang. Pada awal-awal meninggalnya Gus Dur tempat ini yang paling ramai karena waktu itu pintu masuk dan keluar lewat belakang pesantren, yaitu lewat jabo.9 7) Toilet umum yang berada di sebelah barat pesantren putri Tebuireng. Toilet ini milik pesantren Tebuireng paling pertama dibangun
9
Wawancara dengan Bapak Bambang Tanggal 15 Januari 2012
109 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
sejak adanya peziarah makam Gus Dur di luar kampung.10 8) Toilet umum satu-satunya yang dibangun untuk menyediakan peziarah sebelum Gus Dur meninggal. Lokasinya berada di selatan pesantren, selain itu juga menyediakan penginapan. Pemiliknya adalah ibu Nur Hariana atau mbak Yeyen. d. Jasa Foto Peziarah Pertama kali yang punya usaha foto peziarah adalah orang Bandung, Jawa Barat yang tinggal di Tebuireng. Kemudian Bapak Faishol asli Tebuireng mencoba mengikutinya. Sistem kerjanya adalah Pak Faishol cari anak buah untuk bagian memotret para peziarah yang baru saja turun dari bus, lalu dicetak di toko Pak Faishol. Foto-foto yang sudah dicatak tadi dimasukkan ke dalam plastik lalu di tempel di bus, ktika para peziarah selesai ziarah dan kembali ke bus para pemotret tadi menawarkan foto ke peziarah agar dibelinya yang harganya per lembar atau per foto Rp. 5.000,-. Pak Faishol sediri punya 5 anak buah, dan sistem pembagian keuntungan dengan anak buahnya pertama, jika foto terjual Pak Faishol minta Rp. 1.500,- per lembar. Dengan sistem ini kata Pak Faishol anak buahnya hanya menjual foto yang bagus saja sehingga banyak foto yang kembali. Kemudian Pak Faishol sekrarang memakai sistim ongkos biaya catak per lembar Rp. 700,-, dengan sistem ini anak buah harus lebih kerja keras lagi agar semua foto bisa terbeli oleh peziarah. Selain Pak Faishol ada juga Cak Yus, Cak Aripin, dan Cak Kuri yang dulunya anak buah Pak Faishol sendiri, dan mereka sama-sama mempunyai anak 10
Wawancara dengan Bpk. Syukron pada tanggal 15 September 2012
110 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
buah. Saat ini kurang lebih terdapat sekitar 17 orang yang jadi tukang potret. Pada hari Sabtu dan Ahad per harinya hasil bersih yang diperoleh sebesar Rp. 300.000,- sedangan untuk selain dua hari tersebut hasilnya kurang dari jumlah tersebut.11 e. Jasa Pijat Tetangga penulis ada yang memanfaatkan ramainya peziarah makam Gus Dur ini sebagai tukang pijat di areal parkir makam. Namanya Bapak Basoni yang pekerjaan setiap hari sebagai tukang saring di pabrik tahu, sedang malamnya sering diminta untuk memijat para tetangga. Setelah adanya kegiatan ziarah makam Gus Dur, setiap malam Jum’at sampai malam Senin selalu mangkal di areal parkir makam Gus Dur.12 f. Jasa Ojek Saat ini tukang ojek mangkalnya di tempat wilayah parkir Kwaron, dan jumlahnya tidak sebanyak dulu. Para pelaku jasa ojek ini berasal dari dari desa Kwaron sendiri. Adapun tarif ojek dari wilayah parkir Kwaron sampai ke dekat pintu masuk makam tarifnya Rp. 5.000,-. g. Jasa penyewaan Tempat Usaha atau Stand Masyarakat Tebuireng dan sekitar yang punya lahan lebih luas, di samping dipakai sendiri sebagian ada yang disewakan, atau yang punya lahan tapi tidak bisa dagang akhirnya lahan tersebut dibangun beberapa stand, lalu disewakan. Seperti yang ada di utara pintu utama makam Gus Dur yang sudah jadi, tapi belum dibuka, ada beberapa stand berderet ke 11
Wawancara dengan Bpk. Faishol Amir pada Tanggal 5 September 2012 12 Wawancara dengan Bpk. Basoni pada Tanggal 7 September 2012
111 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
utara adalah milik pak Wawan. Dia mematok harga satu standnya per tahun Rp. 3.000.000,-. Sedangkan milik pak Abu Hasan Sholeh yang tempatnya di gang Gus Dur dengan ukuran 4x6 meter disewakan per hari Rp. 50.000,-, dan di samping rumahnya ada lorong dengan lebar 1,5 meter disewakan per harinya Rp. 30.000,-. Pak Khotib juga menyewakan dua tempat di depan rumahnya per bulannya 100 ribu sekaligus dengan lampunya.13 h. Jasa Menyalur Lampu Bagi masyarakat setempat, dengan adanya para pedagang yang standnya berada di sekitar rumahnya, mereka kebagian order menyalur lampu untuk penerangan stand di malam hari. Rata-rata setiap bulan per standnya ditarif Rp. 15.000,-.14 i. Jasa Penginapan Jasa penginapan sudah ada sejak dulu, penginapan di kawasan Tebuireng hanya ada dua, satu di utara pesantren penginapan Muti’ah, dan penginapan yang ada di selatan pesantren. Saat ini, setelah Gus Dur meninggal, telah dibangun sebuah hotel Hidayah yang megah lokasinya di utara pesantren sebelah kanan jalan raya dari arah selatan.15 2. Usaha Dagang Masyarakat Tebuireng dan sekitar dalam memanfaatkan ekonomi terkait dengan adanya kegiatan ziarah kubur makam Gus Dur kebanyakan usaha dagang. Penulis telah merinci dagangan apa saja yang dijual. Ada lima barang yang didagangkan atau yang dijual di gang Gus Dur, diantaranya adalah : 13
Wawancara dengan Bpk. Abu Hasan pada Tanggal 15 Januari 2012 Wawancara dengan Bpk. Juli pada Tanggal 15 September 2012 15 Wawancara dengan Bpk. Ahyadi pada Tanggal 17 September 2012 14
112 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
a. b. c. d. e.
Jualan Makanan dan Minuman. Jualan Pakaian. Jualan Asesoris dan Gambar atau Lukisan. Jualan Kaset atau CD Jualan Buku
G. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Ekonomi Masyarakat 1. Faktor Pendukung Semakin banyaknya peziarah yang datang, merupakan faktor pendukung utama dalam kegiatan ziarah makam Gus Dur dan pengaruhnya terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat Tebuireng dan sekitaar. Sampai saat ini kegiatan ziarah kubur ke makam Gus Dur tidak ada surutnya. Sehingga geliat ekonomi masyarakat Tebuireng dan sekitar semakin lama dapat dirasakan manfaatnya secara ekonomi. Pemerintah berencana menyulap makam Gus Dur menjadi “taman wisata religi”, oleh karena itu akan dibangun terminal dan stand bagi para pedagang. Mereka beberapa waktu lalu sudah didata oleh pemda setempat untuk memperoleh stand dikawasan terminal makam Gus Dur yang tempatnya nanti berada di sebelah barat asrama putrri pesantren Tebuireng. Sampai saat ini belum ada kejelasan mengenai sistem yang dipakai dalam kepemilikan stand. Apakah menggunakan sistem sewa pakai atau kepemilikan langsung dengan mendapatkan sertifikat, seperti yang ada di pasar Cukir. 2. Faktor Penghambat Rencana pemerintah yang belum terealisasi dalam pembangunan taman wisata religi di kawasan makam Gus Dur membuat pintu masuk ke makam Gus Dur berpindahpindah. Pada awal-awal meninggalnya Gus Dur, pintu masuknya lewat unit jasa boga atau pintu belakang pesantren. Di sana, para pedagang sudah memposisikan 113 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
tempat atau lapaknya dengan permanen di sepanjang kirikanan jalan kampung yang menghubungkan desa Kwaron dengan Cukir. Tidak lama kemudian, tiba-tiba pintu keluar masuk makam Gus Dur pindah ke samping pesantren. Tak ayal, para pedagang kelabakan harus membongkar lapaknya kemudian cari tempat baru untuk jualan yang dilewati para peziarah. Setelah liburan lebaran, hari pertama santri masuk sekolah, pintu utama makam Gus Dur yang sudah diresmikan oleh Menko Kesra Agung Laksono, dibuka oleh pihak pesantren. Namun kemudian mendapat protes keras dari para pedagang di kawasan stand gang Gus Dur. Pada saat itu juga pihak pesantren menutup kembali. Kemudian pada saat 1000 harinya Gus Dur pintu utama makam Gus Dur dibuka lagi sampai sekarang. Sehingga stand yang ada di dalam pintu utama makam Gus Dur dapat difungsikan untuk berdagang. Pada awal-awal meninggalnya Gus Dur, jalur lalu lintas Jombang-Pare Kediri, dan Jombang-Pujon Malang macet total. Apalagi saat pemakamannya, sampai pada peringatan seribu hari wafatnya Gus Dur, jalur ini ditutup. Sampai saat ini jalur tersebut selalu macet saat melewati kawasan wisata ziarah makam Gus Dur, karena banyak kendaraan yang diparkir di kanan-kiri jalan raya. Belum lagi ditambah banyaknya penjual dipinggir-pinggir jalan, dan semerawutnya peziarah yang jalan kaki baik yang turun dari kendaraan maupun mau naik kendaraan. Bagi pengguna jalan raya yang belum pernah lewat jalur ini sering mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi sehingga sangat berisiko kecelakaan. Oleh karena itu perlu secepatnya pemerintah segera mewujudkan rencana membangun taman wisata religi makam Gus Dur yang anggarannya menghabiskan 180 114 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
miliar lebih tersbut. Sehingga, kesemerawutan, kemacetan dan resiko kecelakaan tidak akan terjadi sepanjang hari. Dengan demikian para pedagang asongan lebih fokus tidak berlarian kesana-kemari mengejar rombongan mencari tempat parkir. H. Penutup Beberapa hal yang dapat disarikan dari tulisan ini dan menjadi penutup dalam ulasan ini adalah sebagai berikut: 1. Dampak ekonomis kegiatan Ziarah Makam Gus Dur bagi masyarakat: a. Kegiatan Ziarah Makam Gus Dur telah memberikan kesejahteraan pada masyarakat Tebuireng dan sekitarnya b. Sebelum Gus Dur meninggal sudah ada peziarah yang datang ke Tebuireng, namun kedatangannya tidak menentu sehingga dampaknya secara ekonomi tidak tampak pada masyarakat Tebuireng. c. Setelah Gus Dur meninggal dan banyaknya peziarah yang datang dan tidak ada surutnya, maka dampak secara ekonomi masyarakat Tebuireng dan sekitar sangat tampak sekali terbukti semakin meningkatnya taraf hidup mereka. d. Pelaku ekonomi masyarakat Tebuireng dan sekitar dari dampak adanya kegiatan ziarah kubur makam Gus Dur dapat digolongkan menjadi tiga untuk jenis: 1) Sebagai loper, 2) Pedagang lapak kali lima, 3) Pedagang asongan. 2. Pelaku dan jenis usaha: a. Kegiatan ziarah makam Gus Dur telah memberikan aspirasi dan kreatifitas masyarakat Tebuireng dan sekitarnya dalam membuka lapangan kerja dan usaha. b. Masyarakat Tebuireng dan sekitar dalam memanfaatkan ekonomi terkait dengan adanya 115 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
kegiatan ziarah kubur makam Gus Gur, ada dua jenis usaha yang dijalankan, yaitu usaha jasa dan usaha dagang. c. Ada sembilan jenis usaha jasa yang dijalankan masyarakat Tebuireng dan sekitar, yaitu 1) Jasa parkir kendaraan besar, 2) Jasa penitipan sepeda, 3) Jasa toilet umum dan kamar mandi, 4) Jasa fhoto peziarah, 5) Jasa pijat, 6) Jasa ojek, 7) Jasa penyewaan tempat usaha atau stand, 8) Jasa menyalur lampu, dan 9) Jasa penginapan d. Ada lima jenis barang yang didagangkan di gang Gus Dur, yaitu : 1) Jualan makanan dan minuman, 2) Jualan pakaian, 3) Jualan asesoris dan gambar atau lukisan, 4) Jualan kaset atau CD, 5) Jualan buku Gus Dur. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Secara Ekonomi a. Faktor pendukung secara ekonomi adalah tidak ada surutnya peziarah ke makam Gus Dur. Dan peran pemerintah dalam merealisasikan pembangunan taman wisata religi makam Gus Dur. b. Faktor penghambat secara ekonomi adalah pintu masuk makam Gus Dur yang berpindah-pindah, sehingga merepotkan para pelaku konomi masyarakat Tebuireng dan sekitar untuk mencari tempat jualan. Belum adanya infrastruktur dalam wisata ziarah makam Gus Dur sehingga saat ini kelihatan semrawut, dan jalan raya macet dan resiko kecelakaan sangat tinggi.
116 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014
Syai’in
BIBLIOGRAFI Abdul Fatah, Munawir, 2010. Tuntunan Praktis Ziarah Kubur Walisongo Hingga Makam Rasul, Pustaka Pesantren Ad-Daruquthni, Sunan Ad-Daruquthni Basrowi dan Suwandi, 2008. Memahami Penulisan Kualitatif, Rineka Cipta Nahdhah, Media Pencerahan Ummat, NU Jombang, edisi 10/Oktober-Desember 2010 Rahardjo Dawam, M, 1997. Reformasi Politik, Dinamika Politik Nasional dalam Arus Politik Global, Cet. I, Jakarta: PT. Inter Masa Santoso,
Budi, 1995. Birokrasi Pemerintah Orba Perspektif Kultural dan Struktural, Jakarta: PT. Grafindo Persada
117 Irtifaq, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2014