KEBIJAKAN PEMERINTAH MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI TERKAIT DENGAN KESEPAKATAN PERDAGANGAN REGIONAL AFTA-CHINA 0leh : 1. Halimatul Maryani 2. Ferry Susanto Limbong UMN AL- wasliyah Medan, Jln. Garu 2 No. 93 Medan Email :
[email protected] Abstrak Konsep dasar perdagangan bebas adalah penghilangan hambatan-hambatan dalam
perdagangan internasional, namun yang menjadi problema adalah bahwa
perdagangan bebas dalam sistem multilateral WTO terhambat dan tidak berjalan dengan baik, sehingga mulailah negara-negara membentuk blok-blok perdagangan secara regional seperti ASEAN, AFTA, termasuk ACFTA dengan tujuan meraih keuntungan langsung dan memajukan pertumbuhan ekonomi regional lebih maju dan berkembang. Sejak 1 Januari 2010 China dipastikan bergabung lewat apa yang disebut dengan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA), pada Framework Agreement on comprehensive Economic Co-opration Between The Association of South East Asian Nation and The People’s Republic of China (Asean-China) yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia (Megawati) pada tanggal 4 Novenber 2002 di Phnom Penh, Kamboja, juga telah diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004, dengan UU.No. 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum berlakunya kesepakatan perdagangan regional dalam ketentuan WTO, kebijakankebijakan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif pelaksanaan AFTA-China. Kata kunci: Kebijakan Pemerintah, Perdagangan Regional, ACFTA
1
Pendahuluan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) lahir dengan tujuan untuk membuat suatu unifikasi hukum dibidang perdagangan internasional. Meskipun pada awalnya masyarakat internasional ingin membentuk sebuah organisasi perdagangan internasional di bawah PBB, namun dengan adanya penolakan dari Amerika Serikat,
maka negara peserta GATT membuat
kesepakatan agar perjanjian dalam GATT ditaati oleh para pihak yang menandatanganinya. Beragam kelemahan yang terdapat dalam GATT kemudian diperbaiki melalui beberapa pertemuan. Salah satu pertemuan yang berhasil adalah Putaran Uruguay antara tahun 1986-1994. Pada putaran tersebut dicapai kesepakatan untuk membentuk sebuah lembaga perdagangan internasional World Trade Organization (WTO).1 Pembentukan World Trade Organization (WTO) tersebut, dan Indonesia meratifikasi GATT/WTO ini dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1994,2 dan telah memberikan konsep liberalisasi perdagangan kepada dunia khususnya kepada negara-negara anggota, dimana konsep dasar dari liberalisasi perdagangan adalah penghilangan hambatan dalam perdagangan internasional. Konsep ini dalam pelaksanaannya membentuk globalisasi3, yang maknanya ialah universal
1
Administrator, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) dalam Kerangka WTO, http://senandikahukum.wordpress.com/2009/03/01/perjanjian-perdagangan-regional-rta-dalamkerangka-world-trade-organization-wto-study, terakhir diakses pada hari senin tanggal 18 April 2011 2 Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, ,( Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2011), hal. 31. 3 Eko Prilianto Sudradjat, Free Trade (Perdagangan Bebas) dan Fair Trade ( Perdagangan berkeadilan) Dalam Konsep Hukum, http:// Whatbecomethegreaterme.blogspot.com/2007/12/konsep-hukum-fair-trade.html, diakses pada tanggal 18 Maret 2011.
2
dan mencakup bidang yang sangat luas.
Dari segi ekonomi dan perdagangan
globalisasi sudah terjadi pada saat mulainya perdagangan rempah-rempah, kemudian tanam paksa di Jawa, sampai tumbuhnya perkebunan-perkebunan di Hindia Belanda, dan pada saat itu globalisasi lahir dengan kekerasan dalam alam kolonialisme. Berbeda dengan globalisasi ekonomi dan perdagangan pada masa kini dilakukan dengan jalan damai yaitu melalui perundingan dan perjanjian internasional yang melahirkan aturan perdagangan bebas serta memfokuskan pengembangan pasar bebas terbuka.4 Percepatan proses globalisasi dalam dua dekade terakhir ini secara fundamental
telah mengubah struktur dan pola hubungan perdagangan dan
keuangan internasional. Hal ini menjadi fenomena penting sekaligus merupakan suatu “era baru” yang ditandai dengan adanya pertumbuhan perdagangan internasional yang tinggi, artinya Indonesia telah menjalankan dan melaksanakan rezim perdagangan bebas (era globalisasi). Dalam era globalisasi perdagangan bebas merupakan hal yang sering diperbincangkan karena diharapkan membawa perubahan penting bagi dunia. Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat internasional yang turut meratifikasi kerangka WTO ini, dengan sendirinya tunduk pada aturan perdagangan yang dimuat dalam kesepakatan tersebut. Untuk itu Indonesia tanpa tawar menawar, harus menyesuaikan peraturan perundang-undangannya, dengan
4
Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia, (Jurnal hukum, Vol.01,No.1, 2005), hal. 12.
3
kerangka WTO, khususnya dalam kaitannya dengan bidang yang diatur dalam WTO,5 adalah murni multilateral. Salah satu perjanjian perdagangan regional yang ada saat ini adalah Asean Free Trade Area (AFTA) yang diprakarsai oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) sebuah organisasi regional negara-negara di Asia Tenggara. AFTA lahir pada tahun 1995 dengan tujuan untuk memberikan keuntungankeuntungan perdagangan bagi negara-negara yang berasal dari ASEAN. Upaya AFTA untuk mewujudkan tujuannya adalah dengan melakukan kesepakatan preferensi terhadap barang-barang yang ada dari negara ASEAN.6 Selain itu juga Uni Eropa, Asia Facific Economic Co-operation (APEC), North American Free Trade Agreement (NAFTA) dan lainnya dengan syarat bahwa pembentukan organisasi (perdagangan) regional tersebut tidak menjadi rintangan perdagangan bagi pihak ketiga, hal ini berdasarkan pasal 24 GATT. Perkembangan selanjutnya perdagangan bebas ASEAN atau AFTA sudah diputuskan terhitung mulai sejak 1 Januari 2010 China dipastikan bergabung lewat apa yang disebut dengan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA),7 pada Framework Agreement on comprehensive Economic Co-opration Between The Association of South East Asian and The People’s Republic of China (AseanChina). Masuknya China dalam perdagangan bebas ASEAN ini meresahkan
5
Sutiarnoto MS, Tantangan dan Peluang Investasi Asing, (Jurnal Hukum,Volume 6 No. 3, Agustus 2001), hal. 271. 6 Administrator, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) dalam Kerangka WTO, Op.Cit. 7 Administrator, China Bergabung Dalam AFTA, http://www./indosiar.com//ohas/83715/china-bergabung-dalam-afta, terakhir diakses pada 20 April 2011.
4
kalangan produsen tekstil dalam negeri, karena bisa dipastikan semua produk bebas masuk ke pasar ASEAN termasuk Indonesia. Dampak negatif
dari perdagangan
regional AFTA-China ini untuk
Indonesia adalah bahwa produk-produk yang berasal dari China semakin membanjiri pasar Indonesia, sehingga akan merugikan pengusaha-pengusaha lokal. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara mengkaji dan terpokus pada penerapanpenerapan kaidah-kaidah hukum positif “normatif” yang terkait dengan undangundang perdagangan bebas internasional serta ditelaah dengan menganalisa keadaan atau gejala-gejala yang berhubungan dengan perdagangan regional AFTA-China. Sedangkan sumber bahan hukum yang dipergunakan adalah dengan menganalisa data skunder yang terdiri dari bahan-bahan hukum secara primer seperti Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia, undang-undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Kepres Republik Indonesia No. 48 tanggal 15 Juni 2004 tentang kerjasama perdagangan bebas AFTA-China. Kemudian bahan hukum skunder seperti buku teks yang berhubungan dengan materi yang diangkat, laporan penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, Koran, situs internet. Termasuk juga bahan hukum tertier seperti kamus umum, kamus hukum, kamus bahasa Indonesia dan kamus ekonomi 5
Untuk teknik pengumpulan bahan hukum yang diperoleh dilakukan melalui penelusuran kepustakaan “library research” dengan alat yang dipergunakan adalah studi dokumen. Selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut dianalisa dan disusun secara sistematis dengan menggunakan logika berpikir dari deduktif ke induktif. Hasil Untuk melindungi industri dalam negeri terhadap dampak negatif dari pelaksanaan perdagangan regional AFTA-China perlu ada kebijakan-kebijakan, khususnya kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah, misalnya anti dumping, tindakan safeguard, subsidi, pelatihan-pelatihan, pemberian pinjaman modal kepada pelaku usaha kecil menengah. Mengenai pengaturan kesepakatan perdagangan bebas regional dalam ketentuan perdagangan bebas internasional (WTO) diperbolehkan dan dibenarkan berdasarkan ketentuan pasal 24 GATT. Ada beberapa faktor-faktor yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah Indonesia terkait dengan pelaksanaan perdagangan AFTA-China yaitu semakin terbukanya pasar Indonesia (produk-produk dalam negeri) untuk bersaing di pasar internasional, khususnya di pasar China. Pembahasan A. Analisa Hukum Mengenai Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Terkait Kesepakatan AFTA-China 1. Penentuan Arah dan Prioritas Kebijakan
6
Arah kebijakan adalah salah satu menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperaharui perundang-undangan warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui program legislasi. Selanjutnya mengembangkan peraturan perundangundangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.8 Perioritas kebijakan juga merupakan salah satu sasaran utama untuk dicapai dan langkah yang terpenting yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengambil atau memutuskan suatu kebijakan. Maka dalam ketentuan kebijaksanaan (policy) kebijakan adalah penggunaan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang dianggap lebih menjamin terhadap terlaksananya suatu usaha, cita-cita/keinginan atau keadaan yang dikehendaki9. Jadi dalam arti kebijaksanaan, titik beratnya adalah adanya proses pertimbangan untuk menjamin terlaksananya suatu usaha, pencapaian cita-cita atau keinginan yang dicapai tersebut, sehingga menghasilkan suatu bukti kebijakan untuk kepentingan umum yang merobah keadaan untuk yang lebih baik.
8
Untuk lebih jelasnya lihat poin 2 dan poin 7 dalam “ GBHN 1999-2004”, (sinar grafika: Jakarta, 1999), hal. 15 dan 16. 9 Ismed Batu Bara, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Citapustaka Media Perintis: Bandung, 2010), hal. 151.
7
Untuk menentukan suksesnya percepatan pembangunan saat ini juga masa depan terkait dengan penerapan perdagangan bebas dalam kesepakatan regional AFTA-China, maka salah satu arah dan prioritas kebijakan yang akan dilaksanakan adalah pemulihan (recovery) ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Mendorong dan memberi arahan kepada setiap daerah untuk secara sungguh-sungguh dan sistematis melaksanakan
pemulihan
ekonomi
guna
untuk
meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Secara umum perkembangan kebijakan perdagangan Indonesia, sejak terbentuknya WTO tahun 1995, perkembangan perdagangan dunia mengalami pertumbuhan sangat pesat. Jaringan produksi mendunia dan China muncul sebagai kekuatan produksi dan perdagangan yang cukup maju, artinya perubahan pola perdagangan dunia ini ikut mempengaruhi kinerja perdagangan Indonesia, lihat pada tabel berikut ini: Tabel : 1 Perkembangan kebijakan Perdagangan Indonesia
Periode
Kebijakan
1948-1966
Ekonomi nasionalis, nasionalisasi perusahaan Belanda
1967-1973
Sedikit Leberalisasi Perdagangan
1974-1981
Substitusi impor, booming komoditas primer dan minyak
1982-sekarang
Liberalisasi Perdagangan dan orientasi ekspor
Sumber : Nurhemi, kerjasama perdagangan internasional, 2007, diolah
8
2. Langkah-Langkah Kebijakan Pemerintah Melindungi Industri Dalam Negeri Salah satu langkah-langkah kebijakan yang diberikan pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri adalah melalui Tindakan pengamanan (Safeguard) yaitu tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan atau untuk mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan atau ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Selanjutnya Tindakan dumping adalah menjual barang diluar negeri lebih murah dari pada harga di dalam negeri, atau menjual barang di suatu Negara lebih murah dari pada di Negara lain, atau menjual barang keluar negeri atau lebih rendah dari biaya produksi dan tranformasi, di mana tindakan dumping ini baru melanggar ketentuan perdagangan internasional apabila mengakibatkan injury kepada produksi dalam negeri.10 Termasuk juga subsidi yaitu merupakan kontribusi keuangan oleh pemerintah atau badan publik yang memberikan keuntungan. B. Pengaturan Kesepakatan Regional dalam Perdagangan Internasional 1. Tujuan dan Manfaat Perdagangan Regional 10
Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, (Jakarta : lembaga Studi Hukum fakultas Hukum Universitas Indonesia, cetakan 1, 2011), hal. 32. Lihar juga sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, (Malang : Sinar Grafika, 2002), hal. 25.
9
Harapan
dilaksanakan
dan
dibentuknya
perdagangan
regional
termasuk AFTA-China adalah bahwa terbukanya akses pasar produk pertanian menjadi 0 % (nol persen) Indonesia ke China pada tahun 2004 dan terbukanya akses pasar ekspor Indonesia ke China pada Tahun 2005 yang mendapatkan tambahan 40 % (empat puluh persen) dari Normal Track ( lebih kurang 1880 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menadi 0-5 % (nol-lima persen), juga terbukanya ekspor pasar Indonesia ke China pada tahun 2007 yang mendapatkan tambahan 20 % (dua puluh persen) dari Normal Track (lebih kurang 940 pos tarif), yang diturunkan tingkat tarifnya menjadi 0-5 % (nollima persen). Pada tahun 2010, Indonesia memperoleh tambahan akses pasar ekspor ke China sebagai akibat penghapusan seluruh pos tarif dalam Normal Track China dan sampai tahun 2010 Indonesia akan menghapuskan 93,39 % pos tarif (6.683 pos tarif dari total 7.156 pos tarif yang berada di Normal Track), dan 100 % (seratus persen) pada tahun 2012. 2. Dasar Hukum Pengaturan Perdagangan Regional Pengaturan perdagangan regional (Regional Trading Arrangements) dimana satu kelompok negara sepakat untuk menghilangkan atau mengurangi rintangan-rintangan terhadap import dari sesama anggotanya dan telah berlangsung dibeberapa negara regional dunia, seperti European Union dengan pasar tunggalnya, ASEAN dengan AFTA-nya dan lain-lain GATT. Dalam Pasal 24 GATT dijelaskan bahwa mengakui adanya integrasi yang erat 10
dalam bidang ekonomi melalui perdagangan yang lebih bebas, yaitu mengakui pengelompokan-pengelompokan regional sebagai suatu pengecualian dan aturan umum klausul prinsip umum MFN,11 dengan syarat dipenuhi ktriteriakriteria tertentu secara ketat. Ketentuan GATT dimaksud agar pengaturan regional
memudahkan
perdagangan
diantara
negara-negara
yang
bersangkutan, tanpa menimbulkan hambatan terhadap perdagangan dengan dunia luar. Pengecualian dan aturan klausal MFN ini ada yang ditetapkan dalam pasal GATT sendiri dan sebagian lagi ada yang ditetapkan dalam putusan-putusan komferensi GATT melalui suatu penanggalan (waiver) dan prinsip tersebut berdasarkan pasal XXV pengecualian dimaksud adalah:12 -
-
Keuntungan yang diperoleh karena jarak lalu lintas (frontier traffic advantage), tidak boleh dikenakan terhadap anggota GATT, Perlakuan preferensi di wilayah-wilayah tertentu yang sudah ada seperti kerjasama ekonomi dalam British Commonwelth the French Union (Perancis dengan negara-negara bekas koloninya) , tetap boleh terus dilaksanakan namun tingkat batas prefensinya tidak boleh dinaikkan, Anggota-anggota GATT membentuk suatu Customs Unions atau Free Trade Area harus memenuhi persyaratan pasal XXIV GATT.
3. Skema Common Efective Prefential Tariff (CEPT) ASEAN merupakan organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yang salah satu tujuannya adalah untuk memajukan pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Upaya dalam mewujudkan tujuan tersebut, maka ASEAN membentuk ASEAN Free Trade Area
11
Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-Masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 1996), hal. 25. 12 Hata, Perdagaangan Internasional Dalam system GATT dan WTO:Aspek-aspek Hukum dan non hukum, ( Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 59. Lihat juga Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 170.
11
(AFTA)
dengan
skema
CEPT
sebagai
instrumennya.
CEPT
merupakan mekanisme untuk melaksanakan AFTA. AFTA melalui CEPT
merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara anggota
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia. Isi CEPT adalah merupakan aturan-aturan yang telah disepakati bersama oleh negara ASEAN dalam melaksanakan AFTA. Berdasarkan hasil pertemuan Menteri Perdagangan ASEAN-6 di Singapura tanggal 28 Januari 1992 telah disepakati bahawa untuk melaksanakan penurunan tarif/bea masuk perdagangan antara ASEAN menjadi 0-15 %. Pada KTT ke-4 telah diputuskan bahwa AFTA akan dicapai dalam waktu 15 (lima belas) tahun yaitu terhitung pada 1 Januari 1993- 1 Januari
2008 dan hanya menyangkut produk
manufaktur, kemudian dipercepat menjadi 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Produk manufaktur tersebut termasuk dalam barang-barang modal dan produk pertanian yang diproses, serta produk-produk yang berada diluar katagori produk pertanian yang belum diproses juga tercakup dalam program CEPT.13
13
Hendera Halwani, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 246.
12
4. Lahirnya Konsep Perdagangan Regional AFTA-China. Dasar hukum perjanjian ACFTA adalah Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China, yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia (Megawati) pada tanggal 4 Novenber 2002 di Phnom Penh, Kamboja,14 dan telah diratifikasi oleh Presiden Republik Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2004 Tentang Pengesahan Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China. Ratifikasi perjanjian ACFTA ini secara hukum adalah sah, di mana dalam pasal 11
ayat
3 Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945
disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. Sesuai dengan amanah UUD NKRI tahun 1945 tersebut, maka terbitlah undang-undang Nomor
24 tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional. Selanjutnya dalam pasal 11 UU No. 24 tahun 2000 dinyatakan bahwa perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 10 dilakukan dengan Keputusan Presiden. Maka dalam konteks pasal 11 ini secara tegas dan meyakinkan 14
Administrator, Kajian Hukum Mengenai ACFTA, http//www.abdurrahmancenter.com/index.php/artikel/1237-kajian-hukum-acfta, terakhir diakses pada tanggal 11 Mei 2011.
13
bahwa pengesahan perjanjian internasional ACFTA yang termasuk katagori perdagangan dilakukan melalui Kepres, sehingga ratifikasi ACFTA adalah sah secara hukum. C. Tantangan/Peluang Pemerintah Terkait Pelaksanaan AFTA-China Peluang “opportunities” yaitu merupakan kesempatan yang diperoleh misalnya gerakan reformasi disegala bidang kehidupan menciptakan peluang bagi perwujudan good governance dan eskalasi social bagi seluruh masyarakat tanpa membedakan lingkungan geografi, tempat tinggal dan etnis. Kemudian juga sebagai daya tarik investasi yang tetap tinggi dan memberi kecenderungan investor (regional dan global) untuk menanamkan investasi15, misalnya di Indonesia. Selanjutnya banyaknya putera daerah yang berhasil di daerah lain yang menyebabkan arus informasi, komoditi dan investasi lebih cepat diperoleh serta berkembangnya kerjasama regional dan sub regional yang akan membawa manfaat bagi perkembangan kemajuan yang amat luas untuk daerah yang ada di Negara Indonesia.. Indonesia mempunyai peluang cukup besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan investasi dari China, hal ini didukung peningkatan volume maupun komoditas yang diekspor ke Negara China sebagai kekuatan ekonomi baru, dalam hal meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat.
15
Lihat, Chairuman Harahap, H.N. Serta Ginting, Melangkah Bersama Untuk Maju : Visi, Misi dan Rencana Kebijakan Pembangunan Sumatera Utara Periode 2003-2008, makalah disampaikan pada rapat paripurna dewan perwakilan rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 25 April 2003, hal. 12.
14
Selanjutnya tantangan adalah merupakan suatu usaha yang bersifat menggugah kemampuan16, untuk merebut dan meraih sesuatu yang ingin kita dapatkan. Maka tantangan terberat bagi Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor di dalam negeri yaitu, pembenahan sektor pendukung industri dan pertanian seperti kesiapan energi, kualitas tenaga kerja, sistem perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lain-lain agar dapat mendorong pertumbuhan industri dan perlu untuk memperbaiki sistem logistik nasional yang memungkinkan pergerakan barang, modal dan tenaga kerja agar semakin efesien di berbagai sektor. Kemudian peningkatan pengawasan di batas perdagangan Indonesia, hal ini untuk menghindari serbuan produk illegal. Hal lain yang tidak kalah pentingya adalah peningkatan pengamanan pasar, antara lain dengan menerapkan Standart Nasional Indonesia (SNI) yang didukung kesiapan, baik secara infrastruktur, laboratorium, maupun Sumber Daya Manusia yang kompeten, serta bantuan atau program pembinaan dan peningkatan mutu produk yang diharapkan dapat mengungguli kualitas produk luar negeri. Kesimpulan Ada tiga poin sebagai kesimpulan dari uraian tersebut di atas yaitu, pertama, bahwa kebijakan pemerintah adalah suatu tindakan yang diusulkan oleh pemerintah
16
untuk mengambil keputusan
melindungi industri dalam negeri
Kailan, M.S, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, ( Yokyakarta : Paradigma, 2010), hal.
147.
15
(produk lokal) dan kebijakan tersebut harus sesuai dengan prinsip keadilan, misalnya melalui dumping, safeguar, termasuk pemerintah harus memberikan pelatihan-pelatihan, pemberian modal bergulir sebagai pinjaman kepada pelaku usaha kecil menengah (UKM). Kedua, bahwa kegiatan perdagangan bebas secara regional diperbolehkan dalam ketentuan ketentuan WTO dengan pengecualianpengecualian terhadap prinsip Most Favoured Nation (MFN), hal ini didasarkan pada pasal 24 GATT. Ketiga, bahwa dengan adanya kesepakatan perdagangan regional ini memberi peluang bagi Indonesia bersaing di pasar internasional untuk meningkatkan dan memajukan perekonomian Indonesia. Namun ada beberapa faktor yang menjadi tantangan terberat Indonesia sebenarnya lebih kepada faktor dalam negeri itu sendiri misalnya pembenahan pendukung insdustri dalam negeri dan pertanian seperti, kesipan energi, kualitas tenaga kerja, system perbankan baik dari segi suku bunga pinjaman, pembiayaan dan lainnya agar dapat mendorong pertumbuhan industri, dimana produk-produk dalam negeri tidak kalah saing di pasar internasional. Saran Akhirnya sebagai saran penulis dalam kesempatan ini adalah bahwa untuk mengikuti trend persaingan internasional termasuk trend perdagangan regional AFTA-China, itu boleh saja, dan trend ini harus dijadikan sebagai peluang bisnis untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, maka pemerintah Indonesia sebaiknya memberikan kebijakan-kebijakan sesuai prinsip keadilan untuk kepentingan umum, kemudian bagi pelaku usaha (pelaku kegiatan ekonomi) juga sebaiknya tidak berlaku curang dalam berdagang dan tetap mematuhi peraturan16
peraturan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal yang terpenting lagi adalah sebaiknya penelitian ini berkelanjutan, sehingga peneliti dapat meneliti tentang bagaimana perbandingan investasi di Indonesia sebelum dan setelah pelaksanaan AFTA-China di Indonesia. Insya Allah. Ucapan Terima Kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada: 1. Pimpinan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (dikti) yang telah memberikan dana penuh untuk membiayai penulis selama menjalani dan melaksanakan tugas penelitian sampai laporan penelitian ini selesai. 2. Bapak Koordinator Kopertis Wilayah I Sumut-NAD, selaku pelaksana dan monitoring kegiatan penugasan penelitian ini khususnya untuk dosen pemula bagi dosen Perguruan Tinggi Swasta di lingkungan Kopertis Wilayah I tahun anggaran 2012 3. Bapak Drs. H. Kondar Siregar, MA, selaku Rektor Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan 4. Bapak Drs. Firmansyah, M.Si, dan Bapak Dr. Ir. Tri Martial selaku Ketua dan Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan 5. Ibu Nelvitia Purba, SH. M.Hum (mantan Dekan Fakultas Hukum) juga Ibu Adawiyah Nasution, SH. Sp.N, M. Kn, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muslim Nusantara Al-washliyah Medan 6. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara Medan, sebagai tempat lokasi penelitian 7. Semua pihak, yang mohon maaf tidak dapat dituliskan satu persatu, dan semua kebaikan ini dibalas oleh Allah Swt. Amin Daftar Pustaka Administrator, Perjanjian Perdagangan Regional (RTA) dalam Kerangka WTO, http://senandikahukum.wordpress.com/2009/03/01/perjanjian-perdaganganregional-rta-dalam-kerangka-world-trade-organization-wto-study, terakhir diakses pada hari senin tanggal 18 April 2011
17
Administrator, China Bergabung Dalam AFTA, http://www./indosiar.com//ohas/83715/china-bergabung-dalam-afta, terakhir diakses pada 20 April 2011. Administrator, Kajian Hukum Mengenai ACFTA, http//www.abdurrahmancenter.com/index.php/artikel/1237-kajian-hukum-acfta, terakhir diakses pada tanggal 11 Mei 2011 Adolf, Huala, Hukum Ekonomi Internasional Suatu Pengantar, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005 Batu Bara, Ismed, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Citapustaka Media Perintis: Bandung, 2010 GBHN 1999-2004, sinar grafika: Jakarta, 1999 Harahap, Chairuman dan Ginting, Serta H.N, Melangkah Bersama Untuk Maju : Visi, Misi dan Rencana Kebijakan Pembangunan Sumatera Utara Periode 20032008, makalah disampaikan pada rapat paripurna dewan perwakilan rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 25 April 2003 Halwani,Hendera, Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002 Hata, Perdagaangan Internasional Dalam system GATT dan WTO:Aspek-aspek Hukum dan non hukum, Bandung: Refika Aditama, 2006 Kailan, M.S, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Yokyakarta : Paradigma, 2010, Rajagukguk, Erman, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Jakarta : lembaga Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, cetakan 1, 2011 …………………., Globalisasi Hukum dan Kemajuan Teknologi: Implikasinya Bagi Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Indonesia, Jurnal hukum, Vol.01,No.1, 2005 …………………., Butir-Butir Hukum Ekonomi, ,( Fakultas Hukum Universitas Indonesia : Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2011 Prilianto, Eko Sudradjat, Free Trade (Perdagangan Bebas) dan Fair Trade ( Perdagangan berkeadilan) Dalam Konsep Hukum, http:// Whatbecomethegreaterme.blogspot.com/2007/12/konsep-hukum-fair-trade.html, diakses pada tanggal 18 Maret 2011 Sukarmi, Regulasi Antidumping di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas, Malang : Sinar Grafika, 2002
18
19