28
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pesan tentang penyakit Chikungunya yang dikemas dalam bentuk media video, dirancang
untuk mengungkapkan berbagai aspek video yang dapat
mempengaruhi potensi video tersebut dalam peranannya sebagai media penyebaran informasi penyakit Chikungunya. Aspek video tersebut meliputi (1) jenis bahasa narasi, dan (2) bentuk pesan visual. Kedua aspek tersebut besar pengaruhnya terhadap keefektifan penggunaan video sebagai media penyebaran informasi penyakit Chikungunya, karena itu kedua aspek tersebut perlu dibahas secara mendalam. Bahasa Narasi Sunda versus Bahasa Narasi Indonesia Aspek pertama yang dibahas dalam penelitian ini adalah menyangkut penggunaan jenis bahasa narasi yang digunakan pada medium video. Penentuan jenis bahasa narasi ini perlu dilakukan, karena hal ini akan berpengaruh pada tingkat keefektifan penerimaan pesan penonton terhadap isi pesan yang disampaikan medium ini. Bahasa yang digunakan haruslah jelas, mudah dimengerti dan dikenal dengan baik oleh khalayak. Narasi bahasa yang ingin dilihat keefektifannya adalah narasi bahasa Indonesia dan bahasa narasi Sunda. Bagi penerima pesan, dua narasi bahasa ini mana yang lebih efektif menyampaikan pesan melalui media video belumlah terungkapkan. Pesan narasi menjadi lebih persuasif dan akrab dengan khalayak, harus didesain dengan memperhatikan faktor bahasa yang dipergunakan.
Hal ini juga
diungkapkan Wohrf (dalam Rakhmat 1999) yang mengemukakan bahwa khalayak tertentu akan memberikan arti kepada apa yang mereka lihat, dengar atau rasakan sesuai dengan kategori-kategori yang ada pada bahasa mereka. Karenanya, pemilihan dan penggunaan bahasa perlu diperhatikan sehingga narasi dapat efektif untuk menunjang film video. Ada kecendrungan bahasa Sunda lebih mudah diterima pada khalayak yang menetap di Jawa Barat termasuk siswa SMA di Ciampea yang menggunakan bahasa
29
tersebut untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dan lingkungan sosialnya. faktor kesamaan budaya, status sosial, pendidikan dan ideologi sangat menentukan dalam kesamaan makna khalayak terhadap suatu kata atau simbol. Penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional telah menjadi kesepakatan bangsa, yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pelaksanaannya, bahasa Indonesia selalu dipergunakan pada bahasa pengantar kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah termasuk SMA.
Sehingga bahasa
Indonesia masih digunakan dalam percakapan sehari-hari. Namun, bahasa daerah seperti bahasa Sunda masih dominan dipergunakan masyarakat Jawa Barat karena bahasa ini telah diperkenalkan sejak individunya lahir (biasa disebut dengan bahasa ibu) dan digunakan dalam percakapan sehari-hari dilingkungan keluarga dan lingkungan sosial mereka.
Kondisi ini juga
mencerminkan perilaku budaya masyarakat setempat, dimana bahasa Sunda merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Jawa Barat sehingga mereka lebih mudah menerima pesan dengan menggunakan bahasa yang biasa mereka gunakan. Seperti yang diungkapkan Liliweri (2007) bahwa bahasa merupakan komponen budaya yang sangat penting yang mempengaruhi penerimaan, perilaku, perasaan dan kecendrungan manusia untuk bertindak menanggapi dunia sekeliling. Memperkuat
pernyataan
di
atas,
beberapa
penelitian
sebelumnya
menunjukkan bahwa penggunaan bahasa daerah (Sunda) lebih efektif digunakan daripada bahasa Indonesia.
Seperti hasil penelitian Pambudy (1988) yang
menunjukkan penggunaan Bahasa Sunda lebih efektif digunakan dalam presentasi film bingkai daripada menggunakan bahasa Indonesia untuk menyebarkan inovasi model Farm kepada petani. Penelitian lainnya, dilakukan Bahroeddin (1989) menunjukkan penggunaan bahasa Sunda dalam teks yang menyertai gambar seri lebih efektif digunakan untuk menyebarkan informasi tentang inovasi model farm dibanding menggunakan bahasa Indonesia di daerah aliran sungai Citanduy Jawa Barat. Dari beberapa uraian diatas, penulis berpendapat ada kecendrungan bahasa narasi Sunda lebih berpengaruh dari bahasa narasi Indonesia pada medium video.
30
Visual Gambar Realistik (bergerak) versus Visual Gambar Diam Aspek kedua yang dilihat dalam penelitian ini adalah penggunaan bentuk pesan visual yang juga akan mempengaruhi keefektifan penerimaan pesan penontonnya. Dalam medium video, biasanya hanya dikenal dua jenis visualisasi yaitu visualisasi gambar realistik dan visualisasi gambar diam. Keistimewaan visualisasi realistik (bergerak) biasanya lebih dapat diatur sesuai dengan keinginan kita dan menampilkan obyek sesungguhnya sehingga dalam proses penerimaan pesan, tahapan informasi yang akan disampaikan lebih mudah dan jelas diterima. Secara lebih terperinci Wittich dan Schuller (1979) menggambarkan keistimewaan visual gambar realistik (bergerak) yang digunakan pada medium video untuk menyampaikan suatu informasi, yaitu (1) dapat menampilkan gerakan aslinya, (2) dapat memperlihatkan suatu proses lengkap dan memungkinkan mempelajari secara mendetail dari suatu proses yang tidak dilihat dengan mata, (3) efek visualnya sangat mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan konatif penerima pesannya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka ilustrasi yang berupa gambar hidup seringkali lebih efektif dalam menyampaikan pesan visual. Hasil penelitian Brown (1977) mengungkapkan bahwa, (1) penggunaan gambar gerak dapat merangsang minat atau perhatian siswa, (2) gambar-gambar yang dipilih dan diadaptasi secara tepat, membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya, (3) penayangan gambar realistik pada televisi, sepenuhnya dapat membanjiri pemirsa dengan informasi visual yang terlalu banyak, ternyata kurang baik sebagai perangsang belajar dibandingkan dengan visual diam yang sederhana, (4) dan kalau bermaksud mengajar konsep yang menyangkut soal gerak, sebuah gambar-gambar diam kurang efektif dibandingkan dengan gambar bergerak. Wujud visual grafis dalam medium video dapat berupa gambar foto atau gambar ilustrasi, sketsa, kata tercetak atau ilustrasi visual lainnya (Efrein, 1979). Karakteristik utama gambar diam adalah dapat dimodifikasi pesan visual sesuai dengan tujuan yang ingin ditonjolkan. Namun, kegiatan pengajaran mengenai suatu gerak, konsep gambar hidup (motion picture) merupakan jenis visualisasi yang paling efektif. Gambar grafis atau
31
diam dapat mengurangi terlalu banyak informasi yang dapat ditampilkan oleh suatu film bergerak (Brown, 1977). Seiring dengan berkembangnya teknologi, kini gambar diam (foto) bisa dimanipulasi dengan komputer, dengan kecanggihan media yang satu ini semua pekerjaan yang menyangkut dengan media audio visual akan lebih mudah dikerjakan. Komputer membuat semuanya mudah. Apakah import gambar atau suara dari film atau video oleh komputer pengolahannya dapat dengan mudah dan hasil seketika secepat yang dibayangkan sudah tersaji di monitor (e-edukasi.net). Visual realistik (bergerak) dapat diatur sesuai dengan kebutuhannya sehingga penonton dapat langsung melihat proses lengkap tahapan informasi yang disampaikan dan memungkinkan mempelajari secara mendetail dari suatu proses yang tidak dilihat dengan mata. Dari beberapa uraian diatas maka visual gambar realistik (bergerak) lebih dinamis penampilannya daripada visual gambar diam. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dibuat alur pikir yang merangkum dan menggambarkan gagasan yang muncul.
Alur pikir ini mencoba memberikan visualisasi terhadap
kerangka pemikiran yang ada dalam penulis agar bisa dipahami. Alur pemikiran dapat dilihat dalam Gambar 1.
32
Gambar 1. Kerangka penelitian yang mempengaruhi peningkatan pengetahuan siswa SMAN 1 Ciampea tentang chikungunya. Informasi Chikungunya
Diformat
Video
Didesain
Variabel bebas
Bahasa 1. Bahasa Sunda (BS) 2. Bahasa Indonesia (BI) Jenis pesan visual 1. Visualisasi Realistik (Gambar Bergerak) (VR) 2. Visualiasasi diam (Gambar tidak bergerak). (VG)
Variabel tidak bebas
Peningkatan pengetahuan Siswa SMAN 1 Ciampea tentang Chikungunya
33
Hipotesis Berdasarkan hasil pemikiran dan tinjauan pustaka tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: •
Hipotesis Pertama (1) Media video mampu meningkatkan pengetahuan siswa SMAN 1 Ciampea tentang informasi Chikungunya.
•
Hipotesis kedua (2) Skor peningkatan pengetahuan siswa yang menyaksikan video dengan menggunakan jenis Bahasa Narasi Sunda berbeda nyata dari mereka yang menyaksikan dalam penggunaan Bahasa Indonesia.
•
Hipotesis ketiga (3) Skor peningkatan pengetahuan siswa yang meyaksikan video dengan menggunakan visualisasi realistik
berbeda nyata dari mereka yang
menyaksikan dalam penggunaan visualisasi diam. •
Hipotesis keempat (4) Skor peningkatan pengetahuan siswa yang meyaksikan video dengan menggunakan visualisasi realistik dengan menggunakan narasi Bahasa Sunda berbeda nyata dari mereka yang menyaksikan penyajian video bentuk lain.