SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176
KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7 Helen Raflis, Liliana Yetta Pandi Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta Pusat, Indonesia. Email untuk korespondensi:
[email protected]
ABSTRAK KAJIAN PROTEKSI RADIASI DALAM PENGOPERASIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) BERDASARKAN NS-G-2.7. Telah dilakukan kajian teknis tentang aspek proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). IAEA telah merilis petunjuk keselamatan No. NS-G-2.7 tentang ‘Radiation Protection and Radiactive Waste Management in the Operation Nuclear Power Plant’ pada tahun 2002. Berdasarkan adanya NS-G-2.7 tersebut dipandang perlu untuk dilakukan kajian tentang aspek operasional proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Kajian ini memiliki batasan masalah yaitu mengkaji aspek proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan juga bertujuan untuk mengetahui persyaratan untuk proteksi radiasi dan program proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Metode yang dilakukan berupa studi pustaka, diskusi dengan narasumber dan mengacu pedoman dari IAEA dan negara lain. Dari metodologi diatas diperoleh bahwa persyaratan untuk proteksi radiasi yang harus diterapkan pada proteksi radiasi dalam pengoperasian PLTN adalah pembatasan dosis dan optimisasi proteksi radiasi, di samping itu program proteksi radiasi memiliki banyak aspek penting yaitu klasifikasi daerah kerja, aturan lokal, pemantauan individu, perencanaan pekerjaan, perlengkapan pelindung, pemantauan kesehatan, penerapan optimisasi proteksi, pengurangan intensitas sumber radiasi, pelatihan, dan kedaruratan. Disimpulkan bahwa terdapat 2 (dua) hal utama yang perlu diperhatikan pada proteksi radiasi dalam pengoperasian PLTN yaitu limitasi dosis dan optimisasi proteksi radiasi, Kata kunci: Program Proteksi Radiasi, PLTN, Limitasi Dosis, Klasifikasi Daerah Kerja
ABSTRACT RADIATION PROTECTION ASSESSMENT IN THE OPERATION OF NUCLEAR POWER PLANT BASED ON NS-G-2.7. A technical study has been conducted on radiation protection aspects in the operation of nuclear power plants (NPP). The IAEA has released safety guide NS-G-2.7 on 'Radiation Protection and Radiactive Waste Management in the Nuclear Power Plant Operation' in 2002. Based on the NS-G-2.7, it is necessary to do an assssment on the operational aspects of radiation protection in the operation of nuclear power plants (NPP). This assessment has the scope of problem on reviewing aspects of radiation protection in the operation of nuclear power plants (NPP) and determining the requirements for radiation protection and radiation protection program. The methods that are performed include literature study, discussions with experts and refer to guidance of the IAEA and from other countries. The radiation protection requirements should be applied to radiation protection in the operation of nuclear power plants is the dose limitation and the optimization of radiation protection, also on radiation protection program that has many important aspects such as the classification of working areas, local rules, individual monitoring, work planning, protective equipment, health surveillance, application of protection optimization, reduction of radiation sources, training, and emergency. The conclusion of assessment stated that the requirements for radiation protection in nuclear power plant operation includes 2 (two) main things that is the dose limitation and optimization of radiation protection Keywords : Radiation Protection Programme, NPP, Dose Limitation, Working Area Clasification
Helen Raflis, dkk
45
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176
PENDAHULUAN Kebutuhan akan energi terus bertambah, termasuk pada negara maju dan berkembang. Saat ini 63% energi listrik dunia dihasilkan oleh bahan bakar fosil yang sarat dengan gas rumah kaca (green house gases) dan polutan lainnya. Sedangkan, pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) telah menyumbang kurang lebih 17% energi listrik dunia [Zaki Su’ud, 2007]. Keselamatan radiasi pada pengoperasian PLTN merupakan salah satu aspek penting yang harus menjadi perhatian oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) beroperasinya PLTN seperti pemerintah, organisasi pengoperasi dan badan energi atom internasional (IAEA). IAEA telah merilis petunjuk keselamatan (safety guide) No. NS-G-2.7 tentang ‘Radiation Protection and Radiactive Waste Management in the Operation Nuclear Power Plant’ pada tahun 2002. Dokumen ini merupakan gabungan dua seri keselamatan (safety series) No. 50-SG-O5 (1983) dan 50-SG-O11 (1986). Penggabungan dua dokumen ini karena sudah tidak sesuai dengan Safety Series No. 115 International Basic Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for the Safety of Radiation Sources (1996). Pada tahun 2011, IAEA juga telah merilis GSR part 3 tentang ‘Radiation Protection and Safety of Radiation Sources: International Basic Safety Standards’ yang merupakan pengganti BSS 115. Berdasarkan adanya NS-G-2.7 (2002) dan GSR part 3 (2011) tersebut dipandang perlu untuk dilakukan kajian tentang aspek operasional proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Metodologi yang dilakukan dalam kajian ini berupa penelusuran literatur, studi pustaka, diskusi dengan narasumber dan mengacu pedoman dari IAEA dan negara lain. Sedangkan batasan masalah dari kajian ini adalah mengkaji aspek proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dan kajian ini juga bertujuan untuk mengetahui persyaratan untuk proteksi radiasi dan program proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
TEORI DAN METODE Dalam NS-G-2.7. dinyatakan bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam standar keselamatan selama pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) adalah tidak ada praktik atau sumber dalam pelaksanaan yang diberi izin kecuali praktik menghasilkan manfaat yang cukup kepada personil atau masyarakat dan lingkungan hidup serta untuk mengimbangi bahaya STTN-BATAN & PTAPB BATAN
radiasi yang mungkin timbul dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi dan faktor lain yang relevan di samping itu paparan normal individu harus dibatasi sehingga tidak terlampaui dosis efektif total maupun dosis total setara dengan organ yang relevan [IAEA, 2000]. Semua tindakan praktik dilakukan untuk meningkatkan keselamatan operasi, mencegah kecelakaan radiasi dan mengurangi konsekuensi/ dampak[IAEA, 1996]. Hal ini juga sejalan dengan GSR part 3 (2011) yang dinyatakan dalam persyaratan 1 (requirement 1) tentang penerapan prinsip proteksi radiasi yang berbunyi bahwa untuk situasi paparan normal (operasional PLTN) maka harus menjamin proteksi dan keselamatan radiasi serta tidak praktik yang dilakukan kecuali telah dijustifikasi. Di samping itu, pada persyaratan 4 (requirement 4) tentang tanggung jawab untuk proteksi dan keselamatan menyatakan bahwa harus ada organisasi yang memiliki tanggung jawab utama dalam proteksi dan keselamatan radiasi serta juga pada persyaratan 12 (requirement 12) tentang pembatasan dosis menyatakan bahwa badan pengawas harus menyediakan batasan dosis pada paparan kerja dan masyarakat untuk setiap kegiatan paparan terencana (planned exposure) [IAEA, 2011]. Dalam pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), proteksi dan keselamatan harus dioptimalkan berkaitan dengan paparan kerja dari sumber tertentu atau tugas tertentu di instalasi, dan dalam kaitannya dengan paparan publik untuk limbah radioaktif dan pembuangan limbah yang berasal dari instalasi itu. Dalam optimisasi, kemungkinan pertukaran antara paparan pekerja dan paparan publik harus dipertimbangkan. Suatu persyaratan untuk pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir adalah bahwa organisasi pengoperasi harus menetapkan dan menerapkan sebuah program untuk menjamin bahwa, dalam semua kondisi operasi, dosis akibat paparan radiasi pengion di instalasi atau karena setiap rilis yang direncanakan bahan radioaktif dari instalasi disimpan di bawah batas yang ditentukan dan serendah mungkin dicapai [IAEA, 2011]. Di samping itu, pada standar keselamatan yang dirilis oleh Nuclear Safety Standards Commission (KTA)-Jerman yaitu KTA 1301.2 (11/2008) tentang pertimbangan proteksi radiasi untuk Pekerja PLTN dalam pengoperasian PLTN disampaikan bahwa setiap kegiatan yang dilakukan harus mempertimbangkan proteksi pekerja dari seluruh paparan radiasi dan adanya ketentuan khusus pada lokasi kerja, desain lingkungan kerja dan pengaturan prosedur kerja [KTA Germany, 2008]. 46
Helen Raflis, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 Persyaratan untuk optimisasi pada semua tahap pengoperasian instalasi harus tercermin dalam program proteksi radiasi. Selain itu, pernyataan kebijakan manajemen menetapkan target tersebut sebagai target untuk pekerjaan yang harus dilakukan dengan tujuan tertentu (dalam hal dosis, orang jam, waktu) [IAEA, 2000]. Berdasarkan teori dan persyaratan diatas dilakukan penelusuran dalam bentuk studi pustaka, diskusi dan konsultasi dengan praktisi proteksi radiasi serta melakukan perbandingan dengan pedoman dan dokumen internasional seperti IAEA dan lainnya untuk mengetahui aspek penting yang harus diperhatikan dalam operasional proteksi radiasi PLTN.
diskusi dengan narasumber diperoleh bahwa persyaratan untuk proteksi radiasi yang harus diterapkan dalam proteksi radiasi dalam pengoperasian PLTN adalah pembatasan dosis dan optimisasi proteksi radiasi. Organisasi pengoperasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) harus memastikan bahwa dosis sesuai dengan batas dosis yang ditentukan oleh badan pengawas sehubungan dengan paparan pekerja dan anggota masyarakat [IAEA, 1996]. Batasan dosis harus sesuai dengan yang ditetapkan BSS 115 tahun 1996 atau GSR part 3 tahun 2011. Adapun perbandingan batasan dosis yang direkomendasi oleh BSS 115 (1996) dan GSR part 3 (2011) disajikan dalam tabel di bawah ini:
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelusuran literatur, studi pustaka, peninjauan dokumen IAEA dan negara lain dan Tabel 1. Perbandingan batasan dosis Schedule III BSS 115 (1996) dan GSR part 3 Schedule II (2011) No
Nilai Batasan Dosis pada Situasi Paparan Radiasi
BSS 115
1.
Untuk paparan Dosis efektif per rata-rata tiap tahun berurutan 20 mSv*) kerja selama 5 tahun
20 mSv*)
Dosis ekivalen untuk lensa mata per rata-rata tiap 150 mSv tahun berurutan selama 5 tahun
20 mSv
Dosis ekivalen untuk lensa mata dalam satu tahun
50 mSv
150 mSv
Dosis ekivalen untuk tangan dan kaki dalam satu 500 mSv tahun 2.
GSR part 3
Untuk paparan Dosis efektif dalam satu tahun masyarakat Dosis ekivalen untuk lensa mata dalam satu tahun Dosis ekivalen untuk kulit dalam satu tahun
500 mSv
1 mSv
1 mSv
15 mSv
15 mSv
50 mSv
50 mSv
*) dosis efektif maksimal satu tahun sebesar 50 mSv dengan total 5 tahun sebesar 100 mSv
Dalam operasi instalasi normal, mungkin terjadi personil PLTN menerima dosis melebihi batas dosis, baik sengaja atau sebagai akibat dari pelanggaran prosedur. Setiap peristiwa tersebut harus diselidiki secara menyeluruh dan dilaporkan ke badan pengawas. Sifat dan intensitas sumber radiasi yang berasal dari pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir akan tergantung pada berbagai faktor, termasuk jenis reaktor, desain fitur dan sejarah operasionalnya. Proteksi pekerja terhadap efek berbahaya dari radiasi harus dijamin melalui suatu program proteksi radiasi yang ditetapkan oleh organisasi pengoperasi. Adanya program proteksi Helen Raflis, dkk
radiasi ini juga sejalan dengan GS-R part 3 pada requirement 24 tentang penetapan program proteksi dinyatakan bahwa organisasi pengoperasi harus menyediakan dan menjaga organisasi, prosedur, dan penetapan teknis proteksi dalam sebuah program proteksi radiasi. Program proteksi radiasi harus didasarkan pada penilaian risiko awal pada lokasi dan besaran dari semua bahaya radiasi yang telah diperhitungkan, dan harus mencakup: 1. klasifikasi daerah kerja dan pengendalian akses; 2. aturan lokal dan pengawasan kerja; 3. pemantauan individu dan tempat kerja; 4. perencanaan pekerjaan dan izin kerja; 47
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 5. 6. 7. 8. 9.
pakaian pelindung dan peralatan pelindung; fasilitas, perisai dan peralatan; pengamatan kesehatan; penerapan prinsip optimisasi proteksi; penghapusan atau pengurangan intensitas sumber radiasi; 10. pelatihan 11. kedaruratan. Sedangkan, dalam rangka optimisasi proteksi atau penerapan prinsip ALARA (untuk menjaga dosis yang mungkin dicapai maka faktor ekonomi dan sosial diperhitungkan), harus dilakukan pada semua tahap selama umur peralatan dan instalasi. Dalam hal ini, semua faktor yang relevan harus diperhitungkan, seperti: 1. Keseimbangan antara dosis pekerja dan dosis masyarakat; 2. Keseimbangan antara dosis yang ada karena lepasan dan dosis masa depan karena kungkungan dari zat radioaktif yang sama dipadatkan sebagai limbah; 3. Paparan yang timbul dari kegiatan yang berbeda; 4. Persyaratan yang berkaitan dengan keselamatan nuklir, keselamatan konvensional dan proteksi radiasi; 5. Pemilihan pengelolaan limbah radioaktif dan dekomisioning.
Aturan Lokal dan Pengawasan Kerja Organisasi pengoperasi PLTN harus menetapkan proteksi dan keselamatan kerja, termasuk aturan lokal dan prosedur yang sesuai untuk dikendalikan daerah [IAEA, 2000]. Dalam GSR part 3 requirement 24 sub bahasan aturan lokal, prosedur dan perlengkapan protektif personil dinyatakan organisasi pengoperasi harus memberikan pengendalian terekayasa dan kondisi kerja yang nyaman melalui hirarki pencegahan. Aturan-aturan lokal harus mencakup[6]: 1. spesifikasi dan lokasi untuk setiap area pengendalian; 2. prosedur untuk akses ke dan keluar dari daerah pengendalian; 3. prosedur untuk memastikan tingkat proteksi yang memadai dan keselamatan bagi pekerja dan orang lain, yang harus mencakup kondisi di mana pengunjung, hamil atau perempuan menyusui, dan pekerja yang bukan pekerja radiasi dapat memasukkan daerah pengendalian; 4. nilai dari setiap tingkat penyelidikan yang relevan atau tingkat otorisasi dan prosedur yang harus diikuti jika level tersebut terlampaui; 5. penunjukan orang yang bertanggung jawab untuk mengawasi kerja dalam daerah pengendalian; 6. prosedur darurat untuk setiap area pengendalian.
Klasifikasi Daerah Kerja dan Pengendalian Akses Organisasi pengoperasi harus menunjuk area pengendalian setiap daerah dengan pertimbangan tindakan proteksi tertentu, ketentuan keselamatan, mengendalikan paparan normal, mencegah penyebaran kontaminasi selama kondisi kerja normal dan mencegah atau membatasi sejauh mana potensi paparan [IAEA, 2000] yaitu mencakup klasifikasi daerah dan pengendalian akses, termasuk informasi lokal mengenai laju dosis dan tingkat kontaminasi. Dalam menentukan batas-batas area pengendalian, besarnya dosis, kemungkinan dan besarnya potensi paparan, sifat dan tingkat proteksi yang diperlukan dan prosedur keselamatan, termasuk pengendalian limbah radioaktif harus dipertimbangkan. Daerah pengendalian ini harus digambarkan dan perlu untuk dibatasi [IAEA, 2000]. Demarkasi daerah yang dikendalikan harus menggunakan batas-batas struktural dan Organisasi pengoperasi dapat memastikan batas dari area terkontrol sejauh dipandang perlu dan praktis. Dalam NS-G-2.7 lampiran 1 telah diberikan contoh pembagian daerah pengendalian seperti tercantum dalam tabel 1 klasifikasi daerah pengendalian pada PLTN ditunjukkan di bawah ini. STTN-BATAN & PTAPB BATAN
Pekerja yang ditunjuk untuk mengawasi pekerjaan di daerah pengendalian dengan ketentuan mereka mengetahui dan memahami persyaratan untuk proteksi radiasi dan aturan lokal yang berlaku. Semua pekerja harus diinformasikan akan aturan lokal sebelum mereka memasuki area pengendalian dan ketentuan dari peraturan lokal diperlihatkan dalam tempat kerja. Pemantauan Individu dan Tempat Kerja Dalam dokumen IAEA NS-G-2.7. disampaikan bahwa ada tiga jenis pemantauan tempat kerja dan pemantauan individu harus dilakukan untuk tujuan proteksi radiasi [IAEA, 2002]: 1. Pemantauan Rutin dilakukan untuk menunjukkan bahwa lingkungan kerja memuaskan untuk operasi berkelanjutan; 2. Pemantauan Terkait Kegiatan dilakukan untuk memberikan informasi tentang tugas tertentu atau operasi, jika perlu sebagai dasar untuk keputusan penting; 3. Pemantauan Khusus dilakukan pada tahap komisioning untuk fasilitas baru, modifikasi 48
Helen Raflis, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 utama untuk fasilitas atau prosedur, atau ketika operasi di luar keadaan normal seperti insiden atau kecelakaan. Perencanaan Pekerjaan dan Izin Kerja Perencanaan pekerjaan yang dilakukan di daerah pengendalian yang memungkinkan bahwa tingkat radiasi atau pencemaran dapat menjadi signifikan adalah hal penting untuk menjaga dosis serendah mungkin yang dicapai dan harus dipertimbangkan. Kelompok proteksi radiasi harus mengambil bagian dalam perencanaan kegiatan yang mungkin memerlukan dosis yang signifikan dan harus memberi nasihat tentang kondisi dimana pekerjaan dapat dilakukan di zona radiasi dan kontaminasi. Perencanaan kerja tersebut harus mencakup penyediaan prosedur tertulis sebagai yang sesuai. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan kerja meliputi: 1. informasi tentang pekerjaan serupa yang pernah dilakukan; 2. waktu awal, perkiraan jangka waktu dan sumber daya personil diperlukan; 3. keadaan operasional instalasi (shutdown dingin atau panas, operasi pada daya penuh atau penurunan daya); 4. kegiatan lainnya di daerah yang sama dari instalasi yang mungkin mengganggu pekerjaan atau memerlukan pekerjaan yang akan dilakukan dalam cara tertentu; 5. kebutuhan untuk persiapan dan bantuan dalam operasi; 6. kebutuhan akan pakaian pelindung dan daftar alat yang akan digunakan; 7. prosedur komunikasi untuk memastikan kontrol pengawasan dan koordinasi; 8. penanganan limbah yang timbul; 9. persyaratan dan rekomendasi untuk keselamatan industri pada umumnya. Perencanaan kerja harus menjamin bahwa personil, peralatan, perlengkapan dan bahan yang tersedia saat dibutuhkan, bahwa pemeriksaan untuk kelengkapan dilakukan sebelum pekerjaan dimulai dan bahwa instruksi standar ditetapkan. Untuk kegiatan yang memerlukan tindakan pencegahan radiologi harus dilengkapi surat izin bekerja (SIB). Salinan SIB harus disampaikan kepada pengawas pekerjaan (supervisor) dan harus tersedia selama kegiatan pekerjaan. Pakaian dan Peralatan Pelindung Pakaian pelindung harus dipakai di daerah pengendalian untuk mencegah kontaminasi kulit dan pakaian pribadi serta penyebaran kontaminasi dari daerah pengendalian. Sarung tangan dari berbagai jenis dan bahan harus tersedia untuk mencegah kontaminasi tangan dalam pekerjaan
Helen Raflis, dkk
yang melibatkan peralatan yang terkontaminasi. Untuk tugas-tugas tertentu baju tambahan yang akan dikenakan di luar baju yang normal harus disediakan. Untuk kerja yang menuntut fisik atau sebagai proteksi dari tritium bahaya, setelan plastik kuat, berventilasi jika perlu, harus tersedia [IAEA, 2000]. Daerah dimana kontaminasi udara atau kontaminasi lepas permukaan yang mungkin dihasilkan selama pekerjaan, penggunaan peralatan pelindung pernapasan diperlukan dan harus dipertimbangkan. Pekerjaan di zona radiasi dan kontaminasi juga memerlukan penggunaan peralatan khusus jenis lain untuk mengurangi dosis, seperti: perisai portabel, ventilasi portabel peralatan dengan filter untuk pembuangan lokal, alat penanganan jarak jauh, pemantauan khusus dan peralatan komunikasi, wadah khusus sementara untuk padat radioaktif limbah, dan wadah untuk cairan radioaktif. Pekerja PLTN, termasuk personil kontraktor, harus dilatih khusus dan berkualitas dalam penggunaan pakaian pelindung dan alat pelindung khusus. Pengamatan Kesehatan Dalam dokumen IAEA NS-G2.7. tercantum bahwa program pengamatan kesehatan berdasarkan prinsip-prinsip umum kesehatan kerja dan dirancang untuk menilai kebugaran awal dan berkelanjutan bagi pekerja [IAEA, 2002]. Organisasi pengoperasi harus membuat pengaturan untuk pengawasan kesehatan yang tepat dan sesuai dalam hal ini harus memanfaatkan jasa dokter yang telah cukup terlatih dalam proteksi radiasi dan diperlukan pemahaman tentang efek biologis dari paparan radiasi dan risiko yang terkait dengan paparan, baik dalam operasi rutin dan sebagai konsekuensi dari kecelakaan [IAEA, 2002]. Setelah pemeriksaan kesehatan awal, kebutuhan dan pengamatan terus-menerus dari kesehatan individu harus dipertimbangkan. Supervisor dari program surveilans kesehatan harus memiliki akses ke semua informasi mengenai kondisi kerja yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja, dan wajib memiliki akses ke catatan dosis untuk setiap pekerja individu [IAEA, 2000]. Supervisor dari program surveilans kesehatan juga harus memiliki akses ke informasi tentang perubahan dalam kondisi kerja atau deskripsi revisi pekerjaan dan lingkungan kerja dan informasi relevan dengan keadaan kesehatan individu. Penerapan Prinsip Optimisasi Proteksi Radiasi Untuk pengendalian paparan radiasi personil, pertimbangan optimisasi proteksi radiasi diperlukan dalam desain dan operasi pembangkit listrik nuklir [IAEA, 2000] untuk menjaga dosis yang mungkin diterima dan faktor ekonomi dan sosial 49
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 diperhitungkan. Sejalan dengan persyaratan ini, dalam memeriksa prosedur kerja dan kegiatan, pengurangan dosis harus diberikan prioritas tertinggi. Sebuah hirarki tindakan pengendalian harus diperhitungkan dalam optimisasi proteksi radiasi, yaitu: 1. Penghapusan atau pengurangan intensitas sumber radiasi harus dipertimbangkan; 2. Penggunaan sistem kerja maka harus dipertimbangkan; 3. Penggunaan alat pelindung diri. Metode pengurangan dosis yang harus dipertimbangkan meliputi: 1. mengurangi tingkat radiasi di daerah kerja, misalnya, dengan menggunakan perisai sementara; 2. mengurangi kontaminasi permukaan dan udara; 3. mengurangi waktu bekerja di daerah yang dikendalikan; 4. mengoptimalkan jumlah pekerja di tim kerja; 5. meningkatkan jarak dari sumber radiasi yang dominan; 6. mengidentifikasi area dosis rendah dimana pekerja bisa pergi tanpa meninggalkan daerah pengendalian. Secara khusus, Program Proteksi Radiasi harus menyatakan tujuan dan menentukan struktur, serta prosedur dan peralatan yang diperlukan agar program dapat diterapkan. Dalam hal ini umumnya akan mencakup: 1. menetapkan tujuan program dan tujuan, misalnya, menargetkan untuk dosis kolektif untuk tahun ini dan tugas-tugas tertentu; 2. menetapkan prosedur untuk proteksi radiasi; 3. menetapkan tanggung jawab dan tingkat kewenangan; 4. menentukan prosedur kerja dan rekomendasi analisis persiapan, pelaksanaan dan pascatugas operasi; 5. menyediakan sarana untuk mengukur keberhasilan upaya proteksi radiasi; 6. memberikan tindakan yang diperlukan untuk mengambil tindakan korektif. Penghapusan atau Pengurangan Sumber Radiasi Program proteksi radiasi harus mencakup tindakan untuk menghilangkan bahan radioaktif yang tidak perlu dari tapak untuk mengoptimalkan pekerja proteksi radiasi semua pekerjaan di daerah radiasi. Penumpukan residu radioaktif dalam pipa dan komponen dari sistem utama dapat dikurangi dengan pengendalian ketat pada pemilihan bahan dan parameter kimia. Dalam desain dan operasi reaktor, perhatian diberikan untuk memastikan bahwa bahan-bahan kimia dan parameter tertentu STTN-BATAN & PTAPB BATAN
dan dikendalikan dapat meminimalkan produksi dan penumpukan radionuklida. Upaya juga harus dilakukan untuk mengecualikan bahan asing, misalnya, bahan kimia, produk korosi dan bagian lepas, dari sistem primer. Pengangkutan produk korosi dan prekursor produk aktivasi di sistem primer harus dikendalikan untuk mengurangi daerah radiasi di luar teras. Bagian-bagian kecil seperti batang las, sekrup dan mur dapat diangkut dengan sistem tersendiri, komponen atau bahan bakar rusak. Selain itu, bahan tersebut yang menjadi aktif karena terjebak dalam bahan bakar untuk periode tertentu dapat menjadi sumber radiasi signifikan. Dalam rangka meminimalkan produksi Co-60 akibat iradiasi neutron, kobalt harus dihapus dari sistem primer ketika modifikasi sistem perpipaan dan selama pemeliharaan di mana hal ini sesuai dan layak. Komponen seperti katup dan bahan las yang mengandung kobalt harus diganti dengan bahan yang tidak mengandung kadar kobalt atau rendah kadar kobalt. Prosedur operasi yang digunakan dalam pemadaman instalasi harus direncanakan untuk mengurangi kemungkinan transien yang mengarah ke penumpukan bahan radioaktif dan produk korosi harus dihapus jika memungkinkan. Pelatihan Organisasi yang terlibat dalam aktivitas yang penting untuk keselamatan harus memastikan bahwa ada cukup banyak staf cukup terlatih dan berwenang bekerja sesuai dengan prosedur yang disetujui dan divalidasi. Organisasi pengoperasi harus menjamin, semua pekerja yang terlibat dalam kegiatan yang melibatkan paparan kerja, sumber daya manusia yang sesuai dan memadai dan pelatihan yang tepat tentang proteksi dan keselamatan harus diberikan, serta pelatihan ulang berkala dan terkini diperlukan untuk memastikan tingkat kompetensi yang diperlukan [IAEA, 1999]. Persyaratan untuk kualifikasi dan pelatihan personil harus diperhitungkan secara tepat pada panduan keselamatan pengembangan kompetensi dalam proteksi radiasi dan penggunaan secara aman sumber radiasi. Organisasi pengoperasi bertanggung jawab atas rekrutmen dan pelatihan semua personil dan untuk definisi tingkat kompetensi yang diperlukan dalam melaksanakan berbagai tugas. Badan pengawas harus memberikan panduan tentang kualifikasi persyaratan personil instalasi dan, bila perlu, harus memeriksa dan menyetujui setiap proposal yang dibuat oleh organisasi pengoperasi [IAEA, 2002]. Pelatihan harus diberikan sehingga memastikan bahwa personel lokasi mencapai dan mempertahankan tingkat kompetensi yang diperlukan untuk melakukan tugas dan tingkat 50
Helen Raflis, dkk
SEMINAR NASIONAL VIII SDM TEKNOLOGI NUKLIR YOGYAKARTA, 31OKTOBER 2012 ISSN 1978-0176 tanggung jawabnya. Pelatihan untuk pekerja harus mencakup semua topik yang relevan dengan tugas radiasi dan potensi risiko. Personil yang harus bekerja dalam zona tingkat radiasi tinggi harus dilatih dalam kegiatan kerja spesifik sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan tugasnya dalam waktu minimum yang mungkin, sesuai dengan prinsip optimisasi.
instalasi dan bahan nuklir beserta para narasumber yang telah masukan dan saran selama melakukan kajian.
DAFTAR PUSTAKA 1. Zaki Su’ud, ‘Strategi Pengembangan Riset Dalam Bidang Iptek Nuklir Dalam Rangka Penyiapan SDM Yang Berkualifikasi Tinggi’, JFN Vol 1, Mei 2007 2. International Atomic Energy Agency, Safety of Nuclear Power Plants: Operation, Safety Standards Series No. NS-R-2, IAEA, Vienna (2000) 3. Food And Agriculture Organization Of The United Nations, International Atomic Energy Agency, International Labour Organisation, OECD Nuclear Energy Agency, Pan American Health Organization, World Health Organization, International Basic Safety Standards For Protection Against Ionizing Radiation And For The Safety of Radiation Sources, Safety Series No. 115, IAEA, Vienna (1996). 4. International Atomic Energy Agency, GSR part 3 (Interim), Radiation Protection and Safety of radiation Sources: International Basic Safety Standards, IAEA, (2011) 5. Nuclear Safety Standards Commission (KTA), KTA 1301.2 (11/2008), Radiation Protection Consideration for Plant Personnel in the design and Operation of Nuclear Power Plants, Part 2:Operation, KTA Germany, (2008) 6. International Atomic Energy Agency, Radiation and Radioactive Waste Management In The Operation Of Nuclear Power Plant, NSG-2.7, IAEA,Vienna (2002) 7. International Atomic Energy Agency, International Labour Office, Occupational Radiation Protection, Safety Standards Series No. RS-G-1.1, IAEA, Vienna (1999).
Kedaruratan Organisasi pengoperasi bertanggung jawab untuk membuat pengaturan dalam menangani keadaan darurat yang melibatkan situasi non rutin atau peristiwa yang memerlukan tindakan cepat untuk mencegah, mengurangi bahaya, dampak buruk pada kesehatan manusia dan keselamatan, kualitas hidup, properti atau lingkungan. Dalam hal ini termasuk situasi dimana aksi yang cepat dijamin untuk mengurangi dampak bahaya dirasakan. Pelepasan radioaktif yang signifikan atau paparan signifikan dari pekerja atau masyarakat berpotensi terjadi sebagai akibat dari operasi instalasi atau pengangkutan bahan radioaktif. Organisasi pengoperasi dan pejabat luar lokasi (organisasi respon) diwajibkan untuk mempersiapkan keadaan darurat potensial dalam dan luar tapak, termasuk keadaan darurat yang terkait dengan pengangkutan bahan radioaktif [IAEA, 2000].
KESIMPULAN Kajian ini tentang aspek proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) telah dilakukan yang disimpulkan bahwa: 1. Persyaratan terhadap proteksi radiasi dalam pengoperasian PLTN mencakup 2 (dua) hal utama yaitu pembatasan dosis dan optimisasi proteksi radiasi. 2. Program proteksi radiasi dalam pengoperasian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) meliputi banyak aspek penting yang meliputi antara lain klasifikasi wilayah kerja dan pengendalian akses, aturan lokal dan pengawasan kerja, pemantauan individu dan tempat kerja, perencanaan pekerjaan dan izin kerja, pakaian pelindung dan peralatan pelindung, fasilitas, perisai dan peralatan, pengawasan kesehatan, penerapan prinsip optimisasi proteksi, penghapusan atau pengurangan intensitas sumber radiasi, pelatihan, dan kedaruratan.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kepada yang sebesarbesarnya kami sampaikan seluruh staf pusat pengkajian sistem dan teknologi pengawasan Helen Raflis, dkk
51
STTN-BATAN & PTAPB-BATAN