KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI No. Pol.:Kep/ 16 /VII/2005 Nomor : 07 / POLRI - KPK/VII/2005
TENTANG KERJASAMA ANTARA POLRI DAN KPK DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Menimbang: a. bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan perlindungan, pengayoman, pelayanan kepada masyarakat, dan menegakkan hukum termasuk berwenang antara lain melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan; b. bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan koordinasi, supervisi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, maupun monitor terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga negara dan pemerintah; c
bahwa untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka dilakukan kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b dan huruf c, maka dibuat kesepakatan bersama yang dituangkan dalam bentuk Keputusan Bersama antara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepala Kepolisian Negara Rl tentang Kerjasama antara KPK dan POLRI dalam rangka Pembangunan dan Penguatan Kelembagaan dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 8. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tanggal 9 Desember 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi;
3
MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI TENTANG KERJASAMA ANTARA POLRI DAN KPK DALAM RANGKA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan Bersama ini yang dimaksud dengan : 1.
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut POLRI adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
2.
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut KPK adalah Lembaga Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3.
Tindak Pidana Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana yang dimsiksud dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.
Kerjasama adalah kegiatan saling membantu untuk memberantas tindak pidana korupsi secara optimal.
5.
Penyelidik / penyidik adalah Penyelidik / penyidik sebagai mana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana maupun yang dimaksud dalam Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
6.
Supervisi adalah kegiatan pengawasan, penelitian atau penelaahan dan pengambilalihan penyidikan tindak pidana korupsi.
4
7.
Koordinasi adalah kegiatan mengkoordinasikan mengenai penyelidikan, penyidikan penetapan sistem laporan dan permintaan informasi melalui dengar pendapat/pertemuan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
8.
Kajian sistem adalah suatu kegiatan pelayanan Publik.
kajian terhadap
sistem
BAB II TUJUAN, SIFAT DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2 Tujuan keputusan bersama ini adalah untuk saling membantu dalam pemberantasan tindak pidana korupsi secara optimal dengan meningkatkan kinerja dan kemampuan KPK dan POLRI.
Pasal 3 Kerjasama ini bersifat fungsional dengan tidak mengurangi kewenangan masing-masing pihak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 4 Kerjasama yang diatur dalam kesepakatan ini, meliputi: (1) Penguatan kelembagaan : 1. Bantuan personel; 2. Bantuan fasilitas. (2)
Kerjasama operasional: 1. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN); 2. Gratifikasi; 3. Perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 4. Pertukaran informasi; 5. Supervisi; 6. Koordinasi; dan 7. Kajian sistem pelayanan publik di lingkungan POLRI.
5
BAB III PENGUATAN KELEMBAGAAN Pasal 5 Bantuan Personel: a. Dalam rangka peningkatan kemampuan personel, KPK dapat meminta bantuan dalam bidang pendidikan dan pelatihan dengan memanfaatkan lembaga pendidikan POLRI . Hal-hal yang berkaitan dengan kerjasama pendidikan dan pelatihan berupa kurikulum, bahan pengajaran dan pelatihan, tenaga pengajar dan biaya operasional pendidikan diatur lebih lanjut oleh POLRI dan K P K ; b. Dalam hal KPK memerlukan bantuan personel dari POLRI meliputi penyelidik, penyidik, tenaga pengamanan, atau tenaga lainnya, maka Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk, untuk meminta bantuan personel dengan menjelaskan jumlah personel, jangka waktu serta keperluan lainnya; c.
Dalam hal POLRI memerlukan bantuan personel dari KPK meliputi penyelidik, penyidik, ahli keuangan, ahli komputer atau tenaga lainnya, maka KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk, untuk meminta bantuan personel dengan menjelaskan jumlah personel, jangka waktu serta keperluannya; dan
d.
Bantuan personel sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, diberikan setelah ada permintaan tertulis kecuali jika dalam keadaan mendesak permintaan dimaksud dapat disampaikan secara lisan dan selanjutnya disusul dengan permintaan secara tertulis.
Pasal 6 Bantuan fasilitas : a. Dalam hal KPK memerlukan bantuan fasilitas dari POLRI meliputi peralatan penyadapan & perekaman, laboratorium forensik, identifikasi, peralatan pengamanan, fasilitas pendidikan dan pelatihan maupun fasilitas sejenis lainnya maka Pimpinan KPK atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada Kapolri atau pejabat yang ditunjuk untuk meminta bantuan fasilitas dimaksud dengan menjelaskan tujuan penggunaan fasilitas tersebut.
6 b.
Dalam hal POLRI memerlukan bantuan fasilitas dari KPK meliputi peralatan penyadapan & perekaman atau fasilitas sejenis lainnya maka KAPOLRI atau pejabat yang ditunjuk mengirim surat kepada KPK atau pejabat yang ditunjuk untuk meminta bantuan fasilitas dimaksud dengan menjelaskan tujuan penggunaan fasilitas tersebut; dan
c.
Bantuan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diberikan setelah ada permintaan tertulis, kecuali jika dalam keadaan mendesak permintaan dimaksud dapat disampaikan secara lisan dan selanjutnya disusul permintaan secara tertulis.
BAB IV KERJASAMA OPERASIONAL Pasal 7 Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN): a. Untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang prosesnya ditangani oleh POLRI, maka POLRI dapat meminta kepada KPK berkas/dokumen LHKPN yang berindikasi tindak pidana korupsi tersebut, permintaan dilakukan dengan mencantumkan nama penyidik , nama Penyelenggara Negara yang dimaksud dan tujuan dari permintaan tersebut; b. KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus penyelenggara negara yang tidak menyampaikan LHKPN dan tidak bersedia diperiksa harta kekayaannya; c.
KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus penyelenggara negara yang menyampaikan LHKPN dengan keterangan tidak benar;
d.
KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk mendistribusikan formulir LHKPN di lingkungan POLRI;
e.
KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk pemutakhiran data bagi yang berkewajiban membuat LHKPN di lingkungan Polri;
f.
Permintaan sesuai huruf a, b, c, d dan e dilakukan secara tertulis.
7
Pasal 8 Gratifikasi: a. K P K dapat meminta bantuan POLRI untuk mendistribusikan formulir gratifikasi di lingkungan Polri; b.
KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan terhadap gratifikasi yang tidak dilaporkan kepada KPK ;
c.
KPK dapat meminta bantuan POLRI untuk melakukan penyelidikan gratifikasi yang dilaporkan ke KPK yang memuat keterangan tidak benar;
d.
Permintaan bantuan sebagaimana dimaksud huruf a, b dan c dilakukan secara tertulis.
Pasal 9 Perlindungan Saksi dan/atau Pelapor: a. POLRI membantu KPK dalam rangka perlindungan saksi dan/atau pelapor terhadap adanya dugaan tindak korupsi atas permintaan KPK secara tertulis; b.
Perlindungan saksi dan/atau pelapor meliputi jaminan keamanan dan jaminan tidak disidik terhadap saksi dan/atau pelapor yang sedang dilindungi sebelum kasus utamanya memiliki keputusan kekuatan hukum yang tetap;
c.
Perlindungan saksi dan/atau pelapor yang terkait dengan jaminan keamanan dilakukan paling lama setelah adanya keputusan Hakim pada peradilan tingkat pertama;
d.
Perlindungan saksi dan/atau pelapor sebagaimana dimaksud pada hurtif d tidak diberikan apabila saksi dan/atau pelapor teYsebut terlibat dalam perkara tindak pidana lain;
e.
Peddrrian pelaksanaan dan satuan tugas perlindungan saksi/pelapor yang dimaksud pada huruf a, b, c dan d akan diatur lebih lanjut oleh POLRI dan KPK.
8
Pasal 10 Pertukaran informasi: a. KPK dan POLRI melakukan pertukaran informasi yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan kewenangannya masing-masing; b.
Tata cara pertukaran informasi dilakukan dengan permintaan atau pemberian informasi secara tertulis dan ditandatangani oleh Kapolri atau Pimpinan atau Pejabat yang ditunjuk oleh instansi masingmasing;
c.
KPK dapat memberikan informasi kepada POLRI mengenai: 1. Laporan dan/atau pengaduan masyarakat kepada KPK yang berindikasi tindak pidana korupsi dan tindak pidana lainnya; 2. Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang berindikasi adanya tindak pidana; 3. Informasi lain yang diperlukan POLRI dalam rangka melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana;
d.
Polri dapat memberikan informasi kepada KPK mengenai; 1. Laporan perkembangan penyelidikan dan/atau penyidikan atas kasus permintaan KPK atau berdasarkan kasus yang diserahkan oleh KPK 2. Data pendukung LHKPN berupa informasi harta kekayaan bergerak maupun tidak bergerak; 3. Informasi lain yang diperlukan KPK dalam rangka melakukan penyelidikan, penyidikan dan supervisi serta kajian sistem terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
e.
Informasi yang telah diberikan sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d bersifat rahasia.
f.
Pihak penerima informasi bertanggung jawab atas kerahasiaan, penggunaan, dan keamanan informasi.
SUPERVISI DAN KOORDINASI Pasal 11 Supervisi a. KPK dapat meminta Laporan Kemajuan penanganan perkara dan/atau menyelenggarakan gelar perkara atas tindak pidana korupsi yang sedang ditangani atau telah dihentikan penyidikannya atau perkara lain yang diserahkan oleh KPK untuk dilakukan penyelidikan /penyidikan;
9
b.
Dalam hal gelar perkara tindak pidana korupsi yang diminta oleh KPK yang diselenggarakan di kesatuan kewilayan / Polda, KPK dapat juga meminta keikutsertaan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri atau unsur Polri lainnya untuk hadir dalam gelar perkara itu;
c.
KPK dapat mengambil alih penyidikan perkara sebagaimana dimaksud pada huruf a atau huruf b setelah dilakukan gelar perkara bersama;
d.
Pengambilalihan penyidikan yang sedang ditangani oleh satuan kewilayahan/Polda, dilaksanakan melalui Mabes Polri/Bareskrim dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan
Pasal 12 Koordinasi: a. Untuk memperlancar pelaksanaan kerjasama perlu diadakan rapat koordinasi antara Pimpinan KPK dan Kapolri maupun dengan Kapolda yang berkepentingan sekurang-kurangnya 4 (empat) bulan sekali dan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali untuk pelaksana; b.
Penyelenggaraan rapat koordinasi sebagaimana pada huruf a dilakukan sesuai kesepakatan;
c.
KPK dapat melimpahkan proses/hasil penyelidikan tindak pidana korupsi kepada Polri;
d.
Pelimpahan sebagaimana dimaksud huruf c dilakukan dengan membuat dan menandatangani berita acara penyerahan;
e.
Dalam menghadapi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi agar penyelidik KPK dan penyelidik Polri dapat melakukan penyelidikan secara bersama-sama dipimpin oleh Penyelidik KPK.
10
Pasal 13 Pengkajian sistem : Dalam hal dilakukan pengkajian terhadap sistem pelayanan Publik di lingkungan Polri, KPK dapat melakukannya bersama POLRI.
BAB V PEJABAT PENGHUBUNG
Pasal 14 (1)
KPK dan Polri menunjuk sekurang-kurangnya 2 (dua) orang pejabat penghubung di instansi masing-masing;
(2) Penunjukan pejabat penghubung ditetapkan dengan surat keputusan Pimpinan instansi masing-masing; (3) Surat keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan kepada instansi masing-masing.
BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 15 (1)
Pembiayaan dalam mendukung keputusan bersama ini meliputi pembiayaan untuk bantuan personel, fasilitas, biaya operasional dan biaya lainnya;
(2)
Pelaksanaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan dibahas lebih lanjut oleh POLRI dan KPK.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 16 (1)
Hal-hal yang belum diatur dalam Keputusan Bersama ini akan diputuskan bersama oleh Pimpinan KPK dan Kapolri.
11
(2) Jika dalam Keputusan Bersama ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka hal tersebut akan merujuk kepada undang-undang yang berlaku. (3)
Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal penandatanganan sampai dengan 2 (dua) tahun lamanya dan akan ditinjau kembali.
KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
Drs. TAUFIEQURACHMAN RUKI, SH
Ditetapkan di Pada tanggal KEPALA KE REPU
Jakarta 7 JULI
2005
ISIAN NEGARA NDONESIA
Drs. DA'I BACHTIAR. SH JENDERAL POLISI