KARAKTERISTIK HABITAT DAN POPULASI MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra Desmarest, 1822) PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI CAGAR ALAM TANGKOKO, SULAWESI UTARA
SAFINAH SURYA HAKIM
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
KARAKTERISTIK HABITAT DAN POPULASI MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra Desmarest, 1822) PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI CAGAR ALAM TANGKOKO, SULAWESI UTARA
SAFINAH SURYA HAKIM
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN SAFINAH SURYA HAKIM. Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara. Dibimbing oleh : ABDUL HARIS MUSTARI dan DONES RINALDI. Penelitian dilakukan di Cagar Alam (CA) Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli hingga September 2009. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengidentifikasi karakteristik habitat Macaca nigra yang mencakup aspek fisik, komposisi, struktur vegetasi, penutupan tajuk, ketersediaan air, pakan serta menduga populasi Macaca nigra di CA Tangkoko. Analisis vegetasi yang dilakukan di beberapa tipe habitat yakni hutan pantai, dataran rendah primer, dataran rendah sekunder, dataran rendah peralihan, dan hutan pasca terbakar. Selama kegiatan analisis vegetasi, 57 jenis tumbuhan yang mencakup empat tingkat pertumbuhan yakni semai, pancang, tiang, dan pohon yang terdiri dari 29 famili teridentifikasi. Pengamatan populasi dilakukan dengan metode direct encounter. Selain itu dilakukan pula pengamatan terhadap struktur populasi kelompok. Jenis pohon yang banyak dijumpai di lokasi penelitian adalah famili Anacardiaceae, Moraceae, Myrtaceae, Verbenaceae, dan Clusiaceae. Keanekaragaman pohon paling tinggi terdapat pada tipe habitat peralihan. Tiap tipe habitat memiliki persamaan komposisi yang relatif kecil. Kesamaan terbesar yakni pada tipe habitat hutan dataran rendah primer – hutan dataran rendah peralihan dengan nilai IS 43,10%. Strata tajuk pada lokasi penelitian didominasi oleh strata tajuk C (4-20 m). Strata tajuk paling kompleks yakni A, B, dan C dijumpai di hutan dataran rendah primer. Tutupan tajuk di lokasi penelitian secara umum cukup rapat dengan kerapatan > 85% kecuali pada hutan pasca terbakar yang memiliki nilai tutupan tajuk sebesar 40,73%. Macaca nigra lebih banyak menghabiskan waktu pada habitat dengan tutupan tajuk lebih besar. Pemanfaatan cover oleh Macaca nigra adalah untuk berlindung, tidur, makan, dan beristirahat. Diketahui terdapat lima sumber air di CA Tangkoko. Macaca nigra memanfaatkan sumber air yang terdapat di sekitar habitat sebagai sumber air minum, mandi, mendinginkan suhu tubuh serta sebagai sarana bermain. Ditemukan 19 jenis tumbuhan yang menjadi pakan Macaca nigra dan buah merupakan pakan utama. Selama penelitian, ditemukan sembilan kelompok Macaca nigra di CA Tangkoko. Dari sembilan kelompok yang ditemui, dilakukan pengamatan populasi terhadap empat kelompok. Jumlah individu pada tiap kelompok berkisar antara 14 - 72 individu/kelompok. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh luasan penelitian sebesar 686.456 Ha dan total individu kelompok Rambo I, Rambo II, Rambo III, serta Pantai Batu adalah 221 individu sehingga diperoleh kepadatan kelompok adalah 0,58 kelompok/km2 kepadatan populasi adalah 32,2 ind/km 2. Terdapat beberapa hal yang berpotensi mengancam kelestarian Macaca nigra yaitu kegiatan ekowisata, perburuan, kerusakan habitat.
SUMMARY SAFINAH SURYA HAKIM. Habitat Characteristics and Population Size of Black Crested Macaque (Macaca nigra Desmarest, 1822) in Several Habitat Types in Tangkoko Nature Reserve, North Sulawesi. Under Supervision of ABDUL HARIS MUSTARI and DONES RINALDI. This study was conducted in Tangkoko Nature Reserve Bitung-North Sulawesi from July to August 2009. The objectives of this study were to identify habitat characteristics of Macaca nigra including physical component, vegetation structure, canopy cover, water availability, food availability, and to assess the population size in Tangkoko Nature Reserve. Vegetation analysis were made in five habitat types including beach forest, primary lowland forest, secondary lowland forest, transitional (ecotone) forest and burned forest. Fifty seven plant species from 29 families including seedling, sapling, pole, and tree were identified during this study. Population size was determined by direct encounter. Trees from family Anacardiaceae, Moraceae, Myrtaceae, Verbenaceae, and Clusiaceae were dominant in study area. The highest Diversity Index was found in lowland transitional forest. Similarity Index shown that every habitat types had little similarity, the biggest similarity index was found between primary forest and transitional (43.10 %). Canopy stratum C (4 - 20 m) was dominant in the study area. The most complex canopy strata were found in primary forest which had canopy stratum A, B, and C. Canopy cover density in the study area was relatively high with more than 85 % except in burned forest with a canopy cover density of 40.73 %. Macaca nigra more active in location with higher canopy cover density than in areas that have less canopy cover density. The cover was used by Macaca nigra for concealment, sleeping, eating, and resting. Five water resources were recorded in Tangkoko Nature Reserve during this study. Macaca nigra used these water resources as drink water sources, bathing places, reducing heat, and as playground areas. Nineteenth plant species were recorded eaten by Macaca nigra and fruit was their primary diet. During the study, nine groups of Macaca nigra were found. Four group (Rambo I, Rambo II, Rambo III, and Pantai Batu) intensively observed to know its population structure, sex ratio, and population size. Population size of these groups was 221 individuals. Based on the analysis with ArcView 3.3, the study site covering an area of 686.456 ha. Group size was 14 – 72 individuals/group. The group density was 0.58 groups/km2 and population density was 32.2 ind/km2. Ecotourism activities, hunting and habitat pressure (forest fire and Ilegal logging) are the main threats for Macaca nigra sustainability.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Safinah Surya Hakim NRP. E34052443
Judul
: Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara
Nama
: Safinah Surya Hakim
NRP
: E34052443
Jurusan/Fakultas
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata/Kehutanan
Menyetujui: Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
(Dr. Ir.Abdul Haris Mustari, MSc) NIP . 19651015 199103 1 003
( Ir. Dones Rinaldi, MSc.F.Trop) NIP. 19610518 198803 1 002
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB
(Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS) NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2009 yang bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat Macaca nigra yang mencakup aspek fisik, komposisi, struktur vegetasi, penutupan tajuk, ketersediaan air, pakan serta menduga populasi Macaca nigra di CA Tangkoko. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah data dan informasi mengenai karakteristik habitat dan populasi Macaca nigra di CA Tangkoko. Data dan informasi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi kegiatan konservasi Macaca nigra di Indonesia, khususnya di Sulawesi Utara. Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian selanjutnya. Harapan penulis, semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Februari 2010
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya, pada tanggal 26 Juli 1987 sebagai anak terakhir dari tiga bersaudara pasangan Nur Hakim dan (Alm) Masfuchatin. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bangil dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta minor Perlindungan Hutan. Selama menuntut IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna IPB (UKM UKFIPB) Divisi Primata dan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) pada tahun 2006-2008. Penulis juga memperoleh beberapa beasiswa yakni beasiswa Fakultas Kehutanan (2006), beasiswa Djarum (2007), dan beasiswa Yayasan Goodwill Internasional (2008-2009). Selain itu penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di KamojangSancang, Praktek Umum Konservasi Eksitu di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Taman Burung, Museum Serangga dan Taman Sringganis, serta melaksanakan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara” dibimbing oleh Dr. Ir. A. Haris Mustari, M.Sc dan Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F.Trop.
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Karakteristik Habitat dan Populasi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra Desmarest, 1822) pada Beberapa Tipe Habitat di Cagar Alam Tangkoko, Sulawesi Utara. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang berperan dalam penyususnan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan pada : 1. Ayah, (Alm) Ibu, Mbak Nia, Mas Arief, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayang serta dukungan moral dan materi kepada penulis hingga tugas akhir ini selesai 2. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan,
bantuan,
masukan,
dan
dorongan
hingga
penyelesaian tugas akhir ini dan Bapak Ir. Dones Rinaldi, M.Sc.F. Trop yang membimbing serta mengusahakan pendanaan penelitian ini. 3. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr; Dra. Sri Rahayu, M. Si; dan Ir. Iwan Hilwan, MS. selaku dosen penguji atas saran dan kritik dalam perbaikan karya tulis ini. 4. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara yang memberikan izin dan dukungan dalam kegiatan penelitian lapang. 5. Bapak Untung (Kepala BKSDA Sulut) dan Ibu Jane Onibala (UNSRAT) atas bimbingannya selama penulis di lapang. 6. Pengelola dan personil Cagar Alam Tangkoko dan Taman Wisata Alam Batu Putih yang telah banyak membantu dalam kegiatan penelitian khususnya keluarga Jhonny Lengkey dan Tante Rits, Mas Adang, Tante Ace, Pak Tane serta masyarakat kelurahan Batuputih. 7. Mbak Nure, Mbak Arin, dan Mbak Nina atas kebaikannya memberikan tempat tinggal pada saat peneliti di Manado.
8.
Peneliti dan asisten peneliti Macaca Nigra Project (Daphney, Nicole, Kak Maria, Bang Meldy, Bang Dedy, Bang Julian, Bang Ginting, Mbak Yandi, Bang Ade, Mbak Ira, dan Mas Ugi) atas fasilitas, kerjasama, dan persahabatan yang diberikan.
9. Pringgo Wibowo Putro atas semua semangat dan dukungan yang diberikan. 10. Keluarga besar KSHE 42 terutama Ephi, Jojo, Nina, Ipit, Armand, Ardi, Ineu, Ai, Ino, dan lainnya yang tak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan yang diberikan. 11. Keluarga besar UKM UKF IPB, terutama Wanya, Kak Heri, Citra, dan adikadik di Divisi Primata atas pengalaman yang tak terlupakan. 12. Keluarga Besar Wisma Edelweis Atas dan Alcatraz (Trias, Mbak Mahar, Vani, Ita, Eka, Ina, Niez, Gita, Nonop, Veni) atas kekeluargaannnya. Mohon maaf atas pihak-pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.
Bogor, Februari 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI................................................................................................................. i DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iii DAFTAR TABEL ...................................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2 1.3 Manfaat ........................................................................................................... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi ...................................................................................................... 3 2.2 Morfologi ......................................................................................................... 3 2.3 Habitat dan Penyebaran ................................................................................... 4 2.4 Pakan ............................................................................................................... 5 2.5 Perilaku ............................................................................................................ 5 2.6 Reproduksi ....................................................................................................... 7 2.7 Populasi dan Status Konservasi ....................................................................... 7 III. KONDISI UMUM 3.1 Sejarah dan Status Kawasan ........................................................................... 8 3.2 Kondisi Fisik .................................................................................................. 8 3.3 Kondisi Biotik ............................................................................................... 9 3.4 Aksesibilitas ................................................................................................. 10 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 11 4.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 11 4.3 Data yang Dikumpulkan ............................................................................... 12 4.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 12
4.5 Analisis Data ................................................................................................ 15 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Habitat .................................................................................... 18 5.2 Ketersediaan Pakan ...................................................................................... 28 5.3 Populasi ........................................................................................................ 31 5.4 Ancaman Terhadap Kelestarian Macaca nigra ............................................ 37 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 41 6.2 Saran ............................................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA…………… ............................................................................ 43 LAMPIRAN…………… ........................................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Peta lokasi penelitian ............................................................................................ 11 2. Jalur analisis vegetasi ............................................................................................ 13 3. Sketsa lokasi penelitian ......................................................................................... 18 4. Hutan pasca terbakar ............................................................................................. 22 5. Persentase strata tajuk tiap tipe habitat ................................................................. 23 6. Persentase penutupan tajuk tiap tipe habitat ......................................................... 25 7. Pohon tidur-Coro (Ficus variegata)...................................................................... 26 8. Sumber air Kali Bersih .......................................................................................... 27 9. Sungai Batu Putih ................................................................................................. 27 10. Pemanfaatan sumber air oleh Macaca nigra......................................................... 28 11. Buah pakan Macaca nigra (a ) Maombi (Artocarpus dadah), (b) Leu, (Dracontomelon mangiferum), (c) Coro (Ficus variegata) .................................. 31 12. Struktur umur kelompok (a) Rambo I (b) Rambo II (c) Rambo (III) (d) Pantai Batu ....................................................................................................................... 33 13. Peta titik perjumpaan kelompok liar ..................................................................... 34 14. Peta areal pengamatan populasi ............................................................................ 35 15. Perilaku menyimpang monyet Rambo II .............................................................. 38 16. Dudeso (jebakan) .................................................................................................. 39 17. M. nigra di kebun masyarakat............................................................................... 39 18.Kondisi habitat setelah kebakaran.......................................................................... 40
iv
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Data klimatologi bulan Juli-Agustus 2009 ....................................................... 19 2. Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi setiap tipe habitat .................................... 20 3. Indeks Similaritas (IS) tiap tipe habitat ............................................................ 21 4. Nilai Indeks Keanekaragaman pada tiap tipe habitat ....................................... 22 5. Karakteristik fisik sumber air............................................................................ 27 6. Daftar pakan Macaca nigra yang dijumpai selama penelitian ......................... 29 7. Jenis pohon pakan pada plot analisis vegetasi di tiap tipe habitat .................... 30 8. Ukuran populasi Macaca nigra ........................................................................ 32 9. Kepadatan populasi Macaca nigra di CA Tangkoko ........................................ 36
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Profil vegetasi tiap tipe habitat .............................................................................. 47 2. Analisis vegetasi hutan dataran rendah primer ..................................................... 50 3. Analisis vegetasi hutan dataran rendah sekunder ................................................. 59 4. Analisis vegetasi hutan dataran rendah peralihan ................................................. 67 5. Analisis vegetasi hutan pantai ................................................................................ 75 6. Analisis vegetasi hutan pasca terbakar ................................................................... 83
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Marga Macaca merupakan salah satu jenis marga primata yang memiliki persebaran paling luas. Di seluruh dunia terdapat 20 jenis Macaca. Indonesia memiliki 11 jenis dan delapan diantaranya merupakan jenis yang endemik di kepulauan Sulawesi. Delapan jenis tersebut yakni Monyet Hitam Dare (Macaca maura), Dihe (Macaca nigrescens), Dige (Macaca heckii), Boti (Macaca tonkeana), Hada (Macaca ochreata), Endoke (Macaca brunescens), Fonti (Macaca togeanus), dan Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) (Nowak, 1999). Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu jenis Macaca endemik Sulawesi yang penyebarannya terdapat di Sulawesi Utara. Secara umum ciri Macaca nigra antara lain memiliki panjang tubuh 445-600 mm, ekor dengan panjang ± 20 mm, berat tubuh 7-15 kg, moncong yang menonjol jika dibandingkan jenis monyet Sulawesi lainnya, dan kepala memiliki jambul (Supriyatna dan Wahyono, 2000). Menurut IUCN, jenis ini merupakan jenis satwa yang critically endangered atau terancam punah. Degradasi habitat, perburuan, dan fragmentasi habitat, merupakan ancaman terbesar kelestarian jenis ini. Beberapa penelitian mengenai Macaca nigra di Cagar Alam (CA) Tangkoko yang telah dilakukan, antara lain mengenai perilaku, pakan, dan pergerakan (Kinnaird dan O’Brien, 1997); perilaku sosial jantan dan hirarki dominan monyet hitam sulawesi (Reed et al., 1997); kepadatan populasi monyet hitam sulawesi di pulau Bacan dan Sulawesi terkait dengan efek gangguan habitat serta perburuan (Rosenbaum et al., 1998); jelajah harian dan daerah jelajah monyet hitam sulawesi (Saroyo, et al 2004); analisis suara monyet hitam sulawesi (Kinnaird dan O’Brien, 1999), dan dominansi monyet hitam sulawesi (Saroyo, 2005). Namun, belum ada penelitian yang secara khusus menyajikan informasi mengenai habitat Macaca nigra, padahal habitat merupakan suatu hal mendasar yang harus diperhatikan dalam usaha kelestarian spesies ini terlebih lagi dengan adanya perubahan lingkungan yang cepat saat ini dan banyaknya kegiatan wisata di Taman Wisata Alam (TWA) Batuputih yang letaknya berdekatan dengan CA Tangkoko. Oleh sebab itu, penelitian mengenai karakteristik habitat serta populasi
perlu dilakukan untuk pengumpulan data terbaru dalam hal habitat dan populasi sehingga dapat dibuat suatu strategi pengelolaan yang lebih baik. 1.2 Tujuan Penelitian dilakukan dengan tujuan : 1. Mengidentifikasi karakteristik habitat Macaca nigra yang mencakup aspek fisik, komposisi, struktur vegetasi, penutupan tajuk, dan ketersediaan air di CA Tangkoko. 2. Mengetahui jenis pakan Macaca nigra di CA Tangkoko pada beberapa tipe habitat. 3. Menduga populasi Macaca nigra di CA Tangkoko. 1.3 Manfaat Hasil penelitian diharapkan dapat menambah data dan informasi mengenai karakteristik habitat dan populasi Macaca nigra di CA Tangkoko. Data dan informasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan CA Tangkoko yang mendukung kelestarian Macaca nigra.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut delapan spesies merupakan endemik pulau Sulawesi yakni Macaca nigrescens, Macaca heckii, Macaca maura, Macaca brunescens, Macaca ochreata, Macaca tonkeana, Macaca ochreata dan Macaca nigra (Bercovitch dan Huffman, 1999). Klasifikasi Macaca nigra adalah sebagai berikut: Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Keluarga
: Cercopithecidae
Marga
: Macaca
Jenis
: Macaca nigra Desmarest, 1822.
Nama Inggris : Celebes Crested Macaque, Black Crested Macaque Nama lokal
: Yaki, Monyet Hitam Sulawesi
2.2. Morfologi Macaca nigra memiliki ciri tubuh yang mudah dibedakan dengan jenis monyet sulawesi lainnya. Panjang tubuh betina 445-550 mm, sedangkan jantan 520-570 mm (Rowe, 1996). Panjang ekor rata-rata 20 mm, dan berat tubuh antara 7 sampai 15 kg. Rambut menutupi seluruh tubuh berwarna sampai hitam kelam dengan bagian belakang dan paha berwarna lebih terang dibandingkan pada bagian lain. Wajahnya juga berwarna hitam dan tidak ditumbuhi rambut (Supriyatna dan Wahyono, 2000). Macaca nigra memiliki moncong jauh lebih menonjol dibandingkan dengan monyet sulawesi lainnya. Kepala memiliki jambul, yang merupakan ciri khas dari monyet sulawesi lainnya. Betina dan juvenil memiliki warna yang sedikit pucat dibandingkan dengan jantan dewasa. Monyet ini memiliki bantalan tungging berbentuk seperti ginjal dan berwarna kuning (Supriyatna dan Wahyono, 2000).
Saroyo (2005) mengelompokkan Macaca nigra ke dalam beberapa kelompok umur yakni bayi, anak, remaja, dan dewasa. Ciri-ciri kelompok umur tersebut adalah sebagai berikut : 1. Bayi (0-1 Tahun), mempunyai muka yang berwarna putih dan hal ini membedakan dengan kelompok umur yang lain. Rentang umur bayi adalah saat baru lahir, diasuh oleh induknya, sampai dengan masa sapih. Bayi jantan memiliki penis yang sangat panjang bila dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. 2. Anak, fase yang dimulai setelah bayi yang sebelum dewasa. Ditunjukkan dengan fase reproduksi yang belum matang. Ciri yang paling khas dari kelompok umur ini adalah kebiasaan bermain. Jenis kelamin dibedakan dengan melihat organ genital luarnya. 3. Remaja, ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan ukuran tubuh anak dan sedikit lebih kecil dibandingkan ukuran tubuh dewasa. Terdapat dimorfisme seksual pada ukuran tubuh yakni jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingakan betina. Jantan remaja memiliki warna tubuh yang sudah mulai menyerupai jantan dewasa yakni berwarna hitam terang pada bagian tangan dan bahu. Skrotum mulai membesar dan memisahkan diri dari kelompok anak tetapi belum bergabung dengan kelompok dewasa. Betina remaja ukurannya hampir sama dengan betina dewasa, namun pada betina remaja puting susu masih pendek dan berwarna putih. 4. Dewasa, ciri umum kelompok umur dewasa yakni pertumbuhan yang sudah penuh dan matang secara reproduksi. Jantan mencapai kedewasaan pada saat umur 7-8 tahun, sedangkan betina pada umur 5 tahun. Jantan dewasa memiliki ciri skrotum yang sudah membesar dan berwarna merah, sedangkan betina dewasa dicirikan dengan adanya estrus yang dapat dilihat dengan membengkaknya daerah ischial serta memiliki puting susu panjang, menggantung, dan berwarna merah muda. 2.3. Habitat dan Penyebaran Marga Macaca merupakan marga dengan pesebaran yang paling luas saat ini dan merupakan marga dengan kemampuan adaptasi terhadap iklim serta
habitat yang paling paik dibandingkan dengan marga primata yang lain (Bercovitch dan Huffman, 1999). Macaca nigra dapat dijumpai pada hutan primer dan sekunder (Rowe, 1996). Macaca nigra lebih sering melakukan aktivitas di perkebunan masyarakat dan mengambil hasil panen perkebunan sehingga seringkali jenis ini dianggap sebagai hama perkebunan. Macaca nigra dapat dijumpai di Sulawesi Utara antara lain di CA Dua Saudara, Pulau Bacan, Manembo Nembo, Kota Mobagu dan Modayak (Supriyatna dan Wahyono, 2000).
Di CA Tangkoko, Macaca nigra dapat
dijumpai di semua ketinggian (O’Brien dan Kinnaird, 1997). 2.4. Pakan Marga Macaca adalah jenis hewan frugivor, dan memakan buah sebanyak 60-90% dari total konsumsi pakannya (Clutton-Brock dan Harvey 1977 dalam Bercovitch dan Huffman, 1999). Selain buah, monyet ini juga memakan daun, tunas, umbi, serangga, dan ulat (Rowe, 1996). Menurut O’Brien dan Kinnaird (1997), pakan monyet ini terdiri lebih dari 145 jenis buah-buahan (66% dari total konsumsi), tumbuhan hijau (2,5%), invertebrata (31,5%), dan kadang-kadang memangsa satwa vertebrata yang lebih kecil. Beberapa jenis serangga yang dimakan monyet ini antara lain tawon, rayap, ulat dalam gulungan daun Pongamia sp., lebah, semut, dan belalang (Saroyo, 2002 dalam Saroyo, 2005). Di CA Tangkoko Macaca nigra sering ditemukan di tepi laut untuk mencari moluska sebagai salah satu sumber pakan (Supriyatna dan Wahyono 2000). 2.6. Perilaku Macaca nigra merupakan primata dengan struktur sosial multimalemultifemale dengan perbandingan nisbah kelamin (sex ratio) 1 : 3,4 (Rowe, 1996). Grooming adalah perilaku sosial yang bersifat mendekatkan sedangkan untuk perebutan wilayah, pakan dan betina dilakukan dengan perkelahian yang seringkali memakan korban karena gigitan dari gigi taring jantan yang berukuran besar. Komunikasi antar individu dilakukan dengan bersuara dan beberapa mimik muka dan postur tubuh (Cawthon, 2006). Menurut O’Brien dan Kinnaird (1997) terdapat lima kelas aktivitas harian yang dilakukan oleh Macaca nigra, yaitu
1) Moving
: pergerakan, termasuk berjalan, berlari, memanjat dan melompat
2) Feeding
: mendekatkan, memetik, menggerakkan, mengunyah atau menempatkan makanan di mulut
3) Foraging : bergerak perlahan dengan perhatian tertuju pada sumber pakan potensial
atau menggerakkan substrat untuk
mencari pakan 4) Resting
: tubuh tidak bergerak, biasanya duduk atau berbaring, tidak terlibat dalam aktivitas sosial termasuk mengutu
5) Social
: mengutu, bermain, noncopulatory mounting, kopulasi, dan berkelahi.
Pergerakan dari Macaca nigra adalah menggunakan keempat anggota geraknya atau quadropedal, aktif di pagi sampai sore hari (diurnal), dan lebih banyak melakukan aktivitasnya di atas tanah (terrestrial) (Rowe, 1996). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh O’Brien dan Kinnaird di CA Tangkoko, Macaca nigra menghabiskan lebih dari 60% waktu hariannya untuk beraktivitas secara terrestrial baik untuk istirahat dan pergerakan yang menempuh jarak yang jauh (O’Brien dan Kinnaird, 1997). Homerange dari Macaca nigra adalah 114-320 ha dengan jelajah harian mencapai 6000 meter (Rowe, 1996). Namun luasan homerange dan jelajah harian tersebut dapat berubah tergantung pada akses dari monyet tersebut terhadap hutan primer. Saat Macaca nigra mendapatkan akses terhadap hutan primer maka mereka menghabiskan sedikit waktu untuk bergerak karena mereka mendapatkan kelimpahan yang tinggi dari buah-buahan di wilayah tersebut sehingga dapat disimpulkan bahwa saat musim berbuah, jelajah harian Macaca nigra tidak terlalu jauh (Kinnaird & O'Brien, 2000 dalam Cawthon, 2006). Betina menampakkan perilaku seksual yaitu pembengkakan (swellings) pada bantalan pantat (ischial callosities) dari merah muda menjadi merah. Dewasa kelamin pada betina adalah 49 bulan dengan siklus estrus 36 hari dan interval kelahiran 18 bulan (Rowe, 1996). Betina akan mengutu pada jantan lebih sering daripada jantan yang mengutu pada betina saat mereka berada pada masa birahi (Reed et al., 1997 dalam Cawthon, 2006). Pada jantan, perilaku seksual
ditunjukkan dengan sistem hirarki yang ditentukan dengan perkelahian. Jantan dominan akan mendapatkan sumberdaya dan perhatian dari betina lebih besar daripada jantan tidak dominan (Cawthon, 2006). 2.7. Reproduksi Masa kehamilan Macaca nigra berkisar antara 170-190 hari dan jarak kelahiran 18 bulan. Persentase kematian bayi cukup besar yakni 21% (Rowe, 1996). Monyet ini dapat bertahan hidup hingga 26 tahun (Supriyatna dan Wahyono, 2000), tetapi Rowe (1996) menyatakan bahwa masa hidup jenis ini adalah 18 tahun. 2.8. Populasi dan Status Konservasi Saat ini kepadatan Macaca nigra di alam diperkirakan 3 ind/km2, dan di CA Tangkoko kepadatannya diperkirakan sebesar 60 ind/km 2 (Supriyatna dan Andayani, 2008). Macaca nigra berdasarakan SK Menteri Pertanian 29 Januari 1970 No.421/Kpts/um/8/1970, SK Menteri kehutanan 10 Juni 1991 No.301/KptsII/ 1991 dan undang-undang No.5 tahun 1990 dilindungi oleh pemerintah RI (Supriyatna dan Wahyono, 2000). Macaca nigra menurut IUCN termasuk dalam kategori Critically Endangered atau satwa hampir punah. Sedangkan menurut CITES Macaca nigra tergolong dalam daftar Appendix II. Masalah serius dalam pelestarian Macaca nigra adalah konversi habitat, fragmentasi, perburuan, bencana alam, faktor genetik, dan gangguan manusia. Meningkatnya populasi manusia di wilayah Sulawesi utara menyebabkan kebutuhan terhadap lahan semakin tinggi yakni untuk kebutuhan pertanian dan perumahan, perkebunan, permintaaan hasil hutan menyebabkan dibukanya lahan yang awalnya merupakan habitat Macaca nigra. Macaca nigra juga dijadikan sebagai makanan tradisional dan digunakan sebagai makanan khas pada saat perayaan agama terutama pada saat natal. Macaca nigra juga dipandang sebagai hama yang merusak perkebunan dan dijual sebagai binatang peliharaan. Hal inilah yang menyebabkan tingginya degradasi populasi Macaca nigra.
III. KONDISI UMUM 3.1 Sejarah dan Status Kawasan Cagar Alam (CA) Tangkoko secara geografis terletak di ujung utara pulau Sulawesi. Batas CA Gunung Tangkoko Batuangus adalah Gunung Tangkoko, Gunung Batuangus, dan Gunung Dua Saudara dibagian utara, barat dan selatan serta pesisir pantai dibagian timur. CA Tangkoko Batuangus secara astronomi terletak pada 125°3’ - 125°15’ BT dan 1°30’ - 1°34’ LU dan secara administratif terletak di kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung. CA Tangkoko ditetapkan pada tahun 1919 berdasarkan keputusan No. GB 21/2/1919 stbl. 90 dengan luas 4.446 hektar dan diperluas dengan penambahan dari CA Dua Saudara (4.299 hektar) pada tahun 1978 berdasarkan SK. Mentan No. 700/kpts/Um/11/78. Luas CA Gunung Tangkoko dan Dua Saudara adalah 8.745 hektar. 3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Tanah dan Geologi Gunung Tangkoko dibentuk dari kegiatan vulkanik gunung berapi yang meletus pada tahun 1839 sehingga tanah di kawasan tersebut didominasi oleh tipe regosol dengan proporsi tanah abu granular di bagian permukaan tanah yang tinggi. 3.2.2 Topografi Secara umum kawasan CA Tangkoko mempunyai topografi dari landai sampai bergunung, mulai dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hutan pegunungan dan hutan lumut. Kawasan ini mempunyai ketinggian dari 0 m dpl. sampai 1.351 m dpl. yaitu puncak Gunung Dua Saudara, dua puncak gunung lainnya yaitu Tangkoko (1.109 m dpl.) dan Batuangus (450 m dpl.). 3.2.3 Iklim Berdasarkan Schmidt dan Ferguson CA Tangkoko mempunyai curah hujan 2.500 – 3.000 mm/tahun, temperatur rata-rata 20°C - 25°C dan termasuk ke dalam iklim tipe B.
3.3 Kondisi Biotik 3.3.1 Flora Tipe vegetasi dominan adalah hutan hujan dataran rendah dengan jenis pohon dominan adalah Dracontomelum dao, Palaquium obovatum, Palaquium obtusifolium, Cananga odorata, Ficus variegata, Homalium celebicum, Tetrameles nudiflora, Planchonia valida, Gostampinus valetonii, jenis palem Livistona rotundifolia, Amorphophallus campanulatus, Leea rubra, Leea. indica, dan rotan Calamus sp. Hutan hujan pegunungan yang terdapat di kawasan ini didominasi oleh vegetasi Beringin (Ficus spp), Aras (Duabanga moluccana), Nantu (Palaquim obtusifolium), sedangkan pada hutan lumut dapat ditemui Bunga Edelweis (Anaphalis javanicum) dan Kantong Semar (Nephentes gynamphoru). Tipe vegetasi hutan pantai didominasi oleh Calophyllum soulattri dan Barringtonia asiatica. Hutan sekunder didominasi oleh Casuarina equisetifolia dan juga terdapat padang alang-alang Imperata cylindrica (Tarmudji dan MacKinnon, 1980). 3.3.2 Fauna Jenis mamalia yang terdapat di dalam cagar alam ini diantaranya adalah; Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra), Tangkasi (Tarsius spectrum), Kuskus Beruang (Phalanger ursinus), Kuskus Sulawesi (Phalanger celebensis), dan Anoa Dataran Rendah (Bubalus depressicornis). Terdapat kurang lebih 140 jenis burung di CA Gunung Tangkoko – Dua Saudara
diantaranya adalah Maleo
(Macrocephalon maleo), Rangkong (Rhyticeros cassidix,), Megapodius freycinet, Meropogon forsteni, Coracias temminckii, dan Eurostopodus diabolicus. Satwa reptil yang terdapat di CA Tangkoko antara lain beberapa jenis ular berbisa seperti viper (Trimeresurus wagleri), Kobra (Naja naja), King Kobra (Ophiophagus hannah), dan ular tidak berbisa yaitu ular sanca (Python reticulatus). Selain itu terdapat pula Hydrosaurus amboiensis, Varanus indicus, dan Draco sp.(Tarmudji dan MacKinnon, 1980).
3.4 Aksesibilitas CA Tangkoko berjarak kurang lebih 60 km dari kota Manado dan 20 km dari Kodya Bitung. Dengan kendaraan roda empat dari Manado dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 120 menit sedang dan kota Bitung dapat ditempuh dalam waktu 70 menit. Dengan menggunakan kendaraan laut jenis perahu motor 2 x 40 PK, dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 90 menit dari pantai Bitung ke pantai Batuputih.
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi Utara. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - September 2009.
Lokasi
penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian. 4.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Kompas
9. Kalkulator
2. Meteran (30 m)
10. Alat tulis
3. Meteran jahit
11. Buku identifikasi pohon
4. Tambang plastik
12. Program ArcView 3.3
5. Tali Rafia
13. Kamera
6. Penunjuk waktu 7. GPS 8. Termometer
Adapun bahan yang digunakan adalah peta rupa bumi, dan tally sheet pengamatan satwa dan vegetasi. 4.3 Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data yang berhubungan dengan karakteristik habitat Macaca nigra yaitu: aspek fisik, cover (jenis, komposisi, struktur vegetasi, penutupan tajuk, profil struktur vegetasi, dan kondisi di sekitar cover), ketersediaan air dan pakan yang dilakukan pada beberapa tipe habitat yang ada di CA Tangkoko. Habitat yang diamati adalah hutan pantai, hutan hujan dataran rendah yang masih bagus kondisinya (primer), rusak (sekunder), dan peralihannya serta hutan pasca terbakar. Parameter populasi yang dikumpulkan adalah ukuran populasi termasuk di dalamnya jenis kelamin dan struktur umur. 4.4 Metode Pengumpulan Data 4.4.1 Karakteristik Habitat Habitat merupakan kawasan yang merupakan tempat tinggal satwaliar yang di dalamnya terdapat beberapa komponen yakni fisik dan biologi yang antar satu dengan yang lainnya saling terkait (Alikodra, 2002). Habitat memiliki beberapa fungsi yakni penyedia makanan, air, dan perlindungan bagi satwaliar. Habitat berfungsi pula sebagai tempat berkembangbiak satwaliar. Pengumpulan data mengenai karakteristik habitat meliputi aspek fisik, komposisi, struktur vegetasi, dan penutupan tajuk. Pengambilan data dilakukan dengan membuat jalur analisis vegetasi berdasarkan pada hasil pengamatan satwa, dimana jalur analisis vegetasi dibuat pada lokasi ditemukannnya Macaca nigra. Data mengenai aspek fisik yang diambil adalah data mengenai curah hujan, suhu, kelembaban, serta topografi. Data komposisi, struktur vegetasi, dan penutupan tajuk diambil dengan melakukan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan membuat plot untuk mengetahui kondisi vegetasi pada habitat Macaca nigra yang berbeda. Penempatan plot dilakukan pada areal ditemukannya Macaca nigra dan dianggap merupakan areal yang paling mewakili. Selain itu dibuat profil vegetasi pada masing-masing plot analisis vegetasi. Luas areal yang dibuat profil adalah 20 m x 20 m pada salah satu petak plot analisis vegetasi.
Tahapan kegiatan analisis vegetasi berdasarkan Soerianegara dan Indrawan (2002) meliputi : a. Pembuatan titik-titik sampling sepanjang 100 m memotong kontur dengan menggunakan metode garis berpetak b. Pembagian vegetasi hutan ke dalam tipe semai, pancang, tiang dan pohon. Setelah itu pengambilan data vegetasi hutan : 1. Semai, permudaan mulai dari kecambah sampai anakan dengan tinggi kurang dari 1,5 m, diamati pada petak berukuran 2 m x 2 m. 2. Pancang, permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm, diamati pada petak berukuran 5 m x 5 m. 3. Tiang, pohon muda diameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm, diamati pada petak berukuran 10 m x 10 m. 4. Pohon : pohon dewasa berdiameter 20 cm atau lebih, diamati pada petak berukuran 20 m x 20 m. Plot jalur analisis vegetasi dapat dilihat pada Gambar 2.
20 m
C 10 m
D Lintasan Pengamatan
B A A B 10 m D
C 100 m Keterangan : A = Petak tingkat semai dan tumbuhan bawah (2 m x 2 m) B = Petak tingkat pancang (5 m x 5 m) C = Petak tingkat tiang (10 m x 10 m) D = Petak tingkat pohon (20 m x 20 m)
Gambar 2 Jalur analisis vegetasi ( Soerianegara dan Indrawan, 2002). Data yang dicatat dalam pengamatan vegetasi terdiri atas: a) jenis tumbuhan, b) Jumlah individu setiap jenis. c) diameter setinggi dada (kurang lebih
130 cm), d)tinggi bebas cabang, e) tinggi total, f) diameter tajuk, g) jarak antar tajuk, dan h) posisi pohon. Untuk vegetasi tingkat pertumbuhan semai dan pancang, pengamatan hanya dilakukan terhadap jenis tumbuhan dan jumlah individu pada setiap jenis. Pengukuran dimensi diameter batang, tinggi bebas cabang, tinggi total, diameter tajuk dan jarak antar tajuk dilakukan terhadap vegetasi pada tingkat pertumbuhan tiang dan pohon. Pengkategorian strata pohon yaitu strata A merupakan lapisan teratas yang terdiri dari pohon dengan tinggi 30 m keatas, strata B terdiri dari pohon dengan tinggi 20-30 m, strata C terdiri dari pohon dengan tinggi 4-20 m. Disamping ketiga strata tersebut, terdapat pula strata D yang merupakan semak belukar-perdu dengan tinggi 1- 4 m dan strata E yang merupakan lapisan tumbuhan penutup tanah. Air merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam kehidupan satwaliar. Air berperan penting dalam pencernaan makanan serta metabolisme satwaliar termasuk di dalamnya Macaca nigra (Alikodra, 2002). Pengambilan data ketersediaan air dilakukan pada masing-masing lokasi ditemukannya Macaca nigra. Data yang diambil mencakup debit, kecerahan, pH, kondisi fisik sumber air dan peranannya dalam habitat Macaca nigra. 4.4.2 Pakan Jenis-jenis pakan Macaca nigra dapat diketahui dengan beberapa metode yakni : a. Pengamatan langsung, dengan melihat jenis tumbuhan maupun satwa yang dimakan oleh Macaca nigra. b. Melihat renggutan atau sisa pakan yang telah dimakan oleh Macaca nigra Data pakan yang diambil adalah data jenis pakan, bagian yang dimakan, serta keterangan pendukung lainnya. 4.4.3 Populasi Data
mengenai
populasi
Macaca
nigra
dikumpulkan
dengan
menggunakan perjumpaan langsung (direct encounter). Hal ini dilakukan karena Macaca nigra merupakan jenis primata yang hidup berkelompok dan melakukan aktivitas secara bersama-sama. Pengamatan dilakukan di tempat kelompok
Macaca nigra sering berkumpul. Tempat-tempat tersebut biasanya berupa sumber air serta areal yang memiliki ketersediaan pakan yang tinggi. Metode ini pada dasarnya merupakan metode sensus karena pengamatan dilakukan terhadap semua individu dalam satu kelompok jenis satwa liar. Tahapan dalam melakukan inventarisasi dengan menggunakan metode direct encounter adalah sebagai berikut: a. Melakukan observasi lapangan dan mencari informasi kepada penduduk setempat ataupun petugas lapang mengenai lokasi-lokasi kelompok Macaca nigra. b. Menentukan waktu dimulainya pengamatan dan berakhirnya pengamatan. Pengamatan dilakukan pada saat-saat aktivitas Macaca nigra tinggi yakni pada pagi dan sore hari. c. Memperkirakan luas areal pengamatan d. Menghitung populasi Macaca nigra Data populasi yang diambil adalah jumlah individu, jenis kelamin individu, dan struktur umur. Berdasarkan struktur umurnya, Macaca nigra dibagi menjadi empat kelas umur yakni bayi anak, remaja, dan dewasa (Saroyo, 2005). Pengamatan dilakukan dengan pengulangan untuk meminimalisasi kesalahan dalam penghitungan populasi ataupun kesalahan dalam identifikasi individu kelompok. Selain itu, dilakukan pula pencirian jantan dominan sehingga dapat dibedakan kelompok satu dengan yang lain. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga sampai lima kali pada setiap kelompok Macaca nigra dan dilakukan pada saat satwa melakukan pergerakan pendek dan pada saat kelompok berkumpul satu berbaris. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisensi waktu dan tenaga dalam pengambilan data. Pengamatan dilakukan oleh dua pengamat pada sudut pandang yang berbeda pada saat yang bersamaan. 4.5 Analisis Data 4.5.1 Karakteristik Habitat Data hasil pengamatan tumbuhan yang dikumpulkan dari lapangan digunakan untuk menghitung frekuensi, kerapatan, dominasi, dan indeks nilai penting suatu jenis vegetasi. Nilai-nilai tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk nilai mutlak maupun nilai relatif dengan persamaan sebagai berikut :
INP (Indeks Nilai Penting)
= KR + DR+ FR (pohon dan tiang)
INP (Indeks Nilai Penting)
= KR + FR (semai dan pancang)
Untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan dapat menggunakan persamaan indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener yaitu:
dimana, pi = ni /N Keterangan : H’
= Indeks keanekaragaman jenis Shanon-Wiener
Ni
= jumlah individu atau nilai penting jenis ke-i
N
= total individu atau nilai penting seluruh jenis
Kesamaan komposisi tiap tipe vegetasi dihitung dengan Index of Similarity (IS) dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : IS
= Indeks Kesamaan Komunitas
W
= Jumlah nilai yang sama dan nilai yang terendah dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua tegakan yang dibandingkan
a
= Jumlah nilai kuantitatif dari semua jenis yang terdapat pada tegakan pertama
b
= Jumlah nilai kuantitatif semua jenis yang terdapat pada tegakan kedua
Selain dilakukan analisis kesamaan komunitas pada tiap habitat, dilakukan pula analisis perbedaan komunitas yang dihitung dengan Indeks Disimilaritas ( ID) dengan persamaan sebagi berikut : ID = 100 – IS Dalam analisis data kerapatan cover disajikan melalui gambar diagram profil vegetasi. Data yang dianalisis adalah data yang berasal dari data analisis vegetasi. Data ketersediaan air yang akan diambil adalah debit, kecerahan, dan pH air. Menurut Arsyad (2006) debit air dapat diketahui dengan persamaan berikut ini: Q=AxV Keterangan
:
Q = Debit Air
A = luas penampang sungai (m2)
A=pxl
p = kedalaman rata-rata (m)
l = lebar sungai (m)
V= Kecepatan rata-rata arus air (m/s)
Sedangkan tingkat kecerahan air dapat diketahui dengan rumus sebagai berikut : Kecerahan air =
L1 L2 x 100 % 2
L1 = jarak seechi disc masih terlihat L2 = jarak seechi disc sudah tidak terlihat 4.5.2 Pakan Hasil analisis jenis pakan Macaca nigra disajikan dalam bentuk tabel. dan selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. 4.5.3 Ukuran Populasi Analisis data yang digunakan untuk mengetahui kepadatan populasi dan ukuran populasi Macaca nigra adalah dengan tabel dan grafik mengenai ukuran populasi. Jumlah keseluruhan populasi yang diamati diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil pengamatan. Untuk mengetahui luas areal pengamatan
dilakukan
dengan
analisis
program
Arcview
3.3
dengan
menghubungkan garis terluar wilayah pengamatan. Kepadatan populasi dilakukan dengan membagi jumlah individu yang tercatat selama pengamatan dibagi dengan luas areal pengamatan. Data populasi terutama yang terkait dengan nisbah kelamin serta struktur populasi disajikan dalam bentuk grafik ataupun tabulasi.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Habitat Habitat secara sederhana diartikan sebagai tempat makhluk hidup tinggal (Moen, 1973). Habitat satwaliar memiliki fungsi sebagai penyedia pakan, air dan cover (pelindung) yang berperan penting dalam kehidupan satwa liar (Alikodra, 2002). Secara umum, Macaca nigra dapat hidup pada berbagai tipe habitat di CA Tangkoko yakni habitat hutan pantai, hutan dataran rendah (primer, sekunder, dan peralihan) serta hutan pasca terbakar. Macaca nigra dapat hidup pada habitat tersebut karena habitat tersebut dengan karakteristiknya masing-masing mampu memenuhi kebutuhan satwa tersebut baik dari segi pakan, air dan cover. Gambaran sederhana mengenai lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Hutan Dataran RendahPrimer Primer
Hutan Dataran Rendah Sekunder Primer
Pos III
Hutan Dataran Rendah Sekunder dan Hutan Pasca Terbakar
D e s a
Pos I Pos II
Hutan Pantai
Gambar 3 Sketsa lokasi penelitian. 5.1.1 Aspek Fisik Penelitian dilakukan pada bulan Juli-September yang merupakan musim kemarau. Suhu rata-rata selama penelitian adalah 23,1-27,7°C. Hujan sangat jarang terjadi, kalaupun ada hanya gerimis yang memiliki durasi yang sangat singkat. Kecepatan angin rata-rata 2,8 knot pada bulan Juli dan 3,0 knot pada bulan Agustus. Data klimatologi secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data klimatologi bulan Juli-Agustus 2009 Bulan Juli Agustus (1-25)
Temperatur Rata-rata (°C) 27,7 23,1
Curah Hujan (mm) 66,4 mm /14 hari hujan 21,7 mm/6 Hari hujan
Kecepatan Angin RataRata (Knot) 2,8 3,0
Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Bitung
Tanah di lokasi penelitian merupakan tanah jenis Regosol yang terdiri dari pasir dan unsur-unsur abu (Tarmudji dan MacKinnon, 1980). Hal ini dikarenakan Gunung Tangkoko merupakan gunung berapi muda yang baru saja terbentuk. Menurut Hardjowigeno (2003) jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang 60% berupa pasir. Topografi di lokasi penelitian tergolong datar hingga sangat curam. Topografi menurut Moen (1973) memiliki peran penting dalam ekosistem. Topografi mempengaruhi banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke suatu tempat yang berpengaruh pada pertumbuhan vegetasi setempat yang berpengaruh terhadap kehidupan Macaca nigra. Berdasarkan hasil pengamatan, tampak adanya pengaruh komponen fisik terhadap Macaca nigra contohnya pada pengaruh curah hujan dan pengaruh kecepatan angin. Curah hujan mempengaruhi pergerakan harian Macaca nigra, pada saat hujan Macaca nigra lebih banyak berada di atas pohon dalam waktu yang lama. Hal ini sangat berbeda dengan pergerakan hariannya pada saat tidak hujan dimana Macaca nigra banyak menghabiskan waktunya di tanah dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mendapatkan makanan. Pengaruh kecepatan angin tidak tampak pada pergerakan harian. Namun, berdasarkan hasil wawancara dengan peneliti lain disebutkan bahwa angin yang kencang pernah menyebabkan kematian pada bayi akibat terlepas dari induknya dan terjatuh dari pohon. Kematian bayi akibat tertimpa cabang pohon terjadi juga pada saat penelitian Saroyo (2005). 5.1.2 Komposisi dan Struktur Vegetasi Analisis vegetasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengkaji struktur dan komunitas vegetasi yang dilakukan dengan membuat plot sampel. Analisis vegetasi dilakukan pada beberapa tipe habitat yakni habitat hutan pantai, hutan dataran rendah, dan hutan pasca terbakar. Hutan dataran rendah dibagi menjadi tiga kategori yakni hutan dataran rendah primer, sekunder, dan peralihan antara
keduanya. Hutan pasca terbakar merupakan areal vegetasi hasil suksesi sekunder yang didominasi oleh semak dan beberapa pohon. Beberapa peneliti antara lain MacKinnon dan Tarmudji (1980) dan Saroyo (2005) menyebutkan hutan pasca terbakar ini sebagai semak (scrub). Setiap plot sampel berukuran 20 m x 100 m. Pemilihan plot dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal yakni lokasi tersebut pernah disinggahi oleh kelompok Macaca nigra yang diamati baik untuk makan atau lokasi pohon tidur. Jenis tanaman yang diidentifikasi dari kegiatan analisis vegetasi adalah sebanyak 57 jenis tumbuhan yang mencakup empat tingkat pertumbuhan yakni semai, pancang, tiang, dan pohon yang terdiri dari 29 Famili. Famili yang dominan adalah famili Anacardiaceae, Moraceae, Myrtaceae, Verbenaceae, dan Clusiaceae. Hasil analisis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Indeks nilai penting tertinggi setiap tipe habitat Tipe Habitat
Tingkat Pertumbuhan
Nama Lokal
Nama Ilmiah
K (ind/ Ha) 40 40 640 2500
Hutan Pantai
Pohon Tiang Pancang Semai
Kenanga Bitung Manggis Salense
Cananga odorata Baringtonia asiatica Garcinia sp. Barringtonia acungulata
Hutan dataran rendah primer
Pohon Tiang Pancang Semai
Kenanga Maombi Salakapuk Salakapuk
Cananga odorata Artocarpus dadah Polyalthia rumphii Polyalthia rumphii
Hutan dataran rendah sekunder
Pohon Tiang
Bintangar Kayu Bunga Salense Salense
56,04 51,85 29,04 49,04
70 40 1760 9500
49,56 45,99 40,35 51,21
Kleinhovia hospital Spathodea campanulata
30 100
51,70 94,15
Barringtonia acungulata Barringtonia acungulata
3200 25000
36,00 98,53
Hutan dataran rendah peralihan
Pohon Tiang
Coro Kayu Bunga Gora Nantu
Ficus variegate Spathodea campanulata
60 40
39,88 57,09
Syzigium sp. Palaquium obtusifolium
6800 3000
79,84 56,67
Hutan pasca terbakar
Pohon
Spathodea campanulata
100
139,82
Tiang
Kayu Bunga Leleng
40
96,94
Pancang Semai
Nantu Gora
Chlorodendron minahasae Palaquium obtusifolium Euginia sp.
720 4000
50,00 97,73
Pancang Semai
Pancang Semai
INP (%)
Tabel 2 menunjukkan bahwa komposisi vegetasi pada tiap habitat terdiri dari jenis tumbuhan yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dari tiap tipe vegetasi. Indeks Nilai Penting (INP) tanaman tertinggi pada tingkat pertumbuhan pohon di tipe habitat hutan pantai dan hutan dataran rendah primer
adalah Kenanga (Cananga odorata) masing-masing sebesar 56,04% dan 49,56%. Tingginya nilai angka INP tumbuhan tersebut berkaitan dengan manfaat tumbuhan tersebut dalam mendukung kehidupan Macaca nigra. Selama dilakukan pengamatan, Macaca nigra sering dijumpai mengkonsumsi buah Kenanga. Fakta ini dapat juga membuktikan adanya peran satwa terhadap penyebaran biji. Jika dilihat jenis tanaman yang memiliki INP tinggi di setiap tipe habitat, diketahui Kayu Bunga (Spathodea campanulata) cukup dominan tiga tipe habitat yakni hutan dataran rendah sekunder, dataran rendah peralihan, dan pasca terbakar. Kayu Bunga merupakan jenis pohon yang berasal dari Afrika Barat yang dikenal sebagai tumbuhan invasif yang dapat menginvasi daerah pertanian maupun hutan di daerah tropis (PIER, 2002 dalam ISSG, 2009). Di kepulauan Pasifik, jenis tanaman ini merupakan spesies yang menginvasi hutan. Spesies ini juga dinominasikan oleh Pasific Islands Ecosystem at Risk (PIER) sebagai 100 spesies yang paling menginvasi di dunia karena dampak ekologi dan ekonomi yang ditimbulkannya. Selain di hutan paca terbakar, Kayu Bunga di CA Tangkoko juga dijumpai di hutan dataran rendah peralihan dan hutan dataran rendah sekunder. Sampai saat ini, di CA Tangkoko belum ada dampak yang berarti dari keberadaan jenis ini, namun jika pesebarannya terus meluas dan terjadi invasi dipastikan akan berdampak terhadap aspek ekologis di CA Tangkoko serta mengancam kehidupan Macaca nigra. Tabel 3 Nilai Indeks Similaritas (IS) tiap tipe habitat Tipe Habitat HDP HDS HDPr H. Pantai HPT Keterangan :
HDP
HDS 14,81
Pembanding (%) HDPr H. Pantai 43,10 26,17
25,58 28,57 30,36
HPT 7,40 38,89 37,38 23,38
HDP = Hutan Dataran Rendah Primer HDS = Hutan Dataran Rendah Sekunder HDPr = Hutan Dataran Rendah Peralihan HPT = Hutan Pasca Terbakar
Tabel 3 menunjukkan Indeks Similaritas (IS) terhadap lima tipe habitat. Setelah dilakukan perbandingan, diketahui bahwa tiap tipe habitat memiliki kesamaan komposisis jenis yang relatif kecil. Kesamaan terbesar yakni pada tipe habitat hutan dataran rendah primer-hutan dataran rendah peralihan dengan nilai IS 43,10%. Perbedaan komposisi habitat ditunjukkan oleh Indeks Disimilaritas
(ID) yang besarnya sama dengan 100 dikurangi nilai IS. Nilai ID paling besar ditunjukkan pada habitat hutan dataran rendah primer - pasca terbakar yakni sebesar 92,60%. Nilai ID di atas menunjukkan bahwa tipe habitat di CA Tangkoko memiliki perbedaan. Meskipun berbeda, semua tipe habitat tersebut dimanfaatkan
oleh
Macaca
nigra
karena
setiap
tipe
habitat
dengan
karakteristiknya masing-masing dapat mendukung kehidupan Macaca nigra. Tabel 4 Nilai Indeks Keanekaragaman pada tiap tipe habitat Tipe Habitat Hutan dataran rendah primer Hutan dataran rendah sekunder Hutan dataran rendah peralihan Hutan pantai Hutan pasca terbakar
Pohon 2,60
Tingkat Pertumbuhan Tanaman Tiang Pancang Semai 2,29 2,17 1,76
2,26
1,58
2,41
1,18
2,68
2,15
1,59
1,46
2,28 1,52
2,02 1,33
2,55 1,77
1,18 0,89
Tabel 4 menunjukkan keanekaragaman pohon paling banyak ditemui terdapat pada tipe habitat hutan dataran rendah peralihan yakni habitat yang merupakan peralihan antara habitat hutan dataran rendah yang masih baik kondisinya dengan habitat yang dekat dengan lokasi aktivitas manusia (sekunder). Hal ini sesuai dengan teori edge effect yang menyebutkan bahwa daerah tepi atau peralihan akan memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi karena memiliki tingkat pembatas yang lebih toleran. Setelah tipe habitat hutan dataran rendah peralihan nilai keanekaragaman terbesar secara berurutan dijumpai pada tipe habitat hutan dataran rendah primer, sekunder, pantai, dan pasca terbakar.
Gambar 4 Hutan pasca terbakar.
Nilai Indeks Keanekaragaman habitat hutan pasca terbakar (Gambar 4) pada semua tingkat pertumbuhan tanaman menunjukkan nilai yang terendah kecuali pada tingkat pancang. Hal ini dikaitkan bahwa habitat hutan pasca terbakar merupakan habitat yang merupakan hasil suksesi sekunder. Suksesi sekunder menurut Soerianegara dan Indrawan (2002) diakibatkan oleh kebakaran, perladangan, penggembalaan, dan kerusakan lainnya. Sampai saat ini, habitat ini masih terganggu oleh kebakaran serta penebangan secara illegal oleh masyarakat. Adanya kebakaran dan penebangan menyebabkan jumlah individu pohon berkurang yang pada akhirnya mengurangi jumlah jenis yang ada. Hutan pasca terbakar yang memiliki nilai keanekaragaman tanaman yang rendah, sedikit dimanfaatkan oleh Macaca nigra karena dengan sedikitnya jenis tanaman yang ada, maka potensi pakan yang terdapat di dalamnya rendah sehingga habitat ini tidak menyediakan akses makanan bagi Macaca nigra. Perbandingan Strata Tajuk pada Tiap Tipe Habitat 120 100
95.12
80 (%)
100
94.44 69.01 54.9 41.18
60
Strata Tajuk A
40
Strata Tajuk B
30.99
Strata Tajuk C 20
4.88 3.92
Strata Tajuk D
2.78 2.78
0 Hutan Pantai
HDRP
HDRS
HDRPr
HPT
Tipe Habitat Ket : HDRP = Hutan Datarn Rendah Primer HDRS = Hutan Dataran Rendah Sekunder
HDRPr = Hutan Dataran Rendah Peralihan HPT = Hutan Pasca Terbakar
Gambar 5 Persentase strata tajuk tiap tipe habitat. Gambar 5 menunjukkan bahwa strata tajuk pada lokasi penelitian didominasi oleh strata tajuk C (4-20 m). Persentase strata tajuk C secara berturutturut pada habitat hutan pantai, hutan dataran rendah primer, sekunder, peralihan dan pada hutan pasca terbakar adalah 95,12%, 54,90%, 94,44%, 30,99%, dan 100,00%. Perbedaan persentase strata tajuk pada setiap tipe habitat mempengaruhi
banyak sedikitnya pemanfaatan tiap tipe habitat oleh Macaca nigra. Contohnya pada hutan pasca terbakar yang 100% terdiri dari strata tajuk C. Berdasarkan pengamatan, pemanfaatan tipe vegetasi ini oleh Macaca nigra hanya sedikit. Vegetasi ini hanya dijadikan penghubung atau jalan kelompok Macaca nigra menuju sumber pakan atau sumber air. Strata tajuk C pada vegetasi lain oleh Macaca nigra dimanfaatkan sebagai tempat bermain dan istirahat pada saat siang hari. Saat beristirahat pada malam hari, Macaca nigra tidur pada pohon yang memiliki strata tajuk A dan B. Strata tajuk A hanya dijumpai pada vegetasi hutan dataran rendah primer dengan ketinggian lebih dari 30 m. Pemanfaatan strata tajuk A dan B oleh Macaca nigra adalah untuk tidur dan berlindung. Dalam mencari makan, Macaca nigra tidak mempertimbangkan strata tajuk, tetapi tergantung dari jenis pakan. Macaca nigra memanfaatkan semua strata tajuk untuk mencari makan. Lampiran 1 menunjukkan profil vegetasi pada setiap habitat Macaca nigra di CA Tangkoko yang menunjukkan ciri khas masing-masing tipe vegetasi. Habitat hutan dataran rendah primer memiliki struktur tajuk beragam, namun jumlah pohon sedikit karena tajuk yang besar menutupi tajuk yang lainnya dan dapat menghambat perkembangan pohon lain. Komposisi vegetasi hutan dataran rendah sekunder dan peralihan memiliki tajuk beragam, namun hutan dataran rendah sekunder memiliki bukaan tajuk yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, habitat hutan dataran rendah primer dan hutan dataran rendah peralihan lebih dipilih Macaca nigra sebagai cover yang berfungsi tempat berlindung (pohon tidur) dan sumber pakan. Hutan pantai memiliki tajuk yang cukup rapat, namun tinggi pohon hanya berkisar pada strata B dan C. Komposisi vegetasi yang seperti ini menyebabkan tipe vegetasi hutan pantai kurang dimanfaatkan sebagi cover oleh Macaca nigra tetapi dimanfaatkan hanya untuk mencari pakan (pohon pakan). Hutan pasca terbakar memiliki bukaan tajuk paling tinggi dan jumlah pohon yang sedikit, oleh karena itu hutan pasca terbakar jarang digunakan oleh Macaca nigra. 5.1.3 Cover (Lindungan) Cover menurut Alikodra (2002) didefinisikan sebagai tempat yang sering digunakan oleh satwaliar sebagi tempat berlindung dari ancaman dan berkembang biak. Salah satu komponen penting penyusun cover adalah struktur vegetasi dan
penutupan tajuk vegetasi. Persentase penutupan tajuk (Gambar 6) paling besar terdapat di habitat hutan dataran rendah peralihan yakni sebesar 97,51%, hutan pantai 99,85%, dan hutan dataran rendah primer 92,78%. Pengaruh penutupan tajuk terhadap Macaca nigra dapat dilihat dari pemanfaatan tipe habitat dalam pergerakan hariannya. Macaca nigra lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain, mencari makan, dan beristirahat pada habitat yang memiliki persentase penutupan tajuk lebih lebih tinggi. Hal ini berkaitan dengan cover yang berfungsi sebagai pencegah pengeluaran energi yang berlebihan, melindungi diri dari cuaca, dan predator (Bolen dan Robinson, 2003). Selain itu, menurut Moen (1973) cover juga berfungsi untuk mempermudah dalam menangkap mangsa. Persentase Penutupan Tajuk Setiap Tipe Habitat Hutan Dataran Rendah Primer
Hutan Hujan Dataran Rendah Sekunder
Hutan Dataran Rendah Peralihan
Pantai
Hutan Pasca Terbakar 120.00% 100.00%
92.78%
88.12%
97.51%
96.85%
(%)
80.00% 60.00%
40.73%
40.00% 20.00% 0.00%
Tipe Habitat
Gambar 6 Persentase penutupan tajuk tiap tipe habitat. Pemanfaatan cover oleh Macaca nigra adalah untuk tidur, makan, dan beristirahat. Aktivitas tidur Macaca nigra dilakukan menjelang senja. Selama pengamatan, Macaca nigra dijumpai memilih pohon tidur pada semua habitat di atas kecuali habitat hutan pasca terbakar. Hal ini diakibatkan habitat hutan pasca terbakar tidak mendukung fungsi-fungsi cover yang dibutuhkan oleh satwa ini terutama tidak adanya naungan yang memadai. Padahal, naungan berperan besar untuk menyesuaikan diri terhadap temperatur. Kelompok Macaca nigra menempati beberapa pohon yang berdekatan sebagai pohon tidur.
Gambar 7 Pohon tidur – Coro (Ficus variegata). Pohon tidur yang dipilih biasanya memiliki strata tajuk A dan B, serta memiliki diameter besar dan percabangan yang lebar. Hal ini sesuai dengan fungsi pohon tidur yakni sebagi tempat istirahat, melindungi dari predator serta dari cuaca serta dapat juga berfungsi sebagi pohon pakan. Contoh pohon yang digunakan adalah Dao (Dracontomelon dao) dan Coro (Ficus variegata)(Gambar 7). Pemilihan lokasi tidur Macaca nigra pada suatu pohon tidak terfokus pada bagian tajuk tertentu. Berdasarkan pengamatan, tempat yang dipilih untuk tidur adalah batang yang kokoh tanpa terfokus pada bagian tajuk bawah, tengah atau atas. 5.1.4 Ketersediaan Air Air merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan satwaliar. Air memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kondisi satwaliar karena berperan dalam pencernaan makanan serta metabolisme (Alikodra, 2002). Macaca nigra memanfaatkan sumber air yang terdapat di sekitar habitat sebagai sumber air minum, mandi, mendinginkan suhu tubuh serta sebagai sarana bermain. Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara dengan masyarakat setempat terdapat beberapa lokasi sumber air yang sering didatangi oleh Macaca
nigra dan dimanfaatkan oleh satwa ini. Sumber air ini yaitu Kali Bersih. Sungai Komorsot, Sungai Batu Putih, Sungai Kecil dan air terjun yang semuanya terletak di dalam kawasan TWA Batuputih dan CA Tangkoko. Secara umum sumber air tersebut memiliki kualitas air yang masih bagus. Hal ini dapat diindikasikan dengan nilai kecerahan yang tinggi yakni 100% serta pH air rata-rata adalah 7. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus pada musim kemarau. Hal ini menyebabkan jumlah debit air cukup kecil serta kedalaman sungai dangkal. Tabel 5 Karakteristik fisik sumber air No
Sumber Air
Kecerahan (%)
pH
1
Kali Bersih
100
7
2
Komorsot
100
6
3
Batu Putih
100
4
Sungai Kecil Air Terjun
5
Kedalaman Rata-rata (cm) 7,33
Lebar Rata-rata (m)
Debit (m3/s)
2,00
Kecepatan Arus (m/s) 2,50
5,33
1,25
0,14
0,01
7
10,00
3,00
0,33
0,10
100
8
8,33
2,50
0,10
0,02
100
7
-
-
-
0,37
-
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa Sungai Kali Bersih (Gambar 8) merupakan sungai yang memiliki debit air paling besar yakni 0,37 m3/detik. Selain dimanfaatkan oleh Macaca nigra, sungai ini merupakan sumber air yang digunakan masyarakat untuk menyuplai kebutuhan air sehari-hari dengan menyalurkan air dari bak penampungan melalui pipa hingga sampai ke rumah masyarakat desa Batuputih. Sungai Batu Putih (Gambar 9) merupakan sungai yang menjadi pembatas antara kawasan TWA Batuputih dan desa Batuputih.
Gambar 8 Sumber air Kali Bersih.
Gambar 9 Sungai Batu Putih.
Gambar 10 Pemanfaatan sumber air oleh M.nigra. Hasil pengamatan terhadap empat kelompok Macaca nigra yang menunjukkan hanya satu kelompok saja yang memanfaatkan sumber air secara langsung yaitu kelompok Rambo II (Gambar 10). Jika dianalisis, hal ini diakibatkan perbedaan wilayah jelajah kelompok Rambo II. Kelompok Rambo II wilayah jelajahnya secara garis besar adalah hutan dataran rendah sekunder, hutan pasca terbakar, dan daerah dekat perkampungan masyarakat. Wilayah jelajah demikian memiliki ketertutupan tajuk yang kecil sehingga lebih banyak energi termal yang keluar saat melakukan pergerakan harian. Kelompok Macaca nigra yang lain, yakni Rambo I, Rambo II, Rambo III, dan Pantai Batu yang mayoritas daerah jelajahnya adalah di areal hutan dataran rendah primer memanfaatkan genangan-genangan air yang terdapat pada lubanglubang pohon dan celah antar banir sebagai sumber air minum. Selama pengamatan sering dijumpai Macaca nigra memasukkan kepalanya ke lubang atau celah banir dan meminum air yang terdapat pada lubang tersebut atau dengan menggunakan tangannya untuk mengambil air. 5.2 Ketersediaan Pakan Macaca nigra merupakan satwa frugivora yakni satwa yang menjadikan buah-buahan sebagai konsumsi utama. Menurut penelitian O’Brien dan Kinnaird (1997) satwa ini mengkonsumsi 145 jenis buah-buahan (66,0 %), tumbuhan hijau (2,5 %), dan invertebrata (31,5 %). Pakan Macaca nigra ditentukan oleh musim berbuah. Pengamatan pakan dilakukan pada bulan Juli-Agustus yang merupakan musim kemarau sehingga tidak banyak pohon yang berbuah. Daftar pakan Macaca nigra yang diamati langsung selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Daftar pakan Macaca nigra yang dijumpai selama penelitian No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Famili
1 2
Mangga Mengkudu daun lebar Mengkudu daun kecil
Mangifera indica Morinda citrifolia
Anacardiaceae Rubiaceae
Morinda bracteata
Rubiaceae
Ketapang Leu Maombi Kenanga Coro Beringin Beringin Wariu Rao Belimbing Botol Manggis Hutan Aren Singkong Batang Liana Nanas Sirih hutan SehoYaki Kelapa Invertebrata Semut Belalang Rayap Laba-laba Ngengat
Terminalia catappa Dracontomelon mangiferum Artocarpus dadah Cananga odorata Ficus variegata Ficus microcarpa Vitex quinata Ficus virens Ailantus integrifolia Dracontomelon dao Averhoa belimbi Garcinia sp. Arenga pinnata Manihot esculenta Ananas comosus Piper aduncum Polyalthia grandifolia Cocos nucifera
Combrettaceae Anacardiaceae Moraceae Annonaceae Moraceae Moraceae Verbenaceae Moraceae Simarobauceae Anacardiaceae Geraniaceae Guttiferae Arecaceae Euphorbiaceae Bromeliaceae Piperaceae Annonaceae Arecaceae
-
-
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 14 15 16 17 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Meskipun
berdasarkan
literatur
yang
Bagian yang Dimakan Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah “Buah” Buah “Buah” “Buah” Buah Buah Buah Buah Buah Umbi Batang Umbi dan buah Bunga Buah Buah Ordo Hemiptera Ordo Orthoptera Ordo Isoptera Ordo Arachnida Ordo Lepidoptera
dipelajari
Macaca
nigra
mengkonsumsi 145 jenis tumbuhan, selama pengamatan hanya didapati 19 jenis tumbuhan yang dikonsumsi. Hal ini dikarenakan waktu pengamatan yang singkat dan pada saat pengamatan tidak sedang musim buah (musim kemarau). Jenis-jenis pakan yang ditemui paling banyak (empat jenis) berasal dari famili Moraceae. Famili Moraceae yang terdiri dari Maombi dan jenis-jenis ficus mengandung karbohidrat lebih sedikit dibandingkan jenis-jenis non-ficus, tetapi kaya akan kalsium dan magnesium yang sangat membantu pertumbuhan satwa ini (Kinnaird et al., 1999). Tumbuhan pada tingkat pohon memegang peranan penting dalam menjamin ketersediaan pakan Macaca nigra karena pada tingkat ini buah yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan tingkat yang lain. Pohon pakan pada tiap tipe habitat yang diperoleh dari kegiatan analisis vegetasi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Jenis pohon pakan pada plot analisis vegetasi di tiap tipe habitat No
Tipe Habitat
Jenis Pohon Pakan
1
Hutan dataran rendah primer
Garcinia sp.
Kerapatan (ind/ha) 10
Artocarpus dadah
5
Cananga odorata Ficus variegate Dracontomelon dao Dracontomelon mangiferum Morinda citrifolia
70 10 15 5 30
Artocarpus dadah Ficus variegata
5 10
Terminalia cattapa Dracontomelon mangiferum
5 10
Artocarpus dadah
5
Dracontomelon dao
25
Morinda citrifolia
5
Cananga odorata Ficus variegate Terminalia catappa
40 50 15
Ficus variegate Cananga odorata
5 40
Morinda citrifolia
25
Morinda citrifolia
10
Cananga odorata
5
2
3
4
5
Hutan dataran rendah sekunder
Hutan dataran rendah peralihan
Hutan Pantai
Hutan pasca terbakar
Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah jenis pohon pakan yang tinggi ditemukan di tipe hutan dataran rendah primer dan hutan dataran rendah peralihan. Pada tipe hutan ini dapat dijumpai jenis-jenis buah yang sering dimakan oleh Macaca nigra antara lain Leu (Dracontomelon mangiferum), Kenanga (Cananga odorata), Maombi (Artocarpus dadah), dan Coro (Ficus variegata). Adapun gambar dari jenis pakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. Kenanga (Cananga odorata) selama penelitian merupakan jenis yang sering dimakan oleh satwa ini. Pohon ini hampir dapat dijumpai di tiap habitat dengan kerapatan yang tinggi. Selain berfungsi sebagai penyedia makanan bagi Macaca nigra, pohon pakan seringkali digunakan sebagai pohon tidur kelompok macaca nigra.
(a)
(b)
(c) Gambar 11 Buah pakan Macaca nigra (a) Maombi (Artocarpus dadah), (b) Leu (Dracontomelon mangiferum) (c) Coro (Ficus variegata). Tumbuhan pada tingkat semai juga memegang peranan penting dalam hal ketersediaan pakan Macaca nigra. Selain berpotensi sebagai bakal pohon yang akan menyediakan pakan bagi Macaca nigra, tumbuhan tingkat semai merupakan tempat tinggal jenis-jenis hewan invertebrata. Macaca nigra selain mengkonsumsi buah-buahan, juga mengkonsumsi hewan invertebrata seperti semut, lebah, belalang, laba-laba dan lainnya. Berdasarkan pengamatan, Macaca nigra biasanya memakan hewan invertebrata yang terdapat pada gulungan daun dan batang yang terdapat di semai, semak belukar, ataupun di serasah.
Macaca nigra
mengkonsumsi invertebrata untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh yang tidak didapatkan dalam buah. 5.3 Populasi 5.3.1 Ukuran Populasi Selama penelitian, dijumpai sembilan kelompok Macaca nigra. Dari sembilan kelompok yang dijumpai dilakukan pengamatan populasi terhadap empat kelompok yakni Rambo I, Rambo II, Rambo III, dan Pantai Batu. Kelompok Rambo I dan Rambo II merupakan kelompok yang telah terhabituasi
dengan manusia. Penghitungan populasi dilakukan saat Macaca nigra sedang berbaris. Biasanya aktivitas ini dilakukan saat turun dari pohon tidur, akan naik pohon tidur, berjalan di tepi pantai, dan di semak belukar. Pengulangan pada tiap kelompok dilakukan sebanyak 3 - 5 kali. Populasi dari kelompok yang diamati dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Ukuran populasi Macaca nigra No
1 2 3 4
Nama Kelompok Rambo I Rambo2 Rambo 3 Pantai Batu
Dewasa ♂ ♀ 8 24 4 20 2 3 7 19
Muda ♂ 5 4 1
Jumlah Individu (ekor) Anak ♀ 5 26 2 22 4 4 7 19
Bayi
Total
4 10 1 8
72 64 14 61
Setiap kelompok Macaca nigra yang diamati memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kelompok Rambo I yang memiliki jumlah kelompok paling besar dibandingkan kelompok lainnya. Kelompok ini daerah jelajahnya secara umum adalah daerah perbatasan antar hutan yang masih jarang dilalui oleh manusia dengan hutan yang sudah sering dimanfaatkan oleh manusia. Kelompok ini sudah terhabituasi dengan manusia terutama pengunjung kegiatan ekowisata di TWA Batuputih. Berdasarkan informasi dari petugas serta peneliti, pada awalnya jumlah kelompok Rambo I ini mencapai 100 ekor monyet, tetapi karena adanya persaingan dalam kelompok ini, maka beberapa ekor melepasakan diri dan membentuk kelompok sendiri yang sekarang dikenal dengan kelompok Rambo I, Rambo II, dan Rambo III. Rambo II dalam jelajah hariannya sering dijumpai pada hutan dataran rendah sekunder yang telah banyak dimanfaatkan oleh manusia, hutan pasca terbakar, kebun masyarakat, serta di perkampungan. Dibandingkan Rambo I, kelompok ini lebih terhabituasi dengan manusia bahkan kadang tidak lagi takut dengan kehadiran manusia. Kelompok Rambo III sering dijumpai pada daerah yang juga merupakan daerah jelajah Rambo I dan Rambo II. Kelompok terakhir
yang diamati dikenal dengan kelompok Pantai Batu merupakan
kelompok yang tidak terhabituasi dengan manusia dan menempati daerah yang sangat jarang dilalui oleh manusia.
Struktur Umur Rambo I Dewasa
Struktur Umur Rambo II
24
8
Dewasa 4 Muda
Jantan Anak Bayi
20
10 Betina
26
Muda
6
Anak Bayi
4 0
10
20
30
20
(a)
2
Muda
3 4
Anak
Struktur Umur Pantai Batu Dewasa
7
Muda
8
19
Jantan
4
Betina
Bayi 1 0
40
(b)
Struktur Umur Rambo III Dewasa
Betina
10 0
40
Jantan
22
Anak Bayi
5
10
Jantan
19
Betina
8 0
20
40
(c) (d) Gambar 12 Struktur umur kelompok (a) Rambo I, (b) Rambo II, (c) Rambo III, dan (d) Pantai Batu. Gambar 12 menunjukkan struktur umur tiap kelompok yang diamati. Nisbah kelamin pada masing-masing kelompok Rambo I, Rambo II, Rambo III dan Pantai Batu secara berturut-turut adalah 1:3; 1:5; 1:1,5; dan 1:2,7. Jika dilihat secara sekilas struktur umur kelompok di atas menunjukkan adanya gangguan pada tingkat umur tertentu terutama tingkat umur Macaca nigra muda, namun struktur umur seperti ini merupakan kondisi struktur umur yang stabil. Sedikitnya jumlah individu muda dikarenakan adanya interval umur yang sempit pada kelas umur ini sehingga beberapa peneliti menggabungkan kelas umur anak dan muda menjadi satu kelas umur. Struktur umur seperti ini cenderung mendekati bentuk piramida dan memiliki kesamaan dengan struktur umur Macaca tonkeana. Berdasarkan penelitian Pombo et al. (2004) Macaca tonkeana memiliki perbandingan struktur umur 50% individu dewasa, 43% anak, dan 7% bayi dan merupakan struktur umur
yang stabil. Selain itu, kondisi di atas juga dipengaruhi adanya perilaku alami pada individu monyet Famili Cercopithecidae. Jantan muda biasanya bermigrasi ke luar kelompok untuk masuk kelompok lainnya. Proses ini memungkinkan individu tersebut mendapatkan akses lebih besar terhadap makanan dan perkawinan (Bercovitch, 1999). Betina dalam suatu kelompok tidak akan berpindah, tetapi terjadi proses filopatri yakni betina akan tetap pada kelompok kelahirannya (Saroyo, 2005). Migrasi jantan merupakan hal yang umum dijumpai dalam kelompok Macaca nigra, sebagai contoh dalam penelitian yang dilakukan oleh Saroyo (2005) terhadap kelompok Rambo II, diketahui selama satu tahun terdapat tiga individu jantan dewasa masuk kelompok dan tujuh individu jantan dewasa keluar kelompok.
LAUT SULAWESI
CA TANGKOKO
CA DUASAUDARA
Gambar 13 Peta titik perjumpaan kelompok Macaca nigra. Selain keempat kelompok yang diikuti, terdapat pula kelompok lain yang diketahui melalui eksplorasi hingga ke puncak gunung Tangkoko (1.109 m dpl.) yang titik perjumpaannya dapat dilihat pada Gambar 13. Kelompok-kelompok ini masih memiliki sifat liar yang tinggi. Saat peneliti datang kelompok ini langsung lari dan naik ke atas pohon. Titik-titik tersebut dijumpai pada areal tepi kawasan
hingga mendekati puncak. Hal ini berarti penyebaran Macaca nigra CA Tangkoko cukup luas dan mencakup tingkat ketinggian yang beragam. Titik perjumpaan kelompok Macaca nigra memperlihatkan adanya jarak antar kelompok. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan wilayah jelajah dan daerah teritori tiap kelompok. Menurut Wahyono dan Supriyatna (2000), wilayah jelajah kelompok Macaca nigra 114-320 ha. Meskipun memiliki daerah jelajah tersendiri, seringkali dijumpai adanya overlap wilayah jelajah yang menimbulkan terjadinya pertengkaran antargroup. 5.3.2 Kepadatan Populasi Penelitian mengenai kepadatan populasi dilakukan dengan melakukan direct encounter terhadap empat kelompok Macaca nigra dan penghitungan dilakukan dengan cara sensus. Luasan areal penelitian dianalisis dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 dan ditunjukkan oleh Gambar 14. Luasan areal penelitian diperoleh setelah data daily range empat kelompok yang diamati digabungkan. Penggabungan dilakukan dengan menggabungkan garis luar dan diberi jarak dengan pertimbangan jarak overlap daerah jelajah kelompok.
LAUT SULAWESI
CA TANGKOKO
Gambar 14 Peta areal pengamatan populasi.
Overlap antar kelompok terbesar adalah jarak 328 m dan jarak ini dijadikan patokan untuk menentukan titik terluar dari areal pengamatan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh luasan penelitian sebesar 686,46 Ha dan total individu kelompok Rambo I, Rambo II, Rambo III, serta Pantai Batu adalah 221 individu sehingga kepadatan kelompok 0,58 kelompok/km 2 dan kepadatan populasi adalah 32,20 ind/km2. Tabel 9 Kepadatan populasi Macaca nigra di CA Tangkoko Kepadatan Populasi (ind/km2) 300
No 1
Tahun 1978
2
1989
76,2
Sumber MacKinnon dan MacKinnon (1980)1 Sugardjito et al (1989)1
3
1994
66,7
Rosenbaum et al (1998)1
4
2000
30,0
Feistner(2000)2
5
2009
32,2
Hasil Penelitian ini
1
2
Sumber : Rosenbaum et al. (1998), Cawthon (2006)
Tabel 9 menunjukkan nilai kepadatan populasi yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Besarnya kepadatan populasi pada penelitian ini (32,2 ind/km 2) lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Faistner (2000) dalam Cawthon (2006) sebesar 30 ind/km2, dan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penelitian Rosenbaum et al. (1998) yakni sebesar 66,7 ind/km2. Perbedaan angka kepadatan populasi Macaca nigra yang didapatkan dari penelitian ini diduga terjadi karena dua hal yakni perbedaan metode pengamatan dan jumlah populasi yang turun. Metode yang digunakan oleh Rosenbaum et al. (1998) dan Sugardjito et al.(1989) adalah metode transek dengan panjang transek 5,2 – 5,5 km dengan lebar transek 100 m dan pengamatan jumlah kelompok dilakukan dengan pengamat paling sedikit dua orang. Kelemahan metode transek tersebut adalah terjadinya penghitungan ulang sehingga terjadi over estimate. Penelitian ini dilakukan dengan cara sensus dan luasan areal diperoleh dengan analisis melalui program ArcView 3.3 dan diperoleh jumlah kepadatan yakni sebesar 32,2 ind/km 2. Jumlah individu yang di dapat dari pengamatan ini lebih akurat karena dilakukan secara sensus, namun kelemahan dari metode ini adalah estimasi luasan penelitian yang terlalu kecil sehingga dapat terjadi over estimate. Penurunan angka kepadatan populasi ini, dapat pula diakibatkan oleh adanya kerusakan habitat CA Tangkoko. Menurut Wahyono dan Supriyatna (2000), Macaca nigra di CA Tangkoko kehilangan 60% habitatnya dari 12.000
km2 menjadi 4.800 km2. Penyebab umum hilangnya habitat yaitu karena kebakaran dan illegal logging yang dilakukan oleh masyarakat. Selain karena hilangnya habitat, penurunan kepadatan populasi ini diakibatkan oleh kegiatan perburuan. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terjadi penurunan kepadatan populasi sebanyak 51,72% dalam kurun waktu 15 tahun. Jika tidak ada usaha pencegahan terhadap kerusakan habitat dan perburuan yang menyebabkan penurunan habitat Macaca nigra maka diperkirakan akan punah dalam kurun waktu 30 - 40 tahun mendatang akan sulit dijumpai keberadaan Macaca nigra di CA Tangkoko. 5.4 Ancaman Terhadap Kelestarian Macaca nigra Selama penelitian, diketahui terdapat beberapa hal yang berpotensi mengancam kelestarian Macaca nigra yaitu kegiatan ekowisata, perburuan, kebakaran hutan, dan penebangan. 5.4.1 Kegiatan Ekowisata Kegiatan ekowisata sejak tahun 1980-an telah dikembangkan di TWA Batuputih dan CA Tangkoko. Kegiatan ekowisata ini sebenarnya sangat positif karena dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat dengan menjadi pemandu wisatawan yang berkunjung ke tempat ini. Tarif pemandu relatif mahal yakni antara Rp 60.000 - 250.000 per paket kegiatan/orang, tergantung dari paket ekowisata yang diinginkan. Tingginya permintaan terhadap paket wisata di TWA Batuputih menyebabkan kaidah ekowisata yang bertanggungjawab bergeser. Ekowisata dilakukan hingga ke dalam wilayah cagar alam. Pemandu melakukan berbagai cara untuk memuaskan wisatawan yang memiliki dampak negatif jangka panjang terhadap satwa. Pemandu berusaha sedekat mungkin dengan Macaca nigra dengan jarak kurang dari 5 m. Seringkali pemandu juga memberikan makanan kepada Macaca nigra agar satwa tersebut mendekat dengan harapan wisatawan puas. Hal inilah yang dalam jangka panjang dapat mengancam kelestarian Macaca nigra. Perilaku satwa yang terhabituasi dengan manusia menimbulkan sifat liar satwa jadi berkurang dan hal inilah yang mulai tampak pada kelompok Rambo II. Perubahan perilaku ini dapat menyebabkan berbagai permasalahan
antara lain meningkatnya resiko zoonosis, perubahan preferensi pakan satwa dari pemakan buah menjadi pemakan segalanya (omnivora) seperti manusia. Perubahan pola makan tampak jelas terjadi pada kelompok Rambo II. Kelompok ini sering mengais tempat sampah untuk mengambil makanan sisa wisatawan dan mengambil panen masyarakat (Gambar 15). Hal ini dapat meningkatkan resiko kematian satwa akibat penyakit serta meningkatnya perburuan terhadap satwa ini karena dianggap sebagai hama oleh masyarakat.
Gambar 15 Perilaku menyimpang monyet Rambo II. 5.4.2 Perburuan Perburuan Macaca nigra sebagai makanan dan hewan peliharaan merupakan penyebab penurunan populasi satwa ini (Rosenbaum et al., 1998). Hal ini sesuai dengan penelitian pasar yang dilakukan oleh Lee (1999) yang menyebutkan bahwa Macaca nigra selama tahun 1994-1997 di pasar penjualan daging jumlah penjulannnya sebesar 38,10 % dalam kategori hewan dilindungi yang diperjual belikan dan hampir semuanya diperoleh dari kawasan yang dilindungi. Daging Macaca nigra bagi sebagian orang di Sulawesi Utara merupakan makanan yang khas terutama dalam upacara hari besar keagamaan bagi umat nasrani. Tingginya permintaan terhadap daging Macaca nigra menyebabkan perburuan terhadap satwa ini terus berlangsung. Menurut informasi masyarakat setempat harga daging Macaca nigra di pasar tradisional ± Rp 30.000/Kg dan daging ini disukai karena memilki lemak lebih sedikit. Pemburu biasanya memasang dudeso atau jebakan yang terbuat dari tali tambang yang dapat menjerat kaki atau tangan Macaca nigra. Lokasi CA Tangkoko yang dekat
dengan akses dan adanya transek-transek penelitian menyebabkan mudahnya perburuan terhadap Macaca nigra. Berdasarkan pengamatan, di CA Tangkoko dudeso (Gambar 16) dipasang dalam jumlah yang banyak pada suatu areal hutan. Lokasi pemasangan sangat ditemukan yaitu di lokasi yang cukup sulit didatangi, terjal dan di luar jalur yang telah dibuat oleh petugas cagar alam. Dudeso satu dengan yang lain dipasang dengan jarak ± 100 m. Dalam areal dengan luas 500 m x 500 m ditemukan sebanyak 35 dudeso. Selain diburu karena dagingnya, masyarakat memburu satwa ini karena dianggap hama pertanian. Akibat berkurangnya habitat yang berpengaruh pada berkurangnya sumber pakan di hutan, Macaca nigra terutama kelompok Rambo II sering mengambil hasil kebun masyarakat seperti kelapa, singkong, dan mangga (Gambar 17). Dalam hal ini masyarakat yang memiliki kebun kesal dan memasang jebakan bahkan membunuh monyet ini. Penembakan satu ekor juvenil kelompok Rambo II terjadi pada akhir September 2009 karena pemilik kebun kesal akibat hasil panennya dicuri oleh kelompok ini. Upaya pencegahan agar kelompok Macaca nigra tidak mengambil hasil panen masyarakat sering dilakukan. Biasanya dilakukan dengan memukul seng, kayu, atau dengan petasan oleh polhut BKSDA dan tim pemandu wisata yang membuat satwa ini takut. Namun hal ini dirasa kurang efektif karena hanya akan menimbulkan efek sementara. Perbaikan habitat merupakan hal utama dalam mengatasi masalah ini, namun belum bisa dilakukan karena belum adanya kerjasama dari berbagai pihak.
Gambar 16 Dudeso (jebakan).
Gambar 17 M.nigra di kebun masyarakat.
5.4.3 Perusakan Habitat Perusakan habitat seperti penebangan, pembuatan shelter di dalam kawasan maupun pembakaran dengan sengaja merupakan masalah yang terus dihadapi oleh CA Tangkoko. Penebangan secara ilegal biasanya dilakukan di daerah pantai dan dilakukan dengan mengangkut kayu hasil tebangan dengan perahu. Modus seperti ini sudah sering terjadi namun tindakan pencegahan susah dilakukan oleh BKSDA Sulawesi Utara karena tidak adanya sarana seperti perahu boat untuk melakukan patroli. Kebakaran juga merupakan kejadian yang sering terjadi, selama waktu penelitian terjadi empat kali kebakaran pada areal hutan pasca terbakar. Kebakaran biasanya disengaja oleh oknum tertentu agar mempermudah pakan bagi ternak ataupaun oknum lain yang sengaja untuk mengecoh petugas BKSDA. Penanganan kebakaran dilakukan secara manual oleh petugas BKSDA dengan bantuan pemandu. Alat yang digunakan sangat sederhana yakni daun kelapa, dan fire shooter. Minimnya alat dalam memadamkan kebakaran menyebabkan kebakaran cepat meluas. Kondisi habitat setelah kebakaran ditunjukkan oleh Gambar 18.
Gambar 18 Kondisi habitat setelah kebakaran. Permasalahan di atas jika tidak diatasi dapat menyebabkan berkurangnya habitat Macaca nigra yang secara otomatis mengurangi ketersediaan pakan Macaca nigra yang pada akhirnya akan berdampak pada manusia. Saat ini, kelompok Rambo II sering meresahkan masyarkat karena sering mengambil hasil kebun masyarakat karena ketersediaan pakan di habitatnya sudah berkurang akibat kegiatan penebangan dan kebakaran hutan.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Macaca nigra dapat menempati berbagai tipe habitat di CA Tangkoko yakni habitat hutan dataran rendah (primer, sekunder, dan peralihan), hutan pantai, dan hutan pasca terbakar. 2. Diidentifikasi 57 jenis tumbuhan yang berasal dari 29 famili dengan keanekaragaman pohon paling tinggi terdapat pada tipe habitat peralihan. Indeks Similaritas (IS) lima tipe habitat adalah 7,40 % - 43,10 % dan strata tajuk pada lokasi penelitian didominasi oleh strata tajuk C (4-20 m). 3. Hutan dataran rendah primer dan peralihan merupakan habitat yang paling banyak dimanfaatkan Macaca nigra karena memiliki fungsi yang paling kompleks yakni berlindung, tidur, makan, bermain, dan beristirahat. Macaca nigra lebih banyak menghabiskan waktu pada habitat dengan tutupan tajuk lebih besar. 4. Macaca nigra memanfaatkan sumber air yang terdapat di sekitar habitat sebagai sumber air minum, mandi, mendinginkan suhu tubuh serta sebagai sarana bermain. Selain itu, Macaca nigra juga memanfaatkan air yang terdapat pada celah akar, banir, batang, dan daun sebagai sumber air minum. 5. Jenis Pakan Macaca nigra yang ditemui selama penelitian adalah sebanyak 19 jenis tumbuhan dan jenis terbanyak dari famili Moraceae. Selain itu, Macaca nigra juga mengkonsumsi beberapa jenis invertebrata. 6. Selama penelitian diketahui terdapat sembilan kelompok Macaca nigra, yang dijumpai pada ketinggian yang beragam. Empat kelompok diantaranya diamati dengan secara intensif dan jumlah individu kelompok berkisar antara 14 -72 individu/kelompok.
Kepadatan kelompok di CA
2
Tangkoko adalah 0,58 kelompok/ km dan kepadatan populasi sebesar 32,2 ind/km2. 7. Kegiatan ekowisata, perburuan, kerusakan habitat merupakan ancaman kelestarian Macaca nigra di Cagar Alam Tangkoko.
6.2. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tumbuhan-satwa di CA Tangkoko. 2. Pembatasan dan penegasan regulasi kegiatan ekowisata yang dilakukan terhadap Macaca nigra dalam upaya mempertahankan kelestarian dan keaslian sifat liar satwa ini serta adanya penelitian mengenai efek ekoturisme terhadap perilaku satwa. 3. Sosialisasi dan peningkatan kesadartahuan masyarakat tentang perlunya konservasi Macaca nigra di CA Tangkoko dalam upaya mengurangi konflik satwa-manusia, perburuan serta mendukung pelestarian Macaca nigra.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid 1. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Bercovitch FB dan Huffman MA .1999. The Macaques . Di dalam: Dolhinow P, Fuentes A. editor. The Non-Human Primates. California : Mayfield Publishing Company. hlm 77-85. Bercovith FB. 1999. The Psycology of Male Reproductive Strategies. Di dalam: Dolhinow P, Fuentes A. The Non-Human Primates. California : Mayfield Publishing Company. hlm 238-244. Bolen RG, Robinson WL. 2003. Wildlife Ecology and Management Fifth Edition. New Jersey: Pearson Education. Cawthon L. 2006. Primate Factsheet Crested Balck Macaque (Macaca nigra) Taxonomy, Morphology, and Ecology. http://pin.primate.wisc.edu.factsheet/entry/crested_black_macaque. [25 April 2009]. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. [ISSG]
Invasive Species Specialist Group. Spathodea campanulata. http://www.issg.org/database/species/ecology.asp?fr=1&si=75 [3 Desember 2009].
Kartono AP. 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Bogor: Laboratorium Ekologi Satwaliar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Kinnaird MF. dan O’Brien TG. 1999. A Contextual Analysis of The Loud Call of The Sulawesi Crested Black Macaque (Macaca nigra). Tropical Biodiversity 6 (1&2): 37-42. Kinnaird MF, O’Brien TG, dan Suryadi S. 1999. The Importance of Figs to Sulawesi Imperiled Wildlife. Tropical Biodiversity 6 (1&2): 5-18. Lee RJ. 1999. Market Hunting Pressure in North Sulawesi Indonesia. Tropical Biodiversity 6 (1&2); 145-162. Moen AN. 1973. Wildlife Ecology. United States of America: WH Freeman and Company.
Nowak RM. 1999. Walker’s Primates of The World. Baltimore: The John Hopkins University Press. O’Brien TG, Kinnaird MF. 1997. Behaviour, Diet, and Movement of The Sulawesi Crested Black Macaque (Macaca nigra). International Journal of Primatology 18(3): 321-351. Pombo AR, Waltert M, Mansjoer SS, Mardiastuti A, Mühlenberg M. 2004. Home Range, Diet and Behaviour of the Tonkean Macaque (Macaca tonkeana). in Lore Lindu National Park, Sulawesi. Di dalam : Gerold G, Fremerey M, Guhardja E, editor. Land Use, Nature Conservation and the Stability of Rainforest Margins in Southeast Asia. Berlin: Springer. Reed C, O’Brien TG, Kinnaird, MF. 1997. Male Social Behaviour and Dominance in The Sulawesi Crested Black Macaque (Macaca nigra). International Journal of Primatology 18(2): 247-260. Rosenbaum B, O’Brien TG, Kinnaird MF, Supriyatna J. 1998. Population Densities of Sulawesi Black Crested Macaque (Macaca nigra) on Bacan and Sulawesi, Indonesia: Effect of Habitat Disturbance and Hunting. American Journal of Primatology 44: 89-106. Rowe N. 1996. Pictorial Guide to the Living Primates. New York: Pogonias Press. Saroyo, Mansjoer SS, Watanabe, K, Enomoto T, Mansjoer I, Sajuthi D. 2004. Jelajah Harian dan Daerah Jelajah Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) Kelompok Rambo II di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara. Jurnal Primatologi Indonesia 4(1): 15-20. Saroyo. 2005. Karakteristik Dominansi Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko Batuangus Sulawesi Utara [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarja, Sarjana Institut Pertanian Bogor. Setiawan DH. 2008. Karakteristik Habitat dan Pola Penyebaran Musang Mentawai (Paradoxurus lignicolor, Miller 1903) di Area Siberut Conservation Program Pulau Siberut Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Soerianegara, Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Supriyatna J, Edy HW. 2000. Panduan Lapangan Primata Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor. Supriatna J, Andayani N. 2008. Macaca nigra. 2008 IUCN Red List of Threatened Species. www.iucnredlist.org. [3 Desember 2009].
Tarmudji, MacKinnon J. 1980. Cagar Alam Tangkoko-Dua Saudara Rencana Pengelolaan 1981-1986. Jakarta : World Wildlife Fund.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Profil vegetasi tiap tipe habitat (lanjutan)
Lampiran 1. Profil vegetasi tiap tipe habitat (Lanjutan)
HUTAN PASCA TERBAKAR
Lampiran 2. Analisis vegetasi hutan dataran rendah primer A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon No Petak
No
Nama Ilmiah
Keliling (cm) 280 163
Diameter (cm) 89.17197 51.91083
Diameter (m) 0.8917197 0.5191083
lbds 0.62420376 0.21153664
19 13
13 1.5
Strata Tajuk C C
88 71 364 73 330 113 146 82
28.02548 22.61146 115.9236 23.24841 105.0955 35.98726 46.49682 26.11465
0.2802548 0.2261146 1.159236 0.2324841 1.050955 0.3598726 0.4649682 0.2611465
0.06165606 0.04013533 1.05490506 0.04242835 0.86703753 0.10166401 0.16971341 0.05353503
16 18 21 10 26 17 16 18
12 14 19 7 21 13 15 15
C C B C B C C C
Tinggi Total
TBC
3 4 5 6 7 8 9 10
Gopasa Titolang Gopasa Kayu Pisang Rao Nantu Maombi Kenanga
Ficus variegata Dendrocnidae microstigma Vitex coffasus Polyscias nodosa Vitex coffasus Pistonia umbelivera Dracontomelon dao Palaquium obtusifolium. Arthocarpus dadah Cananga odorata
2
11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nantu Kenanga Kenanga Beringin Salakapuk Kenanga Kenanga Kenanga Kenanga
Palaquium obtusifolium. Cananga odorata Cananga odorata Ficus sp. Polyalthia rumphii Cananga odorata Cananga odorata Cananga odorata Cananga odorata
192 72 107 860 97 90 97 190 148
61.1465 22.92994 34.07643 273.8854 30.89172 28.66242 30.89172 60.50955 47.13376
0.611465 0.2292994 0.3407643 2.738854 0.3089172 0.2866242 0.3089172 0.6050955 0.4713376
0.29350322 0.0412739 0.09115444 5.88853717 0.07491242 0.06449044 0.07491242 0.28742034 0.17439492
22 20 19 28 18 20 22 26 23
17 11 15 18 7 15 21 20 20
B B C B C B B B B
3
20 21 22 23 24 25
Kenanga Gora Kenanga Krikis Bombongan Rao
Cananga odorata Syzigium densiflora. Cananga odorata Homalium celebicum Syzigium polycepaloides Dracontomelon dao
195 62 161 88 230 352
62.10191 19.74522 51.27389 28.02548 73.24841 112.1019
0.6210191 0.1974522 0.5127389 0.2802548 0.7324841 1.121019
0.30274681 0.03060509 0.20637743 0.06165606 0.42117837 0.98649662
23 15 23 13 22 32
19 6 20 8 15 18
B C B C B A
1
1 2
Nama Daerah Coro Sosoro
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak
3
4
5
No
Nama Daerah
26
Sososro
27 28
Tatingona Leu
29 30 31 32
Rao Kenanga Kenanga Kenanga
33
Sosoro
34
Sosoro
35 36 37 38
Nama Ilmiah Dendrocnidae microstigma Eugenia accuminatisma Dracontomelon mangiferum Dracontomelon dao Cananga odorata Cananga odorata Cananga odorata
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
Strata Tajuk
Tinggi Total
TBC
64
20.38217
0.2038217
0.03261148
7
3
C
64 80
20.38217 25.47771
0.2038217 0.2547771
0.03261148 0.05095543
10 14
6 10
C C
176 172 64 156
56.05096 54.77707 20.38217 49.68153
0.5605096 0.5477707 0.2038217 0.4968153
0.24662424 0.2355414 0.03261148 0.19375797
20 21 18 23
17 18 14 20
B B C B
91
28.98089
0.2898089
0.06593152
13
10
C
72
22.92994
0.2292994
0.0412739
15
9
C
Gora Krikis Nantu Coro
Dendrocnidae microstigma Dendrocnidae microstigma Syzigium densiflora Homalium celebicum Palaquium obtusifolium Ficus variegata
91 74 75 254
28.98089 23.56688 23.88535 80.89172
0.2898089 0.2356688 0.2388535 0.8089172
0.06593152 0.04359873 0.04478503 0.51366242
11 19 14 22
5 16 8 19
C C C B
39 40 41 42
K.Bunga Gora Krikis Kenanga
Spathodea campanulata Syzigium densiflora Homalium celebicum Cananga odorata
107 106 87 118
34.07643 33.75796 27.70701 37.57962
0.3407643 0.3375796 0.2770701 0.3757962
0.09115444 0.08945859 0.06026275 0.11085989
18 13 13 23
15 8 7 20
C C C B
43 44
Kenanga Bombongan
Cananga odorata Syzigium polycepaloides
123 86
39.17197 27.38854
0.3917197 0.2738854
0.12045379 0.05888537
23 24
18 19
B B
45
Krikis
Homalium celebicum
86
27.38854
0.2738854
0.05888537
10
15
C
46
Sirung Paniki Manggis Nantu
Sterculia comosa
119
37.89809
0.3789809
0.11274682
20
17
B
Garcinia sp. Palaquium obtusifolium
79 364
25.15924 115.9236
0.2515924 1.159236
0.04968951 1.05490506
14 34
11 27
C A
47 48
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak
No 49 50 51
5
Nama Daerah Salense Gora Manggis
Nama Ilmiah Barringtonia acungulata Syzigium densiflora Garcinia sp.
Keliling (cm)
Diameter (cm)
67 64 66
21.33758 20.38217 21.01911
Diameter (m)
lbds
0.2133758 0.2038217 0.2101911
0.03574045 0.03261148 0.03468153
Strata Tajuk
Tinggi Total
TBC 11 17 14
6 12 11
B B B
B. Tally sheet analisis vegetasi tingkat tiang No Petak
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
1
1
Kapuk Hutan
2
2 3 4 5 6 7
3
8
-
34
10.82803
0.1082803
0.00920383
Total 9
TBC 1.8
Kapuk Hutan Kenanga Kapuk Hutan Maombi Maombi Gnemon
Cananga odorata Artocarpus dadah Artocarpus dadah Gnetum gnemoides
36 44 34 58 55 51
11.46497 14.01274 10.82803 18.47134 17.51592 16.24204
0.1146497 0.1401274 0.1082803 0.1847134 0.1751592 0.1624204
0.01031847 0.01541402 0.00920383 0.02678345 0.02408439 0.0207086
8 16 11 15 16 10
2.4 13 1.9 12 13 3
Mengkudu Daun besar Sosoro
Morinda citrifolia
7
2.229299
0.02229299
0.00039013
7
1.8
Dendrocnidae microstigma
8
2.547771
0.02547771
0.00050955
8
5
11
Nantu
16
5.095541
0.05095541
0.00203822
16
13
12
Pamaling
Palaquium obtusifolium Leea indica
10
3.184713
0.03184713
0.00079618
10
1.7
13 14 15 16
Kapuk Hutan Sala Kapuk Manggis Manggis
Polyalthia rumphii Garcinia sp Garcinia sp
47 37 57 54
14.96815 11.78344 18.15287 17.19745
0.1496815 0.1178344 0.1815287 0.1719745
0.01758757 0.01089968 0.02586785 0.02321655
8 9 11 13
2 6 8 9
9
4
5
lbds
Tinggi (m)
Ket
C. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pancang No Petak 1
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Jumlah Individu 1 6 2 8 3
1 2 3 4 5
Gora Nantu Leu Salakapuk Manggis
Syzigium sp. Palaquium obtusifolium Dracontomelon mangiferum Polyalthia rumphii Garcinia sp.
2
6 7 8 9 10 11 12
Mengkudu daun kecil Kayu Kambing Gopasah Kayu Damar Pamaling Leleng Salense
Morinda citrifolia Garuga bundafloria Vitex coffasus Leea indica Chlorodendron minahasae Barringtonia acungulata
1 1 1 1 2 1 1
3
13 14 15 16 17 18 19
Pamaling Gopasah Bombongan Gora Salakapuk Mengkudu Daun Besar Mengkudu daun kecil
Leea indica Vitex coffasus Syzigium polycephaloides Syzigium sp. Polyalthia rumphii Morinda citrifolia Garuga bundafloria
6 1 1 1 1 1 1
4
20 21 22 23
Manggis Salense Nantu Pamaling
Garcinia sp. Barringtonia acungulata Palaquium obtusifolium Leea indica
6 2 2 3
5
24 24 25
Salakapuk Salense Bugis
Polyalthia rumphii Barringtonia acungulata Coderciodendron pinatum
13 1 1
D. Tally sheet analisis vegetasi tingkat semai No Petak 1
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6
Nantu Salakapuk Manggis Bugis Lemon Hutan Beringin
Palaquium obtusifolium Polyalthia rumphii Coderciodendron pinatum Ficus sp
Jumlah Individu 5 1 4 1 1 1
2
8 9 10 11
Kayu Damar Manggis Salakapuk Kedondong
Polyalthia rumphii -
1 3 7 1
3
12 13 14 15
Gora Salakapuk Nantu Manggis
Syzigium sp. Polyalthia rumphii Palaquium obtusifolium -
3 5 1 3
4
16 17 18 19
Manggis hutan Salakapuk Pamaling Nantu
Polyalthia rumphii Leea indica Palaquium obtusifolium
13 1 1 3
5
20 21
Manggis Hutan Salakapuk
Polyalthia rumphii
4 5
E. Perhitungan INP tingkat Pohon No
∑/plot
1
Ficus variegata
2
K (ind/ Ha) 10
2
D. microstigma
4
20
7.84
3
0.6
8.82
0.351354
1.75677
2.32
18.99
0.0784314
-2.545531
-0.1996495
3
Vitex coffasus
2
10
3.92
1
0.2
2.94
1.116561
5.582805
7.37
14.23
0.0392157
-3.238678
-0.127007
4
Polyscias nodosa
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.040135
0.200677
0.26
5.17
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
6
Pistonia umbelivera
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.042428
0.212142
0.28
5.18
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
7
Dracontomelon dao
3
15
5.88
2
0.4
5.88
2.100158
10.50079
13.86
25.63
0.0588235
-2.833213
-0.1666596
8
Arthocarpus dadah
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.169713
0.848567
1.12
6.02
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
9
Cananga odorata
14
70
27.45
4
0.8
11.76
1.551839
7.759195
10.24
49.46
0.2745098
-1.292768
-0.3548776
10
P. obtusifolium.
4
20
7.84
4
0.8
11.76
1.450072
7.25036
9.57
29.18
0.0784314
-2.545531
-0.1996495
11
Polyalthia rumphii
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.074912
0.374562
0.49
5.40
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
12
Syzigium densiflora
4
20
7.84
3
0.6
8.82
0.218607
1.093035
1.44%
18.11
0.0784314
-2.545531
-0.1996495
13
Garcinia sp.
2
10
3.92
1
0.2
2.94
0.084371
0.421855
0.56
7.42
0.0392157
-3.238678
-0.127007
15
B.acungulata
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.03574
0.178702
0.24
5.14
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
16
4
20
7.84
2
0.4
5.88
0.180804
0.90402
1.19
14.92
0.0784314
-2.545531
-0.1996495
17
Homalium celebicum Sterculia comosa
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.112747
0.563734
0.74
5.65
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
18
S.campanulata
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.091154
0.455772
0.60
5.50
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
19
2
10
3.92
2
0.4
5.88
0.480064
2.40032
3.17
12.97
0.0392157
-3.238678
-0.127007
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.032611
0.163057
0.22
5.12
0.0196078
-3.931826
-0.0770946
21
Syzigium polycepaloides Eugenia accuminatisma D.mangiferum
1
5
1.96
1
0.2
2.94
0.050955
0.254777
0.34
5.24
0.0196078
-3.931826
0.0770946
22
Ficus sp.
1
5
1.96
1
0.2
2.94
5.588854
27.94427
36.89
41.79
0.0196078
-3.931826
0.0770946
75.75871
100.
20
Nama Jenis
51
255
KR (%)
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
pi(ni/N)
Ln pi
3.92
Petak contoh dijumpai 2
0.4
5.88
1.37866
6.8933
9.10
18.90
0.0392157
-3.238678
-0.127007
100
34
6.8
100
Pi ln pi
-2.5991094
F. Perhitungan INP tingkat Tiang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP(%)
pi(ni/N)
Ln Pi
pi*ln pi
1
Kapuk Hutan
4
80
25.00
3
0.6
23.08
0.046314
0.9262741
23.49
71.57
0.25
-1.3862944
-0.3465736
2
Garcinia sp
2
40
12.50
1
0.2
7.69
0.049084
0.981688
24.90
45.09
0.125
-2.0794415
-0.2599302
3
Polyalthia rumphii
1
20
6.25
1
0.2
7.69
0.0109
0.2179936
5.53
19.47
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
4
Leea indica
2
40
12.50
2
0.4
15.38
0.000924
0.0184713
0.47
28.35
0.125
-2.0794415
-0.2599302
5
Palaquium obtusifolium
1
20
6.25
1
0.2
7.69
0.002038
0.0407643
1.03
14.98
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
6
1
20
6.25
1
0.2
7.69
0.00051
0.0101911
0.26
14.20
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
7 8
Dendrocnidae microstigma Morinda citrifolia Artocarpus dadah
1 2
20 40
6.25 12.50
1 1
0.2 0.2
7.69 7.69
0.00039 0.050868
0.0078025 1.0173566
0.20 25.80
14.14 45.99
0.0625 0.125
-2.7725887 -2.0794415
-0.1732868 -0.2599302
9
Gnetum gnemoides
1
20
6.25
1
0.2
7.69
0.020709
0.4141721
10.50
24.45
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
10
Cananga odorata
1
20
6.25
1
0.2
7.69
0.015414
0.3082803
7.82
21.76
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
16
320
100.00
2.6
100.00
0.19715
3.9429941
100.0
300.00
-2.1660849
G. Perhitungan INP tingkat Pancang Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak dijumpai
F
FR (%)
INP
1
Syzigium densiflora
2
160
2.94
2
0.4
8.00
10.94
2 3
Palaquium obtusifolium Dracontomelon mangiferum
8 2
640 160
11.76 2.94
2 1
0.4 0.2
8.00 4.00
4 5
Polyalthia rumphii Garcinia sp.
22 9
1760 720
32.35 13.24
2 2
0.4 0.4
8.00 8.00
No
pi(n/Ni)
ln pi
Pi ln pi
0.0294118
-3.5263605
-0.1037165
19.76 6.94
0.1176471 0.0294118
-2.1400662 -3.5263605
-0.2517725 -0.1037165
40.35 21.24
0.3235294 0.1323529
-1.1284653 -2.0222831
-0.3650917 -0.2676551
G. Perhitungan INP tingkat Pancang (lanjutan) No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak dijumpai
F
FR (%)
INP
pi(n/Ni)
ln pi
Pi ln pi
6
Morinda bracteata
2
160
2.94
2
0.4
8.00
10.94
0.0294118
-3.5263605
-0.1037165
7 8
Garuga bundafloria Vitex coffasus
1 2
80 160
1.47 2.94
1 2
0.2 0.4
4.00 8.00
5.47 10.94
0.0147059 0.0294118
-4.2195077 -3.5263605
-0.0620516 -0.1037165
9 10
Leea indica Syzigium polycephaloides
11 1
880 80
16.18 1.47
3 1
0.6 0.2
12.00 4.00
28.18 5.47
0.1617647 0.0147059
-1.8216124 -4.2195077
-0.2946726 -0.0620516
11 12
Barringtonia acungulata Kooderciodendron pinatum
4 1
320 80
5.88 1.47
3 1
0.6 0.2
12.00 4.00
17.88 5.47
0.2105263 0.0147059
-1.5581446 -4.2195077
-0.3280304 -0.0620516
13 14
Chlorodendron minahasae Morinda citrifolia
1 1
80 80
1.47 1.47
1 1
0.2 0.2
4.00 4.00
5.47 5.47
0.0147059 0.0147059
-4.2195077 -4.2195077
-0.0620516 -0.0620516
15
Kayu Damar
1
80
1.47
1
0.2
4.00
5.47
0.0147059
-4.2195077
-0.0620516
KR
F
FR
INP
ln Pi
Pi Ln Pi
H. Perhitungan INP tingkat semai No
Nama Jenis
∑
Petak Dijumpai
K
ni/N
(ind./ha)
1 2
Palaquium obtusifolium Polyalthia rumphii
9 19
3 4
4500 9500
(%) 0.14285714 0.3015873
0.6 0.8
(%) 15.79 21.05
30.08 51.21
0.1428571 0.3015873
-1.9459101 -1.1986957
-0.2779872 -0.3615114
3 4
Manggis Coderciodendron pinatum
10 1
3 1
5000 500
0.15873016 0.01587302
0.6 0.2
15.79 5.26
31.66 6.85
0.1587302 0.015873
-1.8405496 -4.1431347
-0.2921507 -0.065764
5 6
Beringin Kayu Damar
1 1
1 1
500 500
0.01587302 0.01587302
0.2 0.2
5.26 5.26
6.85 6.85
0.015873 0.015873
-4.1431347 -4.1431347
-0.065764 -0.065764
7 8
Spondias dulcis Leea indica
1 1
1 1
500 500
0.01587302 0.01587302
0.2 0.2
5.26 5.26
6.85 6.85
0.015873 0.015873
-4.1431347 -4.1431347
-0.065764 -0.065764
9
Manggis HUtan
17
3
8500
0.26984127
0.6
15.79
42.77
0.2698413
-1.3099214
-0.3534708
10
Syzigium sp.
3
1
1500
0.04761905
0.2
5.26
10.03
0.047619
-3.0445224
-0.1449773
3.8
100.00
200.00
63
31500
-1.7589176
H. Profil vegetasi No
Jenis
Tinggi TT
DBH
Tajuk (m)
Posisi Pohon
1
Sirung Paniki
20
TBc 17
37.89809
Pj 8
Pd 4
Ort 120
(pj+pd)/2 6
Ls 28.26
X 10
y 0
2 3
Manggis Nantu
14 34
11 27
25.15924 115.9236
5 13
4 9
60 50
4.5 11
15.89625 94.985
6 5
11 12
4
Salense
11
6
21.33758
9
5
235
7
5
Gora
17
12
20.38217
13
6
140
9.5
38.465
7
14
70.84625
4
15
6
Manggis
14
11
21.01911
18
7
3
12.5
122.65625
2
12
Lampiran 3. Analisis vegetasi hutan dataran rendah sekunder B. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon No Petak 1
2
3
No
5 6
Nama Daerah Kayu Telur Salense Bintangar Mengkudu Daun Besar Bintangar Bintangar
7 8 9 10
Kayu Mas Ketapang Beringin Kayu Kapur
11
Salense
Nauclea orientalis Terminalia cattapa Ficus sp. Melanolephis multiglandulosa Barringtonia acungulata
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Maumbi Binunga Kayu Telur Kayu Bunga M. D. Besar Tagalolo M. D. Besar Salense Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Bintangar Bintangar Bintangar Binunga
Arthocarpus dada Macaranga sp. Alstonia scholaris Spathodea campanulata Morinda citrifolia Ficus septica Morinda citrifolia Barringtonia acungulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Kleinhovia hospita Kleinhovia hospita Kleinhovia hospita Macaranga sp
1 2 3 4
Nama Ilmiah
Keliling (cm) 299 70 230 70
Diameter (cm) 95.22293 22.29299 73.24841 22.29299
Diameter (m) 0.952229 0.22293 0.732484 0.22293
0.711791 0.039013 0.421178 0.039013
22 11 10 3
12 3 3 1.5
Strata Tajuk B C C D
Kleinhovia hospita Kleinhovia hospita
96 104
30.57325 33.12102
0.305733 0.33121
0.073376 0.086115
15 15
2 10
C C
295 293 71 142
93.94904 93.3121 22.61146 45.22293
0.93949 0.933121 0.226115 0.452229
0.692874 0.683511 0.040135 0.160541
18 15 9 14
1.6 8 2.5 3.5
C C C C
82
26.11465
0.261147
0.053535
8
4.5
C
191 80 174 86 74 60 76 79 117 144 239 97 130 131 106
60.82803 25.47771 55.41401 27.38854 23.56688 19.10828 24.20382 25.15924 37.26115 45.85987 76.11465 30.89172 41.40127 41.71975 33.75796
0.60828 0.254777 0.55414 0.273885 0.235669 0.191083 0.242038 0.251592 0.372612 0.458599 0.761147 0.308917 0.414013 0.417198 0.33758
0.290454 0.050955 0.241051 0.058885 0.043599 0.028662 0.045987 0.04969 0.108989 0.165096 0.454785 0.074912 0.134554 0.136632 0.089459
19 13 12 11 6 8 8 8 10 16 14 10 10 10 13
12 9 9 5.5 2.5 3 2.5 2 4 9 11 9 2 2 9
C C C C C C C C C C C C C C C
Alstonia scholaris Barringtonia acungulata Kleinhovia hospita Morinda citrifolia
lbds
Tinggi Total
TBC
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak 4 5
No 26 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Nama Daerah Binunga Coro Coro Kayu Bunga Kayu Bunga Bintangar Bintangar M. D. Besar M. D. Besar M. D. Besar
Nama Ilmiah Macaranga sp Ficus variegata Ficus variegata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Kleinhovia hospita Kleinhovia hospita Morinda citrifolia Morinda citrifolia Morinda citrifolia
Keliling (cm) 106 184 158 137 210 80 85 85 100 82
Diameter (cm) 33.75796 58.59873 50.31847 43.63057 66.87898 25.47771 27.07006 27.07006 31.84713 26.11465
Diameter (m) 0.33758 0.585987 0.503185 0.436306 0.66879 0.254777 0.270701 0.270701 0.318471 0.261147
lbds
Tinggi Total
0.089459 0.269554 0.198758 0.149435 0.351115 0.050955 0.057524 0.057524 0.079618 0.053535
TBC 13 18 14 15 14 11 11 8 8 7
9 12 8 10 8 8 1.8 5 1.3 1.6
Strata Tajuk C C C C C C C C C C
C. Tally sheet analisis vegetasi tingkat tiang No Petak 1
2 3
4
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Mengkudu Daun Besar Mengkudu Daun Besar Mengkudu Daun Besar Titolang Sirung Paniki Mengkudu Daun Besar Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Tagalolo Kayu Bunga Salense Salense
Morinda citrifolia Morinda citrifolia Morinda citrifolia Polyscias nodosa Sterculia comosa Morinda citrifolia Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Ficus septica Spathodea campanulata Barringtonia acungulata Barringtonia acungulata
Keliling (cm) 45 39 45 32 40 37 53 42 54 60 36 47 57
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
14.33121 12.42038 14.33121 10.19108 12.73885 11.78344 16.87898 13.3758 17.19745 19.10828 11.46497 14.96815 18.15287
0.1433121 0.1242038 0.1433121 0.1019108 0.1273885 0.1178344 0.1687898 0.133758 0.1719745 0.1910828 0.1146497 0.1496815 0.1815287
0.01612261 0.01210987 0.01612261 0.00815286 0.01273885 0.01089968 0.02236465 0.01404459 0.02321655 0.02866242 0.01031847 0.01758757 0.02586785
Tinggi (m) Total 17 8 9 11 7 7 8 7 12 8 11 8 7
TBC 9 2 2 9 3 16 3.5 1.5 10 3 7 2.5 4
B. Tally sheet analisis vegetasi tingkat tiang (lanjutan) No Petak 5
No 14 15 16
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Salense Kayu Bunga Salense
Barringtonia acungulata Spathodea campanulata Barringtonia acungulata
Keliling (cm) 47 52 51
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
14.96815 16.56051 16.24204
0.1496815 0.1656051 0.1624204
0.01758757 0.02152866 0.0207086
C. Analisis vegetasi tingkat pancang No Petak 1
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4
Lemon Hutan Nantu Wolo Mengkudu
Palaquium sp. Pterospermum diversifolia Morinda citrifolia
2
5 6 7 8 9 10
Kayu Sirih Salense Leleng Sirung Paniki Mengkudu Daun Lebar Kayu Damar
Piper aduncum Barringtonia acungulata Chlorodendron minahasae Sterculia comosa Morinda citrifolia
1 2 1 2 1 2
3
11 12 13
Mengkudu Daun Lebar Salense Kayu Bunga
Morinda citrifolia Barringtonia acungulata Spathodea campanulata
1 3 5
4
14 15 16 17 18 19 20
Leleng Mengkudu Wariu Mahangkopi Salense Kayu Arang Pamaling
Chlorodendron minahasae Morinda citrifolia Alianthus integrifolia
1 1 1 1 3 1 1
Barringtonia acungulata Sauauia sp. Leea indica
Jumlah Individu 3 1 1 1
Tinggi (m) Total 7 8 8
TBC 3 5.5 1.5
D. Analisis vegetasi tingkat pancang (lanjutan) No Petak 5
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
21 22 23 24 25 26 27 28 21
Kayu Bunga Kayu Kapuk Kayu Damar Salense Kenanga Kayu Arang Titolang Wolo Kayu Bunga
Spathodea campanulata Barringtonia acungulata Cananga odorata Saurauia sp. Gastonia sp Pterospermum diversifolia Spathodea campanulata
Jumlah Individu 1 1 1 1 1 1 1 1 1
E. Tally sheet analisis vegetasi tingkat semai No Petak 1
2
3
4 5
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Salense Sirung Paniki Kayu Pisang Gora Beringin Bintangur Sirung Paniki Salense Salense Sirung Paniki Malakat Wolo Salense Gora Salense Kayu Damar Kayu Kapur Kenanga Leleng Titolang
Barringtonia acungulata Sterculia comosa Pistonia umbelivera Syzigiumsp. Ficus sp. Callophylum soulatri Sterculia comosa Barringtonia acungulata Barringtonia acungulata Sterculia comosa Pterospermum diversifolia Barringtonia acungulata Syzigiumsp. Barringtonia acungulata Melanolephis multiglandulosa Cananga odorata Chlorodendron minahasae Gastonia sp
Jumlah Individu 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 34 1 13 1 2 1 1
F. Perhitungan INP tingkat pohon No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
ln ni/N
pi ln pi
1 2 3
A.scholaris B.acungulata Kleinhovia hospita Morinda citrifolia Nauclea orientalis Melanolephis multiglandulosa Arthocarpus dadah Macaranga sp. Spathodea campanulata Ficus septica Ficus variegata Terminalia cattapa Ficus sp.
2 3 8
10 15 40
5.56 8.33 22.22
2 3 3
0.4 0.6 0.6
8.70 13.04 13.04
0.95284233 0.14223727 1.03524686
4.76421167 0.71118633 5.17623429
15.13 2.26 16.44
29.38 23.63 51.70
0.055556 0.083333 0.222222
-2.8903718 -2.4849066 -1.5040774
-0.160576 -0.207076 -0.334239
6
30
16.67
3
0.6
13.04
0.31927543
1.59637715
5.07
34.78
0.166667
-1.7917595
-0.298627
1
5
2.78
1
0.2
4.35
0.69287414
3.46437068
11.00
18.13
0.027778
-3.5835189
-0.099542
1
5
2.78
1
0.2
4.35
0.1605414
0.80270701
2.55
9.67
0.027778
-3.5835189
-0.099542
1
5
2.78
1
0.2
4.35
0.29045386
1.45226932
4.61
11.74
0.027778
-3.5835189
-0.099542
3 6
15 30
8.33 16.67
2 3
0.4 0.6
8.70 13.04
0.19659235 1.28830414
0.98296175 6.44152068
3.12 20.45
20.15 50.16
0.083333 0.166667
-2.4849066 -1.7917595
-0.207076 -0.298627
1 2 1
5 10 5
2.78 5.56 2.78
1 1 1
0.2 0.2 0.2
4.35 4.35 4.35
0.02866242 0.46831213 0.68351112
0.1433121 2.34156064 3.41755559
0.46 7.43 10.85
7.58 17.34 17.98
0.027778 0.055556 0.027778
-3.5835189 -2.8903718 -3.5835189
-0.099542 -0.160576 -0.099542
1 36
5 180
2.78 100.0
1
0.2 4.6
4.35 100.00
0.04013533 6.29898877
0.20067666 31.4949439
0.64 100.00
7.76 300.00
0.027778
-3.5835189
-0.099542 -2.264049
ni/N
Ln pi
pi ln pi
4 5 7 8 9 10 11 12 13 14
G. Perhitungan INP tingkat tiang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
1
M. citrifolia
4
80
25.00
2
0.4
20.00
0.05525477
1.10509546
19.87
64.87
0.25
-1.3862944
-0.3465736
2
Polyscias nodosa
1
20
6.25
1
0.2
10.00
0.00815286
0.16305724
2.93
19.18
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
G. Perhitungan INP tingkat tiang (lanjutan) No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
3
Sterculia comosa
1
20
6.25
1
0.2
10.00
0.01273885
0.25477693
4.58
20.83
4
S. campanulata
5
100
31.25
3
0.6
30.00
0.09147293
1.82945868
32.90
5
Ficus septica
1
20
6.25
1
0.2
10.00
0.02866242
0.57324839
10.31
6
B. acungulata
4
80
25.00
2
0.4
20.00
0.08175159
1.63503188
16
320
100.0
2
100.00
0.27803343
5.56066858
ni/N
Ln pi
pi ln pi
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
94.15
0.3125
-1.1631508
-0.3634846
26.56
0.0625
-2.7725887
-0.1732868
29.40
74.40
0.25
-1.3862944
-0.3465736
100.00
300.00
H. Perhitungan INP tingkat pancang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
INP
ni/N
ln (ni/N)
pi ln pi
1
P.obtusifolium
1
400
2.50
1
0.2
4.00
6.50
0.025
-3.6888795
-0.092222
2 3
P.diversifolia Morinda citrifolia
2 4
800 1600
5.00 10.00
2 4
0.4 0.8
8.00 16.00
13.00 26.00
0.05 0.1
-2.9957323 -2.3025851
-0.1497866 -0.2302585
4 5
B.acungulata C. minahasae
8 2
3200 800
20.00 5.00
4 2
0.8 0.4
16.00 8.00
36.00 13.00
0.2 0.05
-1.6094379 -2.9957323
-0.3218876 -0.1497866
6
Sterculia comosa
2
800
5.00
1
0.2
4.00
9.00
0.05
-2.9957323
-0.1497866
7
S.campanulata
7
2800
17.50
2
0.4
8.00
25.50
0.175
-1.7429693
-0.3050196
8
A. integrifolia
1
400
2.50
1
0.2
4.00
6.50
0.025
-3.6888795
-0.092222
9 10 11
Leea indica M. multigalndulosa Cananga odorata
1 2 1
400 800 400
2.50 5.00 2.50
1 1 1
0.2 0.2 0.2
4.00 4.00 4.00
6.50 9.00 6.50
0.025 0.05 0.025
-3.6888795 -2.9957323 -3.6888795
-0.092222 -0.1497866 -0.092222
12
Kayu Damar
3
1200
7.50
2
0.4
8.00
15.50
0.075
-2.5902672
-0.19427
13
Kayu Arang
3
1200
7.50
2
0.4
8.00
15.50
0.075
-2.5902672
-0.19427
14
Mahangkopi
3
1200
7.50
1
0.2
4.00
11.50
0.075
-2.5902672
-0.19427
40
16000
100.0
5
100.00
200.00
-2.4080102
-1.5764922
I. Perhitungan INP tingkat semai No
1
Nama Jenis
∑
Petak dijumpai
K
KR
(ind./ha)
(%)
F
FR
INP
ni/N
ln (ni/N)
pi ln pi
(%)
Barringtonia acungulata Sterculia comosa Pistonia umbelivera Syzigiumsp. Ficus sp
50
5
25000
73.53
1
25.00
98.53
0.7352941
-0.3074847
-0.2260917
5 1
3 1
2500 500
7.35 1.47
0.6 0.2
15.00 5.00
22.35 6.47
0.0735294 0.0147059
-2.61006979 -4.21950771
-0.1919169 -0.0620516
2 1
2 1
1000 500
2.94 1.47
0.4 0.2
10.00 5.00
12.94 6.47
0.0294118 0.0147059
-3.52636052 -4.21950771
-0.1037165 -0.0620516
1
1
500
1.47
0.2
5.00
6.47
0.0147059
-4.21950771
-0.0620516
1
1
500
1.47
0.2
5.00
6.47
0.0147059
-4.21950771
-0.0620516
2
1
1000
2.94
0.2
5.00
7.94
0.0294118
-3.52636052
-0.1037165
1
1
500
1.47
0.2
5.00
6.47
0.0147059
-4.21950771
-0.0620516
10
Kleinhovia hospita Pterospermum diversifolia Melanolephis multiglandulosa Clorodendron minahasae Cananga odorata
1
1
500
1.47
0.2
5.00
6.47
0.0147059
-4.21950771
-0.0620516
11 12
Polyscias nodosa Malakat
1 1
1 1
500 500
1.47 1.47
0.2 0.2
5.00 5.00
6.47 6.47
0.0147059 0.0147059
-4.21950771 -4.21950771
-0.0620516 -0.0620516
13
Kayu Damar
1 68
1
500 34000
1.47 100.0
0.2 4
5.00 100.00
6.47 200.00
0.0147059
-4.21950771
-0.0620516 -1.1839058
2 3 4 5 6 7 8 9
J. Profil vegetasi No
Jenis
Tinggi
DBH
1
Binunga
TT 13
TBc
2
Binunga
12
6
3 4 5 6
Coro Coro Kayu Bunga Kayu Bunga
18 14 15 14
12 8 10 8
26.75159 58.59873 50.31847 43.63057 66.87898
7
Bintangar
11
8
8
Bintangar
11
9
Mengkudu Daun Besar
10 11
Mengkudu Daun Besar Mengkudu Daun Besar
Tajuk (m)
Posisi Pohon
Pj 11
Pd 4
Ort 40
(pj+pd)/2 7.5
11
5
60
13 7 9 11
5 3 3 3
25.47771
6
1.8
27.07006
8
5
8 7
1.3 1.6
9
Ls 44.15625
X 3
y 0
8
50.24
9
0
75 220 120 20
9 5 6 7
63.585 19.625 28.26 38.465
13 15 19 18
2 1 1 17
3
35
4.5
15.89625
15
12
8
3
315
5.5
23.74625
14
11
27.07006
10
3
90
6.5
33.16625
12
19
31.84713 26.11465
4 10
2 2
130 75
3 6
7.065 28.26
13 11
20 20
33.75796
352.465
Lampiran 4. Analisis vegetasi hutan dataran rendah peralihan A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon No Petak 1
2
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1
Rao
Dracontomelon dao
Keliling (cm) 235
Diameter (cm) 74.8408
Diameter (m) 0.748408
lbds
Tinggi (m)
0.43968944
21
Strata Tajuk 10
2 3
Kayu Kambing Eboni
Garuga bundafloria Diospyros celebica
104 167
33.121 53.1847
0.33121 0.531847
0.08611465 0.22204615
19 20
11 17
4 5
Coro Bugis
Ficus variegata Kooderciodendron pinantum
245 81
78.0255 25.7962
0.780255 0.257962
0.47790608 0.05223727
19 18
17 15
6
Coro
Ficus variegata
267
85.0319
0.850319
0.56758762
22
13
7 8
Kayu Kambing Wolo
Garuga bundafloria Pterospermum javanicum
131 67
41.7198 21.3376
0.417198 0.213376
0.1366322 0.03574045
20 15
17 12
9 10
Ficus Eboni
Ficus sp. Diospyros celebica
77 173
24.5223 55.0955
0.245223 0.550955
0.0472054 0.2382882
15 19
9 19
11 12
Leu Kayu Telur
Dracontomelon mangiferum Alstonia scholaris
95 417
30.2548 132.803
0.302548 1.328025
0.07185511 1.38446556
18 23
18 23
13 14
Maombi Salense
Artocarpus dadah Barringtonia acungulata
242 73
77.0701 23.2484
0.770701 0.232484
0.46627384 0.04242835
21 11
21 5
15 16
Gopasah Nantu
Vitex cofassus Palaquium obtusifolium
96 80
30.5733 25.4777
0.305733 0.254777
0.0733758 0.05095543
13 12
11 7.5
17 18
Nantu Kayu Kambing
Palaquium obtusifolium Garuga bundafloria
82 90
26.1147 28.6624
0.261147 0.286624
0.05353503 0.06449044
10 21
7 20
19 20
Rao Nantu
Dracontomelon dao Palaquium obtusifolium
90 132
28.6624 42.0382
0.286624 0.420382
0.06449044 0.13872614
16 20
12 11
21 22
Ficus Coro
Ficus sp. Ficus variegata
279 223
88.8535 71.0191
0.888535 0.710191
0.61975314 0.39593155
23 23
17 19
23 24
Kayu Bunga Kayu Bunga
Spathodea campanulata Spathodea campanulata
104 121
33.121 38.535
0.33121 0.38535
0.08611465 0.11656846
20 21
17 16
25
Coro
Ficus variegata
83
26.4331
0.264331
0.05484872
24
18
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak 2
No 26 27 28
Eboni Nantu Bugis
Diospyros celebica Palaquium obtusifolium Coderciodendron pinatum
3
29 30
Kayu Telur Rao
31 32
4
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Keliling (cm) 163 146 199
Diameter (cm) 51.9108 46.4968 63.3758
Diameter (m) 0.519108 0.464968 0.633758
lbds
Tinggi (m)
0.21153664 0.16971341 0.31529462
23 22 24
Strata Tajuk 18 15 1.3
Alstonia scholaris Dracontomelon dao
118 116
37.5796 36.9427
0.375796 0.369427
0.11085989 0.10713379
23 21
18 12
Rao Kenanga
Dracontomelon dao Cananga odorata
134 102
42.6752 32.4841
0.426752 0.324841
0.14296179 0.08283441
20 20
11 22
33 34
Walantakan Kayu Bunga
Erythrina sp. Spathodea campanulata
315 61
100.319 19.4268
1.003185 0.194268
0.79000841 0.02962579
24 22
17 10
35 36
Kayu Bunga Kayu Bunga
Spathodea campanulata Spathodea campanulata
229 77
72.9299 24.5223
0.729299 0.245223
0.41752393 0.0472054
22 19
17 10
37 38
Kayu Bunga Coro
Spathodea campanulata Ficus variegata
92 270
29.2994 85.9873
0.292994 0.859873
0.06738852 0.580414
18.5 24
18 17
39 40
Kayu Kambing Salakapuk
Garuga bundafloria Polyalthia rumphii
195 66
62.1019 21.0191
0.621019 0.210191
0.30274681 0.03468153
23 14
19 7
41 42
Kenanga Mengkudu
Cananga odorata Morinda citrifolia
93 67
29.6178
0.296178
0.06886144
21.3376
0.213376
0.03574045
19 16
16 8
43
Kenanga
Cananga odorata
95
30.2548
0.302548
0.07185511
17
11
44
Kayu Telur
Alstonia scholaris
436
138.854
1.388535
1.51350312
24
17
45 46
Gopasah Kayu Bunga
Vitex cofassus Spathodea campanulata
370 71
117.834 22.6115
1.178344 0.226115
1.08996825 0.04013533
25 20
15 17
47 48
Kenanga Kayu Kambing
Cananga odorata Garuga bundafloria
152 317
48.4076 100.955
0.484076 1.009554
0.18394902 0.80007143
22 26
20 26
49
Kayu Bunga
Spathodea campanulata
71
22.6115
0.226115
0.04013533
17
17
50 51
Kayu Bunga Titolang
Spathodea campanulata Polyscias nodosa
189 74
60.1911
0.601911
0.28440284
23.5669
0.235669
0.04359873
20 19
20 19
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak 4 5
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
52 53 54
Kenanga Kayu Bunga Pamaling
Cananga odorata Spathodea campanulata -
Keliling (cm) 146 186 62
Diameter (cm) 46.4968 59.2357 19.7452
Diameter (m) 0.464968 0.592357 0.197452
lbds
Tinggi (m)
0.16971341 0.27544587 0.03060509
22 25 20
Strata Tajuk 22 25 20
55 56
Kayu Bunga Kayu Bunga
Spathodea campanulata Spathodea campanulata
178 95
56.6879 30.2548
0.566879 0.302548
0.25226116 0.07185511
24 25
24 25
57 58
Ficus Kenanga
Cananga odorata
75 154
23.8854 49.0446
0.238854 0.490446
0.04478503 0.18882169
26 24
26 24
59 60
Kayu Kambing Kenanga
Garuga bundafloria Cananga odorata
120 90
38.2166 28.6624
0.382166 0.286624
0.11464968 0.06449044
27 21
27 21
61 62
Bintangar Rao
Kleinhovia hospita Dracontomelon dao
116 78
36.9427 24.8408
0.369427 0.248408
0.10713379 0.04843947
24 19
24 19
63 64
Kayu Kambing Leu
Garuga bundafloria Dracontomelon mangiferum
234 115
74.5223 36.6242
0.745223 0.366242
0.43595538 0.10529456
23 19
23 19
65 66
Gopasah Coro
Vitex cofassus Ficus variegata
125 98
39.8089 31.2102
0.398089 0.312102
0.12440288 0.07646496
21 22
21 22
67 68
Kenanga Coro
Cananga odorata Ficus variegata
119 120
37.8981 38.2166
0.378981 0.382166
0.11274682 0.11464968
25 21
25 21
69 70
Coro Coro
Ficus variegata Ficus variegata
79 207
25.1592 65.9236
0.251592 0.659236
0.04968951 0.34115449
26 25
26 25
71
Coro
Ficus variegata
92
29.2994
0.292994
0.06738852
25
25
B. Tally sheet analisis vegetasi tingkat tiang No
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Petak
Kelilin g (cm) 47 43
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
14.96815 13.69427
0.1496815 0.1369427
0.01758757 0.01472134
7 14
2.5 9
2
3 4 5
Total
TBC
1 2
1 2
Gora Eboni
Syzigium sp. Diospyros celebica
3
3 4
Aliwowos Kayu Bunga
Homaleum foetidum Spathodea campanulata
32 46
10.19108 14.64968
0.1019108 0.1464968
0.00815286 0.01684713
10 12
7 10
5 6
Manggis Leu
Garcinia sp. Dracontomelon mangiferum
31 30
9.872611 9.55414
0.0987261 0.0955414
0.00765127 0.0071656
6 12
3 7
4
7 8
Maombi Kayu Bunga
Artocarpus dadah Spathodea campanulata
52 45
16.56051 14.33121
0.1656051 0.1433121
0.02152866 0.01612261
19 13
15 10
5
9 10
Kayu Arang Kayu Arang
Saurauia sp. Saurauia sp.
47 48
14.96815 15.28662
0.1496815 0.1528662
0.01758757 0.01834394
24 24
17 16
11
Bugis
Coderciodendron pinatum
60
19.10828
0.1910828
0.02866242
19
18
C . Tally sheet analisis vegetasi tingkat pancang No Petak 1
Tinggi (m)
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gora Manggis Salakapuk Leu Manggis besar Gora Eboni M. daun kecil Manggis Gora Mengkudu Kapuraca Gora Total
Syzigium sp. Garcinia sp. Polyalthia rumphii Dracontomelon mangiferum Syzigium sp. Diospyros celebica Swetenia mahagoni Garcinia sp. Syzigium sp. Morinda citrifolia Callophylum soulatri Syzigium sp.
Jumlah Individu 1 7 2 1 1 6 2 1 1 5 2 1 5 35
D . Tally sheet analisis vegetasi tingkat semai No Petak 1 2 3 4 5
No
1
2 3 4 5 6
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Jumlah Individu
Nantu Kedondong Salakapuk Gopasah Kayu Arang Sirung Paniki
Palaquium obtusifolium Polyalthia rumphii Vitex cofassus Saurauia sp. Sterculia comosa
6
1 1 5 1 1 15
E. Perhitungan INP tingkat pohon No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
Ln ni/N
pi ln pi
1 2 3
Dracontomelon dao Garuga bundafloria Diospyros celebica
5 7 3
25 35 15
7.04 9.86 4.23
4 5 2
0.8 1 0.4
9.09 11.36 4.55
0.802715 1.940661 0.671871
4.013575 9.703305 3.35935497
4.92 11.89 4.12
21.05 33.11 12.89
0.0704225 0.0985915 0.0422535
-2.653242 -2.3167697 -3.1640676
-0.186848 -0.2284139 -0.133693
4 5
10 2
50 10
14.08 2.82
4 2
0.8 0.4
9.09 4.55
2.726035 0.367532
13.630175 1.83766
16.70 2.25
39.88 9.61
0.1408451 0.028169
-1.9600948 -3.5695327
-0.2760697 -0.1005502
6
Ficus variegata Kooderciodendron pinnatum P. javanicum
1
5
1.41
1
0.2
2.27
0.0357405
0.17870225
0.22
3.90
0.0140845
-4.2626799
-0.0600377
7 8
D.mangiferum Alstonia scholaris
2 3
10 15
2.82 4.23
2 3
0.4 0.6
4.55 6.82
0.1771497 3.0088286
0.88574837 15.0441428
1.09 18.43
8.45 29.48
0.028169 0.0422535
-3.5695327 -3.1640676
-0.1005502 -0.133693
9 10
Artocarpus dadah Ficus sp.
1 3
5 15
1.41 4.23
1 3
0.2 0.6
2.27 6.82
0.4662738 0.7117436
2.3313692 3.55871787
2.86 4.36
6.54 15.40
0.0140845 0.0422535
-4.2626799 -3.1640676
-0.0600377 -0.133693
11
Barringtonia acungulata
1
5
1.41
1
0.2
2.27
0.0424284
0.21214176
0.26
3.94
0.0140845
-4.2626799
-0.0600377
E. Perhitungan INP tingkat pohon (lanjutan) No
12 13
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
Ln ni/N
pi ln pi
3 4
15 20
4.23 5.63
3 1
0.6 0.2
6.82 2.27
1.2877469 0.41293
6.43873467 2.06465003
7.89 2.53
18.93 10.44
0.0422535 0.056338
-3.1640676 -2.8763855
-0.133693 -0.1620499
12
60
16.90
3
0.6
6.82
1.7286624
8.64331203
10.59
34.31
0.1690141
-1.7777732
-0.3004687
15
Vitex cofassus Palaquium obtusifolium Spathodea campanulata Erythrina sp.
1
5
1.41
1
0.2
2.27
0.7900084
3.95004207
4.84
8.52
0.0140845
-4.2626799
-0.0600377
16 17
Polyalthia rumphii Morinda citrifolia
1 1
5 5
1.41 1.41
1 1
0.2 0.2
2.27 2.27
0.0357404 0.0357404
0.17870224 0.17870224
0.22 0.22
3.90 3.90
0.0140845 0.0140845
-4.2626799 -4.2626799
-0.0600377 -0.0600377
18 19
Polyscias nodosa Kleinhofia hospita
1 1
5 5
1.41 1.41
1 1
0.2 0.2
2.27 2.27
0.0435987 0.0644904
0.21799365 0.32245222
0.27 0.40
3.95 4.08
0.0140845 0.0140845
-4.2626799 -4.2626799
-0.0600377 -0.0600377
19 20
Kleinhofia hospita Cananga odorata
1 8
5 40
1.41 11.27
1 3
0.2 0.6
2.27 6.82
0.0644904 0.9432723
0.32245222 4.71636174
0.40 5.78
4.08 23.86
0.0140845 0.1126761
-4.2626799 -2.1832383
-0.0600377 -0.2459987
21
Pamaling
1 71
5 355
1.41 100.0
1
0.2 8.8
2.27 100.0
0.0306051 16.323774
0.15302543 81.6188686
0.19 100.0
3.87 300.0
0.0140845
-4.2626799
-0.0600377 -2.676061
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
ln ni/N
piln pi
14
F. Perhitungan INP tingkat tiang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
1
Syzigium sp.
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.01759
0.351751
10.09
29.18
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
2
Diospyros celebica
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.01472
0.294427
8.44
27.53
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
3
Homaleum foetidum
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.00815
0.163057
4.68
23.77
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
4
Spatudea campanulata Garcinia sp.
2
40
18.18
2
0.4
20.00
0.03297
0.659395
18.91
57.09
0.1818182
-1.7047481
-0.3099542
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.00765
0.153025
4.39
23.48
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
Dracontomelon mangiferum
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.00717
0.143312
4.11
23.20
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
5 6
F. Perhitungan INP tingkat tiang (lanjutan) No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
ln ni/N
piln pi
0.430573
12.35
31.44
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
7
Artocarpus dadah
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.02153
9
Saurauia sp.
2
40
18.18
1
0.2
10.00
0.03593
0.71863
20.61
48.79
0.1818182
-1.7047481
-0.3099542
10
Coderciodendron pinatum
1
20
9.09
1
0.2
10.00
0.02866
0.573248
16.44
35.53
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
11
220
100.0
2
100.0
0.17437
3.48742
100.0
300.0
G. Perhitungan INP tingkat pancang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak ditemukan
F
FR (%)
INP
ni/N
ln
pi ln pi
1
Syzigium sp.
17
6800
48.57
4
0.8
30.77
79.34
0.4857143
-0.7221347
-0.3507511
2
Garcinia sp.
8
3200
22.86
2
0.4
15.38
38.24
0.2285714
-1.4759065
-0.3373501
3
Polyalthia rumphii
2
800
5.71
1
0.2
7.69
13.41
0.0571429
-2.8622009
-0.1635543
4
1
400
2.86
1
0.2
7.69
10.55
0.0285714
-3.5553481
-0.1015814
5 6
Dracontomelon mangiferum Manggis besar Diospyros celebica
1 2
400 800
2.86 5.71
1 1
0.2 0.2
7.69 7.69
10.55 13.41
0.0285714 0.0571429
-3.5553481 -2.8622009
-0.1015814 -0.1635543
7
Swetenia mahagoni
1
400
2.86
1
0.2
7.69
10.55
0.0285714
-3.5553481
-0.1015814
8
Morinda citrifolia
2
800
5.71
1
0.2
7.69
13.41
0.0571429
-2.8622009
-0.1635543
9
Callophylum soulatri
1
400
2.86
1
0.2
7.69
10.55
0.0285714
-3.5553481
-0.1015814
35
14000
100.0
2.6
100.0
200.0
-1.5850897
-2.1458418
H. Perhitungan INP tingkat semai No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Ditemukan 1
F
FR (%)
INP (%)
1 2 3 4
P. obtusifolium Polyalthia rumphii Vitex cofassus Saurauia sp.
6 1 5 1
3000 500 2500 500
40.00 6.67 33.33 6.67
1 1 1
0.2 0.2 0.2 0.2
16.67 16.67 16.67 16.67
56.67 23.33 50.00 23.33
5
Sterculia comosa
1
500
6.67
1
0.2
16.67
23.33
6
Kedondong
1
500
6.67
1
0.2
16.67
23.33
15
7500
100.0
1.2
100.0
200.0
ni/N
ln pi
0.4
pi ln pi
-0.916291
-0.366516
0.06666667
-2.70805
-0.180537
0.33333333 0.06666667
-1.098612 -2.70805
-0.366204 -0.180537
0.06666667
-2.70805
-0.180537
0.06666667
-2.70805
-0.180537 -1.454867
I. Profil vegetasi No
Jenis
Tinggi (m) TT
DBH
TBc
1 2 3
Rao Kayu Kambing Eboni
21 19 20
10 11 17
74.84076 33.12102
4
Coro
19
17
5 6 7 8 9 10 11 12
Bugis Coro Kayu Kambing Wolo Ficus sp. Eboni Leu Kayu Telur
18 22 20 15 15 19 18 23
15 13 17 12 9 11 1.7 20
78.02548 25.79618 85.03185 41.71975 21.33758 24.52229 55.09554 30.25478
13
Maombi
21
19
53.18471
132.8025 77.07006
Tajuk
Posisi Pohon
Pj
Pd
Ort
(pj+pd)/2
17 5 9
5 3
15 140 330
11 4 6
9
4
85
6.5 10 8 3 9 8 5 7
4 5 3 3 4 4 2.5 5
6
5
3
Ls
X(-)
y
94.985 12.56 28.26
16 18 17
11 12 14
6.5
33.16625
17
17
145 5 150 80 355 355 20 20
5.25 7.5 5.5 3 6.5 6 3.75 6
21.636563 44.15625 23.74625 7.065 33.16625 28.26 11.039063 28.26
12 6 3 2 1 1 3 3.5
17 2 2 3 11 11 12 12
320
5.5
23.74625
5
13
Lampiran 5. Analisis vegetasi habitat hutan pantai A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon No Petak
No
Nama Daerah
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Bitung Bitung Bitung Bitung Ketapang Wolo Lakehek Lakehek Lakehek Ketapang Kayu Kapur Coro Kayu Kapur Kenanga Kayu Kapur Kayu Bunga Kenanga Kenanga Kenanga Mengkudu Daun Besar Kenanga Kenanga Kenanga Kayu Kambing Kenanga
2
3
21 22 23 24 25
Nama Ilmiah
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
Tinggi (m)
Strata tajuk
Baringtonia asiatica Baringtonia asiatica Baringtonia asiatica Baringtonia asiatica Terminalia catappa P. diversifolia Pongamia piñata Pongamia piñata Pongamia piñata Terminalia cattapa M. multiglandulosa Ficus variegata M. multiglandulosa Cananga odorata M.multiglandulosa Spathodea campanulata Cananga odorata Cananga odorata Cananga odorata Morinda citrifolia
80 87 100 123 204 134 138 108 86 105 93 99 62 174 77 74 83 72 141 81
25.47771 27.70701 31.84713 39.17197 64.96815 42.67516 43.94904 34.3949 27.38854 33.43949 29.61783 31.52866 19.74522 55.41401 24.52229 23.56688 26.43312 22.92994 44.90446 25.79618
0.2547771 0.2770701 0.3184713 0.3917197 0.6496815 0.4267516 0.4394904 0.343949 0.2738854 0.3343949 0.2961783 0.3152866 0.1974522 0.5541401 0.2452229 0.2356688 0.2643312 0.2292994 0.4490446 0.2579618
0.05095543 0.06026275 0.07961782 0.12045379 0.33133755 0.14296179 0.15162417 0.09286622 0.05888537 0.08777866 0.06886144 0.07803343 0.03060509 0.24105093 0.0472054 0.04359873 0.05484872 0.0412739 0.15828823 0.05223727
Total 9 5 4 4 12 11 11 12 9 9 10 10 8 13 10 7 8 10 14 7
TBC 2.5 1.7 1.5 1.4 3 5 3.5 8 4 6 8 7 6 8 8 1.8 6 7 8 2
Cananga odorata Cananga odorata Cananga odorata Garuga bundafloria Cananga odorata
115 118 70 239 215
36.6242 37.57962 22.29299 76.11465 68.47134
0.366242 0.3757962 0.2229299 0.7611465 0.6847134
0.10529456 0.11085989 0.03901273 0.45478504 0.36803347
12 12 10 14 12
8 5 8 9 7
C C D D C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
A. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak
No
Nama Daerah
3
26 27 28 29 30 31 32
Kayu Kambing M.D.Besar Bintangar M. D. besar Bintangar Mengkudu Daun Besar Kayu Kapur
33 34 35 36 37 38 39 40 41
Ketapang Mengkudu Rupu Lakehek Lakehek Lakehe Kayu Kambing Lakehek Polyscias nodosa
4
5
Nama Ilmiah
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
Tinggi (m)
Garuga bundafloria Morinda citrifolia Kleinhovia hospita Morinda citrifolia Kleinhovia hospita Morinda citrifolia
77 67 69 64 85 67
24.52229 21.33758 21.97452 20.38217 27.07006 21.33758
0.2452229 0.2133758 0.2197452 0.2038217 0.2707006 0.2133758
0.0472054 0.03574045 0.03790604 0.03261148 0.05752387 0.03574045
Total 10 7 7 9 11 10
Melanolephis multiglandulosa Terminalia catappa Morinda citrifolia Treama orientalis Pongamia pinata Pongamia pinata Pongamia pinata Garuga bundafloria Pongamia pinata Gastonia sp.
103
32.80255
0.3280255
0.08446657
97 71 82 69 67 62 174 132 83
30.89172 22.61146 26.11465 21.97452 21.33758 19.74522 55.41401 42.03822 26.43312
0.3089172 0.2261146 0.2611465 0.2197452 0.2133758 0.1974522 0.5541401 0.4203822 0.2643312
0.07491242 0.04013533 0.05353503 0.03790604 0.03574045 0.03060509 0.24105093 0.13872614 0.05484872
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
Strata tajuk
TBC 7 5 4 6 7 1.7
C C C C C C
12
8
C
9 8 11 10 8 8 10 12 10
2 3 9 8 3 2.5 1.8 2.5 6
C C C C C C C C C
B. Tally sheet tingkat tiang No Petak
No
1
1 2
Bitung Bitung
Baringtonia asiatica Baringtonia asiatica
53 40
16.87898 12.73885
0.1687898 0.1273885
0.02236465 0.01273885
10 11
4 1.7
3
Kurumama
55
17.51592
0.1751592
0.02408439
10
3
4
Mengkudu
Anthocepalus macrophyllus Morinda citrifolia
43
13.69427
0.1369427
0.01472134
8
6
2
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Tinggi (m) Total TBC
B. Tally sheet tingkat tiang (lanjutan) No Petak 3
4 5
No 5 6 7 8 9 10
Nama Daerah Sosoro Salense Salense Nantu Lakehek Bahu
Nama Ilmiah Dendrocnidae microstigma Baringtonia acungulata Baringtonia acungulata Palaquium obtusifolium Pongamia pinata Hibiscus tiliaceus
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
lbds
47
14.96815
0.1496815
0.01758757
60 34 42 39 57
19.10828 10.82803 13.3758 12.42038 18.15287
0.1910828 0.1082803 0.133758 0.1242038 0.1815287
0.02866242 0.00920383 0.01404459 0.01210987 0.02586785
C. Tally sheet tingkat pancang No Petak 1
2
3
4
5
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Lekehe Kurumama Manggis Gora Manggis Ketapang Mengkudu Lekehe Binuna Kayu Telur Coro Kayu Kapur Gora Leu Salense Kayu Bunga Kayu Kapur Gnemo Bahu Bitung Kurumama
Pongamia pinata Anthocepalus macrophyllus Garcinia sp. Euginia sp. Garcinia sp. Terminalia cattapa Morinda citrifolia Pongamia pinata Macaranga sp. Alstonia scholaris Ficus variegata Melanolephis multiglandulosa Euginia sp. Dracontomelon mangiferum Baringtonia acungulata Spathodea campanulata Melanolephis multiglandulosa Gnetum gnemoides Hibiscus tiliaceus Baringtonia asiatica Anthocepalus macrophyllus
Jumlah Individu 1 4 2 1 6 1 2 1 2 3 2 1 3 1 1 1 1 2 3 2
Tinggi (m) Total TBC 10 7 9 9 8 8 7
1.6 2.5 1.6 2 1.5
D. Tally sheet tingkat semai No Petak 1 2
3 4
5
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Bitung Lakehe Salense Gora Kurumama Kayu Telur Gora Binuna Kenanga Sirih Kayu Telur Pantai Salense Kurumama Manggis Bitung
Baringtonia asiatica Pongamia pinata Baringtonia acungulata Euginia sp. Anthocepalus macrophyllus Liphiniopsis ternatensis Euginia sp. Macaranga sp. Cananga odorata Liphiniopsis ternatensis Baringtonia acungulata Anthocepalus macrophyllus Garcinia sp. Baringtonia asiatica
Jumlah Individu 9 5 2 6 1 1 4 5 1 1 5 1 1 2 2
E. Perhitungan INP tingkat pohon No
Nama Jenis
∑
1
B.asiatica
4
K (ind./ha) 20
KR (%) 9.76
Plot ditemukan 1
F
lbds
D
0.2
FR (%) 5.00
INP (%) 22.40
ni/N
ln pi
pi ln pi
1.556449
DR (%) 7.65
0.3112898
0.0952381
-2.351375
-0.223941
2 3 4
T.cattapa P. diversifolia Pongamia pinata
3 1 7
15 5 35
7.32 2.44 17.07
2 1 2
0.4 0.2 0.4
10.00 5.00 10.00
0.4940286 0.1429618 0.5463535
2.4701432 0.7148089 2.7317674
12.14 3.51 13.42
29.45 10.95 40.50
0.0714286 0.0238095 0.1666667
-2.639057 -3.73767 -1.791759
-0.188504 -0.088992 -0.298627
5 6
M.multiglandulosa Ficus variegata
4 1
20 5
9.76 2.44
2 1
0.4 0.2
10.00 5.00
0.2311385 0.0780334
1.1556925 0.3901671
5.68 1.92
25.43 9.36
0.0952381 0.0238095
-2.351375 -3.73767
-0.223941 -0.088992
7
S.campanulata
1
5
2.44
1
0.2
5.00
0.0435987
0.2179936
1.07
8.51
0.0238095
-3.73767
-0.088992
8
Cananga odorata
8
40
19.51
2
0.4
10.00
1.0796497
5.3982485
26.52
56.04
0.1904762
-1.658228
-0.315853
9
Morinda citrifolia
5
25
12.20
2
0.4
10.00
0.196465
0.9823249
4.83
27.02
0.1190476
-2.128232
-0.253361
10
Garuga bundafloria
3
15
7.32
2
0.4
10.00
0.7430414
3.7152068
18.25
35.57
0.0714286
-2.639057
-0.188504
E. Perhitungan INP tingkat pohon (lanjutan) No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Plot ditemukan
F
FR (%)
lbds
D
11
Kleinhovia hospita
2
10
4.88
2
0.4
10.00
0.0954299
0.4771496
2.34
12 13
Treama orientalis Polyscias nodosa
1 1 42
5 5 205
2.44 2.44 100.0
1 1 20
0.2 0.2 4
5.00 5.00 100.0
0.053535 0.0548487 4.0703741
0.2676752 0.2742436 20.35187
1.32 1.35 100.0
DR (%)
INP
DR (%)
INP (%)
ni/N
ln pi
pi ln pi
17.22
0.047619
-3.044522
-0.144977
8.75 8.79 300.0
0.0238095 0.0238095
-3.73767 -3.73767
-0.088992 -0.088992 -2.282668
ln pi
pi ln pi
F. Perhitungan INP tingkat tiang ∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
Baringtonia asiatica Anthocepalus macrophyllus
2
40
20.00
1
0.2
12.50
0.03510349
0.70206988
19.35
51.85
0.2
-1.6094379
-0.3218876
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.02408439
0.4816877
13.28
35.78
0.1
-2.3025851
-0.2302585
3
Morinda citrifolia
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.01472134
0.29442686
8.12
30.62
0.1
-2.3025851
-0.2302585
4
Dendrocnidae microstigma
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.01758757
0.35175146
9.70
32.20
0.1
-2.3025851
-0.2302585
5
2
40
20.00
1
0.2
12.50
0.03786625
0.75732498
20.88
53.38
0.2
-1.6094379
-0.3218876
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.01404459
0.28089188
7.74
30.24
0.1
-2.3025851
-0.2302585
7
Baringtonia acungulata Palaquium obtusifolium Pongamia pinata
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.01210987
0.24219737
6.68
29.18
0.1
-2.3025851
-0.2302585
8
Hibiscus tiliaceus
1
20
10.00
1
0.2
12.50
0.02586785
0.5173569
14.26
36.76
0.1
-2.3025851
-0.2302585
10
200
100.0
1.6
100.0
3.62770702
100.0
300.00
No
1 2
6
Nama Jenis
ni/N
-2.0253262
G. Perhitungan INP tingkat pancang Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak dijumpai
F
FR (%)
INP (%)
ni/N
ln pi
pi ln pi
1 2 3
Pongamia pinata Anthocepalus macrophyllus Garcinia sp.
2 6 8
160 480 640
4.88 14.63 19.51
2 2 2
0.4 0.4 0.4
9.52 9.52 9.52
14.40 24.16 29.04
0.0487805 0.1463415 0.195122
-3.0204249 -1.9218126 -1.6341305
-0.1473378 -0.2812409 -0.3188547
4 5
Euginia sp. Terminalia cattapa
4 1
320 80
9.76 2.44
2 1
0.4 0.2
9.52 4.76
19.28 7.20
0.097561 0.0243902
-2.3272777 -3.7135721
-0.2270515 -0.0905749
6 7
Morinda citrifolia Macaranga sp.
2 2
160 160
4.88 4.88
1 1
0.2 0.2
4.76 4.76
9.64 9.64
0.0487805 0.0487805
-3.0204249 -3.0204249
-0.1473378 -0.1473378
8 9
Alstonia scholaris Ficus variegata
3 2
240 160
7.32 4.88
1 1
0.2 0.2
4.76 4.76
12.08 9.64
0.0731707 0.0487805
-2.6149598 -3.0204249
-0.1913385 -0.1473378
10 11
Melanolephis multiglandulosa Gnetum gnemoides
2 1
160 80
4.88 2.44
2 1
0.4 0.2
9.52 4.76
14.40 7.20
0.0487805 0.0243902
-3.0204249 -3.7135721
-0.1473378 -0.0905749
12 13
Hibiscus tiliaceus Baringtonia asiatica
2 3
160 240
4.88 7.32
1 1
0.2 0.2
4.76 4.76
9.64 12.08
0.0487805 0.0731707
-3.0204249 -2.6149598
-0.1473378 -0.1913385
14 15
Baringtonia acungulata Dracontomelon mangiferum
1 1
80 80
2.44 2.44
1 1
0.2 0.2
4.76 4.76
7.20 7.20
0.0243902 0.0243902
-3.7135721 -3.7135721
-0.0905749 -0.0905749
16
Spathodea campanulata
1
80
2.44
1
0.2
4.76
7.20
0.0243902
-3.7135721
-0.0905749
41
3280
100.0
21
4.2
100.0
200.0
No
-2.5467256
H. Perhitungan INP tingkat semai No
∑
Nama Jenis
1
Barringtonia acungulata
50
K (ind./ha) 2500
KR (%) 26.32
Petak ditemukan 5
F
INP
ni/N
ln pi
pi ln pi
1
FR (%) 22.73
49.04
0.7352941
-0.3074847
-0.2260917
2 3
Sterculia comosa Pistonia umbelivera
5 1
1000 500
10.53 5.26
2 1
1 0.2
22.73 4.55
33.25 9.81
0.0735294 0.0147059
-2.6100698 -4.2195077
-0.1919169 -0.0620516
4 5
Euginia sp. Ficus sp.
2 1
1000 500
10.53 5.26
2 1
0.4 0.2
9.09 4.55
19.62 9.81
0.0294118 0.0147059
-3.5263605 -4.2195077
-0.1037165 -0.0620516
6 7
Callophylum soulatri Malakat
1 1
500 500
5.26 5.26
1 1
0.2 0.2
4.55 4.55
9.81 9.81
0.0147059 0.0147059
-4.2195077 -4.2195077
-0.0620516 -0.0620516
8 9
Pterospermum diversifolia Kayu Damar
1 1
500 500
5.26 5.26
1 1
0.2 0.2
4.55 4.55
9.81 9.81
0.0147059 0.0147059
-4.2195077 -4.2195077
-0.0620516 -0.0620516
10 11
Melanolephis multiglandulosa Cananga odorata
2 1
500 500
5.26 5.26
1 1
0.2 0.2
4.55 4.55
9.81 9.81
0.0294118 0.0147059
-3.5263605 -4.2195077
-0.1037165 -0.0620516
12 13
Chlorodendron minahasae Gastonia sp
1 1
500 500
5.26 5.26
1 1
0.2 0.2
4.55 4.55
9.81 9.81
0.0147059 0.0147059
-4.2195077 -4.2195077
-0.0620516 -0.0620516
68
9500
100.0
4.4
100.0
200.0
-1.1839058
I. Profil vegetasi No
Jenis
1
Bitung
2 3 4 5
Tinggi TT
DBH
9
TBc 2.5
Bitung Bitung Bitung Ketapang
5 4 4 12
1.7 1.5 1.4 3
6 7
Wolo Lakehek
11 11
8 9 10
Lakehek Lakehek Ketapang
12 9 9
Tajuk
Posisi Pohon
Pj 15
Pd 4
Ort 10
(pj+pd)/2 9.5
Ls 70.84625
x 13
y 1.5
39.17197 64.96815
8 7 12 8
4 2 5 5
45 25 340 5
6 4.5 8.5 6.5
28.26 15.89625 56.71625 33.16625
12.5 12.5 13 11.5
1 0.5 0.5 2.5
5 3.5
42.67516 43.94904
10 12
4 6
140 170
7 9
38.465 63.585
12 7
13 5
8 4 6
34.3949 27.38854 33.43949
5 7 11
3 4 4
175 25 110
4 5.5 7.5
12.56 23.74625 44.15625
0.5 2 3
2 0 9
25.47771 27.70701 31.84713
Lampiran 6. Analisis vegetasi hutan pasca terbakar A. Tally Sheet analisis vegetasi tingkat pohon No Petak
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
Tinggi (m) lbds Total
1
2
3
A.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kayu Bunga Mengkudu Kayu Kambing Kayu Kambing Mengkudu Bintangar Kayu Bunga Kayu Bunga Tagalolo Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Telur Kayu Bunga Kayu Bunga Ficus sp. Kayu Kapur Kayu Bunga Tagalolo Tagalolo Kayu Bunga Kayu Bunga
Spathodea campanulata Morinda citrifolia Garuga bundafloria Garuga bundafloria Morinda citrifolia Kleinhovia hospita Spathodea campanulata Spathodea campanulata Ficus septica Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Alstonia scholaris Spathodea campanulata Spathodea campanulata Melanolephis multiglandulosa Spathodea campanulata Ficus septica Ficus septica Spathodea campanulata Spathodea campanulata
153 83 200 256 72 76 98 245 82 142 143 187 106 74 134 72 196 67 172 65 65 140 130
48.72611 26.43312 63.69427 81.52866 22.92994 24.20382 31.21019 78.02548 26.11465 45.22293 45.5414 59.55414 33.75796 23.56688 42.67516 22.92994 62.42038 21.33758 54.77707 20.70064 20.70064 44.58599 41.40127
0.4872611 0.2643312 0.6369427 0.8152866 0.2292994 0.2420382 0.3121019 0.7802548 0.2611465 0.4522293 0.455414 0.5955414 0.3375796 0.2356688 0.4267516 0.2292994 0.6242038 0.2133758 0.5477707 0.2070064 0.2070064 0.4458599 0.4140127
0.18637735 0.05484872 0.31847136 0.52178341 0.0412739 0.04598725 0.07646496 0.47790608 0.05353503 0.1605414 0.1628105 0.2784156 0.08945859 0.04359873 0.14296179 0.0412739 0.30585985 0.03574045 0.2355414 0.03363854 0.03363854 0.15605097 0.13455411
9 9 13 13 8.5 12 12 13 8 13 13.5 14 12 11 13 9 13.5 10 11 8 7 12 12
TBC 3 1.8 4.5 4.5 2.7 6 6 6 3 7 8 1.5 10 2.4 7 6.5 5 3 5 3 5 6.5 6
Strata Tajuk C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C C
B. Tally sheet analisis vegetasi tingkat pohon (lanjutan) No Petak
No
4
24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 32
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Keliling (cm)
Diameter (cm)
Diameter (m)
Tinggi (m)
74 110 98 91 190 149 136 178 320 99 76 158 151 320
23.56688 35.03185 31.21019 28.98089 60.50955 47.45223
0.2356688 0.3503185 0.3121019 0.2898089 0.6050955 0.4745223
0.04359873 0.0963376 0.07646496 0.06593152 0.28742034 0.17675956
43.3121 56.6879 101.9108 31.52866 24.20382 50.31847 48.08917 101.9108
0.433121 0.566879 1.019108 0.3152866 0.2420382 0.5031847 0.4808917 1.019108
0.14726113 0.25226116 0.81528618 0.07803343 0.04598725 0.19875795 0.18153661 0.81528618
Keliling (cm) 50 42
Diameter (cm)
Diameter (m) 0.1592357 0.133758 0.1178344
0.01990447 0.01404459 0.01089968
0.1305732
Total
5
Tagalolo Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Bunga Kayu Kambing Kayu Telur Tagalolo Kayu Bunga Kenanga Kayu Kambing
Ficus septica Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Spathodea campanulata Garuga bundafloria Alstonia scholaris Ficus septica Spathodea campanulata Cananga odorata Garuga bundafloria
Strata Tajuk
lbds 7 12 10 11 12 11 12 11 12 7 7 10 12 12
TBC 1.8 3.5 5 8 5 7 6 5 5 4 1.9 6 7 5
B. Tally sheet tingkat tiang No Petak 1
2
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
1 2
Leleng Leleng
Chlorodendron minahasae Chlorodendron minahasae
3
Kayu Arang
Saurauia sp.
37
15.92357 13.3758 11.78344
4
Kayu Telur
Alstonia scholaris
41
13.05732
5 6
Kayu Bunga Kayu Bunga
Spathodea campanulata Spathodea campanulata
47 39
14.96815 12.42038
0.1496815 0.1242038
lbds
Tinggi (m) Total TBC 9 1.8 6 1.7 9
2
0.01338375
9
1.6
0.01758757 0.01210987
7 8
2.5 2
C C C C C C C C C C C C C C
C. Tally sheet tingkat pancang No Petak 1 2
No
Nama Daerah
Nama Ilmiah
Jumlah Individu
1 2 3 4 5
Nantu Kenanga Gopasa Bugis
Palaquium obtusifolium Cananga odorata Vitex quinata Coderciodendron pinatum
9 2 1 1
3
6 7 8 9 10 11
Kayu Bunga Salense Leleng Mengkudu -
Spathodea campanulata Baringtonia acungulata Chlorodendron minahasae Morinda citrifolia
5 2 1 3
Nama Ilmiah
Jumlah Individu
Cananga odorata Palaquium obtusifolium Syzigium sp. Morinda citrifolia
1 1 8 1
4 5
D. Tally Sheet tingkat semai No Petak 1 2 3
4 5
No
Nama Daerah
1 2 3 4 5 6 7
Kenanga Nantu Gora Mengkudu -
E. Perhitungan INP tingkat pohon No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Plot Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D
DR (%)
INP (%)
1
Spathodea campanulata
20
100
55.56
5
1
27.78
3.443551
17.217755
56.49
139.82
2
Morinda citrifolia Garuga bundafloria
2
10
5.56
1
0.2
5.56
0.096123
0.480615
1.58
12.69
3
15
8.33
2
0.4
11.11
1.655541
8.277705
27.16
46.60
Kleinhovia hospita Ficus septica
1
5
2.78
1
0.2
5.56
0.0459873
0.2299363
0.75
9.09
5
25
13.89
4
0.8
22.22
0.210398
1.05199
3.45
39.56
Alstonia scholaris Melanolephis multiglandulosa
2
10
5.56
2
0.4
11.11
0.121632
0.60816
2.00
18.66
1
5
2.78
1
0.2
5.56
0.0357404
0.1787022
0.59
8.92
Cananga odorata Ficus sp.
1
5
2.78
1
0.2
5.56
0.1815366
0.907683
2.98
11.31
1
5
2.78
1
0.2
5.56
0.3058599
1.5292993
5.02
13.35
36
180
100.0
3.6
100.0
6.0963692
30.481846
100.0
300.0
3 4 5 6 7 8 9
ni/n
ln pi
pi ln pi
0.5555556
-0.5877867
-0.3265481
0.0555556
-2.8903718
-0.1605762
0.0833333
-2.4849066
-0.2070756
0.0277778
-3.5835189
-0.0995422
0.1388889
-1.974081
-0.2741779
0.0555556
-2.8903718
-0.1605762
0.0277778
-3.5835189
-0.0995422
0.0277778
-3.5835189
-0.0995422
0.0277778
-3.5835189
-0.0995422 -1.5271228
F. Perhitungan INP tingkat tiang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
lbds
D (m2/ha)
DR (%)
INP
ni/N
ln pi
1
Chlorodendron minahasae Saurauia sp. A.scholaris S. campanulata
2
40
33.33
1
0.2
25.00
0.03394906
0.67898121
38.61
96.94
0.3333333
-1.0986123
-0.3662041
1 1 2
20 20 40
16.67 16.67 33.33
1 1 1
0.2 0.2 0.2
25.00 25.00 25.00
0.01089968 0.01338375 0.02969744
0.21799365 0.26767496 0.59394883
12.40 15.22 33.77
54.06 56.89 92.11
0.1666667 0.1666667 0.3333333
-1.7917595 -1.7917595 -1.0986123
-0.2986266 -0.2986266 -0.3662041
6
120
100.0
0.8
100.00
0.08792993
1.75859864
100.0
300.00
2 3 4
pi ln pi
-1.32966
G. Perhitungan INP tingkat pancang No
Nama Jenis
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
INP (%)
pi
ln pi
pi ln pi
1 2 3
Palaquium obtusifolium Cananga odorata Vitex quinata
9 2 1
720 160 80
37.50 8.33 4.17
1 1 1
0.2 0.2 0.2
12.50 12.50 12.50
50.00 20.83 16.67
0.375 0.0833333 0.0416667
-0.9808293 -2.4849066 -3.1780538
-0.367811 -0.2070756 -0.1324189
4 5 6
Coderciodendron pinatum Spathodea campanulata Baringtonia acungulata
1 5 2
80 400 160
4.17 20.83 8.33
1 1 1
0.2 0.2 0.2
12.50 12.50 12.50
16.67 33.33 20.83
0.0416667 0.2083333 0.0833333
-3.1780538 -1.5686159 -2.4849066
-0.1324189 -0.326795 -0.2070756
7 8
Chlorodendron minahasae Morinda citrifolia
1 3
80 240
4.17 12.50
1 1
0.2 0.2
12.50 12.50
16.67 25.00
0.0416667 0.125
-3.1780538 -2.0794415
-0.1324189 -0.2599302
24
1920
100.00
1.6
100.00
200.00
∑
K (ind./ha)
KR (%)
Petak Dijumpai
F
FR (%)
INP (%)
pi
ln pi
1 1 8
500 500 4000
9.09 9.09 72.73
1 1 1
0.2 0.2 0.2
25.00 25.00 25.00
34.09 34.09 97.73
0.0909091 0.0909091 0.7272727
-2.3978953 -2.3978953 -0.3184537
-0.2179905 -0.2179905 -0.2316027
1
0.2
25.00
34.09
0.0909091
-2.3978953
-0.2179905
0.8
100.00
200.00
-1.765944
H. Perhitungan INP tingkat semai No
Nama Jenis
1 2 3
Cananga odorata Palaquium obtusifolium Syzigium sp.
4
Morinda citrifolia
1
500
9.09
11
5500
100.00
pi ln pi
-0.8855742
I. Profil vegetasi No
Jenis
Tinggi (m) TT
DBH TBc
1 2 3
Kayu Kambing Kayu Telur Tagalolo
12 7 7
5 4 1.9
101.9108 31.52866 24.20382
Pj (m) 15 4 6
4 5
Kayu Bunga Kenanga
10 12
6 7
50.31847 48.08917
7 3
Pd (m) 9 2 2.5 4 2
Tajuk (pj+pd)/2 12 3 4.25 5.5 2.5 0
Posisi Pohon Ort (°) 355 325 320 310 340
Ls (m2) 113.04 7.065 14.1790625
x 11 5 8
y 20 14 12
23.74625 4.90625 162.936563
12 5
10 12