1
KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Khoirul Ihwanudin1 Abstrak Keharmonisan dalam rumah tangga menjadi hilang saat tindakan kekerasan mulai dilakukan suami terhadap perempuan (istri) dalam suatu hubungan rumah tangga. Suami berpandangan bahwa memiliki wewenang dan kuasa yang lebih tinggi dari pada perempuan, sehingga dengan mudahnya seorang suami melakukan kekerasan terhadap istrinya. Bentuk-bentuk kekeraasan dalam rumah tangga yaitu kekerasan secara fisik, psikologi, seksual dan ekonomi. Kekerasan tersebut adalah kekerasan yang sering dilakukan suami terhadap istrinya. Kata kunci :Kerasan berbasis gender, KDRT PENDAHULUAN Hidup berumah tangga yang semula diharapkan menjadi tempat bersatunya dua insan yang saling menyayangi, melengkapi satu sama lain dan hidup bersama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Namun dalam proses dan perjalan hidup berumah tangga timbulnya suatu perselisihan, perbedaan pendapat bahkan adanya tindakan kekerasan antara suami dengan istrinya. sehingga dapat mengakibatkan ketidakharmonisan di dalam suatu rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu bentuk tindakan kriminalitas yang terjadi di dalam hubungan rumah tangga. Meskipun selama ini persoalanpersoalan mengenai kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai persoalan yang sifatnya sangat pribadi, dan hanya diselesaikan dalam ruang lingkup rumah tangga saja.Akan tetapi perbuatan ini tidak dapat diselesaikan secara pribadi begitu saja, jika saja hanya berlangsung secara singkat dan kekerasan yang dilakukan nyaringan maka dapat di toleransi dan dapat diselesaikan secara pribadi. Namun untuk mencegah agar kekerasan ini tidak berdampak negatif dan berlangsung secara terus-menerus maka memerlukan suatu peraturan tentang nilai dan norma yang berlaku dalam mengatur 1
Mahasiswa Universitas Negeri Padang dengan NIM 1206063
2
kekerasan dalam rumah tangga ini, sehingga tercapainya keharmonisan dalam rumah tangga. Kekerasan barbasis gender merupakan tindakan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan khususnya oleh suami terhadap istri. Berdasarkan catatan tahunan Komnas perempuan dalam Herian (2013:4) menunjukan bahwa sepanjang tahun 2010 dilaporkan 105.103 tindakan kekerasan terhadap perempuan dan pada tahun 2011 sebanyak 119.107 laporan tindakan kekerasan tehadap perempuan. Melihat data dari Komnas perempuan tentang kekerasan perempuan dalam rumah tangga ini menunjukan bahwa terjadi peningkatan kasus kekerasan yang di alami perempuan di setiap tahunnya. Tindakan dalam suatu proses mencegah, melindungi korban, dan memberikan sanksi terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga merupakan kewajiban dari negara dan masyarakat untuk melaksanakannya, sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di dalam masyarakat dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1995. Sunarto (2007:1) negara berpandangan bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat manusia serta sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Berdasarkan latar belakang di atas, kekerasan dalam rumah tangga di alami oleh istri sangat tinggi dan mengakibatkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga. Lalu, bagaimana bentuk-bentuk kekeresan dalam rumah tangga, hal-hal yang menyebabkannya dan penaggulangan kekerasan dalam rumah tangga. Bentuk-Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekerasan merupakan tindakan yang dapat mengakibatkan dampak negatif bagi masyarakat, lingkungan terutama bagi keluarga yaitu kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan ini tidak hanya perbuatan yang diarahkan kepada fisik saja, namun psikologi dan seksual pun dapat menjadi sasaran dari kekerasan tersebut. Pada
3
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Secara umum kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan di bagi menjadi empat yaitu: 1. Kekerasan secara psikologi Yaitu
perbuatan
yang
dilakukan
pelaku
terhadap
korbannya
yang
mengakibatkan timbulnya rasa ketakutan, ketidakberdayaan, hilangnya rasa percaya diri, bahkan tekanan psikologi yang berat karena terlalu sering menerima kekerasan psikologi. Tindakan kekerasan secara psikologi ini misalnya mengancam, menghina, memaki-maki korbannya. Kekerasan secara psikologi ini bardampak pada ketidakharmonisan dan mengganggu mental dan perasaan terutama pada seorang istri sebagai korban dari suaminya. 2. Kekerasan secara fisik Yaitu tindakan yang dilakukan kepada fisik seseorang dengan tujuan membuat korbannya tidak berdaya. Kekerasan fisik ini sering kali dilakukan oleh suami terhadap istrinya karena seorang perempuan dianggap lemah, baik dari segi melawan balik maupun saat mempertahankan diri. Sehingga kekerasan fisik dengan mudah dilakukan oleh suami. Kekerasan ini misalnya berupa penganiayaan berat seperti menendang, memukul, melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain yang dapat mengakibatkan cedera berat, cacat, luka pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati, bahkan dapat menimbulkan kematian korbannya. 3. Kekerasan seksual Yaitu setiap perbuatan yang ditujukan terhadap tubuh atau seksualitas seseorang. Menurut Nuhatama (2011) “Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.”
4
4. Kekerasan ekomoni Suatu tindakan yaitu melalaikan peran dan tugas seorang suami terhadap keluarga. Yaitu memberikan nafkah, memenuhi kebetuhan keluarga, hingga menelantarkannya. Bahkan bentuk kekerasan ekonomi ini dapat berbentuk suatu paksaan kepada korban untuk bekerja dengan cara ekploitasi perempuan termasuk pelacuran. Keempat bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga dalam UndangUndang Republik Indonesia nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini tersebut, merupakan bentuk-bentukdari kekerasan yang sering di alami perempuan dalam rumah tangga. Bentuk kekerasan ini dibuktikan pada cerita tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga yang di alami oleh Ibu Upik. Berdasarkan hasil wawancara dalam Sunarto (2007:28) di ceritakan bahwa Ibu Upik telah mengalami kekerasan dalam rumah tangga lebih dari dua tahun, ketika Ibu Upik dengan suaminya membuka usaha orgen tunggal. Semula usaha tersebut untuk menambah penghasilan keluarganya, karena suami Ibu Upik memiliki keterampilan dalam bidang orgen tunggal. Namun lama kelamaan seiring waktu berjalan sikap suaminya menjadi berubah, dan uang hasil usaha orgen itu semakin berkurang sewaktu di terima oleh Ibu upik. Ternyata suami Ibu mulai selingkuh dengan seseorang perempuan yang bekerja sebagai penyanyi, dan suaminya jarang pulang dan jika sewaktu pulang sikap suaminya menjadi sering marah-marah dan berlaku kasar. Suatu hari Ibu Upik mengetahui bahwa suaminya telah menikah lagi tanpa sepengetahuannya. Sehingga pertengkaran pun terjadi sampai akhirnya saling pukul antara suami istri ini. Kerena Ibu Upik tidak sanggup melawan suaminya, Ibu Upik mengalami luka-luka yang serius pada sebagian tubuhnya. Berdasarkan cerita dalam kasus Ibu Upik yang mengalami tindakan kekerasan dalam rumah tangga menunjukan bahwa seorang suami dengan mudahnya melakukan tindakan kekerasan tersebut, tanpa memikirkan dampak negatif dari perbuatannya.
5
Perbuatan tersebut disebabkan oleh orang ke tiga dan kurangnya kontrol emosional yang baik sehingga menimbulkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Hal-hal lain yang Melatarbelakangi Terjadinya Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga Pada kasus Kekerasan berbasis gender dalam bentuk Kekersan dalam rumah tangga dan perempuan sebagai korbannya. Berdasakan Tim Unit Khusus Penanganan Kasus SPEK-HAM mengungkapkan bahwa, kekerasan rumah tangga dilatarbelakangi yaitu1) dominasi suami dalam keluarga, 2) tuntutan atau persoalan ekonomi yang sulit untuk dipenuhi, dan 3) perselingkuhan dan juga sifat posesif yang dimiliki pasangannya (suami). Adapun deskripsi dari faktor yang melatarbelakangi terjadinya kasus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berawal dari dominasi suami dalam keluarga, dari segi sosiologi adanya kekeliruan dalam pemahaman hubungan antara suami dengan istri yaitu hubungan hirarkial. Suhendi (2010:70) “Hubungan hirarkial, yaitu suami menempatkan diri sebagai atasan dantuan di rumahnya, sementara istri menempatkan dirinya sebagai bawahan dan kawula”. Pada hubungan ini suami mendapat mandat untuk mengatur keluarganya unutuk kebaikan bawahannya yaitu istri. Akan tetapi kesalahan pemahaman dari posisi ini suami melakukan perannya sebagai kepala keluarga yang berhak memutuskan suatu persoalan. Sehingga terjadi hubungan yang tidak setara dalam melakukan peran-peran di keluarga, yaitu perempuan tidak dapat menentukan pilihan, dan suami bebas untuk melakukan sesuatu tanpa persetujuan bersama. 2. Tuntutan atau persoalan ekonomi yang sulit untuk dipenuhi. Pengeluaran kebutuhan dalam keluarga seringkali tidak seimbang dengan pendapatan yang diperoleh suami yang sedikit, tidak menentu, atau bahkan menganggur. Konsisi dan situasi suami yang tertekan di tambah dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, suami seringkali melakukan kekerasan fisik. Sebenarnya suami juga menjadi korban budaya patriarkhi yang hidup dalam
6
masyarakat kita, yaitu ketika suami berperan sebagai kepala keluarga, otomatis beban untuk menafkahi keluarga ada di pundak suami. Sedangkan istri “cukup” untuk mengurus rumah dan anak. Padahal urusan ekonomi sebenarnya bisa dikompromikan kedua belah pihak. 3. Alasan perempuan menuntut cerai pada suaminya diantaranya disebabkan karena perselingkuhan dan juga sifat posesif yang dimiliki pasangannya (suami) yakni menganggap istri sebagai hak milik sehingga bias diperlakukan sesukanya. Hal ini menimbulkan kekerasan dalam bentuk fisik, psikis, seksual, maupun penelantaran ekonomi. Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga Tindakan Kekerasan dalam rumah tangga sendiri tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena tindakan Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan suatu penanggulangan untuk mencegah seperti kesadaran bersama, saling menghargai antara suami dengan istri dan loyalitas dalam menghargai pendapat. sehingga kekerasan ini tidak menjadi suatu budaya dalam suatu rumah tangga dan terciptanya keluarga yang sejahtera dan harmonis.
Menurut Nuhatama (2011) cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain: a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dengan penuh kesabaran. b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama sendiri
mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu,
bapak, saudara, dan orang lain terutama antara suami dan istri. c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
7
d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga terutama bagi suami dan istri. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang-kadang juga berlebih-lebihan. e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir dan mengelola keuangan yang ada dalam keluarga dengan baik, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi permasalahan yang berdampak pada pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.
KESIMPULAN Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindakan kriminal yang dilakukan suami terhadap istri.Bentuk-bentuk dari kekerasan ini adalah kekerasan psikologi, fisik, seksual dan ekonomi. Kekerasan ini disebabkan oleh suatu padangan bahwa seoarang suami yang berkuasa di dalam keluarga, tertekannya suami yang disebabkan dari faktor ekonomi, dan adanya orang ketiga (perempuan lain) diantara suami dan istri. Penaggulangan dan pencegahan yang dapat dilakukan adalah kesadaran bersama, saling menghargai antara suami dengan istri dan loyalitas dalam menghargai pendapat. Kekerasan dalam rumah tangga ini juga merupakan sebagian dari tindakan kekerasan yang di lakukan oleh laki-laki terhadap perempuan (kekerasan berbasis gender). DAFTAR PUSTAKA Herian, Yefri. 2013. Bencana Sosial: Kekerasan Terhadap Perempuan. Padang Ekspress, 23 Maret, Halaman 4.
8
Nuhatama, Didib. 2011. Makalah Kekerasan dalam Rumah Tangga (Kdrt). http://d2bnuhatama.blogspot.com/2011/08/makalah-pancasila-kekerasandalam-rumah.htmldiakses 01 Mei 2013. Suhendi, Handi dan Ramdani Wahyu. 2001. Pengantar Sosiologi Keluarga. Bandung: Pustaka Setia. Sunarto, Edi. 2007. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.Skripsi. Padang: Universitas Taman Siswa. Tim Unit Khusus Penanganan Kasus SPEK-HAM.2010. KDRT Selalu Ranking Satu. Solo.