KERJASAMA DAN KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Kepada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Manajemen Pendidikan
Oleh:
NITA PURWANINGSIH NIM : Q 100090124
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH BERJUDUL KERJASAMA DAN KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL
Diajukan Oleh: NITA PURWANINGSIH NIM: Q 100090124
Telah disetujui oleh:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Sutama, M. Pd NIP. 196001071991031002
Dr. Sabar Narimo, M.M., M. Pd NIP.
Tanggal Persetujuan : 18 Oktober 2013
Tanggal Persetujuan : 18 Oktober 2013
KERJASAMA DAN KEDISIPLINAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA KONTEKSTUAL oleh Nita Purwaningsih, Sutama, dan Sabar Narimo Magister Manajemen Pendidikan PPs UMS
[email protected] Abstract In general, this research aims to develop a contextual mathematics learning in school inclusion. Specifically aims : to know the learning of mathematics in schools inclusion, to creat design development and to know implementation of appropriate contextual learning of mathematics applied to the elementary school inclusion. To improve collaboration and discipline students. Subjects were teachers and students of elementary school fifth grade inclusion in the City of Wonogiri. Methods of data collection through interviews, participant observation, study of literature, documentation, and testing. Research and Development Methods using the steps (1) preliminary study (2) limited trials and extensive testing. The results, related to the learning process that occurs during this: teachers are not qualified to teach children with special needs, teacher dominated learning with lecture method, passive students during the learning process, and there is no specific guidance for children with special needs. Relating to the design of contextual learning mathematics: teachers' exercise of procedure systematically contextual learning mathematics. Through the performance evaluation process and affective attitude showed improvement during limited trials and extensive testing. The results concluded, PMK impove collaboration and discipline students for learning. Key word : collaboration and discipline, school inclusion, special needs, contextual learning. Pendahuluan
Pembelajaran matematika pada sekolah dasar inklusif matematika selama ini belum mencerminkan inklusivitas baik proses maupun hasil pembelajaran. Realitas secara umum di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru belum siap menerima tugas mengajar pada kelas inklusi. Guru-guru yang mengajar pada sekolah inklusi tidak memiliki kualifikasi mengajar anak berkebutuhan khusus. Pembelajaran matematika yang terjadi pada kelas inklusi 1
2
selama ini masih relatif sama dengan kelas reguler, yakni pembelajaran satu arah yang berpusat pada guru. Metode pembelajaran yang digunakan guru sangat monoton. Proses pembelajaran didominasi oleh guru yang memberikan materi dengan metode ceramah dengan urutan menjelaskan, memberi contoh, latihan, dan kerja rumah. Tidak ada variasi dari segi strategi, pendekatan, metode, serta model pembelajaran yang dilakukan guru berdasarkan karakteristik materi pelajaran yang diajarkannya. Hal tersebut menyebabkan motivasi, inisiatif dan prestasi belajar siswa rendah. Suatu pembelajaran matematika dikatakan menarik jika proses pembelajaran tersebut menantang kemampuan dan kemauan siswa, memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada
siswa
untuk mencari
penyelesaian
permasalahan yang dihadapi (bereksplorasi), menuntut penggunaan potensi siswa secara optimal, diketahui manfaatnya oleh siswa dan menggunakan media pembelajaran. Terdapat tiga prinsip yang harus dilakukan guru dalam upaya menciptakan pembelajaran matematika inklusif, yakni : (1) proses pembelajaran harus mengarah pada penemuan prinsip, (2) proses pembelajaran mampu mendorong siswa untuk mengkaitkan konsep yang dipelajari dengan pengalaman kehidupan nyata sehari-hari, (3) melalui proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, siswa diharapkan dapat menerapkan materi yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Akar dari semua permasalahan di atas adalah terkait penggunaan pendekatan, dan strategi pembelajaran yang dilakukan guru serta cara melibatkan siswa agar terlibat dalam proses pembelajaran. Guru matematika, demi keberhasilan belajar siswa yang lebih baik, harus mau dan mampu memilih strategi dan pendekatan pembelajaran yang bisa mengakomodasi kebutuhan belajar seluruh siswa, baik siswa normal maupun anak berkebutuhan khusus. Selain itu, karakteristik siswa yang rata-rata memiliki latar belakang yang heterogen, menuntut dikembangkannya pembelajaran yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3
Bertolak pada akar permasalahan serta ketiga prinsip pembelajaran inklusi, Pembelajaran Matematika Kontekstual atau Mathematic Contextual Teaching And Laerning merupakan pendekatan dan strategi pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan. CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk menerapkannya pada kehidupan mereka (Sanjaya, 2008 : 255). Secara umum, penelitian ini bertujuan mengembangkan strategi Pembelajaran Matematika Kontekstual (PMK) pada sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk : mengetahui proses pembelajaran matematika yang selama ini terjadi; merumuskan desain PMK; mendeskripsikan implementasi PMK; dan mengetahui tingkat kerjasama dan kedisiplinan siswa. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Research and Development (R&D) dari Borg and Gall. Peneliti melaksanakan dua tahapan proses penelitian dan pengembangan: (1) studi pendahuluan meliputi studi literatur; studi lapangan; dan penyusunan draf awal produk; (2) uji coba terbatas dan uji coba coba lebih luas. Sukmadinata (2006: 187) Subjek penelitian yaitu: kepala sekolah, guru, dan siswa kelas V pada SD penyelenggara pendidikan inklusi di Wonogiri. Teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, angket, analisis dokumen dan tes. Data kualitatif diperoleh pada saat studi pendahuluan dan pengembangan model, data kuantitatif dihasilkan pada tahap pengembangan. Keabsahan data dengan pengamatan secara berulang-ulan; diskusi terfokus; dan triangulasi sumber. Empat SD inklusi di kota Wonogiri ditetapkan sebagai lokasi
studi
pendahuluan. Uji Coba terbatas dilakukan pada SD Negeri 2 Giritirto menggunakan Class Action Research (CAR). Lokasi uji coba lebih luas : SD Negeri
4
1 Wonoboyo; SD Negeri 3 Wuryorejo; dan SD Negeri Kaloran dengan metode eksperimen disain Intact - Group Comparison dengan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pengukuran efektivitas treatment dengan membandingkan hasil penilaian kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol menggunakan ttest dengan program SPSS 17.0 for Windows. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pembelajaran yang selama ini terjadi pada keempat SD penyelenggara pendidikan inklusi masih didominasi guru, dan belum memaksimalkan penggunaan media maupun sumber belajar secara maksimal. Guru belum memfasilitasi siswa untuk melakukan kegiatan dalam upaya menemukan sendiri konsep yang mereka pelajari. Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian Patricia Bourke (2008:14) yang menyimpulkan bahwa pada pendidikan inklusif yang kompleks, para guru telah berupaya meningkatkan kemampuan mereka agar dapat mendukung sekolah menjadi tempat belajar bagi siswa dengan berbagai keragaman dan kaya akan perbedaan. Dalam hal ini, seharusnya guru lebih aktif, kreatif serta inovatif dalam penggunaan strategi, pendekatan, metode, model maupun teknik pembelajaran. Hasil observasi terhadap kegiatan belajar
siswa
menunjukkan
perhatian
siswa
termasuk
ABK
terhadap
pembelajaran rendah, siswa pasif selama proses pembelajaran matematika. Hasil pre-test kemampuan awal siswa menunjukkan, dihampir semua sekolah, siswa yang tuntas pada kegiatan evaluasi kurang dari 50%. Hal ini mencerminkan rendahnya prestasi hasil belajar siswa. Berdasarkan analisis hasil studi pendahuluan, keempat sekolah dikategorikan sebagai berikut: SDN 1 Wonoboyo (Tinggi), SDN 2 Giritirto dan SDN 3 Wuryorejo (Sedang), dan SDN Kaloran (Rendah) dalam hal kemampuan awal siswa. Banyak hambatan yang dialami sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, antara lain minimnya fasilitas yang dimiliki sekolah inklusi, baik dari segi ruang pembelajaran, sampai pada media pembelajaran bagi para ABK.
5
Pengajar dari empat sekolah yang diteliti tidak satupun memiliki pengajar yang berkualifikasi mengajar ABK, selain itu guru pendamping bagi ABK sangat jarang dimiliki oleh sekolah. Hal ini bertentangan dengan penelitian Elizabeth Walton, Norma Nel, Anna Hugo dan Helena Muller (2008:123) yang mengungkapkan, sebagian besar sekolah inklusi di Afrika Selatan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan pembelajaran inklusif. Pembelajaran sekolah inklusi difokuskan pada keragaman siswa dan telah menyediakan fasilitas ruang khusus serta fasilitas pendukung bagi para guru. Sekolah juga menyediakan pembelajaran khusus serta penyesuaian pada sistem penilaian. Hal tersebut mengindikasikan bahwa seharusnya sekolah penyelenggara pendidikan inklusi harus mulai berfikir untuk : 1) meningkatkan kompetensi guru dalam bidang pembelajaran inklusi; 2) memiliki seorang guru pendamping khusus yang berkualifikasi pengajar ABK; 3) menyediakan fasilitas, media, dan sumber belajar serta sistem pembelajaran yang menunjang bagi proses belajar siswa ABK Pengembangan PMK ini dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru yang berkaitan dengan penggunaan strategi dan pendekatan pembelajaran bagi siswa ABK. Pengembangan PMK didasarkan pada hasil penelitian Komalasari (2012:188) yang secara umum mengungkapkan bahwa kurikulum dengan desain rancangan matematika kontekstual efektif dalam proses belajar dan mengajar. Desain pengembangan PMK yang dihasilkan terdiri dari RPP; desain implementasi dan desain evaluasi PMK. RPP memuat : Identitas sekolah (nama, mata pelajaran, kelas/semester, jumlah pertemuan, alokasi waktu); Standar Kompetensi; Kompetensi Dasar; indikator (kognitif, afektif, psikomotorik, sosial); karakter siswa yang diharapkan, tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, psikomotorik, sosial); materi prasyarat; materi ajar; strategi dan metode pembelajaran; langkah-langkah pembelajaran ( Kegiatan awal, Kegiatan inti: ekplorasi
elaborasi konfirmasi, Kegiatan Penutup); pembelajaran;
Alat/bahan dansumber belajar; Penilaian (kognitif, afektif, psikomotorik, sosial). Pembelajaran matematika kontekstual dengan Problem Beased Learning (PBL)
6
dilakukan dengan lima tahap: 1) orientasi siswa pada situasi masalah; 2) mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Desain implementasi mencakup : 1) Pengkondisian : sosialisasi, apersepsi dan motivasi; 2) Kegiatan Pencarian Makna (Tugas bermakna, interaksi aktif kreatif dan komunikatif dan aplikasi kontekstual) : Pengorganisasian siswa, diskusi dan pendalaman konsep, pengembangan dan aplikasi; 3) Konsolidasi (Penyimpulan dan tindak lanjut). Berkaitan dengan kegiatan penciptaan makna, diperlukan adanya guru pendamping bagi siswa ABK. Guru pendamping bertugas memberikan
motivasi,
arahan
dan
bimbingan
berdasarkan
Program
pembelajaran individual (PPI). Menurut Hallahan (1991:25) PPI penyusunan PPI harus sesuai dengan kebutuhan individu anak-anak berkebutuhan pendidikan khusus, baik untuk pendidikan jangka pendek atau jangka panjang. Desain evaluasi menggunakan teknik penilaian autentik yakni penilaian secara nyata mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan sosial. Penilaian proses dilakukan bersamaan pada saat siswa melakukan diskusi dan presentasi, yaitu keterlibatan dan aktivitas siswa dalam kelompok, partisipasi siswa selama proses pembelajaran. Penilaian proses yang digunakan adalah penilaian unjuk kerja pada spek psikomotorik, penilaian diri dan sikap pada aspek afektif dan sosial. Penilaian hasil mencakup aspek kognitif didasarkan pada penilaian tes, portofolio dan penugasan dari hasil kerja siswa seperti penyelesaian permasalahan lembar kerja dan lembar tugas atau latihan Uji coba terbatas dilakukan pada SDN 2 Giritirto dengan PTK 2 siklus. Setting kelas yang digunakan adalah regular dengan pull out, namun di sini peneliti memutuskan untuk melakukan modifikasi dengan tidak memindahkan siswa ke ruang lain tetapi siswa berada di kelas tersebut dengan keberadaan guru pendamping yang selalu memantau proses pembelajaran dan siap memberikan bantuan berupa penjelasan maupun pembimbingan. Ortis
7
(2009:368) mengemukakan bahwa rekayasa pembelajaran matematika terpadu membantu para siswa untuk memperluas pemahaman mereka tentang ide-ide, mendefinisikan teknik dan teknologi dasar. Setting kelas ini dilakukan dalam upaya mempermudah implementasi PMK. Selain itu, juga bertujuan agar siswa ABK merasa dirinya sama dengan yang lain dan tidak diperlakukan beda, sebagaimana tujuan pembelajaran inklusi yakni pembelajaran yang berdasar pada keragaman. Hasil observasi tindakan uji coba terbatas menunjukkan bahwa PMK pada uji coba terbatas telah dilaksanakan dengan cukup baik, guru telah melaksanakan tahapan pembelajaran secara urut dan sistematis. Setiap putaran menunjukkan adanya peningkatan, baik dari segi aktifitas maupun kemampuan guru dalam mengimplementasikan
PMK.
Guru
tidak
lagi
mendominasi
kegiatan
pembelajaran melainkan sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswa. Jumlah siswa yang menunjukkan partisipasi aktif bertanya, memberi tanggapan maupun menjawab soal terjadi peningkatan 50% dari sebelum tindakan. Hal tersebut sebagaimana dikemukaan Komalasari (2012:188), menurutnya pembelajaran kontekstual akan mengembangkan pemikiran dan keterampilan partisipatif siswa. Menurut teori konstruktivisme menyarankan, bahwa mengajar bukanlah soal mentransfer informasi kepada siswa dan belajar bukanlah secara pasif menyerap informasi dari buku atau dari guru. Tetapi guru perlu memotivasi siswa untuk mengkonstruksi ide mereka sendiri dengan menggunakan ide-ide siswa sendiri. Hasil observasi dan penelitian Komalasari menunjukkan bahwa PMK sangat menunjang upaya guru untuk meningkatkan kemampuan kerjasama siswa dalam memecahkan suatu permasalahan terkait penemuan konsep maupun mengkatkan kedisiplinan siswa sejak awal pembelajaran, selama pembelajaran maupun akhir kegiatan pembelajaran. Melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok, siswa reguler maupun ABK belajar untuk mengembangkan daya pikir mereka, siswa dituntuk kemampuannya untuk berfikir kritis dan kreatif agar
8
dapat memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Contoh materi hasil pengembangan daya pikir siswa adalah beberapa cara menemukan rumus luas trapesium berdasarkan proses unjuk kerja yang dilakukan siswa
Hasil unjuk kerja siswa dalam kelompok menunjukkan daya kreativitas siswa yang mulai berkembang. Gambar diatas menunjukkan ide-ide hasil pemikiran siswa dalam mengembangkan alat peraga yang ada untuk menemukan rumusan luas trapezium. Contoh salah satu rumusan luas trapezium; C
D
Misal : AB = a, CD = b datn DE = CF = t Luas trapezium ABCD = L ∆ ABD + L∆ CBD
t
A
B
E
=
D
C
t
F
=
E
2 1 2
× 𝐴𝐵 × 𝑡 +
1 2
× 𝐶𝐷 × 𝑡
× t × AB + CD
t
= A
1
1 2
×𝑡 × 𝑎+𝑏
D
Selanjutnya, masing-masing kelompok mempresentasikan hasil unjuk kerja, guru bersama siswa menyimpulkan rumus luas trapesium. Guru membimbing siswa mengerjakan latihan terkontrol dan membahas latihan mandiri secara klasikal. Contoh latihan mandiri; Soal
: Sebidang tanah berbentuk trapesium siku-siku dengan panjang sisi yang sejajar 100 cm dan 200 cm dengan tinggi 80 cm. Berapakah luas jendela tersebut?
Diketahui : Permukaan tanah berbentuk trapesium siku-siku
9
17 cm
5 cm
29 cm
Ditanya
:L
= ... ?
Jawaban : Rumus L = ½ × ( a + b ) × t = ½ × ( 17 + 29 ) × 15 = ½ × 46 × 15 = 390 m2 Jadi luas permukaan tanah adalah 390 m2 Pada pelaksanakan siklus I hambatan yang muncul adalah gaya pembelajaran guru yang kurang menarik, berakibat pada kurangnya perhatian dan motivasi siswa, terutama siswa ABK. Guru matematika juga mendapatkan kesulitan saat harus memberikan perhatian dan bimbingan lebih kepada siswa ABK. Siswa normal mengalami kendala ketika harus bekerja sama dengan siswa ABK. Dasar pemikiran untuk mengatasi kendala tersebut adalah penelitian Berns (2008:123) yang menyatakan bahwa rekayasa pembelajaran matematika dengan teknologi membantu para siswa untuk memperluas pemahaman mereka tentang ide-ide, dan konsep dasar serta mempertahankan pemahaman matematika mereka untuk jangka waktu yang lama. Perbaikan dilakukan pada gaya mengajar guru dengan mengoptimalkan pembelajaran berbasis teknologi, dalam hal ini LCD. Penggunaan LCD pada siklus II mampu meningkatkan perhatian dan fokus siswa ABK pada proses pembelajaran. Pelaksanaan PMK mampu memotivasi ABK sehingga lebih bersemangat dan yang terpenting menikmati proses pembelajaran. Perbaikan PMK pada siklus II mampu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Siswa ABK memang belum memiliki kemampuan yang sama dengan siswa regular, namun mereka telah menunjukkan peningkatan kemampuan yang tampak dari evaluasi hasil maupun
10
proses belajar mereka. Siswa ABK juga mulai menunjukkan kepercayaan diri dalam bekerja sama dengan siswa lain selama kegiatan unjuk kerja. Profil hasil penelitian pra siklus sampai siklus II pada aspek penilaian kognitif tampak pada diagram di bawah ini. Grafik berikut menunjukkan adanya peningkatan persentase ketuntasan siswa dalam pelaksanaan kegiatan penilaian aspek kognitif pada hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar, baik pada latihan terkontrol, latihan mandiri maupun tugas mandiri dari awal sebelum tindakan, siklus I, dan siklus II mengalami peningkatan. Selama kegiatan penilaian, siswa menunjukkan kedisiplinan yang baik, mereka mencoba mengerjakan soal latihan maupun tugas sendiri tanpa bantuan teman dan selesai sesuai waktu yang dialokasikan. 120,00% 100,00% 80,00% Lat.Terkontrol
60,00%
Lat. Mandiri
40,00%
Tug. Mandiri
20,00% 0,00% Pra-Siklus Siklus I
Siklus II
Gambar 1 Diagram Kenaikan Evaluasi Hasil Belajar Siswa Pada Uji Coba Terbatas Sedangkan terkait dengan aspek psikomotorik yang tampak pada tingkat kerjasama siswa menunjukkan pengamatan pra-siklus belum menunjukkan adanya proses unjuk kerja yang berarti belum ada proses kerjasama antar siswa dalam upaya menemukan suatu konsep. Kegiatan unjuk kerja siklus I secara klasikal diperoleh nilai 76% atau masuk kategori baik. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan 10% menjadi 86% secara klasikal atau masuk kategori amat baik. Pada kegiatan unjuk kerja, siswa memiliki kesempatan untuk menggali kemampuan mereka, bersosialisasi dengan teman dan menemukan konsep baru.
11
Selanjutnya pada aspek penilaian afektif dan sosial yang tampak pada tingkat kedisiplinan siswa, pada pra-siklus hanya mencapai 20%, akhir siklus I menglami peningkatan 60% menjadi 80% dan akhir siklus II kembali mengalami peningkatan 3,99% menjadi 83,99%. Hal ini menunjukkan bahwa siswa sudah menunjukkan kerja sama yang baik selama kegiatan unjuk kerja dan sikap disiplin yang tinggi selama pembelajaran . Hal tersebut sebagaimana ditunjukkan pada diagram berikut. 100% 80% 60% Kerjasama 40%
Kedisiplinan
20% 0% Pra-Siklus
Siklus I
Siklus II
Gambar 2 Diagram Kenaikan Evaluasi Proses Belajar Siswa Pada Uji Coba Terbatas Profil peningkatan penilaian proses maupun hasil belajar siswa menunjukkan pentingnya keberadaan seorang guru pendamping ABK selama proses pembelajaran. Berkaitan dengan guru pendamping ABK atau guru khusus, hasil penelitian Shippen, Flores, Crites, Patterson, Ramsey, Houchins dan Jolivette
(2010:7) menunjukkan guru khusus kelas inklusi memberikan
bimbingan individual jauh lebih besar bagi penyandang cacat daripada pendidik umum. Guru pendamping selalu memberikan motivasi kepada siswa untuk kreatif dalam proses unjuk kerja, jadi siswa ABK ikut ambil bagian dalam eksperimen kelompok, walaupun hanya sekedar menempel. Selain itu guru pendamping selalu melatih siswa disiplin termasuk dalam dalam mengerjakan soal-soal latihan sehingga tidak mengganggu siswa lain pada saat mengerjakan soal-soal latihan mandiri. Pada siklus II, guru pendamping diusahakan selalu ada
12
untuk memberikan motivasi agar siswa kreatif dalam proses unjuk kerja, membimbing siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan serta memotivasi siswa agar aktif dalam pembahasan soal. Hasil penilaian hasil belajar siswa yang berupa latihan soal dan pemberian tugas selama pelaksanaan uji coba luas menunjukkan penerapan PMK secara konsisten pada kelas eksperimen memberikan hasil prestasi belajar yang jauh berbeda dengan kelas kontrol. Lee dan Leah (2009:1427-1428) mengungkapkan guru matematika dan guru pendidikan khusus akan berhasil dalam pembelajaran konsisten dalam menggunakan strategi pembelajaran tertentu dengan indikasi siswa menunjukkan kemajuan secara akademik pada pembelajaran inklusi. Hasil uji hipotesis, baik latihan terkontrol, latihan mandiri maupun tugas mandiri pada kelas eksperimen maupun control menunjukkan nilai signifikansi pada uji normalitas dan uji homogenitas >𝛼=0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal dan bahwa kedua varian sama (varian kelas kontrol dan kelas eksperimen). Hasil uji t, nilai signifikansi pada semua kegiatan evaluasi secara akumulatif diperoleh angka signifikansi <𝛼=0,05 maka hipotesis diterima. Artinya ada perbedaan hasil belajar matematika antara kelas eksperimen yang menggunakan PMK dengan kelas control yang menggunakan pembelajaran konvensional. Penerapan desain PMK telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditunjukkanoleh hasil evaluasi proses maupun hasil belajar telah melampaui nilai ketuntasan klasikal, yakni 70%. Sedangkan untuk pembelajaran dengan pendekatan konvensional belum dapat mencapai tujuan pembelajaran dan perlu dilakukan remidial pembelajaran. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ortis (2009:368) bahwa suatu rekayasa pembelajaran terpadu akan memberikan dampak positif terhadap pengalaman belajar matematika. Implementasi PMK selama pelaksanaan uji coba sudah baik. Guru mampu bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing yang baik. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan Ecie Lasarie dan Uly Gusniarti (2009:47) yang
13
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self efficacy guru dengan program pendidikan inklusi. Guru yang memiliki self efficacy yang tinggi dapat memicu guru untuk dapat mengajar, mendidik dan menghadapi anak berkebutuhan khusus dengan lebih baik, serta dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk menunjang kemampuannnya. Sementara itu hasil observasi pada aktifitas siswa selama pembelajaran juga menunjukkan hasil yang positif selama proses pembelajaran. Hasil penilaian aspek psikomotorik dalam hal kerjasama, afektif dan sosial yang tercermin pada kedisiplinan siswa selama PMK. Siswa reguler dan ABK melaksanakan kerjasama yang baik selama proses unjuk kerja. Leader mampu membagi tugas secara merata sehingga masing-masing siswa memiliki peran yang sama penting dalam proses unjuk kerja kelompok. Kedisiplinan siswa sudah jauh lebih baik. Ketika guru memasuki kelas, siswa sudah siap menerima pelajaran. Mereka juga mampu menerjemahkan prosedur kerja yang diberikan guru secara baik sehingga pengelolaan waktu jauh lebih efektif dan efisien. Selama proses penilaian kognitif, siswa disiplin mengerjakan latihan dan tugas secara mandiri dan sesuai waktu yang ditetapkan. Simpulan Pembelajaran yang terjadi di keempat SD penyelenggara pendidikan inklusi selama ini kurang variatif. Desain hasil pengembangan PMK Pada Sekolah Dasar Inklusi
terdiri tiga bagian yakni: 1) RPP dengan model PBL; 2)
Implementasi mencakup kegiatan: Pengkondisian, Penciptaan Makna
dan
Konsolidasi; 3) Evaluasi. Implementasi PMK pada sekolah inklusi menunjukkan guru mampu melaksanakan prosedur pembelajaran PMK secara sitematis, dan bertindak sebagai fasilitator. Hasil uji coba menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada aspek kerjasama dan kedisiplinan siswa. Bertolak dari hasil penelitian diatas disarankan bagi penentu kebijakan hendaknya mulai mengusahakan terciptanya suasana pembelajaran yang kondusif dengan memperbaiki fasilitas sekolah; hubungan kerjasama antara guru dengan siswa maupun antar siswa; menyertakan guru pada pelatihan
14
peningkatkan SDM. Kepada guru supaya meningkatkan kompetensi mereka. Kepada peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan penelitian dan pengembangan
secara
lebih
mendalam
terkait
strategi
pembelajaran
matematika pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusi pada berbagai jenjang pendidikan. Berbagai ucapan terima kasih perlu kami sampaikan kepada berbagai pihak. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada KOPERTIS Wilayah VI yang telah membantu dalam pendanaan biaya penelitian multitahun melalui Hibah Penelitian Tim Pascasarjana. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktur Pascasarjana dan Ketua Lembaga Penelitian UMS beserta stafnya, yang telah memberikan fasilitas dan dorongan sehingga kami bisa melakukan penelitian. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada kepala UPTD Kecamatan Wonogiri, para kepala dan guru SD di kota Wonogiri, yang telah membantu proses penelitian sehingga berjalan sesuai perencanaan. Daftar Pustaka Berns dan Erikson. 2001. Theoretical Roots of Contextual Teaching and Learning in Mathematics. Georgia: The Departemet of Mathematis Education. Bourke, P. 2008. “Inclusive education research and phenomenology. Queensland University of Technology”.Internationl Journal Boreau Of Education. http://www.ibe.unesco.org/.../inklusive_education_research_and_pheno menology.pdf. Diakses jam 09.31 WIB tanggal 26 Desember 2011. Borg, W. R. & Gall, M. D. 2003. Educational research: an introduction (7th ed.). New York: Longman, Inc. Children Home. 10 Juni 2008. Mengenal Pendidikan Inklusif 2 http://friendlyschool.blogspot.com. Diakses jam 9.35 WIB tanggal 15 Januari 2010. Hamalik Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara. Hermawan, H. November 2006. “Inklusi dan Hak atas Pendidikan: Sebuah Studi Kasus dari Bandung, Jawa Barat”. Eenet Asia News Letter. Halaman 8 - 9
15
http://www.Eenet_Asia_newsletter. Diakses Jam 10.15 WIB tanggal 15 Januari 2010. Kokom Komalasari. 2012.” The Effect of Contextual Learning in Civic Education on Students’ Civic Skills”. EDUCARE:International Journal for Educational Studies, Volume 4 Nomer 2. http://www.international.sped.com/.../. Diakses jam 09.30 WIB tanggal 4 Oktober 2012 Lasarie, E & Gusniarti, U. 2009. “Hubungan Antara Self Efficacy Guru Dengan Sikap Terhadap Program Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (studi Korelasi Pada Guru Sekolah Inklusi di Yogyakarta”. Jurnal Psikologi, Vol 4, No.2, Juni 2009. http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/51082535.pdf . Diakses jam 09.00 WIB tanggal 8 Mei 2011. Mulyono Abdulrahman. 2003. Landasan Pendidikan Inklusif dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan LPTK. Makalah disajikan dalam pelatihan penulisan buku ajar bagi dosen jurusan PLB yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti. Yogyakarta, 26 Agustus 2002. Ortiz, MA. 2009. “Engineering Design as a Contextual Learning and Teaching Framework: How Elementary Students Learn Math and Technological Literacy”. International Journaf Of Iteea. http://www.iteea.org/conference/.../Araceliting.pdf. Diakses jam 08.30 WIB tanggal 4 Oktober 2012. Sanjaya, W. 2008. Pembelajaran Dalam implimentasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Shippen, Flores, Crites, Patterson, Ramsey, Houchins & Jolivette. 2010. “Classroom Structure and Teacher Efficacy in Serving Students With Disabilities: Differences in Elementary and Secondary International Teachers”. Journal Of Special Education. Volume 26 Nomer 3. http://www.international.sped.com/.../. Diakses Pada Tanggal 2 April 2012 Jam 10.02 WIB. Sugiyono, 2009. Metode Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. ________, 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatifidan R & D. Bandung: Alfabeta.
16
Sukmadinata, N.S. (2004). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Sumardyono. 2004. Karakteristik Matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Depdiknas. Sumaryanta. 2010. Pendidikan Matematika Inklusi: Tantangan Baru Pendidikan Untuk Semua. http://projogja.wordpres.com. Diakses jam 10.12 WIB tanggal 12 Desember 2011. Sutama. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Surakarta: Fairuz Media Triyatno. 2008. Medesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) di Kelas”. Jakarta : Cerdas Pustaka. Walton, Nel, Hugo dan Muller. 2009. “The Extent and Practice of Iinclusion in Independent Schools in South Africa”. South African Journal of Education, Vol 29, pg.105-126. www.scielo.org.za/scielo.php?pid=so25601002009000100007&script=sci-arttext&tlng=es.pdf. Diakses jam 09.43 WIB tanggal 26 Desember 2011