PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lebih dari tiga dekade terakhir ini, model pendekatan secara biopsikososial oleh dokter terhadap pasien telah menjadi suatu hal yang dianggap penting dan efektif dalam dunia kedokteran. Dalam model ini, pasien dilihat bukan hanya dari segi biologis atau penyakitnya saja, melainkan pasien dilihat dari segala aspek, baik biologis, psikologis, kebiasaan, budaya maupun lingkungan sosialnya. Untuk dapat melihat pasien secara keseluruhan dari segi biopsikososialnya, diperlukan keterampilan komunikasi yang baik dari dokter, agar dapat menggali informasi penting dari pasiennya (Mc Whinney, 2009; Murtagh, 2011). Dengan melakukan pendekatan secara biopsikososial ini akan meningkatkan ketaatan pasien dalam menjalani pengobatan yang tentunya akan memberikan hasil yang lebih baik dalam proses pengobatan (Zolnierek et al., 2009). Selain meningkatkan ketaatan pasien
dalam
menjalani
terapi,
komunikasi
yang
baik
juga
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, meningkatkan tingkat kepuasan dokter dan pasien, juga menurunkan angka tuntutan akibat malpraktik (Tongue et al., 2005). Dalam ilmu kedokteran keluarga, dikenal tujuh prinsip kedokteran keluarga, salah satunya adalah patient centered care. Dalam melaksanakan
prinsip
ini,
dokter
keluarga
diharapkan
dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang mengedepankan kepentingan
pasien
dengan
menggali
pengetahuan
dasar
pasien
mengenai
penyakitnya, menguasai konsep illness dan disease dari segi pasien. Kemudian memahami dimensi keluarga, komunitas, sosial, dan kultural dari pasien, termasuk sisi pemahaman nilai dan kepercayaan. Dokter keluarga diharapkan juga mempunyai kemampuan menerangkan temuan klinis dan perencanaan terapi sesuai dengan bahasa pasien, kemudian memonitor konsultasi yang berawal dari ide dan harapan pasien, selalu membuat keputusan medis dengan menghormati otonomi pasien, serta menjaga agar kerja sama antar dokter dan pasien berjalan secara objektif dan berlangsung secara dua arah (Rakel, 2006; Rakel, 2007; McWhinney, 1997; Wonca Europe, 2005). Prinsip patient centered care ini dituangkan oleh Claramita et al. (2013) dalam bentuk pedoman komunikasi dokter-pasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” (Sajakku) yang sudah diadaptasikan ke budaya Indonesia dan sudah melalui uji validitas dan reliabilitas serta sudah diterbitkan di sebuah jurnal internasional. Pedoman komunikasi dokter-pasien
ini
digunakan
untuk
mengajarkan
ketrampilan
komunikasi pada pendidikan dokter strata satu di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) sejak tahun 2009. Akan tetapi, retensi terhadap keterampilan komunikasi yang sudah didapatkan di pendidikan strata satu ini ternyata rendah (Widyandana et al., 2010). Hal ini mungkin disebabkan karena minimnya role-model di pendidikan klinik, yang didominasi oleh residen yang sebagian besar kurang mendapatkan
pelatihan keterampilan komunikasi ini, karena tidak adanya pelatihan lagi di tingkat pendidikan lanjutan. Dengan melihat kondisi ini, pelatihan keterampilan komunikasi ini sangat penting dilakukan di tingkat pendidikan dokter lanjutan atau spesialisasi (Claramita et al., 2011; Levinson et al., 2010; Herqutanto et al., 2011). Pada penelitian lain yang pernah dilakukan oleh Claramita dan kawan-kawan, tentang pengetahuan dan persepsi dokter keluarga terhadap komunikasi dokterpasien dengan menggunakan pedoman komunikasi dokter-pasien UGM “Sajakku” ini, didapatkan hasil bahwa pemakaian pedoman komunikasi dokter-pasien ini setelah dilakukan analisis data secara kuantitatif, tidak meningkat secara bermakna, tetapi secara kualitatif didapatkan hasil yang meningkat secara bermakna (Claramita et al., 2014). Melihat hal ini, peneliti ingin melakukan kajian untuk mengevaluasi pedoman komunikasi dokter-pasien UGM “Sajakku”. Walaupun pedoman komunikasi dokter-pasien “Sajakku” ini sudah disesuaikan dengan konteks budaya dan layanan kesehatan di Indonesia, tetapi masih diperlukan evaluasi dalam penerapannya untuk mengoptimalkan tujuan yang ingin dicapai dalam komunikasi dokterpasien, demi tercapainya pelayanan kesehatan yang baik. Oleh karena itu, dibutuhkan masukan-masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti pelatihan menggunakan pedoman komunikasi dokter-pasien tersebut dan menerapkannya dalam praktik serta pasien yang terlibat di dalamnya.
Dengan melihat pentingnya pedoman komunikasi dokter-pasien yang baik untuk dapat mencapai hasil yang optimal dalam pelayanan kesehatan,
peneliti bermaksud melakukan kajian terhadap pedoman
komunikasi dokter-pasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” untuk mengevaluasi dan menyempurnakan pedoman tersebut berdasarkan opini dan masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti pelatihan komunikasi dan menerapkannya kepada pasien, serta masukan dari pasien yang sudah merasakan pemeriksaan dengan memakai panduan komunikasi tersebut. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, permasalahan yang ditemukan adalah:
Bagaimana mengevaluasi dan menyempurnakan
pedoman komunikasi dokter-pasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” agar dapat mencapai hasil pelayanan kesehatan yang lebih baik, berdasarkan opini dan masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti pelatihan komunikasi dan menerapkannya kepada pasien, serta masukan dari pasien yang terlibat di dalamnya? C. Tujuan Penelitian Menyempurnakan pedoman komunikasi dokter-pasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” berdasarkan opini dan masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti pelatihan komunikasi dan menerapkannya kepada pasien dengan pendekatan focus group discussion (FGD).
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat menghasilkan pedoman komunikasi dokterpasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” yang telah disempurnakan agar dipergunakan sebagai panduan komunikasi oleh dokter keluarga dalam memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik terhadap masyarakat. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penyempurnaan pedoman komunikasi dokterpasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi””, belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metodologi content analysis yang bertujuan untuk
menyempurnakan
pedoman komunikasi dokter-pasien UGM ““Sapa-Ajak Bicara-Diskusi”” berdasarkan opini dan masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti pelatihan komunikasi dan menerapkannya kepada pasien nyata serta masukan dari pasien tersebut dengan pendekatan focus group discussion (FGD). Penelitian ini mempunyai seting di Indonesia dan menggunakan instrumen Pedoman komunikasi dokter-pasien UGM “Sajakku”. Adapun penelitian yang pernah dilakukan tentang pedoman komunikasi dokterpasien antara lain adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Persamaan dan perbedaan penelitian yang sudah pernah dilakukan dengan penelitian ini Peneliti Lee et al.,2008
Judul penelitian Attitudes towards the doctor–patient relationship: a prospective study in an Asian medical school
Burt et al., 2014
Assessing communication quality of consultations in primary care: initial reliability of the Global Consultation Rating Scale, based on the CalgaryCambridge Guide to the Medical Interview.
Moore et al., 2008
What does patient-centred communication mean in Nepal?
Zamani et al., 2006
The Effect of Communication Skill Training on Clinical Skill of Internal Medicine and Infectious Disease Residents of Isfahan University of Medical Sciences.
Persamaan Mengamati proses komunikasi dokterpasien
Perbedaan 1. Memiliki seting tempat di Singapura. 2. Menggunakan instrumen Patient-Practitioner Orientation Scale (PPOS) 3. Metode : kohort prospektif 4. Subjek : mahasiswa kedokteran 1. Mengamati 1. Memiliki seting tempat di efektivitas Inggris komunikasi dokter- 2. Menggunakan instrumen pedoman komunikasi pasien. dokter-pasien Calgary2. Subjek adalah dokter layanan Cambridge Observation primer Guide (CCOG) 3. Menggunakan pasien simulasi. 4. Metode : cross sectional 1. Mengamati proses 1. Memiliki seting tempat di komunikasi dokterNepal pasien dengan 2. Menggunakan instrumen fokus patient PPOS 3. Metode : cross sectional centered care 2. Menggunakan pasien nyata
Mengamati proses komunikasi dokterpasien
1. 2.
3. 4. 5.
Memiliki seting tempat di Isfahan, Irak Menggunakan instrumen Objective Structured Clinical Examination 1 (OSCE 1), OSCE 2 Menggunakan pasien simulasi Metode : studi eksperimental Subjek : residen PPDS penyakit dalam
Kebaruan dari penelitian ini adalah untuk menyempurnakan pedoman komunikasi
dokter-pasien
UGM
““Sapa-Ajak
Bicara-Diskusi””
berdasarkan opini dan masukan dari dokter keluarga yang telah mengikuti
pelatihan komunikasi dan menerapkannya kepada pasien nyata serta masukan dari pasien tersebut dengan pendekatan focus group discussion (FGD).