KATA PENGANTAR Perkembangan Perekonomian Indonesia dan Dunia merupakan publikasi triwulanan yang diterbitkan oleh Kedeputian Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, yang didasarkan pada data dan informasi yang sudah dipublikasikan oleh Kementerian/Lembaga, dan instansi internasional, maupun hasil dari Round Table Discussion yang dilakukan bersama dengan beberapa Kementerian/Lembaga, pengamat, dan praktisi ekonomi. Publikasi triwulan IV tahun 2016 ini memberikan gambaran dan analisa mengenai perkembangan ekonomi dunia dan Indonesia hingga triwulan IV tahun 2016. Dari sisi perekonomian dunia, publikasi ini memuat perkembangan ekonomi Amerika Serikat dan negara-negara kawasan Eropa, serta kondisi ekonomi regional Asia. Dari sisi perekonomian nasional, publikasi ini membahas pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan IV tahun 2016 dari sisi moneter, fiskal, neraca perdagangan, perkembangan investasi dan kerja sama internasional, industri dalam negeri, serta perekonomian daerah. Dalam publikasi ini juga tersaji Policy Brief terkait kebijakan pemerintah dan kondisi ekonomi terkini. Sangat disadari bahwa publikasi ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan banyak perbaikan dan penyempurnaan. Oleh sebab itu, masukan dan saran yang membangun dari pembaca tetap sangat diharapkan, agar tujuan dari penyusunan dan penerbitan publikasi ini dapat tercapai. Jakarta, Maret 2017
Deputi Bidang Ekonomi BAPPENAS
Ringkasan Eksekutif Pada triwulan IV tahun 2016, perekonomian negara-negara di berbagai kawasan mulai membaik namun masih moderat. Perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY). Penurunan ini disebabkan oleh kinerja sektor perdagangan, yaitu ekspor menurun sebesar 4,3 persen (YoY) dari triwulan III tahun 2015 yang mencapai 10,0 persen (YoY). Perekonomian Uni Eropa mulai mengalami perbaikan secara bertahap dengan pertumbuhan sektor industri yang mencapai 3,2 persen (YoY) sampai bulan November 2016. Namun demikian, secara keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Uni Eropa menurun menjadi 1,6 persen (YoY) dari tahun 2015 yang tumbuh sebesar 2,0 persen (YoY), disebabkan oleh ekspor dan permintaan domestik yang menurun. Pada triwulan IV tahun 2016, perekonomian Tiongkok tumbuh diatas ekspektasi yaitu sebesar 6,8 persen (YoY), didukung oleh peningkatan konsumsi rumah tangga sebesar 64,6 persen (YoY), pertumbuhan investasi properti sebesar 6,9 persen (YoY), serta peningkatan fiskal dan stimulus kredit. Akan tetapi, investasi swasta mengalami penurunan, jumlah utang rumah tangga melebihi 40 persen dari PDB, dan depresiasi mata uang akibat terjadinya capital outflow. Sementara itu, Perekonomian Indonesia tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016, yaitu sebesar 4,9 persen (YoY). Namun secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global yang sudah menunjukkan perbaikan walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan anggaran. Sementara itu, inflasi hingga akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar 3,02 persen (YoY), dengan IHK 126,7 basis poin, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Sementara itu, perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010
ii
sampai dengan triwulan IV tahun 2016 masih didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar 58,0 persen. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD4,9 miliar. Peningkatan kinerja tersebut didukung oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Secara keseluruhan tahun 2016, NPI mengalami surplus sebesar USD12,1 miliar atau meningkat signifikan dari tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,1 miliar. Total ekspor Indonesia pada sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar USD144,4 miliar, mengalami penurunan sebesar 3,9 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015. Total impor sebesar USD135,7 miliar atau menurun sebesar 4,9 persen (YoY). Sementara itu, cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai sebesar USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan impor. Realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir tahun 2016 sebesar 83,4 persen dari target APBN-P, lebih rendah dibandingkan rata-ratanya selama 2011-2015 yang mencapai 93,2 persen. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi belanja negara juga mengalami penurunan, yaitu mencapai Rp1.859,4 triliun atau 89,3 persen dari target APBN-P. Penurunan tersebut karena diterapkannya kebijakan pemotongan anggaran pada tahun 2016. Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) selama 2016 mencapai negatif Rp14,6 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi 2015. Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp58,1 triliun, tumbuh sebesar 25,8 persen dari realisasi triwulan IV tahun 2015. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan IV 2016 sebesar USD7,5 miliar mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV tahun 2015, atau mengalami pertumbuhan negatif sebesar 5,5 persen (YoY). Penjualan mobil pada triwulan IV tahun 2016 mencapai 280.994 unit atau tumbuh sebesar 13,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Pertumbuhan penjualan mobil yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh peluncuran beberapa mobil tipe baru dari produsen utama di Indonesia serta terjaganya daya beli masyarakat Indonesia, terutama kalangan menengah atas. Secara kumulatif, penjualan mobil pada tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 5,0 persen dibandingkan tahun 2015.
iii
Sementara itu, penjualan motor pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 1,5 juta atau menurun 4,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2015, seiring dengan daya beli masyarakat menengah bawah yang lebih rendah. Penjualan semen pada triwulan IV tshun 2016 mencapai 17,3 juta ton, atau menurun sebesar 3,2 persen (YoY). Keseluruhan tahun 2016, penjualan semen mencapai 62 juta ton atau meningkat 1,3 persen (YoY) dibandingkan tahun 2015. Kondisi sektor yang oversupply ditambah dengan persaingan sengit antar produsen semen Tier 1 dan Tier 2, seperti Semen Indonesia dan Semen Conch, menjadi salah satu penyebab penurunan pada triwulan IV. Selain itu, adanya cuaca buruk yang terjadi pada sebagian wilayah Indonesia menjadikan pertumbuhan semen pada triwulan ini menjadi semakin terkontraksi.
iv
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................................. v DAFTAR TABEL .........................................................................................................viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................xi POLICY BRIEF.............................................................................................................. 3 PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA ....................................................................... 14 Pertumbuhan Ekonomi........................................................................ 14 Tingkat Pengangguran ......................................................................... 16 Perkiraan Ekonomi Dunia .................................................................... 18 PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL ............................................ 24 Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD ................................................. 24 Inflasi ................................................................................................... 25 Suku Bunga Kebijakan ......................................................................... 27 Cadangan Devisa ................................................................................. 29 PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL .............................. 30 Perkembangan Harga Internasional .................................................... 30 Harga Minyak Dunia dan Gas Alam ..................................................... 31 Harga Komoditas Utama Pangan......................................................... 34 ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ................................... 35 Amerika Serikat Menarik Diri dari Trans Pasific Patnership (TPP) ...... 35 KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL ....................................................... 36 Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia ............. 36 Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) ......................................................................... 37 Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA.................................................................... 38 PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA ............................................................... 47 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA......................................................... 47 PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH ........................................................... 54 PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK............................................. 59 Perkembangan Harga Domestik .......................................................... 59 Indeks Harga Bahan Pokok Nasional ................................................... 61 INDEKS TENDENSI KONSUMEN...................................................................... 62 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN ................................................................... 63 PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI ............................................................. 65 v
Kondisi Bisnis Indonesia ...................................................................... 65 Pertumbuhan Industri Pengolahan ..................................................... 67 Data Penjualan Komoditas Industri Utama ......................................... 74 Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri ................................ 77 Manufacturing Purchasing Manager Index......................................... 78 KEUANGAN NEGARA ............................................................................................... 81 PENDAPATAN NEGARA .................................................................................. 81 BELANJA PEMERINTAH .................................................................................. 82 PEMBIAYAAN PEMERINTAH .......................................................................... 84 Posisi Utang Pemerintah ..................................................................... 85 Surat Berharga Negara (SBN) .............................................................. 86 Pinjaman Luar Negeri .......................................................................... 88 PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN ............................................................. 93 TRANSAKSI BERJALAN .................................................................................... 95 Perkembangan Ekspor ......................................................................... 95 Perkembangan Impor .......................................................................... 99 Perkembangan Neraca Perdagangan ................................................ 103 NERACA MODAL DAN FINANSIAL ................................................................ 111 CADANGAN DEVISA ..................................................................................... 112 PERKEMBANGAN INVESTASI................................................................................. 116 ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI .................................................... 116 Indonesia Meluncurkan Inovasi Layanan Investasi 3 Jam Sektor ESDM ...................................................................................... 116 PERKEMBANGAN INVESTASI........................................................................ 117 REALISASI INVESTASI.................................................................................... 117 Realisasi Per Sektor ........................................................................... 118 Realisasi Per Lokasi ............................................................................ 120 Realisasi per Negara .......................................................................... 122 PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN .................................................... 126 PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER..................................................... 126 Tingkat Inflasi..................................................................................... 126 Nilai Tukar Rupiah ............................................................................. 129 Jumlah Uang Beredar ........................................................................ 130 Respon Kebijakan Moneter ............................................................... 131 SEKTOR PERBANKAN.................................................................................... 133
vi
Kredit Usaha Rakyat .......................................................................... 136 Sektor Perbankan Syariah ................................................................. 137 Lampiran 1: Inflasi Domestik ................................................................................ 141 Lampiran 1: Inflasi Domestik ................................................................................ 142 Lampiran 2: Nilai Tukar Mata Uang ...................................................................... 143 Lampiran 3: Harga Komoditas Internasional ........................................................ 144 Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional ........................................................... 145
vii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kontribusi Sektoral Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (%) .............................................................................................. 5 Tabel 2. Hasil Regresi Model dan Data Panel............................................................ 7 Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF ............................................. 18 Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY) ....................... 22 Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan IV Tahun 2016 (% YoY) ............................. 26 Tabel 6. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) .................................... 28 Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) ................... 29 Tabel 8. Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-Desember Tahun 2016................................................................. 30 Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia .......................................... 32 Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Desember 2016) .............. 36 Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia............... 37 Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD).......................................................... 39 Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) ................................................... 39 Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) ................................................ 40 Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) ................................................ 42 Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) ..................................................... 42 Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) ............................................................. 43 Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) ............................................................. 44 Tabel 19.Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) ........................ 50 Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) ....... 53 Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan JanuariDesember Tahun 2016 ............................................................................. 59 Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Desember Tahun 2016 ............................................................................................... 60 Tabel 23. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya...................... 62 viii
Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2016 – Januari 2017 ......... 64 Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016 ............ 66 Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 – 2016 (triliun rupiah) ................................................ 81 Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) ............................................................. 83 Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, Tahun 2011-2016 (Rp triliun) ................................................................... 85 Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah Pusat Tahun 2011-2016 (Rp triliun) ................. 85 Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat ..................................................................................... 86 Tabel 31. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) .......................................................... 86 Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) .......................................................... 87 Tabel 33. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) ............... 88 Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ....................................................... 94 Tabel 35. Perkembangan Ekspor Tahun 2016.......................................................... 95 Tabel 36. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Sepanjang Januari-Desember Tahun 2016 ............... 97 Tabel 37. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-Desember Tahun 2016 ...................................................... 98 Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Sepanjang Tahun 2016 ............................................................................. 98 Tabel 39. Perkembangan Impor Hingga Tahun 2016............................................. 100 Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga Tahun 2016 .................................................................... 101 Tabel 41. Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga tahun 2016 ........................................................ 102 Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Hingga Tahun 2016 ..................... 103 Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Hingga Tahun 2016 ............................. 103 Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Hingga Tahun 2016.............. 104 Tabel 45. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Hingga Tahun 2016 ............... 104 Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Hingga Tahun 2016 ................. 105 Tabel 47. Neraca Perdagangan Indonesia-India Hingga Tahun 2016 .................... 105 Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Hingga Tahun 2016 .............. 106 Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Hingga Tahun 2016 ............ 106 Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2016 (persen) ........ 117 ix
Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan IV Tahun 2016 .......... 117 Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasar Sektor ............................................... 119 Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .............. 119 Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) .......................................... 120 Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar) ....................................... 121 Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .............. 121 Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016 ............................................................................................. 122 Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan IV Tahun 2016 .................................. 126 Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen ................................. 127 Tabel 60. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan ........................................................................................ 127 Tabel 61. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia......................... 132
x
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angka Kemiskinan Absolut ........................ 3 Gambar 2. Presentase Tenaga Kerja Miskin Berdasarkan Sektor Tahun 2013 (%)...................................................................................... 6 Gambar 3. Distribusi pendapatan Pekerja di Sektor Pertanian dan Konstruksi Tahun 2011 .......................................................................... 8 Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) ........................................................................................ 14 Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara ......................................... 17 Gambar 6. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir Oktober-Desember 2016 (% YtD) ........................................ 25 Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global ..................... 34 Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi ............................................................................................ 38 Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi...................................................................................... 38 Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) ........................................................ 47 Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) ............................................................................................... 55 Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2013 - Triwulan IV Tahun 2016................................ 56 Gambar 13. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan .................. 62 Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 ................................................ 63 Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 – Triwulan IV Tahun 2016....................................................................... 65 Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) ............. 67 Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (YoY, persen) ................................................................... 68 Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas ........................................................................................... 70 Gambar 19. Ekspor Produk Industri ......................................................................... 71 Gambar 20. Nilai Investasi PMDN Sektor Industri (Rp miliar) ................................. 71
xi
Gambar 21. Nilai Investasi PMA Sektor Industri (USD juta)..................................... 72 Gambar 22. Tenaga Kerja Sektor Industri ................................................................ 73 Gambar 23. Penjualan Mobil Triwulan IV Tahun 2016 ............................................ 74 Gambar 24. Penjualan Motor Triwulan Tahun IV 2016 ........................................... 75 Gambar 25. Penjualan Semen Triwulan Tahun IV 2016 (Ton) ................................. 76 Gambar 26. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2016 .................. 77 Gambar 27. Prompt Manufacturing Index Indonesia .............................................. 78 Gambar 28. Perkembangan Penerimaan Uang Tebusan dan Deklarasi Aset dari Tax Amnesty, ........................................................................ 81 Gambar 29. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) ........................................................ 82 Gambar 30. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2015 – 2016 .................................................................... 83 Gambar 31. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Tahun 2011 – 2017 (Rp Triliun) ........................................................................................... 84 Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN) ....................................................................................... 88 Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD) .................................................. 93 Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2016................................ 95 Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2016 ................................. 99 Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................ 107 Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016 ............................... 108 Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014Triwulan IV Tahun 2016 (USD Miliar) ................................................ 109 Gambar 39. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan Pada Tahun 2016 (dalam ribu jiwa) ................................................... 110 Gambar 40. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ................................................................... 111 Gambar 41. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) ......................... 111 Gambar 42. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD) ....................................... 129 Gambar 43. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100).......................... 129 Gambar 44. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) ................... 130 Gambar 45. Perkembangan Uang Beredar Triwulan IV Tahun 2016 ..................... 131
xii
Gambar 46. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia.............................. 133 Gambar 47. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia ............... 134 Gambar 48. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ............... 135 Gambar 49. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi .................................. 136 Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ................... 137 Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia ..... 138 Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya ..... 139
xiii
xiv
1
2
POLICY BRIEF Dampak Pertumbuhan Sektoral terhadap Pengurangan Kemiskinan Oleh: Rufita Sri Hasanah, SE Perencana Pertama – Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap pengurangan kemiskinan dengan menggunakan analisis data panel pada tingkat provinsi tahun 2001 hingga 2013. Selain itu, data Sakernas dan Susenas juga digunakan untuk memperkaya hasil temuan. Hasil studi ini menunjukan bahwa cara paling efektif dalam menanggulangi kemiskinan adalah fokus untuk mencari sumber pertumbuhan di sektor pertanian dan konstruksi. Dalam kaitannya dengan besaran elastisitas, pertumbuhan di sektor konstruksi memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Dalam jangka panjang, fokus pertumbuhan dapat bergeser kepada sektor lain yang memiliki penyerapan tenaga kerja yang besar di perekonomian dan tenaga kerja miskin yang terkonsentrasi, seperti sektor perdagangan. Sehingga diharapkan pertumbuhan dapat dengan efektif bekerja sebagai mesin untuk mengurangi kemiskinan dan mencapai pertumbuhan yang berkualitas. Pendahuluan Krisis Keuangan Asia pada tahun 1998 memberikan pelajaran penting bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat utama dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Ketika pertumbuhan ekonomi pada tahun 1998 mengalami kontraksi yang cukup dalam (13,3 persen, YoY), jumlah orang miskin meningkat hingga 49,5 juta jiwa dari 22,5 juta pada tahun 1996. Gambar 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Angka Kemiskinan Absolut
Sumber: BPS, diolah
3
Studi dari Easterly dan Kraay (1999) dengan menggunakan regresi lintas negara mengungkapkan bahwa kunci utama dalam mencapai pertumbuhan yang tinggi adalah tercapainya stabilitas makroekonomi. Kestablian makroekonomi tidak hanya penting untuk pertumbuhan, tetapi juga berpengaruh pada tingkat kemiskinan suatu negara. Ketika terjadi ketidakstabilan makroekonomi, seperti tingginya tingkat inflasi, orang miskin cenderung tidak dapat melindungi nilai riil pendapatan dan aset mereka dari inflasi karena orang miskin cenderung untuk memegang aset keuangan dalam bentuk tunai daripada aktiva berbunga. Sehingga ketika harga naik secara terus menerus, secara tidak langsung akan mengikis upah riil dan aset mereka yang pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat miskin. Walaupun pertumbuhan ekonomi merupakan mesin untuk mengurangi tingkat kemiskinan, namun beberapa situasi berbeda dapat mempengaruhi efektivitas penurunan kemiskinan. Ames dan Brown dalam laporan Macroeconomic Policy and Poverty Reduction (2001) mengungkapkan dua faktor kunci yang menentukan dampak pertumbuhan pada tingkat kemiskinan, yaitu pola distribusi pendapatan dan pertumbuhan sektoral. Dalam kaitannya dengan distribusi pendapatan, jika manfaat pertumbuhan ekonomi memiliki dampak pada pengurangan kemiskinan, maka secara tidak langsung pertumbuhan ekonomi juga akan memperkecil ketimpangan. Faktor lainnya, yaitu terkait dengan pertumbuhan sektoral. Teori konvensional menjelaskan bahwa pertumbuhan di sektor-sektor ekonomi dimana orang miskin terkonsentrasi akan memiliki dampak yang lebih besar pada pengurangan kemiskinan daripada di sektor lain. Berangkat dari gagasan teori tersebut, studi ini berusaha mengevaluasi efektivitas pertumbuhan sektoral terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia dan menganalisis lebih lanjut bagaimana pertumbuhan sektoral berkontribusi pada pengurangan kemiskinan. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral dan Profil Sosial Ekonomi Indonesia Komposisi distribusi sektoral Indonesia mengalami perubahan dari tahun 2000 hingga 2014. Pada tahun 2000, konstribusi sektor manufaktur terhadap perekonomian Indonesia sebesar 27,8 persen, terus menurun hingga tahun 2014 menjadi sebesar 23,7 persen. Penurunan kontribusi industri terhadap PDB merupakan hasil akhir dari berbagai penyebab menurunnya pertumbuhan industri di Indonesia, salah satunya daya saing. Dalam laporan UNIDO (United Nations Industrial Development Organization), daya saing industri manufaktur Indonesia mengalami stagnasi dalam 20 tahun terakhir. Pada tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ke 42 dalam peringkat Competitive Industri Performance (CIP), menurun
4
jika dibandingkan pada tahun 2000 yang berada di posisi 38. Hal yang sama juga terlihat pada sisi penyerapan tenaga kerja. Tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur pada tahun 2000 mencapai 13,0 persen menurun menjadi 12,1 persen di tahun 2013. Sebaliknya, kontribusi sektor konstruksi terus menunjukan peningkatan hingga dua kali lipat. Sektor kontruksi telah berkembang secara signifikan didorong oleh pesatnya pertumbuhan pasar properti dalam negeri, investasi swasta, dan belanja Pemerintah pada proyek infrastruktur. Berkembangnya sektor konstruksi ini serta merta diikuti oleh meningkatnya penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut. Perubahan komposisi sektoral terjadi pada sektor perdagangan dan pertanian. Pada tahun 2000, sektor perdagangan memiliki kontribusi yang lebih besar daripada sektor pertanian, namun pada tahun 2013 kontribusi sektor pertanian menjadi lebih besar daripada sektor perdagangan. Kedua sektor tersebut menunjukan penurunan kontribusi ekonomi dalam perekonomian. Berbeda dengan sektor pertanian, penurunan kontribusi tidak serta merta menurunkan penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan. Tabel 1. Kontribusi Sektoral Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia (%) Pertanian Tahun 2000 2004 2007 2009 2011 2013
Share PDB 15,6 14,3 13,7 15,3 14,7 14,4
Tenga Kerja 45,3 43,3 44,5 43,7 41,8 41,2
Manufaktur Rasio 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4
Share PDB 27,8 28,1 27,1 26,4 24,3 23,7
Tenga Kerja 13,0 11,8 12,2 12,4 12,2 12,1
Konstruksi Rasio 2,1 2,4 2,2 2,1 2,0 2,0
Share PDB 5,51 6,6 7,7 9,9 10,2 10,0
Tenga Kerja 3,9 4,8 4,6 4,5 4,6 4,4
Perdagangan Rasio 1,4 1,4 1,7 2,2 2,2 2,3
Share PDB 16,2 16,1 15,0 13,3 13,8 14,3
Tenga Kerja 20,6 20,4 19,5 19,9 20,3 20,9
*Share PDB menggunakan SNA 1993 dengan tahun dasar 2000 Sumber: BPS, diolah
Tingkat kemiskinan menunjukan tren penurunan dari tahun 2001 hingga 2013. Penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan selama periode 12 tahun, yaitu sebesar 7,0 persen. Kemiskinan di Indonesia merupakan suatu fenomena yang terjadi khususnya di sektor pertanian. Pada tahun 2013, sebanyak 41, 2 persen masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian dan 59,8 persen tergolong miskin. Umumya masyarakat miskin tersebut tinggal di daerah pedesaan.
5
Rasio 0,8 0,8 0,8 0,7 0,7 0,7
Gambar 2. Presentase Tenaga Kerja Miskin Berdasarkan Sektor Tahun 2013 (%) Perdagangan; 21,8 Konstruksi; 1,2 Pertanian; 59,8 Manufaktur; 7,9
Sumber: Sakernas, diolah
Bukti Empiris: Sektor Pertanian dan Konstruksi memiliki Dampak yang Signifikan terhadap Pengurangan Kemiskinan Model yang digunakan untuk mengestimasi dampak pertumbuhan ekonomi sektoral terhadap pengurangan kemiskinan adalah sebagai berikut: logdp = α + β1Logypertanian + β2logypertambangan + β3logymanufaktur + β4logykonstruksi + β5yperdagangan + β6logyTransportasi + β7logypengangkutan + β8logykeuangan + β9logyjasa + ε dimana dp merupakan perubahan tingkat kemiskinan dari tahun sebelumnya, yi adalah pertumbuhan di 9 sektor dan ε merupakan eror. Untuk mengestimasi ini, digunakan data panel dengan level provinsi dengan metode fixed effect. Hasil regresi data panel ini menunjukan bahwa sektor pertanian dan konstruksi memiliki dampak yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Kimenyi (2002) menjelaskan bahwa terdapat dua kanal bagaimana pertumbuhan di sektor pertanian memiliki dampak yang siginifkan dalam pengurangan kemiskinan. Pertama, melalui keterkaitan produksi di sektor pertanian dan manufaktur. Pertumbuhan di sektor pertanian akan menciptakan lapangan kerja dan pendapatan yang lebih tinggi melalui penyediaan input untuk industri. Kedua, melalui keterkaitan konsumsi. Peningkatan pendapatan dari pekerja di sektor pertanian akan meningkatkan permintaan untuk produk non-pertanian. Namun, penggunaan analisis data panel level provinsi pada model ini memerlukan penyesuaian dalam analisis lebih lanjut. Datt dan Ravallion (1998) mengungkapkan bahwa efek migrasi antar provinsi dan kondisi awal dari masing-masing provinsi dapat mempengaruhi perubahan tingkat kemiskinan di setiap provinsi. Korelasi antara pertumbuhan dan penurunan kemiskinan dapat saja tidak sesuai dengan
6
hipotesis awal. Hal ini dkarenakan jika suatu provinsi memiliki pertumbuhan yang tinggi untuk jangka waktu yang lama yang kemudian menarik banyak orang miskin ke Provinsi tersebut untuk bekerja di suatu sektor tertentu, tanpa mempertimbangkan efek migrasi hasil regresi akan menghasilkan korelasi yang positif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan. Dengan kata lain, ada kemungkinan bahwa efek dari pertumbuhan memiliki dampak migrasi yang lebih besar dibandingkan dengan dampak kenaikan pendapatan. Hal ini sekaligus dapat menjelaskan mengapa sektor manufaktur dalam regresi ini memiliki dampak yang siginifikan (dengan tingkat keyakinan 90%), namun tidak serta merta menurunkan kemiskinan. Selain itu, jauh lebih baik jika analisis dampak sektor manufaktur terhadap kemiskinan menggunakan uji granger causality untuk mengetahui variabel mana yang menggerakan variabel lain. Tabel 2. Hasil Regresi Model dan Data Panel Fixed-effects (within) regression Group variable: kodeprovinsi
Number of obs Number of groups
= =
47 23
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
1 2.0 3
within = 0.5506 between = 0.0111 overall = 0.1291
corr(u_i, Xb)
F(9,15) Prob > F
= -0.7678
logPovrate
Coef.
logGDPAgri~h logGDPMini~h logGDPManu~h logGDPUtil~s LogGDPCons~h logGDPTrad~h logGDPTran~h logGDPFina~h logGDPServ~h _cons
-1.173082 .7254251 1.598098 -.1839193 -2.045286 1.038067 -1.252337 -.6739203 -.1253816 5.368977
sigma_u sigma_e rho
2.0505602 1.1736374 .75324792
F test that all u_i=0:
Std. Err. .5499688 .4561443 .7560251 .634415 .9319923 1.347573 1.186218 .5803242 .6400978 3.001235
t -2.13 1.59 2.11 -0.29 -2.19 0.77 -1.06 -1.16 -0.20 1.79
P>|t| 0.050 0.133 0.052 0.776 0.044 0.453 0.308 0.264 0.847 0.094
= =
2.04 0.1065
[95% Conf. Interval] -2.345313 -.2468235 -.0133316 -1.536143 -4.031781 -1.834216 -3.780701 -1.910852 -1.489718 -1.028005
-.0008516 1.697674 3.209527 1.168304 -.0587915 3.91035 1.276027 .5630115 1.238955 11.76596
(fraction of variance due to u_i) F(22, 15) =
1.62
Prob > F = 0.1701
Elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan mengukur perubahan persentase pada tingkat kemiskinan jika terdapat kenaikan sebesar satu persen pada pertumbuhan sektoral ekonomi. Berdasarkan hasil regresi tersebut, satu persen pertumbuhan pada sektor pertanian akan mengurangi kemiskinan sebesar 1,2 persen. Di sektor konstruksi, elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan lebih besar dimana satu persen pertumbuhan akan memberikan dampak pengurangan kemiskinan sebesar 2,0 persen. Jika dilihat dari distribusi pendapatan, sektor pertanian memiliki jumlah pekerja miskin 20 persen terbawah lebih banyak dibandingkan dengan pekerja miskin di sektor konstruksi. Hal ini menjelaskan mengapa elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan di sektor konstruksi lebih 7
besar dibandingkan dengan sektor pertanian. Kenaikan satu persen di pertanian memiliki dampak yang lebih kecil karena kenaikan pendapatan memiliki efek yang lebih kecil bagi para pekerja miskin di sektor pertanian untuk keluar dari garis kemiskinan dibandingkan dengan sektor konstruksi. Gambar 3. Distribusi pendapatan Pekerja di Sektor Pertanian dan Konstruksi Tahun 2011 Sektor Pertanian
Sektor Konstruksi
%
%
20 15
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Garis Kemiskinan Nasional
14,4 14,4
10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Garis Kemiskinan Nasional
3,73 4,63
1
Desil
2
3
4
5
6
7
8
Desil
Sumber: Sakernas 2011
Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan Studi singkat ini menunjukan pertumbuhan pada sektor konstruksi dan pertanian dapat membantu mengurangi kemiskinan. Hasil studi ini menyarankan bahwa sumber daya akan jauh lebih baik jika dialokasikan pada sektor yang memiliki elastisitas pertumbuhan terhadap kemiskinan yang tinggi. Dalam jangka pendek, pemerintah harus memprioritaskan kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan produktivitas terbesar pada sektor konstruksi dan pertanian. Sementara dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan dapat bergeser untuk mencari sumber pertumbuhan pada sektor yang banyak menyerap tenaga kerja dan pekerja miskin terkonsentrasi, seperti sektor perdagangan sehingga diharapakan pertumbuhan menjadi lebih berkualitas dan inklusif.
8
9
10
Referensi Datt, Gaurav, dan Martin Ravallion. 1998. “Why Have some Indian States Done Better than Others at Reducing Rural Poverty”. Economica 65: 17-38. Easterly dan Kray. 1999. “Small States, Small Problems? Income, Growth, and Volatility in Small States”. World Development Vol. 28: 2013-2027. Izquierdo, Ames, et al. 2001. “Macroeconomic Policy and Poverty Reduction”. International Monetary Fund. Kimenyi dan Mwangi. 2002. “Agriculture, Economic Growth and Poverty Reduction”. KIPPRA Occasional Paper No. 3. Kenya Institute for Public Policy Research and Analysis: Nairobi. Suryahadi, Suryadarma, dan Sumarto. 2006. “Economic Growth and Poverty Reduction in Indonesia: The Effects of Location and Sectoral Components of Growth”. SMERU Working Paper.
9
10
11
12
Perekonomian global membaik seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi yang moderat di negara-negara maju dan beberapa negara emerging market, serta harga komoditas khususnya energi yang mulai membaik.
Harga komoditas energi mulai membaik dengan adanya perjanjian pengurangan jumlah produksi minyak oleh negara-negara OPEC dan Non OPEC.
Perekonomian global mulai mengalami perbaikan seiring perbaikan pertumbuhan ekonomi negaranegara maju seperti Inggris dan Jepang, serta beberapa negara emerging market seperti Tiongkok, negara-negara Amerika Latin seperti Argentina dan Brazil, dan Rusia. Pertumbuhan ekonomi dunia masih didorong oleh pertumbuhan ekonomi negaranegara berkembang serta pertumbuhan volume perdagangan dunia yang meningkat yang didukung oleh mulai membaiknya harga komoditas dunia khususnya harga energi. Namun, walaupun perekonomian global ini mengalami perbaikan, tetapi pertumbuhannya masih lebih rendah 0,1 persen dari pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 3,1 persen (YoY). Harga minyak dunia meningkat pada akhir November dan awal Desember 2016 setelah negaranegara OPEC melakukan kerja sama untuk mengurangi produksi minyak hingga 1,2 juta barel per hari. Negara Non-OPEC juga melakukan perjanjian untuk mengurangi produksi minyak hingga 558 ribu barel per hari. Harga minyak Brent rata-rata mencapai 54,1 USD/barel pada Desember 2016, minyak WTI rata-rata mencapai 52,0 USD/barel dan harga minyak mentah Indonesia meningkat mengikuti tren harga minyak mentah dunia, rata-rata mencapai 50,1 USD/barel. Harga gas alam mengalami peningkatan 8 persen pada triwulan IV tahun 2016 karena tingginya permintaan dan adanya pengurangan produksi seperti Gorgon Project di Australia. Selain itu suhu udara yang lebih dingin dari biasanya menyebabkan permintaan gas alam semakin tinggi sehingga mendorong peningkatan harga. Komoditas batu bara mengalami peningkatan sebesar 38 persen pada triwulan IV tahun 2016, seiring dengan 13
pengetatan penawaran oleh pemerintah Tiongkok melalui menurunkan kapasitas produksinya.
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian negara-negara di berbagai kawasan pada triwulan IV tahun 2016 mulai tumbuh membaik namun masih moderat. Amerika Serikat (AS) tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 3,5 persen (YoY). Penurunan ini disebabkan oleh kinerja perdagangan ekspor Amerika Serikat yang menurun menjadi 4,3 persen setelah sebelumnya mencapai 10,0 persen pada triwulan III. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan ekspor kedelai. Sementara itu, impor Amerika Serikat mengalami peningkatan 8,3 persen. Namun demikian, pengeluaran konsumsi masih menguat seiring dengan peningkatan upah dan rendahnya tingkat pengangguran. Investasi tetap swasta nonresidensial juga mengalami peningkatan mencapai 2,4 persen sepanjang Oktober hingga Desember 2016. Pada keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mencapai 1,6 persen (Gambar 4).
Perekonomian Amerika Serikat tumbuh sebesar 1,9 persen (YoY) lebih rendah dari triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 3,5 persen akibat kinerja perdagangan yaitu adanya penurunan ekspor dan peningkatan impor.
Gambar 4. Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV Tahun 2016 di Beberapa Negara (YoY) 8,0
7,0
7,0
6,9
6,8
6,7
6,7
6,7
6,8
Persentase (%)
6,0 4,0
2,0 0,0 -2,0
2,7
2,0 1,3
2,8
2,4 2,6 2,1 2,0 1,8 1,8 1,6 1,7 1,8 1,6
3,5 1,7 0,9
2,1 2,1 1,8 1,7 1,6 2,0 1,7 1,8 0,9 1,1 1,4 0,3 0,8
2,2 2,2 1,9 1,8 1,7 1,2 1,7 1,1
1,6
-0,1
I
II
III
IV
I
II
2015 Amerika Serikat
Uni Eropa
III
IV
2016 Tiongkok
Sumber: Bloomberg (diolah)
14
Jepang
Singapura
Inggris
Perekonomian Uni Eropa mulai tumbuh perlahan menjadi 1,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016 karena sektor industri, PMI manufaktur, dan peningkatan indeks keyakinan konsumen.
Ekonomi Tiongkok tumbuh diluar ekspektasi menjadi 6,8 persen pada triwulan IV tahun 2016 karena adanya peningkatan konsumsi rumah tangga melalui kredit dan investasi.
Perekonomian Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan didorong oleh perbaikan kinerja ekspor dan investasi perumahan.
Di sisi lain, perekonomian Uni Eropa mulai mengalami perbaikan secara bertahap dimana sektor industri tumbuh mencapai 3,2 persen pada bulan November 2016 (YoY) dengan meningkatnya output industri di negara-negara Uni Eropa. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Uni Eropa mengalami perlambatan dari tahun 2015 sebesar 2,0 persen menjadi 1,6 persen pada tahun 2016 karena ekspor dan permintaan domestik yang menurun. Peningkatan harga-harga komoditas mempengaruhi pendapatan riil rumah tangga dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang semakin menurun dan sejalan dengan penurunan permintaan domestik. Perekonomian Tiongkok mengalami pertumbuhan diatas ekspektasi yaitu sebesar 6,8 persen pada triwulan IV tahun 2016. Hal ini karena adanya peningkatan kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB sebesar 64,6 persen dan meningkat 4,9 persen (YoY), serta konsumsi per kapita meningkat sebesar 8,9 persen. Investasi properti juga menyumbang peningkatan pertumbuhan sebesar 6,9 persen. Selain itu, fiskal dan stimulus kredit menyumbang pertumbuhan ekonomi terutama infrastruktur dan kredit rumah tangga. Namun, jumlah utang rumah tangga mencapai lebih dari 40 persen dari PDB atau meningkat 10 persen dalam tiga tahun terakhir. Capital outflow di Tiongkok memberikan dampak pada depresiasi mata uang. Selama tahun 2016, mata uang Renminbi mengalami depresiasi sebesar 7 persen terhadap USD. Sementara itu, perekonomian Jepang pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 1,7 persen (YoY) didorong oleh ekspor dan belanja modal. Ekspor Jepang tumbuh 2,6 persen terutama ekspor mobil ke 15
Tiongkok dan Amerika Serikat serta ekspor barangbarang elektronik ke Asia. Hal ini juga didukung dengan pelemahan mata uang Yen terhadap USD semenjak pemilihan umum Amerika Serikat bulan November 2016. Konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan yang disebabkan oleh adanya peningkatan harga terutama sayuran serta kebijakan fiskal “abenomics” yang meningkatkan pajak penjualan mulai tahun 2014, dari 5,0 persen menjadi 8,0 persen. Selain itu peningkatan juga terjadi pada investasi perumahan karena adanya relaksasi moneter dan belanja modal yang meningkat masing-masing 0,2 persen (QoQ) dan 0,9 persen (QoQ).
Tingkat Pengangguran Tingkat pengangguran di beberapa negara mulai menurun seperti di Amerika Serikat, negara-negara EU, dan Inggris.
Pertumbuhan ekonomi dunia yang mulai membaik pada triwulan IV tahun 2016 berdampak pada penurunan tingkat pengangguran di beberapa negara, meskipun masih fluktuatif. Tingkat pengangguran di Amerika Serikat mengalami penurunan menjadi 4,7 persen (Gambar 5) karena peningkatan sebesar 156.000 pekerjaan non-farm payroll dan tingkat upah yang meningkat. Pengangguran di Singapura mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Penurunan jumlah tenaga kerja terjadi pada sektor konstruksi dan kelautan.
16
Gambar 5. Tingkat Pengangguran di Beberapa Negara
Percentage (%)
14,0 12,0
12,0
10,0
9,6
Brazil
8,0 6,0 4,7
4,0
5,8 4,8 3,1 2,2
2,0
United Kingdom Euro Area 10.93 Japan Australia Singapore
0,0
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I II III IV
2012
2013
2014
2015
United States
2016
Sumber: Bloomberg (diolah)
Tingkat pengangguran di EU menurun karena adanya reformasi tenaga kerja mengurangi pengangguran struktural
Tingkat pengangguran di negara-negara EU (EU28) pada triwulan IV tahun 2016 secara umum mengalami penurunan menjadi sebesar 9,60 persen. Hal ini karena reformasi tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran struktural di negaranegara anggota EU. Tingkat pengangguran di Jerman sebesar 4,1 persen sedangkan pengangguran di Italia meningkat diluar ekspektasi menjadi 11,9 persen. Pengangguran di Brazil masih mengalami peningkatan pada triwulan IV tahun 2016 menjadi 12,0 persen atau 12,3 juta orang. Hal ini disebabkan resesi di Brazil yang menyebabkan banyak perusahaan memberhentikan pekerja lebih dari 2,8 juta orang. Sedangkan pengangguran di Inggris masih sebesar 4,8 persen karena tingkat upah meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan termasuk bonus pekerja sebesar 2,6 persen pasca referendum Brexit. Namun demikian angka pekerja di Inggris mengalami penurunan sebanyak 6.000 orang.
17
Perkiraan Ekonomi Dunia Stagnansi perdagangan global, pelemahan investasi, ketidakpastian kebijakan menjadi tantangan terbesar bagi perekonomian dunia. Namun perbaikan secara moderat perekonomian dunia diperkirakan terjadi tahun 2017.
Setelah pelemahan perekonomian sepanjang 2016 akibat kinerja perdagangan dan investasi yang melemah, perekonomian dunia diperkirakan akan membaik walaupun masih moderat pada tahun 2017. Perbaikan ini terutama terjadi pada negaranegara emerging market and developing economies (EMDEs). Kebijakan stimulus fiskal di Amerika Serikat dan Tiongkok akan menyumbang pertumbuhan ekonomi dunia, namun ketidakpastian kebijakan terutama isu proteksionisme tetap akan memberikan risiko penurunan pertumbuhan ekonomi dunia. Perbaikan harga-harga komoditas dunia diproyeksikan akan meningkat dan lebih stabil tahun 2017 sampai tahun 2019 dan mendukung pertumbuhan ekonomi di negara-negara EMDEs terutama negara eksportir. Secara umum pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan meningkat secara moderat tahun 2017 dan proyeksi ini tidak banyak berubah dari proyeksi triwulan III tahun 2016.
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Dunia Menurut IMF WEO-IMF Realisasi Perkiraan 2017 2018 Kelompok Negara 2015 2016 Okt* Jan** Okt* Jan** Dunia 3,2 3,1 3,4 3,4 3,6 3,6 Negara Maju
2,1
1,6
1,8
1,9
1,8
2,0
Amerika Serikat
2,6
1,6
2,2
2,3
2,1
2,5
Kawasan Eropa
2,0
1,6
1,5
1,6
1,6
1,6
Jerman
1,5
1,7
1,4
1,5
1,4
1,5
Inggris
2,2
2,0
1,1
1,5
1,7
1,4
Jepang Negara Berkembang Tiongkok
0,5
0,9
0,6
0,8
0,5
0,5
4,0
4,1
4,6
4,5
4,8
4,8
6,9
6,7
6,2
6,5
6,0
6,0
India
7,6
7,0
7,6
7,2
7,7
7,7
ASEAN-5 Amerika Latin dan Karibia
4,8
4,8
5,1
4,9
5,2
5,2
0,0
-0,7
1,6
1,2
2,2
2,1
18
WEO-IMF Kelompok Negara
Realisasi
Perkiraan
2015
2016
Brazil
-3,8
-3,5
Sub Sahara Afrika
3,4
1,6
2017 Okt* Jan** 0,5 0,2 2,9
Afrika Selatan 1,3 0,3 0,8 Sumber: *World Economic Outlook, April 2016 **World Economic Outlook, Oktober 2016
Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diperkirakan akan membaik seiring sektor manufaktur yang diprediksi akan meningkat dan kebijakan stimulus fiskal.
Investasi yang menurun karena ketidakpastian kebijakan, suku bunga negatif, pelonggaran kebijakan moneter dan Brexit berdampak pada perlambatan perekonomian negara kawasan Eropa pada 2017 dan mulai stabil pada 2018 dan 2019.
Okt* 1,5
2018 Jan** 1,5
2,8
3,6
3,7
0,8
1,6
1,6
Terpilihnya presiden baru Amerika Serikat, Donald Trump, memberikan pengaruh terhadap proyeksi perekonomian negara Amerika Serikat. Proposal pemotongan pajak untuk perusahaan dan individu, peningkatan pengeluaran untuk infrastruktur, proteksi perdagangan dan imigrasi adalah kebijakan yang berdampak besar terhadap perekonomian Amerika Serikat kedepan. Kebijakan ekspansi fiskal yang direncanakan pemerintah akan memberikan dampak peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Dengan adanya stimulus fiskal sebesar 1 persen dari PDB, diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan Amerika Serikat sebesar 0,7 persen hingga 1,5 persen dalam dua tahun. Dengan demikian pertumbuhan Amerika Serikat (bila implementasi stimulus fiskal dilakukan secara penuh dan pertimbangan dari kebijakan lain) akan meningkat menjadi 2,2-2,5 persen tahun 2017 dan 2,5-2,9 persen tahun 2018. Adanya ketidakpastian kebijakan termasuk pemilihan di Amerika Serikat dan keputusan Inggris keluar dari EU memberikan dampak pelemahan investasi di kawasan Eropa. Namun, suku bunga negatif yang disertai dengan program belanja aset yang lebih besar oleh European Central Bank, memberikan kemudahan biaya meminjam dan memberikan dampak positif kepada alur peminjaman. Inflasi di kawasan Eropa masih dibawah target. Pertumbuhan ekonomi negara19
negara kawasan Eropa tahun 2017 diproyeksi melambat karena pelemahan peningkatan pendapatan dan ketidakpastian kebijakan yang meningkat. Perekonomian Jepang diperkirakan melambat pada tahun 2017 karena rencana peningkatan pajak konsumsi oleh pemerintah, penurunan pertumbuhan potensial karena penurunan angkatan kerja, perdagangan, dan permintaan domestik yang melemah.
Pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan mengalami perlambatan pada tahun 2017 karena adanya penurunan ekspor ke negara-negara mitra dagang utama, dan permintaan domestik yang juga menurun. Perekonomian Jepang diperkirakan tumbuh sebesar 0,8 persen (WEP Januari 2017). ADB juga memprediksi perekonomian Jepang tumbuh sebesar 0,8 persen pada tahun 2017 (Tabel 4). Ketidakpastian perdagangan global dan kebijakan lainnya yang merupakan dampak dari terpilihnya presiden baru Amerika Serikat diperkirakan berdampak pada faktor eksternal Jepang dan pelemahan hingga dua kali lipat permintaan domestik, yang dapatmenyebabkan perekonomian Jepang diprediksi melemah tahun 2017. Selain itu penuan populasi menjadi isu permasalahan yang sedang dihadapi negara Jepang sehingga lebih sedikit orang yang menyumbang untuk pertumbuhan ekonomi menjadikan rencana pemerintah Jepang menaikkan pajak konsumsi dari 8 persen menjadi 10 persen yang direncanakan pada Oktober 2015 dan diundur menjadi April 2017 kini diundur kembali hingga tahun 2019.
20
Perekonomian negara Tiongkok diperkirakan masih berada pada tingkat moderat pada tahun 2017 karena permintaan eksternal yang masih lambat, ketidakpastian perdagangan dunia dan investasi swasta yang menurun.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan Amerika Latin dan Karibia diperkirakan meningkat karena pertumbuhan positif di Brazil.
Pada tahun 2017, Tiongkok diperkirakan akan tumbuh 6,5 persen mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari tahun 2016 namun masih dalam pertumbuhan moderat. Hal ini karena adanya permintaan eksternal yang melemah sehingga menyebabkan penurunan ekspor Tiongkok, ketidakpastian perdagangan dunia, dan investasi swasta yang melemah. Investasi pemerintah kemungkinan akan meningkat namun investasi swasta akan cenderung menurun karena iklim bisnis yang tidak baik dan ketidakpastian ekspor. Selain itu penurunan penduduk usia kerja, pelemahan konsumsi dan pelemahan ekspor manufaktur dan investasi menjadi tekanan pada perekonomian Tiongkok. Begitu juga penyeimbangan antara investasi dan konsumsi serta dari sektor industri ke sektor jasa juga diprediksi masih moderat. Hal tersebut tergantung kepada reformasi struktural pada BUMN dan restrukturisasi perusahaan termasuk juga penurunan kelebihan keuangan. Perekonomian negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia akan meningkat pada tahun 2017 menjadi 1,2 persen seiring dengan peningkatan ekonomi Brazil yang merupakan negara dengan perekonomian yang besar di wilayah tersebut. Selain itu Amerika Selatan, Meksiko dan Amerika bagian tengah juga akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi. Beberapa negara juga membuat kebijakan implementasi konsolidasi dan reformasi fiskal yang akan mendorong investasi masuk ke negara-negara Amerika Latin dan Karibia. Aktivitas ekonomi juga akan didukung oleh ekspor seiring dengan depresiasi yang terjadi.
21
Pertumbuhan ekonomi negara-negara Sub Sahara Afrika diperkirakan mengalami peningkatan secara moderat pada tahun 2017. Hal ini didorong oleh adanya peningkatan pertumbuhan secara perlahan terhadap konsumsi dan ekspor negara-negara Sub Sahara Afrika. Begitu juga peningkatan harga komoditas dunia yang mulai meningkat secara perlahan. Namun demikian peningkatan harga komoditas saat ini masih berada di bawah harga komoditas tahun 2011. Hal ini menyebabkan terjadi variasi pendapatan negara-negara di Sub Sahara Afrika, dimana negara eksportir minyak akan mengalami pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibandingkan dengan negara eksportir metal. Di Afrika Selatan, tekanan inflasi dan tingkat pengangguran yang meningkat menyebabkan peningkatan pengeluaran konsumsi. Di Nigeria, kenaikan harga minyak dunia secara perlahan memperbaiki kondisi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan negara-negara pengekspor komoditas pertanian seperti Ethiopia, Kenya, Rwanda, Senegal, dan Tanzania terus meningkatkan pembangunan infrastruktur dengan pembiayaan melalui public private partnership.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2017 meningkat secara moderat diperkirakan terjadi di kawasan Sub Sahara Afrika seiring masih adanya stabilisasi harga komoditas dunia.
Tabel 4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Asia Menurut ADB (YoY)
Pertumbuhan PDB (%) 2016 2015
ADO 2016
2017 ADOS
ADO 2016
ADOS
Asia
5,9
5,7
5,6
5,7
5,7
Asia Timur
6,1
5,8
5,8
5,6
5,6
Tiongkok
6,9
6,6
6,6
6,4
6,4
Jepang
0,6
0,6
0,6
0,5
0,8
Asia Selatan
7,0
6,9
6,6
7,3
7,3
India
7,6
7,4
7,0
7,8
7,8
ASEAN
4,4
4,5
4,5
4,6
4,6
22
Pertumbuhan PDB (%) 2016 2015
ADO 2016
2017 ADOS
ADO 2016
ADOS
Indonesia
4,8
5,0
5,0
5,1
5,1
Filipina
5,9
6,4
6,8
6,2
6,4
Thailand
2.8
3,2
3,2
3,5
3,5
Malaysia
2,1
2,1
2,1
2,5
2,5
Sumber: Asia Development Outlook Suplement Januari 2017
Perekonomian kawasan Asia tahun 2017 menurut ADB diprediksi meningkat seiring proyeksi peningkatan pertumbuhan di beberapa kawasan seperti Asia Selatan dan Asia Tenggara.
Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara diperkirakan meningkat pada tahun 2017 menjadi 4,6 persen dengan didukung oleh konsumsi privat dan inflasi yang rendah di hampir seluruh wilayah serta proyeksi peningkatan perekonomian Malaysia dan Filipina.
Perekonomian negara di kawasan Asia diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan dan Asia Timur yang meningkat. Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Selatan seperti India didukung oleh pengeluaran pemerintah dan konsumsi masyarakat. Di Asia Timur, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan menurun namun masih dalam level moderat menjadi 5,6 persen. Konsumsi privat dan jasa yang didukung pertumbuhan upah serta penciptaan lapangan pekerjaan menjadi sektor utama penyumbang pertumbuhan di kawasan Asia Timur. Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara diperkirakan meningkat pada tahun 2017 menjadi 4,6 persen didorong oleh konsumsi masyarakat dan investasi infrastruktur serta inflasi yang rendah di hampir seluruh wilayah serta proyeksi peningkatan perekonomian Malaysia dan Filipina. Di Indonesia, pertumbuhan diperkirakan tumbuh 5,1 persen tahun 2017 seiring dengan adanya peningkatan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur serta investasi publik yang diprediksi akan terus meningkat. Ekonomi Malaysia diprediksi akan meningkat secara perlahan sepanjang tahun 2017 menjadi 4,4 persen seiring dengan perbaikan di sektor industri utama yang meningkatkan 23
permintaan eksternal dan pengucuran anggaran pada bulan Oktober yang memberikan dukungan pada perekonomian domestik. Filipina akan mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi menjadi 6,4 persen tahun 2017 dengan permintaan domestik yang meningkat, serta investasi yang akan terus meningkat dalam rangka meningkatkan infrastruktur publik dan memperbaiki iklim bisnis.
PERKEMBANGAN KEUANGAN INTERNASIONAL Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD Selama triwulan IV tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang berbagai negara melemah terhadap USD.
Penguatan mata uang terjadi pada Real Brazil, Rand Afrika, Yen Jepang, Rubel Rusia, Rupiah Indonesia, dan Baht Thailand.
Selama triwulan IV tahun 2016, mayoritas pergerakan mata uang beberapa negara melemah terhadap USD (Gambar 6 dan Lampiran 2), seiring dengan sentimen terhadap peningkatan suku bunga The Fed. Pada 14 Desember tahun 2016, The Fed menaikan suku bunganya dan kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed ini akan dilakukan kembali pada tahun 2017. Sebaliknya, penguatan mata uang terhadap USD, terutama secara year to date (YtD) dialami oleh Real Brazil, Rand Afrika, Yen Jepang, Rubel Rusia, Rupiah Indonesia, dan Baht Thailand. Penguatan mata uang yang cukup tinggi terjadi pada Real Brazil mencapai 24 persen (YtD) pada akhir Desember tahun 2016 seiring dengan kondusifnya perekonomian Brazil paska pemilihan presiden baru. Penguatan mata uang juga terjadi pada Rupiah sebesar 6 persen (YtD) (Gambar 6). Nilai tukar Rupiah menguat pada bulan Desember seiring dengan aliran modal yang kembali masuk terutama untuk pembelian Surat Utang Negara (SUN).
24
Gambar 6. Apresiasi dan Depresiasi Nilai Tukar Mata Uang terhadap USD per akhir OktoberDesember 2016 (% YtD)
Sumber: Bloomberg, posisi akhir bulan
Inflasi Secara YoY, pada akhir triwulan IV tahun 2016 inflasi negara-negara maju meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pada akhir triwulan IV tahun 2016, terjadi peningkatan inflasi di negara maju seperti kawasan Euro, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat (Tabel 5). Peningkatan inflasi pada negara maju sebagian besar disebabkan oleh peningkatan harga minyak dunia. Di negara kawasan Euro peningkatan inflasi berasal dari sektor energi seiring dengan peningkatan harga minyak dunia. Sementara itu peningkatan inflasi AS terutama didorong oleh peningkatan pada personal consumption expenditure (PCE). Peningkatan inflasi di Inggris terutama didorong oleh meningkatnya harga 25
pangan, transportasi udara, dan biaya bahan mentah industri yang juga merupakan salah satu akibat dari peningkatan harga energi dunia. Sementara di Jepang, kenaikan inflasi dari triwulan III ke triwulan IV terutama disebabkan oleh naiknya harga bahan makanan segar (fresh foods). Tabel 5. Tingkat Inflasi Global Triwulan IV Tahun 2016 (% YoY) Perbandingan akhir Tw III September Oktober November Desember dan IV tahun 2016 (%) (1) (2) (3) (4) (4)-(1) 0,05 3,07 3,31 3,58 3,02
Indonesia BRIC Brazil Russia India Tiongkok (Tiongkok) ASEAN Singapura Malaysia Thailand Filipina Vietnam Negara Maju Kawasan Euro Amerika Serikat Inggris Jepang
8,48 6,4
6,99 5,8
6,29 5,4
2,1
2,59 2,3
2,23 2,1
2,19 1,0 1,91 0,2
-0,2 1,5 0,38 2,3 3,34
-0,1 1,4 0,34 2,3 4,09
0 1,8 0,6 2,5 4,52
0,2 1,8 1,13 2,6 4,74
0,4 0,3 0,75 0,3 1,40
0,4 1,5 1,0 -0,5
0,5 1,6 0,9 0,1
0,6 1,7 1,2 0,5
1,1 2,1 1,6 0,3
0,7 0,6 0,6 0,8
4,14 1,9
7,87 6,1 3,35
Keterangan:
tingkat inflasi naik tingkat inflasi turun Sumber: Bloomberg, data
Mayoritas negara ASEAN juga mengalami peningkatan inflasi, kecuali Indonesia.
Peningkatan inflasi pada negara berkembang (emerging market) terutama dialami oleh negaranegara kawasan ASEAN, yaitu: Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Peningkatan harga energi di masing-masing negara merupakan salah satu faktor peningkatan inflasi. Di sisi lain, ada beberapa negara berkembang yang mengalami penurunan laju inflasi (Tabel 5), yaitu: Indonesia, Brazil, Rusia, dan India yang antara lain disebabkan oleh rendahnya harga pada komoditas selain energi.
26
Suku Bunga Kebijakan Pada triwulan IV tahun 2016, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) mengambil langkah untuk kembali meningkatkan suku bunganya setelah Desember 2015.
Sementara itu, ECB, BoJ, dan BoE memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan IV tahun 2016.
Peningkatan suku bunga The Fed pada Desember 2016 merupakan kali kedua sejak tahun 2006. Keputusan The Fed tersebut didasarkan pada pertumbuhan ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang semakin menurun menjadi 4,6 persen pada November 2016. Tingkat pengangguran ini merupakan yang terendah di AS sejak Agustus tahun 2007. Peningkatan suku bunga The Fed juga didasarkan pada peningkatan inflasi AS yang mencapai 1,7 persen pada November 2016 dan kembali meningkat menjadi 2,1 persen pada Desember 2016 (Tabel 5). Tingkat inflasi ini diperkirakan telah mencapai tingkat nonaccelerating inflation rate of unemployment (NAIRU) yang memberikan peluang besar The Fed untuk melakukan normalisasi kebijakan suku bunganya. Selama triwulan IV tahun 2016, European Central Bank (ECB) tetap mempertahankan suku bunga acuannya pada tingkat 0 (nol) persen. Akan tetapi, ECB masih melanjutkan kebijakan stimulus moneter melalui perluasan program quantitative easing-nya hingga akhir tahun 2017 dengan pembelian obligasi bulanan yang terbatas. Sama halnya dengan ECB, Bank of Japan (BoJ) juga tetap mempertahankan stimulus dengan tidak mengubah suku bunganya pada tingkat -0,1 persen diiringi dengan target yield obligasi tenor 10 tahun yang tetap. BoJ mulai mengalihkan fokus stimulus moneter melalui jumlah uang beredar untuk mengendalikan suku bunganya dengan melakukan pembatasan pembelian obligasi. Kebijakan ini memberikan dampak pada inflasi yang meningkat 0,8 persen pada akhir triwulan IV tahun 2016 dibandingkan akhir triwulan III tahun 2016 (Tabel 6). Kebijakan untuk mempertahankan suku bunga juga dilakukan oleh Bank of England yang 27
didasari pada kondisi ekonomi yang belum stabil di tengah peningkatan suku bunga The Fed. PBoC memilih untuk menahan suku bunganya selama triwulan IV tahun 2016.
Sementara, People Bank of Tiongkok (PBoC) memilih untuk mempertahankan suku bunganya. Suku bunga saat ini dianggap sejalan dengan fundamental ekonomi Tiongkok. Kebijakan moneter Tiongkok diarahkan untuk lebih berhati-hati dalam penyediaan likuiditas dengan mengandalkan kebijakan operasi pasar terbuka dan instrumen pinjaman jangka menengah dalam mengatur likuiditasnya.
Tabel 6. Suku Bunga Kebijakan Beberapa Negara (persen) Negara September Oktober November
Desember
Amerika Serikat
0,50
0,50
0,50
0,75
Kawasan Eropa
0
0
0
0
Inggris
0,25
0,25
0,25
0,25
Jepang
-0,10
-0,10
-0,10
-0,10
4,35
4,35
4,35
4,35
Tiongkok Brazil
14,25
14,00
13,75
13,75
Meksiko
4,75
4,75
5,25
5,75
Turki
7,50
7,50
8,00
8,00
India
6,50
6,25
6,25
6,25
Indonesia
5,00
4,75
4,75
4,75
Australia
1,50
1,50
1,50
1,50
Korea Selatan
1,25
1,25
1,25
1,25
Sumber: Bank Indonesia
Sejumlah bank sentral, baik negara emerging market maupun negara maju juga memilih untuk tidak mengubah suku bunganya dalam merespon peningkatan The Fed Fund rate.
Bank sentral Australia, Korea Selatan, dan beberapa bank sentral emerging market memutuskan untuk tidak mengubah suku bunganya setelah The Fed meningkatkan suku bunga pada Desember tahun 2016. Hal ini didasarkan pada prinsip kehati-hatian bank sentral dalam merespon kebijakan suku bunga global karena dianggap masih beresiko pada pasar keuangan global. Sebaliknya, salah satu bank sentral yang merespon peningkatan suku bunga The Fed dengan menaikkan suku bunganya adalah The Bank of Mexico. Bank sentral Meksiko menaikkan suku 28
bunga bulan Oktober dan November masing-masing menjadi 5,25 dan 5,75 persen seiring dengan peningkatan tekanan inflasi yang dialaminya.
Cadangan Devisa Pada triwulan IV tahun 2016, posisi cadangan devisa pada sebagian besar negara emerging market dan negara maju mengalami penurunan dibandingkan triwulan III tahun 2016.
Selama triwulan IV tahun 2016 terjadi tren penurunan cadangan devisa di berbagai negara, baik negara maju maupun emerging market (Tabel 7). Pada negara maju, penurunan tertinggi secara QtQ dialami oleh negara kawasan Euro dan Inggris. Pada negara emerging market, penurunan tertinggi secara QtQ dialami oleh Tiongkok dan Filipina. Kondisi sebaliknya terjadi pada cadangan devisa bank sentral Indonesia (BI) yang secara QtQ mengalami peningkatan tipis sebesar 0,6 persen dimana sebelumnya pada bulan Oktober dan November tahun 2016 sempat menurun. Peningkatan tersebut berasal dari penerbitan global bonds dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan pajak dan devisa migas, yang melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo.
Tabel 7. Posisi Cadangan Devisa Beberapa Bank Sentral (miliar USD) Sep’16 Okt’16 Nov’16 Des’16 % QtQ BRIC Brazil
370,4
367,5
365,6
365,0
-1,5
Rusia
397,7
390,7
385,3
377,7
-5,0
India
372
366,2
361,1
358,9
-3,5
3264,1
3216,3
3141,1
3097,8
-5,1
Indonesia
115,7
115,0
111,5
116,4
0,6
Malaysia
97,7
97,8
96,4
94,5
-3,3
Singapura
253,4
251,4
247,8
246,6
-2,7
Thailand
180,5
180,3
174,7
171,9
-4,8
Filipina
86,1
85,1
81,5
80,7
-6,3
1260,1
1242,8
1219,3
1216,9
-3,4
Tiongkok (Tiongkok) ASEAN-5
Negara Maju Jepang
29
Sep’16 811,4
Okt’16 785,1
Nov’16 751,4
Des’16 745,9
% QtQ -8,1
Inggris
172,3
169,0
161,7
158,5
-8,0
Amerika Serikat
121,2
119,1
115,7
114,7
-5,4
Kawasan Euro
Sumber: International Monetary Fund, official reserve assets.
PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS INTERNASIONAL Perkembangan Harga Internasional Sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016, sebagian besar harga komoditas internasional terpilih mengalami kenaikan.
Berdasarkan data harga komoditas internasional yang didapat dari Commodity Markets Outlook Bank Dunia Januari 2016, harga beberapa komoditas yang di ekspor Indonesia mengalami penurunan sampai akhir triwulan IV tahun 2016, diantaranya Mexican Shrimp sebesar 22,0 persen, Nickel sebesar 19,1 persen, Coffee robusta sebesar 12,2 persen, Copper sebesar 11,7 persen, dan Crude Oil sebesar 11,3 persen. Sementara itu, beberapa komoditas sudah mengalami kenaikan harga sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 diantaranya komoditas Australian Coal dan Palm Oil yang harganya naik berturut-turut sebesar 14,6 persen dan 12,4 persen (YoY).
Tabel 8. Perkembangan Harga untuk Komoditas terpilih Periode Bulan Januari-Desember Tahun 2016 KOMODITAS Unit Okt-16 Nop-16 Des-16 Jan-Des 2016 ENERGI Coal, Australia
($/mt)
93,2
100,0
86,3
65,9
Crude Oil, West Texas
($/bbl)
49,9
45,6
52,0
43,2
($/kg)
2,7
2,5
2,3
2,9
PERTANIAN Cocoa Coffe, robusta
($/kg)
2,3
2,3
2,3
2,0
Palm Oil
($/mt)
716,0
751,0
788,0
700,0
Soybeans
($/mt)
403,0
412,0
420,0
406,0
Shrimp, Mexican
($/kg)
12,8
12,4
12,4
11,2
Woodpulp
($/mt)
875,0
875,0
875,0
875,0
Rubber*, Singapore/MYS
($/kg)
1,7
1,9
2,2
1,6
30
KOMODITAS LOGAM & MINERAL
Unit
Copper
($/mt)
Iron ore
($/dmtu)
Okt-16
Nop-16
Des-16
Jan-Des 2016
4.731,0
5.451,0
5.660,0
4.868,0
58,4
73,0
80,0
58,4
Nickel
($/mt)
9.595,0
11.129,0
10.972,0
9.595,0
Tin
($/mt)
20.100,0
21.126,0
21.204,0
17.934,0
Zinc
($/mt)
2.090,0
2.566,0
2.665,0
2.090,0
Unit
Okt-16
Nop-16
Des-16
Jan-Des 2016
Coal, Australia
(%)
62,1
7,3
-13,7
14,6
Crude Oil, West Texas
(%)
2,5
-8,6
14,0
-11,3
Cocoa
(%)
-13,7
-8,5
-7,3
-8,0
Coffe, robusta
(%)
3,2
0,0
-1,7
-12,2
Palm Oil
(%)
14,9
4,9
4,9
12,4
Soybeans
(%)
3,3
2,2
1,9
4,1
Shrimp, Mexican
(%)
-10,9
-3,4
0,0
-22,0
Woodpulp
(%)
0,0
0,0
0,0
0,0
Rubber*, Singapore/MYS
(%)
5,7
12,7
19,3
2,5
Copper
(%)
-14,1
15,2
3,8
-11,7
Iron ore
(%)
4,7
25,0
9,6
4,7
Nickel
(%)
-19,1
-99,9
98.489,3
-19,1
Tin
(%)
25,1
5,1
0,4
11,6
Zinc
(%)
8,2
22,8
3,9
8,2
INFLASI ENERGI
PERTANIAN
LOGAM & MINERAL
Sumber : CMO Pink Sheet, World Bank
Harga Minyak Dunia dan Gas Alam Kondisi harga minyak mentah dunia pada triwulan IV mengalami peningkatan yang disebabkan oleh kesepakatan Negaranegara OPEC dan Non OPEC untuk mengurangi tingkat produksi tanggal 30 November 2016.
Pergerakan harga minyak mentah dunia pada triwulan IV secara umum mengalami peningkatan dari triwulan sebelumnya dengan harga rata-rata mencapai USD49,1 per barel. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu dampak kesepakatan Negaranegara OPEC pada tanggal 30 November 2016 untuk mengurangi tingkat produksi sebesar 1,2 juta barel per hari dan negara-negara Non OPEC mengurangi produksi sebesar 558 ribu barel per hari. Selain itu, berdasarkan proyeksi OPEC, permintaan minyak
31
Harga minyak ICP mulai mengalami peningkatan sejalan dengan harga minyak mentah utama di pasar internasional.
mentah global Januari 2017 naik sebesar 0,01 juta barel per hari menjadi 95,56 juta barel per hari dari proyeksi bulan sebelumnya yaitu sebesar 95,55 juta barel per hari. Faktor lainnya adalah menurut EIA proyeksi pasokan minyak mentah Non OPEC tahun 2017 turun sebesar 0,20 juta barel per hari menjadi 57,00 juta barel per hari dari proyeksi bulan sebelumnya sebesar 57,20 juta barel per hari. Harga minyak mentah Indonesia mengikuti pergerakan minyak mentah utama di pasar internasional, karena kesepakatan negara-negara Non OPEC seperti Rusia, Meksiko dan Oman mengurangi produksi sebesar 558 ribu barel per hari. Selain itu stok minyak mentah komersial Amerika Serikat turun menjadi 486,1 juta barel dan stok distillate turun 2,6 juta barel menjadi sebesar 151,6 juta barel (EIA, 2016). Untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh Plant Petrokimia terbaru di India, kondisi geopolitik yang tidak stabil di Timur Tengah, dan crude oil throughput kilang-kilang minyak di Taiwan pada bulan Desember 2016 sebesar 890 ribu barel per hari (Kementerian ESDM, 2017).
Tabel 9. Perkembangan Harga Minyak dan Gas Dunia Rata-rata Triwulanan Harga Minyak Mentah dan Gas Dunia
2015
Rata-rata Bulanan 2016
2016
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Okt
Nov
Des
Crude Oil (Rata-rata)
51,6
60,5
48,8
42,2
32,7
44,8
44,7
49,1
49,3
45,3
52,6
Crude Oil; Brent
53,9
62,1
50,0
43,4
34,4
46,0
45,8
50,1
49,7
46,4
54,1
Crude Oil; Dubai
52,2
61,4
49,9
41,2
30,6
42,9
43,4
47,9
48,3
43,8
51,8
Crude Oil; WTI
48,6
57,8
46,4
42,0
33,2
45,5
44,9
49,2
49,9
45,6
52,0
Indonesian Crude Price Oil
51,6
60,5
45,9
40,2
30,2
42,1
41,3
46,1
45,8
42,4
50,1
Gas Alam (US) 2,8 2,7 2,8 Sumber: Pink Sheet World Bank, Kementerian ESDM, EIA
2,1
2,0
2,1
2,9
3,01
2,50
3,58
3,26
Minyak Mentah (USD/barel)
Gas (USD/mmbtu)
32
Pada triwulan IV tahun 2016, harga gas alam mengalami peningkatan seiring dengan permintaan yang menguat, penurunan produksi, permintaan ekspor yang meningkat.
Harga gas alam dunia masih terus meningkat hingga triwulan IV tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh melambatnya produksi dan meningkatnya konsumsi gas alam terutama untuk sektor pembangkit listrik. Selain itu permintaan yang tinggi terhadap gas alam juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang sangat dingin karena kondisi polar vortex. Ekspor gas alam dari Amerika ke Asia pada bulan Desember 2016 juga meningkat menjadi sebesar 42,8 juta kubik karena kondisi dingin di Asia yang meningkatkan permintaan untuk penghangat ruangan.
33
Harga Komoditas Utama Pangan Hingga akhir triwulan IV tahun 2016, pergerakan indeks harga komoditas pangan cukup berfluktuasi.
Komoditas utama pangan yang disoroti perkembangan harganya pada periode triwulan IV tahun 2016, yaitu: beras, gula, gandum, jagung, dan kacang kedelai. Selama periode Oktober-Desember tahun 2016, indeks harga komoditas beras, gandum, kacang kedelai, dan jagung bergerak fluktuatif. Sementara itu, indeks harga gula bergerak menurun (Gambar 7). Harga gula internasional secara MtM mengalami penurunan, namun masih meningkat secara YtD maupun YoY (Lampiran 3), yang disebabkan oleh penurunan produksi akibat anomali cuaca di Brazil dan India, dua negara produsen gula terbesar di dunia. Hal ini membuat sebagian besar negara pengimpor gula terkena dampak termasuk Indonesia melalui peningkatan harga gula dalam negeri secara YtD dan YoY (Lampiran 3).
Gambar 7. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Pangan Global 170 150 130 110 90 70
BERAS
GULA
GANDUM
Sumber: Bloomberg, data diolah (1 Januari 2016=100)
34
JAGUNG
KACANG KEDELAI
ISU TERKINI KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Amerika Serikat Menarik Diri dari Trans Pasific Patnership (TPP) Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian TPP, perekonomian AS dibawah Trump akan cenderung protektif.
Muncul kemungkinan Tiongkok akan masuk kedalam perjanjian TPP.
Sesuai dengan kampanyenya untuk menarik Amerika Serikat dari perjanjian TPP, tindakan pertama Donald Trump setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat adalah menyatakan secara resmi mundur dari kesepakatan TPP yang diinisiasi oleh Barack Obama. Kenyataan diatas menunjukkan bahwa dalam hal perdagangan, Trump konsisten dengan sikap oposisi terhadap perdagangan multilateral, Trump lebih menyukai kesepakatan perdagangan bilateral. Segera setelah ditandatanganinya dekrit eksekutif resmi untuk menarik Amerika Serikat keluar dari TPP, opini umum internasional telah memberikan reaksi yang saling bertentangan. Jepang memberitahukan akan “menggunakan semua kesempatan” untuk meyakinkan Presiden Donald Trump bahwa keanggotaan Amerika Serikat sangat diperlukan dalam TPP. Selandia Baru memberitahukan bahwa negara ini sedang membahas tentang “rencana B” terhadap TPP dan mungkin akan ada keikutsertaan Tiongkok. Tiongkok bersedia menjadi pengganti untuk memenuhi ruang kosong itu, menjadi pemimpin kawasan dalam menetapkan berbagai permufakatan perdagangan. Dalam kenyataannya, walaupun tidak ikut serta dalam TPP, Tiongkok terlibat dalam penyelesaian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Keluarnya Amerika Serikat dari TPP bukanlah titik habis terhadap perjanjian perdagangan yang ambisius ini. Mayoritas negara anggota TPP sedang mempertimbangkan kemungkinan melanjutkan perjanjian ini tanpa partisipasi Amerika Serikat. Akan tetapi, penarikan Amerika Serikat dari TPP mungkin 35
menimbulkan akibat-akibat negatif dalam jangkapanjang, tidak hanya terhadap perekonomian Amerika Serikat saja, tapi juga terhadap perekonomian global, salah satunya adalah kemungkinan Tiongkok untuk menerapkan hal yang sama terhadap Amerika Serikat dan negara-negara mitra dagangnya.
KERJASAMA EKONOMI INTERNASIONAL Perkembangan Perjanjian Ekonomi Internasional Indonesia Perkembangan perjanjian ekonomi internasional yang dilakukan Indonesia dijelaskan pada tabel di bawah. No 1
2 3 4
5
6
7
8 9 10
11
Tabel 10. Status Perjanjian Ekonomi Internasional (per Desember 2016) PERJANJIAN EKONOMI STATUS Negotiations launched ASEAN-EU Free Trade Agreement (FTA) (the 7th round of negotiations) Negotiations launched ASEAN-Hong Kong, Tiongkok Free Trade Agreement (the 3rd round of negotiations) Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Negotiations launched Arrangement Negotiations launched Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership (the 5th round of Agreement negotiations) Negotiations launched Indonesia-European Free Trade Association Free Trade Agreement (Notified to the WTO: Early Notification) Negotiations launched Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (the 2nd round of negotiations) Negotiations launched Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) (the 13th round of negotiations) Negotiations launched Indonesia-Republic of Korea Free Trade Agreement (the 7th round of negotiations) Indonesia-Chile FTA Negotiations launched Proposed Indonesia-Turki FTA (under consultation and stud)y Proposed Indonesia-Peru FTA (under consultation and study)
36
No 12 13 14 15 16 17 18 19
PERJANJIAN EKONOMI Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conference ASEAN Free Trade Area ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement ASEAN-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership ASEAN-Tiongkok Comprehensive Economic Cooperation Agreement ASEAN-Republic of Korea Comprehensive Economic Cooperation Agreement Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement
20
Pakistan-Indonesia Free Trade Agreement Preferential Tariff Arrangement-Group of Eight Developing 21 Countries Sumber: ARIC database, ADB; Ditjen KPI, Kemendag
STATUS Signed but not yet In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect Signed and In Effect (under the review process) Signed and In Effect Signed and In Effect
Perkembangan Perjanjian Ekspor Berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) Tabel 11. Presentase Penggunaan SKA terhadap Total Ekspor Indonesia Periode
SKA Preferensi (%)
SKA Nonpreferensi (%)
2012 45,4 11,8 2013 50,7 12,4 2014 50,6 11,9 2015 72,3 13,5 2016 57.2 12.6 Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag
Penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen terhadap total ekspor Indonesia pada tahun 2016.
SKA Preferensi + SKA Non Preferensi (%) 57,2 63,1 62,5 85,8 69.8
Sepanjang tahun 2016, penggunaan SKA Preferensi dan SKA Nonpreferensi mencapai 69,8 persen terhadap total ekspor Indonesia dimana SKA Preferensi mendominasi penggunaan SKA dengan utilisasi 57,2 persen. Form A yang merupakan SKA Preferensi atas Generalized System of Preferences Certificate of Origin paling banyak dimanfaatkan sepanjang tahun 2016 dengan tingkat utilisasi 15,8 persen. Pada kurun waktu yang sama Form B mendominasi utilisasi penggunaan SKA Nonpreferensi dengan tingkat utilisasi 11,6 persen (Gambar 9).
37
Gambar 8. Persentase Penggunaan SKA Preferensi terhadap Total SKA Preferensi
Share SKA Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) 20,0%
Form A
15,0%
Form E
10,0%
Form D
5,0%
Form AI
0,0%
Form AK
2014
2015
2016
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah) Gambar 9. Persentase Penggunaan SKA Nonpreferensi terhadap Total SKA Nonpreferensi
Share SKA Non-Preferensi Terhadap Total Ekspor Indonesia (Tahunan) 15,0% 12,0% 9,0% 6,0% 3,0% 0,0%
2014
2015
2016
Form B
11,0%
12,3%
11,6%
Form ICO
0,8%
1,2%
1,0%
Form TP
0,0%
0,0%
0,0%
Form ANEXO III
0,0%
0,0%
0,0%
Sumber : Direktorat Fasilitasi Ekspor dan Impor, Kemendag (diolah)
Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan 13 negara mitra FTA (sebesar USD 20,6 miliar) dan defisit neraca perdagangan dengan 8 negara mitra FTA (sebesar USD24,2 miliar) pada tahun 2016.
Pada tahun 2016, Indonesia mengalami surplus neraca perdagangan dengan Bangladesh, Brunei Darussalam, Filipina, India, Iran, Jepang, Kamboja, Korea Selatan, Laos, Mesir, Myanmar, Pakistan, dan Turki. Sementara itu pada periode yang sama, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan dengan Australia, Malaysia, Nigeria, Selandia Baru, Singapura, Thailand, Tiongkok dan Vietnam.
38
Tabel 12. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Oseania (juta USD) Perubahan (%) Trend (%) Uraian 2014 2015 2016 2016/2015 2011-2015 ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
4948,4 1251,8 3696,5 5647,5 156,7 5490,8 -699,1
3702,3 707,7 2994,6 4815,8 143,4 4672,4 -1113,5
-7,8 -24 0,4 -0,8 103,7 -1,3 0
3198,7 538,3 2660,4 5257,1 731,7 4525,3 -2058,3
-13,6 -23,9 -11,2 9,2 410,3 -3,1 84,9
migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
1095,1 -1794,2 481,4 21,4 460 836 0 836 -354,6
564,3 -1677,8 436,3 39,2 397 637 8,6 628,4 -200,8
-27,2 -3,9 4,2 124,5 3,7 -0,9 0 -1,1 -7,9
-193,5 -1864,9 366,5 9,0 357,6 660,8 0,0 660,8 -294,3
-134,3 11,2 -16,0 -77,1 -9,9 3,7 -100,0 5,2 46,5
migas 21,4 non migas -376 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
30,6 -231,3
113,6 -7,2
9,0 -303,2
-70,7 31,1
Tabel 13. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Selatan (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Uraian 2014 2015 2016 2011-2015 2016/2015 ekspor 1377,6 1340,8 1,8 1266,7 -5,5 migas 2,3 0,2 -4,3 0,7 238,3 non migas 1375,3 1340,6 1,8 1266,0 -5,6 impor 71,3 59,5 12,8 68,4 15,0 migas 0 0 0 0,0 0,0 non migas 71,3 59,5 12,8 68,4 15,0 neraca perdagangan 1306,3 1281,3 1,4 1198,3 -6,5 migas 2,3 0,2 0 0,7 238,3 non migas 1304 1281,1 1,4 1197,6 -6,5 ekspor 12249 11731 -2,7 10093,8 -14,0 migas 25,2 129 10,2 169,6 31,4 non migas 12223,7 11602 -2,8 9924,3 -14,5 impor 3952,1 2741,4 -9,5 2873,7 4,8 migas 388,2 75,7 -23,9 29,4 -61,1 non migas 3563,9 2665,7 -8,8 2844,2 6,7 neraca perdagangan 8296,9 8989,6 0,1 7220,1 -19,7 migas -363 53,3 0 140,1 162,9 non migas 8659,9 8936,2 -0,5 7080,0 -20,8
39
Uraian
1989,6
Trend (%) 2011-2015 20,9
2018,2
Perubahan (%) 2016/2015 1,4
0 1989,5 174,5 0 174,5 1815,1
-82,3 21,1 -8,4 0 -7 26,5
0,0 2018,2 158,1 0,0 158,1 1860,1
0,0 1,4 -9,4 0,0 -9,4 2,5
0 1815
0 26,2
0,0 1860,1
0,0 2,5
2014
2015
ekspor
2045,3
migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
0 2045,3 159,4 0 159,4 1885,9
migas 0 non migas 1885,9 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
2016
Tabel 14. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Tenggara (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Uraian 2014 2015 2016 2011-2015 2016/2015 ekspor 100,3 91,2 4,3 90,0 -1,3 migas 0 0 0 0,1 0,0 non migas 100,3 91,2 4,3 90,0 -1,4 impor 594,3 131,4 -31,3 87,7 -33,2 migas 568,1 104,7 -34,2 79,7 -23,8 non migas 26,2 26,7 21,5 8,0 -70,0 neraca perdagangan -494 -40,2 -44,7 2,3 -105,7 migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
-568,1 74,1 3887,8 1 3886,8 699,7 1,6 698,1 3188,1
-104,7 64,5 3921,7 4,7 3917 683,1 3,1 680 3238,6
-34,2 -0,1 1,7 -44,9 1,8 -5,6 -26,8 -5,5 3,6
-79,7 82,0 5270,8 14,0 5256,8 821,7 1,6 820,1 4449,1
-23,9 27,1 34,4 198,1 34,2 20,3 -47,7 20,6 37,4
migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
-0,6 3188,7 415,8 0,1 415,7 18,7 0 18,7 397,1 0,1 397
1,6 3237 429,7 0 429,7 21,1 0 21,1 408,6 0 408,6
0 3,7 14,6 -59,1 14,7 27,6 0 27,6 14,1 -59,1 14,2
12,4 4436,7 425,4 0,0 425,4 25,3 0,0 25,3 400,1 0,0 400,1
674,3 37,1 -1,0 0,0 -1,0 20,0 0,0 20,0 -2,1 0,0 -2,1
40
Uraian
7,7 0 7,7 0,8 0 0,8 6,9 0 6,9 7630,9 1403,1 6227,8 8530,7 3551,3 4979,4 -899,8 -2148,2 1248,4 615,7 2,2 613,4 160,4 0 160,4 455,3
Trend (%) 2011-2015 -17 0 -17 19,8 0 19,8 0 0 0 -8,4 -3,2 -10,1 -5 -6,7 -3,7 0 -10,9 -28 15,3 22,6 15,2 25,6 0 25,6 12,6
5,9 0,0 5,9 4,2 0,0 4,2 1,7 0,0 1,7 7110,8 1098,7 6012,0 7199,5 2469,4 4730,1 -88,7 -1370,7 1281,9 615,7 12,3 603,3 113,4 0,0 113,4 502,2
Perubahan (%) 2016/2015 -23,7 0,0 -23,7 424,5 0,0 424,5 -75,7 0,0 -75,7 -6,8 -21,7 -3,5 -15,6 -30,5 -5,0 -90,1 -36,2 2,7 0,0 461,2 -1,6 -29,3 0,0 -29,3 10,3
2,2 453 12632,6 3971,6 8661 18022,5 9047,2 8975,3 -5389,9 -5075,6 -314,3 5507,3 906,8 4600,5 8083,4 64,7 8018,7
22,6 12,6 -7,5 -11,4 -5,3 -7,4 -10,4 -3,6 -7 -9,4 0 -2,7 2,7 -3,5 -6,4 -20,2 -6,2
12,3 489,9 11211,1 2502,5 8708,6 14493,7 6876,3 7617,4 -3282,6 -4373,8 1091,2 5392,4 783,7 4608,7 8662,9 62,2 8600,7
461,2 8,1 -11,3 -37,0 0,6 -19,6 -24,0 -15,1 -39,1 -13,8 -447,2 -2,1 -13,6 0,2 7,2 -3,9 7,3
2014
2015
ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
4,5 0 4,5 51,3 0 51,3 -46,7 0 -46,7 9730 3332,8 6397,2 10855,4 5076,9 5778,5 -1125,4 -1744,1 618,7 566,9 0,6 566,4 122,1 0 122,1 444,8
migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas
0,6 444,3 16728,3 6662,4 10065,9 25185,7 15035,1 10150,5 -8457,3 -8372,7 -84,6 5783,1 780,2 5002,9 9781 86,3 9694,8
41
2016
Uraian neraca perdagangan
2014
2015
-3997,9
-2576,1
Trend (%) 2011-2015 -12,2
migas 693,9 842,1 non migas -4691,8 -3418,2 ekspor 2451,3 2740,2 migas 14,9 3,3 non migas 2436,3 2736,9 impor 3417,8 3161,5 migas 192,4 0,1 non migas 3225,4 3161,4 neraca perdagangan -966,5 -421,4 migas -177,4 3,2 non migas -789,1 -424,5 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Keterangan (*) : proporsi terhadap total ekspor ke ASEAN
7,1 -9,3 3,9 -48,2 4,6 8,8 -66,6 8,9 91 0 76,8
-3270,5
Perubahan (%) 2016/2015 27,0
721,5 -3992,0 3045,5 14,1 3031,4 3228,4 53,2 3175,2 -182,9 -39,2 -143,7
-14,3 16,8 11,1 326,1 10,8 2,1 53134,2 0,4 -56,6 -1324,1 -66,1
2016
Tabel 15. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Timur Tengah (juta USD) Uraian
2014
ekspor 406,1 migas 0 non migas 406,1 impor 42,5 migas 25,2 non migas 17,4 neraca perdagangan 363,6 migas -25,1 non migas 388,7 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
2015
Trend (%) 2011-2015
2016
Perubahan (%) 2016/2015
216,5 0 216,5 56,6 18 38,6 159,9 -18 178
-24 0 -24 -58,5 -66,4 -43,2 0 -66,3 -18,7
235,2 0,4 234,8 103,3 75,0 28,4 131,9 -74,6 206,5
8,6 0,0 8,5 82,5 316,4 -26,5 -17,5 314,4 16,0
Tabel 16. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Asia Timur (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Uraian 2014 2015 2016 2011-2015 2016/2015 ekspor 23117,5 18020,9 -14,1 16102,0 -10,6 migas
8551,7
4924,8
-23,6
2889,1
-41,3
non migas
14565,7
13096,1
-8,1
13213,0
0,9
17007,6
13263,5
-10
13023,4
-1,8
69,4
30,8
-20,1
58,0
88,4
16938,2
13232,7
-10
12965,4
-2,0
impor migas non migas
42
4757,4 4894
Trend (%) 2011-2015 -21,2 -23,6
3078,6 2831,1
Perubahan (%) 2016/2015 -35,3 -42,2
-2372,4
-136,6
-38,1
247,5
-281,2
10601,1
7664,4
-17,1
7005,4
-8,6
migas
4884,2
2224,8
-28,1
1744,3
-21,6
non migas
5716,9
5439,7
-7,8
5261,1
-3,3
11847,4
8427,2
-8,4
6677,6
-20,8
4091
2148,6
-16,4
765,4
-64,4
7756,4
6278,6
-4
5912,2
-5,8
-1246,3
-762,8
0
327,8
-143,0
793,2
76,2
-60,5
978,9
1184,6
-2039,5
-838,9
0
-651,1
-22,4
17605,9
15046,4
-10
16769,6
11,5
migas
1146,9
1785,7
9,8
1672,8
-6,3
non migas
16459,1
13260,7
-11,4
15096,8
13,8
30624,3
29410,9
2,8
30797,4
4,7
162,8
186,1
-31,3
111,0
-40,4
30461,6
29224,8
3,3
30686,4
5,0
-13018,4
-14364,5
41,6
-14027,8
-2,3
984,1
1599,7
34,6
1561,8
-2,4
-14002,5
-15964,1
40,3
-15589,6
-2,3
Uraian neraca perdagangan migas non migas ekspor
impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas ekspor
impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
2014
2015
6109,9 8482,3
2016
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
Tabel 17. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Afrika (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Uraian 2014 2015 2016 2011-2015 2016/2015 ekspor 1341 1197,9 -0,3 1110,4 -7,3 migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan
0
26,2
0
0,0
-100,0
1341
1171,7
-0,7
1110,4
-5,2
145,9
243,1
0,6
351,4
44,5
0
132,9
0
257,6
93,8
145,9
110,2
-14,1
93,8
-14,9
1195,1
954,8
-0,6
759,1
-20,5
43
migas non migas ekspor migas non migas impor migas non migas neraca perdagangan migas non migas
0
-106,7
0
-257,5
141,4
1195,1
1061,5
1,6
1016,6
-4,2
648,8
445,7
3,7
310,8
-30,3
0,3
0,3
87,7
0,2
-27,9
648,5
445,4
3,7
310,6
-30,3
3306,3
1288,2
-2,9
1288,0
0,0
3286,1
1284,5
-2,6
1280,1
-0,3
20,2
3,7
-33,2
7,9
113,2
-2657,5
-842,4
-5,1
-977,1
16,0
-3285,7
-1284,2
-2,6
-1279,9
-0,3
628,2
441,8
5,1
302,7
-31,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Tabel 18. Kinerja Perdagangan Indonesia dengan Negara-Negara Mitra FTA di Kawasan Eropa (juta USD) Trend (%) Perubahan (%) Uraian 2014 2015 2016 2011-2015 2016/2015 ekspor 1446,1 1158,8 -3,6 1024,1 -11,6 migas
0
0
0
0,1
0,0
1446,1
1158,8
-3,6
1024,0
-11,6
1030,6
249,8
-3,7
311,1
24,5
migas
770,4
0,1
-22,4
32,9
32816,7
non migas
260,2
249,7
-7,9
278,2
11,4
415,5
909
-8,4
713,0
-21,6
migas
-770,4
-0,1
0
-32,8
32730,5
non migas
1185,9
909,1
-2,4
745,8
-18,0
non migas impor
neraca perdagangan
Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)
44
45
46
PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA Perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 sebesar 5,0 persen (YoY). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 sebesar 5,0 persen (YoY), sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya kondisi perekonomian global walaupun pertumbuhannya belum merata. Dari sisi domestik, kinerja pertumbuhan ekonomi didorong oleh membaiknya ekspor dan terjaganya permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga yang tumbuh cukup kuat, namun realisasi belanja pemerintah APBN lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya akibat pemotongan anggaran.
Perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 4,9 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016 dan sebesar 5,0 persen (YoY) secara kumulatif pada tahun 2016.
Gambar 10. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 - Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) 5,5
5,0
5,2
5,2
5,1
5,0 4,9
4,9
5,0
4,9
4,8 4,5
4,7
4,8
II
III
4,9
4,0 I
II
III 2014
IV
I
2015
Sumber: Badan Pusat Statistik
47
IV
I
II
III 2016
IV
Dari sisi lapangan usaha Informasi dan komunikasi tumbuh paling tinggi, yaitu sebesar 9,6 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun 2016, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY) didorong oleh meningkatnya Kinerja Angkutan Udara.
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan meningkat signifikan pada triwulan IV tahun 2016.
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV tahun 2016, didorong oleh meningkatnya penjualan mobil dan omset retail.
Dari sisi lapangan usaha, sektor Informasi dan Komunikasi tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,6 persen (YoY), meningkat baik dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 maupun triwulan III tahun 2016 yang masing-masing sebesar 9,2 persen (YoY) dan 9,0 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh peningkatan pendapatan data dan internet Industri Telekomunikasi Indonesia. Pada triwulan IV tahun 2016, Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 7,9 persen (YoY) atau meningkat dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 sebesar 7,7 persen (YoY), namun lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 8,3 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh meningkatnya kinerja Angkutan Udara. Sementara itu, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tumbuh pada triwulan IV tahun 2016 sebesar 5,3 persen (YoY), meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 1,6 persen (YoY) dan 3,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut didorong oleh peningkatan produktivitas tanaman pangan akibat terjadinya curah hujan yang tinggi akibat La Nina. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor tumbuh sebesar 3,9 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016 didorong oleh meningkatnya penjualan mobil dan omset retail. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 maupun triwulan III tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) dan 3,6 persen (YoY). Komponen Perdagangan Mobil, Sepeda Motor, dan Reparasinya tumbuh sebesar 2,9 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 2,3 persen (YoY), namun lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 2,9 persen (YoY). Komponen Perdagangan Besar dan Eceran, Bukan Mobil dan Sepeda Motor yang tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III 48
tahun 2016 yang masing-masing tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY). Pertambangan dan Penggalian tumbuh signifikan pada triwulan IV tahun 2016, yaitu sebesar 1,6 persen (YoY) yang didorong terutama oleh peningkatan produksi komoditas Pertambangan Bukan Migas.
Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh signifikan, yaitu sebesar 3,1 persen (YoY) didorong oleh beroperasinya lima pembangkit listrik baru dengan kapasitas 300 Mega Watt (MW).
Real estate tumbuh sebesar 3,7 persen (YoY) didorong oleh meningkatnya permintaan ruang perkantoran dan aktivitas pasar properti.
Pertambangan dan Penggalian tumbuh signifikan pada triwulan IV tahun 2016, yaitu sebesar 1,6 persen (YoY) terutama didorong oleh peningkatan produksi komoditas Pertambangan Bukan Migas. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang terkontraksi sebesar -6,0 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 0,3 persen (YoY). Produksi beberapa komoditas tambang seperti emas dan tembaga mengalami peningkatan seiring dibukanya keran ekspor mineral olahan (konsentrat) yang bertujuan membantu perusahaan tambang yang berproduksi namun kesulitan untuk membangun pabrik smelter. Kontributor lifting minyak terbesar adalah dari Kontrak Karya Kerja Sama (KKKS) ExxonMobil Cepu Ltd, Blok Rokan, dan Pertamina EP. Sementara itu, kontributor lifting gas terbesar adalah Blok Mahakam, Berau, Pertamina EP, Corridor dan Senoro-Toili. Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh sebesar 3,1 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 0,6 persen (YoY), namun lebih rendah jika dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,9 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh beroperasinya lima pembangkit listrik baru dengan kapasitas 300 Mega Watt (MW) di Nias, Pontianak, Balai Pungut (Riau), Suge (Belitung), dan Paya Pasir (Medan). Pada triwulan IV tahun 2016, Real estate tumbuh sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 3,7 persen (YoY) dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 3,5 persen (YoY), namun lebih rendah dari triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,0 persen (YoY). Kinerja ini didorong oleh meningkatnya permintaan ruang perkantoran dan aktivitas pasar properti.
49
Tabel 19. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha (YoY) 2014 2015 2016 Uraian Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Pertanian, Kehutanan, 5,2 4,9 3,6 3,3 3,8 6,5 2,9 1,6 1,5 3,4 3,0 5,3 dan Perikanan Pertambangan dan -1,2 0,7 0,7 1,5 0,6 -3,6 -4,4 -6,0 1,2 1,2 0,3 1,6 Penggalian Industri Pengolahan 4,5 4,9 5,0 4,2 4,1 4,2 4,6 4,4 4,7 4,6 4,5 3,4 Pengadaan Listrik dan Gas 3,3 6,4 5,9 7,8 1,7 0,8 0,6 0,6 7,5 6,2 4,9 3,1 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, 4,5 5,2 5,3 6,0 5,1 7,3 8,4 7,4 5,4 4,1 2,4 2,7 Limbah dan Daur Ulang Konstruksi 7,2 6,5 6,5 7,7 6,0 5,4 6,8 7,1 6,8 5,1 5,0 4,2 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil 6,1 5,1 5,2 4,4 3,8 1,6 1,4 3,7 4,1 4,1 3,6 3,9 dan Sepeda Motor Transportasi dan 7,0 7,6 7,7 7,2 5,8 5,9 7,3 7,7 7,9 6,9 8,3 7,9 Pergudangan Penyediaan Akomodasi 6,4 6,4 5,8 4,6 3,3 3,7 4,4 5,7 5,7 5,0 4,7 4,5 dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi 9,9 10,7 9,8 10,1 9,7 9,3 10,6 9,2 7,6 9,3 9,0 9,6 Jasa Keuangan dan 3,6 5,5 1,9 7,9 8,6 2,6 10,4 12,8 9,3 13,6 9,0 4,2 Asuransi Real Estat 4,7 4,9 5,1 5,3 4,5 4,3 4,1 3,5 4,9 4,8 4,0 3,6 Jasa Perusahaan 10,3 10,0 9,3 9,7 7,4 7,6 7,6 8,1 8,1 7,6 7,0 6,8 Administrasi Pemerintahan, 2,7 -2,5 2,4 6,8 4,7 6,3 1,3 6,3 4,6 4,4 3,8 0,3 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan 4,5 4,4 6,2 6,5 4,9 11,6 7,9 5,2 5,3 5,1 1,9 3,1 Jasa Kesehatan dan 7,6 8,7 9,6 6,0 8,5 8,3 4,5 5,6 6,5 5,1 4,5 4,1 Kegiatan Sosial Jasa lainnya 8,4 9,5 9,5 8,4 8,0 8,1 8,1 8,2 7,9 7,9 7,7 7,7 PRODUK DOMESTIK 5,1 4,9 4,9 5,0 4,8 4,7 4,8 5,2 4,9 5,2 5,0 4,9 BRUTO Sumber: Badan Pusat Statistik
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 5,7 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,7 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh adanya liburan sekolah dan akhir tahun serta bertambahnya kegiatan di destinasi wisata. Sementara itu, Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh sebesar 4,2 persen (YoY), menurun melambat signifikan dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 12,8 persen (YoY) dan 50
triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 9,0 persen (YoY). Kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan permintaan kredit baru dan penyaluran dana pihak ketiga. Sementara itu, perlambatan kinerja Jasa Keuangan dan Asuransi pada triwulan IV tahun 2016 disebabkan oleh pertumbuhan Jasa Perantara Keuangan serta Asuransi dan Dana Pensiun yang lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016. Konstruksi tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016 yaitu sebesar 4,2 persen (YoY), didorong oleh proyek infrastruktur pemerintah.
Kinerja Industri Pengolahan tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Konstruksi juga tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016 yaitu sebesar 4,2 persen (YoY), dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 7,1 persen (YoY) maupun triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Namun demikian, sepanjang tahun 2016 sektor konstruksi dapat tumbuh sebesar 5,2 persen (YoY) yang salah satunya didorong oleh proyek infrastruktur pemerintah, yaitu pembangunan pelabuhan peti kemas Bungkutoto (Sulawesi Utara), groundbreaking pengerjaan pembangkit listrik dengan total kapasitas sekitar 10 ribu MW, dan 65 persen lahan siap dibangun kereta cepat Jakarta-Bandung. Industri Pengolahan tumbuh sebesar 3,4 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 4,4 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,5 persen (YoY). Industri Batubara dan Pengilangan Migas tumbuh sebesar -0,7 persen (YoY), menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang masingmasing sebesar 4,2 persen (YoY) dan sebesar 2,5 persen (YoY). Sementara itu, pada triwulan IV tahun 2016 kelompok industri Nonmigas yang pertumbuhannya menurun signifikan adalah Industri Pengolahan Tembakau; Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik; dan Industri Mesin dan Perlengkapan. Di sisi lain, Industri Kimia, Farmasi dan Obat tradisional tumbuh lebih tinggi baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan III tahun 2016. 51
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial tumbuh sebesar 4,1 persen (YoY), lebih rendah baik dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY) maupun triwulan III tahun 2016 yang sebesar 4,5 persen (YoY). Sementara itu, Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan sosial tumbuh sebesar 0,3 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016. Pertumbuhan ini menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2015 yang masing-masing sebesar 6,3 persen (YoY) dan 3,8 persen (YoY) karena penyerapan belanja pegawai (APBN-P) yang lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi, didorong oleh persiapan kegiatan pemilihan kepala daerah (PILKADA) pada bulan Februari 2017.
Dari sisi pengeluaran, Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) merupakan komponen dengan pertumbuhan tertinggi, yaitu sebesar 6,7 persen (YoY). Meskipun demikian, kontribusinya tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan IV tahun 2016, pertumbuhan Pengeluaran LNPRT lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 8,3 persen (YoY), namun lebih tinggi dari triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,6 persen. Kinerja ini didorong oleh persiapan kegiatan pemilihan kepala daerah (PILKADA) serentak di 101 daerah pada bulan Februari 2017.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) didorong oleh pertumbuhan positif semua kelompok pengeluaran, terutama Transportasi dan Komunikasi.
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 4,9 persen (YoY), didorong oleh pertumbuhan positif semua kelompok pengeluaran, terutama Transportasi dan Komunikasi. Pada triwulan IV tahun 2016, Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga menjadi sumber pertumbuhan utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2016 dengan kontribusi sebesar 56,5 persen terhadap PDB.
52
Tabel 20. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) Menurut Jenis Pengeluaran (YoY) 2014 2015 2016 JENIS PENGELUARAN Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Q4
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
5,2
5,2
5,1
5,1
5,0
5,0
5,0
4,9
5,0
5,1
5,0
5,0
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
23,2
22,4
5,8
-0,5
-8,1
-8,0
6,6
8,3
6,4
6,7
6,6
6,7
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
6,1
-1,8
1,2
0,9
2,9
2,6
7,1
7,1
3,4
6,2
-2,9
-4,0
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
5,4
4,0
4,4
4,1
4,6
4,0
4,9
6,4
4,7
4,2
4,2
4,8
Ekspor Barang dan Jasa
3,1
1,5
4,9
-4,4
-0,7
-0,3
-0,9
-6,4
-3,3
-2,2
-5,6
4,2
Dikurangi Impor Barang dan Jasa
5,1
0,4
0,2
3,0
-2,6
-7,4
-6,6
-8,7
-5,1
-3,2
-3,7
2,8
PRODUK DOMESTIK BRUTO
5,1
4,9
4,9
5,0
4,8
4,7
4,8
5,2
4,9
5,2
5,0
4,9
Sumber : Badan Pusat Statistik
Pada triwulan IV tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2015 namun lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh negatif sebesar -4,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY).
Pada triwulan IV tahun 2016, Ekspor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk pertama kali sejak triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar 4,2 persen (YoY).
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan sumber pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi sebesar 32,6 persen dari PDB pada triwulan IV tahun 2016. Pada triwulan IV tahun 2016, PMTB tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 6,4 persen (YoY), namun lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,2 persen (YoY). Pertumbuhan ini didorong oleh pertumbuhan barang modal terutama barang jenis kendaraan dan peralatan lainnya. Sementara itu, barang modal jenis mesin mengalami kontraksi akibat menurunnya produksi domestik dan impor barang modal. Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada triwulan IV tahun 2016 terkontraksi sebesar -4,0 persen (YoY), terendah sejak triwulan I tahun 2010 yang sebesar -5,2 persen (YoY). Kondisi ini akibat oleh adanya pemotonggan anggaran belanja dalam APBN 2016 pada awal semester II tahun 2016 yang menyebabkan menurunnya realisasi belanja barang dan bantuan sosial. Pada triwulan IV tahun 2016, Ekspor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk pertama kali sejak triwulan IV tahun 2014, yaitu sebesar 4,2 persen (YoY). Ekspor Barang tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY), meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 maupun triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -7,1 persen (YoY). Sementara itu, Ekspor Jasa tumbuh sebesar 6,3 persen 53
(YoY), meskipun sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,7 persen (YoY), namun meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 0,1 persen (YoY). Kondisi ini seiring dengan menguatnya perekonomian negara-negara tujuan utama ekspor, yaitu Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang. Kontribusi Ekspor Barang dan Jasa terhadap perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2016, sebesar 19,1 persen. Impor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk yang pertama kali sejak triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar 2,8 persen (YoY) seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa.
Impor Barang dan Jasa tumbuh positif untuk yang pertama kali sejak triwulan I tahun 2015, yaitu sebesar 2,8 persen (YoY) seiring dengan membaiknya ekspor barang dan jasa. Impor Barang meningkat signifikan dari triwulan IV tahun 2015 yang tumbuh negatif sebesar -8,4 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar -3,7 persen (YoY), menjadi sebesar 2,7 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016. Impor Jasa juga mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu dari sebesar -11,0 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2015 dan sebesar -3,7 persen (YoY) pada triwulan III tahun 2016 menjadi sebesar 3,3 persen (YoY).
PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua.
Pada triwulan IV tahun 2016, seluruh pulau mengalami pertumbuhan positif dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Maluku dan Papua. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi provinsi di wilayah timur Indonesia mengalami peningkatan, sementara itu di wilayah barat Indonesia mengalami penurunan meskipun tidak signifikan. Rata-rata pertumbuhan di Maluku dan Papua; Sulawesi; dan Jawa lebih tinggi dibandingkan ratarata pertumbuhan ke-33 provinsi. Sementara itu, ketiga wilayah yang lain lebih rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan ke-33 provinsi.
54
Pada triwulan IV tahun 2016, pertumbuhan di Maluku dan Papua rata-rata tumbuh sebesar 14,7 persen (YoY), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan IV tahun 2015 sebesar 9,9 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 13,6 persen (YoY). Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah sebesar 6,8 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 8,4 persen (YoY) dan sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,7 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Maluku dan Papua; dan Sulawesi pada triwulan IV tahun 2016, masing-masing adalah sebesar 14,7 persen (YoY) dan 6,8 persen (YoY).
Sementara itu, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa adalah sebesar 5,5 persen (YoY), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 5,8 persen (YoY) dan 5,7 persen (YoY), Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan IV tahun 2016 adalah sebesar 4,9 persen (YoY), menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang masing-masing sebesar 7,7 persen (YoY) dan 5,1 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jawa serta Bali dan Nusa Tenggara pada triwulan IV tahun 2016, masing-masing adalah 5,5 persen (YoY) dan 4,9 persen.
Gambar 11. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi di Enam Pulau Besar di Indonesia pada Triwulan I Tahun 2015 - Triwulan IV Tahun 2016 (Persen) 18 14,0
15 12 9 6 3
10,2 10,4 8,6
9,9 7,4 5,3 3,5 2,1 1,5
8,3 5,5
5,2
3,7
3,1
3,0 1,5
14,7
13,6
0,4
7,7 5,8 4,5
9,9 8,4 6,6 5,4 4,2
7,8
1,9 2,0
1,5
8,5 6,9 5,8 4,5 1,4
6,7 5,7 5,1 4,0 2,3
6,8 5,5 4,5 4,9 1,3
0 -3
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2015 Sumatera Kalimantan Indonesia
Jawa Sulawesi
Sumber : Badan Pusat Statistik
55
Q2 -1,0 Q3 2016
Q4
Bali dan Nusa Tenggara Maluku dan Papua
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera pada triwulan IV tahun 2016 adalah sebesar 4,5 persen (YoY), relatif sama dengan triwulan IV tahun 2016, namun lebih tinggi dibandingkan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 4,0 persen (YoY). Sementara itu, Kalimantan tumbuh sebesar 1,3 persen (YoY), lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang tumbuh masing-masing sebesar 1,5 persen (YoY) dan 2,3 persen (YoY).
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kalimantan relatif lebih rendah pada triwulan IV tahun 2016.
Gambar 12. Kontribusi di Enam Pulau Besar Indonesia terhadap PDB Pada Triwulan I Tahun 2013 Triwulan IV Tahun 2016 80
14
70
12
60
10
50
8
40
6
30
4
20
2
10
0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2,8
2,8
2,8
2,8
2,8
2,8
Maluku dan Papua 2,4 Kalimantan
9,5
2,1
2,3
2,6
2,3
9,3
9,1
9,2
9,0
Sulawesi
5,3
5,5
5,6
5,5
5,4
Sumatera (RHS)
22,9 23,0 23,0 23,3 23,2 23,1 23,1 22,6 22,3 22,1 22,1 22,2 22,1 22,0 22,0 22,0
Jawa (RHS)
57,2 57,3 57,1 56,6 57,2 57,5 57,3 57,6 58,4 58,4 58,4 58,3 58,9 58,8 58,5 58,0
2013 Bali Nusra
Q3
Q4
Q1
Q2
2,9
3,0
3,0
3,0
2,2
2,4
2,3
2,3
8,8
8,6
8,7
8,3
5,5
5,7
5,8
5,7
2014
Q3
Q4
Q1
Q2
3,1
3,1
3,1
3,1
3,2
3,1
2,4
2,3
2,4
2,3
2,3
2,5
2,6
8,2
8,0
8,0
7,7
7,6
7,7
8,2
5,9
6,0
6,0
5,9
6,1
6,1
6,1
2015
Q3
Q4
2016
Sumber : Badan Pusat Statistik
Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan IV tahun 2016 didominasi oleh Pulau Jawa.
Perkembangan kontribusi daerah terhadap PDB dari tahun ke tahun relatif tidak banyak berubah. Kontribusi terbesar terhadap PDB dari triwulan I tahun 2010 sampai dengan triwulan IV tahun 2016 didominasi pulau Jawa, yaitu sebesar 58,0 persen. Kontribusi terbesar berikutnya berturut-turut adalah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua yang masing-masing sebesar 22,0 persen, 8,2 persen, 6,1 persen, 3,1 persen dan 2,6 persen terhadap PDB pada triwulan II tahun 2016. Secara keseluruhan, kontribusi daerah terhadap PDB di wilayah timur Indonesia relatif 56
0
sedikit meningkat, sementara di wilayah barat Indonesia sedikit menurun. Pada triwulan IV tahun 2016, Jawa Barat merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY).
Jambi merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi di Sumatera, yaitu sebesar 6,1 persen (YoY).
Tiga provinsi penyumbang perekonomian terbesar di Jawa adalah DKI Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan proporsi terhadap PDB masing-masing sebesar 17,2 persen, 14,5 persen dan 12,9 persen. Pada triwulan IV tahun 2016, Jawa Barat merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Jawa, yaitu sebesar 5,8 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 5,3 persen (YoY), namun lebih rendah dari triwulan II tahun 2016 yang sebesar 5,9 persen (YoY). Kontribusi Jawa Barat terhadap perekonomian pada triwulan IV sedikit menurun dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 13,0 persen dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 13,1 persen. Penyumbang perekonomian terbesar di Sumatera berturut-turut adalah Riau, Sumatera Utara dan Sumatera Selatan dengan kontribusi terhadap perekonomian nasional masing-masing sebesar 5,5 persen, 5,0 persen dan 2,8 persen. Pada triwulan IV tahun 2016, Jambi merupakan provinsi dengan pertumbuhan yang paling tinggi, yaitu sebesar 6,1 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 3,2 persen (YoY) dan 4,0 persen (YoY). Adapun kontribusi Jambi terhadap PDB sebesar 1,4 persen pada triwulan IV tahun 2016, meningkat tipis dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan sebelumnya sebesar 1,3 persen. Kalimantan Timur merupakan kontributor terbesar bagi perekonomian di Kalimantan dengan kontribusi sebesar 4,3 persen terhadap perekonomian nasional. Pada triwulan IV tahun 2016, Kalimantan Timur tumbuh terkontraksi sebesar -1,85 persen (YoY) sehingga
57
Pada triwulan IV tahun 2016, Kalimantan Timur tumbuh terkontraksi sebesar -1,85 persen (YoY) sehingga menyebabkan menurunnya pertumbuhan Kalimantan secara keseluruhan.
Provinsi Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,7 persen (YoY).
menyebabkan menurunnya pertumbuhan Kalimantan secara keseluruhan. Sementara itu, Kalimantan Tengah merupakan provinsi dengan pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 8,6 persen (YoY), meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,6 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Adapun kontribusi Kalimantan Tengah terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,9 persen, relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya dan triwulan IV tahun 2015. Sulawesi Tenggara tumbuh paling tinggi diantara provinsi lain di Sulawesi yaitu sebesar 7,7 persen (YoY), lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 7,5 persen (YoY) dan 6,0 persen (YoY). Sementara itu, kontribusi provinsi Sulawesi Tenggara relatif kecil dibandingkan kontribusi provinsi lain di Sulawesi, yaitu sebesar 0,8 persen pada triwulan IV tahun 2016, relatif tidak berubah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan sebelumnya. Kontributor terbesar dalam perekonomian Sulawesi adalah Sulawesi Selatan, yaitu sebesar 2,9 persen terhadap perekonomian.
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen (YoY).
Sementara itu, Bali merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yaitu dengan pertumbuhan sebesar 5,4 persen (YoY). Pertumbuhan tersebut menurun baik dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 6,1 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 6,4 persen (YoY). Adapun kontribusi Bali terhadap perekonomian nasional sebesar 1,6 persen pada triwulan IV tahun 2016, terbesar dibandingkan provinsi NTB dan NTT serta relatif tidak berbeda dengan triwulan-triwulan sebelumnya.
Maluku Utara merupakan provinsi dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV tahun 2016.
Di wilayah Maluku dan Papua, Maluku Utara merupakan provinsi yang memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 6,6 persen (YoY) pada triwulan IV tahun 2016, lebih tinggi dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 6,0 persen (YoY) dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar 5,6 persen (YoY). Kontribusi provinsi Maluku terhadap perekonomian nasional sebesar 0,2 persen, 58
relatif kecil dan tidak berubah dibandingkan triwulantriwulan sebelumnya.
PERKEMBANGAN HARGA KEBUTUHAN POKOK Perkembangan Harga Domestik Sepanjang bulan JanuariDesember tahun 2016, rata-rata koefisien variasi harga antar waktu sebesar 2,8 persen.
Sepanjang bulan Januari hingga Desember tahun 2016, koefisien variasi harga antar waktu dari sepuluh komoditas tertentu, rata-rata sebesar 2,8 persen atau masih dibawah batas maksimal target 9,0 persen pada tahun 2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 20152019. Komoditas gula pasir merupakan komoditas penyumbang koefisien variasi harga antar waktu paling tinggi dengan koefisien sebesar 7,9 persen. Sementara itu, susu kental manis merupakan komoditas dengan koefisien variasi antar waktu paling rendah dengan koefisien sebesar 0,8 persen.
Tabel 21. Koefisien Variasi Harga Antar Waktu Periode Bulan Januari-Desember Tahun 2016 Komoditas
Unit
Jan-16
Feb-16
Mar-16
Apr-16
Mei-16
Jun-16
Jul-16
Beras Medium
Rp/kg
10.842,0
10.935,0
10.898,0
10.580,0
10.588,0
10.592,0
10.617,0
Gula Pasir
Rp/kg
13.025,0
13.099,0
13.067,0
13.223,0
15.517,0
16.188,0
15.890,0
Jagung Pipilan
Rp/kg
6.890,0
7.194,0
7.194,0
7.065,0
7.180,0
7.175,0
7.195,0
Kedelai Impor
Rp/kg
11.226,0
10.958,0
10.989,0
10.896,0
10.858,0
10.745,0
10.807,0
Tepung Terigu
Rp/kg
9.036,0
9.092,0
9.081,0
9.036,0
9.003,0
9.026,0
9.176,0
Minyak Goreng Curah Susu kental Manis
Rp/ltr
10.419,0
10.561,0
10.819,0
11.263,0
11.443,0
11.472,0
11.254,0
Rp/385gr
10.288,0
10.242,0
10.221,0
10.330,0
10.296,0
10.341,0
10.368,0
Daging Ayam Ras
Rp/kg
33.349,0
29.788,0
29.606,0
29.275,0
32.166,0
32.261,0
32.725,0
Daging Sapi
Rp/kg
111.922,0
112.972,0
112.886,0
111.838,0
113.375,0
115.965,0
114.209,0
Telur Ayam Ras
Rp/kg
25.034,0
23.877,0
21.863,0
22.303,0
23.791,0
23.921,0
24.119,0
59
Komoditas
130,0
10.693,5
Koef. Variasi JanSept 2016 1,2
1.134,1
14.375,5
7,9
92,3
7.118,3
1,3
186,4
10.848,2
1,7
79,1
9.016,1
0,9
11.754,0
457,1
11.291,8
4,0
10.455,0
10.510,0
87,9
10.352,9
0,8
30.155,0
29.664,0
33.506,0
1.542,1
31.214,2
4,9
113.712,0
113.770,0
113.961,0
114.653,0
1.174,0
113.658,6
1,0
22.728,0
22.026,0
21.906,0
24.310,0
1.073,1
23.238,0
4,6
Unit
Agust-16
Sep-16
Okt-16
Nop-16
Des-16
Beras Medium
Rp/kg
12.500,0
10.597,0
10.696,0
10.661,0
10.731,0
Gula Pasir
Rp/kg
5.000,0
14.575,0
14.354,0
14.180,0
Jagung Pipilan
Rp/kg
10.000,0
7.128,0
7.020,0
7.100,0
7.098,0
Kedelai Impor
Rp/kg
10.250,0
10.623,0
11.051,0
10.666,0
10.753,0
Tepung Terigu
Rp/kg
10.000,0
8.951,0
8.974,0
8.877,0
9.007,0
Minyak Goreng Curah
Rp/ltr
9.500,0
11.766,0
11.448,0
11.648,0
Rp/385gr
32.500,0
10.427,0
10.429,0
Daging Ayam Ras
Rp/kg
110.000,0
30.816,0
Daging Sapi
Rp/kg
22.500,0
Telur Ayam Ras
Rp/kg
24.500,0
Susu kental Manis
14.199,0
Standar Deviasi
Rata2 Jan-Des 2016
Rata-Rata
2,8
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Sepanjang bulan Januari hingga Desember tahun 2016, koefisien variasi harga antar wilayah dari sepuluh komoditas tertentu, rata-rata sebesar 14,3 persen atau lebih besar 0,1 persen dari batas target maksimal 14,2 persen pada tahun 2016 sesuai yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Koefisien variasi harga antar wilayah pada bulan Oktober merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 15,3 persen. Sementara itu, koefisien variasi harga antar wilayah paling rendah dari sepuluh komoditas tertentu pada bulan Februari dan Mei yaitu sebesar 13,6 persen.
Sepanjang bulan JanuariDesember tahun 2016 mencatatkan rata-rata koefisien variasi harga antar wilayah sebesar 14,3 persen.
Tabel 22. Koefisien Variasi Harga Antar Wilayah Bulan Januari-Desember Tahun 2016 Komoditas Beras Medium
Jan-16 11,4
Feb-16 12,2
Mar-16 12,5
Apr-16 13,6
Mei-16 12,6
Jun-16 12,5
Gula Pasir
6,1
5,6
6,0
6,4
7,1
7,4
Jagung Pipilan
22,1
23,2
23,1
21,8
22,9
23,1
Kedelai Impor
15,8
16,1
16,3
17,5
17,3
17,5
Tepung Terigu
14,0
13,4
13,6
14,4
15,5
14,9
Minyak Goreng Curah
13,6
12,6
11,7
10,0
10,1
10,9
Susu kental Manis
12,8
10,6
10,9
12,7
11,8
11,8
60
Komoditas Daging Ayam Ras
Jan-16 13,8
Feb-16 16,0
Mar-16 16,3
Apr-16 16,9
Mei-16 13,4
Jun-16 13,7
Daging Sapi
12,6
11,6
12,2
12,6
11,7
12,6
Telur Ayam Ras
15,6
15,2
20,3
18,8
14,0
15,9
Rata-Rata Per Bulan
13,8
13,6
14,3
14,5
13,6
14,0
Rata-Rata Jan-Des 2016
Komoditas
14,3
Jul-16
Agust-16
Sep-16
Okt-16
Nop-16
Des-16
Beras Medium
14,5
13,5
13,3
13,7
13,6
14,0
Gula Pasir
9,6
8,8
8,0
8,8
9,7
8,5
Jagung Pipilan
24,3
25,4
23,3
23,5
24,3
24,4
Kedelai Impor
17,9
18,1
17,9
23,9
18,0
17,6
Tepung Terigu
14,9
14,9
14,4
14,8
14,1
12,6
Minyak Goreng Curah
11,8
8,7
10,0
10,0
10,1
9,7
Susu kental Manis
12,4
12,0
13,5
13,3
12,9
13,0
Daging Ayam Ras
14,6
16,7
13,4
14,6
14,4
16,4
Daging Sapi
12,6
12,3
11,9
11,9
11,8
12,3
Telur Ayam Ras
15,0
17,2
17,7
18,0
17,9
14,5
Rata-Rata Per Bulan
14,8
14,8
14,3
15,3
14,7
14,3
Rata-Rata Jan-Des 2016
14,3
Sumber : Kementerian Perdagangan, diolah
Indeks Harga Bahan Pokok Nasional Pada triwulan IV tahun 2016, peningkatan harga komoditas tertinggi dialami oleh cabai merah (keriting dan biasa).
Selama periode Oktober-Desember tahun 2016, sebagian besar pergerakan harga bahan pokok nasional berfluktuatif (Lampiran 4), namun masih dalam batas kendali Pemerintah. Peningkatan harga yang terlihat jelas secara signifikan terjadi pada komoditas cabai merah keriting dan cabai merah biasa (Gambar 13 dan Lampiran 4). Hal ini disebabkan oleh kondisi cuaca tidak menentu yang membuat penurunan pasokan di pasar.
61
Gambar 13. Perkembangan Indeks Harga Komoditas Bahan Makanan (Beras, Gula Pasir, Bawang Merah, dan Cabai) 180,00
Beras Medium
Gula Pasir
Cabe Merah Biasa
Bawang Merah
Cabe Merah Keriting
160,00 140,00 120,00 100,00
80,00 Jan-16
Feb-16 Mar-16 Apr-16 May-16 Jun-16
Jul-16
Aug-16 Sep-16 Oct-16 Nov-16 Dec-16
Sumber: Kementerian Perdagangan, data diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN Kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat pada triwulan IV tahun 2016 mengalami peningkatan.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan IV tahun 2016 adalah sebesar 102,5. Hal ini menunjukkan peningkatan kondisi ekonomi dan tingkat optimisme masyarakat. Membaiknya kondisi ekonomi masyarakat terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan rumah tangga dengan indeks sebesar 103,9 dan tingkat konsumsi dengan indeks sebesar 103,8. Sementara itu, daya beli masyarakat yang dilihat dari indeks pengaruh inflasi mengalami penurunan, yaitu dengan nilai sebesar 98,7.
Tabel 23. Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 Menurut Sektor dan Variabel Pembentuknya Variabel Pembentuk Pendapatan rumah tangga Pengaruh inflasi terhadap konsumsi makanan sehari-hari Tingkat konsumsi beberapa komoditi makanan (daging, ikan, susu, buah-buahan, dll) dan bukan makanan (pakaian, perumahan, pendidikan, transportasi, kesehatan, dan rekreasi) Indeks Tendensi Konsumen
2014
2015
2016
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
113,5
106,1
96,6
104,4
108,4
103,1
102,4
105,0
110,0
103,9
109,9
106,3
109,0
105,6
108,1
101,9
103,8
110,4
102,7
98,7
113,2
113,0
100,7
105,6
111,6
103,0
102,8
111,9
111,0
103,8
112,4
107,6
100,9
105,2
109,0
102,8
102,9
107,9
108,2
102,5
Sumber: Badan Pusat Statistik
62
Pada triwulan I tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 3,3 persen (YoY) menjadi sebesar 106,3.
Pada triwulan I tahun 2017 pertumbuhan ITK diperkirakan meningkat 3,3 persen (YoY) menjadi sebesar 106,3 basis poin, lebih tinggi dari triwulan IV tahun 2016 yang sebesar 102,5 basis poin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat diperkirakan akan membaik, dengan tingkat optimisme masyarakat yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2016. Perkiraan membaiknya kondisi ekonomi konsumen pada triwulan I tahun 2017 didorong oleh perkiraan peningkatan pendapatan rumah tangga yaitu dengan indeks sebesar 106,2, serta meningkatnya rencana pembelian barang tahan lama, rekreasi, dan pesta/hajatan dengan indeks sebesar 106,6.
Gambar 14. Perkembangan Indeks Tendensi Konsumen Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016
116,0 112,0 108,0 104,0 100,0 96,0 92,0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q2
Q3
Q4
2016
Q1* 2017
Indeks Tendensi Konsumen 110,0 110,8 112,4 107,6 100,9 105,2 109,0 102,8 102,9 107,9 108,2 102,5 106,3 Kenaikan YoY (persen) (RHS) 5,1
2,6
0,4
-1,8 -8,3 -5,1 -3,0 -4,5
2,0
2,6
-0,7 -0,3
3,3
Sumber: Badan Pusat Statistik *Data proyeksi
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN Keyakinan konsumen pada bulan Januari 2017 masih berada pada level optimis meskipun sedikit melemah dari bulan Oktober 2016, dengan IKK sebesar 115,3.
Keyakinan konsumen pada bulan Januari 2017 masih berada pada level optimis meskipun sedikit melemah dari bulan Oktober 2016. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Januari 2017 yang relatif lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2016, yaitu sebesar 115,3 dari yang sebelumnya sebesar 116,8. Pada bulan Januari 2017, IKK tumbuh sebesar 2,4 persen (YoY) atau lebih rendah dibandingkan bulan Oktober 2016 yang sebesar 17,6 persen (YoY). Menurunnya optimisme masyarakat tersebut disebabkan oleh perkiraan kondisi 63
6,0 4,0 2,0 0,0 -2,0 -4,0 -6,0 -8,0 -10,0
ekonomi selama enam bulan mendatang yang diperkirakan akan menurun, yang tergambar dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sebesar 126,4. Tabel 24. Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia April 2016 – Januari 2017 2016 KETERANGAN Apr Mei Juni Juli Aug Sept Okt Indeks Keyakinan Konsumen 109,0 112,1 113,7 114,2 113,3 110,0 116,8 (IKK) Kenaikan (YoY) (persen) (RHS) 1,5 -0,6 2,2 3,9 0,6 12,8 17,6 Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini 94,7 96,5 99,9 101,2 97,2 96,0 103,2 (IKE) Penghasilan saat ini 110,9 114,8 116,2 119,5 117,4 116,5 119,1 Ketersediaan lapangan kerja Ketepatan waktu pembelian barang tahan lama Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja Ekspektasi Kegiatan Usaha Sumber: Bank Indonesia
Nov
Des
2017 Jan
115,9
115,4
115,3
11,8
7,3
2,4
102,8
102,9
104,2
117,0
117,9
118,5
80,0
80,7
87,0
85,8
79,0
79,5
89,0
87,8
88,6
88,8
93,2
94,0
96,3
98,3
95,3
92,1
101,6
103,5
102,1
105,4
123,2
127,7
127,6
127,1
129.5
124,0
130,4
129,0
128,0
126,4
137,7
141,3
138,4
139,2
142,0
138,9
140,5
141,4
141,2
142,9
105,0
110,8
115,6
110,5
111,1
104,7
114,5
110,5
110,4
111,3
126,9
130,9
128,7
131,7
135.3
128,3
136,2
135,0
132,3
125,1
Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 104,2, tertinggi sejak bulan Januari tahun 2016.
Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) terus mengalami penurunan dari bulan Oktober 2016, yaitu menjadi sebesar 126,4 pada bulan Januari 2017.
Pada bulan Januari 2017, Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) mengalami peningkatan menjadi sebesar 104,2 yang tertinggi sejak bulan Januari 2016. Peningkatan tersebut didorong oleh meningkatnya persepsi konsumen terhadap ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat ini dibandingkan dengan enam bulan lalu. Indeks ketepatan waktu pembelian barang tahan lama saat ini dibandingkan dengan enam bulan lalu sebesar 105,4 yang tertinggi sejak bulan Januari 2016. Sementara itu, indeks penghasilan saat ini dan ketersediaan lapangan kerja untuk bulan Januari 2017 adalah sebesar 118,5 dan 88,8 atau lebih rendah dari bulan Oktober 2016 yang sebesar 119,1 dan 89,0. Indeks Ekpektasi Konsumen (IEK) terus mengalami penurunan dari bulan Oktober 2016, yaitu menjadi sebesar 126,4 pada bulan Januari 2017. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh menurunnya indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan ekspektasi kegiatan usaha menjadi sebesar 111,3 dan 125,1 dari yang sebelumnya sebesar 114,5 dan 136,2 pada bulan Oktober 64
2016. Sementara itu, indeks ekpektasi penghasilan terus meningkat sejak bulan September 2016, menjadi sebesar 142,9 pada bulan Januari 2017.
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI Kondisi Bisnis Indonesia Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi bisnis di Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan nilai ITB sebesar 106,70. Peningkatan terjadi hampir pada semua lapangan usaha kecuali pada sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi terjadi di lapangan usaha Jasa Pendidikan dengan nilai ITB sebesar 112,17, sedangkan peningkatan kondisi bisnis terendah terjadi pada lapangan usaha Pertambangan & Penggalian dengan nilai ITB sebesar 101,17.
Gambar 15. Indeks Tendensi Bisnis Indonesia Triwulan I Tahun 2012 - Triwulan IV Tahun 2016 113,00 110,24
111,00 109,00
107,43
Indeks
107,00 105,00 103,00
104,22 103,89
107,24 106,12 106,00 106,04 105,29 105,22 104,72 104,70 105,46 103,88 102,34 101,95 103,42
101,00
107,89 106,70 105,81
99,46
99,00 97,00 95,00
Triwulan Sumber: BPS, diolah Catatan: ITB berkisar antara 0 sampai dengan 200 dengan indikasi sebagai berikut: a. Nilai ITB < 100 menunjukkan kondisi pada triwulan berjalan menurun dibanding triwulan sebelumnya b. Nilai ITB=100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) dibanding triwulan sebellumnya c. Nilai ITB > 100 menunjukkan kondisi bisnis pada triwulan berjalan lebih baik (meningkat)dibanding triwulan sebelumnya d. * = Angka perkiraan
65
Tabel 25. Indeks Tendensi Bisnis Menurut Sektor Triwulan IV Tahun 2016
Variabel pembentuk ITB Trw IV-2016 No
Sektor dalam ITB
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Pengadaan Listrik dan Gas Pengadaaan Air, Pengelolaan 5 Sampah, Limbah dan Daur Ulang 6 Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, 7 Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor 8 Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan 9 Minum 10 Informasi dan Komunikasi 11 Jasa Keuangan 12 Real Estate 13 Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, 14 Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 15 Jasa Pendidikan 16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 17 Jasa Lainnya Indeks Tendensi Bisnis Sumber: Badan Pusat Statistik, diola 1
ITB Trw III-2016
ITB Trw IV-2016
Pendapatan Usaha
Penggunaan Kapasitas Produksi/ Usaha
RataRata Jam Kerja
108,93
97,57
-
97,57
-
102,26 103,97 109,19
101,17 102,53 111,69
101,83 103,10 117,31
101,20 101,62 119,23
100,61 102,44 103,85
110,27
109,25
111,11
105,56
109,26
111,74
106,99
107,88
105,97
106,68
108,72
107,15
109,73
104,41
106,16
111,40
110,26
116,08
108,24
106,27
108,84
111,57
119,15
109,57
106,12
111,03 111,53 108,81 109,04
108,82 109,82 109,53 108,27
110,56 107,34 109,76 111,21
114,69 105,04 108,54 106,54
104,90 113,90 109,76 106,54
107,06
111,93
113,04
117,39
108,70
103,39 110,45 110,74 107,89
112,17 110,68 110,78 106,70
105,51 112,16 112,09 108,58
107,09 120,27 107,69 104,75
119,84 105,41 110,99 105,96
66
Pertumbuhan Industri Pengolahan Gambar 16. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non-Migas (YoY, persen) Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non Migas 2009 - 2016 (%) 7,46
6,38 4,70 1,69
3,82
2009
2010
6,98
6,17
6,03
2011
2012
Pertumbuhan PDB Nasional
5,58
5,61
5,45
4,98
4,88
2013
2014
2015
5,05
5,02 4,42
2016
Pertumbuhan Sektor Industri Manufaktur Non-Migas
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Pada tahun 2016, PDB industri pengolahan nonmigas atas dasar harga berlaku mencapai Rp2.258 triliun dan tumbuh sebesar 4,42 persen (YoY).
Grafik di atas menggambarkan pertumbuhan PDB nasional dan industri manufaktur non migas tahun 2009hingga 2016. Pada triwulan IV tahun 2016, nilai tambah sektor industri manufaktur non migas mencapai Rp575 triliun (Harga Berlaku) dengan pertumbuhan mencapai angka 3,9 persen (YoY). Secara kumulatif, hingga triwulan keempat tahun 2016, nilai tambah sektor industri manufaktur mencapai Rp2.258 triliun (Harga Berlaku) dan pertumbuhannya mencapai 4,42 persen. Sejak awal tahun 2016, pertumbuhan triwulan IV tahun 2016 tersebut berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, masingmasing 4,9 dan 5,0 persen. Perlambatan pertumbuhan industri manufaktur non migas terus menyebabkan penurunan kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian nasional sehingga hanya menjadi 20,5 persen setelah sebelumnya sempat mencapai 23 persen pada tahun 2009. Secara detail, sektor industri nonmigas menyumbang 18,2 persen terhadap perekonomian nasional pada tahun 2016. Nilai tersebut mengalami penurunan sejak tahun 2009 (19,5 persen) dan stagnan sejak tahun 2015 lalu. Penurunan pertumbuhan dan kontribusi yang terus terjadi dapat menjadi salah satu gejala dari deindustrialisasi dini di Indonesia. Hal tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut67
larut karena sektor industri pengolahan merupakan sektor pemberi kontribusi terbesar dalam perekonomian saat ini. Realisasi kebijakan, seperti penurunan harga gas, revitalisasi permesinan, kemudahan investasi, dan kestabilan inflasi untuk menjaga daya beli masyarakat, diharapkan mampu untuk mengangkat daya saing industri nasional sekaligus kembali menjadikan sektor industri pengolahan menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Gambar 17. Pertumbuhan Subsektor Industri Pengolahan Non Migas Tahun 2016 (YoY, persen) Pertumbuhan Subsektor Industri Manufaktur Non-Migas 2016 Triwulan III SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NON MIGAS Industri Makanan dan Minuman Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional Industri Barang Galian bukan Logam Industri Mesin dan Perlengkapan Industri Alat Angkutan Industri Barang Logam dll Industri Kertas dll Industri Kayu dll Industri Pengolahan Tembakau Industri Logam Dasar Industri Furnitur Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Industri Pengolahan Lainnya Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik
4,42
8,46 8,15 5,48 5,46 5,05 4,52 4,34 2,16 1,80 1,64 0,76 0,47 -0,13 -2,91 -8,34
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor industri makanan dan minuman; industri kulit; industri kimia farmasi yang tumbuh sebesar 8,46 persen, 8,15 persen, dan 5,48 persen.
Grafik di atas menunjukkan pertumbuhan setiap subsektor industri manufaktur nonmigas pada tahun 2016. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor makanan minuman; industri kulit; dan industri kimia farmasi yang tumbuh sebesar 8,46 persen, 8,15 persen, dan 5,48 persen. Hal tersebut menunjukkan jika pertumbuhan industri manufaktur masih didorong oleh industri yang berbasis konsumsi dalam negeri. Terdapat tiga subsektor yang memiliki pertumbuhan negatif, yaitu industri karet (-8,34 persen), industri pengolahan lainnya (-2,91 persen) dan industri tekstil (68
0,13 persen). Tren pertumbuhan negatif yang dialami oleh industri tekstil sejak akhir tahun 2014 lalu melambat ketika memasuki tahun 2016, bahkan pada triwulan IV tahun 2016 industri tekstil mengalami pertumbuhan positif untuk pertama kali semenjak triwulan IV tahun 2014. Namun demikian, masih kalah bersaingnya industri tekstil Indonesia dengan Vietnam dan Bangladesh di pasar Eropa dan Amerika Serikat, serta permasalahan produk tekstil impor, baik yang legal maupun ilegal, masih membayangi pertumbuhan subsektor ini kedepannya. Subsektor lainnya yang mengalami pertumbuhan negatif adalah subsektor karet. Subsektor industri pengolahan karet mengalami pertumbuhan yang negatif sejak memasuki tahun 2016. Penurunan produksi akibat perubahan musim, serta kesepakatan antar anggota Tripartite Rubber Council (ITRC) melalui skema Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) untuk mengurangi jumlah ekspor karet selama periode Maret-Agustus, serta kondisi pohon karet yang sudah tua menjadi penyebab utama dari pertumbuhan negatif subsektor karet tersebut. Meskipun demikian, pada triwulan IV tahun pertumbuhan negatif subsektor karet mengalami perlambatan. Hal tersebut disebabkan terdapat kenaikan harga getah karet alam, sehingga banyak petani karet yang kembali menaikkan produksinya. Memasuki tahun 2017, harga karet diharapkan akan tetap mengalami kenaikan dengan masih berlakunya pembatasan ekspor karet oleh ITRC. Namun, melemahnya permintaan oleh Tiongkok, Amerika Serikat, dan Jepang serta usia pohon karet yang sudah tua dapat menjadi risiko bagi pertumbuhan subsektor ini.
69
Gambar 18. Komposisi Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Komposisi Pertumbuhan Industri Manufaktur Non-Migas 2016
6,0 5,0 4,0
0,03
0,48
3,0
0,21
0,55
0,49
2,0 1,0
2,66
0,0 Makanan & Minum
Barang Logam Alat Angkutan
Logam Dasar
Galian Bukan Logam
Lainnya
MANUFAKTUR Non-MIGAS
Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Subsektor industri makanan dan minuman kembali menjadi penyumbang utama pertumbuhan sektor industri manufaktur.
Grafik di atas menunjukkan dekomposisi pertumbuhan industri manufaktur nonmigas tahun 2016. Subsektor industri makanan dan minuman masih menjadi subsektor pemberi kontribusi terbesar bagi sektor industri manufaktur non migas dengan kontribusi sebesar 60 persen. Alokasi belanja masyarakat yang mencapai 50 persen untuk makanan dan minuman menjadi penyebab dari pesatnya pertumbuhan subsektor ini. Besarnya kontribusi dari subsektor makanan dan minuman menjadi salah indikator jika industri manufaktur di Indonesia sangat mengandalkan konsumsi domestik. Menjaga kestabilan inflasi dapat menjadi salah satu cara untuk mendorong pertumbuhan manufaktur. Namun demikian, besarnya kontribusi subsektor industri makanan dan minuman juga dapat menjadi salah satu indikator jika industri di Indonesia hanya mampu mengembangkan sektor industri yang ringan (light industry). Hal tersebut tidaklah cukup jika ingin menjadikan sektor manufaktur menjadi roda perekonomian Indonesia. Diperlukan kebijakan yang riil dari pemerintah, seperti kemudahan investasi, pemberian insentif pajak yang jelas, kebijakan tenaga kerja yang tidak kaku, serta akses ke energi yang kompetitif, untuk mendorong pertumbuhan subsektor industri nonmigas lainnya sekaligus untuk menjadikan 70
industri manufaktur sebagai motor penggerak ekonomi Indonesia. Gambar 19. Ekspor Produk Industri 29941
30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014 2015 Ekspor Produk Industri (juta USD, sb. kiri, y-on-y)
Q2
Q3
30,0 25,0 15,7 20,0 15,0 10,0 5,0 0,0 -5,0 -10,0 -15,0 -20,0 Q4
2016
Pertumbuhan Ekspor Produk Industri (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: Badan Pusat Statistik 2016, diolah
Nilai ekspor produk industri pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD 29,9 miliar. Jumlah tersebut meningkat sebesar 15,7 persen dibandingkan triwulan III tahun 2015 (YoY). Meskipun pada triwulan IV tahun 2016 ekspor produk industri mengalami lonjakan pertumbuhan, secara kumulatif, ekspor produk Industri pada tahun 2016 hanya mengalami peningkatan sebesar 1,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Besi dan baja (kode HS 72) serta ekspor kendaraan dan bagiannya (kode HS 87) menjadi salah satu penyumbang kenaikan ekspor produk industri.
Nilai ekspor produk industri Indonesia triwulan IV tahun 2016 mencapai USD29,19 miliar.
Gambar 20. Nilai Investasi PMDN Sektor Industri (Rp miliar) 31374
35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0
20,76
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
2014 2015 2016 Nilai Investasi PMDN (sb. kiri) Pertumbuhan Nilai Investasi PMDN (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BKPM, 2016, diolah
71
Q4
120 100 80 60 40 20 0 -20 -40
Nilai investasi PMDN sektor industri tahun 2016 mencapai Rp106,7 triliun.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai Rp31 triliun, tumbuh sebesar 20,7 persen. Investasi terbesar terjadi pada sektor industri farmasi (Rp12,8 triliun), Industri makanan minuman (Rp8,0 triliun) dan Industri logam, mesin, dan elektronik (Rp5,7 triliun). Secara kumulatif, pada tahun 2016, nilai investasi dalam negeri Indonesia mencapai Rp106,7 triliun atau meningkat 20 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Sektor industri makanan dan minuman (Rp32 triliun), sektor industri kimia dan farmasi (Rp30 triliun), dan sektor mineral nonlogam (Rp15,4 triliun) menjadi tiga sektor terbesar yang melakukan investasi pada tahun ini. Sementara itu, sektor barang dari kulit dan alas kaki merupakan sektor dengan pertumbuhan investasi terbesar pada tahun ini (11,78 persen). Berdasarkan subsektor yang memiliki nilai investasi terbesar, dapat dilihat jika industri di Indonesia merupakan industri yang berorientasi domestik. Selain itu, sebagian besar terjadi pada sektor yang bersifat light industry. Sehingga Indonesia belum mampu untuk mengembangkan industri yang memiliki tingkat kompleksitas teknologi yang tinggi.
Gambar 21. Nilai Investasi PMA Sektor Industri (USD juta) 6000
100
5000
80
4000
3594,8 60 40
3000
20
2000
18,47
1000
0 -20
0
-40 Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
2016
Nilai Investasi PMDA (sb. kiri) Pertumbuhan Nilai Investasi PMDA (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BKPM, 2016, diolah
72
Q4
Nilai investasi PMA sektor industri tahun 2016 mencapai USD 16,6 miliar.
Nilai penanaman modal asing (PMA) di sektor industri Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD3,5 miliar atau meningkat sebesar 18,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Investasi terbesar terjadi pada sektor logam, mesin, dan elektronik (USD1,1 miliar), sektor kimia dan farmasi (USD0,7 miliar), dan sektor makanan (USD0,5 miliar). Secara kumulatif, nilai investasi asing di Indonesia pada tahun 2016 mencapai USD16,6 miliar atau meningkat 44 persen dibandingkan tahun 2015 lalu. Sektor logam, mesin, dan elektronik, sektor kimia dan farmasi, serta sektor kertas dan percetakan menjadi sektor yang memiliki nilai investasi asing terbesar. Setelah mengalami pertumbuhan nilai investasi asing yang negatif selama tahun 2014 dan 2015, pertumbuhan positif ini menjadi pertanda jika investor asing mulai melihat kondisi ekonomi Indonesia akan semakin membaik untuk kedepannya. Salah satu contohnya adalah komitmen India untuk melakukan investasi langsung untuk membangun industri Farmasi di Indonesia. Selain India, beberapa perusahaan asal Taiwan juga akan masuk di Indonesia untuk membantu mengembangan industri komponen kendaraan bermotor di Indonesia. Gambar 22. Tenaga Kerja Sektor Industri
16,0
15,54
10,0
15,5
8,0
15,0
6,0
14,5
1,9
14,0
4,0 2,0
13,5
0,0
13,0
-2,0
12,5
-4,0 Aug-10
Aug-11
Aug-12
Aug-13
Aug-14
Aug-15
Aug-16
Jumlah tenaga kerja sektor industri (Juta orang, sb. kiri) Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor industri (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: BPS, diolah
73
Jumlah tenaga kerja di sektor industri berdasarkan data bulan Agustus tahun 2016 sebesar 15,5 juta atau meningkat 1,9 persen dibandingkan bulan Agustus sebelumnya. Pertumbuhan tersebut lebih baik dibandingkan dengan bulan Agustus 2015 yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,1 persen. Peningkatan tersebut disebabkan ada penambahan penyerapan tenaga kerja sebesar 290 ribu tenaga kerja di sektor industri pada tahun ini. Peningkatan tenaga kerja yang terjadi di sektor industri, juga terjadi di sektor lainnya, kecuali sektor konstruksi.
Tenaga kerja sektor industri mencapai 15,54 juta.
Data Penjualan Komoditas Industri Utama Untuk mengetahui kondisi pembangunan, daya beli masyarakat Indonesia, dan kondisi sektor sektor industri secara keseluruhan, data penjualan mobil, motor, dan semen merupakan indikator yang dianggap paling mampu untuk menggambarkan kondisi tersebut. Data penjualan mobil dan motor merupakan indikator untuk mengetahui kondisi daya beli masyarakat kelas menengah atas dan kelas menengah bawah. Sedangkan data penjualan semen merupakan indikator yang digunakan untuk menunjukkan kondisi pembangunan di Indonesia. Gambar 23. Penjualan Mobil Triwulan IV Tahun 2016 350000
20 15 280.994 10 5 0 -5 -10 -15 -20 -25 Q3 Q4 13,0
300000 250000 200000 150000 100000 50000 0
Q1
Q2
Q3
2014
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2015 Penjualan Mobil (Unit, sb. kiri)
Sumber: GAIKINDO 2016, diolah
74
Q2
2016
Penjualan mobil di triwulan IV tahun 2016 ini mencapai 280.994 unit atau naik sebesar 13,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015
Penjualan mobil di triwulan IV tahun 2016 ini mencapai 280.994 unit atau tumbuh sebesar 13,0 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Secara kumulatif, penjualan mobil pada tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen dibandingkan tahun 2015 lalu. Peluncuran beberapa tipe baru dari produsen utama mobil di Indonesia, serta terjaganya daya beli masyarakat Indonesia, terutama kalangan menengah ke atas, menyebabkan penjualan mobil di Indonesia kembali membaik. Dengan tren positif yang terus berlangsung, diharapkan penjualan mobil pada tahun 2017 akan kembali stabil.
Gambar 24. Penjualan Motor Triwulan Tahun IV 2016 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 Q1
Q2
Q3
Q4
2014
Q1
Q2
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
30 25 20 15 1.579.888 10 5 -4,8 0 -5 -10 -15 -20 -25 -30 -35 Q3 Q4
2016
Penjualan Sepeda Motor (Unit, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: GAIKINDO dan ASTRA 2016, diolah
Penjualan motor pada triwulan IV mencapai angka 1,5 juta unit atau mengalami penurunan sebesar 4,8 persen (YoY)
Penjualan motor pada triwulan IV tahun 2016 kembali mengalami pertumbuhan negatif, meski mengalami perlambatan, hanya mencapai 1,5 juta atau menurun 4,8 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Secara kumulatif, penjualan motor di Indonesia pada tahun 2016 hanya mencapai 5,9 juta atau menurun 8,4 persen dibandingkan dengan penjualan Januari-Desember pada 2015 lalu. 75
Membaiknya harga komoditas menjadi salah satu penyebab dari kenaikan pertumbuhan penjualan sepeda motor pada triwulan IV tahun 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, kenaikan harga komoditas belum mampu mengembalikan daya beli masyarakat ke tingkat sebelumnya. Kenaikan harga komoditas yang diprediksi terjadi pada tahun 2017 nanti diharapkan mampu untuk meningkatkan kembali pembelian sepeda motor oleh masyarakat Indonesia. Gambar 25. Penjualan Semen Triwulan Tahun IV 2016 (Ton) 20,0 18,0 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 ,0
17
15 10
5 -3
0 -5 -10
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2014
Q3
2015
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2016
Penjualan Semen (Juta Ton, sb. kiri) Pertumbuhan Penjualan Semen (persen, sb. kanan, y-on-y) Sumber: Asosiasi Semen Indonesia (ASI) 2016, diolah
Penjualan semen di triwulan IV 2016 mencapai angka 17,3 juta ton.
Penjualan semen pada triwulan IV tahun 2016 mencapai 17,3 juta ton, turun sebesar 3,2 persen (YoY). Meskipun mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan terakhir 2016, secara kumulatif penjualan semen pada tahun 2016 mencapai 62 juta ton atau meningkat 1,3 persen dibandingkan tahun 2015 lalu. Kondisi sektor yang oversupply ditambah dengan persaingan sengit antar produsen semen Tier 1 dan Tier 2, seperti Semen Indonesia dan Semen Conch, menjadi salah satu penyebab penurunan pada triwulan IV. Selain itu, adanya cuaca buruk yang terjadi pada sebagian wilayah Indonesia menjadikan pertumbuhan semen pada triwulan ini menjadi semakin terkontraksi.
76
Selama tahun 2016, sekitar 25 persen penjualan semen domestik disebabkan oleh realisasi proyek-proyek infrastruktur pemerintah, terutama di luar Jawa. Pada awal tahun 2017, pemerintah sudah melalukan tender dengan nilai 30 persen untuk pembangunan infrastruktur, sehingga diharapkan penjualan semen akan meningkatkan konsumsi semen pada semester awal tahun 2017. Adanya kenaikan harga listrik pada tahun 2017 juga dapat menjadi salah satu risiko bagi pelaku industri semen dalam melakukan kegiatan produksinya.
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja Industri Gambar 26. Kredit Modal Kerja Dan Investasi Triwulan IV Tahun 2016
2015
Desember
Oktober
November
Agustus
September
Juli
Juni
Mei
Apr
Mar
Jan
Feb
Des
Nov
Oct
Sept
Aug
Jul
Jun
Apr
Mei
Feb
Mar
13,0 12,5 12,0 11,35 11,5 11,0 11,2 10,5 10,0
Jan
650 550 450 350 250 150
2016
Posisi Kredit Modal Kerja Sektor Industri (Triliun Rp, sk. kiri) Posisi Kredit Investasi Sektor Industri (Triliun Rp, sb. kiri) Bunga Kredit Modal Kerja Bank Umum (%, sb. kanan) Bunga Kredit Investasi Bank Umum (%, sb. kanan) Sumber: Bank Indonesia 2016, diolah
Outstanding Kredit untuk sektor industri dan suku bunga kredit terus menurun.
Nilai outstanding loan untuk modal kerja per akhir Desember 2016 adalah sebesar Rp537 triliun dan nilai outstanding loan untuk kredit investasi adalah sebesar Rp 228 triliun. Pertumbuhan nilai outstanding loan kredit modal kerja dan investasi antara Desember 2015 dan Desember 2016 meningkat masing-masing sebesar 1,6 dan 3,7 persen. Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan, baik pada kredit modal kerja ataupun kredit investasi, semakin memberatkan pertumbuhan industri manufaktur. Salah satu penyebab dari perlambatan kredit ini disebabkan 77
oleh meningkatnya NPL di sektor perbankan Indonesia. Hal tersebut menjadikan sektor perbankan menjadi lebih berhati-hati dalam memberikan kredit kepada sektor tersebut.
Manufacturing Purchasing Manager Index
53,0 52,0 51,0 50,0 49,0 48,0 47,0 46,0
Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan… Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan… Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Gambar 27. Prompt Manufacturing Index Indonesia
Sumber: Bloomberg, diolah
Nilai PMI yang berada di atas 50 menunjukkan jika perusahaan masih menunjukkan keinginannya untuk melakukan ekspansi.
Grafik diatas menggambarkan Manufacturing Purchasing Manager Index (PMI) di Indonesia. Nilai PMI diatas 50 menunjukkan jika perusahaan di Indonesia masih akan melakukan ekspansi untuk kegiatan usahanya. Sedangkan jika PMI dibawah 50 menunjukkan jika perusahaan di Indonesia sedang mengalami kontraksi. Nilai PMI ini juga dapat dijadikan acuan untuk kondisi ekonomi suatu negara. Memasuki triwulan IV tahun 2016, nilai PMI Indonesia kembali menurun menjadi dibawah 50. Secara rata-rata, nilai PMI Indonesia selama triwulan IV tahun 2016 sebesar 49,1. Nilai PMI yang berada di bawah 50 tersebut menunjukkan jika terjadi perlambatan sektor manufaktur pada triwulan IV tahun 2016 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan pertumbuhan sektor manufaktur yang lebih rendah dengan triwulan sebelumnya. Meskipun demikian, peningkatan kapasitas produksi dan meningkatnya kredit di sektor manufaktur yang terjadi di sektor manufaktur masih memberikan harapan jika sektor manufaktur akan kembali berekspansi. 78
79
80
KEUANGAN NEGARA PENDAPATAN NEGARA Realisasi penerimaan perpajakan sampai akhir tahun 2016 mencapai 83,4 persen dari target APBN-P, lebih rendah dibandingkan rata-rata selama tahun 2011-2015 (93,2 persen). Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan penerimaan uang tebusan, yang hingga akhir 2016 mencapai Rp107 triliun (64,9 persen dari target) (Gambar 28).
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2016 mencapai 83,4 persen dari target APBN-P, disebabkan oleh perlambatan pada penerimaan uang tebusan.
Berbeda dengan penerimaan perpajakan, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menunjukan kinerja yang positif. Realisasi selama 2016 mencapai Rp262,4 triliun, lebih tinggi dari target APBN-P (Tabel 26)
Penerimaan Negara Bukan Pajak menunjukan kinerja yang positif.
Tabel 26. Perkembangan Komposisi Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 – 2016 (triliun rupiah) Keterangan
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016 APBN-P
Real. sementara
Perpajakan
723,3
873,9
980,5
1.077,3
1.146,9
1.240,4
1.539,2
1.283,6
(83,4)
PNBP
268,9
331,5
351,8
354,8
398,6
255,6
245,1
262,4
(107,0)
Hibah
3,0
5,3
5,8
6,8
5,0
12,0
2,0
5,8
(295,2)
995,3 1.210,6 TOTAL Sumber: Kementerian Keuangan
1.338,1
1.438,9
1.550,5
1.508,0
1.786,2
1.551,8
Gambar 28. Perkembangan Penerimaan Uang Tebusan dan Deklarasi Aset dari Tax Amnesty, Jul 2016 – Des 2016 (triliun rupiah)
Sumber: Kementerian Keuangan
81
BELANJA PEMERINTAH Realisasi belanja negara mengalami penurunan dibandingkan rata-rata realisasi tahun 20112015
Dengan adanya potensi shortfall akibat tidak tercapainya target penerimaan perpajakan, pemerintah telah menerapkan kebijakan pemotongan anggaran pada tahun 2016. Hal tersebut menyebabkan penurunan realisasi belanja negara, yang mencapai Rp1.859,4 triliun atau 89,3 persen dari target APBN-P. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan ratarata realisasi terhadap APBN-P selama periode tahun 20112016 (95,1 persen). Penurunan terbesar terjadi pada belanja pemerintah pusat yakni sebesar 12,0 persen dari target APBNP (Gambar 29).
Gambar 29. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Negara, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah)
513,3
573,7
623,1
710,9
480,4 411,3
1.010,6
1.137,2
1.203,6
1.183,3
883,7
1.148,6
2011
2012
2013
2014
2015
2016*
Pemerintah Pusat
Transfer ke Daerah dan Dana Desa
*) Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
Belanja subsidi menjadi komponen belanja Pemerintah Pusat dengan realisasi terbesar selama tahun 2016
Belanja Subsidi merupakan komponen belanja dengan realisasi terbesar dibandingkan komponen belanja Pemerintah Pusat lainnya. Selama tahun 2016 realisasi belanja Subsidi mencapai Rp174,6 triliun atau 98,2 persen dari target APBN-P. Sementara itu, Belanja Modal masih menjadi komponen dengan proporsi terendah dibandingkan komponen belanja Pemerintah Pusat lainnya (Gambar 30).
82
Gambar 30. Perkembangan Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Tahun 2015 – 2016 (% terhadap APBN-P)
*) Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
DAU masih mendominasi realisasi Dana Perimbangan, sementara Dana Alokasi Khusus mengalami penurunan .
Dana Perimbangan masih mendominasi Transfer ke Daerah. Selama tahun 2016, realisasi Dana Perimbangan mencapai Rp640,4 triliun. Dana Alokasi Umum (DAU) masih menjadi komponen terbesar dengan realisasi sebesar Rp385,4 triliun atau 100 persen dari target APBNP. Sementara itu, kebijakan pemotongan anggaran menyebabkan penurunan pada realisasi Dana Alokasi Khusus (Tabel 27).
Tabel 27. Komposisi Transfer ke Daerah dan Dana Desa, Tahun 2011-2016 (triliun rupiah) 2016 Keterangan Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Dana Otonomi Khusus
2011
2012
2013
2014
2015
347,2
411,1
430,4
477,1
485,8
705,5
640,4
96,9
111,3
88,5
103,9
78,1
109,1
90,5
273,8
311,1
341,2
352,9
385,4
385,4
24,8
25,9
30,8
31,9
54,9
211,0
164,5
10,4
12,0
13,6
16,6
17,7
18,8
18,8
10,4
12,0
13,4
16,1
17,1
18,3
18,3
0,1
0,4
0,5
0,5
0,5
1,4
1,4
1,4
1,4
1,7
5,0
5,0
20,8
47,0
46,7
359,1
424,4
445,3
495,0
525,9
776,3
710,9
Dana Desa TOTAL
Real. Sementara
225,5
Dana Keistimewaan DIY Dana Insentif Daerah
APBN-P
Sumber: Kementerian Keuangan
83
PEMBIAYAAN PEMERINTAH Realisasi defisit anggaran tahun 2016 menurun dibandingkan tahun 2015.
Kebijakan pemotongan anggaran telah membantu mengurangi tekanan defisit anggaran tahun 2016, ditengah kondisi penerimaan perpajakan yang tidak mencapai target. Realisasi defisit anggaran selama tahun 2016 mencapai Rp308 triliun atau 2,46 persen PDB (Gambar 31).
Gambar 31. Perkembangan Realisasi Defisit APBN, Tahun 2011 – 2017 (Rp Triliun) 2011
2012
2013
2014
(212)
(227)
2015
2016*
(298)
(308)
(84) (153) (1,14)
(1,86) (2,15)
(2,33)
(2,59) Rp triliun
(2,46)
% PDB
*) Realisasi sementara Sumber: Kementerian Keuangan
Pinjaman dalam negeri masih mendominasi realisasi pembiayaan selama tahun 2016
Realisasi pinjaman luar negeri (neto) selama tahun 2016, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015
Dengan realisasi defisit tersebut, realisasi pembiayaan tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015, mencapai Rp330,3 triliun (lebih tinggi dibandingkan target APBN-P). Dilihat dari sumbernya, pinjaman dalam negeri masih mendominasi dengan realisasi sebesar Rp344,9 triliun. Sementara itu, realisasi pinjaman luar negeri (neto) selama tahun 2016 mencapai negatif Rp14,6 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi 2015. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan pembayaran cicilan pokok (Tabel 28).
84
Tabel 28. Perkembangan Realisasi Komposisi Pembiayaan APBN, Tahun 2011-2016 (Rp triliun) 2016 Jenis Pembiayaan I
II
Pinjaman Dalam Negeri (Neto)
2011
2012
2013
2014
2015
148,7
198,6
243,2
261,2
307,9
APBN-P
Real. sementara
299,3
344,9
a. Perbankan
48,9
62,7
34,2
5,0
4,9
25,4
25,9
b. Non perbankan
99,8
135,9
209,0
256,2
303,0
273,9
319,0
(17,7)
(27,3)
(5,9)
(12,3)
15,3
(2,5)
(14,6)
33,8
27,6
55,2
52,6
83,8
73,0
59,0
Pinjaman Luar Negeri (Neto) a. Penarikan (Bruto) i. Pinjaman Program
15,3
15,0
18,4
17,8
55,1
35,8
35,3
ii. Pinjaman Proyek
18,5
12,6
36,8
34,8
28,7
37,2
23,6
b. Penerusan Pinjaman
(4,2)
(3,8)
(3,9)
(2,5)
(2,6)
(5,8)
(4,8)
(47,3)
(51,1)
(57,2)
(62,4)
(66,0)
(69,7)
(68,7)
131,0
171,3
237,3
248,9
323,1
296,7
330,3
c. Pembayaran Cicilan Pokok TOTAL Sumber: Kementerian Keuangan
Posisi Utang Pemerintah Hingga akhir tahun 2016, utang pemerintah pusat menurun dibandingkan target APBN-P, mencapai Rp3.467 triliun (lebih rendah dari target APBN-P). Surat Berharga Negara (SBN) masih menjadi komponen utama dengan proporsi 78,9 persen dari total utang pemerintah pusat.
Realisasi utang pemerintah pusat tahun 2016 lebih rendah dibandingkan target APBN-P
Tabel 29. Posisi Utang Pemerintah Pusat Tahun 2011-2016 (Rp triliun) 2016 2011
2012
2013
2014
2015 APBN-P
Pinjaman
Real. sementara
621
617
710
678
755
740
733
1.188
1.361
1.661
1.931
2.410
2.761
2.734
TOTAL UTANG
1.809
1.978
2.371
2.609
3.165
3.501
3.467
PDB
7.832
8.616
9.525
10.543
11.541
12.627
% PDB (RHS) 23,1 23,0 *) Menggunakan PDB pada APBN-P 2016 Sumber: Kementerian Keuangan
24,9
24,7
27,4
27,7
SBN
Terjadi penurunan realisasi pembayaran pokok dan bunga utang selama triwulan IV tahun 2016.
27,5*
Realisasi utang pemerintah pusat yang lebih rendah dibandingkan target APBN-P, berpengaruh terhadap realisasi pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah pusat. Selama triwulan IV tahun 2016, realisasi pembayaran pokok dan bunga utang mencapai Rp107,2 triliun, lebih rendah dibandingkan realisasi triwulan III 85
tahun 2016 (Rp123,4 triliun). Secara umum, utang dalam negeri masih mendominasi dengan proporsi 70,1 persen dari total pembayaran pokok dan bunga (Tabel 30). Tabel 30. Perkembangan Realisasi Pembayaran Pokok dan Bunga Utang Pemerintah Pusat Tahun 2011 – 2016 (Rp triliun) 2011
2012
2013
2014
2016 2015 Q1
Q2
Q3
Q4
25,2
32,0
Luar Negeri
62,4
81,4
89,4
135,6
123,9
36,0
37,6
Pokok
38,4
51,1
57,2
96,4
78,9
22,3
27,4
9,3
22,3
Bunga
24,0
30,4
32,2
39,2
45,0
13,7
10,2
15,9
9,8
145,5
192,9
183,7
234,9
258,4
126,4
74,8
98,2
75,2
Pokok
86,3
122,4
103,2
140,6
147,4
87,2
50,7
54,7
48,8
Bunga
59,2
70,5
80,5
94,2
111,0
39,2
24,1
43,4
26,4
TOTAL 207,9 274,4 Sumber: Kementerian Keuangan
273,1
370,5
382,3
162,4
112,4
123,4
107,2
Dalam Negeri
Surat Berharga Negara (SBN) Kepemilikan asing pada SBN masih mendominasi.
Kepemilikan asing pada SBN masih dominan. Hingga Desember 2016, kepemilikan asing pada SBN mencapai Rp665,8 triliun atau 37,5 persen dari total SBN Rupiah yang diperdagangkan. Hal ini mencerminkan tingkat kepercayaan investor asing terhadap kondisi perekonomian Indonesia masih cukup tinggi (Tabel 31).
Tabel 31. Posisi Kepemilikan SBN Rupiah yang Diperdagangkan, Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) 2016 2011
2012
2013
2014
2015
Desember
% Kepemilikan
Bank
265,0
299,7
335,4
375,6
350,1
399,5
22,5
Institusi Pemerintah Nonbank
7,8 450,8
3,1 517,5
44,4 615,4
41,6 792,8
148,9 962,9
134,3 1.239,6
7,6 69,9
47,2
43,2
42,5
45,8
61,6
85,7
4,8
Reksadana Asuransi Asing Dana Pensiun
93,1
83,4
129,6
150,6
171,6
238,2
13,4
222,9 34,4
270,5 56,5
323,8 39,5
461,4 43,3
558,5 49,8
665,8 87,3
37,5 4,9
32,5
30,4
42,5
57,8
3,3
53,2
64,9
47,6
61,3
78,8
104,8
5,9
723,6
820,3
995,3
1.210,0
1.461,8
1.773,3
100,0
Individu Lain lain Total
Sumber : Kementerian Keuangan
86
Realisasi SBN valas mengalami peningkatan, didominasi oleh USD
Sementara itu, realisasi SBN dengan denominasi valas per Desember 2016 mencapai Rp719,8 triliun, lebih tinggi dibandingkan posisi Desember 2015 (Rp658,9 triliun). SBN berdenominasi USD masih mendominasi keseluruhan SBN denominasi valas. Akan tetapi, walaupun realisasi SBN valas meningkat, proporsi SBN Rupiah masih lebih tinggi, yakni 71,2 persen dari total SBN yang diperdagangkan (Tabel 32).
Tabel 32. Posisi Outstanding Surat Berharga Negara Tahun 2011 – 2016 (triliun Rupiah) 31-Des31-Des31-Des31-Des31-Des31-DesJENIS SBN 2011 2012 2013 2014 2015 2016 I. Yang diperdagangkan a. Surat Utang Negara (SUN) Fixed Rate
684,6 517,1
757,2 610,4
908,1 751,3
1.099,3 946,0
1.302,6 1.162,9
1.527,6 1.407,5
Variable Rate
135,1
122,8
122,8
113,3
96,7
79,1
Zero Coupon
2,5
1,3
29,9
22,8
34,1
40,0
43,0
41,0
39,0
63,0
87,2
110,7
159,2
248,3
37,7
62,8
78,5
100,0
150,2
240,6
1,3
0,2
8,6
10,7
9,0
7,7
723,6
820,3
995,3
1.210,0
1.461,8
1.775,9
SUN (dalam juta USD)
18,7
23,0
27,1
29,2
36,2
35,5
SBSN (dalam juta USD)
1,7
2,7
4,2
5,0
7,0
9,5
95,0
155,0
155,0
155,0
255,0
355,0
1,0
2,3
5,3
SPN b. Surat berharga Syariah Negara (SBSN) Fixed rate SPN-Syariah Total SBN Rupiah
SUN (dalam juta JPY) SUN (dalam juta EUR) Total SBN Valas
195,6
264,9
399,4
456,6
658,9
719,8
TOTAL (yang diperdagangkan)
919,2
1.085,2
1.394,7
1.666,6
2.120,8
2.495,7
II. Yang tidak diperdagangkan SPNS SUP
5,1 244,6
240,1
234,9
229,1
SPN
TOTAL (yang tidak diperdagangkan) TOTAL SBN
197,5
22,4
SBR SDHI
222,6
2,4
2,4
3,9
23,8
35,8
31,5
33,2
36,7
36,7
268,4
275,9
266,4
264,6
289,2
238,2
1.187,7
1.361,1
1.661,1
1.931,2
2.410,0
2.733,8
Sumber: Kementerian Keuangan
87
Dilihat dari tenornya, kepemilikan asing pada SBN didominasi oleh tenor jangka panjang (diatas lima tahun). Hingga Desember 2016, proporsi SBN bertenor diatas lima tahun mencapai 73,4 persen dari keseluruhan kepemilikan asing. Kondisi ini mengindikasikan masih tingginya kepercayaan asing terhadap proyeksi perkonomian Indonesia ke depan (Gambar 32).
Kepemilikan asing masih didominasi oleh SBN bertenor diatas 5 tahun
Gambar 32. Komposisi Kepemilikan SBN oleh Asing berdasarkan Tenor (% Total SBN)
38,2
45,0
44,5
42,8
27,8
32,0
33,6
8,2 11,9
16,5 2,8 7,8
12,9 5,4 5,2
15,2 3,7 4,7
2011
2012
2013
2014
36,0
44,7
24,9
37,4 39,0
16,8
<1
1-2
2-5
17,8
11,8 1,3 3,2
5,4 3,5
2015 5 - 10
Des-16 > 10
Sumber : Kementerian Keuangan
Pinjaman Luar Negeri Jepang dan Bank Dunia masih menjadi kreditur utama pinjaman luar negeri Indonesia
Hingga Desember 2016, realisasi pinjaman luar negeri mencapai Rp728,1 triliun (turun 3,1 persen dari tahun 2015). Jepang masih merupakan negara kreditur utama, dengan pemberian pinjaman sebesar Rp196,5 triliun atau 27 persen dari total pinjaman luar negeri. Sementara itu, Bank Dunia masih menjadi lembaga kreditur utama, dengan pinjaman sebesar Rp232,3 triliun atau 31,9 persen dari total pinjaman luar negeri (Tabel 33).
Tabel 33. Posisi Pinjaman Luar Negeri berdasarkan Kreditur (Rp Triliun) NEGARA/KELOMPOK Negara a Jepang b Perancis c Jerman d Korsel e Tiongkok f AS g Australia
2011 406,8 280,6 23,8 20,4 7,0 8,0 16,1 8,5
2012
2013
384,3 256,2 24,1 20,1 6,6 7,6 15,2 8,0
88
423,5 255,0 31,5 24,2 12,2 10,8 19,9 9,2
2014 381,8 213,4 32,0 22,0 15,2 11,6 19,9 8,3
2015 390,8 216,2 33,7 23,0 19,8 13,0 21,2 8,1
Des-16 358,5 196.5 8.4 25.3 19.7 13.6 12.1 7.1
NEGARA/KELOMPOK h Spanyol i Rusia j Inggris k Lainnya Multilateral a Bank Dunia b ADB c IDB d IFAD e EIB f NIB Suppliers
2011 4,1 1,4 7,4 29,6 213,0 108,7 97,9 4,2 1,2 0,5 0,4 0,5
2012 3,8 1,4 7,0 34,3 230,1 122,5 100,4 5,1 1,3 0,6 0,3 0,4
2013 4,6 8,0 7,6 40,6 288,3 163,8 114,6 7,2 1,8 0,6 0,3 0,4
2014 4,2 8,5 5,8 40,9 292,3 175,0 107,4 7,4 1,9 0,5 0,3 0,2
2015 4,0 9,4 4,7 37,8 360,0 221,8 127,0 8,6 2,1 0,4 0,2 0,2
Des-16 3.5 7.5 3.4 61.4 369,5 232.3 125.1 9.4 2.2 0.3 0.2 0,1
TOTAL 620,3 Sumber : Kementerian Keuangan
614,8
712,2
674,3
751,1
728,1
89
90
91
92
PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2016 mengalami suplus sebesar USD4,9 miliar. meningkat dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang surplus sebesar USD4,5 miliar, namun lebih rendah dibandingkan triwulan III tahun 2016 dengan surplus sebesar USD5,7 miliar. Hal ini didorong oleh menurunnya defisit pada neraca transaksi berjalan dan surplus neraca transaksi modal dan finansial yang cukup besar. Secara keseluruhan, pada tahun 2016, NPI mengalami surplus sebesar USD12,1 miliar, meningkat signifikan dari tahun 2015 yang defisit sebesar USD1,1 miliar.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV tahun 2016 suplus sebesar USD4,9 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan membaik menjadi sebesar USD1,8 miliar,dan neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD6,8 miliar.
Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan IV tahun 2016 mengalami perbaikan menjadi sebesar USD1,8 miliar, lebih kecil dibandingkan dengan defisit pada triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD4,7 miliar. Sementara itu, neraca transaksi modal dan finansial mengalami surplus sebesar USD6,8 miliar. Surplus tersebut relatif lebih rendah dibandingkan surplus pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD9,2 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD10,6 miliar.
Gambar 33. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan III Tahun 2016 (Miliar USD)
20,0
120,0
10,0
112,5
0,0
105,0
-10,0 -20,0
97,5 Q1
Q2
Transaksi Berjalan
-4,9
-9,6
Transaksi Finansial Neraca Keseluruhan
Q3
Q4
Q1
Q2
-7,0
-6,0
-4,3
-4,3
6,5
14,3 14,6
9,5
5,6
2,1
4,3
2,4
1,3
2014
6,5
Q3
Q4
Q1
Q2
-4,2
-4,7
-4,7
-5,2
-4,7
-1,8
2,0
0,1
9,2
4,4
7,5
10,6
6,8
-2,9
-4,6
5,1
-0,3
2,2
5,7
4,5
2015
Q3
Q4
2016
Posisi Cadangan Devisa 102,6 107,7 111,2 111,9 111,6 108,0 101,7 105,9 107,5 109,8 115,7 116,4 Sumber: Bank Indonesia
93
90,0
Tabel 34. Neraca Pembayaran Indonesia Triwulan I Tahun 2015 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) 2015
2016
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
-4,3
-4,3
-4,2
-4,7
-4,7
-5,2
-4,7
-1,8
3,2
4,4
4,2
2,2
2,6
3,7
3,9
5,1
Ekspor
38,0
39,9
36,2
35,0
33,0
36,3
34,9
40,2
Impor
-34,8
-35,6
-31,9
-32,8
-30,4
-32,5
-31,0
-35,2
2,8
4,1
4,2
2,3
2,3
3,5
3,7
5,2
- Ekspor, fob.
37,6
39,6
35,8
34,7
32,7
36,0
34,6
39,8
- Impor, fob.
-34,8
-35,6
-31,7
-32,4
-30,3
-32,5
-30,8
-34,6
3,9
5,9
6,2
3,0
3,2
5,0
5,0
6,4
- Ekspor, fob
33,1
34,7
32,0
30,7
29,8
32,8
31,3
36,3
- Impor, fob
-29,1
-28,8
-25,9
-27,7
-26,6
-27,8
-26,3
-29,9
-1,1
-1,9
-2,0
-0,7
-0,9
-1,4
-1,3
-1,1
- Ekspor, fob
4,5
4,9
3,8
4,0
2,9
3,2
3,3
3,5
- Impor, fob
-5,6
-6,8
-5,8
-4,7
-3,8
-4,7
-4,6
-4,7
2. Barang Lainnya
0,4
0,3
0,1
-0,1
0,3
0,2
0,2
-0,2
- Ekspor, fob.
0,4
0,3
0,4
0,3
0,4
0,3
0,3
0,4
- Impor, fob.
I. Transaksi Berjalan A. Barang
1. Barang Dagangan Umum
a. Nonmigas
b. Migas
0,0
0,0
-0,3
-0,4
0,0
-0,1
-0,1
-0,6
B. Jasa - jasa
-1,8
-2,8
-2,3
-1,8
-1,0
-2,3
-1,6
-1,6
C. Pendapatan Primer
-7,1
-7,2
-7,5
-6,6
-7,5
-7,9
-8,0
-6,3
D. Pendapatan Sekunder
1,4
1,4
1,3
1,4
1,2
1,2
1,0
0,9
II . Transaksi Modal
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
III . Transaksi Finansial
5,6
2,0
0,1
9,2
4,4
7,5
10,6
6,8
1. Investasi Langsung
2,3
4,0
1,6
2,8
3,1
3,3
6,5
2,2
2. Investasi Portofolio
8,5
5,5
-2,2
4,3
4,4
8,3
6,5
-0,4
3. Derivatif Finansial
0,1
0,0
0,2
-0,3
0,0
0,0
0,0
0,1
4. Investasi Lainnya
-5,3
-7,5
0,4
2,3
-3,1
-4,0
-2,5
4,8
IV. Total (I + II + III )
1,3
-2,3
-4,2
4,5
-0,3
2,3
5,9
4,9
V. Selisih Perhitungan Bersih
0,0
-0,6
-0,4
0,6
0,0
-0,1
-0,2
-0,4
VI . Neraca Keseluruhan (IV + V)
1,3
-2,9
-4,6
5,1
-0,3
2,2
5,7
4,5
Posisi Cadangan Devisa
111,6
108,0
101,7
105,9
107,5
109,8
115,7
116,4
Dalam Bulan Impor dan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah
6,6
6,8
6,8
7,4
7,7
8,0
8,5
8,4
Transaksi Berjalan (% PDB)
-2,0
-2,0
-2,0
-2,2
-2,1
-2,3
-1,9
-0,8
Sumber: Bank Indonesia
94
TRANSAKSI BERJALAN Perkembangan Ekspor 18.000 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0
60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 0
Volume
Volume (Juta Kg)
Nilai (USD Juta)
Gambar 34. Nilai dan Volume Ekspor Hingga Desember 2016
Nilai
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai total ekspor Indonesia pada tahun 2016 sebesar USD144.489,8 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 3,9 persen.
Nilai total ekspor Indonesia pada tahun 2016 sebesar USD144.489,8 juta, mengalami penurunan sebesar 3,9 persen (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015. Sepanjang bulan Januari-Desember 2016 nilai ekspor terendah pada bulan Juli tahun 2016 sebesar USD9.530,8 juta. Sementara itu pertumbuhan ekspor nonmigas pada tahun 2016 sedikit menurun dibandingkan tahun 2015, menjadi sebesar -0,3 persen (YoY), karena penurunan pertumbuhan sektor pertanian sebesar -7,8 persen (YoY) dengan nilai ekspor sebesar USD3.436,2 juta, walaupun kinerja sektor industri meningkat 76,0 persen (YoY) mencapai nilai sebesar USD109.797,3 juta.
Tabel 35. Perkembangan Ekspor Tahun 2016 Jan-Des Jan-Des Jan-Des Komoditas 2013 2014 2015 Nilai Ekspor (USD Juta)
Jan-Des 2016
182.552,0
175.980,0
150.366,3
144.489,8
Migas
32.633,0
30.019,0
18.574,4
13.105,4
Minyak Mentah
10.205,0
9.528,0
6.479,4
5.196,7
4.299,0
3.623,0
1.754,2
872,0
18.129,0
17.180,0
10.340,8
7.036,8
149.919,0
145.961,0
131.791,9
131.384,4
Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian Industri
5.713,0
5.771,0
3.726,5
3.436,2
113.030,0
117.330,0
108.603,5
109.797,3
95
Jan-Des 2013
Jan-Des 2014
Jan-Des 2015
Pertambangan dan Lainnya
31.160,0
22.850,0
19.461,9
18.150,8
Pertumbuhan Ekspor* (%)
-3,90
-10,97
-18,72
-3,91
Migas
-11,70
-25,55
-35,60
-29,44
Minyak Mentah
-17,00
-0,01
-39,99
-19,80
3,30
-31,36
-68,34
-50,29
-11,70
-29,56
-31,08
-31,95
-2,00
-7,71
-15,68
-0,31
Komoditas
Hasil Minyak Gas Non Migas Pertanian
Jan-Des 2016
2,60
-0,57
-11,16
-7,79
Industri
-2,70
-0,80
-13,73
1,10
Pertambangan
-0,50
-33,30
-25,37
-6,74
Proporsi Ekspor (%)
100,0
100,0
100,0
100,0
Migas
17,9
17,1
12,4
9,1
Minyak Mentah
5,6
5,4
4,3
3,6
Hasil Minyak
2,4
2,1
1,2
0,6
Gas
9,9
9,8
6,9
4,9
Non Migas
82,1
82,9
87,6
90,9
Pertanian
3,1
3,3
2,5
2,4
Industri
61,9
66,7
72,2
76,0
Pertambangan
17,1
13,0
12,9
12,6
Sumber Pertumbuhan (%)
-3,9
-11,0
-18,7
-3,9
Migas
-2,1
-4,4
-4,4
-2,7
Minyak Mentah
-1,0
0,0
-1,7
-0,7
0,1
-0,6
-0,8
-0,3
Gas
-1,2
-2,9
-2,1
-1,6
Non Migas
-1,6
-6,4
-13,7
-0,3
Pertanian
0,1
0,0
-0,3
-0,2
-1,7
-0,5
-9,9
0,8
-4,3
-3,3
-0,8
Hasil Minyak
Industri
Pertambangan -0,1 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
Perhiasan/Permata (HS71) diikuti oleh Ikan dan Udang (HS-3) tumbuh positif paling besar yaitu 15,9 persen (YoY) dan 9,1 persen (YoY).
Sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 nilai ekspor nonmigas Indonesia untuk komoditas Lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) merupakan komoditas dengan nilai ekspor terbesar, mencapai USD18.231,7 juta dengan proporsi sebesar 13,9 persen terhadap total ekspor nonmigas, meskipun mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,3 persen. Sementara itu komoditas ekspor nonmigas yang memiliki kinerja positif pada sepanjang 96
tahun 2016 adalah Perhiasan/Permata (HS-71) diikuti oleh Ikan dan Udang (HS-3) yang secara berturut-turut tumbuh sebesar 15,9 persen (YoY) dan 9,1 persen (YoY). Selanjutnya komoditas dengan nilai pertumbuhan negatif terbesar adalah Benda-benda dari besi dan baja (HS-73) yaitu -16,9 persen (YoY), dan Kopi, Teh, Rempah-rempah (HS-9) yaitu sebesar -13,6 persen (YoY).
HS
Tabel 36. Perkembangan 10 Golongan Barang dengan Nilai Ekspor Nonmigas Terbesar Sepanjang JanuariDesember Tahun 2016 Pertumbuhan Proporsi YoY Nilai (Juta USD) YoY (%) (%) Komoditas 2014 2015 2016 2015 2016 2015 2016
15
Lemak & minyak hewan/nabati
71 87
21.059,5
18.658,8
18.231,7
-11,4
-2,3
14,2
13,9
Perhiasan/Permata
4.648,2
5.494,8
6.368,7
18,2
15,9
4,2
4,8
Kendaraan dan Bagiannya
5.213,7
5.419,4
5.867,8
3,9
8,3
4,1
4,5
40
Karet dan Barang dari Karet
7.100,0
5.913,5
5.663,4
-16,7
-4,2
4,5
4,3
84
Mesin-mesin/Pesawat Mekanik
5.969,1
5.215,1
5.450,8
-12,6
4,5
4,0
4,1
62
Pakaian jadi bukan rajutan
3.931,5
3.978,2
3.879,8
1,2
-2,5
3,0
3,0
26
Bijih, Kerak, dan Abu logam
3
Ikan dan Udang
1.918,6 3.111,9
3.378,4 2.658,6
3.567,7 2.900,6
76,1 -14,6
5,6 9,1
2,6 2,0
2,7 2,2
9
Kopi, Teh, Rempah-rempah
1.835,1
2.196,0
1.896,5
19,7
-13,6
1,7
1,4
73
Benda-benda dari Besi dan Baja
2.232,9
2.006,8
1.667,8
-10,1
-16,9
1,5
1,3
57.020,5
54.919,7
55.494,7
-3,7
1,0
41,7
42,3
Total 10 Golongan Barang Total Lainnya Total Ekspor Nonmigas Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai dengan akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar 469.759,3 juta kg.
88.940,3
76.872,2
75.889,7
-13,6
-1,3
58,3
57,8
145.960,8
131.791,9
131.384,4
-9,7
-0,3
100,0
100,0
Total volume ekspor nonmigas Indonesia sampai akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar 469.759,3 juta kg, mengalami penurunan sebesar 7,4 persen (YoY). Komoditas dengan volume ekspor terbesar sepanjang tahun 2016 adalah Bahan Bakar Mineral (HS-27) dengan volume 369.476,3 juta kg yang menyumbang proporsi 78,7 persen terhadap total volume ekspor nonmigas, serta Lemak dan Minyak Hewan/Nabati (HS-15) dengan volume 26.584,5 kg yang menyumbang proporsi 5,7 persen terhadap total volume ekspor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Garam, Belerang, Kapur (HS-25) mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 27,9 persen (YoY). Sementara itu, Lemak & minyak hewan/nabati (HS-15) merupakan barang ekspor 97
nonmigas dengan penurunan volume ekspor paling tinggi jika dibandingkan sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar -12,2 persen (YoY). Tabel 37. Golongan Barang dengan Volume Ekspor Nonmigas Terbesar Bulan Januari-Desember Tahun 2016 Pertumbuhan Volume Ekspor (Juta Kg) Proporsi (%) YoY (%) HS Komoditas JanJanJanJan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Des Des Des 2014 2015 2016* 2015 2015 2016* 2016* 27 Bahan bakar mineral 408.737,3 365.694,9 369.476,3 -10,5 1,0 72,1 78,7 15 Lemak & minyak hewan/nabati 26.510,7 30.275,9 26.584,5 14,2 -12,2 6,0 5,7 25 Garam, Belerang, Kapur 10.922,6 10.404,6 13.310,7 -4,7 27,9 2,1 2,8 26 Bijih, Kerak, dan Abu logam 10.347,4 5.196,4 6.080,8 -49,8 17,0 1,0 1,3 44 Kayu, Barang dari Kayu 6.314,1 5.850,5 5.694,6 -7,3 -2,7 1,2 1,2 23 Ampas/Sisa Industri Makanan 4.764,3 5.123,3 4.646,7 7,5 -9,3 1,0 1,0 48 Kertas/Karton 4.338,1 4.288,7 4.104,4 -1,1 -4,3 0,8 0,9 38 Berbagai produk kimia 4.430,6 3.438,4 3.670,5 -22,4 6,8 0,7 0,8 47 Bubur kayu/Pulp 3.515,9 3.406,7 3.539,9 -3,1 3,9 0,7 0,8 40 Karet dan Barang dari Karet 3.296,3 3.310,4 3.317,2 0,4 0,2 0,7 0,7 Total 10 Golongan Barang 483.177,4 436.989,7 440.425,6 -9,6 0,8 86,1 93,8 Total Lainnya 66.271,0 70.304,1 29.333,7 6,1 -58,3 13,9 6,2 Total Ekspor Nonmigas 549.448,5 507.293,7 469.759,3 -7,7 -7,4 100,0 100,0 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai akhir triwulan IV tahun 2016, Amerika Serikat merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas terbesar Indonesia dengan nilai ekspor sebesar USD15.684,3 juta serta Tiongkok dengan nilai sebesar USD15.112,8 juta. Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama pada tahun 2016 tumbuh sebesar -1,2 persen (YoY).
Perkembangan ekspor nonmigas ke-5 (lima) negara tujuan utama tahun 2016 mengalami pertumbuhan negatif sebesar -1,2 persen (YoY). Tiongkok merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas yang mengalami penurunan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 14,0 persen (YoY).
Tabel 38. Perkembangan Ekspor Nonmigas ke Negara Tujuan Utama Sepanjang Tahun 2016 Pertumbuhan Nilai (Juta USD) Proporsi (%) YoY (%) Negara 2014 2015 2016 2015 2016 2015 2016 Amerika Serikat
16.458,9
15.306,9
15.684,3
-7,0
2,5
11,5
11,9
Tiongkok
15.856,8
13.255,4
15.112,8
-16,4
14,0
10,0
11,5
Jepang
14.565,7
13.089,4
13.212,5
-10,1
0,9
9,8
10,1
India
12.223,7
11.583,2
9.924,2
-5,2
-14,3
8,7
7,6
98
Nilai (Juta USD)
Negara 2014
2015
2016
Pertumbuhan YoY (%) 2015 2016
Proporsi (%) 2015
2016
Singapura
10.065,9
8.617,8
8.725,5
-14,4
1,2
6,5
6,6
Total 5 Negara
69.171,0
61.852,8
62.659,3
-4,5
1,3
46,5
47,7
Total Lainnya 76.789,8 Total Ekspor Nonmigas 145.960,8 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
71.114,5
68.725,1
-7,4
-3,4
53,5
52,3
132.967,3
131.384,4
-8,9
-1,2
100,0
100,0
Perkembangan Impor 18.000 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0
18.000 15.000 12.000 9.000 6.000 3.000 0
Volume
Volume (Juta Kg)
Nilai (USD Juta)
Gambar 35. Nilai dan Volume Impor Hingga Desember 2016
Nilai
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Sampai dengan akhir tahun 2016 total impor Indonesia sebesar USD135.652,9 juta dengan pertumbuhan negatif sebesar 4,9 persen (YoY).
Sampai dengan akhir tahun 2016 nilai impor Indonesia secara total adalah sebesar USD135.652,9 juta atau menurun sebesar -4,9 persen (YoY). Penurunan nilai impor tersebut disumbang oleh penurunan impor migas sebesar -23,9 persen (YoY) dan impor nonmigas sebesar -1,0 persen (YoY). Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan baku merupakan komoditas dengan nilai impor terbesar sampai dengan akhir tahun 2016 sebesar 100.945,9 juta. Diikuti oleh impor barang modal dan barang konsumsi dengan nilai berturut-turut sebesar USD22.355,3 juta dan USD12.351,7 juta. Dilihat dari sumbangannya impor bahan baku memberikan sumbangan terbesar terhadap total impor Indonesia sebesar 75,0 persen diikuti oleh barang modal dan barang konsumsi sebesar 17,3 persen dan 7,6 persen. Impor barang modal mengalami pertumbuhan negatif 99
sebesar -9,6 persen (YoY), diikuti penurunan impor bahan baku sebesar -5,7 persen (YoY). Adapun impor barang konsumsi mengalami peningkatan sebesar 13,6 persen (YoY). Komoditas
Tabel 39. Perkembangan Impor Hingga Tahun 2016 2013 2014 2015
Nilai Impor (USD Juta) 186.628,3 Barang Konsumsi 13.138,9 Bahan Baku 141.957,2 Barang Modal 31.532,2 Migas 45.266,4 Minyak Mentah 13.585,8 Hasil Minyak 28.568,1 Gas 3.112,9 Non Migas 141.362,3 Pertumbuhan Impor* (%) -2,6 Barang Konsumsi -2,1 Bahan Baku 1,3 Barang Modal -17,3 Migas 6,4 Minyak Mentah 25,8 Hasil Minyak -0,4 Gas 1,0 Non Migas -5,2 Proporsi Impor (%) 100,0 Barang Konsumsi 7,0 Bahan Baku 76,1 Barang Modal 16,9 Migas 24,3 Minyak Mentah 7,3 Hasil Minyak 15,3 Gas 1,7 Non Migas 75,7 Sumber Pertumbuhan (%) -2,6 Barang Konsumsi -0,1 Bahan Baku 1,0 Barang Modal -2,9 Migas 1,5 Minyak Mentah 1,9 Hasil Minyak -0,1 Gas 0,0 Non Migas -3,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Keterangan (*): pertumbuhan year-on-year (YoY)
100
178.178,8 12.667,2 136.208,6 29.303,0 43.459,9 13.072,5 27.363,2 3.025,0 134.718,9 -4,5 -3,6 -4,0 -7,1 -4,0 -3,8 -4,2 -2,8 -4,7 100,0 7,1 76,4 16,4 24,4 7,3 15,4 1,7 75,6 -4,5 -0,3 -3,1 -1,2 -1,0 -0,3 -0,6 0,0 -3,6
142.694,8 10.876,5 107.081,0 24.737,3 24.613,2 8.063,3 14.536,9 2.013,0 118.081,6 4,9 -6,4 8,3 14,8 0,3 -13,9 12,1 -9,5 3,2 100,0 7,6 75,0 17,3 17,2 5,7 10,2 1,4 82,8 4,9 -0,5 6,2 2,6 0,0 -0,8 1,2 -0,1 2,7
2016 135.652,9 12.351,7 100.945,9 22.355,3 18.739,3 6.730,6 10.339,8 1.668,9 116.913,6 -4,9 13,6 -5,7 -9,6 -23,9 -16,5 -28,9 -17,1 -1,0 100,0 9,1 74,4 16,5 13,8 5,0 7,6 1,2 86,2 -4,9 1,2 -4,3 -1,6 -3,3 -0,8 -2,2 -0,2 -0,9
Pertumbuhan impor nonmigas pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar -1,0 persen (YoY).
Pertumbuhan impor nonmigas pada tahun 2016 (YoY) mengalami penurunan yaitu tumbuh sebesar -1,0 persen (YoY) disebabkan oleh penurunan impor diberbagai komoditas diantaranya penurunan Bahan Kimia Organik (HS-29) sebesar -16,2 persen (YoY) dengan proporsi 4,1 persen, penurunan impor Kapal Laut dan Bangunan Terapung (HS-89) sebesar -10,6 persen (YoY) dengan proporsi 0,8 persen; serta penurunan Sisa Industri Makanan (HS-23) sebesar -9,3 persen (YoY) dengan proporsi 2,1 persen. Sementara itu pada periode yang sama terdapat beberapa komoditas yang mengalami pertumbuhan positif, diantaranya adalah Daging Hewan (HS-02) sebesar 121,8 persen (YoY) dan Senjata/Amunisi (HS-93) sebesar 91,3 persen (YoY).
Tabel 40. Perkembangan Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga Tahun 2016 Pertumbuhan YoY Komoditas Proporsi (%) (%) HS Komoditas Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des 2014 2015 2016* 2015 2016* 2015 2016* 85 Mesin dan Peralatan Listik 17.225,9 15.518,3 15.416,5 -9,9 -0,7 13,1 13,2 39 Plastik dan Barang dari Plastik 7.794,3 6.831,6 7.000,1 -12,4 2,5 5,8 6,0 29 Bahan Kimia Organik 7.078,9 5.715,5 4.790,9 -19,3 -16,2 4,8 4,1 10 Serealia 3.605,9 3.156,1 3.191,8 -12,5 1,1 2,7 2,7 23 Sisa Industri Makanan 3.273,8 2.734,6 2.479,9 -16,5 -9,3 2,3 2,1 90 Perangkat Optik 2.069,9 1.922,5 2.353,0 -7,1 22,4 1,6 2,0 Kapal Laut dan Bangunan 89 1.213,8 1.107,5 990,2 -8,8 -10,6 0,9 0,8 Terapung 71 Perhiasan / Permata 87,4 765,1 894,6 775,6 16,9 0,6 0,8 2 Daging Hewan 448,1 261,3 579,6 -41,7 121,8 0,2 0,5 93 Senjata / Amunisi 379,0 291,8 558,3 -23,0 91,3 0,2 0,5 Total 10 Golongan Barang 43.176,8 38.304,3 38.254,9 -11,3 -0,1 32,4 32,7 Barang Lainnya 91.537,8 79.777,3 78.671,0 -12,8 -1,4 67,6 67,3 Total Impor Nonmigas 134.714,6 118.081,6 116.925,9 -12,3 -1,0 100,0 100,0 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai dengan akhir tahun 2016 sebesar 103.701,0 juta kg.
Total volume impor nonmigas Indonesia sampai akhir tahun 2016 sebesar 103.701,0 juta kg dan mengalami peningkatan sebesar 5,0 persen (YoY). Komoditas dengan volume impor terbesar adalah Serealia (HS-10) dengan volume 13.013,6 juta kg dan menyumbang proporsi 12,5 persen terhadap volume impor nonmigas. Selanjutnya komoditas dengan volume dan proporsi terbesar kedua 101
adalah Besi dan Baja (HS-72) dengan volume 13.012,8 juta kg dan menyumbang proporsi 12,5 persen terhadap total volume impor nonmigas Indonesia. Dilihat dari pertumbuhannya, Gula dan Kembang Gula (HS-17) merupakan barang impor nonmigas dengan peningkatan pertumbuhan terbesar sebesar 39,9 persen (YoY). Sementara itu, Garam, Belerang, Kapur (HS-25) merupakan barang impor nonmigas dengan penurunan volume impor paling tinggi jika dibandingkan dengan sembilan komoditas lainnya dengan penurunan sebesar 11,9 persen (YoY).
10
Tabel 41. Perkembangan Volume Impor Nonmigas Menurut Golongan Barang Terpilih Hingga tahun 2016 Pertumbuhan YoY Volume Impor (Juta KG) Proporsi (%) (%) Komoditas Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des 14 15 16* 15 16* 15 16* Serealia 11.566,9 11.591,9 13.013,6 0,2 12,3 11,7 12,5
72
Besi dan Baja
12.388,1
11.644,8
13.012,8
-6,0
11,7
11,8
12,5
25
Garam, Belerang, Kapur
12.872,3
11.839,6
10.434,1
-8,0
-11,9
12,0
10,1
31
Pupuk
6.653,9
7.365,1
6.882,9
10,7
-6,5
7,5
6,6
23
Ampas / Sisa Industri Makanan
5.356,6
5.503,7
5.593,0
2,7
1,6
5,6
5,4
17
Gula dan Kembang Gula
3.278,4
3.753,1
5.250,4
14,5
39,9
3,8
5,1
26
Bijih, Kerak dan Abu Logam
3.975,1
5.556,2
5.192,3
39,8
-6,5
5,6
5,0
27
Bahan Bakar Mineral
2.704,1
3.222,6
4.302,2
19,2
33,5
3,3
4,1
39
Plastik dan Barang dari Plastik
3.718,9
3.798,7
4.228,5
2,1
11,3
3,8
4,1
29
Bahan Kimia Organik
4.764,9
4.619,6
4.130,8
-3,0
-10,6
4,7
4,0
Total 10 Golongan Barang
67.279,1
68.895,3
72.040,6
2,4
4,6
69,7
69,5
Total Lainnya
31.585,8
29.888,9
31.660,4
-5,4
5,9
30,3
30,5
Total Impor Nonmigas
98.864,9
98.784,2
103.701,0
-0,1
5,0
100,0
100,0
HS
*)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara utama asal impor sampai akhir tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,1 persen (YoY).
Nilai impor nonmigas yang berasal dari 5 (lima) negara utama asal impor sampai akhir tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0,1 persen (YoY). Negara utama asal impor nonmigas terbesar Indonesia adalah Tiongkok dimana pada sepanjang bulan Januari sampai dengan Desember 2016 nilai impor nonmigas dari Tiongkok tumbuh sebesar 5,0 persen (YoY) dengan nilai sebesar USD30.689,5 juta. 102
Sementara itu nilai impor nonmigas Indonesia yang berasal dari negara-negara di kawasan ASEAN menyumbangkan proporsi sebesar 21,5 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia atau sebesar USD25.140,0 juta sepanjang bulan Januari-Desember 2016.
Negara
Tabel 42. Negara Utama Asal Impor Nonmigas Hingga Tahun 2016 Pertumbuhan YoY Nilai Impor Nonmigas (Juta USD) Proporsi (%) (%) Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des Jan-Des 2016 2014 2015 2016 2015 2016 2015
Tiongkok
30461,6
29.224,8
30.689,5
-4,1
5,0
24,7
26,2
Jepang
16938,2
13.232,7
12.926,8
-21,9
-2,3
11,2
11,1
Thailand
9694,8
8.018,7
8.601,2
-17,3
7,3
6,8
7,4
Singapura
10150,5
8.975,3
7.661,0
-11,6
-14,6
7,6
6,6
Amerika Serikat
8102,4
7.550,8
7.206,5
-6,8
-4,6
6,4
6,2
TOTAL 5 NEGARA
75.347,4
67.002,3
67.085,0
-11,1
0,1
56,7
57,4
TOTAL ASEAN
29942,8
26.023,9
25.140,0
-13,1
-3,4
22,0
21,5
TOTAL UNI EROPA
12609,8
11.236,5
10.657,4
-10,9
-5,2
9,5
9,1
13.818,9
14.031,2
-17,8
1,5
11,7
12,0
118.081,6
116.913,6
-12,3
-1,0
100,0
100,0
TOTAL LAINNYA 16.818,9 TOTAL NON MIGAS 134718,9 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Perkembangan Neraca Perdagangan Neraca Perdagangan Barang Neraca perdagangan total Indonesia pada sampai akhir tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD8.836,9 juta.
Sampai dengan akhir tahun 2016 Neraca Perdagangan Indonesia mengalami surplus sebesar USD8.836,9 juta atau mengalami kenaikan sebesar 15,2 persen (YoY), yang didorong oleh surplus pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD14.470,8 juta meskipun neraca perdagangan migas defisit sebesar USD5.634,0 juta.
Tabel 43. Neraca Perdagangan Indonesia Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) Jan-Des Jan-Des Okt-16 Nop-16 Des-16* 15 16*
MtM (%) NopDes16 16*
YoY (%) Jan-Des 2016*
Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas
12.742,6 1.055,9
13.503,6 1.103,0
13.828,7 1.250,1
150.366,3 18.574,4
144.489,8 13.105,4
6,0 4,5
2,4 13,3
-3,9 -29,4
Ekspor Non Migas Impor Total (Juta USD)
11.686,7 11.507,2
12.400,6 12.669,4
12.578,6 12.782,5
131.791,9 142.694,8
131.384,4 135.652,9
6,1 10,1
1,4 0,9
-0,3 -4,9
1.545,1 9.962,1
1.724,1 10.945,3
1.701,9 11.080,6
24.613,2 118.081,6
18.739,4 116.913,6
11,6 9,9
-1,3 1,2
-23,9 -1,0
Impor Migas Impor Non Migas
103
Neraca Perdagangan (Juta USD) Migas Non Migas *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
1.235,4 -489,2 1.724,6
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok tahun 2016 mengalami defisit.
834,2 -621,1 1.455,3
1.046,2 -451,8 1.498,0
7.671,5 -6.038,8 13.710,3
8.836,9 -5.634,0 14.470,8
-32,5 27,0 -15,6
25,4 -27,3 2,9
15,2 -6,7 5,5
Neraca perdagangan Indonesia-Tiongkok tahun 2016 mengalami defisit USD14.027,8 juta, yang disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD15.589,6 juta yang lebih besar dari surplus sektor migas sebesar USD1.561,8 juta.
Tabel 44. Neraca Perdagangan Indonesia-Tiongkok Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) Jan-Des Jan-Des NopOkt-16 Nop-16 Des-16* Des-16* 15 16* 16 Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas
YoY (%) Jan-Des 2016*
1.827,3
1.922,3
2.019,6
15.045,3
16.769,6
5,2
5,1
11,5
115,2
110,1
156,3
1.785,7
1.672,8
-4,5
41,9
-6,3
Ekspor Non Migas
1.712,0
1.812,1
1.863,3
13.259,6
15.096,8
5,8
2,8
13,9
Impor Total (Juta USD)
2.525,8
3.098,5
3.126,8
29.410,9
30.797,4
22,7
0,9
4,7
21,3
17,0
2,2
186,1
111,0
-20,2
-87,2
-40,4
2.504,4
3.081,5
3.124,6
29.224,8
30.686,4
23,0
1,4
5,0
-698,5
-1.176,2
-1.107,2
-14.365,6
-14.027,8
68,4
-5,9
-2,4
Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD) Migas
93,9
93,1
154,1
1.599,7
1.561,8
-0,9
65,5
-2,4
Non Migas -792,4 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
-1.269,3
-1.261,3
-15.965,3
-15.589,6
60,2
-0,6
-2,4
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika tahun 2016 mengalami surplus.
Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas Ekspor Non Migas Impor Total (Juta USD) Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD)
Neraca perdagangan Indonesia-Amerika tahun 2016 mengalami surplus sebesar USD8.846,0 juta. Hal tersebut disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor nonmigas sebesar USD8.481,5 juta yang lebih besar dari surplus perdagangan sektor migas sebesar USD364,6 juta.
Tabel 45. Neraca Perdagangan Indonesia-Amerika Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) Jan-Des Jan-Des DesOkt-16 Nop-16 Des-16* Nop-16 15 16* 16* 1.336,5 1.386,0 1.511,2 16.239,2 16.140,7 3,7 9,0 39,0 47,7 54,2 932,6 456,5 22,5 13,6 1.297,6 1.338,2 1.457,0 15.306,6 15.684,3 3,1 8,9 656,1 605,8 664,4 7.593,2 7.294,7 -7,7 9,7 2,2 27,3 3,1 42,4 91,9 1.118,6 -88,6 653,8 578,5 661,3 7.550,8 7.202,8 -11,5 14,3 680,5
780,1
846,8
104
8.646,0
8.846,0
14,6
8,5
YoY (%) Jan-Des 2016* -0,6 -51,1 2,5 -3,9 116,6 -4,6 2,3
Migas 36,7 Non Migas 643,7 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
20,5 759,7
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang sampai tahun 2016 mengalami surplus.
51,1 795,7
890,2 7.755,8
364,6 8.481,5
-44,2 18,0
149,5 4,7
-59,0 9,4
Neraca perdagangan Indonesia-Jepang tahun 2016 mengalami surplus sebsar USD3.078,6 juta, hal itu disebabkan oleh surplus pada sektor nonmigas dan migas secara berturut-turut sebesar USD247,5 juta dan USD2.831,1 juta.
Tabel 46. Neraca Perdagangan Indonesia-Jepang Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) Jan-Des Jan-Des Okt-16 Nop-16 Des-16* Nop-16 Des-16* 15 16* 1.341,5 1.482,2 1.493,8 18.014,2 16.102,0 10,5 0,8 197,3 186,8 250,0 4.924,8 2.889,1 -5,3 33,8 1.144,2 1.295,4 1.243,8 13.089,4 13.213,0 13,2 -4,0 7,1 8,5 3,3 61,6 13.023,4 20,2 -61,7 3,6 4,3 1,6 30,8 58,0 20,2 -61,7 3,6 4,3 1,6 30,8 12.965,4 20,2 -61,7
Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas Ekspor Non Migas Impor Total (Juta USD) Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta USD) 1.334,4 Migas 193,7 Non Migas 1.140,6 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-India tahun 2016 mengalami surplus.
1.473,6 182,5 1.291,1
1.490,5 248,3 1.242,2
17.952,6 4.894,0 13.058,6
3.078,6 2.831,1 247,6
10,4 -5,8 13,2
1,1 36,1 -3,8
-82,9 -42,2 -98,1
Neraca perdagangan Indonesia-India tahun 2016 mengalami surplus yaitu sebesar USD7.220,1 juta. Surplus ini disumbangkan oleh surplus pada neraca perdagangan sektor non migas sebesar USD7.080,0 juta yang lebih besar dari surplus pada sektor perdagangan migas sebesar USD140,1 juta.
Tabel 47. Neraca Perdagangan Indonesia-India Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) DesJan-Des NopDesOkt-16 Nop-16 Jan-Des 15 16* 16* 16 16* Ekspor Total (Juta USD)
YoY (%) Jan-Des 2016* -10,6 -41,3 0,9 21.047,7 88,4 42.007,1
YoY (%) Jan-Des 2016*
983,5
1.071,9
923,3
11.713,0
10.093,8
9,0
-13,9
-13,8
1,7
3,7
0,1
129,0
169,6
112,0
-96,3
31,4
Ekspor Non Migas
981,8
1.068,2
923,2
11.584,0
9.924,3
8,8
-13,6
-14,3
Impor Total (Juta USD)
226,4
273,4
350,0
2.741,4
2.873,7
20,8
28,0
4,8
Ekspor Migas
Impor Migas Impor Non Migas
1,0
8,5
0,9
75,7
29,4
751,4
-89,7
-61,1
225,4
264,9
349,2
2.665,7
2.844,2
17,5
31,8
6,7
105
Neraca Perdagangan (Juta USD)
757,1
798,5
573,3
8.971,6
7.220,1
5,5
-28,2
-19,5
0,7
-4,9
-0,7
53,3
140,1
-768,0
-84,7
162,7
Non Migas 756,4 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
803,4
574,0
8.918,3
7.080,0
6,2
-28,6
-20,6
Migas
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand tahun 2016 mengalami defisit.
Neraca perdagangan Indonesia-Thailand tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD3.270,5 juta. Hal tersebut disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan nonmigas sebesar USD3.992,0 juta yang lebih besar dari surplus neraca perdagangan migas sebesar USD721,5 juta.
Tabel 48. Neraca Perdagangan Indonesia-Thailand Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) Jan-Des Jan-Des Okt-16 Nop-16 Des-16* Nop-16 Des-16* 15 16* 457,6 490,7 489,1 5.507,2 5.392,4 7,2 -0,3 32,9 76,9 96,0 906,8 783,7 133,4 24,8 424,6 413,9 393,1 4.600,5 4.608,7 -2,5 -5,0 663,6 680,7 639,2 8.083,4 8.662,9 2,6 -6,1 3,0 14,9 3,4 64,7 62,2 400,0 -77,2 660,6 665,9 635,8 8.018,7 8.600,7 0,8 -4,5
Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas Ekspor Non Migas Impor Total (Juta USD) Impor Migas Impor Non Migas Neraca Perdagangan (Juta -206,0 USD) Migas 30,0 Non Migas -235,9 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura tahun 2016 mengalami defisit.
-190,0
-150,1
-2.576,1
-3.270,5
-7,7
-21,0
27,0
62,0 -252,0
92,6 -242,7
842,1 -3.418,2
721,5 -3.992,0
106,9 6,8
49,3 -3,7
-14,3 16,8
Neraca perdagangan Indonesia-Singapura tahun 2016 mengalami defisit sebesar USD3.282,6 juta. Defisit ini disumbangkan oleh defisit pada neraca perdagangan sektor migas sebesar USD4.373,8 juta yang lebih besar dari surplus sektor nonmigas sebesar USD1.091,2 juta.
Tabel 49. Neraca Perdagangan Indonesia-Singapura Hingga Tahun 2016 Nilai (Juta USD) MtM (%) Jan-Des Jan-Des Okt-16 Nop-16 Des-16* Nop-16 Des-16* 15 16* Ekspor Total (Juta USD) Ekspor Migas Ekspor Non Migas
YoY (%) Jan-Des 2016* -2,1 -13,6 0,2 7,2 -3,9 7,3
YoY (%) Jan-Des 2016*
1.019,9
933,7
979,5
12.603,2
11.211,1
-8,5
4,9
-11,0
277,3
248,5
270,9
3.971,6
2.502,5
-10,4
9,0
-37,0
742,7
685,2
708,6
8.631,6
8.708,6
-7,7
3,4
0,9
1.254,3
1.394,8
1.494,7
18.022,5
14.493,7
11,2
7,2
-19,6
Impor Migas
554,4
706,7
629,0
9.047,2
6.876,3
27,5
-11,0
-24,0
Impor Non Migas
700,0
688,0
865,7
8.975,3
7.617,4
-1,7
25,8
-15,1
Impor Total (Juta USD)
106
Neraca Perdagangan (Juta USD)
-234,4
-461,1
-515,2
-5.419,3
-3.282,6
96,7
11,7
-39,4
Migas
-277,1
-458,3
-358,1
-5.075,6
-4.373,8
65,4
-21,9
-13,8
Non Migas 42,7 *)Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
-2,8
-157,1
-343,7
1.091,2
-106,6
5.451,4
-417,5
Neraca Perdagangan Jasa Pada triwulan IV tahun 2016, defisit neraca perdagangan jasa mengalami perbaikan, yaitu menjadi sebesar USD 1,6 miliar. Defisit ini relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya, namun lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD1,7 miliar. Pada keseluruhan tahun 2016, neraca jasa mengalami defisit sebesar USD6,5 miliar, menurun 25,4 persen (YoY) dari tahun 2015 yang sebesar USD8,7. Penurunan tersebut didorong oleh menurunnya defisit pada kelompok jasa biaya penggunaan hak kekayaan intektual dan bisnis lainnya. Selain itu, penurunan defisit pada juga didorong oleh meningkatnya surplus pada kelompok jasa perjalanan.
Pada triwulan IV tahun 2016, defisit neraca perdagangan jasa mengalami perbaikan, yaitu menjadi sebesar USD 1,6 miliar.
Gambar 36. Neraca Perdagangan Jasa Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD) 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -2,0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q2
Q3
Q4
2016
Transportasi
Perjalanan
Jasa Asuransi dan Dana Pensiun
Biaya Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual
Jasa Telekomunikasi, Komputer, dan Informasi
Jasa Bisnis Lainnya
Sumber: Bank Indonesia
107
Jasa perjalanan mengalami peningkatan surplus, sementara jasa transportasi mengalami peningkatan defisit.
Peningkatan surplus jasa perjalanan didorong oleh meningkatnya ekspor jasa perjalanan meskipun diikuti oleh kenaikan impor. Di sisi ekspor, peningkatan didorong oleh tingginya jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yaitu sebanyak 3,0 juta orang. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar 2,5 juta orang maupun triwulan sebelumnya yang sebesar 2,9 juta orang. Wisman terbesar berasal dari Singapura, Tiongkok, dan Malaysia. Sementara di sisi impor, peningkatan didorong oleh jumlah wisatawan nasional (wisnas) yang berpergian ke luar negeri sebanyak 2,2 juta orang, atau meningkat sebesar 6,6 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, defisit jasa transportasi yang lebih tinggi didorong oleh meningkatnya pembayaran kargo sebagai dampak dari peningkatan ekspor. Selain itu, meningkatnya defisit juga dipengaruhi oleh impor transportasi penumpang yang lebih tinggi seiring meningkatnya perjalanan ke luar negeri.
Gambar 37. Neraca Perdagangan Jasa Perjalanan dan Transportasi Triwulan I Tahun 2015-Triwulan IV Tahun 2016
Q3
Q2
2016
Q4
Q1
Q3 Q2
2015
Q4
Q1 -3,0
-2,0 Impor Perjalanan
-1,0
0,0
1,0
Ekspor Perjalanan
2,0
Impor Transportasi
Sumber: Bank Indonesia
108
3,0
4,0
Ekspor Transportasi
Neraca Pendapatan Neraca Pendapatan Primer Pada triwulan IV tahun 2016, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD6,3 miliar, lebih rendah dari triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016, neraca pendapatan primer mengalami defisit sebesar USD6,3 miliar. Defisit tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD6,6 miliar mapun triwulan sebelumnya yang sebesar USD8,0 miliar. Peningkatan tersebut disebabkan karena menurunnya pembayaran pendapatan investasi, meskipun terjadi peningkatan pembayaran kompensasi tenaga kerja. Pembayaran pendapatan investasi menurun sebesar 4,0 persen (YoY) dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran pendapatan investasi langsung dan investasi portofolio untuk modal ekuitas dan utang (bunga) yang masing-masing lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015. Sementara itu, pembayaran pendapatan investasi lainnya mengalami peningkatan.
Gambar 38. Neraca Pendapatan Primer Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV Tahun 2016 (USD Miliar) 0,0 -2,0 -4,0 -6,0 -8,0 -10,0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3 2015
Pendapatan Investasi Pendapatan Investasi Portofolio
Q4
Q1
Q2
Q3 2016
Pendapatan Investasi Langsung Pendapatan Investasi Lainnya
Sumber: Bank Indonesia
109
Q4
Neraca Pendapatan Sekunder Neraca pendapatan sekunder pada triwulan IV tahun 2016 surplus sebesar USD0,9 miliar.
Neraca pendapatan sekunder pada triwulan IV tahun 2016 surplus sebesar USD0,9 miliar, lebih kecil dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD1,4 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD1,0 miliar. Penurunan surplus dipengaruhi oleh menurunnya pengiriman TKI ke beberapa negara penempatan khususnya di kawasan Timur tengah. Secara historis, transfer terbesar berasal dari remitansi TKI yang bekerja di kawasan Asia Pasifik diikuti kawasan Timur Tengah.
Gambar 39. Sebaran Tenaga Kerja Indonesia Berdasarkan Kawasan Pada Tahun 2016 (dalam ribu jiwa) Amerika; 12,43 Afrika; 2,12
Eropa; 7,53
Timur Tengah; 1101,25
Australia dan Oseania; 1,83 ASEAN; 1976,71
Asia Selain ASEAN; 369,65
Sumber: Bank Indonesia
Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing.
Penurunan penerimaan pendapatan sekunder sejalan dengan implementasi kebijakan moratorium berdasarkan Kepmenaker No.260/2015 tentang penghentian dan pelarangan penempatan TKI pada pengguna perseorangan di negara-negara kawasan Timur Tengah. Penurunan surplus pada neraca pendapatan primer juga disebabkan oleh meningkatnya pembayaran tenaga kerja asing. Pada triwulan IV tahun 2016, pembayaran tenaga kerja asing sebesar USD1,4 miliar, relatif tidak berubah dari triwulan sebelumnya namun meningkat sebesar 19,5 persen (YoY) dari triwulan IV tahun 2015. 110
Gambar 40. Pendapatan Sekunder Triwulan I Tahun 2014-Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar USD)
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2015
Q3
Q4
2016
Penerimaan
2,08 2,50 2,31 2,48 2,52 2,65 2,54 2,66 2,48 2,56 2,41 2,35
Pembayaran
-1,0 -0,9 -1,1 -1,0 -1,0 -1,2 -1,2 -1,2 -1,2 -1,3 -1,3 -1,4
Pendapatan Sekunder 1,09 1,53 1,20 1,40 1,43 1,43 1,27 1,38 1,23 1,22 1,02 0,95 Sumber: Bank Indonesia
NERACA MODAL DAN FINANSIAL Pada triwulan IV tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD6,8 miliar. Surplus tersebut relatif lebih rendah dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD9,2 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD10,6 miliar. Kinerja tersebut terutama didorong oleh surplus investasi lainnya ditengah defisit investasi portofolio dan lebih rendahnya surplus investasi langsung.
Pada triwulan IV tahun 2016 neraca transaksi modal dan finansial surplus sebesar USD6,8 miliar.
Gambar 41. Neraca Transaksi Finansial Indonesia Triwulan I Tahun 2014 – Triwulan IV Tahun 2016 (Miliar
USD) 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6 -8
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2014
Q2
Q3
Q4
Q1
2015
Q2
Q3
Q4
2016
Investasi Langsung
2,0
4,2
5,8
2,7
2,3
4,0
1,6
2,8
3,1
3,3
6,5
2,2
Investasi Portofolio
8,7
8,0
7,4
1,9
8,5
5,5
-2,2
4,3
4,4
8,3
6,5
-0,4
Investasi Lainnya
-4,1
2,0
1,4
5,0
-5,3
-7,5
0,4
2,3
-3,1
-4,0
-2,5
4,8
Sumber : Bank Indonesia
111
Surplus investasi langsung pada triwulan IV tahun 2016 lebih rendah, yaitu sebesar USD2,2 miliar.
Investasi portofolio pada triwulan IV tahun 2016 defisit sebesar USD0,4 miliar, menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016.
Pada triwulan IV tahun 2016 investasi lainnya mengalami surplus sebesar USD4,8 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 seiring masih berlanjutnya program pengampunan pajak.
Pada triwulan IV tahun 2016, investasi langsung surplus sebesar USD2,2 miliar, lebih rendah dibandingkan dengan surplus pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD2,8 miliar dan menurun signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar USD6,5 miliar. Penurunan surplus tersebut terutama dipengaruhi oleh arus keluar investasi langsung di sektor pertambangan. Investasi portofolio pada triwulan IV tahun 2016 defisit sebesar USD0,4 miliar, menurun signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 dan triwulan III tahun 2016 yang surplus sebesar USD4,3 miliar dan USD6,5 miliar. Kinerja tersebut disebabkan oleh ketidakpastian perekonomian global pada triwulan IV tahun 2016 pasca-Pemilihan Presiden AS dan ekspektasi kenaikan Fed Fund Rate yang menyebabkan keluarnya dana asing dari Indonesia. Pada triwulan IV tahun 2016 investasi lainnya mengalami surplus sebesar USD4,8 miliar, meningkat signifikan dibandingkan triwulan IV tahun 2015 yang surplus USD2,3 miliar dan triwulan III tahun 2016 yang defisit USD2,5 miliar. Surplus tersebut terutama bersumber dari penarikan simpanan sektor swasta domestik pada bank di luar negeri yang diindikasikan sebagai masuknya dana repatriasi dalam rangka program amnesti pajak, dan penerimaan terkait pembayaran kembali pinjaman yang pernah diberikan kepada nonresiden.
CADANGAN DEVISA Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan impor.
Cadangan devisa Indonesia pada triwulan IV tahun 2016 mencapai USD116,4 miliar atau setara dengan 8,4 bulan impor. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan cadangan devisa pada triwulan IV tahun 2015 yang sebesar USD105,9 miliar atau setara dengan 7,4 bulan impor, dan triwulan III tahun 2016 yang sebesar USD115,7 miliar atau setara dengan 8,5 bulan impor.
112
114
115
PERKEMBANGAN INVESTASI ISU TERKINI PERKEMBANGAN INVESTASI Indonesia Meluncurkan Inovasi Layanan Investasi 3 Jam Sektor ESDM Pemerintah meluncurkan Inovasi Layanan Cepat Perizinan 3 Jam untuk sektor Enerdi dan Sumber Daya Mineral.
Pada tanggal 30 Januari 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ESDM dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meluncurkan Layanan Cepat Perizinan 3 Jam terkait infrastruktur di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral. Inovasi ini merupakan wujud upaya pemerintah untuk terus meningkatkan investasi dengan memberikan kemudahan bagi investor.
Target investasi sektor ESDM diperkirakan mencapai Rp568 triliun
Layanan Investasi 3 Jam tersebut diharapkan dapat mendukung pencapaian target investasi sektor ESDM yang pada tahun 2017 diperkirakan sekitar USD43 miliar atau Rp568 triliun. Pada tahun anggaran 2016, realisasi investasi di sektor ESDM mencapai Rp 347,85 triliun atau setara dengan USD26,76 miliar.
Layanan investasi 3 jam sektor ESDM di PTSP PUSAT BKPM akan dilaksanakan dengan mekanisme Hadir, Serahkan, Tunggu, dan Terima, dengan jumlah perizinan yang dapat diproses adalah sebanyak 9 jenis izin
Jumlah perizinan yang dapat diproses pada layanan investasi 3 jam tersebut adalah sebanyak 9 jenis izin yang akan dilaksanakan dengan mekanisme Hadir, Serahkan, Tunggu, dan Terima. Kesembilan izin tersebut terdiri atas 1 jenis izin kegiatan listrik dan 8 jenis kegiatan migas. Jenis perizinan yang dilayani adalah Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara, Izin Usaha Sementara Penyimpanan Minyak Bumi/BBM/LPG, Izin Usaha Sementara Penyimpanan Hasil Olahan/CNG, Izin Usaha Sementara Penyimpanan LNG, Izin Usaha Sementara Pengolahan Minyak Bumi, Izin Usaha Sementara Pengolahan Hasil Olahan, Izin Usaha Sementara Pengolahan Gas Bumi, Izin Usaha Sementara Niaga Umum Minyak Bumi/BBM, dan Izin Usaha Sementara Niaga Umum Hasil Olahan. Sumber: http://migas.esdm.go.id/post/read/kementerian-esdm-bkpmluncurkan-inovasi-layanan-investasi-3-jam-sektor-esdm
116
PERKEMBANGAN INVESTASI Dalam perhitungan PDB sisi pengeluaran, komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 4,8 persen (YoY) dibanding periode yang sama tahun 2015 dan tumbuh sebesar 4,6 persen (QtQ) dibanding triwulan sebelumnya. Tabel 50. Pertumbuhan dan Share PMTB Triwulan IV Tahun 2016 (persen) Q4-2015 Q4-2015 Q4-2016 (QtQ) (YoY) (QtQ) Pertumbuhan PDB -1,70 5,17 -1,77 6,43 4,56 Pertumbuhan PMTB (PDB Konstan) 4,00 7,78 4,84 a. Bangunan 5,73 5,21 10,04 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 1,52 7,31 2,59 c. Kendaraan -7,62 10,21 16,14 d. Peralatan Lainnya 0,91 -8,25 4,45 e. Sumber Daya Hayati 2,06 3,44 -20,54 f. Produk Kekayaan Intelektual -4,89 Share PMTB terhadap PDB (harga berlaku) 34,24 a. Bangunan 26,00 b. Mesin dan Perlengkapan Dalam Negeri 3,39 c. Kendaraan 1,56 d. Peralatan Lainnya 0,55 e. Sumber Daya Hayati 1,94 f. Produk Kekayaan Intelektual 0,79 Sumber: BPS, diolah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 4,80 persen (YoY).
Q4-2016 (YoY) 4,94 4,80 4,07 -1,87 27,44 16,76 4,27 2,46 33,53 25,29 3,10 1,86 0,60 1,90 0,78
Untuk komponen Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto/PMTB, pertumbuhan triwulan IV tahun 2016 secara lebih detil didorong oleh pertumbuhan Kendaraan sebesar 27,4 persen (YoY), Peralatan lainnya sebesar 16,8 persen (YoY) dan Sumber Daya Hayati sebesar 4,3 persen (YoY). Adapun sumbangan terbesar dalam komponen PMTB pada triwulan IV tahun 2016 secara detil yaitu pada Bangunan dengan sumbangan 25,3 persen.
REALISASI INVESTASI Tabel 51. Realisasi PMA dan PMDN Tahun 2010- Triwulan IV Tahun 2016 TAHUN
PMDN (Rp Triliun)
PMA (USD juta)
Pertumbuhan (YoY) (%) PMDN PMA
2010
60,6
16.214,8
60,4
49,9
2011
76,0
19.474,2
25,4
20,1
2012
92,2
24.564,7
21,3
26,1
2013
128,2
28.617,5
39,0
16,5
117
TAHUN
PMDN (Rp Triliun)
PMA (USD juta)
Pertumbuhan (YoY) (%) PMDN PMA
2014
156,1
28.529,7
21,8
-0,3
2015
179,5
29.275,9
14,9
2,6
2015-TW IV
46,2
7.938,7
10,6
17,0
2016-TW IV
58,1
7.502,8
25,8
-5,5
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi investasi untuk PMDN triwulan IV tahun 2016 mengalami pertumbuhan positif, sementara PMA mengalami pertumbuhan negatif.
Realisasi investasi untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp58,1 triliun, lebih besar dari realisasi triwulan IV tahun 2015, atau tumbuh sebesar 25,8 persen (YoY). Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) triwulan IV 2016 sebesar USD7.502,8 juta mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV tahun 2015, atau tumbuh negatif sebesar -5,5 persen (YoY).
Realisasi Per Sektor Pertumbuhan YoY tertinggi pada PMA terjadi pada sektor sekunder, sedangkan pada PMDN terjadi di sektor primer.
Realisasi PMA pada triwulan IV tahun 2016 mengalami penurunan atau tumbuh negatif sebesar -5,5 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi PMA terjadi di sektor sekunder dengan pertumbuhan sebesar 10,9 persen (YoY), sedangkan sektor primer dan tersier mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif masing-masing sebesar -4,0 persen (YoY) dan -23,7 persen (YoY). Untuk PMDN, kenaikan realisasi didorong oleh pertumbuhan positif yang terjadi di semua sektor. Kenaikan tertinggi terjadi di sektor primer dengan pertumbuhan sebesar 173,9 persen (YoY), sektor sekunder dan tersier yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,8 persen (YoY) dan 10,0 persen (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan sumbangannya, pada triwulan IV tahun 2016, sektor sekunder adalah pemberi sumbangan terbesar baik untuk PMA dan PMDN yaitu sebesar 47,9 persen dan 54,0 persen.
118
Tabel 52. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN dan PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasar Sektor PMA PMDN Jumlah Jumlah Tahun (Rp. Primer Sekunder Tersier (USD juta) Primer Sekunder Tersier Triliun) 2010 3.013,6 3.357,6 9.843,6 16.214,8 12,3 25,5 22,8 60,6 2011 4.870,3 6.779,5 7.824,9 19.474,7 16,3 39,0 20,6 76,0 2012 5.933,1 11.770,0 6.861,7 24.564,7 20,4 49,9 21,9 92,2 2013 6.471,8 17.326,4 6.286,9 30.085,1 25,7 51,2 51,3 128,2 2014 6.991,3 13.019,4 8.519,0 28.529,6 16,5 59,0 80,6 156,1 2015 6.236,4 11.763,1 11.276,5 29.275,9 17,1 89,0 73,4 179,5 2015 TW IV 2016 TW IV Pertumbuhan (YoY, %) Share (%) Sumber: BKPM, diolah
1.644,4 1.578,4 -4,0 21,0
Sektor dengan persentase realisasi terbesar untuk PMA adalah Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dan untuk PMDN adalah sektor Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi.
1 2 3 4
3.241,5 3.594,8 10,9 47,9
3.052,8 2.329,6 -23,7 31,1
7.938,7 7.502,8 -5,5 100,0
2,8 7,5 173,9 13,0
26,0 31,4 20,8 54,0
17,4 19,2 10,0 33,0
46,2 58,1 25,8 100,0
Berdasarkan sektor/bidang usaha, pada triwulan IV tahun 2016, lima sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap total realisasi PMA secara berurutan adalah sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin, dan Elektronik dengan persentase sebesar 14,3 persen, Pertambangan sebesar 14,3 persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 11,5 persen, Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi sebesar 9,9 persen dan Industri Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran sebesar 8,6 persen. Untuk PMDN, kontribusi terbesar berasal dari Industri Kimia Dasar, Barang Kimia dan Farmasi sebesar 22,1 persen, Listrik, Gas dan Air sebesar 19,7 persen, Industri Makanan sebesar 13,8 persen, Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan Elektronik sebesar 9,9 persen dan Konstruksi sebesar 8,3 persen.
Tabel 53. Lima Besar Sektor Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 PMA PMDN % USD Rp. Sektor/Bidang Usaha Terhadap Sektor/Bidang Usaha juta Triliun total Industri Logam Dasar, Industri Kimia Dasar, Barang Barang Logam, Mesin, 1.075,27 14,3 1 12,85 Kimia dan Farmasi dan Elektronik Pertambangan 1.074,34 14,3 2 Listrik, Gas dan Air 11,47 Listrik, Gas dan Air 862,54 11,5 3 Industri Makanan 8,02 Industri Kimia Dasar, Industri Logam Dasar, Barang Barang Kimia dan 745,90 9,9 4 Logam, Mesin, dan 5,73 Farmasi Elektronik
119
% Terhadap total 22,1 19,7 13,8 9,9
PMA Sektor/Bidang Usaha
5
Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran Gabungan lainnya Jumlah / Total
PMDN USD juta
% Terhadap total
647,10
8,6
3.097,64 7.502,78
41,3 100,0
Rp. Triliun
% Terhadap total
Konstruksi
4,81
8,3
Gabungan lainnya Jumlah / Total
15,22 58,11
26,2 100,0
Sektor/Bidang Usaha
5
Sumber: BKPM, diolah
Realisasi Per Lokasi Pada triwulan IV tahun 2016, realisasi PMDN dengan pertumbuhan terbesar berada Sumatera, yaitu sebesar 87,3 persen (YoY).
Berdasarkan lokasi, realisasi PMDN mengalami pertumbuhan positif sebesar 25,8 persen (YoY) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi PMDN terbesar di Sumatera dengan pertumbuhan sebesar 87,3 persen (YoY) diikuti Kalimantan sebesar 28,0 persen (YoY). Sementara itu, Bali & Nusa Tenggara, dan Papua mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan kontribusinya, Jawa, Sumatera, dan Sulawesi memberikan sumbangan terbesar pada triwulan IV tahun 2016 yaitu 52,9 persen, 23,2 persen dan 13,3 persen.
Tabel 54. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMDN Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (Rp Triliun) Lokasi Tahun Bali & Total Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua NT 2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 60,6 2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 76,0 2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 92,2 2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 128,2 2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 156,1 2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 179,5 2015 TW IV 7,2 27,4 1,4 3,8 6,1 0,0 0,3 46,2 2016 TW IV 13,5 30,7 1,3 4,8 7,7 0,0 0,1 58,1 Pertumbuhan (YoY, %) 87,3 12,0 -6,4 28,0 26,1 0,0 -79,8 25,8 Share (%) 23,2 52,9 2,3 8,3 13,3 0,0 0,1 100,0 Sumber: BKPM, diolah
Pada triwulan IV tahun 2016, pertumbuhan realisasi PMA terbesar terjadi di Papua.
Realisasi PMA triwulan IV tahun 2016 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu mengalami pertumbuhan negatif sebesar -5,5 persen (YoY). Pertumbuhan negatif terjadi di Jawa dan Kalimantan, sementara wilayah lainnya mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan positif 120
tertinggi di Papua sebesar 294,1 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2016 pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi memberikan kontribusi terbesar yaitu 47,1 persen, 17,3 persen dan 11,0 persen. Tabel 55. Pertumbuhan dan Share Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016 Berdasarkan Lokasi (USD Milyar) Lokasi Tahun Bali & Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua NT 2010 4,2 35,1 2,1 14,6 4,3 0,0 0,2 2011 16,3 37,2 0,4 13,5 7,2 0,0 1,4 2012 14,3 52,7 3,2 16,7 4,9 0,3 0,1 2013 22,9 66,5 4,4 28,7 3,6 1,1 0,9 2014 29,6 97,1 0,5 21,4 7,1 0,2 0,3 2015 37,8 103,8 2,9 20,0 13,7 0,0 1,3 2015 TW IV 0,9 4,0 0,3 1,9 0,6 0,1 0,2 2016 TW IV 1,3 3,5 0,2 0,8 0,8 0,1 0,7 Pertumbuhan (YoY, %) Share (%) Sumber: BKPM, diolah
43,3 17,3
Pulau Jawa merupakan lokasi PMDN dan PMA yang paling diminati.
PMA
-11,5 47,1
36,1 2,2
-59,6 10,5
44,0 11,0
110,5 2,0
294,1 9,8
Total 60,6 76,0 92,2 128,2 156,1 179,5 7,9 7,5 -5,5 100,0
Berdasar lokasi menurut provinsi, pada triwulan IV tahun 2016 untuk PMA, dua dari lima besar lokasi investasi yang diminati terletak di Pulau Jawa. Kedua lokasi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Papua, dengan kontribusi realisasi PMA terbesar yaitu DKI Jakarta sebesar 15,8 persen.
Tabel 56. Lima Besar Lokasi Realisasi Investasi Triwulan IV Tahun 2016 PMDN
Lokasi (Provinsi) DKI Jakarta Jawa Barat Papua Banten Sulawesi Tengah Gabung lainnya Jumlah Sumber: BKPM, diolah
USD Juta 1.184,45 1.085,47 707,51 647,68 404,94 3.472,71 7.502,76
% Thd Total 15,8 14,5 9,4 8,6 5,4 46,3 100,0
Lokasi (Provinsi) Jawa Tengah Jawa Barat Jawa Timur Sulawesi Utara Lampung Gabung lainnya Jumlah
Rp. Triliun 14.17 8.10 7,52 4,91 4,61 18,80 58,1
% Thd Total 24,4 13,9 12,9 8,4 7,9 32,5 100,0
Untuk PMDN, lima lokasi dengan realisasi paling besar berturut-turut adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Lampung dengan sumbangan terbesar berasal dari Jawa Tengah sebesar 24,4 persen 121
dari total realisasi PMDN. Selanjutnya Lampung memberikan sumbangan terbesar kelima yaitu sebesar 7,9 persen dari total realisasi PMDN.
Realisasi per Negara Tabel 57. Lima Besar Negara Asal Realisasi Investasi PMA Triwulan IV Tahun 2016 Juta USD %Terhadap Total Negara 2.053,6 Singapura 27,4 R. R. Tiongkok Jepang Amerika Serikat Hong Kong Gabung Lainnya Jumlah
1.075,5 902,7 731,5 691,7 2.047,8 7.502,8
14,3 12,0 9,7 9,2 27,3 100,0
Sumber: BKPM, diolah
Singapura merupakan negara asal investasi PMA terbesar pada triwulan IV tahun 2016
Pada triwulan IV tahun 2016, tiga negara asal investasi PMA paling besar adalah Asia yaitu Singapura dengan nilai investasi sebesar USD2.053,6 juta atau 27,4 persen dari total realisasi PMA, Tiongkok dengan nilai investasi sebesar USD1.075,5 juta (14,3 persen), dan Jepang dengan nilai investasi sebesar USD902,7 juta (12,0 persen). Selanjutnya, negara asal realisasi PMA terbesar keempat dan kelima adalah Amerika Serikat dengan nilai investasi sebesar USD731,5 juta (9,7 persen) dan Hong Kong dengan nilai investasi sebesar USD691,7 juta atau 9,2 persen dari total PMA.
122
123
124
125
PERKEMBANGAN MONETER DAN KEUANGAN PERKEMBANGAN INDIKATOR MONETER Tingkat Inflasi Pergerakan inflasi (YoY) pada akhir triwulan IV tahun 2016 menurun dan terkendali pada kisaran 4±1 persen.
Tingkat inflasi tahunan (YoY) triwulan IV tahun 2016 menurun jika dibandingkan dengan akhir triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 3,02 persen dengan IHK 126,7. Inflasi tahunan (YoY) Indonesia pada bulan OktoberDesember 2016 masing-masing sebesar 3,31 persen, 3,58 persen, dan 3,02 persen (Tabel 58). Penurunan inflasi tersebut terutama karena terkendalinya harga bahan makanan seiring dengan semakin terjaganya pasokan. Inflasi pada akhir tahun 2016 merupakan inflasi terendah sejak akhir tahun 2009. Sebaliknya, pergerakan inflasi bulanan (MtM) selama triwulan IV tahun 2016, meningkat masing-masing sebesar 0,14 persen, 0,47 persen, dan 0,42 persen dari Oktober-November (Tabel 58). Peningkatan ini didorong oleh komponen inflasi bulanan harga diatur pemerintah.
Tabel 58. Tingkat Inflasi Domestik Triwulan IV Tahun 2016 Persentase (%) Oktober November Desember Year-on-Year
3,31
3,58
3,02
Month-to-month
0,14
0,47
0,42
Tahun kalender
2,11 2,59 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Terkendalinya inflasi tahunan didorong oleh stabilnya inflasi inti dan menurunnya tingkat inflasi pada volatile food.
3,02
Berdasarkan komponennya, secara tahunan (YoY), inflasi terendah selama Oktober-Desember tahun 2016 dimiliki oleh komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered price), namun dengan tren yang cenderung meningkat. Peningkatan inflasi harga diatur pemerintah juga terjadi secara bulanan. Sebaliknya, rendahnya inflasi akhir tahun 2016 karena inflasi harga bergejolak (volatile food) yang cenderung menurun meskipun masih dalam tingkat inflasi yang tinggi dibandingkan komponen inflasi lainnya. Rendahnya inflasi pada akhir tahun 2016 juga 126
didukung dengan kestabilan pada komponen inflasi inti (Tabel 59).
Komponen
Tabel 59. Tingkat Inflasi Domestik berdasarkan Komponen YoY MtM Oktober November Desember Oktober November
Desember
Inti
3,08
3,07
3,07
0,1
0,15
0,23
Bergejolak
7,54
9,14
5,92
-0,26
1,84
0,47
0,21
0,57
0,13
0,97
Diatur pemerintah
0,17 0,09 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Berdasarkan kelompok pengeluaran, kelompok sandang memberikan sumbangan terendah terhadap pembentukan inflasi bulanan (MtM).
Selama bulan Oktober-November tahun 2016, kelompok pengeluaran yang selalu menyumbangkan inflasi, yaitu: kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga; kesehatan; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar; transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan; serta makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau (Tabel 60). Pada bulan November 2016, seluruh kelompok pengeluaran mendorong inflasi seiring dengan persiapan menjelang perayaan Natal pada Desember 2016 dan Tahun Baru 2017. Pada bulan Desember 2016, hampir seluruh kelompok pengeluaran menyumbang inflasi dengan share yang lebih tinggi, kecuali pada kelompok sandang dan bahan makanan. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan inflasi yang semakin menurun mencapai 0,11 persen pada Desember 2016. Sebaliknya, kelompok sandang memberikan sumbangan deflasi hingga 0,03 persen (Tabel 60).
Tabel 60. Share Inflasi Kelompok Pengeluaran terhadap Pembentukan Inflasi Bulanan persentase (%) Kelompok Pengeluaran Oktober November Desember UMUM (headline)
0,14
0,47
0,42
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
-0.01
0,01
0,2
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga
0,01
0,0
0,01
Kesehatan
0,01
0,01
0,01
Sandang
-0,02
0
-0,03
Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan bakar
0,14
0,04
0,04
127
Kelompok Pengeluaran
Oktober
persentase (%) November Desember
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau
0,04
0,05
0,08
Bahan Makanan
-0,03
0,36
0,11
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Selama triwulan IV tahun 2016, secara YoY, penyebaran tingkat inflasi kabupaten/ kota IHK di Pulau Jawa cukup rendah dibandingkan inflasi di pulau dan kawasan lainnya.
Berdasarkan pulau, penyebaran inflasi tahunan (YoY) dan bulanan (MtM) yang cukup rendah dialami oleh kabupaten/kota yang berada di Pulau Jawa. Sebaliknya inflasi (YoY dan MtM) tertinggi terjadi di Pulau Sumatera dan Sulawesi. Inflasi (YoY) tertinggi selama OktoberDesember 2016 terjadi di Pulau Sumatera, dialami oleh Kota Sibolga masing-masing pada Oktober-November sebesar 9,12 persen (YoY) dan 9,35 persen (YoY), dan Kota Pangkal Pinang, pada Desember sebesar 7,78 persen (Lampiran 1 Bagian 1). Sama halnya dengan inflasi tahunan, inflasi bulanan tertinggi juga dialami oleh kabupaten/kota IHK di Pulau Sumatera dan Sulawesi, yaitu Kota Sibolga pada bulan Oktober, Manado pada bulan November, dan Lhokseumawe pada bulan Desember (Lampiran 1 Bagian 2). Peningkatan inflasi di Kota Sibolga dan wilayah Sumatera lainnya terutama disebabkan oleh tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan, terutama komoditas cabai. Sementara itu, rendahnya tingkat inflasi yang terjadi pada mayoritas kabupaten/kota IHK di Pulau Jawa terutama disebabkan oleh dukungan infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan kawasan di luar Pulau Jawa. Keberadaan infrastruktur yang mendukung kelancaran alur distribusi barang sangat penting dalam menekan tingkat inflasi di suatu daerah. Fasilitas infrastruktur mempermudah jalur perdagangan barang sehingga mempercepat jalur distribusi dan meminimalkan biaya distribusi barang terutama bahan makanan dengan karakteristiknya yang tidak tahan lama.
128
Nilai Tukar Rupiah REER dan NEER ASEAN Rata-rata nilai tukar selama triwulan IV tahun 2016 sedikit melemah bila dibandingkan dengan posisi pada triwulan III tahun 2016. Pada akhir Desember 2016, posisi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar Rp13.473 per USD. Sementara itu, rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD selama triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp13.254 per USD, melemah 0,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (Lampiran 2). Pelemahan nilai tukar Rupiah ini dipengaruhi oleh sentimen negatif dari terpilihnya Presiden baru AS dan rencana peningkatan suku bunga The Fed. Namun, jika dibandingkan secara YtD maupun YoY, Rupiah masih mempertahankan penguatannya (Lampiran 2).
Selama triwulan IV tahun 2016, secara nominal, nilai tukar Rupiah terhadap USD melemah 0,9 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Gambar 42. Nilai Tukar Rupiah terhadap USD (Rp/USD)
15.000 14.000 13.000
12.000
Jan-17
Nov-16
Sep-16
Jul-16
Mei-16
Mar-16
Jan-16
Nov-15
Sep-15
Jul-15
Mei-15
Mar-15
Jan-15
Nov-14
Sep-14
Jul-14
Mei-14
Mar-14
Jan-14
11.000
Sumber: Bloomberg, data diolah. Gambar 43. Real Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100) 120 110 100 90 80
INDONESIA
THAILAND
MALAYSIA
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
129
FILIPINA
SINGAPURA
Nilai tukar riil dan nominal Rupiah (REER dan NEER) tergolong rendah dibandingkan mata uang negara sekawasan.
Secara riil maupun nominal, nilai tukar Rupiah relatif lebih rendah dibandingkan negara sekawasan, namun menunjukkan sedikit peningkatan memasuki akhir tahun 2015 (lihat Gambar 43 dan 44). Pada akhir triwulan IV tahun 2016, nilai REER Indonesia meningkat, mencapai 96,01. Sejak akhir tahun 2015, nilai REER Indonesia secara rata-rata selalu berada diatas nilai REER Malaysia. Pada akhir Desember 2016, nilai REER negara kawasan ASEAN tertinggi dimiliki oleh Filipina sebesar 112,81, disusul Singapura sebesar 108,3. Rendahnya REER yang dimiliki Indonesia ini memiliki dampak postif terhadap daya saing perdagangan dibandingkan negara Filipina, Singapura, dan Thailand.
Gambar 44. Nominal Effective Exchange Rate ASEAN-5 (2010=100)
115 110 105 100 95 90 85 80 75 70
INDONESIA
THAILAND
MALAYSIA
FILIPINA
SINGAPURA
Sumber: Bank for International Settlements, data diolah.
Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV tahun 2016 meningkat menjadi 10,1 persen (YoY).
Uang beredar dalam arti luas (M2) pada akhir triwulan IV tahun 2016 sebesar Rp5.005 triliun, tumbuh lebih cepat 10,1 persen (YoY) dibandingkan pertumbuhan pada akhir triwulan III tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,1 persen (YoY) (Gambar 45). Percepatan tersebut bersumber dari seluruh komponen M2, yaitu M1, uang kuasi, dan surat berharga selain saham. Jika dilihat berdasarkan faktor yang mempengaruhi, percepatan pertumbuhan uang beredar terutama disebabkan oleh ekspansi operasi 130
keuangan Pemerintah Pusat yang tercermin dari penurunan kewajiban dan peningkatan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat. Sementara itu, pertumbuhan kredit perbankan melambat, terutama terjadi pada perlambatan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi. Gambar 45. Perkembangan Uang Beredar Triwulan IV Tahun 2016 6000
18,00% 17,28%
5000
12,51% 10,27%
4000
14,00%
9,35%
12,00% 10,08%
3000 2000 1000
7,55%
5,93% 5,08%
16,00%
10,00%
8,00% 8,42%
6,82%
7,93%
6,00% 4,00%
5,05%
2,00%
0
0,00% Sep
Okt
Nov
Des
M2 (triliun Rp)
M1 (triliun Rp)
Uang Kuasi (triliun Rp)
Pertumbuhan M2, %YoY
Pertumbuhan M1, %YoY
Pertumbuhan Uang Kuasi, %YoY
Sumber: Bank Indonesia, data diolah.
Respon Kebijakan Moneter Pada bulan Oktober, suku bunga kebijakan turun 25 basis poin menjadi 4,75 persen.
Pada akhir tahun 2016, BI merespon ketidakpastian keuangan global dengan mempertahankan suku bunga.
Pada bulan Oktober 2016, BI kembali menurunkan BI 7 day reverse repo sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen. Keputusan ini didasarkan pada ruang pelonggaran moneter yang semakin terbuka seiring dengan terus menurunnya tekanan inflasi. Keputusan tersebut diharapkan dapat memperkuat pelonggaran kebijakan makroprudensial dan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang telah dilakukan sebelumnya dalam rangka menstimulus pertumbuhan ekonomi. Pada bulan November dan Desember 2016, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya, sejalan dengan kehati-hatian Bank Indonesia dalam merespons ketidakpastian pasar keuangan global pasca pemilihan umum (Pemilu) di AS. 131
Peningkatan suku bunga Fed Fund rate pada Desember 2016 yang berpotensi meningkatkan cost of borrowing juga menjadi pertimbangan BI dalam mempertahankan suku bunganya sementara ini. Tabel 61. Struktur Suku Bunga Operasi Moneter Bank Indonesia
Tenor
7 hari
Term Structure Operasi Moneter
4,75%
Oktober 2 1 minggu bulan
3 bulan
6 bulan
9 bulan
12 bulan
4,95%
5,85%
6,05%
5,9%
6%
5,6%
5,8%
5,9%
6%
-
5,8%
5,9%
6%
5,2 November
Term Structure Operasi Moneter
4,75%
4,95%
5,2 Desember
Term Structure Operasi Moneter
4,75%
4,95%
5,2
Sumber: Bank Indonesia.
Di bidang moneter, Pemerintah tetap siaga memantau fundamental ekonomi.
Ada tiga hal yang perlu dicermati terkait respon kebijakan dalam meredam fluktuasi nilai tukar rupiah, yaitu: (i) Mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur untuk menarik kembali kepercayaan investor dan membangun persepsi positif pasar, sehingga sudden capital outflow dapat dihindari; (ii) Meningkatkan ekspor produk manufaktur, prioritas impor untuk barang modal yang sifatnya produktif; (iii) Manajemen ekspektasi dengan meningkatkan kualitas komunikasi publik untuk menciptakan optimisme dan mengurangi rasa panik di masyarakat.
132
Koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Ke depan, kebijakan moneter tetap difokuskan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan melalui penguatan bauran kebijakan di bidang moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Kebijakan moneter akan tetap secara konsisten diarahkan untuk mengendalikan inflasi menuju sasarannya dan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Penguatan koordinasi kebijakan antara Pemerintah dan Bank Indonesia mutlak dilakukan.
SEKTOR PERBANKAN Gambar 46. Perkembangan Kinerja Bank Umum di Indonesia 25
94 92 88
10
86 84
5
LDR (persen)
90
15
82
LDR
CAR
Q4:2016
Q3:2016
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
80 Q2:2013
0 Q1:2013
CAR, NPL (persen)
20
NPL
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Data triwulan IV tahun 2016 merupakan data bulan November
Kondisi sistem keuangan tetap stabil dengan ditopang oleh ketahanan sektor perbankan.
Kondisi sistem keuangan masih tetap stabil dengan ditopang oleh ketahanan sektor perbankan yang terjaga hingga triwulan IV tahun 2016. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio atau CAR) pada bulan November 2016 masih jauh di atas ketentuan CAR minimum yaitu 8,0 persen. Rasio CAR bahkan mengalami peningkatan yaitu dari 22,6 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 23,0 persen pada triwulan IV tahun 2016. Kondisi tersebut mencerminkan daya tahan perbankan yang cukup solid dalam mengatasi tekanan dan gejolak di perekonomian.
133
Dari sisi likuiditas, Loan to Deposit Ratio (LDR) mengalami penurunan sebesar 101 bps, yaitu dari 91,7 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 90,7 persen pada triwulan IV tahun 2016. Penurunan rasio LDR tersebut mencerminkan adanya peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/ NPL) mengalami peningkatan sebesar 8,0 bps. Pelemahan kondisi perekonomian menjadi salah satu faktor rendahnya kemampuan borrowers untuk membayar kredit, sehingga mendorong peningkatan NPL perbankan. Rasio kredit bermasalah (NPL) meningkat dari 3,1 persen pada triwulan III tahun 2016 menjadi 3,2 persen pada triwulan IV tahun 2016. Akan tetapi, nilai tersebut masih berada di bawah batas ketentuan yang ditetapkan yaitu sebesar 5,0 persen.
25 20 15 10 5
DPK
Kredit
Pertumbuhan DPK (yoy)
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
134
Q4:2016
Q3:2016
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
Q2:2013
0
Pertumbuhan Kredit (yoy)
Pertumbuhan (%)
5.000 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 0 Q1:2013
DPK, Kredit (triliun Rp)
Gambar 47. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Kredit di Indonesia
Pada triwulan IV tahun 2016, kegiatan intermediasi perbankan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hal tersebut terlihat dari adanya peningkatan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup signifikan dan peningkatan jumlah kredit yang disalurkan walaupun peningkatan jumlah kredit masih mengalami perlambatan. DPK pada triwulan IV tahun 2016 sebesar
Kegiatan intermediasi perbankan menunjukkan pertumbuhan yang baik, terlihat dari adanya peningkatan jumlah DPK dan kredit yang disalurkan oleh perbankan.
Rp4.734 triliun atau tumbuh sebesar 7,3 persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara itu, jumlah kredit tetap tumbuh meskipun masih mengalami perlambatan, yaitu tumbuh sebesar 5,6 persen (YoY). Perlambatan kredit ini sejalan dengan belum optimalnya pertumbuhan ekonomi yang berdampak pada permintaan kredit. Gambar 48. Perkembangan Kredit Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya 2.500
40
30 25
1.500
20 1.000
15 10
500
5
KI
KMK
KK
Pertumbuhan KI
Q4:2016
Q3:2016
Q2:2016
Q1:2016
Pertumbuhan KMK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
135
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
Q2: 2013
0
Q1:2013
0
Pertumbuhan (persen)
KK, KI, KMK (triliun Rp)
35 2.000
Pertumbuhan KK
Kredit konsumsi mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, sedangkan kredit investasi dan modal kerja juga tetap tumbuh meskipun masih mengalami perlambatan.
Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi (KK) mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu mencapai 7,2 persen. Di sisi lain, Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK) tetap tumbuh walaupun masih mengalami perlambatan hingga triwulan IV tahun 2016. Pertumbuhan Kredit Investasi mencapai 7,1 persen (YoY) dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sedangkan pertumbuhan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar 3,9 persen (YoY).
Kredit Usaha Rakyat Gambar 49. Penyaluran KUR berdasarkan Sektor Ekonomi
Jasa-jasa
Pertanian
Penempatan TKI 0,2% Perikanan 1%
Perdagangan
Pertanian
Perikanan
Industri Pengolahan
Perdagangan
Jasa-jasa
Penempatan TKI
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Total penyaluran KUR mencapai Rp94,3 triliun, penyaluran tersebut telah melebihi target yang ditentukan yaitu Rp94 triliun.
Sampai dengan 31 Desember 2016, total penyaluran KUR mencapai Rp94,3 triliun, penyaluran tersebut telah melebihi target yang ditentukan yaitu Rp94 triliun. Jumlah debitur pada tahun 2016 adalah 4,357 juta debitur. Total kredit yang bermasalah (non perfroming loan) pada tahun 2016 hampir mendekati nol persen, yaitu sebesar 0,3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa para debitur KUR memiliki kemampuan yang baik dalam melunasi pinjaman.
136
Hingga akhir tahun 2016, penyaluran KUR masih belum merata. Sebagian besar KUR disalurkan untuk UMKM dan koperasi di sektor perdagangan (66,0 persen volume KUR) dan sektor pertanian (17,0 persen dari volume). Berdasarkan sebaran wilayah, terdapat 5 provinsi di Indonesia dengan penyaluran tertinggi diantaranya adalah Jawa Tengah (Rp15,3 triliun), Jawa Timur (Rp12,7 triliun), Jawa Barat (Rp10,7 Triliun), Sulawesi Selatan (Rp4,7 triliun) dan Sumatera Utara (Rp3,9 triliun).
Sektor Perbankan Syariah Gambar 50. Perkembangan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia 120,00
20,00 15,00
100,00
10,00 80,00
5,00
60,00
0,00
-5,00
40,00
-10,00 20,00
-15,00
0,00
-20,00
CAR
NPF
FDR
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
Ketahanan sektor perbankan syariah tetap terjaga diiringi dengan resiko likuiditas dan pembiayaan yang terkendali serta rasio kecukupan modal yang cukup tinggi
Ketahanan sektor perbankan syariah tercermin dalam pertumbuhan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) yang meningkat pada triwulan IV tahun 2016. Pada triwulan IV tahun 2016, rasio kecukupan modal meningkat sebesar 47,0 bps menjadi 15,8 persen dan masih jauh di atas peraturan penyediaan modal minimum perbankan. Dari sisi likuiditas, rasio pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (Financing to Deposit Ratio/FDR) mengalami penurunan sebesar 139 bps menjadi 88,9 137
persen. Penurunan tersebut mencerminkan bahwa resiko likuiditas perbankan syariah masih terkendali. Sementara itu, resiko pembiayaan bermasalah masih jauh di bawah ketentuan maksimum rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF). Pada triwulan IV tahun 2016 Non Performing Financing mengalami penurunan hingga 4,3 persen. Gambar 51. Perkembangan Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan di Indonesia 60
250000
50
200000
40
150000
30
100000
20
50000
10
0
Pertumbuhan (%)
DPK, Pembiayaan (Miliar Rp)
300000
0
DPK Pertumbuhan DPK (yoy)
Pembiayaan Pertumbuhan Pembiayaan (yoy)
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Data triwulan IV tahun 2016 merupakan data bulan November
Kegiatan intermediasi perbankan syariah mengalami kenaikan yang positif menyusul kenaikan jumlah DPK dan pembiayaan yang cukup tinggi.
Kegiatan intermediasi perbankan mencatat pertumbuhan yang sangat positif pada triwulan IV tahun 2016. Hal tersebut dibuktikan oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sangat signifikan disertai tingkat penyaluran pembiayaan yang juga sangat tinggi. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah yang baru saja mencapai 5,2 persen pada triwulan IV tahun 2016. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan IV tahun 2016 naik cukup drastis sebesar 22,6 persen menjadi Rp270.480 miliar. Adapun jumlah pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat juga mengalami 138
peningkatan yang cukup tinggi seiring pertumbuhan DPK yang sangat signifikan. Pertumbuhan jumlah pembiayaan naik menjadi Rp 240.381 miliar atau naik sebesar 14,95 persen. Gambar 52. Perkembangan Pembiayaan Berdasarkan Tujuan Pemakaiannya
60 50 40
30 20 10
Pertumbuhan (%)
Q4:2016
Q3:2016
Q2:2016
Q1:2016
Q4:2015
Q3:2015
Q2:2015
Q1:2015
Q4:2014
Q3:2014
Q2:2014
Q1:2014
Q4:2013
Q3:2013
Q2: 2013
0 Q1:2013
PK, PI, PMK (Miliar Rp)
90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 -10000
-10
PI
PMK
PK
Pertumbuhan PI
Pertumbuhan PMK
Pertumbuhan PK
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan Catatan : Angka triwulan IV 2016 merupakan angka bulan November
Pembiayaan Investasi (PI) dan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) mengalami pertumbuhan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Jumlah Pembiayaan Konsumsi (PK) adalah sebesar Rp 99.035 miliar dengan pertumbuhan sebesar 22,9 persen (YoY). Disisi lain, jumlah Pembiayaan Investasi (PI) dan jumlah Pembiayaan Modal Kerja (PMK) tumbuh normal dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan Investasi tercatat sebesar Rp 57.171 miliar dengan pertumbuhan sebesar 18,1 persen (YoY) dan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) berjumlah Rp 84.174 miliar dengan pertumbuhan sebesar 5,1 persen (YoY). Pada triwulan IV tahun 2016, Pembiayaan Investasi (PI), Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dan Pembiayaan 139
Pembiayaan Investasi, Pembiayaan Modal Kerja, dan Pembiayaan Konsumsi secara keseluruhan mengalami percepatan pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya. Adapun Pembiayaan Konsumsi mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Konsumsi (PK) mengalami percepatan pertumbuhan. Kondisi ini menyusul kenaikan jumlah pembiayaan yang cukup signifikan. Pertumbuhan Pembiayaan Investasi (PI) mengalami kenaikan sebesar 18,1 persen menjadi Rp57.171 miliar. Pembiayaan Modal Kerja (PMK) juga meningkat sebesar 5,1 persen. Sementara Pembiayaan Konsumsi (PK) mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan yang lain. Pembiayaan Konsumsi (PK) pada triwulan IV tahun 2016 tumbuh sebesar 22,9 persen dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp99.035 miliar.
140
Lampiran 1: Inflasi Domestik Inflasi YoY 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember 2016
Papua
Sumatera
Maluku
Sulawesi
Kalimantan
Nusa Tenggara Bali Jawa Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
141
Lampiran 1: Inflasi Domestik Inflasi MtM 82 Kabupaten/ Kota Oktober-Desember 2016
Papua
Sumatera
Maluku
Sulawesi
Kalimantan
Nusa Tenggara
Bali Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Jawa
142
Lampiran 2 : Nilai Tukar Mata Uang Nilai Tukar Mata Uang per USD Negara Rupiah Indonesia Lira Turki
PAB 13.048,0
Oktober 2016 MTM YTD (%) (%) 0,0 6,0
YOY (%) 4,9
November 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 13.555,0 (3,7) 2,0
YOY (%) 2,2
PAB 13.473,0
Desember 2016 MTM YTD (%) (%) 0,6 2,6
YOY (%) 2,3
Rata-rata Triwulanan
QtQ (%)
13.254,3
(0,9)
3,1
(3,0)
(5,6)
(5,8)
3,4
(10,0)
(15,0)
(15,2)
3,5
(2,4)
(17,1)
(17,2)
3,3
(9,8)
13,5
1,8
15,5
2,6
14,1
(4,4)
10,4
2,5
13,7
2,6
13,2
12,6
13,9
1,1
Real Brazil
3,2
2,2
24,0
20,7
3,4
(5,7)
17,0
14,2
3,3
4,0
21,7
21,7
3,3
(1,6)
Rubel Rusia
63,4
(0,8)
14,4
0,9
64,1
(1,1)
13,1
3,6
61,5
4,2
17,8
17,8
63,1
2,4
Rupee India
66,8
(0,3)
(1,0)
(2,3)
68,4
(2,4)
(3,3)
(2,5)
67,9
0,7
(2,6)
(2,6)
67,4
(0,6)
6,8
(1,5)
(4,2)
(6,8)
6,9
(1,6)
(5,7)
(7,1)
6,9
(0,8)
(6,5)
(6,5)
6,8
(2,4)
1,4
(2,0)
1,5
0,7
1,4
(3,0)
(1,5)
(1,6)
1,4
(0,9)
(2,4)
(2,0)
1,4
(4,1)
Rand Afrika Selatan BRIC
Yuan Cina ASEAN-6 Dolar Singapura Ringgit Malaysia
4,2
(1,3)
2,4
2,5
4,5
(6,1)
(3,9)
(4,6)
4,5
(0,4)
(4,3)
(4,3)
4,3
(6,4)
Baht Thailand
35,0
(1,3)
2,9
1,7
35,7
(1,9)
0,9
0,3
35,8
(0,4)
0,6
0,5
35,4
(1,6)
Peso Filipina
48,5
0,0
(3,2)
(3,3)
49,7
(2,5)
(5,6)
(5,0)
49,6
0,2
(5,4)
(5,4)
49,1
(4,2)
1.289,0
(2,0)
1,5
(0,8)
1.313,0
(1,8)
(0,4
(0,9)
1357,5
(3,3)
(3,6)
(3,5
1.306,8
(8,1)
0,9
(2,3)
1,1
(0,2)
0,9
(3,6)
(2,5)
0,2
1,0
(0,7)
(3,1)
(3,1)
0,9
(3,4)
0,8
(5,7)
(17,2)
(20,7)
0,8
2,2
(15,4)
(16,9)
0,8
(1,3)
(16,5)
(16,2)
0,8
(5,3)
104,8
(3,3)
15,0
15,1
114,5
(8,4)
5,3
7,6
117,0
(2,1)
3,1
2,8
109,5
(6,5)
1.143,8
(3,7)
2,5
(0,3)
1.169,0
(2,2)
0,3
(0,9)
1205,8
(3,1)
(2,8)
(2,6)
1.158,1
(3,2)
Kyat Myanmar Negara Maju Euro Poundsterling Inggris Yen Jepang Won Korea Selatan
143
Lampiran 3: Harga Komoditas Internasional Harga Komoditas Internasional
Komoditas
Oktober 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 9.9 -0.3 -14.8
YOY (%) -15.1
November 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 9.7 -1.5 -16.1
YOY (%) -18.5
Desember 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 9.4 -3.6 -19.1
YOY (%) -19.1
Rata-rata Triwulan
QtQ (%)
9.8
-1.8
21.6
-4.3
41.5
48.6
19.8
-8.2
30.0
32.7
19.5
-1.5
28.0
28.0
20.6
1.3
416.3
3.5
-11.4
-20.3
380.5
-8.6
-19.0
-17.3
408.0
7.2
-13.2
-13.2
402.2
-0.7
1,002.3
5.1
15.0
13.4
1,032.3
3.0
18.5
17.2
996.5
-3.5
14.4
14.4
1,003.9
-1.0
354.8
5.3
-7.4
-13.1
348.5
-1.8
-9.0
-11.7
352.0
1.0
-8.1
-8.1
353.0
4.0
48.3
-1.5
29.6
-2.5
50.5
4.5
35.4
13.1
56.8
12.6
52.4
52.4
51.5
9.6
46.9
-1.9
26.0
2.8
49.8
6.1
33.7
20.8
54.7
9.8
46.8
46.8
49.7
11.4
3.0
4.1
18.9
15.8
3.4
10.8
31.7
33.1
3.7
9.9
44.8
44.8
3.3
16.3
1,273.1
-3.3
19.6
11.1
1,173.9
-7.8
10.3
9.7
1,154.3
-1.7
8.4
8.4
1,212.5
-9.5
Tembaga (USd/lb) 220.5 -0.2 2.3 Sumber: Bloomberg (diolah kembali), posisi akhir bulan
-5.4
263.3
19.4
22.2
27.0
250.6
-4.8
16.3
16.3
242.9
11.9
Beras (USD/cwt) Gula (USd/lb) Gandum (USd/bu) Kacang Kedelai (USd/bu) Jagung (USd/bu) Minyak Mentah Brent (USD/bbl) Minyak Mentah WTI (USD/barrel) Gas Alam (USD/MMBtu) Emas (USD/toz)
144
Lampiran 4: Harga Bahan Pokok Nasional Harga Bahan Pokok Nasional Komoditas Minyak Goreng Daging Sapi
Oktober 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 11,450.0 -2.7 10.0
YOY (%) 7.7
November 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 11,660.0 1.8 12.0
YOY (%) 11.6
Desember 2016 MTM YTD PAB (%) (%) 11,710.0 0.4 12.5
YOY (%) 12.8
Rata-rata Triwulan
QtQ (%)
11,597.3
1.1
113,770.0
0.1
3.2
5.7
113,960.0
0.2
3.3
5.4
114,840.0
0.8
4.1
3.9
113,934.4
-0.5
Daging Ayam Broiler
30,150.0
-2.2
-11.9
3.9
29,780.0
-1.2
-12.9
-4.3
33,040.0
10.9
-3.4
-2.6
30,538.8
-5.0
Telur Ayam Ras
22,030.0
-3.1
-13.7
1.0
21,950.0
-0.4
-14.1
-4.0
24,400.0
11.2
-4.5
-6.0
22,474.1
-4.0
Tepung Terigu
8,970.0
0.2
-1.0
0.1
8,880.0
-1.0
-2.0
-1.2
8,880.0
0.0
-2.0
-2.0
8,921.1
-0.8
Kedelai Impor
10,540.0
-0.8
-4.1
-4.8
10,660.0
1.1
-3.0
-3.0
10,690.0
0.3
-2.7
-2.6
10,643.9
-0.2
Kedelai lokal
11,050.0
-0.5
0.4
1.7
11,060.0
0.1
0.5
0.5
10,840.0
-2.0
-1.5
-3.0
11,039.3
-1.1
Beras Medium
10,700.0
0.9
-0.1
2.8
10,660.0
-0.4
-0.5
0.6
10,710.0
0.5
0.0
-0.2
10,679.1
1.0
Gula Pasir
14,350.0
-1.5
10.0
12.3
14,170.0
-1.3
8.7
10.9
14,100.0
-0.5
8.1
8.8
14,267.1
-8.2
Cabe Merah Keriting
51,040.0
40.2
30.0
125.0
50,550.0
-1.0
28.7
80.1
40,080.0
-20.7
2.1
1.2
47,583.0
37.2
Cabe Merah Biasa
49,730.0
40.9
26.4
109.3
46,970.0
-5.5
19.4
79.5
37,120.0
-21.0
-5.6
-8.5
45,659.0
35.6
Bawang Merah
36,380.0
-7.0
1.3
75.8
41,820.0
15.0
16.5
89.1
37,130.0
-11.2
3.4
3.9
39,051.3
-5.8
Sumber: Kementerian Perdagangan (diolah kembali), posisi akhir bulan
145
Untuk memberikan hasil laporan terbaik, kami mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembaca. Kritik dan saran harap dikirimkan ke alamat surat elektronik berikut
[email protected]
146
147