KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 33 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN (IUPHHKHT)/IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) DI WILAYAH PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang
:
a. bahwa kondisi wilayah Provinsi Papua yang merupakan satu kesatuan wilayah maupun adanya ketergantungan antara daerah hilir dan hulu, ketergantungan antara Kabupaten/Kota satu dengan lainnya serta keberadaan fungsi kawasan hutan yang meliputi beberapa lintas Kabupaten/Kota, diperlukan adanya pengaturan pemanfaatan hutan produksi oleh Gubernur; b. bahwa dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/ 2000 tanggal 6 Nopember 2000, belum diatur koordinasi antara Provinsi dan Kabupaten dalam proses pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHKHT); c. bahwa untuk maksud tersebut huruf a dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Provinsi Papua;
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47) ; 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115); 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60); 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72); 5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167); 6. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 135);
7. Peraturan ...../2
-27. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 70); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 13); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54); 10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 10.1/Kpts-II/2000 tentang Pedoman Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman; 11. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 21/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan Standar Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman pada Hutan Produksi; 12. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tatakerja Dinas-dinas Daerah Propinsi Irian Jaya; Memperhatikan
: Surat Gubernur Propinsi Irian Jaya Nomor 522/1970/SET tanggal 12 Juli 2001 perihal Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Khusus di Bidang Kehutanan. MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IJIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN (IUPHHKHT)/IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) DI WILAYAH PROVINSI PAPUA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. b. c. d. e.
Daerah adalah Daerah Provinsi Papua; Gubernur ialah Gubernur Provinsi Papua; Bupati ialah Bupati Kabupaten yang bersangkutan; Walikota ialah Walikota yang bersangkutan; Kepala Dinas Kehutanan adalah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua; f. BAPEDALDA Provinsi adalah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Papua;
g. Ijin ....../3
-3g. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman yang selanjutnya disebut Ijin Usaha Hutan Tanaman (IUHT) adalah Ijin untuk melaksanakan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan produksi untuk menghasilkan produk utama berupa kayu yang kegiatannya terdiri dari penanaman, pemeliharaan dan pemasaran hasil untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun ditambah 1 (satu) daur tanaman pokok. h. Kawasan hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan; i. Koperasi masyarakat setempat adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dari masyarakat setempat yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas azas kekeluargaan; j. BUMN adalah Badan Usaha Milik Negara yang memperoleh ijin usaha di bidang kehutanan; k. BUMD adalah Badan Usaha Milik Daerah yang memperoleh ijin usaha di bidang kehutanan; l. BUMS adalah perusahaan swasta nasional yang berbentuk perseroan terbatas yang memperoleh ijin usaha di bidang kehutanan; m. Badan Usaha Asing adalah perusahaan asing yang berbentuk perseroan terbatas yang berdasarkan hukum Indonesia dan memperoleh ijin usaha di bidang kehutanan; n. Masyarakat setempat adalah kelompok-kelompok masyarakat warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan yang memiliki ciri sebagai suatu komunitas yang didasarkan pada kekerabatan, kesamaan mata pencaharian yang terkait dengan hutan (profesi), kesejahteraan, keterikatan tempat tinggal bersama serta faktor ikatan komunitas lainnya; o. Tanaman pokok adalah tanaman yang lazim di tanam dalam usaha hutan tanaman dalam rangka menghasilkan serat dan atau kayu yaitu sengon, pinus, eucalyptus, acacia, mahoni, gmelina, jabon, sungkai, meranti, waru dan lain-lain; p. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan selanjutnya disebut AMDAL adalah hasil studi mengenai dampak penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan. BAB II TATA CARA PERMOHONAN IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IUHT) Pasal 2 (1) Pemohon dan standar luas areal adalah : a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dan Badan Usaha Asing dengan luas di atas 5.000 (lima ribu) hektar sampai dengan 50.000 (lima puluh ribu) hektar. b. Koperasi ...../4
-4b. Koperasi masyarakat setempat, firma atau persekutuan komanditer (CV), dengan luas sampai dengan 5.000 (lima ribu) hektar. c. Perorangan dengan luas sampai dengan 1.000 (seribu) hektar. (2) Areal hutan yang dapat dimohon adalah kawasan hutan produksi tetap (HP), hutan produksi terbatas (HPT) dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) serta tidak dibebani hak-hak lain, kecuali hak-hak lain tersebut akan dilepaskan. (3) Areal Ijin Usaha Hutan Tanaman (IUHT) diarahkan pada areal non hutan (semak belukar, padang alang-alang dan tanah kosong), areal hutan tidak produktif dengan potensi kayu bulat berdiameter 30 Cm ke atas dengan volume tidak melebihi 20 m³/ ha. Pasal 3 (1) Permohonan IUHT di wilayah Provinsi Papua diajukan oleh pemohon kepada Gubernur dengan tembusan kepada : a. Menteri Kehutanan; b. Bupati/Walikota yang bersangkutan; c. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi; d. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota yang bersangkutan. (2) Bagi pemohon perorangan, koperasi, firma/CV diwajibkan mengajukan permohonan yang dilengkapi dengan project proposal serta surat pernyataan atau keterangan mengenai lahan dari instansi yang berwenang. (3) Bagi pemohon BUMN, BUMD, BUMS/Asing diwajibkan mengajukan permohonan dengan dilengkapi : a. peta areal yang dimohon dengan skala 1 : 100.000 atau 1 : 250.000 dan peta citra satelit TM Band 542 beserta peta penafsirannya yang berumur tidak lebih dari 2 (dua) tahun. b. rekomendasi Bupati/Walikota yang bersangkutan berdasarkan pertimbangan teknis Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota; c. rekomendasi dari masyarakat adat pemilik hak ulayat yang disahkan oleh Kepala Wilayah Kecamatan setempat. d. usulan proyek (Project Proposal) usaha hutan tanaman. e. akte pendirian perusahaan/koperasi dan perubahan-perubahannya yang telah disahkan oleh pejabat berwenang; f. neraca keuangan perusahaan/koperasi selama 3 (tiga) tahun, kecuali yang baru dibentuk; g. nomor pokok wajib pajak (NPWP). (4) Permohonan IUHT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) menjadi bahan untuk penilaian dan pertimbangan teknis oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi kepada Gubernur.
(5) Permohonan ....../5
-5(5) Permohonan yang kurang lengkap atau tidak memenuhi persyaratan diterbitkan surat penolakannya oleh Gubernur. Pasal 4 Dalam hal Gubernur menyetujui permohonan IUHT, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua menerbitkan surat perintah kepada pemohon untuk : 1. melaksanakan studi kelayakan (feasibility Study) dengan bimbingan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, serta menyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL/UKL/UPL) dengan bimbingan Komisi Amdal Daerah di bawah koordinasi Kepala BAPEDALDA Provinsi. 2. melaporkan hasil studi kelayakan (feasibility Study) dan AMDAL/UKL/UPL yang telah dibuat oleh pemohon sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi selambat-lambatnya 180 (seratus delapan puluh) hari kerja terhitung sejak diterbitkannya surat perintah. Pasal 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan studi kelayakan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kehutanan dan untuk penyusunan AMDAL ditetapkan oleh Komisi Amdal Daerah. Pasal 6 Hasil studi kelayakan serta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL//UKL/UPL) dilaporkan oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi kepada Gubernur. Pasal 7 Dalam hal hasil studi kelayakan dan atau AMDAL tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, diterbitkan surat penolakan oleh Gubernur. Pasal 8 (1) Dalam hal Gubernur menyetujui studi kelayakan dan AMDAL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi menerbitkan : a. Surat Perintah Pembayaran (SPP) Iuran IUHT. b. Peta dan luas areal kerja (working area) IUHT.
(2) Iuran ....../6
-6(2) Iuran IUHT harus dilunasi oleh pemohon selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja setelah diterbitkan SPP Iuran IUHT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 (1) Setelah pemohon melunasi Iuran IUHT dan persyaratan lainnya, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi menyiapkan konsep keputusan pemberian IUHT dan peta areal kerja. (2) Keputusan tentang pemberian IUHT di wilayah Provinsi Papua diterbitkan oleh Gubernur. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 11 (1) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi melakukan perencanaan, pembinaan dan pengawasan teknis atas pelaksanaan IUHT di wilayah Provinsi Papua. (2) Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota melakukan bimbingan, pengendalian dan pengawasan teknis atas pelaksanaan IUHT di wilayah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. (3) Petunjuk teknis tentang perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan IUHT akan diatur lebih lanjut oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 12 Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka semua proses pemberian IUHT di Provinsi Papua wajib mematuhi Keputusan ini. Pasal 13 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Keputusan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua. Ditetapkan di JAYAPURA pada tanggal 15 APRIL 2002 GUBERNUR PROVINSI PAPUA CAP/TTD Drs. J. P. SOLOSSA, M.Si. Diundangkan di Jayapura pada tanggal 16 April 2002 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA CAP/TTD D. ASMURUF LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2002 NOMOR 10 Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli AN. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA KEPALA BIRO HUKUM
A. ALLO RAFRA, SH (MWKL)
-7-
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah RI di Jakarta; Menteri Kehutanan RI di Jakarta; Direktur Jenderal PUMDA Departemen Dalam Negeri di Jakarta; Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan di Jakarta; Ketua DPRD Provinsi Papua di Jayapura; Wakil Gubernur Provinsi Papua di Jayapura; Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua di Jayapura; Kepala Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Provinsi Papua di Jayapura; 9. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi Papua di Jayapura; 10. Kepala Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah Kabupaten/Kota se Papua; 11. Para Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota se Papua; 12. Bupati/Walikota se Papua.