KATA PENGANTAR E-book ini berisi uraian dasar perancangan utilitas untuk suatu kompleks bangunan beserta lingkunganya, baik untuk bangunan bertingkat rendah maupun bangunan bertingkat tinggi. E-book ini merupakan bacaan on-line untuk membantu mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan jurusan Teknik Arsitektur dalam menyelesaikan pendidikanya pada semester 4,5 dan 6 khususnya pada mata kuliah Utilitas. Mata kuliah Utilitas bertujuan memberikan uraian tentang kenyamanan, kelengkapan, fasilitas dalam bangunan dan mengkoordinasikan dengan bidang-bidang mata kuliah yang lain. Karena itu buku ini menguraikan masalah-masalah teknis dalam bangunan secara rinci. Mudah-mudahan dengan uraian ini, mahasiswa dapat menyelesaikan perancangan berbagai bangunan dengan sempurna. Kritik, saran dan usulan dari pembaca maupun simpatisan akan kami hargai demi kesempurnaan buku ini.
Jakarta, September 2013
Agung Wahyudi, ST., MT
i
DAFTAR ISI Kata pengantar Daftar isi ii
i
BAB 1. PENYEDIAAN AIR BERSIH DALAM BANGUNAN 1. Penyediaan air bersih 1 1.1. Air 1 1.2. Kualitas air 1 1.3. Problem pada kualitas air 3 1.4. Pompa-pompa penyedia air bersih 5 1.4.1. Pompa sumur dangkal 5 1.4.2. Pompa jet 6 1.4.3. Pompa submersible 6 1.4.4. Pompa sentrifugal 7 2. Perancangan air bersih 8 2.1. Sistem penyediaan air 8 2.1.1. Sistim sambungan langsung 9 2.1.2. Sistim tangki atap 10 2.1.3. Sistim tangki tekan 11 2.2. Pemasangan tangki air 12 2.2.1. Syarat-syarat tangki air bersih 12 2.2.2. Pemasangan tangki di luar bangunan15 2.2.3. Pemasangan tangki di dalam bangunan 16 2.2.4. Konstruksi tangki air 19 2.2.5. Hubungan tangki bawah dengan tangki atas 2.3. Sistim distribusi 24 2.4. Pengamanan sistim 25 2.4.1. Pencegahan pencemaran 26 2.4.2. Pencegahan pukulan air 29 2.4.3. Tekanan, kecepatan dan laju aliran air 3. Perhitungan kebutuhan air dan kapasitas alat 44 3.1. Penaksiran kebutuhan air 44 3.1.1. Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni 45 3.1.2. Penaksiran berdasarkan luas dan kepadatan 46 3.1.3. Penaksiran berdasarkan unit beban alat plambing 3.2. Perhitungan kapasitas alat 48 3.2.1. Kapasitas tangki atap 48 3.2.2. Kapasitas tangki bawah 50
22
32
47
BAB 2. PENYEDIAAN AIR PANAS DALAM BANGUNAN 1. Air Panas 53 2. Standar temperatur air panas 3. Kebutuhan dan laju air panas
54 64
ii
3.1. Kebutuhan berdasarkan jumlah penghuni 64 3.2. Kebutuhan berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing 3.3. Kebutuhan berdasarkan beban unit alat plambing 66 4. Sistem penyediaan air panas 67 4.1. Sistem pemanasan dengan instalasi lokal 67 4.2. Pemanasan dengan instalasi sentral 68 5. Beberapa hal penting dalam sistim 76 5.1. Kemiringan pipa 76 5.2 Perbandingan pipa sirkulasi gravitasi tunggal dan ganda 5.3 Perbedaan Sirkulasi Gravitasi dengan sirkulasi pompa76 5.4 Reverse return untuk keseragaman temperature 77 5.5 Pipa dan tangki ekspansi 77 6 Konstruksi tangki pemanas sentral80
65
76
BAB 3. PEMBUANGAN AIR KOTOR DALAM BANGUNAN 1. Klasifikasi sistem pembuangan 83 2. Efek sifon dan peranan pipa ven pada sistem 86 3. Bagian – bagian sistem pembuangan 88 3.1. Alat plambing untuk pembuangan 88 3.2. Pipa-pipa pembuangan 88 3.2.1. Kemiringan pipa buangan dan kecepatan aliran 3.2.2. Syarat umum pipa pembuangan 90 3.2.3. Ukuran pipa pembuangan 95 3.3. Perangkap 101 3.3.1. Syarat – syarat perangkap 101 3.3.2. Jenis perangkap101 3.3.3. Perangkap yang di larang 103 3.3.4. Pengecualian pemasangan perangkap 103 3.4. Penangkap / interceptor 104 3.4.1. Persyaratan penangkap 104 3.4.2. Jenis penangkap 104 3.5. Sistem ven 107 3.5.1. Jenis sistem ven 107 3.5.2. Persyaratan pipa ven 110 3.5.3. Ukuran pipa ven 112 3.6. Lubang pembersih / clean out 116 3.6.1. Syarat lubang pembersih 116 3.6.2. Ukuran lubang pembersih 117 3.6.3. Pemasangan 117 3.7. Bak penampungan dan pompa air kotor 118 3.7.1. Syarat – syarat bak penampungan air kotor 119 3.7.2. Pompa pembuangan 120 3.8. Tangki septik dan rembesan 122 3.8.1. Syarat jarak 123 3.8.2. Tangki septic, syarat dan ukuran 124 3.8.3. Resapan 126 3.8.3.1. Sumur resapan 126
90
iii
3.8.3.2. Bidang resapan
128
BAB 4. PEMBUANGAN AIR HUJAN DALAM BANGUNAN 1. Air Hujan 135 2. Pengendalian Air Hujan di bangunan 136 2.1 Pembuangan Air Hujan dari Atap 137 2.2 Ukuran Pipa 138 2.2.1 Mencari Ukuran Pipa Berdasarkan Data Curah Hujan 138 2.2.2 Mencari Ukuran Pipa Bila Curah Hujan Tidak Diketahui 139 2.2.3 Contoh Penghitungan Ukuran Pipa 140 3. Drainase tapak 142 3.1 Drainase permukaan 142 3.1.1 Sheet flow dan alat perlengkapannya 3.1.2 Kemiringan elemen luar bangunan 148 3.1.3 Ukuran pipa pembuangan air hujan 149 3.2 Drainase bawah tanah 152 3.2.1 Drainase lingkungan 153 3.2.2 Foolting Drain 153 3.2.3 Drainase untuk bidang khusus 156 3.3 Contoh aplikasi drainase tapak 157
142
BAB 5. PENANGGULANGAN KEBAKARAN 1. Umum160 1.1. Masalah kebakaran di perkotaan. 1.2. Peraturan dan perundangan yang berlaku 1.3. Teori api 1.4. Metoda umum pemadaman api 1.5. Pola penyebaran api 1.6. Bahaya akibat produk kebakaran
160 161 161 162 163 165
2. Penataan lingkungan untuk proteksi kebakaran 166 3. Beberapa ketentuan proteksi kebakaran pada bangunan 4. Sistim dan alat proteksi kebakaran 172 4.1. Sistim isarat pencegahan dini 172 1. Detektor manual 172 2. Detektor panas 173 3. Detektor ion 173 4. Detektor asap 173 5. Detektor nyala api 174 4.2. Air untuk melawan kebakaran 174 1. Sistim instalasi air untuk kebakaran dalam gedung 2. Fire Hose 177 3. Sprinkler 178 4.3. Pengendalian asap kebakaran 183
170
174
iv
BAB 6. TRANSPORTASI VERTIKAL DALAM BANGUNAN 1 Elevator 185 1.1. Kinerja elevator 186 1.2. Peralatan elevator 187 1.3. Kabin (car) dan rel. 187 1.4. Mesin elevator 190 1.5. Penyusunan roda penggerak, kabel dan mesin elevator 1.6. Kabel penggantung 194 1.7. Alat-alat pengaman elevator 195 1.8. Pintu.elevator 196 1.9. Sistim. kontrol elevator 199 1.10. Menghitung jumlah kebutuhan elevator 200 1.10.1. Interval dan Waiting time 200 1.10.2. Handling capacity 201 1.10.3. Travel time / average trip 202 1.10.4. Round trip time 203 1.10.5. Kecepatan elevator 204 1.10.6. Populasi gedung 206 1.10.7. Contoh penghitungan jumlah devator 207 1. 11. Lokasi dan ukuran ruang 208 1.11.1. Hall. elevator 208 1. 11.2. Shaft 209 1. 11.3. Ruang mesin 210 2. Eskalator 222 2.1 Kapasitas angkut 222 2.2. Kebutuhan ruang 223 2.3. Keamanan 223 2.4. Konfigurasi crisscross dan paralel. 224 2.5. Desain eskalator 225 2.6. Komponen dan ukuran eskalator 228 2.6.1. Ukuran panjang eskalator 228 2.6.2. Ukuran lebar eskalator 229 2.6.3. Truss 229 2.6.4. Motor penggerak dan kontrol 2230 2.6.5. Handrail. 231 2.6.6 Tangga 232
193
Daftar Pustaka
v
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
0
1. Penyediaan air bersih 1.1.
Air
Air merupakan kombinasi dua elemen dasar; hidrogen dan oksigen;yang dapat dijumpai sebagai: a. cairan 830 kali berat dari udara b. bentuk padat es c. uap 133 kali lebih ringan dari udara Merupakan kebutuhan pokok manusia. Dengan adanya air yang cukup dan sehat membantu terlaksananya penyehatan masyarakat. Untuk mencukupi kebutuhan air bersih, diambil dari alam; sumur, sungai, mata air, air hujan dan sebagainya. Jenis sumber air Air hujan
Keuntungan Merupakan air lunak dan hanya baik untuk daerah yang mempunyai curah hujan tinggi.
Air permukaan
Mudah diambil dengan alat sederhana.
Air tanah dalam
Tersedia dibanyak tempat; diambil dengan peralatan mekanis, sedikit terkontaminasi dibanding air tanah permukaan
Kerugian Membutuhkan penampungan yang besar, sukar disimpan dalam jangka waktu lama, menjadi tempat telur nyamuk. Berbahaya karena banyak terkontaminasi bakteri, zat organik dan non organik. Mengandung zat organik dan kimia dalam berbagai kadar yang membutuhkan pengolahan tertentu; sedimentasi, kimiawi, filtrasi, aerasi
Penyediaan air bersih, terutama di kota, pada prinsipnya disediakan oleh pemerintah (PDAM).Namun bila tidak mencukupi atau tidak terjangkau distribusinya, maka diusahakan sendiri (privat) dengan pembuatan sumur-sumur terbuka maupun sumur bor.
1.2.
Kualitas air
Kualitas air harus memenuhi 3 syarat : a. Syarat fisik Tidak berwarna, tidak berbau. b. Syarat kimia Tidak mengandung zat kimia yang merugikan manusia (racun) dan tidak mengurangi efektivitas distribusi pipa-pipa.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
1
c. Syarat bakteriologis Tidak mengandung bakteri maupun organik lain yang dapat menyebabkan penyakit :Tipus, Kolera, Disentri, Cacingan dan sebagainya. Rincian dari syarat-syarat tersebut dimuat dalam : Peraturan Menteri Kesehatan R.I 01/BIRHUKMAS/1/1975 sebagai berikut : Tabel 1.1. Standar kualitas air minum Indonesia No.
Unsur
I. Fisika 1. Temperatur 2. Warna 3. Bau 4. Rasa 5. Kekeruhan II. Kimia 1. Nitrogen sbg. amoniak 2. Nitrogen sbg. NO2 3. Nitrogen sbg. NO3 4. Ion Klorida 5. Zat organik sbg KmnO4 6. Ion Sianida 7. Air raksa 8. Fosfor Organik 9. Tembaga 10. Besi 11. Mangan 12. Seng 13. Timah hitam 14. Kromioum valensi 6 15. Arsenik 16. Florida 17. Zat padat sisa penguapan Phenolik 18. Anionik aktif sbg CaCO3 Kadmium 19. Selenium Magnesium 20. Ion belerang sbg SO4 21. Sulfida sbg H2S 22. Karbon agresif sbg CO2 23. Kalsium sbg Ca 24. Oksigen larut 25. Berilium Molibdenum 26. Poli-akrinolamida 27. Strontium 28. Alumunium (sisa) 29. Asam heksa metafosforik
Satuan
Min yang diperoleh
Maks yang dianjurkan
Maks yang diperbolehkan
°C Pt – C Silika
-
5 5
=udara 50 Tidak bau Netral 25
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
1 -
200 0,05 0,1 0,05 1 500
0 0 20 600 10 0,05 0,001 1,5 1 0,5 15 1,0 0,05 0,05 2 1500
mg/l
-
0,001
0,002
mg/l
-
-
-
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
-
30 200 -
0,01 0,01 150 400 0 0
mg/l mg/l mg/l mg/l
-
75 -
200 -
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
2
30. 31. 32. 33.
Asam tri Polifosforik Minyak mineral Perak Balium Derajad keasaman 34. Kesadahan 35. Kromatisitas 36. 37. 38. 39. 40. III. Radioaktif 1. Sinar alfa 2. Sinar beta 3. Uranium alami & U-238 4. Radium 226 5. Strontium 90 6. Tritium IV. Mikrobiologi 1. Kuman parasitik 2. Kuman patogenik 3. Bakteri koli 4. Bakteri, umum
1.3.
mg/l mg/l mg/l mg/l
-
-
-
mg/l mg/l mg/l mg/l Ph derajat derajat
6,5 5D -
-
9,2 10D -
Uc/ml Uc/ml
-
-
0,00000001 0,0000001 -
/100ml /100ml /100ml /100ml
-
-
0 0 0 -
Problem pada kualitas air
Di perkotan Indonesia, Syarat laboratorium tertinggi dipenuhi oleh PDAM, tetapi oleh karena pipa-pipa distribusi pada umumnya sudah tua, maka sering terjadi kontaminasi pada saat pendistribusian. Pangadaan air privat, meskipun secara fisik mungkin terlihat baik (tak berwarna, tak berbau dan tak berasa), seringkali masih mengandung berbagai zat organik dan kimia dengan kadar berbeda sesuai dengan lokasinya.dengan demikian test laboratorium diperlukan sebagai dasar treatment terhadap air tersebut, misalnya dengan sedimentasi, proses kimiawi, filtrasi, aerasi atau kombinasinya.
Beberapa problema yang biasa dijumpai dan cara mengatasinya adalah sebagai berikut : Problema Kesadahan tinggi
Korosi
Penyebab Garam-garam kalsium dan magnesium dari air tanah Derajat keasaman tinggi akibat naiknya oksigen dan CO2 (Ph
Efek buruk Membuat pipa berkerak, merusak boiler dan juga merusak cucian dan makanan Perkaratan pipa,lerusakan terutama pada berbahan kuningan
Koreksi Penukaran ion (diproses dengan zeolit) Peningkatan kadar alkalin
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
3
Polusi Warna Rasa dan bau
Kekeruhan
rendah) Kontaminasi Timbulnya organik atau oleh penyakit air limbah Zat besi dan Merubah warna mangaan pakaian atau peralatan Zat organik Tidak enak (diminum) Lumpur atau koloid Tidak enak dilihat yang terbawa air permukaan
Klorinasi dengan sodium Hipoklorit atau gas klorin Dihujani melalaui filter oksidasi (manganese zeolit) Filtrasi denaga karbon aktif (Proses penjernihan) Filtrasi dengan pasir diatomea
Gambar 1.1 Contoh-contoh filter Keterangan gambar
:
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
4
a. Filter untuk air sadah dengan sistem penukaran ion (zeolit); zat penyebab kesadahan diendapkan. Zeolitnya dapat dicuci dengan sistem back-wash secara berkala. b. Zat besi dan sulfida dihilangkan dengan manganese zeolite setelah air dihujankan terlebih dahulu. Asam dinetralisir dengan alkali;bau dan rasa dihilangkan dengan karbon aktif. c. Air yang terpolusi bakteri/kuman dimurnikan dengan gas klorin,atau pada instalasi yang lebih kecil dengan hipoklorinator yang berbentuk serbuk atau tablet (kaporit).
1.4 Pompa – pompa penyedia air bersih 1.4.1 Pompa sumur dangkal
Gambar 1. 2 Pompa untuk sumur dangkal Pompa ini sangat populer sebagai pompa domestik dan lebih dikenal dengan nama trade – marknya (Sanyo,Hitachi, Shimitzu, Dab dsb).Secara teoritis pompa ini dapt mengangkat air sampai 10 m ; tetapi secara praktis terbatas sampai tinggi 7,5 m.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
5
1.4.2. Pompa jet Pompa ini biasa digunakan untuk sumur dalam (semi deep-well) yang muka airnya lebih dari 10 m dibawah muka tanah . Merupakan suatu sistem yang terdiri dari sebuah pompa centrifugal yang dilengkapi dengan jet – ejector (venturi system).Pompa yang diletakkan dimuka tanah memompa air dengan tekanan besar (tetapi laju aliran kecil) melalui pipa ke nosel. Nosel tersebut dipasang dibawah muka air sumur pada pipa yang lebih besar dan menghadap keatas (lihat gambar 1.3). Akibat pancaran air ke nosel ,maka air sumur dibawah nosel akan ikut tersedot dan terdorong keatas.Salah satu kelebihan dari pompa ini adalah : tidak adanya komponen pompa yang bergerak dibagian dalam sumur.
Gambar 1.3 Pompa jet (jet-pump)
1.4.3. Pompa submersible Pompa jenis ini terutama ditujukan untuk sumur sangat dalam. Motor listriknya terpasang langsung pada rumah pompa ; menjadi konstruksi yang terpadu ; dan sesuai dengan namanya ; pompa ’ditenggelamkan’ dibawah muka air sumur dalam pipa besi 10 cm. Penyambung keatas hanya dengan pipa keluar (sekaligus penggantung pompa) dan kabel pengantar listrik. Kelebihan dan karakteristik pompa submersible ini adalah :
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
6
a. b. c. d.
Tidak memerlukan bangunan pelindung pompa. Tidak berisik, mudah dipasang dan relatif murah. Konstruksinya sederhana, tidak ada poros penyambung dan bantalan perantara. Pompa dapat bekerja dengan kecepatan putaran tinggi.
Gambar 1.4 Konstruksi pompa submersible
1.1.4. Pompa sentrifugal
Gambar 1.5 Pompa sentrifugal
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
7
Nomor
Nama
001
Rumah pompa
012
Tutup bagian masuk
021
Impeler
031
Poros
039-1
Pasak
039-2
Pasak
048
Mur pengikat impeler
051
Rumah bantalan
053
Tutup bantalan
056
Bantalan peluru
091
Penahan sekat
093
Cincin pembuang air
107
Cincin penutup impeller
115
Cincin O
119
Sekat
135
Cincin mur
140
Kopeling
213
Klep pelepas udara
Gambar 1.6 Konstruksi pompa sentrifugal Oleh sebab mempunyai daya dorong yang besar, pompa sentrifugal ini biasanya digunakan untuk memindahkan air dari tangki bawah ke tangki atas yang terletak jauh diatasnya (lebih dari 10 m). Komponen utama pompa adalah impeler dan rumah pompa yang berbentuk `keong’. Bila impelernya hanya satu maka disebut pompa single-stage; beberapa impeller dipasang pada satu poros. Air dialirkan dari impeler pertama ke impeler kedua dan seterusnya(dapat mencapai 10 buah) secara berurutan. Dengan cara ini didapat pompa yang sangat kuat; berguna untuk pompa sirkulasi pendorong dari tangki bawah ke tangki atas/atap pada bangunan yang sangat tinggi. Atau digunakan pada tangki tekan serta instalasi mesin AC.
2. Perancangan Sistem air Bersih 2.1.Sistem penyediaan air Dalam merancang penyediaan air untuk suatu fungsi bangunan apapun, ada dua hal pokok yang harus dikerjakan di awal sekali,yaitu : a. Menghitung kebutuhan air yang diperlukan. b. Mencari / survai sumber air (PDAM, sumur dsb) beserta kapasitasnya untuk pemenuhan kebutuhan tersebut.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
8
Makin besar kebutuhannya maka makin besar pula suplai yang diperlukan. Misalnya untuk suatu rumah tinggal di kota, biasanya sumber utama yang dapat digunakan adalah air dari pipa dinas PDAM dengan laju aliran 30 l / menit. Namun untuk daerah tertentu dimana belum ada jaringan PDAM, maka dicari altenatif lain;misalnya dengan membuat sumur bor (sumber privat), yang kapasitasnya tergantung pada jenis sumur dan kekuatan pompanya (untuk sumur yang menggunakan pompa submersible, laju aliran yang didapat berkisar 80 – 150 l / menit). Dengan demikian,maka tugas awal perancangan adalah menyeimbangkan antara laju aliran kebutuhan dengan laju suplai sumber air yang didapat. Untuk fungsi – fungsi dengan kebutuhan air yang besar, maka selalu timbul kemungkinan penyediaan airnya merupakan kombinasi antara dinas PDAM dengan beberapa buah sumur sekaligus. Setelah sumber penyediaan didapat maka dirancang sistem penyediaannya yang pada dasarnya dapat di kelompokkan mejadi 3 bagian : a. Sistem sambungan langsung tangki (dari pipa dinas PDAM). b. Sistem tangki penampungan. c. Sistem tangki tekan. Sistem yang pertama ; Sistem sambungan langsung tanpa tangki; meskipun lazim digunakan dinegara maju (Eropa, Amerika, Jepang), dilarang digunakan di Indonesia, sebab memungkinkan pemasangan pompa – pompa langsung ke saluran distribusi PDAM.
2.1.1.Sistem sambungan langsung
Gambar 1.7 Sistem sambungan langsung ke pipa dinas PDAM Pada sistem ini, pipa distribusi dari dalam gedung disambungkan melalui meter air ke pipa dinas PDAM yang terletak didalam tanah diluar pagar rumah. Laju aliran suplai air dibatasi oleh ukuran (diameter) pipa cabang serta tekanan air dari pipa cabang dan
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan
9
pipa dinas yang disediakan dan ditentukan oleh PDAM Oleh sebab keterbatasan itu, sistem sambungan langsung ini hanya diterapkan pada rumah atau gedung kecil tak bertingkat.
2.1.2.Sistem tangki atap
Gambar 1.8 Sistem tangki atap yang dilengkapi tangki bawah Oleh sebab sistem sambungan langsung seringkali tidak memuaskan dan tidak dapat mengakomodasi bangunan bertingkat, maka sebagai gantinya digunakan sistem tangki atap atau menara air. Pada prinsipnya air dari sumber PDAM maupun sumur privat, harus ditampung terlebih dahulu di tangki penampungan bawah, kemudian di pompakan ke tangki atas yang dapat diletakkan diatap atau menara air, baru didistribuskan keseluruh bangunan.Konsekunsi dari sistem ini adalah : a. Volume tangki atap tergantung pada kebutuhan bangunan, pada jam pemakaian puncak dan laju aliran dalam pipa penghubung antara tangki atap (tidak harus satu pipa / pompa). b. Volume tangki bawah tergantung pada besarnya laju aliran kebutuhan sehari yang diambil oleh tangki atap plus distribusi dan juga oleh besarnya laju aliran suplai air dari pipa PDAM ; sumur privat atau kombinasi.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 10
Keunggulan dari sistem tangki atap ini adalah : a. Tekanan air dalam pipa distribusi dalam bangunan serta pada alat plambing hampir tidak berubah, hanya dipengaruhi oleh perubahan tinggi muka air dalam tangki. b. Pompa menaikkan air dari tangki bawah keatas dengan cara sederhana dan otomatis sehingga kecil kemungkinan timbulnya kesulitan. Pompa dijalankan atau dimatikan oleh alat pendeteksi muka air (water level control) dalam tangki bawah dan tangki atas. Bila tangki bawah kosong atau tangki atas penuh maka pompa akan mati. Sebaliknya bila tangki atas kosong tetapi tangki bawah berisi maka pompa dijalankan. c. Perawatan tangki atap lebih sederhana dibanding dengan tangki tekan.
2.1.3. Sistem tangki tekan
Gambar 1.9 Sistem tangki tekan dengan tangki penampungan Pada dasarnya sistem tangki tekan ini dibuat karena tidak dimungkinkan atau tidak dikehendaki adanya tangki atap/menara air. Dengan demikian, untuk menaikkan air dari tangki penampung bawah langsung keperalatan plambing diatasnya digunakan tekanan buatan (melalui tangki tekan dan kompresor) yang jelas lebih mahal dari tangki atap yang menggunakan sistem gravitasi alamiah. Sistem kerja tangki tekan adalah sebagai berikut : Air yang telah ditampung ditangki bawah dipompakan kedalam suatu tangki tertutup yang tahan tekanan, selain itu udara didalam tangki juga dikompresi dengan alat kompresor untuk mengatur besarnya tekanan yang diinginkan. Air dalam tangki tersebut kemudian didistribusikan (up-feed) dalam bangunan. Pada saat air digunakan oleh alat plumbing maka tekanan dalam pipa maupun tangki tekan akan turun. Bila pemakaian air berlanjut maka tekanan akan
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 11
turun sampai suatu batas yang telah ditentukan dan akan menjalankan pompa secara otomatis (diatur oleh detektor tekanan yang membuka/menutup saklar motor listrik pompa). Pompa akan berhenti otomatis bila tekanan mencapai batas maksimum yang telah ditetapkan; bekerja kembali bila telah mencapai batas minimum yang telah ditetapkan pula. Daerah fluktuasi tekanan ini berkisar antara 1,0 sampai 1,5 kg/cm . Selisih tekanan yang lebih besar akan memberi waktu berhenti pompa yang lebih lama, tetapi seringkali memberi efek negatif pada alat plambing (misalnya pada alat pemanas air dengan gas, dihasilkan temperatur air yang berubah – ubah ). Perbandingan volume udara dengan air dalam tangki tekan adalah 30% berbanding 70% dan pada fluktuasi tekanan antara 1 – 1,5 kg/cm , volume air yang dipindahkan hanyalah 10% dari volume tangki, menyebabkan pompa akan sering bekerja dan saklar akan aus lebih cepat. Oleh sebab itu pula, tangki tekan ini selalu berukuran besar dan membutuhkan ruang besar. Sistem tangki tekan tanpa tangki penampung bawah dan pompa berfungsi ganda (mengambil dari sumur dan mengalirkan ke tangki tekan) dapat digunakan pada sumur privat (air tanah) seperti contoh berikut:
Gambar 1.10 Sistem tangki tekan dengan sumber air sumur
2.2 Pemasangan Tangki Air 2.2.1 Syarat – syarat tangki air bersih Pemasangan, dan kontruksi tangki air bersih harus memperhatikan beberapa syarat sebagai berikut: a. Tangki tidak boleh langsung di tanam ke tanah. b. Badan tangki tidak diperbolehkan menyatu dengan struktur bangunan. c. Terdapat ruang bebas sekeliling tangki untuk pemeriksaan dan perawatan, demikian pula atas dan bawahnya.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 12
d. Tidak diperkenankan memasang peralatan pompa, boiler (pemanas air), mesin refrigerasi atau mesin lainnya di tutup tangki. e. Tangki harus mempunyai manhole untuk perawatan dari dalam, lubang minimum berdiameter 45 cm; dianjurkan 60 cm. f. Pipa pengambil atau penghisap dari pompa dilengkapi katup dan lubang penghisap yang terletak minimum 20 cm diatas dasar tangki agar endapan kotoran tidak ikut terhisap. g. Dasar tangki dibuat bertekuk dan miring 1% kearah lubang pengurasan.
Gambar 1. 11 Contoh letak pipa hisap dan lekukan didasar tangki h. tangki sebaiknya dapat dibersihkan tanpa memutuskan penyediaan air kedalam pipa distribusi. Masalah ini biasanya dipecahkan dengan menggunakan tangki ganda, untuk tangki bawah maupun atas. Dengan demikian bila tangki yang satu sedang dibersihkan maka digunakan tangki kedua untuk mendistribusi ke pemakai. Syarat tata letak dan hubungan antara kedua tangki tersebut adalah sebagai berikut:
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 13
Dua tangki tekan penampung air PAM. Jarak “a” minimum 45 cm, dari bagian peling luar tangki
Dua tangki atap. Sirkit elektroda tangki yang sedang dibersihkan harus dapat diputuskan
Gambar 1.12 tangki ganda; distribusi tak terputus saat pembersihan. i. Setiap tangki harus dilengkapi dengan pipa peluap (overflow) yang tidak boleh disambungkan langsung ke pipa pembuangan, mempunyai celah udara ≥ 2 kali diameter pipa. j. Pada setiap tangki perlu dipasang pipa ven / ventilasi yang diberi saringan anti serangga. Tujuannya adalah memasukkan atau mengeluarkan udara ketika volume air dalam tangki berkurang, atau bertambah.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 14
Gambar 1.13 tangki dengan pipa ven dan celah udara
2.2.2 Pemasangan tangki diluar bangunan Apabila tangki air akan dipasang diluar bangunan, baik tangki atas dengan menara atau tangki bawah, perlu diperhatikan syarat jarak (a) terhadap gedung, pagar batas persil, tangki septic, saluran – saluran pembuangan lainnya; yaitu a > 5 m. syarat ini dimaksudkan agar tangki yang tertanam di bawah atau semua saluran air bersih terhindar dari pencemaran
Gambar 1.14 Syarat letak tangki diluar bangunan
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 15
Gambar 1.15 Contoh menara air yang salah jarak
Gambar 1.16 tangki bawah diluar bangunan Pada contoh gambar 1.16 diatas bahwa untuk tangki bawah tidak ditanam langsung kedalam tanah, dibuatkan ruang khusus dibawah tanah. Dengan demikian syarat pertama (a) dari tangki air bersih dipenuhi. Selainitu perhatikan bahwa syarat jarak (a ≥ 5 m) dipenuhi dengan ukuran terhadap dinding ruang untuk tangki, bukan dari dinding tangkinya sendiri
2.2.3 Pemasangan tangki di dalam bangunan Pemasangan tangki dibawah maupun atas dalam bangunan, tanpa kecuali harus mengikuti persyaratan tangki air bersih yang telah dibahas sebelumnya. Dengan demikian persyaratan pemasangan tangki dalam suatu ruang dalam bangunan dapat digambarkan sebagai berikut:
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 16
Gambar 1.17 contoh penempatan tangki dalam ruang bangunan
Gambar 1.18 Contoh pembuatan tangki yang salah; Tangki menyatu dengan struktur bangunan.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 17
Seringkali tangki penampungan bawah pada gedung – gedung besar diletakkan dalam ruang di basement. Namun, seringkali pula kekurang cermatan desain terjadi pada kasus perletakan tangki di basement ini. Karena itu pada halaman berikut ini disertakan contoh – contoh perletakan yang salah dan yang benar dari kasus tersebut.
Gambar 1.19 Contoh tangki dalam gedung yang benar
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 18
2.2.4 Konstruksi Tangki Air Konstruksi tangki air sangat tergantung pada bahan yang digunakan serta kemudahan pemasangannya, terutama bila dipasangkan di dalam ruang tertutup. Bahan yang digunakan secara umum adalah : baja ; beton bertulang dengan cat khusus yang tak beracun ; baja stainless stell dan FRP (fiber reinforced plastic) yang lebih populer dengan sebutan fiber glass. Sedangkan untuk kemudahan dimasukkan kedalam ruang, maka digunakan sistem panel yang kemudian di rakit didalam ruang. a. Tangki pelat baja Tangki jenis ini banyak dibuat karena sederhana, bentuknya dapat disesuaikan dengan kondisi tempat maupun estetika. Secara struktural, penguatan konstruksi tidak sulit dilakukan, yang menjadi masalah pokok adalah terjadinya korosi. Penyelesaian dengan pelapisan cat, sampai sekarang ini masih dianggap tidak memuaskan karena cat yang beredar dipasar masih banyak mengandung unsur timbal yang beracun.
Gambar 1. 20 Kontruksi tangki air dengan plat baja ( ± 6 m3 ) b. Tangki baja tahan karat (stainless stell). Baja tahan karat, jelas lebih baik dari pelat baja biasa yang dicat. Disamping itu permukaannya yang licin memudahkan untuk pembersihan, tetapi tidak berarti tangki jenis ini tidak memerlukan perawatan. Perawatan diperlukan terutama
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 19
ditujukan pada bagian sambungan las yang kadang-kadang kurang sempurna pengerjaannya sehingga tetap terjadi korosi/perkaratan. Selain itu kadar klorin atau oksigen yang tinggi dalam air ternyata lebih mudah membentuk lapisan kerak pada permukaan stainless steel dibanding bahan lainnya.
Gambar 1. 21 Konstruksi tangki stainless steel dengan struktur panel c. Tangki FRP (fiber reinforced plastic) Tangki FRP dengan struktur pelat tunggal sangat populer dipakai di perumahan, sebab mudah didapat dalam bentuk jadi dalam berbagai volume, murah, ringan, mudah di warnai, tahan karat dan kimia serta kurang merambatkan panas. Tetapi tangki ini tetap mempunyai kelemahan, yaitu : rentan terhadap tumbuhan, sifat bahannya yang tidak tahan sinar ultra violet sehingga terjadi pelapukan (fatique), permukaannya yang tidak terlalu halus memudahkan terjadinya algae / lumut dan kurang tahan terhadap alkali. Oleh sebab itu sebaiknya tangki jenis ini perlu dilindungi agar tidak terkena sinar matahari langsung. Disamping struktur pelat tunggal yang pada umumnya dibuat dengan volume kecil, untuk mendapatkan tangki ukuran besar sampai 100m3, dapat dipesan tangki FRP berstruktur panel.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 20
Gambar 1.22 Konstruksi tangki FRP pelat tunggal (+10m3)
Disamping masalah konstruksi dari tangkinya sendiri, masalah lain yang timbul adalah masalah dalam kaitannya dengan struktur bangunan dan estetika tampak bangunan. Untuk fungsi bangunan yang membutuhkan banyak air (apartemen, rumah sakit dsb) maka diperlukan tangki atap yang besar pula, dan karena lokasinya di atap, maka memberi beban yang berat terhadap struktur bangunan , selain membebani secara vertikal, struktur bangunan juga akan rentan terhadap gaya lateral. Dari segi estetika, ukuran yang besar dari tangki atap bila lokasi dan bentuknya tidak dirancang dengan baik akan memberi dampak negatif pada tampak bangunan. Oleh sebab itu tata letak serta bentuk dari tangki atap atau menara air sebaiknya telah dipertimbangkan sejak awal desain.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 21
Gambar 1. 23 Tangki FRP dengan struktur panel ( ± 50 m3 )
2.2.5 Hubungan tangki bawah dengan tangki atas Dalam desain tangki bawah sebaiknya terletak tepat dibawah tangki atas untuk menjamin terjadinya pipa terpendek dan hambatan aliran yang terkecil. Tetapi kadang-kadang karena disebabkan masalah desain yang lain (misal karena organisasi ruang) kondisi ideal tersebut tidak tercapai, sehingga terjadi belokan-belokan pipa sejak keluar dari pompa. Kondisi pompa yang sering mati-hidup bergantian akan menyebabkan terjadinya ‘fluktuasi gelombang tekanan’ yang merambat dalam pipa dengan kecepatan tertentu dan kemudian dipantulkan kembali ketempat semula. Peristiwa ini disebut ‘pukulan air’ yang dapat menggetarkan dan memecahkan pipapipa. Makin tinggi jarak angkat air, maka makin besar pula pukulan air yang terjadi. Penanganan ‘pukulan air’ yang paling murah dan sederhana, adalah dengan menggunakan pipa rongga udara pada belokan pipa dan desain sistim yang menghindari pipa (keluar pompa) mendatar panjang disebelah atas bangunan, lebih baik disebelah bawah. Lihat gambar berikut :
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 22
Gambar 1.24. Pipa keluar pompa mendatar lebih baik diletakkan serendah mungkin untuk mengurangi ‘pukulan air’
Gambar 1. 25. Konstruksi pipa keluar pompa yang dilengkapi peredam getaran dan rongga udara untuk menmgatasi “pukulan air”
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 23
2.3 Sistim Distribusi Hanya ada dua kelompok sistim distribusi, yaitu sistim pipa ganda yang terdiri dari sistim pengaliran keatas (up-feed) dan pengaliran kebawah (down-feed). Kelompok lainnya disebut sistim pipa tunggal. Pada sistim pengaliran keatas, pipa utama distribusi dipasang pada tangki atas kebawah sampai ke langit-langit lantai terendah gedung, kemudian pipa mendatar dan bercabang tegak keatas untuk melayani alat plambing diatasnya. Oleh sebab setiap lantai/alat plambing disuplai oleh aliran air dari bawah keatas, maka disebut sistim up-feed
Gambar 1. 27 Sistem Up feed
Pada sistim aliran kebawah, pipa utama dari tangki atas dipasang mendatar di langit-langit tertinggi gedung kemudian dibuat percabangan turun kebawah untuk melayani lantai dan alat plambing dibawahnya. Setiap lantai/alat plambing akan mendapat suplai aliran dari atas kebawah, karena itu disebut sistim downfeed.
Gambar 1. 27 Sistem Down feed Dari kedua sistim aliran kebawah dan keatas, perbedaanya hanya terletak pada aliran suplai ke alat plambing saja, karena itu sukar dikatakan sistim mana yang lebih baik diantara keduanya. Kedua sistim tersebut disebut sebagai kelompok sistim pipa ganda karena memisahkan antara pipa naik dari tangki bawah keatas dengan pipa distribusi
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 24
utama (dari tangki atas ke lantai dan alat plambing dibawahnya). Apabila kedua pipa tersebut disatukan maka disebut sebagai kelompok sistim pipa tunggal. Lihat gambar berikut :
Dalam pipa ganda (upfeeddownfeed), tekanan air dalam pipa distribusi atau alat plambing tidak banyak berubah, hanya dipengaruhi perbedaan tinggi muka air dalam tangki atas. Lain halnya dengan sistim pipa tunggal, tekanan air akan bertambah ketika pompa sedang mengisi air. Kelemahan dari sistim ini terletak pada pompanya yang mengalami tekanan gravitasi terus-menerus dan harus mempunyai kemampuan besar untuk mengatasi tekanan gravitasi tersebut saat pengisian. Oleh sebab itu, sistim Ini kurang populer pemakaiannya.
Gambar 1.28. Sistem pipa tunggal Namun, sistim apapun yang dipilih, perlu diperhatikan beberapa hal : a. Pemipaan dirancang sedemikian rupa sehingga udara atau air dapat dikeluarkan dengan mudah dari pipa. b. Pipa mendatar pada sistim up-feed dibuat agak miring keatas dan pada sistim down-feed dibuat agak miring kebawah dengan kemiringan 1: 300 (setiap 3 m turun atau naik 1 cm). c. Hindarkan pipa datar yang membentuk lengkungan keatas, karena akan terjadi akumulasi udara yang dapat menghambat aliran. Atau pada lengkungan tersebut dipasang katup pelepas udara. d. Dihindarkan pembalikan arah aliran (back-flow).
2.4 Pengamanan sistim Pengamanan sistim meliputi : pencegahan pencemaran karena tercampur air minum dengan air kualitas lain; terjadinya aliran balik (back flow); rusaknya pipa dan peralatan plambing karena pukulan air atau tekanan air yang berlebihan.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 25
2.4.1 Pencegahan pencemaran Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan : 1. Larangan hubungan pintas Yang dimaksud adalah : tidak diperkenankan adanya hubungan fisik antara dua sistim pipa yang kualitas airnya berbeda. Misalnya : antara sistim air minum dengan sistim air kebakaran. 2. Mencegah terjadinya aliran balik Yang dimaksud adalah : terjadinya aliran masuk air bekas, air tercemar dari peralatan saniter atau tangki kedalam sistim pipa air akibat terjadinya tekanan negatif (back sliphonage effect).
Contoh peristiwa terjadinya aliran balik atau efek sifon balik adalah sebagai berikut (lihat gambar) : Misal, katup A sedang ditutup guna pembersihan tangki atap, dan saat itu ujung slang air yang dikaitkan dengan keran B sedang terendam dalam ember air bekas cucian. Apabila keran C dibuka, tekanan negatif akan timbul dalam sistim pipa karena katup A tetap tertutup. Tekanan negatif dalam pipa ini menyebabkan air bekas dalam ember terhisap masuk melalui keran B dan keluar di keran C. Gambar 1. 29 Aliran balik
Untuk mengatasinya, ada dua cara untuk pencegahan terjadinya aliran balik. Pertama, dengan membuat ‘celah udara’ dan yang kedua dengan memasang ‘alat’ pencegah aliran balik. Celah udara : Merupakan penyediaan ruang bebas antara bagian terendah atau keran tempat air keluar dengan muka air peluapan dari suatu peralatan plambing. Secara umum, celah minimum yang harus disediakan adalah dua kali diameter lubang pipa / keran tempat air dikeluarkan. Untuk wastafel minimum 1”, sink dapur 1 ½ “, dan bathub 2” (inch).
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 26
Gambar 1. 30 Ukuran celah udara pada tangki
Alat pencegah aliran balik: Oleh karena alasan penggunaan, konstruksi dan terkadang estetika, beberapa peralatan plambing tidak dapat diberi celah udara. Maka dipasangkan alat pencegah aliran balik yang biasa disebut ‘pemecah vakum’. Alat ini bekerja mencegah efek sifon balik secara otomatis, memasukkan udara kedalam pipa pada saat terjadi tekanan negatif dalam pipa. Pemecah vakum digolongkan menjadi dua jenis, yaitu ‘pemecah vakum atmosferik’ dan ‘pemecah vakum tekanan positif’. Dari kedua jenis pemecah vakum tersebut, pemecah vakum atmosferik ternyata lebih banyak digunakan, merupakan alat yang tak terpisahkan pada penjualan alat saniter (shower, keran bathub, bidet, urinal) dari pabrik merek tertentu (Toto, American Standart,dst). Beberapa contoh dari pemecah vakum :
Gambar 1.31 Pemecah vakum atmosferik pada katup gelontor (flush valve)
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 27
Gambar 1.32 Pemecah vakum atmosverik pada shower
Gambar 1.33 Pemecah vakum bertekanan positip Contoh peralatan saniter yang dipasang pemecah vakum : a dan g b dan c d,e dan h f i
pada tangki penampungan air pada kloset dengan katup gelontor (flush –valve) pada keran berpenyambung selang pada bak cuci /wastafel pada keran di luar bangunan (siram rumput, cuci mobil)
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 28
(a) Pelepas vakum jenis atsmosferik
(d) Pelepas vakum jenis atsmosferik
(g) Pelepas vakum jenis bertekanan
(b) Pelepas vakum jenis atsmosferik
(e) Pelepas vakum jenis atsmosferik
(h) Pelepas vakum jenis bertekanan
(c) Pelepas vakum jenis atsmosferik
(f) Pelepas vakum jenis bertekanan
(i) Pelepas vakum jenis bertekanan
misalnya penyiram rumput dan tanaman
Gambar 1. 34 Syarat dan pemasangan pemecah vakum
2.4.2 Pencegahan pukulan air ( Water-hammer) Pukulan air, terjadi tidak hanya pada pipa penyambung antara tangki penampung bawah dan atas saja ( lihat sub bab 2.2.5 ), tetapi terjadi pada semua pipa distribusi. Pukulan air ini terjadi karena adanya ‘ Gelombang Tekanan ‘ yang merambat dalam pipa dan menjadi penyebab kerusakan pada peralatan plambing, getaran dan patahnya pipa, kebocoran dan suara berisik. Pukulan air cenderung terjadi pada keadaan : a. Penutup katup atau keran sehingga terjadi penghentian aliran secara tiba – tiba. b. Adanya aliran air dalam pipa karena dengan kecepatan dan tekanan tinggi. c. Banyak pipa vertikal; aliran air keatas atau kebawah.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 29
d. Banyak belokan / perubahan arah pada aliran air. e. Temperatur air yang tinggi. Pencegahan pukulan air dilakukan dengan : a. Menghindarkan tekanan kerja atau aliran kesepatan air yang terlalu tinggi b. Bila tekanan dan aliran kecepatan standar tidak dapat dicapai (misalnya pada kasus pipa keluar dari pompa; lihat gambar 1.25), maka dipasang alat – alat peredam. Alat peredam pukulan air dibagi menjadi dua jenis : a. Peredam tekanan dengan komponen elastis karet atau pegas. Kelebihan alat ini dibanding ‘ Rongga Udara ‘ adalah tidak diperlukan pengisian udara secara berkala, tetapi kelemahannya pada system mekanis didalamnya (karet, pegas) yang dapat rusak. b. Peredam dengan ‘ Rongga Udara ‘ berupa pipa ekstensi yang berisi udara; dapat dibuat sendiri dari sisa potongan pipa ( ekonomis ). Namun kelemahannya adalah dalam jangka waktu lama, udara dalam pipa dapat hilang ( terbawa atau larut dalam air ) sehingga perlu diisi kembali secara berkala.
Contoh peredam pukulan air :
Gambar 1. 35 Peredam dengan komponen mekanis
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 30
Gambar 1.36 Pemasangan peredam rongga udara; garis putus-putus menunjukkan letak bila dipasang satu saja
Gambar 1.37 Pemasangan rongga udara pada tangki penampungan air
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 31
Gambar 1.38 Syarat pemasangan peredam mekanis Bila a ≤ 6m cukup dipasang satu buah Bila a ≥ 6m harus dipasang dua buah
2.4.3 Tekanan, kecepatan dan laju aliran air 2.4.3.1 Tekanan air Tekanan/ kecepatan air yang berlebihan dapat menyebabkan pukulan air; kebocoran pada sambungan pipa, pecahnya pipa, kerusakan pada alat-alat plambing, dan juga rasa sakit bila tekanan pancaran air. Sebaliknya, tekanan atau kecepatan air yang kurang mencukupi akan menimbulkan kesulitan dalam pemakaian air, bahkan menyebabkan tidak berfungsinya alat-alat plambing. Tekanan air yang dibutuhkan oleh tiap-tiap jenis alat plambing berbeda-beda, tetapi secara umum besarnya tekanan standar adalah 1,0 kg/cm². Sedangkan tekanan statik untuk perkantoran bekisar antara 4,0 – 5,0 kg; untuk perumahan atau hotel 2,5 – 3,5 kg/cm2. Dalam table 1.2 (hal 38 ), dapat dilihat tekanan minimum dari tiap jenis peralatan plambing agar tiap peralatan tersebut dapat berfungsi dengan baik. Konsekuensi adanya tekanan minimum ini adalah terutama pada letak ketinggian muka air dalam tangki atap. Sebagai contoh; dalam tabel 1.2; terlihat bahwa katup gelontor, keran otomatik dan unit water-heater, menuntut tekanan kerja yang tinggi. Bila disediakan tekanan air standar 1,0 kg/cm 2, maka tinggi muka air terendah dalam tangki atap minimum berjarak 10 m1 diatas alat plambing yang tertinggi letaknya. Bahkan jarak tersebut lebih besar lagi bila kerugian gesek dalam pipa diperhitungan. 1
2
2
Untuk setiap m perbedaan tinggi muka air setara dengan 0,1 kg/cm ; maka untuk kg/cm diperlukan perbedaan tinggi 10 m
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 32
Pada bangunan tinggi (apartemen misalnya), bila untuk lantai teratas tekanan air telah memenuhi syarat 1,0 kg/cm2, terdapat konsekuensi lain, yaitu tekanan air dilantai paling bawah seringkali melampaui 4 kg/cm2 (tekanan maksimum katup gelontor). Akibatnya, semua katup gelontor yang terletak dilantai bawah akan rusak. Pada pemecahan yang paling sedeharna adalah membagi tangki atas pada beberapa lantai ketinggian, misalnya meletakkan satu tangki di lantai 6 untuk melayani lantai 4,3,2 dan 1; berikutnya meletakkan tangki kedua dilantai 10 untuk melayani lantai 8,7,6,dan 5 dan demikian seterusnya. Hal ini memberi konsekuensi desain yang nyata yaitu harus menyediakan ruang tangki air yang cukup dan memenuhi persyaratan yangki dilantai 6 dan 10, 14 dan seterusnya.
Tabel 1.2 Tekanan minimum yang dibutuhkan alat plambing Jenis Alat Plambing Tekanan yang Tekanan dibutuhkan Kg/cm2 standar Kg/cm2 Keran wastafel 0,50 Keran dapur (kitchen sink) 0,50 Katup gelontor (flush valve) kloset 0,70 Katup gelontor urinal 0,40 Keran otomatik (menutup sendiri) 0,80 Pancuran mandi (shower) dengan 0,70 1,0 pancuran tajam Pancuran mandi biasa 0,35 Keran biasa 0,30 Unit water heater berbahan baker gas 0,25 – 0,70 Mesin cuci pakaian 0,50 Mesin cuci piring 0,50 Catatan : 1. Tekanan maksimum katup gelontor kloset dan urinal adalah 4 Kg/cm2. Penggelontoran bertujuan untuk membawa kotoran padat dalam pipa buangan sampai ke tangki septic atau saluran umum. Untuk itu menurut standar dibutuhkan 15 liter air yang dialirkan selama 10 detik pada tekanan normal 10 m kolom air ( 1 Kg/cm2). 2. Keran otomatik, bila tekanan minimumnya tidak tercapai maka tidak akan dapat menutup rapat, air akan mengalir terus. 3. Tekanan minimum untuk water heater, tiap merek dapat berbeda sebaiknya melihat brosurnya masing-masing, tetapi untuk yang bertekanan kurang dari 0,5 kg/cm2, debit/laju alirannya kecil sekali. Water heater instaneous untuk shower kamar mandi pada umumnya bertekanan 0,5 kg/cm2. 4. Khusus untuk fire-hose (kebakaran) dibutuhkan tekanan minimum 2,0 kg/cm2.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 33
Berikut ini diberikan contoh perhitungan kasar untuk menetapkan tinggi tangki penampung atas berdasarkan tekanan minimum alat plambing yang dibuthkan (table 1.2) dan pada tekanan kerja aliran standar (1,0 kg/cm2 = 10 m kolom air atau 1 m kolom air = 0,1 kg/cm2; 1 m kolom air = 1 m tinggi)
Gambar 1.39 Contoh memperhitungkan tinggi tangki Uraian Tinggi shower dari muka tanah Tekanan minimum shower Kerugian tekanan dalam pipa 2 Tekanan minimum water-heater
Kebutuhan tekanan minimum Kg/cm2 m kolom air 5,80 0,35 3,50 0,15 1,50 0,70 7,00 Jumlah 17,80
Kesimpulan : Muka air terendah dalam tangki penampungan diukur dari permukaan tanah adalah H = 17,80 m (minimum). Selisih tinggi antara muka air tangki terendah dengan shower = 17,80 – 5,80 = 12,0. Selisih tinggi ini menunjukkan gejala umum bahwa tidak mungkin meletakkan tangki atap langsung diatas atap lantai teratas bangunan bila pada lantai teratas tersebut digunakan alat-alat plambing. (perhatikan contoh berikut)
2
Dalam contoh ini hanya diperkirakan hanya sekedar memberi gambaran saja; seharusnya dihitung berdasarkan panjang pipa, jenis pipa, diameter pipa dan jumlah fitting yang dipasangkan pada pipa itu.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 34
Pada contoh disamping, berdasarkan table 1.2; shower dengan pancaran yang membutuhkan tekanan minimum 0,7 kg/cm2 setara dengan tinggi 7,0 m. Bila friksi / kehilangan tekanan diabaikan, maka didapat persamaan 7,0 = 4,0 + x – 2,0 Berarti tangki atas minimal terletak 1,0 m diatas atap.
Dua contoh diatas, menunjukkan bahwa tekanan minimum alat plambing akan sangat mempengaruhi tinggi muka air terendah dari tangki atap. Tangki atap akan bertambah tinggi lagi bila diperhitungkan adanya kehilangan tekanan / friksi dalam pipa. Kehilangan tekanan dalam pipa tergantung pada : ukuran (panjang & diameter) pipa, jenis bahan pipa (besi, PVC, tembaga), kecepatan dan laju aliran air dalam pipa serta banyaknya katup dan alat penyambung (fitting) yang ada pada pipa tersebut. Tabel 1.3 Ekivalensi panjang pipa terhadap kerugian gesek berbagai jenis fitting Ø fitting (inch) 3 /8 ½ ¾ 1 1¼ 1½ 2 2½ 3 3½ 4 5 6
(mm) 10 13 20 25 30 40 50 65 75 90 100 125 150
Elbow 90° (m) 0,30 0,60 0,75 0,90 1,20 1,50 2,10 2,40 3,00 3,60 4,20 5,10 6,00
Elbow 45° (m) 0,18 0,36 0,45 0,54 0,72 0,60 1,20 1,50 1,80 2,10 2,40 3,00 3,60
Tee 90° (m) 0,45 0,90 1,20 1,50 1,80 2,10 3,00 3,60 4,50 5,40 6,30 7,50 9,00
Coupling (m) 0,09 0,18 0,24 0,27 0,36 0,45 0,60 0,75 0,90 1,08 1,20 1,50 1,80
Gate valve (m) 0,06 0,12 0,15 0,18 0,24 0,30 0,39 0,48 0,60 0,72 0,81 0,99 1,20
Globe valve (m) 2,40 4,50 6,00 7,50 10,50 13,50 16,50 19,50 24,00 30,00 37,50 42,00 49,50
Angle valve (m) 1,20 2,40 3,60 4,50 5,40 6,60 8,40 10,20 12,00 15,00 16,50 21,00 24,00
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 35 Gate valve
Globe valve
Diagram 1.1 Kerugian gesek dalam pipa baja karbon
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 36
Diagram 1.2 Kerugian gesek dalam pipa PVC
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 37
Diagram 1.3 Kerugian gesek dalam pipa Tembaga
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 38
2.4.3.2. Kecepatan aliran air Kecepatan aliran air yang terlalu tinggi dapat menjadi penyebab pukulan air,suara berisik bahkan kadang-kadang menyebabkan ausnya permukaan pipa.sebaliknya kecepatan air yang terlalu rendah menyebabkan efek yang kurang baik:terjadi korosi, pengendapan kotoran yang menurunkan kualitas air dan mempercepat timbulnya lapisan kerak yang berarti juga memperkecil diameter pipa. Kecepatan standar aliran air berkisar antara 0,9-1,2 m/detik dan batas maksimumnya antara 1,5-2,0 m/detik.
2.4.3.3. Laju aliran air (Flow-rate) Laju aliran pemakaian air oleh suatu masyarakat seiring dengan kemajuan masyarakat itu sendiri,sehingga laju aliran air oleh sekelompok masyarakat dapat dipakai sebagai tolak ukur kemajuan masyarakatnya. Istilah lain dari laju aliran air adalah debit air,mencerminkan kemampuan suplai dari suatu sumber atau kebutuhan air dari suatu fungsi bangunan. Dengan demikian dalam perancangan sistem penyediaan air untuk suatu fungsi bangunan, kapasitas peralatan dan ukuran pipa-pipa yang dibutuhkan didasarkan pada laju aliran air. Jumlah laju aliran atau kebutuhan suatu fungsi bangunan dapat dihitung berdasarkan: A..Jumlah pemakai dengan memakai standar yang tercantum dalam : Tabel 1.4; “Pemakaian air rata rata perorang perhari” dan Tabel 1.5; “Fasilitas minimal peralatan plambing”. B. Unit beban alat plambimgdengan memakai: Tabel 1.8; “Unit beban alat plambing” dan kurva aliran serentak yang disebut juga sebagai “kurva hubungan antara jumlah unit beban alat plambing dengan laju aliran air.
Tabel 1.4 Pemakaian air rata-rata per orang per hari No
Jenis Gedung
1 2 3
Perumahan mewah Rumah biasa Apartemen
4 5
Asrama Rumah sakit
Pemakaian air ratarata sehari (liter) 250 160-250 200-250 120 Mewah>1000 Menengah 500-1000 Umum 350-500
Waktu pemakaian air rata-rata sehari (jam) 8-10 8-10 8-10 8 8-10
Perbandi ngan luas lantai effektif (%) 42-45 50-53 45-50
45-48
Keterangan Setiap penghuni Setiap penghuni Mewah 250 liter Menengah 180 liter Bujangan 120 liter Bujangan Setiap t. tidur pasien Pasien luar:8 liter Staf/pegawai 120 liter
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 39
6 7 8 9 10 11
Sekolah dasar SLTP SLTA & lebih tinggi Rumah - toko Perkantoran Toserba
40 50 80 100-200 100 3
5 6 6 8 8 7
12
Pabrik Industri
Buruh pria:60 Wanita:100
8
13
Stasiun / terminal
3
15
14 15
Restoran Restoran umum
30 15
5 7
16
Gedung pertunjukan
30
5
17 18
Bioskop Toko Pengecer
10 40
3 6
19
Hotel/Penginapan
250-300
10
20 21 22 23 24 25 26
Gd. Peribadatan Perpustakaan Bar Perkumpulan sosial Kelab malarn Gd. Perkurnpulan Laboratorium
10 25 30 30 120-350 150-200 100-200
2 6 6
8
56-60 58-60 60-70 55-60
53 - 55
Keluarga pasien:160 liter. Guru :100 liter Guru :100 liter Guru/dosen:100 liter Penghuni.160 liter Setiap pegawai Hanya kakus, belum restorannya Per orang setiap shift (kalau kerja lebih 8 jam) Setiap penurnpang, tiba maupun berangkat Penghuni 160 liter Penghuni 160 liter Pelayan 100 liter 70%.dr jumlah tamu 15 liter/orang Setiap orang untuk 1x pertunjukan Idem Pedagang besar 30 ltr pertamu, 150 ltr/staf atau 5 ltr /hari setiap m2 luas lantai Setiap tamu. staf 120150 ltr. penginapan 200 ltr Perjemaah per hari Setiap pernbaca Setiap tarnu Setiap tamu Setiap tempat duduk Setiap tamu Setiap staf
Khusus untuk butir 1, 2 dan 3 bila. menggunakan bathtub, setiap orang ditambah 100 lt/hari. Jadi , misalnya untuk perumahan mewah dengan standar 250 lt/hari akan bertambah menjadi 350 lt/hari
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 40
Tabel 1.5. Fasilitas minimal peralatan plambing 1 2
3
Tipe gedung R. tinggal / apartemen Sekolah : Sekolah dasar SLTP & lebih tinggi
Kloset 1 per rumah tinggal /apartemen PrIa Wanita 1 per 100 1 per 35 1 per 100 1 per 45
JmIh orang 1-15 16-35 36-55 56-80 Kantor atau gedung umum 81-110 111-150
JmIh kloset 1 2 3 4 5 6
Urinal
Wastafel 1 per r.tinggal / apartemen
Bathtub /shower 1 per r. tinggal /aparternen
1 per 35 pria 1 per 30 pda
1 per 60 orang 1 per 100 orang JmIh org JmIh westafel 145 1 16-35 2 3 Jumlah kIoset yang tersedia dapat dikurangi satu 36-60 4 dan digantl dengan urinal selama sisa kloset 61-90 5 yang tersedia tidak kurang dari 2/3 jumlah 91-125 1 wastafel untuk setlap standar minimum penarnbahan 45 orang
1 kloset untuk setiap penarnbahan 40.org
4
Pabrik / workshop
JmIh orang 1-9 10-24 25-49 50-74 75-100
JmIh kloset 1 2 3 4 5
JmIh org 1-100 100 lebih
JmIh wastafel 1 per 10 org 1 per 15 org
1 shower utk setiap 15 org
idern
1 kloset utk sedap penarnbahan 30 karyawan PrIa : 1 untuk setiap 10 org Wanita : 1 utk setlap 8 org 5
Asrama
6
Teater / audItoriurn
1 kloset untuk setlap penambahan 15 pria atau 20 wanita Jumlah orang 1-100 101-200 201-400
JumIah kloset PrIa Wanita 1 1 2 2 3 3
1 kloset utk setiap penambahan 500 pria 300 wanita
1 per 25 pria, bila lebIh dari 150 orang tambahkan 1 per 50 pria
1 per 12 org utk cucl tangan 1 per 50 utk sikat gigi 1 wastafel utk setiap penambahan 20 pria / 15 wanita
Jumlah pria
Jumlah urinal
JrnIh org
JmIh wastafel
1-200 201-400 401-600
1 2 3
1-200 201400 401-750
1 2 3
1 urinal untuk setiap penarnbahan 300 pria
1 untuk 8 org khusus asrarna wanita ditambah 1 per 30 wanita Bila lebih dari 150 orang, tambah 1 per 20
1 wastafel utk setiap penarnbahan 500 org
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 41
Tabel 1.6 Pemakaian air setiap alat plambing
Jenis alat plambing
Kloset dengan katup gelontor Kloset dengan tangki gelontor Urinal dengan katup gelontor Cuci tangan / lavatory Kitchen sink dengan keran 13 mm Kitchen sink dengan keran 20 mm Bathtub Shower
1 2 3 4 5 6 7 8 1. 2. 3.
Penggu naan air untuk Penggunaan Laju aliran pemakaian perjam (Itr/menit) satu kali (liter)
Waktu pengisian (detik)
13,5 -16,5
6 -12
110-180
8,2-10
13 -15
6 -12
15
60
5
12 - 20
30
10
10
6 -12
15
40
25.
6 -12
15
60
25
6 -12
25
60
125 24 - 60
3 3
30 12
250 120 -130
Standar pemakaian air untuk kloset dengan katup gelontor, untuk satu. kali penggunaan adalah 15 liter selama 10 detik. Pipa sambungan ke katup gelontor untuk kloset biasanya 25 mm (1"), tetapi untuk mengurangi kerugian akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 32 mm (1 ¼”) Pipa sarnbungan ke katup gelontor untuk urinal biasanya 13 mm (1/2"), tetapi untuk mengurangi kerugian akibat gesekan dianjurkan memasang pipa ukuran 20 mm (3/4")
Tabel 1. 7 Tabel beban unit untuk alat plambing Jenis alat plambing Kloset Kloset Urinal Bak cuci kecil Wastafel Bak cuci tangan; kamar operasi Bathtub Shower Satuan kamar mandi : 1 Bathtub + 1 wastafel + 1 Shower + 1 kloset Satuan kamar mandi : 1
Jenis Penyediaan air Katup gelontor Tangki gelontor Katup gelontor keran keran keran
Beban unit alat plambing Untuk pribadi Untuk umum 6 3 0,5 1
10 5 5 1 2 3
Keran pencampur Keran pencampur
2 2
4 4
Dengan kloset katup gelontor
8
-
Dengan kloset tangki
6
-
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 42
Bathtub + 1 wastafel + 1 Shower + 1 kloset Bak cuci bersama Bak cuci pel Bak cuci dapur Bak cuci piring Bak cuci pakaian Drinking fountain Pemanas air
gelontor Untuk setiap keran keran keran keran keran Keran khusus Katup bola
3 2 3 -
2 4 4 5 2 2
Catatan : 1. Alat plambing untuk keperluan pribadi dimaksudkan untuk rumah tinggal atau apartemen dimana pemakaiannya tidak terlalu banyak. 2. Alat plambing untuk keperluan urnum dimaksudkan untuk gedung kantor, sekolah, pabrik dsb, untuk pemakaian umum. 3. Alat plambing yang tidak ada dalam daftar, digunakan perkiraan dengan membandingkan alat yang hampir serupa. 4. Nilai beban unit untuk pencampur (mixer) air panas dan dingin; sudah diperhitungkan sebagai nilai total; bila, dipisahkan (dingin atau panas saja) diambil nilai ¾ dari daftar. 5. Alat plambing yang airnya mengalir kontinu, dihitung terpisah dan ditambahkan pada jumlah alat plambing.
(a) Untuk unit beban sampai 3000
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 43
(b) Untuk unit beban sampai 250 ( skala gambar diperbesar) Diagram 1.4 Hubungan antara unit beban alat plambing dengan laju aliran Kurva (1) untuk system yang sebagian besar menggunakan katup gelontor Kurva (2) untuk system yang sebagian besar menggunakan tangki gelontor
3. Penghitungan kebutuhan air dan Kapasitas alat. 3.1.
Penafsiran kebutuhan air.
Penafsiran kebutuhan air sebenarnya merupakan langkah awal dari perhitungan selanjutnya, yang berupa penentuan kapasitas tangki atas dan bawah. Kapasitas pompa dan ukuran pompa. Sasaran Utama penafsiran kebutuhan ini adalah untuk mendapatkan: a. Pemakaian air atau kebutuhan sehari (Qd - m 3 / hari). b. Pemakaian air rata-rata per jam (Qh - m 3 / jam). c. Pemakaian air pada jam puncak (Qh-max - m3/ jam). d. Pemakaian air pada menit puncak (Qm-max - m 3/ jam). Dalam penafsiran kebutuhan tersebut, maka digunakan tiga rumus yang menunjukkan hubungan antara keempat variabel tersebut, yaitu: a. Qh= Qd / T T = jangka waktu pemakaian sehari (jam). b. Qh-max = c1 x Qh c1= konstanta antara 1,5 - 2,0: tergantung lokasi dan sifat pengunaan gedung (misal untuk apartemen mewah=2,0; rumah susun=1.5). c. Qm-max = c2 x (Qh /60). c2 = konstanta antara 3,0 - 4,0.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 44
Berikut ini akan diberikan 4 contoh cara penafsiran cara pemakaian air: 1. Berdasar jumlah penghuni. 2. Berdasar luas dan kepadatan. 3. Berdasar beban unit alat plambing. 4. Berdasar fasilitas minimal alat plambing. Dalam melakukan penafsiran perlu dicatat bahwa setiap cara penafsiran akan menghasilkan nilai angka berbeda, meskipun penafsiran itu dilakukan pada obyek yang sama, misal, penafsiran dengan beban unit akan menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan penafsiran dengan jumlah penghuni.. Karena itu dianjurkan pada obyek yang sama dilakukan penafsiran dua kali dengan dua cara yang berbeda untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih akurat.
3.1.1 Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni Metoda dengan cara ini praktis digunakan pada tahap prarancangan arsitektur, karena kebutuhan pemakaian air sudah dapat ditentukan meskipun desain dan jumlah peralatan plambing yang digunakan belum dapat ditentukan. Penaksiran dengan menggunakan cara ini dilakukan berdasarkan tabel 1.4. (hal. 46); menggunakan ‘standar’ pemakaian air per orang per hari pada fungsi tertentu yang dikaitkan dengan jumlah penghuni bangunan tersebut.
Contoh 1 : Penaksiran berdasarkan jumlah penghuni Sebuah Gedung apartemen mewah, berisi 50 keluarga. Untuk 30 keluarga disediakan satu kamar tidur dan 20 keluarga dengan dua kamar tidur (tiap kamar tidur berisikan 2 orang) Jumlah penghuni : (30 x 2) + (20 x 4) = 140 keluarga Dari tabel 1.4 (hal. 46 ), pemakaian air untuk apartemen mewah adalah 250 l/org per hari dengan lama waktu pemakaian T = 10 jam per hari. Qd = 250 x 140 = 35.000 l/hari = 35 m3/hari Qh = Qd/T = 35 / 10 = 3,5 m3/jam Pemakaian air pada jam puncak dengan konstanta c1 = 2,0 Qh-max = c1 x Qh = 2 x 3,5 = 7,0 m3/jam Pemakaian air pada menit puncak dengan konstenta c2 = 4,0 Qm-max = c2 x (Qh / 60) = 4 x (3,5 / 60) = 0,23 m3/menit. Catatan : 1. Bila tiap apartemen tersebut menggunakan kamar mandi dengan bathtub maka standar pemakaian air per orang per hari adalah 350 l/hari.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 45
2. Hasil penaksiran merupakan pemakaian penghuni ( cuci, makan, pel, dsb) ; belum termasuk air yang diperlukan untuk pengelolaan bangunan, siram rumput, membersihkan gedung, kolam, air untuk kebakaran, AC, menyiram tanaman, dan sebagainya yang harus diperhitungkan secara terpisah
3.1.2 Penaksiran Berdasarkan Luas & Kepadatan Bila jumlah penghuni belum dapat diketahui (sering terjadi bangunan-bangunan umum), maka penaksiran dibuat berdasarkan kepadatan hunian (antara 5 m2 sampai 10 m2 per orang) dan luas efektif/netto bangunan3, yang tercantum pada tabel 1.4 , kolom 5 ; hal 46 Contoh 2 ; Penaksiran berdasar luas & kepadatan bangunan Direncanakan suatu gedung perkantoran dengan luas 10.000 m2 ; untuk luas kerja rata-rata per orang diambil 5 m2 /orang. Luas efektif gedung berdasar tabel 1.4 adalah 60% - 70% . Bila diambil 60% maka Lefektif = 0,6 x 10.000 = 6.000 m2. Jumlah pemakai Gedung tersebut = 6.000/5 = 1.200 orang Dari tabel 1.4 ; untuk bangunan perkantoran dibutuhkan pemakaian air 100 liter/ pegawai per hari ; dengan lama pemakaian T = 8 jam ; maka Qd = 1.200 x 100 = 120.000 l/hari = 120 m3/hari Bila diandaikan diberi tambahan 20% untuk mengatasi kebocoran, penguapan dikarenakan water-heater , penyiraman tanaman, cooling tower mesin AC dan sebagainya4 ; maka kebutuhan air menjadi Qd = 1,2 x 120 m3 = 144 m3/hari. Karena T = 8 jam ; maka Qh = Qd /T = 144/8 = 18 m3/jam Bila ditetapkan c1 = 2 dan c2 = 3 maka : Qh-max = c1 x Qh = 2 x 18 = 36 m3/jam. Qm-max = c2 x (Qh/60) = 3 x (18/60) = 0,9 m3/menit
3
4
Presentasi luas efektif dalam tabel ini hanya berlaku untuk penaksiran pemakaian air, tidak berlaku untuk hal yang lainnya (mis. Ekonomi bagunan, studi kelayakan proyek) Pengandaian 20% disini hanya untuk mengingatkan bahwa diluar kebutuhan pemakai masih terdapat kebutuhan lain yang harus diperhitungkan secara terpisah. Untuk penambahan karena pemakaian alat seperti AC dan Cooling Tower , sangat tergantung pada kapasitas mesin AC nya sendiri, namun sebagai gambaran dapat dilihat rasio kebutuhan sebagai berikut : a. Mesin pendingin AC kompresi uap membutuhkan 13 l/menit ; jenis absorsi 16 l/menit untuk setiap TR (Ton Refrigerasi). b. Cooling Tower sebesar 0,26 – 0,39 l/menit untuk setiap TR, akibat penguapan 1% dan pengkabutan 2 – 3%.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 46
3.1.3 Penaksiran berdasarkan unit beban alat plambing Penaksiran dengan menggunakan cara seperti ini dilakukan bila jumlah peralatan plambing telah diketahui jumlahnya atau telah dilakukan perhitungan kebutuhan peralatan plambing minimal (tabel 1.5 : “fasilitas minimal peralatan plambing”). Contoh 3. Penaksiran berdasarkan unit beban Suatu gedung perkantoran, memiliki lantai tingkat 4 dengan peralatan plambing pada tiap tingkat terdiri dari : 3 kloset duduk (katup gelontor) ; 3 wastafel, 3 urinal dan bak cuci pel 4 buah. Jumlah total alat plambing untuk 4 lantai : Kloset duduk katup gelontor 12 buah, wastafel 12 buah, urinal 12 buah dan bak cuci pel 4 buah. Berdasarkan tabel 1.7 (hal. 49), jumlah unit beban total adalah : Jenis alat plambing Kloset (katup gelontor Wastafel Urinal Bak cuci pel
Jumlah alat Unit beban alat plambing plambing 12 10 12 2 12 5 4 4 Jumlah unit beban total
Jumlah unit beban 120 24 60 16 220
Dengan menggunakan diagram 1.4 b-kurva 1 (hal. 50 ) ; karena katup gelontor dominan, diperoleh pemakaian serentak yang ekivalen dengan Qh-max = 360 3 liter/menit = 21,6 m /jam. Bila ditetapkan c1 = 2 ; maka Qh = Qh-max /c1 = 10,8 m3/jam. Pemakaian dalam sehari Qd = T x Qh = 8 x 10,8 = 86,4 m3/hari (dari tabel 1.4, pemakaian rata-rata sehari T = 8 jam) Bila ditetapkan c2 = 4, maka pemakaian pada menit puncak adalah Qm-max = Qh x c2 = 10,8 x 4 = 43,2 m3/jam atau 0,72 m3/menit. Hasil penaksiran ini dapat digunakan untuk mencari jumlah pegawai maupun luas lantai banguna yang dilayani oleh alat plambing yang disediakan : Qd = 86,4 m3/hari, pemakaian per karyawan = 100 liter/hari (tabel 1.4) ; maka jumlah karyawan yang dilayani : 86.400/100 = 864 orang. Luas lantai kerja per karyawan 5 m2 ; Lefektif = 5 x 864 = 4320 m2. Lefektif = 60% (tabel 1.4) maka luas total bangunan tersebut = 7200 m2..
Contoh 4 : Penaksiran berdasarkan fasilitas minimal peralatan plambing Sebagai contoh diambil sebuah bangunan yang sama pada contoh 3. Kantor dengan pegawai 864 orang dan untuk penafsiran digunakan tabel 1.5 (hal 47)
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 47
Perhitungan awal jumlah kloset yang harus disediakan : Sampai 150 orang disediakan 6 kloset. Sisanya (864 – 150) disediakan 1 kloset setiap penambahan 40 orang = 714/40 = 17,85 atau dibulatkan menjadi 18 kloset. Jumlah kloset = 6 + 18 = 24 kloset. Untuk perhitungan urinal ; jumlah minimum kloset = 2/3 x 24 = 16 kloset ; sisanya diganti urinal = 24 – 16 = 8 urinal. Wastafel yang perlu disediakan : Sampai 125 orang dibutuhkan 5 wastafel ; sisanya (864 – 125) disediakan 1 wastafel setiap penambahan 45 orang = 739/45 = 16,42 atau dibulatkan menjadi 16 buah wastafel Berdasar tabel 1.7 (hal. 49 ), jumlah unit beban total adalah : Jenis alat plambing Kloset (katup gelontor) Wastafel Urinal Bak cuci pel
Jumlah alat plambing 16 16 8 -
Unit beban alat plambing 10 2 5 jumlah unit beban total
Jumlah unit beban 160 32 40 232
Dengan menggunakan diagram 1.4 b-kurva 1 (hal. 50 ) ; karena katup gelontor dominan ; diperoleh pemakaian serentak yang ekivalen dengan Qh-max = 375 liter/menit = 22,5 m3/jam. Bila ditetapkan c1 = 2 ; maka Qh = Qh-max /c1 = 11,25 m3/jam. Pemakaian dalam sehari Qd = T x Qh = 8 x 11,25 = 94 m3/hari (dari tabel 1.4, pemakaian rata-rata sehari T = 8 jam) Bila ditetapkan c2 = 4, maka pemakaian pada menit puncak adalah Qm-max = Qh x c2 = 11,25 x 4 = 45 m3/jam atau 0,75 m3/menit. Dari kedua penaksiran tersebut, terlihat bahwa hasil dari keduanya tidak berbeda banyak, namun terlihat bahwa desain awal atau perkiraan jumlah alat plambing yang dibutuhkan tidak memenuhi syarat minimal. Berarti, meski kebutuhan air tetap namun perlu dilakukan re-desain pada WC yang ada.
3.2
Penghitungan Kapasitas Alat
Bila penaksiran kebutuhan air pada suatu gedung telah dilakukan, berarti kebutuhan rata-rata per jam, pemakaian air sehari dan pemakaian air pada jam dan menit puncak telah diketahui. Maka selanjutnya kapasitas tangki atap (VE), kapasitas pompa pengisinya (Qpu), kapasitas tangki bawah (VR) beserta ukuran-ukuran pipa penghubungnya dapat dihitung :
3.2.1 Kapasitas tangki atap / atas Tangki atas (VE) dimaksudkan untuk menampung kebutuhan puncak dan disediakan dengan kapasitas cukup selama jangka waktu kebutuhan puncak terjadi. Dalam banyak kasus, jangka waktu yang dianggap cukup adalah selama 30 menit (Tp). pada
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 48
keadaan tertentu, mulainya kebutuhan puncak justru pada saat muka air dalam tangki pada posisi terendah (kosong, tetapi belum habis). Maka pada saat bersamaan diperlukan pengisian tangki yang lebih cepat jangka waktunya dibanding jangka waktu pemakaiannya. Karena itu waktu pengisian tangki ditetapkan selama 10 – 15 menit (Tpu) dan lebih banyak ditentukan oleh jumlah dan kapasitas pompa (Qpu) serta ukuran pipa penghubung antara tangki bawah dengan atas. Dengan demikian maka kapasitas efektif tangki atas dapat dirumuskan sebagai berikut : VE = (Qp – Qmax)Tp + (Qpu x Tpu ) Dimana : VE = kapasitas efektif tangki atas (liter) QP = laju aliran penyediaan pada kebutuhan puncak (liter/menit) Qmax = laju aliran pemakaian pada jam puncak (liter/menit) Qpu = kapasitas pompa pengisi (liter/menit) Tp = jangka waktu pemakaian puncak (menit) Tpu = jangka waktu kerja pompa pengisi(menit) Agar VE menjadi efektif, maka laju aliran pompa pengisi (Qpu) diusahakan sama besarnya dengan laju aliran pemakaian pada jam puncak Qmax ; maka Qpu = Qmax dan makin dekat nilai laju aliran pompa dengan laju aliran yang harus disediakan pada jam puncak (Qp ), akan makin kecil volume tangki atas. Karena itu, apabila dapat diusahakan Qp = Qpu = Qmax maka didapat ukuran tangki atas minimum yang dapat melayani kebutuhan puncak, dan dapat dirumuskan sebagai berikut : VE = Qpu x Tpu Contoh 5 : Penghitungan tangki atas Untuk contoh, diambil penaksiran dari contoh 2 sebelumnya dimana telah didapat : a. Qh-max = 36 m3/jam atau 600 liter/menit b. Qm-max = 0,9 m3/menit atau 900 liter/menit. Dalam kaitannya rumusan tangki atas : Qp ekivalen dengan Qm-max = 900 liter/menit dan Qmax ekivalen dengan Qh-max = 600 liter/menit Karena Qpu = Qmax ; Tp = 30 menit dan Tpu = 10 menit, maka : VE = (Qp – Qmax)Tp + (Qpu x Tpu) = (900 – 600)30 + (600 x 10) = 15.000 liter atau VE = 15 m3. Apabila dikehendaki ukuran tangki atas minimal, maka Qp = Qpu = Qmax dan VE = Qpu x Tpu . dalam menggunakan rumus ini perlu diperhatikan bahwa Qpu harus disesuaikan dengan Qp, bukan Qmax ; dengan demikian Qpu yang digunakan adalah 900 liter/menit ; bukan 600 liter.menit. karena itu VE minimum = 900 x 10 = 9000 liter atau 9 m3.
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 49
Contoh 6 : Mencari ukuran pipa 1. ukuran pipa keluar dari tangki atas (distribusi) diperhitungkan laju alirannya sebesar Qp , yaitu 900 liter/menit. Bila pipa yang digunakan adalah pipa PVC dan pada aliran standar (1,5 – 2 m/detik), maka berdasarkan diagram 1.2 (hal. 43 ),maka diperlukan pipa berdiameter antara 100 mm sampai 115 mm ; karena itu dipakai pipa PVC berdiameter 125 mm (5”) 2. Ukuran minimum pipa dari tangki bawah ke tangki atas (melalui pompa) diperhitungkan sesuai dengan laju aliran Qpu = Qmax = Qm-max , yaitu 600 liter/menit. Bila digunakan pipa PVC dengan kecepatan aliran standar 2 m/detik maka berdasarkan diagram 2, diperlukan satu pipa berdiameter kurang lebih 80 mm, karena itu dipakai pipa berdiameter 100 mm. namun karena pipa keluaran dari pompa tidak ada yang berukuran sebesar itu, maka perlu digunakan 2 pompa dengan 2 pipa keluaran yang dapat memberi laju aliran 300 liter, yaitu pipa berdiameter 65 mm.
3.2.2 Kapasitas tangki bawah Tangki bawah (VR) berfungsi sebagai penyedia air bagi tangki atas yang kemudian pada akhirnya didistribusikan kepada pemakai. Oleh sebab pemakaian air selama satu hari (Qd) telah diketahui, maka tangki bawah paling sedikit harus menampung kebutuhan satu hari pemakaian (T) tersebut. Namun selama pemakaian, tangki bawah secara simultan akan mengalami pengisian dari PDAM, sumur (setelah difilter) atau kombinasinya. Sumber-sumber air ini tentunya mempunyai laju aliran (QS) yang berbeda-beda tergantung lokasi maupun jenis sumurnya. Karena itu perlu dilakukan survei pada awal proyek untuk mengetahui kemampuan / laju aliran dari masingmasing sumber yang dipilih guna mengetahui apakah sumber yang ada dapat memenuhi kebutuhan atau tidak. Apabila laju aliran suplai tangki bawah (QS) tersebut telah diketahui, maka volume tangji bawah tersebut dapat dihitung : VR = Qd – (QS . TS) Dimana : VR = volume penyediaan air dalm tangki air bawah Qd = laju aliran kebutuhan air sehari (m3/hari) QS = laju aliran suplai / pengisian dari PDAM atau sumur (m3/jam) TS = jangka waktu pengisian ; paling lama senilai T (jam) T = jangka waktu pemakaian sehari (jam/hari) Contoh 7. Penentuan kapasitas tangki bawah Misalnya, diambil dari contoh 2 (hal.53 ), perkantoran ; kebutuhan sehari telah diketahui Qd = 144 m/hari. Diadakan sumber diambil dari dalam (deep well) dengan kapasitas laju aliran 100 liter/menit 6 m3/jam Dari tabel 4. jangka waktu pemakaian sehari T = 8 jam/hari dan nilai ini dipergunakan untuk lamanya pengisian TS = 8 jam. Volume tangki bawah : VR = Qd – (QS.TS) = 144 – (6 x 8) = 96 m3
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 50
Bila digunakan 2 sumur maka kapasitas tangki akan mengecil menjadi :144 – (12 – 8) = 48 m3.
Dengan demikian dapat ditarik suatu hubungan bahwa : a. Makin besar laju aliran suplai (QS) mak mengecil kapasitas tangki bawah ( VR), demikian pula sebaliknya. b. Makin pendek waktu pengisiannya (TS) maka makin besar pulalah kapasitas tangki bawah (VR), demikian pula sebaliknya. SOAL LATIHAN 1. Kualitas air harus memenuhi syarat, yaitu seperti dibawah ini kecuali : a. Tidak mengandung bakteri c. Berbau b. Tidak mengandung zat kimia d. Tidak mengandung organisme 2.
Cara pengaliran air bersih dalam sistem pemipaannya agar sampai ke tempat yang diperlukan adalah: a. Up feed dan down feed c. Sistem pompa tekan b. Sistem vertical dan horizontal d. Sistem pipa ganda
3.
a. b.
Sistem distribusi air bersih apakah gambar tersebut: Sistem up feed c. Sistem tangki tekan Sistem down feed d. Sistem pipa ganda
a. b.
Sistem distribusi air bersih apakah gambar tersebut: Sistem up feed c. Sistem tangki tekan Sistem down feed d. Sistem pipa ganda
4.
5.
Berikut ini beberapa metoda yang digunakan untuk menentukan besarnya laju aliran air, kecuali: a. Berdasarkan jumlah pemakai b. Berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing c. Berdasarkan unit beban alat plambing d. Berdasarkan kapasitas tangki atas dan bawah
6.
Mengapa dalam sistem pemipaan kenapa tidak diperbolehkan terjadi hubungan pintas
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 51
pipa yang memiliki kualitas air berbeda: a. Pencemaran b. Air dapat mangalir dari satu sistem ke sistem yang lain c. Air akan tidak layak untuk digunakan d. Air akan berbau dan berbakteri 7.
Pemasangan peredam pukulan air yang paling baik di pasang di: a. Di dekat alat plambing b. Pipa masuk yang tegak dan dekat dengan alat plambing c. Pipa keluar air dari tangki air dan dekat dengan tangki air d. Dalam satu gedung dipasang satu peredam pukulan air di tangki air
8.
Jenis-jenis pompa yang sering digunakan dalam penyediaan air, kecuali a. Pompa jenis putar : pompa sentrifugal, pompa diffuser/turbin b. Pompa jenis langkah positif: pompa torak, pompa tangan c. Pompa khusus: pompa vortex, pompa gelembung udara, pompa jet, pompa bilah d. Pompa tekan: pompa dengan satu tangki tekan dan dengan dua tangki tekan
9.
Qh=Qd/T , rumus tersebut digunakan untuk menghitung kapasitas kebutuhan air berdasarkan: a. Jumlah penghuni b. Jenis dan jumlah alat plambing c. Unit beban alat plambing d. Kapasaitas tangki atas atau bawah
10.
Peralatan sistem penyediaan air dingin yang harus disediakan adalah a. Pompa, perpipaan, tangki atas/bawah, alat plambing b. Pompa, perpipaan, tangki c. Pompa, perpipaan, bak mandi, tangki atas/bawah, kran d. Kran, shower, bak mandi, peredam pukulan air
Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan 52
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 52
1. AIR PANAS
Air, volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4° Celcius, dan akan bertambah pada temperatur yang lebih rendah atau lebih tinggi. Bila kerapatan ( density ) air pada temperatur 4°C dianggap sama dengan satu, maka air yang dipanaskan antara 4° C – 100° C, volumenya akan bertambah sekitar 4,3 %. Selanjutnya, bila air dipanaskan terus, pada suatu temperatur tertentu akan mendidih tergantung pada tekanan airnya. Makin tinggi tekanan airnya, maka makin tinggi pula titik didihnya.
Kualitas air panas mempunyai hubungan dengan temperatur airnya. Ternyata peningkatan temperatur pada air panas dapat mempercepat proses pengkaratan/ mengeraknya pipa. Secara umum, dapat dikatakan; setiap peningkatan temperatur 10° C, proses pengkaratan dipercepat 2 kalinya. Bila temperatur air mencapai 60° C, akan terjadi pelepasan zat asam yang terlarut dalam air, menimbulkan karbonat bebas dan proses pengkaratan elektrolit bertambah cepat. Dari berbagai penelitian pada pipa baja, pengkaratan mencapai maksimum pada suhu 70° C, karena itu dihindarkan pemanasan air lebih tinggi dari temperatur yang diperlukan.
Jelas, bahwa dalam perancangan maupun pemasangan instalasi air panas, aspek-aspek tersebut diatas harus diperhatikan.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 53
2. STANDAR TEMPERATUR AIR PANAS Air panas digunakan untuk mandi, cuci muka/tangan, mencuci pakaian atau alat dapur dan sebagainya. Temperatur yang digunakan untuk berbagai keperluan tersebut berbedabeda dan distandarkan sebagai berikut : Tabel 2.1. Standar temperatur air panas Jenis pemakaian
Temperatur (°C)
1. Minum
50-55
2. Mandi : dewasa anak-anak 3. Pancuran mandi/ shower 4. Cuci muka/ tangan 5. Cuci tangan utk pengobatan
42-55 40-42 40-43 40-32 43
6. Bercukur 7. Dapur : - macam-macam keperluan - untuk mesin cuci : proses pencucian proses pembilasan 8. Cuci pakaian - macam-macam pakaian - bahan sutra dan wol - bahan linen dan katun 9. Kolam renang 10. Cuci mobil ( bengkel )
46-52 45 45-60 70-80 60 33-49 49-60 21-27 24-30
Pada sistem instalasi air panas sentral, terdapat kehilangan panas pada pipa distribusi, karen itu temperatur dalam tangki sentral haruslah lebih tinggi dari temperatur pemakaian; yaitu sekitar 55-60°C. Untuk hotel, biasanya digunakan temperatur 65°C.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 54
Tabel 2.2. Pemakaian air panas menurut jenis penggunaan gedung ( air panas pada temperatur 60°C )
Jenis penggunaan gedung
Rumah pribadi, rumah susun, hotel Rumah sakit, per tempat tidur Kantor Pabrik Restoran Restoran; 3 x makan sehari Restoran; 1 x makan sehari Kamar mandi umum 1 x mandi per orang
Setiap orang
Maksimum per
Jangka waktu
Kapasitas tangki
kapasitas
tiap hari
jam untuk
pemakaian
penyimpan untuk
pemanasan
(l/org,hari)
pemakaian sehari
puncak
pemakaian sehari
untuk
(l/jam)
(jam)
(liter)
pemakaian sehari
qh 1/7 1/10 1/5 1/3
h 4 4 2 1
1/10 1/5
8 2
v 1/5 1/10 1/5 2/5 1/10 1/5 2/5
r 1/7 1/10 1/6 1/8 1/10 1/10 1/6
qd 7,5 - 150 130 7,5 - 11,5 20
30
catatan : 1. Untuk rumah pribadi atau rumah susun, bila ada mesin cuci piring ditambah 60l/ hari setiap unit dan mesin cuci pakaian 150l/ hari setiap unit 2. Hotel, jumlah pemakaian airnya tergantung pada jenis dan kelas hotel itu. Pada hotel kelas tinggi ( bintang 5 ), pemakaian air puncak rendah tetapi pemakaian air dalam sehari besar. Pada hotel komersial, pemakaian air puncaknya tinggi, tetapi pemakaian air sehari relatif kecil 3. Pada beberapa rumah sakit, ada yang menggunakan kolam untuk fisioterapi, untuk itu harus diadakan perhitungan terpisah
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 61
Tabel 2.3. Pemakaian air panas tiap alat plambing menurut jenis penggunaan gedung Jumlah air panas (liter/jam) yang dialirkan ke tiap alat plambing, dengan temperatur 60°C Klub 7,6 23
Olahraga 7,6 30
Rumah sakit 7,6 23
Hotel 7,6 30
Pabrik 7,6 45
Kantor 7,6 23
Rumah Pribadi 7,6 -
Sekolah 7,6 57
Penginapan Pemuda 7,6 30
114
76
76
-
-
76
-
114
57 11,4
76 190570 11,4
45
190-570 11,4
190-760 11,4
76-380 45
-
57 11,4
76-380 11,4
76-380 45
Kitchen sink
38
76
-
76
114
76
76
38
76
76
Pantry sink
19
38
-
38
38
38
19
38
38
Laundry sink Bak cuci pel
76 76
106 76
-
106 76
106 114
76
76
76 57
76
106 76
Shower Untuk terapi / pengobatan pancuran mandi bak rendam badan bak rendam kaki bak rendam lengan bak rendam duduk bak rendam dengan air mengalir Faktor pemakaian
114
570
852
284
284
852
114
114
852
852
0,25
0,40
0,30
0,30
0,40
0,40
Jenis alat plambing Wastafel (pribadi) Wastafel (umum) Bathtub Mesin cuci piring Bak rendam kaki
Rumah susun 7,6 15 76
1500 2300 380 132 114 625 0,30
0,30
0,40
0,25
Koefisien kapasitas penyimpanan 1,25 0,90 1,00 0,60 0,80 1,00 2,00 0,70 1,00 • yang dimaksud dengan koefisien kapasitas penyimpanan adalah perbandingan antara kapasitas tangki penyimpan dengan laju aliran maksimum air panas dalam liter /jam
1,00
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 62
Tabel 2.4. Unit beban alat plambing air panas, menurut jenis alat dan guna bangunan (temp. air panas 60°C) Rumah
Klub
Olah
Rumah
Hotel &
susun 0,75 -
0,75 1
raga 0,75 1
sakit 0,75 1
asrama 0,75 1
Bathtub
1,5
1,5
-
1,5
1,5
Mesin cuci piring
1,5
Kitchen sink
0,75
1,5
-
3
1,5
3
-
0,75
3
Pantry sink Bak cuci pel
1,5
2,5 2,5
-
2,5 2,5
2,5 2,5
2,5
2,5
2,5 2,5
2,5 2,5
Shower Untuk terapi dan pengobatan Bak rendam badan Bak cuci bulat Bak cuci setengah bulat
1,5
1,5
1,5
1,5
1,5
3
-
1,5
1,5
-
2,5 1,5
2,5 1,5
5 2,5 1,5
-
4 3
-
2,5 1,5
2,5 1,5
Wastafel ( pribadi ) wastafel ( utk. Umum )
Pabrik 0,75 1
Kantor
Sekolah
Penginapan
0,75 1
0,75 1
pemuda 0,75 1
-
-
-
5 untuk setiap 250 tempat duduk ruang makan
Kalau pemakaian utama air panas adalah untuk shower, misalnya pada klub atau pabrik, maka faktor pemakaian dianggap 1 Untuk gedung kantor yang dilengkapi pantry, dapat menggunakan angka klub (2,5)
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 63
3. KEBUTUHAN DAN LAJU ALIRAN AIR PANAS Kebutuhan dan laju aliran air panas, seperti juga pada air bersih, tergantung pada jenis pemakaian gedung (fungsi), jumlah pemakai, banyaknya alat plambing.
3.1.
Kebutuhan berdasarkan jumlah pemakai
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan tabel 2.1 dan rumus : Qd = (N) (qd) Qn = (Qd) (qh) V = (Qd) (ν) H = (Qd) (γ) (th-tc) Keterangan
: Qd
= jumlah air panas per hari (liter/hari) laju aliran air panas maksimum (liter/jam) = Volume tangki penyimpanan (liter) = Kapasitas pemanas (kcal/ jam) = Jumlah orang pemakai air panas = temperatur air panas (°C) = temperatur air dingin (°C)
Qhmax=
V H N th tc
Contoh 1. Perhitungan kebutuhan berdasarkan jumlah orang Misal : Gedung apartemen yang berisi 50 unit. 30 unit apartemen dengan 1 kamar tidur; 2 penghuni 20 unit apartemen dengan 2 kamar tidur; 4 penghuni setiap unit dilengkapi bathtub, shower, wastafel, sink dapur dan bak cuci pakaian. Jumlah orang dalam gedung: (30x2) + (20x4) = 140 org (N) Qd=Nxqd , Qd = 140x150 ltr = 21.000 liter/ hari Qhmax = Qdxγ , Qhmax = 21.000x(1/7) = 3.000 liter/ jam V = Qdxv , V = 21.000x(1/5) = 4.200 liter Misalkan th = 60 dan tc = 5 ; Maka H = 3.000x(60-5) = 16.5000 kcal/ jam
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 64
3.2.
Kebutuhan berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing
Dalam penghitungan dengan cara ini, beberapa hal perlu diperhatikan : a. Penghitungan menggunakan tabel 2.3. b. Nilai/ angka dari tabel diartikan sebagai volume efektif, karena itu dalam menentukan volume tangki air penyimpanan air panas, perlu ditambah 25% sampai 30% unutk mengkompensasi volume pipa-pipa pemanas dan turunnya temperatur air pada waktu air dingin masuk tangki. c. Dalam menghitung laju aliran air digunakan “Faktor pemakaian untuk alat plambing” sebagai berikut : Rumah sakit, hotel = 25% Rumah pribadi, rumah susun, dan kantor = 30% Pabrik, sekolah = 40% Dst, ( lihat tabel 2.3.) Contoh 2. Penghitungan berdasarkan alat plambing Misal, diambil kasus seperti contoh 1, untuk gedung apartemen 50 unit, tiap unit apartemen dilengkapi dengan bathtub, shower,wastafel, sink dapur, dan bak cuci pakaian. Berdasarkan tabel 2.3. Bathtub 50x76 (liter/jam) Shower 50x114(liter/jam) Wastafel 50x7,5(liter/jam) Sink dapur 50x38 (liter/jam) Bak cuci pakaian 50x76 (liter/jam) Jumlah (Qh)
=
= = = = =
3800 5700 375 1900 3800
15.575 liter/jam
Laju aliran air panas maksimum ( Qh-max): 15.575 (ltr/jam)x0,3 = 4672,5 (ltr/jam) – (0,3=faktor pemakaian) Volume tangki penyimpanan air panas (ν): 4672,5x1,25 = 5840,6 liter – (1,25=koefisien kapasitas) Kapasitas pemanas (H) dengan th=60°C dan tc=5°C 4672,5x(60-5) = 256.987,5 kcal//jam Komentar, perbandingan hasil penghitungan contoh 1 dengan 2.
Pada perhitungan dengan alat plambing (contoh 2) terlibat dihasilkan angka +50% lebih besar dibanding hasil contoh 1. Hal ini terjadi karena dalam contoh 2, nilai bathtub dan shower dijumlahkan, dimana hampir tak pernah terjadi orang mengisi bathtub (untuk berendam) sekaligus menggunakan shower. Bila shower dihilangkan, dianggap memakai bathtub saja, diperoleh Qh=9875 l/jam dan Qhmax=9875x0,3= 2962,5 l/jam yang angkanya hampir sama dengan contoh 1.(3000l/jam) Sebaliknya bila shower saja yang diperhitungkan, diperoleh
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 65
Qh=11.775 l/jam dan Qhmax= 3.532,5 l/jam yang +15% lebih besar dari perhitungan contoh 1.; artinya dituntut laju aliran air yang lebih besar/ banyak dibanding dengan bathtub. Dengan demikian dalam perancangan atau penghitungan kebutuhan, perlu dilakukan dalam berbagai cara dan diperiksa dengan teliti anggapan-anggapan yang digunakan dalam perhitungan tersebut, terutama yang menyangkut dengan kebiasaan-kebiasaan orang menggunakan peralatan plambing.
3.3.
Kebutuhan berdasarkan beban unit alat plambing
Seperti juga pada penghitungan air bersih, tujuan dari penentuan kebutuhan adalah untuk mendapatkan laju aliran jam puncak. Pada penghitungan dengan cara ini, bila telah didapat nilai Qh, yaitu kebutuhan rata-rata per jam. Laju aliran jam puncak Qhmax, didapat dengan mengalikan Qh dengan suatu konstanta c1 yang bernilai antara 1,5 sampai 2. (lihat contoh-contoh pada penghitungan air bersih berdasarkan beban unit alat plambing). Pada teknik penghitungan berdasar beban unit alat plambing, juga digunakan tabel pengkonversi alat plambing ke satuan unit beban (tabel 2.4) kemudian berdasar jumlah alat plambing, diperkirakan laju aliran dengan bantuan diagram 1 (kurva pengaliran serentak) hasil yang didapat adalah laju aliran pada jam puncak (Qhmax).
Unit alat plambing serentak
(a)
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 66
Unit alat plambing air panas
(b) Diagram 2.1. Pengaliran serentak, berdasrkan unit alat plambing air panas
4. Sistim penyediaan air panas Yang dimaksud dengan sistim penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, dengan instalasi lokal maupun sentral
4.1 Sistim pemanasan dengan instalasi lokal Pada instalasi ini, pemanas air dipasang setempat dan sedekat mungkin dengan alat plambing yang membutuhkan air panas. Sumber kalor1 pemanas adalah listrik atau gas. Keuntungan instalasi lokal ini adalah; air panas lebih cepat diperoleh, kehilangan kalor pada pipa kecil sekah , pemasangan dan perawatannya sdderhana. --Oleh karena filstalasi jenis sangat populer digunakan untuk rumah, bangunan kecil atau tempat yang kebutuhan air panasnya terbatas (dapur, kamar mandi). 1
Banyaknya energi panas atau kalor yang diperlukan 1 kg air agar temperaturnya naik 0 sebesar 1 C pada kondisi atsmosfir standar, didefinisikan sebagai 1 kcal (kilokaloria) . Banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk pemanasan adalah Q = W ( t2 – t1) ; dimana Q 0 banyak kalor (kcal); W = berat air yang dipanaskan (kg); t2 = temperatur awal ( C ) dan t1 = 0 teperatur akhir ( C)
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 67
Instalasi lokal ini dapat dibagi lagi menj adi 2 kelompok : a. Pemanasan.sesaat (instantnequs)
Air dipanaskan dengan pipa-pipa yang di pasang dalam alat pernanas; sumber kalomya di.,dapat.dari gas atau - listrik Air setelah dipanaskan langsung dialirkan ke alat plambing.
Gambar 2.1. Pemanas instant, bahan bakar gas b. Pemanasan simpan (storage) Air dipanaskan dalam suatu tangki yang dapat menyimpan panas dalarn jumlah yang tidak terlalu besar (tidak lebih dari 100 l). Sumber kalor juga dari listrik atau gas, dan untuk memanaskan air dalam tangki tentunya diperlukan waktu beberapa menit.
(a) jenis berdiri
b) jenis digantung
Gambar 2.2. Pemanas tipe tangki penyimpan, bahan bakar gas.
4.2 Pemanasan dengan instalasi sentral Sesuai dengan namanya, maka air panas dibuat disuatu bagian gedung, kemudian dengan pipa distribusi dialirkan keseluruh gedung yang rnemerlukannya. Bahan bakar yang digunakan pada umumnya minyak (solar ) listrik jarang dipakai sebab.harganya yang..mahal. Instalasi jenis ini biasa dipasang pada hoteL rumah. sakit . atau apartemen sewa yang besar.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 68
Instalasi sentral juga dapat dibagi menjadi 2 kelompok menurut sistim distribusi pemipaannya : a. Sistem langsung atau sistem terbuka Pada sistim ini, pipa hanya mengalirkan air panas dari tangki ke peralatan plambing saja. Kelemahannya adalah, meskipun pipa-pipa telah diisolasi setelah satu malam tak terpakaL keran-keran yang jauh dan tangki akan menghasilkan air dengan temperatur yang lebih rendah dari temperatur tangki, karena itu sistim ini jarang digunakan untuk bangunan besar. b. Sistim sirkulasi atau sistim tertutup Pada sistim ini jaringan pipa merupakan jaringan tertutup. Meskipun tidak ada air panas yang digunakan, air tetap disirkulasikan dikembalikan ke tangki dengan bantuan pompa sirkulasi atau karena gaya gravitasi (alamiah). Dengan demikian temperatur air disemua keran dan disetiap saat mendekati temperatur yang ada dalam tangki. Karena itu, hampir semua pemasangan instalasi air panas masa sekarang menggunakan sisitim ini. Hanya saja terdapat berbagai variasi dalarn pemasangannya yaitu : 1. sistim distribusi aliran keatas (upfeed), air panas dialirkan melalui pipa utarna yang bercabang dilantai bawah. 2. sistim distribusi aliran kebawah (downfeed), air panas dialirkan melalui pipa utama yang bercabang di lantai atas. 3. sistim distribusi kombinasi aliran keatas dan kebawah 4. sistim sirkulasi dengan pipa tunggal 5. sistim sirkulasi dengan pipa ganda /dua pipa. 6. tangki pemanas yang diletakkan diatap 7. tangki atas yang diletakkan dibawah. Berbagai variasi pemasangan tersebut dapat dilihat contohnya pada gambar 2.3. sampai 2.10.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 69
Gambar 2.3. Sistem pengaliran keatas; tangki bawah dan pipa ganda; sirkulasi pompa
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 70
(a) Pipa air balik pada setiap pipa tegak dan cabang
(b) Pipa air balik hanya pada pipa tegak
Gambar 2.4. Sistem aliran keatas, tangki atas a. pipa ganda; b. pipa tunggal; sirkulasi pompa
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 71
Gambar 2.5. Sistem kombinasi aliran atas dan bawah; pipa tunggal; sirkulasi pompa
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 72
Gambar 2.6. Sistem aliran kebawah; tangki bawah; pipa ganda; sirkulasi pompa
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 73
Gambar 2.7. Sistem aliran kebawah; tangki atas; pipa ganda; sirkulasi pompa
Gambar 2. 8. Sistem reverse return; tangki bawah, pipa ganda; sirkulasi pompa
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 74
Gambar 2.9. Sistem reverse return; tangki bawah, pipa ganda; sirkulasi gravitasi
Gambar 2.10. Sistem Sistem reverse return; tangki bawah, pipa tunggal; sirkulasi gravitasi
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 75
5. Beberapa hal yang penting dalam sistem 5.1 Kemiringan pipa Udara yang larut dalam air yang dipanaskan mempunyai kecendrungan untuk melepaskan diri, dan karena sifatnya lebih ringan dari air, selalu berusaha mencari tempat yang lebih tinggi. Bila ada bagian pipa yang melengkung keatas, udara akan menggumpal pada puncak lengkungan tersebut dan menghambat aliran normal. Agar hal tersebut tidak terjadi ,maka pipa horizontal dimiringkan searah dan seragam. Dalam sistem aliran keatas, pipa mendatar dimiringkan keatas sedangkan pada sistem aliran kebawah, pipa mendatar dimiringkan kebawah. Kemiringan dibuat securam mungkin (bila tempat mengijinkan), sekurang-kurangnya antara 1 : 200 sampai 1 : 300 dan pada titik tertinggi pipa miring tersebut diberi katup pelepas udara yang mudah dijangkau.
5.2 Perbandingan pipa sirkulasi tunggal dan ganda. Pada sistem tunggal,pipa yang hanya mengantar air panas dari tangki pemanas tanpa pipa balik. Kondisi ini serupa dengan sistem langsung /terbuka, dimana terjadi air panas’diam’ didalam pipa saat peralatan plambing tidak digunakan. Air panas yang ‘diam’ itu akan mengalami penurunan temperatur. sering, sehingga air panas dalam pipa tidak ‘diam’ lagi. Pada sistem pipa ganda, karena adanya pipa hantar dan pipa balik,maka selalu terjadi sirkulasi air panas meskipun tidak ada pemakaian alat plambing.karena mempunyai pipa ganda, maka jelas harganya lebih mahal dibanding dengan sistem pipa tunggal. Akibat sistem ini tidak cocok untuk rumah tinggal yang jarak antara tangki pemanas dengan keran kurang dari 5 m ; dan juga tidak cocok untuk gedung umum yang jarak keran dengan tangki pemanas tidak lebih dari 20 m.
5.3 Perbedaan sirkulasi gravitasi dengan sirkulasi pompa Dalam sirkulasi gravitasi, aliran dalam pipa terjadi karena perbedaan tekanan yang ditimbulkan adanya perbedaan temperatur. Air yang lebih panas cendrung naik ketempat yang lebih tinggi,air dingin sebaliknya. Karena sifatnya yang alamiah, maka laju aliran air panas dalam sistem ini akan lambat juga. Akibatnya, sistem ini hanya cocok untuk gedung ukuran kecil saja. Dalam sirkulasi pompa, laju aliran air dipercepat secara paksa dengan memasangkan pompa pada pipa aliran balik. Dan karena pompa ini ditujukan hanya untuk mengatasi kerugian panas dalam pipa saja, maka kekuatan pompa dibatasi hanya 3 sampai 5 kolom air saja (kurang lebih setengah atmosfir), dan agar hemat listrik perlu dipasang thermostat untuk mengatur mati/hidupnya pompa. Bila suhu air dalam aliran balik turun kebatas minimum yang direncanakan, thermostat mengirim perintah kemotor listrik agar menjalankan pompa, demikian pula sebaliknya.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 76
5.4 Reverse return untuk keseragaman temperatur Dalam gedung besar, terutama yang mempunyai pipa utama horizontal cukup besar, seringkali sukar diusahakan keseragaman temperatur dengan hanya merancang perubahan diameter pipa saja. Agar temperatur tetap seragam, maka dibuatlah pipa reverse return; yaitu pipa balik yang dibalik arahnya (lihat gambar 2.9 dan 2.10)
5.5 Pipa dan tangki ekspansi Karena volume air berubah sesuai dengan temperatur air tersebut, maka diperlukan bagian peralatan yang mampu menampung perubahan volume tersebut, yaitu pipa ekspansi dan tangki ekspansi. Cara ini efektif untuk melepaskan udara yang terpisah dari arah air yang berada dalam tangki pemanas. Pipa ekspansi ini harus dipasang khusus dan terpisah dari pipa lainnya dan tidak ada katup apapun yang terpasang pada pipa itu.
Selain volume air yang membesar, pipa-pipa air panas juga mengalami pengembangan dan perpanjangan; terutama pipa tembaga. Karena itu ketebalan isolasi yang cukup disepanjang pipa menjadi perhatian untuk menampung pengembangan pipa. Untuk menampung perpanjangan pipa, maka pada daerah tertentu, pipa tersebut dibuat”loop”sebagaimana tercantum digambar berikut ini.
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 77
Gambar 2.11. Sistem lengkap air panas , dingin dan kebakaran Untuk mengalihkan beban ekstra volume
Gambar 2.12. Expansion loop
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 78
6. konstruksi tangki pemanas sentral
Gambar 2.13. Contoh konstruksi pemanas sentral tipe horizontal
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 80
Gambar 2.14. Contoh tangki pemanas tipe vertikal
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 81
SOAL LATIHAN 1. Bila kerapatan (density) air pada temperatur 4°C dianggap sama dengan satu, maka air yang dipanaskan antara 4° C – 100° C, volumenya akan bertambah sekitar 4,3 . permasalahan yang timbul pada air panas menggunakan pipa besi adalah a. Pipa akan cepat karatan, kerak c. Air akan keruh b. Air tidak dapat panas secara maksimal d. Air berbau 2.
Alat pemanas untuk menyediakan air panas dalam bangunan yang sering digunakan adalah, kecuali a. Pemanas air dengan gas c. Pemanas air dengan energi surya b. Pemanas air dengan listrik d. Pemanas air dengan pemanas simpan
3.
Sistem penyediaan air panas dapat dibagi beberapa menurut sistem pipanya: a. Sitem aliran ke atas (up feed) dan ke bawah (down feed) b. Sistem pipa tunggal dan sirkulasi c. Sirkulasi secara alam dan paksaan d. Sirkulasi tertutup dan terbuka
4.
Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem langsung (terbuka) memiliki kekurangan, yaitu a. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature yang lebih rendah b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama c. Cocok untuk bangunan yang besar d. Boros dalam pemipaan
5.
Sistem distribusi air panas secara sentral dengan sistem sirkulasi memiliki kekurangan, yaitu a. Air panas selalu di sirkulasikan b. Air panas sampai ke alat plambing dengan temperature sama c. Cocok untuk bangunan yang besar d. Boros dalam pemipaan
Penyediaan Air Panas Dalam Bangunan 82
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 82
1. KLASIFIKASI SISTEM PEMBUANGAN Klasifikasi berdasarkan jenis air buangan: a. Sistem pembuangan air kotor. Adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing lainnya ( black water ). b. Sistem pembuangan air bekas. Adalah sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink dapur dan lainnya ( grey water ). Untuk suatu daerah yang tidak tersedia riol umum yang dapat menampung air bekas, maka dapat di gabungkan ke instalasi air kotor terlebih dahulu. c. Sistem pembuangan air hujan. Sistem pembuangan air hujan harus merupakan sistem terpisah dari sistem pembuangan air kotor maupun air bekas, karena bila di campurkan sering terjadi penyumbatan pada saluran dan air hujan akan mengalir balik masuk ke alat plambing yang terendah. d. Sistem air buangan khusus. Sistem pembuangan air yang mengandung gas, racun, lemak, limbah pabrik, limbah rumah sakit, pemotongan hewan dan lainnya yang bersifat khusus. Klasifikasi berdasarkan cara pengaliran
:
a. Sistem gravitasi. Air buangan mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih ( rendah secara gravitasi ke saluran umum yang letaknya lebih rendah gambar. 3.1 hal. 78 ). b. Sistem bertekanan. Sistem yang menggunakan alat ( pompa ) karena saluran umum letaknya lebih tinggi dari letak alat plambing, sehingga air buangan di kumpulkan terlebih dahulu dalam suatu bak penampungan, kemudian di pompakan keluar ke roil umum. Sistem ini mahal, tetapi biasa di gunakan pada bangunan yang mempunyai alat – alat plambing di basement pada bangunan tinggi / bertingkat banyak. ( gambar 3.2. hal. 79 ).
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 83
Gambar 3.1. Skema umum sistem pembuangan gravitasi
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 84
Tangki penampung air kotor
Gambar 3.2. Skema umum sistem pembuangan bertekanan
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 85
2. EFEK SIFON DAN PERANAN PIPA VEN PADA SISTEM PEMBUANGAN
(a) salah, tidak ada perangkap gas pembusukan masuk ke ruang
(b) salah, tidak ada pipa ven air perangkap terhisap keluar
(c) benar, udara masuk melalui ven, menghilangkan efek siphon
Gambar 3.3. Fungsi dari perangkap dan fungsi ven •
Perangkap air / leher angsa, ( water trap ) pada setiap alat plambing berfungsi sebagai penyekat ( seal ) agar gas atau bau dari saluran pembuangan tidak dapat masuk ruang ( gambar. a ).
•
Meskipun pada alat plambing telah di pasang perangkap, akibat efek sifon, perangkap tak berfungsi karena air dalam perangkap terhisap keluar ( gambar. b ).
•
Penanggulangan efek sifon pada kasus ( gambar.b ), dengan membuat pipa ven untuk memasukkan udara antara perangkap dan air pada pipa tegak ( gambar. c ). Namun perlu di ingat bahwa efek sifon ini dapat terjadi tidak hanya pada pipa tegak saja, tetapi juga pada pipa horizontal yang menjadi pembuangan sederetan alat plambing.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 86
Gambar 3.4. Sirkuit pipa ven •
Gas akibat pembusukan terjadi dalam pipa pembuangan tegak maupun horizontal. Pada suatu kondisi, mempunyai tekanan udara yang mampu menembus perangkap air dan masuk ke dalam ruangan.
• Tekanan gas dalam pipa juga terjadi karena adanya tekanan air yang turun pada pipa tegak, mengakibatkan adanya efek tiup ( blow out ). •
Pipa ven berfungsi tidak hanya untuk mengatasi efek sifon saja, tetapi juga berfungsi sebagai pelepas gas / bau yang terjadi karena dua kasus di atas.
KESIMPULAN
:
Peran penting dari pipa ven menyebabkan system pipa ven menjadi satu kesatuan sistem dengan pipa pembuangan.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 87
3. BAGIAN – BAGIAN SISTEM PEMBUANGAN a. Alat – alat plambing yang di gunakan untuk pembuangan seperti bathtub, wastafel, bak – bak cuci piring, cuci pakaian, kloset, urinal, bidet, dsb. b. Pipa – pipa pembuangan. c. Pipa ven. d. Perangkap dan penangkap ( interceptor ). e. Bak penampung dan tangki septic. f. Pompa pembuangan. Bagan dari system pembuangan dan pipa ven yang mencakup seluruh komponen di atas dapat di lihat di gambar. 3.5, hal. 83
3.1 Alat plambing untuk pembuangan. Alat plambing yang di gunakan dalam suatu gedung tergantung pada fungsi gedung itu sendiri. Jumlah kebutuhan alat plambing minimal untuk suatu fungsi gedung telah di bicarakan pada bahasan “ Penyediaan Air Bersih Dalam Bangunan “, ( lihat bab. 1; tabel 1.5 ; hal 47 )
3.2 Pipa – pipa pembuangan. Adalah pipa pembuangan yang menghubungkan perangkap alat plambing dengan pipa pembuangan lainnya.
Tergantung merk yang dipakai
Ukuran pipa ini harus sama atau lebih besar dengan ukuran lubang keluar perangkap alat plambing dan untuk mencegah efek sifon pada air yang ada dalam perangkap, jarak tegak dari ambang puncak perangkap sampai pipa mendatar di bawahnya tidak lebih dari 60 cm ( lihat gambar sebelah ).
Pipa pembuangan meliputi semua pipa tegak, pipa miring dan pipa horizontal berbagai ukuran yang menghubungkan mulai dari alat plambing sampai ke bak penampungan atau riol umum / kota.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 88
Gambar 3.5. Bagan lengkap komponen sistem pembuangan dan pipa ven
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 89
3.2.1. Kemiringan pipa buangan dan kecepatan aliran •
Sistem pembuangan harus mampu mengalirkan dengan cepat, air buangan yang mengandung bagian – bagian padat. Karena itu pipa pembuangan harus mempunyai kemiringan yang cukup, sesuai dengan jenis air buangan yang harus di alirkan.
•
Biasanya pipa pembuangan horizontal di anggap tidak penuh berisi air buangan, melainkan hanya 2/3 dari penampang pipa, sisanya ‘kosong’ berisi udara.
•
Sebagai pedoman umum, kemiringan pipa horizontal dapat di buat sama atau lebih dari satu per diameter pipanya ( dalam mm ) dan standar penggunaan umum adalah sbb : Tabel 3.1. Kemiringan pipa horizontal Diameter pipa ( mm )
Kemiringan minimum
75 atau kurang
1/50 ( 20% )
100 atau kurang
1/100 ( 1% )
•
Kecepatan dalam pipa horizontal, berkisar antara 0,6 sampi 1,2 m/det. Kemiringan pipa dapat di buat lebih landai dari tabel 1.1 asalkan kecepatannya tidak kurang dari 0,6 m/det. Kalau kurang kotoran air buangan mengendap, sebaliknya kalau terlalu cepat akan menimbulkan turbulensi aliran, gejolak tekanan dalam pipa yang dapat merusak fungsi air penyekat dalam perangkap alat plambing. Di samping itu, kemiringan lebih curam dari 1/50 cenderung menimbulkan efek sifon yang akan menyedot air penyekat dalam perangkap alat plambing.
•
Pipa yang berdiameter kecil akan mudah tersumbat oleh endapan atau kerak meskipun di pasang dengan kemiringan yang cukup. Karena itu, untuk jalur yang panjang, ukuran diameter pipa tidak kurang dari 50mm.
3.2.2.
Syarat umum pipa pembuangan
a. Pipa cabang mendatar harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya sama dengan diameter terbesar dari perangkap alat plambing yang di layaninya. Diameter perangkap dan pipa pembuang alat plambing dapat di lihat pada tabel 3.2, hal. 86 – 87. b. Pipa tegak harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya sama dengan diameter terbesar cabang mendatar yang di sambungkan ke pipa tegak tersebut.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 90
c. Pipa tegak maupun pipa cabang mendatar tidak boleh di perkecil diameternya dalam arah aliran buangan. Pengecualian hanya pada kloset, pada lubang keluarnya yang berdiameter 100mm boleh di pasang pengecualian pipa ( reducer ) 100 x 75 mm. Cabang mendatar yang melayani satu kloset harus mempunyai diameter sekurang – kurangnya 75 mm, dan untuk dua kloset atau lebih sekurang – kurangnya 100 mm. d. Pipa pembuangan yang tertanam di tanah harus mempunyai ukuran sekurang – kurangnya 50 mm. e. Jarak antar interval cabang minimum 2,5 m. Yang di maksud dengan interval cabang adalah jarak pada pipa tegak antara dua titik di mana cabang mendatar di sambungkan pada pipa tegak (Lihat gambar 3.6, hal. 88). Air buangan dari pipa cabang mendatar masuk ke dalam pipa tegak dengan aliran tak teratur dan baru jatuh sepanjang kira – kira 2,5 m dalam pipa tegak baru alirnnya menjadi teratur. Jarak ini ditetapkan agar perubahan tekanan dalam pipa tegak masih dalam batas yang diijinkan walaupun ada air buangan yang masuk ke dalam pipa tegak dari cabang mendatar berikutnya. f. Pipa ofset adalah pipa tegak yang berubah arah, biasanya di sebabkan karena kesulitan desain organisasi ruang. Apabila pipa ofset tak dapat di hindarkan, maka haruslah memenuhi persyaratan khusus ( lihat gambar. 3.7, hal. 89). Tabel 3.2. Diameter min. perangkap dan pipa buang alat plambing Alat plambing 1
Kloset
2
Urinal - tipe menempel di dinding - tipe gantung di dinding - tipe dengan kaki,sifon jet
Dimeter perangkap min. ( mm )
Diameter pipa buangan alat plambing min. (mm)
75
75
40
40
40-50
40-50
1
75
75
2
Catatan
- untuk umum
untuk 2 orang
50
50
untuk 3-4 orang
65
65
untuk 5-6 orang
75
75
32
32-40
3
Bak cuci tangan ( lavatory )
4
Wastafel ( wash basin ) : -
ukuran biasa
32
32
-
ukuran kecil
25
23
3
4
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 91
5
Bak cuci, praktek dokter gigi, salon dan tempat cukur
32
32-40
6
Drinking fountain
32
32
7
Bak mandi ;
3
-
bathub
40-50
40-50
5
-
untuk umum
50-75
40-50
6
8
Shower
50
50
9
Bidet
32
32
10
Bak cuci pel biasa
65
65
75-100
75-100
- ukuran besar
7 8
11
Bak cuci pakaian
40
40
12
Kombinasi bak cuci pakaian dengan bak cuci biasa
50
50
13
Kombinasi bak cuci tangan, untuk 2-4 orang
40-50
40-50
14
Bak cuci tangan r. sakit
40
40-50
3
15
Bak cuci lab. Kimia
40-50
40-50
9
16
Buangan lantai
40-75
40-75
11
17
Macam-macam bak cuci 40-50
40-50
10
-
dapur, untuk rumah
-
hotel, komersial
50
50
-
bar
32
32
-
dapur kecil, cuci piring
40-50
40-50
-
dapur, cuci sayuran
50
50
-
pengancur kotoran (disposer), untuk rumah
40
40
-
disposer besar, untuk restoran
50
50
10
Catatan tabel 3.2. : 1.
Ada dua macam perangkap dan pipa buangan, sesuai dengan tipe urinal-nya.
2.
Tidak selalu tersedia di toko.
3.
Pipa buangan 32 mm boleh di gunakan, tetapi karena pipa ven mudah rusak, lebih disukai pipa ven dengan lup. Di anjurkan menggunakan pipa buangan 40 mm untuk menjamin ventilasi dan mengatasi kemungkinan mengendapnya sabun atau bahan lainnya pada dinding pipa.
4.
Bak cuci tangan kecil ini biasanya tanpa lubang peluap, dan digunakan dalam kakus atau kamar mandi rumah atau apartemen. Pipa buangan alat plambing harus berukuran 32 mm.
5.
Pipa harus dipasang kalau ukuran pipa buangan 40 mm. Kalau ada keraguan tentang ukuran pipa ven, hendaknya dipasang ukuran pipa buangan 50 mm.
6.
Ukuran pipa buangan harus disesuaikan dengan kapasitas bak.
7.
Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, jenis ini dilarang, karena letak lubang air keluar rendah sehingga ada kekhawatiran pencemaran oleh air kotor dari alat plambing lainnya.
8.
Ada dua macam dengan ukuran pipa buangan 75 mm dan 100 mm.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 92
9.
Ada dua macam perangkap dan pipa buangan, sesuai dengan bak cucinya.
10.
Pipa buangan 40 mm untuk perngkap “p”, dan 50 mm untuk perangkap lemak.
11.
Untuk kamar mandi “barat” sebenarnya tidak dipasang buangan lantai. Kalau memang diperlukan, seperti pada kamar mandi di Indonesia, ukuran harus disesuaikan dengan banyknya air yang dibuang.
•
Tabel ini tidak boleh digunakan untuk alat plambing dengan perangkap yang menyatu didalam, dan pipa buangan alat plambing tidak boleh lebih kecil dari pada lubang keluar alat plambing tersebut. Untuk kloset, pipa buangan boleh diperkecil sampai 75 mm.
Catatan : Masing-masing a, b, e lebih besar dari 2,5 m Masing-masing c, d kurang dari 2, 5 m
Jarak antar pipa cabang
(a) Jumlah interval cabang 0 (b) Jumlah interval cabang 1
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 93
Menghitung jumlah interval cabang Gambar 3.6. Interval cabang
Ofset 450 atau lebih kecil dari garis vertical dapat dianggap sebagai pipa tegak yang lurus dalam menentukan ukuran
Tidak ada peralatan atau pipa buang horizontal boleh disambung ke pipa tegak dalam daerah 600 mm di atas atau dibawah ofset
Ven pelepas akan diperlukan apabila peralatan buang atau pipa buang horizontal bersambung pada A atau B
Gambar 3.7. Pipa offset dan persyaratannya
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 94
•
Pipa offset yang bersudut 45° atau kurang terhadap garis tegak ditentukan ukurannya seperti pipa pembuangan tegak.
•
Pipa offset yang bersudut lebih dari 45°, ditentukan ukurannya seperti pipa pembuangan gedung. Pipa tegak diatas offset ditentukan seperti ukuran pipa tegak biasa. Sedangkan pipa tegak dibawah offset sekurang-kurangnya sama dengan ukuran pipa offset itu sendiri.
3.2.3. Ukuran pipa pembuangan Menentukan ukuran pipa pembuangan didasarkan pada 3 tabel utama yaitu: 1. Tabel 3.3; ”Beban unit alat plambing untuk air kotor” (hal. 91-93); yang diambil dari pedoman plambing Indonesia (1979,hal 118-119). Tabel ini mengkonversi jenis alat plambing menjadi “satuan beban unit”. 2. Tabel 3.4; “maximum beban unit alat plambing yang diijinkan untuk pipa horizontal dan pipa tegak buangan” (hal. 94); yang diambil dari pedoman plambing Indonesia (1979, hal.121). Tabel ini digunakan untuk mencari ukuran diameter pipa cabang horizontal dan pipa tegak yang merupakan pengumpul air kotor dari berbagai alat plambing. 3. Tabel 3.5; “Maximum beban unit alat plambing yang diijinkan untuk pipa pembuangan gedung “(hal. 94). Tabel ini digunakan untuk menghitung diameter pipa pembuangan mendatar terakhir yang mengumpulkan air kotor dari beberapa pipa tegak, dan membuang ke riol umum. Contoh – contoh mencari ukuran pipa buangan diberikan dihalaman 96,97
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 95
Table 3.3. Beban unit alat plambing untuk air kotor Alat plambing 1
Kloset : tangki gelontor
Diameter perangkap min (mm)
Beban unit alat plambing
75
4
katup gelontor 2
8
Urinal - tipe menempel di dinding - tipe gantung di dinding - untuk umum, model palung 60 cm
3
Bak cuci tangan (lavatory)
4
Bak cuci tangan (wash basin)
5
40
4
40 – 50
4
setiap
2 32
1
3 4
-
ukuran biasa
32
1
-
ukuran kecil
25
0,5
32
32
32
32
Bak cuci, praktek dokter gigi -
alat perawatan gigi
6
Bak cuci, salon, tempat cukur
32
2
7
Drinking fountain
32
32
8
Bak mandi : - bathtub
40 – 50
3
50 - 75
4-6
50
2
- untuk umum 9
Catatan
5
Shower -
untuk rumah
-
untuk umum, pancuran
10
Bidet
11
Bak cuci pel
12
tiap
3 32
3
75 – 100
8
6
Bak cuci pakaian
40
2
6
13
Kombinasi bak cuci biasa dan bak cuci pakaian
50
3
6
14
Kombinasi bak cuci dapur dengan penghancur kotoran
40
4
15
Bak cuci tangan, kamar bedah -
ukuran besar
2
-
ukuran kecill
1,5
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 96
Alat plambing (lanjutan ) 16
Bak cuci, lab. Kimia
17
Bak cuci, macam – macam
18
19
Diameter perangkap min (mm)
Beban unit alat plambing
40 – 50
1,5
-
dapur, untuk rumah
40 – 50
2–4
-
dapur dengan penghancur makanan untuk rumah
40 – 50
3
-
hotel, komersial
50
4
-
bar
32
1,5
-
dapur kecil, cuci piring
40 - 50
2–4
-
Mesi cuci, untuk rumah
40
2
-
Pararel, di hitung setiap orang
-
0,5
40
0,5
50
1
75
2
Floor drain, buangan lantai
Kelompok alat plambing dalam km.mandi, terdiri : 1 kloset, 1 wastafel, 1 bathtub atau 1 showe dengan : - kloset tangki gelontor 21
6
7
6 8
kloset tangki gelontor
Pompa penguras ( sump pump ) untuk setiap 3,8 liter/menit
Catatan
Catatan
2
8
:
1. Periksa juga ukuran perangkap pada tabel 3.2. 2. Tidak selalu tersedia di took. 3. Untuk bak cuci tangan, perangkap 2 mm dan 40 mm mempunyai beban air buangan sama. 4. Hanya bak cuci tangan tanpa lubang peluap yang biasa dipasang di rumah atau apartemen. 5. Shower yang di pasang di atas bak mandi/bathub tidak menambah beban unit alat plambing. 6. Alat plambing ini tidak harus masuk perhitungan beban keseluruhan pipa pembuangan utama, karena wajarnya tidak sedang di gunakan pada waktu beban air buangan mencapai puncaknya. Tetapi alat plambing ini harus Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 97
diperhitungkan bebannya untuk menentukan pipa cabang dimana alat - alat tersebut dipasang. 7. Ukuran buangan lantai disesuaikan dengan luas lantai yang harus di keringkan. 8. Tidak pompa penguras, juga untuk mesin lainnya yang menghasilkan air seperti penyejuk udara ( AC ). 9. Misalkan, ada pompa penguras dari penampung yang mempunyai laju aliran 380 l/menit, maka nilai bebanunit alat plambingnya adalah ( 380 liter/3,8 ) x 2 = 200 UAP. Beban unit alat plambing yang tidak tercantum pada tabel diatas, dapat menggunakan beban unit ekuivalen, sbb : Diameter pipa buangan alat plambing atau perangkapnya ( mm )
Beban unit alat plambing
32 mm atau kurang
1
40
2
50
3
65
4
75
5
100
6
Tabel 3.4. Maksimum beban unit alat plambing yang diijinkan, untuk cabang horizontal dan pipa tegak buangan Beban maksimum unit alat plambing yang boleh disambungkan kepada : Diameter pipa (mm)
Cabang mendatar
Satu pipa tegak setinggi 3 interval
Pipa tegak dengan tinggi lebih dari 3 interval Jumlah untuk satu pipa tegak
Jumlah untuk cabang satu interval
2
1
32
1
2
40
3
4
8
2
50
5
9
24
6
65
10
18
42
9
75
14
27
60
14
100
96
192
500
72
125
216
432
1100
160
150
372
768
1900
280
200
840
1760
3600
480
250
1500
2660
5600
700
300
2340
4200
8400
1050
375
3500
-
-
-
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 98
Tabel 3.5.
Diameter pipa (mm)
Maksimum beban unit alat plambing yang di ijinkan, untuk cabang horizontal dan pipa tegak buangan Maksimum beban unit alat plambing yang disambung pada pipa pembuangan gedung Kemiringan pipa 1/192 (0,5%)
1/96 (1%)
1/48 (2%)
1/24 (4%)
50
21
26
65
22
28
75
18
23
29
100
104
130
150
125
234
288
345
150
420
504
600
200
840
960
1152
1380
250
1500
1740
2100
2520
300
2340
2760
3360
4020
375
3500
4150
5000
6000
Contoh 1.
Mencari ukuran pipa pembuangan dari sekelompok peralatan plambing sebagaimana tercantum di gambar.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 99
No. alat
Alat plambing
Beban unit alat plambing
Seksi
Beban unit alat plambing tiap seksi
Ukuran pipa (mm)
1
2
3
4
5
6
A
Kloset
8
a–b
8
65
B
Kloset
8
b–c
16
100
C
Bak cuci pel
8
c-i
24
100
D
Urinal
4
d-e
4
50
E
Urinal
4
e–f
8
65
F
Urinal
4
f–g
12
75
G
Wastafel
1
g–h
13
75
H
Wastafel
1
h- i
14
75
i-j
24 + 14 = 38
100
Diameter pipa akhir
•
nilai kolom 3 ; di dapat dari tabel 3.3 ; berdasarkan jenis alat plambing
•
kolom 5, merupakan jumlah akumulasi dari beban unit per cabang menurut urutan saluran pembuangan (akumulasi dari kolom 3)
•
kolom 6, diameter pipa di dapat dari tabel 3.4, berdasarkan nilai dari kolom 5
•
diameter pipa akhir, karena menampung seksi (a – i) dan (d – j); maka merupakan penjumlahan dari kedua pipa tersebut, dan pipa tegak mempunyai ukuran minimal sama dengan pipa akhir ini (lihat syarat umum pipa)
Contoh 2.
Peringatan : Angka ukuran sistem pipa buang dari gedung menunjukkan harga “unit alat plambing” (UAP) . Angka dalam (mm) menyatakan diameter dari pipa
Pipa vertikal1,2,3,4,5 merupakan pipa tegak pembuangan sekelompok alat plambing diatasnya dengan besaran beban unit alat plambing telah diketahui /dihitung (UAP) seperti pada contoh 1. Pipa – pipa tegak tersebut disambungkan pada pipa pembuangan gedung a s/d f dan diteruskan ke pembuangan umum (riol). Yang akan di tentukan adalah diameter pipa pembuangan gedung yang direncanakan mempunyai kemiringan ± 1/96 (1%).
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 100
No. pipa tegak
Beban unit dari pipa tegak
Seksi
Beban unit alat plambing tiap seksi
Diameter pipa (mm)
1
2
3
4
5
1
100
a-b
100
100
2
80
b-c
180
125
3
80
c-d
260
150
4
100
d-e
360
150
5
150
e-f
510
200
Diameter pipa akhir sampai ke riol
200
•
kolom 4, merupakan akumulasi beban unit dari kolom 2
•
kolom 5, adalah ukuran diameter pipa berdasarkan kolom 4 dengan menggunakan tabel 3.5.
3.3. Perangkap Tujuan utama dari sistem pembuangan adalah mengalirkan air buangan dari dalam gedung keluar, ke riol umum tanpa menimbulkan pencemaran pada gedungnya sendiri. Tetapi, karena peralatan plambing tidak selalu digunakan terus – menerus, maka ada suatu saat pipa tak terisi air kotor, dapat terjadi pembusukan, timbul gas atau masuknya serangga ke dalam pipa. Untuk mencegah hal ini, maka perlu di pasang perangkap yang berbentuk huruf “ U “, berisi air yang berfungsi sebagai penyekat. 3.3.1. Syarat – syarat perangkap
Kedalaman air penyekat berkisar antara 50 – 100 mm.
Konstruksi perangkap harus sedemikian rupa sehingga pengendapan atau tertahannya kotoran dalam perangkap.
Konstruksi perangkap harus sederhana sehingga mudah di perbaiki bila ada kerusakan dan dari bahan tak berkarat.
Tidak ada bagian bergerak atau bersudut dalam perangkap yang dapat menghambat aliran air.
tak
terjadi
3.3.2. Jenis perangkap Jenis perangkap dapat di kelompokkan menjadi : a. Perangkap yang di pasang pada alat plambing dan pipa
pembuangan.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 101
Sekat perangkap
Sekat perangkap
a. Perangkap P
b. Perangkap S
c. Perangkap U
d. Perangkap drum
e-1. Perangkap buang lantai
a. Perangkap e-2. Untuk bakPcuci di dapur
e. Perangkap jenis genta
b. Perangkap yang menjadi satu dengan alat plambing.
(a) Contoh dari mangkuk kloset jenis sifon bagi orang barat
(b) Contoh bak peturasan pria (digantung di dinding)
c. Perangkap yang di pasang di luar gedung.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 102
(a)
(b)
3.3.3. Perangkap yang di larang a. Perangkap yang di buat dari bahan plastik lunak, berupa pipa fleksibel yang dibentuk seperti “spiral”. Sebab meskipun terdapat sejumlah air yang dapat berfungsi sebagai penyekat, namun tidak stabil bentuknya, tak dapat diperkirakan tinggi air sekat yang ada. b. Larangan pemasangan perangkap ganda. Yang dimaksud adalah pemasangan dua perangkap dalam satu aliran air buangan. Pemasangan yang sedemikian menyebabkan adanya udara terperangkap diantara dua perangkap tersebut. Selain udara ini menghambat aliran, pada saat terjadi aliran pada perangkap yang hilir, udara yang terperangkap tadi mendorong sekat air pada perangkap yang hulu. 3.3.4. Pengecualian pemasangan perangkap Tiap alat plambing tidak selalu diharuskan mempunyai perangkapnya masing – masing, terutama untuk alat plambing yang digunakan untuk mencuci barang yang tidak menimbulkan bau, atau seperti deretan bak cuci pada laboratorium, cuci tangan atau cuci pakaian. Contoh dengan syarat pemasangannya.
Pipa buangan bersambung
Pipa buangan bersambung dengan satu perangakap
Pipa buangan bersambung untuk 3 bak, 3 bak cuci pakaian, atau 3 bak cuci tangan
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 103
3.4. Penangkap (interceptor) Penangkap (interceptor) bertujuan untuk mencegah/menangkap kandungan air kotor yang berupa bahan – bahan yang berbahaya, bahan yang dapat menyumbat atau mempersempit penampang pipa, yang dapat mempengaruhi kemampuan sistem pembuangan atau untuk menampung air buangan dari proses yang mungkin masih mengandung bahan yang berharga (missal, logam mulia), sehingga masih mungkin untuk diambil kembali. Bahan – bahan yang dapat menimbulkan kesulitan pada pipa pembuangan antara lain :
minyak, bahan bakar atau lemak dalam jumlah besar dari dapur restoran atau bengkel kendaraan
tanah dan pasir
potongan rambut di barber atau salon
kertas tissue, penyapu muka atau bahan rias lainnya
bahan buangan dari kamar operasi rumah sakit
benang atau serat dalam jumlah besar pada binatu.
3.4.1. Persyaratan penangkap a.
Penangkap yang sesuai harus dipasang sedekat mungkin dengan alat plambing yang di layaninya, dengan maksud agar pipa pembuangan yang mungkin mengalami gangguan sependek mungkin.
b.
Konstruksinya harus mudah dibersihkan, dilengkapi dengan tutup yang mudah dibuka dan letak dari penangkap dalam ruang sedemikian rupa sehingga sampah dari penangkap mudah dibuang keluar ruang.
c.
Konstruksi penangkap harus mampu secara efektif memisahkan minyak, lemak dan sebagainya dari air buangan.Konstruksi penangkap umumnya juga merupakan ‘perangkap’, karena itu bila telah dipasang penangkap dilarang memasang perangkap, sebab dapat terjadi ‘perangkap ganda’.
3.4.2. Jenis penangkap a.
Penangkap lemak. Berfungsi memisahkan lemak atau minyak yang ada dalam air buangan mesin cuci piring, bak cuci dapur, saluran pembersih dapur restoran. Penangkap jenis ini banyak dibuat dari beton dan baja tahan karat, didalamnya disekat dengan beberapa dinding untuk memperlambat aliran air buangan; untuk memberi waktu agar lemak mempunyai kesempatan ‘membeku’ dan mengapung dalam air. Karena itu mulut pipa pembuangan dari penangkap ini terletak ± 10 cm di bawah muka air.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 104
b. Penangkap bahan bakar dan minyak pada bengkel. Pada dasarnya serupa dengan penangkap lemak untuk dapur. Hanya saja tutupnya harus rapat dan disediakan pipa ven khusus, agar gas – gas yang timbul dan mudah terbakar dapat disalurkan keluar dengan aman.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 105
c. Penangkap pasir. Digunakan pada tempat cuci kaki di kolam renang atau tempat mandi di pantai, dimana air buangannya mengandung tanah atau pasir. Penangkap pasir atau tanah ini juga dipasang pada saluran terbuka air hujan di luar gedung. Prinsip kerjanya adalah mengendapkan tanah atau pasir, karena itu mulut dari pipa pembuangan dari penangkap terletak di muka air dalam penangkap seperti konstruksi ‘over – flow’. d. Perangkap plastik, rambut dll.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 106
3.5. Sistem ven. Tujuan dari system ven, sebagaimana telah dijelaskan dimuka (lihat 3.2,”Efek sifon dan peranan pipa ven pada system pembuangan”, hal. 80), terutama untuk menghilangkan efek sifon dan efek tiupan (blow out), yang dapat menghilang fungsi dari perangkap air. 3.5.1. Jenis sistem ven a. Sistem ven tunggal Pada system ini, pada setiap alat plambing dipasang sebuah pipa ven yang dihubungkan dengan pipa ven lainnya atau langsung dibuang keluar. Sistem ini merupakan yang terbaik, tetapi paling banyak menggunakan pipa.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 107
b. Sistem ven lup Pada system ini, pipa ven melayani dua atau lebih alat plambing (paling banyak 8), dipasang pada cabang mendatar pipa buangan dan disambungkan ke pipa ven tegak. Pipa ven lup ini dipasangkan di depan alat plambing yang paling jauh dari pipa tegak buangan.
c. Sistem ven pipa tegak Dalam system ini, hanya ada pipa ven tegak saja, tidak dipasang pipaven jenis lainnya. Semua pipa pembuangan dari alat plambing disambungkan langsung ke pipa tegak pembuangan. System ini juga disebut sebagai system pipa tegak tunggal atau system pembuangan tunggal dan diterapkan pada gedung dimana pipa tegak pembuangan dapat dipasang didekat pada alat plambing, seperti apartemendan hotel. Pipa ven tegak (ven stack) ini merupakan perpanjangan dari pipa tegak air buangan, di atas cabang mendatar pipa buangan tertinggi. d. Sistem ven bersama Adalah sistem ven dimana pipa ven dipasang untuk melayani dua alat plambing yang bertolak belakang atau sejajar. Sistem ini banyak di terapkan pada rumah susun,hotel.
e. Sistem ven basah Pada sistem ini pipa pembuangan juga berfungsi sebagai pipa ven. Oleh karena itu, beban air buangan sebaiknya hanya setengah dibanding dengan pipa pembuangan sejenis dari ukuran yang sama.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 108
Pipa pembuangan daerah A sampai B, berfungsi juga sebagai pipa ven
f. Sistem ven balik
Sistem ini diterapkan bila pipa ven tunggal tidak dapat disambung ke pipa ven lainnya yang lebih tinggi atau langsung ke udara luar hinga harus di belokkan ke bawah terlebih dahulu. g. Sistem ven yoke Pipa tegak air pembuangan yang melayani lebih dari 10 interval cabang harus dilengkapi dengan pipa ven yoke untuk setiap 10 interval cabang dihitung dari cabang lantai paling atas.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 109
Pipa ven yoke ini merupakan ven pelepas yang menghubungkan pipategak air buangan ke pipa tegak ven untuk mencegah perubahan tekanan dalam pipa tegak air buangan yang bersangkutan.
3.5.2. Persyaratan pipa ven a. Kemiringan pipa ven Pipa ven harus dibuat dengan kemiringan cukup agar titik air yang terbentuk atau air yang terbawa masuk ke dalamnya dapat mengalir kembali ke pipa pembuangan secara gravitasi. b. Cabang pada pipa ven Pada waktu membuat cabang pipa ven, di usahakan agar udara tidak akan terhalang oleh masuknya air kotor. Sambungan yang baik dan salah adalah sbb :
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 110
c. Tinggi pipa ven horisontal Bagian mendatar dari ven lup, harus diletakkan paling sedikit 15 cm diatas muka air peluapan alat plambing tertinggi (wastafel misalnya, lihat gambar. ven lup, hal. 103;105). Di larang membuat pipa ven mendatar dibawah lantai seperti contoh di bawah ini :
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 111
d. Ujung pipa ven Ujung pipa ven terakhir harus terbuka ke udara luar dan agar sehat maka perlu di tutup dengan kawat anti serangga dan mengikuti syarat – syarat seperti gambar.
3.5.3. Ukuran pipa ven Dalam “ Pedoman plambing Indonesia 1979 “, tercantum ketentuan tentang ukuran sbb : 1. Ukuran pipa ven lup dan sirkuit minimum adalah 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah kali diameter cabang horizontal pipa buangan atau pipa tegak ven yang disambungkannya.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 112
2.
Ukuran pipa ven pelepas minimum 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah dari diameter cabang mendatar pipa buangan yang dilayaninya.
3.
Ukuran pipa ven tegak tidak boleh kurang dari ukuran pipa pembuangan yang dilayaninya dan selanjutnya tidak boleh diperkecil sampai ke ujung terbuka.
4.
Ukuran pipa pelepas untuk offset pipa pembuangan harus sama atau lebih besar dari diameter pipa ven tegak atau pipa tegak air buangan (diambil yang terkecil diantaranya).
5.
Ukuran pipa yoke harus sama atau lebih besar dari diameter pipa ven tegak atau pipa tegak buangan (diambil yang terkecil diantaranya).
6.
Ukuran pipa ven untuk bak penampung air buangan minimum harus 50 mm.
Untuk menentukan ukuran pipa ven, didasarkan pada ‘ beban unit alat plambing ‘ dengan dua tabel yaitu : 1. Tabel 3.6, hal. 108, ukuran pipa cabang horizontal ven dengan lup. 2. Tabel 3.7, hal. 109, ukuran dan panjang pipa ven. Tabel 3.6. Ukuran pipa cabang horizontal ven dengan lup Diameter ven lup (mm)
Ukuran pipa air kotor/buangan (mm)
Unit alat plambing (angka maksimum)
40
40
10
6
-
-
50
12
4,5
12
-
50
20
3
9
75
10
-
6
75
30
-
-
12
50
65
75
100
125
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12
30
-
-
30
-
-
Panjang horizontal maksimum (m)
75
60
-
-
48
24
-
-
100
100
-
2,1
6
15,6
60
-
100
100
-
1,8
5,4
15
54
-
100
500
-
-
4,2
10,8
42
-
125
700
-
-
-
4,8
21
60
125
1100
-
-
-
3
12
42
Tabel 3.7. Ukuran dan panjang pipa ven Diameter pipa ven yang diperlukan (mm)
Beban unit alat plambing yang disambung kan
Ukuran pipa tegak air buangan (mm)
32
40
50
65
75
100
125
150
200
Panjang maks. pipa ven (m) 32
2
9
40
8
15
45
40
10
9
30
50
12
9
22,5
60
50
20
7,8
15
45
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 113
65
42
9
30
90
75
10
9
30
60
180
75
30
18
60
150
75
60
15
24
120
100
100
10,5
30
78
300
100
200
9
27
75
270
100
500
6
21
54
210
125
200
10,5
24
105
300
125
500
9
21
90
270
125
1100
6
15
60
210
150
350
7,5
15
60
120
390
150
620
4,5
9
37,5
90
330
150
960
7,2
30
75
300
150
1900
6
21
60
210
200
600
15
45
150
390
200
1400
12
30
120
360
200
2200
9
24
105
330
200
3600
7,5
18
75
240
250
1000
22,5
37,5
300
250
2500
15
30
150
250
3800
9
24
105
250
5600
7,5
18
75
Contoh perhitungan ven : Tentukan ukuran pipa ven dari contoh 1, pipa air kotor hal. 85, dengan ketentuan tambahan sbb :
pipa ven horizontal di atas plafon tidak ada yang lebih panjang dari 6 m
diandaikan wc dalam contoh terletak dalam bangunan 5 lt dengan jarak 3,5 m, dan tiap lantai mempunyai wc yang sama, tersusun dalam satu garis vertical dan menggunakan pipa tegak pembuangan yang sama, tersusun dalam satu garis vertical dan menggunakan pipa tegak pembuangan yang sama
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 114
WC U L SK
: Kloset dengan katup gelontor 2 bh : Urinal menempel di dinding 3 bh : Bak cuci tangan , lavatory 2 bh : Bak cuci pel 1 bh
telah dihitung beban unit alat plambing sbb untuk peralatan A, B, C, sejumlah 24 UAP dengan pipa pembuangan air kotor diameter 100 mm, dilayani oleh satu pipa ven tegak ke pipa ven horizontal (diatas plafond) seksi 1. Dari tabel 3.6, untuk pipa air kotor 100 mm, unit plambing maksimumnya 100 (lebih dari 24) dan dibawah diameter pipa ven 65 mm, panjang pipa ven maksimum 6 m (telah ditetapkan tidak ada panjang pipa ven horizontal yang lebih dari 6 m). Jadi, pipa ven horizontal seksi 1 aman bila menggunakan diameter 65 mm
untuk beban unit alat plambing D, E, F, G,H sejumlah 14 UAP dengan pipa air kotor diameter 75 mm, dilayani oleh 1 pipa ven tegak ke pipa ven horizontal seksi 2. Dengan cara yang sama dengan diatas didapat pipa ven horizontal seksi 2 juga berdiameter 65 mm
pipa ven horizontal 3 menampung penggabungan seksi 1 dan seksi 2, menghubungkannya dengan pipa ven tegak utama bangunan, dengan demikian mempunyai beban sebesar 24 + 14 = 38 UAP ekivalen dengan pipa kotor (tabel 3.4) = 100 mm. Dari tabel 3.6 dan cara yang sama dengan sebelumnya, didapat diameter pipa ven horizontal seksi 3 juga 65 mm.
Tinggi bangungan 5 X 3,5 = 17,5 m, berarti pipa ven tegak minimal mempunyai panjang 17,5 m.
Beban unit alat plambing untuk 5 lantai adalah 5 X 38 = 190 UAP. Dari tabel 3.7, pada kolom ukuran pipa buangan 10 mm, dapat melayani 200 UAP dan dibawah kolom diameter pipa ven 65 mm, jauh melampaui kebutuhan yang hanya 17,5 m. Jadi untuk pipa ven tegak digunakan pipa diameter 65 mm.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 115
Rekapitulasi perhitungan : Seksi
Beban unit alat plambing
Ukuran pipa Panjang pembangunan kebutuhan (mm) pipa ven (m)
Diameter pipa ven (m)
1
24
100
Kurang dr. 6
65
2
14
75
Kurang dr. 6
65
3
24+12=38
100
Kurang dr. 6
65
100
17,5
65
Pipa tegak 5 X 8 = 190
3.6 Lubang pembersih (clean out) Kotoran dan kerak akan mengendap dan melekat pada dinding pipa pembuangan setelah jangka waktu lama. Disamping itu kadang-kadang benda kecil atau benda lainnya disengaja atau tidak masuk kedalam pipa. Karena itu lubang pembersih pipa diperlukan, baik untuk pipa didalam maupun diluar gedung.
3.6.1 Syarat lubang pembersih 1. Harus dipasang ditempat yang mudah dicapai dan mempunyai ruang sekelilingnya yang cukup luas untuk orang bergerak membersihkan pipa. Untuk pipa ukuran 65 mm, jarak bebas sekeliling lubang paling sedikit 30 cm dan untuk pipa berdiameter 75 mm dan lebih besar, jarak bebas minimalnya adalah 45 cm. 2. Lubang pembersih harus dipasang pada : a. Awal pipa cabang horizontal atau pipa pembuangan gedung. b. Pipa mendatar yang panjang. c. Belokan pipa baik vertikal maupun horizontal. d. Ujung pipa bawah tegak dan disepanjang pipa tegak pada setiap atau 3 lantai.
jarak 2
e. Sambungan antara piap pembuangan gedung dengan roil. f. Disetiap jarak tertentu disepanjang jarak pipa yang tertanam.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 116
3. Jarak antar lubang pembersih disepanjang pipa pembuangan untuk pipa berdiameter sampai 100 mm, tidak boleh lebih dari 15 m. Untuk pipa yang lebih besar, tidak boleh lebih dari 30 m.
3.6.2 Ukuran lubang pembersih a. Untuk pipa berdiameter sampai dengan 100 mm, ukuran lubang pembersih harus sama dengan ukuran pipa. Sedangkan untuk pipa yang berukuran lebih dari 100 mm dapat dibuat lubang dengan ukuran 100 mm. b. Untuk pipa yang ditanam dalam tanah, diperlukan bak kontrol yang lebih besar dari lubang pembersih. Penutup bak kontrol harus rapat agar gas atau bau tidak bocor keluar. Pipa tertanam yang berukuran kurang dari 200 mm masih diperkenankan memakai lubang pembersih, bukan bak kontrol. c. Bak kontrol sebagai pengganti lubang pembersih pada pipa bawah tanah dipasangkan ditempat pipa tersebut membelok tajam, berubah diameternya, bercabang atau pada lokasi seperti pada lubang pembersih. Ukuran bak kontrol harus sesuai dengan ukuran pipanya dan cukup besar untuk memudahkan pembersihan. (lihat gambar perangkap diluar gedung, hal 88)
3.6.3 Pemasangan a. Setiap lubang pembersih harus dipasang pada arah berlawanan dari arah aliran b. Tutup lubang pembersih mudah dibuka dan dibuat rata dengan dinding atau lantai, tidak boleh diplester atau ditutup bahan lantai (keramik, ubin,dsb) c. Lubang pembersih pada bagian bawah pipa tegak dapat dipasang pada lantai atau dinding terdekat
d. Contoh pemasangan pada dinding dan lantai bangunan dapat dilihat pada gambar di hal.114.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 117
Gambar 3.8. Contoh pemasangan clean out pada gedung 3.7 Bak penampungan dan pompa air kotor Untuk suatu keadaan dimana riol umum terletak diatas pipa pembuangan utama gedung, maka diperlukan adanya bak penampungan air kotor untuk menampung
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 118
semua air kotor dari gedung, kemudian dipompakan keluar ke riol umum (lihat gambar 3.2, hal.79). Bak penampungan, meskipun dapat dibuat satu saja (bak penampungan campuran) untuk menampung semua air kotor buangan gedung (kecuali air hujan), sebaiknya dipisah-pisahkan menurut kualitas air kotornya, misalnya bak untuk menampung air bekas cuci dan mandi, rembesan air lantai basement yang terpisah dengan air kotor dapur besar restoran, hotel, rumah sakit, dsb.
Gambar 3.9. Contoh bak penampung air rembesan pada basement Bak penampung beton, dengan alasan efisiensi menjadi bagian dari pondasi pelat ganda ( double slab) dari bangunan tinggi. Namun karena jarak antara pelat tidak cukup dalam maka bak penampung dibuat lebih dalam lagi dari pondasi
3.7.1 Syarat-syarat bak penampung air kotor a. Bak penampung harus kedap air, tidak membocorkan gas atau bau dan dilengkapi dengan pipa ven, pompa, saklar otomatik pengatur operasi pompa dan alarm yang menyatakan muka air tertinggi dan terendah. Pipa ven disini berfungsi sebagai : 1. membuang gas keluar ketempat yang tidak mengganggu 2. memasukan udara kedalam bak pada saat pompa beroperasi, ukuran minimum pipa ven adalah 50 mm.
karena itu
3. Dinding bak penampung tidak boleh menyatu dengan bak penampung air bersih 4. Harus dilengkapi dengan lubang pemeriksa (manhole), paling sedikit berdiameter 60 cm, agar orang dapat masuk kedalam untuk melakukan pemeriksaaan dan perawatan perlengkapan yang ada dalam bak. Lubang pemeriksaaan ini dibuat ditempat yang mudah dicapai dan sekeliling lubang mempunyai ruang yang cukup luas untuk bekerja. Tutup lubang pemeriksa dikonstruksikan agar tidak memungkinkan gas atau bau bocor keluar
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 119
5. Dasar bak penampungan harus dibuat miring antara 1/15 sampai 1/10m, dan bagian paling rendah dibuat lekukan isapan pompa dengan syarat sbb
3.7.2
Pompa pembuangan
Pompa pembuagan, berdasarkan penggunaannya (banyak sedikitnya benda padat yang dikandungnya) dibagi menjadi pompa air kotor, pompa drainase dan pompa penguras. Berdasarkan pemasangannya pada bak penampung dibagi menjadi pompa bak basah dan pompa bak kering. 1. Pompa air kotor Pada prinsipnya, karena air kotor mengandung berbagai benda padat dengan berbagai tingkat campuran, maka pompa harus tidak mudah tersumbat. Karena itu, pompa air kotor mempunyai desain khusus. Impeller pompanya didesain lebih lebar dari pompa biasa agar kotoran dapat lewat dengan mudah, biasanya didesain dengan hanya menggunakan 1 atau 2 sudut saja atau bahkan tanpa sudut dengan bentuk khusus. 2. Pompa drainase Pompa ini juga disebut sebagai pompa air bekas karena digunakan untuk memompa air kotor yang sedikit mengandung kotoran padat, seperti misalnya air cuci, air mandi,dsb. 3. Pompa penguras (bilge pump) pompa yang digunakan untuk memompa atau menguras air buangan yang tidak mengandung kotoran padat seperti misalnya air rembesan pada ruang bawah tanah, air buangan mesin pendingin, air hasil pembersihan tangki air bersih dsb. Pompa untuk air jenis ini biasanya digunakan pompa sentrifugal biasa. 4. Pompa bak basah Yang dimaksud dengan pompa bak basah adalah pompa yang dipasangkan dalam bak penampungan langsung, terendam (submersible) dalam air kotor. Dengan demikian tidak diperlukan ruang pompa khusus dalam bak penampungan.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 120
Gambar 3.11. Pemasangan pompa pada bak basah
Gambar 3.12. Pompa bak basah terendam 5. Pompa bak kering Pada jenis ini, pompa dipasang dalam ruang pompa terpisah dari bak penampungan, karena itu dibutuhkan 2 manhole, 1 untuk bak penampungan dan 1 lagi untuk pompa
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 121
Gambar 3.13. Pemasangan pompa pada bak basah
3.8
Tangki septik dan rembesan
Tangki septik sebenarnya serupa saja dengan bak penampungan air kotor, tetapi lebih ditujukan penggunannya untuk menampung air kotor buangan dari bangunan ditempat yang tidak terjangkau oleh riol umum/kota. Prinsip kerja dari tangki septik adalah mengolah dan memisahkan antara air dengan kotoran dengan cara pengendapan. Pengolahan dilakukan oleh bakteri anaerobic yang merubah kotoran baku menjadi Lumpur. Air hasil pemisahan (70% lebih bersih) dialirkan keluar secara gravitasi dan diresapkan ketanah, sedangkan hasil endapan (Lumpur) harus dibuang secara berkala dengan bantuan layanan mobil tangki air kotor pemerintah setempat. Dengan demikian tangki septic biasanya terletak diluar bangungan (mudah dicapai mobil tangki) dan tidak ada peralatan pompa yang dipasangkan. Sistem pembuangan air kotor dengan tangki septic terdiri tangki septiknya sendiri, sumur resapan atau bidang resapan yang berisi pipa-pipa resapan.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 122
Tangki septic dengan sumur resapan
Tangki septic dengan bidang resapan
Kotak distribusi
Pipa resapan
Gambar 3.14. Sistem pembuangan dengan tangki septik
Kotak pendistribusian dari besi untuk 4 atau 5 cabang pipa
Tangki septic dari beton (atas) dan besi ( bawah), bentuk dan ukuran yang biasa di jumpai
Sumur resapan dari beton frefabricated
Gambar 3.15. Komponen sistem pembuangan 3.8.1
Syarat jarak
Oleh sebab kemungkinan pencemaran yang besar maka standar Amerika NPC (National Plambing Code) menentukan peryaratan sbb :
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 123
Tabel 3.8. Jarak komponen menurut NPC Jarak minimun terhadap : (m¹) Jenis komponen
Sumur terbuka/bor
Bangunan/
Tangki septik
rumah
Batas pagar
Bidang resapan
Sumur resapan
15
1,5
-
-
-
Kotak distribusi
15
-
-
-
-
Bidang resapan
30/15²
3
3
-
-
Sumur resapan
30
6
3
6
6
Catatan : 1) Satuan asli dalam feet, sudah dikonversi menjadi m (meter) 2) Jarak sumur dengan bidang resapan dapat dikurangi menjadi setengahnya (15 m) bila dinding sumur terbuka, atau casing sumur bor dibuat kedap air sedalam 15 m atau lebih dari muka tanah.
Garis pagar/ property line
Gambar 3.16. Syarat jarak komponen sistem tangki septik
3.8.2
Tangki septic, syarat dan ukuran
Karena tangki septic serupa dengan bak penampung air kotor, maka persyaratan bak penampung air kotor berlaku untuk tangki septic (lihat 3.7.1 hal. 115), terutama tentang perlunya kedap air, pipa ven, kemiringan lantai bak serta manhole. Demikian pula syarat ukuran pipa air kotor berlaku untuk pipa masuk dan keluar tangki septic (lihat 3.2.2 hal.85).
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 124
Syarat ukuran tangki septic : a. Tangki septic harus mempunyai ruang udara diatas permukaan air kotor min setinggi 30 cm. b. Ukuran ruang penampung tangki septic min adalah lebar min = 0,9 m, panjang min = 1,5 m, kedalaman min = 1,2 m (sudah termasuk ruang udara 0,3 m). c. Untuk bangunan yang digunakan untuk rumah tinggal/hunian, vol air kotor yang ditampung dapat diperhitungkan berdasarkan vol 0,14 – 0,17 m³ air kotor perorang, selama ukuran tangki septic yang terjadi tidak lebih kecil dari ukuran min yang tercantum di (b). d. Untuk bangunan umum volume air kotor yang ditampung dapat diperhitungkan berdasarkan 0,057 – 0,086 m³ air kotor/orang e. NPC, menganjurkan ruang tangki septic dibagi menjadi 2 bagian, 2/3 untuk ruang air kotor baku dan 1/3 bagian untuk ruang lumpur. Tabel 3.9. Rekomendasi ukuran tangki septic untuk rumah tinggal1 Jumlah orang
1
Ukuran dalam tangki septic, sudah termasuk ruang udara 30 cm Panjang ( m )
Lebar ( m )
Dalam tinggi ( m )
10
1,80
0,90
1,20
15
2,20
1,10
1,20
20
2,50
1,25
1,20
25
2,80
1,40
1,20
30
3,00
1,50
1,30
35
3,20
1,60
1,30
40
3,30
1,65
1,40
45
3,50
1,75
1,40
50
3,60
1,80
1,50
60
3,90
1,95
1,50
70
4,00
2,00
1,50
80
4,40
2,20
1,60
90
4,60
2,30
1,80
100
5,00
2,50
1,80
Rekomendasi menurut Salvan, George S. Arhitectural Utilities vol 1 ; 1986; hal 108
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 125
Contoh 1
:
Berapa ukuran minimum dalam tangki septic pada bangunan umum yang melayani 200 orang ? - volume air kotor : 200 x 0,057 m³ = 11,4 m³ - bila kedalaman air di ambil 1,5 m, lebar 2,0 m maka panjang = 3,8 m - ukuran ruang min. tangki septic ; ( d x l x p ) = 1,8 x 2,0 x 3,8 m 3.8.3. Resapan Bila desain tangki septic tergantung pada jumlah orang yang dilayaninya, maka resapan sangat tergantung pada permeabilitas ( daya serap ) tanah, tinggi permukaan air tanah ( water table ) serta luas dan kemiringan tanah setempat. Dan sebagaimana telah disinggung sebelumnya terdapat 2 cara meresapkan air kotor : a. Peresapan melalui sumur resapan b. Peresapan melalui bidang resapan 3.8.3.1
Sumur resapan
Sistem sumur resapan merupakan sistem yang kompak, membutuhkan lahan yang lebih kecil dibanding dengan bidang resapan yang menggunakan pipa. Namun sumur resapan tidak boleh digunakan bila muka air tanah tinggi. Muka air tanah paling sedikit harus 60 cm di bawah dasar sumur resapan. Bila muka air tanah lebih tinggi dari ketentuan tersebut, maka air kotor dari sumur resapan langsung mencemari air tanah. Untuk volume air buangan yang besar, dapat digunakan beberapa sumur resapan dengan konfigurasi sbb :
Gambar 3.17 Konfigurasi sumur resapan
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 126
Air kotor yang di keluarkan oleh sumur resapan, di tampung oleh lubang galian dari sumur resapannya sendiri, terutama oleh luas bidang keliling dari lubang galian. Kemampuan resap dinding lubang galian sumur resapan tergantung pada struktur tanahnya dan telah diteliti dan di tabelkan McGuiness ( 1971, hal. 125) sbb : Tabel 3.10. Bidang absorbsi untuk sumur resapan Struktur tanah
Luas efektif absorbsi yang dibutuhkan sumur resapan per 2 orang ( m² )
Pasir kasar campur kerikil
1,80
Pasir halus
2,70
Lempung campur pasir
4,50
Lempung bercampur banyak pasir dan kerikil
7,20
Lempung bercampur sedikit pasir dan kerikil
14,40
Catatan, Standar asli di hitung per bedroom; dengan tiap bedroom 2 orang.
Berdasarkan tabel 3.10 diatas, desain tangki septic dan sumur resapan dapat dibuat. Contoh 2 : Desain ukuran tangki septic dan sumur resapan untuk rumah tinggal yang mempunyai 4 k.tidur, berpenghunu 8 orang ( tiap kamar 2 orang ), kondisi tanah adalah tanah liat berpasir ( sandy loam ) dan muka air tanah berada 3,6 m di bawah muka tanah. Dari tabel 3.9, direkomendasikan ruang untuk tangki septic berukuran untuk volume air kotor sebanyak 1,8 x 0,9 x 0,9 = 1,46 m³. 2/3 bagian dari ruang tangki septic digunakan untuk ruang air kotor baku dan sisanya untuk ruang lumpur. Dengan demikian, ruang air kotor air baku = ( p x l x d ) = 1,2 x 0,9 x 1,2 m dan ruang lumpur ( p x l x d) = 0,6 x 0,9 x 1,2 m. Dari tabel 3.10, untuk satu sumur resapan dengan tanah liat berpasir yang melayani 2 orang diperlukan luas daerah resapan 4,50 m² atau lubang galian 4,50 x 4 = ± 2,3 m dengan keliling lingkaran x d = 3,14 x 2,3 berdiameter = 3,14 = 7,2 m. 8 x 4,50 m² = 18 m², 2 18 atau lubang galian berdiameter 2,4 m dengan kedalaman = ± 2,5 m. 7,2
Untuk melayani 8 orang, dibutuhkan bidang resapan
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 127
Catatan = Luas daerah resapan =
d2 4
d2 =
4L
d=
4L
Gambar 3.18. Tangki septic dan sumur resapan berdasar soal no 2 3.8.3.2
Bidang resapan
Pada suatu daerah yang mempunyai muka air tanah tinggi, maka alternatif sistem resapan yang dapat digunakan adalah bidang resapan, yaitu penggunaan pipa – pipa resapan yang diletakkan dalam suatu parit galian dengan lebar dasar parit tertentu. Pipa yang terbaik adalah pipa tanah liat berlubang – lubang berdiameter 10 cm yang diletakkan diatas lapisan kerikil. Pipa tersebut tidak disambungkan bahkan diberi celah sekitar 0,5 cm. Diatas pipa diletakkan kertas aspal atau plastik lembaran dengan maksud agar tidak terjadi rembesan air kotor ke atas atau sebaliknya air hujan tidak masuk ke dalam pipa resapan. Contoh gambar. pipa resapan lihat gambar 3.19 dan untuk syarat konstruksi pemasangan pipa resapan lihat tabel 3.11, sedangkan tabel 3.12 dan tabel 3.13 merupakan alat menghitung panjang dan lebar alat parit resapan yang dibutuhkan sesuai dengan volume air kotor yang akan diresapkan.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 128
Gambar 3. 19. Konstruksi pipa resapan Tabel 3.11. Syarat konstruksi pipa dan bidang resapan Konstruksi bidang resapan
Standar
Jumlah min. cabang pipa / bidang resapan
2 buah
Maks. panjang cabang pipa tunggal
30 m
Lebar min. galian bawah pipa 45 cm
45 cm
Diameter min. pipa resapan
10 cm
Kemiringan maks. bidang resapan
1 / 200
Jarak antar pipa resapan
1,80 m
Min. luas bidang absorpsi
Lihat tabel 3.12
Tabel 3.12. Bidang absorpsi untuk pipa resapan, hasil test perkolasi Waktu yang dibutuhkan air untuk turun satu 2,5 cm ( 1" )( menit )
Luas efektif bidang absorpsi alas parit resapan yang dibutuhkan ( m² per 2 orang )
Sampai dengan 2
4,50
3
5,40
4
6,30
5
7,20
10
9,00
15
11,70
30
16,20
60
21,60
Lebih dari 60
Di desain khusus
Catatan ; a. Standar asli dalam bedroom ( tiap kamar 2 orang ) dan dalam ft. b.Setiap hunian / rumah tinggal harus menyediakan minimum 13,5 m².
Catatan tentang test perkolasi pada tabel 3.12 :
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 129
Tes perkolasi dimaksudkan untuk mengetahui daya serap tanah ( meski tanah dalam keadaan basah ), bila struktur tanahnya belum/tidak diketahui. Pada tabel 3.12 karena standar aslinya menggunakan inch, maka penurunan air permukaan pada test tersebut berskala 2,5 cm. Test perkolasi dilaksanakan sbb : Buat lubang ditanah yang diuji berukuran 30 x 30 cm dengan kedalaman antara 70 sampai 100 cm. Lubang diisi oleh air sampai penuh dan dibiarkan sampai habis. Lubang diisi air lagi setinggi h ≥ 15 cm, dan dengan bantuan stopwatch, diamati dan dicatat berapa lama permukaan air tersebut turun setiap 2,5 cm. Harga penurunan ini berubah – ubah, biasnya diawal cepat kemudian melambat. Dihitung nilai rata – rata penurunannya per 2,5 cm ( dalam menit ). Tabel 3.13. Ukuran bidang resapan dan jarak pipa Lebar alas parit
Rekomendasi kedalaman parit
Jarak antar cabang pipa resapan
Luas efektif bidang absorpsi per 30 cm panjang parit
cm
cm
m
m²
45
45 – 75
1,80
0,135
60
45 – 75
1.80
0,180
75
45 – 90
2,30
0,225
90
60 – 90
2,70
0,270
Catatan : bila lahan memungkinkan jarak antar cabang pipa lebih baik diperjauh.
Contoh 3. Rencanakan bidang dan pipa resapan yang diperlukan untuk air kotor hasil pengolahan tangki septic seperti pada soal 2. Tetapi sekarang telah diketahui ( dari hasil tes perkolasi ) bahwa waktu yang diperlukan air untuk turun permukaannya sebanyak 2,5 cm, adalah 10 menit. Dari tabel 3.12, bila waktu perkolasi untuk 2,5 cm adalah 10 menit maka dibutuhkan luas alas parit 9 m² per 2 orang. Untuk 8 orang dibutuhkan luas parit 8/2 x 9 = 36 m². Jika lebar alas parit yang digunakan adalah 60 cm ( seperti pada gambar. 20 ), maka berdasar tabel 3.13, luas bidang resep efektif tiap 30 cm panjang parit adalah 0,18 m². Jadi, total panjang parit / pipa yang dibutuhkan adalah ( 36/0,18 ) x 0,3 m = 60 m. Tetapi pada tabel 3.11, untuk pipa tunggal panjang maks. hanya diperbolehkan 30 cm.
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 130
Bila pipa dijadikan 4 cabang, maka panjang tiap pipa adalah 60/4 m = dan jarak antar pipa ( as ke as ) adalah 1,8 m, kedalaman parit 45 – 75 cm ( tabel 3.13 ). Desai tata letak tangki septic dan bidang resapan yang sesuai dengan soal dan persyaratan di tabel 3.8, sbb :
SOAL LATIHAN 1.
Klasifikasi jenis air buangan adalah a.
Jenis air kotor, air bekas, air hujan, air khusus, air dari dapur
b.
Jenis air kotor, air hujan, air khusus
c.
Jenis air campuran, air bekas dan kotor
d.
Jenis air hujan, air lemak, air bekas mandi, air kotor
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 131
2.
3.
4.
5.
6.
Apa yang dimaksud dengan sistem pembuangan black water a.
sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing lainnya ( black water ).
b.
Sistem pembuangan dari alat plambing yang mengandung kotoran manusia dan bekas air mandi
c.
sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink dapur
d.
Sitem pembuangan air kotor dan bekas
Apa yang dimaksud dengan sistem pembuangan grey water a.
sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari kloset, urinal, bidet, dan air buangan yang mengandung kotoran manusia dari alat plambing lainnya ( black water ).
b.
Sistem pembuangan dari alat plambing yang mengandung kotoran manusia dan bekas air mandi
c.
sistem pembuangan untuk air buangan yang berasal dari bathtub, wastafel, sink dapur
d.
Sistem pembuangan air kotor dan bekas
Standar Kemiringan pipa pembuangan horizontal yang diijinkan adalah a.
Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/50, sedangkan Ø 100mm atau kurang kemiringan minimum 1/100
b.
Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/25, sedangkan Ø 100mm atau kurang kemiringan minimum 1/50
c.
Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/100, sedangkan Ø 100mm atau kurang kemiringan minimum 1/150
d.
Ø 75mm atau kurang kemiringan minimum 1/75, sedangkan Ø 100mm atau kurang kemiringan minimum 1/125
Klasifikasi cara pengaliran air buangan adalah a.
Sistem pembuangan air campuran, terpisah, tak langsung
b.
Sistem gravitasi dan bertekan
c.
Sistem pembuangan gedung, di luar gedung/roil kota
d.
Sistem pembuangan campuran, terpisah, tak langsung dan grafitasi
Gambar manakah yang paling benar
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 132
7.
8.
9.
10.
a.
c.
b.
d.
Apa yang di maksud dengan alat-alat plambing pembuangan: a.
Pipa-pipa pembuangan, pipa ven
b.
Bak control, bak penangkap lemak, bak perangkap
c.
bathtub, wastafel, bak-bak cuci piring, cuci pakaian, kloset, urinal, bidet
d.
Bak penampungan dan tangki septic
Sistem pembuangan air kotor dengan tangki septik dapat diresapakan dengan: a.
Tangki septik dengan sumur resapan dan bidang resapan
b.
Tangki septik dengan saluran ke roil kota
c.
Tangki septik dengan sumur resapan dan roil kota
d.
Tangki septic dengan perangkap lemak, perangkap pasir
Syarat penangkap (interceptor) yang baik adalah sebagai berikut, kecuali: a.
Penangkap yang sesuai harus dipasang sedekat mungkin dengan alat plambing yang dilayaninya, dengan maksud agar pipa pembuangan yang mungkin mengalami gangguan sependek mungkin.
b.
Konstruksinya harus mudah dibersihkan, dilengkapi dengan tutup yang mudah dibuka dan letak dari penangkap dalam ruang sedemikian rupa sehingga sampah dari penangkap mudah dibuang keluar ruang.
c.
Konstruksi penangkap harus mampu secara efektif memisahkan minyak, lemak dan sebagainya dari air buangan.Konstruksi penangkap umumnya juga merupakan ‘perangkap’, karena itu bila telah dipasang penangkap dilarang memasang perangkap, sebab dapat terjadi ‘perangkap ganda’.
d.
Penangkap lemak maksimal jaraknya adalah 3 meter dan harus sesering mungkin untuk pemeriksaan agar jika terjadi penyumbatan dan banyak kotoran dapat mudah untuk dibersihkan.
Dalam perencanaan bangunan tinggi sistem pembuangan black water dan grey water
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 133
yang paling sesuai adalah a.
Di tampung di tangki septik kemudian di alirkan ke roil kota
b.
Di tampung di tangki septik kemudian di resapkan
c.
Diolah di STP
d.
Ditampung di tangki septik kemudian di alirkan ke STP
Pembuangan Air Kotor Dalam Bangunan 134
1.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 131
1. Air Hujan Hujan adalah peristiwa alam dan merupakan siklus hidrologi yang merupakan bagian dari system ekologi. Hujan turun ke lingkungan binaan manusia yang di penuhi oleh gedung, jalan, tempat parkir, taman dan mencari jalan ketujuannya secara alami, sebagian lagi mengalir di permukaan mencari daerah yang lebih rendah, ke sungai, danau, ke laut atau menggenangi daerah dataran rendah.
Gambar 4.1. Siklus hidrologi
Air hujan yang turun ke bangunan, bila tidak di kumpulkan dan dialirkan dengan baik, akan mengalir dari atap, meresap dan merusakan dinding dan jendela, bocor ke dalam bangunan, membasahi orang di pintu masuk bangunan, mengerosi tanah di sekitar pondasi, meresap ke dinding basement bahkan dapat mengubah topografi lansekap suatu daerah. Dengan demikian, masalah utama dari air hujan adalah : a. Mengalirkan air hujan yang tidak di inginkan yaitu air hujan di atap, air permukaan dan air dalam tanah agar menjauh dari bangunan. b. Mengalirkan air permukaan dan air dalam tanah keluar dair tapak, ke pembuangan umum agar tidak terjadi genangan atau banjir. c. Mengendalikan aliran air hujan agar tidak terjadi erosi atau perubahan permukaan tanah.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 135
2. Pengendalian Air Hujan di bangunan Air hujan datang ke bangunan pada atap, balkon atau ruang terbuka lainnya. Pada atap datar air di kumpulkan ke beberapa titik pembuangan dengan membuat kemiringan atap paling tidak 1%. Pada titik pembuangan / turun di pasangkan saringan (roof drain) agar kotoran tidak masuk ke talang vertikal (leader) yang dapat di letakaan di luar atau di dalam bangunan. Air hujan yang masuk ke balkon juga di saring (floor drain) terlebih dahulu dan di alirkan ke pipa pembuangan utama atau bak penampung air hujan di bawah lantai, kemudian di buang ke saluran air hujan umum.
Roof drain / tutup talang
Floor drain
Gambar 4.2. Roof & floor drain Pada atap miring biasanya di perlukan talang horisontal (gutter) kemudian di alirkan ke talang vertikal kebawah ke saluran pembuangan atau di resapkan ke dalam tanah. Metode meresapkan air hujan dari atap umunya di lakukan hanya pada bangunan kecil, atau pada bangunan yang umum (riol). Untuk bangunan yang lebih besar, umumnya di buatkan kolam penampungan pada tapak yang jauh dari bangunan. Bila kapasitas air hujan yang di resapkan kecil, upaya yang di lakukan untuk menjauhkan dan meresapkan air hujan adalah : a. Dengan membuat rabat di sekeliling bangunan air hujan mengalir menjauh dari bangunan. Namun cara ini harus di dukung dengan pengolahan kemiringan tanah di sekitar bangunan (grading) agar tidak terjadi genangan di sekitar rabat. b. Membuat sumur resapan langsung di bawaqh talang tegak. Cara ini hanya berhasil bila kemampuan resap tanah (faktor perkolasi) tinggi. c. Membuang air hujan melaui pipa-pipa ke sumur resapan.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 136
Gambar 4.3. Komponen untuk meresapkan dan menjauhkan aliran air hujan dari bangunan.
2.1 Pembuangan Air Hujan dari Atap Pembuangan air hujan dari atap perlu memenuhi syarat-ayarat sebagai berikut : 1. Membuang air hujan dari atap secepat mungkin ke saluran pembuangan kota atau ke tanah (bila daya resap tanah memungkinkan) 2. Pipa talang horisontal maupun vertikal harus cukup besar agar dapat menyalurkan dan sesuai kapasitas air dan luas dari atap dengan cepat. Penggunaan gutter untuk atap miring, di samping harus cukup kapasitasnya, sebab makin besar sudut atapnya maka makin cepat pula alairan airnya. 3. Pipa-pipa pembuangan tidak mudah tersumbat. Untuk itu perlu di pasangakan saringan-saringan (roff drain, floor drain) agar kotoran ltidak masuk ke dalam pipa. 4. Pipa air hujan horisontal di dalam bagunan harus mudah di bersihkan, karena itu di pasangkan clean out 5. Aliran dalam pipa pembuangan tidak boleh terhambat, karena itu di hindari sebanyak mungkin pembelokan pipa, bahkan penggunaan sambungan pipa dengan knee yang bersudut 900 tidak di anjurkan, kecuali di pasangakan kotak penampung/kontrol dalam belokan itu.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 137
6. Bila di rencanakan air hujan akan di tampung terlebih dahulu di lantai basement, baru di buang, maka perlu di sediakan bak penampung air hujan yang terpisah dari air kotor yang lain dan di lenka;pi pompa penguras sentrifugal. Untuk itu diberlakukan persyaratan bak penampung dan pompa penguras ( lihat bab.3; Air Kotor; 3.7.1 dan 3.7.2.) pada proyek yang mempunyai banyak basement, agar ekonomis bak penampungan semacam ini sering di satukan dengan penampungan air rembesan (air tanah yang merembes melalui dinding basement), air buangan AC, atau mesin lain yang menghasilkan air, air pengurasan tangki iar bersi, dan di sebut sebagai sump pit ; pompanya di sebut sump pump. 7. Nilai unit beban alat plamping untuk sump pump dengan kemampuan mengalirkan air 3,8 liter / menit adalah 2, sedangkan floor drain berdiameter 40 mm – 0,5; 50mm – 1 dan 75 – 2.
2.2 Ukuran Pipa Ukuran pipa air hujan dari atap tergantung pada jumlah dan kecepatan air yang di alirkan dari atap. Jumlah air dari atap tergantung pada luas atap dan curah hujan ratarata setempat. 2.2.1 Mencari Ukuran Pipa Berdasarkan Data Curah Hujan Hubungan antara luas atap (A), curah hujan (R) dan banyaknya air hujan yang di pindahkan (Q), di nyatakan dengan rumus1 berikut : Q ( gpm )
A ( ft 2 ) R (inch / hour ) 96
Berdasarkan rumus tersebut, sekali curah huja rata-rata suatu daerah di keathui, maka di cari nilai Q. Kemudian, dengan bantuan tabel 4.1 dan tebel 4.2, nilai Q di konversi ke ukuran talang tegak (leader) atau talang tegak (leader) atau talang tepi atap miring (gutter). Tabel, 4.1 Konversi Q ke diameter talang tepi (gutter) Diameter gutter (inches) 3 4 5 6 7 8 10 1
Q maksimum (gpm) 7 15 26 40 57 83 150
Konversi factor unit imperial kemetrik untuk rumus ini adalah 1 gallon = 3,785 liter 2 1 ft2 = 0.0929 m 1 inch = 25.4 mm
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 138
Tabel, 4.2 Konversi Q ke diameter talang tegakl (leader) Diameter gutter (inches) 3 2 4½ 3 4 5 6 8
Q maksimum (gpm) 23 41 67 144 261 424 913
2.2.2 Mencari Ukuran Pipa Bila Curah Hujan Tidak Diketahui Bila curah hujan rata-rata setem[pat tidak di ketahui, maka nilai curah hujan tersebut di asumsikan 100mm /jam dan di gunakan 3 tabel langsung menghubungkan antara luas atap dengan ukuran-ukuran pipa leader,atorm drain dan gutter yang di perlukan.
Tabel 4.3. Ukuran talang vertikal air hujan (leader, conduktor) Diameter talang tegak Luas Luas atap maksimum / vertikal Penampung Yang di layani Inches mm cm2 m2 65 20 50 2 117 31 62,5 2½ 198 44 75 3 415 79 100 4 780 123 125 5 1215 177 150 6 2610 314 200 8 Catatan: bila talang tidak terbentuk pipa lingkaran, di gunakan luas penampung.
Tabel 4.4. Ukuran pipa pembungan horisontal utama (strom drain) Diameter pipa Inches 3 4 5 6 8 10 12 15
mm 75 100 125 150 200 250 300 375
Luas atap yang di layani pada berbagai kemiringan talang horisontal (gutter) (m2) 1/100 (1%) 1/50 (2%) 1/25 (4%) 148 105 74 340 240 170 600 425 300 965 680 480 2000 1470 1035 3725 2670 1863 6000 4230 3000 10710 7560 5355
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 139
Tabel 4.5. Ukuran talang tepi horisontal semu sirkuler (gutter) Diameter gutter
Luas penampung gutter
Inches
mm
Cm2
3 4 5 6 7 8 10
75 100 125 150 175 200 250
22 39 61 88 120 157 24
Luas atap maksimum yang dapat dilayani pada berbagai kemiringan talang orisontal (gutter) (m2) 1/200 1/50 1/25 (0,5%) (1%) (4%) 43 31 15 92 65 32 160 113 56 250 173 86 350 248 124 504 358 180 900 648 324
Catatan : bila gutter tidak terbentuk semi sirkuler, maka digunakan luas penampang
2.2.3 Contoh Penghitungan Ukuran Pipa Contoh 1. Menghitung leader dan strorm drain
Dari tabel 4.3 : Untuk atap yang tertinggi, dengan luas atap 540 m2 di gunakan leader ukuran 5” sedangkan untuk atap yang lebih rendah masing-masing 5” juga untuk luas 7202 Bila di perhatikan, sebenarnya, untuk roof drain dengan luas 360 m2 dan 720m2, cukup digunakan diameter 4. namun demi definisi dan kemudaan kerja maka pipa 4” tersebut di ganti menjadi 5”.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 140
Dengan cara yang sama di temukan ukuran pipa 2” untuk 3 bh balkon, yang masing-masing mempunyai floor drain untuk 12 m2
Dari tabel 4.4 : Berurut sesuai dengan arah aliran, mulai dari courtyrard (360 m2) di temukan pipa 5” untuk kemiringan pipa 2%. Kapasitas pipa sesudah memulai pertemuan dengan pipa turun dari balkon harus dapat melayani 360 + 36 = 396 m2, masih cukup di layani dengan pipa 5”. Dengan cara yang serupa di hitung kekiri dan di termukan pipa strom drain tereakhir harus berukuran 10” 250 mm).
Contoh 2 : Menghitung gutter dan leader
Pada atap pelana atas, akan di buat 4 talang tuurn, sebab dengan panjang 20 m bila hanya di buat satu buah jaraknya terlalu jauh, konsekuensinya guttyer kwmiringan. Tiap satu talang turun, melayani 10x10 = 100 m2. berdasar tabel 3, ukuran tiap talang turun adalah 2 ½” dengan luas penampang 31m2 Gutter untuk tiap talang turun melayani 100m2. berdsasar tabel 4.5, di butuhkan diameter guttersemu sirkuler sebesar 7” ( dengan kemiringan 0,5%) atau gutter berpenampung 120m2 Bila gutter dan leader tersebut di desain tidak menggunakan pipa bundar, maka hasilnya adalah sebagai berikut;
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 141
3. Drainase tapak Setiap pembangunan di tapak biasanya mengubah pola drainase asal yang ada dan menambah jumlah aliran air hujan akibat tertutupnya tanah oleh bangunan atau perkerasan. Dalam perancangan tapak, arsitek harus memperhatikan pola drainase ekisting yang ada di tapak dan memperhitungkan bertambahnya jumlah aliran air hujan (run off) yang tak dapat meresap dalam tanah dan menciptakan drainase positip; yaitu mengarahkan aliran air hujan menjauhi bangunan atau daerah-daerah kegiatan (parkir, jalan) agar tidak terjadi banjir , erosi atau genangan air. Pada prinsipnya, ada dua tipe sistim drainase, yaitu drainase permukaan dan drainase bawah tanah. Namun pada prakteknya, kedua sistim drainase tersebut sering digunakan/dikombinasikan secara bersama-sama.
3. 1 Drainase permukaan Drainase permukaan meliputi sheet flow,pembuatan saluran-saluran terbuka untuk jalan dan tempat parkir; pembuatan alur/lekuk tanah dan bukit kecil yang merupakan bagian rancangan lanskap tapak.
3.1.1 Sheet flow dan alat perlengkapannya Sheet flow, dimaksudkan sebagai drainase yang terjadi karena adanya kemiringan permukaan tanah, perkerasan atau taman. Aliran air semacam ini biasanya diarahkan dan ditampung oleh saluran terbuka atau bak penampung; kemudian diteruskan ke saluran air hujan lingkungan atau tempat pembuangan lainnya (sungai, danau, kolam buatan dsb).
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 142
Richard Untermann , mengemukakan bahwa terdapat 3 bentuk dasar pengolahan topografi (grading) sehubungan dengan pengaliran bentuk sheet flow ini yaitu; bidang miring (sloping plane), lembah (valley) dan bentuk corong (funnel). Bentuk bidang miring (sloping plane) merupakan bentuk yang paling sering digunakan karena mempunyai varian kemungkinan yang tak terbatas, disamping itu bidang miring yang dibuat dapat merupakan bidang convex atau concaf . Bila hanya sistim sloping plane ini saja yang diterapkan dalam suatu tapak, maka perlu disadari bahwa air hujan dan perlu dialirkan keluar melalui saluran terbuka. Kalau tidak, maka air hujan akan mengalir ke tapak tetangga dan menimbulkan masalah. Gambar 4.4. Sloping Plane
Gambar 4.5. Valley
Richard Untermann, Grade Easy, Washington D.C; Landscape Architecture Foundation, 1973, pp.5253
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 143
Pada kasus dimana dikehendaki air hujan tetap mengumpul didalam tapak, maka salah satu teknik yang digunakan adalah memakai bentuk lembah ( valley) untuk mengontrol aliran air hujan. Dasar dari lembah ini dapat dibentuk dari hanya sekedar lekukan tanah berumput (swales) berkemiringan 1% sampai pembuatan saluran/selokan dengan atau tanpa perkerasan atau dengan sengaja dibuat suatu aliran sungai kecil (creek) sebagai elemen lanskap.
Gambar 4.6. Funnel Bentuk corong (funnel), sebenarnya merupakanpenggabungan dari dua bentuk sebelumnya. Namun bentuk ini mempunyai satu karakteristik yang tidak dipunyai oleh sloping plane ataupun valley, yaitu diperlukan adanya corong pengumpul (area drain) serta jaringan pipa bawah tanah untuk mengalirkan air hujan keluar tapak. Berkaitan dengan sheet flow, maka dikenal 3 bentuk alat pengumpul air hujan ( lihat gambar di halaman 146) : a. Area drain, yang berfungsi seperti corong, menangkap air dari suatu daerah berukuran tertentu dan sekedar mengarahkan air dari permukaan langsung kedalam pipa. Kelemahannya, adalah dalam jangka waktu yang panjang sering kali pipa tersumbat oleh kotoran atau tanah yang terbawa oleh aliran air hujan. Kelemahan lainnya adalah bahwa elevasi dari area drain tidak fleksibel, harus merupakan titik terendah dari semua bidang miring aliran. b. Bak pengumpul; fungsinya serupa dengan area drain, menangkap air permukaan suatu daerah tertentu. Tetapi, dikembangkan lebih lanjut dengan fungsi tambahan, yaitu fungsi penangkap tanah dan kotoran. Karena adanya fungsi ganda inilah, maka bak pengumpul ini menjadi sangat disukai dan digunakan.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 144
c. Pipa pengumpul, atau pengumpul berbentuk linier. Bentuk ini mempunyai kelebihan, yaitu elevasinya yang fleksibel sehingga mudah mengikuti berbagai ketinggian tanah, jalan, atau tempat parkir.
Area drain
Bak pengumpul
Pipa pengumpul
Gambar 4.7. Alat pengumpul air hujan
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 145
Bak pengumpul air hujan berukuran besar ( gambar 4.7), sangat diperlukan pada lanskap yang memakai perkerasan dalam ukuran yang luas ( mis. plaza). Sebab permukaan perkerasan yang luas disamping memerlukan pengeringan yang cepat, juga mempunyai koefisien aliran air yang tinggi sehingga seringkali bak kontrol biasa atau saluran-saluran terbuka kurang mampu menampungnya.Pada contoh aplikasi pada suatu perkerasan berukuran 100 ft x 200 ft, dengan menerapkan satu, dua dan empat buah bak penampung untuk luas yang sama, terlihat korelasi bahwa makin banyak bak penampung yang disediakan maka makin datar permukaan perkerasan tersebut. (gambar 4.9). Sebab perbedaan elevasi untuk satu bak penampung mencapai 1,1 ft.; untuk dua bak 0,75 ft dan untuk 4 bak dibutuhkan hanya 0,55 ft.
Gambar 4.8. Bak penampung air hujan
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 146
Gambar 4.9. Korelasi jumlah bak penampung dengan kedataran permukaan perkerasan Alat perlengkapan penting selain alat pengumpul air hujan adalah bak perneriksa atau bak kontrol.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 147
Bak kontrol air hujan yang digunakan sebagai alat pemeriksaan serta pernbersihan saluran drainase perlu ditempatkan pada : a. perubahan saluran pipa b. perubahan ukuran pipa saluran c. perubahan kerniringan pipa saluran d. pertemuan dua atau lebih pipa saluran e. jarak /interval antar bak kontrol berkisar antara 100 sampai 150 m Gambar disebelah, merupakan contoh konstruksi dari bak kontrol. yang umurn dipakai. Pada kedua contoh tersebut terlihat bahwa bak kontrol tetap ditanam sekitar 30 cm dibawah muka tanah, sebab bila tidak ditanam, bak kontrol dalarn jumlah yang banyak akan mengganggu penataan lanskap. Konsekwensinya, di permukaan tanah diatas tiap bak kontrol perlu dipasang suatu penanda. Contoh yang atas, adalah bak kontrol untuk percabangan pipa atau perbedaan elevasi pipa, tidak mernpunyai fungsi pengendapan tanah atau kotoran. Contoh yang bawah adalah bak control yang mempunyai fungsi pengendapan kotoran.
Gambar 4.10. Contoh Bak Kontrol
3.1.2 Kemiringan elemen luar bangunan Agar air hujan dapat mengalir, maka dibutuhkan kemiringan-kemiringan tertentu pada elemen luar bangunan. Bila kemiringan terlalu curam, maka terjadi erosi, tetapi sebaliknya bila kemiringannya kurang maka terjadi genangan bahkan banjir dalam
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 148
berbagai skala kapasitas. Daftar kemiringan elemen luar bangunan yang dapat dijadikan dasar perencanaan adalah sebagai berikut : Tabel 6. Kemiringan elemen luar bangunan Jenis elemen luar bangunan Jalan kendaraan Tempat parkir Daerah service Jalan setapak utama menuju bangunan Teras/hall masuk bangunan Jalan setapak kolektor Ramp Teras yang digunakan untuk duduk-duduk Lapangan rumput untuk rekreasi Alur air hujan Lereng dengan rumput yang dipotong lereng dengan rumput yang tidak dipotong
maksimum minimum 0,5% 8% 0,5% 5% 0,5% 5% 1,0% 4% 1,0% 2% 1,0% 8% 1,0% 10% 1,0% 2% 2,0% 3% 2,0% 10% slope 3:1 slope 2:1
3.1.3 ukuran pipa pembuangan air hujan rancangan system air hujan pada lahan yang luas didasarkan pada jumlah curah hujan yang harus disalurkan keluar tapak dalam waktu tertentu. Aliran air hujan dipengaruhi oleh dua factor : 1. intensitas hujan (tingkat kederasan), jumlah hujan (misalnya perbulan), dan lamanya hujan (berapa jam rata rata perhari) data data hujan ini dapat diminta dari direktorat meteorology dan geofisika. 2. karakteristik daerah yang dilalui air hujan ; porositas tanah, kemiringan lereng dan tanaman penutup tanah.
2
aliran air hujan dipermukaan tanah dapat ditentukan dengan menghitung volume air yang tersalur dari suatu daerah aliran air yang diukur dalam liter atau m3 per detik2. untuk menghitung jumlah aliran air hujan digunakan rumus :
3
1 cu.ft = 0.0283 m 2 1 acre = 4047 m
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 149
Q = C.I.A Q C I A
= jumlah aliran air hujan pada suatu daerah (cu.ft/detik) = koofisien aliran air hujan (presentase aliran air yang mengalir) = intensitas curah hujan untuk suatu wilayah (cu.ft/hour) = luas daerah (acre)
nilai koofisien C yang digunakan dalam rumus, untuk berbagai jenis karakteristik permukaan adalah sebagai berikut :
Table 4.7. Koofisien C untuk berbagai jenis permukaan Jenis permukaan Atap perkerasan beton/aspal jalan macadam jalan tanpa perkerasan keriki tanah pertanian halaman/derah berumput hutan/daerah berpohon lebat
minimum 0,90 0,90 0,70 0,30 0,30 0,30 0,10 0,10
optimum 0,95 0,95 0,80 0,60 0,70 0,60 0,35 0,16
Maksimum 1,00 1,00 0,90 0,75 0,70 0,82 0,60 0,60
besaran Q yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukan besarnya pipa pipa pembuangan air hujan ditapak dengan bantuan manning formula chart yang dilampirkan berikut ini :
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 150
Gambar 4.11 Diagram Manning, untuk menghitung besarnya pipa pembuangan air hujan di tapak
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 151
Contoh perhitungan dengan formula manning : Catatan : karena diagram manning mengguunakan satuan dengan feet, inches dst maka dalam contoh ini juga digunakan satuan yang serupa. Dalam soal ini, anggapan yang digunakan adalah : 1. lahan tertutup rumput, dengan koofisien C optimum = 0,35 2. pipa yang digunakan mempunyai kemiringan ),1% 3. intensitas air hujan periode 10 tahunan untuk wilayah ini = 2,4 cu.ft/hour
luas daerah A = 2 acres : dialirkan ketirik a Q =C.I.A = 0,35 x 2,4 x 2 -4 Q = 1,68 cu.ft/det dengan kemiringan 0,1 % dalarn diagram ditemukan pipa diameter 14" untuk jalur I seksi a-b Luas daerah B = 2 acres, dialirkan ke titik b; Q = 1,68 cu.ft/det Q pada titik b melayani luas A + B Q = 1,68 + 1,68 = 3,36 cu.ft/det dengan kemiringan 0,1 % dalam diagram.ditemukan pipa d iameter 18" untuk jalur 2 ; seksi b-d. Luas daerah C = 2 acres; dialirkan ke titik d; Q pada titik d melayani luas A + B + C = 5,04. cu.ft/det Tetapi juga menampung luas D dan E (harus dihitung dulu) Luas daerah E = 1 acre; dialirkan ke titik c; Q=CLA = 0,35 x 2,4 x 1 Q = 0,84 cu.ft/det dengan kemiringan 0, 1 %, ditemukan pipa diameter 12" untuk jalur 3 seksi c-d Luas daerah D = 2 acres Q = 1,68 cu.ft/det dialirkan ke titik d. ; Q pada titik d melayani luas D + E = 1,68 + 0,84 = 2,52 cu.ft/det Q totat pada titik d = 5,04 + 2,52 = 7,56 cu.ft/det dengan kemiringan 0, 1 %, ditemukan pipa. diameter 24", untuk jalur 4 seksi d-e Luas daerah F = 1 acre; dialirikan ke titik e; Q = 0,84 cu.ft/det Q pada. titik e 7,56 + 0,84 = 8,4; cu.ft/det diameter pipa. 26" , untuk jalur 5 yang merupakan jalur terakhir seksi e-f
3.2 Drainase bawah tanah Drainase bawah tanah, merupakan kebalikan dari pipa resapan air kotor. Bila pipa resapan mengalirkan air dan mengeluarkan air untuk diresapkan kedalam tanah, pipa
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 152
drainase bawah tanah justru mengambil air hujan yang meresap/mengalir ditanah untuk dialirkan ketempat lain. Tujuan drainase bawah tanah adalah : a. Mengumpulkan dan membuang air hujan yang jatuh di atap, jalan, ruang terbuka kedalam pipa bawah tanah yang berfungsi sebagai drainase utama lingkungan. b. Melindungi tanah di 'kaki' bangunan dengan pengadaan footing drain , menurunkan permukaan air tanah dan mengurangi tekanan hidrostatik pa0a dinding-dinding dibawah.tanah (basement- kolam. renang dsb.) c. Pembuangan aliran air permukaan yang dengan sengaja tidak dialirkan di permukaan ( mis. lapangan golf, sepak bola, tenis dsb) dengan pipa resapan. 3.2.1 Drainase lingkungan Untuk suatu lingkungan atau kompleks bangunan yang luas, bila tidak tersedia saluran umum, maka saluran utama pembuangan lingkungan dibuang ke sungai terdekat atau danau/kolam buatan di dalam atau diluar tapak
Gambar 4.12. Sistim pembuangan air bujan dari lingkungan Keterangan : a) saluran tepi jalan b) saluran dari rumah-rumah c) saluran dari perkerasan lingkungan d) pembuangan ke sungai/danau buatan e) pagar pengaman (terhadap anak-anak, pembuangan sampah).
3.2.2 Foolting Drain Air hujan yang jatuh di tapak, meresap dan menyatu dengan air tanah. Aliran air tanah dapat meng-erosi tanah ‘kaki’ bangunan, menjadi penyabab berkurangnya kemampuan daya dukung tanah sehingga timbul resiko terjadinya perbedaan penurunan bangunan (settlement). Disamping itu, tekanan hidrostatik air tanah pada dinding basement dapat menjadi penyabab terjadinya kebocoran.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 153
Sebagai pencegah hal tersebut diatas dan juga untuk menurunkan tinggi permukaan air tanah disekeliling pondasi atau basement, dibuat pipa perforasi untuk mengalirkan air tanah (flooting drain) ketempat lain. Penampungan air tanah dengan pipa menimbulkan masalah lain, yaitu kecepatan aliran dalam pipa lebih tinggi dibandingkan kecepatan air tanah normal, terlebih lagi pada musim penghujan dimana air hujan yang meresap dalam tanah mengalami peningkatan dan muka air tanah cenderung lebih tinggi. Akibatnya, di tempat ujung keluar pipa pembuangan akan rentan terhadap erosi dan sedimentasi. Masalah ini diatasi dengan pembuatan konstruksi khusus yang disebut head will, yang mempunyai dinding dan landasan krikil untuk pencegah erosi.
Gambar 4.13. Pencegahan erosi pada pondasi (footing drain) Keterangan : a) posisi bangunan b)talang turun dari atap c) pipa pencegah erosi footing drain d) pipa pembuangan e) peresapan melalui saringan kerikil dan head wall.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 154
Gambar 4.14. Axonometri dari footing drain. Prinsip memindahkan aliran air tanah kepipa dengan maksud mengurangi tekanan air serta menurunkan tinggi muka air seperti diatas, juga diterapkan pada konstruksi dinding- dinding penahan tanah (retaining wall seperti contoh berikut :
Gambar 4.15. Drainase untuk dinding penahan tanah.
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 155
3.2.3 Drainase untuk bidang khusus. Pada situasi khusus misalnya pembuatan lapangan sepak bola atau lapangan tennis, lapangan golf (saluran air ingin tidak terlihat), metoda sheet flow tidak dapat diterapkan. Solosinya adalah membuat pipa-pia resap dibawah tanah Drainase bawah tanah dapat dicapai dengan membuat saluran horizontal di dalam lapisan tanah; menggunakan pipa tanah yang berlubang-lubang setengan dibagian atas atau pipa dengan sambungan terbuka. Agar tanah atau pasir tidak dapat masuk kedalam pipa, maka bagian pipa yang terbuka /berlunag dilapisi ijuk, kemudian kerikil yang berfungsi sebagai penyaring. (lihat Contoh a). Kemudian air dialirkan ketempat lain kedalam kolam buatan, sungai dan sebagainya. Namun bila kondisi tanah didaerah pembuangan memungkinkan (mempunyai daya resap cukup) sering dibuat pipa resap dengan lubang perforasi dibawah (lihat gambar b). Aliran air kedalam saluran drainase bawah tanah, dipengaruhi oleh daya rembes tanah, kedalam saluran dibawah permukaan, ukuran dan banyaknya lubang pada pipa, jarak antar saluran serta diameter saluran. Banyak drainase bawah tanah khusus seperti diatas, menurut bentuknya dapat dikelompokan dalam beberapa tipe sebagai berikut : a. Alamiah ; digunakan bila kapasitas air hujan yang akan dialirkan hanya sedikit, dan ditempat-tempat tertentu saja
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 156
b. Duri ikan (herring bone); digunakan untuk daerah lahan berbentuk cekung dengan lereng dikedua sisinya; atau pada bidang datar dengan pengaturan kemiringan pipa di dalam tanahnya. Pada sistim ini tidak diperbolehkan adanya sudut lebih dari 450 c. Pararel ; dimana aliran air masuk pada pipa-pipa cabang yang pararel kemudian diteruskan pada pipa induk yang berpotongan pada sudut kurang dari 90O
3.3
Contoh aplikasi drainase tapak
Gambar 4.16. Drainase permukaan
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 157
Gambar 4.17. Drainase bawah tanah
Gambar 4.18. Drainase bawah tanah dengan kolam tampung
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 158
Gambar 4.19. Drainase kombinasi permukaan dan bawah tanah
Gambar 4.20. Perspektif drainase kombinasi
Pembuangan Air Hujan Dalam Bangunan 159
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 159
1.
Umum
1.1 Masalah kebakaran di perkotaan 1. Makin sedikitnya ruang terbuka yang dapat berfungsi sebagai barrier / penghalang menjalarnya kebakaran ataupun sebagai tempat operasi pemadaman kebakaran 2. Makin sulitnya di jumpai sumber-sumber air untuk keperluan pemadaman 3. Jumlah dan sebaran hidran kota yang masih belum memadai 4. Kondisi dan peralatan aparat pemadam kebakaran yang belum lengkap, terutama untuk menghadapi kebakaran bangunan tinggi /bertingkat banyak 5. Makin sulit mendekati lokasi kebakaran, oleh sebab kepadatan kompleksitas bagunan, serta kemacetan lalu lintas 6. Perubahan yang cepat pada fungsi bangunan /ruang, yang tidak di imbangi dengan penyesuaian sarana penanggulangan kebakaran; resiko terjadinya kebakaran meningkat. 7. Banyak gedung yang tidak memiliki sarana pengaman kebakaran yang lengkap (deteksi, alarm, sprinkler, hidran) 8. Banyak gedung yang kurang memperhatikan pentingnya sarana jalan keluar yang aman. Bila ada, sebagian besar sering kurang terpelihara atau telah berubah fungsi. 9. Aspek pemeliharaan dan pemeriksaan keandalan, misalnya terhadap instalasi listrik, genset, tabung pemadam api dll, yang berusia lebih dan 5 tahun, masih kurang diperhatikan 10. Latihan kebakaran sebagai kegiatan rutin masih jarang, bahkan sering tidak dilakukan. Kesimpulan : Setiap gedung harus bersifat mandiri dalam mengupayakan pengamanan terhádap bahaya kebakaran. Artinya, peranan, tanggung jawab dan perhatian para arsitek pada penanggulangan kebakaran gedung menjadi penting.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 160
1.2 Peraturan dan perundangan yang berlaku 1. Kep. Menteri P.U no.02/KPTS/ 1985; Mengenai Ketentuan-ketentuan Teknis Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan Gedung. 2. Khusus untuk DKI, terdapat perda no.3/1975 Mengenal Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran di Wilayah DKI Jakarta. Saat ini Perda tersebut sedang direvisi meskipun tetap berlaku. 3. Ketentuan—ketentuan lain. Sejak 1987, telah terbit standar-standar mengenal Proteksi Kebakaran untuk Bangunan (11 buku). Disamping itu terdapat ketentuan/standar dan NFPA, ASTM SFPE, JIS, DIN, BS dan AS, yang dapat dipakal sebagai acuan untuk hal-hal yang belum diatur/ distandarkan dalam peraturan yang ada di Indonesia, dengan syarat ketentuan-ketentuan tersebut dicantumkan dalam dokumen ‘Persyaratan Pelaksanaan dan Uraian Pekerjaan’ sebagai bagian dan dokumen kontrak pelaksanaan.
1.3 Teori api
Api adalah reaksi kimia eksotermik yang disertai timbulnya panas/kalor, cahaya (nyala), asap dan gas dan bahan yang terbakar. Proses ini dinamakan reaksi pembakaran.
Reaksi pembakaran di klasifikasi sebagai: 1. Reaksi pembakaran kimia, termasuk senyawa organik (senyawa yang mengandung gugus karbon). Senyawa karbon + 02 ↔ CO2 + H2O + panas + cahaya. 2. Reaksi sederhana /sempurna; misalnya antara gas methan (CH4) dengan oksigen, menghasilkan air dan karbon dioksida. Reaksi ini disebut sempurna karena satu molekul methan memerlukan 2 molekul oksigen (tercukupi) CH4 + 02 ↔ CO2 + 2H2O + panas + cahaya. 3. Reaksi pembakaran tidak sempurna karena oksigen tidak tercukupi; Senyawa karbon + 02 ↔ CO2 +CO + C + H2O + panas + cahaya.
Terjadinya api memerlukan tiga (3) unsur pembentuk api yaitu bahan bakar, panas mula dan oksigen. 1. Bahan bakar, adalah materi / zat yang seluruhnya atau sebagian mengalami perubahan kimia dan fisika bila terbakar. Dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 161
2. Panas mula, merupakan tingkatan energi bahan untuk terbakar pada suhu bakamya, yakni suhu terendah saat bahan mulai terbakar. Disebut juga sebagai temperatur penyulutan (ignition temperature). 3. Oksigen, adalah unsur kimia pembakar (± 20% di udara).
Reaksi rantai pembakaran Reaksi rantai menunjukkan suatu proses pembakaran yang berkesinambungan. Api yang timbul pada satu bagian bahan bakar akan memanaskan dan menaikkan suhu bakar pada bahan lainnya, sehingga menyebabkan seluruh bahan terbakar, atau mengakibatkan benda - benda disekitarnya turut terbakar.
1.4 Metoda umum pemadaman api 1. Pendinginan Panas ditiadakan dengan pendinginan. Diperlukan suatu cara peniadaan panas yang lebih cepat dan pada panas yang ditimbulkan oleh api tersebut. Proses ini mengabsorbsi kalor sehingga evolusi panas terganggu sehingga temperatur penyulutan tak tercapai; menghentikan timbulnya uap dan gas yang mudah terbakar. Bahan pendingin yang umum adalah air. 2. Pemindahan bahan bakar Memindahkan bahan bakar dan api bukan saja sulit tetapi berbahaya, lebih mudah mengatasinya dalam desain sistimnya. a. Tangki bahan bakar yang mudah menyala di letakkan terisolir dan dilindungi, bila sukar diisolasi, isi bahan bakar dapat dipompakan ke tangki kosong lain yang jauh dan terisolasi. b. Penyediaan katup-katup penghenti aliran gas pada pipa - pipa gas yang mudah menyala. c. Mencampur gas/uap bahan bakar dengan udara (pengenceran) sehingga konsentrasinya berada dibawah titik konsentrasi bakar minimum. 3. Pembatasan oksigen a. Pemindahan/pemisahan oksigen dilakukan dengan cara menghalangi kontak dengan oksigen, misal dengan busa, pasir. b. Pengenceran reaktan sedemikian rupa sehingga konsentrasinya berada dibawah titik nyala, misalnya dengan penyemprotan gas karbon dioksida pada api. 4. Penghentian reaksi rantai Dilakukan dengan cara mengganggu radikal bebas pada reaksi rantai dengan menggunakan pemadam api jenis kimia kering (natrium bikarbonat, kalium bikarbonat, amonium sulfat) atau dengan gas halon. Gas halon bila terkena api
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 162
menghasilkan radikal bebas gas halon (chlor, brom atau fluor), yang mengikat atom - atom bebas sehingga reaksi rantai terganggu.
1.5 Pola penyebaran api.
Peningkatan kebakaran dalam ruang mulai dan api kecil sampai keadaan menyala serentak (pada suhu ± 500 - 600°C) disebut sebagai tahapan flashover.
Kebakaran menjalar dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi. (lihat gambar di halaman 165,166 dan 167)
Gambar 5.1 Api menjalar dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 163
Asap & gas panas berkumpul disekitar langit-langit
Api makin mémbesar, gas dan benda Iainnya mendekati suhu bakar.
Gas dan benda-benda yang dapat terbakar mencapal suhu bakar ; terbakar serentak sebagai flashover.
Gambar 5.2 . Tahapan terjadinya kebakaran
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 164
penyebaran api secara konduksi melalui dinding
penyebaran api secara konveksi melalui ruang terbuka
ppenyebaran api secara radiasi kke bangunan yang berdekatan.
Gambar 5.3. Penyebaran api dengan cara, konduksi, konveksi dan radiasi
1.6 Bahaya akibat produk kebakaran 1. Temperatur /suhu Manusia tidak dapat bertahan terhadap panas tinggi meskipun hanya beberapa menit. Sebagai contoh; udara pada jarak 3 m dan nyala api dapat mencapai suhu 150°C atau 300°F; suhu yang tidak dapat di tahan manusia lebih dan 5 menit. 2. Asap kebakaran
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 165
Asap adalah produk pembakaran yang tidak sempurna dan suatu bahan; terdiri atas partikel - partikel gas dan uap serta unsur - unsur terurai yang dilepas oleh suatu bahan yang terbakar.
Semua bahan yang bersifat combustible, bila terbakar melepas karbon mono oksida (CO) dan karbon dioksida (C02) dalam jumlah besar. Selain itu, juga terlepas gas - gas beracun yang tergantung dan jenis bahan yang terbakar.
Karbon mono oksida bersifat racun, menjadi penyebab utama kematian pada peristiwa kebakaran. Bila CO terhirup pemafasan, dalam tubuh akan mengikat hemoglobin dan membentuk carboxyhemoglobin, akibatnya oksigen dalam darah berkurang. Kadar carboxyhemoglobin sebesar 65% menyebabkan kematian karena terhentinya pusat syaraf di otak yang mengatur fungsi jantung dan pemafasan. Jika manusia berada di lingkungan udara yang mengandung CO dengan konsentrasi 1 %, maka dalam waktu 5 menit akan pingsan, dan dalam waktu singkat berlanjut ke kematian.
Gas beracun produk pembakaran Tabel 5.1 Gas beracun produk pembakaran Bahan
Gas/ uap racun yang timbul
Semua bahan combustible yang mengandung karbon
Karbon dioksida (C02) dan karbon mono oksida (CO)
Seluloid, polyurethane
Nitrogen oksida (NO)
Wool, sutera, kulit, plastik yang mengandung nitrogen, plastik selulosa, rayon
Hydrogen Cyanida
Kayu, kertas
Acrolein (CO3H4O)
Karet, thiokol
Sulphur dioksida (SO2)
Polyvinyl chlorida, plastik retardant, plastik yang mengandung fluor
Asam-asam Halogen (HCl, HBr, HF)
Melamine, nilon, resin, urea formaldehyde
Amonia (NH3)
Polystyrene
Benzena (C6H6)
Phenol formaldehyde, kayu, polyester resin
Aldehida
Busa polyurethane
Isocyanat
Perlu diingat bahwa bahan-bahan interior bangunan modern, umumnya terbuat dan bahan sintetik, maka dapat dipastikan, akan cukup banyak asap/gas beracun dalam bangunan bila terjadi kebakaran . Disamping itu, banyaknya asap akan mengganggu penglihatan dan menimbulkan kepanikan.
2. Penataan Iingkungan untuk proteksi kebakaran Dalam menata lingkungan agar aman terhadap bahaya kebakaran, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 166
1. Setiap bangunan harus memiliki atau menyediakan jalan-jalan lingkungan dengan lebar & luas yang cukup untuk operasional kendaraan pemadam kebakaran. Halaman dan ruang parkir harus cukup untuk kendaraan pemadam (panjang 10 15m) atau kendaraan mobil tangga (panjang 7 - 13 m) untuk berputar dan bergerak. 2. Kendaraan pemadam kebakaran harus dengan mudah berbelok; untuk itu perlu diperhatikan hubungan antara lebar jalan dengan radius belokan jalan.
Dinding tanah
penahan
Ruang belok Dinding penahan Pagar
Pagar
Gambar 5.4. Penataan Iingkungan untuk proteksi kebakaran Tabel 5.2 Harga “d” ( dalam m) Lebar jalan (W) 3,0 m
3,6 m
4,2 m
4,5 m
10,5 m
10,8
9,3
7,5
5,7
12,0 m
11,4
10,6
8,4
7,5
13,5 m
14,1
11,1
10,2
9
Panjang kendaraan (L) St
3. Model jalan lingkungan yang memudahkan operasional kendaraan pemadam kebakaran
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 167
Buruk
Culdesac T
Baik
Gambar 5.5 Model jalan lingkungan 4. Penyediaan ruang yang cukup lebar untuk operasional mobil tangga kebakaran, sebanding dengan tinggi bangunannya. Contoh, untuk tinggi bangunan 20 m, diperlukan pelataran selebar 8 m agar tangga dengan sudut 700 dapat beroperasi.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 168
Gambar 5.6 Penyediaan ruang jalan untuk mobil pemadam 5. Membuat jarak antar bangunan yang aman agar kebakaran tidak mudah menjalar kebangunan disebelahnya, akibat konveksi atau radiasi.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 169
Gambar 5.7 Jarak antar bangunan yang aman 6. Hidran sebagai fasilitas lingkungan dipasang dengan jarak satu dengan Iainnya tidak lebih dan 100 m dan letak hidran dan tepi jalan tidak Iebih dari 3 m.
3.
Beberapa ketentuan proteksi kebakaran pada bangunan.
1. Tersedia ‘jalan keluar’ (exit) khusus kebakaran yang terlindung dan aman dengan struktur tahan api. 2. Jumlah exit harus sesuai dengan jumlah penghuni ruang sebagai berikut
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 170
Tabel 5.3 Jumlah “exit” minimum sesuai penghuni Jumlah orang dalam ruang
Jumlah exit minimum
50 orang
2
50 org atau lebih
2
500 org atau Iebih
3
1.000 orang atau lebih
4
setiap Iantai bangunan
2
setiap lantai basement
2
3. Lokasi exit bangunan ditempatkan pada arah yang berlawanan
Gambar 5.8 Lokasi exit bangunan 4. Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas dari api dan asap dan tidak diperkenankan adanya koridor buntu. Apabila terpaksa terbentuk koridor buntu, maka panjangnya tidak boleh lebih dari 15 m dari mulut exit.
Gambar 5.9 Jalur-jalur jalan /koridor yang menuju ke exit harus dapat bebas dari api
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 171
5. Lebar minimum jalur horisontal atau tangga kebakaran diperhitungkan sebagai berikut: W = A / d.c W = nilai unit lebar exit, minimum 80 cm. A = luas lantai d = kapasitas hunian, m2/orang c = kapasitas jumlah orang yang dapat lewat per menit, untuk tiap unit lebar exit.
Tabel 5.4 Nilai kapasitas hunian dan kapasitas jumlah orang yang dapat lewat per menit Jenis Bangunan
Kapasitas hunian 2
Kapasitas ( c)
(m / org)
Exit horisontal
Exit tangga
20
60
45
2-5
100
60
12 – 24
30
22
Perkantoran
10
100
60
Perdagangan
10
100
60
Tempat usaha
3-6
100
60
Bang. Industri
10
100
60
Gudang
30
60
45
Kursi tdk tetap
1,5
100
75
Tanpa kursi
0,7
100
75
0,3
100
75
10
60
45
Rumah tinggal Pendidikan Kelembagaan
Gedung pertemuan Kursi tetap
Tempat berbahaya
6. Pintu - pintu kebakaran harus dapat menutup rapat (tak bercelah) dan dilengkapi dengan pengunci; agar dapat menghalangi penyebaran api dan asap. Pintu ini biasanya selalu dalam keadaan tertutup, dan dibuka secara manual dengan ‘batang panik’.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 172
Gambar 5.9 Pintu kebakaran 7. Jalur-jalur harus tetap bebas, tidak diperkenankan benda yang dapat menghalang. Jarak tempuh maksimum mencapai exit, telah distandardisasi dalam SNI (Standar Nasional Indonesia) lihat tabel lampiran di halaman berikut.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 173
Tabel 5.5 Jarak tempuh makslmum dan lebar bukaan untuk desain proteksi kebakaran berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Jarak pencapaian maksimum (m) Jenis penggunaan
Lebar minimum
Panjang maksimum (m)
Bukaan pintu Ruang tanpa spiingkler
1
Kapasitas/jumlah pemakai per unit lebar bukaan (x)
Ruang dengan sprinkler
Halaman luar bangunan
Pintu keluar Koridor
Tangga kebakaran
Koridor, ramp, jalan terusan
Tangga
Koridor
Koridor Buntu (m)
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bahaya tinggi
20
35
50
40
30
50
1
1
13
Industri & gudang
30
45
100
80
60
100
1,2
1,2
15
45
60
100
80
60
100
1
1
15
45
60
100
80
60
100
1,2
1,2
13
Pendidikan/sekolah
45
60
100
80
60
100
1
1,5
13
Kesehatan /r. sakit
.30
45
30
30
15
30
1
2
13
Hotel /Hostel
30
45
50
40
30
50
1
1
15
Komersial dan perkantoran Pertemuan pertunjukan
/
umum
/ Motel
Flat / rumah susun R. tinggal Gandeng Catatan: •
/
30
50
50
40
30
50
1
1
13
TD
TD
TD
TD
TD
TD
1
1
TD
Yang dimaksud dengan jarak pencapaian maksimum pada kolom (2) dan (3) adalah pencapaian dalam bangunan dengan pencapaian sedikitnya 2 (dua) jalan keluar menuju bukaan penyelamatan. Apabila dalam bangunan hanya terdapat 1 (satu) jalan keluar, maka jarak pencapaian maksimum 13 m untuk ruangan tanpa Sprinkler dan 19 m ruangan dengan Sprinkler. • Koridor ruang kelas /sekolah minimum = 1,00 meter • Koridor ruang pasien / rumah sakit minimum 1,00 meter • Koridor ruang pertunjukkan umurn minimum = 1,20 meter • TD = tidak ditentukan
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 174
8. Untuk ruang-ruang yang harus bebas asap seperti tabung tangga, maka perlu disediakan peralatan mekanis pada sistim penekanan udara dan pengeluaran asap.
Gambar 5.10. Peralatan mekanis pada sistim penekanan udara dan pengeluaran asap. 9. Peraturan kebakaran di Indonesia melarang penggunaan elevator/lift dan eskalator sebágai sarana penyelamatan diri pada saat terjadi kebakaran. Elevator, pada saat kebakaran hanya boleh digunakan oleh petugas pemadam kebakaran. 10. Menurut SNI, bangunan dengan ketinggian lebih dari 8 Iantai, perlu memiliki landasan helikopter, terutama untuk bangunan perkantoran, rumah sakit, hotel, perdagangan dan pertokoan.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 171
4. Sistem Dan Alat Proteksi Kebakaran 4.1 Sistim isarat pencegahan dini Sistem ini dimaksudkan sebagai pendeteksi awal kebakaran dengan memberikan alarm bila disekitar alat deteksi ditemukan kelebihan temperatur/panas, ion ,asap atau nyala api.
1.
Detektor manual
Gambar 5.10. Detektor manual Sesungguhnya alat ini pasif dan sukar disebut sebagai detektor, karena yang bertindak sebagai detektor adalah manusia. Alat ini merupakan kotak tertutup, berisi saklar tarik atau tuas handel untuk membunyikan alarm, karena itu disebut juga sebagai pull station. Manusia bila melihat kemungkinan terjadinya kebakaran di satu ruang, diharapkan memecah atau menarik tutup alat ini dan menarik tuas di dalammya
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 172
2.
Detektor panas Bentuk detektor yang paling tua, sederhana, harga tidak mahal dan karena itu paling banyak digunakan. Oleh sebab yang dideteksi hanya panas, maka detektor ini paling sedikit mengirim si nyal palsu. Namun, karena Gambar 5.11. Detektor panas
kesederhanaannya, detektor ini juga paling lambat res
ponnya. Sebelum mengirim alarm ia. memerlukan waktu pemanasan. yang cukup sehingga pada saat alarm diberikan, seringkali api sudah dalam kondisi sukar dikontrol lagi. 3. Detektor ion Api membesar secara bertahap, pada awalnya, bila suatu benda terbakar ia mengeluarkan ion-ion, kemudian terlihat asap dan baru terlihat nyala api. Karena yang di deteksi adalah ion (asap dan api belum terlihat) maka alat ini sangat sensitif, lebih peka dibanding detektor asap maupun api. Kepekaan ini menuntut pemeliharaan yang rutin, sebab bila terkontaminasi alat ini dapat mengirim sinyal palsu.
Gambar 5.12. Detektor ion
4.
Detektor asap
Asap merupakan tahap kedua dan pembakaran, sebelum nyala api terlihat. Asap yang dapat dilihat ini dideteksi dengan detektor fotoelektrik. Detektor asap ini ideal untuk ditempatkan di ruang-ruang yang menggunakan bahan, alat, penyimpanan barang yang di curigai akan menimbulkan banyak asap bila terbakar. Namun, sering mengirimkan sinyal palsu bila digunakan di dapur.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 173
5. Detektor nyala api (flame detector), Merupakan detektor khusus. Pada kasus kebakaran bahanbahan tertentu seperti bensin atau bahan bakar lainnya, nyala api terlihat dahulu sebelum asap, bahkan seringkali asap yang terjadi sangat sedikit. Pada kasus semacam inilah digunakan detektor nyala api. Detektor yang bekerja dengan prinsip merespon radiasi infrared dan /atau ultraviolet yang merupakan karakteristik dan nyala api.
4.2 Air untuk melawan kebakaran. Air sejak dahulu telah digunakan untuk melawan api, dan masih digunakan sampai sekarang sebagai bahan utama untuk memadamkan kebakaran. 1. Sistim instalasi air untuk kebakaran dalam gedung Instalasi air kebakaran, merupakan sistem yang terpisah dan sistem air bersih. Segala sesuatu, mulai dan sumber air, tangki penampung atas dan bawah, pompa sirkulasi (termasuk sumber daya listrik), instalasi pipa dan lain sebagainya sebaiknya dibuat dan merupakan sistim yang berdiri sendiri. Tetapi agar
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 174
ekonomis, bila sumber air yang ada sudah terjamin debitnya, maka dapat dibuat tangki gabungan antara air bersih dan air untuk kebakaran dengan syarat air untuk kebakaran tidak boleh digunakan untuk pemakaian kebutuhan sehari-hari. Di Indonesia, sistim yang biasa dijumpai (terutama di bangunan bertingkat banyak) adalah sistim ‘down feed’, menggunakan tàngki penampung atas/atap yang mendistribusikan air kebawah dengan gaya gravitasi ke fire house’; ‘Sprinkler dan konektor ‘siamese’ . Tiap tiap jenis peralatan membutuhkan tekanan air yang berbeda-beda, karena itu letak tinggi tangki terhadap peralatan, ukuran pipa menjadi penting. (cara menghitungnya serupa dengan sistim air bersih). Pada kasus letak tinggi tangki tidak memenuhi syarat tekanan air, perlu disediakan pompa sirkulasi khusus yang bekerja otomatis pada saat pompa tersebut menerima sinyal alarm kebakaran. Sedangkan pada bangunan yang sangat tinggi, untuk mencegah timbulnya tekanan dalam pipa melampaui batas maksimum kekuatan pipa, terutama pada lantai - lantai bagian bawah, maka perlu di pertimbangkan sistim multizone, yaitu pengadaan tangki air pada beberapa lantai dengan nilai selang tertentu (meskipun sistim ini kurang ekonomis). Pada halaman 183, dapat dilihat suatu sistim proteksi kebakaran yang menggunakan tangki atas campuran dengan penyekat (perhatikan elevasi pemisahan outlet air. untuk kebakaran dan pemakaian sehari - hari). Pompa sentrifugal yang digunakan dua buah, dengan tujuan satu untuk back up pada saat terjadi kebakaran. Sistim ini menunjukkan penggunaan fire hose dengan syarat syarat yang diperlukan.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 175
Gambar
5.13. Sistim proteksi kebakaran yang menggunakan tangki atas campuran dengan penyekat
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 176
2. Fire Hose • Fire hose, mempunyai panjang pipa antara15-33m (lebih menguntungkan bila diambil jangkauan yang terbesar). Dengan demikian jarak linier maksimun antar unit fire hose adalah sekitar 30 m. • Daya pacar air fire hose adalah sejauh 3 m dengan nozzle 1 1/8” dan tekanan air minimum 0,8 kg/cm2 (12 psi); optimum 1,7 kg/cm2 (25 psi) dan tekanan maksimumnya 5,5 kg/cm2 (80 psi)
• Diameter ‘hose’ adalah 2 ½ “, dihubungkan langsung dengan pipa induk dan tangki atap yang berdiameter minimum 6”. • Jarak tinggi minimum antara pipa keluar tangki atap dengan fire hose pertama dibawahnya adalah antara 7,5 - 17 m (agar dicapai tekanan air minimum). • Tiap unit Fire hose memancarkan air sejumlah 760 liter per menit. Untuk 2 unit fire hose yang memancar selama 25 menit, dibutuhkan kapasitas tangki atap 38.000 liter.(±5000 gal.). Kapasitas tangki inilah yang dijadikan standar minimum tangki atap untuk kebakaran, atau dihitung 25% dan jumlah unit fire hose dan digunakan selama 25 menit. • Kelemahan utama dan sistim fire hose, adalah tidak praktis menyediakan air di tangki atap untuk seluruh unit fire hose (menjadi sangat besar dan berat). Pemecahannya adalah dengan menyediakan tangki bawah yang besar yang dilengkapi dengan pompa khusus. • Apabila sistem ini dapat digunakan juga oleh pemadam kebakaran kota, maka di lantai dasar dibuat cabang distribusi ke konektor siamnese. Namun perlu diingat bahwa mesin/mobil pemadam kebakaran mempunyai kemampuan memindahkan air 3.800 l/menit.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 177
Gambar 5. 14 Standar desain untuk hose rack
Gambar 5.15 Contoh konektor “siamnese” 3. Sprinkler Sistim Sprinkler terdiri dan pipa horisontal dengan pola grid, dibawah balok
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 178
struktur dan pada pipa tersebut; dengan jarak tertentu dipasangkan Sprinkler head.
Gambar 5.15 Sistim Sprinkler
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 179
Section through ceiling and roof at branch line and sprinkler head
Gambar 5.16 Contoh denah dan potongan Sistim Sprinkler bangunan industri yang dihubungkan keluar dengan konektor siamnese tipe dinding, agar petugas pemadam dapat mensuplai air dari luar melalui konektor siamnese tersebut.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 180
Ada dua sistim Sprinkler; a. sistim pipa basah; disebut demikian karena pipa-pipanya selalu terisi air. Sistim inilah yang paling banyak digunakan. b. sistim pipa kering; karena pipa-pipanya kosong baru berisi air bila terjadi kebakaran. Pada sistim ini perlu dipasangkan katup air otomatis yang dihubungkan dengan detektor yang sensitif; katup membuka bila mendapat sinyal dan detektor. Pada gambar disamping, terlihat waterflow detector, yang dicangkokkan pada pipa Sprinkler sehingga katup terletak didalam pipa. Kotak diatasnya adalah detektornya. Pada sistim pipa kering, meskipun secara teoritis dapat menghemat air, mempunyai kelemahan, yaitu a) responnya Iebih lambat dibanding sistim pipa basah, sebab diperlukan waktu untuk mengisi air dalam pipa yang menuju ke Sprinkler head b) head detector pada Sprinkler head kurang berfungsi.
Sprinkler head atau nozzle, digolongkan dalam 3 tipe yaitu, a. nozzle dinding, menempel di dinding luar bangunan, di letakkan diatas bukaan (jendela). Tujuannya adalah membentuk tirai air sebagai penghalang radiasi dan bangunan tetangga yang sedang terbakar (lihat bahasan ‘jarak aman bangunan’, hal. 167)
Gambar 5.17 Nozzle dinding
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 181
b. sprinkler tipe upright.
Gambar 5.17 Sprinkler tipe upright. c. sprinkler tipe pendant.
Gambar 5.18 Sprinkler tipe pendant. Untuk dua yang terakhir, tidak ada perbedaan yang berarti; tipe upright hanya dapat digunakan untuk ruang tanpa langit-langit sedangkan tipe pendant dapat digunakan untuk ruang yang memakai langit-langit. Keduanya mempunyai tabung kaca quartzoid yang mudah pecah; berisi cairan kimia yang sensitif / memuai bila kena panas pada suhu sekitar 58°C (136° F). Pada suhu tersebut tabung pecah dan nozzle mulai memancarkan air. • Daya lindung tiap nozzle bervariasi tergantung dan kiasifikasi tingkat bahaya bangunannya, berkisar mulai dan 20 m2 untuk bangunan klasifikasi bahaya ringan (light hazard) seperti rumah sakit atau rumah tinggal. Sekitar 9 atau 10 m2 untuk bangunan berklasifikasi sangat berbahaya (extra hazard) seperti
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 182
pabrik kimia, pekerjaan kayu atau hanggar pesawat terbang. Namun pada desain letak nozzle, untuk memudahkan, sering dipakai bentuk segi empat panjang atau bujur sangkar (nozzle menjadi titik berat segi empat tersebut) dengan satu sisinya berukuran antara 2,4 - 3,6 m, dan sisi lainnya antara 3,0 4,2 m. Dengan perkataan lain unit segi empat yang terbesar adalah 3,6 x 4,2 m dan yang terkecil 2,4 x 3 m. • Pipa suplai utama sprinkler berukuran 6” dengan ujung keluaran pada pusat ruang (lihat contoh gambar denah), pipa sekunder berukuran 5”, berangsurangsur mengecil pada titik terjauh sampai ke ukuran minimum 2 ½ “. Sedangkan pipa percabangan dimulai dengan ukuran 2” pada pangkal dan berangsur mengecil ke hingga pada ukuran 1”. 4.3 Pengendalian asap kebakaran. Telah dibicarakan sebelunmya bahwa asap sebagai produk kebakaran berbahaya karena mengandung gas yang berbahaya. Pengendalian asap yang paling mula adalah dalam bentuk desain; pemilihan bahan bangunan dan bahan interior. Di usahakan menggunakan bahan yang sedikit mengeluarkan asap atáu gas berbahaya. Sebagai contoh, karpet sintetis yang biasa digunakan untuk pelapis lantai perkantoran, bila terbakar akan mengeluarkan gas HCN (Hidrogen sianida) yang mematikan, melumpuhkan syaraf sentral manusia. Berdasarkan penelitian, sebelum nyala api terlihat, asap terjadi terlebih dahulu dan menjalar dengan kecepatan 25 cm perdetik dan pada saat nyala api terlihat kecepatan jalar asap mencapai 2 kali lipatnya (50 cm/detik). Disamping racun dan terhalangnya penglihatan, asap juga memberi dampak psikologis yaitu membuat panik para penghuni. Kepanikan ini sering menimbulkan kematian, karena saling dorong dan terinjak, melompat dan lantai yang cukup tinggi dan sebagainya. OIeh sebab itu latihan kebakaran menjadi penting, juga pengendalian asap agar terisolasi pada ruang/lantai yang terbakar saja dan dikeluarkan melalui shaft asap. Ada dua prinsip untuk mendorong/mengarahkan asap yaitu: a.
bahwa asap akan terdorong secara alami oleh pergerakan udara yang berkecepatan tinggi dan asap mempunyai kecenderungan bergerak naik. Bila pendorong asap berkecepatan rendah, asap justru akan berbalik arah.
b.
asap bergerak dan udara yang bertekanan tinggi ke udara bertekanan rendah.
Berdasarkan prinsip diatas, maka bila suatu ruang atau lantai mengalami kebakaran, maka pada ruang / lantai sekelilingnya dimasukkan udara berkecepatan tinggi dengan bantuan kipas angin sentrifugal melalui ducting AC atau ventilasi yang ada. Sedangkan ducting yang menuju ruang yang terbakar disekat, dengan cara menutup damper nya. Dengan demikian maka terjadilah ruang yang bertekanan tinggi diruang sekeliling (+) dan ruang yang terbakar bertekanan rendah (-).
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 183
Gambar 5.18 Pengendalian asap kebakaran.
Pencegahan Kebakaran Dalam Bangunan 184
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 184
Dalam perencanaan bangunan bertingkat banyak , salah satu hal yang harus segera diputuskan diawal desain oleh arsitek adalah, transportasi vertikal apakah yang akan digunakan pada bangunan tersebut? Bila digunakan, yang bagaimana dan berapa banyak yang dibutuhkan? Bagaimana sistem dan besaran ukuran teknisnya? Dimana lokasinya dalam gedung? Pilihan perlengkapan transportasi vertikal ini merupakan suatu keputusan yang cukup sulit bagi arsitek, paling tidak disebabkan ; 1. Penggunaannya yang telah meluas dimasyarakat modern sekarang ini, sudah bukan sekedar kebutuhan saja, tetapi cenderung pada kenyamanan (khususnya elevator penumpang) bahkan ‘prestige’ bangunan. 2. Kemajuan teknologi dan industri dibidang transportasi vertikal ini menimbulkan banyaknya tipe produksi dan merek dagang yang masing-masing mempunyai harga, spesifikasi teknis, keunggulan dan kekuranggannya masing-masing. 3. Tingginya harga peralatan transportasi vertikal ini, baik pada biaya awal maupun biaya operasi dan pemeliharaannya menimbulkan tuntutan dari pihak pemberi tugas agar arsitek memberi keputusan pilihan dengan kriteria ekonomis sebagai salah satu kriteria utama1. Disatu sisi, alat transportasi vertikal mekanis, melibatkan banyak disiplin ilmu ; ilmu mekanika, listrik, digital, mesin dan lain sebagainya, yang pada hakekatnya arsitek tidak mampu menguasai seluruhnya secara mendetail. Disisi lain, dari sudut pandang arsitektural, lokasi, jumlah dan ukuran dari suatu alat transportasi vertikal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu desain bangunan, bahkan juga pada tahap proposal desain. Oleh karena itu dalam pembahasan berikut, meskipun banyak digunakan ungkapan dan perhitungan teknis, tetapi lebih ditujukan pada pengetahuan untuk kepentingan desain arsitektur. Demikian pula pada prakteknya, meski penetapan suatu alat transportasi vertikal dilakukan dan dicerminkan dalam desain, perhitungan-perhitungan, spesifikasi teknis dan detail drawing sebaiknya dikonfirmasi dan dibuat oleh ahlinya, jelas yang pada umumnya diberikan oleh para produsennya.
1. ELEVATOR Mekanisasi bangunan, terutama bangunan tinggi menjadi hal yang menonjol dengan timbulnya kebutuhan akan gedung-gedung tinggi diseluruh dunia. Bangunan-bangunan tinggi dalam Arsitektur tidaklah menjadi hasil karya para Arsitek dan Insinyur struktur saja, tetapi menjadi paduan karya berbagai keahlian antara lain
1
Pada berbagai penelitian, biaya awal (initial cost) untuk bangunan kantor bertingkat 20 s/d 60 lantai membutuhkan biaya sebesar kurang lebih 10% s/d 12% dari biaya total bangunan .(McGuines & Stein; 1971, p.911)
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 185
juga Insinyur Mesin, Elektro dan Fisika Teknik, paduan antara karya Seni dan Teknologi. Dalam perencanan bangunan-bangunan tinggi terjadi pemikiran timbal balik antara pertimbangan-pertimbangan fungsi, struktur, estetika dan persyaratan-persyaratan mekanikal maupun elektrikal. Salah satu masalah yang menjadi pemikiran pertama pada perencanaan bangunan bertingkat banyak ialah masalah transportasi vertikal umumnya dan transportasi manusia khususnya. Alat untuk transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat adalah lift atau elevator. Alat transportasi vertikal dalam bangunan bertingkat tersebut akan memakan volume gedung yang akan menentukan efisiensi gedung. Pemilihan kapasitas-kapasitas lift akan menentukan jumlah lift yang mempengaruhi pula kualitas pelayanan gedung, terutama proyek-proyek komersil. Instalasi lift yang ideal ialah yang menghasilkan waktu menunggu disetiap lantai yang minimal, percepatan yang confortabel, angkutan vertikal yang cepat, pemuatan dan penurunan yang cepat disetiap lantai. Kriteria kualitas pelayanan elevator adalah : 1. Waktu menunggu (Interval, Waiting time) 2. Daya angkut (Handling capacity) 3. Waktu perjalanan bolak-balik lift (Round trip time)
1.1.
KINERJA ELEVATOR
Elevator, terutama elevator penumpang , (passenger elevator) telah digunakan secara meluas pada bangunan umum atau komersial, pertokoan, perkantoran, lembaga pendidikan dan rumah sakit, Kinerja suatu elevator penumpang yang dianggap baik dan nyaman, adalah : 1. Mudah dicapai dan mudah dioperasikan. 2. Yang mempunyai waktu tunggal (waiting time, interval) minimum ditiap lantai. 3. Mempunyai kapasitas cukup dan dapat dengan cepat memindahkan penumpang dari suatu lantai kelantai lain. 4. Serba otomatis, dan mempunyai interior yang menarik. 5. Bergerak lembut, tidak terguncang pada saat mulai bergerak atau akan berhenti dan juga tidak berisik. 6. Aman dan mudah pada saat keluar masuk kabin. Dari dua jenis elevator, elevator kabel (juga disebut sebagai elevator listrik atau traksi) dan elevator hidraulik, elevator hidraulik lebih nyaman, karena halus gerakkannya, tidak berisik, sedikit getaran dan lebih aman (tidak digantung dikabel). Tetapi elevator hidraulik mempunyai kelemahan, yaitu :
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 186
1. Daya tempuhnya tidak lebih dari 7,5 ft. (25 m). 2. Kecepatan gerak elevator sangat lambat, tidak dapat lebih dari 200 fpm (100cm/detik). 3. Karena tidak mempunyai counterweight, maka mesin dari energi yang dibutuhkan untuk mengangkat kabin lebih besar (daya angkat yang dibutuhkan kurang lebih 2 x elevator listrik) dan ruang mesin harus diletakkan di basement. Akibat kelemahannya tersebut, meskipun kinerja elevator hidraulik lebih baik, sangat terbatas penggunaannya dan pada umumnya hanya digunakan untuk penggunaan khusus seperti rumah sakit. Dengan demikian maka bahasan selanjutnya lebih ditekankan pada elevator listrik yang paling sering digunakan secara umum dalam desain arsitektur.
1.2. PERALATAN ELEVATOR Pada prinsipnya, peralatan elevator terdiri dari kabin elevator, rel, kabel penggantung, counterweight, mesin penggerak beserta ruang mesin, shaft, sumur elevator (pit) dan alat-alat pengendali yang secara umum dapat dilihat pada gambar 6.1 dibawah.
1.3. KABIN (CAR) DAN REL Merupakan bagian yang paling dilihat oleh para pemakai, karenanya harus aman, nyaman dan didesain sedemikian agar indah dan sesuai dengan ‘prestige’ bangunan, tahan lama dan mudah dalam perawatannya . Bagian ini merupakan bagian yang paling bebas didesain oleh arsitek. Keamanan kabin, dicerminkan dengan adanya perlengkapan pintu otomatis, alarm kebakaran dan kelebihan beban, interchome, bahan-bahan yang tahan api, dan lubang escape. Kenyamanan, dinyatakan dengan adanya pengkondisian udara, ventilasi, peralatan pengendali otomatis, gerakan kabin yang halus, tidak terguncang pada saat akan bergerak maupun berhenti, tidak berisik, indicator tingkat lantai, pencahayaan yang lembut bahkan kadang-kadang dilengkapi dengan musik.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 187
Gambar 6.1. Elevator Traksi (Tipikal).
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 188
Gambar 6.2. Denah dan potongan skematik shaft elevator Kabin bergerak keatas dan kebawah digantung dengan kabel, mengikuti jalur rel disamping kiri dan kanan yang lurus dan kuat dan bergerak secara vertikal murni. Rel ini dipegang oleh struktur kerangka baja, atau suatu shaft struktur yang tidak terpengaruhi oleh displacement gedung. Pada pertemuan antara kabin dan rel ini dipasangkan sepatu rem. Sedangkan pada jarak tertentu pada rel (tergantung pada jarak lantai pada gedung) dipasangkan saklar-saklar pengirim sinyal ke alat pengendali mesin penggerak untuk mengatur putaran roda penggerak (mempercepat, memperlambat, atau berhenti).
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 189
Gambar 6.3. (a) rel ; (b) roda – pada kabin
1.4. MESIN ELEVATOR Mesin penggerak elevator, sebenarnya terdiri dari dua bagian besar, yaitu mesin motor listrik untuk elevator traksi dan mesin hidraulik (terletak dibawah). Tetapi oleh sebab jenis ini sukar didapat di Indonesia dan juga jangkauannya terbatas, maka meskipun geraknya lebih halus dan nyaman, tatap tidak popular di Indonesia. Selanjutnya mesin elevator yang dibahas adalah mesin untuk elevator traksi. Mesin elevator traksi merupakan mesin motor listrik untuk menggerakkan memutar roda penggerak (sheaves). Unsur penting dalam menggerakkan roda ini adalah pengaturan kecepatan putar (rpm) dan harus mampu berputar kearah sebaliknya. Untuk mengatur kecepatan putar berlaku rumusan : 120 x f rpm p Ns = putaran sinkron; f = frekuensi tegangan stator motor dan p = jumlah kutub motor.
Ns =
Dimana :
Dengan demikian dengan jumlah kutub motor yang tetap, dengan mengubah-ubah frekuensi tegangan motor, maka dapat dicapai kecepatan putaran yang berubah-ubah pula. Sedangkan untuk membalik arah putaran, digunakan teknik pembalikan / pertukaran dari 2 buah fasanya. Masukkan daya listrik yang berupa listrik arus bolak-balik (abb) dengan tegangan konstan 380V dan frekuensi konstan 50Hz (CVCF = constant voltage constant frequency) disearahkan --- (as = arus searah) – terlebih dahulu untuk kemudian diubah menjadi abb kembali, tetapi dengan tegangan dan frekuensi yang telah berubah bagi keperluan pengaturan putaran motor. Pada sistem satu daya mesin elevator yang baru, metode pengaturan ini dikenal sebagai VVVF = variable voltage variable frequency. Pengubah listrik abb ke as dan dari as ke abb, digunakan konverter. Pada mesin elevator lama, digunakan konverter mesin berputar (M-G set, motor generator) disebut sistem Ward-Leonard yang sudah tidak banyak digunakan lagi karena dipandang efisiensi maupun kecepatannya belum memadai, disamping masalah Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 190
berat getaran lantai serta bising. Mesin elevator yang baru, menggunakan konverter statis dengan komponen daya semi konduktor yang disebut “AC-DC converter”, yang mempunyai karakteristik efisiensi dan kecepatan yang lebih tinggi, ringan, kecil dan lebih tenang. Konverter ini menggunakan komponen thyristor dan mirip dengan penyearah pengisi baterai.
Gambar 6.4. Motor VVVF
Gambar 6.5. Contoh pemasangan motor pada mesin traksi buatan Dover
Secara garis besar, mesin elevator traksi dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu : a. Mesin traksi dengan roda non gigi – Gearless traction machines. b. Mesin traksi dengan roda gigi – Geared traction machines. Gearless Traction Machines
Gambar 6.6. Gearless traction machine Merupakan mesin arus searah atau d-c penggerak (sheave) beserta rem-nya langsung merupakan bagian dari mesin ini. Dengan tidak adanya bagian roda yang bergigi, berarti kecepatan putar motor harus sama dengan roda penggerak. Akibatnya, karena mesin d-c tidak praktis untuk putaran rendah maka mesin ini ditujukan untuk elevator Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 191
berkecepatan tinggi, yaitu kecepatan diatas 350 fpm (1,78 m per detik)2. Karenanya mesin-mesin tipe ini biasa digunakan untuk elevator penumpang dengan kecepatan minimum 400 fpm (2 m/detik), pada beban kapasitas normal 200 sampai 4000 lbs (90,7 sampai 1.814,4 kg)3. Antara kecepatan 400 sampai 700 fpm (2-3,5 m/detik), susunan perbandingan kabel 2 : 1 biasa digunakan dengan maksud agar lebih ekonomis, mengurangi ukuran motor dan menambah kecepatan putar roda penggerak. Diatas 600 fpm (3 m/detik) oleh sebab kecepatan motor sudah tinggi, maka perbandingan kabel 1 : 1 masih dapat digunakan dengan ekonomis. Mesin-mesin traksi ‘gearless’ ini, dianggap lebih unggul dibandingkan mesin ‘geared’, karena dipandang lebih efisien tidak berisik, perawatan rendah dan lebih awet. Umumnya mesin ‘gearless’ dipilih untuk mendapatkan elevator berkecepatan halus dan tinggi angkat lebih dari 150 ft (45m)4
Geared traction machines
Gambar 6.7. Geared traction machines Mesin ini menggunakan ulir dan roda gigi untuk memudahkan putaran motor dengan roda penggerak. Karena itu motornya lebih kecil meski kecepatannya tetap tinggi, 600 sampai 1800 rpm, tergantung pada kecepatan elevator yang diinginkan dan perbandingan ratio gigi rodanya. Salah satu dari listrik a-c atau d-c dapat digunakan untuk motor ini, jadi tidak seperti mesin ‘gearless’ yang harus menggunakan d-c. 2
1 ft. per minute = 0,00508 m per detik 1 pound = 0,4536 kg 4 1 foot = 0,305 m 3
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 192
Mesin dengan motor a-c biasa digunakan elevator kecepatan rendah antara 25 sampai 150 fpm (0,13-0,76 m /detik) dengan menggunakan 1 atau 2 motor a-c yang dikendalikan dengan katrol rheostatis. Tidak seperti mesin d-c dengan multi voltase, mesin traksi elevator dengan a-c, pemakaiannya terbatas. Perubahan kecepatannya tidak dapat halus. Pada elevator berkecepatan mesin d-c, dipergunakan unit pengendali multivoltase (UNV = unit multivoltage). Mesin ini hanya sedikit digunakan untuk elevator penumpang, tetapi digunakan pada hampir semua elevator barang (freight elevator) yang berkekuatan antara 3-100 Hp.
I.5. PENYUSUNAN RODA PENGGERAK, KABEL DAN MESIN ELEVATOR Untuk elevator dengan beban 4000 lb (1800 kg) paling tidak terdapat 5 macam cara penyusunan sebagai berikut :
Gambar 6.8. Varian susunan roda, beban pemberat dan mesin elevator Gambar a), adalah susunan paling sederhana dan paling banyak digunakan terutama untuk elevator penumpang berkecepatan tinggi. Kabel diikatkan dipuncak kabin, naik melewati roda penggerak (T) dan turun melewati roda kedua (S) kebeban penyeimbang. Dengan sedikit tenaga untuk memutar roda penggerak, maka kabin naik dan turun berlawanan dengan beban penyeimbang. Karena roda T dan S hanya dilewati satu kali oleh kabel, maka sistem ini disebut sebagai ‘single wrap’. Agak lain dengan gambar b), kabel digantungkan 1 kali pada roda S dan T berarti kedua roda tersebut dilewati kabel 2 kali karena itu disebut sebagai sistem ‘double wrap’, maksud dari cara ini adalah untuk mendapatkan gaya traksi lebih besar dibandingkan dengan yang menggunakan sistem ‘single wrap’ dan bisa digunakan untuk elevator yang berkecepatan tinggi dan otomatis.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 193
Pada gambar a), b) dan d), panjang kabel dari roda kedua ke beban penyeimbang sama panjangnya dengan jarak tempuh dari kabin maka disebut perbandingan kabel 1 : 1. Berbeda dengan gambar c) dimana panjang kabel pada beban penyeimbang kurang dari 2 kali dibandingkan gambar a) dan b) karena itu disebut perbandingan kabel 2 : 1. Prinsip ini dimaksudkan agar didapat nilai lebih ekonomis pada motor berkecepatan tinggi, dibanding yang mempunyai perbandingan 1 : 1. Karenanya cara ini dipakai pada elevator yang mempunyai beban sangat berat, elevator penumpang jarak pendek atau elevator barang. Disamping itu biasanya penggunaannya terbatas pada elevator yang berkecepatan kurang dari 500 fpm (2,5 m/detik) atau elevator barang berbeban berat dengan kecepatan kurang dari 500 fpm. Tipe a), b) dan c) menggunakan mesin traksi yang diletakkan diatas dipuncak tabung elevator, sedangkan untuk tipe d) dan e) mesin traksi diletakkan dibawah dibasement. Akibatnya pengkabelannyapun sangat berbeda, membutuhkan kabel yang lebih panjang dan konsekuensinya biaya pemeliharaannya lebih tinggi. Karena itu susunan semacam ini jarang digunakan dan hanya diperuntukkan untuk kepentingan khusus saja. Untuk tipe e) digunakan untuk elevator berkecepatan rendah, rumah susun atau perkantoran low-rise yang tingginya tidak lebih dari 50 ft (15 m) dan kecepatan elevator tidak lebih dari 100 fpm (0,5 m/detik). Contoh aktual penggunaan elevator jenis ini (underslung elevator) adalah digedung parlemen Australia, di Camberra.
1.6. KABEL PENGGANTUNG Terdiri dari 4 sampai 8 baja kualitas tinggi yang dipasang sejajar / parallel, banyak kabel lebih ditentukan oleh kapasitas muat elevator dan kecepatannya dengan demikian beban dari kabin elevator dibagi merata diantara kabel-kabel tersebut. Kabel ini diikatkan pada puncak kabin, melalui roda penggerak mesin traksi diruang mesin (di puncak gedung / pent-house) turun kebawah ke beban penyeimbang (counter weight) yang beratnya kurang lebih sama dengan beban mati kabin plus 40% beban hidup (muatannya). Dengan demikian maka kabel menjadi sangat penting karena seluruh beban ditanggung olehnya, dan karena itu faktor keamanan (safety factor) kabel untuk elevator penumpang ditetapkan antara 7,6 sampai 12 dan untuk elevator barang antara 6 sampai 11. Disamping itu harus sering diadakan inspeksi dan perawatan pada kabel pada masa operasi sebab sebagai ‘multicable’ yang mengalami beban tarik, maka kabel tersebut mempunyai kemungkinan ‘mulur’ dan mengalami puntiran (mlintir).
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 194
Gambar 6.9. Kabel penggantung kabin elevator
1.7 Alat-alat pengaman elevator
Gambar 6.10. Alat-alat pengaman Alat pengaman elevator yang pertama adalah rem, pada mesin elevator ‘gearless’ rem ini dipasang langsung pada mesinnya. Cara kerjanya seperti rem mobil mempunyai sepatu rem berpegas yang menekan pada silinder rem (drum brake), pengontrolan tekanan rem dilakukan melalui pegas dengan elektromagnit arus d-c. Pada mesin elevator d-c penurunan kecepatan elevator dilakukan oleh mesin motornya sendiri dahulu baru kemudian remnya yang bekerja menghentikan dan mengunci kabin pada lantai tertentu.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 195
Pengamanan yang lain adalah alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan dari kecepatan yang telah ditetapkan, alat ini disebut sebagai ‘centrifugal fly ball’’ atau ‘fly weight governor’ yang merupakan alat terpisah dari mesin elevatornya, pada kecepatan normal alat ini tidak mempunyai pengaruh sama sekali tetapi bila terjadi kelebihan kecepatan ‘governor’ ini akan memutus arus daya kemotor d-c, membuat rem bekerja dan menghentikan / memperlambat elevator, tetapi mungkin saja kecepatan masih tetap tidak berkurang atau bertambah dan bila hal ini terjadi maka ‘governor’ akan memerintahkan dua buah penjepit rel / ‘rail clamps’ (terletak dibawah kabin) untuk bekerja memperlambat gerak elevator. (Gambar 6.10.d) Selanjutnya didasar pit disediakan pengaman yang disebut buffer tipe pegas (Gambar 6.10.b) atau tipe hidraulis (oil type - Gambar 6.10.c), tujuan adanya buffer disini bukanlah sebagai pelindung kabin bila jatuh tetapi cenderung sebagai penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai basement) Alat pengaman yang lain adalah saklar pembatas atas dan bawah (final limit switch), alat ini dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun bawah. Bila kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama.
1.8. PINTU ELEVATOR Pintu elevator berkaitan dengan handling capacity dari elevator, pintu elevator yang sempit membuat waktu penumpang keluar / masuk menjadi lama berarti memperpanjang waktu berhenti elevator disatu lantai serta menimbulkan ketidak nyamanan. Dengan demikian untuk kelancaran keluar masuk penumpang khususnya untuk elevator penumpang bangunan komersial yang berdaya muat besar, dianjurkan menggunakan pintu elevator dengan bukaan 3ft. 6” (± 120 cm). Kurang dari ukuran tersebut hanya digunakan untuk elevator bermuatan rendah seperti untuk rumah susun atau bangunan lain yang mempunyai trafik rendah.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 196
Gambar pintu
6.12. Rekomendasi bukaan
Untuk keamanan maka pintu elevator dimasa kini menggunakan pintu-pintu otomatik elektris yang sinkron dengan leveling control. Dengan demikian maka secara otomatis pintu akan terbuka penuh pada saat berhenti ditiap lantai, kecepatan pintu membuka dan menutup tergantung pada tipe pintu dan lebar bukaan pintu. Namun apapun tipe pintunya semuanya disyaratkan hanya boleh menggunakan daya gerak maksimum 7 ft.lbs (9,5 joule)5. :
Gambar 6.11. Kontrol logic pintu
Berbagai tipe pintu dan penggunaannya adalah sebagai berikut :
5
1 ft. lb = 1,365 joule
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 197
Gambar 6.13. Tipe Pintu Elevator. Gambar pintu 7.13.a. menunjukkan tipe pintu elevator sorong-tunggal, mempunyai lebar bukaan antara 24”-36” (60-90 cm). Pintu tipe ini sudah jarang dijumpai karena penggunaannya yang sangat terbatas, yaitu untuk bangunan komersial kecil atau rumah susun kecil dengan kapasitas muat elevator yang kecil pula. Gambar 6.13.b. dan c terlihat serupa berukuran lebar bukaan 42” (105 cm), pintu dengan bukaan tengah ini dianggap sebagai tipe standart yang biasa digunakan untuk bangunan komersial khususnya perkantoran. Tipe yang berukuran lebih lebar 48”- 60” (120-150 cm) lazim digunakan untuk rumah sakit dan service elevator. Perbedaan antara b dan c terletak hanya pada kecepatan membuka / menutup pintu. Pada b kecepatan seragam / sama cepat yang c kecepatan berbeda antara satu daun dengan yang lainnya sedangkan gambar d menunjukkan pintu elevator yang sudah diperindah guna meningkatkan prestige bangunan.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 198
Gambar 6.13.c, merupakan pintu elevator yang biasa digunakan untuk departement store dan freight elevator dengan lebar bukaan 60” (150 cm). Pada semua tipe pintu oleh sebab dibuat otomatis, maka untuk keamanan disyaratkan oleh ANSI (American National Standard Institute) untuk menggunakan ‘pengaman tepi’ (safety edge device). Alat ini bila mendapat tekanan dengan kekuatan tertentu akan mengubah gerak otomatis pintu dari posisi menutup menjadi terbuka, dengan demikian dapat dicegah bahaya orang atau barang terjepit pintu. Namun untuk elevator ‘kelas tinggi’ ditambahkan pula pengaman ganda yang berupa sensor optik atau mata elektronis yang berfungsi serupa dengan ‘pengaman tepi’ tadi. Cara bekerjanya ialah bila sinar antara dua mata elektronis (pengirim dan penerima) terhalang maka secara otomatis gerak menutup pintu dirubah menjadi gerak membuka.
Gambar 6.14. Sensor Optik Pintu Elevator
1.9. SISTEM KONTROL ELEVATOR Sistem operasi elevator adalah sistem otomat yang mengontrol semua gerak satu atau lebih elevator agar efisien dan nyaman bagi pemakainya, misalnya bila ada sinyal panggilan dari suatu lantai maka otak kontrol merespon, mendeteksi dan mencari elevator yang terdekat untuk berhenti dilantai yang memanggil. Contoh lain ialah bila suatu elevator bebas dari panggilan dari semua lantai yang dilayaninya, maka ia otomatis akan ‘stand by’ di lobby dengan pintu selalu terbuka penuh. Dengan demikian kontrol elevator ini berfungsi mengolah sinyal panggilan, mendeteksi posisi semua elevator, merespon, menggerakkan kabin naik atau turun, memberi perintah berhenti, mengubah modus operasi gerak motor, dan lain-lain. Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 199
Kerja berat tetapi cerdik ini dibebankan pada suatu rangkaian berbentuk logika-logika CMOS – Mikro Kontroler Komputer yang diletakkan dalam suatu panel tersendiri diruang mesin dan disebut sebagai panel kontrol.
Gambar 6.15. Panel control di ruang mesin
1.10. MENGHITUNG JUMLAH KEBUTUHAN ELEVATOR Telah disebutkan bahwa elevator haruslah efisien dalam penggunannya, faktor kenyamanan dari elevator selain faktor kenyamanan fisik yang telah dibicarakan terdahulu mempunyai tiga factor lain untuk mencapai kenyamanan psikologis yaitu Interval, Handling Capacity dan Travel time. 1.10.1. Interval dan Waiting time Dari sudut pandang penumpang elevator kondisi ideal baginya adalah ketika penumpang tersebut sampai di lobby (atau suatu lantai tertentu), elevator telah tersedia, terbuka dan siap berangkat atau paling tidak diharapkan menunggu sebentar saja elevator yang akan datang. Tetapi elevator berangkat menurut suatu selang waktu tertentu (interval), sedangkan penumpang datang secara acak akibat timbul waktu tunggu (waiting time) bagi penumpang. Secara rata-rata waktu tunggu ini diasumsikan setengah dari interval.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 200
Berdasarkan penelitian, interval 25 sampai 30 detik untuk bangunan komersial dianggap ‘baik ’ dan interval 45 detik dinilai ‘masih dapat diterima’ untuk bangunan kantor yang tidak terletak dipusat kota (kantor sibuk) – lihat table berikut :
Tabel 6.1. rekomendasi nilai / interval Jenis Bangunan Bangunan Kantor Kantor sibuk / pusat kota Kantor sewa Permukiman Apartement mewah Apartement menengah Apartement sederhana Asrama Hotel kelas Saturday Hotel kelas dua
Interval (detik) 25 – 30 10 – 45 50 – 70 60 – 80 80 – 120 60 – 80 40 – 60 50 - 70
Dengan demikian bila nilai interval masih didalam selang waktu yang tercantum di table dapat diharapkan penumpang tidak merasa adanya kelambatan / waktu tunggu yang terlalu lama yang menjengkelkan. 1.10.2. Handling Capacity Handling Capacity tergantung pada frekuensi ketersediaan elevator atau interval dan dua factor lainnya yaitu jumlah penumpang yang akan diangkut dari kabin elevatornya sendiri. Tabel 6.2. Kapasitas Kabin Elevator Penumpang Kapasitas Kabin Kapasitas Maksimum Kapasitas Normal (lbs) (kg) Penumpang (orang) Penumpang per trip 1.200 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000
544,3 907,2 1.134,0 1.360,8 1.567,6 1.814,4
7 12 17 20 23 28
6 10 13 16 19 22
Pada table diatas terlihat dua angka yaitu kapasitas minimum dan kapasitas maksimum penumpang. Kapasitas minimum adalah 80% dari kapasitas maksimum dan angka normal inilah yang digunakan untuk penghitungan jumlah elevator maskipun dalam kondisi ‘pear hour’.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 201
Tabel 6.3. Handling Capacity (HC) minimum untuk N unit elevator Jenis Bangunan Bangunan Kantor Kantor sibuk / pusat kota Kantor sewa Kantor single purpose Permukiman Apartement mewah, prestisius Apartement menengah dll Asrama Hotel kelas 1 Hotel kelas 2
Presentase Populasi Penumpang Yang Diangkut dalam 5 menit 13 – 15 12 – 14 15 – 18 5–7 6–8 10 – 11 12 – 15 10 - 12
Dalam sistem elevator HC selalu di standartkan sebagai kapasitas angkut dalam 5 menit, didasarkan pada jumlah penumpang yang masih mampu diatasi oleh sistem elevator pada periode sibuk. Kondisi ini dapat diekspresikan sebagai berikut : HC =
300 p Konstanta 300 didapat dari konversi 5 menit menjadi detik. I p = jumlah penumpang yang dapat diangkut satu elevator. I = interval (detik).
Dengan demikian terlihat korelasi antara interval dengan HC bila interval = 30 detik maka HC = 10 p 1.10.3. Travel Time / Average Trip Time Pengertian dari average travel time adalah lamanya waktu yang dibutuhkan seseorang untuk sampai pada tujuannya, didefinisikan sebagai setengah dari interval (waktu tunggu di lobby) ditambah waktu perjalanan (nilai rata-rata) sampai berhenti dilantai tujuan. Untuk bangunan komersial, average trip time dibawah 1 menit dinilai “sangat diharapkan”, selama 75 detik “masih bisa diterima”. 90 detik “kurang diinginkan” dan 120 detik (dua menit) merupakan “batas toleransi”. Hasil penelitian inilah yang menjadi dasar mengapa suatu bangunan yang sangat tinggi perlu dibuat beberapa zone elevator. (biasanya dijadikan 3 zone bawah, tenggah dan atas). Untuk zone atas, elevator didesain agar tidak berhenti dizone tengah atau bawah (kecuali lobby), dan kecepatan pada saat melewati zone bawah dan tengah digunakan kecepatan express. Alasan yang sama diluar alasan struktur menyebabkan desain bangunan tinggi dibuat makin keatas makin kecil luas lantai, sebab diasumsikan orang sedang mendatangi lantai paling atas pada bangunan komersial yang sangat tinggi.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 202
1.10.4. Round-Trip Time Round-trip time atau waktu perjalanan elevator ulang alik merupakan waktu yang dibutuhkan oleh suatu kabin, mulai dari pintu membuka disuatu lantai (misalnya lobby), berangkat, sampai kembali dan membuka pintu dilantai yang sama (di lobby lagi). Tetapi faktanya sukar sekali mengetahui secara pasti berapa kali kabin akan berhenti dalam satu kali round-trip, karena itu dalam menghitung round-trip dilakukan pendekatan secara statistik / probabilitas atau pendekatan sebagai berikut: 1. Besaran-besaran yang digunakan dimisalkan kapasitas 1 elevator yang digunakan adalah p orang, jumlah lantai = n story, kecepatan elevator = s detik dan jarak lantai = h meter. 2. Asumsi yang digunakan menurut Guiness (1971) mengkalkulasi Round-trip time (RT) didasarkan pada satu elevator saja, artinya “nilai interval sama dengan roundtrip time”. RT. Merupakan penjumlahan rangkaian peristiwa penumpang masuk / keluar elevator (dalam keadaan terbuka) dilobby / lantai dasar, pintu elevator membuka dan menutup ditiap lantai sambil memasukkan / mengeluarkan penumpang demikian seterusnya sampai ke lantai atas kemudian elevator dianggap meluncur turun tanpa berhenti lagi sampai ke lobby / lantai dasar lagi dan kemudian membuka pintu. Berdasarkan asumsi tersebut, RT dihitung sebagai berikut : 1. Bila kapasitas kabin adalah p orang dan tiap penumpang untuk masuk dan keluar dari elevator membutuhkan waktu 1,5 detik, maka waktu penumpang keluar dan masuk dilantai dasar / lobby adalah 1,5 p detik. 2. Bila waktu yang dibutuhkan pintu elevator menutup atau membuka adalah 2 detik, maka waktu pintu menutup dilantai dasar adalah 2 detik. 3. Pintu elevator membuka dan menutup disetiap lantai tingkat (tidak termasuk lantai dasar) maka yang dibutuhkan : (n-1) x (2+2) detik = 4 (n-1) detik, n = jumlah lantai termasuk lantai dasar. 4. Penumpang yang berangkat sejumlah p, keluar tiap lantai tingkat secara terbagi rata pada tiap lantai dikeluarkan sejumlah p/(n-1) orang, maka waktu yang dibutuhkan (n-1) x 1,5 x p/(n-1) detik = 1,5 p detik. 5. Karena jarak lantai h meter, maka setiap jarak lantai ditempuh selama h/s detik. Jadi waktu yang dibutuhkan perjalanan elevator bolak balik adalah 2h ( n - 1 ) (n-1) x 2 x h/s detik = 2 (n-1) x h/s detik = s 6. Pintu elevator membuka dilantai dasar = 2 detik Dengan demikian penjumlahan factor 1 s/d 6 diatas adalah : 2h ( n - 1 ) RT = 1,5 p + 2 + 4 (n-1) + 1,5 p + +2 s
3.p.s 4.s 4(n - 1)s 2h(n - 1) 2h ( n - 1 ) = s s (3 p 4) s (n - 1) (4s 2h) RT = detik s RT = 3 p + 4 + 4 (n-1) +
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 203
Mengingat perhitungan RT adalah untuk satu elevator saja, dimana interval sama dengan RT, maka pada sistem dengan N unit elevator, interval akan berkurang secara RT proporsional sesuai dengan jumlah elevatornya. Hal ini diekspresikan sebagai I = N detik Selanjutnya bila hc adalah handling capacity selama 5 menit untuk satu elevator, maka 300 p : hc = dan handling capacity untuk N elevator adalah HC = N x hc RT HC atau N = unit hc 1.10.5 Kecepatan Elevator Memilih kecepatan elevator juga merupakan pekerjaan yang sulit, lebih bersifat try and error, sebab setiap merek produk elevator biasanya menyediakan berbagai jenis kecepatan dan kapasitas elevator untuk menentukan pilihan, perlu diperhitungkan terlebih dahulu round Trip Time, baru kemudian dapat ditemukan intervalnya, apakah melewati batas maksimum interval yang direkomendasikan atau tidak. Bila tidak melewati, maka kecepatan elevator tersebut dapat digunakan, sebaliknya, berarti kecepatan elevator terlalu lambat, perlu dibuat perhitungan ulang dengan kecepatan elevator yang lebih tinggi. Tetapi, guna perhitungan awal, oleh sebab terdapat korelasi antara minimum kecepatan elevator dengan tinggi bangunan, maka telah disediakan tabel rekomendasi kecepatan elevator sebagai berikut: Tabel 6.4. Rekomendasi kecepatan elevator Fungsi bangunan
Kapasitas kabin elevator pounds kg
Kecepatan minimum6 fpm
m/detik
350 – 400 500 – 600 700 800 1000 350 – 400 500 – 600 700 800 1000 150 200 250 – 300 350 – 400 500 – 600 700
1,8 – 2 2,5 – 3 3,5 4 5 1,8 – 2 2,5 – 3 3,5 4 5 0,8 1 1,3 – 1,5 1,8 – 2 2,5 – 3 3,5
Jarak tempuh kabin feet
m
Perkantoran Kecil Sedang Besar Hotel
2.000 3.000 3.500
1.134 1.361 1.588
2.500 3.000
1.134 1.361
3.500 4.000
1.588 1.814
Rumah Sakit
6
0 – 125 126 – 225 226 – 275 276 – 375 diatas 375 0 – 125 126 – 225 226 – 275 276 – 375 diatas 375 0 – 60 61 – 100 101 – 125 126 – 175 176 – 250 diatas 250
0 – 37,5 37,8 – 67,5 67,8 – 82,5 82,8 – 112,5 > 112,5 0 – 37,5 37,8 – 67,5 67,8 – 82,5 82,8 – 112,5 > 112,5 0 – 18 18,3 – 30 30,3 – 37,5 37,8 – 52,5 52,8 – 75 > 75
mesin “geared” digunakan sampai 350 fpm; “gearless untuk kecepatan tinggi
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 204
Apartemen7 2.000 2.500
907 1.134
3.500 4.000 5.000
1.588 1.814 2.268
Pertokoan ritel
100 200 250 – 300 350 – 400
0,5 1 1,3 – 1,5 1,8 – 2
1 – 75 76 – 125 126 – 200 diatas 200
0,3 – 22,5 22,8 – 37,5 37,8 – 67,5 > 67,5
200 250 – 300 350 – 400 500
1 1,3 – 1,5 1,8 – 2 2.5
0 – 100 101 – 150 151 – 200 diatas 200
0 – 30 30,3 – 45 45,3 – 60 > 60
Kecepatan elevator yang dipilih tergantung pada tinggi bangunan, makin tinggi bangunan , makin besar kecepatan lift yang diperlukan guna menghemat waktu bolakbalik elevator yang kemudian mempengaruhi waktu tunggu elevator. Batas kecepatan elevator adalah gerak jatuh bebas yang disebabkan oleh gravitasi ; yaitu 10 m per detik. Jadi kecepatan elevator terendah adalah sekitar 1 m/detik dan yang tertinggi mendekati angka 10 m/detik. Secara umum, kecepatan 100-600 fpm (0,5-3 m/det.) dikatakan berkecepatan rendah dan 600-1200 fpm (3-6 m/det) berkecepatan tinggi. Pengaruh kecepatan elevator terhadap biaya dan tinggi bangunan, dapat ditunjukkan oleh penggunaan energi listriknya. Energi yang diperlukan elevator dengan kapasitas p orang dan kecepatan s m/detik adalah sama dengan enerji potensial elevator berikut muatannya. Tenaga listrik yang dibutuhkan hanya sebesar rnuatannya saja, sebab berat kabin elevator sudah diimbangi oleh counterweight. Daya(E) =
kerja 75.p.h = 75. p. s kgm / detik = p. s HP = 0,746 p.s. Kw8 waktu h/s
Sebagai contoh; bila elevator berkapasitas p = 15 org, kecepatan s = 1 m/detik akan menggunakan daya listrik : E= 0,746 x 15 x 1 Kw = 11,2 Kw. Dengan mudah dapat dilihat bahwa mengubah kecepatan menjadi 2 (2 kali lipat) dengan kapasitas elevator yang sama menyebabkan energi yang dibutuhkan berubah 2 kali lipat pula. Dengan demikian , maka pemilihan kecepatan elevator dan waktu tunggu yang wajar merupakan hal yang penting dalam desain Sebagai catatan perlu diingat bahwa energi daya listrik yang dibutuhkan dari suatu elevator haruslah dihitung berdasarkan spesifikasi dari pabrik pembuatnya masing-masing. Perhitungan diatas hanyalah merupakan perhitungan kasar (rule of thumb) guna keperluan perbandingan desain saja. 1.10.6 Populasi gedung Jelas kiranya, bahwa untuk menentukan jumlah elevator dalam suatu gedung, sangat tergantung pada, fungsi gedung, luas lantai dan tinggi gedung. Masalah utama, pada 7
8
Federal Housing Association , mensyaratkan penggunaan full variable control; minimum harus dua elevator; 120 tempat tidur per elevator, untuk bangunan apartemen yang lebih dari 7 lantai
1 Hp = 75 kgm/detik = 0,746 Kwatt
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 205
saat mengabstraksi /membuat konsep desain, arsitek sudah harus menentukan sistem dan jumlah elevator yang digunakan. Tetapi jumlah populasi yang tepat dari suatu gedung (tiap lantai kepadatannya dapat berbeda-beda) hanya dapat dibuat paling tidak sesudah desain pra rencana selesai dibuat. Untuk memecahkan masalah tersebut, dibuat semacam standarisasi populasi gedung berdasarkan tipe fungsinya, yang hanya boleh digunakan untuk menghitung elevator saja, bukan digunakan sebagai standar arsitektur. Tabel 7.5; adalah tentang efisiensi gedung perkantoran untuk mendapatkan net area (luas lantai terpakai). Untuk gedung lain yang bukan perkantoran, perlu dicari dari sumber-sumber standar arsitektur lainnya. Tabel 7.6, ditujukan untuk mengkonversi luas lantai netto tersebut menjadi populasi pengguna elevator. Tabel 6.5. Efisiensi bangunan perkantoran Efisiensi bangunan perkantoran
Lantai 0 - 10 lantai 0 - 20 lantai
lantai
0 - 30 lantai
lantai
0 - 40 lantai
lantai
1-10 11-20 1-10 11-20 21-30 1-10 11-20 21-30 31-40
kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih. kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih kurang lebih
85% 80% 85% 75% 75% 85% 75% 80% 85% 90%
dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto. dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto dari luas bruto
Tabel 6.6. Populasi.antuk perldrsan penghitungan elevator Jenis Bangunan Luas lantai netto, sq.ft./person m2/orang Bangunan perkantoran Kantor, campuran berbagai jenis usaha Large lower floor Upper floor Average use Kantor dengan satu jenis usaha
Hotel hotel biasa, penggunaan normal hotel untuk konvensi
Rumah sakit Rumah saldt umum swasta Rumah saldt umum pemerintah
Apartemen apartemen rental, mewah. apartemen rental, menengah apartemen sederhana
9 10
90-1009 110-130 120 90-110
8,4 - 9,3 10,2 - 12 11,1 8,4 - 102
orang per kamar tidur 1,3 1,7
pengunjung per tempat tidur10 1,5 3-4
orang per kamar tidur 1,5 2,0 2,5-3,0
Kepadatan untuk tiap lantai dapat berbeda untuk daerah administrasi; populasinya dapat dihitung 2 berdasarkan 50 sq.ft per orang (4,6 m /orang) Jika jam kunjungan. tidak dibatast populasi pengunjung menentukan jumlah elevator, bila dibatasi pada jam tertentu saja, maka jumlah tenaga staff yang dijadikan penentu jumlah elevator. Bila kegiatan rumah sakit diperkirakan akan sangat sibuk, maka perlu dipertimbangkan penggunaan kombinasi elevator 'penumpang' dan elevator 'rumah sakit' (yang selalu Iebih besar) agar ekonomis.
Penyediaan Transfortasi Vertikal Dalam Bangunan 206
1.10.7 Contoh penghitungan jumlah elevator Sebuah gedung Perkantoran yang terletak di pusat kota, direncanakan untuk disewakan untuk berbagai jenis usaha kantor (kantor campuran). Jumlah lantai bangunan termasuk lobby (storey) adalah 15 lantai dan Yang disewakan hanyalah 14 lantai diatasnya. Tiap lantai mempunyaj luas lantai netto kurang lebih sama (average use), seluas 12.000 sq.ft (1.114 m2) dan jarak lantai ditetapkan 12ft.(3,6 m). Tentukan berapa jumlah elevator yang dibutuhkan gedung perkantoran tersebut. Jawab: 1. Dari tabel 7.3, untuk kantor sibuk /dipusat kota ditentukan Handling Capacity (HC) minimum 13 % 2. Dari tabel 7.1, Interval maksimum yang diperbolehkan adalah 30 detik 3. Dari tabel 6. Populasi kantor campuran dengan average use dihitung dengan standar 11, 1 m2lorang. Dengan demikian maka populasi gedung adalah 2 14 lantai x 1.11 m = = 1.400 orang 11.1 4. Dengan HC min = 13 %, maka HC= 0, 13 x 1400 = 182 orang 5. Jarak tempuh elevator adalah 14 x 3,6 m = 50,4 m Dari tabel 7.4 Jarak tempuh tersebut terletak dalam. Selang elevator yang berkecepatan 500 -600 jpm, dipilih elevator dengan kecepatan 500 fpm (2,5 m/delik) ; ingat yang lebih cepat lebih mahal biaya. instalasi maupun operasinya. Dari label 7.4 yang sama dipilih elevator dengan kapasitas beban 3.000 lbs (1.361 kg); Yang berarti mempunyai kapasitas angkut normal 16 orang (lihat tabel 7.2) 6. Round-trip dihitung berdasarkan rumus yang telah didapat : RT=
(3p 4)s (n - 1)(4s 2h) detik s
(3.16 4)2,5 (14 - 1)(4. 2,5 2. 3,6) detik 2.5 RT = 142 delik
RT =
7. Dalam. 5 menit ; satu elevator dapat mengangkut hc =
300 p 3000.16 = = 33,8 orang RT 142
182 HC = = 5,4 unit elevator. hc 33,8 Karena angka 182 adalah angka minimum; berasal dari HCmin =13 % maka jumlah elevator tidak boleh dibulatkan kebawah (menjadi 5) tetapi dibulatkan keatas menjadi 6 unit elevator. RT 142 8. Interval yang terjadi ; I= = = 23,7 detik; sedangkan interval maksimum N 6 adalah 30 detik, jadi perhitungan diatas sudah memenuhi syarat.
N=
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 207
Apabila interval yang terjadi lebih besar dari interval maksimum, berarti kecepatan elevator yang dipilih terlalu lambat, perlu di buat penghitungan ulang dengan mempercepat elevator , akibatnya RT menjadi lebih singkat, namun harga elevator lebih mahal. Melihat pada angka N yang didapat = 5,4 unit elevator; kurang efisien, maka terdapat alternatif lain, yaitu menaikkan kapasitas elevator sedemikian rupa sehingga, angka N yang terjadi menjadi 5 atau lebih kecil sedikit dari 5. Dengan demikian, meskipun dalam penghitungan diatas sudah didapat nilai N yang memenuhi nilai interval, tidak berarti hasil tersebut efisien. Artinya, harus selalu dipertimbangkan lagi berbagai kemungkinan dengan variabel kecepatan elevator dan variabel. kapasitas elevator, agar dicapai pilihan elevator yang tepat dan ekonomis. Pada prakteknya, meskipun penghitungan ulang tersebut mungkin melelahkan , tetapi dapat meningkatkan citra arsitek dimuka konsultan ME dan Pemberi tugas.
1.11 Lokasi dan ukuran ruang Sebagai alat transprotasi vertikal gedung, elevator membutuhkan ruang yang terintegrasi secara arsitektur pada bangunan. Ruang-ruang yang memerlukan perhatian dalam hal ini adalah ; hall elevator, shaft dan ruang mesinnya. 1.11.1 Hall elevator Lobby bangunan, biasanya merupakan tempat penerimaan pertama orang-orang yang datang kebangunan; tempat para pengunjung berorientasi sebelum menuju bagian atau lantai bangunan yang ditujunya. Oleh karena itu, hall elevator paling tidak harus terlihat jelas dari arah lobby, bahkan bila memungkinkan dapat menjadi bagian perluasan lobby itu sendiri. Disamping itu hall elevator, idealnya harus mudah dicapai penghuni bangunan dari semua arah, karena itu untuk bangunan yang sangat luas atau panjang, perlu dipertimbangkan pembagian bangunan dalam beberapa zone elevator agar jarak capai penghuni ke elevator tidak terlalu jauh. Hall elevator, disamping berfungsi sebagai ruang sirkulasi pencapaian ke elevator , terutama pada saat jam penggunaan puncak (peak hour). Kondisi ini menyebabkan : a. sebaiknya hall elevator tidak menjadi lintasan sirkulasi lain b. ukuran hall mampu menampung sejumlah orang yang menunggu datangnya elevator pada jam puncak dengan standar 0,4 m2 per orang Konfigurasi shaft dengan hall minimum elevator, yang umum dijumpai dan dianggap efisien adalah sebagi berikut :
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 208
1.11.2. SHAFT Shaft merupakan ruang utama yang harus terintegrasi dengan bangunan. Tabel berikut merupakan dimensi shaft tipikal yang merupakan fungsi dari kapasitas dan tipe elevator, dapat digunakan untuk perancangan awal bangunan. Namun rancangan final harus menggunakan spesifikasi teknis yang dibuat oleh pabrik elevatornya (tiap merek berbeda ukurannya). Elevator untuk rumah sakit biasanya lebih panjang atau dalam, karena harus muat ukuran tempat tidur, kursi roda, kereta laundry dan barang-barang lainnya.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 209
Tipe elevator Traksi /kabel
Hidraulik
Kapasitas penumpang normal (pounds) (orang) 1.200 6 2.000 10 2.500 13 3.000 16 3.500 19 4.000 22 1.500 8 2.000 10 2.500 13 3.000 16 3.500 19 4.000 22
Ukuran Shaft(cm) Lebar Kedalaman 195 150 225 180 255 225 270 240 285 255 300 255 195 135 225 150 255 165 255 180 255 210 270 210
1.11.3. RUANG MESIN Elevator tipe traksi memerlukan ruang mesin yang berbeda di penthouse, tepat diatas shaft tiap elevator. Lantai ruang mesin tingginya lebih satu setengah kali dari jarak lantai bangunannya dan luasnya harus lebih dua kali ukuran shaft. Mesin traksi ‘gearless’ yang didesain untuk kecepatan lebih dari 1,8 m/detik, membutuhkan ruang mesin yang lebih luas dari tipe traksi ‘geared’. Mesin untuk elevator hidraulik berukuran kurang lebih 1x2 m dengan tinggi 1,7 m diletakkan basement, ruang tambahan untuk perawat perlu ditambahkan disekeliling mesin tersebut. Contoh gambar denah dan ukuran ruang mesin sesuai dengan konfigurasi 2, 4, 6 elevator dan sesuai dengan kapasitas serta kecepatan yang berbeda-beda . Contoh denah Shaft / hoistway dan ruang mesin untuk 2 unit elevator penumpang type traksi “ gearless 2 : 1 ; kapasitas 2000 lbs ; 500 fpm
Gambar 6.16 . Denah shaft, konfigurasi 2 elevator (satuan mm)
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 210
Gambar 6.17. Denah ruang mesin, konfigurasi 2 elevator ( satuan mm ) Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 4 unit elevator penumpang, type traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3500 lbs ; kecepatan 800 fpm
Gambar 6.18. Denah shaft, konfigurasi 4 unit elevator (satuan mm)
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 211
. Gambar 6.19. Denah ruang mesin, konfigurasi 4 unit elevator (satuan mm) Contoh denah shaft / hostway untuyk konfirgurasi 6 unit elevator penumpang, type traksi “ gearless 1 : 1 “ ; kapasitas 3000 lbs ; kecepatan 1.200 fpm
Gambar 6.20. Denah shaft, konfigurasi 6 elevator (satuan mm)
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 212
Gambar 6. 21. Denah ruang mesin, konfigurasi 6 elevator (satuan mm) Catatan : Ruang mesin, terdiri dari 2 lantai ; lantai pertama seukuran dengan koridor berisi motor genset elevator. Gambar di atas adalah gambar lantai kedua yang terletak di atas lantai pertama
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 213
Gambar 6.22. Detail ukuran pintu elevator
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 214
Gambar 6.23. Elevator penumpang; traksi “ gearless” ; kapasitas 2500 – 4000 lbs, kecepatan 700 – 1200 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 215
Gambar 6.24. Elevator penumpang; traksi “ gearless” ; kapasitas 2500 – 4000 lbs, kecepatan 500 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 216
Gambar 6.25. Elevator penumpang; traksi “ geared ” ; kapasitas 2000 – 4000 lbs, kecepatan 200 - 3500 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 217
Gambar 6. 26. Elevator untuk rumah sakit ; traksi “ geared & gearless” ; kapasitas 4000 – 5000 lbs, kecepatan 200 – 800 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 218
Gambar 6. 27. Elevator barang ( freight); traksi “ geared ” ; kapasitas 4000 – 10000 lbs, kecepatan 75 – 200 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 219
Gambar 6.28. Elevator penumpang ( 2000 – 4000 lbs ) dan rumah sakit ( 4000 – 5000 lbs ); hidraulik ; kecepatan 50 – 150 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 220
Gambar 6.29. Elevator barang ( freight ); hidraulik ; kapasitas 2000 – 10000 lbs, kecepatan 50 – 125 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 221
2. ESKALATOR Eskalator yang disebut juga sebagai tangga bergerak atau tangga listrik, sangat populer penggunaannya pada pertokoan, terminal-terminal darat, laut dan udara. Eskalator merupakan alat transformasi vertikal yang efisien dan ekonomis, karena daya angkutnya yang besar, belum tertandingi alat angkut vertikal yang lain. Eskalotor mampu memindahkan 10.000 orang perjam. Bila elevator untuk transformasi bangunan lebih dari 5 lantai, maka eskalator sangat efisien untuk transformasi dua sampai lima lantai. Namun eskalator mempunyai kelemahan pula, yaitu tidak didesain untuk mengangkut orang berkusi roda dan mengangkut barangbarang. Eskalator, sebagai bagian dari sirkulasi bangunan, maka ditempatkan dan berhubungan langsung dengan sirkulasi tersebut tanpa terhambat pintu atau lain sebagainya.
2.1 KAPASITAS ANGKUT Standar kecepatan gerak eskalator yang umum dibuat adalah 90 dan 120 fpm. (27,40 dan 36,60 meter per menit).Kecepatan selain dari pada itu harus dipesan,dan kecepatan maksimum yang diijinkan oleh peraturan bangunan adalah 125 fpm (38 m/menit). Pada umumnya eskalator mempunyai kedua kecepatan tersebut sekaligus. Pada situasi normal, kecepatan yang digunakan 90 fpm, dan pada situasi padat (rush hour) digunakan kecepatan 120 fpm. Ada tiga model lebar standar eskalator, yaitu 32, 40, dan 48 inches (81,102 dan 122 cm). Model 32” (81cm) mempunyai lebar anak tangga 61 cm ; mampu menampung satu orang dewasa dan satu anak kecil (1 ¼ orang) secara berdampingan per anak tangga. Model 40” (102 cm), mempunyai lebar anak tangga 81 cm dan model 48” (122 cm) mempunyai lebar anak tangga 102 cm, keduanya didesain untuk menampung dua orang dewasa berdampingan per anak tangga.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 222
Ketiga model tersebut, mempunyai lebar injakan (i) 41 cm dan tanjakan (t) 20 cm. Kapasitas angkut eskalator, merupakan fungsi dari kecepatan dan lebarnya (ukuran dalam antar balustrade). Kapasitas maksimum eskalator didasarkan pada kepadatan orang per anak tangga sebagai berikut : LEBAR ANAK TANGGA
KECEPATAN
32” (81m) 40” ( 102 cm ) atau 48” ( 122 cm )
KAPASITAS ANGKUT Maksimum
Aktual
90 fpm
5.000
3.750 orang per jam
120 fpm 90 fpm 120fpm
6.750 8.100 10.800
5.060 orang per jam 8.100 orang per jam 8.100 orang per jam
Untuk keperluan peramcangan, kapasitas angkut tersebut diatas, dikurangi 25%, untuk memperhitungkan hilangnya space, akibat adanya orang-orang yang membawa barang belanjaan, tas kantor atau barang lainnya.
2.2 KEBUTUHAN RUANG Eskalator, harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mudah terlihat dari entrance bangunan, mudah dilihat kemana tujuannya dan mudah dicapai. Ruang kosong yang cukup ( lobby), perlu disediakan diawal dan diakhir (landing) dari eskalator, guna menampung orang yang akan / telah menggunakan eskalator. Besarnya ruang ini perlu mendapat perhatian serius pada bangunan yang mempunyani trafik besar pada jam padat seperti misalnya; teater/bioskop, stadion olah raga, dan sekolah, sebab kepadatan yang terlalu tinggi (berdesakan) dapat membahayakan pengguna eskalator (menggunakan eskalator memerlukan keterampilan lebih tinggi dibanding menggunakan tangga). Karena itu, untuk bangunan khusus seperti itu, perlu dipertimbangkan adanya tangga biasa disamping eskalator sebagai alat transportasi vertikal cadangan . pada ruang untuk landing, baik atas maupun bawah, harus dihubungkan dengan ruang terbuka, dimana para pemakai eskalator tersalurkan satu arah tanpa boleh mengubah arah. Dengan perkataan lain ruang untuk landing turun tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai landing naik eskalator. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya konfigurasi tipe crisscross dan paralel pada eskalator (landing naik dan landing turun pada arah berlawanan). Sebagai patokan perancangan, jarak bebas minimum dimuka eskalator adalah 2,4 m untuk berkecepatan 90 fpm; dan 3,5 m untuk yang berkecepatan 120 fpm.
2.3 KEAMANAN Eskalator dianggap sangat aman. Semua permukaan balustrade dibuat halus; hand rail didesain sedemikian rupa sehingga kecil kemungkinan kejadian jari terjepit. Anak
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 223
tangga dan pelat besi dibagian landing (disebut comb plate) didesain anti terpeleset dan tahan gangguan. Motor/ mesin eskalator mempunyai rem yang dapat dioperasikan melalui tombol tekan atau otomatis beroperasi pada saat eskalator kelebihan beban atau kelabihan kecepatan. Rem darurat juga disediakan untuk kondisi khusus yaitu bila rantai utama mesin putus. Bila salah satu saja dari rem itu berkerja, maka eskalator akan berhenti total, dan eskalator berubah fungsi menjadi tangga biasa. Dan oleh karena itu ada kemungkinan pemakai eskalator terjebak (seperti pada elevator) maka sumber daya listrik darurat tidak diperlukan.
2.4 KONFIGURASI CRISSCROS DAN PARALEL Konfigurasi eskalator yang umum digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: KONFIGURASI Crisscross Paralel
SUSUNAN / LETAK a. berdampingan b. terpisah c. berdampingan d. terpisah
Kedua kofigurasi tersebut diatas dapat dirancang agar bagian naik terpisah jauh dari bagian turun, sehingga didapat sirkulasi berkeliling, yang menguntungkan bagi pertokoan. Biasanya didaerah ini diletakkan display barang-barang yang menarik (impulse-buying merchandise). Kelemahannya adalah membuat capai pengunjung terutama yang membawa barang belanjaan. Konfigurasi crisscross, dianggap paling ekonomis karena membutuhkan ruang paling kecil. Konfigurasi paralel, kurang efisien dan lebih mahal, tetapi mempunyai penampilan yang imprensif, menarik orang untuk menggunakan.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 224
Gambar 6.30 . konfigurasi parallel
Gambar 6.31 . konfigurasi parallel
2.5 DESAIN ESKALATOR Desain produk eskalator dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok : A. Eskalator dengan ‘desain konvensional’.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 225
Yaitu eskalator dengan mesin / motor penggerak yang diletakan dibagian atas eskalator. Motor tersebut dihubungkan/menggerakan tangga dibawahnya dengan bantuan rantai (seperti rantai sepeda) dan roda gigi. Eskalator jenis ini cocok untuk menghubungkan dua lantai yang berjarak lantai tidak lebih 7,5 m, lebih dari itu tidak dianggap efisien karena beban yang harus ditanggung semua komponen penggerak, termasuk rantainya melonjak secara drastis. Disamping itu, bila jarak lantai lebih dari 7,5 m, motor penggerak menjadi sedemikian besar sehingga tidak mungkin lagi ditampung dalam truss (diperlukan ruang mesin terpisah), perlu penambahan dimensi tabung dari trussnya sendiri dan balok pendukung (L3, lihat gbr 7.32) ditengah bentangan eskalator. Dengan demikian penggunaan eskalator dengan desain konvensional terbatas; maksimum sampai jarak lantai 18,30 m.
Gambar 6.32. Eskalator dengan “ Desain Konvensional “ ; untuk jarak lantai antara 2,40 m – 18,30 m (maksimum) B. Eskalator dengan ‘desain modular’. Oleh sebab desain konvensional mempunyai keterbatasan, maka untuk mengatasinya, Westinghouse, sejak tahun 1973 mengembangkan dan memperkenalkan ‘modular eskalator’ untuk eskalator lebar 32”&48” yang dinyatakan ‘unlimited rise’. Kondisi tak terbatas tersebut dikarenakan penerapan sistem desain baru, yaitu penggunaan motor-motor tambahan disepanjang unit eskalator yang didistribusi secara modular. Dengan cara menyebarkan motor-motor disepanjang eskalator, maka mesin dan ruang
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 226
mesin
tunggal
seperti pada
sistem desain konvensional tidak diperlukan
lagi. Gambar 6.34. Modular Escalator, model 48”
Gambar 6.35. Mekanisme operasional “modular escalator”
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 227
2.6 KOMPONEN UKURAN ESKALATOR 2.6.1 Ukuran panjang eskalator
Gambar 6.36 Ukuran panjang eskalator Jarak lantai “A” (finish to finish) - mm 3.000 3.300 3.600 3.900 4.200 4.500 4.800 5.100 5.400 5.700 6.000
2.6.2
Panjang total “B” (Jarak balok struktur ) - mm 9.908 10.335 10.866 11.396 11.920 12.448 12.978 13.506 14.033 14.560 15.088
Ukuran lebar eskalator
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 228
Gambar 6. 37. Ukuran lebar eskalator (mm) Model X Y Z
Unit tunggal 32” 48” 81 cm 122 cm 130 cm 170 cm 130 cm 170 cm
Dua unit gandeng, paralel 32”&32” 48”&48” 32 “&48” 260 cm 340 cm 300 cm 260 cm 340 cm 300 cm
2.6.3 Truss Truss adalah kerangka struktural dari baja siku yang berfungsi mendukung semua komponen eskalator, termasuk mesinnya. Panjang truss, tergantung pada tinggi / jarak lantai bangunan. Sudut kemiringan truss, tentunya sesuai dengan sudut kemiringan eskalator yaitu 30 derajat.
Gambar 6. 38. Truss, yang merupakan tabung rangka baja 3 muka Ujung bawah atau truss, ditumpukan pada balok-balok struktur bangunan yang mungkin dibuat dari beton atau baja dengan detail tumpuan.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 229
Gambar 6.39. Detail tumpuan truss (mm)
2.6.4 Motor penggerak dan kontrol
Gambar 6. 40. Motor ontrol
Gambar 6. 41.
Panel
Diletakkan sedekat mungkin dengan motor
Hubungan besar daya motor dengan model eskalator MODEL KECEPATAN JARAK ESKALATOR (fpm) LANTAI (m) 32” 90 / 120 4,20 90 / 120 5,10 48” 90 5,10 90 6,30 90 / 120 7,50
DAYA MOTOR (hp) 5,0 7,5 7,5 10,0 15,0
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 230
2.6.5 Hand rail
Gambar 6. 42. detail potongan handrail dengan pelat penutup
Gambar 6. 43. Mekanisme gerak handrail Gerak dan kecepatan handrail harus sinkron dengan kecepatan tangga yaitu 90 atau 120 fpm
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 231
2.6.6 Tangga
Gambar 6.44. Mekanisme gerak tangga
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 232
SOAL LATIHAN 1. Kriteria kualitas pelayanan elevator adalah, kecuali a. Waktu menunggu (Interval, Waiting time) b. Daya angkut (Handling capacity) c. Waktu perjalanan bolak-balik lift (Round trip time) d. Serba otomatis, dan mempunyai interior yang menarik 2.
Alat pengaman elevator adalah a. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, final limit switch b. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, final limit switch, kabel penggantung c. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, kabel penggantung d. Rem, centrifugal fly ball, buffer tipe pegas/tipe hidraulis, Geared traction machines
3.
Apa yang dimaksud dengan centrifugal fly ball a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai basement) b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan dari kecepatan yang telah ditetapkan c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama. d. Kabel penggantung sebagai media yang menanggung seluruh beban
4.
Apa yang dimaksud dengan final limit switch a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai basement) b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan dari kecepatan yang telah ditetapkan c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama. d. Kabel penggantung sebagai media yang menanggung seluruh beban
5.
Apa yang dimaksud dengan Sistem operasi elevator a. Alat penyangga agar kabin tidak turun berlebihan (agar lantai kabin tetap sama tinggi dengan lantai basement) b. alat yang digunakan untuk menjaga agar kecepatan gerak elevator tidak berlebihan dari kecepatan yang telah ditetapkan c. alat yang dipasang dengan tujuan agar kabin tidak melampaui batas tempuh atas maupun bawah jika kabin mencapi batas atas / bawah maka saklar ini tersentuh dan bekerja menghentikan daya motor traksi serta mengaktifkan rem utama. d. Sistem otomatis yang mengontrol semua gerak satu atau lebih elevator agar efisien dan nyaman bagi pemakainya,
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 233
Kunci Jawaban BAB I BAB II 1. C 1. A 2. B 2. D 3. A 3. A 4. B 4. A 5. D 5. D 6. B 6. 7. B 7. 8. D 8. 9. A 9. 10. A 10.
BAB III 1. A 2. A 3. C 4. A 5. B 6. C 7. C 8. A 9. D 10. C
BAB VI 1. D 2. A 3. B 4. C 5. D 6. 7. 8. 9. 10.
Tranportasi Vertikal Dalam Bangunan 234
DAFTAR PUSTAKA Arismunandar, Wiranto, Heizo Saioto, Penyegaran Udara, Bandung: Pradnya Paramita, 2001. Agus Susanto, Paulus, Utilitas Bangunan, Universitas Parahyangan Bandung, 2005 Bradshaw, Vaughn, Building Control System, New York, John Wiley, 1993 Ching, Francis D.K. A Visual Dictionary of Architecture a Division of International, New York: Thomson Publising Inc., 1995. Departeman Pekerjaan Umum : Peraturan-peraturan mengenai Utilitas Bangunan, 2006 Dagostino R Frank Mechanical and Electrical Systems in Construction and Architecture Third Edition,,Prentice Hall,Inc.,1995 Guinness , Mc., Stein, Renolds, Mechanical & Electrical Equipment for Building, New York : John Wiley & Sons, Inc. 1986 Guide to Electrical Installation & Repair Book Two,Team,McGraw-Hill, Inc.,1998 Morimura, Takeo & Soufayan M. Noerbambang, Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing; Pradnya Paramita, 1988 Poerba, Hartono, Utilitas Bangunan, Jakarta : Jambatan, 1992 Departemen PU, Petunjuk Perencanaan Struktur Bangunan Untuk Pencegahan dan penanggulangan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung SKBI2362-1987. Patterson, James ,Simplified Design for Building Fire Safety, ,John Wiley & Sons, Inc.,1993 Salvan,George S, Architectural Utilities 1, Plumbing & Sanitary, Quezon City; JMC Press , 1986 Roestanto, Ir. Perencanaan Utilitas Pada Bangunan Tinggi, WD,,1988 Stein John, Benjamin, S. Reynolds, John, Mechanical and Electrical Equipment For Buildings 8 th Edition, Wiley & Sons, Inc Tanggono, Dwi, Utilitas Bangunan, Jakarta : UI Pers, 2000 Richard D Rush, The Building System Integration Handbook, , IAI,John Wiley & Sons,Inc.,1986
DAFTAR PUSTAKA
235
TENTANG PENULIS Agung Wahyudi Lulus S1 Teknik Arsitektur Universitas Gunadarma pada tahun 2001 kemudian mengambil master di Jurusan Magister Arsiterktur Kota di Universitas Katolik Parahyangan Bandung lulus pada tahun 2004. Saat ini sedang menempuh Program Doktor di Program am Doktor Teknik Arsitektur dan Perkotaan di Universitas Diponegoro Semarang. Beberapa Penelitian yang dilakukan kemudian di seminarkan antara lain Community Participation In Situ Pengasinan Conservation Effort To Create A Green Living Place di UII Yogyakarta, Juli 2013, Developing Green Open Space in Urban Maritime Residential Areas Through Community Participation Approach di Unhas Maakasar, September 2013 Karya Tulis ini merupakan bentuk sumbangsih ilmu arsitektur, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi busi pada pemetaan arsitektur bangunan dan lingkungan di Indonesia
Jakarta, September 2013
Agung Wahyudi, ST., MT
Utilitas Bangunan
iii