KAJIAN DAMPAK RADIOLOGI DAN PEMANFAATAN RUANG SEKITAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR DALAM PENYIAPAN TANGGAP DARURAT Studi Kasus : Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara
Oleh
JUPITER SITORUS PANE
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi saya berjudul
KAJIAN DAMPAK RADIOLOGI DAN PEMANFAATAN RUANG SEKITAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR DALAM PENYIAPAN TANGGAP DARURAT. Studi Kasus : Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan benar dan diperiksa kebenarannya.
Bogor, 12 Juli 2006 Yang menyatakan
Jupiter Sitorus Pane
ABSTRACT JUPITER SITORUS PANE. Investigating Radiological Impact Release and Land Use Surrounding Nuclear Power Plant Installation for Emergency Preparedness. A Case Study is at Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, County of Jepara. Under supervision of MUHAMMAD SRI SAENI, BUNASOR SANIM, ERNAN RUSTIADI, AND HUDI HASTOWO. There are four aims of this study: first, to analyse spatially the distribution of the radionuclide release during an accident of Nuclear Power Plant (NPP) at Ujung Lemahabang; second to analyse consequences of radiological release to people surround NPP within its life time, and third, to analyse population growth and its influence to the radiological consequences, and to analyse the arrangement of site zone for preparing emergency planning in order to minimize the radiological impact. The hypothesis in this study is that through the controlling off- site zone of Nuclear Power Plant and preparing emergency planning since the beginning, people surround NPP could be prevented from more harmful radiological impact, and let the environment of the NPP in safe condition within the whole life of the installation. The study was carried out through direct observation to the field, Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, County of Jepara, gathering data from some sources and analysing them based on radionuclide release during severe accident of loss of coolant (LOCA). The radionuclides inventory released were calculated based on its phase of release within containment. By assuming allowable leakage of containment as 0.1% per day, the source strength from containment was calculated and inputed to Gaussian Model of Dispersion to estimate spatial distribution of radionuclides concentration and individual dose. Based on the dose level, zones of emergency preparedness were determined using Geographical Information System (GIS) as Precautionary Protective Action Zone (PAZ), 0-2 km, Urgent Protective Action Planned Zone (UPZ), 2-10 km, and Long Term Protective Action Zone (LPZ) >10 km. ) as well as calculating damage cost. The important result of this study are: (1) It had been identified that the dominant distribution of dose is mostly to South, location of critical group of population was found at radii of 500 m to West, and exclusion zone is less than 1000 m, (2) no short term consequences occur during normal and accident condition, however the consequences appear for long term. But it still below threshold (3) the growth of population surround the NPP are centred spatially to the dense population cities that are more than 10 km from NPP. It fulfilled criteria of NPPs Siting in which they must be far away from dense population to avoid radiological consequences and cost, and (4) the site space surround NPP are low population zone since it dominated by rubber forest and no man-made activities that could threaten the operation of NPP. These condition should be preserved by introducing the ULA location in spatial planning policy of Jepara County. In addition the result was used to prepare emergency planning . Key words: nuclear power plant, release, dispersion, effective dose, consequences, protective zone
ABSTRAK JUPITER SITORUS PANE. Kajian Dampak Radiologi dan Pemanfaatan Ruang Sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Dalam Penyiapan Tanggap Darurat. Studi kasus: Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara. Dibimbing oleh MUHAMMAD SRI SAENI, BUNASOR SANIM, ERNAN RUSTIADI, HUDI HASTOWO. Ada empat hal yang menjadi tujuan penelitian, pertama, menganalisis secara spasial kemungkinan penyebaran bahan radionuklida bila terjadi kecelakaan suatu Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Ujung Lemahabang; kedua, menganalisis dampak radiologi secara individu dan kolektif dan dampak ekonomi yang ditimbulkannya, ketiga, menganalisis pertumbuhan penduduk dan pengaruhnya terhadap dampak radiologi dan ke empat menganalisis pemanfaatan ruang sekitar PLTN dalam kaitannya dengan penyiapan tanggap darurat. Hipotesis dari penelitian ini adalah: melalui pengendalian pemanfaatan ruang sekitar PLTN dan perencanaan sistem tanggap darurat penduduk dapat terhindar dari dampak radiologi lebih besar bila terjadi kecelakaan. Studi dilakukan dengan observasi ke lapangan, mengumpulkan data dari berbagai sumber dan menganalisisnya berdasarkan distribusi pelepasan radionuklida pada kondisi kecelakaan parah. Pelepasan radionuklida dihitung mengikuti fasa lolosnya radionuklida melalui berbagai lapis (barrier) sampai ke pengungkung. Sumber radionuklida yang keluar dari pengungkung didispersi ke atmosfir dengan menggunakan model distribusi Gauss untuk mengestimasi sebaran konsentrasi dan dosis individu. Berdasarkan perkiraan dosis ini dan dengan bantuan sistem informasi geografis (SIG) disusun zone kedaruratan yang meliputi zone PAZ, 0-2 km, UPZ, 2-10 km, LPZ, > 10 km. Selanjutnya diperkirakan besar dampak radiologi dan biaya kerusakan yang ditimbulkannya. Hasil penting dari penelitian ini adalah: (1) teridentifikasinya sebaran dosis dominan pelepasan bahan radionuklida yaitu ke arah Selatan, lokasi critical group pada radius 500 m ke arah Barat, dan zone ekslusi pada jarak < 1 km dari Ujung Lemahabang, (2) terbukti bahwa tidak terdapat dampak radiologi segera oleh pelepasan bahan radionuklida pada kondisi normal maupun kecelakaan, namun untuk jangka panjang dampak tersebut menunjukkan konsekuensi namun masih dibawah batas yang diijinkan, (3) terindikasi bahwa pola pertumbuhan penduduk di sekitar PLTN berpusat pada kota berpenduduk rapat dengan jarak di atas 10 km dari PLTN, hal ini sesuai dengan persyaratan penentuan lokasi PLTN dimana PLTN harus dibangun jauh dari pusat kerapatan penduduk untuk menghindari dampak radiologi yang lebih besar dan biaya kerusakannya, 4) kondisi pemanfaatan ruang saat ini masih berpenduduk rendah karena wilayah didominasi oleh perkebunan karet dan tidak ada aktivitas yang dapat mengancam beroperasinya PLTN. Kondisi ini harus dipertahankan dengan memasukkan rencana lokasi PLTN ini ke dalam kebijakan tata ruang Kabupaten Jepara, demikian pula hasil ini dijadikan landasan untuk mempersiapkan rencana tanggap darurat. Kata kunci: Pembangkit listrik tenaga nuklir, pelepasan, dispersi, dosis efektif, dampak, zone kedaruratan..
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari institut pertanian bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto copy, mikrofilm dan sebagainya.
KAJIAN DAMPAK RADIOLOGI DAN PEMANFAATAN RUANG SEKITAR PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR DALAM PENYIAPAN TANGGAP DARURAT Studi Kasus : Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara
JUPITER SITORUS PANE
Disertasi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PENGESAHAN
Judul
: Kajian Dampak Radiologi dan Pemanfaatan Ruang Sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Dalam Penyiapan Tanggap Darurat (Studi Kasus: Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara)
Nama Mahasiswa
: Jupiter Sitorus Pane
No. Pokok
: P 026014061
Program Studi
: Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni M.S. Ketua
Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim M.S. Anggota
Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Anggota
Dr. Hudi Hastowo Anggota Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro MS.
Tanggal Ujian: 12 Juli 2006
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tangggal 11 Mei 1960 di kota Padang, Sumatra Barat sebagai anak ke-2 dari 9 bersaudara dari ayah Stephanus Sitorus Pane, SE, MM. dan Ibu Kristiana Br. Siregar, SE. Pada bulan Oktober tahun 1984 penulis memperolah gelar sarjana bidang Fisika dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi ITB, Bandung. Pada tahun 1991 penulis diterima pada program Pascasarjana University of Tennessee, Amerika Serikat dan memperoleh gelar Master of Science bidang Teknik Nuklir pada bulan Mei, tahun 1993. Selanjutnya memperoleh kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 dengan bea siswa dari Badan Tenaga Nuklir Nasional. Penulis bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional sejak Tahun 1985 hingga sekarang. Penulis menikah dengan Dra. Norma Purba pada tanggal 15 November 1986 dan telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Josua Sloane Solagracia (18 tahun), Javier Augustson (17 tahun), dan Nopiane Rospita Ingan Ergani (8 Tahun).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penulis menyadari bahwa selesainya disertasi ini juga berkat segala upaya serta bantuan dari berbagai pihak. Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas segala jasa yang telah mereka berikan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Mucha mmad Sri Saeni, M.Si atas kesediaan beliau menjadi Ketua Komisi Pembimbing. Jasa dan budi baik beliau begitu besar dalam membantu kelancaran studi penulis hingga penyelesaian pendidikan S-3 ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih yang sama juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc, Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., dan Dr. Hudi Hastowo atas kesediaannya menjadi Anggota Komisi Pembimbing. Bimbingan, saran, dorongan dan dukungan beliau-beliau sangat membantu daya sintesis dan sistematis berpikir penulis. Pengalaman selama proses bimbingan telah menjadi pengajaran yang tidak akan pernah dapat penulis lupakan Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Kepala Badan Tenaga Nuklir, Kepala Pusdiklat BATAN, dan Kepala Pusat Reaktor Serbaguna (dulu Pusat Pengembangan Teknologi Reaktor Riset) yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB. Terimakasih disampaikan pula kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan yang telah diberikan sehingga proses penyelesaian studi penulis berjalan dengan baik dan lancar. Kepada Bapak Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo sebagai Ketua Program Studi PSL, penulis menyampaikan terimakasih atas kepemimpinan yang beliau lakukan yang terus menerus memberi perhatian kepada mahasiswa satu persatu dan mengingat dengan sangat jelas setiap detil perkembangan yang penulis lakukan. Kepada Ibu Dr. Ir. Eti Riani,
MS sebagai Sekretaris Eksekutif Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan SPs-IPB atas bantuan dan dorongan yang tidak kenal waktu dalam menyelesaikan masalah administrasi di Program Studi PSL. Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada Bapak Dr. Ir. Asep Saefuddin dan Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS yang dengan tulus membuka jalan kepada penulis memasuki program S-3 IPB sekaligus membina penulis selama tahap awal di IPB. Kepada Dr. Ir. Sunsun Saefulhakim selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup, Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman dan Dr. Arnold Yohanes Soetrisnanto selaku penguji luar komisi, penulis menyampaikan terimakasih atas semua saran dan masukan untuk memperbaiki naskah disertasi ini. Kepada Kepala PPEN-BATAN, Dr. Arnold Y. Soetrisnanto, Kepala PRSG-BATAN Ir. Iman Kuntoro, Kepala PTRKN-BATAN Dr. Anhar Riza Antariksawan,
penulis mengucapkan terimakasih atas bantuan beliau selama
penulis mencari data ke PPEN dan penggunaan fasilitas di kantor PPEN, PRSG maupun PTRKN. Secara khusus penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Hudi Hastowo sebagai atasan pertama penulis sejak masuk di BATAN dan yang merekomendasikan penulis, saat itu menjabat sebagai Kepala PRSG, untuk melanjutkan studi ke program S-3 dan yang di dalam kesibukan beliau yang luar biasa sebagai pejabat negara beliau masih bersedia menjadi komisi pembimbing dalam penyelesaian Program S-3 penulis. Keteladanan hidup dan cara kerja beliau yang tidak kenal lelah telah menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi penulis. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Prof. Dr. Usman Sumo Friend Tambunan dan Dr. Paston Sidauruk yang telah bersedia memberi rekomendasi yang baik kepada penulis untuk menjadi seorang calon mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Ir. Yarianto Sugeng Budi Susilo, MSc. yang dengan tulus membantu penulis dalam berbagai hal tanpa pamrih. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Alim Tarigan, Dr. Setyanto, Drs. Kadarusmanto MSc., Dr. Pande Made Udayani, dan rekan-rekan penulis yang memberi dorongan secara moril
Drs. Edison Sihombing, M.Si, Drs. Imron, Sapto Prayogo M.Kom., Ir. Dicky Azriani, A.Md. Akhirnya penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga, Bapa St. Sitorus Pane, S.E,. M.M, dan Ibu Kristiana Br. Siregar, S.E, dan Ibu Mertua Ny. S. Purba Br. Bangun, keluarga besar Sitorus Abang dan Adik dan Lae
dan
Keluarga besar Kalimbubu kami Purba mergana dan pariban-pariban kami yang secara moril dan materil tak henti- hentinya mendukung kami. Special thank I also address to Dr. Ronald Hasting Augustson and wife, Olga. I am so proud of you. Your carrying and attention will never be forgotten in our whole life. Penghargaan yang tak hingga kepada istri penulis tercinta Dra. Norma Purba yang dengan setia mendampingi penulis melalui masa masa sulit, menggantikan beberapa tugas-tugas penulis dalam tugas sosial dan bahkan mencari jalan untuk menopang secara ekonomi agar penulis dapat menyelesaikan tugas dengan baik.
Terimakasih atas ketabahan, kesabaran, kesetiaan, dan
pengorbanan serta pengertian yang telah diberikan. Demikian juga kepada anakanak tersayang Josua, Augustson, dan Nopiane yang telah dengan sabar menerima keadaan
dan penuh pengertian memberi kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan pendidikan S3. Semoga Tuhan senant iasa memberi rahmat dan karuniaNya kepada kita semua.
Bogor, 12 Juli 2006 Jupiter Sitorus Pane
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xvii
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xviii
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................
4
1.3 Ruang Lingkup ........................................................................................
5
1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................
5
1.5 Kegunaan Penelitian ……………………………………………………
6
1.6 Kerangka Pemikiran ................................................................................
6
1,7 Hipotesis…………...................................................................................
9
II.. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Pelepasan bahan Radionuklida ..........................................
10
2.2 Karakteristik Populasi Penerima ..............................................................
26
2.3 Dampak Radiasi Terhadap Manusia dan Ekologi....................................
30
2.4 Nilai Ekonomi Dampak Radiologi ..........................................................
37
2.5 Kajian Pemanfaatan Ruang dan lingkungan............................................
40
2.6 Penelitian Terdahulu ..............................................................................
44
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................
47
3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................
48
3.3 Metode Pengumpulan Data .....................................................................
48
3.3 Metode Analisis .......................................................................................
50
IV. ANALISIS KONDISI UMUM WILAYAH SEKITAR LOKASI PLTN UJUNG LEMAHABANG 4.1 Kondisi Fisik Wilayah .............................................................................
66
4.2 Kondisi Penduduk....................................................................................
78
4.3 Kondisi Sosial Ekonomi ..........................................................................
81
4.4 Kondisi Wilayah Radius 10 km ...............................................................
81
V. POLA SPASIAL PELEPASAN RADIONUKLIDA, DAMPAK DAN SKENARIO PENYIAPAN TANGGAP DARURAT
5.1 Pelepasan dan Penyebaran Bahan Radionuklida .....................................
86
5.2 Analisis Pertumbuhan Penduduk Sebagai Penerima Dampak ...............
109
5.3 Analisis Perubahan Dampak oleh Pertumbahan Pendud uk ....................... 126 5.4 Analisis Ekonomi Dampak Kerusakan ....................................................
129
5.5 Analisis Pemanfaatan Ruang ...................................................................
135
5.6 Rencana Tanggap Darurat .......................................................................
146
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 157 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 160 LAMPIRAN ..................................................................................................
167
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Pengelompokan radionuklida dalam 7 kelompok ..................................
14
2.
Lapis Pertahanan Defense In Depth ........................................................
15
3.
Fraksi pelepasan bahan radionuklida jenis PWR ....................................
19
4.
Ukuran zona berdasarkan kategori fasilitas ............................................
41
5.
Nama- nama variabel pertumbuhan penduduk ... ....................................
60
6.
Tindakan protektif berdasarkan dosis .....................................................
62
7.
Tingkat dosis generik untuk relokasi sementara dan pemindahan tetap
63
8.
Nilai batas paparan radiasi radionuklida pada makanan konsumsi umum dan anak........................................................................................
63
Wilayah administrasi radius 50 km sekitar PLTN .................................
68
10. Profil atmosfir dan karakteristik dispersi di sekitar Lokasi ULA ...........
74
11. Persentasi penggunaan tanah sekitar PLTN ...........................................
76
12. Persentasi perubahan penggunaan tanah wilayah sekitar PLTN.............
76
13. Luas tanam dan produksi pertanian wilayah 50 km................................
78
14. Penduduk wilayah kecamatan sekitar lokasi PLTN ...............................
78
15. Ratio penduduk terhadap luas pemukiman .............................................
81
16. PDRB berdasarkan harga konstan Kabupaten Jepara ............................
82
17. Data teknis reaktor untuk PLTN .............................................................
87
18. Inventory radionuklida reaktor jenis PWR 1000 MWe ..........................
88
19. Data pelepasan pada kondidi normal ......................................................
90
20. Fraksi pelepasan setiap tahapan pelepasan ............................................
92
9.
21. Lama pelepasan untuk berbagai tahapan pelepasan saat terjadi kecelakaan rusaknya teras reaktor.....................................................................
92
22. Hasil perhitunga n fraksi pelepasan radionuklida ....................................
93
23. Kategori kecepatan angin .......................................................................
94
24. Sektor arah angin ....................................................................................
95
25. Kelas stabilitas atmosfir...........................................................................
95
26. Konsentrasi
131
I dan
137
Cs di udara tanah pada radius 50 km ..............
96
27. Lokasi rata-rata maksimum sebaran 131 I di sekitar Ujung Lemahabang ........................................................................................................
97
28. Kontribusi berbagai jalur radiasi (pathway) terhadap dosis yang diterima organ tubuh pada jarak 0.5 km.....................................................
103
29. Kontribusi berbagai jalur radiasi (pathway) terhadap dosis yang diterima organ tubuh pada jarak 7.5 km ..................................................
103
30. Kontribusi (%) jalur penyinaran dan nuklida dosis rata pada organ dalam waktu 50 tahun pada jarak 0.5 km ................................................
105
31. Kontribusi (%) jalur penyinaran dan nuklida dosis rata pada organ dalam waktu 50 tahun pada jarak 7.5 km.................................................
106
32. Presentasi bahan radionuklida memberi dosis kepada organ tubuh melalui seluruh jalur.................................................................................
106
33. Presentase bahan radionuklida memberi dosis kepada organ tubuh melalui jalur makanan..............................................................................
107
34. Faktor dengan nilai eigen > 1...................................................................
111
35. Matrix faktor loading...............................................................................
113
36. Hasil regresi ganda 14 variabel yang diduga mempengaruhi kepadatan penduduk.................................................................................................
115
37. Rata-rata hasil perhitungan Beta, t dan p ................................................
115
38. Parameter koefisien eksponensial............................................................
116
39. Hasil estimasi jumlah penduduk dengan model regresi ganda Eksponensial, geometri dan logisti .........................................................
117
40. Estimasi jumlah penduduk tahun 2016 dalam radius 50 km dalam grid spasial...............................................................................................
122
41. Estimasi jumlah penduduk tahun 2036 dalam radius 50 km dalam grid spasial...............................................................................................
122
42. Estimasi jumlah penduduk tahun 2056 dalam radius 50 km dalam grid spasial................................................................................................
122
43. Rata-rata penduduk pada empat kabupaten sekitar okasi PLTN ............
123
44.. Korelasi spasial kepadatan penduduk Kabupaten Pati, Kudus, Jepara, dan Demak ..............................................................................................
126
45. Probabilitas kejadian gangguan kesehatan dan kematian .......................
129
46. Nilai ekonomi dan dampak radiologi .......................................... ..........
130
47. Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan ................
130
48. GDP per kapita beberapa negara tahun 2004 ..........................................
131
49. Estimasi nilai GDP per kapita tahun 2004, 2016, 2036, 2056 dengan
persentase pertumbuhan 5 % ..................................................................
131
50. Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan ...............
132
51. Perhitungan jumlah kasus yang terjadi secara stokastik saat reaktor beropersi normal ......................................................................................
133
52 . Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan ...............
134
53. Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan pada kondisi darurat ........................................................................................
134
54. Faktor pelindung deposisi permukaan gedung ........................................
143
55. Upaya penanggulangan berdasarkan proyeksi dan pengukuran .............
151
56. Prioritas monitoring lingkungan ..............................................................
152
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Kerangka pemikiran ..............................................................................
7
2.
Komponen utama rektor jenis PWR......................................................
10
3.
Proses terjadinya reaksi fisi ..................................................................
12
4.
Sistem pengungkung reaktor.................................................................
16
5.
Persentase pelepasan bahan iod dari bahan bakar metalik ....................
18
137
6.
Persentase pelepasan bahan
Cs dari bahan metalik ............................
18
7.
Hubungan faktor demografi dan non-demografi dalam studi kependudukan .........................................................................................
27
8.
Jalur penerimaan paparan radiasi pada manusia .....................................
32
9.
Proses masuknya bahan radionuklida ke dalam tubuh manusia .............
35
10. Metabolisme perpindahan radionuklida dalam tubuh..............................
35
11. Sumber radiasi di Alam ...........................................................................
45
12. Peta Jepara dengan lokasi calon PLTN di Ujung Lemahabang ..............
47
13. Grid spasial penyebaran penduduk dan bahan radionuklida....................
51
14. Peta wilayah sekitar calon tapak PLTN ..................................................
67
15. Peta topografi wilayah sekitar PLTN ......................................................
70
16. Aliran sungai lokasi sekitar PLTN Ujung Lemahabang .........................
70
17. Distribusi penyebaran arah angin sekitar lokasi tapak PLTN.................
71
18. Distribusi kecepatan angin sekitar calon tapak PLTN ...........................
71
19. Histogram frekuensi curah hujan sekitar ULA .......................................
72
20. Persentase kategori atmosfir di sekitar ULA ..........................................
72
21. Tata guna lahan sekitar PLTN Ujung Lemahabang.................................
77
22. Kepadatan penduduk sekitar PLTN Ujung Lemahabang Tahun 1998 – 2002 .............................................................................................
80
23. Jalan utama lokasi sekitar PLTN ............................................................
83
24. Infra struktur dan an fasilitas wilayah umum wilayah radius 10 km.......
84
25. Skema diagram pengungkung berkondensasi es untuk reaktor jenis PWR .......................................................................................................
89
26. Ilustrasi pelepasan bahan radionuk lida dari pengungkung reaktor..........
91
27. Kuat sumber terlepas dari pengungkung .................................................
93
28. Gambar arah angin sekitar PLTN Ujung Lemahabang ...........................
96
29. Grafik konsentrasi 131 I dan 137 Cs di udara dan tanah pada radius 50 km.
97
30. Grafik laju dosis maksimum rata-rata sepanjang 50 km .........................
98
31. Distribusi dosis individu untuk kelas stabilitas A-F terhadap jarak dari sumber pada tinggi efektif 40 m........................................................
98
32. Distribusi dosis individu untuk kelas stabilitas A-F terhadap jarak dari sumber pada tinggi efektif 100m.......................................................
99
33. Sebaran dosis individu paling pesimis arah radial pada jarak 50 km dari sumber ..............................................................................................
100
34. Sebaran dosis individu sektor 1-16, kelas stabilitas D, dengan Heff = 40 m .........................................................................................................
100
35. Sebaran dosis individu sektor 1-16, kelas stabilitas D, denga n Heff = 100 m ......................................................................................................
101
36. Sebaran dosis individu arah radial, pada kelas stabilitas atmosfir D dengan Heff = 100m..................................................................................
101
37. Dosis yang diterima seseorang individu dan organ vs jarak .................
102
38. Presentasi unsur dalam dosis ekivalen untuk organ paru-paru dan keseluruhan tubuh.....................................................................................
104
39. Gambar hasil perhitungan dosis rata-rata dari jalur awan radiasi, inhalasi, dan deposisi di tanah dan makanan............................................
109
40 Sebaran dosis individu selama 1 tahun yang terlepas dalam kondisi normal......................................................................................................
110
41. Scree plot factor ......................................................................................
111
42. Hasil estimasi pertumbuhan penduduk dengan model geometri, regresi ganda, eksponensial dan logistik .............................................................. 118 43. Gambar spasial variabel- variabel yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tahun 1998................................................................. .............
119
44. Gambar spasial variabel- variabel yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tahun 2002 ..............................................................................
120
45. Peta prediksi pertumbuhan penduduk di sekitar PLTN ...........................
121
46. Lokasi pemusatan penduduk pada kabupaten Jepara, Kudus, Pati dan Demak .....................................................................................................
124
47. Kepadatan penduduk tertinggi di empat kecamatan wilayah radius 50 km dari PLTN ..........................................................................................
125
48. Kerapatan penduduk terendah untuk masing- masing kabupaten di wilayah radius 50 km dari PLTN.............................................................
125
49. Grafik peningkatan angka ganguan kesehatan tahun ke 1 (2016) sampai tahun ke 3 (2036).........................................................................
127
50. Kemungkinan kenaikan angka kematian oleh peningkatan jumlah penduduk tahun ke 1 (2016) sampai tahun ke 3 (2056)..........................
128
51. Peta sebaran radiasi dan pertumbuhan penduduk sekitar PLTN Jepara tahun 2016, 2036, 2056................................................................
138
52. Tata guna lahan wilayah desa dan kecamatan dalam radius 10 km
140
53. Penurunan jumlah kematian setelah countermeasure..............................
144
54. Penuruna n jumlah gangguan kesehatan setelah countermeasure
145
55. Rencana tata ruang wilayah sekitar PLTN .............................................
147
56. Peta jalur evakuasi dalam kondisi kecelakaan PLTN ULA JEPARA …
148
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Jenis kecelakaan dalam analisis kecelakaan reaktor daya …………….
169
2.
Kandungan hasil fisi ……………………………………………………
171
3.
Pola pelepasan bahan radionuklida dari cerobong …………..................
176
4.
Sequence data meteorologi stasiun UjungLemahabang tahun 1996.......
178
5.
Lampiran data untuk PC COSYMA. .....................................................
182
6.
Kontribusi jalur penyinaran terhadap dosis individu jarak 0,5 dan 7,5 km dari sumber ............….......................................................................
186
Data korelasi variabel yang diduga berpengaruh terhadap kepadatan penduduk ………..........…………………………..............
190
7.
DAFTAR ISTILAH
ALARA, singkatan dari as low as reasonably achievable, yaitu dosis serendah mungkin yang dapat dicapai. Bahan nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai. Bahan galian nuklir adalah bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir. Bahan bakar nuklir adalah bahan yang dapat menghasilkan proses transformasi inti berantai. Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Daerah eksklusif ialah daerah langsung di sekitar reaktor dimana penguasa instalasi berwenang menentukan semua kegiatan, termasuk menutup masuknya dan pindahan orang atau barang dari daerah tersebut. Daerah ini boleh dilintasi oleh jalan raya atau jalan air dengan ketentuan bahwa : letaknya tidak terlalu dekat dengan instalasi sehingga mengganggu operasi reaktor, dapat diatur pengawasan lalu lintas dalam terjadi keadaan darurat. Persyaratan ini perlu agar supaya dalam hal terjadi keadaan darurat dapat lebih mudah memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan penduduk. Bertempat tinggal di daerah itu adalah terlarang, kecuali dalam hal-hal/keadaan tertentu dengan jaminan bahwa tidak mengakibatkan bahaya bagi penduduk yang bertempat tinggal di situ. wilayah dengan radius sedemikian rupa sehingga setiap individu yang berada pada setiap lokasi di dalam Exclusion Area tidak akan menerima dosis radiasi melebihi 25 rem Total Effective Dose Equivalent (TEDE) atau 0.25 Sv dalam rentang waktu 2 jam setelah pelepasan produk fisi ke pengungkung. Daerah penduduk rendah (Low Population Area) ialah daerah di sekitar Daerah Eksklusif dimana diperbolehkan untuk bertempat tinggal. Jumlah penduduk, kepadatan dan sarananya adalah sedemikian dalam hal teriadi kecelakaan tindakan penyelamatan dapat segera dilakukan. Wilayah setelah exclusion area dimana seseorang tidak akan menerima dosis radiasi melebihi 25 rem Total Effective Dose Equivalent (TEDE) atau 0.25 Sv dalam rentang waktu 30 jam setelah pelepasan produk fisi ke pengungkung.
Decomisioning adalah suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir. Dosis (dose) adalah jumlah radiasi yang terdapat medan radiasi atau energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi. (rad) Dosis ambang (threshold dose) (1) Dosis radiasi minimum yang dapat menimbulkan efek biologis yang terdeteksi, (2) Dosis serap minimum yang menimbulkan pengaruh tertentu. Dosis efektif adalah jumlah dosis ekivalen yang diterima jaringan (HT ) dengan faktor bobot jaringan( WT). Satuan khusus J.kg-1 atau Sv. Dosis ekivalen(H) besarnya tingkat kerusakan pada jaringan tubuh akibat terserapnya sejumlah energi radiasi dengan memperhatikan faktor yang mempengaruhinya H = Q.N.D, Satuan = Sv atau rem. Dosis ekivalen efektif jumlah dosis ekivalen sesuai dengan bobotnya pada semua jaringan Dosis ekivalen efektif terikat adalah jumlah integral selama 50 tahun dosis ekivalen sejak radionuklida masuk ke dalam tubuh atau Dosis ekivalen efektif terikat kolektif (SE,C) dosis terikat kolektif pada populasioleh hasil integrasi laju dosis efektif ekivalen terhadap waktu. SE,C = ?o SE(t)dt. Dosis ekivalen efektif kolektif, S E dosis paparan radiasi pada populasi yang dinyatakan oleh integrasi dosis efektif ekivalen dengan jumlah individu populasi yang terkena radiasi. Satuan man.Sv. ∞
S E = ∫ H E P( H E )dH E 0
Dosis ekivalen tahunan maksimum yang diijinkan adalah dosis untuk seluruh tubuh merupakan jumlah dosis internal dan eksternal, besarnya 5 rem (50 mSv). Instalasi nuklir adalah fasilitas yang digunakan untuk pengoperasian reaktor, pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas. Instalasi Reaktor: dalam hal Pusat Listrik Tenaga Nuklir meliputi sistim pembangkitan uap dengan tenaga nuklir sistim turbin dan generator, sistim pendingin sistim tambahan (auxiliary), serta sistim keselamatan. Dalam hal reaktor uji meliputi sistim pembangkitan panas, fasilitas penelitian, sistim pendingin, sistem tambahan (auxiliary) dan sistim keselamatan.
Jarak Pusat Penduduk ialah jarak dari reaktor sampai daerah berpenduduk padat dengan lebih dari 25.000 orang. Ketenaganukliran adalah hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir serta pengawasan kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Kecelakaan alah suatu kejadian diluar dugaan yang memungkinkan timbulnya bahaya radiasi dan kontaminasi, baik bagi pekeria radiasi maupun bukan pekerja radiasi. Kecelakaan nuklir adalah setiap kejadian atau rangkaian kejadian yang menimbulkan kerugian nuklir. Kesiapsiagaan darurat (emergency preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna untuk melindungi kesehatan masyarakat dan keselamatan saat kejadian darurat radiologi. Kerugian nuklir adalah setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera atau sakit, kerusakan harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah meledak, atau sifat bahaya lainnya sebagai akibat kekritisan bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir atau selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat tindakan preventif dan kerugian sebagai akibat atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup. Korban bencana adalah manusia yang mengalami kerugia n akibat bencana, baik secara fisik, mental maupun sosial. Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi. Mitigasi kedaruratan (emergency mitigation) adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak bencana, baik secara fisik struktural melalui pembuatan bangunan-bangunan fisik, maupun non fisik-struktural melalui perundang-undangan dan pelatihan. Operator ialah seorang ahli yang telah mendapat izin dari Pemerintah untuk menjalankan Reaktor Atom dan alat-alat tenaga atom lainnya. Pemanfaatan adalah kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang meliputi penelitian, pengembangan, penambangan, pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan, pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, decomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pekeria Radiasi adalah setiap orang yang karena jabatannya atau tugasnya selalu berhubungan dengan medan radiasi dan oleh instansi yang berwenang
senantiasa memperoleh pengamatan tentang dosis-dosis radiasi yang diterimanya. Pemulihan (Emergency Recovery) adalah proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada keadaan normal. Pengungsi adalah orang-orang atau kelompok-kelompok orang yang telah dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat mereka dahulu biasa tinggal, terutama sebagai akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri dari, dampak-dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaran-pelanggaran hak-hak asasi manus ia, bencana-bencana alam, atau bencana-bencana akibat kegiatan manusia. Penanganan Bencana (disaster management) adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanganan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan. Penyinaran atau exposure, pemancaran bahan radioaktif mengenai organ tubuh. Pengelolaan limbah radioaktif adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau pembuangan limbah radioaktif. Pengusaha instalasi nuklir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian instalasi nuklir. Pengungkung atau containment, penahan (barrier) yang dibuat untuk mengungkung bahan radionuklida agar tidak terlepas ke lingkungan pada kondisi kecelakaan. Peringatan Dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, yang menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), dan resmi (official). Radioisotop adalah isotop yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan radiasi pengion. Radiasi pengion adalah gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu me ngionisasi media yang dilaluinya. Reaktor nuklir adalah alat atau instalasi yang dijalankan dengan bahan bakar nuklir yang dapat menghasilkan reaksi inti berantai yang terkendali dan digunakan untuk pembangkitan daya, atau penelitian, dan/atau produksi radioisotop. Risiko (risk) adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. Risiko dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta dan gangguan kegiatan masyarakat. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Tanggap Darurat (emergency response) adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian kondisi darurat atau bencana dengan mengaktifkan timtim penanggulangan kedaruratan untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apa pun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Zat radioaktif adalah setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan aktivitas jenis lebih besar dari pada 70 kBq/kg (2 nCi/g). Zone PAZ (zone precautionary protective action zone) adalah zone di sekitar PLTN dimana tindakan tanggap darurat diimplementasikan segera tanda darurat diumumkan. Zone UPZ (urgent protective action zone) adalah zone yang mana tindakan darurat dilaksanakan setelah dilakukan monitoring terhadap lingkungan Zone LPZ (long term protective action zone) adalah zone yang mana tindakan tanggap darurat direncanakan untuk menurunkan resiko dampak jangka panjang yang masuk melalui makanan.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Energi merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi, sosial maupun peningkatan kualitas hidup. Oleh karena itu kecukupan persediaan energi secara berkelanjutan untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang haruslah dijamin dan dipertahankan. Untuk keamanan ketersediaan energi, kestabilan harga dan pasokan, maka setiap negara harus memperhatikan diversifikasi penggunaan sumber energi dalam perencanaan strategis energi jangka panjangnya, khususnya untuk mengantisipasi pertumbuha n pemintaan energi (Trinnaman dan Clarke 2004). Oleh karena itu energi alternatif merupakan sasaran energi masa depan yang sangat dibutuhkan dunia (Simmons 2001). Disamping itu untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pencarian alternatif energi tidak cukup dilakukan oleh pertimbangan kebutuhan ekonomi saja, tetapi juga harus diintegrasikan dengan pertimbangan lingkungan (Sharp 2001). Dalam pernyataan akhir (final statement) pada International Ministerial Conference: “Nuclear Power for 21st Century” disebutkan bahwa tenaga nuklir tidak menimbulkan polusi udara atau emisi gas CO2 dan secara ekonomi tenaga listrik nuklir menawarkan harga listrik yang kompetitif dibanding sumber energi lainnya dan memberikan kontribusi terhadap keamanan pasokan maupun kestabilan harga energi (OECD 2005). Dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia yang didukung oleh ketersediaan energi yang cukup dan harga yang stabil, telah dilakukan studi secara komprehensif untuk perencanan energi nasional terhadap berbagai macam sumber daya khususnya pembangkit energi listrik di Indonesia. Tim terdiri dari para ahli yang mewakili Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi (DJLPE), Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (DJMIGAS), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), Badan Pusat Statistik Nasional (BPS), PT PLN (Persero) dan
2
Organisasi Non-Pemerintah di bidang energi, serta dibantu oleh pihak Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA). Hasil studi menunjukkan bahwa pemakaian total kebutuhan energi final di Indonesia (termasuk energi non-komersial) mengalami kenaikan sekitar 2 kali lipat dari 4028,4 PJ pada periode 2000 menjadi 8145,6 PJ pada tahun 2025 dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan urutan sektor ekonomi berdasarkan pemakaian energi final selama masa 2000 – 2025. Ditinjau dari penyebaran pemakaian energi, pulau Jawa-Bali merupakan pemakai terbesar dari energi yaitu sebesar 63% total penyediaan energi di Indonesia meningkat 4 kali lipat dari 130 TWh pada tahun 2000 menjadi 540 TWh pada tahun 2025, sedang Jawa Bali meningkat 3,5 kali lipat (BATAN-IAEA 2002). Untuk memenuhi kebutuhan energi penduduk di masa mendatang, berbagai sumber energi
seperti gas,
biomassa, geothermal dan air harus
ditingkatkan bersamaan dengan pemanfaatan energi fosil. Namun peningkatan ini belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut maka perlu diintroduksi penggunaan energi nuklir dalam bentuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) dimulai sejak tahun 2016 (Soetrisnanto 2002). PLTN dengan satuan unit skala besar ~ 1000 MWe diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jaringan Jawa-Bali. Dengan tingkat teknologi keselamatan PLTN yang ada saat ini, penempatan PLTN di dekat pusat beban jaringan listrik akan sangat menguntungkan dan mengurangi ongkos transmisi. Dalam rangka pembangunan PLTN di Indonesia telah dilakukan studi kelayakan penentuan lokasi PLTN di Indonesia sejak tahun 1991 sampai dengan 1996. Hasil studi menunjukkan bahwa Ujung Lemahabang, Ujung Grenggrengan, Ujung Watu di Kabupaten Jepara merupakan lokasi yang tepat untuk pembangunan PLTN mengingat lokasi tersebut
telah terbebas dari faktor
penghalang alamiah (natural exclussion factor) yaitu bahaya letusan gunung api, bahaya patahan permukaan, dan bahaya instabilitas pondasi. Di antara ketiga lokasi tersebut maka Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, dijadikan prioritas pertama sebagai dijadikan tempat pembangunan PLTN pertama di Indonesia (Newject Inc. 1996).
3
Kehadiran PLTN di Ujung Lemahabang dapat menimbulkan kekuatiran masyarakat terhadap dampak radiologi yang mungkin muncul pada kondisi operasi normal maupun kondisi kecelakaan.
Pada operasi normal, dampak
radiologi pelepasan bahan radionuklida sehari-hari dapat dianggap tidak ada, karena
PLTN
telah
dirancang
sedemikian
rupa,
sehingga
pelepasan
radionuklidanya memenuhi prinsip serendah mungkin yang dapat dicapai (As Low As Reasonably Achievable).
Untuk mencapai prinsip ini,
maka berbagai
persyaratan baik teknis maupun non-teknis harus diimplementasikan dalam rancangan, pembangunan atau konstruksi, komisioning, serta operasi suatu PLTN. Analisis terhadap keselamatan reaktor PLTN dilakukan denga n memperhatikan berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam reaktor PLTN untuk diujikan terhadap kemampuan sistem reaktor mengatasi setiap kejadian tersebut. Hanya kejadian yang sangat parah saja (severe accident) yang memungkinkan pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan. Pengendalian terhadap pencapaian persyaratan dan analisis keselamatan reaktor dilakukan dengan menerapkan Program Jaminan Kualitas dalam setiap tahap kegiatan pembangunan dimulai dari perancangan, konstruksi, operasi dan perawatan dan komisioning (IAEA 1988). Dalam kondisi kecelakaan parah yang tidak dapat dihindarkan, maka tindakan untuk mengurangi dampaklah yang menjadi aktivitas utama proteksi radiasi, yaitu upaya melindungi pekerja dan penduduk dan lingkungan dari bahaya radiasi (IAEA 1997a). Upaya proteksi radiasi dapat dilakukan dengan menangani sumber radiasinya (proteksi radiasi terkait sumber), lingkungan maupun terhadap orang (proteksi radiasi terkait orang). Tindakan proteksi terkait sumber meliputi perancangan sistem keselamatan, misalnya penggunaan sistem penahan berlapis (multiple barrier) pada pembangunan PLTN. Dengan demikian kemungkinan menyebarnya radionuklida ke lingkunga n menjadi sangat minimal. Tindakan proteksi terhadap lingkungan maupun orang dapat dilakukan dengan menghindari sumber radiasi, mengubah lintasan radiasi yang menuju penduduk atau mengendalikan arah dan jarak pertumbuhan penduduk sehingga jauh dari lintasan radiasi yang dapat menimbulkan risiko, atau mengurangi jumlah populasi yang dapat menerima radiasi (Wiryosimin 1995; IAEA 1998). Mengingat tindakan pengendalian populasi ini sangat berkaitan erat dengan pola
4
dan struktur pemanfaatan ruang suatu wilayah, maka zone pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN harus direncanakan sejak dini untuk menghindarkan penduduk dari dampak negatif jangka panjang atau selama usia PLTN. Dalam disertasi ini dilakukan kajian dampak radiologi yang mungkin timbul bila terjadi kecelakaan nuklir selama usia PLTN, serta langkah tanggap darurat (emergency preparedness). Kajian ini menjadi masukan dalam menyusun pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN Ujung Lemahabang, penyiapan program tanggap darurat dan sekaligus menentukan biaya kerusakan yang diakibatkannya.
1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi dalam menganalisis dampak radiologi terhadap lingkungan dalam waktu yang panjang adalah terdapatnya perubahanperubahan yang cukup berarti dalam jumlah penduduk dan pola pemanfaatan ruang
dimulai
sejak
tahap
perencanaan,
konstruksi,
komisioning
dan
dekomisioning. Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah perubahan ini akan menyebabkan peningkatan resiko yang cukup berarti, apa usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak oleh adanya pertumbuhan penduduk dan perubahan pola pemanfaatan ruang tersebut, dan dalam kondisi terjadi kecelakaan bagaimana seharusnya pengusaha nuklir maupun penduduk berrespon? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukanlah tahapan penelitian sebagai berikut ini: (1) melakukan estimasi penyebaran bahan radionuklida secara spasial
yang
mungkin akan diterima oleh penduduk sekitar PLTN. (2) memperkirakan dampak radiologi yang ditimbulkan oleh penyebaran tersebut sekaligus mengestimasi biaya kerusakan yang mungkin timbul oleh penerimaan bahan radionuklida oleh penduduk sekitar (3) melakukan estimasi pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan lahan selama usia PLTN yang berpengaruh terhadap kemungkinan dampak radiologi secara kolektif.
5
(4) melakukan analisis pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN setelah kehadiran PLTN dan mengkaji langkah- langkah tanggap darurat yang harus dilakukan untuk mitigasi kerusakan. 1.3 Ruang lingkup Dalam penelitian ini dampak radiologi yang diteliti adalah dampak pelepasan bahan radionuklida dari reaktor PLTN jenis reaktor air ringan bertekanan (Pressurized Water Reactor, PWR ) dengan daya nominal 1000 MWe, yang terdispersi di udara mengingat dampak inilah yang sangat dominan dalam suatu kecelakaan nuklir. Demikian pula radius penelitian dibatasi pada radius 50 km di sekitar PLTN mengingat konsentrasi radionuklida sudah sangat rendah pada jarak tersebut. Wilayah pada radius tersebut meliputi Kabupaten Jepara, Pati, Kudus, dan sebagian kecil Demak dengan jumlah penduduk selalu berkembang secara spasial dan temporal selama usia PLTN. Diperkirakan usia PLTN adalah 40 tahun dan diasumsikan akan mulai beroperasi pada tahun 2016. Analisis perkiraan biaya kerusakan dibatasi pada biaya kerugian akibat langsung dampak radiologi seperti kematian (kanker fatal), gangguan kesehatan serius (kanker no nfatal), kehilangan pekerjaan dan penggunaan tindakan tanggap darurat yang dapat dibuktikan terkait atau disebabkan oleh pelepasan zat radiasi dari kecelakaan PLTN tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji dampak pencemaran radiologi terhadap penduduk di wilayah sekitar PLTN di Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara untuk meminimumkan dampak radiologi dan biaya kerusakan bila terjadi kecelakaan nuklir melalui pengaturan pemanfaatan ruang dan tindakan tanggap darurat.
Secara khusus penelitian ini
bertujuan, (1)
Menganalisis secara spasial kemungkinan penyebaran bahan radionuklida di sekitar PLTN bila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari.
(2)
Menganalisis dampak radiologi secara individu dan kolektif dan biaya kerusakan yang mungkin diterima oleh penduduk sekitar PLTN.
6
(3)
Menganalisis pertumbuhan penduduk dan perubahan penggunaan lahan sekitar
PLTN
selama
usia
hidupnya
serta
pengaruhnya
terhadap
kemungkinan dampak radiologi secara kolektif dan biaya kerusakan (4)
Menganalisis kondisi pemanfaatan ruang wilayah sekitar PLTN serta langkah tanggap darurat untuk meminimumkan dampak.
1.5 Kegunaan Penelitian Hasil analisis ini dapat dipakai sebagai bahan kajian tata ruang wilayah sekitar PLTN untuk menyus un rencana detil tata ruang sekitar lokasi PLTN, rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten Jepara dan wilayah lain di sekitarnya. Demikian pula informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan tanggap darurat bila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari dengan dampak dan biaya seminimal mungkin.
1.6 Kerangka Pemikiran Secara diagram kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Dengan
mengasumsikan
telah
terjadi
kecelakaan
kehilangan air pendingin (loss of coolant accident) yang menyebabkan melelehnya teras reaktor pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di daerah tapak Ujung Lemahabang,
maka ada kemungkinan terjadi pelepasan bahan
radionuklida yang bersifat radioaktif di udara atau atmosfir antara lain xenon (Xe), kripton (Kr), iod (I), cesium (Cs), dan lain- lain.
Tidak seluruh bahan
radionuklida lepas ke udara karena sebagian besar akan terkungkung di dalam pengungkung (containment). Berdasarkan persyaratan keselamatan rancangan pengungkung, maka sistem pengungkung (containment) PLTN harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebocoran yang diijinkan adalah sebesar < 0,1 % per hari dari volume pengungkung (IAEA 1997b, Yvon 1996). Penyebaran bahan radionuklida di atmosfir sangat tergantung dari kondisi lingkunga n di sekitar tapak khususnya kondisi meteorologi berupa arah dan kecepatan angin, curah hujan, ketinggian lapisan campur (mixing layer) dan kekasaran permukaan. Untuk mempermudah estimasi penyebaran secara spasial,
7
Lepasan ke Atmosfir
Dispersi
Udara
IInhalasi
Hirup
Iradiasi eksternal
Manusia
Co
lease
γ Tanah PLTN
Deposisi
sitio
Tanaman Makanan Hewan
Mitigasi Dampak: Kendalikan penduduk melalui kebijakan pemanfaatan ruang (tata ruang). Tanggap darurat
t1 , t 2 , t 3 Dampak secara kolektif
Gambar 1 Kerangka pemikiran
n
Makan
Dampak secara individu
8
maka wilayah sekitar tapak PLTN dibagi dalam grid-grid berdasarkan arah angin dan jarak dari sumber. Dalam penelitian ini arah angin dibagi dalam 16 sektor dan 7 pembagian jarak yaitu 1 km, 2 km, 5 km, 10 km, 20 km, 35 km, dan 50 km. Selanjutnya
estimasi
penyebaran
bahan
radionuklida
dilakukan
dengan
menggunakan model dispersi Gauss di udara yang dikoreksi terhadap faktor deposisi, peluruhan, dan kondisi cuaca lokal. Untuk maksud ini, sebagai tujuan pertama penelitian, dilakukan analisis tentang sebaran radionuklida di sekitar PLTN dimulai dengan perhitungan kuat sumber radionuklida yang mungkin terlepas ke lingkungan dan perkiraan penyebarannya berdasarkan sektor dan jarak dengan memperhatikan berbagai kondisi lingkungan yang mempengaruhinya di wilayah sekitar Ujung Lemahabang, Bahan radionuklida yang terdispersi di atmosfir dapat sampai dan memberikan dampak kepada manusia melalui empat jalur (pathway), yaitu sebagai awan radiasi (iradiasi eksternal), terhisap ke dalam tubuh (inhalasi), menempel di kulit, termakan melalui makanan,
karena sebagian bahan
radionuklida terdeposisi ke permukaan tanah, terserap ke dalam tanah dan masuk ke dalam tanaman dan dimakan oleh manusia, pada berbagai lokasi radius 50 km dari Ujung Lemahabang. Oleh karena itu sebagai tujuan kedua dari penelitian ini adalah menganalisis dampak radiologi terhadap manusia baik secara individu maupun kelompok atau kolektif sekaligus memperkirakan kerugian secara ekonomi yang ditimbulkannya. Selama usia PLTN dipastikan akan terjadi pertumbuhan kepadatan penduduk dan perubahan pemanfaatan lahan secara spasial dari waktu ke waktu (ditandai sebagai t1 , t2 , t3 ). Dinamika pertumbuhan ini akan mempengaruhi besarnya dampak yang mungkin terjadi pada penduduk dan lingkungan. Oleh karena itu analisis terhadap dinamika pertumbuhan penduduk akan dilakukan sebagai tujuan ketiga dari penelitian ini.
Model pertumbuhan kepadatan
penduduk akan didekati dengan model pendekatan regresi berganda (multiple regression), eksponensial dan logaritmik dan bunga majemuk dengan unit terkecil desa. Berbagai variabel demografi dan non-demografi dalam ruang spasial akan diuji untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk seperti faktor
9
laju pertumbuhan penduduk, jarak dari pusat bisnis, sosial ekonomi, geografi, dan lain- lain. Sifat independensi masing- masing variabel terlebih dahulu diuji dengan menggunakan analisis komponen utama (Principal Component Analysis). Selanjutnya
kekuatan
pengaruh
variabel- variabel
yang
dipilih
terhadap
pertumbuhan kepadatan penduduk akan diuji dengan menghitung koefisien determinan, sedang koefisien beta dan alfa ditentukan dengan melakukan analisis regresi ganda. Validitas masing- masing parameter diuji dengan uji-t dan level-p. Variabel yang tidak memiliki validitas yang kuat dihilangkan.
Selanjutnya
variable-variabel dengan parameter koefisien yang memiliki validitas yang kuat dijadikan variabel untuk memprediksi pertumbuhan kepadatan penduduk di desadesa dan diterjemahkan ke dalam grid-grid yang ada. Dengan demikian akan diperoleh peta dampak radiologi yang mungkin terjadi pada radius 50 km yang terdiri dari zone esklusi (exclusion zone) dan zone berpenduduk jarang (low population zone). Walaupun kemungkinan terjadinya kecelakaan nuklir dapat dikatakan sangat kecil, namun pengusaha PLTN harus menyiapkan rencana penanganan kedaruratan (emergency planning) dengan menetapkan zone-zone kedaruratan yang terdiri dari Precautionary Action Planning Zone, Urgent Protective Action Zone, dan Long Term Protective Action Zone. Zone ini digunakan kemudian dijadikan dasar untuk pengendalian pemanfaatan ruang dan penyusunan langkah tanggap darurat. Untuk maksud ini maka dilakukan analisis pemanfaatan ruang sekaligus penyiapan tanggap darurat, sebagai tujuan keempat penelitian ini, sekaligus perkiraan biayanya.
1.7 Hipotesis Dengan menge ndalikan pemanfaatan ruang sekitar PLTN secara dini dan perencanaan sistem tanggap darurat, penduduk dapat terhindar dari dampak radiologi yang serius bila terjadi kecelakaan nuklir. Dengan demikian, dampak radiologi maupun biaya kerusakan maupun pemulihan dari kecelakaan nuklir dapat diminimumkan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Pelepasan Bahan Radionuklida
2.1.1 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada prinsipnya sama dengan pembangkit listrik lainnya seperti pembangkit listrik tenaga air, tenaga uap, dan batubara yaitu membangkitkan listrik dengan memutar turbin. Perbedaannya terletak pada sumber energi yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Pada PLTN energi berasal dari hasil reaksi fisi nuklir dalam reaktor. Salah satu jenis reaktor yang akan digunakan pada pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepara adalah reaktor jenis reaktor air ringan bertekanan (pressurized water reaktor, PWR) yang secara diagram komponen utamanya ditunjukkan Gambar 2 Bejana Pengungkung
Kendali Tekanan Uap
Batang Kendali
Turbin
Generator
Pembangkit uap
Teras
Pompa primer
Kondenser
Bejana Tekan
Kanal buang pendingin sekunder Pompa pengumpan air Sumber: http://contest.thinkquest.jp/
Gambar2 Komponen utama reaktor jenis PWR Komponen utama reaktor terdiri dari teras reaktor (fuel core), bejana tekan, batang kendali, kendali tekanan, dan pembangkit uap (OECD-IAEA 2002; IAEA 1997c. Teras reaktor yaitu susunan bahan bakar uranium sekaligus tempat terjadinya reaksi fisi yang menghasilkan energi dan bahan radionuklida yang sangat bersifat radioaktif. Komponen bejana tekan (pressure vessel), yaitu bejana
11
tempat teras dan pendingin teras berada. Bejana ini diberi tekanan sedemikian rupa,
sehingga pendingin tidak mengalami pendidihan sebelum sampai ke
komponen pembangkit uap (steam generator). Pada pembangkit uap, pendingin primer dengan suhu dan tekanan tinggi berubah menjadi uap untuk disalurkan ke turbin. Batang kendali berfungsi untuk mengendalikan daya reaktor dalam kondisi transient maupun tunak atau steady state. Komponen lain berupa kendali tekanan atau pressurizer digunakan untuk mengendalikan tekanan yang ada pada bejana tekan melalui dinamika fluktuasi ketinggian pendingin pada tabung pengontrol tekanan (pressurizer). pengungkung
atau
Seluruh komponen reaktor dikungkung dalam suatu
containment
untuk
menghindarkan
pelepasan
bahan
radionuklida ke lingkungan, bila terjadi kecelakaan. Komponen lain di luar reaktor adalah turbin dan generator yang digunakan untuk membangkitkan listrik, dan komponen kondensor beserta pompa feed waternya untuk sirkulasi air pendingin ke pembangkit uap.
2.1.2 Proses Pembangkitan Listrik
Akibat terjadinya reaksi inti, panas dibangkitkan pada teras reaktor. Untuk mempertahankan suhu teras, maka air pendingin dialirkan dengan tekanan operasi 150 – 160 bar (15 sampai 16 Mpa). Oleh karena itu suhu pendingin dapat mencapai suhu sangat tinggi tanpa mengakibatkan perubahan fasa air, dari fasa cair ke fasa uap.
Untuk mengendalikan tekanan pada sistem primer terdapat
pressurizer yang prinsip kerjanya seperti manometer. Pendingin dengan suhu tinggi kemudian dialirkan ke sistem pembangkit uap (steam generator) yang tekanannya dirancang lebih rendah yaitu 60 bar atau 6 Mpa.
Sebagai akibatnya air pendingin yang mengalir dari sistem primer
menjadi mendidih dan menghasilkan uap. Uap panas inilah yang selanjutnya diumpankan ke dalam turbin untuk menggerakkan generator. Selanjutnya, oleh transformer, tegangan yang dihasilkan generator dikonversi ke besar tegangan yang siap didistribusikan ke jaringan listrik. Uap yang keluar dari turbin kemudian dikondensasi dalam kondensor dan diumpankan kembali ke dalam pembangkit
12
uap. Demikian sirkuit pendingin primer reaktor bekerja untuk menghasilkan energi dan produk fisi lainnya.
2.1.3. Pembangkitan Panas dan Radionuklida Hasil Fisi
Proses pembangkitan panas dan timbulnya radionuklida berawal dari terjadinya tumbukan ne utron terhadap inti atom tumbukan ini menyebabkan terbelahnya inti (kelompok
90
Sr dan
143
235
235
U yang tidak stabil. Hasil
U menjadi dua bagian besar
Xe beserta kombinasi lainnya) sambil melepaskan energi
dan dua atau tiga netron seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Proses terjadinya reaksi fisi (OECD 2003)
Jumlah massa hasil belah dan neutron yang terlepas setelah fisi ternyata lebih kecil dari jumlah massa uranium dan neutron sebelum bertumbukan. Selisih massa inilah yang kemudian menjadi energi menurut rumus Einstein, E=mc 2 . Energi (E) yang dihasil untuk setiap pembelahan adalah sebesar 2 MeV dan akan terakumulasi selama reaktor beroperasi sehingga menimbulkan panas. Dua atau tiga neutron yang dihasilkan juga mengalami tumbukan dengan uranium lain sehingga terjadi reaksi ini berikutnya, demikian seterusnya sehingga terjadi reaksi
13
berantai.
Dalam bentuk rumus reaksi berantai digambarkan seperti pada
persamaan reaksi berikut ini. 1
n +
235
U è X1 + X2 + . . . + Xn + 1 n + E
Keterangan: 1 n : neutron termal 235 U : unsur uranium 235 X1 U : unsur radioaktif 1 hasil belah X2 : unsur radioaktif 2 hasil belah 235 U Xn : unsur radioaktif n hasil belahan 235 U E : energi (MeV).
Bahan radionuklida yang terbentuk sebagai hasil fisi akan tetap tersimpan dalam kristal uranium atau bahan bakar dan jumlahnya akan semakin membesar. Jumlah radionuklida hasil fisi (Xi ) yang terjadi dihitung dengan menggunakan persamaan diferensial derajat satu non- homogenous (ORNL 1996), dX i = dt
N
∑ j =1
N
lij λ j X j + φ
∑f
ik σ k
X k − (λ i + φσ i + ri ) X i + Fi
i = 1..., N
(2.1)
k =1
Keterangan, Xi Xj Xj N lij λi φ fik σk ri Fi
: kerapatan atom nuklida i : kerapatan atom nuklida lain j : kerapatan atom nuklida lain k : jumlah nuklida : fraksi peluruhan nuklida lain j untuk membentuk nuklida i. : tetapan peluruhan : fluks rata-rata pada energi dan posisi tertentu : fraksi serapan neutron oleh nuklida lain untuk membentuk nuklida i. : tampang lintang rata-rata penyerapan neutron nuklida k : continuous removal rate nuklida i dari sistem : continuous feed rate nuklida i.
Bila terdapat sebanyak N nuklida yang menjadi obyek perhitungan maka akan terdapat sebanyak N persamaan dalam bentuk yang sama. Perhitungan besar kandungan (inventory) dilakukan dengan menggunakan berbagai program komputer yang sudah banyak tersedia seperti Origen versi 2.1. Untuk memudahkankan memahami dampak yang ditimbulkan oleh bahan radionuklida,
berbagai jenis radionuklida yang dihasilkan dalam reaksi fisi
dikelompokkan dalam beberapa kelompok tergantung pada sifatnya.
Dalam
pembahasan ini pengelompokan dibuat dalam tujuh kelompok seperti terlihat pada Tabel 1. Radionuklida tersebut ada yang dihasilkan langsung dari hasil fisi dan ada juga yang merupakan hasil turunannya.
14
Tabel 1 Pengelompokan radionuklida dalam 7 kelompok Group 1
Elemen Kr, Xe
2
I, Br
Halogen
3
Rb, Cs
Logam alkali
4 5
Te, Se Ba, Sr
Telerium Group Barium, Strontium
6 7
Co, Mo, Tc, Ru, Rh Y, Zr, Nd, Eu, Nb, Pm, Pr, Sm, Y, Cm, Am, Ce, Pu, Np (Soffer et al. 1995)
Keterangan Gas mulia
Sifat Tidak dapat difilter Mengendap di gondok Umur paroh panjang Mengumpul di tulang
Logam mulia Lantanida dan Cerium group
2.1.4 Pelepasan sumber radionuklida ke lingkungan Bahan radionuklida hasil fisi harus tetap dipertahankan berada di dalam kristal uranium atau bahan bakar dengan membuat rancangan elemen bakar, teras reaktor, dan pemasangan sistem keselamatan sedemikian rupa sehingga sangat kecil kemungkinan radionuklida terlepas ke lingkungan. Hanya dalam kondisi kecelakaan yang sangat parah saja reaktor PLTN dapat menjadi ancaman yang membahayakan keselamatan manusia dan lingkungan. Dimana sejumlah tertentu bahan radionuklida hasil fisi beserta turunannya akan terlepas ke ruang kerja maupun lingkungan. Ada beberapa skenario kecelakaan yang dapat menimbulkan kerusakan integritas bahan bakar nuklir. Secara garis besar skenario ini dikelompokkan ke dalam dua bagia n yaitu kecelakaan yang dijadikan basis rancangan (Design Basis Accident) dan kecelakaan yang parah (Severe Accident) (IAEA 2000). Jenis-jenis kecelakaan yang dijadikan Design Basic Accident disebut sebagai jenis kecelakaan awal yang dipostulasikan (Postulated Initiating Event). Secara rinci jenis-jenis kecelakaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan jenisjenis kecelakaan ini dilakukan analisis keselamatan reaktor dengan tujuan agar sistem reaktor yang akan dibangun telah diuji dapat mengatasi jenis-jenis kecelakaan tersebut bila terjadi. Apabila kecelakaan yang dijadikan basis tersebut diikuti oleh kegagalan fungsi keselamatan lain yang menyebabkan tidak teratasinya kecelakaan yang lebih besar disebut kecelakaan parah (severe accident).
Kecelakaan jenis ini
15
memungkinkan
lepasnya bahan radionuklida ke lingkungan. Jenis kecelakaan
tersebut antara lain: a) hilangnya pasokan listrik untuk periode tertentu, b) hilangannya secara total air pengisi untuk suatu periode waktu, c) hilangnya air pend ingin bersamaan dengan kegagalan pada sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling system, ECCS) dan kehilangan pendingin yang diikuti kegagalan sistem resirkulasi air. Tindakan mencegah terjadinya kecelakaan yang menyebabkan pelepasan bahan radionuklida maupun langkah mengurangi dampak pelepasan tersebut disebut tindakan keselamatan nuklir. Sedangkan tindakan yang diambil untuk mencegah penduduk atau lingkungan terhadap bahaya pelepasan bahan radionuklida disebut tindakan proteksi radiasi. Implementasi keselamatan nuklir diterapkan dengan prinsip pertahanan berlapis atau dikenal dengan Defence in Depth (IAEA 1997d) yang meliputi 5 aspek lapis pertahanan seperti yang diuraikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Lapis pertahanan defense in depth Lapis Pertahanan Lapis 1
Sasaran
Metode
Mencegah operasi yang tidak normal atau kegagalan fungsi keselamatan
Lapis 2
Mengontrol operasi yang tidak normal dan deteksi kegagalan
Membuat rancangan yang konservatif dan kualitas konstruksi dan operasi yang tinggi Pengendalian, pembatasan dan proteksi sistem dan peralatan surveilance lainnya. Tindakan keselamatan secara keteknikan dan prosedur kecelakaan. Menggunakan peralatan pencegahan dan manajemen kecelakaan
Lapis 3
Pengendalian kecelakaan yang masih dalam basis skenario kecelakaan Lapis 4 Pengendalian kondisi instalasi yang rusak parah termasuk pencegahan perluasan kecelakaan dan pengurangan akibat kecelakaan parah Lapis 5 Pembatasan akibat radiologi dari pelepasan bahan radionuklida (Sumber : IAEA 1997d)
Tindakan darurat luar kawasan
Sebagai lapis pertama dalam prinsip defence in depth ini adalah membuat rancangan dan kualitas konstruksi yang tinggi. Dalam hal ini rancangan sistem pengungkung reaktor merupakan salah satu penerapan prinsip defence in depth
16
untuk mencegah terlepasnya baha n radionuklida ke lingkungan.
Gambar 4
menunjukkan contoh rancangan sistem pengungkung reaktor. Gambar 2.3 Sistem pengungkung reaktor (KNSP) 2 Kelongsong Elemen Bakar
5. Struktur beton – baja 4. Pengungkung
(Containment)
3. Sistem Pendingin Kolam
1 Kisi Kristal Elemen Bakar
Gambar 4 Sistem pengungkung reaktor
2.1.5. Pelepasan Bahan Radionuklida Pada Kondisi Normal Pada kondisi normal hanya gas mulia (kelompok 1) dan bahan yang bersifat mudah menguap yang mungkin keluar dari teras maupun sistem pendingin primer reaktor. Reaktor dirancang sedemikian rupa, sehingga bahan radionuklida lain tersebut tidak keluar dari pengungkung reaktor ke lingkungan. Apabila karena sifatnya yang mudah menguap dan tidak dapat dihindari pelepasannya, maka melalui rancangan reaktor pelepasan ini dibuat sedemikian rupa sehingga pelepasannya ke lingkungan menjadi serendah mungkin ( As Low As Reasonably Achievable, ALARA).
Jumlah yang keluar tersebut bukan saja
berasal dari hasil fisi dan aktivasi bahan bakar, tetapi juga dari hasil fisi dan aktivasi bahan pengotor pada sistem primer. 2.1.6. Pelepasan bahan radionuklida pada kondisi kecelakaan Pelepasan pada kondisi kecelakaan sangat tergantung jenis kecelakaannya seperti yang telah diuraikan terdahulu. Kecelakaan ini ada yang dapat memicu
17
pelepasan bahan radionuklida, ada pula yang tidak. Dalam kaitannya dengan analisis pelepasan bahan radionuklida ini, maka jenis kecelakaan yang dijadikan dasar perhitungan adalah jenis kecelakaan parah yang menyebabkan terjadinya kerusakan teras (core damage). Kerusakan teras terjadi bila panas yang diambil pendingin lebih kecil dari panas yang dihasilkan teras. Suhu dapat naik sampai pada titik tertentu yang menyebabkan integritas bahan bakar tidak dapat dipertahankan lagi. Kondisi ini dapat dicapai pada kecelakaan kehilangan pendinggin (Loss of Coolant Accident) yang walaupun reaksi nuklir cenderung sudah terhenti, tetapi sisa panas tidak dapat dihilangkan oleh sisa pendingin yang ada. Sedang pada kasus reaktivitas transient, kondisi kerusakan teras dapat dicapai bila laju kenaikan panas teras sangat cepat tetapi kemampuan pendingin tidak cukup untuk menarik panas tersebut. Bila kerusakan teras terjadi,
maka produk fisi yang ada dalam teras
elemen bakar lepas ke sistem pendingin melalui pelelehan ataupun rusaknya integritas bahan bakar. Proses pelelehan ataupun kerusakan teras dapat terjadi karena akumulasi panas teras telah sampai melebihi titik lelehnya. Akumulasi ini terus berjalan bila penyerapan panas oleh pendingin reaktor tidak mampu mengatasi kenaikan panas yang ditimbulkan oleh teras reaktor. Selama proses kenaikan suhu di teras, pelepasan bahan radionuklida sudah mulai terjadi sejalan dengan pertumbuhan kerusakan integritas bahan bakar secara gradual. Gambar 5 dan 6 menunjukkan persentase pelepasan bahan radionuklida iod dan cesium pada bahan bakar metalik sebagai fungsi kenaikan suhu bahan bakar teras. Pada kondisi telah terjadi pelelehan, maka bahan teras akan jatuh ke dasar bejana tekan disertai pelepasan gas- gas mulia dan unsur- unsur yang mudah menguap seperti iod dan cesium ke pengungkung (containment). Pelepasan ini disebut sebagai pelepasan dalam bejana tekan (in-vessel). Bahan teras yang meleleh berada di dasar bejana dan dapat berinteraksi dengan bahan struktur beton di dasar bejana. Kejadian ini menyebabkan bahan radionuklida yang bersifat kurang volatil terlepas ke pengungkung. Pelepasan ini
Percentage Persentase pelepasan Releaseiod of Iodine
18
100
10
1
0.1 700
800
900
1000
1100
1200
1300
Temperature Suhu (K) (K)
Gambar 5 Persentase pelepasan bahan iod dari bahan bakar metalik (Soffer et al. 1995)
Percentage Release of Caesium Persentase pelepasan cesium
100
10
1
0.1 700
800
900
1000
1100
1200
1300
Temperature (K)
Suhu (K)
Gambar 6 Persentase pelepasan cesium dari bahan bakar metalik (Soffer et al. 1995) disebut juga sebagai pelepasan dari luar bejana tekan (ex-vessel). Pada saat yang sama bahan radionuklida yang tadinya sudah berada pada bejana tekan dalam selang waktu yang sudah cukup panjang akan keluar ke pengungkung. Pelepasan ini dikenal sebagai pelepasan dari bejana tekan yang tertunda (late vessel). Jika pada kejadian kecelakaan suhu pendingin primer juga tinggi, maka pada saat kerusakan yang terjadi pada bagian bawah bejana, sejumlah bahan bakar teras akan terinjeksi ke pengungkung dengan kecepatan tinggi. Dalam kondisi ini
19
bahan radionuklida yang bersifat aerosol dapat terlepas ke pengungkung. Demikian pula terjadinya ledakan uap sebagai hasil interaksi antara sisa-sisa bahan teras dan air dapat menyebabkan peningkatan produksi fisi ke pengungkung. Dengan demikian terlepasnya produk fisi ke pengungkung pada kecelakaan teras reaktor jenis
PWR
ditentukan oleh adanya celah (gap),
pelepasan dalam bejana, pelepasan luar bejana, pelepasan tertunda yang fraksi pelepasannya seperti pada Tabel 3.
Tabel 3 Fraksi pelepasan bahan radionuklida jenis PWR Elements
Pelepasan pada gap (gap release)
Pepasan awal dalam bejana tekan (early in vessel)
Pelepasan luar bejana tekan (ex-vessel)
Pelepasan tertunda dalam bejana tekan (late invessel)
Kr, Xe
0.05
0.95
0
0
I, Br
0.05
0.35
0.25
0.1
Rb, Cs
0.05
0.25
0.35
0.1
Te, Se
0
0.05
0.25
0.005
Ba, Sr
0
0.02
0.1
0
Co, Mo, Tc, Ru, Rh
0
0.0025
0.0025
0
Y, Zr, Nd, Eu, Nb, Pm, Pr, Sm, Y, Cm, Am, Ce, Pu, Np Sumber : Soffer (1995)
0
0.0005
0.005
0
Seperti yang telah diuraikan terdahulu dalam kondisi normal seluruh bahan hasil belah terkungkung dalam kisi kristal elemen bakar. Bahan hasil fisi ini hanya akan keluar dari kristal bila terjadi penaikan panas yang tinggi, sehingga kisi kristal menj adi pecah.
Kemungkinan terjadi pecahnya kisi kristal
diasumsikan dengan probabilitas (p1 ). Akan tetapi radionuklida yang lepas dari kristal masih terkungkung di dalam kelongsong elemen bakar.
Apabila
kelongsong juga mengalami pecah, dengan kemungkinan (p2 ), maka bahan radionuklida masih terkungkung di dalam sistem pendingin primer. Apabila sistem primer mengalami kebocoran, dengan kemungkinan terjadinya (p3 ) maka bahan radionuklida masih terkungkung di tabung pengungkung (containment). Selanjutnya apabila tabung pengungkung mengalami kebocoran, dengan kemungkinan (p4 ) maka bahan radionuklida masih terkungkung di dalam struktur beton dan baja gedung reaktor.
Baru bahan radionuklida akan keluar ke
20
lingkungan bila terjadi kebocoran
pada struktur beton dan baja dengan
kemungkinan bocornya sebesar (p5 ). Dengan demikian kemungkinan terjadinya pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan menjadi sangat kecil yaitu, P = (p1 )*(p2 )*(p3 )*(p4 )*(p5 ) Besarnya kemungkinan pelepasan bahan radionuklida P sangat terga ntung pada teknologi yang sudah dicapai saat itu.
Berbagai usaha secara teknologi
dilakukan untuk memperkecil resiko terlepasnya bahan radionuklida ke lingkungan oleh kecelakaan nuklir (Hastowo 2005). Sejak pada generasi pertama teknologi PLTN sistem keselamatan PLTN dibuat dengan didasarkan pada penerapan prinsip redundansi dan pada beberapa hal juga menggunakan prinsip diversitas (diversity).
Setiap komponen sistem keselamatan dilengkapi dengan
komponen redundan. Bila terjadi kegagalan fungsi, maka komponen redundan secara otomatis mengambil alih fungsi komponen yang gagal dan sebagai akibatnya sistem keselamatan dianggap tidak mengalami kehilangan fungsi. Kombinasi penerapan redundansi dan diversitas bersama dengan penerapan rangkaian logika (logic gating) digunakan untuk dapat menjamin keboleh jadian kecelakaan terparah 10-4 per tahun-reaktor. Peningkatan sistem keselamatan dilakukan dengan memanfaatkan perilaku keselamatan inherent dalam desain reaktor.
Dengan desain generasi kedua ini,
maka keandalan reaktor dapat ditingkatkan sehingga frekuensi kerusakan teras menjadi 10-5 – 10-4 per tahun-reaktor. Walapun demikian sistem keselamatan ini juga memiliki kelemahan seperti yang ditunjukkan pada kecelakaan Three Miles Island. Koreksi terhadap sistem keselamatan ini juga dilakukan dengan menambahkan sistem keselamatan pasif, yaitu sistem keselamatan yang otomatis bekerja bila terjadi kecelakaan tanpa interfensi manusia. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan oleh kelalaian manusia (human error) yang terjadi dalam suasana kepanikan.
Teknologi reaktor dengan sistem pasif ini merupakan
teknologi generasi ke tiga. Jenis reaktor yang termasuk generasi tiga ini adalah Advance Boiling Water Reaktor (ABWR), SBWR, dan AP600, AP1000 masingmasing dengan frekuensi kerusakan teras (Core Damage Frequency) 1,84 x 10-6 per reaktor-tahun, 2,8 x 10-7 per reaktor-tahun, dan 3,3 x 10-7 per reaktor-tahun.
21
Pemutahkiran teknologi keselamatan tidak berhenti, penelitian lebih lanjut terus dilakukan dengan mengembangkan teras kompak dengan kerapatan yang lebih kecil, memakai sistem pasif
dan memperkecil daerah proteksi menjadi
kurang dari 800 m. Generasi reaktor ini dikelompokkan sebagai generasi ke 4, dengan frekuensi kerusakan teras <10-6 per reaktor-tahun. Dengan perkembangan teknologi reaktor ini, maka sesungguhnya kekuatiran akan terjadinya kecelakaan reaktor sudah semakin sangat kecil. Secara prinsip pada kondisi normal tidak ada pelepasan radionuklida ke udara kecuali bahan-bahan tertentu yang bersifat volatile, yang berasal dari produk fisi pada sistem primer, aktivasi terhadap bahan yang korosif, bahan kimia tambahan maupun bahan pendinginnya.
2.1.7. Penyebaran Radionuklida di Atmosfir 2.1.7.1. Model Dispersi Atmosfir Bahan radionuklida yang terbentuk pada teras maupun pendingin reaktor berpotensi lepas ke lingkungan baik dalam kondisi normal maupun kondisi kecelakaan.
Oleh karena itu sebelum suatu reaktor dibangun, perlu dilakukan
analisis terhadap pelepasan bahan radionuklidanya ke lingkungan,
sehingga
secara dini dapat diantisipasi langkah- langkah pencegahan dampak terlepasnya bahan radionuklida secara maksimum. Untuk memperkirakan besar bahan radionuklida yang tersebar di atmosfir dan sampai ke bumi terlebih dahulu dimodelkan pola penyebaran bahan radionuklida di atmosfir dengan menggunakan model dispersi atmosfir seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.2). Model ini sangat luas dipakai dalam menghitung besar konsentrasi gas atau radionuklida yang sampai ke permukaan bumi (IAEA 1980a, 2001; NRPB-FZK 1995). X (x , y , z ) = Keterangan: X (x, y, z) x y z
σy σz Qo
y2 Qo (z − h e )2 exp − + 2πσ y σ z u 2σ y 2 2σ z 2
: konsentrasi aktivitas dalam udara pada titik (x, y, z) (Bq /m3 ) : jarak ke arah angin bertiup (m) : jarak ke arah sumbu y yang tegak lurus arah angin (m) : tinggi dari atas tanah dimana konsentrasi diukur (m) : standar deviasi distribusi horizon Gauss (m) : standar deviasi distribusi vertikal Gauss (m) : laju pelepasan (Bq/detik)
(2.2)
22
u he
: :
kecepatan angin rata-rata (m/detik) tinggi efektif pelepasan (m)
Hal yang paling kristis dalam menentukan distribusi spasial dan temporal radionuklida adalah kondisi atmosfir dimana PLTN tersebut didirikan (Cao et al. 2000). Oleh karena itu pengambilan data setiap jam dalam satu tahun merupakan persyaratan dalam menghitung konsentrasi radionuklida dengan menggunakan PC COSYMA (Tan 1997).
Dalam prakteknya kondisi atmosfir ini diwakili oleh
besaran parameter dispersi (σ) bersama dengan stabilitas atmosfir dan turbulensi (IAEA 1980a).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan
stabilitas atmosfir antara lain Metode Pasquil - Gifford, metode laju penurunan suhu, metode fluktuasi angin, metode Split Gamma, dan metode gabungan laju penurunan suhu dan kecepatan angin. Dalam penelitian ini, metode PasquilGifford akan digunakan untuk menentukan stabilitas angin (N RPB-FZK 1995, Susilo et al. 2004). Banyaknya faktor penghambat aliran angin, seperti angin yang tidak stabil, kekasaran permukaan dan pemanasan udara yang tidak merata, gerakan angin menjadi tersendat-sendat atau turbulensi.
dapat membuat
Hubungan parameter
dispersi dengan turbulensi digambarkan dalam rumus (2.3) 2 1 2 σ i = Ci (u) 2− n 2
(2.3)
Keterangan: σi : parameter dispersi arah i Ci : koefisien difusi virtual Sutton arah i u : kecepatan angin (m/detik)
Untuk pelepasan yang memakan waktu cukup lama, penyebaran horizontal bahan radionuklida dipengaruhi oleh fluktuasi arah angin. Untuk pelepasan yang kontinu dengan kondisi meteorologi dianggap tetap dan arah angin yang merata (uniform) persamaan (2.2) dapat ditulis kembali menjadi,
( )
X x, z =
( z − he )2 exp 2 2π x 2π σ z u s 2σ z Qo
Keterangan :
X us he
: konsentrasi aktivitas rata-rata di udara pada titik (x, z)(Bq/m3 ) : kecepatan angin pada ketinggian pelepasan (m/detik) : tinggi efektif (m)
23
Aktivitas yang terdispersi ada yang sampai ke tanah dan karena massanya yang ringan dapat dipantulkan kembali ke atmosfir. Dengan demikian persamaan (2.4) dapat disempurnakan menjadi, X ( x, z ) =
(2 − he )2 + exp − (2 + he )2 exp − 2 2 2π x 2π σ zU s 2σ z 2σ z Qo
(2.5)
Pembatasan pantulan terjadi pada lapisan campur (mixing layer) di atmosfir dan ini terjadi pada berbagai ketinggian sebagai akibat perubahan gradien suhu. Bahan yang terdispersi terperangkap antara batas atas dan bumi. Apabila tidak ada lapisan campuran,
bungkah akan terus naik ke arah vertikal. Dengan
memasukkan pantulan maka konsentrasi yang terdapat di udara merupakan penjumlahan dari berbagai kontributor radionuklida terhadap persamaan Gauss. Disamping itu, dispersi primer karena adanya sumber pada tinggi efektif harus dimasukkan, bersama dengan pantula n dari sumber pada ketinggian, he, berkaitan dengan besaran pada persamaan (2.5) Untuk suatu lapisan campur, konsentrasi rata-rata diberikan sebagai:
X ( x, z ) =
(2sA ± he ± z )2 exp − 2 2π x 2π σ z u s s=0 2σ z Qo
∞
∑
(2.6)
Jika s : 0 hanya z positif yang diperlukan. Dalam prakteknya ketelitian yang cukup diperoleh jika urutan dibatasi pada s : 1. Secara umum, urutan ini akan konvergen segera dan dapat dijumlahkan sampai pada tingkat akurasi tertentu. Pada jarak ke arah angin yang besar, setelah pantulan (refleksi) yang berulang atau ketika harga koefisie n dispersi vertikal menjadi lebih besar dari ketebalan lapisan campur, profil konsentrasi vertikal aktivitas menjadi merata antara tanah dan batas atas lapisan campur. Persamaan (2.6) disederhanakan menjadi, X (x, z ) = Keterangan: A : luas wilayah
Qo x 2π us A
(2.7)
24
2.1.7.2. Faktor Koreksi. Konsentrasi aktivitas di udara dapat berkurang oleh berbagai sebab antara lain oleh adanya peluruhan, deposisi basah, deposisi kering. Berikut ini diuraikan masing- masing penyebab pengurangan konsentrasi di udara. Peluruhan. Konsentrasi
radionuklida yang ada di atmosfir dapat
berkurang oleh adanya peluruhan. Faktor peluruhan dirumuskan sebagai,
x R p = exp − λ p us
(2.8)
Keterangan: Rp : faktor peluruhan λp : konstanta peluruhan radionuklida (s -1 ) x : Jarak ke x arah angin
Produk turunan alamiah bertambah ke dalam bungkah dengan peluruhan radionuklida
dan
konsentrasi
produk
tur unan
dapat
diperoleh
dengan
mensubstitusi Qo Rd untuk Qo dalam persamaan (2.9) Rd =
λd λ p − λd
x x exp − λ d − exp λ p us u s
(2.9)
Keterangan: Rd : faktor peluruhan turunan λd : konstanta peluruhan turunan (s-1 )
Deposisi Basah. Ada 2 proses hujan
yang nyata dapat membuat
pengurangan konsentrasi di udara yaitu : 1. hujan jatuh melalui bungkah (wash out) 2. awan hujan (rain out) Wash-out dipengaruhi oleh distribusi ukuran hujan yang jatuh sekaligus sifat-sifat difusi bahan. Rain-out dipengaruhi oleh proses kondensasi di dalam awan dan laju kecepatan saat bahan radionuklida yang terdifusi ditarik ke awan hujan. Karena sulitnya membedakan kontribusi wash-out dan rain-out,
maka nilai
koefisien wash-out digunakan bersamaan untuk menggambarkan kedua proses tersebut. Deposisi Kering. Deposisi kering merupakan proses yang lebih kompleks, bahan radionuklida ditarik dari bungkah oleh benturan dengan permukaan atau
25
rintangan yang dikenakan terhadapnya. Besaran untuk menggambarkan deposisi kering ini adalah laju deposisi kering, Dd = Vg C
(2.10)
Keterangan: Dd : konsentrasi deposisi (Bq/m2 ) Vg : kecepatan deposisi (m/detik) C : konsentrasi bahan radionuklida di udara pada ketinggian 0 m (Bq/m3 )
Efek Loncatan Bungkah Terhadap Dispersi Atmosfir.
Bahan
radionuklida dapat terlempar ke atas melebihi titik pelepasan cerobong jika bungkah memiliki mo mentum vertikal atau daya apungnya lebih besar dari udara di sekitarnya. Beberapa model penaikan lapisan ini telah dikembangkan secara detil oleh Brigg. Dengan adanya ketinggian lemparan pelepasan, maka dalam perumusan Gauss nilai h yang dipakai adalah h : h e + ∆h
(2.11)
Keterangan: h : ketinggian bungkah (m) h e : tinggi efektif cerobong (m) ∆h : tinggi lemparan bungkah. (m)
Efek ketinggian gedung terhadap dispersi atmosfir. Ketinggian gedung juga berpengaruh pada konsentrasi radionuklida di udara karena ketinggian gedung dapat menyebabkan turbulensi udara.
Beberapa model untuk
menggambarkan pengaruh gedung ini telah dikembangkan oleh Hosker dan Fackwell . Efek meteorologi wilayah pesisir. Kondisi lokasi pantai dalam beberapa hal cukup berbeda dari lokasi pada daratan pulau. Perbedaan tersebut diantaranya adanya tiupan angin laut dan angin darat (Sumiratno et al. 2000), kehadiran lapis batas internal jika aliran udara melewati garis pantai dan iklim yang moderat. Oleh karena itu meteorologi daerah pesisir adalah kompleks dan model yang harus dikembangkan adalah model yang lebih mutakhir.
2.1.7.3. Dispersi untuk sumber kontinu Model dispersi atmosfir yang diuraikan sebelumnya adalah berdasarkan asumsi bahwa stabilitas atmosfir adalah konstan selama pelepasan.
Dalam
(2.12)
26
kenyataannya tidaklah demikian, kondisi meteorologi berubah-ubah, oleh karena itu konsentrasi aktivitas di udara atau laju deposisi dirumuskan dalam persamaan X i ( r , z) =
∑f
i , j xij ( r , z)
j
Keterangan: fij xij r z ?
: frekuensi dengan angin bertiup ke sektor tertentu di arah i dalam stabilitas atmosfir j : konsentrasi di arah (i) dan stabilitas atmosfir j (Bq/m3 ) : jarak dari sumber (m) : tinggi di atas permukaan (m) : penjumlah konsentrasi aktivitas untuk berbagai kategori stabilitas.
2.1.7.4. Pelepasan Radionuklida Pada Kondisi Kecelakaan
Bila terjadi kecelakaan, maka faktor yang berubah dari pelepasan kondisi normal adalah besar aktivitas radionuklida yang dilepaskan, lama pelepasan dan karakteristik radionuklida, dan faktor deposisi dan dispersi di lingkungan sekitar instalasi. Aktivitas konsentrasi yang terdispersi sampai ke permukaan searah dengan arah angin dapat dihitung dengan persamaan: X ( x, y, z ) = Keterangan: X (x, y, z) x y z
σy
σz Q u h
h2 Q exp − 2σ 2 π σy σ z 2
: : : : :
konsentrasi aktivitas dalam udara pada titik (x, y, z) (Bq /m3 ) jarak ke arah angin bertiup (m) jarak ke arah sumbu y yang tegak lurus arah angin (m) tinggi dari atas tanah dimana konsentrasi diukur (m) standar deviasi distribusi horizon Gauss (m)
: : : :
standar deviasi distribusi vertikal Gauss (m) laju pelepasan (Bq/detik) kecepatan angin rata-rata (m/detik) tinggi pelepasan (m)
(2.13)
2.2 Karakteristik Populasi Penerima 2.2.1. Dinamika Pertumbuhan Penduduk Penerima Dampak Jumlah penduduk sebagai end-point dari dampak radiologi ini akan selalu berkembang sesuai dengan waktu dan perkembangan variable- variabel lain yang mempengaruhinya.
Oleh karena itu analisis terhadap pertumbuhan penduduk
sangat diperlukan untuk memprediksi dampak radiologi di masa yang akan
27
datang. Studi distribusi kependudukan ini berguna untuk mengevaluasi potensi dampak radiologi pada saat pelepasan norma l maupun kondisi darurat sekaligus mengeva luasi kesiapan rencana kedaruratan atau emergency response plan (IAEA 1980b) Secara umum faktor demografi yang terkait dengan pertumbuhan penduduk meliputi laju kelahiran, kematian, dan migrasi yang dirumuskan sebagai, Penduduk : Lahir – Mati ± Migrasi, akan tetapi masih terdapat faktor-faktor pendorong yang bukan faktor demografi yang menyebabkan pertumbuhan penduduk. Sebagai contoh, faktor fertilitas di suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh pasangan usia subur, tetapi juga oleh faktor sosial budaya yang ada di daerah tersebut (Mantra 2003). Yauke (1990) pada Mantra (2003) menggambarkan hubungan faktor demografi dan nondemografi seperti pada Gambar 7.
Variabel Demografi Jumlah, Pesebaran dan komposisi penduduk Kelahiran Kematian Migrasi Variabel Non Demografi Sosiologi Anthropologi Ekonomi Geografi Biologi
Gambar 7 Hubungan faktor demografi dan non-demografi dalam studi kependudukan Dalam studi demografi, analisis yang dilakukan menggunakan variabel dependen dan variabel independen yang sama-sama merupakan faktor demografi, sedangkan studi kependudukan bila variabel dependent dan independent merupakan kombinasi faktor demografi dan non-demografi. Tandom dan Khater
28
(2003) telah menggunakan pendekatan parsel untuk memprediksi pertumbuhan penduduk Las Vegas.
Dengan metode ini dapat digambarkan
pertumbuhan
secara spatial dengan memperhatikan sifat-sifat lokal dari lokasi tersebut. Dengan menggunakan metode regressi ganda dapat pula dilakukan perkiraan (forcasting) terhadap pertumbuhan kerapatan penduduk dengan menggunakan sifat-sifat lokal yang terdistribusi secara spasial sebagai variabel ganda. Secara rinci variabel yang mungkin mempengaruhi pertumbuhan penduduk diuraikan sebagai berikut: 1. Lokasi dari pusat bisnis Salah satu parameter spasial yang mempengaruhi kepadatan penduduk telah dadalah jarak (Rustiadi 2003) jarak dari pusat bisnis (Center for Bussiness District). Semakin dekat suatu wilayah dengan pusat bisnis semakin besar besar tingkat pertumbuhannya. 2. Penduduk dan tinggi permukaan laut Umumnya penduduk lebih banyak bertempat tinggal di tempat berupa dataran yaitu dekat dengan permukaan laut. 3. Penduduk dan Kelerengan Secara umum kota-kota besar dengan fasilitas dan pelayanan yang le ngkap merupakan daya tarik aliran penduduk dari desa ke kota, sehingga ditambah dengan perkembangan penduduk kota itu sendiri mencapai persentasi kenaikan yang relatif tinggi. Dalam hal ini kelerengan dibagi dalam 4 kategori yaitu kategori 0-2%, 2-15%, 15- 40% dan diatas 40% 4. Letak desa terhadap hutan Umumnya penduduk bertempat tinggal jauh dari hutan. Dalam analisis ini penduduk dikategorikan bertempat tinggal (1) di dalam hutan, (2) pinggir hutan dan (3) jauh dari hutan. 5. Karakter penduduk Jumlah wanita di suatu desa akan menentukan jumlah pertambahan penduduk desa tersebut,
sehingga dapat dijadikan variabel untuk menentukan
petumbuhan penduduk. Demikian pula karena wilayah yang ditinjau berupa desa yang basisnya adalah pertanian,
maka jumlah penduduk tani juga
merupakan variabel dalam menentukan pertumbuhan penduduk.
29
6. Sumber penghasilan penduduk Secara umum pendududk desa adalah petani, namun cukup banyak juga di antaranya yang bekerja di bidang lain. Sumber mata pencaharian ini juga dapat dijadikan variabel dalam pertumbuhan penduduk. Dalam analisis ini sumber
mata
pencarian
meliputi
pertanian,
pertambangan,
industri,
perdagangan, lain- lain. 7. Industri Berbagai industri dapat menarik jumlah penduduk untuk mencari pekerjaan oleh karena itu data industri dapat digunakan sebagai variabel dalam memprediksi pertumbuhan penduduk. 8. Ekonomi (Jayadinata 1999) Pertumbuhan ekonomi adalah proses peningkatan produksi dari kehidupan ekonomi dan menyebabkan meningkatnya pendapatan nasional. Peningkatan produksi memerlukan investasi. Investasi menyebabkan penciptaan barangbarang produksi (bangunan, alat-alat, mesin, barang jadi, dan setengah jadi, barang mentah guna prodes produksi selanjutnya). Cobb-Douglas (Supranto 2004) berhasil menyusun suatu formula berdasarkan pengalaman (empiris) yang menerangkan hubungan antara produksi, pekerja (labour) dan kapital.
P : f(L,C) P : produksi L : labor C : capital
9. Pertumbuhan Penduduk dan Pendidikan Menurut Soerjani et al. (1987) di negara- negara yang anggaran pendidikannya paling rendah biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi.
Tidak
hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat menyebabkan rasio guru terhadap murid menurun. Perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita, karena hampir di mana- mana prioritas diberikan pada pria.
30
10. Penduduk dan pemukiman (Soerjani et al. 1987) Semakin bertambah penduduk maka luas pemukimanpun semakin bertambah. Proyek seperti perumahan dibangun, pasar diperbaiki, pedagang kaki lima di lokalisasi, jalan-jalan diperbesar dan diperbaiki. Dalam mempelajari pertumbuhan penduduk, timbul beberapa macam pertanyaan; berapa banyak pertambahan penduduk, faktor apa saja yang mempengaruhi pertambahan penduduk, dan berapa banyak penduduk yang dapat didukung oleh daerah tertentu. Pemda Jepara (1994), menggunakan rumus untuk menghitung daya tampung wilayah sebagai berikut, Lw =
P h 0.01Dt + 0.3Dt P+h P+h
Keterangan: Lw : luas wilayah yang dibudidayakan, dikembangkan (ha) : Luas wilayah – kawasan lindung (hutan) P: h : Perbandingan jumlah penduduk perkotaan dan desa Dt : daya tampung 0.01 : kebutuhan lahan (ha/jiwa) untuk penduduk perkotaan 0.3 : kebutuhan lahan (ha/jiwa) untuk penduduk pedesaan
11. Sarana dan fasilitas Yang termasuk sarana dan fasilitas adalah rumah sakit, puskemas, klinik bidan, mesjid, listrik, jalan, tempat rekreasi. 12. Ketersediaan lahan Pertumbuhan penduduk tidak terlepas dari ketersediaan lahan. Pertumbuhan penduduk akan menyebabkan konversi lahan dari lahan sawah, kebun dan ladang ke pemukiman. Oleh karena itu ketersediaan lahan juga merupakan variabel dalam analisis pertumbuhan penduduk.
2.3.
Dampak Radiasi Terhadap Manusia dan Lingkungan
2.3.1. Dampak Terhadap Kesehatan Dampak radiologi terhadap manusia dan lingkungan (sebagai end-point) terjadi oleh adanya proses interaksi antara radiasi pengion yang berasal dari luar (external) maupun dalam tub uh (internal) dengan bahan sel biologi. Interaksi tersebut akan menyebabkan perubahan pada DNA sel biologi seperti kematian sel
31
atau mutasi sel. Akan tetapi secara ilmiah setiap sel memiliki kemampuan untuk memperbaiki perubahan yang terjadi pada DNA. Hal ini berarti sebagian besar perubahan yang terjadi pada molekul tidak menimbulkan kerusakan, kecuali untuk sel yang gagal melakukan perbaikan (Wiryosimin 1995). Bila dampak radiasi terjadi secara langsung terhadap sel penerima disebut dampak somatik, akan tetapi bila dampak atau efek baru muncul
pada
keturunannya disebut juga akibat herediter atau genetik. Ditinjau dari sifatnya dampak biologi dibagi dalam dampak deterministik (non-stokastik) dan akibat stokastik. Akibat deterministik ditandai dengan adanya dosis minimum tertentu yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tingkat kerusakan bertambah oleh bertambahnya dosis, dan adanya keterkaitan yang jelas antara penyebab dan akibat. Pada penyinaran yang kecil dari satu Sievert (Sv) umumnya jaringan sel belum menunjukkan gejala klinis yang nyata kecuali pada organ berikut (ICRP 1990): a) Gonad yang akan steril sementara bila terkena 0.15 Sv dan steril menetap bila terkena 3 Sv. b) Tulang belakang yang akan mengalami gangguan pembentukan darah pada dosis 0.5 Sv. c) Lensa mata yang akan menyebabkan kebutaan setelah beberapa tahun terkena penyinaran, Sedangkan akibat stokastik adalah akibat yang terjadi berdasarkan kemungkinan (probabilitas) yang dapat dialami oleh penerima, atau dalam hal genetik, yang dialami oleh salah satu keturunan. Probabilitas kejadian berbanding linier dengan dosis namun tingkat keparahannya tidak tergantung dari dosis, contoh efek karsinogenik dan hereditary (Wiryosimin 1995; IAEA 1988). Efek stokastik umumnya dinyatakan dalam jumlah kasus kejadian kanker (morbidity) atau kanker fatal (mortality) per unit dosis.
2.3.2. Penerimaan radiasi oleh manusia atau organ Secara umum jalur masuknya radionuklida ke tubuh manusia maupun lingkungan dijelaskan pada Gambar 8.
32
Sumber
Lepasan Atmosfir lease
Proses Kontaminasi
Media kontaminasi
Dispersi
Udara
Tanah
Modus Penyinaran
Karakteristik Penerimaat
IInhalasi
Hirup
Iradiasi eksternal
Manusia
Makanan
Makan
β, γ
Deposisi Tanaman
Hewan
PLTN
Gambar 8 Jalur penerimaan paparan radiasi pada manusia Bahan radionuklida terlepas dari cerobong PLTN ke atmosfir dan tersebar di udara. Sebagian tetap mengapung di udara membentuk awan radioaktif sebagian lagi terdeposisi ke tanah. Paparan radionuklida yang berada di udara memberikan dampak radiologi kepada manusia melalui radiasi eksternal (external irradiation) dalam bentuk awan radiasi (cloud) dan radiasi internal (internal irradiation) termasuk penghirupan udara (inhalation) dan makanan (ingestion). Penghirupan udara masuk ke dalam tubuh manusia sebanding dengan kemampuan hisap manusia itu sendiri. Paparan radionuklida yang terdeposisi dapat tetap berada di permukaan tanah maupun sebagian terserap ke dalam tanah. Paparan yang tetap di permukaan tanah dapat kembali ke udara oleh karena ada hembusan angin atau terdorong oleh benda keras. Paparan ini akan memperbesar paparan radionuklida yang ada di udara. Sedangkan yang masuk ke dalam tanah akan termakan oleh ternak atau terhisap oleh tanaman.
Paparan ini akan masuk ke dalam tubuh
manusia melalui jalur makan (ingestion) manusia sebagai penerima radionuklida. Untuk
masing- masing
jalur
penyinaran
dapat
dibuat
model
untuk
mengkuantifikasi besar penyinaran yang sampai ke end-point. 2.3.2.1. Awan Radiasi Radionuklida yang terdispersi di atmosfir dapat menjadi sumber radiasi berupa awan radiasi terhadap manusia. Karena radiasi awan ini berada di luar tubuh manusia, maka sering disebut sebagai sumber radiasi eksernal. Radiasi
33
eksternal ini terdiri dari dua jenis radiasi yaitu radiasi gamma dan radiasi beta (elektron).
Awan radiasi bungkah gamma yang berbentuk awan semi-tak-hingga
menimbulkan dosis serap di udara per tahun sebesar n
Dγ = k i X
∑I
jEj
j =1
Keterangan: Dγ X Ej Ij n ki
: : : : : :
laju dosis serap di udara (Gy/tahun) konsentrasi radionuklida di atmosfir (Bq/m3 ) energi awal photon (MeV) fraksi gamma per desintegrasi pada energi Ej. jumlah foton per desintegrasi 2.0 x 10-6 (Gy/tahun per MeV/ m3 detik)
Untuk bungkah model awan hingga, maka fluks efektif, F, pada jarak r, dari titik sumber diperoleh dengan menggunakan faktor pertumbuhan (build-up) :
F= Keterangan: F : q : r : µ : B : Eγ :
qB( E γ , µr ) e − µr
(2.15)
4π r 2
fluks efektif (γ/ m2 detik) kuat sumber (γ/detik) jarak dari sumber (m) koefisien atenuasi linier (m-1 ) faktor build-up deposisi energi energi foton awal (MeV)
Fluk
efektif
gamma
(Fc)
dari
awan
hingga
diperoleh
dengan
mengintegrasikan ekspresi ini pada semua ruang
Fc =
∫ v
f X B( Eγ , µr ) e − µr 4πr
dV
(2.16)
f : intensitas energi gamma spesifik
Untuk mengetahui efek dosis serap di udara terhadap dosis di organ tubuh, maka dapat digunakan daftar konversi laju dosis pada publikasi ICRP 60 (ICRP 1990). Awan radiasi eksternal bungkah beta atau elektron. Awan radiasi ini sangat peka terhadap kulit. Sel yang paling sensitif yang terdekat dari pemukaan kulit adalah lokasi lapis basal epidermi pada kedalaman 70 µm dari permukaan.
34
Laju dosis pada kulit dievaluasi dari laju dosis serap di udara, memungkinkan penyerapan eksponensial
fluks elektron pada lapis 70 µm dan dirumuskan
sebagai : Keterangan: m
Dβ = k 2 X ( x, 0)
∑I
(2.17)
jE j
j =1
Dβ X(x, 0) Ej Ij m k2
: : : : : :
laju dosis serap (Gy/ tahun) konsentrasi pada permukaan tanah (β/ m3 ) energi rata-rata partikel j (MeV) fraksi elektron dari energi Ej yang dipancar per integrasi jumlah partikel β dan konversi elektron per desintegrasi 4 x 10-6 (Gy/tahun per MeV m-3 s -1 )
Energi rata-rata partikel β E j (aproksimasi) sama dengan 1/3 energi maksimum Ej =
E β max j
(2.18)
3
Konversi dosis serap elektron di udara ke organ tubuh Untuk mengetahui efek dosis serap elektron di udara terhadap dosis serap elektron kulit dapat dievaluasi dari laju dosis di udara dengan mengijinkan penyerapan eksponensial fluk elektron dalam 70 µm lapisan
H β = 0.5 e − µ d Dβ ωr
(2.19)
Keterangan : Hβ : laju dosis ekivalen di kulit (Sv/tahun) Dβ : laju dosis serap beta (Gy/tahun) ωr : faktor kualitas untuk radiasi β dan diambil sebagai emity µ : koefisien absorpsi di jaringan d : ketebalan lapis epitermal (µm)
2.3.2.2. Radiasi Internal Radionuklida yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memancarkan radiasi dari dalam disebut sebagai radiasi internal.
Radiasi ini dapat masuk
melalui hisapan udara maupun melalui makanan. Radionuklida yang masuk ke tubuh manusia melalui hisapan udara maupun makanan secara skematik dapat digambarkan seperti pada Gambar 9.
Selanjutnya model metabolisme
perpindahan bahan radionuk lida di dalam tubuh manusia dapat dapat dilihat pada Gambar 10.
35
Radionuklida di udara Permukaan rerumputan
Permukaan
Tanah zone akar
Permukaan tanaman
Bagian dalam
Hewan
Masuk dalam tubuh manusia Gambar 9 Proses masuknya bahan radionuklida ke dalam tubuh manusia
Masukan
Masukan Feses
Paru-paru
Pencernaan
Darah
Organ lain
Otot
Urin
Lever
Gambar 10. Metabolisme perpindahan radionuklida dalam tubuh
Susu
36
Dosis ekivalen efektif yang terhirup oleh manusia dapat dihitung dengan persamaan Hhir, k : Xa,k . Vinh. Φ inh, k
(2.20)
Keterangan, Xa,k : Konsentrasi radionuklida k di udara (Bq/m3 ) Vinh : volum udara yang dihirup pertahun (m3 /tahun) Φinh, k : Dosis ekivalen efektif per satuan hirup untuk radionuklida k
Dosis ekivalen efektif yang masuk ke dalam tubuh manusia dalam satu tahun melalui makanan untuk radionuklida k dari makanan jenis m dapat dihitung dengan rumus, Hm, k : X m,k . W m . Φinh, k
(2.21)
Keterangan : Cm,k : konsentrasi radionuklida k dalam makanan m (Bq/m3 ) Wm : masukan makanan m tahunan Φinh, k : Dosis ekivalen efektif per satuan hirup untuk radionuklida k
2.3.3. Penanggulangan Dampak Apabila terjadi kecelakaan nuklir maka penanganan yang serius harus dilakukan untuk menurunkan resiko atau sering disebut sebagai manajemen resiko. Manajemen resiko pada intinya melakukan seleksi terhadap peralatan yang dapat mereduksi resiko secara maksimum dengan biaya murah. Langkah untuk mereduksi resiko dapat dilakukan dalam beberapa kategori (IAEA 1998): 1. Langkah pencegahan.
Langkah ini
meliputi penggunaan teknologi atau
proses untuk mencegah sumber pencemar, perencanan pemanfaatan tanah (land use planning) untuk menghindarkan populasi dari tinggkat radiasi yang tinggi, dan pengalihan jalur
dengan mencegah bahan berbahaya melintasi
penduduk yang padat. 2. Langkah reduksi resiko.
Langkah ini meliputi penambahan instrumentasi
pada instalasi sehingga dapat menurunkan kemungkinan akibat kecelakaan bersamaan dengan meningkatkan manajemen kesela matan instalasi, dan perencanaan penggunaan tanah yang sesuai.
37
3. Emergency Preparedness. Penanganan kondisi emergensi yang terlatih baik akan menurunkan secara berarti akibat yang fatal dari suatu kecelakaan (IAEA 1997c). Apabila telah terjadi kecelakaan,
maka beberapa langkah dapat dilakukan
untuk mencegah semakin besarnya akibat kecelakaan tersebut. Tindakan tersebut meliputi tindakan relokasi, evakuasi, perlindungan, dekontaminasi, larangan memakan makanan yang terkontaminasi, memakan tablet iod. Sebagai alat ukur untuk menentukan masing- masing tindakan ditentukan oleh besar dosis efektif yang sampai di permukaan bumi (NRPB 1995). Pada kejadian kecelakaan nuklir di Chernobyl langkah- langkah yang diambil dalam rangka mengurangi dampak resiko adalah dengan mengevakuasi penduduk pada radius 30 km, menutup reaktor yang mengalami kecelakaan dengan teknik pengungkungan (sarkofagus), meminum tablet iod, menghancurkan hewan dan tanaman yang dekat dengan reaktor, melakukan pengawasan yang ketat terhadap tanaman dan hewan yang berada pada daerah terkontaminasi (IAEA 1996a).
2.4. Nilai Ekonomi Dampak Radiologi
Kecelakaan nuklir bukanlah bentuk kecelakaan yang sering terjadi, sehingga tidak dimiliki data statistik yang cukup memadai untuk dijadikan acuan dalam penentuan dampak ekonominya. Untuk kasus ini, maka perkiraan yang umum dilakukan adalah dengan memberikan harga bayangan (shadow price) pada dampak tersebut. Dalam hal lingkungan yang tercemar, biaya yang dibutuhkan untuk membersihkan lingkungan dari pencemaran dapat dikatakan sebagai harga bayangan dampak kerusakan lingkungan (Kristanto 2002).
Pada kecelakaan
nuklir biaya pemulihan kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu kecelakaan nuklir dapat dikatakan harga bayangan dampak kecelakaan nuklir. Secara ekonomi biaya yang harus dikeluarkan apabila terjadi kecelakaan yang tidak dapat dihindari adalah biaya penanggulangan yang meliputi relokasi, evakuasi, perlindungan, dekontaminasi, larangan memakan makanan yang terkontaminasi, memakan tablet iod dan bia ya perawatan kesehatan (IKET 2000; BATAN-IAEA 2002).
Disamping itu,
karena dampak terjadinya
gangguan
38
kesehatan
maupun
relokasi
dapat
menyebabkan
seseorang
kehilangan
penghasilannya sekaligus kontribusi yang bersangkutan terhadap perekonomian, kehilanga n pendapatan juga menjadi bagian dari biaya. Biaya relokasi meliputi biaya transportasi, akomodasi, kehilangan pendapatan, dan kehilangan lahan. Biaya dekontaminasi meliputi pembiayaan untuk tenaga kerja, akomodasi per orang pertahun, dan biaya kehilangan pendapatan karena relokasi per orang.
Biaya penanganan barang pertanian dan
peternakan meliputi biaya kehilangan produksi makanan, makanan yang harus dibuang, biaya penggunaan sumber daya.
Untuk menentukan biaya dari tiap-
tiap penanganan tersebut diperlukan data unit harga, oleh karena itu secara lokal akan ditentukan nilai unit harga dari masing- masing penanganan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kerusakan oleh pengaruh radiasi yaitu (Sanim 1995): 1. Metode berbasis pasar (actual market based methods) 2. Metode berbasis mewakili pasar (surrogate market based method) 3. Metode berbasis pasar kontigensi (contingent market based method) Metode berbasis pasar aktual adalah metode perkiraan
dengan
menggunakan harga yang mendekati nilai barang dan jasa lingkungan misalnya dengan membandingkannya dengan harga produk yang dijual di pasar lokal. Prinsip dari metode ini adalah dasar penentuan nilai ekonomi kawasan dari hasil produksi dan kesehatan masyarakat. Yang termasuk dalam metode ini adalah (a) metode dalam perubahan produktivitas (change in productivity), (b) metode kehilangan penghasilan (loos of earning method), (c) metode pengeluaran preventif (averted defensive expenditure method), dan (d) metode pengganti biaya (replacement cost method). Metode berbasis mewakili pasar (surrogate market based method) adalah metode yang memperkirakan nilai lingkungan dengan memperkirakan nilai produk pengganti yang dapat mensubstitusi produk yang sesungguhnya. Yang termasuk dalam metode ini adalah (a) biaya perjalanan (travel cost method), (b) metode hedonik atau nilai properti (hedonic pricing or property value), (c) metode substitusi produk (substitution/proxy method), (d) metode diferensiasi gaji (wage differencial method)
39
Metode berbasis pasar kontigensi (contingent valuation method) adalah metoda yang memperkirakan nilai lingkungan dengan menggunakan pandangan orang lain (stated preferences) tentang kesediaannya membayar (willingness to pay). Yang termasuk dalam metoda ini adalah (a) metoda penilaian kontigensi (contingent valuation method), dan (b) metoda pasar buatan (artificial market method). Pada kejadian kecelakaan nuklir di Chernobyl tahun 1986, biaya akibat kecelakaan
dihitung dengan memperkirakan besar kehilangan
dan besar
pembiayaan yang dikeluarkan. Pengeluaran tersebut antara lain oleh kehilangan aset; penurunan produksi di bidang pertanian dan sektor terkait; tindakan yang diambil untuk menghilangkan akibat kecelakaan; pembangunan rumah; fasilitas kesejahteraan dan jalan, tindakan memproteksi hutan dan konservasi air; kompensasi untuk perusahaan pertanian, dekontaminasi tanah; kerjasama dan masyarakat yang kehilangan panen, hewan, biaya pindah, dan biaya hidup seharihari penduduk yang terkena musibah (Voznyak 1996). Untuk studi kasus ini, maka skenario dampak ekonomi yang akan dipertimbangkan adalah biaya pemeliharaan kesehatan, penyembuhan, kehilangan pendapatan, kerusakan tanah, air, kehilangan tanaman dan hewan. Valuasi dampak kesehatan (Sanim 2002) dapat dilakukan dengan memperkirakan faktor biaya yang terlibat dalam penanganan kematian (mortality) maupun gangguan kesehatan akut (morbidity) seperti biaya pendaftaran atau rawat inap, penggunaan ruang ruang emergency, lama hari tidak melakukan aktivitas, dan biaya pengobatan masing- masing dampak penyakit. Pada kenyataannya nilai ini sangat sulit diperoleh karena menyangkut masalah yang sensitif. Oleh karena itu penggunaan nilai pembandingan dapat dilakukan dengan memperhatikan tingkat daya beli masyarakat (Purchasing Power Parity).
Purchasing Power Parity (Perbedaan Daya Beli) Secara konsepsual perbedaan daya beli berbagai negara merupakan teori untuk penentuan nilai tukar uang dan merupakan cara untuk membandingkan harga rata-rata barang atau jasa di antara negara- negara. Yang melatar belakangi
40
teori ini adalah keinginan para pengekspor atau pengimpor untuk membeli barang berdasarkan perbedaan harga di antara negara-negara dengan perhitungan
PPP GNPY Harga Barang Y = Harga Barang X PPP GNP X
Keterangan: Harga barang y Harga barang x PPP GNPy PPP GNP x
E
: harga barang di negara y : harga barang di negara x yang digunakan sebagai pembanding : harga produk nasional kotor : harga produk nasional kotor negara acuan
Dengan metode ini dapat dibandingkan harga barang atau jasa suatu negara dengan negara lain termasuk untuk nilai-nilai ekonomi resiko kesehatan.
2.5. Kajian Pemanfaatan Ruang dan Lingkungan Sebagaimana terjadi dengan proyek pembangunan lainnya di Indonesia, kehadiran PLTN akan diikuti dengan perkembangan jumlah penduduk di sekitar PLTN. Untuk itu wilayah di sekitar PLTN perlu ditata sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi bilamana terjadi kondisi kecelakaan agar dampaknya terhadap
penduduk seminimal mungkin dan seekonomis mungkin dalam
penanganannya. Sebagai langkah pertama adalah ditetapkannya wilayah yang memiliki kemungkinan mendapat dosis radiasi yang tinggi dan rendah. Wilayah ini disebut sebagai wilayah eksklusi (Exclussion Area) dan zone penduduk jarang (Low Population Zone). Zone ekslusi adalah wilayah dengan radius sedemikian rupa, sehingga setiap individu yang berada pada setiap lokasi di dalam Exclussion Area tidak akan menerima dosis radiasi melebihi 25 rem Total Effective Dose Equivalent (TEDE) atau 0,25 Sv. dalam rentang waktu 2 jam setelah pelepasan produk fisi ke pengungkung (USNRC 1997). Setelah zone eksklusi disebut sebagai zone penduduk dengan kepadatan rendah (Low Population Zone). Wilayah ini dibatasi dengan ketentuan bahwa tiap individu yang berada di lokasi luar radius sebagai akibat kecelakaan yang
41
dipostulasikan tidak akan menerima dosis efektif ekivalen total melebihi 25 rem atau 0, 25 Sv., 30 hari setelah pelepasan produksi fisi ke pengungkung. Kedua, dengan diketahuinya zone-zone yang mungkin memiliki potensi terkena dosis radiasi dan distribusi penduduk
perlu direncanakan tindakan
kedaruratan bila terjadi kecelakaan dengan tujuan (IAEA 1997c): 1. Memperkecil resiko atau mencegah akibat kecelakaan pada sumber 2. Mencegah dampak deterministik kesehatan yang lebih parah, misalkan kematian. 3. Memperkecil kemungkinan dampak stokastik terhadap kesehatan,
seperti
penyakit kanker. Salah satu langkah tindakan kedaruratan adalah mendefenisikan Zone Rencana Kedaruratan (Zone Emergency Planning) yang terdiri dari Precautionary Zone (PAZ), Urgent Protective Action Planning Zone (UPZ) dan Longer term protective action planning zone (LPZ). PAZ adalah zone yang ditetapkan sekitar fasilitas dimana tindakan perlindungan yang penting (urgent protective action) telah direncanakan sebelumnya dan segera diimplementasikan setelah dinyatakan terjadinya keadaan darurat. Zone rencana tindakan perlindungan penting (UPZ) adalah zone disekitar PLTN yang tindakan perlindungan penting akan dilakukan berdasarkan hasil monitoring lingkungan. Selanjutnya zone rencana tindakan perlindungan jangka panjang merupakan zone yang meliputi UPZ dan zone lebih jauh yang digunakan untuk mencegah dan memperkecil dampak dosis jangka panjang dari deposisi dan makanan.
Mengacu pada studi-studi sebelumnya
(USNRC 1990; USNRC 1988) batas zone ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Ukuran zone berdasarkan kategori fasilitas Kategori Fasilitas Kategori 1 Kategori II
Kategori III
Precautionary Action Zone Size (PAZ) 3-5 km Dalam kawasan Dalam kawasan Dalam kawasan
Urgent Protective Action Zone (UPZ) 10-25 km 0.5-1 km
Longer Protective Action Planning Zone 50-100 km 5-10 km
1.5 – 2 km
15-20 km
Tidak perlu
Tidak perlu
42
Dalam hal ini PLTN termasuk pada kategori fasilitas 1 yaitu reaktor dengan daya lebih dari 100 MW(th) (IAEA 1997c). Zone PAZ adalah wilayah dimana penduduk maupun pekerja dimungkinan mendapat informasi dengan segera misalnya melalui sirine dan menginstruksikan mereka untuk mengambil tindakan perlindungan yang penting misalnya berlindung (sheltering), evakuasi (evacuation), dan memakan tablet Iodium untuk memblok penyerapan iod radioaktif dalam tubuh (kelenjar gondok). Ukuran PAZ didasarkan pada: (a) Pelaksanaan tindakan protektif penting sebelum atau segera sesudah pelepasan bahan radionuklida di dalam zone ini akan mengurangi resiko secara signifikan dengan dosis di atas nilai ambang kematian segera (early death threshold) pada kasus kecelakaan terparah. (b) Pelaksanaan tindakan protektif sebelum atau segera setelah pelepasan di dalam zone ini yang akan mencegah dosis di atas nilai ambang kematian segera pada kebanyakan kecelakaan parah pada fasilitas. (c ) Untuk pelepasan atmosfir pada kondisi meteorologi di bawah rata-rata, zone ini meliputi jarak dimana 90% resiko luar kawasan yang menyebabkan efek kesehatan akut terjadi. Zone UPZ merupakan wilayah dimana tindakan monitoring lingkungan segera dilakukan dan menerapkan tidakan protektif berdasarkan hasil monitoring tersebut.
Rencana dan kemampuan harus dipersiapkan untuk menerapkan
perlindungan, evakuasi dan distribusi tablet iod. Harus dapat ditunjukkan bahwa evakuasi mungkin dibutuhkan sampai ke batas zone ini. Ukuran UPZ terutama mempertimbangkan hal berikut: (a) tindakan penting harus diambil 4-5 jam di dalam zone untuk menurunkan secara signifikan resiko dosis di atas nilai ambang kematian segera pada kasus kecelakaan terparah. (b) Jarak yang dibutuhkan kira-kira dapat menurunkan 10 kali konsentrasi dibanding dengan batas PAZ. (c) Rencana detil dalam zone yang dapat memberikan perluasan usaha-usaha penanggulangan pada kejadian kecelakaan parah. Zone LPZ adalah zone untuk mengimplementasikan tindakan protektif untuk menurunkan resiko dampak deterministik dan stokastik jangka panjang dari
43
bahan yang terdeposisi dan masuk dalam tumbuhan makanan. Secara umum tindakan relokasi dan pembatasan makanan, dan
penanganan pertanian
didasarkan hasil monitoring dan pengambilan sampel makanan.
Ukuran LPZ
mempertimbangkan: (a) Dosis rata-rata kontaminasi tanah yang menjamin relokasi tidak akan terjadi melebihi jarak ini untuk kebanyakan kecelakaan. (b) Jarak yang menyebabkan penurunan konsentrasi 10 kali lipat dibandingkan batas UPZ. Wilayah ini meliputi jarak dimana 99% resiko dosis luar kawasan di atas tingkat intervensi generik. (c) Rencana detil dalam zone yang dapat memberi perluasan langkah- langkah penanggulangan pada kecelakaan parah. Dengan mengetahui zone- zone tersebut dapat ditentukan langkah- langkah kedaruratan yang akan dilakukan, demikian pula pada daerah tertentu misalnya daerah ekslusi tidak dibenarkan adanya fasilitas- fasilitas yang dapat menimbulkan ancaman terhadap PLTN seperti fasilitas industri yang berpotensi menimbulkan ledakan, fasilitas militer, dan transportasi yang membawa bahan berbahaya. Sejalan dengan perkembangan waktu maka penggunaan la han di sekitar PLTN dapat berubah yang didorong oleh pertumbuhan populasi, urbanisasi, industrialisasi, perubahan tatanan sosial ekonomi, harga tanah, dan lain- lain (Verbug et al. 2000). Sebagai akibatnya, dapat terjadi pemusatan penduduk dan aktivitas di wilayah yang memiliki tingkat potensi resiko radiologi yang relatif tinggi. Sesuai dengan Kotter (2003), IAEA (1998) salah satu langkah untuk mencegah terjadinya pemusatan penduduk dan aktivitas di lokasi sekitar PLTN adalah melalui perencanaan penggunaan lahan sejak awal.
Melalui berbagai
kebijakan tata ruang dapat diatur penggunaan ruang sekitar PLTN, sehingga terhindar dari potensi risiko radiologi yang tinggi. Secara prinsip langkah tersebut berkaitan dengan adanya zone penyangga (physical buffer zone)
atau pemisahan antara industri yang berbahaya atau
berpolusi dengan lahan yang sensitif atau lingkungan alam lainnya. Akan tetapi langkah penentuan jarak zone penyangga tidak hanya tergantung pada aspek teknis saja tetapi lebih luas menyangkut aspek sosial ekonomi.
Oleh karena itu
44
lokasi PLTN, penggunaan tanah di sekitarnya dan isu- isu lain yang bertalian harus dipertimbangkan dalam konteks yang lebih luas yang meliputi lingkungan, keselamatan, ekonomi, sosial dan isu- isu perencanaan secara keseluruhan. Dan yang paling penting adalah langkah penanganan harus sesuai dengan rencana strategi wilayah di sekitar PLTN. Dua bentuk kebijakan pemerintah Belanda untuk mencegah dampak kecelakaan, pertama, memperkecil kemungkinan kejadian kecelakaan dan dampaknya dengan menangani sumbernya. Kedua, mengurangi jumlah populasi yang akan terkena dampak kecelakaan dapat dilakukan dengan kebijakan zone (zone policy). Kebijakan zone ini mendefenisikan Distance Density Figure (DDF) sebagai jumlah maksimum kepadatan penduduk manusia yang mengindikasikan bahwa Resiko populasi belum dilampaui (Lahej et al. 2000). Dalam kajian ini dievaluasi potensi pelepasan bahan radionuklida beserta dampaknya terhadap penduduk yang bertumbuh sejak mulai dioperasikan sampai usia PLTN. Sebagai konsekuensinya maka pemanfaatan ruang disekitar PLTN haruslah dikontrol dengan menetapkan zone eksklusi (exclusion area) dan zone penduduk jarang (low population zone), dan zone untuk melakukan evakuasi (USNRC 1997).
Selanjutnya untuk mengatasi atau mengurangi dampak bila
kondisi kecelakaan tidak dapat dihindari maka setiap PLTN harus membuat rencana tanggap darurat. Untuk mewujudkan pemanfaatan ruang dan langkah tanggap darurat maka hasil penelitian ini sangat berguna untuk dijadikan masukan dalam merencanakan tata ruang wilayah di Kabupaten Jepara.
2.6. Penelitian Terdahulu Kecelakaan nuklir merupakan kecelakaan yang sangat jarang terjadi, oleh karena itu kemungkinan kejadian kegagalannya tidak dilakukan dengan uji statistik yang memerlukan banyak data melainkan menggunakan pendekatan pohon kejadian dan pohon kegagalan yang dikenal dengan Probability Safety Assessment.
Sebagai contoh, reaktor Temelin, 1300 MW,
Czech, frekuensi
kejadian kecelakaan terparah adalah sebesar 10-7 per tahun. Besaran ini tidak jauh berbeda dengan probabilitas yang digunakan Markandya (1999a) untuk menghitung probabilitas kejadian kecelakaan reaktor PLTN 1000 MW yaitu 1,9 x
45
10-6. Sesuai dengan perkembangan teknologi reaktor PLTN besaran ini sudah menunjukkan kinerja yang mendekati PLTN generasi IV. Pada umumnya reaktor, selama kondisi normal tidak diijinkan terjadi pelepasan bahan radionuklida kecuali gas mulia dan gas yang mudah menguap yang tidak mungkin dapat difilter. Susilo et al. (2004) telah melakukan perhitungan besarnya dosis yang akan diterima individu bila PLTN beroperasi normal dengan daya 2 x 1000 MWe maka besar dosis total yang diterima individu masih di bawah batas yang diijinkan yaitu 104 µSv atau 10 mSv pada jarak 500 m dan 2 mSv pada jarak 1 km. Besaran ini semakin mengecil dengan bertambahnya jarak. Pengetahuan tentang rona awal kondisi radioekologi di lokasi PLTN sangat diperlukan untuk menjadi acuan atau pembanding bila PLTN beroperasi. Secara alamiah bumi dan aktivitas manusia berpotensi memancarkan radiasi, karena bumi sendiri mengandung banyak bahan radionuklida dan aktivitas manusia banyak menggunakan bahan radionuklida.
Dalam studi rona awal
diuraikan sumber-sumber radiasi yang muncul dari alam seperti pada Gambar 11 (PPLH- LPUD 2001).
Jatuhan global 0.4%
Lingukngan kerja 0.2%
Lain-laian 0.4%
Sinar kosmis; 10%
Lepasan nuklir
Luruhan radon; 4%
<0.1%
Kedokteran nuklir; 12%
Radon ; 47%
Makanan dan minuman; 12% Sinar Gamma dari tanah dan bangunan; 14%
Gambar 6.1. Sumber Radiasi di Alam (Saxe, 1991)
Sumber: PPLH&LPUD 2004
Gambar 11. Sumber Radiasi di Alam
46
Studi tentang rona awal telah pula dilakukan melalui kerja sama BATAN dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) dan Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro.
Penelitian terhadap kondisi air tawar menunjukkan bahwa
Radioaktivitas air tawar di Kabupaten Jepara akan mengalami peningkatan cukup berarti oleh adanya perkembangan di berbagai sektor dan akan beroperasinya PLTU Tanjungjati B. Perubahan radioaktivitas air tawar ini menyebabkan base line/data rona awal radioaktivitas air tawar di daerah Ujung Lemahabang diperkirakan akan mengalami perubahan yang dipresentasikan oleh peningkatan kadar radioaktivitas air tawar, terutama kadar 3 H, gross α, dan β. Pada saat ini aktivitas tritium dalam air sungai masih dalam batas yang diperbolehkan. Menurut SK DIRJEN BATAN No.93/DJ/VII/95 batas kadar tritium adalah 0,1 Bq/l. Penelitian terhadap biota menunjukkan bahwa
210
Pb yang terdapat pada
cuplikan biota (ikan kerapu dan algae merah, hijau dan coklat) konsentrasi aktivitas
210
Pb dalam biota pada musim penghujan tidak jauh beda dengan musim
kemarau. Aktivitas terbesar berturut-turut terukur pada algae coklat, algae hijau, algae merah dan ikan kerapu. Konsentrasi radionuklida ala m dalam udara berkisar antara 0,28 – 1,10 Bq/m3 untuk
228
Bq/m3 untuk
40
Th, 8,79 - 30.32 Bq/m3 untuk
226
Ra dan tidak terdeteksi –8,96
K. Pada semua titik sampling tidak terdeteksi unsur
radionuklida buatan
90
Sr dan
137
228
Ra. Unsur
Cs juga tidak terlihat di semua lokasi sampling.
Hal ini mungkin saja terjadi karena memang konsentrasi di lokasi sampling sangat rendah atau pengambilan contoh udara memerlukan waktu yang lebih lama.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Sesuai dengan hasil penelitian pemilihan calon tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, maka lokasi Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah merupakan salah satu calon tapak yang terpilih sebagai tempat dibangunnya PLTN pertama di Indonesia. Oleh karena itu lokasi Ujung Lemahabang dijadikan lokasi penelitian dalam kajian ini. Lokasi ini berada pada koordinat latitude 6o 25’ 40” lintang selatan, longitude 110o 47’20” bujur Timur, dengan kawasan meliputi radius sampai 50 km. Secara administratif wilayah radius 50 km dari Ujung Lemahabang meliputi Kabupaten Jepara, Kudus, Pati dan Demak.
Daerah sekitar lokasi calon Tapak PLTN terdiri dari laut (Laut Jawa) ke
sebelah Utara dan darat ke sebelah Selatan. Gambar 12 menunjukkan peta lokasi calon tapak PLTN Ujung Lemahabang, Semenanjung Muria.
Penelitian
dilakukan bulan April 2003 sampai dengan Desember 2003.
UTARA
Gambar 12 Peta Jepara dengan lokasi calon PLTN di Ujung Lemahabang.
48
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan peralatan berupa: 1.
Perangkat lunak olah data digunakan ORIGEN 2.1, SIMPACT, dan PC COSYMA untuk alat bantu perhitungan sumber radiasi (source term) dan dispersinya di udara
2.
Questioner.
3.
Peta rupa bumi kabupaten Jepara, Pati, Kudus, Demak.
3.3. Metode Pengumpulan Data Observasi Kegiatan yang termasuk dalam observasi adalah proses pengumpulan, seleksi, konfirmasi, dan klasifikasi data yang relevan dan selanjutnya dilakukan identifikasi kondisi nyata dokumen-dokumen yang dik umpulkan.
Klasifikasi
dilakukan menurut bidang keilmuan dan komponen lingkungan yang dipelajari. Data diseleksi berdasarkan kelayakan sumber pengolah (laboratorium, metoda kerja, institusi pelaksana penelitian) dan masa kadaluarsanya.
Jenis dan sumber data Jenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif dan kuantitatif yang sedapat mungkin diurutkan sesuai dengan urutan waktu. Sumber materi kajian adalah berbagai data sekunder yang diperoleh dari kajian terdahulu yang terkait dengan teknologi reaktor
(PLTN), radiologi
multisektor pembangunan PLTN Muria.
secara umum maupun kajian
Secara spesifik sumber informasi
tersebut diuraikan seperti berikut ini. Studi terdahulu tentang rencana PLTN Muria.
Berupa hasil studi
tapak dan lingkungan PLTN (yang dilakukan oleh BATAN dan konsultan), sumber lain yang diperlukan yang terkait dengan tapak PLTN Muria, dan juga hasil kajian oleh pelaksana kajian ini. Sumber-sumber yang diakses antara lain adalah: P2EN, P3TM, P3KRBiN, P3TIR (BATAN), BPS, Pemda Tingkat II Kabupaten Pati, Jepara, Kudus, Demak, UNDIP.
Data rona awal lingkungan
49
merupakan data hasil studi tapak dan lingkungan PLTN yang dapat dijadikan basis dalam menganalisis dampak radiologi di kemudian hari. Data pe rhitungan radiologi. Besarnya pelepasan paparan yang keluar dari cerobong reaktor air ringan dengan daya 1000 MWe. Sumber yang diacu adalah hasil perhitungan dengan menggunakan perangkat lunak ORIGEN2, data acuan yang dikeluarkan Badan Tenaga Nuklir Internasional (IAEA), data kecelakaan Chernobyl. Data menyangkut parameter-parameter dalam perhitungan radiologi dikutip dari berbagai sumber hasil pengamatan dan penelitian lain. Data kecepatan dan arah angin. Data kecepatan dan arah angin diolah dari sumber primer yang diambil dari data stasiun yang ada di wilayah lokasi PLTN dan wilayah yang berdekatan dalam satu tahun pengamatan. Data penduduk. Data ini dapat diperoleh dari hasil sensus yang dihimpun oleh lembaga nasional seperti Biro Pusat Statistik (BPS). Bapeda tingkat I, dan tingkat II, Monografi Desa dan Kecamatan.
Data ini harus dikombinasikan
dengan data geografi seperti ketinggian (latitude) dan kawasan (longitude) dimana unit administrasi diberlakukan. Data penggunaan tanah (land-use). Dalam hal ini data yang akan diambil adalah alokasi penggunaan tanah untuk pemukiman, industri, pertanian, hutan, dan lain- lain. Data ini diperoleh dari data hasil sensus pemetaan oleh lembaga Bakosurtanal dan Badan Pertanahan Nasional. Data sosial, budaya, dan ekonomi. Data sosial-ekonomi yang diperlukan meliputi jenis pekerjaan, pendapatan, sikap hidup di dalam dan di luar rumah, pendapat masyarakat, dan lain- lain Pengambilan data dilakukan dengan survai, wawancara, dan pengisian kuestioner. Teknik pengambilan contoh diambil secara acak untuk lokasi sampling radius 10 km dari PLTN
3.3. Metode Analisis 3.3.1. Penyiapan Data Spasial 3.3.1.1 Data kependudukan, tata guna lahan dan produksi lahan
50
Data spasial kependudukan, tata guna lahan, dan produksi lahan menggunakan unsur spasial tipe poligon karena dalam analisis ini banyak digunakan aspek pertumbuhan, perubahan atau dinamika spasial yang relatif tinggi (Prahasta 2002). Setiap poligon mewakili batas administrasi desa yang mengandung nilai atribut tiap variabel yang menjadi obyek penelitian. Selanjutnya beberapa desa bergabung dalam satu wilayah administrasi kecamatan dan beberapa kecamatan bergabung dalam satu wilayah administrasi kabupaten. Luas poligon secara otomatis menyatakan luas desa.
Oleh karena itu
setiap variabel dalam satu poligon memiliki kepadatan yang sama dengan nilai atribut dibagi luas poligon desa.
3.3.1.2. Data Grid Penyebaran Radionuklida Penyebaran radionuklida dibagi dalam grid-grid yang terdiri dari 16 sektor arah angin, dimulai dari arah utara mengikuti putaran jarum jam, dan jarak dari lokasi PLTN dengan variasi selang jarak sebagai 0-1, 1-2, 5-10, 10-20, 20 –35, dan 35 – 50 km (IAEA 1997b; Susilo et al. 2004). Selanjutnya untuk analisis risiko radiologi dan biaya kerusakan, dikonversi ke dalam grid-grid tersebut.
data kependudukan, penggunaan lahan, Gambar 13 menunjukkan grid spasial
penduduk dan penyebaran radionuklida di wilayah penelitian.
3.3.2. Analisis Radiologi 3.3.2.1. Analisis pelepasan bahan radionuklida. Besarnya bahan radionuklida yang terlepas ke udara dan sampai ke endpoint sangat tergantung pada kandungan atau inventory hasil fisi reaktor yang digunakan. Semakin besar daya reaktor semakin besar inventory yang tersimpan di dalam metal bahan bakar.
Data inve ntory untuk jenis reaktor air ringan
bertekanan (pressurized water reactor) dengan daya 1000 MWe. ditunjukkan pada Lampiran 2. Bila terjadi kecelakaan parah, maka sebagian inventory akan terkumpul pada pengungkung (containment) yang dirancang untuk menahan semua radionuklida agar tidak keluar ke lingkungan.
51
50 km
UUB
U
UUT
35 km
UB
UT 20 km
BUB
TUT
10 km
5 km
2 km
1 km
T
B BSB
TST SB
ST SSB
SST
S
Gambar 13 Grid spatial untuk penyebaran penduduk dan bahan radionuklida Keterangan : U : Utara UUT : Utara Timur Laut UT : Timur laut TUT : Timur Timur laut T : Timu r TST : Timur Tenggara ST : Tenggara SST : Selatan Tenggara
S SSB SB BSB B BUB UB UUB
= Selatan = Selatan Barat Daya = Barat Daya = Barat Barat Daya = Barat = Barat Barat Laut = Barat Laut = Utara Barat laut
Dalam kondisi terparah dipersyaratkan bahwa hanya 0.1% volume yang dapat lepas ke lingkungan (IAEA 1997b). Untuk menghitung jumlah hasil fisi yang terlepas ke udara, maka dilakukan perhitungan sebagai berikut (Willer 2005). Diasumsikan laju kebocoran adalah X % per hari, atau ekivalen dengan laju kebocoran L (t ) = B ( t )
X 2400
(3.1)
52
Keterangan, L(t) B(t) X
: laju kebocoran (atom/jam) : konsentrasi radionuklida (atom/volume) : persentase kebocoran per hari
Laju perubahan jumlah hasil fisi di dalam pengungkung dB (t ) X = − λ B (t ) − B (t ). dt 2400
(3.2)
dB ( t ) X = − (λ − )B (t ) dt 2400
(3.3)
Keterangan, B(t) : konsentrasi radionuklida (atom/volume) X : persentase kebocoran per hari ? : peluruhan
Bila diintegrasikan dari t:0 ke t:t, B (t )
∫
B0
t
∫
dB X = − (λ + ) dt B 2400
(3.4)
t0
untuk t 0 : 0 maka X B ( t ) = B 0 exp − λ + t 2400
(3.5)
laju kebocoran pada waktu t menjadi L(t ) =
X B 0 exp − λ + t 2400
X 2400
(3.6)
Oleh karena itu jumlah radionuklida yang terlepas selama waktu t adalah L (t )
menghasilkan
∫
t
dL = −
∫
t0 = 0
0 L( t )
∫
dL = −
0
X X B 0 exp ( λ + ) t dt 2400 2400
B0 X . 2400
t
X . exp ( λ + )t X 2400 0 − (λ + ) 2400 1
(3.7)
(3.8)
i.e. L( t ) =
B0 X . 2400
X .1 − exp − (λ + )t X 2400 (λ + ) 2400 1
(3.9)
53
Oleh karena itu fraksi hasil belah yang keluar selama waktu t adalah L (t ) X = . B0 2400
X .1 − exp − (λ + ) t X 2400 (λ + ) 2400 1
Besaran ini akan menjadi masukan untuk
(3.10)
program perhitungan dispersi
radionuklida PC-COSYMA.
3.3.2.2 Analisis dispersi bahan radionuklida di atmosfir. Dengan menggunakan model persamaan dispersi,
kemudian dihitung
konsentrasi paparan radiasi yang tersebar ke udara dan di atas permukaan tanah. Persamaan yang digunakan untuk perhitungan adalah persamaan (2.13). Parameter-parameter dispersi ditentukan berdasarkan arah angin, kecepatan angin, curah hujan, dan ketinggian lapis campuran (mixing layer).
Secara umum
persamaan untuk menghitung parameter dispersi (standard deviation) arah horizontal dan vertikal (s) adalah, σ = a xb Keterangan: a : pertumbuhan plume horizontal b : pertumbuhan plume vertikal x : jarak dari titik sumber ke penerima searah dengan arah angin.
(3.11)
Nilai a, b diambil dari kurva hubungan s terhadap jarak untuk masingmasing kategori kestabilan Pasquil yang di modifikasi oleh Briggs (1974) yang dikutip dari Hanna et al (1982) seperti pada Lampiran 3. Data yang menyangkut meteorologi ini disusun dalam satu file yang MET_EXE yang terdapat dalam program komputer PC-COSYMA. Koreksi terhadap peluruhan, deposisi basah dan kering
dilakukan dengan memasukkan faktor koreksi seperti yang dirumuskan
dalam persamaan (2.8)-(2.11).
Untuk mendapatkan distribusi penyebaran bahan
radio nuklida pada berbagai sektor dilakukan perhitungan dengan menggunakan model perhitungan yang sangat sederhana dengan spreadsheet Excel.
Hasil
perhitungan digunakan untuk menentukan zone radiasi di sekitar PLTN. Analisis dosis penerimaan.
Konsentrasi baha n radionuklida yang
terdispersi di atmosfir dan terdeposisi di permukaan tanah akan sampai kepada
54
manusia melalui radiasi eksternal awan radiasi, radiasi eksternal permukaan tanah, inhalasi, makanan, dan yang terdeposisi pada kulit atau pakaian. implementasi praktisnya perhitungan dosis
Dalam
persamaan (2.14) – (2.16)
diaplikasikan dalam formula seperti berikut ini. Untuk dosis radiasi eksternal awan (cloudshine) D(r, t 0 , t 1 ) = A(r, t 0 , t1 )S (r )d (r )(t1 − t 0 )c Keterangan: D(r,t 0 ,t 1) : dosis dari radionuklida pada jarak r (Sv) A(r,t 0 ,t 1) : konsentrasi rata-rata dalam selang waktu [t 0 ,t 1 ] (Bq/m3 ) S(r) : Faktor lokasi : fraksi waktu di luar x faktor shielding + fraksi waktu ruang x faktor shielding D(r) : faktor konversi dosis Sv/Bqs-m3 C : 3600 * 24 [t o , t 1 ] : selang waktu penyinaran (hari) Dosis
(3.12)
dalam
radiasi eksternal yang berasal dari tanah (groundshine) dinyatakan
dalam persamaan,
∫[ t1
]
D(r , t 0 , t1 ) = G (r )S(r )d (r )c α (r , s )e −(λ (r )+λ1 ( r ,s ))t + (1 − α (r , s ))e −(λ ( r )+λ2 (r ,s ))t dt Keterangan D(r,t 0 ,t 1) G(r) S(r)* λ(r) α(r,s) λ1 (r,s) λ2 (r,s) [t 0 ,t 1 ] C
(3.13)
t0
: Dosis dari radionuklida pada jarak r dalam selang waktu t0 to t1 (Sv) : Konsentrasi total di tanah Bq m-2 : Factor lokasi : Laju peluruhan radionuklida (hari-1 ) : Factor komponen bergerak : Laju migrasi komponen bergerak (hari-1 ) : Laju migrasi komponen diam (hari-1 ) : Interval waktu (hari-1 ) : 3600 * 24konversi hari ke detik (detik)
Dosis radiasi dari inhalasi pada persamaan (2.20) dihitung dengan persamaan D(r, t 0 , t1 ) = A(r , t 0 , t1 )F (r )I ( r , a) d (r , a)(t1 − t 0 )
(3.14)
Keterangan: D(r,t 0 ,t 1) : dosis dari radionuklida pada jarak r (Sv) A(r,t 0 ,t 1) : konsentrasi rata-rata dalam selang waktu [t 0 ,t 1 ] (Bq/m3 ) F(r) : Faktor filter : fraksi waktu di luar x faktor shielding + fraksi waktu dalam ruang x faktor shielding I(r) : laju inhalasi (m3 /jam) D(r) : faktor konversi dosis (Sv/Bq) [t 0 ,t 1 ] : selang waktu penyinaran (jam)
Dosis yang diterima penduduk oleh karena memakan makanan yang terkena radiasi dapat dihitung dengan model
55
D p (r , p, t0 , t1 ) =
t1
∫ (P (r , p, t) + P (r, p, t ))d (r , a)Q r
d
p
( p )F ( p)P ( p )dt
(3.15)
t0
Keterangan: Dp (r,p,t 0 ,t1 ) : Pr (r,p,t) Pd (r,p,t)
: :
D(r,a) Qp (p) F(p) P(p)
: : : :
Dosis efektif terikaat radionuklida r karena mengkonsumsi ma kanan p dari t0 sampai t1 (Sv) Konsentrasi radionuklide r karena serapan akar pada tumbuhan p Bq kg-1 Konsentrasi radionuklida r pada tumbuhan p karena deposisi, intersepsi, dan translokasi ( Bq kg-1 ) Faktor konversi(Sv Bq-1 ) Pemasukan makanan p Fraksi konsumsi makanan Aktivitas setelah proses makanan
3.3.2.3. Konsekuensi terhadap kesehatan. Konsentrasi bahan radionuklida masuk ke dalam tubuh manusia melalui paru-paru saat inhalasi dan pencernaan saat memakan makanan dan minum. Sebagian dari radionuklida tersebut tetap tinggal di paru-paru (lung) dan pencernaan (stomach) sebagian lagi akan menyebar mengikuti aliran darah dan tinggal di dalam beberapa organ tubuh yang sensitif terhadap unsur tersebut seperti gondok (thyroid), payudara (breast), sumsum tulang belakang, tulang, kulit, dan keseluruhan tubuh (effective), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Besar dosis pada masing- masing organ berbeda-beda tergantung bobot
radiasi dan bobot jaringan (Wiryosimin 1995).
Konsekuensi radiologi akan
muncul bila dosis yang diterima organ melebihi batas ambang yang dapat menimbulkan kanker fatal, kanker non-fatal ataupun penyakit keturunan. Dampak yang timbul bila dosis melebihi batas ambang merupakan dampak deterministik dan umumnya terjadi pada waktu segera (early health effect).
Untuk dampak
yang stokastik perhitungan dampak dilakukan dengan perkalian probabilitas dampak terhadap populasi yang terkena. Dampak stokastik umumnya terjadi pada jangka waktu yang panjang (late health effect) Batas-batas ambang dosis untuk berbagai organ dan keseluruhan tubuh dan konversi faktor dosis kolektif dapat dilihat pada Lampiran 4.
56
3.3.3. Analisis penanggulangan dampak 3.3.3.1. Analisis penanggulangan dampak melalui pere ncanaan pemanfaatan ruang. Salah satu langkah pencegahan dampak radiologi adalah melalui pengendalian pemanfaatan ruang lahan sekitar PLTN sehingga besar dan arah pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan untuk tidak mendekat dan mengarah wilayah yang berpotensi memiliki sebaran radiasi yang tinggi. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis bentuk pola pemanfaatan ruang dan perubahannya yang mendorong terjadinya pertumbuhan penduduk secara spasial dan temporal. Selanjutnya persyaratan zone radiasi dan kedaruratan menjadi pembatas terhadap perubahan pemafaatan ruang wilayah sekitar PLTN 3.3.3.2. Analisis spasial pola pemanfaatan ruang. Untuk mempelajari pola pemanfaatan ruang sekitar lokasi PLTN saat ini, maka terlebih dahulu dilakukan analisis pola pemusatan, penyebaran, agregasi spasial yang direpresentasikan dengan indeks korelasi Moran maupun koefisien korelasi kepadatan penduduk desa pada radius 50 km dari lokasi PLTN. Pemusatan dan penyebaran.
Pemusatan kepadatan penduduk atau
penyebaran ditandai dengan nilai rata-rata kepadatan (median center), rata-rata spasial (spatial mean) dan deviasi standar spasial,
seperti pada rumus berikut
(Rustiadi 2003),
Rata-rata atribut n
Z=
∑z
i
(3.16)
i =1
n
Rata-rata spasial
Xi =
∑
n
zi X i
i i
Yi =
n
∑z
∑z Y
i
i
i
(3.17)
n
∑z
i
i
Deviasi standar spasial, SD xy = S x + S y 2
2
(3.18)
57
Keterangan:
∑
SDx = Xi , Yi zi SDx SDy SDx,y
n
( zi − z) 2 SDy =
n
∑ (z
j
− z)
i
n
: posisi geografis pusat poligon (desa) : nilai atribut (populasi atau lahan) : Standar deviasi arah (x) : Standar deviasi arah (y) : Standar deviasi (x,y)
Agregasi spasial. Untuk membuktikan bahwa penduduk di sekitar lahan PLTN memusat atau menyebar dilakukan perhitungan tingkat korelasi kepadatan penduduk dengan mengunakan indeks korelasi Moran dan Koefisien Korelasi. Indeks korelasi Moran dinyatakan dalam rumus (Rustiadi 2003):
I=
∑∑ d (Z −Z )(Z ∑∑ d ∑ (Z − Z ) n
ij
i
j
− Z)
j
)2
(3.19)
2
ij
i
Sedangkan koefisien korelasi dinyatakan dengan rumus: c=
∑ ∑ d (Z − Z 2∑ ∑ d ∑ (Z − Z ) n −1
ij
i
2
ij
i
(3.20)
Keterangan: I,C d ij Zi Zj
: autokorelasi spatial : bobot relasi antara i dan j : kepadatan penduduk i : kepadatan penduduk desa berdekatan j
Penduduk yang berkelompok ditandai dengan koefisien korelasi Moran mendekati 1 (satu) sedangkan yang menyebar ditandai dengan tingkat korelasi mendekati 0 (nol). Analisis pertumbuhan penduduk. Dengan mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk di suatu lokasi spasial, maka kepadatan penduduk dapat dirumuskan sebagai, Y : f(X1 ,X2 ,..., Xn )
(3.21)
58
Keterangan, Y : kepadatan penduduk suatu desa X1 ...Xn : variabel yang mempengaruhi kepadatan penduduk , Tabel 5.
Pengaruh dari tiap variabel terhadap kepadatan pendududuk dimodelkan dengan menggunakan analisis regresi linier ganda dengan fungsi Y : a0 + b 1 X1 +b 2 X2 + ... + b n Xn
(3.22)
Atau dengan analisis non- linear eksponensial dengan fungsi Y : co + exp(b o +b 1 X1 +b 2 X2 + … b n Xn )
(3.23)
Keterangan, Y ao bi Xi
: kepadatan penduduk desa i : intersep : parameter koefisien variabel Xi : variabel
Untuk dapat menggunakan model ini maka masing- masing variabel haruslah saling bebas, oleh karena itu sebelum mendapatkan model yang diinginkan seluruh variabel harus dibuktikan saling bebas dengan menggunakan metode Principal Component Analysis
untuk mendapatkan Faktor Loading.
Selanjutnya dengan mencari variabel surrogate yang berkorelasi kuat dengan faktor loading diperoleh variabel- variabel yang berpengaruh terhadap kepadatan penduduk.
Model pertumbuhan kepadatan penduduk temporal. Berbagai model pertumbuhan
kepadatan
penduduk
telah
digunakan
untuk
memprediksi
pertumbuhan penduduk, di antaranya model pencatatan vital statistik, model geometrik, model eksponensial, dan model logaritmik. Dengan model pencatatan statistik sangat dibutuhkan data yang lengkap tentang kelahiran, kematian, dan migrasi. Hal ini cukup menyulitkan. Jika yang dimiliki ha nya angka jumlah penduduk pada waktu-waktu tertentu seperti sensus,
maka pertumbuhan
penduduk dapat diprediksi dengan model geometrik seperti rumus (Kristanto 2002), Po (1 + r ) t L Keterangan, Pt : penduduk dalam selang waktu t yang diramalkan Po : penduduk pada waktu prediksi dimulai r : persentase pertumbuhan t : lama waktu prediksi L : luas desa Pt =
(3.24)
59
Dengan model ini pertumbuhan kepadatan penduduk dinyatakan sebagai persentase pertumbuhan penduduk dianggap tetap (r) selama periode waktu prediksi.
Model Logistik (Supranto 2004) Pada kenyataannya pertumbuhan penduduk mengalami kejenuhan dalam jangka panjang. Model pertumbuhan yang menunjukkan terjadinya kejenuhan setelah waktu tertentu adalah model logistik seperti pada rumus berikut ; Y =
k 1 + 10 a + bx
(3.25)
Keterangan, k,a,b adalah konstanta dan biasanya b<0
k merupakan asimtot yaitu pembatas bila x menuju tak hingga. x : ~; 10a+bx à 0; Untuk mencari nilai k,a, b diperlukan tiga titik pengamatan variabel waktu T1 , T2 , T3. Model pertumbuhan penduduk spasial-temporal. Untuk memprediksi pertumbuhan penduduk secara spasial dan temporal waktu maka diperlukan data variabel minimal dalam dua waktu yang berbeda yang direpresentasikan dalam variabel dummy (to ) dan (t1 )., sehingga persamaan menjadi Y : co + exp(b o +b 1 X1 +b 2 X2 + … b n Xn + Dummy(t))
(3.26)
Dalam analisis ini data penduduk dan variabel spasial yang digunakan adalah sensus tahun 1998 dan 2002 yang diterbitkan oleh BPS.
Pengujian Model. Besarnya rata-rata kesalahan menunjukkan variansi kesalahan populasi dihitung dengan persamaan: RKK =
JKK n − (k + 1)
(3.27)
Keterangan, RKK : Rata-rata kesalahan JKK : Jumlah rata-rata kesalahan k : derajat kebebasan n : jumlah pengamatan
Standar kesalahan dinyatakan dalam
S = RKK
(3.28)
60
Tabel 5 Nama-nama variabel model pertumbuhan penduduk No. (1)
Nama Variabel (2) Spatial Jarak dari Desa ke Jepara Jarak dari Desa ke Pati Jarak dari desa ke Kudus Jarak dari Desa ke Demak Tinggi dari Permukaan laut Kemiringan
Simbol (3)
X7 X7A X7B X7C
31 32
Letak Desa terhadap hutan DalamHTN PinggirHTN JauhdrHTN Non-Spasial Karakter Penduduk Jumlah Wanita Jumlah keluarga tani Ekonomi Sumber Penghasilan Petani Pertambngan Industri Perdagangan Jasa Industri Industri Kulit Olah makanan Batu/Genteng Batik/Tenun Kayu Logam Lain Dagang /Jml Pasar PDRB Pendidikan Jumlah Sekolah Kesehatan Kepadatan Jml RS Kepadatan Jml Puskesmas Kepadatan Klinik Bersalin Sosial Budaya Kepadatan Jml Mesjid Perhubungan atau Transportasi Kepadatan Jalan Kota Kepadatan jalan Lain
33
Kepadatan jalan Utama
X17C
1. 2. 3. 4. 5 6
7 8 9
10 11
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
X1 X2 X3 X4 X5 X6
Keterangan (4)
0 - 2% : 0; 2-15% :1; 15-40% : 2; >40% :3 0 :dalam; 1 tidak 0 : pinggir; 1 tidak 0 : Jauh ; 1 tidak
X8 X9 X10 X10A X10B X10C X10D X10E X11A X11B X11C X11D X11E X11G X11H X12 X13 X14 X15A X15B X15C X16
X17A X17B
Fasilitas 34
Ketersediaan listrik
X18
Ketersediaan lahan
Luas lahan/Luas Desa
dilanjutkan
61
Tabel 5 Lanjutan (1) 35 36 37 38 39 40 41 42
(2) Persentase Buildup Persentase Sawah Persentase Kebun lading Lahan Lain Hutan Ketersediaan tempat rekreasi Tahun Variabel Dependent Kepadatan penduduk masingmasing desa
(3) X19A X19B X19C X19D X19E X20 X21 Y
(4)
0 :1998 ; 1 : 2002
Untuk menguji berapa besar variabel independen dapat dijelaskan oleh kombinasi variabel independen yang dinyatakan dalam koefisien determinan R2 , R2 =
Jumlah Kuadrat Rata Jumlah Kuadrat Total
(3.29)
Pengujian tingkat pengaruh masing- masing parameter regresi dilakukan dengan menggunakan hipotesis H0 :
β1 : β 1 : β1 : . . . :β 1 : 0
H1 :
Tidak semua β 1 : 0
Yang dapat diuji dengan statistik t t[( n −( k +1)] =
bi − 0 s (bi )
(3.30)
Keterangan, t bi s(b i )
: statistik t : parameter yang diestimasi : standar deviasi estimasi.
Untuk nilai t pada nilai signifikansi (α ) yang besar,
berarti nilai tes
statistik berada pada daerah penolakan, atau nilai p yang kecil maka hipotehsis nol (H0 ) ditolak. Sebaliknya untuk nilai t yang kecil, berati nilai tes berada di daerah penerimaan, atau nilai p yang kecil, maka hipotesis nol (H0 ) diterima. 3.3.4. Analisis penanggulangan dampak melalui tindakan tanggap darurat (emergency praparedness). Tindakan
ini menyangkut
aktivitas dan tindakan yang segera
(countermeasure) dilakukan untuk memperkecil dampak. Untuk maksud tersebut
62
dilakukan analisis tingkat pengurangan dosis dengan perlindungan (sheltering), evakuasi (evacuation), pemakaian tablet iod. Tindakan perlindungan ditujukan untuk mengurangi dampak penyinaran radiasi gamma dan inhalasi didalam ruang bershielding dengan faktor shielding FScl, gr,inh selama waktu perlindungan. Dsh : Dcl x FScl
(3.31)
D(GR,IH) sh : D(GR,IH) sh * FS(GR,IH)
(3.32)
Keterangan: Dsh Dcl D(GR,IH)sh D(GR,IH) sh FS(GR,IH)
: Dosis setelah masuk perlindungan : dosis sebelum perlindungan : dosis berasal dari ground dan inhalasi yang sudah mendapat perlindungan. : dosis berasal dari ground dan inhalasi yang belum mendapat perlindungan. : faktor shielding dari tanah dan inhalasi.
Tindakan darurat evakuasi dilakukan untuk menghindarkan penduduk dari penyinaran sumber terbuka.
Pada proses evakuasi, selama dalam perjalanan
untuk evakuasi, dosis yang diterima penduduk sebanding dengan konsentrasi bahan radionuklida sepanjang arah radial.
Dosis tersebut akan hilang bila
penduduk sampai ke lokasi evakuasi yang sudah ditentukan. Tindakan memakan tablet iod dilakukan untuk memblok iod yang masuk selama proses inhalasi sehingga terjadi reduksi iod. Faktor reduksi iod tergantung pada perbedaan waktu memakan iod dan inhalasi iod. Tablet iod akan menahan akumulasi iod mencapai tiroid.
Reduksi konsentrasi iod dimodelkan dengan
fungsi eksponensial dengan waktu konstan : 4 jam, atau ? : 0.00289. a = 1 − e −λ ((t iod − tih ) +15 min)
(3.33)
Keterangan: a : fraksi penurunan iod ? : peluruhan tiod, t ih : waktu menelan iod dan waktu inhalasi
Penentuan tindakan tanggap darurat yang harus dipakai tergantung besar kecilnya dosis yang sampai kepada manusia. Besaran yang direkomendasikan dalam TECDOC 955 (IAEAb) dapat dilihat pada Tabel 6, 7, dan 8. Tabel 6 Tindakan protektif berdasarkan dosis Tindakan Protektif
Tingkat Interfensi Generik
Perlindungan (Sheltering) Evakuasi Pemakaian tablet iod
10 mSv 50 mSv 100 mGy
63
Tabel 7 Tingkat dosis generik untuk relokasi sementara dan pemidahan menetap Tindakan Protektif Relokasi sementara Pemindahan tetap Pemindahan tetap
Tingkat Interfensi Generik 30 mSv dalam 30 hari pertama 10 mSv 1 Sv seumur hidup
Tabel 8 Nilai batas paparan radiasi bahan radionuklida pada makanan untuk konsumsi umum dan anak Nilai yang dire ko mendasikan (kBq/kg) Makanan untuk Susu, makanan anak dan konsumsi umum air minum
Radionuklida 134
Cs, 137Cs, Ru, 89 Sr
103
Ru
Cs, 137 Cs, Ru, 89 Sr , 131 I
103
Ru
1
105 134
1
105 90
Sr
90
Sr, 131 I
241
Am, 238 Pu, Pu, 242Pu
239
Pu,
0.1
0.1
0.01
0.001
240
3.3.5. Analisis Biaya Kerusakan. Berdasarkan potensi resiko yang diterima penduduk sebagai ”end point ” kemudian diestimasi biaya kerusakan akibat kecelakaan radiologi ini. Komponen perhitungan biaya kerusakan meliputi biaya penanganan penyebaran radiasi maupun biaya kesehatan seperti biaya untuk melakukan evakuasi, relokasi, dekontaminasi, dan pelarangan pengkonsumsian makanan. Secara ringkas tiaptiap biaya dihitung dengan rumusan berikut (IKET 2000). Biaya evakuasi/relokasi Termasuk dalam biaya evakuasi /relokasi total (BET/BRT) adalah biaya transport (BT), biaya akomodasi (BA), biaya oleh kehilangan pendapatan (BP), biaya kehilangan barang modal (BM) BET : BT + BA + BP + BM
(3.34)
Biaya dekontaminasi Termasuk dalam biaya dekontaminasi (BDT) adalah biaya pekerja (BP), biaya barang konsumsi (BK), biaya peralatan atau equipment (BE). BDT : BP + BK + BE
(3.35)
64
Biaya penanganan bahan pertanian dan peternakan Termasuk dalam biaya penanganan pertanian dan peternakan (BPT) meliputi biaya kehilangan produksi (Bprod), biaya makanan yang dibuang (BBM), biaya sumber daya yang dipakai (BS) BPT : Bprod + BBM + BS
(3.42)
Biaya perawatan Termasuk dalam biaya perawatan kesehatan (BKT) adalah biaya perawatan untuk penanganan efek (BPE) dan biaya hilangnya kontribusi yang bersangkutan terhadap ekonomi negara (BEk).
Dalam pembiayaan ini juga
dimasukkan nilai discount factor (DF). BKT : BPE + Bek + DF
(3.36)
Hal yang paling penting dalam penentuan harga ini adalah penentuan harga masing- masing komponen.
Dalam penelitian ini harga biaya kesehatan
dihitung dengan mengacu pada harga yang ada di Eropah yang telah dikoreksi dengan menggunakan beda daya beli antar negara (power purchase parity) seperti yang diuraikan pada bab terdahulu. Untuk memprediksi nilai biaya kesehatan saat diteliti dengan nilai yang akan datang yaitu tahun 2016, 2036, dan 2056 digunakan rumus Future Value of Cost (Sanim 2000) n
FVC =
Keterangan: i : tahun i r : tingkat suku bunga C : jumlah uang (cost) pada tahun-i
∑ C (1 + r ) i =1
i
(3.37)
3.3.6. Pengaturan pemanfaatan lahan
Dengan diketahuinya sebaran dosis radiasi dan ramalan penyebaran penduduk lahan sekitar PLTN, maka untuk mempertahankan keselamatan penduduk atau mencegah meningkatnya resiko radiologi selama usia PLTN harus dilakukan pengaturan pemanfaatan lahan dalam kebijakan perencanaan tata ruang wilayah.
Sebagai dasar pengaturan, pertama,
adalah mencegah akumulasi
penduduk pada wilayah dengan potensi radiasi yang tinggi yang ditandai dengan
65
penentuan zone radiasi
Untuk maksud ini pertama sekali ditentukan wilayah
kelompok kritis (critical group) yaitu wilayah yang akan menerima paparan radiasi atau bahan radionuklida yang tertinggi pada masing- masing radius. Kemudian dilanjutkan dengan penetapan zone eksklusi, zone populasi kerapatan rendah (LPZ), zone kedaruratan yang terdiri dari precautionary action plan zone (PAZ), urgent protective action zone (UPZ), dan long term protective action zone (LPZ). Batas PAZ dan UPZ ditetapkan berdasarkan ketentuan bahwa pada radius zone tersebut seseorang diijinkan mendapat dosis maksimum sebesar 0.25 Sv atau 250 mSv dua jam setelah terjadi pelepasan radiasi ke atmosfir untuk PAZ dan 30 jam setelah terjadi pelepasan radiasi untuk UPZ (USNRC 10 CFR). Kedua, hasil evaluasi pemanfaatan lahan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang kabupaten Jepara dan kemungkinan-kemungkinan
pengembangan
aktivitas di wilayah sekitar PLTN. Dalam hal ini perlu diperhatikan jarak SDV tiap aktivitas. Ketiga, potensi ancaman disekitar lahan PLTN. Dengan analisis ini dapat disarankan pemanfaatan ruang yang dapat memperkecil resiko dampak radiologi.
IV. ANALISIS KONDISI UMUM WILAYAH SEKITAR LOKASI PLTN UJUNG LEMAH ABANG
Besar kecilnya dampak radiologi terhadap lingkungan sangat tergantung dari kondisi umum lokasi sekitar PLTN Ujung Lemahabang. Oleh karena itu dalam bab ini akan diuraikan kondisi umum wilayah sekitar PLTN yang meliputi kondisi fisik wilayah, kondisi sosial atau kelembagaan, kondisi perekonomian, aspek sarana dan prasarana.
4.1. Kondisi Fisik Wilayah 4.1.1. Geografis dan Administrasi Seperti yang telah diuraikan terdahulu, secara geografis lokasi calon PLTN adalah di Ujung Lemahabang, Desa Balong, Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah terletak dengan koordinat lintang (Latitude) 6o 25’ 40” lintang selatan dan bujur (Longitude) 110o 47’20” bujur Timur. Wilayah ini dikitari oleh laut (Laut Jawa) ke sebelah Utara dan darat ke sebelah selatan. Wilayah darat dalam radius 50 km yang meliputi lokasi PLTN terdiri dari Kabupaten Jepara, Pati, Kudus dan sebagian kecil Kabupaten Demak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Secara administratif batas wilayah yang termasuk obyek kajian ini diuraikan pada Tabel 9, dengan jumlah kecamatan sebanyak 49 dan jumlah desa sebanyak 819. Kabupaten Jepara, Pati, Kudus
merupakan bagian dari kawasan yang
disebut Wanarakuti (Juwana, Jepara, Kudus, dan Pati). Wilayah ini merupakan kawasan strategis yang memiliki potensi alam dalam sektor pariwisata, perairan laut, dan wisata budaya, produksi perikanan, hutan dan tambang, Sektor industri berkembang terutama dalam sektor kerajinan dan hasil ukiran.
67
Gambar 14 Peta wilayah sekitar calon tapak PLTN
68
Tabel 9 Wilayah administratif radius 50 km sekitar PLTN Kabupaten (1) JEPARA
KUDUS
PATI
Kecamatan (2) Kedung Pecangaan Kalinyamatan Welahan Mayong Nalumsari Batealit Tahunan Jepara Mlonggo Bangsri Kembang Keling Karimunjawa Kaliwungu Kota Kudus Jati Undaan Majebo Jekulo Bae Gebong Dawe Sukolilo Kayen Tambakromo Winong Puncakwangi Jaken Batangan Juwana Jakenan Pati Gabus Margorejo Gembong Tiogowungu Wedarijaksa Trangkil Margoyoso Gunungwungkal
Jumlah Desa (3) 18 25 (12)* (12)* 15 19 15 11 15 16 17 22 (12)* (11)* 19 3 15 28 14 14 11 12 10 11 19 16 17 18 30 20 21 18 30 23 30 23 18 13 15 18 17 26 16
69
Tabel 9 Lanjutan (1)
(2) Gunungwungkal Ciuwak Tayu Dukuhseti
DEMAK
Bonang Demak Karanganyar Mijen Wedung
Total Keterangan :
(3) 16 13 23 12 21 19 17 15 20 819
*) setelah pemekaran **) Sumber: BPS 2002; BPS Kab. Jepara 2002.
4.1.2. Topografi Secara umum wilayah sekitar lokasi PLTN merupakan daerah dataran, namun pada wilayah mendekati Semenanjung Muria sebagian merupakan wilayah berbukit dengan ketinggian yang bervariasi. Gambar 15 menunjukkan bentuk topografi permukaan tanah wilayah sekitar calon tapak PLTN. 4.1.3. Kondisi Hidrologi Berbagai sungai mengalir di wilayah kabupaten yang berdekatan dengan lokasi PLTN. Air sungai dipakai sebagai alat transportasi maupun pengambilan air minum. Aliran sungai yang mengalir pada wilayah 50 km dari PLTN dapat ditunjukkan pada Gambar 16. 4.1.4. Iklim dan Curah hujan Pengukuran terhadap arah dan kecepatan angin telah dilakukan secara lengkap satu tahun pada tahun 1996 dalam rangka mengawali studi kelayakan pembangunan PLTN. Pengambilan data arah dan kecepatan angin dilakukan pada ketinggian 10 m dan 40 m di atas tanah. Suhu maksimum bulanan berkisar 33o C dan minimum 22.5o C. Kelembaban relatif maksimum bulanan berkisar dari 73% sampai 89% dan rata – rata antara 50% dan 59%. Gambar 17 menunjukkan secara histogram penyebaran arah angin di sekitar calon lokasi tapak PLTN. Secara statistik persentase kemungkinan angin berhembus dari arah daratan ke lautan adalah lebih besar dari dibandingkan
70
Gambar 15 Peta topografi wilayah sekitar PLTN
Gambar 16 Aliran sungai lokasi sekitar PLTN Ujung Lemahabang
71
dengan ke darat. Hal ini sesuai dengan lokasi Ujung Lemahabang (ULA) yang berada di pinggir pantai.. Histogram Pengamatan Arah Angin ULA (10v*8760c) 10%
9.2% 9.4% 8.2%
8%
8.0%
7.1%
7% Percen Pengamtan
8.8%
8.8%
9%
6.3% 6.1%
6%
5.6%
5.5% 4.7%
5%
4.6%
4%
3.2%
3% 1.7% 1.5%
2%
1.1%
1% > 360
(348.75,360]
(326.25,348.75]
(303.75,326.25]
(281.25,303.75]
(258.75,281.25]
(236.25,258.75]
(213.75,236.25]
(191.25,213.75]
(168.75,191.25]
(146.25,168.75]
(123.75,146.25]
(101.25,123.75]
(78.75,101.25]
(56.26,78.75]
(33.75,56.26]
<= 11.25
(11.25,33.75]
0.0%
0%
Sudut dari Nol
Gambar 17. Distribusi penyebaran arah angin sekitas lokasi tapak PLTN Kecepatan angin rata-rata yang paling dominan adalah 3-4 m/detik yaitu sebesar 14.5% dari kecepatan angin yang ada dan tertinggi adalah 14 m/detik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18. Histogram Kecepatan Angin (Windrose.STA 10v*8760c) 14.5%
15%
12.9%
12.5%
11.8%
11.6%
11.1%
8.2% 7.4%
7.5%
6.8% 6.1%
5%
4.1% 2.8%
2.5%
1.7%
Kecepatan Angin/100
Gambar 18 Distribusi kecepatan angin sekitar calon tapak PLTN
> 1500
(1400,1500]
0.2% 0.1% 0.0%
(1300,1400]
(1200,1300]
(1100,1200]
(1000,1100]
(900,1000]
(800,900]
(700,800]
(600,700]
(500,600]
(400,500]
(300,400]
(200,300]
(100,200]
0.6%
0%
<= 100
Persen Pengamatan
10%
72
Umumnya hujan sangat sedikit di wilayah ini. 96.1 % curah hujan dibawah 1 mm/detik dan hanya hanya sedikit yang berada di atas 1 mm/detik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 19 Histogram Curah Hujan (Windrose.STA 10v*8760c) 100%
96.1%
90%
Percent of Pengamatan
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 1.0%
0.6%
0.4%
0.3%
0.3%
0.2%
0.1%
1.0%
0% <= 100
(200,300] (400,500] (600,700] > 800 (100,200] (300,400] (500,600] (700,800] Curah hujan/100
Gambar 19 Histogram frekuensi curah hujan di sekitar ULA Umumnya kategori atmosfir di sekitar ULA adalah kategori A dan D masingmasing masing 33.7% dan 41.25% seperti yang ditunjukkan Gambar 20. Histogram Kategori Atmosfir (Windrose.STA 10v*8760c) 40.3%
40% 33.7%
Percent of Pengamatan
35% 30% 25% 20% 15%
8.7%
10%
8.3%
7.3%
5% 1.7%
0% 0
1
2
3
4
5
6
Kategori Atmosfir
Gambar 20 Persentase kategori atmosfir di sekitar ULA
7
73
Profil penyebaran udara yang ditandai dengan frekuensi terjadinya angin pada arah, kelas stabilitas dan kecepatan angin ditunjukkan pada Tabel 10. Dari tabel tersebut terlihat bahwa frekuensi angin menuju utara (laut) pada kelas stabilitas D dengan curah hujan 13 mm/detik adalah 101 kali, sedangkan pada kelas stabilitas E terjadi 107 kali dengan curah hujan 15 mm/detik.
4.1.5. Penggunaan Lahan
Total luas lahan desa di Kabupaten Jepara, Pati, Kudus dan Demak berkisar 343.924 ha dengan penggunaan tanah untuk persawahan berkisar 45% dan bukan persawahan 55%. Tanah untuk persawahan terbagi atas tanah sawah basah dan tanah sawah kering dan tanah sawah yang tidak diusahakan. Tanah bukan persawahan terdiri dari ladang-huma-tegalan, perkebunan, hutan rakyat, perumahan dan pemukiman, lahan untuk bangunan lain, lainnya, tanah yang tidak diusahakan. Tabel 11 dan 12
menunjukkan persentasi penggunaan tanah di
wilayah radius 50 km sekitar PLTN untuk tahun 1998 dan 2002 dan perubahannya. Dari Tabel 11 terlihat bahwa rasio luas lahan sawah mengecil dari 45.41 % menjadi 45.41%, sedangkan lahan bukan sawah membesar dari 53.63% menjadi 54.61%. Gambar 21
menunjukkan penggunaan tanah (Land Use) di wilayah
sekitar calon tapak PLTN. Wilayah pemukiman dan kantor umumnya berlokasi di perkotaan dan dekat perkotaan atau wilayah yang dilalui jalan utama dan memiliki penerangan dari PLN. Ta nah sawah terdiri dari tanah sawah basah dan tanah sawah kering. 4.1.6. Produksi Pertanian Produksi pertanian wilayah radius 50 km dari lokasi PLTN dikategorikan dalam produksi tumbuhan padi-padian (Grain Vegetable), produksi tumbuhan akar (Root Vegetable), produksi tumbuhan sayuran (Green Vegetable), produksi buah-buahan. Tabel 13. menunjukkan luas tanam dan produksi pertanian wilayah radius 50 km dari Lokasi PLTN.
74
Tabel 10 Profil atmosfir dan karakteristik dispersi di sekitar lokasi Ujung Lemahabang Arah Angin/Kelas Stabilitas
(1) U (Utara) A B C D E F UUT A B C D E F UT A B C D E F TUT A B C D E F T A B C D E F TST A B C D E F ST A B C D E F SST A B C D E F S A B
Kategori kecepatan angina
A (0-1) (2)
B (1-2) (3)
C (2-3) (4)
D (3-5) (5)
E (5-7) (6)
F (>7) (7)
Tenang (0) (8)
6(0) 1(0) 2(0) 2(0) 1(0) 0(0)
12(1) 3(0) 3(0) 18(1) 1(1) 0(0)
38(6) 5(1) 4(0) 23(0) 2(0) 0(0)
101(13) 11(2) 13(5) 69(7) 7(0) 1(0)
107(15) 12(1) 13(0) 81(10) 10(0) 0(0)
67(11) 13(3) 4(1) 53(10) 4(0) 1(0)
0(0) 0(0) 0(0) 9(0) 1(0) 0(0)
3(0) 2(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
15(1) 2(0) 2(0) 10(1) 7(1) 0(0)
26(1) 7(2) 7(2) 21(0) 6(1) 0(0)
74(11) 7(1) 7(1) 61(6) 14(0) 0(0)
78(10) 15(4) 10(1) 74(9) 5(0) 0(0)
35(6) 7(1) 5(0) 734(6) 8(1) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
1(0) 0(0) 3(0) 00) 0(0) 0(0)
6(2) 1(0) 3(1) 110) 2(0) 0(0)
16(2) 6(2) 5(0) 190) 2(0) 0(0)
47(6) 9(1) 6(0) 72(3) 11(0) 1(1)
45(4) 7(0) 13(1) 82(9) 11(0) 1(0)
43(8) 13(2) 24(8) 136(12) 26(1) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
2(0) 0(0) 1(0) 4(0) 0(0) 0(0)
6(0) 0(0) 2(0) 10(0) 1(0) 0(0)
8(3) 1(0) 3(0) 11(2) 2(0) 0(0)
37(4) 4(2) 9(2) 40(2) 6(0) 0(0)
67(7) 4(1) 10(2) 38(2) 9(1) 0(0)
70(8) 14(5) 18(4) 120(21) 20(0) 2(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
1(0) 0(0) 0(0) 1(0) 1(0) 0(0) A 2(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0) 0(0)
4(0) 0(0) 1(0) 2(0) 0(0) 0(0) B 8(0) 3(1) 0(0) 1(0) 1(0) 0(0)
7(0) 1(0) 2(0) 5(2) 1(0) 0(0) C 3(0) 2(0) 2(0) 5(1) 1(0) 0(0)
24(0) 6(0) 10(0) 33(3) 3(0) 0(0) D 8(2) 3(0) 3(0) 12(0) 2(0) 1(0)
22(2) 5(0) 3(2) 25(2) 5(0) 0(0) E 8(2) 0(0) 2(0) 13(0) 5(0) 0(0)
36(2) 8(4) 4(4) 44(6) 2(0) 2(0) F 8(1) 0(0) 1(0) 8(0) 2(0) 1(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) Calm 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
1(0) 1(0) 1(0) 2(0) 0(0) 0(0)
1(0) 1(0) 1(0) 3(0) 1(0) 0(0)
3(1) 2(0) 3(0) 21(1) 4(0) 0(0)
3(0) 2(0) 1(0) 14(0) 7(0) 0(0)
3(2) 0(0) 0(0) 4(0) 3(0) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
1(0) 0(0) 0(0) 4(0) 0(0) 0(0)
2(0) 0(2) 1(1) 7(0) 4(0) 0(0)
4(0) 1(0) 3(0) 22(0) 11(0) 1(1)
4(0) 3(0) 1(0) 19(0) 3(0) 1(0)
1(0) 0(0) 1(0) 10(0) 2(0) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
6(1) 0(0)
12(1) 8(2)
9(0) 3(1)
11(1) 1(1)
10(2) 1(0)
17(0) 10(0)
2(0) 0(0)
75
Tabel 10 Lanjutan (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
C D E F SSB A B C D E F
3(0) 3(0) 1(0) 0(0)
7(2) 22(0) 1(0) 0(0)
4(0) 21(0) 6(0) 0(0)
6(1) 38(4) 9(0) 0(0)
3(1) 37(3) 15(0) 0(0)
11(1) 113(5) 25(0) 1(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
3(0) 1(0) 0(0) 1(0) 1(0) 0(0)
4(1) 1(0) 0(0) 5(0) 0(0) 0(0)
8(1) 2(1) 0(0) 6(0) 0(0) 0(0)
16(3) 1(1) 5(1) 24(1) 6(0) 0(0)
18(4) 3(1) 2(0) 18(2) 3(0) 0(0)
50(4) 17(0) 26(1) 183(2) 26(1) 2(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
SB A B C D E F BSB A B C D E F B A B C D E F BUB A B C D E F UB A B C D E F UUB A B C D E F
A 0(0) 0(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
B 1(0) 1(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
C 9(0) 2(0) 0(0) 5(0) 1(0) 0(0)
D 22(5) 2(0) 2(0) 17(1) 1(0) 1(0)
E 22(1) 7(0) 5(0) 33(2) 1(0) 0(0)
F 24(0) 15(0) 26(0) 75(2) 11(0) 1(0)
Calm 0(0) 0(0) 0(0) 9(0) 0(0) 0(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 1(0) 0(0)
2(1) 0(0) 0(0) 4(1) 0(0) 0(0)
7(1) 4(0) 1(0) 6(0) 0(0) 0(0)
33(2) 6(0) 10(1) 25(0) 2(1) 0(0)
59(10) 16(4) 14(1) 44(0) 6(0) 1(0)
42(1) 44(2) 31(1) 82(3) 8(0) 3(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
2(0) 0(0) 0(0) 0(0) 1(0) 0(0)
2(1) 0(0) 0(0) 4(1) 0(0) 0(0)
7(1) 4(0) 1(0) 6(0) 0(0) 0(0)
33(2) 6(0) 10(1) 25(0) 2(1) 0(0)
59(0) 16(0) 14(0) 44(9) 6(0) 1(0)
47(1) 44(2) 31(1) 82(3) 8(1) 3(0)
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
9(0) 2(1) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0)
26(1) 4(0) 3(0) 13(0) 0(0) 0(0)
62(3) 3(0) 6(0) 14(0) 1(0) 1(0)
63(0) 18(2) 10(2) 21(2) 4(0) 0(0)
19(2) 5(0) 2(0) 12(0) 1(0) 0(0)
14(0) 1(1) 4(1) 25(9) 0(0) 0(0)
1(0) 0(0) 1(0) 0(0) 0(0) 0(0)
18(1) 7(1) 6(0) 6(0) 2(0) 0(0)
54(2) 11(0) 9(1) 13(0) 3(0) 0(0)
49(1) 7(1) 6(1) 16(3) 2(0) 1(1)
55(5) 16(0) 4(0) 26(1) 4(1) 0(0)
18(4) 5(2) 3(1) 15(2) 1(0) 0(0)
12(3) 5(2) 3(1) 20(5) 2(0) 2(0)
3(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
6(1) 2(0) 2(0) 11(2) 1(0) 0(0)
27(2) 3(0) 3(0) 11(0) 2(0) 0(0)
68(3) 11(4) 12(0) 37(6) 2(0) 0(0)
98(9) 24(2) 14(2) 65(7) 6(0) 0(0)
72(9) 17(0) 17(0) 57(4) 13(0) 1(0)
40(4) 9(2) 5(0) 35(6) 5(0) 1(0)
Sumber: hasil olahan data angin tahun 1996 pada stasiun Ujung Lemahabang
0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)
76
Tabel 11 Persentasi penggunaan lahan wilayah sekitar PLTN No.
Penggunaan tanah
1.
Lahan Persawahan - Sawah basah - Sawah kering - sawah sementara tidak diusahakan
2.
Lahan Bukan sawah - Ladang huma tegal - Perkebunan - Hutan Rakyat - Perumahan /Pemukiman - Bang Industri - Bangunan lain - Lainnya - Lahan tidak diusahakan 3. Total Luas Desa Sumber: Podes 2000, 2003 BPS
Luas (ha) 1998 158450 100747 57034 690
2002 156116 101655 53954 507
183229 87305 3749 650 76818
187748 83287 8231 3479 77047 2197 1869 9911 1872 343827
2705 11523 579 341 633
Persentase (%) 1998 2002 46.38 45.41 24.49 29.57 16.09 15.69 0.20 0.32 53.63 25.56 1.10 0.19 22.49
54.61 24.22 2.39 1.01 22.41 0.64 0.54 2.88 0.54 100
0.79 3.37 0.17 100
Tabel 12 Persentasi perubahan penggunaan lahan wilayah sekitar PLTN No.
Perubahan
1.
Lahan Persawahan–Pertanian Bukan Sawah Sawah – Perumahan Sawah – Industri Sawah – Perus+Kantor Sawah – Lainnya Lahan Lahumkeb - Sawah Lahan Lahumkeb – Rmh Lahan Lahumkeb – Ind Lahan Lahumkeb – Pers+Kantor Lahan Lahumkeb – Lainnya Lahan TamKolTeb – Sawah Lahan TamKolTeb – Rumah Lahan TamKolTeb – Ind Lahan TamKolTeb – Perus+Kantor Lahan TamKolTeb – Lainnya Lahan Hutan – Sawah Lahan Hutan – Rmh Lahan Hutan – Industri Lahan Hutan – Persh+Kantor Lahan Hutan – PertBknSawah Lahan Hutan – Lainnya Sumber: Podes 2000, 2003 BPS
2.
3
4.
Luas Perubahan 3218 646 151 54 440 781 871 132 37 246 19 10 11 0 4 0 0 0 0 58 60
Penggunaan Tanah
Persentasi
4509
- 2.8
2067
-2.3
44
0.4
118
3.3
77
Gambar 21 Tata guna lahan sekitar PLTN Ujung Lemahabang
78
Tabel 13 Luas tanam dan produksi pertanian wilayah Radius 50 km sekitar PLTN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Padi Jagung Kedelai Ketela Pohon Ketela Rambat Kacang Tanah Tanaman Lain Sayuran Buahan Tanaman obat
Luas Tanam (ha) 190705 26445 7737 20114 1251 12462 23646 3948 12044 105
Produksi (Ton) 958174 93009 13123 342138 11788 32988 32799 13520 43569 500
4.2. Kondisi Penduduk Total penduduk di keempat Kabupaten Jepara, Pati, Kudus Demak pada tahun 1998 adalah sebesar 3.633.229 dan bertambah hingga mencapai jumlah 3.823.894 jiwa pada tahun 2002 dengan laju pertumbuhan 1.3% per tahun. Jumlah penduduk per kecamatan dapat dilihat pada Tabel 14.
Jumlah tersebut
terdistribusi secara spasial seperti pada Gambar 22. Tabel 14 Penduduk wilayah kecamatan sekitar Lokasi PLTN Kabupaten
Kecamatan
JEPARA
Kedung Pecangaan Kalinyamatan Welahan Mayong Nalumsari Batealit Tahunan Jepara Mlonggo Bangsri Kembang Keling Karimunjawa
Tahun
Jumlah Desa 18 25 (12)* (12)* 15 19 15 11 15 16 17 22 (12)* (11)* 19 3 Dilanjutkan
1998 57234 100327
2002 62331 118916
57830 62467 58123 57287 58599 72165 105694 130245 97650
65930 69063 61142 64432 61386 82230 112951 138588 103603
7943
8251
79
Tabel 14 (lanjutan) Kabupaten
Kecamatan
Tahun
Jumlah Desa
KUDUS
Kaliwungu Kota Kudus Jati Undaan Majebo Jekulo Bae Gebong Dawe
15 28 14 14 11 12 10 11 19
1998 76481 93562 79481 61923 58832 82573 55205 83272 85254
PATI
Sukolilo Kayen Tambakromo Winong Puncakwangi Jaken Batangan Juwana Jakenan Pati Gabus Margorejo Gembong Tiogowungu Wedarijaksa Trangkil Margoyoso Gunungwungkal Ciuwak Tayu Dukuhseti
16 17 18 30 20 21 18 30 23 30 23 18 13 15 18 17 26 16 13 23 12
73539 68825 49670 56622 46183 44327 38118 77801 45069 97763 55176 46290 40990 47536 55915 55609 59322 34545 34304 38639 53846
80816 68827 45715 54780 45239 45115 40275 80382 42867 100683 52436 49265 42283 48080 54015 57800 64452 33770 41011 39147 54595
DEMAK
Bonang Demak Karanganyar Mijen Wedung
21 19 17 15 20 819
82025 92513 64916 52339 74371
90182 94994 64449 53975 78612
Total
*) setelah pemekaran **) Sumber: BPS 2002; BPS Kab. Jepara 2002.
2002 83498 94786 87226 62381 60282 90144 61755 86990 88030
80
Jiwa/km2 Jiwa/km2 Jiwa/km2
Gambar 22 Kepadatan penduduk sekitar PLTN Ujung Lemahabang
81
Dari Gambar 22 terlihat bahwa kepadatan penduduk tinggi pada daerah pusat-pusat bisnis atau perkotaan seperti pusat kota Kabupaten Jepara, Pati, Kudus. Demikian pula keberadaan jalan utama maupun jalan lokal akan menentukan berkumpulnya tempat-tempat pemukiman dan penduduk. Rasio penduduk terhadap luas pemukiman dapat dipakai untuk memprediksi kebutuhan pemukiman di masa mendatang.
Tabel 15 menunjukkan ratio minimum dan
maksimum luas pemukiman terhadap penduduk. Tabel 15 Rasio penduduk terhadap pemukiman Kabupaten
Rasio Mimimum
Rasio maksimum (lokasi)
Pati Jepara Kudus Demak
0,002 0,000 (Guyangan) 0,003 (Panjunan) 0, 001(Babalan)
0,239 (Poh Gading) 0,184(Yugo) 0,033 (Tergo) 0,298(Baleromo)
4.3. Kondisi Sosial Ekonomi 4.3.1. Struktur Perekonomian Pertumbuhan penduduk akan menentukan pertumbuhan di berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, peternakan, dan sektor-sektor lain yang berkaitan dengan kebutuhan manusia. Untuk wilayah Kabupaten Jepara.PDRB berdasarkan harga harga konstan ditunjukkan pada Tabel 16. 4.3.2. Transportasi Transportasi sangat menentukan arah pergerakan pertumbuhan penduduk karena umumnya penduduk cenderung tinggal di daerah yang berdekatan dengan jalan. Jalan-jalan di sekitar radius 50 km dari lokasi PLTN ditunjukkan pada Gambar 23. 4.4. Kondisi Wilayah Radius 10 km Wilayah radius 10 km dari Pusat pembangkit Listrik Tenaga Nuklir merupakan wilayah yang sangat sensitif terhadap dampak radiasi bahan radionuklida yang terlepas ke udara. Wilayah tersebut meliputi Desa Bumiharjo,
82
Tabel 16 PDRB berdasarkan harga konstan kabupaten jepara tahun 1998-2002 (dlm jt rp.) No
Lapangan Usaha
1998
1999
2000
2001
2002
Pertumbuhan
206.726,50
220.728,89
230.470,37
241.896,50
5.140
Rata-rata/th 1
SEKTOR PERTANIAN
1.977.952,89
A. Tn bahan makanan
116.919,11
125501,37
135.559,97
139.437,65
151.038,29
6.611
B. Tn Perkebunan
52.538,48
125.501,37
57.197,85
61.256,55
61.697,44
4.099
C. Peternakan
10.399,85
10.633,56
10.116,08
11.653,18
12.557,85
4.822
D. Kehutanan
10.258,69
8.757,08
9.885,01
10.261,78
8.982,14
-3.268
E. Perikanan
7.83,.76
9.073,88
7.969,98
7.86,.21
7.620,78
-0.696
5.331,36
5.595,31
6.122,46
6.39,.69
6.635,51
5.625
2 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 3 INDUSTRI PENGOLAHAN
282.426,03
265.388,58
274.214,80
282.260,15
290.029,14
0.666
A. Besar/Sedang
109.292,69
101.532,79
106.318,20
108.971,88
112.067,21
0.629
B. Kecil/Rumah tangga
173.133,34
163.855,79
167.896,60
173.288,27 117.961,93
5.399,31
6.232,97
7.500,58
8.618,88
9.363,90
14.757
5 BANGUNAN
25.798,46
28.904,58
32.569,64
35.831,97
38.699,28
10.669
6 PERDAGANGAN
229463,77
220.823,58
228.984,26
235.780,78
242.821,41
1.425
7 PENGANGKUTAN DAN
74.020,50
83.135,53
85.018,37
85.018,37
86.623,66
4.009
43.621,03
48.163,41
48.163,41
50.675,00
53.971,43
5.467
75.338,80
85.473,49
87.849,17
91.388,93
94.574,29
5.849.000
939.352,15
945.638,81
989.279,74
1.026.736,14 1.064.588,12
3.178
4 LISTRIK & AIR MINUM
0.690
KOMUNIKASI 8 KEUANGAN PERSEWAAN DAN JASA PERUSAHAAN 9 JASA-JASA
PDRB
Sumber : PDRB Kabupaten Jepara. 2002
Desa Bandungharjo, Desa banyumanis di Kecamatan Keling, Desa Balong, Desa Tubanan, Desa Kaliaman, Desa Dermolo, Desa Kancilan, Desa Jinggotan di Kecamatan Kembang,
Kabupaten
Jepara.
Untuk mengumpulkan informasi yang lebih detil
tentang wilayah tersebut telah dilakukan penelitian lapangan dengan memeriksa secara fisik kondisi jalan. sungai dan fasilitas-fasilitas yang sekaligus melakukan survai dengan metode acak terhadap 250 responden. Gambar 24 menunjukkan infrastruktur dan fasilitas umum wilayah radius 5 km yang telah di survai.
83
Gambar 23 Jalan kolektor/propinsi, jalan lokal dan jalan lain di lokasi sekitar PLTN
84
Gambar 24 Infrastruktur dan fasilitas umum wilayah radius 10 km.
Latar belakang Responden Responden yang disurvai memiliki latar belakang usia bervariasi di atas 20 tahun. 46% diantaranya berusia 41 – 60 tahun. 45% responden berpendidikan SD, 16% SMP, 22% SMA, 10 % Perguruan Tinggi, 20% bekerja sebagai wiraswastawan, 16 % bekerja sebagai karyawan swasta, 19% sebagai PNS, 12% sebagai petani. Umumnya kaum prialah yang
menjadi sumber mata pencari nafkah
keluarga walaupun dalam beberapa keluarga istri juga turut berperan. Penduduk dengan pendapatan dibawah Rp. 1.000.000,- sebanyak 63% dan sisanya di atas Rp. 1.000.000,-
Rata-rata pengeluaran penduduk dibawah Rp. 1000.000,-
sebanyak 79 % dan sisanya di atas Rp. 1000.000,- Dari data ini terlihat bahwa penduduk telah berusaha hidup menyesuaikan diri dengan pendapatannya.
85
Secara garis besar tana h pertanian yang dimiliki penduduk digunakan untuk penanaman padi dan palawija dengan luas tanah berkisar 0,2 – 0,5 ha dan 0,5 – 1,0 ha. Dengan harga tanah berkisar Rp. 75.000,- s/d 150.000,- per m2 . Produksi padi tiap keluarga kebanyakan berkisar 2-5 ton dengan penghasilan Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 5.000.000,- tiap tahun. Tanaman sampingan yang ditanam kebanyakan berupa jenis sayuran singkong, kacang panjang, kacang tanah, sawi dan coklat. Produksi hewan masih dirasakan sangat kecil karena sangat sedikit responden yang memberi jawaban tentang itu.
Peternakan yang dimiliki
penduduk umumnya jenis unggas atau ayam, sapi, dan kambing, Sebagian besar dikelola di dalam kandang . Makanan utama penduduk adalah beras dengan sumber protein hewani berasal dari ikan, telur, berasal bayem, kangkung, nangka,
sapi, kambing,
kacang panjang.
dan sayuran
Biji-bijian yang paling
banyak dimakan adalah kacang tanah. kedele dan kacang hijau. sedang buahbuahan berupa pisang, mangga, jeruk dan jambu. Penyakit yang diderita penduduk umumnya penyakit yang ringan seperti influensa, Batuk,
sakit kulit,
Penyakit yang berat seperti sumsum tulang
belakang, kanker, diptheri, katarak sangat jarang dialami penduduk.
V. POLA SPASIAL PELEPASAN RADIONUKLIDA, DAMPAK, DAN SKENARIO PENYIAPAN TANGGAP DARURAT
Berbagai hasil analisis yang diuraikan dalam bab ini meliputi pelepasan dan penyebaran bahan radionuklida ke lingkungan, karakteristik penerima sekitar PLTN, dampak radiologi terhadap penerima, pengendalian dampak radiologi melalui pengaturan pemanfaatan ruang dan langkah tanggap darurat.
5.1 Pelepasan dan Penyebaran Bahan Radionuklida 5.1.1. Karakteristik Reaktor dan Pelepasan Bahan Radionuklida Jenis reaktor yang digunakan dalam analisis ini adalah jenis reaktor air ringan bertekanan tinggi (Pressurized Water Reactor, PWR) dengan daya 1000 MWe., memiliki komponen utama berupa teras reaktor, bejana tekan, elemen bakar, sistem pendingin primer, sistem pendingin sekunder, pengendali tekanan (presurizer) pengungkung (containment), dan cerobong. Sesuai dengan data teknis PLTN yang dijelaskan pada Tabel 17 maka ditentukan volume masing- masing komponen termasuk pengungkung yang akan mengungkung bahan radionuklida yang terlepas dari teras reaktor.
5.1.2. Kandungan Radionuklida di Dalam Teras (inventory) Sebagai
komponen
utama
yang
menyebabkan
munculnya
bahan
radionukklida adalah teras reaktor yaitu susunan elemen bakar uranium yang digunakan sebagai tempat terjadinya reaksi fisi.
Oleh reaksi fisi ini akan
dihasilkan energi untuk menghasilkan uap panas yang akan menggerakkan turbin PLTN.
Bersamaan dengan dihasilkannya energi juga dihasilkan bahan
radionuklida yang sangat radioaktif sifatnya.
Dalam kondisi normal bahan
radionuklida ini tersimpan secara baik pada kisi kristal bahan bakar uranium sehingga tidak ada yang keluar ke lingkungan. Untuk memanfaatkan energi dan mempertahankan kondisi normal ini,
maka reaktor dilengkapi dengan sistem
keselamatan berupa pendingin reaktor dan alat proteksi reaktor.
87
Tabel 17 Data teknis reaktor untuk PLTN Komponen Daya Daya listrik Daya termal
Data 1.000 MW 3.000 MW
Teras Reaktor Tinggi Diameter Jumlah elemen bakar Rata-rata daya Rata-rata kerapatan teras
3,71 m 5,16 m 872 196 W/cm 50,6 W/liter
Elemen Bakar Bahan uranium Fraksi bakar dikeluarkan
UO2 , UO2 -Gd 2 03 32.000 MWd/t
Sistem Pendingin Utama Tipe Tekanan operasi Temperatur masukan Suhu keluaran steam
Sistem pompa resirkulasi internal 73,1 kg/cm2 215,5 o C 287,4 o C
Bejana Tekan Reaktor Tinggi dalam Diameter dalam Ketebalan minimum dinding Bahan
21 m 7,1 m 174 mm Low alloy steel/stainless
Pengungkung (CONTAINMENT) Tipe Tekanan Tinggi Diameter
Reinforced concrete containment vess. 3,1 kg/cm2 49 m 20 m
Besar hasil fisi yang terkandung dalam teras elemen bakar disebut inventory. Inventory ini dapat dihitung dengan menggunakan program komputer yang sudah banyak tersedia di publik di antaranya adalah ORIGEN. Tabel 18 menunjukkan hasil perhitungan inventory dengan Output Origen, data acuan COSYMA, dan data dari dokumen teknis IAEA No. 955 (IAEA 1997b). Dalam analisis ini digunakan inventori dari dokumen teknis IAEA.
88
5.1.3. Kuat Sumber yang Terlepas dari Pengungkung.
Kuat sumber adalah besarnya pelepasan aktivitas radionuklida yang keluar dari pengungkung (containment) ke lingkungan.
Untuk memberi gambaran
tentang pengungkung, maka berikut ini diuraikan secara Table 18. Inventori radionuklida reaktor jenis PWR 1000 MWe. Radio Nuklida 133 Xe 131 I 134 Cs 137 Cs 132 Te 89 Sr 90 Sr 140 Ba 95 Zr 99 Mo 103 Ru 106 Ru 141 Ce 144 Ce 239 Np 238 Pu 239 Pu 240 Pu 241 Pu
Waktu Paruh 5,3 hari 8,0 hari 2,0 tahun 30,0 tahun 78,0 jam 52,0 hari 28,0 tahun 12,8 hari 65,0 hari 67,0 jam 39,6 hari 1,0 tahun 33,0 hari 285,0 hari 2,4 hari 86,0 tahun 24400,0 thn. 6580,0 thn. 13,2 thn.
242
163,0hari 7,62E+10 NRPB (1995) IAEA (1997b) ORIGEN output
Cm Sumber :
Origen (Bq) 5,60E+16 2,70E+16 2,49E+14 1,22E+14 4,50E+16 1,38E+16 1,45E+16 4,20E+16 1,03E+16 2,84E+16 3,26E+16 1,44E+16 6,14E+17 1,65E+10 2,56E+08 1,80E+11 3,47E+10
Cosyma (Bq) 7,60E+18 3,85E+18 5,11E+17 2,61E+17 5,36E+18 3,37E+18 1,75E+17 6,88E+18 6,59E+18 7,07E+18 5,07E+18 1,47E+18 6,66E+18 4,03E+18 7,92E+19 3,17E+15 1,11E+15 1,06E+15 2,23E+17
Tecdoc Iaea-955 6,29E+18 6,29E+18 2,78E+17 1,74E+17 4,44E+18 3,38E+18 1,37E+17 3,38E+18 5,55E+18 5,92E+18 4,07E+18 9,25E+18 5,55E+18 3,15E+18 5,92E+19 2,11E+15 7,77E+14 7,77E+14 1,26E+17
5,25E+16
1,85E+16
skematik cara kerja pengungkung reaktor jenis PWR sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 25. Pengungkung ini memiliki sistem kondensasi es, sistem percik dan sistem filter untuk menahan bahan radionuklida tetap tinggal di dalam containment. Dengan demikian bahan radionuklida yang keluar ke lingkungan sudah mengalami reduksi yang cukup besar. Persyaratan desain untuk mendapat ijin dikonstruksinya PLTN adalah batas kebocoran yang ditolerir sebesar volume per hari (USNRC 1997; IAEA 1997b)
0.1%
89
7 6 2
3
1
4
5
Katup Kipas Filter debu
Penetrasi Pengungkung
Filter Hepa Pompa
Generator uap
Kipas
Pemindahan panas
Sistem percik Tinggi cairan
Gambar 25 Skema diagram sistem pengungkung berkondensasi es untuk reaktor PWR, 1. pengungkung, 2. volum atas pengungkung, 3. kondenser es, volum bawah pengungkung, 5. sistem percik bawah pengungkung, 6, sistem pembuangan udara yang tersaring, 7 liner Pada kondisi normal hanya gas mulia dan bahan yang bersifat mudah menguap (volatile) yang mungkin keluar dari teras maupun sistem pendingin primer reaktor. Seperti yang telah dipersyaratkan dalam aturan internasional (IAEA 2003), reaktor harus dirancang sedemikian rupa sehingga bahan radionuklida tersebut tidak keluar dari pengungkung reaktor ke lingkungan. Apabila karena sifatnya menguap tidak dapat dihindari pelepasannya maka melalui rancangan reaktor pelepasan ini dibuat sedemikian rupa sehingga pelepasannya ke lingkungan menjadi serendah mungkin (As Low as Reasonably Achieveable, ALARA).
90
Dijelaskan pula bahwa jumlah yang keluar tersebut bukan saja berasal dari hasil fisi dan aktivasi dalam elemen bakar tetapi juga dari hasil fisi dan aktivasi bahan yang merupakan pengotor pada sistem primer. Data kuat sumber pelepasan pada kondisi normal untuk reaktor jenis PWR dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Data pelepasan pada kondisi normal Kuat sumber Radionuklida (Bq/detik) 3 H 1,40E+06 14 C 8,56E+03 58 Co 5,71E-01 60 Co 1,33E-01 85 Kr 8,24E+03 131 I 4,40E+01 131 I 1,36E+02 133 Xe 9,83E+05 134 Cs 5,71E-02 137 Cs 1,05E-01 Sumber: IAEA (1997b), (Markandya 1999)
Dalam kondisi kecelakaan kerusakan teras kondisinya
jauh berbeda.
Bahan radionuklida hasil fisi secara bertahap keluar dari kisi kristal, masuk ke dalam celah (gap), terlepas ke dalam bejana tekan, berinteraksi dengan bagian bawah bejana tekan kemudian lepas ke pengungkung.
Gambar
26
mengilustrasikan proses pelepasan bahan radionuklida oleh karena terjadinya kecelakaan bocornya pipa primer atau loss of coolant accident (LOCA) yang diikuti dengan tidak berfungsinya sistem keselamatan darurat.
91
Sistem percik
Kondensasi dan evaporasi tetes dan film
Konsentrasi pd dinding dan permukaan Kanal pecah
Masukan pendingin Kondensasi dan evaporasi
permukaan
Sumber : www.nuclear tourist.com/systemcs.htm/
Gambar 26 Ilustrasi pelepasan bahan radionuklida dari pengungkung Reaktor
Besarnya konsentrasi bahan radionuklida dalam pengungkung sama dengan besar inventori yang keluar dibagi volum kosong dalam bejana tekan setelah dikurangi volume bejana tekan, pressurizer, pembangkit uap, dan pompa yang besarnya mencapai 50.265 m3 . Pada saat terjadinya kecelakaan bocornya pipa primer maka sebagian hasil fisi yang terdapat pada pipa terlepas ke pengungkung dan air akan terkumpul di penampungan bagian bawah bejana dan bahan radionuklida berupa gas dan aerosol akan naik ke ruang bejana. Selanjutnya gas-gas yang terkungkung pada celah antara bahan uranium dengan kelongsong
akan terlepas ke ruang
pengungkung. Demikian selanjutnya terjadi penurunan integritas kelongsong dan bahan radio nuklida terlepas ke pengungkung. Dengan meningkatnya suhu dan mulai terjadi pelehan elemen bakar, maka elemen bakar akan jatuh ke dasar bejana dan berinteraksi dengan struktur beton bejana. Selanjutnya terjadi pula pelepasan bahan radionuklida yang tadinya kurang volatil ke pengungkung. Dalam kurun waktu yang cukup panjang bahan radionuklida yang tadi terkungkung dalam kristal ataupun bejana tekan juga terlepas ke pengungkung yang menambah jumlah radionuklida di pengungkung. Tabel 20 menunjukkan fraksi bahan radionuklida
sepanjang
tahap
perjalanannya
sampai
ke
pengungkung
92
(containment) pada saat terjadi kecelakaan. Masing- masing tahapan memerlukan waktu seperti yang diuraikan pada Tabel 21. Tabel 20 Fraksi pelepasan setiap tahapan pelepasan Elements
Pelepasan celah 0,05 0,05 0,05 0 0 0
Kr, Xe I, Br Rb, Cs Te, Se Ba, Sr Co, Mo, Tc, Ru, Rh Y, Zr, Nd, 0 Eu, Nb, Pm, Pr, Sm, Y, Cm, Am, Ce, Pu, Np Sumb er : Soffer et al. (1995)
Tabel 21
Pelepasan awal dalam bejana 0,95 0,35 0,25 0,05 0,02 0,0025
Luar Bejana 0 0,25 0,35 0,25 0,1 0,0025
Pelepasan tertunda dala m bejana 0 0,1 0,1 0,005 0 0
0,0005
0,005
0
Lama pelepasan untuk berbagai tahapan pelepasan saat terjadi kecelakaan rusaknya teras reaktor
Aktivitas pendingin
Pelepasan celah
Pelepasan awal dalam bejana
10 – 25 ‘ 30’ 35-220’ Sumber : IAEA (1997b); Willers (2005)
Luar Bejana
Pelepasan tertunda dalam bejana
120 – 180’
600’
Selanjutnya di dalam pengungkung bahan radionuklida mengalami mekanisme reduksi melalui berbagai proses seperti pemfilteran, percik, kondensasi es, dan lepas ke udara bila terjadi kebocoran (IAEA 1997b). Sesungguhnya masih ada lokasi- lokasi lain yang menjadi sumber pelepasan bahan radionuklida bila terjadi kondisi kecelakaan yang dapat me loloskan bahan radionuklida dari pengungkung yang sering disebut sebagai pelepasan bukan lewat pengungkung (containment bypass) yaitu pelepasan yang keluar melalui steam generator ataupun elemen bakar, namun tidak menjadi lingkup pembahasan disertasi ini. Dengan menggunakan perhitungan sederhana melalui rumus (3.9) dan data inventory yang tersedia (Lampiran 2) dapat dihitung fraksi pelepasan total radionuklida yang keluar dari pengungkung. Data teknis reaktor dapat dilihat pada Tabel 17. Selanjutnya, Tabel 22 menunjukkan hasil perhitungan fraksi
93
pelepasan radionuklida dari pengungkung dengan asumsi mekanisme reduksi berfungsi dan kebocoran sesuai dengan persyaratan desain yaitu 0.1% volume per hari. Dengan fraksi ini, kuat sumber yang keluar dari pengungkung dapat digambarkan seperti pada Gambar 27.
Tabel 22 Hasil perhitungan pelepasan radionuklida Group Nobel Iod Halogen Te Sr Mo Zr
Jam 1 1,00E+00 5,52E-09 4,79E-11 1,35E-08 8,88E-10 1,57E-08 7,20E-10
Fraksi Jam 2-3 1,00E+00 1,65E-08 1,44E-10 3,99E-08 2,66E-09 4,63E-08 2,16E-09
Jam 4-10 1,00E+00 5,39E-08 4,79E-10 1,27E-07 8,85E-09 1,47E-07 7,17E-09
Kuat sumber terlepas dari pengungkung 6.00E+08
5.00E+08
Laju lepasan (Bq/jam)
4.00E+08 Xe I-131 Cs-137
3.00E+08
Sr Zr Series6
2.00E+08
1.00E+08
0.00E+00 0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (jam)
Gambar 27 Kuat sumber terlepas dari pengungkung
5.1.4. Penyebaran Bahan Radionuklida ke Lingkungan Dalam kasus ini pelepasan terhitung saat bahan radionuklida terlepas dari pengungkung (containment) setelah melalui tahapan pelepasan di dalam pengungkung. Diasumsikan seluruh pelepasan terjadi paling lama dalam 7 hari dan semua pelepasan dapat ditangani.
Sejak dinyatakan terjadi kecelakaan
94
penduduk tidak dibenarkan memakan makanan yang berasal dari wilayah 10 km dari PLTN sebagai langkah pencegahan dini. Penyebaran bahan radionuklida dari reaktor sangat ditentukan oleh kecepatan, arah angin,
curah hujan, lapisan campur, dan kelas stabilitasnya.
Berikut ini diuraikan kategori kecepatan angin, kelas arah angin, dan kelas stabilitas yang akan digunakan dalam bahasan ini.
Kategori Kecepatan Angin Kategori kecepatan diuraikan seperti pada Tabel 23.
Tabel 23 Kategori kecepatan angin Kecepatan angin u (m/detik) 0 0
7
Kategori Calm A B C D E F
Kelas Arah Angin Arah angin dibagi dalam 16 sektor dimulai dari arah utara dengan sudut 348.75o – 11.25o sampai dengan utara barat laut dengan sudut 326,25 – 348,75. Secara detil ke 16 sektor arah angin ditunjukkan dalam Tabel 24. Kelas Stabilitas Atmosfir Kelas stabilitas atmosfir menunjukkan tingkat kestabilan pergerakan angin selama di atmosfir, sehingga mempengaruhi distribusi angin di atmosfir seperti yang terlihat pada Tabel 25. Bentuk sebaran angin untuk masing- masing kelas stabilitas atmosfir dapat dilihat pada Lampiran 3,
95
Tabel 24 Sektor arah angin Simbol U UUT UT TUT T TST ST SST S SSB SB BSB B BUB UB UUB
Keterangan Utara Utara Timur Laut Timur Laut Timu r Timur Laut Timur Timur Tenggara Tenggara Selatan Tenggara Selatan Selatan Barat Daya Barat Daya Barat Barat Daya Barat Barat Barat Laut Barat laut Utara Barat Laut
Sudut (o ) 348,75 – 11,25 11,25 – 33,75 33,75 – 56,25 56,25 – 78,75 78,75 – 101,25 101,25 – 123,75 123,75 –146,25 146,25 –168,75 168,75 – 191,25 191,25 –213,75 213,75 – 236,25 236,25 – 258,75 258,75 –281,25 281,25 –303,75 303,75 – 326,25 326,25 – 348,75
Tabel 25 Kelas stabilitas atmosfir ∆T/∆Z(K/100m) < -1.9 -1.9 s/d –1.7 -1.7 s/d –1.5 -1.5 s/d –0.5 -0.5 s/d 1.5 >1.5
Kelas Stabilitas A B C D E F
Keterangan Sangat tidak stabil Agak tidak stabil Sedikit tidak stabil Netral Sedikit stabil Stabil mod erat
Dalam analisis ini sangat diperlukan data angin yang dicatat per satu jam. Secara lengkap data ini tersedia untuk tahun 1996 yaitu sebanyak 8760 titik pengamatan.
Dalam perhitungan,
data pengamatan dibagi kedalam 144
sequence. Tiap sequence berselang 60 titik seperti yang terlihat pada Lampiran 4. Secara grafik data angin di sekitar Ujung Lemahabang ditunjukkan pada Gambar 28 (Susilo et al. 2004). Berdasarkan data angin dan kuat sumber radionuklida yang terlepas ke udara dapat dihitung sebaran bahan radionuklida di udara dengan menggunakan program komputer PC-COSYMA
maupun
perhitungan
manual
sebagai
pembanding. Dalam perhitungan ini sumber yang terlepas ke udara terdiri dari 49 unsur dengan fraksi pelepasan seperti pada Tabel 20.
Hasil perhitungan
menunjukkan kontribusi unsur-unsur terhadap jalur masuk ke tubuh manusia seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 4.
96
Gambar 28 Gambar arah angin sekitar PLTN Ujung Lemahabang Dari tabel terlihat bahwa unsur yang paling banyak berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah unsur gas mulia. Beberapa unsur lain seperti 137
131
I dan
Cs ditunjukkan pada Tabel 26 dan Gambar 29.
Table 26 Konsentrasi 131 I dan 137 Cs di Udara, dan Tanah pada radius 50 km No.
Jarak (km)
Konsentrasi 131 I di udara (Bq/m3 )
Konsentrasi 131 I di tanah (Bq/m2 )
Konsentrasi 137 Cs di udara (Bq/m3 )
Konsentrasi 137 Cs di tanah (Bq/m2 )
1 2 3 4 5 6 7
0.5 1.5 3.5 7.5 15 22.5 42.5
0,1866E+05 0,2463E+04 0,5313E+03 0,1648E+03 0,6981E+02 0,2785E+02 0,1646E+02
0,944E+03 0,743E+02 0,448E+01 0,252E+01 0,776E+00 0,437E+00 0,884E+00
0,150E+02 0,592E+01 0,484E+00 0,114E+00 0,933E-01 0,81E-01 0,207E-01
0,877E-01 0,911E-02 0,251E-02 0,621E-03 0,517E-03 0,611E-03 0,091E-03
97
1.00E+05
1.00E+04
1.00E+03
Konsentrasi
1.00E+02
1.00E+01
1.00E+00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1.00E-01
1.00E-02
1.00E-03
1.00E-04 Jarak (km) Kons.I-131 diudara (Bq/m3)
Kons I-131 di tanah(Bq/m2)
Gambar 29 Grafik Konsentrasi 50 km.
131
Kons.Cs-137di udara(Bq/m3)
I dan
Kons. CS-137 di tanah (Bq/m2)
137
Cs di udara dan tanah pada radius
Dengan konsentrasi yang sudah tersebar di udara dan tanah dapat dihitung besar dosis yang akan diterima penduduk secara individu. Secara rata-rata dosis yang diterima penduduk sangat beragam tergantung arah, dan kecepatan angin. Laju pernafasan rata-rata dewasa
adalah 2,6700E-04 m3 /detik atau 8.420
m3 /tahun (ICRP 1990). Tabel 27 menunjukkan sebaran laju dosis efektif rata-rata maksimum untuk individu sepanjang radius 50 km dari PLTN. Secara grafik laju ini digambarkan sebagai Gambar 30. Tabel 27 Lokasi rata-rata maksimum sebaran di sekitar Ujung Lemahabang No
Jarak
Jam
Sudut
Arah angin
5552
Seque nce 92
85
Dari Timur ke Barat (Sektor 13)
Dosis Rata-rata 5,94E-03
1
0.5
2
1.5
8480
140
0
Dari Utara ke Selatan (Sektor 9)
1,26E-03
3
3.5
8480
140
0
Dari Utara ke Selatan (Sektor 9)
2,52E-04
4
7.5
4698
78
0
8,35E-05
5
15
5064
84
70
6
22.5
8480
140
0
Dari Barat Barat Laut ke Timur Tenggara Dari Timur Laut ke Barat Barat Daya Dari Utara ke Selatan (Sektor 9)
7
42.5
3112
52
235
Dari Barat Daya ke Timur Laut
6,19E-06
3,32E-05 1,95E-05
98
Dosis
1.00E+00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1.00E-01
Dosis (Sv)
1.00E-02
1.00E-03
Dosis
1.00E-04
1.00E-05
1.00E-06 Jarak (km)
Gambar 30 Grafik laju dosis maksimum rata-rata sepanjang 50 km. Perhitungan
secara
manual
terdadap
menggunakan bahan radionuklida
131
sebaran
dosis
dilakukan
dengan
I untuk berbagai kondisi stabilitas atmosfir.
Hasil perhitungan, seperti pada Gambar 31 dan 32, menunjukkan bahwa dosis tertinggi ada pada kondisi stabilitas atmosfir C dengan nilai sebesar 0.054 mSv pada jarak 200 m dari sumber dengan ketinggian efektif 40 m dan 600 m dari sumber dengan ketinggian efektif 100 m. Akan tetapi menurun dengan tajam pada jarak yang lebih jauh. Ketinggian puncak kedua berada pada kondisi 0.06
0.05
Sektor 9, Stab_D, heff=40, 300, 0.051667517
Dosis (mSv)
0.04
0.03
0.02
0.01
0 100
1000
10000
100000
Jarak (m) Sektor 9, Stab_A, heff=40
Sektor 9, Stab_B, heff=40
Sektor 9, Stab_E, heff=45
Sektor 9, Stab_F, heff=46
Sektor 9, Stab_C, heff=40
Sektor 9, Stab_D, heff=40
Gambar 31 Distribusi dosis individu untuk kelas stabilitas A-F terhadap jarak dari sumber pada tinggi efektif 40 m
99
0.012
0.01
Sektor 9, Stab_D, heff=100, 900, 0.008258829
Dosis (mSv)
0.008
0.006
0.004
0.002
0 100
1000 Sektor 9, Stab_A, heff=100 Sektor 9, Stab_D, heff=100
Jarak (m) Sektor 9, Stab_B, heff=100 Sektor 9, Stab_E, heff=100
10000
100000
Sektor 9, Stab_C, heff=100 Sektor 9, Stab_F, heff=100
Gambar 32 Distribusi dosis individu untuk kelas stabilitas A-F terhadap jarak dari sumber pada tinggi efektif 100 m stabilitas atmosfir D (netral) dengan nilai sebesar 0.052 mSv pada jarak 300 m dari sumber pada ketinggian efektif 40 m dan 900 m dari sumber dengan tinggi efektif 100 m. Penurunan pada jarak yang lebih jauh lebih besar dari pada kondisi stabilitas C. Oleh karena itu untuk tujuan analisis keselamatan radiasi maka kelas stabilitas D digunakan sebagai kondisi stabilitas yang paling pesimistis. Dengan asumsi pelepasan yang paling pesimis dari setiap kelas stabilitas ada pada stabilitas D dan arah angin dominan adalah arah pada sektor 9 maka sebaran yang paling pesimistik dari lepasan bahan radionuk lida ditunjukkan pada Gambar 33. Untuk memberi gambaran tentang tinggi rendahnya dosis yang diterima individu sepanjang arah radial pada Gambar 34 dan 35 ditunjukkan sebaran dosis terhadap jarak pada berbagai sektor, sedangkan sebaran secara radial ditunjukkan pada Gambar 36. Dari Gambar 34 – 36 terlihat bahwa sektor 9 memiliki tingkat radiasi yang paling tinggi dibanding 15 sektor yang lain. Semakin jauh jarak dari sumber semakin kecil dosis individu yang diterima penduduk.
100
Gambar 33
Sebaran dosis individu paling pesimis arah radial pada jarak 50 km dari sumber
0.06
Sektor 9, 300, 0.051667517 0.05 Sektor 1 Sektor 2 Sektor 3 Sektor 4 Sektor 5 Sektor 6 Sektor 7 Sektor 8 Sektor 9
Dosis (mSv)
0.04
0.03
Sektor 10 Sektor 11 Sektor 12 Sektor 13 Sektor 14 Sektor 15 Sektor 16
0.02
0.01
0 100
1000
10000
100000
Jarak (m)
Gambar 34.
Sebaran dosis individu sektor 1 – 16, kelas stabilitas D, dengan heff.= 40 m
101
0.009 Sektor 9, 900, 0.008258829 0.008
0.007
Dosis (mSv)
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0 100
1000
10000
100000
Jarak (m) Sektor 1 Sektor 10
Gambar 35
Sektor 2 Sektor 11
Sektor 3 Sektor 12
Sektor 4 Sektor 13
Sektor 5 Sektor 14
Sektor 6 Sektor 15
Sektor 7 Sektor 16
Sektor 8
Sektor 9
Sebaran dosis individu sektor 1 – 16, kelas stabilitas D, dengan heff.= 100 m
Gambar 36 Sebaran dosis individu arah radial, pada kelas stabilitas atmosfir D, dengan Heff = 100 m. Dampak penerimaan dosis secara individu ini
ditunjukkan dalam
berbagai gangguan kesehatan seperti sumsum tulang belakang, permukaan tulang,
102
dada, paru-paru, perut, usus, hati, pankreas, tiroid, sel keturunan, dan lain- lain. Peneriman dosis yang cukup besar dapat menyebabkan kanker fatal, kanker, dan gangguan kesehatan pada keturunan. Berdasarkan konsentrasi pada Tabel 26 dan proses masuknya bahan radionuklida ke dalam tubuh manusia, dosis yang diterima masing- masing organ sensitif pada individu- individu ditunjukkan pada pada Gambar 37. Dari gambar terlihat bahwa organ tiroid merupakan penyerap dosis terbesar yaitu 6.62 mSv, sedangkan perata-rataan untuk seluruh tubuh 5.69 mSv. Dari dosis yang diterima selama 7 hari pada radius 0.5 km dan 7.5 km oleh berbagai organ tubuh, hampir seluruhnya merupakan dosis yang berasal dari awan radiasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 28 dan Tabel 29. Bahan radionuklida yang memberi kontribusi terhadap dosis penerimaan oleh organ paru-paru maupun seluruh tubuh,
pada jarak 0,5 km dan 7,5 km ditunjukkan pada Gambar
38(a,b,c,d)
Dosis radiasi vs jarak 7.00E-03
6.00E-03
Dosis (Sv)
5.00E-03
4.00E-03
3.00E-03
2.00E-03
1.00E-03
1.00E-10 100
1000
10000
100000
Jarak (km) EFFECTIVE
THYROID
EYE LENS
OVARIES
SKIN
LUNG
B. MARROW
GI-TRACT
Gambar 37. Dosis yang diterima seorang individu dan orga n vs jarak
103
Tabel 28.
Kontribusi berbagai jalur radiasi (pathway) terhadap dosis yang diterima organ tubuh pada jarak 0.5 km
Pathway Organ Paru-paru Tiroid Mata Uterus Kulit Efektif Sumsum tl belakang Hati
Awan radiasi (%) 99,99 99,99 100 100 0 100 100
Penyina ran tanah 0 0 0 0 0 0 0
Inhalasi (%) 0.01 0.01 0 0 0 0 0
Inhalasi resus (%) 0 0 0 0 0 0 0
100
0
0
0
Kulit
Total rata-rata dosis (Sv) 5,74 E-03 6,62E-03 6,50E-03 4,59E-03 4,96E-06 5,69E-03 5,15E-03
(%) 0 0 0 0 100 0 0 0
4,75E-03
Tabel 29 Kontribusi berbagai jalur radiasi (pathway) terhadap dosis yang diterima organ tubuh pada jarak 7.5 km Awan radiasi Pathway Organ Paru-paru Tiroid Mata Uterus Kulit Efektif Sumsum tulang belakang Hati
.
Inhalasi
(%) 100 100 100 100 0 100 100
Penyina ran tanah (%) 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 100 0 0
8,28E-05 9,57E-05 9,50E-05 6,55E-05 4,51E-08 8,23E-05 7,38E-05
100
0
0
0
0
6,83E-05
(%)
Inhalasi resus (%)
Kulit
Total rata-rata dosis (Sv)
(%)
104
(a)
(b) Persentase unsur dalam dosis ekivalen pada paru-paru oleh awan radiasi pada jarak 500 m dari sumber ,
Persentase unsur dalam dosis efektif ekivalen seluruh tubuh oleh awan radiasi pada jarak 500 m dari, sumber
XE-135, 28.04
XE-135, 28.02
KR-87, 58.97
KR-87, 58.53
XE-133, 12.99
XE-133, 13.45
KR-87
XE-133
XE-135
KR-87
(c)
XE-133
XE-135
(d) Persentase unsur dalam dosis ekivalen pada paru-paru oleh awan radiasi pada jarak 7.5 km dari, sumber
XE-135, 32.94
Presentase unsur dalam dosis efektif ekivalen seluruh tubuh oleh awan radiasi pada jarak 7.5 km dari , sumber
XE-135, 32.86
KR-87, 50.92
XE-133, 16.14
XE-133, 16.68
KR-87
Gambar 38
KR-87, 50.45
XE-133
XE-135
KR-87
XE-133
XE-135
Persentase unsur dalam dosis ekivalen untuk organ paru-paru dan keseluruhan tubuh
105
Dari gambar terlihat bahwa unsur yang menyebabkan penerimaan dosis dari awan radiasi selama 7 hari penyinaran adalah unsur gas mulia, dan yang terbesar berasal dari
97
Kr sebesar > 50%. Dengan nilai dosis efektif total 5.69E-3
Sv maka tidak akan terjadi dampak segera (deterministik) yang nyata. Sebagai pembanding,
dampak steril sementara pada gonad bila gonad terkena dosis
radiasi 0.15 Sv (ICRP 1990). Akan tetapi dalam jangka panjang (dosis terikat 50 tahun) dapat terjadi dampak stokastik yang ditandai dengan nilai probabilitas terjadinya mortality dan morbidity oleh satu unit dosis effectif (Sv). Karena sifatnya yang stokastik maka jumlah penduduk yang akan terkena dampak dihitung dengan perkalian penduduk yang terkena dengan probabilitas terjadinya dampak kanker fatal, kanker non-fatal dan penyakit pada keturunan oleh satu satuan Sievert dosis penyerapan yang datang dari berbagai
jalur (pathway)
Tabel 30 dan Tabel 31 menunjukkan
kontribusi jalur penyinaran dalam perhitungan dosis ekivalen terikat 50 tahun yang diterima manusia pada jarak 0,5 km dan 7.5 km. Tabel 30 Kontribusi (%) jalur penyinaran dan nuklida dosis rata pada organ dalam waktu 50 tahun pada jarak 0,5 km. Awan
Tulang Muka tulang Dada Paru-paru Perut Usus Hati Pankreas Tiroid Gonad Lain-lain Dosis efektif
(%) 99,99 99,98 100 99,95 100 99,97 99,99 100 99,8 100 100 99,98
Tanah
Inhalasi
(%)
(%)
Makanan
0
0
0
0
Dosis rata-rata total (Sv) 5,15E-03
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,01 0 0,05 0 0 0 0 0,01 0 0 0,01
0,01 0 0 0 0,02 0 0 0,19 0 0 0,01
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
7,59E-03 6,41E-03 5,74E-03 5,19E-03 4,75E-03 5,22E-03 4,66E-03 6,64E-03 4,97E-03 5,86E-03 5,69E-03
(%)
Resuspensi Tanah (%)
106
Tabel 31 Kontribusi (%) jalur penyinaran dan nuklida dosis rata pada organ dalam waktu 50 tahun pada jarak 7.5 km. Awan
Tanah
Inhalasi
Makanan
Resuspensi Tanah
Dosis rata-rata total (Sv)
Tulang
99,99
0
0
0,01
0
7,38E-05
Muka tulang Dada Paru-paru Perut Usus Hati Pankreas Tiroid Gonad Lain-lain Dosis efektif
99,98
0
0,01
0,01
0
1,14E-04
100 99,96 99,99 99,95 99,99 99,99 99,84 99,99 99,99 99,98
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0,03 0 0 0 0 0,01 0 0 0
0 0 0 0,05 0 0 0,15 0 0 0,01
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9,33E-05 8,29E-05 7,47E-05 6,83E-05 7,51E-05 6,66E-05 9,58E-05 7,14E-05 8,47E-05 8,24E-05
Dari Tabel 30 dan 31 terlihat bahwa,
pada jangka panjang, jalur
penyinaran berasal dari tiga jalur yaitu awan radiasi, inhalasi dan makanan. Hal ini berbeda dengan saat kondisi jangka pendek yang mana jalur penyinaran hanya berasal dari awan radiasi.
Namun, hal yang sama dari keduanya adalah jalur
yang paling dominan menyebabkan dampak radiasi adalah sama sama berasal dari jalur awan radiasi. Dengan memperhatikan keluaran PC COSYMA tentang kontribusi masing- masing bahan radionuklida memberikan dosis radiasi terlihat bahwa memberikan kontribusi 0.01% dari seluruh jalur sedangkan
137
131
I
Cs memberikan
kontribusi rata-rata 0.24% pada jalur makanan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 32 dan 33. Selanjutnya bahan radionuklida
131
I digunakan untuk analisis
sebaran dosis pada 16 sektor arah angin. 5.1.5 Zone eksklusi dan penduduk jarang Sesuai dengan definisi, zone eksklusi adalah zone dimana besar dosis radiasi yang sampai kepada individu sebesar 0,25 Sv atau 250 mSv dua jam setelah terjadi pelepasan radiasi ke atmosfir. Harga ini dihitung dari nilai maksimum radionuklida yang terdispersi di atmosfir.
Mengingat dosis efectif
yang dikeluarkan dalam kecelakaan radiologi ini sangat jauh di bawah batasan
107
Tabel 32 Persentase bahan radionuklida memberi dosis kepada organ tubuh melalui seluruh jalur. Nuklida
87
KR RU 131 I 133 XE 135 XE 244 CM 106
tersebut
Paru-Paru
Seluruh Tubuh
58,94 0,03 0 12,99 28,02 0
58,52 0,01 0,01 13,45 28,01 0
maka penetapan zone eksklusi radiasi didasarkan pada puncak
maksimum paparan yang keluar dari cerobong reaktor. Dari uraian pada Gambar 31 dan 32 diperoleh informasi bahwa maksimum dosis radiasi yang diterima penduduk secara individu pada kondisi stabilitas A-F berada pada radius 300 m untuk h eff. = 40 m. dan 900 m untuk heff. =100 m. Tabel 33
Persentase bahan radionuklida memberi dosis kepada organ tubuh melalui jalur makanan. Nuklida 58
CO CO 89 SR 90 SR 91 Y 95 ZR 95 NB 99 MO 103 RU 106 RU 131 I 133 I 134 CS 137 CS 140 BA 144 CE 238 PU 239 PU 240 PU 241 PU 244 CM 60
Paru-Paru 0,48 34,51 0,58 1,35 0 0,22 0,08 2,58 3,38 34,31 7,72 0,14 9,74 4,54 0,23 0,04 0,05 0,01 0,01 0,05 0
EN 0,12 3,26 0,37 2,77 0,31 0,17 0,08 0,28 1,69 8,2 80,18 0,63 0,53 0,24 0,27 0,77 0,04 0,01 0,01 0,04 0,03
108
Oleh karena itu zone ekslusi dapat didefinisikan pada 1000 m atau 1 km dari sumber. Dari data peta yang tersedia, seluruh lokasi zone eksklusi ini berada di Desa Balong, Kecamatan Bangsri.
Selanjutnya lokasi di luar itu merupakan
zone penduduk jarang (Low Population Zone) Pada zone eksklusi tidak dibenarkan terdapat industri yang dapat menyulut terjadinya ledakan yang akan mengenai PLTN, transportasi untuk membawa bahan berbahaya dan meledak dan instalasi militer seperti tempat penyimpanan senjata dan pelatihan militer yang dapat membuat PLTN terkena sasaran tembak. Batasan jarak yang masih dapat merasakan pengaruh atau ancama n
suatu
aktivitas terhadap PLTN sering disebut sebagai Screening Distance Value (SDV) atau screening probability level (SPL). Contoh, SDV untuk pelepasan gas dan uap beracun sekitar 8-10 km, instalasi militer untuk latihan penembakan 30 km, lapangan terbang 16 km.
5.1.6. Distribusi bahan radionuklida pada kondisi normal Sebagai pembanding berikut ini dihitung besar dosis yang ditimbulkan oleh penyebaran bahan radionuklida oleh pelepasan normal. Berdasarkan kuat sumber yang terdapat pada Tabel 19 yang terlepas dari pengungkung, kondisi meteorologi, dan dengan menggunakan persamaan Gauss (2.1) dapat dihitung besarnya dosis yang diterima oleh penduduk secara individu yang berdiri pada jarak tertentu dari sumber dalam satu tahun. Dalam perhitungan ini diambil kondisi yang pesimistik yaitu dengan asumsi kecepatan angin rata-rata 1 m/detik dan kelas stabilitas atmosfir D. Dengan mengasumsikan kondisi di atas pada tiap sektor dapat dihitung rata-rata penerimaan individu terhadap dosis radiasi dengan menggunakan program komputer SIMPACT seperti yang ditunjukkan pada Gambar 39. Pada jarak 1 km belum ada jalur makanan, maka dosis individu yang dihitung hanya berasal dari dosis awan radiasi, inhalasi dan resuspensi sehingga dosis menurun secara tajam setelah mencapai puncak. Sedangkan dosis setelah jarak > 1 km sudah terdapat
109
jalur makanan maka grafik dosis menjadi naik setelah ada jalur makan. Grafik dosis individu terhadap Jarak dalam kondisi normal 350
300
Dosis (mikro Sv)
250
200
150
100
50
0 0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
Jarak (m) Total A
Total, stab B
Total, stab C
Total, stab D
Total, stab E
Total, stab F
Gambar 39 Gambar hasil perhitungan dosis rata-rata dari jalur awan radiasi, inhalasi dan deposisi di tanah dan makanan. Secara radial penggambaran dosis individu yang diterima penduduk dapat dilihat pada Gambar 40. Besar dosis individu hasil perhitungan menunjukkan nilai yang masih jauh di bawah batas yang diijinkan diterima manusia per tahun oleh penyinaran yang kontinu yaitu 5 rem atau 50 mSv untuk pekerja radiasi dan 1 mSv untuk publik (IAEA 1997b).
110
Gambar 40 Sebaran dosis individu selama satu tahun ya ng terlepas pada kondisi normal.
5.2 Analisis Pertumbuhan Penduduk Sebagai Penerima Dampak Penduduk di sekitar PLTN merupakan penerima dampak terlepasnya bahan radionuklida akibat terjadinya kecelakaan nuklir.
Oleh karena itu
pertumbuhan penduduk merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan dampak radiologi dan merencanakan pengendaliannya agar dampak yang ditimbulkannya tidak semakin besar.
Dengan menggunakan
berbagai pendekatan spasial dan temporal pertumbuhan penduduk di sekitar PLTN dapat diprediksi. Sebagai persyaratan dapat dilakukannya analisis regresi ganda adalah variabel independen yang harus bebas linear dan tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel independen (bebas dari multikolinearitas).
Hasil
perhitungan korelasi terhadap ke 41 variabel independen yang diperkirakan berpengaruh terhadap kepadatan penduduk ternyata banyak yang memiliki korelasi. Data korelasi antar variabel independen dapat dilihat pada Lampiran 7.
111
Untuk memilih variabel yang independen maka digunakan metode Analisis Komponen Utama atau Principal Component Analysis (PCA). Dengan metode ini,
ke-41 variabel (Tabel 5) yang diduga berpengaruh terhadap
kepadatan penduduk direduksi ke dalam faktor yang mewakilinya secara signifikan yaitu faktor dengan nilai eigen (eigen value)
> 1 seperti yang
ditunjukkan dalam Tabel 34 atau faktor dengan Scree Plot yang turun menajam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 41.
Tabel 34 Faktor dengan nilai eigen > 1 No
Eigenvalue
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
% Total
7,682977 2,872019 2,168082 2,159795 1,856088 1,652549 1,460086 1,413773 1,327670 1,210247 1,133757 1,111323 1,036695 1,036474
Cumulative
18,29280 6,83814 5,16210 5,14237 4,41926 3,93464 3,47639 3,36613 3,16112 2,88154 2,69942 2,64601 2,46832 2,46779
7,68298 10,55500 12,72308 14,88287 16,73896 18,39151 19,85160 21,26537 22,59304 23,80329 24,93704 26,04837 27,08506 28,12154
Cumulative 18,29280 25,13094 30,29304 35,43541 39,85467 43,78931 47,26571 50,63184 53,79295 56,67449 59,37392 62,01992 64,48824 66,95604
Grafik Nilaieigen 9
8
7
6
Nilai
5
4
3
2
1
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Nomor nilai eigen
Gambar 41 Scree Plot Faktor Dari 41 variabel yang ada akhirnya diperoleh 14 faktor yang representatif. Untuk menjamin ke orthogonalan masing- masing faktor, maka dilakukan rotasi dengan prosedure Varimax.
112
Variabel Surrogate Karena keperluan analisis faktor saat ini adalah untuk mencari model regresi ganda untuk variabel kepadatan penduduk (Y),
maka variabel yang
digunakan adalah variabel asli bukan faktor. Untuk maksud tersebut dilakukan pemilihan terhadap variabel asli yang dapat mewakili faktor yang orthogonal tersebut dengan cara mencari korelasi variabel asli terhadap faktor. Variabel asli dengan korelasi paling tinggi terhadap Faktor Loading dapat
dipilih untuk
mewakili faktor tersebut (korelasi > 0.3 dianggap kuat). Tabel 35 menunjukkan Matriks Faktor Loading yang sudah terrotasi.
Estimasi Pertumbuhan Kerapatan Penduduk
Regresi Ganda Dengan variabel terpilih, dapat dilakukan analisis regresi ganda terhadap hubungan kepadatan penduduk tiap desa terhadap ke 14 variabel yang sudah dianggap bebas satu dengan lainnya. Hasil regresi ganda menunjukkan bahwa dari 14 variabel yang saling bebas hanya ada 9 variabel yang menunjukkan pengaruh nyata untuk kepercayaan a = 0,05 dengan koefisien determinan R2 = 0,94622869. Tabel 36 menunjukkan daftar parameter b dan hasil uji-t dan uji-p. Dengan membuang variabel yang tidak signifikan mempengaruhi kepadatan penduduk diperoleh variabel yang sangat menentukan kepadatan penduduk yaitu: X18 X17B X11E X21 X5 X4 X10A X10B X11C
: Kepadatan listrik (jml kel pemakai listrik/luas desa) : Ketersediaan jalan lain di dalam desa (m/luas desa) : Terdapatnya Industri kayu/mebel (0=tidak: 1=ada ) : Perubahan tahun dalam rentang 1998 -2002 (0=1998; 1=2002) : Tinggi dari permukaan laut (m) : Jarak dari Demak (km) : Sumber penghasilan Tani (0=tidak; 1=ada) : Sumber penghasilan Tambang (0=tidak; 1=ada) : Tersedianya Industri pertambangan (0=tidak;1=ada)
Dengan nilai masing- masing parameter seperti pada Tabel 37.
113
Tabel 35 Matriks Faktor Loading
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X 7A X 7B X 7C X8 X9 X 10A X 10B X 10C X 10D X 10E X 11A X 11B X 11C X 11D X 11E X 11F X 11G X 12 X 13 X 14
Faktor 1 -0.050087 -0.028128 -0.188364 -0.050234 -0.121865 -0.001911 -0.006463 -0.07624 0.068611 0.906967 -0.420482 -0.340254 0.0664 0.059257 0.312765 0.271075 0.129146 0.454578 -0.003437 0.209423 0.267723 0.137708 0.168196 -0.029845 0.251806 0.863135
Faktor 2 -0.002942 0.072715 0.207426 0.189847 0.411272 0.088671 0.571707 -0.011391 -0.177926 -0.044701 0.007973 -0.022798 0.035212 0.033651 -0.022486 0.00789 -0.013931 0.043602 -0.043084 0.049863 -0.00343 -0.004368 0.035986 0.005759 -0.055321 0.002184
Faktor 3 0.096473 0.04046 0.067486 0.049476 -0.047904 0.036242 0.06249 0.016519 -0.041925 -0.122114 0.057948 0.061027 -0.024426 0.006119 -0.138082 0.039755 0.04743 -0.257971 -0.026144 -0.692833 -0.286898 0.027218 -0.737792 -0.048361 0.088457 -0.190946
Faktor 4 0.34219 -0.05472 -0.00095 -0.035051 0.023657 0.017339 0.078555 -0.001463 -0.028946 -0.149471 0.210862 0.266124 0.037793 -0.567679 0.291915 0.018535 0.128096 0.037254 -0.17381 0.017496 -0.687444 -0.795483 -0.120927 0.019109 0.115272 -0.018845
Faktor 5 -0.045987 0.079857 0.079565 0.052079 0.02291 -0.03734 -0.133687 0.028062 0.027383 0.037263 0.031439 -0.101378 -0.03827 0.126617 -0.008693 0.0115 0.071707 0.098525 0.051989 0.087798 -0.166932 0.060467 -0.068693 -0.551007 0.275117 0.041882
Faktor 6 -0.337987 -0.377529 -0.841357 -0.309836 0.31311 0.060346 0.209852 -0.120457 0.019898 0.077869 -0.094773 -0.163158 0.017569 0.265113 -0.128189 0.046783 0.087851 -0.076234 0.038031 0.086762 -0.057475 -0.114464 0.020457 0.051616 0.652588 0.063965
Faktor 7 0.613673 -0.831109 0.197022 0.854438 0.056462 -0.024408 -0.021672 0.065937 -0.061275 -0.021069 0.077988 0.044754 0.007225 -0.074536 -0.0416 0.090393 0.043753 0.051617 0.018444 -0.03633 -0.039389 -0.062487 -0.015002 0.120993 0.117079 -0.002497 dilanjutkan
Faktor 8 0.104061 0.074843 0.063905 -0.003258 0.041189 0.013988 -0.061618 0.043569 -0.015557 -0.111991 0.321788 0.259725 0.023519 0.015839 0.143337 -0.715777 0.227236 -0.080861 0.052412 0.066584 0.051881 0.026931 -0.019615 0.160712 0.072369 -0.020193
Faktor 9 -0.000478 0.00524 -0.088522 -0.163045 -0.360134 -0.006785 -0.155498 -0.94047 0.94189 0.04676 -0.127053 -0.044405 0.013853 0.066791 -0.035857 0.024525 -0.012954 0.04336 0.033226 -0.019897 -0.00396 0.005042 -0.019417 0.052695 0.078143 0.018776
Faktor 10 -0.14296 0.024147 -0.063648 -0.003411 -0.124921 -0.038512 -0.194282 0.002553 0.068016 0.142466 -0.659506 -0.757918 -0.036624 0.490757 0.585185 0.115302 0.319841 0.030758 0.048088 0.015965 -0.026998 0.037897 0.001592 -0.016936 0.128249 0.099312
Faktor 11 0.012224 0.00152 0.02768 -0.009609 0.023679 0.024007 0.136083 -0.037409 -0.01769 -0.033955 0.090267 0.057496 -0.830222 -0.159751 0.122969 0.144113 0.152198 -0.268907 -0.035813 0.012234 0.075562 0.077747 0.066411 0.023453 -0.065718 0.008012
Faktor 12 -0.109236 0.021371 -0.032604 0.013756 0.311871 -0.074103 -0.275033 0.115812 0.021913 0.026256 -0.018789 0.025652 -0.035406 0.012892 -0.006185 -0.067 -0.039279 0.01249 0.055396 -0.027989 0.00125 -0.035501 -0.049053 -0.030609 0.098128 0.05781
Faktor 13 -0.27963 -0.07788 -0.09942 0.00574 0.30733 0.53433 -0.26076 0.04702 0.06897 -0.0019 0.02569 0.08556 0.01902 -0.15687 0.04756 0.01927 0.09904 0.07446 0.0013 -0.07462 0.00266 0.04605 -0.0602 0.09476 -0.07873 0.01302
Faktor 14 -0.07171 0.031068 0.030086 0.005107 0.023939 -0.042771 -0.359647 0.100709 0.041745 -0.074502 0.021758 0.052777 -0.010632 -0.115011 -0.120282 0.219876 -0.338918 -0.256229 -0.56253 0.111685 -0.121893 -0.014783 0.038982 0.197075 0.01634 -0.031173
114
Tabel 35. Lanjutan
X 15A X 15B X 15C X 16 X 17A X 17B X 17C X 18 X 19A X 19B X 19C X 19D X 19E X 20 X 21 Y Expl.Var Prp.Totl Wakil Arti
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
Faktor 4
Faktor 5
Faktor 6
Faktor 7
Faktor 8
Faktor 9
Faktor 10
Faktor 11
Faktor 12
Faktor 13
Faktor 14
0,000673 0,126718 0,426491 0,807469 0,609255 0,025612 0,096984 0,901771 0,388312 -0,268967 -0,185541 0,229187 -0,006325 -0,028888 -0,021517 0,912276 5.744601 0,136776 X 18 Listrik
0,036474 -0,122721 -0,030059 0,016467 0,03186 -0,151744 -0,092248 -0,041662 0,046891 -0,755163 0,794494 0,051133 -0,031526 0,074182 0,019935 -0,041324 1.90315 0,045313 X 19C Kebon
-0,019641 0,032988 0,141396 0,070667 -0,11601 -0,707605 -0,389529 -0,109244 -0,037601 -0,039925 0,033288 0,023914 0,028459 0,025513 -0,065182 -0,132956 2.026642 0,048253 X 17B JalanLain
0,000155 0,081238 0,053407 -0,04346 -0,034355 -0,060227 0,127291 -0,10703 -0,106789 0,121048 0,039494 0,031632 -0,018579 -0,006493 0,071834 -0,14472 1.957291 0,046602 X 11E Ind_kayu
0,043531 0,102662 0,049354 0,012788 0,04549 0,015076 0,009454 0,038895 0,681148 -0,156652 -0,012344 -0,018713 -0,027813 -0,064715 0,866072 0,061733 1.778567 0,042347 X 21 Tahun
0,017707 -0,079686 0,094495 0,092655 0,01992 -0,062626 -0,251963 0,074565 0,051333 0,190046 -0,235722 0,077307 -0,041827 0,00868 0,109309 0,084035 2.042771 0,048637 X5 TDPL
-0,010142 -0,041932 -0,015414 -0,026207 -0,021011 -0,011582 0,066124 0,007653 0,069169 -0,064963 0,053904 -0,067887 0,002828 0,013011 0,035047 -0,023809 1.939169 0,046171 X4 JrkDmk
-0,520372 -0,564313 -0,080658 0,100747 -0,112278 0,00048 -0,181659 -0,137678 -0,130428 0,095003 0,101579 0,016506 0,003444 -0,096037 0,082933 -0,109295 1.581356 0,037651 X 10E SP_Jasa
0,01312 0,02224 -0,070952 -0,016956 0,104992 0,080651 0,076365 0,059413 -0,011419 0,08302 -0,052569 0,037646 0,011489 -0,122435 0,053893 0,046379 2.064312 0,04915 X 7C LuarHtn
0,092692 -0,122927 0,097672 -0,048752 0,339762 0,085513 0,171569 0,167051 0,285548 -0,264704 -0,057208 0,038431 0,013712 -0,039845 -0,073961 0,152576 2.249322 0,053555 X 10A SP_Tani
-0,086136 0,016828 -0,512526 -0,104207 0,001574 -0,045233 -0,031789 -0,01402 -0,029325 0,068377 -0,047419 0,039918 -0,021652 0,013104 0,052878 -0,041793 1.20273 0,028636 X 10B Tambang
0,05392 0,078161 -0,031297 0,053628 0,055499 0,020927 0,046764 0,041922 -0,063601 -0,175657 0,116283 0,706311 -0,035875 0,721192 -0,088669 0,02578 1.33427 0,031768 X 20 Rekreasi
-0,06059 0,08964 -0,05365 -0,01914 -0,03393 0,02105 0,10326 -0,00789 0,04971 -0,1225 0,08005 -0,09367 0,61851 -0,06343 -0,0267 -0,00136 1.07393 0,02557 X 19E LhnHtn
0,029602 -0,318762 0,00694 0,07859 0,13447 -0,217754 -0,440458 -0,081349 0,016572 -0,105936 0,137467 0,012629 0,000052 -0,082944 0,062888 -0,073966 1.22343 0,029129 X11C IndBatu
115
Tabel 36. Hasil Regresi Ganda 14 Variabel yang diduga mempengaruhi kepadatan pendududuk Deviasi Std. Kesalahan.
Beta Intercept X18 X19C X17B X11E X21 X5 X4 X10E X7C X10A X10B X20 X19E X11C
0,944892 -0,007611 0,018744 0,049861 0,033785 0,011519 -0,020874 -0,003710 -0,007585 -0,015425 0,028865 -0,008768 0,001038 -0,013348
0,006560 0,005833 0,005581 0,005765 0,005374 0,005811 0,005570 0,005912 0,005766 0,006576 0,005307 0,005426 0,005303 0,005385
B 2,15549 4,83747 -0,80231 0,01658 2,23167 1,62838 0,00186 -0,02599 -0,45747 -0,62792 -0,96810 17,68518 -1,52316 0,00230 -3,34527
Deviasi Std Kesalahan 0,725338 0,033584 0,614856 0,004938 0,258028 0,259007 0,000938 0,006936 0,729079 0,477305 0,412723 3,251253 0,942632 0,011771 1,349571
T(1921)
p-level
2,9717 144,0422 -1,3049 3,3588 8,6489 6,2870 1,9822 -3,7474 -0,6275 -1,3156 -2,3456 5,4395 -1,6159 0,1957 -2,4788
0,002998 0,000000 0,192089 0,000798 0,000000 0,000000 0,047598 0,000184 0,530431 0,188480 0,019096 0,000000 0,106288 0,844878 0,013269
Tabel 37 Hasil perhitungan Beta, t dan p Beta Intercept X18 X17B X11E X21 X4 X10A X10B X11C
0,943892 0,017973 0,050493 0,033624 -0,019963 -0,013345 0,028892 -0,012725
Deviasi Std. Kesalahan 0,006298 0,005423 0,005667 0,005288 0,005278 0,006203 0,005242 0,005311
B 1,38105 4,83333 0,01542 2.26876 1,61309 -0,02480 -0,83765 17,77744 -3,20222
Deviasi Srd Kesalahan. 0,510661 0,032251 0,004654 0,254622 0,253692 0,006558 0,389329 3,225571 1,336542
t(1962)
p-level
2,7044 149,8654 3,3140 8,9103 6,3585 -3,7819 -2,1515 5,5114 -2,3959
0,006901 0,000000 0,000937 0,000000 0,000000 0,000160 0,031557 0,000000 0,016673
Jadi persamaan kepadatan penduduk dirumuskan seperti pada persamaan (5.1) Y=
1.38105 + 4.83333 X18 + 0,01542 X17B+ 2.26876 X11E + 1.61309 X21 + 0,02480 X4 – 0,83765 X10A + 17.77744 X10B – 3.20222 X11C .
Keterangan: X18 : Kepadatan listrik (jml kel pemakai listrik/luas desa) X17B : Ketersediaan jalan lain di dalam desa (m/luas desa) X11E : Terdapatnya Industri kayu/mebel (0=tidak: 1=ada ) X21 : Pe rubahan tahun dalam rentang 1998 -2002 (0=1998; 1=2002) X5 : Tinggi dari permukaan laut (m) X4 : Jarak dari Demak (km) X10A : Sumber penghasilan Tani (0=tidak; 1=ada) X10B : Sumber penghasilan Tambang (0=tidak; 1=ada) X11C : Tersedianya Industri pertambangan (0=tidak;1=ada)
(5.1)
116
Regresi Non-linear Eksponensial
Pendekatan non- linear juga dilakukan untuk estimasi pertumbuhan penduduk dengan rumus (3.19). Dengan menggunakan variabel bebas linear yang terpilih sebelumnya dilakukan estimasi kepadatan penduduk. Dengan model ini diperoleh hasil perhitungan parameter beta dan seperti pada Tabel 38.
Dengan demikian
persamaan untuk pendekatan kepadatan penduduk Y adalah Y = -932.729+ EXP(6.481+ 0,0048 X18+0,000017 X17B +0,002226 X11E + 0,001621 X21 – 0,00003 X4 -0,00153 X10A +0,019241 X10B
(5.2)
Keterangan, X18 X17B X11E X21 X4 X10A X10B
: Kepadatan listrik (jml kel pemakai listrik/luas desa) : Ketersediaan jalan lain di dalam desa (m/luas desa) : Terdapatnya Industri kayu/mebel (0=tidak: 1=ada ) : Pe rubahan tahun dalam rentang 1998 -2002 (0=1998; 1=2002) : Jarak dari Demak (km) : Sumber penghasilan Tani (0=tidak; 1=ada) : Sumber penghasilan Tambang (0=tidak; 1=ada)
Tabel 38 Parameter Koefisien Eksponensial
Estimate Std.Err. t(1962) p -level
Const.C -932,729 4.378 -213,061 0,000
Const.B0 6,841 0,005 1464,570 0,000
Listrik
Jalan
X 18 0,0048 0,0000 131,1418 0,0000
X 17B 0,000017 0,000005 3,689776 0,000231
Industri Kayu X11E 0,002226 0,000248 8,991925 0,000000
Tahun X21 0,001621 0,000265 6,111547 0,000000
Jarak Demak X4 -0,00003 0,00001 -3,96770 0,00008
Tani
Tambang
X 10A -0,00153 0,00040 -3,80945 0,00014
X 10B 0,019241 0,003208 5,997060 0,000000
Model Geometri (Bunga majemuk) Dengan model ini diasumsikan terjadi pertumbuhan penduduk rata-rata 2% dan dengan demikian akan terjadi peningkatan kepadatan penduduk secara eksponensial di setiap desa mengikuti rumus (3.21).
117
Model Logistik Dengan asumsi bahwa untuk jangka panjang terdapat pembatas peningkatan penduduk maka tidak mungkin terjadi peningkatan kepadatan penduduk secara terus menerus, pasti suatu saat akan mengalami masa pembatasan.
Model yang
menunjukkan sifat pertumbuhan ini dikenal dengan model logistik seperti yang diuraikan dalam rumus (3.22). Tiga titik pertumbuhan yang digunakan sebagai titik acuan didekati dengan model regresi, sehingga diperoleh titik acuan untuk tahun 1998, 2002 dan 2006. Dengan tiga titik acuan ini diperoleh nilai a,b,k berturut-turut untuk setiap desa Dari ke-empat model pertumbuhan peduduk dapat diplotkan pertumbuhan penduduk pada radius 50 km dari ULA seperti pada Tabel 39 dan Gambar 42. Tabel 39 Hasil estimasi jumlah penduduk eksponensial, geometri dan logistik Tahun 1998 2002 2016 2036 2056
Logistik 2131516 2519260 3341657 4146875 4465688
Eksponensial 2174953 2542211 3876371 5688056 7558903
dengan
model
Regresi 2131516 2519260 3876371 5815101 7753831
Majemuk 2307222 2490034 3044330 5346623 12224618
regresi
ganda,
Dengan memperhatikan luas wilayah dan kawasan lindung, daya tampung ke empat kabupaten di sekitar lahan PLTN masih dapat menampung penduduk yang diperkirakan sampai 10,3 juta pada Tahun 2056. Dari pertimbangan ini,
maka untuk perkiraan yang pesimis pertumbuhan
penduduk model regresi ganda maupun eksponensial dapat digunakan, sedang model logistik dan geometrik atau bunga majemuk dapat digunakan sebagai pembanding. Selanjutnya dalam analisis ini digunakan model pertumbuhan eksponensial. Gambar 43, Gambar 44 dan Gambar 45 menunjukkan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tahun 1998 sampai tahun 2002 dan prediksi pertumbuhan kepadaran penduduk tahun 2016, 2036, dan 2056.
118
Grafik Pertumbuhan Penduduk dengan Logistik, Eksponensial, Regresi Ganda, dan Bunga Majemuk 1.40E+07
1.20E+07
1.00E+07
8.00E+06 Jiwa
Logistik Eksponensial Regresi Majemuk
6.00E+06
4.00E+06
2.00E+06
0.00E+00 1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
2060
Tahun
Gambar 42
Hasil estimasi pertumbuhan penduduk dengan model geometri, regresi ganda, eksponensial dan logistik
Untuk tujuan analisis dampak radiologi, maka data penduduk dikonversi ke dalam grid yang sudah didefinisikan pada Bab metodologi untuk estimasi penduduk 2016, 2036 dan 2056 dapat dilihat pada Tabel 40-42.
119
Gambar 43 Pola spasial variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tahun 1998
120
Gambar 44 Pola spasial variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk tahun 2002
121
Gambar 45 Peta prediksi pertumbuhan penduduk di sekitar PLTN
122
Tabel 40 Estimasi jumlah penduduk tahun 2016 dalam radius 50 km dalam grid spasial U
UUT
UT
1 2 5 10 20 35 50
TUT
362 3274 369
T 90 234 2688 11193 59262 59738
TST 215 645 4165 14705 114450 202819 28011
ST 222 666 4660 18760 90759 160783 486848
SST 207 620 4746 18617 81446 168948 477426
S 183 549 4698 20632 58857 219594 520882
SSB 216 647 5684 25755 98220 329547 369692
SB 212 635 5975 22578 103408 67323 8946
BSB 202 446 2608 11213 3591
B
BNB
UB
UUB
134 5
Tabel 41 Estimasi jumlah penduduk tahun 2036 dalam radius 50 km dalam grid spasial U
UUT
UT
1 2 5 10 20 35 50
TUT
634 5724 564
T 147 384 4648 19569 95871 87145
TST 353 1060 7071 25081 169788 295934 41920
ST 365 1094 7656 29461 133561 257424 667780
SST 340 1019 7539 28592 130991 257725 645767
S 301 902 7170 29460 94170 316705 670490
SSB 354 1063 8596 36152 139810 436624 536201
SB 348 1044 8836 32796 145628 81633 15033
BSB 331 732 3835 16804 4924
B
BNB
UB
UUB
BNB
UB
UUB
220 8
Tabel 42 Estimasi jumlah penduduk tahun 2056 dalam radius 50 dalam grid spasial U 1 2 5 10 20 35 50
UUT
UT
TUT
905 8174 758
T 205 535 6608 27945 132479 114552
TST 492 1475 9976 35457 225126 389049 55830
ST 507 1522 10653 40161 176362 354065 848711
SST 473 1418 10331 38566 180536 346501 814108
S 418 1255 9642 38288 129483 413816 820097
SSB 493 1479 11507 46550 181400 543701 702710
SB 484 1453 11696 43014 187849 95944 21119
BSB 461 1018 5063 22395 6257
B 306 11
123
Kepadatan dan penyebaran penduduk sekitar PLTN
Walaupun penduduk bertempat tinggal menyebar pada ruang spasial namun dapat diketahui lokasi pemusatan penduduk sekitar PLTN. Dengan menggunakan rumus (3.10) – (3.12) dapat diketahui rata-rata penduduk dan lokasi rata-rata spasialnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 43.
Tabel 43 Rata-rata penduduk dan titik pemusatan pada empat kabupaten sekitar Lokasi PLTN
Pati
Kudus
Jepara
Demak
Tahun 1998 2002 2016 2036 2056
RataRata spasial 2743 3744 5525 8525 11488
1998 2002 2016 2036 2056
X
Y
481538 505269 504995 504975
9252469 9254411 9254270 9254282
7444 10068 12714
484568 484727 484826
9247927 9248065 9248119
1998 2002 2016 2036 2056
7879 12026 16236
473461 473807 473930
9271165 9272646 9273446
1998 2002 2016 2036 2056
6854 9995 13168
458256 458342 458372
9234320 9234587 9234727
Lokasi ini secara spatial ditunjukkan dalam Gambar 46.
124
Gambar 46 Lokasi pemusatan penduduk pada Kabupaten Jepara, Pati, Kudus dan Demak. Dari Gambar 46 terlihat bahwa penduduk di tiap kabupaten memusat pada lokasi desa Bringin, Kecamatan Jepara untuk Kabupaten Jepara, Kotamadya Kudus untuk Kabupaten Kudus, dan Demak untuk Kabupaten Demak. Pola pergeserannya tidak jauh dari wilayah-wilayah yang sudah ditentukan tersebut.
Untuk masing-
masing kabupaten tersebut pertumbuhan penduduk dapat digambarkan seperti pada Gambar 47.
Kepadatan
penduduk yang minimum di masing- masing kabupaten
ditunjukkan pada Gambar 48.
125
90
80
70
Kepadatan (jiwa/ha)
60
Pati
50
Kota Kudus Jepara 40
Demak
30
20
10
0 1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
2060
Tahun
Gambar 47 Kepadatan penduduk tertinggi di empat Kecamatan Wilayah Radius 50 km dari PLTN 35
30
Kepadatan (jiwa/ha)
25
20
Cluwak Dawe Bangsri Wedung
15
10
5
0 1990
2000
2010
2020
2030
2040
2050
2060
Tahun
Gambar 48 Kerapatan penduduk terrendah untuk masing-masing Kabupaten di wilayah radius 50 km dari PLTN
126
Kecamatan Bangsri (bagian dari Kembangan) termasuk berpenduduk dengan kepadatan sangat rendah yaitu 12 jiwa per ha pada Tahun 2016 dan 27 jiwa per ha pada Tahun 2056.
Oleh karena itu pegaturan kependudukan masih sangat
dimungkinkan dan daya dukung wilayah masih cukup tinggi bila diperlukan..
Korelasi pasial
Dengan menggunakan persamaan (3.15) dan (3.16 ) dapat dihitung korelasi spasial penduduk disekitar PLTN Ujung Lemahabang seperti yang ditunjukkan pada Tabel 44. Hasil perhitungan perhitungan menunjukkan bahwa sebaran penduduk terjadi secara berkelompok, dan dari data spatial yang tersedia pengelompokan terdapat pada pusat-pusat penduduk seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 46.
Tabel 44 Korelasi spatial kepadatan penduduk kabupaten Pati, Kudus, Jepara dan Demak Nama
Nilai
VarNorm
ZNorm
VarRand
Zrand
Geary'sC
0,386330
0,000527
26.721916
0,002872
11.451779
Moran'sI
0,585596
0,000341
31.749869
0,000333
32.160974
Dari hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk masih sangat dipengaruhi oleh keberadaan jalan-jalan dalam kota,
ketersediaan
penerangan, dan sarana prasarana seperti yang ditunjukkan pada persamaan model pertumbuhan penduduk yang telah dianalisis.
5.3. Analisis Perubahan Dampak Oleh Pertumbuhan Penduduk
Dosis efektif individu adalah dosis yang diterima oleh seseorang yang berada pada satu lokasi tertentu yang dengan konsentrasi bahan radionuklida te rtentu. Sedang dosis kolektif adalah dosis yang diterima individu secara kolektif pada suatu wilayah tertentu. Dengan demikian pertambahan penduduk di sekitar lokasi PLTN
127
berdampak pada peningkatan dosis kolektif yang sekaligus berdampak pada kemungkinan jumlah penduduk yang terkena. Dengan menggunakan data dosis hasil perhitungan PC-COSYMA dan data penduduk pada Tabel 40-42 dapat dihitung perubahan dampak radiologi yang timbul sejak dari tahun 2016 sampai dengan 2056 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 49 dan 50, masing- masing untuk angka gangguan kesehatan (morbidity) dan kematian (mortality) Grafik Data kemungkinan peningkatan angka gangguan kesehatan oleh pertumbuhan penduduk pada kecelakaan bocor 0.1% dengan mekanisme reduksi berfungsi 1.20E+02
1.00E+02
Jumlah
8.00E+01
6.00E+01
4.00E+01
2.00E+01
0.00E+00 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Tahun ke Maximum
Mean
Prob < 1.0E+00
99th perc.
95th perc.
90th perc.
50th perc.
Gambar 49 Grafik peningkatan angka gangguan kesehatan tahun ke 1 (2016) sampai tahun ke 3 (2056).
128
Grafik data kemungkinan peningkatan angka kematian oleh pertumbuhan penduduk pada kondisi kecelakaan bocor 0.1%, dengan sistem reduksi berfungsi 7.00E+01
6.00E+01
5.00E+01
4.00E+01
3.00E+01
2.00E+01
1.00E+01
0.00E+00 0
0.5 Maximum
1 Mean
1.5 Prob < 1.0E+00
2 99th perc.
2.5 95th perc.
3 90th perc.
3.5 50th perc.
Gambar 50 Kemungkinan kenaikan angka kematian oleh peningkatan jumlah penduduk tahun ke 1 (2016) sampai tahun ke 3 (2056) Dari grafik terlihat bahwa walaupun kuat sumber yang keluar oleh pelepasan radionuklida tetap
namun perubahan penduduk dapat menyebabkan perubahan
jumlah kasus kerusakan organ dan ke matian. Untuk kerusakan organ peningkatan kejadian rata-rata dari 7 kasus menjadi 12 kasus dan maksimum dari 51 kasus menjadi 107 kasus, sedang pada kematian dari rata-rata dari 3 kasus menjadi 7 kasus dan maksimum dari 27 kasus menjadi 54 kasus. Walaupun demikian ditinjau dari probabilitas kejadiannya kemungkinan hal ini terjadi sangat kecil seperti yang terlihat pada Tabel 45.
129
Tabel 45 Probabilitas kejadian gangguan kesehatan dan kematian Keboleh jadian kecelakaan PLTN Jumlah penduduk Jumlah gangguan kes. rata-rata Probabilitas Jumlah kematian rata-rata Probabilitas Jumlah gangguan kes . maksimum Probabilitas Jumlah kematian maksimum Probabilitas
Tahun 2016 1,9 E-6
Tahun 2036 1,9 E-6
Tahun 2056 1,9 E-6
3.899.363 7 3,41E-12 3 1,46E-12 51 2,49E-11 27 1,32E-11
5.515.378 10 3,44E-12 5 1,72E-12 79 2,72E-11 42 1,45E-11
7.131.393 12 3,2E-12 7 3,41E-12 107 2,85E-11 57 1,52E-11
5.4. Analisis Ekonomi Dampak Kerusakan
Pada kondisi normal maka besar kerusakan yang diperkirakan hanya menyangkut dampak kerusakan pada gangguan kesehatan yaitu fatal kanker dan kanker tidak fatal. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghitung dampak kanker yaitu (1) berdasarkan nilai statistik hidup (Value of a Statistical Life, VSOL) atau (2) berdasarkan nilai hilangnya harapan hidup (Value of Life Tahun Loss, VLYL). Secara ekonomi nilai-nilai tersebut di atas dapat dicari dengan melakukan valuasi dengan metode Willingness to Pay (WTP) terhadap suatu kecelakaan nuklir. Namun nilai ini akan sulit dicari terutama untuk negara- negara yang belum memiliki reaktor. Oleh karena itu dapat dilakukan pendekatan dengan membandingkan dengan nilai yang ada di suatu negara lain , dalam hal ini Eropa. Tabel 46 menunjukkan nilai ekonomi per unit dampak radiologi dengan 0% discount rate (Markandya 1999a, 1999b; Spadaro 2000). Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi untuk tahun 2004, 2016, 2036, dan 2056 dilakukan dengan rumus Future Value of Cost (Sanim 2000) dan asumsi discount rate 3% diperoleh hasil seperti pada Tabel 47.
130
Tabel 46. Nilai ekonomi dampak radiologi Pendekatan
Kanker Fatal US $1995 per Kasus
Kanker Non-Fatal US $1995 per Kasus
Penyakit keturunan US $1995 per Kasus
VOSL*
4.113.400
589.500
4.113.400
VLYL**
2.855.800
589.500
4.113.400
*) value of statistical life **) value of life year loss
Tabel 47 Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan Jenis dampak radiologi Kanker Fatal VSOL VLYL Kanker Non-Fatal VSOL VLYL Penyakit pada keturunan VSOL VLYL
1995
2004 US$
Tahun 2016 US$
2036 US$
2056 US$
4.113.400 2.855.800
5.367.054 3.726.171
7.429.258 5.157. 892
13.418.066 9.315.728
24.234.520 16.825.240
589.500 589.500
769.164 769.164
1.064. 703 1.064. 703
1.922.971 1.922.971
3.473.100 3.473.100
4.113.400 2.855.800
5.367.054 3.726.171
7.429. 258 5.157. 892
13.418.066 9.315.728
24.234.520 16.825.240
Untuk pemakaian di negara- negara lain di luar Eropah, maka penyesuaian dilakukan dengan menggunakan rumus: PPP GNPY Biayakerusakan Y = Biayakerusakan X PPP GNPX Keterangan: Biaya Kerusakan Y : biaya kerusakan pada negara-Y Biaya Kerusakan X : biaya kerusakan pada negara –X pembanding PPP GNPY : purchasing power parity Gross National Product E : Elastisitas kerusakan
E
Data sebagian nama negara-negara dan GDP (PPP ) yang dimilikinya pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 48 (Wikipedia 2004).
131
Tabel 48 GDP per kapita beberapa negara tahun 2004 Rank
Country
1 2 3 4 5 7 8
Luxembourg Norway United States Ireland San Marino Iceland Denmark
9
Canada
32.921
58
10 11
Switzerland Austria Hong Kong SAR (PRC) Japan Australia Belgium Singapore Netherlands Finland Germany
31.690 31.254
— 12 13 14 15 16 17 18
GDP per Capita 63.609 40.005 39.496 37.663 34.600* 33.269 33.089
Rank
Country
GDP per Capita 26.900* 12.468 12.452 12.215 11.980 11.847 11.568
— 52 53 54 55 56 57
59 60
European Union Argentina Poland Mauritius Latvia Seychelles Croatia Antigua and Barbuda Chile South Africa
30.558
61
Libya
10.769
29.906 29.893 29.707 29.700 29.332 29.305 28.988
62 63 64
Malaysia Russia Botswana
10.423 10.179 10.169
120 121
Syria Indonesia
3.724 3.703
11.363 10.904 10.798
Secara khusus untuk Negara Jerman, Euro, Amerika dan Indonesia estimasi GDP dan GDP per capita tahun 2004, 2016, 2036, 2056 ditunjukkan pada Tabel 49. Tabel 49 Estimasi nilai GDP dan GDP per kapita tahun 2004, 2016, 2036, 2056 dengan persentase pertumbuhan 5% Tahun
1994
GDP German Euro US Indonesia GDP per capita German Euro US Indonesia
17.764 25.000 3.600
2003 $million
2004 $million
2016 $million
2036 $million
2056 $million
2.180.000 10.840.000 10,400,000 663.000
2.325.828 12.020.939 11.628.083 779.719
4.110.715 20.440.437 19.610.751 1.250.185
10.906.951 54.234.564 52.033.161 3.317.114
30.875.247 159.577.348 154.362.205 10.350.730
26.600 28.600 37.600 3.100
28.988 26.900 39.496 3.703
50.158 53.930 70.900 5.846
133.085 143.091 188.120 15.510
384.814 357.096 524.307 49.157
132
Dengan demikian nilai dampak radiologi VSOL dan VLYL untuk Indonesia ditunjukkan pada Tabel 50, Tabel 50 Estimasi nilai ekonomi dampak radiology terhadap kesehatan Tahun
1995
2003 US$.
2004 US$
2016 US$
2036 US$
2056 US$
Kanker Fatal VSOL VLYL
833.610 578.748
738.818 512.937
805.269 559.072
1.454.406 1.009.747
3.336.075 2.316.129
Kanker Non-Fatal VSOL VLYL
119.466 119.466
105.882 105.882
115.405 115.405
208.434 208.434
478.100 478.100
833.610 2.855.800
738.818 512.937
805.269 559.072
1.454.406 1.009.747
3.336.075 2.316.129
Penyakit pada keturunan VSOL VLYL
Dengan demikian biaya kerusakan untuk pelepasan normal dapat dihitung seperti pada Tabel 51. Dengan memperhatikan jumlah kasus yang mungkin terjadi seperti pada Tabel 45 dapat diestimasi nilai kerusakan kesehatan yang ditimbulkan oleh dampak radiologi dalam kondisi normal seperti pada Tabel 52. Dengan demikian prediksi biaya dampak kesehatan bila terlihat dampak pada kondisi normal pada (asumsi US$ 1 : Rp. 10.000): 1. Tahun 2016 : Rp. 3.938.120,000,00 atau Rp. 3,938 milyar 2. Tahun 2036 : Rp. 7.112.693.000,00 atau Rp 7,113 milyar 3. Tahun 2056 : Rp. 16.314.900,000,00 atau Rp 16,3 milyar Pada kondisi kecelakaan perhitungan biaya kerusakan sedikit berbeda karena disamping terjadi dampak terhadap kesehatan juga terjadi tindakan kedaruratan. Sesuai dengan zone radiasinya, maka penduduk pada wilayah radius 1 km yaitu zone eksklusi, harus segera dievakuasi dan relokasi, dan untuk jangka panjang dinyatakan adanya larangan memakan makanan yang diproduksi di wilayah terkena radiasi tersebut selama satu tahun tergantung perkembangan hasil pengukuran.
133
Tabel 51 Perhitungan jumlah kasus yang terjadi secara stokastik saat reaktor beroperasi normal Jalur masuk Inhalasi Awan Resuspensi Makanan :
Kejadian 4,70E-01 1,06E-01 2,10E-02
Unit (man Sv per tahun) (manSv per tahun) (man Sv per tahun)
1,17E-04 3,47E-05 9,72E-04 1,19E-04 9,68E-04 6,46E-08 2,21E-03
(man Sv per tahun) (man Sv per tahun) (man Sv per tahun) (man Sv per tahun) (man Sv per tahun) (man Sv per tahun) (man Sv per tahun)
H- 3
3,99E-05
(man Sv per tahun)
C - 14
5,45E+00 6,05E+00
(man Sv per tahun) (man Sv per tahun)
3,02E-01 7,26E-01 6,05E-02
(kasus per tahun) (kasus per tahun) (kasus per tahun)
Sapi Kambing Cereals Sayuran hijau Umbi Susu Sub-total Makanan: Kasus khusus :
Total Kejadian pada radius 50 km Kanker fatal Kanker tidak fatal Dampak keturunan
Tabel 52 Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan Jenis dampak radiology Kanker Fatal VSOL VLYL Kanker Non-Fatal VSOL VLYL Penyakit pada keturunan VSOL VLYL Tot al VSOL Total VLYL
Prob Kejadian US$.
2016 US$/kasus Biaya
2036 US$/kasus
Biaya
2056 US$/kasus Biaya
0.320
805.269 559.072
257.686.15 178.903.123
1.454.406 1.009.747
465.409.9 323.118.9
3.336.075 2.316.129
1067544 741161.2
0.726
115.405 115.405
83.783.9025 83.783.9025
208.434 208.434
151.323 151.323
478.100 478.100
347100.6 347100.6
0.065
805.269 559.072
52.342.4992 36.339.6969
1.454.406 1.009.747
94.536.38 65.633.53
3.336.075 2.316.129
216.844.9 150.548.4
393.812.552 299.026.723
711.269.3 540.075.5
1.631.490 1.238.810
134
Ditinjau dari segi dosis yang diterima penduduk maka penduduk pada sektor 9 sampai dengan radius sampai 10 km, karena merupakan wilayah dengan penyinaran yang dominan, harus di evakusi dan relokasi dan untuk jangka panjang dinyatakan adanya larangan makan makanan di wilayah tersebut selama satu tahun tergantung perkembangan hasil pengukuran. Berdasarkan estimasi kerusakan yang terjadi pada kasus ini maka kehilangan tanah dan rumah tidak dihitung karena penduduk dapat kembali lagi kerumah masing-masing. Dengan demikian biaya kerusakan dapat diuraikan seperti pada Tabel 53. Tabel 53 Estimasi nilai ekonomi dampak radiologi terhadap kesehatan pada kondisi darurat Komponen Biaya Kematian oleh Kanker Fatal Gangguan kesehatan Kanker Nonfatal Evakuasi Relokasi Larangan makanan Susu Daging sapi Daging kambing Biji-bijian Sayuran Umbi Total
Jumlah (unit)
Biaya per kasus (milyar rupiah)
Biaya total (milyar rupiah)
27 kasus
8.052
217,404
51 kasus 21.259 jiwa 0
1.154 0,531
58,854 0,531
54.7
54,7
0 61.369 kg 9.657 kg 5.936.363 kg 119.426 kg 6.512.470 kg 331,489
Dengan demikian biaya kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak kondisi kecelakaan nuklir sebesar Rp 331,489 milyar.
135
5.5. Analisis Pemanfaatan Ruang
Analisis ini terutama ditujukkan untuk menganalisis aktivitas dan pola aktivitas penduduk yang berpotensi terkena dampak radiologi pada saat terjadi kecelakaan nuklir, khususnya menyangkut tempat-tempat dimana penduduk lama berada dan banyak berkumpul, seperti perumahan, tempat-tempat komersil sekolah dan rekreasi. (EPA 2000).
Oleh karena itu pada bagian pertama akan dianalisis
penetapan zone kedaruratan berdasarkan pola penyebaran bahan radionuklida bila terjadi kecelakaan, dan kedua adalah menganalisis aktivitas penduduk dalam zone tersebut dan prediksinya di masa mendatang sehingga dapat dipertimbangkan dalam penyusunan tata ruang lahan sekitar PLTN.
Zone Kedaruratan Penyebaran bahan radionuklida dalam kondisi normal secara umum dapat dikatakan sangat kecil.
Dampak yang mungkin terjadi terhadap populasi adalah
dampak stokastik jangka panjang dengan probabilitas yang sangat kecil. Dari hasil perhitungan terdahulu diperoleh total dosis efektif maksimum dari inhalasi, awan, dan deposisi adalah sebesar 2,5 x 10-5 Sv atau 0,25 µSv. Besaran ini masih sangat jauh di bawah batas yang diijinkan yaitu 5 rem atau 50,000 µSv untuk pekerja radiasi dan 1 mSv, atau 1000 µSv untuk publik dalam satu tahun (NCRP 116). Penerapan prinsip ALARA memberi arti bahwa walaupun paparan yang keluar sudah diestimasi dibawah batas yang diijinkan, namun dalam praktiknya harus diartikan sebagai dosis serendah mungkin yang dapat dicapai oleh penguasa nuklir. Olivera (2003) melaporkan hasil pengamatan dosis untuk Reaktor Daya di Atucha I dan Embalse, Argentina periode 1990-2002 berkisar 0,002 – 0,012 mSv atau 2 x 106
µSv – 12 x 10-6 µSv.
Ishida (2003) menyebutkan kontrol terhadap dosis yang
diijinkan sampai kepada publik dapat dilakukan melalui penetapan peraturan (regulatory) oleh pemerintah.
Misalnya, pemerintah menetapkan bahwa untuk
rancangan reaktor, basis dosis efektif yang digunakan adalah 18 µSv per tahun bukan 1 mSv seperti yang ditetapkan secara Internasional. Sebagai konsekuensinya maka
136
teknologi keselamatan reaktor harus lebih ditingkatkan, misalnya, untuk mitigasi pelepasan bahan radionuklida ke lingkungan dilakukan usaha mereduksi pelepasan radiasi melalu i penaikan cerobong, penggunaan filter, ice condenser, penangkapan unsur krypton (Ishida 2003). Langkah mitigasi dampak radio logi terhadap penduduk dapat dilakukan dengan menetapkan zone pemanfaatan ruang sekitar PLTN sedemikian rupa sehingga wilayah tersebut memiliki penduduk jarang, Berbeda dengan kondisi normal pada kondisi kecelakaan pelepasan radionuklida tidak terjadi sepanjang tahun, tetapi terbatas pada beberapa waktu saja tergantung
pada
kecepatan
tindakan
kedaruratan
yang
dilakukan
untuk
menanggulangi pelepasan kuat sumber maupun penanganan penduduk disekitar PLTN. Untuk merumuskan penanganan kedaruratan, perkiraan dosis yang mungkin terjadi dijadikan dasar penanganan. Untuk itu dosis maksimum yang mungkin terjadi dijadikan dasar untuk penetapan zone eksklusi dengan pengertian, bila zone ini telah ditetapkan maka zone lain dapat dipastikan akan memiliki dampak yang lebih kecil dan dengan penanganan yang lebih mudah. Dari hasil perhitungan dosis secara total maupun dengan unsur I-131 dapat disimpulkan bahwa zone radiasi yang maksimum berada di radius lebih kecil dari 1 km. Per definisi zone eksklusi dedefinsikan sebagai wilayah yang mendapat dosis 0,25 Sv dalam jangka waktu 2 jam setelah pelepasan bahan radionuklida, namun besaran ini tidak akan pernah tercapai dengan rancangan PLTN yang menggunakan teknologi keselamatan generasi IV.
Dalam
zone ini penguasa nuklir berwenang menentukan aktivitas yang dapat dilakukan termasuk memindahkan personil dan kepemilikannya. Dengan penetapan zone radiasi 1 km sebagai zone eksklusi, wilayah yang tercakup di dalamnya adalah sebagian Desa Balong dengan luas 314 ha, wilayah di atas radius 1 km termasuk zone kepadatan penduduk jarang (Low Population Zone ). Artinya penduduk disekitar zone ini harus dipertahankan memiliki kepadatan rendah sehingga
mengurangi
orang
yang
terkena
dampak
dikemudian
hari
dan
mempermudah melakukan evakuasi maupun relokasi. Berbagai zone ekslusi ini sama dengan beberapa zone yang ada di PLTN Amerik a Serikat (Newject 1996).
137
Dari Tabel 27 ditunjukkan bahwa dosis individu yang tertinggi yang mungkin diterima penduduk berada pada radius 0,5 km sektor 13 dari arah timur ke barat yaitu sebesar 5,69 mSv. Penduduk yang menerima dosis tertinggi ini disebut sebagai critical group oleh karena itu wilayah ini dijadikan acuan untuk batas penerimaan penduduk Untuk
kesiapsiagaan,
kemungkinan kondisi darurat, (emergency preparedness)
wilayah
sekitar
PLTN
perlu
mengantisipasi
untuk itu perlu rencana kesiapsiagaan kedaruratan untuk menyusun rencana kedaruratan (emergency
planning) dalam menangani kemungkina n dampak kecelakaan lepasnya bahan radionuklida.
Kesiagaan ini ditandai dengan persiapan langkah penanganan
(countermeasure) seperti perlindungan (sheltering), evakuasi, relokasi dan lain- lain. Oleh karena itu sangat perlu kualitas dan ketersediaan alat transportasi untuk melakukan langkah-langkah evakuasi, demikian pula ketersediaan listrik dan sistem koneksi dan pusat-pusat layanan publik. Sebagai konsekuensi penetapan zone kedaruratan Precautionary Protective Action Zone(PAZ) maka langkah kedaruratan yang harus segera dilakukan bila ada peringatan kedaruratan, antara lain memerintahkan penduduk mencari perlindungan untuk sementara agar kemudian dapat dievakuasi. Oleh karena itu zone ini terkait dengan zone eksklusi maka ditetapkan radius untuk Zone PAZ yang meliputi 0-2 km dari sumber pelepasan. Zone Urgent Protective Action Planning Zone(UPZ) yaitu zone dimana tindakan kedaruratan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditetapkan pada radius 2-10 km. Pada radius ini konsentrasi bahan radionuklida menurun 1/10 kali. Selanjutnya zone longer term protective action planning zone (LPZ) ditetapkan > 10 km. Dengan memperhatikan prediksi perkembangan sejak dioperasikan tahun 2016 sampai 2056 dan sebaran dosis radiasi seperti pada Gambar 51 terlihat bahwa pusatpusat penduduk berada pada radius di atas 10 km atau zone LPZ. Artinya wilayah di bawah
10
km
dapat
menjadi
wilayah
dengan
penduduk
jarang.
138
Gambar 51 Peta sebaran radiasi dan pertumbuhan penduduk sekitar PLTN Jepara Tahun 2016, 1036, dan 2056
139
Oleh karena itu pembahasan selanjutnya lebih detil pada aktivitas penduduk dalam pemanfaatan ruang pada zone 0-2, 2-5, dan 5-10 km sebagai zone yang memiliki potensi dampak radiologi.
Analisis Penggunaan Tanah Wilayah Radius 10 km Dari lokasinya, Ujung Lemahabang merupakan wilayah yang terletak jauh dari pusat penduduk seperti terlihat pada Gambar 51, dan berada pinggir laut. Kecamatan yang masuk dalam radius 10 km meliputi wilayah sebagai berikut, Radius (Km) 1 2 5
10
Kecamatan
Desa
Bangsri/Kembang Bangsri/Kembang Bangsri/Kembang Bangsri Keling Bangsri/Kembang Bangsri/Kembang
Balong Balong Balong , Tubanan, Kancilan, Dermolo Kaliaman Bumiharjo Balong, Tubanan, Kancilan, Dermolo Kaliaman, Bondo, Jerukwangi, Bangsri, Wedelan, Banjaran, Jinggotan, Pendem, Cipogo
Gambar 52 menunjukkan menunjukkan wilayah pada radius 10 km dari lokasi PLTN Ujung Lemahabang, Kabupaten Jepara, dan pemanfaatan ruang dalam radius tersebut. Radius 0-1 km Pada wilayah 0-1
km praktis tidak terdapat daerah pemukiman yang
mengelompok. umumnya wilayah tersebut kebun karet, kelapa, coklat, tanah ladang, dan sawah. Akses dari lokasi ini masih menggunakan jalan setapak menuju jalan lain. Desa Balong memiliki akses ke desa terdekat Tubanan, Kancilan dan Dermolo, Bumiharjo melalui jalan lokal. Di desa Kancilan terdapat jalan kolektor yang dapat menghubungkan desa Balong ke kecamatan dan ke jalan utama. Ketinggian wilayah di bawah 20 m dari pemukaan laut. Wilayah ini akan sepenuhnya menjadi kawasan PLTN, sehingga penggunaan lahannya tidak akan berubah selama usia PLTN dan berada dibawah pengendalian penuh penguasa PLTN.
140
Gambar 52 Tata guna lahan wilayah desa dan kecamatan dalam Radius 10 km
141
Radius 1-2 km Sama seperti radius 0-1 km pada wilayah ini belum terdapat pemusatan penduduk. Umumnya wilayah terdiri dari kebun karet, kelapa coklat, dan tanah ladang. Wilayah relatif datar rata-rata di bawah 20 m dari permukaan laut. Ke arah Barat dari ULA yaitu desa Bumiharjo mengalir kali Beji. Sebagian wilayah dalam radius ini juga akan merupakan kawasan PLTN. Penggunaan ruang di wilayah ini praktis menjadi kawasan PLTN. Transportasi yang melalui wilayah ini masih merupakan jalan lain dan jalan setapak. Perubahan dalam transportasi dapat terjadi selama masa konstruksi
dan operasi, namun jalan yang akan
dibangun masih merupakan jalan untuk masuk kawasan. Artinya jalan tersebut tidak merupakan jalan yang menghubungkan satu pusat ekonomi denga n pusat ekonomi lainnya.
Wilayah ini dirancang sebagai zona kedaruratan PAZ oleh
karena itu akses evakuasi dan relokasi harus dapat segera dilakukan.
Radius 2-5 km. Dalam radius ini sudah terdapat lahan pemukiman di samping lahan lain seperti kebun karet, ladang dan meliputi desa Balong, Bumiharjo dan Kaliaman. Ketinggian wilayah umumnya lebih tinggi dari wilayah sebelumnya yaitu berkisar 20 – 40 km di atas permukaan laut. Pada wilayah ini sebagai sumber mengalirnya air maka pada wilayah ini pada bagia n Barat mengalir kali Balong dan pada bagian barat kali Beji. Sepanjang usia PLTN, perubahan yang mungkin terjadi dalam wilayah ini adalah bertambahnya luas tanah pemukiman dan berkurangnya luas kebun dan sawah. Dalam rangka pembangunan dan penyiapan kedaruratan maka akses jalan dan panjang jalan juga akan mengalami perubahan.
Radius 5-10 km Kepadatan penduduk semakin bertambah dalam wilayah ini dengan rata-rata 5 orang per ha. Ketinggian wilayah rata-rata 40-90 m dpl. Lahan berupa pemukiman, kebun, dan tanah ladang. Perubahan yang mungkin terjadi meliputi perubahan lahan pemukiman, sawah ladang dan hutan.
142
Analisis perubahan lahan Faktor penyebab terjadinya perubahan lahan adalah pertambahan penduduk di wilayah sekitar PLTN baik oleh pertumbuhan alami ma upun masuknya tenaga pekerja baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam pembanguna n dan operasi PLTN. Dalam analisis proyek oleh KAERI untuk pembangunan satu PLTN diperkirakan akan dibutuhkan sebanyak 700 pekerja dari tingkat teknisi sampai manajemen. Hal ini berarti akan berkumpul sebanyak 2800 orang.
Diasumsikan tersebar merata di Kecamatan Bangsri,
Kembangan dan Keling di Kabupaten Jepara. Dampak beredarnya uang dan pertambahan penduduk akan memunculkan pula pekerja-pekerja yang tidak secara langsung terlibat dalam pembangunan maupun operasi PLTN seperti penyedia barang untuk pembangunan, pelayanan jasa, dan lain- lain.
Markandya (2000) mengasumsikan jumlah pekerja tak
langsung sebesar 25% dari populasi yang sebenarnya. Seiring dengan pertumbuhan penduduk tersebut, maka pertumbuhan lain tidak dapat dielakkan, yaitu pertumbuhan kebutuhan akan rumah tinggal, petumbuhan kebutuhan lahan perumahan, sehingga terjadi konversi lahan dari lahan sawah atau ladang atau hutan menjadi permukiman.
Dalam kasus ini
kebutuhan lahan pemukiman akan berubah sebagai berikut ini: Dengan mengacu pada rasio penduduk dan lahan pemukiman pada Tabel 15 maka dengan kenaikkan penduduk pada radius 10 km dari
tahun 2016
(168.879, 6) ke 2056 (400.476) diperlukan tambahan luas pemukiman minimum sebesar 470 ha atau maksimum 56.188 ha, atau rata-rata 28.328 ha dari 31.416 ha total luas wilayah, atau 90% dari total wilayah. Artinya seluruh penggunaan lahan lainnya akan menyusut.
Rencana Penanggulangan Kedaruratan
Untuk mengurangi dampak radiasi yang mungkin terjadi perlu dilakukan tindakan penanggulangan (countermeasure) dengan melakukan beberapa langkah
143
yaitu melakukan perlindungan pada gedung- gedung tertutup, evakuasi, relokasi, dan memakan iod untuk memblok iod masuk ke kelenjar gondok. .
Tindakan perlindungan (sheltering) Tindakan perlindungan (sheltering) dilakukan bila pada lokasi tertentu telah diterima dosis sebesar 10 mSv dalam 7 hari waktu integrasi. Selama waktu perlindungan faktor penurunan dosis oleh berbagai jenis gedung seperti diuraikan pada Tabel 54. Tabel 54 Faktor pelindungan deposisi permukaan gedung Struktur atau lokasi Rumah kayu satu atau dua tingkat tanpa ruang bawah tanah Rumah beton satu atau dua tingkat tanpa ruang bawah tanah Rumah dengan basement, satu atau dua dinding yang terekspose Satu tingkat, basement < 1 m, dinding terekspose Dua tingkat, basement < 1 m, dinding terekspose Tiga atau 4 struktur tingkat (500 – 1000 m2 per lantai Lantai 1 dan 2 Basement Struktur banyak lantai Lantai atas Lantai basemaent
Faktor pelindungan 0,4 0,2 0,1 0,05 0,05 0,01 0,01 0,005
(Sumber: EGG 75) Data kondisi perumahan di sekitar radius 50 km dari sumber terdiri dari semi permanen dan permanen, maka faktor pelindungan yang digunakan adalah antara 0,4 dan 0,2. Dalam kaitannya dengan penataan zone pemanfaatan ruang perlu pengaturan gedung-gedung yang berada disekitar PLTN dibuat dalam kualitas beton untuk memberi kesempatan penahanan bahan radionuklida yang cukup besar.
Tindakan Evakuasi (evacuation)
Tindakan evakuasi dilakukan dalam dua bentuk. Evakuasi segera harus dilakukan pada wilayah PAZ bila terjadi kecelakaan nuklir, sedang bentuk kedua adalah pelaksanaan evakuasi dilakukan setelah melakukan pengukuran terhadap paparan radiasi dimana jumlah dosis yang sampai ke pada individu sebesar 100
144
mSv selama penyinaran 7 hari dan dosis efektif. Evakuasi dilakukan sampai ke lokasi long term protective action zone yaitu diatas 10 km. Dalam perencanaan tata ruang maka diperlukan pengaturan jalan dan tempat lokasi.
Tindakan Pemindahan Tetap Tindakan ini dilakukan setelah memang benar-benar terjadi kecelakaan yang sangat parah. Langkah ini khusus ditujukan untuk pencegahan dampak radiasi dalam waktu yang panjang, walaupun intervensi baru dilakukan sama dengan evakuasi yaitu 100 mSv dan ditambah dengan 100 mSv dosis pertahun yang berasal dari resuspensi. Relokasi sementara dilakukan pada tingkat intervensi 30 mSv oleh penyinaran eksternal.
Pemberian Iod Langkah untuk mena nggulangi masuknya bahan radiasi iod ke kelenjer gondok maka pil penangkap iod diberikan kepada korban untuk diminum. Dengan langkah-langkah di atas maka akan dapat terjadi pengurangan dalam dampak dosis terhadap penduduk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 53 dan 54. 2.00E+01
1.80E+01
1.60E+01
Jumlah Kasus
1.40E+01
1.20E+01
1.00E+01
8.00E+00
6.00E+00
4.00E+00
2.00E+00
0.00E+00 2010
2015
2020
2025
2030
2035
2040
2045
2050
2055
Tahun Maximum
Mean
Prob < 1.0E+00
99th perc.
95th perc.
90th perc.
Gambar 53 Penurunan jumlah kematian setelah countermeasure
2060
145
3.00E+01
2.50E+01
Jumlah Kasus
2.00E+01
1.50E+01
1.00E+01
5.00E+00
0.00E+00 2010
2015
2020
2025
2030
2035
2040
2045
2050
2055
2060
Tahun Maximum
Mean
Prob < 1.0E+00
99th perc.
95th perc.
90th perc.
Gambar 54 Penurunan jumlah gangguan kesehatan setelah countermeasure
Dari hasil analisis terlihat bahwa tindakan kedaruratan dapat memperkecil probabilitas penduduk yang terkena dampak sehingga dosis individu yang terjadi atau kelompok menurun dibandingkan dengan sebelum mendapat counter measure pada tahun 2016 sampai 2056 dengan angka kematian rata-rata menjadi 0,5, 0,6 dan 0,8 kasus dan maksimum 10, 13, 17 kasus.
Sedangkan yang
mengalami gangguan kesehatan kanker non- fatal rata-rata 1, 1.5, 2 kasus, maksimum 15, 21, 27 kasus.
Dengan menggunakan metode seperti yang
digunakan terdahulu maka biaya kerusakan menjadi Rp. 125,593 milyar,-. Untuk melaksanakan tindak kedaruratan tersebut maka setiap instalasi PLTN harus menetapkan zona kedaruratan dan menyiapkan prosedur tindak kedaruratannya seperti yang telah diuraikan pada Bab 2. Dari uraian-uraian terdahulu dapat dirumuskan kebutuhan pemanfaatan ruang suatu PLTN seperti pada Gambar 55. Zona 0-2 km sepenuhnya merupakan zone yang dikuasai oleh pengusaha PLTN.
Dalam zone ini terdapat instalasi
PLTN itu sendiri dengan tanda-tanda batas yang jelas sebagai zone terkendali. Dari analisis pemanfaatan ruang terdahulu diketahui bahwa wilayah ini masih berupa kebun karet sehingga pembebasannya tidak bermasalah.
146
Zone 2-10 km merupakan zone penyangga yang walaupun tidak dikuasai oleh PLTN tetapi tetap dalam pengawasan. Penduduk harus mendapat pelatihan tentang berbagai langkah dalam menangani kondisi darurat. Pada zone ini tidak dibenarkan berada aktivitas manusia yang dapat mengancam keselamatan PLTN seperti
instalasi yang berpotensi melepaskan gas dan uap beracun, cairan
berbahaya atau kegiatan lain dengan SDV kecil dari 10 km. Zone di atas 10 km merupakan zone dengan tingkat dampak radiologi segera atau langsung yang sudah sangat kecil namun bisa meningkat untuk dampak radiologi melalui makanan. Pada zone ini juga dilarang adanya aktivitas manusia yang dapat mengancam keselamatan reaktor sesuai dengan nilai SDVnya.
Misalnya tidak dibenarkan adanya landasan pesawat terbang pada
radius 16 km dari PLTN. Ditinjau dari segi kependudukan, hasil analisis menunjukkan bahwa probabilitas angka kematian atau gangguan kesehatan kanker non- fatal masih cukup rendah 1.06E-7 kasus-tahun. Untuk kelancaran pelaksanaan perlindungan dan evakuasi maka dengan metode networking diberikan petunjuk jalan atau rute mencapai lokasi evakuasi seperti pada Gambar 56. Kriteria menentukan lokasi evakuasi didefinisikan sebagai berjarak > 10 km dan tempat umum yang dibangun dengan beton seperti sekolah, gedung pertemuan dan mesjid.
Rencana Tanggap Darurat Kesiapsiagaan darurat (emergency preparadness) Akibat adanya potensi dampak radiologi kepada masyarakat sekitar PLTN maka langkah kesiapsiagaan darurat dilakukan dengan menyiapkan rencana penaggulangan kedaruratan untuk merepon setiap kejadian muncul.
Sebagai implementasinya dapat dilakukan dengan
yang mungkin menyiapkan
pamphlet, leaflet dan bahan lain yang bertujuan untuk mendidik dan menyiapkan penduduk merespon suatu kondisi darurat. Pada reaktor PLTN Sequayah dan Watt Bar, Tennessee USA, kesiapsiagaan darurat ini dilakukan bersama-sama antara Tennessee Emergency Management Agency dan Tennesse Valley
147
Gambar 55 Rencana Tata Ruang Wilayah Sekitar PLTN
148
Gambar 56 Peta jalur evakuasi dalam kondisi kecelakaan PLTN ULA JEPARA
149
Authoriry sebagai pengusaha nuklir.
Dengan kesiapsiagaan ini diharapkan
penduduk disekitar PLTN siap mengambil langkah- langkah dalam menanggulangi dampak kecelakaan nuklir.Dalam peraturan pemerintah No. 63, Tahun 2000 tentang keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2002 telah ditetapkan bahwa setiap pengusaha instalasi harus menyiapkan Rencana Penanggulangan Keadaan Darurat sekurang-kurangnya harus memuat: a. Jenis/klasifikasi kecelakaan yang mungkin terjadi pada instalasi; b. Upaya penanggulangan terhadap jenis/klasifikasi kecelakaan tersebut; c. Organisasi penanggulangan keadaan darurat; d. Prosedur penanggulangan keadaan darurat; e. Peralatan penanggulangan yang harus disediakan dan perawatannya; f. Personil penanggulangan keadaan darurat; g. Latihan penanggulangan keadaan darurat; h. Sistem komunikasi dengan pihak lain yang terkait dalam penanggulangan keadaan darurat.
Penanggulangan Darurat (Emergency Response)
Berdasarkan rencana kedaruratan di atas masyarakat akan merespon setiap kejadian bencana untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Karena konsentrasi pelepasan radionuklida adalah berbeda untuk jarak yang berbeda maka berbeda pula cara meresponnya. Perbedaan merespon tersebut ditentukan oleh zone-zone kedaruratan yaitu zone Precautionary Action Zone (PAZ), Urgent Protective Action Zone (UPZ), dan Long term Protective Action Zone (LPZ) seperti yang telah ditetapkan terdahulu.. Besar kecilnya dampak radiologi tergantung dari besarnya pelepasan yang keluar dari pengungkung dan kondisi cuaca. Oleh karena itu dalam rangka kesiap siagaan kedaruratan harus sudah disususn tim pengelola kecelakaan instalasi yang bertugas untuk mengevalusi kecelakaan,
meliputi evaluasi kondisi nuklir,
evaluasi up aya perlindungan penduduk, dan proteksi radiasi (IAEA 1997b).
150
Evaluasi kondisi nuklir bertujuan mengklasifikasikan jenis kecelakaan nuklir yang terjadi untuk menentukan tingkat kerusakan teras atau penyimpan bahan bakar, baik berdasarkan lama waktu teras tidak tertutup air atau tingkat radiasi pada pengungkung.
Berbagai jenis kecelakaan dikelompokkan dalam
bagian (1) tidak berfungsinya sistim keselamatan penting, (2) hilangnya penghalang produksi fisi, (3) tingginya radiasi, (4) sistem pengamanan, kebakaran kejadian alam dan lain- lain, dan (5) kejadian pada kolam elemen bakar. Dengan hasil evaluasi ini maka dideklarasikanlah tingkat kecelakaan dalam kategori (1) kecelakaan tingkat umum (luas), (2) kecelakaan tingkat kawasan, atau (3) kondisi bersiap-siap.
Setiap perubahan kondisi instalasi dan radiologi harus dievaluasi
segera untuk menentukan apakah kondisi sudah berubah Upaya penanggulangan (protective action) bagi penduduk diawali dengan mencari tempat perlindungan (sheltering).
Hal ini sangat diperlukan untuk
menghindarkan penduduk dari dampak segera atau dosis tinggi. Setelah itu segera dilakukan evaluasi terhadap lingkungan, proyeksi jarak dan arah proteksi penduduk, dan pengambilan dan analisis contoh (IAEA 1997b). Terhadap contoh ini dilakukan pembandingan antara dosis yang diperkirakan (proyeksi) atau dosis yang diukur terhadap dosis tingkat interfensi operational (Operational Intervention Level, penanggulangan
publik
OIL).
Tabel
berdasarkan
55 menunjukkan salah satu upaya proyeksi
dan pengukuran
bungkah
radionuklida (IAEA 1997b). Proteksi Radiasi diperlukan untuk mengamankan pekerja radiasi selama yang bersangkutan bertugas mengamankan penduduk. Pekerja proteksi radiasi harus diamankan sedemikian rupa sehingga mereka tidak mendapatkan dosis melebihi batas yang diijinkan buat pekerja radiasi. Evaluasi lingkungan dilakukan untuk memonitor dosis yang sudah sampai ke lingkungan sehingga dapat diketahui laju dosis ambang disekitar instalasi, konsentrasi radionuklida di udara, peta penyebaran unsur
131
I dan
137
Cs ,
campuran isotop yang terdeposisi dan konsentrasi radionuklida pada contoh makanan. Monitoring dilakukan berdasarkan prioritas. Sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 56. Hasil evaluasi ini akan dijadikan dasar merekomendasikan
151
Tabel 55 Upaya penanggulangan berdasarkan proyeksi dan pengukuran Basis
Oil
Kriteria Dasar
Upaya Penanggulangan
Proyeksi menunjukkan bahwa tindakan perlindungan penting diambil
Perlindungan dalam gedung dan persiapan evakuasi pada jarak yang disesuaikan dengan proyeksi
1
1 mSv/jam
Evakuasi atau siapkan shelter untuk sektor ini, kedua sektor yang terdekat dan sektor yang terdekat dengan instalasi.
2
0.2 mSv/jam
Minum zat penaham thyroid jika ada, tutup jendela dan pintu dan monitor radio dan TV untuk instruksi selanjutnta
Proyeksi
Laju dosis ambang pada bungkah
Sumber : IAEA (1997b)
Tabel 56. Prioritas Monitoring Lingkungan Prioritas
Waktu
Dimana
Team
Tujuan
Hasil
1
Setelah deklarasi
Wilayah dekat dengan instalasi
Survey Gamma dan Beta
Untuk mendeteksi pelepasan dari instalasi dan lokasi arah bungkah radionuklida
Catatan yang memberi gambaran
2
Selama dan setelah pelapasan
Survey Gamma dan Beta
Untuk identifikasi dimana dosis ambang mengharuskan upaya penanggulangan.
Catatan dosis untuk pelaksanaan upaya penanggulangan.
3
Selama pelapasan
Wilayah yang tidak dievakuasi, mulai dari wilayah padat penduduk (kota) dimana hasil proyeksi menjamin evakuasi tetapi dengan jaminan bahwa semua arah angin dimonitor. Bungkah
Tim pencuplikan udara
Mengambil dan analisis contoh udara dan laju dosis untuk menghitung ulang OIL
Catatan dosis untuk analisis contoh.
Sumber : IAEA (1997b)
upaya penanggulangan terhadap publik dan pekerja proteksi radiasi. Berdasarkan data hasil survey selanjutnya dilakukanlah proyeksi ke arah dan jarak mana upaya penanggulangan dilakukan. Dengan menggunakan peta pada Gambar 55 dan Gambar 56 dapat segera ditentukan lokasi- lokasi survey dan jalur yang akan ditempuh. Apabila diputuskan untuk melakukan evakuasi segera dapat dilakukan evakuasi dengan menempuh jalur dan menuju lokasi- lokasi yang telah ditetapkan.
152
Kelembagaan Kondisi darurat yang disebabkan oleh kecelakaan nuklir tidak saja melibatkan kawasan instalasi tetapi juga melibatkan kawasan di luar instalasi atau sering disebut lepas kawasan (off site) bahkan area yang lebih luas yaitu regional dan internasional.
Oleh karena itu dalam upaya penanggulangan kedaruratan
selalu melibatkan pihak fasilitas atau user, luar kawasan meliputi kota, kabupaten, propinsi, nasional, regional dan Internasional, tergantung pada hasil evaluasi kondisi kecelakaannya. Secara formal pengaturan penanganan bencana telah ditetapkan pada Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana.
Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa Badan
Koordinasi Nasional Penanganan Bencana yang selanjutnya disebut BAKORNAS PB adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Badan ini bertugas untuk membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penanganan bencana dan kedaruratan secara terpadu dan melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan mulai dari sebelum, pada saat dan setelah terjadi bencana yang meliputi pencega han, kesiapsiagaan, penanganan darurat, dan pemulihan. Untuk melaksanakan penanganan bencana dan kedaruratan di daerah dapat dibentuk satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana yang selanjutnya disebut dengan SATKORLAK PB di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diketuai oleh Gubernur dan Bupati/Walikota. Pembentukan SATKORLAK PB di tingkat Provinsi dan SATLAK PB di tingkat Kabupaten/Kota mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh BAKORNAS PB. Dalam hubungannya dengan bantuan luar negri BAKORNAS PB berperan untuk menangani bantuan tersebut.
Khusus untuk kecelakaan nuklir maka
penanganan kedaruratan di daerah, nasional, maupun internasional akan dikordinasi bersama dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir BAPETEN seperti yang tertuang dalam PP No. 63 dan 64 Tahun 2000. Keterlibatan internasional sangat diperlukan untuk memberi dukungan secara internasional seperti Badan Internasional Energi Nuklir (International Atomic Energy Agency, IAEA). Hal ini sesuai dengan implementasi ”Convention
153
on Early Notification of Nuclear Accident” dan “Convention on Assistance in the Case of Nucleare Radiological Emergency.”
Untuk bantuan kesehatan maka
organisasi internasional seperti UNDHA atau WHO akan memberikan bantuan teknis, kemanusiaan, dan kesehatan bila terjadi kecelakaan.
Prosedur penanggulangan keadaan darurat; Sesuai dengan Peraturan pemerintah No. 64 tahun 2000 maka pengusaha nuklir berkewajiban melaporkan kepada Badan Pengawas dan instansi terkait lainnya setiap terjadinya kecelakaan. Untuk keefektifan langkah penanggulangan maka harus disusun rencana kedaruratan yang terintegrasi dan saling kerja sama antara 3 tingkatan yaitu tingkat fasilitas (kawasan nuklir), lepas kawasan, dan organisasi internasional.
Tingkat fasilitas bertanggung jawab untuk (1)
mengambil tindakan segera untuk mengurangi kecelakaan, (2) melindungi personil yang berkerja, (3) memberi tahu petugas luar kawasan dan memberitahu langkah-langkah proteksi maupun pemberian bantuan secara teknis. Petugas lepas kawasan yang bertanggung jawab terhadap perlindungan publik antara lain: (a) Petugas lokal,
pemerintah dan instansi pendukung lainnya yang
bertanggung jawab untuk memberikan dukungan terhadap pengguna dan perlindungan segera terhadap publik seperti polisi, petugas kebakaran, pertahanan sip il, atau petugas medis dibawah kordinasi Walikota atau Bupati dan Gubernur. (b) Petugas regional dan nasional yaitu pihak pemerintah yang bertanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pelindungan pada tingkat nasional, khususnya yang berkaitan dengan jenis perlindungan dalam jangka panjang (long term protective action) dan dukungan terhadap petugas lokal. Pada tingkat kawasan organisasi penanggulangan meliputi (1) kordinator yang
bertanggung
jawab
dalam
melaksanakan
dan
mengkordinasi
penanggulangan dampak radiologi, (2) tim pertimbangan penanggulangan dalam kawasan yang bertanggung jawab untuk membantu kordinator dalam menentukan dan menetapkan kebijakan, dan (3) tim pelaksana penanggulangan yang terdiri
154
dari unit penanggulangan kecelakaan, unit pemantau lingkungan, unit proteksi radiasi, unit keselamatan umum, unit keselamatan kerja, unit kesehatan, unit pengamanan, unit pemadam kebakaran, unit keteknikan dan unit logistik dan layanan umum. Untuk tingkat lepas kawasan dalam Kota atau Kabupaten maka organisasinya terdiri dari (3) kordinator, (2) tim pertimbangan penanggulangan lepas kawasan, dan (3) tim pelaksanan penanggulangan. Kordinator bertanggung jawab dalam menentukan kebijakan penanggulangan dan mengkordinir tindakan penangulangan. Sebagai kordinator adalah kepala pemerintahan daerah atau setingkat Kepala Daerah Tingkat II, dalam hal ini Bupati Kabupaten Jepara atau pejabat yang ditunjuk.
Tim pertimbangan penanggulangan lepas kawasan
bertanggung jawab memberi pertimbangan kepada kordinator dalam mene ntukan kebijakan penanggulangan dan terdiri dari pengelola kawasan nuklir, Komandan Militer setempat, Komandan Kepolisian setempat Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas PU, Kepala Lalu Lintas Angkutan Jalan, Kepala Dinas Pertanian. Untuk bencana yang lebih luas kordinasi dikembangkan untuk tingkat propinsi dan nasional, bahka internasional. Konsep perlindungan yang terintegrasi menuntut adanya petunjuk dalam menentukan kategori kedaruratan fungsional.
dan ketersediaan infrastsuktur dan elemen
Infrastruktur diperlukan untuk menjamin terlaksananya fungsi
perlindungan bila diperlukan.
Oleh karena itu perlu kejelasan kewenangan,
instruksi dan pengendalian, tanggung jawab organisasi, kordinasi pelaksanaan, prosedur dan rencana, dukungan logistik, persediaan kondisi darurat, komunikasi dan fasilitas lain, termasuk pendidikan, pendalaman pengetahuan dan latihan kedaruratan. Elemen fungsional yang dimaksud dalam kedaruratan ini termasuk evaluasi terhadap kecelakaan awal dan mengklasifikasikan kecelakaan tersebut, pemberitahuan dan pelaksanaan, langkah mengurangi kecelakaan, tindakan perlindungan penting, pembelajaran publik, perlindungan terhadap pekerja kedaruratan, bantuan polisi pemadam kebakanan dan kesehatan, hubungan dengan media, tindakan perlindungan janga panjang dan inervensi yang berkaitan dengan makanan dan pengurangan dampak psikologi.
155
Upaya perlindungan meliputi tindakan pencegahan yang terdiri dari penutupan daerah rekreasi, peliburan sekolah, peliburan kantor, pengurangan dampak kecelakaan termasuk pengawasan jalan masuk, penggunaan pelarangan memasuki rumah sakit dan pengawasan jalan masuk, blokade tiroid, sheltering, evakuasi, dan proteksi rantai makanan.
Peralatan penaggulangan kedaruratan Hal yang sangat menentukan dalam penanggulangan ini adalah ketersediaan peralatan yang cukup untuk menanggulangi keadaan darurat. Walaupun dalam analisis ini telah diketahui arah angin yang dominan dan kelompok kritis (critical group) dalam pelepasan bahan radionuklida, namun secara real arah dan kecepatan angin akan selalu berubah-ubah. Oleh karena itu untuk pelaksanaan evaluasi terhadap lingkungan, proyeksi jarak dan arah perlindungan penduduk, dan pengambilan dan analisis contoh sangat diperlukan adanya alat ukur kecepatan dan arah angin di instalasi PLTN, dan alat pendudukung monitoring lainnya. Lembar kerja (Worksheet) yang disertai peta wilayah dalam radius 50 km untuk melakukan evaluasi kondisi instalasi, evaluasi lingkungan dan pekerja
harus tersedia secara lengkap sehingga dapat
memudahkan evaluasi. Sesuai dengan fungsinya tim pelaksana penanggulangan merupakan tim yang langsung bekerja melaksanakan pengukuran-pengukuran dan upaya upaya penanggulangan. Tim yang bertugas untuk melakukan pengukuran terdiri dari tim survey lingkungan, tim pengambilan contoh udara, tim spektroskopi gamma, tim dekontaminasi dan monitoring personil, tim survey kondisi dalam instalasi, tim pengambilan contoh makanan pada lingkungan, tim analisis isotopik, tim penanggulangan awal bencana, tim pengendali penanggulangan lokal, dan tim pengendali penanggulangan nasional atau regional. Tim survey lingkungan bertugas mengukur laju dosis gamma atau beta dari penyinaran awan, deposisi pada tanah atau sumber oleh karena itu tim ini dilengkapi dengan peralatan instrumentasi survey radiasi yang terdiri dari instrument survey gamma rentang tinggi, instrument survey gamma rentang rendah, monitor kontaminasi, pemeriksaan sumber. Sedang untuk perlindungan
156
personal diperlukan peralatan dosimeter pembacaan mandiri (self reading dosimeter),
dosimeter permanent, peralatan perlindungan total, sepatu boat,
glove, obat penahan tiroid, dan perangkat pertolongan pertama dan peralatan komunikasi radio. Disamping itu juga dilengkapi dengan alat pendudukung seperti tanda nama, senter, kompas, papan tulis, log book, dan lain- lain, dokumen pendudukung berupa manual dan prosedur, dan alat transportasi. Sama halnya dengan tim survey lingkungan, tim lain seperti
tim
pengambilan contoh udara, tim spektrokopi gamma, tim dekontaminasi dan monitoring personal, tim Survey dalam instalasi, juga dilengkapi peralatan survey radiasi,
perlindungan pribadi, komunikasi, bahan pendukung, dokumentasi
pendukung, dan transportasi.
Personil dan Latihan Penanggulangan Kedaruratan Tim kedarutaran harus terdiri dari personil yang mempunyai pengetahuan mutakhir tentang operasi reaktor dan harus dipimpin oleh manajer reaktor atau wakilnya. Semua personil yang terlibat dalam penanggulangan kedaruratan harus diinstruksikan, dilatih dan dilatih ulang secara berkala sesuai tugasnya dalam penanggulangan kedaruratan. Khususnya dalam mengevaluasi kondisi nuklir, evaluasi upaya perlindungan penduduk dan proteksi radiasi terhadap pekerja radiasi, pengenalan kawasan dan luar kawasan sesuai dengan hasil analisis dalam disertasi ini.. Persyaratan ini berlaku baik terhadap personil di dalam kawasan maupun di lepas kawasan.
Latihan harus dilaksanakan, sedapat mungkin, pada selang
waktu yang memadai dan harus melibatkan semua yang bertugas dalam penanggulangan kedaruratan. Hasil dari latihan ini harus dinilai dan dimasukkan ke dalam revisi rencana kedaruratan, jika perlu. Rencana tersebut harus dinilai setiap saat dan diperbaiki jika perlu. Instrumen, alat, perlengkapan, dokumentasi dan sistem komunikasi yang digunakan dalam keadaan darurat harus selalu tersedia dan dijaga dalam kondisi yang baik dengan cara
sedemikian sehingga mereka tidak terpengaruh atau
menjadi tidak tersedia oleh kecelakaan postulasi tersebut.
157
VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Secara umum penelitian ini telah menunjukkan hasil kajian baru bahwa kehadiran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir selama 40 tahun di Ujung Lemahabang, Kabupaten Jepara tidak memberikan dampak radiologi yang dapat membahayakan penduduk walaupun selama kurun waktu tersebut terjadi perubahan pertumbuhan penduduk dan pemanfaatan ruang. Walaupun demikian upaya penganggulangan kecelakaan harus tetap disiapkan dengan menyusun Rencana Tanggap Darurat
agar masyarakat di sekitar PLTN, dengan pola
pemanfaatan ruang yang ada,
benar-benar dapat terlindungi dari ancaman
dampak radiologi kecelakaan nuklir. Beberapa kesimpulan yang mendukung hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Sebaran dosis radiasi secara spasial menunjukkan bahwa sebaran yang dominan ada pada arah Selatan, sedangkan critical group berada pada arah angin dari sudut 850 (Timur) ke 265o (Barat) pada jarak lebih kecil dari 1 km. Berdasarkan variasi kondisi stabilitas atmosfir dan tinggi efektif cerobong, puncak sebaran bahan radionuklida berada pada radius < 1 km dari sumber oleh karena itu radius < 1 km dinyatakan sebagai eksklusi zone. Zone ini sepenuhnya dikuasai oleh pengusaha PLTN.
2.
Dampak radiologi secara individu yang bersifat segera atau deterministik tidak dapat diamati karena dosis individu maksimum yang diterima sangat kecil sekali (5.69 mSv) dibanding dengan batas ambang untuk terjadinya kerusakan deterministik. Dampak jangka panjang, yaitu dalam kurun waktu 50 tahun, terhadap penduduk terjadi secara stokastik sehingga prediksi tingkat kematian kanker fatal dan kanker non-fatal menggambarkan kemungkinan jumlah kematian dalam kurun 50 tahun sebesar rata-rata 3 kasus dan maksimum 27 kasus dalam tahun 2016 dengan probabilitas sebesar 1.058E7. Angka ini meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk sekitar PLTN.
158
3.
Pertumbuhan penduduk dengan pendekatan eksponensial menunjukkan pola yang mengelompok di pusat-pusat kota Jepara, Pati, Kudus dan Demak dengan jarak > 10 km dari PLTN. Hal ini menguntungkan dari sisi proteksi radiasi karena pusat-pusat penduduk terletak menjauh dari sumber radionuklida. Sebagai konsekuensi dari pertumbuhan penduduk
maka
probabilitas jumlah kematian kanker fatal dan non fatal meningkat menjadi rata-rata 7 kasus kematian dan maksimum 107 kasus kematian pada tahun 2056. Biaya kerugian yang mungkin timbul diperkirakan Rp 276.313,231 milyar bila kejadian kecelakaan terjadi pada Tahun 2016. 4.
Kondisi pemanfaatan ruang saat ini pada radius 0-10 km umumnya didominasi kebun karet dan tidak terdapat aktivitas penduduk yang dapat mengancam beroperasinya sebuah PLTN. Untuk mencegah perkembangan wilayah tersebut menjadi wilayah industri lain maka sejak dini dapat diusulkan
pemanfaatan ruang di lokasi sekitar Ujung Lemahabang
diperuntukkan untuk industri nuklir dan tertutup bagi industri lain yang dapat menarik penduduk mendekati instalasi nuklir. Implementasi dari kesimpulan ini adalah dilakukannya usaha untuk menjadikan lokasi Ujung Lemahabang bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara dengan kebutuhan akan zone PAZ, UPZ, dan LPZ. Di dalam rencana tata ruang yang sudah diusulkan kemudian disusun langkah- langkah tanggap darurat berupa upaya perlindungan, evakuasi, relokasi, minum tablet untuk memblok iod sehingga dampak radiologi dapat dikurangi secara signifikan.
Saran Hal yang kritis dalam kajian ini dari sisi pelepasan adalah penentuan arah dan kecepatan angin, dan dari sisi penerima adalah besar dan arah pertumbuhan penduduk serta perubahan pola pemanfaatan ruang yang diakibatkannya selama usia PLTN.
Oleh karena itu sangat disarankan agar instalasi PLTN memasang
stasiun pengukur meteorologi arah dan kecepatan angin yang akurat dan memiliki pencatatan yang cermat dalam periode satu jam. Langkah tanggap darurat sangat ditentukan oleh arah dan kecepatan angin sehingga dapat ditentukan lokasi pengukuran dan langkah penanggulangan.
159
Pengendalian jumlah penduduk di sekitar PLTN sangat diperlukan dengan tidak menjadikan wilayah sekitar PLTN menjadi wilayah industri, pariwisata, dan pusat perdagangan,
yang praktis akan mengubah pola pemanfaatan ruang.
Melalui kebijakan tata ruang yang diterima oleh berbagai pihak terkait akan dapat melindungi lokasi sekitar PLTN dari pemanfaatan yang dapat mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya. Perubahan pertumbuhan penduduk dan pola pemanfaatan ruang harus dievaluasi dalam periode lima tahunan agar kondisi yang sebenarnya dapat diketahui. Prediksi dalam rentang waktu yang sangat panjang sangat memungkinkan terjadi kesalahan. Dengan tersedianya ruang yang cukup untuk pengendalian kondisi darurat di dalam zone PAZ, UPZ, dan LPZ perlu disusunlah prosedur ataupun program tanggap darurat. Semua pihak yang menjadi stakeholder harus dapat memahami dan menerimanya. Kordinasi pihak fasilitas atau pengusaha PLTN dengan pihak di luar kawasan sangat menentukan keberhasilan langkah kedaruratan yang efektif. Oleh karena itu selama masa usia operasi PLTN perlu dilakukan secara berkala pelatihan kedaruratan dengan berbagai pihak.
160
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, L. 2001. Spatial effects in econometrics practice in environmental and resource economics. Urbana, Department of Agricultural and Consumer Economics. Paper to be presented at the Allied Social Science Associations 2001 Annual Convention. New Orleans, LA, Jan 5-7, 2001. Antoine, H., M. Jansen. 1997. Nuclear Power and land Use Planning in Netherland: Energy policy and Land-Use Planning. An International Perspective. Cope DR. , Hills P, James P. (editor). Pergamon Press. Arlinghaus, S.L. 1996. Practical Handbook of Spatial Statistics. United States: CRC Press. Inc. Editor BAPETEN. 1999. Kadar tertinggi unsur radionuklida yang diijinkan ada di lingkungan. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jakarta. BATAN-IAEA. 2002. Comprehensive assessment of different energy sources for electricity generation in Indonesia. Project Report INS/0/016. Badan Tenaga Nuklir-International Atomics Energy Agency. Jakarta. Bockstael, N.E., and J. Goghegan. 1994. Some issue related to ecological and economics modelling of ecosystem “Landscape”. Briggs, GA. 1974. Diffusion estimation for small emission. 1973 Annual Report. USAEC Report ATDL-106, Environmental Research Laboratories, Air Resources Atmospheric Turbulence and Diffusion Labiratory, Oak Ridge, Tenn., National Oceanics and Atmospheric Administration. Cao, J.Z., M.R. Yeung, S.K. Wong, J. Ehrhardt, K.N. Yu, 2000. Adaptation of cosyma and assessment of accident consequences for daya bay nuclear power plant in China. Journal of Environmental Radioactivity 48 (2000) 265-277. Elsevier. Chadwick, G. 1971. A system view of planning: Toward a Theory of Urban and Regional Planning Proses, Pergamon Press. New York. Chan, Y. 2000. Location Theory and Decision Analysis. United States: SouthWestern College Publishing, Crawford, J. 2005. Modelling Terrestial Exposure Pathways. IAEA RCA project on Seessment of Radiological Risk RAS/9/031. Course Module 2.5-2.6, Australia. EPA. 1989. Risk Asseeement Guidance for Superfund. Volume 1 Human Health Evaluation. Emergency and Remedial Response Office. NUREG 1465 EPA/540/I-89/002. Environmental Protection Analysis. USA. EPA. 2000. Guidelines for Preparing Economics Analyses, US Environmental Protection Analysis. USA ESRI. 1999. GIS for emergency management. Environmental SRI. US. Gebhart, F. 2001. Spatial cluster test based on triplet of districts. Computer&Geoscience 27(2001) 278-288. Pergamon.
161
Goetz, S.J. Land Use Issues and research Opportunities in the US. http://www.cas.nercrd.psu.edu/Publications/RDPAPERS/Munich.txt.htm. [20 May 2004]. Gore, C. 1984. Region in Question Space, Development Theory and Regional Policy. Metheun, London & New York. Hadi, S.P. 2001. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan, Gajah Mada University Press, Jogyakarta. Hall, P. 1996. Urban and Regional Planning 3rd ed, Routledge, New York. Hanke, J.E., D.W. Wichern, A.G. Reitsch. 1999. Peramalan Bisnis. Edisi 7 Bahasa Indonesia. Jakarta: Prenhallindo. Hanna, SR. G.A. Briggs, RP. Hosker. 1982. Handbook on Atmospheric Diffusion. DOE/TIC-11223. US Dept Of Energy. USA. Hastowo, H. 2004. PLTN Abad 21. BATAN. Jakarta. IAEA. 1980a. Atmospheric Dispersion In Nuclear Power Plant. Safety Series No. 50-SG-3. IAEA. Vienna. IAEA.1980b. Site Selection And Evaluation For NPP With Respect To Population Distribution, Safety Series 50-SG-S4. IAEA. Vienna. IAEA. 1985. Design Aspect Of Radiation Protection For Nuclear Power Plants. A Safety Guide. Safety Series No. 50-SG-D9. IAEA. Vienna. IAEA. 1988. Dose Assessment In Nuclear Power Plant Siting, IAEA-TECDOC450. IAEA. Vienna. IAEA. 1990. Environmental Contamination Following A Major Nuclear Accident, Proceeding Of Symposium, Vienna. IAEA. 1996. International Safety Standards For Protection Against Ionizing Radiation And For Safety Of Radiation Source. IAEA. Vienna. IAEA. 1996. One Decade After Chernobyl, Summing Up The Consequences Of The Accident, IAEA. Vienna. IAEA. 1997a. General Safety Aspect Of NPP, IAEA-TECDOC-1366. Vienna. IAEA. 1997b. Generic Procedures For Determining Protective Actions During Reactor Accidents. TECDOC-955. IAEA. Vienna. IAEA.1997c. Method For The Development Of Emergency Response Preparedness For Nuclear Or Radiological Accidents, IAEA- TECDOC953, Vienna. IAEA. 1997d. INSAG 10. IAEA. Vienna. IAEA. 1997e. Sustainable Development And Nuclear Power. IAEA. Vienna. IAEA. 1998. Guidelines For Integrated Risk Assessment And Management In Large Industrial Areas, TECDOC-994. IAEA. Vienna. IAEA. 2000. Accident Analysis For Nuclear Power Plants With Pressurizered Water Reactors, Safety Series Report No. 30, IAEA. Vienna. IAEA. 2001. Generic Model For Use In Assesing The Impact Of Discharge Of
162
Radioactive Substance To The Environment, Safety Report Series No. 19. Vienna. IAEA. 2002. Dispersion Of Radioactive Material In Air And Water And Consideration Of Population Distribution In Site Evaluation For Nuclear Power Plants. Safety Guide. NS-G-3.2. IAEA. Vienna. IAEA. 2003. Radiation Protection Aspect Of Design For Nuclear Power Plants, Draft Safety Guide DS 313. ICRP. 1990. Recommendation Of The International Commission On Radiological Protection. International Commission On Radiological Protection. Publication No. 60. IKET. 2000. Model description of the late economics modeling. Draft. Rodos(WG3)-TN(99)-61. Report.. Forschungszentrum Karrlsruhe/IKET. Germany IRPA. 1980. Radiation Protection; A systematic approach to safety. International Radiation Protection Agency. International Congress. United Kingdom. Ishida J. 2003. Regulatory control of discharge to the environtment. Proceeding of an International Conference: Protection of the Environment from Effect of Ionizing Radiation. Stockholm 6-10 Oktober 2003. Jayadinata, J.T. 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan Dan Wilayah. Edisi ketiga. Penerbit ITB. Bandung. Karam, R.A and Morgan, K.Z. 1975. Environmental Impact of Nuclear Power Plant, Pergamon Press Inc. New York. Kebir, L. 2003. Object and production system: opening the resource black box, Paper to be presented at DRUID Academy, PhD Winter Conference Aalborg, Denmark. January 16-18 2003 Kitamura, T., M. Kagatsume, S. Hoshino, H. Morita. 1997. A theoretical consideration on the land-use change model for Japan. Case study area. Interim Report IR-97-064/Sept. IIASA. Kitamura T, S. Hoshino, M, Kagatsume, K. Mizuno. 1997. An application of the land use change model for Japan Case Study Area. Interim Report IR-97065/ November. KMN-KLH. 1992. Undang-Undang RI No. 24 Tahun 1992. Te ntang Penataan Ruang, Kantor Menteri Negara- Lingkungan Hidup Jakarta. Kraak, M.J., F. Ormeling. 1996. Cartography: visualization of spatial data. Addison Wesley Longman Limited, England Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Jogyakarta. Lahej, G.M.H., J.G. Post, B.J.M. Ale. 2000, Standard methods for land-use planning to determine the effect on societal risk. Journal of Hazardous Material 71: 269-282. Lains, A. 2003.
Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Jilid 1. Jakarta: Pustaka
163
LP3ES Indonesia. Lier, H..N. 1998. The role of land use planning in sustainable rural system. Landscape and Urban Planning 41:83-91. Litaor, M.I. 1995. Spatial analysis of plutonium 239 +240 and americium-241 in spil around Rocky Flats. Journal Environmental Quality. p 506-516. Mantra, I.B. 2003. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Markandya, A., R. Boyd. 1999a. Valuing the human health effect of routine atmosphere release from nuclear facilities. Report to IAEA. Vienna. Markandya, A, T. Taylor. 1999b. The external cost of nuclear accident. Report IAEA Contract 100 1010 5410 C103221. Vienna. Nasrullah, M., K. Kresna, A.Y. Soetrisnanto. 1999. Pemecahan alternatif biaya eksternal pada proyek pembangkit listrik. Journal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 1, No. 2. P2EN. Jakarta NEWJEC, INC. 1996. Feasibility study of the first nuclear power plants at Muria Peninsula Region, Osaka, Japan. NRPB-FZK. 1995. PC-COSYMA. User Guide. National Radiological Protection Board Forschungszentrum Karlsruhe GmBH. European Commission. OECD. 2003. Nuclear Energy Today. Organisation For Economic Co-Operation And Development. Paris. OECD-IAEA. 2002. Innovative Nuclear Reactor Development. Organisation For Economic Co-Operation And Development. Paris. OECD.2005. International Ministerial Conference Nuclear Power for 21st Century. Final Statement. Organisation For Economic Co-Operation And Development. Paris. Odum, 1989. Dasar-Dasar Ekologi. terjemahan, Gajah Mada University, Jogyakarta. Olievera, A.A. 2003. Re gulatory control of discharge to the environtment. A Regulator’s View. Proceeding of an International Conference: Protection of the Environment from Effect of Ionizing Radiation. Stockholm 6-10 Oktober 2003. Oppenheim, N. 1980, Applied model in urban and regional analysis. Prentice Hall, Engle Wood Cliff. New Jersey. ORNL. 1996. RSICC Computer Code Collection Origen 2.1. Oak Ridge National Laboratory. Radiation Safety Information Computational Center. Tennessee. Parjoko, Fatchudin, Risfan, H. Sarana. 2001, Pemanfaata Pelabuhan Perikanan Tangkap “LINAU” Bengkulu Selatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Paul, N., Balchin, Jefrey L. Kieve, H.B. Gregory. 1988. Urban La nd Economics and Public Policy. Macmillian.
164
Pemda Jepara, 1994. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah Tingkat II Jepara Tahun 1994 -2004. Pemda Pati. 1994. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah Tingkat II Pati Tahun 1994 -2004. Pemerintah Daerah Pati. Pati, Pemda Demak. 1994. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah Tingkat II Demak Tahun 1994 -2004. Pemerintah Daerah Demak. Demak. Pemda Kudus. 1994. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten daerah Tingkat II Kudus. Tahun 1994 –2004. Pemerintah Daerah Kudus. Jepara. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Tools and Plug in. Bandung: Penerbit Informatika. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Tutorial ArcView. Penerbit Informatika. Bandung. Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Penerbit Informatika. Rajan,
Script Avenue. Bandung:
K.S., R. Shibasaki. 2001. A GIS Based Integrated Land Use/Cover Change Model to Study Agriculture and Urban Land Use Change. 22nd Asian Conference on Remote Sensing, 5-9 November 2001. Singapore.
Recatala, L., J.R. Ive, I.A. Baird, N. Hamilton, Sancez. 2000, Land use planning in Valencian Mediteranean Region: Using LUPIS to Generate issue relevant Plans. Journal of Environmental Management. 59: 169-184. Rustiadi, E. 1999. Pattern of Land-Use Change in a Jakarta Suburb: Bekasi District. Japan. Land Use For Global Environmental Conservation (LU/GEC). Final Report of the LU/GEC First Phase (1995-1997)-CGERREPORT (ISSN1341-4356, CGER-1032-’99. Edited by Kuninori OTSUBO Rustiadi, E. 2003. Analisis Spatial. IPB Bogor. Sanim, B. 1995. Metoda Valuasi Ekonomi Sumber Daya dan Jasa-Jasa Lingkungan Wilayah Pesisir, Materi Pelatihan yang disampaikan pada Kursus Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara terpadu, PPLH-IPB. Bogor. Sanim, B. 2000, Analisis biaya dan manfaat bagi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Materi Pelatihan staf pengajar pendidikan tinggi Negri dan Swasta Se Jawa Bali, 4-16 September 2000, Bogor. Sarkar, H. 2004. Study of Landcover and Population Density Influence on Urban Heat Island in Tropical Cities by Using Remote Sensing and GIS: A Methodological Consideration. 3nd FIG Regional Conference. Jakarta October 3-7. Sartono, E. 1999. Strategi Pengembangan Pembangkitan Listrik Jawa-Bali Dalam Situasi Krisi Ekonomi di Indonesia, Journal Pengembangan Energi Nuklir. Volume 1. No. 2. Pusat Pengembangan Energi Nuklir. Jakarta. Salim, E. 1990. Penataan Ruang dalam Penge lolaan Lingkungan Hidup. Kata Pembukaan. Gramedia. Jakarta.
165
Sharp, B.M.H. 1996. Sustainable Development: Environtment and Economic Framework Integration. Treasury Working Paper 01/27. Auckland. Simmons. 2001. Creating an all energi future. Aberdeen Renewable Technology Conference. Simmons and Company International. Simmonds, J.R., G. Lawson, A. Mayall. 1995. Radiation Protection: Methodology for Assessing the radiological consequences of routine release of radionuclides to the environment, European Commission. Sjarief, S.H., 1999. Pusat Listrik Tenaga Nuklir dan Dampak Lingkungannya, Journal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 1, No. 2, P2EN, Jakarta. Soetrisnanto, A.Y. 2002. Perencanaan Energi Nasional Opsi Nuklir, dipresentasikan pada seminar ke-8 Teknologi Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir. Pusat Pengembangan Energi Nuklir. Jakarta. Soerjani, M., R. Ahmad, R. Munir. 1987. Lingkungan: Sumber Daya Alam dan Kependudukan Dalam Pembangunan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Soffer, L. et al. 1995 Accident source term for light water nuclear power plant, Final Report. NUREG-1465. US-NUREC. Washington. Spadaro, V. 2000, Assessing the damage of Nuclear Accidents; A brief introduction. IAEA. Vienna. Sugandhy, A. 1999. Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sumiratno, S.E., A. Sasmito, Suwandi., A. Sjarmufni, J. Siwamora, dan U. Haryoko. 2000. Analisis Meteorologi Untuk Fasilitas Nuklir, Departemen Perhubungan Badan Meteorologi dan Geofisika. Jakarta. Suparman. 1999. Integrasi Aspek Lingkungan Dalam Perencanaan Pengembangan Sistem Tenaga Listrik, Journal Pengembangan Energi Nuklir, Volume 1, No. 2, P2EN, Jakarta. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat: Arti dan Interprestasi. Rineka Cipta. Jakarta. Susilo, Y.S.B, J.S. Pane, Alwi, Fepriadi, Suprijadi, Sarmawin. 2004. Kajian Perencanaan Tata Ruang Kawasan PLTN. Laporan Teknis. Pusat Pengembangan Energi Nuklir. Jakarta.. Syaukat, A., 2002. Pandangan Resiko Teknologi dan Keselamatan PLTN, Journal Informasi Nuklir Indonesia, Vol 1 Nomor 2 Februari 2002. Tamer, A. 2003. Radiological Dispersion Aspect of Plant Siting : Population Density, Water-Land Use, Data Collection, presented at Regional Workshop on Site Selection and Seismotectonic (Madura Site), Jakarta. Tan, H. 1997. A study of effectivenest of early countermeasure in nuclear accident. M.Sc. Thesis. Tsinghua University. P.R, China. Tandon, S., M. Khater. 2003. Modeling population growth using parcel based Land Use in LVV.
166
http://www10.giscafe.com/link/display_detail.php?link_id:10843 [20 May 2004] Trinnaman, J., A. Clarke. 2004. 2004 Survey of Energy Resource. Elsevier Science.Ltd. London. USNRC. 1997. Reactor site criteria. Title 10, Code of Federal Regulation. Part 100. United Stated Nuclear Regulatory Commission. USA. http://www.nrc.gov/reading-rm/doc-collections/cfr/part100/full-text.html [12 April 2003] Verbug, P.H., P. Schot, M. Dijst, A. Veldkamp. 2004. Land Use Change Modelling: Current Practice and Research Priorities. GeoJournal: Inpress. 61(4): 309-324
Voznyak, 1996. Report For the Russion Federation, Proceeding of an International Conference, Vienna. Wiryosimin, S. 1995. Mengenal Asas Proteksi Radiasi. Penerbit ITB. Bandung Willers, A. 2005. Source Term. Module 2.1 IAEA RCA project on assessment of radiological risks RAS/9/031. Australia. Wikipedia. 2004. List of country by GDP (PPP) http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_(PPP)_per_capita --> [02 Maret 2006] Yakin, A., 1997. Ekonomi Sumber Daya dan Lingkungan, AKAPRES, Jakarta. Yauke, D. 1990. Demography: The Study of Human Population. Waveland Press. Inc. Illinois. Yvon, M. 1996. Containment Design. Presented at German Indonesia Seminar on Safety Approach of NPP. April 1-3, 1996. Nuclear Power International. Jakarta.
167
LAMPIRAN 1 Jenis Kecelakaan Dalam Analisis Kecelakaan Reaktor Daya (INITIATING EVENT OF NPP ACCIDENT ANALYSIS) (a) Kecelakaan reaktivitas (Reactivity induced accidents, RIAs): — Pelontaran batang kendali (Control rod (CR) ejection (A)); — Tertariknya batang kendali (CR withdrawal (T); — Tidak berfungsinya batang kendali (CR malfunction (T)); — Ketidaktepatan hubungan dengan kalang sistem pendingin (Incorrect connection of an isolated reactor coolant system (RCS) loop), — Pengenceran Boron (Boron dilution due to a chemical and volume control system (CVCS) malfunction (T)); — Ketidak tepatan pemuatan elemen bakar (Inadvertent loading of a fuel assembly into an improper position (A)). (b) Penurunan aliran pendingin reaktor (Decrease of reactor coolant flow): — Jatuhnya pompa pendingin (Single or multiple reactor coolant pump (RCP) trips (T)); — Ketidak tepatan penutupan katup isolasi (Inadvertent closure of a main isolation valve (MIV) in an RCS loop, if applicable (T)); — Penutupan salah satu pompa pendingin (Seizure of one RCP (A)); — Patahnya shaft salah satu pompa pendingin (Shaft break for one RCP (A)); — Tertutupnya aliran pendingin di elemen bakar (Coolant flow blockage in the fuel assembly). (c) Peningkatan inventori pendingin reactor (increase of reactor coolant inventory): — Ketidak tepatan aktuasi sistem pendingin darurat teras (Inadvertent actuation of the emergency core cooling system (ECCS) (T)); — Tidak berfungsinya sistem pendingin darurat teras (Malfunction of CVCS leading to reactor coolant inventory increase (T)). (d) Peningkatan pengambilan panas oleh sisi sekunder (Increase of heat removal by the secondary side): — Patahnya saluran uap (Steam line breaks (A)); — Ketidak tepatan pembukaan katup uap (Inadvertent opening of steam relief valves (T)); — Tidak berfungsinya pengendali tekanan sekunder (Secondary pressure control malfunction with increase of steam flow rate (T)) — Tidak berfungsinya sistem pengumpan air (Feedwater system malfunction leading to increase of heat removal (T)). (e) Penurunan pengembilan panas oleh sisi sekunder (Decrease of heat removal by the secondary side):
168
— Patahnya saluran pengumpan air (Feedwater line break (A)); LAMPIRAN 1 (lanjutan) — Padamnya pompa pengumpan air (Feedwater pump trips (T)); — Pengurangan aliran uap dari steam generator (Reduction of the steam flow from the steam generator (SG) (T). (f) Penurunan inventori pendingin reactor (Decrease of reactor coolant inventory): — Ketidak tepatan pembukaan katup solasi sistem primer (Inadvertent opening of the primary system isolating valves (A)); — Berbagai kehilangan pendingin (Spectrum of postulated pipe breaks — loss of coolant accidents (LOCAs) (A)); — Kebocoran dari sisi primer ke sekunder Steam Generator (Leaks from the primary to the secondary side of the SG (A)); (g) Keelakaan tanpa pemadaman reaktor (Anticipated transients without SCRAM (ATWS). Catatan : T : transient; A : Accident; AAO : anticipated Accident Occurance (Sumber : IAEA SS 2003)
169
Kandungan Hasil Fisi Catatan: Daftar inventori hasil fisi (dan aktivitas) diperkirakan ada setelah 30 menit dari reactor padam (shutdown). Teras dalam keadaan seimbang dan telah beroperasi selama 1 siklus (18 bulan).
Hasil Fisi 85
Kr Kr 87 Kr 88 Kr 86 Rb 89 Sr 90 Sr 91 Sr 90 Y 91 Y 95 Zr 97 Zr 95 Nb 99 Mo 99m Tc 103 Ru 105 Ru 106 Ru 105 Rh 127 Te 127m Te 129 Te 129m Te 131m Te 132 Te 127 Sb 129 Sb 85m
Inventori [kBq/MWe)] 2,07E+10 8,88+11 1,74E+12 2,52E+12 9,62E+08 3.48E+12 1,37E+11 4,07E+12 1,44E+11 4,44E+12 5,55E+12 5,55E+12 5,55E+12 5,92E+12 5,18E+12 4,07E+12 2,66E+12 9,25E+11 1,81E+12 2,18E+11 4,07E+10 1,15E+12 1,96E+11 4,81E+11 4,44E+12 2,26E+11 1,22E+12
Inventori [kBq(1000MWe)] 2,07E+13 8,88E+14 1.74E+15 2.07E+15 9,62E+11 3.48E+15 1,37E+14 4,07E+15 1,44E+15 4,44E+15 5,55E+15 5,55E+15 5,55E+15 5,92E+15 5,18E+15 4,07E+15 2,66E+15 9,25E+14 1,81E+14 2,18E+14 4,07E+13 1,15E+15 1,96E+14 4,81E+14 4,44E+15 2,26E+14 1,22E+15
Lampiran 2 Hasil Fisi 131
I I 133 I 134 I 135 I 132
131m
Xe Xe 133m Xe 135 Xe 138 Xe 134 Cs 136 Cs 137 Cs 140 Ba 140 La 141 Ce 143 Ce 144 Ce 143 Pr 137 Nd 239 Np 238 Pu 239 Pu 240 Pu 241 Pu 241 Am 242 Cm 244 Cm 133
Inventori [kBq/MWe)] 3,15E+12 4,44E+12 6,29E+12 7,03E+12 5,55E+12 3,70E+10 6,29E+12 2,22E+11 1,26E+12 6,29E+12 2,78E+11 1,11E+11 1,74E+11 5,92E+12 5,92E+12 5,55E+12 4,81E+12 3,15E+12 4,81E+12 2,22E+12 5,92E+13 2,11E+09 7,77E+08 7,77E+08 1,26E+11 6,29E+07 1,85E+13 8,51E+11
Inventori [kBq(1000MWe)] 3,15E+15 4,44E+15 6,29E+15 7,03E+15 5,55E+15 3,70E+13 6,29E+14 2,22E+14 1,26E+15 6,29E+15 2,78E+14 1,11E+14 1,74E+14 5,92E+15 5,92E+15 5,55E+15 4,81E+15 3,15E+15 4,81E+15 2,22E+15 5,92E+16 2,11E+12 7,77E+11 7,77E+11 1,26E+14 6,29E+10 1,85E+16 8,51E+14
170
LAMPIRAN 3 Pola pelepasan bahan radionuklida dari cerobong dan pola dispersinya berdasarkan kategori angin Pasquil
171 LAMPIRAN 3 (Lanjutan)
Parameter s : a e b (NRPB 1995) Dispersion coefficients for rough terrain
CAT. A B C D E F CAT. A B C D E F
PY
1.5030E+00 8.7600E-01 6.5900E-01 6.4000E-01 8.0100E-01 1.2940E+00 PZ
50 km QY 8.3300E-01 8.2300E-01 8.0700E-01 7.8400E-01 7.5400E-01 7.1800E-01 QZ
1.5100E-01 1.2700E-01 1.6500E-01 2.1500E-01 2.6400E-01 2.4100E-01
1.2190E+00 1.1080E+00 9.9600E-01 8.8500E-01 7.7400E-01 6.6200E-01
100 km QY
PY 1.7000E-01 3.2400E-01 4.6600E-01 5.0400E-01 4.1100E-01 2.5300E-01 PZ
1.2960E+00 1.0250E+00 8.6600E-01 8.1800E-01 8.8200E-01 1.0570E+00 QZ
5.1000E-02 7.0000E-02 1.3700E-01 2.6500E-01 4.8700E-01 7.1700E-01
1.3170E+00 1.1510E+00 9.8500E-01 8.1800E-01 6.5200E-01 4.8600E-01
180 PY
QY
6.7100E-01 4.1500E-01 2.3200E-01 2.0800E-01 3.4500E-01 6.7100E-01 PZ
9.0300E-01 9.0300E-01 9.0300E-01 9.0300E-01 9.0300E-01 9.0300E-01 QZ
2.5000E-02 3.3000E-02 1.0400E-01 3.0700E-01 5.4600E-01 4.8500E-01
1.5000E+00 1.3200E+00 9.9700E-01 7.3400E-01 5.5700E-01 5.0000E-01
HORIZONTAL STANDARD DEVIATION (DEGREE) OF WIND DIRECTION A B C D E F
2.3800E+01 1.8900E+01 1.5300E+01 1.2600E+01 1.0200E+01 8.6000E+00
2.0500E+01 1.3900E+01 1.0100E+01 6.9000E+00 4.0000E+00 2.0000E+00
2.0500E+01 1.3900E+01 1.0100E+01 6.9000E+00 4.0000E+00 2.0000E+00
172 Lampiran 4 Sequence data meteorologi stasiun Ujung Lemahabang tahun 1996
1 2
Jam ke 1 62
Arah Angin 152 129
Kategori 4 1
3 4 5 6 7 8 9 10 11
123 184 245 306 367 428 489 550 611
50 176 183 211 184 209 190 28 127
1 4 1 1 1 2 1 3 2
0 0 0 10 710 0 0 0 10
560 1050 630 740 440 530 510 420 90
1300 800 1300 1300 1300 900 1300 850 900
12 13 14 15 16 17 18 19 20
672 733 794 855 916 977 1038 1099 1160
182 236 90 272 41 273 183 178 157
2 3 4 5 4 4 4 1 3
490 150 0 0 360 0 0 0 0
450 890 540 1000 1270 800 340 840 560
21 22 23
1221 1282 1343
179 156 350
3 1 2
0 0 0
540 400 150
900 850 800 400 800 800 800 1300 850 850
24 25 26 27 28 29 30 31 32
1404 1465 1526 1587 1648 1709 1770 1831 1892
125 45 78 170 250 186 265 255 210
4 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
210 260 680 660 710 220 800 430 560
800 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300 1300
33 34 35 36 37 38 39 40 41
1953 2014 2075 2136 2197 2258 2319 2380 2441
226 204 257 198 46 49 230 140 96
1 1 1 1 5 4 4 5 4
0 0 0 0 0 0 0 10 0
530 140 620 260 340 500 810 310 420
1300 1300 1300 1300 400 800 800 400 800
Urutan
Curah hujan Kecepatan angin 0 60 0 330
Lapis Campur 800 1300
1300 900
173
LAMPIRAN 4 (lanjutan) 42 43 44 45 46
2502 2563 2624 2685 2746
234 224 215 230 201
4 4 4 4 4
0 0 0 0 0
440 370 1240 360 500
800 800 800 800 800
47 48 49
2807 2868 2929
225 346 196
5 5 4
0 0 0
400 220 450
400 400 800
50 51 52 53 54 55 56 57 58
2990 3051 3112 3173 3234 3295 3356 3417 3478
234 219 235 191 205 150 163 178 201
4 4 4 4 4 4 2 2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1090 590 800 540 500 500 590 410 230
800 800 800 800 800 800 900 900 900
59 60 61 62 63 64 65 66 67
3539 3600 3661 3722 3783 3844 3905 3966 4027
222 148 154 26 195 153 183 49 164
2 2 2 2 2 1 1 1 2
0 0 0 430 0 0 0 0 0
490 380 190 420 590 200 630 530 610
900 900 900 900 900 1300 1300 1300 900
68 69 70
4088 4149 4210
15 154 189
4 4 4
0 0 0
150 350 370
800 800 800
71 72 73 74 75 76 77 78 79
4271 4332 4393 4454 4515 4576 4637 4698 4759
99 283 45 315 45 290 45 290 70
5 5 1 2 3 4 5 6 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
420 260 310 720 390 560 610 420 640
400 400 1300 900 850 800 400 100 1300
80 81 82 83 84 85 86
4820 4881 4942 5003 5064 5125 5186
270 45 45 20 70 70 99
2 3 4 5 6 1 1
500 0 0 0 0 0 0
390 250 720 330 440 390 240
900 850 800 400 100 1300 1300
174 LAMPIRAN 4 (lanjutan) 87 88 89 90 91
5247 5308 5369 5430 5491
12 136 31 124 67
4 1 5 3 1
0 0 0 0 0
660 170 1020 560 970
800 1300 400 850 1300
92 93 94
5552 5613 5674
85 95 72
4 2 4
0 0 0
40 720 870
800 900 800
95 96 97 98 99 100 101 102 103
5735 5796 5857 5918 5979 6040 6101 6162 6223
58 17 66 280 82 14 139 45 88
1 1 1 5 4 3 1 4 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
600 820 530 480 1000 970 110 1040 740
1300 1300 1300 400 800 850 1300 800 1300
104 105 106 107 108 109 110 111 112
6284 6345 6406 6467 6528 6589 6650 6711 6772
60 66 66 40 87 14 79 347 127
1 4 1 4 1 4 3 5 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
580 980 600 960 600 1010 470 460 150
1300 800 1300 800 1300 800 850 400 900
113 114 115
6833 6894 6955
29 131 36
4 1 4
0 0 0
1110 260 590
800 1300 800
116 117 118 119 120 121 122 123 124
7016 7077 7138 7199 7260 7321 7382 7443 7504
176 61 329 115 21 83 293 82 13
4 3 4 1 4 1 4 1 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
200 660 570 260 1030 570 280 470 680
800 850 800 1300 800 1300 800 1300 900
125 126 127 128 129 130 131
7565 7626 7687 7748 7809 7870 7931
156 348 150 59 91 149 343
1 4 1 3 4 1 4
0 0 0 0 0 0 0
510 250 170 490 470 310 780
1300 800 1300 850 800 1300 800
175 LAMPIRAN 4 (lanjutan) 132 133 134 135
7992 8053 8114 8175
108 305 155 325
1 4 2 4
0 0 0 0
80 510 600 350
1300 800 900 800
136 137 138 139 140 141 142 143 144
8236 8297 8358 8419 8480 8541 8602 8663 8724
200 239 196 0 0 209 2 126 53
3 4 5 3 4 4 4 1 4
0 0 50 0 0 0 0 0 0
390 300 730 140 70 350 220 180 570
850 800 400 850 800 800 800 1300 800
176 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN DATA UNTUK PC-COSYMA 1. Konsentrasi di tanah dan di udara dihitung dari PC-COSYMA dan hitung manual Penyinaran dari tanah Faktor okupansi Untuk daerah Jepara : ______________________________________________ Tipe Gedung Laki-laki Wanita Orang -----------------------------------------------------------------------------------Dalam Gedung 70 75 70 Luar Gedung 30 25 30 _______________________________________________________ Sumber: Hasil kuestioner
Faktor Shielding : Dalam gedung 0,1; Luar gedung 1 Faktor Lokasi Faktor lokasi : Fraksi waktu di luar ruangan x Faktor Shielding + Fraksi waktu di dalam ruang *fraksi shielding didalam ruang Untuk kondisi di Kabupaten Jepara : 0,7*0,1+0,3*1 : 0,37 Faktor konversi dosis (Eckerman dan Ryman 1993) Tabel 1. Faktor Konversi dosis untuk tanah Radionuklida 137
Cs I 90 Sr 131
Faktor konversi dosis Eckerman-Ryman (Sv Bq -1 m2 s -1 ) 2.99e -18 3.64e -16 1.64e -18
Penyinaran awan Tabel 2. Faktor Shielding untuk penyinaran dari awan radiasi Radionuklida Dalam ruang Luar ruang
Desa 0,3 1
Pemukiman 0,1 1
kota 0,05 0,6
Sumber : Brown et al.. (1991) and Krajewski (1994)
177 LAMPIRAN 5 (Lanjutan) Tabel 3. Konversi Dosis untuk awan radiasi Radionuklida
Faktor Konversi Dosis (Sv Bq -1 m3 s -1 ) 9.28e -17 1.69e -14 9.83e -17
137
Cs I 90 Sr 131
Inhalasi Tabel 4. Faktor Filter untuk Inhalasi Radionuklida Dalam ruang Luar ruang
Desa 0,3 1
Pemukiman 0,3 1
Kota 0,6 1
Sumber: Brown et al., (1991), Krajewski (1994), dan pendapat ahli
. Tabel 5. Aktivitas fisik dan laju inhalasi Activity
Infant fraction phy. act. 0,28 0,14 0,58
Infant inhalation m3 h -1 0,35 0,22 0,15 0,216±0,022
Child fraction phy. act. 0,39 0,19 0,42
Child inhalation m3 h -1 1.12 0,38 0,31 0,639±0,064
Adult fraction ± SD phy. act. 0,41 ± 0,041 0,25 ± 0,025 0,34 ± 0,034
Working Resting Alternate Inhalation Rate SD : standard deviation, was set at 10% (due to sufficient precision for calculation
Adult inhalation m3 h -1 ± SD 1.5 ± 0,15 0,54 ± 0,054 0,45 ± 0,045 0,903 ± 0,0903
purposes, IC RP
71, 1995) and demonstrated for adults.
Tabel 6. Faktor konversi dosis untuk inhalasi inhalation ( Sv Bq -1 ) Radionuklida 137 Cs 131 I 90 Sr
Faktor 4.8e-09 7.6e-09 2.4e-08
Sumber : Eckerman and Ryman (1993) and IAEA Safety Series No. 115-1 (1994)
178 LAMPIRAN 5 (Lanjutan) Makanan/Ingestion
Crop/Vegetation Rice Grain Leafy vegetables Ground fruit Legumes/pulses including soybeans Root crops Tubers Tree fruit Poor grade feed (grass, hay, straw) High grade feed (legumes, grains)
Tabel 7. Laju transfer dari tanah ke tanaman untuk cesium (Bq kg -1 - crop dry weight per Bq kg -1 soil dry weight) Sand Clay SE Min max SE 0,128 0,031 0,083 0,25 0,027 0,0044 0,004 0,0006 0,0001 0,054 0,014 0,003 0,40 0,132 0,008 1.46 1.099 0,113 0,203 0,093 0,002 1,27 0,807 0,661 0,045 0,02 0,0024 0,232 0,2 0,033
min 0,0008 0,0002 0,0011 0,0007 0,0031
max 0,075 0,03 2,895 2,301 0,769
0,096 0,21 0,041
0,042 0,15 0,024
0,025 0,06 0,003
0,196 0,363 0,111
0,384 0,71 0,014
0,115 0,143 0,0038
0,005 0,563 0,0006
0,811 0,997 0,035
0,032
0,02
0,0005
0,756
0,022
0,017
0,0043
0,056
0,21
0,12
0,018
0,54
0,027
0,008
0,0129
0,041
Sumber : Draft IAEA Tecdoc (1997) Tabel 8. Kecepatan deposisi Crop/Vegetation
Soil Grass (dry hay) Grass L (legumes for fodder) Root Vegetables Cereals, Grain Leafy Vegetables Vegetables (includes ground and fruit veg.)
Laju deposisi (m/detik) aerosol 0,0005 0,0015 0,0015
Laju deposisi (m.detik) Elemen iod 0,003 0,015 0,015
Laju deposisi (m/detik) Iod organic 0,00005 0,00015 0,00015
0,002 0,002 0,002 0,002
0,02 0,02 0,02 0,02
0,0002 0,0002 0,0002 0,0002
* dry a
weight yield Sumber : Müller and Pröhl, 1993 (Tables 2, 3 and 5). Table 9. Indeks luas daun dan produksi sayuran Crop/Vegetation Grass (dry hay) Grass L (legumes for fodder) Root Vegetables Cereals, Grain Leafy Vegetables Vegetables (includes ground and fruit veg.) Fruit
* dry weight yield a Ref. Müller and Pröhl, 1993
LAI rangea (m2 m-2 ) yield used yield used
Max. LAI at time of harvesta (m2 m-2 ) yield used yield used
0-5 0-7 0-5 0-5
5 7 5 5
0-5
5
179 LAMPIRAN 5 (Lanjutan) Table 10, Faktor konversi dosis untuk makanan ( Sv Bq -1 ) Radionuclide
Race
137
Caucasian Caucasian Caucasian
Cs I 90 Sr 131
Adultmale 1.3e-08 2.2e-08 2.8e-08
Sumber : Eckerman and Ryman (1993) and IAEA Safety Series No. 115-1 (1994) Table 11. Konsumsi tumbuhan orang dewasa (rata-rata gram per hari) Food group
Wanita
Rice Grain + cereal-based products Leafy vegetables Root vegetables Tree fruit Ground fruit Tubers Legumes and pulses
Pria
Pria Wanita
Australia
Eropa
34,5 246,8
46,5 357,8
40,4 174,8
23,0 173,5
34,2 187,4
Asia Timur 367,1 162,8
16,9 20,0 145,7 108,8 72,8 23,8
16,6 23,5 141,3 93,3 106,2 33,4
16,8 21,8 143,5 112,3 89,3 28,5
15,8 22,1 138,1 110,8 91,6 28,7
25 17,2 217,6 111,7 76,8 25
25,4 11,9 151,6 107,9 35,7 31,2
Ref, National Nutrition Survey (1995); expert judgement
Table 12, Persenyase aktiviya radionuklida setelah diproses Food group Rice Grain Leafy vegetables Root vegetables Tree fruit Ground fruit Tubers Legumes and pulses
Proses 0,55 0,8 0,6 0,7 0,65 0,6 0,6
Sumber : Krajewski (1994) and IAEA Handbook 384 (1994) Table 13, Konsumsi daging oleh orang dewasa (grams per hari) Food Group Milk, products Beef Pork Lamb Fowl Eggs
Wanita milk
Pria
257,7
321,9
Pria dan wanita 289,3
46,7 18,5 14,7 35,4 11,2
84,55 37,05 26,6 51,5 16,3
65,5 27,8 20,5 43,4 13,7
Australia
Eropa
Asia Timur
295,3
251,3
227,1
63,65 28,4 20,75 43,5 14,0
69,2 27,2 20,7 38,3 9,4
74,1 25,1 22,3 60,7 17,9
Sumber: National Nutrition Survey (1995); pendapat ahli.
180
LAMPIRAN 6 Kontribusi jalur penyinaran terhadap dosis individu jarak 0,5 dan 7,5 km dari sumber CONTRIBUTIONS (IN %) OF EXPOSURE PATHWAYS AND NUCLIDES TO MEAN INDIVIDUAL 7D ORGAN DOSES -----------------------------------------------------------------------------------------RESULTS ARE CALCULATED FOR THE WHOLE DISTANCE BAND RADIUS
R( 1) : CL
0,500 KM GR
DOSE LU TH EY UT SK EN BM LI
99,99 99,99 100,00 100,00 0,00 100,00 100,00 100,00
IH
(SV) 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
IHR
0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
SK
0,00 0,00 0,00 0,00 100,00 0,00 0,00 0,00
MEAN TOTAL
0,574E-02 0,662E-02 0,650E-02 0,459E-02 0,496E-05 0,569E-02 0,515E-02 0,475E-02
EXPOSURE PATHWAY: SUM OVER ALL PATHWAYS NUCLIDE KR-87 SR-89 Y-91 ZR-95 ZR-97 NB-97 MO-99 TC-99M RU-103 RU-105
LU 58,97 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
TH 58,94 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
EY 56,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
UT 62,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
SK 0,00 0,74 0,78 0,78 0,16 0,24 12,00 1,43 8,53 0,45
EN 58,53 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
BM 60,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
LI 60,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
181
LAMPIRAN 6 (Lanjutan) RH-105 SB-127 SB-129 TE-127 TE-129 TE-131M I-131 I-132 I-133 I-134 I-135 XE-133 XE-135 BA-140 LA-140 CE-141 CE-143 CE-144 PR-143 ND-147 NP-239 RADIUS
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12,99 28,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 R( 4) :
BONE MARROW BONE SURFACE BREAST LUNG STOMACH COLON LIVER PANCREAS THYROID
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 13,40 27,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
7,500 KM CL 99,99 99,98 100,00 99,96 99,99 99,95 99,99 99,99 99,84
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15,82 28,16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10,43 27,24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2,32 0,53 0,16 0,49 0,18 0,46 34,81 1,02 16,07 0,53 4,34 0,00 0,00 1,15 1,53 1,02 0,34 0,33 0,88 0,36 8,35
GR
IH
IG
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,01 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01
0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,05 0,00 0,00 0,15
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 13,45 28,02 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
IHR 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10,69 28,64 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11,57 28,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
MEAN TOTAL DOSE (SV) 0,738E-04 0,114E-03 0,933E-04 0,829E-04 0,747E-04 0,683E-04 0,751E-04 0,666E-04 0,958E-04
182
LAMPIRAN 6 (Lanjutan) GONADS 99,99 0,00 0,00 REMAINDER 99,99 0,00 0,00 EFFECT, DOSE 99,98 0,00 0,00 EXPOSURE PATHWAY: SUM OVER ALL PATHWAYS NUCLIDE
BM
KR-87 52,74 SR-90 0,01 RU-103 0,00 RU-106 0,00 I-131 0,00 XE-133 13,37 XE-135 33,88 EXPOSURE PATHWAY: NUCLIDE KR-87 XE-133 XE-135
BM 52,75 13,37 33,89
EXPOSURE PATHWAY: NUCLIDE CO-58 CO-60 ZR-95 ZR-97 NB-95 MO-99 TC-99M RU-103
BS 39,84 0,01 0,00 0,00 0,00 26,24 33,90 CL BS 39,85 26,25 33,91
BR 48,71 0,00 0,00 0,00 0,00 18,77 32,51
BR 48,71 18,77 32,51
LU 50,90 0,00 0,00 0,02 0,00 16,13 32,93
LU 50,92 16,14 32,94
0,00 0,00 0,01
ST 52,15 0,00 0,00 0,00 0,00 15,35 32,49
ST 52,16 15,35 32,49
0,00 0,00 0,00
LI 52,23 0,00 0,01 0,03 0,00 14,44 33,28
LI 52,26 14,45 33,29
0,714E-04 0,847E-04 0,824E-04
LV 51,85 0,00 0,00 0,00 0,00 14,84 33,31
LV 51,85 14,84 33,31
PA 53,60 0,00 0,00 0,00 0,00 13,38 33,01
PA 53,60 13,39 33,01
TH 50,79 0,00 0,00 0,00 0,15 16,61 32,43
TH 50,88 16,64 32,49
GO 52,25 0,00 0,00 0,00 0,00 15,38 32,37
GO 52,25 15,38 32,37
RE 50,55 0,00 0,00 0,00 0,00 16,53 32,92
RE 50,55 16,53 32,92
EN 50,44 0,00 0,00 0,01 0,01 16,68 32,86
EN 50,45 16,68 32,86
GR BM
0,79 23,90 6,95 0,08 2,08 1,39 0,05 30,74
BS 0,82 23,98 7,22 0,08 2,16 1,85 0,09 30,29
BR 0,86 25,55 7,55 0,07 2,25 1,55 0,06 29,48
LU 0,80 24,20 7,08 0,08 2,11 1,44 0,06 30,49
ST 0,82 25,12 7,22 0,08 2,16 1,48 0,06 29,94
LI 0,83 25,39 7,30 0,08 2,19 1,47 0,06 29,76
LV 0,83 25,18 7,27 0,08 2,18 1,48 0,06 29,87
PA 0,85 25,98 7,47 0,07 2,23 1,48 0,06 29,37
TH 0,76 23,01 6,72 0,08 2,01 1,36 0,05 31,34
GO 0,86 25,92 7,55 0,07 2,26 1,56 0,06 29,29
RE 0,78 23,72 6,89 0,08 2,06 1,39 0,05 30,86
EN 0,80 24,17 7,00 0,08 2,10 1,42 0,06 30,56
183
LAMPIRAN 6 (Lanjutan) RU-105 RU-106 RH-105 SB-127 SB-129 TE-131M I-131 I-132 I-133 I-134 I-135 CS-134 BA-140 LA-140 CE-141 CE-144 NP-239
0,11 22,38 0,08 0,18 0,07 0,30 3,62 0,16 0,88 0,05 0,61 0,27 3,64 0,31 0,25 0,64 0,47
0,11 22,05 0,08 0,18 0,07 0,30 3,57 0,15 0,87 0,05 0,60 0,27 3,58 0,30 0,24 0,63 0,46
0,11 21,46 0,08 0,17 0,07 0,29 3,48 0,15 0,85 0,05 0,58 0,26 3,49 0,29 0,24 0,61 0,45
0,11 22,19 0,08 0,18 0,07 0,30 3,59 0,15 0,88 0,05 0,60 0,27 3,61 0,30 0,25 0,63 0,46
0,11 21,79 0,08 0,18 0,07 0,30 3,53 0,15 0,86 0,05 0,59 0,27 3,54 0,30 0,24 0,62 0,46
0,11 21,67 0,08 0,18 0,07 0,30 3,51 0,15 0,85 0,05 0,59 0,26 3,52 0,30 0,24 0,62 0,45
0,11 21,75 0,08 0,18 0,07 0,30 3,52 0,15 0,86 0,05 0,59 0,27 3,53 0,30 0,24 0,62 0,45
0,11 21,38 0,08 0,17 0,07 0,29 3,46 0,15 0,84 0,05 0,58 0,26 3,48 0,29 0,24 0,61 0,45
0,11 22,81 0,09 0,19 0,07 0,31 3,69 0,16 0,90 0,05 0,62 0,28 3,71 0,31 0,25 0,65 0,48
0,11 21,32 0,08 0,17 0,07 0,29 3,45 0,15 0,84 0,05 0,58 0,26 3,47 0,29 0,24 0,61 0,45
0,11 22,47 0,09 0,18 0,07 0,31 3,64 0,16 0,89 0,05 0,61 0,27 3,65 0,31 0,25 0,64 0,47
0,11 22,25 0,08 0,18 0,07 0,30 3,60 0,15 0,88 0,05 0,60 0,27 3,62 0,31 0,25 0,63 0,47
184
LAMPIRAN 7 Data Korelasi Variabel Yang Diduga Berpengaruh Terhadap Kepadatan Penduduk, X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7A
X7B
X7C
X8
X9
X10A
X10B
X10C
X10D
X1
JRKJPR 1,0000
JRKPATI -,2596
JRKKDS ,5210
JRKDMK ,5377
TDPL -,2038
SLOPE -,0408
DLMHTN ,1159
PGRHTN ,0668
LUARHTN -,1109
KPDWNT -,1549
KELTANI ,2881
TANI ,2379
TAMBANG ,0071
INDUSTRI -,2562
DAGANG ,0055
p: ---
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:,000
p:,087
p:,000
p:,005
p:,000
p:,000
p:0,00
p:0,00
p:,766
p:0,00
p:,817
X2
-,2596
1,0000
,2953
-,5449
-,1232
-,0025
-,0356
-,0092
,0447
,0045
-,0901
-,0583
-,0197
,0476
,0048
p:0,00
p: ---
p:0,00
p:0,00
0
p:,917
p:,136
p:,699
p:,061
p:,850
p:,000
p:,015
p:,409
p:,046
p:,839
X3
,5210
,2953
1,0000
,5627
-,0864
-,0301
,0310
,1830
-,1571
-,1334
,1622
,1662
-,0130
-,2252
,0406
0
0
p: ---
p:0,00
0
p:,207
p:,194
p:,000
0
0
0
p:,000
p:,587
0
p:,089
X4
,5377
-,5449
,5627
1,0000
,1247
-,0141
,0701
,2293
-,2345
-,0827
,1144
,0963
,0119
-,1234
,0298
0
0
p:0,00
p: ---
0
p:,555
p:,003
p:0,00
p:0,00
p:,001
0
0
p:,618
p:,000
p:,211
-,2038
-,1232
-,0864
,1247
1,0000
,0660
,1735
,3091
-,3046
-,1359
,1742
,1082
,0018
-,0876
-,0380
p:,000
p:,000
p:,000
p:,000
p: ---
p:,006
0
0
0
0
0
0
p:,940
0
p:,111
-,0408
-,0025
-,0301
-,0141
,0660
1,0000
,0064
,0158
-,0131
-,0246
,0254
,0241
,0045
-,0194
-,0088
X5 X6
p:,087
p:,917
p:,207
p:,555
p:,006
p: ---
p:,788
p:,508
p:,583
p:,303
p:,287
p:,312
p:,850
p:,416
p:,713
X7A
,1159
-,0356
,0310
,0701
,1735
,0064
1,0000
-,0423
-,3264
-,0958
,1219
,0537
-,0045
-,0417
-,0243
0
p:,136
p:,194
p:,003
0
p:,788
p: ---
p:,076
0
0
0
p:,024
1
p:,081
p:,308
X7B
,0668
-,0092
,1830
,2293
,3091
,0158
-,0423
1,0000
-,8775
-,1610
,1644
,1092
-,0107
-,0982
-,0347
p:,005
p:,699
0
0
p:0,00
p:,508
p:,076
p: ---
0
0
0
0
p:,655
0
p:,146
-,1109
,0447
-,1571
-,2345
-,3046
-,0131
-,3264
-,8775
1,0000
,1849
-,2034
-,1187
,0114
,1048
,0397
0
p:,061
0
0
p:0,00
p:,583
p:0,00
0
p: ---
0
0
0
p:,634
0
p:,096
-,1549
,0045
-,1334
-,0827
-,1359
-,0246
-,0958
-,1610
,1849
1,0000
-,4681
-,4462
,0003
,3037
,2836
0
p:,850
0
p:,001
0
p:,303
0
0
0
p: ---
p:0,00
0
p:,991
0
p:0,00
X9
,2881
-,0901
,1622
,1144
,1742
,0254
,1219
,1644
-,2034
-,4681
1,0000
,7119
-,0656
-,5261
-,3620
0
0
0
0
0
p:,287
0
0
0
p:0,00
p: ---
0
p:,006
0
p:0,00
X10A
,2379
-,0583
,1662
,0963
,1082
,0241
,0537
,1092
-,1187
-,4462
,7119
1,0000
-,0354
-,7706
-,4529
0
p:,015
0
0
0
p:,312
p:,024
0
0
p:0,00
p:0,00
p: ---
p:,139
0
p:0,00
X10B
,0071
-,0197
-,0130
,0119
,0018
,0045
-,0045
-,0107
,0114
,0003
-,0656
-,0354
1,0000
-,0105
-,0061
p:,766
p:,409
p:,587
p:,618
p:,940
p:,850
p:,850
P:,655
p:,634
p:,991
p:,006
p:,139
p: ---
p:,660
p:,797
X10C
-,2562
,0476
-,2252
-,1234
-,0876
-,0194
-,0417
-,0982
,1048
,3037
-,5261
-,7706
-,0105
1,0000
-,0565
X7C X8
185
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X1 X2
X10E
X11A
X11B
X11C
X11D
X11E
X11F
X11G
X12
X13
X14
X15A
X15B
X15C
X16
LAIN -,0690
INKULIT -,0140
INOLMAK -,0155
INBATAGTG -,0484
BATIKAIN -,0877
LAIN -,1969
KAYU -,2506
LOGAM -,0947
KPPSR ,0265
PDRB -,0092
KPSEKOLH -,1188
KPRSAKIT -,0119
KPPKESMAS ,0110
KPRSBERSALIN ,0062
KPMSJD -,1475
p:,004
p:,557
p:,515
p:,043
p:,000
p:,000
p:0,00
p:,000
p:,267
p:,700
p:,000
P:,619
p:,646
p:,795
p:,000
,0549
-,0323
-,0250
,0025
,0140
,0593
,0910
,0058
-,0628
-,1862
-,0298
,0011
-,0146
-,0366
-,0093
p:,021
p:,176
p:,296
p:,917
p:,558
p:,013
p:,000
p:,809
p:,008
p:,000
p:,212
P:,964
p:,542
p:,125
p:,696
X3
,0244
-,0710
,0258
-,0696
-,0644
-,0456
,0143
-,0633
-,0050
-,4552
-,0969
-,0430
,0019
-,0758
-,1352
p:,307
p:,003
p:,279
p:,004
p:,007
p:,056
p:,550
p:,008
p:,835
p:0,00
0
P:,072
p:,936
p:,001
0
X4
-,0179
-,0042
,0599
-,0325
-,0462
-,0564
-,0279
-,0406
,0128
-,1258
-,0228
-,0214
,0156
-,0080
-,0708
p:,455
p:,859
p:,012
p:,173
p:,053
p:,018
p:,243
p:,089
p:,592
0
p:,340
P:,370
p:,514
p:,739
p:,003
-,0392
-,0200
-,0482
-,0374
-,0147
-,0445
-,0453
-,0339
,0297
,1031
-,0707
-,0194
-,0463
-,0321
,0125
p:,101
p:,403
p:,043
p:,117
p:,539
p:,062
p:,058
p:,156
p:,214
0
p:,003
P:,416
p:,052
p:,178
p:,600
-,0084
,0003
-,0109
-,0076
-,0038
-,0091
-,0082
-,0069
,0125
-,0047
-,0177
-,0054
-,0075
-,0090
-,0143
p:,724
p:,989
p:,648
p:,749
p:,874
p:,702
p:,732
p:,774
p:,601
p:,844
p:,458
P:,821
p:,752
p:,706
p:,549
-,0161
-,0093
-,0305
-,0207
-,0093
-,0194
-,0179
-,0131
,0065
-,0279
-,0740
-,0085
-,0323
-,0190
-,0874
p:,500
p:,698
p:,202
p:,386
p:,697
p:,417
p:,453
p:,583
p:,784
p:,242
p:,002
P:,722
p:,176
p:,426
0
-,0212
-,0227
-,0513
-,0268
-,0220
-,0420
-,0323
-,0309
-,0199
-,1011
-,1067
-,0177
-,0554
-,0432
-,1233
p:,375
p:,341
p:,032
p:,262
p:,356
p:,078
p:,176
p:,195
p:,405
0
0
P:,459
p:,020
p:,070
0
,0246
,0241
,0577
,0376
,0235
,0454
,0353
,0330
,0114
,0907
,1271
,0198
,0616
,0464
,1471
p:,303
p:,313
p:,016
p:,115
p:,326
p:,057
p:,139
p:,167
p:,632
0
0
P:,407
p:,010
p:,052
0
X8
,1220
,2365
,3802
,1790
,3482
,4509
,3439
,4465
-,1188
,0952
,8310
,1458
,2155
,2031
,7219
p:,000
p:0,00
p:0,00
p:,000
p:0,00
p:0,00
0
p:0,00
p:,000
0
p:0,00
P:,000
p:0,00
p:,000
p:0,00
X9
-,2179
-,1256
-,2245
-,1356
-,1333
-,2443
-,2211
-,1921
,1035
-,1458
-,4085
-,1195
-,1209
-,2105
-,2974
p:0,00
p:,000
0
0
0
0
0
0
0
0
p:0,00
0
p:,000
p:0,00
p:0,00
X10A
-,2860
-,1716
-,2029
-,1290
-,1432
-,2357
-,2574
-,1828
,1345
-,1930
-,3998
-,1286
-,0782
-,2085
-,3129
0
0
p:,000
0
0
0
0
0
0
0
p:0,00
0
p:,001
0
p:0,00
-,0041
-,0025
-,0059
-,0028
-,0024
,0031
-,0045
-,0033
,0120
,0163
-,0132
-,0027
-,0081
-,0048
,0337
p:,865
p:,917
p:,806
p:,907
p:,921
p:,896
p:,852
p:,889
p:,615
p:,495
p:,580
P:,909
p:,733
p:,841
p:,158
-,0374
,1105
,0908
,1492
,0754
,2269
,3021
,0807
-,1057
,2580
,1900
,0645
,0013
,1063
,2227
X5 X6 X7A X7B X7C
X10B X10C
186
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X1
X17A
X17B
X17C
X18
X19A
X19B
X19C
KPJLKT -,0671 p:,005
KPJLLL -,0700 p:,003
KPJLUT ,0575 p:,016
KPLIS -,0818 p:,001
BUILD-UP -,1654 p:,000
,0186 p:,435
X19D ,1520 p:,000
X19E
-,0538 p:,024
X20
X21
REKREASI -,0032 p:,892
TAHUN
-,0489 p:,041
,0004 p:,988
,0559
-,0167
-,0088
-,0402
,0179
-,0682
,0297
,0469
,0152
-,0042
-,0005
p:,019
p:,484
p:,712
p:,092
p:,453
p:,004
p:,214
p:,049
p:,524
p:,861
p:,985
-,0397
-,1034
,0482
-,1358
,0355
-,2969
,3140
-,0699
,0078
,0106
,0026
p:,097
p:,000
p:,044
p:,000
p:,137
p:0,00
p:0,00
p:,003
p:,743
p:,658
p:,914
X4
-,0746
-,0958
,0092
-,0562
,0870
-,2781
,2512
-,0727
,0057
,0599
,0032
p:,002
0
p:,701
p:,019
0
p:0,00
0
p:,002
p:,811
p:,012
p:,893
X5
-,0828
-,0907
-,0990
-,1523
,0028
-,2752
,2782
,1477
,0449
,2083
,0005
p:,001
0
p:,000
0
p:,905
p:0,00
p:0,00
p:,000
p:,060
p:,000
1
-,0299
-,0304
-,0184
-,0270
-,0197
-,0259
,0437
-,0022
,0091
,0095
-,0237
p:,211
p:,203
p:,442
p:,259
p:,409
p:,278
p:,067
p:,927
p:,702
p:,691
p:,322
-,1012
-,0895
-,0342
-,1002
-,0392
-,1439
,1590
-,0128
-,0038
,0464
-,0134
p:,000
0
p:,152
0
p:,101
p:,000
0
p:,591
p:,875
p:,052
p:,574
X7B
-,1306
-,1028
-,0700
-,1729
-,0206
-,1716
,1841
,0169
-,0097
,1499
-,0388
0
0
p:,003
0
p:,388
0
0
p:,480
p:,683
0
p:,104
X7C
,1581
,1312
,0778
,1983
,0278
,1988
-,2062
-,0062
,0102
-,1370
,0407
0
0
p:,001
0
p:,244
0
0
p:,796
p:,670
0
p:,088
X2 X3
X6 X7A
,4062
,5022
,3522
,9001
,2986
-,0654
-,2195
,1065
-,0192
-,0273
-,0034
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:,006
0
0
p:,420
p:,253
p:,886
-,3811
-,2068
-,1597
-,4939
-,2653
,1916
,1383
-,0745
-,0005
,0382
,1488
p:0,00
0
0
p:0,00
0
0
0
0
p:,983
p:,110
p:,000
X10A
-,3611
-,1862
-,1256
-,4713
-,3602
,1744
,1554
-,0552
,0119
,0299
-,0366
p:0,00
0
0
p:0,00
p:0,00
0
0
p:,021
p:,618
p:,210
p:,126
X10B
-,0166
,0063
,0476
-,0005
-,0117
-,0197
,0060
-,0066
-,0011
-,0046
-,0339
p:,486
p:,792
p:,046
p:,984
p:,624
p:,410
p:,803
p:,783
p:,964
p:,847
p:,156
,2125
,1034
-,0066
,3017
,2623
-,0961
-,1385
,0206
-,0091
-,0124
,0250
X8 X9
X10C
187
LAMPIRAN 7 (Lanjutan) X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7A
X7B
X7C
X8
X9
X10A
X10B
X10C
X10D
X10D
JRKJPR ,0055
JRKPATI ,0048
JRKKDS ,0406
JRKDMK ,0298
TDPL -,0380
SLOPE -,0088
DLMHTN -,0243
PGRHTN -,0347
LUARHTN ,0397
KPDWNT ,2836
KELTANI -,3620
TANI -,4529
TAMBANG -,0061
INDUSTRI -,0565
DAGANG 1,0000
p:,817
p:,839
p:,089
p:,211
p:,111
p:,713
p:,308
p:,146
p:,096
p:0,00
p:0,00
0
p:,797
p:,018
p: ---
X10E
-,0690
,0549
,0244
-,0179
-,0392
-,0084
-,0161
-,0212
,0246
,1220
-,2179
-,2860
-,0041
-,0374
-,0218
p:,004
p:,021
p:,307
p:,455
p:,101
p:,724
p:,500
p:,375
p:,303
0
0
0
p:,865
p:,117
p:,361
X11A
-,0140
-,0323
-,0710
-,0042
-,0200
,0003
-,0093
-,0227
,0241
,2365
-,1256
-,1716
-,0025
,1105
,1480
p:,557
p:,176
p:,003
p:,859
p:,403
p:,989
p:,698
p:,341
p:,313
0
0
0
p:,917
0
p:,000
X11B
-,0155
-,0250
,0258
,0599
-,0482
-,0109
-,0305
-,0513
,0577
,3802
-,2245
-,2029
-,0059
,0908
,1809
p:,515
p:,296
p:,279
p:,012
p:,043
p:,648
p:,202
p:,032
p:,016
p:0,00
0
0
p:,806
0
0
X11C
-,0484
,0025
-,0696
-,0325
-,0374
-,0076
-,0207
-,0268
,0376
,1790
-,1356
-,1290
-,0028
,1492
,0247
p:,043
1
p:,004
p:,173
p:,117
p:,749
p:,386
p:,262
p:,115
0
0
0
p:,907
0
p:,301
X11D
-,0877
,0140
-,0644
-,0462
-,0147
-,0038
0
-,0220
,0235
,3482
-,1333
-,1432
-,0024
,0754
,1465
0
p:,558
p:,007
p:,053
p:,539
p:,874
p:,697
p:,356
p:,326
p:0,00
0
0
p:,921
p:,002
0
X11E
-,1969
,0593
-,0456
-,0564
-,0445
-,0091
-,0194
-,0420
,0454
,4509
-,2443
-,2357
,0031
,2269
,0840
0
p:,013
p:,056
p:,018
p:,062
p:,702
p:,417
p:,078
p:,057
p:0,00
0
0
p:,896
0
0
X11G
-,2506
,0910
,0143
-,0279
-,0453
-,0082
-,0179
-,0323
,0353
,3439
-,2211
-,2574
0
,3021
,0026
0
0
p:,550
p:,243
p:,058
p:,732
p:,453
p:,176
p:,139
p:0,00
0
0
p:,852
0
p:,915
-,0947
,0058
-,0633
-,0406
-,0339
-,0069
-,0131
-,0309
,0330
,4465
-,1921
-,1828
-,0033
,0807
,1440
0
p:,809
p:,008
p:,089
p:,156
p:,774
p:,583
p:,195
p:,167
p:0,00
0
0
p:,889
p:,001
0
X12
,0265
-,0628
-,0050
,0128
,0297
,0125
,0065
-,0199
0
-,1188
,1035
,1345
,0120
-,1057
-,0690
p:,267
p:,008
p:,835
p:,592
p:,214
p:,601
p:,784
p:,405
p:,632
0
0
0
p:,615
0
p:,004
X13
-,0092
-,1862
-,4552
-,1258
,1031
-,0047
-,0279
-,1011
,0907
,0952
-,1458
-,1930
,0163
,2580
-,0235
p:,700
0
p:0,00
0
0
p:,844
p:,242
0
0
0
0
0
p:,495
0
p:,324
X14
-,1188
-,0298
-,0969
-,0228
-,0707
-,0177
-,0740
-,1067
,1271
,8310
-,4085
-,3998
-,0132
,1900
,3782
0
p:,212
0
p:,340
p:,003
p:,458
p:,002
0
0
p:0,00
p:0,00
0
p:,580
0
p:0,00
-,0119
,0011
-,0430
-,0214
-,0194
-,0054
-,0085
-,0177
,0198
,1458
-,1195
-,1286
-,0027
,0645
,0072
p:,619
p:,964
p:,072
p:,370
p:,416
p:,821
p:,722
p:,459
p:,407
0
0
0
p:,909
p:,007
p:,763
,0110
-,0146
,0019
,0156
-,0463
-,0075
-,0323
-,0554
,0616
,2155
-,1209
-,0782
-,0081
,0013
,0920
X11H
X15A X15B
188
LAMPIRAN 7 (Lanjutan) X10E
X11A
X11B
X11C
X11D
X11E
X11F
X11G
X12
X13
X14
X15A
X15B
X15C
X16
X10D
LAIN -,0218
INKULIT ,1480
INOLMAK ,1809
INBATAGTG ,0247
BATIKAIN ,1465
LAIN ,0840
KAYU ,0026
LOGAM ,1440
KPPSR -,0690
PDRB -,0235
KPSEKOLH ,3782
KPRSAKIT ,0072
KPPKESMAS ,0920
KPRSBERSALIN ,1520
KPMSJD ,1811
p:,361
0
0
p:,301
0
0
p:,915
0
p:,004
p:,324
p:0,00
P:,763
0
0
0
X10E
1,0000
-,0089
,0827
-,0061
,0116
,0173
,0196
,1155
-,0334
-,0589
,1231
,1324
,0741
,0253
,0775
P: ---
p:,710
p:,001
p:,797
p:,627
p:,468
p:,411
0
p:,161
p:,014
0
0
p:,002
p:,290
p:,001
X11A
-,0089
1,0000
,1366
,0341
,0389
,0089
-,0003
,0215
-,0151
,1464
,2735
,0537
-,0163
,0741
,1298
p:,710
p: ---
0
p:,154
p:,103
p:,709
p:,989
p:,368
p:,528
0
p:0,00
P:,025
p:,494
p:,002
0
,0827
,1366
1,0000
,0668
,1202
,1207
,0031
,2042
-,0994
-,0036
,4614
,1171
,1700
,0705
,2559
p:,001
0
p: ---
p:,005
0
0
p:,898
0
0
p:,881
p:0,00
0
0
p:,003
0 ,0878
X11B
-,0061
,0341
,0668
1,0000
,0339
,1438
-,0136
,0394
-,0512
,0138
,1150
-,0074
,0139
-,0004
p:,797
p:,154
p:,005
p: ---
p:,155
0
p:,570
p:,098
p:,032
p:,563
0
P:,758
p:,561
p:,986
0
,0116
,0389
,1202
,0339
1,0000
,1767
,0203
,4220
-,0081
-,0014
,4066
,0084
,0124
,0192
,3284
p:,627
p:,103
0
p:,155
p: ---
0
p:,395
p:0,00
p:,735
p:,953
p:0,00
P:,725
p:,605
p:,421
p:0,00
,0173
,0089
,1207
,1438
,1767
1,0000
,5272
,3696
,0243
-,0639
,3868
0
-,0112
,0154
,3556
p:,468
p:,709
0
0
0
p: ---
0
p:0,00
p:,309
p:,007
p:0,00
1
p:,638
p:,518
p:0,00
,0196
-,0003
,0031
-,0136
,0203
,5272
1,0000
,0398
-,0173
-,0796
,2356
-,0073
-,0131
,0163
,2961
p:,411
1
p:,898
p:,570
p:,395
p:0,00
p: ---
p:,095
p:,469
p:,001
0
P:,759
p:,584
p:,494
p:0,00
,1155
,0215
,2042
,0394
,4220
,3696
,0398
1,0000
-,0144
-,0290
,4865
-,0029
-,0114
,0032
,3614
0
p:,368
0
p:,098
p:0,00
p:0,00
p:,095
p: ---
p:,547
p:,225
p:0,00
P:,904
p:,635
p:,894
p:0,00
X12
-,0334
-,0151
-,0994
-,0512
-,0081
,0243
-,0173
-,0144
1,0000
-,0873
-,1034
-,0957
-,1423
-,1120
-,0438
p:,161
p:,528
0
p:,032
p:,735
p:,309
p:,469
p:,547
p: ---
0
0
0
0
0
p:,066
X13
-,0589
,1464
-,0036
,0138
-,0014
-,0639
-,0796
-,0290
-,0873
1,0000
,0771
,0726
,0095
,1457
,1084
p:,014
0
p:,881
p:,563
p:,953
p:,007
p:,001
p:,225
0
P: ---
p:,001
P:,002
p:,690
0
0
,1231
,2735
,4614
,1150
,4066
,3868
,2356
,4865
-,1034
,0771
1,0000
,1702
,2067
,1749
,6799
0
0
p:0,00
0
p:0,00
p:0,00
0
p:0,00
0
0
p: ---
0
0
0
p:0,00
,1324
,0537
,1171
-,0074
,0084
,0011
-,0073
-,0029
-,0957
,0726
,1702
1,0000
-,0128
,3174
,1136
0
p:,025
0
p:,758
p:,725
p:,964
p:,759
p:,904
0
p:,002
0
p: ---
p:,591
0
0
,0741
-,0163
,1700
,0139
,0124
-,0112
-,0131
-,0114
-,1423
,0095
,2067
-,0128
1,0000
,1452
,1287
X11C X11D X11E X11G X11H
X14 X15A X15B
189
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X10D
X10E
X11A
X11B
X11C
X11D
X11E
X11G
X11H
X12
X13
X14
X15A
X15B
X17A
X17B
X17C
X18
X19A
X19B
KPJLKT
KPJLLL
KPJLUT
KPLIS
BUILD-UP
X19C
X19D
X19E
X20
X21
REKREASI
TAHUN
,2652
,1678
,2224
,3233
,2089
,1294
-,0580
,0604
-,0057
-,0247
,0188
0
0
0
p:0,00
0
0
p:,015
p:,011
p:,810
p:,300
p:,430
,1473
,0106
,0392
,1365
,0589
-,0206
,0019
-,0035
-,0164
-,0148
,0685 0
0
p:,657
p:,101
0
p:,014
p:,388
p:,935
p:,885
p:,493
p:,535
,0996
,0389
,1090
,2170
,1531
,0268
-,0636
,0112
-,0023
-,0101
,0571
p:,261
p:,008
p:,638
p:,922
p:,673
p:,017
-,0353
,0284
,0056
-,0157
,0235
p:,139
p:,235
p:,815
p:,511
p:,324
0
p:,103
0
0
0
,1701
,3024
,3491
,4055
,1537
0
p:0,00
p:0,00
p:0,00
0
,0898 0
,0494
,1195
,1319
,2110
,1131
,0235
-,0795
,0155
-,0042
-,0200
-,0001
p:,039
0
0
0
0
p:,326
p:,001
p:,516
p:,860
p:,401
p:,997
,1739
,3925
,1868
,3292
,1079
,0026
-,0435
-,0052
-,0022
-,0096
,0684
0
p:0,00
0
p:0,00
0
p:,914
p:,068
p:,829
p:,926
p:,688
p:,004
,1790
,2592
,1072
,3985
,0391
,0754
-,0784
,0243
-,0015
-,0117
-,1039
0
0
0
p:0,00
p:,102
p:,002
0
p:,309
p:,949
p:,623
0
,1436
,0657
,0195
,2924
,2049
,1154
-,0609
-,0068
-,0019
-,0147
,0006
0
p:,006
p:,415
p:0,00
0
0
p:,011
p:,776
p:,938
p:,538
p:,981
,2065
,3871
,2066
,4352
,0539
,0183
-,0513
,0225
-,0028
0
-,0003
0
p:0,00
0
p:0,00
p:,024
p:,442
p:,032
p:,346
p:,906
1
p:,989
-,0487
,0110
-,0097
-,1254
-,1933
,0531
,0113
-,0141
,0110
,0080
-,2496
p:,041
p:,646
p:,684
0
0
p:,026
p:,637
p:,554
p:,647
p:,739
p:0,00
,0725
-,0195
-,0924
,1304
,1123
,1039
-,1251
,1151
-,0194
,0257
,2723
0
p:,414
0
0
0
0
0
0
p:,416
p:,283
0
,4417
,5383
,4484
,8377
,2616
,0799
-,1704
,1275
-,0159
,0046
,0029
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:0,00
0
p:,001
0
0
p:,505
p:,846
p:,902
,0297
,0356
-,0062
,1795
,0231
,0280
-,0078
,0209
-,0006
,0622
0
p:,214
p:,136
p:,794
0
p:,333
p:,241
p:,743
p:,382
p:,979
p:,009
p:,991
,0341
,0610
,2495
,2422
,0610
,0394
-,0906
-,0046
,0020
-,0187
0
190
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X16
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7A
X7B
X7C
X8
X9
X10A
X10B
X10C
X10D
JRKJPR -,1475
JRKPATI -,0093
JRKKDS -,1352
JRKDMK -,0708
TDPL ,0125
SLOPE -,0143
DLMHTN -,0874
PGRHTN -,1233
LUARHTN ,1471
KPDWNT ,7219
KELTANI -,2974
TANI -,3129
TAMBANG ,0337
INDUSTRI ,2227
DAGANG ,1811
0
p:,696
0
0
p:,600
p:,549
0
0
0
p:0,00
p:0,00
0
p:,158
0
0
X17A
-,0671
,0559
-,0397
-,0746
-,0828
-,0299
-,1012
-,1306
,1581
,4062
-,3811
-,3611
-,0166
,2125
,2652
0
p:,019
p:,097
p:,002
p:,001
p:,211
0
0
0
p:0,00
p:0,00
0
p:,486
0
0
X17B
-,0700
-,0167
-,1034
-,0958
-,0907
-,0304
-,0895
-,1028
,1312
,5022
-,2068
-,1862
,0063
,1034
,1678
X17C
P:,003
p:,484
0
0
0
p:,203
0
0
0
p:0,00
0
0
p:,792
0
0
,0575
-,0088
,0482
,0092
-,0990
-,0184
-,0342
-,0700
,0778
,3522
-,1597
-,1256
,0476
-,0066
,2224
P:,016
p:,712
p:,044
p:,701
0
p:,442
p:,152
p:,003
p:,001
p:0,00
0
0
p:,046
p:,781
0
X18
-,0818
-,0402
-,1358
-,0562
-,1523
-,0270
-,1002
-,1729
,1983
,9001
-,4939
-,4713
-,0005
,3017
,3233
p:,001
p:,092
0
p:,019
0
p:,259
0
0
0
p:0,00
p:0,00
0
p:,984
0
p:0,00
X19A
-,1654
,0179
,0355
,0870
,0028
-,0197
-,0392
-,0206
,0278
,2986
-,2653
-,3602
-,0117
,2623
,2089
0
p:,453
p:,137
0
p:,905
p:,409
p:,101
p:,388
p:,244
p:0,00
0
0
p:,624
0
0 -,1294
,0186
-,0682
-,2969
-,2781
-,2752
-,0259
-,1439
-,1716
,1988
-,0654
,1916
,1744
0
-,0961
p:,435
p:,004
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:,278
0
0
0
p:,006
0
0
p:,410
0
0
X19C
,1520
,0297
,3140
,2512
,2782
,0437
,1590
,1841
-,2062
-,2195
,1383
,1554
,0060
-,1385
-,0580
0
p:,214
p:0,00
0
p:0,00
p:,067
0
0
0
0
0
0
p:,803
0
p:,015
X19D
-,0538
,0469
-,0699
-,0727
,1477
-,0022
-,0128
,0169
-,0062
,1065
-,0745
-,0552
-,0066
,0206
,0604
p:,024
p:,049
0
0
0
p:,927
p:,591
p:,480
p:,796
0
p:,002
p:,021
p:,783
p:,388
p:,011
X19E
-,0489
,0152
,0078
,0057
,0449
,0091
-,0038
-,0097
,0102
-,0192
-,0005
,0119
-,0011
-,0091
-,0057
p:,041
p:,524
p:,743
p:,811
p:,060
1
p:,875
p:,683
p:,670
p:,420
p:,983
p:,618
p:,964
p:,704
p:,810
X20
-,0032
-,0042
,0106
0
,2083
,0095
,0464
,1499
-,1370
-,0273
,0382
,0299
-,0046
-,0124
-,0247
p:,892
p:,861
p:,658
0
0
p:,691
p:,052
0
0
p:,253
p:,110
p:,210
p:,847
p:,604
p:,300
,0004
-,0005
,0026
,0032
,0005
-,0237
-,0134
-,0388
,0407
-,0034
,1488
-,0366
-,0339
,0250
,0188
p:,988
p:,985
p:,914
p:,893
p:,985
p:,322
p:,574
p:,104
p:,088
p:,886
0
p:,126
p:,156
p:,294
p:,430
X19B
X21
191
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X16 X17A
X10E
X11A
X11B
X11C
X11D
X11E
X11F
X11G
X12
X13
X14
X15A
X15B
X15C
X16
LAIN ,0775 0
INKULIT ,1298 0
INOLMAK ,2559 0
INBATAGTG ,0878 0
BATIKAIN ,3284 p:0,00
LAIN ,3556 p:0,00
KAYU ,2961 0
LOGAM ,3614 p:0,00
KPPSR -,0438 p:,066
PDRB ,1084 0
KPSEKOLH ,6799 p:0,00
KPRSAKIT ,1136 0
KPPKESMAS ,1287 0
KPRSBERSALIN ,1776 0
KPMSJD 1,0000 p: ---
,1473
,0996
,1701
,0494
,1739
,1790
,1436
,2065
-,0487
,0725
,4417
,0297
,0341
,1228
,3463
0
0
0
p:,039
0
0
0
0
p:,041
0
p:0,00
p:,214
p:,153
0
p:0,00
,0106
0
,3024
,1195
,3925
,2592
,0657
,3871
,0110
-,0195
,5383
,0356
,0610
,0809
,4583
p:,657
0
p:0,00
0
p:0,00
0
p:,006
p:0,00
p:,646
p:,414
p:0,00
p:,136
p:,011
0
p:0,00
X17C
,0392
,1090
,3491
,1319
,1868
,1072
,0195
,2066
-,0097
-,0924
,4484
-,0062
,2495
,0084
,2397
0
0
p:0,00
0
0
0
p:,415
0
p:,684
0
p:0,00
p:,794
0
p:,724
0
X18
,1365
,2170
,4055
,2110
,3292
,3985
,2924
,4352
-,1254
,1304
,8377
,1795
,2422
,2381
,7024
0
0
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p:0,00
0
p:0,00
0
0
p:0,00
0
0
0
p:0,00
X19A
,0589
,1531
,1537
,1131
,1079
,0391
,2049
,0539
-,1933
,1123
,2616
,0231
0
,1364
,2415
0
0
0
0
0
p:,102
0
p:,024
0
0
0
p:,333
0
0
0
-,0685
-,0268
-,0898
-,0235
,0026
-,0754
-,1154
-,0183
,0531
,1039
-,0799
-,0280
,0394
-,0580
-,0568
0
p:,261
0
p:,326
p:,914
p:,002
0
p:,442
p:,026
0
0
p:,241
p:,099
p:,015
p:,017
-,0206
-,0636
-,0353
-,0795
-,0435
-,0784
-,0609
-,0513
,0113
-,1251
-,1704
-,0078
-,0906
-,0904
-,1601
p:,388
p:,008
p:,139
p:,001
p:,068
p:,001
p:,011
p:,032
p:,637
0
0
p:,743
0
0
0
,0019
,0112
,0284
,0155
-,0052
0
-,0068
,0225
-,0141
,1151
,1275
,0209
-,0046
,0304
,1622
p:,935
p:,638
p:,235
p:,516
p:,829
0
p:,776
p:,346
p:,554
0
0
p:,382
p:,849
p:,203
0
-,0035
-,0023
,0056
-,0042
-,0022
-,0015
-,0019
-,0028
0
-,0194
-,0159
-,0006
,0020
-,0036
-,0145
p:,885
p:,922
p:,815
p:,860
p:,926
p:,949
p:,938
p:,906
p:,647
p:,416
p:,505
p:,979
p:,935
p:,880
p:,542
-,0164
-,0101
-,0157
-,0200
-,0096
-,0117
-,0147
-,0124
,0080
,0257
,0046
,0622
-,0187
,0438
,0262
p:,493
p:,673
p:,511
p:,401
p:,688
p:,623
p:,538
p:,604
p:,739
p:,283
p:,846
p:,009
p:,435
p:,067
p:,273
-,0148
,0571
,0235
-,0001
,0684
-,1039
,0006
-,0003
-,2496
,2723
,0029
-,0003
,0032
,0234
,0186
X17B
X19B X19C X19D X19E X20 X21
192
LAMPIRAN 7 (Lanjutan)
X16 X17A X17B
X17A
X17B
X17C
X18
KPJLKT ,3463
KPJLLL ,4583
KPJLUT ,2397
KPLIS ,7024
X19A
X19B
X19C
BUILD-UP ,2415
-,0568
-,1601
X19D
X19E
,1622
-,0145
X20
X21
REKREASI ,0262
TAHUN ,0186
p:0,00
p:0,00
0
p:0,00
0
p:,017
0
0
p:,542
p:,273
P:,435
1,0000
,3305
,2360
,4315
,2235
-,1422
-,0718
,0904
-,0099
-,0488
-,0023
p: ---
p:0,00
0
p:0,00
0
0
p:,003
0
p:,679
p:,041
P:,923
,3305
1,0000
,3756
,5019
,1785
,0217
-,1874
,0265
-,0003
-,0385
-,0010
p:0,00
p: ---
p:0,00
p:0,00
0
p:,363
0
p:,266
p:,990
p:,107
P:,967
,2360
,3756
1,0000
,3952
,1326
-,0289
-,0858
,0092
,0005
-,0228
-,0008
0
p:0,00
p: ---
p:0,00
0
p:,227
0
p:,700
1
p:,339
P:,973
,4315
,5019
,3952
1,0000
,2915
-,0773
-,2192
,1205
-,0231
-,0197
-,0317
p:0,00
p:0,00
p:0,00
p: ---
p:0,00
0
0
0
p:,333
p:,409
P:,184
X19A
,2235
,1785
,1326
,2915
1,0000
-,3204
-,1763
-,0023
-,0312
-,0518
,5504
0
0
0
p:0,00
p: ---
p:0,00
0
p:,922
p:,191
p:,030
0
X19B
-,1422
,0217
-,0289
-,0773
-,3204
1,0000
-,7530
-,1095
-,0219
-,1120
-,0189
0
p:,363
p:,227
0
p:0,00
p: ---
p:0,00
0
p:,359
0
P:,428
X19C
-,0718
-,1874
-,0858
-,2192
-,1763
-,7530
1,0000
-,0081
-,0132
,0878
,0064
p:,003
0
0
0
0
p:0,00
p: ---
p:,734
p:,581
0
P:,790
X17C X18
,0904
,0265
0
,1205
-,0023
-,1095
-,0081
1,0000
-,0110
,2591
-,0315
0
p:,266
p:,700
0
p:,922
0
p:,734
p: ---
p:,644
p:0,00
P:,187
-,0099
-,0003
,0005
-,0231
-,0312
-,0219
-,0132
-,0110
1,0000
-,0030
-,0311
p:,679
p:,990
p:,983
p:,333
p:,191
p:,359
p:,581
p:,644
p: ---
p:,901
p:,193
X20
-,0488
-,0385
-,0228
-,0197
-,0518
-,1120
,0878
,2591
-,0030
1,0000
-,0686
0
p:,107
p:,339
p:,409
p:,030
0
0
p:0,00
p:,901
p: ---
0
X21
-,0023
-,0010
-,0008
-,0317
,5504
-,0189
,0064
-,0315
-,0311
-,0686
1,0000
X19D X19E