J. Tek. Ling
Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”
Hal. 139 - 145
Jakarta, Juni 2012
ISSN 1441-318X
KESTABILAN OKSIGEN TERLARUT DI WADUK CIRATA Arif Dwi Santoso, Joko P. Susanto dan Wage Komarawidjaja Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajuan dan Penerapan Teknologi Abstrak Telah dilakukan penelitian di Waduk Cirata yang bertujuan untuk mengkaji distribusi dan kestabilan konsentrasi oksigen terlarut di Waduk Cirata. Metode penelitian yang digunakan adalah adalah deskriptif, dimulai dari penentuan dan pembagian zona survey, pengambilan sampel/data lapangan serta analisis secara komprehensif. Stasiun penelitian dibagi menjadi 3 zona yaitu: Stasiun 1, dan 2 (zona riverin), stasiun 3 dan 4 (zona utama) dan stasiun 5 dan 6 (zona lakustrin). Sampling air dilakukan secara vertikal dengan parameter oksigen terlarut (DO), suhu, turbiditas, dan pH. Konsentrasi oksigen terlarut selama pengamatan menunjukkan pola yang sama, yaitu mengalami penurunan yang drastis hingga pada kedalaman 5m. Akibatnya terjadi perbedaan suhu di lapisan permukaan dan lapisan dasar perairan yang tinggi di semua zona pengamatan. Data kekeruhan mengindikasikan trend tinggi di daerah riverin kemudian semakin ke zona utama dan zona lakustrin semakin menurun. Tingginya kekeruhan di zona riverin dimungkinkan karena limpasan massa air yang dibawa melalui Sungai Citarum. Dari analisis kestabilan oksigen terlarut dan parameter pendukungnya menempatkan zona utama dan zona lakustrin memiliki kestabilan oksigen terlarut yang rendah sementara zona riverin sedikit lebih diuntungkan karena posisinya yang dekat muara sungai yang memungkinkan massa badan air pada zona tersebut berpotensi sering terbilas. Kata kunci : waduk cirata, kestabilan oksigen terlarut, fitoplankton Abstrak We conducted research in the Cirata reservoir aimed to assess the distribution and stability of the dissolved oxygen concentration. The research method used is the descriptive, starting from the determination and zoning sampling station, field survey data and comprehensive analysis. Sampling station was divided into three zones: Station 1, and 2 (riverin zone), stations 3 and 4 (main zone) and stations 5 and 6 (lakustrin zone). Dissolved oxygen concentration during the observations showed drastic decrease until at a depth of 5m. Temperature difference in the surface layer and bottom layer is high in all the observation zones. The turbidity data indicates the trend of high turbidity in the area riverin then decreased to the main zone and lakustrin zones.From the analysis of stability of dissolved oxygen stated that the main zone and lakustrin zone has low dissolved oxygen stability. Riverin zone have a high stability because of its position near the mouth of the river that allows the mass of water bodies frequently rinsed. Key words: Cirata reservoir, dissolved oxygen stability, phytoplankton
Kesetabilan Oksigen Terlarut,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 139 - 145 139
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk Cirata merupakan salah satu waduk seri di sepanjang aliran sungai Citarum yang memiliki daerah tangkapan sekitar 603.200 Ha dan volume sekitar 2.165 x 106 m3 1). Waduk ini adalah waduk serba guna, dimana selain sebagai pembangkit tenaga listrik dan dimanfaatkan pula sebagai sarana kegiatan perikanan, irigasi, perhubungan dan wisata. Waduk Cirata telah dimulai kegiatan usaha budidaya ikan di karamba jaring apung (KJA) pada tahun 1988. Kegiatan budidaya ikan ini mengalami perkembangan setiap tahunnya. Pada tahun 1999 jumlah karamba jaring apung (KJA) sekitar 2357 unit (2260 yang beroperasi) dan pada tahun 2003 jumlah KJA telah mencapai 3216 unit. Budidaya ikan dalam KJA merupakan usaha perikanan yang dapat dikembangkan secara intensif, dengan pemberian pakan tambahan (umumnya pakan buatan). Pemberian pakan tambahan dalam budidaya KJA menyebabkan akumulasi limbah organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan dan sisa ekskresi. Akibatnya terjadi pemberian pakan berlebih (over feeding). Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang ke badan air memberi sumbangan bahan organik, yang mempengaruhi tingkat kesuburan (eutrofikasi) dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa perikanan budidaya intensif dan pengkayaan nutrien berdampak potensial pada perubahan kualitas air 2, 3). Kegiatan budidaya ikan di KJA memberikan limbah berupa sisa pakan dan kotoran ikan yang potensial mengakibatkan deplesi oksigen. Padahal 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25% - 30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan. Ini berarti jumlah yang cukup besar masuk ke badan 140
air. Hal ini terlihat sewaktu terjadi umbalan terdapat kematian massal ikan yang di duga disebabkan oleh kekurangan oksigen. Laporan hasil penelitian menyebutkan bahwa budidaya KJA yang berkembang diluar kendali daya dukung lingkungan akan mendorong peningkatan kesuburan perairan karena akumulasi sisa pakan yang ditandai oleh peningkatan unsure hara N dan P yang sangat signifikan 4). Bahkan dalam laporan lain disebutkan bahwa KJA di waduk Cirata menyumbang unsur P sebesar 2.474 ton/ tahun5). Lebih lanjut disebutkan bahwa partikel bahan organik akan mengendap di sekitar lokasi KJA jika kecepatan pengendapan partikel jauh lebih besar dari pada kecepatan arus 6). Ketersediaan oksigen terlarut merupakan informasi penting dalam reaksi secara biologi dan biokimia di perairan. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup 7). Sumber oksigen di perairan berasal dari: difusi atmosfir, fotosintesis,angin, dan susupan oksigen terlarut. Sedangkan penggunaan oksigen terlarut di perairan mencakup respirasi, dan dekomposisi aerobik bahan organik yang berasal dari luar maupun dari dalam perairan. Dari uraian diatas, bahan organik dan nutrien yang berasal dari luar dan dari kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen di perairan dan akhirnya akan mempengaruhi daya dukung perairan. Daya dukung perairan adalah kemampuan perairan dalam menerima, mengencerkan dan mengasimilasi beban tanpa menyebabkan perubahan kualitas air atau pencemaran. Di lingkungan waduk, daya dukung ditentukan oleh keberadaan oksigen terlarut (DO) di epilimnion dan
Santoso, A. D. dkk., 2012
hipolimnion. Oksigen di lapisan epilimnion sangat dinamik, ditentukan oleh aerasi dan fotosintesis; sedangkan di hipolimnion oksigen merupakan cadangan yang tersedia saat terjadi umbalan, dan dimanfaatkan pada waktu periode stagnasi. Karena cadangan oksigen yang terbatas, maka beban bahan organik yang masuk harus dibatasi sesuai dengan ketersediaan oksigen di perairan. Apabila beban melampaui ketersediaan cadangan oksigen, akan terjadi deplesi, lalu defisit dan menyebabkan pencemaran. Hal ini dapat dilihat dari adanya gas-gas toksik. Defisit oksigen di hipolimnion diduga adalah penyebab kematian ikan saat terjadi umbalan di waduk Cirata. Sehubungan dengan hal itu, perlu dikaji pola distribusi kestabilan oksigen terlarut untuk dijadikan dasar penentuan tingkat beban yang masih aman di perairan.
melihat keterkaitan antara cadangan oksigen dengan beban bahan organik yang ada.
1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji distribusi kestablilan konsentrasi oksigen terlarut di Waduk Cirata. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengelolaan dan manajemen yang tepat dalam pengelolaan Waduk Cirata. 2. METODOLOGI 2.1. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel Lokasi pengambilan sampel di Waduk Cirata (Gambar 1) berdasarkan gradien longitudinal waduk yang ditentukan menjadi tiga zona yaitu: zona riverin atau areal inlet sungai Citarum (s1 dan s2), zona utama yakni sekitar keramba (s3 dan s4) dan zona lakustrin yaitu daerah di sekitar genangan utama (s5 dan s6). Zona transisi yang diamati dalam penelitian ini adalah zona transisi antara zona riverin dan zona lakustrin karena yang akan dikaji adalah keterkaitan antara kemantapan cadangan oksigen dengan beban bahan organik serta
Gambar 1. Lokasi stasiun pengambilan sampel 2.2. Pemeriksaan Kualitas Perairan Pemeriksaan parameter utama dalam penelitian ini adalah konsentrasi oksigen terlarut (DO). Parameter lain yang diukur sesuai dengan sensor yang menyatu dalam multiparameter antara lain kandungan klorofil-α, suhu dan turbiditas. Alat yang digunakan dalam pengukuran parameter kualitas air Chlorotec probe (Chlorotec, type AAQ1183, Alec Electronics). Alat ini dilengkapi sensor temperatur, salinitas, oksigen terlarut (DO), turbiditas, kedalaman air, pH dan klorofil-a. Alat ini digunakan pada masing-masing stasiun yang telah ditetapkan. Pada beberapa station untuk mengetahui dinamika konsentrasi oksigen terlarut dilakukan pengukuran setiap1 jam selama 24 jam.
Kesetabilan Oksigen Terlarut,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 139 - 145 141
2.3. Analisis Data Data hasil pengukuran kualitas air Waduk Cirata pada setiap stasiun ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Analisis mendalam difokuskan pada perbedaan kualitas air antara lapisan permukaan waduk (0-3m) dengan lapisan dasar waduk (bottom-3m). Hasil análisis dan pengamatan selanjutnya dibandingkan dengan hasil pengamatan kualitas periode sebelumnya. Atas dasar analisis tersebut, maka kondisi kestabilan oksigen terlarut dapat dibedakan disetiap zona. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Kualitas Perairan Waduk Hasil pengukuran kualitas air Waduk Cirata yang terbagi dalam beberapa parameter dapat dilaporakan sebagi berikut: a. Temperatur Hasil pengukuran temperatur di lokasi kajian tidak menunjukkan perbedaan yang besar di antara ketiga zona stasiun. Temperatur tertinggi terukur di zona riverin yakni berkisar antara 29,91-30,30 O C, sementara zona utama dan zona lakustrin memiliki temperature yag lebih rendah (27,67-29,63 OC). Tingginya temperature di zona riverin dimungkinkan karena kedalaman lokosi ini yang lebih dangkal sehingga penetrasi cahaya matahari bisa menembus ke dasar perairan serta kemungkinan adanya air limpasan dari sungai Citarum yang membawa massa air yang mempunyai temperature lebih hangat. Secara keseluruhan kondisi temperature yang terukur di Waduk Cirata relatif stabil, karena masih dibawah batas toleransi. Hasil analisis perbedaan suhu di lapisan permukaan dan lapisan dasar perairan menunjukkan perbedaan yang sangat tinggi di semua zona pengamatan. Pada lapisan permukaan temperature menunjukan kisaran sekitar 30,30 OC sementara pada 142
lapisan dasar waduk sekitar 26,50 OC. Suhu dasar terendah terukur di stasiun S5 yaitu sekitar 25,97 OC. Perbedaan suhu di lapisan permukaan dan dasar perairan adalah normal akibat pengaruh penetrasi cahaya dan suplai massa air dari luat. Suhu permukaan cederung lebih tinggi karena intensitas penetrasi matahari lebih tinggi, ditambah kemungkinan adanya tambahan massa air yang dibawa masuk dari Sungai Citarum. Namun tingginya perbedaan suhu antara di lapisan permukaan dan dasar Waduk Cirata menunjukkan bahwa badan air waduk tidak mengalami pergerakan vertical secara maksimal. Massa air di lapisan dasar waduk cenderung memiliki massa yang lebih berat sehingga berpotensi tidak teraduk ke atas. b. Turbiditas Dari hasil pengukuran di lokasi pengamatan, data kekeruhan mengindikasikan trend tinggi di daerah riverin yakni sekitar 29,65-45,75 FTU. semakin ke zona utama dan zona lakustrin semakin menurun. Tingginya kekeruhan di zona riverin dimungkinkan karena limpasan massa air yang dibawa melalui Sungai Citarum. c. pH Kondisi derajat keasaman di zona riverin berkisar 7,73±0,28, selanjutnya meningkat di zona utama sekitar 8,22±0,22 dan zona lakustrin berkisar 8,45±0,25. Tingginya pH perairan ini juga diduga terkait dengan tingkat budidaya perikanan KJA, yang dominan memanfaatkan pakan konsentrat selama periode budidaya dan terakumulasi di perairan Waduk Cirata8). 3.2. Kestabilan Oksigen Terlarut Waduk Cirata Data konsentrasi oksigen terlarut (mg/L) pada masing-masing stasiun pengamatan disajikan dalam Gambar 2 di bawah ini.
Santoso, A. D. dkk., 2012
Gambar 2. Profil vertikal oksigen terlarut (mg/L) pada stasiun pengamatan
Konsentrasi oksigen terlarut dalam profil vertikal pada semua stasiun pengamatan pada kedalaman sampai 5m menunjukkan pola yang sama, yaitu mengalami penurunan yang drastis dari konsentrasi sekitar 6,6 – 8,4 pada permukaan waduk menjadi sekitar 1 di kedalaman 5 m. Setelah bertambah kedalaman profil konsentrasi oksigen terlarut terbagi menjadi dua. Untuk zona riverin (stasiun 1 dan 2), konsentrasinya kembali naik hingga mencapai nilai 4 pada dasar perairan, sementara pada zona utama dan zona lakustrin,konsntrasi oksigen terlarut terus menurun mendekati nilai 0 (anoxic). Konsentrasi oksigen terlarut yang tercatat dari hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi yang jauh dari baku mutu
mengacu kepada baku mutu PP 82/2001 dan kebutuhan lingkungan kehidupan perairan 9, 10) . Rendahnya atau turun drastisnya konsentrasi konsentrasi oksigen terlarut pada kedalaman 5m dimungkinkan tingginya aktivitas metabolism fitoplankton 10), hal ini ditunjang dengan data pengamatan konsentrasi klorofil a selama 24 jam pada stasiun S2 (Gambar 3). Dari Gambar 3a (kiri) menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi klorofil a terjadi pada kedalaman di atas 5 m. Pada lapisan tersebut diperkirakan populasi fitoplakton yang melimpah menjadi penyuplai utama konsentrasi oksigen terlarut di perairan. Dominasi fitoplankton pada lapisan tersebut ditunjang oleh kondisi temperatur perairan yang kondusif bagi pertumbuhan fitoplankton (Gambar 3b_kanan). Pada kedalaman di atas 5 m hingga dasar perairan, di saat populasi fitoplankton rendah maka konsentrasi oksigen terlarut di zona utama dan lakustrin cenderung tetap menurun mendekati nilai 0. Sementara di zona riverin koonsentrasi oksigen terlarut cenderung naik meskipun tidak bisa mencapai angka 5 mg/L. Penurunan oksigen terlarut di zona utama dan lakustrin dimungkinkan karena penunjang utama penyuplai oksigen terlarut yakni fitoplakton sudah tidak optimal lagi, serta dikarenakan beban badan air akibat dengan sebaran kegiatan KJA yang berada di zona tersebut 10) .
Gambar 3. Profil vertikal konsentrasi klorofil a (kiri) dan temperatur (kanan) selama 24 jam di stasiun S2
Kesetabilan Oksigen Terlarut,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 139 - 145 143
Pada zona riverin, konsentrasi oksigen terlarut sedikit meningkat setelah melewati kedalaman 5m meskipun kondisi populasi fitoplakton dan parameter penunjangnya tidak mendukung. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh limpasan air dari sungai Citarum berperan dalam mempengaruhi kualitas perairan Waduk Cirata. Pengaruh pertama adalah air limpasan membantu terjadinya pengadukan di badan air sehingga konsentrasi oksigen dan nutrient dapat secara merata dapat dimanfaatkan oleh biota air khususnya fitoplanton. Fakta adanya pengadukan yang efektif ini ditunjang oleh data tingkat kekeruhan di zona ini yang relatif lebih tinggi dibanding zona lainnya. Pengaruh kedua adalah air limpasan membawa material yang berguna bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Bahkan dalam laporan observasi perairan Waduk Cirata menyatakan bahwa asal bahan organik yang terkandung dari Waduk Cirata tidak hanya dari aktivitas budidaya ikan dalam KJA namun dari limbah domestik yang terbawa masuk melalui sungai 11). Dari analisis data di atas,zona utama dan zona lakustrin memiliki kestabilan oksigen terlarut yang rendah sementara zona riverin sedikit lebih diuntungkan karena posisinya yang dekat muara sungai yang memungkinkan massa badan air pada zona tersebut berpotensi sering terbilas. Posisi di zona riverin tidak menjamin bisa membantu meningkatkan kestabilan mengingat kualitas air input dari Sungai Citarum yang semakin tercemar akibat perkembangan wilayah di DAS sungan tersebut. Demikian pula di zona utama dan zona lakustrin, kestabilan oksigen terlarut akan semakin sulit dicapai karena semakin bertambahnya aktivitas KJA yang belum dikelola dengan baik. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Perairan Waduk Cirata telah mengalami 144
penurunan kualitas, yang ditunjukan oleh konsentrasi oksigen terlarut yang jauh dari ambang batas. Konsentrasi oksigen terlarut diperparah dengan adanya kondisi perbedaan suhu antara lapisan permukaan dan lapisan dasar perairan yang tinggi di semua zona pengamatan. Kestabilan oksigen terlarut di zona riverin lebih tinggi dibandingkan dengan di zona utama dan zona lakustrin. Kestabilan di zona riverin ini sifanya sementara karena tergantung dari kondisi kualitas air limpasan yang masuk ke waduk. Kestabilan di zona utama dan zona lakustrin juga semakin sulit dicapai karena perairan waduk terbebani oleh aktovitas KJA yang belum dikelola dengan baik. 4.2. Saran Untuk lebih memantapkan hasil analisis kestabilan oksigen terlarut, maka tambahan data yang menyebabkan perubahan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan perlu ditambahkan seperti data kandungan bahan organik serta nutrien. Daftar Pustaka 1. A n o n i m , 1 9 8 9 . L a p o r a n A k h i r Pengembangan Akuakultur dan Perikanan untuk Pemukiman Kembali Penduduk Saguling dan Cirata. Buku 2: laporan Utama. Bandung PPSDL UNPAD, Juni 1989, 120-164. 2.
Phillips, M.J, Clarke, R. dan Mowat, A. 1993. Phosphorus Leaching from Atlantic Salmon Diets, Aquacultural Engineering 12 (1993) : 47 – 54
3.
Boyd. C.F. 1990. Water quality in ponds for aquaculture. Departement of fisheries and allied aquaculture . Alabama agricultural experiment station. Auburn University, Alabama Mc. Donald, M.E, Tikkanen, C. A, Axler, R. P , Larsen, C. P dan Host, G. 1996.
Santoso, A. D. dkk., 2012
Fish Simulation Culture Model (FIS-C) : A Bioenergetics Based Model for Aquacultural Wasteload Application. Aquacultural Engineering 15 (4) : 243 - 259. 4.
5.
Garno, Y.S. dan T.A. Adibroto, 1999. Dampak Penggemukan Ikan di badan air waduk multiguna pada kualitas air dan potensi wauk. Prosiding seminar Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. IPB Bogor hal XVII: 1-10 Komarawidjaja, W., Sukimin S. dan Entang Arman, 2005. Status Kualitas Air Waduk Cirata dan Dampaknya terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. Jurnal Teknologi lingkungan. Vol. 6. (1): 268-273. ISSN 1411-318X.
6. Barg, U.C. 1992. Guidelines for the Promotion of Environmental Management of Coastal Aquaculture Development. FAO Fisheries Technical Paper 328, FAO, Rome.
7.
Umaly, R.C dan M.A.L.A Cuvin. 1988. Limnology. National Book Store Publisher. Manila.
8. Komarawidjaja W.,2007. Telaah Perubahan Kualitas dan Kuantitas Air dan Dampaknya terhadap Perairan Waduk Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan 9.
…………. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indopnesia No. 82 Tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
10. Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. . Institut pertanian Bogor. Bogor. 11. Yuichi Hayami, Koji Ohmori, Kenji Yoshino and Yudhi S. Garno.2007. Observation of anoxic water mass in a tropical reservoir, Cirata Reservoir, Java, Indonesia
Kesetabilan Oksigen Terlarut,... Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”: 139 - 145 145