perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh Berlian Cristiani NIM. E1106014
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI
Oleh : Berlian Cristiani NIM. E1106014
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Maret 2010
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
ISMUNARNO, S.H, M.Hum
SITI WARSINI, S.H., MH.
NIP. 196604281990031001
NIP. 194709111980032002
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi) KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI
Oleh : Berlian Cristiani NIM. E1106014
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada : Hari
:
Tanggal
: DEWAN PENGUJI
1. (Winarno Budyatmojo, SH, MS) : ............................................................. Ketua 2. (Siti Warsini, SH, MH) Sekretaris
: .............................................................
3. (Ismunarno, SH, M.Hum) Anggota
: ............................................................. Mengetahui, Dekan,
MOH. JAMIN, S.H, M.Hum NIP. 19610930 198601 1001 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Berlian Cristiani
NIM
: E1006014
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : KAJIAN
TERHADAP
PENANGANAN
YAYASAN REHABILITASI
MENTAL
KORBAN SINAI
NARKOBA
DI
SUKOHARJO DARI
ASPEK VIKTIMOLOGI adalah betul-betul karya sendiri hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya besedia menerima sanksi akademik pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya dari penulisan hukum atau skripsi ini.
Surakarta, ..........Maret 2010 yang membuat pernyataan
Berlian Cristiani NIM. E1106014
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK BERLIAN CRISTIANI, E 1106014. 2010. KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI. Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo selain itu juga untuk mengatahui kesesuaian penanganan di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo dari sudut pandang viktimologi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. Jumlah responden 2 orang yaitu : 1) Bapak Titus Lado selaku pemilik yayasan dan 2) Sri Poni Wirasti selaku mantan pengguna narkoba. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan penelitian kepustakaan. Analisis data kualitatif dengan model interaktif data yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan. Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menggunakan metode utama dalam penanganan korban narkoba yaitu rehabilitasi dengan metode kerohanian dan sosial. Kemudian metode-metode penanganan yang digunakan juga tidak melanggar dan telah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba. Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dalam penanganan korban narkoba namun metode-metode penanganan yang di gunakan sudah cukup efektif untuk menyembuhkan para korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. Bahwa dilihat dari sudut pandang viktimologi penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah sesuai. Dalam penanganan korban sangat mengedepankan hak-hak asasi korban untuk kembali hidup normal tanpa ketergantungan narkoba. Kemudian di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat melindungi korban dari ketergantungan narkoba dengan melakukan bimbingan rohani dan sosial. Jadi dengan mengedepankan hak-hak asasi korban dan melakukan perlindungan terhadap korban maka telah sesuai dengan hal-hal yang dipelajari dalam viktimologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Ora et Labora” Belajar dan Berdoa.
“Perbuatan paling baik adalah berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain, one for all….all for one”. (Mario Teguh) “Masa lalu hanyalah pembelajaran, Jadilah manusia super dengan belajar dari masa lalu dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu”. (Mario Teguh) “Iman seperti juga cinta, teruji pada saat yang sulit. Semakin mahal harga yang harus dibayar untuk iman kita, maka semakin cemerlanglah kilau yang ditampakkanya” (Penulis) “Tangan yang lamban membuat miskin, tapi tangan orang orang rajin menjadikan kaya” (Amsal 10 : 4) “Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan akan memperoleh harta yang berharga” ( Amsal 12 : 17)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia dan hidanyah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik. Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya. Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada : 1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan kelancaran dan bimbingan serta arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Siti Warsini, S.H., M.H selaku pembimbing II yang penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini 4. Bapak Edy Herdyanto, SH, M.H, selaku pembimbing akademik penulis. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS. 6. Bapak Titus Lado Selaku pemilik sekaligus pendiri Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dan Sri Poni Wirasti selaku mantan pengguna narkoba. 7. Orang tuaku Ir. Djoko Parmono dan Erly Suwarni, terimakasih untuk doa restunya, Cinta dan kasihnya serta dukungan dalam penulisan skripsi ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Mas Agung, mas Joko dan Mbak Novi, ponakan-ponakanku Dandy, Arya, Tian, Rika, Aiztria serta terkhusus alm. Mbak Ria terima kasih atas segala doanya. 9. Om Ruslan, terima kasih atas segala masukannya, dan motivasinya. 10. Saudara-saudara ku, Yuli, Bayu, Septian, Wulan terima kasih atas doa dan Support nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Sahabatku MeyMey, Ayu, Winda, Agung, Desthian Yoga, Yudi, Tika, Deden, Wibisono Rachmat, S.H., Yudha, Tian yang selalu menemaniku, memberikan doa dan dorongan serta tempat curahan hati. 12. Terima kasih untuk doa dan dukungannya yang disertai cintamu untuk Verly Pradana. 13. Teman-teman FH UNS, Retno, S.H., Hermin, S.H., Yuke, Ronggo, S.H., Andika, Prima, Ajay, Jefri, Abi, Taufik, Anung, Rodi, Pras, , , . “VIVA JUSTICIA, KAMI BANGGA ADA DI SINI”. 14. Teman-temanku semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih buat dukungan kalian semua dan sukses selalu. Penulis menyadari penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Dengan lapang dada penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan hukum ini Surakarta,
Maret 2010
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………….........……………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN ……….........…………………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………….........………………...…………… iii SURAT PERNYATAAN ..................................................................................
iv
ABSTRAK …………………………………………….…..…………………..
v
ABSTRACT .......................................................................................................
vi
HALAMAN MOTTO ……………………………….........……...………….... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Perumusan Masalah .......................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian .........................................................................
6
E. Metode Penelitian ........................................................................... 6 F. Sistematika Skripsi ......................................................................... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 15 A. Kerangka Teori............................................................................... 15 1. Tinjauan Umum Tentang Korban.............................................. 15 2. Tinjauan Umum Tentang Narkotika.......................................... 21 3. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika............... 30 4. Tinjauan Umum Tentang Penanganan Korban.......................... 37 5. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi Narkoba........................ 39 6. Tinjauan Umum Tentang Viktimologi...................................... 43 B. Kerangka Berpikir........................................................................
48
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 50 commit to user A. Deskripsi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo……..... 50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …...……………............. 50 2. Visi Misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo.........
52
3. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Sinai Sukoharjo........……......
53
4. Struktur Organisasi Yayasan Sinai Suoharjo ........................... 54 5. Uraian Tugas Jabatan Struktural Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo ........................................................................ 56 B. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sokoharjo.....................................................................................
57
1. Dasar Hukum Penanganan Narkoba.......................................
57
2. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo........................................................................
61
3. Hambatan-hambatan yang di hadapi Yayasan ........................
71
C. Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dari sudut pandang Viktimologi........................
72
1. Metode Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Sinai Sukoharjo ..............................................................................
72
2. Perlakuan Korban Narkoba.....................................................
75
3. Korban Narkoba dalam Prespektif Viktimologi.....................
77
BAB IV PENUTUP... ……………...............................…………………......
80
A. Simpulan ……………………………...…………………........... 80 B. Saran ………………………………………………………........ 81
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bagan Model Analisis Interaktif ..................................................... 12 Gambar 2 : Bagan Kerangka Berpikir... ...........................................................
48
Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Yayasan Sinai Sukoharjo ....................
55
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tentu menghendaki rakyatnya untuk selalu hidup sehat jasmani dan rohani, karena tidak seorang pun yang berpandangan senang sakit dalam hidupnya. Hidup produktif artinya melakukan kegiatan yang menghasilkan baik langsung maupun tidak langsung yang hasilnya dapat dinikmati diri sendiri maupun oleh orang lain, kegiatan itu dilakukan secara sosial dalam hubungannya seseorang hidup bermasyarakat, sedang kegiatan yang dilakukan secara ekonomis adalah kegiatan yang ada hubungannya dengan uang seperti bekerja. Negara tidak boleh bersikap pasif terhadap kondisi rakyat yang hidup dengan kesehatan apa adanya tetapi
harus
dengan
sungguh-sungguh
memperhatikan
kesehatan
rakyatnya. Apabila setiap orang selalu dapat konsisten untuk hidup sehat maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang sehat, karena suatu bangsa yang sehat secara otomatis negaranya menjadi kuat dan ini terkait dengan ketahanan nasional. Tetapi pada kenyataannya saat ini Negara Indonesia sedang dihadapkan pada suatu masalah berkaitan dengan kesehatan yang serius dan perlu penanganan yang cepat yaitu penyalahgunaan narkoba. Bahaya pemakaian narkotika sangat besar pengaruhnya terhadap orang, masyarakat, dan negara, sebab kalau terjadi pemakaian narkotika secara besar-besaran dimasyarakat, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang rapuh. Penyalahgunaan narkotika sering dilakukan oleh anak muda khususnya para remaja yang jiwanya masih labil dan lebih mudah untuk terpengaruh dengan hal-hal buruk. Sikap labil anak muda atau para remaja tersebut karena mereka masih dalam tahap pencarian jati diri, dalam hal ini peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan bekal agama yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kuat bagi anak-anak mereka agar supaya tidak terjerumus ke dalam lembah hitam narkoba karena generasi muda seperti merekalah yang kelak akan membangun negara dimasa yang akan datang. Narkoba adalah kepanjangan dari Narkotika dan Obat berbahaya lainnya. Selain narkotika yang digolongkan barang berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat, karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Narkotika dalam pengertian opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indonesia khususnya warga Tionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617. Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada awal 1970-an mulai muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi berbagai jenis narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika. (Hari Sasangka, 2003:16) Akibat penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat adalah kenyataan bahwa orang-orang yang kecanduan narkotika akan melakukan cara apa saja dalam memenuhi kebutuhannya mengkonsumsi narkotika tersebut. Pelajar atau mahasiswa, pengangguran atau orang yang berpenghasilan rendah yang menggunakan narkotika akan terpaksa melakukan berbagai tindakan kriminal baik dalam lingkup kejahatan narkotika maupun tindak kejahatan di luar narkotika. Semakin meningkatnya kriminalitas (kuantitas kejahatan) yang berhubungan dengan penggunaan dan perdagangan narkotika sudah barang tentu akan mengganggu ketentraman dan kesejahteraan masyarakat, untuk itu dibutuhkan sosialisasi tentang jenis-jenis narkotika serta bahaya narkotika commitpenyalahgunaan to user terhadap masyarakat. Upaya narkotika yang timbul
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam masyarakat perlu adanya tindakan-tindakan seperti tindakan preventif, represif maupun pengobatan dan rehabilitasi. Dalam penelitian ini penulis hanya akan mengkaji salah satu dari upaya
penanggulangan
narkotika
yaitu
rehabilitasi
bagi
korban
penyalahgunaan narkotika sesuai dengan sudut pandang viktimologi. Seseorang yang sudah mengalami ketergantungan terhadap narkotika harus cepat dilakukan pengobatan dan perawatan melalui fasilitas rehabilitasi. Tujuan dari rehabilitasi itu sendiri adalah untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial dari orang-orang yang
kecanduan
narkotika,
tersebut,diharapkan seorang
sehingga
dengan
adanya
tujuan
pecandu narkotika yang masuk ketempat
rehabilitasi dalam keadaan ketergantungan narkotika selanjutnya didalam rehabilitasi diberikan program-program pemulihan,
sehingga setelah
keluar dari tempat rehabilitasi orang yang kecanduan narkotika tersebut dapat sembuh dan kembali ditengah keluarganya serta dalam lingkungan masyarakat.
Keanekaragaman
pengobatan
tergantung
dari
keanekaragaman jenis narkotika yang disalahgunakan. Upaya penanggulangan yang bersifat pengobatan atau rehabilitasi belum bersifat optimal, hal ini dapat dilihat oleh tingginya angka kekambuhan bagi mereka yang sudah rehabilitasi. Hal tersebut terjadi biasanya karena korban narkotika ketika berada dalam pengawasan rehabilitasi, mereka tidak dapat menemukan bahkan memakai narkotika dan ketika sudah keluar dari tempat rehabilitasi mereka akan sangat dengan mudah mendapatkan dan menggunakannya kembali. Berbicara mengenai viktimologi yang membahas kejahatan terhadap korban, kriminolog sepakat bahwa kejahatan merupakan produk dari masyarakat. Selama masyarakat masih mengadakan interaksi satu dengan yang lain selama itupula kejahatan akan tetap muncul. Ada korban ada kejahatan dan sebaliknya, ada kejahatan ada korban. Rangkaian kata user kejahatan, jelas terjadi suatu ini menyatakan, apabila commit terdapattokorban
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kejahatan. Kejahatan dalam arti luas tidak hanya yang di rumuskan dalam Undang-Undang, tetapi juga tindakan yang menimbulkan penderitaan dan tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat oleh masyarakat. Kejahatan dalam arti sempit adalah crime yang merupakan bagian dari tindak pidana atau delict. (Arif Gosita, 1993:28) Kedudukan korban dalam kejahatan menurut pandangan hukum positif tidaklah mutlak, dalam arti korban bukanlah unsur terpenuhinya rumusan suatu kejahatan atau tindak pidana. Dalam pandangan sosiologis, korban memiliki posisi yang cukup vital dalam hubunganya dengan kejahatan. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila ada pihak yang dirugikan, dan pihak tersebut disebut dengan korban. Proses berubahnya suatu perbuatan dari perbuatan biasa menjadi perbuatan pidana disebut kriminalisasi, sedangkan proses berubahnya perbuatan pidana menjadi perbuatan biasa disebut dekriminalisasi. Salah satu faktor yang menyebabkan kriminalisasi atau dekriminalisasi adalah korban kejahatan. Ketika tidak terdapat korban kejahatan, suatu perbuatan yang awalnya merupakan tidak pidana bisa berubah menjadi tindak pidana, begitu juga sebaliknya. Permasalahan kedua yang akan dibahas adalah mengenai penanganan korban tindak pidana narkoba dalam perspektif viktimologis. Walaupun dalam hukum positif dinyatakan secara tegas kedudukan korban bukanlah hal mutlak dalam suatu tindak pidana, namun dalam tindak pidana narkoba ini kedudukan korban tidak ditinjau dari segi mutlak atau tidaknya, melainkan seseorang yang melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian setelah mengetahui tentang viktimologi yang mengkaji terhadap korban kejahatan baik dari dalam sudut pandang hukum positif dan sosiologis, dalam proses penanganan korban kejahatan narkoba dengan rehabilitasi apabila dikaitkan dengan aspek viktimologi harus mengutamakan penanganan secara optimal terhadap korban, dalam hal ini adalah korban narkoba. Agar setelah dilakukan rehabilitasi to user diharapkan para korban commit narkoba dapat sembuh dari ketergantungan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
narkoba dan dapat hidup secara normal dalam kehidupan bermasyarakat. Selanjutnya, berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis akan mengadakan penulisan hukum dengan judul “KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba merumusakan perumusan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo ?
2.
Apakah penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo sudah sesuai dengan sudut pandang viktimologi ?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui
penanganan korban narkoba di yayasan
rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo. b. Untuk
mengetahui
kesesuaian
penanganan
di
yayasan
rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo dengan sudut pandang viktimologi 2.
Tujuan subyektif a. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi sebagai syarat mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi commit to user penulis.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Untuk
memberi
pikiran
dalam
mengembangkan
ilmu
pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Teoritis a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk sedikit memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.
2.
Manfaat Praktis a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian Dalam suatu penelitian diperlukan suatu data yang dapat menunjang penyelesaian penelitian itu sendiri, sehingga dapat memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena itu diperlukan suatu metode tertentu. Metode adalah pedoman cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkunganlingkungan yang dihadapi. (Soerjono Soekanto, 2006 : 6). Metode penelitian adalah cara yang teratur dan berpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan guna menguji kebenaran maupun commitdan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi penelitian. 2. Sifat Penelitian Penelitian yang penulis susun adalah termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan kerangka baru. (Soerjono Soekanto, 2006 : 10). Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. (Soerjono Soekanto, 2006 : 250). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di yayasan rehabilitasi mental Sinai di Sukoharjo yang merupakan wadah bagi korban-korban penyalahgunaan narkoba untuk diberikan pengobatan dalam bentuk rehabilitasi. 5. Jenis dan Sumber Data Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. (Soerjono Soekanto, 2006 : 51). Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. a. Data Primer Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan, baik dengan wawancara dan observasi terhadap responden dalam penelitian. b. Data Sekunder Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan. Sumber data adalah tempat ditemukan data. Adapun data dari penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu pertama sumber data primer yaitu Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai di Sukoharjo, kedua sumber data sekunder yang terdiri dari : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Bahan Hukum Primer Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundangundangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara lain : 1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat (3) dan
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi. 3) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 996/MENKES/SK/VIII/2002 Penyelenggaraan
Sarana
tentang
Pedoman
Pelayanan
Rehabilitasi
Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (Napza) 4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan. c. Bahan Hukum Tersier atau Penunjang Yaitu
bahan
yang
memberikan
petunjuk
maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus dan sebagainya. (Soerjono Soekanto, 2006:52).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Data Primer Untuk mendapatkan data primer, adalah dengan cara wawancara. Dalam penelitian ini penulis akan secara langsung mewawancarai pembina Yayasan Rehabiltasi mental Sinai Sukoharjo. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang terpimpin, terarah, dan mendalam sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data dan informasi yang lengkap dan seteliti mungkin. Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah Bapak dan Ibu Titus Lado, selaku Pembina Yayasan Rehabilitasi Mental di Sukoharjo. b. Data Sekunder Untuk memperoleh data sekunder adalah dengan penelitian atau kepustakaan atau library research guna memperoleh bahanbahan hukum. 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. (Lexy J Moleong, 2002: 103). Penulis menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 tahap, yaitu commit to user mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul dapat berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian. (HB. Sutopo, 2002 :35). Tiga tahap tersebut adalah : a. Reduksi Data Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terus-menerus sampai laporan akhir penelitian selesai. b. Penyajian Data Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan. c. Menarik Kesimpulan Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatanpencacatan
peraturan,
pernyataan-pernyataan,
konfigurasi-
konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan. (HB. Sutopo, 2002:37).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut ini penulis memberikan ilustrasi bagan dari tahap analisis data : Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan kesimpulan
Gambar 1 : Bagan Model Analisis Interaktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
F. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB 1
: PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab yang kedua memuat 2 (dua) sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori ini terdiri dari : a. Tinjauan Umum tentang Korban b. Tinjauan Umum tentang Narkotika c. Tinjauan Umum tentang Penyalahgunaan Narkotika d. Tinjauan Umum tentang Penanganan Korban e. Tinjauan Umum tentang Rehabilitasi Narkoba f. Tinjauan Umum tentang Viktimologi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini memuat deskripsi lokasi penelitian yaitu Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai di Sukohoharjo hasil penelitian, yaitu : penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai
Sukoharjo dan kesesuaian
penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental
Sinai
di
Sukoharjo
viktimologi. BAB IV
: SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
dari
sudut
pandang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Korban a. Pengertian korban Korban merupakan orang yang menderita (mati,dsb) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dsb (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003 : 595). Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka disini yang dimaksud dapat berarti : individu, atau kelompok baik swasta maupun pemerintah. (Arif Gosita, 1993 : 41) Menurut Badar Nawawi, korban adalah orang-orang, baik secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat perbuatan (tidak berbuat) yang melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu negara, termasuk peraturan-peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu korban termasuk juga orang-orang yang menjadi korban dari perbuatan-perbuatan (tidak berbuat) yang walaupun belum merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana nasional yang berlaku, tetapi sudah merupakan pelanggaran menurut norma-norma hak asasi manusia yang diakui secara internasional. (Muhandar, 1997 : 51-52)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Korban adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik atau mental, emosional, ekonomi atau ganguan substansial terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui suatu perbuatan atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan. (Muladi, 2005: 108) Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, mendefinisikan korban: “orang perseorangan atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik, mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya, sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk ahli warisnya”. Dalam perspektif viktimologi, pada fase new victimology Waidner and wolfgang Werdenich dalam jurnal internasionalnya yang berjudul “the victims” memberikan pengertian tentang korban sebagai berikut: ...those person who are threatened, injured or destroyed by an act or omission of another (man, structure, organization, or institution) and consequently, a victim would be any one who has suffered from or been threatened by punishable act (ot only criminal act but also other punisable acts as misdemeanors, economic offenses, non-fulfilment of work duties) or from an accident (accident at work, at home, trafict accident, etc). Suffering may be caused by another man (man made victim) or another structure where people are also involved.(Waidner and Wolfgang Werdenich, The Victim, The Victimization of dependent commit to user drug user, vol 4, No. 10.1177/1477370807080719: 2007)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Artinya adalah orang yang diperlakuakn, terluka atau menderita oleh perlakuan atau kelalaian dari orang lain, struktur, organisasi atau institusi dan konsekuensinya korban akan menjadi salah satu yang selalu menderita atau diperlakukan oleh sikap yang menghakimi bukan hanya karena sikap kriminal tapi juga hukuman lainnya sebagai pelanggaran hukum, serangan ekonomi, tidak terpenuhinya pekerjaan (kecelakaan saat bekerja, dirumah, kecelakaan dijalan, dll) menderita dikarenakan orang lain yang membuat atau struktur lain dimana orang lain terlibat. b.
Pengertian Korban Secara Umum Mengenai pengertian korban sangat sulit bagi kita untuk menemukan atau memberikan pengertian secara khusus arti dari korban, karena ada berbagai macam jenis korban yang terdapat di dalam masyarakat sebagai suatu tindakan atau perbuatan seseorang baik dilakukan dibawah pengendalian manusia seperti korban kejahatan maupun di luar kendali manusia yang disebabkan oleh gejala alam, maupun korban penyalahgunaan kekuasaan. Setiap peristiwa atau kejadian yang menimbulkan korban baik karena tindakan manusia maupun kejadian yang disebabkan oleh alam sering kali menimbulkan permasalahan dan bencana yang dapat memberikan dampak negatif terhadap masyarakat. Ilmu yang mempelajari tentang masalah korban kejahatan yaitu victimology. Pengertian korban tidak hanya dari kejahatan konvensional seperti pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan pencurian tetapi juga mencakup korban dari kejahatan non konvensional seperti terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika ilegal, meliputi pula pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Korban adalah orang-orang yang secara individual atau commitpenderitaan to user kolektif telah mengalami fisik atau mental, penderitaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
emosi, kerugian ekonomi. Istilah korban disini juga meliputi keluarga korban, orang-orang yang menderita akibat melakukan intervensi atau campur tangan untuk membantu korban yang dalam kesulitan atau mencegah victimisasi. (Arif Gosita, 1993:46) Korban adalah mereka yang menderita jasmaninya dan rohaninya sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepanetingan bagi diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita, mereka disini dapat berarti individu, kelompok atau badan hukum swasta atau pemerintah. (Arif Gosita, 1993:63). Seperti yang tercantum dalam jurnal internasional “persons who individually or collectively, have surffered harm, including pysical or mental injury, emotional suffering, economic
loss or substantial
impairment or their fundamental rights, troughs actor omissions that are in violation of criminal laws operative within member States, including those laws proscribing criminal abuse power” (Gila Chen, Journal of Offender Rehabilitation, Natural Recovery from drug and alcohol of addiction among israeli prisoners, vol 43 (3) pp 1-17 : 2006) Dari pengertian jurnal internasional diatas, jelas bahwa korban adalah orang yang mengalami penderitaan karena sesuatu hal. Yang dimaksud dengan sesuatu hal disini adalah meliputi orang, institusi atau lembaga, struktur. Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatanperbuatan
yang
menimbulkan
kerugian/penderitaan
bagi
diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi. c. Pengertian korban secara khusus Dalam tindak pidana narkotika, masalah korban perlu dipahami secara cermat, hal ini disebabkan karena orang yang melakukan penyalahgunaan narkotika merupakan korban sekaligus pelaku penyalahgunaan narkotika. Sebagai korban penyalahgunaan narkotika perlu mendapatkan pengobatan dan /atau perawatan ditempat
rehabilitasi
sebagai
upaya
penanggulangan
penyalahgunaan narkotika melalui usaha rehabilitatif. Korban dari penyalahgunaan narkotika yang perlu dilakukan upaya rehabilitatif adalah secara umum orang-orang yang mengalami masalah kejiwaan yang disebabkan karena kecemasan, depresi dan ketidakmampuan menerima kenyataan hidup yang dijalani sehingga dengan mengkonsumsi narkotika diyakini dapat membuat terlepas dari masalah yang dihadapinya, begitu juga terhadap para remaja yang masih labil dan mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungannya sebagai wujud untuk mencari
jati
dirinya
sehingga
mulai
terpengaruh
untuk
mengkonsumsi narkotika. Orang-orang yang dalam kriteria ini perlu dilakukan dengan terapi yang serius dan intensive. Sedangkan orang-orang yang mempunyai sifar anti sosial yang selalu menentang norma-norma masyarakat, mempunyai sifat egosentris yang kental dalam dirinya akibatnya melakukan apapun semaunya, orang yang ini dalam perilakunya disamping sebagai pemakai juga sebagai pengedar sehingga orang-orang yang termasuk dalam kriteria ini selain dilakukan terapi juga harus menjalani pidana pidana penjara sesuai dengan besar kecilnya to user tindak pidana yangcommit dilakukannya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Hak dan kewajiban Korban Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh korban adalah antara lain sebagai berikut : 1) Hak : a)
Korban
berhak
mendapatkan
kompensasi
atas
penderitaannya, sesuai dengan kemampuan memberi kompensasi si pembuat korban dan taraf keterlibatannya / atau peranan si korban dalam terjadinya kejahatan dan berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak memerlukannya) dan mendapatkan kompensasi untuk ahli warisnya bila si korban meninggal dunia b)
Berhak mendapat pembinaan dan rehabilitasi serta mendapat kembali hak miliknya dan berhak menolak menjadi saksi bila hal ini akan membahayakan dirinya
c)
Berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pembuat korban bila melapor dan menjadi saksi dan berhak mendapatkan bantuan penasehat hukum dan mempergunakan upaya hukum
2) Kewajiban : a) Tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan pembalasan
dan
berpatisipasi
dengan
masyarakat
mencegah pembuatan korban lebih banyak lagi b) Mencegah kehancuran si pembuat korban baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain dan ikut serta membina pembuat korban commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c) Bersedia dibina atau membina diri sendiri maupun oleh orang lain dan tidak menuntut kompensasi yang tidak sesuai dengan kemampuan pembuat korban d) Memberi
kesempatan
pada
pembuat
korban
untuk
memberi kompensasi pada pihak korban sesuai dengan kemampuannya
dan
menjadi
saksi
bila
tidak
membahayakan diri sendiri dan ada jaminan. (Arif Gosita, 1993 : 52-53) 2. Tinjauan Umum Tentang Narkotika a. Pengertian Narkotika Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan
ke
dalam
tubuh.
Istilah
narkotika
yang
dipergunakan disini sama artinya dengan “drug”, yaitu sejenis zat apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruhpengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu : 1) Mempengaruhi kesadaran 2) Memberikan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia dapat berubah : a) Penenang dan Perangsang (bukan rangsangan sex) b) Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan tempat). Menurut Sudarto dalam buku Kapita Selekta Hukum commit to user Pidana mengatakan bahwa : perkataan narkotika berasal dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perkataan yunani ”Narke” yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa. (Hari Sasangka, 2003 : 33) Menurut UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 1 ayat 1 “Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan” b. Pengolongan dan Jenis Narkotika 1) Penggolongan Narkotika Penggolongan Narkotika dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 2 ayat (2) yang menyebutkan bahwa narkotika dapat digolongkan menjadi : a) Narkotika Golongan I Yang dimaksud dengan narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Beberapa contoh jenis narkotika yang termasuk dalam golongan I antara lain : (1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagianbagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2) Opium mentah yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L yang hanya mengalami pengilahan sekedar untuk pembungkus
dan
pengangkutan
tanpa
memperhatikan kadar morfinnya. (3) Opium masak terdiri dari : (a)
Candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan
lain,
dengan
maksud
mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan. (b)
Jicing, sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.
(c)
Jicingko,
hasil
yang
diperoleh
dari
pengolahan jicing. (4)
Tanaman
koka,
tanaman
dari
semua
genus
Erythoxylon dari keluarga Erythoxylaceae termasuk nuah dan bijinya. (5)
Daun
koka,
daun
yang
belum
atau
sudah
dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman
genus
Erythoxylon
dari
keluarga
Erythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara lansung atau melalui perubahan kimia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(6)
Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.
(7) Tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasish. (8)
Heroin
b) Narkotika Golongan II Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi
tinggi
mengakibatkan
ketergantungan. Beberapa contoh jenis narkotika yang termasuk dalam golongan II narkotika antara lain Alfasetilmetadol, alfametadol,
alfentanil,
benzitidin,
betametadol,
dihidromorfina, drotebanol, ekgonina (termasuk ester dan derivatnay yang setara dengan ekgonina dan kokaina), fentanil, metadona, metopon, morfina, petidina. c) Narkotika Golongan III Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan commit to user ketergantungan. Beberapa contoh jenis narkotika yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
termasuk dalam golongan III narkotika antara lain : Asetildihidrokodein,
Dihidrokodenia,
Etimorfina,
Kodeina, Nikokodina, Norkodeina, Polkodina. 2) Jenis Narkotika Ada beberapa jenis narkotika, baik yang alami maupun narkotika olahan / sintetis, yaitu antara lain : a) Candu Candu atau disebut juga dengan opium merupakan sumber utama dari narkotika alam yang berasal dari sejenis tumbuh tumbuhan yang dinamakan Papaver Somniferum.
Narkotika
jenis
candu
ini
termasuk
depressants yang mempunyai pengaruh hypnotics dan tranglizers. Depressants yaitu merangsang sistem saraf parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai penghilang rasa sakit yang kuat. Opinium dapat membuat euforia yang hebat, perasaan nyaman yang meningkat, daya khayal dan berbicara lebih tinggi. Apabila penggunaan candu ini dalam waktu jangka panjang dapat mengakibatkan penurunan
dalam
kemampuan
mental
dan
fisik,
kehilangan nafsu makan dan berat badan. b) Ganja Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput bernama cannabis sativa. Merupakan tanaman yang tumbuh liar didaerah beriklim tropis. Sebutan lain dari ganja oleh para junky yaitu cimeng, gelek, budha commit to user stick, mary jane, mariyuana, hasish (minyak atau lemak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ganja) ganja bagi para junky sering dianggap sebagai lambang pergaulan sebab di dalam pemakain ganja hampir selalu beramai-ramai hal ini dikarenakan dari efek yang ditimbulkan dari ganja yaitu kegembiraan. Ganja terbagi 2 (dua) jenis yaitu : ganja jenis jantan, ganja ini kurang bermanfaat, hanya diambil seratnya untuk pembuatan tali. Ganja jenis betina, jenis ganja ini dapat berbunga dan berbuah, biasanya digunakan untuk pembuatan rokok ganja. c) Morphine Merupakan zat utama yang bekhasiat narkotika yang terdapat pada candu mentah dengan jalan diolah secara kimia melalui penyulingan. Efek dari morphine 10 kali lebih kuat dari opium atau candu, dimana seorang pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingininya selalu memperlukan penambahan dosis dari pemakaian sebelumnya yang lambat laun dapat membahayakan jiwa. Morphine pada umumnya digunakan sebagai obat penghilang rasa sakit yang sangat kuat, biasa digunakan pada waktu melakukan pembedahan atau pasien yang menderita luka bakar, menolak, penyakit mejan (diare) morphine juga dapat menimbulkan
rasa nyaman
(euforia), menurunkan rasa kesadaran (hipnotis, sedasi) atau sebagai obat tidur apabila rasa sakit menghalangmenghalangi kemampuan untuk tidur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d) Heroin Heroin merupakan obat semi sintetik yang dihasilkan dari reaksi kimia morphine yaitu dengan nama kimia asetil-morin yang lebih efektif yang diduga tidak mengandung sifat adiktif, tetapi pada kenyataannya heroin memberikan efek ketergantungan lebih cepat, membangkitkan
rasa
kantuk
dan
euforia
serta
memberikan halusinasi yang lebih kuat dari morphine. e) Cocaine Berasal
dari
tumbuh-tumbuhan
yang
disebut
erythroxylon coca. Untuk memperoleh cocaine yaitu dengan memetik daun coca lalu dekeringkan terlebih dahulu sebelum diolah di pabrik dengan menggunakan bahan kimia cocaine termasuk golongan tanaman perdu atau belukar yang tingginya kira-kira sampai dua meter, daunnya
berwarna
hijau
kekuning-kuningan,
tidak
berduri, tidak bertangkai, berhelai daun satu, tumbuh satu-satu pada cabang atau tangkai, buahnya berbentuk lonjong berwarna kuning-merah atau merah saja apabila sudah masak. f) Metadon Metadon termasuk golongan narkotika olahan seperti heroin dan morphine, tetapi tanpa adanya efek sedative yang kuat. Metadon dapat digunakan sebagai obat
pengganti
(substitusi)
ketergantungan heroin. commit to user
heroin
dalam
terapi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g) Kodein Kodein dapat terbuat secara alami dari ekstrak opium (candu) juga dapat diperoleh dari hasil olahan dari morphine tetapi tidak memiliki efek sekeras efek dari morphine. Kodein biasa digunakan sebagai penghilang rasa sakit sedang atau untuk mengobati batuk yang parah. Kodein merupakan golongan opiat yang banyak dijual
bebas
dan
legal.
Tetapi
kodein
dapat
disalahgunakan dengan cara mengkombinasikan antara kodein dengan obat tidur yang efeknya menyerupai heroin. Kodein juga banyak digunakan sebagai obat pengganti heroin dalam proses terapi ketergantungan heroin. Dari berbagai jenis narkotika tersebut diatas, ada beberapa jenis yang paling banyak disalahgunakan yaitu : Heroin / Putauw, morphine, ganja, kokain. 3) Pengaturan Narkotika Pengaturan
mengenai
narkotika
di
Indonesia
pertama terdapat dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1976 yang dikeluarkan sebagai konsekuensi Negara Republik Indonesia ikut menandatanagani drug convention tahun 1961 yang mewajibkan negara-negara penandatangan mengambil langkah-langkah bersama dalam menanggulangi kejahatan narkotika. Namun dalam perkembangannya karena kejahatan narkotika itu semakin hari terus mengalami peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya maka Undang-Undang No 9 Tahun 1976 dinilai tidak menjangkau secara baik tentang commit to user narkotika baik menyangkut maraknya penyalahgunaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
substansinya
maupun
ancaman
pidananya.
Atas
pertimbangan hal tersebut maka pemerintah mengganti Undang-Undang No 22 Tahun 1997. Contoh yang sudah tidak relevan dalam UndangUndang No 9 Tahun 1976 dengan Undang-Undang No 22 Tahun 1997 yaitu : a) Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1976 hanya mengatur tentang jenis-jenis narkotika saja, tidak mengatur mengenai penggolongan narkotika. Dalam UU No 22 Tahun 1997 mengatur mengenai penggolongan narkotika denga sanksi pidana yang berbeda dari setiap golongan narkotika. b) Mengenai ancaman pidana dalam UU No 9 Tahun 1976 masuh ringan sehingga tidak membuat para pelaku jera, sedangkan UU No 22 Tahun 1997 ancaman pidananya diperberat dan disertai dengan pidana denda. Dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menyebutkan kesejahteraan
bahwa rakyat
dalam perlu
rangka
dilakukan
mewujudkan
upaya dibidang
pengobatan, pelayanan kesehatan, serta demi kemajuan ilmu pengetahuan, sehingga diperlukan tindakan pengawasan dan pengendalian
sebagai
upaya
pencegahan
terjadinya
penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran gelap narkotika. UU No 22 Tahun 1997 memiliki cakupan lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materinya yang meliputi penggolongan narkotika, pengadaan narkotika untuk commit to usernarkotika, produksi, label dan menjamin ketersediaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
publikasi, pengangkutan dan penyaluran narkotika, ekspor dam impor narkotika, pengobatan dan rehabilitasi, pembinaan dan pengawasan, serta peran serta masyarakat, pemusnahan narkotika, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta ancaman pidana yang diperberat unruk masing-masing golongan narkotika. Tindak pidana dibidang narkotika diatur dalam pasal 78 sampai dengan Pasal 100 UU No 22 Tahun 1997 semua tindak pidana tersebut merupakan kejahatan karena perbuatannya diluar kepentingan pengobatan, pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 3. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika a. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika Penyalahgunaan dalam bahasa Inggris disebut “Abuse”, yang artinya pemakaian yang tidak semestinya. Sehingga penyalahgunaan narkotika dalam bahasa Inggris disebut dengan “Drug Abuse”. Yang dapat dikategorikan sebagai Drug Abuse yaitu : 1) Misuse yaitu mempergunakan narkotika yang tidak sesuai dengan fungsinya. 2) Overuse yaitu penggunaan narkotika yang tidak sesuai dengan aturan berlebihan. Penyalahgunaan
narkotika
dapat
diartikan
sebagai
tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya (menyimpang atau bertentangan dengan seharusnya) yaitu tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 22 Tahun 1997 commit to user tentang narkotika, seperti memproduksi, memiliki, menyimpan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengedarkan, mengangkut, memakai, dan memperdagangkan narkotika.
Pengertian penyalahgunaan narkotika diartikan
mempergunakan narkotika, yang tidak untuk tujuan pengobatan. Akibat dari penyalahgunaan narkotika akan menimbulkan efek yang berbahaya bagi sipemakai karena penggunaan yang berlebihan, terus menerus atau kadang-kadang dari suatu narkotika yang tidak sesuai atau tidak ada hubungannya dengan pengobatan. (Naomi.2007. “Seluk Beluk Narkotika” www. soc. Culture. Indonesia diakses tanggal 21 September 2009) b. Sebab-sebab Penyalahgunaan Narkotika Seseorang dapat terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1) Faktor individu Penyalahgunaan narkotika kebanyakan dilakukan oleh para remaja, karena pada usia tersebut sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang sangat rentan untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Faktor individu ini terkait dengan masalah kejiwaan seperti : a) Adanya perasaan egois Merupakan sifat yang dimiliki oleh masing-masing individu, sifat ini selalu mendominasi perilaku seseorang secara tanpa sadar dapat mendorong untuk memiliki dan atau
menikmati
secara
narkotika.
commit to user
penuh
dalam
penggunaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Adanya kehendak ingin bebas Sifat ini juga merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh
setiap manusia. Sifat ini diungkapkan dengan cara
memberontak atau menentang terhadap otoritas dari orang tua, guru, dan perilaku menyimpang dari aturan norma yang berlaku. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud kedalam perilaku setiap dihimpit beban pemikiran maupun perasaan sehingga apabila melakukan interaksi dengan orang lain yang bekaitan dengan narkotika maka akan dapat dengan mudah untuk terjerumus dalam tindak pidan narkotika. c) Perasaan keingintahuan Rasa ingin tahu ini dimiliki oleh setiap manusia, perasaan ini timbul disebabkan karena adanya hal baru yang belum pernah dikenal dan ada perasaan ingin mencoba atau memiliki, rasa keingintahuan tidak terbatas pada hal yang positif saja tapi juga pada hal-hal yang negatif, seperti rasa keingintahuan tentang narkotika. Ini dapat mendorong seseorang untuk mencoba narkotika sehingga dari pemakaian tersebut mereka memperoleh pengalaman baru. d) Kegoncangan jiwa Hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dihadapi seperti depresi, cemas, melarikan diri dari kebosanan, kekecewaan, masalah pekerjaan sehingga mereka bermaksud menjauhi atau mengelak dari realita hidup yang dihadapi dengan menganggap bahwa keadaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terbius sebagai tempat pelarian yang terindah dan ternyaman. 2) Faktor eksternal pelaku Merupakan faktor yang datang dari luar individu yang dapat menyebabkan melakukan penyalahgunaan narkotika yaitu : a) Keadaan ekonomi Keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu keadaan ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang miskin. Pada keadaan ekonomi yang baik maka dapat dengan mudah memperoleh untuk memenuhi kebutuhan dalam penggunaan narkotika. Demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sehari-hari sangat sulit sehingga orang-orang itu akan berusaha untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut dengan cara menjadi seorang pengedar narkotika dikarenakan hasil dari penjualan narkotika untungnya sangat besar. b) Faktor lingkungan Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan sekitar rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama faktor orang tua bisa menjadi sebab seorang anak atau remaja untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak, hubungan dalam keluarga kurang harmonis, orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang tua yang commit terlalu to sibuk user dengan pekerjaannya, orang tua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang otoriter, orang tua ynag serba membolehkan, orang tua yang kurang peduli dan tidak mengetahui dengan masalah narkotika, orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahgunaan narkotika. Lingkungan sekolah juga merupakan penyebab terjadinya penyalahgunaan narkotika karena sekolah tersebut kurang disiplin dalam menerapkan peraturan sekolah terhadap para muridnya, letak sekolah yang dekat dengan tempat hiburan, sekolah yang kurang memneri kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif dalam suatu wadah kegiatan sekolah seperti olahraga, kesenian. Seseorang pergaulan
dapat
teman
diterima
yang
dalam
sebaya
lingkungan
seiring
terjadi
penyalahgunaan narkotika karena adanya tekanan atau ancaman dari teman sekelompoknya apabila tidak menggunakan narkotika maka akan dikucilkan dari kelompok
sehingga
agar
tetap
diterima
dalam
kelompoknya terpaksa menggunakan narkotika sebagai lambang persahabatan bagi kelompok tersebut. (1)
Kemudahan memperoleh narkotika Kemudahan untuk memperoleh narkotika dikarenakan masih banyaknya peredaran jenis-jenis nakotika dipasar gelap dengan harga terjangkau sehingga pecandu dapat dengan mudah untuk memperolehnya sehingga berpeluang terjadinya tindak pidana narkotika. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(2)
Kurangnya pengawasan Pengawasan
disini
mengenai
pengendalian
narkotika,
penggunaan
maksudnya terhadap dan
adalah
persediaan peredarannya.
Pemerintah memegang peranan penting untuk mengawasi dan membatasi mata rantai peredaran, produksi dan pemakaian narkotika dalam dunia kedokteran. Apabila kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maka akan terjadi peredaran narkotika dalam pasar gelap dan produksi narkotika
secara
ilegal
menyebabkan
jumlah
pecandu narkotika mengalami peningkat. c. Akibat Penyalahgunaan Narkotika 1) Bagi Individu Akibat penyalahgunaan narkotika bagi individu dapat menyebabbkan perubahan kepribadian secara drastis dari kepribadian semula, seperti menjadi pemarah, pendiam, pemurung, melawan terhadap siapapun (orang tuanya, teman, saudara, guru) bersikap masa bodoh terhadap dirinya sendiri, malas sekolah, malas mengurus kegiatan sehari-harinya sehingga menjadikan dirinya hidup santai tanpa ada beban dan tanggung jawab. Semangat bekerja atau belajar menurun dan suatu ketika bersikap seperti orang gila. Melakukan tindakan penyiksaan diri untuk menghilangkan rasa nyeri pada tubuh atau untuk menghilangkan sifat ketergantungan narkotika.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Bagi masyarakat Akibat-akibat penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat luas antara lain : a) Kemerosotan moral seperti, melakukan hubungan seks bebas,
tertutup terhadap lingkungan masyarakat atau
tidak bersosialisasi b) Meningkatnya kecelakaan lalu lintas, disebabkan karena pada saat berada dalam pengaruh narkotika, keadaan fisik maupun
mental
menurun
sehingga
pada
waktu
mengemudikan kendaraan tidak dapat berkonsentrasi sehingga kehilangan kemampuan untuk mengontrol jalannya
kendaraan
hal
ini
dapat
menyebabkan
terganggunya ketertiban masyarakat. c) Meningkatnya
kriminalitas,
seperti
penodongan,
pencurian, perampokan, kejahatan ini dilakukan untuk mendapatkan uang yang digunakan untuk membeli narkotika. d) Terjadinya perkelahian baik terhadap perorangan maupun antar kelompok, karena tidak dapat mengontrol dirinya sendiri dan cenderung cepat menjadi emosional dan mudah tersinggung terhadap siapapun yang disangka memusuhinya. 3) Bagi bangsa dan negara a) Rusaknya generasi muda yang seharusnya menjadi pewaris
bangsa
untuk
menerima
tongkat
estafet
kepemimpinan dan generasi muda seharusnya menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tulang punggung terhadap ketahanan nasional dan keutuhan bangsa. b) Hilangnya rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara sehingga memudahkan negara lain mempengaruhinya untuk menghancurkan negara. 4. Tinjauan Umum tentang Penanganan Korban a. Pengertian Penanganan korban adalah suatu tindakan dimana melakukan tindakan optimal terhadap suatu korban baik secara langsung maupun berkelanjutan. Diperlukan tindakan medis maupun sosial untuk penanganan korban agar korban setelah dilakukan tindakan tersebut dapat kembali normal seperti sebelum ketergantungan narkoba. (Hari Sasangka, 2003 : 27). b. Macam-macam penanganan korban narkoba 1) Pengobatan Tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pegertian pengobatan, akan tetapi dapat diartikan sebagai suatu tindakan medis dan non medis untuk menyembuhkan korban penyalahgunaan
narkoba.
Garis
besar
pengobatan
ketergantungan narkoba terdiri atas 3 tahapan, yaitu : a) Tahap detoksifikasi Adalah merupakan tahapan untuk menghilangkan racun akibat narkoba yang dikonsumsi pemakai narkoba (junky) dari dalam tubuhnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b) Tahap rehabilitasi Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi pada pemakai narkoba baik secara fisik dan mental. Dalam tahap ini dokter, psychiater, psikolog, berusaha untuk merehabilitasi seara intensif agar pemakai narkoba sehat seperti semula. c) Tahap tindak lanjut Tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah pemakai narkoba keluar dari panti rehabilitasi. Hal ini perlu kerja sama antara orang tua, pekerja sosial, dan lingkungan dimana pemakai narkoba tinggal. 2) Rehabilitasi Menurut BAB I Pasal ayat 15 dan 16 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997, rehabilitasi meliputi 2 hal, yaitu : a) Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu
untuk
membebaskan
pecandu
dari
ketergantungan narkotika. b) Rehabiltasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental, maupun sosial agar bekas pecandu narkotika agar kembali dapat melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. 5. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi Narkoba Rehabilitasi dilaksanakan oleh instansi diluar Polri khususnya dilakukan oleh Departemen Sosial dengan Departemen Kesehatan yang berupa adanya lembaga panti rehabilitasi baik medis maupun sosial yang telah ditunjuk oleh instansi tersebut diatas maupun commit to user tempat rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pengertian rehabilitasi Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak menegaskan adanya pengertian dari rehabilitasi, tetapi didalam Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Dan didalam Pasal 1 ayat 16 juga dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali
melaksanakan
fungsi
sosial
dalam
kehidupan
masyarakat. Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan) yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu, misalnya pasien rumah sakit, korban bencana, supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003: 823 ) Seorang psikiater yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya
memulihkan
dan
mengembalikan
para
mantan
penyalahguna atau ketergantungan narkotika. Kembali sehat dalam arti sehat secara fisik, psikologik, sosial dan agama (keimanan). Dengan kondisi tersebut diharapkan mereka mampu kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, sekolah, tempat kerja dan di lingkungan sosialnya (Dadang Hawari, 2004 : 134)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengaturan Rehabilitasi Keberadaan tempat rehabilitasi sebagai salah satu sarana upaya pencegahan korban narkotika memiliki dasar hukum yang diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, Pasal 45 yang menegaskan bahwa seorang pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan /atau perawatan. Pasal 48 ayat 1 dan 2 yang menegaskan bahwa pengobatan dan /atau perawatan
pecandu
narkotika
dilakukan
melalui
fasilitas
rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 49 ayat 1 menyatakan bahwa rehabilitasi medis pecandu narkotika dilalukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Dalam Pasal 50 rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial. c. Jenis Rehabilitasi Rehabilitasi terhadap korban narkotika dibedakan dalam 2 (dua) jenis rehabilitasi, yang telah diatur dengan jelas dalam Pasal 48 ayat 2 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang berbunyi rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. 1) Rehabilitasi Medis Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika. Pengobatan terhadap korban penyalahgunaan narkotika tidak semudah mengobati commit to user penyakit medis pada umumnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena
pengobatan
terhadap
korban
penyalahgunaan
narkotika sangat kompleks sebab menyangkut berbagai aspek seperti aspek psikologis maupun aspek sosio kultural yang terdapat pada pribadi si pasien korban penyalahgunaan narkotika. Namun, apapun permasalahan yang dihadapi oleh pasien, pengobatan secara medis harus tetap dilakukan dengan cepat dengan disertai pembinaan secara mental dan fisik dan dengan bimbingan psikiatrik secara terus menerus sebagai upaya agar tidak mengalami kekambuhan (relaps). Pengobatan
secara medis
merupakan
tugas
dan
tanggung jawab profesi medis (dokter) yaitu pengobatan untuk melepaskan ketergantungan terhadap narkotika yang disebut sebagai proses detoksifikasi. Detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara cold turkey yaitu tanpa diberi obat apapun. Si pasien dibiarkan merasakan betapa sakitnya karena merasa putus zat sehingga dapat memberikan rasa jera. Selain dengan cold turkey dapat juga dilakukan dengan cara memberikan obat sesuai dengan gejala yang ada (symtomatis) seperti untuk gejala mual diberi obat anti mual (primeran), maupun dengan substitusi yait pengobatan dengan obat pengganti yang sifatnya non opioida seperti sakau akibat dari putauw diberikan obat pengganti seperti codein, metadon. Akibat dari penyalahgunaan narkotika sering terjadi komplikasi medis, sehingga apabila terjadi komplikasi medis maka harus ditangani oleh ahli medis yang bersangkutan seperti komplikasi paru-paru maka dirujuk kebagian paru-paru, komplikasi jantung dirujuk kebagian jantung. Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika. Psikoterapi commit biasa dilakukan setelah proses detoksifikasi to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
selesai.
Psikoterapi
dilakukan
dengan
maksud
untuk
memperkuat kepribadian, kepercayaan diri dan dapat mengetahui arti hidup yang sangat penting bagi si pasien penyalahgunaan narkotika. 2) Rehabilitasi sosial Menurut Pasal 1 ayat 16 UU No 22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental, maupun sosial
agar
bekas
pecandu
narkotika
dapat
kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Dan menurut Pasal 50 UU No 22 Tahun 1997 menyebutkan bahwa rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial. Dalam program rehabilitasi yang diselenggarakan oleh tempat-tempat rehabilitasi disesuaikan dengan kepribadian dari korban penyalahgunaan narkotika sehingga program satu dengan yang lain berbeda tetapi berdasarkan pada pelayanan dan
pengobatan
secara
terpadu
yang
diterapkannya.
Pelaksanaan program rehabilitasi dibutuhkan partisipasi dari segala pihak seperti keluarga, masyarakat, konselor addict, rohaniawan,
psikiater,
psikolog
agar
si
pasien
penyalahgunaan narkotika dapat segera cepat pulih sehingga dapat segera kembali ditengah-tengah masyarakat. 3) Tujuan Rehabilitasi Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kemampuan fisik, mental dan emosional pecandu sehingga dapat hidup commit to penyesuaian user dengan kemampuan diri yang cukup baik
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terhadap lingkungan sosialnya, kuat menghadapi tantangan hidup dan tidak tergoda untuk mencari jalan pintas dengan menggunakan
narkotika.
Proses
pembinaan
mental
psikologik, sosial, dan spiritual membutuhkan waktu lama, tergantung berat ringannya masalah, keinginan pecandu untuk berubah, dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta program rehabilitasi yang dilakukan terhadap pasien. Sehingga si pasien dapat bertahan untuk tidak menggunakan narkotika kembali atau tidak kambuh lagi sepulang dari tempat rehabilitasi tersebut. 6. Tinjauan Umum Tentang Viktimologi a. Pengertian Viktimologi Viktimology (istilah bahas Inggris) bersal dari kata-kata latin Victima yang berarti korban, logos yang berarti Ilmu Pengetahuan Ilmiah, Study. (Arif Gosita, 1993:43). Viktimologi adalah lebih daripada departemen atau seksi, ia adalah suatu pemikiran yang menempatan kriminologi dalam suatu kedudukan penting yang baru, dan dengan demikian menaikkan dirinya dalam taraf ilmiah yang tinggi lagi. (Arif Gosita, 1993 : 45). Viktimologi di Indonesia merupakan barang baru, sehingga perlu sekali pengenalannya serat pengertiannya. Pengertian yang tepat seseorang mengenai suatu permasalahan dapat menyebabkan yang bersangkutan bersikap dan bertindak tepat pula terhadap permasalahan tersebut. (Arif Gosita, 1995 : 15). Kata viktimologi berasal dari kata victim yang berarti korban, sehingga viktimologi secara gampangnya diartikan sevagai ilmu yang mempelajari tenatang korban kejahatan atau lebih jelasnya bagaimana melindungi korban. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Viktimologi Sebagai Sumber Dasar Pemikiran Terhadap Korban Kejahatan. Viktimologi
mencoba
memberikan
pemahaman,
mencerahkan permasalahan kejahatan dengan mempelajari para korban kejahatan, proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam rangka menciptakan kebijaksanaan dan tindakan pencegahan dan menekan kejahatan secara lebih bertanggung jawab. Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaanpenderitaan mental, fisik dan sosial, tujuannya adalah tidak untuk menyanjung-nyanjung
para
korban,
tetapi
hanya
untuk
memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban dan hubungan mereka dengan para korban. c. Manfaat Viktimologi Manfaat viktimologi adalah antar lain sebagai berikut : 1) viktimologi mempelajari hakekat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban, apa artinya viktimisasi dan proses viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam suatu proses viktimisasi. 2) viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, pisik, sosial. Tujuannya tidaklah untuk menyanjung (eulogize) pihak korban, tetapi hanya untuk memberikan beberapa penjelasan mengenai peran korban dan hubungannya dengan pelaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) permasalahan utama viktimologi antara lain adalah mencapai, mengusahakan hasil-hasil praktis yang berarti menyelamatkan orang dalam bahaya dan dari bahaya. 4) viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi masalah
konpensasi
viktimologis
pada
dipergunakan
korban; dalam
pendapat-pendapat keputusan-keputusan
peradilan kriminil dan reaksi pengadilan terhadap perilaku kriminil. Mempelajari korban dari dan dan dalam proses peradilan kriminil, merupakan juga suatu studi mengenai hak dan kewajiban asasi manusia. d. Fase Perkembangan Viktimologi Dalam
perkembangannya
viktimologi
mengalami
perubahan-perubahan, antara lain sebagai berikut : 1) Penal or special victimologi Dalam fase ini perkembangan viktimologi difokuskan untuk mempelajari korban
kejahatan
2) General viktimologi Dalam fase ini pembahasan viktimologi untuk mempelajari korban kecelakaan lalu lintas dan korban kejahatan 3) New viktimologi Dalam fase ini viktimologi sudah modern / maju. Mempelajari dan memperhatikan korban kejahatan, kecelakaan, penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran korban.
e. Pihak-Pihak dalam Viktimologi Pihak-pihak yang terkait dengan viktimologi dan dipelajari secara mendalam dalam viktimologi adalah sebagai berikut : 1) Korban
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam hal ini korban disebut sebagai obyek viktimologi karena yang menjadi perhatian utama dalam viktimologi adalah korban. Korban merupakan mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Mereka disini yang dimaksud dapat berarti : individu, atau kelompok baik swasta maupun pemerintah. (Arif Gosita, 1993 : 41) 2) Penimbul korban Dengan adanya korban pasti ada sebab mengapa dirinya bisa dikategorikan menjadi korban. Korban dapat ditimbulkan dengan sebab-sebab yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain serta pengaruh lingkungan sekitar dimana orang tersebut tinggal. 3) Pihak terkait Pihak-pihak
yang
terkait
yang
dipelajari
dalam
viktimologi adalah pihak yang yang dapat membuat orang tersebut menjadi korban atau pihak-pihak yang terkait dalam proses kejahatan yang dilakukan korban. Kemudian pihak-pihak yang tekait dalam penanganan koban secara khusus. f. Tipologi korban menurut Sellin dan wollfgang 1) Primary victimization adalah korban individual, jadi korban disini adalah korban perorangan bukan korban kolektiv atau kelompok 2) Secondary victimization, maksud dari korban dengan bentuk seperti ini adalah, korbannya badan hukum atau kelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) Tertiary victimization yang menjadi korban adalah masyarakat luas, boleh juga dikatakan, bahwa korbannya abstrak dan tidak berhubungan langsung dengan kejahatan 4) Mutual victimization, yang menjadi korban adalah pelaku sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban dari kejahatan yang dilakukannya sendiri 5) No victimization, istilah no victimization bukan berarti tidak ada korban. Korban tetap ada akan tetapi tidak dapat segera diketahui keberadannya atau posisinya sebagai korban.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
B.
digilib.uns.ac.id
Kerangka Berpikir Penyalahgunaan Narkoba
Korban
Penanganan korban narkotika
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
Rehabilitasi
Rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo
Aspek viktimologi
Gambar 2 : Bagan Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penjelasan : Dalam suatu penyalahgunaan narkoba secara tidak langsung menimbulkan korban. Untuk mengatasi korban penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan tindakan-tindakan yang baik agar korban penyalahgunaan narkoba dapat segera sembuh dari ketergantungan narkoba serta perlu adanya tindakan yang tegas dari aparat pemerintah penegak hukum. Penanganan korban narkoba dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya pemerintah mengeluarkan suatu produk hukum yaitu dengan munculnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Di dalam Undang-Undang tersebut terdapat upaya-upaya untuk mengatasi korban narkoba yaitu dengan rehabilitasi. Rehabilitasi
yang akan
digunakan adalah rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis dapat dilakukan dengan pemakaian obat-obat tertentu untuk menyembuhkan koban narkoba. Sedangkan rehabilitasi sosial dapat dilakukan salah satunya dengan merawat korban narkoba di panti rehabilitasi mental. Dalam penulisan hukum ini penulis akan memilih panti rehabilitasi Sinai Sukoharjo sebagai tempat penelitian. Tentunya dalam proses penanganan terhadap korban di panti rehabilitasi tersebut akan dikaitkan dengan aspek-aspek viktimologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Diskripsi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo 1. Gambaran Lokasi Penelitian Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai terletak di Desa Kutu RT. 02 RW. 08 Kelurahan Telukan Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo. Sebelah timur Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai merupakan sebuah perkampungan di desa Kutu. Sebelah barat terdapat beberapa bangunan pabrik dan sebagian lahan kosong. Sebelah utara dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, yaitu lagu Bengawan Solo. Sedangkan sebelah selatan juga terdapat perkampungan dan tempat pendidikan. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo ini berdiri pada tahun 1992 yang didirikan oleh Bapak Titus Lado yang berasal dari Nusa Tenggara Timur bersama istri yang bernama Ibu Artha yang berasal dari Medan. Pada tahun 1997 Yayasan tersebut didaftarkan secara resmi kepada Pemerintah setempat yaitu Kabupaten Sukoharjo dan memperoleh status sebagai yayasan rehabilitasi yang berbadan hukum melalui notaris. Serta diresmikan oleh Bupati Sukoharjo pada tanggal 23 Mei 2002. Pada awalnya panti rehabilitasi ini berdiri hanya menampung pasien yang mengalami goncangan jiwa atau mental karena sakit jiwa yang dideritanya. Pasien tersebut diantar langsung oleh pihak keluarga untuk dititipkan di yayasan tersebut sampai pasien tersebut sembuh dari sakit jiwa yang dideritanya. Selain itu yayasan ini juga menampung orang-orang sakit jiwa yang ditelantarkan oleh keluarganya yang berada di jalanan. Seiring berjalannya waktu yayasan ini juga menerima para korban narkoba dengan asumsi bahwa menurut Bapak Titus Lado selaku pemilik commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sekaligus pembina Yayasan menjelaskan korban narkoba juga termasuk dalam kriteria gangguan mental karena penggunaan narkoba dapat merusak mental dari diri korban narkoba tersebut. Jadi diperlukan pembenahan dan rehabilitasi mental pada diri korban penyalahgunaan narkoba. Pada puncaknya tahun 2006 Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai mendapatkan sebuah penghargaan dari Badan Narkotika Propinsi Jawa Tengah sebagai Yayasan yang berhasil dalam penanganan dan pembinaan melalui rehabilitasi sosial dan rohani tanpa bantuan medis. Di dalam yayasan ini terdapat kurang lebih 20 orang korban narkoba, gangguan jiwa 125 orang dan 20 anak asuh. Bangunan Yayasan terebut kurang lebih berukuran 1817 m² terdiri dari 10 ruang yaitu sebagai berikut : a. Aula b. Kamar pasien 3 ruang yang masing-masing ruangan ditempati oleh 70 pasien, antara laki-laki dan perempuan dibedakan. c. Rumah tinggal pemilik yayasan d. Kamar Mandi 10 buah terdiri dari 1 tempat terbuka berukuran 6 x 6 m berada di luar kamar dan 3 tempat tertutup di dalam masing-masing kamar pasien. e. Dapur umum berukuran 10 x 6 m f. Kamar pekerja sebanyak 1 ruang. g. Kamar khusus yang dipergunakan untuk pasangan yang sudah menikah sebanyak 4 kamar. h. Gudang. i. Tempat cuci umum. j. Kantor administrasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
k. Sarana ketrampilan listrik las dan asietelin, perbengkelan, komputer, jahit menjahit, olah raga bulutangkis, tenis meja, dan catur. 2. Visi Misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Jika sebuah Yayasan ingin maju dan berkembang, tentu Yayasan tersebut harus mempunyai cita-cita dan gagasan ideal mengenai bagaimana Yayasan tersebut akan dibangun. Gambaran ideal itu yang sering disebut sebagai sebuah visi. Jadi, Yayasan dibangun tanpa suatu visi, maka sulit Yayasan tersebut akan dapat maju dan berkembang dengan baik sesuai dengan yang diimpikan oleh pendirinya. Yayasan rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo termasuk yayasan yang bergerak di bidang sosial masyarakat. Oleh karena itu, yayasan ini dibangun untuk ikut serta membantu pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional dibidang sosial masyarakat dan kerohanian. Pihak Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menginginkan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai mempunyai visi dan misi yang jelas dan terarah. Visi dan misi itu digunakan sebagai pedoman seluruh pelaksanaan maupun tujuan yayasan tersebut didalam menjalankan program-program sosial kemasyarakatan yang ada di yayasan tersebut. Dalam merumuskan visi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, Pendiri Yayasan Bapak Titus Lado dengan istrinya Ibu Artha Simatupang sudah menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang ada dalam kehidupan kemasyarakat, berbangsa, dan bernegara yaitu menggunakan cara-cara yang bersifat sosial kemasyarakatan dan kerohanian. Sesuai dengan Keputusan rapat badan pendiri, pada tanggal 21 April 2003 menetapkan visi dan misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. Adapun visi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo adalah mewujudkan sebagai lembaga sosial yang benar-benar mumpuni dalam memberi pelayanan sosial bagi korban narkoba, orang-orang yang terlantar dan orang-orang yang ditelantarkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Adapun misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, antara lain sebagai berikut : a. Berperan aktif menjalin hubungan baik dengan pemerintah daerah untuk melakukan kegiatan-kegiatan dibidang sosial kemasyarakatan dan kerohanian. b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memberikan pelayanan-pelayanan sosial bagi orang-orang yang tuna laras, anak terlantar dan korban narkotika. c. Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan langsung dengan penderita narkoba dan gangguan jiwa. d. Melakukan rehabilitasi yang efektif dan profesional dalam rangka membantu penyembuhan korban narkotika. e. Membudayakan sikap saling tolong-menolong antar sesama manusia. f. Menjunjung tinggti hak asasi manusia dalam pelaksanaan rehabilitasi kepada korban narkoba dengan mengedepankan harkat dan martabat manusia. 3. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo a. Tujuan Yayasan Ikut
serta
membantu
pemerintah
dalam
rangka
mewujudkan
pembangunan nasional di bidang sosial masyarakat dan bidang kerohanian. Untuk mencapai tujuan tersebut yayasan melakukan upayaupaya kerjasama dengan lembaga-lembaga resmi maupun swasta, di dalam ataupun di luar negeri yang tujuannya sama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Kegiatan Yayasan 1) Menampung, merawat serta membina penyandang masalah cacat mental, sakit jiwa, korban narkotika dan anak-anak bermasalah. 2) Melaksanakan pembinaan rohani dan keterampilan. 3) Melaksanakan kegiatan sosial lainnya yang dianggap perlu. c. Sumber Dana 1) hasil pemisahan dari kekayaan pribadi pendiri 2) bantuan dari perorangan, lembaga resmi atau swasta dari dalam atau luar negeri yang tidak mengikat 3) hibah wasiat dan warisan 4) hasil-hasil usaha yayasan sendiri 5) pendapatan lainnya yang sah 4. Struktur Organisasi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Dari penelitian yang dilakukan penulis bahwa berdasarkan Surat akta Notaris Nomor 8/20/XI/1997/SKH oleh Notaris Murtini, S.H. berkedudukan di Kabupaten Sukoharjo. Susunan organisasi di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo terdiri dari : a. Kepala Yayasan b. Sekretaris c. Bendahara d. Anggota, yang terdiri dari : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Bidang Perawatan 2) Pelayan Konseling 3) Bidang Rohani 4) Bidang Olahraga dan Seni Berikut ini penulis sajikan bagan struktur organisasi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo :
KEPALA YAYASAN
SEKRETARIS
ANGGOTA
BENDAHARA
1. Bidang Perawatan 2. Bidang Kerohanian 3. Bidang OR dan Seni 4. Pelayan Konseling 5. Bidang Ketrampilan
Gambar 3 : Bagan struktur organisasi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Uraian Tugas Jabatan Struktural Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Berdasarkan Keputusan Rapat Badan Pendiri, pada tangal 21 April 2003 memilih dan menetapkan pengurus yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Tahun 2003 sampai sampai dengan 2010, sebagai berikut : a.
Kepala Yayasan Seorang Ketua mewakili pengurus harian dan mewakili yayasan baik di dalam maupun diluar pengadilan dan dapat melakukan segala tindakan baik yang yang bersifat pengurusan maupun pemilikan, mengikat yayasan pihak lain atau pihak lain kepada yayasan tetapi dengan pembatasan bahwa untuk : 1) meminjam uang atau meminjamkan uang atas nama yayasan 2) mendapatkan, melepaskan atau membebani suatu hak atas harta tetap milik yayasan 3) mengikat yayasan sebagai penjamin 4) menggadaikan atau mempertangungkan dengan cara apapun kekayaan yayasan.
b.
Anggota Pengurus Harian Para anggota pengurus harian sebagai suatu kesatuan berusaha mengusahakan terwujudkan maksud dan tujuan yayasan, dengan menjalankan tindakan-tindakan yang dianggap berguna untuk mengurus dan menguasai kekayaan yayasan dengan sebaik-baiknya termasuk : 1) menyusun anggaran rumah tangga, aturan-aturan dan rencana kerja 2) mengatur dan mengusahakan rencana keuangan yang ada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3) mengadakan rapat pengurus untuk membahas masalah 4) menentukan program untuk pemecahan masalah 5) melaksanakan program-program yang sudah direncanakan 6) melakukan evaluasi setiap 3 bulan sekali untuk menguji keberhasilan program 7) melakukan tindakan-tindakan lain yang dianggap baik dan berguna untuk pengembangan yayasan. B. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo 1. Dasar Hukum Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Pendirian Yayasan Rahabilitasi Mental Sinai Sukoharjo ini dari hasil wawancara dengan pendiri yayasan Bapak Titus Lado berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian dalam pelaksanaannya mengacu pada Pasal-Pasal yang ada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika terutama Pasal 44 sampai dengan Pasal 51. Di dalam Pasal 45 dijelaskan bahwa seorang pecandu narkotika wajib menjalani pengobatan dan perawatan. Penulis berpendapat bahwa hal-hal dan segala bentuk kegiatan yang ada di yayasan Sinai tersebut telah mengacu sesuai dengan Peraturan Perundang-Undang yang berlaku karena dalam pelaksanaannya melakukan segala bentuk pengobatan dan perawatan dengan metode utama adalah metode kerohanian. Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dijelaskan bahwa pengobatan atau perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui commit to user fasilitas rehabilitasi. Di dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dilakukan dengan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan rehabilitasi untuk penyembuhan korban narkoba. Fasilitas-fasilitas tersebut ruang khusus untuk korban narkoba. Kemudian ada ruang ibadah agar hubungan kerohanian dengan Tuhan untuk penyembuhan lebih optimal. Disediakan juga fasilitas konseling yang berguna bagi korban narkoba apabila ingin meminta saran dan penyelesaian terkait masalah kehidupan pribadinya. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dijelaskan bahwa rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan sosial. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menekankan pada rehabilitasi sosial dan ditambah dengan rehabilitasi dengan metode kerohanian, tidak menggunakan rehabilitasi medis. Hai ini dikarenakan menurut Bapak Titus Lado bahwa dengan pemberian medis melalui obat penahan sakau atau penenang justru korban akan ketergantungan dengan pemberian obat tersebut dan akhirnya nanti akan merusak syaraf korban dan dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Jadi, di Yayasan Rehabilitasi Sinai tidak menggunakan cara medis dalam penanganan korban lebih diutamakan dengan menggunakan rehabilitasi sosial dan kerohanian. Beliau berkeyakinan bahwa dengan menggunakan metode tersebut lebih efektif karena kesembuhannya didasarkan pada kemauan diri pibadinya. Hal tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang merupakan mantan pengguna narkoba. Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
dijelaskan bahwa rehabilitasi medis pecandu
narkotika dapat dilakukan dirumah sakit
ditunjuk oleh Menteri
Kesehatan. Sedangkan di ayat (2) Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22 commit to user Tahun 2007 tentang Narkotika di bahas tentang persetujuan Menteri
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kesehatan lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh masyarakat dapat melakukan rehabilitasi pecandu narkoba. Yayasan Rehabilitasi Sinai telah mempunyai izin khusus terkait dengan pendirian
Yayasan
Pemerintah
tersebut
dari
Provinsi
Jawa
396/ORSOS/2003/2007
tentang
Dinas
Kesejahteraan
Sosial
Tengah
dengan
Nomor
izin
operasional
organisasi
sosial/lembaga swadaya masyarakat penyelenggara kegiatan usaha kesejahteraan sosial. Kemudian memperoleh status badan hukum dengan Akta Notaris Nomor 8/20/XI/1997/SKH dan diresmikan langsung oleh Bupati Sukoharjo Ir. H. Bambang Riyanto, M.H. tanggal 23 Mei 2002. Kemudian ayat (3) Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dijelaskan bahwa selain pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan
pecandu
narkotika
dapat
diselenggarakan
oleh
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Melihat dari Pasal tersebut sangat sesuai sekali dengan yang dilakukan di Yayasan Rehabilitasi Sinai Sukoharjo yang penekanannya pada rehabilitasi kerohanian untuk penyembuhan korban narkotika. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika menjelaskan bahwa rehablitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan pada lembaga sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial. Menurut penulis dalam Pasal ini dilakukan setelah seorang korban narkoba tersebut sembuh dari ketergantungan. Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dapat commit to user dilaksanakan pada sarana pelayanan kesehatan yang memperoleh izin.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kemudian di Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dijelaskan mengenai sarana pelayanan rehabilitasi dapat juga dilaksanakan oleh sarana yang berbentuk antara lain panti, wisma atau pondok yang dilakukan oleh perorangan atau lembaga yang berbadan hukum dan panti, wisma, dan pondok tersebut harus memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Pasal 4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
996/MENKES/SK/VIII/
2002
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA).
Dalam
penyelenggaraan
pelayanan
rehabilitasi
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA harus tetap : a. melaksanakan fungsi sosial dengan memperhatikan kemampuan masyarakat. b. melakukan pencatatan dan pelaporan dan membantu melaksanakan program pemerintah dalam kebijakan penanggulangan NAPZA c. melaksanakan fingsi rujukan Pasal 5 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
996/MENKES/SK/VIII/
2002
tentang
Pedoman
Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) dijelaskan bahwa sarana pelayanan rehabilitasi dalam melakukan upaya pemulihan kepada pasien penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA, dilarang menggunakan metode dengan commit to psikologik/mental. user kekerasan fisik dan kekerasan Kemudian Pasal 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dijelaskan sarana pelayanan rehabilitasi wajib melaporkan kegiatannya dan harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat. Dari Pasal-Pasal yang telah dijelaskan diatas, menurut penulis Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo telah memenuhi berbagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam KEPMEN tersebut. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah mendapat izin penuh dari pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan provinsi Jawa Tengah. 2.
Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo Penanganan melakukan
korban
adalah
suatu
tindakan
dimana
tindakan optimal terhadap suatu korban baik secara
langsung maupun berkelanjutan. Dalam wawancara yang dilakukan penulis kepada pendiri sekaligus pemilik Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, Bapak Titus Lado
menjelaskan bahwa dalam
penanganan korban narkoba di Yayasan Sinai dengan metode pendekatan kerohanian dan sosial. Dengan tindakan-tindakan pertama sebagai berikut : a. Bagi korban narkoba yang pertama kali datang ke Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, pertama akan diadakan sesi tanya jawab antara korban dengan staf atau petugas konseling untuk mengetahui lebih dalam mengenai jati diri korban. b. Pihak yayasan juga memintai keterangan mengenai korban dari keluarga yang mengantar korban ke yayasan, yang bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai penyalahgunaan narkoba yang diderita korban. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pihak yayasan kemudian memberikan pemahaman kepada keluarga korban atau calon pasien mengenai berbagai aturan yang ada di dalam yayasan, misalnya tidak boleh merokok karena menurut kepala yayasan Bapak Titus Lado merokok merokok merupakan pemicu utama untuk mencoba narkoba. d. Setelah pihak keluarga korban memahami dan menyetujui segala peraturan yang ada di yayasan dan menyelesaikan administrasi kemudian
pihak
keluarga korban
sesegera
mungkin
untuk
meninggalkan yayasan agar penanganan terhadap korban lebih maksimal. e. Tindakan berikutnya yang dilakukan adalah melakukan penggledahan kepada korban atau calon pasien dengan cara mengecek semua perlengkapan
yang
dibawa
dan
tidak
terkecuali
dilakukan
penggledahan pada seluruh badan korban. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan korban masih membawa narkoba di dalam yayasan. f. Pendekatan untuk memberi rasa aman dan nyaman sehingga korban merasa seperti dirumah sendiri. Menurut Bapak Titus Lado selaku pendiri sekaligus pemilik yayasan menjelaskan bahwa tindakan-tindakan pertama yang dilakukan tersebut merupakan bentuk pencegahan awal yang paling efektif, hal ini disebabkan berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang dahulunya merupakan seorang pemakai, pengedar sekaligus agen narkoba. Sehingga beliau paham betul cara-cara untuk menyembunyikan narkoba yang dibawanya. Dengan demikian berdasarkan pengalaman itulah tindakan pencegahan pertama di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bapak Titus Lado menjelaskan bahwa dalam penanganan rehabilitasi korban narkoba semua korban ditempatkan pada ruangan yang sama baik itu korban narkoba yang baru datang maupun yang sudah lama tinggal di yayasan tersebut. Hal tersebut dilakukan karena untuk memberikan rangsangan kepada korban narkoba yang baru saja datang agar bisa melihat dan instrospeksi diri dengan melihat korban narkoba lain yang sudah mulai sembuh dari ketergantungan narkoba, sedangkan teman lain yang berada dalam satu ruang dengan korban yang baru saja masuk bisa saling memberikan motivasi dan kekuatan untuk sembuh dari ketergantungan narkoba. Kekuatan untuk sembuh dari ketergantungan narkoba itu sendiri tergantung pada kemauan pribadi masing-masing korban narkoba. Mengenai persoalan dana dalam pelaksanaan penanganan rehabilitasi korban narkoba, Bapak Titus Lado menjelaskan bahwa masalah dana bukan merupakan faktor utama bagi kesembuhan korban. Beliau berprinsip bahwa dalam menjalani hidup ini harus saling tolong menolong antar sesama umat manusia dan tidak mengharap imbalan dalam arti pertolongan yang kita berikan adalah murni dari ketulusan hati kita, beliau percaya bahwa dengan ketulusan akan diberikan kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo telah tergabung dengan forum perlindungan dan advokasi bagi korban narkotika Jawa Tengah. Jadi secara tidak langsung dalam penanganan korban narkoba di Yayasan Sinai mendapat dukungan dan pengawasan penuh dari forum tersebut, sehingga hak-hak korban terlindungi. Metode utama yang digunakan dalam penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo terdiri atas :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
Rehabilitasi rohani Merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada korban narkoba dari pihak yayasan yang bertujuan untuk mengingatkan kembali korban kepada pencipta langit bumi dan seisinya yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Metode ini merupakan pondasi pertama yang harus dibangun pada diri korban karena dengan tersadarnya korban akan kebesaran Tuhan dipercaya dapat menjadi pegangan kuat bagi korban untuk keluar dari ketergantungan narkoba. Rehabilitasi rohani diberikan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut : 1) Memberikan pelayanan konseling Suatu pendekatan kepada korban secara pribadi untuk mengetahui lebih dalam kepribadian si korban sehingga korban merasa nyaman dalam menceritakan kehidupan yang telah dilaluinya hingga dia terjerumus kelembah hitam seperti narkoba. Dalam pelayanan konseling pihak yayasan tidak memaksa korban untuk bercerita, tetapi dengan pendekatan yang benar yaitu dengan memposisikan diri sebagai teman, memberikan kasih sayang, mendengarkan keluh kesahnya dan memahaminya
baru
kemudian
membantu
membukakan
alternatif penyelesaian masalahnya yang tentunya bersumber dari Tuhan dengan membangun kembali interaksi korban dengan Tuhan penciptanya. Hal ini bertujuan agar dalam diri korban timbul rasa bersalah karena sudah jauh dari Tuhan dan menjalankan larangan-laranganNya. Sehingga dimaksudkan setelah adanya pemberian pelayanan konseling korban dapat kembali menjalin komunikasi dengan Tuhan sesuai dengan keyakinannya yang mungkin selama masih mengkonsumsi narkoba hubungannya commit todengan user Tuhan sempat terputus. Setelah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mulai timbul kesadaran akan
iman korban diberikan
pemahaman akan pentingnya memiliki dasar iman yang kuat pada diri manusia untuk menghadapi kehidupan, yang tentunya kesemuanya itu tidak hanya diberikan dalam satu kali pelayanan melainkan melalui tahapan-tahapan sesuai dengan perkembangan tingkat keimanan korban. 2) melakukan kegiatan ibadah secara khusus Menurut penjelasan yang diberikan oleh pihak yayasan, para korban narkoba diberikan pemahaman mengenai arti beribadah yang tentunya sesuai dengan keyakinan yang dianut. Bagi mereka yang beragama nasrani disana juga diberikan pelayanan ibadah tiga kali seminggu, sedangkan ibadah secara individu antara korban dengan Tuhan sudah ditanamkan kepada mereka sejak awal masuk yayasan yaitu untuk selalu berdoa misalnya ketika bangun tidur, sebelum dan sesudah makan, sampai doa sebelum tidur yang bertujuan untuk selalu mendekatkan korban dengan penciptanya sehingga secara tidak langsung keintiman dengan Tuhan itu tercipta yang diharapkan dapat menjadi kekuatan tersendiri bagi korban untuk sembuh dari ketergantungan narkoba. b. Rehabilitasi sosial Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo merupakan tempat rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dibawah Dinas Sosial Kabupaten Sukoharjo dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika pasal 50 bahwa rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan oleh lembaga rehabilitasi sosial yan ditunjuk oleh Menteri Sosial. Berdiri tahun 1992 dan berbadan hukum tahun 1997 serta diresmikan oleh commit to user Bupati Sukoharjo pada tanggal 23 Mei tahun 2002.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial secara terpadu (one stop center) di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menggunakan metode therapeutic community sebagai basic program. Program ini dirancang untuk waktu 17 (tujuh belas) bulan tetapi dalam pelaksanaannya tergantung pada perkembangan korban selama mengikuti program. Yang dimaksud dengan therapeutic community (TC) adalah suatu program berstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat yang dipimpin oleh bekas penyalahguna yang dinyatakan telah memenuhi persyaratan sebagai konselor addict setelah melalui pendidikan dan pelatihan. Disini korban narkoba dilatih keterampilan, mengelola waktu dan perilakunya secara efektif serta kehidupan sehari-hari yang teratur, sehingga dapat mengatasi keinginan memakai narkotika atau sugesti dan mencegah relaps, masing-masing anggota bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membayangkan orang lain, serta tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya. TC pada dasarnya sebuah program yang mana seorang korban narkoba satu dengan yang lainnya saling tolong menolong demi kesembuhan dirinya sendiri dan memberikan semangat atau dorongan bagi korban narkoba lain untuk sembuh. Tahap-tahap pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo yaitu : 1) Proses Detoksifikasi Proses ini bertujuan untuk membersihkan racun dalam tubuh korban narkoba dan menghilangkan gejala putus zat akibat penggunaan
narkotika.
Proses
detoksifikasi
biasanya
menggunakan model cold turkey, model detoksifikasi ini commit to user memberikan rasa jera terhadap korban narkoba dengan tidak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberi obat sama sekali namun selalu di pantau, model konvensional diberikan obat penenang/obat anti muntah atau obat anti nyeri. 2) Proses Entry Unit Setelah proses detoksifikasi selesai maka proses selanjutnya korban narkoba masuk dalam proses entry unit yang bertujuan untuk mempersiapkan korban narkoba daru segi fisik dan mental agar dapat menjalani rehabilitasi dengan baik. Proses ini juga dilakukan untuk mengetahui latar belakang korban narkoba, korban dikenalkan dan diajarkan cara mengatur hidup mereka secara disiplin dan dan teratur dalam kehidupan sehari-harinya. Seperti mandi, makan, tidur, berolahraga, menggunakan peralatan rumah tangga dengan benar. Hal ini disebabkan karena mereka telah melupakan cara hidup yang benar dikarenakan pengaruh pemakaian narkotika yang membuat mereka malas dan kehidupannya menjadi kacau. 3) Proses Primary Stage Proses primary stage bertujuan untuk membina tingkah laku, emosi, spiritual atau pengetahuan dan keahlian. Dalam premary stage ada tingkatan-tingkatan perkembangan si korban narkoba itu sendiri, yaitu fase induction kurang lebih dijalan 1 (satu) bulan, fase younger member dijalani kurang lebih dalam waktu 2 (dua) bulan, fase middle peer dijalani kurang lebih 2 sampai 3 bulan, fase older member kurang lebih 2 sampai 3 bulan. Namun semua waktu tersebut tergantung kondisi korban narkoba.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Proses Re-entry Stage Proses ini bertujuan untuk mensosialisasikan kembali korban narkoba kepada keluarga dan masyarakat sebagai manusia yang positif dan produktif. Memberi kepercayaan untuk dapat bertanggung jawab dengan diri sendiri, keluarga, masyarakat dengan dibekali keahlian yang sesuai dengan bakat dan
minat.
Sehingga
korban
narkoba
dapat
kembali
kemasyarakat untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat, bahwa dia dapat berguna menghilangkan stigma masyarakat bahwa sekali pecandu tetap pecandu dan itu merupakan sampah masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial di dalam diri si korban. Seorang korban narkoba dapat melakukan aktifitasnya kembali seperti sebelum mereka melakukan penyalahgunaan narkotika seperti kembali bersekolah, meneruskan kuliah yang sempat tertunda, pergi ke kantor. Tetapi korban masih harus tetap berada dalam pengawasan Yayasan Rehabilitasi Sinai Sukoharjo. 5) After Care Stage Merupakan tahap terakhir dimana seorang korban narkoba dinyatakan telah pulih dari pengaruh penyalahgunaan narkotika dan diperbolehkan pulang ke orang tuanya. Tetapi Yayasan Rehabilitasi
Mental
Sinai
Sukoharjo
masih
melakukan
pengawasan dan pemantauan guna mengetahui perkembangan dari mantan pengguna narkoba yang pernah ditanganinya tersebut telah benar-benar berhenti dan tidak lagi memakai narkotika. Penulis juga mewawancari salah satu korban narkoba yang berada di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dengan commit to user identitas korban sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Nama
: Sri Poni Wirasti
Tempat, tanggal lahir : Subang, 26 Oktober 1975 Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sumber RT 02 RW VIII
Agama
: Kristen
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status
: belum menikah Korban tersebut telah menjadi penghuni di Yayasan
Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo selama 6 (enam) tahun. Korban menceritakan awal mulanya mengenal narkoba dari teman, yang pertama-tama sekedar mencoba hanya untuk coba-coba karena timbul rasa keingintahuan dari dalam diri korban dan kebetulan ditawari oleh teman dengan bujukan bahwa memakai narkoba dapat melupakan semua permasalahan yang membelenggu diri kita. Keberanian untuk mencoba narkoba dilatar belakangi oleh karena meninggalnya kedua orang tua korban, sehingga narkoba menjadi pelarian korban dari rasa kesepian karena kasih sayang dari orang tua sudah tidak di dapatkannya lagi. Pertama hanya diberikan secara cuma-cuma alias gratis yang pada akhirnya mengakibatkan kecanduan
terhadap
barang
haram
tersebut.
Dalam
masa
ketergantungan korban akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan narkotika. Sebab menurut pengakuan korban ketika diwawancarai oleh penulis, korban menjelaskan bahwa apabila keinginan untuk memakai narkoba tidak tersalurkan maka korban akan mengalami sakau. Korban mengalami ketergantungan narkoba selama kurang lebih 3 tahun dan kemudian korban di bawa ke commit to user yayasan untuk proses reha bilitasi oleh kakaknya. Pada awal masuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertama di yayasan Sinai prosedurnya sesuai dengan yang dijelaskan pemilik yayasan. Korban pernah mengalami sakau ketika pertama kali datang di yayasan Sinai, korban merasa bingung dan takut karena waktu sakau dibiarkan saja tidak ada penanganan medis. Selama 3 (tiga) hari mengalami sakau yang cukup hebat, pihak yayasan hanya memberikan bimbingan rohani dan penguatan mental serta selalu menekankan bahwa untuk mencapai kesembuhan sebenarnya berasal dari kemauan diri korban sendiri. Akhirnya setelah seminggu korban bisa merasakan dampak dari metode rehabilitasi tersebut. Selama di yayasan Sinai kegiatan sehari-hari korban narkoba banyak diisi untk melakukan kegiatan ibadah dan kegiatan seharihari pada umumnya. Pada waktu khusus diberikan bentuk suatu keterampilan sesuai dengan bakat dan minat korban. Korban juga menjelaskan bahwa perlakuan yang diberikan oleh yayasan cukup baik dan sesuai dengan ketentuan rehabilitasi di dalam UndangUndang. Korban merasakan adanya rasa kekeluargaan di dalam yayasan Sinai, hal ini sangat dirasakan dapat membantu proses rehabilitasi korban narkoba. Akan tetapi korban juga pernah merasakan rasa bosan dan rasa ingin keluar karena korban merasa bahwa keadaan di dalam yayasan terlalu tertutup atau kurang bebas dan hiburan kurang. Ketika disinggung mengenai biaya rehabilitasi, korban menjelaskan membayar sebesar Rp 800.000,00/bulan. Penulis menanyakan mengenai masalah kesembuhan, korban menjelaskan bahwa dirinya saat ini sudah sembuh total dari ketergantungan narkoba pada tahun ketiga sebenarnya korban sudah sembuh akan tetapi korban ingin tetap berada di yayasan karena disamping sudah tidak memiliki orang tua, korban tidak ingin merepotkan sodara-sodaranya yang sudah berkeluarga. Jadi selama commit to user tinggal di yayasan Sinai korban menghabiskan waktu untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membantu pekerjaan di yayasan dan mengurus korban narkoba lainnya. Kemudian penulis mewawancari terkait dengan penanganan di yayasan Sinai menurut korban yang telah dilakukan oleh pemilik maupun pegaawai-pegawai yang ada di yayasan sudah menerapkan metode-metode
rehabilitasi
yang
menjadi
andalan
Yayasan
Rehabilitai Mental Sinai Sukoharjo yaitu rehabilitasi rohani dan rehabilitasi sosial. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo a. Sumber Daya Manusia Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memiliki sumber daya manusia yang sangat terbatas, baik terbatas jumlah maupun tingkat pendidikannya. Hal ini terlihat dari 9 tenaga yang ada, hanya 3 orang yang berpendidikan sarjana. Dari tenaga yang ada itu ternyata belum semuanya mempunyai spesifikasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan rehabilitasi. Padahal diperlukan waktu 24 jam untuk memberikan pelayanan kepada korban narkoba. b. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo merupakan fasilitas yang disediakan oleh yayasan dan berasal dari dana yayasan sendiri. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo belum mempunyai lapangan olahraga, dan ruang khusus untuk hiburan seperti ruang karaoke bersama seperti yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Keamanan Penanganan
di
Yayasan
Rehabilitasi
Mental
Sinai
Sukoharjo berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia yang masih terbatas, karena dengan jumlah 9 orang pegawai harus melakukan pelayanan selama 24 jam secara bergiliran. Hal ini tentu merupakan tugas yang sulit untuk mengawasi dan menjaga keseluruhan korban narkoba, karena korban narkoba sewaktuwaktu bisa melarikan diri. C. Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dengan Sudut Pandang Viktimologi Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban kejahatan atau lebih jelasnya mengenai bagaimana melindungi korban. Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan
sebagai
hasil
perbuatan
manusia
yang
menimbulkan
penderitaan-penderitaan mental, fisik dan sosial yang memiliki tujuan tidak untuk menyanjung-nyanjung para korban, tetapi hanya untuk memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban dan hubungan mereka dengan para korban. Dalam viktimologi ada beberapa pihak-pihak yaitu korban, penimbul korban, dan pihak terkait dalam penanganan. Korban merupakan obyek utama dalam kajian viktimologi. Jadi penulis akan menjelaskan mengenai penanganan korban di dalam yayasan dari sudut pandang viktimologi. Penulis akan menjelaskan kesesuaian penanganan korban dengan sudut pandang viktimologi dari beberapa aspek, antara lain sebagai berikut: 1. Metode Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dilihat dari sudut pandang viktimologi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari hasil penelitian penulis, Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai
Sukoharjo konsekuen dengan viktimologi karena yayasan
tersebut dalam memberikan rehabilitasi terhadap korban narkoba dapat dikatakan adanya upaya untuk melindung korban. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memandang viktimologi sebagai sarana untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan menjadi pedoman dalam menjalankan metode-metode untuk menangani korban penyalahgunaan narkoba. Artinya bahwa para korban narkoba tidak kehilangan hak-haknya tetapi juga dapat menjalankan kewajibannya sebagai korban narkoba. Untuk itu yayasan selalu mengedepankan kepentingan korban narkoba demi kesembuhan korban itu sendiri. Keluarga terutama orang tua sangat berperan penting dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba dengan cara memberikan kasih sayang dan tidak menganggap bahwa korban narkoba sebagai pencemaran nama baik keluarga. Sehingga korban narkoba mempunyai semangat juang untuk segera keluar dari ketergantungan obat, tetapi menurut pihak yayasan yang paling utama dapat menyembuhkan korban dari ketergantungan narkoba pada prinsipnya adalah berasal dari diri korban sendiri. Viktimologi sebagai acuan yayasan untuk memberikan pelayanan kepada korban penyalahgunaan narkoba yang tidak mengabaikan hak-hak korban. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak yayasan diperoleh hasil bahwa pemilik atau pendiri Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat mengedepankan hak-hak asasi korban narkoba, seharusnya korban narkoba dalam hal ini pemakai tidak perlu dipenjara akan tetapi agar pihak yang berwenang membuat aturan-aturan khusus mengenai pemakai narkoba harus dimasukkan ke dalam panti atau yayasan rehabilitasi mental atau narkoba. Hal ini akan lebih mudah untuk proses penyembuhan korban narkoba karena di dalam yayasan penanganan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
korban lebih intensif dibandingkan dengan apabila korban atau pemakai narkoba dipenjara. Keadaaan korban di sel penjara akan sulit sembuh dari ketergantungan narkoba hal ini dikarenakan dari pihak berwajib antara koban narkoba baik itu pemakai dan pengedar narkoba dijadikan satu. Hal ini sangat berbahaya karena apabila korban apabila sedang sakau akan sedemikan rupa untuk mencari narkoba. Dengan demikian apabila korban pemakai narkoba disatukan dengan pengedar maupun agen narkoba akan lebih berbahaya disatu sisi prmakai akan sulit sembuh, disisi lain peredaran narkoba di dalam sel penjara ataupun diluar akan lebih meningkat. Kegiatan sehari-hari di yayasan dalam menangani korban narkoba yang lebih menekankan pada rehabilitasi secara rohani dan sosial seperti adanya bimbingan konseling secara khusus kepada korban yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan korban dan cara untuk membantu mengatasinya akan lebih mempercepat kesembuhan korban dari ketergantungan narkoba. Kemudian kegiatan ibadah secara rutin bersama-sama dengan dibimbing secara khusus oleh rohaniawan dari masing-masing agama. Kegiatan sosial seperti pemberian ketrampilan-ketrampilan khusus kepada korban narkoba sesuai dengan bakat masing-masing. Hal-hal semacam ini apabila dilihat dari sudut pandang viktimologi sangat sesuai karena fokus atau obyek utama dalam penanganan kesembuhan korban narkoba ada pada diri korban dan melindungi korban narkoba secara langsung. Jadi dengan demikian penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dan konsekuen dengan sudut pandang viktimologi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Perlakuan terhadap korban narkoba dilihat dari sudut pandang viktimologi Dari hasil penelitian penulis di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo bahwa perlakuan pihak yayasan terhadap korban dengan memperlakukan korban secara manusiawi. Antara korban satu dengan korban yang lainnya tidak ada yang mendapat perlakuan khusus dan memberikan perlakuan sama rata antar sesama korban narkoba. Korban narkoba termasuk tipologi korban jenis Primary victimization yaitu korban individual, jadi korban disini adalah korban perorangan bukan korban kolektif atau kelompok. Selain itu termasuk jenis Mutual victimization, yaitu yang menjadi korban adalah pelaku sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban dari kejahatan yang dilakukannya sendiri. Dari hasil wawancara dengan pemilik Yayasan, dijelaskan bahwa korban dalam hal ini berhak untuk mendapatkan pembinaan dan rehabilitasi serta mendapat kembali hak miliknya dan perlindungan. Dengan memperhatikan hak-hak yang harus dimiliki oleh korban maka Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memperlakukan korban narkoba sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi hak-hak asasi korban secara utuh. Tindakan–tindakan yang dilakukan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo seperti membiarkan korban saat sakau dengan tidak memberikan bantuan obat penenang bukan tindakan yang melanggar kode etik dalam upaya rehabilitasi narkoba. Tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan memang sangat berbeda dengan penanganan rehabilitasi korban narkoba yang dilakukan oleh rumah sakit yang menggunakan metode rahabilitasi medis dalam penyembuhannya. Pihak yayasan berpendapat bahwa penanganan
yang
dilakukan
dengan
pemberian
obat
akan
memperlambat kesembuhan korban dan apabila kondisi korban yang commit to user pada syaraf pada diri korban dan tidak kuat justru akan berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kalau berlangsung lama korban akan mengalami gangguan mental. Maka
pihak
yayasan
menerapkan
metode
khusus
dalam
penyembuhan korban narkoba dengan rehabilitasi rohani dan sosial. Penulis berpendapat bahwa dengan tindakan-tindakan rehabilitasi yang dilakukan oleh Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo
sangat sesuai dengan hal-hal yang ada di dalam
viktimologi karena mengkaji secara mendalam terhadap korban tentang cara penyembuhan korban narkoba dan cara melindungi korban secara baik agar korban mendapatkan hak-hak asasinya kembali. Dengan demikian bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan Yayasan sebagai bentuk perlakuan terhadap korban di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dengan yang ada dalam kajian viktimologi. Penulis berpendapat ada upaya-upaya untuk penanganan penanggulangan narkotika secara umum sesuai dengan kajian viktimologi. Upaya-upaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tindakan preemtif Upaya pre-emtif ini dilakukan berupa kegiatankegiatan pembinaan dan
pengembangan dalam lingkungan
masyarakat yang bebas narkotika dengan sasaran masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat. Kegiatan pengenalan melalui informasi dan edukasi dengan tujuan peningkatan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya akibat penyalahgunaan narkotika oleh masyarakat baik individu, keluarga maupun masyarakat lingkungan dengan cara sosialisasi, penyuluhan, menyebarkan poster, brosur, buletin dan menyelenggarakan diskusi, membentuk kelompok-kelompok anti narkotika baik dilingkungan kerja, sekolah maupun lingkungan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Tindakan preventif Tindakan preventif ini dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika melalui pengendalian dan pengawasan langsung terhadap jalur peredaran gelap dengan langkah-langkah melakukan intelijen untuk memperoleh informasi tentang pendistribusian narkotika, mengungkap jaringan peredaran, melakukan razia ditempat-tempat umum, baik dijalan, tempat hiburan malam, yang diperkirakan sebagai tempat peredaran gelap narkotika, bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan pengawasan diwilayahnya yang kemungkinan adanya tempat-tempat yang mencurigakan yang dijadikan sebagai tempat persembunyian, produksi maupun sasaran peredaran narkotika. 3. Korban Narkoba dalam Perspektif Viktimologi Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai tipologi korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum mengenai korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul Fateh, adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang menjadi korban karena dirinya sendiri’. (Muladi, 2005:45) Dari perspektif tanggungjawab korban, menurut Stephen Schafer menyatakan Self-victimizing victims adalah mereka yang menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban. Akan tetapi, pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan tanpa korban. Semuacommit atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penjahat dan korban. Sebagai contoh dari self-victimizing victims penulis berpendapat adalah: pecandu obat bius, alkoholisme, homoseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban terletak penuh pada si pelaku, yang juga sekaligus merupakan korban. (Muladi, 2005 : 46) Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan narkotika dan psikotropika adalah merupakan: “mutual victimization yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Penulis berpendapat Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum mengenai tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan, bahwa pecandu narkotika dan psikotropika adalah merupakan self-victimizing victims, yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokannya dalam victimless crime atau kejahatan tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak ada sasaran korban, semua pihak terlibat. (Arif Gosita, 1993 : 57) Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak pidana NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain adalah pelaku kejahatan juga adalah sebagai korban. Dalam konteks UndangUndang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan UndangUndang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai berikut: a. Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 menyatakan: “pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan atau perawatan”. b. Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, intinya menegaskan bahwa untuk commit to user kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
narkotika
dapat
memiliki,
menyimpan
dan
membawa
narkotika, dengan syarat narkotika tersebut diperoleh secara sah. Pada pasal 45 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pecandu wajib menjalani perawatan dan pengobatan. Memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut, maka secara implisit dinyatakan bahwa pengguna NAPZA adalah korban yang sepatutnya mendapatkan hak-haknya sebagai korban terutama hak atas rehabilitasi. Korban juga berhak untuk mendapatkan nama baiknya di dalam masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Kajian Terhadap Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dari Aspek Viktimologi, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo berbeda dengan metode-metode penanganan yang digunakan pada umumnya yaitu rehabilitasi medis dan sosial. Di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menggunakan metode utama yaitu dengan
metode
kerohanian
dan
sosial.
Kemudian
rehabilitasi
metode-metode
penanganan yang digunakan juga tidak melanggar dan telah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba yang pada akhir tahun 2009 telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dalam penanganan korban narkoba namun metodemetode penanganan yang di gunakan sudah cukup efektif untuk menyembuhkan para korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. 2. Dilihat dari sudut pandang viktimologi penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah sesuai. Dalam penanganan korban sangat mengedepankan hak-hak asasi korban untuk kembali hidup
normal tanpa ketergantungan narkoba. Kemudian di
Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat melindungi korban dari ketergantungan narkoba dengan melakukan bimbingan rohani dan sosial. Jadi dengan mengedepankan hak-hak asasi korban dan melakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perlindungan terhadap korban maka telah sesuai dengan hal-hal yang dipelajari dalam viktimologi. B. Saran 1. Dalam pemberantasan narkoba seharusnya
pengguna narkoba yang
termasuk dalam korban narkoba tidak diperlakukan sama dengan pelaku kejahatan narkoba seperti pengedar atau bandar narkoba. Karena pengguna narkoba adalah korban kejahatan narkoba jadi seharusnya tidak dipenjara seperti hal nya pengedar akan tetapi dirujuk ke panti-panti atau yayasanyayasan rehabilitasi narkoba. Hal tersebut untuk menyembuhkan korban narkoba dari ketergantungan. 2. Perlu adanya perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba. Supaya dalam proses rehabilitasi korban ada aturan-aturan yang jelas terkait dengan penaganan korban narkoba agar tidak disamakan dengan pengedar atau bandar narkoba. Bisa mendapatkan perlakuan khusus untuk mempercepat kesembuhan dari ketergantungan narkoba. Kemudian setelah adanya revisi Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika masih terdapat kerancuan di dalam Pasal-Pasalnya. Adanya dua ketentuan berbeda yang terdapat di dalam Pasal-Pasal tersebut. Dengan demikian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika masih perlu dilakukan revisi lagi.
commit to user