KARAKTERISTIK PUS YANG MENGGUNAKAN KONTRASEPSI MOW DI PUSKESMAS PESANGGRAHAN KECAMATAN KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO WILLYS DESI KHOLIFIANI 1211010138 Subject: Karakteristik, PUS, Kontrasepsi MOW DESCRIPTION Tubektomi merupakan salah satu jenis kontrasepsi yang bersifat permanen, karena dilakukan penyumbatan pada saluran telur wanita yang dilakukan dengan cara diikat, dipotong ataupun dibakar.Beberapa yang mempengaruhi kontrasepsi tubektomi ialah factor sosio-demografi yang meliputi pendidikan, usia, paritas, pendapatan, pekerjaan dan agama. Tujuan penelitian mengetahui karateristik PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW di Puskesmas Pesanggrahan Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, variable dalam penelitian ini adalah usia dan paritas, populasi semua akseptor kontrasepsi MOW di Puskesmas Pesanggrahan sejumlah 315 perbulan, dengan jumlah sampel semua PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW.sampel dalam penelitian ini adalah NonProbability sampling dengan jenis teknik total sampling, Instrumen yang digunakan adalah dokumentasi, dan analisa data menggunakan textual presentation. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW di Puskesmas Pesanggrahan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia ≥ 30 tahun terdapat di desa windurejo sebanyak 60 orang (100 %). Pada hasil penelitian paritas bahwa sebagian besar paritas 2-3 anak terdapat di desa simbaringin 100%, desa kertosari 86,7% dan desa jiyu 92,2%. Hasil penelitian diharapkan untuk semua Pasangan Usia Subur untuk lebih mengerti dan memahami pentingnya alat kontrasepsi dan juga menambah wawasan tentang Kontrasepsi MOW sebagai kontrasepsi jangka panjang yang sangat efektif, murah, aman serta dapat mengurangi angka kematian ibu. Serta ikut serta dalam mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
ABSTRACT Tubectomy is one type of permanent contraception, because it is done by blockage the fallopian tubes of women which performed in way such as tied up, cut or burned. Factors the affecting the use of contraception is the socio-demographic factors that include education, age, parity, income, employment and religion. The research aimed to know the characteristics of the couple in reproductive age in Puskesmas Pesanggrahan Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto. Type of this research was descriptive, the variables in this study were age and parity, the population was all acceptor of MOW contraception in Puskesmas Pesanggrahan as many as 315 per month, with number of sample was all couple in reproductive age that using contraception. Sample in this study taken using Non Probability sampling with type of total sampling, instrument used was documentation, and data analysis used textual presentation. Based on the results of research and discussion about the characteristics of couple in reproductive age who use contraception at PuskesmasPesanggrahan can be seen that most of the respondents aged ≥ 30 years in Windurejo there was 60 respondents (100%). Result of
research showed that most parity was 2-3 children in Simbaringin 100%, 86.7% Kertosari and in Jiyu was 92.2%. The results of research is expected for all couple in reproductive age to better understand and comprehend the importance of contraception and also improve the knowledge about MOW contraception as long-term contraception which is highly effective, inexpensive, safe and can reduce the maternal mortality rate. As well as participate in reducing maternal mortality and infant mortality rates. Keywords: Characteristics, couple in reproductive age, MOW contraception Contributor
: 1. Eka Diah Kartiningrum, S.KM. M.Kes 2. Wiwit S., S.ST., SKM Date : 20 Maret 2015 Type Material : Laporan Penelitian Identifier :Right : Open Document Summary : LATAR BELAKANG Program KB merupakan bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan, spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional Secara Nasional pada bulan Juli 2013 jumlah peserta kontrasepsi sebanyak 622.503 peserta. Dengan persentasenya adalah sebagai berikut 40.338 peserta AKDR (6,48%), 8.256 peserta MOW (1,33%), 38.212 peserta implant (6,14% ), 325.243 peserta suntikan (52,25%), 173.162 peserta pil(27,82%), 636 peserta MOP (0,10%) dan 36.656 peserta kondom (5,89%) (BKKBN,2013: 2). Jumlah peserta program Keluarga Berencana (KB) di Jawa Timur terus meningkat pada tahun 2012 jumlah peserta KB Baru mencapai 1.257.507 peserta atau 116,50 persen, jika dibandingkan dengan 2011 yang mencapai 108,22 persen. Peserta KB aktif di Kab. Mojokerto tahun 2012 yang paling banyak memilih MKJP jenis IUD sebesar 7,24%, sedangkan KB non MKJP yang paling banyak dipilih adalah jenis suntik sebesar 64,75%. Sedangkan jumlah peserta KB pada tahun 2012 di Puskesmas Pesanggrahan Kec. Kutorejo Kab. Mojokerto untuk peserta KB aktif 444 peserta IUD (81,9%), 7 peserta MOP (6,13%), 459 peserta MOW (84,7%), 337 peserta implan (62,2%), 3.195 peserta suntik (58,96%), 967 peserta pil (17,84%), 10 peserta kondom (0,18%). Ada beberapa pilihan kontrasepsi untuk wanita, tetapi data akseptor KB di atas menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi wanita untuk akseptor KB MOW masih rendah mulai dari tingkat Nasional, Propinsi, hingga Kabupaten. Bidan sebagai tenaga kesehatan hendaknya bisa memberikan bimbingan kepada PUS untuk melakukan KB terutama kepada PUS dengan usia rata-rata diatas 35 tahun dan PUS yang memiliki banyak anak. Bimbingan ini bisa dengan memberikan penyuluhan tentang Alat Kontrasepsi Mantap yaitu Tubektomi atau MOW dikalangan masyarakat sekitar serta lebih memberikan konseling kepada klien tentang pentingan alat kontrasepsi tubektomi diantaranya sangat efektif, murah, aman serta dapat mengurangi angka kematian ibu.
JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif, variable dalam penelitian ini adalah usia dan paritas, populasi semua akseptor kontrasepsi MOW di Puskesmas Pesanggrahan sejumlah 314 perbulan, dengan jumlah sampel semua PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW.sampel dalam penelitian ini adalah NonProbability sampling dengan jenis teknik total sampling, Instrumen yang digunakan adalah dokumentasi, dan analisa data menggunakan textual presentation. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia ≥ 30 tahun di Puskesmas Pesanggrahan terdapat di Desa Windurejo sebanyak 60 orang (100 %). Secara statistik terbukti ada hubungan antara umur ibu dengan pemakaian alat kontrasepsi. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Herlinawati 2012) menunjukkan hasil analisis hubungan antara umur ibu dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 34 akseptor (64,2%) yang berumur 25-35 tahun memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun sebanyak 16 akseptor (48,5%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,152). Hartono (2004) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi adalah umur istri, makin tua umur istri maka pemilihan alat kontrasepsi kearah alat yang mempunyai keefetivitas lebih tinggi yakni metode kontrasepsi jangka panjang. Hal ini didukung oleh BKKBN, bahwa kontrasepsi rasional harus mempertimbangkan umur akseptor, bila umur lebih dari 35 tahun, maka lebih efektif menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (BKKBN, 2004). Menurut peneliti dari hasil penelitian yang didapatkan di Puskesmas Pesanggrahan memiliki kesesuaian dengan teori usia karena semakin tinggi usia PUS maka pemakaian alat kontrasepsi lebih efektif menggunakan metode jangka panjang. Hal ini dilakukan untuk mengurangi angka kematian ibu dan juga angka kematian anak, selain itu diperlukan dukungan suami serta pemberian penyuluhan untuk lebih mengenal tentang pentingnya kontrasepsi. Sedangkan pada hasil penelitian paritas menunjukkan bahwa sebagian besar paritas 2-3 anak terdapat di desa simbaringin 100%, desa kertosari 86,7% dan desa jiyu 92,2%. Untuk rata-rata terdapat di desa pesanggrahan 59,4%, desa windurejo 60,0% dan desa sawo 63,2 %. Sedangkan sebagian kecil paritas 2-3 anak terdapat di desa sampang agung 53,7% dan sebagian kecil paritas >4 anak di desa payung rejo 52,0%. Secara statistik terbukti ada hubungan antara jumlah anak atau paritas dengan pemakaian alat kontrasepsi. Sedangkan penelitian yang dilakukan (Herlinawati 2012) menunjukkan hasil analisis hubungan paritas dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 6 akseptor (26,1%) yang berparitas rendah (anak < 3) yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berparitas tinggi sebanyak 44 akseptor (69,8%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti ada hubungan yang bermakna dari paritas ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,001). Paritas 2–3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri yang baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan ber-KB. Seseorang yang berparitas lebih dari satu sudah seharusnya menjadi akseptor KB untuk mengatur atau menjarangkan kehamilannya,tetapi dewasa ini banyak akseptor KB yang masih mengalami kesulitan dalam menentukan pilihannya (Wiknjosastro, 2005). Paritas diperkirakan ada kaitannya dengan arah pencarian informasi tentang pengetahuan ibu hamil,
nifas/menyusui. Hal ini dihubungkan dengan pengaruh pengalaman sendiri maupun orang lain terhadap pengetahuan yang dapat mempengaruhi perilaku saat ini atau kemudian, pengalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang (Kusnayanti, 2005). Menurut peneliti dari hasil penelitian yang didapatkan di Puskesmas Pesanggrahan memiliki kesesuaian dengan teori paritas karena semakin banyak jumlah anak maka semakin mengarah ke kematian maternal sehingga dapat dicegah atau dikurangi dengan memakai alat kontrasepsi yang memiliki keefektifan tinggi atau alat kontrasepsi jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari angka kematian maternal yang tinggi, karena pandangan setiap PUS banyak anak banyak rejeki. Selain itu sangat diperlukannya penyuluhan tentang alat kontrasepsi agar PUS lebih memiliki pengetahuan tentang perlunya alat kontrasepsi dan resiko nya jika terlalu memiliki banyak anak. Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan wanita tersebut tidak akan mendapat keturunan lagi. Jenis kontrasepsi ini bersifat permanen, karena dilakukan penyumbatan pada saluran telur wanita yang dilakukan dengan cara diikat, dipotong ataupun dibakar (Proverawati, 2010). Jenis-jenis MOW terdiri dari Mini Laparotomi dan Laparoskopi. Mini-Laparotomi adalah MOW dengan sayatan yang dibuat digaris tengah atas simpisis sepanjang 3 cm sampai menembus peritoneum. Untuk mencapai tuba digunakan alat khusus (elavator uterus) ke dalam kavum uteri. Dengan bantuan alat tersebut uterus dalam keadaan retrofleksi dijadikan letak antefleksi dahulu kemudian didorong ke arah lubang sayatan, lalu dilakukan penutupan tuba dengan salah satu cara. (Handayani, 2011). Laparoskopi merupakan MOW yang mula-mula dipasang cunam serviks pada bibir depan porsio uteri, dengan maksud supaya dapat menggerakan uterus jika hal tersebut diperlukan saat laparoskopi. Sayatan dibuat dibawah pusat sepanjang lebih dari 1 cm. Kemudian ditempat luka tersebut dilakukan pungsi sepanjang rongga peritoneum dengan jarum khusus (jarum veres) dan melalui jarum itu dibuat pneumoperitoneum dengan memasukkan CO2 sebanyak 1 sampai 3 liter dengan kecepatan kira-kira 1 liter permenit. Setelah jarum veres dikeluarka, troika dimasukkan laparoskopi melalui tabung. Dengan cunam yang dimasukkan dalam rongga peritoneum bersama laparoskop, tuba dijepit dan dilakukan penutupan dengan kauterisasi (Handayani, 2011). Cara kerja dengan menutup atau oklusi tuba faloppi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga spermatozoa tidak dapat bertemu dengan ovum (Pinem, 2009). KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai karakteristik PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW di Puskesmas Pesanggrahan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia ≥ 30 tahun terdapat di desa Windurejo sebanyak 60 orang (100 %). Pada hasil penelitian paritas bahwa sebagian besar paritas 2-3 anak terdapat di desa Simbaringin 100%, desa Kertosari 86,7% dan desa Jiyu 92,2%. REKOMENDASI 1. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya hendaknya lebih menambah atau mendalami tentang karakteristik PUS yang menggunakan kontrasepsi MOW dan menjadi dasar bagi penelitian lanjutan dan dapat menjadi salah satu bahan bagi penyempurna dalam pembelajaran khususnya dalam lingkup pelayanan KB. 2. Bagi Tenaga Kesehatan (Bidan) Memberikan penyuluhan kepada akseptor KB agar ibu mengerti dan mau menggunakan alat kontrasepsi demi mengurangi jumlah angka kematian ibu dan juga angka kematian bayi. 3. Bagi Responden
Diharapkan mampu menambah pengetahuan tentang pentingnya Alat Kontrasepsi. ALAMAT KORESPONDENSI: Email :
[email protected] No. Hp : 082234783795 Alamat : Sumberan RT 003/RW 05 Ambulu-Jember