KENDALA PENGEMBANGAN EKSPOR PADA INDUSTRI PENGALENGAN IKAN DI KABUPATEN BANYUWANGI, PROPINSI JAWA TIMUR

KENDALA PENGEMBANGAN EKSPOR PADA INDUSTRI PENGALENGAN IKAN DI KABUPATEN BANYUWANGI, PROPINSI JAWA TIMUR EXPORT DEVELOPMENT HANDICAPS OF INDUSTRIAL OF FISH CANNING IN BANYUWANGI REGENCY, EAST JAVA. Oleh: Tajerin dan Mursidin Staf Peneliti pada Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jl. K.S. Tubun Petamburan VI Jakarta 10260

Abstract Indonesian as a country have approval enterprise of fish processing majority compared another countries in ASEAN areas. The ironic, amount of this companies not yet followed by capability and performance of export was available. Probably, this condition becaused various handicaps from domestic and foreign countries of export aim. The research a bout export development handicaps of industrial of fisheries product processing conducted on Juny from September 2003 using cases companies of fish caning in Banyuwangi District, East Java. The data analized using descriptif and tabulation analysis considered by respondens perception for a certainly topics. The result of research showed any five principle handicaps (macro and micro aspects) faced fish caning industrial to attain export increasing, are loan interest hingly, export procedures was too long, taxs procedure, capitals and row materials. Policy implication in macro and micro level simultaneously very needed to effectively exceed its export development handicaps.

Keyword: Handicaps, Export, Fisheries, Caning

PENDAHULUAN Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani merupakan bahan makanan penting yang dapat memberikan sumbangan cukup besar dalam peningkatan gizi masyarakat. Daging ikan selain mengandung protein juga mempunyai kandungan air cukup tinggi yang merupakan media kehidupana bagi bakteri pembusuk, sehingga ikan akan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi seperti ini sangat merugikan karena akan banyak ikan yang tidak dapat dimanfaatkan dan dibuang terutama pada saat kondisi melimpah (Moelijanto, 1992). Pengawetan atau pengolahan perlu diketahui untuk memusnahkan atau mengurangi jumlah bakteri sehingga kualitas ikan dapat dipertahankan dalam kondisi yang baik untuk waktu yang relatif lama. Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mencegah proses pembusukan ikan

Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 2/2006

tersebut adalah dengan jalan pengalengan (Akhirudin, 1985). Pada saat ini banyak didirikan perusahaan yang bergerak dibidang pengalengan. Terdapat banyak jenis ikan yang biasa dikalengkan seperti ikan tuna cakalang dan lemuru. Keuntungan dari adanya pengalengan ini yaitu terciptanya diversifikasi produk olahan seperti dari tuna cakalang dan lemuru, dimana ikan mempunyai daya awet yang lebih panjang, rasa yang enak dan merupakan produk yang siap dimakan, di samping itu nilai ekonomis ikan tersebut juga akan meningkat karena dapat memberikan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi dengan pengalengan. Jumlah unit pengolahan (eksportir) produk perikanan yang standar kompetensi dan diakui oleh dunia internasional dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sebagai contoh, jumlah unit pengolah

24

yang mendapatkan “approval number” dari Komisi Eropa. Pada awal tahun 1996 hanya sekitar 100 unit, pada tahun 2001 jumlahnya meningkat menjadi 283 unit. Menurut catatan Komisi Eropa, Indonesia mempunyai jumlah perusahaan pengolah ikan terdaftar yang paling besar dibandingkan dengan negara-negara lain di seluruh dunia. Namun ironisnya, jumlah perusahaan pengolah ikan yang banyak ini belum diikuti dengan kemampuan dan kinerja ekspor yang sepadan bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Hal ini dimungkinkan karena pengembangan ekspor produk pengolahan perikanan dewasa ini dihadapkan pada berbagai kendala baik yang berasal dari negara tujuan ekspor maupun dari dalam negeri sendiri (Putro, 2003). Berbagai studi telah banyak dilakukan untuk mengkaji latar belakang rendahnya kinerja ekspor dan posisi daya saing industri nasional. Secara umum faktorfaktor yang menjadi kendala meliputi antara lain fakor kualitas sumberdaya manusia (SDM), tingkat penggunaan/penguasaan teknologi yang rendah, sistem infrastruktur nasional yang belum memadai, dan pemasaran serta sikap sebagian masyarakat yang masih mengunggulkan produk impor. Kondisi ini diperparah lagi dengan masih rumitnya birokrasi yang dihadapi industri nasional kita (Tambunan, 1994; Thee Kian Wie, 1995). Di samping kendala umum tersebut terdapat kendala yang lebih spesifik yang dihadapi industri nasional berdasarkan skala usaha dan sektornya. Kendala yang lebih spesifik ini agaknya belum banyak dikaji secara mendalam, khususnya pada industri pengolahan produk perikanan. Oleh karena itu, untuk mengetahui kendala tersebut diperlukan studi pada tingkat mikro dari industri pengolahan produk perikanan. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki jumlah perusahaan pengalengan ikan yang cukup banyak adalah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Di daerah ini terdapat sebanyak 12


perusahaan pengalengan ikan dengan kapasitas produksi 20 ton per unit per tahun (BPS, 2002). Diharapkan dengan menggunakan kasus perusahaan pengolahan produk pengalengan di Kabupaten Banyuwangi ini dapat mengungkap permasalahan kendalakendala serta alternatif kebijakan pengembangan ekspor produk pengolahan perikanan, khususnya untuk Kabupaten Banyuwangi itu sendiri dan umumnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi penentu kebijkan terkait baik di tingkat daerah maupun pusat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala pengembangan ekspor industri pengolahan produk perikanan. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi peningkatan efektifitas program ataupun kebijakan peningkatan ekspor khususnya pada produk hasil perikanan Indonesia. METODOLOGI PENELITIAN Landasan Teoritis Pertumbuhan atau tingkat pembangunan ekonomi memiliki keterkaitan yang erat dengan perubahan struktural di sektor industri pengolahan atau pola (pattern) perkembangan industri pengolahan dengan laju pertumbuhan outputnya secara teoritis masih relatif terbatas. Hoselitz (1995) menyatakan bahwa dalam suatu proses pembangunan di suatu wilayah (misalnya negara), yang tercerminkan dalam laju pertumbuhan PDB-nya, kontribusi sektor industri pengolahan tergolong besar terutama dalam bentuk penyerapan jumlah tenaga kerja maupun pangsa nilai output atau nilai tambahnya terhadap output agregat (PDB). Hasil studi empiris yang dilakukan oleh Hoselitz (1995) dan Anderson (1982) memberi suatu indikasi bahwa perubahan size structure di sektor industri pengolahan terjadi dalam beberapa fase mengikuti perubahan tingkat pembangunan. Pada tingkat pendapatan riil per kapita yang masih sangat vrendah

25

Industri Kecil (IK) terutama dari kategori Industri Rumah Tangga (IRT) sangat dominan di sektor pengolahan, sedangkan pada tingkat pembagunan yang sangat maju industri skala menengah (ISM) dan terutama Industri Skala Besar (ISB) sangat dominan. Walaupun banyak perhatian yang diberikan pemerintah dalam rangka meningkat peran industri pengolahan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi, perkembangan industri kecil (IK) terutama di sub sektor- sub sektor tertentu seperti agroindustri termasuk di dalamnya industri pengolahan produk perikanan di Indonesia masih menghadapi berbagai kendala internal (seperti manajemen, organisasi, proses produksi dan ketenagakerjaan) maupun kendala eksternal (seperti pengadaan bahan baku dan dana investasi khususnya akses ke bank kredit) dan pemasaran/industri. Perkembangan agroindustri skala kecil di pedesaan mengahadpi berbagai kendala struktural. Menurut Saragih dan Krisnamurti (1994) kegiatan pertanian (termasuk perikanan) belum memberikan dukungan yang optimal terhadap perkembangan agroindustri karena sebagian besar pola produksi komoditi pertanian (termasuk perikanan) belum terpusatkan pada satu areal sehingga skala ekonomi daerah belum efisien. Sering dijumpai di desa-desa di mana industri kecil di sektor pengolahan yang membuat barang yang sama dengan memakai komoditas pertanian (termasuk perikanan) yang sama tetapi tidak berkelompok pada suatu lokasi tertentu, melainkan terpencar-pencar terutama disebabkan oleh lokasi sumber bahan bakunya juga terpencar-pencar. Oleh karena itu kegiatan industri tersebut tidak menghasilkan keuntungan dari sisi aglomerasi ekonomi (Tambunan, 1994). Penentuan Lokasi dan Responden Penelitian ini dilakukan pada bulan JuniSeptember 2003 dengan mengambil kasus lokasi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penentuan lokasi tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa


lokasi tersebut merupakan salah satu sentra industri pengalengan ikan terutama tuna cakalang dan lemuru. Responden dalam penelitian ini adalah para pengusaha pengalengan ikan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Populasi perusahaan pengalengan ikan di Kabupaten sebanyak 12 buah. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metoda sensus mengingat populasinya yang relatif sedikit. Dengan demikian jumlah responden menjadi sebanyak 12 orang pengusaha yang terdiri dari enam orang pengusaha pengalengan ikan tuna cakalang dan enam orang pengusaha pengalengan ikan lemuru. Pengambilan Data Penelitian ini pada dasarnya merupakan studi kasus dengan subjek kendala pengembangan ekspor produk pengalengan ikan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk melihat fenomena makro kendala pengembangan ekspor tersebut di tingkat mikro (perusahaan-perusahaan pengolahan produk pengalengan ikan di daerah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur). Data yang diperoleh merupakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pengusaha pengolahan produk perikanan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik “open-ended” yang diarahkan kepada upaya pengungkapan informasi mengenai: (a) kendala pengembangan ekspor baik yang berasal dari negara tujuan ekspor maupun dalam negeri, (b) peran pemerintah berkaitan dengan upaya pengembangan ekspor dan (c) kebijakankebijakan pemerintah yang dipandang berpengaruh terhadap kinerja pengembangan ekspor produk pengolahan perikanan. Wawancara dengan pendekatan teknik “open-ended” merupakan salah satu metoda wawancara yang paling umum dilakukan dalam studi kasus, dimana peneliti dapat bertanya kepada responden kunci tentang fakta-

26

fakta suatu peristiwa tertentu di samping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (Suyanto et al., 1995). Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumbersumber publikasi instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi. Analisis Data Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan tabulasi berdasarkan keragaman pandangan atau pendapat yang diberikan responden terhadap suatu topik tertentu. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN

DAN

Keragaan Industri Pengolahan Produk Perikanan Industri pengolahan produk perikanan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur melibatkan kalangan pabrikan yang berfungsi menangani: (a) pasca panen tanpa merubah bentuk hasil, seperti pembekuan ikan dan (b) agroindustri yang menggunakan ikan sebagai bahan baku produknya, seperti pabrik tepung ikan, minyak ikan, pengalengan serta industri pengawetan ikan lainnya seperti pengasinan, terasi, kerupuk dan sebagainya. Beberapa jenis industri pengolahan produk perikanan di Kabupaten Banyuwangi antara lain: (a) pengalengan ikan sebanyak 12 perusahaan dengan kapasitas 20 ton per unit, (b) cold storage sebanyak 19 perusahaan dengan kapasitas 10 ton per unit, (c) pemindangan lebih dari 1 ton sebanyak 27 perusahaan, (d) pemindangan kurang dari 1 ton sebanyak


71 perusahaan, (e) pengasinan sebanyak 28 perusahaan dengan kapasitas 1 ton, (f) tepung ikan mekanik sebanyak 28 perusahaan dengan kapasitas 50 ton per unit, (g) tepung ikan tradisional 71 perusahaan dengan kapasitas 5 ton per unit, (h) pembuatan terasi sebanyak 1 perusahaan dengan kapasitas 100 kg, dan (i) pembuatan petis sebanyak 5 perusahaan dengan kapasitas 150 kg. Kendala Pengembangan Ekspor Produk Industri Pengolahan Perikanan Industri pengolahan produk perikanan di Banyuwangi pada umumnya tergolong dalam kelompok industri kecil dan menengah. Salah satu karakteristik industri kecil dan menengah adalah relatif sulitnya untuk berkembang dengan cepat karena seolah dihadapkan pada lingkaran tak berujung pangkal. Industri tetap kecil karena dihadapkan pada serangkaian masalah seperti modal terbatas, bahan baku sulit diperoleh, kemampuan teknik produksi dan manajemen terbatas, dan pemasaran yang relatif sulit karena dihadapkan struktur pasar yang sangat kompetitif, bukan saja kompetisi antar industri menengah dan kecil melainkan ada kalanya juga dengan industri besar. Berdasarkan Tabel 1 dalam studi ini terungkap bahwa ada dua kendala utama di dalam negeri yang sifatnya eksternal bagai pengembangan usaha pengolahan produk perikanan di Kabupaten Banyuwangi. Kedua kendala tersebut adalah (1) relatif tingginya bunga bank (91,67%) dan (2) prosedur ekspor masih terlalu panjang (75,00%).

27

Tabel 1.

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Kendala di Dalam Negeri Terhadap Peningkatan Ekspor Produk Industri Pengalengan Ikan (N-total =12) Jumlah (Orang)*) 3 9 2 3 11 2 2 2 3 2 2

Jenis Kendala Peraturan Perpajakan yang Memberatkan Prosedur Ekspor Masih Terlalu Panjang Tingginya tariff Ekspor Pungutan Tidak Resmi Tingginya Tingkat Bunga Bank Relatif Tingginya Tingkat Inflasi Fasilitas Pelabuhan Kurang Memadai Pasokan bahan Baku Tidak Kontinu Sebagian Bahan Baku Masih Diimpor Kualitas Produk Kurang Memadai Sistem Transportasi Kurang Efisien

Persentase 25,00 75,00 16,67 25,00 91,67 16,67 8,33 8,33 25,00 16,67 16,67

Sumber: Data primer, 2003 *) Pengusaha memberikan jawaban lebih dari satu jenis kendala

Berkenaan dengan kendala tingginya tingkat suku bunga, banyak ahli ekonomi berpendapat bahwa tingginya suku bunga tidak akan mengganggu kelancaran usaha industri kecil karena selama ini memperoleh sebagian dananya dari lembaga keuangan informal dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga keuangan formal. Tetapi studi ini menunjukkan bahwa sekitar 91,7% indutri pengolahan produk perikanan menganggap bahwa suku bunga tinggi merupakan salah satu kendala utama dalam pengembangan usaha dan ekspor. Hal ini berarti bahwa deregulasi perbankan yang telah berhasil menghimpun tabungan masyarakat dan kebijakan kurs devisa mengambang terkendali yang telah secara efektif berhasil mengendalikan capital flight dan menghindarkan diri dari kebijakan devaluasi yang tidak popular, ternyata menimbulkan beban bagi industri pengolahan produk perikanan pada umumnya. Tampaknya diperlukan evaluasi terhadap rezim kebijakan moneter yang terlalu berpihak pada doktrin neoklasik tersebut. Sedangkan terkait dengan kendala prosedur ekspor masih terlalu panjang, meskipun berbagai paket kebijakan


deregulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam bidang perdagangan internasional dimaksudkan antara lain untuk menyederhanakan dan memangkas birokrasi dan prosedur ekspor, tetapi para eksportir menganggap bahwa prosedur ekspor kita masih terlalu panjang. Kemungkinan penyebabnya adalah jalur birokrasi atau prosedur ekspor yang tertuang dalam berbagai paket kebijakan deregulasi memang masih terlalu panjang. Kemungkinan yang lain adalah ketidakmampuan aparat pelaksana di lapangan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan petunjuk pelaksanaan yang ada. Kemungkinan yang ketiga adalah ketidakmampuan atau kekurangan inovatif aparat pelaksana untuk menterjemahkan misi kebijakan pemerintah tersebut, karena ketiadaan petunjuk pelaksanaan di lapangan. Faktor-faktor lain yang menjadi kendala dalam pengembangan ekspor produk industri pengolahan perikanan adalah peraturan perpajakan pemerintah, pengadaan bahan baku, biaya dan sistem transportasi serta kualitas produk. Faktor yang terakhir ini sering dianggap sebagai masalah karena rendahnya kemampuan teknologi dan keterampilan tenaga kerja.

28

Tabel 2. Kendala di Negara Tujuan Terhadap Peningkatan Ekspor Produk Industri Pengalengan Ikan No. 1 2 3 4

Jenis Kendala Persaingan semakin ketat Tingginya tariff Ekspor Hambatan bukan tarif Pemasaran dan Ekspor tak langsung Jumlah

Jumlah (Orang) *)

Persentase (%)

8 2 3 1 12

66,67 16,67 25,00 8,33 100,00

Sumber: Data Primer, 2003

Adapun kendala utama yang dihadapi oleh eksportir di negara tujuan adalah berupa persaingan yang semakin kuat, sedangkan tarif maupun hambatan bukan tarif sama sekali tidak dianggap sebagai kendala (Tabel 2). Hanya sebagian kecil responden yang menganggapnya sebagai kendala, itu pun bukan kendala yang berarti. Bentuk persaingan yang dihadapi terutama adalah harga. Hal ini menunjukkan bahwa segmen pasar produk-produk industri pengalengan ikan Kabupaten Banyuwangi adalah kelas menengah ke bawah. Dalam segmen ini harga merupakan faktor yang terpenting, sedangkan kualitas menempati urutan penting berikutnya karena terbatasnya daya beli. Dalam persaingan global yang semakin ketat terutama dalam segmen pasar kelas menengah ke bawah seperti itu, efisiensi merupakan faktor kunci dalam memenangkan kompetisi. Berbagai

kendala yang menjadi penyebab tingginya ongkos produksi seperti telah diuraikan, mutlak mendapatkan perhatian lebih serius dan konsisten. Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Kendala Ekspor Dari hasil studi pada tingkat mikro di perusahaan-perusahaan industri pengalengan ikan Kabupaten Banyuwangi diidentifikasi bahwa campur tangan pemerintah belum seperti yang diharapkan. Dalam hal pemasaran ke luar negeri, misalnya dorongan pemerintah relatif masih rendah. Demikian pula halnya dengan dorongan dari lembaga dunia usaha lainnya, seperti KADINDA (Kamar Dagang dan Industri Daerah) dan asosiasi pengusaha lainnya. Upaya ekspor yang dilakukan oleh industri pengalengan ikan lebih didominasi oleh upaya atas inisiatif pengusaha itu sendiri.

Tabel 3. Upaya Pengusaha Industri Pengalengan Ikan Untuk Menembus Pasar Luar Negeri Upaya yang Ditempuh Atas Inisiatif Sendiri Dorongan Pemerintah Asosiasi Pengusaha KADINDA Jumlah

Jumlah (Orang) 8 1 2 1 12

Persentase (%) 66,67 8,33 16,67 8,33 100,00


Dari Tabel 3 diketahui bahwa peran yang umumnya diberikan pemerintah dan dunia usaha lainnya dalam membantu industri pengalengan ikan masih terbatas pada pemberian informasi tentang potensi pasar di luar negeri secara terbatas dan mengajak pengusaha untuk mengikuti


pameran. Sedangkan peran pemerintah dan dunia usaha dalam memperkenalkan dengan calon importir di luar negeri dan pemberian insentif kebijakan ekspor berupa debirokratisasi serta bentuk-bentuk pelatihan masih rendah.

29

Tabel 4. Peran Pemerintah dalam Meningkatkan Ekspor Industri Pengalengan Ikan Peran Pemerintah Tidak Ada Memberikan Informasi Potensi Pasar Mengajak Pengusaha Untuk Pameran Memperkenalkan Calon Importir Kebijakan Ekspor dan Deregulasi Jumlah

Jumlah (Orang) 6 2 2 1 1 12

Persentase (%) 50,00 16,67 16,67 8,33 8,33 100,00


Peran pemerintah yang rendah, tampak dari total jumlah perusahaan yang diwawancarai melalui daftar pertanyaan, sebanyak 50,00 persen perusahaan industri pengalengan ikan menyatakan belum/tidak pernah mendapatkan bantuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan daya saing produkproduknya di pasar luar negeri (Tabel 4).

Dari Tabel 5 diketahui bahwa di antara kebijakan pemerintah yang diharapkan oleh perusahaan industri pengalengan ikan dalam mendorong ekspor perusahaannya adalah kebijakan dalam penyederhanaan prosedur ekspor (100,00 persen) dan penurunan pajak ekspor (75,00 persen) serta subsidi ekspor (66,7 persen).

Tabel 5. Kebijakan Pemerintah yang Berpengaruh dalam Peningkatkan Ekspor Produk Industri Pengalengan Ikan (N-total = 12) Kebijakan Pemerintah Penurunan pajak ekspor Penyederhanaan prosedur ekspor Subsidi ekspor

Jumlah (Orang) *) 9 12 8

Persentase (%) 75,00 100,00 66,67

Sumber: Data Primer, 2003 *) Pengusaha memberikan jawaban lebih dari satu jenis kebijakan pemerintah

Tingginya proporsi permintaan terhadap ketiga kebijakan ini tentu saja dimaksudkan oleh pengusaha agar mereka dapat menjual produk-produk yang dihasilkan dengan harga bersaing di pasaran ekspor. Pengaruh dari ketiga kebijakan ini menurut pengusaha industri pengalengan ikan adalah positif dalam mendorong peningkatan ekspor mereka. Selanjutnya pada Tabel 6 diketahui pula bahwa di samping bantuan modal usaha yang diperlukan industri pengalengan


ikan, jenis-jenis bantuan lain juga diharapkan dapat diberikan oleh pemerintah dalam upaya membantu pengusaha melakukan ekspor. Di antara berbagai jenis bantuan yang diharapkan tersebut adalah bantuan/insentif pajak rendah bagi perusahaan industri pengalengan ikan. Jenis bantuan ini sangat diinginkan oleh pengusaha, kemudian diikuti dengan bantuan transportasi, prosedur ekspor dan pemasaran.

30

Tabel 6. Bentuk Bantuan Pemerintah yang Diharapkan Perusahaan untuk Mengekspor Produk Industri Pengalengan Ikan (N-total = 12) Bentuk Bantuan Pemerintah Bantuan Modal (Bunga Ringan atau Subsidi) Pajak rendah Transportasi Prosedur ekspor dipermudah Pemasaran

Jumlah (Orang) *) 11 4 2 9 7

Persentase (%) 91,67 33,33 16,67 75,00 58,33

Sumber: Data Primer, 2003 ) * Pengusaha memberikan jawaban lebih dari satu bentuk bantuan pemerintahA

Alasan utama yang mendasari pilihan jenis-jenis bantuan tersebut karena berdasarkan pengalaman industri pengalengan ikan selama ini masalahmasalah tersebut merupakan kendala yang masih dihadapi dalam upaya meningkatkan ekspor. Oleh karena itu, untuk mendorong kemampuan ekspor industri pengalengan ikan ke pasar luar negeri, maka perhatian dan bantuan pemerintah terhadap jenis-jenis bantuan tersebut mutlak diperlukan. Namun dalam pemberian bantuan tersebut aspek efisiensi dan produktivitas jenis usaha industri pengalengan ikan harus dijadikan pertimbangan pemerintah. Berdasarkan temuan di atas dapat diketahui bahwa industri pengalengan ikan Kabupaten Banyuwangi menghadapi berbagai kendala serius dalam upaya ekspansi usahanya. Kendala tersebut tidak hanya meliputi kendala kapital (modal), pemasaran dan rendahnya kualitas sumber daya manusia serta teknologi, namun juga kendala high cost economy, karena inefisiensi dalam pemasaran. Akibatnya, industri pengalengan ikan mengalami ketidakmampuan dalam menghadapi persaingan yang ketat di dalam maupun di luar negeri. KESIMPULAN Berdasarkan aspek makro dan mikro, terdapat empat kendala utama yang dihadapi industri pengolahan produk perikanan dalam upayanya untuk meningkatkan ekspor, yaitu tingginya suku


bunga pinjaman bank, prosedur ekspor yang masih terlalu panjang, permodalan dan bahan baku. Saran Untuk mengatasi beberapa kendala yang menghambat peningkatan daya saing ekspor produk yang dihasilkan dari industri perikanan, dapat diajukan beberapa saran untuk bahan masukan rumusan alternatif kebijakan, yaitu sebagai berikut: 1. Alternatif kebijakan makro yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengatasi kendala utama pengembangan ekspor produk industri pengolahan perikanan adalah: (a) Mengendalikan tingkat inflasi sebagai salah satu penyebab tingginya suku bunga melalui kebijakan fiskal kontraktif; dan. (b) Meningkatkan efisiensi sistem birokrasi pemerintah untuk memperbaiki kinerja pemerintah dalam memberikan pelayanan yang memuaskan melalui upaya efektif maksimalisasi produktivitas, memacu efisiensi dan mempercepat kemandirian 2. Alternatif kebijakan mikro yang perlu dilakukan pemerintah berkaitan dengan kebijakan permodalan dan kebijakan bahan baku, adalah: (a) Kebijakan subsidi suku bunga pinjaman untuk usaha pengolahan produk perikanan, paling tidak untuk jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang mutlak diperlukan upaya untuk menurunkan suku bunga pinjaman secara keseluruhan, tidak hanya

31

khusus bagi usaha pengolahan produk perikanan. (b) Memperpendek mata rantai pemasaran bahan baku serta mengefektifkan peran asosiasi sehingga dapat membeli bahan baku dalam partai atau jumlah

besar dengan harapan terdapat harga yang lebih murah dan (c) Meningkatkan kemampuan teknis dan kesadaran produsen untuk menghasilkan bahan baku yang lebih bermutu

DAFTAR PUSTAKA Afrianto dan Livianti. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Kanisius Jakarta. Hal. 33-41. 1989.

1988 pada Sistem Keuangan Indonesia. Gramedia. Jakarta. Hal. 27-36. 1990.

Anderson, D. Small-Scale Industry in Developing Countries: A Discussion of the Issues. Word Development, New York. 10 (11). 1982.

Osborne, D. and Gaebler, T. Reinventing Government: How the Enterprenuerial Spirit is Transforming the Public Sector. Boston, USA. P. 124-165. 1992.

Irawan, A. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan. Penerbit Aneka. Solo. Hal. 25-36. 1995. Akhiruddin. Pengalengan Ikan. CV. Armico. Bandung. Hal. 42. 1985. BPS Daerah Jawa Timur. Jawa Timur dalam Angka 2002. Surabaya. 228 halaman. 2002. Dornbusch, R. Open Economy Macro Economics. Basic Book Inc. Publishers. New York. P. 322-341. 1980. Hoselitz, B.F. Small Industry in Underdeveloped Countries. Journal of Economic History, New York. 19 (4). 1995. Mc. Kinnon, R.I. Money and Capital in Economic Development. The Broking Institution. Washington D.C. p. 73-94. 1973. Mulijanto. Pengolahan Hasil-Hasil Sampingan Ikan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 56-69. 1982. Nasution, A. Tinjauan Ekonomi Atas Dampak Paket Deregulasi Tahun


Putro, S. Penahanan dan Penolakan Ekspor Hasil Perikanan di Uni Eropa. Dalam buku ”Menggapai Cita-Cita Luhur: Perikanan Sebagai Sektor Andalan Nasional”. Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Jakarta. Hal. 285-294. 2003. Sagir, S. Alternatif Pembiayaan Sektor Usaha Kecil. dalam Sotojo dan Heru. Profil Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia. Lembaga Manajemen FE-UI. Jakarta. Hal. 71-89. 1994. Saragih, B. Dan Krisnamurti, B. Dari Pertanian ke Agrobisnis dan Agroindustri: Pengembangan Usaha Kecil Pedesaan. Depatemen Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil. Jakarta. 43 halaman. 1994. Suyanto, B., Susilo I.B., Surbakti, R. Dan Cahyana, Y.Y. Metode Penelitian Sosial. Airlangga University Press. Surabaya. Hal. 37-51. 1995. Tambunan, T. The Role of Small-Scale Industries in Rural Economic Development. Thesis Publishers.

32

Erasmus University, Rotterdam. 247 P. 1994.


Thee Kian Wie. Intra-Regional Investment and Technology Transfer in Indonesia. Asian Productivity Asian. Tokyo. P. 18-23. 1995.

33

KENDALA PENGEMBANGAN EKSPOR PADA INDUSTRI PENGALENGAN IKAN DI KABUPATEN BANYUWANGI, PROPINSI JAWA TIMUR

Recommend Documents