Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
KEADILAN ANTAR GENERASI DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM TAMBANG Marilang Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Jln. Sultan Alauddin no. 36 Samata-Gowa, SULSEL E-mail:
[email protected] Abstract; Earth, water, and their content of space, air, and wealth, are bounty of natural resources entrusted to the Indonesians by God the Most High. However, due to the massive and exploitative management and with reliance to merely technology to fulfill the national economic growth demands, the existent of these resources face a threat of extinction. This is particularly true with the case of mining, which is non-renewable. To avoid this destructive situation, a management strategy with a principle of balancing resources availability and demands is essentially required. Only through this system that the nonrenewable mine products can be preserved for the next generation. Abstrak; Bumi, air, dan ruang udara serta kekayaan yang terkandung di dalamnya merupakan sumber daya alam yang dititipkan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia sebagai kekayaan nasional yang sangat luar biasa banyaknya. Namun karena pengelolaannya sering dilakukan secara massif dan eksploitatif serta didasarkan pada kemampuan teknologi yang dimiliki demi terpenuhinya target pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, sehingga keberadaannya terancam terkuras habis, khususnya tambang yang sifatnya tidak terbarukan. Agar barang-barang tambang yang sifatnya non-renewable tidak habis terkuras begitu saja demi kepuasan generasi sekarang, maka diperlukan strategi pengelolaan yang mendasarkan pada prinsip keseimbangan antara tingkat ketersediaannya dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Hanya melalui pola demikian, diharapkan barang tambang yang tidak terbarukan bisa juga dinikmati oleh anak-anak dan cucu-cucu kita (generasi akan datang). Keywords; Natural Resources, Renewable, Non-Renewable, Economic Growth I. Pendahuluan umber daya alam tambang merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi umat manusia, keberadaannya sudah dapat disejajarkan dengan kebutuhan primer manusia lainnya seperti sumber daya air, sumber daya
S
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
1
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
energi, sumber daya hutan, dan berbagai sumber daya alam lainnya yang menguasai hajat hidup orang banyak. Di antara negara-negara di dunia seperti diungkapkan Akhmad Fauzi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam renewable dan nonrenewable merupakan sumber daya yang sangat vital dan esensial bagi kelangsungan hidup umat manusia. Oleh karena itu, hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak signifikan bagi kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang arif dalam mengelola sumber daya alam, di antaranya dengan mendasarkan pada konsep keadilan antar generasi, karena apapun yang menjadi pilihan generasi sekarang akan berpengaruh langsung terhadap sumber daya alam dan kualitas generasi selanjutnya di masa depan.1 Konsep kewajiban lintas waktu ini dikenal sebagai keadilan antar generasi (intergeneration justice) yang di dalamnya menyiratkan suatu rantai kewajiban (chain of obligation) antara generasi sekarang dan generasi-generasi di masa yang akan datang. Richard Howarth mengungkapkan bahwa kewajiban ini “jika kita tidak memastikan kondisi-kondisi yang baik bagi kesejahteraan generasi-generasi mendatang, maka kita memikul dosa terhadap anak-anak kita ketika mereka tidak mampu memenuhi kewajiban mereka kepada anakanak mereka nantinya, sementara mereka menikmati kehidupannya sendiri dengan lebih baik.2 Bahkan Howarth menyatakan bahwa aksi dan keputusan generasi sekarang tidak hanya berpengaruh terhadap kesejahteraan, tetapi juga komposisi generasi-generasi mendatang. Argumentasinya, dengan menciptakan kondisi-kondisi yang mengubah ketersediaan sumber daya alam, maka generasi-generasi mendatang akan berbeda secara komposisi dibandingkan apabila basis sumber daya alam diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain tanpa perubahan yang berarti.3 Agar generasi akan datang tidak kehabisan, maka diperlukan langkahlangkah pengelolaan tambang yang didasarkan pada nilai keadilan antar generasi. Persoalannya adalah bagaimana rumusan keadilan antar generasi itu? Sehingga hak-hak generasi sekarang tetap terpenuhi, namun hak-hak generasi akan datang tidak terlanggar untuk menikmati barang-barang tambang yang sifatnya tidak terbarukan. II. Teorisasi Sumber Daya Alam Tambang Konstitusi kita tidak merumuskan secara eksplisit mengenai arti sumber daya alam, utamanya sumber daya alam tambang akan tetapi konstitusi hanya meletakkan dasar-dasar pokoknya sebagaimana tercantum pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
2
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
kemakmuran rakyat”. Rumusan demikian tidak memberi pemahaman konkrit tentang apa yang dimaksud sumber daya alam tambang. Kemudian, dalam undang-undang organik seperti Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 sebagai salah satu undang-undang yang menjabarkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 di mana melalui Pasal 1 ayat (2) dikatakan bahwa “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Kemudian, khusus pengertian bumi dirumuskan melalui Pasal 1 ayat (4) UU No. 5 Tahun 1960 bahwa “Dalam pengertian bumi selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air”. Dimaksudkan ‘tubuh bumi di bawahnya’ serta yang ‘berada di bawah air’ oleh Pasal 1 ayat (4) tersebut tidak lain adalah barang-barang tambang yang berada di dalam perut bumi. Kemudian, dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, melalui Pasal 1 ayat (2) dikatakan bahwa “Mineral adalah senyawa organik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu”. Dengan demikian, tambang dapat diartikan sebagai segala senyawa organik yang terbentuk di dalam perut bumi (tubuh bumi di bawahnya dan yang berada di bawah air) yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau perpaduan diantaranya. Masih kaitannya dengan tambang sebagai salah satu jenis sumber daya alam, Rees yang diacu Akhmad Fauzi mengemukakan bahwa sesuatu untuk dapat dikatakan sebagai sumber daya harus memiliki dua syarat utama, yaitu : 1) ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan untuk memanfaatkannya; dan 2) harus ada permintaan (demand) terhadap sumber daya tersebut4. Dengan demikian, sumber daya alam adalah faktor produksi yang digunakan untuk menyediakan barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi. Untuk itu, potensi sumber daya alam dapat memberi manfaat dan peningkatan kualitas kesejahteraan seluruh rakyat, termasuk generasi yang akan datang apabila potensi ini dapat diubah menjadi komoditas yang sangat dibutuhkan pasar atau konsumen. Sementara Barrow mengemukakan bahwa sumber daya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya5. Lebih lanjut Barrow kemukakan bahwa yang tergolong di dalam sumber daya alam tidak hanya komponen biotic, seperti hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme, tetapi juga komponen abiotic seperti minyak bumi, gas alam, berbagai jenis logam, air, dan tanah.6 AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
3
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Secara garis besar, sumber daya alam dapat diklasifikasi ke dalam dua kelompok besar sebagaimana Rees yang diacu Fauzi kemukakan, yaitu: 1. Kelompok Stok (Non Renewable). Sumber daya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas, sehingga eksploitasinya akan menghabiskan cadangan sumber daya, sumber stok dikatakan tidak dapat diperbaharui atau terhabiskan (exhuastible). 2. Kelompok Flow. Jenis sumber daya ini dimana kuantitas dan kualitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang dimanfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumber daya di masa mendatang. Sumber daya ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable) yang regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada juga yang tidak.7 Kemudian, melalui Pasal 1 ayat (1) Rancangan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam (RUU PSDA) telah dirumuskan tentang batasan sumber daya alam yaitu kesatuan tanah, air, dan ruang udara, termasuk kekayaan alam yang ada di atas dan di dalamnya yang merupakan hasil proses alamiah baik hayati maupun non-hayati, terbarukan dan tidak terbarukan, sebagai fungsi kehidupan yang meliputi fungsi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sumber daya alam tambang yang tidak terbarukan (non renewable) atau sering juga disebut sebagai sumber daya alam terhabiskan adalah sumber daya alam yang tidak memiliki kemampuan regenerasi secara biologis. Ia terbentuk melalui proses geologi yang memerlukan waktu sangat lama, mungkin jutaan tahun untuk dapat dijadikan sebagai sumber daya alam yang siap diolah dan siap pakai. Ketika diekploitasi sebagian, maka jumlah yang tersisa tidak akan pulih kembali atau tidak dapat melakukan regenerasi. Sumber daya alam tambang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain tambang minyak, nikel, batubara, emas, dan yang sejenis. Sifat-sifat yang tidak terbarukan yang dimiliki sumber daya alam tambang tersebut menyebabkan masalah eksploitasinya berbeda dengan ekstraksi sumber daya alam terbarukan. Para pengelola sumber daya alam semacam ini harus memutuskan kombinasi yang tepat dari berbagai faktor produksi untuk menentukan produksi yang optimal yang mengacu pada kebutuhan riil konsumen atau pasar sebagai prasyarat mutlak untuk terciptanya keseimbangan antara ketersediaan sumber daya tersebut dengan kebutuhan pasar atau konsumen itu sendiri. III. SDA Tambang sebagai Objek Hak Penguasaan Negara dan Pengelolaannya Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa objek penguasaan negara menyangkut dua syarat yakni: Pertama, terhadap cabang produksi yang
4
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (ayat 2). Kedua, terhadap bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (ayat 3). Salah satu objek yang meliputi kedua prasyarat tersebut adalah sektor pertambangan, sehingga bahan-bahan tambang yang ada di dalam perut bumi otomatis menjadi objek Hak Penguasaan Negara. Pengusahaan cabang produksi dan sumber-sumber daya alam ini berkaitan langsung dengan dua hal yakni: Pertama, berkaitan dengan pengusahaan pertambangan. Kedua, berkaitan dengan ketersediaan bahan-bahan tambang dan kebutuhan orang banyak terhadap bahan-bahan tambang itu sendiri. Berkaitan dengan pengusahaan dan pemanfaatan sumber daya alam tambang secara efisien akan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat. Secara langsung antara lain dengan membangun pembangkit tenaga listrik sehingga setiap rumah tangga mendapat sumber energi dan penerangan yang dengan sendirinya meningkatkan kualitas hidup setiap keluarga. Selain itu, pengusaha sektor pertambangan yang peduli dengan lingkungan sosial juga berdampak langsung terhadap peningkatan struktur kehidupan masyarakat sekitarnya. Kemudian sektor pertambangan yang berdampak tidak langsung terhadap peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat adalah penerimaan negara dalam bentuk pajak dan non-pajak (royalty, iuran tetap, deviden, dan pungutan lainnya)8. Penerimaan negara tersebut akan berdampak tidak langsung terhadap upaya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat apabila penerimaan negara ini digunakan secara efisien membangun fasilitas publik. Bahan-bahan galian, sekalipun ketersediaannya dalam jumlah banyak akan tetapi hanya dikonsumsi oleh sebagian kecil orang, maka bahan-bahan galian tersebut tidak termasuk cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Sebaliknya apabila bahan-bahan galian itu, meskipun ketersediannya sedikit akan tetapi menjadi kebutuhan (dikonsumsi) oleh orang banyak, maka bahan-bahan galian tersebut termasuk kategori cabang produkdi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dengan demikian bisa jadi terhadap jenis bahan galian yang merupakan bahan baku penting, sangat strategis, dan vital bagi suatu industri pengolahan tertentu saja akan tetapi hasil akhirnya akan dikonsumsi dan dimanfaatkan oleh orang banyak tetap masuk kategori cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak9. Dalam hal demikian, ukurannya bukan apakah secara langsung dikonsumsi oleh orang banyak akan tetapi juga sebagai bahan baku suatu proses manufaktur yang lain10. Bahan galian yang dikategorikan sebagai bahan galian yang menguasai hajat hidup orang banyak, umumnya adalah bahan galian strategis dan vital atau biasa diistilahkan golongan a dan b oleh undang-undang yang mengatur tentang pertambangan.11 Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, sehingga konsep cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
5
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
orang banyak adalah sangat dinamis dan berkembang sesuai ukuran sejauhmana tingkat ketersediannya dibandingkan dengan daya dukungnya terhadap pemenuhan kebutuhan, harapan-harapan dan permintaan pasar. Tujuan yang hendak dicapai dari penguasaan negara terhadap bahanbahan tambang (sebagai objek hak) adalah sebagai langkah antisipatif dalam menghindari penguasaan segala potensi sumber daya alam tambang sebagai alat penindasan dan penghisapan terhadap orang lain (khususnya rakyat dan generasi masa datang). Dengan demikian, penguasaan negara atas bahanbahan tambang yang ada di dalam perut bumi seyogyanya dikelola berdasarkan nilai keseimbangan antara tingkat ketersediannya dengan kebutuhan pasar (konsumen) sehingga tidak dieksploitasi secara massif demi pemenuhan target pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, tampa memperdulikan hak-hak generasi yang akan datang. Predikat negara sebagai pemilik hak penguasaan atas barang-barang tambang, bukanlah berarti bahwa negaralah satu-satunya dibebani kewajiban untuk mewujudkan keadilan antar generasi, melainkan juga menjadi beban kelompok-kelompok masyarakat seperti para usahawan melalui penunaian kewajiban-kewajibannya turut serta memikul beban itu. Sekalipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa apabila kontribusi berbagai kelompok di masyarakat tidak memadai atau bahkan mungkin sangat kecil, maka pemerintahlah yang bertanggungjawab untuk melakukannya12. Dengan demikian, Perusahaan Pertambangan sebagai salah satu perseroan yang mengelola barang-barang tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak juga dibebani kewajiban-kewajiban untuk mewujudkan keadilan antar generasi dimaksud. Pandangan seperti ini juga dikemukakan oleh Sondang P Siagian bahwa setiap organisasi selalu merupakan “sub sistem” dari negara, bangsa, dan masyarakat sebagai keseluruhan. Di dalam suatu bangsa dan masyarakat terdapat nilai-nilai dan kaidah-kaidah tertentu yang karena dipandang baik maka diterima oleh seluruh anggota masyarakat dan nilai-nilai lain yang dipandang tidak baik maka seluruh anggota masyarakat menolaknya. Karena berbagai organisasi merupakan bagian integral dari masyarakat, maka secara logis dapat dikatakan bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang terdapat di dalam organisasi harus merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang terdapat dan berlaku di dalam masyarakat sebagai keseluruhan13. Dengan demikian, pemenuhan kewajiban keadilan antar generasi dalam pengelolaan dan pengusahaan barang-barang tambang yang melekat pada negara yang berpredikat sebagai suatu “negara kesejahteraan (welfare state), juga melekat pada diri setiap perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. IV. Konsep Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Tambang
6
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
Berbagai barang tambang seperti antara lain mineral dan batubara merupakan barang galian yang dikategorikan sebagai cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak karena dikonsumsi oleh banyak orang sementara ketersediannya langka atau terbatas, sehingga dalam jangka waktu tertentu, barang tambang yang tak terbarukan semacam ini akan habis terkuras. Oleh karena itu, diperlukan langka-langka bijak dan strategis untuk mengukur sejauhmana ketersediannya dibandingkan dengan daya dukungnya terhadap pemenuhan kebutuhan atau permintaan pasar. Apabila pemerintah tidak bijak menangani persoalan pertambangan strategis semacam ini, maka tujuan penguasaan negara terhadap bahan-bahan tambang yang semata-mata diperuntukkan bagi sebesar-besar kesejahteraan seluruh rakyat akan beralih menjadi alat penindasan dan penghisapan terhadap rakyat, bahkan merupakan salah satu bentuk penzaliman (perampasan) terhadap hak generasi yang akan datang. Untuk itu, sumber daya alam bahan galian seperti ini yang sifatnya terbatas dan tak terbarukan (unrenewable), pengusahaannya harus betul-betul didasarkan pada kebutuhan, sebab hasil tambang yang dinikmati generasi sekarang pada hakikatnya merupakan pinjaman dari ahli warisnya (generasi yang akan datang).14 Salah satu bentuk upaya mewujudkan keadilan antar generasi dalam pengelolaan dan pengusahaan tambang adalah tetap menjaga keseimbangan antara ketersediaan bahan galian dengan kebutuhan pasar atau konsumen dan prinsip keseimbangan ini seyogyanya menjadi asas atau prinsip utama dari undang-undang pertambangan dan undang-undang pengelolaan sumber daya alam. Prinsip keseimbangan antara ketersediaan dan produksi dengan kebutuhan konsumen, diharapkan berfungsi sebagai alat kontrol (tool of social engineering) terhadap kegiatan-kegiatan penambangan sebagaimana Ronny Hantijo Soemitro kemukakan bahwa kontrol sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkahlaku yang menyimpang serta akibat-akibatnya seperti laranganlarangan, tuntutan-tuntutan, pemidanaan, dan pemberian sanksi.15 Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial memiliki makna bahwa hukum menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan apa sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum apabila terjadi penyimpangan terhadapanya. Jika dikaitkan dengan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan, maka fungsi hukum di sini dimaksudkan sebagai alat pengendali terhadap para pengelola dan pengusaha barang-barang tambang untuk selalu memperhatikan keseimbangan antara tingkat ketersediaan dan produksi dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Dengan adanya peraturan hukum demikian, maka para pengusaha tambang tidak akan sewenang-wenang memproduksi tambang semata-semata demi meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan kebutuhan pasar dan kepentingan generasi berikutnya. AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
7
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Setelah dibentuk peraturan perundangan yang mengatur tentang bagaimana melakukan usaha-usaha penambangan yang mengandung nilai keseimbangan antara kuantitas produksi dengan kebutuhan konsumen, maka pelanggaran-pelanggaran atas peraturan demikian ditentukan jenis sanksi apa yang harus dijatuhkan terhadap para pelanggar dan siapa yang memiliki otoritas untuk mengeksekusi sanksi dimaksud. Kaitannya dengan pelanggaran dan penyimpangan terhadap peraturan perundangan di bidang pertambangan, tentu pihak yang paling berkompeten menjatuhkan sanksi terhadapnya adalah pihak yang berwenang memberikan izin usaha penambangan, seperti Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kompetensinya masing-masing sebagaimana diatur pada Pasal 119 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut: IUP (Izin Usaha Pertambangan) atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) dapat dicabut oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya apabila: a. pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundangundangan; b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, atau; c. pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit. Patut dijadikan landasan konstitusional dalam pengelolaan dan pengusahaan pertambangan yang mengakomodasi keseimbangan antara produksi dengan kebutuhan konsumen dan kepentingan generasi yang akan datang adalah Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana ditegaskan melalui Pasal 4 huruf (c) bahwa “sasaran pengelolaan lingkungan hidup adalah terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan”. Undang-undang ini telah meletakkan landasan yuridis nilai keadilan antar generasi yang juga merupakan salah satu penjabaran dari makna Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 dalam pengelolaan barang-barang tambang. Khusus bidang pertambangan mineral, pembatasan-pembatasan produksi mineral telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penetapan Kebijakan Pembatasan Produksi Pertambangan Mineral Nasional. Dalam konsiderans bagian menimbang huruf c ditegaskan bahwa “pendayagunaan sumber daya mineral diarahkan untuk menjamin tersedianya mineral sebagai bahan baku industri dan atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri dengan tetap memperhatikan prinsip konservasi dan berkelanjutan sehingga diperlukan penetapan kebijakan pembatasan produksi nasional”. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri tersebut menegaskan bahwa “kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip; (a) taransparansi, partisipatif, dan bertanggung jawab; (b) terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, serta
8
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial budaya, dan berwawasan lingkungan hidup”. Perencanaan, penyiapan, dan penetapan kebijakan pembatasan produksi pertambangan mineral nasional ditetapkan oleh menteri (Pasal 3 ayat (1) dan pelaksanaannya oleh Direktur Jenderal berdasarkan pengkajian dan pengolahan data studi kelayakan dan Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) dari pemegang KP (Kuasa Pertambangan) dan KK (Kontrak Karya) serta neraca sumber daya mineral nasional (ayat (2). Ketentuan pembatasan produksi tersebut tidak lain dimaksudkan agar pemegang kuasa pertambangan dan kontrak karya dalam memproduksi mineral tetap menjaga keseimbangan antara ketersediaan bahan tambang mineral dengan kebutuhan pasar, utamanya kepentingan perekonomian nasional. Di samping itu, juga tetap mempertimbangkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan generasi yang akan datang, karena produksi tambang tanpa batas berarti pemborosan sekaligus merupakan salah satu bentuk perampasan terhadap hak-hak anak cucu kita. Sehingga tindakan demikian merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai keadilan antara generasi. Nilai-nilai keadilan antar generasi menetapkan tiga kewajiban mendasar bagi generasi sekarang dalam konversi sumber daya alam, termasuk barangbarang tambang yaitu : (1) conservation of option yaitu menjaga agar generasi mendatang dapat memilih kuantitas keanekaragaman sumber daya alam; (2) conservation of quality yaitu menjaga kualitas lingkungan agar lestari; (3) conservation of acces yaitu menjamin generasi mendatang minimal memiliki akses yang sama dengan generasi sekarang atas titipan kekayaan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.16 Terdapat kecenderungan para pengusaha tambang di Indonesia mengeksplorasi dan mengeksploitasi barang-barang tambang yang ada di perut bumi semata-mata demi keuntungan yang sebesar-besarnya dan kurang memperdulikan kepentingan generasi yang akan datang. Indikasinya dapat dilihat dari para pengusaha tambang berupaya mengeksplorasi dan mengeksploitasinya hingga habis terkuras. Contoh kasus yang dapat dijadikan dasar analisis adalah perhitungan secara matematis tentang rencana luas lahan yang akan dibuka dan kuantitas produksi tambang nikel yang dijadikan target setiap tahunnya. Hingga tahun 2006, luas lahan yang telah dibuka PT. Inco untuk keperluan penambangan bijih nikel di areal tambang, pembangunan jalan dan infrastruktur mencapai 4.524 ha. Dalam tahun 2007 hingga tahun 2011, PT. Inco telah pembukaan lahan untuk keperluan penambangan berkisar 139 sampai 200 ha per tahun, sehingga dalam kurun waktu 2007-2011 saja, lahan yang telah dibuka adalah berkisar 695 sampai 1.000 ha. Kemudian dari tahun 2012 hingga 2026, lahan yang akan dibuka untuk keperluan penambangan berkisar 2.600 ha17, ini berarti bahwa dalam jangka waktu AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
9
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
tertentu ke depan, semua lahan yang mengandung bijih nikel akan habis terbuka dan yang tersisa hanyalah lahan tandus dan kritis bagi generasi berikutnya. Demikian juga dengan target produksi setiap tahunnya mengindikasikan bahwa para pengusaha tambang nikel kurang memperdulikan hak-hak generasi yang akan datang karena penentuan targettarget seperti itu semata-mata dititkberatkan pada kemampuan teknologi yang dimiliki untuk mengekploitasi bijih nikel demi kepuasan generasi sekarang dalam bentuk pencapai pertumbuhan ekonomi tinggi. Dalam tahun 2008 saja, jumlah produksi yang direncanakan sebesar 14.997,007 ton dan realisasinya sebesar 14.394,748 ton. Ini berarati bahwa dalam kurun waktu 2007 sampai 2011 jumlah produksi yamg direalisasikan mencapai 74.985,035 ton dengan asumsi 14.997,007 ton/tahun, sehingga dalam kurun waktu 2007 sampai 2026 jumlah produksi nikel dapat mencapai 269.946,126 ton dengan asumsi 14.997,007 ton per tahun18. Dalam jangka waktu tertentu ke depan, ketersediaan barang tambang nikel pasti habis terkuras. Dengan demikian, generasi berikutnya akan kehilangan hak untuk menikmati barang tambang nikel. Tindakan seperti ini merupakan tindakan yang tidak berkeadilan terhadap generasi berikutnya. Tidak seimbangnya antara produksi nikel dengan kebutuhan pasar mengindikasikan bahwa PT. Inco mengelola dan mengusahakan tambang nikel semata-mata diorientasikan pada kuantitas produksi untuk memenuhi target pertumbuhan ekonomi nasional, kurang memperdulikan hak-hak generasi yang akan datang, karena tindakan memburu kuantitas produk dan target pertumbuhan ekonomi tanpa memperdulikan kebutuhan pasar akan mengakibatkan tingkat ketersediaan nikel cepat habis dan menjadikan nilai jual juga menjadi murah. Sekaitan dengan hal tersebut, Emil Salim ketika menjabat sebagai Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan bahwa “bumi ini adalah warisan anak cucu kita”19. Pernyataan ini berkonotasi luas bahwa generasi sekarang seyogyanya memanfaatkan segala sumber daya alam, termasuk tambang agar tidak habis terkuras begitu saja dan merusak lingkungan tanpa memperdulikan kepentingan (hak) generasi yang akan datang. Demikian juga Singgih Widagdo, Direktur Indonesian Coal Society (ICS) mengungkapkan bahwa pemanfaatan sumber daya alam semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, alam masih akan bersahabat. Namun apabila sumber daya alam dijadikan komoditas tanpa batas, maka alam akan memiliki jawaban sendiri. Saat ini, harga hasil tambang sebagai komoditas bergerak begitu fluktuatif, bukan hanya atas perhitungan statistik suplay dan dimand tetapi juga lebih pada permainan spekulan dalam pasar komoditas tambang. Tidak disadari pelaku penambangan, komoditas ini menyeret semua aktivitas pertambangan masuk ke ruang keserakahan tanpa memperdulikan
10
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
hak-hak generasi yang akan datang20. Bahkan Singgih mengatakan bahwa dengan keluarnya Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara yang baru sebagai pengganti Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967, keserakahan para pelaku pertambangan tidak akan terselesaikan.21 Salah satu bukti adanya komitmen kuat pemerintah untuk mewujudkan keadilan antar generasi dalam mengelola sumber daya tambang adalah dicabutnya Undang-undang Nomor 11 tahun 1967 kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang secara yuridis-filosofis mengandung nilai keadilan antar generasi sebagaimana ditegaskan melalui konsiderans bagian menimbang huruf c bahwa “perkembangan nasional dan internasional, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan perundangundangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan”. Konsiderans bagian menimbang, pada huruf c tersebut mengindikasikan bahwa substansi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang secara filosofis mengakomodasi nilai keadilan antar generasi. Artinya, undang-undang ini menekankan bahwa kegiatan penambangan mineral dan batubara harus memperhatikan keseimbangan antara produksi dengan pasar atau konsumen sehingga tingkat ketersediannya terjaga demi generasi yang akan datang. Kandungan nilai keadilan antar generasi dalam undang-undang tersebut dapat diketahui juga melalui konsiderans bagian menimbang huruf a bahwa “mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan”. Makna berkeadilan di sini termasuk di dalamnya adalah keadilan antar generasi yang dapat diketahui secara jelas jika dikaitkan dengan bagian menimbang huruf b bahwa “kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan”. Pembangunan nasional dan daerah secara berkelanjutan dapat berjalan dengan baik apabila barang modal dan faktor produksi berupa barang tambang yang salah satunya adalah mineral dan batubara juga tersedia secara berkelanjutan. Artinya, tingkat ketersediaan mineral dan batubara seyogyanya diproduksi sesuai dengan kebutuhan, sehingga generasi pelanjut dapat AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
11
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
menikmati dan memanfaatkan untuk kelanjutan pembangunan nasional dan daerahnya pada masanya. Bahkan dalam Bab II tentang Asas dan Tujuan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009, melalui Pasal 2 huruf d ditegaskan bahwa pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan “berkelanjutan dan berwawasan lingkungan”. Asas ini merupakan prinsip dari nilai keadilan antar generasi. Dikatakn demikian karena penekanannya pada berkelanjutan. Bagaimana mungkin pengelolaan dan pegnusahaan mineral dan batubara dapat berkelanjutan apabila dikelola dan diusahakan semata-mata demi pemenuhan kepuasan generasi sekarang, tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya kepada generasi berikutnya. Ajaran Islam juga sangat memperhatikan konsep keadilan antar generasi melalui distribusi asset kepemilikan harta peninggalan kepada para ahli warisnya demi keberlangsungan hidup dan kesejahteraan anak-anak dan cucucucunya. Konsep pendistribusian asset kepemilikan harta peninggalan (harta warisan) telah ditentukan porsi bagian masing-masing ahli waris berdasrkan jenis kelamin dan kedudukannya dalam struktur keluarga. Secara garis besar, perbedaan porsi bagian antara ahli waris perempuan dengan awhli waris lakilaki dengan perbandingan 1 : 2 (satu banding dua).22 Begitu pentingnya kedudukan ahli waris karena hubungan darah sebagai generasi penerus (generasi yang akan datang) untuk menikmati harta peninggalan, maka Islam menekankan bahwa sekalipun pewaris meninggalkan wasiat lebih dari 1/3 (sepertiga) dari harta warisan yang ditinggalkan, maka yang diakui sah hanyalah 1/3, selebihnya didistribusikan kepada para ahli waris karena hubungan darah sesuai porsinya masing-masing23. Artinya, para ahli waris karena hubungan darah memilki kedudukan istimewa (privilege) untuk mendapatkan harta warisan daripada orang lain dan bahkan lebih penting dari penerima wasiat. Apabila konsep keadilan antar generasi melalui sistem pewarisan yang diajarkan Islam dikonversi ke konsep keadilan antara generasi dalam pengelolaan dan pengusahaan pertambangan, maka dapat dikatakan bahwa anak dan cucu-cucu kita, utamanya yang memiliki kedekatan dengan wilayah/daerah penghasil tambang memiliki kedudukan istimewa menikmati dan mendapat porsi lebih banyak dari hasil tambang dibandingkan orang yang berada di wilayah/daerah lain di Indonesia apalagi terhadap warga negara asing (investor asing). Konsep keadilan antar generasi sebagaimana ditemukan dalam sistem pewarisan Islam sejalan dengan falsafat Pancasila yang mengadung nilai-nilai keseimbangan seperti keseimbangan antara dunia dan akhirat, keseimbangan materi dan spiritual, keseimbangan kepentingan individu dan masyarakat, dan keseimbangan antara kepentingan generasi sekarang dan generasi masa yang akan datang. Nilai keseimbangan dalam falasafah Pancasila ini dipertegas
12
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
dengan prinsip hidup sederhana yang dapat menjadi penangkal terhadap sikap dan tindakan keserakahan dan kerakusan, terutama dalam mengekploitasi barang-barang tambang, tampa memperdulikan hak-hak orang lain dan generasi kita ke depan. V. Penutup Dewasa ini, para pengusaha sumber daya alam tambang dalam mengeksplorasi dan mengeksploitasi tambang secara massif dan eksploitatif yang didasarkan pada kemampuan teknologi tinggi yang dimiliki demi terpenuhinya target pertumbuhan ekonomi tinggi, tanpa memperdulikan nilai keseimbangan antara tingkat ketersediaan barang tambang dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Pola pengelolaan dan pengusahaan tambang demikian, pada hakikatnya menegasikan nilai keadilan antar generasi (keadilan lintas waktu). Untuk mengatasi pola demikian, direkomendasikan agar para pengelola dan pengusaha sumber daya alam tambang, khususnya yang sifatnya nonrenewable tetap mendasarkan pada nilai keseimbangan antara tingkat ketersediaan barang tambang tersebut dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Endnotes: 1Irmadi
Nahib, 2006, Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya (Studi Kasus : Tambang Minyak Blok Cepu), Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1, Agustus 2006, h. 2. 2Teddy Lesmana, 2011, Kerusakan Hutan dan Keadilan Antar Generasi, dalam http://www.facebook.com, diakses pada 20 Januari 2012. 3Ibid. 4Irmadi Nahib, Pengelolaan………Op-Cit, h. 3. 5Barrow M, 2010, Natural Resources, dalam http://id.wikipedia.org, diakses pada 20 Januari 2012. 6Ibid. 7Irmadi Nahib, Pengelolaan………..Loc-Cit. 8Abrar saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, 2004, h. 36. 9Deno Kamelus, Fungsi Hukum Terhadap Ekonomi Di Indonesia, Disertasi, PPS-UNAIR, Surabaya, 1998, h. 257. 10Ibid. 11Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980, Penggolongan didasarkan pada nilai strategis dan ekonomisnya terhadap pertahanan/kemanan dan perekonomian negara. 12I b i d, h. 138. 13Sondang P Siagian, Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, Dan Strategisnya, Bumi Aksara, Jakarta, 2007, h. 138. 14Yusron Ihza, Impor Energi, Beban Ekonomi Asia pada Abad Mendatang, Indonesia Bukanlah Pengecualian, Harian Umum Kompas, Jakarta, 2 Juni 1997, h. 17. Terkutip dari Abrar Saleng, Hukum Pertambangan……………..Op-Cit, h. 118-119. 15Ronny Hantijo Soemantri, Masalah-masalah Sosiologi Hukum, Sinar Baru, Bandung, 1984, h. 134.
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
13
Marilang
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
16Stefanus
Haryanto, Keadilan Antargenerasi dan Hukum Lingkungan Indonesia, Harian Umum Kompas, 11 Januari 1996, h. 4. Terkutip dari Abrar Saleng, Hukum………….Op-Cit, h. 119. 17Draft Analisis Dampak Lingkungan Hidup PT. Inco, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan, 2007, h. V-10. 18Data yang diolah dari Laporan Rencana Kerja Dan Anggaran Biaya Tahun 2009, PT. Inco. Tbk, 2009, h. 32. 19Abrar Saleng, Hukum………Op-Cit, h. 119. 20Singgih Widagdo, Sisi Ironis Pertambangan, http://cetak.kompas.com., diakses tanggal 1 Maret 2010. 21Ibid. 22Mustafa Edwin Nasution et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007, h. 137. 23Ibid.
Daftar Pustaka Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, h. 36. Barrow M., 2010, Natural Resources, dalam http://id.wikipedia.org, diakses pada 10 Agustus 2011. --------------, 2009, Biologi, Sumber Daya Alam, dalam http://id.wikipedia.org, diakses pada 10 Agustus 2011. Deno Kamelus, 1998, Fungsi Hukum Terhadap Ekonomi Di Indonesia, Disertasi, PPs-UNAIR, Surabaya, h. 257. Irmadi Nahib, 2006, Pengelolaan Sumberdaya Tidak Pulih Berbasis Ekonomi Sumberdaya (Studi Kasus : Tambang Minyak Blok Cepu), Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 12 No. 1 Agustus 2006, h. 2. PT. Inco. Tbk., 2007, Lampiran D, Draft Analisis Dampak Lingkungan Hidup PT. Inco, tbk., Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan, 2007. PT. Inco. Tbk., 2009, Laporan Rencana Kerja Dan Anggaran Biaya Tahun 2009. Ronny Hantijo Soemantri, 1984, Masalah-Masalah Sosiologi Hukum, Sinar Baru, Bandung, h. 134. Sondang P Siagian, 2007, Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi, Dan Strategisnya, Bumi Aksara, Jakarta. Stefanus Haryanto, 1996, Keadilan Antar Generasi dan Hukum Lingkungan Indonesia, Harian Umum Kompas, 11 Januari 1996, h. 4. W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Yusron Ihza, 1997, Impor Energi, Beban Ekonomi Asia Pada Abad Mendatang, Indonesia Bukanlah Pengecualian, Harian Umum Kompas, Jakarta, 2 Juni 1997, h. 17. Sumber Website:
14
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
Keadilan Antar Generasi dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Tambang
Marilang
Teddy
Lesmana, Kerusakan Hutan dan Keadilan Antar Generasi, http://www.facebook.com, diakses 25 Maret 2011. Singgih Widagdo, 2010, Sisi Ironis Pertambangan, dalam http://cetak.kompas.com, diakses 1 Maret 2010. Barrow M., 2010, Natural Resources, dalam http://id.wikipedia.org, diakses pada 10 Agustus 2011. --------------, 2009, Biologi, Sumber Daya Alam, dalam http://id.wikipedia.org, diakses pada 10 Agustus 2011.
AL-FIKR Volume 16 Nomor 2 Tahun 2012
15