KAJIAN PERTUMBUHAN PADI GOGO VARIETAS LOKAL DI KECAMATAN TOBELO TIMUR KABUPATEN HALMAHERA UTARA Ariance Y. Kastanja Dosen Agroforestri Politeknik Perdamaian Halmahera – Tobelo ABSTRACT The aim of this research was determine the soil condition and growth of upland rice in several villages in the East Tobelo Sub District. Sampling was done using multistage random sampling, where the measurement data was analysed using variance nested design. The research result indicated that soil pH at dte differend between neutral and acidic according to the growth of upland rice i.e between 5,95 – 7,12 %. Soil nutrient were better in several villages, Paca village compared to orther areas to a high organic matter content. Production of Darauke upland rice variety in Yaro village was high (2,5 ton/ha) compared to production rates in other villages. Key words : Soil condition, growth rice, East Tobelo PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris di mana pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan, dan berperan dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh rakyat. Beras merupakan bahan pangan yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia, karena itu beras memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia. Permintaan akan beras semakin meningkat dari waktu ke waktu dengan semakin bertambahnya penduduk, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola konsumsi penduduk dari non beras ke beras, sehingga untuk mencukupi kebutuhan pangan, produksi beras harus ditingkatkan. Di lain pihak terjadi pengurangan lahan sawah irigasi intensif akibat konversi lahan untuk kepentingan di luar pertanian, dan munculnya fenomena degradasi kesuburan lahan yang menyebabkan produktivitas padi sawah irigasi cenderung mengalami pelandaian. Menurut Indraningsih et al., (2003) dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 1989 hingga tahun 1999 telah terjadi alih fungsi lahan sawah seluas 1.6 juta ha, sekitar 1 juta ha diantaranya terjadi di Pulau Jawa, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan produksi. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu diupayakan penanggulangan melalui peningkatan produktivitas lahan sawah yang ada, pencetakan lahan irigasi baru, dan
pengembangan lahan potensial lainnya termasuk di dalamnya lahan kering. Selama ini peningkatan produksi tanaman pangan di Indonesia khususnya tanaman padi masih dititikberatkan pada pelaksanaan intensifikasi padi sawah. Usaha ini pada akhirnya tidak banyak membantu, karena areal intensifikasi akan mencapai kejenuhan. Untuk menanggulangi hal tersebut salah satu usaha yang perlu dilakukan adalah dengan melaksanakan program pengembangan tanaman padi lahan kering atau padi gogo. Hingga saat ini padi gogo sulit berkembang meskipun potensi penggunaan lahan di Indonesia sangat luas. Kurang diminatinya penggunaan padi gogo oleh petani dikarenakan perbedaan produktivitas dan kualitas padi gogo yang diperoleh petani lebih rendah dibandingkan dengan penanaman komoditas lain. Rendahnya produktivitas dan kualitas padi gogo tersebut mendorong pemulia tanaman untuk melakukan pengembangan varietas baru padi gogo, yang meliputi peningkatan produktivitas padi, peningkatan kualitas padi dan peningkatan ketahanan penyakit pada padi. Peningkatan produktivitas padi gogo sebagai salah satu alternatif usahatani bagi petani dapat diusahakan pada lahan kering. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan di daerah setempat, pengembangan usahatani padi gogo diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi nasional.
288
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010
Saat ini areal pertanaman padi gogo sekitar 1,2 juta hektar dan menyumbang 5,1% terhadap produksi beras nasional. Rata-rata produksi padi nasional selama lima tahun terakhir mencapai 52,010 juta ton, dari produksi tersebut sumbangan padi gogo sebesar 2,6 juta ton. Hal ini erat kaitanya dengan proporsi luas areal padi gogo yang relatif kecil dengan tingkat produktivitas sebesar 2,4 ton/ha atau baru mencapai 43% dari produksi padi sawah yang mencapai 5,68 t/ha (BPS, 2005). Di samping itu luas lahan kering yang telah diusahakan di Halmahera Utara adalah 109.753 ha, dan direncanakan lahan kering yang akan dikembangkan untuk usaha pertanian diantaranya bagi pengembangan usahatani padi gogo sebesar 530.894 ha (BPS, 2009). Produksi padi gogo di Kabupaten Halmahera Utara masih sangat rendah dan perlu dikembangkan dan ditingkatkan produksinya. Upaya peningkatan produksi yang akan dilaksanakan perlu didasarkan atas pemahaman yang mendalam tentang karakteristik padi gogo di daerah ini, baik variates yang ada maupun pertumbuhan di daerah ini. Penelitian tentang budidaya padi gogo telah banyak dilakukan, namun untuk Propinsi Maluku Utara khususnya Kabupaten Halmahera Utara penelitian yang menyangkut aspek budidaya belum dilaksanakan. Hal ini mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang pertumbuhan padi gogo di kabupaten Halmahera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan tanah serta pertumbuhan dan hasil padi gogo varietas lokal di beberapa kecamatan. METODE PENELITIAN Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian selama 3 bulan dan dilaksanakan pada Kecamatan Tobelo Timur yakni pada Desa Mawea, Paca, Leleoto, dan Yaro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei budidaya tanaman, di mana penentuan lokasi penelitian dilakukan secara multistage random sampling. Pemilihan desa disampling secara random, dan dipilih sebanyak 10 petani sampel, sehingga jumlah keseluruhan adalah 40 orang petani sampel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampel polulasi tanaman padi gogo milik petani, sedangkan alat yang digunakan adalah meteran, kamera, voice recorder, kuisioner, dan alat tulis. Tahapan Penelitian Penelitian ini dilakukan meliputi dua tahapan sebagai berikut : a. Pengujian sampel tanah Sampel tanah diambil dari lokasi pengamatan dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium untuk mengetahui unsur hara makro dan kandungan bahan organik yang terkandung didalamnya. b. Pengukuran komponen pertumbuhan dan hasil tanaman Pengamatan dan pengukuran komponen pertumbuhan tanaman dilakukan langsung pada lokasi pengamatan. Pengukuran komponen hasil panen dilakukan dengan cara ubinan mengikuti standar Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 2,5 m2 x 2,5 m2 . Komponen-komponen tersebut antara lain : a) Tinggi tanaman (cm), Pengukuran dilakukan pada saat tanaman menjelang panen. Tinggi tanaman adalah panjang tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun yang paling tinggi dengan jumlah 5 tanaman sampel yang diambil secara acak. b) Jumlah anakan produktif per rumpun, Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung jumlah rumpun yang menghasilkan malai dibagi dengan jumlah anakan tertinggi yang dihasilkan dikali dengan 100%. c) Jumlah malai per rumpun, ditentukan dengan menghitung jumlah anakan yang menghasilkan malai pada setiap rumpun, diamati saat panen yang diambil dari rumpun 5 sampel tanaman. d) Berat 1000 butir gabah, (Ka 14 %) diperoleh dengan cara menimbang 1000 butir gabah bernas yang telah diketahui kadar airnya. e) Produksi gabah kering giling, (Ka 14%) diambil dari hasil panen petak produksi ukuran 2,5 x 2,5 m disesuaikan dengan luas ubinan. Bobot gabah kering giling per petak dikonversi dalam kadar air 14%.
Kajian Pertumbuhan Padi Gogo Varietas Lokal di Kecamatan Tobelo Timur Kabupaten Halmahera Utara
289
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010 Analisis Data 1. Jenis tanah dan kandungan unsur hara makro ditampilkan dalam bentuk tabulasi data. 2. Analisis pertumbuhan dan hasil pada gogo. • Untuk menghitung berat seribu butir dilakukan dengan menggunakan rumus: Berat 1000 butir =
100 − (M % x 100) x a gram 100 − (14 % x 100)
(1) • Perhitungan hasil panen dilakukan dengan persamaan konversi sebagai berikut:
HP (kg / ha) =
yang dilakukan pada tingkat kepercayaan (significant level) 95%. Selanjutnya jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian uji Jarak Ganda Duncan untuk membandingkan beda antar sampel (Gomez, 1995). Bila terdapat perbedaan yang nyata (*) dimana Fh > F.05 atau berbeda sangat nyata dimana Fh > F.01, maka pengujian dilanjutkan dengan Uji BNJ taraf 5 %.
10.000 m2 x BG (kg) seluas(2,5 m x 2,5 m) 6.25m2
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Keadaan Tanah
Selain kondisi iklim lokal, perkembangan tanaman padi gogo juga berhubungan dengan Dimana : kondisi tanah. Keadaan tanah di daerah Halmahera HP = Hasil Panen Utara sebagian besar merupakan tanah vulkanik sangat menguntungkan bagi tanaman padi BG = Berat Gabah • Analisis keragaman pertumbuhan gogo. Gunung api Dukono di wilayah Galela tanaman dilakukan dengan menggunakan Kabupaten Halmahera Utara pada waktu tertentu rancangan tersarang (Nested Design), menyemburkan abu vulkan dan material lainnya, hal ini sangat membantu dalam proses pergantian hara mineral yang diserap tanaman padi gogo untuk pertumbuhannya. (2)
Tabel 1. Hasil Analisis Tanah Pada Masing-Masing Kecamatan Tobelo Timur di Kabupaten Halmahera Utara
Kecamatan/Desa
pH
BO
(H2O)
N tot
P tot
K tot
(%)
(gr)
(me) %
Mawea
5,96
4,97
0,10
3,18
1,62
Paca
7,12
5,97
0,23
1,92
2,61
Leleoto
6,46
3,88
0,51
1,79
1,62
6,0 4,31 Yaro Sumber : Data hasil analisis Sifat fisik/kesuburan tanah di Kecamatan Tobelo Timur dicirikan oleh karakteristik fisik dan kimia tanah disajikan pada Tabel 2. Untuk C-organik juga terbagi dua kategori yaitu tinggi dan sangat tinggi, selanjutnya untuk kandungan N-total digolongkan dari sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi sedangkan untuk P-total tergolong sangat tinggi pada keempat kecamatan. Keadaan pH tanah pada masing-masing desa berkisar antara 5,96 sampai 7,12 sehingga pada keempat desa tersebut pH tanahnya
0,29
2,31
1,97
dikelompokkan dalam dua kategori yaitu agak masam dan netral. Tingkat kemasaman tanah (pH) yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan padi gogo berkisar antara 5,5 – 6,5 (Anonim, 1990). Pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung ditentukan oleh pH tanah. Secara langsung pH tanah mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui pengaruh langsung ion H⁺ dan secara tidak langsung yaitu pH tanah dapat menyebabkan tidak tersedianya unsur hara. Kebanyakan tanaman toleran terhadap pH
Ariance Y. Kastanja
290
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010
yang ekstrim rendah atau tinggi, tetapi di dalam tanah tersebut tersedia hara yang cukup sangat dipengaruhi oleh pH, dimana beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH yang ekstrim dan lainnya pada tingkat meracun (Hardjowigeno, 2003). Di alam aktivitas H+ atau kemasaman diantaranya dipengaruhi oleh dekomposisi bahan organik, dimana bahan organik tanah secara terus menerus terdekomposisi oleh mikroorganisme ke dalam betuk asam-asam organik, karbon dioksida (CO2) dan air, senyawa pembentuk asam karbonat. Selanjutnya asam karbonat bereaksi dengan Ca dan Mg karbonat di dalam tanah untuk membentuk bikarbonat yang lebih larut, yang dapat tercuci ke luar dan akhirnya meninggalkan tanah lebih masam.
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati yang sebagian terdekomposisi dan mengalami modifikasi, serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan, Sutanto (2005). Selanjutnya dikatakan bahwa bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamik sebagai akibat adanya mikroorganisme tanah yang memanfaatkannya sebagai sumber energi dan karbon. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah bervariasi dari rendah pada Desa Leleoto 3,8 sampai tinggi pada Desa Paca 5,97. Kandungan unsur Nitrogen (N-tot) bervariasi untuk masing-masing desa, di mana pada Desa Mawea tergolong sangat rendah yakni 0,10 %, sedangkan pada Desa Yaro (0,29) dan Desa Paca (0,23) tergolong sedang, namun pada Desa Leleoto tergolong tinggi yaitu 0,51. Nitrogen mempunyai peran penting dalam peningkatan produksi tanaman karena merupakan komponen utama dalam pembentukan asam amino, protein asam nukleat dan klorofil. Senyawa nitrogen di tanah terdapat dalam bentuk organik dan anorganik. Senyawa yang paling penting untuk pertanian adalah Nitrat (NO3-)
dan ammonium (NH4+) . Tanaman hijau dapat menyerap N dalam bentuk yang tergabungkan dan melalui organ-organ yang berbeda, tetapi bagian terbesar biasanya diserap melalui akar dalam bentuk ion baik (NO3-) ataupun (NH4+) (Winarso, 2005) . Hasil analisis P total pada setiap desa tergolong sangat tinggi di mana berkisar antara 1,79 – 3,18 gr. . Fosfor merupakan unsur penting kedua setelah nitrogen yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor dalam tanah terdiri dari dua bentuk yaitu, bentuk organik dan anorganik. Kedua bentuk ini berperan sebagai sumber hara bagi tanaman. Namun yang dapat segera tersedia untuk tanaman adalah fosfor anorganik. Pada tanah dengan kondisi pH yang agak netral maka bentuk P yang dominan adalah yang terikat oleh Kalium, sedangkan pada tanah masam unsur P terikat oleh Fe dan Al. Tanaman menyerap P dalam bentuk H2PO4, HPO2-2 dan PO4-3 (Winarso, 2005). Tanaman memerlukan P pada semua fase pertumbuhannya, terutama pada fase pertumbuhan anakan primordial. Fosfor berperan penting dalam proses pembuahan, menghilangkan efek berlebih dari unsur N pada tanaman, membantu kekuatan batang, khususnya pada tanaman serealia, serta meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit. Selain itu unsur P membantu mempercepat proses pematangan biji (Gardner et al., 1985). Ketersediaan unsur fosfor dalam tanah sangat dipengaruhi oleh jumlah liat, tipe liat, waktu aplikasi, aerasi, pemadatan, lengas, status fosfor, temperatur, tingkat kemasaman, jenis hara lain dan jenis tanaman. Hasil analisis K-total berkisar antara 1,62 – 2,61 me %. Hasil analisis yang diperoleh ini sangat mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan padi gogo, di mana unsur kalium diserap tanaman dari tanah dalam bentuk ion (K+), dan berperan penting dalan proses metabolisme tanaman seperti proses fotosintesis. Defisiensi kalium dapat menyebabkan proses fotosintesis turun tetapi akan meningkatkan proses respirasi tanaman. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya penggunaan karbohidrat yang terdapat di dalam jaringan tanaman untuk memperoleh energi bagi aktivitasnya. Hal ini mengakibatkan pembentukan
Kajian Pertumbuhan Padi Gogo Varietas Lokal di Kecamatan Tobelo Timur Kabupaten Halmahera Utara
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010 bagian-bagian tanaman akan berkurang dan pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Sutanto (2005), rendahnya kalium dapat disebabkan jumlah kalium dalam tanah yang dapat dipertukarkan pada setiap saat sering berjumlah sedikit karena sebagian besar unsur terikat kuat oleh kompleks absorbsi sehingga sukar tersedia bagi tanaman. Secara kimia bahan organik berpengaruh terhadap peningkatkan KPK tanah, cadangan unsur hara utama N, P, dan S dalam bentuk organik dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Mn, Zn, B, Mo dan Co) dalam bentuk khelat dan akan dilepaskan secara perlahan-lahan, meningkatkan aktivitas, jumlah dan populasi mikro dan makro organisme tanah. Secara fisik bahan organik mempengaruhi warna tanah menjadi lebih kelam, meningkatkan agregasi (granulasi tanah), aerasi dan draenasi lebih baik, lebih tahan terhadap erosi, mengurangi plastisitas pada tanah lempung sehingga tanah lebih mudah diolah, meningkatkan kemampuan mengikat atau menyimpan air. Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur Tanah pada setiap desa di Kecamatan Tobelo Timur Tekstur (%)
Kecamatan
Kelas Tekstur
Lp
Db
Ps
Mawea
13,2
35,84
50,96
Lempung pasiran
Paca
13,2
15,84
70,96
Lempung pasiran
Leleoto
13,2
19,84
66,96
Lempung pasiran
Yaro
13,2
27,84
58,96
Lempung pasiran
Sumber : Data hasil analisis
Tekstur tanah menggambarkan persentase fraksi-fraksi penyusun tanah. Berdasarkan kelas tekstur USDA dari fraksi penyusunnya pada setiap lokasi penelitian, maka masing-masing tanah pada masing-masing kecamatan tergolong lempung pasiran (tabel 2). Sedangkan jenis tanah untuk Desa Mawea adalah latosol, regosol, alluvial. Pada Desa Paca dan Leleoto jenis tanahnya adalah alluvial dan latosol. Selanjutnya pada Desa Yaro jenis tanahnya adalah latosol, regosol, alluvial, dan mediteran. 2. Pertumbuhan dan Hasil Produksi Padi Gogo Pertumbuhan dan hasil tanaman, selain dipengaruhi oleh jenis benih, pupuk, dan sarana
291
produksi lainnya juga ditentukah oleh jenis varietas. Padi gogo varietas lokal lebih dikenal sebagai varietas yang toleran terhadap kekeringan dan dapat tumbuh pada berbagai agroekologi dan jenis tanah (Anonim 1990). Pertumbuhan tanaman sejak fase vegetatif awal sampai generatif dan pemasakan akan menentukan tingkat hasil gabah. Menurut Manurung et al, 1988 hasil gabah sangat ditentukan oleh komponen-komponen hasil yaitu jumlah tanaman tiap satuan luas, jumlah malai tiap rumpun, jumlah gabah tiap malai, dan berat gabah tiap malainya. Komponen-komponen hasil tanaman padi pada dasarnya juga dipengaruhi oleh faktor genetik tetapi pengelolaan tanaman dan faktor lingkungan akan mengendalikan hasil tanaman. a. Desa Mawea Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa karakteristik tinggi tanaman, panjang malai, jumlah anakan produktif, persentase gabah hampa, berat seribu butir, serta hasil produksi pada Desa Mawea. Hasil menunjukkan jenis varietas lokal yang dibudidayakan oleh petani di lokasi tersebut adalah Manyanyi, Pulo, dan Jahulu, di mana tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada Varietas Pulo 1,62 m tetapi pada Varietas Manyanyi dan Jahulu tinggi tanaman tidak berbeda nyata. Hal ini diduga berkaitan dengan genetik yang terdapat pada varietas tersebut. Umumnya padi gogo varietas lokal berumur panjang dan memiliki tinggi tanaman lebih dari 1 meter (Anonim 1990). Selain itu menggambarkan juga ketersediaan Nitrogen, dimana kandungan N total pada kecamatan tersebut adalah 0,10 % lebih rendah jika dibandingkan dengan N-total dengan tiga kecamatan lainnya. Menurut Wijaya (2008), ketersediaan N akan mendorong pertumbuhan organ-organ tanaman khususnya yang berkaitan dengan fotosintesis, sehingga tanaman mampu menghasilkan karbohidrat/asimilat dalam jumlah yang cukup untuk menopang pertumbuhan vegetatifnya.
Ariance Y. Kastanja
292
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010
Tabel 3. Rerata Keragaan Tanaman Padi Gogo pada Desa Mawea Varietas
TT
JAP
JM
BSB
HP
Manyanyi
1,50b
7,50a
11,0a
18,55a
1,80b
Pulo
1,62a
6,60a
10,20a
18,06a
2,20a
Jahulu
1,50b
8,20a
10,10a
14,57b
2,0ab
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%, TT: Tinggi tanaman, JAP: Jumlah anakan produktif, JM: Jumlah malai, BSB: Berat seribu butir, HP: Hasil produksi. Selanjutnya Manurung et al. (1988), pertumbuhan dan perkembangan tanaman menunjukkan suatu keadaan tertentu dalam proses biologi tanaman, kekurangan suplai hara pada pertumbuhan vegetatif tanaman akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Tinggi tanaman merupakan hasil pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pertambahan tinggi tanaman merupakan bentuk peningkatan pembelahan sel-sel akibat adanya translokasi asimilat yang meningkat. Hasil panen tertinggi terdapat pada Varietas Pulo dimana produksi per hektar yang dihasilkan adalah 2,20 ton/ha dan berbeda nyata dengan Varietas Manyanyi 1,80 ton/ha. Hal ini menggambarkan Varietas Pulo merupakan salah satu varietas lokal yang tahan terhadap kekeringan. Menurut Tjasyono (2004), faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman adalah temperatur dan radiasi yang diterima selama pertumbuhan tanaman. Secara umum temperatur menentukan semua proses fisiologi tanaman dan sebagai akibatnya akan mempengaruhi lama periode pertumbuhan tanaman. Sedangkan Fitter dan Hay (1994) mengatakan bahwa dengan adanya perubahan suhu lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Peningkatan suhu dapat meningkatkan energi kimia, akan tetapi peningkatan di atas suhu optimum dapat mengganggu aktivitas enzim dalam jaringan tanaman yang mengakibatkan terjadinya penurunan laju pertumbuhan yang dapat menyebabkan terbatasnya produksi yang dihasilkan.
b.
Desa Paca Tabel 3 menunjukkan tinggi tanaman, panjang malai, jumlah anakan produktif, jumlah malai, berat seribu butir, dan hasil produksi pada Desa Paca. Hasil analisis keragaan menunjukkan bahwa tinggi tanaman Varietas Kuburu (1,60 m) lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas yang lain. Jumlah malai tertinggi terdapat pada Varietas Manyanyi (12,40), hasil produksi padi gogo Varietas Kuburu 2,16 ton/ha, tertinggi jika dibandingkan dengan varietas lainnya. Tabel 4. Rerata Keragaan Tanaman Padi Gogo pada Desa Paca Varietas
TT
JAP
JM
BSB
HP
Manyanyi
1,52ab
9,0a
12,40a
20,37a
1,82a
Darauke
1,40bc
6,40bc
9,20b
20,74a
2,16a
Kuburu
1,60a
9,40a
11,80a
22,24a
1,90a
Pulo
1,35c
5,40c
9,20b
22,76a
1,86a
Tao-tao
1,51ab
7,20b
9,80b
21,37a
1,76a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%, TT: Tinggi tanaman, JAP: Jumlah anakan produktif, JM: Jumlah malai, BSB: Berat seribu butir, HP: Hasil produksi Hasil analisis tanah di Desa Paca tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Kandungan pH tanah pada desa tersebut tergolong tinggi jika dibandingkan dengan desadesa lainnya. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara khususnya unsur fosfor sangat rentan untuk diikat sehingga tidak dapat terserap oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutanto (2005); Ketersediaan P dalam tanah dengan kemasaman (pH) sangat rentan untuk diikat baik pada kondisi masam maupun alkalis. Berdasarkan hasil analisis keragaan yang diperoleh ternyata komponen pertumbuhan dan hasil tanaman lebih rendah jika dibandingkan dengan desa lainnya. c. Desa Leleoto Hasil analisis ragam tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai, berat seribu butir, dan hasil produksi pada masingmasing varietas menunjukkan beda nyata. Hasil
Kajian Pertumbuhan Padi Gogo Varietas Lokal di Kecamatan Tobelo Timur Kabupaten Halmahera Utara
293
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010 produksi tertinggi juga dicapai oleh Varietas Manyanyi sebesar 2,16 ton/ha.
Demikian juga dengan hasil produksi tertinggi tertinggi dicapai oleh Varietas Darauke.
Tabel 5. Rerata Keragaan Tanaman Padi Gogo pada Desa Leleoto
Tabel 6. Rerata Keragaan Tanaman Padi Gogo pada Desa Yaro
Varietas
TT
JAP
JM
BSB
HP
Manyanyi
1,55a
8,0a
10,80b
22,11a
2,16a
Pulo
1,42b
8,60a
12,80a
24,43a
1,94ab
Tao-tao
1,56a
7,60a
9,80b
22,48a
1,82ab
Siam
1,50ab
7,30a
10,30b
19,38b
1,79b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%, TT: Tinggi tanaman, JAP: Jumlah anakan produktif, JM: Jumlah malai, BSB: Berat seribu butir, HP: Hasil produksi Jumlah anakan produktif merupakan sifat yang menentukan produktivitas tanaman padi. Semakin banyak anakan produktif yang dihasilkan semakin tinggi pula hasil padi yang dapat diperoleh karena jumlah malai semakin banyak. Pembentukan anakan juga sangat dipengaruhi oleh kekahatan N dan P, karena hara tanaman terkait dengan penampilan pembentukan anakan. Pembentukan anakan akan berhenti apabila kandungan N dalam daun menjadi 2%, P 0,03% dan K 0,05%. Anakan yang terbentuk pada stadia pertumbuhan biasanya tidak produktif dimana tiap varietas mempunyai kapasitas anakan berbeda-beda (Vergara,1980). Lebih lanjut dikatakan bahwa jumlah anakan per tanaman meningkat sejalan dengan meningkatnya jarak tanam. Hasil fotosintat terbesar saat fase pertumbuhan vegetatif tanaman padi ditranslokasikan untuk pembentukan anakan. d.
Kecamatan Yaro Hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, panjang malai, jumlah anakan produktif, jumlah malai, jumlah gabah, berat seribu butir, dan hasil produksi pada Desa Yaro ditunjukkan pada tabel 6. Tinggi tanaman tertinggi antar varietas yang sama hampir seragam pada kedua desa tersebut. Sedangkan jumlah malai tertinggi Varietas Darauke (14,20), tinggi jika dibandingkan dengan varietas lainnya yang dibudidayakan oleh petani.
Varietas
TT
JAP
JM
BSB
Darauke
a
1,45
12,30
14,20
Kajum
1,41b
6,80a
Ruruino
1,46
7,70
a
a
a
HP
24,75
2,5b
10,40a
19,44a
1,90a
12,0
18,60
1,88a
b
a
a
a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada Uji BNT 5%, TT: Tinggi tanaman, JAP: Jumlah anakan produktif, JG: Jumlah malai, BSB: Berat seribu butir, HP: Hasil produksi. Menurut Yoshida (1981), kekurangan N saat inisiasi terjadi akan menghambat perpanjangan malai dan jumlah biji yang terbentuk, disebabkan unsur N diperlukan untuk tetap mempertahankan fotosintesis yang tinggi dengan hasil fotosintat yang mulai dialokasikan untuk pembentukan malai tersebut. Malai yang terlalu panjang akan menyebabkan translokasi hara akan terhambat, sehingga akan menurunkan produksi gabah kering tanaman. Hasil analisis ragam pada Desa Yaro untuk masing-masing parameter tanaman menunjukkan tidak beda nyata antar varietas yang diusahakan oleh para petani terdapat pada tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah malai. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan unsur hara makro pada lokasi penelitian sangat mendukung bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman padi gogo. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Keadaan pH tanah pada lokasi penelitian dikelompokkan pada kondisi masam dan netral, dan sesuai bagi pertumbuhan padi gogo yakni antara 5,96 – 7,12 %. 2. Kandungan unsur hara tanah di Desa Paca lebih baik tergambar dari tingginya kandungan BO (5,97) yang tinggi dibandingkan dengan desa lainnya 3. Kandungan tekstur tanah pada keempat desa seragam yakni tekstur lempung pasiran
Ariance Y. Kastanja
294 4.
Jurnal Agroforestri Volume V Nomor 4 Desember 2010 Produksi padi gogo Varietas Darauke di Desa Yaro tergolong tinggi (2,5 ton/ha)
jika dibandingkan dengan hasil produksi di ketiga desa lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1990. Direktory Padi Indonesia 1990. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. BPS, 2007. Statistik Indonesia. Jakarta BPS, 2009. Halmahera dalam Angka, Tobelo BPS, 2007. Halmahera dalam Angka, Tobelo BPS, 2005. Statistik Indonesis, Badan Pusat Statistik, Jakarta. 60p. Fitter, A. H and R. K. M. Hay. 1981. Environmental Physiology of Plants. Academic Press, Inc. London Ltd. Gomez K.A. and A.A Gomez.. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (Terjemahan : Endang S. dan J. S. Baharsyah). Universitas Indonesia. Hardjowigeno., H. S., 2003., Ilmu Tanah., Akademika Pressindo. Jakarta. Indraningsih, K.S., Wahyuning K.S., dan Sri W., 2003. Analisis Preferensi Petani Terhadap Karakteristik Padi Ladang (Studi Kasus di Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Ismunadji, M., dan Manurung, S.O 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi, In Padi Buku I Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Somaatmadja, S., 1995. Peningkatan Produksi Kedelai melalui Perakitan Varietas. Dalam Susilawati ., Uji Multilokasi GalurHarapan dan Varietas Padi Terpilih di Lahan Pasang Surut. Sutanto, R., 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah., Kanisus. Yogyakarta. Tjasyono, B. HK, Klimatologi., Penerbit ITB. Bandung Vergara, B. S., 1980. Rice Plant Growth and Development. In : B. S. Luh (eds). Rice: Production and Utilization. AVI Publishing Company. Westport, Connection.. p.75-86. Wijaya, K. A., 2008. Nutrisi Tanaman (Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta. Winarso, S., 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media, Yogyakarta. Yoshida, S. 1981. Fundamental of Rice Crop Science. IRRI, Los Banos, Philippines. alih bahasa Sigit Yuli Jatmiko, Penerbit Lembaga Penelitian Padi Internasional, Philippines.
Kajian Pertumbuhan Padi Gogo Varietas Lokal di Kecamatan Tobelo Timur Kabupaten Halmahera Utara