TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Nutrisi Pakan dan bahan-bahan pokok pakan hams mengandung sumber-sumber nutrisi dan energi yang esensial untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesehatan ikan. Kekurangan pada salah satu substansinya dapat menguranp laju pertumbuhan, menimbulkan penyakit, dan beberapa kasus yang menyebabkan laju pertumbuhan rendah. Kebutuhan akan komposisi pakan ditentukan dari energi, protein dan asam amino, lemak, mineral, dan vitamin (NRC 1993). Protein adalah bahan organik terbesar di dalam jaringan ikan, kira-kira mencapai 65-75%
dari total bobot kering dasar (Wilson 1989 ; Hepher 1990).
Namun
kebutuhan protein di dalam pakan pada sebagian besar ikan berkisar antara 35-50% (Hepher 1990). Ikan mengkonsumsi protein untuk mendapatkan asam amino. Asam amino digunakan oleh bermacam-macam jaringan untuk sintesis protein baru. Tingkat optimal protein di dalam pakan ikan dipengaruhi oleh keseimbangan proteinlenergi, komposisi asam amino clan kecernaannya, dan sumber-sumber energi non-protein di dalam pakan (Wilson 1989). Penelitian
mengenai
kebutuhan
protein
pakan
ikan
kerapu
tikus
telah
dilakukan oleh Giri et al. (1999). Pada pemeliharaannya, surnber protein yang digunakan adalah kasein,
tepung ikan, tepung cumi, tepung rebon, dan tepung
Artemia dengan menggunakan ikan uji dengan bobot rata-rata 5,5*0,2 g. Kebutuhan
optimum protein untuk pertumbuhan juvenil ikan kerapu tikus adalah 54,2%. Lebih
lanjut dinyatakan bahwa secara kuantitatif kebutuhan protein
ini relatif tinggi,
sehingga merupakan suatu kendala dalarn pemilihan bahan baku untuk fomulasi pakannya. Namun kebutuhan ini dapat ditekan dengan mengoptimalkan kandungan protein dengan kandungan energi pakan. Menurut Shiau dan Lan (1996), kandungan protein pakan Epinephelus malabaricus dapat diturunkan dari 50,2% menjadi 44,0% dengan mempertahankan kandungan energi 340-375 kca1/100 g pakan. Sedangkan Rachmansyah et al. (1999) memperoleh kebutuhan optimum protein untuk laju pertumbuhan harian ikan kerapu tikus berukuran 2 5 4 0 g, yaitu sebesar 45,32%. Adapun Achrnad et a/. (1992) yang melakukan penelitian pada ikan kerapu lumpur yang dipelihara dalarn kerarnba jaring apung memperoleh kebutuhan protein yaitu 50% dengan energi sebesar 359 kcal ME/100g pakan. Lemak dalam pakan adalah penting sebagai sumber energi dan asam lemak esensial (EFA) dan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang normal (NRC 1993). Lemak selain sebagai sumber energi juga drgunakan untuk struktur
sel,
perawatan tubuh,
dan
untuk mempertahankan integritas
pada
biomembran (Watanabe 1988). New (1987) melaporkan bahwa kebutuhan optimum lemak pada ikan kerapu (Epinephelus sp.) didalam pakannya sekitar 14%. Namun kandungan lemak yang terbaik didalam pakan ikan kerapu tersebut adalah 13,5% dari bobot kering pakan (Boonyaratpalin 1997). Kebutuhan lemak dalam pakan untuk juvenil ikan kerapu tikus ukuran 6,5+0,6 g yang memberikan pertumbuhan terbaik yaitu 9% dengan kandungan protein pakan 50% (Giri et al. 1999).
Penelitian mengenai kebutuhan karbohidrat pada ikan-ikan karnivora tidak begrtu banyak dilakukan, ha1 ini berkaitan dengan tingkat pemanfaatan karbohidrat yang rendah pada jenis ikan ini. Disamping itu kebutuhan karbohidrat sulit ditentukan dan penggunaannya dalam proses metabolisme belum jelas, karena glukosa darah lebih mudah
diperoleh
dari
proses
glukoneogenesis dibandingkan
karbohidrat (Zomeveld et al. 1991).
langsung
dari
Dilaporkan oleh Suwirya et al. (2001) bahwa
kebutuhan karbohidrat jenis dextrin untuk juvenil ikan kerapu tikus dengan bobot badan 8*0,03 g adalah 14%. Sedangkan Boonyaratpalin (1997) melaporkan bahwa ikan kakap (Lutes caalcarzfier) yang diberi karbohidrat 10% pertumbuhannya baik, tetapi ketika dinaikkan hingga 27% pertumbuhan ikan terharnbat.
Pertumbuhan
terbaik jika kandungan karbohidrat tidak lebih dari 20%. Vitamin adalah senyawa organik yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit dan fungsinya amat besar, namun beberapa organisme
tidak dapat mensintesisnya.
Vitamin dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk yaitu yang larut dalam air, di antaranya : vitamin B kompleks, kolin, inositol dan vitamin C, sedangkan rang larut dalam lemak adalah : vitamin A, D, E, dan K (NRC 1983 ;NRC 1993). Fungsi utama dari vitamin C (asam askorbat) yaitu berperan dalam hidroksilasi prolin pada hidroksiprolin untuk digunakan pa&
sintesis tulang rawan atau tulang muda
(De Silva dan Anderson 1995). Asarn askorbat adalah kofaktor didalam hidroksilasi prolin menjadi hidroksiprolin dalam pembentukan kolagen (NRC 1983). Informasi kebutuhan vitamin pada ikan kerapu yang diketahui hanya terbatas pada vitamin B dan C. Hasil penelitian Lestari (2001) dengan menggunakan vitamin B-6
(pyridoxin-HC1) dalam pakannya memperoleh kebutuhan untuk pertumbuhan ikan kerapu tikus (bobot badan 14,17*0,14 g) sebesar 60 mg/kg pakan. Boonyaratpalin (1997) melaporkan bahwa kebutuhan minimum L-ascorbyl-2-phospate-Mg untuk pertumbuhan normal ikan kerapu jenis Epinephelus iauvzna yaitu
30 mg/kg dari
bobot kering pakan Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Giri et aE.(1999) pa& ikan kerapu tikus berukuran 13,5*0,9 g, yaitu diperoleh kebutuhan
vitamin C (L-ascorbyl-2-phospate-Mg)
sebesar 30 mg/kg pakan.
Sedangkan
Subiyakto (2000) memperoleh kebutuhan vitamin C yang terbaik dalam pakan untuk pertumbuhan dan respon terhadap stres sebesar 25 mg APlWkg pakan (bobot badan 2,96~1,4g). Seperti halnya vitamin, mineral dibutuhkan dalam jumlah
relatif sedikit
(Lovell 1989). Mineral dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhan tulang dan gigi (Zonneveld et al. 1991), dan dalam bentuk ion. dapat menjaga keseimbangan asam basa dan hubungan tekanan osmosis dalam tubuh dengan lingkungan dan merupakan komponen penting dari hormon dan enzim (NRC 1993). Mineral yang dibutuhkan untuk ikan adalah kalsium, magnesium, fosfor, dan sedikit koper, iodin, besi, mangan, selenium, dan zinc (Watanabe 1988).
Fosfolipid Bagian lemak yang cukup penting dan berada dalam sel adalah fosfolipid, yaitu lemak yang mengandung fosfor. Lecithin adalah sebuah fosfolipid penting terutama yang terdapat dalam membran sel. Fosfolipid terdiri dari suatu ikatan antara satu
molekul asam fosfat dan dua molekul asam lemak dengan ketiga gugusan hidroksil dari molekul gliserol (Campbell dan Smith 1982). Piliang dan Djojosoebagio (1996) menyatakan bahwa fosfolipid mempunyai gugusan asam maupun basa, oleh karena itu fosfolipid mempunyai gugusan hidrofilik (gugusan yang dapat menarik atau Di samping itu fosfolipid juga mengandung asam lemak yang
mengikat air).
mempunyai potensi sebagai lipofilik (gugusan yang dapat menarik lemak) dan juga mempunyai
kemampuan sebagai penolak air atau gugus hidrofobik. Dengan
demikian, lecithin mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kestabilan fase air yang terdapat di luar dan di dalam sel karena adanya gugus hidrofilik, sedangkan gugus hidrofobik yang dipunyai lecithin memungkinkan zat-zat yang larut dalam lemak yang terdapat di luar sel unhk masuk ke dalam sel. Fosfolipid merupakan bagian terbesar dari lemak yang ada didalam biornembran. Biomembran pada jaringan
ikan, seperti pada kebanyakan jaringan
mengandung
bagian
FK
sebagai
fosfolipid
terbesar
yang
diikuti
hewan, oleh
fosfatidiletanolamin (FE), fosfatidilserin (FS), fosfatidilinositol (FI), kardioplin, dan sfingomielin sebagai komponen yang terkecil (Sargent et al. 1989). Sintesis fosfolipid
dan
sfingolipid meliputi
banyak
reaksi
yang
kompleks,
tempat
berlangsungnya proses sintesis fosfolipid di dalam hati dan fosfolipid dtranspor ke jaringan tubuh oleh lipoprotein dalam bentuk VLDL (very low density lipoprotein), LDL (low densiq lipoprotein) HDL ( high density lipoprotein) (Champbell d m Smith 1982 ; Piliang dan Djojosoebagio
1996).
Disamping itu juga karena sifatnya
sebagai zat pengemulsi maka fosfolipid mempunyai peranan sebagai karier asam
lemak dalam darah.
Dalam proses transpor nutrien, fosfolipid memudahkan
terjadinya hanspor &if molekul-molekul dan ion-ion melewati sel membran, dan juga mempermudah te jadinya &fusi karbondioksida (Piliang dan Djojosoebagio 1996). Komposisi asam lemak dalam fosfolipid pada spesies ikan putih (white-flesh $sh species) telah diteliti oleh Takama et al. (1994). Komponen utarna yang didapatkan adalah golongan n-3 polyunsaturated fatty acid dan jumlahnya melebihi 50% pada total asam lemak. Omega 3 (n-3) Highlyunsaturated fatty acid (HUFA) seperti eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang banyak didapatkan dalam lemak, diakui mempunyai peranan yang efektif dalam mencegah hiperl~pidemia, thrombosis, artherosklerotik kardipat, infarksi miokardiak, dan embolus cereblal.
Fungsi fisiologi n-3 PUFA adalah lebih efektif dalam bentuk
fosfolipid daripada triasilgliserol atau asam lemak etil ester. Keberadaan asam lemak tak jenuh membran sel dapat menjaga dan memperbaiki fluiditas membran, sehingga fungsi metabolisme sel tetap berjalan normal.
Penambahan n-3 KUFA dapat
ATP-ase, karena asam lemak tersebut memiliki mengaktifkan kej a enzim (N~+/K+) titik cair yang rendah, sehingga dapat rneningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas membran (Li et al. 1994). Kandungan lemak total dan fosfolipid beberapa spesies ikan perairan pantai dan karang pada organ utarna seperti otot, hati dan jantung dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1. Kandungan lemak total dan fosfolipid (g/lOO g bobot sampel basah) pada otot, hati, dan jantung beberapa spesies ikan perairan pantai dan karang (Takama et aZ. 1994)
Keterangun : TL :Total lernuk, FL :Fosfolipid f-) tidak difakukan anul&isTabel I memperlihatkan bahwa pada bagian otot kisaran kandungan fosfolipid untuk sepsies ikan perairan pantai dan karang yaitu berkisar 0,55-0,92% bobot tubuh basah, sedangkan pada bagan hati ikan red seabream, marbled rockfish, surfperch dan striped mullet berkisar 0.62-2.12%. Selanjutnya pada bagian jantung pada ikan red seabream, kandungan fosfolipid adalah 0,87% dan bobot sampei basah. Adapun kebutuhan fosfolipid yang optimal untuk beberapa jenis lama dan juvenil ikan laut berdasarkan evaluasi beberapa parameter pengamatan, yaitu kelangsungan hidup, pertumbuhan, sensitivitas stres, kelainan tulang dan
komposisi tubuh atau
analisis lipid dapat dilihat pada Tabel 2. Tampak pada Tabel 2 bahwa pada fase larva ikan sangat sensitif terhadap defisiensi fosfolipid. pada fase juvenil nampaknya kurang efektif dibanding pada fase (Oplegnathus pasciarus).
lama
Suplai fosfolipid dalam pakan
terhadap kelangsungan hidup ikan
seperti yang ditunjukkan pada ikan rockbream
Tabel 2. Kebutuhan fosfolipid pada fase larva dan juvenil ikan (Coutteau et al. 1997) Spesies
Juvenil ikan : Acipenser tranSmontarms Dicentrarchus l a b r a
I 5-lOg(BB)
42
40
3 3 4 mg (BK)
Onchorynchus mykiss
100-200
Oplegnathusfasciatus Paralicthhyis olivaceus Plecoglossus altivelis
(BB) 1 1,6 g (BB) 2.94 g (BB) 87,2 mg(BB)
Sumbd
Periode penelitian
Ukurana
140
mg
60 30 33
/
SL(75%PL)
Kadar PL optimalc
0
SL(65%PL) EPC (95%PC) SPC(95%PC) SL(16NPC)
3 (G) 2 (G) 2 (G) 4 (G)
SL(53%POL) SL(53%POL) SL Bonitto e m PL
3 (G) 7 (G) 3 (G) 3 (G)
FI
Keterangan : " P=panjang total, BB=bobot basah, BK=bobot kering PC=fosfatidilkolin, PL=fosfolipid. POL=total polar lipid, PE=fosfatidiletanolamin, SPC=soybean fosfatidilkolin, SPE = soybean fosfatidiletanolamin, SL=soybean lechitin. dan EL=egg lechitin G=pertumbuhan, =kelangsungan hidup, R-esisten terhadap stres, M=malformasi
Pada fase larva, ikan tidak mampu kebutuhan
mensintesis fosfolipid untuk mencukupi
fonnasi komponen sel yang b a r - pada permulaan periode pertumbuhan
larva yang cepat (Kanazawa 1993 ).
Sebagian besar ikan dan krustasea yang diteliti
mempunyai kebutuhan fosfolipid (FK + FI) pa& fase larva berkisar 1-3% dari bobot
kering pakan (Coutteau el al. 1997).
Sedangkan Kanazawa (1997) melaporkan
bahwa kebutuhan fosfolipid yang terbaik pada larva ikan red sea bream adalah 3% dengan sumber fosfolipid yang digunakan yaitu lecithin kedelai.
Fosfolipid dalam
tubuh ikan marnpu meningkatkan daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kualitas air lingkungan.
Tampak bahwa jenis fosfolipid dalam pakan akan memberikan
respon toleransi yang berbeda. Hasil penelitian Tago et al. (1999) memperlihatkan bahwa fosfolipid jenis 1,2-di-22:6-FK lebih berperan dalam fungsi toleransi terhadap perubahan kualitas air dibanding fosfolipid jenis 1.2-di-205-FK