KESANTUNAN BERBAHASA DALAM SISTEM LAYANAN PESAN SINGKAT: ANALISIS WACANA INTERAKSI ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN UNIVERSITAS CENDERAWASIH Aleda Mawene & Eti Setiawati Universitas Cenderawasih
Abstrak Penggunaan jaringan komunikasi yang serba canggih pada era ini turut mempengaruhi ragam dan variasi berbahasa. Sistem jaringannya mengenakan tarif pulsa tertentu pada setiap item layananan. Akibatnya, konsumen memilih bersikap manipulatif dalam hal penggunaan bahasa Indonesia. Ketika menulis pesan, para partisipan memilih menyingkat katakata demi menghemat ruang, tempat, dan harga. Misalnya, ‘selamat pagi’ disingkat ‘slmat pg’; ‘terima kasih banyak’ disingkat ‘trmh ksh bnyk’ atau ‘tq’; ‘dan’ disingkat ‘n’; ‘bisa’ disingkat ‘bz’; ‘tempat’ disingkat ‘t4’; ‘kalau’ disingkat ‘klw’. Banyak di antara singkatan-singkatan tadi dikategori-kan tidak tepat asas bahasa Indonesia. Oleh karena itu, fakta menunjukkan bahwa ragam dan variasi penggunaan bahasa melalui ponsel cenderung mengabaikan aspek kesantunan berbahasa.
Kata kunci: Komunikasi, Ragam bahasa.
PENDAHULUAN Fenomena yang terjadi pada masa kini yang perlu disikapi dengan serius yaitu ragam dan variasi penggunaan bahasa melalui ponsel yang cenderung mengabaikan aspek kesantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa mengacu kepada perilaku berbahasa yang halus, baik, dan sopan (KBBI, 2001:997). Lakoof (dalam Eelen, 2001) mendefinisikan kesantunan sebagai sistem hubungan interpersonal yang dirancang untuk mempermudah interaksi dengan memperkecil potensi bagi terjadinya konflik dan konfrontasi yang selalu ada dalam pergaulan antarmanusia. Dalam
hubungannya dengan fungsi bahasa, batasan kesantunan tadi mengacu kepada perihal pemilihan dan penggunaan bahasa yang halus, baik, dan sopan demi membangun serta memelihara interaksi interpersonal. Menurut Brown dan Levinson (dalam Eelen, 2001), kesantunan sangat penting bagi struktur kehidupan sosial dan masyarakat karena merupakan suatu ekspresi hubungan sosial. Dalam konteks ini, penggunaan bahasa secara verbal merupakan suatu upaya meredam ketegangan interpersonal yang muncul dari berbagai tujuan komunikasi berkaitan dengan status sosial para partisipannya. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|830
Implikasinya yaitu interaksi yang terjadi antara partisipan yang berbeda status dan hubungan sosialnya menghasilkan tingkat kesantunan tuturan yang berbeda pula. Misalnya: A : Slmt sore, Ibu. Maaf, sy slh krm. (1) B : Selamat sore, Wina. Tidak apaapa, Ibu maklum. Terima kasih.(2) A : Terima kasih kembali, ibu. (3) Dalam contoh kutipan di atas, kedua partisipan memiliki peringkat sosial dan hubungan sosial yang berbeda, yakni A (mahasiswa) dan B (dosen B). Berdasarkan teori kesantunan, perbedaan peringkat sosial dan hubungan sosial mengharuskan A lebih santun kepada B. Kenyataannya, kendati A merupakan pemrakarsa kesantunan (tuturan 1), derajat kesantunan B (tuturan 2) lebih tinggi daripada A. Jika A ingin menunjukkan kesantunan yang lebih daripada B, ia harus memperbaiki tuturan (3) dengan kalimat yang lebih santun. Realita penggunaan bahasa sebagaimana dalam kutipan di atas sering ditemui dalam komunikasi antara mahasiswa dan dosen di setiap perguruan tinggi, termasuk di Universitas Cenderawasih. Pada sisi kelancaran proses perkuliahan, interaksi antara mahasiswa dan dosen melalui sistem layanan pesan singkat dianggap sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif. Pada sisi aspek penggunaan bahasa, sistem ini dianggap dapat memberi peluang bagi ketegangan interpersonal yang dapat merugikan mahasiswa. Oleh sebab itu, peneliti tertarik mengkaji masalah tentang bagaimanakah pola kesantunan berbahasa Indonesia dalam wacana SMS antara
mahasiswa dan dosen FKIP Universitas Cenderawasih KESANTUNAN DALAM BERBAHASA Ahli linguistik Robin Lakoff (1975) memformulasikan maksim-maksim kesantunan atau kesopanan sebagai berikut: jangan mengganggu berikan pilihan buat penerima merasa baik Maksim-maksim prinsip kesopanan menerangkan banyak ujaran yang tidak mem-berikan informasi baru. Untuk maksim jangan mengganggu terungkap kalimat, ”Maaf, saya melihat Anda di rumah.” Dalam usaha untuk mengurangi gangguan yang dibuatnya. Untuk memberi perintah, membuat permintaan, permohonan biasanya dalam bentuk kalimat tanya: “Apakah Anda keberatan… Bisakah Anda mungkin… Bisakah saya meminta Anda untuk…”). Untuk mengurangi gangguan kita menggunakan kata maaf, (”Saya minta maaf mengganggu Anda” ) dan memuji untuk membuat pendengar merasa baik,(” Anda tahu banyak tentang mesin mobil daripada saya“) Menurut Amir (2004) setiap bahasa mempunyai sistem pembentukan kesantunan berbahasa. Sistem kesantunan itu antara lain mencakup dasar perhitungan tingkat citra diri dan perlindungan citra diri melalui tuturan atau percakapan. Dengan kata lain, citra diri seseorang dapat ditandai melalui tuturan yang digunakannya. Sebaliknya, melalui tuturan pula sesoerang dapat melindungi citra dirinya.
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|831
Brown dan Levinson (1978) menegaskan bahwa strategi penutur amat menentukan tingkat kesantunan dalam ujaran. Tingkat kesantunan tersebut didasarkan pada: (1) jarak sosial antara penutur dan mitra tuturnya, (2) besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi antara penutur dan mitra tuturnya, dan (3) status relatif tindak tutur dalam kebudayaan yang bersangkutan. Ketiga norma ini dapat berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Selain itu, dalam Teori Kesantunan yang dikemukakannya, Leech (1983) menegaskan bahwa sebuah tuturan dianggap semakin santun apabila: (1) tuturan tersebut merugikan diri penuturnya, (2) tuturan tersebut memungkinkan penutur dan mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, (3) tuturan itu bersifat tidak langsung, (4) jarak peringkat sosial penutur dan mitra tutur semakin jauh, dan (5) jarak peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur semakin jauh. Pendapat Lech ini tidak berbeda jauh dengan pendapat Brown dan Levinson karena juga menekankan pada aspek jarak sosial, dominasi kekuasaan, dan peran tuturan dalam penentuan citra diri. Dalam tulisannya tentang “Pembelajaran Kesantunan Berbahasa”, Amir (2004) mengidentifikasi adanya penggunaan ketiga parameter Brown dan Levinson oleh pemakai bahasa Indonesia dalam memilih jenis kesantunan. Ia mengemukakan delapan (8) cara yang lazim digunakan oleh penutur bahasa Indonesia untuk membentuk tuturan yang santun.
Berikut ini dikemukakan kedelapan cara tersebut. 1) Penutur menggunakan tuturan tak langsung. Misalnya: Bisakah Bapak tidak merokok di mobil ber-AC ini? Penutur melarang mitra tuturnya merokok. Namun, larangan itu disampaikan secara tidak langsung dengan kalimat tanya. 2) Penutur menggunakan pagar dalam tuturannya. Contoh: Sebenarnya sudah lama saya ingin mengajak Bapak untuk membangun jalan ini, tapi saya takut saya dianggap mencari muka. Dalam tuturan tadi, penutur memagari maksud tuturannya dengan klausa ‘sebenarnya sudah lama saya ingin’. 3) Penutur meminimalkan paksaan. Contoh: Bisakah Bapak bergeser ke samping sedikit? Penimimalan paksaan itu diungkapkan dengan kata tanya ‘bisakah?’ dan kata ‘sedikit’. 4) Penutur menunjukkan pesimisme. Contoh: Saya ingin minta tolong Ibu untuk ..., tapi saya takut Ibu terganggu. Pesimisme penutur diungkapkan dengan klausa ‘saya takut kalau Ibu terganggu’. 5) Penutur memberikan penghormatan. Contoh: Saya meminta bantuan Bapak karena hanya Bapaklah yang memahami nasib kami. Penghormatan penutur diungkapkan dengan klausa ‘hanya Bapaklah yang memahami nasib kami’. 6) Penutur meminta maaf. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|832
Contoh: Maaf, Saudara harus menyimpan jaket di tempat penitipan. 7) Penutur menggunakan bentuk impersonal. Contoh: Tampaknya ruangan ini perlu dibersihkan. Dalam tuturan ini penutur tidak menunjuk seseorang atau sekelompok orang. 8) Penutur mengucapkan tuturan sebagai ketentuan yang berlaku umum. Contoh: Pengunjung dilarang membuang sampah sembarangan.. POLA KESANTUNAN BERBAHASA INDONESIA DALAM WACANA SMS ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN FKIP UNIVERSITAS CENDERAWASIH Bab ini merupakan bagian inti penelitian yang mengemukakan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian tentang pola kesantunan berbahasa Indonesia pada wacana SMS antara mahasiswa dan dosen FKIP Universitas Cenderawasih. Dengan demikian, dalam subbab-subbab berikut ini diulaskan secara sistematis isi wacana SMS dan pola-pola kesantunan berbahasa Indonesia dalam SMS.
ISI WACANA SMS ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN
Berdasarkan kajian terhadap isinya, ditemukan bahwa 40 teks SMS antara dosen dan mahasiswa tersebut berkaitan erat dengan kegiatan perkuliahan. Isi teks SMS tadi dikategorikan ke dalam sembilan (9) macam, yakni: (1) permintaan waktu berkonsultasi, (2) pengecekan kehadiran atau kesiapan dosen/mahasiswa, (3) pemberitahuan waktu kuliah, (4) permohonan izin kuliah/praktik, (5) permintaan penjelasan tugas, (6) pengecekan nilai, (7) penginformasian sumber & alat belajar, (8) permintaan menguji, dan (9) pemberitahuan nomor telepon. 1) PERMINTAAN WAKTU KONSULTASI Permintaan waktu untuk berkonsultasi dengan dosen menempati urutan pertama alasan mahasiswa berkomunikasi dengan dosen melalui SMS. Dari 42 teks yang diteliti, 35.7 % (15 teks ) di antaranya merupakan permintaan waktu berkonsultasi dengan dosen atau mengumpulkan tugas. (1) Siang ini ibu ada wkt? (P01) (2) Slmt pagi, ibu. Maaf, mengganggu. Ibu, kpn sy bisa ambil proposal sy? Terima kasih. (P02) (3) Met pgi, Ibu, posisi dmn. Ini dgn Charli. Ibu bls ke no saya 08525452xxxx. (P04) (4) Mat siang, Bu. Apakah sy bisa konsultasi sekarang? (P05) (5) Slmt pagi pagi, ibu, maaf bs ketemu k? (P06) Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|833
(6) Mat siang ibu, ini dengan Marinus, ada perlu mau bertemu Ibu. (P14) (7) Slmt pg ibu, maaf mengganggu bs ketemu k? (P015) (8) Selamat siang, Ibu, maaf mengganggu. Ibu saya bisa konsultasi RPP? (P18) (9) Syllm, mat malam bu, maaf skali sgt menggu. Ibu ini dgn Marten Ruma, mf kapan sy bisa ketemu Ibu? (dan dimana) Mau ksh lht untuk dikoreksi proposal penelitn sy .... trimksh sblmnya,skali lg mta mf krn tlh menggu waktu yg shrsnya buat klrga.GBU (P27) (10) Selamat siang, Ibu. Ini dgn Marinus, saya mau bicara dengan Ibu. (P29) (11) B. Insyur minta waktu utk konsoltasi Proposal Tesis. (P30) (12) Mohon maaf, mengganggu Ibu. Sesuai SK, ibu menjadi dosen pembimbing thesis kami 4 mahasiswa. Teman-teman mohon petunjuk utk persiapan seminar. (P31) (13) Selamat mlm ibu, maaf mengganggu, ini dengan Yakoba, mahasiswa bimbingan ibu, mau tanya, besok bisa konsultasi RPP k?. Kalau ibu ada waktu. (P34) (14) Selamat siang ibu. Ibu ini sy sknrg ada di kampus mau ktmu dgn ibu. (P37) (15) Mat ibu sdh ad di jayapura k sy mw mnt tanda tgnx ibu krn hr sabtu kami ujian kepal sekolah (P40)
2) PENGECEKAN KEHADIRAN ATAU KESIAPAN DOSEN/MAHASISWA Alasan berikutnya yang memungkinkan mahasiswa dan dosen saling berinteraksi melalui layanan SMS, yaitu keinginan untuk mengecek kehadiran atau kesiapan dosen dan atau kesiapan mahasiswa dalam perkuliahan. Frekuensi alasan ini mencapai 9.5 % (4 teks ) dari 42 teks SMS. (1)
(2)
(3)
(4)
Selamat siang, Martha. Ibu tdk bisa masuk sekarang. Apakah waktu kuliah bisa diundur sore? Terima kasih. (P07) Selamat pagi, Catrin. Besok kuliah di ruang yang mana? Ibu mau gunakan LCD jadi tolong carikan ruangan yang ada aliran listriknya. (P17) Syaloom, selamat pagi, maaf mengganggu Ibu. Pkl 09.00 wit mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Apakah ibu mengajar? Terima kasih. Tuhan berkati. (P23) Slmt Pag! Apa kelas Anda sdh siap? (P35)
3) PEMBERITAHUAN WAKTU KULIAH Selain bertujuan mengecek kehadiran atau kesiapan perkuliahan, alasan mahasiswa dan dosen saling ber-SMS yaitu untuk menegaskan waktu perkuliahan atau menginformasikan perubahan waktu perkuliahan. Dari 42 wacana yang Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|834
dikaji, alasan ini meliputi 7.1 % ( 3 teks ). (1) Selamat siang, Yuk. Apakah teman2 sdh tahu jam kuliah dipindah? Terima kasih. (P10) (2) Selamat pg, bu, maaf mengganggu. Mau sampaikan bahwa kami suda sepakat waktu kuliah hari kamis jam 15.00. jadwal ini mulai berlaku kpanka, bu? (P13) (3) Mat pgi ibu. Hri ini kt ada kuliah bhasa indo profesi. D ruang kls atas dkt aula pgsd. (P16) 4) PERMOHONANIZIN KULIAH / PRAKTIK MENGAJAR Mahasiswa juga memakai layanan pesan singkat untuk meminta izin tidak mengikuti kuliah karena sakit atau tidak dapat melaksanakan praktik mengajar karena belum menguasai materi pembelajaran. Bahkan juga sekadar memohon maaf tidak mengikuti kuliah karena terlambat. Dari keseluruhan data, tujuan ini mencapai 9,5 % (4 teks). (1) Met siang, Bu, sy Lilis Suryani, mhswa Ibu d S2 Bhs Ind, sy lg sakit dan d rawat d RS, mohon izin tdk mengikuti kuliah (P19). (2) Selamat pagi ibu, maaf mengganggu bu, ini dgn Catrin bu mau menyampaikan kalau hari ini saya tidak bs ikut kuliah krn sakit. Terima kasih, bu. (P20) (3) ShallOm H Mat sOre, Ibu, MAAF
(4) Selamat mlm, ibu..bsk sy tdk bisa maju. Saya belum siap, trus saya msh agak bingung dgn materi. Ibu jangan marah saya. (P38). 5) PERMINTAAN PENJELASAN TUGAS Hasil temuan menunjukkan bahwa para mahasiswa memanfaatkan layanan pesan singkat ini untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas perkuliahan. Keberadaannya mencapai 9,5 % (4 ) (1) Met siang, Bu, sy Lilis Suryani, mhswa Ibu d S2 Bhs Ind, ... dan mngnai tugas akhir apakah bs menyusul, Bu? Trima kasih. (P19) (2) Selamat sore, Ibu.Ini dgn Stefa Taran. Ibu saya terlambat kumpul tugas. Jd, saya kumpul tugas sore ini di rumah Ibu? (P24) (3) Mat pg bu, bu sy bs tny k, setelah kita tempel2 koran kt jelaskan lg k, dr Fransin. blz. (P25a) (4) Selamat pagi, Ibu.Maaf mengganggu. Ini dgn Catrin. Mau tanya kapan saya bisa ketemu Ibu untuk kumpulkan tugas mahasiswa kelas 2B1? (P25b) 6) PENGECEKAN NILAI Dari 42 teks yang dikaji 9,5 % (4 teks) berisi ujaran mahasiswa kepada dosen berkaitan dengan pengumuman nilai ujian.
tadi saya terlambat .... (P21) Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|835
(1) Mt pg Bu gimana nilai Bhs Ind sdh disrahkan ke Bu Susi atau blum. Dari Edison W. (P08) (2) Selamat pagi, Ibu. Ini dgn Gita semester 6 Bhs Indonesia.Ibu, sya mau Tanya kami punya nilai sudah keluar atau belum? Mohon informasi. Terima kasih, Tuhan berkati. (P28) (3) Slmt pg ibu, Apakah Ibu jd bagi nilai hr in kha? Kami sudah d kmpus. Trivony. (P33) (4) Selamat pagi ibu maaf mengganggu, saya mau bertanya apakah nilai mata kuliah teori belajar bahasa sudah keluar atau belum? Maaf bu Ini dengan ketua angkatan semester 5 martha duka. (P34) 7) PENGINFORMASIAN SUMBER & ALAT BELAJAR Kendati kurang, mahasiswa pun memanfaatkan fasilitas SMS untuk mengetahui informasi tentang sumber belajar dan fasilitas belajar. Frekuensinya sebesar 4.8 % (2 teks) dari 42 data yang dikaji. (1) Slmt pagi ibu, sbtr ibu k kampus jam brapa? Sya mau ks kmbali buku Metode Penelitian. (P39) (2) Mat pgi ibu, ini dgn KRISTIAN maf mungkin mengangu, kah? Tpi ibu ini saya mau tanya Ibu katanya Ibu mau jual Ibu pu leptop kah? Klu dijual Ibu saya mau ambil, oke blas Ibu. (P41)
8) PERMINTAAN MENGUJI ATAU MENGAWASI PRAKTIK MENGAJAR Temuan penelitian menunjukkan bahwa demi efiensi, mahasiswa dapat juga menggunakan layanan SMS untuk meminta kesediaan dosen penguji proposal, memberi ujian ulang, dan mengawasi praktik mengajar. Frekuensinya mencapai 7.1 % (3 teks). (1) SELAMAT SNG, BU MAAF SY ELIMELEK YOTHA MHS PJJ S1 PGSD SY SBNTR JAM 16.00 (JAM 4 SORE) MAU DIUJI OLEH IBU PA SUWITA DAN PA DJUMIRAN TETAPI SAAT INI SY MAU BRIKAN PROPOSAL PTK DAN UNDANGAN UTK IBU BACA. MAAF BU BS TDK SKRNG SY KETEMU DMN POSISI SY DI PRODI BI TUHAN MEMBERKATI (P32). (2) Syalom, mat pagi Ibu ini dgn Ester Ronsumbre kls 2A1 sy blm ujian mid Bhs, jd bs susulan, k? (P25b). (3) Ibu, slmt malam, mf, menggnggu. Skdr pmbrthuan bsk sy maju RPP jam 8:45 smpai dgn 10:15 di kls X B. Mhon kesediaan Ibu.Trmkasih. (P03) 9) PEMBERITAHUAN NOMOR TELEPON Pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi antara dosen dan mahasiswa, terutama ketua angkatan dianggap sangat potensial dalam memperlacar informasi perkuliahan. Dari 42 wacana yang dikaji, 4.8 % (2 teks) di antaranya Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|836
berkaitan dengan informasi nomor ponsel. (1) Syaloom. Pagi Ibu, ini nonya saya. Dewi. (P11) (2) Slmt pagi ibu, ini nomornya Catarina 08524446xxxx. (P12) Temuan penelitian menunjukkan adanya peringkat kepentingan para mahasiswa ketika berinteraksi dengan dosen. Secara berturut-turut interaksi melalui layanan pesan singkat tersebut dilakukan dengan tujuan: (1) permintaan waktu ber-konsultasi sebanyak 35.7 %, (2) pengecekan kehadiran atau kesiapan dosen/maha-siswa sebesar 9.5 %, (3) permohonan izin kuliah/praktik sebesar 9.5 %, (4) perminta-an penjelasan tugas sebesar 9.5 %, (5) pengecekan nilai sebesar 9.5 %, (6) pemberi-tahuan waktu kuliah sebesar 7.1 %, (7) permintaan menguji sebesar 7.1%, yang diakhiri oleh (8) penginformasian sumber & alat belajar dan (9) pemberitahuan nomor telepon masingmasing sebesar 4.8 %,. 4.2 POLA KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN Berdasarkan kajian terhadap 42 teks SMS mahasiswa dan dosen ditemukan bahwa dalam berkomunikasi dengan dosennya, para mahasiswa cenderung menggunakan bentuk berbahasa yang lebih santun. Kendati demikian, ditemukan pula beberapa tuturan mahasiswa yang kurang santun dalam berkomunikasi. Agar lebih
jelas, berikut ini dikemukakan pola-pola kesantunan berbahasa yang dimunculkan dalam tuturan SMS. 4.2.1 POLA-POLA KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN MENURUT TEORI KESANTUNAN LEECH Pola kesantunan berbahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model-model pemilihan dan penggunaan bahasa yang halus, baik, dan sopan yang dipilih oleh mahasiswa dan dosen dalam berkomunikasi melalui sistem layanan pesan singkat atau SMS. Jika dikaitkan dengan teori Leech, ditemukan bahwa para mahasiswa cenderung menggunakan maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan dalam tuturan SMS. Menurut Leech (1986) maksim kebijaksanaan diungkapkan dengan tuturan impositif dan komisif. Maksim ini menggariskan setiap peserta pertuturan untuk meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Misalnya: a) Silakan (anda) datang ke rumah saya!; (b) Sudilah kiranya (Anda) datang ke rumah saya; (c) Kalau tidak keberatan, sudilah (anda)datang ke rumah saya. Begitu pula, maksim penerimaan diutarakan dengan kalimat komisif dan impositif. Maksim ini mewajibkan setiap peserta tindak tutur untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|837
Kenyataan ini dapat dicermati dalam tuturan (1) dan (2) berikut ini. M : Mat siang, Bu. Apakah sy bisa konsultasi sekarang? D : Selamat siang, Thresia. Maaf, Ibu masih mengajar. Bisa besok? Terima kasih. M : iya sdh. Tdk apa2, nanti besok sj sy tunggu ibu, maaf mengganggu. Slmt siang. (P05) Pada tuturan (1) tadi, (M) membuka percakapan dengan maksim kebijaksanaan “Mat siang, Bu. Apakah sy bisa konsultasi sekarang?” Dalam konteks ini, keinginan (M) untuk berkonsultasi tergantung pada ketersediaan waktu (D). Penawaran (D) dengan maksim yang sama. “Maaf, Ibu masih mengajar. Bisa besok?” dimaklumi (M) sebagai bentuk penolakan secara halus. Oleh sebab itu, ia mengambil keputusan untuk menunda keinginannya dengan maksim penerimaan, “Iya sdh. Tdk apa2, nanti besok sj sy tunggu ibu, maaf mengganggu. Slmt siang.” Dengan tuturan ini, sebenarnya (M) berupaya meminimalkan kerugian (D) dan sebaliknya memaksimalkan kerugian diri-nya sendiri. Tuturan (2) M : Syllm, mat malam bu, maaf skali sgt menggu. Ibu ini dgn Marten Ruma, mf kapan sy bisa ketemu Ibu? (dan dimana) Mau ksh lht untuk dikoreksi proposal penelitn sy .... trimksh sblmnya, skali lg mta mf krn tlh menggu waktu yg shrsnya buat klrga.GBU
D : Selamat malam, Marten. Tidak mengganggu. Anda bisa ketemu di kantor besok. Ibu tunggu. (P27) Pada tuturan (2) ini, (D) sebagai mitra tutur yang memiliki kekuasaan atas (M) mencoba untuk meminimalkan keuntungan dirinya dengan tuturan “Selamat malam, Marten. Tidak mengganggu. Anda bisa ketemu di kantor besok.” Tuturan tersebut diungkapkan sebagai respons terhadap permintaan (M) “mf kapan sy bisa ketemu Ibu? (dan dimana) Mauksh lht untuk dikoreksi proposal penelitn sy .. “ Tuturan (M) merupakan suatu permintaan yang membutuhkan jawaban langsung sehingga (M) sengaja meminimalkan keuntungan dirinya dengan tuturan selanjutnya “trimksh sblmnya, skali lg mta mf krn tlh menggu waktu yg shrsnya buat klrga.GBU”. Agar mengangkat ‘muka’ (M), (D) mempertegas dengan tuturan “ Ibu tunggu”. Dengan tuturan ini, kedua belah pihak menunjukkan inisiatif membangun pola hubungan yang harmonis. Leech (1986) juga menegaskan bahwa semakin panjang tuturan seseorang semakin pula keinginan orang itu untuk bersikap sopan kepada lawan bicaranya. Perhatikan tuturan (3) berikut ini. (D menelpon M sebagai Ketua Tingkat 2 jam sebelum kuliah dimulai tetapi tidak tersambung. Beberapa saat kemudian, M mengirim sms) M : Selamat siang Ibu, maaf, mengganggu, ibu mau menanyakan apa Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|838
dan memberitahukan apa?Nanti saya sampaikan sama teman-teman. D : Selamat siang, Martha. Ibu tdk bisa masuk sekarang. Apakah waktu kuliah bisa diundur sore? Terima kasih. M : Ibu maaf ruangannya dipake sama semester 2 dan 4, bu atau cari ruangan lain,bu? D : Ya. Kalau bisa. Ibu tunggu kesepakatan kalian, ya? M : Ibu maaf saya tanya temanteman dulu nanti saya beritahukan ke Ibu lagi. D : Baik. M : Bu, mau masuk jam 03.00 sampai jam 05.00? D : Bisa. Terima kasih, Martha. Para partisipan wacana interaksi ini pun mencoba membangun pola hubungan dengan tuturan-tuturan yang bersifat tidak langsung. Dalam pandangan Leech, tuturan seperti ini dianggap lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang diutarakan secara langsung. Demikian pula, partisipan yang memiliki kekuasaan lebih kuat cenderung memerintah dengan kalimat berita atau kalimat tanya yang dipandang lebih santun daripada dengan kalimat perintah. Implikasinya dapat dicermati pada tuturan (4) berikut ini. Tuturan (4) M : Mohon maaf, mengganggu Ibu. Sesuai SK, ibu menjadi dosen pembimbing thesis kami 4 mahasiswa. Teman-teman mohon
petunjuk utk persiapan seminar. Mohon maaf, ibu, seminar bisa dimulai bulan ini. Maaf, mengganggu Ibu. D : Selamat malam, Ibu. Saya ada waktu luang Sabtu. Apakah teman2 bisa menyesuaikan? Terima kasih. (P31) Pada tuturan (4) ini, (M) mewakili temantemannya untuk menginformasikan tugas pembimbingan yang akan dilakukan oleh (D). Untuk menunjukkan derajat power (D), ia memilih tuturan, “Teman-teman mohon petunjuk utk persiapan seminar”. Padahal ‘petunjuk’ yang dimaksudkan oleh (M) secara akademis membutuhkan prosedur ilmiah yang bertahap dan waktu pembimbingan yang panjang sehingga (D) harus mengatur waktunya secara efektif. Sebagaimana lazimnya, setiap mahasiswa memiliki target penyelesaian studi secara cepat. Hal yang sama diharapkan oleh (M) dan teman-temannya. Untuk merealisasikan keinginan itu, (M) menggunakan kebijakan program sebagai ‘kunci’ untuk meraih peluang tersebut. Tuturan yang digunakannya yaitu “Mohon maaf, ibu, seminar bisa dimulai bulan ini. Maaf, mengganggu Ibu”. Dengan tuturan ini, (M) berharap (D) dapat memberikan perhatian terhadap kebutuhan mereka. Dalam hal ini, (M) menggunakan tuturan yang bersifat tidak langsung yang dianggap lebih santun untuk berinteraksi dengan (D).
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|839
Partisipan (D) menyikapi fenomena yang timbul berkaitan dengan tugas pembimbingan ini secara aktif. Kendati memahami posisinya sebagai pengatur, (D) tetap bersikap proporsional dalam menjalankan perannya dengan baik. Ia memberikan sinyal perintah melalui tuturan yang bersifat tidak langsung, yakni dengan meng-gunakan kalimat berita Saya ada waktu luang Sabtu dan kalimat tanya Apakah teman-teman bisa menyesuaikan? Kedua kalimat tersebut dipandang lebih santun daripada kalimat perintah “Anda harap bertemu dengan saya Sabtu”. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa beberapa bentuk tuturan yang dipilih partisipan (M) menunjukkan gejala perilaku ketidaksantunan. Fenomena ter-sebut dapat dicermati melalui tuturan (5), (6), dan (7). Indikator ketidaksantunan dapat diindentifikasi melalui diksi pada tuturan (M) yang bersifat langsung dan respon negatif yang ditunjukkan oleh (D) . Tuturan (5) M : Met pgi, Ibu, posisi dmn. Ini dgn Charli. Ibu bls ke no saya 08525452xxxx. D : (Tidak membalas) (P04) Tuturan (6) M : Selamat siang, Ibu. Ini dgn Marinus, saya mau bicara dengan Ibu. D : (tidak membalas) (P29)
M : B. Insyur minta waktu utk konsoltasi Proposal Tesis. D : (tidak membalas) (P30) Ketiga tuturan tadi tidak menunjukkan nuansa maksim kebijaksanaan atau penerima-an, apalagi kemurahan. Ujaranujaran (M) dalam tuturan tersebut mengindikasikan bahwa (M) lebih memaksimalkan keuntungan dirinya dan meminimalkan keuntungan (D). Hal itu dimanifestasikan lewat tuturan: “Ibu balas ke nomor saya”; “ Sya mau bicara dengan Ibu”; “minta waktu untuk konsultasi”. Gejala-gejala semacam ini dianggap berpotensi bagi terjadinya konflik dan konfrontasi yang selalu ada dalam pergaulan antarmanusia. 4.2.2 POLA-POLA KESANTUNAN BERBAHASA DALAM WACANA SMS ANTARA MAHASISWA DAN DOSEN MENURUT TEORI KESANTUNAN BROWN DAN LEVINSON Brown dan Levinson (1978) menegaskan bahwa strategi penutur amat menentukan tingkat kesantunan dalam ujaran. Tingkat kesantunan tersebut didasarkan pada: (1) jarak sosial antara penutur dan mitra tuturnya, (2) besarnya perbedaan kekuasaan atau dominasi antara penutur dan mitra tuturnya, dan (3) status relatif tindak tutur dalam kebudayaan yang bersangkutan. Ketiga norma ini dapat berbeda antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain.
Tuturan (7) Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|840
Sejalan dengan pendapat tadi, Amir (2004) menyatakan bahwa ternyata penutur bahasa Indonesia juga menggunakan tiga parameter tadi untuk memilih jenis kesantunan dan derajat kesantunan dalam ujaran. Penutur bahasa Indonesia mengukur jarak sosial berdasarkan keakraban dengan mitra tuturnya. Semakin akrab antara penutur dan mitra tutur, maka semakin sempitlah jarak sosialnya. Sebaliknya, semakin tidak akrab hubungan antara penutur dan mitra tutur, semakin lebar jarak sosialnya. Dalam konteks wacana SMS antara mahasiswa dan dosen Universitas Cenderawasih, hal itu dimunculkan dalam tuturan (8) berikut ini.
dijual Ibu saya mau ambil, oke blas Ibu atau Oh, ya Ibu maf karna z dengar Ibu ngomon di kantor gtu, dan Oke mat pgi lagi Ibu. Suasana keharmonisan itu ditunjukkan pula oleh (D) melalui tuturannya “Tidak, itu bercanda” dan “Ya, Kristian”. Jika tidak didasari oleh pola hubungan yang akrab tadi, tentunya (D) akan mempertahankan statusnya sebagai dosen dan menganggap tindakan (M) tidak pantas karena mencuri dengar pembicaraan (D) dan temantemannya di kantor. Keakraban yang sama pun ditunjukkan oleh bentuk tuturan yang dipakai oleh partisipan (M) dalam tuturan (9) dan (10) berikut ini. Tuturan (9)
M : Mat pgi ibu, ini dgn KRISTIAN maf mungkin mengangu, kah? Tpi ibu ini saya mau tanya Ibu katanya Ibu mau jual Ibu pu leptop kah? Klu dijual Ibu saya mau ambil, oke blas Ibu. D : Tidak, itu bercanda. M : oh, ya Ibu maf karna z dengar Ibu ngomon di kantor gtu jdi za kra betul untuk dijual jdi mau ambil tp tdk jual jd tdk papa juga Ibu. Oke mat pgi lagi Ibu. D : Ya Kristian. (P41) Dalam tuturan tadi, tercermin suatu pola hubungan yang akrab antara (M) dan (D). Pola keakraban itu ditunjukkan oleh diksi yang digunakan (M) sebagai penutur terhadap (D) sebagai mitra tutur, yakni Klu
M : Mf, ibu skrng di mn? D : Selamat siang. Sdh di rumah krn mau ngajar sore di S2. M : Ibu mngjar di S2 jam brp? D : pukul 15.00—17.00 WIT. M : siang ini ibu ada wkt? D : ada, ibu tunggu sampai Pkl 14.30 WIT. M : iya, bu, tp mngkn sdkt trlmbt. zoalx td sy kira ibu msh di kmps, jd pas keluar sklh sy lnsng naik tksi. Jd tksi ptar ke pndng bln dulu. D : tak apa, ibu tunggu. (P01) Suasana keakraban tercermin dalam situasi percakapan (9) tadi melalui tuturan yang cukup panjang (4 kali gilir-tutur). Partisipan (M) mengawali situasi tutur dengan tuturan Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|841
“Mf. Ibu skrng di mana?” menunjukkan bahwa kemungkinan sebelumnya (M) telah melakukan kontak (janji) dengan (D). Kendati (M) mengajukan pertanyaanpertanyaan secara monoton kepadanya, (D) menjawabnya dengan sabar. Suasana keakraban itu semakin tampak ketika (M) mengajukan alasan kemungkinan akan terlambat karena rute perjalanan yang akan ditempuhnya ke rumah (D), “ iya, bu, tp mngkn sdkt trlmbt. zoalx td sy kira ibu msh di kmps, jd pas keluar sklh sy lnsng naik tksi. Jd tksi ptar ke pndng bln dulu”. Agar (M) tidak khawatir, (D) mendukungnya dengan tuturan “tak apa, Ibu tunggu”. Tuturan (10) M : Ibu, bisa judul bukunya ulangkah, ibu. Hbs sy cr tp blum ketemu. D : Perencanaan dan Desain Program Pembel., Wina Sanjaya. Cari di rak pendidikan. M : trm ksh bnyak Ibu. Bukunya ketemu, bu. D : Sama-sama.(P09) Tuturan yang akrab ini berlangsung ketika (M) sedang berada di toko buku. Ia berniat mencari referensi yang digunakan (D) dalam perkuliahan. Tuturan awal (M), ‘Ibu, bisa judul bukunya ulangkah?’ menunjukkan bahwa sebelumnya (lewat telepon), (M) telah mendengar judul buku yang dibutuhkan tetapi kemudian lupa. Untuk membantu (M) menemukan referensi itu, (D) menyebutkan judul buku dan mengarahkan (M) dengan tuturan Cari di rak pendidikan. Bentuk keakraban itu
tampak lagi ketika (M) telah menemukan buku itu dan berujar, ‘ trm ksh bnyk Ibu. Bukunya ketemu, bu’. Ketiga contoh yang telah diulas tadi merupakan contoh bentuk keakraban yang dibangun oleh kedua belah pihak, yakni partisipan (M) dan partisipan (D). Namun, dalam wacana SMS ini juga ditemukan bentuk keakraban yang dibangun hanya oleh salah satu pihak saja sebagaimana ditunjukkan oleh tuturan (11) berikut ini. M : Met pgi, Ibu, posisi dmn. Ini dgn Charli. Ibu bls ke no saya 08525452xxxx. D : (Tidak membalas) (P04) Pada tuturan tadi, (M) membangun keakraban dengan (D) dengan menanyakan keberadaan (D). Bentuk “posisi di mana?” lazimnya dipakai pada tuturan antara dua orang yang sejajar kedudukannya. Selain itu, permintaan (M) melalui tuturan “Ibu balas ke no saya 08525452xxxx” seakan-akan menunjukkan bahwa (D) sangat berkepentingan dengan (M). Padahal dalam konteks ini justru (M) yang perlu bertemu dengan (D). Oleh sebab itu, (D) memutuskan pola keakraban yang dibangun (M) dengan cara tidak melanjutkan percakapan. Di kalangan penutur bahasa Indonesia juga, perbedaan kekuasaan antara penutur dan mitra tutur diukur berdasarkan umur, pangkat, dan jabatan. Orang yang lebih tua dan lebih tinggi pangkat dan jabatannya dianggap lebih berkuasa. Sebalik-nya, orang yang lebih muda, lebih Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|842
rendah pangkat dan jabatannya dianggap lebih rendah pula kekuasaannya. Amir (2004) menegaskan bahwa umumnya penutur bahasa Indonesia memilih kesantunan yang tinggi untuk berbicara dengan orang yang belum akrab dan lebih tinggi kekuasaannya. Dalam wacana SMS antara mahasiswa dan dosen, fenomena itu ditunjukkan oleh tuturan (12) berikut ini. M : SELAMAT SNG, BU MAAF SY ELIMELEK YOTHA MHS PJJ S1 PGSD SY SBNTR JAM 16.00 (JAM 4 SORE) MAU DIUJI OLEH IBU PA SUWITA DAN PA DJUMIRAN TETAPI SAAT INI SY MAU BRIKAN PROPOSAL PTK DAN UNDANGAN UTK IBU BACA. MAAF BU BS TDK SKRNG SY KETEMU DMN POSISI SY DI PRODI BI TUHAN MEMBERKATI. D : Selamat siang, Pak Yotha. Saya sdh di rumah. Bpk janji memberikan undangan tadi pagi. Saya tdk bisa menguji kalau blm membaca proposal. Silakan ujian saja krn msh ada penguji yg lain. M : MAAF MAAF MAAF BU N ANTI SBNTR SY MAU DIUJI. SY HRS KATAKAN PESAN APA KPD BAPAK PENGUJI YG LAIN. MAKSUD SY PESAN IBU PD DOSEN2 YG MENGUJI SY SEBENTAR. D : Katakan secara jujur keadaan yg sebenarnya. Saya pikir pak Wasfle cukup bijaksana memberikan solusi bagi masalah Bpk.
M : MAKASIH UTK KERENDAHAN HATI IBU NNT HARI SENIN SY AKAN BRIKAN PROPOSAL SY U IBU KOREKSI. MAAF MAAF MAAF SY GANGGU IBU TRS. TUHAN AKAN SELALU MEMBERKATI IBU DAN KELUARGA DLM PELAYANNYA. D : Terima kasih, selamat berjuang. Tuturan (12) tadi berlangsung ketika (M) berniat menyerahkan proposal penelitian dan undangan kepada (D) sebagai salah satu anggota tim pengujinya. Bentuk-bentuk tuturan yang dipilih oleh (M) menunjukkan bahwa (M) mencoba memposisikan dirinya setingkat di bawah (D). Ia banyak menggunakan uangkapan ‘maaf-maaf-maaf’ untuk menegaskan eksistensi dirinya tersebut. Kendati belum mengenal (D) secara dekat, (M) mengetahui iman dan keyakinan (D). Oleh sebab itu, ia mencoba membangun komunikasi yang lebih efektif dengan menggunakan ungkapan-ungkapan religius, yakni “ Tuhan memberkati” dan “ Tuhan akan selalu memberkati ibu dan keluarga dalam pelayanannya”. Tuturan ini secara tidak langsung mengingatkan (D) terhadap pola ‘pembimbingan’ Kristen yang sebenarnya. Pilihan tuturan ini berfungsi meredam situasi yang mulai ‘hangat’ dan mengarah kepada konflik antara penguji dan yang diuji (ketidakhadiran D dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses ujian proposal).
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|843
Temuan penelitian menunjukkan bahwa beberapa partisipan (M) pun menggunakan ungkapan yang sama ketika berinteraksi dengan (D) sebagaimana ditunjuk-kan oleh tuturan (13) dan (14). Tuturan (13) M : Jika fajar adalah HARAPAN, mk MENTARI adalah semangaT. Jk DOA adalah UngkapaN SyukuR, mk Hidup adalah AnugeraH. Mat pg bu, bu sy bs tny k, setelah kita tempel2 koran kt jelaskan lg k, dr Fransin. blz. D : Selamat pagi, Fransin. Ya, kalau perlu dijelaskan lagi. Selamat bekerja. M : Terima ksh, Ibu. (P25) Tuturan (14) M : Selamat pagi, Ibu. Ini dgn Gita semester 6 Bhs Indonesia.Ibu, sya mau Tanya kami punya nilai sudah keluar atau belum? Mohon informasi. Terima kasih, Tuhan berkati. D : Selamat pagi, Gita. Hari Senin ambil kartunya di kantor. Terima kasih. M : Terima kasih, Ibu. Tuhan berkati. Kedua tuturan tadi menggunakan ungkapanungkapan religius yang cukup ber-pengaruh meresidu efek-efek negatif yang timbul dalam diri (D) terhadap isi tuturan. Biasanya
beberapa dosen tertentu pantang ditanya masalah nilai mahasiswa dan tidak senang ditanya soal tugas perkuliahan di luar jamjam perkuliahan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa diksi yang digunakan oleh kedua partisipan (M) menimbulkan kesan positif dalam diri partisipan (D). Walaupun demikian, efek yang ditimbulkan kedua tuturan tadi berbeda. Ungkapan “Tuhan berkati” oleh partisipan (M) pada tuturan (13) menimbulkan kesan yang biasa saja karena telah menjadi ungkapan yang normatif orang Kristen dalam setiap wacana. Sebaliknya, kata-kata amsal (kalimat bersayap) yang dikemukakan pada tuturan (14) jarang digunakan dalam tuturan seperti ini. Dengan demikian, keberadaannya dalam tuturan (14) menimbulkan kesan yang cukup mendalam sehingga situasi tuturan mengalir tenang, tanpa gejolak. Pada satu sisi, kalimat bersayap tersebut membuka peluang (M) untuk berinteraksi secara tuntas. Pada sisi yang lain, ungkapan tadi memberikan kesan mendalam bagi (D) sehingga (D) lebih terbuka terhadap (M).
Dalam tulisannya tentang “Pembelajaran Kesantunan Berbahasa”, Amir (2004) mengemukakan delapan (8) cara yang lazim digunakan oleh penutur bahasa Indo-nesia untuk membentuk tuturan yang santun. Tuturan yang santun itu dilakukan melalui: (1) penggunaan tuturan tak langsung, (2) penggunaan pagar tuturan, (3) pe-minimalan paksaan, (4) penunjukan pesimisme, (5) pemberian penghormatan, Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|844
(6) per-mintaan maaf, (7) penggunaan bentuk impersonal, dan (8) penggucapan tuturan sebagai ketentuan yang berlaku umum. Berdasarkan kajian terhadap 42 wacana SMS antara mahasiswa dan dosen FKIP Universitas Cenderawasih, ditemukan bahwa kedua partisipan cenderung menggunakan tuturan yang santun melalui : (1) penggunaan tuturan tak langsung, (2) peminimalan paksaan, dan (3) permintaan maaf. 1) PENUTUR MENGGUNAKAN TUTURAN YANG TIDAK LANGSUNG Dalam konteks penelitian ini, partisipan (M) meminta kesediaan (D) dengan menggunakan kalimat tanya. Berikut ini dikemukakan kutipan-kutipan wacana SMS yang mendukung simpulan tersebut. (1) Siang ini ibu ada wkt? (P01) (2) Mat siang, Bu. Apakah sy bisa konsultasi sekarang? (P05) (3) Ibu, bisa judul bukunya ulangkah, ibu. (P09). 2) PENUTUR MEMINTA MAAF DAN MENGGUNAKAN TUTURAN TIDAK LANGSUNG Secara Bersamaan Keunikan tuturan partisipan dalam penelitian ini adalah menggunakan dua para-meter sekaligus dalam satu tuturan. Hal itu ditunjukkan melalui penggalanpenggalan wacana berikut. (1) Slmt pagi pagi, ibu, maaf bs ketemu k? (P06)
(2) Slmt pg ibu, maaf mengganggu bs ketemu k? (P015) (3) Selamat siang, Ibu, maaf mengganggu. Ibu saya bisa konsultasi RPP? (P18) (4) Selamat mlm ibu, maaf mengganggu, ini dengan Yakoba, mahasiswa bimbingan ibu, mau tanya, besok bisa konsultasi RPP k?(P34) (5) Mat pgi ibu, ini dgn KRISTIAN maf mungkin mengangu, kah?(P41) 3) PENUTUR MEMINTA MAAF Kajian terhadap wacana ini menunjukkan bahwa para mahasiswa dan dosen lebih banyak memilih berbahasa santun melalui penggunaan kata maaf. Berikut ini dikemukakan contoh-contoh penggalan wacana tersebut. (1) Slmt pagi, ibu. Maaf, mengganggu. Ibu, kpn sy bisa ambil proposal sy? Terima kasih. (P02) (2) Ibu, slmt malam, mf, menggnggu. Skdr pmbrthuan bsk sy maju RPP jam 8:45 smpai dgn 10:15 di kls X B. Mhon kesediaan Ibu.Trmkasih. (P03) (3) Selamat pg, bu, maaf mengganggu. Mau sampaikan bahwa kami suda sepakat waktu kuliah hari kamis jam 15.00. Jadwal ini mulai berlaku kpanka, bu? (P13) (4) Selamat pagi ibu, maaf mengganggu bu, ini dgn Catrin bu mau menyampaikan kalau hari ini saya tidak bs ikut kuliah krn sakit. Terima kasih, bu. (P20) Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|845
(5) Shallom H Mat sore, Ibu, MAAF tadi saya terlambat .... (P21) (6) Syaloom, selamat pagi, maaf mengganggu Ibu. Pkl 09.00 wit mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Apakah ibu mengajar? Terima kasih. Tuhan berkati. (P23) (7) Selamat pagi, Ibu.Maaf mengganggu. Ini dgn Catrin. Mau tanya kapan saya bisa ketemu Ibu untuk kumpulkan tugas mahasiswa kelas 2B1? (P26) (8) Syllm, mat malam bu, maaf skali sgt menggu. Ibu ini dgn Marten Ruma, mf kapan sy bisa ketemu Ibu? (dan dimana) Mau ksh lht untuk dikoreksi proposal penelitn sy .... Trimksh sblmnya,skali lg mta mf krn tlh menggu waktu yg shrsnya buat klrga.GBU (P27) (9) Mohon maaf, mengganggu Ibu. Sesuai SK, ibu menjadi dosen pembimbing thesis kami 4 mahasiswa. Teman-teman mohon petunjuk utk persiapan seminar. (P31) (10) Selamat sng, bu maaf sy elimelek yotha mhs pjj s1 pgsd sy sbntr jam 16.00 (jam 4 sore) mau diuji (P32). (11) Selamat pagi ibu maaf mengganggu, saya mau bertanya
apakah nilai mata kuliah teori belajar bahasa sudah keluar atau belum? (P34)
Jurnal Artikulasi Vol.12 No.2 Agustus 2011|846