0
ABSTRAK AGUNG PRATAMA ARMAWINATA, NIM 271 411 042, EFEKTIVITAS PASAL 480 KUHP DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA PENADAHAN (STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI GORONTALO), Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo, 2015, di bawah bimbingan Moh. Rusdiyanto Puluhulawa, SH, M.Hum dan Lisnawaty Badu, SH, MH Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana efektifitas Pasal 480 KUHP dalam putusan pengadilan terhadap tindak pidana penadahan di pengadilan negeri gorontalo dan untuk mengetahui apa saja indikator-indikator dari pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana penadahan di bawah dari satu tahun. Penelitian ini dilakukan di Kota Gorontalo yang berlokasi di Pengadilan Negeri Gorontalo. Metode yang digunakan peneliti adalah metode normatif-empiris. Adapun objek penelitian adalah hakim pidana yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo dengan melakukan perbandingan dan hasil wawancara untuk mengetahui bagaimana efektifitas Pasal 480 KUHP dan pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan tindak pidana penadahan. Hasil penelitian dan data yang diperoleh menunjukan bahwa penerapan pasal 480 KUHP tetntang tindak pidana penadahan belum efektif, dikarenakan banyak kasus tindak pidana penadahan yang diputus oleh hakim sebagai tindak pidana ringan dengan sanksi 5-7 bulan. Indikator-indikator dari pertimbangan hakim dilihat dari berbagai macam aspek, bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan selain berdasarkan hukum postif yang berlaku dan fakta-fakta yang terungkap berdasarkan alat bukti yang ada pada persidangan, hakim juga mempunyai kebebasan untuk menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa. Hal-hal tersebutlah yang akan membentuk keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Kata Kunci : Efektivitas, Penadahan, Hakim
1
A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang di dunia telah melakukan pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta tak kalah pentingnya pembangunan di bidang hukum yang dari tahun ke tahun mengalami pembaharuan agar sistem hukum di Indonesia lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pembangunan hukum sendiri diarahkan pada makin terwujudnya sistem hukum lebih baik mencakup pembangunan materi hukum, struktur hukum termasuk aparat hukum, sarana dan prasarana hukum, perwujudan masyarakat yang mempunyai kesadaran dan budaya hukum yang tinggi dalam rangka mewujudkan negara hukum.1 Hukum adalah keseluruhan peraturan atau norma hukum yang mengatur hubungan antara manusia dalam kehidupan bermasyarakat, dan barangsiapa yang melanggar norma hukum dapat dijatuhi sanksi atau dituntut oleh pihak yang berwenang atau oleh pihak yang hak-haknya dirugikan. Peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah haruslah ditaati oleh masyarakat tanpa terkecuali, agar terjadi keseimbangan dalam tiaptiap anggota masyarakat. Kurangnya kesadaran hukum menyebabkan konflik dan ketidakpercayaan terhadap tiap-tiap anggota masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah. Berdasarkan definisi ini hukum tidak ada tanpa adanya masyarakat. 2 Unsur perbuatan merupakan salah satu unsur pokok tindak pidana disamping unsur kesalahan. Asas legalitas yang merupakan pembatasan kewenangan hakim dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang pelakunya dapat dipidana, kausalitas yaitu hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan akibat yang terjadi, dan sifat melawan hukum suatu perbuatan.3 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang pelakunya seharusnya dipidana. Tindak pidana dirumuskan dalam undang-undang, antara lain KUHPid. Beberapa definisi lainnya tentang tindak pidana, antara lain: Menurut wirjono Prodjodioro, “tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, sedangkan menurut D. Simons, tindak pidana (strafbaar feit) adalah kelakuan (hendeling) yang diancam dengan pidana “yang 1
2 3
Fence M. Wantu, Kepastian Hukum, Keadilan, Dan Kemamfaatan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011,Hlm. 1 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, 2013, Jakarta, Hlm. 9 Frans Maramis, Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Raja Grafindo Persada, manado, 2012, Hlm. 87 2
bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.4 Jika dengan seksama kita tinjau bahwa dalam KUHP Pasal 480 telah mengatur kejahatan pidana penadahan namun kenyataannya kejahatan ini selalu meningkat padahal hukuman yang dijelaskan dalam pasal 480 tersebut sangatlah berat yakni diancam dengan 4 tahun penjara. Apakah hukuman ini terlalu ringan ataukah dalam pasal 480 belum mengatur tindak pidana penadahan secara menyeluruh sehingga para penegak hukum sulit menjerat para pelaku tindak pidana penadahan. Menurut Kanit III TIPITER Polres Gorontalo Kota bahwa sanksi hukum yang diberikan untuk pelaku untuk pelaku tindak pidana penadahan belum maksimal, sebab kadang putusan hakim yang hanya menjatuhkan putusan di bawah dari 1 tahun, yang seharusnya putusan yang diberikan setengah dari hukuman yang di ajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni sekurangkurangya 2 tahun sehingga menurut hemat penulis jika hal itu dilaksanakan akan ada kemungkinan kejahatan tindak pidana ini akan berkurang. Berdasarkan data awal yang diterimah oleh penulis dari Pengadilan Negeri Gorontalo
penulis
menemukan
beberapa
putusan
yakni
dengan
Perkara
Nomor:04/Pid.B/2014/PN.GTLO,Nomor:05/Pid.B/2014/PN.GTLO, Nomor:37/Pid.B/2014/PN.GTLO. Ketiga putusan tersebut adalah tindak pidana penadahan yang hukumnnya rata-rata dibawah dari satu tahun, padahal dalam pasal 480 KUHP ancaman hukuman yang diberikan adalah 4 tahun. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana efektivitas Pasal 480 KUHP dalam putusan pengadilan terhadap tindak pidana penadahan ? 2. Apa pertimbangan hakim dalam memberikan putusan tindak pidana penadahan di bawah 1 (satu) tahun ? B. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian normatif-empiris. Metode penelitian hukum normatif-empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Data yang diperoleh oleh peneliti akan diolah secara kualitatif, dimana penulis akan mengumpulkan data yang berasal dari lokasi penelitian kemudian data tersebut akan diuraikan serta akan dideskrpsikan secara rinci dengan melihat peraturan perundang-undangan serta data kepustakaan sehingga dapat ditarik kesimpulan. Cara kualitatif yaitu tanpa menggunakan 4
Frans Maramis, Ibid, Hlm. 6 3
rumus-rumus statistik, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Data yang diperoleh dikualifikasikan dengan cara mempelajari, memahami semua data yang ada.5 Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.6 Dalam pengumpulan data yang diperlukan, penulis menggunakan metode penelitian yaitu: (a).Penelitian kepustakaan, yaitu dengan cara mendapatkan data yang relevan melalui bahan-bahan literature seperti buku-buku, korankoran dan laporan-laporan penelitian lainnya yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian. (b).Penelitian lapangan, yaitu cara untuk mendapatkan data yang dilakukan langsung ke objek penelitian dalam hal ini Pengadilan Negeri Gorontalo dan sebagai tambahan objek penelitian yaitu di Kepolisian Resort Kota (Polresta) Gorontalo. Adapun tehnik pengumpulan data yang akan dilakukan sebagai berikut: a)Pengamatan (observation) yaitu melakukan peninjauan langsung ke objek penelitian untuk memperoleh gambaran tentang fakta yang ada di lapangan. Hasil-hasil pengamatan akan dicatat seperlunya sebagai bahan temuan. b)Wawancara (interview), yaitu melakukan Tanya jawab langsung kepada narasumber dalam hal ini pihak yang berwenang untuk memberikan data yang diperlukan. C. Hasil dan pembahasan Efektifitas Pasal 480 KUHP dalam Putusan Pengadilan Terhadap Tindak Pidana Penadahan Efektivitas hukum dilihat dari penerapan hukum itu sendiri , dalam hal menerapkan sanksi pasti harus mengacu pada aturan hukum yang ada sehigga cita-cita dari hukum tersebut bisa tercapai, jika itu terjadi maka hukm tersebut dianggap efektiv karena sudah dijalankan sebaiknya-baiknya. Menurut Soerjono Soekanto efektivitas adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum positif, pada saat itu hukum mencapai sasaranya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia sehingga menjadi perilaku hukum.7
5
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, 2005, Jakarta. Hlm. 102 Bambang Sunggono, Ibid, Hlm. 130 7 Soerjono Soekanto, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Ramadja Karya, Bandung, 1988, Hlm. 80 6
4
Hasil penelitian di Pengadilan Negeri gorontalo tentang penerapan Pasal 480 KUHP : Hasil Wawancara Hakim I : Penerapan pasal 480 KUHP tindak pidana penadahan efektif atau tidaknya pasal ini dilihat dari tujuan daripada pasal 480 KUHP ,untuk memberikan efek jera kepada pelaku-pelaku tindak pidana penadahan. Apabila pelaku tersebut sudah tidak mengulangi perbuatannya akibat-akibat dari pemberian sanksi sesuai dengan aturan dalam pasal 480 KUHP maka dipandang efektif jika pelaku tindak pidana penadahan tidak jera dengan hukuman yang diberikan kepadanya dan membuat kejahatan ini semakin banyak maka penerapan pasal 480 KUHP tidak efektif.8 Hasil Wawancara Hakim II Berhubungan dengan efektifitas penerapan pasal 480 dipandang efektif dilihat dari banyaknya tindak pidana penadahan, semakin banyak tindak pidana penadahan berarti dianggap tidak efektif namun apabila jumlah kasus tindak pidana penadahan dari tahun ke tahun mengalami penurunan maka dingaap efektif.9 Hakim Wawancara Hakim III Keefektivitas pasal 480 sebenarnya sudah dapat dikatakan efektif, karena sudah jelas diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Dapat dikatakan efektif apabila tindak pidana penadahan tersebut sudah berkurang dan apabila penadahan semakin banyak maka dikatakan belum efektif.10 Menurut penulis efektifitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target, kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai.Dimana makin besar presentasi target yang dicapai maka makin tinggi efektifitasnya. Efektivitas dalam melakukan suatu pekerjaan pastilah menjadi salah satu tolok ukur dalam keberhasilan pekerja. Kualitas suatu pekerjaan juga bisa dinilai dari efektif atau tidaknya waktu, proses, kegiatan, dan hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut. Keberadaan efektivitas yang sangat diperlukan dalam proses bekerja. Ahmad ali berpendapat bahwa ketika kita kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur “sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”. Pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah professional dan optimal 8
Wawancara Hakim Cysni Isyana Dewi di Pengadilan Negeri Gorontalo, Pada tanggal 19 april 2015 Wawancara Hakim Abdullah Mahrus di Pengadilan Negeri Gorontalo, Pada tanggal 27 april 2015 10 Wawancara Hakim Suwono di Pengadilan Negeri Gorontalo, Pada tanggal 27 april 2015 9
5
pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.11 Tingkat efektivitas juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan.Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu tidak dapat dikatakan efektif. Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan Tindak Pidana Penadahan Dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP Pasal 2 berbunyi : 1. Dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, penadahan dari penuntun umum, ketua pengadilan memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara. 2. Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) ketua pengadilan menetapkan hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. 3. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, ketua pengadilan menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan.12 Dalam Pasal 480 KUHP memuat atauran mengenai kejahatan tindak pidana penadahan yang dapat dijadikan pertimbangan oleh hakim, pasal tersebut berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau dengan pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah: 1. Barangsiapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan, atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan. 2. Barangsiapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari hasil kejahatan.13
11
Achmad ali, Menguak teori hukum dan teori peradilan, Kencana, Jakarta, 2010, Hlm. 375 PERMA No.2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP 13 Fokus Media, KUHAP & KUHP, Bandung, 2012, Hlm. 413 12
6
Mengenai Pasal 480 KUHP vonis hukuman sudah sangat jelas, bahwa pelaku tindak pidana penadahan dipidana selama 4 tahun.Tapi banyak pelaku penadahan yang di vonis tak sesuai dengan isi dari Pasal 480. Di dalam mempertimbangkan suatu putusan diperlukan hakim-hakim yang mempunyai intelektual yang tinggi dan pengalaman yang luas serta tak dipengaruhi oleh korupsi, kolusi dan nepotisme. Dari data yang diperoleh oleh penulis mengenai pertimbangan hakim yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo, semua hakim mempunyai pendapat yang sama terhadap pemberian sanksi dalam perkara penadahan. diantaranya adalah : a. Dengan sengaja pelaku tahu bahwa barang tersebut hasil dari pencurian. b. Jenis barang yang ditadah. c. Banyaknya barang yang ditadah d. Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum atau dipenjara. e. Jumlah pengakuan dari terdakwa. f. Bahwa terdakwa sebagai tulang punggung keluarga. g. Bahwa Terdakwa usianya relatif masih muda, sehingga ada kesempatan baginya untuk memperbaiki dirinya di masa depan. h. Bahwa Terdakwa masih berstatus pelajar (bersekolah).14 Faktor penyebab adanya kasus tindak pidana penadahan didasari oleh faktor ekonomi, dimana pelaku saat melakukan penadahan tersebut bearada dalam keadaan tidak bekerja atau mengganggur. Faktor ekonomi tidak hanya menyebabkan kejahatan ekonomi tetapi juga menyebabkan kejahatan dengan kekerasan dimana kejahatan ini timbul dipengaruhi oleh keadaan materi yang berpengaruh terhadap jiwa manusia, dimana kesengsaraan mengakibatkan pikiran menjadi tumpul, kebodohan, dan ketidakberadaban. Ada beberapa putusan dalam kasus tindak pidana yang dianalisis oleh peneliti diantaranya
Putusan
Nomor:37/pid.b/2014/PN.Gtlo
bahwa
tuntutan
dari
jaksa
menyatakan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana penadahan sebegaimana yang diatur dalam pasal 480 ayat (1). Kemudian terdakwa hanya di tuntut penjara selama 1 tahun, keterangan saksi bahwa ia mengalami kerugian sebesar 5 (lima) juta rupiah dan hal ini dibenarkan oleh terdakwa, sedangkan dalam PERMA menegasakan bahwa tindak pidana ringan adalah suatu tindak pidana yang harga dari pada barang atau uang tidak lebih dari 2 (dua) juta lima ratus ribu rupiah. Putusan Nomor:05/pid.b/2014/PN.Gtlo bahwa terdakwa dinyatakan melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana yang 14
Wawancara Hakim Cysni, Hakim Abdullah, Hakim Suwono di Pengadilan Negeri Gorontalo , Pada tanggal 27 april 2015 7
diatur dalam pasal 480 KUHP ayat (1) namun terdakwa hanya dituntut delapan bulan, barang yang menjadi obyek penadahan tersebut adalah sepeda motor yang nilai atau harga dari barang tersebut lebih dari delapan juta sampai Sembilan juta, dalam hal ini terdakwa menadah barang tersebut dengan nilai dua juta lima tujuh ratus lima puluh ribu rupiah. Selanjutnya dalam Putusan Nomor 04/pid.b/2014/PN.Gtlo kasusnya sama seperti kasus sebelumnya namun dalam putusan ini terdakwa diputus lebih ringan. Hakim dalam memutuskan suatu putusan didukung dengan data-data yang berupa pembuktian di persidangan, hakim juga mempunyai kebebasan dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, tetapi dalam menenntukan hukuman perlu adanya musyawarah antara para hakim. Hal-hal tersebutlah yang membentuk keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan. Selain kebebasan yang dimiliki oleh seorang hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana, hal lain yang dapat membentuk keyakinan hakim adalah pengalaman dan pendidikan seorang hakim. Seorang hakim yang mempunyai pendidikan tinggi dan mempunyai pengalaman dalam menangani kasus-kasus di pengadilan khususnya tindak pidana penadahan, maka hakim akan dapat membandingkan antara kasus dengan yang lain sehingga dapat mempermudah hakim dalam menjatuhkan putusan ringan atau beratnya hukuman. Beberapa kasus penadahan yang ditemukan oleh penulis di Pengadilan Negeri Gorontalo dari tahun 2013-april 2015 tercatat ada 9 kasus penadahan yang masuk di Pengadilan Negeri Gorontalo, dari semua kasus tersebut penerapan Pasal 480 tidak maksimal. Misalnya perkara No:37/Pid.B/2014/PN.Gtlo mengenai penadahan sepeda
motor
sanski
yang
di
berikan
adalah
7
bulan
dan
perkara
No:05/Pid.B/2014/PN.Gorontalo mengenai penadahan sepeda motor dengan hukuman selama 5 bulan 7 hari. Jika dilihat dari penerapan hukum dalam mengenakan sanksi pidana harus melihat dasar hukum yang mengaturnya apakah kejahatan tersebut tergolong tindak pidana ringan atau termasuk dalam tindak pidana berat. hal ini bisa kita lihat dalam ketentuan Perma No.2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP Pasal 2 berbunyi : 1. Dalam menerima pelimpahan perkara pencurian, penipuan, penggelapan, penadahan dari penuntun umum, ketua pengadilan memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara. 2. Apabila nilai barang atau uang tersebut bernilai tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) ketua pengadilan menetapkan hakim tunggal untuk
8
memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. 3. Apabila terhadap terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan, ketua pengadilan menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan.15 Maka dari itu menurut penulis, ketika hukum menjatuhkan pidana terhadap pelaku kejahatan harus juga melihat ketentuan dalam Perma tersebut, dan bukan hanya melihat dari sisi terdakwa, apakah dia mengakui perbuatannya atau tidak, tetap hukum harus berdasarkan asas hukum. Teori pendekatan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan yang berkaitan dengan kasus ini adalah : 1. Teori Keseimbangan, keseimbangan di sini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat. 2. Teori pendekatan keilmuan dimana titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.Hakim dituntut untuk menguasai berbagai ilmu pengetahuan, baik itu ilmu pengetahuan hukum maupun ilmu pengetahuan lain, sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dipertanggungjawabkan dari segi teori-teori yang ada dalam ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perkara yang diperiksa, diadili, dan diputus oleh hakim. 3. Teori Ratio Decidend dimana teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspekyang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari Peraturan Perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbanagn hakim harus didasarkan pada motivasi yang 15
PERMA No.2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP 9
jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Landasan filsafat merupakan bagian dari pertimbangan seorang hakim dalam menjatuhkan putusan, karena filsafat itu biasanya berkaitan dengan hati nurani dan rasa keadilan yang terdapat dalam diri hakim tersebut.16 D. Kesimpulan Kesimpulan 1) Bahwa penerapan Pasal 480 KUHP di pengadilan negeri gorontalo tidak efektif karena penerapan pasal tersebut tidak maksimal, dimana sesuai yang diberikan terhadap terdakwa semuanya dibawah dari 1 (satu) tahun, sehingga bertentangan dengan isi Pasal 480 KUHP dan PERMA No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda. 2) Pertimbangan yang dilakukan oleh hakim yang ada di Pengadilan Negeri Gorontalo terhadap pemberian sanksi pidana dalam kasus penadahan keseluruhan hanya melihat apakah terdakwa mengakui perbuatannya dan berbuat baik atau sopan dalam persidangan. Pertimbangan hakim inilah yang akan mempengaruhi berat ringannya putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa.
16
Sekar Pramudhita, Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat Studi Kasus Putusan Nomor: 30/PID/2013/PT.TK, (Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2014), Hlm. 15-16
10
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku : Achmad, Ali, 2010, Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan, Jakarta: Kencana Maramis, Frans, 2012. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia, Manado: Raja Grafindo Persada. Soekanto, Soerjono, 1988, Efektivitas Hukum dan Penerapan Sanksi, Bandung: Ramadja Karya. Sugiarto, Umar Said, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika. Sunggono, Bambang, 2005, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wantu, Fence M, 2011, Kepastian Hukum Keadilan dan Kemamfaatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. , 2012, KUHAP & KUHP, Bandung: Fokus Media. Sumber Undang-Undang : Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP Sumber Skripsi : Pramudhita, Sekar “Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Surat” Studi Kasus Putusan Nomor: 30/PID/2013/PT.TK, Skripsi Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2014.
11